1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individu guna mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Dengan pendidikan, manusia berusaha mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masalah pendidikan perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih baik terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan kuantitas, kualitas, dan relevansinya. Pendidikan bukanlah suatu hal yang statis atau tetap, melainkan suatu hal yang dinamis sehingga menuntut adanya suatu perubahan atau perbaikan secara terus menerus. Perubahan dapat dilakukan dalam hal penambahan buku-buku materi, alat-alat laboratorium, serta model yang digunakan dalam menyampaikan materi pelajaran. Hal ini juga berlaku pada pelajaran matematika. Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi 2 matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh; 4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan 5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan atau ketercapaian kompetensi. Sutikno (2005: 7) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Guna menciptakan pembelajaran yang efektif, guru dituntut kreatif dalam menggunakan berbagai model pembelajaran sehingga dapat merancang bahan belajar yang mampu menarik dan memotivasi siswa untuk belajar. Efektivitas pembelajaran dapat dicapai jika siswa berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Model pembelajaran merupakan sarana interaksi antara guru dengan siswa di dalam kegiatan pembelajaran. Seorang guru dituntut untuk mampu menciptakan suasana pembelajaran yang mampu memotivasi siswa dengan kreativitas guru dan gagasan yang baru dalam mengembangkan cara penyajian materi pelajaran agar siswa dapat belajar dengan perasaan senang dan nyaman. Dengan demikian, yang 3 perlu diperhatikan adalah ketepatan guru dalam memilih model pembelajaran. Model pembelajaran yang dipilih oleh guru harus sesuai dengan tujuan, jenis, dan sifat materi yang diajarkan. Di samping itu, kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan model tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil yang akan dicapai. Santoso dkk. (2014: 88-89) menyatakan sebagai berikut. Kebanyakan guru dalam kegiatan belajar mengajar masih menggunakan model pembelajaran dengan metode ceramah dan tanya jawab, sehingga siswa diposisikan sebagai pendengar ceramah guru. Masalah yang sering ditemukan adalah sebagai berikut: 1) siswa jarang mengajukan pertanyaan, walaupun guru sering meminta siswa bertanya jika ada halhal yang belum jelas, 2) keaktifan dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran juga masih kurang, 3) kurangnya keberanian siswa untuk mengerjakan soal didepan kelas dan 4) siswa mengalami kecemasan saat menghadapi tes. Hal ini menggambarkan efektifitas belajar mengajar dalam kelas masih rendah. Kekurangtepatan guru dalam melaksanakan suatu model dan kurang dipahaminya suatu materi dapat menimbulkan kebosanan siswa serta terasa monoton sehingga mengakibatkan sikap siswa yang acuh terhadap pelajaran matematika. Masalah ini seringkali menghambat kegiatan pembelajaran. Kurang tepatnya pemilihan model pembelajaran oleh guru akan mempengaruhi prestasi belajar yang dicapai oleh siswa. Selain itu, pembelajaran masih di dominasi guru, sedangkan siswa hanya menerima penjelasan dan kurang diberi kesempatan mengungkapkan pendapatnya. Kesalahan lain yang sering terjadi adalah guru di sekolah tersebut kurang memerhatikan tingkat pemahaman konsep matematis siswa dalam mengikuti perubahan tahap demi tahap dalam mencapai materi pelajaran. Dengan kata lain, siswa hanya dibuat tercengang oleh guru dalam mempermainkan rumus 4 yang begitu runtut dalam sebuah rangkaian pokok bahasan tanpa memperhatikan apakah konsep dari pelajaran tersebut sudah dikuasai siswa atau belum. Salah satu model pembelajaran yang menuntut agar siswa berperan secara aktif dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif. Daryanto dan Rahardjo (2012: 241) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompokkelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat dipilih untuk mengefektifkan pembelajaran di kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw. Sugianto dkk. (2014: 118) menyatakan sebagai berikut. Dalam tipe Jigsaw ini, guru memperhatikan skema atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengelola informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi, serta menjalin interaksi yang menyeluruh. Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Pemahaman konsep matematis merupakan unsur paling utama yang harus dimiliki oleh siswa karena pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan awal yang akan menjadi pondasi dan dasar pembentukan pola pikir matematis siswa. Suherman dkk. (2003: 22) menyatakan bahwa konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang 5 paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka siswa harus bisa memahami konsep dengan benar agar tidak terjadi kesalahan pada konsep selanjutnya. Kemampuan pemahaman konsep yang masih rendah dialami oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Abung Tinggi. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru bidang studi matematika kelas VIII semester genap di SMP Negeri 2 Abung Tinggi Tahun Pelajaran 2014/ 2015, diketahui bahwa guru masih menggunakan model pembelajaran yang konvensional. Pembelajaran masih terpusat pada guru. Guru mengajar dengan metode ceramah dan siswa hanya diberikan latihan soal. Pembelajaran seperti ini membuat siswa tidak memiliki kesempatan untuk aktif dalam proses pembelajaran. Mereka hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan soal sesuai dengan contoh yang diberikan sehingga siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan soal yang berakibat pada rendahnya nilai ulangan matematika siswa. Sebagian besar siswa masih mendapatkan nilai kurang dari KKM. Berikut nilai ulangan semester mata pelajaran matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Abung Tinggi. Tabel 1.1 Nilai ulangan matematika kelas VIII SMP Negeri 2 Abung Tinggi Nilai Semester/ Tahun Pelajaran I/ 2013-2014 II/ 2013-2014 I/ 2014-2015 VIII-A 64,38 63,24 65,26 VIII-B 65,86 64,12 65,74 Sumber: SMP Negeri 2 Abung Tinggi Tahun Pelajaran 2014/2015 Kelas Dalam penelitian ini, pembelajaran dikatakan efektif apabila jumlah siswa yang mendapatkan nilai minimal 65 pada kelas yang menggunakan strategi pembelajaran Jigsaw lebih dari 60% dari jumlah siswa. Nilai 65 bukan 6 merupakan nilai KKM yang ditetapkan sekolah, melainkan standar ketuntasan untuk mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang ditentukan oleh peneliti. Dengan demikian, pembelajaran matematika dapat diefektifkan melalui model pembelajaran Jigsaw ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitian Suwarno (2007: 147) kelas VII di SMP Negeri 4 Sukoharjo diperoleh bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada pembelajaran matematika dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian yang dilakukan oleh Sugianto dkk. (2014: 125) di SMA Negeri 7 Binjai diperoleh bahwa siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw secara signifikan lebih baik dalam peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dibandingkan siswa yang belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Maka dari itu, dilakukan studi penelitian ini untuk melihat efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Abung Tinggi Tahun Pelajaran 2014/2015. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw efektif ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Abung Tinggi Tahun Pelajaran 2014/2015? 7 2. Bagaimanakah pencapaian indikator pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Abung Tinggi Tahun Pelajaran 2014/2015? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ditinjau dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Abung Tinggi Tahun Pelajaran 2014/2015. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi Siswa Siswa belajar akan terasa lebih menyenangkan dan lebih bermakna, sehingga siswa tidak mudah lupa dengan materi matematika, karena siswa turut aktif dalam pembelajaran. 2. Bagi Sekolah Penelitian ini dapat dijadikan salah satu pertimbangan bagi guru-guru untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dalam pembelajaran di sekolah sebagai variasi model pembelajaran yang berhubungan dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dan wahana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapat selama masa kuliah, serta 8 memberi keyakinan untuk menerapkan strategi pembelajaran ini untuk beberapa materi tertentu yang dirasa cocok. E. Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari kesalahan penafsiran dalam penelitian ini, penulis membatasi istilah yang berhubungan dengan judul penelitian. 1. Efektivitas artinya suatu ukuran keberhasilan dari suatu kegiatan pembelajaran dalam mencapai tujuan. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dikatakan efektif apabila rata-rata nilai kemampuan pemahaman konsep matematis lebih dari 60% siswa mendapat nilai 65. 2. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah pembelajaran yang dilaksanakan melalui tahap pembentukan kelompok asal, pembagian materi pada tiap siswa dalam kelompok asal, kegiatan kelompok ahli, dan laporan kepada kelompok asal. 3. Kemampuan pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa untuk memahami konsep, situasi, dan fakta yang diketahui serta dapat menjelaskan dengan kata-kata sendiri sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya dengan tidak merubah artinya. Kemampuan pemahaman konsep matematis dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan tes.