58 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Daerah

advertisement
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Daerah Penelitian
5.1.1 Letak, kondisi geografis, dan topografi
Kabupaten Bangli terletak di tengah-tengah pulau Bali, dan menjadi satusatunya kabupaten yang tidak mempunyai pantai di Provinsi Bali. Secara
geografis, Kabupaten Bangli terletak pada 115013’ 43” sampai 1150 27’ 24” Bujur
Timur, dan 80 08’ 30” sampai 080 31’ 07” Lintang Selatan. Kabupaten Bangli
terdiri dari empat kecamatan, yaitu Kecamatan Bangli, Tembuku, Susut, dan
Kintamani. Dari empat kecamatan tersebut, 70% dari luas daerah Kabupaten
Bangli terletak di Kecamatan Kintamani. Kecamatan Kintamani menguasai
366,92 km2 dari 480,61 km2 luas Kabupaten Bangli. Secara geografis, Kecamatan
Kintamani terletak pada 9.097.357,50 m s.d. 9.076.529,26 m Lintang Selatan, dan
305.346,84 m s.d. 329.210,17 m Bujur Timur. Daerah penelitian ini berada pada
ketinggian 900 s.d. 1.550 m dpl, dengan kondisi topografi landai hingga berbukit.
Tingkat kemiringan lahan pada daerah penelitian berada pada kondisi ds.d. tar
hingga kemiringan 60%, dengan sebagian besar wilayah Kecamatan Kintamani
merupakan pedesaan (99%). Gambaran kondisi geografis daerah penelitian
disajikan pada Gambar 5.1. Sedangkan luas wilayah masing-masing kecamatan di
Kabupaten Bangli selengkapnya disajikan pada Tabel 5.1.
58
59
Gambar 5.1
Kondisi Geografis Daerah Penelitian
Tabel 5.1
Luas Wilayah Tiap-tiap Kecamatan di Kabupaten Bangli
Kecamatan
Susut
Bangli
Tembuku
Kintamani
Jumlah
Luas wilayah (km2)
Pedesaan
Perkotaan
31,83
17,80
36,90
19,36
48,32
363,56
3,36
480,61
40,20
Sumber. BPS (2008, dalam PPLH Unud, 2009)
Kecamatan Kintamani memiliki topografi yang bergelombang hingga
berbukit, dengan tingkat kemiringan lahan berkisar antara 0 s.d. 60%. Daerah ini
terletak berada pada ketinggian 900 s.d. 1.550 m dpl. Sebagian besar wilayahnya
merupakan lahan perkebunan, yaitu 13.860,48 ha (37,6%), tegalan 10.858,46 ha
(29,5%), semak 3,862,99 ha 910,5%), dan hutan 2.884,36 (7,8%), serta beberapa
penggunaan lainnya. Penggunaan lahan di kecamatan kintamani selengkapnya
disajikan pada Tabel 5.2.
60
Tabel 5.2
Penggunaan Lahan di Kecamatan Kintamani Tahun 2000
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jenis penggunaan lahan
Bangunan
Sawah tadah hujan
Tanah kosong
Pemukiman
Rumput
Air
Hutan
Semak
Tegalan/ladang
Kebun/perkebunan
Jumlah
Luas
(ha)
0,13
98,21
934,12
1.331,52
1.410,48
1.651,32
2.884,36
3.862,99
10.858,46
13.860,48
36.892,05
(%)
0,0
0,3
2,5
3,6
3,8
4,5
7,8
10,5
29,5
37,6
100,0
Sumber: Bakosurtanal (2000)
5.1.2 Agroklimat
A.
Curah hujan
Curah hujan di Kecamatan Kintamani mencapai 2.990 mm/tahun, dengan
enam setengah bulan basah, empat setengah bulan kering, dan satu bulan lembab.
Berdasarkan data curah hujan Badan Meteorologi dan Geofisika stasiun
Kintamani, pada periode tahun 2008 s.d.2010 curah hujan berkisar 1.227,50 s.d.
2.896,00 mm/th. Pada Periode tersebut, pada tahun 2010 memiliki curah hujan
dan hari hujan paling tinggi, seperti disajikan pada Tabel 5.3. Bulan basah terjadi
pada bulan Desember hingga pertengahan bulan Mei, sedangkan bulan kering
terjadi pada bulan Juni s.d. Oktober. Temperatur daerah ini berada pada 15oC s.d.
25oC, dengan kelembaban 80% hingga 99%. Sebaran curah hujan bulanan
disajikan pada Gambar 5.2, dan hari hujan pada Gambar 5.3.
61
Tabel 5.3
Curah Hujan dan Hari Hujan di Kecamatan Kintamani
Tahun 2008 s.d. Tahun 2010
Tahun
2008
2009
2010
Total curah hujan
1,427.50
2,486.00
2,896.00
Hari hujan
54
70
128
Sumber: BMG (2011)
Curahu hujan
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Bulan
Sumber: BMG (2011)
2008
2009
2010
Gambar 5.2
Curah Hujan Bulanan di Kecamatan Kintamani
Tahun 2008 s.d. Tahun 2010
Hari hujan
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Bulan
Sumber: BMG (2011)
Gambar 5.3
Hari Hujan di Kecamatan Kintamani Tahun 2008 s.d. Tahun 2010
2010
2009
2008
62
B.
Jenis tanah
Jenis tanah di Kawasan Kintamani adalah tanah Regosol, lebih spesifik
regosol coklat, regosol kelabu, dan regosol humus. Tanah regosol terbentuk dari
abu volkan intermedier dengan kondisi fisiografi kerucut volkon, lembah kaldera,
serta lunggul volkan. Bentuk wilayah di Kecamatan Kintamani yaitu landai,
bergelombang, berombak, dan bergunung. Secara alami, tanah jenis ini dapat
ditumbuhi oleh berbagai macam jenis vegetasi. Adapun morfologi jenis tanah
yaitu solum tanah tipis hingga tebal, tanpa horison atau horison alterasi lemah.
Warna tanah umumnya kelabu hingga kuning, dengan batas horison terselubung
dengan tekstur pasir dengan kadar liat kurang dari 40%. Struktur tanah berbutir
tunggal atau tanpa struktur, dengan konsentrasi gembur. Sifat kimia tanah pada
umuumnya mempunyai kemasaman tanah yang sangat bervariasi, kandungan
bahan organik rendah, kejenuhan basa bervariasi,daya adsopsi rendah, kandungan
unsur hara bervariasi, permeabiilitas tinggi, dan kepekaan tanah terhadap erosi
besar. Jenis-jenis tanah di Kecamatan Kintamani disajikan pada Tabel 5.4. dan
Gambar 5.4.
Tabel 5.4
Jenis Tanah di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
Bahan induk
Abu volkom
intermedier
Fisiografi
Kerucut
Volkom
Bentuk wilayah
Bergelombang sampai
Bergunung
Jenis tanah
Regosol
Coklat
Abu volkom
intermedier
Kerucut
Volkom
Bergelombang sampai
Bergunung, Melandai
Regosol
Kelabu
680,335
Abu volkom
intermedier
Lembah
Kaldera
Melandai sampai
Berombak
Regosol
Kelabu
4.829,379
Abu volkom
intermedier
Kerucut
Volkom
Bergelombang sampai
Bergunung, Melandai
Regosol
Kelabu
7.408,997
Abu volkom
intermedier
Kerucut dan
lungur volkan
Bergelombang Sampai
Bergunung, Melandai
Regosol
Humus
17.364,801
Sumber: Bakosurtanal (2000)
Luas (ha)
583,974
63
Gambar 5.4
Peta Jenis Tanah di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
5.1.3 Penduduk
Hasil sesnsus penduduk tahun 2010 menunjukkan penduduk Kecamatan
Kintamani adalah sebanyak 90.150 jiwa. Jumlah rumah tangga sebanyak 24.476
sehingga rata-rata anggota rumah tangga adalah tiga s.d. empat jiwa tiap rumah
tangga. Sedangkan, berdasarkan hasil registrasi penduduk keadaan akhir tahun
2009, jumlah penduduk di Kecamatan Kintamani adalah sebanyak 91.796 jiwa.
Jika dibandingkan luas daerah Kecamatan Kintamani yaitu 366,92 km 2, rata-rata
kepadatan penduduknya adalah 250 jiwa/km2. Jumlah penduduk dari tahun ke
tahun terus mengalami pertambahan. Periode 2006 s.d. 2009 terjadi peningkatan
jumlah dan kepadatan penduduk. Kondisi kependudukan di Kecamatan Kintamani
disajikan pada Tabel 5.5.
64
Tabel 5.5
Perkembangan Penduduk Kecamatan Kintamani Tahun 2005 s.d. tahun 2009
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
Luas
366,92
366,92
366,92
366,92
366,92
Penduduk
(orang)
Janis kelamin
Laki-laki Perempuan
44.743
44.694
45.000
45.004
45.328
45.340
45.516
45.534
45.847
45.949
Jumlah
89.437
90.004
90.668
90.870
91.796
Kepadatan
(orang/km2)
244
245
247
248
250
Sumber: BPS Kabupaten Bangli (2010)
Sebagaian besar penduduk di Kecamatan Kintamani berada pada usia produktif,
yaitu 62,81% pada kisaran umur 15 tahun s.d. 65 tahun. Sedangkan komposisi antara
penduduk laki-laki dan perempuan relatif seimbang. Rincian komposisi penduduk
berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur disajikan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.6
Jumlah Penduduk Kecamatan Kintamani Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis
Kelamin Tahun 2008 dan Tahun 2009
No
1
2
3
Kelompok
umur
0-14
15-64
> 64
Tahun 2008
Tahun 2009
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
(orang)
(orang)
(orang)
(orang)
14.092
13.945
14.194
14.028
28.775
28.732
28.826
28.835
2.695
2.937
2.827
3.086
Sumber: BPS Kabupaten Bangli (2010)
5.2
Perkebunan dan Produksi Kopi
5.2.1
Perkebunan
Kecamatan Kintamani terdiri dari empat puluh delapan desa. Dari jumlah
tersebut, hampir semua desa memiliki perkebunan kopi, kecuali di Desa Songan A dan
Songan B. Namun demikian, perkebunan kopi tidak tersebar secara merata di desa-desa
65
tersebut. Perkebunan kopi terkonsentrasi di wilayah barat dan utara, serta sebagian pada
bagian selatan Kecamatan Kintamani. Data periode 2007 s.d. 2010 menunjukkan luas
lahan perkebunan kopi arabika di Kecamatan Kintamani mengalami penurunan.
Penurunan terjadi pada periode 2007 s.d. 2009, namun kembali mengalami peningkatan
pada tahun 2010. Sebaran perkebunan kopi di Kecamatan disajikan pada Gambar 5.5,
sedangkan luas perkebunan kopi disajikan pada Tabel 5.7.
Gambar 5.5
Persebaran Perkebunan Kopi di Kecamatan Kintamani
Tahun 2007 s.d. Tahun 2010
Tabel 5.7
Perkembangan Perkebunan Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani
Tahun 2007 s.d. Tahun 2010
No
1
2
3
4
Keterangan
Peremajaan
Tanaman baru
Pengurangan
Luas perkebunan
2007
117.00
12.56
31.07
3,606.99
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Bali (2011)
Tahun
2008
2009
17.66
91.33
11.62
25.95
85.60
3,581.04
3,507.06
2010
56.00
22.50
12.71
3,516.85
66
5.2.2
Produksi
Perkembangan Kopi Arabika di Provinsi Bali mengalami fluktuasi.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Provinsi Bali, puncak produksi kopi terjadi
pada tahun 1997 dan tahun 2000. Namun perioda tahun 2000 s.d. 2006 mengalami
penurunan, terutama pada periode tahun 2001 s.d. 2002. Gambaran perkembangan
kopi arabika disajikan pada Gambar 5.6. Sedangkan di Kecamatan Kintamani
produksi kopi mengalami peningkatan mulai tahun 2007. Peningkatan produksi
tersebut seiring dengan luas tanaman kopi menghasilkan (TM) dan juga luas
perkebunan kopi secara keseluruhan pada periode 2007 s.d. 2010 (Gambar 5.7).
14 000
Luas kopi (ha)
12 000
Produksi (t)
10 000
8 000
6 000
4 000
2 000
05
04
03
02
01
00
99
98
97
96
95
94
93
92
06
20
20
20
20
20
20
20
19
19
19
19
19
19
19
90
89
88
87
86
85
84
83
82
81
80
79
91
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
19
78
0
Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Bali (2007)
Gambar 5.6
Produksi dan Luas Perkebunan Kopi Arabika di Bali Tahun 1978 s.d. Tahun 2006
Gambar 5.7 menunjukkan musim panen (produksi) terjadi pada
triwulan kedua dan ketiga yaitu pada bulan April s.d. bulan September.
Sedangkan fase peremajaan, penanaman, pemeliharaan, dan pengurangan atau
penggantian dengan tanaman jenis lain dilakukan pada triwulan ke empat dan
triwulan pertama tahun berikutnya yaitu pada bulan Oktober s.d. bulan Maret.
67
Produksi kopi Arabika di Kecamatan Kintamani terkonsentrasi di desa-desa
yang terletak di wilayah utara dan barat serta di beberapa desa di wilayah
selatan. Sebaran produksi lebih jelasnya disajikan pada Gambar 5.8.
4000
Peremajaan
3500
Tan. Baru
3000
Pengurangan
2500
Luas perkebunan kopi
2000
Tanaman Belum Menghasilkan
1500
Tanaman Menghasilkan
1000
Tanaman Tua
500
0
Produksi
Rata-rata produksi (kg)
Keterangan:
2007_1 :
2007_2 :
2007_3 :
2007_4 :
2008_1 :
2008_2 :
2008_3 :
2008_4 :
Tahun 2007 triwulan pertama
Tahun 2007 triwulan kedua
Tahun 2007 triwulan ketia
Tahun 2007 triwulan keempat
Tahun 2008 triwulan pertama
Tahun 2008 triwulan kedua
Tahun 2008 triwulan ketia
Tahun 2008 triwulan keempat
2009_1 :
2009_2 :
2009_3 :
2009_4 :
2010_1 :
2010_2 :
2010_3 :
2010_4 :
Tahun 2009 triwulan pertama
Tahun 2009 triwulan kedua
Tahun 2009 triwulan ketia
Tahun 2009 triwulan keempat
Tahun 2010 triwulan pertama
Tahun 2010 triwulan kedua
Tahun 2010 triwulan ketia
Tahun 2010 triwulan keempat
Gambar 5.7
Perkembangan Produksi, Tanaman Menghasilkan, dan Luas Perkebunan Kopi
Arabika di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli
5.2.3
Ramalan produksi
Berdasarkan data produksi pada tahun 2007 s.d. tahun 2010, serta
perkembangan perkebunan kopi Arabika, dan juga grafik tanaman baru dan tanaman
yang belum menghasilkan di daerah penelitian, maka produksi kopi Arabika di
Kecamatan kintamani pada beberapa tahun berikutinya akan cenderung konstan.
Namun khusus untuk produksi pada tahun 2011, diprakirakan akan mengalami
penurunan. Hal ini disebabkan daerah penelitian mengalami curah hujan dan hari
hujan yang tinggi pada tahun 2010 (Gambar 5.2 dan Gambar 5.3).
68
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap produksi kopi arabika. Pengaruh
curah hujan terhadap produksi menunjukkan hubungan yang linear dan nyata dengan
koefisien determinasi sebesar 42,5% dengan peluang (sig) sebesar 0,348 dengan
persamaan Y = 1452.436 + 0,096 curah hujan. Hal ini menunjukkan pengaruh curah
hujan terhadap produksi kopi arabika di Kecamatan Kintamani adalah sebesar 42,5%,
sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. Hasil analisis regresi linear berganda
secara parial dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9.
Gambar 5.8
Persebaran Produksi Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani
Tahun 2007 s.d. Tahun 2010
Tabel 5.8
Model Summaryb
Model
Dimension 1
R
.652a
R square
.425
Keterangan:
a. Predictors: (Constant), Curah Hujan
b. Dependent Variable: Produksi
Adjusted R
square
.137
Std. error of the
estimate
86.86339
69
Tabel 5.9
Coefficientsa
Model
1
(Constant)
Curah hujan
Unstandardized
coefficients
B
Std. error
1452.436
177.611
.096
.079
Standardized
coefficients
Beta
.652
t
8.178
1.215
Sig.
.015
.348
Keterangan:
Dependent Variable: Produksi
5.3
Lokasi Pabrik
5.3.1 Kesesuaiaan lokasi
Dari hasil analisis kesesuaian lokasi untuk mendirikan pabrik, diperoleh 67
area lokasi pada tipe I, 278 tipe II, 258 tipe III dan masing-masing satu lokasi
untuk tipe IV dan V. Lokasi kelas II merupakan luasan yang tertinggi yang
diperoleh dari hasil analisis yaitu 294.973.777 ha. Sedangkan lokasi kelas I hanya
70.680.381 ha. Data selengkapnya disajikan pada Tabel 5.10. Sedangkan sebaran
lokasi kesesuaian lahan lokasi pembangunan pabrik disajikan pada Gambar 5.9A.
Tabel 5.10
Kelas Kesesuaian Lahan Lokasi Pendirian Pabrik Pengolahan Kopi Arabika di
Kecamatan Kintamani
Kelas
Jumlah area lokasi
Luas area (ton)
I
67
70.680.381
II
278
294.973.777
III
258
65.470.763
IV
1
23.735.167
V
1
12.018.321
70
A. Peta kelas lokasi pendirian pabrik
B. Peta produksi kopi arabika dan
lokasi lahan pabrik
Gambar 5.9
Peta Kesesuaian Lahan Berdasarkan Kelas untuk Lokasi Pabrik Kopi
Arabika di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli
Dari hasil analisis kesesuaian lahan untuk pembangunan pabrik kopi
arabika seperti yang tersaji pada Gambar 5.9A di atas, maka analisis dilanjutkan
dengan melakukan evaluasi kesesuaian lahan untuk kelas I, sedangkan lokasi
pada kelas lainnya tidak dilakukan evaluasi, karena lokasi yang diharapkan adalah
lokasi kelas I. Evaluasi dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu melakukan
survei lapangan yaitu untuk mengetahui lokasi dan kesesuaiannya, serta
berdasarkan peta persebaran produksi dan peta 3D (tiga dimensi). Pengecekan
lapangan dilakukan untuk mengetahui kondisi existing sehingga untuk lokasilokasi yang tidak sesuai akan dikeluarkan (dieliminasi) dari lokasi kelas I. Selain
itu peta lokasi perkebunan hanya menunjukkan bahwa di daerah tersebut terdapat
perkebunan kopi, belum memuat informasi volume produksi, sehingga hasil
analisisnya kembali dikoreksi dengan peta sebaran produksi, sehingga lokasi
lahan kelas I untuk pendirian pabrik yang terletak pada daerah yang produksinya
rendah dapat dieliminasi (dihilangkan). Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka
beberapa lokasi kelas I dari hasil analisis dieliminasi. Daerah atau lokasi yang
71
dikeluarkan karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lokasi yang berada
dikawasan kaldera gunung Batur, luasan lokasi kurang dari 1 ha, dan lokasi yang
terletak di desa atau daerah dengan produksi yang rendah. Hasil analisis
menunjukkan diperoleh 16 lokasi yang dapat dipilih untuk pembangunan pabrik di
Kecamatan Kintamani (Gambar 5.9B).
5.3.2 Lokasi pabrik (existing)
Hasil Plot lokasi dengan global positioning system (GPS) pada pabrikpabrik pengolahan kopi yang telah ada di daerah penelitian menunjukkan
pendirian pabrik berada pada daerah layak berdasarkan hasil analisis. Dari delapan
pabrik yang disurvei, hanya dua pabrik yang didirikan pada lokasi yang tidak
layak, seperti yang disajikan pada Gambar 5.10. Pabrik yang dibangun diluar
lokasi yang layak untuk pendirian pabrik yaitu di Desa Gunungbau dan Desa
Buahan. Hasil pengamatan pada dua pabrik tersebut menunjukkan beberapa hal
yang menyebabkan lokasi tersebut tidak sesuai berdasarkan variabel yang
ditetapkan yaitu; untuk pabrik pengolahan di Desa Gunungbau, pabrik dibangun
ditengah-tengah pemukiman dimana tipe penggunaan lahan untuk pemukiman
memiliki skor faktor yang rendah. Sedangkan untuk pengolahan di Desa Buahan
berada pada lahan yang relatif miring. Beberapa pertimbangan yang menyebabkan
pabrik tetap dibangun pada lokasi tersebut yaitu berdasarkan kedekatan dengan
bahan baku, karena disekitar pabrik pengolahan terdapat perkebunan kopi.
72
Gambar 5.10
Kesesuaian Lokasi Pabrik yang Telah Dibangun di Lokasi Penelitian
Gambar 5.11
Zone Pengelolaan Industri Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani
73
5.4
Zone Pengelolaan
Zonasi pengelolaan dilakukan dengan mempertimbangkan efisiensi
operasional. Berdasarkan kondisi geografis serta akses jalan yang telah terbangun,
maka pengelolaan agroindustri Kopi Arabika di Kecamatan Kintamani dibagi ke
dalam 4 zone pengelolaan seperti terlinat pada Gambar 5.11.
5.4.1 Zone I
Zone I terdiri atas 12 Desa yang membentang di wilayah barat hingga
barat laut Kecamatan Kintamani. Desa-desa yang termasuk dalam Zone I
merupakan daerah dengan perkebunan tinggi (Tabel 5.11).
Tabel 5.11
Kondisi Potensi Perkebunan Kopi Arabika Zone I di Kecamatan Kintamani
Keterangan
Luas perkebunan
TM
Produksi
Rata-rata produksi
TBM
Peremajaan
Pengurangan
Tanaman baru
Satuan
ha
ha
ton
kg
ha
ha
ha
ha
Tahun
2007
2,133.78
1,569.49
1,003.73
639.52
428.33
72.00
30.57
12.56
2008
2,113.74
1,748.38
1,049.09
600.04
369.97
8.06
20.04
-
2009
2,059.51
1,734.15
1,037.55
598.30
416.29
43.82
58.23
4.00
2010
2,049.15
1,790.18
1,076.90
601.56
387.22
34.45
10.36
-
Keterangan:
TM : tanaman menghasilkan
TBM : tanaman belum menghasilkan
5.4.2 Zone II
Zone II terdiri dari 6 Desa yang terletak di wilayah timur laut Kecamatan
Kintamani. Desa-desa yang termasuk dalam Zone II memiliki luas perkebunan
sedang dengan total luas perkebunan pada tahun 2010 seluar 626,83 ha. (Tabel 5.12).
74
Tabel 5.12
Kondisi Potensi Perkebunan Kopi Arabika Zone II di Kecamatan Kintamani
Keterangan
Luas perkebunan
TM
Produksi
Rata-rata produksi
TBM
Peremajaan
Pengurangan
Tanaman baru
Satuan
ha
ha
ton
kg
ha
ha
ha
ha
2007
653.04
500.50
268.67
536.81
123.64
-
Tahun
2008
2009
647.13
629.18
546.42
563.34
276.10
321.68
505.30
571.03
76.12
76.68
0.31
15.86
5.91
17.95
-
2010
626.83
589.68
301.13
510.67
60.48
20.02
2.35
-
Keterangan:
TM : tanaman menghasilkan
TBM : tanaman belum menghasilkan
5.4.3 Zone III
Zone III terdiri dari delapan Desa yang membentang dari wilayah tengah-tengah
kecamatan hingga selatan di Kecamatan Kintamani. Desa-desa yang termasuk dalam
Zone III memiliki luas perkebunan sedang dengan total luas perkebunan pada tahun 2010
seluar 461,18 ha. Gambaran potensi pada Zone III disajikan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13
Kondisi Potensi Perkebunan Kopi Arabika Zone III di Kecamatan Kintamani
Keterangan
Luas perkebunan
TM
Produksi
Rata-rata produksi
TBM
Peremajaan
Pengurangan
Tanaman baru
Satuan
ha
ha
ton
kg
ha
ha
ha
ha
2007
467.00
352.90
156.20
442.63
113.25
24.00
-
Tahun
2008
2009
467.00
461.18
388.00
388.00
191.44
210.05
493.39
541.35
105.57
112.18
4.43
9.98
5.82
-
2010
461.18
387.75
240.86
621.17
113.36
1.18
-
Keterangan:
TM : tanaman menghasilkan
TBM : tanaman belum menghasilkan
5.4.4 Zone IV
Zone IV memiliki cakupan wilayah yang paling luas. Zone ini terdapat 19
desa. Desa-desa pada Zone ini memiliki akses transportasi yang baik serta
topografi yang relatif datar. Zone IV terbentang di wilayah selatan Kecamatan
75
Kintamani. Luas perkebunan kopi arabika di Zone IV pada tahun 2010 seluar
336,94 ha. Gambaran potensi pada Zone IV disajikan pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14
Kondisi Potensi Perkebunan Kopi Arabika Zone IV di Kecamatan Kintamani
Keterangan
Luas perkebunan
TM
Produksi
Rata-rata produksi
TBM
Peremajaan
Pengurangan
Tanaman baru
Satuan
ha
ha
ton
kg
ha
ha
ha
ha
Tahun
2007
332.92
214.10
101.90
475.94
117.12
21.00
0.50
-
Keterangan:
TM : tanaman menghasilkan
TBM : tanaman belum menghasilkan
2008
332.92
270.35
124.22
459.49
84.99
3.74
-
2009
336.94
270.35
124.73
461.37
109.78
20.52
3.60
7.62
2010
336.94
270.35
130.78
483.75
110.13
0.35
-
Download