BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi akan pelayanan kesehatan yang bermutu, maka sebuah pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bermutu sudah harus menjadi suatu kebutuhan dan juga merupakan tujuan dari Pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata dan dapat diterima masyarakat dengan mutu pelayanan yang baik serta biaya yang terjangkau. Rumah sakit sebagai salah satu penyelenggara kesehatan yang harus memberikan pelayanan kesehatan yang menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan demi tercapainya pembangunan nasional yaitu hidup sehat bagi setiap penduduk. Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang tidak hanya melaksanakan upaya kesehatan kuratif dan rehabilitatif, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan serta sosial budaya diperlukan juga pelayanan preventif dan promotif. Pelayanan rumah sakit diharapkan lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan dan mutu pelayananannya dengan memperhatikan fungsi sosialnya. Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit, dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan mengangani masalah medik 1 2 modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama, untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Kegiatan utama sebuah rumah sakit adalah memberikan jasa berupa jasa perawatan. Sehingga untuk menunjang jasa perawatan yang diberikan, rumah sakit harus memiliki persediaan obat yang baik agar pelayanan yang diberikan lebih maksimal. Dalam penyelenggaraannya rumah sakit tidak terlepas dari kebutuhan akan penyediaan dan pemakaian obat-obatan yang berkualitas dan rasional. Pemakaian obat-obatan yang rasional dan berkualitas diatur dalam sistem formularium dimana obat-obatan yang dipakai terdapat dalam buku formularium. Secara umum, setiap rumah sakit sudah memiliki formularium namun dalam pelaksanaannya terkadang masih belum berjalan dengan maksimal. Sebenarnya formularium rumah sakit sangat berpengaruh pada meningkatnya efisiensi pengadaan, pengelolaan obat serta meningkatnya efisiensi dalam manajemen persediaan. Formularium merupakan sebuah dokumen penting yang menjadi sebuah pedoman dalam manajemen obat di rumah sakit dan menjadi sebuah landasan penting bagi PFT dalam melaksanakan tugasnya. FRS merupakan sebuah landasan pihak manajemen rumah sakit dan dapat dijadikan sebagai prinsip dalam pengelolaan farmasi di rumah sakit. Berdasarkan Kepmenkes Nomor 1197/Menkes/SK/10/2004, Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staff medis dengan staff farmasi, sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi yang ada di rumah sakit dan apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya (Kepmenkes, 2004). PFT memiliki peranan yang strategis dalam pengadaan dan penggunaan obat di rumah sakit. PFT yang efektif harus mempunyai waktu untuk kegiatan penambahan dan penghapusan obat. Penambahan 3 obat baru seharusnya diikuti dengan pengurangan obat yang sejenis dengan formularium, meninjau kembali kelas terapi dalam formularium oleh dokter dan farmasis yang kompeten, dan meninjau kembali program untuk mengidentifikasi dan mengatasi problem penggunaan obat. Tanpa ketiga proses tersebut, formularium akan mengkoleksi obat yang sudah lama yang sudah tidak sesuai dengan kriteria kemanfaatan dan keamanannya. Berdasarkan Kepmenkes No. 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di rumah sakit, formularium rumah sakit disusun mengacu kepada formularium nasional. Formularium rumah sakit merupakan daftar obat yang disepakati staf medis, disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) yang ditetapkan oleh Pimpinan rumah sakit (Kepmenkes, 2014b). Menurut Aditama (2007) dalam Fedrini (2015) formularium rumah sakit (FRS) adalah suatu daftar obat baku beserta peraturannya yang digunakan sebagai pedoman dalam pemakaian obat di suatu rumah sakit yang dipilih secara rasional, berdasarkan informasi obat yang sah dan juga kebutuhan pasien di rumah sakit (Fedrini, 2015). FRS harus tersedia untuk semua penulis resep, pemberi obat, dan penyedia obat di rumah sakit. Evaluasi terhadap FRS harus secara rutin dan dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan rumah sakit. Penyusunan dan revisi FRS dikembangkan berdasarkan pertimbangan terapetik dan ekonomi dari penggunaan obat agar dihasilkan FRS yang selalu mutakhir dan dapat memenuhi kebutuhan pengobatan yang rasional (Kepmenkes, 2014b). FRS pada hakekatnya merupakan daftar produk obat yang telah disepakati untuk dipakai di rumah sakit yang bersangkutan, beserta informasi yang relevan mengenai indikasi, cara penggunaan dan informasi lain mengenai tiap produk obat. Formularium yang telah disepakati di suatu rumah sakit perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (commitment) oleh pihak-pihak yang 4 terkait meliputi pengelola obat menyediakan obat-obat di rumah sakit sesuai dengan formularium rumah sakit serta dokter menggunakan obat-obat yang ada di formularium rumah sakit. Dasar utama dalam penyusunan FRS adalah daftar obat esensial nasional tahun 1983, sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 447/Men.Kes/SK/XI/1983 tanggal 4 November 1983. Disisi lain dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor : 085/MENKES/PER/I/1989 tentang kewajiban menuliskan resep menggunakan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, maka terlihat bahwa setiap petugas kesehatan khususnya dokter dalam melaksanakan tugas harus berpatokan kepada kedua aturan diatas yang mempengaruhinya dalam pengambilan resep bagi penderita yang ditanganinya pada suatu rumah sakit. Bila dibandingkan dengan penulisan resep bebas mutlak, maka adanya FRS bagi manajemen rumah sakit memiliki manfaat yaitu pemakaian dana untuk obat-obatan akan lebih efektif dan efisien serta obat yang disediakan akan terpakai karena tidak terjadi perubahan pemakaian obat untuk kelas terapi yang sama. Berdasarkan data jumlah pengunjung rawat jalan dan jumlah penderita rawat mondok (rawat inap) di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana, terdapat rata-rata pengunjung rawat jalan serta jumlah penderita rawat mondok (rawat inap) cukup tinggi untuk pasien umum. Sehingga hal tersebut dapat berpengaruh pada manajemen rumah sakit dalam peningkatan mutu pelayanan dan pengendalian obat di rumah sakit. Berikut data pengunjung rawat jalan dan penderita rawat mondok (rawat inap) tahun 2014-2015. 5 Tabel 1.1 Data Jumlah Penderita Rawat Jalan (Pengunjung dan Kunjungan) Tahun 2014 dan 2015. Satuan 2014 Rawat Jalan % 2015 % 2014 Rawat Mondok (Inap) % 2015 % Militer/Ask es/BPJS 31.152 58,55 42.236 69,88 1.537 22,88 5.183 67,73 Total 22.050 53.202 41,45 18.199 30,11 5.180 77,12 2.469 32,27 Umum 100 60.435 100 6.717 Sumber : Laporan Pelayanan Medis Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. 100 7.652 100 Berdasarkan data pengunjung dan kunjungan diatas, maka dapat diketahui bahwa persentase jumlah pengunjung unit rawat jalan tahun 2014-2015 sebesar 35,78% dan persentase jumlah penderita rawat mondok (rawat inap) tahun 2014-2015 sebesar 54,69%. Melihat data tersebut maka dapat diketahui bahwa pengunjung dan penderita rawat mondok (rawat inap) pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan revisi dan evaluasi formularium untuk meningkatkan pengendalian obat agar kegiatan manajemen menjadi terkendali. Revisi dan evaluasi formularium yang berjalan tepat waktu, diharapkan akan dapat menurunkan biaya pelayanan kesehatan secara menyeluruh. Dengan adanya formularium dapat meningkatkan efisiensi pengadaan, pengelolaan obat serta meningkatkan efisiensi dalam manajemen persediaan. Siregar (2004) menyatakan bahwa pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen rumah sakit yang sangat penting dalam penyediaan pelayanan kesehatan secara keseluruhan karena tidak efisien dan tidak lancarnya pengelolaan obat akan memberi dampak negatif terhadap rumah sakit, baik secara medik, sosial maupun secara ekonomi (Siregar, 2004). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Anggraini (2008) diketahui bahwa perkembangan obat baru di dunia sangat pesat, apabila FRS tidak dievaluasi dan direvisi secara rutin, maka FRS tersebut akan out of date. Hasil penelitian tersebut dikuatkan pula dengan pernyataan Rucker (1990) yang menyatakan bahwa 6 formularium merupakan sarana yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pembiayaan pengobatan di rumah sakit. Formularium dapat menunjukkan tingkat keefektifan dalam mencapai sasaran terapi, ekonomi, dan atau administrasi (Anggraini, 2008). Menurut Seto (2004) dalam penelitian Malinggas, dkk (2015) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat di rumah sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi kebutuhan. Jika stok obat terlalu kecil maka permintaan untuk penggunaan seringkali tidak terpenuhi sehingga pasien/konsumen tidak puas, sehingga kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dapat hilang dan diperlukan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan pasien/konsumen. Jika stok terlalu besar maka menyebabkan biaya penyimpanan yang terlalu tinggi, kemungkinan obat akan menjadi rusak/kadaluarsa dan ada resiko jika harga bahan/obat turun (Malinggas, dkk, 2015). Hal tersebut dikuatkan pula dengan pernyataan dari kepala IFRS, yang menyatakan bahwa Rumah Sakit Tingkat II. Udayana sudah selama 3 tahun tidak pernah melakukan pembaharuan formularium untuk pasien umum. Berikut kutipan pernyataan kepala IFRS terakhir itu pertengahan tahun. Selama ini dokter memberikan resep, kalau tidak ada di apotek nanti akan di telfon dokternya, untuk pakai jenis yang lainnya atau sebaliknya Revisi seharusnya dilakukan paling sedikit setiap dua tahun atau lebih sering jika diperlukan. Dalam hal ini tugas PFT adalah melakukan penilaian ulang secara berkala terhadap obat yang tercantum dalam formularium, menambah, menghapus daftar obat yang ada dalam formularium. Sehingga dalam penerapannya, FRS untuk pasien umum yang terdapat di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana tidak berjalan dengan maksimal. 7 Rumah Sakit Tingkat II. Udayana sudah membentuk PFT, namun belum adanya tindakan nyata dari tim tersebut. PFT di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana baru terbentuk secara formal pada bulan November 2015 melalui Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit Nomor: Kep/8/XI/2015. Formularium yang sudah disusun sebelumnya, bukan disusun oleh PFT melainkan oleh beberapa orang yang sudah diberikan kepercayaan oleh Kepala Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melaksanakan studi kualitatif mengenai penyebab terhambatnya pelaksanaan revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui bahwa bahwa persentase jumlah pengunjung unit rawat jalan tahun 2014-2015 sebesar 35,78% dan persentase jumlah penderita rawat mondok (rawat inap) tahun 2014-2015 sebesar 54,69%. Dalam beberapa penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa perkembangan obat baru di dunia sangat pesat, apabila FRS tidak dievaluasi dan direvisi secara rutin, maka FRS tersebut akan out of date. Formularium merupakan sarana yang sangat baik untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pembiayaan pengobatan di rumah sakit. Formularium dapat menunjukkan tingkat keefektifan dalam mencapai sasaran terapi, ekonomi, dan atau administrasi. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam persediaan obat di rumah sakit adalah pengontrolan jumlah stok obat untuk memenuhi kebutuhan. Pernyataan Kepala IFRS, diketahui bahwa Rumah Sakit Tingkat II. Udayana sudah selama 3 tahun tidak pernah melakukan pembaharuan formularium untuk pasien umum. Rumah Sakit Tingkat II. Udayana sudah membentuk PFT, namun belum adanya tindakan nyata dari tim tersebut. PFT di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana baru 8 terbentuk secara formal pada bulan November 2015 melalui Surat Keputusan Kepala Rumah Sakit Nomor: Kep/8/XI/2015. Formularium yang sudah disusun sebelumnya, bukan disusun oleh PFT melainkan oleh beberapa orang yang sudah diberikan kepercayaan oleh Kepala Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dalam studi kualitatif mengenai penyebab terhambatnya pelaksanaan revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. 1.3 Pertanyaan Penelitian Apakah hambatan dalam pelaksanaan revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyebab terhambatnya pelaksanaan revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. 1.4.2 Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui penyebab terhambatnya revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum berdasarkan input. 2. Untuk mengetahui penyebab terhambatnya revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum berdasarkan proses. 9 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis a. Bagi Mahasiswa 1. Penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai penyebab terhambatnya revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. 2. Penelitian ini merupakan syarat bagi mahasiswa dalam memperoleh gelar Sarjana Masyarakat Kesehatan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi untuk pembaca terutama yang berkaitan dengan manajemen rumah sakit. 1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penanggung jawab rumah sakit, yaitu sebagai bahan acuan dalam pelaksanaan revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum sehingga dapat berjalan dengan baik dan tidak merugikan rumah sakit. b. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dimana penelitian ini dapat dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian yang serupa dikemudian hari dan bisa dijadikan dokumentasi bagi Program Studi. 10 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini tergolong ke dalam ruang lingkup manajemen rumah sakit yang membahas mengenai penyebab terhambatnya revisi dan evaluasi formularium untuk pasien umum di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Tingkat II. Udayana kepada pejabat struktural dan fungsional pada tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam.