45 GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh

advertisement
45
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
MENU “TUTO” TEPUNG SAGU Arenga microcarpa SEBAGAI MP-ASI
PERTAMA TERHADAP STATUS GIZI BAYI DI KABUPATEN KEPULAUAN
SANGIHE
Phembriah S. Kereh1, Meildy E. Pascoal2, dan Yohanis A. Tomastola3
1,2,3
Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Manado
ABSTRACT
Toddlers ages 0-24 months at a time of rapid growth and development, so it is often termed
as the golden period once the critical period. Golden period can be realized if at this time
infants and children receive appropriate nutrition for optimal growth and development. Sago
Baruk (arenga microcarpa) has long been used by the inhabitants of the region of the District
Sangihe, Talaud and Sitaro, as a main meal and specifically during more specific baby 0-11
months while the child is first given complementary foods breast milk (MP-ASI ) TUTO menu
made from raw materials sago types arenga microcarpa or known by local names that SEHO
tree or palm tree or palm wine-producing trees.
This type of research is the study of experimental use quasy Experiment design of this study
will be carried out in some areas health centers in Sangihe Islands Regency in April s / d
December 2015. The sample size in this study is determined by the formula Estimating the
difference between two population proportion each each group of 50 infants
The study provides an overview among other subjects in this study is a child under two
years. The mean age of the subjects in this study was 9.5 months lows age of 3 months and
22-month highs. The mean birth weight (BBL) subjects in this study was 3 kg of low birth
weight 2 kg and 3.8 kg, while the highest average length of 47.72 cm birth weight is the
lowest 45 cm and 51 cm high. The mean value of z score nutritional status (BB / U) children
before intervention was -0.39 SD (normal category) z score lowest score was -2.91
(malnutrition) and the highest was 1.92 (normal) while the average value of z score children
after the intervention is -0.27 -2.81 SD SD is the lowest and the highest was 1.91, while the
SD indicator of nutritional status of TB / U before and after there was no change in category
for measurement before and after the intervention of grace time is only 7 days when seen of
the frequency distribution it is seen that of 50 children 5 people (10%) of them have the
status of malnutrition but jka seen from the indicators of TB / U the 50 children 3 people (6%)
were classified as very short and 3orang (6%) relatively short , The results of the analysis of
two different groups of pairs using Paired sample T Test shows that there are differences in
both weight and nutritional status of the subjects in this study (p <0.01). The results of the
analysis of post hock (Wilcoxon) shows that of the 50 subjects 47 people among them an
increase in body weight between 0.3-0.8 kg and the value of z score indicates nutritional
status nutritional status differences before and after intervention of 0.2 SD rising close to the
median
,
Conclusion penelitiaan This is a menu tuto modified with a protein from the tuna can be used
as an alternative to breast milk because it can meet the nutritional needs of children,
according to figures the recommended dietary allowance (RDA) and can increase the child's
weight and can further improve the nutritional status child.
Keywords: Menu TUTO, complementary feeding, nutritional status.
PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 20102014 secara tegas telah memberikan
arah Pembangunan Pangan dan Gizi
yaitu meningkatkan ketahanan pangan
dan status kesehatan dan gizi
masyarakat.
Selanjutnya
dalam
46
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Instruksi Presiden No. 3 tahun 2010
tentang Program Pembangunan yang
Berkeadilan yang terkait dengan
Rencana Tindak Upaya Pencapaian
Tujuan
Pembangunan
Milenium
(MDGs), ditegaskan perlunya disusun
dokumen Rencana Aksi Nasional
Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015
dan Rencana Aksi Daerah Pangan dan
Gizi (RAD-PG) 2011-2015 di 33
provinsi. Keluaran rencana aksi
diharapkan
dapat
menjembatani
pencapaian
MDGs
yang
telah
disepakati dalam RPJMN 2010-2014
yaitu menurunnya prevalensi gizi
kurang anak balita menjadi 15,5
persen,
menurunnya
prevalensi
pendek pada anak balita menjadi 32
persen, dan tercapainya konsumsi
pangan dengan asupan kalori 2.000
Kkal/orang/hari strategi nasional yang
menjabarkan
kebijakan
diatas
meliputi:(1)
Perbaikan
gizi
masyarakat, terutama pada ibu prahamil, ibu hamil, dan anak melalui
peningkatkan
ketersediaan
dan
jangkauan
pelayanan
kesehatan
berkelanjutan
difokuskan
pada
intervensi gizi efektif pada ibu prahamil, ibu hamil, bayi, dan anak
baduta; (2) Peningkatan aksebilitas
pangan
yang
beragam
melalui
peningkatan
ketersediaan
dan
aksesibiltas pangan yang difokuskan
pada keluarga rawan pangan dan
miskin; (3) Peningkatan pengawasan
mutu dan keamanan pangan melalui
peningkatan pengawasan keamanan
pangan
yang
difokuskan
pada
makanan jajanan yang memenuhi
syarat dan produk industri rumah
tangga
(PIRT)
tersertifikasi;
(4)
Peningkatan perilaku hidup bersih
dan
sehat
(PHBS)
melalui
peningkatan
pemberdayaan
masyarakat dan peran pimpinan formal
serta non formal, terutama dalam
peribahan perilaku atau budaya
konsumsi pangan yang difokuskan
pada penganekaragaman konsumsi
pangan berbasis sumber daya lokal,
perilaku hidup bersih dan sehat, serta
merevitalisasi posyandu; dan (5)
Penguatan kelembagaan pangan
dan
gizi
melalui
penguatan
kelembagaan pangan dan gizi ditingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten dan
kota yang mempunyai kewenangan
merumuskan kebijakan dan program
bidang pangan dan gizi, termasuk
sumber daya serta penelitian dan
pengembangan (Bappenas, 2011)
Masalah gizi memiliki dimensi
luas dan faktor penyebab yang sangat
kompleks, tidak hanya merupakan
masalah kesehatan,
tetapi
juga
meliputi masalah sosial, ekonomi,
budaya, pola asuh, pendidikan, dan
lingkungan.
Faktor
pencetus
munculnya masalah gizi dapat berbeda
antar wilayah ataupun antar kelompok
masyarakat, bahkan akar masalah ini
dapat berbeda antar kelompok usia
balita. Di lain pihak masalah gizi baru
dianggap penting apabila keadaannya
sudah memburuk, baik dari segi jumlah
maupun tingkat keparahan.Karena itu,
soal gizi buruk pada anak balita bukan
hanya tanggung jawab Departemen
Kesehatan, tetapi juga tanggung jawab
banyak departemen bahkan tanggung
jawab kita semua. Pada saat berbagai
masalah terkait dengan masalah
ekonomi,
sosial,
politik
yang
berkepanjangan
bisa
merupakan
penyebab tidak langsung dan menonjol
dari gizi buruk diperkirakan masalah
sosial
ekonomi.
Ketidakmampuan
keluarga menyediakan makan bagi
keluarga, khususnya anak, dalam
jangka waktu lama. Sosial ekonomi
bukan satu-satunya faktor penyebab,
masih banyak faktor lain yang tidak
kalah penting untuk diperhatikan
(Soekirman, 2004).
Usia 0-24 bulan pada Balita
merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat, sehingga
kerap diistilahkan sebagai periode
emas sekaligus periode kritis. Periode
47
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
emas dapat diwujudkan apabila pada
masa ini bayi dan anak memperoleh
asupan gizi yang sesuai untuk tumbuh
kembang optimal. Sebaliknya apabila
bayi dan anak pada masa ini tidak
memperoleh
makanan
sesuai
kebutuhan gizinya, maka periode emas
akan berubah menjadi periode kritis
yang akan mengganggu tumbuh
kembang bayi dan anak, baik pada
saat ini maupun masa selanjutnya.
Untuk
mencapai
tumbuh
kembang optimal, di dalam Global
Strategy for Infant and Young Child
Feeding,
WHO/UNICEF
merekomendasikan empat hal penting
yang harus dilakukan yaitu; pertama
memberikan air susu ibu kepada bayi
segera dalam waktu 30 menit setelah
bayi lahir, kedua memberikan hanya air
susu ibu (ASI) saja atau pemberian ASI
secara eksklusif sejak lahir sampai bayi
berusia 6 bulan, ketiga memberikan
makanan pendamping air susu ibu
(MP-ASI) sejak bayi berusia 6 bulan
sampai 24 bulan, dan keempat
meneruskan pemberian ASI sampai
anak berusia 24 bulan atau lebih.
Rekomendasi tersebut menekankan,
secara
sosial
budaya
MP-ASI
hendaknya dibuat dari bahan pangan
yang murah dan mudah diperoleh di
daerah setempat (indigenous food)
(Depkes R.I., 2006).
Sagu Baruk (arenga microcarpa)
sudah sejak lama dimanfaatkan oleh
penduduk
diwilayah
Kabupaten
Kepulauan Sangihe, Talaud dan Sitaro,
sebagai makanan utama dan secara
khusus pada masa bayi 0-11 bulan
lebih spesifik saat anak mulai pertama
diberikan makanan pendamping air
susu ibu (MP-ASI) menu TUTO dibuat
dari bahan dasar sagu jenis arenga
microcarpa atau yang sering disebut
dengan nama lokal yaitu pohon seho
atau pohon enau atau pohon penghasil
tuak. Menu TUTO ini adalah menu
pertama kali yang diberikan pada bayi
saat dimulainya pemberian MP-ASI
dengan
durasi
pemberian
tidak
terbatas setelah itu dilanjutkan dengan
pemberian buah pisang. Menu TUTO
dikalangan masyarakat Kabupaten
Kepulauan
Sangihe
dipercaya
memberikan manfaat untuk kekuatan
otot
pada
bayi,
memperbaiki/melancarkan
pencernaan,
meningkatkan
berat
badan (Lensun, C.I.J., dkk., 2013)
Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP-ASI) merupakan salah satu
program pemerintah khususnya dalam
menanggulangi
masalah
Kurang
Energi Protein yang sampai saat ini
prevalensinya masih relatif tinggi.
Program MP-ASI pada prinsipnya
merupakan
pemberian makanan
bergizi disamping ASI kepada bayi usia
6-11 bulan dalam bentuk MP-ASI
bubuk instan dan kepada anak usia 1224 dalam bentuk biscuit.
MP-ASI
bubur dapat dikonsumsi dengan cara
menambahkan air matang dan MP-ASI
biskuit dapat dikonsumsi langsung atau
dengan ditambahkan air matang
(Depkes, 2005b).Dalam latar belakang
Pedoman Umum Pemberian Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
Lokal yang diterbitkan oleh Depkes RI
tahun 2006 dituliskan bahwa gizi
memegang peran sangat penting
dalam siklus hidup manusia. Pada Bayi
dan Balita, kekurangan gizi akan
menimbulkan gangguan pertumbuhan
dan perkembangan yang apabila tidak
diatasi secara dini akan berlanjut
hingga dewasa. Usia 0-24 bulan
merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan sangat pesat sehingga
banyak dikenal dengan periode Emas
sekaligus periode kritis. Periode emas
diwujudkan apabila dalam masa ini
balita memperoleh asupan gizi yang
tepat untuk tumbuh kembang optimal.
Sebaliknya
apabila
asupan
makanannya pada masa ini tidak
memenuhi kebutuhan maka periode
emas akan berubah menjadi periode
kritis yang mengganggu tumbuh
48
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
kembang balita baik untuk saat ini
maupun pada masa selanjutnya.
Status gizi merupakan salah satu
indikator yang digunakan untuk melihat
pertumbuhan fisik pada seseorang,
yaitu
ekspresi
dari
keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu.
Status gizi dapat pula
diartikan sebagai suatu keadaan yang
diakibatkan oleh status keseimbangan
antara jumlah asupan (“intake”) zat gizi
dan
jumlah
yang
dibutuhkan
(“requirement”) oleh tubuh untuk
berbagai fungsi biologis: (pertumbuhan
fisik,
perkembangan,
aktivitas,
pemeliharaan kesehatan, dan lainnya).
Tanda-tanda yang dapat memberikan
gambaran
tentang
keadaan
keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi oleh tubuh
(pertumbuhan fisik, ukuran tubuh,
antropometri).
Rumusan
masalah
dalam
penelitian ini apakah modifikasi menu
TUTO
tepung
sagu
arenga
microcarpa yang dimodifikasi protein
dari tepung ikan dapat dijadikan
sebagai MP-ASI Lokal dan dapat
meningkatkan status gizi bayi di
kabupaten kepulauan sangihe provinsi
Sulawesi
Utara.
Tujuan
umum
penelitian ini adalah meningkatkan
kualitas dan nilai gizi Menu TUTO
dengan suplementasi protein dari
tepung ikan sehingga dapat membantu
dalam upaya perbaikan status gizi
anak terutama yang ada di Kabupaten
Kepulauan
Sangihe
dan
mempertahankan
dan
memasyarakatkan menu TUTO yang
disuplementasi protein dari tepung ikan
sebagai MP-ASI lokal yang bernilai gizi
dalam membantu pertumbuhan dan
perbaikan status gizi bayi di Kabupaten
Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi
Utara.
Manfaat penelitian ini adalah
Menjadikan menu TUTO sebagai MPASI lokal yang dapat membantu
pertumbuhan dan perbaikan gizi anak
bayi sesuai dengan budaya dan pola
makan masyarakat yang ada di
kabupaten
Kepulauan
Sangihe,
Membangun partisipasi masyarakat
(kader dan petugas gizi) yang ada di
tiap wilayah Puskesmas Kabupaten
Kepulauan Sangihe dalam upaya
perbaikan
status
gizi
bayi,
meningkatkan
pemahaman
dan
keterampilan kader gizi serta anggota
keluarga yang mempunyai bayi dalam
menyiapkan dan memberikan MP-ASI
lokal
yang
baik
kepada
bayi,
meningkatnya kerjasama lintas sektor
dalam pelaksanaan pemberian MP-ASI
lokal dalam hal ini adalah Dinas
Kesehatan dan Tim Penggerak PKK,
Menjadikan
menu
TUTO
yang
dimodifikasi menjadi menu yang dapat
dipatenkan sebagai MP-ASI lokal
Kabupaten Kepualauan Sangihe.
BAHAN DAN CARA
Jenis penelitian ini adalah studi
eksperiment menggunakan rancangan
Quasy Experiment penelitian ini akan
dilaksanakan di beberapa wilayah
Puskesmas yang ada di Kabupaten
Kepulauan Sangihe pada Bulan April
s/d Desember 2015. Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu
yang mempunyai anak bayi dan masih
menyusui yang ada di beberapa
wilayah
Puskesmas
Kabupaten
Kepulauan Sangihe. bertempat tinggal
di wilayah Puskesmas yang ada di
Kabupaten Kepulauan Sangihe, masih
menyusui serta memenuhi kriteria
inklusi antara lain bersedia dan
menandatangani
inform
consent,
berada ditempat saat penelitian,
kooperatif
dan mengikuti proses
penelitian sampai selesai. Untuk
menentukan wilayah Puskesmas yang
akan menjadi tempat
penelitian
ditentukan menggunakan consecutive
sampling dimana Puskesmas yang
menjadi lokasi penelitian adalah
Puskesmas yang mempunyai anak
balita dengan kategori proporsi status
49
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
gizi kurang yang tinggi. Besar sampel
dalam
penelitian
ini
ditentukan
berdasarkan rumus estimating the
difference between two population
proportion masing-masing kelompok
sebesar 50 bayi.
Biaya pelaksanaan penelitian ini
Sumber dana yaitu Dana DIPA
Poltekkes Kemenkes Manado Tahun
2015
untuk
kegiatan
Penelitian
Kesehatan dengan MAK 5034.016
sebesar 24.240.000.
Pengawasan dan kualitas data
dalam penelitian ini dikendalikan sejak
proses penentuan lokasi tempat
penelitian berdasarkan data dari dinas
kesehatan
setempat,
petugas
pengumpul data yang mempunyai
pendidikan D-III atau D-IV Gizi, proses
pelatihan enumerator termasuk teknis
pembuatan
menu
TUTO
yang
dimodifikasi,
penetapan
subjek
penelitian monitoring dan evaluasi data
asupan makanan yang diberikan
secara bersamaan dengan menu
TUTO yang disuplementasi untuk
mengendalikan
data
tersebut
dipastikan bahwa subjek yang terlibat
dalam penelitian ini benar-benar yang
baru pertama kali mendapat MP-ASI
dan untuk mengendalikan data status
gizi anak maka dibedakan antara anak
yang mendapat MP-ASI berupa susu
formula dan anak yang mendapat MPASI konvensional (MP-ASI olahan
sendiri non susu formula). Mengawasi
dan mengendalikan proses pemberian
menu
TUTO
yang
dimodifikasi
sehingga benar-benar dikonsumsi oleh
bayi demikian pula dengan sisa
makanan
dikendalikan
dengan
melakukan food recall 24 jam dan pada
tahap pengumpulan data dipastikan
dilakukan oleh ahli gizi yang dilatih
terlebih dahulu. Analisis data dalam
penelitian ini akan disesuaikan dengan
uji statistik yang sesuai.
Pengolahan dan analisis data
diawali dengan melakukan editing, dan
coding data untuk memudahkan proses
pemasukan data kemudian dilanjutkan
dengan mengentri data pada beberapa
program
software
antara
lain
nutrisurvey untuk menilai zat gizi bahan
makanan, software WHO antro untuk
menilai status gizi anak yang
disesuaikan dengan standar
oleh
kementerian Kesehatan tahun 2011,
software
statistik
untuk
analisis
data/variabel
penelitian,
tahapan
selanjutnya adalah melakukan Analisis
data univariat (karakteristik dan
distribusi frekuensi variabel) untuk
mengetahui proporsi/distribusi dan
karakteristik subjek penelitian, Hasil
analisis
dan
interpretasi
data
selanjutnya disajikan dalam bentuk
tabel, pembahasan yang sesuai
dengan realita yang ada. Analisis
bivariat dilakukan menggunakan uji
komparative antara variabel dependen
dan variabel independen. Untuk
mengetahui perbedaan status gizi
sebelum dan sesudah intervensi pada
masing-masing
kelompok
menggunakan uji beda dua kelompok
berpasangan, dan dilanjutkan dengan
analisis post hock
untuk melihat
secara detail perbedaan sebelum dan
seudah intervensi.
HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian ini memberikan
gambaran antara lain Subjek dalam
penelitian ini adalah anak bawah dua
tahun dan pada umumnya merupakan
anak pertama dan kedua dari setiap
keluarga yang terpilih sebagai sampel
awalnya ditentukan <6 bulan tetapi
sebagian besar anak <6 bulan yang
dijumpai tidak lagi menyusui sehingga
yang masih menyusui walaupun
umurnya lebih dari 6 bulan itulah yang
dijadikan subjek dalam penelitian ini
selengkapnya dapat dilihat pada
karakteristik subjek dibawah ini :
50
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Tabel 1. Karakteristik subjek Penelitian
Variabel
Mean
Median
SD
Min
Umur (bulan)
9,50
9,00
3,49
3,00
Berat BadanLahir (kg)
3,00
3,00
0,60
2,00
Panjang Badan Lahir (cm)
47,72
48,00
1,45
45,00
Frekuensi Menyusui (kali/hr)
7,60
8,00
2,38
2,00
Durasi menyusui (menit/kali)
8,28
5,00
5,77
3,00
BB Sebelum Intervensi (kg)
7,60
7,45
1,51
5,00
PB Sebelum Intervensi (cm)
69,65
69,50
8,03
54,00
Status Gizi Sebelum Intervensi
-0,39
-0,37
1,12
-2,91
(BB/U)SD
Status Gizi Sebelum Intervensi
0,29
-0,14
2,09
-3,06
(TB/U)SD
Rerata Asupan Energi (kal)
731,74
7,30
1,16
519,0
Rerata Asupan Protein (g)
21,32
23,00
6,97
10,00
Rerata Asupan Lemak (g)
12,68
12,00
5,23
5,00
Rerata Asupan KH (g)
103,02
99,00
1,72
71,00
Persen Asupan Energi
95,67
95,10
2,48
46,20
Persen Asupan Protein
99,64
100,60
3,20
41,50
Persen Asupan Lemak
33,50
33,10
1,31
12,80
Persen Asupan KH
116,39
117,70
3,51
60,50
BB Sesudah Intervensi (kg)
7,99
7,85
1,53
5,00
PB Sesudah Intervensi (cm)
69,65
69,50
8,03
54,00
Status Gizi Sesudah Intervensi
-0,27
-0,19
1,05
-2,81
(BB/U)/SD
Status Gizi Sesudah Intervensi
0,29
-0,14
2,09
-3,06
(TB/U)/SD
p : Uji Normalitas Kolmogorof smirnof
Distribusi frekuensi dalam penelitian ini
akan memberikan gambaran umum
tentang keberadaan subjek dan
memperjelas variabel-variabel yang
Maks
22,00
3,80
51,00
12,00
30,00
10,60
87,00
p
0,20
0,00
0,00
0,00
0,00
0,20
0,53
1,92
0,20
5,34
0,20
967,00
32,00
21,00
165,00
145,20
163,30
70,60
189,10
10,90
87,00
0,20
0,00
0,08
0,00
0,20
0,20
0,20
0,20
0,20
0,05
1,91
0,20
5,34
0,20
dianalisis
dalam
penelitian
ini
selengkapnya dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel 2. Distribusi frekuensi Variabel Penelitian
Variabel
Kategori
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Kelurahan Tempat Tinggal Subjek
Belengan
Bira
Bungalawang
Dagho
Kaluwatu
Kendahe
Kuma
Manganitu
Rendingan
Sawang
Tahuna
Talolang
Tamako
n
21
29
50
1
4
1
2
2
2
5
3
4
1
15
1
1
%
42
58
100
2
8
2
4
4
4
10
6
8
2
30
2
2
51
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Variabel
Pendidikan Responden
Nomor Urut Anak
Kategori BB Lahir
Kategori PB lahir
Usia Pertama kali Mendapat MP-ASI
Jenis MP-ASI yang pertama kali
Frekuensi Menyusui/hari (median)
Durasi Menyusui/menit (median)
Kategori Status Gizi BB/U Sebelum
dan sesudah Intervensi
Kategori
Tariang Baru
Tariang Lama
Waitulia
Jumlah
Tidak Tamat SD
Tamat SD
SLTP
SLTA
PT
Jumlah
Anak Ke 1
Anak Ke 2
Anak Ke 3
Anak Ke 4
Anak Ke 5
Anak Ke 6
Jumlah
<2,5 kg
>2,5 kg
Lupa/tidak ada data
Jumlah
<50 cm
>50 cm
Lupa/tidak ada data
Jumlah
Setelah lahir
<1 Minggu Sejak Lahir
>1 Minggu Sejak Lahir
>1bulan Sejak Lahir
>2 bulan sejak lahir
>4 bulan sejak lahir
>5 Bulan sejka lahir
Jumlah
Tidak diberi MP ASI
selain ASI
Bubur saring
Bubur Milna + Tuto
Pisang Rebus
Pisang Mas (buah)
Sun Beras Merah
Jumlah
<8 kali/hari
>8 Kali/hari
Jumlah
<5Menit
>5menit
Jumlah
Gizi Kurang
n
4
3
1
50
13
21
9
6
1
50
21
20
7
0
1
1
50
4
45
1
50
31
5
14
50
17
19
5
3
3
1
2
50
10
%
8
6
2
100
24
42
18
12
2
100
42
40
14
0
2
2
100
8
90
2
100
62
10
28
100
34
38
10
6
6
2
4
100
20
7
10
7
4
12
50
32
18
50
26
24
50
5
14
20
14
8
24
100
64
36
100
52
48
100
10
52
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Variabel
Kategori Status Gizi TB/U sebelum
dan Sesudah Intervensi
Kategori
Gizi Baik
Jumlah
Sangat Pendek
n
45
50
3
%
90
100
6
Pendek
Normal
Tinggi
3
38
6
50
14
23
13
50
13
10
27
50
50
50
12
6
76
12
100
28
46
26
100
26
20
54
100
100
100
24
5
33
50
10
66
100
Jumlah
Kategori persen asupan energi AKG
Kurang
Cukup
Lebih
Kategori persen asupan Protein AKG
Kurang
Cukup
Lebih
Kategori persen asupan Lemak AKG
Kurang
Kategori persen asupan Karbohidrat
AKG
Kurang
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Cukup
Lebih
Jumlah
Untuk mengetahui tingkat kesukaan
terhadap menu intervensi maka peneliti
melakukan analisis sederhana tentang
tingkat kesukaan menu tuto yang
dimodifikasi dengan asumsi bahwa
responden
dalam
penelitian
ini
dianggap sebagai panelis tidak terlatih
tetapi analisis ini dilakukan untuk
proses pengembangan menu tuto dari
sisi warna rasa aroma tekstur dan
penampilan. Berikut ini adalah hasil
analisis organoleptik menu tuto yang di
modifikasi selengkapnya dilihat pada
tabel berikut ini
Tabel 8. Analisis Organoleptik Cita Rasa Menu Tuto
Kategori
Rasa
Warna
Aroma
Tekstur
Sangat Tidak Suka
Tidak Suka
Suka
Sangat Suka
Jumlah
0
0
38
12
50
0
0
42
8
50
0
4
40
6
50
0
0
43
7
50
Penampil
an
0
0
41
9
50
Uji Beda Paired Sample T Test dan Post Hoc (Wilcoxon)
Analisis statistik yang dilakukan dalam
analisis data ini salah satunya adalah
uji beda dua kelompok berpasangan
untuk mengetahui perbedaan variabel
yang diteliti sebelum dan sesudah
intervensi dan kemudian dilanjutkan
dengan analisis post hock untuk
melihat secara detail perbedaan
sebelum dan sesudah intervensi
53
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
selengkapnya dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 9. Uji Beda Dua Kelompok Berpasangan
Paired Differences
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
df
Sig. (2tailed)
berat
badan
sebelum
intervensi - berat badan
.16568 .02343 -.43708
.39000
.34292 16.645
sesudah intervensi
49
.000
status gizi BB/U sebeleum
intervensi - status gizi
.25336 .03583 -.19820
-3.522
.12620
.05420
BB/U seudah intervensi
49
.001
Variabel
Std.
Std.
Mean Deviatio Error
n
Mean
Analisis paired sample t test pada tabel
diatas menunjukan adanya perbedaan
variabel yang diteliti sebelum dan
sesudah intervensi (P<0,01) untuk itu
t
perlu dilakukan analisis lanjut yaitu
analisis post hock menggunakan uji
wilcoxon selengkapnya dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel 10. Analisis Post Hock (Wilcoxon)
Variabel
BB Sesudah dan sebelum intervensi
PB Sesudah dan sebelum intervensi
Statu Gizi BB/U Sesudah dan sebelum
intervensi
Statu Gizi TB/U Sesudah dan sebelum
intervensi
PEMBAHASAN
Karakteristik Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah
anak bawah dua tahun dan pada
umumnya merupakan anak pertama
dan kedua dari setiap keluarga yang
terpilih sebagai sampel awalnya
ditentukan <6 bulan tetapi sebagian
besar anak <6 bulan yang dijumpai
tidak lagi menyusui sehingga yang
masi menyusui walaupun umurnya
lebih dari 6 bulan itulah yang dijadikan
subjek dalam penelitian ini. Rerata
umur subjek dalam penelitian ini
adalah 9,5 bulan umur terendah 3
bulan dan tertinggi 22 bulan. Rerata
umur subjek dalam penelitian ini
Turun
0
0
0
Naik
47
0
0
tetap
3
50
50
Jumlah
50
50
50
0
0
50
50
adalah 9,5 bulan umur terendah 3
bulan dan tertinggi 22 bulan. Rerata
berat badan lahir (BBL) subjek dalam
penelitian ini adalah 3 kg berat badan
lahir terendah 2 kg dan tertinggi 3,8 kg
sedangkan rerata panjang badan lahir
adalah 47,72 cm terendah 45 cm dan
tertinggi 51 cm. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa masih terdapat
anak yang mempunyai BBL <2,5 kg
yaitu 4 anak demikian pula panjang
badan lahir dari 50 anak dalam
penelitian ini 31 anak atau 62%
diantaranya adalah lahir dengan
panjang badan <50 cm.
Urutan
anak
mencerminkan
jumlah saudara di mana semakin
banyak anak disertai dengan jarak
54
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
kelahiran yang dekat dan keadaan
sosial
keluarga
yang
kurang
mengakibatkan selain kurangnya kasih
sayang dan perhatian pada anak, juga
kebutuhan primer seperti makanan,
sandang
dan
perumahan
tidak
terpenuhi. Sehingga kejadian gizi
kurang akan lebih mudah terjadi pada
urutan
anak
semakin
banyak
(Soetjiningsih, 2007).
Rerata berat badan lahir (BBL)
subjek dalam penelitian ini adalah 3 kg
berat badan lahir terendah 2 kg dan
tertinggi 3,8 kg sedangkan rerata
panjang badan lahir adalah 47,72 cm
terendah 45 cm dan tertinggi 51 cm.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
masih terdapat anak yang mempunyai
BBL <2,5 kg yaitu 4 anak demikian
pula panjang badan lahir dari 50 anak
dalam penelitian ini 31 anak atau 62%
diantaranya adalah lahir dengan
panjang badan <50 cm.
Waktu pemberian ASI pada
subjek dalam penelitian ini lebih
banyak diberikan sejak lahir dan satu
minggu
sejak
lahir
dari
hasil
wawancara dengan responden bahwa
ASI saat lahir belum dapat diberikan
karena produksi ASI tidak ada atau
hanya sedikit nanti setelah beberapa
hari baru produksi ASI meningkat dan
saat bayi belum mendapat ASI yang
diberikan adalah susu formula.
Rerata
frekuensi
menyusui
subjek dalam penelitian ini adalah 8
kali/hari frekuensi terendah adalah 2
kali dan tertinggi 12 kali dengan rerata
durasi menyusui 8,28 menit setiap kali
menyusui durasi menyusui terendah
adalah 3 menit dan tertinggi 30 menit.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
anak yang mempunyai frekuensi
menyusui <8 kali/hari 32 anak (64%)
dan yang menerima ASI dengan durasi
<5 menit/kali adalah 26 anak (52%).
Jika disilangkan dengan pendidikan
responden maka terlihat bahwa anak
yang mendapat ASI <8 kali/hari dan
durasi menyusui <5 menit terdapat
pada responden dengan tingkat
pendidikan tidak tamat dan tamat SD.
Status Gizi Sebelum dan Sesudah Intervensi
Rerata nilai z score status gizi
Masalah
gizi
merupakan
(BB/U) anak sebelum intervensi adalah
masalah yang kompleks dan memiliki
-0,39 SD (kategori normal) nilai z score
dimensi
yang
luas
karena
terendah adalah -2,91 (gizi kurang) dan
penyebabnya multi faktor dan multi
tertinggi 1,92 (normal) sedangkan
dimensi, tidak hanya merupakan
rerata nilai z score anak setelah
masalah kesehatan tetapi juga meliputi
intervensi adalah -0,27 SD terendah
masalah sosial, ekonomi, budaya, pola
adalah -2,81 SD dan tertinggi adalah
asuh, pendidikan dan lingkungan. Kita
1,91 SD sedangkan Status gizi
ketahui bersama bahwa masalah gizi
indikator TB/U sebelum dan sesudah
berakar pada masalah ketersediaan,
intervensi tidak terdapat perubahan
distribusi, dan keterjangkauan pangan,
kategori karena pengukuran sebelum
kemiskinan,
pendidikan
dan
dan sesudah intervensi tenggang
pengetahuan
serta
perilaku
waktunya hanya 7 hari jika dilihat dari
masyarakat.
Dengan
demikian
distribusi frekuensi maka terlihat bahwa
masalah pangan dan gizi merupakan
dari 50 anak 5 orang (10%)
permasalahan berbagai sektor dan
diantaranya mempunyai status gizi
menjadi tanggung jawab bersama
kurang tetapi jka dilihat dari indikator
(Helmyati & Lestariani, 2007).
TB/U maka dari 50 anak 3 orang (6%)
Indikator status gizi dalam penelitian ini
diantaranya tergolong sangat pendek
adalah BB/U dan TB/U. Hasil penilaian
dan 3orang (6%) tergolong pendek.
status gizi sebelum intervensi pada
subjek dalam penelitian ini yaitu :
55
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
a. Rerata berat badan (BB) anak
sebelum intervensi adalah 7,6 kg BB
terendah adalah 5 kg dan tertinggi
10,6 kg sedangkan rerata berat
badan anak setelah intervensi
adalah 7,99 kg BB terendah adalah
5 kg dan tertinggi adalah 10,9 kg.
b. Rerata panjang badan/tinggi badan
anak sebelum intervensi adalah
69,65 cm TB terendah 54 cm dan
tertinggi 87 cm.
b. Rerata nilai z score status gizi
(BB/U) anak sebelum intervensi
adalah -0,39 SD (kategori normal)
nilai z score terendah adalah -2,91
(gizi kurang) dan tertinggi 1,92
(normal) sedangkan rerata nilai z
score anak setelah intervensi adalah
-0,27 SD terendah adalah -2,81 SD
dan tertinggi adalah 1,91 SD
sedangkan Status gizi indikator
TB/U sebelum dan sesudah tidak
terdapat perubahan kategori karena
pengukuran sebelum dan sesudah
intervensi tenggang waktunya hanya
7 hari jika dilihat dari distribusi
frekuensi maka terlihat bahwa dari
50 anak 5 orang (10%) diantaranya
mempunyai status gizi kurang tetapi
jka dilihat dari indikator TB/U maka
dari 50 anak 3 orang (6%)
diantaranya
tergolong
sangat
pendek dan 3orang (6%) tergolong
pendek.
Jika disilangkan antara usia
pertama mendapat ASI dan status gizi
anak dalam penelitian ini maka terlihat
bahwa status gizi kurang pada anak
lebih cenderung terdapat pada anak
yang mendapat ASI lebih dari 4 hari hal
ini terjadi atas keterangan responden
karena pada saat bayi lahir produksi
ASI tidak ada sehingga sangat sulit
untuk memberikan inisiasi dini. Dan jika
disilangkan antara usia pertama
mendapat ASI dan tingkat pendidikan
responden maka terlihat bahwa anak
yang mendapat ASI seteleh lahir <1
hari terdapat pada responden dengan
tingkat pendidikan tamat SD dari
keterangan
responden
bahwa
informasi pentingnya memberikan ASI
ekslusif diperoleh saat pemeriksaan
dan kunjungan ke Puskesmas oleh
petugas kesehatan selain itu diperoleh
dari kader posyandu dan dari media
TV.
Keadaan status gizi anak usia
di bawah dua tahun (Baduta)
merupakan kelompok yang rawan gizi
dan akan menentukan kualitas hidup
selanjutnya.
Pemenuhan
gizi
merupakan hak dasar anak (Ferreira,
2012). Penjelasan tentang makanan
pendamping ASI (MP-ASI) dan status
gizi balita memunculkan masalah pada
aspek hubungan sebab akibat dimana
pemberian MP-ASI yang kurang tepat
melahirkan status gizi kurang/status
gizi buruk (Deba, 2007). Program
perbaikan
gizi
yang
bertujuan
meningkatkan jumlah dan mutu MPASI, diantaranya dapat dilakukan
dengan pemberian MP-ASI kepada
bayi dan anak usia 6–24 bulan dari
keluarga miskin (Fatimah, 2010).
Pemberian makanan pendamping ASI
yang terlalu dini dapat menyebabkan
bayi kurang selera untuk minum ASI.
Sebaliknya
pemberian
makanan
pendamping yang terlambat dapat
menyebabkan
bayi
sulit
untuk
menerima
makanan
pendamping
(Helmyati & Lestariani, 2007).
Analisis Organoleptik Cita Rasa
Menu Tuto Intervensi menurut
Persepsi Responden (Panelis tidak
terlatih)
Persepsi Responden yang kami
anggap sebagai Panelis tidak terlatih
menunjukkan baik rasa, warna, aroma,
tekstur dan penampilan tergolong suka
oleh responden (ibu bayi/anak). Menu
tuto ini sebelum diberikan kepada
subjek penelitian kami uji coba
Hasil analisis organoleptik Cita
Rasa Menu Tuto Intervensi menurut
56
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
sebanyak 3 kali pada panelis terlatih
(dosen kuliner jurusan Gizi) sehingga
mendapat masukan dan koreksi teknik
pengolahan dan variasi menu tuto yang
berbeda dengan yang konvensional
namun dalam pelaksanaannya ada 3
responden yang memberikan saran
agar tekstur tepung ikan lebih
dihaluskan mengingat ada bayi yang
berusia antara 4-6 bulan.
Beberapa
penelitian
menyatakan bahwa masalah gizi pada
bayi dan anak disebabkan kebiasaan
pemberian ASI dan MP-ASI yang tidak
tepat
(segi
kuantitas
dan
kualitas).Selain itu, para ibu kurang
menyadari bahwa sejak bayi berusia 6
bulan sudah memerlukan MP-ASI
dalam jumlah dan mutu yang baik
(Hermina & Nurfi, 2010). Pada usia 6
bulan, selain ASI bayi mulai bisa diberi
makanan pendamping ASI, karena
pada usia itu bayi sudah mempunyai
refleks
mengunyah
dengan
pencernaan yang lebih kuat. Dalam
pemberian
makanan
bayi
perlu
diperhatikan
ketepatan
waktu
pemberian, frekuensi, jenis, jumlah
bahan
makanan,
dan
cara
pembuatannya. Adanya kebiasaan
pemberian makanan bayi yang tidak
tepat, antara lain : pemberian makanan
yang terlalu dini atau terlambat,
makanan yang diberikan tidak cukup
dan frekuensi yang kurang (Maseko &
Owaga, 2012)
Menurut Sujana dkk, 2009.
Pencernaan seorang anak apabila
diberikan jenis makanan yang baru
akan memerlukan waktu adaptasi,
biasanya pada waktu inilah akan terjadi
efek samping ringan seperti diare atau
muntah-muntah,
namun
dengan
pemberian yang dilanjutkan efek
samping akan hilang karena anak
sudah terbiasa (Agus S.M., dan B.
Wiryatmadi, 2006). Insidensi penyakit,
terutama penyakit infeksi seperti diare
lebih tinggi terjadi pada masa balita
diperkenalkan makanan tambahan
selain ASI. Hal ini dikarenakan
makanan berubah dari ASI yang bersih
dan mengandung zat-zat anti infeksi
(seperti: Ig-A, laktoferin, dan zat
imunitas lain) ke makanan yang
disiapkan, disimpan, dan dimakan
kurang
mengindahkan
syarat
kebersihan dan kesehatan (Arisman,
2004).
Makanan tambahan untuk bayi
harus mempunyai sifat fisik yang baik,
yaitu rupa dan aroma yang layak.
Selain itu, dilihat dari segi kepraktisan,
makanan bayi sebaiknya mudah
disiapkan dengan waktu pengolahan
yang singkat. Makanan Pendamping
ASI harus memenuhi persyaratan
khusus tentang jumlah zat-zat gizi yang
diperlukan bayi seperti protein, energi,
lemak, vitamin, mineral dan zat-zat
tambahan lainnya (Nadesul, 2007).
Menurut Muchtadi (2004) hal- hal
penting yang harus diperhatikan dalam
pemberian makanan tambahan pada
bayi adalah sebagai berikut :
a. Makanan bayi (termasuk ASI)
harus mengandung semua zat gizi
yang diperlukan bayi.
b. Makanan tambahan harus kepada
bayi yang telah berumur 6 bulan
sebanyak 4-6 kali/hari.
c. Sebelum berumur 2 tahun bayi
belum
dapat
mengkonsumsi
makanan orang dewasa.
d. Makanan campuran ganda (multi
mix) yang terdiri dari makanan
pokok, lauk pauk, dan sumber
vitamin lebih cocok bagi bayi, baik
ditinjau dari nilai gizinya maupun
sifat fisik makanan tersebut.
e. Makanan harus diolah dari bahan
makanan yang bersih dan aman.
Harus dijaga keamanan terhadap
kontaminasi dari organ biologi
berbahaya seperti kuman, virus,
parasit dan zat kimia, racun yang
berbahaya, mulai dari persiapan
bahan makanan, pengolahan,
penyimpanan, distribusi sampai
dengan penyajian.
57
f.
h.
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Bahan lainnya dapat ditambahkan
untuk
mempertahankan
konsistensi dan rasa makanan asal
tidak mengandung zat berbahaya,
misalnya gula, garam, cokelat dan
lainnya.
Fortifikasi
makanan
adalah
penambahan zat gizi tertentu ke
dalam bahan makanan atau
makanan
sehingga
mencapai
kadar yang dapat meningkatkan
status gizi.
Asupan Zat Gizi dari Menu Tuto
Dalam penelitian ini pemberian
menu tuto pada anak dijadwalkan 3 kali
sehari yaitu pada waktu pagi siang dan
sore.
Hasil
analisis
zat
gizi
menggunakan software nutrysurvey
menunjukkan bahwa rerata asupan zat
gizi dari menu tuto sehari untuk energi
adalah 731 kal, protein 21,23 gram,
lemak12,68 gram, KH 103,02 gram.
Jika dibandingkan berdasarkan usia
dan jenis kelamin menurut angka
kecukupan gizi yang dianjutrkan (AKG)
tahun 2013 pada anak sesuai
kelompok
usia
maka
dapat
dikelompokkan persen asupan zat gizi
dari subjek penelitian selama 7 hari
masing-masing asupan energi 95,67
persen, protein 99,64 persen, lemak
33,5 persen dan karbohidrat 116,39
persen data ini menunjukkan bahwa
persen asupan zat gizi terhadap AKG
adalah baikatau cukup kecuali persen
asupan lemak yang kurang dari AKG.
Hal ini terjadi karena memang pada
menu tuto yang diberikan baik pada
bahan utama dan bahan pendamping
menu tuto kandunag lemaknya sangat
sedikit kandungan lemak terbanyak
terdapat pada bahan ikan tuna dan
inilah yang memberikan kontribusi
lemak pada menu tuto dibandingkan
dengan tepung sagu sebagai bahan
penyusun utama menu tuto.
Ada kecenderungan semakin
tinggi tingkat pendidikan responden
maka
semakin
rendah
tingkat
kepatuhan mengikuti penelitian ini hal
ini terlihat pada rerata asupan zat gizi
selama intervensi bahwa anak yang
mempunyai persen asupan zat gizi
yang kurang lebih banyak terdapat
pada responden dengan tingkat
pendidikan SLTA ke atas hal ini
merupakan suatu fenomena ketika ibu
bekerja baik sebagai karyawan toko
maupun bekerja sebagai PNS di kantor
kelurahan maupun kecamatan.
Menu tuto yang dimodifikasi
dalam intervensi ini jika diikuti dengan
baik yaitu memberikan sebanyak 3 kali
sehari dengan takaran yang dianjurkan
sebenarnya
dapat
memenuhi
kebutuhan anak sesuai anjuran AKG.
Menurut Depkes (2007) Pada MP-ASI
yang penting adalah penambahan zat
gizi mikro seperti zat besi, yodium ke
dalam biskuit, cookies, roti, garam dan
makanan
suplemen.
Kendala
penambahan zat gizi mikro ke dalam
makanan adalah perubahan cita rasa
dan warna, perubahan tekstur dan lain
lain, sehingga memerlukan suatu
aplikasi teknologi yang memadai agar
dapat mencapai tujuannya. MP-ASI
yang dibuat di rumah tangga ( MP-ASI
tradisional) pada umumnya kurang
memenuhi kebutuhan zat gizi terutama
micronutrien seperti Fe, Zn, apalagi
pada keluarga dengan tingkat sosial
ekonomi yang rendah. Makanan
tambahan bayi sebaiknya memiliki
beberapa kriteria sebagai berikut :
1. Memiliki nilai energi dan kandungan
protein yang tinggi.
2. Memiliki nilai suplementasi yang
baik serta mengandung vitamin dan
mineral yang cocok.
3. Dapat diterima oleh alat pencernaan
yang baik.
4. Harganya relatif murah
5. Sebaiknya dapat diproduksi dari
bahan-bahan yang tersedia secara
lokal.
6. Bersifat padat gizi.
7. Kandungan serat kasar atau bahan
lain yang sukar dicerna dalam
58
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
jumlah sedikit kandungan serat
kasar yang terlalu banyak justru
akan mengganggu pencernaan bayi
(Murianingsih dan Sulastri, 2003)
Analisis Statistik Perbedaan berat
badan
dan
status
gizi
sebelum
dan
sesudah
itervensi
Hasil
analisis
beda
dua
kelompok berpasangan menggunakan
Paired sample T Test menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan baik berat
badan maupun status gizi subjek
dalam penelitian ini (p<0,01) kemudian
dilanjutkan dengan analisis post hock
(wilcoxon) menunjukkan bahwa dari 50
subjek 47 orang diantaranya terjadi
kenaikan berat badan antara 0,3-0,8 kg
dan nilai z score status gizi
menunjukkan perbedaan status gizi
sebelum dan sesudah intervensi
sebesar 0,2 SD naik mendekati
median.
Seorang anak yang sehat dan
normal akan tumbuh sesuai dengan
potensi genetik yang dimilikinya. Tetapi
pertumbuhan ini juga akan dipengaruhi
oleh intake zat gizi yang dikonsumsi
dalam bentuk makanan. Anak –anak
yang
menderita
gizi
kurang
berpenampilan lebih pendek dengan
bobot
badan
lebih
rendah
dibandingkan rekan-rekannya sebaya
yang sehat dan bergizi baik. Bila
defisiensi gizi berlangsung lama dan
parah, maka pertumbuhan tinggi badan
akan terpengaruh pula, bahkan proses
pendewasaan
akan
terganggu.
Pertumbuhan
tinggi
badan
bisa
terhambat
bila
seorang
anak
mengalami
defisiensi
protein
(meskipun konsumsi energinya cukup).
Intake gizi yang baik berperanan
penting
di
dalam
mencapai
pertumbuhan badan yang optimal
mencakup pula pertumbuhan otak
yang sangat menentukan kecerdasan
seseorang.
Dampak
akhir
dari
konsumsi gizi yang baik dan seimbang
adalah meningkatnya kualitas sumber
daya manusia (Khomsan,2003).
Dalam
penelitian
ini
menunjukkan dari 50 subjek yang lahir
<50 cm sebesar 62% dan dalam masa
pertumbuhan sampai saat penelitian
menunjukkan adanya perubahan TB/U
menjadi 12%. Stunting atau pendek,
merupakan
suatu
retardasi
pertumbuhan linear (RPL). Pendek
sering dipakai sebagai terjemahan
stunting. Memang terjemahan ini benar
adanya, tetapi terdapat suatu unsur
atau elemen maupun nuansa yang
tidak tercakup dalam pengertian
pendek. Dengan kata lain stunting tidak
sekedar pendek saja, tetapi terkandung
adanya proses perubahan patologis,
jadi tidak semata-mata pendek atau
shortnes saja. Mengapa demikian,
karena pertumbuhan linear yang tidak
mencapai
rerata
atau
median
pertumbuhan untuk kelompok umur
dan jenis kelaminnya (Sudiman, 2008).
Menurut Nuryati (2009) gagal
tumbuh yang terjadi akibat kurang gizi
pada masa-masa balita akan berakibat
buruk pada kehidupan berikutnya yang
sulit diperbaiki. Menurut UNICEF, anak
yang
menderita
stunted
berat
mempunyai rata-rata IQ 11 point lebih
rendah dibandingkan rata-rata anakanak yang tidak stunted. Masalah ini
sering terjadi di negara berkembang
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa dari 50 subjek dalam penelitian
ini 23 orang diantaranya telah
mendapat MP-ASI kurang dari 4 bulan
dengan kata lain cakupan menyusui
eksklusif dapat dikatakan rendah hal in
tentunya kan berdampak secara
langsung terhadap status gizi padahal
pada usia 6 bulan pertama, bayi harus
diberikan ASI Secara Eksklusif. Hal ini
berarti bahwa bayi yang sehat hanya
menerima ASI dan tidak ada cairan lain
termasuk air putih, teh, jus dan susu
formula. Pada umur 6-12 bulan ASI
59
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
merupakan makanan utama bayi,
karena mengandung lebih dari 60%
kebutuhan bayi. Guna memenuhi
semua kebutuhan bayi, perlu ditambah
dengan makanan pendamping ASI
(MP-ASI). Setelah umur 1 tahun,
meskipun ASI hanya bisa memenuhi
30 % dari kebutuhan bayi, akan tetapi
pemberian ASI tetap dianjurkan karena
masih memberikan manfaat ( WHO,
UNICEF & IDAI, 2005).
Pemberian
ASI
dan
meningkatnya
pemberian
MP-ASI
dipengaruhi oleh banyak faktor antara
lain pendidikan ibu, penghasilan,
pelayanan kesehatan, promosi susu
formula,
pekerjaan
ibu,
kondisi
kesehatan ibu dan bayi berhubungan
dengan penurunan pemberian ASI.
Selain tingkat pendidikan dan paritas
juga faktor risiko yang bermakna dalam
menentukan keputusan ibu dalam
memberikan
ASI
kepada
bayi.
Pemberian MP-ASI tepat waktu artinya
pemberian makanan lain disamping
menyusui kepada bayi setelah bayi
berumur kira-kira 6 bulan (WHO &
UNICEF, 2002).
Menurut
Lubis
(2000)
pemberian makanan pelengkap yang
terlalu dini akan mempunyai risiko
jangka pendek dan jangka panjang.
Risiko jangka pendek antara lain
menurunkan frekuensi dan intensitas
penghisapan bayi yang merupakan
risiko penurunan produksi ASI, juga
bayi mudah terkena diare karena
makanan tambahan yang diberikan
mudah
tercemar
oleh
bakteri
dibandingkan dengan ASI. Adapun
risiko jangka panjang dapat dialami
pada masa mendatang pada bayi
tersebut seperti obesitas, hipertensi
dan alergi makanan.
Pemberian makanan terlalu dini
sama halnya dengan membuka pintu
gerbang masuknya kuman karena
sistem imun bayi belum sempurna
seperti enzim pemecah protein, enzim
ini baru akan diproduksi sempurna
setelah bayi berusia 6 bulan dan juga
sel-sel disekitar usus bayi belum siap
untuk menerima makanan yang dapat
menyebabkan reaksi imun dan terjadi
alergi. Oleh karena itu pemberian
makanan setelah bayi berusia 6 bulan
memberikan perlindungan besar dari
berbagai penyakit (Soraya, 2005).
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
1. Menu tuto yang dimodifikasi dengan
protein dari ikan tuna secara umum
dapat diterima sebagai menu MPASI pada anak yang dijadikan
sebagai subjek dalam penelitian ini.
2. Menu tuto yang dimodifikasi dengan
protein dari ikan tuna dapat
dijadikan sebagai
salah
satu
alternatif
MP-ASI karena dapat
memenuhi kebutuhan zat gizi anak
berdasarkan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan (AKG)
3. Menu tuto yang dimodifikasi dengan
protein dari ikan tuna jika diberikan
secara teratur dapat meningkatkan
berat badan anak dan selanjutnya
dapat meningkatkan status gizi anak
4. Menu tuto yang dimodifikasi dengan
protein dari ikan tuna merupakan
menu
konvensional
yang
dimodifikasi dan dapat diterima oleh
sebagai
MP-ASI
lokal
tanpa
mengurangi nilai-nilai kearifan lokal
5. Menu tuto yang dimodifikasi dengan
protein dari ikan tuna menjadi MPASI lokal yang dapat dijadikan
sebagai
menu
MP-ASI
yang
dipatenkan untuk selanjutnya dapat
dimanfaatkan
oleh
masyrakat
secara khusus
di
Kepulauan
Sangihe dan secara umum pada
masyarakat sebagai menu yang
bernilai
gizi
sesuai
dengan
kebutuhan anak
dan memenuhi
angka
kecukupan
gizi
yang
dianjurkan.
SARAN
60
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
1.
Perlu modifikasi kembali untuk
pemenuhan zat gizi khusus seperti
zink, fe, dan kalsium dan iodium
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi
mikro yang tidak kal penting
menunjang
pertumbuhan
fisik
maupun intelektual anak
2. Perlu mengsosialisasikan sekaligus
pengujian organoleptik pada anakanak dari berbagai kalangan suku
yang ada di Sulawesi Utara untuk
mendapatkan cita rasa yang pas
dan cocok untuk anak-anak.
3.
Perlu
dukungan
pemerintah
setempat
(Dinas
Kesehatan)
sebagai stakeholder yang dapat
membantu
mengsosialisasikan
menu tuto ini yang dimodifikasi
menjadi menu MP-ASI lokal yang
padat gizi dan sesuai kebutuhan
anak.
DAFTAR PUSTAKA
1. Almatsier, S (2004) Prisip Dasar
Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
2. Arisman, (2004) Gizi dalam daur
kehidupan :Buku Ajar Ilmu Gizi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
3. Depkes
(2005b)
Pedoman
Pengelolaan Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI), Jakarta
4. Depkes R.I., 2006. Pedoman
Umum
Pemberian
Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
Lokal Tahun 2006
5. Depkes (2007) Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:
224/Menkes/SK/II/2007
tentang
Spesifikasi
Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
tanggal 26 Pebruari 2007, Jakarta
6. Balitbangkes,
2008.
Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2007.
7. Balitbangkes,
2013.
Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2013.
8. Balitbangkes, 2014. Survey Diet
Total Tahun 2014
9. Bappenas, 2011. Rencana Aksi
Nasional Pangan Dan Gizi 20112015. Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional.
10. Deba, Umar. 2007. Perbedaan
Status Gizi Antara Bayi Yang Diberi
ASI Eksklusif Dengan Bayi Yang
Diberi MP-ASI Dini Di Puskesmas
Perumnas Kota Kendari. Jurnal
SELAMI IPS. 2007. 02(21): ISSN
1410-2323
11. De Pee S, Diekhans J, Stallkamp
G, Kiess L, Moench-Pfanner R,
Martini
E,
et
al,
2002.
Breastfeeding and complementary
feeding practices in Indonesia:
nutrition & health surveillance
system
annual
report
2002.
Jakarta: Helen Keller Worldwide;
2002.
12. DPR-RI, 2012. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2012 Tentang Pangan
13. FAO, 2010. Fats and fatty acids in
human nutrition: report of an expert
consultation. Rome: FAO; 2010.
14. Ferreira, A, et al. 2012. Nutritional
Status And Growth Of Indigenous
Xavante Children, Central Brazil.
Nutrition Jurnal, 11 (3), p. 1-9.
15. Hadi, H. (2004), Beban ganda
masalah gizi dan implikasinya
terhadap pembangunan Nasional :
Pidato Pengukuhan Guru Besar
pada Fakultas Kedokteran UGM,
Yogyakarta.
16. Helmyati, S., & Lestariani, W.2007.
Kejadian Anemia Pada Bayi Usia 6
Bulan Yang Berhubungan Dengan
Sosial Ekonomi Keluarga Dan Usia
Pemberian Makanan Pendamping
ASI. Berita Kedoteran Masyarakat,
23 (1), hal. 35-40
17. Hermina., & Nurfi. 2010. Hubungan
Praktik Pemberian Asi Eksklusif
Dengan
Karakteristik
Sosial,
Demografi Dan Faktor Informasi
Tentang ASI Dan MP-ASI (Studi Di
Kota Padang Dan Kabupaten Solok
Provinsi Sumatera Barat). Pusat
61
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Penelitian dan Pengembangan Gizi
dan Makanan, Badan Litbang
Kesehatan,
Kementerian
Kesehatan, 13 (4), hal. 353-360
18. J Romeo, E Nova, J Wanberg, SGomez-Martinez, LE Diaz Ligia, A
Marcos Immunomodulary effects of
fibers, probiotics and synbiotics in
different
life-stage.
Nutricion
Hospitalaria. Spain. 2010.
19. Kementerian Kesehatan R.I, 2010.
Permenkes R.I Nomor 1995 tahun
2010
Tentang
Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi
Anak
20. Kementerian Kesehatan R.I, 2013.
Permenkes R.I Nomor 75 tahun
2013 Tentang Angka Kecekupan
Gizi yang dianjurkan bagi Bangsa
Indonesia
21. Khomsan,A, (2003) Pangan dan
Gizi Untuk Kesehatan, Jakarta: PT
Grafindo Persada.
22. Lemeshow, S., Hosmer, D. W.,
Klar, J. & Lwanga, S. K. (1997)
Besar Sampel dalam Penelitian
Kesehatan
Yogyakarta,
Gajah
Mada University Press.
23. Lensun,
C.I.J.,
dkk.,
2013.
Pemanfaatan Sagu Baruk (Arenga
Microcarpa) Dengan Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea Batatas) Dalam
Pembuatan Mie Basah. Skripsi
Fakultas Pertanian Universitas
Samratulangi Manado, 2013.
24. Lubis,
N.U.
(2000)
Manfaat
Pemakaian ASI Eksklusif. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota
Langsa. Cermin Dunia Kedokteran
Vol 126 : 33-38
25. Marianus. 2011. Tanaman sagu
baruk (Arenga microcarpa) sebagai
sumber pangan lokal di Kabupaten
Kepulauan
Sangihe.
Laporan
Penelitian Pascasarjana Fakultas
Pertanian Brawijaya, Malang
26. Maseko M, Owaga E. 2012. Child
Malnutrition And Mortality In
Swizeland Situation Analysis Of
The Immedate, Underlying And
Basic Causes 2012. African Journal
Of Food, Agriculture, Nutrisi, And
Development.12 (2), p. 5994-6006
27. Miftahorachman. 2009. Potensi
sagu baruk (Arenga microcarpa)
sebagai sumber pangan. Warta
Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Industri. Bogor; 15 (3):1416.
28. Muchtadi, D, 2004. Gizi Untuk Bayi,
ASI, Susu Formula dan Makanan
Tambahan. Sinar Harapan, Jakarta
29. Murianingsih
dan
Sulastri,.
2008.Hubungan antara Pemberian
Makanan Pendamping ASI Dini
dengan Tingkat Kunjungan ke
Pelayanan Kesehatan di Kelurahan
Sine
Sragen
Berita
Ilmu
Keperawatan ISSN Vol I.113-118.
30. Nadesul, Hendrawan. Tutu(Peny.).
2007. Makanan Sehat Untuk Bayi
(Plus Penyakit Perut Pada Anak).
Cetakan I .Jakarta: Kawan Pustaka
31. Nuryati,S. (2009) 37 persen Anak
Indonesia Kerdil. Sinar Harapan
[internet]
Yogyakarta,
tersedia
dalam
<http://www.sinarharapan.co.id[diak
ses 26 November 2015].
32. University Network For Governance
innovation (UNFGI), 2011. dampak
pemberian MP-ASI terhadap status
gizi balita di Kota Probolinggo.
http://igi.fisipol.
ugm.ac.id/index.php/id/asieksklusif?sobi2Task=sobi2Details&
sobi2Id=4 Diakses Tanggal 27
Januari 2015
33. Prabowo, S., H. Djojohadikusumo,
R. Pambudy, E. S. Thohari, Frans
BMD., R. Purnama dan W.
Purnama.
2009.
Membangun
kembali Indonesia Raya; Haluan
baru menuju kemakmuran. Institut
Garuda Nusantara (Pusat Studi
Strategis Indonesia). Jakarta, hal.
70-72; 170-171.
34. Pratiwi Dyah Kusumo, 2012.
Kolonisasi Mikrobiota Normal Dan
Pengaruhnya Pada Perkembangan
62
GIZIDO Volume 8 No. 1 Mei 2016 Menu TutoPhembriah Kereh,dkk
Sistem Imunitas Neonatal. Jurnal
Kedokteran Volume 320 Mei, 2012
35. Rao S, Swathi PM, Unnikrishnan B,
Hegde A. Study of complementary
feeding practices among mothers of
children aged six months to two
years-a study from coastal South
India. AMJ. 2011;4:252-7.
36. Soetjiningsih. (2007). Buku Ajar
Tumbuh Kembang Remaja dan
Permasalahannya.
Jakarta
:
Sagung Seto
37. __________
(2002). Tumbuh
Kembang Anak. EGC, Jakarta
38. Soekirman, 2004. Perlu Paradigma
Baru
untuk
Menanggulangi
Masalah Gizi Makro di Indonesia,
http:www.gizinet.
(Diakses
12
Pebruari 2015)
39. Soraya, L. L. (2005) Risiko
Pemberian MPASI Terlalu dini.
[Internet]
Tersedia
dalam
:
http://lsoraya.multiply.com/journal (
diakses 29 Oktober 2015).
40. Sujana dkk , 2009. Efek Pemberian
Entrasol dan Biskuit MP-ASI
terhadap Peningkatan Berat Badan
dan Panjang Badan Balita Gizi
KurangThe Indonesian Journal of
Public Health Vol 5, No 3 (2009):
Publisher: The Indonesian Journal
of Public Health
41. Sudiman,H. (2008) Stunting atau
pendek: awal perubahan patologis
atau adaptasi karena perubahan
sosial
ekonomi
yang
berkepanjangan. Media Litbangkes,
18(1), 33-43.
42. Wiryatmadi, B., dan Adriani, M.
2006. Penilaian Status Gizi. FKM
UNAIR. Surabaya
43. WHO & UNICEF (2002) Konseling
Menyusui : Pelatihan untuk Tenaga
Kesehatan, Versi Indonesia oleh
Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta,
Departemen Kesehatan dan BK.
PP-ASI.
44. WHO, UNICEF & IDAI (2005)
Rekomendasi tentang ; Pemberian
Makan Bayi pada Situasi Darurat.
Jakarta.
Download