1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Australia

advertisement
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Australia merupakan negara yang sangat menjunjung tinggi HAM. Hal
ini dibuktikan dengan dibentuknya The Australia Human Rights Commisions
pada 1986 oleh Commonwealth Parliament.1Komisi ini bersifat independen
dan memiliki hubungan langsung ke Attorney-General.2Komisi ini dibentuk
untuk menegakkan dan mengawasi HAM di Australia. Ada beberapa fokus
yang dilindungi oleh komisi ini. Fokus tersebut adalah pada bidang edukasi,
public awareness, diskriminasi, kebijakan dan perkembangan legislatif serta
kemanusiaan.3 Terlebih lagi Australia merupakan negara yang sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Bahkan militer Australia dikenal
hanya untuk mempertahankan diri dan bukan untuk melakukan agresi kepada
negara lain.
Penyelesaian kasus mengenai HAM dilakukan oleh pemerintah
Australia secara langsung dapat dilihat melalui federal laws yang dibentuk
oleh The Australia Human Rights Commisions seperti Age Discrimination Act
2004,Disability Discrimination Act 1992 ,Racial Discrimination Act 1975,
dan Sex Discrimination Act 1984.4
Beberapa waktu lalu, muncul sebuah isu yang cukup membuat
Australia sedikit geram. Isu tersebut adalah hukuman mati kepada dua warga
negara Australia yaitu Andrew Chan dan Myuran Sukumaran. Hal ini sangat
tidak disenangi oleh Australia. Jauh sebelum terjadi eksekusi, Australia sudah
banyak melakukan negosiasi untuk mencegah terjadinya eksekusi kepada dua
terdakwa kasus narkoba internasional. Pada mulanya, mereka berdua
1
„Commision Website : Information for Students – Human Rights in Australia‟,
humanrights.gov.au(daring),https://www.humanrights.gov.au/education/students/commissionwebsite-information-students-human-rights-australia diakses 21 Oktober 2015
2
Ibid.
3
Ibid.
4
Ibid.
1
ditangkap di Indonesia pada tahun 2005. Kedua terdakwa terbukti membawa
narkoba jenis heroin dan ganja yang nilainya sampai jutaan dolar AS. Sedikit
menilik ke belakang, sebelum sampai di Indonesia, mereka berangkat dari
Australia namun pihak AFP tidak menangkap para tersangka. Ketika sudah
sampai di Indonesia, barulah merka diringkus oleh aparat yang berwenang.
Walaupun informasi yang didapat oleh Kepolisian Indonesia diperoleh dari
Australia.
Setelah adanya penangkapan, lalu Indonesia segera melakukan tindak
lanjut penyidikan hingga akhirnya mengeluarkan keputusan di pengadilan.
Pengadilan memutuskan untuk menjatuhi hukuman mati kepada Andrew
Chan dan Myuran Sukumaran. Namun mereka tidak langsung dieksekusi
melainkan harus menjalani masa tahanan selama 10 tahun di penjara.5 Mereka
dianggap sebagai pihak yang berperan penting dalam peredaran narkoba
dalam jaringan internasional. Di sini, mereka berdualah yang membantu
menyelundupkan narkoba yang akhirnya terbongkar.
Peristiwa tersebut membuat hubungan bilateral Indonesia dan Australia
sedikit merenggang karena Australia merasa hukuman yang diberikan kepada
kedua terdakwa terlalu berat mengingat mereka sudah menunjukkan
perubahan sikap dan kehidupan yang lebih baik. Andrew Chan telah melalui
masa rehabilitasi yang cukup lama. Australia terus berupaya untuk
menggagalkan eksekusi yang telah ditetapkan oleh Indonesia. Hal ini
dilakukan oleh para pejabat politik Australia yang menilai bahwa hukuman
mati tidak perlu dilakukan walaupun mereka dianggap sebagai ketua „geng‟
narkoba internasional. Upaya Australia diawali dengan negosiasi dengan
SBY pada tahun 2007 lalu hingga 2015 ketika Presiden Indonesia sudah
berganti dari SBY menjadi Jokowi. Dua belah pihak yaitu Australia dan
Indonesia memiliki pedoman konstitusi masing-masing yang menyebabkan
adanya perbedaan dalam menyikapi hal tersebut hingga menyebabkan adanya
gangguan dalam hubungan bilateral kedua negara.
5
H. Liauw, Ini Kronologi Kasus Narkoba Kelompok „Bali Nine‟,‟ regional.kompas (daring), 24
April 2015,
<http://regional.kompas.com/read/2015/04/29/06330021/Ini.Kronologi.Kasus.
Narkoba.Kelompok.Bali.Nine> diakses 21 Oktober 2015
2
Hukuman mati menjadi polemik kedua negara karena Indonesia dan
Australia memiliki pendapat dan perundang-undangan yang berbeda dalam
menyikapi masalah narkoba. Indonesia menganggap bahwa jika ingin
menghentikan adanya peredaran narkoba, efek jera harus diperlihatkan karena
akan mempengaruhi psikis bagi para pengedar atau pengguna narkoba
lainnya. Berbeda dengan Australia yang terus berupaya untuk mencegah
terjadinya eksekusi mati kedua warga negaranya. Hukum Australia melarang
pemerintah mengekstradisi seorang tersangka kecuali Negara itu mencari
jaminan ekstra di I bahwa orang itu tidak akan dieksekusi.6 Namun polisi
Australia dapat memberikan info intelijen pada polisi asing yang
memungkinkan para penyelidik mendakwa tersangka dengan pidana yang
dapatdihukum mati.7
Australia sebagai negara tetangga Indonesia mengakui ada kesalahan
pada prosedur yang dilakukan oleh AFP dalam hal penanganan kelompok
Bali Nine. AFP memberikan informasi terkait mereka adalah sindikat narkoba
internasional yang hendak terbang ke Bali namun tidak menghentikan mereka
di Australia. Oleh karena itu, Australia belum sempat memikirkan akan
terjadinya hukuman mati di Indonesia bagi mereka. Jika melihat kembali
terkait kronologi sampai mereka akan dieksekusi, telah banyak upaya
Australia untuk meminta maaf karena terjadi kelalaian dalam prosedur kerja
AFP dan mencegah terjadinya eksekusi bagi warga negaranya.
Menlu Australia sebelumnya, Tony Abott, sering berkomunikasi
dengan SBY yang menjadi presiden pasca tertangkapnya Myuran dan
Andrew Chan, beliau menginginkan adanya pembicaraan dan pengurangan
hukuman sehingga tidak terjadi adanya eksekusi mati. Walaupun pada
akhirnya mereka diberi kesempatan 10 tahun untuk menjalani hidup di
penjara di Bali.
6
„Penolakan Australia terhadap Hukuman Mati Dipertanyakan‟, 1 Mei 2015,
voaindonesia(daring),<http://www.voaindonesia.com/content/penolakan-australia-terhadaphukuman-mati-dipertanyakan/2744241.html> diakses 25 Oktober 2015
7
Ibid.
3
Hingga presiden Indonesia berganti dari SBY menjadi Joko Widodo,
Australia terus mendesak Indonesia untuk tidak melakukan eksekusi mati.
Tahun 2012, Myuran dan Andrew Chan memohon grasi namun ditolak.
Bahkan dengan jelas pada tahun 2014, Jokowi mengeluarkan statement
bahwa tidak akan mengeluarkan grasi bagi terpidana kasus narkotik.
1.2 Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penelitian ini akan menjawab
pertanyaan bagaimana respon Australia terhadap eksekusi mati pada kasus
Bali Nine di Indonesia ?
1.3. Landasan Konseptual
Konstruktivisme
Konstruktivis memberikan perhatiannya pada kepentingan dan identitas
negara sebagai produk yang dapat dibentuk dari proses sejarah yang khusus.
Mereka memberi perhatian pada wacana umum yang ada ditengah
masyarakat karena wacana merefleksikan danmembentuk keyakinan dan
kepentingan, dan mempertahankan norma-norma yang menjadi landasan
bertindak masyarakat (accepted norms of behavior).
Asumsi dasar dari konstruktivisme adalah pertama, setiap tindakan
negara didasarkan pada meanings yang muncul dari hasil interaksinya
dengan lingkungan. Konstruktivisme beranggapan bahwa tindakan yang
dilakukan
oleh
negara
akan
berpengaruh
terhadap
bentuk
sistem
internasional. Begitupun sebaliknya sistem internasional tersebut juga akan
berpengaruh terhadap perilaku negara. Kedua, pendangan mengenai sistem
anarki internasional. Dalam sistem anarki terdapat interaksi – interaksi antar
negara.
Kemudian,
dalam
interaksi
antar
negara
itu
terjadi
proses
mempengaruhi antar negara sehingga interaksi antar negara itu memberikan
bentuk terhadap sistem internasional. hal ini bertentangan dengan realisme
yang menyatakan bahwa realita hubungan internasional bersifat anarki
4
dimana anarki tersebut bersifat given. Ketiga, konstruktivisme memfokuskan
kajiannya terhadap persolaan mengenai bagaimana pembentukan ide dan
identitas. Kemudian bagaimana perkembangan ide dan identitas tersebut
serta bagaimana ide dan identitas tersebut membentuk pemahaman negara
dan merespon lingkungan sekitarnya.
Kaum konstruktivis meyakini bahwa dunia sosial, termasuk hubungan
internasional merupakan hasil konstruksi manusia8. Dalam perspektif ini,
dunia sosial bukanlah sesuatu yang given. Dunia sosial bukanlah seperti yang
diungkapkan kaum behavioralis dan positivis dimana hukum – hukum dunia
sosial tersebut dapat ditemkan melalui penelitian – penelitian ilmiah serta
dapat dijelaskan melalui teori ilmiah. Melainkan dunia sosial adalah sesuatu
yang intersubjektif dimana dunia sosial tersebut memiliki arti yang sangat
penting bagi masyarakat yang membuatnya, hidup di dalamnya serta
memahaminya9.
Pakar konstruktivisme yang paling terkenal, Alexander Wendt, menulis
buku Anarchy is What States Make of It. Buku pada yang ditulis pada tahun
1992
ini
disebut-sebut
sebagai
peletak
dasar
social-constructivism,
sebenarnya buku ini adalah enigma tersendiri karena Wendt sendiri pada
awalnya menyebut dirinya sebagai seorang realist dan positivist 10
Konstruktivisme muncul untuk memberikan suatu pandangan bahwa
realitas sosial tidak bisadilihat sebagai suatu yang secara alamiah ada dengan
sendirinya dan independen dari interaksi (rasionalis) dan sebaliknya tidak
bisa juga dilihat sebagai sesuatu yang nihil atau tidak ada dan semata-mata
hanya dilihat sebagai refleksi ide-ide manusia. Asumsi yang berbeda secara
mendasar
tersebut
dalam
pandangan
konstruktivis
pada
dasarnya
bisadipertemukan dalam satu titik temu yaitu dengan argumennya bahwa
realitas sosial tidak sepenuhnya alamiah dan tidak juga sepenuhnya nihil.
8
Jackson, R. dan Sorensen, G. 2009. Pengantar Studi Hubungan Internasional. terj., Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Hlm. 307
9
Ibid,,
10
Wendt ,Alexander E.1987. The Agent-Structure Problem in International Relations Theory.
International Organization, Vol. 41, No. 3. (Summer, 1987), pp. 335-370.
5
Konstruktivis melihat relitas dunia inisebagai sesuatu yang didasarkan oleh
fakta yang secara materil bisa ditangkap ataupun tidak oleh panca indera
namun fakta tersebut tidak menuntun/tidak menentukan bagaimana
kitamelihat realitas sosial. Sebaliknya realitas sosial menurut konstruktivis
adalah hasilkonstruksi manusia (konstruksi sosial).
Norma Hak Asasi Manusia (HAM)
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata
karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan
kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan
sematamata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. Dengan demikian,
faktorfaktor seperti ras, jenis kelamin, agama maupun bahasa tidak dapat
menegasikan eksistensi HAM pada diri manusia.
Paham HAM lahir di Inggris pada abad ke-17. Inggris memiliki tradisi
perlawanan yang lama terhadap segala usaha raja untuk mengambil
kekuasaan mutlak. Sementara Magna Charta (1215) sering keliru dianggap
sebagai cikal bakal kebebasan warga negara Inggris –piagam ini
sesungguhnya hanyalah kompromi pembagian kekuasaan antara Raja John
dan para bangsawannya, dan baru belakangan kata-kata dalam piagam ini–
sebenarnya baru dalam Bill of Rights (1689) muncul ketentuan-ketentuan
untuk melindungi hak-hak atau kebebasan individu.
Kemudian, tahun 1679 menghasilkan pernyataan Habeas Corpus, suatu
dokumen keberadaban hukum bersejarah yang menetapkan bahwa orang yang
ditahan harus dihadapkan dalam waktu tiga hari kepada seorang hakim dan
diberitahu atas tuduhan apa ia ditahan. Pernyataan ini menjadi dasar prinsip
hukum bahwa orang hanya boleh ditahan atas perintah hakim.
HAM, dalam pengertian yang sederhana, merupakan hak yang
secara alamiah dan kodrati melekat pada makhluk hidup yang bernama
manusia semata-mata karena ia merupakan manusia (human being),
bukan makhluk lain selain manusia. Begitu maujud seorang manusia,
6
maka melekat dalam dirinya hak tersebut. Hak-hak asasi tersebut sangat
berkaitan erat dengan harkat dan martabat manusia (human dignity).
Tanpa hak-hak dasar tersebut manusia tidak dapat hidup sesuai dengan
arkat dan martabatnya itu. Pemenuhan dan penghormatan terhadap
HAM memungkinkan perseorangan dan masyarakat untuk berkembang
secara utuh. Beberapa
dalam
pakar
dan
praktisi
gerakan
HAM
berada
simpang pemikiran yang berbeda dalam memahami (dan juga
memperjuangkan)
HAM.. Jack
Donnely
menekankan
bahwa
umat
manusia memiliki hak-hak dasar bukan atas dasar pemberian hukum
positif, namun dimilikinya secara kodrati, karena martabatnya sebagai
manusia. Pandangan
Donnely
menegaskan
bahwa
HAM muncul
bersamaan dengan lahirnya kedirian manusia.11
Beberapa pengertian yang pendekatannya yuridis. Louis Henkin, 12
misalnya, mengartikan HAM sebagai: kebebasan-kebebasan (liberties),
kekebalan-kekebalan
(immunities)
dan
kepentingan-kepentingan
atau
keuntungan-keuntungan (benefits), yang berdasarkan norma-norma hukum
yang ada seyogyanya dapat diklaim (should be able to claim) sebagai hak
oleh individu atau kelompok kepada masyarakat dimana dia tinggal.
Definisi tersebut menunjukkan kecenderungan HAM sebagai apa yang
sudah diatur sedemikian rupa dalam norma-norma hokum atau peraturan
perundang-undangan, namun sekaligus sesuatu yang dapat diperjuangkan
atau dituntut oleh perorangan atau kelompok sesuai dengan konteks
kehidupan masyarakat setempat.
11
Jack Donnely, 2003, Universal Human Rights in Theory and Practice, (Cornell University
Press, thaca and London), hlm. 7-21. Bandingkan dengan Eko Riyadi (ed.), 2008, Hukum Hak
Asasi Manusia (PusHAM UII, Yogyakarta) Hlm. 11. Lihat juga Maurice Cranston. 1973, What are
Human Rights?, (Taplinger, New York), hlm. 70.
12
Rafael Edy Bosko, “Prinsip-prinsip HAM”, salah satu materi dalam Modul Penataran Hak Asasi
Manusia Untuk Guru, dilaksanakan oleh Depdiknas bekerjasama dengan Fakultas Hukum UGM
Yogyakarta, di Bogor, tanggal 5-8 Oktober 2004. Hlm 3.
7
Diplomasi
Merupakan sebuah cara paling dasar sebuah aktor dalam hubungan
internasional untuk mempengaruhi aktor lain sehingga mampu meraih
interest yang dimaksudkan dan diharapkan untuk diraih. Hal ini juga sangat
dipengaruhi oleh kemampuan diplomat dalam hal ini negara, dalam
melakukan diplomasi dengan mempertimbangkan power dan bargaining
position yang dimiliki negara tersebut. Apalagi jika negara tersebut memiliki
hubungan yang cukup dekat dengan lawan diplomasi.Jalannya diplomasi pun
kini sangat dinamis sehingga isu-isu kontemporer yang terjadi juga harus
dikuasai oleh para diplomat baik itu yang mempengaruhi negaranya secara
langsung maupun tidak langsung.
1.4 Argumen Utama
Hukuman mati yang dilakukan oleh Indonesia terkait dengan kasus Bali
Nine pada tahun 2015 kemarin menimbulkan banyak pro dan kontra terutama
dengan negara tetangga, Australia. Australia merespon kasus ini dengan
banyak cara. Australia pada dasarnya menolak eksekusi hukuman mati
tersebut karena beberapa alasan. Walaupun demikian, kasus tersebut
menimbulkan pro kontra yang cukup serius di dalam wilayah domestik
Australia itu sendiri.
Australia sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM berupaya
menolak hukuman mati yang dijatuhkan kepada dua warga negaranya terkait
penggelapan narkoba di Indonesia. Bahkan Australia melakukan segala upaya
diplomasi dengan Indonesia agar tidak terjadi eksekusi seperti apa yang
diharapkan. Australia
1.5 Jangkauan Penelitian
Penelitian ini akan difokuskan antara tahun 2005 hingga 2015 karena
peristiwa penangkapan pada terpidana terjadi pada tahun 2005 dan eksekusi
8
dilakukan pada 2015. Di tenggang waktu tersebut terjadi banyak negosiasi
yang dilakukan Australia kepada Indonesia bahkan terjadi sedikit polemik
karena kasus ini mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara. Selain itu,
penulis juga akan menganalisis mengenai upaya Australia selama kurun
waktu 10 tahun tersebut serta inkonsistensi Australia terhadap hukuman mati
pada kasus bom bali dan Bali Nine dan bagaimana Indonesia merespon serta
mempertahankan hukuman agar tetap melakukan eksekusi mati terhadap dua
warga negara Australia.
1.6 Metode Penelitian
Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualititatif dengan
dukungan data kualitatif. Proses pengumpulan data dilakukan dengan studi
literatur dan/atau kajian pustaka guna mengumpulkan sumber-sumber
informasi yang mendukung argumen penulis. Data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah data primer dan sekunder yang bersumber dari interview
kepada instansi dan aktor yang memiliki kredibilitas dalam hal data dan buku
serta jurnal untuk memperkuat landasan teori yang digunakan. Dokumen dan
data resmi milik pemerintah Australia dan Indonesia serta publikasi dari
badan hukum dunia seperti AFP dalam publikasi di media cetak dan
elektronik.
1.7 Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi ke dalam empat bab. Bab Pertama adalah bab
pendahuluan yang akan diisi dengan latar belakang penelitian, pertanyaan
penelitian, landasan konseptual, kerangka konsep, argumentasi utama,
jangkauan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan yang
akan digunakan. Pada bab dua penulis akan menjabarkan lebih detail tentang
kronologi eksekusi mati yang dilakukan oleh Indonesia terhadap dua warga
negara Australia. Selain itu, dalam bab ini penulis juga akan menampilkan
undang-undang dan sejarah penghapusan hukuman mati di Australia. Pada
9
bab tiga, penulis akan membahas mengenai respon Australia dalam
menanggapi
hukuman
mati
dua
warga
negaranya
di
Indonesia.
Kecenderungan mengenai dukungan dan penolakan akan dikaji dalam bab ini
dan melihat kepentingan yang ada dalam eksekusi tersebut. Pada bab empat
atau penutup, penulis akan berupaya menarik kesimpulan mengenai eksekusi
dan hukuman mati dan respon secara mengerucut dari Australia terhadap
kasus tersebut.
10
Download