evaluasi karakter tahan wereng cokelat, aromatik

advertisement
Agric. Sci. J. – Vol. II (1) : 1-12 (2015)
EVALUASI KARAKTER TAHAN WERENG COKELAT, AROMATIK,
DAN KEGENJAHAN PADA GENOTIP PADI HASIL PIRAMIDISASI
MENGGUNAKAN MARKA MOLEKULER DAN MARKA FENOTIPIK
EVALUATION OF BROWN PLANTHOPPER RESISTANT TRAITS, AROMATIC, AND
EARLY MATURITY BY MEANS OF MOLECULAR AND PHENOTYPIC MARKERS ON
RICE GENOTYPES DERIVED FROM A PYRIMIDING PROGRAM
Riski Gusri Utami1, Nono Carsono2, dan Noladhi Wicaksana2
1
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
2
Staf Pengajar Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran
ABSTRAK
Padi yang tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah saat ini menjadi target
piramidisasi di Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh individu hasil piramidisasi yang terpaut
dengan ketiga karakter tersebut berdasarkan analisis marka molekuler dan marka fenotipik.
Penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga September 2014 di Laboratorium Pemuliaan
Tanaman dan Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan analisis molekuler menggunakan marka SSR RM586,
RM589, RM8213, marka Bradbury, primer RM7601 dan RM19414. Selain itu juga
menggunakan analisis karakter penting secara fenotipik yaitu dengan pengamatan kandungan
klorofil, konduktan stomata, kerapatan trikoma, uji sensori, dan umur keluar malai.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh 7 genotip (#2, #3, #4, #5, #6, #10, #11) yang
memiliki karakter tahan wereng cokelat, aromatik, dan umur genjah berdasarkan analisis
marka molekuler. Genotip #1, #2, #4, #6 dan #11 merupakan genotip yang hampir mirip
dengan tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake) berdasarkan analisis karakter penting
secara fenotipik. Melalui program piramidisasi berbasis marka molekuler dan marka fenotipik
sudah memungkinkan untuk menggabungkan tiga karakter unggul pada padi. Persilangan
sendiri, seleksi, dan pengujian melalui bioassay sangat dibutuhkan pada penelitian lanjutan
untuk mendapatkan generasi fiksasi hasil akhir program piramidisasi.
Kata kunci : Aromatik, Kegenjahan, Marka Molekuler , Padi, Piramidisasi, Wereng Cokelat
ABSTRACT
Rice which resistant to brown planthopper, aromatic, and early maturity is currently
as target of a pyramiding program in the Laboratory of Plant Breeding, Faculty of
Agriculture, Universitas Padjadjaran. The objective of this study was to obtain genotype as a
result of the pyramiding program which is related with the character target based on
molecular and phenotypic markers analysis. This study was conducted in May to September
2014 at Plant Breeding Laboratory and Greenhouse Faculty of Agriculture, Universitas
Padjadjaran. This study applied descriptive method with molecular analysis using SSR
markers RM586, RM589, RM8213, Bradbury’s marker, RM7601 and RM19414. Phenotypic
evaluation was performed for brown planthopper resistant traits such as chloropyll content,
stomatal conductance, and density of trichomes, while sensory test and heading date were
performed for aromatic and early maturity respectively. Based on these studies it was
observed that 7 genotypes (#2, #3, #4, #5, #6, #10, #11) were related to brown planthopper
resistant, aromatic, and early maturity characters based on the analysis of molecular marker.
Diterima 19 November 2014. Disetujui 13 Januari 2015. Alamat Korespondensi : [email protected]
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Whereas, genotypes #1, #2, #4, #6 and #11 which almost similar with parents based on
phenotypic analysis. Pyrimiding program based on molecular and phenotypic markers is
enable to combine three characters in one rice genotype. Selfing, selection, and bioassay
assessment are needed in advanced research to get fixation generation as the final result of
pyrimiding program.
Key words :
Aromatic, Brown Planthopper, Early Maturity, Molecular Marker,
Pyramiding, Rice.
PENDAHULUAN
Padi merupakan komoditas utama di
Indonesia yang berperan penting dalam
mendukung
ketahanan
pangan.
Meningkatnya jumlah penduduk Indonesia
juga menyebabkan meningkatnya tingkat
konsumsi rata-rata beras. Menurut IRRI
(2001) perkiraan kebutuhan beras Indonesia
yang harus dipenuhi pada tahun 2025
adalah sekitar 70 juta ton Gabah Kering
Giling
(GKG).
Upaya
peningkatan
peroduktivitas beras sangat diperlukan
untuk tetap memenuhi kebutuhan beras.
Melalui perkembangan pemuliaan
tanaman padi saat ini sudah memungkinkan
bagi pemulia untuk menggabungkan
banyak karakter baik yang berasal dari
berbagai genotip unggul ke dalam satu
genotip tanaman, sehingga satu genotip
padi dapat memenuhi berbagai target
pengembangan padi unggul. Metode ini
disebut sebagai piramidisasi atau biasa juga
disebut sebagai piramidisasi gen (Francis,
2013).
Saat ini program piramidisasi
menjadi fokus utama pengembangan padi di
Laboratorium Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman Fakultas Pertanian Universitas
Padjadjaran. Program piramidisasi gen
dengan target menggabungkan tiga jenis
gen pembawa karakter unggul pada
tanaman padi yaitu karakter tahan wereng
cokelat, aromatik, dan berumur genjah telah
mulai dilakukan. Saat ini program
piramidisasi telah menghasilkan genotip
hasil persilangan piramidisasi yaitu 11
genotip padi hasil persilanga PP51 x
CAKA283.
Wereng
cokelat
mengalami
perubahan biotipe yang cepat karena
memiliki variasi yang besar dalam gen
virulensinya, sehingga tanaman padi yang
awalnya tahan perlahan-lahan dapat
menjadi rentan (Tanaka, 1999). Karakter
aromatik dikembangkan untuk memenuhi
permintaan akan beras yang berkualitas.
Pengembangan
karakter
kegenjahan
melengkapi program piramidisasi ini,
karena pada umumnya varietas padi lokal
Indonesia memiliki umur relatif lebih
panjang dan hasilnya setinggi varietas
unggul nasional (Balai Penelitian dan
Pengembangan Padi, 2008).
Langkah selanjutnya yang harus
dilakukan setelah mendapatkan genotip
hasil persilangan pada program piramidisasi
ini adalah upaya evaluasi terhadap galur
baru untuk mengetahui keberhasilan
bergabungnya berbagai karakter yang
diinginkan. Evaluasi pada generasi hasil
persilangan program piramidisasi penting
dilakukan sebelum mendapatkan generasi
fiksasi (fixation generation) sebagai hasil
akhir piramidisasi (Servin et al., 2003).
Analisis ini dapat dilakukan secara fenotip
dan genotip. Pengujian secara fenotip perlu
didukung dengan pengujian secara genotip
menggunakan
marka
molekuler
(Prasetiyono, 2008). Marka molekuler
merupakan salah satu teknologi yang
menguntungkan dalam pengembangan
komoditas pertanian pada saat ini salah
satunya dapat meningkatkan reliabilitas
(keterhandalan). Aplikasi marka molekuler
tidak terpengaruh pada efek lingkungan,
pleiotropy (satu gen menutupi aksi gen
lainnya), tipe jaringan atau sel, tahap
pertumbuhan tanaman, dan fenomena
epistasis (Bahagiawati, 2012). Teknologi
marka molekuler membantu dalam proses
piramida gen karena dapat mempercepat
siklus seleksi yang dilakukan (Lan dan
Chao, 2011).
2
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Berdasarkan pemaparan di atas
evaluasi karakter tahan terhadap wereng
cokelat, aromatik, dan umur genjah pada
generasi hasil persilangan pada program
piramidisasi penting dilakukan untuk
mengetahui
apakah
genotip-genotip
tersebut sudah sesuai dengan target yang
ingin dicapai dengan evaluasi menggunakan
marka molekuler dan marka fenotipik.
BAHAN DAN METODE
Percobaan ini dilakukan di Rumah
Kaca dan Laboratorium Analisis dan
Bioteknologi tanaman Fakultas Pertanian
Universitas
Padjadjaran,
Kecamatan
Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat. Penelitian mulai dilaksanakan pada
bulan Mei 2014 sampai dengan September
2014.
Peralatan yang digunakan dalam
pada tahap persemaian dan penanaman
benih adalah baki persemaian, hand
sprayer, ember, dan emrat. Pada tahap
analisis molekuler menggunakan pestle,
mortal, spatula, micro tube, refrigerated
microsentrifuge (Eppendorf), pipet mikro,
tip mikro, waterbath, inkubator, oven,
spectrophotometer (Rayleigh UV-9200),
kuvet, PCR tube, labu enlenmeyer 125 ml,
Advance
Mupid-exu
elektroforesis,
timbangan analitik, dan gel documentation
system (G-Box dari Syngene). Peralatan
untuk pengamatan karakter fenotipik adalah
Leaf Porometer, Chlorophyl Content Meter,
Leaf Area Meter, Portable Photosyntetic
Meter , mikroskop, micro tube 2 ml, pinset,
petridish, racktube, dan gunting.
Bahan-bahan yang digunakan dalam
percobaan adalah benih hasil piramidisasi
serta tetua-tetua piramidisasi, sampel daun
padi,
alkohol
70%,
isopropanol,
chloroform, CTAB, SDS, fenol, potasium
asetat 5 %, TE buffer, primer, Go Taq R
Green Master Mix, Nucleas-Free Water,
Top Vision Agarose (Farmentas), Larutan
TBE 0,5 X 6X Loading Dye #R0611
(Farmentas), Gen Ruller #SM0311 100 bp
(Farmentas), Ethibium Bromide (EtBr), dan
DNA hasil PCR, miliQ, KOH 1,7 %.
Metode penelitian yang digunakan
adalah metode eksperimental dengan
analisis molekuler secara deskriptif untuk
mengevaluasi 11 genotip padi hasil
persilangan, terpaut dengan karakter
ketahanan wereng cokelat, aromatik, dan
umur genjah. Analisis molekuler dilakukan
berdasarkan pembacaan pola pita hasil
visualisasi DNA menggunakan markamarka molekuler terkait yang digunakan
dalam penelitian ini. Metode analisis
deskriptif juga digunakan dalam analisis
marka fenotipik terkait karakter tahan
wereng cokelat (pengukuran kandungan
klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan
trikoma), aromatik (uji sensori), dan
kegenjahan (pengamatan umur keluar
malai). Kemudian untuk mengetahui
kemiripan antar genotip hasil persilangan
serta tetua-tetua piramidisasi dilakukan
analisis cluster yang dapat menghitung
jarak genetik berdasarkan kesamaan
(similarity)
atau
ketidaksamaan
(disimilarity) antar objek yang diamati.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Karakter Tahan Wereng Cokelat
Teramati Berdasarkan Visualisasi Pola
Pita DNA
Berdasarkan visualisasi menggunakan
marka RM586, pola pita yang ditunjukkan
oleh seluruh genotip padi hasil persilangan
berada pada posisi 271 bp yaitu sesuai
dengan nilai produk PCR dari primer
RM586 (Gambar 1). Begitu juga pengujian
dengan menggunakan dua marka lainnya
yaitu RM589 dan RM8213, pola pita
keseluruhan genotip hasil persilangan
berada pada posisi 186 bp untuk RM589
dan 177 bp (Gambar 2) untuk RM 8213
(Gambar 10). Posisi pola pita genotip hasil
persilangan juga menunjukkan ukuran
fragmen DNA yang sama dengan tetua
piramidisasi tahan wereng cokelat yaitu
kultivar PTB-33.
3
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Gambar 1. Hasil visualisasi RM586 pada 11 genotip padi hasil persilangan program
piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake;
= Pita
DNA dengan ukuran fragmen 271 bp, + = Pola pita sesuai dengan target yang diinginkan - =
Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
Gambar 2. Hasil visualisasi RM589 pada 11 genotip padi hasil persilangan program
piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake;
= Pita
DNA dengan ukuran fragmen 186 bp, + = Pola pita sesuai dengan target yang diinginkan - =
Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
Gambar 3. Hasil visualisasi RM8213 pada 11 genotip padi hasil persilangan program
piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 100 bp; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake;
= Pita
DNA dengan ukuran fragmen 177 bp. + = Pola Pita sesua dengan target yang diinginkan - =
Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
4
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Keseluruhan
genotip
hasil
persilangan program piramidisasi terpaut
dengan karakter ketahanan terhadap wereng
cokelat berdasarkan hasil visualisasi DNA
menggunakan marka RM586, RM589, dan
RM8213. Menurut Fernando et al. (2000)
karakter ketahanan terhadap wereng cokelat
N.lugens dikendalikan oleh gen dominan
tunggal. Pewarisan genetik generasi hasil
persilangan pada program piramidisasi
kemungkinan terbesar akan mewarisi tetua
yang bersifat dominan. Oleh sebab itu
karakter tahan wereng cokelat pada salah
satu tetua (PTB 33) dapat diwariskan pada
generasi
hasil
persilangan program
piramidisasi.
Penelitian ini mendukung penelitian
yang berkaitan dengan pola pewarisan pada
genotip hasil persilangan tetua PTB-33
(tahan wereng cokelat) dengan TN 1 (tidak
tahan wereng cokelat) oleh Nugaliyadde
dan Abeysiriwardena (2007). Hasil
penelitian ini menjelaskan bahwa PTB-33
terpaut dengan gen-gen ketahanan terhadap
wereng cokelat (Bph) yang bersifat
monogoneic dominant dimana sifat
dominan diwariskan pada generasi hasil
persilangan (F1) dan juga generasi F2. Sama
halnya dalam penelitian ini, sifat ketahanan
wereng cokelat juga teruji secara molekuler
menggunakan marka-marka yang terpaut
dengan gen dominan yang terdapat pada
kultivar PTB-33 yaitu gen Bph4, bh3,
Qbph4, dan Qbph17. Pewarisan sifat
ketahanan terhadap wereng cokelat juga
diduga disebabkan karena genotip-genotip
hasil persilangan program piramidisasi ini
berasal dari tetua (PP51) yang telah
terseleksi secara molekuler pada generasi
F2, tahan terhadap wereng cokelat.
b. Karakter
Aromatik
Teramati
Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA
Dikaitkan dengan Dugaan Adanya Alel
Lain Pengendali Karakter Aroma
Primer Bradbury yang digunakan
terdiri dari primer Internal Fragrant
Antisense Primer (IFAP), Internal Nonfragrant Sense Primer (INSP), External
Sense Primer (ESP), dan External
Antisense Primer (EAP). Berdasarkan hasil
visualisasi DNA setelah amplifikasi PCR
dan elektroforesis, dapat terlihat bahwa pola
pita yang dihasilkan dari 11 genotip hasil
persilangan pada program piramidasi sama
dengan salah satu tetua betina program
piramidisasi yaitu kultivar Pandan Wangi
sebagai tetua aromatik. Produk PCR yang
dihasilkan kultivar Pandan Wangi dan 11
genotip
hasil
persilangan
program
piramidisasi adalah 257 bp, yang
diindikasikan sebagai genotip bersifat
homozigous aromatik (Gambar 4.)
Gambar 4. Hasil visualisasi marka Bradbury pada 11 genotip padi hasil persilangan program
piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 1 kb; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake;
= Pita
DNA dengan ukuran fragmen 257 bp. + = Pola Pita sesuai dengan target yang diinginkan - =
Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
5
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Berbagai
penelitian
telah
menjelaskan
bahwa
sifat
aromatik
dikendalikan oleh gen yang bersifat single
ressesive gene (Berner dan Hoff 1986;
Vivekenandan dan Gridharan, 1994 dalam
Patil et al., 2012). Oleh sebab itu dalam
penelitian-penelitian
sebelumnya
diungkapkan bahwa pada generasi F1 hasil
persilangan antara tetua non aromatik dan
aromatik, sifat aromatik belum muncul.
Sementara pada penelitian ini muncul
fenomena yang berbeda, dimana sifat
aromatik yang bersifat resesif muncul pada
11 genotip
hasil persilangan program
piramidisasi antara tetua aromatik (PW x
PTB) dengan non aromatik (Kitaake).
Penelitian ini ternyata tidak sejalan
dengan penelitian sebelumnya termasuk
hasil
penelitian
Bradbury
(2005a).
Penelitian ini mendukung pendapat
Fitzgerald et al. (2008) yang pernah
melakukan penelitian pada varietas padi
tradisional yang berasal dari beberapa
negara. Hasil penelitian ini menjelaskan
bahwa ternyata terdapat sekitar 15 genotip
padi asal Asia Tenggara yang tidak terkait
dengan alel fgr namun tetap dikategorikan
aromatik karena adanya akumulasi senyawa
2AP. Salah satu varietas padi yang diuji
oleh Fitzgerald et al. (2008) adalah padi
kultivar lokal Indonesia yaitu Pandan
Wangi yang juga diuji dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
diasumsikan beberapa hal diantaranya
adalah terdapat mutasi lain yang
menyebabkan adanya akumulasi senyawa
2AP, terdapat alel lain yang dapat
mengakumulasi senyawa 2AP, atau terdapat
gen lain yang bukan fgr yang dapat
mengendalikan sifat aromatik pada padi.
Hasil penelitian tersebut dapat menjadi
alasan mengapa dalam penelitian ini sifat
aromatik sudah terekspresi pada semua
genotip padi hasil piramidisasi.
c. Karakter
Kegenjahan
Teramati
Berdasarkan Visualisasi Pola Pita DNA
Berdasarkan hasil visualisasi DNA yang
diamplifikasi PCR dengan primer RM7601
terlihat bahwa ukuran fragmen DNA yang
dihasilkan oleh tetua Kitaake adalah sebesar
133 bp. Genotip-genotip hasil persilangan
program piramidisasi tidak seluruhnya
menunjukkan ukuran fragmen DNA yang
sama dengan tetua Kitaake (Gambar 5).
Pola pita yang terbentuk antara tetua
Kitaake, PW, PTB, dan genotip-genotip
hasil persilangan sedikit sulit dibedakan.
Hal ini diduga disebabkan karena
sedikitnya perbedaan ukuran fragmen
DNA. Perbedaan ukuran fragmen DNA
yang dihasilkan dapat lebih jelas terlihat
menggunakan aplikasi software Genetool.
Menggunakan software ini dapat terlihat
perbedaan ukuran fragmen DNA antara
tetua Kitaake dengan genotip lainnya,
sehingga dapat diketahui bahwa genotip
yang mengikuti pola pita tetua Kitaake pada
primer RM7601 adalah genotip #2, #3, #4,
#5, #6, #8, #9, #10, #11.
Gambar 5. Hasil visualisasi marka RM 7601 pada 11 genotip padi hasil persilangan program
piramidisasi. Ket : PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake M = Ladder 100 bp;
=Pita
DNA dengan ukuran fragmen mendekati 133 bp
6
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
Amplifikasi DNA menggunakan
primer RM19414 menunjukkan bahwa pola
pita kultivar Kitaake sebagai tetua genjah
tidak begitu jelas meskipun telah dilakukan
pengulangan amplifikasi dengan PCR dan
pengulangan elektroforesis. Berdasarkan
pembacaan pita DNA menggunakan
genetool software terdapat beberapa genotip
yang memiliki nilai ukuran fragmen DNA
berkisar pada nilai 504 bp yaitu genotip #1,
#2, #3, #4, #5, #6, #10, dan #11 (Gambar
6).
Gambar 6. Hasil visualisasi marka RM19414 pada 11 genotip padi hasil persilangan program
piramidisasi. Ket : M = DNA Ladder 1 kb; PW = Pandan Wangi; Kit = Kitaake.
= Pita
DNA dengan ukuran fragmen mendekati 504 bp. + = Pola Pita sesuai dengan target yang
diinginkan - = Pola pita tidak sesuai dengan dengan target yang diinginkan.
Beberapa genotip padi hasil
persilangan tidak mengekspresikan karakter
umur keluar malai cepat, hal tersebut bisa
disebabkan karena umur keluar malai atau
heading
date
merupakan
karakter
kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak
gen. Gen Hd2 dan Hd3 merupakan gen-gen
mayor yang mengendalikan karakter umur
keluar malai. Gen Hd2 dan Hd3 diduga
tidak terdapat pada beberapa genotip padi
hasil persilangan sehingga tidak terdeteksi
oleh marka RM7601 dan marka RM19414.
Karakter umur keluar malai merupakan
karakter kuantitatif dan yang dikendalikan
oleh gen dengan aksi dominan (Simpson et
al., 1999 dalam Naeem et al., 2013) Sesuai
dengan teori Mandel generasi F2 yang
bersegregasi memiliki rasio 9:3:3:1. Rasio
ini jika diasumsikan gen pengendali umur
keluar malai cepat dikendalikan oleh dua
pasang gen yaitu gen dominan (AABB),
sedangkan umur keluar malai lambat
(aabb). Jika F2 disilangkan akan menghasil
genotip yang memiliki konstitusi genetik
AaBb. Hal ini lah yang menyebabkan
kemungkinan kedua bahwa tidak semua
genotip-genotip hasil persilangan F2
memiliki karakter umur keluar cepat atau
berumur genjah.
d. Beberapa Genotip Memiliki Karakter
Tahan Wereng Cokelat Berdasarkan
Nilai Kandungan Klorofil, Konduktan
Stomata, dan Kerapatan Trikoma
Kandungan klorofil, konduktan stomata,
dan kerapatan trikoma menurut Liu et al.
(2011), Indiati (2004), dan Wang et al.
(2008) merupakan karakter yang memiliki
keterpautan dengan karakter ketahanan
wereng cokelat. Dibawah ini merupakan
data rata-rata hasil pengukuran kandungan
klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan
trikoma Kultivar PTB-33 sebagai tetua
ketahanan terhadap wereng cokelat, 11
genotip
hasil
persilangan
program
piramidisasi, dan Kultivar Kitaake, Pandan
Wangi (kultivar tidak tahan wereng cokelat)
(Tabel 1). Kluster untuk melihat kedekatan
genetik antar genotip hasil piramidisasi dan
tetua-tetua piramidisasi berdasarkan nilai
kandungan klorofil, konduktan stomata, dan
kerapatan trikoma yang terpaut dengan
karakter penting tahan wereng cokelat dapat
dilihat pada Gambar 7. Berdasarkan analisis
kluster ini dapat terlihat bahwa genotipgenotip
hasil
persilangan
program
piramidisasi yang memiliki kemiripan
7
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
dengan tetua PTB-33 sebagai tetua tahan
wereng cokelat yaitu genotip #1, #6, #2, #4,
dan #11.
Tabel 1. Rata-rata Hasil Analisis Karakter
Penting Terpaut Karakter Ketahanan
Terhadap Wereng Cokelat
G
KK
KS
KT
17,48
38,89
3
F1-9
15,68
37,56
1
F110
13,26
52,67
3
F111
12,34
36,73
0
PW
11,70
36,94
0
Kit
Keterangan : KK= Kandungan klorofil
(cci), Konduktan Stomata (s/m), Kerapatan
trikoma (per bidang pandang mikroskop).
diamati menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 100 X, dan diamati setiap
kenampakan pada areal ujung, tengah, dan
pangkal daun yang kemudian dirataratakan.
19,92
45,33
20
17,78
56,56
10
13,47
37,11
9
16,97
43,67
7
14,36
37,44
9
15,74
45,44
3
14,03
53,33
6
16,33
37,22
7
16,40
34,78 Kandungan1Klorofil (cci), Konduktan Stomata (s/m), dan Kerapatan Trikoma
Cluster Berdasarkan
PTB
F1-1
F1-2
F1-3
F1-4
F1-5
F1-6
F1-7
F1-8
PTB
F1-1
F1-6
F1-2
F1-4
F1-11
F1-3
Kitaake
F1-5
F1-7
Kitaake
PW
F1-8
F1-9
F1-10
0.00
0.08
0.15
0.23
0.30
Coefficient
Gambar 7. Cluster hasil analisis karakter penting terpaut karakter ketahanan terhadap wereng
cokelat (kandungan klorofil, konduktan stomata, dan kerapatan trikoma) menggunakan
koefisien Euclidean berdasarkan jarak ketidaksamaan genetik (disimilarity)
Menurut hasil penelitian Wang et al.
(2008) terdapat penurunan nilai kandungan
klorofil yang sangat signifikan terhadap
genotip yang rentan terhadap hama wereng
cokelat, sementara pada kultivar yang tahan
tidak terdapat perubahan yang signifikan
pada nilai kandungan klorofil setelah
masing-masing tanaman diinfestasi wereng
cokelat. Hal ini mungkin disebabkan karena
secara fisiologis kandungan klorofil
kultivar tahan lebih tinggi dari kultivar
rentan. Nilai kandungan klorofil yang tinggi
berkemungkinan
dapat
mendukung
pertanaman tetap tumbuh meskipun telah
diinvestasi wereng cokelat.
Konduktan stomata mempengaruhi
ketahanan suatu kultivar terhadap wereng
cokelat. Sebuah molekul yang disebut
dengan Nitric Oxide (NO) terdapat pada
tanaman padi, yang merupakan molekul
yang terlibat banyak dalam proses fisiologis
utama tanaman termasuk salah satunya
yaitu gerakan membuka dan menutup
stomata atau konduktan stomata. Level NO
dapat meningkat karena adanya aktifitas
makan atau menghisap dari wereng cokelat.
Peningkatan level NO pada tanaman dapat
8
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
menyebabkan penurunan nilai konduktan
stomata yang berakibat adanya kehilangan
air pada tanaman padi. Namun untuk
tanaman yang toleran BPH nilai konduktan
stomata yang tinggi dapat membantu
memperlambat adanya kekurangan air pada
tanaman padi (Liu et al., 2010).
Berdasarkan rata-rata kerapatan
trikoma yang teramati, trikoma PTB-33
sebagai tetua yang memiliki karakter tahan
wereng cokelat lebih rapat dibandingkan
dengan genotip-genotip hasil persilangan
program piramidisasi (Tabel 1). Genotip
hasil persilangan program piramidisasi akan
tetapi memiliki kerapatan trikoma yang
lebih rapat dibandingkan dengan kultivar
Kitaake dan Pandan Wangi yang bukan
merupakan tetua tahan wereng cokelat.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 8. Kerapatan trikoma pada salah satu genotip hasil persilangan program piramidisasi
dan tetua-tetua piramidisasi (PTB, PW, Kitaake). Gambar (a) Salah satu genotip hasil
persilangan yang diuji (#6), (b) Genotip PTB-33 yang merupakan tetua tahan wereng cokelat,
(c) Kultivar Pandan Wangi, (d) Kultivar Kitaake. Trikoma terlihat seperti jarum-jarum
runcing pada pengamatan mikroskop
Nilai
kerapatan
trikoma
berpengaruh terhadap karakter ketahanan
suatu tanaman terhadap wereng cokelat. Hal
ini disebabkan trikoma yang lebih panjang
dan rapat dapat menghambat kebiasaan
makan wereng cokelat (Chandaramani et
al., 2009; Indiati, 2004). Mekanisme
ketahanan berdasarkan kerapatan trikoma
merupakan ketahanan antixenosis, yang
juga menyebabkan suatu tanaman tidak
dipilih oleh wereng cokelat untuk
berkembangbiak.
Hartono (2011) mengungkapkan
bahwa salah satu kondisi tanaman yang
resisten terhadap hama adalah memiliki
sifat-sifat yang memungkinkan tanaman
dihindari hama, atau pulih kembali dari
serangan hama, namun tidak terjadi pada
varietas lain yang tidak tahan. Nilai
kerapatan trikoma, kandungan klorofil, dan
konduktan
stomata
yang
tinggi
mengindikasikan tanaman dihindari hama
atau pulih kembali dari adanya serangan
dari hama. Oleh karena itu genotip #1, #6,
#2, #4, dan #11 dapat direkomendasikan
sebagai genotip yang memiliki indikasi
ketahanan terhadap wereng cokelat
berdasarkan karakter penting terpaut
ketahanan yaitu kandungan klorofil,
konduktan stomata, dan kerapatan trikoma.
Berdasarkan visualisasi pola pita DNA
menggunakan marka terkait karakter
ketahanan terhadap wereng cokelat,
genotip-genotip ini juga telah teramati
memiliki karakter tahan wereng cokelat.
e. Karakter Aromatik Teramati
Berdasarkan Uji Sensori Menggunakan
KOH
Uji sensori menggunakan KOH
dilakukan berdasarkan metode yang pernah
dilakukan oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Padi (2011). Koresponden
yang dilibatkan berjumlah 6 orang dan
selanjutnya
penilaian
dilakukan
menggunakan skoring dengan skala
tertentu. Berikut skoring untuk menentukan
ada tidaknya aroma pada genotip yang
diamati:
0 – tidak ada aroma
1 – aroma tercium samar
2 – aroma terindikasi
3 – aroma kuat
Hasil skoring dari seluruh penguji
kemudian dirata-ratakan, dan jika nilai skor
> 1 artinya galur aromatik, skor 0,6-1
9
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
artinya sedikit aromatik, dan jika skor nya
adalah <0,5 merupakan galur yang tidak
aromatik. Data pada Tabel 2 menunjukkan
seluruh genotip hasil persilangan memiliki
sifat aromatik. Pengujian yang juga
dilakukan pada kultivar Kitaake dan PTB33 (bukan tetua aromatik) menunjukkan
bahwa kultivar Kitaake dan PTB-33 tidak
aromatik.
Tabel 8. Hasil Uji Sensori Menggunakan
KOH untuk Evaluasi Karakter Aromatik
G
Aromatik/ Skor
Sifat
non
(0-3)
aromatik
+
2,25
Aromatik
PW
+
1,4
Aromatik
1
+
2
Aromatik
2
+
1,8
Aromatik
3
+
1,4
Aromatik
4
+
1
Aromatik
5
+
1,6
Aromatik
6
+
1,2
Aromatik
7
+
1,8
Aromatik
8
+
1,8
Aromatik
9
+
1,2
Aromatik
10
+
1,4
Aromatik
11
0
Tidak
PTB
Aromatik
0
Tidak
Kitaa
Aromatik
ke
Keterangan : G = genotip, + = aromatik ; = tidak aromatik; skoring >1 = Aromatik ;
0,6-1 = Sedikit aromatik
Hasil analisis uji sensori sama
dengan hasil pengujian secara molekuler,
dimana seluruh genotip hasil persilangan
program piramidisasi mewarisi salah satu
sifat tetua betina yaitu Pandan Wangi.
Kedekatan jarak genetik antar genotip hasil
persilangan piramidisasi dengan tetua
Pandan Wangi dapat dilihat pada Gambar
16. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya berdasarkan hasil penelitian
Fitzgerald et al. (2008) mungkin saja
terdapat
alel
lain
yang
dapat
mengakumulasi senyawa 2AP yang dapat
mengendalikan sifat aromatik pada padi.
Selanjutnya ini menjadi alasan mengapa
pada penelitian ini sifat aromatik telah
muncul pada generasi hasil persilangan
program piramidisasi.
f. Genotip Hasil Persilangan Memiliki
Waktu Keluar Malai Lebih Lama
Dibanding Kultivar Kitaake
Berdasarkan data pada Tabel 3
teridentifikasi bahwa ternyata ke 11 genotip
padi hasil persilangan belum mewarisi sifat
kegenjahan dari tetua donor sifat genjah
yaitu kultivar Kitaake. Kultivar Kitaake
mengeluarkan malai pertama kali pada
umur 31 HST sedangkan genotip-genotip
hasil persilangan program piramidisasi
mengeluarkan malai tercepat pada umur 79
HST.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Umur Keluar
Malai
Terpaut
Deteksi
Karakter
Kegenjahan Secara Morofologis
Genotip
Kitaake
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
PW
PTB
Umur Keluar
Malai (HST)
31
79
87
80
79
85
85
88
87
92
91
94
68
71
Meskipun jarak genetik antara
kultivar Kitaake dengan seluruh genotip
hasil persilangan program piramidisasi
sangat jauh, namun kriteria kegenjahan dari
genotip
hasil
persilangan
program
piramidisasi masih bisa ditentukan dengan
menggunakan kriteria umur berbunga
tanaman padi menurut IPBGR (1980).
Adapun kriteria umur keluar malai
berkaitan dengan kegenjahan menurut
10
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
IPBGR (1980) yaitu umur genjah < 100
hari, sedang 100-125 hari, dan dalam > 125
hari. Mengacu pada kriteria ini, ternyata
seluruh genotip hasil persilangan pada
program piramidisasi masuk kedalam
kategori umur genjah, meskipun jauh lebih
lama mengeluarkan malai jika dibanding
kultivar Kitaake yang merupakan kultivar
bersifat extremely early maturity (berumur
sangat genjah).
Meskipun
tidak
terekspresi
berdasarkan analisis molekuler dan fenotip
di lapangan, tidak menutup kemungkinan
terdapat gen pengendali umur keluar malai
yang lain pada genotip-genotip tersebut
selain Hd2 dan Hd3, sehingga tidak
terevaluasi oleh marka RM7601 dan
RM19414. Selain itu menurut Jiang et al.
(2007) gen Hd juga secara komplek dan
kuat dapat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan seperti temperatur dan waktu
penyinaran.
Fotoperiod
sangat
mempengaruhi masa vegetatif tanaman padi
(Jiang et al., 2007).
SIMPULAN
1. Karakter
tahan
wereng
cokelat,
aromatik, dan umur genjah hanya
terdapat pada beberapa genotip dengan
evaluasi menggunakan marka molekuler.
Genotip-genotip yang terpaut karakter
tahan wereng cokelat, aromatik, dan
umur genjah berdasarkan seluruh marka
yang digunakan yaitu genotip #2, #3, #4,
#5, #6, #10, dan #11. Genotip #1, #8,
dan #9 hanya terdeteksi pada 5 primer
saja. Sementara genotip #7 hanya dapat
terevaluasi oleh marka-marka karakter
tahan wereng cokelat (RM 586, RM 589,
RM 8213), marka karakter aromatik
(marka
bradbury),
namun
tidak
terdeteksi pada kedua marka untuk
karakter umur genjah (RM7601 dan
RM19414).
2. Ekspresi fenotipik yang berkaitan
dengan karakter tahan wereng cokelat,
aromatik, dan umur genjah pada tetuatetua piramidisasi tidak semuanya
terevaluasi pada genotip-genotip hasil
persilangan
program
piramidisasi.
Genotip #1, #2, #4, #6 dan #11
merupakan genotip yang sudah mirip
dengan karakter tetua-tetua piramidisasi
(PTB, PW, Kitaake) berdasarkan marka
fenotipik.
DAFTAR PUSTAKA
Bahagiawati. 2012. Kontribusi marka
molekuler dalam pengendalian wereng.
Balai
Besar
Penelitian
dan
Pengembangan
Bioteknologi
dan
Sumberdaya Genetik Pertanian. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian Vol.
5 (1):1-18
Balai Penelitian dan Pengembangan Padi.
2008. Teknologi Budidaya Padi. Buku
1.
Balai
Pengkajian
Teknologi
Pertanian Lampung
Bradbury, L.M.T., Fitzgerald, T.L., Henry,
R.J., Jin, O., and Waters, D.L.E. 2005a.
The gene for fragrance in rice. The
Plant Biotechnology Journal,Vol.(3):
363-370.
Chandramani,
P.,
Rajendran,
R.,
Sivasubramania, and Muthiah P. 2009.
Impact of biophisical factors as
influenced by organic sources of
nutrients on major pests of rice. Journal
of Biopesticides, Vol.2(1): 01-05.
Fernando, H., Senadhera, D., Elikawela, Y.,
Alwis, H.M., and Kudagamage , C.
2000. Varietal resistance to the brown
planthopper in Sri Lanka. 241-248.
Available
at
Available
at
http://ag.udel.edu/delpha/9165.pdf
[10/04/2014]
Ferrater, J., Jong, P., Dicke, M., and
Horgan, F. 2012. Adaptation of the
brown planthopper to a highly resistant
rice variety PTB33. South Korea.
Proceeding of XXIV International
Congress of Entomology. Available at
http://edunabi.com/. [27/01/14].
Fitzgerald, M.A., Hamilton, N.R.S.,
Calingacion, M.N., and Butardo, V.M.
2008. Is there a second fragrance gene
in rice. Plant Biotechnology Journal
Vol. (6) : 416–42
11
Riski GU, Nono C, Dan Noladhi W - Evaluasi Karakter Tahan Wereng Cokelat
IRRI. 2001. Bigger harvest a cleaner planet.
Available
at
http://www.irri.org/.
[05/06/14].
Jiang, L., Xu, J., Wei, X., Wang, S., Tang,
J., Zhai, H., and Wan, J. 2007. The
inheritance of early heading in the rice
variety USSR5. Journal of Genetics
and Genomics Vol 34(1): 46-55.
Lan, W., and Chao, W. 2011. Application
of molecular marker assisted selection
in gene pyramiding and selection of
new cultivars. Journal of Northeast
Agricultural University Vol. 18 (1):7984.
Li, X.B., Chen, C.Y., dan Zhai, W.X. 2003.
Breeding transgenic plants with safe or
no
selective
markers.Yi
chuan
Hereditas Zhongguo yi chuan xue hui
bian ji, Vol. 25(3) : 345–349.
Liu, Y., He, J., Jiang. L., Wu, H., Xiao, Y.,
Liu, Y., and Li, G. 2011. Nitric oxide
production is associated with response
to brown planthopper infestation in
rice. Journal of Plant Physiology
Vol.168 : 739–745
Naeem, M., Freed, S., and Quan, Z.G.
2013. Molecular Genetic Studies of
Heading Date Gene OsMADS50 by
using Single Segment Substitution
Lines in Oryza sativa. Int. J. Agric.
Biol., Vol.15: 631‒639
Nugaliyadde, L., and Wilkins, R.M. 2004.
Influence of surface lipids of some rice
(Oriza sativa L.) varieties on the
feeding behavior of Nilapavarta lugens
Stal.,
(Homoptera:
Delphacidae).
Diakses
melalui
http://www.goviya.lk/agrilearning/Pad
dy/ [24/04/14].
Patil, K.G., and Patil, V.G. 2012.
Inheritance of aroma in aromatic rice
(Oryzasativa L .) genotypes. Annals of
Biological Research Vol. 3(12) : 5472–
5474.
Prasetiyono, J. 2008. Perkembangan marka
molekuler untuk seleksi tanaman.
Warta Biogen Vol. (4) 1:9-12
Prayoga, G.I. 2013. Analisis karakter
fisiologis tetua dan aplikasi marker
assisted selection (MAS) pada generasi
padi F2 dalam perakitan kultivar padi
harapan tahan wereng cokelat. Tesis.
Universitas
Padjadjaran.
Tidak
Dipublikasikan.
Servin, B., Martin, O.C., and Marc, M.
2003. Towards a theory of markerassisted gene pyramiding. Genetics
Society of America Vol. 168(1): 513523
Available
at
www.ncbi.nlm.nih.gov/ [05/06/14].
Sun, L., Su, C., Wang, C., Zhai, H., and
Wan, J. 2005. Mapping of a major
resistance gene to the brown
planthopper in the rice cultivar Rathu
Heenati.Breeding Science Vol. (55) :
391-396.
Tanaka, 1999. Quantitative genetic analysis
of biotypes of planthopper of
Nilapavarta lugens; heritability of
virulence to resistant rice varieties.
Entomologia
Experimentalis
et
Applicata Vol. 90:279-287.
Wang,Y., Wang, X., Yuan, H., Chen, R.,
Zhu, L., He, R., and He, G. 2008.
Responses
of
two
contrasting
genotypes
of
rice
to
brown
planthopper.
The
American
Phytopathological Society : Molecular
Plant-Microbe Interactions Vol. 21(1) :
122-132.
12
Download