AKLIMATISASI PLANLET PISANG (Musa paradisiaca L.) DENGAN MEDIA TANAM YANG SESUAI Oleh : EWIS ENJELINA NIM. 100500104 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013 AKLIMATISASI PLANLET PISANG (Musa paradisiaca L.) DENGAN MEDIA TANAM YANG SESUAI Oleh EWIS ENJELINA NIM. 100500104 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013 AKLIMATISASI PLANLET PISANG (Musa paradisiaca L.) DENGAN MEDIA TANAM YANG SESUAI Oleh EWIS ENJELINA NIM. 100500104 Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Sebutan Ahli Madya Pada Program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN MANAJEMEN PERTANIAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI SAMARINDA SAMARINDA 2013 HALAMANPENGESAHAN JudulKarya Ilmiah : AklimatisasiPlanletPisang (Musa paradisiaca L.) Dengan Media Tanam Yang Sesuai Nama Mahasiswa : EwisEnjelina NIM : 100500104 Program Studi : Budidaya Tanaman Perkebunan Jurusan : Manajemen Pertanian Pembimbing, Penguji I, Penguji II, Faradilla, SP, M.Sc NIP. 197401092000122001 Nurlaila, SP ,MP NIP.197110302001122001 RossyMirasari, SP ,MP NIP. 197806242005012002 Menyetujui, Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan Ir. Syarifuddin, MP NIP. 19650706 200112 1 001 Lulus ujianpadatanggal: 27 Agustus 2013 Mengesahkan, KetuaJurusan ManajemenPertanian Ir. Hasanudin, MP NIP. 19630805 198903 1 005 ABSTRAK EWIS ENJELINA. Aklimatisasi Planlet Pisang (Musa paradisiaca L.) Dengan Media Tanam Yang Sesuai (dibawah bimbingan FARADILLA). Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya produktivitas pisang yang dikembangkan oleh masyarakat dan tidak terpenuhinya permintaan pasar hal ini disebabkan teknik budidaya yang belum tepat sehingga menyebabkan terjadinya serangan penyakit. Teknik kultur jaringan salah satu alternatif menanggulangi masalah tersebut karena dapat dilakukan secara singkat, produksi tinggi dan tanaman yang dihasilkan bebas penyakit. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur seberapa besar pengaruh kompos dan pupuk kandang sebagai media tanam bagi pertumbuhan aklimatisasi planlet pisang. Penelitian dilaksanakan di Jl. Kemuning perumahan Batu Penggal Blok. C no. 8 Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang Samarinda. Selama 2 bulan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan faktor tunggal dan 5 ulangan tiap perlakuan. Adapun faktor yang digunakan dalam perlakuan ini terdiri atas 3 taraf yaitu P0 ; Topsoil + Pasir (1 : 1), P1 ; Topsoil + Pasir + Pupuk Kompos (1 : 1 : 1), P2 ; Topsoil + Pasir + Pupuk Kandang (1 : 1 : 1). Pengambilan data dilakukan pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi. Parameter yang diamati adalah pertambahan tinggi tanaman, dan pertambahan jumlah daun. Pengolahan data menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aklimatisasi planlet pisang berbeda sangat nyata terhadap variabel pertambahan tinggi tanaman pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, akan tetapi pada variabel pertambahan jumlah daun menunjukkan hasil berbeda tidak nyata. Pertambahan tinggi tanaman terbaik dan jumlah daun terbanyak pada penggunaan media tanam top soil : pasir : kompos (P1) dan hasil terendah pada penggunaan media tanam top soil : pasir : pupuk kandang (P2). Kata kunci : Pisang , Aklimatisasi, dan Media tanam. RIWAYAT HIDUP EWIS ENJELINA, lahir pada tanggal 12 Juli 1992 di Desa Lamin Telihan, Kecamatan Kenohan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Merupakan anak Provinsi pertama dari Kalimantan empat Timur. bersaudara pasangan Bapak Guntur dan Ibu Merryani. Tahun 1998 memulai pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Negeri 008 Pulau pinang dan lulus pada tahun 2004. Kemudian melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Kenohan hingga lulus pada tahun 2007. Selanjutnya melanjutkan ke Sekolah Pertanian Pembangunan (SPPSPMA) Negeri Samarinda dan lulus pada tahun 2010. Pendidikan tinggi dimulai pada tahun 2010 di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda, Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. Pada tanggal 1 Maret sampai dengan 1 Mei 2013 mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Kutai Mitra Sejahtera, Kecamatan Muara Ancalong, Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan berkat Rahmat dan KaruniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai syarat untuk memperoleh sebutan Ahli Madya pada program Diploma III Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. Keberhasilan dan kelancaran penyusunan karya ilmiah ini juga tidak terlepas dari peran serta dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada : 1. Ibu Faradilla, SP, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak arahan dan bimbingan kepada penulis. 2. Ibu Nurlaila, SP, MP selaku dosen penguji I dan Ibu Rossy Mirasari, SP, MP selaku dosen penguji II. 3. Bapak Ir. Syarifuddin, MP selaku Ketua Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan. 4. Bapak Ir. Hasanudin, MP selaku Ketua Jurusan Manajemen Pertanian. 5. Bapak Ir. Wartomo, MP selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 6. Seluruh staf dosen dan teknisi Program Studi Budidaya Tanaman Perkebunan yang telah banyak membagikan ilmu selama perkuliahan. 7. Keluarga tercinta yang telah banyak memberikan dukungan baik secara moril maupun material. 8. Teman - teman mahasiswa yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap semoga karya ilmiah ini tetap dapat memberikan manfaat bagi para pembacanya. Penulis Kampus Sei Keledang, Agustus 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR……………………………………………………………i DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. ii DAFTAR TABEL………………………………………………………………. iii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………..iv I. PENDAHULUAN……………………………………………………………1 II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………. 4 A. B. C. D. Tinjauan Umum Tanaman Pisang …………………………………… Tinjauan Umum Kultur Jaringan ……………………………………... Tinjauan Umum Pupuk Kompos ……………………………………... Tinjauan Umum Pupuk kandang …………………………………….. 4 8 12 18 III. METODE PENELITIAN ........................................................................ A. Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………… B. Alat dan Bahan Yang Digunakan ……………………………………. C. Rancangan Penelitian …………………………………………………. D. Prosedur Penelitian …………………………………………………… E. Pengamatan dan Pengambilan Data ………………………………… F. Analisis Data …………………………………………………………… 21 21 21 22 22 24 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………….. A. Hasil …………………………………………………………………….. B. Pembahasan …………………………………………………………… 25 25 27 V. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………………….. A. Kesimpulan …………………………………………………………….. B. Saran …………………………………………………………………… 30 30 30 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 31 LAMPIRAN ................................................................................................. 34 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Tata letak penelitian………………………………………………. 2. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 30 hari setelah aklimatisasi…………………………. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 60 hari setelah aklimatisasi…………………………. Sidik ragam pertambahan jumlah daun pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 30 hari setelah aklimatisasi………………………………... Sidik ragam pertambahan jumlah daun pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 60 hari setelah aklimatisasi………………………………… Dokumentasi kegiatan penelitian aklimatisasi planlet pisang dengan media tanam kompos dan pupuk kandang……………. 3. 4. 5. 6. 35 36 36 37 37 38 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Denah penelitian ......................................................................... 32 2. Data Penelitian di Lapangan....................................................... 33 a. Tabel 5. Data kecepatan tumbuh tunas................................. 33 b. Tabel 6. Data jumlah tunas yang muncul pada umur 30 hari setelah tanam ......................................................................... 33 c. Tabel 7. Data jumlah tunas yang muncul pada umur 60 hari setelah tanam ......................................................................... 33 d. Tabel 8. Data jumlah tunas yang muncul pada umur 90 hari setelah tanam ......................................................................... 33 e. Tabel 9. Data panjang tunas pada umur 30 hari setelah tanam...................................................................................... 34 f. Tabel 10. Data panjang tunas pada umur 60 hari setelah tanam...................................................................................... 34 g. Tabel 11. Data panjang tunas pada umur 90 hari setelah tanam...................................................................................... 34 Analisis Data ............................................................................... 35 a. Tabel 12. Sidik Ragam respon kecepatan tumbuh tunas buah naga super red pada media tanam yang berbeda ....... 35 b. Tabel 13. Sidik Ragam respon jumlah tunas buah naga super red pada media tanam yang berbeda pada umur 90 hari setelah tanam .................................................................. 35 c. Tabel 14. Sidik Ragam respon panjang tunas buah naga super red pada media tanam yang berbeda pada umur 90 hari setelah tanam .................................................................. 36 Dokumentasi Kegiatan Selama Penelitian ................................. 37 a. Gambar 1. Persiapan lahan ................................................... 37 b. Gambar 2. Pasir ..................................................................... 37 c. Gambar 3. Topsoil.................................................................. 38 d. Gambar 4. Pupuk kandang ayam .......................................... 38 e. Gambar 5. Pencampuran media tanam ................................ 39 3. 4. f. Gambar 6. Pengisian polybag................................................ 39 g. Gambar 7. Pembuatan lubang tanam.................................... 40 h. Gambar 8. Stek buah naga super red ................................... 40 i. Gambar 9. Penanaman stek .................................................. 41 j. Gambar 10. Pengambilan data .............................................. 41 DAFTAR TABEL No. Tubuh utama Halaman 1. Kandungan hara dari pupuk kandang padat…………………….. 19 2. Rata – rata pertambahan tinggi tanaman pisang pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi ( cm)…………………………… 26 Rata – rata pertambahan jumlah daun tanaman pisang pada Umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi (helai)……………….. 27 3. I. PENDAHULUAN Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman asli Indonesia. Cara penanaman yang mudah serta syarat lingkungan tumbuh pada iklim tropis yang sesuai menyebabkan banyak jenis pisang dapat tumbuh subur di Indonesia (Meldia, Sunyoto dan Suprianto, 1996). Banyak jenis tanaman pisang di Indonesia yang telah dibudidayakan oleh masyarakat, akan tetapi tidak semua jenis tanaman pisang mempunyai nilai komersial yang tinggi (Cahyono 1995). Salah satu jenis tanaman pisang yang mempunyai potensi yang tinggi dan berpeluang untuk dikembangkan adalah pisang ambon (Musa paradisiaca L. var. sapientum). Ciri-ciri dan sifat pisang ambon antara lain adalah daging buah yang lembut dan bercita rasa tinggi, tidak berair, aroma yang khas, penampakan kulit yang bagus dan nilai estetika yang tinggi sebagai buah meja. Pisang ini mengandung kadar karbohidrat yang lebih tinggi dari pisang kepok atau pisang lainnya. Kadar karbohidarat pisang ambon kuning ini adalah 22,05 % (Satuhu dan Supriadi, 2000). Di Indonesia, pisang menduduki tempat pertama diantara jenis buahbuahan lainnya, baik dari sisi sebaran, luas pertanaman, maupun dari sisi produksinya. Namun demikian, secara umum produktivitas pisang yang dikembangkan masyarakat masih sangat rendah, yaitu hanya sekitar 10 - 15 ton/ha. Padahal, potensi produktivitasnya bisa mencapai 35 - 40 ton/ha BPPP (2007). Kesenjangan produktivitas tersebut terutama disebabkan karena penerapan teknik budidaya yang kurang tepat mengakibatkan mudahnya tanaman terserang penyakit, terutama penyakit layu bakteri dan layu fusarium. Salah satu cara untuk memperoleh tanaman bebas penyakit dan meningkatkan produksi persatuan lahan yaitu dengan teknik kultur jaringan. 2 Perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan memiliki banyak kelebihan, yaitu tanaman dapat diperbanyak setiap saat tanpa tergantung musim, bebas dari serangan hama dan penyakit, daya multiplikasi yang tinggi dan membutuhkan ruang yang relatif kecil untuk menyimpan tanaman (Wiendi, dkk, 1992). Diperjelas lagi oleh Santoso, dkk, (2007), tujuan pokok dari teknik kultur jaringan adalah untuk memproduksi tanaman dalam jumlah besar pada waktu singkat, yang mempunyai sifat fisiologi dan morfologi sama persis induknya. Dari teknik kultur jaringan juga diharapkan juga dapat memperoleh tanaman baru yang bersifat unggul. Dalam teknik kultur jaringan terdapat beberapa tahapan, salah satu diantaranya adalah tahapan aklimatisasi. Aklimatisasi adalah pemindahan planlet atau tunas mikro dari dalam botol ke lingkungan luar atau rumah kaca. Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim dan hara tunas mikro lingkungan luar berbeda dengan kondisi di dalam botol. Di dalam botol persediaan semua unsur hara lengkap, sedangkan setelah aklimatisasi tidak semua unsur hara tersedia. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan haranya, salah satu yang dapat diberikan adalah pemberian pupuk (Yusnita, 2004). Pemberian pupuk melalui media sangat efektif dan efisien untuk tanaman pisang dengan cara kultur jaringan (Gunawan, 1995). Sehingga akan dilakukan penelitian teknik aklimatisasi planlet pisang dengan beberapa media tanam yaitu menggunakan pupuk organik seperti kompos dan pupuk kandang. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba 3 ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Pupuk kandang mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk kandang padat (makro) banyak mengandung unsur fosfor, nitrogen, dan kalium. Unsur hara mikro yang terkandung dalam pupuk kandang diantaranya kalsium, magnesium, belerang, natrium, besi, tembaga, dan molibdenum. (Anonim 2011a). Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur seberapa besar pengaruh kompos dan pupuk kandang sebagai media tanam bagi pertumbuhan aklimatisasi planlet pisang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat luas, pemerintah, pengusaha dan petani pisang khususnya mengenai manfaat pemberian pupuk organik kompos dan pupuk kandang terhadap aklimatisasi planlet pisang. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tanaman Pisang 1. Sejarah Penyebaran Tanaman Pisang Pisang yang ada sekarang diduga merupakan hasil persilangan alami dari pisang liar dan telah mengalami domestikasi. Beberapa literatur menyebutkan pusat keanekaragaman tanaman pisang berada di kawasan Asia Tenggara (Satuhu dan Supriyadi, 2000). Para ahli botani memastikan daerah asal tanaman pisang adalah India, jazirah Malaysia, dan Filipina. Penyebaran tanaman pisang dari daerah asal ke berbagai wilayah negara di dunia terjadi mulai tahun 1000 SM. Penyebaran pisang di wilayah timur antara lain melalui Samudera Pasifik dan Hawai. Sedangkan penyebaran pisang di wilayah barat melalui Samudera Hindia, Afrika sampai pantai timur Amerika. Sekitar tahun 500, orangorang Indonesia berjasa menyebarkan tanaman pisang ke pulau Madagaskar. Pada tahun 650, pahlawan-pahlawan Islam di negara Arab telah menyebarkan tanaman pisang di sekitar laut tengah. Inventarisasi plasma nutfah pisang di Indonesia dimulai pada abad XVIII. Dalam buku yang berjudul Herbarium Amboninese karangan Rumphius yang diterbitkan tahun 1750, telah dikenal beberapa jenis pisang hutan dan pisang budidaya yang terdapat di Kepulauan Maluku. Pengembangan budidaya tanaman pisang pada mulanya terpusat di daerah Banyuwangi, Palembang, dan beberapa daerah di Jawa Barat (Rukmana, 1999). 5 2. Botani tanaman Pisang Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan salah satu jenis buah tropis yang mempunyai potensi cukup tinggi untuk dikelola. Pisang telah menjadi komoditas ekspor dan impor di pasar internasional. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara yang kemudian menyebar luas ke benua Afrika dan Amerika. Habitatnya adalah daerah tropis yang beriklim basah, dan dapat tumbuh subur di dataran rendah maupun tinggi. Selain sebagai komoditi penunjang ketahanan pangan, pisang di Indonesia juga berpotensi sebagai komoditi agribisnis. Potensi ini tergambar pada paling tingginya total areal penanaman dan produksi pisang dibandingkan dengan buah lainnya di Indonesia, dan pisang menyumbang 50% total produksi buah nasional. Peluang pengembangan agribisnis komoditas pisang masih terbuka luas. Untuk keberhasilan usaha tani pisang, selain penerapan teknologi, penggunaan varietas unggul dan perbaikan varietas dengan cara kultur jaringan harus dilaksanakan. Varietas unggul yang dimaksud adalah varietas yang toleran atau tahan terhadap hama dan penyakit penting pisang, mampu berproduksi tinggi, serta mempunyai kualitas buah yang bagus dan disukai masyarakat luas (Anonim, 2012a). Klasifikasi tanaman pisang menurut ( Tjitrosoepomo, 2000) adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Scitamineae 6 Famili : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa parasidiaca L Tanaman pisang merupakan tanaman semusim yang akan mati setelah sekali berbuah, namun sebelum berbuah tanaman ini selalu melakukan regenerasi yaitu melalui tunas-tunas yang muncul pada bonggolnya. Tunas anakan akan menggantikan tanaman induk dan siap menghasilkan buah baru. Tanaman pisang terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan buah. Akarnya berupa akar serabut yang berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak terdapat di bagian bawah tanah yang tumbuh sampai kedalaman 75 sampai 150 cm di dalam tanah. Akar yang berada di bagian samping umbi batang tumbuh ke samping atau mendatar. Perkembangan akar samping bisa mencapai 4 sampai 5 meter. Batang pisang terletak dalam tanah berupa umbi batang. Batang yang berdiri tegak di atas tanah merupakan batang semu yang terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menelangkup dan menutupi dengan kuat dan kompak sehingga dapat berdiri tegak seperti batang tanaman. Tinggi batang semu berkisar antara 3,5 sampai 7,5 meter tergantung jenisnya. Daun pisang letaknya tersebar, helaian daun berbentuk lanset memanjang dan bagian bawah berlilin yang diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30 sampai 40 cm. Bunga pisang berkelamin satu, berumah satu dalam satu tandan. Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun 7 pelindung berwarna merah tua, berlilin dan mudah rontok dengan panjang 10 sampai 25 cm. 3. Syarat tumbuh tanaman pisang ambon a. Iklim Pisang termasuk tanaman yang mudah tumbuh, mudah beradaptasi terhadap lingkungan tumbuh karena dapat dibudidayakan di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan) pada ketinggian ± 1.000 meter di atas permukaan laut. Tanaman pisang dapat tumbuh optimal pada tipe iklim basah sampai kering dengan curah hujan antara 1.400 mm dan 2.500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun. Suhu merupakan faktor utama untuk pertumbuhan tanaman pisang. Di sentra-sentra produksi utamanya, suhu udara tidak pernah turun sampai di bawah 15° C dalam jangka waktu yang cukup lama. Suhu optimum untuk pertumbuhannya adalah sekitar 27° C, dan suhu maksimumnya 38° C. Kebanyakan pisang tumbuh baik di lahan terbuka, tetapi kelebihan penyinaran akan menyebabkan daunnya terbakar matahari (sunburn). Dalam keadaan cuaca berawan atau di bawah naungan ringan, daur pertumbuhannya sedikit panjang dan tandannya lebih kecil. Pisang sangat sensitif terhadap angin kencang, karena angin yang terlalu kencang dapat merobekrobek daunnya, menyebabkan distorsi tajuk dan dapat merobohkan pohonnya. b. Tanah Tanaman pisang membutuhkan tanah yang subur dengan pH antara 4,5 dan 7,5. Walaupun tidak menyukai tanah kering, pisang 8 juga tidak menghendaki air yang menggenang terus-menerus karena akar tanaman memerlukan peredaran udara yang baik di dalam tanah. B. Tinjauan Umum Kultur Jaringan Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Schwann dan Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom, dan pada prinsipnya mampu beregenerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan ini merupakan dasar dari spekulasi Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan bahwa jaringan tanaman dapat diisolasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya. Walaupun usaha Haberlandt menerapakan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902 mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907-1909 Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro. Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan white berhasil menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II, perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah dipublikasikan. Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada di belakang teknik kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lambatnya 9 penemuan hormon tanaman (zat pengatur tumbuh). Ditemukakannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kögl dan Haagen-Smith telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman. Kemajuan ini semakain pesat setelah ditemukannya kinetin (suatu sitokinin) pada tahun 1955 oleh Miller dan koleganya. Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mempublikasikan suatu tulisan ”kunci” yang menyatakan bahwa interaksi kuantitatif antara auksin dan sitokinin berpengaruh menentukan tipe pertumbuhan dan peristiwa morfogenetik di dalam tanaman. Penelitian kedua ilmuwan tersebut pada tanaman tembakau mengungkapkan bahwa rasio yang tinggi antara auksin terhadap sitokinin akan menginduksi morfogenesis akar, sedangkan rasio yang rendah akan menginduksi morfogenesis pucuk. Namun pola yang demikian ternyata tidak berlaku secara universal untuk semua spesis tanaman. Meningkatnya penelitian kultur jaringan dalam dua dekade terakhir telah memberi sumbangan yang sangat besar bagi ahli pertanian, pemuliaan tanaman, botani, biologi molekuler, biokimia penyakit tanaman, dan sebagainya. Karena kultur jaringan telah mencapai konsekuensi praktis yang demikian jauh di bidang pertanian, pemuliaan tanaman dan sebagainya maka dapat dipastikan junlah penelitian dan aplikasi teknik ini akan terus meningkat pada masa-masa mendatang. Sejak tahun 1980-an sampai sekarang, teknik kultur jaringan tanaman sudah berkembang sangat pesat di seluruh penjuru dunia sehingga sulit untuk dipantau. Terlebih lagi, banyak terobosan yang memiliki nilai komersial tinggi yang diciptakan oleh institusi-institusi riset pada berbagai perusahaan besar yang tidak dipublikasikan. Pemanfaatan yang 10 nyata dari teknik tersebut, disamping untuk perbanyakan tanaman, juga di bidang rekayasa genetika (genetic engineering) untuk perbaikan mutu genetika tanaman pertanian. Sudah banyak varietas, bahkan spesies baru yang diciptakan melalui teknik fusi protoplas. Demikian pula dengan aplikasi teknik tersebut pada eliminasi penyakit, terutama penyakit virus dan produksi metabolit sekunder dengan bantuan Agrobacterium sudah menjadi teknik yang rutin dilakukan oleh para pakar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia. Hanya saja aplikasi teknik kultur jaringan untuk pelestarian plasma nutfah tampaknya masih harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai pada sasaran yang diharapkan (Anonim, 2012b). Kultur jaringan dalam bahasa asing disebut sebagai tissue culture, weefsel culture atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan suatu jaringan tanaman menjadi tanaman kecil yang mempunyai sifat seperti induknya (Hendaryono dan Wijayani 1994). Ditambahkan oleh Gunawan (1995) teknik kultur jaringan sebenarnya sangat sederhana, yaitu suatu sel atau irisan jaringan tanaman yang disebut eksplan secara aseptik diletakkan dan dipelihara dalam medium padat atau cair yang cocok dan dalam keadaan steril. Dengan cara demikian sebagian sel pada permukaan irisan tersebut akan mengalami proliferasi dan membentuk kalus. Apabila kalus yang terbentuk tanaman kecil yang lengkap dan disebut planlet. Dengan teknik kultur jaringan ini hanya dari satu irisan kecil suatu jaringan tanaman dapat dihasilkan kalus yang dapat menjadi planlet dalam jumlah yang besar. 11 Pelaksanaan teknik kultur jaringan ini berdasarkan teori sel seperti, yaitu bahwa sel mempunyai kemampuan autonom, bahkan mempunyai kemampuan totipotensi. Totipotensi adalah kemampuan kemampuan setiap sel, dari mana saja sel tersebut diambil, apabila diletakkan dalam lingkungan yang sesuai akan dapat tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Daisy dan Wijayani, 1991). Kelebihan teknik kultur jaringan adalah dapat memperbanyak tanaman tertentu yang sangat sulit dan lambat diperbanyak secara konvensional. Dalam waktu singkat dapat menghasilkan jumlah bibit yang lebih besar, perbanyakannya tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa mengenal musim, bibit yyang dihasilkan lebih sehat dan dapat memanipulasi genetic serta biaya pengangkutan bibit lebih murah (Gunawan, 1995). Menurut Yusnita (2004), dalam teknik kultur jaringan ada beberapa tahap yang harus dilakukan dan tahap yang terakhir adalah aklimatisasi. Kultur in vitro selesai saat terbentuk planlet yang telah mempunyai pucuk dan akar. selanjutnya adalah pemindahan planlet ke tanah atau disebut aklimatisasi. Masa ini merupakan masa kritis dalam perbanyakan tanaman. Planlet harus menyesuaikan diri dari kondisi heterotrop menjadi autotrop. Keadaan lingkungan aklimatisasi yang harus dihadapi planlet adalah kelembaban yang berkurang, temperatur yang tinggi, intensitas cahaya yang lebih tinggi, perlu mengadakan proses fotosintesis, suplai hara yang berkurang dan adanya serangan hama dan penyakit. Temperatur aklimatisasi sebaiknya antara 25 – 280 C. Temperatur 300C atau lebih dapat menyebabkan kematian planlet. Pengaturan temperatur dapat dilakukan dengan penyiraman air secara berkala di atas sungkup plastik sedangkan 12 untuk intensitas cahaya yang diperlukan sekitar 40 – 50%. Mencapai kondisi kelembapan, suhu dan cahaya tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara paling sederhana adalah menggunakan pot atau polybag kecil yang masing – masing ditutup dengan botol kultur atau plastik. Cara lain, planlet ditanam dalam bak-bak plastik berisi media tumbuh, lalu disungkup plastik transparan atau dikondisikan dalam suatu mish-bench yaitu meja dengan bagian kondisi tertutup yang secara berkala disemprot air dengan butiran yang kecil. Kelembapan sedikit demi sedikit dikurangi dengan cara membuka plastik penutup secara bertahap. Selama aklimatisasi, kondisi planlet harus selalu diperhatikan. Jika planlet mulai layu, bak atau pot harus disungkup lagi. C. Tinjauan Umum Pupuk Kompos Kompos adalah jenis pupuk organik yang berasal dari limbah pertanian, sampah kota, limbah industri yang mempunyai konstribusi besar terhadap perbaikan sifat fisika, kimia,dan biologi dari tanah. Hal ini karena kompos banyak mengandung bahan organik. Bahan organik adalah bahan yang penting dalam menyuburkan tanah karena berfungsi memantapkan agregat tanah. Di samping itu bahan organik memiliki sejumlah energi laten sebagai pemanas sisa tanaman di atas permukaan tanah, yaitu 4-5 kilo cal g-1 bahan kering. Manfaat yang dapat diperoleh dari penggunaan kompos untuk lahan pertanian sebagaimana yang dikemukakan oleh Novizan (2002) adalah: 1. memberikan unsur hara bagi tanaman sehingga terjadi efisiensi dalam penggunaan pupuk kimia. 2. memperbaiki unsur hara tanah. 13 3. meningkatkan kapasitas tukar kation. 4. menambah kemampuan tanah untuk menahan air. 5. meningkatkan aktifitas biologi tanah. 6. menaikkan pH tanah. 7. meningkatkan ketersediaan unsur mikro. 8. tidak menimbulkan masalah lingkungan. Bahan organik yang dibenamkan dalam tanah akan mengalami penguraian menjadi bentuk-bentuk sederhana oleh mikroorganisme. Proses penguraian tersebut akan menghasilkan CO2 dan air, sedangkan senyawa nitrat akan terbentuk setelah melalui nitrifikasi. Sumber utama bahan organik adalah sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah dan pupuk organik (Buckman dan Brady, 1982). Beberapa usaha yang perlu dilakukan dalam mempertahankan atau menaikkan kandungan organik tanah menurut Supirin 2004, yaitu : 1. Menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk hijauan. 2. Mengusahakan dikembalikanya sisa-sisa tanaman ke dalam tanah 3. Melakukan penanaman secara tumpang sari sehingga tanah akan tertutup oleh tanaman. 4. Pengolahan tanah dilakukan seminimal mungkin. Pemberian pupuk organik ke dalam tanah disamping bertujuan untuk menyediakan unsur hara, juga bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik tanah (Yuwono, 2005). Penambahan bahan organik dalam tanah lebih kuat pengaruhnya kearah perbaikan fisik tanah dan bukan khusus untuk meningkatkan unsur hara dalam tanah (Winarso, 2005). Menurut Hanafiah (2004) secara fisik bahan organik berperan dalam : 14 1. merangsang granulasi. 2. menurunkan flastisitas dan kohesi. 3. memperbaiki struktur tanah. 4. meningkatkan daya tahan tanah dalam menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban dan temperatur tanah menjadi stabil, selain itu dapat meningkatkan jumlah dan aktivitas mikroorganisme tanah. Sifat fisik tanah dapat diperbaiki karena humus sebagai hasil perombakan bahan organik dapat bersifat koloid, sehingga dengan menambahkan bahan organik atau pupuk organik berarti akan menambah jumlah koloid tanah. Hal ini penting untuk tanah bertekstur kasar yang mempunyai koloid tanah sedikit, sehingga dengan pemberian pupuk organik maka daya menahan air dan kapasitas tukar kation menjadi baik. Bahan organik dapat berfungsi atau memperbaiki sifat fisika, kimia maupun biologis tanah, sehingga bahan organik dalam tanah mempunyai fungsi yang tidak tergantikan. Tanah yang mengandung bahan organik tidak cepat mengering, sebab bahan organik akan menambah kemanpuan tanah menahan air. Air tidak akan mudah lepas meninggalkan tanah oleh penguapan, perkulasi dan aliran permukaan sehingga air tersebut tersedia bagi tanaman. Pengaruh lain dari pupuk organik dalam tanah bagi tanaman adalah menaikkan kadar CO2 (Soepardi, 1979). Bahan organik sebagai pembenah tanah akan sebagai penyangga dan sumber unsur hara (Stevenson, 1983), meningkatkan kemampuan tanah dalam memegang air melalui kemantapan agregat, memicu aktivitas mikroorganisme yang terlibat dalam proses perombakan (Muhadi, 1979). 15 Sifat kurang baik dari bahan organik seperti dikemukakan oleh Rosmarkam dan Yuwono( 2002) antara lain ; 1. Bahan organik yang mempunyai C/N tinggi berarti masih mentah, 2. Bahan organik yang berasal dari sampah kota atau limbah industri mengandung mikroba patogen dan logam berat yang berpengaruh pada tanaman, hewan maupun manusia. Menurut (Buckman dan Brady 1982) hasil dekomposisi bahan organik akan menghasilkan humus yang warnanya coklat tua sampai hitam yang mempunyai sifat dapat mengikat air empat sampai enam kali beratnya sendiri sehingga dapat mempertinggi kemampuan tanah memegang air. Terikatnya air oleh humus berarti mengurangi air perkolasi sehingga pencucian unsur hara oleh air dapat berkurang. Selain itu koloid yang bermuatan negatif dapat mengabsorbsi kation sehingga dapat menekan pencucian unsur hara dalam tanah. Komponen kompos yang paling berpengaruh terhadap sifat kimia tanah adalah kandungan humusnya, humus akan menjadi asam humat yang dapat melarutkan zat besi (Fe) dan aluminium (Al), senyawa fosfat akan lepas dan menjadi tersedia yang dapat diserap tanaman. Kompos sangat berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah (Simamora, Suhut dan Salundik, 2006). Dijelaskan pula oleh Sinawati (2000) dalam Yuwono, (2006) bahwa pupuk organik selain mengandung unsur hara juga dapat menahan erosi dan cocok diberikan kepada tanah pasir berlempung sehingga kemampuan tanah untuk menahan air akan lebih baik dan dapat mengeliminer zat hara sehinga terhindar dari pencucian. 16 Menurut (Anonim, 2012c) kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik. Sedangkan pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Manfaat Kompos menurut (Anonim, 2009) ditinjau dari beberapa aspek adalah sebagai berikut : 17 Aspek Ekonomi : 1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah 2. Mengurangi volume/ukuran limbah 3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya Aspek Lingkungan : 1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah 2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan Aspek bagi tanah/tanaman: 1. Meningkatkan kesuburan tanah 2. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah 3. Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah 4. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah 5. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen) 6. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman 7. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman 8. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah diantaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman. 18 D. Tinjauan Umum Pupuk Kandang Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Hewan yang kotorannya sering digunakan untuk pupuk kandang adalah hewan yang bisa dipelihara oleh masyarakat, seperti kotoran kambing, sapi, domba, dan ayam. Selain berbentuk padat, pupuk kandang juga bisa berupa cair yang berasal dari air kencing (urine) hewan. Tekstur dari kotoran kambing adalah khas, karena berbentuk butiran-butiran yang agak sukar dipecah secara fisik sehingga sangat berpengaruh pada proses dekomposisi dan proses penyediaan haranya. Nilai rasio C/N pupuk kandang kambing umumnya masih diatas 30. Pupuk kandang yang baik harus mencapai rasio C/N <20, sehingga pupuk kandang kambing akan lebih baik penggunaanya bila dikomposkan terlebih dahulu. Kalau pun akan digunakan secara langsung pupuk kandang kambing ini akan memberikan manfaat yang lebih baik pada musim kedua pertanaman. Kadar air pupuk kandang kambing relative lebih rendah dari pada pupuk kandang sapi dan sedikit lebih tinggi dari pupuk kandang ayam. Kadar hara pupuk kandang kambing mengandung kalium yang relatif lebih tinggi dari pada pupuk kandang lainnya. Sementar kadar hara N dan P hampir sama dengan pupuk kandang lainnya (Anonim, 2011b). Tabel 1. Kandungan hara dari pupuk kandang padat kadar air bahan organik N Sapi 80 17 0,3 Kerbau Kambing Ayam Babi Kuda 81 64 57 78 73 12.7 31 29 17 22 0,25 0,7 1,5 0,5 0,5 sumber pupuk kandang Sumber : Pinus Lingga (1991) K₂O CaO Rasio C/N % 0,2 0,15 0,2 20-28 0,18 0,4 1,3 0,4 0,25 0,17 0,25 0,8 0,4 0,3 0,4 0,4 4,0 0,07 0,2 25-28 20-25 9-11 19-20 24 P₂O₅ 19 Pupuk kandang terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Pupuk dingin adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan secara perlahan oleh mikroorganime sehingga tidak menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran sapi, kerbau, dan babi. 2. Pupuk panas adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan yang diuraikan mikroorganisme secara cepat sehingga menimbulkan panas, contohnya pupuk yang berasal dari kotoran kambing, kuda, dan ayam. Pupuk kandang bermanfaat untuk menyediakan unsur hara makro dan mikro dan mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan bahan - bahan anorganik di dalam tanah, termasuk pupuk anorganik. Selain itu, pupuk kandang bisa memperbaiki struktur tanah, sehingga pertumbuhan tanaman bisa optimal. Pupuk kandang yang telah siap diaplikasikan memiliki ciri dingin, remah, wujud aslinya tidak tampak, dan baunya telah berkurang. Jika belum memiliki ciri-ciri tersebut, pupuk kandang belum siap digunakan. Penggunaan pupuk yang belum matang akan menghambat pertumbuhan tanaman, bahkan bisa mematikan tanaman. Penggunaan pupuk kandang yang baik adalah dengan cara dibenamkan, sehingga penguapan unsur hara akibat proses kimia dalam tanah dapat dikurangi (Anonim, 2009). 20 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Jl. Kemuning perumahan Batu Penggal Blok. C no. 8 Loa Bakung Kecamatan Sungai Kunjang Samarinda. Waktu yang digunakan untuk penelitian adalah selama 2 (dua) bulan terhitung sejak persiapan hingga pengambilan data terakhir yang dimulai dari tanggal 25 Nopember 2012 dan berakhir pada tanggal 25 Januari 2013. B. Alat dan Bahan Alat – alat yang digunakan dalam penelitian adalah : Cangkul, Autoklaf, Timbangan analitik, Pot kecil / gelas aqua bekas, Pinset, Penggaris, Alat tulis menulis, Hand sprayer dan Kamera. Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : Planlet pisang ambon, top soil, Pasir, kompos seresah daun, Pupuk kandang kambing, polybag ukuran 15 x 20 cm, plastik transparan, tali rapia, Dithane M-45 dan koran. C. Rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan faktor tunggal dan 5 ulangan tiap perlakuan. Adapun faktor yang digunakan dalam perlakuan media tanam ini terdiri atas 3 taraf perlakuan, yaitu : P0 : Top soil + Pasir (1:1) P1 : Top soil + Pasir + Kompos (1:1:1) P2 : Top soil + Pasir + Pupuk kandang (1:1:1) 21 D. Prosedur Penelitian 1. Persiapan media tanam aklimatisasi Media tanam aklimatisasi berupa campuran tanah, Pasir, kompos dan pupuk kandang. Kompos yang digunakan adalah kompos yang berasal dari seresah daun dan pupuk kandang yang digunakan yaitu berasal dari kotoran kambing. Sebelum digunakan media tanam terlebih dahulu disteril dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit dan temperatur 1210 C. Campuran media tanam Top soil + Pasir (1:1), Top soil + Pasir + Kompos (1:1:1), Top soil + Pasir + Pupuk kandang (1:1:1) menggunakan alat takaran berupa gelas air mineral. Kemudian di masukkan ke dalam pot kecil / gelas air mineral bekas yang sudah disediakan. 2. Persiapan planlet pisang Planlet pisang yang siap diaklimatisasi berumur sekitar 3 bulan dan tinggi planlet mencapai penutup botol dengan jumlah daun sekitar 5-6 daun serta warna daun hijau tua. 3. Penanaman planlet Planlet kultur jaringan pisang dikeluarkan dari dalam botol secara hatihati sehingga tidak menyebabkan kerusakan bagian tanaman terutama akar, dengan menggunakan pinset panjang. Agar-agar yang menempel pada bagian akar dibersihkan dengan air mengalir, setelah bersih direndam dengan dithane M-45 konsentrasi 5 g/l selama 20 menit. Selanjutnya dikeringanginkan di atas selembar koran kemudian ditanam dalam media tanam yang telah dipersiapkan. Satu pot berisi satu tanaman. Kemudian disungkup dengan menggunakan plastik transparan dan diikat dengan tali rapia. 22 4. Pemberian label Masing – masing pot diberi label sesuai dengan perlakuan dan selanjutnya disusun pada tempat yang bersih, teduh dan tidak terkena matahari langsung. Penentuan letak pot pada penelitian ini dilakukan dengan cara diundi. 5. Pelepasan sungkup Setelah tanaman berumur 20 hari sungkup dibuka dengan posisi tanaman tetap seperti semula pada tempat yang bersih, teduh dan tidak terkena matahari langsung. 6. Pemindahan ke polybag Tanaman yang sudah berumur 1 bulan dipindah ke polybag yang lebih besar agar proses perkembangan akarnya tidak terhambat. Komposisi media tanam yang digunakan pada polybag yang baru tidak berubah dan masing-masing sesuai dengan perlakuan. 7. Pemeliharaan. a. Penyiraman Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari dengan menyiram sungkup yang menutupi tanaman agar tanaman selalu terjaga kelembabannya, dan setelah 20 hari sungkup dibuka penyiraman dilakukan sekali sehari pada pagi hari dan disiram pada media tanam hingga seluruh bagian tanaman basah. b. Penyiangan Penyiangan dilakukan apabila terdapat gulma di dalam polybag atau di sekitar areal polybag. 23 E. Pengamatan dan Pengambilan Data Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1. Pertambahan tinggi tanaman (cm) Pertambahan tinggi tanaman diambil dengan cara mengukur tinggi tanaman terakhir dikurangi dengan tinggi tanaman awal, dilakukan pada saat tanaman berumur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi. Pengukuran dilakukan dari pangkal batang sampai ujung tunas tertinggi dengan menggunakan penggaris. 2. Pertambahan jumlah daun (helai) Pertambahan jumlah daun dihitung pada daun yang telah membuka sempurna, dengan cara jumlah daun terakhir dikurangi dengan jumlah daun awal, dilakukan pada saat tanaman berumur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi. F. Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan faktor tunggal. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap pertumbuhan aklimatisasi planlet pisang, maka data yang diperoleh diuji secara statistik dengan analisa sidik ragam. Bilamana hasil analisa menunjukkan beda nyata, maka diadakan uji lanjutan denga uji Beda Nyata Terkecil (BNT) 5%. 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertambahan tinggi tanaman Berdasarkan dari hasil penelitian dan olah data menggunakan analisa sidik ragam yang telah dilakukan menunjukkan hasil berbeda sangat nyata terhadap pertambahan tinggi tanaman pisang pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata – rata Pertamahan Tinggi Tanaman Pisang pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi (HSA) (cm). Perlakuan Umur 30 HSA b 60 HSA P0 3,18 6,2b P1 7,96a 10,14a P2 0,84c 1,58c Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% Pada Tabel 2 di atas berdasarkan hasil sidik ragam terlihat bahwa rata-rata pertambahan tinggi tanaman pisang umur 30 hari setelah aklimatisasi pada perlakuan P1 ( top soil: pasir : kompos ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 7,96 cm berbeda sangat nyata dengan perlakuan P0 ( top soil : pasir ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 3,18 cm, demikian juga perlakuan P0 (top soil : pasir) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 3,18 cm berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2 ( top soil : pasir : pupuk kandang ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 0,84 cm. Begitu pula rata-rata pertambahan tinggi tanaman pisang umur 60 hari setelah aklimatisasi pada perlakuan P1 ( top soil : pasir : kompos ) yaitu 25 dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 10,14 cm berbeda sangat nyata dengan perlakuan P0 ( top soil : pasir ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 6,2 cm demikian juga dengan perlakuan P0 ( top soil : pasir ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 6,2 cm berbeda sangat nyata dengan perlakuan P2 ( top soil : pasir : pupuk kandang ) yaitu dengan rata-rata pertambahan tinggi tanaman 1,58 cm. 2. Pertambahan jumlah daun Berdasarkan dari hasil penelitian dan olah data menggunakan analisa sidik ragam yang telah dilakukan, menunjukkan hasil tidak berbeda nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman pisang pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Rata - rata Pertambahan Jumlah Daun Tanaman Pisang umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi (HSA) (helai). Perlakuan Umur 30 HSA 60 HSA P0 a 1,3 2,4a P1 1,8a 2,8a P2 1,2a 2a Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji BNT 5% Pada Tabel 3 di atas berdasarkan hasil sidik ragam terlihat bahwa rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman pisang umur 30 hari setelah aklimatisasi pada perlakuan P1 (top soil: pasir : kompos) yaitu dengan rata-rata pertambahan jumlah daun 1,8 helai, P0 (top soil : pasir ) yaitu dengan rata – rata pertambahan jumlah daun 1,3 helai, P2 (top soil : pasir : pupuk kandang) yaitu dengan rata-rata pertambahan jumlah daun 1,2 helai memberi pengaruh berbeda tidak nyata. Begitu pula rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman pisang umur 60 hari setelah 26 aklimatisasi pada perlakuan P1 (top soil: pasir : kompos) yaitu dengan rata-rata pertambahan jumlah daun 2,8 helai, P0 (top soil : pasir ) yaitu dengan rata – rata pertambahan jumlah daun 2,4 helai, P2 (top soil : pasir : pupuk kandang) yaitu dengan rata-rata pertambahan jumlah daun 2 helai. Pertambahan jumlah daun memberi pengaruh berbeda tidak nyata pada semua perlakuan umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi. B. Pembahasan Berdasarkan data hasil penelitian yang telah diolah menggunakan analisa sidik ragam, ternyata perbedaan perlakuan media tanam menggunakan kompos menunjukkan hasil berbeda sangat nyata pada pertambahan tinggi tanaman umur 30 hari dan 60 hari setelah aklimatisasi. Hal ini diduga bahwa pupuk kompos sangat cocok digunakan sebagai media tanam pada proses aklimatisasi tanaman pisang. Akan tetapi kompos yang digunakan adalah kompos yang sudah terurai sempurna. Menurut Anonim (2011c) kandungan unsur hara dalam kompos sangat bervariasi. Tergantung dari jenis bahan asal yang digunakan dan cara pembuatan kompos. Kandungan unsur hara kompos sebagai berikut : nitrogen 0.1 – 0.6 %, fosfor 0.1 – 0.4 %, kalium 0.8 – 1.5 % dan kalsium 0.8 – 1.5 %. Ciri kompos yang baik adalah berwarna coklat kehitaman, agak lembab, gembur dan bahan pembentuknya sudah tidak terlihat lagi. Penggunaan dosis tertentu pada pupuk kompos lebih berorientasi untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah dari pada menyediakan unsur hara. Sedangkan perlakuan menggunakan pupuk kandang memberi pengaruh yang berbeda tidak nyata pada pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun, bahkan dapat menyebabkan kematian apabila 27 tidak dilakukan perawatan yang lebih teliti. Pada pertambahan jumlah daun diduga tidak akan berpengaruh nyata dalam penggunaan media tanam dikarenakan daun akan tumbuh seiring dengan pertambahan tinggi tanaman. Hal ini diduga bahwa pupuk kandang tidak cocok digunakan sebagai media tanam pada proses aklimatisasi. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa meskipun media tanam hanya menggunakan pasir dan top soil, aklimatisasi pisang dapat tumbuh lebih baik dari pada menggunakan pupuk kandang. Dijelaskan Anonim (2012d) petani kita umumnya menggunakan pupuk kandang secara langsung, hal ini tanpa disadari pupuk tersebut masih banyak kelemahannya. Kelemahan tersebut antara lain terdapat bibit gulma, hama dan penyakit serta diperlukan dalam jumlah yang cukup besar. Agar dihasilkan pupuk organik yang berkualitas baik dan hemat dalam pemakaiannya, pupuk kandang kambing (inthil) perlu diolah atau dilakukan dekomposisi dalam kondisi tertentu yang dapat dilakukan secara biologis dengan menggunakan mikroba tertentu. Karakteristik inthil berbentuk butiran-butiran kecil, tingkat kadar air yang rendah merupakan faktor yang penting mudah dalam hal pengolahan dan kualitas kompos lebih baik dibanding dengan ternak yang lain, seperti sapi maupun kerbau. Ditambahkan oleh (Anonim 2011d) dalam dunia pupuk kandang, dikenal istilah pupuk panas dan pupuk dingin. Pupuk panas adalah pupuk kandang yang proses penguraiannya berlangsung cepat sehingga terbentuk panas. Pupuk dingin terjadi sebaliknya, C/N yang tinggi menyebabkan pupuk kandang terurai lebih lama dan tidak menimbulkan panas. Pisang banyak dikembangbiakan menggunakan metode kultur jaringan. Kelebihan bibit pisang hasil kultur jaringan dibandingkan dengan 28 bibit dari anakan adalah bibit kultur jaringan terbebas dari penyakit seperti layu bakteri akibat Pseudomonas solanacearum dan layu fusarium akibat Fusarium oxysporum f.sp cubense dan teknik ini juga dapat membantu perbanyakan vegetatif tanaman pisang dalam rangka penyediaan bibit dari induk superior (Anonim, 2012a ). Pemilihan media tanam dalam penelitian ini bukan didasarkan dari kandungan unsur hara pada media tanam tersebut, melainkan ingin mengetahui pengaruh pupuk organik pada aklimatisasi planlet pisang khususnya kompos dan pupuk kandang dikarenakan kedua pupuk tersebut sudah umum digunakan dalam dunia pertanian. Selain itu juga faktor penyesuaian dengan lingkungan luar turut mempengaruhi pada tahapan aklimatisasi planlet pisang. Di mana masa aklimatisasi merupakan masa yang paling kritis dalam kultur jaringan Dijelaskan oleh Yusnita (2004), kultur in vitro selesai saat terbentuk planlet yang mempunyai pucuk dan akar yang telah berfungsi. Selanjutnya adalah pemindahan planlet ke tanah. Masa ini merupakan masa yang kritis dalam perbanyakan tanaman. Planlet harus menyesuaikan diri dari kondisi hetetrop menjadi autotrop. Keadaan lingkungan aklimatisasi yang harus dihadapi planlet adalah kelembaban yang berkurang, temperatur yang tinggi, intensitas cahaya yang lebih tinggi, perlu mengadakan proses fotosintesis. 29 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telahdilakukandapat disimpulkan : 1. Aklimatisasi tanaman pisang menunjukkan hasil berbeda sangat nyata terhadap variabel pertambahan tinggi tanaman pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi, akan tetapi pada variabel pertambahan jumlah daun menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. 2. Pertambahan tinggi tanaman terbaik dan jumlah daun terbanyakpada penggunaan media tanam top soil : pasir : kompos (P1) pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi yaitu masing-masing sebesar 7,96 cm dan 10,14 cm serta 1,8 helai dan 2,8 helai sedangkan pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan jumlah daun hasil terendah pada penggunaan media tanam top soil: pasir : pupuk kandang (P2) pada umur 30 dan 60 hari setelah aklimatisasi yaitu masing-masing sebesar 0,84 cm dan 1,8 cm serta 1,2 dan 2 helai. B. Saran 1. Untuk memperoleh respon pertumbuhan tanaman pisang dengan menggunakan media tanam pupuk organic yang baik sebaiknya menggunakan campuran tanah top soil : pasir : kompos (1:1:1). 2. Perlu adanya penelitian lanjutan terhadap aklimatisasi pisang dengan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT). 3. Jika ingin menggunakan pupuk kandang sebagai media, sebaiknya benar – benar dari agen yang resmi dan terbukti sudah terdekomposisi sempurna sehingga tidak terdapa tsifat panas dari pupuk kandang tersebut. 30 DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009. kompos-organik.blogspot.com/2009/03/manfaat-kompos.html (5/08/20013). ------------. 2011a. Id.wikipedia.org/wiki/kompos (05/08/2013). ------------. 2011b. http://distan.riau.go.id/index.php/component/content/article/53pupuk/141-unsur-hara-pupuk (5/08/2013) ------------. 2011c. http://jatisolomonkulturjaringan.blogspot.com/2011/09/jenisjenis-pupuk-dan-penggunaannya.html#.UgnQouROSIw (3/082013) ------------. 2011d. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/ pupuk4.pdf. (12/07/2013) ------------. 2012a. http://pertanian.slemankab.go.id/index.php? option=com _ content&view=article&id=216:kompos-inthil-cocok-untuk-segalatanaman&catid=87:artikel&Itemid=155 (5/08/2013) ------------. 2012b. http://fmipa.unp.ac.id/artikel-132-kultur-meristem-tunas-pisangambon-kuning---musa-paradisiaca-l-var-sapientum-denganpenambahan-hypon.html (12/072013). ------------. 2012c. http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos. (3/08/2013) ------------. 2012d. http://nhy-chandy.blogspot.com/2012/05/makalah-sejarahkultur-jaringan.html (03/08/2013) Badan penelitian dan pengembangan pertanian. 2007. Prospek dan arah pengembangan agribisnis pisang (2005 – 2010). Departemen pertanian. Buckman dan Nyle.C. Brady. Aksara. Jakarta 1982. Ilmu Tanah. Bhatara Karya Cahyono. 1995. Pisang, Budidaya dan Analisis UsahaTtani. Kanisius. Yogjakarta. Daisy, dan Wijayani. 1991. Teknik Kultur Jaringan, Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Modern. Kanisius. Yogyakarta. Gunawan. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura. Penebar Swadaya : Jakarta. Gunawan. 1988. Teknik Kultur Jaringan. Institut Pertanian Bogor. 31 Hanafiah. 2005. Dasar – Dasar Ilmu Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Hendaryono dan Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Meldia. Sunyoto dan Suprianto. 1996. Pembibitan Tanaman Pisang. Balai Penelitian Tanaman Buah. Solok. Sumatera Barat Muhadi, I. 1979. Pengetahuan Pupuk. Yogyakarta : Penerbit Yayasan Pembina Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada. Novizan. 2002. Jakarta. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agromedia Pustaka. Pinus Lingga. 1991. Jenis dan Kandungan Hara pada beberapa Kotoran Ternak. Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya. Bogor. Rosmarkam. dan Yuwono, 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Rukmana R. 1999. Usaha Tani Pisang. Yogyakarta : Kanisius. Satuhu, dan Supriadi. 2000. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. Jakarta : Penebar Swadaya. Santoso, dkk. 2007. Petunjuk teknis. Perbanyakan benih pisang dari rumpun in situ. Seri teknologi inovatif tanaman buah. Balai penelitian buah tropical. Puslitbanghorti. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Simamora, Suhut dan Salundik. 2006. Jakarta : AgroMedia Pustaka. Meningkatkan Kwalitas Kompos. Soepardi, G. 1979. Pupuk dan Pemupukan. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Stevenson. 1983. Humic Chemistry Compostion. Recation New York : Jhon Wile and Sans. Supirin. 2004. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta. Tjitrosoepomo. 2000. Taksonomi Tumbuhan Spermathophyta. (ditinjauan pustaka) Cetakan ke-9, UGM Press, Yogyakarta. Wiendi, wattimena dan gunawan. 1992. Perbanyakan tanaman. Bioteknologi tanaman. PAU Institude Pertanian Bogor. Winarso. 2005. Pengertian dan Sifat Kimia Tanah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. 32 Yusnita. 2004. Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Seecara Efisien. Jakarta. AgroMedia Pustaka. Yuwono. 2005. Kecepatan Dekomposisi dan Kualitas Kompos Sampah Organik. Jurnal Inovasi Pertanian. Yuwono. 2006. Pembuatan Kompos. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. 35 Lampiran 1. Tata letak penelitian P2.2 P0.2 P2.1 P0.4 P0.5 u P1.5 P2.3 P1.3 P2.5 P0.3 P0.1 P1.2 P2.4 Keterangan : P0 : Topsoil + Pasir (1 : 1) P1 : Topsoil + Pasir + Kompos (1 : 1 : 1) P2 : Topsoil + Pasir + Pupuk kandang (1 : 1 : 1) P1.1 P1.4 36 Lampiran 2. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 1 bulan. . Ftabel SK DB JK KT Fhitung 0.05 0.01 Perlakuan 2 131,70 65,85 Galat 12 79,09 6,59 Total 14 210,79 ** 9,99 3,89 6,93 Keterangan : * = Berbeda nyata ** = Sangat nyata pada taraf 5% KK = 64,33% Lampiran 3. Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 2 bulan. SK DB JK KT Perlakuan 2 183,57 91,79 Galat 12 79,24 6,60 Total 14 262,81 Keterangan : * = Berbeda nyata ** = Sangat nyata pada taraf 5% KK = 43,03% Fhitung ** 13,90 Ftabel 0.05 0.01 3,89 6,93 37 Lampiran 4. Sidik ragam pertambahan jumlah daun tanaman pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 1 bulan. SK Perlakuan Galat Total Db 2 12 14 JK 1,20 2,40 3,60 KT 0,60 0,20 F hitung tn 3 Ftabel 0.05 3,89 0.01 6,93 Keterangan : tn = tidak nyata pada taraf 5% KK = 31,94% Lampiran 5. Sidik ragam pertambahan jumlah daun tanaman pisang dengan media tanam pupuk kompos dan pupuk kandang kambing pada umur 2 bulan. SK db JK KT Perlakuan 2 1,60 0,80 Galat Total 12 14 4 5,60 0,33 Keterangan : tn = tidak nyata pada taraf 5% KK = 23,93% Fhitung tn 2,40 Ftabel 0.05 0.01 3,89 6,93 38 Lampiran 6 . Dokumentasi kegiatan penelitian aklimatisasi planlet pisang dengan media tanam yang sesuai Gambar 1. Planlet pisang di dalam botol kaca Gambar 2. Pemindahan planlet dari botol kaca ke media tanam luar (aklimatisasi) 39 Gambar 3. Tanaman pisang dalam penyungkupan Gambar 4. Tanaman pisang berumur 30 hari setelah aklimatisasi 40 Gambar 5. Pemindahan tanaman pisang ke polybag Gambar 6. Tanaman pisang berumur 60 hari setelah aklimatisasi 41 Gambar 7. Tanaman pisang berumur 5 bulan