Ir.Agus Solehudin - Perpustakaan BAPPENAS

advertisement
t..
:s.
\<JM(O
J_,APORAN PENELTTIAN HIBAH BF.RSAING
(TAHllNPERTAMA)
JUDUL:
~iODEL LAJlJ KOROSI SllLFlDISASI DAN SULFIDE STRESS CRACKJ1VG
UNTllK MENENTlJf(AN
KETAHANAN KOROSi INTt.""RNAL f'IPELfNE
AKIBAT HIDROGEN SULFIDA
PENELITI:
Ir. Agus Solehudin, MT
Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si
Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin, DEA.
Ir. DjokQ H Prajitno, MSME
Dibiayai oleh :
Dlrektorat Jcnderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan
Penelitian Nomor: Ol4/SP2H/PP/DP2M/IHi2008, tanggai 06 Maret 2008
UNl'VERSITAS PENDIDJKAN INDONESIA
November 2008
L '
/:5 -
~
;,,tUll
BIDANG : TEKNOLOGI
LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING
( TAHUN PERTAMA)
JUDUL:
MODEL LAJU KOROSI SULFIDISASI DAN SULFIDE STRESS CRACKING
UNTUK MENENTUKAN KETAHANAN
KOROSI INTERNAL PIPELINE
.·...
AKIBAT HIDROGEN SULFIDA
PENELITI:
Ir. Agus Solehudin, MT
Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si
Dr. Ir. Isdiriayani Nordin, DEA
Ir. Djoko H Prajitno, MSME
Dibiayai oleh :
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan
Penelitian Nomor : 014/SP2H/PP/DP2M/Ill/2008, tanggal 06 Maret 2008
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
November 2008
I
PERPUSTAKAAN
BAPPENAS
Acc. No.
Class
Checked
L. 3/ - d01J
; : : ::::::Z:J.:::::::::::::::::::::::::::
··s:····D6"-; .. ··6r:.:··~oii
·············································
HALAMAN
1.
PENGESAHAN
LAPORAN
AKHIR
Model Laju Korosi Sulfidisasi dan Sulfide
Judul Penelitian
Stress Cracking untuk Menentukan
Ketahanan Korosi Internal Pipeline Akibat
Hidrogen Sulfida
2
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap dan Gelar
b. Jenis Kelamin
c. Pangkat I Gol. I NIP
d. Jabatan Fungsional
e. Jabatan Struktural
f. Bidang Keahlian
g Fakultas I Jurusan
h. Perguruan Tinggi
1.
Tim Peneliti
No.
l
2
3
Nama
Dr. Ratnaningsih
E Sardjono, M.si
Dr. Ir. Isdiriayani
Nurdin,DEA
Ir. DjokoH
Praiitno, MSME
Bidang
Keahlian
Kimi a
Orzanik
Inhibitor
Korosi
Metalurgi
Ir. Agus Solehudin, MT.
Laki-laki
Penata Tk.I - IIVd I 132 243 745
Lektor
Korosi
FPTK I Pendidikan Teknik Mesin
Universitas Pendidikan Indonesia
MataKuliah
Yan2 diampu
- Kimia Organik l
- Kirnia Oraanik 2
- Korosi
- Elektrokimia
industrial
- 'Bahan kontruksi
Korosi dan
Pelindungannya
3. Pendanaan dan jangka waktu penelitian
a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan
b. Biaya total yang diusulkan
c. Biaya yang disetujui tahun pertama (2008)
lnstansi
Jurusan
KimiaUPI
Jurusan
Teknik Kimia
ITB
PTNBR
BAT AN
Alokasi waktu
(iam/minl!l!U)
10
10
10
: 3 ( dua) tahun
: Rp. 150.000.000,: Rp. 45.000.000,Bandung, November 2008
Ketua Peneliti
. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd
30 514 766
Ir. A s Solehudin, MT.
NIP 132 243 745
RINGKASAN
Baja karbon dan paduannya khususnyajenis
ST-37 dan API 5LX65 sebagian besar
digunakan pada instalasi produksi minyak dan gas. Fluida minyak dan gas mengandung gas
korosif seperti H2S dan C02 serta unsur agresif ion klorida Gas H2S yang terlarut pada
kondisi pH rendah (<=3) akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion sulfida Ion hidrogen
yang terbentuk dapat berdifusi ke dalam logam tetapi tetap berada dalam keadaan larutan
padat dalam kisi kristal sehingga menyebabkan terjadinya penurunan terhadap keuletan dan
kemampuan logam untuk berdeformasi. Akibat adanya gejala tersebut maka logam baja
karbon akan rentan terhadap korosi dan sulfide stress cracking.
Pengujian korosi dilakukan dalam sebuah media simulasi dari gelas kimia pada
berbagai temperatur, waktu dan pH. Laju korosi dipelajari dalam larutan uji yang mempunyai
rentang pH sebesar 3,5 - 6, waktu 2 - 10 jam dan temperatur 25 - 70 °C. Baja karbon yang
digunakan sebagai bahan uji adalah ST-37 dan API 5LX65. Sedangkan pengujian sulfide
stress cracking dilakukan dalam sebuah autoclave pada berbagai variasi tegangan ,
konsentrasi H2S dan waktu. Variasi tegangan yang diberikan adalah 10,12, 44,65 dan 65,57
GPa dan konsetrasi H2S berada pada rentang 10,6 - 815,5 ppm serta variasi waktu pada
rentang 48 s/d 96 jam. Prosedur dan preparasi specimen uji baja karbon ST-37 mengacu pada
standar ASTM G-30.
Tujuan basil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model laju korosi dan sulfide
stress cracking untuk menentukan ketahanan · korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen
sulfida
Berdasark.an hasil percobaan menunjukkan bahwa laju korosi meningkat
seiring dengan meningkatnya waktu uji dan temperatur dan sebaliknya laju korosi
menurun seiring dengan meningkatnya pH Laju korosi sampel ST-37 lebih tinggi
dari pada API 5LX65. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d
184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy.
Sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65
dalam lingkungan sulfida. Produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS dan
kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja,
konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian. Model persamaan ambang batas
intensitas tegangan yang diperoleh adalah :
K1ssc = [221,s1(P-l,98xl0-8[T(2pH + log[H2S]+ logK)DL:.aPa.m112
Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krscc) untuk specimen dalam
lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 °C diperoleh 18 - 30 MPa.m112•
Sedangkan model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada
tekanan 1 atm dan rentang tempertur 30 - 70 °C adalah :
Laju korosi (mpy) = 3,69 [H2S
J'7 ex{ 6,06 ( T ~73))
Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Hasil
verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan
perbedaannya 1,5 %.
Kata Kunci : Sulfide stress cracking, intensitas tegangan, baja karbon, konsetrasi H;zS
ii
Abstract
Carbon steels and its alloys were mostly used on installations in
corrosive environment. The corrosion of carbon steel was caused by
hydrogen ion from hydrogen sulfide dissociation under occurred at relatively
high temperature. Corrosion tests were conducted in simulation media from
chemical glass at several temperature, time and pH. Corrosion rates were
carried out in the solution test with pH range 3.5 - 6.0 and time range 2 - 1 o
hours at temperature range 25 - 70 °C. Carbon steels employed as specimen
materials were ST-37 and API 5LX65. Base on the experimental results
shown at the corrosion rate increased with the increasing temperature and
time, and otherwise, corrosion rate decreased with the increasing pH. The
corrosion rate of ST-37 carbon steel more fast than API 5LX65. Range of the
corrosion rate of ST-37 and API 5LX65 were 43.91 - 184.6 mpy and o - 26
mpy respectively. The corrosion resistance of ST-37 carbon steel more less
than API 5LX65 in hydrogen sulfide environment. The corrosion rate model
for carbon steel in hydrogen sulfide environment under 1 atm pressure and
temperature range 25 - 70 °C was found to be :
·
Corrosionratetmpy)«
3.69 [H2S1·111 exp ( 6.06 (T-373))
373
Where ion [H2S] concentration in ppm and temperature in Kelvin.
Verification between equation model and experiment result shown the result
from computation and that from the experiment differ slightly ± 1.5 %.
Key words : carbon steel, corrosion rate, hydrogen sulfide
iii
PRAKATA
Alhamdulillaahi rabbil Aalamiin, peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT
seru sekalian alam atas segala rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga peneliti dapat
menyelesaikan pembuatan laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama (2008)
ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad
SAW.
Laporan penelitian ini disusun berdasarkan basil percobaan laboratorium
yakni dari mulai pencarian bahan uji baja karbon ST-37 dan API 5LX6, bahan zat
kimia dan bahan habis lainnya. Kemudian perangkaian alat simulasi uji korosi dan
pembuatan larutan uji. Uji korosi pada sampel baja karb6n dilakukan pada variasi
pH, waktu dan temperatur dibawah kondisi tekanan satu atmosfir di Lab. Korosi
JPTM - UPI. Pengukuran kehilangan berat dilakukan di Lab. Fisika MIPA- UPI.
Serta pemeriksaan terhadap permukaan sampel dilakukan menggunakan mikroskopis
optik di Lab Metalurgi PTNBR -BATAN dan di Lab Korosi Jurusan Pendidikan
Teknik Mesin UPI. Sedangkan pemeriksaan komposisi kimia sampel dilakukan di
PINDAD. Pemeriksaan pennukaan sampel menggunakan SEM dilakukan di Lab
Quarter P3GL.
Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laboran ini masih terdapat
kekurangan, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang.
Dengan selesainya laboran ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada :
1. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, DP2M-DIKTI, Depdiknas.
2. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
3. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan UPI
4. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK UPI
5. Lab. Korosi, JPTM FPTK UPI.
6. Lab Metalurgi PTNBRBATAN
7. .Lab Quarter P3GL.
8. Semua pihak yang telah membantu pada penelitian Hibah Bersaing ini.
Akhimya peneliti berharap semoga laporan ini dapat bennanfaat bagi semua
pihak, amiin.
Bandung, 1 Desember 2008
Peneliti
IV
DAFTARISI
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN DAN SUMMARY
ii
PRAKATA
iv
DAFTAR ISi
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1
Hasil Penelitian Terdahulu
3
2.2
Dasar Teori
5
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
12
3 .1
Tujuan Penelitian
12
3 .2
Manfaat Penelitian
12
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN
14
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
16
BAB V KESIMPULAN
30
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
30
B.
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
34
v
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perubahan Energi Bebas Standar (L\G°) dari reaksi pembentukan
besi sulfida (Herbert E. Barner, 1978)
6
Tabel 4.1 Rencana variasi variabel eksperimentahun pertama
14
Tabel 5 .1. Komposisikimia dan sifat mekanik sampel
16
Tabel 5 .2. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur
17
Tabel 5.3. Hasil percobaanlaju korosi ST-37 pada variasi waktu
17
Tabel 5.4. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi pH
17
Tabel 5.5. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi temperatur
17
Tabet 5.6. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi waktu
17
"'
Tabel 5.7. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi pH
18
Tabel 5.8. Data basil percobaan pada variasi beban keja
19
Tabel 5.9. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S
20
Tabel 5.10. Data basil percobaan pada variasi waktu
21
VI
DAFfAR
GAMBAR
Gambar 4 .1 Diagram alir metode penelitian
15
Gambar 5.1. Foto Struktur mik.ro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah
proses korosi pada T = 25°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa
Nital 3%, pembesaran 200 X)
18
Gambar 5.2. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah
proses korosi pada T = 65°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa
Nital 3%, pembesaran 200 X)
19
Gambar 5.3. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam
lingkungan H2S pada variasi volume H2S: a= 10,6 ppm,
b = 51,5 ppm dan c = 117 ,8 ppm (SEM)
21
Gambar 5.4. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan
retak dalam lingkungan H2S pada temperatur 100 °C
22
Gambar 4.5. Pengaruh temperatur terhadap laju korosi
25
Gambar 4.6. Pengaruh waktu terhadap laju korosi
25
Gambar 4.7. Pengaruh pH terhadap laju korosi
25
Gambar 4.8. Grafik penentuan harga n
27
Gambar 4.9. Grafik penentuan harga Q
27
Gambar 4 .10. Kurva verifikasi laju korosi
29
Vil
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Daftar Personalia Tenaga Peneliti
34
Lampiran2
Foto -foto bahan, alat dan kegiatan Penelitian
35
Lampiran3
Instrumen Penelitian
36
Lampiran4
Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian
40
viii
BABI
PENDAHULUAN
Pada saat ini sektor minyak dan gas (MIGAS) masih menjadi andalan sebagai
penghasil devisa negara yang perlu ditingkatkan
konstribusinya
guna menunjang
perekonomian nasional yang sedang mengalami krisis berkepanjangan (Yudi MS, 2004).
Eksplorasi dan produksi MIGAS selalu dihadapkan dengan tingginya anggaran biaya
pengadaan penunjang keselamatan yang berkualitas baik. Sistem pemipaan menjadi salah
satu alat penunjang yang dapat diandalkan untuk distribusi minyak dan gas. Bagaimanapun
keandalan penunjang sistem pemipaan dapat mengurangi kehilangan produksi bila terjadi
kerusakan peralatan tersebut,
Pada perusahaan produksi dan eksplorasi MIGAS, kebocoran yang sering terjadi
pada pipa di lapangan produksi (area plant) umumnya terjadi pada pipa-pipa yang
mengalami degradasi material sebgai akibat pengaruh lingkungan operasi, seperti korosi,
erosi, dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan "oleh faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya
cacat material, residual stress, faktor las, dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang terjadi
pada saat jauh dibawah umur teknis yang direncanakan sehingga menimbulkan kerugian,
baik berupa tingginya biaya perusahaan maupun keterlambatan waktu penyerahan basil
produksinya.
Dalam operasi pengeboran dan produksi minyak dan gas (MIGAS), spesi utama
yang memicu terjadinya serangan korosi adalah bidrogen sulfida (H2S), karbon dioksida
(COi), dan senyawa klorida. Diantara corrodent tersebut yang paling bermasalah di
industri minyak dan gas umumnya adalah serangan oleh H2S (Basuki, A.E, 2004).
Keberadaan H2S di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa baja
dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan menyebabkan
korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting).
Bentuk serangan oleh H2S yang lebih berbahaya adalah ketika hidrogen yang
dihasilkan dari reaksi katodik, dan oleh keberadaan H2S dicegah untuk membentuk
molekul H2, berdifusi ke dalam logam dan terkonsentrasi di lokasi-lokasi yang disebut trap
seperti partikel inklusi atau mikrovoid dan memicu peretakan dan menghasilkan patahan
1
getas. Apabila pada material tersebut juga bekerja tegangan, maka dapat terjadi bentuk
kegagalan yang disebut sulfide stress cracking (SSC). Dengan demikian SSC dapat
dipanclang sebagai kegagalan material baja yang disebabkan oleh pengaruh simultan dari
tegangan dan hidrogen yang dihasilkan dariu korosi oleh H2S. Secara garis besar parameter
yang dapat menentukan SSC yaitu: Lingkungan meliputi pH larutan aqueous, konsentrasi
H2S clan temperatur; Tegangan meliputi tegangan kerja atau tegangan sisa (residual streesy;
Kerentanan material meliputi segregasi unsur, struktur mikro, partikel inklusi, defonnasi
(Perdomo, J.J., et al., 2002)).
Meskipun kegagalan akibat serangan H2S di pipeline relatif sedikit, namun
demikian perhatian terhadap masalah ini dikemudian hari ak:an semak:in besar mengingat
kecenderungan pemakaian pipeline dengan level kekuatan yang semak:in tinggi serta
kemungkinan semakin meningkatnya agresivitas lingkungan di dalam minyak: dan gas.
Dalam penelitian ini telah dibuat suatu model laju korosi sulfidisasi clan sulfide stress
cracking sehingga didapat suatu model prediksi laju korosi untuk menentukan ketahanan
pipeline.
2
BABil
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian mengenai korosi material di lingkungan H2S terlarut telah
banyak dilakukan, diantaranya : Lyle dan Schutt (1998) menjelaskan bahwa korosi yang
terjadi pada baja karbon akibat gas H2S terlarut adalah korosi lokal dan pada permukaan
baja terbentuk lapisan besi sulfida yang kurang protektif. Lapisan besi sulfida yang
terbentuk bersifat porous sehingga tidak dapat menahan serangan korosi lanjut. Kemudian,
hasil penelitian Solehudin, A (1998) menyatakan bahwa laju korosi sulfidisasi pada baja
karbon AISI 1010 semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S
terlarut pada
berbagai
temperatur.
Meningkatnya
konsentrasi
H2S
menyebabkan
meningkatnya keasaman lingkungan sehingga serangan korosi semakin kuat. N.Sridhar,
dkk (2001)13 mendukung bahwa besi sulfida merupakan lapisan produk korosi sulfidisasi
yang kurang protektif sehingga dapat meningkatkan laju korosi. Hasil penelitian di atas
dapat simpulkan bahwa adanya gas H2S yang terlarut dapat menyebabkan korosi pada
permukaan material baja. Gas H2S terlarut semakin banyak seiring dengan semakin
meningkatnya temperatur.
Selain basil penelitian korosi akibat H2S yang telah dilakukan di atas, juga akan
diuraikan hasil penelitian terdahulu mengenai stress corrosion cracking akibat gas H2S.
Russell D.Kane (2001) menyatakan bahwa korosi retak tegang (stress corrosion cracking)
terjadi pada baja API 5CT N-80 dalam lingkungan panasbumi diakibatkan oleh
penggetasan hidrogren (hydrogen embrittlement) dimana atom hidrogen dihasilkan dari
proses sulfidisasi pada permukaan logam. Studi pengaruh gas H2S terhadap SCC pada baja
karon API 5LGrB dalam lingkungan air garam yang dilakukan Agus Solehudin, (200 I),
menghasilkan bahwa hagra faktor intensitas tegangan yang didapat sebesar 18 - 30
:MPa.mlf2. Harga tersebut mempunyai perbedaan dengan yang dihasilkan oleh T. Murata
dan E.sato yang melaporkan bahwa untuk baja karbon 0,13%C, 1,33 Mn dimana hagra
faktor intensitas tegangannya sebesar 43 :MPa.m112•
Perbedaan tersebut dikarenakan
adanya perbedaan temperatur dan kandungan C serta Mn. Peneliti lain, Basuki, E.A, dan
3
Martojo,W, (2004) mengemukakan bahwa kecenderungan produksi minyak dan gas yang
semakin
meningkat
menuntut
pemakaian
pipa
dengan
kekuatan
tinggi
karena
konsekuwensi dari tekanan fluida yang meningkat. Baja karbon dengan kandungan C yang
semakin tinggi akan meningkatkan kekuatan baja, tetapi sayangnya selalu disertai dengan
peningkatan kekerasan dan penurunan fracture toughness, sehingga bila dikaitkan dengan
kerentanan terhadap sulfide stress cracking (SSC) akan menurunkan ketahanan terhadap
sulfide stress cracking.
PT. Krakatau Steel telah berhasil telah berhasil membuat baja lembaran canai panas
tebal 18.10 mm yang memenuhi persyaratan API 5L X-65 untuk aplikasi pipa penyalur
minyak dan gas. Dari hasil pengujian sifat mekanik
terhadap baja API SL X-65 yang
dilakukan oleh Tri Djaka, dkk. (2004) menunjukkkan bahwayield strength dapat mencapai
100 ksi diatas specific yield strength. Hasil uji impact pada tempertur 0°C mencapai 80210 Joule lebih baik dari standar yang dipei;-syaratkan, 46 Joule. Struktur mikro matriks
basil pemeriksaan adalah feritik. Adapun uji korosi baja API SL X-6S pada lingkungan
H2S belum dilakukan. Baru-baru ini Ng.
v:· Van,
T V Toai, dan Ng. V Son (2006) telah
melakukan studi korosi pada baja karbon API SL dalam lingkungan minyak dan gas.
Hasilnya menunjukkan bahwa laju korosi sebesar 0,14-0,16 mm/year pada temperatur 24250C dengan laju alir gas 1 lt/menit dan tekanan gas 1-S atm.
Interpretasi dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas
menjelaskan bahwa lingkungan minyak dan gas yang mengandung gas H2S terlarut sangat
rentan terhadap korosi material baja, khususnya bagian internal dari pipa baja tersebut,
sehingga memerlukan adanya suatu model metode pencegahan
yang baik. Salah satu
metode pencegahan adalah dengan penambahan inhibitor ke dalam lingkungan korosif
Hasil penelitian Hassan Malik (2000) menyatakan bahwa inhibitor carboxyclic acid n coco
amine 1 proprionic acid (C14H29)N(CH3)(C2~COOH) dengan konsentrasi 10 ppm yang
ditambahkan ke dalam larutan 5% NaCl yang dijenuhkangas C02 dapat menurunkan laju
korosi baja karbon (mild steel) pada pH= 6,S karena terbentuk lapisan FeC03 yang merata
(uniform film). Peneliti lainnya, Isdiriyani Nurdin, dkk (200S) mengemukakan bahwa
dengan perbandingan inhibitor trisodium phosphate (TSP) dan disodium phosphate (DSP)
50:50 ke dalam air kondensat terkontaminasi FeC}z dapat menurukan laju korosi karena
4
terbentuk lapisan film Fe-fosfat yang protektif di pennukaan baja. Kemudian, S. Divakara
Shetty, dkk.(2006), telah meneliti inhibitor jenis N-(2-Thiophenyl)-N1-Phenyl
Thiourea
(TPTU) yang ditambahkan ke dalam media 0,05 M dan 0,1 M HCI, 0,025 M dan 0,05 M
H2S04 menyatakan bahwa inhibitor TPTU merupakan inhibitor anodik yang efisien di
dalam lingkungan asam. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa inhibitor TPTU ini
merupakan inhibitor yang dapat digunakan dalam lingkungan asam dan lebih efektif untuk
mereduksi laju korosi baja dalam media HCI dari pada H2S04.
2.2 Dasar Teori
2.2.1 Termodinamika Korosi Sulfidisasi
Tinjauan aspek tennodinamika secara um.um bertujuan untuk mengetahui apakah
suatu rekasi kimia dapat berlangsung secara spontan atau tidak. Suatu reaksi kimia akan
berlangsung dengan spontan apabila perubahan energi bebas reaksinya berharga negatif.
Reaksi elektrokimia pembentukan sulfida yang terjadi secara simultan pada
pennukaan logam dalam lingkungan gas H2S adalah sebagai berikut:
Reaksi katodik :
2H2S (g) + 2e = H2 (g) + 2HS" (aq)
(1)
2HS- (aq) + 2e = H2 (g) + 2s· (aq)
(2)
Reaksi anodik :
Fe (s)
=
Fe 2+
(aq)
+ 2e
&-= -682 V
·Fees)+ HS-(aq) = FeS(s)+Jt
FeScs>+ HS-caq)
=
FeS2(s)+W
:
+2e Er=-649VSHE
+2e &-=-471 V SHE
(3)
(4)
(5)
Berdasarkan data-data potensial reversible (Er) tersebut dapat ditunjukkan bahwa harga
potensial reversible untuk pembentukan sulfida adalah lebih positif (noble) dari pada harga
potensial reversible untuk rekasi oksidasi besi. Sehingga setiap senyawa sulfida yang
terjadi, mengalami tabapan yang dimulai dengan pembentukan ion Fe2+ . Sedangkan
selama proses korosi pada lingkungan H2S, FeS akan terbentuk pertama kali kemudian
diikuti dengan pembentukan FeS2 .
Apabila ditinjau dari besamya perubahan energi bebas standar, maka reaksi
pembentukan sulfida adalah sebagai berikut :
5
Tabel
2.1. Perubahan Energi Bebas Standar (AG0)
dari reaksi pembentukan besi sulfida
Perubahan Energi Bebas Standar (AG0), kkal/mol
Reaksi Pembentukan Sulfida
Fe (s) + H2S<s> ~ FeS (s) + H2 (g)
FeScs> + H2SCs> ~ FeS2 (s) + H2 Cs>
50°C
75°C
100°c
-15,7
-15,5
-15,3
-7,4
-6,9
-6,3
Berdasarkan tabel 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa besar perubahan energi bebas standar
pembentukan FeS lebih negatif dibanding dengan harga energi bebas standar pembentukan
FeS2. · Sehingga dikatakan bahwa pembentukan
FeS ak:an lebih dahulu terbentuk
dibandingkan pembentukan FeS2. Disamping itu, berdasarkan tabel tersebut dapat
dijelaskan juga bahwa perubahan energi bebas standar pembentukan sulfida meningkat
seiring dengan meningkatnya temperatur. Jadi, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi
temperatur kecenderungan reaksi pembentukan sulfida semakin kurang spontan.
2.2.2
Kinetika Korosi Sulfidisasi
Tinjauan kinetika merupakan unsur yang penting dalam menunjang proses korosi
sulfidisasi, karena meskipun analisis termodinamika memungkinkan terjadinya korosi
sulfidisasi, proses tersebut juga harus dapat dibuktikan secara kinetika. Menurut Sorell dan
Hoyt, kinetika reaksi pada lingkungan H2S dikendalikan oleh : 1) laju reaksi kimia
(sulfidisasi) pada antarmuka antara fasa-fasa pereaksi, dan 2), perpindahan massa pada
proses difusi dimana migrasi ion sulfur dalam larutan ke permukaan logam dan migrasi
atom logam keluar membentuk kerak pada pemukaan logam.
2.2.3
Mekanisme Korosi Sulfidisasi
Terdapat beberapa usulan mengenai mekanisme korosi sulfidisasi baja karbon
dalam lingkungan H2S terlarut, diantaranya Bolmer, Lofa dan Btrak:ov.
6
Bolmer, berpendapat bahwa pada polarisasi katodik besi dalam lingkungan H2S-
NaHS buffers, terjadi evolusi gas hidrogen dengan melalui reaksi (1) dan (2) di atas.
Reaksi tersebut mengikuti tahap-tahap sebagai berikut :
HS- + e
rd.•
HS- + H + e
> H + s2=
H2 +
(6)
s2-
............•...••••.....••••.•••.•..•...•
(7)
Mekanisme reaksi korosi sulfidisasi pada baja yang diusulkan oleh Bolmer, menyatakan
bahwa mekanisme korosi sulfidisasi tersebut diawali dengan terjadinya reaksi reduksi gas
H2S yang menghasilkan gas H2 dan ion HS-, kemudian HS- direduksi menjadi ion
s2-yang
secara berurutan pada persamaan reaksi (1) dan (2). Ion HS- yang terbentuk kemudian
mengoksidasi logam besi dan membentuk lapisan besi sulfida, FeS, pada permukaan
elektroda. Sebagian FeS yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi lapisan FeS2, seperti
pada persamaan reaksi (4) clan ( 5).
Lova dan Batrakov, menjelaskan bahwa kelarutan besi dalam lingkungan H2S
mengikuti reaksi sebagai berikut :
Fe + HS-
=
(FeHS)ads
FeHS+
(FeHS)ads
rds
>
FeHS+ + 2e
= Fe 2+ + HS-
..
(8)
(9)
(IO)
Terdapat perbedaan antara mekanisme korosi sulfidisasi yang diusulkan Bolmer dengan
Lofa dan Batrakov. Menurut Lofa dan Batrakov menjelaskan bahwa ion HS-
yang
dihasilkan dari disosiasi H2S terlarut akan bereaksi dengan logam besi membentuk
senyawa ion kompleks negatif (FeHS-) yang teradsropsi pada permukaan logam besi.
Kemudian senyawa kompleks tersebut teroksidasi dengan mengikuti persamaan reaksi (9)
menghasilkan senyawa kompleks positif (FeHS+) . Senyawa ion kompleks positif tersebut
akan terdisosiasi menjadi ion F:e2+ dan HS-, sehingga membentuk produk korosi FeS atau
FeS2 seperti pada persamaan reaksi (4) dan ( 5). Disamping itu, terdapat juga perbedaan
dari keduanya yaitu pada tahap pengendali laju. Bolmer berpendapat bahwa tahap
pengendali laju reaksi korosi sulfidisasi yaitu pada persamaan reaksi (6), sedangkan Lofa
dan Batrakov pada persamaan reaksi (9).
7
Selain Bohner,
Lofa dan Batrakov, B.R.D. Gerus, menjelaskan bahwa mekanisme
korosi sulfidisasi akibat gas
H2S dalam lingkungan NaCl atau netral adalah sebagai
berikut:
-
Terjadi reaksi disosiasi gas H2S dalam larutan:
H2S 7 It + HSHs- 7
-
It +
s2-
(11)
•.....•.....•......••••.•.•.•••••••..•.•.•.••.•.•.•••.
(12)
Terjadi reaksi oksidasi besi pada anoda:
Fe
7 Fe 2+ + 2e
(13)
Ion HS- dan s2- yang dihasilkan dari persamaan reaksi (11) dan (12) kemudian bereaksi
dengan ion besi dari persamaan (13) membentuk besi sulfida dengan reaksi sebagai
berikut:
Fe2+ + s2- 7 FeS
(14)
Fe2+ +HS- 7 FeS +It+ 2e
(15)
Sedangkan di katoda terjadi reaksi evolusi hidrogen :
21-f' + 2e 7 H2
:•.• :
(16)
Sehingga reaksi keseluruhan adalah:
Fe + H2S 7
FeS + H2
•.•••••.•..••.•••.•.•..••.•..••••.••...•.••.•..•••••••.•.•.
(17)
Berdasarkan persamaan reak:si-reaksi yang diusulkan Gerus dapat disimpulkan bahwa
mekanisme korosi sulfidisasi hampir sependapat dengan Bolmer.
2.2.4 Retakan yang terjadi pada lingkungan yang mengandung H2S
Karakteristik korosi pada lingkungan H2S terlarut adalah adanya atom hidrogen
yang dihasilkan dari sebuah reak:si elektrokimia antara logam dengan medium yang
mengandung H2S masuk. berdifusi kedalam baja. Kehadiran hidrogen dalam baja dan
ketahanan baja terhadap kemungkinan terjadinya retakan terkandung dari : jenis baja,
mikrostruktur, distribusi inklusi, voids, dan distribusi tegangan biasanya tegangan sisa.
Kelangsungan dari pipa baja akan terancam dengan adanya aktifitas difusi dari atom
hidrogen khususnya ketika ataom hidrogen berkumpul pada internal diskontinuitas seperti
inklusi dan void pada baja.
Beberapa jenis kerusakan yang dapat ditimbulkan dengan kehadiran H2S terlarut
antara lain :
8
-
Hydrogen Inducted Cracking (HJC) atau Step Wise Cracking (SWC)
Retak terjadi ketika atom hidrogen berdifusi ke baja dan bergabung membentuk
molekul gas hidrogen pada daerah jebakan yang ada dalam matriks baja. Daerah
jebakan pada baja ini adalah inklusi yang memanjang dan segregasi. Molekul hidrogen
yang terjebak antara permukaan logam dengan inklusi dan mikroskopik void dalam
matriks logam merupakan pemicu untuk terjadinya retak dan akan menjalar pada
struktur yang rentan terhadap hydrogen embrittlement jenis ini. Baja di sekitar retak
akan mengalami regangan yang besar dan hal ini dapat menyebabkan tersambungnya
retak-retak yang berdekatan untuk membentuk SWC. Pada tahap dimana retakanretakan mulai menyatu untuk membentuk SWC, maka hal ini dapat menyebabkan
pengaruh yang serius pada peralatan dan dapat berakibat pada suatu kegagalan.
-
Sulphide Stress Cracking (SSC)
Retakan jenis ini terjadi karena atom hi~ogen berdifusi ke dalam logam tetapi tetap
berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal. Hal ini menyebabkan terjadinya
penurunan terhadap keuletan dan kemampuan logam untuk berdeformasi yang dikenal
dengan nama hydrogen embrittlement.
Kecenderungan untuk terjadinya SSC akan meningkat dengan bertambahnya fraksi
mikrostruktur keras seperti martensite dan bainit. Mikrostruktur ini mungkin terdapat
secara inherent pada baja HSLA (High Strenght Low Alloy) atau adanya proses
perlakuan panas yang tidak: sesuai. Struktur yang keras ini juga dapat terjadi akibat
pengelasan khususnya pada daerah HAZ (Heat Affected Zone).
-
Stress Oriented Hydrogen Inducted Cracking (SOHIC) I Soft Zone Cracking (SZC)
SOHIC dan SZC berhubungan dengan SSC dan SWC. Dalam SOHIO statu retak:an
yang kecil yang terbentuk tegak lurus dengan arah tegangan utama (tegangan yang
bekerja atau tegangan sisa) menyebabkan retakan seperti "tangga". Tipe retakan seperti
ini dapat dikatagorikan sebagai SSC yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan
ekstemal dan remangan local disekeliling dari retakan hydrogen Inducted.
SZC merupak:an fenomena retak:an yang hampir sama tetapi terjadi khususnya pada
daerah lunak di HAZ dari lasan. Tipe retakan seperti ini disebabkan oleh adanya
kombinasi dari efek mikrostruk.tural yang disebabkan oleh siklus temperatur selama
9
pengelasan dan pelunakan lokal pada temperatur interkritis HAZ. Hal ini menyebabkan
adanya remangan dalam daerah yang sempit yang mendekati atau melebihi remangan
luluhnya.
2.2.5 Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap SSC
Terjadinya SSC disebabkan karena logam terpapar dalam lingkungan yang
mengandung H2S dalam kondisi operasi yang kondusif untuk terjadinya SSC. Kondisikondisi operasi kritis yang hams diperhatikan adalah : tekanan parsial H2S, derajat
keasaman air (pH), temperatur dan besar tegangan yang bekerja atau tegangan sisa.
-
Tekanan parsial H2S
Standar NACE :MR 0175 memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat H2S yang
menyebabkan SSC dalam gas dan sistem multi fasa. Sebagai contoh, pada tekanan
parsial H2S <= 0,05 psia (350 Pa), ~tu
material yang biasa digunakan untuk
menangani sweet gas akan memberikan suatu ketahanan terhadap adanya H2S yang
memadai, akan tetapi pada tekanan parsial diatas itu, material-material hams dipilih
berdasarkan pada standar NACE MR 0175 atau standar sejenis.
-
Derajat keasaman (pH)
Kecenderungan terjadinya SSC menurun dengan naiknya pH dalam media di atas
pH 6-9. Ketahanan masing-masing logam tergantung dari kondisi-kondisi yang spesifik.
-
Temperatur
Pada umumnya ketahanan SSC akan bertambah baik dengan naiknya temperatur.
-
Tegangan
Adanya tegangan baik tegangan kerja maupun tegangan sisa dapat meningkatkan
terjadinya SSC.
2.2.6 Inhibitor Korosi
Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan dengan konsentrasi
sedikit (small concentration) ke dalam lingkungan akan menurunkan laju korosi. Salah
satu inhibitor adalah jenis N-(2-Thiophenyl)-N1-Phenyl Thiourea (TPTU) dan carboxyclic
acid n coco amine 1 proprionic acid (C1.i829)N(CH3) (C2~COOH). Inhibitor TPTU ini
10
merupakan inhibitor yang dapat digunakan dalam lingkungan asam dan lebih efektif untuk
mereduksi laju korosi baja dalam media HCI dari pada H2S04• Sedangkan Inhibitor
carboxyclic acid n coco amine I proprionic acid (C14H29)N(CH3XCzRtCOOH) dapat
mereduksi laju korosi dalam linkungan NaCl yang dijenuhkan gas C02·
Kehadiran ion bikarbonat dari COz yang terlarut akan menambah laju pelarutan
baja dalam lingkungan akuatik. Jika konsentrasi ion Fe2+, COl°, dan HC~- dalam larutan
melampaui titik jenuhnya, akan terjadi pengendapan FeC03 di pennukaan baja, sehingga
pembentukan spesi Fe(III) dan pelarutan baja akan terhalang. Namun, senyawa FeC03 ini
dapat larut kembali dalam bentuk Fe(C03)l-. Untuk mencegah kerusakan lapisan pasif
yang bersifat sebagai lapis pelindung akibat pelarutan kembali FeC03, lapisan pasif
tersebut dapat diperkuat dengan inhibitor pasivator. Inhibitor pasivator yang biasa
digunakan untuk larutan absorben K2C03 adalah kalium vanadat (KV03)10. Namun, pada
beberapa industri yang menggunakan absorben K2C03 dengan inhibitor vanadat, masalah
korosi tetap terjadi, sehingga terpaksa digunakan absorber dan regenerator yang terbuat
dari baja tahan karat. Selain jenis inhibitor di atas, ada beberapa jenis inhibitor yang dapat
digunakan pada lingkungan hidrogen sulfida terlarut yaitu inhibitor senyawa amine,
diantaranya : allyamine, diallylamine, triallylamine, tributylamine dan tetrabutylammonium sulfat .
11
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian tahun pertama adalah untuk mendapatkan pemodelan persamaan
matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking pada bagian internal pipeline.
Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk :
a. Mempelajari mekanisme kinetika korosi sulfidisasi
b. Mempelajari mekanisme sulfide stress cracking
c. Mempelajari pengaruh varibel pH atau konsetrasi, waktu, temperatur terhadap laju
korosi pada baja karbon.
3.2. Manfaat Penelitina
"
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi energi sumber gas
dan minyak yang cukup besar. Sejalan dengan kebijakan pemerintah di bidang konsevasi
dan diversifikasi energi maka gas bumi merupakan salah satu altematif energi yang
memiliki potensi untuk dikembangkan. Saat ini cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan
sekitar 176 trilyun kaki kubik (TCF). Dengan tingkat produksi gas bumi saat ini sebesar 8
milyar kaki kubik per hari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun dan laju pertumbuhan 8% per
tahun maka cadangan gas bumi Indonesia dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih
dari 30 tahun. Sumber gas bumi ini tersebar di beberapa wilayah kepulauan Indonesia,
antara lain Sumatra, Natuna, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irianjaya.
Berdasarkan uraian di atas, maka kebutuhan akan pipa baja dewasa ini terns
meningkat sejalan dengan perkembangan
industri ekspolarasi dan transmisi gas dan
minyak. Pengunaan material pipa baja pada industri minyak dan gas akan mengalami
degredasi seiring dengan meningkatnya kandungan ion agresif pada lingkungan minyak
dan gas. Untuk memprediksi ketahanan korosi bagian internal pipa tersebut dari serangan
ion agresif seperti adanya H2S perlu dibuat suatu model software laju korosi sulfidisasi dan
12
sulfide stress cracking sehingga kecelakaan akan bocomya pipa dapat terdeteksi secara
dini.
Manfaat dari basil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu model
softaware untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat serangan
hidrogen suJfida, dan ditemukannya inhibitor untuk menghambat korosi bagian internal
pipeline· dari serangan gas H2S terlarut, yang nantinya dapat diaplikasikan pada industri
minyak dan gas (MIGAS).
13
BABIV
METODE PENELITIAN
Pemodelan laju korosi sul:fidisasi dan sulfide stress cracking untuk menentukan
ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sul:fida akan dilakukan secara
eksperimen (pengambilan data empiris) di Workshop Produksi, UPI dan di Lab. Korosi,
Teknik Kimia ITB. Material pipa yang diteliti adalah baja karbon ST-37 dan grade API
5LX-65. Material pipa ini basil dari pengembangan produksi PT. Krakatau Steel yang akan
digunakan untuk penyaluran minyak maupun gas. Dimensi dan bentuk spesimen akan
mengacu pada standar ASTM. Spesimen untuk laju korosi sulfidisasi mengacu pada ASTM
G31, sedangkan untuk sulfide sterss corrosion mengacu pada ASTM G30. Kegiatan
penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahun.
Pada tahun pertama telah dilakukan
pembuatan model laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking secara empiris melalui
eksperimen. Metode yang digunakan untuk penelitian ini digambarkan pada gambar 4.1.
Tabel 4.1 Rencana variasi variabel eksperimen tahun pertama
No.
Satuan
Variabel
I.
Konsentrasi H2S terlarut
100, 200, 300, 400, 500 ppm
2.
Temperatur
25, 50, 75, 100°c
3.
Tegangan (stress)
0,5 cry; 0,75 cry; cry ;1,25 cry
4.
Waktu proses
24, 48, 72, 96 jam
cry= Tegangan luluh dari material spesimen pipa baja karbon
Pembuatan model laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking secara empiris melalui
eksperimen yang dimulai dari studi literatur untuk penurunan persamaan matematis model
laju. Secara teori dikatakan bahwa laju korosi sulfidisasi bagian internal pipeline akan
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, misalnya konsetrasi H2S terlarut, pH, laju
alir, temperatur, waktu pemakaian, tegangan (residual stress) dan tekanan. Berdasarkan
teori tersebut dan hasil penurunan persamaan model matematis laju korosi sulfidisasi dan
sulfide stress cracking akan dilakukan percobaan-percobaan dengan variasi variabel faktor
lingkungan. V ariasi variabel lingkungan yang akan ditentukan adalah seperti pada tabel
4.1.
14
Hasil dari eksperimen tersebut untuk menentukan konstanta empiris orde rekasi (n),
energi aktivasi (Q), kontanta k0 dan ~ dan konstanta lainnya berdasarkan model. Konstanta
- konstanta hasil percobaan empiris kemudian disubstitusikan pada model persamaan
matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking. Model yang didapat,
kemudian dilakukan verifikasi dengan data hasil eksperinen secara curvefitting. Dilakukan
pula pemeriksaan SEM-EDAX untuk melihat retak yang terjadi.
P~un.1!'1~1.~~~
Mtt•m~~-~~
~Q.tOsl Sur~4{
*
Sul~ Sttus Cf.et
PHoobun
Sufi<»~·~so~
. '.¥'.orlH~ .• _(H~J..J,wattU
str•ss. pada t~an~
I
·""'°·
dan
k~.n
.
Karakt.rlsHi
,~~Jot.I. d~!)Sl~
stM-EOA)(. dv.
P.trflM
. • .
- Ol~lp~k~a:
kOMtanta n,Q, k ff<IMI
.
,;
" -
Substltusl konst.U Msil
.itlp.nm.n bdtt•m
m()d•Imat•m6tlf
Gambar 4.1 Diagram alir metode penelitian
15
BABV
BASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil percobaan dan pemeriksaan didapat data-data sebagai hasil penelitian
sebagai berikut :
1. Hasil Spektrometri dan Uji Mekanik
Tabet 5.1. Komposisi kimia dan sifat mekanik sampel
Jenis Sampel
Komposisi Kimia
ST-37
APl5L-X65
s
0.09
0.46
0.004
0.04
Si
Nb
Ti
~~
0.09
1.6
0.015
0.005
0.4
0.055
0.02
0.05
0.25
0,4
balance
c
Mn
p
v
Ni
Cr
Fe
Sifat Mekanik
YS(Mpa)
UfS(Mpa)
Kekerasan (HV)
-.
balance
330
530
170.5
490
590
-
Berdasarkan tabel 5.1. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan, kandungan unsur Mn
sampel API 5L-X65 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel ST-37. Sampel API 5L-X65
mengandung unsur yang tidak dimiliki oleh sampel ST-37 yakni unsur Si, Nb, Ti, Ni, Cr
dan V.
16
2. Basil Uji Korosi
Tabel 5.2. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur
Kode
Al
A2
A3
A4
AS
T(oC)
2S
3S
4S
SS
65
t (iam)
6
6
6
6
6
pH
4.S
4.S
4.S
4.5
4.5
Wo (w)
4.72
4.11
S.62
4.30
4.34
Wt(e:r)
4.69
4.08
5.57
4.2S
4.27
A(mm2)
298.23
273.96
337.17
282.88
28S.48
CR(mpy)
74.0S
80.61
109.17
130.12
180.SO
Tabet 5.3. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi waktu
Kode
Bl
82
B3
B4
BS
T(oC)
2S
2S
2S
2S
25
t (iam)
2
4
6
8
10
pH
4.S
4.S
4.5
. 4.5
4.S
Wo {er)
4.77
3.45
S.62
4.73
4.30
Wt {e:r)
4.77
3.44
S.S7
4.66
4.20
A(mm2)
291.74
251.SO
337.17
298.23
280.14
CR(mpy)
43.91
109.17
129.59
IS7.67
Tabel 5.4. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi pH
Kode
Cl
T(oC)
25
C2
25
C3
25
25
25
C4
cs
t (jam)
6
6
6
6
6
pH
3.5
4
4.S
5
6
Wo (e:r)
4.32
"4.38
5.62
4.33
4.13
Wt (e:r)
4.25
4.32
5.57
4.3
4.1
A(mm2)
279.14
281.88
337.17
277.09
274.69
CR(movl
184.60
156.69
109.17
79.70
80.40
Tabel 5.5. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi temperatur
Kode
Al
A2
A3
A4
AS
T(oC)
2S
3S
4S
55
6S
t (iam)
6
6
6
6
6
pH
4.S
4.S
4.5
4.5
4.5
Wo (e:r)
4.71
4.10
S.60
4.28
4.31
Wt (e:r) .
4.71
4.10
5.59
4.27
4.30
A(mm2)
298.23
273.96
337.17
282.88
28S.48
CR(mpy)
-
21.83
26.02
25.79
Tabel 5.6. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi waktu
Kode
Bl
B2
B3
B4
BS
T(oC)
2S
25
2S
2S
2S
t (jam)
2
4
6
8
10
pH
4.5
4.S
4.S
4.5
4.5
Wo (e:r)
4.77
3.45
4.71
4.71
4.27
Wt (e:r)
4.77
3.4S
4.71
4.70
4.26
A(mm2)
291.74
2Sl.50
298.23
298.23
280.14
CR{mpy)
18.51
15.77
17
Tabet 5.7. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi pH
Kode
Cl
C2
C3
C4
cs
25
t (jam)
6
3.5
Wo far)
4.28
25
25
25
25
6
6
6
6
4
4.5
5
6
4.34
4.71
4.31
4.11
T(oC)
pH
Wt(er)
4.27
4.34
4.71
4.31
4.11
A(mm2)
CR(mpv)
337.17
281.88
298.23
277.09
274.69
21.83
-
-
-
Keterangan: T = temperatur, t = waktu pengkorosian, Wo = berat awal sampel, Wt= berat
akhir setelah pengkorosian, A = luas peemukaan sampel yang terkorosi, dan CR
=
Corrosion Rate (laju korosi).
Berdasarkan data basil percobaan dapat dilihat bahwa rata-rata laju korosi ST-37
cenderung meningkat seiring dengan meningkatanya temperatur dan waktu, dan rata -rata
laju korosi cenderung menurun seiring dengan meningkatnya pH. Sedangkan untuk sampel
API 5L-X65 pada variasi temperatur, waktu dan pH, laju korosinya relatifrendah.
3. Basil Pemeriksaan Mikroskop Optik
.!-
.
Lapisan produk
orosi.
.__ k
Gambar 5.1. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses
korosi pada T = 25°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X)
18
Lapisan produk
korosi
Pitting corrosion
Struktur mikro
Gambar 5.2. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi
pada T = 65°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X)
Pada gambar 5.1 dan 5.2 terlihat terdapat lapisan produk korosi yang menempel
pada permukaan sampel. Lapisan produk korosi pada sampel yang mengalami perlakuan
korosi pada kondisi T = 65°C lebih tebal dibanding pada sampel yang mengalami perlakuan
korosi pada T = 25°C. Korosi sumuran (pitting corrosion) terjadi pada sampel yang
mengalami perlakuan korosi pada kondisi T = 65°C.
4. Hasil Uji SSC dan Pemodelan
Hasil percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut :
Tabel 5.8. Data hasil percobaan pada variasi beban keja
~
~
~
(~
Al
io,ia
.A2
.A3
~
pH
~
~
~
nmn)
:uetode
.50 x JO
4 . .5
1 ..58
SEM:
44,.64
50 x20
4 . .S
2.28
SEM
65~41
50 x20
4 . .S
3.62
SEM
Keterangan Kondisi Percobaan :
Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total= 2 atm, temperatur = 100 °C, pH awal
= 6.7, volume H2S = 30 liter, dan waktu proses= 60 jam.
19
Berdasarkan pada tabel 5.8, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat
seiring
dengan
meningkatnya
beban
kerja.
Hal
ini
disebabkan
karena
semakin
meningkatnya beban yang diberikan terhadap bahan uji akan menyebabkan
konsentrasi
tegangan
konsentrasi
pada ujung lengkung
semakin
meningkat.
Akibatnya
apabila
tegangan yang meningkat dipadu dengan lingkungan H2S yang korosif mengakibatkan
perambatan retak semakin kuat. Sehingga akan menyebabkan panjang retak yang terbentuk
semakin meningkat.
Tabel 5.9. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S ·
~
~
~
pH
.
Bl
~,
~
6
Bl
B3
~
50 x20
117,S
50 x20
4.5
' 3
~
SEM
1.58
SEM
1.68
SEM
Keterangan Kondisi Percobaan :
. . .·
Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total= 2 atrn, temperatur = 100 °C, pH awal
= 6.7, beban kerja = 17 kN, dan waktu proses= 60 jam.
Berdasarkan pada tabel 5.8, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S yang terlarut (volume H2S). Hal ini
disebabkan karena semakin meningkatnya volume H2S yang dilarutkan dalam media korosi
maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak yang terbentuk,
fenomena tersebut dapat dilihat dengan menurunnya harga pH akhir dalam media korosi.
Akibat dari meningkatnya ion hidrogen dalam media korosi akan menyebabkan terjadinya
difusi ion hidrogen pada permukaan baja sehingga terjadi percepatan perambatan retak.
20
1 percobaan: oada vanasi waktu
Tabe1 5 10 Data hasil
itw.
~
(A.Qe.
H·,S
l'onin)
~
Gtm.)
~
pH
~
~
~
~
finm)
Cl
15
50 x20
48
5.1
0.103
SEM
C2
15
50 x20
54
5.2
0.338
SEM
C3
15
50 x20
72
5.0
1.000
SEM
C4
15
so x20
96
4.8
1.65:.l
SEM
Keterangan Kondisi Percobaan :
Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total = 2 attn, temperatur = 100 °C, pH awal
= 6.7, clan beban kerja = 1,7 kN.
Berdasarkan pada tabel 5.10, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat
seiring dengan meningkatnya waktu proses korosi. · Hal ini disebabkan karena semakin
meningkatnya waktu maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak
yang terbentuk, fenomena tersebut dapat diliha~dengan menurunnya harga pH akhir dalam
media korosi. Akibat dari meningkatnya ion hidrogen dalam media korosi akan
menyebabkan terjadinya difusi ion hidrogen kedalam baja sehingga mempengaruhi
penggetasan penggetasan sehingga terjadi percepatan perambatan retak.
Gambar 5.3. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S
pada variasi volwne H2S: a= 10,6 ppm, b = 51,5 ppm dan c = 117,8 ppm (SEM)
21
Faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krssc) dapat ditentukan dari basil
percobaan pada tabel 5. I 0 dengan cara membuat grafik antara laju pertumbuhan
retak
terhadap faktor intensitas tegangan seperti pada gambar 5.4 di bawah ini.
O.al<
1------''---'----------'
o ro ~ ~ ~ m
~ ~
,..,.,_t........,
~
~
~
(Ml'..... ..,
Gambar 5.4. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak
dalam lingkungan H2S pada temperatur I 00 °C
Berdasarkan gambar 5.4 didapat harga Krscc untuk baja karbon AISI 1010 dalam
lingkungan H2S adalah sekitar 18-30 Mpa.m1'f. Berdasarkan laporan peneliti sebelumnya,
harga tersebut mempunyai perbedaan dengan Murata dan Sato (dalam RN. Tutle) yang
melaporkan bahwa untuk baja karbon (0.13%C, 1,32 - 1,33 %Mn) harga K1scc sebesar
42,89 Mpa.m'". Perbedaan tersebut dapat dipahami karena adanya kandungan C dan Mn
yang relatif sedikit lebih tinggi pada baja karbon akan meningkatkan kekuatan dan
ketangguhan retak baja karbon tersebut.
Penentuan persamaan intensitas tegangan adalah dengan cara mengalurkan K1scc2
terhadap kerja plastik berdasarkan persamaan matematik sebagai berikut :
=k
(.dKJssc)
dP
v
a
= 22157
'
Yang merupakan harga slope dari garis miring kurva dari data tabel 5.8. Harga k,
berhubungan dengan material bahan uji.
Harga kb ditentukan dari data tabel 5.9 yang dibuat kurva, kemudian ditentukan
harganya dengan persamaan matematik sebagai berikut :
22
dK2Issc ) = - 2,303RT k .k = -0 0443
6
( dlog(H2S]
2F
a
•
Berdasarkan hagra k, clan kb yang disubstitusikan pada persamaan berikut ini :
KIS.'£ = [ k.( P-k~[ 2,3~~RT (zpH
J:
+ log[HiS]+ logK)])
dan nilai harga-harga
adalah : R=8,34 joule/mol K, F = 96500 coulomb,
konstanta yang diambil
maka persamaan model yang didapat
adalah:
]\ll2
1/2
K1ssc = [221,57( P- l,98xl0-8[T(2pH + log[H2S]+ logK)JJ.bin,GPa.m
5. Mekanisme laju korosi
Baja karbon (Fe) yang dikorosikan pada lingk.ungan hidrogen sulfida (NaCl H20/CH3COOHIH2S) akan terionisasi menjadi ion Fez+ dan melepaskan
daerah anodik dan evolusi gas hidrogen pada daerah katodik. Mekanisme
elektron pada
reaksi yang
terjadi seperti di ba wah ini.
Pada ruah larutan :
+s"
H2S --+2W
(5.1)
Pada daerah yang bersifat anodik :
Fe
--+
Fe2+
+ 2e-
(5.2)
Pada daerah yang bersifat katodik :
2W + 2e-
H2
--+
(5.3)
Jadi reaksi keseluruhan adalah :
Fe +
2H2S
--+ FeS + H2
(5.4)
Berdasarkan hasil percobaan dan didukung oleh para peneliti sebelumnya dapat
disimpulkan bahwa mekanisme korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida dimulai dari
reaksi disosiasi H2S menjadi ion
W
dan ion sulfida. Hal ini dapat dilihat dari data
percobaan dimana pH meningkat dengan berkurangnya
konsentrasi
H2S yang terlarut.
Rentang pH yang diperoleh dengan variasi konsetrasi H2S adalah 3,5 s/d 6. Harga pH
menurun selama percobaan dimana pH awal larutan adalah 6,9.
23
Berdasarkan data hasil percobaan besar laju korosi sampel baja ST-37 berada pada
rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d
26 mpy. Menurut Fontana (1986) menyatakan bahwa standar pembanding ketahanan Iaju
krosi (dalam mpy) adalah ketahan korosi untuk baja dari bahan dasar besi - nikel
dikatakan baik apabila Iaju korosinya berada pada rentang 1 - 20 mpy, sedangkan
ketahanan korosi dikatakan buruk apabila laju korosinya berada pada rentang lebih dari 50
mpy. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel baja ST-37 relatif kurang tahan
korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida.
6. Pengaruh temperatur dan pH terhadap laju korosi
Berdasarkan hasil pengolahan data, laju korosi meningkat seiring dengan
meningkatnya temperatur dan waktu pengkorosian baik untuk ST-37 maupun API 5LX65,
seperti pada gambar 5.5 dan 5.6. Sedangkan laju korosi menurun seiring dengan
meningkatnya pH seperti pada gambar 5.7. Laju korosi API 5LX65 lebih rendah
dibandingkan dengan laju korosi ST-37 ~
tegangan tarik serta tegangan luluh API
5LX65 lebih tinggi dibanding ST-37. Hal ini karena komposisi kimia pada mengandung
Nb, Ti, Ni, Cr dan V, dimana unsur Ni dan Cr dapat meningkatkan ketahanan korosi clan
unsur Nb, Ti dan V dapat meningkatkan sifat mekanik. Hal ini didukung oleh Lawrence R
Sharfstein (1977) dan Hilman Hasyim, Widodo Setiadharmaji (2001) yang menyatakan
bahwa dengan adanya unsur Ni dan Cr maka baja akan lebih tahan korosi karena Ni dan Cr
dapat membentuk suatu lapisan pasif (yang tahan korosi lebih lanjut) pada permukaan baja.
Menurut Hilam dan Widodo Setiadarmaji (2001), menyatakan bahwa sifat mekanik baja
yang mengandung V, Ti dan Nb relatif akan meningkat karena unsur-unsur tersebut
berfungsi sebagai unsur penghalus butir ferrite clan pembentuk partikel penguat fasa kedua
(karbida clan nitrida). Hal ini didukung oleh Paul T Lovejoy (1977) yang menyatakan
bahwa aclanyafasa delta ferrite akan meningkatkan sifat mekanik baja paduan.
24
Grafik Laju Korosl vs Temperatur
200.00
~
§.
~
180.00
1eJ.OO
140.00
120.00
100.00
l-+-ST-37
-.-AP! 5LX65
:i2 eo.oo
eo.oo
::i
3'
I
40.00
20.00
o
ro
w
~
~
~
~
ro
Temperatur (C)
Gambar 4.5. Pengaruh temperatur terhadap laju korosi
Grafik Laju Korosi vs Waktu
s;
!ii
e
~
::i
3'
180.00
180.00
140.00
120.00
100.00
80.00
60.00
40.00
20.00
0
2
4
6
10
8
12
Waktu (lam)
Gambar 4.6. Pengaruh waktu terhadap laju korosi
GrafHc Laju Korosi vs pH
200.00
180.00
~ 160.00
140.00
;;; 120.00
100.00
0
80.00
li:
::i
60.00
~ 40.00
20.00
-.
.s
e
-+-ST-37
-4-API 5LX65
-,
0
2
4
6
8
pH
Gambar 4.7. Pengaruh pH terhadap laju korosi
25
7.
Model matematis laju korosi
Penurunan model matematis laju korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida yang
terlarut mengikuti persamaan reaksi ( 4. 4 ).
Menurut Levenspiel bahwa laju merupakan perubahan konsentrasi spesi i yang
sebanding dengan perubahan berat per satuan luas terhadap waktu. Maka persamaan laju
korosi dapat ditulis sebagai berikut :
(4.5)
Dimana v = laju korosi, n = orde reaksi, 1':.WI A = weight loss per satuan luas, dan k =
konstanta.
Secara kinetika persamaan reaksi (4.4) dapat ditulis sebagai berikut:
k =k
"'
=
[FeS
(4.6)
J=~
[H 2S]
k2
Diketahui persamaan Van't Hoff adalah :
d(lnk)
Q
dT = RT2
(4.7)
Persamaan (4.7) diintegralkan, maka didapat:
_ _Q_
k=keRT
0
(4.8)
Persamaan (4.8) disubstitusikan kedalam persamaan (4.5) menjadi:
d[ 1':.W]
/aju korosi
=v=
A
dt
FeS
lL)
r
= ko [H 2S ex...(_
1\_ RT
(4.9)
Persamaan (4.9) ini yang dijadikan model matematis persamaan laju korosi.
Untuk mendapatkan model laju korosi secara empiris maka harus ditentukan nilai
konsatanta-konsatanta yang terdapat dalam persamaan model matematis tersebut.
Persamaan (4.9) diubah kedalam bentuk logaritma, maka diperoleh:
d[ 1':.W]
log
A
dt
FeS
= k 2 + n log[H 2s]- Q
2,3RT
(4.10)
26
Dimana k2 = log k,
Untuk menentukan harga n secara empiris dilakukan percobaan pada tempertur
konstan, maka persamaan (4 .10) didefferensiaklan pada temperatur kontan didapat :
d[~w]
d/og
A
FeS
dt
n=-
(4.11)
T
Untuk menentukan harga Q secara empiris dilakukan percobaan pada pH konstan, maka
persamaan (4.10) didefferensiaklan pada pH kontan didapat:
d[~w]
d/og
A
FeS
dt
Q=-2,3R
(4.12)
·pH
Penentuan harga n dan Q didapat dengan cara membuat grafik: berdasarkan data percobaan,
dimana hasilnya sebagai berikut :
2.soo-----------.
2.500
2.'400
2.«JO
2.JOO
2.300
v= -1183.21)(+ 5.135
2.200
2.200
R2= 0.9602
_ 2.100
1.800
_2.100
~ 2.000
:;- 1.900
1.800
1.700
1.700
1.600
1.600
y
~ 2.000
'ii" 1900
= -1.7392x + 3.200\.
R2 • 0.8831
)(lg
~
1.500
0
0.2
0.6.
0.4
0.8
dlogpH
Gambar 4.8. Grafik penentuan harga n
1.soo--.-------.---0.00200
0.00300
0.00310
0.00320
0.00330
0.()(13'40
d(1/T)
Gambar 4.9. Grafik penentuan harga Q
27
Berdasarkan hasil pengolahan data nilai konstanta n = 1,7 dan
Q = 4,493 kkal/mol.
Setelah mendapatkan harga n dan Q maka selanjutnya akan merumuskan model laju korosi.
Merumuskan persamaan model laju dimulai dari persamaan (4.9).
Ambil suatu persamaan manipulasi matematika :
_Q_) _Q_)- 1]
exj
[ e~(
A1\373R 1\373R
(4.13)
Persamaan (4.9) dikalikan dengan persamaan (4.13) menghasilkan bentuk sebagai berikut:
d[AW]
=
laju korosi v =
A
dt
FeS
=
kJH 28
r ex"'(1\- 2-)
[exl1\373R
_Q_). exl1\373R
_Q_)] (4.14)
RT
Atau dalam bentuk yang lain didapat :
[AW]
lajukorosi
ev»
d
A
dt
.
FeS
= ko[H2Sf
exJ(-:g_)+(_Q_)]·exJ
t'l · .
1\ _ _Q_)
373R
RT
313R
(4.15)
Persamaan (4,15) disederhanakan menjadi:
d[AW]
laju korosi e v «
A
dt
FeS
= k[H 2
stexpc(T-373
373)
(4.16)
Dimana:
exj1\__ _Q_)
C=_Q_
k=k
0
373R
373R
(4.17)
(4.18)
Harga k, didapat dari hasil olah data sebesar 1584,89 kemudian disubstitusikan pada
persamaan (4.17) pada kondisi pH= 4, t = 6 jam dan T = 25°C. Harga k didapat 3,69 dan C
sebesar 6,06.
28
10
9
>:
a.
-e
E
·;;
s:s
";;'
..J
8
7
6
5
4
3
-Model
2
•
Hasl Percobaan
1
0
30
35
40
45
50
55
60
65
70
75
80
Temperatur (C)
Gambar 4.10. Kurva verifikasi laju korosi
Berdasarkan basil pengolahan data, maka model laju korosi baja karbon dalam
lingkungan hidrogen sulfida adalah sebagai berikut :
Laju korosi (mpy)~ 3,69 [H,s J·' ex{ 6,06 ( T ;;373))
(4.19)
Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin.
Setelah model laju korosi diperoleh selanjutnya dilakukan verifikasi yang bertujuan
untuk. mengetahui sejauhmana validitas persamaan model laju yang diperoleh. Hasil
perbandingan antara data dari model laju dengan data hasil percobaan pada temperatur 40,
50, 60 dan 70 °C adalah seperti pada gambar 4.10. Berdasarkan gambar 4.10 diperoleh
perbedaan laju korosi antara laju korosi dari model dengan laju korosi hasil percobaan yang
relatif kecil sekitar 1,5 %, hal ini menunjukkan bahwa laju korosi baja karbon dalam
lingkungan hydrogen sulfida dipengaruhi oleh tempertur lingkungan.
29
BAB VI
KESIMPULAN
DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan basil percobaan dan pembahasan
yang telah dilakukan dapat diarnbil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS
2. Laju korosi baja karbon pada lingkungan hidrogen sulfida dipengaruhi
oleh pH dan
tempertur.
3. Model persarnaan
laju korosi baja karbon dalam lingkungan
hidrogen sulfida pada
tekanan I atm dan rentang tempertur 30 - 70 °C diperoleh :
Laju korosi (mpy)= 3,69 [H2$
J'7 exp(6,06( T ;;373))
Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin.
4. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan
perbedaannya 1,5 %.
5.
Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan
laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy.
6. Sampel baja ST-37 relatifkurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam
lingkungan sulfida.
7. Kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja,
konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian.
8. Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Kiscc) untuk specimen dalam
lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 °C diperoleh 18 - 30 MPa.m 112•
9. Didapat suatu model persamaan ambang batas intensitas tegangan.
K1ssc
= [221,57(P-I,98xI0-8[T(2pH
J.12
+ log[H2S]+ logK) Dij.,,m,GPa.m
112
30
6.2.
Saran
Dari basil penelitian ini telah diperoleh suatu model laju korosi baja karbon,
khususnya untuk baja karbon ST-37 dalam lingkungan hidrogen sul:fidapada tekanan 1 atm
dan rentang tempertur 30 - 70 °C. Meskipun demikian ada beberapa bagian pada penelitian
ini yang masih perlu dilanjutkan. Untuk itu penulis menyarankan :
1. Perlu dilakukan penelitian lanjut pada tekanan dan temperatur yang relatif lebih tinggi
agar mendekati kondisi lapangan yang sebenamya.
2. Untuk menanggulangi korosi tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kearah
bagaimana cara penanggulangannya.
3. Model persamaan tersebut dapat dibuat kedalam bentuk "software" sehingga dapat
digunakan untuk media pembelajaran.
31
DAFf AR PUSTAKA
1) B.RD. Gems, 1974, Detection and Mitigation of weight loss corrosion in Sour gas
gathering system, Shell Canada Ltd.
2) Basuki, E.A., dan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen
(H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
3) Clubley, B.G, 1988, Chemical Inhibitor for Corrosion Control, Proceeding of an
International Symposium, University of Manchester.
4) Denny A. Jones, 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing
Company, USA.
5) G.Sorell dan B. Hoyt, 1956, Collection and Correlation of high temperature hydrogen
sulfide corrosion data, NACE Technical Committee Report, Publication 56-7, New
York, USA,: p.215t.
6) G.I. Ogundele dan W.E. White, 1986, Some Observation on The Corrosion of Carbon
steel in Sour gas environment : Effect. of H2S
and H2S/COi/CHJC3Hs mixtures,
Journal Corrosion NACE, Vol.42, No.7.
7) Hassan, A., dkk, 1998, Effect of microstructure on corrosion of steel in aqueous
solution containing carbon dioxide, Corrosion-NACE.
8) Hassan Malik, 2000, Effect on pH on the corrosion inhibition of mild steel in COi
saturated brine solution, Anti-Corrosion Methods and Materials, Vol. 47. No.2.
9) Herbert E. Barner, 1978, Handbook of Thermochemical data for Compounds and
Aqueous species, John Wiley & Sons, New York, USA.
10) Isdiriyani Nurdin, dkk. 2006, Inhibisi korosi baja dalam air kondensat terkontiminasi
FeCl2 menggunakan Natrium Fosfat", Korosi & Material, Vol. VI. No. 1.
ll)Kun Kurnely, 2004, Peluang Bisnis Pipa Gas Indonesia, Proceeding of Indonesian
Pipeline Technology 2004, ITB.
12) Mercer, AD., 1988, Corrosion Inhibitor Testing : Principles and Practice, Proceeding
of an International Symposium, University of Manchester.
13) N.Sridhar, dkk, 2001. Effect of water and gas compositions on the internal corrosion of
gas pipelines modeling and experiment studies", Corrosion Journal, Vol. 57, No3.
32
14)Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion on API SL
grad Band X52, Journal of Material Perpormance.
15)Rozenfeld, I.L, 1981, Corrosion Inhibitor, McGraw-Hill Inc., USA
16)Russel D. Kane, 2001, Evaluation of geothermal production for sulfide stress cracking
and stress corrosion cracking", CU International, Inc. Texas, USA
17)S.Divakara Shetty, Prakash Shetty, clan H.V.Sudhaker Nayak, 2006, Inhibition of mild
steel corrosion in acid media by N-(2-Thiophenyl)-N'-Phenyl Thiourea (TPTU), Journal
of the Chilean Chemical Society ..
18) Solehudin, A, 1998, Penentuan laju korosi sulfidisasi pada baja karbon AISI 1010
dalam lingkungan NaCl-H20-H2S, Tesis Magister, ITB.
19) Solehudin, A, 2001, Studi pengaruh gas H2S terhadap SCC pada baja karon API
SLGrB dalam lingkungan air garam, Jumal TOR.SI, JPTM UPI.
20) Tri Djaka, Koswara, Cahyo Antarikso, dan Zaenal Arifin Muslim, Disain dan
Pembuatan Baja Lembaran Panas sebagai Bahan Baku Minyak dan Gas, Proceeding of
Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
21) V.Van, T V Toai, dan V Son (2006), Study on corrosive ability of oil gas in Bacho
(White Tiger)-Vietnam to Carbon steel and protection of pipeline by inhibitors, Jurnal
Korosi dan Material, Vol. VI. No.4.
22) Wayan Gosio, dkk, 2001, Pengembangan Pipa Baja Alir Lasan Spiral API SL X-60
untuk Sour Service, Proceeding Seminar Ilmiah, ITB.
23) Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Aman, clan
Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection), Proceeding of
Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
33
~i
0
.....
·= ·~
.e:;!ol
0
i§
....
(I)
f--<
a·~
~
Ill'}
J:!
Cll
(!)
]
a~
~·a
. . . :;;a
q)
o:I
rll
f-<
~ :e!
s~
~~
~
==
~~
'@
f--< f--< '-"
I
:a=
~
~
;J
"Cl
iS
m
-0
~
I!)..
i
;i
l
..... bl)
.so ~
:m~
-~ -~
gg
al
:iii~
e~~
o:I
·9 ·9
:;a :;;a
I
~~
·-
0
~
0
..2
o:I
I
I
•
~ Ill IXl
I
§
...
0
-
"Cb
....
:E
-3
~
~
-~
.s
....·;r
·9
:;a
..!:::l·~~'-"
z0
o"
-~.s g"'$'
~
~j
.....
~~
o:I
"ioo
ti)
0
~<
·i::~
:.a~ Cl.:!..-.
&ii
i:2 ~ gg ,J::j .s'O 00
. .: s ~
. .: a~ oz._,
Cl IZl ._.,
N
.g
e.s
0 .....
~
~
(!)
-0
·;i
...
.o
Ill
.s
i
! .! 0
a~~s::
"1.il
~
~~
i:f
:a
z~.........
~
"'::I
'O
s:: ·-rll
~~
11)
I
IXl
·s
..... ~.·
]]·iu
(!)
·5 ~
~
~
«!
Cll
.... «)
o:I
~ :2
e
.:;
~~
~ 8.
0
~
......
......
....tago
-
0
.....
.....
('">
t!::
-
::i::
~
$
0 ~
A' 00
,J::j
"""
:;g
&ii
ee
$
....
5'
ii
e
l
00
....
<IJ
0
""
....
S'
....
~
~
==
i=
~
5
~
~
-
<
r-i
~
00
-!e
4.1
~
... . .
'S'
1
....
5
J
·-5'
·d
I'll
~
·-5'
.. .
5'
~
.
§ .
.t:l
:ac;S
fa
"O
~·~~
"(;'
b() ~
[~
~r·1 '~
~
·>l
8. ~ fa
~
0 ~
~r/.l~e
~
·9
~~
!J
~
"+:I
t
~
8'0.
so~0
ts~~
8. ~
ril
C"/l
C"/l
~
~=
p.
~~~
~
~
Qi)~
·Ii
0
s
~
fa
=
'(;'
....l
"a)
"O
~
!~
lS S'
fa
<II
o~
~[
I
p..
·~~·~§
l'.Il-1'.Il........
c;S N "'........
c;S N ....
r.'i)
...
P.. IO P,. IO
-0
;j·§·- a
1~].,~
c;SP.c;1iO
~
p..
ti')
~
.0
I
~ ~
Cl ~
{; 13
~ -a
~~
~~
l.O
t
t ~
Lampiran 4.
Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian
1. Proceeding Seminar Nasional N KIMIA DAN PENDIDIK.AN KlMIA, Penyelenggara:
Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA- UPI, pada tanggal 9 Agustus 2008
2. Jurnal PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM :
Media Pengembangan
Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8 akan terbit Desember 2008
40
~
()Q
·~
C'n.
a..
(I)
::s
()Q
::c:
~
§'
"CS
§
~
0
1--'
Cb
§-......
~
1-'t
~
C'n
p)
~
td
~
0
::s
::s
~
\C
"'d
(I)
CT' :::3
o,
~
......
~8~s
no... . . .
>
~
s-
.......... p)
Cll
p)
CT'
Cb
::s
§ ()Q
Cll
N
0
0
00
~
~·~::c: ~ f
-~·
,(I)
~
()q
'--4
"Tl
"'d
s;::
~
~
~
td
p)
~
......
p)
I
~
~
1-t
·~
0...
~
td
a::s
(I)
~
."
j
...
J
. s
s·
~
z
~
Cb
t
~
r.
11
......
fl')
0
::s
e,
§-......
~
p:.
§
"'d
Cb
::s
o,
......
~
~
~
s......
~
fJJ
:"""
t'rj
)>
cc
-u
c
Cl)
C/J
3 g.
0
(/)
7\
0
0
:J
p)
()Q
......
p)
0
.....
cT
Cb
(/)
-
0
(D
zr
c
o,
-:J
s:
-I
.
~
~
Cb
'"O
~
p...
~
~
~
~
~
~
~
p)
r
~
1-'t
......
r+
fl')
~
fl')
"'d
(I)
::sp..
~
~
(I)
::s
()q
~
r+
(I)
......
p..
~
~
~
p)
(/)
f
r
P"
~
::so,
t
"'d
p)
p..
......
sP.
::sc,
0
::s
\
I
(I)
\
c,
p)
::s
I
I
I
I
I
~
to
p)
::sr+
(t)
::s
"
......
Cll
p)
·''~(
'I/~
PUBLIKASI ILMIAH
BASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING
( TAHUN PERTAMA)
• Proceeding Seminar Nasional IV KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA,
Penyelenggara : Jurusan Pendidikan Kimia, FPMJP A - UPI, pada Tanggal
9 Agustus 2008
·
• Jurnal PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM : Media
Pengembangan Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8
akan terbit Desember 2008
PENELITI:
Ir. Agus Solehudin, MT
Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si
Dr. Ir. lsdiriayani Nurdin, DEA
Ir. Djoko H Prajitno, MSME
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
November 2008
aw
·~,;.;.·~ .
.. {:.
'j
~. . ~~~ . ~A..~.t;.J
KATA PENGANTAR
Assalamu 'alatkum Wr. Wb
Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Alloh
swr yang telah memberikan
rahmat, kekuatan, dan petunjuk sehingga kami dapat menyelenggarakan Seminar
Nasional Kimia dan PendiclikanKimia IV.
Penyelenggaraan seminar ini merupakan agenda tahunan dari Jurusan
Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan seminar kali ini
merupakan seminar yang keempat. Tujuan diselenggarakan seminar yang keempat ini
adalah untuk mendapatkan gambaran arah dan kecenderungan penelitian kimia dan
pendidikan kimia terbaru dalam skala nasional; peran dan kontribusi kimia dan · ·
pendidikan kimia; serta pentingnya inovasi dalam kedua bidang tersebut demi
peningkatan literasi sains masyarakat
Seminar kali ini diikuti oleh guru, dosen, serta para mahasiswa S 1 maupun
mahasiswa Pasca sarjana yang berasal dari Pulau Sumatera sampai dengan Pulau Irian.
Pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris
Jurusan Pendidikan Kimia atas segala arahannya, dan kepada Dekan FPMIP A UPI atas
segala bantuannya, dentlkian juga kepada para sponsor, yaitu: Laboratorium Kimia
Analitik Instrumen, Kelompok Penelitian Bioflokulan, CV. Medilabs, Pesona Scientific,
Cencom dan Bank BNI Cabang UPI atas kerjasamanya yang baik.
Ucapan terimakasih, kami sampaikan juga kepada para keynote speaker, para
pemakalah dan para peserta seminar atas partisipasinya, serta rekan-rekan panitia yang
telah berjuang dan banyak berkorban demi keberhasilan acara ini.
Terakhir, semoga seminar ini dapat memberikan sumbangan kepada peningkatan
kualitas pendidikan, khususnya lrualitas profesi Pendidikan Kimia di Indonesia dan
mohon maaf apabila dalam penyelenggaraan seminar ini terdapat berbagai kekurangan.
Wassalamu 'alaikum. Wr. Wb
Seminar Nasional Kimia dan Pendtdikan Kimta IV
SAMBUTAN KETUA JURUSAN PENDIDIKAN
KIMIA FPMIPA UPI
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur selayaknya kita panjatkan ke hadapan Allah SWT, karena atas
rid.la Nya lah Jurusan Pendidikan Kimia UPI bekerjasama dengan Himpunan Kimia
Indonesia Cabang Jabar dan Banten dapat kembali menyclenggarakan seminar Nasional
Kimia dan Pendidikan Kimia yang ke IV, dengan mengusung tema "Peran Kimia dan
Pendidikan Kimia dalam Meningkatlcan Literasi Sains Mayarakat", yang merupakan isu
penelitian dan pengembangan saat ini.
Selamat datang dan terimakasih kami sampaik:an kepada para keynote speakers,
Dr. Muchallal dari UGM, Dr. Burhanudin Tola dari Puspendik Depdiknas, Hadi
Riyanto dari PT Chevron Pacific Indonesia, serta Drs. Masruri Pendiri Sekolah
Unggulan Al-Hikmah Surabaya ·dan Direktur KPI , yang telah meluangkan waktunya
yang berharga, Selamat datang dan terima kasih kami sampaik:an pula kepada para
pemakalah dan peserta seminar yang berkenan hadir
serta
turut mensukseskan kegiatan.
Demikian pula, kami mengucapkan terlnlakasih kepada pimpinan universitas dan
falrultas, serta pimpinan HKI Jabar-Banten yang telah mendukung terlaksananya
kegiatan ini. Ucapan terimakasih yang terakb.ir kami sampaikan kepada seluruh panitia
seminar yang telah. bekerja keras untuk terwujudnya seminar nasional.
Harapan kami, kegiatan seminar ini · dapat berlangsung lancar dan tanpa
hambatan. Mudah-mudahan pula pemaparan hasil-hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi bagi pengembangan Ilmu Kimia serta Pendidikan Kim.ia di negeri tercinta ini,
serta memacu penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi lainnya.
Tiada gading yang tak retak. Maka maafkanlah kami apabila dalam
penyelenggaraan seminar ini ada hal yang kurang berkenan.
Wabillahittaufikwal Hidayah, Wass. Wr. Wb.
Bandung, 09 Agustus 2008
Ketua Jurusan Pendidikan Kimia UPI
Seminar Nasional Kimia dan Pendtdikan Kimia IV
ii
SAMBUTAN KETUA HIMPUNAN KIMIA INDONESIA CABANG JAWA
BARAT DAN BANTEN
Selamat datang di Bandung bagi rekan-rekan kimiawan dari luar Bandung atau
bahkan dari luar Jawa Kali ini kita bertemu kembali di Universitas Pendidikan
Indonesia, untuk berbagi informasi perkembangan terbaru penelitian Kimia clan
Pendidikan Kimia. Seminar ini dilaksanakan oleh Jurusan Kimia FPMIP A UPI atas
kerjasama dengan HK.I Jabar-Banten. Seperti ada kesepakatan tak tertulis di HK.I bahwa
seminar berkala yang diselenggarakan oleh lembaga tertentu dapat dilaksanakan atas
kerjasama dengan HK.I Cabang tempat lembaga tersebut berada, sedangkan HK.I Pusat
memusatkan perhatian pada seminar berkala yang dilaksanakan secara nasional dengan
pelaksanaan yang berpindah dari satu lembaga ke lembaga yang lain, dari satu propinsi
ke propinsi yang lain. Izinkan pula saya menyampaikan informasi dari Pengurus Pusat
HKI, bahwa sejak tahun 2006, seminar tahunan HKI akan diselenggarakan secara lebih
teratur, yaitu ditetapkan setiap bulan Agustµs setiap tahun, yang pada tahun ini SNHKI
diselenggarakan pada 27-28 Agustus 2008 di Universitas Udayana, Denpasar, Bali.
Atas dorongan berbagai pihak, "Hkl sejak Desember 2007 telah kembali
bergabung dengan Federation of Asian Chemical Societies (FACS). Keanggotaan alctif
dalam FACS diharapkan dapat mendorong keterlibatan kimiawan Indonesia dalam
pengembangan peran bidang Kimia di kawasan.
Informasi lain yang layak untuk diketahui rekan-rekan kimiawan adalah bahwa
sejak 2007, HK.I memfasilitasi pembentukan mills diskusi serta informasi jurusanjurusan Kimia se-Indonesia ([email protected], milis kajur-kajur Kimia,
http://www.kimiawan.org/links/chemistry-de.partments. informasi Jurusan Kimia seIndonesia dengan link ke web masing-masing) yang diharapkan mendorong komunikasi
yang lebih baik antar jurusari-jurusan Kimia, termasuk program studi Pendidikan Kimia,
clan pada gilirannya memunculkan sinergi kerja-kerja pengembangan bidang Kimia di
Indonesia. Forum Komunikasi Jurusan Kimia se-Indonesia telah melakukan "temu
darat" pertama pada 2007, temu ke-2 di UGM bulan lalu, Juli 2008, dan pertemuan ke-3
akan diadakan di Universitas Udayana pada Juli 2009. Peran HKI hanyalah
memfasilitasi komunikasi dan informasi, karena sejauh ini Forum tersebut secara
organisatoris tidak bernaung di bawah HKI.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia JV
Ill
Jauh sebelum lahimya
memelihara
komnnikasi
mills [email protected],
lewat
mills
kimiawan
[email protected],
Indonesia
yang
telah
terbuka bagi
kimiawan anggota maupun non-anggota HKI. Kimiawan yang belum bergabung, kami
undang
kehadirannya
di
mills
dengan
cara
mengirim
email kosong
ke
[email protected]. Untuk anggota muda HKI maupun mahasiswa Kimia,
terdapat milis diskusi [email protected] dengan cara gabung yang mirip.
Last but not least, HKI Cabang Jawa-Barat dan Banten mengajak rekan-rekan
kimiawan yang berada di wilayah Jabar dan Banten untuk berpartisipasi aktif dalam
seminar bulanan HKI Jabar-Banten yang diselenggarakan setiap hari Jumat minggu
ketiga setiap bulan. Pertemuan Agustus akan diselenggakaran di STIT (Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil) dan pertemuan-pertemuan selanjutnya selalu bisa dibaca di
http://www.kimiawan.org(iabar-banten.
Selamat berbagi. informasi dan membangun kolaborasi kepada rekan-rekan
kimiawan, semoga pertemuan kali ini memberi dampak maksimal terhadap peningkatan
peran kimiawan serta pertum.buhan bidang Kimia di Indonesia Terima kasih 'kepada
rekan-rekan anggota panitia yang membuarseminar ini berlangsung baik.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
iv
DAFrARISI
KATA PENGANTAR......
i
... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . .. ... .. . ... .. . . .. . .. ... ... .. . .. . ... ...
ii
SAMBUTAN KETUA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FPMIPA UPI..............
SAMBUTAN KETUA HIMPUNAN KIMIA INDONESIA CABANG JAWA
BARAT DAN BANTEN...
... ... ... ... ... ... . .. ... ...
DAFf AR JSI.
·.. . .. . . . .. . .. . .. . . .. .. . . .. . ..
MANFAAT
KLOROFIL
KOMOPREVENTIF
DAN
TURUNANNYA
SEBAGAI
iii
v
AGEN
Aji Wahyu Budiyanto,Leenawaty Limantara ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... .......
1
PENCEMARAN UDARA DAN RADIASI GLOBAL DI KOTA BANDUNG
TAHUN 2001-2003
Desy Gusnita .. . . .. . .. .. . .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. . . .. . .. . . . .. . . .. .. . .. . . .. .. . .. . .. . . .. .. . .. . .. . .. . .. . ..
20
PERTANYAAN SOCRATIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA
I Wayan Redhana, Luh Maharani Merta............ . .. .. . .. .. .. .. . . .. . .. .. . .. . .. .. .. . .. .. . .. ..
29
PEMISAllAN EMAS DENGAN METODE SOLVENT
RESIN MENGGUNAKAN CYANEX-921
Ibnu Khaldun, Amiruddin, Muhammad Bachri Amran.
41
IMPREGNATED
ANALISIS PIROUSIS SERBUK BAMBU DENGAN MENGGUNAKAN GCMS SERTA APLIKASINYA SEBAGAI BIOARANG
Mohammad Wijaya M.....
..
..
..
. SO
WAKTU TANGGAP ELEKTRODA UREASE PADA BERBAGAI JENIS
ELEKTRODA
UNTUK
PENETAPAN
KADAR
UREA
SECARA
POTENSIOMETRIK
Muhammad Arifin Cik... .. . .. . .. . . .. . .. .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. . . .. ... . . .. . . . .. . .. . .. . .. . . . . ... .. .... ...
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT
SILIKA UNTUK SEL DAHAN DAKAR
Muhammad
58
KITOSAN-
Ali Zulfikar, Deana Wahyuningrum, sadijah ahmad......... . . . . . . . . . . . . . . . ..
65
PENGARUH SURFAKTAN PADA PENGUKURAN ANTillISTAMIN
CETIRIZIN
SECARA
VOLTAMETRI
PULSA
DIFERENSIAL
MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA KARBON
Nikmans Hattu, Buchari, Indra Noviandri clan Sadijah Achmad........
75
KIMIA DAN PEMANTAUAN KONDISI ATMOSFER GLOBAL DAN DI
INDONESIA
Ninong Komala; .. . . . . .. . .. . . .. .. . . .. .. . .. . . .. . . . . .. . . . .. . .. . . .. . . . . . . . .. . .. .. . . .. . .. .. . . . . .. . .. .
Seminar Nasional Kimia dan Pendidtkan Kimia JV
85
v
EFFECTS OF AGING ON ADSORPTION OF
ARSENIC
BY
DIFFERENTIAL SOIL CHARACTERISTICS
Damris Muhanunad
~ . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . .. .. . .. . . . . . .. .
STUDI KOROSI BAJA KARBON API 5L-X65
BIDROGEN SULFIDA
456
DALAM UNGKUNGAN
Uum Sumirat , Agus Solehudin......................................................................................
MODEL LAJU KOROSI
IDDROGEN SULFIDA
465
BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN
Ratnaningsih E. Sardjono , lsdiriayani Nurdin, dan Djoko
H.PraJ1tno.........................................................................................................................
473
AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DARI PASTA BUAH MERAH MERAH
(PANDANUS CONOIDEUS L)
Achmad Taher clan Arif Mansbawar.............................................................................
485
PENGGUNAAN ASESMEN OTENTIKPADA PEMBELAJARAN BIOKIMIA
UNTUK CALON GURU BIOLOGI
Ana Ratna Wulan
;
,.............................
KAJIAN ADSORPSI
LOGAM BERAT
KROM
PENYAMAKAN KULIT PADA ADSORBEN KITOSAN
DARI
494
LIMBAH
Fitri Khoerunnisa, Deni Arifianto dan Hernaai
;.......
503
UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN INKUIRI SAINS GURU KIMIA
MELALUI KEGIATAN "MGMPWILAYAH''
Poppy K. Devi.................................................................................................................
516
UJI AKTIVITAS SENY AWA BIOAKTIF PADA RUMPUT LAUT Sargassum
duplicatum
Ifah Munifah.......
.
.
.. . ..
.. .
..
.. . . .. . . .. .
. ..
527
KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS X DAN XI
PADA PEMBELAJARAN
KIMIA
MENGGUNAKAN
METODA
PRAKTIKUM
.
Ora. Oebi Dwiyanti, M.Si., dan Dra, Siti Darsati, M,Si.....
PENGARUH PEMBEKALAN KEMAMPUAN GENERIK
KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN
KESETIMBANGAN KIMIA
538
TERHADAP
SOAL-SOAL
Wawan Wahyu, Nuryani Y. Rustaman, Liliasari & Sadijah Achmad...
546
PENGARUH KESTABILAN
SOL PADA KARAKTER
MATERIAL
KONDUKTOR IONIK KOMPONEN
SENSOR GAS NOX HASIL
PREPARASI DENGAN METODE SOL-GEL ANORGANIK
Nina Restiana, Agus Setiabudi dan Soja Siti Fatimah.....................................................
Seminar Nasional Kimid dan Pendidikan Kimia JV
554
ix
.
.
.
~~~R NA8;.
+it.
.6 ~ ~ Seminar Nasional Kimia dan pendidikan Ki~~·~
~
Peran Kimia dan Pendidikan Kimia dalam M~
~~
Literasi Sains Masyarakat
.,,
tt
MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM
LINGKUNGAN IDDROGEN SULFIDA
Agus Solehudin 1>, Ratnaningsih E. Sardjono2>,
Isdiriayani Nurdin3>, dan Djoko H.Prajitno4>
1>
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI, 2> Jurusan Pendidikan Kimia,
FMIPA - UPI, 3> Jurusan Teknik Kimia, FTI - ITB, 4> PTNBR - BATAN
Abstrak
MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN
IDDROGEN SULFIDA Baja karbon dan paduannya banyak digunakan pada instalasi
lingkungan korosif. Korosi pada baja karb<;>µ. dapat diakibatkan oleh adanya ion
hydrogen dari hydrogen sulfida yang terdisosiasi pada temperatur yang relatif tinggi.
Pengujian korosi dilakukan dalam scbuah media simulasi dari gelas kimia pada berbagai
temperatur, waktu dan pH Laju korosi dipelajari da1am 1arutan uji yang mempunyai
rentang pH sebesar 3,5 - 6, waktu 2 - 10 jam dan temperatur 25 - 70 °C. Baja karbon
yang digunakan sebagai bahan uji adalah ST-37. Berdasarkan hasil percobaan
menunjukkan bahwa laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya waktu uji dan
tem.peratur dan sebaliknya laju korosi menurun seiring dengan meningkatnya pH. Laju
korosi baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy. Baja ST-37 relatifkurang
ta.ban korosi dalam lingkungan sulfida. Model laju korosi baja karbon dalam lingkungan
hidrogen sulfida pada tekanan 1 atm clan rentang tempertur 30 • 70 °C adalah :
Laju korosi (mpy)= ~.69(H+
r ~ 6,06(T ;;
373))
Dimana konsentrasi ion W dalam ppm dan temperatur dalam kelvin.
Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan basil percobaan
perbedaannya 1,5 %.
Kata kunci : baja karbon, laju korosi, hidrogen sulfida
Abstract
CORROSION RATE MODEL OF ST-37 CARBON STEEL IN HYDROGEN
SULFIDE ENVIRONMENT. Carbon steels and its alloys were mostly used on
installations in corrosive environment. The corrosion of carbon steel was caused by
hydrogen ion from hydrogen sulfida dissociation under occurred at relatively high
temperature. Corrosion tests were conducted in simulation media from chemical glass
at several temperature, time and pH. Corrosion rates were carried out in the solution
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
473
test with pH range 3.5 - 6.0 and time range 2 -10 hours at tempertur range 25 - 70
°C. Carbon steels employed as specimen materials were ST-37. Base on the
experimental results shown at the corrosion rate Increased with the increasing
temperature and time, and otherwise, corrosion rate decreased with the increasing pH.
The corrosion rate of ST-37 carbon steel was 43.91 - 184.6 mpy. The corrosion
resitance ofST-37 carbon is very low In hydrogen suljida environment. The corrosion
rate model for carbon steel in hydrogen sul.fida environment under I atm pressure and
tempertur range 25 - 70 °C was found to be :
Corrosionrate(mpy)= 3.69[H+ J"7 exi(6.06(T;;373))
Where ion [F] concentration in ppm and temperature in Kelvin.
Verification between equation model and experiment result shown the result from
computation and thatfrom the experiment differ slightly± 1.5 %.
Key words : carbon steel, corrosion rate, hydrogen sulfide
LATAR BELAKANG
Baja karbon dan paduannya ban.yak digunakan pada instalasi lingkungan korosif
. Sebagai contoh pada instalasi produksi minyak dan gas (MIGAS), spesi utama yang
memicu terjadinya serangan korosi adalah hidrogen sulfida atau ion hidogren sulfida,
karbon dioksida atau hidrogen karbonat, d8n senyawa klorida. Diantara corrodem
tersebut yang paling bermasalah di industri minyak dan gas umumnya adalah serangan
oleh hidrogen sulfida atau ion hidogren sul:fida. Keberadaan hidrogen sulfida atau ion
hidogren sulfida di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa
baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan
menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting).
.Beberapa usulan mengenai mekanisme korosi baja karbon dalam lingkungan
H2S terlarut atau hidrogen sul:fida, diantaranya Bohner, Lofa dan Batrakov. Bohner
berpendapat bahwa pada polarisasi katodik besi dalam lingkungan H2S-NaHS buffers,
terjadi evolusi gas hidrogen dengan melalui reaksi (1) dan (2) di atas. Reaksi tersebut
mengikuti tahap-tahap sebagai berikut (Journal Corrosion NACE, Vol. 42, No.7, 1986):
HS" + e
H+s2•
(1)
HS. +H +~
H2 + s2•
(2)
Mekanisme reaksi korosi pada baja yang diusulkan oleh Bolmer, menyatakan bahwa
mekanisme korosi tersebut diawali dengan terjadinya reaksi reduksi gas H2S yang
menghasilkan gas H2 dan ion HS-, kemudian HS" direduksi menjadi ion S2-yang secara
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
474
berurutan pada persamaan reaksi (1) dan (2). Ion HS- yang terbentuk kemudian
mengoksidasi logam besi dan membentuk lapisan besi sulfida, FeS, pada permukaan
elektroda. Sebagian FeS yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi lapisan FeS2,
seperti pada persamaan reaksi (4) dan (5).
Lova dan Batrakov menjelaskan bahwa kelarutan besi dalam lingkungan H2S
mengikuti reaksi sebagai berikut (Journal Corrosion NACE, Vol. 42, No.7, 1986):
Fe + HS"
=
(FeHS")ads
(FeHS")ads ~
FeHS+ + 2e
FeHS+ = Fe 2+ + HS-
(3)
(4)
(5)
Terdapat perbedaan antara mekartisme korosi sulfi.disasi yang diusulkan Bohner
dengan Lofa dan Batrakov. Menurut Lofa dan Batrakov menjelaskan bahwa ion HS"
yang dihasilkan dari disosiasi H2S terlarut akan bereaksi dengan logam besi membentuk
senyawa ion kompleks negatif (FeHS") yang teradsropsi pada permukaan logam besi.
Kemudian senyawa kompleks tersebut teroksidasi dengan mengikuti persamaan reaksi
(9) menghasilkan senyawa kompleks positif (feHS). Senyawa ion kompleks positif
tersebut akan terdisosiasi menjadi ion Fe2+ dan HS-, sehingga membentuk produk korosi
FeS atau FeS2 seperti pada persamaan reaksi "(4) dan (5). Disamping itu, terdapat juga
perbedaan dari keduanya yaitu pada tahap pengendali laju. Bohner berpendapat bahwa
tahap pengendali laju reaksi korosi sulfi.disasi yaitu pada persamaan reaksi (6),
sedangkan Lofa dan Batrakov pada persamaan reaksi (9).
Selain Bolmer, Lofa dan Batrakov, B.R.D. Gerus, 1974 menjelaskan bahwa
mekanisme korosi sulfidisasi akibat gas H2S dalam lingkungan NaCl atau netral adalah
sebagai berikut:
-
Terjadi reaksi disosiasi gas H2S dalam larutan :
~S -7
W
+HS"
(11)
(12)
-
Terjadi reaksi oksidasi besi pada anoda :
Fe
-7 Fe 2+ + 2e
(13)
Ion HS" dan S2"yang dihasilkan dari persamaan reaksi (11) dan (12) kemudian bereaksi
dengan ion besi dari persamaan (13) membentuk besi sulfida dengan reaksi sebagai
berikut:
Fe2+ + s2· -7 FeS
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia JV
(14)
475
Fe2++HS· 7FeS+W+2e
(15)
Sedangkan di katoda terjadi reaksi evolusi hidrogen :
2W+2e
7 H2
(16)
Sehingga reaksi keseluruhan adalah :
Fe +H2S 7
(17)
FeS + H2
Berdasarkan persamaan reaksi-reaksi yang diusulkan Gerus dapat disimpulkan bahwa ·
mekanisme korosi hampir sependapat dengan Bohner.
Berdasarkan uraian di atas bahwa lingkungan minyak dan gas yang mengandung
gas H2S terlarut sangat rentan terhadap korosi material baja, khususnya bagian internal
dari pipa baja tersebut, sehingga memerlukan adanya
memprediksi laju korosi.
suatu model laju untuk
Model tersebut dikembangkan dari persamaan Arhenius,
kemudian dirumuskan model matematis, selanjutnya melakukan percobaan empiris dan
didapat model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida.
METODOLOGIPENELITIAN
Material pipa yang diteliti ada1ah baja karbon ST-37. Spesimen untuk laju korosi
sulfidisasi mcngacu pada ASTM 031. Tahapan penelitian adalah pertama studi literatur
untuk mengkaji jumal ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan model laju korosi,
kemudian dilanjutkan dengan penurunan persamaan matematis laju korosi sehingga
didapat model laju korosi secara matematis. Berdasarkan model matematis tersebut
dilakukan percobaan empiris untuk menentukan konstanta-konstanta yang diinginkan
sehingga didapat model laju korosi empiris. Kemudian dilakukan percobaan untuk
verifikasi terhadap model laju korosi. Pemeriksaan morfologi permukaan spesimen
dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia dan Sifat Mekanik
Komposisi kimia spesimen ST-37 adalah C=0,09, Mn=0,46, P=0,004, S=0,04.
Sedangkan sifat mekanik untuk ST-37 adalah kekuatan luluh (YS) = 330 Mpa, kekuatan
tarik ultimat (UTS) = 530 Mpa, kekerasan = 170,5 HV.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
476
Basil Uji Korosi
Berdasarkan data hasil percobaan dapat dilihat bahwa rata-rata laju korosi ST-3 7
cenderung ni.eningkat seiring dengan meningkatanya temperatur dan waktu, dan rata rata laju korosi cenderung menurun seiring dengan meningkatnya pH.
Tabel 1. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur
Kode
Al
A2
A3
A4
A5
T(oC)
25
35
45
55
65
t (iam)
6
6
6
6
6
PH
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
Wo (2r)
4.72
4.11
5.62
4.30
4.34
Wt (l!r)
4.69
4.08
5.51
4.25
4.27
A(mm2)
298.23
273.96
337.17
282.88
285.48
CR(mpy)
74.05
80.61
109.17
130.12
180.50
Tabet 2. Hasil percobaan taju korosi ST-37 pada variasi waktu
Kode
Bl
B2
B3
B4
BS
T(oCl
25
25
25
25
25
t (jam)
DH
2
4
6
8
10
4.5
4.5
4.5
4.5
4.5
Wo Cit") .
4.77
3.45
5.62
4.73
4.30
Wt (u)
4.77
3.44
5.51
4.66
4.20
A(mm2)
291.74
251.50
337.17
298.23
280.14
CR(moy)
-
43.91.
109.17
129.59
157.67
Tabet 3. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi pH
Kode
CI
C2
C3
C4
cs
T(oC)
25
25
25
25
25
t Ciam)
6
6.
6
6
6
pH
3.5
4
4.5
5
6
Wo(ar)
4.32
4.38
5.62
4.33
4.13
Wt (2r)
4.25
4.32
5.57
4.3
4.1
A(mm2)
279.14
281.88
337.17
277.09
274.69
CR(mov)
184.60
156.69
109.17
79.70
80.40
Keterangan: T = temperatur, t = waktu pengkorosian, Wo = berat awal sampel, Wt=
berat akhir setelah pengkorosian, A = luas permukaan sampel yang terkorosi, dan CR =
Corrosion Rate (laju korosi).
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
477
Basil Pemeriksaan Mikroskop Optik
Struktur
mikro
Gambar 1. Foto Struktur mikro Penampang Sampel ST-37 setelah perlakuan korosi: (a)
T = 25°C clan (b) 65°C, pada pH= 4,5 selama 6 jam.
(Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X)
Pada gambar 1 terlihat terdapat lapisan produk korosi yang menempel pada pennukaan
sampel. Lapisan produk korosi pada sampel .yang mengalami perlakuan korosi pada
kondisi T = 65°C lebih tebal dibanding pada sampel yang mengalami perlakuan korosi
pada T = 25°C. Korosi sumuran terjadi pada sampel yang mengalami pcrlakuan korosi
pada kondisi T = 65°C.
Mekanisme laju korosi
Berdasarkan hasil percobaan clan didukung oleh para peneliti sebelunm.ya dapat
disimpulkan bahwa mekanisme korosi dalam lingkungan hidrogen sul:fida dimulai dari
reaksi disosiasi lhS menjadi ion
W
dan ion sulfida. Hal ini dapat dilihat dari data
percobaan dimana pH meningkat dengan berkurangnya konsentrasi H2S yang terlarut.
Rentang pH yang diperoleh dengan variasi konsetrasi H2S adalah 3,5 s/d 6. Harga pH
menurun selama percobaan dimana pH awal lamtan adalah 6,9.
Besar laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy,
seclangkan laju korosi . .API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. Menurut Fontana
( 1986) menyatakan bahwa standar pembanding ketahanan
laju krosi ( dalam mpy)
adalah ketahan korosi untuk baja dari bahan dasar besi - nikel dikatakan baik apabila
laju korosinyaberada
pada rentang 1- 20 mpy, sedangkan ketahanan korosi dikatakan
buruk apabila laju korosinya berada pada rentang lebih dari 50 mpy. Hasil penelitian ini
Seminar Nasional Ktmia dan Pendtdikan Kimia JV
478
dapat disimpulkan bahwa sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan
dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida.
Model matematis laju korosi
Penurunan model matematis laju korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida yang
terlarut mengikuti persamaan reaksi (17). Menurut Levenspiel bahwa laju merupakan ·
perubahan konsentrasi spesi i yang sebanding dengan perubahan berat per satuan luas
terhadap waktu. Maka persamaan laju korosi dapat ditulis sebagai berikut :
d[AW]
Laju
=v=
A
dt
F.s
= k [n + f
(18)
Dimana v = laju korosi, n = orde reaksi, l:!i.W/A =weight loss per satuan luas, dank=
konstanta. Secarakinetika persamaan reaksi (18) dapat ditulis sebagai berikut:
(19)
Diketahui persarnaan Van't Hoff adalah:
d(lnk)
<11'
=L
RT2
(20) diintegralkan, maka didapat: k = k e
'
0
··
!
(21)
Persamaan (21) disubstitusikan kedalam persamaan ( 18) menjadi :
d[AWJ
laju korosi=v=
A
FeS
dt
=k
0
[n+ f exj _ _Q__)
1\_
RT
(20)
Persamaan (20) ini yang dijadikan model matematis persamaan laju korosi.
Persamaan (20) diubah kedalam bentuk logaritma, maka diperoleh :
d[AW]
log
A
dt
F.s
=k
2
+nlog[H+
]-_2_
(21)
2,3RT
Atau dapat ditulis dalam bentuk :
a[l:!.W]
log
A
dt
FeS
= k2 -n(pH)-_2_
2,3RT
(22)
Dimana k2 = log k,
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia fl/
479
Untuk menentukan harga n dan Q secara empiris dilakukan percobaan kondisi :
d[AWJ
d/og
A
---=dt'--n=dlogpH
dlog
"'3
(23)
d[AW]
A
,,..,
(24)
dt
Q = -2,3R
dI.
T
r
pH
Harga n dan Q didapat dengan cara membuat grafik berdasarkan data percobaan,
dimana hasilnya sebagai berikut :
2.soo-----------
2.&X>...-------~---.
2.400
y .. .Q83.21x + 5.135
2.3JO
rr·o.9&>2
2.200
_2100
2.400
2.300
2200
_2.100
"e,.2.000
,, 1.900
ya-1.7392x+3~
Ff•0.8831
~ 2.(XX)
••
1.800
1.700
1.500 .,..._
1.800
:;-1.!0l
1.IKIO
1.700
1.100
___.
Um+---.----...----.---..---1
0
0.2
0.4
0.8
o.a
0.00200 O.!XX!OO 0.00310 0.00320 O.<Xml 0.00340
~
dlogpH
Garn.bar 1. Grafik penentuan harga n
Gambar 2. Grafik penentuan harga Q
Berdasarkan hasil pengolahan data nilai konstanta n
=
1,7 dan Q = 4,493 kkal/mol.
Setelah mendapatkan harga n dan Q maka selanjutnya akan merumuskan model laju
korosi. Merumuskan persamaan model laju dimulai dari persamaan (20).
Ambil suatu persamaan manipulasi matematika :
[exi{3~R }exi{- 3~R) i]
=
(ZS)
Persamaan (20) dikalikan dengan persamaan (4.14) menghasilkan bentuk sebagai
berikut:
' [~WJ
laju korost
=d A
FeSO,
r
iL) [exp(JL).exp(-JL)]
313R
373R
= ko [H+ ex....(_
1\_ RT
dt
Atau dalam bentuk yang lain didapat :
Seminar Nasional Kimta dan Pendidikan Kimia IV
480
laju korosi
{A;]
=
dt
F.so.
= k [n+ f
0
•
e"J(-J?_)+(..JL)}e,,J
_ _g_)c26)
h1t
RT
313R
..,., 373R
Persamaan (26) disederhanakan menjadi :
d[AW]
.
.
la1ukoros1=v=
Dimana:
k
= k exj
A
dt
_..JL)
*'\_ 373R
0
t
reo4 =k [H+ .expC (T-373)
---
(27)
3TI
C = _JL
(28)
(29)
373R
Harga ko didapat dari hasil olah data sebesar 1584,89 kemudian disubstitusikan pada
persamaan (4.18) pada kondisi pH= 4, t = 6 jam dan T
= 25°C.
Harga k didapat 3,69
dan C sebesar 6,06.
10
9
i1
~
:I
!
8
7
IS
5
4
3
2
-Mldel
•
30
35
40
45
50
55
60
65
Haaf Percobaan
70
75
80
Temperatur (C)
Gambar 3. Kurva verifikasi laju korosi
Berdasarkan hasil pengolahan data, maka model laju korosi baja karbon dalam
lingkungan hidrogen sul:fida adalah sebagai berikut :
Laju korosi (mpy)= 3,69 (n+
r
ex{ 6,06(T ;;373))
(30)
Dimana konsentrasi ion H+ dalam ppm dan temperatur dalam kelvin.
Setelah model laju korosi diperoleh selanjutnya dilakukan veri:fikasi yang
bertujuan untuk mengetahui sejauhmana validitas persamaan model laju yang diperoleh.
Hasil perbandingan antara data dari model laju dengan data hasil percobaan pada
Seminar Nasional Kimia dan Pendtdikan Kimia IV
481
temperatur 40, SO, 60 dan 70 °C adalah seperti pada gambar 3. Berdasarkan gambar 3
diperoleh perbedaan laju korosi antara laju korosi dari model dengan laju korosi basil
percobaan yang relatif kecil sekitar 1,5 %, hal ini menunjukkan bahwa laju korosi baja
karbon dalam lingkungan hydrogen sulfida dipengarubi oleh tempertur lingkungan.
KESIMPULAN
Berdasarkan basil percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat
diambil beberapa kcsimpulan sebagai berikut :
4. Laju korosi baja karbon pada lingkungan hidrogen sulfida dipengaruhi oleh pH dan
tempertur.
5. Model persamaan laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada
tekanan 1 attn dan rentang tempertur 30 - 7.0 °C diperoleh :
Laju korosi (mpy) = 3,69 (n• J'7
ex{
6,06 ( T ;~73))
Dimana konsentrasi ion W dalam ppm dan temperatur dalam kelvin.
6. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan
pcrbcdaannya 1,5 %.
7. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy pada
lingkungan hidrogen sulfida.
8. Sampcl baja ST-37 relatifkurang tahan korosi pada lingkungan hidrogen sulfida.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Hibah Bersaing P2M DIKTI, Lembaga
Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, Falrultas Pendidi.kan Teknologi dan
Kejuruan UPI, Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK UPI, Lab. Korosi JPTM FPTK
UPI dan semua pihak yang telah membantu pada peneliti.an ini.
DAFTAR PUSTAKA
B.R.D. Oerus, 1974, Detection and Mitigation of weight loss corrosion in Sour gas
gathering system, Shell Canada Ltd.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
482
Basuki, E.A., clan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen
(H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
Denny A. Jones, 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing
Company, USA.
G.Sorell dan B. Hoyt, 1956, Collection and Correlation of high temperature hydrogen
sulfide corrosion data, NACE Technical Committee Report, Publication 56-7,
New York, USA,: p.215t.
G.I. Ogundele clan W.E. White, 1986, Some Observation on The Corrosion of Carbon
steel in Sour gas environment : Effect of H2S
and HiS/COi/CHJC3Ha
mixtures, Journal Corrosion NACE, Vol.42, No.7.
Mars. G. Fontana, 1986, Corrosion Engineetjng, Mc Graw Hill. NewYork.
N.Sridhar, dkk, 2001. Effect of water and ga8 compositions on the internal corrosion of
gas _pipelines modeling and experiment studies", Corrosion Journal, Vol. 57,
No3.
Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion on API 5L
grad B and X52, Journal of Material Perpormance.
V.Van, TV Toai, clan V Son (2006), Study on corrosive ability of oil gas in Bacho
(White Tiger)-Vietnam to Carbon steel and protection of pipeline by inhibitors,
Jurnal Korosi clan Material, Vol. VI. No.4.
Wayan Gosio, dkk, 2001, Pengembangan Pipa Baja Alir Lasan Spiral API SL X-60
untuk Sour Service, Proceeding Seminar Ilmiah, ITB.
Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV
483
Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Aman, dan
Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection),
Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB.
Seminar Nasional Ktmta dan Pendtdikan Kimia IV
484
.
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
IL.MU PENGETAHUAN ALAM
(SCIENCE EDUCATION DEVELOPMENT AND EMPOWERMENT CENTRE)
Jalan Diponegoro No. 12 • 022 4231.191 A 022 4207922 Bandung 40115
Homepage : www.p4tkipa.org
Email : [email protected]
BUKTIPENERIMAANNASKAH
Dengan ini kami menerangkan bahwa kami telah menerima naskah:
Judul
Pemodelan Sulfule Stress Cracking (SSC) pada Baja Karbon dalam Lingkungan
Hidrogen Sulfida
Penulis
Agus Solehudin
Ratnaningsih E. Sardjono
Isdiriayani Nurdin
Djoko H. Prajitno
Untuk dimuat pada Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam: Media Pengembangan
Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8, Desember 2008
(ISSN .1979 - 1038).
ii=
1
AS/NZS ISO 9001:20~
,.
Quality llanagemmlSy1llm
Cerllfle11A1 Ho. :QEC22039
Pemodelan Sulfide Stress Cracking (SSC) pada Baja Karbon
dalam Lingkungan Hidrogen Sulfida
Agus Solehudin <1>, Ratnaningsih E. Sardjono <2>,
Isdiriayani Nurdin (3), Djoko H. Prajitno <4>
<1>
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI
<2> Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIP A - UPI
<3> Jurusan Teknik Kim.ia FTI - ITB
<4> PTNBR - BAT'AN
Abstrak
Fluida minyak dan gas mengandung gas korosif seperti H2S dan C02 serta unsur agresif ion
ldorida. Gas H2S yang terlarut pada kondisi pH rendah (<=3) akan terurai menjadi ion
hidrogen dan ion sulfida. Ion hidrogen yang terbentuk dapat berdifusi ke dalam logam
tetapi tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal sehingga menyebabkan
terjadinya penunman terbadap keuletan dan kemampuan logam mtuk berdeformasi. Akibat
adanya gejala tersebut maka logam baja karbon akan rentan terhadap korosi dan sulfide
stress cracking.
Tujuan basil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model sulfide stress cracking untuk
menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sulfida.
Pengujian sulfide stress cracking dilakukan dalam sebuah autoclave pada berbagai variasi
tegangan , konsentrasi H2S dan waktu. V ariasi tegangan yang diberikan adalah 10,12, 44,65
dan 65,57 GPa dan konsetrasi H2S berada pada rentang 10,6 - 815,5 ppm serta variasi
waktu pada rentang 48 s/d 96 jam. Prosedur dan preparasi specimen uji baja karbon ST-37
mengacu pada standar ASTM G-30.
Berdasarkan basil percobaan ditunjukkan bahwa produk korosi yang dominan terbentuk
adalah FeS dan kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya
beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengk.orosian. Model persamaan ambang
batas intensitas tegangan yang diperoleh adalah :
KISSc = [221,s1(P-1,98x10-8[T(2pH +Iog[H2s]+logK)Dt.GPa.m11'l
Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krscc) untuk specimen dalam
lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 °C diperoleh 18-30 MPa.m112•
Kata Kunci : Sulfide stress cracking, intensttas tegangan, baja karbon, konsetrasi HiS
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
menimbulkan
tingginya
Pada saat ini sektor minyak clan
gas (MIGAS) masih menjadi andalan
menunjang perekonomian nasional yang
sedang mengalami krisis berkepanjangan
(Yudi
MS,
2004).
produksi
MIGAS
dengan
tingginya
Eksplorasi
selalu
clan
dihadapkan
anggaran
biaya
pengadaan penunjang keselamatan yang
berkualitas
baik.
Sistem
pemipaan
menjadi salah satu alat penunjang yang
dapat diandalkan untuk distribusi minyak ·
dan
gas.
penunjang
Bagaimanapun
sistem
keanda13¥ .
pemipaan
dapat
mengurangi kehilangan produksi bila
terjadi kerusakan peralatan tersebut.
MIGAS,
kebocoran
yang
produksi (area plant) umumnya terjadi
pipa-pipa
yang
mengalami
degradasi material sebgai akibat pengaruh
lingkungan operasi, seperti korosi, erosi,
dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan oleh
faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya
cacat material, residual stress, faktor las,
dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang
terjadi pada saat jauh dibawah umur
teknis
yang
direncanakan
maupun
Dalam operasi
pengeboran
dan
produksi minyak dan gas (MIGAS) ,
spesi utama yang memicu terjadinya
serangan k.orosi adalah hidrogen sulfida
(H2S),
karbon
dioksida
senyawa
klorida.
tersebut
yang
(002),
Diantara
paling
dan
corrodent
bermasalah
di
industri minyak dan gas umumnya adalah
serangan oleh H2S. Keberadaan H2S di
lingkungan
dalam
aqueous
dapat
menyebabkan korosi pada pipa baja dan
menghasilkan endapan padat berupa besi
sulfida
atau
ion
yang
larut
dan
menyebabkan korosi merata (thinning)
atau korosi sumuran (pitting).
sering terjadi pada pipa di lapangan
pada
perusahaan
berupa
produksinya.
Pada perusahaan produksi dan
eksplorasi
biaya
baik
keterlambatan waktu penyerahan basil
sebagai penghasil devisa negara yang
perlu ditingkatkan konstribusinya guna
kerugian,
sehingga
Bentuk serangan oleh H2S yang
lebih berbahaya adalah ketika hidrogen
yang dihasilkan dari reaksi katodik, dan
oleh keberadaan
H2S dicegah
untuk
membentuk molekul H2, berdifusi ke
dalam logam clan terkonsentrasi di lokasilokasi yang disebut trap seperti partikel
inklusi
atau
peretakan
dan
mikrovoid
clan memicu
menghasilkan
patahan
getas. Apabila pada material tersebut juga
bekerja tegangan, maka dapat terjadi
bentuk kegagalan yang disebut sulfide
stress cracking (SSC). Dengan demikian
1
SSC dapat dipandang sebagai kegagalan
hidrogen sulfida yang dapat diaplikasikan
material baja yang disebabkan
pada industri minyak dan gas.
oleh
pengaruh simultan dari tegangan dan
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian
hidrogen yang dihasilkan dariu korosi
mendapatkan
oleh H2S. Secara garis besar parameter
untuk
yang dapat menentukan
persamaan
SSC yaitu
matematis
adalah
pemodelan
sulfide
stress
Perdomo, J.J., et al., 2002 : Lingkungan
cracking pada bagian internal pipeline.
meliputi pH larutan aqueous, konsentrasi
1.3. Urgensi Penelitian
H2S dan temperatur; Tegangan meliputi
Indonesia
merupakan
negara
sisa
kepulauan yang memiliki potensi energi
(residual strees); Kerentanan material
sumber gas dan minyak yang cukup
meliputi segregasi unsur, struktur mikro,
besar.
partikel inklusi, deformasi.
pemerintah di bidang konsevasi dan
tegangan
kerja
atau
Meskipun
tegangan
kegagalan
akibat
Sejalan
diversifikasi
dengan
energi maka
kebijakan
gas bumi
serangan H2S di pipeline relatif sedikit,
merupakan salah satu altematif energi
namun
yang
demikian
perhatian
terhadap ·
memiliki
potensi
untuk
akan
dikembangkan. Saat ini cadangan gas
semakin besar mengingat kecenderungan
bumi Indonesia diperkirakan sekitar 176
pemakaian
level
trilyun kaki kubik (TCF) (Kun Kumely,
kekuatan yang semakin tinggi serta
2004). Dengan tingkat produksi gas bumi
kemungkinan
meningkatnya
saat ini sebesar 8 milyar kaki kubik per
agresivitas lingkungan di dalam minyak
hari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun dan
dan gas. Dalam penelitian ini akan dibuat
laju pertumbuhan 8% per tahun maka
suatu model sulfide stress cracking
cadangan gas bumi Indonesia dapat
sehingga didapat suatu model prediksi
dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih
laju korosi untuk menentukan ketahanan
dari 30 tahun. Sumber gas bumi ini
pipeline.
tersebar di beberapa wilayah kepulauan
masalah
ini
dikemudian
pipeline
semakin
hari
dengan
Hasil yang dicapai pada penelitian
ini
secara keseluruhan adalah suatu
model untuk
menentukan
ketahanan
Indonesia, antara lain Sumatra, Natuna,
Jawa,
Kalimantan,
Sulawesi
dan
Irianjaya.
bagian internal pipeline akibat serangan
2
Beberapa jenis kerusakan yang dapat
2. Kajian Pustaka
Korosi retak tegang adalah korosi
setempat
yang
menyerang
logam
bertegangan dengan membentuk suatu
ditimbulkan
dengan
kehadiran
H2S
terlarut antara Iain22> :
-
Hydrogen Inducted Cracking {ll/C)
retakan yang menjalar bila berada dalam
atau Step Wise Cracking (SWC)
lingkungan yang korosif. Korosi retak
Retak terjadi ketika atom hidrogen
tegang
berdifusi
dimungkinkan
memenuhi
tiga
syarat
terjadi
bila
pokok
yang
ke baja dan bergabung
membentuk
molekul gas hidrogen
meliputi : Logam rawan terhadap korosi
pada daerah jebakan yang ada dalam
lokal
matriks baja. Daerah jebakan pada
(susciptible
material),
terdapat
ini
tegangan tarik yang bekerja pada pada
baja
logam
memanjang dan segregasi. Molekul
(tensile
stress),
dan
terdapat
adalah
yang
elektrolit korosif yang menyerang logam
hidrogen
secara lokal (corrosive environment).
permukaan logam dengan inklusi dan
mikroskopik
Karakteristik korosi pada lingkungan
H2S terlarut adalah adanya atom hidrogen ·
dari sebuah
yang
inklusi
logam
terjebak
dalam
void
merupakan
antara
matriks
pemicu
untuk
reaksi
terjadinya retak dan akan menjalar
dengan
pada struktur yang rentan terhadap
medium yang mengandung H2S masuk
hydrogen embrittlement jenis ini. Baja
berdifusi
di sekitar retak
yang
dihasilkan
elektrokimia
antara
kedalam
logam
baja.
Kehadiran
akan mengalami
hidrogen dalam baja dan ketahanan baja
regangan yang besar dan hal ini dapat
terhadap kemungkinan terjadinya retakan
menyebabkan tersambungnya retak-
terkandung
dari
jenis
retak
baja,
yang
berdekatan
untnk
mikrostruktur, distribusi inklusi, voids,
membentuk SWC. Pada tahap dimana
dan
biasanya
retakan-retakan mulai menyatu untuk
tegangan sisa. Kelangsungan dari pipa
membentuk SWC, maka hal ini dapat
baja
distribusi
tegangan
akan terancam
aktifitas
khususnya
difusi
dari
ketika
adanya
menyebabkan pengaruh yang serius
hidrogen
pada peralatan dan dapat berakibat
hidrogen
pada suatu kegagalan.
dengan
atom
ataom
berkumpul pada internal diskontinuitas
seperti inklusi dan void pada baja.
-
Sulphide Stress Cracking {SSC)
Retakan jenis ini terjadi karena atom
hidrogen berdifusi ke dalam logam
3
tetapi tetap berada dalam keadaan
antara
larutan padat dalam kisi kristal. Hal
remangan
ini
retakan hydrogen Inducted.
menyebabkan
penurunan
terhadap
kemampuan
terjadinya
keuletan
logam
dan
local
eksternal
dan
disekeliling
dari
SZC merupakan fenomena retakan
untuk
yang
hampir
sama
tetapi
terjadi
berdefonnasi yang dikenal dengan
khususnya pada daerah lunak di HAZ
nama hydrogen embrittlement.
dari lasan. Tipe retakan seperti ini
Kecenderungan untuk terjadinya SSC
disebabkan oleh adanya kombinasi
akan
dari
meningkat
bertambahnya
dengan
fraksi mikrostruktur
efek
disebabkan
mikrostruktural
yang
oleh siklus temperatur
keras seperti martensite dan bainit.
selama pengelasan
Mikrostruktur ini mungkin terdapat
lokal
secara inherent pada baja HSLA
HAZ. Hal ini menyebabkan adanya
Low Alloy)
(High Strenght
atau
pada
dan pelunakan
temperatur
interlaitis
remangan dalam daerah yang sempit
adanya proses perlakuan panas yang
yang
tidak sesuai. Struktur yang keras ini .·
remangan lulubnya.
mendekati
atau
melebihi
Terjadinya SSC disebabkan
juga dapat terjadi akibat pengelasan
-
tegangan
khususnya pada daerah HAZ (Heat
karena logam terpapar dalam
Affected Zone).
lingkungan yang mengandung H2S
Stress Oriented Hydrogen Inducted
dalam kondisi operasi yang kondusif
Cracking (SOHIC) I Soft Zone
untuk terjadinya SSC. Kondisi-
Cracking (SZC)
kondisi operasi kritis yang hams
SOHIC
dan
dengan
SSC
SZC
dan
diperhatikan adalah : tekanan parsial
berhubungan
SWC.
Dalam
H2S, derajat keasaman air (pH),
SOHIO statu retakan yang kecil yang
temperatur dan besar tegangan yang
20>.
bekerja atau tegangan sisa
terbentuk tegak lurus dengan arah
tegangan
utama
(tegangan
yang
bekerja
atau
tegangan
sisa)
menyebabkan
seperti
retakan
"tangga". Tipe retakan seperti ini
dapat
dikatagorikan
yang
disebabkan
sebagai
oleh
SSC
-
Tekanan parsial H2S
Standar NACE MR 0175 memberikan
petunjuk untuk menentukan tingkat
H2S yang menyebabkan SSC dalam
gas dan sistem multi fasa. Sebagai
kombinasi
4
contoh, pada tekanan parsial H2S <=
kekerasan 170,5 HV, tensile strength
0,05 psia (350 Pa), suatu material
530 MPa, yields strength = 330 MPa.
Bentuk dan dimensi bahan uji adalah
yang biasa digunakan untnk
-
=
menangani sweet gas akan
U bend dengan mengacu pada ASTM
memberikan suatu ketahanan terhadap
030. Larutan yang digunakan sebagai
adanya H2S yang memadai, akan
lingkungan korosif pada penelitian ini
tetapi pada tekanan parsial diatas itu,
adalah
material-material harus dipilih
kedalamnya digelembungkan gas H2S
berdasarkan pada standar NACE MR
sebagai
0175 atau standar sejenis.
dilakukan pada variasi volume gas H2S
Derajat keasaman (pH)
dengan interval 15 s/d 45 liter H2S yang
Kecenderungan terjadinya SSC
dimasukkan
menurun dengan naiknya pH dalam
dengan interval 17 s/d 110 kN pada bahan
media di atas
uji.
pH 6-9. Ketahanan
larutan
gas
NaCl
30
terlarut.
gpl yang
Penelitian
dan variasi beban
ini
kerja
masing-masing logam tergantung dari
4. Basil dan Pembabasan
kondisi-kondisi yang spesifik.
Hasil
-
Temperatur
percobaan
yang
telah
dilakukan adalah sebagai berikut :
Pada umumnya ketahanan SSC akan
bertambah baik dengan naiknya
Tabel 1. Data hasil percobaan pada
variasi beban keja
temperatur.
-
Tegangan
Adanya tegangan baik tegangan kerja
maupun tegangan sisa d.apat
menmskatkan terjadinya SSC.
3. Bahan dan Metode
Benda uji yang digunakan
pada
penelitian ini adalah baja karbon ST37
dengan komposisi dan sifat mekanik
Keterangan Kondisi Percobaan :
Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml,
tekanan total = 2 atm, temperatur = 100
°C, pH awal = 6. 7, volume H2S = 30 liter,
dan waktu proses = 60 jam.
Berdasarkan
pada
tabel
1,
sebagai berikut : C=0.09, Mn=0.46,
diperlihatkan bahwa panjang retak makin
P=0.004,
meningkat seiring dengan meningkatnya
S=0.004,
Fe=
99.37,
dan
5
beban kerja. Hal ini disebabkan karena
fenomena tersebut dapat dilihat dengan
semakin meningkatnya
yang
menurunnya harga pH akhir dalam media
akan
korosi. Akibat dari meningkatnya ion
diberikan
terhadap
beban
bahan
uji
menyebabkan konsentrasi tegangan pada
hidrogen
ujung lengkung semakin meningkat.
menyebabkan
Akibatnya apabila konsentrasi tegangan
hidrogen pada pennukaan baja sehingga
yang
terjadi percepatan perambatan retak.
meningkat
lingkungan
H2S
dipadu
dengan
yang
korosif
mengakibatkan perambatan retak semakin
kuat.
Sehingga
akan·
dalam
media
korosi
terjadinya
akan
difusi
ion
Tabel 3. Data hasil percobaan pada
variasi .waktu
menyebabkan
panjang retak yang terbentuk semakin
meningkat.
-
Keterangan Kondisi Percobaan :
Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml,
tekanan total == 2 atm, temperatur = I 00
Tabel 2. Data basil percobaan pada
variasi konsetrasi H2S
~
ra.H:li:~~-~
~
°C, pH awal = 6.7, dan beban kerja = 1,7
kN.
Berdasarkan
pada tabel 3,
Bl
diperlihatkan bahwa panjang retak makin
Keterangan Kondisi Percobaan :
Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml,
tekanan total == 2 atm, temperatur = 100
°C, pH awal == 6. 7, beban kerja = 17 kN ,
dan waktu proses = 60 jam.
meningkat seiring dengan meningkatnya
waktu proses korosi. Hal ini disebabkan
karena
semakin meningkatnya
waktu
maka akan menyebabkan konsentrasi ion
hidrogen semakin banyak yang terbentuk,
Berdasarkan
pada
2,
fenomena tersebut dapat dilihat dengan
diperlihatkan bahwa panjang retak makin
menurunnya harga pH akhir dalam media
meningkat seiring dengan meningkatnya
korosi. Akibat dari meningkatnya ion
konsentrasi H2S yang terlarut (volume
hidrogen
H2S). Hal ini disebabkan karena semakin
menyebabkan
meningkatnya
hidrogen
volume
tabel
H2S
yang
dalam
media
korosi
terjadinya
kedalam
baja
difusi
akan
ion
sehingga
dilarutkan dalam media korosi maka akan
mempengaruhi penggetasan penggetasan
menyebabkan konsentrasi ion hidrogen
sehingga terjadi percepatan perambatan
semakin
retak.
banyak
yang
terbentuk,
6
30
Mpa.m112•
peneliti
Berdasarkan
sebelumnya,
laporan
harga
tersebut
mempunyai perbedaan dengan Murata
dan
Sato (dalam RN.
Tutle) yang
melaporkan bahwa untuk baja karbon
(0.13o/oC, 1,32 - 1,33 %Mn) harga KISCc
Gambar 1. Retakan yang terjadi pada baja
karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S
pada variasi volume H2S : a= 10,6 ppm,
b = 51,5ppmdanc=117,8
ppm
sebesar 42,89 Mpa.m112• Perbedaan
tersebut dapat dipahami karena adanya
kandungan C dan Mn yang relatif sedikit
lebih tinggi pada baja karbon akan
meningkatkan kekuatan dan ketangguhan
Faktor intensitas tegangan korosi
retak baja karbon tersebut.
retak tegang (KISCc) dapat ditentukan dari
basil percobaan pada tabel 3 dengan cara
membuat grafik antara laju pertumbuhan
retak. terhadap faktor intensitas tegangan
seperti pada gambar 2 di bawah ini.
Penentuan persamaan intensitas
tegangan
dengan
cam
mengalurkan Krscc2 terhadap kerja plastik
berdasarkan
persamaan
matematik
sebagai berikut :
( ~=
!
adalah
1
=k. =22L57
Yang merupakan harga slope dari garis
I~
miring kurva dari data tabel I. Harga k,
!
,_ ......... ,._
berhubungan dengan material bahan uji.
Harga kt) ditentukan dari data tabel
-1--.:ll--J--~~~~:----::
0
~
~
~
~
m m ~ m m ~
(lll'am"'I
2
yang
dibuat
kurva,
kemudian
ditentukan harganya dengan persamaan
Gambar 2. Grafik faktor intensitas
tegangan terhadap laju pertumbuhan retak
dalam lingkungan H2S pada temperatur
100°c
Berdasarkan gambar 2 didapat
barga K1scc untuk baja karbon AISI 1010
dalam lingkungan H2S adalah sekitar 18 -
matematik sebagai berikut :
J=
dKJ=
( dlog(H2S]
Berdasarkan
2,303RT kalcb
2F
= -0,0443
hagra k, dan kti yang
disubstitusikan pada persamaan berikut
ini:
7
KIUC =
[k.(P-k 2,3:,RT (2pH +tog[H:iS]+logK)])[
pihak
yang
telah
membantu
pada
1[
dan nilai harga-harga konstanta yang
penelitian ini.
diambil adalah: R=8,34 joule/mol K, F =
96500 coulomb, maka persamaan model
yang didapat adalah :
K-
• (221,s7{P-1,98xlO-'(T{2pH+tog{H,S)+logK)1!,::,GPa.m111
5. Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan
basil
maka
percobaan
dan
dapat disimpulkan
bahwa:
- Produk korosi yang dominan terbentuk
adalahFeS
- Kerawanan
korosi
meningkat
retak
seiring
tegang
dengan
meningkatnya beban kerja, konsentrasi
H2S terlarut, dan waktu pengkorosian.
- Harga faktor intensitas tegangan korosi
retak tegang (K.1scc) untuk specimen
dalam lingkungan hidrogen sulfida pada
ternperatur 100 °C diperoleh 18 - 30
MPa.rn112•
- Didapat
suiatu
model
persarnaan
ambang batas intensitas tegangan.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terirnaksaih disarnpaikan kepada
Hibah Bersaing DP2M DIKTI, Lembaga
Penelitian
UPI,
Jurusan
Pendidikan
Teknik Mesin FPTK UPI, dan semua
Daftar Pustaka
Agus Solehudin, 2008, Korosi Retak
Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010
dalarn
Lingkungan NaCl- H20-H2S,
Proceeding Seminar Nasional Rekayasa
dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri
VII, Jurusan Teknik Mesin ITENAS.
Agus Solehudin, Ratnaningsih ES,
Isdiriayani N, dan Djoko HP, 2008,
Model Laju Korosi Baja Karbon ST37
dalarn Lingkungan Hidrogen Suifida,
Proceeding Seminar Nasional Kimia dan
Pendidikan Kimia IV, FPMIP A - UPI.
ASTM Designation : 030-70, Standard
Recommended Practice for Making and
Using Ll-bend Stress Corrosion Test
Specimen.
Basuki, E.A., dan Martojo, W., 2004,
Ketahanan pipeline terhadap sulfide
hydrogen
(H2S),
Proceeding
of
Indonesian Pipeline Technology 2004,
ITB.
Clubley, B.G, 1988, Chemical Inhibitor
for Corrosion Control, Proceeding of an
International Symposium, University of
Manchester.
Metal Hand book, 1987, Corrosion, Ninth
edition, Vol. 13, ASM International.
NACE, 1977, Stress Corrosion Cracking
and Hydrogen Ernbrittlernent of iron base
alloys.
Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon
Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion
on API SL grad B and X52, Journal of
Material Performance.
8
RN. Tutle, H2S Corrosion in oil and gas
production ~ A compilation of classic
paper, Shell Oil Company, Houston,
Texas.
Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu
Operasional Pipeline yang Handal,
Atnan,
dan
Ekonomis,
dengan
menggunakan Metode RBI (Risk Based
Inspection), Proceeding of Indonesian
PipelineTechnology2004, ITB.
9
Download