t.. :s. \<JM(O J_,APORAN PENELTTIAN HIBAH BF.RSAING (TAHllNPERTAMA) JUDUL: ~iODEL LAJlJ KOROSI SllLFlDISASI DAN SULFIDE STRESS CRACKJ1VG UNTllK MENENTlJf(AN KETAHANAN KOROSi INTt.""RNAL f'IPELfNE AKIBAT HIDROGEN SULFIDA PENELITI: Ir. Agus Solehudin, MT Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin, DEA. Ir. DjokQ H Prajitno, MSME Dibiayai oleh : Dlrektorat Jcnderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: Ol4/SP2H/PP/DP2M/IHi2008, tanggai 06 Maret 2008 UNl'VERSITAS PENDIDJKAN INDONESIA November 2008 L ' /:5 - ~ ;,,tUll BIDANG : TEKNOLOGI LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING ( TAHUN PERTAMA) JUDUL: MODEL LAJU KOROSI SULFIDISASI DAN SULFIDE STRESS CRACKING UNTUK MENENTUKAN KETAHANAN KOROSI INTERNAL PIPELINE .·... AKIBAT HIDROGEN SULFIDA PENELITI: Ir. Agus Solehudin, MT Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si Dr. Ir. Isdiriayani Nordin, DEA Ir. Djoko H Prajitno, MSME Dibiayai oleh : Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor : 014/SP2H/PP/DP2M/Ill/2008, tanggal 06 Maret 2008 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA November 2008 I PERPUSTAKAAN BAPPENAS Acc. No. Class Checked L. 3/ - d01J ; : : ::::::Z:J.::::::::::::::::::::::::::: ··s:····D6"-; .. ··6r:.:··~oii ············································· HALAMAN 1. PENGESAHAN LAPORAN AKHIR Model Laju Korosi Sulfidisasi dan Sulfide Judul Penelitian Stress Cracking untuk Menentukan Ketahanan Korosi Internal Pipeline Akibat Hidrogen Sulfida 2 Ketua Peneliti a. Nama Lengkap dan Gelar b. Jenis Kelamin c. Pangkat I Gol. I NIP d. Jabatan Fungsional e. Jabatan Struktural f. Bidang Keahlian g Fakultas I Jurusan h. Perguruan Tinggi 1. Tim Peneliti No. l 2 3 Nama Dr. Ratnaningsih E Sardjono, M.si Dr. Ir. Isdiriayani Nurdin,DEA Ir. DjokoH Praiitno, MSME Bidang Keahlian Kimi a Orzanik Inhibitor Korosi Metalurgi Ir. Agus Solehudin, MT. Laki-laki Penata Tk.I - IIVd I 132 243 745 Lektor Korosi FPTK I Pendidikan Teknik Mesin Universitas Pendidikan Indonesia MataKuliah Yan2 diampu - Kimia Organik l - Kirnia Oraanik 2 - Korosi - Elektrokimia industrial - 'Bahan kontruksi Korosi dan Pelindungannya 3. Pendanaan dan jangka waktu penelitian a. Jangka waktu penelitian yang diusulkan b. Biaya total yang diusulkan c. Biaya yang disetujui tahun pertama (2008) lnstansi Jurusan KimiaUPI Jurusan Teknik Kimia ITB PTNBR BAT AN Alokasi waktu (iam/minl!l!U) 10 10 10 : 3 ( dua) tahun : Rp. 150.000.000,: Rp. 45.000.000,Bandung, November 2008 Ketua Peneliti . H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd 30 514 766 Ir. A s Solehudin, MT. NIP 132 243 745 RINGKASAN Baja karbon dan paduannya khususnyajenis ST-37 dan API 5LX65 sebagian besar digunakan pada instalasi produksi minyak dan gas. Fluida minyak dan gas mengandung gas korosif seperti H2S dan C02 serta unsur agresif ion klorida Gas H2S yang terlarut pada kondisi pH rendah (<=3) akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion sulfida Ion hidrogen yang terbentuk dapat berdifusi ke dalam logam tetapi tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal sehingga menyebabkan terjadinya penurunan terhadap keuletan dan kemampuan logam untuk berdeformasi. Akibat adanya gejala tersebut maka logam baja karbon akan rentan terhadap korosi dan sulfide stress cracking. Pengujian korosi dilakukan dalam sebuah media simulasi dari gelas kimia pada berbagai temperatur, waktu dan pH. Laju korosi dipelajari dalam larutan uji yang mempunyai rentang pH sebesar 3,5 - 6, waktu 2 - 10 jam dan temperatur 25 - 70 °C. Baja karbon yang digunakan sebagai bahan uji adalah ST-37 dan API 5LX65. Sedangkan pengujian sulfide stress cracking dilakukan dalam sebuah autoclave pada berbagai variasi tegangan , konsentrasi H2S dan waktu. Variasi tegangan yang diberikan adalah 10,12, 44,65 dan 65,57 GPa dan konsetrasi H2S berada pada rentang 10,6 - 815,5 ppm serta variasi waktu pada rentang 48 s/d 96 jam. Prosedur dan preparasi specimen uji baja karbon ST-37 mengacu pada standar ASTM G-30. Tujuan basil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model laju korosi dan sulfide stress cracking untuk menentukan ketahanan · korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sulfida Berdasark.an hasil percobaan menunjukkan bahwa laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya waktu uji dan temperatur dan sebaliknya laju korosi menurun seiring dengan meningkatnya pH Laju korosi sampel ST-37 lebih tinggi dari pada API 5LX65. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. Sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. Produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS dan kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian. Model persamaan ambang batas intensitas tegangan yang diperoleh adalah : K1ssc = [221,s1(P-l,98xl0-8[T(2pH + log[H2S]+ logK)DL:.aPa.m112 Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krscc) untuk specimen dalam lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 °C diperoleh 18 - 30 MPa.m112• Sedangkan model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada tekanan 1 atm dan rentang tempertur 30 - 70 °C adalah : Laju korosi (mpy) = 3,69 [H2S J'7 ex{ 6,06 ( T ~73)) Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan perbedaannya 1,5 %. Kata Kunci : Sulfide stress cracking, intensitas tegangan, baja karbon, konsetrasi H;zS ii Abstract Carbon steels and its alloys were mostly used on installations in corrosive environment. The corrosion of carbon steel was caused by hydrogen ion from hydrogen sulfide dissociation under occurred at relatively high temperature. Corrosion tests were conducted in simulation media from chemical glass at several temperature, time and pH. Corrosion rates were carried out in the solution test with pH range 3.5 - 6.0 and time range 2 - 1 o hours at temperature range 25 - 70 °C. Carbon steels employed as specimen materials were ST-37 and API 5LX65. Base on the experimental results shown at the corrosion rate increased with the increasing temperature and time, and otherwise, corrosion rate decreased with the increasing pH. The corrosion rate of ST-37 carbon steel more fast than API 5LX65. Range of the corrosion rate of ST-37 and API 5LX65 were 43.91 - 184.6 mpy and o - 26 mpy respectively. The corrosion resistance of ST-37 carbon steel more less than API 5LX65 in hydrogen sulfide environment. The corrosion rate model for carbon steel in hydrogen sulfide environment under 1 atm pressure and temperature range 25 - 70 °C was found to be : · Corrosionratetmpy)« 3.69 [H2S1·111 exp ( 6.06 (T-373)) 373 Where ion [H2S] concentration in ppm and temperature in Kelvin. Verification between equation model and experiment result shown the result from computation and that from the experiment differ slightly ± 1.5 %. Key words : carbon steel, corrosion rate, hydrogen sulfide iii PRAKATA Alhamdulillaahi rabbil Aalamiin, peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT seru sekalian alam atas segala rahmat dan petunjuk-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan pembuatan laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama (2008) ini. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Laporan penelitian ini disusun berdasarkan basil percobaan laboratorium yakni dari mulai pencarian bahan uji baja karbon ST-37 dan API 5LX6, bahan zat kimia dan bahan habis lainnya. Kemudian perangkaian alat simulasi uji korosi dan pembuatan larutan uji. Uji korosi pada sampel baja karb6n dilakukan pada variasi pH, waktu dan temperatur dibawah kondisi tekanan satu atmosfir di Lab. Korosi JPTM - UPI. Pengukuran kehilangan berat dilakukan di Lab. Fisika MIPA- UPI. Serta pemeriksaan terhadap permukaan sampel dilakukan menggunakan mikroskopis optik di Lab Metalurgi PTNBR -BATAN dan di Lab Korosi Jurusan Pendidikan Teknik Mesin UPI. Sedangkan pemeriksaan komposisi kimia sampel dilakukan di PINDAD. Pemeriksaan pennukaan sampel menggunakan SEM dilakukan di Lab Quarter P3GL. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan laboran ini masih terdapat kekurangan, karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk perbaikan penelitian di masa yang akan datang. Dengan selesainya laboran ini, peneliti mengucapkan terimakasih kepada : 1. Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, DP2M-DIKTI, Depdiknas. 2. Lembaga Penelitian Universitas Indonesia. 3. Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan UPI 4. Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK UPI 5. Lab. Korosi, JPTM FPTK UPI. 6. Lab Metalurgi PTNBRBATAN 7. .Lab Quarter P3GL. 8. Semua pihak yang telah membantu pada penelitian Hibah Bersaing ini. Akhimya peneliti berharap semoga laporan ini dapat bennanfaat bagi semua pihak, amiin. Bandung, 1 Desember 2008 Peneliti IV DAFTARISI HALAMAN PENGESAHAN RINGKASAN DAN SUMMARY ii PRAKATA iv DAFTAR ISi v DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN viii BAB I PENDAHULUAN 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu 3 2.2 Dasar Teori 5 BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 12 3 .1 Tujuan Penelitian 12 3 .2 Manfaat Penelitian 12 BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 16 BAB V KESIMPULAN 30 DAN SARAN A. Kesimpulan 30 B. Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 LAMPIRAN 34 v DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Perubahan Energi Bebas Standar (L\G°) dari reaksi pembentukan besi sulfida (Herbert E. Barner, 1978) 6 Tabel 4.1 Rencana variasi variabel eksperimentahun pertama 14 Tabel 5 .1. Komposisikimia dan sifat mekanik sampel 16 Tabel 5 .2. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur 17 Tabel 5.3. Hasil percobaanlaju korosi ST-37 pada variasi waktu 17 Tabel 5.4. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi pH 17 Tabel 5.5. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi temperatur 17 Tabet 5.6. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi waktu 17 "' Tabel 5.7. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi pH 18 Tabel 5.8. Data basil percobaan pada variasi beban keja 19 Tabel 5.9. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S 20 Tabel 5.10. Data basil percobaan pada variasi waktu 21 VI DAFfAR GAMBAR Gambar 4 .1 Diagram alir metode penelitian 15 Gambar 5.1. Foto Struktur mik.ro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi pada T = 25°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) 18 Gambar 5.2. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi pada T = 65°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) 19 Gambar 5.3. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S pada variasi volume H2S: a= 10,6 ppm, b = 51,5 ppm dan c = 117 ,8 ppm (SEM) 21 Gambar 5.4. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak dalam lingkungan H2S pada temperatur 100 °C 22 Gambar 4.5. Pengaruh temperatur terhadap laju korosi 25 Gambar 4.6. Pengaruh waktu terhadap laju korosi 25 Gambar 4.7. Pengaruh pH terhadap laju korosi 25 Gambar 4.8. Grafik penentuan harga n 27 Gambar 4.9. Grafik penentuan harga Q 27 Gambar 4 .10. Kurva verifikasi laju korosi 29 Vil DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Daftar Personalia Tenaga Peneliti 34 Lampiran2 Foto -foto bahan, alat dan kegiatan Penelitian 35 Lampiran3 Instrumen Penelitian 36 Lampiran4 Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian 40 viii BABI PENDAHULUAN Pada saat ini sektor minyak dan gas (MIGAS) masih menjadi andalan sebagai penghasil devisa negara yang perlu ditingkatkan konstribusinya guna menunjang perekonomian nasional yang sedang mengalami krisis berkepanjangan (Yudi MS, 2004). Eksplorasi dan produksi MIGAS selalu dihadapkan dengan tingginya anggaran biaya pengadaan penunjang keselamatan yang berkualitas baik. Sistem pemipaan menjadi salah satu alat penunjang yang dapat diandalkan untuk distribusi minyak dan gas. Bagaimanapun keandalan penunjang sistem pemipaan dapat mengurangi kehilangan produksi bila terjadi kerusakan peralatan tersebut, Pada perusahaan produksi dan eksplorasi MIGAS, kebocoran yang sering terjadi pada pipa di lapangan produksi (area plant) umumnya terjadi pada pipa-pipa yang mengalami degradasi material sebgai akibat pengaruh lingkungan operasi, seperti korosi, erosi, dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan "oleh faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya cacat material, residual stress, faktor las, dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang terjadi pada saat jauh dibawah umur teknis yang direncanakan sehingga menimbulkan kerugian, baik berupa tingginya biaya perusahaan maupun keterlambatan waktu penyerahan basil produksinya. Dalam operasi pengeboran dan produksi minyak dan gas (MIGAS), spesi utama yang memicu terjadinya serangan korosi adalah bidrogen sulfida (H2S), karbon dioksida (COi), dan senyawa klorida. Diantara corrodent tersebut yang paling bermasalah di industri minyak dan gas umumnya adalah serangan oleh H2S (Basuki, A.E, 2004). Keberadaan H2S di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting). Bentuk serangan oleh H2S yang lebih berbahaya adalah ketika hidrogen yang dihasilkan dari reaksi katodik, dan oleh keberadaan H2S dicegah untuk membentuk molekul H2, berdifusi ke dalam logam dan terkonsentrasi di lokasi-lokasi yang disebut trap seperti partikel inklusi atau mikrovoid dan memicu peretakan dan menghasilkan patahan 1 getas. Apabila pada material tersebut juga bekerja tegangan, maka dapat terjadi bentuk kegagalan yang disebut sulfide stress cracking (SSC). Dengan demikian SSC dapat dipanclang sebagai kegagalan material baja yang disebabkan oleh pengaruh simultan dari tegangan dan hidrogen yang dihasilkan dariu korosi oleh H2S. Secara garis besar parameter yang dapat menentukan SSC yaitu: Lingkungan meliputi pH larutan aqueous, konsentrasi H2S clan temperatur; Tegangan meliputi tegangan kerja atau tegangan sisa (residual streesy; Kerentanan material meliputi segregasi unsur, struktur mikro, partikel inklusi, defonnasi (Perdomo, J.J., et al., 2002)). Meskipun kegagalan akibat serangan H2S di pipeline relatif sedikit, namun demikian perhatian terhadap masalah ini dikemudian hari ak:an semak:in besar mengingat kecenderungan pemakaian pipeline dengan level kekuatan yang semak:in tinggi serta kemungkinan semakin meningkatnya agresivitas lingkungan di dalam minyak: dan gas. Dalam penelitian ini telah dibuat suatu model laju korosi sulfidisasi clan sulfide stress cracking sehingga didapat suatu model prediksi laju korosi untuk menentukan ketahanan pipeline. 2 BABil TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hasil Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai korosi material di lingkungan H2S terlarut telah banyak dilakukan, diantaranya : Lyle dan Schutt (1998) menjelaskan bahwa korosi yang terjadi pada baja karbon akibat gas H2S terlarut adalah korosi lokal dan pada permukaan baja terbentuk lapisan besi sulfida yang kurang protektif. Lapisan besi sulfida yang terbentuk bersifat porous sehingga tidak dapat menahan serangan korosi lanjut. Kemudian, hasil penelitian Solehudin, A (1998) menyatakan bahwa laju korosi sulfidisasi pada baja karbon AISI 1010 semakin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S terlarut pada berbagai temperatur. Meningkatnya konsentrasi H2S menyebabkan meningkatnya keasaman lingkungan sehingga serangan korosi semakin kuat. N.Sridhar, dkk (2001)13 mendukung bahwa besi sulfida merupakan lapisan produk korosi sulfidisasi yang kurang protektif sehingga dapat meningkatkan laju korosi. Hasil penelitian di atas dapat simpulkan bahwa adanya gas H2S yang terlarut dapat menyebabkan korosi pada permukaan material baja. Gas H2S terlarut semakin banyak seiring dengan semakin meningkatnya temperatur. Selain basil penelitian korosi akibat H2S yang telah dilakukan di atas, juga akan diuraikan hasil penelitian terdahulu mengenai stress corrosion cracking akibat gas H2S. Russell D.Kane (2001) menyatakan bahwa korosi retak tegang (stress corrosion cracking) terjadi pada baja API 5CT N-80 dalam lingkungan panasbumi diakibatkan oleh penggetasan hidrogren (hydrogen embrittlement) dimana atom hidrogen dihasilkan dari proses sulfidisasi pada permukaan logam. Studi pengaruh gas H2S terhadap SCC pada baja karon API 5LGrB dalam lingkungan air garam yang dilakukan Agus Solehudin, (200 I), menghasilkan bahwa hagra faktor intensitas tegangan yang didapat sebesar 18 - 30 :MPa.mlf2. Harga tersebut mempunyai perbedaan dengan yang dihasilkan oleh T. Murata dan E.sato yang melaporkan bahwa untuk baja karbon 0,13%C, 1,33 Mn dimana hagra faktor intensitas tegangannya sebesar 43 :MPa.m112• Perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan temperatur dan kandungan C serta Mn. Peneliti lain, Basuki, E.A, dan 3 Martojo,W, (2004) mengemukakan bahwa kecenderungan produksi minyak dan gas yang semakin meningkat menuntut pemakaian pipa dengan kekuatan tinggi karena konsekuwensi dari tekanan fluida yang meningkat. Baja karbon dengan kandungan C yang semakin tinggi akan meningkatkan kekuatan baja, tetapi sayangnya selalu disertai dengan peningkatan kekerasan dan penurunan fracture toughness, sehingga bila dikaitkan dengan kerentanan terhadap sulfide stress cracking (SSC) akan menurunkan ketahanan terhadap sulfide stress cracking. PT. Krakatau Steel telah berhasil telah berhasil membuat baja lembaran canai panas tebal 18.10 mm yang memenuhi persyaratan API 5L X-65 untuk aplikasi pipa penyalur minyak dan gas. Dari hasil pengujian sifat mekanik terhadap baja API SL X-65 yang dilakukan oleh Tri Djaka, dkk. (2004) menunjukkkan bahwayield strength dapat mencapai 100 ksi diatas specific yield strength. Hasil uji impact pada tempertur 0°C mencapai 80210 Joule lebih baik dari standar yang dipei;-syaratkan, 46 Joule. Struktur mikro matriks basil pemeriksaan adalah feritik. Adapun uji korosi baja API SL X-6S pada lingkungan H2S belum dilakukan. Baru-baru ini Ng. v:· Van, T V Toai, dan Ng. V Son (2006) telah melakukan studi korosi pada baja karbon API SL dalam lingkungan minyak dan gas. Hasilnya menunjukkan bahwa laju korosi sebesar 0,14-0,16 mm/year pada temperatur 24250C dengan laju alir gas 1 lt/menit dan tekanan gas 1-S atm. Interpretasi dari hasil penelitian-penelitian terdahulu yang telah diuraikan di atas menjelaskan bahwa lingkungan minyak dan gas yang mengandung gas H2S terlarut sangat rentan terhadap korosi material baja, khususnya bagian internal dari pipa baja tersebut, sehingga memerlukan adanya suatu model metode pencegahan yang baik. Salah satu metode pencegahan adalah dengan penambahan inhibitor ke dalam lingkungan korosif Hasil penelitian Hassan Malik (2000) menyatakan bahwa inhibitor carboxyclic acid n coco amine 1 proprionic acid (C14H29)N(CH3)(C2~COOH) dengan konsentrasi 10 ppm yang ditambahkan ke dalam larutan 5% NaCl yang dijenuhkangas C02 dapat menurunkan laju korosi baja karbon (mild steel) pada pH= 6,S karena terbentuk lapisan FeC03 yang merata (uniform film). Peneliti lainnya, Isdiriyani Nurdin, dkk (200S) mengemukakan bahwa dengan perbandingan inhibitor trisodium phosphate (TSP) dan disodium phosphate (DSP) 50:50 ke dalam air kondensat terkontaminasi FeC}z dapat menurukan laju korosi karena 4 terbentuk lapisan film Fe-fosfat yang protektif di pennukaan baja. Kemudian, S. Divakara Shetty, dkk.(2006), telah meneliti inhibitor jenis N-(2-Thiophenyl)-N1-Phenyl Thiourea (TPTU) yang ditambahkan ke dalam media 0,05 M dan 0,1 M HCI, 0,025 M dan 0,05 M H2S04 menyatakan bahwa inhibitor TPTU merupakan inhibitor anodik yang efisien di dalam lingkungan asam. Hasil penelitiannya diperoleh bahwa inhibitor TPTU ini merupakan inhibitor yang dapat digunakan dalam lingkungan asam dan lebih efektif untuk mereduksi laju korosi baja dalam media HCI dari pada H2S04. 2.2 Dasar Teori 2.2.1 Termodinamika Korosi Sulfidisasi Tinjauan aspek tennodinamika secara um.um bertujuan untuk mengetahui apakah suatu rekasi kimia dapat berlangsung secara spontan atau tidak. Suatu reaksi kimia akan berlangsung dengan spontan apabila perubahan energi bebas reaksinya berharga negatif. Reaksi elektrokimia pembentukan sulfida yang terjadi secara simultan pada pennukaan logam dalam lingkungan gas H2S adalah sebagai berikut: Reaksi katodik : 2H2S (g) + 2e = H2 (g) + 2HS" (aq) (1) 2HS- (aq) + 2e = H2 (g) + 2s· (aq) (2) Reaksi anodik : Fe (s) = Fe 2+ (aq) + 2e &-= -682 V ·Fees)+ HS-(aq) = FeS(s)+Jt FeScs>+ HS-caq) = FeS2(s)+W : +2e Er=-649VSHE +2e &-=-471 V SHE (3) (4) (5) Berdasarkan data-data potensial reversible (Er) tersebut dapat ditunjukkan bahwa harga potensial reversible untuk pembentukan sulfida adalah lebih positif (noble) dari pada harga potensial reversible untuk rekasi oksidasi besi. Sehingga setiap senyawa sulfida yang terjadi, mengalami tabapan yang dimulai dengan pembentukan ion Fe2+ . Sedangkan selama proses korosi pada lingkungan H2S, FeS akan terbentuk pertama kali kemudian diikuti dengan pembentukan FeS2 . Apabila ditinjau dari besamya perubahan energi bebas standar, maka reaksi pembentukan sulfida adalah sebagai berikut : 5 Tabel 2.1. Perubahan Energi Bebas Standar (AG0) dari reaksi pembentukan besi sulfida Perubahan Energi Bebas Standar (AG0), kkal/mol Reaksi Pembentukan Sulfida Fe (s) + H2S<s> ~ FeS (s) + H2 (g) FeScs> + H2SCs> ~ FeS2 (s) + H2 Cs> 50°C 75°C 100°c -15,7 -15,5 -15,3 -7,4 -6,9 -6,3 Berdasarkan tabel 2.1. di atas dapat dijelaskan bahwa besar perubahan energi bebas standar pembentukan FeS lebih negatif dibanding dengan harga energi bebas standar pembentukan FeS2. · Sehingga dikatakan bahwa pembentukan FeS ak:an lebih dahulu terbentuk dibandingkan pembentukan FeS2. Disamping itu, berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan juga bahwa perubahan energi bebas standar pembentukan sulfida meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Jadi, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi temperatur kecenderungan reaksi pembentukan sulfida semakin kurang spontan. 2.2.2 Kinetika Korosi Sulfidisasi Tinjauan kinetika merupakan unsur yang penting dalam menunjang proses korosi sulfidisasi, karena meskipun analisis termodinamika memungkinkan terjadinya korosi sulfidisasi, proses tersebut juga harus dapat dibuktikan secara kinetika. Menurut Sorell dan Hoyt, kinetika reaksi pada lingkungan H2S dikendalikan oleh : 1) laju reaksi kimia (sulfidisasi) pada antarmuka antara fasa-fasa pereaksi, dan 2), perpindahan massa pada proses difusi dimana migrasi ion sulfur dalam larutan ke permukaan logam dan migrasi atom logam keluar membentuk kerak pada pemukaan logam. 2.2.3 Mekanisme Korosi Sulfidisasi Terdapat beberapa usulan mengenai mekanisme korosi sulfidisasi baja karbon dalam lingkungan H2S terlarut, diantaranya Bolmer, Lofa dan Btrak:ov. 6 Bolmer, berpendapat bahwa pada polarisasi katodik besi dalam lingkungan H2S- NaHS buffers, terjadi evolusi gas hidrogen dengan melalui reaksi (1) dan (2) di atas. Reaksi tersebut mengikuti tahap-tahap sebagai berikut : HS- + e rd.• HS- + H + e > H + s2= H2 + (6) s2- ............•...••••.....••••.•••.•..•...• (7) Mekanisme reaksi korosi sulfidisasi pada baja yang diusulkan oleh Bolmer, menyatakan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi tersebut diawali dengan terjadinya reaksi reduksi gas H2S yang menghasilkan gas H2 dan ion HS-, kemudian HS- direduksi menjadi ion s2-yang secara berurutan pada persamaan reaksi (1) dan (2). Ion HS- yang terbentuk kemudian mengoksidasi logam besi dan membentuk lapisan besi sulfida, FeS, pada permukaan elektroda. Sebagian FeS yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi lapisan FeS2, seperti pada persamaan reaksi (4) clan ( 5). Lova dan Batrakov, menjelaskan bahwa kelarutan besi dalam lingkungan H2S mengikuti reaksi sebagai berikut : Fe + HS- = (FeHS)ads FeHS+ (FeHS)ads rds > FeHS+ + 2e = Fe 2+ + HS- .. (8) (9) (IO) Terdapat perbedaan antara mekanisme korosi sulfidisasi yang diusulkan Bolmer dengan Lofa dan Batrakov. Menurut Lofa dan Batrakov menjelaskan bahwa ion HS- yang dihasilkan dari disosiasi H2S terlarut akan bereaksi dengan logam besi membentuk senyawa ion kompleks negatif (FeHS-) yang teradsropsi pada permukaan logam besi. Kemudian senyawa kompleks tersebut teroksidasi dengan mengikuti persamaan reaksi (9) menghasilkan senyawa kompleks positif (FeHS+) . Senyawa ion kompleks positif tersebut akan terdisosiasi menjadi ion F:e2+ dan HS-, sehingga membentuk produk korosi FeS atau FeS2 seperti pada persamaan reaksi (4) dan ( 5). Disamping itu, terdapat juga perbedaan dari keduanya yaitu pada tahap pengendali laju. Bolmer berpendapat bahwa tahap pengendali laju reaksi korosi sulfidisasi yaitu pada persamaan reaksi (6), sedangkan Lofa dan Batrakov pada persamaan reaksi (9). 7 Selain Bohner, Lofa dan Batrakov, B.R.D. Gerus, menjelaskan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi akibat gas H2S dalam lingkungan NaCl atau netral adalah sebagai berikut: - Terjadi reaksi disosiasi gas H2S dalam larutan: H2S 7 It + HSHs- 7 - It + s2- (11) •.....•.....•......••••.•.•.•••••••..•.•.•.••.•.•.•••. (12) Terjadi reaksi oksidasi besi pada anoda: Fe 7 Fe 2+ + 2e (13) Ion HS- dan s2- yang dihasilkan dari persamaan reaksi (11) dan (12) kemudian bereaksi dengan ion besi dari persamaan (13) membentuk besi sulfida dengan reaksi sebagai berikut: Fe2+ + s2- 7 FeS (14) Fe2+ +HS- 7 FeS +It+ 2e (15) Sedangkan di katoda terjadi reaksi evolusi hidrogen : 21-f' + 2e 7 H2 :•.• : (16) Sehingga reaksi keseluruhan adalah: Fe + H2S 7 FeS + H2 •.•••••.•..••.•••.•.•..••.•..••••.••...•.••.•..•••••••.•.•. (17) Berdasarkan persamaan reak:si-reaksi yang diusulkan Gerus dapat disimpulkan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi hampir sependapat dengan Bolmer. 2.2.4 Retakan yang terjadi pada lingkungan yang mengandung H2S Karakteristik korosi pada lingkungan H2S terlarut adalah adanya atom hidrogen yang dihasilkan dari sebuah reak:si elektrokimia antara logam dengan medium yang mengandung H2S masuk. berdifusi kedalam baja. Kehadiran hidrogen dalam baja dan ketahanan baja terhadap kemungkinan terjadinya retakan terkandung dari : jenis baja, mikrostruktur, distribusi inklusi, voids, dan distribusi tegangan biasanya tegangan sisa. Kelangsungan dari pipa baja akan terancam dengan adanya aktifitas difusi dari atom hidrogen khususnya ketika ataom hidrogen berkumpul pada internal diskontinuitas seperti inklusi dan void pada baja. Beberapa jenis kerusakan yang dapat ditimbulkan dengan kehadiran H2S terlarut antara lain : 8 - Hydrogen Inducted Cracking (HJC) atau Step Wise Cracking (SWC) Retak terjadi ketika atom hidrogen berdifusi ke baja dan bergabung membentuk molekul gas hidrogen pada daerah jebakan yang ada dalam matriks baja. Daerah jebakan pada baja ini adalah inklusi yang memanjang dan segregasi. Molekul hidrogen yang terjebak antara permukaan logam dengan inklusi dan mikroskopik void dalam matriks logam merupakan pemicu untuk terjadinya retak dan akan menjalar pada struktur yang rentan terhadap hydrogen embrittlement jenis ini. Baja di sekitar retak akan mengalami regangan yang besar dan hal ini dapat menyebabkan tersambungnya retak-retak yang berdekatan untuk membentuk SWC. Pada tahap dimana retakanretakan mulai menyatu untuk membentuk SWC, maka hal ini dapat menyebabkan pengaruh yang serius pada peralatan dan dapat berakibat pada suatu kegagalan. - Sulphide Stress Cracking (SSC) Retakan jenis ini terjadi karena atom hi~ogen berdifusi ke dalam logam tetapi tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan terhadap keuletan dan kemampuan logam untuk berdeformasi yang dikenal dengan nama hydrogen embrittlement. Kecenderungan untuk terjadinya SSC akan meningkat dengan bertambahnya fraksi mikrostruktur keras seperti martensite dan bainit. Mikrostruktur ini mungkin terdapat secara inherent pada baja HSLA (High Strenght Low Alloy) atau adanya proses perlakuan panas yang tidak: sesuai. Struktur yang keras ini juga dapat terjadi akibat pengelasan khususnya pada daerah HAZ (Heat Affected Zone). - Stress Oriented Hydrogen Inducted Cracking (SOHIC) I Soft Zone Cracking (SZC) SOHIC dan SZC berhubungan dengan SSC dan SWC. Dalam SOHIO statu retak:an yang kecil yang terbentuk tegak lurus dengan arah tegangan utama (tegangan yang bekerja atau tegangan sisa) menyebabkan retakan seperti "tangga". Tipe retakan seperti ini dapat dikatagorikan sebagai SSC yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan ekstemal dan remangan local disekeliling dari retakan hydrogen Inducted. SZC merupak:an fenomena retak:an yang hampir sama tetapi terjadi khususnya pada daerah lunak di HAZ dari lasan. Tipe retakan seperti ini disebabkan oleh adanya kombinasi dari efek mikrostruk.tural yang disebabkan oleh siklus temperatur selama 9 pengelasan dan pelunakan lokal pada temperatur interkritis HAZ. Hal ini menyebabkan adanya remangan dalam daerah yang sempit yang mendekati atau melebihi remangan luluhnya. 2.2.5 Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap SSC Terjadinya SSC disebabkan karena logam terpapar dalam lingkungan yang mengandung H2S dalam kondisi operasi yang kondusif untuk terjadinya SSC. Kondisikondisi operasi kritis yang hams diperhatikan adalah : tekanan parsial H2S, derajat keasaman air (pH), temperatur dan besar tegangan yang bekerja atau tegangan sisa. - Tekanan parsial H2S Standar NACE :MR 0175 memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat H2S yang menyebabkan SSC dalam gas dan sistem multi fasa. Sebagai contoh, pada tekanan parsial H2S <= 0,05 psia (350 Pa), ~tu material yang biasa digunakan untuk menangani sweet gas akan memberikan suatu ketahanan terhadap adanya H2S yang memadai, akan tetapi pada tekanan parsial diatas itu, material-material hams dipilih berdasarkan pada standar NACE MR 0175 atau standar sejenis. - Derajat keasaman (pH) Kecenderungan terjadinya SSC menurun dengan naiknya pH dalam media di atas pH 6-9. Ketahanan masing-masing logam tergantung dari kondisi-kondisi yang spesifik. - Temperatur Pada umumnya ketahanan SSC akan bertambah baik dengan naiknya temperatur. - Tegangan Adanya tegangan baik tegangan kerja maupun tegangan sisa dapat meningkatkan terjadinya SSC. 2.2.6 Inhibitor Korosi Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan dengan konsentrasi sedikit (small concentration) ke dalam lingkungan akan menurunkan laju korosi. Salah satu inhibitor adalah jenis N-(2-Thiophenyl)-N1-Phenyl Thiourea (TPTU) dan carboxyclic acid n coco amine 1 proprionic acid (C1.i829)N(CH3) (C2~COOH). Inhibitor TPTU ini 10 merupakan inhibitor yang dapat digunakan dalam lingkungan asam dan lebih efektif untuk mereduksi laju korosi baja dalam media HCI dari pada H2S04• Sedangkan Inhibitor carboxyclic acid n coco amine I proprionic acid (C14H29)N(CH3XCzRtCOOH) dapat mereduksi laju korosi dalam linkungan NaCl yang dijenuhkan gas C02· Kehadiran ion bikarbonat dari COz yang terlarut akan menambah laju pelarutan baja dalam lingkungan akuatik. Jika konsentrasi ion Fe2+, COl°, dan HC~- dalam larutan melampaui titik jenuhnya, akan terjadi pengendapan FeC03 di pennukaan baja, sehingga pembentukan spesi Fe(III) dan pelarutan baja akan terhalang. Namun, senyawa FeC03 ini dapat larut kembali dalam bentuk Fe(C03)l-. Untuk mencegah kerusakan lapisan pasif yang bersifat sebagai lapis pelindung akibat pelarutan kembali FeC03, lapisan pasif tersebut dapat diperkuat dengan inhibitor pasivator. Inhibitor pasivator yang biasa digunakan untuk larutan absorben K2C03 adalah kalium vanadat (KV03)10. Namun, pada beberapa industri yang menggunakan absorben K2C03 dengan inhibitor vanadat, masalah korosi tetap terjadi, sehingga terpaksa digunakan absorber dan regenerator yang terbuat dari baja tahan karat. Selain jenis inhibitor di atas, ada beberapa jenis inhibitor yang dapat digunakan pada lingkungan hidrogen sulfida terlarut yaitu inhibitor senyawa amine, diantaranya : allyamine, diallylamine, triallylamine, tributylamine dan tetrabutylammonium sulfat . 11 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tahun pertama adalah untuk mendapatkan pemodelan persamaan matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking pada bagian internal pipeline. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk : a. Mempelajari mekanisme kinetika korosi sulfidisasi b. Mempelajari mekanisme sulfide stress cracking c. Mempelajari pengaruh varibel pH atau konsetrasi, waktu, temperatur terhadap laju korosi pada baja karbon. 3.2. Manfaat Penelitina " Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi energi sumber gas dan minyak yang cukup besar. Sejalan dengan kebijakan pemerintah di bidang konsevasi dan diversifikasi energi maka gas bumi merupakan salah satu altematif energi yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Saat ini cadangan gas bumi Indonesia diperkirakan sekitar 176 trilyun kaki kubik (TCF). Dengan tingkat produksi gas bumi saat ini sebesar 8 milyar kaki kubik per hari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun dan laju pertumbuhan 8% per tahun maka cadangan gas bumi Indonesia dapat dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih dari 30 tahun. Sumber gas bumi ini tersebar di beberapa wilayah kepulauan Indonesia, antara lain Sumatra, Natuna, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irianjaya. Berdasarkan uraian di atas, maka kebutuhan akan pipa baja dewasa ini terns meningkat sejalan dengan perkembangan industri ekspolarasi dan transmisi gas dan minyak. Pengunaan material pipa baja pada industri minyak dan gas akan mengalami degredasi seiring dengan meningkatnya kandungan ion agresif pada lingkungan minyak dan gas. Untuk memprediksi ketahanan korosi bagian internal pipa tersebut dari serangan ion agresif seperti adanya H2S perlu dibuat suatu model software laju korosi sulfidisasi dan 12 sulfide stress cracking sehingga kecelakaan akan bocomya pipa dapat terdeteksi secara dini. Manfaat dari basil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan suatu model softaware untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat serangan hidrogen suJfida, dan ditemukannya inhibitor untuk menghambat korosi bagian internal pipeline· dari serangan gas H2S terlarut, yang nantinya dapat diaplikasikan pada industri minyak dan gas (MIGAS). 13 BABIV METODE PENELITIAN Pemodelan laju korosi sul:fidisasi dan sulfide stress cracking untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sul:fida akan dilakukan secara eksperimen (pengambilan data empiris) di Workshop Produksi, UPI dan di Lab. Korosi, Teknik Kimia ITB. Material pipa yang diteliti adalah baja karbon ST-37 dan grade API 5LX-65. Material pipa ini basil dari pengembangan produksi PT. Krakatau Steel yang akan digunakan untuk penyaluran minyak maupun gas. Dimensi dan bentuk spesimen akan mengacu pada standar ASTM. Spesimen untuk laju korosi sulfidisasi mengacu pada ASTM G31, sedangkan untuk sulfide sterss corrosion mengacu pada ASTM G30. Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dalam tiga tahun. Pada tahun pertama telah dilakukan pembuatan model laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking secara empiris melalui eksperimen. Metode yang digunakan untuk penelitian ini digambarkan pada gambar 4.1. Tabel 4.1 Rencana variasi variabel eksperimen tahun pertama No. Satuan Variabel I. Konsentrasi H2S terlarut 100, 200, 300, 400, 500 ppm 2. Temperatur 25, 50, 75, 100°c 3. Tegangan (stress) 0,5 cry; 0,75 cry; cry ;1,25 cry 4. Waktu proses 24, 48, 72, 96 jam cry= Tegangan luluh dari material spesimen pipa baja karbon Pembuatan model laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking secara empiris melalui eksperimen yang dimulai dari studi literatur untuk penurunan persamaan matematis model laju. Secara teori dikatakan bahwa laju korosi sulfidisasi bagian internal pipeline akan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, misalnya konsetrasi H2S terlarut, pH, laju alir, temperatur, waktu pemakaian, tegangan (residual stress) dan tekanan. Berdasarkan teori tersebut dan hasil penurunan persamaan model matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking akan dilakukan percobaan-percobaan dengan variasi variabel faktor lingkungan. V ariasi variabel lingkungan yang akan ditentukan adalah seperti pada tabel 4.1. 14 Hasil dari eksperimen tersebut untuk menentukan konstanta empiris orde rekasi (n), energi aktivasi (Q), kontanta k0 dan ~ dan konstanta lainnya berdasarkan model. Konstanta - konstanta hasil percobaan empiris kemudian disubstitusikan pada model persamaan matematis laju korosi sulfidisasi dan sulfide stress cracking. Model yang didapat, kemudian dilakukan verifikasi dengan data hasil eksperinen secara curvefitting. Dilakukan pula pemeriksaan SEM-EDAX untuk melihat retak yang terjadi. P~un.1!'1~1.~~~ Mtt•m~~-~~ ~Q.tOsl Sur~4{ * Sul~ Sttus Cf.et PHoobun Sufi<»~·~so~ . '.¥'.orlH~ .• _(H~J..J,wattU str•ss. pada t~an~ I ·""'°· dan k~.n . Karakt.rlsHi ,~~Jot.I. d~!)Sl~ stM-EOA)(. dv. P.trflM . • . - Ol~lp~k~a: kOMtanta n,Q, k ff<IMI . ,; " - Substltusl konst.U Msil .itlp.nm.n bdtt•m m()d•Imat•m6tlf Gambar 4.1 Diagram alir metode penelitian 15 BABV BASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil percobaan dan pemeriksaan didapat data-data sebagai hasil penelitian sebagai berikut : 1. Hasil Spektrometri dan Uji Mekanik Tabet 5.1. Komposisi kimia dan sifat mekanik sampel Jenis Sampel Komposisi Kimia ST-37 APl5L-X65 s 0.09 0.46 0.004 0.04 Si Nb Ti ~~ 0.09 1.6 0.015 0.005 0.4 0.055 0.02 0.05 0.25 0,4 balance c Mn p v Ni Cr Fe Sifat Mekanik YS(Mpa) UfS(Mpa) Kekerasan (HV) -. balance 330 530 170.5 490 590 - Berdasarkan tabel 5.1. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan, kandungan unsur Mn sampel API 5L-X65 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel ST-37. Sampel API 5L-X65 mengandung unsur yang tidak dimiliki oleh sampel ST-37 yakni unsur Si, Nb, Ti, Ni, Cr dan V. 16 2. Basil Uji Korosi Tabel 5.2. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur Kode Al A2 A3 A4 AS T(oC) 2S 3S 4S SS 65 t (iam) 6 6 6 6 6 pH 4.S 4.S 4.S 4.5 4.5 Wo (w) 4.72 4.11 S.62 4.30 4.34 Wt(e:r) 4.69 4.08 5.57 4.2S 4.27 A(mm2) 298.23 273.96 337.17 282.88 28S.48 CR(mpy) 74.0S 80.61 109.17 130.12 180.SO Tabet 5.3. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi waktu Kode Bl 82 B3 B4 BS T(oC) 2S 2S 2S 2S 25 t (iam) 2 4 6 8 10 pH 4.S 4.S 4.5 . 4.5 4.S Wo {er) 4.77 3.45 S.62 4.73 4.30 Wt {e:r) 4.77 3.44 S.S7 4.66 4.20 A(mm2) 291.74 251.SO 337.17 298.23 280.14 CR(mpy) 43.91 109.17 129.59 IS7.67 Tabel 5.4. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi pH Kode Cl T(oC) 25 C2 25 C3 25 25 25 C4 cs t (jam) 6 6 6 6 6 pH 3.5 4 4.S 5 6 Wo (e:r) 4.32 "4.38 5.62 4.33 4.13 Wt (e:r) 4.25 4.32 5.57 4.3 4.1 A(mm2) 279.14 281.88 337.17 277.09 274.69 CR(movl 184.60 156.69 109.17 79.70 80.40 Tabel 5.5. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi temperatur Kode Al A2 A3 A4 AS T(oC) 2S 3S 4S 55 6S t (iam) 6 6 6 6 6 pH 4.S 4.S 4.5 4.5 4.5 Wo (e:r) 4.71 4.10 S.60 4.28 4.31 Wt (e:r) . 4.71 4.10 5.59 4.27 4.30 A(mm2) 298.23 273.96 337.17 282.88 28S.48 CR(mpy) - 21.83 26.02 25.79 Tabel 5.6. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi waktu Kode Bl B2 B3 B4 BS T(oC) 2S 25 2S 2S 2S t (jam) 2 4 6 8 10 pH 4.5 4.S 4.S 4.5 4.5 Wo (e:r) 4.77 3.45 4.71 4.71 4.27 Wt (e:r) 4.77 3.4S 4.71 4.70 4.26 A(mm2) 291.74 2Sl.50 298.23 298.23 280.14 CR{mpy) 18.51 15.77 17 Tabet 5.7. Hasil percobaan laju korosi API 5L-X65 pada variasi pH Kode Cl C2 C3 C4 cs 25 t (jam) 6 3.5 Wo far) 4.28 25 25 25 25 6 6 6 6 4 4.5 5 6 4.34 4.71 4.31 4.11 T(oC) pH Wt(er) 4.27 4.34 4.71 4.31 4.11 A(mm2) CR(mpv) 337.17 281.88 298.23 277.09 274.69 21.83 - - - Keterangan: T = temperatur, t = waktu pengkorosian, Wo = berat awal sampel, Wt= berat akhir setelah pengkorosian, A = luas peemukaan sampel yang terkorosi, dan CR = Corrosion Rate (laju korosi). Berdasarkan data basil percobaan dapat dilihat bahwa rata-rata laju korosi ST-37 cenderung meningkat seiring dengan meningkatanya temperatur dan waktu, dan rata -rata laju korosi cenderung menurun seiring dengan meningkatnya pH. Sedangkan untuk sampel API 5L-X65 pada variasi temperatur, waktu dan pH, laju korosinya relatifrendah. 3. Basil Pemeriksaan Mikroskop Optik .!- . Lapisan produk orosi. .__ k Gambar 5.1. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi pada T = 25°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) 18 Lapisan produk korosi Pitting corrosion Struktur mikro Gambar 5.2. Foto Struktur mikro (Bagian Penampang) sampel ST-37 setelah proses korosi pada T = 65°C, pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) Pada gambar 5.1 dan 5.2 terlihat terdapat lapisan produk korosi yang menempel pada permukaan sampel. Lapisan produk korosi pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada kondisi T = 65°C lebih tebal dibanding pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada T = 25°C. Korosi sumuran (pitting corrosion) terjadi pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada kondisi T = 65°C. 4. Hasil Uji SSC dan Pemodelan Hasil percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : Tabel 5.8. Data hasil percobaan pada variasi beban keja ~ ~ ~ (~ Al io,ia .A2 .A3 ~ pH ~ ~ ~ nmn) :uetode .50 x JO 4 . .5 1 ..58 SEM: 44,.64 50 x20 4 . .S 2.28 SEM 65~41 50 x20 4 . .S 3.62 SEM Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total= 2 atm, temperatur = 100 °C, pH awal = 6.7, volume H2S = 30 liter, dan waktu proses= 60 jam. 19 Berdasarkan pada tabel 5.8, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya beban yang diberikan terhadap bahan uji akan menyebabkan konsentrasi tegangan konsentrasi pada ujung lengkung semakin meningkat. Akibatnya apabila tegangan yang meningkat dipadu dengan lingkungan H2S yang korosif mengakibatkan perambatan retak semakin kuat. Sehingga akan menyebabkan panjang retak yang terbentuk semakin meningkat. Tabel 5.9. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S · ~ ~ ~ pH . Bl ~, ~ 6 Bl B3 ~ 50 x20 117,S 50 x20 4.5 ' 3 ~ SEM 1.58 SEM 1.68 SEM Keterangan Kondisi Percobaan : . . .· Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total= 2 atrn, temperatur = 100 °C, pH awal = 6.7, beban kerja = 17 kN, dan waktu proses= 60 jam. Berdasarkan pada tabel 5.8, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi H2S yang terlarut (volume H2S). Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya volume H2S yang dilarutkan dalam media korosi maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak yang terbentuk, fenomena tersebut dapat dilihat dengan menurunnya harga pH akhir dalam media korosi. Akibat dari meningkatnya ion hidrogen dalam media korosi akan menyebabkan terjadinya difusi ion hidrogen pada permukaan baja sehingga terjadi percepatan perambatan retak. 20 1 percobaan: oada vanasi waktu Tabe1 5 10 Data hasil itw. ~ (A.Qe. H·,S l'onin) ~ Gtm.) ~ pH ~ ~ ~ ~ finm) Cl 15 50 x20 48 5.1 0.103 SEM C2 15 50 x20 54 5.2 0.338 SEM C3 15 50 x20 72 5.0 1.000 SEM C4 15 so x20 96 4.8 1.65:.l SEM Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total = 2 attn, temperatur = 100 °C, pH awal = 6.7, clan beban kerja = 1,7 kN. Berdasarkan pada tabel 5.10, diperlihatkan bahwa panjang retak makin meningkat seiring dengan meningkatnya waktu proses korosi. · Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya waktu maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak yang terbentuk, fenomena tersebut dapat diliha~dengan menurunnya harga pH akhir dalam media korosi. Akibat dari meningkatnya ion hidrogen dalam media korosi akan menyebabkan terjadinya difusi ion hidrogen kedalam baja sehingga mempengaruhi penggetasan penggetasan sehingga terjadi percepatan perambatan retak. Gambar 5.3. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S pada variasi volwne H2S: a= 10,6 ppm, b = 51,5 ppm dan c = 117,8 ppm (SEM) 21 Faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krssc) dapat ditentukan dari basil percobaan pada tabel 5. I 0 dengan cara membuat grafik antara laju pertumbuhan retak terhadap faktor intensitas tegangan seperti pada gambar 5.4 di bawah ini. O.al< 1------''---'----------' o ro ~ ~ ~ m ~ ~ ,..,.,_t........, ~ ~ ~ (Ml'..... .., Gambar 5.4. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak dalam lingkungan H2S pada temperatur I 00 °C Berdasarkan gambar 5.4 didapat harga Krscc untuk baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S adalah sekitar 18-30 Mpa.m1'f. Berdasarkan laporan peneliti sebelumnya, harga tersebut mempunyai perbedaan dengan Murata dan Sato (dalam RN. Tutle) yang melaporkan bahwa untuk baja karbon (0.13%C, 1,32 - 1,33 %Mn) harga K1scc sebesar 42,89 Mpa.m'". Perbedaan tersebut dapat dipahami karena adanya kandungan C dan Mn yang relatif sedikit lebih tinggi pada baja karbon akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan retak baja karbon tersebut. Penentuan persamaan intensitas tegangan adalah dengan cara mengalurkan K1scc2 terhadap kerja plastik berdasarkan persamaan matematik sebagai berikut : =k (.dKJssc) dP v a = 22157 ' Yang merupakan harga slope dari garis miring kurva dari data tabel 5.8. Harga k, berhubungan dengan material bahan uji. Harga kb ditentukan dari data tabel 5.9 yang dibuat kurva, kemudian ditentukan harganya dengan persamaan matematik sebagai berikut : 22 dK2Issc ) = - 2,303RT k .k = -0 0443 6 ( dlog(H2S] 2F a • Berdasarkan hagra k, clan kb yang disubstitusikan pada persamaan berikut ini : KIS.'£ = [ k.( P-k~[ 2,3~~RT (zpH J: + log[HiS]+ logK)]) dan nilai harga-harga adalah : R=8,34 joule/mol K, F = 96500 coulomb, konstanta yang diambil maka persamaan model yang didapat adalah: ]\ll2 1/2 K1ssc = [221,57( P- l,98xl0-8[T(2pH + log[H2S]+ logK)JJ.bin,GPa.m 5. Mekanisme laju korosi Baja karbon (Fe) yang dikorosikan pada lingk.ungan hidrogen sulfida (NaCl H20/CH3COOHIH2S) akan terionisasi menjadi ion Fez+ dan melepaskan daerah anodik dan evolusi gas hidrogen pada daerah katodik. Mekanisme elektron pada reaksi yang terjadi seperti di ba wah ini. Pada ruah larutan : +s" H2S --+2W (5.1) Pada daerah yang bersifat anodik : Fe --+ Fe2+ + 2e- (5.2) Pada daerah yang bersifat katodik : 2W + 2e- H2 --+ (5.3) Jadi reaksi keseluruhan adalah : Fe + 2H2S --+ FeS + H2 (5.4) Berdasarkan hasil percobaan dan didukung oleh para peneliti sebelumnya dapat disimpulkan bahwa mekanisme korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida dimulai dari reaksi disosiasi H2S menjadi ion W dan ion sulfida. Hal ini dapat dilihat dari data percobaan dimana pH meningkat dengan berkurangnya konsentrasi H2S yang terlarut. Rentang pH yang diperoleh dengan variasi konsetrasi H2S adalah 3,5 s/d 6. Harga pH menurun selama percobaan dimana pH awal larutan adalah 6,9. 23 Berdasarkan data hasil percobaan besar laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. Menurut Fontana (1986) menyatakan bahwa standar pembanding ketahanan Iaju krosi (dalam mpy) adalah ketahan korosi untuk baja dari bahan dasar besi - nikel dikatakan baik apabila Iaju korosinya berada pada rentang 1 - 20 mpy, sedangkan ketahanan korosi dikatakan buruk apabila laju korosinya berada pada rentang lebih dari 50 mpy. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. 6. Pengaruh temperatur dan pH terhadap laju korosi Berdasarkan hasil pengolahan data, laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur dan waktu pengkorosian baik untuk ST-37 maupun API 5LX65, seperti pada gambar 5.5 dan 5.6. Sedangkan laju korosi menurun seiring dengan meningkatnya pH seperti pada gambar 5.7. Laju korosi API 5LX65 lebih rendah dibandingkan dengan laju korosi ST-37 ~ tegangan tarik serta tegangan luluh API 5LX65 lebih tinggi dibanding ST-37. Hal ini karena komposisi kimia pada mengandung Nb, Ti, Ni, Cr dan V, dimana unsur Ni dan Cr dapat meningkatkan ketahanan korosi clan unsur Nb, Ti dan V dapat meningkatkan sifat mekanik. Hal ini didukung oleh Lawrence R Sharfstein (1977) dan Hilman Hasyim, Widodo Setiadharmaji (2001) yang menyatakan bahwa dengan adanya unsur Ni dan Cr maka baja akan lebih tahan korosi karena Ni dan Cr dapat membentuk suatu lapisan pasif (yang tahan korosi lebih lanjut) pada permukaan baja. Menurut Hilam dan Widodo Setiadarmaji (2001), menyatakan bahwa sifat mekanik baja yang mengandung V, Ti dan Nb relatif akan meningkat karena unsur-unsur tersebut berfungsi sebagai unsur penghalus butir ferrite clan pembentuk partikel penguat fasa kedua (karbida clan nitrida). Hal ini didukung oleh Paul T Lovejoy (1977) yang menyatakan bahwa aclanyafasa delta ferrite akan meningkatkan sifat mekanik baja paduan. 24 Grafik Laju Korosl vs Temperatur 200.00 ~ §. ~ 180.00 1eJ.OO 140.00 120.00 100.00 l-+-ST-37 -.-AP! 5LX65 :i2 eo.oo eo.oo ::i 3' I 40.00 20.00 o ro w ~ ~ ~ ~ ro Temperatur (C) Gambar 4.5. Pengaruh temperatur terhadap laju korosi Grafik Laju Korosi vs Waktu s; !ii e ~ ::i 3' 180.00 180.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0 2 4 6 10 8 12 Waktu (lam) Gambar 4.6. Pengaruh waktu terhadap laju korosi GrafHc Laju Korosi vs pH 200.00 180.00 ~ 160.00 140.00 ;;; 120.00 100.00 0 80.00 li: ::i 60.00 ~ 40.00 20.00 -. .s e -+-ST-37 -4-API 5LX65 -, 0 2 4 6 8 pH Gambar 4.7. Pengaruh pH terhadap laju korosi 25 7. Model matematis laju korosi Penurunan model matematis laju korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida yang terlarut mengikuti persamaan reaksi ( 4. 4 ). Menurut Levenspiel bahwa laju merupakan perubahan konsentrasi spesi i yang sebanding dengan perubahan berat per satuan luas terhadap waktu. Maka persamaan laju korosi dapat ditulis sebagai berikut : (4.5) Dimana v = laju korosi, n = orde reaksi, 1':.WI A = weight loss per satuan luas, dan k = konstanta. Secara kinetika persamaan reaksi (4.4) dapat ditulis sebagai berikut: k =k "' = [FeS (4.6) J=~ [H 2S] k2 Diketahui persamaan Van't Hoff adalah : d(lnk) Q dT = RT2 (4.7) Persamaan (4.7) diintegralkan, maka didapat: _ _Q_ k=keRT 0 (4.8) Persamaan (4.8) disubstitusikan kedalam persamaan (4.5) menjadi: d[ 1':.W] /aju korosi =v= A dt FeS lL) r = ko [H 2S ex...(_ 1\_ RT (4.9) Persamaan (4.9) ini yang dijadikan model matematis persamaan laju korosi. Untuk mendapatkan model laju korosi secara empiris maka harus ditentukan nilai konsatanta-konsatanta yang terdapat dalam persamaan model matematis tersebut. Persamaan (4.9) diubah kedalam bentuk logaritma, maka diperoleh: d[ 1':.W] log A dt FeS = k 2 + n log[H 2s]- Q 2,3RT (4.10) 26 Dimana k2 = log k, Untuk menentukan harga n secara empiris dilakukan percobaan pada tempertur konstan, maka persamaan (4 .10) didefferensiaklan pada temperatur kontan didapat : d[~w] d/og A FeS dt n=- (4.11) T Untuk menentukan harga Q secara empiris dilakukan percobaan pada pH konstan, maka persamaan (4.10) didefferensiaklan pada pH kontan didapat: d[~w] d/og A FeS dt Q=-2,3R (4.12) ·pH Penentuan harga n dan Q didapat dengan cara membuat grafik: berdasarkan data percobaan, dimana hasilnya sebagai berikut : 2.soo-----------. 2.500 2.'400 2.«JO 2.JOO 2.300 v= -1183.21)(+ 5.135 2.200 2.200 R2= 0.9602 _ 2.100 1.800 _2.100 ~ 2.000 :;- 1.900 1.800 1.700 1.700 1.600 1.600 y ~ 2.000 'ii" 1900 = -1.7392x + 3.200\. R2 • 0.8831 )(lg ~ 1.500 0 0.2 0.6. 0.4 0.8 dlogpH Gambar 4.8. Grafik penentuan harga n 1.soo--.-------.---0.00200 0.00300 0.00310 0.00320 0.00330 0.()(13'40 d(1/T) Gambar 4.9. Grafik penentuan harga Q 27 Berdasarkan hasil pengolahan data nilai konstanta n = 1,7 dan Q = 4,493 kkal/mol. Setelah mendapatkan harga n dan Q maka selanjutnya akan merumuskan model laju korosi. Merumuskan persamaan model laju dimulai dari persamaan (4.9). Ambil suatu persamaan manipulasi matematika : _Q_) _Q_)- 1] exj [ e~( A1\373R 1\373R (4.13) Persamaan (4.9) dikalikan dengan persamaan (4.13) menghasilkan bentuk sebagai berikut: d[AW] = laju korosi v = A dt FeS = kJH 28 r ex"'(1\- 2-) [exl1\373R _Q_). exl1\373R _Q_)] (4.14) RT Atau dalam bentuk yang lain didapat : [AW] lajukorosi ev» d A dt . FeS = ko[H2Sf exJ(-:g_)+(_Q_)]·exJ t'l · . 1\ _ _Q_) 373R RT 313R (4.15) Persamaan (4,15) disederhanakan menjadi: d[AW] laju korosi e v « A dt FeS = k[H 2 stexpc(T-373 373) (4.16) Dimana: exj1\__ _Q_) C=_Q_ k=k 0 373R 373R (4.17) (4.18) Harga k, didapat dari hasil olah data sebesar 1584,89 kemudian disubstitusikan pada persamaan (4.17) pada kondisi pH= 4, t = 6 jam dan T = 25°C. Harga k didapat 3,69 dan C sebesar 6,06. 28 10 9 >: a. -e E ·;; s:s ";;' ..J 8 7 6 5 4 3 -Model 2 • Hasl Percobaan 1 0 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 Temperatur (C) Gambar 4.10. Kurva verifikasi laju korosi Berdasarkan basil pengolahan data, maka model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida adalah sebagai berikut : Laju korosi (mpy)~ 3,69 [H,s J·' ex{ 6,06 ( T ;;373)) (4.19) Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Setelah model laju korosi diperoleh selanjutnya dilakukan verifikasi yang bertujuan untuk. mengetahui sejauhmana validitas persamaan model laju yang diperoleh. Hasil perbandingan antara data dari model laju dengan data hasil percobaan pada temperatur 40, 50, 60 dan 70 °C adalah seperti pada gambar 4.10. Berdasarkan gambar 4.10 diperoleh perbedaan laju korosi antara laju korosi dari model dengan laju korosi hasil percobaan yang relatif kecil sekitar 1,5 %, hal ini menunjukkan bahwa laju korosi baja karbon dalam lingkungan hydrogen sulfida dipengaruhi oleh tempertur lingkungan. 29 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan basil percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diarnbil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS 2. Laju korosi baja karbon pada lingkungan hidrogen sulfida dipengaruhi oleh pH dan tempertur. 3. Model persarnaan laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada tekanan I atm dan rentang tempertur 30 - 70 °C diperoleh : Laju korosi (mpy)= 3,69 [H2$ J'7 exp(6,06( T ;;373)) Dimana konsentrasi ion H2S dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. 4. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan perbedaannya 1,5 %. 5. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, sedangkan laju korosi API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. 6. Sampel baja ST-37 relatifkurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. 7. Kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian. 8. Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Kiscc) untuk specimen dalam lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 °C diperoleh 18 - 30 MPa.m 112• 9. Didapat suatu model persamaan ambang batas intensitas tegangan. K1ssc = [221,57(P-I,98xI0-8[T(2pH J.12 + log[H2S]+ logK) Dij.,,m,GPa.m 112 30 6.2. Saran Dari basil penelitian ini telah diperoleh suatu model laju korosi baja karbon, khususnya untuk baja karbon ST-37 dalam lingkungan hidrogen sul:fidapada tekanan 1 atm dan rentang tempertur 30 - 70 °C. Meskipun demikian ada beberapa bagian pada penelitian ini yang masih perlu dilanjutkan. Untuk itu penulis menyarankan : 1. Perlu dilakukan penelitian lanjut pada tekanan dan temperatur yang relatif lebih tinggi agar mendekati kondisi lapangan yang sebenamya. 2. Untuk menanggulangi korosi tersebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kearah bagaimana cara penanggulangannya. 3. Model persamaan tersebut dapat dibuat kedalam bentuk "software" sehingga dapat digunakan untuk media pembelajaran. 31 DAFf AR PUSTAKA 1) B.RD. Gems, 1974, Detection and Mitigation of weight loss corrosion in Sour gas gathering system, Shell Canada Ltd. 2) Basuki, E.A., dan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen (H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 3) Clubley, B.G, 1988, Chemical Inhibitor for Corrosion Control, Proceeding of an International Symposium, University of Manchester. 4) Denny A. Jones, 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, USA. 5) G.Sorell dan B. Hoyt, 1956, Collection and Correlation of high temperature hydrogen sulfide corrosion data, NACE Technical Committee Report, Publication 56-7, New York, USA,: p.215t. 6) G.I. Ogundele dan W.E. White, 1986, Some Observation on The Corrosion of Carbon steel in Sour gas environment : Effect. of H2S and H2S/COi/CHJC3Hs mixtures, Journal Corrosion NACE, Vol.42, No.7. 7) Hassan, A., dkk, 1998, Effect of microstructure on corrosion of steel in aqueous solution containing carbon dioxide, Corrosion-NACE. 8) Hassan Malik, 2000, Effect on pH on the corrosion inhibition of mild steel in COi saturated brine solution, Anti-Corrosion Methods and Materials, Vol. 47. No.2. 9) Herbert E. Barner, 1978, Handbook of Thermochemical data for Compounds and Aqueous species, John Wiley & Sons, New York, USA. 10) Isdiriyani Nurdin, dkk. 2006, Inhibisi korosi baja dalam air kondensat terkontiminasi FeCl2 menggunakan Natrium Fosfat", Korosi & Material, Vol. VI. No. 1. ll)Kun Kurnely, 2004, Peluang Bisnis Pipa Gas Indonesia, Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 12) Mercer, AD., 1988, Corrosion Inhibitor Testing : Principles and Practice, Proceeding of an International Symposium, University of Manchester. 13) N.Sridhar, dkk, 2001. Effect of water and gas compositions on the internal corrosion of gas pipelines modeling and experiment studies", Corrosion Journal, Vol. 57, No3. 32 14)Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion on API SL grad Band X52, Journal of Material Perpormance. 15)Rozenfeld, I.L, 1981, Corrosion Inhibitor, McGraw-Hill Inc., USA 16)Russel D. Kane, 2001, Evaluation of geothermal production for sulfide stress cracking and stress corrosion cracking", CU International, Inc. Texas, USA 17)S.Divakara Shetty, Prakash Shetty, clan H.V.Sudhaker Nayak, 2006, Inhibition of mild steel corrosion in acid media by N-(2-Thiophenyl)-N'-Phenyl Thiourea (TPTU), Journal of the Chilean Chemical Society .. 18) Solehudin, A, 1998, Penentuan laju korosi sulfidisasi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan NaCl-H20-H2S, Tesis Magister, ITB. 19) Solehudin, A, 2001, Studi pengaruh gas H2S terhadap SCC pada baja karon API SLGrB dalam lingkungan air garam, Jumal TOR.SI, JPTM UPI. 20) Tri Djaka, Koswara, Cahyo Antarikso, dan Zaenal Arifin Muslim, Disain dan Pembuatan Baja Lembaran Panas sebagai Bahan Baku Minyak dan Gas, Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 21) V.Van, T V Toai, dan V Son (2006), Study on corrosive ability of oil gas in Bacho (White Tiger)-Vietnam to Carbon steel and protection of pipeline by inhibitors, Jurnal Korosi dan Material, Vol. VI. No.4. 22) Wayan Gosio, dkk, 2001, Pengembangan Pipa Baja Alir Lasan Spiral API SL X-60 untuk Sour Service, Proceeding Seminar Ilmiah, ITB. 23) Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Aman, clan Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. 33 ~i 0 ..... ·= ·~ .e:;!ol 0 i§ .... (I) f--< a·~ ~ Ill'} J:! Cll (!) ] a~ ~·a . . . :;;a q) o:I rll f-< ~ :e! s~ ~~ ~ == ~~ '@ f--< f--< '-" I :a= ~ ~ ;J "Cl iS m -0 ~ I!).. i ;i l ..... bl) .so ~ :m~ -~ -~ gg al :iii~ e~~ o:I ·9 ·9 :;a :;;a I ~~ ·- 0 ~ 0 ..2 o:I I I • ~ Ill IXl I § ... 0 - "Cb .... :E -3 ~ ~ -~ .s ....·;r ·9 :;a ..!:::l·~~'-" z0 o" -~.s g"'$' ~ ~j ..... ~~ o:I "ioo ti) 0 ~< ·i::~ :.a~ Cl.:!..-. &ii i:2 ~ gg ,J::j .s'O 00 . .: s ~ . .: a~ oz._, Cl IZl ._., N .g e.s 0 ..... ~ ~ (!) -0 ·;i ... .o Ill .s i ! .! 0 a~~s:: "1.il ~ ~~ i:f :a z~......... ~ "'::I 'O s:: ·-rll ~~ 11) I IXl ·s ..... ~.· ]]·iu (!) ·5 ~ ~ ~ «! Cll .... «) o:I ~ :2 e .:; ~~ ~ 8. 0 ~ ...... ...... ....tago - 0 ..... ..... ('"> t!:: - ::i:: ~ $ 0 ~ A' 00 ,J::j """ :;g &ii ee $ .... 5' ii e l 00 .... <IJ 0 "" .... S' .... ~ ~ == i= ~ 5 ~ ~ - < r-i ~ 00 -!e 4.1 ~ ... . . 'S' 1 .... 5 J ·-5' ·d I'll ~ ·-5' .. . 5' ~ . § . .t:l :ac;S fa "O ~·~~ "(;' b() ~ [~ ~r·1 '~ ~ ·>l 8. ~ fa ~ 0 ~ ~r/.l~e ~ ·9 ~~ !J ~ "+:I t ~ 8'0. so~0 ts~~ 8. ~ ril C"/l C"/l ~ ~= p. ~~~ ~ ~ Qi)~ ·Ii 0 s ~ fa = '(;' ....l "a) "O ~ !~ lS S' fa <II o~ ~[ I p.. ·~~·~§ l'.Il-1'.Il........ c;S N "'........ c;S N .... r.'i) ... P.. IO P,. IO -0 ;j·§·- a 1~].,~ c;SP.c;1iO ~ p.. ti') ~ .0 I ~ ~ Cl ~ {; 13 ~ -a ~~ ~~ l.O t t ~ Lampiran 4. Publikasi Ilmiah Hasil Penelitian 1. Proceeding Seminar Nasional N KIMIA DAN PENDIDIK.AN KlMIA, Penyelenggara: Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIPA- UPI, pada tanggal 9 Agustus 2008 2. Jurnal PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM : Media Pengembangan Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8 akan terbit Desember 2008 40 ~ ()Q ·~ C'n. a.. (I) ::s ()Q ::c: ~ §' "CS § ~ 0 1--' Cb §-...... ~ 1-'t ~ C'n p) ~ td ~ 0 ::s ::s ~ \C "'d (I) CT' :::3 o, ~ ...... ~8~s no... . . . > ~ s- .......... p) Cll p) CT' Cb ::s § ()Q Cll N 0 0 00 ~ ~·~::c: ~ f -~· ,(I) ~ ()q '--4 "Tl "'d s;:: ~ ~ ~ td p) ~ ...... p) I ~ ~ 1-t ·~ 0... ~ td a::s (I) ~ ." j ... J . s s· ~ z ~ Cb t ~ r. 11 ...... fl') 0 ::s e, §-...... ~ p:. § "'d Cb ::s o, ...... ~ ~ ~ s...... ~ fJJ :""" t'rj )> cc -u c Cl) C/J 3 g. 0 (/) 7\ 0 0 :J p) ()Q ...... p) 0 ..... cT Cb (/) - 0 (D zr c o, -:J s: -I . ~ ~ Cb '"O ~ p... ~ ~ ~ ~ ~ ~ ~ p) r ~ 1-'t ...... r+ fl') ~ fl') "'d (I) ::sp.. ~ ~ (I) ::s ()q ~ r+ (I) ...... p.. ~ ~ ~ p) (/) f r P" ~ ::so, t "'d p) p.. ...... sP. ::sc, 0 ::s \ I (I) \ c, p) ::s I I I I I ~ to p) ::sr+ (t) ::s " ...... Cll p) ·''~( 'I/~ PUBLIKASI ILMIAH BASIL PENELITIAN HIBAH BERSAING ( TAHUN PERTAMA) • Proceeding Seminar Nasional IV KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA, Penyelenggara : Jurusan Pendidikan Kimia, FPMJP A - UPI, pada Tanggal 9 Agustus 2008 · • Jurnal PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM : Media Pengembangan Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8 akan terbit Desember 2008 PENELITI: Ir. Agus Solehudin, MT Dr. Ratnaningsih Eko Sardjono, M.Si Dr. Ir. lsdiriayani Nurdin, DEA Ir. Djoko H Prajitno, MSME UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA November 2008 aw ·~,;.;.·~ . .. {:. 'j ~. . ~~~ . ~A..~.t;.J KATA PENGANTAR Assalamu 'alatkum Wr. Wb Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Alloh swr yang telah memberikan rahmat, kekuatan, dan petunjuk sehingga kami dapat menyelenggarakan Seminar Nasional Kimia dan PendiclikanKimia IV. Penyelenggaraan seminar ini merupakan agenda tahunan dari Jurusan Pendidikan Kimia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan seminar kali ini merupakan seminar yang keempat. Tujuan diselenggarakan seminar yang keempat ini adalah untuk mendapatkan gambaran arah dan kecenderungan penelitian kimia dan pendidikan kimia terbaru dalam skala nasional; peran dan kontribusi kimia dan · · pendidikan kimia; serta pentingnya inovasi dalam kedua bidang tersebut demi peningkatan literasi sains masyarakat Seminar kali ini diikuti oleh guru, dosen, serta para mahasiswa S 1 maupun mahasiswa Pasca sarjana yang berasal dari Pulau Sumatera sampai dengan Pulau Irian. Pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Kimia atas segala arahannya, dan kepada Dekan FPMIP A UPI atas segala bantuannya, dentlkian juga kepada para sponsor, yaitu: Laboratorium Kimia Analitik Instrumen, Kelompok Penelitian Bioflokulan, CV. Medilabs, Pesona Scientific, Cencom dan Bank BNI Cabang UPI atas kerjasamanya yang baik. Ucapan terimakasih, kami sampaikan juga kepada para keynote speaker, para pemakalah dan para peserta seminar atas partisipasinya, serta rekan-rekan panitia yang telah berjuang dan banyak berkorban demi keberhasilan acara ini. Terakhir, semoga seminar ini dapat memberikan sumbangan kepada peningkatan kualitas pendidikan, khususnya lrualitas profesi Pendidikan Kimia di Indonesia dan mohon maaf apabila dalam penyelenggaraan seminar ini terdapat berbagai kekurangan. Wassalamu 'alaikum. Wr. Wb Seminar Nasional Kimia dan Pendtdikan Kimta IV SAMBUTAN KETUA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FPMIPA UPI Assalamu'alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur selayaknya kita panjatkan ke hadapan Allah SWT, karena atas rid.la Nya lah Jurusan Pendidikan Kimia UPI bekerjasama dengan Himpunan Kimia Indonesia Cabang Jabar dan Banten dapat kembali menyclenggarakan seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia yang ke IV, dengan mengusung tema "Peran Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Meningkatlcan Literasi Sains Mayarakat", yang merupakan isu penelitian dan pengembangan saat ini. Selamat datang dan terimakasih kami sampaik:an kepada para keynote speakers, Dr. Muchallal dari UGM, Dr. Burhanudin Tola dari Puspendik Depdiknas, Hadi Riyanto dari PT Chevron Pacific Indonesia, serta Drs. Masruri Pendiri Sekolah Unggulan Al-Hikmah Surabaya ·dan Direktur KPI , yang telah meluangkan waktunya yang berharga, Selamat datang dan terima kasih kami sampaik:an pula kepada para pemakalah dan peserta seminar yang berkenan hadir serta turut mensukseskan kegiatan. Demikian pula, kami mengucapkan terlnlakasih kepada pimpinan universitas dan falrultas, serta pimpinan HKI Jabar-Banten yang telah mendukung terlaksananya kegiatan ini. Ucapan terimakasih yang terakb.ir kami sampaikan kepada seluruh panitia seminar yang telah. bekerja keras untuk terwujudnya seminar nasional. Harapan kami, kegiatan seminar ini · dapat berlangsung lancar dan tanpa hambatan. Mudah-mudahan pula pemaparan hasil-hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan Ilmu Kimia serta Pendidikan Kim.ia di negeri tercinta ini, serta memacu penemuan-penemuan dan inovasi-inovasi lainnya. Tiada gading yang tak retak. Maka maafkanlah kami apabila dalam penyelenggaraan seminar ini ada hal yang kurang berkenan. Wabillahittaufikwal Hidayah, Wass. Wr. Wb. Bandung, 09 Agustus 2008 Ketua Jurusan Pendidikan Kimia UPI Seminar Nasional Kimia dan Pendtdikan Kimia IV ii SAMBUTAN KETUA HIMPUNAN KIMIA INDONESIA CABANG JAWA BARAT DAN BANTEN Selamat datang di Bandung bagi rekan-rekan kimiawan dari luar Bandung atau bahkan dari luar Jawa Kali ini kita bertemu kembali di Universitas Pendidikan Indonesia, untuk berbagi informasi perkembangan terbaru penelitian Kimia clan Pendidikan Kimia. Seminar ini dilaksanakan oleh Jurusan Kimia FPMIP A UPI atas kerjasama dengan HK.I Jabar-Banten. Seperti ada kesepakatan tak tertulis di HK.I bahwa seminar berkala yang diselenggarakan oleh lembaga tertentu dapat dilaksanakan atas kerjasama dengan HK.I Cabang tempat lembaga tersebut berada, sedangkan HK.I Pusat memusatkan perhatian pada seminar berkala yang dilaksanakan secara nasional dengan pelaksanaan yang berpindah dari satu lembaga ke lembaga yang lain, dari satu propinsi ke propinsi yang lain. Izinkan pula saya menyampaikan informasi dari Pengurus Pusat HKI, bahwa sejak tahun 2006, seminar tahunan HKI akan diselenggarakan secara lebih teratur, yaitu ditetapkan setiap bulan Agustµs setiap tahun, yang pada tahun ini SNHKI diselenggarakan pada 27-28 Agustus 2008 di Universitas Udayana, Denpasar, Bali. Atas dorongan berbagai pihak, "Hkl sejak Desember 2007 telah kembali bergabung dengan Federation of Asian Chemical Societies (FACS). Keanggotaan alctif dalam FACS diharapkan dapat mendorong keterlibatan kimiawan Indonesia dalam pengembangan peran bidang Kimia di kawasan. Informasi lain yang layak untuk diketahui rekan-rekan kimiawan adalah bahwa sejak 2007, HK.I memfasilitasi pembentukan mills diskusi serta informasi jurusanjurusan Kimia se-Indonesia ([email protected], milis kajur-kajur Kimia, http://www.kimiawan.org/links/chemistry-de.partments. informasi Jurusan Kimia seIndonesia dengan link ke web masing-masing) yang diharapkan mendorong komunikasi yang lebih baik antar jurusari-jurusan Kimia, termasuk program studi Pendidikan Kimia, clan pada gilirannya memunculkan sinergi kerja-kerja pengembangan bidang Kimia di Indonesia. Forum Komunikasi Jurusan Kimia se-Indonesia telah melakukan "temu darat" pertama pada 2007, temu ke-2 di UGM bulan lalu, Juli 2008, dan pertemuan ke-3 akan diadakan di Universitas Udayana pada Juli 2009. Peran HKI hanyalah memfasilitasi komunikasi dan informasi, karena sejauh ini Forum tersebut secara organisatoris tidak bernaung di bawah HKI. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia JV Ill Jauh sebelum lahimya memelihara komnnikasi mills [email protected], lewat mills kimiawan [email protected], Indonesia yang telah terbuka bagi kimiawan anggota maupun non-anggota HKI. Kimiawan yang belum bergabung, kami undang kehadirannya di mills dengan cara mengirim email kosong ke [email protected]. Untuk anggota muda HKI maupun mahasiswa Kimia, terdapat milis diskusi [email protected] dengan cara gabung yang mirip. Last but not least, HKI Cabang Jawa-Barat dan Banten mengajak rekan-rekan kimiawan yang berada di wilayah Jabar dan Banten untuk berpartisipasi aktif dalam seminar bulanan HKI Jabar-Banten yang diselenggarakan setiap hari Jumat minggu ketiga setiap bulan. Pertemuan Agustus akan diselenggakaran di STIT (Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil) dan pertemuan-pertemuan selanjutnya selalu bisa dibaca di http://www.kimiawan.org(iabar-banten. Selamat berbagi. informasi dan membangun kolaborasi kepada rekan-rekan kimiawan, semoga pertemuan kali ini memberi dampak maksimal terhadap peningkatan peran kimiawan serta pertum.buhan bidang Kimia di Indonesia Terima kasih 'kepada rekan-rekan anggota panitia yang membuarseminar ini berlangsung baik. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV iv DAFrARISI KATA PENGANTAR...... i ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... . .. ... .. . ... .. . . .. . .. ... ... .. . .. . ... ... ii SAMBUTAN KETUA JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA FPMIPA UPI.............. SAMBUTAN KETUA HIMPUNAN KIMIA INDONESIA CABANG JAWA BARAT DAN BANTEN... ... ... ... ... ... ... . .. ... ... DAFf AR JSI. ·.. . .. . . . .. . .. . .. . . .. .. . . .. . .. MANFAAT KLOROFIL KOMOPREVENTIF DAN TURUNANNYA SEBAGAI iii v AGEN Aji Wahyu Budiyanto,Leenawaty Limantara ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ....... 1 PENCEMARAN UDARA DAN RADIASI GLOBAL DI KOTA BANDUNG TAHUN 2001-2003 Desy Gusnita .. . . .. . .. .. . .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. . . .. . .. . . . .. . . .. .. . .. . . .. .. . .. . .. . . .. .. . .. . .. . .. . .. . .. 20 PERTANYAAN SOCRATIK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA I Wayan Redhana, Luh Maharani Merta............ . .. .. . .. .. .. .. . . .. . .. .. . .. . .. .. .. . .. .. . .. .. 29 PEMISAllAN EMAS DENGAN METODE SOLVENT RESIN MENGGUNAKAN CYANEX-921 Ibnu Khaldun, Amiruddin, Muhammad Bachri Amran. 41 IMPREGNATED ANALISIS PIROUSIS SERBUK BAMBU DENGAN MENGGUNAKAN GCMS SERTA APLIKASINYA SEBAGAI BIOARANG Mohammad Wijaya M..... .. .. .. . SO WAKTU TANGGAP ELEKTRODA UREASE PADA BERBAGAI JENIS ELEKTRODA UNTUK PENETAPAN KADAR UREA SECARA POTENSIOMETRIK Muhammad Arifin Cik... .. . .. . .. . . .. . .. .. . . .. .. . . .. .. . .. . .. . . .. ... . . .. . . . .. . .. . .. . .. . . . . ... .. .... ... SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KOMPOSIT SILIKA UNTUK SEL DAHAN DAKAR Muhammad 58 KITOSAN- Ali Zulfikar, Deana Wahyuningrum, sadijah ahmad......... . . . . . . . . . . . . . . . .. 65 PENGARUH SURFAKTAN PADA PENGUKURAN ANTillISTAMIN CETIRIZIN SECARA VOLTAMETRI PULSA DIFERENSIAL MENGGUNAKAN ELEKTRODA PASTA KARBON Nikmans Hattu, Buchari, Indra Noviandri clan Sadijah Achmad........ 75 KIMIA DAN PEMANTAUAN KONDISI ATMOSFER GLOBAL DAN DI INDONESIA Ninong Komala; .. . . . . .. . .. . . .. .. . . .. .. . .. . . .. . . . . .. . . . .. . .. . . .. . . . . . . . .. . .. .. . . .. . .. .. . . . . .. . .. . Seminar Nasional Kimia dan Pendidtkan Kimia JV 85 v EFFECTS OF AGING ON ADSORPTION OF ARSENIC BY DIFFERENTIAL SOIL CHARACTERISTICS Damris Muhanunad ~ . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . .. . .. . . .. .. . .. . . . . . .. . STUDI KOROSI BAJA KARBON API 5L-X65 BIDROGEN SULFIDA 456 DALAM UNGKUNGAN Uum Sumirat , Agus Solehudin...................................................................................... MODEL LAJU KOROSI IDDROGEN SULFIDA 465 BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN Ratnaningsih E. Sardjono , lsdiriayani Nurdin, dan Djoko H.PraJ1tno......................................................................................................................... 473 AKTIVITAS ANTIOKSIDASI DARI PASTA BUAH MERAH MERAH (PANDANUS CONOIDEUS L) Achmad Taher clan Arif Mansbawar............................................................................. 485 PENGGUNAAN ASESMEN OTENTIKPADA PEMBELAJARAN BIOKIMIA UNTUK CALON GURU BIOLOGI Ana Ratna Wulan ; ,............................. KAJIAN ADSORPSI LOGAM BERAT KROM PENYAMAKAN KULIT PADA ADSORBEN KITOSAN DARI 494 LIMBAH Fitri Khoerunnisa, Deni Arifianto dan Hernaai ;....... 503 UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN INKUIRI SAINS GURU KIMIA MELALUI KEGIATAN "MGMPWILAYAH'' Poppy K. Devi................................................................................................................. 516 UJI AKTIVITAS SENY AWA BIOAKTIF PADA RUMPUT LAUT Sargassum duplicatum Ifah Munifah....... . . .. . .. .. . .. .. . . .. . . .. . . .. 527 KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA SMA KELAS X DAN XI PADA PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODA PRAKTIKUM . Ora. Oebi Dwiyanti, M.Si., dan Dra, Siti Darsati, M,Si..... PENGARUH PEMBEKALAN KEMAMPUAN GENERIK KEMAMPUAN MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN KESETIMBANGAN KIMIA 538 TERHADAP SOAL-SOAL Wawan Wahyu, Nuryani Y. Rustaman, Liliasari & Sadijah Achmad... 546 PENGARUH KESTABILAN SOL PADA KARAKTER MATERIAL KONDUKTOR IONIK KOMPONEN SENSOR GAS NOX HASIL PREPARASI DENGAN METODE SOL-GEL ANORGANIK Nina Restiana, Agus Setiabudi dan Soja Siti Fatimah..................................................... Seminar Nasional Kimid dan Pendidikan Kimia JV 554 ix . . . ~~~R NA8;. +it. .6 ~ ~ Seminar Nasional Kimia dan pendidikan Ki~~·~ ~ Peran Kimia dan Pendidikan Kimia dalam M~ ~~ Literasi Sains Masyarakat .,, tt MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN IDDROGEN SULFIDA Agus Solehudin 1>, Ratnaningsih E. Sardjono2>, Isdiriayani Nurdin3>, dan Djoko H.Prajitno4> 1> Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI, 2> Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA - UPI, 3> Jurusan Teknik Kimia, FTI - ITB, 4> PTNBR - BATAN Abstrak MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN IDDROGEN SULFIDA Baja karbon dan paduannya banyak digunakan pada instalasi lingkungan korosif. Korosi pada baja karb<;>µ. dapat diakibatkan oleh adanya ion hydrogen dari hydrogen sulfida yang terdisosiasi pada temperatur yang relatif tinggi. Pengujian korosi dilakukan dalam scbuah media simulasi dari gelas kimia pada berbagai temperatur, waktu dan pH Laju korosi dipelajari da1am 1arutan uji yang mempunyai rentang pH sebesar 3,5 - 6, waktu 2 - 10 jam dan temperatur 25 - 70 °C. Baja karbon yang digunakan sebagai bahan uji adalah ST-37. Berdasarkan hasil percobaan menunjukkan bahwa laju korosi meningkat seiring dengan meningkatnya waktu uji dan tem.peratur dan sebaliknya laju korosi menurun seiring dengan meningkatnya pH. Laju korosi baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy. Baja ST-37 relatifkurang ta.ban korosi dalam lingkungan sulfida. Model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada tekanan 1 atm clan rentang tempertur 30 • 70 °C adalah : Laju korosi (mpy)= ~.69(H+ r ~ 6,06(T ;; 373)) Dimana konsentrasi ion W dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan basil percobaan perbedaannya 1,5 %. Kata kunci : baja karbon, laju korosi, hidrogen sulfida Abstract CORROSION RATE MODEL OF ST-37 CARBON STEEL IN HYDROGEN SULFIDE ENVIRONMENT. Carbon steels and its alloys were mostly used on installations in corrosive environment. The corrosion of carbon steel was caused by hydrogen ion from hydrogen sulfida dissociation under occurred at relatively high temperature. Corrosion tests were conducted in simulation media from chemical glass at several temperature, time and pH. Corrosion rates were carried out in the solution Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV 473 test with pH range 3.5 - 6.0 and time range 2 -10 hours at tempertur range 25 - 70 °C. Carbon steels employed as specimen materials were ST-37. Base on the experimental results shown at the corrosion rate Increased with the increasing temperature and time, and otherwise, corrosion rate decreased with the increasing pH. The corrosion rate of ST-37 carbon steel was 43.91 - 184.6 mpy. The corrosion resitance ofST-37 carbon is very low In hydrogen suljida environment. The corrosion rate model for carbon steel in hydrogen sul.fida environment under I atm pressure and tempertur range 25 - 70 °C was found to be : Corrosionrate(mpy)= 3.69[H+ J"7 exi(6.06(T;;373)) Where ion [F] concentration in ppm and temperature in Kelvin. Verification between equation model and experiment result shown the result from computation and thatfrom the experiment differ slightly± 1.5 %. Key words : carbon steel, corrosion rate, hydrogen sulfide LATAR BELAKANG Baja karbon dan paduannya ban.yak digunakan pada instalasi lingkungan korosif . Sebagai contoh pada instalasi produksi minyak dan gas (MIGAS), spesi utama yang memicu terjadinya serangan korosi adalah hidrogen sulfida atau ion hidogren sulfida, karbon dioksida atau hidrogen karbonat, d8n senyawa klorida. Diantara corrodem tersebut yang paling bermasalah di industri minyak dan gas umumnya adalah serangan oleh hidrogen sulfida atau ion hidogren sul:fida. Keberadaan hidrogen sulfida atau ion hidogren sulfida di dalam lingkungan aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting). .Beberapa usulan mengenai mekanisme korosi baja karbon dalam lingkungan H2S terlarut atau hidrogen sul:fida, diantaranya Bohner, Lofa dan Batrakov. Bohner berpendapat bahwa pada polarisasi katodik besi dalam lingkungan H2S-NaHS buffers, terjadi evolusi gas hidrogen dengan melalui reaksi (1) dan (2) di atas. Reaksi tersebut mengikuti tahap-tahap sebagai berikut (Journal Corrosion NACE, Vol. 42, No.7, 1986): HS" + e H+s2• (1) HS. +H +~ H2 + s2• (2) Mekanisme reaksi korosi pada baja yang diusulkan oleh Bolmer, menyatakan bahwa mekanisme korosi tersebut diawali dengan terjadinya reaksi reduksi gas H2S yang menghasilkan gas H2 dan ion HS-, kemudian HS" direduksi menjadi ion S2-yang secara Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV 474 berurutan pada persamaan reaksi (1) dan (2). Ion HS- yang terbentuk kemudian mengoksidasi logam besi dan membentuk lapisan besi sulfida, FeS, pada permukaan elektroda. Sebagian FeS yang terbentuk akan dioksidasi lagi menjadi lapisan FeS2, seperti pada persamaan reaksi (4) dan (5). Lova dan Batrakov menjelaskan bahwa kelarutan besi dalam lingkungan H2S mengikuti reaksi sebagai berikut (Journal Corrosion NACE, Vol. 42, No.7, 1986): Fe + HS" = (FeHS")ads (FeHS")ads ~ FeHS+ + 2e FeHS+ = Fe 2+ + HS- (3) (4) (5) Terdapat perbedaan antara mekartisme korosi sulfi.disasi yang diusulkan Bohner dengan Lofa dan Batrakov. Menurut Lofa dan Batrakov menjelaskan bahwa ion HS" yang dihasilkan dari disosiasi H2S terlarut akan bereaksi dengan logam besi membentuk senyawa ion kompleks negatif (FeHS") yang teradsropsi pada permukaan logam besi. Kemudian senyawa kompleks tersebut teroksidasi dengan mengikuti persamaan reaksi (9) menghasilkan senyawa kompleks positif (feHS). Senyawa ion kompleks positif tersebut akan terdisosiasi menjadi ion Fe2+ dan HS-, sehingga membentuk produk korosi FeS atau FeS2 seperti pada persamaan reaksi "(4) dan (5). Disamping itu, terdapat juga perbedaan dari keduanya yaitu pada tahap pengendali laju. Bohner berpendapat bahwa tahap pengendali laju reaksi korosi sulfi.disasi yaitu pada persamaan reaksi (6), sedangkan Lofa dan Batrakov pada persamaan reaksi (9). Selain Bolmer, Lofa dan Batrakov, B.R.D. Gerus, 1974 menjelaskan bahwa mekanisme korosi sulfidisasi akibat gas H2S dalam lingkungan NaCl atau netral adalah sebagai berikut: - Terjadi reaksi disosiasi gas H2S dalam larutan : ~S -7 W +HS" (11) (12) - Terjadi reaksi oksidasi besi pada anoda : Fe -7 Fe 2+ + 2e (13) Ion HS" dan S2"yang dihasilkan dari persamaan reaksi (11) dan (12) kemudian bereaksi dengan ion besi dari persamaan (13) membentuk besi sulfida dengan reaksi sebagai berikut: Fe2+ + s2· -7 FeS Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia JV (14) 475 Fe2++HS· 7FeS+W+2e (15) Sedangkan di katoda terjadi reaksi evolusi hidrogen : 2W+2e 7 H2 (16) Sehingga reaksi keseluruhan adalah : Fe +H2S 7 (17) FeS + H2 Berdasarkan persamaan reaksi-reaksi yang diusulkan Gerus dapat disimpulkan bahwa · mekanisme korosi hampir sependapat dengan Bohner. Berdasarkan uraian di atas bahwa lingkungan minyak dan gas yang mengandung gas H2S terlarut sangat rentan terhadap korosi material baja, khususnya bagian internal dari pipa baja tersebut, sehingga memerlukan adanya memprediksi laju korosi. suatu model laju untuk Model tersebut dikembangkan dari persamaan Arhenius, kemudian dirumuskan model matematis, selanjutnya melakukan percobaan empiris dan didapat model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida. METODOLOGIPENELITIAN Material pipa yang diteliti ada1ah baja karbon ST-37. Spesimen untuk laju korosi sulfidisasi mcngacu pada ASTM 031. Tahapan penelitian adalah pertama studi literatur untuk mengkaji jumal ilmiah yang berkaitan dengan pengembangan model laju korosi, kemudian dilanjutkan dengan penurunan persamaan matematis laju korosi sehingga didapat model laju korosi secara matematis. Berdasarkan model matematis tersebut dilakukan percobaan empiris untuk menentukan konstanta-konstanta yang diinginkan sehingga didapat model laju korosi empiris. Kemudian dilakukan percobaan untuk verifikasi terhadap model laju korosi. Pemeriksaan morfologi permukaan spesimen dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Kimia dan Sifat Mekanik Komposisi kimia spesimen ST-37 adalah C=0,09, Mn=0,46, P=0,004, S=0,04. Sedangkan sifat mekanik untuk ST-37 adalah kekuatan luluh (YS) = 330 Mpa, kekuatan tarik ultimat (UTS) = 530 Mpa, kekerasan = 170,5 HV. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV 476 Basil Uji Korosi Berdasarkan data hasil percobaan dapat dilihat bahwa rata-rata laju korosi ST-3 7 cenderung ni.eningkat seiring dengan meningkatanya temperatur dan waktu, dan rata rata laju korosi cenderung menurun seiring dengan meningkatnya pH. Tabel 1. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi temperatur Kode Al A2 A3 A4 A5 T(oC) 25 35 45 55 65 t (iam) 6 6 6 6 6 PH 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 Wo (2r) 4.72 4.11 5.62 4.30 4.34 Wt (l!r) 4.69 4.08 5.51 4.25 4.27 A(mm2) 298.23 273.96 337.17 282.88 285.48 CR(mpy) 74.05 80.61 109.17 130.12 180.50 Tabet 2. Hasil percobaan taju korosi ST-37 pada variasi waktu Kode Bl B2 B3 B4 BS T(oCl 25 25 25 25 25 t (jam) DH 2 4 6 8 10 4.5 4.5 4.5 4.5 4.5 Wo Cit") . 4.77 3.45 5.62 4.73 4.30 Wt (u) 4.77 3.44 5.51 4.66 4.20 A(mm2) 291.74 251.50 337.17 298.23 280.14 CR(moy) - 43.91. 109.17 129.59 157.67 Tabet 3. Hasil percobaan laju korosi ST-37 pada variasi pH Kode CI C2 C3 C4 cs T(oC) 25 25 25 25 25 t Ciam) 6 6. 6 6 6 pH 3.5 4 4.5 5 6 Wo(ar) 4.32 4.38 5.62 4.33 4.13 Wt (2r) 4.25 4.32 5.57 4.3 4.1 A(mm2) 279.14 281.88 337.17 277.09 274.69 CR(mov) 184.60 156.69 109.17 79.70 80.40 Keterangan: T = temperatur, t = waktu pengkorosian, Wo = berat awal sampel, Wt= berat akhir setelah pengkorosian, A = luas permukaan sampel yang terkorosi, dan CR = Corrosion Rate (laju korosi). Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV 477 Basil Pemeriksaan Mikroskop Optik Struktur mikro Gambar 1. Foto Struktur mikro Penampang Sampel ST-37 setelah perlakuan korosi: (a) T = 25°C clan (b) 65°C, pada pH= 4,5 selama 6 jam. (Etsa Nital 3%, pembesaran 200 X) Pada gambar 1 terlihat terdapat lapisan produk korosi yang menempel pada pennukaan sampel. Lapisan produk korosi pada sampel .yang mengalami perlakuan korosi pada kondisi T = 65°C lebih tebal dibanding pada sampel yang mengalami perlakuan korosi pada T = 25°C. Korosi sumuran terjadi pada sampel yang mengalami pcrlakuan korosi pada kondisi T = 65°C. Mekanisme laju korosi Berdasarkan hasil percobaan clan didukung oleh para peneliti sebelunm.ya dapat disimpulkan bahwa mekanisme korosi dalam lingkungan hidrogen sul:fida dimulai dari reaksi disosiasi lhS menjadi ion W dan ion sulfida. Hal ini dapat dilihat dari data percobaan dimana pH meningkat dengan berkurangnya konsentrasi H2S yang terlarut. Rentang pH yang diperoleh dengan variasi konsetrasi H2S adalah 3,5 s/d 6. Harga pH menurun selama percobaan dimana pH awal lamtan adalah 6,9. Besar laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy, seclangkan laju korosi . .API LX65 berada pada rentang 0 s/d 26 mpy. Menurut Fontana ( 1986) menyatakan bahwa standar pembanding ketahanan laju krosi ( dalam mpy) adalah ketahan korosi untuk baja dari bahan dasar besi - nikel dikatakan baik apabila laju korosinyaberada pada rentang 1- 20 mpy, sedangkan ketahanan korosi dikatakan buruk apabila laju korosinya berada pada rentang lebih dari 50 mpy. Hasil penelitian ini Seminar Nasional Ktmia dan Pendtdikan Kimia JV 478 dapat disimpulkan bahwa sampel baja ST-37 relatif kurang tahan korosi daibandingkan dengan API LX65 dalam lingkungan sulfida. Model matematis laju korosi Penurunan model matematis laju korosi dalam lingkungan hidrogen sulfida yang terlarut mengikuti persamaan reaksi (17). Menurut Levenspiel bahwa laju merupakan · perubahan konsentrasi spesi i yang sebanding dengan perubahan berat per satuan luas terhadap waktu. Maka persamaan laju korosi dapat ditulis sebagai berikut : d[AW] Laju =v= A dt F.s = k [n + f (18) Dimana v = laju korosi, n = orde reaksi, l:!i.W/A =weight loss per satuan luas, dank= konstanta. Secarakinetika persamaan reaksi (18) dapat ditulis sebagai berikut: (19) Diketahui persarnaan Van't Hoff adalah: d(lnk) <11' =L RT2 (20) diintegralkan, maka didapat: k = k e ' 0 ·· ! (21) Persamaan (21) disubstitusikan kedalam persamaan ( 18) menjadi : d[AWJ laju korosi=v= A FeS dt =k 0 [n+ f exj _ _Q__) 1\_ RT (20) Persamaan (20) ini yang dijadikan model matematis persamaan laju korosi. Persamaan (20) diubah kedalam bentuk logaritma, maka diperoleh : d[AW] log A dt F.s =k 2 +nlog[H+ ]-_2_ (21) 2,3RT Atau dapat ditulis dalam bentuk : a[l:!.W] log A dt FeS = k2 -n(pH)-_2_ 2,3RT (22) Dimana k2 = log k, Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia fl/ 479 Untuk menentukan harga n dan Q secara empiris dilakukan percobaan kondisi : d[AWJ d/og A ---=dt'--n=dlogpH dlog "'3 (23) d[AW] A ,,.., (24) dt Q = -2,3R dI. T r pH Harga n dan Q didapat dengan cara membuat grafik berdasarkan data percobaan, dimana hasilnya sebagai berikut : 2.soo----------- 2.&X>...-------~---. 2.400 y .. .Q83.21x + 5.135 2.3JO rr·o.9&>2 2.200 _2100 2.400 2.300 2200 _2.100 "e,.2.000 ,, 1.900 ya-1.7392x+3~ Ff•0.8831 ~ 2.(XX) •• 1.800 1.700 1.500 .,..._ 1.800 :;-1.!0l 1.IKIO 1.700 1.100 ___. Um+---.----...----.---..---1 0 0.2 0.4 0.8 o.a 0.00200 O.!XX!OO 0.00310 0.00320 O.<Xml 0.00340 ~ dlogpH Garn.bar 1. Grafik penentuan harga n Gambar 2. Grafik penentuan harga Q Berdasarkan hasil pengolahan data nilai konstanta n = 1,7 dan Q = 4,493 kkal/mol. Setelah mendapatkan harga n dan Q maka selanjutnya akan merumuskan model laju korosi. Merumuskan persamaan model laju dimulai dari persamaan (20). Ambil suatu persamaan manipulasi matematika : [exi{3~R }exi{- 3~R) i] = (ZS) Persamaan (20) dikalikan dengan persamaan (4.14) menghasilkan bentuk sebagai berikut: ' [~WJ laju korost =d A FeSO, r iL) [exp(JL).exp(-JL)] 313R 373R = ko [H+ ex....(_ 1\_ RT dt Atau dalam bentuk yang lain didapat : Seminar Nasional Kimta dan Pendidikan Kimia IV 480 laju korosi {A;] = dt F.so. = k [n+ f 0 • e"J(-J?_)+(..JL)}e,,J _ _g_)c26) h1t RT 313R ..,., 373R Persamaan (26) disederhanakan menjadi : d[AW] . . la1ukoros1=v= Dimana: k = k exj A dt _..JL) *'\_ 373R 0 t reo4 =k [H+ .expC (T-373) --- (27) 3TI C = _JL (28) (29) 373R Harga ko didapat dari hasil olah data sebesar 1584,89 kemudian disubstitusikan pada persamaan (4.18) pada kondisi pH= 4, t = 6 jam dan T = 25°C. Harga k didapat 3,69 dan C sebesar 6,06. 10 9 i1 ~ :I ! 8 7 IS 5 4 3 2 -Mldel • 30 35 40 45 50 55 60 65 Haaf Percobaan 70 75 80 Temperatur (C) Gambar 3. Kurva verifikasi laju korosi Berdasarkan hasil pengolahan data, maka model laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sul:fida adalah sebagai berikut : Laju korosi (mpy)= 3,69 (n+ r ex{ 6,06(T ;;373)) (30) Dimana konsentrasi ion H+ dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. Setelah model laju korosi diperoleh selanjutnya dilakukan veri:fikasi yang bertujuan untuk mengetahui sejauhmana validitas persamaan model laju yang diperoleh. Hasil perbandingan antara data dari model laju dengan data hasil percobaan pada Seminar Nasional Kimia dan Pendtdikan Kimia IV 481 temperatur 40, SO, 60 dan 70 °C adalah seperti pada gambar 3. Berdasarkan gambar 3 diperoleh perbedaan laju korosi antara laju korosi dari model dengan laju korosi basil percobaan yang relatif kecil sekitar 1,5 %, hal ini menunjukkan bahwa laju korosi baja karbon dalam lingkungan hydrogen sulfida dipengarubi oleh tempertur lingkungan. KESIMPULAN Berdasarkan basil percobaan dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kcsimpulan sebagai berikut : 4. Laju korosi baja karbon pada lingkungan hidrogen sulfida dipengaruhi oleh pH dan tempertur. 5. Model persamaan laju korosi baja karbon dalam lingkungan hidrogen sulfida pada tekanan 1 attn dan rentang tempertur 30 - 7.0 °C diperoleh : Laju korosi (mpy) = 3,69 (n• J'7 ex{ 6,06 ( T ;~73)) Dimana konsentrasi ion W dalam ppm dan temperatur dalam kelvin. 6. Hasil verifikasi menunjukkan bahwa laju korosi dari model dengan hasil percobaan pcrbcdaannya 1,5 %. 7. Laju korosi sampel baja ST-37 berada pada rentang 43,91 s/d 184,6 mpy pada lingkungan hidrogen sulfida. 8. Sampcl baja ST-37 relatifkurang tahan korosi pada lingkungan hidrogen sulfida. Ucapan Terimakasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Hibah Bersaing P2M DIKTI, Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Indonesia, Falrultas Pendidi.kan Teknologi dan Kejuruan UPI, Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK UPI, Lab. Korosi JPTM FPTK UPI dan semua pihak yang telah membantu pada peneliti.an ini. DAFTAR PUSTAKA B.R.D. Oerus, 1974, Detection and Mitigation of weight loss corrosion in Sour gas gathering system, Shell Canada Ltd. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV 482 Basuki, E.A., clan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen (H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. Denny A. Jones, 1992, Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, USA. G.Sorell dan B. Hoyt, 1956, Collection and Correlation of high temperature hydrogen sulfide corrosion data, NACE Technical Committee Report, Publication 56-7, New York, USA,: p.215t. G.I. Ogundele clan W.E. White, 1986, Some Observation on The Corrosion of Carbon steel in Sour gas environment : Effect of H2S and HiS/COi/CHJC3Ha mixtures, Journal Corrosion NACE, Vol.42, No.7. Mars. G. Fontana, 1986, Corrosion Engineetjng, Mc Graw Hill. NewYork. N.Sridhar, dkk, 2001. Effect of water and ga8 compositions on the internal corrosion of gas _pipelines modeling and experiment studies", Corrosion Journal, Vol. 57, No3. Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion on API 5L grad B and X52, Journal of Material Perpormance. V.Van, TV Toai, clan V Son (2006), Study on corrosive ability of oil gas in Bacho (White Tiger)-Vietnam to Carbon steel and protection of pipeline by inhibitors, Jurnal Korosi clan Material, Vol. VI. No.4. Wayan Gosio, dkk, 2001, Pengembangan Pipa Baja Alir Lasan Spiral API SL X-60 untuk Sour Service, Proceeding Seminar Ilmiah, ITB. Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV 483 Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Aman, dan Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. Seminar Nasional Ktmta dan Pendtdikan Kimia IV 484 . DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PUSAT PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN IL.MU PENGETAHUAN ALAM (SCIENCE EDUCATION DEVELOPMENT AND EMPOWERMENT CENTRE) Jalan Diponegoro No. 12 • 022 4231.191 A 022 4207922 Bandung 40115 Homepage : www.p4tkipa.org Email : [email protected] BUKTIPENERIMAANNASKAH Dengan ini kami menerangkan bahwa kami telah menerima naskah: Judul Pemodelan Sulfule Stress Cracking (SSC) pada Baja Karbon dalam Lingkungan Hidrogen Sulfida Penulis Agus Solehudin Ratnaningsih E. Sardjono Isdiriayani Nurdin Djoko H. Prajitno Untuk dimuat pada Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam: Media Pengembangan Sumber Daya Sains dan Kependidikan, Volume VII No. 8, Desember 2008 (ISSN .1979 - 1038). ii= 1 AS/NZS ISO 9001:20~ ,. Quality llanagemmlSy1llm Cerllfle11A1 Ho. :QEC22039 Pemodelan Sulfide Stress Cracking (SSC) pada Baja Karbon dalam Lingkungan Hidrogen Sulfida Agus Solehudin <1>, Ratnaningsih E. Sardjono <2>, Isdiriayani Nurdin (3), Djoko H. Prajitno <4> <1> Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, FPTK - UPI <2> Jurusan Pendidikan Kimia, FPMIP A - UPI <3> Jurusan Teknik Kim.ia FTI - ITB <4> PTNBR - BAT'AN Abstrak Fluida minyak dan gas mengandung gas korosif seperti H2S dan C02 serta unsur agresif ion ldorida. Gas H2S yang terlarut pada kondisi pH rendah (<=3) akan terurai menjadi ion hidrogen dan ion sulfida. Ion hidrogen yang terbentuk dapat berdifusi ke dalam logam tetapi tetap berada dalam keadaan larutan padat dalam kisi kristal sehingga menyebabkan terjadinya penunman terbadap keuletan dan kemampuan logam mtuk berdeformasi. Akibat adanya gejala tersebut maka logam baja karbon akan rentan terhadap korosi dan sulfide stress cracking. Tujuan basil penelitian ini adalah diperolehnya suatu model sulfide stress cracking untuk menentukan ketahanan korosi bagian internal pipeline akibat hidrogen sulfida. Pengujian sulfide stress cracking dilakukan dalam sebuah autoclave pada berbagai variasi tegangan , konsentrasi H2S dan waktu. V ariasi tegangan yang diberikan adalah 10,12, 44,65 dan 65,57 GPa dan konsetrasi H2S berada pada rentang 10,6 - 815,5 ppm serta variasi waktu pada rentang 48 s/d 96 jam. Prosedur dan preparasi specimen uji baja karbon ST-37 mengacu pada standar ASTM G-30. Berdasarkan basil percobaan ditunjukkan bahwa produk korosi yang dominan terbentuk adalah FeS dan kerawanan korosi retak tegang meningkat seiring dengan meningkatnya beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengk.orosian. Model persamaan ambang batas intensitas tegangan yang diperoleh adalah : KISSc = [221,s1(P-1,98x10-8[T(2pH +Iog[H2s]+logK)Dt.GPa.m11'l Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (Krscc) untuk specimen dalam lingkungan hidrogen sulfida pada temperatur 100 °C diperoleh 18-30 MPa.m112• Kata Kunci : Sulfide stress cracking, intensttas tegangan, baja karbon, konsetrasi HiS 1 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang menimbulkan tingginya Pada saat ini sektor minyak clan gas (MIGAS) masih menjadi andalan menunjang perekonomian nasional yang sedang mengalami krisis berkepanjangan (Yudi MS, 2004). produksi MIGAS dengan tingginya Eksplorasi selalu clan dihadapkan anggaran biaya pengadaan penunjang keselamatan yang berkualitas baik. Sistem pemipaan menjadi salah satu alat penunjang yang dapat diandalkan untuk distribusi minyak · dan gas. penunjang Bagaimanapun sistem keanda13¥ . pemipaan dapat mengurangi kehilangan produksi bila terjadi kerusakan peralatan tersebut. MIGAS, kebocoran yang produksi (area plant) umumnya terjadi pipa-pipa yang mengalami degradasi material sebgai akibat pengaruh lingkungan operasi, seperti korosi, erosi, dan lain-lain. Selain itu, diakibatkan oleh faktor pengaruh pabrikasi seperti adanya cacat material, residual stress, faktor las, dan sebagainya. Kerusakan ini terkadang terjadi pada saat jauh dibawah umur teknis yang direncanakan maupun Dalam operasi pengeboran dan produksi minyak dan gas (MIGAS) , spesi utama yang memicu terjadinya serangan k.orosi adalah hidrogen sulfida (H2S), karbon dioksida senyawa klorida. tersebut yang (002), Diantara paling dan corrodent bermasalah di industri minyak dan gas umumnya adalah serangan oleh H2S. Keberadaan H2S di lingkungan dalam aqueous dapat menyebabkan korosi pada pipa baja dan menghasilkan endapan padat berupa besi sulfida atau ion yang larut dan menyebabkan korosi merata (thinning) atau korosi sumuran (pitting). sering terjadi pada pipa di lapangan pada perusahaan berupa produksinya. Pada perusahaan produksi dan eksplorasi biaya baik keterlambatan waktu penyerahan basil sebagai penghasil devisa negara yang perlu ditingkatkan konstribusinya guna kerugian, sehingga Bentuk serangan oleh H2S yang lebih berbahaya adalah ketika hidrogen yang dihasilkan dari reaksi katodik, dan oleh keberadaan H2S dicegah untuk membentuk molekul H2, berdifusi ke dalam logam clan terkonsentrasi di lokasilokasi yang disebut trap seperti partikel inklusi atau peretakan dan mikrovoid clan memicu menghasilkan patahan getas. Apabila pada material tersebut juga bekerja tegangan, maka dapat terjadi bentuk kegagalan yang disebut sulfide stress cracking (SSC). Dengan demikian 1 SSC dapat dipandang sebagai kegagalan hidrogen sulfida yang dapat diaplikasikan material baja yang disebabkan pada industri minyak dan gas. oleh pengaruh simultan dari tegangan dan 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian hidrogen yang dihasilkan dariu korosi mendapatkan oleh H2S. Secara garis besar parameter untuk yang dapat menentukan persamaan SSC yaitu matematis adalah pemodelan sulfide stress Perdomo, J.J., et al., 2002 : Lingkungan cracking pada bagian internal pipeline. meliputi pH larutan aqueous, konsentrasi 1.3. Urgensi Penelitian H2S dan temperatur; Tegangan meliputi Indonesia merupakan negara sisa kepulauan yang memiliki potensi energi (residual strees); Kerentanan material sumber gas dan minyak yang cukup meliputi segregasi unsur, struktur mikro, besar. partikel inklusi, deformasi. pemerintah di bidang konsevasi dan tegangan kerja atau Meskipun tegangan kegagalan akibat Sejalan diversifikasi dengan energi maka kebijakan gas bumi serangan H2S di pipeline relatif sedikit, merupakan salah satu altematif energi namun yang demikian perhatian terhadap · memiliki potensi untuk akan dikembangkan. Saat ini cadangan gas semakin besar mengingat kecenderungan bumi Indonesia diperkirakan sekitar 176 pemakaian level trilyun kaki kubik (TCF) (Kun Kumely, kekuatan yang semakin tinggi serta 2004). Dengan tingkat produksi gas bumi kemungkinan meningkatnya saat ini sebesar 8 milyar kaki kubik per agresivitas lingkungan di dalam minyak hari (BSCFD) atau 3 TCF per tahun dan dan gas. Dalam penelitian ini akan dibuat laju pertumbuhan 8% per tahun maka suatu model sulfide stress cracking cadangan gas bumi Indonesia dapat sehingga didapat suatu model prediksi dimanfaatkan dalam kurun waktu lebih laju korosi untuk menentukan ketahanan dari 30 tahun. Sumber gas bumi ini pipeline. tersebar di beberapa wilayah kepulauan masalah ini dikemudian pipeline semakin hari dengan Hasil yang dicapai pada penelitian ini secara keseluruhan adalah suatu model untuk menentukan ketahanan Indonesia, antara lain Sumatra, Natuna, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Irianjaya. bagian internal pipeline akibat serangan 2 Beberapa jenis kerusakan yang dapat 2. Kajian Pustaka Korosi retak tegang adalah korosi setempat yang menyerang logam bertegangan dengan membentuk suatu ditimbulkan dengan kehadiran H2S terlarut antara Iain22> : - Hydrogen Inducted Cracking {ll/C) retakan yang menjalar bila berada dalam atau Step Wise Cracking (SWC) lingkungan yang korosif. Korosi retak Retak terjadi ketika atom hidrogen tegang berdifusi dimungkinkan memenuhi tiga syarat terjadi bila pokok yang ke baja dan bergabung membentuk molekul gas hidrogen meliputi : Logam rawan terhadap korosi pada daerah jebakan yang ada dalam lokal matriks baja. Daerah jebakan pada (susciptible material), terdapat ini tegangan tarik yang bekerja pada pada baja logam memanjang dan segregasi. Molekul (tensile stress), dan terdapat adalah yang elektrolit korosif yang menyerang logam hidrogen secara lokal (corrosive environment). permukaan logam dengan inklusi dan mikroskopik Karakteristik korosi pada lingkungan H2S terlarut adalah adanya atom hidrogen · dari sebuah yang inklusi logam terjebak dalam void merupakan antara matriks pemicu untuk reaksi terjadinya retak dan akan menjalar dengan pada struktur yang rentan terhadap medium yang mengandung H2S masuk hydrogen embrittlement jenis ini. Baja berdifusi di sekitar retak yang dihasilkan elektrokimia antara kedalam logam baja. Kehadiran akan mengalami hidrogen dalam baja dan ketahanan baja regangan yang besar dan hal ini dapat terhadap kemungkinan terjadinya retakan menyebabkan tersambungnya retak- terkandung dari jenis retak baja, yang berdekatan untnk mikrostruktur, distribusi inklusi, voids, membentuk SWC. Pada tahap dimana dan biasanya retakan-retakan mulai menyatu untuk tegangan sisa. Kelangsungan dari pipa membentuk SWC, maka hal ini dapat baja distribusi tegangan akan terancam aktifitas khususnya difusi dari ketika adanya menyebabkan pengaruh yang serius hidrogen pada peralatan dan dapat berakibat hidrogen pada suatu kegagalan. dengan atom ataom berkumpul pada internal diskontinuitas seperti inklusi dan void pada baja. - Sulphide Stress Cracking {SSC) Retakan jenis ini terjadi karena atom hidrogen berdifusi ke dalam logam 3 tetapi tetap berada dalam keadaan antara larutan padat dalam kisi kristal. Hal remangan ini retakan hydrogen Inducted. menyebabkan penurunan terhadap kemampuan terjadinya keuletan logam dan local eksternal dan disekeliling dari SZC merupakan fenomena retakan untuk yang hampir sama tetapi terjadi berdefonnasi yang dikenal dengan khususnya pada daerah lunak di HAZ nama hydrogen embrittlement. dari lasan. Tipe retakan seperti ini Kecenderungan untuk terjadinya SSC disebabkan oleh adanya kombinasi akan dari meningkat bertambahnya dengan fraksi mikrostruktur efek disebabkan mikrostruktural yang oleh siklus temperatur keras seperti martensite dan bainit. selama pengelasan Mikrostruktur ini mungkin terdapat lokal secara inherent pada baja HSLA HAZ. Hal ini menyebabkan adanya Low Alloy) (High Strenght atau pada dan pelunakan temperatur interlaitis remangan dalam daerah yang sempit adanya proses perlakuan panas yang yang tidak sesuai. Struktur yang keras ini .· remangan lulubnya. mendekati atau melebihi Terjadinya SSC disebabkan juga dapat terjadi akibat pengelasan - tegangan khususnya pada daerah HAZ (Heat karena logam terpapar dalam Affected Zone). lingkungan yang mengandung H2S Stress Oriented Hydrogen Inducted dalam kondisi operasi yang kondusif Cracking (SOHIC) I Soft Zone untuk terjadinya SSC. Kondisi- Cracking (SZC) kondisi operasi kritis yang hams SOHIC dan dengan SSC SZC dan diperhatikan adalah : tekanan parsial berhubungan SWC. Dalam H2S, derajat keasaman air (pH), SOHIO statu retakan yang kecil yang temperatur dan besar tegangan yang 20>. bekerja atau tegangan sisa terbentuk tegak lurus dengan arah tegangan utama (tegangan yang bekerja atau tegangan sisa) menyebabkan seperti retakan "tangga". Tipe retakan seperti ini dapat dikatagorikan yang disebabkan sebagai oleh SSC - Tekanan parsial H2S Standar NACE MR 0175 memberikan petunjuk untuk menentukan tingkat H2S yang menyebabkan SSC dalam gas dan sistem multi fasa. Sebagai kombinasi 4 contoh, pada tekanan parsial H2S <= kekerasan 170,5 HV, tensile strength 0,05 psia (350 Pa), suatu material 530 MPa, yields strength = 330 MPa. Bentuk dan dimensi bahan uji adalah yang biasa digunakan untnk - = menangani sweet gas akan U bend dengan mengacu pada ASTM memberikan suatu ketahanan terhadap 030. Larutan yang digunakan sebagai adanya H2S yang memadai, akan lingkungan korosif pada penelitian ini tetapi pada tekanan parsial diatas itu, adalah material-material harus dipilih kedalamnya digelembungkan gas H2S berdasarkan pada standar NACE MR sebagai 0175 atau standar sejenis. dilakukan pada variasi volume gas H2S Derajat keasaman (pH) dengan interval 15 s/d 45 liter H2S yang Kecenderungan terjadinya SSC dimasukkan menurun dengan naiknya pH dalam dengan interval 17 s/d 110 kN pada bahan media di atas uji. pH 6-9. Ketahanan larutan gas NaCl 30 terlarut. gpl yang Penelitian dan variasi beban ini kerja masing-masing logam tergantung dari 4. Basil dan Pembabasan kondisi-kondisi yang spesifik. Hasil - Temperatur percobaan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : Pada umumnya ketahanan SSC akan bertambah baik dengan naiknya Tabel 1. Data hasil percobaan pada variasi beban keja temperatur. - Tegangan Adanya tegangan baik tegangan kerja maupun tegangan sisa d.apat menmskatkan terjadinya SSC. 3. Bahan dan Metode Benda uji yang digunakan pada penelitian ini adalah baja karbon ST37 dengan komposisi dan sifat mekanik Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total = 2 atm, temperatur = 100 °C, pH awal = 6. 7, volume H2S = 30 liter, dan waktu proses = 60 jam. Berdasarkan pada tabel 1, sebagai berikut : C=0.09, Mn=0.46, diperlihatkan bahwa panjang retak makin P=0.004, meningkat seiring dengan meningkatnya S=0.004, Fe= 99.37, dan 5 beban kerja. Hal ini disebabkan karena fenomena tersebut dapat dilihat dengan semakin meningkatnya yang menurunnya harga pH akhir dalam media akan korosi. Akibat dari meningkatnya ion diberikan terhadap beban bahan uji menyebabkan konsentrasi tegangan pada hidrogen ujung lengkung semakin meningkat. menyebabkan Akibatnya apabila konsentrasi tegangan hidrogen pada pennukaan baja sehingga yang terjadi percepatan perambatan retak. meningkat lingkungan H2S dipadu dengan yang korosif mengakibatkan perambatan retak semakin kuat. Sehingga akan· dalam media korosi terjadinya akan difusi ion Tabel 3. Data hasil percobaan pada variasi .waktu menyebabkan panjang retak yang terbentuk semakin meningkat. - Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total == 2 atm, temperatur = I 00 Tabel 2. Data basil percobaan pada variasi konsetrasi H2S ~ ra.H:li:~~-~ ~ °C, pH awal = 6.7, dan beban kerja = 1,7 kN. Berdasarkan pada tabel 3, Bl diperlihatkan bahwa panjang retak makin Keterangan Kondisi Percobaan : Volume larutan NaCl 30 gpl = 750 ml, tekanan total == 2 atm, temperatur = 100 °C, pH awal == 6. 7, beban kerja = 17 kN , dan waktu proses = 60 jam. meningkat seiring dengan meningkatnya waktu proses korosi. Hal ini disebabkan karena semakin meningkatnya waktu maka akan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen semakin banyak yang terbentuk, Berdasarkan pada 2, fenomena tersebut dapat dilihat dengan diperlihatkan bahwa panjang retak makin menurunnya harga pH akhir dalam media meningkat seiring dengan meningkatnya korosi. Akibat dari meningkatnya ion konsentrasi H2S yang terlarut (volume hidrogen H2S). Hal ini disebabkan karena semakin menyebabkan meningkatnya hidrogen volume tabel H2S yang dalam media korosi terjadinya kedalam baja difusi akan ion sehingga dilarutkan dalam media korosi maka akan mempengaruhi penggetasan penggetasan menyebabkan konsentrasi ion hidrogen sehingga terjadi percepatan perambatan semakin retak. banyak yang terbentuk, 6 30 Mpa.m112• peneliti Berdasarkan sebelumnya, laporan harga tersebut mempunyai perbedaan dengan Murata dan Sato (dalam RN. Tutle) yang melaporkan bahwa untuk baja karbon (0.13o/oC, 1,32 - 1,33 %Mn) harga KISCc Gambar 1. Retakan yang terjadi pada baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S pada variasi volume H2S : a= 10,6 ppm, b = 51,5ppmdanc=117,8 ppm sebesar 42,89 Mpa.m112• Perbedaan tersebut dapat dipahami karena adanya kandungan C dan Mn yang relatif sedikit lebih tinggi pada baja karbon akan meningkatkan kekuatan dan ketangguhan Faktor intensitas tegangan korosi retak baja karbon tersebut. retak tegang (KISCc) dapat ditentukan dari basil percobaan pada tabel 3 dengan cara membuat grafik antara laju pertumbuhan retak. terhadap faktor intensitas tegangan seperti pada gambar 2 di bawah ini. Penentuan persamaan intensitas tegangan dengan cam mengalurkan Krscc2 terhadap kerja plastik berdasarkan persamaan matematik sebagai berikut : ( ~= ! adalah 1 =k. =22L57 Yang merupakan harga slope dari garis I~ miring kurva dari data tabel I. Harga k, ! ,_ ......... ,._ berhubungan dengan material bahan uji. Harga kt) ditentukan dari data tabel -1--.:ll--J--~~~~:----:: 0 ~ ~ ~ ~ m m ~ m m ~ (lll'am"'I 2 yang dibuat kurva, kemudian ditentukan harganya dengan persamaan Gambar 2. Grafik faktor intensitas tegangan terhadap laju pertumbuhan retak dalam lingkungan H2S pada temperatur 100°c Berdasarkan gambar 2 didapat barga K1scc untuk baja karbon AISI 1010 dalam lingkungan H2S adalah sekitar 18 - matematik sebagai berikut : J= dKJ= ( dlog(H2S] Berdasarkan 2,303RT kalcb 2F = -0,0443 hagra k, dan kti yang disubstitusikan pada persamaan berikut ini: 7 KIUC = [k.(P-k 2,3:,RT (2pH +tog[H:iS]+logK)])[ pihak yang telah membantu pada 1[ dan nilai harga-harga konstanta yang penelitian ini. diambil adalah: R=8,34 joule/mol K, F = 96500 coulomb, maka persamaan model yang didapat adalah : K- • (221,s7{P-1,98xlO-'(T{2pH+tog{H,S)+logK)1!,::,GPa.m111 5. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan basil maka percobaan dan dapat disimpulkan bahwa: - Produk korosi yang dominan terbentuk adalahFeS - Kerawanan korosi meningkat retak seiring tegang dengan meningkatnya beban kerja, konsentrasi H2S terlarut, dan waktu pengkorosian. - Harga faktor intensitas tegangan korosi retak tegang (K.1scc) untuk specimen dalam lingkungan hidrogen sulfida pada ternperatur 100 °C diperoleh 18 - 30 MPa.rn112• - Didapat suiatu model persarnaan ambang batas intensitas tegangan. Ucapan Terimakasih Ucapan terirnaksaih disarnpaikan kepada Hibah Bersaing DP2M DIKTI, Lembaga Penelitian UPI, Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK UPI, dan semua Daftar Pustaka Agus Solehudin, 2008, Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalarn Lingkungan NaCl- H20-H2S, Proceeding Seminar Nasional Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri VII, Jurusan Teknik Mesin ITENAS. Agus Solehudin, Ratnaningsih ES, Isdiriayani N, dan Djoko HP, 2008, Model Laju Korosi Baja Karbon ST37 dalarn Lingkungan Hidrogen Suifida, Proceeding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia IV, FPMIP A - UPI. ASTM Designation : 030-70, Standard Recommended Practice for Making and Using Ll-bend Stress Corrosion Test Specimen. Basuki, E.A., dan Martojo, W., 2004, Ketahanan pipeline terhadap sulfide hydrogen (H2S), Proceeding of Indonesian Pipeline Technology 2004, ITB. Clubley, B.G, 1988, Chemical Inhibitor for Corrosion Control, Proceeding of an International Symposium, University of Manchester. Metal Hand book, 1987, Corrosion, Ninth edition, Vol. 13, ASM International. NACE, 1977, Stress Corrosion Cracking and Hydrogen Ernbrittlernent of iron base alloys. Perdomo, J.J., et al., 2002, Carbon Dioxide and Hydrogen Sulfide Corrosion on API SL grad B and X52, Journal of Material Performance. 8 RN. Tutle, H2S Corrosion in oil and gas production ~ A compilation of classic paper, Shell Oil Company, Houston, Texas. Yudi MS, 2004, Meningkatkan Mutu Operasional Pipeline yang Handal, Atnan, dan Ekonomis, dengan menggunakan Metode RBI (Risk Based Inspection), Proceeding of Indonesian PipelineTechnology2004, ITB. 9