9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pengertian

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian Sistem Informasi Geografi
Sistem
Informasi
Geografi
(Geographic
Information
System)
merupakan sistem berbasis komputer yang digunakan untuk menyimpan,
memanipulasi dan menganalisis informasi geografis (Paryono, 1994).
Sedangkan menurut Prahasta (2002), SIG adalah sejenis perangkat lunak yang
digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan
keluaran informasi geografis beserta atribut-atributnya. Tiap daerah memiliki
keunikan dan serangkaian dinamisasi potensial bahaya. Ketika diketahui
wilayah tertentu diketahui memiliki kerawanan dan dihuni oleh banyak orang
maka dapat segera dilakukan tindakan untuk mengurangi kerugian yang
ditimbulkan.
Sistem Informasi Geografi (SIG) diartikan sebagai suatu sistem
informasi yang digunakan untuk memasukkan, menyimpan, memanggil
kembali, mengolah, menganalisis, dan menghasilkan data bereferensi
geografis atau data geospatial, biasanya juga digunakan untuk mendukung
dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan penggunaan lahan, sumber
daya alam, lingkungan transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum
lainnya (Murai, 1999).
9
Penggunaan SIG telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasi
wilayah-wilayah potensi bencana, seperti yang dilakukan oleh: Wood dan
Good (2004) menggunakan SIG untuk mengidentifikasi kerawanan pada
bandara dan pelabuhan akibat bencana bumi dan tsunami, Rashed (2003),
mengukur konteks lingkungan pada kerawanan sosial akibat bencana bumi,
Dai et al.(2002) mengukur karakteristik hujan untuk yang menyebabkan tanah
longsor, Parson et al.(2004) menggunakan SIG untuk mengidentifikasi
bencana banjir dan rencana mitigasi bencana, Zerger (2002) mengunakan SIG
untuk menguji model risiko bencana, dan Cowell & Zeng (2003)
mengintegrasikan teori ketidakpastian dengan menggunakan SIG sebagai
pemodelan wilayah rawan akibat perubahan cuaca.
SIG dapat merepresentasikan real world (dunia nyata) pada layar
monitor, sebagaimana peta merepresentasikan dunia nyata melalui kertas.
Namun, SIG memiliki keunggulan dan fleksibilitas yang lebih daripada
lembarapn peta kertas (Prahasta, 2001). Selanjutnya mengenai cara kerja, SIG
akan menyimpan semua informasi deskriptif unsur-unsurnya sebagai atributatribut didalam basis data dan membentuknya dalam tabel-tabel (relasional).
Dengan begitu, atribut ini akan dapat diakses melalui lokasi dari unsur-unsur
peta dan sebaliknya. Lebih lanjut, Prahasta (2001) menyatakan bahwa Sistem
informasi Geografi (SIG) berfungsi untuk menghubungkan unsur-unsur peta
dan atriburnya dengan layer (sungai, bangunan, jalan, laut, dan batas-batas
10
wilayah administrasi). Kumpulan dari layer-layer tersebut yang kemudian
akan membentuk basis data SIG.
2. Ekonomi Pertanian
Ilmu ekonomi pertanian merupakan bagian dari kelompok Ilmu
Kemasyarakatan (social sciences), yaitu ilmu yang mempelajari perilaku dan
upaya, serta hubungan-hubungan antarmanusia. Perilaku yang dimaksud pada
ekonomi pertanian tidak hanya sebatas mengenai perilaku petani dalam
pertaniannya, namun juga mencakup persoalan ekonomi lainnya yang secara
langsung atau tidak akan mempengaruhi produksi, pemasaran, dan konsumsi
hasil pertanian (Hanafie, 2010). Pertanian adalah proses produksi yang
didasarkan pada pertumbuhan tanaman dan hewan.
Menurut Daniel (2002), ekonomi pertanian adalah suatu ilmu yang
mempelajari dan membahas serta menganalisis pertanian secara ekonomi, atau
ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian. Ekonomi pertanian bukan
hanya mempelajari tentang bercocok tanam, namun juga suatu ilmu yang
mempelajari segala sesuatu tentang pertanian, baik mengenai subsektor
tanaman
pangan
dan
hortikultura,
subsektor
perkebunan,
subsektor
peternakan, maupun subsektor perikanan.
Ilmu ekonomi pertanian adalah ilmu yang mempelajari faktor sumber
daya atau faktor produksi yang juga dilengkapi dengan permasalahan, potensi
dan kebijakan serta kelembagaan dan faktor lainnya. Pada proses produksi
11
dalam sektor pertanian, sebaiknya perlu dilakukan perencanaan yang matang,
karena proses produksi akan mempengaruhi hasil produksi dan produktivitas
dari pertanian tersebut. Untuk meningkatkan produktivitas ini maka
dibutuhkan kebijakan-kebijakan dari pemerintah untuk merangsang hasil
produksi, misalnya dengan mempermudah petani dalam mendapatkan pupuk,
bibit, obat-obatan, dan memasarkan hasil produksinya.
Ekonomi pertanian juga mempelajari bahwa sektor pertanian
merupakan sektor yang berperan penting dalam pertumbuhan PDB (Produk
Domestik Bruto) di Indonesia. Di Kabupaten Sukoharjo sendiri, sektor
pertanian menempati urutan ketiga dalam kontribusi terhadap PDRB setelah
Sektor Industri dan Perdagangan. Penurunan pada produksi pertanian akibat
perubahan iklim ekstrim akan berdampak pada penurunan PDRB sektor
pertanian yang diduga juga akan menurunkan Nilai Tukar Petani (NTP). Hal
itu menyebabkan rentannya penghidupan petani yang hidup bertumpu pada
sektor pertanian.
3. Ekonomi Lingkungan
Ekonomi lingkungan
adalah ilmu
yang mempelajari tentang
pemanfaatan lingkungan untuk kegiatan manusia, sehingga fungsi/peranan
lingkungan dapat dipertahankan atau bahkan dapat ditingkatkan untuk jangka
waktu yang panjang. Lingkungan hidup dalam Undang-Undang Pengelolaan
Lingkungan Hidup No. 23 Tahun 1997 adalah kesatuan dari ruang dengan
12
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya
manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Menurut Field dan Field (2013), ekonomi lingkungan adalah ilmu
yang mempelajari bagaimana perilaku dari manusia baik individu ataupun
kelompok dalam membuat keputusan mengenai penggunaan dan penyaluran
barang dan jasa yang berasal dari sumber daya alam dan sumber daya
manusia. Kegiatan ekonomi tidak hanya memiliki dampak positif namun juga
dampak negatif. Dampak positif yang ditimbulkan oleh kegiatan ekonomi
adalah tercapainya kesejahteraan manusia. Sementara dampak negatifnya
adalah akan berakibat pada terdegradasinya lingkungan.
Lingkungan merupakan aset komposit yang menyediakan berbagai
macam sumber daya sehingga dapat menopang eksistensi manusia
(Tientienberg dan Lewis, 2012). Lingkungan berperan sebagai penyedia
sumber daya yang diperlukan untuk kegiatan ekonomi seperti bahan baku
yang diproses oleh produsen menjadi sebuah produk konsumsi dan energi
sebagai bahan bakar.
Lahan pertanian merupakan salah satu jenis penggunaan lahan yang
digunakan untuk mengurangi kerusakan akibat kegiatan manusia yang
berdampak negatif pada lingkungan, khususnya lingkungan udara. Rusaknya
keseimbangan konsentrasi dari unsur-unsur yang terdapat di udara seperti
13
peningkatan
pada
konsentrasi
CO2,
akan
mengakibatkan
terjadinya
pemanasan global yang kemudian menyebabkan perubahan iklim.
4. Perubahan Iklim
Iklim adalah rata-rata kondisi cuaca dalam periode waktu yang
panjang (bulan/tahun), sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfir pada
jangka waktu yang pendek (Achmadi dalam Yuniarti, 2009). Iklim pada
suatu daerah atau wilayah merupakan kondisi atmosfer dalam jangka
waktu
yang
panjang
secara
deskripsi
statistik,
sehingga
dapat
menggambarkan rata-rata dari variabel cuaca (Murdiyarso dalam
Sarakusumah, 2012).
Perubahan iklim adalah perubahan pola dan intensitas unsur iklim
pada jangka waktu/periode tertentu dibandingkan dengan 10 – 30 tahun
lalu. Perubahan iklim dapat berupa : perubahan unsur iklim menuju arah
naik atau turun dari kondisi rata-ratanya, seperti peningkatan atau
penurunan suhu udara rata-rata bumi. Perubahan iklim yang diartikan
dalam Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Nomor 32 tahun 2009 adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung
atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan
perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa
perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang
dapat dibandingkan.
14
Perubahan iklim global dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar di
atmosfer terutama karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida
(N2O) dan klorofluorokarbon (CFC). United States Department of
Agriculture (USDA) tahun 2010 dalam Indradewa dan Eka (2009)
menyebutkan bahwa telah terjadi kenaikan konsentrasi gas-gas pencemar
tersebut sebesar 0,50 - 1,85% pertahunnya. Konsentrasi tinggi dari gas-gas
pencemar tersebut akan memperangkap energi panas matahari yang
dipantulkan oleh permukaan bumi di zona atmosfer. Fenomena tersebut
sering disebut sebagai efek rumah kaca (green house effect) yang diikuti
oleh meningkatnya suhu permukaan bumi yang diistilahkan sebagai
pemanasan global (global warming).
Menurut UNDP Indonesia (2007), perubahan iklim disebabkan
oleh dua hal:
1) Peningkatan gas rumah kaca
Gas rumah kaca yang terus menerus mengalami peningkatan
adalah karbon dioksida. Gas ini adalah salah satu gas yang secara
alamiah kita hasilkan melalui hembusan nafas, pembakaran batu bara,
kayu dan penggunaan dari kendaraan/mesin berbahan bakar bensin
atau solar. Karbon dioksida merupakan salah satu unsur yang
digunakan oleh tumbuhan untuk melakukan fotosintesis. Namun
peningkatan karbon dioksida lebih cepat dibandingkan daya serap
15
tumbuhan untuk berfotosintesis, sehingga menyebabkan peningkatan
konsentrasi yang tinggi di atmosfer.
2) Berkurangnya lahan yang dapat menyerap karbon dioksida
Lahan pertanian selain memiliki fungsi sebagai penghasil
barang dan jasa yang dapat diperhitungkan dengan nilai/harga pasar
namun juga berfungsi dalam memberikan jasa pada lingkungan.
Fungsi jasa lingkungan tersebut disebut juga sebagai fungsi ekologi
lahan pertanian/mutifungsi pertanian, berkaitan dengan dampak positif
keberadaan lahan pertanian terhadap lingkungan. Beberapa fungsi
ekologi dari lahan pertanian tersebut adalah sebagai pemasok sumber
air tanah, pengendali banjir dan erosi, mitigasi suhu udara, sumber
emisi oksigen (O2), penyerap karbon dioksida (CO2), dan lain
sebagainya. Berkurangnya fungsi menyerap karbon dioksida (CO2)
oleh lahan pertanian tentunya akan mengaikbatkan terjadinya
peningkatan konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfir dan
menyebabkan pemanasan global.
5. Bencana Banjir
a. Pengertian Bencana
Berdasarkan Undang-Undang No 24 Tahun 2007, bencana
diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan
16
oleh faktor alam, faktor non alam dan faktor manusia yang mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda, dan dampak psikologis. Bencana dapat dikelompokan menjadi tiga,
yaitu sebagai berikut:
1) Bencana alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, seperti gempa bumi,
gunung meletus, tsunami, banjir, kekeringan, angina topan, dan tanah
longsor.
2) Bencana non alam, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian dari peristiwa non alam, seperti kegagalan teknologi,
epidemik, dan wabah penyakit.
3) Bencana sosial, yaitu bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh manusia, seperti komflik
sosial antar kelompok atau komunitas masyarakat, dan teror.
Semakin besar bencana yang terjadi, maka akan semakin besar
kerugiannya bila manusia, lingkungan, dan infrastruktur semakin rentan
(Himbawan, 2010). Apabila terjadi suatu ancaman namun masyarakatnya
tidak rentan, maka masyarakat tersebut diduga dapat mengatasi peristiwa
tersebut. Namun apabila kondisi masyarakatnya rentan tetapi tidak terjadi
peristiwa yang mengancam, maka hal tersebut tidak akan menyebabkan
bencana.
17
b. Bencana Banjir
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
banjir adalah peristiwa atau keadaan terendamnya suatu daerah atau
daratan yang disebabkan karena peningkatan volume air. Selanjutnya
pengertian banjir yang diberikan oleh Pengarahan Banjir Uni Eropa adalah
perendaman daratan oleh jumlah air yang sangat banyak namun akan surut
kembali nantinya, sehingga bersifat sementara. Banjir adalah adanya
aliran air di permukaan tanah yang relatif tinggi dan tidak tertampung lagi
oleh saluran drainase atau sungai, sehingga meluap ke luar dan membuat
genangan pada daratan sekitarnya.
Selanjutnya, pengertian banjir yang diberikan oleh Hadisusanto
(2011), Banjir adalah tinggi muka air yang melebihi normal pada sungai
dan biasanya meluap melebihi dinding sungai dan membuat luapan airnya
menggenang pada suatu daerah genangan. Banjir pada suatu tempat akan
berbeda-beda tergantung dari kondisi fisik dan geografis wilayah tersebut.
Berikut ini adalah penjelasan dari kejadian banjir:
1) Banjir Lokal
Banjir lokal adalah banjir yang disebabkan oleh tingginya
intensitas hujan dengan kurangnya drainase yang tersedia. Banjir lokal
biasanya hanya terjadi pada lokasi tertentu atau setempat, sesuai
dengan luas sebaran hujan lokal. Banjir ini akan semakin parah apabila
18
saluran drainasenya tidak berfungsi dengan baik, misalnya tersumbat
sampah.
2) Banjir Kiriman
Banjir kiriman disebabkan oleh peningkatan debit air sungai yang
mengalir. Banjir ini akan menjadi lebih parah oleh air kiriman dari
dataran yang lebih tinggi. Sebagian besar juga diakibatkan karena
bertambah luasnya pengalihan fungsi lahan resapan air menjadi lahan
bangunan,sehingga semakin banyak air yang mengalir di permukaan.
3) Banjir Rob
Banjir rob disebabkan oleh tingginya pasang surut air laut yang
melanda daerah pinggiran laut atau pesisir pantai. Namun pada
penelitian ini tidak menggunakan pendekatan banjir rob karena
wilayah penelitian bukan merupakan wilayah yang berbatasan
langsung dengan laut atau pun pantai.
Secara umum penyebab banjir dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kategori, yaitu banjir yang disebabkan oleh sebab-sebab alami dan banjir
disebabkan oleh ulah manusia (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002).
Banjir disebabkan oleh faktor alam, yaitu:
1) Curah hujan: pada musim hujan, curah hujan tinggi dapat
mengakibatkan terjadina banjir di sungai dan apabila melewati batas
dinding sungai akan menimbulkan banjir/genangan.
19
2) Pengaruh fisiografi: fisiografi atau geografi fisik sungai seperti bentuk
fungsi dan kemiringan Daerah Aliran Sungai, lokasi sungai merupakan
hal-hal yang mempengaruhi terjadinya banjir.
3) Kapasitas drainase yang tidak memadai: kapasitas drainase yang tidak
memadai disuatu daerah juga dapat menyebabkan terjadinya banjir.
Banjir disebabkan oleh faktor manusia, seperti:
1) Sampah: fenomena kedisiplinan masyarakat yang kurang baik dengan
membuang sampah sembarangan bahkan pada saluran drainase dan
sungai.
2) Drainase lahan: drainase perkotaan dan pengembangan pertanian pada
daerah bantaran banjir akan mengurangi kemampuan bantaran dalam
menampung air dengan debit tinggi.
6. Kerentanan (Vulnerability)
Kerentanan adalah seberapa jauh sistem manusia dan lingkungan
mungkin akan mengalami kerugian karena gangguan atau stres (Kasperson et
al. 2003; Turner et al. 2003). Kerentanan sering dipahami memiliki dua sisi,
yaitu sisi eksternal dan sisi internal. Sisi eksternal ini berupa guncangan dan
gangguan sebagai suatu sistem yang terbuka, sedangkan sisi internal yaitu
kemampuan atau berkuranganya kemampuan untuk merespon dan pulih dari
tekanan eksternal (Chambers, 2006). Selain itu, pendapat lain juga
dikemukakan oleh Wignyosukarto (2007), yang mengartikan kerentanan
20
sebagai suatu keadaan penurunan ketahanan akibat dari adanya pengaruh
eksternal yang mengancam kehidupan, mata pencaharian, sumber daya alam,
infrastruktur, produktivitas ekonomi, dan kesejahteraan. Hubungan antara
bencana dan kerentanan menghasilkan suatu kondisi resiko bila tidak dikelola
dengan baik.
Pada hakikatnya sebagian besar rumah tangga di pedesaan pada
umumnya tidak dapat menghindar dari resiko yang disebabkan baik oleh
manusia
atau
karena
faktor
alam
(Ellis,
2000).
Narayan
(2000)
menggambarkan kondisi kerentanan sebagai sebuah kondisi tanpa adanya aset
yang mengakibatkan suatu rumah tangga berada dalam kondisi yang serba
tidak terlindungi dan terbuka terhadap resiko. Kondisi tersebut membuat
rumah tangga penuh dengan ketergantungan dan rasa ketidakamanan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Widiyanto dkk (2010),
bahwa petani menghadapi situasi kerentanan (vulnerability context) seperti,
fluktuasi harga, perubahan cuaca dan musim, kecenderungan luas kepemilikan
dan penguasaan lahan yang sempit, dan degradasi lingkungan. Situasi
kerentanan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap keputusan rumah
tangga petani dalam mengelola aset yang dimiliki (modal alami, modal
sumberdaya manusia, modal fisik, modal finansial, dan modal sosial).
Dari beberapa uraian mengenai kerentanan diatas, maka kerentanan
dapat diartikan sebagai situasi perubahan yang mencakup penghidupan
21
manusia, baik individu, keluarga maupun masyarakat. Kerentanan merujuk
pada situasi yang rentan sehingga setiap saat dapat membawa pengaruh besar
terhadap penghidupan masyarakat, baik pengaruh positif maupun negatif.
Bencana banjir merupakan peristiwa
yang akan mengancam
penghidupan petani di Kelurahan Sonorejo. Kegagalan panen, akan
menyebabkan petani harus mencari tambahan penghasilan lain demi menutup
kebutuhannya sehari-hari. Kurangnya informasi dan pengetahuan petani
dalam memprediksi datangnya hujan dan banjir menyebabkan penghidupan
petani menjadi rentan dalam situasi tersebut.
7. Dampak perubahan iklim terhadap pertumbuhan sektor pertanian
Pemanasan global akan mengakibatkan perubahan iklim dan
mempengaruhi sektor pertanian. Secara teknis, kerentanan sektor pertanian
terhadap perubahan iklim berhubungan dengan sistem penggunaan lahan dan
sifat tanah, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air dan tanaman, serta
varietas tanaman (Las et al. 2008). Perubahan iklim dapat memberikan
dampak negatif maupun positif terhadap sektor pertanian.
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan sebagain
penyumbang emisi gas rumah kaca di atmosfer. Selain itu, sektor pertanian
juga merupakan sektor yang paling terkena dampak dari perubahan iklim,
terutama tanaman pangan. Perubahan iklim menyebabkan penurunan
produktivitas dan produksi tanaman pangan akibat peningkatan suhu udara,
22
banjir, kekeringan, intensitas serangan hama dan penyakit, serta penurunan
kualitas hasil pertanian (Putra dan Indradewa, 2011). Peningkatan suhu udara
di atmosfer sebesar 5oC akan diikuti oleh penurunan produksi jagung sebesar
40% dan kedelai sebesar 10-30%. Sementara itu, peningkatan suhu 1-3oC
akan menurunkan produksi hasil padi sebesar 6,1-40,2%.
Di beberapa daerah, peningkatan pada konsentrasi CO2 di atmosfer
dan radiasi matahari dapat berakibat positif untuk proses fotosintesis
tumbuhan. Salah satunya pada penelitian yang dilakukan terhadap kacangkacangan
dengan
simulasi
cekaman
suhu
tinggi
dan
kekeringan
mengindikasikan peningkatan konsentrasi CO2 mampu menghilangkan
pengaruh negatif dari cekaman lingkungan yang ada (Indradewa dan Eka,
2009). Namun bagi petani, perubahan iklim ternyata dianggap lebih besar
membawa dampak negatif dibandingkan positifnya. Hujan merupakan salah
satu faktor penentu dan faktor pembatas kegiatan pertanian secara umum
(Lakitan, 2002). Perubahan iklim mempengaruhi terjadinya pergeseran musim
dan cuaca ekstrim. Sektor pertanian akan mengalami kehilangan produksi
akibat bencana kering dan banjir yang terjadi silih berganti, serta
meningkatkan kerentanan penghidupan petani di wilayah rawan bencana
tersebut.
Perubahan iklim juga berdampak terhadap degradasi lahan pertanian,
seperti erosi dan sedimentasi, tanah longsor, dan bencana banjir/genangan.
Genangan tersebut menyebabkan hilangnya lahan persawahan dan penurunan
23
produktivitas lahan karena adanya salinitas. Berdasarkan laporan dari Boer et
al. (2009), Kabupaten Karawang dan Subang mengalami penurunan produksi
beras sekitar 300.000 ton akibat terjadinya genangan. Pada awal tahun 2016,
wilayah persawahan di Kelurahan Sonorejo juga banyak yang mengalami
genangan akibat dari tingginya intensitas curah hujan dan meluapnya kali
Langsur. Akibatnya terjadi kerentanan pada penghidupan petani dan juga
penurunan pada produksi hasil panen padi.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah penelitian mengenai suatu objek/subjek yang
telah dilakukan sebelumnya untuk selanjutnya dijadikan pedoman dalam
penelitian ini. Berikut ini adalah beberapa pedoman yang digunakan dalam
penelitian ini:
No.
1.
Peneliti, Tahun dan
Judul Penelitian
Jarungrattanapong dan
Manasboonphempool
(2009)
Metode Analisis
Hasil Studi
Metode survei
melalui site visits,
studi literatur, survei
melalui kuesioner
terstruktur, dan
diskusi dengan
penduduk setempat
Hasilnya
penelitian
menunjukkan bahwa erosi
di
pesisir
pantai
merupakan permasalahan
yang paling utama di
Thailand dalam beberapa
tahun terakhir yang mana
telah mempengaruhi 2
(dua) desa di daerah Khun
Thian, Thailand. Namun,
warga
sekitar
telah
menerapkan tiga strategi
untuk dapat beradaptasi
dengan kondisi tersebut,
antara lain dengan strategi
24
2
Alpizar et al.
.
(2011)
3.
Suprihati dkk
(2015)
4.
Ruminta
(2012)
Metode survei
melalui observasi
individu
Metode
survei
melalui wawancara
dengan
kuesioner
terstruktur, observasi
dan diskusi terfokus.
Analisis
Hazard,
Analisis kerentanan,
Analisis
resiko,
Formulasi adaptasi
25
perlindungan,
pemunduran
lahan
pertanian, dan merenovasi
tempat tinggal warga
untuk
menanggulangi
dampak erosi.
Dalam hasil penelitian
ditemukan bahwa terdapat
keengganan untuk
melakukan hal yang
berbeda dan beradaptasi
dengan perubahan iklim
dalam mengelola lahan
perkebunan dengan cara
menerapkan bertanam
dengan tingkat risiko
rendah.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
petani mengetahui isu
perubahan
iklim
dan
merasakan pengaruhnya
terhadap
kegiatan
budidaya
pertanian
terutama
masalah
kekeringan dan serangan
organisme
pengganggu
tanaman.
Petani
meresponnya
melalui
adaptasi
kegiatan
pemilihan jenis tanaman,
waktu
tanam,
cara
mengolah tanah, dan
pemberian pupuk.
Sektor
pertanian
di
Kabupaten
Bandung
rentan terhadap dampak
perubahan iklim global
yang diindikasikan oleh
adanya bahaya (hazard)
penurunan produktivitas,
luas panen. luas lahan, dan
produksi padi, jagung, dan
kedelai akibat peningkatan
5.
Hahn et al.
(2009)
6.
Murad et al.
(2010)
7.
Madhuri
(2014)
Pendekatan Indeks
Komposit,
Pendekatan kerangka
IPCC
Analisis
regresi
dengan
Ordinary
Least Square (OLS)
Analisis
dengan
pendekatan
Livelihoods
Vulnerability Index,
dan indeks LVIIPCC
26
suhu udara dan perubahan
variabilitas, frekuensi, dan
kuantitas curah hujan pada
saat masa tanam.
Hasilnya
menyatakan
bahwa daerah moma lebih
rentan pada sumber air,
sementara daerah Mabote
lebih rentan pada struktur
sosial-demografinya.
Hasil
penelitian
ini
membuktikan
tiga
penemuan penting untuk
malaysia : hubungan
antara
tingkat
pertumbuhan
sektor
pertanian
dan
skor
perubahan iklim adalah
negatif,
tetapi
tidak
signifikan (p > 0,1),
hubungan antara emisi
CO2 perkapita dan indeks
produksi
pertanian
ditemukan
secara
langsung
dan
sangat
signifikan (p <0,01), dan
hubungan antara indeks
produksi pertanian dan
emisi
CO2
perkapita
adalah positif dan sangat
signifikan (p <0,01). Juga
peningkatan pada emisi
CO2 perkapita di negara
memberikan
dampak
kerugian dan manfaat
pada
pertumbuhan
pertanian.
Hasil
penelitian
berdasarkan LVI yang
dikembangkan oleh Hahn
et al. (2009) dengan
penambahan komponen
yaitu modal alam dan
beberapa subkomponen
8.
Sakuntaladewi dan
Sylviani
(2014)
(perubahan waktu jadwal
menanam dan memanen,
penggunaan
sumber
irigasi
primer,
ketersediaan
imunisasi,
rumah sakit negeri dan
swasta, serta fasilitas
toilet)
mengungkapkan
bahwa blok yang paling
rentan di Bihar adalah
Kharik,
Bihpur
dan
Ismailpur dan yang paling
tidak
rentan
adalah
Naugachia.
Data
Primer, Hasil
penelitian
Multivariant Analysis menunjukkan
bahwa
perubahan
iklim
menurunkan penghasilan
mayoritas masyarakat di
tiga
desa
penelitian.
Jumlah masyarakat desa
sekitar hutan mangrove
yang merupakan hutan
hak
mempunyai
kerentanan paling rendah
(37%),
kerentanan
tertinggi di masyarakat
desa sekitar hutan lindung
(82%) dan kerentanan
sedang di masyarakat desa
sekitar hutan konservasi
(55%).
Sumber: Jurnal, 2016 (diolah)
27
C. Kerangka Pemikiran
Pemanasan global diindikasikan menjadi penyebab perubahan iklim.
Peningkatan konsentrasi dari CO2 yang tinggi secara terus-menerus menyebabkan
ketidakseimbangan dari konsentrasi unsur-unsur yang ada di udara sehingga
menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Perubahan iklim akan menyebabkan
perubahan pola hujan, peningkatan suhu, dan juga peningkatan curah hujan.
Salah satu penyebab perubahan iklim adalah bencana banjir/genangan.
Banjir/genangan di lahan sawah Kelurahan Sonorejo sering terjadi saat musim
penghujan setiap tahunnya, bahkan juga terjadi saat hujan harian dengan
intensitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan lahan sawah yang berada di Kelurahan
Sonorejo ini berada pada dataran yang lebih rendah dibanding sekelilingnya,
sehingga menjadi salah satu daerah tujuan buangan air hujan di Kecamatan
Sukoharjo. Banjir/genangan pada lahan sawah akan berakibat pada kerentanan
penghidupan petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan sawah tersebut.
Selain itu, perubahan iklim juga akan berdampak pada sektor pertanian,
khususnya tanaman bahan pangan. Peningkatan emisi CO2 di atmosfer akan
memberikan dampak negatif dan positif pada produksi pertanian.
Kerangka pemikiran yang telah dijelaskan diatas akan disajikan secara
lebih mudah dalam Gambar 2.1 berikut:
28
Pemanasan
Global
Peningkatan
Emisi CO2 di
udara
Perubahan Iklim
Kerentanan
rumah tangga
tani
Dampak Sektor
Pertanian
Kesimpulan
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
D. Hipotesis
1. Hubungan skor perubahan iklim dan tingkat pertumbuhan sektor
pertanian adalah negatif. Penurunan pada skor perubahan iklim akan
meningkatkan pertumbuhan sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo.
29
Hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Murad et al. (2010) dengan studi kasus di Malaysia. Variabel skor
perubahan iklim memiliki hubungan negatif dengan tingkat pertumbuhan
sektor
pertanian.
Penurunan
pada
skor
perubahan
iklim
akan
menyebabkan peningkatan pada pertumbuhan sektor pertanian di
Malaysia.
2. Hubungan antara indeks produksi pertanian dan emisi CO2 per kapita
adalah negatif. Peningkatan pada indeks produksi pertanian akan
menyebabkan penurunan pada emisi CO2 per kapita. Pemanfaatan air
hujan dan sistem saluran buka-tutup air dan pemanenan secara tradisional
dengan alat bantu sabit merupakan salah satu upaya penurunan emisi CO2
pada sektor pertanian di Kabupaten Sukoharjo.
Hipotesis ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh
Murad et al. (2010) dengan studi kasus di Malaysia. Variabel indeks
produksi pertanian memiliki hubungan positif dengan emisi CO2 per
kapita. Peningkatan produksi pertanian akan menyebabkan peningkatan
pada emisi CO2 per kapita di Malaysia, dengan faktor lain dianggap
konstan. Hal ini terjadi karena penggunaan peralatan pertanian modern,
penggilingan hasil panen, penggunaan bahan kimia/pupuk, dan irigasi
dengan mesin dapat meningkatkan produksi pertanian juga emisi CO2
secara bersamaan.
30
3. Hubungan antara emisi CO2 per kapita dan indeks produksi pertanian per
kapita adalah negatif. Emisi CO2 merupakan salah satu unsur yang
dibutuhkan oleh tanaman untuk dapat tumbuh dengan normal. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Murad et al. (2010) di Malaysia,
peningkatan
CO2
diharapkan
dapat
membantu
tanaman
dalam
menghadapi suhu tinggi. Namun, peningkatan emisi CO2 per kapita juga
dapat menyebabkan dampak negatif bagi sektor pertanian, yaitu
terjadinya peningkatan intensitas curah hujan dan cuaca ekstrim sehingga
menurunkan produksi pertanian per kapita di Kabupaten Sukoharjo.
31
Download