BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum tentang Pengetahuan (Knowledge)
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003).
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain
kognitif, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari
keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Apikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).
Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks
atau situasi yang lain.
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan
atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru
f. Evaluasi (Evalution)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi
atau
penilaian
(Notoatmodjo, 2003).
terhadap
suatu
materi
atau
objek
2.1.3 Tindakan Keperawatan oleh Perawat
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah preskripsi untuk
mengetahui perilaku positif yang diharapkan dari klien atau tindakan yang
harus dilakukan oleh perawat sesuai dengan apa yang direncanakan
(Doenges et al, 1999).
Alfaro (1994) dalam Carpenito (2000) menyatakan bahwa
komponan implementasi dari proses keperawatan meliputi penerapan
keterampilan
yang
perlu
implementasi
intervensi
keperawatan.
Keterampilan dan pengetahuan perlu untuk implementasi yang biasanya
difokuskan pada :
1. Melakukan aktivitas untuk klien atau membantu klien.
2. Melakukan pengakajian keperawatan untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mamantau status atau masalah yang ada.
3. Melakukan penyuluhan untuk membantu klien mamperoleh
pengetahuan baru mangenai kesehatan mereka sendiri atau
penatalaksanaan penyimpangan.
4. Membantu klien membuat keputusan tantang perawatan kesehatan
dirinya sendiri.
5. Konsultasi dan rujuk pada profesional perawatan kesehatan lainnya
untuk memperoleh arahan yang tepat.
6. Memberikan tindakan perawatan spesifik untuk menghilangkan,
mengurangi atau mengatasi masalah kesehatan.
7. Membantu klien untuk melaksanakan aktivitas mereka sendiri.
8. Membantu klien untuk mengidentifikasi resiko, atau masalah dan
menggali pilihan yang tersedia.
2.2 Tinjauan Umum tentang Perawat
2.2.1 Pengertian Perawat
Dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1239/MenKes/SK/XI/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat maka
pada pasal 1 ayat 1 yang berbunyi “Perawat adalah seseorang yang telah
lulus pendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
2.2.2 Peran Perawat
a. Peran Perawat sebagai pelaksana
Dalam melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai :
1) Comforter
yaitu
perawat
berusaha
memberikan
kenyamanan
dan
rasaaman pada klien.
2) Protector dan advocat
yaitu perawat dapat melindungi dan menjamin agarhak dan
kewajiban
klien
terlaksana
dengan
seimbang
dalam
memperolehpelayanan kesehatan.
3) Communicator
yaitu perawat dapat bertindak sebagai mediator antaraklien
dengan anggota tim kesehatan lainnya.
4) Rehabilitator
yaitu
berhubungan
erat
dengan
tujuan
pemberian
asuhankeperawatan yaitu mengembalikan fungsi organ atau
bagian tubuh agarsembuh dan dapat berfungsi secara normal.
b. Peran Perawat sebagai Pendidik
Perawat dapat mendidik individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakatserta tenaga keperawatan atau tenaga kesehatan yang
berada dibawah tanggung jawabnya. Peran tersebut dapat berupa
penyuluhan kesehatan kepada klien,maupun bentuk desiminasi ilmu
kepada peserta didik keperawatan, antara sesamaperawat atau tenaga
kesehatan yang lain.
2.2.3 Tujuan Asuhan Keperawatan
Adapun tujuan dalam pemberian asuhan keperawatan antara lain:
1. Membantu individu untuk mandiri
2. Mengajak individu atau masyarakat berpartisipasi dalam bidang
kesehatan
3. Membantu individu mengembangkan potensi untuk memelihara
kesehatan
secara optimal agar tidak tergantung pada orang lain dalam
memelihara kesehatannya
4. Membantu individu memperoleh derajat kesehatan yang optimal
2.2.4 Fungsi Proses Keperawatan
1. Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah bagi
tenaga keperawatan dalam memecahkan masalah klien melalui asuhan
keperawatan .
2. Memberi ciri profesionalisasi asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah dan pendekatan komunikasi yang efektif dan
efisien.
3. Memberi kebebasan pada klien untuk mendapat pelayanan yang
optimal sesuai dengan kebutuhanya dalam kemandirianya di bidang
kesehatan.
2.3 Tinjauan Umum tentang Stroke
2.3.1 Pengertian Stroke
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak
(Smeltzer & Bare, 2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal
timbulnya mendadak, progesi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/
atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau
terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Dari beberapa
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian stroke adalah gangguan
sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral
sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak.
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu
perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat
anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah,
pandangan kabur dan dysfhagia (kesulitan menelan). Stroke non
haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke
trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang
terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat,
gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari,
2008).
2.3.2 Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa
ke otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian
suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga,
riwayat stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit
meningkat.
2.3.3 Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel
dan kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit
(non aktif total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri
serebral dan arteri karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan
sehingga aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat,
selanjutnya akan mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan
jaringan otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit
perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan
melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan
cepat. Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area
dimana jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai
pendarahan yang baik berusaha membantu suplai darah melalui jalurjalur anastomosis yang ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks
akibat oklusi pembuluh darah adalah gelapnya warna darah vena,
penurunan kecepatan aliran darah dan sedikit dilatasi arteri serta
arteriole.
2.3.4 Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer & Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan
gejala penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau
tungkai atau salah satu sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau
pendengaran, penglihatan ganda atau kesulitan melihat pada satu atau
kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala mendadak tanpa kausa yang
jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau mengucapkan katakata
yang
tepat,
tidak
mampu
mengenali
bagian
dari
tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih.
2.3.5
Pencegahan Stroke
1. Hindari merokok, kopi, dan alkohol.
2. Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah
kegemukan)
3. Batasi intake garam bagi penderita hipertensi
2.3.6
Penanganan dan Perawatan Stroke di Rumah
1. Berobat secara teratur ke dokter
2. Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa
petunjuk dokter
3. Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan
kondisi tubuh yang lemah atau lumpuh
4. Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah
5. Bantu kebutuhan klien
6. Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihn fisik
7. Periksa tekanan darah secara teratur
8. Segera bawa klien ke dokter atau ke rumah sakit jika timbul tanda dan
gejala stroke
2.3.7
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anmnesis yang mengarah pada keluhan – keluhan
klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari
pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya di lakukan persistem (
B1 – B6 ) dengan fokus pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan fisik pada
pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan di hubungkan dengan keluhan –
keluhan dari klien.
Keadaan Umum
1. B1 (Breathing)
Infeksi di dapatkan klien batuk, penigkatan produksi sputum, sesak
nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi
pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada
klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk
yang menurun yang sering di dapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan tingkat
kesadaran compos mentis pada pengkajian insfeksi pernafasan
tidak ada kelainan. Palpasi thoraks di dapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak di dapatkan bunyi nafas
tambahan.
2. B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler di dapatkan renjatan (Syok)
hipovolemik yang sering terjadi pada klien stroke. TD biasanya
terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi masif TD >
200 mmHg.
3. B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area
yang perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder
atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan
lebih lengkap di bandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
2.3.8 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan medis menurut menurut Smeltzer & Bare (2002) meliputi:
1. Diuretik untuk menurunkan edema serebral yang mencapai tingkat
maksimum 3 sampai 5 hari setelah infark serebral.
2. Antikoagulan untuk mencegah terjadinya thrombosis atau embolisasi
dari tempat lain dalam sistem kardiovaskuler.
3. Antitrombosit karena trombosit memainkan peran sangat penting dalam
pembentukan thrombus dan embolisasi.
2.3.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen
yang dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat
(cairan intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan
memperbaiki aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim
perlu dihindari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral
dan potensi meluasnya area cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan
aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung
tidak konsisten dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia
dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.
2.3.10 Perdarahan
1. Perdarahan intraserebral karena hipertensi
2. Perdarahan subaraknoid
3. Ruptur anurisma
4. Arteri venous malformation
5. Hipokoagulasi
2.3.11 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/
ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan
adanya infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack)
atau serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan
yang
mengandung
darah
menunjukkan
adanya
hemoragik
subarakhnoid atau perdarahan intra kranial. Kadar protein total
meningkat pada kasus thrombosis sehubungan dengan adanya proses
inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang
mengalami infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan
pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang
spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah
yang berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna
terdapat pada thrombosis serebral.
2.3.12 Asuhan keperawatan
Dari seluruh dampak masalah di atas, maka diperlukan suatu asuhan
keperawatan
yang komprehensif. Dengan demikian pola asuhan
keperawatan yang tepat adalah melalui proses perawatan yang dimulai dari
pengkajian yang diambil adalah merupakan respon klien, baik respon
biopsikososial maupun spiritual, kemudian ditetapkan suatu rencana
tindakan perawatan untuk menuntun tindakan perawatan. Dan untuk
menilai keadaan klien, diperlukan suatu evaluasi yang merujuk pada
tujuan rencana perawatan klien dengan stroke.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat
dalam melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan
data dan menganalisa, sehingga dapat diketahui kebutuhan klien
tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu
menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta
memudahkan dalam perumusan diagnosa keperawatan (Doenges dkk,
1999).
Adapun pengkajian pada klien dengan stroke (Doenges dkk, 1999)
adalah :
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala: merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat (nyeri/ kejang otot).
Tanda: gangguan tonus otot, paralitik (hemiplegia), dan terjadi
kelemahan umum, gangguan penglihatan, gangguan tingkat
kesadaran.
b. Sirkulasi
Gejala: adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda: hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/
malformasi vaskuler, frekuensi nadi bervariasi, dan disritmia.
c. Integritas Ego
Gejala: perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa
Tanda: emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan
gembira, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d.
Eliminasi
Gejala: perubahan pola berkemih
Tanda: distensi abdomen dan kandung kemih, bising usus negatif.
e.
Makanan / Cairan
Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut,
kehilangan sensasi pada lidah, dan tenggorokan, disfagia, adanya
riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.
Tanda: kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala: sakit kepala, kelemahan/ kesemutan, hilangnya rangsang
sensorik kontralateral pada ekstremitas, penglihatan menurun,
gangguan rasa pengecapan dan penciuman.
Tanda: status mental/ tingkat kesadaran biasanya terjadi koma pada
tahap awal hemoragis, gangguan fungsi kognitif, pada wajah
terjadi paralisis, afasia, ukuran/ reaksi pupil tidak sama, kekakuan,
kejang.
g.
Kenyamanan / Nyeri
Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda
Tanda: tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan pada
otot.
h. Pernafasan
Gejala: Sering merokok
Tanda: ketidakmampuan menelan/ batuk/ hambatan jalan nafas,
timbulnya pernafasan sulit, suara nafas terdengar ronchi.
i.
Keamanan
Tanda: masalah dengan penglihatan, perubahan sensori persepsi
terhadap
orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenal objek, gangguan
berespons terhadap panas dan dingin, kesulitan dalam menelan,
gangguan dalam memutuskan.
j. Interaksi Sosial
Tanda: masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi
k. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke, pemakaian
kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.
2. Diagnosa Keperawatan
Setelah data-data dikelompokkan, kemudian dilanjutkan dengan
perumusan
diagnosa.
Diagnosa
keperawatan
adalah
cara
mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik
pasien serta respons terhadap masalah aktual dan resiko tinggi
(Doenges dkk, 1999). Untuk membuat diagnosis keperawatan yang
akurat,
perawat
harus
mampu
melakukan
hal
berikut
yaitu
mengumpulkan data yang valid dan berkaitan, mengelompokkan data,
membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif,
merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih
diagnosis prioritas (Carpenito & Moyet, 2007). Diagnosa keperawatan
pada klien dengan Stroke (Doenges) meliputi :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Edema
serebral
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan Kelemahan,
parestesia
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan
neuromuskuler
d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan Perubahan resepsi
sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)
e. Kurang
perawatan
diri
berhubungan
dengan
Kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/ koordinasi otot
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan Perubahan biofisik,
psikososial, perseptual kognitif
g. Resiko tinggi kerusakan menelan berhubungan dengan Kerusakan
neuromuskuler/ perceptual
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan Keterbatasan kognitif, kesalahan interprestasi informasi,
kurang mengingat.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana
tujuan yang berpusat pada klien dan hasil yang diperkirakan ditetapkan
dan intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut
(Potter & Perry, 2005). Perencanaan merupakan langkah awal dalam
menentukan apa yang dilakukan untuk membantu klien dalam
memenuhi
serta
mengatasi
masalah
keperawatan
yang
telah
ditentukan. Tahap perencanaan keperawatan adalah menentukan
prioritas diagnosa keperawatan, penetapan kriteria evaluasi dan
merumuskan intervensi keperawatan.
Tujuan yang ditetapkan harus sesuai dengan SMART, yaitu
spesific (khusus), messeurable (dapat diukur), acceptable (dapat
diterima), reality (nyata) dan time (terdapat kriteria waktu). Kriteria
hasil merupakan tujuan ke arah mana perawatan kesehatan diarahkan
dan merupakan dasar untuk memberikan asuhan keperawatan
komponen pernyataan kriteria hasil.
Rencana tindakan keperawatan yang disusun pada klien dengan
Stroke ( Doenges) adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa keperawatan pertama: Perubahan perfusi jaringan
serebral berhubungan dengan oedema serebral.
1) Tujuan; kesadaran penuh, tidak gelisah
2) Kriteria hasil tingkat kesadaran membaik, tanda-tanda vital
stabil tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Intervensi :
a) Pantau/catat status neurologis secara teratur dengan skala
koma glascow Rasional: Mengkaji
adanya
kecenderungan
pada tingkat kesadaran.
b) Pantau tanda-tanda vital terutama tekanan darah.
Rasional: autoregulasi mempertahankan aliran darah otak
yang konstan.
c) Pertahankan keadaan tirah baring.
Rasional: aktivitas/
stimulasi
yang
kontinu
dapat
meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK).
d) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikkan dan dalam
posisi anatomis (netral).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/ perfusi serebral.
e) Berikan obat sesuai indikasi: contohnya antikoagulan (heparin)
Rasional: meningkatkan/ memperbaiki aliran darah serebral
dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan..
b. Diagnosa
keperawatan
kedua:
kerusakan
mobilitas
fisik
berhubungan dengan kelemahan.
1) Tujuan; dapat melakukan aktivitas secara minimum
2) Kriteria
hasil
mempertahankan
posisi
yang
optimal,
meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terkena,
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan aktivitas.
Intervensi :
a) Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
Rasional: mengidentifikasi kelemahan/ kekuatan dan dapat
memberikan informasi bagi pemulihan
b) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring)
Rasional: menurunkan resiko terjadinya trauma/ iskemia
jaringan.
c) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas
Rasional: meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
d) Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan
dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit.
Rasional: dapat berespons dengan baik jika daerah yang sakit
tidak menjadi lebih terganggu.
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan
resistif, dan ambulasi pasien.
Rasional: program
khusus
dapat
dikembangkan
untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/ menjaga kekurangan
tersebut dalam keseimbangan, koordinasi, dan kekuatan.
c. Diagnosa keperawatan ketiga: kerusakan komunikasi verbal
berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
1) Tujuan; dapat berkomunikasi sesuai dengan keadaannya.
2) Kriteria hasil; Klien dapat mengemukakan bahasa isyarat
dengan tepat, terjadi kesapahaman bahasa antara klien, perawat
dan keluarga
Intervensi:
a) Kaji tingkat kemampuan klien dalam berkomunikasi
Rasional: Perubahan dalam isi kognitif dan bicara merupakan
indikator dari derajat gangguan serebral
b) Minta klien untuk mengikuti perintah sederhana
Rasional: melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik
c) Tunjukkan objek dan minta pasien menyebutkan nama benda
tersebut
Rasional: Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik
d) Ajarkan klien tekhnik berkomunikasi non verbal (bahasa
isyarat)
Rasional: bahasa
isyarat
dapat
membantu
untuk
menyampaikan isi pesan yang dimaksud
e) Konsultasikan dengan/ rujuk kepada ahli terapi wicara.
Rasional: untuk mengidentifikasi kekurangan/ kebutuhan
terapi.
d. Diagnosa keperawatan keempat: perubahan sensori persepsi
berhubungan dengan stress psikologis.
1) Tujuan; tidak ada perubahan perubahan persepsi.
2) Kriteria hasil mempertahankan tingkat kesadarann dan fungsi
perseptual, mengakui perubahan dalam kemampuan.
Inttervensi :
a) Kaji kesadaran sensorik seperti membedakan panas/ dingin,
tajam/ tumpul, rasa persendian.
Rasional: penurunan
kesadaran
terhadap
sensorik
dan
kerusakan perasaan kinetic berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan.
b) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh
Rasional: adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap
pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain)
c) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan seperti berikan pasien
suatu benda untuk menyentuh dan meraba.
Rasional: membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interprestasi stimulasi.
d) Anjurkan pasien untuk mengamati kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional: penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalam mengintergrasikan kembali sisi yang sakit.
e) Bicara dengan tenang dan perlahan dengan menggunakan
kalimat yang pendek.
Rasional: pasien mungkin mengalami keterbatasan dalam
rentang perhatian atau masalah pemahaman.
e. Diagnosa keperawatan kelima: kurang perawatan diri berhubungan
dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan
ketahanan, kehilangan kontrol/ koordinasi otot
1) Tujuan; kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
2) Kriteria hasil klien bersih dan klien dapat melakukan kegiatan
personal hygiene secara minimal
Intervensi :
a) Kaji kemampuan klien dan keluarga dalam perawatan diri.
Rasional: Jika klien tidak mampu perawatan diri perawat dan
keluarga membantu dalam perawatan diri
b) Bantu klien dalam personal hygiene.
Rasional: Klien terlihat bersih dan rapi dan memberi rasa
nyaman pada klien
c) Rapikan klien jika klien terlihat berantakan dan ganti pakaian
klien setiap hari
Rasional: Memberi kesan yang indah dan klien tetap terlihat
rapi
d) Libatkan keluarga dalam melakukan personal hygiene
Rasional: ukungan keluarga sangat dibutuhkan dalam program
peningkatan aktivitas klien
e) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi/ ahli terapi okupasi
Rasional: memberikan
bantuan
yang
mantap
untuk
mengembangkan rencana terapi dan
f. Diagnosa keperawatan keenam: gangguan harga diri berhubungan
dengan perubahan biofisik, psikososial, perseptual kognitif.
1) Tujuan; tidak terjadi gangguan harga diri
2) Kriteria hasil mau berkomunikasi dengan orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang terjadi, mengungkapkan
penerimaan pada diri sendiri dalam situasi.
Intervensi :
a) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional: penentuan faktor-faktor secara individu membantu
dalam mengembankan perencanaan asuhan/ pilihan intervensi.
b) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang
baik.
Rasional: membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol
atas salah satu bagian kehidupan.
c) Berikan dukungan terhadap perilaku/ usaha seperti peningkatan
minat/ partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi.
Rasional: mengisyaratkan
kemampuan
adaptasi
untuk
mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri dalam
kehidupan selanjutnya.
d) Dorong orang terdekat agar member kesempatan pada
melakukan sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional: membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
e) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan/ atau konseling sesuai
kebutuhan.
Rasional: dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan
peran yang perlu untuk perasaan/ merasa menjadi orang yang
produktif.
4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan (implementasi) adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan
dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan, membantu, atau
mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari, memberikan
asuhan perawatan untuk tujuan yang berpusat pada klien (Potter &
Perry, 2005). Pelaksanaan keperawatan merupakan tahapan pemberian
tindakan keperawatan untuk mengatasi permasalahan penderita secara
terarah dan komprehensif, berdasarkan rencana tindakan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Pelaksanaan keperawatan pada Stroke dikembangkan untuk memantau
tanda-tanda vital, melakukan latihan rentang pergerakan sendi aktif
dan pasif, meminta klien untuk mengikuti perintah sederhana,
memberikan stimulus terhadap sentuhan, membantu klien dalam
personal hygiene, dan menjelaskan tentang penyakit, perawatan dan
pengobatan stroke.
5. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan maka perlu dilakukan kaji
ulang terhadap asuhan keperawatan yang diberikan apakah masalah
yang muncul pada klien dapat teratasi secara maksimal atau tidak
untuk itu perlu dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan tahap akhir
dari proses keperawatan yang mengukur seberapa jauh tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai berdasarkan standar atau kriteria yang
telah ditetapkan. Evaluasi merupakan aspek penting di dalam proses
keperawatan, karena menghasilkan kesimpulan apakah intervensi
keperawatan diakhiri atau ditinjau kembali atau dimodifikasi. Prinsip
evaluasi adalah obyektivitas yaitu mengukur keadaan yang sebenarnya,
reabilitas yaitu ketepatan hasil ukuran dan validitas yaitu mengukur
dengan tepat harus dapat dipertahankan agar keputusan yang diambil
tepat.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan terdiri dari,
mengumpulkan
data
keperawatan
pasien,
menafsirkan
(mengiterprestasikan) perkembangan pasien, membandingkan dengan
keadaan
sebelum
dan
sesudah
dilakukan
tindakan
dengan
menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah di tetapkan,
mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
normal yang berlaku.
Evaluasi proses keperawatan terdiri dari evaluasi kwantitatif yaitu
penilaian yang dilihat dari jumblah kegiatan. Evaluasi kwalitatif yaitu
evaluasi mutu yang difokuskan pada tiga dimensi yang saling terkait.
Evaluasi struktur / sumber yaitu terkait dengan tenaga manusia /
bahan-bahan yang diperlukan dalam pelaksanan kegiatan. Evaluasi
proses (evaluasi formatif) yaitu pernyataan yang mencerminkan
pengalaman perawatan dan analisa respon pasien segera setelah
intervensi. Evaluasi hasil (evaluasi sumatif) yaitu pernyataan yang
mencerminkan suatu observasi untuk menilai sejauh mana pencapaian
tujuan berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
2.4 Kerangka Konsep
Dari
hasil
penelusuran
kepustakaan
dapat
diidentifikasi
“Hubungan
Pengetahuan Perawat dengan Pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada Pasien
Stroke di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Pohuwato”
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka konsep penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
PENGETAHUAN
PERAWAT
PELAKSANAAN ASKEP
PADA PASIEN STROKE
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.5 Hipotesis
2.5.1 Hipotesis Alternatif (Ha)
Terdapat
hubungan
antara
pengetahuan
perawat
dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan pasien stroke di Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Pohuwato.
2.5.2 Hipotesis Nol (Ho)
Tidak terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan
pelaksanaan asuhan keperawatan pasien stroke di Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Pohuwato.
Download