BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN
2.1
Kajian Teoretis
2.1.1 Pengertian Kreativitas
William (dalam Munandar, 1987:88) menjelaskan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif:
1. Keterampilan Berpikir Lancar
a) Definisi
-
mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.
-
memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
-
selalu memikirkan lebih dari satu jawaban
b) Perilaku siswa
-
mengajukan banyak pertanyaan
-
menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan
-
mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah
-
lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya
-
bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.
-
dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.
2. Keterampilan Berpikir Luwes (fleksibel)
a) Definisi
-
menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi
-
dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
-
mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda.
-
mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
b) Perilaku siswa
-
memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek.
-
memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, atau
masalah.
-
menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
-
memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang diberikan orang lain.
-
dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda
atau bertentangan dari mayoritas kelompok.
-
jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbedabeda untuk menyelesaikannya.
-
menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda.
-
mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3. Keterampilan Berpikir Orsinil
a) Definisi
-
mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik
-
memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
-
mempu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau
unsur-unsur.
b) Perilaku siswa
-
memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang
lain.
-
mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
-
memilih a-simetri dalam menggambar atau membuat disain
-
memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain
-
mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip
-
setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan
penyelesaian yang baru.
-
lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi.
4. Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi)
a) Definisi
-
mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk
-
menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik.
b) Perilaku siswa
-
mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci.
-
mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain
-
mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh.
-
mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang
kosong atau sederhana.
-
menambahkan garis-garis, warna-warna dan detil-setil (bagian-bagian) terhadap
gambarnya sendiri atau gambar orang lain.
Isjoni (2009:66) menjelaskan kreativitas dapat dimiliki oleh anak didik melalui
pembelajaran yang diupayakan oleh guru dengan menciptakan kegiatan belajar yang beragam
sehingga anak didik mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap apa yang dipelajari
dengan waktu curah perhatian yang sangat tinggi. Muhammad (2010:180) menguraikan
kreativitas anak perlu dipupuk dalam diri anak agar ia dapat mewujudkan dirinya. Mewujudkan
diri ini merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Kreativitas atau
berpikir kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan
penyelesaian terhadap suatu masalah.
Supriadi (dalam Rachmawati dan Kurniati, 2010:13) menyatakan bahwa kreativitas
adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun
karya nyata yang relative berbeda dengan apa yang telah ada. Callagher (dalam Rachmawati dan
Kurniati, 2010:13) mendefinisikan kreativitas merupakan suatu proses mental yang dilakukan
individu berupa gagasan atau pun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang
pada akhirnya akan melekat pada dirinya.
Munandar (2009:12) menjelaskan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan kreatif
berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana non otoriter, ketika belajar atas prakarsa
sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan berani mengemukakan gagasan
baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya,
dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dan subur.
Pada intinya Munandar (2009:13) perlunya pengembangan kreativitas pada anak
didasarkan pada:
a) Dalam pelayanan pendidikan anak berbakat, pengembangan kreativitas sebagai salah satu
faktor utama yang menentukan keberbakatan merupakan suatu tuntutan.
b) Pendidikan di sekolah lebih berorientasi pada pengembangan intelegensi (kecerdasan)
daripada pengembangan kreativitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai
keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup.
c) Pendidik (guru dan orang tua) masih kurang dapat memahami arti kreativitas (yang meliputi
aptitude dan non aptitude traits) dan bagaimana mengembang-kannya pada anak dalam tiga
lingkungan pendidikan di rumah, sekolah dan masyarakat.
Dari beberapa pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas adalah
menyangkut kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu, berbuat sesuatu berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh.
2.1.2 Ciri-ciri Kreativitas
Ciri-ciri yang berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang disebut ciri-ciri efektif dari
kreativitas. Motivasi atau dorongan untuk berbuat sesuatu dan pengabdian atau pengikatan diri
terhadap suatu tugas termasuk ciri-ciri efektif dari kreativitas. Ciri-ciri efektif lainnya yang
sangat esensial dalam menentukan prestasi kreatif seseorang ialah rasa ingin tahu, tertarik
terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasa sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk
membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai
keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dapat
menghargai baik diri sendiri maupun orang lain, dan sebagainya.
William (dalam Munandar, 1987:88) menjelaskan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif:
2. Keterampilan Berpikir Lancar
a) Definisi
-
mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan.
-
memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal.
-
selalu memikirkan lebih dari satu jawaban
b) Perilaku siswa
-
mengajukan banyak pertanyaan
-
menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan
-
mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah
-
lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya
-
bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain.
-
dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi.
2. Keterampilan Berpikir Luwes (fleksibel)
a) Definisi
-
menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi
-
dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda.
-
mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda.
-
mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran.
b) Perilaku siswa
-
memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek.
-
memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, atau
masalah.
-
menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda.
-
memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang diberikan orang lain.
-
dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda
atau bertentangan dari mayoritas kelompok.
-
jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbedabeda untuk menyelesaikannya.
-
menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda.
-
mampu mengubah arah berpikir secara spontan.
3. Keterampilan Berpikir Orsinil
a) Definisi
-
mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik
-
memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri.
-
mempu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau
unsur-unsur.
b) Perilaku siswa
-
memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang
lain.
-
mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru.
-
memilih A-simetri dalam menggambar atau membuat desain
-
memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain
-
mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip
-
setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan
penyelesaian yang baru.
-
lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi.
4. Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi)
a) Definisi
-
mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk
-
menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi
sehingga menjadi lebih menarik.
b) Perilaku siswa
-
mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan
melakukan langkah-langkah yang terperinci.
-
mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain
-
mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh.
-
mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang
kosong atau sederhana.
-
menambahkan garis-garis, warna-warna dan detil-setil (bagian-bagian) terhadap
gambarnya sendiri atau gambar orang lain.
Selanjutnya Rachmawati dan Kurniati (2010:20) menguraikan perilaku anak cerdas yang
ditunjukkan dengan skor IQ tinggi yang juga memiliki karakteristik kreatif, sebagai berikut:
a. Lincah dalam berpikir yang seringkali ditandai dengan rasa ingin tahu yang besar, serta aktif
dan giat dalam bertanya dan cepat tanggap dalam menjawab suatu persoalan. Contoh lain
dari perilaku ini diantaranya adalah: kritis, tanggap terhadap sesuatu, memiliki daya ingat
yang baik dan efektif, mampu berkonsentrasi dalam waktu lama, dinamis dalam berpikir,
menyukai hal baru yang membutuhkan pemikiran yang dalam.
b. Tepat dan cermat dalam bertindak dengan memperhitungkan berbagai konsekuensi yang
mungkin muncul dari pilihan tindakannya tersebut. Sebagai konsekuensi dari perilaku ini
orang kreatif biasanya menunjukkan sikap yang penuh dengan dedikasi dan senantiasa aktif
dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab.
c. Mempunyai semangat bersaing (kompetitif) yang tinggi baik terhadap diri sendiri atau
terhadap orang lain, dengan kata lain setiap menemukan rangsangan positif maupun negative
dari lingkungan dapat dimanfaatkan untuk motivasi diri. Wujud lain dari perilaku ini juga
ditunjukkan dengan sikap yang selalu ingin menemukan sesuatu yang baru, dan selalu
bersifat terbuka terhadap hal-hal yang berbeda. Serta senang pada tugas yang berat, sulit dan
menantang.
d. Selalu berkeinginan untuk menjadi lebih baik (progresif) dari waktu ke waktu. Kemampuan
yang dimilikinya berupa kemampuan dalam menganalisis dan menyintesis permasalahan
yang diwujudkan dalam perilaku selalu ingin menemukan dan meneliti tentang sesuatu.
e. Cepat menemukan perbedaan dan mudah menangkap yang tidak biasa yang akan
dijadikannya sebagai bahan dasar untuk menemukan kreativitas lebih lanjut.
f. Dapat menggunakan kesadaran yang tinggi untuk mengumpulkan informasi dengan cepat
sehingga mereka dapat belajar dari pengalamannya dan meman-faatkannya dalam
mengembangkan diri.
g. Memiliki kepekaan yang tinggi, responsif, memiliki empati yang tinggi.
h. Memiliki keinginan belajar yang tinggi dan tidak mudah putus asa dalam proses yang
dilaluinya. Perilaku lain yang biasanya seringkali muncul adalah selalu ingin menemukan
dan meneliti tentang sesuatu.
i. Tidak kaku dan memiliki spontanitas yang tinggi terhadap segala stimulant yang muncul baik
dan lingkungan intern atau pun lingkungan ekstern. Hal ini diwujudkan dalam kemampuan
dalam melahirkan berbagai gagasan dalam menyelesaikan masalah dan memiliki aspirasi
yang baik.
j. Memiliki kemampuan bertahan untuk menghadapi frustasi sehingga tidak mudah putus asa
dalam menghadapi permasalahan yang mana mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi
dan mandiri.
k. Mampu mengendalikan diri, mengatur suasana hati dan menjaga beban stress agar tidak
melumpuhkan kemampuan berpikir (stabilitas emosi yang baik).
Kreativitas akan muncul pada individu yang memiliki motivasi tinggi, rasa ingin tahu,
dan imajinasi. Seseorang yang kreatif akan selalu mencari dan menemukan jawaban, dengan kata
lain mereka senang memecahkan masalah. Permasalahan yang muncul selalu dipikirkan kembali,
disusun kembali dan selalu berusaha menemukan hubungan yang baru, mereka selalu bersikap
terbuka terhadap sesuatu yang baru dan tidak diketahui sebelumnya. Mereka juga memiliki sikap
yang lentur (fleksibel), tidak penurut, tidak dogmatis, suka mengekspresikan diri dan bersikap
natural (asli).
2.1.3 Peran Guru Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak
Menurut Munandar (dalam Muhammad, 2010:187) jika orang tua bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan fisik dan mental anak selama anak berada di rumah, maka di lingkungan
sekolah guru bertugas merangsang dan membina perkembangan intelektual anak serta
membimbing sikap-sikap dan nilai dalam diri anak. Sebenarnya, peran guru di sekolah ini lebih
berat daripada peran orang tua karena guru tidak hanya ditugaskan untuk memberikan
intelektualitas, tetapi juga terhadap masalah etika. Memang pada usia ini, terutama usia sekolah,
seorang anak akan melakukan tindakan-tindakan yang kurang baik bersama teman-teman di
kelompoknya. Guru adalah satu-satunya elemen yang harus meluruskannya. Walaupun
demikian, antara orang tua dan guru sebenarnya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dilepaskan. Keduanya saling melengkapi antara yang satu dengan lainnya. Baik guru maupun
orang tua sama-sama menjadi model dan figure bagi seorang anak. Saat masih usia belia, anak
lebih cenderung terhadap orang tua karena orang tua adalah orang yang paling akrab. Tetapi,
setelah mulai masuk sekolah di mana pergaulan anak semakin luas, terutama saat di sekolah,
anak juga akan lebih cenderung terhadap guru.
2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas Anak
Kreativitas adalah kata kunci dari perbuatan belajar seseorang, termasuk bagi anak TK.
Semakin tinggi seseorang melakukan aktivitas belajar, akan semakin baik bagi terjadinya
perubahan perilaku, baik sebagai hasil langsung dari perbuatan atau pengalaman belajarnya,
maupun sebagai imbas atau dampak tidak langsung dari berbagai aktivitas yang dijalaninya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas anak antara lain:
1) Orang Tua
Muhammad (2010:185) menyatakan orang tua merupakan elemen yang menentukan
terhadap berkembang dan matinya kreativitas anak. Sebagai orang tua harus dapat menjaga dan
memberikan kreativitas kepada anak. Hindari kreativitas yang dapat menimbulkan dampak
negatif bagi perkembangan anak. Orang tua harus dapat memberi pengetahuan yang lebih kreatif
dengan pola pengetahuan yang tepat.
Howard Gomer (dalam Siswanto dan Lestari, 2012:39) menjelaskan anak-anak yang
berada dalam rentang usia 0-7 tahun adalah anak-anak usia dini yang berada dalam tahap
eksplorasi. Masa usia dini tersebut adalah saat yang tepat untuk mengenali berbagai kecerdasan
yang dimiliki seorang anak. Agar para orang tua dan guru dapat mengenali atau menggali potensi
kecerdasan sang anak, sebaliknya anak dibebaskan untuk memilih jenis kegiatan yang disenangi.
Dengan demikian orang tua maupun guru dapat mengidentifikasi kombinasi antara kecerdasan
anak yang cenderung menonjol atau kuat maupun jenis-jenis kecerdasan yang tampak kurang
berkembang.
2) Guru
Isjoni (2009:66) menyatakan kreativitas dapat dimiliki anak didik melalui pembelajaran
yang diupayakan oleh guru dengan menciptakan kegiatan belajar yang beragam, sehingga anak
didik mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap apa yang dipelajari dengan curah
perhatian yang sangat tinggi. Keaktifan anak didik senang dalam melakukan perbuatan belajar
belum cukup apabila pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang seharusnya
dikuasai dan dikembangkan oleh anak didik, karena dapat diasumsikan sebagai permainan tanpa
makna.
Farida, dkk (2012:99) mengemukakan berhadapan dengan anak-anak unik bisa
menyenangkan. Di sekolah yang menyenangkan, tugas guru bukan hanya menyampaikan materi
pembelajaran, tapi juga punya komitmen terhadap perkembangan anak secara keseluruhan. Di
sekolah yang menyenangkan selalu banyak tugas di luar jam pelajaran resmi yang menguras
kreativitas, kepemimpinan dan energi. Bagi guru, tugas ini tidak dipersepsi sebagai tambahan,
tapi bagian dari tanggung jawab moral seorang guru.
Mariyana, dkk (2009:20) menjelaskan lingkungan belajar yang dihadirkan di hadapan
dan untuk anak, hendaklah dapat bersentuhan secara langsung dengan berbagai potensi
inderanya. Semakin tepat suatu lingkungan belajar yang diciptakan dan dipersiapkan guru
dengan kemampuan multisensori anak, semakin memberikan manfaat bagi perkembangan dan
kemajuan belajar anak. Dan sebaliknya, semakin jauh berbagai lingkungan belajar dari
jangkauan multisensori anak, maka semakin tidak membantu perkembangan dan belajar anak
TK. Untuk itu dalam menciptakan lingkungan belajar, para guru harus betul-betul bekerja keras
ke arah terciptanya lingkungan belajar yang dapat menyentuh berbagai indera anak secara
mandiri.
2.1.5 Bentuk-bentuk Kreativitas Yang Dapat Dikembangkan pada Anak TK
Rachmawati (2010;67) menjelaskan beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan
kreativitas anak melalui aktivitas menciptakan produk atau kegiatan hasta karya yang dapat
dilakukan anak usia taman kanak-kanak, di antaranya sebagai berikut:
1. Boneka dan Benda dari Batu
Nama Permainan
Boneka dan benda dari batu
Tujuan
Mengembangkan
kreativitas
melalui
kegiatan membuat boneka dari batu
Alat dan bahan yang digunakan:
1. Guru bersama anak-anak mengumpulkan batu-batuan dengan berbagai ukuran yang
kemudian dibersihkan untuk selanjutnya dikeringkan.
2. Untuk melengkapi proses pembuatan boneka dan benda lainnya guna menyediakan bahanbahan berupa kancing, cat poster, lem, bulu ayam, atau kertas tisu serta kain perca.
3. Anak dapat menambahkan bahan apa pun yang sesuai dengan kebutuhannya.
Kegiatan:
a. Anak-anak diminta untuk memilih ukuran batu untuk badan, kepala, tangan, dan kaki boneka
yang akan dibuatnya, dan merekatkan batu-batuan tersebut dengan lem.
b. Selain membuat boneka batu, anak dapat melakukan kreasi untuk membuat benda lainnya
yang diinginkannya.
c. Kegiatan selanjutnya anak dapat menghias boneka batu dan benda tersebut sesuai dengan
imajinasinya, dengan bahan-bahan yang telah tersedia seperti cat, kacang hijau, rumput,
ranting pohon dan sebagainya.
2. Menghias Kartu
Menghias kartu ucapan (ulang tahun,
Nama Permainan
Tujuan
tahun baru, dan lain-lain)
d. Mengembangkan kreativitas me-lalui
kegiatan menghias kartu
e. Memberikan pengalaman langsung
pada anak bahwa karya mereka dapat
berguna untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Alat dan Bahan yang Digunakan:
a. Guru menyediakan bahan yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan ini, yakni: kertas
tebal berwarna-warni; daun dan bunga kering, biji-bijian, lem, spidol berwarna atau krayon.
b. Anak dapat menambahkan bahan yang dibutuhkan mereka untuk menghias kartu.
Kegiatan:
a. Guru menyiapkan kertas karton tebal dalam bentuk kartu polos untuk setiap anak.
b. Anak-anak diminta menghias kartu dengan berbagai jenis tumbuhan yang telah kering.
c. Anak dapat menggunakan bahan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.
d. Anak dapat menuliskan kalimat yang mereka inginkan di dalam kartu (tulisan yang belum
dimengerti tidak masalah), guru dapat membantu anak yang mengalami kesulitan dalam
bagian ini.
3. Kendaraan dari Barang Bekas
Nama Permainan
Mobil dan pesawat buatanku
Tujuan
Mengembangkan
kreativitas
melalui
kegiatan menciptakan mainan sendiri
dengan
memanfaatkan
benda
yang
mudah didapat (barang bekas).
Alat dan Bahan yang Digunakan:
1. Guru menyediakan bahan yang dibutuhkan untuk membuat mobil dan pesawat di antaranya:
kotak/botol plastik bekas, tutup botol plastik, double tape/lem, gunting, kertas polos/warna,
spidol warna.
Kegiatan:
a. Beberapa hari sebelum kegiatan ini dilaksanakan, guru dapat meminta pada setiap anak untuk
mengumpulkan kotak ataupun botol bekas. Untuk menampung dos dan botol bekas ini, guru
dapat menyiapkan satu kotak kosong untuk benda yang dikumpulkan anak.
b. Pada awal kegiatan, anak diajak untuk membuat perencanaan atau desain sederhana tentang
kegiatan yang akan dilakukannya.
c. Guru dapat memberikan stimulasi misalnya dengan cara membuat gambar mobil atau benda
lain yang akan dibuat.
d. Setelah gambar dibuat, barulah anak-anak dipersilahkan untuk membuat kendaraan yang
diinginkan melalui pemanfaatan barang bekas yang telah dikumpulkan tadi.
e. Setelah selesai guru dapat memajang produk mainan buatan anak di ruangan terbuka
sehingga setiap anak dapat melihat karyanya sendiri dan karya teman-temannya.
4. Membuat Hiasan Dinding dari Bahan Alami
Nama Permainan
Membuat hiasan dinding dari bahan alami
Tujuan
f. Mengembangkan
kreativitas
anak
melalui kegiatan berkreasi membuat
hiasan dinding dengan bahan yang
mudah didapat dari lingkungan sekitar.
Alat dan Bahan yang Digunakan:
a. Guru bersama anak-anak mengumpulkan bahan yang diperlukan dalam membuat hiasan
dinding diantaranya: biji-bijian, daun-daun kering, batu-batuan kecil dalam berbagai warna
dan bentuk, bunga kering, gunting dan lem.
b. Selain itu anak-anak dapat membantu mengumpulkan bahan lainnya di antaranya: stik kayu
atau sterofoam, dus bekas (untuk kotak pigura), dan kerang dalam berbagai bentuk dan
ukuran.
c. Anak dapat menambahkan bahan lain sesuai dengan kebutuhan.
Kegiatan:
a. Pertama adalah mempersiapkan kotak pigura. Anak-anak dapat langsung menata bahan
dalam kotak tersebut atau dapat pula membuat beberapa kotak terlebih dahulu dengan
menggunakan stik kayu.
b. Anak membuat hiasan dengan mengklasifikasikan, meramu, menata bahan-bahan menjadi
hiasan dinding dan merekatkan dengan bantuan lem.
c. Jika telah selesai guru dapat memajang hasil karya anak sebelum mereka dapat membawanya
pulang.
5. Play Dough
Nama Permainan
Play dough
Tujuan
d. Meningkatkan kemampuan ber-pikir
kreatif serta melatih originalitas dalam
berkarya
Alat dan Bahan yang Digunakan:
a. Guru menyediakan bahan yang dibutuhkan untuk membuat play dough yaitu: tepung terigu
(1 kg), minyak sayur (250 gr), serbuk pewarna makanan (berwarna-warni), garam, dan air
secukupnya.
b. Anak-anak diperkenankan untuk mengumpulkan bahan lain untuk hiasan dalam membuat
hiasan seperti bulu ayam, kancing, batu, daun dan lainnya, sehingga dapat membantu mereka
lebih mengekspresikan dirinya dalam bermain melalui kegiatan ini.
Kegiatan:
a. Untuk memudahkan pengawasan, guru dapat memudahkan dalam pengawasan. Dengan
kelompok kecil ini anak juga dapat merasakan pengalaman langsung dengan terlibat aktif
dalam kegiatan ini.
b. Guru membagikan bahan secara proporsional untuk setiap kelompok.
c. Untuk membuat play dough, anak-anak dapat mencampur semua bahan menjadi satu (terigu,
minyak, garam, air) diaduk sehingga tidak lengket dan menjadi adonan yang dapat dibentuk.
d. Untuk menghasilkan play dough yang menarik anak-anak dapat memberikan pewarna pada
adonan tadi, sehingga play dough menjadi berwarna. Jika menginginkan play dough yang
berwarna-warni, adonan yang belum diberi warna dapat dibagi menjadi beberapa bagian
terlebih dahulu kemudian baru diberi warna sesuai dengan keinginan anak.
e. Setelah itu, setiap anak diperkenankan membentuk benda yang diinginkan dengan
menggunakan bahan play dough tadi. Misalnya membuat binatang, membuat bunga, rumah,
dan lain sebagainya.
f. Setelah anak selesai membuat benda tersebut, mereka diminta untuk menceritakan hasil
karyanya kepada teman-temannya.
g. Sementara itu, teman yang lainnya menyimak dan dapat mengajukan pertanyaan berkenaan
dengan benda yang dibuat oleh temannya itu.
h. Guru bersama anak lainnya memberikan penghargaan atas hasil karya yang telah dibuat
anak, dengan cara memberikan tepuk tangan ataupun pujian.
Catatan tambahan:
Sebagai pengayaan kegiatan membuat play dough ini dapat pula menggunakan bahan
dari sabun mandi yang diparut, ditambahkan sedikit air dan tepung. Cara membuat sama dengan
adonan tadi. Dengan bahan ini tidak perlu pewarna karena sabun sudah memiliki warna sendiri.
2.1.6 Hakikat Teknik Modeling
1. Pengertian
Davidoff (dalam Purwanto, 2012:28) mendefinisikan pembentukan perilaku modeling
merupakan perbaikan dan pembentukan perilaku melalui kondisioning respons. Artinya, melalui
pelaksanaan teknik modeling anak dapat belajar melalui observasi/pengamatan, meniru, serta
belajar sosial (mengamati kehidupan di lingkungan sosial anak). Dalam modeling perilaku tidak
sekedar akibat dari stimulus dan atau penguatnya, tetapi sebenarnya dalam diri individu ada
proses mental internal. Proses mental ini akan menentukan apakah perilaku tersebut akan
diimitasi untuk diinternalisasi atau tidak. Modeling disebut juga observation learning, imitation,
atau social learning.
Dalyono (2010:34) mengemukakan teknik modeling merupakan modifikasi tingkah laku
guru, yaitu perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat kesenangan mereka. Guru
berperanan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar kea rah
tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
Rusman (2012:140) menjelaskan teknik modeling bertitik tolak dari teori humanistik,
yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional
siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini
menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu
memproses informasi yang efektif.
Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan, teknik modeling merupakan salah satu teknik
pengubahan perilaku yang digunakan dalam pembelajaran, agar anak didik dapat mengikuti
contoh yang diberikan guru.
2. Fase-fase Modeling
Teknik modeling merupakan salah satu modifikasi perilaku yang bertujuan mengubah
perilaku. Power dan Ozbora (dalam Purwanto, 2012:6) modifikasi perilaku sebagai penggunaan
secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi
perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan perilaku tersebut.
Selanjutnya modifikasi perilaku menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk mengadakan
perubahan. Perubahan-perubahan tersebut adalah: 1) peningkatan; 2) pemeliharaan; 3)
pengurangan atau penghilangan, dan 4) perkembangan atau perluasan.
Bandura (dalam Purwanto, 2012:30) terdapat beberapa fase-fase modeling, meliputi:
1) Fase Perhatian
Fase pertama dalam modeling adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada
umumnya individu akan memberikan perhatian pada model-model yang menarik, berhasil,
menimbulkan minat, dan popular. Itulah sebabnya banyak siswa yang meniru pakaian, tata
rambut, dan sikap bintang film, misalnya. Dalam kelas guru dapat sebagai model siswanya, baik
lewat suara, maupun penampilannya.
2) Fase Retensi
Fase ini memberikan kesempatan individu terhadap respons model untuk menyimpan
aktif apa yang ia peroleh dalam memorinya. Dua kejadian contiguous yang diperlukan ialah
perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori
jangka panjang. Menurut Bandura (dalam Purwanto, 2012:30) “Observes who code modeled
activities into either words, concice labels, or vivid imagery learn and retain behavior better
than those who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watching”.
Dari pernyataan Bandura tersebut, terlihat bahwa betapa pentingnya peran kata-kata, nama-nama
atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam
mempelajari dan mengingat perilaku.
3) Fase Reproduksi
Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal dalam memory
membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Telah ditemukan
bahwa derajat ketelitian yang tertinggi dalam modeling terjadi, tindakan terbuka mengikuti
pengulangan secara mental.
Fase reproduksi mengizinkan model untuk melihat apakah komponen suatu urutan
perilaku telah dikuasai oleh subjek atau belum. Kekurangan penampilan hanya akan diketahui,
bila individu diminta untuk menampilkan perilakunya. Di sinilah perlunya umpan balik terhadap
penguasaan perilaku. Umpan balik dapat berfungsi untuk memperbaiki perilaku yang
diharapkan. Umpan balik bukan berfungsi sebagai hukuman, tetapi sebagai upaya sedini
mungkin untuk memperbaiki perilaku yang diharapkan. Umpan balik dapat ditujukan kepada
perilaku yang benar atau mungkin pada perilaku yang salah (tidak dikehendaki kemunculannya).
4) Fase Motivasi
Fase terakhir dari mengubah perilaku menurut Modeling adalah fase motivasi. Pada fase
ini individu meniru perilaku model karena ia merasa dengan meniru perilaku tersebut dirinya
akan meningkat dan kemungkinan memperoleh penguatan (reinforcement). Penguatan tersebut
dapat berupa pujian, sesuatu yang menyenangkan atau yang lain. Pada gilirannya pujian dan
sesuatu yang menyenangkan tersebut akan mendorong individu untuk berbuat lagi.
3. Penerapan Teknik Modeling Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak
Kreativitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dengan tingkat
yang berbeda-beda, dan potensi ini dapat dikembangkan dan dipupuk oleh lingkungan keluarga,
sekolah dan masyarakat. Rachmawati dan Kurniati (2010:52) menjelaskan tujuh strategi
pengembangan kreativitas pada anak usia TK meliputi: a) pengembangan kreativitas melalui
menciptakan produk (hasta karya); b) pengembangan kreativitas melalui imajinasi; c)
pengembangan kreativitas melalui eksplorasi; d) pengembangan kreativitas melalui eksperimen;
e) pengembangan kreativitas melalui proyek; f) pengembangan kreativitas melalui musik; g)
pengembangan kreativitas melalui bahasa.
Dari pengembangan kreativitas yang akan dikembangkan memerlukan pemodelan dari
guru, terutama cara melakukan, cara membuat sehingga menghasilkan produk (hasil) yang
diharapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura (dalam Purwanto, 2012:29) bahwa
sebagian besar perilaku yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi,
melainkan manusia belajar dari suatu model. Misalnya guru mendemonstrasikan pembuatan
playdogh, dan anak menirunya. Bandura menyebut ini bukan “trial leaning”, sebab anak tidak
harus melalui proses pembentukan (shaping process), tetapi dapat segera menghasilkan respons
yang benar.
Kreativitas anak dapat terjadi apabila guru banyak terlibat dalam kegiatan anak dan
banyak memberikan contoh (model). Kondisi ini sejalan dengan pendapat Purwanta (2012:29)
bahwa banyak sekali informasi dan penampilan keahlian yang kompleks dapat dipelajari dan
ditiru.
2.2
Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teoretis, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Jika
guru menggunakan teknik modeling pada proses pembelajaran di TK, maka kreativitas anak di
TK Huyula Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, akan meningkat”.
2.3
Indikator Kinerja
Indikator kinerja dalam penelitian ini dapat dirumuskan, apabila terjadi peningkatan
kreativitas anak dari 6 orang (33%) menjadi 12 orang anak (85%) dari jumlah 14 orang anak.
Download