BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Kreativitas William (dalam Munandar, 1987:88) menjelaskan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif: 1. Keterampilan Berpikir Lancar a) Definisi - mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. - memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. - selalu memikirkan lebih dari satu jawaban b) Perilaku siswa - mengajukan banyak pertanyaan - menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan - mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah - lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya - bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. - dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi. 2. Keterampilan Berpikir Luwes (fleksibel) a) Definisi - menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi - dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. - mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda. - mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. b) Perilaku siswa - memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. - memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, atau masalah. - menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. - memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang diberikan orang lain. - dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dari mayoritas kelompok. - jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbedabeda untuk menyelesaikannya. - menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda. - mampu mengubah arah berpikir secara spontan. 3. Keterampilan Berpikir Orsinil a) Definisi - mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik - memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. - mempu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. b) Perilaku siswa - memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. - mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru. - memilih a-simetri dalam menggambar atau membuat disain - memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain - mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip - setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru. - lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi. 4. Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi) a) Definisi - mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk - menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. b) Perilaku siswa - mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci. - mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain - mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh. - mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana. - menambahkan garis-garis, warna-warna dan detil-setil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain. Isjoni (2009:66) menjelaskan kreativitas dapat dimiliki oleh anak didik melalui pembelajaran yang diupayakan oleh guru dengan menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga anak didik mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap apa yang dipelajari dengan waktu curah perhatian yang sangat tinggi. Muhammad (2010:180) menguraikan kreativitas anak perlu dipupuk dalam diri anak agar ia dapat mewujudkan dirinya. Mewujudkan diri ini merupakan salah satu kebutuhan pokok dalam kehidupan manusia. Kreativitas atau berpikir kreatif diartikan sebagai kemampuan untuk melihat bermacam-macam kemungkinan penyelesaian terhadap suatu masalah. Supriadi (dalam Rachmawati dan Kurniati, 2010:13) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata yang relative berbeda dengan apa yang telah ada. Callagher (dalam Rachmawati dan Kurniati, 2010:13) mendefinisikan kreativitas merupakan suatu proses mental yang dilakukan individu berupa gagasan atau pun produk baru, atau mengkombinasikan antara keduanya yang pada akhirnya akan melekat pada dirinya. Munandar (2009:12) menjelaskan bahwa perkembangan optimal dari kemampuan kreatif berhubungan erat dengan cara mengajar. Dalam suasana non otoriter, ketika belajar atas prakarsa sendiri dapat berkembang, karena guru menaruh kepercayaan berani mengemukakan gagasan baru dan ketika anak diberi kesempatan untuk bekerja sesuai dengan minat dan kebutuhannya, dalam suasana inilah kemampuan kreatif dapat tumbuh dan subur. Pada intinya Munandar (2009:13) perlunya pengembangan kreativitas pada anak didasarkan pada: a) Dalam pelayanan pendidikan anak berbakat, pengembangan kreativitas sebagai salah satu faktor utama yang menentukan keberbakatan merupakan suatu tuntutan. b) Pendidikan di sekolah lebih berorientasi pada pengembangan intelegensi (kecerdasan) daripada pengembangan kreativitas, sedangkan keduanya sama pentingnya untuk mencapai keberhasilan dalam belajar dan dalam hidup. c) Pendidik (guru dan orang tua) masih kurang dapat memahami arti kreativitas (yang meliputi aptitude dan non aptitude traits) dan bagaimana mengembang-kannya pada anak dalam tiga lingkungan pendidikan di rumah, sekolah dan masyarakat. Dari beberapa pendapat para ahli, dapat ditarik kesimpulan bahwa kreativitas adalah menyangkut kemampuan seseorang untuk melakukan sesuatu, berbuat sesuatu berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh. 2.1.2 Ciri-ciri Kreativitas Ciri-ciri yang berkaitan dengan sikap dan perasaan seseorang disebut ciri-ciri efektif dari kreativitas. Motivasi atau dorongan untuk berbuat sesuatu dan pengabdian atau pengikatan diri terhadap suatu tugas termasuk ciri-ciri efektif dari kreativitas. Ciri-ciri efektif lainnya yang sangat esensial dalam menentukan prestasi kreatif seseorang ialah rasa ingin tahu, tertarik terhadap tugas-tugas majemuk yang dirasa sebagai tantangan, berani mengambil resiko untuk membuat kesalahan atau untuk dikritik oleh orang lain, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, mempunyai rasa humor, ingin mencari pengalaman-pengalaman baru, dapat menghargai baik diri sendiri maupun orang lain, dan sebagainya. William (dalam Munandar, 1987:88) menjelaskan ciri-ciri kemampuan berpikir kreatif: 2. Keterampilan Berpikir Lancar a) Definisi - mencetuskan banyak gagasan, jawaban, penyelesaian masalah atau pertanyaan. - memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal. - selalu memikirkan lebih dari satu jawaban b) Perilaku siswa - mengajukan banyak pertanyaan - menjawab dengan sejumlah jawaban jika ada pertanyaan - mempunyai banyak gagasan mengenai suatu masalah - lancar mengungkapkan gagasan-gagasannya - bekerja lebih cepat dan melakukan lebih banyak daripada anak-anak lain. - dapat dengan cepat melihat kesalahan atau kekurangan pada suatu objek atau situasi. 2. Keterampilan Berpikir Luwes (fleksibel) a) Definisi - menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi - dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda. - mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda-beda. - mampu mengubah cara pendekatan atau cara pemikiran. b) Perilaku siswa - memberikan aneka ragam penggunaan yang tidak lazim terhadap suatu objek. - memberikan macam-macam penafsiran (interpretasi) terhadap suatu gambar, atau masalah. - menerapkan suatu konsep atau asas dengan cara yang berbeda-beda. - memberi pertimbangan terhadap situasi, yang berbeda dari yang diberikan orang lain. - dalam membahas/mendiskusikan suatu situasi selalu mempunyai posisi yang berbeda atau bertentangan dari mayoritas kelompok. - jika diberikan suatu masalah biasanya memikirkan macam-macam cara yang berbedabeda untuk menyelesaikannya. - menggolongkan hal-hal menurut pembagian (kategori) yang berbeda-beda. - mampu mengubah arah berpikir secara spontan. 3. Keterampilan Berpikir Orsinil a) Definisi - mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik - memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri. - mempu membuat kombinasi-kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur. b) Perilaku siswa - memikirkan masalah-masalah atau hal-hal yang tidak pernah terpikirkan oleh orang lain. - mempertanyakan cara-cara yang lama dan berusaha memikirkan cara-cara yang baru. - memilih A-simetri dalam menggambar atau membuat desain - memiliki cara berpikir yang lain dari yang lain - mencari pendekatan yang baru dari yang stereotip - setelah membaca atau mendengar gagasan-gagasan, bekerja untuk menemukan penyelesaian yang baru. - lebih senang mensintesis daripada menganalisa situasi. 4. Keterampilan Memperinci (Mengelaborasi) a) Definisi - mampu memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan atau produk - menambahkan atau memperinci detil-detil dari suatu objek, gagasan, atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. b) Perilaku siswa - mencari arti yang lebih mendalam terhadap jawaban atau pemecahan masalah dengan melakukan langkah-langkah yang terperinci. - mengembangkan atau memperkaya gagasan orang lain - mencoba atau menguji detil-detil untuk melihat arah yang akan ditempuh. - mempunyai rasa keindahan yang kuat sehingga tidak puas dengan penampilan yang kosong atau sederhana. - menambahkan garis-garis, warna-warna dan detil-setil (bagian-bagian) terhadap gambarnya sendiri atau gambar orang lain. Selanjutnya Rachmawati dan Kurniati (2010:20) menguraikan perilaku anak cerdas yang ditunjukkan dengan skor IQ tinggi yang juga memiliki karakteristik kreatif, sebagai berikut: a. Lincah dalam berpikir yang seringkali ditandai dengan rasa ingin tahu yang besar, serta aktif dan giat dalam bertanya dan cepat tanggap dalam menjawab suatu persoalan. Contoh lain dari perilaku ini diantaranya adalah: kritis, tanggap terhadap sesuatu, memiliki daya ingat yang baik dan efektif, mampu berkonsentrasi dalam waktu lama, dinamis dalam berpikir, menyukai hal baru yang membutuhkan pemikiran yang dalam. b. Tepat dan cermat dalam bertindak dengan memperhitungkan berbagai konsekuensi yang mungkin muncul dari pilihan tindakannya tersebut. Sebagai konsekuensi dari perilaku ini orang kreatif biasanya menunjukkan sikap yang penuh dengan dedikasi dan senantiasa aktif dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. c. Mempunyai semangat bersaing (kompetitif) yang tinggi baik terhadap diri sendiri atau terhadap orang lain, dengan kata lain setiap menemukan rangsangan positif maupun negative dari lingkungan dapat dimanfaatkan untuk motivasi diri. Wujud lain dari perilaku ini juga ditunjukkan dengan sikap yang selalu ingin menemukan sesuatu yang baru, dan selalu bersifat terbuka terhadap hal-hal yang berbeda. Serta senang pada tugas yang berat, sulit dan menantang. d. Selalu berkeinginan untuk menjadi lebih baik (progresif) dari waktu ke waktu. Kemampuan yang dimilikinya berupa kemampuan dalam menganalisis dan menyintesis permasalahan yang diwujudkan dalam perilaku selalu ingin menemukan dan meneliti tentang sesuatu. e. Cepat menemukan perbedaan dan mudah menangkap yang tidak biasa yang akan dijadikannya sebagai bahan dasar untuk menemukan kreativitas lebih lanjut. f. Dapat menggunakan kesadaran yang tinggi untuk mengumpulkan informasi dengan cepat sehingga mereka dapat belajar dari pengalamannya dan meman-faatkannya dalam mengembangkan diri. g. Memiliki kepekaan yang tinggi, responsif, memiliki empati yang tinggi. h. Memiliki keinginan belajar yang tinggi dan tidak mudah putus asa dalam proses yang dilaluinya. Perilaku lain yang biasanya seringkali muncul adalah selalu ingin menemukan dan meneliti tentang sesuatu. i. Tidak kaku dan memiliki spontanitas yang tinggi terhadap segala stimulant yang muncul baik dan lingkungan intern atau pun lingkungan ekstern. Hal ini diwujudkan dalam kemampuan dalam melahirkan berbagai gagasan dalam menyelesaikan masalah dan memiliki aspirasi yang baik. j. Memiliki kemampuan bertahan untuk menghadapi frustasi sehingga tidak mudah putus asa dalam menghadapi permasalahan yang mana mereka memiliki rasa percaya diri yang tinggi dan mandiri. k. Mampu mengendalikan diri, mengatur suasana hati dan menjaga beban stress agar tidak melumpuhkan kemampuan berpikir (stabilitas emosi yang baik). Kreativitas akan muncul pada individu yang memiliki motivasi tinggi, rasa ingin tahu, dan imajinasi. Seseorang yang kreatif akan selalu mencari dan menemukan jawaban, dengan kata lain mereka senang memecahkan masalah. Permasalahan yang muncul selalu dipikirkan kembali, disusun kembali dan selalu berusaha menemukan hubungan yang baru, mereka selalu bersikap terbuka terhadap sesuatu yang baru dan tidak diketahui sebelumnya. Mereka juga memiliki sikap yang lentur (fleksibel), tidak penurut, tidak dogmatis, suka mengekspresikan diri dan bersikap natural (asli). 2.1.3 Peran Guru Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Menurut Munandar (dalam Muhammad, 2010:187) jika orang tua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan fisik dan mental anak selama anak berada di rumah, maka di lingkungan sekolah guru bertugas merangsang dan membina perkembangan intelektual anak serta membimbing sikap-sikap dan nilai dalam diri anak. Sebenarnya, peran guru di sekolah ini lebih berat daripada peran orang tua karena guru tidak hanya ditugaskan untuk memberikan intelektualitas, tetapi juga terhadap masalah etika. Memang pada usia ini, terutama usia sekolah, seorang anak akan melakukan tindakan-tindakan yang kurang baik bersama teman-teman di kelompoknya. Guru adalah satu-satunya elemen yang harus meluruskannya. Walaupun demikian, antara orang tua dan guru sebenarnya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dilepaskan. Keduanya saling melengkapi antara yang satu dengan lainnya. Baik guru maupun orang tua sama-sama menjadi model dan figure bagi seorang anak. Saat masih usia belia, anak lebih cenderung terhadap orang tua karena orang tua adalah orang yang paling akrab. Tetapi, setelah mulai masuk sekolah di mana pergaulan anak semakin luas, terutama saat di sekolah, anak juga akan lebih cenderung terhadap guru. 2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas Anak Kreativitas adalah kata kunci dari perbuatan belajar seseorang, termasuk bagi anak TK. Semakin tinggi seseorang melakukan aktivitas belajar, akan semakin baik bagi terjadinya perubahan perilaku, baik sebagai hasil langsung dari perbuatan atau pengalaman belajarnya, maupun sebagai imbas atau dampak tidak langsung dari berbagai aktivitas yang dijalaninya. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas anak antara lain: 1) Orang Tua Muhammad (2010:185) menyatakan orang tua merupakan elemen yang menentukan terhadap berkembang dan matinya kreativitas anak. Sebagai orang tua harus dapat menjaga dan memberikan kreativitas kepada anak. Hindari kreativitas yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi perkembangan anak. Orang tua harus dapat memberi pengetahuan yang lebih kreatif dengan pola pengetahuan yang tepat. Howard Gomer (dalam Siswanto dan Lestari, 2012:39) menjelaskan anak-anak yang berada dalam rentang usia 0-7 tahun adalah anak-anak usia dini yang berada dalam tahap eksplorasi. Masa usia dini tersebut adalah saat yang tepat untuk mengenali berbagai kecerdasan yang dimiliki seorang anak. Agar para orang tua dan guru dapat mengenali atau menggali potensi kecerdasan sang anak, sebaliknya anak dibebaskan untuk memilih jenis kegiatan yang disenangi. Dengan demikian orang tua maupun guru dapat mengidentifikasi kombinasi antara kecerdasan anak yang cenderung menonjol atau kuat maupun jenis-jenis kecerdasan yang tampak kurang berkembang. 2) Guru Isjoni (2009:66) menyatakan kreativitas dapat dimiliki anak didik melalui pembelajaran yang diupayakan oleh guru dengan menciptakan kegiatan belajar yang beragam, sehingga anak didik mencurahkan perhatiannya secara penuh terhadap apa yang dipelajari dengan curah perhatian yang sangat tinggi. Keaktifan anak didik senang dalam melakukan perbuatan belajar belum cukup apabila pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang seharusnya dikuasai dan dikembangkan oleh anak didik, karena dapat diasumsikan sebagai permainan tanpa makna. Farida, dkk (2012:99) mengemukakan berhadapan dengan anak-anak unik bisa menyenangkan. Di sekolah yang menyenangkan, tugas guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran, tapi juga punya komitmen terhadap perkembangan anak secara keseluruhan. Di sekolah yang menyenangkan selalu banyak tugas di luar jam pelajaran resmi yang menguras kreativitas, kepemimpinan dan energi. Bagi guru, tugas ini tidak dipersepsi sebagai tambahan, tapi bagian dari tanggung jawab moral seorang guru. Mariyana, dkk (2009:20) menjelaskan lingkungan belajar yang dihadirkan di hadapan dan untuk anak, hendaklah dapat bersentuhan secara langsung dengan berbagai potensi inderanya. Semakin tepat suatu lingkungan belajar yang diciptakan dan dipersiapkan guru dengan kemampuan multisensori anak, semakin memberikan manfaat bagi perkembangan dan kemajuan belajar anak. Dan sebaliknya, semakin jauh berbagai lingkungan belajar dari jangkauan multisensori anak, maka semakin tidak membantu perkembangan dan belajar anak TK. Untuk itu dalam menciptakan lingkungan belajar, para guru harus betul-betul bekerja keras ke arah terciptanya lingkungan belajar yang dapat menyentuh berbagai indera anak secara mandiri. 2.1.5 Bentuk-bentuk Kreativitas Yang Dapat Dikembangkan pada Anak TK Rachmawati (2010;67) menjelaskan beberapa kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anak melalui aktivitas menciptakan produk atau kegiatan hasta karya yang dapat dilakukan anak usia taman kanak-kanak, di antaranya sebagai berikut: 1. Boneka dan Benda dari Batu Nama Permainan Boneka dan benda dari batu Tujuan Mengembangkan kreativitas melalui kegiatan membuat boneka dari batu Alat dan bahan yang digunakan: 1. Guru bersama anak-anak mengumpulkan batu-batuan dengan berbagai ukuran yang kemudian dibersihkan untuk selanjutnya dikeringkan. 2. Untuk melengkapi proses pembuatan boneka dan benda lainnya guna menyediakan bahanbahan berupa kancing, cat poster, lem, bulu ayam, atau kertas tisu serta kain perca. 3. Anak dapat menambahkan bahan apa pun yang sesuai dengan kebutuhannya. Kegiatan: a. Anak-anak diminta untuk memilih ukuran batu untuk badan, kepala, tangan, dan kaki boneka yang akan dibuatnya, dan merekatkan batu-batuan tersebut dengan lem. b. Selain membuat boneka batu, anak dapat melakukan kreasi untuk membuat benda lainnya yang diinginkannya. c. Kegiatan selanjutnya anak dapat menghias boneka batu dan benda tersebut sesuai dengan imajinasinya, dengan bahan-bahan yang telah tersedia seperti cat, kacang hijau, rumput, ranting pohon dan sebagainya. 2. Menghias Kartu Menghias kartu ucapan (ulang tahun, Nama Permainan Tujuan tahun baru, dan lain-lain) d. Mengembangkan kreativitas me-lalui kegiatan menghias kartu e. Memberikan pengalaman langsung pada anak bahwa karya mereka dapat berguna untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Alat dan Bahan yang Digunakan: a. Guru menyediakan bahan yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan ini, yakni: kertas tebal berwarna-warni; daun dan bunga kering, biji-bijian, lem, spidol berwarna atau krayon. b. Anak dapat menambahkan bahan yang dibutuhkan mereka untuk menghias kartu. Kegiatan: a. Guru menyiapkan kertas karton tebal dalam bentuk kartu polos untuk setiap anak. b. Anak-anak diminta menghias kartu dengan berbagai jenis tumbuhan yang telah kering. c. Anak dapat menggunakan bahan lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka. d. Anak dapat menuliskan kalimat yang mereka inginkan di dalam kartu (tulisan yang belum dimengerti tidak masalah), guru dapat membantu anak yang mengalami kesulitan dalam bagian ini. 3. Kendaraan dari Barang Bekas Nama Permainan Mobil dan pesawat buatanku Tujuan Mengembangkan kreativitas melalui kegiatan menciptakan mainan sendiri dengan memanfaatkan benda yang mudah didapat (barang bekas). Alat dan Bahan yang Digunakan: 1. Guru menyediakan bahan yang dibutuhkan untuk membuat mobil dan pesawat di antaranya: kotak/botol plastik bekas, tutup botol plastik, double tape/lem, gunting, kertas polos/warna, spidol warna. Kegiatan: a. Beberapa hari sebelum kegiatan ini dilaksanakan, guru dapat meminta pada setiap anak untuk mengumpulkan kotak ataupun botol bekas. Untuk menampung dos dan botol bekas ini, guru dapat menyiapkan satu kotak kosong untuk benda yang dikumpulkan anak. b. Pada awal kegiatan, anak diajak untuk membuat perencanaan atau desain sederhana tentang kegiatan yang akan dilakukannya. c. Guru dapat memberikan stimulasi misalnya dengan cara membuat gambar mobil atau benda lain yang akan dibuat. d. Setelah gambar dibuat, barulah anak-anak dipersilahkan untuk membuat kendaraan yang diinginkan melalui pemanfaatan barang bekas yang telah dikumpulkan tadi. e. Setelah selesai guru dapat memajang produk mainan buatan anak di ruangan terbuka sehingga setiap anak dapat melihat karyanya sendiri dan karya teman-temannya. 4. Membuat Hiasan Dinding dari Bahan Alami Nama Permainan Membuat hiasan dinding dari bahan alami Tujuan f. Mengembangkan kreativitas anak melalui kegiatan berkreasi membuat hiasan dinding dengan bahan yang mudah didapat dari lingkungan sekitar. Alat dan Bahan yang Digunakan: a. Guru bersama anak-anak mengumpulkan bahan yang diperlukan dalam membuat hiasan dinding diantaranya: biji-bijian, daun-daun kering, batu-batuan kecil dalam berbagai warna dan bentuk, bunga kering, gunting dan lem. b. Selain itu anak-anak dapat membantu mengumpulkan bahan lainnya di antaranya: stik kayu atau sterofoam, dus bekas (untuk kotak pigura), dan kerang dalam berbagai bentuk dan ukuran. c. Anak dapat menambahkan bahan lain sesuai dengan kebutuhan. Kegiatan: a. Pertama adalah mempersiapkan kotak pigura. Anak-anak dapat langsung menata bahan dalam kotak tersebut atau dapat pula membuat beberapa kotak terlebih dahulu dengan menggunakan stik kayu. b. Anak membuat hiasan dengan mengklasifikasikan, meramu, menata bahan-bahan menjadi hiasan dinding dan merekatkan dengan bantuan lem. c. Jika telah selesai guru dapat memajang hasil karya anak sebelum mereka dapat membawanya pulang. 5. Play Dough Nama Permainan Play dough Tujuan d. Meningkatkan kemampuan ber-pikir kreatif serta melatih originalitas dalam berkarya Alat dan Bahan yang Digunakan: a. Guru menyediakan bahan yang dibutuhkan untuk membuat play dough yaitu: tepung terigu (1 kg), minyak sayur (250 gr), serbuk pewarna makanan (berwarna-warni), garam, dan air secukupnya. b. Anak-anak diperkenankan untuk mengumpulkan bahan lain untuk hiasan dalam membuat hiasan seperti bulu ayam, kancing, batu, daun dan lainnya, sehingga dapat membantu mereka lebih mengekspresikan dirinya dalam bermain melalui kegiatan ini. Kegiatan: a. Untuk memudahkan pengawasan, guru dapat memudahkan dalam pengawasan. Dengan kelompok kecil ini anak juga dapat merasakan pengalaman langsung dengan terlibat aktif dalam kegiatan ini. b. Guru membagikan bahan secara proporsional untuk setiap kelompok. c. Untuk membuat play dough, anak-anak dapat mencampur semua bahan menjadi satu (terigu, minyak, garam, air) diaduk sehingga tidak lengket dan menjadi adonan yang dapat dibentuk. d. Untuk menghasilkan play dough yang menarik anak-anak dapat memberikan pewarna pada adonan tadi, sehingga play dough menjadi berwarna. Jika menginginkan play dough yang berwarna-warni, adonan yang belum diberi warna dapat dibagi menjadi beberapa bagian terlebih dahulu kemudian baru diberi warna sesuai dengan keinginan anak. e. Setelah itu, setiap anak diperkenankan membentuk benda yang diinginkan dengan menggunakan bahan play dough tadi. Misalnya membuat binatang, membuat bunga, rumah, dan lain sebagainya. f. Setelah anak selesai membuat benda tersebut, mereka diminta untuk menceritakan hasil karyanya kepada teman-temannya. g. Sementara itu, teman yang lainnya menyimak dan dapat mengajukan pertanyaan berkenaan dengan benda yang dibuat oleh temannya itu. h. Guru bersama anak lainnya memberikan penghargaan atas hasil karya yang telah dibuat anak, dengan cara memberikan tepuk tangan ataupun pujian. Catatan tambahan: Sebagai pengayaan kegiatan membuat play dough ini dapat pula menggunakan bahan dari sabun mandi yang diparut, ditambahkan sedikit air dan tepung. Cara membuat sama dengan adonan tadi. Dengan bahan ini tidak perlu pewarna karena sabun sudah memiliki warna sendiri. 2.1.6 Hakikat Teknik Modeling 1. Pengertian Davidoff (dalam Purwanto, 2012:28) mendefinisikan pembentukan perilaku modeling merupakan perbaikan dan pembentukan perilaku melalui kondisioning respons. Artinya, melalui pelaksanaan teknik modeling anak dapat belajar melalui observasi/pengamatan, meniru, serta belajar sosial (mengamati kehidupan di lingkungan sosial anak). Dalam modeling perilaku tidak sekedar akibat dari stimulus dan atau penguatnya, tetapi sebenarnya dalam diri individu ada proses mental internal. Proses mental ini akan menentukan apakah perilaku tersebut akan diimitasi untuk diinternalisasi atau tidak. Modeling disebut juga observation learning, imitation, atau social learning. Dalyono (2010:34) mengemukakan teknik modeling merupakan modifikasi tingkah laku guru, yaitu perlakuan guru terhadap murid-murid berdasarkan minat kesenangan mereka. Guru berperanan penting di dalam kelas untuk mengontrol dan mengarahkan kegiatan belajar kea rah tercapainya tujuan yang telah dirumuskan. Rusman (2012:140) menjelaskan teknik modeling bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu berorientasi terhadap pengembangan diri individu. Perhatian utamanya pada emosional siswa untuk mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi siswa yang mampu membentuk hubungan yang harmonis serta mampu memproses informasi yang efektif. Dari beberapa pendapat dapat disimpulkan, teknik modeling merupakan salah satu teknik pengubahan perilaku yang digunakan dalam pembelajaran, agar anak didik dapat mengikuti contoh yang diberikan guru. 2. Fase-fase Modeling Teknik modeling merupakan salah satu modifikasi perilaku yang bertujuan mengubah perilaku. Power dan Ozbora (dalam Purwanto, 2012:6) modifikasi perilaku sebagai penggunaan secara sistematis teknik kondisioning pada manusia untuk menghasilkan perubahan frekuensi perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan perilaku tersebut. Selanjutnya modifikasi perilaku menerapkan prinsip-prinsip belajar untuk mengadakan perubahan. Perubahan-perubahan tersebut adalah: 1) peningkatan; 2) pemeliharaan; 3) pengurangan atau penghilangan, dan 4) perkembangan atau perluasan. Bandura (dalam Purwanto, 2012:30) terdapat beberapa fase-fase modeling, meliputi: 1) Fase Perhatian Fase pertama dalam modeling adalah memberikan perhatian pada suatu model. Pada umumnya individu akan memberikan perhatian pada model-model yang menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Itulah sebabnya banyak siswa yang meniru pakaian, tata rambut, dan sikap bintang film, misalnya. Dalam kelas guru dapat sebagai model siswanya, baik lewat suara, maupun penampilannya. 2) Fase Retensi Fase ini memberikan kesempatan individu terhadap respons model untuk menyimpan aktif apa yang ia peroleh dalam memorinya. Dua kejadian contiguous yang diperlukan ialah perhatian pada penampilan model dan penyajian simbolik dari penampilan itu dalam memori jangka panjang. Menurut Bandura (dalam Purwanto, 2012:30) “Observes who code modeled activities into either words, concice labels, or vivid imagery learn and retain behavior better than those who simply observe or are mentally preoccupied with other matters while watching”. Dari pernyataan Bandura tersebut, terlihat bahwa betapa pentingnya peran kata-kata, nama-nama atau bayangan yang kuat yang dikaitkan dengan kegiatan-kegiatan yang dimodelkan dalam mempelajari dan mengingat perilaku. 3) Fase Reproduksi Dalam fase ini, bayangan (imagery) atau kode-kode simbolik verbal dalam memory membimbing penampilan yang sebenarnya dari perilaku yang baru diperoleh. Telah ditemukan bahwa derajat ketelitian yang tertinggi dalam modeling terjadi, tindakan terbuka mengikuti pengulangan secara mental. Fase reproduksi mengizinkan model untuk melihat apakah komponen suatu urutan perilaku telah dikuasai oleh subjek atau belum. Kekurangan penampilan hanya akan diketahui, bila individu diminta untuk menampilkan perilakunya. Di sinilah perlunya umpan balik terhadap penguasaan perilaku. Umpan balik dapat berfungsi untuk memperbaiki perilaku yang diharapkan. Umpan balik bukan berfungsi sebagai hukuman, tetapi sebagai upaya sedini mungkin untuk memperbaiki perilaku yang diharapkan. Umpan balik dapat ditujukan kepada perilaku yang benar atau mungkin pada perilaku yang salah (tidak dikehendaki kemunculannya). 4) Fase Motivasi Fase terakhir dari mengubah perilaku menurut Modeling adalah fase motivasi. Pada fase ini individu meniru perilaku model karena ia merasa dengan meniru perilaku tersebut dirinya akan meningkat dan kemungkinan memperoleh penguatan (reinforcement). Penguatan tersebut dapat berupa pujian, sesuatu yang menyenangkan atau yang lain. Pada gilirannya pujian dan sesuatu yang menyenangkan tersebut akan mendorong individu untuk berbuat lagi. 3. Penerapan Teknik Modeling Dalam Meningkatkan Kreativitas Anak Kreativitas merupakan suatu kemampuan yang dimiliki oleh setiap orang dengan tingkat yang berbeda-beda, dan potensi ini dapat dikembangkan dan dipupuk oleh lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Rachmawati dan Kurniati (2010:52) menjelaskan tujuh strategi pengembangan kreativitas pada anak usia TK meliputi: a) pengembangan kreativitas melalui menciptakan produk (hasta karya); b) pengembangan kreativitas melalui imajinasi; c) pengembangan kreativitas melalui eksplorasi; d) pengembangan kreativitas melalui eksperimen; e) pengembangan kreativitas melalui proyek; f) pengembangan kreativitas melalui musik; g) pengembangan kreativitas melalui bahasa. Dari pengembangan kreativitas yang akan dikembangkan memerlukan pemodelan dari guru, terutama cara melakukan, cara membuat sehingga menghasilkan produk (hasil) yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bandura (dalam Purwanto, 2012:29) bahwa sebagian besar perilaku yang dialami manusia tidak dibentuk dari konsekuensi-konsekuensi, melainkan manusia belajar dari suatu model. Misalnya guru mendemonstrasikan pembuatan playdogh, dan anak menirunya. Bandura menyebut ini bukan “trial leaning”, sebab anak tidak harus melalui proses pembentukan (shaping process), tetapi dapat segera menghasilkan respons yang benar. Kreativitas anak dapat terjadi apabila guru banyak terlibat dalam kegiatan anak dan banyak memberikan contoh (model). Kondisi ini sejalan dengan pendapat Purwanta (2012:29) bahwa banyak sekali informasi dan penampilan keahlian yang kompleks dapat dipelajari dan ditiru. 2.2 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teoretis, maka hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: “Jika guru menggunakan teknik modeling pada proses pembelajaran di TK, maka kreativitas anak di TK Huyula Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo, akan meningkat”. 2.3 Indikator Kinerja Indikator kinerja dalam penelitian ini dapat dirumuskan, apabila terjadi peningkatan kreativitas anak dari 6 orang (33%) menjadi 12 orang anak (85%) dari jumlah 14 orang anak.