MODUL PERKULIAHAN Bahasa Indonesia Menulis dan Tataran Bahasa Fakultas Program Studi ………………………….. ………………………… Tatap Maya 06 Kode MK Disusun Oleh MK90008 Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Abstract Kompetensi Menulis adalah keterampilan yang mutlak dimiliki kalangan akademisi, mulai pengajar, seperti dosen & guru sampai pelajar, mulai murid/siswa sampai mahasiswa. Kemampuan menulis juga ditentukan oleh penguasaan tataran bahasa, mulai satuan terkecil, seperti fonemik sampai yang terbesar yang membentuk tata bahasa, yaitu morfologi/kata dan sintaksis/kalimat. Setelah mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa memahami pentingnya menulis, terutama untuk tulisan ilmiah dan juga memahami tataran bahasa mulai satuan terkecil sampai terbesar yang dapat membentuk tata bahasa, yaitu morfologi/kata dan sintaksis/kalimat, dengan sedikit semantik/makna, sehingga mahasiswa nantinya akan dapat membuat kata,dan kalimat, serta paragraf dengan tepat ketika menulis terutama karya ilmiah, seperti skripsi. 2016 1 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Latar Belakang Mengarang adalah bagian kegiatan menulis barangkali merupakan pelajaran yang paling membosankan, terutama pada masa SD. Pernahkah kita berpikir bahwa mengarang merupakan pekerjaan yang sebetulnya paling menyenangkan di dunia ini? Apalagi saat ini, dengan banyaknya tugas dari sekolah atau kampus menuntut setiap siswa atau mahasiswa mampu mengerjakan tugas dengan baik dan benar. Maka, penguasaan kaidah bahasa seperti tataran bahasa, mulai satuan terkecil seperti fonemik sampai sintaksis wajib diketahui.. Tugas yang berkaitan dengan menulis, biasanya mata pelajaran/kuliah bahasa atau jurnalistik. Jadi, keterampilan menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa yang harus dikuasai, terutama mereka yang berada di tataran akademis karena menulis adalah alat yang sangat ampuh dalam belajar, sehingga dengan sendirinya memainkan peranan yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Pengertian Menulis Penguasaan bahasa tulis sebenarnya mutlak diperlukan dalam kehidupan sekarang ini, tetapi sayangnya, keterampilan menulis kurang mendapat perhatian padahal materi menulis sangatlah melimpah. Apalagi, hal ini dipertegas dalam Alquran surat Al-Kahfi ayat 109 yang berbunyi “Katakanlah, sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimatkalimat Tuhanku meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula.” Tradisi menulis dapat diartikan sebagai sutu kebiasaan untuk menyatakan gagasan atau pendapat secara tertulis. Materi menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa Indonesia kurang ditangani dengan sungguh-sungguh, terutama di sekolah, akibatnya kemampuan berbahasa siswa, khususnya bahasa Indonesia, menjadi kurang memadai. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan, seperti mengarang, membuat surat, dengan tulisan. Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis ke dalam bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis bisa diketahui banyak orang orang melalui tulisan yang dituliskannya itu. Kemampuan seseorang dalam menuangkan isi hatinya ke dalam 2016 2 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id sebuah tulisan sangatlah berbeda, dipengaruhi oleh latar belakang penulis. Maka, pengertian menulis dalam KBBI diartikan sebagai cara menulis yaitu membuat hurufhuruf, angka-angka, dsb. melalui alat tulis seperti pena, pensil, kapur, dsb., dimulai sejak masa kanak-kanak, yang sudah mulai belajar melahirkan pikiran atau perasaan seperti membuat karangan atau surat. Menurut Wikipedia menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara. Lalu, menurut Nurgiyantoro Burhan (2001: 296) adalah menulis merupakan suatu bentuk sistem komunikasi lambang visual dengan mengungkapkan gagasan melaui media bahasa”. Jadi, menulis adalah suatu bentuk berpikir, tetapi justru berpikir bagi membaca tertentu dan bagi waktu tertentu. Salah satu tugas terpenting sang penulis adalah menguasai prinsip-prinsip menulis dan berpikir, yang akan dapat menolongnya mencapai maksud dan tujuannya. Yang paling penting di antara prinsip-prinsip yang dimaksudkan itu adalah penemuan, susunan, dan gaya. Secara singkat belajar menulis adalah belajar berpikir dalam/dengan cara tertentu (Angelo, 1980:5). Sementara itu, Tarigan (1986:21) berpendapat Menulis adalah proses menggambarkan suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan penulis dapat di pahami pembaca. Dapat disimpulkan bahwa menulis adalah sebuah kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis. Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami seseorang, sehingga orang lain dapagt membaca grafik tersebut. Menulis merupakan salah satu kemampuan berbahasa. Dalam pembagian kemampuan berbahasa, menulis selalu diletakkan paling akhir setelah kemampuan menyimak, berbicara, dan membaca. Meskipun selalu ditulis paling akhir, bukan berarti menulis merupakan kemampuan yang tidak penting. Bahkan, pada kenyataannya menulis merupakan keterampilan yang dapat dikatakan lebih sulit daripada keterampilan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca dan berbicara. Hal ini disebabkan dalam proses menulis, seorang penulis dituntut agar memperhatikan struktur yang berkaitan dengan unsur-unsur tulisan, sehingga pembaca dapat memahami pesan yang ingin disampaikan oleh penulis. Dengan demikian, penulis harus benar-benar mampu 2016 3 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id menggunakan atau memakai struktur sebuah tulisan seperti susunan kata, kalimat, paragraf dengan baik. Tujuan menulis Mengetahui tujuan menulis sangat penting, karena menulis merupakan pekerjaan yang memerlukan waktu dan pemikiran dan bukan suatu permainan atau rekreasi. Sebagai suatu pekerjaan, harus dilakukan dengan dorongan yang kuat. Dorongan yang kuat muncul karena adanya tujuan yang jelas. Hal ini penting karena dalam menulis terdapat banyak tujuan yang ingin dicapai. Biasanya antara penulis satu dengan yang lain memiliki tujuan yang berbeda-beda. Abdurrahman dan Waluyo (2000: 223) menyatakan bahwa “tujuan menulis siswa di sekolah dasar untuk menyalin, mencatat, dan mengerjakan sebagian besar tugastugas yang diberikan di sekolah dengan harapan melatih keterampilan berbahasa dengan baik”. Keraf (1993: 34) mengemukakan bahwa tujuan menulis adalah untuk mengungkapkan fakta-fakta, perasaan, sikap, dan isi pikiran secara jelas dan efektif kepada pembaca Manfaat Menulis Secara umum manfaat utama sebuah tulisan adalah sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Menurut Sabarti, dkk (1988:2) manfaat menulis ada delapan, yaitu: 1. Mengetahui kemampuan dan potensi diri serta pengetahuan kita tentang topik yang dipilihnya. Dengan mengembangkan topik itu kita terpaksa berpikir, menggali pengetahuan dan pengalaman yang tersimpan dibawah sadar. 2. Dengan mengembangkan berbagai gagasan kita terpaksa bernalar, menghubunghubungkan serta membandingkan fakta-fakta yang mungkin tidak pernah kita lakukan kalau kita tidak menulis. 3. Lebih banyak menyerap, mencari, serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yag ditulis. Dengan demikian, kegiatan menulis memperluas wawasan baik secara teoritis maupun mengenai fakta-fakta yang berhubungan. 4. Menulis berarti mengorganisasi gagasan secara sistematik serta mengungkapkan secara tersurat. Dengan demikian, permasalahan yang pemula masih samar menjadi lebih jelas. 2016 4 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 5. Melalui tulisan kita dapat menjadi peninjau dan penilai gagasan kita secara objektif. 6. Lebih mudah memecahkan masalah dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih konkret. 7. Dengan menulis kita aktif berpikir sehingga kita dapat menjadi penemu sekaligus pemecah masalah, bukan sekedar penyadap informasi. 8. Kegiatan menulis yang terencana akan membiasakan kita berpikir dan berbahasa secara tertib. Kemampuan menulis permulaan memiliki manfaat terutama pada kemampuan menulis lanjutan yang berhubungan dengan proses belajar mengajar, manfaat tersebut antara lain: 1. Memperluas dan meningkatkan pertumbuhan kosa kata. 2. Meningkatkan kelancaran tulis-menulis dan menyusun kalimat. 3. Sebuah karangan pada hakikatnya berhubungan dengan bahasa dan kehidupan. 4. Kegiatan tulis menulis meningkatkan kemampuan untuk pengaturan dan pengorganisasian. 5. Mendorong calon penulis terbiasa mengembangkan suatu gaya penulisan pribadi dan terbiasa mencari pengorganisasian yang sesuai dengan gagasannya sendiri. Ciri Tulisan yang Baik Tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat berkomunikasi secara baik dengan pembaca yang ditujukan oleh tulisan itu. Menurut Tarigan (2008:7) terdapat empat ciri tulisan yang baik, yaitu (1) jelas, pembaca dapat membaca teks dengan cara tetap dan pembaca tidak boleh bingung dan harus mampu menangkap maknanya tanpa harus membaca ulang dari awal untuk menemukan makna yang dikatakan oleh penulis, (2) kesatuan dan organisasi, pembaca dapat mengikutinya dengan mudah karena bagian-bagiannya saling behubungan dan runtut, (3) ekonomis, penulis tidak akan menggunakan kata atau bahasa yang berlebihan, sehingga waktu yang digunakan pembaca tidak terbuang percuma dan (4) pemakaian bahasa dapat diterima, penulis menggunakan bahasa yang baik dan benar karena bahasa yang dipakai masyarakat kebanyakan terutama berpendidikan lebih mengutamakan bahasa formal, sehingga mudah diterima. 2016 5 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Banyak ahli yang mengungkapkan tujuan dan manfaat menulis, maka saya mencoba menyimpulkan dari beberapa para ahli bahwa tujuan menulis adalah (1) untuk menginformasikan sesuatu, baik itu gagasan-gagasan maupun ide-ide, (2) untuk membujuk, mengajak dan merangsang para pembaca agar dapat menentukan sikap, apakah menyetujui atau mendukung yang dikemukakan penulis, (3) untuk mendidik, mencerdaskan dan membimbing bangsa baik intelektualnya, emosionalnya dan spiritualnya, (4) untuk menghibur para pembaca yang lelah setelah beraktivitas, (5) untuk lebih meyakinkan para pembaca terhadap apa yang dimiliki sebelumnya, (6) untuk memecahkan sebuah masalah. Manfaat menulis dapat disimpulkan, yaitu (1) memperluas serta dapat meningkatkan penguasaan kosa kata yang belum diketahui karena banyak membaca. (2) melancarkan tulis-menulis baik kalimat, paragraf, maupun wacana, (3) mengembangkan gaya penulisan yang asli milik sendiri/oroginal, (4) secara material akan memperoleh honorium sebagai profesi sampingan, (5) secara nonmaterial bisa memberikan kepuasan batin, dan (6) memungkinkan untuk meningkatkan popularitas karena tulisannya. Beberapa petunjuk yang mungkin dapat diterapkan agar dalam semangat menulis, yaitu: a. Menulis itu menyenangkan. Bukan hanya permainan atau menonton ke bioskop yang mampu membuat kita senang, melainkan ketika kita sedang berimajinasi lalu jemari kita menulis, itulah sebenarnya saat kita sedang ‘bermain’ dengan kata-kata terangkai. Tidak perlu khawatir bila kosa kata kita berantakan, yang penting, setiap huruf dapat mengalir begitu saja sesuai dengan perasaan yang kita ciptakan tadi. b. Menulis itu berbicara. Ini memang agak aneh, tetapi saat kita menulis, coba khayalkanlah bahwa kita ’sebenarnya’ ini sedang berbincang-bincang dengan rekanrekan kita. Saat imajinasi itu terjadi, saat itu pula kata - kata akan meluncur dengan deras layaknya sedang berbicara dengan teman-teman. Jarang sekali kita berpikir banyak terlebih dahulu sebelum berucap apalagi pada saat sedang mengobrol. Semuanya berlangsung spontan dan lugas. c. Menulis itu berbagi. Layaknya sebuah kebajikan, setiap tulisan karya kita, sedikit banyak seharusnya bahkan pastikan bermanfaat untuk orang lain. Itulah sebenarnya kunci utama kegiatan menulis. Kita membuat tulisan dan orang lain yang 2016 6 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id membacanya. Ada hubungan secara tidak langsung antara apa yang kita berikan dalam bentuk tulisan dengan kemajuan atau kesuksesan orang yang membacanya. Tidak selalu harus uang untuk melakukan kebajikan, tulisan juga bisa. d. Menulis itu membebaskan. Dalam tulisan fiksi, berupa cerpen atau novel, kita mendapat kesempatan yang sangat luas dalam mengungkapkan diri. Seorang penulis fiksi bebas berimajinasi terhadap keadaan, sang tokoh, alur cerita, dsb. Dengan kata lain, saat kita menulis cerita, kita adalah ’sang pencipta’. Ungkapkan diri kita sepuasnya karena ranah ini benar- benar milik kita. e. Menulis itu hidup. Hal ini mirip dengan sebuah iklan rokok, “bikin hidup lebih hidup”, mungkin seperti itulah perumpamaannya. Saat kita melakukan kegiatan menulis, saat itu pula kita seakan digiring ke sebuah fenomena aktualisasi diri. Menulis berarti menghidupkan jiwa kita dalam bentuk karya tulis. Menulis tidak sekadar kegiatan layaknya makan minum, tetapi lebih bermakna dalam, utamanya seperti bernafas, sudah menjadi bagian diri kita. Menulis adalah kehidupan kita. Kiat menulis skripsi Apa yang perlu kita lakukan jika kita akan menulis, terlebih lagi tulisan ilmiah seperti skripsi? Sebenarnya tidak banyak, sudah tentu bekal pengetahuan yang cukup tentang bidang yang akan kita tulis akan sangat membantu. Sebetulnya, orang-orang saat ini cukup beruntung karena ilmu dan teknologi informasi berkembang terus dengan sangat pesat, sehingga bidang apa pun yang kita geluti, kita dapat menuangkannya dalam tulisan, apalagi yang menyangkut aspek teknologi informasi. Kunci utamanya adalah kemauan untuk membaca berbagai tulisan, seperti artikel yang sebetulnya banyak sekali & dapat diambil secara gratis di internet Tidak dipungkiri lagi, menulis karya ilmiah bagi mahasiswa merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, minimal menyita waktu, khususnya bila tulisan ilmiah tersebut dievaluasi dan dipresentasikan. Skripsi atau tugas akhir relatif lebih sulit karena harus dikerjakan mandiri, tentunya dibantu oleh dosen pembimbing skripsi yang bebas dipilih oleh mahasiswa, bila disetujui. Dalam praktiknya, pembuatan skripsi terkadang menjadi hal yang menakutkan karena akan menyita waktu serta perhatian mahasiswa dalam membuatnya. Selain itu juga, kadang-kadang dijumpai bahwa meskipun dikerjakan cukup lama, tetapi hasilnya 2016 7 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id tidak menggembirakan. Bahkan, terkadang perlu satu atau dua semester lagi. Tidak menutup kemungkinan jika terpaksa malah diminta mengganti judul atau dosen pembimbing. Jelas, dengan pertambahan waktu tersebut, biaya yang dikeluarkan mahasiswa menjadi berlipat-lipat. Karena dianggap sebagai penghambat kelulusan, ada beberapa kampus atau program studi yang mencoba untuk menghilangkannya dengan mengganti tugas-tugas di kelas. Jika kita menemukan kondisi seperti itu, coba amati, pasti banyak jumlah mahasiswanya, karena para petinggi kampus/program studi membuat kebijakan berupa penghapusan skripsi. Selain itu, juga alasan kesulitan mencari dosen pembimbing serta pembuatan skripsi yang lama walaupun mutu lulusan dipertanyakan. Karena khawatir dianggap lulusan suatu kampus hanya sedikit, skripsi dihapus. Jadi, orientasi para petinggi kampus hanya berpikir jumlah kelulusan meningkat, tapi mutu dipertanyakan. Kesulitan membuat skripsi dan tesis pernah juga dirasakan oleh penulis sewaktu menjadi mahasiswa walaupun penulis mampu menyelesaikan kedua karya ilmiah tersebut secara tepat waktu, baik ketika menjadi mahasiswa S1 di UI maupun S2 di UNJ. Bahkan pada saat-saat awal menjadi dosen pun, terkadang masih susah untuk mengevaluasi tulisan skripsi mahasiswa. Khususnya untuk menentukan apakah tulisannya baik atau buruk. Namun, seiring berjalannya waktu, setelah cukup banyak meneliti serta menulis dan menerbitkan buku, akhirnya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sebenarnya menulis, baik skripsi atau pun yang lainnya relatif mudah bila sudah mengetahui cara-cara/kiatnya. Langkah-langkah tersebut adalah: a) Mampu melihat serta memilih masalah yang akan ditulis b) Mampu memetakan apa masalahnya dan dari mana kita mengetahui bahwa itu menjadi suatu masalah c) Mengapa kita memilih masalah tersebut, apakah memang kita yang memilihnya ataukah dosen pembimbing yang menentukannya. d) Bagaimana masalah tersebut akan dapat diselesaikan. Hal ini tentunya memerlukan kajian teori-teori apa untuk memecahkan massalah tersebut. e) Seandainya masalah tersebut dapat dipecahkan, apa yang akan kita dapatkan. f) 2016 Mampu merumuskan masalah yang dipilih. 8 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam membuat abstrak, kita perlu membagi menjadi tiga tahapan utama, yaitu pengenalan berupa apa, mengapa, serta batasan-batasan masalah, yang nantinya akan jadi bab satu dan dua. Lalu, tahapan kemajuan, yaitu bagaimana masalah tersebut coba untuk dipecahkan, termasuk juga pembahasannya, yang nantinya akan jadi bab tiga dan 4, serta tahapan simpulan, berupa pemecahan masalah yang nantinya menjadi bab 5. Meskipun bahasa Indonesia sudah biasa dipakai dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sering tidak mudah untuk mengungkapkannya, terlebih lagi penulis kurang memahami kaidah-kaidah bahasa Indonesia. Sering dilupakan perbedaan antara paragraf dengan kalimat. Sebenarnya, sebuah kalimat dalam tulisan tidak berdiri sendiri, melainkan kait-mengait dengan kalimat lain guna membentuk paragraph. Paragraf merupakan satuan kecil sebuah karangan yang membangun satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang karangan yang membangun satuan pikiran sebagai bagian dari pesan yang disampaikan oleh penulis dalam karangannya. Dapat dikatakan bahwa menulis karangan yang baik sesungguhnya pekerjaan menulis dan merangkai paragraf dengan baik. Namun, terkadang, kita kesulitan untuk mengembangkan sebuah gagasan tulisan untuk dijadikan sebuah paragaf. Entah karena kehabisan ide/gagasan, malas, atau sekian banyak alasan lainnya. Saya pun tidak jarang menjumpai hambatan ini. Jika sudah demikian, kita hanya bisa kesal. Parahnya lagi, kita seakan sudah tidak berkeinginan lagi untuk meneruskan tulisan kita. Sayang,kan? Sebenarnya, ada sebuah upaya untuk mencegah hal tersebut, atau setidaknya mengurangi masalah itu, yaitu dengan cara membuat kerangka tulisan. Membuat kerangka tulisan tidaklah sulit, meskipun juga bukan sebuah hal mudah. Pada intinya, kerangka tulisan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pengantar/ pendahuluan, isi tulisan, dan pembahasan serta penutup yang biasanya berupa kesimpulan dan saran. Kerangka, seperti namanya, adalah sebuah bentukan belum sempurna sebuah benda yang akan berproses menjadi lebih sempurna setelah ditambah dan dipoles sedemikian rupa. Sebuah kerangka tulisan tidak bisa menjelaskan secara gamblang keseluruhan tulisan, namun dapat digunakan sebagai pemandu bagi si penulis untuk selalu menuliskan semua hal yang masih tercakup di dalam kerangka tersebut. Dengan demikian, si penulis akan dapat selalu mengontrol tulisan dan alur cerita sesuai dengan ide semula. Berikut adalah penjelasan tataran bahasa sebagai pengetahuan menulis. 2016 9 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Tataran bahasa atau linguistik adalah tingkatan kajian dalam kebahasaan. Pada kesempatan lain Verhaar (1992:79) menyebutkan dengan istilah taraf hierarkis. Beliau membagi taraf hierarkis atas empat, yaitu fonetik, fonologi, morfologi, dan sintaksis. Secara jelas, beliau gambarkan sebagai berikut: sintaksis fungsional tidak fungsional morfologi tata bahasa fonologi analisis bunyi; di luar tata bahasa fonetik Dari gambar tersebut, terlihat bahwa tataran sintaksis dan morfologi termasuk tata bahasa atau gramatika yang merupakan tataran linguistik yang paling tinggi. Sedangkan fonologi dan fonetik hanya merupakan analisis bunyi yang berada di luar tata bahasa. Itu sebabnya kedua tataran di luar ini, banyak ahli bahasa menyebutkan fonologi saja. Hal itu disebabkan juga oleh cara kerja fonetik yang hanya menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut perbendaharaannya, tanpa memperhatikan segi fungsionalnya, sedangkan fonologi menyebutkan bunyi bahasa hanya menurut segi fungsionalnya. Semantik yang menurut Verhaar (1992:9) dianggapnya sebagai cabang semantik bahasa yang menyelidiki makna atau arti tidak dimasukkannya sebagai taraf hierarkis. Alasannya semantik berada pada taraf leksikon dan juga berada pada taraf gramatika. Secara jelas Verhaar menggambarkan sebagai berikut: sintaksis (sebagian bermakna) Makna gramatika (sebagian morfologi (bermakna) fonologi (tidak bermakna tetapi berfungsi sebagai sebagai pembeda arti) fonetik (tidak bermakna) 2016 10 tata bahasa Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id bermakna) Makna leksikal leksikon (bermakna) Pada kesempatan terpisah, Pateda (1982:6) memasukkan semantik sebagai tataran linguistik. Ia mempertegas bahwa semantik berobjek makna, walaupun semantik tidak mempunyai hubungan fungsional dengan ketiga tataran lainnya. Untuk tataran fonologi ia juga memasukkan ke dalam tataran gramatika (tata bahasa). Pengaruh perkembangan fonologi sebagai subdisiplin linguistik mengantarkan fonologi pada tataran gramatika. Ini menjadi alasan utama. Secara jelas, ia gambarkan dalam sketsa berikut: Sintaksis Morfologi Gramatika Fonologi Semantik Pada kesempatan ini, yang menjadi acuan pembicaraan ialah menyangkut ketiga tataran linguistik yang terlihat secara gramatika. Sekali pun dihadirkan semantik dalam bagian ini, tetap sebagai penambahan wawasan saja. Untuk kajian salah kaprah, hanya melihat dari tiga tataran. Ketiga tataran itu adalah fonologi, morfologi, dan sintaksis. Fonologi Secara etimologis fonologis yang terbentuk dari dua kata yakni fono yang bermakna bunyi dan logos yang bermakna ilmu, maka fonologi bermakna ilmu bunyi. Keraf (1987:30) memberikan definisi fonologi sebagai bagian dari tata bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam ilmu bahasa. Fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik diartikan sebagai ilmu yang menyelidiki dan menganalisis bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia. 2016 11 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Dalam bidang fonetik ini masih dibagi lagi atas tiga cabang. Pertama fonetik artikulatoris. Bagaimana persitiwa terjadinya bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia merupakan kajian fonetik artikulatoris. Kedua adalah fonetik akustik yang kajiannya adalah bagaiman cara terjadinya getaran udara yang terjadi di antara mulut pembicara dengan telinga pendengar. Ketiga adalah fonetik auditoris. Fonetik auditoris melihat bagaimana reaksi pendengar kepada rangsangan fisik tertentu yang dikenalnya yang dilakukan terhadap telinganya. Fonemik diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bunyi-bunyi dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Dalam hubungan dengan fonologi ada beberapa pengetahuan yang dinilai penting untuk diketahui. Pengetahuan itu antara lain: Fonem Fonem adalah kesatuan yang terkecil yang terjadi dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti. Untuk membuktikan suatu fonem dapat digunakan pasangan minimal. Misalnya: Mata, mate, mati, matu Kata-kata tersebut di atas memiliki makna yang berbeda, yaitu: Mata adalah indera untuk melihat dan ukuran berat yang dipergunakan untuk candu Mate adalah tumbuhan yang daunnya mengandung kofeina, dibuat minuman seperti teh Mati berarti sudah hilang nyawanya, tidak bernyawa, tidak berair, tidak berada lagi, padam, tidak terurus, tidak dapat berubah lagi, dan sudah tidak dipergunakan lagi, serta tidak ada gerak atau kegiatan Matu adalah ukuran berat untuk menentukan keuletan (mutu) emas Jadi, a, e, i, dan u merupakan fonem. Demikian pula fonem-fonem yang lain dalam bahasa Indonesia yang kita kenal sebanyak 26 fonem. Lambang fonem disebut huruf yang secara jelas dapat dilihat dalam daftar berikut: 2016 12 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id No Huruf Nama No Huruf 1 A 2 Nama a a 14 N n en B b be 15 O o o 3 C c ce 16 P p pe 4 D d de 17 Q q qi 5 E e e 18 R r er 6 F f ef 19 S s es 7 G g ge 20 T t te 8 H h ha 21 U u u Daftar di atas tersebut disebut abjad, yakni kumpulan huruf berdasarkan urutan dalam 9 i i dengan berdasarkan 22 ve bahasa tertentu.I Penulisan/penyusunan abjad Vdisebutvpenyusunan atau alfabetis. 10 penulisan secara J j je 23 W w we Vokal 11 ka 24 X x eks 12 K k L l ujaran yangel terjadi karena25udara yang keluar Y y paru-paru ye Vokal adalah bunyi dari melalui alat ucapMtidak mendapat halangan. lima 13 m em Vokal dalam 26 bahasa Indonesia Z z dikenalzet buah, yaitu: Huruf di depan di tengah di belakang a api padi lusa e+ enak petak turne emas kena metode i itu simpan murni o oleh kota toko Dua vokal berbeda bergabung yang diikuti oleh bunyi konsonan kuncur w atau y disebut u ulang bumi ibu diftong atau vokal rangkap. Diftong dalam bahasa Indonesia dikenal tiga macam, yaitu: Diftong di depan di tengah di belakang ai ain syaitan pandai au 13 2016 oi Bahasa aula Indonesia saudara Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd -- bokiot harimau Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id amboi Bunyi ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari alat ucap yang terdapat dalam tubuh manusia. Alat ucap yang diperlukan untuk menghasilkan suatu bunyi ujaran terdiri atas tiga macam, yakni: Udara, yang dialirkan keluar dari paru-paru Artikulator, bagian dari alat-alat ucap yang dapat dipergunakan atau digeserkan untuk menimbulkan suatu bunyi Titik artikulasi ialah bagian dari alat-alat ucap yang menjadi tujuan sentuh dari artikulator Vokal dibedakan berdasarkan posisi bibir dan lidah, yaitu: 1. Posisi bibir terdiri atas: Vokal bundar, bila posisi bibir bundar: o, u, a Vokal tak bundar, bila posisi bibir rata: i, e 2. Posisi lidah terdiri atas: Berdasarkan tinggi rendahnya lidah, meliputi: Vokal depan, bila ujung dan belakang lidah dinaikkan sewaktu melafalkan vokal i & e Vokal belakang, bila bagian belakang lidah diangkat sewaktu melafalkan bunyi; u, o, a Vokal pusat, bila lidah rata sewaktu melafalkan bunyi; e (pepet) Berdasarkan maju-mundurnya lidah, meliputi: Vokal atas, bila lidah diangkat ke alveolum bunyti ujaran sewaktu melafalkan bunyi; i, u Vokal tengah, bila lidah mendatar sewaktu melafalkan bunyi; e (pepet) Vokal bawah, bila lidah diundurkan ke bawah sewaktu melafalkan bunyi; a Untuk lebih jelas, perhatikan bagan vokal dalam bahasa Indonesia berikut: Jenis vokal depan pusat belakang atas i -- u tengah e e o 2016 14 bawah Bahasa Indonesia -- S.S., M.Pd Dadi Waras Suhardjono, Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id a -- Konsonan Konsonan adalah bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paruparu melalui alat ucap mendapat halangan. Konsonan dalam bahasa Indonesia, yakni: 2016 Huruf di depan di tengah di belakang b bahasa sebut adab c cakap kaca -- d dua ada abad f fakir kafan maaf g guna tiga jajag h hari saham buah j jalan manja -- k kami paksa politik l lekas alas kesal m maka kami diam n nama anak daun p pasang apa siap r raih bara putar s sampai asli lemas t tali mata rapat v varia lava -- w wanita hawa -- x xenon -- -- y yakin payung z zeni lazim 15 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id -juz Selain dari konsonan di atas terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yakni: Gabungan Huruf Contoh pemakaian dalam kata Konsonan di awal di tengah di belakang kh khusus akhir tarikh ng ngilu bangun senang ny nyata hanyut -- sy syarat isyarat arasy Morfologi Morfologi merupakan tataran linguistik yang kedua. Morfologi menurut Ramlan (1985:19) ialah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik. Pendapat ini senada dengan pendapat Verhaar (1992 : 52) yang menyatakan bahwa morfologi adalah bidang linguistik yang mempelajari susunan bagian-bagian kata secara gramatikal. Badudu (1987 : 66) mendefinisikan morfologi sebagai ilmu yang memicarakan morfem yaitu bagaimana kata dibentuk dari morfem-morfem yaitu bagaimana kata dibentuk dari morfem-morfem. Demikian pula Alwasilah (1987 : 10) secara tegas menyatakan bahwa morfologi adalah bagian linguistik yang memplejarai morfem. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa morfologi adalah tataran linguistik yang menelaah tata bentuk kata (morfem). Dengan demikian, dalam bagian ini kita tidak dapat terlepas dari morfem dan kata. Morfem diartikan sebagai satuan bentuk bahasa terkecil yang mempunyai makna, secara relatif, stabil, dan tidak dapat dikaji atas bagian bermakna yang lebih kecil. Bandingkan dengan kata yang juga merupakan satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem. Jadi, semua kata merupakan morfem, tetapi tidak semua morfem merupakan kata. Misalnya pada kalimat: Navely pergi ke toko membeli kain. Kalimat di atas terdiri dari enam kata yakni Navely, pergi, ke, toko, membeli, dan kain. Tetapi kalimat tersebut di atas terdiri dari tujuh morfem yakni Navely, pergi, ke, toko, beli, kain, dan me-(m). Kata jika dibiarkan tersendiri, terdapat dua pembagian jenis, yakni: 1. Pembagian jenis kata menurut tata bahasa tradisional terdiri atas sepuluh jenis, yakni terlihat dalam daftar berikut: No Jenis Kata Nama lain Contoh 01. Kata benda nomina angin, buku, malaikat, laut, adik, ibu 02. Kata kerja verba menulis, makan, minum, tidur 03. Kata sifat adjektiva tinggi, rendah, cantik, panas, dingin 04. Kata ganti pronomina kami, dia, saya, mereka, Anda, kamu 05. Kata keterangan adverbia dengan baik, besok, pasar, perlahan 06. Kata bilangan numeralia satu, kesatu, tiga, ketiga, lima puluh 07. Kata sambung konjungsi dan, karena, tetapi, jika, atau, jika 08. Kata depan preposisi pada, di, ke, dari, kepada, bagi, untuk 09. Kata sandang artikel sang, si, (sapaan; Tuan, Nyonya) 10 Kata seru interjeksi wah, ah, celaka, yah, masya Allah 2. Pembagian jenis kata baru Dalam pembagian ini, kata hanya terbagi atas empat jenis, sebagaimana terlihat dalam daftar berikut: 2013 17 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id No Jenis Kata Nama lain Contoh 01. Kata benda nomina perbuatan, pelari, pemain, kehendak 02. Kata kerja verba berjalan, menyanyi, berenang, berlari 03. Kata sifat adjektiva mahal, murah, kaya, miskin, pahit 04. Kata tugas - akan, telah, sedang, sudah, belum Untuk memudahkan pengenalan morfem, Ramlan (1985:32 – 40) menyarankan enam prinsip. Prinsip itu ialah: a. Satuan-satuan yang menpunyai struktur fonologik (urutan fonem) arti atau makna yang sama merupakan satu morfem. Contoh: Baju; berbaju, menjahit baju, baju biru, baju batik Merupakan satu morfem karena satuan baju memiliki struktur fonologik dan arti yang sama. Demikian pula pada satuan baca berikut: Membaca, dibaca, membacakan, dibacakan, pembaca, pembacaan, terbaca, bacaan, ruang baca, bacakan, bacalah Morfem seperti bentuk baju dan baca di atas, ini disebut morfem bebas. b. Satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda merupakan satu morfem apabila satuan-satuan itu mempunyai arti atau makna yang sama, dan perbedaan struktur fonologiknya dapat dijelaskan secara fonologik. Contoh: mem-, men-, meny-, meng-, mengge-, dan me- merupakan satu morfem. Satuan-satuan tersebut di atas berubah bentuk karena pengaruh fonem awal satuan yang mengikutinya, sehingga berbeda struktur fonologinya, tetapi mempunyai makna yang sama, ialah menyatakan tindakan aktif. Struktur fonologiknya yaitu: me(m) – baca = membaca me-(n) – dukung = mendukung me-(ny) – suruh = menyuruh 2013 18 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id me-(ng) – gali = menggali me-(nge) – bom = mengebom me-(tetap) – lerai = melerai Satuan-satuan mem; men; meny; meng; menge; me; merupakan satu morfem. Morfem ini biasa disebut morfem terkait. c. Satuan-satuan yang mempunyai struktur fonologik yang berbeda, sekalipun perbedaannya tidak dapat dijelaskan secara fonologik, masih dapat dianggap satu morfem apabila mempunyai arti dan makna yang sama, dan mempunyai distribusi yang komplementer. Contoh: bel- pada belajar (khusus kata ajar) be- pada bekerja (suku pertama berakhiran er = ker-ja) ber- pada berjalan (alomorf morfem ber-) Satuan-satuan bel-, be-, dan ber- merupakan satu morfem. Morfem ini disebut juga morfem terikat. d. Apabila dalam deretan struktur, suatu satuan berparalel dengan suatu kekosongan, kekosongan itu merupakan morfem. Contoh; i. Ia membeli sepeda ii. Ia memasak nasi iii. Ia membaca buku iv. Ia menjahit baju v. Ia menulis surat vi. Ia makan roti vii. Ia minum es Ketujuh kalimat di atas berstruktur SPO. Pada kalimat i, ii, iii, iv, dan v, kata kerja transitif ditandai oleh adanya meN-, sedangkan kalimat vi dan vii ditandai oleh kekosongan, ialah tidak adanya meN-. Kekosongan itu disebut morfem zero. e. Satuan yang mempunyai struktur fonologi yang sama mungkin merupakan satu morfem mungkin pula merupakan morfem yang berbeda. Ketentuannya: Satu morfem bila satuan struktur fonologik sama tetapi berbeda arti, contoh: Ia membaca buku (kitab) Buku tebu (sendi) 2013 19 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Satu morfem bila distribusinya tidak sama, walaupun mempunyai arti yang berhubungan, contoh; Ia sedang duduk (predikat) Duduk orang itu sangat sopan (subjek) Berbeda morfem bila distribusinya sama, contoh; Mulut gua itu lebar (subjek) Mulut orang itu lebar (subjek) f. Setiap satuan yang dapat dipisahkan merupakan morfem, contoh; bersandar = ber-sandar dan sandaran =sandar – an Jadi, ber-, sandar, dan –an, merupakan morfem 2013 20 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Badudu, J.S. 1994. Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung : Pustaka Prima ---. 1995. Membina Bahasa Indonesia Baku II. Bandung : Pustaka Prima Bastomi, Hepi Andi. 2012. Menghidupkan Tradisi Menulis: Buletin Al-Bunyan Kartimi, Tiem. 2006. Perencanaan Menulis Karangan. Bogor: Universitas Pakuan Muchlisoh, dkk. 1993. Materi Pokok Bahasa Indonesia 3 Modul 1-9. Jakarta: Universitas Terbuka Nursisto. 2000. Penuntun Mengarang. Jakarta: Adicita Ramlan, M. 1985. Morfologi Suatu Tinjauan Deskriptif. Yogyakarta : Karyono Romli, Asep Syamsul M. 2003. Lincah Menulis Pandai Berbicara. Bandung:Nuansa Cendikia Rosidi, Imron. 2009. Menulis, Siapa Takut? Yogyakarta: Kanisius. Verhaar, J. W. M. 1992. Pengantar Linguistik. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Wirjosoedarmo, Soekono. 1985. Tata Bahasa Indonesia. Surabaya : Sinar Wijaya 2013 21 Bahasa Indonesia Dadi Waras Suhardjono, S.S., M.Pd. Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id