Bencana datang tanpa disadari namun berdampak cukup luas

advertisement
MITIGASI BENCANA WILAYAH PESISIR
Oleh: Ir. Hj. Kartika Sukmawati
Mantan Kepala Bappeda dan Dinas PU Kabupaten Cianjur
Bencana selalu datang tanpa disadari, namun dapat
berdampak luas terhadap semua aspek yang ada di
sekitarnya. Indonesia, sebagai negara maritim, sangat
merasakan dampak yang ditimbulkan bencana,
terutama gempa bumi yang disebabkan berbenturannya
dua lempeng di dasar laut. Pengelolaan kawasan
pesisir yang belum sempurna mengakibatkan dampak
yang ditimbulkan setiap bencana cukup luas.
Kejadian gempa berkekuatan 8,9 SR yang dikuti
gelombang tsunami pada 26 Desember tahun 2004 di Nangroe Aceh Darusalam merupakan
kejadian bencana yang tidak bisa dilupakan bangsa ini. Dalam sekejap, ribuan jiwa melayang dan
Aceh menjadi bak rata dengan tanah. Tidak ada satu orang pun yang menyangka kejadian maha
dahsyat itu terjadi, semua tersadar ketika bencana telah melumat dan meluluhlantakkan semua
yang diterjangnya.
Gempa yang terus terjadi dengan episentrum berpusat di wilayah laut, membuat sadar bahwa
negara harus mulai memikirkan cara dan upaya meminimalkan dampak bencana terhadap
eksosistem daerah yang dilanda, tak terkecuali wilayah pesisir. Namun perlu disadari, tsunami
hanya satu dari sekian banyak bencana yang dapat berdampak cukup luas. Beberapa bencana
lainnya seperti abrasi, erosi dan sedimentasi juga menjadi ancaman dan perlu penanganan serius.
Berbagai bencana yang timbul akibat pemanfaatan ruang yang salah di wilayah pesisir perlu
mulai diperhatikan.
Banyak yang bisa diangkat sebagai satu contoh kongkrit kerusakan wilayah pesisir yang bisa
mengakibatkan dampak luas ketika bencana datang. Sebut saja peralihan fungsi lahan bakau
menjadi lahan tambak maupun penggalian pasir laut secara brutal yang mengakibatkan
meluasnya cakupan ombak laut ke bibir pantai. Semuanya akan berujung pada kerusakan wilayah
pesisir. Jika tidak ditangani lebih serius, bukan tidak mungkin ekosistem yang berada di wilayah
pesisir beranjak menuju kepunahan dalam kurun waktu mendatang.
Beberapa tahun terakhir, fenomena alam berupa air pasang yang menghantam pemukiman
penduduk pesisir dan terjadinya air rob yang menggenangi kawasan lain sering terjadi. Jika mau
disadari, kejadian-kejadian tersebut merupakan dampak tindakan yang salah dalam
memperlakukan wilayah pesisir. Bencana itu menjadi rutinitas tahunan sejalan dengan perubahan
iklim yang cukup signifikan. Setidaknya, rentetan kejadian tadi memberikan garis merah untuk
ditanggulangi. Salah satu cara meminimalkan dampak kerusakan akibat bencana tersebut dengan
menyiapkan mitigasi bencana di wilayah pesisir.
Mitigasi adalah sebuah upaya melakukan perencanaan yang tepat guna meminimumkan dampak
bencana. Mitigasi bukanlah sebuah strategi akhir, namun diperlukan agar resiko-resiko yang ada
dapat diminimalisir. Untuk itu diperlukan berbagai bentuk pendekatan dalam menetapkan
strategi mitigasi yang diperlukan.Menurut Ongkosongo, 2004, daerah pantai, pesisir dan pulaupulau kecil merupakan bagian yang paling dinamik, karena selalu berhubungan dengan kondisi
lingkungan yang juga dinamik. Dinamika tersebut dapat terjadi karena gerakanan masa air serta
akibat bencana alam yang sering terjadi di wilayah lepas pantai seperti gempa, banjir pasang,
angin besar dan wabah penyakit. Kondisi seperti itu menuntut adanya upaya deteksi, mitigasi
sampai pencegahan dan pananganan bencana sebaik mungkin. Tahapan upaya untuk melakukan
deteksi, mitigasi dan pencegahan degradasi akibat bencana dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan akar masalah penyebab degradasi, komponen utama yang menjadi pokok
pendeteksi, satuan upaya deteksi dan tindakan umum deteksi bencana. Sementara menurut Clark
(1996), prinsip mitigasi bencana di suatu wilayah mencakup empat poin penting masing-masing,
peningkatan antisipasi kerusakan yang merupakan bentuk mitigasi yang menunjukkan
‘peningkatan penanganan’ kerusakan sederhana dari sebuah ekosistem. Dalam hal ini, bisa
dicontohkan seperti pemugaran sirkulasi air yang kemudian di perbaiki. Faktor ini harus
mempertimbangkan keberadaan ekosisitem sehingga pelaksanaan kegiatan tidak berkibat pada
kelangsungan hidup ekosistem yang berada di cakupan daerah tersebut.Kedua, meminimalkan
(reduksi) dampak. Faktor ini merupakan sebuah model dari mitigasi untuk mengurangi dampak
kegiatan atau pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam pesisir. Beberapa tahun ini, telah banyak
dilakukan penambangan pasir besi di wilayah pesisir pantai selatan Jawa yang dilakukan secara
tradisional, sehingga berakibat pada kerusakan alam. Tindakan ini seharusnya lebih memikirkan
dampak yang akan ditimbulkan secara luas terutama pada proses pemijahan benih ikan di wilayah
pesisir dan kerusakan permanen pada sumber daya yang ada.
Bila faktor yang kedua ini terabaikan oleh semua pihak, maka bencana yang ditimbulkan akan
sangat luas, tidak hanya abrasi bibir pantai tapi juga bencana seperti kekeringan dan hilangnya
ekosistem sebegai salah satu penunjang utama ekonomi masyarakat pesisir. Disini lah pentingnya
mitigasi secara utuh, sehingga dampak bencana benar-benar diminimalkan dan mengarah pada
penanganan perbaikan yang lebih baik untuk kepentingan semua pihak.
Faktor ketiga yang perlu diperhatikan dalam mitigasi di wilayah pesisir adalah kompensasi.
Faktor ini berimplikasi pada upaya perlindungan agar tidak ada sumberdaya yang hilang. Seperti
perlindungan waduk dan keberadaan hutan bakau di wilayah pesisir dengan fungsi untuk
memecah ombak sehingga tidak berdampak luas pada bibir pantai. Faktor keempat adalah
replacement sebagai sebuah bentuk melindungi sumberdaya dengan memanfaatkan ruang yang
ada kemudian melakukan relokasi keruangan lainnya. Faktor ini sangat penting untuk tetap
menjaga kelestarian wilayah pesisir dari dampak bencana baik yang itimbulkan alam maupun
karena kerusakan alam akibat tindakan yang tidak bertanggungjawab dalam mengeploitasi
sumberdaya laut.
Upaya Mitigasi Kerusakan
Upaya mitigasi kerusakan di wilayah pesisir dapat dilaksanakan dengan berbagai bentuk dan
tindakan yang mengarah pada pencegahan dan upaya meminimalkan dampak yang terjadi akibat
bencana. Adapun upaya itu dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain upaya yang
berbentuk struktur. Upaya ini berbentuk sebuah pembangunan infrastruktur di wilayah pesisir
yang mencakup pada pembangunan jalan, sarana prasarana budidaya atau kegiatan ekonomi
masyarakat yang lebih terkontrol atau terpadu dan bersifar antisifatif terhadap kemungkinan
bencana yang terjadi.
Sebut saja upaya mitigasi bencana tsunami yang mempunyai karakter cukup dahsyat terhadap
kerusakan yang ditimbulkan. Upaya mitigasi bencana tsunmai, setidaknya bisa digolongkan
dalam dua bentuk atau jenis antara lain pelestarian alam seperti penanaman kembali hutan bakau
yang telah rusak akibat tindakan tertentu. Tidak kalah penting, perlindungan terhadap terumbu
karang yang merupakan satu ekosistem bermanfaat paling besar di wilayah pesisir. Bentuk
lainnya adalah, tindakan yang dilakukan secara sadar atau buatan seperti pembangunan pemecah
gelombang sejajar pantai untuk menahan besaran gelombang yang ada dan memperkuat desain
bangunan pemukiman atau lainnya yang lebih tahan terhadap gempa yang mengakibatkan
timbulnya tsunami. Pada saat ini, rumah tahan gempa sudah bisa dilihat di Aceh dimana daerah
ini pernah merasakan kedahsyatan tsumani pada desember tahun 2004 lalu.
Upaya lainnya merupakan upaya non struktur. Upaya mitigasi bencana nonstruktural dalam
menangani bencana tsunami adalah upaya nonteknis yang menyangkut penyesuaian dan
pengaturan tentang kegiatan manusia agar sejalan dan sesuai dengan upaya mitigasi struktural
maupun upaya lainnya seperti kebijakan tentang tata guna lahan
kawasan pantai yang rawan bencana, kebijaksanaan tentang standarisasi bangunan (pemukiman
maupun bangunan lainnya) serta infrastruktur sarana dan prasarana, kebijakan tentang eksplorasi
dan kegiatan perekonomian masyarakat kawasan pantai dan terkahir pelatihan dan simulasi
mitigasi bencana tsunami, misalnya, penyuluhan dan sosialisasi upaya mitigasi bencana,
pengembangan sistem peringatan dini adanya bahaya bencana. Menurut Pratikto (2004), jika
sistem peringatan dini (early warning system) yang berupa informasi tsunami dan gempa bumi
pada sistem pengamatan terdiri dari beberapa proses sebelum statusnya menjadi peringatan, yaitu
deteksi, perhitungan hypocenter, perkiraan tsunami, dan perkiraan resiko berjalan dengan baik,
dampak korban jiwa dapat diminimalisir sekecil mungkin.
Download