BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1. Hasil Belajar Hasil

advertisement
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1.
Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan output dari kegiatan belajar. Berhasil atau tidaknya
sebuah proses pembelajaran dicerminkan oleh hasil belajar. Menurut Suprijono
(2009: 5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hal ini menunjukkan bahwa hasil belajar
tidak dinilai secara terpisah melainkan secara komprehensif.
Hasil belajar menunjukkan perubahan perilaku secara keseluruhan, baik dari
ranah kognitif, afektif maupun psikomotor. Hasil belajar yang efektif menunjukkan
perubahan bukan hanya pada salah satu ranah saja, melainkan ketiga ranah yang
berlangsung secara kompleks dan bersamaan. Seperti yang disampaikan oleh Bloom
(dalam Suprijono 2009: 6), hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan
psikomotorik. Secara umum, aspek kognitif merupakan aspek pengetahuan, afektif
adalah sikap dan psikomotor adalah keterampilan.
Hasil belajar juga merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2009: 22). Dengan demikian
hasil belajar diukur atau diketahui berdasarkan perbedaan perilaku sebelum belajar
dan setelah belajar. Seseorang dapat dikatakan telah belajar apabila ia memiliki
perilaku yang berbeda antara sebelum dan setelah melalui suatu pengalaman.
9
Gagne (dalam Suprijono, 2009: 5) menjelaskan bahwa hasil belajar
diantaranya berupa informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif,
keterampilan motorik, sikap analisasi nilai-nilai dan sikap. Informasi verbal
merupakan kemampuan peserta didik dalam mengungkapkan pengetahuan melalui
bahasa baik lisan maupun tulisan, keterampilan intelektual yaitu kecakapan peserta
didik dalam menganalisis suatu fakta atau konsep, strategi kognitif mengarah kepada
kemampuan peserta didik dalam melakukan aktivitas kognitif, keterampilan motorik
berupa serangkaian gerakan jasmani dalam kegiatan pembelajaran dan sikap adalah
kemampuan dalam menolak atau menerima sesuatu.
Menurut Bloom (dalam Sudjana, 2009: 23-31) mengklasifikasikan hasil
belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.
Adapun penjelasan ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut.
Ranah kognitif. Ranah ini berkenaan dengan intelektual yang meliputi
pengetahuan atau ingatan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis
(C5) dan evaluasi (C6).
Pengetahuan (C1), dimaksudkan disini sebagai terjemahan dari kata
Knowledge dalam taksonomi Bloom. Walaupun demikian, maknanya tidak
sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termaksud pula pengetahuan faktual di
samping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi,
istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari
segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar
10
dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep
lainnya.
Pemahaman (C2), Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pengetahuan adalah
pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang
dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau
menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam taksonomi Bloom,
kesanggupan memahami setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan. Namun,
tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyakan sebab, untuk dapat
memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.
Aplikasi (C3), Aplikasi adalah pengetahuan abstraksi pada situasi kongkrit
atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori atau petunjuk teknis.
Menerapkam abstraksi ke dalam situasi baru disebut aplikasi. Mengulang-ulang
menerapkannya pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau
ketrampilan. Suatu situasi akan tetap dilihat sebagai situasi baru bila tetap terjadi
proses pemecahan masalah.
Analisis (C4), Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsurunsur atau bagian-bagian sehingga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis
merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga
tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman
yang komprehensif dan dapat memilahkan integritas menjadi bagian-bagian yang
tetap terpadu, untuk beberapa hal memahami prosesnya, untuk hal lain memahami
cara bekerjanya, untuk hal lain lagi memahami sistematikanya. Bila kecakapan
11
analisis
telah
dapat
berkembang
pada
seseorang,
maka
ia
akan
dapat
mengaplikasikannya pada situasi baru secara kreatif.
Sintesis (C5), merupakan penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam
bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berfikir berdasarkan pengetahuan hafalan,
berfikir pemahaman, berfikir aplikasi, dan berfikir analisis dapat dipandang sebagai
berfikir konvergen yang satu tingkat lebih rendah daripada berfikir devergen. Dalam
berpikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan
yang sudah dikenalnya. Berfikir sintesis adalah berfikir divergen. Berpikir sintesis
merupakan salah satu terminal untuk menjadikan orang lebih kreatif. Berpikir kreatif
merupakan salah satu hasil yang hendak dicapai dalam pendidikan. Seseorang yang
kreatif sering menemukan atau menciptakan sesuatu. Kreativitas juga beroperasi
dengan cara berpikir divergen. Dengan kemampuan sintesis, orang mungkin
menemukan hubungan kausal atau urutan tertentu, atau menemukan abstraksinya atau
operasionalnya.
Evaluasi (C6), adalah pemberian keputusan tentang nilai sesuatu yang
mungkin dilihat dari segi tujuan, gagasan, cara kerja, pemecahan, metode materil dan
lain-lain.
Ranah Afektif, pada ranah ini berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli
mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang
memiliki penggunaan kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil belajar afektif tampak pada
siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin,
12
motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar dan
hubungan sosial.
Adapun beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar. Kategori
dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks.
1. Reciving/attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima rangsangan
(stimulus) dari luar yang dating kedalam siswa dalam bentuk masalah, situasi,
gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran keinginan untuk menerima
stimulus, control, dan seleksi gejala atau rangsangan dari luar.
2. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulus yang datang dari luar.
3. Valuing (penilaian) berkenaan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau
stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai,
latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai dan kesepakatan terhadap
nilai.
4. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai ke dalam satu system organisasi,
termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan, dan prioritas
nilai yang telah dimilikinya. Yang termasuk ke dalam organisasi ialah tentang
nilai, organisasi system nilai, dll.
5. Karakteristik nilai atau internalisasi niai, yakni keterpaduan semua system nilai
yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Ke dalam termasuk keseluruhan nilai dan karakteristiknya.
13
Ranah Psikomotoris, Hasil belajar psikomotoris tampak dalam bentuk
keterampilan atau skill dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan
keterampilan, yakni: (1) Gerakan refleks (keterampilan pada gerak tidak sadar); (2)
Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; (3) Kemampuan perseptual, termasuk di
dalamnya memberikan visual, membedakan auditif, motoris dan lain-lain; (4)
Kemampuan dibidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; (5)
Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan
yang kompleks; (6) Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive
seperti gerakan ekspresif dan interpretatif.
Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom ini digunakan dalam sistem
pendidikan Nasional. Meskipun demikian, ranah kognitiflah yang paling banyak
dinilai oleh para guru di sekolah-sekolah karena berkaitan dengan kemampuan para
siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah mereka menerima pengalaman belajar atau
proses belajar yang ditunjukkan oleh adanya perubahan tingkah laku, pengetahuan
maupun hasil belajar setelah mengalami suatu proses pembelajaran. Hasil belajar
dibagi menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotoris. Adapun
pada penelitian ini dibatasi pada ranah kognitif meliputi Pengetahuan (C1),
Pemahaman (C2), dan Aplikasi (C3).
14
2.2.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
Menurut Isjoni (2012: 11), Cooperative learning atau pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktifis.
Cooperative learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Menurut Sumarmi (2012: 39), pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokan siswa untuk tujuan
menciptakan pembelajaran yang efektif untuk mengintegrasikan ketrampilan social
yang bermuatan akademis.
Menurut Slavin (2005: 4), Pembelajaran kooperatif adalah merujuk pada
berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompokkelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi
pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu,
saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka
kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Menurut Rusman (2011: 202), pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja
dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari
empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Meskipun
merupakan
suatu
model
pembelajaran
yang
melibatkan
pembentukan kelompok, pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar
kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan
15
sekedar belajar kelompok. Suprijono (2009: 58) mengemukakan bahwa terdapat lima
unsur dalam model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan. Lima unsur
tersebut terdiri dari: (1) Positive interpendence (saling ketergantungan positif) (2)
Personal responsibility (tanggungjawab perseorangan) (3) Face to face promotive
interaction (interaksi promotif) (4) Interpersonal skill (komunikasi antar anggota) (5)
Group processing (pemrosesan kelompok).
Menurut Abdulhak (dalam Isjoni 2012: 85) menjelaskan, langkah-langkah
cooperative learning adalah sebagai berikut: (a) Merumuskan secara jelas apa yang
harus dicapai peserta belajar, (b) Memilih bentuk kegiatan pembelajaran yang paling
tepat, (c) Menjelaskan secara detail proses pembelajaran kooperatif, yaitu mengenai
apa yang harus dilakukan, dan apa yang diharapkan, (d) Memberikan tugas yang
paling tepat dalam pembelajaran, (e) Menyiapkan bahan belajar yang memudahkan
peserta belajar dengan baik, (f) Melaksanakan pengelompokan peserta belajar, (g)
Mengembangkan sistem pujian untuk kelompok atau perorangan peserta belajar, (h)
memberikan bimbingan yang cukup kepada peserta belajar, (i) Menyiapkan
instrumen penilaian yang tepat, (j) Mengembangkan sistem pengarsipan data
kemajuan peserta belajar, baik perorangan maupun kelompok, dan (k) Melaksanakan
refleksi.
Model pembelajaran tipe Group Investigation pertama kali dirancang oleh
Herbert Thelen, yang selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan dan kawankawannya dari Universitas Tel Aviv.
16
Model pembelajaran tipe Group Investigation merupakan perencanaan
pengaturan kelas yang umum dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil
menggunakan pertanyaan kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan
proyek kooperatif. Dalam metode ini, para siswa dibebaskan membentuk
kelompoknya sendiri yang terdiri dari dua sampai enam orang anggota. Kelompok ini
kemudian memilih topik-topik dari unit yang telah dipelajari oleh seluruh kelas,
membagi topik-topik ini menjadi tugas-tugas pribadi, dan melakukan kegiatan yang
diperlukan untuk
mempersiapkan laporan
kelompok. Tiap kelompok lalu
mempresentasikan atau menampilkan penemuan mereka di hadapan seluruh kelas
(Slavin 2005: 24).
Model pembelajaran tipe Group Investigation adalah pembelajaran kooperatif
yang
melibatkan
kelompok
kecil,
siswa
menggunakan
inkuiri
kooperatif
(perencanaan dan diskusi kelompok) kemudian mempresentasikan penemuan mereka
di kelas. Model ini memberikan pengalaman belajar di lapangan secara aktif dan
kooperatif. Pada akhirnya, siswa akan lebih termotivasi untuk menemukan masalah
dan pemecahannya sendiri (Sumarmi 2012: 123).
Model pembelajaran tipe Group Investigation merupakan model pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Pendekatan ini
memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang
berpusat pada guru. Pendekatan ini juga mengajarkan siswa ketrampilan komunikasi
dan proses kelompok yang benar.
17
Dalam implementasi investigasi kelompok, guru membagi siswa dalam
beberapa kelompok dengan anggota 5-6 orang yang sifatnya heterogen. Kelompok ini
dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban, persahabatan atau minat yang
sama dalam topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas
topik yang terpilih, kemudian ia menyiapkan dan mempresentasikan laporan
kelompoknya kepada seluruh kelas (Hamzah dan Nurdin 2011: 109).
Dalam metode Group Investigation, para murid bekerja untuk enam tahap
yaitu: (a) mengidentifikasikan topik dan mengatur murid ke dalam topik (b)
merencanakan tugas yang akan dipelajari (c) melaksanakan investigasi (d)
menyiapkan laporan akhir (e) mempresentasikan laporan akhir (f) evaluasi (Slavin
2005: 218).
Menurut Stahl (dalam Suryani: 1999) menyebutkan bahwa Group
investigationin particular encourages students’ initiative and responsibility for their
work, as individuals, as members of study groups, and as members of an entire class.
The investigation combines independent study as weel as work in pairs and in small
groups (from three to five students). When they complete their search, groups
integrate and summarize their findings and decide how to present the essence of their
work to their classmates. Makna dari pendapat Stahl menyatakan bahwa dalam
investigasi kelompok siswa diberikan tanggung jawab terhadap pekerjaan mereka,
baik secara individu, berpasangan maupun dalam kelompok. Setiap kelompok
investigasi terdiri dari 3-5 orang, dan akhirnya siswa dapat menggabungkan,
mempersentasikan dan mengikhtisarkan jawaban mereka.
18
Pelaksanaan investigasi kelompok menurut Stahl dapat dilakukan dengan
cara: Chosing the problem to investigate, preparing for a group investigation task,
and introducing the project, sedangkan guru dapat berperan dalam guiding the
students and facilitating the process of investigation and helping maintain
cooperative norms of behavior. Pernyataan ini mengandung makna bahwa
pelaksanaan investigasi kelompok dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu memilih
persoalan untuk diivestigasi, menyiapkan tugas investigasi kelompok dan
memperkenalkan proyek yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Sedangkan
peran guru selama pembelajaran investigasi kelompok adalah: membimbing siswa
dan memfasilitasi proses investigasi dan membantu menjaga aturan perilaku
kooperatif.
Slavin (dalam Maesaroh: 2005), mengemukakan hal penting untuk melakukan
metode Group Investigation yakni:
Membutuhkan kemampuan kelompok, didalam mengerjakan setiap tugas,
setiap anggota kelompok harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam
penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai informasi dari dalam
maupun di luar kelas.kemudian siswa mengumpulkan informasi yang diberikan dari
setiap anggota untuk mengerjakan lembar kerja.
Rencana Kooperatif, Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka,
sumber mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan bagaimana
mereka akan mempresentasikan proyek mereka di dalam kelas.
19
Peran Guru, Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar
diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur pekerjaan dan
membantu siswa mengatur pekerjaannya dan membantu jika siswa menemukan
kesulitan dalam interaksi kelompok.
Menurut
Nanang dan
Suhana
(2010:
48),
langkah-langkah
Model
Pembelajaran Group Investigation (GI) yakni : (a) Guru membagi kelas dalam beberapa
kelompok heterogen (b) Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
(c) Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil satu materi tugas yang
berbeda (d) Masing-masing kelompok secara kooperatif membahas materi yang berisi
materi temuan (e) Setelah selesai diskusi kelompok, masing-masing juru bicara,
menyampaikan hasil pembahasannya (f) Guru memberi penjelasan singkat sekaligus
memberi kesimpulan (g) evaluasi (h) penutup.
Ada Enam Tahapan di dalam Pembelajaran Kooperatif dengan Metode Group
Investigation dapat dilihat pada tabel berikut, Slavin (dalam Maesaroh: 2005):
Tabel 1. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation
Tahap I
Mengidentifikasi topik
dan membagi siswa ke
dalam kelompok.
Tahap II
Merencanakan tugas.
Guru memberikan kesempatan bagi siswa
untuk memberi kontribusi apa yang akan
mereka
selidiki.
Kelompok
dibentuk
berdasarkan heterogenitas.
Kelompok akan membagi sub topik kepada
seluruh anggota. Kemudian membuat
perencanaan dari masalah yang akan diteliti,
bagaimana proses dan sumber apa yang akan
dipakai.
20
Tahap III
Siswa mengumpulkan, menganalisis dan
Membuat penyelidikan. mengevaluasi
informasi,
membuat
kesimpulan dan mengaplikasikan bagian
mereka ke dalam pengetahuan baru dalam
mencapai solusi masalah kelompok.
Tahap IV
Mempersiapkan tugas
akhir.
Tahap V
Mempresentasikan
tugas akhir.
Tahap VI
Evaluasi.
Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir
yang akan dipresentasikan di depan kelas.
Siswa mempresentasikan hasil
Kelompok lain tetap mengikuti.
kerjanya.
Soal ulangan mencakup seluruh topik yang
telah diselidiki dan dipresentasikan.
Ciri-Ciri Model Group Investigation, Model pembelajaran ini merupakan
model yang sulit diterapkan dalam pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini
mempunyai ciri-ciri, yakni sebagai berikut:
1.
Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation berpusat pada
siswa, guru hanya bertindak sebagai fasilitator atau konsultan sehingga siswa
berperan aktif dalam pembelajaran.
2.
pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang,
setiap siswa dalam kelompok memadukan berbagai ide dan pendapat, saling
berdiskusi dan beragumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta
memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi kelompok.
21
3.
Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation siswa dilatih
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi, semua kelompok
menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah
dipelajari, semua siswa dalam kelas saling terlihat dan mencapai suatu
perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
4.
Adanya motivasi yang mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
5.
Pembelajaran kooperatif dengan metode Group Investigation suasana belajar
terasa lebih efektif, kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat
membangkitkan
semangat
siswa
untuk
memiliki
keberanian
dalam
mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman lainnya dalam
membahas materi pembelajaran.
Di dalam pemanfaatannya atau penggunaannya model pembelajaran group
investigation juga mempunyai kelebihan dan kekurangan, yakni sebagai berikut:
Kelebihan pembelajaran model group investigation: 1. Pembelajaran dengan
kooperatif model Group Investigation memiliki dampak positif dalam meningkatkan
prestasi belajar siswa. 2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group
Investigation mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa. 3.Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama
dan berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar belakang. 4.
Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki kemampuan
22
yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan pendapatnya. 5. Memotivasi dan
mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai dari tahap pertama sampai
tahap akhir pembelajaran.
Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation yakni Model
pembelajaran group investigation merupakan model pembelajaran yang kompleks
dan sulit untuk dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga membutuhkan
waktu yang lama.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu model
pembelajaran tipe Group Investigation (GI) adalah model pembelajaran yang melatih
siswa untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas serta siswa dapat bertanggung
jawab terhadap apa yang dikerjakannya sehingganya membuat siswa menjadi senang
dan bertanggung jawab. Sintaks yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : (a)
Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok (b) Guru memberikan topik
permasalahan kepada siswa (c) Guru menjelaskan maksud pembelajaran beserta tugas
kelompok (d) Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk mengambil satu materi
yang berbeda (e) Masing-masing kelompok secara bersama-sama membahas serta
mendiskusikan materi yang telah diberikan (f) Setelah selesai diskusi kelompok,
masing-masing perwakilan dari kelompok menyampaikan hasil pembahasannya (g)
Guru membimbing siswa untuk menarik kesimpulan (h) Guru menutup pembelajaran
dengan mengucapkan salam.
23
2.3.
Model Pembelajaran Tipe Make a Match
Model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make a match) yang
diperkenalkan oleh Curran (dalam Eliya: 2009) menyatakan bahwa Make a Match
adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal
sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi point
dan yang tidak berhasil mencocokkan kartunya akan diberi hukuman sesuai dengan
yang telah disepakati bersama. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan
kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang pembelajaran
kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan
kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.
Dengan adanya model pembelajaran kooperatif tipe mencari pasangan (make
a match) siswa lebih aktif untuk mengembangkan kemampuan berpikir . Disamping
itu (make a match) juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan
mengeluarkan pendapat serta berionteraksi dengan siswa yang menjadikan aktif
dalam kelas.
Model Pembelajaran Make a Match artinya model pembelajaran Mencari
Pasangan. Hal-hal yang perlu dipersiapkan jika pembelajaran dikembangkan dengan
Make a Match adalah kartu-kartu. Kartu-kartu tersebut berisi pertanyaan-pertanyaan
dan kartu lainnya berisi jawaban dari pertanyaan tersebut.
Menurut Curna (1994) Model Pembelajaran Make a Match artinya model
pembelajaran Mencari Pasangan. Setiap siswa mendapat sebuah kartu (bisa soal atau
jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia
24
pegang. Suasana pembelajaran dalam model pembelajaran Make a Match akan ribut,
tetapi sangat asik dan menyenangkan.
Tujuan dari pembelajaran dengan model Make a match adalah untuk melatih
peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi
pokok (Fachrudin, 2009 : 168). Siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat
sambil menganalisis dan berinteraksi sosial.
Dalam mengembangkan dan melaksanakan model Make a Match, menurut
Suyatno (2009:42) guru seharusnya mengembangkan hubungan baik dengan siswa
dengan cara : (a) Perlakukan siswa sebagai manusia yang sederajat (b) Ketahuilah apa
yang disukai siswa, cara pikir mereka dan perasaan mereka (c) Bayangkan apa yang
akan mereka katakan mengenai diri sendiri dan guru (d) Ketahuilah hambatanhambatan siswa (e) Berbicaralah dengan jujur dan halus (f) Bersenang-senanglah
bersama mereka.
Model pembelajaran Make and match merupakan model yang menciptakan
hubungan baik antara guru dan siswa. Guru mengajak siswa bersenang-senang dalam
permainan. Kesenangan tersebut juga dapat mengenai materi dan siswa dapat belajar
secara langsung maupun tidak langsung.
Model pembelajaran kooperatif tipe Make a match atau mencari pasangan
merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan
metode ini dimulai dari teknik yaitu siswa diminta mencari pasangan kartu yang
merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokan
kartunya dengan tepat dan benar diberi point.
25
Teknik mencari pasangan yang dimaksud adalah siswa mencari pasangan
yang merupakan pasangan antara soal dan jawaban dalam satu kelompok belajar,
setiap siswa dapat berpartisipasi dalam penyelesaian soal dan jawaban secara
bersama-sama. Siswa yang dapat mencocokan soal dan jawaban sebelum batas waktu
diberi poin.
Teknik mencari pasangan dikembangkan oleh Curron (dalam Huda: 2011),
yang berpendapat bahwa dalam teknik ini siswa mencari pasangan sambil
mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan dan
tehnik ini bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
Kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe Make a match
adalah sebagai berikut: (1) Kelebihan kooperatif Make a match antara lain: (a) Dapat
memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan
menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang lain: hal mana mereka
telah saling membantu kelompok dalam usahanya mencapai tujuan bersama (b) Dapat
memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individu serta
kebutuhannya belajar (c) Melatih siswa teliti dalam mencocokan jawaban dan soal (d)
Melatih ketepatan serta kecepatan siswa dalam berpikir, dan (e) Melatih kecermatan
siswa (2) Kelemahan kooperatif Make a match antara lain: (a) Menuntut pengaturan
tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda-beda pula (b)
Keberhasilan strategi kerja kelompok ini tergantung kepada kemampuan siswa
memimpin kelompok atau untuk bekerja sendiri.
26
Menurut
Huda
(dalam
Lussianda:
2012),
Langkah-langkah
Model
Pembelajaran tipe Make a Match adalah 1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang
berisi beberapa konsep atau topic yang cocok untuk review, satu bagian kartu soal
dan bagian lainnya kartu jawaban. 2. Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1
mendapat kartu soal dan kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3
berfungsi sebagai penilai. 3. Tiap peserta didik mendapatkan satu kartu yang berisi
pertanyaan atau jawaban. 4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang cocok
dengan kartunya (Pasangan pertanyaan-jawaban) 5.Setiap peserta didik yang dapat
mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin oleh penilai. 6. Setelah satu
babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya. 7. Setelah semua siswa mendapatkan pasangannya kemudian siswa yang
berperan sebagai penilai berganti peran menjadi pemegang kartu pertanyaan dan
sebagian memegang kartu jawaban. Sedangkan siswa pada kelompok 1 dan 2
sebelumnya berganti peran sebagai penilai. 8.Kemudian lakukan kegiatan seperti
langkah pada nomor empat dan lima. 9. Kesimpulan dan penutup
Menurut Rusman (2011: 223) langkah-langkah pembelajaran model Make a
Match sebagai berikut: (1) Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa
konsep/topik yang cocok untuk sesi review (satu sisi kartu berupa kartu soal dan sisi
sebaliknya berupa kartu jawaban). (2) Setiap siswa mendapat satu kartu dan
memikirkan jawaban atau soal dari kartu yang dipegang (3) Siswa mencari pasangan
yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya(kartu soal/kartu jawaban) (4)
Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas waktu diberi poin (5) Setelah
27
satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari yang
sebelumnya, demikian seterusnya (6) kesimpulan
Dari beberapa penjelasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan yaitu
pembelajaran tipe Make a Match adalah pembelajaran yang membuat siswa untuk
mencari pasangan dengan teman bersama-sama menyelesaikan tugas yang diberikan
sehingga membuat siswa lebih tanggung jawab, selain itu model pembelajaran ini
dapat membuat siswa merasa ceria, senang, dan melatih mental anak didik untuk siap
pada kondisi dan siatuasi apapun. Sintaks yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: (1) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok; (2) Guru
menyiapkan beberapa kartu sesuai dengan jumlah siswa, yang berisi mengenai materi
pembelajaran yang satunya kartu pertanyaan dan yang lainnya kartu jawaban; (3)
Kemudian guru membagikan kartu tersebut kepada siswa dan masing-masing siswa
mendapatkan satu buah kartu; (4) Setiap siswa diminta untuk mencari pasangan yang
cocok dengan kartunya; (5) Siswa yang dapat mencocokan kartunya sebelum batas
waktu yang ditentukan akan diberi point; (6) Setiap siswa juga bisa bergabung
dengan siswa lain yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya; (7) Siswa
diminta untuk menyimpulkan materi yang telah dipelajari bersama-sama; dan (8)
Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam.
28
2.4.
Integrasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation
Dengan Make A Match
Integrasi berasal dari bahasa Latin yaitu integer, yang berarti keseluruhan atau
seluruh dan bersifat utuh. Integer adalah menggabungkan beberapa bagian sehingga
dapat bekerja sama atau membentuk keseluruhan. Secara etimologi integrasi
merupakan pembauran yang menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Berikut ini adalah langkah-langkah pelaksanaan Pembelajaran Integrasi model
pembelajaran Group Investigation (GI) dengan Make a Match yakni sebagai berikut:
(1) Guru memberikan topik permasalahan kepada siswa (2) Guru membagi siswa
dalam beberapa kelompok (3) Guru memberikan LKS kepada masing-masing
kelompok (4) Masing-masing kelompok mendiskusikan serta menyelasaikan LKS
yang telah diberikan (5) Guru menyiapkan beberapa buah kartu yang berisi mengenai
materi pembelajaran, yang satunya kartu pertanyaan dan yang lainnya kartu jawaban
(6) Guru membagikan kartu yang berisi kartu pertanyaan dan kartu jawaban kepada
siswa sampai setiap siswa masing-masing mendapatkan satu buah kartu (7) Siswa
mencari pasangan yang cocok dengan kartunya masing-masing (8) Siswa yang dapat
mencocokan kartunya sebelum batas waktu, akan diberi poin (9) Setelah satu babak,
kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari yang
sebelumnya, demikian seterusnya (10) Setiap kelompok merangkum hasil
kegiatannya (11) Siswa melaporkan hasil kegiatannya di depan kelas, Siswa yang lain
menanggapinya (seterusnya bergantian sampai semua kelompok terpresentasikan)
29
(12) siswa menyimpulkan materi pembelajaran (13) Guru menutup pertemuan dengan
memberikan salam.
2.5.
Lingkungan Hidup
2.5.1. Pengertian lingkungan hidup
Menurut UU No. 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup,
lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk
hidup
termasuk
manusia
serta
perilakunya
yang
mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Menurut Otto Sumarwoto (1989) lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, dan keadaan dan makhluk hidup, termaksud di dalamnya
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, lingkungan hidup merupakan segala sesuatu
yang berhubungan dengan organisasi dalam melangsungkan kehidupannya.
Lingkungan hidup merupakan keseluruhan unsur atau komponen yang berada di
sekitar individu yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan individu yang
bersangkutan.
Lingkungan hidup sangat dipengaruhi oleh: (a) Hubungan atau interaksi
antarunsur dalam lingkungan hidup. Interaksi bukan hanya menyangkut komponen
biofisik, melainkan menyangkut pula hubungan sosial dalam hal unsur-unsur
lingkungan yang terdiri atas benda hidup dan dinamis (b) Kodisi unsur lingkungan
30
hidup (c) Kodisi fisik, misalnya kondisi suhu, cahaya, dan kebisingan, dan (d) Jenis
dan jumlah masing-masing unsur lingkungan hidup
Lingkungan tempat tinggal Anda merupakan contoh yang paling mudah kita
amati. Di dalamnya antara lain ada burung, kucing, ayam, kupu-kupu bahkan cacing
atau belatung terdapat di sekitar kita bukan? Makhluk hidup yang terdapat dalam
suatu kesatuan ruang tersebut disebut sebagai lingkungan biotik. Sedangkan bendabenda mati yang sangat kita butuhkan seperti udara, tanah, air, dan beberapa mineral
disebut sebagai lingkungan abiotik. Secara umum lingkungan hidup dapat di bagi 2,
yaitu sebagai berikut : (1) Lingkungan biotik meliputi seluruh makhluk hidup, dari
mikroorganisme, tumbuhan, hewan termasuk juga manusia. Lingkungan ini disebut
juga lingkungan organik (2) Lingkungan abiotik adalah segala kondisi yang terdapat
di sekitar makhluk hidup yang bukan organisme hidup, antara lain adalah batuan,
tanah, mineral dan sinar matahari, lingkungan ini disebut juga lingkungan anorganik.
2.5.2. Ekosistem
Ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara
segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.
Gambar 1 : Ekosistem Danau
31
Dari gambar di atas, apa yang dapat Anda simpulkan? Bagaimana ikan
mempertahankan hidupnya di lingkungan danau tersebut? Bagaimana tumbuhan
dapat hidup di perairan danau? Dan apa yang terjadi apabila danau tidak
mendapatkan sinar matahari?
Danau di atas merupakan contoh suatu ekosistem. Tatanan kehidupan danau
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, masing-masing komponen saling
terkait bahkan saling bergantung. Ikan dapat terus hidup di air karena memakan
plankton yang berkembang di danau. Perkembangan plankton karena adanya sinar
matahari sehingga plankton mampu berfotosintesis.
Tidak berbeda dengan plankton, tumbuhan air yang disebut juga hidrofit
sangat tergantung pada air danau, sinar matahari, dan udara. Rongga-rongga udara
pada tumbuhan air memungkinkan tumbuhan tersebut mengapung dalam air dan
rongga udara tersebut merupakan jalan oksigen untuk sampai ke akar tumbuhan.
Bahkan paku air akan menyerap unsur hara langsung dari air danau karena akarnya
yang mengapung di air dan tidak menempel pada dasar danau, beberapa tumbuhan
dan ikan tertentu berinteraksi karena ikan menjadikan tumbuhan sebagai makanan.
Kehidupan dan hubungan antara komponen-komponen di dalam danau inilah yang
kita kenal sebagai ekosistem danau.
Dapatkah Anda menjelaskan bagaimana bentuk interaksi katak dengan air
danau serta tumbuhan danau? Coba sebutkan unsur-unsur lingkungan lain yang
berinteraksi pada ekosistem danau di atas?
32
Pembahasan kehidupan danau seperti di atas dapat kita simpulkan bahwa
ekosistem adalah satu kesatuan daerah antara lingkungan biotik dan abiotik. Kedua
lingkungan ini saling berinteraksi dan saling memengaruhi. Dapat disimpulkan
bahwa ekosistem dicirikan dengan berlangsungnya pertukaran materi atau
transformasi energi yang sepenuhnya berlangsung di antara unsur-unsur dalam
ekosistem. Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan
yang disebut ekosistem.
Ada empat unsur dalam ekosistem, di antaranya adalah sebagai berikut (1)
Lingkungan abiotik (2) Produsen (penghasil tumbuhan) merupakan tumbuhan yang
mampu menyerap energi matahari dan memproduksi makanan melalui fotosintesis
(3) Konsumen yaitu binatang dan hewan (4) Organisme pembusuk (decomposer).
2.5.3. Pemanfaatan Lingkungan Hidup
Unsur-unsur lingkungan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dapat kita
sebut sebagai sumber daya alam, atau dengan kata lain bahwa sumber daya alam
adalah semua tata lingkungan biofisik yang potensial untuk pemenuhan kebutuhan
manusia. Manusia memanfaatkan lingkungan dengan menggunakan bahan-bahan dari
alam yang terbentuk secara alamiah. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan
hidup. Dengan demikian apa yang ada di lingkungan sekitar kita merupakan sumber
daya alam. Lalu bagaimanakah kita menyikapi lingkungan tersebut? Di satu sisi kita
sangat tergantung dengan lingkungan dan cenderung memanfaatkannya dalam jumlah
33
yang tidak sedikit, namun di sisi lain kita harus tetap menjaga keberadaan lingkungan
tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas.
Anda bisa mengamati fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini, berbagai
bencana alam terjadi akibat kurangnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan
hidup. Awal tahun 2006 banjir melanda sebagian besar Kalimantan akibat banyaknya
hutan yang telah ditebangi secara berlebihan. Hampir bersamaan banjir bandang juga
terjadi di Jember- Jawa Timur dan Sinjai-Sulawesi Selatan akibat gundulnya hutan di
daerah tersebut. Fenomena-fenomena tersebut jelas menunjukkan bahwa masih
banyaknya oknum tertentu yang tidak bertanggung jawab dan tanpa memikirkan
kelanjutan hutan sebagai sumber daya yang tentunya masih dibutuhkan oleh generasi
berikutnya.
2.6.
Kerangka Berpikir
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa proses pembelajaran
kurang efektif. Hal ini terjadi karena dalam proses pembelajaran selalu berpusat
kepada guru sehingga siswa mengalami hambatan dalam belajar geografi. Hambatan
belajar adalah suatu kondisi dimana siswa tidak dapat belajar dengan baik.
Pada umumnya hambatan yang sering dialami siswa adalah kurangnya
motivasi dan belajar siswa. Menurut Nanang dan Suhana (2010 : 26), Motivasi
merupakan kekuatan (Power motivation), daya pendorong (Driving force), atau alat
pembangun kesediaan dan keinginan yang kuat dalam diri peserta didik untuk belajar
secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan
prilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotorik.
34
Menurut Keller (dalam Wena, 2010: 33) mendefinisikan Motivasi sebagai
intensitas dan arah suatu perilaku serta berkaitan dengan pilihan yang dibuat
seseorang untuk mengerjakan atau menghindari suatu tugas serta menunjukan tingkat
usaha yang dilakukannya.
Melihat hambatan yang dialami oleh siswa, sehingga membuat hasil belajar
siswa menjadi rendah dalam proses pembelajaran, maka peneliti berusaha untuk
mengatasi masalah tersebut dengan mengkolaborasikan dua model pembelajaran
sekaligus yakni model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI) dan
model pembelajaran tipe Make a Match. Pembelajaran kooperatif dengan
menggunakan tipe Group Investigation (GI) dan make a match ini dianggap mampu
mengatasi masalah dan meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran
ini dapat memotivasi belajar siswa dengan teknik: Menimbulkan rasa ingin tahu, rasa
tanggung jawab kepada siswa dengan cara menugaskan siswa untuk mengerjakan
tugas-tugas sesuai yang dimilikinya dan memperpadukan motivasi-motivasi belajar
yang kuat melalui kerja kelompok dan membuat suasana pembelajaran menjadi lebih
menyenangkan serta membuat persaingan yang sehat diantara para siswa serta
mengembangkan persaingan dengan diri sendiri melalui pemberian tugas sehingga
siswa dapat memahami materi yang diberikan dengan baik. Sehingganya dengan
pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan motivasi serta hasil belajar siswa.
35
2.7.
Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat perbedaan antara hasil
belajar siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Group Investigation (GI) dengan Make a Match dengan kelas yang menggunakan
model pembelajaran tipe Make a Match.
36
Download