2015 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LAPAN PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8 UNTUK DETEKSI DAERAH TERGENANG BANJIR (INUNDATED AREA) LI 1 03 002 01 01 PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8 UNTUK DETEKSI DAERAH TERGENANG BANJIR (INUNDATED AREA) PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 2015 i i KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa penyusunan “Pedoman Pemanfaatan Data Landsat-8 Untuk Deteksi Daerah Tergenang Banjir (Inundated Area)” telah dapat diselesaikan dengan baik. Pedoman ini disusun sebagai salah satu tugas Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh (Pusfatja) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dalam mengemban amanat Undang-Undang No. 21 tahun 2013. Berbagai pihak yang telah memberikan kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam membuat buku pedoman ini, untuk itu perkenankan kami mengucapkan terimakasih kepada : 1. Segenap pimpinan LAPAN yang telah memberikan segala bentuk naungan dan dukungan dalam kegiatan ini. 2. Para narasumber yang telah mencurahkan segala kemampuan dan ilmunya demi terwujudnya buku penyusunan pedoman ini. 3. Tim penyusun, tim verifikasi dan tim pelaksana dari instansi sektoral terkait maupun dari kalangan intern yang telah bekerja keras hingga terselesaikannya buku pedoman ini. Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, kritik dan saran kami harapkan demi perbaikan buku pedoman ini pada masa yang akan datang. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para pengguna. Jakarta, 14 Desember 2015 Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Kepala Dr. M. Rokhis Khomarudin, M.Si NIP : 197407221999031006 ii iii DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI ii iv BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Tujuan 1 1.3. Ruang Lingkup 1 1.4. Definisi Umum 1 BAB II PENYIAPAN ALAT DAN BAHAN 4 2.1. Pemetaan Unit Pedoman 4 2.2 . Perencanaan Kerja 4 2.3. Data 4 2.4. Peralatan 5 BAB III 3.1. 6 3.1.1. PENGOLAHAN DATA Metode Deteksi Daerah Tergenang Banjir Secara Visual / Manual Pengolahan Awal 3.1.2. Pengolahan Lanjut 8 3.1.3. Pengolahan Akhir 3.2. 3.2.1. Metode Deteksi Daerah Tergenang Banjir Secara Dijital / Otomatis Pengolahan Awal 8 9 3.2.2. Pengolahan Lanjut 3.3. Uji Akurasi 11 BAB IV PENUTUP 12 UCAPAN TERIMAKASIH 6 6 9 9 12 iv v PEDOMAN PEMANFAATAN DATA LANDSAT-8 UNTUK DETEKSI DAERAH TERGENANG BANJIR (INUNDATED AREA) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salahsatu jenis bencana yang sering melanda Indonesia adalah banjir. Bencana ini hampir terjadi di setiap tahun, terutama pada musim hujan pada bulan November hingga Maret. Banjir seringkali menimbulkan bencana yang merugikan baik secara fisik, ekonomi, maupun maupun sosial budaya. Tuntutan terhadap perkembangan teknologi informasi memunculkan permasalahan yang seringkali diangkat ke permukaan, yaitu bagaimana persebaran wilayah yang terkena banjir dapat diketahui dengan lebih cepat, tepat, dan akurat. Selain itu, daerah-daerah manakah yang terkena dampak dari banjir tersebut. Hal ini terkait erat dengan kondisi penutup lahan dan infrastruktur yang terkena imbas genangan banjir. Mengingat sedemikian seriusnya dampak-dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir ini, maka informasi terkait dengan konteks bencana ini sangat dibutuhkan oleh pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat yang berkepentingan atau ikut merasakan dampaknya. Salahsatu informasi mendasar yang sangat dibutuhkan adalah daerah yang tergenang banjir. Informasi ini sangat berguna untuk mengetahui seberapa besar dampak kerugian akibat banjir pada berbagai sektor. Program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca banjir juga sangat memerlukan informasi ini. Citra satelit penginderaan jauh merupakan sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk deteksi banjir. Di Indonesia, sesuai dengan amanat UU Nomor 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan, LAPAN memiliki tugas untuk membuat pedoman pemanfaatan data penginderaan jauh untuk menghasilkan analisis informasi, termasuk di dalamnya informasi daerah tergenang banjir. 1.2. Tujuan Buku ini disusun sebagai pedoman pemanfaatan data Landsat-8 untuk deteksi daerah tergenang banjir. 1.3. Ruang Lingkup Pedoman pengolahan klasifikasi penutup lahan secara digital meliputi Lingkup pedoman ini adalah pemanfaatan data penginderaan jauh jenis Landsat-8 untuk pendeteksian daerah tergenang banjir yang dapat dilakukan baik secara visual/manual maupun dijital/otomatis. 1.4. Definisi Umum Banjir merupakan fenomena alam yang dapat disebabkan oleh faktor alamiah, faktor manusia, maupun kombinasi dari keduanya. Menurut Richard (1955),banjir dapat diartikan ke dalam dua pengertian, yaitu: 1) meluapnya air sungai yang disebabkan oleh debit sungai yang melebihi daya tampung sungai pada 1 keadaan curah hujan tinggi, dan 2) genangan pada daerah dataran rendah yang datar yang biasanya tidak tergenang. Sudaryoko (1987) mengartikan banjir sebagai suatu kondisi di suatu wilayah dimana terjadi peningkatan jumlah air yang tidak tertampung pada saluran-saluran air atau tempat-tempat penampungan air sehingga meluap dan menggenangi daerah di luar saluran, lembah sungai, ataupun penampungan air tersebut. Menurut Sutopo (1999), faktor penyebab banjir dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam serta persoalan banjir yang disebabkan oleh aktifitas penduduk. Kondisi dan peristiwa alam tersebut antara lain curah hujan yang tinggi, jumlah aliran permukaan yang besar, melimpasnya air sungai; dan pembendungan muara sungai akibat air pasang dari laut. Faktor aktifitas penduduk berpengaruh terhadap kejadian banjir, seperti tumbuhnya daerah budidaya di daerah dataran banjir, penimbunan daerah rawa/situ atau reklamasi pantai, menyempitnya alur sungai akibat adanya pemukiman di sepanjang sempadan aliran sungai, dan pengendalian pemukiman di sepanjang sempadan sungai tidak dilaksanakan dengan baik. Bahaya alam, termasuk banjir dapat diketahui dari karakteristik bahayanya, yaitu dari besaran (magnitude, intensitas) dan frekuensinya (Ayala, 2002). Besaran bahaya banjir dapat diketahui dari luas genangan, kedalaman atau ketinggian air, kecepatan aliran air, material yang dihanyutkan, tingkat kepekatan air atau ketebalan endapan lumpur, lama penggenangan, aliran puncak, dan volume total aliran. Sedangkan frekuensi banjir dapat diukur dari jumlah kejadian banjir pada suatu daerah dalam satuan waktu tertentu (Ayala, 2002). Gambar 1.1 memperlihatkan foto lapangan daerah tergenang banjir luapan Bengawan Solo yang berada di Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Tengah. Foto diambil pada bulan Oktober tahun 2013. Gambar 1.1. Foto lapangan daerah tergenang banjir luapan Bengawan Solo (Lokasi: Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur, Sumber: www.merdeka.com; 18 Februari 2013) 2 Metode deteksi secara visual atau manual dalam buku pedoman ini merupakan suatu cara kerja ilmiah untuk memperoleh suatu informasi (spasial) daerah tergenang banjir dengan urutan langkah-langkah secara manual yang mana proses pembacaan citra secara keseluruhan atau sebagian besar menggunakan pemahaman berdasarkan penglihatan visual indera mata manusia. Metode deteksi secara dijital atau otomatis dalam buku pedoman ini merupakan suatu cara kerja ilmiah untuk memperoleh suatu informasi (spasial) daerah tergenang banjir dengan urutan langkah-langkah secara otomatis yang mana proses pendeteksiannya secara keseluruhan atau sebagian besar dilakukan secara dijital. 3 BAB II PENYIAPAN ALAT DAN BAHAN 2.1. Pemetaan Unit Pedoman Kode Unit : LI1 03 002 01 01 Judul Unit : Deteksi daerah tergenang banjir 2.2. Perencanaan Kerja Data citra satelit penginderaan jauh yang dipergunakan pada pedoman ini adalah Landsat-8. Perencanaan kerja meliputi perencanaan sarana, prasarana dan sumberdaya manusia yang memadai. Sarana kerja yang diperlukan meliputi data dan peralatan yang dipergunakan secara langsung dalam pengolahan data. Prasarana yang diperlukan meliputi ruang pengolahan data berikut dengan perlengkapannya (meja, kursi, AC, listrik dan pencahayaan). Sumberdaya manusia yang diperlukan meliputi perorangan yang memiliki kompetensi yang cukup dalam pengolahan data penginderaan jauh. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan tentang penginderaan jauh dan ketrampilan dalam menggunakan piranti lunak pengolah data penginderaan jauh. 2.3. Data Data citra satelit penginderaan jauh yang dipergunakan pada pedoman ini adalah Landsat-8 Level 1T. Data Landsat-8 adalah data yang direkam oleh sensor yang terpasang pada Satelit Landsat-8 atau LDCM (Landsat Data Continuity Mission). Satelit Landsat-8 membawa sensor OLI (Operational Land Imager) dan TIRS (Thermal Infrared Sensor) (Tabel 2.1). Dalam dokumen ini, lingkup pemanfaatan data Landsat-8 untuk deteksi daerah tergenang banjir adalah dengan menggunakan data hasil perekaman oleh sensor OLI. Meskipun penulisan secara lengkap adalah Landsat-8 OLI, namun disini, dengan alasan penyederhanaan, ditulis dengan satu kata saja, yaitu Landsat-8. Tabel 2.1. Karakteristik spektral sensor OLI dan TIRS pada Satelit Landsat-8 (Sumber : USGS) Sensor OLI TIRS No Kanal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Nama Spektrum Visible Visible Visible Visible NIR SWIR 1 SWIR 2 Panchromatic (PAN) Cirrus TIRS 1 TIRS 2 Julat Spektral 0.433 – 0.453 0.450 – 0.515 0.525 – 0.600 0.630 – 0.680 0.845 – 0.885 1.560 – 1.660 2.100 – 2.300 0.500 – 0.680 Resolusi spasial 30 m 30 m 30 m 30 m 30 m 30 m 30 m 15 m 1.360 – 1.390 10.6 – 11.19 11.5 – 12.51 15 m 100 m 100 m 4 Level data citra yang dipergunakan adalah Level 1 Terrain (L1T). Produk data L1T berisikan produk data L1R (Level 1 Radiometrik) yang terkoreksi geometrik secara sistematik, menggunakan Ground Control Points (GCPs) atau informasi posisi onboard. Sistem proyeksi yang dipergunakan adalah UTM dengan datum WGS 84. Data L1T juga telah terkoreksi medan (terrain correction) dari pergeseran relief (relief displacement). Produk L1T berisikan data dengan nilai dijital (Digital Number) dalam format 16-bit integer yang dapat dikonversi ke nilai Top of Atmospere reflectance (kanal 1-9) atau radiance (kanal 10-11) dengan menggunakan faktor skala yang tersedia dalam file metadata. Tabel 2-1 menyajikan karakteristik spektral sensor OLI dan TIRS pada satelit Landsat-8. Paling tidak dibutuhkan sepasang citra, 1 (satu) scene citra tanggal perekaman sebelum (sesaat atau mendekati awal) periode kebakaran dan 1 (satu) scene citra tanggal perekaman setelah (tidak terlalu lama dari akhir) periode kebakaran. 2.4. Peralatan Peralatan yang dipergunakan dalam mengimplementasikan metode pada pedoman ini meliputi piranti lunak (software) dan piranti keras (hardware). Kebutuhan minimal piranti keras yang diperlukan meliputi: (a) Seperangkat komputer desktop, meliputi CPU, keyboard, mouse, monitor (minimal ukuran 14 inch), atau (b) Seperangkat komputer jinjing (Labtop atau Notebook), dengan dilengkapi perangkat mouse dan mouse pad. Ukuran minimal layar adalah 14 inch. Kedua peralatan tersebut, baik komputer desktop maupun jinjing harus kompatibel dan mampu menjalankan dengan baik piranti lunak pengolah data citra yang akan dipergunakan. Kebutuhan minimal piranti lunak yang diperlukan sesuai dengan metode deteksi yang akan dipilih. Untuk metode deteksi secara visual, kebutuhan piranti lunak yang diperlukan adalah: (a) Software pengolah citra (Image Processing Software). Dapat dipilih yang berbayar (licence) maupun yang tidak berbayar (freeware / open source). Contoh software berbayar di antaranya adalah ENVI, ER Mapper, ERDAS Imagine, PCI Geomatic, dan Idrisi. Contoh software yang tidak berbayar di antaranya adalah ILWIS dan Multispec. (b) Software GIS. Dapat dipilih yang berbayar (licence) maupun yang tidak berbayar (freeware / open source). Contoh software GIS yang berbayar di antaranya adalah ArcView, ArcGIS dan MapInfo. Contoh software GIS yang tidak berbayar di antaranya adalah Quantum GIS. Untuk metode deteksi secara dijital atau otomatis cukup mempergunakan software pengolah citra. 5 BAB III PENGOLAHAN DATA 3.1. Metode Deteksi Daerah Tergenang Banjir Secara Visual / Manual 3.1.1. Pengolahan Awal Pengolahan awal meliputi konversi nilai DN menjadi reflektansi, fusi kanal, pembuatan citra komposit warna, penajaman citra, serta pemfilteran spasial. a) Konversi nilai Digital Number (DN) ke Reflektansi Data Landsat-8 yang masih berupa nilai DN perlu dikonversi ke dalam reflektansi. Nilai reflektansi disini adalah TOA planetary reflectance. Untuk mengkonversi menjadi nilai TOA planetary reflectance, menggunakan persamaan sebagai berikut: ρλ' = MρQcal + Aρ ......................................... (3-1) Dimana: ρλ' : TOA planetary reflectance, tanpa koreksi solar angle. Catatan bahwa ρλ' tidak memuat koreksi sun angle. Mρ : Aρ : Qc : Band-specific multiplicative rescaling factor yang diperoleh dari file metadata (REFLECTANCE_MULT_BAND_x, dimana x adalah nomor band). Band-specific additive rescaling factor yang diperoleh dari file metadata (REFLECTANCE_ADD_BAND_x, dimana x adalah nomor band). Quantized and calibrated standard product pixel values (DN). TOA reflectance dengan koreksi sun angle, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: ρλ = ρλ' ρλ' = cos(θSZ) sin(θSE) Dimana: ρλ : θSE : θSZ : ......................................... (3-2) TOA planetary reflectance. Local sun elevation angle. Sun elevation angle di pusat scene citra dalam derajat in degrees disediakan di file metadata (SUN_ELEVATION). Local solar zenith angle; θSZ = 90° - θSE Nilai REFLECTANCE_MULT_BAND_x, REFLECTANCE_ADD_BAND_x, SUN_ELEVATION tersedia dalam file metadata. dan b) Fusi Kanal 6 Fusi kanal adalah menggabungkan beberapa file citra terpisah ke dalam satu file himpunan data (dataset). File data yang digabungkan adalah data kanal 4, 5 dan 6. c) Pembuatan Citra Komposit Pembuatan citra komposit dilakukan teknik penyusunan warna aditif RGB, dimana warna-warna primer (Red, Green, Blue) menjadi komponen penyusunnya. Citra baru yang dihasilkan berupa satu dataset citra multispektral yang terdiri atas tiga saluran yang masing-masing diberi warna Red, Green dan Blue. Citra Landsat-8 komposit warna yang dibuat adalah RGB 654, dimana untuk saluran merah dimasukkan kanal 6, hijau untuk kanal 5 serta 4 untuk kanal biru. Tampilan citra yang dihasilkan ini disebut dengan citra komposit warna semu alami (natural color). d) Penajaman Citra Penajaman citra (image enhancement) merupakan suatu operasi untuk menghasilkan citra ‘baru’ yang memiliki kenampakan visual dan karakteristik spektral yang berbeda. Penajaman citra yang perlu dilakukan meliputi penajaman kontras (contrast enhancement) dan penajaman spasial (spatial enhancement). Penajaman kontras dilakukan dengan teknik perentangan kontras secara linier (linearcontrast stretching) dengan nilai default 1%. Penajaman spasial dilakukan melalui fusi citra multiresolusi, yaitu menggabungkan citra kanal 8 (resolusi spasial 15 meter) dengan kanal multispektral lainnya yang memiliki resolusi spasial 30 meter (kanal 6, 5 dan 4). Teknik penajaman spasial yang dipergunakan adalah transformasi Brovey. Transformasi ini mengubah nilai reflektansi pada setiap saluran multispektral (R, G, dan B), menjadi nilai-nilai baru (RP, GP, dan BP). Persamaan Brovey Transformation yang dipergunakan adalah sebagai berikut: .................................................. (3-3) .................................................. (3-4) .................................................. (3-5) Dalam hal ini, R, G, dan B adalah nilai saluran untuk reflektansi kanal 6, 5, dan 4. Sedangkan P adalah nilai saluran untuk reflektansi kanal 8. Data yang dihasilkan adalah citra baru dengan resolusi 15 meter (nilai saluran 6, 5, dan 4 di-resampling ke ukuran piksel saluran 8). Metode resampling yang dipergunakan adalah tetangga terdekat (nearest neighboard). e) Pemfilteran Spasial Pemfilteran spasial merupakan suatu teknik “penyaringan” informasi spektral sehingga menghasilkan citra baru yang memiliki variasi nilai spektral yang berbeda dari citra aslinya. Citra yang dihasilkan dari pemfilteran ini mempunyai kualitas citra yang lebih baik untuk ekstraksi atau interpretasi pada obyek-obyek tertentu (yang 7 diinginkan). Dalam hal ini, pemfilteran spasial dilakukan untuk menghasilkan citra baru yang mampu menonjolkan obyek-obyek pada daerah tergenang banjir. Untuk menonjolkan obyek-obyek pada daerah tergenang banjir dipergunakan filter jenis high-pass. Jenis filter high-pass yang dipergunakan adalah sharpen 5x5 sebagai berikut: -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 49 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 Hasil pemfilteran akan memperlihatkan visualisasi yang lebih menonjol dan menampilkan batas-batas yang lebih tegas apabila dibandingkan dengan sebelum dilakukan pemfilteran.Sampai dengan langkah ini, maka citra yang dihasilkan telah siap untuk dianalisis lebih lanjut untuk pendeteksian daerah tergenang banjir secara visual. 3.1.2. Pengolahan Lanjut Pengolahan lanjut meliputi kompilasi dengan data fire hotspot, delineasi secara visual, dilanjutkan dengan penyuntingan hasil dijitasi. a) Pengaturan (setting) skala tampilan Sebelum dilakukan delineasi, penting untuk diatur skala tampilan. Mengingat citra Landsat-8 yang dihasilkan (memiliki resolusi spasial 15 meter) dipergunakan untuk menghasilkan informasi (spasial) daerah tergenang banjir pada skala maksium hingga 1: 50.000, maka skala tampilan untuk delineasi di-setting 1:25.000, 1:10.000, dan 1:5.000. b) Delineasi Secara Visual Delineasi visual dilakukan dengan menarik garis (line vector) yang merupakan batas antara piksel-piksel citra yang merupakan daerah tergenang banjir dengan yang bukan. Cara yang dipergunakan untuk mengetahui bahwa piksel tersebut merupakan daerah tergenang banjir adalah dengan mengetahui perubahan kondisi penutup lahan antara sebelum (lahan bervegetasi) dan setelah tergenang banjir. Teknik on-offlayer citra dipergunakan untuk memudahkan untuk mengetahui perubahan tersebut. Perubahan kondisi penutup lahan tersebut diindikasikan oleh perubahan warna non biru menjadi kebiruan. c) Penyuntingan Hasil Delineasi Penyuntingan hasil delineasi dilakukan untuk memperbaiki kesalahankesalahan yang dilakukan selama melakukan proses ‘dijitasi’. Misalnya garis yang belum tersambung, kurang panjang, lebih panjang atau garis-garis yang seharusnya tidak perlu ada (karena salah ‘dijit” atau terlalu pendek). Satu hal yang penting dalam proses penyuntingan ini adalah merubah topologi dari garis (polyline) menjadi area (polygon) serta memasukkan keterangan atribut layer. 3.1.3. Pengolahan Akhir 8 Pengolahan akhir meliputi penyusunan format data dan pembuatan metadata. Informasi (spasial) yang dihasilkan oleh metode deteksi daerah tergenang banjir secara visual ini adalah layer berupa polygon-polygon daerah tergenang banjir dengan format vektor. Format data vektor ini dapat dikonversi menjadi format raster. Untuk hasil proses delineasi dengan software ArcGIS, format data vektor yang pergunakan adalah shapefile (*.shp) atau layer (*.lyr). Metadata dibuat dalam format TEXT (*.txt), yang berisikan keterangan-keterangan: Nama informasi Sumber citra Tanggal perekaman citra: Tanggal periode sebelum banjir Tanggal periode setelah banjir Nomor scene citra Proyeksi Datum Zona UTM Metode deteksi Lokasi administrasi Software yang dipergunakan Nama pembuat Afiliasi pembuat (Organisasi) : Daerah tergenang banjir : Landsat-8 : DD-MM-YYYY : DD-MM-YYYY : Path/Row : UTM : WGS 84 : : Visual/Manual : Kota/Kabupaten, Provinsi : : : 3.2. Metode Deteksi Daerah Tergenang Banjir Secara Dijital / Otomatis 3.2.1. Pengolahan Awal Pengolahan awal meliputi konversi nilai DN menjadi reflektansi dan fusi kanal. Cara konversi dari nilai DN menjadi reflektansi sama dengan bagian 3.1.1. Prosesproses yang lain juga dilakukan yaitu fusi kanal, pembuatan citra komposit, penajaman citra dan pemfilteran spasial. Untuk fusi kanal, file data yang digabung adalah kanal 3,4,5,6, 7 dan 8. Pada metode dijital ini, untuk pembuatan citra komposit, penajaman citra dan pemfilteran dibuat dalam file yang terpisah. 3.2.2. Pengolahan Lanjut Pengolahan lanjut meliputi ekstraksi nilai NDWI, fusi citra NDWI, dan ekstraksi piksel daerah tergenang banjir. a) Ekstraksi nilai NDWI Ekstraksi nilai NDWI dilakukan untuk semua data citra, baik tanggal maupun setelah. Sehingga diperoleh citra NDWI pre (NDWI sebelum sebelum) dan NDWI post (NDWI pada saat/setelah banjir). NDWI yang dipergunakan adalah NDWI McFeeter, yaitu yang menggunakan panjang gelombang band 3 (Green) dan 5 (NIR). Ektraksi nilai NDWI dilakukan dengan menggunakan formula sebagai berikut: NBR 3 5 3 5 ......................................... (3-6) Dimana NDWI adalah Normalized Difference Water Index, 3 merupakan nilai panjang gelombang kanal 3 dan 5 merupakan nilai panjang gelombang kanal 5. 9 b) Fusi citra NDWI Fusi citra NDWI adalah menggabungkan beberapa file data citra NDWI yang terpisah, yaitu NDWI pre dan NDWI post ke dalam satu dataset. c) Ekstraksi piksel daerah tergenang banjir Ekstraksi piksel daerah tergenang banjir dilakukan dengan menerapkan algoritma fungsi IF THEN. Suatu piksel dinyatakan sebagai piksel daerah tergenang banjir apabila memenuhi 2 (dua) persyaratan yang merupakan ambang batas piksel daerah tergenang banjir, yaitu: IF NDWI post ij ≤ ......................................... (3-7) IF ∆ NDWI ij ≥ ......................................... (3-8) ∆ NDWI ij = NDWI preij - NDWI postij ......................................... (3-9) Dimana: NDWI postij merupakan nilai NDWI suatu piksel tertentu dan ∆ NDWI ij merupakan perubahan nilai NDWI piksel tersebut. dan merupakan nilai ambang batas untuk penentuan piksel daerah tergenang banjir (berdasarkan hasil riset empiris di wilayah Indonesia). d) Pengolahan Akhir Pengolahan akhir meliputi pemfilteran dan konversi format dari raster ke vektor. Filter yang dipergunakan adalah majority 3x3 sebagai berikut: 0 0 0 0 1 0 0 0 0 Pengolahan akhir meliputi pemfilteran spasial, penyusunan format data dan pembuatan metadata. Informasi (spasial) yang dihasilkan oleh metode deteksi daerah tergenang banjir secara dijital/otomatis ini adalah piksel-piksel daerah tergenang banjir dengan format raster. Format data raster ini dapat dikonversi menjadi format vektor. Untuk hasil proses delineasi dengan software ER Mapper, format data raster yang dihasilkan dapat berupa adalah ER Mapper Raster(*.ers) atau GeoTIFF (*.TIF). Metadata dibuat dalam format TEXT (*.txt), yang berisikan keterangan-keterangan: Nama informasi Sumber citra Tanggal perekaman citra Tanggal periode sebelum banjir Tanggal periode setelah banjir Nomor scene citra Proyeksi Datum Zona UTM : Daerah tergenang banjir : Landsat-8 : : DD-MM-YYYY : DD-MM-YYYY : Path/Row : UTM : WGS 84 : 10 Metode deteksi Lokasi administrasi Software yang dipergunakan Nama pembuat Afiliasi pembuat (Organisasi) : Dijital/Otomatis : Kota/Kabupaten, Provinsi : : : 3.3. Uji Akurasi Tingkat akurasi hasil deteksi daerah tergenang banjir (inundated area ) yang dihasilkan dari citra Landsat-8 ini dilakukan dengan membandingkannya dengan data daerah tergenang banjir referensi. Data inundated area referensi dapat diperoleh dari: (a) Pengukuran di lapangan; (b) Deteksi dari citra dengan resolusi spasial lebih tinggi; (c) Peta tematik yang dikeluarkan dari sumber-sumber terpercaya. Berdasarkan data daerah tergenang banjir hasil deteksi dari citra Landsat-8 (estimated inundated area) dan data daerah tergenang banjir referensi (reference inundated area), diukur atau dihitung data yang valid (valid data), data komisi (commision data), dan data omisi (ommision data). Data valid adalah data daerah tergenang banjir estimasi yang sesuai (match) dengan data referensi. Data kesalahan omisi adalah data daerah tergenang banjir pada data referensi yang tidak terdeteksi oleh hasil estimasi. Sedangkan data kesalahan komisi adalah piksel daerah tergenang banjir hasil estimasi yang tidak dijumpai pada data referensi. Berdasarkan data jumlah atau luas data valid, data kesalahan omisi, dan data kesalahan komisi, maka dapat diukur besar akurasi pengguna (user's accuracy), akurasi penghasil (producer's accuracy), dan akurasi keseluruhan (overall accuracy), dengan rumus sebagai berikut (Lillesand & Kiefer, 1994; Short, 1982; Jensen, 2005): Akurasipengguna (%) = X 100% ...................................(3-10) Akurasipenghasil (%) = X 100% ...................................(3-11) Akurasikeseluruhan (%) = X 100% ....................(3-12) Dimana V adalah data valid, O adalah data kesalahanomisi, dan K adalah data kesalahankomisi. 11 BAB IV PENUTUP Metode deteksi daerah tergenang banjir ini diharapkan dapat dipergunakan dan bermanfaat semua pihak yang akan menggunakan data penginderaan jauh Landsat-8 untuk menghasilkan informasi tergenang banjir, baik dari kalangan Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, atau masyarakat umum terkait. Dalam praktik operasionalnya, segala kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh para pengguna seyogyanya dapat disampaikan ke Pusat Pemanfaatan Penginderaan Jauh LAPAN. Masukan/saran dari para pengguna sangat diharapkan sebagai masukan bagi Tim Penyusun untuk melakukan perbaikan pedoman ini. Metode yang disusun ini akan terus diperbaiki seiring dengan kemajuan riset penginderaan jauh dalam rangka meningkatkan kualitas informasi yang dihasilkan, menjawab permasalahan yang lebih kompleks serta untuk memenuhi kebutuhan pengguna terkait dengan bencana banjir. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kami ucapkan pada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam menyelesaikan pedoman pemanfaatan data Landsat-8 untuk deteksi daerah tergenang banjir ini. 12 PUSAT PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH - 2015