Pengaruh Nilai terhadap Sikap dan Perilaku

advertisement
7
TINJAUAN PUSTAKA
Perilaku Konsumen
Solomon (2002), menyebutkan bahwa perilaku konsumen merupakan
ilmu yang dipelajari untuk mengetahui proses yang dilakukan individu atau
kelompok untuk menyeleksi, membeli atau menggunakan dan mengkonsumsi
produk, pelayanan, ide atau pengalaman sehingga dapat memuaskan kebutuhan
dan keinginan. Menurut Hawkins, Best dan Coney (2001), perilaku konsumen
adalah studi yang mempelajari tentang individu, kelompok atau organisasi dan
proses untuk menyeleksi, menjamin, menggunakan, dan mengkonsumsi produk,
pelayanan, dan pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan dampak
prosesnya terdapat pada konsumen dan masyarakat.
Sumarwan (2002), mengatakan bahwa perilaku konsumen adalah semua
kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut
pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan
produk atau jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi.
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (1994), perilaku konsumen adalah
tindakan konsumen yang langsung terlibat dalam upaya, mendapatkan,
mengkonsumsi, dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan
yang mendahului tindakan tersebut. Solomon (1999) menyatakan bahwa perilaku
konsumen merupakan studi mengenai proses yang terlibat ketika individu atau
kelompok memilih, membeli, menggunakan, atau menghabiskan produk, jasa,
ide, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan. Kotler
(1997), menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen
dalam membeli/mengkonsumsi produk antara lain adalah faktor budaya, sosial,
pribadi (perbedaan individu), dan psikologis.
Tingginya tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi dirinya dalam
proses keputusan konsumen untuk mengkonsumsi suatu produk dan jasa.
Tingkat pendidikan yang semakin tinggi akan meningkatkan daya beli (Assael
1998). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan konsumen,
maka konsumen akan semakin menyadari dan mengerti tentang pentingnya
mengurangi konsumsi beras, sehingga konsumen dengan tingkat pendidikan
yang tinggi akan lebih berpeluang untuk mengkonsumsi berbagai jenis makanan
pokok lainnya untuk memenuhi kebutuhan pangan. Salah satu bentuk perilaku
8
konsumen yang sering dilakukan oleh sebagian besar masyarakat yaitu, perilaku
mengkonsumsi bahan makanan pokok salah satunya adalah beras.
Konsumsi beras dipilih sebagai makanan pokok karena sumber daya alam
lingkungan mendukung penyediaan beras dalam jumlah yang cukup, mudah dan
cepat pengelolahannya, memberikan kenikmatan pada saat menyantapnya dan
aman dari segi kesehatan (Haryadi 2008). Kebiasaan konsumsi beras biasanya
terjadi karena adanya faktor budaya, dimana nilai, pemikiran, simbol yang
mempengaruhi perilaku, sikap, kepercayaan, dan kebiasaan seseorang dan
masyarakat (Sumarwan 2002).
Nilai Konsumen
Nilai merupakan salah satu unsur budaya. Budaya merupakan salah satu
hal yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian pada konsumen. Konsumen
merupakan makhluk sosial, yaitu makhluk yang hidup bersama dengan orang
lain dan berinteraksi dengan sesamanya. Konsumen saling berinteraksi satu
sama lain, saling mempengaruhi dalam membentuk perilaku, kebiasaan, sikap,
kepercayaan dan nilai-nilai yang dianggap penting (Sumarwan 2002).
Sikap dan tindakan individu dalam suatu masyarakat dalam beberapa hal
yang berkaitan dengan nilai, keyakinan aturan dan norma akan menimbulkan
sikap dan tindakan yang cenderung homogen. Artinya, jika setiap individu
mengacu pada nilai, keyakinan, aturan dan norma kelompok, maka sikap dan
perilaku mereka akan cenderung seragam (Sutisna 2001). Dari budaya itulah
nilai terbentuk.
Nilai adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting
oleh seseorang atau masyarakat. Nilai bisa berarti sebuah kepercayaan tentang
suatu hal, namun nilai bukan hanya kepercayaan. Dalam berperilaku seseorang
diarahkan oleh nilai yang sesuai dengan budayanya. Nilai biasanya berlangsung
lama dan sulit berubah. Nilai akan membentuk sikap seseorang, yang kemudian
melalui sikap akan mempengaruhi perilaku seseorang (Sumarwan 2002).
Nilai menjadi kriteria yang dipegang oleh individu dalam memilih dan
memutuskan sesuatu (Homer & Kahle 1988 diacu dalam De Groot & Steg 2006).
Nilai memberi arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku seseorang, serta
memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan pada setiap
individu. Karenanya nilai berpengaruh pada tingkah laku sebagai dampak dari
pembentukan sikap dan keyakinan, sehingga dapat dikatakan bahwa nilai
9
merupakan faktor penentu dalam berbagai tingkah laku sosial (Rokeach 1973 &
Danandjaja 1985 diacu dalam Ndraha 2005). Nilai hanya dapat dipahami jika
dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku dalam sebuah model metodologis
(Soebijanta 1988, diacu dalam Ndraha 2005)
Nilai
Sikap
Tingkah laku
Gambar 1. Model Metodologis Nilai (Sobijanto 1988)
Rokeach (1973) diacu dalam De Groot & Steg (2006), mengatakan nilai
sebagai keyakinan, nilai memiliki aspek kognitif yaitu meliputi pemikiran individu
tentang apa yang diinginkan, afektif yaitu dapat menjelaskan perasaan individu
atau kelompok, dimana individu atau kelompok tersebut memiliki emosi terhadap
apa yang diinginkan dan tingkah laku yaitu nilai merupakan variabel yang
berpengaruh dalam mengarahkan tingkah laku yang ditampilkan. Nilai dapat
dijadikan kriteria penting bagi setiap individu dalam malakukan evaluasi dan
membuat keputusan (Homer & Kahle 1988 diacu dalam De Groot & Steg 2006).
Engel, Blackwell dan Miniard (1994), menjelaskan bahwa nilai merupakan
kepercayaan (dengan komponen kognitif, afektif, dan tingkah laku) mengenai apa
yang harusnya dikerjakan seseorang (tetapi tidak selalu dikerjakan), baik
mengenai tujuan (keadaan akhir atau elemen terminal) dan cara berperilaku
(komponen instrumental) untuk mencapai tujuan. Nilai pribadi biasanya diukur
sebagai instrumental atau terminal. Nilai instrumental adalah tindakan-tindakan
yang dilakukan untuk mencapai nilai-nilai terminal, sedangkan nilai terminal
merupakan hasil akhir yang ingin dicapai dan dapat diaplikasikan di berbagai
budaya/sistem nilai (Kasali 2005).
Rokeach (1973), diacu dalam Solomon (2002) menyatakan bahwa nilainilai instrumental adalah tindakan-tindakan atau cara-cara yang dilakukan untuk
mencapai nilai terminal tersebut dan merupakan perilaku ideal, yang termasuk
jenis nilai instrumental yaitu ambisius, berpikiran luas, mampu melakukan
sesuatu, ceria, bersih, berani, pemaaf, cepat kaki ringan tangan, jujur,
berimajinasi, independen, intelektual, logis, pecinta, patuh, bertanggung jawab,
sopan, dan pengendalian diri, sedangkan yang termasuk pada nilai-nilai terminal
yaitu hidup yang menyenangkan, hidup yang bergairah, pencapaian prestasi,
dunia yang damai, dunia yang indah, persamaan hak, rasa aman keluarga,
kebahagian, kebebasan, keseimbangan diri, cinta yang dewasa, keamanan
10
nasional, keselamatan, harga diri, bersenang-senang, pengakuan sosial,
persahabatan sejati, dan bijaksana.
Rokeach (1973), diacu dalam De Groot dan Steg (2006) menyatakan
bahwa ciri-ciri nilai terdiri dari lima komponen yaitu: (1) Nilai yang menetap,
karena nilai merupakan sesuatu yang awalnya diajarkan secara terpisah dari nilai
yang lain sebagai sesuatu yang bersifat mutlak, (2) nilai sebagai keyakinan yang
mendasari individu untuk bertindak sesuai keinginannya, (3) nilai mengacu pada
cara bertindak atau kondisi akhir yang ingin dicapai, (4) nilai sebagai pilihan yang
didasarkan pada keinginan, dan (5) Nilai merupakan konsepsi dari sesuatu yang
dikehendaki secara personal ataupun sosial, sedangkan Kadarwati (1998),
menyatakan bahwa ada tiga fungsi nilai yaitu: (1) Nilai sebagai suatu standar
yang mengarahkan tingkah laku, (2) Nilai berfungsi sebagai pemecahan masalah
dan pengambilan keputusan, dan (3) Nilai sebagai motivasi dalam mencapai
tujuan tertentu
Untuk mengetahui nilai yang dianut setiap individu dalam hubungannya
dengan perilaku konsumen diperlukan alat ukur yang bisa digunakan untuk
mengukur nilai tersebut. Penelitian ini menggunakan alat ukur The List Of Value
(LOV). Alat ukur/instrument nilai ini dikembangkan oleh Lynn R. Kahle pada
tahun 1983 (kasali 2005). Skala LOV disediakan untuk penelitian masyarakat,
sehingga tingkat keabsahan dan reliabilitasnya dapat dinilai (Mowen dan Minor
2002).
Skala LOV yang berhasil disusun oleh Kahle (1983), diacu dalam Mowen
& Minor (2002) berfokus pada tiga orientasi: 1). Nilai internal merupakan jenis
nilai yang muncul dari dalam diri sendiri, yang termasuk nilai internal adalah
pemenuhan diri, kegembiraan, pencapaian prestasi, dan harga diri. 2). Nilai
eksternal merupakan jenis nilai yang berfokus pada dunia luar, nilai tersebut
terbentuk karena adanya pengaruh dari lingkungan yang termasuk nilai eksternal
adalah
rasa
kebersamaan,
dihormati,
dan
rasa
aman.
3).
Nilai
interpersonal/mengukur orientasi antar pribadi merupakan jenis nilai yang
terbentuk dari dalam diri sendiri dan adanya pengaruh dari lingkungan yang
termasuk nilai interpersonal adalah kesenangan hidup dan kehangatan
hubungan dengan orang lain.
LOV
memfokuskan
mendefinisikan
pada
dimensi
konsumen
nilai
dengan
internal,
tiga
nilai
dimensinya
eksternal,
dan
yang
nilai
interpersonal/antarpribadi secara baik. Individu yang menganut tiga dimensi nilai
11
tersebut akan memberikan pengaruh terhadap perilaku konsumsi. Pengaruh
tersebut membentuk sebuah kesadaran akan manfaat yang diperoleh setelah
mengkonsumsi
barang
tersebut.
Sebagai
contoh,
sebuah
studi
baru
mengungkapkan bahwa orang dengan penekanan pada nilai-nilai internal akan
berusaha mengendalikan hidup mereka. Keinginan untuk mengendalikan ini
memperluas keputusan konsumen seperti dimana mereka akan makan dan
dimana mereka akan berbelanja, serta diekspresikan sebagai kebutuhan untuk
memeperoleh gizi yang baik dengan membeli makanan alami. Sebaliknya
mereka yang berorientasi eksternal cenderung menghindari makanan alami,
yang mungkin disebabkan oleh keinginan untuk menyesuaikan diri dengan
preferensi masyarakat lebih luas. Riset skala LOV menyatakan bahwa nilai yang
dianut setiap individu akan mempengaruhi sikap, dan kemudian dari sikap
tersebut akan mempengaruhi perilaku konsumsinya (Mowen & Minor 2002).
Sikap Konsumen
Schiffman dan Kanuk (2004), menyatakan bahwa sikap merupakan
kecenderungan
yang
dipelajari
dalam
berperilaku
dengan
cara
yang
menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap suatu objek tertentu,
sedangkan Hawkins, Best, dan Coney (2001), menjelaskan bahwa sikap memiliki
tiga aspek yang dinyatakan dalam model konsistensi komponen, yaitu: aspek
kognitif/pengetahuan, aspek afektif, dan aspek konatif.
1. Aspek pengetahuan merupakan kepercayaan konsumen terhadap suatu
produk.
2. Aspek afektif, merupakan perasaan atau reaksi emosional terhadap
objek.
3. Aspek konatif, merupakan kecenderungan seseorang dalam merespon
beberapa
ragam
pada
objek
atau
aktivitas.
Komponen
konatif
memberikan kecenderungan respon atau maksud untuk berperilaku.
Pernyataan yang sama pun disampaikan oleh Suryani (2008) yang
menyebutkan bahwa sikap terbentuk melalui tiga komponen atau yang sering
dikenal
sebagai
model
ABC
yang
artinya
sikap
mengandung
aspek
Affective/perasaan, Behavior/keinginan berprilaku, dan Cognitive/pengetahuan
Aspek Kognitif (Pengetahuan)
Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan pengetahuan seseorang
sebagai pengetahuan dan persepsi yang diperoleh berdasarkan kombinasi dari
12
pengalaman langsung terhadap suatu objek dan informasi yang berkaitan dari
berbagai sumber, sedangkan Solomon (1999), mendefinisikan pengetahuan
sebagai kepercayaan konsumen terhadap suatu objek.
Mowen
dan
Minor
(2002),
menyatakan
bahwa
ada
tiga
jenis
pengetahuan, yaitu (1) Pengetahuan objektif merupakan pengetahuan mengenai
informasi tentang kelas produk dimana konsumen telah menyimpannya dalam
memori jangka panjang. (2) Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen
tentang apa atau seberapa banyak pengetahuan konsumen mengenai kelas
produknya, dan (3) Pengetahuan lainnya merupakan pemahaman tentang
seberapa banyak pengetahuan konsumen terhadap suatu produk. Antara
pengetahuan objektif dan pengetahuan subjektif tidak berkolerasi satu sama lain.
Para
ahli
psikologi
kognitif
dalam
Sumarwan
(2002),
membagi
pengetahuan menjadi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedur. Pengetahuan deklaratif adalah fakta subjektif yang diketahui oleh
seseorang. sedangkan pengetahuan prosedur adalah pengetahuan mengenai
bahan-bahan yang akan digunakan.
Suryani
(2008)
menjelaskan
bahwa
komponen
kognitif
biasanya
dipengaruhi oleh pengalaman individu, pengamatan langsung serta informasi
yang diperoleh mengenai objek sikap.
Aspek Afektif
Afektif adalah ungkapan perasaan konsumen terhadap suatu objek,
apakah konsumen menyukai atau tidak menyukai objek tersebut. Afektif
konsumen merupakan faktor penting yang akan mempengaruhi keputusan
konsumen, karena afektif sangat terkait dengan konsep kepercayaan dan
perilaku Sumarwan (2002). Peter dan Olson (1999) mendefinisikan afektif
sebagai evaluasi keseluruhan seseorang terhadap sebuah konsep. Hal yang
sama, disampaikan oleh Schiffman dan Kanuk (2004) mendefinisikan afektif
sebagai emosi atau perasaan konsumen mengenai produk atau merek tertentu.
Emosi dan perasaan mencakup penilaian seseorang terhadap suatu objek
secara langsung dan menyeluruh.
Afektif merupakan gabungan dari motivasi, emosi, persepsi, dan proses
kognitif dengan perhatian kepada beberapa aspek yang terdapat di lingkungan.
Hal ini adalah kecenderungan belajar untuk merespon rangsangan yang
diharapkan maupun tidak dengan memberikan perhatian kepada objek tersebut
(Hawkins, Best & Coney 2001)
13
Konatif (Maksud Berperilaku)
Konatif
adalah
sikap
yang
menggambarkan
kecenderungan
dari
seseorang untuk melakukan tindakan tertentu yang berkaitan dengan objek sikap
(produk atau merek tertentu). Konatif bisa juga meliputi perilaku yang
sesungguhnya terjadi Sumarwan (2002). Sedangkan Schiffman dan Kanuk
(2004)
mendefinisikan
komponen
konatif
sebagai
kemungkinan
atau
kecenderungan yang akan dilakukan seseorang melalui tindakan khusus atau
berperilaku dengan cara tertentu terhadap objek sikap tertentu. Dalam riset
pemasaran dan konsumen, komponen konatif sering dianggap sebagai
pernyataan maksud konsumen untuk membeli/berperilaku.
Sumarwan (2002) menjelaskan bahwa ada empat fungsi sikap yaitu:
1. Fungsi Utilitarian
Seseorang menyatakan sikapnya terhadap suatu objek atau produk
karena ingin memperoleh manfaat dari produk tersebut atau menghindari
resiko dari produk. Sikap ini berfungsi mengarahkan perilaku untuk
mendapatkan penguatan positif atau menghindari resiko, karena itu sikap
berperan seperti Operant conditioning.
2. Fungsi mempertahankan Ego
Sikap berfungsi untuk melindungi seseorang dari keraguan yang muncul
dari dalam dirinya sendiri atau dari faktor luar yang mungkin menjadi
ancaman bagi dirinya. Sikap tersebut berfungsi untuk meningkatkan rasa
aman dari ancaman yang datang dan menghilangkan keraguan yang ada
dalam diri konsumen. Sikap akan menimbulkan kepercayaan diri yang
lebih baik untuk meningkatkan citra diri dan mengatasi ancaman dari luar.
3. Fungsi Ekspresi nilai
Sikap ini berfungsi untuk menyatakan nilai-nilai, gaya hidup dan identitas
sosial dari seseorang. Sikap akan menggambarkan minat, hobi, kegiatan,
dan opini dari seorang konsumen.
4. Fungsi pengetahuan
Keingintahuan adalah salah satu sifat konsumen yang penting,
keingintahuan tersebut merupakan kebutuhan konsumen. Konsumen
perlu tahu produk terlebih dahulu sebelum ia menyukai kemudian
membeli produk tersebut. Pengetahuan yang baik mengenai suatu produk
sering kali mendorong seseorang untuk menyukai produk tersebut.
14
Karena sikap positif terhadap suatu produk seringkali mencerminkan
pengetahuan konsumen terhadap suatu produk.
Konsumsi Beras
Pola konsumsi pangan pokok ditentukan dari sumbangan energi dari
masing-masing pangan pokok terhadap total energi dari konsumsi pangan pokok.
Berdasarkan sumbangan energi tersebut pola konsumsi pangan pokok lebih dari
satu jenis seperti beras dengan umbi-umbian atau beras dengan umbi-umbian
dan jagung (Muttaqin 2008). Lubis (2005) menyebutkan bahwa konsumsi pangan
pokok Indonesia yang paling banyak adalah beras, kemudian jagung, terigu, ubi
jalar, dan ubi kayu.
Sebagian besar penduduk dibeberapa negara Asia Tenggara sangat
menggantungkan hidupnya pada beras yang ditanak menjadi nasi sebagai
makanan pokok (Haryadi 2008). Menurut Khimaidi (1997) makanan pokok adalah
makanan yang dalam sehari-hari mengambil porsi terbesar dalam hidangan dan
merupakan sumber energi terbesar, sedangkan pangan pokok utama adalah
pangan yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk serta dalam situasi
normal tidak dapat diganti oleh jenis komoditas lain
Beras menjadi pangan pokok utama tidak hanya karena tingkat
konsumsinya yang tinggi tetapi juga sumbangannya terhadap pemenuhan
kebutuhan gizi. Kebutuhan konsumsi protein juga lebih dari 40 persen disumbang
dari konsumsi beras Harianto (2001), diacu dalam Muttaqin (2008).
Hasil Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terkait dengan nilai dan sikap konsumen terhadap
perilaku konsumsi, termasuk perilaku konsumsi terhadap pangan telah banyak
dilakukan. Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan perilaku
konsumsi pangan yaitu.
Penelitian yang dilakukan oleh Hasnu dan Humayun (2009), yang
berjudul “An Analisysis of Consumer Values, Needs and Behavior for Liquid
Milk in Hazara, Pakistan”. Penelitian ini merupakan studi mengenai analisis nilai
konsumen,
kebutuhan,
perilaku
pembelian
dan
konsumsi
susu
cair.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh
sebanyak 100 konsumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe nilai yang
ada pada teori LOV memiliki peranan penting bagi responden dalam hal
15
keputusan pembelian susu cair, selain itu responden memiliki tingkat kesadaran
yang cukup tinggi akan kebutuhan konsumsi pangannya. Sebagian besar
responden menyatakan bahwa kesadaran akan kesehatan berada pada
peringkat pertama atau menjadi perioritas utama dalam hal keputusan
pembelian dan jenis pangan yang akan dikonsumsinya, kemudian kesadaran
akan rasa menjadi peringkat kedua setelah kesadaran akan kesehatan, dan
kesadaran akan lingkungan menjadi peringkat terakhir dalam diri responden.
Dengan menggunakan uji korelasi, penelitian ini juga menunjukkan adanya
hubungan yang positif signifikan antara nilai-nilai konsumen dengan kebutuhan.
Penelitian yang dilakukan oleh Tampubolon (2001), yang berjudul
“Analisis Sikap Konsumen berdasarkan List Of Value dalam Melakukan
Pembelian Produk Sepatu Jenis High Fashion PT Sepatu Bata TBK di DKI
Jakarta. Pada penelitian ini pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner dengan contoh sebanyak 200 konsumen dari lima wilayah gerai
sepatu high fashion di DKI Jakarta yang berbeda. Pada penelitian ini dengan
menggunakan uji ANOVA menunjukkan bahwa terdapat tiga nilai dari List Of
Value bervariasi secara signifikan diantara kelompok konsumen. Kemudian nilainilai dari List Of Value tidak memiliki hubungan dengan karakteristik konsumen,
yaitu jenis kelamin, pendidikan, dan kelas sosial-ekonomi. Selanjutnya analisis
terhadap pertimbangan konsumen berdasarkan List of Value, dalam melakukan
pembelian sepatu high fashion menghasilkan lima faktor yang dominan yang
dilakukan oleh konsumen dalam melakukan pembelian sepatu high fashion.
Penelitian yang dilakukan oleh Syifa (2010), mengenai nilai yang dianut
konsumen dalam perilaku pembelian buah-buahan yang diikuti oleh kesadaran
tanggung jawab dan norma personal dalam membeli buah lokal. Pengambilan
data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan contoh sebanyak 162
mahasiswa IPB Darmaga. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji korelasi
Pearson menunjukan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara nilai dengan
kesadaran berperilaku dan tanggung jawab, terdapat hubungan yang nyata dan
positif pada kesadaran berperilaku dengan tanggung jawab dan norma personal.
Terdapat hubungan yang nyata dan positif antara norma personal dan perilaku
kebiasaan. Sehingga terdapat kecenderungan bahwa dengan peningkatan nilai,
kesadaran berperilaku, tanggung jawab, dan norma personal akan mendorong
peningkatan pembelian buah lokal.
16
Penelitian yang dilakukan oleh Parhati (2011) yang berjudul “Analisis
Perilaku dan Konsumsi Buah di perdesaan dan perkotaan”. Menunjukan bahwa
pengetahuan konsumen yang berbeda wilayah, tentu saja akan memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda pula sehingga dapat berpengaruh pada perilaku
konsumsinya. Pada penelitian ini dengan menggunakan uji beda independent ttes, terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi pembelian dan
konsumsi buah di perdesaan dan perkotaan. Selain itu, terdapat perbedaan
yang signifikan antara jumlah pembelian dan konsumsi buah di perdesaan dan
perkotaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Sari (2010) berjudul ”Analisis Sikap dan
Perilaku Penghematan Listrik pada Sektor Rumah Tangga di Kota Bogor”.
Penelitian ini merupakan studi
mengenai analisis
sikap
dan perilaku
penghematan listrik pada sektor rumahtangga di Kota Bogor. Hasil uji korelasi
antarvariabel menunjukkan bahwa aspek kognitif, afektif, dan konatif, terdapat
satu variabel yang memiliki hubungan nyata terhadap perilaku penghematan
listrik, yaitu aspek kognitif (r=0,290). Aspek kognitif penghematan listrik juga
berhubungan nyata positif dengan aspek afektif penghematan listrik (r=0,201).
Variabel aspek afektif selanjutnya berhubungan nyata dengan aspek konatif
penghematan listrik (r=0,289). Aspek konatif contoh tidak berhubungan nyata
dengan perilaku penghematan listrik, jadi penelitian ini menunjukkan bahwa
variabel sikap yang memiliki hubungan dengan perilaku pengurangan konsumsi
beras hanya aspek kognitif saja.
Download