BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi internet yang pesat membuat aktivitas manusia
sekarang sudah tidak bisa dibatasi dengan ruang dan waktu. Segala bentuk
informasi yang disampaikan lewat internet dapat diakses di mana saja, kapan saja,
dan oleh siapa saja. Lebih dari itu, teknologi internet juga terbebas dari berbagai
birokrasi atau pembatas. Dengan keunggulan tersebut, internet pun akhirnya
menjelma menjadi media yang sangat efektif dalam menunjang pembentukan
sebuah komunitas online seperti facebook yang merupakan komunitas global
online terbesar saat ini. Dengan kata lain, perkembangan internet lambat laun
bukan lagi sekadar tren, melainkan telah berubah menjadi suatu kebutuhan.
Pengguna internet di dunia semakin bertambah dari tahun ke tahunnya.
Berdasarkan sumber Internet World Statistics pada pertengahan tahun 2014,
pengguna internet di dunia berdasarkan wilayah didominasi oleh penduduk Asia
sebesar 45,7 persen dari total hampir 3,1 milyar pengguna internet di dunia,
dengan tingkat penetrasi 34,8 persen (lampiran 2).
Data eMarketer menunjukkan bahwa tahun 2014 pengguna Internet di
Indonesia mencapai 83,7 juta, merupakan peringkat 6 di dunia setelah China,
Amerika Serikat, India, Brazil, dan Jepang. Jumlah pengguna internet
diperkirakan terus menanjak dan melewati 100 juta di tahun 2016. Diperkirakan
1
2
tahun 2017 terdapat 112,6 juta pengguna internet di tanah air, lebih tinggi
daripada Jepang yang hampir mencapai titik kulminasi dan pada tahun tersebut
diprediksikan memiliki 105 juta pengguna (lampiran 3).
Jumlah
pengguna
internet
Indonesia
yang terus meningkat
ini,
menyebabkan terjadinya pergeseran dan perubahan pada berbagai aspek
kehidupan. Gaya hidup masyarakat Indonesia telah mengalami perkembangan
menjadi semakin modern yang lebih praktis dan menginginkan kemudahan dalam
segala aktivitasnya (Parastanti dkk., 2014). Internet juga menjadi salah satu media
yang tidak hanya digunakan untuk berkomunikasi, tetapi sebagai media
berbelanja. Media berbelanja dengan jaringan internet disebut e-commerce. Ecommerce atau perdagangan elektronik merupakan proses pemasaran dan jual beli
produk dan jasa melalui jaringan internet. Pertumbuhan e-commerce di Indonesia
kian menjamur dan diikuti dengan meningkatnya aktivitas transaksi online oleh
masyarakat.
Berdasarkan data yang dikutip dari dailysocial.net tahun 2013 lalu, nilai
pasar e-commerce Indonesia mencapai $8 miliar (Rp 94,5 triliun) dan di tahun
2016 diprediksikan meningkat 3 kali lipat menjadi $25 miliar (Rp 295 triliun).
Baru-baru ini Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA, 2014) merilis hasil riset
perilaku e-commerce Indonesia. Riset dilakukan bekerja sama dengan Google
Indonesia dan TNS. Melihat proyeksi pertumbuhan e-commerce yang cepat
memberikan kesempatan kepada pelaku bisnis e-commerce untuk memperluas
penetrasi pasar dengan mempelajari lebih dalam perilaku pelanggan, sehingga
dapat menyesuaikan penawaran terhadap keinginan pelanggan. Walaupun masih
3
adanya resistensi pelanggan terhadap model belanja online, dengan pendekatan
yang tepat maka pelaku bisnis e-commerce akan mampu menjangkau potensi
pasar yang sangat besar yang saat ini belum tersentuh.
Perkembangan e-commerce di Indonesia ini menyebabkan bermunculan
banyaknya situs jual beli online yang dapat menjadi pilihan dalam membeli serta
menjual barang secara online. Bahkan, saat ini sudah ada beberapa situs, terutama
toko online yang sudah begitu terkenal dan merajai pasar online diantaranya:
www.zalora.co.id,
www.lazada.co.id,
dan
www.agoda.co.id.
E-commerce
menggambarkan peluang yang luar biasa bagi para peritel online dan pemilik jasa
operator untuk memperluas basis pelanggan mereka. Mereka pun berlomba-lomba
untuk menarik minat pelanggan dan menguasai pasar melalui keunggulan masing
masing yang dimilikinya.
Kegiatan berbelanja dengan menggunakan internet sering dikenal dengan
belanja online (online shopping) yang semakin menjadi pilihan karena pelanggan
tidak perlu ke luar rumah, cukup duduk di hadapan komputer, browsing produk
atau jasa yang diinginkan dan bertransaksi melalui internet banking. Kegiatan
belanja online merupakan cara baru dalam melakukan transaksi. Dalam kegiatan
ini, pembeli dan penjual tidak bertemu secara langsung seperti halnya proses
penjualan biasa.
Transaksi secara online saling menguntungkan bagi pelaku usaha dan
pelanggan online. Pelaku usaha berharap pelanggan online dapat lebih mudah
memilih dan memesan produk dan jasa yang diinginkan, memperoleh informasi
lebih lengkap sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian, dan jangkauan
4
penjual pun lebih luas. Penjualan melalui internet juga dapat memberikan
kenyamanan dan kemudahan sehingga pelanggan tidak perlu datang ke toko dan
menghabiskan waktu di jalan (Kotler dan Armstrong 2001:261). Biaya
pengiriman pada belanja online menjadi pilihan dari pada harus meluangkan
waktu transportasi menuju ke sebuah toko (Huang, 2006). Dengan kemudahan
pencarian informasi dan proses pembelian barang secara online, menyebabkan
bisnis ini sangat diminati dan dicoba oleh masyarakat Indonesia. Hasil riset Badan
Marketing Institute (BMI) mengungkapkan, pada tahun 2014 pengguna belanja
online mencapai 24 persen dari total pengguna internet di Indonesia.
Meskipun begitu, ternyata masih banyak masyarakat yang tidak menyukai
sistem belanja online. Data BMI Research mengungkapkan, sekitar 36 persen
responden beralasan karena tidak percaya transaksi jual beli online. Dalam
transaksi jual beli secara online, pelanggan tidak dapat melakukan kontak fisik
secara langsung dengan penjual dan barang yang akan dibeli tidak dapat dicoba
atau diraba. Pelanggan sulit untuk percaya pada belanja online karena mereka
tidak dapat menyentuh dan merasakan produk sebelum membeli (Wong, 2014).
Kondisi ini jelas menjadi tantangan yang perlu dijawab oleh pelaku bisnis online
untuk menjaga reputasi situs dan memahami perilaku pelanggannya.
Hasil riset idEA (2014), menemukan bahwa kategori produk fashion tetap
mendominasi pasar online sebagai produk yang paling sering dibeli sebesar 78
persen, kemudian ponsel 46 persen, elektronik 43 persen, buku dan majalah 39
persen, dan barang kebutuhan rumah tangga (groceries) 24 persen (Lampiran 4).
Produk fashion merupakan salah satu kebutuhan sandang manusia, fashion juga
5
bisa menunjukkan status sosial seseorang untuk meningkatkan gengsi mereka.
Industri fashion menjadi salah satu hal yang sangat diperhatikan oleh masyarakat
karena penampilan dari seseorang mencerminkan jati diri dan sifat aslinya
(Setiawan, 2013). Produk fashion termasuk dalam kategori durable goods
diantaranya pakaian, sepatu, tas, dan aksesoris yang kesemuanya membutuhkan
informasi mengenai ukuran, warna, dan tekstur yang terkadang menyebabkan
perbedaan persepsi sehingga membuat pembelian melalui internet menjadi
beresiko. Saat pelanggan menyadari resiko pembelian yang mungkin dihadapi,
maka hal ini dapat mempengaruhi keputusan pelanggan dalam melakukan
pembelian (Yusnidar dkk., 2014).
Memiliki pelanggan merupakan hal yang terpenting agar bisnis terus
berjalan dan terus maju. Tiada usaha yang akan terus berjalan tanpa adanya peran
seorang pelanggan, dan tidaklah mudah bagi seorang pengusaha untuk
menemukan cara agar pelanggan tetap kembali untuk mendapatkan produk atau
pelayanan yang diinginkan. Pertumbuhan situs online maupun toko online yang
begitu pesat dan kompetitif selain memberikan keuntungan yang semakin
meningkat, juga membuat para pelaku bisnis online lebih fokus untuk mendorong
pelanggan yang pernah berbelanja secara online agar berbelanja kembali secara
online dan bukan memilih untuk berbelanja secara konvensional. Upaya yang
diperlukan untuk mempertahankan pelanggan lama menjadi semakin berat seiring
dengan meningkatnya kasus-kasus penipuan secara online di Indonesia.
Mempertahankan pelanggan lama adalah lima kali lebih menguntungkan daripada
pelanggan baru, tetapi lebih dari 50 persen pelanggan lama jarang menyelesaikan
6
transaksi pembelian ketiga mereka (Kim dan Gupta, 2009). Dengan demikian
sangatlah penting bagi para pelaku bisnis online untuk memahami mengapa
pelanggan bersedia melakukan pembelian kembali secara online pada situs online
maupun online shop (Chiu et al., 2012).
Pengalaman adalah variabel terbaik untuk memprediksi perilaku masa
depan. Untuk memprediksi perilaku masa depan, para peneliti sebelumnya
menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB) dengan pengaruh pengalaman
masa lalu (Huang et al., 2011; Weisberg et al., 2011; Giantari dkk., 2013).
Pengalaman pelanggan dalam pembelian secara online memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap niat pembelian kembali secara online (Monsuwe et al., 2004;
Huang et al., 2011; Weisberg et al., 2011). Namun, hasil penelitian Tong (2010)
dan Giantari, dkk (2013) menunjukkan bahwa pengalaman pelanggan dalam
pembelian secara online tidak berpengaruh signifikan terhadap niat pembelian
secara online di masa depan. Pengalaman pelanggan oleh karenanya menjadi
konsep penting untuk e-marketer dalam mengevaluasi dan memahaminya yang
bertujuan meningkatkan kinerja penjualan online (So et al., 2005; Rose et al.,
2011), dan akan mempengaruhi perilaku online di masa depan (Ling et al., 2010).
Kepuasan pelanggan adalah akumulasi sikap dan berbasis pengalaman
(Fornell, 1992). Pelanggan harus merasa puas pada pengalaman membeli secara
online apabila pelanggan merasa tidak puas, maka mereka tidak akan berbelanja
kembali pada situs yang sama atau toko online yang sama (Kim dan Stoel, 2004).
Kepuasan pelanggan sangat penting bagi keberhasilan perusahaan seperti yang
diasumsikan menjadi pendorong utama fenomena pasca pembelian yaitu niat
7
pembelian kembali (Adixio dan Saleh, 2013). Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya bahwa, kepuasan pelanggan berpengaruh signifikan terhadap niat
membeli kembali secara online (Ha et al., 2010; Trisnawati dkk., 2012; Lin dan
Lekhawipat, 2014), sedangkan penelitian Wu dan Chang (2007) menemukan
bahwa pengaruh kepuasan pelanggan sangat lemah terhadap niat pembelian
kembali.
Penelitian Giantari dkk. (2013) menyimpulkan bahwa kepercayaan adalah
unsur yang paling penting dalam pemasaran online. Kepercayaan menjadi penting
karena kompleksitas dan keragaman interaksi online dan kemungkinan dalam
menghadapi perilaku yang oportunistik, misal vendor tidak berterus terang
mengungkapkan semua resiko yang dihadapi pelanggan ataupun berperilaku tak
terduga (Gefen dan Straub, 2003). Dengan demikian, pelanggan harus percaya
bahwa pengusaha tidak menyalahgunakan website untuk tindakan seperti harga
yang tidak adil, pelanggaran privasi dan keamanan, atau kekeliruan. Kepercayaan
merupakan konsep yang penting untuk berbagai bidang dalam bisnis dan
kehidupan. Mohmed et al. (2013) menyatakan bahwa kepercayaan merupakan
atribut penting yang harus diadopsi ke dalam aplikasi e-commerce.
Kepercayaan menyiratkan keyakinan bahwa vendor website akan
memberikan apa yang telah dijanjikan. Salah satu yang paling sering dikutip
alasan pelanggan tidak berbelanja secara online adalah kurangnya kepercayaan
dan tingkat risiko (Lee dan Turban, 2001). Kepercayaan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap niat membeli kembali (Trisnawati dkk., 2012; Rose et al.,
2012; Chinomona dan Dubihlela, 2014; Razak et al., 2014). Sementara Jani dan
8
Han (2011), menyimpulkan bahwa kepercayaan tidak berpengaruh signifikan
terhadap niat pembelian pelanggan restoran di Metropolitan city di Amerika
Serikat. Temuan Wen dan Xu (2011) adalah tidak adanya hubungan langsung
antara kepercayaan dan niat membeli kembali di kalangan mahasiswa di salah satu
universitas terbesar di barat daya Amerika Serikat.
Konsep tentang kepuasan dan kepercayaan pelanggan saling berhubungan
satu dengan yang lainnya, karena suatu kepercayaan berasal dari kepuasan (Adji,
2014). Kepuasan pelanggan secara keseluruhan pada pengalaman membeli
diharapkan untuk memiliki dampak positif pada kepercayaan pelanggan terhadap
perusahaan. Menurut penelitian Rose et al. (2012), menemukan bahwa semakin
tinggi tingkat kepuasan pelanggan maka semakin besar tingkat kepercayaan
pelanggan berbelanja secara online. Beberapa peneliti menyimpulkan bahwa
kepuasaan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepercayaan
(Kim et al., 2008; Ha et al., 2010; Mosavi dan Ghaedi, 2012; Adji, 2014).
Berdasarkan latar belakang di atas dengan ditemukannya hasil yang
berbeda dan kesenjangan penelitian sebelumnya serta terbatasnya penelitian
tentang niat membeli kembali secara online (Razak et al., 2014) mendorong
dilakukan penelitian tentang pengaruh pengalaman membeli secara online
terhadap niat membeli kembali. Penelitian ini akan menggunakan variabel mediasi
yaitu kepuasan pelanggan dan kepercayaan pada pelanggan yang pernah
berbelanja produk fashion secara online. Niat membeli kembali adalah penting
untuk keberhasilan dan profitabilitas belanja online (Razak et al., 2014).
Pelanggan datang kembali ke penjual untuk membeli, sehingga penjual akan
9
memiliki biaya yang lebih rendah karena penurunan biaya pemasaran dan
meningkatkan pembelian (Voss dan Seiders, 2011; Wen dan Xu, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka
penulis merumuskan permasalahan yang diteliti antara lain.
1) Bagaimanakah pengaruh pengalaman membeli produk fashion secara online
terhadap niat membeli kembali?
2) Bagaimanakah pengaruh pengalaman membeli produk fashion secara online
terhadap kepuasan pelanggan?
3) Bagaimanakah pengaruh pengalaman membeli produk fashion secara online
terhadap kepercayaan?
4) Bagaimanakah pengaruh kepuasan pelanggan terhadap niat membeli
kembali?
5) Bagaimanakah pengaruh kepercayaan terhadap niat membeli kembali?
6) Bagaimanakah pengaruh kepuasan pelanggan terhadap kepercayaan?
7) Bagaimanakah kepuasan pelanggan memediasi pengaruh pengalaman
membeli produk fashion secara online terhadap niat membeli kembali?
8) Bagaimanakah kepercayaan memediasi pengaruh pengalaman membeli
produk fashion secara online terhadap niat membeli kembali?
10
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hal sebagai
berikut.
1) Pengaruh pengalaman membeli produk fashion secara online terhadap niat
membeli kembali.
2) Pengaruh pengalaman membeli produk fashion secara online terhadap
kepuasan pelanggan.
3) Pengaruh pengalaman membeli produk fashion secara online terhadap
kepercayaan.
4) Pengaruh kepuasan pelanggan terhadap niat membeli kembali.
5) Pengaruh kepercayaan terhadap niat membeli kembali.
6) Pengaruh kepuasan pelanggan terhadap kepercayaan.
7) Kepuasan pelanggan memediasi pengaruh pengalaman membeli produk
fashion secara online terhadap niat membeli kembali.
8) Kepercayaan memediasi pengaruh pengalaman membeli produk fashion
secara online terhadap niat membeli kembali.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
dan empiris sebagai berikut.
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi dan memberikan
kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pemasaran,
11
khususnya niat membeli kembali yang dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan
dalam pembelian sebelumnya, kepuasan pelanggan, dan kepercayaan. Sebagai
studi empiris, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk
peneliti selanjutnya dengan kajian dan pembahasan dengan topik yang sama
dengan populasi yang sama ataupun berbeda.
2) Manfaat Praktis
Untuk memberikan informasi dan kontribusi kepada pelaku bisnis online
khususnya produk fashion online untuk selalu memberikan pengalaman
pembelian yang positif sehingga memberikan kepercayaan dan kepuasan
kepada pelanggan yang pernah berbelanja secara online untuk selalu kembali
melakukan pembelian. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan bagi pelaku bisnis online, khususnya produk fashion untuk
melakukan strategy planning terutama bagi pelanggan yang sudah berbelanja
untuk tetap melakukan pembelanjaan kembali dengan memberikan pengalaman
yang baik dan meningkatkan kepuasan dan kepercayaan pelanggan sehingga
dapat meningkatkan penjualan.
Download