BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Peningkatan Pembelajaran IPS pada Siswa Kelas V SD a. Karakteristik Siswa Kelas V SD Masa usia sekolah dasar berada pada usia 6-12 tahun merupakan perkembangan penting bahkan fundamental bagi kesuksesan perkembangan selanjutnya (Sumantri dan Permana, 2001: 10). Selanjutnya, Basset, Jacka dan Logan (1983) menjelaskan bahwa karakteristik anak usia sekolah dasar sebagai berikut : (1) mereka secara alamiah memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan tertarik akan dunia sekitar yang mengelilingi diri mereka sendiri; (2) mereka senang bermain dan lebih suka bergembirariang; (3) mereka suka mengatur dirinya untuk menangani berbagai hal, mengeksplorasi suatu situasi dan mencobakan usaha-usaha baru; (4) mereka biasa tergetar perasaanya dan terdorong untuk berprestasi sebagaimana mereka tidak suka mengalami ketidakpuasan dan menolak kegagalan-kegagalan; (5) mereka belajar secara efektif ketika merasa puas dengan situasi yang terjadi; (6) mereka belajar dengan cara bekerja, mengobservasi, berinisiatif, dan mengajar anak-anaklainya (Sumantri dan Permana, 2001: 11). Selanjutya Piaget (Sumantri dan Syaodih, 2008: 1.15) mengemukakan proses anak melalui empat tahap perkembangan, yaitu: (1) tahap sensori motor (0-2 tahun), kegiatan intelektual mencakup gejala yang diterima secara langsung melalui indra. Anak mulai memahami hubungan antara benda dengan nama yang diberikan kepada benda tersebut; (2) tahap praoperasional (2-7 tahun), perkembangan anak sangat pesat lambang bahasa yang dipergunakan untuk menunjukkan benda-benda nyata bertambah dengan pesatnya; (3) tahap operasional konkret (7-11 tahun), kemampuan berpikir logis muncul pada tahap ini, dapat berpikir secara 8 9 sistematis untuk mencapai pemecahan masalah, permasalahan yang dihadapinya adalah permasalahan yang konkret; (4) tahap operasional formal (11-15 tahun), tahap ini ditandai dengan pola berpikir orang dewasa. Dapat mengaplikasikan cara berpikir terhadap permasalahan dari semua kategori, baik abstrak maupun konkret.. Menurut Buhler (1930) (Sobur, 2011: 132) menyatakan bahwa pada fase keempat usia 9-11 tahun adalah masa sekolah dasar. Pada periode ini, anak mencapai objektivitas tertinggi, bisa disebut masa menyelidik, mencoba, bereksperimen, yang distimulasi oleh dorongan-dorongan menyelidik dan rasa ingin tahu yang besar, masa pemusatan dan penimbunan tenaga untuk berlatih, menjelajah dan bereksplorasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anak kelas V SD berada pada masa sekolah dasar dan masuk ke dalam tahap operasional konkret dengan karakteristik yaitu mampu untuk berpikir logis serta dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah yang konkret, memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk menjelajah dan bereksplorasi. Siswa kelas V SDN Tanjungrejo berada pada usia 10-11 tahun. Pada usia tersebut anak berada pada masa operasional konkret, berdasarkan observasi yang telah dilakukan perkembangan siswa kelas V SDN Tanjungrejo sesuai dengan tahapan perkembangan anak pada umumnya. Anak kelas V yang berada pada tahap operasional konkret, maka perlu adanya model dan media yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak agar pembelajaran berjalan secara efektif dan menarik bagi siswa. Berdasarkan hal tersebut maka model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis dapat digunakan dalam pembelajaran siswa di kelas V SD. Langkahlangkah dalam penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis antara lain (1) pembagian kelompok dan penomoran siswa; (2) penyampaian materi dengan media grafis; (3) pembagian tugas kelompok; (4) diskusi kelompok; (5) pemanggilan nomor siswa; (6) kesimpulan dengan media grafis. Penerapan model Numbered 10 Heads Together (NHT) dengan pemberian nomor pada anggota kelompok akan memastikan semua siswa terlibat dalam kegiatan diskusi kelompok. Serta dengan media grafis yang menarik akan menambah rasa ingin tahu siswa terhadap materi serta membuat siswa tertarik dengan kegiatan pembelajaran. b. Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial 1) Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikn (KTSP) 2006, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan kepada peserta didik mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial (BSNP, 2006: 175). Ilmu Pengetahuan Sosial atau yang biasa disingkat dengan IPS. Menurut Sapriya (2011: 7) tentang IPS, bahwa mata pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata pelajaran Sejarah, Geografi, dan Ekonomi serta mata pelajaran ilmu sosial lainya. Menurut Sumantri “IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu sosial (social scene), maupun ilmu pendidikan” (Gunawan, 2011: 1-7). Berbeda dengan pernyataan Somantri (Gunawan, 2011: 11) : “Pendidikan IPS adalah seleksi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”. Selanjutnya, Taneo (2008: 5) menyatakan bahwa IPS merupakan perwujudan dari satu pendekatan interdisipliner dari pelajaran ilmuilmu sosial yang merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial di antaranya Sosiologi, Antropologi Budaya, Sejarah, Psikologi Sosial, Geografi, Ekonomi, Politik, dan Ekologi. 11 Sejalan dengan pendapat Sudiharjo (Taneo, 2008: 1-8) yang menyatakan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Dari beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang merupakan perpaduan atau integrasi berbagai cabang ilmu sosial. 2) Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial di SD Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikn (KTSP) 2006 SDN Tanjungrejo, tujuan IPS di antaranya : (1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya; (2) memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial; (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan; (4) Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global (2015: 18). Gunawan (2011: 12) mengemukakan tentang tujuaan IPS di SD yaitu untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah pribadi atau masalah sosial serta kemampuan mengambil keputusan dan berpartisipasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. Sementara menurut Fenton (1967) (Taneo, 2008: 1.26-1.27) menyatakan, “Tujuan Umum IPS adalah mempersiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik, mengajar anak didik agar mempunyai kemampuan berpikir dan dapat melanjutkan kebudayaan bangsa”. 12 Selanjutnya, (Taneo, 2008: 1.27) menyatakan tentang tujuan utama IPS yaitu: “Tujuan utama pengajaran IPS adalah untuk memperkaya dan mangembangkan kehidupan anak didik dengan mengambangkan kemampuan dalam lingkunganya dan melatih anak didik untuk menempatkan dirinya dalam masyarakat yang demokratis, serta menjadikan negaranya sebagai tempat hidup yang lebih baik”. Sementara itu Gunawan (2011: 19) menyatakan bahwa Pendidikan IPS memuat tiga sub tujuan di antaranya: (1) sebagai pendidikan kewarganegaraan; (2) sebagai ilmu yang konsep dan generelasinya dalam disiplin ilmu-ilmu sosial; (3) sebagai ilmu yang menyerap bahan pendidikan dari kehidupan nyata dalam masyarakat kemudian dikaji secara reflektif. Selanjutnya, mengenai tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial Trianto (2007: 128) menyatakan: “tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa diri sendiri maupun masyarakat”. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik serta memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi serta memacahkan masalah-masalah pribadi dan sosial untuk bekal kehidupanya di masyarakat. 3) Ruang Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikn (KTSP) tahun 2006 SDN Tanjungrejo, ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial meliputi aspek-aspek sebagai berikut : (1) Manusia, Tempat, dan Lingkungan; (2) Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan; (3) Sistem 13 Sosial dan Budaya; (4) Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan (BSNP, 2006: 175). Ruang lingkup materi IPS di sekolah dasar, menurut Mulyasa (2011) adalah “(1) manusia, tempat, dan lingkungan; (2) waktu, keberlanjutan, dan perubahan; (3) sistem sosial dan budaya; (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan” (Prihatiningtyas, 2013: 11). Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) terdiri dari: (1) manusia; (2) waktu; (3) sistem sosial dan budaya; (4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan. 4) Materi IPS Kelas V Pada semester II, dalam pembelajaran IPS terdiri dari Standar Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan, dalam penelitian ini ini peneliti menggunakan Kompetensi Dasar 2.2 menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan. Di bawah ini akan diuraikan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar berdasarkan KTSP 2006 pada mata pelajaran IPS kelas V semester 2. 14 Tabel 2.1. Pemetaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Kelas V Semester 2. Standaair Kompetensi 2. Menghargai peranan tokoh pejuang dan masyarakat dalam mempersiapkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia 2.1 2.2 2.3 2.4 Kompetensi Dasar Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia Menghargai jasa dan peranan tokoh dalam memproklamasikan kemerdekaan Menghargai perjuangan para tokoh dalam mempertahankan kemardekaan (BSNP, 2006: 180) Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut peneliti akan meneliti Kompetensi Dasar 2.2 tentang materi perjuangan mempersiapkan kemerdekaan. (Silabus materi terlampir pada lampiran 2 halaman 190). Materi Perjuangan mempersiapkan kemerdekaan adalah sebagai berikut : a) Usaha Mempersiapkan Kemerdekaan. Menurut Samlawi dan Maftuh (2001: 220) Perdana Menteri Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan bahwa pemerintah Kemaharajaan Jepang memperkenankan daerah Hindia Timur (Indonesia) untuk merdeka “kelak kemudian hari” . Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka. Janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan di kemudian 15 hari itu tidak lain adalah untuk menarik simpati dan bantuan bangsa Indonesia terhadap Jepang dalam peperangan melawan sekutu. (1) BPUPKI Pada tanggal 1 Maret 1945, Pemerintah Militer Jepang di Jawa, Kumakici Harada, mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Zumbi Coosakai. Menurut Hasan (1992: 536) BPUPKI dibentuk untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting untuk mendirikan negara Indonesia merdeka. BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang. Dr. K.R.T Radjiman Wedyodiningrat ditunjuk menjadi ketua didampingi dua orang ketua muda, yaitu R.P Suroso dan Ichibangase. Selain menjadi ketua muda, R.P. Suroso juga diangkat menjadi kepala kantor tata usaha BPUPKI dibantu Toyohiko Masuda dan Mr. A.G. Pringgodigdo. Tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus upacara pembukaan sidang pertama BPUPKI di gedung Chuo Sangiin (Gedung Pancasila sekarang). Selama berdiri BPUPKI mengadakan dua kali masa sidang resmi (Hasan, 1992: 536-537) yaitu: (a) Sidang resmi pertama Sidang resmi pertama berlangsung lima hari, yaitu 28 Mei sampai 1 Juni 1945. Pada masa sidang resmi pertama ini, dibahas dasar negara. Banyak anggota sidang yang memberikan pandangannya tentang bentuk negara dan dasar negara. Masa sidang pertama BPUPKI ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila. Seluruh anggota BPUPKI yang berjumlah 62 orang ditambah 6 anggota tambahan berkumpul dalam satu ruang sidang. 16 (b) Sidang resmi kedua Sidang resmi kedua berlangsung tanggal 10-17 Juli 1945. Sidang ini membahas bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan undang-undang dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan pengajaran. Pada termin ini, anggota BPUPKI dibagi- bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia yang terbentuk antara lain Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai Sukarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai Abikusno Cokrosuyoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai Mohammad Hatta). (2) Persiapan Kemerdekaan oleh PPKI Menurut Samlawi dan Maftuh (2001: 221) setelah BPUPKI menyelesaikan tugas-tugasnya, pada 7 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi Linkai. Badan ini bertugas mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketataegaraan bagi negara Indonesia baru. Badan ini beranggotakan 21 orang. Menurut Suhartono (2001: 141) adapun yang ditunjuk sebagai ketua adalah Ir. Sukarno, sedangkan wakil ketuanya Drs. Moh Hatta. Sebagai penasihat ditunjuk Mr. Ahmad Subarjo. Kemudian, anggota PPKI ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Mr. Kasman Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Kusumasumantri, dan Ahmad Subarjo. PPKI baru dapat bersidang sehari setelah proklamasi kemerdekaan. Selama terbentuk PPKI melakukan beberapa kali sidang. (a) Sidang pertama Sidang pertama dilaksanakan tanggal 18 Agustus 1945, di Gedung Kesenian Jakarta. Pada sidang ini dihasilkan beberapa keputusan penting yang menyangkut kehidupan 17 ketatanegaraan serta landasan politik bagi bangsa Indonesia yang merdeka, yaitu mengesahkan UUD1945 setelah mendapat beberapa perubahan pada pembukannya. memilih presiden dan wakil presiden, yakni Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta menetapkan bahwa Presiden untuk sementara waktu akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional (b) Sidang kedua Sidang kedua dilakukan pada hari berikutnya, tanggal 19 Agutus 1945. Sidang hari kedua ini menghasilkan keputusan: membentuk 12 departemen dan sekaligus menunjuk pemimpinnya (menteri) menetapkan pembagian wilayah negara Republik Indonesia menjadi delapan provinsi dan sekaligus menunjuk gubernurnya memutuskan agar tentara kebangsaan segera dibentuk. (c) Sidang ketiga Sidang ketiga (20 Agustus 1945) PPKI membahas tentang Badan Penolong Keluarga Korban Perang. Sidang ketiga PPKI menghasilkan delapan pasal ketentuan. Salah satu pasalnya, yakni pasal 2 berisi tentang pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR). (d) Sidang keempat dilakukan pada tanggal 22 Agustus 1945 membahas tentang: a. Komite Nasional b. Partai Nasional c. Badan Keamanan Rakyat b) Perumusan Dasar Negara Menurut Hasan (1992: 537) Dasar negara menjadi salah satu agenda pembicaraan sidang pertama BPUPKI. Selama sidang 18 pertama BPUPKI yang berlangsung dari tanggal 28 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 ada tiga tokoh yang menawarkan konsep dasar negara, yaitu Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Sukarno. Pada tanggal 29 Mei 1945 Mr. M. Yamin menawarkan lima asas dasar Negara Republik Indonesia sebagai berikut: (a) Peri Kebangsaan (b) Peri Kemanusiaan (c) Peri Ketuhanan. (d) Peri Kerakyatan. (e) Kesejahteraan yang berkebudayaan. Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Supomo, mengajukan dasar-dasar negara sebagai berikut: (a) Persatuan (b) Kekeluargaan (c) Keseimbangan lahir dan batin (d) Musyawarah (e) Keadilan rakyat Ir. Sukarno mengusulkan konsep dasar negara dalam rapat BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Selain mengusulkan konsep dasar negara, Bung Karno juga mengusulkan nama bagi dasar negara yaitu Pancasila. Berikut ini lima dasar yang diusulkan oleh Bung Karno: (a) Kebangsaan Indonesia. (b) Internasionalisme atau perikemanusiaan. (c) Mufakat atau demokrasi. (d) Kesejahteraan sosial. (e) Ketuhanan Yang Maha Esa. Setelah itu, sidang memasuki masa istirahat (reses) selama 1 bulan. Sebelum masa reses itu dilaksanakan, BPUPKI membentuk panitia kecil. Panitia kecil itu diketuai oleh Ir. 19 Soekarno, dengan anggotanya, yaitu Drs. M. Hatta, Sutardjo Kartohadikusumo, K.H. Wachid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandardinata, Moh. Yamin, dan A.A. Maramis. Panitia kecil ini mempunyai tugas menampung saran, usul, gagasan dari seluruh anggota BPUPKI tentang dasar negara yang nantinya diserahkan kepada Sekretariat BPUPKI. Pada sebuah pertemuan, panitia kecil membentuk sebuah panitia kecil lainnya yang berjumlah 9 orang. Panitia kecil ini disebut Panitia Sembilan dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Menurut (Samlawi dan Maftuh, 2001: 220) Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan berhasil menyusun Piagam Jakarta (Jacarta Charter) yang di dalamnya terdapat juga rumusan dasar negara Indonesia. Hasil kerja panitia kecil ini dinamakan Jakarta Charter atau Piagam Jakarta Isinya sebagai berikut: (1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya. (2) (menurut) dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. (3) Persatuan Indonesia (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. (5) (serta dengan mewujudkan suatu) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Perumusan terakhir dasar negara dilakukan pada persidangan BPUPKI tahap kedua, yang dimulai pada tanggal 10 Juli 1945. Pada kesempatan itu, dibahas rencana UUD, termasuk pembukaan (preambule) oleh Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Sukarno. Dalam rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menyetujui isi preambule yang diambil dari Piagam Jakarta. Panitia ini kemudian membentuk “Panitia Kecil Perancang Undang Undang Dasar” yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggota Mr. 20 Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subarjo, Mr. A. A. Maramis, Mr. R. P. Singgih, H. Agus Salim, dan dr. Sukiman. Hasil perumusan panitia kecil disempurnakan bahasanya oleh sebuah “Panitia penghalus bahasa” yang terdiri dari Husein Jayadiningrat, Agus Salim, dan Supomo. Panitia ini juga bertugas menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan undang-undang dasar yang sudah dibahas itu. Pembukaan serta batang tubuh rancangan UUD yang dihasilkan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun, sebelum disahkan Pembukaan UUD yang diambil dari Piagam Jakarta rumusan Panitia Sembilan mengalami perubahan. Pada tanggal 17 Agustus 1945 sore, seorang opsir angkatan laut Jepang menemui Drs. Mohammad Hatta. Opsir itu menyampaikan keberatan dari tokoh-tokoh rakyat Indonesia bagian Timur atas katakata “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,” dalam Piagam Jakarta. Sebelum rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945, Drs. Moh. Hatta dan Ir. Sukarno meminta empat tokoh Islam, yakni Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Moh. Hassan untuk membicarakan hal tersebut. Hal ini dilakukan untuk menghindari perdebatan panjang dalam rapat PPKI. Akhirnya mereka sepakat kata-kata yang menjadi ganjalan bagi masyarakat Indonesia Timur itu diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dengan demikian, rumusan dasar negara yang resmi bukan rumusan-rumusan individual yang dikemukakan oleh Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, maupun Ir. Sukarno. Dasar negara yang resmi juga bukan rumusan Panitia Kecil. Pancasila Dasar Negara yang resmi adalah rumusan yang disahkan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Rumusan itu berbunyi, sebagai berikut: (1) Ketuhanan Yang Maha Esa. (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab. 21 (3) Persatuan Indonesia. (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusya- waratan/perwakilan. (5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. c) Tokoh-tokoh persiapan kemerdekaan (1) Ir. Sukarno (1901-1970) Sukarno dilahirkan tanggal 6 Juni 1901. Beliau menjadi tokoh penting dalam persiapan kemerdekaan Indonesia. Pada tahun 1928 beliau mendirikan Partai Nasional Indonesia, beliau menjadi anggota BPUPKI dan menjadi ketua PPKI. Sumbangan pemikiran dan perannya dalam kedua badan ini sangat menonjol. Pada tanggal 1 Juni 1945 beliau menyampaikan usul dasar-dasar negara dalam sidang BPUPKI. Beliau juga yang mengusulkan nama Pancasila bagi dasar negara Indonesia. (2) Dr. K. R. T. Radjiman Widyodiningrat (1879-1952) Beliau lahir pada tahun 1879, Pada zaman pendudukan Jepang, beliau menjadi anggota Dewan Pertimbangan Daerah Madiun, kemudian ditarik ke pusat menjadi anggota Dewan Petimbangan Pusat. Setelah Putera terbentuk, beliau duduk dalam Majelis Pertimbangan. Puncak peranannya terjadi ketika beliau menjadi ketua BPUPKI menjelang kemerdekaan Indonesia. (3) Prof. Dr. Mr . Supomo (1903-1958) Beliau lahir di Solo Tahun 1903, Supomo terpilih menjadi anggota BPUPKI dan PPKI. Beliau sangat berperan dalam perumusan UUD 1945. Sebagai seorang ahli hukum, beliau menjadi anggota tim perumus Undang-Undang Dasar. Beliau juga meng- usulkan dasar-dasar negara pada rapat BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Setelah Indonesia merdeka, beliau menjadi menteri kehakiman. Sesudah pengakuan kedaulatan (1949) beliau kembali menduduki jabatan itu. 22 (4) Mohamad Hatta Mohammad Hatta lahir di Bukit Tinggi, 12 Agustus 1902. Menjelang kemerdekaan, beliau terpilih menjadi anggota BPUPKI. Perannya sangat besar. Beliau masuk dalam Panitia Sembilan yang menghasilkan Piagam Jakarta. Bersama dengan Bung Karno, beliau memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Setelah Indonesia merdeka beliau men- dampingi Bung Karno menjadi wakil presiden. (5) Muhammad Yamin (1903-1962) Menjelang kemerdekaan Indonesia, beliau terpilih menjadi anggota BPUPKI. Beliau salah seorang yang mengajukan usul dasar negara dalam rapat BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Beliau juga menjadi anggota Panitia Kecil yang merumuskan Piagam Jakarta. d) Menghormati para tokoh dalam mempersiapkan kemerdekaan Bentuk penghargaan yang tak kalah penting adalah mencontoh sikap-sikap positif yang mereka tunjukkan dan meneruskan perjuangan mereka. Sikap positif tokoh-tokoh bangsa yang patut kita contoh antara lain: (1) Rela berjuang demi bangsa dan negara. (2) Berpendirian tetapi juga menghormati pendapat orang lain. Para tokoh bangsa terkenal memegang teguh pendapat dan memperjuangkan pen- dapatnya. Maka cara mengenang dan menghargai jasa pahlawan antara lain: (1) Dengan belajar giat untuk meneruskan kemerdekaan dan meneruskan perjuangan pahlawan dengan membangun bangsa Indonesia (2) Rasa cinta tanah air dengan memperingati hari besar nasional, mengikuti upacara dengan khidmat juga merupakan salah satu mengenang dan menghargai jasa para pahlawan. 23 (3) Menjaga lingkungan dari kejahatan, berbuat rukun dan salig bekerja sama antara teman dan lingkungan sekitar. c. Hakikat Pembelajaran 1) Pengertian Pembelajaran Dalam Pasal 1 butir 20 UU No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar” (Winataputra, dkk., 2008: 1.20). Sementara menurut Warsita (2008: 266) Menyatakan bahwa pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. Sanjaya (2011: 61) mengenai arti pembelajaran menjelaskan bahwa pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oeh peserta didik atau murid. Selanjutnya, mengenai konsep pembelajaran Corey (1986) menyatakan : “Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan (Sanjaya, 2011: 56)”. Brigs dan Gagne (1979) menyatakan bahwa pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar peserta didik, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar peserta didik yang bersifat internal (Warsita, 2008: 266). 24 Dari beberapa pengertian pembelajaran, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara pendidik, sumber belajar dan peserta didik dengan tujuan untuk mendukung terjadinya proses dan hasil belajar dalam suatu lingkungan belajar. 2) Prinsip-prinsip Pembelajaran Tentang prinsip pembealajaran, Warsita (2008: 268) mengemukakan adanya 5 prinsip pembelajaran yaitu: (1) pembelajaran sebagai usaha untuk memperoleh perubahan perilaku, pembelajaran itu adalah adanya perubahan perilaku dalan diri peserta didik; (2) perubahan perilaku secara keseluruhan sebagai hasil pembelajaran meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik; (3) pembelajaran merupakan suatu proses yang berkesinambungan; (4) pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya tujuan yang ingin dicapai; (5) pembelajaran merupakan bentuk pengalaman, bentuk interaksi individu dengan lingkunganya. Menurut Suparman (Puspita, 2013: 21-22) mengemukakan prinsip-prinsip pembelajaran antara lain: a) Respon-respon baru diulang sebagai akibat dari respon yang dikenakan kepadanya (respon positif cenderung diulang, respon negatif cenderung dihindari). b) Respon-respon akibat pengaruh kondisi atau tanda-tanda yang terdapat di lingkungan peserta didik. c) Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu akan hilang atau berkurang frekuensinya apabila tidak diperkuat dengan akibat yang menyenangkan. d) Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda yang terbatas akan ditransfer pada situasi lain secara terbatas. Selanjutnya, prinsip-prinsip pembelajaran menurut Sanjaya (2008) sebagai berikut: (1) berpusat pada siswa; (2) belajar dan melakukan; (3) mengembangkan kemampuan sosial; (3) dengan melakukan; (4) 25 mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah; (5) hubungan sosial; (6) mengembangkan kreatifitas siswa; (7) mengembangkan kemampuan; (8) menggunakan ilmu dan teknologi; (9) belajar sepanjang hayat (Prihatiningtyas, 2014: 21-22). Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip pembelajaran di antaranya: (1) pembelajaran sebagai perubahan perilaku peserta didik yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotor; (2) berpusat pada siswa untuk mengambangkan kreativitas, mengambangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi secara berkesinambungan; (3) pembelajaran terjadi karena adanya sesuatu yang mendorong dan adanya tujuan yang ingin dicapai; (4) belajar sepanjang hayat. 3) Tujuan Pembelajaran Djamarah (Saefuddin dan Berdiati, 2014: 60) menyatakan, “Tujuan adalah pedoman yang memberi arah ke mana kegiatan belajar mengajar akan dibawa”. Menurut Sukmadinata (2010) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. (Ma’arif, 2014: 12). Selanjutnya, Winataputra (2008: 1.21) mengemukakan bahwa, “ Proses pembelajaran dalam arti yang luas merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa”. Sejalan dengan pernyataan Hamalik (2005) yang menyatakan, “tujuan pembelajaran adalah suatu 26 deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh peserta didik setelah berlangsung pembelajaran”(hlm. 46). Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu pedoman dari perubahan tingkah laku peserta didik yang diharapkan dari adanya kegiatan pembelajaran. 4) Hasil Belajar Suprijono (2009: 5) menyatakan, “Hasil belajar adalah polapola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap dan keterampilan”. Sementara menurut Bloom (1956) (Daryanto dan Rahardjo, 2012: 27) menyatakan bahwa ranah hasil belajar mencakup tiga hal yaitu kognitif, afektif dan pskikomotor. Untuk aspek kofnitif mencakup enam tingkatan yaitu: (1) pengetahuan; (2) pemahaman; (3) pengertian; (4) aplikasi; (5) analisa; (6) sintesa dan (7) evaluasi. Selanjutnya, menurut lindgren (Suprijono, 2009: 7) bahwa hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Sementara Purwanto (2008: 34) berpendapat “Hasil belajar merupakan perubahan perilaku akibat belajar” . Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan perilaku akibat belajar yang meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan, penilaian proses dan penilaian hasil belajar IPS menjadi tolok ukur dalam keberhasilan penelitian tentang penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis dalam peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V SDN Tanjungrejo Tahun Ajaran 2015/2016. d. Peningkatan Pembelajaran IPS Siswa Kelas V SD Berdasarkan penjelasan sebelumnya, pembelajaran merupakan proses interaksi antara pendidik, sumber belajar dan peserta didik dengan tujuan untuk mendukung tercapainya proses dan hasil belajar dalam suatu lingkungan belajar. Selanjutnya, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah 27 mata pelajaran yang merupakan perpaduan atau integrasi berbagai cabang ilmu sosial. Berdasarkan uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V SD adalah cara, perbuatan yang dilakukan untuk meningkatkan proses interaksi antara pendidik, sumber belajar dan peserta didik dengan tujuan mendukung tercapainya proses dan hasil belajar IPS yang merupakan perpaduan atau integrasi berbagai cabang ilmu sosial siswa kelas V SD pada materi tentang perjuangan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 2. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Media Grafis a. Media Grafis 1) Pengertian Media Pembelajaran Anitah (2008: 1) menyatakan bahwa media dapat diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu antara sumber pesan dengan penerima pesan atau informasi. Selanjutnya, menurut Association for Educational Comunications and Technology (AECT,1977) mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi (Anitah, 2008: 1). Sedangkan Gagne (Padmono, 2011: 11) menyatakan, “media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang merangsangnya untuk belajar “. Berbeda dengan pernyataan Gerlach dan Elly (1980) yang menyatakan bahwa media adalah grafik, foto grafik, elektronik, atau alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproyeksikan dan menjelaskan informasi lisan atau visual. Selanjutnya, Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA) menyatakan bahwa media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik cetak maupun audiovisual serta peralatanya (Sadiman. dkk, 2008: 7) 28 Sumantri dan Permana (2001: 153) menyatakan, “Media adalah segala alat pengajaran yang digunakan guru sebagai perantara untuk menyampaikan bahan-bahan intruksional dalam proses belajar mengajar sehingga memudahkan mencapai tujuan pembelajaran tersebut. Selanjutnya, Anitah (2008: 2) menjelaskan lebih rinci mengenai media pembelajaran yaitu setiap orang, bahan, alat atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dari beberapa pengertian tentang media, dapat disimpulkan bahwa media adalah segala alat pembelajaran yang digunakan pendidik untuk mempermudah penyampaian informasi sehingga tercapainya tujuan dari suatu pembelajaran. 2) Jenis –jenis Media Hamdani (2010: 248-249) membagi media menjadi 3 yaitu : (1) media visual yaitu media yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan indra penglihatan; (2) media audio yaitu media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya dapat didengar); (3) media audiovisual yaitu kombinasi audio dan visual atau bisa disebut dengan media pandang dengar. Beragam jenis media dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristiknya, Padmono (2011: 23-48) menyatakan jenis media berdasarkan karakteristiknya antara lain: a) Media grafis Media grafis yaitu media yang menyangkut indra penglihatan, pesan yang akan disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Jenis-jenis media grafis antara lain : (1) gambar/foto; (2) sketsa; (3) bagan/chart; (4) diagram; (5) grafik; (6) kartun; (7) poster; (8) peta; (9) papan. b) Media tiga dimensi 29 Media tiga dimensi yaitu media pandang yang tidak diproyeksikan, di antaranya: (1) kubus struktur; (2) bumbung substitusi; (3) rotation ; (4) model. c) Media pandang proyeksi diam Media pandang proyeksi diam mempunyai persamaan dengan media grafis dalam arti menyajikan rangsangan visual. Jenis-jenis media pandang proyeksi diam di antaranya : (1) flm bingkai; (2) film strip; (3) media transparansi; (4) film bisu; (5) opaque proyektor; (6) microfis. d) Media Visual Proyeksi Gerak Dibagi menjadi 2 yaitu: (1) media visual proyeksi gerak tak bersuara; (2) media visual proyeksi gerak bersuara. e) Media Audio Media audio merupakan media yang bersifat auditif. Sementara Hamdani (2010: 250-254) membagi media menjadi 6 jenis antara lain: (1) media grafis; (2) teks; (3) audio; (4) grafik; (5) animasi; (6) video. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media antara lain: (a) media grafis; (b) media audio; (c) media audiovisual; (d) media tiga dimensi; (e) media visual proyeksi. 3) Prinsip Penggunaan Media Dalam penggunaan suatu media guru tidak hanya tahu dalam hal penggunaanya. Menurut Anitah (2008: 93) menjelaskan prinsip umum dalam penggunaan media antara lain: (1) penggunaan media pembelajaran hendaknya dipandang sebagai bagian integral dalam sistem pembelajaran; (2) media pembelajaran hendaknya hendaknya dipandang sebagai sumber daya; (3) guru hendaknya memahami tingkat hirarki (sequence) dari jenis alat dan kegunaanya; (4) pengujian media pembelajaran hendaknya berlangsung terus, sebelum, selama, dan 30 sesudah pemakaianya; (5) penggunaan multi media akan sangat menguntungkan dan memperlancar proses pembelajaran. Selanjutnya, menurut Sumantri dan Permana (2001: 156-157) mengemukakan 5 prinsip dalam pemilihan media di antaranya : (1) memilih media harus berdasarkan pada tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan; (2) memilih media harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik; (3) memilih media harus disesuaikan dengan kemampuan guru , baik dalam pengadaanya dan penggunaanya; (4) memilih media harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat; (5) memilih media harus memahami karakteristik dari media itu sendiri. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip penggunaan media di antaranya: (1) penggunaan media sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran; (2) pemilihan media sebagai sumber daya berdasarkan pada tujuan pembelajaran; (3) pemilihan media disesuaikan dengan kondisi waktu, tempat dan situasi yang tepat serta sesuai dengan perkembangan peserta didik; (4) evluasi dalam penggunan dilaksanakan sebelum, saat pengunaan dan setelah penggunaan media; (5) pemilihan media memahami karakteristik media. 4) Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran Menurut Dick dan Carey (Sadiman, dkk., 2008: 86) menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan media di antaranya: “Pertama adalah ketersediaan sumber setempat, artinya bila media yang bersangkutan tidak terdapat pada sumber-sumber yang ada, harus dibeli atau dibuat sendiri. Kedua adalah mempertimbangkan dana untuk membuat atau membeli media. Ketiga adalah faktor yang menyangkut keluwesan, kepraktisan, dan ketahanan media yang digunakan untuk jangka waktu yang lama. Keempat adalah faktor keefektifan biaya dalam jangka waktu yang panjang”. 31 Sementara menurut Sudjana dan Rivai (2013: 4-5) menjelaskan kriteria dalam pemilihan media yaitu: (1) ketepatanya dengan tujuan pembelajaran; (2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran; (3) kemudahan memperoleh media; (4) ketrampilan guru dalam penggunaanya; (5) tersedia waktu untuk menggunakanya; (6) sesuai dengan taraf berpikir siswa. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kriteria media antara lain: (1) ketersediaan tempat; (2) ketepatan dengan tujuan pembelajaran; (3) keluwesan media; (4) sesuai dengan taraf berpikir siswa. 5) Manfaat Media Pembelajaran Menurut Sudjana dan Rivai (2013: 20) manfaat media pembelajaran antara lain: a) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. b) Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. c) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga. d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemonstrasikan dan lain lain. Selanjutnya, menurut sadiman, dkk. (1986) (Padmono, 2011: 13) menyatakan bahwa secara garis besar kegunaan media adalah sebagai berikut: a) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalitas (dalam bentuk kata-kata, tertulis, maupun lisan berkata). b) Mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, serta daya indera. 32 Sementara menurut Heinrich, Molenda dan Russel (1982) (Padmono, 2011: 12-13) mengemukakan bahwa kegunaan media, meliputi: (a) bagi pelajar dapat memberi latihan dan menghayati tugastugas yang diberikan; (b) dapat membantu semangat, untuk melakukan penemuan dan penelitian bagi pendekatan belajar dan mengajar; (c) dapat memberikan rangsangan manajemen mengajar, pengajaran secara individual, pemberian pengajaran khusus. Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa manfaat media pembelajaran antara lain: (1) menumbuhkan motivasi untuk belajar; (2) memperjelas penyajian pembelajaran; (3) pembelajaran menjadi lebih bervariasi; (4) mengatasi keterbatasan dalam proses pembelajaran. 6) Pengertian Media Grafis Media grafis menyalurkan pesan dan informasi melalui simbol-simbol visual. Padmono (2011: 23) menyatakan bahwa Media grafis berfungsi untuk menyampaikan pesan dari sumber ke penerima pesan , saluran yang dipakai menyangkut indera penglihatan. Pengertian media grafis menurut Hamdani (2010: 250) menyatakan bahwa media grafis menyalurkan pesan dari sumber ke penerima pesan, saluran yang dipakau menyangkut indra penglihatan serta pesan yang disampaikan dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi visual. Selanjutnya, menurut Asyhar (2011: 57) menyatakan bahwa media grafis menyalurkan pesan dan informasi melalui simbolsimbol visual. Sementara Sudjana dan Rivai (2013: 27) menyatakan bahwa media grafis mengkomunikasikan fakta-fakta dan gagasangagasan secara jelas dan kuat melalui perpaduan antara pengungkapan kata-kata dan gambar. Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa media grafis adalah media yang menyalurkan informasi dari pemberi pesan ke penerima pesan yang berupa fakta- 33 fakta dan gagasan-gagasan yang menyangkut indra penglihatan dituangkan ke dalam simbol visual perpaduan pengungkapan kata-kata dan gambar. 7) Jenis-jenis Media Grafis Menurut Padmono (2011: 24-35) jenis-jenis dari media grafis antara lain: (1) gambar/foto; (2) sketsa; (3) bagan/chart; (4) diagram; (5) grafik; (6) kartun; (7) karikatur; (8) poster; (9) peta. Sementara menurut Sudjana dan Rivai (2013: 27) mengemukakan jenis-jenis media grafis antara lain: (1) bagan; (2) diagram; (3) grafik; (4) poster; (5) kartun; (6) komik. Selanjutnya, menurut Asyhar (2011: 57-64) menjelaskan bahwa jenis-jenis media grafis antara lain: (1) gambar; (2) kartun; (3) karikatur; (4) grafik; (5) diagram/skema; (6) bagan (chart); (7) peta (map); (8) poster. Sementara menurut Sudjana dan Rivai (2013: 27) mengemuakan bahwa jenis-jenis media grafis antara lain: (1) bagan; (2) diagram; (3) grafik; (4) poster; (5) kartun; (6) komik. Berdasarkan pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis media grafis antara lain: (1) gambar/foto; (2) sketsa; (3) bagan/chart; (4) diagram; (5) grafik; (6) kartun; (7) karikatur; (8) poster; (9) peta; (10) komik. Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan media grafis di antaranya : (1) Gambar/foto; (2) Bagan. 8) Langkah-langkah Penggunaan Media Grafis Tentang langkah penggunaan media secara umum, Sadiman, dkk. (2008: 198-200) mengemukakan bahwa agar dapat digunakan dengan efektif dan efisien ada tiga langkah utama yang perlu diikuti dalam penggunaan media antara lain : a) Persiapan sebelum menggunakan media b) Kegiatan selama menggunakan media c) Kegiatan tindak lanjut 34 Sementara menurut Anitah (2008: 94-95) mengemukakan langkah-langkah dalam penggunaan media antara lain : a) Persiapan sebelum menggunakan media Langkah awal sebaiknya dilakukan dengna cara mempelajari petunjuk menggunakan media, semua peralatan disiapkan sebelumnya, perhatikan pengaturan ruang maupun pebelajar. b) Pelaksanaan penggunaan media Pada saat kegiatan belajar dengan menggunakan media hendaknya dijaga agar suasana tetap tenang, perhatian belajar terjaga. c) Evaluasi Tahap ini merupakan tahap penyajian apakah tujuan pembelajaran telah tercapai, selain itu untuk memantapkan pemahaman materi. d) Tindak Lanjut Dari umpan balik yang diperoleh, guru meminta pebelajar untuk memperdalam sajian materi dengan berbagai cara. Dari langkah-langkah penerapan media secara umum, maka dapat diterapkan dalam langkah-langkah penerapan media grafis yaitu: (1) persiapan sebelum menggunakan media, pada tahap ini pembuatan media grafis berlangsung; (2) pelaksanaan penggunaan media; (3) evaluasi; (4) kesimpulan. 9) Kelebihan dan Kekurangan Media Grafis a) Kelebihan Media Grafis Menurut Suharjo (2006: 111), kelebihan yang dimiliki media grafis adalah bentuknya sederhana, ekonomis, bahan media mudah diperoleh, dapat menyampaikan rangkuman, mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatanya, sedikit memerlukan informasi tambahan, dapat membandingkan suatu perubahan , dapat divariasi antara media satu dengan yang lain. Sementara Padmono (2011: 24) mengemukakan media grafis mudah pembuatanya, sederhana, dan relativ murah. Sejalan 35 dengan pendapat Hamdani (2010: 250) yang menyatakan bahwa selain sederhana dan mudah dibuat, media grafis termasuk media yang relativ murah apabila dilihat dari segi biayanya. Dari beberapa pendapat ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan media grafis adalah: (1) memiliki bentuk yang sederhana, ekonomis; (2) mengatasi keterbatasan ruang dan waktu; (3) mudah pembuatanya (4) dapat divariasi dengan media lain. b) Kekurangan Media Grafis Sementara itu, kekurangan dari media grafis menurut Susilana dan Riyana (Puspita, 2013: 35) menyatakan bahwa kekurangan media grafis yaitu membutuhkan keterampilan khusus dalam pembuatanya tertutama untuk grafis yang lebih kompleks; serta penyajian pesan hanya berupa unsur visual. b. Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) 1) Pengertian Model Pembelajaran Mills (Suprijono, 2009: 45) menyatakan, “ Model adalah bentuk repsresentasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Selanjutnya, Suprijono (2009: 46) menyatakan bahwa model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Berbeda dengan pernyataan Arends (Suprijono, 2009: 6) yang menyatakan bahwa model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahaptahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Mengenai pengertian model pembelajaran Trianto (2007: 3) yang menyatakan: 36 “Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan para guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran”. Menurut Joyce dan Weil (1992) (Trianto, 2007: 11) bahwa model pembelajaran merupakan model yang membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Dari bebereapa pedapat tentang model pembelajaran maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan pendidik untuk merancang pembelajaran yang mempermudah siswa dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berpikir agar tercapainya tujuan pembelajaran. 2) Model Pembelajaran Kooperatif a) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Sanjaya (Hamdani, 2010: 30) menyatakan, “Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dirumuskan”. Selanjutnya, Sanjaya (2009: 242) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Mengenai pengertian model pembelajaran kooperatif, Slavin (1955) (Isjoni, 2007: 17) menyatakan: “Cooperative learning merupakan model pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching)”. 37 Dari beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang membentuk siswa dalam kegiatan belajar berkelompok untuk melakukan kerjasama agar tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. b) Macam-macam Model Pembelajaran Koperatif Menurut Suprijono (2009: 89-101) macam-macam model pembelajaran kooperatif di antaranya: (1) Jigsaw; (2) Think-Pairshare; (3) Numbered Heads Together; (4) Group Investigation; (5) Two Stay Two Stray; (6) make a match; (7) listening team; (8) inside-outside-circle; (9) bamboo dancing; (10) point-counterpoint. Sedangkan menurut Huda (2011: 134-151) menjelaskan tentang teknik-teknik dalam pembelajaran kooperatif di antaranya: (1) Mencari pasangan (make a match); (2) bertukar pasangan; (3) berpikir-berpasangan-berbagi (think-pair-sharing); (3) berkirim salam dan soal; (4) kepala bernomor (numbered heads together); (5) dua tinggal dua tamu (two stay two stray); (6) keliling kelompok; (7) kancing gemerincing; (8) keliling kelas; (9) lingkaran dalam-lingkaran luar (inside-outside circle); (10) tari bambu; (11) Jigsaw; (12) bercerita berpasangan. Selanjutnya, menurut Daryanto dan Rahardjo (2012: 243246) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif di antaranya: (1) jigsaw; (2) Numbered Heads Together (NHT); (3) Student Teams Achievement Devision (STAD); (4) Team Assited Individualization (TAI); (5) Make a match ;(6) Dari beberapa pendapat para ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tipe-tipe dari model kooperatif di antaranya (1) Jigsaw; (2) Think-Pair-share; (3) Numbered Heads Together; (4) Group Investigation; (5) Two Stay Two Stray; (6) make a match; (7) listening team; (8) inside-outside-circle; (9) bamboo dancing; 38 (10) point-counter-point; (11) Team Assited Individualization (TAI). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan salah satu tipe dari model kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT). 3) Pengertian Numbered Heads Together (NHT) Hamdani (2010: 89) mengemukakan bahwa Numbered Heads Together (NHT) adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak, guru memanggil nomor dari siswa. Sementara menurut Huda (2011: 130) mengemukakan bahwa Numbered Heads Together (NHT) adalah varian dari diskusi kelompok dengan setiap anggota kelompok diberi nomor kepala. Selanjutnya, menurut Trianto (2009: 82) Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternative terhadap struktur dan kelas tradisional. Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa Numbered Heads Together (NHT) adalah salah satu varian dari model kooperatif yang memungkinkan setiap siswa dalam satu kelompok diskusi mendapatkan nomor di kepala, kemudian guru memanggil nomor siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi. 4) Langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT) Langkah-langkah model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) menurut Huda (2011: 138) yaitu : a) Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor. b) Guru memberikan tugas/ pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakanya. 39 c) Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. d) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka. Sementara menurut Suprijono (2009: 82) langkah-langkah dalam model kooperatif tipe Numbered Heads Together di antaranya : (1) guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok kecil tiap orang dalam kelompok diberi nomor ; (2) guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap kelompok; (3) tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru; (4) guru memanggil peserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap kelompok. Langkah-langkah model kooperatif tipe numbered heads together (NHT) menurut Hamdani (2010: 90) yaitu: (1) siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor; (2) guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakanya; (3) kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakanya; (4) guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka; (5) siswa lain memberikan tanggapan; (5) kesimpulan Berdasarkan pendapat beberapa ahli tersebut, maka langkahlangkah model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu: (1) guru membagi siswa dalam beberapa kelompok, dan setiap siswa mendapatkan nomor kepala; (2) guru menyampaikan materi (3) guru memberikan tugas kelompok untuk didiskusikan; (4) guru memanggil nomor siswa dan siswa yang dipanggil nomornya mempresentasikan hasil kerja kelompoknya; (5) kelompok lain memberikan tanggapan; (6) kesimpulan. 40 5) Kelebihan dan Kekurangan Numbered Heads Together (NHT) a) Kelebihan Numbered Heads Together (NHT) Hamdani (2010: 90) mengemukakan kelebihan Numbered Heads Together (NHT) yaitu: (1) setiap siswa menjadi siap semua; (2) siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguhsungguh; (3) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Selanjutnya, Huda (2011: 138) menyatakan kelebihan Numbered Heads Together (NHT) yakni memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling sharing ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat, serta meningkatkan semangat kerja siswa. Sementara menurut Shoimin (2014: 108-109) mengemukakan kelebihan dan kekurangn Numbered Heads Together (NHT) antara lain : (1) Setiap Murid menjadi siap (2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh (3) Murid yang pandai dapat mengajari murid yang kurang pandai (4) Terjadi interaksi secara intens antarsiswa dalam menjawab soal (5) Tidak ada murid yang mendominasi dalam kelompok karena dibatasi nomor. Dari pendapat beberapa ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kelebihan Numbered Heads Together (NHT) adalah (a) siswa menjadi siap; (b) siswa berdiskusi dengan sungguh-sungguh; (c) siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai; (e) tidak ada murid yang mendominasi. b) Kekurangan Numbered Heads Together (NHT) Mengenai kekurangan dari Numbered Heads Together (NHT), Hamdani (2010: 90) menyatakan kekurangan dari Numbered Heads Together (NHT) di antaranya kemungkinan nomor yang dipanggil, 41 akan dipaggil lagi oleh guru, tidak semua anggota dipanggil oleh guru. Selanjutnya, menurut Shoimin (2014: 109) mengemukakan bahwa kekurangan Numbered Heads Together (NHT) yaitu tidak terlalu sesuai untuk diterapkan dalam jumlah siswa banyak karena membutuhkan waktu lama dan tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru karena waktu yang terbatas. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kekurangan Numbered Heads Together (NHT) antara lain tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru, terlalu lama untuk jumlah siswa yang banyak. c. Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Media Grafis Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu varian dari model kooperatif yang memungkinkan setiap siswa dalam satu kelompok diskusi mendapatkan nomor di kepala, kemudian guru memanggil nomor siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi. Selanjutnya, media grafis adalah media yang menyalurkan informasi dari pemberi pesan ke penerima pesan yang berupa fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang menyangkut indra penglihatan dituangkan ke dalam simbol visual perpaduan pengungkapan kata-kata dan gambar. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis adalah mempraktikkan model dengan pembagian siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil, setiap kelompok diberikan nomor kepala, kemudian guru memanggil siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi, dengan bantuan media grafis yang berisi fakta-fakta dan gagasangagasan yang menyangkut indra penglihatan dituangkan ke dalam simbol visual serta perpaduan pengungkapan kata-kata dan gambar untuk mempermudah pemahaman materi dari guru. Langkah-langkah penerapan 42 model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis antara lain: (1) pembagian kelompok dan penomoran, guru membagi siswa dalam kelompok kecil dan memberikan nomor; (2) penyampaian materi menggunakan media grafis; (3) guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok; (4) diskusi kelompok, setiap kelompok mendiskusikan jawaban tugas yang telah diberikan; (5) pemanggilan nomor siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (6) kesimpulan menggunakan media grafis. 3. Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian yang relevan yang berkaitan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan oleh peneliti mengenai “Penerapan Model Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Media Grafis dalam Peningkatan Pembelajaran IPS tentang Perjuangan Mempersiapkan Kemerdekaan pada Siswa Kelas V SDN Tanjungrejo Tahun Ajaran 2015/2016” ini, di antaranya adalah : 1. Penelitian dilakukan oleh Istiqomah dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dalam Pembelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas V-B SD Al – Ichsan Surabaya” pada tahun 2013 dengan hasil penelitian aktivitas guru selama pembelajaran mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 75% pada siklus I, 83,75% pada siklus II, 95% pada siklus III. Aktivitas siswa mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 69,44% pada siklus I, 77,77% pada siklus II, 91,67% pada siklus III. Hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 61,29% pada siklus I, 77,42% pada siklus II, 86,21% pada siklus III. Respon siswa juga mengalami peningkatan selama tiga siklus dengan persentase ketuntasan 72,74% pada siklus I, 78,95% pada siklus II, 95,43% pada siklus III. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Head Together 43 (NHT) dapat meningkatkan aktivitas guru,aktivitas siwa, hasil belajar dan respon siswa pada mata pelajaran IPS kelas V di SD Al-Ichsan Surabaya. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan model Numbered Heads Together (NHT). Selanjutnya, mata pelajaran yang diteliti oleh peneliti dengan penelitian dari Istiqomah yaitu sama-sama IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah dengan penelitian ini adalah pada variabel terikat, penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa Kelas V, sementara penelitian ini adalah peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Istiqomah tidak menggunakan media, sementara dari peneliti yaitu menggunakan media grafis. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Rini Mursiami dengan judul “Penggunaan Media Grafis Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Materi Teknologi Produksi, Komunikasi Dan Transportasi Pada Siswa Kelas IV SD Anugrah Surabaya” pada tahun 2013 yang terdiri dari 19 anak dengan KKM 70 dengan hasil pada siklus I yang mencapai ketuntasan sebesar 57,89% dengan nilai rata-rata 71,84. Kemudian pada siklus II 84,21% dengan nilai rata-rata 81,31 dan 94,73% pada siklus III dengan nilai ratarata 91,57. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran dari siklus I 70%, pada siklus II 81% dan kemudian menjadi 100% pada siklus III. Aktivitas guru mengalami peningkatan persentase dari siklus I 71% pada siklus II 82,5% dan kemudian menjadi 97% pada siklus III, maka dapat disimpulkan penggunaan media grafis dapat meningkatkan hasil belajar IPS pada materi teknologi produksi, komunikasi dan transportasi pada siswa kelas IV SD Anugrah Surabaya. Persamaan penelitian yang dilakukan Rini Mursiami dan penelitian ini adalah penggunaan media yang digunakan yaitu penggunaan media grafis. Selanjutnya, persamaan pada subjek penelitian yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Sementara 44 perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Rini Sumarni dengan penelitian ini adalah subjek penelitian yaitu siswa kelas IV sedangkan penelitian ini adalah siswa kelas V. 3. Penelitian dilakukan oleh Panser Dwi Puspita pada tahun 2013 dengan judul “Penerapan Metode Index Card Match Dengan Media Grafis dalam Peningkatan Pembelajaran IPS Siswa Kelas V SD Manggungan tahun ajaran 2013/2014” pada siklus I persentase guru memperoleh rata-rata 77,5%. Siklus II hasil pengamatan mengalami peningkatan sebesar 10% yaitu mencapai 87,5%, dan pada siklus III juga mengalami peningkatan 3% menjadi 90,5%. Selanjutnya, pada persentase kegiatan siswa pada siklus I siswa memperoleh rata-rata 76%. Pada siklus II mengalami peningkatan 12,5% yaitu mencapai 88,5% dan mengalami peningkatan lagi 3% yaitu mencapai 91,5% pada siklus III. Selanjutnya, pada persentase hasil belajar siswa pada awal/pretest persentase ketuntasan belajar memperoleh 20% dengan rerata 60,2, pada siklus I persentase ketuntasan belajar mencapai 93,3% dengan rerata 81,8 meningkat pada siklus II yaitu persentase ketuntasan mencapai 96,67% dengan rerata nilai 83,43 kemudian meningkat lagi menjadi 100% pada siklus III dengan rerata 89,13. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode Index Card Match dengan media grafis dapat meningkatkan pembelajaran IPS kelas V. Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Panser Dwi Puspita dengan penelitian ini adalah media yang digunakan yaitu sama-sama menggunakan media grafis. Selanjutnya, pada variabel terikat sama-sama dalam peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V. Perbedaan dari penelitian yang dilakukan oleh Panser Dwi Puspita dengan penelitian ini adalah pada model yang digunakan, peneliti akan menggunakan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sementara penelitian yang dilakukan oleh Panser Dwi Puspita menggunakan metode index card match. 4. Penelitian dilakukan oleh Larry Mahedy pada tahun 2006 dengan judul “The Effects of Numbered Heads Together with and Without an Incentive 45 Package on the Science Test Performance of a Diverse Group of Sixth Graders” menghasilkan kesimpulan bahwa Numbered Heads Together (NHT) dapat meningkatkan nilai kelompok belajar pada mata pelajaran kimia pada kelas ke-6. Hasil dari penelitian dari Larry Mahedy menunjukkan bahwa dari setiap kegiatan diskusi kelompok belajar selalu memperoleh peningkatan skor kuis, dengan Numbered Heads Together (NHT) respon siswa dalam pembelajaran di setiap diskusi belajar meningkat terbukti dengan keaktifan siswa yang selalu meningkat. Persamaan penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Larry Mahedy yaitu pada variabel bebas sama-sama menggunakan model Numbered Heads Together (NHT). Selanjutnya, perbedaan dari penelitian ini dan penelitian yang dilakukan oleh Larry Mahedy yaitu pada variabel terikat yaitu hasil tes belajar mata pelajaran kimia siswa kelas ke-6 sementara peneliti menggunakan variabel terikat berupa peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V. Perbedaan antara penelitian dari Larry Mahedy dan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Larry Mahedy tidak menggunakan media dalam pembelajaran, sementara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti menggunakan media grafis. B. Kerangka Berpikir Kondisi pembelajaran di kelas V SDN Tanjungsari terutama pada pembelajaran IPS masih didominasi oleh guru dengan metode ceramah dengan buku pembelajaran IPS sehingga pembelajaran berlangsung dengan kurang menarik yang berakibat minat siswa untuk belajar menjadi kurang. Selanjutnya, dalam penggunaan media pembelajaran guru belum menggunakan media yang sesuai dengan pembelajaran sehingga dalam pembelajaran siswa menjadi kurang antusias dengan materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, diperlukan model dan media yang sesuai dengan karakteristik siswa kelas V yaitu mampu untuk berpikir logis serta dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan 46 masalah yang konkret, memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk menjelajah dan bereksplorasi. Sesuai dengan karakteristik siswa kelas V yang berada pada tahap operasional konkret yaitu mampu untuk berpikir logis serta dapat berpikir secara sistematis untuk mencapai pemecahan masalah yang konkret, memiliki rasa ingin tahu yang besar untuk menjelajah dan bereksplorasi, penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis pada pembelajaran menjadi salah satu solusi dalam pembelajaran IPS, dengan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) ini siswa menjadi lebih siap dalam pembelajaran, siswa melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, serta siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai di samping itu juga tidak ada murid yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, dalam penggunaan media grafis dalam pembelajaran IPS akan membantu guru dalam penyampaian materi dengan media grafis dapat menyampaikan rangkuman materi, mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu, tanpa memerlukan peralatan khusus dan mudah penempatanya, sedikit memerlukan informasi tambahan, dapat membandingkan suatu perubahan , dapat divariasi antara media satu dengan yang lain sehingga dengan media grafis pembelajaran akan menarik perhatian dan minat siswa terhadap materi yang diberikan memberikan siswa rasa ingin tahu untuk menjelajah dan bereksplorasi terhadap materi yang sedang diberikan. Langkah-langkah penerapan model kooperatif dengan media grafis yaitu: (1) pembagian kelompok dan penomoran, guru membagi siswa dalam kelompok kecil dan memberikan nomor; (2) penyampaian materi menggunakan media grafis; (3) guru memberikan tugas kepada masing-masing kelompok dengan media grafis; (4) setiap kelompok mendiskusikan jawaban tugas yang telah diberikan; (5) pemanggilan nomor siswa untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok; (6) kesimpulan menggunakan media grafis. Pembelajaran diharapkan menjadi lebih baik, efektif dan inovatif manakala terjadi hubungan yang erat antara siswa, guru, model serta media yang digunakan, sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai. Jika pembelajaran IPS dilaksanakan dengan menerapkan model kooperatif tipe 47 Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis, maka pembelajaran IPS pada siswa kelas V dapat meningkat. Gambar 2.1 berikut merupakan bagan kerangka berpikir pada penelitian tindakan kelas yakni penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis dalam peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V tahun ajaran 2015/2016. Penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis sebagai variabel X yang akan mempengaruhi peningkatan pembelajaran IPS pada siswa kelas V sebagai variabel Y. 48 Kondisi Awal Tindakan Kondisi Akhir Guru Pembelajaran IPS didominasi guru dengan metode ceramah dan belum menggunakan media Penerapan langkah-langkah Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis dalam peningkatan pembelajaran IPS sebagai berikut: 1. Pembagian kelompok dan penomoran siswa. 2. Penjelasan materi dengan media grafis. 3. Pembagian tugas kepada masing-masing kelompok. 4. Diskusi kelompok. 5. Pemanggilan nomor siswa. 6. Kesimpulan dengan media grafis Pembelajaran IPS tentang Perjuangan Mempersiapkan Kemerdekaan pada Siswa Kelas V SDN Tanjungrejo meningkat Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir Siswa Siswa kurang antusias dan kurang berminat dalam kegiatan pembelajaran . Siklus I Guru menerapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis pada materi Sejarah BPUPKI, tokoh-tokoh BPUPKI Siklus II Guru menerapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis pada materi perumusan dasar Negara Siklus III Guru menerapkan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis pada materi sejarah PPKI dan riwayat tokoh penting persiapan kemerdekaan. siswa lebih siap dalam pembelajaran, berdiskusi dengan sungguhsungguh, siswa yang pandai dapat mengajari yang kurang pandai tidak ada murid yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran 49 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan rumusan masalah, tinjauan pustaka, penelitian yang relevan dan kerangka berpikir tersebut, maka hipotesis tindakan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah jika penerapan model kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan media grafis dilaksanakan dengan langkah-langkah yang tepat, maka dapat meningkatkan pembelajaran IPS tentang perjuangan mempersiapkan kemerdekaan pada siswa kelas V SDN Tanjungrejo tahun ajaran 2015/2016.