kerangka acuan kerja

advertisement
KERANGKA ACUAN KERJA
(TERMS OF REFERENCE/TOR)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
TAHUN 2017
DOMESTIKASI IKAN HIAS RAINBOW AJAMARU
(Melanotaenia ajamaruensis)
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN
PERIKANAN
DEPOK
2016
KERANGKA ACUAN KERJA
(TERM OF REFERENCE/TOR) KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2017
Kementerian
Negara/Lembaga
Unit Eselon I/II
Program
Hasil (Outcome)
Kegiatan
Indikator Kinerja Kegiatan
Jenis Keluaran (Output)
Volume Keluaran (Output)
Satuan Ukur Keluaran
(Output)
: Kementerian Kelautan dan Perikanan
: Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Kelautan dan Perikanan
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Perikanan
: Program Penelitian dan Pengembangan Iptek
Kelautan dan Perikanan
: ( di isi TO)
: Domestikasi Ikan Hias Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis)
:
:
: 1 Paket
: 1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip
Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) Tiga Generasi
2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis) terhadap bakteri
Aeromonas hydrophila.
3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna
Ikan Rainbow Ajamaru
4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow
Ajamaru
5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow
Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)
6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru
7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow
Ajamaru Pada Berbagai Generasi
8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow
Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) di
JABODETABEK (Uji Multilokasi)
9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru
10. Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow
Ajamaru
2
Dasar Hukum
Dasar hukum tugas fungsi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Ikan Hias (BPPBIH) Depok tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.35/MEN/2011 tanggal 26
September 2011. Sesuai dengan peraturan tersebut BPPBIH Depok
mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan budidaya
ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut berdasarkan
lingkungan fisik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPPBIH Depok
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi,
serta laporan;
b. Pelaksanaan penelitian perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias
air payau, dan ikan hias air laut meliputi perbenihan dan genetika,
reproduksi, domestikasi dan pemuliaan sumber daya plasma nutfah
ikan hias, nutrisi dan teknologi pakan, kesehatan ikan, lingkungan, serta
teknologi budidaya ikan hias;
c. Pengembangan teknologi perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan
hias air payau, dan ikan hias air laut;
d. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi, dan kerja sama penelitian
dan pengembangan perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air
payau, dan ikan hias air laut;
e. Pengelolaan prasarana dan sarana penelitian dan pengembangan; dan
f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.
3
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………...
1
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………
2
DAFTAR ISI ……………………………………………………………...
3
1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip Ikan Rainbow Ajamaru
(Melanotaenia ajamaruensis) Tiga Generasi …………………………..
2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)
terhadap bakteri Aeromonas hydrophila ………………………………
3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna Ikan Rainbow Ajamaru...
4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow Ajamaru ……………………...
5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis)…………………………………......................................
6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru …………………………………
7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow Ajamaru Pada Berbagai
Generasi ………………………………………………………………
8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow Ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) di JABODETABEK (Uji Multilokasi) …………………
9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru ………………………………
10. Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow Ajamaru ……………………
4
5
1
23
36
42
57
59
68
77
84
EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE DAN GENOTIPE IKAN
RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) TIGA GENERASI
Eni Kusrini, Anjang Bangun Prasetio, Media Fitri Isma Nugraha, Melta Rini
Fahmi, Shofihar Sinansari, dan Erma Primanita Hayuningtyas
ABSTRAK
Ikan Rainbow ajamaru (Melanotaenia ajamarunensis) merupakan ikan
endemik yang berasal dari Danau Ajamaru, Papua, sehingga ikan ini termasuk
ikan hias asli Indonesia yang perlu dilestarikan. Selain itu, teknologi pembenihan
ikan reinbow telah dikuasai dan beberapa jenis ikan rainbow seperti rainbow
merah dan boesmani telah berhasil dibududayakan. Oleh karena itu, perlu
diadakan perbaikan sifat-sifat morfologi dari segi kualitas maupun kuantitas.
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe dari sumber
daya genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisis keragaman genetik
menggunakan metode morfometrik dan meristik, RAPD (Radomly Amplified
Polymorphic DNA), serta Mt DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan
rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan G2. Sebagai upaya untuk keberlanjutan
budidaya ikan rainbow ajamaru kearah kualitas, sehingga sangat diperlukan
adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun
genotipe sebelum dilakukan program breeding lebih lanjut guna menghasilkan
generasi-generasi hasil budidaya.
Kata Kunci: Fenotip, Genotip, Morfometrik, RAPD, Rainbow ajamaru.
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) adalah salah satu
ikan hias asli Indonesia dari 95 spesies rainbow yang tersebar di Sulawesi dan
Papua. Ikan rainbow yang termasuk endemik Papua ini yang telah dinyatakan
punah dapat ditemukan kembali tahun 2007 oleh tim ekspedisi Papua di Sungai
Kaliwensi, Sorong, Papua (Kadarusman et. al., 2010). Beberapa jenis ikan
rainbow seperti ikan rainbow boesmani dan kurumoi telah berhasil didomestikasi
dan dikembangbiakan di BPPBIH, Depok.
Ketersediaan ikan rainbow Ajamaru di alam yang juga terbatas perlu
diatasi dengan melakukan budidaya. Usaha budidaya dengan cara persilangan
telah banyak dilakukan agar produksi ikan pelangi meningkat dan bernilai
ekonomis. Potensi ekonomi ikan pelangi berbanding lurus dengan status
5
kepunahannya, sehingga dibutuhkan pengelolaan budidaya yang tepat agar
kelestariannya tetap terjaga.
Sebagai langkah awal agar ikan rainbow Ajamaru bisa dibudidayakan
maka dilakukan domestikasi. Domestikasi merupakan upaya untuk menjinakkan
ikan liar (wild spesies) yang hidup di alam bebas agar terbiasa hidup pada
lingkungan budidaya yang terkontrol, baik pakan maupun habitatnya atau disebut
dengan ikan budidaya (Effendi, 2004; Muslim & Syaifudin (2012).
Pengelolaan budidaya membutuhkan berbagai informasi yang terkait
dengan biologi ikan pelangi, namun pada keyataannya informasi tersebut masih
sedikit, khususnya pada ikan pelangi perot dan ikan pelangi hasil persilangan.
Beberapa informasi yang belum banyak diketahui yaitu, penampilan secara
morfologi, ciri morfometrik dan meristik, serta hubungan panjang-bobot (Afini
et.al., 2014)
Sebagai upaya untuk keberlanjutan budidaya ikan rainbow ajamaru kearah
kualitas, sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik
secara fenotipe maupun genotipe. Evaluasi karakter genotipe dari sumber daya
genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisa keragaman genetik
menggunakan metode RAPD (Radomly Amplified Polymorphic DNA) dan Mt
DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan
G2. Dari hasil analisa RAPD terhadap tiga generasi ikan rainbow Ajamaru dapat
diperoleh jarak genetik yang menghubungkan ketiganya sehingga dapat dilihat
genetic drift yang dihasilkan dan apakah terjadi inbreeding didalamnya.
Sedangkan karakter fenotipe yang diamati meliputi morfometrik dan meristik.
Pada akhirnya akan diperoleh hubungan korelasi antara karakter genotip dan
karakter fenotip yang ada.
b. Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe
sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dari tiga generasi (G0, G1, G2).
Sasarannya adalah diperolehnya hubungan jarak genetik dari tiga generasi
ikan rainbow dan menghasilkan hubungan antara karakter fenotip dan genotipe.
6
c.
Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endmik yang berasal dari
papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun
2007 oleh tim ekpedisi Papua. Ditemukannya kembali rainbow ajamaru sangat
penting untuk mengetahui karakter genetik (fenotipe dan genotipe) yang dimiliki
ikan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi
karakter sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru secara kuantitatif dan
kualitatif, sehingga sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi
genetik baik secara fenotipe maupun genotipe sebagai acuan dasar dalam langkah
lebih lanjut program breeding ikan rainbow ajamaru.
BAB II. METODE
A. Karakter Fenotipe
Ikan uji yang digunakan adalah ikan rainbow ajamaru (Melanitaenia
ajamaruensis). Jumlah yang dianalasis untuk karakter fenotipe adalah sebanyak 30
ekor per generasi pada ikan rainbow yang sudah matang gonad pertama.
Sedangkan pada analisis karakter genotipe jumlah sampel yang digunakan adalah
10 sampel.
1.
Morfometrik
Pengukuran morfometrik dilakukan dengan meletakkan ikan uji pada
posisi kepala menghadap kekiri dan sirip dilebarkan. Pengukuran dilakukan
terhadap 30 karakter morfometrik yang ditetapkan menggunakan alat kaliper
berketelitian 0.01 mm.
Karakter morfometrik yang diukur dalam penelitian ini merujuk pada
metode Allen & Cross (1980) dengan beberapa modifikasi dan tambahan yang
dilakukan oleh Musthofa & Kadarini (2012). Ciri-ciri tersebut meliputi, SL =
panjang standar, TL = panjang total, HL = panjang kepala, HD = tinggi kepala,
SNL = panjang moncong, ED = diameter mata, LUJ = panjang rahang atas, LLJ =
panjang rahang bawah, BD = tinggi badan, LCP = panjang batang ekor, DCP =
tinggi batang ekor, PDL1 = panjang sebelum sirip punggung 1, PDL2 = panjang
7
sebelum sirip punggung 2, PVL = panjang sebelum sirip perut, PAL = panjang
sebelum sirip dubur, LDB1 = panjang dasar sirip punggung 1, LDB2 = panjang
dasar sirip punggung 2, LAB = panjang dasar sirip dubur, LPF = panjang sirip
dada, LVF = panjang sirip perut, LCF = panjang sirip ekor, LDF1 = panjang sirip
punggung 1, LDF2 = panjang sirip punggung 2, LAF = panjang sirip dubur,
LMCF = panjang sirip ekor bagian tengah.
2. Meristik
Karakter meristik pada ikan rainbow ajamaru dilakukan untuk mengetahui
jari-jari sirip baik yang terdiri dari durri-duri sirip keras maupun lunak. Karakter
meristik yang diamati meliputi jumlah jari-jari sirip punggung, jumlah jari-jari
sirip dada, jumlah jari-jari sirip perut, jumlah jari-jari sirip dubur, pectoral spine
serrations: rigi-rigi pada sirip dada.
Selain itu dilakukan pula mengamatan
karakter morfologis khusus, yaitu: bentuk process occipital, panjang duri bawah
mata tanpa melakukan analisis osteologi.
B. Karakter Genotipe
1. Ekstraksi DNA
Sampel sirip ikan diekstraksi DNA menggunakan prosedur GeneJET
Genomic DNA Purification Kit. Sirip ikan rainbow ajamaru (M. ajamaruensis)
sebanyak 5-10 mg dihancurkan, ditambahkan 180µL digestion solution, 20µL
proteinase K dan divortex, serta diinkubasi pada suhu 56°C selama 3 jam. Setelah
diinkubasi, sampel divortex kembali selama 15 detik, lalu ditambahkan 200µL
lysis solution divortex, ditambah 400µL etanol absolute (75%), kemudian di
vortex.
Larutan tersebut dipindahkan kedalam mini spin colum, disentrifuge
6500rpm selama 1 menit, cairan pada bagian bawah spin colom dibuang. Spin
columdipindahkanpada tube yang baru, ditambah 500µL wash buffer 1 dan
disentrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, larutan pada bagian bawah
tube dibuang. Kemudian 500µL wash buffer 2 ditambahkan dan sentrifuge pada
kecepatan 12000 rpm selama 3 menit. Larutan pada bagian bawah tube dibuang
lalu disentrifuge kembali pada kecepatan 12000rpm selama 1 menit. Bagian
bawah tube dibuang dengan cara melepas spin colum secara hati-hati jangan
sampai bersinggungan dengan cairan bagian bawah colum. Spin colum
8
dipindahkan ke dalam mikrotube 1,5µL yang baru. Selanjutnya ditambahkan
100µL Elution Buffer, diinkubasi 2 menit pada suhu ruang dan disentrifuge pada
kecepatan 8000 rpm selama 1 menit.
2. Amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) denganmetode RAPD
RAPD atau Randomly amplified polymorphic DNA adalah metode PCR
yang menggunakan single primer yang menempel secara random. Sehingga perlu
dilakukan tahapan screening terhadap beberapa primer yang digunakan. Pada
penelitian ini ada 55 jenis primer yang akan di screening Tabel 1. PCR dilakukan
menggunakan thermocycler gradient (AB) agar suhu annealing bisa diatur sesuai
dengan TM dari masing-masing primer. Program PCR terdiri atas denaturasi awal
pada suhu 94°C selama 2 menit, 35 siklus terdiri atas denaturasi 94°C selama 1
menit, annealing sesuai Temperature Melting primer selama 1 menit,
danextension 72°C selama 2 menit, dan diakhiri dengan 1 siklus extension pada
72°C selama 7 menit. Komposisi pereaksi terdiri atas 12,5 µL Dream taq Master
Mix 2x (Thermo Scientific), 1 µL primer RAPD, 3 µL DNA, dan ditambah
nuclease free water sampai total volume 25 µL.
Tabel 1. Jenis primer RAPD yang digunakan untuk screening sebanyak 55
primer
No
Kode
Primer
Urutan basa (5’–3’)
Panjang
Nukleotida
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
OPA-01
OPA-03
OPA-07
OPA-08
OPA-09
OPA-14
OPA-18
OPB-01
OPB-04
OPB-06
OPB-07
OPB-08
OPB-10
OPB-11
CAGGCCCTTC
AGTCAGCCAC
GAAACGGGTG
GTGACGTAGG
GGGTAACGCC
TCTGTGCTGG
AGGTGACCGT
GTTTCGCTCC
GGACTGGAGT
TGCTCTGCCC
GGTGACGCAG
GTCCACACGG
CTGCTGGGAC
GTAGACCCGT
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
9
G+C
(%)
70
60
60
60
70
60
60
60
60
70
70
70
70
60
Temperatur
Melting
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
36,2
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
36,2
Optimasi
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
OPB-13
OPB-14
OPB-20
OPC-02
OPC-05
OPD-03
OPD-05
OPD-08
OPD-11
OPE-01
OPE-02
OPE-05
OPE-07
OPE-16
OPE-17
OPE-20
OPF-01
OPF-03
OPF-05
OPF-06
OPF-09
OPF-12
OPG-02
OPG-04
OPG-10
OPG-12
OPG-13
OPG-16
OPH-02
OPH-05
OPH-12
OPH-20
OPI-01
OPI-10
OPI-11
OPI-16
OPI-19
OPZ 5
OPZ 9
OPZ 10
OPZ 13
TTCCCCCGCT
TCCGCTCTGG
GGACCCTTAC
GTGAGGCGTC
GATGACCGCC
GTCGCCGTCA
TGAGCGGACA
GTGTGCCCCA
AGCGCCATTG
CCCAAGGTCC
GGTGCGGGAA
TCAGGGAGGT
AGATGCAGCC
GGTGACTGTG
CTACTGCCGT
AACGGTGACC
ACGGATCCTG
CCTGATCACC
CCGAATTCCC
GGGAATTCGG
CCAAGCTTCC
ACGGTACCAG
GGCACTGAGG
AGCGTGTCTG
AGGGCCGTCT
CAGCTCACGA
CTCTCCGCCA
AGCGTCCTCC
TCGGACGTGA
AGTCGTCCCC
ACGCGCATGT
GGGAGACATC
ACCTGGACAC
ACAACGCGAG
ACATGCCGTG
TCTCCGCCCT
AATGCGGGAG
GGCTGCGACA
AGCAGCGCAC
CAAACGTGGG
GGGTCTCGGT
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10-mer
10
70
70
60
60
70
70
60
70
60
70
70
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
60
70
60
70
60
70
70
60
70
60
60
60
60
60
70
60
70
70
60
70
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
Optimasi
41,2
42,5
33,7
38,0
Hasil PCR dilihat melalui tahapan elektroforesis, 10 µL produk PCR yang
sudah mengandung dye dimasukkan dalam sumur elektroforesis pada gel agarose
1,5 % pada media 1X TBE Buffer (Tris Borate EDTA). Running pada voltase
100 V selama 45 menit dengan marker 100bp sebagai standar berat molekul
menggunakan MUPID Gel Electrophoresis Unit. Stainning gel direndam dalam
larutan sybr safe selama 10 menit, lalu dibilas menggunakan akuades.
Selanjutnya hasil PCR di visualisasikan pada UV transiluminator.
BAB III. LUARAN
Keterangan
No Jenis Luaran
3.
Internasional/ bereputasi
Nasional terakreditasi
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merek dagang
Hak Kekayaan
Rahasia dagang
Intelektual
2)
Desain produk industry
(HKI)
Indikasi geografis
Perlindungan varietas
Perlindungan topografi
i k3) i
d
Teknologi Tepat Guna
4.
Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain
5.
Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)
1.
2.
Publikasi ilmiah1)
2 KTI
-
4)
-
5)
-
BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Teknologi budidaya rainbow telah berhasil dikuasai diantaranya komoditas
ikan rainbow kurumoi dan boesmani di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok. Hasil-hasil yang akan dicapai baik berupa komponen
teknologi maupun produk biologi nantinya dapat digunakan dan disebarkan
kepada pengguna dan pembudidaya secara luas.
Hasil-hasil tersebut dapat
bermanfaat untuk peningkatan produksi ikan hias introduksi secara kualitas dan
11
kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/
masyarakat.
BAB V. BIAYA DAN JADWAL
5.1 Anggaran Biaya
Biaya yang diperlukan untuk survai pengambilan sampel di pembudidaya
dan eksportir serta penyediaan bahan bantu penelitian sebanyak Rp 150.000.000,(terbilang seratus lima puluh juta rupiah).
5.2 Jadwal Penelitian
 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
NO
1.
2.
3.
KEGIATAN
1
Survai
- eksportir
V
Jabodetabek
Pelaksanaan
V
- Koleksi sampel
- Preparasi sampel
- Isolasi
DNA,
PCR
- Analisis fenotipe
- Analisis Data
Pelaporan
- Penyusunan
laporan
- Seminar
2
3
V
V
V
V
V
4
5
V
V
V
V
V
6
7
V
V
8
9
10
V
V
V
V
11
12
V
V
 Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Tahapan
(dirinci sesuai
kegiatan)
Bobot
(%)
Bulan ke –
(diisi secara kumulatif)
1
I Persiapan
Survai lokasi
Pengadaan bahan
kimia
Koleksi sampel
II Pelaksanaan
2
7,5
5
2,5 2,5
7,5
2,5 2,5
3
4
2,5
2,5
2,5
2,5
12
5
6
7
8
9
10
11
12
Preparasi sample
Isolasi
DNA,PCR
Analisis fenotip
Analisis data
III Pelaporan
15
35
5
5
5
5
10
5
20
10
5 10
10
10
Depok,
Desember 2016
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias
Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005
REFERENSI
Allen GR, Cross. 1980. Description of Five New Rainbowfishes
(Melanotaeniidae) from New Guinea Rec. West. Aust. Mus 8(3):337-396.
Afini, I., Elfidasari D., Kadarini, T., Musthofa, S.Z., (2014). Analisis Morfometrik
dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia
boesemani) dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis incisus). Unnes
Journal of Life Science. 3 (2), 112-123.
Effendi, I. (2004). Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya.
Kadarusman, Sudarto, Paradis, E., & Pouyaud, L. (2010). Description of
Melanotaenia fasinensis, a new spesies of rainbowfish (Melanotaeniidae)
from West Papua, Indonesia with Comments on The Rediscovery of M.
Ajamaruensis and The Endangered Status of M. parva. Cybium International
Journal of Ichthyology, 34(2), 207-215.
Muslim & Syaifudin, M. (2012). Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa
striata) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya,
21(15), 20-27.
Musthofa S, Kadarini T. 2012. Abnormalitas Morfologi Tubuh Ikan Pelangi
Merah, Glossolepis incices Dari Hasil Budidaya. Seminar Nasional Tahunan
IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan; Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta 1-7.
13
UJI KETAHANAN IKAN RAINBOW AJAMARU
(Melanotaeniaajamaruensis)
TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophila
Lili Sholichah, Erma Primanita Hayuningtyas, dan Shofihar Sinansari
ABSTRAK
Ikan rainbow ajamaru merupakan ikan hias endemik yang berasal dari
Danau Ajamaru di Papua. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias (BPPBIH) di Depok telah berhasil membudidayakan ikan rainbow jenis lain
yaitu rainbow kurumoi dan akan mendomestikasi rainbow jenis baru dari alam
yaitu ajamaru. Selama pemeliharaan rainbow kurumoi diketahui adanya kendala
serangan penyakit bakterial Aeromonas hydrophila. Penelitian ini dilakukan
dalam skala laboratorium di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan
Hias di Depok. Vaksinasi adalah salah satu cara pengendalian penyakit yang
ramah lingkungan. Teknik rendaman dan injeksi dilakukan untuk memasukkan
vaksin ke dalam tubuh ikan uji. Sama halnya dengan vaksinasi langkah uji tantang
juga dilakukan dengan teknik rendaman dan injeksi. Perendaman dilakukan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A:
kontrol; B: 107; C: 108; dan D: 109). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi.
Suntikan intraperitoneal dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A:
kontrol; B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan
ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 dan 40 L dan diberi pakan pelet
secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan
parameter yang diamati adalah kinerja pertumbuhan (pertumbuhan dan sintasan)
dan respon imun (hematokrit, hemoglobin, aktifitas fagositik, dan jumlah populasi
bakteri A.hydrophila pada organ ginjal).
Kata kunci: Rainbow ajamaru, vaksinasi, uji tantang, Aeromonas hydrophila,
respon imun
BAB I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ikan pelangi (rainbow) merupakan salah satu ikan hias yang memiliki
warna yang indah seperti pelangi sehingga memiliki nilai estetis dan nilai
ekonomis yang tinggi. Terdapat 65 spesies ikan pelangi yang telah dideskripsi di
kawasan daratan besar New Guinea dan Australia, dan 37 spesies diantaranya
mendiami daratan Papua Indonesia (Sudarto et.al, 2007). Salah satu yang
mempengaruhi kualitas ikan hias adalah adanya infeksi penyakit. Ikan pelangi
sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan habitat aslinya.
14
Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu bersentuhan dengan
lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Bakteri A.
hydrophila merupakan bakteri yang umum ditemukan di perairan dan merupakan
mikroflora normal pada ikan, pada kondisi lingkungan budidaya yang buruk A.
hydrophila menjadi agen penginfeksi sekunder yang bersifat sangat virulen (Joice
et al. 2002). Beberapa jenis bakteri yang umum ditemukan pada ikan hias rainbow
kurumoi yaitu Aeromonas sp., Edwardsiella tarda, Yersinia sp.,Flavobacterium
sp. dan Mycobacterium sp , tetapi infeksi dominan oleh Aeromonas hydrophila
(Sholichah, 2014).
Penyakit bercak merah atau sering disebut dengan penyakit MAS (Motile
Aeromonads Septicemia) disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Infeksi bakteri A.
hydrophila menyebabkan terjadinya pembengkakan jaringan, dropsy, nekrosis,
ulcer, perdarahan (hemorrhagic) sehingga menyebabkan terjadinya kematian yang
tinggi hingga mencapai 90% (Azad et al. 2001). Infeksi MAS menyerang berbagai
ikan budidaya air tawar (Jeney et al. 2009).
Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit pada budidaya
ikan yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan respon imun (sistem
kekebalan tubuh) ikan. Masuknya benda asing termasuk antigen ke dalam tubuh
akan direspons langsung oleh tubuh. Respons tanggap kebal tubuh pada ikan
umumnya hampir sama seperti pada mamalia, tetapi lebih sederhana. Respons
imun yang terdapat pada ikan terdiri dari respons imun non spesifik (innate) dan
respons imun spesifik (adaptive).
Penelitian ketahanan ikan rainbow ajamaru terhadap bakteri Aeromonas
hydrophila bertujuan untuk
b. Tujuan dan Sasaran
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan dan dan respon imun
ikan uji rainbow ajamaru terhadap infeksi A.hydrophila.
c.
Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endemik yang berasal dari
Papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun
2007 oleh tim ekpedisi Papua. Keberadaan penyakit pada ikan merupakan salah
satu kendala dalam budidaya ikan hias rainbow ajamaru. Vaksinasi diharapkan
15
dapat merangsang ketahanan tubuh dan respon imun ikan rainbow ajamaru
sehingga kegiatan budidaya dapat optimal.
BAB II. METODE
Prosedur penelitian dan variabel pengamatan penelitian akan dilakukan sebagai
berikut :
Penyiapan ikan uji dan wadah pemeliharaan
Ikan uji yang digunakan merupakan ikan pelangi ajamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) G0 yang endemik Papua. Dua kelompok ukuran ikan yaitu
kelompok benih (1-2 inchi) dan kelompok calon induk (3-4 inchi). Ikan yang
digunakan harus dalam kondisi sehat dan diaklimatisasi selama 14 hari sebelum
diberi perlakuan.
Wadah pemeliharaan ikan berupa kontainer plastik berukuran 25 L dan 40
L yang dilengkapi dengan sistem aerasi pada masing-masing wadah dan sitem
aliran air stagnan untuk mencegah kontaminasi atau infeksi antar wadah
pemeliharaan.
Penyiapan vaksin dan vaksinasi
Vaksin yang akan digunakan adalah vaksin A.hydrophila yang diproduksi
oleh Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI)
yang diberi nama hydrovac. Vaksinasi dilakukan dengan teknik rendaman untuk
kelompok benih ukuran 1-2 inchi dan dengan teknik injeksi untuk kelompok ikan
calon induk ukuran 3-4 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga
kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25
L (benih) dan 40 L (calon induk) lalu diberi pakan pelet secara ad satiation.
Penyiapan bakteri
Isolat bakteri patogen A. hydrophila yang digunakan berasal dari koleksi
Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI),
Depok Indonesia. Bakteri A. hydrophila yang digunakan dikarakterisasi dengan
menggunakan kit API 20E. Bakteri tersebut ditumbuhkan dalam medium TSA
(Tripticase Soy Agar). Satu ose koloni bakteri diambil dan ditumbuhkan dalam
medium TSB (Tripticase Soy Broth) dengan volume 5 mL, selanjutnya diinkubasi
16
dalam waterbath shaker pada suhu 29º C dengan kecepatan 140 rpm selama 24
jam. Kepadatan A. hydrophila yang diperoleh sebesar 10-9 CFU mL-1.
Uji tantang
Uji tantang dengan perendaman
Perendaman dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial
dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A: kontrol;
B: 107; C: 108; dan D: 109) dan faktor kedua yaitu kepadatan ikan (A: 5 ekor/L; B:
10 ekor/L; dan C: 15 ekor/L). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan
ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 L dan diberi pakan pelet secara
ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan diamati
abnormalitas benih setiap 12 jam selama dua hari (48 jam).
Uji tantang dengan injeksi
Suntikan dilakukan secara intraperitoneal dengan menyuntikkan 0,1 ml per
ekor ikan uji. Bahan yang disuntikkan merupakan perlakuan perbedaan kepadatan
bakteri. Penelitian tahap ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A: kontrol;
B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi. Masingmasing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan
dipelihara di dalam akuarium bervolume 40 L dan diberi pakan pelet secara ad
satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari.
Variabel pengamatan :
Kinerja Pertumbuhan
 Pertumbuhan
SGR %
Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan ke-t
W0 = Bobot rata-rata ikan ke-0
d = Lama pemeliharaan
 Sintasan
SR %
Keterangan : Nt = jumlah ikan pada akhir pengamatan
No = jumlah ikan pada awal pengamatan
17
Respon Imun
 Hematokrit
Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan.
Kadar hematokrit diukur menurut Anderson dan Siwicki (1995) yaitu
dengan menggunakan tabung mikro hematokrit yang berupa pipa kapiler
berlapis heparin. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian
darah yang mengendap (a) dengan seluruh bagian darah yang ada dalam
tabung mikrohematokrit (b) kadar hematokrit dinyatakan sebagai %
volume padatan sel darah yang dihitung dengan cara :
Keterangan :
He
: Kadar hematokrit (%)
a
: Bagian darah yang mengendap (cm)
b
: Seluruh bagian darah (cm)
 Hemoglobin
Pengukuran kadar Hb dilakukan dengan metode Sahli yang mengkonversi
darah ke dalam bentuk asam hematin setelah darah ditambah dengan asam
klorida. Pertama-tama darah dihisap dengan pipet sahli sampai skala 0,2
ml, bersihkan ujung pipet dengan kertas tisu. Lalu pindahkan darah dalam
pipet ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala
10 (merah), homogenkan dan biarkan selama ± 3 menit. Kemudian
aquades ditambahkan ke dalam tabung sampai warna darah dan HCl
tersebut sewarna dengan larutan standar yang ada dalam Hb-meter
tersebut. Skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan
dengan skala tabung Sahli yang dilihat pada skala jalur g% (kuning) yang
menunjukkan banyaknya Hb per 100 ml darah (Wedemeyer dan Yasutake
1977).
 Aktifitas fagositik
Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan metode Anderson dan Siwicki
(1993). Darah sebanyak 50 μL dimasukkan ke dalam microtube, kemudian
ditambahkan 50 μL suspensi bakteri Staphylococcus aureus dalam PBS
18
dan dihomogenkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 °C selama 20
menit. Selanjutnya dari campuran tersebut diambil sebanyak 5 μL untuk
dibuat preparat ulas. Preparat ini difiksasi dengan metanol selama 5 menit
dan dikeringkan, selanjutnya direndam dalam larutan giemsa selama 15
menit. Preparat tersebut kemudian dicuci dalam air mengalir dan
dikeringkan. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 400x. Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan pada persentase
dari 100 sel fagosit yang menunjukkan aktivitas fagositosis. Berikut adalah
rumus untuk menghitung aktivitas fagositik :
 Jumlah kepadatan bakteri A.hyrophila pada organ target
Jumlah kepadatan bakteri A. hydrophila di organ target dihitung dengan
menggunakan metode TPC (Total Plate Count) setelah uji tantang. Organ
target yang diamati adalah ginjal dan hati. Masing-masing organ target
sebanyak 1 gram digerus dan dilarutkan dalam 9 ml PBS steril, di vortex
kemudian dilakukan pengenceran berseri, selanjutnya diambil 50 μl dan
disebar pada media Rhimler Shot (RS medium), kemudian diinkubasi
selama 24 jam setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni yang
tumbuh.
Analisis Data
Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima
perlakuan dan tiga ulangan. Data dianalisis menggunakan ANOVA melalui
program SPSS 16 dengan tingkat selang kepercayaan 95%, jika signifikan maka
akan diuji lanjut dengan uji lanjut Duncan’s.
19
BAB III LUARAN
Keterangan
No Jenis Luaran
1
2
3
4
5
Publikasi
ilmiah1)
Internasional/ bereputasi
Nasional terakreditasi
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merek dagang
Hak Kekayaan
Rahasia dagang
Intelektual
2)
Desain produk industry
(HKI)
Indikasi geografis
Perlindungan varietas
Perlindungan topografi
sirkuit terpadu
Teknologi Tepat Guna3)
Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4)
Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5)
2 KTI
4
BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Teknologi budidaya rainbow telah berhasil dikuasai diantaranya komoditas
ikan rainbow kurumoi dan boesmani di Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok. Hasil-hasil yang akan dicapai baik berupa komponen
teknologi maupun produk biologi nantinya dapat digunakan dan disebarkan
kepada pengguna dan pembudidaya secara luas. Hasil-hasil tersebut dapat
bermanfaat untuk peningkatan produksi ikan hias introduksi secara kualitas dan
kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/
masyarakat.
20
BAB V BIAYA DAN JADWAL
a. Anggaran Biaya
b. Jadwal Penelitian
 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
NO
1.
2.
KEGIATAN
Survai
- eksportir Jabodetabek
Pelaksanaan
- Persiapan
ikan,wadah,bakteri,
vaksin
- Vaksinasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12
V V V
V V V
V
- Uji tantang
- Perhitungan variabel
pengamatan
respon
imun
- Analisis Data
V
V V V V
V V
Pelaporan
- Penyusunana laporan
- Seminar
V
V
 Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Tahapan
Bobot
Bulan ke – (diisi secara kumulatif)
(dirinci sesuai
(%)
kegiatan)
1 2
3
4
5 6 7 8 9 10 11
I. Persiapan
7,5
2, 2,5 2,5
Survai lokasi
5
Pengadaan bahan
5
2,5 2,5
kimia
Koleksi sampel
7,5
2,5 2,5 2,5
II. Pelaksanaan
Persiapan
15
5
5
5
Vaksinasi
15
5
10
Uji tantang
25
5 5 10 5
I5
Perhitungan respon
imun
5 5 5
10
5
III. Pelaporan
21
12
5
Depok,
Desember 2016
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias
Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005
REFERENSI
Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic Hematology and Serology for Fish Health
Programs. Di dalam : Shariff M, Arthur JR, Subasinghe RP, editor. Fish
Health Section. Asia Fisheries society (eds), Disease in Asian Aquaculture II.
Manila, Philippines. 185-202.
Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health
programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian
Aquaculture “Aquatic
Animal
Health
and
the
Evironment”.
Phuket,Thailand.25-29 th October 1993. 17 hlm.
Azad IS, Rajendran KV, Rajan JJS, Vijayan KK, Santiago TC .2001. Virulence
and histopathology of Aeromonas hydrophila (Sah 93) in experimentally
infected tilapia Oreochromis mossambicus (L.). Journal of Aquaculture in the
Tropics.16:265-275
Jeney Z, Riicz T, Thompson KD, Poobalane S, Ard L, Adams A, Jeney G. 2009.
Differences in the antibody responsse and survival of genetically clifferent
varieties of common carp Cyprinus carpio L. vaccinated with a commercial
Aeromonas salmonicida / A. hydrophila vaccine and chalenged with A.
hydrophila. Fish Physiology and Biochemistry. 35: 677 -682.
Joice A, Shankar KM, Mohan CV. 2002. Effect of bacterial biofilm in nursery on
growth, survival and resistance to Aeromonas hydrophila of common carp,
Cyprinus carpio. Journal of Aquaculture in the Tropics 17: 283 – 298.
Sholichah, L., Taukhid., Wibawa, G,S. (2014). Inventarisasi dan identifikasi
patogen potensial yang menginfeksi ikan rainbow (Melanotaenia sp.).
Jurnal Riset Akuakultur. 9 (1), 87-97.
Sudarto, Kadarusman, & Pouyaud, L. 2007. Project FISH –DIVA, Freshwater
Fish Diversity in South East Asia. Biannual Report 2006-2007. LORIBIHATAPSOR-IRD. FISH-DIVA Program. p: 69-94.
22
POLA, KUALITAS, DAN PERBAIKAN KUALITAS WARNA IKAN
RAINBOW AJAMARU
Ruby Vidia Kusumah, Anjang Bangun Prasetio, Eni Kusrini, M. Yamin,
Sukarman, dan Lili Sholichah
ABSTRAK
Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat, dan daya
tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Namun, warna ikan dapat
berubah saat merespon kondisi lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan
stress sehingga tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak. Penelitian
ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas warna ikan rainbow ajamaru melalui
pendekatan lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan
kombinasinya melalui pakan. Kajian yang dilakukan mulai dari: (i) karakterisasi
keragaan warna menggunakan analisa gambar digital; (ii) biologi perkembangan
warna larva hingga ikan dewasa; (iii) pengaruh lingkungan, intensitas cahaya, dan
ekosistem pemeliharaan untuk mengoptimalkan kemunculan warna; (iv) pakan
dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna; serta (v) seleksi calon induk
dengan kualitas warna terbaik untuk membentuk populasi dasar. Analisa data
dilakukan secara deskriptif dan ANOVA. Data ditampilkan melalui grafik dan
tabel. Dengan teknologi dan produk yang lebih unggul berdasarkan kualitas
warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan serta pendapatan
pembudidaya.
Kata kunci: Melanotaenia ajamaruensis, warna, lingkungan, nutrisi, genetika
BAB 1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat,
dan daya tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Melalui
pengembangan dan perbaikan terhadap jenis, pola, persentase penutupan,
kombinasi, serta kualitas warna, banyak strain dan spesies ikan hias dapat dijual
dengan harga yang lebih tinggi serta memiliki variasi warna yang beragam,
contoh ikan cupang, guppy, mas koki, koi, discus, maanvis, platy, molly, clown.
Namun demikian, pada kondisi tertentu, karakter warna yang menghiasi tubuh
ikan hias ini seringkali menunjukkan kualitas yang menurun dimana warna ikan
pucat, pudar, atau bahkan tidak muncul sama sekali. Sedangkan berdasarkan pola
dan persentase penutupannya, penurunan karakter kualitas warna ikan ini masingmasingnya tampak pada corak dan persentase penutupan warna yang tidak terarah.
23
Warna ikan dikontrol oleh banyak parameter serta sejumlah faktor internal
maupun eksternal, baik fisika, nutrisi, genetik, dan neuro-hormon, yang
mempengaruhi keadaan kromatik ikan (Fujii, 1993). Dengan berbagai parameter
dan faktor-faktor tersebut, warna ikan dapat berubah saat merespon kondisi
lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan stress (Szisch et al., 2002).
Akibatnya warna ikan tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak.
Melanotaenia ajamaruensis merupakan spesies ikan hias air tawar
endemik dari famili Melanotaeniidae. Ikan yang dikenal dengan nama ikan
rainbow Ayamaru ini ditangkap oleh Boeseman pada tahun 1955 di Danau
Ayamaru (Allen & Boeseman, 1982), dideskripsi pertama kali oleh Allen & Cross
(1980), dan dinyatakan punah pada tahun 1990 (Allen, 1990). Pada tahun 2007,
ekspedisi ikan pelangi yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias, Politeknik Negeri Sorong, serta Institut de Recherche pour le
Développement (IRD) berhasil menemukan kembali ikan ini di Sungai Kaliwensi,
Sorong, Papua, namun dengan kondisi habitat yang semakin menyempit
(Kadarusman et al., 2010). Di habitat alaminya, ikan rainbow Ayamaru hidup
pada kondisi lingkungan dengan suhu 25,3 ℃; pH 7,7; konduktivitas 281 µS;
kalium (K) 0,03 mg/L; kalsium (Ca) 45,05 mg/L; magnesium (Mg) 2,14 mg/L;
natrium (Na) 0,4 mg/L; mangan (Mn) 0,01 mg/L; fosfat (PO4) 0,01 mg/L; sulfat
(SO4) 1,11 mg/L; ion bikarbonat (HCO3) 168 mg/L; karbonat (CO3) 0,0 mg/L;
klorin (Cl) 2,75 mg/L; cadmium (Cd) 0,0 mg/L; dan nikel (Ni) 0,02 mg/L
(Kadarusman et al., 2010).
Upaya domestikasi ikan rainbow Ayamaru mulai dilakukan Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) sejak tahun 2007,
namun upaya ini masih terbatas pada tahap adaptasi dan pemeliharaan ikan di luar
habitat aslinya (eksitu). Pada tahun 2017, BPPBIH akan fokus melakukan
penelitian domestikasi ikan rainbow Ayamaru untuk memperoleh teknologi
produksi massalnya. Berbagai kajian mulai dari aspek reproduksi, nutrisi,
lingkungan, karakter morfologi, hingga karakterisasi perkembangan dan keragaan
warna dilakukan untuk menunjang upaya tersebut. Pada penelitian ini, kegiatan
dibatasi pada berbagai aspek yang mempengaruhi karakter warna ikan rainbow
Ayamaru.
24
Seperti halnya ikan hias rainbow Melanotaeniidae pada umumnya, ikan
pelangi asal Danau Ayamaru ini juga mempunyai kemampuan melakukan
perubahan warna. Oleh karena itu, pada kondisi budidaya, warna ikan rainbow
Ayamaru seringkali tidak muncul secara optimal sehingga terlihat pudar. Menurut
Painter (2000) dan da Costa J.F (2009) terdapat dua mekanisme perubahan warna
pada ikan yaitu perubahan secara fisiologis dan perubahan secara morfologis.
Perubahan warna secara fisiologis sering berlangsung sangat cepat (bisa dalam
hitungan detik), misalnya akibat perubahan suhu, cahaya, pH dan lain sebagainya.
Sedangkan perubahan secara morfologis terjadi karena adanya penambahan
jumlah pigmen dalam sel kromotosfor. Prosesnya sangat lambat, biasanya
berlangsung dalam waktu satu bulan atau lebih, serta bersifat permanen (Fenner,
2007). Oleh karena itu, untuk mengeluarkan warna ikan rainbow Ayamaru secara
optimal, perbaikan teknologi budidaya yang meliputi parameter nutrisi,
lingkungan, dan genetika diperlukan.
Menurut Yuangsoi et al. (2011), ikan tidak mampu mensintesis pigmen di
dalam tubuhnya secara de novo sehingga harus disuplai dari pakan (Pham et al.,
2016). Jenis pigmen yang terdapat dalam kulit ikan tergantung dari struktur
kromatosfor (sel warna) didalam kulit tersebut, sebagai contoh pigmen didalam
melanosfor adalah melanin yang berwarna hitam, pigmen didalam xanthosfor
adalah karotenoid berwarna kuning, orange hingga merah, sedangkan iridosfor
berfungsi merefleksikan cahaya terhadap pigmen dalam kedua sel lainnya dan
sering menimbulkan warna biru, meskipun pada dasarnya berwarna abu abu atau
silver (Skold et al, 2016).
Ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi oleh warna oranye-merah menutupi
sebagian besar tubuhnya disertai pola yang secara bergantian antara strip merah
lebar dan strip oranye di bagian posterior tubuh (Kadarusman et al., 2010).
Sedangkan berdasarkan tampilan pada Gambar 1, sekilas bagian tubuh rainbow
ajamaru didominasi warna merah, kuning dan biru untuk jantan, sedangkan untuk
ikan betina berwana kuning dan abu-abu. Sehingga peluang yang memungkinkan
dilakukan adalah peningkatan kualitas warna dalam sel xanthosfor dengan
penambahan pigmen berupa karotenoid pada pakan. Metabolisme karotenoid
didalam tubuh ikan rainbow ajamaru itu sendiri saat ini belum diketahui, sehingga
25
penambahan karotenoid dalam pakan perlu dilakukan baik single maupun
kombinasi dari beberapa jenis. Adapun jenis karotenoid yang umum digunakan
dalam bidang akuakultur untuk meningkatkan warna ikan hias antara lain
astaxanthin dan canthaxanthin (Gupta, 2006), namun demikian Matsuno et al
(2001) melaporkan bahwa lutein banyak ditemukan pada kulit ikan hias air tawar.
Selain nutrisi, juga dilakukan kajian lingkungan dan genetika.
Berdasarkan kondisi lingkungan, warna ikan dipengaruhi oleh beberapa
parameter yang diantaranya adalah cahaya dan kondisi ekosistem pemeliharaan
seperti halnya tanaman air. Menurut Meakin & Qin (2011) bahwa ikan mengubah
pigmentasi kulit dengan cara mendispersikan atau mengonsentrasiknan pigmen
melanin di kulit. Dimana panjang gelombang ultraviolet (UV) 280-320 nm dan
320-400 nm atau di luar (436 nm) dapat menyebabkan melanoma di beberapa
spesies ikan (Ahmed et al., 1993; Meakin & Qin 2011). Penggelapan permukaan
dorsal akibat dari peningkatan melanin merupakan bentuk perlindungan tubuh
untuk mencegah jaringan epidermis dari kerusakan akibat sinar UV (Lowe &
Goodman, 1996). Lebih lanjut Meakin & Qin (2011) menyatakan bahwa panjang
gelombang 404,28 nm dan 435,6 nm yang dipancarkan dari lampu menyebabkan
penyebaran pigmen di malanophores dermal sehingga terlihat adanya warna kulit
yang lebih gelap pada bagian kulit yang berwarna putih yang terkena paparan
cahaya tinggi.
Gambar 1. Keragaan warna ikan rainbow Ayamaru (Melanotaenia
ajamaruensis) jantan dan betina. Sumber: Laurent Pouyaud
http://rainbowfish.angfaqld.org.au/ajamaruensis.htm
26
Gambar 2. Melanotaenia ajamaruensis (male) - photo© Andreas Wagnitz
Pengaruh
intensitas
cahaya
terhadap
warna
ikan
Amphiprion
ocellaris Cuvier dilaporkan oleh Yasir & Jian (2009) dimana warna ikan di
seluruh tubuh termasuk ekor dan sirip punggung terlihat lebih cerah pada saat
terpapar cahaya rendahsementara cahaya terang memperkuat warna oranye pada
sirip.Sebaliknya Baite et al., (2010) melaporkan bahwa untuk ikan mas yang
dipelihara di bawah intensitas cahaya0 lux menunjukkan kinerja yang buruk
dalam hal perkembangan warna kulit.Oleh karena itu, penggunaan cahaya di
dalam ruangan disarankan adalah sekitar 2000 lux.
Tanaman hias air memiliki peranan penting baik secara langsung pada
ikan budidaya maupun secara tidak langsung seperti memperbaiki kualitas
lingkungan hidup bagi ikan. Dalam pembenihan beberapa jenis ikan seperti
rainbow dan cupang, pemberian shelter tanaman air penting sebagai tempat
melekatnya telur. Manfaat lain dari tanaman hias air adalah meningkatkan
keindahan dan kesehatan ikan hias, mengurangi stress ikan, menjaga
keseimbangan mikroorganisme dan menjadi media perkembangan berbagai
organisme air yang bermanfaat bagi ikan hias. Tanaman air hias juga dapat
menjadi sarana yang baik sebagai tempat berlindung ikan, membantu
meningkatkan kadar oksigen di air dan menekan pertumbuhan lumut dan
kelebihan kadar nitrat di bak seperti Hygrophyla sp. (Suryanata, 2007). Beberapa
efek positif lain tanaman air diantaranya menjadi tempat berlindung dan memijah
ikan, menyerap zat-zat berbahaya, menjaga keseimbangan mikroorganisme dan
menjaga kestabilan pH air. Khusus pada ikan hias keberadaan tanaman air terbukti
meningkatkan keindahan penampilan dan warna ikan.
27
b. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dan sasaran penelitian ini adalah:
1. Mengevaluasi karakter perkembangan dan keragaan warna ikan rainbow
Ajamaru pada stadia larva, benih, calon induk, hingga induk;
2. Meningkatkan kualitas warna ikan rainbow Ajamaru melalui pendekatan
lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan
kombinasinya melalui pakan.
c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Teknologi budidaya serta sistem pemeliharaan dalam akuarium yang
mampu mengontrol kualitas warna ikan rainbow belum banyak dilakukan.
Penelitian yang dilakukan lebih banyak mengarah pada bagaimana cara
membudidayakan ikan, mulai dari aspek reproduksi, lingkungan, penyakit, dan
nutrisi. Pada penelitian ini akan dikaji berbagai aspek yang mengontrol kualitas
warna ikan rainbow mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga genetika.
Melalui kegiatan yang dilakukan, diharapkan dapat diperoleh paket teknologi
yang dapat mengontrol kualitas warna secara komprehensif.
BAB 2. METODE
2.1.
Karakterisasi keragaan warna
Karakterisasi keragaan warna dilakukan berdasarkan pola, persentase
penutupan, jenis, dan kombinasi warna. Metode karakterisasi dilakukan
berdasarkan modifikasi dari metode Kusumah et al., (2011, 2015, dan 2016). Ikan
rainbow Ayamaru yang dikarakterisasi merupakan ikan dengan ukuran dewasa
dimana warna tubuh telah terbentuk sempurna dan stabil. Secara lengkap metode
yang digunakan dijelaskan sebagai berikut:
Pola warna
Setiap jenis pola warna ikan rainbow didokumentasikan menggunakan
kamera digital Canon EOS 450D. Proses karakterisasi gambar digital pola warna
dianalisis secara visual dengan bantuan tampilan layar komputer. Variasi pola
warna yang diperoleh (w) pada setiap jenis warna, selanjutnya dihitung
berdasarkan persentase kemunculannya pada setiap bagian atau total area tubuh
28
menggunakan rumus: % kemunculan karakter pola warna w = (jumlah individu
dengan kemunculan karakter pola warna w / jumlah total sampel) x 100 (Kusumah
et al., 2016). Metode pengambilan foto dilakukan berdasarkan modifikasi dari
Kusumah et al. (2011).
Persentase penutupan warna
Persentase penutupan warna diukur berdasarkan luasan pixel setiap jenis
warna per luasan total permukaan tubuh ikan rainbow. Pengukuran setiap luasan
pixel dilakukan menggunakan software Adobe Photoshop CS5 Extended versi
12.0 x64. Secara formulasi, persentase penutupan warna dikalkulasi dengan
rumus: % penutupan warna i = (luas pixel penutupan warna i / luas pixel
penutupan total) x 100%, dimana i merupakan jenis warna.
Jenis warna
Setiap jenis warna ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi secara digital
berdasarkan metode Kusumah et al. (2011) menggunakan software ImageJ (Image
Processing and Analysis in Java) versi 1.50f (Rasband, 2016). Nilai mean RGB
(Red Green Blue) hasil karakterisasi selanjutnya dikonversi pada model warna
HSB (Hue Saturation Brightness) menggunakan software Adobe Photoshop CS5
Extended versi 12.0 x64 (Adobe Systems Incorporated). Kisaran nilai digital dari
parameter hue ditampilkan dalam bentuk grafik yang dibuat secara manual dengan
bantuan software Corel Draw X3 versi 13.0.0.576 (Corel Corporation, 2005).
Sedangkan parameter saturation dan brightness ditampilkan dalam grafik boxplot
menggunakan Microsoft Excel 2007 (Microsoft Corporation, 2007) berdasarkan
panduan Contextures Inc. (2013). Secara konsep, model warna HSB dapat
dijelaskan melalui visualisasi grafik pada Gambar 3.
(a)
Gambar 3.
(b)
(c)
Model warna HSB (Hue Saturation Brightness) (a), parameter hue
(b), saturation dan brightness (c)
29
Spesifikasi komputer
Software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64 dijalankan pada
sistem operasi (OS) Windows 7 Ultimate 64 bit (Microsoft Corporation, 2009)
dengan spesifikasi prosesor Intel(R) Pentium(R) CPU G2010 @ 2.80GHz dan
memori RAM sebesar 4 GB. Sedangkan software lainnya dapat dijalankan pada
komputer dengan spesifikasi lebih rendah seperti Netbook yang beroperasi pada
Windows 7 Ultimate 32 bit dengan prosesor Intel(R) Atom(TM) CPU N570 @
1,66GHz dan memori RAM 2 GB.
2.2.
Biologi perkembangan warna
Ikan uji
Ikan uji yang menjadi obyek dalam penelitian ini merupakan stadia larva
hingga dewasa ikan rainbow Ayamaru. Larva dihasilkan dengan melakukan
pemijahan induk ikan rainbow Ayamaru secara alami.
Pemijahan induk
Pemijahan dilakukan menggunakan media penempelan telur berupa tali
rafia. Perbandingan jantan dan betina 1:1. Pengecekan keberadaan telur dilakukan
harian.
Inkubasi telur
Setelah diketahui memijah, media penempelan telur dipindahkan ke wadah
inkubasi berupa baskom plastik.
Pemeliharaan larva
Larva dipelihara secara soliter dalam wadah plastik transparan. Pemberian
pakan awal dilakukan setelah kuning telur habis. Setelah ikan berukuran 2 cm,
ikan dipindahkan dan hidup secara soliter dalam wadah yang lebih besar.
Pengamatan perkembangan warna
Perkembangan warna dinalisa dari stadia larva hingga ikan ukuran dewasa
ikan rainbow Ayamaru. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop
binokuler sesuai Baras et al. (2012).
Pengamatan kualitas air dan cahaya
Pengamatan kualitas air dilakukan harian.
30
2.3.
Seleksi warna
Seleksi warna ikan rainbow Ayamaru dilakukan untuk mengoleksi calon
induk dengan tampilan kualitas warna terbaik yang akan digunakan dalam
pembentukan populasi dasar produk biologi. Seleksi dilakukan pada setiap jenis
anakan ikan rainbow yang memunculkan performa kualitas warna terbaik dari
setiap pemijahan yang dilakukan. Selain karakterisasi warna dari calon induk yang
terkumpul, juga akan dilakukan karakterisasi secara molekuler untuk mengetahui
struktur populasinya. Jumlah sampel yang akan dianalisa sebanyak 60 sampel (30
ikan target; 30 ikan non target) dengan metode RAPD.
2.4.
Kondisi lingkungan
Intensitas cahaya
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini antara lain adalah:
A. Cahaya matahari
B. Tanpa cahaya
C. Cahaya low light<500-<1000 lux
D. Cahaya high light>1500 lux
Ulangan dilakukan sebanyak tiga ulangan dan sampling dilakukan setiap
2 minggu selama 2 bulan. Parameter yangdiamati berupa pertumbuhan (panjang,
berat), kualitas warna, gula darah. Parameter kualitas air: amoniak, nitrit, nitrat,
Gh, kH, pH, alkalinitas, suhu.
Pengaruh tanaman
2.2.
Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini antara lain
adalah:
A. Tanpa tanaman
B. Tanaman air Kadaka dan Rotalaria
C. Tanaman air Kadaka (hijau)
D. Tanaman air Rotalaria (merah)
Ulangan dilakukan sebanyak tiga ulangan dan sampling dilakukan setiap
2 minggu selama 2 bulan. Parameter yang diamati berupa pertumbuhan
31
(panjang, berat), kualitas warna, gula darah. Parameter kualitas air: amoniak,
nitrit, nitrat, Gh, kH, pH, alkalinitas, suhu.
2.5.
Pakan dan nutrisi kualitas warna
Rainbow ajamaru berukuran 2-3 cm, dipelihara dalam akuarium dengan
kepadatan 10 ekor per akuarium (40 x 30 x 30 cm). Perlakuan yang diujikan
sebanyak 8 perlakuan yang masing-masing terdiri atas tiga ulangan yaitu :
A. Pakan basal,
B. Pakan basal + 300 ppm astaxanthin,
C. Pakan basal + 300 ppm cantaxanthin,
D. Pakan basal + 300 ppm lutein,
E. 50% pakan A +50% pakan B,
F. 50% pakan A +50% pakan C,
G. 50% pakan B + 50% pakan C,
H. Pakan A:B:C = 1:1:1
Pengukuran kualitas warna dilakukan dengan menggunakan Minolta
Chroma CR-400 dengan menggunaan sistem warna L*a*b dan L*C*H, dilakukan
setiap 10 hari sekali selama 80 hari bersamaan dengan pengukuran bobot dan
panjang tubuh ikan. Pengamatan mikroskopy dan pengambilan gambar pada
jaringan tubuh ikan yang diduga menyimpan pigmen dilakukan pada akhir
penelitian. Analisis karotenoid pada jaringan kulit, sisik dan sirip ikan dilakukan
pada akhir penelitian, dengan masing-masing 2 individu (jantan : betina) per
ulangan. Data yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif (gambar) dan
menggunakan analisis ANOVA untuk hasil yang berkaitan dengan data
kuantitatif.
BAB 3. LUARAN
Luaran yang diharapkan dari penelitian ini disajikan pada table
3.1. Data dan informasi
3.1.1. Karakteristik warna ikan rainbow
3.1.2. Biologi perkembangan warna pada stadia larva hingga ikan
rainbow dewasa
3.1.3. Struktur populasi induk dengan kualitas warna terbaik
32
3.2. Paket teknologi perbaikan kualitas warna ikan rainbow
3.2.1. Kondisi lingkungan terbaik untuk pemeliharaan ikan rainbow
3.2.2. Pakan dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna
3.3. Produk biologi ikan rainbow hasil seleksi
No JenisLuaran
1.
2.
3.
4.
5.
Keterangan
Publikasiilmiah1)
Internasional/bereputasiInternasional
Nasionalterakreditasi
Paten
Patensederhana
Hakcipta
HakKekayaanIntelektual Merekdagang
Rahasiadagang
(HKI)2)
Desainprodukindustri
Indikasigeografis
Perlindunganvarietastanaman
Perlindungan topografi sirkuitterpadu
3)
TeknologiTepatGuna
5 KTI
-
Model/Purwarupa(Prototipe)/Desain4)
TingkatKesiapanTeknologi(TKT)5)
-
BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Prospek penelitian ini adalah dihasilkannya produk biologi serta
teraplikasinya paket teknologi yang dapat mengontrol kualitas warna ikan rainbow
secara komprehensif mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga
genetika. Hasil-hasil yang akan dicapai tersebut akan disebarkan kepada pengguna
dan pembudidaya secara luas sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk
peningkatan kualitas warna terhadap produk yang dihasilkan. Dengan produk
yang lebih unggul dari kualitas warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume
penjualan serta pendapatan pembudidaya.
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL
5.1 Anggaran Biaya
5.2 Jadwal Penelitian
No
Kegiatan
1 Persiapan
Koleksi sampel
1
2
3
V V V
33
4
5
6
7
8
9
10 11 12
2
3
Pengadaan bahan bantu
Pelaksanaan
Karakterisasi warna
Biologi perkembangan warna
Pakan warna
Lingkungan warna
Seleksi warna
Pelaporan
Analisis data
Pembuatan laporan
Seminar
V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V V V V V V
V V V V V V
V V V V V V
V
V
V
V
REFERENSI
Ahmed FE, Setlow RB, Grist E, Setlow N 1993. DNA-damage, photorepair, and
survival in fish and human-cells exposed to UV-radiation. Environmental
and Molecular Mutagenesis 22: 1825.
Allen G.R. & Boeseman M., 1982. - A collection of freshwater fihes from western
New Guinea with descriptions of two new species (Gobiidae and
eleotridae). Rec. West. Aust. Mus., 10(2): 67-103.
Allen G.R. & cross N.J., 1980. - Description of fie new rainbowfishes
(Melanotaenidae) from New Guinea. Rec. West. Aust. Mus., 8(3): 377396.
Allen G.R., 1990. - Les poissons arc-en-ciel (Melanotaenidae) de la péninsule de
Vogelkop, Irian Jaya, avec description de trois nouvelles espèces. Rev. Fr.
Aquariol., 16(4): 101-112.
Baite, J., A. K. Verma, C. Prakash, M. H. Chandrakant and N. Saharan. 2010.
Effect of Light Intensity on Growth, Survival and Skin Colour of Goldfish
(Carassius auratus Linnaeus). J. Aqua Trop. 25.1-4 (2010): 47-59.
Baras, E., J. Slembrouck, A. Priyadi, D. Satyani, L. Pouyaud, et al.. Biology and
culture of the clown loach Chromobotia macracanthus (Cypriniformes,
Cobitidae) : 3-Ontogeny, ecological and aquacultural implications.
Aquatic Living Resources, EDP Sciences, 2012, 25 (2), pp.119-130.
da Costa, T.F.2009. Karotenoid, Pigmen Pencerah Warna Ikan Karang. Jurnal
Triton, 5 (1) : 53-62.
Fenner, B. 2016. The Physiological and Behavior of Color in Fish. (online).
(http://www.wetwebmedia.com/aqscisubwebindex/coloration.htm) diakses
tanggal 1 Desember 2016.
Fujii, R. 1993. Coloration and chromatophores. In: The Physiology of Fishes. pp.
535–562. Edited by D.H. Evans. CRC Press, Boca Raton.
Gupta, S.K., A.K.Jha, A.K.Pal and G. Venkateshwarlu. 2007. Use of Natural
Carotenoidsfor Pigmentation of Fish. Natural Product Radiance, Vol. 6
(1): 46-49.
Kadarusman, Sudarto, Paradis E, Pouyaud L (2010) Description of Melanotaenia
fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West
Papua, Indonesia with comments on the rediscovery of M. ajamaruensis
and the endangered status of M. parva. Cybium 34(2):207–215
34
Kusumah, R. V., Kusrini, E., Murniasih, S., Prasetio, A. B., & Mahfudz, K.
(2011). Analisis Gambar Digital sebagai Metode Karakterisasi dan
Kuantifikasi Warna pada Ikan Hias. Jurnal Riset Akuakultur, 6(3): 381392.
Kusumah, R. V., Cindelaras, S., & Prasetio, A. B. (2015). Keragaan Warna Ikan
Clown Biak (Amphiprion percula) Populasi Alam dan Budidaya
Berdasarkan Analisis Gambar Digital. Jurnal Riset Akuakultur, 10(3):
345-355.
Kusumah, R. V., A. B. Prasetio, E. Kusrini, E. P. Hayuningtyas dan S. Cindelaras.
2016. Keragaan Warna Dan Genotipe Calon Induk (F0) Ikan Clown
(Amphiprion Sp.) Strain Black Percula. Jurnal Riset Akuakultur, 11(1):
47-58.
Lowe C, GoodmanLowe G 1996. Suntanning in hammerhead sharks. Nature 383:
677.
Matsuno, T. 2001. Aquatic Animal Carotenoid. Fisheries Science, 67 : 771-783.
Meakin & JG Qin. 2012. Growth, behaviour and colour changes of juvenile King
George whiting (Sillaginodes punctata) mediated by light intensities. New
Zealand Journal of Marine and Freshwater Research Vol. 46, No.
1,111123.
Painter, K.J. 2000. Models for Pigment Patern Formation in Skin of Fishes. IMA
Volume in Maths & Apps, Spiners-Verlag 121 : 59-82
Pham, M. A., H. Byun , K. Kim and ,Sang-MinLee. 2014. Effects of dietary
carotenoid source and level on growth, skin pigmentation, antioxidant
activity and chemical composition of juvenile olive flounder Paralichthys
olivaceus. Aquaculture 431 : 65–72
Rasband, W. (2016). ImageJ: Image Processing and Analysis in Java [Software
Komputer]. Diakses dari http://imagej.nih.gov/ij/
Skӧld, H.H., S.Asprengen, K.L. Chenney and M. Walin. 2016. Fish
Chromatophores-From Moleculer Motor to Animal Behavior.
International Review of Cell and Moleculer Biology, BVol 321 : 171-219.
Szisch, V., A.L. Van der Salm, S.E.M. Wendelaar Bonga and M. Pavlidis, 2002.
Physiological colour changes in the red porgy, Pagrus pagrus, following
adaptation to blue lighting spectrum. Fish Physiology and Biochemistry,
27: 1-8.
Yasir, I., J. G. Qin. 2009Effect of Light Intensity on Color Performance of False
Clownfish, Amphiprion ocellaris Cuvier. 40, 337–350
Yuangsoi, B., O. Jitasataporn, N. Areechon, and P. Tabthipwon. 2011. The
Pigmentation Effect on Difference Carotenoids on Fancy Carp (Cyprinus
carpio). Aquaculture Nutrition, Vol 17: 306-316.
35
JENIS DAN MANAJEMEN PAKAN IKAN RAINBOW AJAMARU
(Melanotaenia ajamaruensis)
I Wayan Subamia dan Siti Subandiyah
ABSTRAK
Usaha kearah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan
memperhatikan konservasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penguasaan
teknologi budidaya utamanya teknologi pembenihan sehingga hambatan dalam
menghasilkan benih dapat diatasi. Kegiatan pembenihan ikan Rainbow Ajamaru
menjadi penting dilakukan, salah satunya melalui pendekatan pakan. Ketika
sampai pada tahap pendederan ikan Rainbow Ajamaru manajemen peralihan
makanan, penentuan jenis dan jumlah makanan menyebabkan tahapan ini perlu
diperhatikan.
Pakan buatan banyak direkomendasikan untuk mengatasi ketergantungan
dan permasalahan pakan alami, namun kendala ini kemudian terjadi karena bahan
baku pakan ikan seperti tepung ikan dan bahan baku lainnya berkompetensi
dengan kebutuhan pangan manusia dan pakan hewan lainnya. FAO (2004)
mencatat produksi akuakultur sejak tahun 1984 hingga 2000 mengalami kemajuan
pesat, sedangkan tepung ikan sebagai sumber protein penting dalam pakan ikan
mengalami fase stagnan sejak tahun 1990.
Teknologi ini sangat berguna bagi pembudidaya untuk dapat memproduksi
benih diluar habitatnya. Kelebihan ikan Rainbow hasil budidaya adalah lebih
mudah dproduksi secara masal, dapat dikendalikan produksinya dan adaftif
terhadap pakan buatan dan lingkungan budidaya.
BAB 1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya budidaya ikan Rainbow ajamaru belum dilakukan dimana ikan ini
merupakan salah satu jenis ikan endemic Papua di danau Ajamaru. Ikan ini rentan
kepunahan berdasarkan data dari Red List Internasional Union For Concerfation
and Natural Resource (IUCNR) tahun 2016. Ancaman kepunahan disebabkan oleh
degradasi lingkungan.
36
Pakan merupakan aspek yang sangat penting dalam budidaya ikan dan
secara umum menghabiskan sekitar 60% dari total biaya produksi. Salah satu
penentu keberhasilan dalam usaha kesesuaian budidaya ikan adalah jenis dan
pemberian pakan selama pemeliharaan khususnya pembenihan. Pemberian pakan
yang efektif dan efisien dalam arti jenis pakan, jumlah dan waktu pemberian yang
tepat akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal Mujiman, 2004). Jenis
pakan terdiri atas pakan alami dan pakan buatan yang masing-masing memiliki
perbedaan dan keunggulan. Pakan alami adalah makanan yang dimakan ikan
berupa bahan alami dengan bentuk asalnya tanpa ada modifikasi dari manusia,
yang mencakup tumbuhan, hewan, zooplankton, fitoplankton dan bentos (Halver,
1989).
Pakan alami masih menjadi pakan utama yang diaplikasikan untuk ikan
Rainbow karena menyesuaikan kebiasaan makan di habitat aslinya (Allen, 1991).
Pakan alami ukurannya relative kecil sesuai bukaan mulut ikan, bergerak lamban
sehingga mempermudah benih ikan untuk menangkap dan memangsanya
(Departemen Pertanian, 1992). Tubifex merupakan salah satu jenis pakan alami
yang sering direkomendasikan untuk ikan hias karena disukai ikan dan memiliki
kandungan gizi cukup tinggi serta tidak mempunyai rangka skeleton sehingga
mudah dicerna dan sangat baik untuk pertumbuhan dini ikan air tawar (Juhariyah,
2005).
Berdasarkan sifat hidup ikan Rainbow merupakan salah satu solusi yang
dapat dilakukan. Berdasarkan sifat ikan Rainbow diketahui bahwa ikan ini
mempunyai kebiasaan makan omnivore yang memakan serpihan makanan,
invertebrate kecil, serangga air, crustacean kecil, larva serangga, alga dan
makanan hidup lainnya maupun makanan yang sudah di bekukan. Umumnya
diberi makanan cacing rambut sampai dewasa (Allen, 1991). Tidak dipungkiri
bahwa meskipun pakan alami merupakan jenis terbaik pada spesies yang baru
terdomestikasi namun banyak kekurangannya, dimana pakan alami tidak dapat
terjamin ketersediannya secara terus menerus di alam maupun melalui kultur,
karena pakan ini sangat dipengaruhi musim, cuaca dan factor lingkungan serta
rentan terkontaminasi penyakit.
37
B. Tujuan dan Sasaran
Untuk menghasilkan ikan Rainbow Ajamaru yang lebih adaftif dan mudah
dibudidayakan, serta untuk mendapatkan teknologi budidaya ikan Rainbow
Ajamaru yang dapat di terapkan dan diadaptasi oleh masyarakat.
C. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Formulasi pakan induk matang gonad dan jenis pakan buatan atau alami
untuk pembesaran.
BAB 2. METODE
Penelitian dilakukan di laboratorium basah Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok.
1.) Larva/ikan uji diperoleh dari hasil pemijahan alami ikan Rainbow Ajamaru.
Tahap pertama, dilakukan berbagai pengamatan seperti:
a. ukuran larva
b.bukaan mulut larva
c. perkembangan saluran pencernaan
Selanjutnya hasil dari tahap pertama (misal jenis pakan alami Rotifera)
digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian tahap kedua dimana
jenis pakan alami yang akan digunakan sebagai perlakuan sesuai dengan
ukuran bukaan
mulut larva. Tahap kedua dilakukan dengan perlakuan
sebagai berikut :
Pakan sebagai perlakuan terdiri dari beberapa jenis pakan alami;
Perlakuan A. Pakan alami Rotifera
Perlakuan B. Pakan alami N (naupli artemia)
Perlakuan C. Pakan buatan
Pakan diberikan 5 kali sehari secara ad satiation. Parameter yang diamati
meliputi sintasan (survival rate) pertumbuhan, bobot, panjang, aktifitas
enzyme di saluran pencernaan (kalau dananya cukup), kualitas air
pemeliharaan diamati awal, tengah dan akhir percobaan.
38
2.) Formulasi pakan buatan untuk pematangan gonad ikan hias Rainbow
Ajamaru
Penelitian
dilakukan
di
Laboratorium
basah
Balai
Penelitian
dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Ikan uji yang digunakan adalah
calon induk/induk ikan Rainbow Ajamaru
Wadah yang digunakan akuarium ukuran 40 X 60 X 30 cm.
Pakan sebagai perlakuan terdiri dari;
A. Pakan tubifex (sebagai control)
B. Pakan komersial
C. Pakan buatan
Pakan diberikan 3% dari bobot badan, diberikan 2 kali sehari. Formulasi
pakan induk disesuaikan dengan kenutuhan nutrisi untuk pematangan
gonad.
Pengamatan dilakukan setiap 15 hari sebagai data penunjang diamati
pertambahan bobot badan, panjang badan, kualitas air, bila bertelur
diamati jumlah telur, telur yang menetas.
3. )
Pengaruh pemberian jumlah pakan buatan dan waktu yang berbeda
terhadap pertumbuhan benih ikan Rainbow Ajamaru
Sebagai perlakukan yaitu:
A. 5% dari bobot tubuh
B. 10% dari bobot tubuh
C. 15% dari bobot tubuh
D. 20% dari bobot tubuh
Sedangkan waktu pemberian pakan dilakukan pada siang hari dan malam
hari. Wadah percobaan menggunakan akuarium sebanyak 36 buah.
Kepadatan 3 ekor/liter. Ukuran ikan yang dipakai kurang lebih 1 cm. lama
penelitian 3 bulan. Parameter yang diamati pertumbuhan bobot, panjang,
dan kualitas air serta analisa proksimat pakan. Pengamatan dilakukan
setiap 2 minggu sekali.
39
BAB 3. LUARAN
Komponen teknologi pakan induk, larva dan benih ikan Rainbow
Ajamaru.
Tabel 1. Target Luaran
No.
Luaran
Jenis Luaran
T ahun ke-1 T ahun ke-2 T ahun ke-3
1
Internasional/bereputasi Internasional
Publikasi ilmiah
Nasional terakreditasi
V
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merek dagang
2
Hak Kekayaan Intelektual
Rahasia dagang
Desain produk industri
Indikasi geografis
Perlindungan varietas tanaman
Perlindungan jenis ikan Hias
Perlindungan topografi sirkuit terpadu
3
T eknologi T epat Guna
4
Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain
5
T ingkat Kesiapan T eknologi (T KT )
BAB 4. PROSPEK DAN MANFAAT
Meningkatkan jumlah komoditas ikan hias hasil budidaya dan menjadikan
budidaya ikan Rainbow Kurumoi sebagai peluang usaha yang dapat menambah
pendapatan masyarakat pembudidaya ikan hias.
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL
5.1 Anggaran Biaya
Terlampir
5.2 Jadwal Penelitian
Kegiatan
Persiapan
Pelaksanaan
Analisis
Data
Laporan
1
2
3
4
5
6
40
7
8
9
10
11
12
DAFTAR PUSTAKA
Allen, G.R. 1991. Field Guide to Freshwater Fishes of New Guinea. Publication
N0.9 of The Christensen Research Institute. Papua New
Guinea. 268 pp
Departemen Pertanian. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami dalam
Makalah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen
Pertanian. Jakarta
FAO (Food and Agricultural Organization). 2004. The State of World Fisheries
and Aquaculture. FAO Fisheries Department. Rome. 146 pp.
Halver, J.E. 1989. Fish Nutrition. Second Edition Academic Press. London and
New York. 713 pp.
IUCN. 2016. The IUCN Red List of Threatened Species. Melanotaenia ajamaru
(http//www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html)
17 september 2016.
Juhariyah, D. 2005. Pengaruh pemberian Nauplii Artemia sp, Moina sp, dan
Tubifex sp terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup
Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker).
Skripsi Fakultas Biologi Universitas Nasional.
Mudjiman, A.2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta.
41
PADAT TEBAR LARVA DAN BENIH IKAN RAINBOW AJAMARU
(Melanitaenia ajamruensis)
Idil Ardi, M. Zamroni, Riani Rahmawati, dan Siti Zuhriyyah M.
ABSTRAK
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu
komoditas ikan hias air tawar endemik di Papua, Indonesia. Ikan ini pernah
dinyatakan telah punah pada tahun 1980, namun pada tahun 2007 ikan ini dapat
ditemukan kembali oleh Tim ekspedisi IRD, Apsor dan BPPBIH. Saat ini ikan
Rainbow Ajamaru ini diburu oleh para hobiis ikan hias, baik dalam dan luar
negeri. Perburuan ini mengakibatkan terancam punah dan rusaknya habitat di
alam. Saat ini usaha pemenuhan ikan hias rainbow Ajamaru ini belum dapat
dipenuhi dari kegiatan budidaya. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan
tersebut diperlukan sebuah upaya yang dapat memenuhi permintaan pasar (secara
ekonomi) dan dapat memberikan dampak ekologis positif bagi ekosistem rainbow
ajamaru. Salah satu alternatif usaha tersebut adalah melalui pengembangan
budidaya ikan rainbow Ajamaru. Salah satu poin penting dalam kegiatan budidaya
adalah diketahuinya padat penebaran optimum pada setiap stadia pemeliharaan
dalam lingkungan terkontrol. Dengan telah diketahuinya kepadatan optimum pada
setiap stadia pemeliharaan larva-benih ikan rainbow Ajamaru, diharapkan hasil
penelitian ini dapat memberikan dampak yang postif pada kegiatan produksi benih
hasil budidaya baik itu pertumbuhan ataupun sintasannya. Diharapkan pula
dengan keberhasilan kegiatan budidaya, maka dapat mengurangi aktifitas
penangkapan ikan tersebut di alam dan mengurangi dampak kerusakan habitat
akibat perburuan ikan hias rainbow Ajamaru.
Kata Kunci: benih, larva, rainbow ajamaru, padat penebaran,
42
BAB 1. PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu
komoditas ikan hias air tawar endemik di Papua, Indonesia. Ikan ini pernah
dinyatakan telah punah pada tahun 1980, namun pada tahun 2007 ikan ini dapat
ditemukan kembali oleh Tim ekspedisi IRD, Apsor dan BPPBIH. Saat ini ikan
Rainbow Ajamaru ini diburu oleh para hobiis ikan hias, baik dalam dan luar
negeri. Perburuan ini mengakibatkan terancam punah dan rusaknya habitat di
alam. Saat ini usaha pemenuhan ikan hias rainbow ajamaru ini belum dapat
dipenuhi dari kegiatan budidaya.
Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan sebuah upaya yang dapat
memenuhi permintaan pasar (secara ekonomi) dan dapat memberikan dampak
ekologis positif bagi ekosistem rainbow ajamaru. Salah satu alternatif usaha
tersebut adalah melalui pengembangan budidaya ikan rainbow ajamaru Salah satu
upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar dengan tetap
memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelimpahan ikan rainbow ajamaru
tersebut di alam adalah melalui kegiatan budidaya. Selain faktor konservasi
ekologis, secara ekonomi ikan yang dibudidayakan akan memiliki nilai jual yang
lebih tinggi daripada hasil tangkapan alam. Menurut Stime (1999), hewan yang
dibudidayakan cenderung lebih stabil dan lebih kuat dibandingkan hewan yang
berasal dari alam ketika dipelihara dalam penangkaran. Daya tahan dan kualitas
tersebut yang dapat membuat para hobiis berkeinginan membayar lebih untuk
hewan tersebut.
Salah satu poin penting dalam kegiatan budidaya adalah diketahuinya
padat penebaran optimum pada setiap stadia pemeliharaan dalam lingkungan
terkontrol. Penentuan kepadatan larva dan benih yang optimal pada budidaya ikan
sangat penting untuk
memaksimalkan hasil produksi, keuntungan dan
keberlangsungan usaha budidaya.
Hal ini berkaitan dengan daya dukung
(carrying capacity) wadah serta efisiensinya dalam usaha budidaya. Padat tebar
diketahui juga mempengaruhi pertumbuhan, pola makan, daya tahan terhadap
penyakit dan kelangsungan hidup larva. Menurut Hitzfelder et al. (2006) padat
tebar juga berpengaruh terhadap perilaku dan interaksi diantara populasi ikan
43
termasuk kompetisi dalam mendapatkan makan dan ruang yang pada akhirnya
memacu kanibalisme.
Pada padat tebar larva dan benih yang tinggi dapat menimbulkan
masalah diantaranya ikan menjadi lebih mudah stres, rentan terhadap penyakit dan
pelukaan, menurunnya kualitas air bahkan lebih jauh lagi bisa mereduksi
pertumbuhan, kelangsungan hidup dan juga efisiensi pakan. Di sisi lain, padat
tebar yang rendah juga akan mempengaruhi efisiensi penggunaan wadah dalam
produksi ikan.
Untuk itu, pada tebar yang optimal penting diketahui untuk
mendapatkan pertumbuhan dan sintasan benih yang tinggi untuk produksi benih
ikan rainbow Ajamaru yang berkelanjutan.
B.
TUJUAN DAN SASARAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan optimalisasi sistem
budidaya melalui pendekatan kepadatan dalam pemeliharaan pada stadia larva,
benih, hingga calon induk ikan Rainbow Ajamaru. Dengan parameter optimalisasi
pada pertumbuhan dan sintasan serta perkembangan ontogeninya pada berbagai
stadia.
Sasaran dari penelitian ini adalah diperolehnya larva, benih dan calon
induk ikan Rainbow Ajamaru hasil budidaya yang adaptif dan tumbuh optimal
dengan sintasan yang tinggi pada lingkungan budidaya. Dalam jangka panjang
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kegiatan
budidaya ikan Rainbow Ajamaru.
C.
KEBARUAN DAN TEROBOSAN TEKNOLOGI
Teknologi budidaya ikan hias Rainbow Ajamaru belum pernah dilakukan
sebelumnya. Usaha budidaya dengan pendekatan pada kepadatan dari stadia larva,
benih hingga calon induk merupakan salah satu upaya dalam menghasilkan
teknologi pada pemeliharaan larva, benih hingga calon induk ikan Rainbow
Ajamaru. Kebaruan dari penelitian ini adalah munculnya teknologi budidaya ikan
Rainbow Ajamaru yang menghasilkan larva, benih dan calon induk yang adaptif,
dan optimal dalam pertumbuhan dan sintasan.
D.
TINJAUAN PUSTAKA
Padat penebaran berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan
(Hickling, 1971). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan kepadatan
44
akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan pada
kepadatan tertentu pertumbuhan akan berhenti (stop growth). Untuk mencegah
terjadinya hal tersebut,peningkatan kepadatan harus disesuaikan dengan daya
dukung (carrying capacity). Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying capacity
antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan. Pada keadaan lingkungan
yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai
dengan peningkatan hasil (produksi) (Effendi et al., 2006).
Pada hewan darat, umumnya pada tebar mengacu pada hubungan antara
jumlah hewan dengan unit spesifik lahan yang digunakan untuk mencari makan
pada satu titik waktu (Sweeten and Sweeten, 2013). Sedangkan pada ikan,
umumnya mengacu pada jumlah hewan atau masukan per unit volume (g L-1,
kaitannya dengan kualitas air), meskipun unit luas permukaaan menjadi sebuah
hal yang lebih relevan pada kebanyakan spesies ikan yang bersifat demersal (Ellis
et al., 2002). Seperti pada kebanyakan faktor lingkungan lainnya, faktor padat
tebar ikan sepertinya mampu memberikan pengaruh baik secara positif maupun
negatif terhadap kelangsungan hidup, metabolisme, stress, kemampuan dalam
mencerna makanan, efisiensi dari energi konversi, pertumbuhan, kematangan
gonad dan reproduksi dari ikan.
Banyak studi menunjukkan bahwa tingkat padat tebar ikan memberikan
pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat
kelangsungan hidup ikan yang dipelihara dalam lingkungan budidaya. Salah satu
faktor yang mungkin muncul akibat padat tebar adalah kanibalisme. Pengaruh
kepadatan populasi terhadap kanibalisme dapat ditemukan dalam kaitannya
dengan keterbatasan dalam ketersediaan pakan, yang dapat memicu kanibalisme
baik itu dalam cara yang langsung (rasa lapar) ataupun cara yang tidak langsung,
misalnya ketika muncul heterogenitas ukuran dan disparitas pertumbuhan yang
tinggi (Baras, 2013 ; Smith and Reay, 1991 ; Dong and Polis, 1992 ; Baras et al.,
2002). Selain resiko akan adanya kanibalisme, kenaikan padat tebar juga dapat
memicu munculnya berbagai macam penyakit pada ikan yang dipelihara dalam
lingkungan budidaya seperti penyakit "bacterial kidney disease" (BKD) pada ikan
salmon chinook Oncorhynchus tshawytscha (Mazur et al., 1993) , penyakit
"bacterial gill disease" (BGD) pada ikan rainbow trout Oncorhynchus mykiss
45
(Bullock et al., 2004), atau infeksi yang disebabkan oleh Trichodina sp pada ikan
wolffish Anarhichas lupus (Pavlov, 1995) atau oleh Heteropolaria pada ikan
Eurasian perch Perca fluviatilis.
Selain terhadap kelangsungan hidup, padat tebar juga diketahui banyak
mempengaruhi pola pertumbuhan ikan pada lingkungan budidaya. Hanya
sebagian kecil studi saja (sekitar 10-15%) yang menunjukkan bahwa padat tebar
memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, sisanya kebanyakan
menunjukkan bahwa padat tebar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
secara negatif. Pola pertumbuhan yang dipengaruhi oleh padat tebar bervariasi
antara spesies ikan yang satu dengan spesies ikan yang lainnya (meskipun masih
dalam satu spesies ikan yang sama) seperti pada kasus ikan dari keluarga
salmonidae (Ewing and Ewing, 1995), ataupun pada kasus dari ikan nila
O.niloticus (Azim et al., 2003 ; El-sayed, 2002 ; Chakraborty and Banerjee, 2012 ;
Yakubu et al., 2013). Pada umumnya hubungan yang terjadi antara padat tebarpertumbuhan itu tidak berdiri sendiri, dalam artian banyak faktor lingkungan lain
yang terlibat atau berkombinasi dalam membentuk pola hubungan tersebut seperti
faktor fisika-kimia, fisiologis dan tingkah laku dari ikan serta lingkungan itu
sendiri.
Ulasan mengenai pengaruh padat tebar terhadap kelangsungan hidup dan
pertumbuhan memperlihatkan bahwa ketika mekanisme pengaruh tersebut
diketahui, respon yang muncul cenderung spesifik pada tiap-tiap spesies ikan dan
sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan pemeliharaan, oleh karena itu
agak sulit untuk memprediksi kisaran padat tebar yang optimal untuk sebuah
spesies yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Studi mengenai padat tebar
ikan Rainbow Ajamaru baik pada tahapan larva, benh hingga calon induk
merupakan studi yang baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena
itu studi mengenai padat tebar larva ikan ringau perlu dilakukan agar dapat
mengetahui padat tebar optimum ikan tersebut pada lingkungan budidaya.
46
BAB 2. METODE
Stadia Larva
Hewan uji yang digunakan adalah larva hasil pemijahan alami ikan
Rainbow Ajamaru yang berumur 1 hari (D0). Larva diukur panjang totalnya
dibawah mikroskop dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang larva dilakukan
setiap hari selama 30 hari (sampai menjadi benih) secara acak bergantian pada
setiap wadah. Larva dipelihara dalam bak fiber bervolume 100 L atau akuarium
dengan ukuran 60x40x40 cm dengan tinggi air 30 cm (volume 72 L). Perlakuan
padat penebaran yaitu: Pelakuan A. 10 ekor/L; Perlakuan B. 15 ekor/liter dan
perlakuan C. 20 ekor/liter. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak
lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap bak
fiber/akuarium diberi aerasi secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak
menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang
diberikan yaitu pakan alami berupa rotifer, moina, naupli artemia, dan daphnia
secara ad libitum sebanyak 3 kali/hari yaitu pagi, siang dan sore.
Parameter Uji :
•
Laju pertumbuhan harian spesifik panjang larva, dihitung
menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979):
L = Lt – Lo
dengan:
L = Pertumbuhan panjang total (cm)
Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm)
Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm)
Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin
dan Rupawan (1997) :
SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100%
∆t
Keterangan :
SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari)
W0 : Panjang awal ikan (cm)
47
Wt : Panjang akhir ikan (cm)
∆t : Waktu pemeliharaan (hari)
•
Koefisien keragaman dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie
(1993) :
Koefisien Keragaman (KK) = Standar Deviasi x 100%
Panjang rata-rata
•
Tingkat kelangsungan hidup larva
Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung berdasarkan jumlah larva
pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total larva yang ditebar
pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu :
Survival Rate (SR) = Jumlah larva pada akhir pemeliharaan x
100%
Jumlah larva pada awal pemeliharaan
Selain itu diukur juga perkembangan ontogeny larva dan pigmentasi.
Sebagai pendukung, dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH,
ammonia, nitrit, nitrat dan oksigen terlarut (DO) setiap 7 hari sekali.
Stadia Benih (Pendederan I)
Hewan uji yang digunakan adalah benih hasil pemijahan alami ikan
Rainbow Ajamaru yang berumur ± 30 hari (D29). Benih diukur panjang
totalnya dibawah millimeter blok dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang
benih dilakukan setiap 14 hari selama 60 hari (D90). Benih dipelihara dalam
waring berukuran mesh 200 mikron, dengan dimensi 0,5x0,5x0,7 m dan tinggi
air 50 cm (volume 400 L), atau akuarium dengan ukuran 60x40x40 cm dengan
tinggi air 30 cm (volume 72 L). Perlakuan padat penebaran yaitu: Pelakuan A.
5 ekor/L; Perlakuan B. 10 ekor/liter dan perlakuan C. 15 ekor/liter. Rancangan
percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap bak waring/akuarium diberi aerasi
48
secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak menggerombol namun
tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan
alami berupa cacing tubifex/cacing darah, secara ad libidtum sebanyak 2
kali/hari yaitu pagi, dan sore. Dan wadah pemeliharaan disipon setiap hari
untuk membersihkan sisa pakan yang tersisa.
Parameter Uji :
•
Pertumbuhan panjang benih, dihitung menggunakan rumus berdasarkan
Effendie (1979):
L = Lt – Lo
dengan:
L = Pertumbuhan panjang total (cm)
Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm)
Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm)
•
Pertumbuhan bobot benih dihitung dengan menggunakan rumus
berdasarkan Effendie (1979):
Wm = Wt – Wo
dengan:
Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot rata-rata ikan akhir penelitian (g)
Wo = Bobot rata-rata ikan awal penelitian (g)
Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin
dan Rupawan (1997) :
SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100%
∆t
Keterangan :
SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari)
W0 : Panjang awal ikan (cm)
Wt : Panjang akhir ikan (cm)
∆t : Waktu pemeliharaan (hari)
49
•
Koefisien keragaman dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie
(1993) :
Koefisien Keragaman (KK) = Standar Deviasi x 100%
Panjang rata-rata
•
Tingkat kelangsungan hidup benih
Tingkat kelangsungan hidup benih dihitung berdasarkan jumlah benih
pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditebar
pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu :
Survival Rate (SR) = Jumlah benih pada akhir pemeliharaan x
100%
Jumlah benih pada awal pemeliharaan
Sebagai pendukung, dilakukan pengamatan kualitas air seperti suhu, pH, ammonia
dan oksigen terlarut (DO) setiap 14 hari sekali.
Stadia Benih (Pendederan II)
Hewan uji yang digunakan adalah benih hasil pendederan I ikan
Rainbow Ajamaru yang berumur 90 hari (D89). Benih diukur panjang totalnya
dibawah millimeter blok dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang benih
dilakukan setiap 14 hari selama 120 hari (sampai benih matang gonad pertama
kali). Benih dipelihara dalam waring berukuran mesh 200 mikron dengan
dimensi 1x1x1 m dengan tinggi air 800 cm (volume 800 L), atau akuarium
dengan ukuran 60x40x40 cm dengan tinggi air 30 cm (volume 72 L).
Perlakuan padat penebaran yaitu: Pelakuan A. 1 ekor/L; Perlakuan B. 3
ekor/liter dan perlakuan C. 5 ekor/liter. Rancangan percobaan menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5
kali. Setiap waring/akuarium diberi aerasi secukupnya dan kecepatannya diatur
agar benih tidak menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa
pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan alami berupa cacing tubifex/cacing
darah secara ad satiation sebanyak 2 kali/hari yaitu pagi dan sore. Dan wadah
pemeliharaan disipon setiap hari untuk membersihkan sisa pakan yang tersisa
50
Parameter Uji :
•
Pertumbuhan panjang benih, dihitung menggunakan rumus berdasarkan
Effendie (1979):
L = Lt – Lo
dengan:
L = Pertumbuhan panjang total (cm)
Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm)
Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm)
•
Pertumbuhan bobot benih, dihitung dengan menggunakan rumus
berdasarkan Effendie (1979):
Wm = Wt – Wo
dengan:
Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot rata-rata ikan akhir penelitian (g)
Wo = Bobot rata-rata ikan awal penelitian (g)
Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin
dan Rupawan (1997) :
SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100%
∆t
Keterangan :
SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari)
W0 : Panjang awal ikan (cm)
Wt : Panjang akhir ikan (cm)
∆t : Waktu pemeliharaan (hari)
•
Warna tubuh ikan yang diukur dengan menggunakan bantuan
kertas Toca Color Finder (TCF) atau Colorimeter.
•
Tingkat kelangsungan hidup benih
Tingkat kelangsungan hidup benih dihitung berdasarkan jumlah benih
pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditebar
pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu :
51
Survival Rate (SR) = Jumlah benih pada akhir pemeliharaan x
100%
Jumlah benih pada awal pemeliharaan
perkembangan gonad dan juga pigmentasi visual awal pada jantan
diukur sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya.
Sebagai pendukung, dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH,
ammonia, nitrat, nitrit, oksigen terlarut (DO) dan intensitas cahaya setiap 14
hari, dan juga dilakukan analisa glukosa darah atau hormon kortisol pada akhir
pemeliharaan.
Analisis Data
Data tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang dan bobot
larva-benih dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) pada
selang kepercayaan 95%, dan uji lanjut Tukey dengan bantuan software SPSS
17. Data ditampilkan dalam bentuk Tabel dan Grafik.
BAB 3. KELUARAN
A. PERKIRAAN KELUARAN
Pada penelitian ini ada beberapa luaran (output) yang diharapkan dapat
dicapai pada akhir tahun 2017, yaitu: publikasi dalam jurnal nasional terakreditasi
sebanyak 3 buah karya tulis ilmiah (KTI), kemudian teknologi tepat guna yang
merupakan komponen dari paket teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru
berupa teknologi pemeliharaan larva, benih, dan calon induk ikan Rainbow
Ajamaru dalam lingkungan terkontrol dengan pendekatan pada kepadatan.
Perkiraan luaran teknologi ini berada pada tingkat kesiapan teknologi (TKT) skala
4.
Tabel 1. Target Luaran
No
1.
Tahun
ke-1
Jenis Luaran
Publikasi ilmiah1)
Internasional/
Nasional terakreditasi
Paten
Paten sederhana
52
Luaran
Tahun
ke-2
bereputasi
Submitted Accepted
Tahun
ke-3
3.
Hak cipta
Merek dagang
Hak
Kekayaan Rahasia dagang
Intelektual
Desain produk industry
(HKI)2)
Indikasi geografis
Perlindungan varietas tanaman
Perlindungan topografi sirkuit
Teknologi Tepat Guna3)
4.
Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4)
5.
Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5)
2.
Draft
Penerapan
4
BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Kegiatan penelitian Ikan Rainbow Ajamaru yang akan dilakukan ini
merupakan sebuah kegiatan yang berbasis konservasi (budidaya). Upaya
rehabilitasi lingkungan dengan melakukan kegiatan budidaya perlu dilakukan
untuk menghindari dampak kegiatan perburuan hewan akuatik eksotis.
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari program budidaya Ikan Rainbow
Ajamaru di luar habitatnya (ex-situ). Keberhasilan teknologi budidaya dengan
pendekatan kepadatan yang diuji cobakan dalam penelitian ini, diharapkan dapat
diterapkan di kalangan pembudidaya/masyarakat luas. Pengembangan teknologi
budidaya ikan Rainbow Ajamaru ini diharapkan dapat memberikan dukungan
terhadap penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN), dimana terjalin interaksi
yang saling menguntungkan antara pengembang dan pengguna teknologi.
Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan akan memberikan
keuntungan antara lain: 1).Diperoleh data pertumbuhan pada stadia larva, benih,
hingga calon induk, 2). Didapatkan larva, benih dan calon induk hasil budidaya
(F1/F2), 3). Diketahui teknologi budidaya Ikan Raibow Ajamaru dengan
kepadatan pada lingkungan terkontrol yang tepat guna. 4). Diperolehnya data
kematangan gonad pertama kali calon Induk ikan Rainbow Ajamaru, dan
5).Diperolehnya data terkait dokumen rilis ikan Rainbow Ajamaru
Kegiatan penelitian ikan Rainbow Ajamaru yang akan dilaksanakan ini
dapat memberikan manfaat secara ekologis dan ekonomis. Budidaya ikan
Rainbow Ajamaru diluar habitatnya diharapkan menjadi salah satu alternatif
53
pemenuhan permintaan kebutuhan pasar dengan mengurangi perburuan di alam.
Dengan berkurangnya laju perburuan di alam, diharapkan populasi ikan
Rainbow Ajamaru dapat terjaga dengan baik, dan secara umum dapat
memberikan dampak positif secara ekologis bagi habitat ikan tersebut. Di sisi
lain, teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru dengan pendekatan kepadatan
ini mampu meningkatkan nilai ekonomis dari ikan rainbow Ajamaru itu sendiri
karena dapat memproduksi larva, benih dan calon induk secara optimal. Ikan
rainbow Ajamaru yang berasal dari lingkungan budidaya diharapkan memiliki
nilai jual yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ikan rainbow Ajamaru
yang berasal dari alam. Daya tarik nilai ekonomi tersebut diharapkan dapat
menjadi magnet bagi masyarakat untuk membudidayakan daripada menangkap
ikan rainbow Ajamaru laut tersebut di alam. Diharapkan peralihan kegiatan
masyarakat dari berburu menjadi budidaya, mampu meningkatkan tingkat
perekonomian masyarakat.
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL
BIAYA
Terlampir
JADWAL PENELITIAN
No
Jenis Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Studi Pustaka dan Literatur
1
2
3
4
5
6
Persiapan wadah dan Bahan
Persiapan lokasi dan wadah
pemeliharaan
Rekayasa wadah pemeliharaan
Penebaran Induk (Plotting awal
perlakuan)
Pemeliharaan larva, benih dan calon
induk
54
1
0
1
1
1
2
Koleksi data/Sampling
7
8
Analisis Kualitas Air
9
Pengolahan data
10
Penulisan laporan
REFERENSI
Arifin, Z. & Rupawan. 1997. Pertambahan bobot dan tingkat sintasan ikan betutu
(Oxyeleotris marmorata Blkr) dengan penambahan pakan yang berbeda.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Volume 3 no 3. Hal 22-26.
Azim, M.E., Verdegem, M.C.J., Singh, M., van Dam, A.A. and Beveridge,
M.C.M., 2003. The effects of periphyton substrate and fish stocking
density on water quality, phytoplankton, periphyton and fish growth.
Aquaculture Research, 34, p685-695.
Baras, E. and Jobling, M., 2002 Dynamics of intracohort cannibalism in cultured
fishes. 0Aquaculture Research, 33, p461−479.
Baras, E., 2013. Cannibalism in fish larvae, what have we learned ? Larval Fish
Aquaculture, in (ed.) Qin J.G. Nova Publishers, New York, Pp. 167-199.
Chakraborty, S.B and Banerjee, S., 2012 Comparative growth performance of
mixed-sex and monosex Nile tilapia at various stocking densities during
cage culture. Journal of Recent Research In Science and Technology,
4(11), p46-50.
Dong, Q. and Polis G.A., 1992 The dynamics of cannibalistic populations, a
foraging perspective. Cannibalism, Ecology and Evolution among diverse
Taxa, Elgar, M.A. and Crespi, B.J. (Eds), Oxford Science Publications,
Oxford, p13-37.
Ellis, T., North, B., Scott, A.P., Bromage, N.R., Porter, M. and Gadd D., 2002.
The relationship between stocking density and welfare in farmed rainbow
trout. Journal of Fish Biology, 61, p493–531.
El-Sayed, A.F.M., 2002. Effects of stocking density and feeding levels on growth
and feed efficiency of Nile tilapia (Oreochromis niloticus L.) fry. Journal
of Aquaculture Research, 33, p621-626.
Ewing, R.D. and Ewing, S.K., 1995. Review of the effects of rearing density on
survival to adulthood for Pacific salmon. Progressive Fish-Culturist, 57,
p1-25.
Hepher, B., & Y. Pruginin. 1981. Commercial fish farming with special
reference to fish culture in Israel. John Willey and Sons, New
York. 261 hal.
Hickling, C.F. 1971. Fish culture. Faber and Faber, London. 348 hal.
55
Mazur, C.F., Tillapaugh, D. and Iwama, G.K., 1993. The effects of feeding level
and rearing density on the prevalence of Renibacterium salmoninarum in
chinook salmon (Oncorhynchus tshawytscha) reared in salt water.
Aquaculture, 117, p141-147.
Pavlov, D.A., 1995. Growth of juveniles of White Sea common wolffish,
Anarhichas lupus L., in captivity. Aquaculture Research, 26, p195-203.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika
(Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Sweeten, M and Sweeten, J. 2013. Terminology for grazing lands and grazing
animals. http://www.agry.purdue.edu/ext/forages/rotational/glossary.html.
Yakubu, A.F., Ajiboye, O.O., Nwogu, N.A., Olaji, E.D., Adams, T.E. and Obule,
E.E., 2013. Effects of Stocking Density on the Growth Performance of
Sex-Reversed Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) fingerlings fed
unhatched chicken egg diet. World journal of Fish and Marine Sciences, 3,
p291-295.
56
DOMESTIKASI BENIH IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia
ajamaruensis)
MELALUI TOLERANSI LINGKUNGAN BUDIDAYA
Tutik Kdarini. M Yamin. Rendy G dan Achmad Musa
ABSTRAK
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan ikan
endemik di Danau Ajamaru, Papua Barat dan rentan punah yang belum
diketahui teknik budidayanya. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah
tersebut dilakukan dengan domestikasi ikan yang berasal dari alam dengan
budidaya melalui pendekatan manipulasi lingkungan. Setiap jenis dan ukuran
ikan menghendaki lingkungan yang berbeda. Tujuan Untuk mengetahui
toleransi lingkungan budidaya ikan rainbow Ajamaru. Bahan dan metode
dalam kegiatan penelitian ada 2 tahap yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan.
Tahap persiapan membutuhkan waktu selama 3-4 bulan yaitu memproduksi
ikan rainbow ajamaru sebagai ikan uji sebanyak sekitar 2500 ekor yang
berukuran 3-4 cm. Tahap pelaksanaan membutuhkan waktu sekitar 1- 2
bulan. Ada 4 sub judul uji coba toleransi lingkungan 1) Toleransi suhu 2)
Toleransi salinitas 3) Toleransi pH dan 4) Toleransi Oksigen pada ikan
rainbow. Uji toleransi salinitas terdiri 7 perlakuan dan 3 ulangan. Toleransi
pH ada dua tahap perlakuan pH rendah dan pH tingggi masing ada 6
perlakuan dan 3 ulangan. Uji toleransi suhu ada dua tahap perlakuan suhu
rendah dan suhu tinggi masing ada 5 perlakuan dan 3 ulangan. Toleransi
oksigen menggunakan wadah berupa botol volume 2 liter dengan padat tebar
10 ekor/L. Selama pengujian, botol dalam keadaan tertutup dan sensor DO
meter berada dalam air media pemeliharaan. Parameter yang diamati
mencatat ikan yang mati, analisa air setiap hari, analisa ikan gambaran darah,
glukosa darah dan histologi untuk melihat organ ikan yang terpapar
perlakuan.
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) adalah salah satu ikan
hias asli Indonesia dari 76 spesies rainbow yang tersebar di Sulawesi dan
Papua. Ikan rainbow ini termasuk endemik yang berasal dari Danau Ajamaru
Papau Barat dan telah dinyatakan punah tetapi dapat ditemukan kembali tahun
2007 oleh tim ekspedisi Papua (BPPBIH Depok, IRD Perancis, APSOR).
Usaha ke arah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan
memperhatikan konservasi.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah
domestikasi ikan yang berasal dari alam dengan penguasaan teknologi
57
budidaya melalui pendekatan diantaranya manipulasi lingkungan. Parameter
lingkungan untuk budidaya ikan rainbow diantaranya pH. Suhu, Salinitas,
kesadahan, alkalinitas dan oksigen. Setiap jenis ikan dan ukuran mempunyai
toleransi lingkungan yang berbeda. Menurut Tapin (2010) bahwa ikan rainbow
ajamaru di alam hidup pada toleransi sebagai berikut untuk oksigen terlarut (
D0) > 5 ppm, pH 6,5-7,8 dan suhu 22-24 oC ( pemijahan 28o C). Hasil
penelitian 2016 bahwa toleransi benih ikan rainbow kurumoi (Melanotaenia
parva) LC 50 selama 96 jam salinitas 11,1 ppt, pH basa 10,74, suhu tinggi
35,11 oC (Anonim, 2016) berkisar Dengan latar belakang tersebut maka
dilakukan uji toleransi kualitas air (DO, suhu, salinitas dan pH) pada
lingkungan budidaya. Sejauh mana ikan rainbow ajamaru merespon terhadap
toleransi lingkungan budidaya setelah di domestikasikan yang berasal dari
alam baik pada lingkungan toleransi kisaran yang terendah maupun tertinggi
dalam hal ini untuk ukuran benih ikan.
b. Tujuan dan Sasaran.
Untuk mengetahui toleransi lingkungan budidaya (pH, salinitas, suhu dan
oksigen)
ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis ) dan Sasaranya
pembudidaya, eksportir, penghobi, praktisi bisnis, akademisi
c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Informasi tentang toleransi ikan khusus ikan rainbow Ajamaru belum ada
karena ikan baru didomestikasi berasal dari alam.
II Metode Pelaksanaan
Persiapan penelitian
- Kegiatan persiapan yang dilakukan yaitu mempersiapkan ikan uji. Ikan uji
diperoleh dari hasil budidaya atau produksi di Lab BPPBIH Depok dalam
hal ini membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan.
- Mempersiapkan bahan dan alat untuk kegiatan penelitian.
Pelaksanaan penelitian
Toleransi lingkungan ikan rainbow Ajamaru meliputi 4 kegiatan yaitu
toleransi pH, toleransi Suhu, toleransi Salinitas dan toleransi Oksigen
58
2.1. Uji Toleransi suhu pada ikan rainbow Ayamaru (Moh Yamin)
Uji toleransi suhu ada dua tahap yaitu uji coba suhu rendah dan suhu
tingggi. Uji toleransi suhu tinggi. Wadah yang digunakan untuk penelitian
suhu rendah yaitu bok plastik sebanyak 16 buah. Wadah diisi air sebanyak 10
liter yang dilengkapi dengan aerasi dan heater. Terdiri 4 perlakuan dan 3
ulangan adalah sebagai berikut 1) 18±0,5oC; B) 20±0,5oC; C) 22±0,5oC; dan
D) 24±0,5oC. Agar suhu stabil maka penelitian dilakukan diruangan yang ber
AC. Ikan berukuran sekitar panjang total 3 cm ditebar dengan kepadatan 10
ekor/wadah atau 1 ekor/L. Pengamatan suhu dilakukan setiap hari. Ikan yang
mati dikeluarkan dan dicatat. Analisa stres (glukosa/kortisol) dan histologi
untuk melihat organ.
Uji toleransi suhu suhu tinggi. Wadah yang digunakan untuk penelitian
suhu rendah yaitu bok plastik sebanyak 16 buah. Wadah diisi air sebanyak 10
liter yang dilengkapi dengan aerasi dan heater. Terdiri 4 perlakuan dan 3
ulangan adalah sebagai berikut 1) A) 25±0,5oC; B) 27±0,5oC; C) 29±0,5oC;
D) 31±0,5oC; E) 33±0.5oC; F) 35±0,5oC; dan G) 37±0,5oC. untuk menjaga
suhu stabil maka penelitian dilakukan diruangan yang ber AC. Ikan berukuran
sekitar panjang total 3 cm ditebar dengan kepadatan 10 ekor/wadah atau 1
ekor/L. Pengamatan suhu dilakukan setiap hari. Ikan yang mati dikeluarkan
dan dicatat. Analisa stres (glukosa/kortisol) dan histologi.
2.2. Uji Toleransi salinitas pada ikan rainbow Ayamaru (Rendi G)
Uji toleransi salinitas dilakukan pada benih ikan rainbow ajamaru yang
berukuran panjang total sekitar 3 cm. Uji ini dilakukan untuk menentukan
ambang konsentrasi salinitas dan uji
LC50-48 jam.
Penentuan ambang
konsentrasi adalah konsentrasi ambang atas yang menyebabkan laju kematian
benih ikan lebih dari 95% dalam waktu dedah 24 jam, dan konsentrasi
ambang bawah adalah konsentrasi yang mendukung sintasan benih dari 95%
dalam waktu dedah 48 jam.
Penentuan ambang konsentrasi salinitas
dilakukan dengan menguji salinitas berbeda, yaitu 0,1, 3, 6, 9, 12, dan 15 g/L.
59
Konsentrasi salinitas perlakuan diperoleh melalui penambahan air laut
(salinitas 37 ppt) ke dalam air tawar hingga mencapai salinitas yang
diinginkan sesuai perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah ikan
yang mati (mortalitas) dan yang hidup (sintasan) pada jam ke-0;24; 48; 72;
dan 96 jam.
Uji LC50 yaitu dimana konsentrasi yang mematikan 50% dalam waktu
dedah 48 jam. Konsentrasi yang digunakan pada uji LC50 adalah konsentrasi
yang didapatkan dari pengujian konsentrasi ambang atas dan bawah dengan
persamaan untuk mencari nilai tertentu dalam interval logaritma. Salinitas
yang digunakan dalam penentuan LC50 adalah yaitu A) kontrol; B) 8,3 g/L;
C) 9,1 g/L; D) 9,8 g/L; E) 11,1 g/L; F) 12,3 g/L, dan G)13,3 g/L. Masingmasing perlakuan diulang 3 kali. Ikan uji yang digunakan adalah sebanyak
210 ekor, berukuran panjang total sekitar 3 cm.
Ikan ditebar dengan
kepadatan satu ekor/L. Pengamatan dengan mencatat benih ikan yang mati
dan benih yang hidup pada jam ke-0; 24; 48; 72; dan 96 jam. Salinitas di ukur
setiap hari dan ikan yang mati dikeluarkan. Analisa glukosa/kortisol untuk
melihat ikan stress dan histologi untuk melihat organ yang rusak.
2.3 Uji toleransi pH pada ikan Rainbow Ajamaru (Ahmad Musa).
Uji toleransi pH terdiri atas pH basa dan pH asam. Menurut Tappin
(1990) bahwa ikan rainbow Kurumoi hidup pada kisaran pH 6,5-8,5.
Penentuan ambang konsentrasi pH basa dilakukan melalui pengujian dengan
berbagai tingkat yang berbeda, yaitu 6,0 (kontrol); 8,5; 10,5; 12,5; dan 13,5.
Konsentrasi pH perlakuan diperoleh dengan cara menambahkan larutan
NaOH ke dalam air media pemeliharaan hingga diperoleh nilai pH sesuai
yang diinginkan. Tingkatan pH basa tersebut digunakan untuk menentukan
konsentrasi ambang atas yaitu konsentrasi yang menyebabkan laju kematian
benih ikan lebih dari 95% dalam waktu dedah 24 jam, dan konsentrasi
ambang bawah adalah konsentrasi yang mendukung sintasan benih lebih dari
95% dalam waktu dedah 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan mencatat
benih ikan yang mati dan benih yang hidup pada jam ke-0; 24; 48; 72; dan 96
jam.
60
LC 50 adalah konsentrasi yang mematikan 50% dalam waktu dedah 48
jam. Konsentrasi pH yang digunakan pada uji toksisitas adalah konsentrasi
yang didapatkan dalam konsentrasi ambang atas dan bawah dengan
persamaan untuk mencari nilai tertentu dalam interval logaritma dan
menghasilkan konsentrasi yaitu A) 6,0 (kontrol); B) 8,5; C) 9,2; D) 9,9; E)
10,7; F) 11,6 dan G) 12,5. Ikan uji yang digunakan adalah benih berukuran
panjang total sekitar 3 cm dan bobot sebanyak 210 ekor dengan kepadatan 1
ekor per liter,
masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan.
Pengamatan dilakukan dengan mencatat benih ikan yang mati dan benih yang
hidup pada jam ke-0; 24; 48; 72; dan 96 jam. Analisa glukosa/kortisol untuk
melihat ikan stress dan histologi untuk melihat organ yang rusak
2.4 Uji toleransi Oksigen pada ikan Rainbow Ajamaru (Tutik Kadarini)
Uji toleransi oksigen terlarut menggunakan ikan rainbow ajamaru
berukuran panjang total 3-4 cm. Konsentrasi oksigen terlarut dalam media
pemeliharaan ikan uji diukur menggunakan DO meter digital Merk YSI@.
Pengujian toleransi oksigen menggunakan wadah berupa botol volume 2 liter
dengan padat tebar 10 ekor/L.
Selama pengujian, botol dalam keadaan
tertutup dan sensor DO meter berada dalam air media pemeliharaan. Oksigen
diukur setiap saju jam dan dicatat ikan yang mati.(Effendi,2000)
Parameter yang diamati mencatat ikan yang mati, analisa air setiap hari,
Kualitas air meliputi Suhu, oksigen, salinitas, pH, kesadahan, alkalinitas,
amoniak, nitrit, pada awal dan akhir penelitian dianalisa gambaran darah,
glukosa darah dan histologi untuk melihat organ ikan yang terpapar
perlakuan.
61
III.LUARAN
Luaran yang akan dicapai dalam kegaiatan ini publikasi ilmiah nasional
yang terakreditasi.
No
1
Jenis Luaran Tahapan
Publikasi ilmiah 1) Internasionalbereputasi
Keterangan
Nasional terakreditasi
1 KTI
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merk dagang
Rahasia dagamg
Desain produk industri
Indikasi gegrafis
Perlindungan varietas
Perlindungan topografi
Sirkuit terpadu
2
Hak Kekayaan
Intelektual (HKI)2)
3
4
5
Teknologi Tepat guna 3)
Model Purwapura (Prototipe)/Desain 4)
Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 5)
-
3
IV PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Kegiatan penelitian ini tentang toleransi lingkungan untuk mendukung
keberhasilan budidaya ikan rainbow Ajamaru, sehingga dampaknya dapat
meningkatkan produksi budidaya.
V.BIAYA DAN JADWAL
5.1. Anggaran biaya
Terlmapir
3. 2.
No
1
2
Tahapan dan Waktu Pelaksanaan
Kegiatan
Persiapan
Koleksi ikan
Pengadaan bahan
bantu
Pelaksanaan
Pembenihan ikan
Uji toleransi pH
1
2
3
V V
V
V
V
V
V
62
4
5
V
V
V
V
6
7
8
9
10
11
12
3
Uji toleransi suhu
Uji toleransi sali
Uji toleransi oksi.
Pelaporan
Analisis data
Pembuatan
laporan
Seminar
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Depok, Desember 2016
Kepala Balai Penelitiandan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias
Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005
REFERENSI
Anonim. 2010. Penemuan jenis baru ikan pelangi Papua Melanotaenia fasinensis
dari Sorong Selatan, penemuan kembali M. Ajamaruensisdan status kritis
hampir punah M. Parvadi Danau Kurumoi Kabupaten Bintuni. Warta
Riset-Akademi Perikanan Sorong. (http://www.apsordkp.ac.id), 12 Juli
2010.
Anonim, 2016.Naskah Rilis Akademik Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia
parva Allen 1990) Hasil Domestik. Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok. 51 halaman.
APSOR. 2010. Penemuan Jenis Baru Ikan Pelangi Papua Melanotaenia
fasinenesis dari Sorong Selatan, Penemuan Kembali M.ajamaruensis dan
Status Kritis Hampir Punah M.parva di Danau Kurumoi Kabuapten
Bintuni. Warta Riset edisi Juli, Akademi Perikanan Sorong,
BPSDMKP.KKP.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2016. IT IS Report.
Melanotaenia
parva.
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
h_value=630788. Diakses pada tanggal 17 September 2016.
IUCN. 2016. The IUCN red list of threatened species. Melanotaenia parva (Lake
Kurumoi
rainbowfish).
63
(http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html),
September 2016.
17
Kadarini, T., Zamroni, M., Pambayuningrum, EK. 2013. Perkembangan Larva
Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva) dari Hasil Pemihahan.
Jurnal Riset Akuakultur 8(1):77-86.
Kadarusman, Sudarto, Paradis, E. & Pouyaud, L. 2010. Description of
Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae)
from West Papua, Indonesia with comments on the rediscovery ofM.
Ajamaruensis and the endangered status ofM. Parva. Cybium 2010, 34(2):
207-215.
Nei, M. 1972. Genetic distance between populations. American Nature. 106: 283292.
Nur, B. & A. Musa. 2011. Keragaan Reproduksi Ikan Pelangi Kurumoi
(Melanotaenia parva) Turunan Pertama (F-1), Prosiding Seminar Nasional
Perikanan 2011, Kelompok Budidaya Perairan. Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta.
Tappin, A.R. 2010. Rainbowfishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book.
ArtPublications. 489pp.
Suzuki, K. & Hiyoki, S. 1979. Spawning Behavior, Eggs, and Larvae of the
Lutjanid Fish, Lutjanus kasmira, in an Aquarium. Japanese Journal
Ichthyology, 26(2): 161–166.
Widanarni, Maulana, D.D., & Carman, O. 2006. Pengaruh Media yang Berbeda
Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Chironomus sp.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 113-118.
www.livefish.com.au/tropicals/rainbows/parva-rainbow-melanotaeniaparva-lake-kurumoi-rainbow.html. Parva Rainbow (Melanotaenia parva)
3cm Lake Kurumoi Rainbow. Diakses pada tanggal 17 September 2016.
www.ebay.co.uk/itm/Parva-Rainbow-Fish-Melanotaenia-parva-LiveTropical-Aquarium-Fish-/232072919424.
Parva
Rainbow
Fish.
(Melanotaenia parva). Live Tropical Aquarium Fish. Diakses pada tanggal
17 September 2016
Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan.
PT. Gramedia, Jakarta.
D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Tahapan
Bo
(dirinci
bot
sesuai
(%
64
Bulan ke –
(diisi secara kumulatif)
kegiatan)
)
1
IV Persiapan
Koleksi ikan
Pengadaan
bahan kimia
Bahan bantu
Alat bantu
V Pelaksana
an
Pembenihan
ikan
Uji toleransi
pH
Uji toleransi
suhu
Uji toleransi
sali
Uji toleransi
oksi.
2
3
5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
2,5
4
5
5
5
6
7
8
9
10
11
10
2,5 2,5
2,5
2,5
15
5
15
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
15
15
10
10
Analisis data
VI Pelaporan
10
Persiapan bahan uji ikan.
Rannya Ikan uji yang digunakan dalam kegiatan toleransi ini sebanyak
2000 ekor yang
berukuran sekiatar 3 cm atau berumur 3 bulan. Ikan uji
di peroleh dari pembenihan di Balai penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias Depok. Ikan diberi pakan seiring pertumbuhan ikan
yaitu rotifer, moina, cacing rambut, cacing beku dan pellet.
1.2. Uji Toleransi Salinitas. Suhu dan pH
Uji toleransi dilakukan pada benih ikan rainbow Kurumoi. Tahap
pelaksanaan yaitu menentukan ambang konsentrasi salinitas dan uji
toksisitas LC50-48 jam. Penentuan ambang konsentrasi ada konsentrasi
ambang atas dan konsentrasi bawah. Konsentrasi ambang atas adalah
konsentrasi yang menyebabkan laju kematian relatif lebih 95% benih ikan
dalam waktu dedah 24 jam, sedangkan konsentrasi ambang bawah adalah
konsentrasi yang menyebabkan laju sintasan relatif lebih 95% benih ikan
dalam waktu dedah 48 jam
65
12
Uji toleransi terhadap lingkungan meliputi salinitas, pH, suhu dan
oksigen terlarut. Masing-masing diukur menggunakan salinomeer, pH
meter, thermometer dan Do meter. Pengujian toleransi lingkungan
dilakukan pada skala laboratorium. Metode penelitian penentuan uji
konsentrasi salinitas, suhu dan pH mengikuti Henri at al (2010) sedangkan
metode uji oksigen terlarut mengikuti metode Effendi (2000).
Uji pH dan salinitas parameter yang diamati meliputi sintasan, kualitas air,
glukosa darah dan histologi hati, ginjal dan insang.
Uji toleransi salinitas menggunakan wadah bok plastik dengan volume
15 liter sebanyak 21 buah. Ada 7 perlakuan dengan konsntrasi salinitas
berbeda dan 3 ulangan. Benih ikan rainbow ditebar dengan kepadatan 1
ekor/liter.
Uji toleransi pH
dibagi menjadi dua yaitu pH basa dan pH asam.
Perlakuan pH basa terdiri 7 konsentrasi yang berbeda dan setiap perlakuan
diulang 3 kali. Sedangkan pH asam ada 7 konsentrasi yang berbeda dan
setiap perlakuan diulang 3 kali
Uji toleransi suhu dibagi menjadi dua yaitu suhu tinggi dan suhu rendah.
Perlakuan
suhu tinggi terdiri 5 konsentrasi yang berbeda dan setiap
perlakuan diulang 3 kali. Sedangkan ada 5 konsentrasi yang berbeda dan
setiap perlakuan diulang 3 kali
Uji toleransi oksigen menggunakan botol dengan volume 3 liter. Ikan ditebar
kepadatan 10 ekor/liter. Paramater yang diamatai kualitas air, glukosa darah
dan sintasan.
66
APLIKASI TEKNOLOGI PEMBENIHAN
RAINBOW AJAMARU
Melanotaenia ajamaruensis DI JABODETABEK
Tutik Kadarini, Bastiar Nur, Dinar, A Sutisna
ABSTRAK
Rainbow Ajamaru Melanotaenia ajamaruensis belum dikembangkan oleh
pemibudidaya. Umumnya permasalahan ikan rainbow diantaranya adalah pada
masa kegiatan pembenihan dimana masa larva rentan kematian terutama pada saat
awal pakan. Dengan pakan yang tepat jumlah, jenis dan waktu maka kematian
ikan akan berkurang.
Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan rainbow
Ajamaru ke pembudidaya Jabodetabek melalui aplikasi teknologi pembenihan.
Bahan dan metoda penelitian. Kegiatan penelitian dilakukan selama 10 bulan
untuk satu pembudidaya di Jabodetabek . Ada beberapa tahap dalam kegiatan
meliputi inisiasi, teknik pembenihan, , monitoring dan analisa usaha. Tahap
inisiasi yaitu mendatangi
ke pembudidaya dan Dinas Perikanan untuk
mengaetahui kondisi dan sarana.
Tahap pembenihan kegiatannya meliputi
pemeliharaan induk, pemijahan, inkubasi telur dan pemeliharaan larva. Kegiatan
monitoring yaitu pedampingan selama kegiatan budidaya dan wawancara sebagai
bahan untuk analisa usaha ekonominya. .
I PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Ikan rainbow yang sudah teridentifikasi hingga saat ini sekitar 76 spesies
dan ditemukan tersebar di kawasan Papua dan Australia (Tappin, 2011).
Ikan ini juga disebut ikan pelangi karena menpunyai beberapa warna
seperti biru, jinggga, merah, kuning
tergantung jenisnya. Jenis ikan
rainbow ajamaru mempunyai warna jingga bagian ekor hingga perut dan
warna hitam kebiruan bagian kepala.
Ikan ini ditemukan di Danau
Ajamaru Papua Barat. Ikan rainbow Ajamaru merupakan salah satu jenis
ikan endemik Papua. Ikan ini rentan kepunahan (vulnerable) berdasarkan
data Red List International Union for Conservation and Natural Resources
67
(IUCN) tahun 2016. Ancaman kepunahan disebabkan oleh degradasi
lingkungan, antara lain penebangan pohon illegal di Hutan
2010; Kadarusman et al. 2010).
(APSOR,
Selain itu, ancaman kepunahan juga
disebabkan oleh keberadaan ikan-ikan introduksi seperti ikan nila
(Oreochromis niloticus) yang berperan sebagai predator terhadap telur dan
larva ikan rainbow Ajamaru (Kadarusman et al., 2010).
Usaha ke arah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan
memperhatikan konservasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah
domestikasi ikan yang berasal dari alam dengan penguasaan teknologi
budidaya melalui pendekatan manipulasi lingkungan dan pakan yang
akhirnya dapat mendukung kebijakan pelestarian sumberdaya ikan. Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok . telah
melakukan kegiatan domestikasi dengan mengoleksi calon induk ikan
rainbow dari alam (Danau Ajamaru) sebanyak 50 ekor. Selanjutnya calon
induk ikan rainbow tersebut diadaptasi pada lingkungan budidaya. Hasil
teknologi
budidaya
pengembangan
dikembangkan
teknik
pembenihan
ke
di
Pembudidaya
Jabodetabek.
dan
bentuk
Umumnya
permasalahan ikan rainbow diantaranya adalah pada masa kegiatan
pembenihan dimana masa larva rentan kematian terutama pada saat awal
pakan. Dengan pakan yang tepat jumlah, jenis dan waktu maka kematian
ikan akan berkurang. Aplikasi serupa untuk jenis rainbow Kurumoi
(Melanotaenia parva) telah dilakukan di BBI Tlatar Jawa Tengah dan
menghasilkan sintasan larva sekitar 85% untuk pemebnihan dan dilakukan
di Bekasi yang menghasilkan sintasan benih untuk pemebsaran 85-94%.
Dengan latar belakang tersebut diatas maka teknk pembenihan ikan
rainbow jenis baru yaitu ikan rainbow Ajamaru akan diaplikasi di
Jabodetabek..
b..Tujuan dan Sasaran
Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan rainbow Ajamaru ke
pembudidaya Jabodetabek melalui aplikasi teknologi pembenihan. dan
Sasaran : Pembudidaya dan eksportir
68
C Kebaruan dan Terobosan Teknologi
Teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru hampir sama dengan teknologi
ikan rainbow yang sudah berkembang di Masyarakat atau pembudidaya
kecuali jenis ikan masih baru dan belum dikembangkan di pembudidaya.
II METODOLOGI PENELITIAN
a.
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu persiapan sampai pelaksanaan pelitian bulan Pebruari
sampai Desember 2016.
Sedangkan Tempat pelaksanaan kegiatan di
pembudidaya (satu orang) JABODETABEK
dan diusahakan sebagai
ketua kelompok sehingga teknologinya dapat disebarkan ke anggotanya.
c. .Prosedur Kerja
Kegiatan aplikasi teknologi pembenihan ikan rainbow Ajamaru
ada beberapa tahap yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : Inisiasi,
pendampingan teknolog pembenihan dan monitoring.
1. Inisiasi
Inisiasi dilakukan sekali oleh team pada awal kegiatan. Lokasi yang dituju
pembudidaya ikan rainbow di Jabodetabek.Tujuan kegiatan ini adalah untuk
menyampaikan rencana kegiatan yang akan dilakukan dan mengetahui potensi
sumberdaya, prasarana dan sarana sehingga dapat dijadikan bahan materi pada
saat pengembangan ikan rainbow.
2. Teknologi pembenihan ikan hias rainbow
Kegiatan pembenihan ikan rainbow meliputi pemeliharaan induk,
pemijahan, inkubasi telur, pemeliharaan larva, dan pemeliharaan benih.
Pemeliharaan induk dan pemijahan
Wadah yang digunakan berupa akuarium, kolam atau fiber dengan volume
air 500-1000 liter. Wadah ini digunakan untuk pematangan gonad sekaligus
pemijahan. Induk ditebar sebanyak 50-100 ekor/wadah dengan rasio jantan :
betina 3 : 2 . Induk jantan warnanya lebih cerah dibanding betina (Gambar 1).
Induk yang digunakan berukuran panjang total 6-7 cm. Induk diberi pakan berupa
pelet dan bloodworm sebanyak 3% dari berat badan dengan frekuensi pemberian 2
69
kali sehari yaitu pukul 8.00 dan 15.00. Induk yang sudah matang gonad dapat
dipijahkan.
Induk yang sudah matang gonad dipijahkan diwadah yang sama pada saat
pemeliharaan. Induk dipijahkan secara alami dan masal. .Sebelum induk memijah
di wadah diberi substrat sebagai tempat menempelnya telur. Subtrat dibuat dari
tali rapiah yang dibentuk menyerupai akar. (Gambar 1) Substrat sebanyak 3-5
buah diletakan di akuarium
pada sore hari sebelum induk memijah. Pada
umumnya induk memijah pada malam hari menjelang pagi hari. Induk memijah
ditandai telur menempel pada substrat. Subtarat
Gambar 1. Induk jantan (kiri) dan betina (kanan Substrat sebagai tempat
menempel telur (bawah)
Inkubasi telur dan pemeliharan larva.
Subtrat yang sudah ada telurnya diangkat dan diinkubasi/ditetaskan (Gambar
2). Wadah yang digunakan untuk inkubasi telur baskom, kolam fiber dengan
volume air 10-200 liter. Inkubasi telur berlangsung selama 5-7 hari. Telur yang
akan menetas berwarna putih bening sedangkan yang tidak menetas berwarna
putih susu. Telur menetas menjadi larva dan larva umur sekitar 1-2 hari berukuran
panjang 0,45 cm sudah berenang dipermukaan. Larva ini dapat dipanen
selanjutnya dipelihara di wadah yang lain. .
70
Wadah pemelihraan larva berupa kolam, fiber atau akuarium. Waktu
pemeliharaan larva sekitar satu bulan dan bentuk larva sudah menyerupai
induknya. Larva diberi pakan seiring dengan pertumbuhan larva. Larva umur 2-10
hari diberi pakan berupa Rotifer sp dan 11-21 hari diberi artemia atau Moina sp
dan umur>20 hari diberi pakan cacing yang dicacah.. Larva yang berumur sekitar
satu bulan disebut benih berukuran panjang total 1,2-1,5 cm. Benih diseleksi dan
dipindahkan ketempat lain (pembearan)
Gambar 2. Inkubasi Telur
Pemeliharaan larva sampai benih
Wadah yang digunakan untuk pembenihan kolam, jaring atau fiber. Benih yang
ditebar berumur sekitar satu bulan dipelihara selama sekitar 1-2 bulan. Wadah
yang digunakan kolam beton atau
terpal berukuran 2X3X0.5 cm ditebar
ikepadatan sekitar 1000 ekor (Gambar 3) Benih diberi pakan berupa cacing
rambut dicampur pelet. Pakan diberikan sebanyak 5-7% dari berat badan dengan
frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi pukul 8.00 dan sore pukul 15.00. Selama 2 bulan
pemeliharaan diperkirakan ukurannya mencapai sekiatr 2,5 cm (Ukuran jual)
71
Gambar 3 Wadah dan ikan dalam pembesaran ikan
Monitoring
Monitoring dilakukan pada saat kegiatan dan selesai kegiatan. Kegiatan
ini pada umumnya hanya dilakukan pada saat kegiatan. Waktu monitoring
dilakukan 2 atau 3 bulan selkali dilakukan oleh tim monev gabungan (Balai
Litbang Budidaya Ikan Hias maupun Sub Dit Ikan Hias-Ditjen Budidaya).
Kegiatan monitoring dilaksanakan selama pendampingan teknologi berjalan
sampai pada produksi massal ikan rainbow. Adapun Kegiatan monitoring
mingguan dilakukan setiap 1-2 minggu sekali oleh Tim peneliti. Tujuan kegiatan
monitoring adalah mengevaluasi, mengarahkan dan memberikan solusi teknis
pada pembudidaya saat produksi ikan rainbow. Selain mlakukan sampling untuk
mengetahui pertumbuhan dan kualitas air ikan setiap 20 hari sekali. Kualitas air
meliputi Amonia, nitrit, kesadahan, alkalinitas, karbondioksida, oksigen,
konduktiviti dan mineral.
III.LUARAN
Luaran yang akan dicapai dalam kegaiatan ini Publikasi ilmiah nasional
yang terakreditasi.
No
1
Jenis Luaran Tahapan
Publikasi ilmiah 1) Internasionalbereputasi
Nasional terakreditasi
2
Hak Kekayaan
Intelektual (HKI)2)
Paten
Paten sederhana
Hak cipta
Merk dagang
Rahasia dagamg
Desain produk industri
Indikasi gegrafis
Perlindungan varietas
Perlindungan topografi
Sirkuit terpadu
72
Keterangan
1 KTI
-
Teknologi Tepat guna 3)
Model Purwapura (Prototipe)/Desain 4)
Tingkat Kesipan Teknologi (TKT) 5)
3
4
5
3
IV PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Kegiatan penelitian ini secara teknis mudah diadopsi dan secara ekonomi
dapat digunakan sebagai mata pencaharian. Adapun manfaatnya. Tersebarnya
teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru di masyarakat mendorong
perkembangan teknik budidaya berdasarkan sarana dan prasarana yang dimiliki
seperti terpal,jaring
dan bak-bak.
Aspek teknologi budidaya ikan rainbow
Ajamaru akan memicu maraknya pembudidayaan ikan rainbow karena
teknologinya mudah untuk diadopsi dan diterapkan oleh masyarakat.
Dampaknya dapat melesarikan ikan yang hamper punah
V.BIAYA DAN JADWAL
5.1. Anggaran biaya
Terlampir
5.2.Jadwal Penelitian
NO
1
KEGIATAN
Inisiasi
2.
Pelaksanaan
- Persiapan
- Pemijahan
- Pemeliharaan
benih
3
V
4
V
5
V
V
V
V
7
V
V
V
V
8
9
V
V
V
- Panen
10
Pelaporan
- Penyusunan
laporan
11
V
V
73
12
V
V
- Analisis Data
3.
6
V
Depok, Desember 2016
Kepala Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Ikan Hias
Dr. Idil Ardi, M.Si
NIP.19711229 200212 1 005
REFRENSI
Anonim. 2010. Penemuan jenis baru ikan pelangi Papua Melanotaenia fasinensis
dari Sorong Selatan, penemuan kembali M. Ajamaruensisdan status kritis
hampir punah M. Parvadi Danau Kurumoi Kabupaten Bintuni. Warta
Riset-Akademi Perikanan Sorong. (http://www.apsordkp.ac.id), 12 Juli
2010.
APSOR. 2010. Penemuan Jenis Baru Ikan Pelangi Papua Melanotaenia
fasinenesis dari Sorong Selatan, Penemuan Kembali M.ajamaruensis dan
Status Kritis Hampir Punah M.parva di Danau Kurumoi Kabuapten
Bintuni. Warta Riset edisi Juli, Akademi Perikanan Sorong,
BPSDMKP.KKP.
Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
[ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2016. IT IS Report.
Melanotaenia
parva.
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc
h_value=630788. Diakses pada tanggal 17 September 2016.
IUCN. 2016. The IUCN red list of threatened species. Melanotaenia parva (Lake
Kurumoi
rainbowfish).
(http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html),
17
September 2016.
Kadarini, T., Zamroni, M., Pambayuningrum, EK. 2013. Perkembangan Larva
Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva) dari Hasil Pemihahan.
Jurnal Riset Akuakultur 8(1):77-86.
Kadarusman, Sudarto, Paradis, E. & Pouyaud, L. 2010. Description of
Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae)
from West Papua, Indonesia with comments on the rediscovery ofM.
Ajamaruensis and the endangered status ofM. Parva. Cybium 2010, 34(2):
207-215.
74
Nur, B. & A. Musa. 2011. Keragaan Reproduksi Ikan Pelangi Kurumoi
(Melanotaenia parva) Turunan Pertama (F-1), Prosiding Seminar Nasional
Perikanan 2011, Kelompok Budidaya Perairan. Sekolah Tinggi Perikanan,
Jakarta.
Tappin, A.R. 2010. Rainbowfishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book.
Art Publications. 489pp.
Suzuki, K. & Hiyoki, S. 1979. Spawning Behavior, Eggs, and Larvae of the
Lutjanid Fish, Lutjanus kasmira, in an Aquarium. Japanese Journal
Ichthyology, 26(2): 161–166.
Widanarni, Maulana, D.D., & Carman, O. 2006. Pengaruh Media yang Berbeda
Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Chironomus sp.
Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 113-118.
www.livefish.com.au/tropicals/rainbows/parva-rainbow-melanotaeniaparva-lake-kurumoi-rainbow.html. Parva Rainbow (Melanotaenia parva)
3cm Lake Kurumoi Rainbow. Diakses pada tanggal 17 September 2016.
www.ebay.co.uk/itm/Parva-Rainbow-Fish-Melanotaenia-parva-LiveTropical-Aquarium-Fish-/232072919424.
Parva
Rainbow
Fish.
(Melanotaenia parva). Live Tropical Aquarium Fish. Diakses pada tanggal
17 September 2016
Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan.
PT. Gramedia, Jakarta.
75
UJI TRANSPORTASI IKAN RAINBOW AJAMARU
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu
spesies ikan endemik Papua Barat tepatnya di Danau Ajamaru. Ancaman
kepunahan disebabkan oleh degradasi habitat karena penebangan pohon secara
illegal dan aktivitas wisata. Selain karena degradasi habitat, ancaman kepunahan
ikan rainbow Ajamaru juga disebabkan oleh keberadaan ikan-ikan introduksi yang
berperan sebagai predator terhadap telur dan larva ikan rainbow Ajamaru. Saat ini
ditemukan sekitar 79 spesies ikan rainbow yang tersebar di kawasan Papua dan
Australia (Tappin, 2011).
Ikan rainbow biasa juga disebut dengan ikan pelangi karena mempunyai
berbagai macam warna seperti pelangi seperti biru, jingga, merah, kuning, dan
cokelat, tergantung spesiesnya.
Beberapa spesies memiliki warna yang khas
sesuai namanya seperti ikan rainbow biru, ikan rainbow merah dan ikan rainbow
neon karena warna tubuhnya.
Kegiatan budidaya ikan rainbow Ajamaru di luar habitatnya menjadi
penting dilakukan melalui pendekatan manipulasi lingkungan dan pakan.
Langkah awal dalam pembudidayaan ikan yang diambil dari alam (ikan liar)
adalah domestikasi, yaitu pemeliharaan ikan alam (wild species) di luar habitat
alaminya sehingga mampu hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Tujuan utama
dari domestikasi adalah agar ikan dapat dibudidayakan secara ex-situ.
Keberhasilan domestikasi akan menunjang fungsi konservasi melalui kegiatan
restocking dan mengurangi ketergantungan dari alam melalui pengembangan
budidayanya. Selain itu, domestikasi juga bertujuan menambah komoditas ikan
budidaya yang dapat dikembangkan oleh pembudidaya sebagai salah satu upaya
dalam meningkatkan kesejahteraannya.
Sebagai tanggung jawab terhadap pelestarian ikan endemik di Papua Barat,
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok akan
melakukan kegiatan domestikasi.
Usaha budidaya ikan rainbow juga ikut
76
berperan dalam mendukung industri perikanan di daerah, keberhasilan budidaya
ikan rainbow Ajamaru membuat ketersediaannya tidak tergantung pada hasil
tangkapan alam. Aspek lingkungan dari teknologi budidaya ikan rainbow yang
dikenalkan pada masyarakat diharapkan akan mengurangi kebiasaan masyarakat
untuk menangkap ikan rainbow di alam dan beralih untuk melakukan usaha
budidaya ikan rainbow.
Perdagangan ikan rainbow ajamaru tidak akan lepas dari permasalahan
transportasi. Transportasi merupakan sarana agar ikan dapat ditransfer dari alam
ke habitat budidaya,
pengumpul, pedagang maupun pengekspor dan hingga
sampai ke konsumen. Transportasi akan menelan kost yang sangat besar jika tidak
diupayakan dengan efektif. Bahan bakar, oksigen, pengemasan dan biaya sumber
daya manusia yang dikeluarkan mesti dikalkulasi agar masih mendapatkan
margin dari nilai jual.
Resiko kematian juga akan menyebabkan semakin besarnya kerugian dan
jika tidak diantisipasi dapat menyebabkan kerugian usaha. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui kepadatan terbaik untuk transportasi ikan rainbow.
1.2 Tujuan dan sasaran
Mendapatkan informasi tentang kepadatan yang terbaik untuk transportasi
ikan Rainbow ajamaru.
BAB 2. METODE PENELITIAN
Organisme percobaan yang akan digunakan yaitu ikan rainbow ajamaru
ukuran 1 inch (2.5 – 3 cm). Kepadatan pengangkutan adalah 15, 30, 45 dan 60
individu/L dengan 3 ulangan. Sebanyak 6 individu akan digunakan untuk uji
energi awal dan akhir, serta hormone insulin dan kortisol. Sebelum dilakukan
pengangkutan ikan akan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam (Susanto dan
Khairul, 1999).
Media uji berupa air yang yang telah diendapkan. Volume air untuk setiap
kantong plastik adalah sebanyak 1 L. Untuk meningkatkan kelarutan oksigen, air
akan ditampung dalam tandon yang kemudian diaerasi terlebih dahulu selama 24
jam. Wadah pengangkutan berupa kantong plastic berkapasitas 5 L dengan ukuran
lebar 25 cm, panjang 45 cm dan tebal 0,03 mm. Kotak sterofoam berukuran lebar
40, panjang 60 cm dan tinggi 35 cm. Selain sebagai bahan isolator suhu, kotak
77
setereofom ini juga menjaga kantong plastic agar tidak mudah pecah. Oksigen
murni yang digunakan untuk menambah supplai oksigen ikan Rainbow ajamaru
pada saat pengangkutan dengan sistem tertutup. Tabung oksigen murni yang
digunakan berkapasitas 6 m3. Perbandingan antara air dan oksigen yang
digunakan tiap kantong palstik adalah 1:2 (Berka, 1986; Susanto dan Khairul,
1999). Es batu untuk mempertahankan suhu media selama pengangkutan. Es batu
yang digunakan sebanyak 15% dari berat air yang diletakkan di luar kantong
plastik.
Metode dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimental sedang
rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap factorial (RAL) dengan
dua faktor yaitu kepadatan dan durasi transportasi. Penelitian pengangkutan ini
akan menggunakan ikan rainbow ajamaru dengan berat ukuran 1 inchi (2,5 – 3
cm). Percobaan ini terdiri dari 4 level kepadatan dan 4 level durasi transportasi.
Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan (Tabel 1).
Tabel 1. Desain percobaan dengan dua faktor dan jumlah ulangan tiap perlakuan.
Kepadatan (Ind/L)
Durasi transportasi (jam)
12
24
36
48
15
3
3
3
3
30
3
3
3
3
45
3
3
3
3
60
3
3
3
3
Media uji akan diendapkan selama 24 jam kemudian dipindahkan ke bak
tandon yang telah disediakan dan diaerasi selama 24 jam untuk meningkatkan
kandungan oksigen terlarut. Ikan rainbow ajamaru disortir lalu dimasukkan ke
dalam bak tandon untuk kemudian dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran
kualitas air awal (DO, suhu, PH, CO2) yang akan digunakan untuk pengangkutan
78
serta mengambil sampel ikan yang akan diangkut untuk diukur tingkat energinya
dengan metode bomb calorimetry.
Kantong plastik akan diisi dengan air yang sudah disiapkan sebanyak 1 L.
Kantong plastik dirangkap untuk menghidari kebocoran dan kemudian ikan
rainbow ajamaru yang sudah dipuasakan dimasukkan dengan kepadatan 6, 8, 10,
dan 12 ekor/L air.
Udara akan dimasukkan dalam kantong plastic kemudian dialirkan oksigen
murni ke dalam kantong plastik dengan perbandingan volume air dengan oksigen
dalam setiap kantong plastik adalah 1:2. Kantong plastik kemudain dimasukkan
kedalam stereofoam. Memasukkan es batu sebanyak 15% berat air ke dalam ruang
diantara
kantong
plastik
dalam
stereofoam. Ikan rainbow ajamaru yang telah siap diangkut diatur dalam
kendaraan dan kemudian diangkut dengan mobil selama 10 jam perjalanan.
Pengukuran kualitas air yang telah digunakan untuk pengangkutan akan
meliputi parameter DO, karbondioksida bebas, amoniak anion, pH dan
temperatur. Aklimatisasi akan dilakukan dengan cara mengeluarkan kantong
plastik satu persatu, lalu dipindahkan ke dalam ember berisi air dan kantong
plastic diapungkan selama 15-30 menit agar suhu air dalam plastik dan suhu air
dalam ember sama. Kemudian kantong plastik dibuka ikatannya, air dicampur
secara perlahan dan ikan akan dilepas dengan hati-hati agar ikan bisa menerima
perubahan kualitas air yang baru. Jumlah ikan yang masih hidup tiap-tiap kantong
plastik akan dihitung sebagai data kelulushidupan ikan. Mengambil sampel ikan
tiap perlakuan untuk diukur tingkat energinya dengan metode bomb calorimetry
serta hormone kortisol dan insulin.
Pengumpulan data meliputi data kelulushidupan, kandungan energi ikan
Rainbow ajamaru dan kualitas air. Kelulushidupan diperoleh dengan cara
menghitung jumlah ikan yang hidup pada awal dan akhir pengangkutan, kemudian
dicari dalam bentuk persen dengan rumus Effendie (1979):
Dimana:
S = Tingkat kelulushidupan (%)
No = Jumlah ikan pada awal perlakuan
79
Nt = Jumlah ikan yang pada akhir penelitian
Kandungan energi ikan Rainbow ajamaru diukur dengan bomb calorimetri
dari sejumlah ikan pada jam ke 0 dan jam ke 10. Pengukuran kualitas air meliputi
DO, suhu, karbondioksida bebas, pH, dan amoniak anion, dilakukan pada jam ke0 dan jam ke-10. Kandungan hormone kortisol dan insulin akan dilakukan dengan
menggunakan metode ELISA
Analisa ragam (anova) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
yang dicobakan. Data yang dianalisa statistik adalah kelulushidupan ikan rainbow
ajamaru selama pengangkutan. Bila dalam analisa ragam diperoleh beda nyata (P
< 0,05) atau beda sangat nyata (P < 0,01) maka dilakukan uji wilayah ganda
Duncan untuk mengetahui perlakuan terbaik (Srigandono, 1989). Agar pengujian
dalam analisa ragam dapat dilakukan, maka data penelitian harus memenuhi
asumsi bahwa data homogen, aditif dan menyebar normal. Untuk memenuhi
asumsi tersebut maka dilakukan pengujian terhadap data yang diperoleh yang
meliputi uji homogenitas dengan metode Barlett, uji normalitas dengan metode
Lilifors dan uji aditivitas dengan metode Tukey (Srigandono, 1989).
BAB 3. LUARAN
Diperolehnya kepadatan terbaik untuk transportasi ikan rainbow Ajamaru
BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Diperolehnya data ini dapat mengurangi resiko kematian ikan dan
kerugian petani serta pengusaha ikan hias akibat kesalahan dalam manajemen
transportasi.
80
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL
5.1AnggaraBiaya
Terlampir
5.2 Jadwal Penelitian
Proses
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
Persiapan
Penyiapan bahan bantu
Persiapan alat bantu
Penyiapan bahan kimia
Pengujian transportasi
Analisa konsumsi energy
Analisa hormon kortisol
Analisa hormon insulin
Pengolahan data
Pelaporan
REFERENSI
Berka, R. 1986. The Transport of Live Fish. A review Technical Paper. (48): 52
Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 187
hlm.
Johan O, Sudradjat A, Hadie W. 2009. Perkembangan kegiatan ikan bandeng pada
keramba jaring apung tancap di pandeglang provinsi Banten. Media
akuakultur 4(1): 40-44.
Srigandono, B. 1989. Rancangan Percobaan: experimental design. Universitas
Diponegoro, Semarang. 179 hlm
Susanto, H. dan Khoirul A. 1999. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta.
90 hlm
Tappin, A.R. 2010. Rainbow fishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book.
Art Publications. 489 pp.
81
ANALISA USAHA BUDIDAYA IKAN RAINBOW AJAMARU
Ofri Johan, Tutik Kadarini
ABSTRAK
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu
species ikan endemic di Papua Barat tepatnya di Danau Ajamaru. Kegiatan
budidaya ikan rainbow Ajamaru di luar habitatnya menjadi penting dilakukan
melalui pendekatan manipulasi lingkungan dan pakan, sehingga diperoleh
teknologi budidaya ikan tersebut. Seiring dengan keberhasilan teknologi budidaya
ikan rainbow Ajamaru nantinya, penelitian ini perlu dilaksanakan dengan tujuan
untuk melakukan kajian analisa ekonomi usaha budidaya ikan terebut sehingga
diketahui tingkat keberhasilan dengan memanfaatkan modal seminimal mungkin.
Data yang akan dianalisa meliputi R/C ratio, Payback Period (siklus) dan BEP
(Ekor). Pada akhirnya akan tercipta lahan usaha baru dengan keberhasilan yang
tinggi, dapat meningkatkan pendapatan pelaku budidaya dan mendukung produksi
ikan hias nasional.
BAB I. PENDAHULUAN
1.3 Latar Belakang
Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu
spesies ikan endemik Papua Barat tepatnya di Danau Ajamaru. Ancaman
kepunahan disebabkan oleh degradasi habitat karena penebangan pohon secara
illegal dan aktivitas wisata. Selain karena degradasi habitat, ancaman kepunahan
ikan rainbow Ajamaru juga disebabkan oleh keberadaan ikan-ikan introduksi yang
berperan sebagai predator terhadap telur dan larva ikan rainbow Ajamaru. Saat ini
ditemukan sekitar 79 spesies ikan rainbow yang tersebar di kawasan Papua dan
Australia (Tappin, 2011).
Seiring dengan kegiatan budidaya ikan rainbow Ajamaru di luar habitatnya,
mengacu kepada pengalaman keberhasilan budidaya ikan rainbow sebelumnya
yaitu ikan rainbow kurumoi menjadi penting dilakukan kajian nilai ekonomi
dengan melihat analisa usaha budidayanya.
Teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru yang akan dilakukan penelitian
secara terpadu oleh para peneliti perlu dikaji kelayakan usaha dengan harapan
tingkat kegagalan dan biaya seminimal mungkin untuk memperoleh hasil
semaksimal mungkin. Kajian ini akan dilakukan secara komprehensif dan
82
sistematis melihat semua variabel strategis yang menentukan kelayakan dan
kemampuan memperoleh keuntungan dari usaha budidaya ikan ini dalam jangka
panjang.
Pada akhirnya penemuan teknologi budidaya dilengkapi dengan kajian
analisa usaha yang menunjukkan nilai ekonomis yang tinggi akan diperkenalkan
kepada para pengguna yaitu pelaku pembudidaya dan masyarakat dengan harapan
dapat menjadi usaha baru yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta
produksi ikan hias nasional nantinya. Usaha menuju Negara Indonesia menjadi
pengekspor ikan hias No. 1 dunia dapat didukung dengan hasil penelitian ini.
1.4 Tujuan dan sasaran
Untuk mengetahui studi kelayakan usaha budidaya ikan rainbow Ajamaru
sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan ekspor ikan hias dan menyelamatkan
dari ancaman kepunahan yang akhirnya dapat mendukung produksi ikan hias
nasional dalam meningkatkan pendapatan pelaku budidaya ikan hias.
BAB 2. METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan langsung
ke lokasi budidaya dan wawancara ke pelaku budidaya untuk mendapatkan data
tentang biaya yang diperlukan untuk usaha budidaya ikan rainbow ajamaru
tersebut. Data meliputi kebutuhan biaya investasi meliputi bak/ember, peralatan
panen, blower, kolam, alat sortasi, akuarium, tabung oksigen, induk. Data lain
yang diperlukan adalah biaya operasional meliputi variable cost (pakan
induk/larva), pupuk, bloodworm, obat-obatan, tenaga kerja, kelistrikan, oksigen,
plastik, panen/pascapanen) dan fixed cost (sewa tanah, penyusutan), serta nilai
harga penerimaan dari benih, tingkat kematian. Data tersebut dianalisa sehingga
diperoleh keuntungan, R/C ratio, Payback Period (Siklus) dan BEP (Ekor).
Beberapa analisa yang digunakan mengacu pada analisa usaha lain
sebelumnya (Johan et al., 2009) diantaranya adalah:
- Jangka waktu pengembalian (pay back period) dapat dihitung dengan
perhitungan:
83
- Analisis R/C
Revenue cost ratio (R/C) =
Nilai R/C = x, artinya bahwa setiap Rp. 1, biaya produksi yang dikeluarkan
akan diperoleh hasil sebesar Rp. X. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa usaha budidaya ikan rainbow menguntungkan atau tidak.
- Titik impas (break even point, BEP) =
Perhitungan dapat mengetahui usaha budidaya ikan rainbow Ajamaru tidak
akan memperloleh keuntungan maupun kerugian atau menvapai titik inpas jika
diperoleh pendapatan dari hasil persamaan ini.
BAB 3. KELUARAN
Diperolehnya data analisa usaha budidaya ikan rainbow Ajamaru sehingga
diketahui nilai secara ekonomis apabila melakukan usaha budidaya ikan tersebut.
BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT
Hasil analisa usaha ini dapat dijadikan dasar dan prediksi biaya yang
dibutuhkan dan dapat menduga nilai ekonomisnya sebelum melakukan usaha
budidaya nantinya.
84
BAB 5. BIAYA DAN JADWAL
5.1 Anggaran Biaya
Terlampir
5.2 Jadwal Penelitian
No.
1.
2
3
4
KEGIATAN
Persiapan
Kunjungan ke pembudidaya
Analisa data
Laporan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
REFERENSI
Tappin, A.R. 2010. Rainbow fishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book.
Art Publications. 489 pp.
Johan O, Sudradjat A, Hadie W. 2009. Perkembangan kegiatan ikan bandeng pada
keramba jaring apung tancap di pandeglang provinsi Banten. Media
akuakultur 4(1): 40-44.
85
LAMPIRAN
KODE
URAIAN
VOLUME
032.12.05
Riset dan Sumber Daya
Manusia Kelautan dan
Perikanan
-
2427
Riset Perikanan
-
2427.012
2427.012.001
051
Komponen Inovasi Riset
Perikanan
[Base Line]
Komponen Inovasi
Perikanan
Riset Komponen Teknologi
Perikanan
1
-
Domestikasi Ikan Hias
Rainbow ajamaru
-
521213
Honor Output Kegiatan
-
521811
Paket
-
A
- Koordinator penelitian
(Ka. Kelti) [4 ORG x 9
BLN]
- Pembantu peneliti [2
ORG x 3 JAM x 20 HR x 9
BLN]
Belanja Barang Persediaan
Barang Konsumsi
- Alat dan bahan bantu
penelitian
36
OB
1,080
OJ
10
PKT
- Bahan kimia
4
PKT
- Pakan
10
PKT
- Bahan Pakan Buatan
1
PKT
1
PKT
3
PKT
- Kelengkapan expedisi
untuk penangkapan /
penyediaan ikan uji
- Penggandaan dan
penjilidan
522191
Belanja Jasa Lainnya
524111
- Jasa analisa glukosa
darah,asam amino,asam
lemak,kostisol,mineral,sque
sing,gambaran darah dan
vitamin pd bahan dan ikan
Belanja perjalanan biasa
-
1
-
86
HARGA
SATUAN
SATUAN
PKT
JUMLAH
-
700,653,000
-
700,653,000
-
700,653,000
-
700,653,000
-
700,653,000
-
700,653,000
-
38,340,000
315,000
11,340,000
25,000
27,000,000
-
484,612,000
3,232,200
32,322,000
91,247,500
364,990,000
5,900,000
59,000,000
25,000,000
25,000,000
300,000
300,000
1,000,000
3,000,000
-
85,500,000
85,500,000
85,500,000
- Perjalanan dinas
dalam rangka pengumpulan
data dan seminar (Depok Jakarta)
- Uang Harian (1 ORG x
50 KL)
- Translok (1 ORG x 50
KL)
-
50,200,000
Hotel (1 ORG x 50 HR)
- Perjalanan dinas
dalam rangka pengumpulan
konsultasi dan koordinasi
(Depok - Bogor)
- Uang Harian (1 ORG x
50 KL)
- Translok (1 ORG x 50
KL)
-
92,201,000
50
OK
50
OK
50
OH
530,000
26,500,000
100,000
5,000,000
374,000
18,700,000
42,001,000
Hotel (1 ORG x 50 HR)
87
50
OK
50
OK
50
OH
430,000
21,500,000
100,000
5,000,000
310,020
15,501,000
HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS)
BAHAN KIMIA
BALAI PENELITIAN DN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS
TAHUN ANGGARAN 2017
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Vol
Satuan
Pewarna Gel
Master mix PCR w Dye
3
3
Pack
Pack
PeqGreen
DreamTaqGrn,TherSci
1 ml
200 react
Master mix PCR w Dye
2
Pack
My Taq HS Red ,Bioline
1000 react
Kit Ekstraksi DNA
Agarose
2
1
Pack
Botol
Gsync DNA
Lonza
Marker/ Ladder 100 bp
4
Tube
VC 100 BP DNA Ladder
Plus,Vivantis, RTU,
NAMA BAHAN KIMIA
Merk
Marker/ Ladder 1 Kb
1
Tube
10 x TAE
Chlorofoam (EMSURE)
Loading dye
Tris EDTA PH 8
Nigrosin 10%
Tri Reagent
First strand sintesis cDNA
1
1
1
1
1
1
1
Botol
2.5 L
Tube
Botol
botol
botol
Pack
VC 1 Kb DNA Ladder
Plus,Vivantis, RTU,
ThermoScientific
Merck
vivantis
Ultra Pure Grade
Himeda
MRC
ROCHE
Gram Staining Kit
1
Pack
Himeda
Kjeltabs (katalis selen) 5g/tablet
Methyl red
Ethanol absolute GR
Boric acid
HCl titrisol 0.1 N
n-Hexane (EMSURE)
Sodium sulfate anhydrous (EMSURE)
Butylhydroxytoluene (BHT)
Acetone (EMSURE)
Petroleum Ether for denaturation
Methanol (EMSURE)
Acetonitrile gradient for liquid chromatography
1
1
3
2
6
5
1
1
2
2
3
2
250 tabs
25 g
2,5 L
1 kg
1 ampul
2,5 L
1 kg
1 gr
2,5 L
1L
2,5 L
1L
No. Katalog / Spesifikasi
300 react
100 gram
Jumlah
Rp
3,150,000
8,550,000
4,450,000
6,250,000
3,400,000
8,900,000
12,500,000
3,400,000
1,500,000
6,000,000
950,000
2,600,000
800,000
200,000
950,000
350,000
7,950,000
18,650,000
950,000
2,600,000
800,000
200,000
950,000
350,000
7,950,000
18,650,000
1,000,000
3,050,000
1,150,000
800,000
800,000
550,000
1,350,000
600,000
2,100,000
550,000
1,650,000
450,000
1,650,000
1,000,000
3,050,000
1,150,000
2,400,000
1,600,000
3,300,000
6,750,000
600,000
2,100,000
1,100,000
3,300,000
1,350,000
3,300,000
50 ug
50 ug
1L
1.02445.2500
1ml
1L
100 ml
200 ml
200 prep
Contains S012,S032,S013
and S027/S038
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
Harga Satuan
Rp
1,050,000
2,850,000
1.10958.0250
1.06076.0025
1.00983.2500
1.00165.1000
1.09973.0001
1.04367.2500
1.06649.1000
8.17074.1000
1.00014.2500
1.01769.1000
1.06009.2500
1.00030.1000
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
Retinol (vitamin A)
NaCl (Sodium chloride) EMSURE
Chloroform (EMSURE)
Cantaxanthin standard Analitical Grade 99%
Lutein Standard Analitical Grade 99%
Astaxanthin Standard Analitical Grade 99%
DMSO
Diethyl ether for analysis
Ethyl acetate for liquid chromatography
Dichloromethane for liquid chromatography
Propionic acid for analysis (organics)
Acetic acid 96% for analysis EMSURE
Alumunium silica gel plate (Silica gel 60 F254,
Aluminium sheets 20 x 20 cm)
HCl pekat 37% p.a
Sulfanilamide for analysis
NED Dihidrocloride
H2SO4 Pekat p.a
NaNO2 p.a
KMnO4 p.a
o
pH 4.01 buffer solution @25 C
pH 7.00 buffer solution @25oC
pH 10.01 buffer solution @25oC
Methanol (EMSURE)
KCl
CaCl2. 2H2O
NaHCO3
Tris (Tris hydroxymethyl aminomethane GR)
Na2HPO4.2H2O
56
57
58
59
60
61
62
63
64
M-Xylene for syntesis
Immersion oil
Eosin Y
Hematoxylin
Giemsa
Ethylene Glycol Monophenyl Ether For Sys LSS
NAOH p.a
Natrium Hipoklorit p.a
Ethanol absolute GR
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1000 mg
1 kg
1L
10 mg
1 mg
50 mg
2,5 L
2,5 L
1L
1L
1L
2,5 L
SIGMA
MERCK
MERCK
SIGMA
SIGMA
SIGMA
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
MERCK
R0300000
1.06404.1000
1.02445.1000
32993-10MG
07168-1MG
SML0982-50MG
1.02952.2500
1.00921.2500
1.00868.1000
1.06044.1000
8.00605.1000
1.00062.2500
3,000,000
900,000
600,000
2,370,000
6,100,000
1,700,000
3,900,000
750,000
1,450,000
1,500,000
650,000
700,000
1
25 units
MERCK
1.05715.0001
3,450,000
3
1
1
8
1
1
5
5
5
1
1
1
1
1
1
2,5 L
100 gr
25 g
2,5 Liter
500 gr
1 kg
500 ml
500 ml
500 ml
2.5 liter
1 kg
1 kg
1 kg
100 gr
1 kg
1
1
1
1
1
1
8
1
2
1 liter
100 ml
25 gr
500 ml
500 ml
1L
5 kg
500 ml
2,5 liter
MERCK
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Horiba
Horiba
Horiba
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
1.00317.2500
1.11799.0100
1.06237.0025
1.00731.2500
1.06549.0500
1.05082.1000
500-4
500-7
500-10
1.06009.2500
1.04936.1000
1.02383.1000
1.06329.1000
1.08382.0100
1.06580.1000
8.22337.1000
1.04699.0100
1.15935.0025
1.05174.0500
1.09204.0500
8.07291.1000
1.06498.5000
2.39305.0500
1.00983.2500
600,000
3,750,000
3,650,000
600,000
900,000
2,850,000
450,000
450,000
450,000
450,000
600,000
1,100,000
900,000
800,000
1,450,000
1,900,000
600,000
1,650,000
1,050,000
1,150,000
1,250,000
1,300,000
2,200,000
800,000
3,000,000
900,000
600,000
2,370,000
6,100,000
3,400,000
3,900,000
750,000
1,450,000
1,500,000
650,000
700,000
3,450,000
1,800,000
3,750,000
3,650,000
4,800,000
900,000
2,850,000
2,250,000
2,250,000
2,250,000
450,000
600,000
1,100,000
900,000
800,000
1,450,000
1,900,000
600,000
1,650,000
1,050,000
1,150,000
1,250,000
10,400,000
2,200,000
1,600,000
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78
79
Sodium Nitroprusida Dihidrate
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
1
100 gr
Merck
1.06541.0100
78
9
6
6
1
500 ml
20 Liter
10 ltr
10 ltr
1 kg
Merck
1.06393.1000
NaThio Sulfat
Indikator PP
Metacresol purple indicator
Bromcresol green sodium salt (BCG Indikator)
methyl red sodium salt
Kalium antimonil tartrat (K(SbO)C4H4O6)
Ammonium molibdat (NH4)6Mo7O24)
Asam Askorbat C6H8O6
3
1
2
3
2
1
2
1
250 gr
100 gr
5 gr
10 gr
25 g
1 kg
250 gr
500 gr
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
1.06512.0250
1.07233.0100
1.05228.0005
1.01541.0010
1.06078.0025
1.08092.1000
1.01182.0250
1.00468.0500
Kalium Dihidrogen Phospat Anhidrat (KH2PO4)
2
1 kg
Merck
1.04873.1000
Mureksid/ammonium purpurat (C8H8N6O6)
NaCl p.a
Indikator Eriochrome Black T (EBT)
Ammonium cloride (NH4Cl) p.a
Mg-EDTA p.a
NaCN p.a
CaCO3 anhidrat p.a
NH4OH p.a
Na2EDTA dihidrat p.a
Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O) p.a
Potassium Iodida
Amylum p.a (Starch Soluble GR)
Sodium Azida (NaN3) for Synthesis LS
Potassium bi Iodidate (KH(IO3)2 p.a
Potassium di Chromate (K2Cr2O7) p.a
Sodium Cell Test (1.00885.0001) SPQ Merck 25
sampel
Verification standart
Cloride Test (1.14897.0001) SPQ Merck 100
sampel
Magnesium Cell Test (1.00815.0001) SPQ Merck
25 sampel
1
3
1
1
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
1
25 gr
1 kg
100 gr
1 kg
100 gr
1 kg
500 gr
2.5 liter
100 gr
1 kg
1 kg
250 gr
250 gr
100 gr
500 gr
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Sigma
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Merck
Sigma
Merck
1.06161.0025
1.06404.1000
1.03170.0100
1.01145.1000
1.08409.0100
1.06437.1000
795445
1.05423.2500
3.24503.0100
1.05999.1000
1.05043.1000
1.01252.0250
8.22335.0250
60350
1.04864.0500
3
pack
Merck
SPQ (1.00885.0001)
1
pack
Merck
SPQ
1
pack
Merck
SPQ (1.14897.0001)
3
pack
Merck
SPQ (1.00815.0001)
Aquabidest
Aquadest
Alkohol Teknis 70%
Formalin Teknis 40%
Na2CO3
3,500,000
40,000
100,000
240,000
500,000
2,410,000
550,000
1,400,000
2,700,000
3,550,000
2,300,000
1,350,000
2,700,000
3,550,000
3,500,000
3,120,000
900,000
1,440,000
3,000,000
2,410,000
1,650,000
1,400,000
5,400,000
10,650,000
4,600,000
1,350,000
5,400,000
3,550,000
950,000
3,850,000
950,000
3,400,000
1,000,000
2,000,000
1,600,000
5,300,000
1,300,000
2,350,000
3,700,000
2,200,000
1,450,000
1,100,000
5,850,000
2,800,000
1,900,000
3,850,000
2,850,000
3,400,000
1,000,000
2,000,000
1,600,000
5,300,000
1,300,000
2,350,000
7,400,000
2,200,000
1,450,000
1,100,000
5,850,000
2,800,000
3,700,000
4,150,000
11,100,000
4,150,000
3,300,000
3,300,000
3,250,000
9,750,000
99
100
101
102
103
104
Silicate (Silicic acid) (1.14794.0001) SPQ Merck
300 sampel
Potasium cell test (1.00615.0001) SPQ Merck 25
sampel
Calcium Test (1.14815.001) SPQ Merck 100
sampel
Insulin ELISA KIT
Glukosa ELISA KIT
Cortisol ELISA KIT
1
pack
Merck
SPQ (1.14794.0001
3
pack
Merck
SPQ (1.00615.0001)
1
Pack
Merck
SPQ (1.14815.001)
2
1
4
pack
pack
pack
3,750,000
3,750,000
3,800,000
11,400,000
5,100,000
4,800,000
9,000,000
4,200,000
5,100,000
9,600,000
9,000,000
16,800,000
364,990,000
TERHITUNG ; TIGA RATUS ENAM PULUH EMPAT JUTA SEMBILAN RATUS SEMBILAN PULUH RIBU RUPIAH
KETERANGAN : TAMBAHAN SPEK UNTUK NOMOR 102 - 104
102. INSULIN ELISA KIT
SPECS
The DRG Insulin ELISA Kit is a solid phase enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) based on the sandwich principle.
The microtiter wells are coated with a monoclonal antibody directed towards a unique antigenic site on the Insulin molecule.
the absorbance (OD) of each well at 450 ± 10 nm with a microtiter plate reader
REAGENTS PROVIDED
1. Microtiterwells , 12 x 8 (break apart) strips, 96 wells; Wells coated with anti-Insulin antibody (monoclonal).
2. Zero Standard , 1 vial, 3 mL, ready to use 0 µIU/Ml Contains non-mercury preservative.
3. Standard (Standard 1-5) , 5 vials, 1 mL, ready to use; Concentrations: 6.25 - 12.5 – 25 - 50 and 100 µIU/mL, Conversion: µIU/mL x 0.0433 = ng/mL,
4. Enzyme Conjugate , 1 vial, 5 mL, ready to use, mouse monoclonal anti-Insulin conjugated to biotin;
Contains non-mercury preservative.
5. Enzyme Complex , 1 vial, 7 mL, ready to use, Streptavidin-HRP Complex, Contains non-mercury preservative.
6. Substrate Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use, Tetramethylbenzidine (TMB).
7. Stop Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use, contains 0.5 M H2SO4, Avoid contact with the stop solution. It may cause skin irritations and burns.
8. Wash Solution , 1 vial, 30 mL (40X concentrated)
103. CORTISOL ELISA KIT
SPECS
The DRG Cortisol ELISA Kit is a solid phase enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA ), based on the principle of competitive binding.
The microtiter wells are coated with a monoclonal antibody directed towards an antigenic site on the Cortisol molecule. Endogenous Cortisol of a donor
OD at 450±10 nm with a microtiter plate reader
REAGENTS PROVIDED
1. Microtiterwells , 12x8 (break apart) strips, 96 wells; Wells coated with a anti-Cortisol antibody (monoclonal).
2. Standard (Standard 0-6) , 7 vials, 1 mL, ready to use; Concentrations: 0, 20, 50, 100, 200, 400, 800 ng/mL, thus corresponding to 0, 55.2, 138, 276, 552,
3. Enzyme Conjugate , 1 vial, 25 mL, ready to use;Cortisol conjugated to horseradish Peroxidase;
contains 0.3% Proclin as a preservative.
4. Substrate Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use; Tetramethylbenzidine (TMB).
5. Stop Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use; contains 0.5M H2SO4.Avoid contact with the stop solution. It may cause skin irritations and burns.
6. Wash Solution , 1 vial, 30 mL (40X concentrated);
104. GLUCOSE ELISA KIT
Specs
Sensitivity: Linear detection range in 96-well plate: 8~ 400 µM by colorimetric method
Simple and convenience: A single step reaction in 15 min
Applications: For biological research: Glucose measurement in biological samples
For drug/pharm research: Drug influence on Glucose metabolism
Absorbance at 490nm using a microplate reader
Content
Glucose Standard(2x)
1 vial(500µl). The vial contains 500µl of 800µM Glucose Standard. The standard must be equilibrated to room temperature before use. Dilute 500µl of
assayed in duplicate. Store at -80˚C.
Glucose Assay Solution
1 bottle(20ml). The solution contains enzymes that are light sensitive. The solution must be thawed on ice before use. Best to aliquot the amount needed
Download