KERANGKA ACUAN KERJA (TERMS OF REFERENCE/TOR) KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 DOMESTIKASI IKAN HIAS RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DEPOK 2016 KERANGKA ACUAN KERJA (TERM OF REFERENCE/TOR) KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2017 Kementerian Negara/Lembaga Unit Eselon I/II Program Hasil (Outcome) Kegiatan Indikator Kinerja Kegiatan Jenis Keluaran (Output) Volume Keluaran (Output) Satuan Ukur Keluaran (Output) : Kementerian Kelautan dan Perikanan : Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan : Program Penelitian dan Pengembangan Iptek Kelautan dan Perikanan : ( di isi TO) : Domestikasi Ikan Hias Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) : : : 1 Paket : 1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) Tiga Generasi 2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila. 3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna Ikan Rainbow Ajamaru 4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow Ajamaru 5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) 6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru 7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow Ajamaru Pada Berbagai Generasi 8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) di JABODETABEK (Uji Multilokasi) 9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru 10. Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow Ajamaru 2 Dasar Hukum Dasar hukum tugas fungsi Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER.35/MEN/2011 tanggal 26 September 2011. Sesuai dengan peraturan tersebut BPPBIH Depok mempunyai tugas melaksanakan penelitian dan pengembangan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut berdasarkan lingkungan fisik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, BPPBIH Depok menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana program dan anggaran, pemantauan dan evaluasi, serta laporan; b. Pelaksanaan penelitian perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut meliputi perbenihan dan genetika, reproduksi, domestikasi dan pemuliaan sumber daya plasma nutfah ikan hias, nutrisi dan teknologi pakan, kesehatan ikan, lingkungan, serta teknologi budidaya ikan hias; c. Pengembangan teknologi perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut; d. Pelayanan teknis, jasa, informasi, komunikasi, dan kerja sama penelitian dan pengembangan perikanan budidaya ikan hias air tawar, ikan hias air payau, dan ikan hias air laut; e. Pengelolaan prasarana dan sarana penelitian dan pengembangan; dan f. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga. 3 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL …………………………………………………... 1 HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………… 2 DAFTAR ISI ……………………………………………………………... 3 1. Evaluasi Keragaman Fenotip dan Genotip Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) Tiga Generasi ………………………….. 2. Uji Ketahanan Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) terhadap bakteri Aeromonas hydrophila ……………………………… 3. Pola, Kualitas dan Perbaikan Kualitas Warna Ikan Rainbow Ajamaru... 4. Jenis Manajemen Pakan Ikan Rainbow Ajamaru ……………………... 5. Padat Tebar Larva dan Benih Ikan Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis)…………………………………...................................... 6. Uji Toleransi Ikan Rainbow Ajamaru ………………………………… 7. Uji Kapasitas Reproduksi Ikan Rainbow Ajamaru Pada Berbagai Generasi ……………………………………………………………… 8. Aplikasi Teknologi Budiaya Rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) di JABODETABEK (Uji Multilokasi) ………………… 9. Uji Transportasi Ikan Rainbow Ajamaru ……………………………… 10. Analisa Usaha Budidaya Ikan Rainbow Ajamaru …………………… 4 5 1 23 36 42 57 59 68 77 84 EVALUASI KERAGAMAN FENOTIPE DAN GENOTIPE IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) TIGA GENERASI Eni Kusrini, Anjang Bangun Prasetio, Media Fitri Isma Nugraha, Melta Rini Fahmi, Shofihar Sinansari, dan Erma Primanita Hayuningtyas ABSTRAK Ikan Rainbow ajamaru (Melanotaenia ajamarunensis) merupakan ikan endemik yang berasal dari Danau Ajamaru, Papua, sehingga ikan ini termasuk ikan hias asli Indonesia yang perlu dilestarikan. Selain itu, teknologi pembenihan ikan reinbow telah dikuasai dan beberapa jenis ikan rainbow seperti rainbow merah dan boesmani telah berhasil dibududayakan. Oleh karena itu, perlu diadakan perbaikan sifat-sifat morfologi dari segi kualitas maupun kuantitas. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe dari sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisis keragaman genetik menggunakan metode morfometrik dan meristik, RAPD (Radomly Amplified Polymorphic DNA), serta Mt DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan G2. Sebagai upaya untuk keberlanjutan budidaya ikan rainbow ajamaru kearah kualitas, sehingga sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun genotipe sebelum dilakukan program breeding lebih lanjut guna menghasilkan generasi-generasi hasil budidaya. Kata Kunci: Fenotip, Genotip, Morfometrik, RAPD, Rainbow ajamaru. BAB I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) adalah salah satu ikan hias asli Indonesia dari 95 spesies rainbow yang tersebar di Sulawesi dan Papua. Ikan rainbow yang termasuk endemik Papua ini yang telah dinyatakan punah dapat ditemukan kembali tahun 2007 oleh tim ekspedisi Papua di Sungai Kaliwensi, Sorong, Papua (Kadarusman et. al., 2010). Beberapa jenis ikan rainbow seperti ikan rainbow boesmani dan kurumoi telah berhasil didomestikasi dan dikembangbiakan di BPPBIH, Depok. Ketersediaan ikan rainbow Ajamaru di alam yang juga terbatas perlu diatasi dengan melakukan budidaya. Usaha budidaya dengan cara persilangan telah banyak dilakukan agar produksi ikan pelangi meningkat dan bernilai ekonomis. Potensi ekonomi ikan pelangi berbanding lurus dengan status 5 kepunahannya, sehingga dibutuhkan pengelolaan budidaya yang tepat agar kelestariannya tetap terjaga. Sebagai langkah awal agar ikan rainbow Ajamaru bisa dibudidayakan maka dilakukan domestikasi. Domestikasi merupakan upaya untuk menjinakkan ikan liar (wild spesies) yang hidup di alam bebas agar terbiasa hidup pada lingkungan budidaya yang terkontrol, baik pakan maupun habitatnya atau disebut dengan ikan budidaya (Effendi, 2004; Muslim & Syaifudin (2012). Pengelolaan budidaya membutuhkan berbagai informasi yang terkait dengan biologi ikan pelangi, namun pada keyataannya informasi tersebut masih sedikit, khususnya pada ikan pelangi perot dan ikan pelangi hasil persilangan. Beberapa informasi yang belum banyak diketahui yaitu, penampilan secara morfologi, ciri morfometrik dan meristik, serta hubungan panjang-bobot (Afini et.al., 2014) Sebagai upaya untuk keberlanjutan budidaya ikan rainbow ajamaru kearah kualitas, sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun genotipe. Evaluasi karakter genotipe dari sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dilakukan melalui analisa keragaman genetik menggunakan metode RAPD (Radomly Amplified Polymorphic DNA) dan Mt DNA/sekuensing, terhadap tiga generasi ikan rainbow ajamaru yaitu G0, G1 dan G2. Dari hasil analisa RAPD terhadap tiga generasi ikan rainbow Ajamaru dapat diperoleh jarak genetik yang menghubungkan ketiganya sehingga dapat dilihat genetic drift yang dihasilkan dan apakah terjadi inbreeding didalamnya. Sedangkan karakter fenotipe yang diamati meliputi morfometrik dan meristik. Pada akhirnya akan diperoleh hubungan korelasi antara karakter genotip dan karakter fenotip yang ada. b. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan mengevaluasi karakter fenotipe dan genotipe sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru dari tiga generasi (G0, G1, G2). Sasarannya adalah diperolehnya hubungan jarak genetik dari tiga generasi ikan rainbow dan menghasilkan hubungan antara karakter fenotip dan genotipe. 6 c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endmik yang berasal dari papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun 2007 oleh tim ekpedisi Papua. Ditemukannya kembali rainbow ajamaru sangat penting untuk mengetahui karakter genetik (fenotipe dan genotipe) yang dimiliki ikan tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi karakter sumber daya genetik ikan rainbow ajamaru secara kuantitatif dan kualitatif, sehingga sangat diperlukan adanya data dan informasi tentang variasi genetik baik secara fenotipe maupun genotipe sebagai acuan dasar dalam langkah lebih lanjut program breeding ikan rainbow ajamaru. BAB II. METODE A. Karakter Fenotipe Ikan uji yang digunakan adalah ikan rainbow ajamaru (Melanitaenia ajamaruensis). Jumlah yang dianalasis untuk karakter fenotipe adalah sebanyak 30 ekor per generasi pada ikan rainbow yang sudah matang gonad pertama. Sedangkan pada analisis karakter genotipe jumlah sampel yang digunakan adalah 10 sampel. 1. Morfometrik Pengukuran morfometrik dilakukan dengan meletakkan ikan uji pada posisi kepala menghadap kekiri dan sirip dilebarkan. Pengukuran dilakukan terhadap 30 karakter morfometrik yang ditetapkan menggunakan alat kaliper berketelitian 0.01 mm. Karakter morfometrik yang diukur dalam penelitian ini merujuk pada metode Allen & Cross (1980) dengan beberapa modifikasi dan tambahan yang dilakukan oleh Musthofa & Kadarini (2012). Ciri-ciri tersebut meliputi, SL = panjang standar, TL = panjang total, HL = panjang kepala, HD = tinggi kepala, SNL = panjang moncong, ED = diameter mata, LUJ = panjang rahang atas, LLJ = panjang rahang bawah, BD = tinggi badan, LCP = panjang batang ekor, DCP = tinggi batang ekor, PDL1 = panjang sebelum sirip punggung 1, PDL2 = panjang 7 sebelum sirip punggung 2, PVL = panjang sebelum sirip perut, PAL = panjang sebelum sirip dubur, LDB1 = panjang dasar sirip punggung 1, LDB2 = panjang dasar sirip punggung 2, LAB = panjang dasar sirip dubur, LPF = panjang sirip dada, LVF = panjang sirip perut, LCF = panjang sirip ekor, LDF1 = panjang sirip punggung 1, LDF2 = panjang sirip punggung 2, LAF = panjang sirip dubur, LMCF = panjang sirip ekor bagian tengah. 2. Meristik Karakter meristik pada ikan rainbow ajamaru dilakukan untuk mengetahui jari-jari sirip baik yang terdiri dari durri-duri sirip keras maupun lunak. Karakter meristik yang diamati meliputi jumlah jari-jari sirip punggung, jumlah jari-jari sirip dada, jumlah jari-jari sirip perut, jumlah jari-jari sirip dubur, pectoral spine serrations: rigi-rigi pada sirip dada. Selain itu dilakukan pula mengamatan karakter morfologis khusus, yaitu: bentuk process occipital, panjang duri bawah mata tanpa melakukan analisis osteologi. B. Karakter Genotipe 1. Ekstraksi DNA Sampel sirip ikan diekstraksi DNA menggunakan prosedur GeneJET Genomic DNA Purification Kit. Sirip ikan rainbow ajamaru (M. ajamaruensis) sebanyak 5-10 mg dihancurkan, ditambahkan 180µL digestion solution, 20µL proteinase K dan divortex, serta diinkubasi pada suhu 56°C selama 3 jam. Setelah diinkubasi, sampel divortex kembali selama 15 detik, lalu ditambahkan 200µL lysis solution divortex, ditambah 400µL etanol absolute (75%), kemudian di vortex. Larutan tersebut dipindahkan kedalam mini spin colum, disentrifuge 6500rpm selama 1 menit, cairan pada bagian bawah spin colom dibuang. Spin columdipindahkanpada tube yang baru, ditambah 500µL wash buffer 1 dan disentrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit, larutan pada bagian bawah tube dibuang. Kemudian 500µL wash buffer 2 ditambahkan dan sentrifuge pada kecepatan 12000 rpm selama 3 menit. Larutan pada bagian bawah tube dibuang lalu disentrifuge kembali pada kecepatan 12000rpm selama 1 menit. Bagian bawah tube dibuang dengan cara melepas spin colum secara hati-hati jangan sampai bersinggungan dengan cairan bagian bawah colum. Spin colum 8 dipindahkan ke dalam mikrotube 1,5µL yang baru. Selanjutnya ditambahkan 100µL Elution Buffer, diinkubasi 2 menit pada suhu ruang dan disentrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 1 menit. 2. Amplifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) denganmetode RAPD RAPD atau Randomly amplified polymorphic DNA adalah metode PCR yang menggunakan single primer yang menempel secara random. Sehingga perlu dilakukan tahapan screening terhadap beberapa primer yang digunakan. Pada penelitian ini ada 55 jenis primer yang akan di screening Tabel 1. PCR dilakukan menggunakan thermocycler gradient (AB) agar suhu annealing bisa diatur sesuai dengan TM dari masing-masing primer. Program PCR terdiri atas denaturasi awal pada suhu 94°C selama 2 menit, 35 siklus terdiri atas denaturasi 94°C selama 1 menit, annealing sesuai Temperature Melting primer selama 1 menit, danextension 72°C selama 2 menit, dan diakhiri dengan 1 siklus extension pada 72°C selama 7 menit. Komposisi pereaksi terdiri atas 12,5 µL Dream taq Master Mix 2x (Thermo Scientific), 1 µL primer RAPD, 3 µL DNA, dan ditambah nuclease free water sampai total volume 25 µL. Tabel 1. Jenis primer RAPD yang digunakan untuk screening sebanyak 55 primer No Kode Primer Urutan basa (5’–3’) Panjang Nukleotida 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 OPA-01 OPA-03 OPA-07 OPA-08 OPA-09 OPA-14 OPA-18 OPB-01 OPB-04 OPB-06 OPB-07 OPB-08 OPB-10 OPB-11 CAGGCCCTTC AGTCAGCCAC GAAACGGGTG GTGACGTAGG GGGTAACGCC TCTGTGCTGG AGGTGACCGT GTTTCGCTCC GGACTGGAGT TGCTCTGCCC GGTGACGCAG GTCCACACGG CTGCTGGGAC GTAGACCCGT 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 9 G+C (%) 70 60 60 60 70 60 60 60 60 70 70 70 70 60 Temperatur Melting Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi 36,2 Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi 36,2 Optimasi 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 OPB-13 OPB-14 OPB-20 OPC-02 OPC-05 OPD-03 OPD-05 OPD-08 OPD-11 OPE-01 OPE-02 OPE-05 OPE-07 OPE-16 OPE-17 OPE-20 OPF-01 OPF-03 OPF-05 OPF-06 OPF-09 OPF-12 OPG-02 OPG-04 OPG-10 OPG-12 OPG-13 OPG-16 OPH-02 OPH-05 OPH-12 OPH-20 OPI-01 OPI-10 OPI-11 OPI-16 OPI-19 OPZ 5 OPZ 9 OPZ 10 OPZ 13 TTCCCCCGCT TCCGCTCTGG GGACCCTTAC GTGAGGCGTC GATGACCGCC GTCGCCGTCA TGAGCGGACA GTGTGCCCCA AGCGCCATTG CCCAAGGTCC GGTGCGGGAA TCAGGGAGGT AGATGCAGCC GGTGACTGTG CTACTGCCGT AACGGTGACC ACGGATCCTG CCTGATCACC CCGAATTCCC GGGAATTCGG CCAAGCTTCC ACGGTACCAG GGCACTGAGG AGCGTGTCTG AGGGCCGTCT CAGCTCACGA CTCTCCGCCA AGCGTCCTCC TCGGACGTGA AGTCGTCCCC ACGCGCATGT GGGAGACATC ACCTGGACAC ACAACGCGAG ACATGCCGTG TCTCCGCCCT AATGCGGGAG GGCTGCGACA AGCAGCGCAC CAAACGTGGG GGGTCTCGGT 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10-mer 10 70 70 60 60 70 70 60 70 60 70 70 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 70 60 70 60 70 70 60 70 60 60 60 60 60 70 60 70 70 60 70 Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi Optimasi 41,2 42,5 33,7 38,0 Hasil PCR dilihat melalui tahapan elektroforesis, 10 µL produk PCR yang sudah mengandung dye dimasukkan dalam sumur elektroforesis pada gel agarose 1,5 % pada media 1X TBE Buffer (Tris Borate EDTA). Running pada voltase 100 V selama 45 menit dengan marker 100bp sebagai standar berat molekul menggunakan MUPID Gel Electrophoresis Unit. Stainning gel direndam dalam larutan sybr safe selama 10 menit, lalu dibilas menggunakan akuades. Selanjutnya hasil PCR di visualisasikan pada UV transiluminator. BAB III. LUARAN Keterangan No Jenis Luaran 3. Internasional/ bereputasi Nasional terakreditasi Paten Paten sederhana Hak cipta Merek dagang Hak Kekayaan Rahasia dagang Intelektual 2) Desain produk industry (HKI) Indikasi geografis Perlindungan varietas Perlindungan topografi i k3) i d Teknologi Tepat Guna 4. Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain 5. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 1. 2. Publikasi ilmiah1) 2 KTI - 4) - 5) - BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Teknologi budidaya rainbow telah berhasil dikuasai diantaranya komoditas ikan rainbow kurumoi dan boesmani di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Hasil-hasil yang akan dicapai baik berupa komponen teknologi maupun produk biologi nantinya dapat digunakan dan disebarkan kepada pengguna dan pembudidaya secara luas. Hasil-hasil tersebut dapat bermanfaat untuk peningkatan produksi ikan hias introduksi secara kualitas dan 11 kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/ masyarakat. BAB V. BIAYA DAN JADWAL 5.1 Anggaran Biaya Biaya yang diperlukan untuk survai pengambilan sampel di pembudidaya dan eksportir serta penyediaan bahan bantu penelitian sebanyak Rp 150.000.000,(terbilang seratus lima puluh juta rupiah). 5.2 Jadwal Penelitian Tahapan dan Waktu Pelaksanaan NO 1. 2. 3. KEGIATAN 1 Survai - eksportir V Jabodetabek Pelaksanaan V - Koleksi sampel - Preparasi sampel - Isolasi DNA, PCR - Analisis fenotipe - Analisis Data Pelaporan - Penyusunan laporan - Seminar 2 3 V V V V V 4 5 V V V V V 6 7 V V 8 9 10 V V V V 11 12 V V Kurun Waktu Pencapaian Keluaran Tahapan (dirinci sesuai kegiatan) Bobot (%) Bulan ke – (diisi secara kumulatif) 1 I Persiapan Survai lokasi Pengadaan bahan kimia Koleksi sampel II Pelaksanaan 2 7,5 5 2,5 2,5 7,5 2,5 2,5 3 4 2,5 2,5 2,5 2,5 12 5 6 7 8 9 10 11 12 Preparasi sample Isolasi DNA,PCR Analisis fenotip Analisis data III Pelaporan 15 35 5 5 5 5 10 5 20 10 5 10 10 10 Depok, Desember 2016 Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Dr. Idil Ardi, M.Si NIP.19711229 200212 1 005 REFERENSI Allen GR, Cross. 1980. Description of Five New Rainbowfishes (Melanotaeniidae) from New Guinea Rec. West. Aust. Mus 8(3):337-396. Afini, I., Elfidasari D., Kadarini, T., Musthofa, S.Z., (2014). Analisis Morfometrik dan Meristik Hasil Persilangan Ikan Pelangi Boesemani (Melanotaenia boesemani) dan Ikan Pelangi Merah Abnormal (Glossolepis incisus). Unnes Journal of Life Science. 3 (2), 112-123. Effendi, I. (2004). Pengantar Akuakultur. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya. Kadarusman, Sudarto, Paradis, E., & Pouyaud, L. (2010). Description of Melanotaenia fasinensis, a new spesies of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with Comments on The Rediscovery of M. Ajamaruensis and The Endangered Status of M. parva. Cybium International Journal of Ichthyology, 34(2), 207-215. Muslim & Syaifudin, M. (2012). Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa striata) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya, 21(15), 20-27. Musthofa S, Kadarini T. 2012. Abnormalitas Morfologi Tubuh Ikan Pelangi Merah, Glossolepis incices Dari Hasil Budidaya. Seminar Nasional Tahunan IX Hasil Penelitian Perikanan dan Kelautan; Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 1-7. 13 UJI KETAHANAN IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaeniaajamaruensis) TERHADAP BAKTERI Aeromonas hydrophila Lili Sholichah, Erma Primanita Hayuningtyas, dan Shofihar Sinansari ABSTRAK Ikan rainbow ajamaru merupakan ikan hias endemik yang berasal dari Danau Ajamaru di Papua. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) di Depok telah berhasil membudidayakan ikan rainbow jenis lain yaitu rainbow kurumoi dan akan mendomestikasi rainbow jenis baru dari alam yaitu ajamaru. Selama pemeliharaan rainbow kurumoi diketahui adanya kendala serangan penyakit bakterial Aeromonas hydrophila. Penelitian ini dilakukan dalam skala laboratorium di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias di Depok. Vaksinasi adalah salah satu cara pengendalian penyakit yang ramah lingkungan. Teknik rendaman dan injeksi dilakukan untuk memasukkan vaksin ke dalam tubuh ikan uji. Sama halnya dengan vaksinasi langkah uji tantang juga dilakukan dengan teknik rendaman dan injeksi. Perendaman dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A: kontrol; B: 107; C: 108; dan D: 109). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi. Suntikan intraperitoneal dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A: kontrol; B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 dan 40 L dan diberi pakan pelet secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan parameter yang diamati adalah kinerja pertumbuhan (pertumbuhan dan sintasan) dan respon imun (hematokrit, hemoglobin, aktifitas fagositik, dan jumlah populasi bakteri A.hydrophila pada organ ginjal). Kata kunci: Rainbow ajamaru, vaksinasi, uji tantang, Aeromonas hydrophila, respon imun BAB I. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Ikan pelangi (rainbow) merupakan salah satu ikan hias yang memiliki warna yang indah seperti pelangi sehingga memiliki nilai estetis dan nilai ekonomis yang tinggi. Terdapat 65 spesies ikan pelangi yang telah dideskripsi di kawasan daratan besar New Guinea dan Australia, dan 37 spesies diantaranya mendiami daratan Papua Indonesia (Sudarto et.al, 2007). Salah satu yang mempengaruhi kualitas ikan hias adalah adanya infeksi penyakit. Ikan pelangi sangat rentan terhadap perubahan lingkungan dan habitat aslinya. 14 Ikan merupakan salah satu hewan air yang selalu bersentuhan dengan lingkungan perairan sehingga mudah terinfeksi patogen melalui air. Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri yang umum ditemukan di perairan dan merupakan mikroflora normal pada ikan, pada kondisi lingkungan budidaya yang buruk A. hydrophila menjadi agen penginfeksi sekunder yang bersifat sangat virulen (Joice et al. 2002). Beberapa jenis bakteri yang umum ditemukan pada ikan hias rainbow kurumoi yaitu Aeromonas sp., Edwardsiella tarda, Yersinia sp.,Flavobacterium sp. dan Mycobacterium sp , tetapi infeksi dominan oleh Aeromonas hydrophila (Sholichah, 2014). Penyakit bercak merah atau sering disebut dengan penyakit MAS (Motile Aeromonads Septicemia) disebabkan oleh bakteri A. hydrophila. Infeksi bakteri A. hydrophila menyebabkan terjadinya pembengkakan jaringan, dropsy, nekrosis, ulcer, perdarahan (hemorrhagic) sehingga menyebabkan terjadinya kematian yang tinggi hingga mencapai 90% (Azad et al. 2001). Infeksi MAS menyerang berbagai ikan budidaya air tawar (Jeney et al. 2009). Vaksinasi merupakan salah satu cara pengendalian penyakit pada budidaya ikan yang ramah lingkungan yang dapat meningkatkan respon imun (sistem kekebalan tubuh) ikan. Masuknya benda asing termasuk antigen ke dalam tubuh akan direspons langsung oleh tubuh. Respons tanggap kebal tubuh pada ikan umumnya hampir sama seperti pada mamalia, tetapi lebih sederhana. Respons imun yang terdapat pada ikan terdiri dari respons imun non spesifik (innate) dan respons imun spesifik (adaptive). Penelitian ketahanan ikan rainbow ajamaru terhadap bakteri Aeromonas hydrophila bertujuan untuk b. Tujuan dan Sasaran Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan dan dan respon imun ikan uji rainbow ajamaru terhadap infeksi A.hydrophila. c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi Komoditas Rainbow ajamaru termasuk ikan endemik yang berasal dari Papua yang telah dinyatakan punah akan tetapi ditemukan kembali pada tahun 2007 oleh tim ekpedisi Papua. Keberadaan penyakit pada ikan merupakan salah satu kendala dalam budidaya ikan hias rainbow ajamaru. Vaksinasi diharapkan 15 dapat merangsang ketahanan tubuh dan respon imun ikan rainbow ajamaru sehingga kegiatan budidaya dapat optimal. BAB II. METODE Prosedur penelitian dan variabel pengamatan penelitian akan dilakukan sebagai berikut : Penyiapan ikan uji dan wadah pemeliharaan Ikan uji yang digunakan merupakan ikan pelangi ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) G0 yang endemik Papua. Dua kelompok ukuran ikan yaitu kelompok benih (1-2 inchi) dan kelompok calon induk (3-4 inchi). Ikan yang digunakan harus dalam kondisi sehat dan diaklimatisasi selama 14 hari sebelum diberi perlakuan. Wadah pemeliharaan ikan berupa kontainer plastik berukuran 25 L dan 40 L yang dilengkapi dengan sistem aerasi pada masing-masing wadah dan sitem aliran air stagnan untuk mencegah kontaminasi atau infeksi antar wadah pemeliharaan. Penyiapan vaksin dan vaksinasi Vaksin yang akan digunakan adalah vaksin A.hydrophila yang diproduksi oleh Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI) yang diberi nama hydrovac. Vaksinasi dilakukan dengan teknik rendaman untuk kelompok benih ukuran 1-2 inchi dan dengan teknik injeksi untuk kelompok ikan calon induk ukuran 3-4 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 L (benih) dan 40 L (calon induk) lalu diberi pakan pelet secara ad satiation. Penyiapan bakteri Isolat bakteri patogen A. hydrophila yang digunakan berasal dari koleksi Instalasi Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Ikan (IPPPPI), Depok Indonesia. Bakteri A. hydrophila yang digunakan dikarakterisasi dengan menggunakan kit API 20E. Bakteri tersebut ditumbuhkan dalam medium TSA (Tripticase Soy Agar). Satu ose koloni bakteri diambil dan ditumbuhkan dalam medium TSB (Tripticase Soy Broth) dengan volume 5 mL, selanjutnya diinkubasi 16 dalam waterbath shaker pada suhu 29º C dengan kecepatan 140 rpm selama 24 jam. Kepadatan A. hydrophila yang diperoleh sebesar 10-9 CFU mL-1. Uji tantang Uji tantang dengan perendaman Perendaman dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu dosis bakteri A. hydrophila (A: kontrol; B: 107; C: 108; dan D: 109) dan faktor kedua yaitu kepadatan ikan (A: 5 ekor/L; B: 10 ekor/L; dan C: 15 ekor/L). Ikan uji yang digunakan berukuran 1-2 inchi. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 25 L dan diberi pakan pelet secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari dan diamati abnormalitas benih setiap 12 jam selama dua hari (48 jam). Uji tantang dengan injeksi Suntikan dilakukan secara intraperitoneal dengan menyuntikkan 0,1 ml per ekor ikan uji. Bahan yang disuntikkan merupakan perlakuan perbedaan kepadatan bakteri. Penelitian tahap ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (A: kontrol; B: 104; C: 106; dan D: 108). Ikan uji yang digunakan berukuran 3-4 inchi. Masingmasing perlakuan diulang sebanyak tiga kali dan setelah diberi perlakuan ikan dipelihara di dalam akuarium bervolume 40 L dan diberi pakan pelet secara ad satiation. Pemeliharaan pasca uji tantang dilakukan selama 15 hari. Variabel pengamatan : Kinerja Pertumbuhan Pertumbuhan SGR % Keterangan : Wt = Bobot rata-rata ikan ke-t W0 = Bobot rata-rata ikan ke-0 d = Lama pemeliharaan Sintasan SR % Keterangan : Nt = jumlah ikan pada akhir pengamatan No = jumlah ikan pada awal pengamatan 17 Respon Imun Hematokrit Hematokrit merupakan persentase volume eritrosit dalam darah ikan. Kadar hematokrit diukur menurut Anderson dan Siwicki (1995) yaitu dengan menggunakan tabung mikro hematokrit yang berupa pipa kapiler berlapis heparin. Pengukuran dilakukan dengan membandingkan bagian darah yang mengendap (a) dengan seluruh bagian darah yang ada dalam tabung mikrohematokrit (b) kadar hematokrit dinyatakan sebagai % volume padatan sel darah yang dihitung dengan cara : Keterangan : He : Kadar hematokrit (%) a : Bagian darah yang mengendap (cm) b : Seluruh bagian darah (cm) Hemoglobin Pengukuran kadar Hb dilakukan dengan metode Sahli yang mengkonversi darah ke dalam bentuk asam hematin setelah darah ditambah dengan asam klorida. Pertama-tama darah dihisap dengan pipet sahli sampai skala 0,2 ml, bersihkan ujung pipet dengan kertas tisu. Lalu pindahkan darah dalam pipet ke dalam tabung Hb-meter yang telah diisi HCl 0,1 N sampai skala 10 (merah), homogenkan dan biarkan selama ± 3 menit. Kemudian aquades ditambahkan ke dalam tabung sampai warna darah dan HCl tersebut sewarna dengan larutan standar yang ada dalam Hb-meter tersebut. Skala dibaca dengan melihat permukaan cairan dan dicocokkan dengan skala tabung Sahli yang dilihat pada skala jalur g% (kuning) yang menunjukkan banyaknya Hb per 100 ml darah (Wedemeyer dan Yasutake 1977). Aktifitas fagositik Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan metode Anderson dan Siwicki (1993). Darah sebanyak 50 μL dimasukkan ke dalam microtube, kemudian ditambahkan 50 μL suspensi bakteri Staphylococcus aureus dalam PBS 18 dan dihomogenkan, selanjutnya diinkubasi pada suhu 28 °C selama 20 menit. Selanjutnya dari campuran tersebut diambil sebanyak 5 μL untuk dibuat preparat ulas. Preparat ini difiksasi dengan metanol selama 5 menit dan dikeringkan, selanjutnya direndam dalam larutan giemsa selama 15 menit. Preparat tersebut kemudian dicuci dalam air mengalir dan dikeringkan. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x. Aktivitas fagositik dihitung berdasarkan pada persentase dari 100 sel fagosit yang menunjukkan aktivitas fagositosis. Berikut adalah rumus untuk menghitung aktivitas fagositik : Jumlah kepadatan bakteri A.hyrophila pada organ target Jumlah kepadatan bakteri A. hydrophila di organ target dihitung dengan menggunakan metode TPC (Total Plate Count) setelah uji tantang. Organ target yang diamati adalah ginjal dan hati. Masing-masing organ target sebanyak 1 gram digerus dan dilarutkan dalam 9 ml PBS steril, di vortex kemudian dilakukan pengenceran berseri, selanjutnya diambil 50 μl dan disebar pada media Rhimler Shot (RS medium), kemudian diinkubasi selama 24 jam setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni yang tumbuh. Analisis Data Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dan tiga ulangan. Data dianalisis menggunakan ANOVA melalui program SPSS 16 dengan tingkat selang kepercayaan 95%, jika signifikan maka akan diuji lanjut dengan uji lanjut Duncan’s. 19 BAB III LUARAN Keterangan No Jenis Luaran 1 2 3 4 5 Publikasi ilmiah1) Internasional/ bereputasi Nasional terakreditasi Paten Paten sederhana Hak cipta Merek dagang Hak Kekayaan Rahasia dagang Intelektual 2) Desain produk industry (HKI) Indikasi geografis Perlindungan varietas Perlindungan topografi sirkuit terpadu Teknologi Tepat Guna3) Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4) Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5) 2 KTI 4 BAB IV. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Teknologi budidaya rainbow telah berhasil dikuasai diantaranya komoditas ikan rainbow kurumoi dan boesmani di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Hasil-hasil yang akan dicapai baik berupa komponen teknologi maupun produk biologi nantinya dapat digunakan dan disebarkan kepada pengguna dan pembudidaya secara luas. Hasil-hasil tersebut dapat bermanfaat untuk peningkatan produksi ikan hias introduksi secara kualitas dan kuantitas yang akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan pembudidaya/ masyarakat. 20 BAB V BIAYA DAN JADWAL a. Anggaran Biaya b. Jadwal Penelitian Tahapan dan Waktu Pelaksanaan NO 1. 2. KEGIATAN Survai - eksportir Jabodetabek Pelaksanaan - Persiapan ikan,wadah,bakteri, vaksin - Vaksinasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 V V V V V V V - Uji tantang - Perhitungan variabel pengamatan respon imun - Analisis Data V V V V V V V Pelaporan - Penyusunana laporan - Seminar V V Kurun Waktu Pencapaian Keluaran Tahapan Bobot Bulan ke – (diisi secara kumulatif) (dirinci sesuai (%) kegiatan) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 I. Persiapan 7,5 2, 2,5 2,5 Survai lokasi 5 Pengadaan bahan 5 2,5 2,5 kimia Koleksi sampel 7,5 2,5 2,5 2,5 II. Pelaksanaan Persiapan 15 5 5 5 Vaksinasi 15 5 10 Uji tantang 25 5 5 10 5 I5 Perhitungan respon imun 5 5 5 10 5 III. Pelaporan 21 12 5 Depok, Desember 2016 Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Dr. Idil Ardi, M.Si NIP.19711229 200212 1 005 REFERENSI Anderson DP, Siwicki AK. 1995. Basic Hematology and Serology for Fish Health Programs. Di dalam : Shariff M, Arthur JR, Subasinghe RP, editor. Fish Health Section. Asia Fisheries society (eds), Disease in Asian Aquaculture II. Manila, Philippines. 185-202. Anderson DP, Siwicki AK. 1993. Basic hematology and serology for fish health programs. Paper presented in second symposium on diseases in Asian Aquaculture “Aquatic Animal Health and the Evironment”. Phuket,Thailand.25-29 th October 1993. 17 hlm. Azad IS, Rajendran KV, Rajan JJS, Vijayan KK, Santiago TC .2001. Virulence and histopathology of Aeromonas hydrophila (Sah 93) in experimentally infected tilapia Oreochromis mossambicus (L.). Journal of Aquaculture in the Tropics.16:265-275 Jeney Z, Riicz T, Thompson KD, Poobalane S, Ard L, Adams A, Jeney G. 2009. Differences in the antibody responsse and survival of genetically clifferent varieties of common carp Cyprinus carpio L. vaccinated with a commercial Aeromonas salmonicida / A. hydrophila vaccine and chalenged with A. hydrophila. Fish Physiology and Biochemistry. 35: 677 -682. Joice A, Shankar KM, Mohan CV. 2002. Effect of bacterial biofilm in nursery on growth, survival and resistance to Aeromonas hydrophila of common carp, Cyprinus carpio. Journal of Aquaculture in the Tropics 17: 283 – 298. Sholichah, L., Taukhid., Wibawa, G,S. (2014). Inventarisasi dan identifikasi patogen potensial yang menginfeksi ikan rainbow (Melanotaenia sp.). Jurnal Riset Akuakultur. 9 (1), 87-97. Sudarto, Kadarusman, & Pouyaud, L. 2007. Project FISH –DIVA, Freshwater Fish Diversity in South East Asia. Biannual Report 2006-2007. LORIBIHATAPSOR-IRD. FISH-DIVA Program. p: 69-94. 22 POLA, KUALITAS, DAN PERBAIKAN KUALITAS WARNA IKAN RAINBOW AJAMARU Ruby Vidia Kusumah, Anjang Bangun Prasetio, Eni Kusrini, M. Yamin, Sukarman, dan Lili Sholichah ABSTRAK Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat, dan daya tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Namun, warna ikan dapat berubah saat merespon kondisi lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan stress sehingga tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas warna ikan rainbow ajamaru melalui pendekatan lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan kombinasinya melalui pakan. Kajian yang dilakukan mulai dari: (i) karakterisasi keragaan warna menggunakan analisa gambar digital; (ii) biologi perkembangan warna larva hingga ikan dewasa; (iii) pengaruh lingkungan, intensitas cahaya, dan ekosistem pemeliharaan untuk mengoptimalkan kemunculan warna; (iv) pakan dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna; serta (v) seleksi calon induk dengan kualitas warna terbaik untuk membentuk populasi dasar. Analisa data dilakukan secara deskriptif dan ANOVA. Data ditampilkan melalui grafik dan tabel. Dengan teknologi dan produk yang lebih unggul berdasarkan kualitas warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan serta pendapatan pembudidaya. Kata kunci: Melanotaenia ajamaruensis, warna, lingkungan, nutrisi, genetika BAB 1. PENDAHULUAN a. Latar Belakang Warna merupakan karakter penting yang menentukan harga jual, minat, dan daya tarik konsumen terhadap suatu komoditas ikan hias. Melalui pengembangan dan perbaikan terhadap jenis, pola, persentase penutupan, kombinasi, serta kualitas warna, banyak strain dan spesies ikan hias dapat dijual dengan harga yang lebih tinggi serta memiliki variasi warna yang beragam, contoh ikan cupang, guppy, mas koki, koi, discus, maanvis, platy, molly, clown. Namun demikian, pada kondisi tertentu, karakter warna yang menghiasi tubuh ikan hias ini seringkali menunjukkan kualitas yang menurun dimana warna ikan pucat, pudar, atau bahkan tidak muncul sama sekali. Sedangkan berdasarkan pola dan persentase penutupannya, penurunan karakter kualitas warna ikan ini masingmasingnya tampak pada corak dan persentase penutupan warna yang tidak terarah. 23 Warna ikan dikontrol oleh banyak parameter serta sejumlah faktor internal maupun eksternal, baik fisika, nutrisi, genetik, dan neuro-hormon, yang mempengaruhi keadaan kromatik ikan (Fujii, 1993). Dengan berbagai parameter dan faktor-faktor tersebut, warna ikan dapat berubah saat merespon kondisi lingkungan, tantangan fisiologis, serta rangsangan stress (Szisch et al., 2002). Akibatnya warna ikan tidak muncul secara optimal atau bahkan tidak tampak. Melanotaenia ajamaruensis merupakan spesies ikan hias air tawar endemik dari famili Melanotaeniidae. Ikan yang dikenal dengan nama ikan rainbow Ayamaru ini ditangkap oleh Boeseman pada tahun 1955 di Danau Ayamaru (Allen & Boeseman, 1982), dideskripsi pertama kali oleh Allen & Cross (1980), dan dinyatakan punah pada tahun 1990 (Allen, 1990). Pada tahun 2007, ekspedisi ikan pelangi yang dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias, Politeknik Negeri Sorong, serta Institut de Recherche pour le Développement (IRD) berhasil menemukan kembali ikan ini di Sungai Kaliwensi, Sorong, Papua, namun dengan kondisi habitat yang semakin menyempit (Kadarusman et al., 2010). Di habitat alaminya, ikan rainbow Ayamaru hidup pada kondisi lingkungan dengan suhu 25,3 ℃; pH 7,7; konduktivitas 281 µS; kalium (K) 0,03 mg/L; kalsium (Ca) 45,05 mg/L; magnesium (Mg) 2,14 mg/L; natrium (Na) 0,4 mg/L; mangan (Mn) 0,01 mg/L; fosfat (PO4) 0,01 mg/L; sulfat (SO4) 1,11 mg/L; ion bikarbonat (HCO3) 168 mg/L; karbonat (CO3) 0,0 mg/L; klorin (Cl) 2,75 mg/L; cadmium (Cd) 0,0 mg/L; dan nikel (Ni) 0,02 mg/L (Kadarusman et al., 2010). Upaya domestikasi ikan rainbow Ayamaru mulai dilakukan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) sejak tahun 2007, namun upaya ini masih terbatas pada tahap adaptasi dan pemeliharaan ikan di luar habitat aslinya (eksitu). Pada tahun 2017, BPPBIH akan fokus melakukan penelitian domestikasi ikan rainbow Ayamaru untuk memperoleh teknologi produksi massalnya. Berbagai kajian mulai dari aspek reproduksi, nutrisi, lingkungan, karakter morfologi, hingga karakterisasi perkembangan dan keragaan warna dilakukan untuk menunjang upaya tersebut. Pada penelitian ini, kegiatan dibatasi pada berbagai aspek yang mempengaruhi karakter warna ikan rainbow Ayamaru. 24 Seperti halnya ikan hias rainbow Melanotaeniidae pada umumnya, ikan pelangi asal Danau Ayamaru ini juga mempunyai kemampuan melakukan perubahan warna. Oleh karena itu, pada kondisi budidaya, warna ikan rainbow Ayamaru seringkali tidak muncul secara optimal sehingga terlihat pudar. Menurut Painter (2000) dan da Costa J.F (2009) terdapat dua mekanisme perubahan warna pada ikan yaitu perubahan secara fisiologis dan perubahan secara morfologis. Perubahan warna secara fisiologis sering berlangsung sangat cepat (bisa dalam hitungan detik), misalnya akibat perubahan suhu, cahaya, pH dan lain sebagainya. Sedangkan perubahan secara morfologis terjadi karena adanya penambahan jumlah pigmen dalam sel kromotosfor. Prosesnya sangat lambat, biasanya berlangsung dalam waktu satu bulan atau lebih, serta bersifat permanen (Fenner, 2007). Oleh karena itu, untuk mengeluarkan warna ikan rainbow Ayamaru secara optimal, perbaikan teknologi budidaya yang meliputi parameter nutrisi, lingkungan, dan genetika diperlukan. Menurut Yuangsoi et al. (2011), ikan tidak mampu mensintesis pigmen di dalam tubuhnya secara de novo sehingga harus disuplai dari pakan (Pham et al., 2016). Jenis pigmen yang terdapat dalam kulit ikan tergantung dari struktur kromatosfor (sel warna) didalam kulit tersebut, sebagai contoh pigmen didalam melanosfor adalah melanin yang berwarna hitam, pigmen didalam xanthosfor adalah karotenoid berwarna kuning, orange hingga merah, sedangkan iridosfor berfungsi merefleksikan cahaya terhadap pigmen dalam kedua sel lainnya dan sering menimbulkan warna biru, meskipun pada dasarnya berwarna abu abu atau silver (Skold et al, 2016). Ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi oleh warna oranye-merah menutupi sebagian besar tubuhnya disertai pola yang secara bergantian antara strip merah lebar dan strip oranye di bagian posterior tubuh (Kadarusman et al., 2010). Sedangkan berdasarkan tampilan pada Gambar 1, sekilas bagian tubuh rainbow ajamaru didominasi warna merah, kuning dan biru untuk jantan, sedangkan untuk ikan betina berwana kuning dan abu-abu. Sehingga peluang yang memungkinkan dilakukan adalah peningkatan kualitas warna dalam sel xanthosfor dengan penambahan pigmen berupa karotenoid pada pakan. Metabolisme karotenoid didalam tubuh ikan rainbow ajamaru itu sendiri saat ini belum diketahui, sehingga 25 penambahan karotenoid dalam pakan perlu dilakukan baik single maupun kombinasi dari beberapa jenis. Adapun jenis karotenoid yang umum digunakan dalam bidang akuakultur untuk meningkatkan warna ikan hias antara lain astaxanthin dan canthaxanthin (Gupta, 2006), namun demikian Matsuno et al (2001) melaporkan bahwa lutein banyak ditemukan pada kulit ikan hias air tawar. Selain nutrisi, juga dilakukan kajian lingkungan dan genetika. Berdasarkan kondisi lingkungan, warna ikan dipengaruhi oleh beberapa parameter yang diantaranya adalah cahaya dan kondisi ekosistem pemeliharaan seperti halnya tanaman air. Menurut Meakin & Qin (2011) bahwa ikan mengubah pigmentasi kulit dengan cara mendispersikan atau mengonsentrasiknan pigmen melanin di kulit. Dimana panjang gelombang ultraviolet (UV) 280-320 nm dan 320-400 nm atau di luar (436 nm) dapat menyebabkan melanoma di beberapa spesies ikan (Ahmed et al., 1993; Meakin & Qin 2011). Penggelapan permukaan dorsal akibat dari peningkatan melanin merupakan bentuk perlindungan tubuh untuk mencegah jaringan epidermis dari kerusakan akibat sinar UV (Lowe & Goodman, 1996). Lebih lanjut Meakin & Qin (2011) menyatakan bahwa panjang gelombang 404,28 nm dan 435,6 nm yang dipancarkan dari lampu menyebabkan penyebaran pigmen di malanophores dermal sehingga terlihat adanya warna kulit yang lebih gelap pada bagian kulit yang berwarna putih yang terkena paparan cahaya tinggi. Gambar 1. Keragaan warna ikan rainbow Ayamaru (Melanotaenia ajamaruensis) jantan dan betina. Sumber: Laurent Pouyaud http://rainbowfish.angfaqld.org.au/ajamaruensis.htm 26 Gambar 2. Melanotaenia ajamaruensis (male) - photo© Andreas Wagnitz Pengaruh intensitas cahaya terhadap warna ikan Amphiprion ocellaris Cuvier dilaporkan oleh Yasir & Jian (2009) dimana warna ikan di seluruh tubuh termasuk ekor dan sirip punggung terlihat lebih cerah pada saat terpapar cahaya rendahsementara cahaya terang memperkuat warna oranye pada sirip.Sebaliknya Baite et al., (2010) melaporkan bahwa untuk ikan mas yang dipelihara di bawah intensitas cahaya0 lux menunjukkan kinerja yang buruk dalam hal perkembangan warna kulit.Oleh karena itu, penggunaan cahaya di dalam ruangan disarankan adalah sekitar 2000 lux. Tanaman hias air memiliki peranan penting baik secara langsung pada ikan budidaya maupun secara tidak langsung seperti memperbaiki kualitas lingkungan hidup bagi ikan. Dalam pembenihan beberapa jenis ikan seperti rainbow dan cupang, pemberian shelter tanaman air penting sebagai tempat melekatnya telur. Manfaat lain dari tanaman hias air adalah meningkatkan keindahan dan kesehatan ikan hias, mengurangi stress ikan, menjaga keseimbangan mikroorganisme dan menjadi media perkembangan berbagai organisme air yang bermanfaat bagi ikan hias. Tanaman air hias juga dapat menjadi sarana yang baik sebagai tempat berlindung ikan, membantu meningkatkan kadar oksigen di air dan menekan pertumbuhan lumut dan kelebihan kadar nitrat di bak seperti Hygrophyla sp. (Suryanata, 2007). Beberapa efek positif lain tanaman air diantaranya menjadi tempat berlindung dan memijah ikan, menyerap zat-zat berbahaya, menjaga keseimbangan mikroorganisme dan menjaga kestabilan pH air. Khusus pada ikan hias keberadaan tanaman air terbukti meningkatkan keindahan penampilan dan warna ikan. 27 b. Tujuan dan Sasaran Tujuan dan sasaran penelitian ini adalah: 1. Mengevaluasi karakter perkembangan dan keragaan warna ikan rainbow Ajamaru pada stadia larva, benih, calon induk, hingga induk; 2. Meningkatkan kualitas warna ikan rainbow Ajamaru melalui pendekatan lingkungan, genetika, serta penambahan berbagai jenis karotenoid dan kombinasinya melalui pakan. c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi Teknologi budidaya serta sistem pemeliharaan dalam akuarium yang mampu mengontrol kualitas warna ikan rainbow belum banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan lebih banyak mengarah pada bagaimana cara membudidayakan ikan, mulai dari aspek reproduksi, lingkungan, penyakit, dan nutrisi. Pada penelitian ini akan dikaji berbagai aspek yang mengontrol kualitas warna ikan rainbow mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga genetika. Melalui kegiatan yang dilakukan, diharapkan dapat diperoleh paket teknologi yang dapat mengontrol kualitas warna secara komprehensif. BAB 2. METODE 2.1. Karakterisasi keragaan warna Karakterisasi keragaan warna dilakukan berdasarkan pola, persentase penutupan, jenis, dan kombinasi warna. Metode karakterisasi dilakukan berdasarkan modifikasi dari metode Kusumah et al., (2011, 2015, dan 2016). Ikan rainbow Ayamaru yang dikarakterisasi merupakan ikan dengan ukuran dewasa dimana warna tubuh telah terbentuk sempurna dan stabil. Secara lengkap metode yang digunakan dijelaskan sebagai berikut: Pola warna Setiap jenis pola warna ikan rainbow didokumentasikan menggunakan kamera digital Canon EOS 450D. Proses karakterisasi gambar digital pola warna dianalisis secara visual dengan bantuan tampilan layar komputer. Variasi pola warna yang diperoleh (w) pada setiap jenis warna, selanjutnya dihitung berdasarkan persentase kemunculannya pada setiap bagian atau total area tubuh 28 menggunakan rumus: % kemunculan karakter pola warna w = (jumlah individu dengan kemunculan karakter pola warna w / jumlah total sampel) x 100 (Kusumah et al., 2016). Metode pengambilan foto dilakukan berdasarkan modifikasi dari Kusumah et al. (2011). Persentase penutupan warna Persentase penutupan warna diukur berdasarkan luasan pixel setiap jenis warna per luasan total permukaan tubuh ikan rainbow. Pengukuran setiap luasan pixel dilakukan menggunakan software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64. Secara formulasi, persentase penutupan warna dikalkulasi dengan rumus: % penutupan warna i = (luas pixel penutupan warna i / luas pixel penutupan total) x 100%, dimana i merupakan jenis warna. Jenis warna Setiap jenis warna ikan rainbow Ayamaru dikarakterisasi secara digital berdasarkan metode Kusumah et al. (2011) menggunakan software ImageJ (Image Processing and Analysis in Java) versi 1.50f (Rasband, 2016). Nilai mean RGB (Red Green Blue) hasil karakterisasi selanjutnya dikonversi pada model warna HSB (Hue Saturation Brightness) menggunakan software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64 (Adobe Systems Incorporated). Kisaran nilai digital dari parameter hue ditampilkan dalam bentuk grafik yang dibuat secara manual dengan bantuan software Corel Draw X3 versi 13.0.0.576 (Corel Corporation, 2005). Sedangkan parameter saturation dan brightness ditampilkan dalam grafik boxplot menggunakan Microsoft Excel 2007 (Microsoft Corporation, 2007) berdasarkan panduan Contextures Inc. (2013). Secara konsep, model warna HSB dapat dijelaskan melalui visualisasi grafik pada Gambar 3. (a) Gambar 3. (b) (c) Model warna HSB (Hue Saturation Brightness) (a), parameter hue (b), saturation dan brightness (c) 29 Spesifikasi komputer Software Adobe Photoshop CS5 Extended versi 12.0 x64 dijalankan pada sistem operasi (OS) Windows 7 Ultimate 64 bit (Microsoft Corporation, 2009) dengan spesifikasi prosesor Intel(R) Pentium(R) CPU G2010 @ 2.80GHz dan memori RAM sebesar 4 GB. Sedangkan software lainnya dapat dijalankan pada komputer dengan spesifikasi lebih rendah seperti Netbook yang beroperasi pada Windows 7 Ultimate 32 bit dengan prosesor Intel(R) Atom(TM) CPU N570 @ 1,66GHz dan memori RAM 2 GB. 2.2. Biologi perkembangan warna Ikan uji Ikan uji yang menjadi obyek dalam penelitian ini merupakan stadia larva hingga dewasa ikan rainbow Ayamaru. Larva dihasilkan dengan melakukan pemijahan induk ikan rainbow Ayamaru secara alami. Pemijahan induk Pemijahan dilakukan menggunakan media penempelan telur berupa tali rafia. Perbandingan jantan dan betina 1:1. Pengecekan keberadaan telur dilakukan harian. Inkubasi telur Setelah diketahui memijah, media penempelan telur dipindahkan ke wadah inkubasi berupa baskom plastik. Pemeliharaan larva Larva dipelihara secara soliter dalam wadah plastik transparan. Pemberian pakan awal dilakukan setelah kuning telur habis. Setelah ikan berukuran 2 cm, ikan dipindahkan dan hidup secara soliter dalam wadah yang lebih besar. Pengamatan perkembangan warna Perkembangan warna dinalisa dari stadia larva hingga ikan ukuran dewasa ikan rainbow Ayamaru. Pengamatan dilakukan menggunakan mikroskop binokuler sesuai Baras et al. (2012). Pengamatan kualitas air dan cahaya Pengamatan kualitas air dilakukan harian. 30 2.3. Seleksi warna Seleksi warna ikan rainbow Ayamaru dilakukan untuk mengoleksi calon induk dengan tampilan kualitas warna terbaik yang akan digunakan dalam pembentukan populasi dasar produk biologi. Seleksi dilakukan pada setiap jenis anakan ikan rainbow yang memunculkan performa kualitas warna terbaik dari setiap pemijahan yang dilakukan. Selain karakterisasi warna dari calon induk yang terkumpul, juga akan dilakukan karakterisasi secara molekuler untuk mengetahui struktur populasinya. Jumlah sampel yang akan dianalisa sebanyak 60 sampel (30 ikan target; 30 ikan non target) dengan metode RAPD. 2.4. Kondisi lingkungan Intensitas cahaya Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini antara lain adalah: A. Cahaya matahari B. Tanpa cahaya C. Cahaya low light<500-<1000 lux D. Cahaya high light>1500 lux Ulangan dilakukan sebanyak tiga ulangan dan sampling dilakukan setiap 2 minggu selama 2 bulan. Parameter yangdiamati berupa pertumbuhan (panjang, berat), kualitas warna, gula darah. Parameter kualitas air: amoniak, nitrit, nitrat, Gh, kH, pH, alkalinitas, suhu. Pengaruh tanaman 2.2. Perlakuan yang diterapkan pada penelitian ini antara lain adalah: A. Tanpa tanaman B. Tanaman air Kadaka dan Rotalaria C. Tanaman air Kadaka (hijau) D. Tanaman air Rotalaria (merah) Ulangan dilakukan sebanyak tiga ulangan dan sampling dilakukan setiap 2 minggu selama 2 bulan. Parameter yang diamati berupa pertumbuhan 31 (panjang, berat), kualitas warna, gula darah. Parameter kualitas air: amoniak, nitrit, nitrat, Gh, kH, pH, alkalinitas, suhu. 2.5. Pakan dan nutrisi kualitas warna Rainbow ajamaru berukuran 2-3 cm, dipelihara dalam akuarium dengan kepadatan 10 ekor per akuarium (40 x 30 x 30 cm). Perlakuan yang diujikan sebanyak 8 perlakuan yang masing-masing terdiri atas tiga ulangan yaitu : A. Pakan basal, B. Pakan basal + 300 ppm astaxanthin, C. Pakan basal + 300 ppm cantaxanthin, D. Pakan basal + 300 ppm lutein, E. 50% pakan A +50% pakan B, F. 50% pakan A +50% pakan C, G. 50% pakan B + 50% pakan C, H. Pakan A:B:C = 1:1:1 Pengukuran kualitas warna dilakukan dengan menggunakan Minolta Chroma CR-400 dengan menggunaan sistem warna L*a*b dan L*C*H, dilakukan setiap 10 hari sekali selama 80 hari bersamaan dengan pengukuran bobot dan panjang tubuh ikan. Pengamatan mikroskopy dan pengambilan gambar pada jaringan tubuh ikan yang diduga menyimpan pigmen dilakukan pada akhir penelitian. Analisis karotenoid pada jaringan kulit, sisik dan sirip ikan dilakukan pada akhir penelitian, dengan masing-masing 2 individu (jantan : betina) per ulangan. Data yang diperoleh dijelaskan secara deskriptif (gambar) dan menggunakan analisis ANOVA untuk hasil yang berkaitan dengan data kuantitatif. BAB 3. LUARAN Luaran yang diharapkan dari penelitian ini disajikan pada table 3.1. Data dan informasi 3.1.1. Karakteristik warna ikan rainbow 3.1.2. Biologi perkembangan warna pada stadia larva hingga ikan rainbow dewasa 3.1.3. Struktur populasi induk dengan kualitas warna terbaik 32 3.2. Paket teknologi perbaikan kualitas warna ikan rainbow 3.2.1. Kondisi lingkungan terbaik untuk pemeliharaan ikan rainbow 3.2.2. Pakan dan nutrisi untuk meningkatkan kualitas warna 3.3. Produk biologi ikan rainbow hasil seleksi No JenisLuaran 1. 2. 3. 4. 5. Keterangan Publikasiilmiah1) Internasional/bereputasiInternasional Nasionalterakreditasi Paten Patensederhana Hakcipta HakKekayaanIntelektual Merekdagang Rahasiadagang (HKI)2) Desainprodukindustri Indikasigeografis Perlindunganvarietastanaman Perlindungan topografi sirkuitterpadu 3) TeknologiTepatGuna 5 KTI - Model/Purwarupa(Prototipe)/Desain4) TingkatKesiapanTeknologi(TKT)5) - BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Prospek penelitian ini adalah dihasilkannya produk biologi serta teraplikasinya paket teknologi yang dapat mengontrol kualitas warna ikan rainbow secara komprehensif mulai dari aspek lingkungan, nutrisi, biologi, hingga genetika. Hasil-hasil yang akan dicapai tersebut akan disebarkan kepada pengguna dan pembudidaya secara luas sehingga diharapkan dapat bermanfaat untuk peningkatan kualitas warna terhadap produk yang dihasilkan. Dengan produk yang lebih unggul dari kualitas warnanya, diharapkan dapat meningkatkan volume penjualan serta pendapatan pembudidaya. BAB 5. BIAYA DAN JADWAL 5.1 Anggaran Biaya 5.2 Jadwal Penelitian No Kegiatan 1 Persiapan Koleksi sampel 1 2 3 V V V 33 4 5 6 7 8 9 10 11 12 2 3 Pengadaan bahan bantu Pelaksanaan Karakterisasi warna Biologi perkembangan warna Pakan warna Lingkungan warna Seleksi warna Pelaporan Analisis data Pembuatan laporan Seminar V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V V REFERENSI Ahmed FE, Setlow RB, Grist E, Setlow N 1993. DNA-damage, photorepair, and survival in fish and human-cells exposed to UV-radiation. Environmental and Molecular Mutagenesis 22: 1825. Allen G.R. & Boeseman M., 1982. - A collection of freshwater fihes from western New Guinea with descriptions of two new species (Gobiidae and eleotridae). Rec. West. Aust. Mus., 10(2): 67-103. Allen G.R. & cross N.J., 1980. - Description of fie new rainbowfishes (Melanotaenidae) from New Guinea. Rec. West. Aust. Mus., 8(3): 377396. Allen G.R., 1990. - Les poissons arc-en-ciel (Melanotaenidae) de la péninsule de Vogelkop, Irian Jaya, avec description de trois nouvelles espèces. Rev. Fr. Aquariol., 16(4): 101-112. Baite, J., A. K. Verma, C. Prakash, M. H. Chandrakant and N. Saharan. 2010. Effect of Light Intensity on Growth, Survival and Skin Colour of Goldfish (Carassius auratus Linnaeus). J. Aqua Trop. 25.1-4 (2010): 47-59. Baras, E., J. Slembrouck, A. Priyadi, D. Satyani, L. Pouyaud, et al.. Biology and culture of the clown loach Chromobotia macracanthus (Cypriniformes, Cobitidae) : 3-Ontogeny, ecological and aquacultural implications. Aquatic Living Resources, EDP Sciences, 2012, 25 (2), pp.119-130. da Costa, T.F.2009. Karotenoid, Pigmen Pencerah Warna Ikan Karang. Jurnal Triton, 5 (1) : 53-62. Fenner, B. 2016. The Physiological and Behavior of Color in Fish. (online). (http://www.wetwebmedia.com/aqscisubwebindex/coloration.htm) diakses tanggal 1 Desember 2016. Fujii, R. 1993. Coloration and chromatophores. In: The Physiology of Fishes. pp. 535–562. Edited by D.H. Evans. CRC Press, Boca Raton. Gupta, S.K., A.K.Jha, A.K.Pal and G. Venkateshwarlu. 2007. Use of Natural Carotenoidsfor Pigmentation of Fish. Natural Product Radiance, Vol. 6 (1): 46-49. Kadarusman, Sudarto, Paradis E, Pouyaud L (2010) Description of Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with comments on the rediscovery of M. ajamaruensis and the endangered status of M. parva. Cybium 34(2):207–215 34 Kusumah, R. V., Kusrini, E., Murniasih, S., Prasetio, A. B., & Mahfudz, K. (2011). Analisis Gambar Digital sebagai Metode Karakterisasi dan Kuantifikasi Warna pada Ikan Hias. Jurnal Riset Akuakultur, 6(3): 381392. Kusumah, R. V., Cindelaras, S., & Prasetio, A. B. (2015). Keragaan Warna Ikan Clown Biak (Amphiprion percula) Populasi Alam dan Budidaya Berdasarkan Analisis Gambar Digital. Jurnal Riset Akuakultur, 10(3): 345-355. Kusumah, R. V., A. B. Prasetio, E. Kusrini, E. P. Hayuningtyas dan S. Cindelaras. 2016. Keragaan Warna Dan Genotipe Calon Induk (F0) Ikan Clown (Amphiprion Sp.) Strain Black Percula. Jurnal Riset Akuakultur, 11(1): 47-58. Lowe C, GoodmanLowe G 1996. Suntanning in hammerhead sharks. Nature 383: 677. Matsuno, T. 2001. Aquatic Animal Carotenoid. Fisheries Science, 67 : 771-783. Meakin & JG Qin. 2012. Growth, behaviour and colour changes of juvenile King George whiting (Sillaginodes punctata) mediated by light intensities. New Zealand Journal of Marine and Freshwater Research Vol. 46, No. 1,111123. Painter, K.J. 2000. Models for Pigment Patern Formation in Skin of Fishes. IMA Volume in Maths & Apps, Spiners-Verlag 121 : 59-82 Pham, M. A., H. Byun , K. Kim and ,Sang-MinLee. 2014. Effects of dietary carotenoid source and level on growth, skin pigmentation, antioxidant activity and chemical composition of juvenile olive flounder Paralichthys olivaceus. Aquaculture 431 : 65–72 Rasband, W. (2016). ImageJ: Image Processing and Analysis in Java [Software Komputer]. Diakses dari http://imagej.nih.gov/ij/ Skӧld, H.H., S.Asprengen, K.L. Chenney and M. Walin. 2016. Fish Chromatophores-From Moleculer Motor to Animal Behavior. International Review of Cell and Moleculer Biology, BVol 321 : 171-219. Szisch, V., A.L. Van der Salm, S.E.M. Wendelaar Bonga and M. Pavlidis, 2002. Physiological colour changes in the red porgy, Pagrus pagrus, following adaptation to blue lighting spectrum. Fish Physiology and Biochemistry, 27: 1-8. Yasir, I., J. G. Qin. 2009Effect of Light Intensity on Color Performance of False Clownfish, Amphiprion ocellaris Cuvier. 40, 337–350 Yuangsoi, B., O. Jitasataporn, N. Areechon, and P. Tabthipwon. 2011. The Pigmentation Effect on Difference Carotenoids on Fancy Carp (Cyprinus carpio). Aquaculture Nutrition, Vol 17: 306-316. 35 JENIS DAN MANAJEMEN PAKAN IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) I Wayan Subamia dan Siti Subandiyah ABSTRAK Usaha kearah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan memperhatikan konservasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah penguasaan teknologi budidaya utamanya teknologi pembenihan sehingga hambatan dalam menghasilkan benih dapat diatasi. Kegiatan pembenihan ikan Rainbow Ajamaru menjadi penting dilakukan, salah satunya melalui pendekatan pakan. Ketika sampai pada tahap pendederan ikan Rainbow Ajamaru manajemen peralihan makanan, penentuan jenis dan jumlah makanan menyebabkan tahapan ini perlu diperhatikan. Pakan buatan banyak direkomendasikan untuk mengatasi ketergantungan dan permasalahan pakan alami, namun kendala ini kemudian terjadi karena bahan baku pakan ikan seperti tepung ikan dan bahan baku lainnya berkompetensi dengan kebutuhan pangan manusia dan pakan hewan lainnya. FAO (2004) mencatat produksi akuakultur sejak tahun 1984 hingga 2000 mengalami kemajuan pesat, sedangkan tepung ikan sebagai sumber protein penting dalam pakan ikan mengalami fase stagnan sejak tahun 1990. Teknologi ini sangat berguna bagi pembudidaya untuk dapat memproduksi benih diluar habitatnya. Kelebihan ikan Rainbow hasil budidaya adalah lebih mudah dproduksi secara masal, dapat dikendalikan produksinya dan adaftif terhadap pakan buatan dan lingkungan budidaya. BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Upaya budidaya ikan Rainbow ajamaru belum dilakukan dimana ikan ini merupakan salah satu jenis ikan endemic Papua di danau Ajamaru. Ikan ini rentan kepunahan berdasarkan data dari Red List Internasional Union For Concerfation and Natural Resource (IUCNR) tahun 2016. Ancaman kepunahan disebabkan oleh degradasi lingkungan. 36 Pakan merupakan aspek yang sangat penting dalam budidaya ikan dan secara umum menghabiskan sekitar 60% dari total biaya produksi. Salah satu penentu keberhasilan dalam usaha kesesuaian budidaya ikan adalah jenis dan pemberian pakan selama pemeliharaan khususnya pembenihan. Pemberian pakan yang efektif dan efisien dalam arti jenis pakan, jumlah dan waktu pemberian yang tepat akan menghasilkan pertumbuhan ikan yang optimal Mujiman, 2004). Jenis pakan terdiri atas pakan alami dan pakan buatan yang masing-masing memiliki perbedaan dan keunggulan. Pakan alami adalah makanan yang dimakan ikan berupa bahan alami dengan bentuk asalnya tanpa ada modifikasi dari manusia, yang mencakup tumbuhan, hewan, zooplankton, fitoplankton dan bentos (Halver, 1989). Pakan alami masih menjadi pakan utama yang diaplikasikan untuk ikan Rainbow karena menyesuaikan kebiasaan makan di habitat aslinya (Allen, 1991). Pakan alami ukurannya relative kecil sesuai bukaan mulut ikan, bergerak lamban sehingga mempermudah benih ikan untuk menangkap dan memangsanya (Departemen Pertanian, 1992). Tubifex merupakan salah satu jenis pakan alami yang sering direkomendasikan untuk ikan hias karena disukai ikan dan memiliki kandungan gizi cukup tinggi serta tidak mempunyai rangka skeleton sehingga mudah dicerna dan sangat baik untuk pertumbuhan dini ikan air tawar (Juhariyah, 2005). Berdasarkan sifat hidup ikan Rainbow merupakan salah satu solusi yang dapat dilakukan. Berdasarkan sifat ikan Rainbow diketahui bahwa ikan ini mempunyai kebiasaan makan omnivore yang memakan serpihan makanan, invertebrate kecil, serangga air, crustacean kecil, larva serangga, alga dan makanan hidup lainnya maupun makanan yang sudah di bekukan. Umumnya diberi makanan cacing rambut sampai dewasa (Allen, 1991). Tidak dipungkiri bahwa meskipun pakan alami merupakan jenis terbaik pada spesies yang baru terdomestikasi namun banyak kekurangannya, dimana pakan alami tidak dapat terjamin ketersediannya secara terus menerus di alam maupun melalui kultur, karena pakan ini sangat dipengaruhi musim, cuaca dan factor lingkungan serta rentan terkontaminasi penyakit. 37 B. Tujuan dan Sasaran Untuk menghasilkan ikan Rainbow Ajamaru yang lebih adaftif dan mudah dibudidayakan, serta untuk mendapatkan teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru yang dapat di terapkan dan diadaptasi oleh masyarakat. C. Kebaruan dan Terobosan Teknologi Formulasi pakan induk matang gonad dan jenis pakan buatan atau alami untuk pembesaran. BAB 2. METODE Penelitian dilakukan di laboratorium basah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. 1.) Larva/ikan uji diperoleh dari hasil pemijahan alami ikan Rainbow Ajamaru. Tahap pertama, dilakukan berbagai pengamatan seperti: a. ukuran larva b.bukaan mulut larva c. perkembangan saluran pencernaan Selanjutnya hasil dari tahap pertama (misal jenis pakan alami Rotifera) digunakan sebagai dasar untuk melakukan penelitian tahap kedua dimana jenis pakan alami yang akan digunakan sebagai perlakuan sesuai dengan ukuran bukaan mulut larva. Tahap kedua dilakukan dengan perlakuan sebagai berikut : Pakan sebagai perlakuan terdiri dari beberapa jenis pakan alami; Perlakuan A. Pakan alami Rotifera Perlakuan B. Pakan alami N (naupli artemia) Perlakuan C. Pakan buatan Pakan diberikan 5 kali sehari secara ad satiation. Parameter yang diamati meliputi sintasan (survival rate) pertumbuhan, bobot, panjang, aktifitas enzyme di saluran pencernaan (kalau dananya cukup), kualitas air pemeliharaan diamati awal, tengah dan akhir percobaan. 38 2.) Formulasi pakan buatan untuk pematangan gonad ikan hias Rainbow Ajamaru Penelitian dilakukan di Laboratorium basah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Ikan uji yang digunakan adalah calon induk/induk ikan Rainbow Ajamaru Wadah yang digunakan akuarium ukuran 40 X 60 X 30 cm. Pakan sebagai perlakuan terdiri dari; A. Pakan tubifex (sebagai control) B. Pakan komersial C. Pakan buatan Pakan diberikan 3% dari bobot badan, diberikan 2 kali sehari. Formulasi pakan induk disesuaikan dengan kenutuhan nutrisi untuk pematangan gonad. Pengamatan dilakukan setiap 15 hari sebagai data penunjang diamati pertambahan bobot badan, panjang badan, kualitas air, bila bertelur diamati jumlah telur, telur yang menetas. 3. ) Pengaruh pemberian jumlah pakan buatan dan waktu yang berbeda terhadap pertumbuhan benih ikan Rainbow Ajamaru Sebagai perlakukan yaitu: A. 5% dari bobot tubuh B. 10% dari bobot tubuh C. 15% dari bobot tubuh D. 20% dari bobot tubuh Sedangkan waktu pemberian pakan dilakukan pada siang hari dan malam hari. Wadah percobaan menggunakan akuarium sebanyak 36 buah. Kepadatan 3 ekor/liter. Ukuran ikan yang dipakai kurang lebih 1 cm. lama penelitian 3 bulan. Parameter yang diamati pertumbuhan bobot, panjang, dan kualitas air serta analisa proksimat pakan. Pengamatan dilakukan setiap 2 minggu sekali. 39 BAB 3. LUARAN Komponen teknologi pakan induk, larva dan benih ikan Rainbow Ajamaru. Tabel 1. Target Luaran No. Luaran Jenis Luaran T ahun ke-1 T ahun ke-2 T ahun ke-3 1 Internasional/bereputasi Internasional Publikasi ilmiah Nasional terakreditasi V Paten Paten sederhana Hak cipta Merek dagang 2 Hak Kekayaan Intelektual Rahasia dagang Desain produk industri Indikasi geografis Perlindungan varietas tanaman Perlindungan jenis ikan Hias Perlindungan topografi sirkuit terpadu 3 T eknologi T epat Guna 4 Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain 5 T ingkat Kesiapan T eknologi (T KT ) BAB 4. PROSPEK DAN MANFAAT Meningkatkan jumlah komoditas ikan hias hasil budidaya dan menjadikan budidaya ikan Rainbow Kurumoi sebagai peluang usaha yang dapat menambah pendapatan masyarakat pembudidaya ikan hias. BAB 5. BIAYA DAN JADWAL 5.1 Anggaran Biaya Terlampir 5.2 Jadwal Penelitian Kegiatan Persiapan Pelaksanaan Analisis Data Laporan 1 2 3 4 5 6 40 7 8 9 10 11 12 DAFTAR PUSTAKA Allen, G.R. 1991. Field Guide to Freshwater Fishes of New Guinea. Publication N0.9 of The Christensen Research Institute. Papua New Guinea. 268 pp Departemen Pertanian. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Pakan Alami dalam Makalah Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. Jakarta FAO (Food and Agricultural Organization). 2004. The State of World Fisheries and Aquaculture. FAO Fisheries Department. Rome. 146 pp. Halver, J.E. 1989. Fish Nutrition. Second Edition Academic Press. London and New York. 713 pp. IUCN. 2016. The IUCN Red List of Threatened Species. Melanotaenia ajamaru (http//www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html) 17 september 2016. Juhariyah, D. 2005. Pengaruh pemberian Nauplii Artemia sp, Moina sp, dan Tubifex sp terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Botia (Chromobotia macracanthus Bleeker). Skripsi Fakultas Biologi Universitas Nasional. Mudjiman, A.2004. Makanan Ikan. Penebar Swadaya, Jakarta. 41 PADAT TEBAR LARVA DAN BENIH IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanitaenia ajamruensis) Idil Ardi, M. Zamroni, Riani Rahmawati, dan Siti Zuhriyyah M. ABSTRAK Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar endemik di Papua, Indonesia. Ikan ini pernah dinyatakan telah punah pada tahun 1980, namun pada tahun 2007 ikan ini dapat ditemukan kembali oleh Tim ekspedisi IRD, Apsor dan BPPBIH. Saat ini ikan Rainbow Ajamaru ini diburu oleh para hobiis ikan hias, baik dalam dan luar negeri. Perburuan ini mengakibatkan terancam punah dan rusaknya habitat di alam. Saat ini usaha pemenuhan ikan hias rainbow Ajamaru ini belum dapat dipenuhi dari kegiatan budidaya. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan sebuah upaya yang dapat memenuhi permintaan pasar (secara ekonomi) dan dapat memberikan dampak ekologis positif bagi ekosistem rainbow ajamaru. Salah satu alternatif usaha tersebut adalah melalui pengembangan budidaya ikan rainbow Ajamaru. Salah satu poin penting dalam kegiatan budidaya adalah diketahuinya padat penebaran optimum pada setiap stadia pemeliharaan dalam lingkungan terkontrol. Dengan telah diketahuinya kepadatan optimum pada setiap stadia pemeliharaan larva-benih ikan rainbow Ajamaru, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan dampak yang postif pada kegiatan produksi benih hasil budidaya baik itu pertumbuhan ataupun sintasannya. Diharapkan pula dengan keberhasilan kegiatan budidaya, maka dapat mengurangi aktifitas penangkapan ikan tersebut di alam dan mengurangi dampak kerusakan habitat akibat perburuan ikan hias rainbow Ajamaru. Kata Kunci: benih, larva, rainbow ajamaru, padat penebaran, 42 BAB 1. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar endemik di Papua, Indonesia. Ikan ini pernah dinyatakan telah punah pada tahun 1980, namun pada tahun 2007 ikan ini dapat ditemukan kembali oleh Tim ekspedisi IRD, Apsor dan BPPBIH. Saat ini ikan Rainbow Ajamaru ini diburu oleh para hobiis ikan hias, baik dalam dan luar negeri. Perburuan ini mengakibatkan terancam punah dan rusaknya habitat di alam. Saat ini usaha pemenuhan ikan hias rainbow ajamaru ini belum dapat dipenuhi dari kegiatan budidaya. Untuk menjawab tantangan tersebut diperlukan sebuah upaya yang dapat memenuhi permintaan pasar (secara ekonomi) dan dapat memberikan dampak ekologis positif bagi ekosistem rainbow ajamaru. Salah satu alternatif usaha tersebut adalah melalui pengembangan budidaya ikan rainbow ajamaru Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar dengan tetap memperhatikan keseimbangan ekologi dan kelimpahan ikan rainbow ajamaru tersebut di alam adalah melalui kegiatan budidaya. Selain faktor konservasi ekologis, secara ekonomi ikan yang dibudidayakan akan memiliki nilai jual yang lebih tinggi daripada hasil tangkapan alam. Menurut Stime (1999), hewan yang dibudidayakan cenderung lebih stabil dan lebih kuat dibandingkan hewan yang berasal dari alam ketika dipelihara dalam penangkaran. Daya tahan dan kualitas tersebut yang dapat membuat para hobiis berkeinginan membayar lebih untuk hewan tersebut. Salah satu poin penting dalam kegiatan budidaya adalah diketahuinya padat penebaran optimum pada setiap stadia pemeliharaan dalam lingkungan terkontrol. Penentuan kepadatan larva dan benih yang optimal pada budidaya ikan sangat penting untuk memaksimalkan hasil produksi, keuntungan dan keberlangsungan usaha budidaya. Hal ini berkaitan dengan daya dukung (carrying capacity) wadah serta efisiensinya dalam usaha budidaya. Padat tebar diketahui juga mempengaruhi pertumbuhan, pola makan, daya tahan terhadap penyakit dan kelangsungan hidup larva. Menurut Hitzfelder et al. (2006) padat tebar juga berpengaruh terhadap perilaku dan interaksi diantara populasi ikan 43 termasuk kompetisi dalam mendapatkan makan dan ruang yang pada akhirnya memacu kanibalisme. Pada padat tebar larva dan benih yang tinggi dapat menimbulkan masalah diantaranya ikan menjadi lebih mudah stres, rentan terhadap penyakit dan pelukaan, menurunnya kualitas air bahkan lebih jauh lagi bisa mereduksi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan juga efisiensi pakan. Di sisi lain, padat tebar yang rendah juga akan mempengaruhi efisiensi penggunaan wadah dalam produksi ikan. Untuk itu, pada tebar yang optimal penting diketahui untuk mendapatkan pertumbuhan dan sintasan benih yang tinggi untuk produksi benih ikan rainbow Ajamaru yang berkelanjutan. B. TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan optimalisasi sistem budidaya melalui pendekatan kepadatan dalam pemeliharaan pada stadia larva, benih, hingga calon induk ikan Rainbow Ajamaru. Dengan parameter optimalisasi pada pertumbuhan dan sintasan serta perkembangan ontogeninya pada berbagai stadia. Sasaran dari penelitian ini adalah diperolehnya larva, benih dan calon induk ikan Rainbow Ajamaru hasil budidaya yang adaptif dan tumbuh optimal dengan sintasan yang tinggi pada lingkungan budidaya. Dalam jangka panjang hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan Rainbow Ajamaru. C. KEBARUAN DAN TEROBOSAN TEKNOLOGI Teknologi budidaya ikan hias Rainbow Ajamaru belum pernah dilakukan sebelumnya. Usaha budidaya dengan pendekatan pada kepadatan dari stadia larva, benih hingga calon induk merupakan salah satu upaya dalam menghasilkan teknologi pada pemeliharaan larva, benih hingga calon induk ikan Rainbow Ajamaru. Kebaruan dari penelitian ini adalah munculnya teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru yang menghasilkan larva, benih dan calon induk yang adaptif, dan optimal dalam pertumbuhan dan sintasan. D. TINJAUAN PUSTAKA Padat penebaran berhubungan dengan produksi dan pertumbuhan ikan (Hickling, 1971). Menurut Hepher dan Pruginin (1981), peningkatan kepadatan 44 akan diikuti dengan penurunan pertumbuhan (critical standing crop) dan pada kepadatan tertentu pertumbuhan akan berhenti (stop growth). Untuk mencegah terjadinya hal tersebut,peningkatan kepadatan harus disesuaikan dengan daya dukung (carrying capacity). Faktor-faktor yang mempengaruhi carrying capacity antara lain adalah kualitas air, pakan dan ukuran ikan. Pada keadaan lingkungan yang baik dan pakan yang mencukupi, peningkatan kepadatan akan disertai dengan peningkatan hasil (produksi) (Effendi et al., 2006). Pada hewan darat, umumnya pada tebar mengacu pada hubungan antara jumlah hewan dengan unit spesifik lahan yang digunakan untuk mencari makan pada satu titik waktu (Sweeten and Sweeten, 2013). Sedangkan pada ikan, umumnya mengacu pada jumlah hewan atau masukan per unit volume (g L-1, kaitannya dengan kualitas air), meskipun unit luas permukaaan menjadi sebuah hal yang lebih relevan pada kebanyakan spesies ikan yang bersifat demersal (Ellis et al., 2002). Seperti pada kebanyakan faktor lingkungan lainnya, faktor padat tebar ikan sepertinya mampu memberikan pengaruh baik secara positif maupun negatif terhadap kelangsungan hidup, metabolisme, stress, kemampuan dalam mencerna makanan, efisiensi dari energi konversi, pertumbuhan, kematangan gonad dan reproduksi dari ikan. Banyak studi menunjukkan bahwa tingkat padat tebar ikan memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap tingkat kelangsungan hidup ikan yang dipelihara dalam lingkungan budidaya. Salah satu faktor yang mungkin muncul akibat padat tebar adalah kanibalisme. Pengaruh kepadatan populasi terhadap kanibalisme dapat ditemukan dalam kaitannya dengan keterbatasan dalam ketersediaan pakan, yang dapat memicu kanibalisme baik itu dalam cara yang langsung (rasa lapar) ataupun cara yang tidak langsung, misalnya ketika muncul heterogenitas ukuran dan disparitas pertumbuhan yang tinggi (Baras, 2013 ; Smith and Reay, 1991 ; Dong and Polis, 1992 ; Baras et al., 2002). Selain resiko akan adanya kanibalisme, kenaikan padat tebar juga dapat memicu munculnya berbagai macam penyakit pada ikan yang dipelihara dalam lingkungan budidaya seperti penyakit "bacterial kidney disease" (BKD) pada ikan salmon chinook Oncorhynchus tshawytscha (Mazur et al., 1993) , penyakit "bacterial gill disease" (BGD) pada ikan rainbow trout Oncorhynchus mykiss 45 (Bullock et al., 2004), atau infeksi yang disebabkan oleh Trichodina sp pada ikan wolffish Anarhichas lupus (Pavlov, 1995) atau oleh Heteropolaria pada ikan Eurasian perch Perca fluviatilis. Selain terhadap kelangsungan hidup, padat tebar juga diketahui banyak mempengaruhi pola pertumbuhan ikan pada lingkungan budidaya. Hanya sebagian kecil studi saja (sekitar 10-15%) yang menunjukkan bahwa padat tebar memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan, sisanya kebanyakan menunjukkan bahwa padat tebar memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan secara negatif. Pola pertumbuhan yang dipengaruhi oleh padat tebar bervariasi antara spesies ikan yang satu dengan spesies ikan yang lainnya (meskipun masih dalam satu spesies ikan yang sama) seperti pada kasus ikan dari keluarga salmonidae (Ewing and Ewing, 1995), ataupun pada kasus dari ikan nila O.niloticus (Azim et al., 2003 ; El-sayed, 2002 ; Chakraborty and Banerjee, 2012 ; Yakubu et al., 2013). Pada umumnya hubungan yang terjadi antara padat tebarpertumbuhan itu tidak berdiri sendiri, dalam artian banyak faktor lingkungan lain yang terlibat atau berkombinasi dalam membentuk pola hubungan tersebut seperti faktor fisika-kimia, fisiologis dan tingkah laku dari ikan serta lingkungan itu sendiri. Ulasan mengenai pengaruh padat tebar terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan memperlihatkan bahwa ketika mekanisme pengaruh tersebut diketahui, respon yang muncul cenderung spesifik pada tiap-tiap spesies ikan dan sangat bergantung pada kondisi lingkungan dan pemeliharaan, oleh karena itu agak sulit untuk memprediksi kisaran padat tebar yang optimal untuk sebuah spesies yang belum pernah dipelajari sebelumnya. Studi mengenai padat tebar ikan Rainbow Ajamaru baik pada tahapan larva, benh hingga calon induk merupakan studi yang baru dan belum pernah dilakukan sebelumnya. Oleh karena itu studi mengenai padat tebar larva ikan ringau perlu dilakukan agar dapat mengetahui padat tebar optimum ikan tersebut pada lingkungan budidaya. 46 BAB 2. METODE Stadia Larva Hewan uji yang digunakan adalah larva hasil pemijahan alami ikan Rainbow Ajamaru yang berumur 1 hari (D0). Larva diukur panjang totalnya dibawah mikroskop dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang larva dilakukan setiap hari selama 30 hari (sampai menjadi benih) secara acak bergantian pada setiap wadah. Larva dipelihara dalam bak fiber bervolume 100 L atau akuarium dengan ukuran 60x40x40 cm dengan tinggi air 30 cm (volume 72 L). Perlakuan padat penebaran yaitu: Pelakuan A. 10 ekor/L; Perlakuan B. 15 ekor/liter dan perlakuan C. 20 ekor/liter. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap bak fiber/akuarium diberi aerasi secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan alami berupa rotifer, moina, naupli artemia, dan daphnia secara ad libitum sebanyak 3 kali/hari yaitu pagi, siang dan sore. Parameter Uji : • Laju pertumbuhan harian spesifik panjang larva, dihitung menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979): L = Lt – Lo dengan: L = Pertumbuhan panjang total (cm) Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm) Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin dan Rupawan (1997) : SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100% ∆t Keterangan : SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari) W0 : Panjang awal ikan (cm) 47 Wt : Panjang akhir ikan (cm) ∆t : Waktu pemeliharaan (hari) • Koefisien keragaman dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) : Koefisien Keragaman (KK) = Standar Deviasi x 100% Panjang rata-rata • Tingkat kelangsungan hidup larva Tingkat kelangsungan hidup larva dihitung berdasarkan jumlah larva pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total larva yang ditebar pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu : Survival Rate (SR) = Jumlah larva pada akhir pemeliharaan x 100% Jumlah larva pada awal pemeliharaan Selain itu diukur juga perkembangan ontogeny larva dan pigmentasi. Sebagai pendukung, dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH, ammonia, nitrit, nitrat dan oksigen terlarut (DO) setiap 7 hari sekali. Stadia Benih (Pendederan I) Hewan uji yang digunakan adalah benih hasil pemijahan alami ikan Rainbow Ajamaru yang berumur ± 30 hari (D29). Benih diukur panjang totalnya dibawah millimeter blok dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang benih dilakukan setiap 14 hari selama 60 hari (D90). Benih dipelihara dalam waring berukuran mesh 200 mikron, dengan dimensi 0,5x0,5x0,7 m dan tinggi air 50 cm (volume 400 L), atau akuarium dengan ukuran 60x40x40 cm dengan tinggi air 30 cm (volume 72 L). Perlakuan padat penebaran yaitu: Pelakuan A. 5 ekor/L; Perlakuan B. 10 ekor/liter dan perlakuan C. 15 ekor/liter. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap bak waring/akuarium diberi aerasi 48 secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan alami berupa cacing tubifex/cacing darah, secara ad libidtum sebanyak 2 kali/hari yaitu pagi, dan sore. Dan wadah pemeliharaan disipon setiap hari untuk membersihkan sisa pakan yang tersisa. Parameter Uji : • Pertumbuhan panjang benih, dihitung menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979): L = Lt – Lo dengan: L = Pertumbuhan panjang total (cm) Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm) • Pertumbuhan bobot benih dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979): Wm = Wt – Wo dengan: Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g) Wt = Bobot rata-rata ikan akhir penelitian (g) Wo = Bobot rata-rata ikan awal penelitian (g) Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin dan Rupawan (1997) : SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100% ∆t Keterangan : SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari) W0 : Panjang awal ikan (cm) Wt : Panjang akhir ikan (cm) ∆t : Waktu pemeliharaan (hari) 49 • Koefisien keragaman dihitung berdasarkan rumus Steel dan Torrie (1993) : Koefisien Keragaman (KK) = Standar Deviasi x 100% Panjang rata-rata • Tingkat kelangsungan hidup benih Tingkat kelangsungan hidup benih dihitung berdasarkan jumlah benih pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditebar pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu : Survival Rate (SR) = Jumlah benih pada akhir pemeliharaan x 100% Jumlah benih pada awal pemeliharaan Sebagai pendukung, dilakukan pengamatan kualitas air seperti suhu, pH, ammonia dan oksigen terlarut (DO) setiap 14 hari sekali. Stadia Benih (Pendederan II) Hewan uji yang digunakan adalah benih hasil pendederan I ikan Rainbow Ajamaru yang berumur 90 hari (D89). Benih diukur panjang totalnya dibawah millimeter blok dan di dokumentasikan. Pengamatan panjang benih dilakukan setiap 14 hari selama 120 hari (sampai benih matang gonad pertama kali). Benih dipelihara dalam waring berukuran mesh 200 mikron dengan dimensi 1x1x1 m dengan tinggi air 800 cm (volume 800 L), atau akuarium dengan ukuran 60x40x40 cm dengan tinggi air 30 cm (volume 72 L). Perlakuan padat penebaran yaitu: Pelakuan A. 1 ekor/L; Perlakuan B. 3 ekor/liter dan perlakuan C. 5 ekor/liter. Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Setiap waring/akuarium diberi aerasi secukupnya dan kecepatannya diatur agar benih tidak menggerombol namun tidak terlalu sulit untuk memangsa pakan. Pakan yang diberikan yaitu pakan alami berupa cacing tubifex/cacing darah secara ad satiation sebanyak 2 kali/hari yaitu pagi dan sore. Dan wadah pemeliharaan disipon setiap hari untuk membersihkan sisa pakan yang tersisa 50 Parameter Uji : • Pertumbuhan panjang benih, dihitung menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979): L = Lt – Lo dengan: L = Pertumbuhan panjang total (cm) Lt = Panjang rata-rata ikan akhir penelitian (cm) Lo = Panjang rata-rata ikan awal penelitian (cm) • Pertumbuhan bobot benih, dihitung dengan menggunakan rumus berdasarkan Effendie (1979): Wm = Wt – Wo dengan: Wm = Pertumbuhan bobot mutlak (g) Wt = Bobot rata-rata ikan akhir penelitian (g) Wo = Bobot rata-rata ikan awal penelitian (g) Laju Pertumbuhan harian individu menggunakan rumus menurut Arifin dan Rupawan (1997) : SGR = (Ln Lt – Ln L0) X 100% ∆t Keterangan : SGR: Laju pertumbuhan harian individu (%/ hari) W0 : Panjang awal ikan (cm) Wt : Panjang akhir ikan (cm) ∆t : Waktu pemeliharaan (hari) • Warna tubuh ikan yang diukur dengan menggunakan bantuan kertas Toca Color Finder (TCF) atau Colorimeter. • Tingkat kelangsungan hidup benih Tingkat kelangsungan hidup benih dihitung berdasarkan jumlah benih pada akhir pemeliharaan dibandingkan dengan jumlah total benih yang ditebar pada awal pemeliharaan menggunakan rumus Effendie, 1997 yaitu : 51 Survival Rate (SR) = Jumlah benih pada akhir pemeliharaan x 100% Jumlah benih pada awal pemeliharaan perkembangan gonad dan juga pigmentasi visual awal pada jantan diukur sebagai parameter untuk mengetahui tingkat kematangan gonadnya. Sebagai pendukung, dilakukan monitoring kualitas air seperti suhu, pH, ammonia, nitrat, nitrit, oksigen terlarut (DO) dan intensitas cahaya setiap 14 hari, dan juga dilakukan analisa glukosa darah atau hormon kortisol pada akhir pemeliharaan. Analisis Data Data tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang dan bobot larva-benih dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) pada selang kepercayaan 95%, dan uji lanjut Tukey dengan bantuan software SPSS 17. Data ditampilkan dalam bentuk Tabel dan Grafik. BAB 3. KELUARAN A. PERKIRAAN KELUARAN Pada penelitian ini ada beberapa luaran (output) yang diharapkan dapat dicapai pada akhir tahun 2017, yaitu: publikasi dalam jurnal nasional terakreditasi sebanyak 3 buah karya tulis ilmiah (KTI), kemudian teknologi tepat guna yang merupakan komponen dari paket teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru berupa teknologi pemeliharaan larva, benih, dan calon induk ikan Rainbow Ajamaru dalam lingkungan terkontrol dengan pendekatan pada kepadatan. Perkiraan luaran teknologi ini berada pada tingkat kesiapan teknologi (TKT) skala 4. Tabel 1. Target Luaran No 1. Tahun ke-1 Jenis Luaran Publikasi ilmiah1) Internasional/ Nasional terakreditasi Paten Paten sederhana 52 Luaran Tahun ke-2 bereputasi Submitted Accepted Tahun ke-3 3. Hak cipta Merek dagang Hak Kekayaan Rahasia dagang Intelektual Desain produk industry (HKI)2) Indikasi geografis Perlindungan varietas tanaman Perlindungan topografi sirkuit Teknologi Tepat Guna3) 4. Model/Purwarupa (Prototipe)/Desain4) 5. Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)5) 2. Draft Penerapan 4 BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Kegiatan penelitian Ikan Rainbow Ajamaru yang akan dilakukan ini merupakan sebuah kegiatan yang berbasis konservasi (budidaya). Upaya rehabilitasi lingkungan dengan melakukan kegiatan budidaya perlu dilakukan untuk menghindari dampak kegiatan perburuan hewan akuatik eksotis. Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari program budidaya Ikan Rainbow Ajamaru di luar habitatnya (ex-situ). Keberhasilan teknologi budidaya dengan pendekatan kepadatan yang diuji cobakan dalam penelitian ini, diharapkan dapat diterapkan di kalangan pembudidaya/masyarakat luas. Pengembangan teknologi budidaya ikan Rainbow Ajamaru ini diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN), dimana terjalin interaksi yang saling menguntungkan antara pengembang dan pengguna teknologi. Penelitian yang akan dilakukan ini diharapkan akan memberikan keuntungan antara lain: 1).Diperoleh data pertumbuhan pada stadia larva, benih, hingga calon induk, 2). Didapatkan larva, benih dan calon induk hasil budidaya (F1/F2), 3). Diketahui teknologi budidaya Ikan Raibow Ajamaru dengan kepadatan pada lingkungan terkontrol yang tepat guna. 4). Diperolehnya data kematangan gonad pertama kali calon Induk ikan Rainbow Ajamaru, dan 5).Diperolehnya data terkait dokumen rilis ikan Rainbow Ajamaru Kegiatan penelitian ikan Rainbow Ajamaru yang akan dilaksanakan ini dapat memberikan manfaat secara ekologis dan ekonomis. Budidaya ikan Rainbow Ajamaru diluar habitatnya diharapkan menjadi salah satu alternatif 53 pemenuhan permintaan kebutuhan pasar dengan mengurangi perburuan di alam. Dengan berkurangnya laju perburuan di alam, diharapkan populasi ikan Rainbow Ajamaru dapat terjaga dengan baik, dan secara umum dapat memberikan dampak positif secara ekologis bagi habitat ikan tersebut. Di sisi lain, teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru dengan pendekatan kepadatan ini mampu meningkatkan nilai ekonomis dari ikan rainbow Ajamaru itu sendiri karena dapat memproduksi larva, benih dan calon induk secara optimal. Ikan rainbow Ajamaru yang berasal dari lingkungan budidaya diharapkan memiliki nilai jual yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan ikan rainbow Ajamaru yang berasal dari alam. Daya tarik nilai ekonomi tersebut diharapkan dapat menjadi magnet bagi masyarakat untuk membudidayakan daripada menangkap ikan rainbow Ajamaru laut tersebut di alam. Diharapkan peralihan kegiatan masyarakat dari berburu menjadi budidaya, mampu meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat. BAB 5. BIAYA DAN JADWAL BIAYA Terlampir JADWAL PENELITIAN No Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Studi Pustaka dan Literatur 1 2 3 4 5 6 Persiapan wadah dan Bahan Persiapan lokasi dan wadah pemeliharaan Rekayasa wadah pemeliharaan Penebaran Induk (Plotting awal perlakuan) Pemeliharaan larva, benih dan calon induk 54 1 0 1 1 1 2 Koleksi data/Sampling 7 8 Analisis Kualitas Air 9 Pengolahan data 10 Penulisan laporan REFERENSI Arifin, Z. & Rupawan. 1997. Pertambahan bobot dan tingkat sintasan ikan betutu (Oxyeleotris marmorata Blkr) dengan penambahan pakan yang berbeda. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Volume 3 no 3. Hal 22-26. Azim, M.E., Verdegem, M.C.J., Singh, M., van Dam, A.A. and Beveridge, M.C.M., 2003. The effects of periphyton substrate and fish stocking density on water quality, phytoplankton, periphyton and fish growth. Aquaculture Research, 34, p685-695. Baras, E. and Jobling, M., 2002 Dynamics of intracohort cannibalism in cultured fishes. 0Aquaculture Research, 33, p461−479. Baras, E., 2013. Cannibalism in fish larvae, what have we learned ? Larval Fish Aquaculture, in (ed.) Qin J.G. Nova Publishers, New York, Pp. 167-199. Chakraborty, S.B and Banerjee, S., 2012 Comparative growth performance of mixed-sex and monosex Nile tilapia at various stocking densities during cage culture. Journal of Recent Research In Science and Technology, 4(11), p46-50. Dong, Q. and Polis G.A., 1992 The dynamics of cannibalistic populations, a foraging perspective. Cannibalism, Ecology and Evolution among diverse Taxa, Elgar, M.A. and Crespi, B.J. (Eds), Oxford Science Publications, Oxford, p13-37. Ellis, T., North, B., Scott, A.P., Bromage, N.R., Porter, M. and Gadd D., 2002. The relationship between stocking density and welfare in farmed rainbow trout. Journal of Fish Biology, 61, p493–531. El-Sayed, A.F.M., 2002. Effects of stocking density and feeding levels on growth and feed efficiency of Nile tilapia (Oreochromis niloticus L.) fry. Journal of Aquaculture Research, 33, p621-626. Ewing, R.D. and Ewing, S.K., 1995. Review of the effects of rearing density on survival to adulthood for Pacific salmon. Progressive Fish-Culturist, 57, p1-25. Hepher, B., & Y. Pruginin. 1981. Commercial fish farming with special reference to fish culture in Israel. John Willey and Sons, New York. 261 hal. Hickling, C.F. 1971. Fish culture. Faber and Faber, London. 348 hal. 55 Mazur, C.F., Tillapaugh, D. and Iwama, G.K., 1993. The effects of feeding level and rearing density on the prevalence of Renibacterium salmoninarum in chinook salmon (Oncorhynchus tshawytscha) reared in salt water. Aquaculture, 117, p141-147. Pavlov, D.A., 1995. Growth of juveniles of White Sea common wolffish, Anarhichas lupus L., in captivity. Aquaculture Research, 26, p195-203. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie., 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Sweeten, M and Sweeten, J. 2013. Terminology for grazing lands and grazing animals. http://www.agry.purdue.edu/ext/forages/rotational/glossary.html. Yakubu, A.F., Ajiboye, O.O., Nwogu, N.A., Olaji, E.D., Adams, T.E. and Obule, E.E., 2013. Effects of Stocking Density on the Growth Performance of Sex-Reversed Nile Tilapia (Oreochromis niloticus) fingerlings fed unhatched chicken egg diet. World journal of Fish and Marine Sciences, 3, p291-295. 56 DOMESTIKASI BENIH IKAN RAINBOW AJAMARU (Melanotaenia ajamaruensis) MELALUI TOLERANSI LINGKUNGAN BUDIDAYA Tutik Kdarini. M Yamin. Rendy G dan Achmad Musa ABSTRAK Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan ikan endemik di Danau Ajamaru, Papua Barat dan rentan punah yang belum diketahui teknik budidayanya. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut dilakukan dengan domestikasi ikan yang berasal dari alam dengan budidaya melalui pendekatan manipulasi lingkungan. Setiap jenis dan ukuran ikan menghendaki lingkungan yang berbeda. Tujuan Untuk mengetahui toleransi lingkungan budidaya ikan rainbow Ajamaru. Bahan dan metode dalam kegiatan penelitian ada 2 tahap yaitu tahap persiapan dan pelaksanaan. Tahap persiapan membutuhkan waktu selama 3-4 bulan yaitu memproduksi ikan rainbow ajamaru sebagai ikan uji sebanyak sekitar 2500 ekor yang berukuran 3-4 cm. Tahap pelaksanaan membutuhkan waktu sekitar 1- 2 bulan. Ada 4 sub judul uji coba toleransi lingkungan 1) Toleransi suhu 2) Toleransi salinitas 3) Toleransi pH dan 4) Toleransi Oksigen pada ikan rainbow. Uji toleransi salinitas terdiri 7 perlakuan dan 3 ulangan. Toleransi pH ada dua tahap perlakuan pH rendah dan pH tingggi masing ada 6 perlakuan dan 3 ulangan. Uji toleransi suhu ada dua tahap perlakuan suhu rendah dan suhu tinggi masing ada 5 perlakuan dan 3 ulangan. Toleransi oksigen menggunakan wadah berupa botol volume 2 liter dengan padat tebar 10 ekor/L. Selama pengujian, botol dalam keadaan tertutup dan sensor DO meter berada dalam air media pemeliharaan. Parameter yang diamati mencatat ikan yang mati, analisa air setiap hari, analisa ikan gambaran darah, glukosa darah dan histologi untuk melihat organ ikan yang terpapar perlakuan. BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) adalah salah satu ikan hias asli Indonesia dari 76 spesies rainbow yang tersebar di Sulawesi dan Papua. Ikan rainbow ini termasuk endemik yang berasal dari Danau Ajamaru Papau Barat dan telah dinyatakan punah tetapi dapat ditemukan kembali tahun 2007 oleh tim ekspedisi Papua (BPPBIH Depok, IRD Perancis, APSOR). Usaha ke arah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan memperhatikan konservasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah domestikasi ikan yang berasal dari alam dengan penguasaan teknologi 57 budidaya melalui pendekatan diantaranya manipulasi lingkungan. Parameter lingkungan untuk budidaya ikan rainbow diantaranya pH. Suhu, Salinitas, kesadahan, alkalinitas dan oksigen. Setiap jenis ikan dan ukuran mempunyai toleransi lingkungan yang berbeda. Menurut Tapin (2010) bahwa ikan rainbow ajamaru di alam hidup pada toleransi sebagai berikut untuk oksigen terlarut ( D0) > 5 ppm, pH 6,5-7,8 dan suhu 22-24 oC ( pemijahan 28o C). Hasil penelitian 2016 bahwa toleransi benih ikan rainbow kurumoi (Melanotaenia parva) LC 50 selama 96 jam salinitas 11,1 ppt, pH basa 10,74, suhu tinggi 35,11 oC (Anonim, 2016) berkisar Dengan latar belakang tersebut maka dilakukan uji toleransi kualitas air (DO, suhu, salinitas dan pH) pada lingkungan budidaya. Sejauh mana ikan rainbow ajamaru merespon terhadap toleransi lingkungan budidaya setelah di domestikasikan yang berasal dari alam baik pada lingkungan toleransi kisaran yang terendah maupun tertinggi dalam hal ini untuk ukuran benih ikan. b. Tujuan dan Sasaran. Untuk mengetahui toleransi lingkungan budidaya (pH, salinitas, suhu dan oksigen) ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis ) dan Sasaranya pembudidaya, eksportir, penghobi, praktisi bisnis, akademisi c. Kebaruan dan Terobosan Teknologi Informasi tentang toleransi ikan khusus ikan rainbow Ajamaru belum ada karena ikan baru didomestikasi berasal dari alam. II Metode Pelaksanaan Persiapan penelitian - Kegiatan persiapan yang dilakukan yaitu mempersiapkan ikan uji. Ikan uji diperoleh dari hasil budidaya atau produksi di Lab BPPBIH Depok dalam hal ini membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan. - Mempersiapkan bahan dan alat untuk kegiatan penelitian. Pelaksanaan penelitian Toleransi lingkungan ikan rainbow Ajamaru meliputi 4 kegiatan yaitu toleransi pH, toleransi Suhu, toleransi Salinitas dan toleransi Oksigen 58 2.1. Uji Toleransi suhu pada ikan rainbow Ayamaru (Moh Yamin) Uji toleransi suhu ada dua tahap yaitu uji coba suhu rendah dan suhu tingggi. Uji toleransi suhu tinggi. Wadah yang digunakan untuk penelitian suhu rendah yaitu bok plastik sebanyak 16 buah. Wadah diisi air sebanyak 10 liter yang dilengkapi dengan aerasi dan heater. Terdiri 4 perlakuan dan 3 ulangan adalah sebagai berikut 1) 18±0,5oC; B) 20±0,5oC; C) 22±0,5oC; dan D) 24±0,5oC. Agar suhu stabil maka penelitian dilakukan diruangan yang ber AC. Ikan berukuran sekitar panjang total 3 cm ditebar dengan kepadatan 10 ekor/wadah atau 1 ekor/L. Pengamatan suhu dilakukan setiap hari. Ikan yang mati dikeluarkan dan dicatat. Analisa stres (glukosa/kortisol) dan histologi untuk melihat organ. Uji toleransi suhu suhu tinggi. Wadah yang digunakan untuk penelitian suhu rendah yaitu bok plastik sebanyak 16 buah. Wadah diisi air sebanyak 10 liter yang dilengkapi dengan aerasi dan heater. Terdiri 4 perlakuan dan 3 ulangan adalah sebagai berikut 1) A) 25±0,5oC; B) 27±0,5oC; C) 29±0,5oC; D) 31±0,5oC; E) 33±0.5oC; F) 35±0,5oC; dan G) 37±0,5oC. untuk menjaga suhu stabil maka penelitian dilakukan diruangan yang ber AC. Ikan berukuran sekitar panjang total 3 cm ditebar dengan kepadatan 10 ekor/wadah atau 1 ekor/L. Pengamatan suhu dilakukan setiap hari. Ikan yang mati dikeluarkan dan dicatat. Analisa stres (glukosa/kortisol) dan histologi. 2.2. Uji Toleransi salinitas pada ikan rainbow Ayamaru (Rendi G) Uji toleransi salinitas dilakukan pada benih ikan rainbow ajamaru yang berukuran panjang total sekitar 3 cm. Uji ini dilakukan untuk menentukan ambang konsentrasi salinitas dan uji LC50-48 jam. Penentuan ambang konsentrasi adalah konsentrasi ambang atas yang menyebabkan laju kematian benih ikan lebih dari 95% dalam waktu dedah 24 jam, dan konsentrasi ambang bawah adalah konsentrasi yang mendukung sintasan benih dari 95% dalam waktu dedah 48 jam. Penentuan ambang konsentrasi salinitas dilakukan dengan menguji salinitas berbeda, yaitu 0,1, 3, 6, 9, 12, dan 15 g/L. 59 Konsentrasi salinitas perlakuan diperoleh melalui penambahan air laut (salinitas 37 ppt) ke dalam air tawar hingga mencapai salinitas yang diinginkan sesuai perlakuan. Pengamatan dilakukan terhadap jumlah ikan yang mati (mortalitas) dan yang hidup (sintasan) pada jam ke-0;24; 48; 72; dan 96 jam. Uji LC50 yaitu dimana konsentrasi yang mematikan 50% dalam waktu dedah 48 jam. Konsentrasi yang digunakan pada uji LC50 adalah konsentrasi yang didapatkan dari pengujian konsentrasi ambang atas dan bawah dengan persamaan untuk mencari nilai tertentu dalam interval logaritma. Salinitas yang digunakan dalam penentuan LC50 adalah yaitu A) kontrol; B) 8,3 g/L; C) 9,1 g/L; D) 9,8 g/L; E) 11,1 g/L; F) 12,3 g/L, dan G)13,3 g/L. Masingmasing perlakuan diulang 3 kali. Ikan uji yang digunakan adalah sebanyak 210 ekor, berukuran panjang total sekitar 3 cm. Ikan ditebar dengan kepadatan satu ekor/L. Pengamatan dengan mencatat benih ikan yang mati dan benih yang hidup pada jam ke-0; 24; 48; 72; dan 96 jam. Salinitas di ukur setiap hari dan ikan yang mati dikeluarkan. Analisa glukosa/kortisol untuk melihat ikan stress dan histologi untuk melihat organ yang rusak. 2.3 Uji toleransi pH pada ikan Rainbow Ajamaru (Ahmad Musa). Uji toleransi pH terdiri atas pH basa dan pH asam. Menurut Tappin (1990) bahwa ikan rainbow Kurumoi hidup pada kisaran pH 6,5-8,5. Penentuan ambang konsentrasi pH basa dilakukan melalui pengujian dengan berbagai tingkat yang berbeda, yaitu 6,0 (kontrol); 8,5; 10,5; 12,5; dan 13,5. Konsentrasi pH perlakuan diperoleh dengan cara menambahkan larutan NaOH ke dalam air media pemeliharaan hingga diperoleh nilai pH sesuai yang diinginkan. Tingkatan pH basa tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi ambang atas yaitu konsentrasi yang menyebabkan laju kematian benih ikan lebih dari 95% dalam waktu dedah 24 jam, dan konsentrasi ambang bawah adalah konsentrasi yang mendukung sintasan benih lebih dari 95% dalam waktu dedah 48 jam. Pengamatan dilakukan dengan mencatat benih ikan yang mati dan benih yang hidup pada jam ke-0; 24; 48; 72; dan 96 jam. 60 LC 50 adalah konsentrasi yang mematikan 50% dalam waktu dedah 48 jam. Konsentrasi pH yang digunakan pada uji toksisitas adalah konsentrasi yang didapatkan dalam konsentrasi ambang atas dan bawah dengan persamaan untuk mencari nilai tertentu dalam interval logaritma dan menghasilkan konsentrasi yaitu A) 6,0 (kontrol); B) 8,5; C) 9,2; D) 9,9; E) 10,7; F) 11,6 dan G) 12,5. Ikan uji yang digunakan adalah benih berukuran panjang total sekitar 3 cm dan bobot sebanyak 210 ekor dengan kepadatan 1 ekor per liter, masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Pengamatan dilakukan dengan mencatat benih ikan yang mati dan benih yang hidup pada jam ke-0; 24; 48; 72; dan 96 jam. Analisa glukosa/kortisol untuk melihat ikan stress dan histologi untuk melihat organ yang rusak 2.4 Uji toleransi Oksigen pada ikan Rainbow Ajamaru (Tutik Kadarini) Uji toleransi oksigen terlarut menggunakan ikan rainbow ajamaru berukuran panjang total 3-4 cm. Konsentrasi oksigen terlarut dalam media pemeliharaan ikan uji diukur menggunakan DO meter digital Merk YSI@. Pengujian toleransi oksigen menggunakan wadah berupa botol volume 2 liter dengan padat tebar 10 ekor/L. Selama pengujian, botol dalam keadaan tertutup dan sensor DO meter berada dalam air media pemeliharaan. Oksigen diukur setiap saju jam dan dicatat ikan yang mati.(Effendi,2000) Parameter yang diamati mencatat ikan yang mati, analisa air setiap hari, Kualitas air meliputi Suhu, oksigen, salinitas, pH, kesadahan, alkalinitas, amoniak, nitrit, pada awal dan akhir penelitian dianalisa gambaran darah, glukosa darah dan histologi untuk melihat organ ikan yang terpapar perlakuan. 61 III.LUARAN Luaran yang akan dicapai dalam kegaiatan ini publikasi ilmiah nasional yang terakreditasi. No 1 Jenis Luaran Tahapan Publikasi ilmiah 1) Internasionalbereputasi Keterangan Nasional terakreditasi 1 KTI Paten Paten sederhana Hak cipta Merk dagang Rahasia dagamg Desain produk industri Indikasi gegrafis Perlindungan varietas Perlindungan topografi Sirkuit terpadu 2 Hak Kekayaan Intelektual (HKI)2) 3 4 5 Teknologi Tepat guna 3) Model Purwapura (Prototipe)/Desain 4) Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT) 5) - 3 IV PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Kegiatan penelitian ini tentang toleransi lingkungan untuk mendukung keberhasilan budidaya ikan rainbow Ajamaru, sehingga dampaknya dapat meningkatkan produksi budidaya. V.BIAYA DAN JADWAL 5.1. Anggaran biaya Terlmapir 3. 2. No 1 2 Tahapan dan Waktu Pelaksanaan Kegiatan Persiapan Koleksi ikan Pengadaan bahan bantu Pelaksanaan Pembenihan ikan Uji toleransi pH 1 2 3 V V V V V V V 62 4 5 V V V V 6 7 8 9 10 11 12 3 Uji toleransi suhu Uji toleransi sali Uji toleransi oksi. Pelaporan Analisis data Pembuatan laporan Seminar V V V V V V V V V V Depok, Desember 2016 Kepala Balai Penelitiandan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Dr. Idil Ardi, M.Si NIP.19711229 200212 1 005 REFERENSI Anonim. 2010. Penemuan jenis baru ikan pelangi Papua Melanotaenia fasinensis dari Sorong Selatan, penemuan kembali M. Ajamaruensisdan status kritis hampir punah M. Parvadi Danau Kurumoi Kabupaten Bintuni. Warta Riset-Akademi Perikanan Sorong. (http://www.apsordkp.ac.id), 12 Juli 2010. Anonim, 2016.Naskah Rilis Akademik Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva Allen 1990) Hasil Domestik. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. 51 halaman. APSOR. 2010. Penemuan Jenis Baru Ikan Pelangi Papua Melanotaenia fasinenesis dari Sorong Selatan, Penemuan Kembali M.ajamaruensis dan Status Kritis Hampir Punah M.parva di Danau Kurumoi Kabuapten Bintuni. Warta Riset edisi Juli, Akademi Perikanan Sorong, BPSDMKP.KKP. Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. [ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2016. IT IS Report. Melanotaenia parva. http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=630788. Diakses pada tanggal 17 September 2016. IUCN. 2016. The IUCN red list of threatened species. Melanotaenia parva (Lake Kurumoi rainbowfish). 63 (http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html), September 2016. 17 Kadarini, T., Zamroni, M., Pambayuningrum, EK. 2013. Perkembangan Larva Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva) dari Hasil Pemihahan. Jurnal Riset Akuakultur 8(1):77-86. Kadarusman, Sudarto, Paradis, E. & Pouyaud, L. 2010. Description of Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with comments on the rediscovery ofM. Ajamaruensis and the endangered status ofM. Parva. Cybium 2010, 34(2): 207-215. Nei, M. 1972. Genetic distance between populations. American Nature. 106: 283292. Nur, B. & A. Musa. 2011. Keragaan Reproduksi Ikan Pelangi Kurumoi (Melanotaenia parva) Turunan Pertama (F-1), Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2011, Kelompok Budidaya Perairan. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Tappin, A.R. 2010. Rainbowfishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book. ArtPublications. 489pp. Suzuki, K. & Hiyoki, S. 1979. Spawning Behavior, Eggs, and Larvae of the Lutjanid Fish, Lutjanus kasmira, in an Aquarium. Japanese Journal Ichthyology, 26(2): 161–166. Widanarni, Maulana, D.D., & Carman, O. 2006. Pengaruh Media yang Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Chironomus sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 113-118. www.livefish.com.au/tropicals/rainbows/parva-rainbow-melanotaeniaparva-lake-kurumoi-rainbow.html. Parva Rainbow (Melanotaenia parva) 3cm Lake Kurumoi Rainbow. Diakses pada tanggal 17 September 2016. www.ebay.co.uk/itm/Parva-Rainbow-Fish-Melanotaenia-parva-LiveTropical-Aquarium-Fish-/232072919424. Parva Rainbow Fish. (Melanotaenia parva). Live Tropical Aquarium Fish. Diakses pada tanggal 17 September 2016 Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. PT. Gramedia, Jakarta. D. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran Tahapan Bo (dirinci bot sesuai (% 64 Bulan ke – (diisi secara kumulatif) kegiatan) ) 1 IV Persiapan Koleksi ikan Pengadaan bahan kimia Bahan bantu Alat bantu V Pelaksana an Pembenihan ikan Uji toleransi pH Uji toleransi suhu Uji toleransi sali Uji toleransi oksi. 2 3 5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 4 5 5 5 6 7 8 9 10 11 10 2,5 2,5 2,5 2,5 15 5 15 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 15 15 10 10 Analisis data VI Pelaporan 10 Persiapan bahan uji ikan. Rannya Ikan uji yang digunakan dalam kegiatan toleransi ini sebanyak 2000 ekor yang berukuran sekiatar 3 cm atau berumur 3 bulan. Ikan uji di peroleh dari pembenihan di Balai penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Ikan diberi pakan seiring pertumbuhan ikan yaitu rotifer, moina, cacing rambut, cacing beku dan pellet. 1.2. Uji Toleransi Salinitas. Suhu dan pH Uji toleransi dilakukan pada benih ikan rainbow Kurumoi. Tahap pelaksanaan yaitu menentukan ambang konsentrasi salinitas dan uji toksisitas LC50-48 jam. Penentuan ambang konsentrasi ada konsentrasi ambang atas dan konsentrasi bawah. Konsentrasi ambang atas adalah konsentrasi yang menyebabkan laju kematian relatif lebih 95% benih ikan dalam waktu dedah 24 jam, sedangkan konsentrasi ambang bawah adalah konsentrasi yang menyebabkan laju sintasan relatif lebih 95% benih ikan dalam waktu dedah 48 jam 65 12 Uji toleransi terhadap lingkungan meliputi salinitas, pH, suhu dan oksigen terlarut. Masing-masing diukur menggunakan salinomeer, pH meter, thermometer dan Do meter. Pengujian toleransi lingkungan dilakukan pada skala laboratorium. Metode penelitian penentuan uji konsentrasi salinitas, suhu dan pH mengikuti Henri at al (2010) sedangkan metode uji oksigen terlarut mengikuti metode Effendi (2000). Uji pH dan salinitas parameter yang diamati meliputi sintasan, kualitas air, glukosa darah dan histologi hati, ginjal dan insang. Uji toleransi salinitas menggunakan wadah bok plastik dengan volume 15 liter sebanyak 21 buah. Ada 7 perlakuan dengan konsntrasi salinitas berbeda dan 3 ulangan. Benih ikan rainbow ditebar dengan kepadatan 1 ekor/liter. Uji toleransi pH dibagi menjadi dua yaitu pH basa dan pH asam. Perlakuan pH basa terdiri 7 konsentrasi yang berbeda dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Sedangkan pH asam ada 7 konsentrasi yang berbeda dan setiap perlakuan diulang 3 kali Uji toleransi suhu dibagi menjadi dua yaitu suhu tinggi dan suhu rendah. Perlakuan suhu tinggi terdiri 5 konsentrasi yang berbeda dan setiap perlakuan diulang 3 kali. Sedangkan ada 5 konsentrasi yang berbeda dan setiap perlakuan diulang 3 kali Uji toleransi oksigen menggunakan botol dengan volume 3 liter. Ikan ditebar kepadatan 10 ekor/liter. Paramater yang diamatai kualitas air, glukosa darah dan sintasan. 66 APLIKASI TEKNOLOGI PEMBENIHAN RAINBOW AJAMARU Melanotaenia ajamaruensis DI JABODETABEK Tutik Kadarini, Bastiar Nur, Dinar, A Sutisna ABSTRAK Rainbow Ajamaru Melanotaenia ajamaruensis belum dikembangkan oleh pemibudidaya. Umumnya permasalahan ikan rainbow diantaranya adalah pada masa kegiatan pembenihan dimana masa larva rentan kematian terutama pada saat awal pakan. Dengan pakan yang tepat jumlah, jenis dan waktu maka kematian ikan akan berkurang. Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan rainbow Ajamaru ke pembudidaya Jabodetabek melalui aplikasi teknologi pembenihan. Bahan dan metoda penelitian. Kegiatan penelitian dilakukan selama 10 bulan untuk satu pembudidaya di Jabodetabek . Ada beberapa tahap dalam kegiatan meliputi inisiasi, teknik pembenihan, , monitoring dan analisa usaha. Tahap inisiasi yaitu mendatangi ke pembudidaya dan Dinas Perikanan untuk mengaetahui kondisi dan sarana. Tahap pembenihan kegiatannya meliputi pemeliharaan induk, pemijahan, inkubasi telur dan pemeliharaan larva. Kegiatan monitoring yaitu pedampingan selama kegiatan budidaya dan wawancara sebagai bahan untuk analisa usaha ekonominya. . I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Ikan rainbow yang sudah teridentifikasi hingga saat ini sekitar 76 spesies dan ditemukan tersebar di kawasan Papua dan Australia (Tappin, 2011). Ikan ini juga disebut ikan pelangi karena menpunyai beberapa warna seperti biru, jinggga, merah, kuning tergantung jenisnya. Jenis ikan rainbow ajamaru mempunyai warna jingga bagian ekor hingga perut dan warna hitam kebiruan bagian kepala. Ikan ini ditemukan di Danau Ajamaru Papua Barat. Ikan rainbow Ajamaru merupakan salah satu jenis ikan endemik Papua. Ikan ini rentan kepunahan (vulnerable) berdasarkan data Red List International Union for Conservation and Natural Resources 67 (IUCN) tahun 2016. Ancaman kepunahan disebabkan oleh degradasi lingkungan, antara lain penebangan pohon illegal di Hutan 2010; Kadarusman et al. 2010). (APSOR, Selain itu, ancaman kepunahan juga disebabkan oleh keberadaan ikan-ikan introduksi seperti ikan nila (Oreochromis niloticus) yang berperan sebagai predator terhadap telur dan larva ikan rainbow Ajamaru (Kadarusman et al., 2010). Usaha ke arah budidaya perlu dilakukan dengan penguasaan teknologi dan memperhatikan konservasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah domestikasi ikan yang berasal dari alam dengan penguasaan teknologi budidaya melalui pendekatan manipulasi lingkungan dan pakan yang akhirnya dapat mendukung kebijakan pelestarian sumberdaya ikan. Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok . telah melakukan kegiatan domestikasi dengan mengoleksi calon induk ikan rainbow dari alam (Danau Ajamaru) sebanyak 50 ekor. Selanjutnya calon induk ikan rainbow tersebut diadaptasi pada lingkungan budidaya. Hasil teknologi budidaya pengembangan dikembangkan teknik pembenihan ke di Pembudidaya Jabodetabek. dan bentuk Umumnya permasalahan ikan rainbow diantaranya adalah pada masa kegiatan pembenihan dimana masa larva rentan kematian terutama pada saat awal pakan. Dengan pakan yang tepat jumlah, jenis dan waktu maka kematian ikan akan berkurang. Aplikasi serupa untuk jenis rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva) telah dilakukan di BBI Tlatar Jawa Tengah dan menghasilkan sintasan larva sekitar 85% untuk pemebnihan dan dilakukan di Bekasi yang menghasilkan sintasan benih untuk pemebsaran 85-94%. Dengan latar belakang tersebut diatas maka teknk pembenihan ikan rainbow jenis baru yaitu ikan rainbow Ajamaru akan diaplikasi di Jabodetabek.. b..Tujuan dan Sasaran Tujuan penelitian ini untuk mengembangkan rainbow Ajamaru ke pembudidaya Jabodetabek melalui aplikasi teknologi pembenihan. dan Sasaran : Pembudidaya dan eksportir 68 C Kebaruan dan Terobosan Teknologi Teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru hampir sama dengan teknologi ikan rainbow yang sudah berkembang di Masyarakat atau pembudidaya kecuali jenis ikan masih baru dan belum dikembangkan di pembudidaya. II METODOLOGI PENELITIAN a. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu persiapan sampai pelaksanaan pelitian bulan Pebruari sampai Desember 2016. Sedangkan Tempat pelaksanaan kegiatan di pembudidaya (satu orang) JABODETABEK dan diusahakan sebagai ketua kelompok sehingga teknologinya dapat disebarkan ke anggotanya. c. .Prosedur Kerja Kegiatan aplikasi teknologi pembenihan ikan rainbow Ajamaru ada beberapa tahap yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : Inisiasi, pendampingan teknolog pembenihan dan monitoring. 1. Inisiasi Inisiasi dilakukan sekali oleh team pada awal kegiatan. Lokasi yang dituju pembudidaya ikan rainbow di Jabodetabek.Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyampaikan rencana kegiatan yang akan dilakukan dan mengetahui potensi sumberdaya, prasarana dan sarana sehingga dapat dijadikan bahan materi pada saat pengembangan ikan rainbow. 2. Teknologi pembenihan ikan hias rainbow Kegiatan pembenihan ikan rainbow meliputi pemeliharaan induk, pemijahan, inkubasi telur, pemeliharaan larva, dan pemeliharaan benih. Pemeliharaan induk dan pemijahan Wadah yang digunakan berupa akuarium, kolam atau fiber dengan volume air 500-1000 liter. Wadah ini digunakan untuk pematangan gonad sekaligus pemijahan. Induk ditebar sebanyak 50-100 ekor/wadah dengan rasio jantan : betina 3 : 2 . Induk jantan warnanya lebih cerah dibanding betina (Gambar 1). Induk yang digunakan berukuran panjang total 6-7 cm. Induk diberi pakan berupa pelet dan bloodworm sebanyak 3% dari berat badan dengan frekuensi pemberian 2 69 kali sehari yaitu pukul 8.00 dan 15.00. Induk yang sudah matang gonad dapat dipijahkan. Induk yang sudah matang gonad dipijahkan diwadah yang sama pada saat pemeliharaan. Induk dipijahkan secara alami dan masal. .Sebelum induk memijah di wadah diberi substrat sebagai tempat menempelnya telur. Subtrat dibuat dari tali rapiah yang dibentuk menyerupai akar. (Gambar 1) Substrat sebanyak 3-5 buah diletakan di akuarium pada sore hari sebelum induk memijah. Pada umumnya induk memijah pada malam hari menjelang pagi hari. Induk memijah ditandai telur menempel pada substrat. Subtarat Gambar 1. Induk jantan (kiri) dan betina (kanan Substrat sebagai tempat menempel telur (bawah) Inkubasi telur dan pemeliharan larva. Subtrat yang sudah ada telurnya diangkat dan diinkubasi/ditetaskan (Gambar 2). Wadah yang digunakan untuk inkubasi telur baskom, kolam fiber dengan volume air 10-200 liter. Inkubasi telur berlangsung selama 5-7 hari. Telur yang akan menetas berwarna putih bening sedangkan yang tidak menetas berwarna putih susu. Telur menetas menjadi larva dan larva umur sekitar 1-2 hari berukuran panjang 0,45 cm sudah berenang dipermukaan. Larva ini dapat dipanen selanjutnya dipelihara di wadah yang lain. . 70 Wadah pemelihraan larva berupa kolam, fiber atau akuarium. Waktu pemeliharaan larva sekitar satu bulan dan bentuk larva sudah menyerupai induknya. Larva diberi pakan seiring dengan pertumbuhan larva. Larva umur 2-10 hari diberi pakan berupa Rotifer sp dan 11-21 hari diberi artemia atau Moina sp dan umur>20 hari diberi pakan cacing yang dicacah.. Larva yang berumur sekitar satu bulan disebut benih berukuran panjang total 1,2-1,5 cm. Benih diseleksi dan dipindahkan ketempat lain (pembearan) Gambar 2. Inkubasi Telur Pemeliharaan larva sampai benih Wadah yang digunakan untuk pembenihan kolam, jaring atau fiber. Benih yang ditebar berumur sekitar satu bulan dipelihara selama sekitar 1-2 bulan. Wadah yang digunakan kolam beton atau terpal berukuran 2X3X0.5 cm ditebar ikepadatan sekitar 1000 ekor (Gambar 3) Benih diberi pakan berupa cacing rambut dicampur pelet. Pakan diberikan sebanyak 5-7% dari berat badan dengan frekuensi 2 kali sehari yaitu pagi pukul 8.00 dan sore pukul 15.00. Selama 2 bulan pemeliharaan diperkirakan ukurannya mencapai sekiatr 2,5 cm (Ukuran jual) 71 Gambar 3 Wadah dan ikan dalam pembesaran ikan Monitoring Monitoring dilakukan pada saat kegiatan dan selesai kegiatan. Kegiatan ini pada umumnya hanya dilakukan pada saat kegiatan. Waktu monitoring dilakukan 2 atau 3 bulan selkali dilakukan oleh tim monev gabungan (Balai Litbang Budidaya Ikan Hias maupun Sub Dit Ikan Hias-Ditjen Budidaya). Kegiatan monitoring dilaksanakan selama pendampingan teknologi berjalan sampai pada produksi massal ikan rainbow. Adapun Kegiatan monitoring mingguan dilakukan setiap 1-2 minggu sekali oleh Tim peneliti. Tujuan kegiatan monitoring adalah mengevaluasi, mengarahkan dan memberikan solusi teknis pada pembudidaya saat produksi ikan rainbow. Selain mlakukan sampling untuk mengetahui pertumbuhan dan kualitas air ikan setiap 20 hari sekali. Kualitas air meliputi Amonia, nitrit, kesadahan, alkalinitas, karbondioksida, oksigen, konduktiviti dan mineral. III.LUARAN Luaran yang akan dicapai dalam kegaiatan ini Publikasi ilmiah nasional yang terakreditasi. No 1 Jenis Luaran Tahapan Publikasi ilmiah 1) Internasionalbereputasi Nasional terakreditasi 2 Hak Kekayaan Intelektual (HKI)2) Paten Paten sederhana Hak cipta Merk dagang Rahasia dagamg Desain produk industri Indikasi gegrafis Perlindungan varietas Perlindungan topografi Sirkuit terpadu 72 Keterangan 1 KTI - Teknologi Tepat guna 3) Model Purwapura (Prototipe)/Desain 4) Tingkat Kesipan Teknologi (TKT) 5) 3 4 5 3 IV PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Kegiatan penelitian ini secara teknis mudah diadopsi dan secara ekonomi dapat digunakan sebagai mata pencaharian. Adapun manfaatnya. Tersebarnya teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru di masyarakat mendorong perkembangan teknik budidaya berdasarkan sarana dan prasarana yang dimiliki seperti terpal,jaring dan bak-bak. Aspek teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru akan memicu maraknya pembudidayaan ikan rainbow karena teknologinya mudah untuk diadopsi dan diterapkan oleh masyarakat. Dampaknya dapat melesarikan ikan yang hamper punah V.BIAYA DAN JADWAL 5.1. Anggaran biaya Terlampir 5.2.Jadwal Penelitian NO 1 KEGIATAN Inisiasi 2. Pelaksanaan - Persiapan - Pemijahan - Pemeliharaan benih 3 V 4 V 5 V V V V 7 V V V V 8 9 V V V - Panen 10 Pelaporan - Penyusunan laporan 11 V V 73 12 V V - Analisis Data 3. 6 V Depok, Desember 2016 Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Dr. Idil Ardi, M.Si NIP.19711229 200212 1 005 REFRENSI Anonim. 2010. Penemuan jenis baru ikan pelangi Papua Melanotaenia fasinensis dari Sorong Selatan, penemuan kembali M. Ajamaruensisdan status kritis hampir punah M. Parvadi Danau Kurumoi Kabupaten Bintuni. Warta Riset-Akademi Perikanan Sorong. (http://www.apsordkp.ac.id), 12 Juli 2010. APSOR. 2010. Penemuan Jenis Baru Ikan Pelangi Papua Melanotaenia fasinenesis dari Sorong Selatan, Penemuan Kembali M.ajamaruensis dan Status Kritis Hampir Punah M.parva di Danau Kurumoi Kabuapten Bintuni. Warta Riset edisi Juli, Akademi Perikanan Sorong, BPSDMKP.KKP. Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. [ITIS] Integrated Taxonomic Information System. 2016. IT IS Report. Melanotaenia parva. http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=630788. Diakses pada tanggal 17 September 2016. IUCN. 2016. The IUCN red list of threatened species. Melanotaenia parva (Lake Kurumoi rainbowfish). (http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/13072/0.html), 17 September 2016. Kadarini, T., Zamroni, M., Pambayuningrum, EK. 2013. Perkembangan Larva Ikan Rainbow Kurumoi (Melanotaenia parva) dari Hasil Pemihahan. Jurnal Riset Akuakultur 8(1):77-86. Kadarusman, Sudarto, Paradis, E. & Pouyaud, L. 2010. Description of Melanotaenia fasinensis, a new species of rainbowfish (Melanotaeniidae) from West Papua, Indonesia with comments on the rediscovery ofM. Ajamaruensis and the endangered status ofM. Parva. Cybium 2010, 34(2): 207-215. 74 Nur, B. & A. Musa. 2011. Keragaan Reproduksi Ikan Pelangi Kurumoi (Melanotaenia parva) Turunan Pertama (F-1), Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2011, Kelompok Budidaya Perairan. Sekolah Tinggi Perikanan, Jakarta. Tappin, A.R. 2010. Rainbowfishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book. Art Publications. 489pp. Suzuki, K. & Hiyoki, S. 1979. Spawning Behavior, Eggs, and Larvae of the Lutjanid Fish, Lutjanus kasmira, in an Aquarium. Japanese Journal Ichthyology, 26(2): 161–166. Widanarni, Maulana, D.D., & Carman, O. 2006. Pengaruh Media yang Berbeda Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Chironomus sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 113-118. www.livefish.com.au/tropicals/rainbows/parva-rainbow-melanotaeniaparva-lake-kurumoi-rainbow.html. Parva Rainbow (Melanotaenia parva) 3cm Lake Kurumoi Rainbow. Diakses pada tanggal 17 September 2016. www.ebay.co.uk/itm/Parva-Rainbow-Fish-Melanotaenia-parva-LiveTropical-Aquarium-Fish-/232072919424. Parva Rainbow Fish. (Melanotaenia parva). Live Tropical Aquarium Fish. Diakses pada tanggal 17 September 2016 Zonneveld, N., E.A. Huisman, J.H. Boon. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. PT. Gramedia, Jakarta. 75 UJI TRANSPORTASI IKAN RAINBOW AJAMARU BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu spesies ikan endemik Papua Barat tepatnya di Danau Ajamaru. Ancaman kepunahan disebabkan oleh degradasi habitat karena penebangan pohon secara illegal dan aktivitas wisata. Selain karena degradasi habitat, ancaman kepunahan ikan rainbow Ajamaru juga disebabkan oleh keberadaan ikan-ikan introduksi yang berperan sebagai predator terhadap telur dan larva ikan rainbow Ajamaru. Saat ini ditemukan sekitar 79 spesies ikan rainbow yang tersebar di kawasan Papua dan Australia (Tappin, 2011). Ikan rainbow biasa juga disebut dengan ikan pelangi karena mempunyai berbagai macam warna seperti pelangi seperti biru, jingga, merah, kuning, dan cokelat, tergantung spesiesnya. Beberapa spesies memiliki warna yang khas sesuai namanya seperti ikan rainbow biru, ikan rainbow merah dan ikan rainbow neon karena warna tubuhnya. Kegiatan budidaya ikan rainbow Ajamaru di luar habitatnya menjadi penting dilakukan melalui pendekatan manipulasi lingkungan dan pakan. Langkah awal dalam pembudidayaan ikan yang diambil dari alam (ikan liar) adalah domestikasi, yaitu pemeliharaan ikan alam (wild species) di luar habitat alaminya sehingga mampu hidup, tumbuh, dan berkembang biak. Tujuan utama dari domestikasi adalah agar ikan dapat dibudidayakan secara ex-situ. Keberhasilan domestikasi akan menunjang fungsi konservasi melalui kegiatan restocking dan mengurangi ketergantungan dari alam melalui pengembangan budidayanya. Selain itu, domestikasi juga bertujuan menambah komoditas ikan budidaya yang dapat dikembangkan oleh pembudidaya sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraannya. Sebagai tanggung jawab terhadap pelestarian ikan endemik di Papua Barat, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias (BPPBIH) Depok akan melakukan kegiatan domestikasi. Usaha budidaya ikan rainbow juga ikut 76 berperan dalam mendukung industri perikanan di daerah, keberhasilan budidaya ikan rainbow Ajamaru membuat ketersediaannya tidak tergantung pada hasil tangkapan alam. Aspek lingkungan dari teknologi budidaya ikan rainbow yang dikenalkan pada masyarakat diharapkan akan mengurangi kebiasaan masyarakat untuk menangkap ikan rainbow di alam dan beralih untuk melakukan usaha budidaya ikan rainbow. Perdagangan ikan rainbow ajamaru tidak akan lepas dari permasalahan transportasi. Transportasi merupakan sarana agar ikan dapat ditransfer dari alam ke habitat budidaya, pengumpul, pedagang maupun pengekspor dan hingga sampai ke konsumen. Transportasi akan menelan kost yang sangat besar jika tidak diupayakan dengan efektif. Bahan bakar, oksigen, pengemasan dan biaya sumber daya manusia yang dikeluarkan mesti dikalkulasi agar masih mendapatkan margin dari nilai jual. Resiko kematian juga akan menyebabkan semakin besarnya kerugian dan jika tidak diantisipasi dapat menyebabkan kerugian usaha. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepadatan terbaik untuk transportasi ikan rainbow. 1.2 Tujuan dan sasaran Mendapatkan informasi tentang kepadatan yang terbaik untuk transportasi ikan Rainbow ajamaru. BAB 2. METODE PENELITIAN Organisme percobaan yang akan digunakan yaitu ikan rainbow ajamaru ukuran 1 inch (2.5 – 3 cm). Kepadatan pengangkutan adalah 15, 30, 45 dan 60 individu/L dengan 3 ulangan. Sebanyak 6 individu akan digunakan untuk uji energi awal dan akhir, serta hormone insulin dan kortisol. Sebelum dilakukan pengangkutan ikan akan dipuasakan terlebih dahulu selama 24 jam (Susanto dan Khairul, 1999). Media uji berupa air yang yang telah diendapkan. Volume air untuk setiap kantong plastik adalah sebanyak 1 L. Untuk meningkatkan kelarutan oksigen, air akan ditampung dalam tandon yang kemudian diaerasi terlebih dahulu selama 24 jam. Wadah pengangkutan berupa kantong plastic berkapasitas 5 L dengan ukuran lebar 25 cm, panjang 45 cm dan tebal 0,03 mm. Kotak sterofoam berukuran lebar 40, panjang 60 cm dan tinggi 35 cm. Selain sebagai bahan isolator suhu, kotak 77 setereofom ini juga menjaga kantong plastic agar tidak mudah pecah. Oksigen murni yang digunakan untuk menambah supplai oksigen ikan Rainbow ajamaru pada saat pengangkutan dengan sistem tertutup. Tabung oksigen murni yang digunakan berkapasitas 6 m3. Perbandingan antara air dan oksigen yang digunakan tiap kantong palstik adalah 1:2 (Berka, 1986; Susanto dan Khairul, 1999). Es batu untuk mempertahankan suhu media selama pengangkutan. Es batu yang digunakan sebanyak 15% dari berat air yang diletakkan di luar kantong plastik. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimental sedang rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap factorial (RAL) dengan dua faktor yaitu kepadatan dan durasi transportasi. Penelitian pengangkutan ini akan menggunakan ikan rainbow ajamaru dengan berat ukuran 1 inchi (2,5 – 3 cm). Percobaan ini terdiri dari 4 level kepadatan dan 4 level durasi transportasi. Masing-masing perlakuan dilakukan 3 kali ulangan (Tabel 1). Tabel 1. Desain percobaan dengan dua faktor dan jumlah ulangan tiap perlakuan. Kepadatan (Ind/L) Durasi transportasi (jam) 12 24 36 48 15 3 3 3 3 30 3 3 3 3 45 3 3 3 3 60 3 3 3 3 Media uji akan diendapkan selama 24 jam kemudian dipindahkan ke bak tandon yang telah disediakan dan diaerasi selama 24 jam untuk meningkatkan kandungan oksigen terlarut. Ikan rainbow ajamaru disortir lalu dimasukkan ke dalam bak tandon untuk kemudian dipuasakan selama 24 jam. Pengukuran kualitas air awal (DO, suhu, PH, CO2) yang akan digunakan untuk pengangkutan 78 serta mengambil sampel ikan yang akan diangkut untuk diukur tingkat energinya dengan metode bomb calorimetry. Kantong plastik akan diisi dengan air yang sudah disiapkan sebanyak 1 L. Kantong plastik dirangkap untuk menghidari kebocoran dan kemudian ikan rainbow ajamaru yang sudah dipuasakan dimasukkan dengan kepadatan 6, 8, 10, dan 12 ekor/L air. Udara akan dimasukkan dalam kantong plastic kemudian dialirkan oksigen murni ke dalam kantong plastik dengan perbandingan volume air dengan oksigen dalam setiap kantong plastik adalah 1:2. Kantong plastik kemudain dimasukkan kedalam stereofoam. Memasukkan es batu sebanyak 15% berat air ke dalam ruang diantara kantong plastik dalam stereofoam. Ikan rainbow ajamaru yang telah siap diangkut diatur dalam kendaraan dan kemudian diangkut dengan mobil selama 10 jam perjalanan. Pengukuran kualitas air yang telah digunakan untuk pengangkutan akan meliputi parameter DO, karbondioksida bebas, amoniak anion, pH dan temperatur. Aklimatisasi akan dilakukan dengan cara mengeluarkan kantong plastik satu persatu, lalu dipindahkan ke dalam ember berisi air dan kantong plastic diapungkan selama 15-30 menit agar suhu air dalam plastik dan suhu air dalam ember sama. Kemudian kantong plastik dibuka ikatannya, air dicampur secara perlahan dan ikan akan dilepas dengan hati-hati agar ikan bisa menerima perubahan kualitas air yang baru. Jumlah ikan yang masih hidup tiap-tiap kantong plastik akan dihitung sebagai data kelulushidupan ikan. Mengambil sampel ikan tiap perlakuan untuk diukur tingkat energinya dengan metode bomb calorimetry serta hormone kortisol dan insulin. Pengumpulan data meliputi data kelulushidupan, kandungan energi ikan Rainbow ajamaru dan kualitas air. Kelulushidupan diperoleh dengan cara menghitung jumlah ikan yang hidup pada awal dan akhir pengangkutan, kemudian dicari dalam bentuk persen dengan rumus Effendie (1979): Dimana: S = Tingkat kelulushidupan (%) No = Jumlah ikan pada awal perlakuan 79 Nt = Jumlah ikan yang pada akhir penelitian Kandungan energi ikan Rainbow ajamaru diukur dengan bomb calorimetri dari sejumlah ikan pada jam ke 0 dan jam ke 10. Pengukuran kualitas air meliputi DO, suhu, karbondioksida bebas, pH, dan amoniak anion, dilakukan pada jam ke0 dan jam ke-10. Kandungan hormone kortisol dan insulin akan dilakukan dengan menggunakan metode ELISA Analisa ragam (anova) digunakan untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang dicobakan. Data yang dianalisa statistik adalah kelulushidupan ikan rainbow ajamaru selama pengangkutan. Bila dalam analisa ragam diperoleh beda nyata (P < 0,05) atau beda sangat nyata (P < 0,01) maka dilakukan uji wilayah ganda Duncan untuk mengetahui perlakuan terbaik (Srigandono, 1989). Agar pengujian dalam analisa ragam dapat dilakukan, maka data penelitian harus memenuhi asumsi bahwa data homogen, aditif dan menyebar normal. Untuk memenuhi asumsi tersebut maka dilakukan pengujian terhadap data yang diperoleh yang meliputi uji homogenitas dengan metode Barlett, uji normalitas dengan metode Lilifors dan uji aditivitas dengan metode Tukey (Srigandono, 1989). BAB 3. LUARAN Diperolehnya kepadatan terbaik untuk transportasi ikan rainbow Ajamaru BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Diperolehnya data ini dapat mengurangi resiko kematian ikan dan kerugian petani serta pengusaha ikan hias akibat kesalahan dalam manajemen transportasi. 80 BAB 5. BIAYA DAN JADWAL 5.1AnggaraBiaya Terlampir 5.2 Jadwal Penelitian Proses 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Persiapan Penyiapan bahan bantu Persiapan alat bantu Penyiapan bahan kimia Pengujian transportasi Analisa konsumsi energy Analisa hormon kortisol Analisa hormon insulin Pengolahan data Pelaporan REFERENSI Berka, R. 1986. The Transport of Live Fish. A review Technical Paper. (48): 52 Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 187 hlm. Johan O, Sudradjat A, Hadie W. 2009. Perkembangan kegiatan ikan bandeng pada keramba jaring apung tancap di pandeglang provinsi Banten. Media akuakultur 4(1): 40-44. Srigandono, B. 1989. Rancangan Percobaan: experimental design. Universitas Diponegoro, Semarang. 179 hlm Susanto, H. dan Khoirul A. 1999. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya, Jakarta. 90 hlm Tappin, A.R. 2010. Rainbow fishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book. Art Publications. 489 pp. 81 ANALISA USAHA BUDIDAYA IKAN RAINBOW AJAMARU Ofri Johan, Tutik Kadarini ABSTRAK Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu species ikan endemic di Papua Barat tepatnya di Danau Ajamaru. Kegiatan budidaya ikan rainbow Ajamaru di luar habitatnya menjadi penting dilakukan melalui pendekatan manipulasi lingkungan dan pakan, sehingga diperoleh teknologi budidaya ikan tersebut. Seiring dengan keberhasilan teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru nantinya, penelitian ini perlu dilaksanakan dengan tujuan untuk melakukan kajian analisa ekonomi usaha budidaya ikan terebut sehingga diketahui tingkat keberhasilan dengan memanfaatkan modal seminimal mungkin. Data yang akan dianalisa meliputi R/C ratio, Payback Period (siklus) dan BEP (Ekor). Pada akhirnya akan tercipta lahan usaha baru dengan keberhasilan yang tinggi, dapat meningkatkan pendapatan pelaku budidaya dan mendukung produksi ikan hias nasional. BAB I. PENDAHULUAN 1.3 Latar Belakang Ikan rainbow Ajamaru (Melanotaenia ajamaruensis) merupakan salah satu spesies ikan endemik Papua Barat tepatnya di Danau Ajamaru. Ancaman kepunahan disebabkan oleh degradasi habitat karena penebangan pohon secara illegal dan aktivitas wisata. Selain karena degradasi habitat, ancaman kepunahan ikan rainbow Ajamaru juga disebabkan oleh keberadaan ikan-ikan introduksi yang berperan sebagai predator terhadap telur dan larva ikan rainbow Ajamaru. Saat ini ditemukan sekitar 79 spesies ikan rainbow yang tersebar di kawasan Papua dan Australia (Tappin, 2011). Seiring dengan kegiatan budidaya ikan rainbow Ajamaru di luar habitatnya, mengacu kepada pengalaman keberhasilan budidaya ikan rainbow sebelumnya yaitu ikan rainbow kurumoi menjadi penting dilakukan kajian nilai ekonomi dengan melihat analisa usaha budidayanya. Teknologi budidaya ikan rainbow Ajamaru yang akan dilakukan penelitian secara terpadu oleh para peneliti perlu dikaji kelayakan usaha dengan harapan tingkat kegagalan dan biaya seminimal mungkin untuk memperoleh hasil semaksimal mungkin. Kajian ini akan dilakukan secara komprehensif dan 82 sistematis melihat semua variabel strategis yang menentukan kelayakan dan kemampuan memperoleh keuntungan dari usaha budidaya ikan ini dalam jangka panjang. Pada akhirnya penemuan teknologi budidaya dilengkapi dengan kajian analisa usaha yang menunjukkan nilai ekonomis yang tinggi akan diperkenalkan kepada para pengguna yaitu pelaku pembudidaya dan masyarakat dengan harapan dapat menjadi usaha baru yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat serta produksi ikan hias nasional nantinya. Usaha menuju Negara Indonesia menjadi pengekspor ikan hias No. 1 dunia dapat didukung dengan hasil penelitian ini. 1.4 Tujuan dan sasaran Untuk mengetahui studi kelayakan usaha budidaya ikan rainbow Ajamaru sehingga dapat dimanfaatkan untuk tujuan ekspor ikan hias dan menyelamatkan dari ancaman kepunahan yang akhirnya dapat mendukung produksi ikan hias nasional dalam meningkatkan pendapatan pelaku budidaya ikan hias. BAB 2. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode pengamatan langsung ke lokasi budidaya dan wawancara ke pelaku budidaya untuk mendapatkan data tentang biaya yang diperlukan untuk usaha budidaya ikan rainbow ajamaru tersebut. Data meliputi kebutuhan biaya investasi meliputi bak/ember, peralatan panen, blower, kolam, alat sortasi, akuarium, tabung oksigen, induk. Data lain yang diperlukan adalah biaya operasional meliputi variable cost (pakan induk/larva), pupuk, bloodworm, obat-obatan, tenaga kerja, kelistrikan, oksigen, plastik, panen/pascapanen) dan fixed cost (sewa tanah, penyusutan), serta nilai harga penerimaan dari benih, tingkat kematian. Data tersebut dianalisa sehingga diperoleh keuntungan, R/C ratio, Payback Period (Siklus) dan BEP (Ekor). Beberapa analisa yang digunakan mengacu pada analisa usaha lain sebelumnya (Johan et al., 2009) diantaranya adalah: - Jangka waktu pengembalian (pay back period) dapat dihitung dengan perhitungan: 83 - Analisis R/C Revenue cost ratio (R/C) = Nilai R/C = x, artinya bahwa setiap Rp. 1, biaya produksi yang dikeluarkan akan diperoleh hasil sebesar Rp. X. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha budidaya ikan rainbow menguntungkan atau tidak. - Titik impas (break even point, BEP) = Perhitungan dapat mengetahui usaha budidaya ikan rainbow Ajamaru tidak akan memperloleh keuntungan maupun kerugian atau menvapai titik inpas jika diperoleh pendapatan dari hasil persamaan ini. BAB 3. KELUARAN Diperolehnya data analisa usaha budidaya ikan rainbow Ajamaru sehingga diketahui nilai secara ekonomis apabila melakukan usaha budidaya ikan tersebut. BAB 4. PROSPEK DAN DAMPAK MANFAAT Hasil analisa usaha ini dapat dijadikan dasar dan prediksi biaya yang dibutuhkan dan dapat menduga nilai ekonomisnya sebelum melakukan usaha budidaya nantinya. 84 BAB 5. BIAYA DAN JADWAL 5.1 Anggaran Biaya Terlampir 5.2 Jadwal Penelitian No. 1. 2 3 4 KEGIATAN Persiapan Kunjungan ke pembudidaya Analisa data Laporan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 REFERENSI Tappin, A.R. 2010. Rainbow fishes, Their Care and Keeping in Captivity. Book. Art Publications. 489 pp. Johan O, Sudradjat A, Hadie W. 2009. Perkembangan kegiatan ikan bandeng pada keramba jaring apung tancap di pandeglang provinsi Banten. Media akuakultur 4(1): 40-44. 85 LAMPIRAN KODE URAIAN VOLUME 032.12.05 Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan - 2427 Riset Perikanan - 2427.012 2427.012.001 051 Komponen Inovasi Riset Perikanan [Base Line] Komponen Inovasi Perikanan Riset Komponen Teknologi Perikanan 1 - Domestikasi Ikan Hias Rainbow ajamaru - 521213 Honor Output Kegiatan - 521811 Paket - A - Koordinator penelitian (Ka. Kelti) [4 ORG x 9 BLN] - Pembantu peneliti [2 ORG x 3 JAM x 20 HR x 9 BLN] Belanja Barang Persediaan Barang Konsumsi - Alat dan bahan bantu penelitian 36 OB 1,080 OJ 10 PKT - Bahan kimia 4 PKT - Pakan 10 PKT - Bahan Pakan Buatan 1 PKT 1 PKT 3 PKT - Kelengkapan expedisi untuk penangkapan / penyediaan ikan uji - Penggandaan dan penjilidan 522191 Belanja Jasa Lainnya 524111 - Jasa analisa glukosa darah,asam amino,asam lemak,kostisol,mineral,sque sing,gambaran darah dan vitamin pd bahan dan ikan Belanja perjalanan biasa - 1 - 86 HARGA SATUAN SATUAN PKT JUMLAH - 700,653,000 - 700,653,000 - 700,653,000 - 700,653,000 - 700,653,000 - 700,653,000 - 38,340,000 315,000 11,340,000 25,000 27,000,000 - 484,612,000 3,232,200 32,322,000 91,247,500 364,990,000 5,900,000 59,000,000 25,000,000 25,000,000 300,000 300,000 1,000,000 3,000,000 - 85,500,000 85,500,000 85,500,000 - Perjalanan dinas dalam rangka pengumpulan data dan seminar (Depok Jakarta) - Uang Harian (1 ORG x 50 KL) - Translok (1 ORG x 50 KL) - 50,200,000 Hotel (1 ORG x 50 HR) - Perjalanan dinas dalam rangka pengumpulan konsultasi dan koordinasi (Depok - Bogor) - Uang Harian (1 ORG x 50 KL) - Translok (1 ORG x 50 KL) - 92,201,000 50 OK 50 OK 50 OH 530,000 26,500,000 100,000 5,000,000 374,000 18,700,000 42,001,000 Hotel (1 ORG x 50 HR) 87 50 OK 50 OK 50 OH 430,000 21,500,000 100,000 5,000,000 310,020 15,501,000 HARGA PERKIRAAN SENDIRI (HPS) BAHAN KIMIA BALAI PENELITIAN DN PENGEMBANGAN BUDIDAYA IKAN HIAS TAHUN ANGGARAN 2017 NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 Vol Satuan Pewarna Gel Master mix PCR w Dye 3 3 Pack Pack PeqGreen DreamTaqGrn,TherSci 1 ml 200 react Master mix PCR w Dye 2 Pack My Taq HS Red ,Bioline 1000 react Kit Ekstraksi DNA Agarose 2 1 Pack Botol Gsync DNA Lonza Marker/ Ladder 100 bp 4 Tube VC 100 BP DNA Ladder Plus,Vivantis, RTU, NAMA BAHAN KIMIA Merk Marker/ Ladder 1 Kb 1 Tube 10 x TAE Chlorofoam (EMSURE) Loading dye Tris EDTA PH 8 Nigrosin 10% Tri Reagent First strand sintesis cDNA 1 1 1 1 1 1 1 Botol 2.5 L Tube Botol botol botol Pack VC 1 Kb DNA Ladder Plus,Vivantis, RTU, ThermoScientific Merck vivantis Ultra Pure Grade Himeda MRC ROCHE Gram Staining Kit 1 Pack Himeda Kjeltabs (katalis selen) 5g/tablet Methyl red Ethanol absolute GR Boric acid HCl titrisol 0.1 N n-Hexane (EMSURE) Sodium sulfate anhydrous (EMSURE) Butylhydroxytoluene (BHT) Acetone (EMSURE) Petroleum Ether for denaturation Methanol (EMSURE) Acetonitrile gradient for liquid chromatography 1 1 3 2 6 5 1 1 2 2 3 2 250 tabs 25 g 2,5 L 1 kg 1 ampul 2,5 L 1 kg 1 gr 2,5 L 1L 2,5 L 1L No. Katalog / Spesifikasi 300 react 100 gram Jumlah Rp 3,150,000 8,550,000 4,450,000 6,250,000 3,400,000 8,900,000 12,500,000 3,400,000 1,500,000 6,000,000 950,000 2,600,000 800,000 200,000 950,000 350,000 7,950,000 18,650,000 950,000 2,600,000 800,000 200,000 950,000 350,000 7,950,000 18,650,000 1,000,000 3,050,000 1,150,000 800,000 800,000 550,000 1,350,000 600,000 2,100,000 550,000 1,650,000 450,000 1,650,000 1,000,000 3,050,000 1,150,000 2,400,000 1,600,000 3,300,000 6,750,000 600,000 2,100,000 1,100,000 3,300,000 1,350,000 3,300,000 50 ug 50 ug 1L 1.02445.2500 1ml 1L 100 ml 200 ml 200 prep Contains S012,S032,S013 and S027/S038 MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK Harga Satuan Rp 1,050,000 2,850,000 1.10958.0250 1.06076.0025 1.00983.2500 1.00165.1000 1.09973.0001 1.04367.2500 1.06649.1000 8.17074.1000 1.00014.2500 1.01769.1000 1.06009.2500 1.00030.1000 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 Retinol (vitamin A) NaCl (Sodium chloride) EMSURE Chloroform (EMSURE) Cantaxanthin standard Analitical Grade 99% Lutein Standard Analitical Grade 99% Astaxanthin Standard Analitical Grade 99% DMSO Diethyl ether for analysis Ethyl acetate for liquid chromatography Dichloromethane for liquid chromatography Propionic acid for analysis (organics) Acetic acid 96% for analysis EMSURE Alumunium silica gel plate (Silica gel 60 F254, Aluminium sheets 20 x 20 cm) HCl pekat 37% p.a Sulfanilamide for analysis NED Dihidrocloride H2SO4 Pekat p.a NaNO2 p.a KMnO4 p.a o pH 4.01 buffer solution @25 C pH 7.00 buffer solution @25oC pH 10.01 buffer solution @25oC Methanol (EMSURE) KCl CaCl2. 2H2O NaHCO3 Tris (Tris hydroxymethyl aminomethane GR) Na2HPO4.2H2O 56 57 58 59 60 61 62 63 64 M-Xylene for syntesis Immersion oil Eosin Y Hematoxylin Giemsa Ethylene Glycol Monophenyl Ether For Sys LSS NAOH p.a Natrium Hipoklorit p.a Ethanol absolute GR 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1000 mg 1 kg 1L 10 mg 1 mg 50 mg 2,5 L 2,5 L 1L 1L 1L 2,5 L SIGMA MERCK MERCK SIGMA SIGMA SIGMA MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK MERCK R0300000 1.06404.1000 1.02445.1000 32993-10MG 07168-1MG SML0982-50MG 1.02952.2500 1.00921.2500 1.00868.1000 1.06044.1000 8.00605.1000 1.00062.2500 3,000,000 900,000 600,000 2,370,000 6,100,000 1,700,000 3,900,000 750,000 1,450,000 1,500,000 650,000 700,000 1 25 units MERCK 1.05715.0001 3,450,000 3 1 1 8 1 1 5 5 5 1 1 1 1 1 1 2,5 L 100 gr 25 g 2,5 Liter 500 gr 1 kg 500 ml 500 ml 500 ml 2.5 liter 1 kg 1 kg 1 kg 100 gr 1 kg 1 1 1 1 1 1 8 1 2 1 liter 100 ml 25 gr 500 ml 500 ml 1L 5 kg 500 ml 2,5 liter MERCK Merck Merck Merck Merck Merck Horiba Horiba Horiba Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck 1.00317.2500 1.11799.0100 1.06237.0025 1.00731.2500 1.06549.0500 1.05082.1000 500-4 500-7 500-10 1.06009.2500 1.04936.1000 1.02383.1000 1.06329.1000 1.08382.0100 1.06580.1000 8.22337.1000 1.04699.0100 1.15935.0025 1.05174.0500 1.09204.0500 8.07291.1000 1.06498.5000 2.39305.0500 1.00983.2500 600,000 3,750,000 3,650,000 600,000 900,000 2,850,000 450,000 450,000 450,000 450,000 600,000 1,100,000 900,000 800,000 1,450,000 1,900,000 600,000 1,650,000 1,050,000 1,150,000 1,250,000 1,300,000 2,200,000 800,000 3,000,000 900,000 600,000 2,370,000 6,100,000 3,400,000 3,900,000 750,000 1,450,000 1,500,000 650,000 700,000 3,450,000 1,800,000 3,750,000 3,650,000 4,800,000 900,000 2,850,000 2,250,000 2,250,000 2,250,000 450,000 600,000 1,100,000 900,000 800,000 1,450,000 1,900,000 600,000 1,650,000 1,050,000 1,150,000 1,250,000 10,400,000 2,200,000 1,600,000 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 Sodium Nitroprusida Dihidrate 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 1 100 gr Merck 1.06541.0100 78 9 6 6 1 500 ml 20 Liter 10 ltr 10 ltr 1 kg Merck 1.06393.1000 NaThio Sulfat Indikator PP Metacresol purple indicator Bromcresol green sodium salt (BCG Indikator) methyl red sodium salt Kalium antimonil tartrat (K(SbO)C4H4O6) Ammonium molibdat (NH4)6Mo7O24) Asam Askorbat C6H8O6 3 1 2 3 2 1 2 1 250 gr 100 gr 5 gr 10 gr 25 g 1 kg 250 gr 500 gr Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck Merck 1.06512.0250 1.07233.0100 1.05228.0005 1.01541.0010 1.06078.0025 1.08092.1000 1.01182.0250 1.00468.0500 Kalium Dihidrogen Phospat Anhidrat (KH2PO4) 2 1 kg Merck 1.04873.1000 Mureksid/ammonium purpurat (C8H8N6O6) NaCl p.a Indikator Eriochrome Black T (EBT) Ammonium cloride (NH4Cl) p.a Mg-EDTA p.a NaCN p.a CaCO3 anhidrat p.a NH4OH p.a Na2EDTA dihidrat p.a Mangan Sulfat (MnSO4.4H2O) p.a Potassium Iodida Amylum p.a (Starch Soluble GR) Sodium Azida (NaN3) for Synthesis LS Potassium bi Iodidate (KH(IO3)2 p.a Potassium di Chromate (K2Cr2O7) p.a Sodium Cell Test (1.00885.0001) SPQ Merck 25 sampel Verification standart Cloride Test (1.14897.0001) SPQ Merck 100 sampel Magnesium Cell Test (1.00815.0001) SPQ Merck 25 sampel 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 25 gr 1 kg 100 gr 1 kg 100 gr 1 kg 500 gr 2.5 liter 100 gr 1 kg 1 kg 250 gr 250 gr 100 gr 500 gr Merck Merck Merck Merck Merck Merck Sigma Merck Merck Merck Merck Merck Merck Sigma Merck 1.06161.0025 1.06404.1000 1.03170.0100 1.01145.1000 1.08409.0100 1.06437.1000 795445 1.05423.2500 3.24503.0100 1.05999.1000 1.05043.1000 1.01252.0250 8.22335.0250 60350 1.04864.0500 3 pack Merck SPQ (1.00885.0001) 1 pack Merck SPQ 1 pack Merck SPQ (1.14897.0001) 3 pack Merck SPQ (1.00815.0001) Aquabidest Aquadest Alkohol Teknis 70% Formalin Teknis 40% Na2CO3 3,500,000 40,000 100,000 240,000 500,000 2,410,000 550,000 1,400,000 2,700,000 3,550,000 2,300,000 1,350,000 2,700,000 3,550,000 3,500,000 3,120,000 900,000 1,440,000 3,000,000 2,410,000 1,650,000 1,400,000 5,400,000 10,650,000 4,600,000 1,350,000 5,400,000 3,550,000 950,000 3,850,000 950,000 3,400,000 1,000,000 2,000,000 1,600,000 5,300,000 1,300,000 2,350,000 3,700,000 2,200,000 1,450,000 1,100,000 5,850,000 2,800,000 1,900,000 3,850,000 2,850,000 3,400,000 1,000,000 2,000,000 1,600,000 5,300,000 1,300,000 2,350,000 7,400,000 2,200,000 1,450,000 1,100,000 5,850,000 2,800,000 3,700,000 4,150,000 11,100,000 4,150,000 3,300,000 3,300,000 3,250,000 9,750,000 99 100 101 102 103 104 Silicate (Silicic acid) (1.14794.0001) SPQ Merck 300 sampel Potasium cell test (1.00615.0001) SPQ Merck 25 sampel Calcium Test (1.14815.001) SPQ Merck 100 sampel Insulin ELISA KIT Glukosa ELISA KIT Cortisol ELISA KIT 1 pack Merck SPQ (1.14794.0001 3 pack Merck SPQ (1.00615.0001) 1 Pack Merck SPQ (1.14815.001) 2 1 4 pack pack pack 3,750,000 3,750,000 3,800,000 11,400,000 5,100,000 4,800,000 9,000,000 4,200,000 5,100,000 9,600,000 9,000,000 16,800,000 364,990,000 TERHITUNG ; TIGA RATUS ENAM PULUH EMPAT JUTA SEMBILAN RATUS SEMBILAN PULUH RIBU RUPIAH KETERANGAN : TAMBAHAN SPEK UNTUK NOMOR 102 - 104 102. INSULIN ELISA KIT SPECS The DRG Insulin ELISA Kit is a solid phase enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) based on the sandwich principle. The microtiter wells are coated with a monoclonal antibody directed towards a unique antigenic site on the Insulin molecule. the absorbance (OD) of each well at 450 ± 10 nm with a microtiter plate reader REAGENTS PROVIDED 1. Microtiterwells , 12 x 8 (break apart) strips, 96 wells; Wells coated with anti-Insulin antibody (monoclonal). 2. Zero Standard , 1 vial, 3 mL, ready to use 0 µIU/Ml Contains non-mercury preservative. 3. Standard (Standard 1-5) , 5 vials, 1 mL, ready to use; Concentrations: 6.25 - 12.5 – 25 - 50 and 100 µIU/mL, Conversion: µIU/mL x 0.0433 = ng/mL, 4. Enzyme Conjugate , 1 vial, 5 mL, ready to use, mouse monoclonal anti-Insulin conjugated to biotin; Contains non-mercury preservative. 5. Enzyme Complex , 1 vial, 7 mL, ready to use, Streptavidin-HRP Complex, Contains non-mercury preservative. 6. Substrate Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use, Tetramethylbenzidine (TMB). 7. Stop Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use, contains 0.5 M H2SO4, Avoid contact with the stop solution. It may cause skin irritations and burns. 8. Wash Solution , 1 vial, 30 mL (40X concentrated) 103. CORTISOL ELISA KIT SPECS The DRG Cortisol ELISA Kit is a solid phase enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA ), based on the principle of competitive binding. The microtiter wells are coated with a monoclonal antibody directed towards an antigenic site on the Cortisol molecule. Endogenous Cortisol of a donor OD at 450±10 nm with a microtiter plate reader REAGENTS PROVIDED 1. Microtiterwells , 12x8 (break apart) strips, 96 wells; Wells coated with a anti-Cortisol antibody (monoclonal). 2. Standard (Standard 0-6) , 7 vials, 1 mL, ready to use; Concentrations: 0, 20, 50, 100, 200, 400, 800 ng/mL, thus corresponding to 0, 55.2, 138, 276, 552, 3. Enzyme Conjugate , 1 vial, 25 mL, ready to use;Cortisol conjugated to horseradish Peroxidase; contains 0.3% Proclin as a preservative. 4. Substrate Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use; Tetramethylbenzidine (TMB). 5. Stop Solution , 1 vial, 14 mL, ready to use; contains 0.5M H2SO4.Avoid contact with the stop solution. It may cause skin irritations and burns. 6. Wash Solution , 1 vial, 30 mL (40X concentrated); 104. GLUCOSE ELISA KIT Specs Sensitivity: Linear detection range in 96-well plate: 8~ 400 µM by colorimetric method Simple and convenience: A single step reaction in 15 min Applications: For biological research: Glucose measurement in biological samples For drug/pharm research: Drug influence on Glucose metabolism Absorbance at 490nm using a microplate reader Content Glucose Standard(2x) 1 vial(500µl). The vial contains 500µl of 800µM Glucose Standard. The standard must be equilibrated to room temperature before use. Dilute 500µl of assayed in duplicate. Store at -80˚C. Glucose Assay Solution 1 bottle(20ml). The solution contains enzymes that are light sensitive. The solution must be thawed on ice before use. Best to aliquot the amount needed