8 Inkubasi selama 2 hari pada suhu 28o C dalam kondisi gelap dengan kecepatan 150 rpm. Setelah diinkubasi selama 2 hari, hasilnya adalah terbentuknya koloni berwarna putih. Koloni yang terbentuk kemudian diambil dengan tusuk gigi steril dan diberi nomor lalu dimasukkan ke dalam media agar untuk dibuat duplikatnya dan dikulturkan dalam media LB yang mengandung kanamisin 25 ppm dan rifampisin 50 ppm. Selanjutnya dikocok selama 2 malam dengan kecepatan 150 rpm dan dilakukan isolasi DNA plasmid. Setelah itu, dilakukan restriksi kembali dengan menggunakan enzim NcoI dan SpeI. Keberhasilan tahap ini dapat dilihat berdasarkan hasil restriksi dengan enzim NcoI dan SpeI. Tahap selanjutnya dari penelitian ini, akan dilanjutkan oleh peneliti yang lain dari hasil yang didapatkan akan ditransformasikan melalui Agrobacterium ke eksplan tanaman kelapa sawit. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemurnian Gen Kitinase Produk PCR Strategi dalam konstruksi gen harus mempertimbangkan dua hal yaitu urutan nukleotida gen yang akan dikonstruksi dan vektor ekspresi yang akan digunakan. Gen kitinase (chi) telah diamplifikasi oleh peneliti sebelumnya. Hasil PCR produk yang didapat dari tahap penelitian sebelumnya, dimurnikan terlebih dahulu untuk menghilangkan komponen-komponen yang dapat menghambat proses kloning selanjutnya. Hasil pemurnian PCR produk gen chi ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat bahwa pada sumur 2 terdapat pita yang cukup tebal dengan ukuran yang sesuai dengan pita marka 1500 bp. Hasil dari gambar ini menunjukkan bahwa produk PCR yang telah murni adalah benar gen chi yang diinginkan. 2000 bp 1500 bp 1000 bp M 1 M 1 2 2 Gambar 3 Pemurnian PCR produk gen chi. (M) marker, (1&2) gen chi. Cloning Gen Kitinase Hasil PCR pada pGEMT-Easy Fragmen hasil amplifikasi (PCR) yang diverifikasi pada gel agarosa (Gambar 3), dipotong dari gel dan dimurnikan untuk digunakan pada tahap cloning. Cloning dibagi menjadi tahap ligasi, transformasi ke dalam sel kompeten, dan seleksi transforman. Vektor cloning yang digunakan pada penelitian adalah pGEMT-Easy dari Promega. Seperti terlihat pada Gambar 4, plasmid yang digunakan memiliki basa timin pada bagian ujungnya (3’ T-overhang). Basa T dari vektor dapat berikatan dengan fragmen gen hasil PCR yang memiliki kelebihan basa adenin, tanpa memerlukan tahapan restriksi terlebih dahulu. Proses ligasi terjadi dengan adanya bantuan enzim T4 DNA ligase, yaitu enzim yang membentuk ikatan fosfodiester diantara fragmen gen (insert) dan basa dari plasmid yang digunakan. Proses tersebut dapat dilakukan pada suhu ruang selama satu jam atau diinkubasi pada suhu 4o C selama semalam. Proses ligasi antara gen kitinase dan vektor cloning dalam hal ini telah berhasil dilakukan. Gambar 4 Vektor klon pGEMT-Easy dan peta restriksi yang dimiliki (Promega 1999). Transformasi Gen Kitinase ke Escherichia coli (XL-1 Blue) Produk ligasi yang telah berhasil, kemudian ditransformasi ke dalam sel E. coli XL1- Blue kompeten. Berdasarkan koloni yang terbentuk pada media (Gambar 5), menunjukkan bahwa hasil kloning gen kitinase ke dalam pGEMT-Easy telah berhasil dilakukan. Transformasi dilakukan dengan pemberian kejut panas (heat shock) pada suhu 42oC selama 50 detik. Prinsip utama dari proses tersebut adalah terjadi lonjakan suhu dari 0oC ke 42oC terhadap sel yang telah diberi perlakuan dengan CaCl2. Garam CaCl2 9 (B) ( B) (A) Gambar 5 Contoh duplikat dari koloni hasil transformasi. (A) koloni berwarna putih, (B) koloni berwarna biru. akan mempengaruhi struktur dan muatan dari membran sel. Sehingga pada saat terjadi lonjakan suhu membran menjadi tidak selektif terhadap molekul asing dan produk ligasi dapat masuk ke dalam sel. Sel kemudian dikultur dalam media tumbuh (LB + glukosa) selama 1.5 jam untuk memperbanyak jumlah sel. Setelah itu sel disebar pada medium seleksi (LA + ampisilin 100 ppm + isopropil-D-thiogalaktopiranosida (IPTG) 100mM + 5-bromo-4-kloro-3-indiol- -galaktopiranosida (X-Gal) 40 mg/L), dan diinkubasi semalaman pada suhu 37oC. Tahap terakhir dari proses cloning adalah seleksi transforman. Seleksi transforman dapat dilakukan dengan pengamatan warna koloni putih dan biru yang tumbuh pada media seleksi. Keberhasilan pada tahap cloning ini dilihat dari hasil koloni yang terbentuk pada media. Secara teoritis koloni berwarna putih merupakan koloni yang membawa fragmen gen sisipan (insert) dan sebaliknya koloni berwarna biru membawa plasmid yang tidak tersisipi oleh fragmen gen yang diinginkan. Adanya koloni biru putih berhubungan dengan terekspresinya enzim -galaktosidase. Fragmen gen sisipan yang terdapat pada plasmid akan menghambat sintesis -peptida yang berperan sebagai aktivator terhadap kerja enzim -galaktosidase (Reece 2004). Dalam keadaan aktif, yaitu ketika berada pada bentuk tetramernya, enzim –galaktosidase akan menghidrolisis X-Gal (5– bromo–4–kloro–3– indol– – D – galaktopiranosida) menjadi galaktosida dan senyawa turunan 5-bromo-4kloro indoksil yang berwarna biru. Penyisipan fragmen DNA ke MCS (Multiple Cloning Site) akan merusak susunan basa gen Lac Z’ sehingga ekspresi gen yang menghasilkan enzim fungsional tidak terjadi. Hal ini mengakibatkan koloni menjadi berwarna putih. Pada seleksi biru putih, IPTG berfungsi sebagai penginduksi ekspresi gen sedangkan X-Gal berfungsi sebagai substrat. Konfirmasi Koloni Transforman yang Membawa Fragmen Sisipan Hasil dari PCR DNA koloni disajikan pada Gambar 6. Koloni positif atau koloni yang membawa fragmen gen chi ditunjukkan dengan terbentuknya pita berukuran sekitar 1700 bp. Apabila dicermati lebih lanjut, terjadi penambahan ukuran sekitar 200 bp dari fragmen asli chi yaitu 1500 bp. Penambahan tersebut berasal dari primer universal yang digunakan (M13). Primer universal yang berada dalam pGEMT akan menambah ukuran insert karena sebagian basa pGEMTEasy turut diamplifikasi pada saat proses PCR DNA koloni. Dari gambar terlihat bahwa koloni nomor 14 merupakan koloni positif. Koloni yang positif, kemudian dikultur dalam media yang telah ditambahkan antibiotik. Selanjutnya dilakukan isolasi DNA plasmid dari setiap kultur yang diperoleh menggunakan High Pure Plasmid Isolation Kit (Roche). Hasil isolasi plasmid diverifikasi pada gel agarosa. Kemudian, plasmid dari tiap koloni chi dianalisis urutan basanya menggunakan primer universal M13 F dan M13 R. Adapun tujuan utama dari PCR DNA koloni adalah untuk mengkonfirmasi koloni transforman yang membawa fragmen gen sisipan (Nurhaimi 2006) dan menghindari kesalahan dari pengamatan warna koloni. Hasil isolasi DNA plasmid yang positif selanjutnya disekuensing. Sekuensing diperlukan untuk menganalisis fragmen gen kitinase yang berhasil diisolasi. Sekuensing dapat dilakukan dengan menggunakan produk PCR langsung atau melalui hasil cloning. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 M Gambar 6 Hasil PCR DNA koloni chi 14. (M) marker 1 kb plus DNA ladder, (No 1-20) nomor koloni yang digunakan sebagai cetakan. 10 Urutan basa yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan program BLASTX. Berdasarkan analisis BLASTX dengan melihat parameter skor (bits) lebih dari 150 dan E value yang kurang dari 10-4, maka tingkat homologi yang dihasilkan cukup baik (Claveri & Notredam 2003). Semakin tinggi skor (bits) maka tingkat homologinya semakin baik, semakin rendah E value maka semakin baik pula tingkat homologinya. Selain nilai skor dan E value, tingkat homologi juga dapat dilihat dari garis berwarna merah pada grafik hasil BLASTX. Analisis ini diperlukan untuk mengetahui apakah gen yang berhasil diisolasi sesuai dengan yang diharapkan. Hasil analisis BLASTX (Gambar 7) menunjukkan bahwa fragmen gen kitinase. (chi) yang diperoleh menyandi enzim endochitinase. Chi memiliki homologi yang tinggi dengan enzim chitinase yang lain. Hal tersebut teramati melalui skor (bits) yang lebih besar dari 150. Homologi chi dengan protein lain yang bersesuaian disajikan pada Tabel 1. Selanjutnya hasil sekuen dengan M13 F dan reverse complement M13 R disejajarkan menggunakan pairwaise aligment (Bioedit). Tujuan utama dari pairwaise aligment adalah untuk mengetahui urutan basa yang sama (overlap) dari hasil sekuen menggunakan primer M13 F dan M13 R. Data hasil sekuensing berupa elektroforegraf yang menggambarkan urutan basa fragmen gen chi berukuran 1500 bp (Lampiran 5). Ukuran fragmen yang didapat sesuai dengan hasil amplifikasi fragmen gen chi sebelumnya, yaitu sekitar 1500 bp. Hasil yang didapat merupakan gambaran bahwa proses cloning dan sekuensing telah berhasil dilakukan. Tabel 1 Hasil analisis BLASTX fragmen gen chi * Protein yang Score E value bersesuaian endochitinase 322 1e-86 [Trichoderma.... endochitinase 322 1e-86 [Hypocrea... endochitinase 320 4e-86 [Hypocrea... 309 6e-83 endochitinase [Trichoderma.... 307 3e-82 endochitinase [Trichoderma... *hanya ditampilkan sebagian, secara lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 6. Restriksi Gen Kitinase dan pCambia 1303 dengan Enzim Restriksi Hasil sekuensing yang telah didapat, digunakan untuk memulai tahap awal dalam konstruksi gen chi. Tahap awal untuk mengkonstruksi gen ini adalah restriksi gen chi dan pCambia itu sendiri. Supaya gen chi dapat disambungkan pada vektor ekspresi (pCambia 1303), maka terlebih dahulu pCambia 1303 dipotong dengan enzim NcoI dan SpeI. Hasil restriksi pCambia 1303 disajikan pada Gambar 8. Setelah dipotong dengan enzim NcoI dan SpeI, hasil elektroforesis pada Gambar 8 menunjukkan pita dengan ukuran sekitar 12000 bp. Pita dengan ukuran 12000 bp tersebut merupakan ukuran pCambia 1303 yang berhasil dipotong dengan enzim NcoI dan SpeI. Setelah itu, fragmen pCambia 1303 tersebut dipotong dari gel untuk dielusi dengan Pure Link TM Quick Gel Extraction (Invitrogen). Hasil pemurnian dari plasmid pCambia 1303 disajikan pada Gambar 9. Hasil pemurnian tersebut 12000 bp 12000 bp M Gambar 7 Hasil analisis BLASTX fragmen gen chi. 1 Gambar 8 Hasil elektroforesis restriksi pCambia 1303 dengan enzim NcoI dan SpeI (M) marker, (1) pCambia 1303. 11 12000 bp 12000 bp 1 2 M Gambar 9 Hasil pemurnian plasmid pCambia 1303. (1&2) pCambia 1303, (M) marker. menunjukkan bahwa pada sumur satu dan dua terlihat adanya pita yang cukup tebal dengan ukuran 12000 bp. Hal ini menggambarkan bahwa pemurnian plasmid pCambia 1303 hasil restriksi telah murni. Begitu pula sebaliknya, gen chi dipotong dengan enzim NcoI dan SpeI dari vektor cloning (pGEMT-Easy) untuk disambungkan pada vektor ekspresi pCambia 1303. Hasil elektroforesis gen chi dari pGEMT-Easy disajikan pada Gambar 10. Setelah dipotong dengan enzim NcoI dan SpeI, hasil elektroforesis pada Gambar 10 menunjukkan adanya 2 pita dengan ukuran 3000 bp dan 1500 bp. Dua pita DNA ini disebabkan adanya dua sisi restriksi yang dikenali oleh enzim restriksi dalam urutan nukleotida plasmid. Pita dengan ukuran 3000 bp merupakan ukuran dari vektor cloning (pGEMT-Easy) sedangkan pita dengan ukuran 3000 bp 1500 bp M 1 Gambar 10 Hasil elektroforesis restriksi gen chi dari pGEMT-Easy. (M) marker, (1) pGEMT-Easy (3000 bp) dan gen chi (1500 bp). 1500 bp merupakan ukuran dari gen chi. Dengan demikian disimpulkan bahwa gen chi sudah terpisah sempurna dari vektor cloning (pGEMT-Easy). Selanjutnya fragmen dari gen chi dipotong dari gel lalu dielusi dengan Pure Link TM Quick Gel Extraction (Invitrogen) untuk diligasi dengan pCambia 1303. Vektor pCambia 1303 yang digunakan pada penelitian berfungsi sebagai vektor ekspresi. Plasmid pCambia 1303 mempunyai rentang yang luas sehingga bersifat stabil jika ditransformasikan baik ke tanaman dikotil maupun pada tanaman monokotil. Vektor ini didasarkan pada pCambia 1301. pCambia 1303 mengandung gusA, mgfp5, dan His6 fusion. Selain itu, plasmid pCambia 1303 juga mengandung promotor CaMV35S (Cauliflower Mosaic Virus). Promotor ini berhubungan dengan urutan yang terpoliadenilasi pada T-DNA plasmid. Hal ini memungkinkan pembuatan klon langsung ke dalam T-DNA plasmid. Sedangkan T-DNA sendiri merupakan untaian DNA yang akan ditransfer ke sel tanaman. Gen gusA (betaglucuronidase) dalam plasmid pCambia 1303 yang berfungsi sebagai gen reporter untuk memonitor proses transformasi dan introduksi gen yang direkayasa. Selain itu, enzim restriksi NcoI dan SpeI yang digunakan untuk memotong gen kitinase dan pCambia 1303 tergolong dalam enzim endonuklease restriksi yang hanya memotong DNA utas ganda pada sekuen tertentu yang disebut sekuen pengenalan atau situs pengenalan (recognition site). Enzim SpeI berasal dari strain E. coli yang diisolasi dari Sphaerotilus dengan situs restriksi 5’A CTAGT3’. Sedangkan enzim NcoI berasal dari strain E.coli yang diisolasi dari Nocardia corallina dengan situs restriksi 5’C CATGG 3’. Alasan enzim NcoI dan SpeI digunakan pada penelitian ini karena, gen chi akan dimasukkan ke dalam vektor ekspresi (pCambia 1303). Untuk dapat memotong, hal pertama yang harus dilihat adalah restriction map dari pCambia 1303 dan pGEMT-Easy. Enzim-enzim yang ada pada pCambia disesuaikan terlebih dahulu dengan enzim yang ada pada pGEMT-Easy. Pada peta restriksi pCambia 1303, terdapat NcoI dan SpeI tepat dibelakang promotor CaMV35S yang mengekspresikan gen gusA dan gene flourescent protein (gfp) (Gambar 11). Sedangkan pada peta restriksi pGEMT-Easy juga terdapat enzim NcoI dan SpeI (Gambar 4). Jika enzim yang akan digunakan tersebut 12 sesuai dengan terdapat pada vektor kloning maupun vektor ekspresi maka enzim tersebut dapat digunakan untuk memotong gen yang diinginkan. Dalam proses restriksi ini juga menggunakan BSA (Bouvine Serum Albumin) yang berfungsi untuk menstabilkan enzim pada restriksi pCambia 1303 dan gen kitinase itu sendiri. Gambar 12 Skema ligasi gen chi dengan plasmid pCambia 1303. Gambar 11 Peta restriksi pCambia 1303 dengan enzim restriksi. Ligasi Gen Kitinase dengan pCambia 1303 Gen kitinase dan pCambia 1303 yang telah dipotong dengan enzim NcoI dan SpeI, kemudian diligasi. Enzim DNA ligase berfungsi menempelkan rantai tunggal pada ujung molekul DNA utas ganda, yang memiliki ujung 5’ dengan gugus fosfat dan yang memiliki ujung 3’ dengan gugus hidroksil. Sifat komplementer hasil restriksi dari enzim restriksi yang sama (atau enzim berbeda yang menghasilkan ujung lancip yang sama) sangat penting untuk menempelkan DNA dari sumber yang berbeda. Enzim ligase memiliki efisiensi lebih tinggi untuk menempelkan ikatan fosfodiester yang putus pada pasangan ujung lancip daripada ujung tumpul (Turner et al. 2000). Skema ligasi gen chi dengan plasmid pCambia 1303 disajikan pada Gambar 12. Hasil ligasi antara pCambia 1303 dan gen chi kemudian ditransformasi ke E. coli strain XL1-Blue. Transformasi merupakan proses memasukkan DNA asing biasanya plasmid, ke dalam suatu organisme. Metode transformasi dilakukan antara lain dengan metode fisika, (injeksi partikel, bombardment, pulsa medan listrik),metode kimia (melarutkan DNA dalam larutan PEG dan penggunaan kejut panas), atau secara biologis (menggunakan vektor E. coli atau Agrobacterium) (Endress 1994). Transformasi ke sel bakteri biasanya dilakukan dengan perlakuan Ca2+ sehingga membuat bakteri tersebut kompeten untuk dimasuki DNA plasmid. (Turner et al. 2000). Transformasi ke E. coli dilakukan untuk memperbanyak jumlah DNA plasmid rekombinan. Sel kemudian disebarkan diatas medium LB agar yang telah ditambahkan dengan kanamisin 25 ppm. Setelah itu diinkubasi semalam pada suhu 37o C. Dalam hal transformasi koloni, seleksi transforman antara gen chi dengan pCambia 1303 melalui warna koloni yang terbentuk berbeda dengan seleksi transforman antara gen chi pada pGEMT-Easy. Warna koloni yang terbentuk pada hasil transformasi gen chi dengan pCambia ke dalam sel kompeten hanya menghasilkan satu warna koloni saja, yaitu koloni berwarna putih (Gambar 13). Setelah hasil transformasi menghasilkan warna koloni putih yang mengandung plasmid rekombinan, maka dari koloni yang terbentuk tersebut diduplikat dan dikultur untuk memperbanyak jumlah plasmid rekombinan. Gambar 13 Contoh transformasi koloni gen chi dengan pCambia ke dalam sel kompeten (XL1-Blue). Isolasi DNA Plasmid Rekombinan Hasil isolasi DNA plasmid dielektroforesis pada gel agarosa sehingga menghasilkan pita- 13 pita DNA yang berbeda ukurannya dapat terpisah. Elektroforesis DNA plasmid yang mengandung sisipan gen chi disajikan pada Gambar 14. Berdasarkan hasil isolasi DNA plasmid gen chi yang ditransformasi ke dalam sel E.coli menghasilkan satu ukuran yaitu ± 13500 bp. Ukuran ini didapat dari penggabungan ukuran pCambia yaitu 12000 bp dan gen chi itu sendiri yang mempunyai ukuran sekitar 1500 bp. Tahap selanjutnya, DNA plasmid hasil isolasi dipotong kembali dengan enzim NcoI dan SpeI untuk memeriksa bahwa plasmid tersebut adalah benar pCambia 1303 yang mengandung gen chi. Hasil pemotongan DNA kemudian dielektroforesis pada gel agarosa dan disajikan pada Gambar 15. Hasil pemotongan menunjukkan bahwa pita yang terbentuk merupakan plasmid klon pCambia 1303 yang telah disisipi gen chi. Hal ini diperlihatkan dari ukuran pita DNA berukuran 12000 bp yang merupakan ukuran rantai DNA pCambia 1303 setelah dipotong dengan NcoI dan SpeI dan pita DNA 1500 bp yang merupakan ukuran dari gen chi. 13500 bp 12000 bp M 1 Gambar 14 Hasil elektroforesis isolasi DNA plasmid gen chi dengan pCambia 1303. (M) marker, (1) DNA plasmid pCambia 1303 yang mengandung gen chi. 12000 bp 12000 bp 1000 bp 1500 bp M 1 Gambar 15 Hasil pemotongan plasmid pCambia1303-gen chi dengan NcoI dan SpeI. Timbulnya beberapa pita DNA hasil isolasi disebabkan oleh adanya perbedaan konformasi dari plasmid-plasmid tersebut. Pergerakan fragmen DNA pada gel agarosa proporsional terhadap logaritma berat molekul fragmen tersebut. Plasmid yang memiliki putaran (koil) lebih banyak memiliki bentuk yang lebih kompak sehingga lebih mudah melalui pori-pori dalam gel agarosa daripada plasmid yang putarannya lebih sedikit. Sehingga, plasmid yang memiliki putaran lebih banyak lebih cepat jalannya di dalam gel dibanding dengan plasmid yang memiliki putaran lebih sedikit. Faktor penting lain yang berpengaruh adalah kehadiran interkalator. Interkalator yang paling terkenal adalah etidium bromida. Etidium bromida merupakan senyawa polisiklik aromatik bermuatan positif yang akan berikatan dengan DNA yang bermuatan negatif dengan menginsersikan dirinya diantara pasangan basa (interkalasi). Interkalasi menyebabkan DNA heliks melonggar sekitar 26oC. Proses isolasi, elektroforesis dan pewarnaan DNA dengan etidium bromida juga mempengaruhi putaran DNA heliks (Turner et al. 2000). Isolasi DNA plasmid pada penelitian ini menggunakan High Pure Plasmid Isolation Kit (Roche). Isolasi DNA plasmid dengan menggunakan kit ini, pada prinsipnya sama dengan pemisahan plasmid berdasarkan ukuran. Proses pemisahan plasmid berdasarkan ukurannya dimulai dengan pembuatan ekstrak sel. Jika sel dipecah secara perlahan pada kondisi terkendali hanya sebagian kecil DNA kromosom yang putus, sehingga fragmen DNA kromosom berukuran jauh lebih besar dari ukuran plasmid dapat dipisahkan dari plasmid dengan cara mengendapkan DNA kromosom bersama serpihan sel melalui sentrifugasi. Cara ini dapat meminimalkan kerusakan DNA kromosom dan selanjutnya dari proses sentrifugasi akan menghasilkan larutan jernih yang mengandung DNA yang hampir seluruhnya berupa DNA plasmid. Prinsip dari elektroforesis gel agarosa yaitu dapat memisahkan DNA linear berdasarkan perbedaan ukuran, melalui migrasi DNA pada sebuah matriks dalam pengaruh medan listrik karena setiap nukleotida dalam sebuah molekul asam nukleat membawa sebuah muatan negatif. Elektroforesis juga bisa digunakan untuk mendeterminasi organisasi molekul plasmid (Turner et al. 2000). Jika gel ditempatkan dalam tangki elektroforesis yang mengandung larutan buffer dan tangki tersebut dialiri arus 14 listrik, maka molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak ke arah positif (anode). Kecepatan migrasi DNA dapat ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya ukuran molekul DNA, konsentrasi agarosa, konformasi DNA, voltase yang digunakan, adanya etidium bromida di dalam gel dan komposisi larutan buffer (Muladno 2002). Transformasi Menggunakan Sel Kompeten Kimia ke Agrobacterium tumefaciens Strain AGLO Berdasarkan hasil pemotongan pCambia 1303 dan gen chi yang diverifikasi pada agarosa sesuai dengan yang diharapkan, maka tahap selanjutnya adalah transformasi pCambia 1303 yang mengandung gen chi ke Agrobacterium tumefaciens dengan menggunakan sel kompeten kimia strain AGLO. Transformasi ini telah berhasil dilakukan berdasarkan hasil terbentuknya koloni yang ditunjukkan pada Gambar 16. Transformasi gen kitinase ke dalam Agrobacterium tumefaciens dilakukan dengan pemberian kejut panas (heat shock). Prinsip utama dari proses tersebut adalah terjadi lonjakan suhu dari 0 oC ke 37 o C terhadap sel. Sehingga pada saat terjadi lonjakan suhu membran menjadi tidak selektif terhadap molekul asing dan produk dapat masuk ke dalam sel. Sel yang telah ditransformasi selanjutnya diinkubasikan dalam medium YEP (yeast ekstrak pepton) dan dikocok selama 3 jam dengan kecepatan 150 rpm, pada suhu 28oC. Pengocokan ini berfungsi memberikan kesempatan bagi sel untuk mengekspresikan gen marka pada plasmid. Setelah itu, sel disebarkan dalam medium selektif yang telah ditambahkan dengan kanamisin 25 ppm dan rifampisin 50 ppm. Gambar 16 Contoh duplikat koloni hasil transformasi pCambia1303 yang mengandung gen chi melalui Agrobacterium. Seleksi transforman umumnya berdasarkan oleh adanya marka seleksi yang diselipkan pada plasmid. Marka seleksi itu sendiri merupakan gen yang memberi karakteristik baru pada sel transforman yang tidak dimiliki oleh sel bukan transforman. Dalam transformasi melalui Agrobacterium ini, antibiotik yang digunakan adalah kanamisin dan rifampisin. Kedua antibiotik ini digunakan karena plasmid pCambia 1303 membawa marka seleksi berupa gen resistensi terhadap antibiotik kanamisin sedangkan antibiotik rifampisin digunakan dalam transformasi melalui Agrobacterium ini berfungsi untuk membunuh E. coli agar plasmid rekombinan yang terdapat di dalam E. coli dapat dimasukkan ke dalam Agrobacterium. Dengan demikian, sel yang mengalami transformasi (membawa plasmid pCambia 1303) bersifat resisten terhadap kanamisin maupun rifampisin, sedangkan sel yang tidak mengalami transformasi akan sensitif terhadap kedua antibiotik tersebut. Oleh karena itu, seleksi transforman dapat dilakukan dengan cara menumbuhkan sel yang ditransformasi dalam medium yang mengandung kanamisin dan rifampisin. Sel transforman akan mampu tumbuh dan membentuk koloni sedangkan sel yang bukan transforman akan mati. Sel perlu waktu cukup untuk menghasilkan enzim dalam jumlah yang cukup untuk menangkal pengaruh antibiotik. Oleh karena itu, setelah proses transformasi sel tidak langsung ditumbuhkan ke dalam medium selektif (mengandung antibiotika) tetapi terlebih dahulu ditumbuhkan dalam medium cair tanpa antibiotika dalam jangka waktu pendek agar replikasi plasmid dan pembentukan enzim dapat berlangsung. Dalam transformasi melalui Agrobacterium ini, setelah disebarkan dalam medium selektif, plasmid pCambia yang mengandung gen chi diinkubasi selama 2 hari dalam keadaan kondisi gelap. Hal ini bertujuan untuk menyamakan kondisi tempat tinggal Agrobacterium yang hidup di dalam tanah yaitu dalam keadaan gelap. Sehingga sel transforman dapat bertahan hidup saat ditumbuhkan dalam medium selektif. Koloni yang positif, kemudian dikultur dalam media yang telah ditambahkan antibiotik. Selanjutnya dilakukan isolasi DNA plasmid dari setiap kultur yang diperoleh. Hasil isolasi plasmid diverifikasi pada gel agarosa (Gambar 14). Untuk mengkonfirmasi kebenaran konstruksi gen chi ke pCambia 1303 melalui Agrobacterium ini, maka perlu 15 dilakukan pemotongan dengan menggunakan enzim restriksi yang sama yaitu NcoI dan SpeI (Gambar 15) agar dapat diketahui bahwa plasmid pCambia 1303 yang mengandung gen chi telah masuk ke dalam Agrobacterium. Hasil transformasi plasmid pCambia 1303 yang mengandung gen chi selanjutnya akan ditransfer pada tanaman kelapa sawit (kalus sawit) melalui sistem Agrobacterium tumefaciens. Dengan demikian, konstruksi gen chi pada vektor ekspresi (pCambia 1303) dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi busuk akar pada tanaman kelapa sawit yang disebabkan oleh Ganoderma spp. Sehingga dengan orientasi konstruksi gen ini, gen-gen yang akan disisipkan diharapkan dapat diekspresikan secara terus-menerus sepanjang hidup tanaman kelapa sawit terutama pada bagian perakaran. Saran DNA rekombinan yang telah berhasil ditransformasikan ke dalam sel Agrobacterium tumefaciens strain AGLO sebaiknya dilanjutkan dengan mengintegrasikan ke dalam sel tanaman. Selanjutnya, untuk mengetahui efektivitas gen kitinase pada Ganoderma sebaiknya dilakukan bioassay ditingkat E. coli. DAFTAR PUSTAKA Chaidamsari. 2005. Biotechnology for cocoa pod borer resistance in cocoa [disertasi]. Netherlands: Plant Research International, Wageningen University. Claveri JM, Notredame C. 2003. Bioinformatics for Dummies. Ed ke2. New York: Wiley Publishing. Datta K, Nicola ZK, Baisakh N, Oliva N, Datta K. 2000. Agrobacterium mediated engineering for sheath blight resistance of indica rice cultivars from different ecosystems. Theor Appl Genet 100: 832-839. Gambar 17 Orientasi konstruksi gen chi dengan pCambia 1303. Doyle K. 1996. Promega Protocol and Application Guide. Tird Edition. USA: Promega Corporation. hlm. 4154. Endress R. 1994. Plant Cell Biotechnology. Berlin: Spriner-Verlag. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Konstruksi gen kitinase (chi) telah berhasil disisipkan ke dalam pCambia 1303. DNA rekombinan yang terkonstruksi dapat dibuktikan dengan isolasi plasmid. Restriksi DNA rekombinan dengan enzim NcoI dan SpeI menghasilkan 2 pita, yaitu pita dengan ukuran 12000 bp yang merupakan ukuran dari pCambia 1303 dan pita dengan ukuran 1500 bp yang merupakan ukuran dari gen chi. Transformasi DNA rekombinan ke dalam Agrobacterium tumefaciens telah berhasil dilakukan dengan menggunakan sel kompeten kimia strain AGLO dengan prinsip kejut panas (heat shock) yang dapat dilihat keberhasilannya dari hasil restriksi dengan enzim NcoI dan SpeI. Jach G et al. 1995. Enhanced quantitative resistance against fungal disease by combinatorial expression on different barley anti fungal proteins in transgenic tobacco. The Plant J 8: 97-109. Jusuf M 2001. Genetika I Struktur dan Ekspresi Gen. Jakarta: Infomedika. Kendrew SJ, Lawrence E. 1994. The Encyclopedia of Molecular Biology. Cambridge: Blackwell Science. Lin W, Anuartha CS, Datta K, Potrykus L, Muthukrishnan. 1995. Genetic engineering of rice for resistace to sheath blight. Biotechnology 13: 686691.