BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Menurut M.J. Langeveld (2015), “pendidikan adalah upaya manusia dewasa membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan. Pendidikan adalah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugastugas hidupnya, agar bisa mandiri, akil-baliq, dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan adalah usaha mencapai penentuan diri susila dan tanggung jawab”. Tujuan pendidikan membimbing manusia yang belum dewasa yaitu pendewasaan diri, dengan ciri-cirinya yaitu: kematangan berpikir, kematangan emosional, memiliki harga diri, sikap dan tingkah laku yang dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasian diri. Kecakapan atau sikap mandiri, yaitu dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain. Salah satu jenjang pendidikan yang penting dan diwajibkan di Indonesia adalah Pendidikan Sekolah Dasar (SD). Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1, “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan diri sendiri dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 6, tentang setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. 1 2 Menurut H. Muhammad Ali (1987), “mengajar adalah segala upaya yang disengaja dalam rangka memberi kemungkinan bagi siswa untuk terjadinya proses belajar sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan.” Banyak permasalahan pelaksanaan standar isi mata pelajaran IPS, seperti guru dalam pembelajaran masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab, sehingga berfokus pada guru dan mengaktifkan guru bukan siswa. Konsep-konsep dasar IPS tidak dibelajarkan pada peserta didik, sehingga peserta didik tidak dapat menggeneralisasikan atau tidak dapat mendemonstrasikan data sehingga tidak mengefektifkan pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran tersebut merupakan gambaran yang terjadi di kelas V SD Negeri Kutowinangun 4 pada semester 1 Tahun Pelajaran 2015/2016. Dalam pembelajaran IPS, nampak guru menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Guru hanya menggunakan buku LKS dan buku paket sebagai media pembelajaran. Siswa diminta banyak membaca dan mengingat Peninggalan Sejarah dan Tokoh-tokoh Kerajaan, namun siswa tetap masih bisa tanya jawab dengan guru dan antusias dalam mengikuti pelajaran IPS. Agus Hadi Saputro, mengkhawatirkan nilai kelas V, khususnya pada mata pelajaran IPS. Berdasarkan nilai pada laporan nilai raport ulangan tengah semester genap, nilai rata-rata IPS rendah di antara nilai rata-rata mata pelajaran lain yaitu IPA, Bahasa Indonesia, PKn, Bahasa Jawa, dan Agama. Nilai rata-rata mata pelajaran IPS dan Matematika seimbang yaitu termasuk cukup rendah di antara nilai rata-rata mata pelajaran yang lain. Dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 70, terdapat 50% siswa tidak tuntas karena kurangnya membaca pelajaran IPS. Menurut Bloom, “ketuntasan siswa difokuskan pada penguasaan siswa pada materi yang diterima.” Menurut Anderson dan Block (1975), “ketuntasan pada dasarnya merupakan seperangkat gagasan dan tindakan pembelajaran individu yang membantu siswa untuk belajar secara sistematik.” Dari pendapat kedua ahli tersebut, jika siswa belum mencapai ketuntasan, maka cara mengajar guru harus mengalami banyak perubahan, cara mengajar guru tidak secara klasik lagi. Guru harus bisa menerapkan cara mengajar yang benar- 3 benar terfokus pada siswa dan mengajar secara sistematik agar membantu siswa cepat menangkap pelajaran dan mudah memahami pelajaran. Masalah yang ditemukan saat melakukan observasi langsung pada Selasa, 13 Oktober 2015 adalah proses belajar mengajar yang masih berpusat pada guru. Di dalam kelas, terdapat seorang anak yang memiliki kelebihan dalam menjawab, beberapa siswa yang tidak berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung dan beberapa siswa yang berkonsentrasi saat pelajaran berlangsung hanya sekitar 2 siswa yang mampu menjawab ketika ditanya guru. Satu siswa pernah saling metertawakan temannya yang tidak bisa menjawab di dalam kelas. Keberagaman ini membuat kelas V menjadi berbeda dari kelas lain di SD Negeri Kutowinangun 4 yang membutuhkan kemampuan afektif, kognitif dan psikomotorik yang berimbang pada setiap siswanya. KKM yang ditentukan yaitu 70. Berdasarkan wawancara dengan guru pada tanggal 6 Oktober 2015, berdasarkan hasil nilai ulangan harian, dengan jumlah siswa kelas V sebanyak 31, sebanyak 50% siswa mengaku tidak suka IPS, 49% anak menyatakan suka IPS. Dengan adanya ketidaktuntasan siswa yang terlihat dari rata-rata nilai ulangan harian dan nilai tugas para siswa, sehingga, peneliti harus melakukan penelitian yang lebih terperinci mengenai hasil belajar siswa terhadap IPS berdasarkan teori ahli. Apakah dengan adanya fakta tersebut, hasil belajar siswa menunjukkan terhadap IPS baik? Apabila masalah yang dihadapi guru yaitu masalah hasil belajar siswa pada pelajaran IPS tersebut tidak segera diatasi, dikhawatirkan akan timbul dampak negatif yang lebih pada hasil belajar siswa sampai kenaikan kelas. Dari semua itu, peneliti menggunakan model Make a Match untuk menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Make a Match menekankan pada kegiatan belajar sambil melakukan sesuatu yaitu mencari pasangan entah itu soal atau jawaban. Make a Match diharapkan dapat menjadi model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 4 Tahun Pelajaran 2015/2016. 4 Selain itu, keunggulan dari Make a Match adalah guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Make a Match juga membantu siswa dalam membangun pengetahuan dan kemampuan serta mempersiapkan mereka menghadapi. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi masalah yang terkait pembelajaran IPS di kelas V SD Negeri Kutowinangun 4 sebagai berikut: a. Masih rendahnya hasil belajar IPS dengan bukti bahwa 50% siswanya belum tuntas KKM pada ulangan tengah semester genap dan nilai tugas tahun ajaran 2015/2016. b. Pembelajaran IPS belum membuat siswa aktif karena terpusat pada buku dan guru. c. Pembelajaran IPS dinilai belum memuaskan. d. Model Make a Match Berbantuan Mind Mapping belum dipakai guru dalam pembelajaran IPS. 1.3 Pembatasan Masalah Dari beberapa masalah yang teridentifikasi di kelas V SD Negeri Kutowinangun 4 tahun pelajaran 2015/2016 tersebut, maka penelitian dibatasi pada penggunaan Make a Match Berbantuan Mind mapping untuk meningkatkan hasil belajar IPS. Kondisi pembelajaran seperti di atas tidak dapat dibiarkan terus menerus, oleh karena itu harus segera dipecahkan. Itu sebabnya penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Make a Match Berbantuan Mind Mapping untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas V SD Negeri Kutowinangun 4 Tahun Pelajaran 2015/2016, akan ikut memecahkan permasalahan pembelajaran IPS. 1.4 Rumusan Masalah Permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah “Apakah peningkatan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 4 Salatiga 5 Semester 1 Tahun Pelajaran 2015-2016 dapat diupayakan melalui model Make a Match Berbantuan Mind Mapping”. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Kutowinangun 4, tahun pelajaran 2015/2016 dengan menerapkan model Make a Match Berbantuan Mind Mapping. 1.6 Manfaat Penelitian Penelitian ini mencakup manfaat penelitian secara teoritis dan praktis. Manfaat teoritis penelitian ini adalah: a. Melihat efektifitas penggunaan Make a Match Berbantuan Mind Mapping terhadap IPS. b. Mengembangkan strategi belajar mengajar IPS SD. c. Menjadi referensi bagi guru dan penelitian pendidikan lainnya. Manfaat praktis dari penelitian ini adalah: a. Bagi guru, penelitian ini dapat membantu guru dalam memperbaiki proses mengajar pada pelajaran IPS kelas V SD Negeri Kutowinangun 4, tahun pelajaran 2015/2016. Penelitian ini juga dapat menjadi refleksi bagi guru untuk proses belajar mengajar. b. Bagi siswa, melalui Make a Match Berbantuan Mind Mapping siswa dapat mengalami peningkatan hasil belajar IPS, menambah pengetahuan siswa dan kemampuan untuk memperoleh serta menggunakan informasi dalam berbagai bentuk dengan bekerjasama untuk berpikir kritis, dan mengatur tugas. c. Bagi sekolah, penelitian ini dapat memberikan pertimbangan dan masukan bagi pengembangan kurikulum dan perbaikan proses belajar mengajar. d. Bagi peneliti, penelitian ini dapat mengembangkan keterampilan dan kekreatifan dalam meneliti khususnya penulisan Penelitian Tindakan Kelas (action research), kecakapan hidup (life skill), kemampuan berpikir kritis 6 (critical thinking skill), dan kreatifitas serta kepekaan terhadap masalah di dunia pendidikan.