Editor: Wakhid Sugiyarto PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI INDONESIA Penulis: M. Adlin Sila, Wakhid Sugiyarto, Mursyid Ali, Titik Suwariyati, H.M. Ridwan Lubis, Syuhada Abduh, Bashori A. Hakim, H. Djuhardi, Umar R. Soeroer, M. Khaolani, Asnawati KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT Kementerian Agama RI PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN Badan Litbang dan Diklat TAHUN 2015 Puslitbang Kehidupan Keagamaan Jakarta, 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia i Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia ISBN : 978-602-8739-48-1 Lii + 297 hlm; 15 x 21 cm. Cetakan ke-1 November 2015 Hak cipta pada Penerbit Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit. Penulis: M. Adlin Sila, Wakhid Sugiyarto, Mursyid Ali, Titik Suwariyati, H.M. Ridwan Lubis, Syuhada Abduh, Bashori A. Hakim, H. Djuhardi, Umar R. Soeroer, M. Khaolani, Asnawati Editor: Wakhid Sugiyarto Desain cover dan Layout oleh : Suka, SE Penerbit: Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI Jl. M. H. Thamrin No.6 Jakarta 10340 Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421 http://puslitbang1.kemenag.go.id ii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN Alhamdulillah, salah satu naskah penting hasil penelitian oleh peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan yaitu; Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia sudah siap dicetak. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 yang lalu, tetapi masih sangat actual sampai hari ini untuk dikaji, dianalisis dan dicermati, terutama setelah kejadian tindak terorisme di Paris beberapa hari yang lalu yang menewaskan ratusan orang dan ribuan luka-luka. Tidakan terorisme yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, organisasi ataupun negara jelas bukan berangkat dari ruang kosong, tetapi berangkat dari suatu tujuan yang dimotivasi oleh suatu gagasan, ide, wacana, narasi, ideologi, pemahaman keagamaan dan sebagainya. Dari pondasi itu kemudian disusunlah strategi untuk mencapai tujuan. Motif atau tujuan teror bisa bermacam-macam, baik itu ekonomi, ideologi, politik maupun keagamaan. Kelompok-kelompok Islam teror jelas memperlihatkan tujuan ideologi, politik dan keagamaan. Misalnya; Boko Haram, Al Qaedah, Jama’ah Islamiyah dan sebagainya. Sementara negara teror memperlihatkan motif ekonomi, politik dan hegemoni. Misalnya Israel dan Amerika Serikat yang menebar teror, adu domba dan standard ganda di berbagai negara agar berbagai negara tersebut mengikuti kemauanya. Buku ini merupakan hasil penelitian berkaitan dengan terpidana terorisme yang bermotif keagamaan, sehingga yang diteliti dan dikaji adalah profil keagamaanya. Kepada para peneliti dan editornya kami sampaikan ucapan terima kasih, semoga menjadi amal shalih dalam rangka pengabdian kepada Allah, bangsa dan negara. Dengan semboyan “peneliti boleh salah tetapi tidak boleh bohong”, mungkin saja ada beberapa hal yang harus dikritik pembaca, tetapi itulah hasil Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia iii penelitian yang telah dilakukan. Oleh karena itu, buku ini masih sangat terbuka untuk mendapatkan kritik dari pembaca agar menjadi lebih baik. Selamat membaca Jakarta, November 2015 Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan H. Muharam Marzuki, Ph.D NIP. 19630204 199403 1 002 iv Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, akhirnya sebuah penelitian sangat penting yang dilakukan oleh para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan tentang profil keagamaan terpidana terorisme di Indonesia dapat diterbitkan pada tahun 2015 ini. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2006, sehingga sudah cukup kadaluarsa dan “basi” untuk dicetak saat ini. Namun karena substansi hasil penelitianya ternyata masih tetap aktual, maka menjadi tetap sangat relevan untuk diterbitkan kembali. Berbagai kasus tindak terorisme, hampir tidak lebih tidak kurang, bahwa para pelakunya berangkat dari paham keagamaan yang relatif sama dengan yang telah ditemukan para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2006. Judul asli dari penelitian yang dilakukan tahun 2006 itu adalah “Dampak Globalisasi terhadap Kehidupan Beragama: Profil Keagamaan Pelaku Tindak Pidana Terorisme di Indonesia”. Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tidak ingin ikut menghakimi para tertuduh, maka judulnya diperhalus menjadi “Paham Keagamaan Para Terpidana Terorisme di Indonesia”. Sebagai hasil penelitian yang sangat penting, ternyata pada tahun 2015 ini, Puslitbang Kehidupan Keagamaan sudah tidak memiliki dokumen tertulis, karena pada tahun 2006 ketika penelitian dilakukan, hasil penelitianya itu diperbanyak secara terbatas. Sementara itu banyak pihak yang membutuhkan informasi berkaitan dengan hasil penelitian tersebut. Terima kasih kepada ketua tim kegiatan penelitian (Wakhid Sugiyarto) masih menyimpan filenya secara rapi, sehingga tidak kehilangan jejak. Itulah sebabnya, pada tahun 2015 ini hasil penelitian tersebut dapat diterbitkan agar menjadi bacaan khalayak dan sekaligus sebagai pertanggungjawaban publik, karena penelitian ini dibiayai dengan uang negara. Mengapa pada tahun 2006 itu tidak segera diterbitkan dalam jumlah yang banyak. Dalam pertimbangan khususnya, adalah karena hasil penelitianya dianggap sangat sensitif dan bisa menimbulkan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia v persoalan baru. Untuk itulah kebijakan yang diambil waktu itu adalah tidak akan mempublikasikanya secara massif. Cukup disampaikan kepada pihak-pihak terkait saja sebagai bahan diskusi berikutnya sekaligus bahan penyusunan naskah akademik kebijakan dan tindaklanjut di lingkungan Kementerian Agama. Tindak lanjut dimaksud adalah dalam bentuk kegiatan pengembangan yaitu penyusunan buku panduan deradikalisasi keagamaan yang dilaksanakan pada tahun anggaran 2015 ini. Jika buku panduan dimaksud selesai dan dianggap layak, akan disosialisasikan kepada semua pihak terkait. Kami menyambut baik dicetaknya buku ini dan berharap buku ini menjadi bahan penting mendiskusikan masalah kehidupan keagamaan, utamanya tentang paham keagamaan para pelaku tindak pidana terorisme. Sampai hari ini, bangsa kita masih dibayang-bayangi kegiatan terorisme yang munculnya sering tidak dapat diduga, kapan, dimana dan oleh kelompok siapa. Dengan memahami profil keagamaan para terpidana terorisme ini, maka kita telah memiliki bekal pengetahuan tentang kelompok mana saja yang berpotensi menjadi pelaku tindak terorisme dan dapat melakukan deradikalissi keagamaan terhadap kelompok-kelompok yang ditengarai berpotensi menjadi pelaku tindak terorisme. Akhirnya, kami menunggu kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan tulisan ini menjadi lebih baik di masa mendatang. Demikian, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Jakarta, November 2015 Kepala Badan Litbang dan Diklat Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D NIP. 19600416 198903 1 005 vi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROLOG Berfikir Jihadis Divonis Teroris Perjalanan Hidup Aktifis Muslim Indonesia Oleh : Ahmad Syafi’i Mufid Gaya bicara yang keras, cenderung kasar, bermuka sangar dan menakutkan adalah persepsi umum masyarakat terhadap profil mereka yang disebut teroris baik sedang dalam Lembaga Pemasyarakatan maupun yang sudah keluar. Saya, awalnya, juga memiliki kesan dan pandangan yang sama. Pada tahun 2005 ketika untuk pertama kali mengunjungi mereka di Lapas Kedungpane Semarang dan Nusa Kambangan, persepsi tentang profil nara pidana teroris seperti di atas ternyata tidak benar. Kesan dan pandangan saya tentang profil teroris menjadi berubah. Mereka ternyata manusia yang ramah, santun dan biasa-biasa saja bertutur kata dan bertindak. Kalau mereka berpakaian ala Timur Tengah, memelihara jenggot dan pada dahi mereka terdapat tanda-tanda sujud adalah hal yang biasa bagi para penganut paham Salafi yang saat ini lagi berkembang di Indonesia. Kesan yang sama juga saya peroleh ketika bertemu mereka yang telah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Mereka juga terbuka untuk diskusi, menghargai pendapat orang lain dan siap bekerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki iktikad membangun keselamatan, perdamaian dan kesejahteran. Selanjutnya, pertemuan saya dengan teman-teman (ikhwan, sebutan untuk anggota kelompok) semakin intensif sejak Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP), sebuah lembaga kajian, pendidikan dan pengembangan masyarakat yang saya pimpin, melakukan serangkaian penelitian dan mengembangkan program-program pemberdayaan untuk mereka dari tahun 2012 sampai sekarang. Dari sinilah pemahaman saya tentang pelaku teroris terbangun, interaksi dengan mereka juga terjalin dan menjadi mengerti memahami siapa sebenarnya orang-orang yang disebut teroris. Tulisan pengantar, prolog untuk buku ini, merupakan pengetahuan lapangan dari serangkaian perjumpaan dan percakapan dengan ikhwan-ikhwan baik di dalam maupun di luar Lapas. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia vii Buku profil keagamaan terpidana terorisme di Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang ada di hadapan anda ini menjelaskan siapa nara pidana terorisme tersebut dilihat dari paham keagamaan yang meliputi ajaran agama yang menjadi landasan berfikir dan bertindak, metode gerakan (manhaj), aliran yang dianut, pemahaman tentang jihad, daulah, khilafah, persaudaraan Islam (jama’ah) serta jaringan kerja mereka. Cukup banyak informan yang diwawancari oleh para peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Kerhidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama untuk menjelaskan siapa mereka. Ada sejumlah nama yang cukup dikenal oleh publik seperti Amrozi, Mukhlas, Imam Samodra. Nama-nama lainnya seperti Moh. Ihsan, Masrizal bin Ali Umar, Asep Jaya, Fathur Datu Armen, Rahmadi, Idi Amin Thabrani Patimura, Ismail Fahmi Yamsehu, Munfiatun Nurdin M.Top, T. Djohan, Safri Ambo Bokori, Subur Subiyanto, Sri Puji Mulyono, Siswanto, Muhammad Agung Hamid, Arman dan Muhammad Tang bin Buraerah, tidak terlalu dikenal oleh publik, tetapi mereka memiliki kesamaan dalam pandangan keagamaan dan ideologi perjuangan. Mereka itulah sumber utama untuk penulisan buku ini. Mereka oleh pengadilan divonis telah melakukan tindak pidana terorisme, namun dalam pandangan mereka sedang melakukan jihad (jihadis). Sejarah Teror di Indonesia Terorisme di Indonesia, sebagai extra ordinary crime, bukan hanya terjadi dalam kurun waktu reformasi sampai dengan saat ini. Terorisme memiliki sejarah yang panjang dalam kehidupan Indonesia modern. Kapten Raymond Piere Paul Westerling melakukan kejahatan terorisme dengan sebutan “ Pembantaian Westerling” terhadap ribuan rakyat sipil di Sulawesi Selatan pada bulan Desember 1946-Februari 1947. Westerling juga menggunakan istilah Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) di Bandung untuk melakukan teror terhadap siapa saja yang melawan kembalinya Belanda ke Indonesia. Peristiwa ini dalam sejarah nasional lazim disebut kejahatan perang. Setahun kemudian muncul viii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia peristiwa Madiun, 18 September 1948, Muso memproklamirkan Negara Republik Sovyet Indonesia. Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat baik sipil maupun militer dan juga tokoh-tokoh agama di Madiun. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat yang dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo juga menebar teror kepada masyarakat dan pemerintah. Pemberontakan ini berkembang hingga ke Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan dan berlangsung dari 1949-1962. Dalam kurun waktu tersebut juga terjadi upaya penembakan kepada Presiden Soekarno mulai peristiwa Cikini, 30 Nov 1957, usaha penembakan pada saat shalat Idul Adha 14 Mei 1962 di lapangan Istana Merdeka. Serangan mortar dilakukan oleh anak buah Kahar Muzakar saat Presiden turun dari pesawat terbang di Makasar dan juga serangan yang dilakukan oleh pesawat tempur MIG – 17 oleh Daniel Alexander Maukar terhadap Istana Negara, 9 Maret 1960. Tragedi kemanusia yang paling mengerikan adalah pembantaian manusia di sekitar peristiwa G.30.S/PKI. Dimulai dengan penculikan terhadap beberapa orang perwira tinggi, perwira menengah. Tak lama kemudian diikuti dengan peristiwa pembantaian manusia dalam jumlah yang sangat besar. Serangkaian peristiwa, mulai dari keganasan Westerling hingga G.30.S/PKI, menunjukkan adanya serangkain tindakan terror, meskipun pada waktu itu sebutan untuk aksi mereka adalah pemberontakan, makar atau percobaan pembunuhan. Istilah teror baru muncul dan digunakan dalam rangkan memenuhi “permintaan” Presiden Amerika Serikat George Bush saat berpidato pada tanggal 20 September 2001 dan mendeklarasikan perang melawan terorisme. Pidato tersebut sebagai respon terhadap peristiwa pembajakan pesawat terbang dan serangan berani mati terhadap terhadap menara kembar pusat perdagangan dunia (WTC) di New York, dan juga bangunan Pentagon di Arlington, Virginia, dekat Washington DC, 11 September 2001. Istilah perang melawan terorisme menjadi tranding topic semua media TV, cetak dan online. Ketika penyelidikan langsung terhadap kasus pembajakan pesawat yang menabrak gedung menara kembar (WTC) mengarah Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia ix pada sebuah organisasi perlawanan (jihad) yang bernama Al Qaidah pimpinan Usama bin Laden yang memiliki jaringan luas di seluruh dunia maka perang melawan terorisme menjadi isu baru yang mendunia. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Oktober 2002, terjadi ledakan bom di Paddy’s Pub dan Sari Club di jalan Legian, Kuta, Bali dan satu lagi ledakan di dekat Kantor Konsulat Amerika di Denpasar. Setelah itu rentetan pengeboman terjadi di Jakarta dan beberapa tempat yang lain. Peristiwa Bom Bali I melibatkan 26 orang sebagai tersangka, 3 diantaranya terpidana mati dan sudah dieksekusi. Sisanya ada yang tewas dalam penyerangan, terpidana seumur hidup dan lainnya dihukum penjara dalam waktu yang berbeda. Mereka dikenakan pasal-pasal tindak pidana terorisme sesuai dengan Perpu Republik Indonesia No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan yang kemudian dikukuhkan menjadi UU No.15 Tahun 2003. Menurut Peraturan Pengganti Undang-Undand No.1 Tahun 2002, Pasal 6: Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyekobyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Al Qaidah, menurut Amerika Serikat berada di balik serangan 11 September 2001 terhadap WTC dan Pentagon di USA. Di Indonesia, yang dimulai dari peledakan bom di Kedutaan Besar Philipina, 1 Agustus 2000, serangan bom yang dilakukan mulai malam menjelang Natal, 24 Desember tahun 2000, bom Bali 12 Oktober 2002, bom JW Marriot, 1 Agustus 2003, bom Kedubes Australia atau bom Kuningan, 9 September 2004, Bom Bali II tahun 2005 dan peledakan bom di JW Marriot dan Hotel Ritz Carlton, 17 Juli 2009 dan seterusnya terkait dengan organisasi bawah tanah yang disebut Al Jama’ah al Islamiyah. Al Qaidah dan Al Jama’ah al Islamiyah (JI) adalah organisasi bawah tanah ( tandzim sirri, klandeistain), tanpa bentuk, tetapi keberadaannya x Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia dirasakan di mana-mana. Awalnya, beberapa pejabat Indonesia meragukan anggota kelompok teroris ini mampu melakukan peledakan bom dahsyat seperti itu. Bukti dan pengakuan para pelaku akhirnya meyakinkan semua pihak bahwa baik al Qaidah maupun JI adalah organisasi teror yang memiliki daya serang luar biasa. Mereka memiliki ideologi, strategi, rencana dan tindakan untuk mewujudkan cita-cita mereka. Bagaimana tentang Al Jama’ah al Islamiyah? Kita sekarang sudah dapat mengatahui dari berbagai buku hasil penelitian, disertasi maupu pengakuan dari para pelaku yang sudah ditulis sendiri dalam bentuk buku, bahwa JI adalah organisasi radikal, organisasi rahasia yang memiliki tujuan untuk mendirikan negara, khilafah dengan cara mereka sendiri, termasuk cara teror sebagaimana dijelaskan dalam buku Pedoman Umum Perjuangan al Jama’ah al Islamiyah (PUPJI). Pembajakan, peledakan dan pengeboman yang dilakukan oleh baik Al Qaidah maupun al Jama’ah al Islamiyah dalam pandangan pelakuknya adalah perang (jihad qital) melawan siapa saja yang dianggap sebagai musuh. Perang melawan musuh dalam rangka untuk menakut-nakuti inilah yang mereka sebut jihad fi sabilillah. Sebaliknya bagi Amerika Serikat, pembajakan pesawat dan peledakan gedung WTC adalah teror. Begitu juga pemerintah Indonesia memandang peledakan Bom Bali pertama, peledakan- peledakan bom lainnya yang dilakukan oleh kelompok JI adalah teror. Oleh karena itu para pelakuknya disebut teroris. Ideologi Teror Menurut Bjorgo (2005), ideologi hanya berperan sebagai intermediate cause yang merangkai penyebab struktural yang menjadi bibit terorisme dengan penyebab motivasional (ketidakpuasan yang dialami di tingkat personal). Ideologi memerankan peran membentuk pandangan dunia yang menjadi kerangka menafsirkan situasi. Ideologi dapat mendorong penggunaan cara-cara teror karena ia dapat digunakan untuk melakukan dehumanisasi musuh dan menjustifikasi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xi penggunaan kekerasan dan kekejaman 1.Pandangan Bjorgo dapat digunakan untuk membaca buku Imam Samufra. Aku Melawan Teroris (Al-Jazira-2004). Ideologi teror, oleh Imam Samudra diubah menjadi ideologi jihad, yang digunakan untuk melakukan penyerangan terhadap Amerika Serikat dan simbol-simbol Barat. Penyebab struktural seperti kekejaman dan penindasan Israel terhadap rakyat Palestina, kekejaman dan ketidakadilan Barat terhadap ‘Islam’ harus dihentikan (dendam). Motif balas dendam, darah dibalas dengan darah, jiwa dibalas dengan jiwa, kebengisan dibalas dengan kebengisan tidak mungkin dilakukan tanpa jihad 2. Apa itu jihad? Mereka yang mengusung paham logika kekerasan, menemukan referensi tekstual dalam kitab suci yang disebut qishas, yaitu pembalasan yang setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Agar supaya pembalasan dapat dilakukan maka perlu ada kekuatan yang dapat melakukan eksekusi. Kekuatan dimaksud adalah kekuasaan atau daulah atau khilafah. Organisasi rahasia (tandzim sirri) yang bernama Al Qaidah maupu Al Jama’ah al Islamiyah adalah organisasi yang didirikan untuk tujuan balas dendam, karena diperlakukan secara tidak adil dengan cara-cara yang mereka sebut jihad, sebuah institusi penting dan sangat mulia dalam Islam. Jihad dalam ajaran Islam memiliki makna berperang untuk membela hak-hak asasi manusia. Jihad juga dapat berarti memerangi hawa nafsu (dorongan negatif) pada diri manusia. Jihad juga berarti bersungguh-sungguh untuk mendapat atau menuntut ilmu dan masih banyak lagi makna jihad. Bagi kelompok ‘pendendam’ jihad diubah menjadi ideologi kekerasan untuk mencapai tujuan. Mereka juga membangun kerangka teologis dan praksis. Kerangka teologis tentang “jihad” dibangun berdasarkan rujukan teks yang diberi makna secara harfiyah, yakni perang dan kekerasan. Sebab-sebab struktural adalah musuh utama yang harus disingkirkan karena dendam yang luar biasa. Indoktrinasi yang dikembangkan melalui pertemuan anggota (jama’ah) 1 www.academia.edu/6087844/ideologi dan perkembangan al-Qaidah, diunduh tanggal 9/11/2014. 2 Imam Samudra. Aku Melawan Teroris. Al Jazira, 2004. xii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia adalah menekankan keharusan ketaatan yang luar biasa (sam’an wa tha’atan) kepada pemimpin (imam) dan mati membela sebuah ideologi seperti ini merupakan kebaikan bahkan kesempurnaan hidup (syahid). Melalui ideologi, indoktrinasi dan interaksi anggota jamaah, konsep teror berubah menjadi jihad yang merupakan panggilan suci agama. Motiv Teror Penelitian Indonesia Institue for Society Empowerment (INSEP) tahun 2011-2012 tentang Motivation and Root Causes of Terrorisme, menunjukkan bahwa pelaku teror di Indonesia berasal dari berabagai etnik. Usia mereka rata-rata masih muda (29,7 tahun). Pendidikan mereka rata-rata setingkat Sekolah Lanjutan Atas baik dari sekolah negeri maupun swasta, sekolah umum maupun sekolah agama (madrasah/pesantren) dengan kecenderungan mayoritas berpendidikan sekolah umum. Keterlibatan mereka dalam tindak pidana terorisme ada yang dapat dikategorikan sebagai pemimpin, organisator atau midle manager dan pengikut. Mereka tergerak untuk melakukan tindak pidana teror disebabkan oleh motif ideologi keagamaan (jihad). Jumlahnya mencapai 45,5 %, selebihnya karena solidaritas komunal (20%), dan sisanya karena ikut-ikutan, mencari identitas, situasional dan sparatisme (34,5%)3. Seperti telah disebut di muka, sebab-sebab struktural yang melatarbelakangi tindak pidana terorisme adalah perang atau konflik Israel-Palestina, konflik Timur Tengah, konflik Asia Selatan, Asia Tenggara seperti Philipina Selatan dan Thailand Selatan. Tindakaan teror marak di Indonesia juga karena transisi politik pasca orde baru kepada rezim reformasi, demokrasi yang terbuka luas dan konflik etnoreligious yang marak di Maluku, Ambon, Kalimantan dan beberapa tempat lainnya. Kondisi ini, memberikan tumbuhkembang semangat jihad/teror. Terlebih lagi tindak terorisme mendapat publisitas yang luar biasa, berupa penyiaran langsung oleh media cetak, elektronika dan on line. Lahirlah 3 Lihat Ahmad Syafi’i Mufid, dkk. Motivation and Root Causes of Terrorism, Jakarta, Indonesia, 2012 (laporan penelitian untuk Jaif, Kemlu, Asean dan Densus 88, tidak diterbitkan). Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xiii generasi yang sesungguhnya tidak memiliki ideologi jihadis tetapi mereka melakukan peledakan bom, sebagaimana bom buku yang dilakukan oleh Pepy Fernando dan kawan-kawan. Kalau dibandingkan terorisme di Indonesia dengan di negaranegara lainnya, kita menjadi negara yang paling cepat dalam menangani aksi-aksi terorisme. Proses identifikasi, penangkapan dan penindakan dilakukan secara terukur berdasarkan undang-undang. Proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan juga dilakukan dengan baik, mulai sejak penahanan hingga pelepasan. Bahkan pemerintah dan juga lembaga swasta (NGO) terlibat dalam berbagai program dan kegiatan deradikalisasi, reedukasi, resosialisasi. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa para mantan pelaku tindak pidana terorisme adalah orang-orang yang sehat mentalnya. Prof Sarlito menyatakan bahwa pelaku Bom Bali menurut analisisnya tidak ada indikasi memiliki sakit mental atau kelainan kepribadian. Bagitu juga Abu Fida (AF) yang disangka menyembunyikan Dr. Azahari dan Noordin M.Top ternyata tidak ada tanda-tanda skizoprenia sebagaimana disyaratkan Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorder IV (DSM) seperti halusinasi, delusi, ucapan yang tidak teratur, perbuatan yang acak atau katatonik4. Kekerasan dan teror atas nama agama di Indonesia tidak bisa diingkari lagi keberadaannnya. Meskipun ada banyak pihak yang mengatakan bahwa tidak ada teror dan kekerasan atas nama agama. Nyatanya, pengalaman saya dalam banyak perjumpaan dengan nara pidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan dan mantan Napi yang sudah keluar, mereka menyesal melakukan tindakan yang salah (teror), tetapi tidak menyalahkan apa yang menjadi tujuan tindakan (niat) mereka (teror) karena tindakan itu dipandang sebagai jihad, sesuatu yang diperintahkan oleh agama. Tidak ada yang harus disesali dengan jihad, tetapi yang disesali adalah kekeliruan dalam menetapkan sasaran jihad. Berdasarkan penuturan mereka, ideologi (jihad) sesungguhnya merupakan masalah utama dari mana mereka masuk Sarlito W.Sarwono, Terorisme di Indonesia Dalam Tinjauan Psikologi, Jakarta, alvabet, 2012. 4 xiv Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia dan dari mana mereka keluar. Mereka terjerumus dalam terorisme karena tertarik untuk berjihad, dan mereka menyadari dan tidak mau terlibat dalam teror karena cara jihad (teror) yang dilakukan selama ini adalah salah. Di sinilah menurut saya titik masuk program dan kegiatan pencegahan terorisme harus dilakukan. Merindukan Masa Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda:” Masa kenabian itu ada di tengahtengah kalian, keberadaannya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah al minhajiin nubuwah), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menggigit atau menindas (mulkan adhan), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menyombong, otoriter (mulkan jabarriyan), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa khilafah yang mengikuti jekak kenabian (khilafah ‘ala minhajin nubuwah). Kemudian beliau (nabi) diam. HR. Ahmad dan Baihaqi dari Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin Yaman). Sabda Nabi Muhammad SAW di atas adalah sebuah berita ‘langit’ yang diterima beliau untuk mengabarkan atas datangnya suatu sistem kepemimpinan dalam lingkungan umat Islam. Era kenabian, semua sepakat yakni sejak pengangkatan beliau sebagai nabi, hingga wafat Rasulullah SAW (2 Rabiul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M). Tentu saja masa setelah beliau wafat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis di atas, adalah masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ala minhajin nubuwah). Pada masa ini ada empat orang khalifah yaitu Sayyidina Abu Bakar As Shidiq, Syayidina Umar bin Khattab, Syayidina Utsman bin Affan dan Syayidina Ali bin Abi Thalib. Kepemimpina empat orang khalifah ini juga disebut “ khulafaur rasyidin’ yang berarti khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk. Setelah masa khulafaurrasyidin tentu masa-masa kerajaan yang beliau sebut “mulkan adhan” dan dilanjutkan masa kerajaan “mulkan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xv jabariyan”. Dalam sejarah, kita mengetahui bahwa setelah masa khulafaurrasyidun adalah khilafah bani Umayyah selama 90 tahun (661-750 M) di Damaskus. Dilanjutkan dari tahun 756-1031 di Kordoba, Spanyol. Setelah bani Umayyah runtuh digantikan oleh Dinasti Abbasiyyah, berdiri selama 750 – 1258 M, dan pusat pemerintahannya berada di Bagdad. Pertanyaannya, apakah masa kekhalifahan dinasti Umayyah adalah masa “mulkan adhan” dan dinasti Abbasiyah adalah “mulkan jabariyah” tidak seorangpun ulama ahli sejarah yang dapat memastikannya. Kalau seandainya benar, maka lahirnya masa dinasti Turki Utsmani (1299-1923) adalah masa ditegakkannya kembali khilafah ‘ala minhanjin nubuah. Nyatanya, kekhilafahan Turki Utsmani juga tidak berbeda dengan pendahulunya dalam sistem pemerintahannya yakni menganut sistem monarki absolut. Sultan atau khalifah diwariskan secara turun temurun. Khilafah yang mengikuti jejak kenabian tidak diwariskan, pengangkatannya berdasarkan musyawarah dan dipilih dari mereka yang paling saleh, alim dan senior. Hidup asketik adalah ciri empat khalifah ar rasyidah. Tanggung jawab terhadap kesejahteran warga menjadi perhatian utama mereka. Sebagaimana Umar bin Khattab rela memanggul sendiri gandum untuk diberikan janda miskin yang suaminya gugur sebagai syuhada. Mengancam akan memecat gubernurnya, Amer bin Ash, jika tidak bisa berbuat adil terhadap orang Yahudi dan seterusnya. Sulit sekali ditemukan sifat-sifat kepemimpinan yang adil dan tegas seperti yang ditunjukkan oleh khulafaur rasyidun di masa dinasti setelahnya, kecuali ada pada diri khalifah Umar bin Abdul Aziz. Adakah khilafah yang mengijuti jejak Nabi setelah khalifah yang empat? Teka teki ini tidak terjawab, karena dalam hadis, tidak dijelaskan secara detail apa dan bagaimana khilafah pasca khilafah yang mengikuti jejak kenabian. Nabi hanya menjelaskan tiga periode kepemimpinan pasca khilafah yaitu; mulkan adhan, mulkan jabarian kemudian khilafah ala minhajin nubuwah, lalu beliau diam. Apa artinya? Kekhalifahan Turki Usmani dibubarkan 1 November 1922 dan digantikan dengan negara bangsa, Republik Turki pada tanggal 29 xvi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Oktober 1923. Bangsa-bangsa yang sebelumnya berada dalam kekuasan Turki Ustmani satu persatu memisahkan diri sebagai negara merdeka. Sebagian umat merindukan lahirnya kembali sistem kepemimpinan Islam (khilafah) pasca dimakzulkannya kekhalifahan Turkey Usmani. Ulama Al Azhar mendesak raja Fuad (Mesir) untuk tampil sebagai pemimpin dunia Islam. Raja menolak dengan alasaan; beban mengurus Mesir saja sudah berat, apalagi mengurusi kaum muslimin seluruh dunia. Di Indonesia, semangat menegakkan kembali khilafah dengan membentuk Komite Khilafah terjadi pada tanggal 4 Oktober 1924 di Surabaya. Komite ini lahir juga sebagai respon terhadap pemakzulan khalifah Turki Usmani yang digagas oleh para pemimpin organisasi Islam modern dan dipimpin oleh Wondoamiseno, pemimpin Partai Syarikat Islam Indonesia. Pada tahun 1926 Kerajaan Saudi Arabia berinisiatif menyelenggarakan muktamar Alam Islami, dan mengundang wakil umat Islam Indonesia yang diwakili oleh HOS. Cokroaminoto dan Mas Mansyur. Muktamar inipun tidak berhasil merumuskan kesepakatan membentuk kekhalifahan, karena tidak ada yang sanggup mengemban amanah5. KH. Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri NU, memiliki pandangan yang sangat realistis. Beliau tidak dapat menyetujui pembentukan kepemimpinan tunggal dalam dunia Islam. Pidato beliau pada tanggal 29 Maret 1954 yang dimuat dalam Gema Muslimin menyimpulkan bahwa mengangkat kepemimpinan tunggal dalam dunia Islam baik yang disebut imamah maupun khilafah sudah tidak mungkin lagi karena syarat seorang imam yang setingkat mujtahid mutlak sudah tidak ada lagi semenjak 700 tahun silam. Meskipun demikian, usaha untuk mendirikan khilafah tetap tumbuh dengan berbagai pemahaman dan gerakan. Pada tahun 1953 (1372) Taqiyudin An-Nabhani mendirikan gerakan dengan nama Hizbu Tahrir (HT) 5 Kongres Umat Islam se dunia di Makkah berlangsung pada tahun 1926. Indonesia diwakili oleh HOS Cokroaminoto dan KH. Mas Mansoer dan tidak berhasil menyepakati pembentukan kekhalifahan di kalangan kaum muslimin. Lihat Ensiklopedi Indonesia (edisi khusus) 6, Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve, hal 3575; juga Aji Dede Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto, Yogyakarta, Galang, 2015. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xvii yang bertujuan menegakkan kembali khilafah. Di Indonesia, Wali Al Fatah pada tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H (20 Agustus 1953), mengembangkan sistem imamah dan beliau dibaiat sebagai imam muslimin. Wali Al Fatah dalam perjuangannya tidak bertujuan politis, melainkan dakwah dan pendidikan. Semboyan utama justru “Islam non politik” jauh mendahului slogan yang didengungkan oleh Cak Nur “Islam yes, Politik No” pada awal orde baru. Jauh sebelumnya, SM. Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (DI/TII/NII) pada tahun 1949. DI/NII dapat digagalkan, tetapi perjuangan untuk meneruskan cita-citanya tidak pernah padam. Semula DI/NII adalah gerakan bercorak nasional. Kemudian oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir dikembangkan menjadi organisasi transnasional dengan nama al Jamaah al Islamiyah (JI), organisasi gerakan (tandzim) yang mencita-cita lahirnya daulah Islamiyah untuk wilayah komunitas muslim Philipina Selatan, Indonesia, Malaysia hingga Thailand 6. Sebagaimana disebutkan dalam Pedoman Umum Perjuangan Al Jamaah al Islamiyah (PUPJI), daulah Islamiyah dikawasan Asia Tenggara adalah bagian dari khilafah Islamiyah yang akan diwujudkan oleh Al Qaidah yang dibentuk di Kandahar, 23 Pebruari 1998. Setelah pemimpin utamanya, Osama bin Laden terbunuh, Al Qaedah semakin surut dan popularitasnya digantikan oleh Al Qaidah Irak dibawah pimpinan Abu Mush’ab az Zarqowi pemimpin “Jamaah Tauhid dan Jihad” di Irak pada tahun 2004. Pada tahun 2006 Zarqawi mengumumkan pembentukan “Majlis Syura Mujahidin” yang diketuai oleh Abdullah Rasyid al-Baghdadi. Akhir tahun 2006 sebagian besar pasukan “Majlis Syura Mujahidin” berhasil mengambil sebuah keputusan bersama untuk mendirikan Negara Islam Irak di bawah pimpinan Abu Umar al-Baghdadi. Abu Umar al-Baghdadi (Pimpinan Negara Islam Irak) dan Abu Hamzah al-Muhajir (Pimpinan Majlis Syura Mujahidin) terbunuh dalam pertempuran pada tanggal 19 April 6 Tentang perkembangan dan metamorfosa NII menjadi JI antara lain dapat dilihat pada Solahudin, NII Sampai JI Salafi Jihadisme di Indonesia, Jakarta, Komunitas Banbu, 2011. xviii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 2010 yang dilakukan oleh pasukan Amerika. Sekitar sepuluh hari, rapat Majlis Syura Negara Islam Irak memilih Abu Bakar al-Baghdadi sebagai pengganti Abu Umar al-Baghdadi menjadi Pimpinan Negara Islam Irak. Islamic State Irak and Syiria (ISIS) dibentuk dan diumumkan pada tanggal 5 Juni 2013. Khilafah diumumkan pada tanggal 29 Juni 2014 bertepatan dengan 1 Ramadhan 1435 H. Wilayah yang dikuasai meliputi sebagian utama dan timur Syria, Utara dan Tenggara Irak (seluas Britania Raya). Penduduk di wilayah itu sekitar 6-8 juta jiwa. Semboyannya “ baqiyah wa tatamaddah” yang berarti tetap kokoh dan bertambah luas. Memiliki struktur kepemerintahan yang dipimpin oleh seorang khalifah (Abu Bakar al Baghdadi, Al Quraisyi). Memiliki dana dan persenjataan, menguasai sumur-sumur minyak yang menghasilkan uang 2 juta $/hari. Islamic State (khilafah) menggunakan bendera hitam bertuliskan kalimat lailaha illallah dan menggunakan panji Muhammad Rasulullah. Bendera hitam dengan tulisan tersebut memiliki ssosiasi pada bendera dan stempel Rasulullah SAW dan ciriciri “Thaifah Manshurah” akan selalu menang 7. Sikap dan tindakan ISIS ternyata sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Mereka mengkafirkan siapa saja yang setuju dengan gagasannya. Siapa saja yang dikafirkan oleh ISIS berarti boleh mereka bunuh. Simbol-simbol yang dianggap musyrik mereka hancurkan seperti situs-situs yang dihormati. Makam Syaikh Abdul Qodir al Jaelani dan makam nabi Yunus mereka rusak. Ulama yang tidak menyetuji ISIS dibunuh seperti Syaikh Badrudin Ghazal (Suriah), karena menolak baiat ISIS, 12 orang ulama Sunni di Mosul juga dieksekusi, Syaikh Hasan Saifudin di Allepo dibunuh, Syaikh Al Buti dibom. Selain itu, penganut aliran Syi’ah, orang Kurdi (Sunni), penganut agama lokal, Yazidi, dan Kristen Kaldea juga diserang oleh DAIS/ISIL/ISIS/IS. Gambaran tentang kekejaman ISIS adalah sama dengan fasisme, sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pilot yang mereka tangkap dibakar hidup-hidup. Wartawan 7 Diolah dari berbagai sumber Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xix asing yang mereka tangkap disembelih. Lawan-lawan mereka di Libya dipancung dan gantung seperti kambing. Kalau dibandingkan dengan sikap dan prilaku para khalifah ar rasyidah tentu sangat berbeda jauh. Bisa dibayangkan, jika ISIS tetap meluaskan kekuasaannya, peperangan, pembantaian dan pengacuran peradaban pasti terjadi di mana-mana. Kerusakan besar akan masyarakat beradab di seluruh penjurau dunia. Sistem kekhalifahan tidak seperti ini. Kekhilafahan adalah pemerintahan yang beradab dan sudah berlalu bersama perkembangan waktu. Kekejaman ala ISIS bukan watak Islam. Dunia tidak mungkin diatur dengan satu sistem khilafah seperti yang tunjukkan oleh ISIS. Al Jama’ah al Islamiyah, Al Qaidah hingga ISIS telah melakukan serangkaian teror untuk mewujudkan cita-cita mereka menerapkan syari’at Islam, daulah Islamiyah dalam bentuk khilafah. Inilah pandangan keagamaan yang bersumber pada apa yang disebut aliran Salafi, atau yang mereka sendiri menyebut Salafus Shalih. Problem serius yang muncul terkait dengan paham salafi adalah doktrin “takfir” atau pengkafiran orang yang tidak mengikuti pandangan keislaman seperti mereka. Doktrin ini melahirkan paham halal membunuh orang kafir, merusak benda-benda yang menjadi simbol kemusyrikan dan kekafiran serta memusuhi siapa saja yang tunduk kepada thoghut. Najih Ibrahim menyebut pemikirian takfiri sebagai kerancuan intelektual, taktik dan modus operandi dan sekaligus merusak citra Islam dan merusak kewajiban jihad, ketika aktifisnya menghunus pedang di tempat yang tidak tepat, berperang di tempat yang salah, pada waktu yang salah dan dengan cara yang salah. Kesalahan itu berpangkal pada fatwa-fatwa yang salah, satu diantaranya mengadopsi pemikiriran takfiriyah8. Sayid Muhammad bin Alawi bin Abbas al Maliki al Maki al Husaini juga memandang pemikiran takfiri sebagai kerusakan dalam akidah umat Islam. Banyak orang Islam tergelincir dalam kesalahan, karena mengeluarkan fatwa bahwa saudaranya dari kalangan Islam yang berbeda pemahaman 8 Najih Ibrahim Abdullah “ Kerancuan Intelektual dan Kesalahan Strategi AlQaidah” pengantar dalam As’ad Said Ali, Al-Qaeda: Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi dan Sepak Terjangnya. Jakarta, LP3ES, 2014. xx Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia dihukumi kafir. Dengan demikian, hanya sedikit saja orang Islam di muka bumi ini yang beragama Islam. Mungkin maksudnya baik, amar makruf nahi mungkar, namun caranya mesti dengan hikmah dan mauidzah hasanah dan bila terpaksa harus berdebat dilakukan dengan cara yang terbaik9. Kembali ke masa lalu, dengan cara berfikir takfiri seperti gerakan Al Qaidah, ISIS dan Jamaah al Islamiyah dan gerakan sejenis harus diluruskan. Mereka, para terpidana terorisme di atas adalah orang- orang yang berfikir takfiri. Cara berfikir semacam itu masih berkembang di penjara dan di masyarakat melalui ceramah-ceramah, khutbah, dan kajian-kajian. Tokoh-tokoh mereka seperti Abu Bakar Baasyir masih menulis buku Risalah Tauhid dan Iman, dan juga Abu Sulaiman Aman Abdurrahman menulis rislah Ya.... Mereka Memang Thagut dalam rangka membantah buku Khairul Ghozali “Mereka Bukan Thaghut” dan juga menulis buku yang diterbitkan oleh Soutul Haq Bekasi tahun 2012 dengan judul Tegar di Atas Tauhid yang di sampul luar terpampang bendera ISIS. Selagi pemikiran sesat seperti takfiri masih berkembang dan tanpa counternarrative yang memadahi maka tindakan teror terus berkembang dan menyebar di mana-mana. Padahal, apa sumbangan pemikiran seperti ini? Tindakan fasad terjadi di mana-mana. Alih-alih menegakkan khilafah ala minhajin nubuwah, melaksanakan syariat dan izzul Islam wal muslimin, hasil pemikiran dan tindakan ini justru jatuhnya ruputasi Islam sebagai agama rahmatan lil alamain, ribuan manusia terbunuh bukan sebab berang tetapi teror dan para pelaku dan tokohnya dipenjarakan. Umat Islam mengalami fitnah yang sangat besar dan menyedihkan, keluarga menjadi terlantar dan ukhuwah Islamiyah terpecah. Inilah buah dari pemikiran takfiriyah yang diusung oleh mereka yang mengaku jihadis tetapi jatuh dalam fitnah teroris. Sayid Muhammad bin ‘Alawi bin Abbas Al Maliki al Maki Al Husaini, Mafahim Yajibu an Tashahha, Maktabah, Makkah, tt. 9 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxi Berfikir dan bertindak atas dasar kebencian (takfiri) yang menjadi landasan individu kelompok jihadis menimbulkan kerusakan fisik dan mental yang luar biasa. Apakah pemikiran dan tindakan seperti ini ada contohnya dari Rasulullah Saw? Bagaimana pemikiran dan tindakan beliau dalam peristiwa Fathul Makkah, dan ketika manusia berbondong-bondong memeluk Islam. Tiada dendam dalam pribadi Rasulullah, kasih sayang ditebar dan pengampunan umum diberikan. Peristiwa kekerasan dan perang pasca beliau wafat di kalangan muslimin adalah persoalan politik bukan persoalan akidah atau pemahaman agama. Somoga kita bisa belajar dari masa lalu menyongsong masa depan Islam yang rahmatan lil alamin. Jakarta, 10 November 2015. xxii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PRAKATA EDITOR PENDAHULUAN Presiden George W. Bush pada tahun 2001 telah mendorong Amerika menjadi contoh paling baik dalam praktik sebagai negara teroris atau teroris negara. Petualangan Amerika Serikat di berbagai negara yang tidak disenanginya, membuat keberadaan banyak negara menjadi terancam. Karena itu, terlalu aneh dan simplistis, mengaitkan kemunculan terorisme di seluruh dunia hanya karena kebangkitan radikalisme Islam semata. Terorisme dapat muncul dari manapun, bisa dari kelompok agama, dari masyarakat, bahkan bisa juga oleh negara.10 Ketika George Bush mencanangkan perang melawan terorisme, pasca runtuhnya menara WTC dan markas pertahanan Pentagon, 11 September 2001, setiap hari muncul berita internasional tentang terorisme Islam. Sejak itu pula, Islam diidentikan dengan agama terorisme. Masyarakat internasional, terutama kalangan Islamophobist, merasa memperoleh pembenar bahwa Islam adalah agama teroris ketika mereka yang ditangkap kebetulan semua mempunyai latar belakang agama Islam. Tetapi belakangan, semua ahli masalah internasional percaya bahwa pemboman WTC dan markas pertahanan Pentagon 11 September 2001 itu adalah akal-akalan George Bush. Kebohongan Presiden Bush berikutnya juga terbongkar, karena ketika menghancurkan Irak argumenya adalah bahwa Irak telah memproduksi senjata kimia yang berbahaya. Setelah Irak hancur ternyata senjata kimia yang menjadi alasan menjatuhkan Saddam Husain ternyata tidak ada. Termasuk juga petualangan George Bush di Libya, Alzajair, Suriah dan berbagai negara yang tidak disukai memperlihatkan karakter asli George Bush yang haus darah dan ingin tetap menggenggam hegemoni dunia. Secara faktual negara teroris lainya adalah Israel yang hampir setiap hari melakukan terror terhadap penduduk Gaza yang dikuasai Hamas (Palestina) 10 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxiii Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, kebetulan muncul berbagai peristiwa tindak terorisme, seperti tragedi Bali I pada 12 Oktober 2002, pemboman restoran McDonald dan showroom Toyota pada 5 Desember 2002, bom Hotel JW Marriot Jakarta, bom Bali II yang terjadi di Jimbaran, dan sejumlah peledakan bom di gereja. Bahkan gerakan terorisme masih terjadi hingga di penghujung tahun 2014 ketika dilakukan penggerebekan dan perburuan para tersangka terorisme, yang secara keseluruhan menambah kuatnya tuduhan terhadap kelompok Islam sebagai pelaku teror. Sejumlah pelaku teroris yang tertangkap dan pelaku pembom bunuh diri (pengantin berdarah), semuanya menunjukkan latar belakang keagamaanya sebagai kelompok Islam garis keras. Gerakan Islam garis keras ini umumnya memperjuangkan negara berdasarkan syari’at Islam. Salah satu tokoh spirtualnya adalah Abu Bakar Ba’asyir yang telah diadili dan dijatuhi hukuman 20 tahun dan sekarang menjalani hukumanya di Nusakambangan. Penahanan terhadapnya ini, sebenarnya hanyalah untuk memisahkanya dengan para aktifis gerakan Islam radikal yang mencita-citakan negara berdasarkan syari’at Islam versinya, dan bukan karena keterlibatan nyata dan langsung.11 Namun secara berkala, para pendukung tetap menjenguk ke Nusakambangan, hingga hubungan antar mereka tetap terjalin. Ketika gerakan ISIS di Irak dan Suriah memproklamasikan berdirnya khilafah, Abu Bakar Ba’asyir mendukung dan diikuti banyak pengikutnya di Indonesia. Dalam konteks internasional, terdapat sebagian umat Islam yang berani memposisikan secara diametral dengan super power Amerika. Mereka berusaha melakukan teror terhadap simbol-simbol Amerika di seluruh dunia. Sikap Amerika kepada semua negara yang tidak menginginkan “tomatnya” (kebaikan pura-puranya) Amerika, maka akan diberi “tongkat” (dipukul) dan dipandang sebagai negara teroris 11 Negara berdasarkan syari’at Islampun sebenarnya masih merupakan konsep yang kabur. Aceh yang dipandang menterapkan hukum syari’at Islam, ternyata kondisi kehidupan sosial keagamaanya tidak lebih baik dari provinsi lain di Indonesia. Aceh tidak dapat menjadi model sebuah negara dengan penerapan syari’at Islam. Oleh karena itu, cita-cita mereka ini sulit untuk mendapat dukungan penuh dari mayoritas umat Islam ndonesia. xxiv Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia (misal; Libya (era Kadhafi), Suriah, Iran, Afghanistan (era Taliban), Irak (era Sadam), Korea Utara, Kuba (era Gastro) dan sebagainya). Jadi sepak terjang Amerika sebagai negara teroris diberbagai negara yang tidak disukai menjadi bencana karena petualanganya yang haus darah. Amerikapun dipandangnya sebagai negara teroris dan setan besar oleh para pemimpin Iran. Sementara “si raja setan” adalah Bush sendiri, karena memusuhi Islam dan menyatakan perang Irak sebagai perang salib. Pernyataan perang salib oleh Bush ini sangat berlawanan dengan penciptaan perdamaian dunia, karena semua orang tahu perang Salib adalah perang antara penganut Islam dengan penganut Kristen. Dengan pernyataan Bush ini, dunia diperhadapkan untuk perang antara Islam dan Kristen. Perang melawan terorisme dikonotasikan perang melawan Islam. Dari kondisi demikian, sebagian umat Islam menyambut baik ucapan Bush tersebut. Noordin M. Top, Azhari, Imam Samodra, Mukhlas, Amrozi dan belakangan juga Boko Haram di Nigeria dan beberapa negara Afrika, Al Qaeda di berbagai negara Timur Tengah, dan ISIS di Irak dan Suriah, sehingga sasaranya tidak mesti negara AS, tetapi semua kepentingan AS dan sekutunya. Tindak pidana terorisme meskipun sudah menjadi fenomena global, definisinya belum disepakati hingga hari ini. Seseorang atau sekelompok dapat saja disebut sebagai teroris oleh satu pihak tetapi dianggap sebagai pahlawan bagi pihak lainnya. Tindakan beberapa orang atau kelompok individual yang menghancurkan gedung WTC segera disebut sebagai tindakan teroris, sementara bagi pendukung dipandang sebagai tindakan patriotis dan jihad. Sebuah negara adikuasa yang menghancurkan negara lain tanpa sebab tidak dipandang teroris, tetapi negara yang mencoba tidak menuruti Amerika Serikat, dengan mudah disebut sebagai negara teroris. Oleh karenanya dalam realitas, tokoh-tokoh intelektual berbeda dalam memaknai terorisme secara denotatif sangat tajam di antara mereka, karena itu tidak ada definisi yang dapat secara mutlak disetujui. Selalu konteksnya adalah bagaimana, oleh siapa, di mana dan bagaimana Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxv dilakukan12. Jadi sebenarnya terorisme adalah menyangkut kecelakaan citra dari media, karena medialah yang berhasil membangun kecelakaan citra kepada publik, apakah individu, kelompok/organisasi dan negara disebut sebagai teroris atau bukan. Pengaruh media, memang sunguh-sungguh luar biasa. Apa sebenarnya makna terorisme itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme berasal dari kata teror yang artinya usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang, golongan atau oleh negara. Kemudian teroris dimaknai leksikal sebagai orang, golongan atau negara yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Sementara itu terorisme dimaknai leksikal sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan katakutan dalam usaha mencapai tujuan 13. Amin Rais mendefinisikan tindak pidana terorisme sebagai bentuk kekerasan langsung atau tidak langsung, yang dikenakan pada sasaran yang tidak sewajarnya mendapat perlakuan kekerasan itu, dan dengan aksi tersebut dimaksudkan agar terjadi rasa takut yang luas di tengah-tengah masyarakat14. Sementara Edward Herman, mengatakan bahwa tindak pidana terorisme diartikan sebagai “penggunaan tindakan kekerasan sedemikian rupa sehingga menimbulkan ketakutan yang luar biasa dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa serta kerugian harta benda, baik publik maupun penduduk sipil, dalam rangka mencapai tujuan politik”15. Setara dengan definisi itu, dalam UU No. 15 Tahun 200316, tindak pidana terorisme didefinisikan “setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa tajut terhadap orang HD. Haryo Sasongko (Penyunting), Apa Kata Mereka Tentang Islam dan Terorisme, Penerbit Progress, Jakarta, 2003, hal. 1 - 89 13 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 2005, hal.1185. 14 Amien Rais, Kebusukan Terorisme, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta, 2005: 81 15 Z.A. Maulani, Ibid hal. 46 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Citra Umabara, Bandung, 2003, hal 20-21. 12 xxvi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang stretegis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional” di pidana dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun (pasal 6 dan 7)17. Dari definisi yang diberikan oleh UU No. 15 Tahun 2003 itu, sebenarnya secara teoritis jelas tidak lengkap, karena hanya dimaknai yang dilakukan oleh perorangan. Padahal teroris dapat dilakukan oleh golongan/kelompok atau negara/pemerintah. Orang secara individu, Amrozi, Imam Samodra dan Mukhlash boleh dikatakan sebagai teroris. Tetapi Partai Ba’ats (rezim Sadam), Savak (Polisi Rahasia Syah Iran), KGB (Dinas Inteljen Uni Sovyet) CIA (Dinas Inteljen Amerika) Golkar pada masa Orde Baru dalam batas tertentu adalah kelompok, golongan, organisasi, yang sebanarnya juga teroris. Kemudian, karena teroris juga dapat dilakukan oleh pemerintah atau negara, maka Amerika Serikat yang menebar ketakutan di Irak, Afganistan, Pakistan, Iran, dan bahkan di seluruh belahan bumi dengan semboyan tongkat dan tomat, hakekatnya adalah negara teroris. Begitu juga Israel yang membuat rasa takut dan menjajah bangsa Palestina, membuat takut bangsa Libanon dan bahkan negara-negara Timur Tengah, dan ternyata Israel adalah negara bagian terakhir dari Amerika Serikat, maka sesungguhnya Israel adalah negara teroris. Jadi Amerika Serikat dan Israel adalah negara Teroris. Sebagai kajian yang tidak dapat dipisahkan dari akibat lahirnya UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana 17 Sebagai kajian kebijakan, penelitian ini menggunakan definisi sebagaimana tercantum dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu, karena pada kenyataannya terpidana terorisme ditangkap, diadili dan dipenjara atas UU itu dan ini juga mendapat bantuan dari media cetak maupun elektronik. Tidak ada ruang untuk memperdebatkan mengenai mengapa para pelaku melakukan teror. Jadi siapapun yang memenuhi unsur sebagaimana dijelaskan UU itu adalah teroris dan harus diadili. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxvii Terorisme, dan bahkan lebih khusus lagi UU No. 16 Tahun 2003 yang secara khusus lahir sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa peledakan bom Bali tanggal 12 Oktober 2002, maka kajian ini menggunakan definisi sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu. Memang ada kekecewaan dari peneliti, akibat istilah terorisme yang dibidikkan kepada individu, kelompok, atau negara semua tertuju kepada yang beragama Islam. Pemberantasan terorisme internasionalpun ditujukan kepada individu, kelompok dan negara Islam yang sebenarnya hanya karena berusaha melawan Amerika Serikat, sang teroris negara itu. Organisasi yang dipandang sebagai terorisme oleh Amerika Serikat, dari 31 organisasi yang di data Amerika Serikat dan dikategorikan sebagai gerakan terorisme, ternyata 27 organisasi diantaranya adalah berlatar belakang Islam 18. Nama-nama, dan berbagai kelompok keagamaan yang memusuhi Amerika di atas adalah beberapa orang yang didakwa sebagai pelaku tindak pidana terorisme di Indonesia dan banyak negara. Sebagian sudah ada yang tewas tertembak, melarikan diri, tertangkap dan dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Terlepas dari kejahatan yang telah mereka lakukan, kehadiran mereka cukup menarik. Terutama bila melihat alasan-alasan keagamaan mengapa mereka melakukan tindakan kejahatan kemanusiaan itu. Oleh karena itu sangat tepat jika Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat kemudian melakukan penelitian profil keagamaan para terpidana tindak terorisme itu. Berdasarkan penelitian itu, telah ditemukan pola umum tentang bagaimana profil keagamaan para terpidana terorisme itu, yang hampir sama dengan profil keagamaan para tersangka tindak pidana terorisme yang belakangan telah ditangkap atau digerebek di berbagai daerah di Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut; Juhaya Praja, Islam, Globalisasi & Kontra Terorisme: Islam Paska Tyragedi 911, Kaki Langit, September 2004, hal. 198 – 238. 18 xxviii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Faham Keagamaan Dilihat dari faham keagamaan, para terpidana memiliki latar belakang mainstream keagamaan yang beragam, ada yang berlatar belakang keluarga NU, Muhammadiyah, PERSIS dan salafi. Pada umumnya memahami Al Qur’an dan As Sunnah didasarkan pada manhaj yang mereka sebut sebagai manhaj Salafushshalih, yaitu paham para as sabiqun al awwalun yakni orang-orang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Penganut paham keagamaan yang mendasarkan diri pada manhaj Salafushshalih sering disebut dengan pemahaman keagamaan salafi. Suatu pemahaman keagamaan yang sedang fenomenal di kalangan muda muslim Indonesia. Pemahaman keagamaanya sering dikaitkan dengan sebuah aliran paham keagamaan Wahabi yang dikembangkan dan didanai Saudi Arabia. Arab Saudi sebagai negara petro dollar karena hasil minyaknya yang melimpah, memliki visi politik hegemoni di Timur Tengah dan berusaha menempatkan diri sebagai pusat ilmu pengetahuan agama Islam. Visi politiknya gagal, dan malah Iranlah yang secara politik semakin kuat di Timur Tengah. Visi sebagai Negara pusat ilmu pengetahuan agama Islam juga gagal, karena pusatnya tetap ada di universitas Al Azhar Mesir. Al Azhar adalah sebuah universitas yang didirikan oleh dinasti Fatimiyah yang bermazhab Syi’ah sejak seribu tahun yang lalu. Pemahaman dan pengamalan keagamaan Wahabi cenderung lugas dan tekstual, artinya apa yang tertera dalam teks suci, itulah yang harus dilaksanakan. Bagi mereka (terpidana terorisme), pemahaman secara tekstual lebih selamat daripada pemahaman kontekstual yang untung-untungan. Baginya, teks-teks suci adalah ukuran dan timbangan kebenaran dan keselamatan dalam beragama. Manusia harus mengikuti teks-teks suci itu apa adanya, bukan pemahaman terhadap teks-teks kemudian disesuaikan dengan perubahan sosial. Mereka tidak mau membedakan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxix mana syari’at dan mana kebudayaan, sehingga gerakanya cenderung “berkutat” pada masalah khilafiyah dan anti tradisi 19. Dari pemahamann yang tekstual itu, wajar jika ia menyukai tokoh-tokoh Salafi Wahabi dan bahkan juga buku-bukunya. Imam Samodra dan Gufran adalah individu yang memiliki kemampuan berbahasa Arab dan Inggris yang sangat baik, sehingga memiliki wacana yang didasarkan pada referensi bahasa Arab atau Inggris yang lebih beragam. Sementara yang lain banyak membaca dari buku terjemahan, tetapi tetap dari kalangan Salafi Wahabi juga. Misal, bukubuku yang ditulis oleh Ustadz Asy Syaik Muhammad Nashiruddin Al Bani, Abdul Azis bin Baaz, Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Abdul Wahab, Tarikh Ramadhan, Al Jawahiri dan yang sepaham dengan dia. Mereka memahami pemahaman keagamaan yang dipegang dan diyakini akan kebenarannya sampai hari ini. Bukubuku terjemahan dari tulisan orang-orang yang disukai ini dan banyak pula yang dibawa ke penjara. Jihad, Negara dan Khilafah Pemahaman tentang Jihad Para terpidana memiliki pemahaman tentang konsep jihad, negara dan khilafah cukup memadai. Baginya jihad adalah mengerahkan 19 Masalah khilafiyah dan anti tradisi ini adalah dagangan lama kaum Wahabi yang sudah basi, yang terus didaur ulang oleh kaum neo Wahabi (kelompok anti Wahabi sering menyebutnya Salafi Wahabi karena pada dasarnya memang Wahabi atau Salafi Takfiri karena kecenderunganya yang gemar mentakfirkan kelompok yang berbeda). Mereka inilah yang terus menjual gagasan basinya (TBC-nya) itu melalui berbaga taklimnya, baik di televisi, radio, taklim berkala ataupun di pesantrennya. Mereka tidak dapat membedakan mana syari’at dan mana tradisi keagamaan. Mengapa disebut tidak dapat membedakan mana syari’at agama dan mana tradisi keagamaan? Contohnya adalah shalat itu diawali takbiratul ikram dan diakhiri dengan salam. Setelah salam, mau berwirid lama-lama, berdo’a lama-lama, membaca tahlil dan tahmid atau langsung pergi dan beraktifitas dengan urusanya itu adalah tradisi keagamaan. Tetapi bagi kaum Wahabi apa saja yang dilakukan oleh orang setelah salam dalam shalat tetap harus mengikuti dalil yang jelas, tidak ada cara lain. xxx Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia segala kekuatan yang dimilikinya di jalan Allah, baik harta, tenaga maupun nyawa, bahkan rela menderita untuk mengakhiri kedhaliman yang dilakukan oleh pihak lain dengan niat karena Allah. Baginya pembelaan terhadap kaum muslim di berbagai belahan bumi dengan segala upaya adalah jihad. Baginya sesama muslim adalah saudara, apabila mereka dizhalimi, maka harus dilakukan pembelaan agar umat Islam tidak selalu dilecehkan. Adapun banyak orang yang mengatakan bahwa jihad itu bukan hanya perang, dipersilahkan saja. Kalaupun makna jihad bukan hanya perang, namun jihad perang tetap merupakan jihad tertinggi nilainya dibanding dengan jihad-jihad lainnya. Itulah makna jihad secara syar’i yang sebenarnya menurut buku yang dibaca dan hasil pengajiannya. Sebagian tidak sepakat dengan bom bunuh diri, meskipun sebagian yang lain setuju. Menurut para terpidana dari Ambon, perang di Ambon jelas merupakan perang antara Islam dan Kristen, dan semua orang tahu yang mengawali adalah kaum Nasrani dalam Idul Fitri berdarah. Dari pemahaman dan pemberitaan yang hakul yakin benar itu, mereka merasa terpanggil dan merasa wajib ikut melakukan jihad karena konteksnya jelas, wilayahnya jelas, sasarannya jelas yaitu mengakhiri kedhaliman kaum Nasrani terhadap umat Islam. Tidak benar kalau orang-orang Jakarta, apalagi elit politik dan agama mengatakan bahwa Indonesia bukan tempat berjihad yang tepat, khususnya di Maluku pada waktu itu. Bagi Imam Samodra dan Gufran, jihad dapat dilakukan dimana saja dalam segala bentuknya. Mereka pada umumnya memegangi dalil surah al-Hajaj ayat 39; “Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dhalim. Dan sungguh Allah Mahakuasa menolong mereka itu”. Dalam surah al-Baqarah ayat 190; “Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi (kamu) dan jangan melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. Dan surat al-Baqarah; 193: “Perangilah mwereka sampai batas berakhirnya fitnah (penganiayaan) dan agama itu bagi Allah semata. Jika Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxi mereka telah berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang dhalim. Dalam Al-Baqarah ayat 216 juga dijelaskan: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenagi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.20 Bagi mereka, jika dalam perang Islam Kristen di Ambon, kaum muslim tidak boleh menggunakan ayat jihad di atas, lalu ayat di atas akan diberlakukan di mana? Begitulah kira-kira jika disimpulkan. Pemahaman tentang Negara Para terpidana mamahami bahwa negara sebagai suatu wilayah yang dikelola oleh suatu pemerintah, baik dalam bentuk republik, kerajaan, kekaisaran maupun khilafah. Baginya tidak penting, apakah negara itu negara Islam, sekuler ataupun Islam, atau “banci” sekalipun, asal rakyat bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya itu sudah cukup bagus. Lebih bagus lagi jika secara konstitusional para politisi muslim bersedia memperjuangkan sistem pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan nilai Islam. Dalam batas tertentu, menurut mereka, Indonesia sudah mengawali pelaksanaan hukum yang sesuai dengan Islam, meskipun mungkin masih belum sempurna, tetapi kerja besar telah dimulai. Menurutnya, Indonesia dapat menjadi contoh terbaik, bagaimana memperlakukan minoritas, meskipun terkadang kebablasan, karena terlalu memanjakan kaum minoritas. Tetapi secara keseluruhan tidak ada masalah. Menurutnya, Indonesia tetap tidak dapat memisahkan agama dengan negara. Misalnya Indonesia memiliki Kementerian Agama yang dapat dijadikan media perjuangan bagi semua agama untuk mengatur kerukunan umat beragama. Pemerintah juga sudah terlanjur QS. al-Hajaj ayat 39; QS. al-Baqarah ayat 190; QS. al-Baqarah ayat 193; dan QS Al-Baqarah ayat 216 20 xxxii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia mendirikan bank dengan sistem syari’at yang pasti semakin besar di masa mendatang, jika pemerintah memperlakukan kebijakan yang sama dengan bank konvensional. Pemerintah Indonesia juga sudah mendanai madrasah, meskipun masih setengah hati untuk menjadi lembaga pendidikan yang penting di negeri ini, yang kesemuanya masih merupakan sebuah proses panjang dan perlu kesabaran. Indonesia juga memiliki peradilan agama, perda-perda yang semakin memperkuat nilai Islam di masyarakat di berbagai pelosok Indonesia, UU zakat, UU Wakaf dan sebagainya. Mereka begitu yakin itu semua merupakan sebuah proses yang akan terus bergulir dan terlanjur tidak dapat dihentikan. Pemahaman tentang Sistem Khilafah Menurut mereka, negara dengan sistem khilafah adalah sistem yang paling baik. Khilafah menurut mereka adalah kepemimpinan umat Islam dalam suatu Daulah Islamiah yang universal di muka bumi dan dipimpin seorang pemimpin tunggal (Khalifah). Pemahamannya tentang sistem khilafah ini sangat mungkin karena pada umumnya menyukai buku-buku yang ditulis para petinggi Hizbut Tahrir, yang mendefinisikan sistem khilafah sangat mirip. Tetapi sebagian lagi, tidak sepakat dengan sistem khilafat, dan mengatakan bahwa sistem yang ada sudah baik dan cocok dengan sistem modern. Perjuangan berikutnya adalah bagaimana lagislasi perundang-undangan Indonesia masa depan yang semakin Islami dan universal. Banyak kelompok di kalangan muslim yang sedang berusaha membangun Daulah Islamiyah dengan strategi yang berbeda-beda. Salah satu yang mereka lakukan adalah membentuk sebuah partai (Hizbut Tahrir Indonesia), karena sistem kepartaian atau demokrasi telah menjadi model tentang mengatur sebuah negara. Meskipun sistem demokrasi merupakan sistem yang a-historis dalam Islam, namun itu adalah cara, taktik dan strategi dalam mencapai tujuan secara konstitusional. Sistem khilafah, menurutnya hanya dapat diimplementasikan dalam bentuk sistem pemerintahan yang parokial dan tidak memiliki wilayah negara, sebagaimana dalam agama Katolik. Umat Katolik tidak memiliki daulah atau Negara Katolik, tetapi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxiii memiliki “Tahta Suci” di Vatikan (di pusat Kota Roma, Italia) dengan “Kaisarnya” adalah Paus. Jika berfikir bahwa mendirikan Daulah Islamiyah, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa lalu (Khulafaurrasyidin, bani Umaiyah, Abbasiyah, Fatimiyah, Dinasti mameluk dan Khilafah Turki Usmani), sepertinya sangat tidak realistis. Persepsi Dunia Islam dalam Kaitannya dengan Barat Pengetahuannya yang luas dari berbagai majalah dan buku yang dibacanya menurut teori emosi, agresi, motivasi dan belajar sosial, dapat mendorong pelaku dan menghantarkan pada analisis yang cukup tajam mengenai bagaimana posisi dunia Islam kaitannya dengan Barat. Menurutnya, dunia Islam sekarang ini sedang dikendalikan oleh Barat, dalam bidang semua. Mungkin hanya tersisa dalam masalah ritual, akhlak, rukun iman dan rukun Islam saja atau sekitar 5% saja yang tidak dikendalikan Barat. Sementara lainnya 95% seluruhnya telah dikendalikan Barat. Kurikulum Universitas al-Azhar Kairo yang terkenal itu, kata mereka kurikulumnya sudah tidak ada lagi materi ajar tentang jihad. Hal ini untuk membuang wacana jihad dari umat Islam secara pelan tetapi massif. Jadi dalam pendidikanpun Barat berusaha sekuat tenaga untuk masuk dan mempengaruhinya. Dunia Islam digambarkan sebagai terperangkap dalam kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, sosialisme ateis dan kebobrokan moral. Sistem ini bekerja sistematis dengan menggunakan agen-agen kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, sosialisme dalam negeri. Mereka mengajari dunia Islam tentang HAM, hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan teknologi. Pemberlakuan sistem kehidupan kafir dalam kehidupan masyarakat yang sistematis, hati-hati dan sangat berani ini, mendapat sokongan para pialang peradaban Barat di Indonesia. Mereka bekerja begitu bersemangat mendanai momentmoment penting setiap waktu untu menggiring manusia menuju kehidupan yang konsumeristis, hedonistis, permisivistis dan melupakan makna hidup ini sebenarnya untuk apa. xxxiv Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Jama’ah, Persaudaraan Muslim dan Solidaritas Dunia Islam Pemahaman tentang Jama’ah Jama’ah dalam pengertian mereka adalah barisan umat Islam yang dipimpin oleh satu kepemimpinan yang mampu menciptakan persatuan dan kesatuan. Praktik berjama’ah sendiri, mestinya dapat dijalankan dalam berbagai bidang kehidupan, bukan hanya dalam shalat. Pentingnya sistem khilafah adalah agar umat Islam sendiri dapat menegakkan Islam secara berjama’ah dan benar. Imam tidak cukup dengan al-Qur’an di tangan kanan dan al-Hadits di tangan kirinya, tetapi harus ada penguasa yang dapat menjalankan sistem kemasyarakatan sebagaimana diajarkan al-Qur’an dan al-Hadits. Analogi yang mereka sampaikan cukup logis, yaitu: apa guna Pancasila, UUD 1945, UU, Perpu dan seterusnya kalau tidak ada penguasa yang melaksanakan dan memaksakan perundang-undangan itu dilaksanakan oleh rakyat. Apapun aturan dan dari manapun aturan diinspirasikan, tetap memerlukan pemerintah atau penguasa, karena dengan kekuasaan itulah pemerintah dapat melakukan sanksi hukum bagi warga negara yang tidak mentaatinya, sehingga seluruh produk hukum dan aturan tidak menjadi “macan kertas”. Pemahaman tentang Persaudaraan Muslim Berkaitan dengan persaudaraan muslim, dari buku yang mereka baca dan tausiah para mubaligh yang ia percayai, umat Islam itu sebenarnya bersaudara di manapun berada. Solidaritas dunia Islam menjadi sangat penting untuk saling melindungi dan membantunya. Sayang, dunia Islam pada umumnya tidak dapat baris, bahkan selalu ada yang menjegal negara Islam lainnya, jika dianggap berbahaya di masa depan. Hal ini sangat kontras dengan masyarakat Barat. Ketika suatu negara memusuhi negara tertentu karena dianggap berbahaya, maka mereka baris rapi menyatakan koor tanda setuju, apapun argumentasi dan apapun pendapat rakyatnya. Salah satu negara Barat diserang kaum teroris, mereka buru-buru membidik kaum muslim sebagai pelakunya (kasus WTC, Pentagon, stasiun kereta bawah di Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxv Inggris) dan mereka seperti koor dalam paduan suara untuk menyetujuinya. Pemahaman tentang Solidaritas Islam Menurutnya, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam, meskipun maknanya dapat dibedakan, tetapi implementasinya sama saja. Sebab kaum muslim dan dunia Islam harus saling membantu dalam menyelesaikan penderitaan kaum muslim lain di seluruh dunia. Sesama muslim itu saudara, maka solidaritas dunia Islam include di dalamnya. Itulah sebabnya mereka pergi berjihad di Afgansitan, Mindanau dan termasuk di Ambon sendiri. Bagi mereka jihad di Ambon lebih masuk akal dari pada ke Afghanistan dan Mindanau, mengingat negeri sendiri sedang terjadi pembantaian kaum muslim oleh kaum Nasrani. Mereka berjihad di Ambon adalah rasa persaudaraan itu sebagaimana diajarkan oleh Islam, bahwa sesama kaum muslim bersaudara. Hubungan Lokal dan Internasional Untuk aspek lokal, jelas mereka mempunyai jaringan yang cukup rapi. Hal ini nampak, misalnya pada terpidana terorisme di Ambon yang berangkat atas biaya donatur dari Solo (AM)21. Menghubungkan mereka dengan para donatur itu, jelas bukan pekerjaan mudah, tetapi pasti karena sudah ada rasa saling percaya di antara mereka. Begitu pula ketika mereka bolak-balik Ambon Jakarta selama 3,5 tahun untuk mengambil kebutuhan logistik yang diperlukan para mujahidin maupun masyarakat muslim di Ambon yang secara tidak langsung terembargo akibat perang itu. Di Jakarta ada relawan yang mengumpulkan kebutuhan logistik, sehingga mempermudah pengambilan dan tinggal pengangkutan saja. 21 Inisial Am adalah Aris Munandar, seorang pengusaha kaya dari Solo yang sering mendanai para tertutuduh terorisme. Tetapi ia juga yang banyak mendanai relawan-relawan Indonesia untuk berjihad di Afgansitan. xxxvi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Aspek jaringan lokal ini juga terjadi pada angkutan laut, yang semestinya tidak mudah masuk perairan Maluku dalam kondisi perang, sementara mereka dapat dengan mudah mengirim semua kebutuhan itu ke Maluku, termasuk ke Ambon. Untuk kasus Imam Samodra dan Mukhlas malah lebih canggih lagi, yaitu pendanaannya dilakukan melalui jaringan internasional. Dalam aspek jaringan internasional, mereka merasa, begitu sampai di Ambon tidak dapat dikaitkan dengan para mujahiddin di luar negeri, meskipun ia pernah di Afgansitan dan Filipina Selatan. Jihad di Ambon sudah murni ditangani oleh jaringan lokal sendiri, tidak ada kaitannya dengan Afganistan atau lainnya. Motif Keterlibatan Mereka umumnya tidak mau dikatakan sebagai teroris, tetapi sebagai mujihad. Kedatangan Fathur sejak tahun 1999, Rahmadi/Suhef, tahun 2000 dan Asep Jaya tahun 2001 ke Ambon misalnya, tujuan utamanya adalah jihad bukan menjadi teroris apalagi ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kota Ambon. Mereka berfikir lebih baik mati sebagai syahid dari pada hidup terhina dan dilecehkan, sebagaimana yang mereka pahami dari buku-buku yang mereka baca. Persitiwa penyerangan Wamkana dan Villa Karaoke adalah bagian dari rentetan jihad yang telah dilakukan sejak kedatangannya di Kota Ambon tahun 2000. Selama beberapa tahun itu, mereka banyak terlibat dalam perang di berbagai tempat dalam membantu kaum muslim Ambon, sampai akhirnya lahir undang-undang terorisme22 22 Lihat UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU No. 16 Tahun 2003 yang khusus bagi para pelaku tindak pidana terorisme pada peristiwa peledakan Bom Bali tanggal 12 Oktober 2003. Aneh, undangundang ini berlaku surut hanya karena agar dapat menjangkau para pelaku tindak pembela muslim di Ambon. Lebih aneh lagi tidak sekalian menjangkau sampai penyerang muslim yang sedang menunaikan ibadah shalat dalam idhul fitri berdarah tahun 1999. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxvii Meskipun, dua UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu telah lahir, mereka memang tidak peduli, dan menganggap lahirnya dua UU itu merupakan bantuan moral luar biasa oleh pemerintah Indonesia kepada kaum Kristen di Maluku. Kaum Kristen yang sebenarnya sudah mulai kocar-kacir sangat tertolong dengan lahirnya dua undangundang terorisme itu. Jadi mereka secara sadar melawan undangundang yang dirasakan sebagai tidak adil, yang ternyata tidak menjangkau sampai kepada pihak penyerang pada idhul fitri berdarah di masjid Al Fatah Kota Ambon yang menjadi awal malapetaka perang sipil di Ambon itu. Tidak adil karena kaum Kristen sebagai penyerang tidak mendapatkan hukuman apapun, karena sudah tidak mengobarkan perang. Kaum Kristen, tahu benar bahwa mereka harus berhenti untuk menyerang, karena sudah tidak mampu melakukan penyerangan, seluruh perairan Maluku dikuasai tentara dan lascar jihad. Mereka percaya, bahwa pemerintah akan segera menolongnya dan ternyata lahirlah undang-undang terorisme yang berlaku surut itu. Mestinya, jika undang-undang itu berlaku surut, maka kaum Kristen sebagai penyerang mestinya bisa dijangkau dan diadili lebih dari apa yang dialaminya. Jadi motif dalam keterlibatan perang di Maluku, adalah jihad, dan bukan sebagai teror. Jaringan Kerja yang Diikuti Sebagai praktisi jihad lapangan, mereka cukup memahami jaringan kerjanya secara cukup baik. Untuk kasus Maluku, mereka memiliki hubungan baik dengan para donatur dan para pendukungnya, baik yang ada di medan perang (Maluku) maupun di luar medan perang (di Jawa dan Sulawesi). Jaringan yang mereka miliki dengan koleganya di Jawa adalah berkaitan dengan pembiayaan perang, mulai dari senjata, dana maupun logistik untuk mujahid dan masyarakat muslim Maluku. Mereka bolak-balik Ambon – Jawa atau Ambon - Makasar adalah dalam keperluan untuk mengawal logistik, pakaian bekas, dan dana untuk jihad, bukan untuk melakukan tindak terorisme. Tidak mudah membedakan perang di Ambon dengan tindakan terorisme di Jawa misalnya, sebab dua-duanya memang xxxviii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia menimbulkan rasa takut pada pihak lain, apakah itu musuh ataupun masyarakat sipil, yang mungkin bakal menjadi korban. Mereka juga menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh pemuda muslim di Maluku untuk keperluan kelancaran dan ketepatan sasaran penyerangan, karena merekalah yang lebih paham seluk beluk wilayah Maluku. Di samping itu untuk keperluan kemudahan dalam gerilya dalam menyerang pihak lawan, juga untuk kelancaran dalam membentuk majelis taklim agar kaum muslim Ambon dapat mendalami ajaran Islam. Jadi jaringan yang mereka ikuti hanyalah sebatas yang berkaitan dengan keperluan perang, tidak sampai pada jaringan terorisme internasional. Mereka sendiri tidak setuju cara-cara terorisme yang dipandang sebagai jihad itu, apalagi dengan bom bunuh diri, karena persyaratan sebagai jihad tidak terpenuhi. Tidak terpenuhi karena tempat-tempat sasaran bom bunuh diri itu bukanlah medan perang seperti di Maluku, tetapi merupakan daerah aman dan bom bunuh diri adalah cara putus asa dan tidak sabar dalam jihad. Padahal jihad itu memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan agar niat sebagai jihad yang benar terus terjaga. Kasus perang saudara di Ambon menurutnya tidak ada kaitannya dengan wacana terorisme yang dibangun oleh Amerika di seluruh dunia. Sampai kapanpun, menurutnya perang saudara di Ambon baginya adalah perang antara Islam dan Kristen dan merupakan medan jihad, bukan sebagai tindakan terorisme. Mereka merasa tidak membuat takut siapapun, tetapi hanya berusaha mengusir dan membalas kedhaliman kaum Kristen. Kalaupun pihak Kristen takut, sesungguhnya merupakan ketakutan terhadap perilakunya sendiri yang merasa akan mendapat balasan yang setimpal dari kaum muslim. Oleh karena itu taktik diam sambil menunggu bantuan moral dari pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk lahirnya UndangUndang Terorisme Nomor 15 dan nomor 16 tahun 2003 yang berlaku surut hanya untuk kaum muslim adalah langkah jitu komunitas Kristen Maluku untuk menyelamatkan diri. Aneh undang-undang sepenting itu dapat berlaku surut. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxix PENUTUP Elaborasi di atas adalah sebagian kecil fakta dibalik peristiwa jihad dan terorisme di Indonesia. Pelajaran yang perlu digarisbawahi adalah, bahwa masing-masing pelaku terorisme dan jihadis tidak berangkat dari ruang kosong. Mereka melandasi perbuatannya dengan suatu faham keagamaan yang dikemas secara baik dan tidak kalah logisnya dibanding dengan logika mereka yang menentangnya. Oleh karena itu, melepaskan mereka sebagai bagian di luar Islam tampaknya tidak arif pula. Mereka adalah anak kandung umat Islam yang memilih untuk berbuat sesuatu yang dinilai memberikan manfaat bagi Islam. Tetapi apa lacur, niat baik yang direalisasikan dengan cara yang tidak baik, pada akhirnya mencoreng Islam itu sendiri. Hanya kasus Ambon yang realistis disebut sebagai jihad. Jadi, what next? Jakarta, September 2015 Editor, Wakhid Sugiyarto xl Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia DAFTAR ISI KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN ................................................................................... iii SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA RI ....................................................... v PROLOG ............................................................................................. vii PRAKATA EDITOR ......................................................................... xxiii DAFTAR ISI ...................................................................................... xli PENDAHULUAN ............................................................................. 1 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Nusa Kambangan Jawa Tengah (Kasus Amrozi & Mukhlas) M. Adlin Sila .......................................................................... 11 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Nusa Kambangan Jawa Tengah (Kasus Imam Samudra) Wakhid Sugiyarto ................................................................... 49 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Kota Ambon Maluku Wakhid Sugiyarto ................................................................... 67 Profil Isteri Tersangka Terorisme di Surabaya Jawa Timur Mursyid Ali & Titik Suwariyati ............................................ 101 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Medan Sumatera Utara H. M. Ridwan Lubis & Syuhada Abduh ................................ 125 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xli Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Kota Palu Sulawesi Tengah Bashori A. Hakim & H. Djuhardi ................................................ 145 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Kota Semarang Jawa Tengah Umar R. Soeroer ...................................................................... 161 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Makassar Sulawesi Selatan M. Khaolani & Asnawaati ...................................................... 181 EPILOG ............................................................................................... INDEKS ............................................................................................... 195 199 xlii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PENDAHULUAN Masyarakat internasional memandang terorisme sebagai tindak kriminal transnasional yang merusak dan menghancurkan tatanan kehidupan global dalam berbagai bidang, seperti; perdamaian dunia, hak asasi manusia dan rule of law yang memproteksi warga sipil dari ancaman perang, serta melahirkan konflik sosial dalam masyarakat. Karena itu, penganggulangan tindak terorisme menjadi niscaya. Sebagai fenomena global, tindak terorisme berakar dari adanya ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan. Dari hasil kajian terhadap berbagai hasil penelitian dan buku berkaitan dengan terosisme, terlihat bahwa terorisme tumbuh karena terdapat realitas ketidakadilan dan diskriminasi dalam bidang politik, ekonomi maupun sosio-kultural oleh kelompok tertentu atas kelompok lainnya (terorisme kelompok atau organisasi), baik dalam suatu negara maupun di tingkat dunia dan bahkan negara terhadap negara (terorisme negara). Kuatnya posisi teroris terorganisir dan teroris negara melahirkan bentuk terorisme lain (individu, kelompok, organisasi perlawanan dan bahkan juga negara) dan menjadi satu-satunya cara protes paling logis dalam menghadapinya. Banyak organisasi yang dipandang mewakili kelompok teroris negara, seperti Partai Ba’ats Iraq (rezim Sadam), Savak (Polisi Rahasia Syah Iran), KGB (Dinas Inteljen Uni Sovyet) CIA (Dinas Inteljen Amerika), Mossad (Dinas inteljen Israel) dan Golkar Orde Baru pada batas tertentu dapat digolongkan sebagai organisasi terror karena yang melakukan teror di desa-desa. Imam Samodra CS adalah individu-individu yang mencoba melawan hegemoni negara teroris seperti Amerika dan Israel secara individual, meskipun terkesan ngawur, karena sasaran tidak langsung di Amerika. Terorisme di seluruh belahan bumi pada beberapa dekade ini, kerap dikaitkan dengan kebangkitan radikalisme Islam, padahal terorisme dapat muncul dari semua kelompok agama, masyarakat dan bahkan juga negara. Sejak Bush menyatakan perang melawan terorisme, paska runtuhnya menara kembar WTC dan markas pertahanan Pentagon, 11 Sept 2001, hampir setiap hari muncul berita internasional tentang terorisme Islam. Islam kemudian diidentikan dengan terorisme begitupun denga semua Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 1 gerakan Islam. Persepsi ini benar-benar ngawur dan tendensius, terutama dari kalangan masyarakat Islamophobist, sehingga Islam sebagai terorisme telah memperoleh argumen pembenarannya. Dunia, terutama Barat, mempersepsikan bahwa, pada umumnya, gerakan Islam dan tindak terorisme memiliki kecenderungan karakteristik dan motif yang sama. Lebih spesifik lagi, kasus Indonesia misalnya, ditengarai bahwa gerakan Islam sedang bangkit, dan umumnya memiliki ciri : (1) memperjuangkan Islam secara kaffah (totalistik), syariat Islam sebagai hukum negara, Islam sebagai dasar negara, sekaligus sebagai sistem politik, (2) mendasarkan praktek keagamaannya pada orientasi masa lalu, (3) cenderung memusuhi Barat dengan segenap bentuk peradabannya, terutama terhadap sekularisasi dan modernisasi, karena dampaknya adalah meningkatnya kerusakan masif di masyarakat, serta (4) perlawanan terhadap liberalisme yang tengah berkembang. Negara-negara yang mayoritas penduduknya Islam dengan sangat susah payah berusaha menjelaskan bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme. Teroris ya teroris, jangan dikaitkan dengan Islam. Sebagai negara yang mayoritas muslim, Indonesia tak dapat menghindari munculnya peristiwa-peristiwa yang dilansir sebagai tindak terorisme. Tragedi Bali 12 Oktober 2002, pemboman restoran McDonanld dan showroom Toyota, 5 Desember 2002, bom hotel Marriot, Jakarta, Bali 2 (Jimbaran) dan sejumlah peledakan bom di gereja, memperlihatkan hal itu dan menambah kuatnya tuduhan terhadap kelompok Islam sebagai pelakunya. Ditambah lagi, dengan tertangkapnya sejumlah pelaku teroris dan pembom bunuh diri, seperti; Imam Samudra, Amrozy, Asep Hidayat, Agus Puryanto, Ashar Daeng Salam, Asmar Latin Sani, Bachtiar, Feri, Heri Golun, Iqbal, Misno, Muh Salik Firdaus, Syaiful Bahri, dan Dwi Widiyarto yang kesemuanya ditengarai berlatar Islam garis keras. Apa itu Islam garis keras, yaitu kelompok yang berusaha melakukan formalisasi syari’at Islam dengan cara paksa dan kekerasan, bukan secara konstitusional dalam bentuk lagislasi di lembaga Lagislatif. Asia Tenggara umumnya dan Indonesia khususnya, oleh masyarakat dunia dijadikan target sasaran perang melawan terorisme, dengan beberapa alasan. Diantaranya, menurut John Creshman (2002), adalah; Pertama, di Asia Tenggara tumbuh berbagai bentuk politik Islam yang berbeda-beda. Kedua, pemerintah di Asia Tenggara gagal mengakui bahwa 2 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kebangkitan kelompok teroris disebabkan lemahnya negara, tidak memiliki kerja sama regional, rentannya persoalan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat yang mengakibatkan munculnya kelompokkelompok tidak puas, bahkan sparatisme. Dengan istilah perang melawan terorisme, kelompok-kelompok sparatis itu didaftarkan sebagai kelompok terorisme agar mereka dapat bantuan dana dari Amerika Serikat dan sekutunya. Ketiga, kebijakan Amerika Serikat di berbagai negara berpenduduk muslim di seluruh dunia, menunjukkan ketidakadilan luar biasa dan sangat kasat mata, sehingga banyak melahirkan berbagai kelompok-kelompok perlawanan. Dari kenyataan itu, terlepas siapa pelakunya, dilihat dari berbagai sisi, akhirnya Islam memperoleh citra negatif. Amerika sendiri, sejak awal berniat membidik perang terhadap teroris ini dengan sasaran semua kelompok dan organisasi Islam dan negara Islam, meskipun realitasnya Amerika sendiri juga negara teroris. Dalam konteks global, terdapat umat yang memposisikan secara diametral dengan super power. Kepada negara-negara yang tidak menginginkan tomatnya Amerika, maka akan diberi “tongkat” (dipukul) dan dipandang sebagai negara pendukung teroris seperti; Libya di era Khatafi, Suriah, Iran, Afgansitan, Irak di era Saddam, Korea Utara, Kuba era Gastro dan sebagainya. Musuh Amerika, terutama Iran yang melawan hegemoni Amerika memandang Amerika sebagai setan besar. Dan Bush adalah “si raja setan”, karena mengatakan bahwa perang Irak adalah perang salib. Suatu pernyataan gila yang mengerikan untuk penciptaan perdamaian dunia dan malah memperluas area perang. Semua orang tahu perang Salib adalah perang antara Islam dengan negara penganut Kristen. Dengan pernyataan perang salib ini, Bush telah memperhadapkan perang antara Islam dan Kristen. Perang melawan terorisme dikonotasikan perang melawan kelompok Islam. Dari kondisi yang demikian ini, sebagian umat Islam menyambut baik ucapan Bush yang ngaco ini. Nurdin M. Top, Azhari, Imam Samodra, Mukhlas dan Amroji sedikit banyak mengikuti logika Bush ini, sehingga sasaran yang dipilih tidak mesti negara AS, tetapi semua kepentingan AS dan sekutunya. Dari latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang dijawab dalam penelitian ini, yaitu; 1) Jati diri para pelaku tindak terorisme (pendidikan, organisasi sosial keagamaan dan afiliasi politik); 2) Faham teologi keagamaan; 3) Faham fiqih berkaitan dengan jihad, negara dan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 3 khilafah; 4) Perspesi mereka tentang dunia Islam dalam kaitannya dengan “Barat”; 5) Konsep tentang jama’ah, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam; 6) Hubungan pelaku dengan aspek lokal dan internasional; 7) Motif mereka terlibat dalam tindak terorisme; dan 8) Pengetahuan mengenai jaringan kerja yang mereka bangun. Jawaban permasalah penelitian ini secara rinci tujuanya adalah; 1) Mengetahui latar belakang para terpidana terorisme (pendidikan, organisasi sosial keagamaan dan afiliasi politik) para pelaku; 2) Mengetahui faham teologi keagamaan para terpidana; 3) Mengetahui faham fiqih berkaitan dengan jihad, negara dan khilafah para terpidana; 4) Mengetahui perspesi tentang dunia Islam dalam kaitannya dengan “Barat” para terpidana; 5) Mengetahui konsep tentang jama’ah, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam para terpidana; 6) Mengetahui hubungan pelaku dengan aspek lokal dan internasional; 7) Mengetahui motif keterlibatrannya dalam tindak terorisme para terpidana; dan 8) Mengetahui pengetahuan mengenai jaringan kerja yang mereka bangun. Sementara itu, manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini adalah: (1) secara akademik untuk pengayaan informasi ilmiah dan klarifikasi ilmiah terhadap berbagai peristiwa terorisme di Indonesia, (2) secara praktis, hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai masukan bagi perumusan kebijakan dalam pembinaan masyarakat beragama dalam upaya penanggulangan terorisme di Indonesia. Kerangka Konseptual Tindak Terorisme Tindak pidana terorisme meskipun sudah menjadi fenomena global, definisinya belum disepakati hingga hari ini. Seseorang atau sekelompok dapat saja disebut sebagai teroris oleh satu pihak tetapi dianggap sebagai pahlawan bagi pihak lainnya. Tindakan beberapa orang atau individual yang menghancurkan gedung WTC segera disebut sebagai tindakan teroris, sementara bagi pendukungnya dipandang sebagai tindakan patriotis dan jihad. Sebuah negara adikuasa yang menghancurkan negara lain tanpa sebab yang dapat dipertanggungjawabkan tidak disebut teroris, tetapi negara yang mencoba tidak menuruti Amerika Serikat, dengan 4 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia mudah disebut sebagai negara terroris. Tokoh intelektual yang berbeda dalam memaknai terorisme secara denotatif mempunyai perbedaan sangat tajam di antara mereka, karena tidak ada definisi yang dapat secara mutlak disetujui bersama, karena selalu dilihat pada konteksnya bagaimana, oleh siapa, di mana dan bagaimana dilakukan1. Jadi sebenarnya terorisme adalah menyangkut kecelakaan citra dari media belaka, karena medialah yang berhasil membangun kecelakaan citra kepada publik, apakah individu, kelompok/organisasi dan negara disebut sebagai teroris atau bukan. Pengaruh media, memang sunguh-sungguh luar biasa. Apa sebenarnya makna terorisme itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme berasal dari kata teror yang artinya usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang, golongan atau negara. Kemudian teroris dimaknai leksikal sebagai orang, golongan atau negara yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik.2 Amin Rais mendefinisikan tindak pidana terorisme sebagai bentuk kekerasan langsung atau tidak langsung, yang dikenakan pada sasaran yang tidak sewajarnya mendapat perlakuan kekerasan itu, dan dengan aksi tersebut dimaksudkan agar terjadi rasa takut yang luas di tengahtengah masyarakat3. Sementara Edward Herman, mengatakan, tindak pidana terorisme sebagai “penggunaan tindakan kekerasan sedemikian rupa sehingga menimbulkan ketakutan yang luar biasa dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa serta kerugian harta benda, baik publik maupun penduduk sipil, dalam rangka mencapai tujuan politik” 4. Setara dengan definisi itu, dalam UU No. 15 Tahun 20035, tindak pidana terorisme didefinisikan “setiap orang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa tajut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal HD. Haryo Sasongko (Penyunting), Apa Kata Mereka Tentang Islam dan Terorisme, Penerbit Progress, Jakarta, 2003, hal. 1 - 89 2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 2005, hal.1185. 3Amien Rais, Kebusukan Terorisme, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta, 2005: 81 4 Z.A. Maulani, Ibid hal. 46 5Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Citra Umabara, Bandung, 2003, hal 20-21. 1 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 5 dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang stretegis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional” di pidana dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun (pasal 6 dan 7)6. Dari definisi yang diberikan oleh UU No. 15 Tahun 2003 itu, sebenarnya secara teoritis jelas tidak lengkap, karena hanya dimaknai yang dilakukan oleh perorangan. Padahal teroris dapat dilakukan oleh golongan/kelompok atau negara/pemerintah. Orang secara individu, Amrozi, Imam Samodra dan Mukhlash boleh dikatakan sebagai teroris. Tetapi Partai Ba’ats (rezim Sadam), Savak (Polisi Rahasia Syah Iran), KGB (Dinas Inteljen Uni Sovyet) CIA (Dinas Inteljen Amerika) Golkar pada masa Orde Baru dalam batas tertentu adalah kelompok, golongan, organisasi, gerakan teroris juga. Kemudian, karena teroris juga dapat dilakukan oleh pemerintah atau negara, maka Amerika Serikat yang menebar ketakutan di Irak, Afganistan, Pakistan, Iran, dan bahkan di seluruh belahan bumi, karena memang kaki Amerika pada umumnya menancap kuat dengan semboyan tongkat dan tomat, hakekatnya adalah negara teroris. Begitu juga Israel yang membuat rasa takut dan menjajah bangsa Palestina, membuat takut bangsa Libanon dan bahkan negaranegara Timur Tengah, maka Israel adalah negara teroris. Jadi Amerika Serikat dan Israel adalah sama-sama sebagai negara Teroris. Sebagai kajian yang tidak dapat dipisahkan dari akibat lahirnya UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan bahkan lebih khusus lagi UU No. 16 Tahun 2003 yang secara khusus lahir sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa peledakan bom Bali tanggal 12 Oktober 2002, maka kajian ini menggunakan definisi sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu. Memang ada kekecewaan dari para peneliti, akibat istilah terorisme yang dibidikkan 6Sebagai kajian kebijakan, penelitian ini menggunakan definisi sebagaimana tercantum dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu, karena pada kenyataannya terpidana terorisme ditangkap, diadili dan dipenjara atas UU itu dan ini juga mendapat bantuan dari media cetak maupun elektronik. Tidak ada ruang untuk memperdebatkan mengenai mengapa para pelaku melakukan teror. Jadi siapapun yang memenuhi unsur sebagaimana dijelaskan UU itu adalah teroris dan harus diadili. 6 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kepada individu, kelompok, atau negara semua tertuju kepada yang beragama Islam. Pemberantasan terorisme internasionalpun ditujukan kepada individu, kelompok dan negara Islam yang sebenarnya hanya karena berusaha melawan Amerika Serikat, sebagai teroris negara itu. Organisasi yang dipandang sebagai terorisme oleh Amerika Serikat, dari 31 organisasi yang di data Amerika Serikat dan dikategorikan sebagai gerakan terorisme, ternyata 27 diantaranya adalah berlatar belakang Islam7. Profil Keagamaan Pelaku Tindak Terorisme Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profil adalah iktisar yang memberikan gambaran atau fakta tentang hal-hal khusus8. Keagamaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan agama9. Pelaku adalah pelaksana atau orang yang melaksanakan10. Jadi menurut makna leksikal, profil keagamaan pelaku (bisa seseorang, golongan atau negara) tindak terorisme adalah iktisar yang memberikan gambaran atau fakta tentang hal-hal yang berkaitan dengan agama dari orang (bisa seseorang, golongan atau negara) yang melakukan usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman dalam usaha mencapai tujuan. Oleh karena itu, definisi denotatif profil keagamaan para terpidana dimaksud dalam penelitian ini adalah seperangkat pengetahuan keagamaan yang dimiliki oleh para terpidana, yang mempengaruhi perilaku keagamaannya. Dalam realitasnya, seseorang melakukan tindak pidana terorisme tidak tanpa sebab, tetapi banyak teori yang dapat digunakan dalam mendalami penyebab muncul perilaku terorisme pada seseorang, kelompok dan organisasi. 1) teori emosi, yaitu hasil persepsi seseorang, terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Teori ini dapat dimanfaatkan untuk menganalisis bagaimana emosi yang dimiliki oleh para terpidana serta maksud dan tujuan emosi tersebut, karena manusia 7Juhaya Praja, Islam, Globalisasi & Kontra Terorisme: Islam Paska Tyragedi 911, Kaki Langit, September 2004, hal. 198 – 238. 8 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit. hal. 897 9 Ibid. hal. 12. 10 Ibid, hal. 844 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 7 memiliki emosi dasar seperti; cinta, kegembiraan, keinginan, benci, sedih dan kagum11. 2) teori perilaku agresi, yaitu suatu perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain. Perbuatan para terpidana terorisme yang menyerang berbagai kepentingan umum dan menimbulkan korban adalah salah satu bentuk agresi 12. 3) teori motivasi, yaitu istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan ke dalam, seperti dorongan dan keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi tersebut13. 4) teori interaksi sosial, yaitu manusia sebagai mahluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya dalam memenuhi kebutuhannya seharihari baik kebutuhan materiil maupun spirituil. Tidak ada manusia yang dapat mengatasi seluruh persoalannya sendiri seorang diri. Oleh sebab itu, manusia satu selalu berhubungan dengan manusia lainnya, dengan kelompok atau komunitas yang lebih besar dan seterusnya 14. Profil keagamaan para terpidana terorisme dapat dilacak melalui teori-teori itu, meskipun harus selalu dikaitkan dengan realitas pemahaman keagamaan yang telah dimilikinya. Dengan teori emosi, akan diketahui mengapa para pelaku bersemangat mempelajari agama dan berkeinginan untuk melakukan jihad. Para pelaku, dalam mempelajari agama boleh jadi karena diawali dari membaca bacaan-bacaan yang menggugah semangat dan emosi keagamaan, termasuk berkeinginan berjihad. Banyak membaca penderitaan bangsa Palestina, Bosnia, Irak dan Afgansitan, perang Salib, dan sebagainya akan mendorong si pembaca terdorong untuk lebih banyak tahu dan menyikapinya sesuai dengan kecenderungan batinnya. Bagi yang terbiasa dengan agama Islam, akan muncul semangat ingin membelanya. Tetapi yang terbiasa dengan bacaan-bacaan gaya hidup, penderitaan berbagai bangsa itu sama sekali tidak menggerakan hati untuk bersikap membela, apa lagi menggetarkan hatinya dengan emosi meluapluap untuk membela. Malah boleh jadi memiliki rasa peduli amat dengan penderitaannya. 11 Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, UI Press, Jakarta, 1990, hal. 29 Ibid, hal. 30 Ibid, hal. 45 14 Ibid hal 56 12 13 8 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Teori agresi, dapat dipastikan sebagai kelanjutan dari teori emosi tersebut. Ketika seseorang yang secara emosional telah tergerakkan, maka untuk melakukan agresi tingal menunggu waktu saja. Maksudnya tinggal menunggu moment yang tepat, alat dan dana yang dimiliki dan bahkan mungkin orang yang melakukan eksekusi atau melaksanakannya. Begitu pula dengan teori motivasi, juga masih berkaitan dengan teori emosi dan agresi itu, makasudnya emosi dan perilaku agresi seseorang memiliki motivasi tertentu. Bagi mereka yang secara emosional membenci penindasan, jika kesempatan ada, ia akan melakukan agresi yang motivasinya adalah menghancurkan si dhalim yang melakukan penindasan. Teori interaksi sosial, kiranya kurang tepat untuk digunakan untuk membedah profil keagamaan para terpidana terorisme. Dari teori di atas, dapat terlihat bagaimana para terpidana mempunyai pemahaman keagamaan tertentu yang mungkin tidak sama dengan arus utama muslim Indonesia. Penggunaan teori-teori di atas penting untuk menghasilkan suatu pengetahuan yang utuh mengenai profil keagamaan para terpidana terorisme. Oleh sebab itu judul penelitian menjadi profil keagamaan terpidana terorisme di Indonesia. Untuk memahami profil keagamaan itu, maka fokus penelitian diarahkan, pada; jati diri para pelaku tindak terorisme (pendidikan, organisasi sosial keagamaan dan afiliasi politik); faham teologi keagamaan; faham fiqih berkaitan dengan jihad, negara dan khilafah; perspesi tentang dunia Islam dalam kaitannya dengan “Barat”; konsep tentang jama’ah, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam; hubungan pelaku dengan aspek lokal dan internasional; motif keterlibatrannya dalam tindak terorisme; dan pengetahuan mengenai jaringan kerja yang mereka bangun. Profil keagamaan ini akan menjelaskan siapa sebenarnya para pelaku tindak terorisme itu. Metode Penelitian Dalam rangka memperoleh data dilakukan dengan dalam bentuk studi dokumentasi dan wawancara. Wawancara menempati peran utama dalam penelitian ini, karena umumnya para terpidana bukanlah orang lokal, tetapi para perantau yang memiliki emosi keagamaan, melakukan agresi dalam bentuk membela kaum muslim yang tertindas dengan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 9 motivasi untuk menghancurkan penindas. Secara prosedural, teknik bola salju (snow-ball technique) mendominasi penelitian, sehingga dapat menelusuri data/informasi secara berantai untuk menemukan data yang lengkap, representatif, dan absah. 10 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI NUSAKAMBANGAN JAWA TENGAH (Kasus Amrozi dan Mukhlas) Oleh: M. Adlin Sila PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA TAHUN 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 11 JATI DIRI TERPIDANA TERORISME (Amrozi dan Mukhlas) Penelitian yang bersifat kualitatif ini fokus penggalian datanya dilakukan melalui wawancara dan life history subyek yang diteliti. Peneliti memperoleh data lapangan dengan cukup sulit, sebab subyeknya adalah pelaku tindak pidana terorisme yang sudah mendekam di Lembaga Pemasyarakatan. Untuk menemui subyek, peneliti harus melalui serangkaian prosedur birokrasi yang sungguh sangat rumit. Peneliti mengurus surat izin penelitian pada beberapa lembaga pemerintah antara lain; Mahkamah Agung, Dirjen Lembaga Pemasyarakatan, Departemen HAM dan Hukum, Kejaksaan Tinggi Bali, Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa Tengah, Kejaksaan Negeri Denpasar, Bidang Kesatuan Bangsa Pemda Jawa Tengah, lalu Kepala LP Batu Nusa Kambangan. Di Kejaksaan Tinggi Propinsi Bali, peneliti berhasil menggandakan Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) para pelaku. Setelah semua surat ini diperoleh dengan memakan waktu kurang lebih 3 (tiga) bulan lamanya, peneliti kemudian berangkat ke LP Batu Nusakambangan untuk bertemu langsung dengan Amrozi, Mukhlas dan Imam Samudra. Di sini, peneliti melakukan wawancara langsung, dengan seizin sebelumnya dari ketiganya. Daftar pertanyaan diberikan terlebih dahulu kepada para pelaku di selnya masing-masing, kemudian para pelaku bersedia untuk diwawancarai. Selama wawancara berlangsung, peneliti diperingatkan oleh para petugas LP untuk tidak memaksa pelaku untuk menjawab pertanyaan yang tidak disukainya, mengambil foto atau gambar. Petugas LP sudah mengingatkan dari awal bahwa Amrozi CS sulit untuk dimintai waktu untuk sekedar wawancara. Tapi ketika tim peneliti berhasil mewawancari Amrozi CS dengan lancar, tanpa ada halangan apa pun, dan memakan waktu sehari penuh, para petugas menjadi salut kepada tim (Wakhid Sugiyarto dan Adlin Sila). Kepada timpun, Mukhlas, yang mendapat giliran pertama diwawancarai, mengaku bahwa dia telah bermimpi bahwa akan kedatangan tamu, dan tamu itu katanya dia lagi, adalah dari Dep. Agama. 12 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Kami menjadi sumringah karena kami sebagai tim peneliti disambut hangat oleh Amrozi CS. Mereka mengaku bahwa selama ini yang datang adalah orang-orang yang berkepentingan internasional (lembaga intelijen asing dan wartawan), dan bukan sesuai dengan kepentingan perjuangan mereka yaitu menjelaskan alasan agama di balik aksi mereka. Tertangkapnya Amrozi ibarat kartu domino yang memberi ruang terungkapnya misteri di balik bom Bali. Dan memang benar, tidak lama setelah Amrozi ditangkap, aparat kepolisian kemudian berhasil menangkap Abd. Azis alias Imam Samudra alias Kudama 21 November 2002 dan Ali Ghufron alias Mukhlas. Pada bab ini, akan dibahas riwayat hidup para pelaku tindak pidana bom Bali dan hal-hal yang mendasari alasan mereka melakukan tindakan pengeboman terhadap warga asing. Amrozi Amrozi lahir 39 tahun yang lalu tepatnya tahun 1968 di Lamongan, Jawa Timur. Pendidikannya hanya sampai kelas tiga SMP dan tidak lulus. Dia dikenal sering kawin cerai. Istrinya yang ketiga bernama Susilowati. Di kampungnya, Amrozi lebih terkenal sebagai montir sepeda motor dan mesin diesel air. Selain itu, dia juga dikenal sebagai makelar mobil bekas. Bila lagi sepi order, dia mendatangi rumah warga untuk menjajakan handphone dan antena televisi. Tahun 1994, dia dikabarkan meninggalkan lamongan menuju Malaysia. Di negri jiran ini, dia bermukim sekitar tiga tahun, dan tahun 1997 kembali ke Lamongan. Selama di Malaysia, dia bukannya menjadi TKI tapi mengikuti pengajian-pengajian yang dipimpin oleh tokoh-tokoh garis keras seperti Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Menurut Kapolri pada saat itu, Da’I Bachtiar, Amrozi sempat pergi ke Afganistan untuk mempelajari cara-cara merakit bom. Pendidikan Amrozi umumnya dilalui di sekolah umum, bukan agama. Di kampungnya, Amrozi dikenal rajin mengunjungi pesantren AlIslam, pimpinan Ustadz Muhammad Zakaria, yang jaraknya sekitar 100 meter dari rumahnya. Dia sering mampir untuk shalat berjama’ah di masjid Pondok. Dengan orang-orang Pondok, Amrozi sangat dikenal meskipun bukan santri. Kakaknya, Haji Chozin, ikut memprakarsai berdirinya Pondok Pesantren tersebut. Praktis, Amrozi memperoleh Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 13 pendidikan agama dari pengajian-pengajian yang diikutinya dan cara belajar secara otodidak. Pemahaman agamanya tidaklah menonjol. 1 Amrozi menjadi terkenal ketika ditangkap 5 November 2002 lalu, karena dianggap sebagai pemilik mobil Mitsubishi L-300, mobil yang mengangkut bom di tempat peledakan. Ketika ditangkap, ditemukan lima senapan laras panjang termasuk M-16, dua pucuk pistol FN, dan ribuan amunisi sekitar 5 km dari rumah Amozi di Desa Tenggulun Solokurno, Lamongan Jawa Timur. Dari tangan Amrozi juga diperoleh bukti pembelian bahan kimia berupa potasium klorat, alumunium powder dan belerang dari toko Tidar Kimia di Jl. Tidar, Surabaya. Padahal waktu itu, Amrozi meninggalkan Lamongan ke Gresik dengan alasan membeli onderdil motor dan bahan baku kue untuk kue buatan istrinya. Bahanbahan inilah yang dianggap oleh polisi menjadi bahan baku bom Bali, meskipun banyak pengamat menyimpulkan bahwa bom yang meledak di Legian Bali lebih dahsyat dari bom hasil rakitan bahan peledak potasium klorat. Belakangan, Amrozi diketahui hanya bertindak sebagai penyedia bahan-bahan untuk pembuatan bom, sementara yang merakit adalah Abdul Ghonin dan Abdul Matin. Yang memunculkan gagasan aksi peledakan bom di Bali adalah Imam Samudra dan Mukhlas sebagai penyedia dana. Dalam BAP tanggal 19 Desember 2002, Amrozi mengaku bahwa dia mendapatkan gagasan peledakan bom di Bali dari Kudama alias Imam Samudra yang dia kenal selama tinggal di Malaysia. Berikut adalah kutipan langsung pengakuan Amrozi sebagaimana tertera dalam BAP tentang munculnya gagasan tentang peledakan bom di Bali: Pertemuan dilaksanakan di rumah Hernianto (salah seorang saksi terpidana bom Bali) di Solo pada awal bulan Agustus 2002 pukul 12.00 WIB. Peserta yang hadir pada rapat itu adalah Kudama alias Imam Samudra, Mukhlas alias Ali Ghufron, Amrozi, Umar Kecil, Ali Imron, Abdul Matin (Dulmatin) dan Zulkarnaen, sementara Hernianto tidak ikut rapat. Acara dimulai dengan ceramah agama dari Ustadz Ali Ghufron. Selanjutnya acara diserahkan kepada Dulmatin sebagai pembawa acara. Dalam acara ini diusulkan untuk demonstrasi terhadap tokoh-tokoh Kristen dan Yahudi yang akan mengadakan pertemuan di Hotel Lor Inn, Solo. Berselang 15 menit acara berlangsung, Kudama mengambil alih pembicaraan dan menyerukan melawan dengan jihad terhadap orang- 14 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia orang Amerika dan sekutu-sekutunya di Indonesia. Dalam melawan ini, Kudama menawarkan aksi peledakan, dan sasaran yang dituju adalah tempat-tempat dimana orang-orang Amerika berkumpul, dan lebih baik lagi kalau di Kedutaan Amerika. Karena kalau ini dibom jelas yang kena adalah orang Amerika, bukan yang lain. Setelah dua usulan ini disampaikan, Dulmatin menanyakan kepada peserta rapat yang mana disetujui. Setelah disepakati maka rapat menyetujui peledakan bom di Bali. Mukhlas menyanggupi untuk menyediakan dana, Kudama juga akan mencari dana tambahan. Pada akhir rapat, Kudama menegaskan kembali apakah gagasan peledakan bom di Bali disepakati, semua peserta setuju dan rapat ditutup oleh Dulmatin pada pukul 23.30. Setelah pertemuan menyepakati untuk melakukan peledakan bom di Bali, para peserta sudah diberikan tugas masing-masing, Amrozi membeli bahan-bahan kimia di Toko Tidar Surabaya, dengan bantuan finansial dari Mukhlas dan Kudama, lalu bom dirakit oleh Abdul Ghonin dan Abdul Matin. Mereka kemudian bertemu di Bali tanggal 5 Oktober 2002, dan terjadilah ledakan maha dahsyat yang menelan banyak korban terutama warga Australia, di Legian, Bali tanggal 12 Oktober 2002. Sampai penelitian ini dilakukan (2006), Amrozi CS masih dianggap hanya korban dari pelaku pengebom lain. Namun, bom yang diledakkan oleh pihak lain bersamaan dengan bom bikinan Amrozi sulit dibuktikan sampai saat ini, sehingga teori bahwa Amrozi CS adalah pelaku bom Bali adalah yang berlaku. Saat ini, Amrozi bersama dengan Ali Ghufron dan Imam Samudra adalah tersangka utama bom Bali, dan masing-masing telah dijatuhi eksekusi mati oleh pengadilan negeri Denpasar. Hingga nantinya eksekusi itu dilaksanakan, ketiganya masih diberikan kesempatan mengajukan peninjauan kembali (PK). Ali Ghufron Muklas alias Ali Ghufron, lahir 46 tahun yang lalu, yang terbukti selaku koordinator umum bagi peledakan bom di tiga lokasi di Bali, divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Denpasar, pada tanggal 1 Oktober 2003. Dalam sidang yang berlangsung di Gedung Narigraha Denpasar, majelis hakim diketuai Cok Rai Suamba SH. Pada waktu itu, pendiri Ponpes Lukman Nulhakim di Malaysia itu tampak tenang-tenang Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 15 saja, lalu ia memekikkan kalimat takbir, "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar". Sama dengan adik kandungnya, Amrozi, yang juga dipidana mati, Ali Ghufron meninggalkan ruang sidang sambil tersenyum, digiring sejumlah petugas. Dalam nota vonisnya, yang dibacakan secara bergantian, majelis hakim beranggotakan lima orang itu menjelaskan, terdakwa Ali Ghufron bersalah telah bertindak selaku pemimpin atau koordinator umum bagi peledakan bom di tiga lokasi Pulau Dewata. Di persidangan terungkap, tindakan tersebut diawali dengan dilakukannya pertemuan di rumah kontrakan milik Ustadz Husein di Bangkok, Thailand, pada Pebruari 2002, yang antara lain dibicarakan tentang operasi jihad untuk menggempur Amerika Serikat (AS), yang dinilai telah memerangi dan menindas umat Islam. Pertemuan di Thailand yang juga menyepakati operasi jihad dengan melakukan tindak peledakan bom itu, dihadiri sejumlah orang, antara lain terdakwa, Zulkifli, Marzuki, Dr Azahari, Wan Min bin Wan Mat dan Noordin Moch Top. Pada kesempatan tersebut, pertemuan menunjuk Ali Ghufron sebagai Ketua Mujahidin bagi pelaksanaan aksi pembalasan terhadap kekejaman AS dan sekutunya itu. Untuk kepentingan pendanaan, Wan Min bin Wan Mat (warga Malaysia) yang disebut-sebut selaku Bendahara Jemaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara, langsung menyerahkan sejumlah dana kepada Ali Ghufron. Buntut dari pertemuan di Thailand, Ali Ghufron yang juga menjabat Ketua Mantiqi I JI, kemudian pada Agustus dan September 2002, melakukan serangkaian pertemuan di Solo dan Lamongan. Sambil membacakan tuntutannya, Jaksa menceritakan bahwa: Pada pertemuan-pertemuan tersebut, selain telah disepakati untuk dilakukannya aksi peledakan bom di Bali, juga pengukuhan terdakwa Ali Ghufron selaku pemimpin umum sekaligus penyedia dana bagi aksi itu. Sementara Abdul Azis alias Imam Samudra, oleh Ali Ghufron ditunjuk sebagai pemimpin lapangan bom Bali, dibantu Ali Imron. Sedang untuk membeli bahan peledak dan merakit bom, masing-masing ditunjuk Amrozi dan Abdul Matin alias Dulmatin, yang hadir dalam rapat-rapat. Selaku penyedia masalah akomodasi dan transportasi, rapat menunjuk Jhony Hendrawan alias Idris. Dalam pelaksanaannya, Imam Samudra telah melakukan tugasnya sesuai penunjukan, sementara untuk merakit dan meramu bahan peledak, selain Dulmatin juga tercatat Dr Azahari, Umar Arab, Umar Patek dan Sarjio alias Sawad. Selain itu, kata jaksa, pada hari- 16 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia hari menjelang peledakan, Ali Ghufron juga sempat memotivasi Arnazan alias Jimmy alias Iqbal dan Ferry alias Isa, untuk lebih menguatkan keyakinan mentalnya dalam melakukan operasi jihad dengan cara bom bunuh diri. Terkait itu, pada saat pelaksanaan 12 Oktober 2002, Ferry mengenakan rompi bom yang kemudian tercatat meledak di ruang Paddy`s Pub, sementara Arnazan mengemudikan dan meledakkan bom mobil di depan Sari Club, di Jalan Raya Legian Kuta. Ferry dan Arnazan, oleh petugas dinyatakan tewas dalam aksi peledakan yang juga menelan 202 nyawa korban yang lain, serta sekitar 350 orang tak berdosa menderita luka-luka pada peristiwa itu. Atas bukti-bukti di persidangan seperti itulah, majelis hakim kemudian menjatuhkan hukuman mati bagi alumnus operasi jihad di Afganistan, yang juga kakak kandung Amrozi (terpidana mati) dan Ali Imron (terpidana seumur hidup). Mukhlas lahir di Solokuro, Tenggulun, Lamongan Jawa Timur tanggal 2 Februari 1960, dari pasangan Haji Nurhasyim dan Tariyem. Mukhlas adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Mukhlas adalah anak dari isteri pertama bapaknya, karena bapaknya mempunyai dua istri. Amrozi, tersangka lain Bom Bali 1, adalah adik kandung Mukhlas dari satu ibu. Mukhlas menghabiskan masa kecilnya di Solokuro, sehingga pendidikannya dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), setingkat SD, hingga Pendidikan Guru Agama (PGA), setingkat SMA semuanya dilalui di Solokuro. Selepas PGA, Mukhlas melanjutkan pendidikannya di Pesantren Al-Mukmin Ngruki, dari tahun 1977 hingga 1981. Setamat dari pesantren ini, Mukhlas diminta oleh almamaternya untuk mengajar. Di tempat inilah, Mukhlas mengenal Abdul Halim alias Abdullah Sungkar dan Abdussamad alias Abu Bakar Baasyir, karena sama-sama sebagai pengajar di pondok. Tahun 1985, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir kabur meninggalkan pondok karena aparat keamanan berniat menangkap keduanya. Hanya lima tahun dia aktif mengajar, karena tahun 1986 dia berangkat ke Malaysia melalui Medan dan terus ke Penang dengan niat menemui saudaranya yang bekerja sebagai TKW. Karena niat ini tidak kesampaian, Mukhlas menghabiskan waktunya untuk mengikuti tabligh Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 17 demi tabligh di Malaysia dan akhirnya bertemu lagi dengan Abdullah Sungkar. Pada tahun itu juga, Mukhlas berangkat ke Pakistan dengan uang sendiri setelah bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan dinasehati oleh Beliau untuk berangkat berjihad. Dari Pakistan, Mukhlas menuju ke Afganistan. Di negara yang ketika itu masih berada di bawah kekuasaan rezim Uni Soviet, Mukhlas bertemu dengan para mujahid dari berbagai dunia di rumah persinggahan bagi para mujahid bernama Baitul Khodamat. Sewaktu ada penyerangan ke Joji, para mujahid dipimpin oleh Osama bin Laden. Selanjutnya, Mukhlas bersama dengan Osama bin Laden menghabiskan waktu di goa-goa persembunyian dalam perjuangan melawan tentara Soviet. Ini berlangsung tahun 1987 hingga 1990. Pada tahun 1987, saya bertemu Syeikh Osama bin Ladin di kawasan Joji, ketika terjadi serangan gencar tentara Soviet, dan salju sangat tebal sampai dua meter, di kawasan tersebut. Kelompok Mujahidin melakukan penyerangan yang dipimpin langsung oleh Syeikh Osama bin Ladin. Selama masa perang yang kemudian dimenangkan oleh kelompok Mujahidin itu, Mukhlas sempat pula menuntut ilmu agama dengan mengkaji kitab semisal Tafaqqufiddin, Nahwu dan Ulumuddin. Sedangkan untuk memahami Al-Qur’an, Mukhlas selalu berpedoman pada Kitab Tafsir Ibnu Katsir. Menurutnya, tafsir ini mudah dipahami. Sepulang dari Afganistan pertengahan tahun 1989, Mukhlas tidak langsung kembali ke Indonesia, melainkan bermukim di Ulu Tiram Johor Malaysia. Disini, Mukhlas bekerja sebagai buruh kasar dan sesekali mengajar bahasa Arab dan Syariat dari rumah ke rumah tanpa meminta bayaran. Setelah sekitar lima tahun di Malaysia, Mukhlas menikah tahun 1990 di Johor, Malaysia dengan seorang gadis asal Singapura bernama Farida. Kini, Mukhlas dikaruniai 6 (enam) orang anak. Pada tahun 1991, atas anjuran lisan Abdullah Sungkar, Mukhlas mendirikan pesantren Lukmanul Hakim. Berikut anjuran Abdullah Sungkar sebagaimana disuarakan oleh Mukhlas; “Saya berpengalaman di pondok pesantren Ngruki, dan di Malaysia sangat membutuhkan pondok pesantren yang mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah terutama untuk anak-anak kita (maksudnya anak-anak Indonesia yang tinggal di Malaysia).” Tahun 1989, pemerintah Malaysia melarang kegiatan dakwah Mukhlas. Akibat pelarangan itu, aktivitas pondok pesantren yang diasuhnya hanya 18 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia berlangsung hingga tahun 2001, karena sebagian pengajarnya dicurigai terlibat dalam organisasi Mujahidin Malaysia. Menurut keterangan yang diperoleh dari BAP tersangka bom Bali tanggal 13 Desember 2002, bahwa Mukhlas mendengar ledakan bom di Legian Bali dari radio Elshinta ketika berada di rumah kontrakannya di kawasan Kota Baru, Gresik. Dia mengaku tidak kaget karena sudah mengetahui sebelumnya rencana peledakan bom di Bali. Keterangan di bawah ini mempertegas hal tersebut: Sebelum terjadi peledakan bom tersebut saya datang ke Bali pada sekitar awal Oktober 2002 untuk memastikan rencana peledakan bom apakah berjalan sesuai dengan rencana. Saya pergi sendirian dan ketika tiba di Bali saya dijemput oleh saudara Idris dan menginap di rumah kontrakannya di Kota Denpasar selama tiga hari. Selama di Bali, Mukhlas bertemu dengan Amrozi dan Kudama alias Imam Samudra. Mukhlas bertemu keduanya untuk mengetahui informasi terakhir tentang lokasi peledakan. Dia kemudian diberitahu kalau lokasi peledakan adalah Sari Club, Paddy’s Pub dan Konsulat Amerika Serikat. Dari pengakuan Mukhlas, yang memiliki ide peledakan adalah Kudama alias Imam Samudra, pelaksana di lapangan adalah Amrozi, sedangkan penyandang dananya adalah Mukhlas. Sebenarnya, Mukhlas hanya sebagai penerima dana dari orang lain, karena dia tidak memiliki dana yang besar untuk membiayai peledakan, sebagaimana pengakuannya: Saya menyiapkan dana seluruhnya sebesar $25.000. Dana itu saya peroleh dari orang yang bernama Wan Min, warga Klantan Malaysia. Pertama, saya menerima dana sebesar US$ 15.500,- yang saya terima langsung di terminal YALA Thailand. Kedua diberikan sebanyak US$ 10.000,- di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta yang dititipkan kepada seorang TKI. Ketiga, dana diberikan sebesar US$5000 langsung di rumah saya di Tenggulun. Jadi jumlah seluruhnya sebesar US$30.000,Dalam pengakuan Mukhlas selanjutnya, dana yang diperoleh dari Wan Min tidak diketahui asalnya. Yang dia ketahui bahwa Wan Min adalah anggota kumpulan (organisasi) Mujahidin Malaysia. Adapun tujuan peledakan bom tersebut adalah untuk membalas kezaliman (kesewenang-wenangan) Amerika Serikat dan sekutunya terhadap umat Islam di Afganistan, Irak, dan di negara-negara Timur Tengah lainnya. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 19 Peledakan ini dilakukan di Bali, karena di tempat inilah banyak dikunjungi oleh wisatawan-wisatawan asing yang berasal dari negara-negara yang dibenci yaitu; Amerika Serikat, Inggris, Australia, Perancis dan negaranegara yang secara langsung menzalimi kaum muslimin. Mengenai dampak yang diakibatkan oleh bom tersebut, Mukhlas mengaku bahwa dia kaget dengan kedahsyatan ledakan bom tersebut, jauh dari perkiraan semula, dan dia juga prihatin atas jatuhnya korban dari warga Indonesia sendiri. Lalu bagaimana dengan istri Mukhlas ketika mendengar suaminya menjadi tersangka teroris. Faridah Abas, nama istri Mukhlas, adalah adik kandung Nasir Abas, mantan anggota Jamaah Islamiyah yang menulis buku (testimoni) berjudul Membongkar Jamaah Islamiyah (Jakarta, Juli 2005). Karena penulis tidak mewawancarai Farida secara langsung, data diperoleh dari buku yang ditulisnya sendiri pada bulan Agustus 2005, yang merupakan catatan hariannya. Meski perkawinannya dengan Mukhlas merupakan “paksaan” ayahnya, namun ia ikhlas. Seperti tercermin dari pernyataan dia di bukunya. Yang paling kuinginkan dari semua itu adalah mengucapkan terimakasih atas “paksaan”-nya dulu agar setuju dinikahi oleh suamiku, sehingga aku tidak pernah menyesal atas pernikahan itu. Menjadi isteri seorang lelaki beriman yang bersungguh-sungguh mencontohi Rasul-Nya, adalah sebuah kenyataan yang maha indah... Terimakasih Ayah, Jazakumullah khairal jaza’... Kuterima pilihan Ayah tidak karena dipaksa. Pertama, karena pilihan Ayah memenuhi syarat yang kuajukan dulu. Kedua, aku tak memiliki hujjah syar’i untuk menolaknya... Yang kupedulikan adalah ridha kedua orangtuaku. Dengan ridha merekalah, aku bisa menggapai ridha Rabbku. Aku juga tidak mau membantah asal membantah. Hidupku telah kuarahkan sedaya upaya agar tunduk patuh kepada syar’i. Bukan Faridah saja yang memang ditakdirkan amat sesuai bagi Mukhlas, bahkan juga sang anak, terutama Asmaa’ anak sulung (pertama) mereka yang sedang tumbuh. Kesan ini mencuat dari uraian Faridah di halaman 128: “Teringat pula kepada sulungku. Dia, anak perempuanku yang lincah, pernah berkata, “Ummi, kalaulah yang dibom itu tempat maksiat dengan orang-orang yang tak tahu malu dan Abi dituduh... Bravo Abi!” 20 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Tanggal 9 September 2004, ketika sedang mengurus dokumen keimigrasian Usamah, anak keenam Mukhlas yang lahir April 2003, Paridah sedang berada di Dirjen Imigrasi di kawasan Kuningan. Ketika itulah terjadi ledakan di depan Kedubes Australia. Tanggal 9, sewaktu kami di lantai 2 ke atas. Tiba-tiba ada bunyi ledakan kuat. Seiring dengan itu, lantai yang kami pijak bergetar dan ada jendela yang pecah. Spontan kusambar Usamah yang berlarian ke arahku. Para pejabat bergegas turun. Suasana tenang tadi berubah diselubungi kepanikan. Aku menanti Pak ilmy karena dia masih di dalam kantor, sejurus setelah itu. Kami turun bersama-sama. Di lantai dasar, manusia ramai, hawa terasa panas sekali. Banyak orang berlarian keluar gedung menuju tempat kejadian. Usamah tetap kugendong walau dia meronta minta diturunkan. Ada kaca-kaca jendela yang hancur bertaburan. Artinya tempat ini buat sementara waktu tidak aman bagi anak sekecilnya. HP suah tak bisa berhubung karena sinyal hilang. Suara-suara berdengung di sekitarku. Ada bom meledak! Ada yang mati. Ada sepeda motor yang hangus binasa. Ada banyak orang yang sedang lewat kala bom meledak, pasti banyak yang jadi korban. Aku hanya membisu mengharap agar aku bisa keluar secepatnya dari tempat ini. Kelelahan menyimpan harap dan mengurus dokumen anak, menjadi berlipat karena mendengar percakapan-percakapan begini. Kejadian beginikah yang didakwakan ke atas suamiku? Kejadian begini? Bisakah aku percaya? Kesan kuat setelah membaca catatan harian ini adalah, bahwa Faridah memang pasangan yang sangat tepat bagi Mukhlas. Faridah terkesan cerdas dan bijaksana dalam menghadapi anak-anaknya. Selain itu, ia juga tegar dan istiqomah, termasuk ketegaran menerima putusan mati atas perbuatan yaag didakwakan kepada suaminya. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 21 PAHAM KEAGAMAAN Kaitan Aksi Bom dengan Agama Islam Jauh-jauh hari, para tokoh Islam mengatakan bahwa bom Bali pada 12 Oktober 2002 lalu tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Islam cinta damai dan mengajarkan perdamaian. Tapi, karena peristiwa mengerikan itu dilakukan oleh beberapa orang Islam, di antaranya berasal dari pesantren dan mengatasnamakan doktrin Islam seperti Jihad sebagai dasar aksinya, maka Islam menjadi terbawa-bawa. Doktrin Jihad yang awalnya sangat luhur berubah total menjadi konsep yang sangat mengerikan. Fundamentalisme yang sejatinya mengajarkan kembali ke inti ajaran agama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah dianggap penyebab munculnya radikalisme agama. Selain itu, pondok pesantren disinyalir telah menjadi tempat persemaian radikalisme agama. Ormas-ormas Islam dituduh telah melatih anggotanya menjadi paramilisi. Partai-partai politik berbasis Islam dianggap pemicu militansi keagamaan karena mengusung ide formalisasi syariat Islam. Jadinya, Islam, pondok pesantren dan upaya penegakan syariat Islam menjadi terusik dan berada pada posisi yang tidak menyenangkan, sebagian akibat dari kasus bom bali ini. Lebih parah lagi, beberapa pihak berusaha membuka Kotak Pandora bahwa kekuatan Islam politik melalui Negara Islam Indonesia (NII) kembali muncul, setelah sebelumnya disingkirkan oleh rezim Orde Baru. Dari beberapa kenyataan di atas, banyak pihak di pemerintahan pusat merasa terobsesi untuk melakukan upaya-upaya seperlunya. Misalnya, pemerintah melakukan investigasi dan penelitian ke beberapa pesantren yang disinyalir mengajarkan nilai-nilai agama yang radikal, sehingga muncul rekomendasi untuk mengubah kurikulum pondok pesantren. Beberapa lembaga non-pemerintah (LSM) asing seperti International Crisis Group (ICG) bahkan mengeluarkan laporan yang cukup kontroversial tentang daftar pesantren di pulau Jawa dan di luar Jawa yang dikategorikan pesantren salafi: pesantren yang mengajarkan faham salafiyyah. Tapi, karena cara ini dilakukan secara sama rata kepada semua pesantren, maka banyak kalangan di dunia pesantren, terutama lagi ormas Nahdhatul Ulama, menolak keras rencana untuk ‘mengutak atik’pesantren ini. 22 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Dalam bab ini akan dibahas tentang faham keagamaan para pelaku tindak pidana terorisme yang dijadikan dasar dalam aksi mereka: apa saja kitab yang dipelajarinya? siapa saja pembimbing agama yang diacu sehingga membentuk orientasi keagamaan mereka saat ini? Bagaimana pendapatnya tentang konsep jihad, radikalisme agama dan kaitannya dengan terorisme? Pemahaman Fikih Jihad Jihad dalam bahasa berarti "Berusaha keras" atau "Berjuang". Dalam konteks Islam bermakna "Berjuang menegakkan syariat Islam". Bentuk Jihad tidak selalu harus identik dengan berperang secara lahiryah/fisik, tapi Jihad, antara lain, dapat berbentuk perjuangan dalam diri sendiri untuk menegakkan syariat Islamiah dan perjuangan terhadap orang lain, baik lisan, tulisan atau tindakan. Jihad dalam bentuk pertempuran: Qital seperti tertuang dalam surat At-Taubah - Ayat 111. Disitu disebutkan bahwa "qital" berarti Perang dijalan Allah atau fisabilillah. Islam membenci peperangan, tetapi mewajibkan berperang, jika dan hanya jika , kaum muslim diserang (karena agama) terlebih dahulu dan diusir dari negerinya (sampai suatu batas mutlak yang ditentukan. Dalam surat lain yaitu An Nisaa’ - 4:84 Allah berfirman: Maka berperanglah ( qatil ) kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri . Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu. Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan Nya. Selanjutnya, dalam Mumtahanah 60:9; Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.15 Disini, Allah mewajibkan kaum Muslim untuk berperang terhadap orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Mukhlas membenarkan bahwa landasan konsep jihad adalah dari ayat ini. Dia menegaskan bahwa kita tidak mungkin berdiam diri dengan penjajahan yang dilakukan oleh kaum kafir terhadap kaum Muslim di mana pun dia 15 QS. An Nisaa’, 4:84 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 23 berada. Artinya, ketika umat Islam yang diperangi berada di Palestina dan Afghanistan, maka kita kaum Muslim di Indonesia juga berkewajiban membantu mereka. Inilah yang menjadi alasan bagi Mukhlas untuk bepergian ke Afghanistan dan berjihad dengan kaum Muslim lainnya disana dalam memerangi tentatar Soviet. Ibnu Kathir, yang sering dirujuk oleh Mukhlas dalam pembicaraan dengan penulis, mengatakan dalam tafsirnya, bahwa ayat Al-Qur’an yang pertama kali turun berkenaan dengan jihad adalah surat 22: 39-40: Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesunggunya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah Allah.” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah ibadah orang-orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.16 Ayat ini menjelaskan bahwa jihad sebagai cara pembelaan diri kaum Muslim ketika dizalimi. Jihad dibolehkan karena pada saat itu kaum Muslim dizalimi oleh kaum non-Muslim. Ini berarti, jihad bersifat kondisional. Mukhlas bercerita bahwa ketika tiba pertama kali di Afghanistan dia menyaksikan kondisi umat Islam Afghan. Ketika kita dibawa ke perkampungan Muhajirin (pengungsi) Afghanistan di Pabbi, yaitu sebuah kawasan luas bertanah gersang di Pakistan, di sana kami ditempatkan di sekolah menengah militer milik Tanzim Ittihad-e-Islamiy yang menurut bahasa Afghan dinamakan Harbiy Sohanjay. Rasa sedih dan rasa simpati timbul memuncak ketika melalui kemah-kemah muhajirin yang memprihatinkan dan bangunan-bangunan yang dibangun dari tanah dan tumpukan batu untuk tempat tinggal kebanyakan para muhajirin Afghanistan. Perasaan kasihan membangkitkan semangat untuk membela nasib umat Islam Afghanistan yang terusir dari kampung halaman mereka. Ketika di Afghanistan ini, Mukhlas merasa bahwa disinilah ayat Allah tersebut di atas berlaku, dimana kita harus berjihad ketika kita terusir dari 16 24 QS. 22: 39-40: Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kampung halaman oleh kaum kafir. Meskipun sudah lama pulang dari Afghanistan, jihad Mukhlas untuk memerangi terhadap negara-negara yang menduduki negeri-negeri Islam seperti Amerika Serikat dan Israel tidak pudar, hingga puncaknya pada aksi dia dalam ledakan bom di Legian Bali 2002 lalu. Konteks Jihad yang merujuk pada Al-Quran memang luas dan lentur. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan caracara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Qura’n. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah di bumi. Dalam pelaksanaan, setiap Muslim berusaha membersihkan pikiran dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Pada tingkat masyarakat, setiap Muslim berusaha agar agama pada masyarakat sekitar maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka dari kemusyrikan. Sedangkan pada tingkat negara, setiap Muslim berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari serangan luar, maupun pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan ketenangan beribadah pada rakyat di negara tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Jihad ini hanya berlaku pada negara yang menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (Kaffah) atau berbentuk Negara Islam. Hubungan jihad dan perang terjadi jika terdapat fitnah yang membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-serangan dari luar). Jihad disini berarti perang. Jihad tidak bisa dilaksanakan kepada orang-orang yang tunduk kepada aturan Allah atau mengadakan perjanjian damai maupun ketaatan. Oleh karena itu, terdapat etika dalam jihad dalam arti perang, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakar AshShiddiq sebelum mengirim pasukan untuk berperang melawan pasukan Romawi, memberikan pesan pada pasukannya, yang kemudian menjadi etika dasar dalam perang yaitu: Jangan berkhianat; Jangan berlebihlebihan; Jangan ingkar janji; Jangan mencincang mayat; Jangan membunuh anak kecil, orang tua renta, wanita; Jangan membakar pohon, menebang Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 25 atau menyembelih binatang ternak kecuali untuk dimakan; dan Jangan mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah. Ketika jihad diterjemahkan sama dengan perang (harb) dan pembunuhan (qital) tetap harus mengikuti etika yang dicontohkan Islam. Artinya, perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi. Jihad dan Terorisme Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad. Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili kaum Muslim Madinah melawan kaum Quraisy Makkah dan sekutusekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran). Dalam hal ini Allah berfirman: Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa : "Ya Tuhan kami, keluarkanlah17 kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !". Ayat-ayat tentang jihad ini sesuai dengan situasi yang menimpa Nabi Muhammad dan para sahabat pada saat itu. Dalam berbagai khasanah Islam dalam masalah jihad, makna peperangan merupakan makna yang baku bagi jihad. Mulai dari para ulama tafsir, hadis, dan fikih, yang telah sedemikian kuatnya “mengunci” jihad dalam makna peperangan saja. Ahli tafsir menyamakan ayat-ayat jihad dengan ayat-ayat pedang dan perang. Para ulama hadis meriwayatkan hadis-hadis Nabi yang dominan memantulkan konteks 17 26 QS 4:75 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia peperangan. Selanjutnya ulama fikih menyudahi bahwa jihad dalam makna syariat Islam adalah peperangan melawan musuh Islam. Seorang ulama hadis yang ternama, Ibnu Hajar Al-Asqalani (2000: 77) yang juga komentator (al-syârih) terhadap hadis-hadis yang dikumpulkan oleh al-Bukhari memberikan definisi jihad sebagai badzl al-juhd fi qitâl alkuffâr (mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir). Demikian juga Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, pengarang kitab Subul al-Salâm komentar atas kitab Bulûgh al-Marâm karya Ibnu Hajar AlAsqalani-dua kitab ini sangat terkenal di dunia pesantren di Indonesiamemaknai jihad sebagai badzl al-juhd fi qitâl al-kuffâr aw al-bughât (mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang kafir dan pemberontak). Mayoritas ulama fikih juga sepakat dengan definisi itu. Fikih madzhab Hanafî memaknai jihad sebagai ajakan pada agama yang benar, jika orang yang diajak enggan, maka mereka diperangi dengan harta dan jiwa (al-du‘â ilâ al-dîn al-haq wa qitâl man lam yaqbalhu bi al-mâl wa al-nafs). Adapun definisi madzhab-madzhab lain kurang lebih seirama dengan definisi madzhab Syâfi’î, yaitu; memerangi orang-orang kafir untuk memenangkan Islam (qitâl al-kuffâr li nashr al-Islâm). Intinya, mayoritas ulama fikih klasik membakukan makna jihad pada peperangan. Saat ini, jihad mengalami kebangkitan dalam hal praksis bersamaan dengan keberadaan kelompok-kelompok Islam yang berhaluan radikal. Jihad dalam arti perang semakin mendominasi wacana tentang jihad di seantero dunia Islam dengan maraknya aksi-aksi perlawanan dalam bentuk pengeboman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok perjuangan Islam di negeri-negeri Islam yang sedang dijajah, seperti Palestina, Afghanistan dan Irak. Banyak analisis mengenai konsep jihad yang sering diacu oleh para tokoh Islam radikal dialamatkan kepada figur Abdullah Azzam, yang oleh majalah Time disebutnya sebagai the reviver of Jihad in the 20th Century (pembangkit Jihad di abad ke duapuluh). Abdullah Yusuf Azzam, begitu nama lengkapnya, yang lahir di kampung Al-Haritiya, Jenin, Tepi Barat, Palestina pada 1941, dianggap telah membangkitkan gelora jihad setelah sekian lama tidak pernah berkumandang di langit-langit dunia. Abdullah Azzamlah yang berhasil menarik minat ribuan anak-anak muda ke medan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 27 jihad melalui satu pos jihad yang dia sebut dengan Baitul Anshar (Rumah Para Penolong), yang berarti tempat kaum Muslimin non-Afghan datang membantu saudaranya, kaum Muslimin Afghan. Dari tempat inilah, pemuda-pemuda Islam dari berbagai belahan dunia datang dan diseleksi, dilatih menggunakan senjata dan terjun ke medan perang. Saat syahidnya pada tahun 1989, Abdullah Azzam berhasil merekrut sekitar 16 ribu hingga 20 ribu mujahid dari lebih 20 negara ke bumi jihad, Afghanistan. Dengan gelar doktor dalam bidang Ushul Fiqh, Abdullah Azzam menjadi dosen di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, kemudain pindah ke International Islamic University, Islamabad, Pakistan. Tapi semua itu ditinggalkannya untuk menjadi mujahid di Afganistan. Selama di negeri ini, Abdullah Azzam menjadi sosok pemersatu dan guru bagi pemimpinpemimpin jihad yang lain seperti Rasul Sayyef, Rabbani dan juga Usamah bin Ladin. Pengalannya sebagai mujahid dituliskannya dalam beberapa buku, yang nantinya menjadi inspirasi bagi anak-anak muda Islam untuk mengikuti jejak jihadnya, yaitu Ensiklopedia Jihad, yang terdiri dari 1 jilid. Tokoh jihad lain adalah tentunya Usamah bin Ladin, yang bergabung ke Afganistan tahun 1980. Usamah dianggap sebagai tokoh anti kolonialisme dan Amerikanisme. Konon, Usamah membenci Amerika karena negara ini ingin menguasai sumber minyak yang membentang di Cekungan Kaspia mencakup kawasan Turkmenistan, Uzbekistan, Afghanistan, Kazakhtan dan Tajikistan. Karena waktu itu, Usamah sebagai salah satu tokoh pemimpin Taliban tidak setuju maka dia dijadikan sasaran ambisi ekspansionis Amerika.1 Dialah yang dengan keras menolak kehadiran pangkalan militer Amerika Serikat di Arab Saudi, tanah kelahirannya, dan tentunya di seluruh dunia Islam. Ketika WTC di New York hancur terbakar, 11 September 2001, Usamah dituduh sebagai tokoh di belakangnya, melalui organisasinya yang disebut Al-Qaeda. Saat ini, AlQaedah menjadi sebuah simbol perlawanan terhadap Barat. Begitu pun, setiap ada gerakan nasyarakat yang lahir dari komunitas Islam yang secara radikal mengancam keberadaan Barat, pastilah akan dialamatkan ke AlQaedah, atau paling kurang dituding sebagai jaringan Al-Qaedah, misalnya organisasi Jamaah Islamiyah di Asia Tenggara yang dianggap sebagai salah satu jaringan Al-Qaedah. Secara praktek, kedua tokoh, Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin, telah menjadi tokoh panutan bagi 28 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia para mujahdi di dunia, terutama mereka yang pernah berjuang membantu kaum Muslim Afgan dalam melawan tentara Soviet pada tahun 1980-an. Mengapa ideologi jihad tersebut tertanam kuat dalam sanubari Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra? Menurut pengakuan Ali Ghufron dan diamini Imam Samudra, bahwa mereka awalnya adalah penganut Ahlusunnah waljamaah yang biasa sama dengan umat Islam lainnya di Indonesia. Tradisi NU yang kental dalam diri Mukhlas membuatnya faham tentang kitab-kitab kuning di pesantern. Namun perubahan mulai muncul ketika di Afghanistan, pada saat ikut bergabung dengan para mujahid dari berbagai negara. Konsep tentang jihad yang diperoleh di pesantren pun ikut berubah. Diyakini bahwa tokoh semacam Sayyid Quthb, dan dilanjutkan oleh Dr Safar al-Hawali, Salman Al Audah, Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin, dan lain-lain berhasil melakukan indoktrinasi sehingga jihad berarti hanya perang. Mukhlas dan Imam Samudra, kebetulan kami mewawancarainya secara terpisah, sepakat bahwa jihad berarti perang, tidak yang lain. Keduanya menyesalkan beberapa tokoh agama yang cenderung mengaburkan makna jihad kepada selain perang. Jihad bagi keduanya, terutama Mukhlas, dianggap sebagai cikal bakal keemasan Islam. Makkah yang dikuasai oleh kaum Quraisy pada saat itu bisa takluk oleh karena jihad. Kejayaan Islam masa lalu juga dibangun oleh mujahid-mujahid ulung. Jadi, menurutnya, akan mustahil jika Islam dibangun tanpa melalui jihad. Mukhlas tidak hanya mengamini jihad dalam arti peperangan, yaitu; memerangi kaum kafir yang memerangi kaum Muslim, tapi juga dengan kaum kafir yang tidak memerangi kaum Muslim. Mukhlas memberikan argumen bahwa mereka ini juga harus diperangi, sebagaimana dia kutip Surat Al-Anfal ayat 60 yang berbunyi: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.18 Dalam ayat ini terdapat kata tuhribuuna, asal kata ihrab atau harb, yang 18 Surat Al-Anfal ayat 60 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 29 berarti perang. Terjemahan Al-Qur’an yang diterbitkan oleh Departemen Agama memberikan dua makna terhadap kata tuhribuuna ini, yaitu; perang dan menakut-nakuti. Sedangkan, dalam The Holy Qur’an: English Translation of the meanings and commentar. Terbitan Madinah AlMunawarah, menerjemahkan kata tersebut dengan war, to strike terror, yang berarti; perang, melakukan teror terhadap musuh-musuh Allah dan dirimu. Dengan ayat di atas, Mukhlas melandasi alasan dia dalam memerangi kaum kafir seperti kejadian di Bali. Para korban ledakan itu tidak langsung memerangi kaum Muslim, atau sebagai musuh-musuh yang nyata, tapi kewajiban kaum Muslim untuk menakuti-nakuti mereka, karena bisa jadi mereka nantinya beralih memusuhi dan memerangi kaum Muslim. Mukhlas menyangkal tindakanya disebut tindakan teror, tapi bahasa dia adalah menakuti-nakuti. Dia yakin arti tuhribuuna dalam ayat 60 surat AlAnfal itu diterjemahkan secara simplistik dalam bahasa Inggris menjadi to strike terror, sebagaimana terjemahan Al-Qur’an, terbitan Al-Madinah AlMunawarah. Sederhananya, Mukhlas meyakinkan bahwa peristiwa bom Bali, bukan tindakan teror, tapi salah satu bentuk jihad dalam menakutnakuti musuh kaum Muslim. Dalam ranah jihad yang berarti perang, yang kemudian disamakan dengan aksi terorisme, melibatkan dua hal: ideologi dan aksi. Tokoh ideolog di satu sisi dan pengagum sekaligus loyalist di sisi lain. Amrozi yang tidak lulus SMP, dan berporfesi sebagai montir dan makelar mobil tiba-tiba menjadi pelaku bom jihad di Bali. Begitu pun, Dr. Azahari Husin yang meraih gelar doktor dalam kajian statistik, dari universitas sekular: University of Reading, di negara paling sekular: Inggris, tiba-tiba bersikeras menegakkan agama Allah dengan ber-‘jihad’ dimana-mana. Tidak mungkin, para perakit bom dan eksekutor asalnya tukang service telepon seluler atau elektronik, memiliki kesadaran untuk "mati di jalan Allah" tanpa adanya rasa simpatik dan terkagum-kagum oleh seruan jihad para ideolog jihad, seperti Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin. Jadi, aksiaksi terorisme yang mengatasnamakan jihad menampilkan dua tokoh: tokoh aksi teror dan tokoh intelektual yang membangun basis ideologi aksi teror. 30 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Salafiyyah dan Wahabi Istilah salafi, atau salafiyya, berasal dari kata al-salaf al-salih yang merujuk pada generasi ulama awal yang salih. Gerakan salafi dapat ditemui akarnya di pesantren-pesantren yang mengkaji kitab-kitab yang ditulis oleh ulama-ulama salafi, seperti Nashruddin Al-Albani dan Abdullah bin Baz. Jamaah salafi di Indonesia pecah menjadi dua. Satu kelompok mengacu kepada gerakan salafi di Kuwait dengan tokohnya Abu Nida dan Yazid Jawash. Sedangkan kelompok lainnya merujuk kepada Arab Saudi. Kelompok yang terakhir ini mewujud dalam Lasykar Jihad yang dikomandoi Ja’far Umar Thalib, yang terkenal lewat aksi jihadnya di Ambon dan Poso. Meskipun warna gerakannya agak menyimpang dari konsep aswaja (ahlussunnah waljamaah) yang dianut kebanyakan Muslim Indonesia, lasykar ini mengklaim dirinya bernaung dalam sebuah forum yang dinamai Forum Komunikasi Ahlussunnah Waljamaah atau lazim disebut FKAWJ. Belakangan, istilah salafi cukup membingungkan karena ia telah menjadi cap bagi setiap kelompok Islam yang mengusung syariat Islam dalam perjuangan dakwahnya. Misalnya, beberapa pengamat menyamakan gerakan salafi dengan gerakan wahabi. Wahhabism (الوهابية, atau Wahabism, Wahabbism) adalah sebuah gerakan Islam yang diusung oleh Muhammad ibn Abd al Wahhab (1703-1792). Gerakan ini sangat dominan di Arab Saudi, Qatar dan sekarang Irak Barat. Istilah "Wahhabi" (Wahhābīya) jarang digunakan oleh para pengikutnya, meskipun pemerintah Saudi sering menggunakannya di masa lampau. Istilah yang relevan untuk gerakan ini sekarang iniadalah "Slafisme". Dari sekitar tahun 1914, mereka sering menyebut diri mereke ikhwan. Istilah Wahhabism aslinya berasal dari istilah yang digunakan oleh musuh-musuh kelompok ini. Kelompok Wahabi mengklaim mengikuti cara salaf as-Salih yang dipropagandai oleh Ibn Taimiyyah, muridnya adalah Ibn Al Qayyim, dan kemudian Muhammad ibn Abdul Wahab. Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri Wahabi, lahir di Uyainah, Riyadh Arab Saudi. Dalam perkembangannya, wahabisme dikenal sebagai gerakan yang menolak praktek-praktek agama yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan AsSunnah. Salafi juga diidentikkan dengan kelompok Islam yang memahami Kitab Suci secara letterleik atau literal (harfiyah), dan berjuang untuk menegakkan kembali panji-panji Islam yang dulu berjaya di zaman Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 31 Nabi.Yang terakhir ini bisa dilihat dari fenomena Front Pembela Islam (FPI) dan Jamaah Tabligh. Fatalnya lagi, gerakan salafi ini kemudian dianggap sebagai gerakan sempalan yang berada diluar ortodoksi (mainstream) gerakan Islam lainnya.1 Setidaknya, istilah sempalan lazim dipakai untuk aliran agama yang oleh lembaga-lembaga agama yang sudah mapan seperti NU, Muhammadiyah dan MUI (lembaga yang dibentuk pemerintah) dianggap sesat dan membahayakan keyakinan umat, atau mengancam keberadaan faham ahl Sunnah wa al-Jamaa’ah (aswaja) (ortodoksi). Tapi, secara sosiologis, sempalan berarti gerakan yang menyimpang atau memisahkan diri dari aliran induk (mainstream) yang menjadi anutan kebanyakan umat. Uniknya, Mukhlas dan Imam Samudra mengaku sebagai pengikut ajaran aswaja. Ideologi gerakan salafi didasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah. Gerakan ini ingin mengajak kaum muslimin untuk mengamalkan Islam secara menyeluruh dalam kehidupan mereka. Model Islam yang dikembangkan Nabi dan para Sahabat adalah satu-satunya model yang harus diikuti oleh kaum muslimin. Model inilah yang kemudian membawa kaum muslimin mengalami masa kejayaannya. Ketika mereka tidak lagi mengikuti model itu, maka mereka ditimpa kehinaan dan kekalahan. Karena itu mengimani Islam secara kaffah merupakan dasar ideologi gerakan salafi. Tak ada pilihan lain bagi kaum muslimin untuk tidak mengimani nilai-nilai Islam seperti yang telah diamalkan oleh generasi awal Islam. Pada dasarnya IM adalah gerakan salafi yang berusaha kembali kepada sumber Islam yang sejati. Memang bila dilacak, akar pemikiran IM akan bertemu dengan pemikir Mesir awal abad keduapuluh, Muhammad Rasyid Ridha. Al-Banna banyak belajar pada Ridha, dan Ridha adalah seorang pemikir Muslimin yang konservatif-tradisional. Pemikirannya akan bertemu dengan Ibnu Taimiyah dan Ahmad ibn Hanbal. Berdasarkan kenyataan ini tidak aneh bila kemudian ditemukan aspek-aspek salaf dan puritanisme dalam IM. Aspek ini misalnya terlihat dalam praktik keagamaan seperti mengharamkan ritual-ritual yang tidak ada dasarnya seperti amalan-amalan tarekat seperti yang sering dilakukan oleh kelompok Islam tradisi. Gerakan salafi yang ada di dunia Islam pada umumnya dipengaruhi oleh gerakan salafi ala Wahabi di Saudi Arabia. Bila orientasi IM adalah internasionalisme Islam, seperti tercermin dalam konsep khilafah, di mana 32 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia seluruh dunia Islam berada di bawah satu kekuasaan pemerintahan Islam, tidak demikian gerakan salafi seperti tercermin dalam pandangan FKAWJ dan FPI. FKAWJ, misalnya, hanya ingin mengembalikan semangat keagamaan ke jalan yang telah dirintis oleh generasi awal Islam yang salih (salaf al-salih). Mereka tidak memiliki aspek internasionalisme Islam seperti halnya IM. Bahkan pada umumnya orientasi politik gerakan salafi bersifat lokal. Karena adanya kesamaan ideologis dan kepentingan politik, gerakan salafi di seluruh dunia Islam banyak disokong oleh pemerintah Saudi Arabia. Sementara itu, pemerintah Saudi Arabia tidak begitu gembira dengan kehadiran IM, karena sifatnya yang transformatif dan reformatif. Orientasi politiknya dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan dinasti al-Saud di Riyadh. Jamaah Islamiyah (JI) Bom Bali dan Terbongkarnya JI Kasus Bom Bali, 11 Oktober 2002, membuka mata publik Indonesia tentang keberadaan jaringan teroris di negeri ini. Negara-negara barat seperti Amerika, Australia, dan Inggris mengukuhkan temuan intelijen mereka tentang ancaman terorisme di negara Muslim terbesar di dunia. Australia sebagai tetangga terdekat, bahkan, memproklamasikan organisasi Jamaah Islamiyah (JI) berada di balik tragedi tersebut dan bertanggung jawab atas kematian 84 warga negara Kanguru dari sekira 190 korban. Tuduhan ini memperoleh landasan hukum dari Persatuan BangsaBangsa (PBB) dengan resolusinya tentang JI sebagai organisasi teroris. Pihak berwajib (polri) belakangan membuktikan kebenaran keberadaan jaringan tersebut, dengan temuannya tentang ”anggaran dasar” JI yang disita dari rumah kontrakan Ali Ghufron alias Mukhlas di Solo. ”Organisasi JI memang ada berdasarkan dokumen (anggaran dasar) itu,” kata Kapolri Jenderal Pol. Da’i Bachtiar. Pembuktian tentang keberadaan kelompok Islam garis keras dengan tuduhan sebagai jaringan teroris di mata negara-negara barat, merupakan pertama kali sepanjang sejarah Indonesia. Apakah itu Jamaah Islamiyah (JI)? Keterangan tentang kelompok ini diambil dari buku yang ditulis oleh Nasir Abbas, adik ipar Mukhlas, yang juga adalah mantan anggota JI. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 33 Polisi meneguhkan keyakinannya tentang keterkaitan Ba’asyir dengan JI setelah menangkap Ali Ghufron alias Muklas di Solo. Dari tangan Muklas disita dokumen anggaran dasar JI. Temuan ini sekadar melegitimasi bahan-bahan temuan polisi sebelumnya. Sebab, polisi telah mengantongi data tentang Abubakar Ba’asyir dan jaringannya setelah Abu Bakar Bafana ”bernyanyi” di depan polisi pada 22 Oktober 2002. Bafana menjelaskan bahwa Abubakar Ba’asyir bersama Abdullah Sungkar dan Ajengan Masduki mendirikan Darul Islam di Malaysia (1985). DI kemudian diubah menjadi Jamaah Darul Islam (1987) dengan kepemimpinan kolegial tiga tokoh tersebut. ”Perpecahan” terjadi antarketiganya. Puncaknya, Ajengan Masduki tetap menghidupi Darul Islam, sedangkan Abdullah Sungkar dan Abubakar Ba’asyir membentuk Jamiatul Minal Muslimin (1996). Namanya kemudian di kalangan jamaahnya lebih sohor dengan sebutan Jamaah Islamiyah (JI). Kedua tokoh Solo tersebut pulang ke Indonesia pada 1999 setelah bermukim di Malaysia sejak 1982. Setelah Abdullah Sungkar meninggal, menurut catatan polisi, Abubakar Ba’asyir memimpin sendiri JI di Solo. Kemudian ia membentuk Rabitatul Mujahidin atau perkumpulan gerakan Islam yang terdiri dari gerakan Islam di Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand. Pertemuan pertama diadakan di Subangjaya Selangor Malaysia yang dihadiri Abubakar Ba’asyir, Hambali (Wakil Amir Jamaah Islamiyah Malaysia), Abu Fath (Wakil Jamaah Islamiyah Indonesia), dan Teuku Idris (unsur pimpinan dari Aceh). Nama Abu Fatih oleh polisi dikenali sebagai nama samaran Abdul Azis alias Imam Samudra alias Abu Fatih alis Fat. Hambali ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal Jama’ah Iislamiah yang berkedudukan di Malaysia. Namun dalam perkembangannya, Hambali melarikan diri ke Pakistan untuk menghindari penangkapan setelah dilakukan operasi khusus oleh polisi Malaysia. Terungkap dari Bafana, JI bercita-cita mendirikan Daulah Islamiyah Raya atau Nusantara Islam Raya dengan wilayah kekuasaan Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand Selatan, Kamboja, dan Filipina Selatan. Kemudian pertemuan kedua membentuk pula pembagian kawasan kerja gerakan meliputi tiga wilayah yang disebut mantiqi. Yaitu Mantiqi I sebagai kawasan basis ekonomi meliputi Singapura dan Malaysia, Mantiqi II sebagai basis daerah training meliputi Filipina Selatan (Mindanau), Camp 34 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Abubakar, Camp MILF, dan Mantiqi III sebagai basis gerakan meliputi Indonesia. Di negara ini, sejumlah daerah konon dijadikan sasaran ajang konflik seperti Ambon dan Poso. Sejumlah daerah dijadikan sasaran pengeboman seperti Batam, Jakarta, Pekanbaru, Bandung, Mojokerto, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengeboman sejumlah gereja di Jakarta pada 2000 disebut-sebut polisi sebagai realisasi dari program gerakan JI. Kemudian sejumlah sasaran serangan fasilitas militer Amerika di Sembawang Singapura disebut-sebut sebagai sasaran. Bahkan, Bafana menyebut program ini direstui Osama bin Laden. Sedangkan rencana pembunuhan Megawati dirancang Juli 2001 dalam pertemuan di Solo. Polisi menyebut pertemuan dipimpin oleh Abubakar Ba’asyir. Bafana mengaku ikut dalam pertemuan itu bersama Rozi (Amrozy?), Zulkarnain, dan Arkam. Ini merupakan fakta yang diperoleh polisi. Apakah ini fakta kebenaran bahwa Abubakar Ba’asyir benar-benar sebagai pemimpin tertinggi JI dan merestui aksi kekerasan? Polisi tidak pernah terus terang menjelaskan masalah ini. Akan tetapi, polisi membenarkan tentang keberadaan JI di Indonesia. Sedangkan pengacara Abubakar Ba’asyir, Ahmad Mihdan dalam wawancaranya dengan koran ”PR” pernah membantah semua temuan polisi tersebut sebagai isapan jempol belaka alias tidak benar dan sekadar stigma. Berbeda halnya dengan Sidney Jones, sebagai Indonesianis menyatakan bahwa JI berada di belakang aksi teror dan Abubakar Ba’asyir sempat memimpin beberapa pertemuan. Pernyataan ini kemudian disanggah oleh pihak Abubakar Ba’asyir dan sempat mengeluarkan tantangan agar Sidney Jones menunjukkan buktinya. Dari para tersangka bom Bali, di antaranya Muklas mengaku kenal dengan Abubakar Ba’asyir karena sering menghadiri ceramahnya sewaktu di Malaysia. Apakah ini fakta yang bisa menghubungkan Abubakar Ba’asyir terkait dengan tindakan yang disebut terorisme di Bali? Polisi belum menyimpulkan sejauh ini. Begitu juga dengan tim pengacara Abubakar Ba’asyir. ”Kalau ada tersangka bom Bali mengenal Ustaz Abubakar Basyir, apakah itu bisa dijadikan pembenaran Beliau terlibat pengeboman? Siapa pun bisa kenal dengan Ustaz Abubakar Basyir karena Beliau sebagai penceramah agama. Apakah kalau ada orang yang kenal dengan Beliau dan terkena kasus, lantas Ustaz bisa otomatis dilibatkan dengan kasus itu? Ini mengada-ada,” kata Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Jakarta Mahendradatta. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 35 Abubakar Ba’asyir sendiri dalam berbagai kesempatan membantah keberadaan JI dan upaya polisi mengaitkan dengan sejumlah aksi teror termasuk pengeboman di Bali. Bahkan, ia membantah kenal dengan Umar Al-Faruq dan Bafana. Pengadilan Abubakar Baasyir dan para tersangka bom Bali tampaknya akan bisa mengungkap kebenaran. Belakangan, keterlibatan Abu Bakar Baasyir dengan bom Bali tidak terbukti. Dia ditahan karena dianggap melanggar undang-undang keimigrasian, dan samapai tulisan ini dibuat, dia sudah menghirup udara kebebasan. Sementara Amrozi CS menunggu eksekusi dilaksanakan. Organisasi Jamaah Islamiyah Al-Jamaah Al-Islamiyah dibentuk pada sekitar Januari 1993. Organisasi ini adalah pecahan dari Jamaah Darul Islam atau dikenal dengan nama NII, yaitu kelompok yang melanjutkan perjuangan Negara Islam Indonesia. Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah Organisasi/Jamaah yang terdiri dari orang-orang Muslim yang memiliki seorang pemimpin yang disebut sebagai Amir Jamaah. Jamaah ini bukanlah Jama'atul Muslimin tetapi merupakan Jama'atun minal-Muslimin, maksud dari minal-Muslimin adalah kelompok atau organisasi ini terdiri dari sebagian orang-orang Muslim saja, yaitu bukan bermaksud umumnya semua umat Muslim di seluruh dunia. Jamaah ini di namakan dengan nama Al-Jamaah Al-Islamiyah. Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah jama’ah atau organisasi dengan alasan bahwa Al-Jamaah Al-Islamiyah memiliki pimpinan jamaah yang ditaati, anggota jamaah dan struktural kepimpinan (jalur komando). Dalam arti kata lain, terdapat orang yang mentaati dan orang yang ditaati, terlebih lagi apabila pemimpinnya sudah jelas yaitu seorang yang disebut sebagai Amir Jamaah. Asal usul pemberian nama ini tidak diketahui, sementara Nasir Abbas mengetahuinya dari anggota senior dalam jamaah ini seperti Ust. Zulkarnain, Ust. Mukhlas, Ust. Mustapha, Hambali, Ust. Mustaqim, Ust. Afif dan banyak lagi dari pimpinannya. Dan, nama Jamaah Islamiyah singkatan dari Al-Jamaah Al-Islamiyah sudah menjadi buah mulut (pribahasa melayu) di antara sesama anggota jamaah. Menurut yang difahamkan kepada saya, bahwa jamaah ini sama seperti kelompok atau organisasi Islam yang lain yang menggunakan nama Islam atau yang identik dengan Islam. Sebagai contoh nama sebuah kelompok atau 36 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia organisasi yang memberi nama dengan nama Partai Islam, tidak berarti selain anggota Partai Islam bukan Muslim. Begitu juga sebagai contoh yang lain, kelompok bernama Majelis atau Partai Mujahidin, dengan pemberian nama tersebut bukan berarti mereka adalah mujahidin dan bukan berarti selain mereka bukan mujahidin. Nama itu adalah sebagai pembeda atau sebagai tanda untuk menunjuk wujudnya sebuah kelompok yaitu gabungan orang-orang tertentu. Nama Jamaah Islamiyah berbeda dengan Al-Jamaah Al-Islamiyah. Berbeda karena Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah jamaah atau kelompok tertentu sementara Jamaah Islamiyah adalah umat Islam keseluruhan sebagaimana jika disebutkan perkataan 'Jamaah' di dalam hadis-hadis selain yang bermaksud jamaah salat, maka 'Jamaah' itu berarti khilafatul Muslimin atau umat Islam. Oleh sebab itu, seperti apa yang difahamkan bahwa Al-Jamaah Al-Islamiyah diberi nama dengan menggunakan kata ‘Al’ yang berarti khusus atau makrifah menurut tata bahasa Arab. Secara lisan (sebutan) memang agak kesulitan untuk menyebut kata Al-Jamaah Al-Islamiyah secara berulang kali sehingga menjadi kebiasaan anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah untuk memperpendek sebutannya menjadi 'Jamaah Islamiyah' saja (kebiasaan mendekkan sebutan adalah merupakan bagian dari budaya orang Indonesia yang suka memperpendek istilah/nama). Kata Al-Jamaah Al-Islamiyah telah diperpendek secara lisan dan tulisan menjadi dua macam kata yaitu Jamaah Islamiyah dan JI. Sementara apabila kata 'JM' dan perkataan 'Tanzim' disebutkan di antara sesama kalangan anggota maka perkataan itu bukanlah singkatan kata namun adalah sebuah kode rahsia yang bermaksud Al-Jamaah Al-Islamiyah. Ini adalah dua contoh kode dari sekian banyak kode yang diperlakukan didalam Al-Jamaah Al-Islamiyah. Anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah telah terbiasa dengan penggunaan kode (kata yg tidak beraturan) dan penggunaan istilah yang diambil dari bahasa asing seperti Parsi, Poshtun, Tagalog, Maguindanaon, Arab dan Inggeris. Sehingga istilah tersebut menjadi kegunaan sehari-hari ketika berkomunikasi dengan sesama anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah dan menjadi istilah administrasi di dalam organisasi. Memang sengaja dicari kata-kata yang tidak difahami oleh orang awam dan ada kalanya tidak difahami oleh anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah yang lain karena mereka belum pernah berlatih. Dalam JI dikenal dengan Amir dan Jamaah. Berikut pengertian Amir dan struktur organisasi JI. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 37 Amir Jamaah Amir adalah pimpinan tertinggi dalam organisasi Al-Jamaah AlIslamiyah yang mengatur gerakan organisasi. Amir Al-Jamaah AlIslamiyah yang pertama adalah Ust. Abdul Halim (atau dikenal di Indonesia dengan nama Ust.Abdullah Sungkar). Dari kegiatan organisasi atau Jamaah yang memperlihatkan posisi beliau selaku Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah. Kemudian setelah Ust. Abdul Halim wafat pada akhir tahun 1999, lalu jabatan selaku Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah diganti dengan Ust. Abdus Somad (atau dikenal di Indonesia dengan nama Ust.Abu Bakar Baasyir). Dia menjabat selaku Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah dari Hambali yang telah menyampaikan kepada saya melalui telfon untuk disampaikan kepada anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah yang lain terutama kepada Ketua Mantiqi III yaitu Mustapha alias Abu Tolut yang pada ketika itu sedang bertugas selaku ketua Kamp Hudaybiyah di pulau Mindanao Filipina Selatan. Mustapha tidak dapat dihubungi langsung dari Indonesia sebab keberadaannya di tengah hutan yang tidak terjangkau talian komunikasi telfon. Sementara saya yang berkedudukan di Sandakan Sabah Malaysia diberi tugas oleh Ketua Mantiqi III (yaitu Mustapha) sebagai perantara penghubung antara ketua Mantiqi III dengan anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah sesuai pengarahannya. Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah selama melaksanakan tugas sebagai Amir, dibantu oleh Majelis Syura, Majelis Fatwa, Majelis Hisbah dan Majelis Qiyadah Markaziyah. Masa jabatan Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah bisa berakhir dikarenakan wafat, udzur syar'i (spt tua renta, pikun, cacat, gila), diberhentikan oleh Majelis Syura karena terbukti mengamalkan kekafiran dan masa jabatannya juga bisa berakhir apabila mendapat tekanan dari luar (luar organisasi) sehingga lemah untuk mengurus organisasi, seperti ditangkap atau di penjarakan dalam tempoh waktu yang tertentu atau tidak tertentu. Tidak mustahil jika Amir Al-Jamaah AlIslamiyah mengundurkan diri sebagai Amir apabila dia merasakan dirinya mendapatkan tekanan sehingga tidak mampu lagi mengurus organisasi. Dengan demikian akan cepat dapat digantikan dengan pemimpin yang lain sebab Al-Jamaah Al-Islamiyah mengamalkan praktek flexibility seperti dijelaskan dalam Al-Manhaj Al-Amaliy Li-Iqomatid Dien. 38 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Majelis Syura Majelis Syura dilantik oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah dan kalangan anggota yang memiliki kepakaran dan berpendidikan tinggi. Majelis Syura inilah yang menyusun peraturan dan mengajukan rancangan perubahan Nidhom Asasi. Dan Majelis Syura juga mengadakan evaluasi secara global tentang kepengurusan organisasi Al-Jamaah Al-Islamiyah. Majelis Syura juga bertanggungjawab untuk mengangkat dan memberhentikan Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah. Dalam kondisi yang dianggap darurat oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah maka Majelis Syura akan dibubarkan, sementara fungsinya akan diambil alih oleh Majelis Qiyadah Markaziyah. Majelis Fatwa Majelis Fatwa dilantik oleh Amir Al-Jamaah Al-lslamiyah dari kalangan anggota yang berpendidikan tinggi tentang agama Islam dan dipastikan berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Majelis Fatwa berfungsi menguatkan dan meluruskan keputusan-keputusan Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah. Dalam kondisi yang dianggap darurat oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah maka Majelis Fatwa akan dibubarkan, sementara fungsinya akan diambil alih oleh Majelis Qiyadah Markaziyah. Majelis Hisbah Majelis Hisbah dilantik oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah dari kalangan anggota yang berfungsi untuk melakukan kontrol tethadap Amir Jamaah dan seluruh anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah dalam hubungan dengan kepengurusan jamaah ataupun amal-amal pribadi. Majelis Hisbah bisa memberikan usulan hukuman kepada Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah bagi anggota yang didapati telah melakukan pelanggaran. Dalam kondisi yang dianggap darurat oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah maka Majelis Hisbah akan dibubarkan, sementara fungsinya akan diambil alih oleh Majelis Qiyadah Markaziyah. Majelis Qiyadah Markaziyah/Markaziy. Majelis Qiyadah Markaziyah adalah sekelompok orang yang menjadi pusat pengurusan Al-Jamaah Al-Islamiyah yaitu terdiri anggota. AlJamaah Al-Islamiyah yang menjadi para stafnya melaksanakan tugas Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 39 sebagai pembantu Amir Jamaah bagi menjalankan bidang-bidang kegiatan tertentu. Tidak ada tempat yang tetap sebagai kantor pentadbiran Majelis Qiyadah Markaziyah, di mana saja letak posisi (keberadaan) Amir Jamaah maka di sekitar tempat itu boleh atau akan diadakan rapat Markaziy jika diperlukan. Bidang-bidang tugas dalam Markaziyah adalah : Pelaksana tugas Amir = (Orang yang melaksanakan tugas Amir di ketika Amir Jamaah berhalangan). Tugas ini baru di bentuk pada bulan April 2002), yaitu; 1) Aminul Am = Sekretaris, 2) Khozin = Bendahara, 3) Dakwah wal Irsyad = Bidang Dakwah, pembinaan rohani dan aqidah, 4) Tarbiyah Rosmiyah = Bidang Pendidikan; maahad, madrasah, sekolah, 5) Diklat = Bidang Pendidikan Akademi Militer, 6) Askariy = Bidang Pelaksanaan Program kemiliteran seperti latihan dan pengiriman anggota ke tempat konflik, 7) I’lam wal A’laqot = Bidang Hubungan Masyarakat (Humas), dan 8) Siyasiyah = Bidang Pengamat Politik. Mantiqi/Mantiqiyah Mantiqi berarti wilayah, yaitu wilayah gerakan dakwah Islam AlJamaah Al-Islamiyah, bukan bermaksud wilayah kekuasaan. Dan Mantiqi adalah pelaksana keputusan yang telah digariskan oleh Markaziyah secara global. Pihak Mantiqi akan menterjamahkan keputusan-keputusan Markaziy menurut keadaan setempat di wilayah gerakan Mantiqi tersebut. Terkadang jika administrasi Mantiqi dalam keadaan lemah maka pihak Markaziy akan membantu untuk merumuskan teknis pelaksanaannya. Pembentukan dan penentuan wilayah gerak (wilayah kegiatan) Mantiqi ditentukan oleh pihak Markaziy. Sebatas pengetahuan saya, pada awal pembentukan Al-Jamaah Al-Islamiyah pada awal tahun 1993 hanya terdapat 2 Mantiqi saja yaitu: Mantiqi Ula (I) yang dipimpin oleh Hambali. Wilayah gerak kegiatan dakwahnya pada waktu itu meliputi Malaysia (termasuk Sabah) dan Singapura. Mantiqi Tsani (II) yang dipimpin oleh Abu Fateh. Wilayah gerak kegiatan dakwah pada waktu itu meliputi Indonesia, termasuk Kalimantan dan Sulawesi. Sedangkan kamp latihan Hudaybiyah yang dibangun pada akhir 1994 di Mindanao berada di bawah kendali langsung Markaziyah Al-Jamaah Al- 40 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Islamiyah di bawah tanggungjawab Ust. Zulkarnain. Sekitar tahun 1997, terjadi perubahan wilayah gerak dakwah bagi mantiqi yaitu: Mantiqi Ula (I) yang dipimpin oleh Hambali. Wilayah gerak kegiatan dakwahnya meliputi Malaysia Barat (Semenanjung) dan Singapura. Mantiqi Tsani (II) yang dipimpin oleh Abu Fateh. Wilayah gerak kegiatan dakwahnya meliputi Indonesia, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Bali, NTB dan NTT. Mantiqi Tsalis (III) yang dipimpin oleh Mustapha bermula pada sekitar 1997. Wilayah gerak kegiatan dakwahnya meliputi Sabah Malaysia, Kalimantan Timur, Palu Sulawesi Tengah Indonesia dan Mindanao Filipina Selatan (termasuk Kamp latihan Hudaybiyah). Daerah Poso, baru dimasukkan ke dalam wiayah Mantiqi Tsalis (III) pada bulan Oktober 2002, yang sebelumnya kegiatan dakwah di Poso dikendalikan langsung oleh Markaziyah Al-Jamaah Al-Islamiyah di bawah tanggungjawab Mustapha sejak tahun 2000. Mantiqi Ukhro (yang berarti Mantiqi yang lain, belum sempurna), yang dipimpin oleh Abdurrahim bermula pada akhir tahun 1997. Wilayah gerak dakwahnya meliputi sebagian dari Australia saja. Pada sekitar bulan April 2001, terjadi perubahan kepimpinan mantiqi dimana : Mantiqi Ula (I) = Mukhlas dilantik menggantikan Hambali. Mantiqi Tsani (II) = Nuaim dilantik menggantikan Abu Fateh. Mantiqi Tsalis (III) =Saya dilantik menggantikan Mustapha. Mantiqi Ukhro = (tiada perubahan). Lewat buku ini, Nasir Abbas menyatakan bahwa aksi Mukhlas dan Imam Samudra tidak mewakili JI, karena aksi mereka tidak pernah mendapatkan restu langsung dari JI sebagai organisasi. Jihad menurut dia juga harus dilakukan terhadap kaum kafir yang memerangi umat Islam dan dalam suasanan perang. Selain itu, Jihad perang harus dilaksanakan secara bersama-sama, berkelompok, berpasukan dan dipimpin oleh seorang pemimpin yang jelas, termasuk juga adalah pasukan bersenjata musuh yang jelas dihadapi. Maka contoh Jihad perang yang Rasulullah SAW tunjukkan adalah bersesuaian dengan maksud ayat Al-Qur’an surah AnNisa ayat 84, yaitu contoh jihad perang (defensive) membela Agama, Bangsa dan Negara Islam (Madinah). Nasir Abbas menulis buku untuk menjelaskan kepada masyarakat kedudukan JI dan membantah buku Imam Samudra yang berjudul Aku: Melawan Teroris (AMT). Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 41 Bukan tujuan saya untuk membuka aib seorang Muslim dengan sengaja. Apa yang saya jelaskan dalam buku ini bukanlah untuk menjerumuskan teman-teman, tetapi bertujuan menambah wawasan dan pengetahuan masyarakat. Saya tidak tega melihat umat Islam mendapatkan informasi yang tidak jelas, apalagi penyesatan informasi. Sebagai jawaban saya di hadapan Allah SWT nanti bahwa saya sudah menyampaikan apa adanya sesuai pengetahuan saya kepada masyarakat umumnya, dan kepada umat Islam khususnya. Cukuplah kita menghadapi musuh Islam yang berusaha menyesatkan umat Islam, jangan pula kita sebagai Muslim menyesatkan sesama umat Muslim. Tujuan saya yang lain dalam menulis buku ini adalah untuk saling mengingatkan sesama Muslim dengan harapan agar teman-teman yang terlibat dalam aksi pemboman di luar medan pertempuran atau mempunyai hasrat dan rencana, agar supaya menghentikan perbuatan mereka yang menurut pengetahuan saya, kegiatan tersebut termasuk dalam kategori berbuat kerusakan di muka bumi. Menurut Nasir Abbas lagi, dia menulis buku ini dengan harapan supaya masyarakat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan umat Islam tidak bingung melihat perilaku para pelaku bom seperti Imam Samudra, Ali Ghufron, Amrozi (figur Bom Bali) dan orang-orang yang sefaham dengannya, dan juga tidak sampai mengikuti jejaknya. Al-Jama’ah Al-Islamiyah atau JI, menurutnya, lagi memiliki pedoman perjuangan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Pedoman ini bernama Pedoman Umum Perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyah (PUPJI) yang dikeluarkan oleh Majelis Qiyadah Markaziyah Al-Jama’ah AlIslamiyah. Dalam PUPJI ini dijelaskan tentang mekanisme kerja organisasi, struktur organisasi yang menggambarkan tentang amir, pimpinanpimpinan mantiqi, wakalah dan khatibah, langkah-langkah sistematis yang wajibditempuh dalam rangka menegakkan Dien (Daulah Islamiyah), tahapan perjuangan, proses rekrutmen anggota, pendidikan dasar keagamaan, pembangunan kekuatan dan penggunaannya, model komunikasi antara atasan dengan anggota dan antara sesama anggota, komunikasi antara jamaah dengan pihak lain serta penggunaan kode atau sandi rahasia. 42 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PENUTUP Kesimpulan Era reformasi membuka peluang bagi gerakan-gerakan keagamaan yang dikategorikan radikal untuk tampil secara bebas. Pada era sebelumnya, gerakan yang serupa tidak bisa eksis karena sistem pemerintahan yang otoriter dan represif. Belakangan, terlebih setelah peristiwa 11 September, semua gerakan keagamaan yang berafiliasi kepada Islam dikategorikan sebagai gerakan salafi. Istilah salafi cukup membingungkan karena ia telah menjadi cap bagi setiap kelompok Islam yang mengusung syariat Islam dalam perjuangan dakwahnya. Misalnya, beberapa pengamat menyamakan gerakan salafi dengan gerakan wahabi. Dari itu, gerakan ini ditenggarai berakar dari Syekh Muhammad bin Abdul Wahab, pendiri gerakan wahabi, yang lahir di Uyainah, Riyadh Arab Saudi. Sebuah gerakan yang menolak praktek-praktek agama yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salafi juga diidentikkan dengan kelompok Islam yang memahami Kitab Suci secara leterleik atau literal (harfiyah), dan berjuang untuk menegakkan kembali panji-panji Islam yang dulu berjaya di zaman Nabi. Gerakan salafi yang ada di dunia Islam pada umumnya dipengaruhi oleh gerakan salafi ala Wahabi di Saudi Arabia. Berbeda dengan gerakan salafi lainnya, orientasi Ikhwanul Muslimin (IM) adalah internasionalisme Islam, seperti tercermin dalam konsep khilafahnya. Konsep mengandaikan seluruh dunia Islam berada di bawah satu kekuasaan pemerintahan Islam. Karena adanya kesamaan ideologis dan kepentingan politik, gerakan salafi di seluruh dunia Islam banyak disokong oleh pemerintah Saudi Arabia. Sementara itu, pemerintah Saudi Arabia tidak begitu gembira dengan kehadiran IM, karena sifatnya yang transformatif dan reformatif. Orientasi politiknya dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan dinasti al-Saud di Riyadh. Imbas dari aksi-aksi bom paska pemerintahan Orde Baru di Indonesia, yang hampir semuanya disinyalir dilakukan oleh kelompok Islam, berakibat pada tercorengnya popularitas syariat Islam yang diperjuangkan, baik oleh ormas-ormas Islam maupun kekuatan politik Islam. Hal ini terlihat dari seringnya konsep jihad, radikalisme dan fundamentalisme Islam menjadi label tak terelakkan dari aksi-aksi bom Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 43 tersebut beserta proses pengungkapannya. Meskipun demikian, perjuangan syariat Islam tetap bersemayam di hati para aktivis Islamisme sebagai sesuatu yang tetap harus dilakukan. Mereka cenderung menganggap orang-orang yang menjadi terdakwa kasus bom tidak lebih sebagai korban dari konspirasi global yang ingin memojokkan Islam. Kalaupun benar Islam terlibat, itu lebih karena perbuatan oknum yang merasa putus asa melihat keterpurukan ummat Islam yang berkepanjangan atau pada penafsiran agama yang sempit, dan bukan pada Islam itu sendiri. Intinya, gagasan sentral syariat Islam yang damai tetap sah, hanya implementasinya yang kadang menyimpang. Kasus-kasus bom di Indonesia (terutama di Legian Bali), yang melibatkan orang-orang Islam, telah menjadikan wajah Islam baik sebagai ideologi maupun kelompok sosial ikut terbawa-bawa menjadi tercoreng. Apalagi, seruan tokoh-tokoh Muslim moderat (kelompok ini sering dimasukkan kedalam Islam Liberal) untuk mengedepankan cara-cara damai dan demokratis dalam menyampaikan aspirasi tenggelam dan terdengar sayup-sayup di tengah agresifitas gerakan kelompok-kelompok Islam yang dicap radikal (hardliner Muslims). Kondisi ini pun didukung oleh peran media massa yang terkesan lebih tertarik meliput aksi-aksi kelompok yang terakhir ini, yang mungkin sebagian untuk meningkatkan rating penyiarannya. Akibatnya, Amrozi yang pernah nyantri di Ponpes Al-Islam dan Imam Samudra yang lulusan Madrasah itu, serta banyak tersangka kasus bom yang terkait dengan jaringan Ngruki (The Ngruki Network), atau pesantren Ngruki di Solo, Jawa Tengah, pimpinan Abu Bakar Ba’asyir, menjadikan citra sekolah agama juga jadi jelek. Jaringan pesantren ini kemudian dikaitkan dengan organisasi terlarang Jama’ah Islamiyah (JI).1 Pesantren yang menurut Cak Nur adalah icon pemberdayaan masyarakat Islam, dan merupakan sub-culture, begitu kata Gus Dur, dari kebudayaan Islam kini dipertanyakan eksistensinya, karena dianggap telah menjadi basis radikalisasi orang-orang seperti Amrozi. Islamophobia yang dulunya dikampanyekan oleh para orientalis klasik Barat seperti Goldziher, Montgomery Watt, HAR Gibb dan Jeffery Arthur kembali mendapatkan momentumnya saat ini. Sepanjang abad pertengahan dan awal-awal zaman Renaisans, Islam diyakini sebagai agama barbar, kejam, ingkar dan busuk. Sementara pembawanya, Nabi Muhammad, disamakan dengan nabi palsu yang mengkampanyekan benih-benih permusuhan. Meskipun ummat Islam juga sering menjadi 44 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia korban kekerasan, tapi hampir semua negara Islam dicap sebagai pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terberat, paling tidak hingga saat ini. Para futurolog seperti Alvin Toffler dalam Future Shock dan Third Wave-nya, Samuel Huntington dengan the Clash of Civilization dan John L. Esposito dengan Islamic Threat: Myth or Reality-nya serta Mark Jurgensmeyer dengan The New Cold War-nya, semuanya menggambarkan bahwa Islam sebagai sebuah ideologi siap menjadi pesaing baru dalam menghadapi peradaban Barat, setelah jatuhnya Komunisme sebagai sebuah sistem dan Sosialisme sebagai sebuah ideologi. Meskipun penggambaran-penggambaran ini banyak dibantah oleh para pemikir Islam di Dunia Ketiga sebagai sebuah mimpi di siang bolong, tapi dengan adanya aksi-aksi bom di Indonesia dengan sasaran fasilitas-fasilitas Amerika Serikat dan Barat yang Kristen, dan ‘melibatkan’ kelompok Islam, maka para futurolog tersebut bisa sedikit tersenyum, pertanda pernyataan mereka benar.1 Rekomendasi Fenomena bom bunuh diri yang mengatas- namakan Islam, dan keberadaan gerakan-gerakan Islam yang secara radikal mengusik keberlangsungan sistem keberagaman yang sudah mapan telah menjadi wacana Internasional pada permulaan tahun 2000. Ada yang menganggapnya tidak terlalu serius, karena fenomena ini hanyalah perbuatan segelintir Muslim. Tapi ada juga yang cukup seirus menyikapinya dengan melakukan konter wacana baik secara politik maupun kultural. Secara kultural, beberapa tokoh Islam, baik dari NU, Muhammadiyah, maupun dari ormas Islam lainnya, mengecam aksi-aksi bom tersebut sebagai perilaku yang tidak mendapatkan tempat dalam Islam. Muhammadiyah, misalnya, melalui Ahmad Syafi’i Ma’arif berkeyakinan bahwa yang menjadi pelaku bom adalah orang yang tidak beragama. Tidak salah jika Mitsuo Nakamura, seorang Indonesianis asal negeri Sakura, memberikan harapan besar pada salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia ini untuk menjadi pendorong munculnya Masyarakat Madani (civil society): sebuah konsep yang menjunjung tinggi tatatan masyarakat yang beradab dan taat hukum serta menolak perilaku-perilaku anarkis (civility).1 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 45 DAFTAR PUSTAKA “Sidang Bom Bali: Muklas Divonis Mati” dalam Gatra.Com, Denpasar, 2 Oktober 2003 12:36. Al-Quran dan Terjemahannya, diterbitkan oleh Departemen Agama. Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) Amrozi tanggal 19 Desember 2002. Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) Mukhlas tanggal 13 Desember 2002, BAP tanggal 16, 20, 29, 30, Desember 2002 dan 6, 21, 22 Januari dan 7 Maret 2003. Charles Kurzman. Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-Isu Global. Jakarta: Paramadina, 2001. Greg Barton 1999, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran NeoModernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid. Jakarta: Paramadina. Ibn Katshir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim (Beirut: Dar al-Fikr), 3: 238. Jamhari Makruf dan Jajang Jahroni (eds). Peta Gerakan Islam Salafi Radikal di Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 2004. M. Adlin Sila, “Membumikan Civil Society Ala Muhammadiyah”, dalam Dialog: Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Edisi I, Tahun 2003, diterbitkan oleh Badan Litbang Departemen Agama. M. Adlin Sila. “Gerakan Salafi sebagai Gerakan Politik Islam di Indonesia,” dalam Dialog: Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Edisi II, Tahun 2004, diterbitkan oleh Badan Litbang Departemen Agama. M. Habib Chirzin. “Terorisme Global dan Keamanan Manusia.” Dalam Panjimas, 27 Nov. – 12 Des. 2002, No.05/I. Martin van Bruinessen, “Gerakan Sempalan di Kalangan Ummat Islam Latar Belakang Sosial-Budaya.” Ulumul Qur’an. Vol. III no. 1, 1992, 16-27. 46 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Martin van Bruinessen, Geneologies of Islamic Radicalism in Post-Soeharto Indonesia (ISIM and Utrecht University) (tidak diterbitkan), 2004. Nasir Abbas. Membongkar Jamaah Islamiyah Pengakuan Mantan Anggota JI. Cetakan I, Juli 2005, Diterbitkan oleh Penerbit Grafindo Khazanah Ilmu. Paridah Abbas (Editor: Tony Syarqi dan Burhan Shodiq). Orang Bilang Ayah Teroris: Catatan Harian Istri Mukhlas (terpidana mati kasus Bom Bali). Penerbit: Jazera, Anggota SPI (Serikat Penerbit Islam) Solo, Cetakan I: Agustus 2005. Pedoman Umum Perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyah (PUPJI) yang dikeluarkan oleh Majelis Qiyadah Markaziyah Al-Jama’ah AlIslamiyah ini. Pikiran Rakyat (PR), Jumat, 27 Desember 2002, Islam Sebagai Teroris Fakta ataukah Stigma? Saiful Mujani dan Jajat Burhanuddin (eds). Benturan Peradaban: Sikap dan Perilaku Islmais Indonesia terhadap Amerika Serikat. Nalar, Jakarta, bekerjasama dengan Freedom Institute dan PPIMUIN Jakarta, 2005. Samson Rahman. “Dr. Abdullah Azzam: Jihad Tinta, Jihad Darah,” dalam Sabili, No. 01 Th. X 25 Juli 2002/14 Jumadil Awal 1423 H, hal. 36-39. Sydney Jones, INDONESIA Briefing Jakarta/Brussels, 8 August 2002, “AlQaeda in Southeast Asia: the Case of the “Ngruki Network” in Indonesia” dan “How Jama’ah Islamiyah operates in Indonesia”, Desember 2002, yang versi Indonesianya sudah dipresentasikan di Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 47 48 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI NUSAKAMBANGAN, JAWA TENGAH (Kasus Imam Samodra) Oleh Wakhid Sugiyarto Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Tahun 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 49 JATIDIRI TERPIDANA TERORISME (Imam Samodra) Lingkungan Sosial Keluarga Dalam penelitian ini fokus kajian ditujukan unutk mengkorek paham keagamaan sang ideolog Jama’ah Islamiyah Indonesia, yaitu Imam Samodra, alias al Qudama. Dari wawancara seharian dengan yang bersangkutan, dapat disimpulkan, faham keagamaan keluarga Imam Samudra sebenarnya NU tradisional. Seperti pengakuannya ”Saya dilahirkan dilingkungan NU dan sejak kecil dididik dengan pendidikan agama mainstream NU (tradisional). NU nya NU yang dulu, bukan NU yang seperti sekarang yang sudah kemasukan JIL”. Tetapi ketika ibunya telah dimadu oleh sang ayah, ibunya rajin mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh Persatuan Islam (Persis). Imam sendiri semenjak SMP juga sudah berkenalan dengan faham Muhammadiyah dan Persis. Ia menjelaskan bahwa metode dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah berdasarkan manhaj Salafushshalih yang bersifat adil, moderat, dan tidak ekstrim. Siapakah salafushshalih itu? Mereka adalah as sabiqun al awwalun yakni orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Juga sabda Rasulullah SAW bahwa sebaikbaik manusia adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya kemudian generasi berikutnya. Dari hadis ini Imam Samudra menafsirkan 3 kurun yang masing-masing kurun sama dengan satu abad. Dengan demikian, penafsiran yang dilakukan oleh para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin dan ulama-ulama hingga akhir abad ke tiga hijriyah bisa dianggap bersih, selamat dan benar. Setelah itu penafsiran dan pemahaman ulama generasi berikutnya tidak dijamin kebenarannya. Ulama yang dikategorikan sebagai pengikut sunnah nabi Muhammad (ahlussunnah) dan mengikuti sunnah sahabat (jamaah) terutama khulafa ar rasyidun disebut Ahlu sunnah wal jamaah. Mereka yang tergolong 50 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia mengikuti manhaj salafushshalih antara lain; empat imam mazhab, Imam Qotadah, Imam Mujahid, Imam Sufyan bin Uyainah, Muqatil, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. Untuk kurun abad 20-21 ulamaulama salafushshaleh antara lain: Syaikh Muqbil Al Wadi’i Al Yamani, Syaikh Bin Baz, Syaikh Nasyiruddin Al Bani, Syaikh Dr. Safar Al Hawali, Syaikh Dr. Aiman Azhawahiri (pemimpin ideologis Al Qaidah, orang kedua setelah Usamah bin Ladin) dan Syaikh Asyahid Dr. Abdullah Azzam. Imam Samudra juga menyatakan bahwa dalam rangka menjaga diri dan keluarga dari musik dan alat-alat hiburan lainnya ia berpegang pada Syaikh Nashirudin Al Bani dan Dewan Fatwa Saudi Arabia. Dalam hal jihad ia mengikuti Syaikh Aiman Azhawahiri, Syaikh Usama bin Ladin, Abdullah Azzam, dan Mullah bin Umar (pimpinan Taliban) Mereka inilah para ulama yang terjun langsung dalam medan jihad. Meski demikian, ia mengaku tidak menelan mentah-mentah fatwa-fatwa mereka. Inilah yang dia maksud dengan manhaj Salafus Shalih. Bagi Imam Samudra, ulama yang berada di medan jihad adalah ulama yang lebih dekat kepada Allah. Ahluts Tsughur ini lebih dekat dengan Allah karena selalu berdzikir, untuk lebih siap menerima kematian. Dibandingkan dengan ulama yang berada di lingkungan hidup yang serba mapan, di tengah kerumunan para pengagum, dan penuh fasilitas. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan pandangan dan sikap. Dan, fatwa yang keluar dari keduanya tentu berbeda. Kemudian, fatwa siapakan yang lebih dekat dengan kebenaran? Pandangannya yang demikian didukung pendapat Syaikh Sufyan bin Uyainah, seorang tabiin dan guru Imam Syafi’i yang menyatakan:” Jika kalian menyaksikan manusia telah berselisih, maka ikutilah (pendapat) mujahidin dan ahlutstsughur. Mereka (ahluts stughur) ini sekarang digelari dengan ”teroris”, Islam garis keras, radikalis dan seterusnya. Pandangan mereka tentang Islam tidak sepotong-sepotong seperti orang buta memegangi bagianbagian dari seekor gajah. Bahkan Imam menyindir kaum muslimin yang berfikir dan cenderung ”nrimo” atau terpengaruh ajaran viadolorosa. Atau banyak yang rela bertempur dan mati demi perut tak perlu lagi dengan hukum Islam. Akhlak al karimah diartikan hanya ”lemah lembut”, mengalah. Berperang dianggap bukan akhlak al karimah atau bil hikmah dan sekaligus rahmatan lil alamin. Islam itu sempurna, komplit, dan universal. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 51 Sebagaimana shalat, puasa, zakat dan haji, jihad merupakan perintah Allah untuk segenap kaum muslimin. Allah menghendaki hamba-hambaNya memasuki Islam secara kaffah19. Pandangan keagamaan yang demikian mendapat kritik dari Lukman bin Muhammad Ba’abduh, mantan anggota Lasykar Jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib yang ditulis dalam sebuah buku yang khusus untuk membantah buku Imam Samudra. Dunia dewasa ini, dalam pandangan anak Serang ini, adalah dunia Dajjal, meski hakikinya belum lahir. Tetapi secara maknawi telah terwujud di tengah-tengah umat manusia. Orang-orang yang tenggelam dalam kenikmatan dunia adalah orang yang terhipnotis surga Dajjal. Kehidupannya hanya demi memuaskan nafsu, bahkan menempatkan nafsu sebagai Tuhan mereka (Tahukah engkau akan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan? Sanggupkah engkau menjadi penolong baginya?. Kaum mukmin memilih “neraka Dajjal” yang berupa penderitaan lahir batin. Neraka Dajjal berarti memperjuangkan al haq, memperjuangkan kalimatullah, menentang kebatilan dan berperang di jalan Allah. Memilih ”surga Dajjal” berarti menentang hukum Allah, memerangi mujahid di jalan Allah yang berarti tunduk dan patuh pada kekafiran, kemusyrikan dan kesema-menaan yang berarti berperang di jalan thaghut. Pada era Dajjal seperti ini manusia nyaris tidak dapat membedakan antara yang haq dan yang batil, yang makruf menjadi mungkar dan yang mungkar menjadi makruf. Penyesatan Media tentang Makna Jihad dan Teror Keprihatinan terhadap penghapusan kekhalifahan oleh Mustafa Kemal At Taturk, pendudukan Israel atas Palestina, penodaan Masjid Al Aqsha dan Masjid al Haram, Mekkah sekarang ini dalam cengkeraman Yahudi dan Salibis (100.000 tentara Amerika dan sekutunya plus 30% tentara perempuan sekarang telah menduduki Jazirah Arab). Ini adalah penghinaan terhadap tempat kelahiran Nabi dan tempat turunnya wahyu. Untuk kepentingan Yahudi dan Amerika tersebut pembiayaannya semuanya ditanggung oleh negara teluk, terutama Saudi Arabia 20. Dalam Lihat Q.S.2:208 Arab Saudi sendiri memang merupakan negara pengaman bagi kepentingan Israel dan Amerika Serikat di Timur Tengah 19 20 52 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kondisi seperti itulah lahir mujahid-mujahid yang melakukan perlawanan antara lain; pada tahun 1993 terjadi pengeboman WTC pertama dilakukan oleh Ramzi Yusuf. Pada tahun 1997 terjadi serangan terhadap markas tentara Amerika di Khaibar, Riyadh dan Dharam, Saudi Arabia. Tahun 2000 terjadi bom sahid (istimata) terhadap kapal perang USS Cole di Yaman, 11 September 2001 terjadi lagi serangan yang sangat memalukan terhadap Amerika (WTC dan Pentagon dihancurkan) dan Usamah bin Ladin setuju dengan tindakan itu dan mendoakan syuhada yang terlibat jihad tersebut dan 12 Oktober 2002 terjadi serangan berikutnya di Bali. Dan untuk waktu-waktu yang akan datang operasi jihad akan menambah daftar panjang perlawan umat Islam terhadap penjajah dan antekanteknya, sehingga Yahudi dan Salibis menghentikan kebiadabannya (Dan perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah di muka bumi ini. Dan jadilah Din (agama) ini semuanya milik Allah21 Jihadlah yang dapat membela ketertindasan, membebaskan penjajahan, menyucikan penodaan dan memuliakan kahinaan. Faktor psikologis yang mendasari Imam Samudra dan kawankawannya melakukan peperangan melawan Amerika dan sekutunya adalah korban bom yang terdiri atas bayi-bayi Afganistan, Irak dan Palestina tanpa kepala dan tangan pada bulan Ramadhan 2001 dan sesudahnya melalui internet. Melihat kenyataan itu keislamanku dan keimananku terusik, demikian ucap Imam. Lolongan bangsa Afganistan, Irak dan Palestina dan jeritan bayi-bayi mereka yang menyembul dari balik reruntuhan masjid, yang terserak di balik puing-puing madrsah dan apalagi setelah melihat VCD berjudul ”Perang Salib Baru” itulah yang memanggilnya untuk melakukan perang suci. Banyak ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan jihad yang jelas-jelas perintah suci dan yang melahirkan kewajibkan suci kepada setiap muslim untuk melakukan perang suci22. Mengapa kemudian Bali dijadikan ”killing zone” dan sasarannya adalah ”sipil” bule? Imam menjawab di wanted, bagaimana bisa mendapatkan visa dari negera-negara musuh. Bagaimana dengan kesulitan memperoleh infrastruktur untuk menghantam negara-negara sekutuQ.S.Al Anfal:39. Lihat misalnya Q.S. An Nisa: 74-75; QS. At Taubah:14-15 dan 38; Baqarah: 190; dan QS. Al Anfal; 73. 21 22 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia QS. Al 53 sekutu monster? Jadi ability adalah pertimbangan salah satunya. Dengan ijin Allah, biarlah kami melangkah. Biarlah dengan segala kekurangan, kelemahan dan keterbatasan, kami berbuat. Biarlah kami membela mereka semampu kami bisa. Biarlah kami terluka di mata sejarah. Alasan seperti di atas tidak dapat diterima oleh mainstream kaum muslimin, banyak kalangan di Indonesia termasuk para ulama. Majlis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa hukum melakukan teror adalah haram baik dilakukan oleh perorangan maupun kelompok, sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib. Orang yang bunuh diri itu membunuh dirinya sendiri untuk kepentingan pribadinya sendiri sementara pelaku ’amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri adalah orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah. Sedangkan pelaku ’amaliyah al istisyhad adalah manusia yang seluruh cita-citanya tertuju mencari rahmat dan keridhaan Allah SWT. Bom bunuh diri hukumnya haram karena termasuk tindakan keputusasaan dan mencelakakan diri sendiri baik dilakukan di daerah damai maupun di daerah perang23 Munurut Imam Samudra pengertian jihad dari segi syar’i sudah ijma’ salafush-shalih yakni berperang melawan kaum kafir yang memerangi Islam dan kaum muslimin. Kitab-kitab yang dapat dirujuk untuk mengkaji lebih dalam juga disebutkan antara lain: Al Jihadu Sabiluna (Syaikh Abdul Baqi’ Ramdhon), Kitabul Jihad (Syaikh Ibnul Mubarak), atau Fi at Tarbiyah al Jihadiyah wal Bina (Syaikh Asy Syahid Dr. Abdullah Azzam). Berdasarkan kajian terhadap buku-buku tersebut, Bom Bali sama dengan jihad fi sabilillah karena niat dan targetnya adalah bangsa penjajah seperti Amerika dan sekutunya. Amerika dan sekutunya telah memiliterisasikan rakyat sipil dan turis-turis tersebut bukan warga sipil. Oleh karena itu bom Bali adalah salah satu bentuk jawaban yang dilakukan oleh segelintir kaum muslimin yang sadar dan mengerti akan arti sebuah pembelaan dan harga diri kaum muslimin. Bom Bali adalah satu diantara perlawanan yang ditujukan kepada penjajah Amerika dan sekutunya. Bom Bali adalah salah satu jihad yang harus dilakukan, sekalipun oleh segelintir kaum muslimin. 23 54 Lihat Fatwa MUI No.3 Tahun 2004 Tentang Terorisme. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Sipil yang asalnya tidak boleh diperangi, karena hal itu tergolong melampaui batas, tetapi karena Amerika dan sekutunya telah memerangi sipil, wanita dan anak-anak maka setimpal dan adillah memerangi sipil mereka. Darah dibalas dengan darah, nyawa dibalas dengan nyawa dan sipil dibalas dengan sipil, itulah keseimbangan. Logika semacam ini dikuatkan dengan dalil naqli baik yang bersumber dari Al Qur’an maupun Al Hadis24 . Beberapa hadis yang dirujuk antara lain:” Aku mendapati seorang wanita yang tewas dalam salah satu peperangan yang dipimpin oleh Nabi kemudian beliau melarang membunuh wanita dan bayi atau anak-anak”25; juga jika Rasulullah mengutus tentaranya, beliau bersabda: ”Berperanglah dengan nama Allah, perangilah di jalan Allah mereka yang kafir kepada Allah, janganlah kamu berlebihan dan melampaui batas, janganlah mencincang-cincang mayat musuh, dan janganlah membunuh anak-anak dan para penghuni biara”26. Di sisi lain Rasulullah pernah melakukan penyerangan terhadap kaum Bani Hawazin dengan menembakkan mortar dan tidak membedakan target laki-laki, wanita maupun anak-anak. Hal serupa juga pernah dilakukan oleh Abu Bakar Shidiq ketika memimpin penyerangan terhadap kaum Bani Harifah di malam hari, yang penyerangan tersebut dilakukan tanpa membedakan target pria atau wanita, alias rakyat sipil. Jihad atau teror yang tersaji dalam laporan ini adalah dilihat dari perspektif diskursus (wacana) politik kekinian. Artinya, untuk memahami pola grakan teror/jihad dipergunakan analisis diskursus. Dalam analisis diskursus ini pernyataan menduduki posisi terpenting atau dengan bahasa lain ”statement” adalah the atom of discurse. Gerakan teror/jihad di Indonesia adalah sebuah wacana, yang dalam penelitian ini tidak saja dilihat sebagai gejala bahasa baik lisan maupun tulisan, tetapi sesuatu yang memproduksi yang lain, sebuah gagasan, konsep atau efek. Diskursus adalah cara tertentu dalam mengkonsep dan bertindak terhadap objekobjek sosial, yang menimbulkan implikasi pada subjek. Ia dimanifestasikan dalam praktik sosial dalam susunan fisik serta dalam bentuk oral dan tulisan. Misalnya, penggunaan tubuh untuk bom bunuh diri, penggunaan ruang dan objek seperti Bali, Marriott untuk tujuan perlawanan terhadap 24 Lihat pula Q.S. AL Baqarah: 190, 194, dan 216, QS. An Nahl: 126 serta QS. Yunus: 27 25 H.R. Bukhari Muslim dari Abdullah ibnu Umar 26 H.R. Ahmad dari Abdullah Ibnu Abas Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 55 Barat, alih pengetahuan dari kriminal murni menjadi cybercrime dan penyampaian informasi bahwa kelompok anti Barat (Jamaah Al Islamiyah) itu eksis dan nyata. Dengan demikian, diskursus, membentuk objek dan sekaligus subjek. Wacana dipraktikan di dalam masyarakat, zaman, waktu dan latar belakang masyarakat yang berbeda, maka wacana tidak bersifat universal yang monolitik, tetapi terbelah, plural dan heterogen27. Dalam perspektif discourse analysis, kemunculan sebuah institusi, praktik dan konsep sangat terkait dengan empat hal; keinginan (will), kekuasaan (power), disiplin (disipline) dan pemerintahan (regime). Dengan cara pandang seperti ini, gerakan Jamaah Islamiyah dengan jihad atau teror berkaitan dengan keinginan dari dalam yakni terbentuknya imamah dan daulah, dari aspek luar adalah melakukan perlawan terhadap dominasi Barat. Akhirnya terorisme atau jihad yang dilakukan pada dasarnya adalah untuk memperoleh kembali kekuasaan (khilafah yang telah dihapus sejak 1924) dan terbangunnya kembali khilafah ala minhajin nubuwah, melalui Al Qaidah dan gerakan-gerakan pendukungnya. Jihad atau Teror, Menurut Imam Samodra Tahapan-tahapan berjihad (marhalah jihad) dalam Islam, mulai dari tahap menahan diri, diizinkan berperang, diwajibkan memerangi secara terbatas dan kewajiban memerangi kaum kafir/musyrik. Menurutnya, bom Bali adalah langkah antara defensif dan ofensif. Bom Bali adalah bom syahid dan berjibaku dalam Islam dan tidak sama dengan bunuh diri. Batasan kapan perang itu berakhir? Menurut Al Qur’an perang baru berakhir ketika tidak ada lagi fitnah, dan fitnah yang dimaksud menurut ahli tafsir adalah syrik. Dan supaya dien (agama) itu semata-mata milik Allah, agar dien mengatasi seluruh dien selain Islam28. Setelah tahap jihad, Imam kembali membahas jihad bom Bali yang membunuh sipil. Alasan akli (logika) dan naqli (ayat dan hadits) kembali dipaparkan untuk membenarkan bom Bali (bom jihad) yang membunuh sipil, wanita dan 27Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studis Atas Matinya Makna. Yogyakarta, Jalasutra, 2003, hal. 115 - 116 28Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP Batu Nusakambangan, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris, hal. 133. 56 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia anak-anak. Untuk membangun semangat dan dukungan kaum muslimin di dunia Imam menyatakan bahwa Bom jihad telah marak di berbagai belahan dunia menunjukkan betapa kiamat telah semakin dekat, dan kemenangan kaum muslimin terhadap Yahudi dan Nasrani juga kian dekat. Tentang korban juga terdapat orang-orang muslim, Imam menyatakan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, la haula walaquwata illa billah. Tidak layak orang mukmin membunuh orang mukmin kecuali bersalah atau tidak sengaja.29 Hukuman mati, putusan pengadilan terhadap dirinya yang dinyatakan perbuatan terorisme, tidak membuatnya gamang. Apa yang dilakukan menurutnya bukan kejahatan. Sebaliknya yang dilakukan adalah kebaikan berdasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah yakni Jihad fi Sabilillah. Hukumam mati ditanggapinya sebagai pemantap keyakinan akan janji Allah. Jihad fi sabilillah apakah membunuh atau dibunuh balasannya adalah surga Allah. “Aku dan kawan-kawan telah membunuh musuh dan kemudian aku dibunuh adalah hal yang wajar, itu adalah resiko”30. “Apakah aku menyesal? Tidak ada penyesalan terhadap suatu amalan yang kukerjakan atas dasar keyakinan setelah mempelajari ilmunya secara mendalam dengan manhaj Salafush Shalih. Yang aku sesali adalah mereka yang tewas dengan tanpa disengaja, padahal mereka bukan target kami. Untuk itu aku mohon maaf kepada semua keluarga yang kehilangan anggotanya akibat jihad kami, dan aku bertaubat kepada Allah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”31. Karena itu, hukuman mati akibat perbuatan jihad bom Bali, yang semuanya dilakukan atas dasar keyakinan dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, dapat diuji keabsahan sumber-sumber hukumnya, maka sangat tidak pantas bagi pelaku atau yang dituduh pelaku meminta pengampunan (grasi) kepada presiden, demi keringan hukuman. Apalagi memohon grasi kepada perempuan (Presiden MegawatI) yang menjalankan dan memimpin 29Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP Batu Nusakambangan, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris, hal 145; dan lihat pula Q.S. An Nisa: 92. 30Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris, hal 192 31Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP Batu Nusakambangan, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris,196 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 57 hukum kafir di negeri ini. Mohon grasi berarti menyesali keyakinan dan berarti mengkhianati keyakinan itu sendiri yang sekaligus mengkhianati Islam. Mohon grasi berarti membenarkan hukum kafir, KUHP adalah produk kafir, mengakui ada kebenaran di luar Islam adalah suatu sikap yang membatalkan syahadat32. Penjara bagi Imam adalah tempat merenungkan kembali apa yang dipikirkan, diamalkan dan akibat dari perbuatannya. Dia merasa kehilangan matahari, tetapi merasa mendapatkan perlindungan Allah. Penjara adalah tempat ujian kesabaran. Kehidupan dunia hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu dan berbangga-bangga akan banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian menjadi hancur. Menurut pandangan Imam, mengutip sabda Rasulullah bahwa manusia mendapatkan cobaan dan penderitaan sesuai dengan kualitas diennya. Jika diennya mantap maka amat berat deritanya, jika diennya kurang mantap maka ia akan tetap diuji sekedar kualitasnya33 Sabar adalah bagian dari marhalah perjuangan, pertolongan Allah bersama orang-orang yang sabar. Dengan kesabaran itulah para nabi mendapatkan kemenangan. Surga bukanlah hal mudah untuk diraih. Untuk membangun rumah di dunia perlu pasir, bata, semen dan tenaga yang cukup dan memakan waktu lama, apalagi membangun surga. Untuk urusan dunia saja perlu pengorbanan, apalagi untuk urusan akhirat. Kebanyakan kaum muslim mengira setelah menjalankan rukun Islam yang lima mereka langsung masuk surga. Kalaulah surga itu mudah dan murah, mengapa Rasulullah SAW dan para sahabat harus berhijrah dan mengapa harus memimpin lebih dari 20 kali pertempuran menghadapi kaum kafir dan membunuh mereka?34. Surga itu di bawah naungan pedang (HR.Bukhari Muslim). Hanya orang-orang yang inferior complex yang berani menganulir hadisthadist dengan menyatakan Islam itu agama perdamaian, Islam itu agama cinta kasih, Islam itu rahmat bagi semesta alam, Islam tidak mengajarkan 32Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris,hal. 199 33 H.R. Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ad Darimi, Ahmad, At Thahawi, Abu Ya’la, Al Hakim, dll dari Sa’ad bin Abi Waqash. 34 Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris, hal. 227. 58 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kekerasan. Islam ditegakkan dengan pedang, dan sejarah Islam penuh dengan pertumpahan darah dan fakta itu terus berlangsung hingga sekarang35. Surga adalah milik Allah, dan orang muslim akan membeli surga itu dengan darahnya, dengan harta dan jiwanya36. Di penjara Imam Samudra alias Qudama jiwanya masih berada di mana-mana, di Palestina, Afganistan, Bosnia, Chechnya, Kasmir dan berusaha untuk tetap merasakan getaran perjuangan kaum muslimin yang tertindas. Ia kobarkan semangat jihad, bahkan sempat mengajarkan hacking, sebuah cara cyber crime kepada kawula muda untuk memerangi Amerika dan sekutunya. Rupanya, ia tidak saja menguasai ajaran jihad, tetapi juga mahir dan menguasai teknologi informasi. Dia mendorong remaja dan pemuda muslim untuk mempelajari hacking secara setahap demi setahap. Ketika di penjara tertutup berita-berita bumi, ternyata “berita langit” mulai terbuka. Berita langin itu berupa kabar gembira yang datang lewat atau melalui mimpi-mimpi yang menyenangkan dan menggembirakan. Imam menuliskan mimpi-mimpinya yang benar (ru’yah shadiqah) dalam catatan khusus setebal 80 halaman. Ia melihat orang tua berjenggot mengacungkan jarinya dan mengepal-ngepalkan tangannya sambil memekikkan “Allahu Akbar” tetapi kemudian menghilang. Beberapa kali ketika selesai shalat Subuh ia tidur dan terbangun ketika terdengar musik dan tidak bisa tidur lagi, kemudian mengambil wudlu terus shalat dhuha, dan ketika rakaat kedua tiba-tiba musik berhenti (sound system off) sebelum waktunya. Ada air menetes, kemudian mengalir di kamar yang selama itu tidak ada pipa atau saluran penghubung dari sumber air, dan anehnya air itu mengalir pada jam 4 atau 5 pagi dan berhenti saat matahari terbit. Cerita lainnya, ketika Imam telah mengakhiri olah raga ringan, setengah jam sebelum waktu berbuka, terlintaslah dalam dirinya sekeping roti dan mentega. Ingatan tersebut hilang tatkala ia ingat penderitaan kaum muslimin di Palestina, Khasmir, Afganistan, Irak dan negeri jihad lainnya. Malu rasanya meminta roti dan mentega kepada Allah. Tetapi, tiba-tiba pintu jendelanya diketuk orang yang mengucapkan salam dan apa katanya “Kang Imam, ini ada titipan roti dan mentega”. Allahu Akbar! 35 Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP Batu, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris, hal. 233 36 Q.S. At Taubah: 111 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 59 Peristiwa itu membuatnya semakin yakin bahwa jalan yang ditempuhnya benar dan kabar gembira dan tulisan paling akhir seorang Imam Samudra adalah firman Allah: “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak memiliki kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan (dalam kehidupan) akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah, Yang demikian itulah kemenangan yang besar37. Khilafah Menurut Imam Samodra Tidak banyak yang dapat diketahui tentang keterlibatannya dalam gerakan NII, Jamaah Islamiyah, Al Qaidah atau gerakan untuk kembali membangun daulah Islamiyah. Informasi dari Nasir Abas memberikan pengetahuan kepada kita bahwa orang-orang yang dikirim ke Afganistan adalah orang atau anggota NII. Rekruitmen, pembiayaan, pemberangkatan dan penjemputan dilakukan oleh anggota NII. Selanjutnya, ketika terjadi perselisihan antarelit, Imam Samudra tergolong orang yang dipulangkan, karena tidak termasuk kelompok NII pimpinan Ustadz Abdul Halim (Abdullah Sungkar) tetapi mengikuti Ajengan Masduki. Jadi, paling tidak ada dua faksi NII di kancah Mujahidin Afganistan. Perpecahan di kalangan aktifis NII sering terjadi berkaitan dengan kepemimpinan. Padahal dalam Qanun Asasi (UUD NII) Bab IV Pasal 12 ayat 2 berbunyi: “ Imam dipilih oleh Majis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada seluruh anggota”. Tetapi dalam realitasnya, setelah Kartosuwiryo wafat ada banyak pandangan tentang siapa Imam NII. Ada yang atas Dasar Qanun tersebut, Ali Mahfudz adalam Imam NII. Ada pula yang menganggap Teuku Muhammad Daud Beureuh, Adah Djaelani (1978-1996). Jadi perpecahan di kalangan NII adalah lazim, bahkan ada yang kemudian keluar dan mendirikan gerakan tersendiri 38. Q.S. Yunus:62 Ahmad Syafi’i Mufid, Ma’had Al-Zaitun: Metamorfosa Sebuah Gerakan Keagamaan. Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Dep. Agama RI. 2004, hal 32 – 60. 37 38 60 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Meski demikian, mereka tetap dengan tujuan yang sama yakni menegakkan syari’at Islam dengan membangun daulah Islamiyah dengan model Imamah. Dalam wawancara ia mengatakan sangat setuju terhadap konsep Daulah Islamiyah yang ditulis oleh elit Hizbut Tahrir Indonesia, begitu juga dengan konsep daulah Islamiyah karya Taqiyuddin Al Bani dan tulisan-tulisan sejenis di internet. Tidak jelas pilihan terhadap model kepemimpinan daulah Islamiyah, apakah mengacu pada model Imamah (ala Syi’ah) atau khilafah (Sunni). Dilihat dari buku yang dibaca dan faham kaeagamaan adalah sunni. Kini Imam Samudra dengan semangat Salafush Shalih (Wahabisme anti tarekat) melawan Yahudi dan Salibis (untuk Amerika dan sekutunya). Faham yang sangat kuat mengajarkan Islam “garis keras” diperoleh dari sebuah pendidikan singkat, dan pesantren kilat. Pesantren kilat macam apa dan dengan metode seperti apa yang akhirnya sanggup menggerakkan langkah anak muda belia menyongsong maut di medan perang seperti Afganistan. Keyakinan keagamaan yang demikian tidak semata-mata karena frustasi akibat putus cinta atau karena kemiskinan, tetapi tumbuh dan berkembang bersama dengan pemahaman tentang Al Islam menurut Salafush Shalih. Faham ini ternyata tidak melihat Islam hanya satu sisi, tetapi Islam yang kaffah. Islam itu lemah lembut dan sekaligus juga keras dan tegas. Ada amar makruf tetapi ada juga nahi mungkar, ada perang tetapi juga damai. Pemikiran, sikap dan prilaku Imam Samudra sampai memutuskan untuk berjuang di Afganistan dan akhirnya melakukan bom Bali adalah jihad yang wajib hukumnya bagi setiap muslim. Semua tindakannya didasarkan atas logika dan dalil naqli, siap mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Karenanya tidak menyesal, tidak pernah meminta grasi dan apalagi melakukan pendustaan agama. Paham keagamaan yang sering disebut ”radikal” ini benar-benar hidup dan disebarkan tidak saja kepada kawula muda tetapi juga kepada anakanak menjelang remaja. Pesantren Ramadhan, pertemuan dengan Jabir, di masjid Al Furqon, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jln. Kramat Raya 45 Jakarta bukan kebetulan. Pemberangkatannya melalui jalur DumaiKuala Lumpur-Karachi dan selanjutnya ditempatkan di camp-camp (madrasah), perjuangan bersenjata di Afganistan, pulang ke tanah air dan melakukan pengeboman adalah sebuah rencana yang sangat jelas, yakni sebuah strategi untuk mencapai tujuan besar. Perang melawan Dajjal, Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 61 perang karena kaum muslimin diperangi, dan perang Salib ke 14. Inilah salah satu harakah Islamiyah yang mengupayakan wujudnya daulah Islamiyah. Mereka bekerja dengan menggunakan kultur jaringan bawah tanah. Ada banyak bukti bahwa pesantren Lukmanul Hakim 35 Km dari kota Johor Baru yang didirikan oleh Abdullah Sungkar (Ust Abdul Hakim) dan Ust. Abu Rusdan (Abu Bakar Baasyir), mantan pemimpin Pondok Pesantren Ngruki, Solo. Ketika pemeriksaan terhadap para pelaku Bom mereka ada hubungannya dengan dua pesantren tersebut. Awalnya dari NII, kemudian berkembang menjadi Al Jamaah al Islamiyah. Gerakan ini memperoleh bentuknya sendiri dengan faham yang banyak dipengaruhi gerakan fundamentalisme Timur Tengah, terutama Al Qaidah. Tujuan utama didirikannya al Qaidah adalah untuk menegakkan kembali sistem Khilafah Islamiyah untuk menggantikan sistem negara-bangsa yang meniru Barat39. Jamaah Al Islamiyah adalah sebuah organisasi gerakan yang mempunyai jaringan internasional. Gerakan ini memiliki pedoman umum perjuangan al Jamaah al Islamiyah (PUPJI). Tujuan utama gerakan ini adalah terbentuknya kekhalifahan yakni negra Islam model khilafah. Lebih lengkap tentang Jamaah Islamiyah disajikan dan dibahas secara serius sebagaimana dalam dokumen PUPJI (A.Maftuh Abegebriel dkk, 2004: 825-984). Terbentuknya kembali Khilafah tidak bisa tidak harus dilakukan dengan jihad. Usama bin Ladin menasehati kaum muslimin agar: (1). Cinta kepada Allah, (2) Lunak dan kasih sayang kepada kaum muslimin, (3). Saling memberi nasehat kepada keabikan dan hal-hal yang makruf, (4). Ber4sikap keras kepada orang kafir, (5). Berjihad di jalan Allah dan (5). Tidak pernah takut celaan orang yang suka mencela (Usamah din Laden, 2004: 21-23). Dengan sifat-sifat tersebut kaum muslimin menyongsong lahirnya kepemimpinan (al Qaidah) dan frenchisenya al Jamaah al Islamiyah. Landasan dalil naqlinya juga ada yakni hadis Rasulullah SAW: ”Dan aku perintahkan kalian dengan lima hal yang Allah telah perintahkan aku dengannya: Mendengar dan taat, Jihad, Hijrah dan Jamaah40. 39 A.C. Manulang, Terorisme dan Perang Intelijen. Jakarta, Manna Zaitun, 2006, 40 HR. Ahmad dan Tirmidzi hal. 69 62 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PENUTUP Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat dipetik dari wawancara dengan Imam Samudra adalah bahwa istilah ”teroris” itu sendiri merupakan klasifikasi ethic, dan bukan ”emic”. Konsep jihad menurut pelaku lebih tepat karena semua aktifitas yang berkaitan dengan ”bom” adalah jihad. Sebelum seorang melakukan jihad, terlebih dahulu masuk menjadi anggota gerakan ” jamaah” apakah Negara Islam Indonesia (NII), atau al Jamaah al Islamiyah atau al Qaidah. Setiap gerakan atau jamaah mesti dipimpin oleh seorang imam atau pimpinan yang merumuskan tujuan, strategi dan metode gerakan. Jihad sekali lagi adalah sebuah metode untuk sebuah tujuan. Dalam hal NII, berdirinya negara Islam Indonesia atau Darul Islam adalah merupakan bagian dari daulah Islamiyah yang alamiyah (khilafah). Mewujudkan NII adalah wajib bagi semua orang dan melawan siapapun yang menentangnya adalah jihad. Faham imamah atau khilafah seperti yang dikembangkan oleh al Qaidah, al Jamaah al Islamiyah, atau NII ternyata hanya diakui dan dibenarkan oleh sekelompok orang. Mayoritas ulama dan kaum muslimin tidak mengamini pendapat dan hujjah mereka. Secara kelembagaan ulama Indonesia menolak terorisme dan tidak menganggapnya sebagai jihad. Beberapa ulama menulis buku yang mematahkan faham dan hujah-hujah mereka. Namun, gerakan ini tidak pernah padam karena memikiki cara kerja cel atau jaringan bawah tanah. Rekruitmen dan pembinaan anggota dilakukan secara rahasia dan dari sedikit demi sedikit. Imam Samudra yang berasal dari kalangan NU dapat direkrut melalui ”pesantren kilat” atau ”Usrah” atau mental training tertentu sejak usia belia. Rotoklah semua pengetahuan tradisionalnya dan dengan penuh percaya diri mengaku sebagai penganut salaf as shaleh. Rekomendasi Bagi bangsa Indonesia umumnya, dan umat Islam khususnya, gerakan apapun yang bersifat radikal dan dilakukan dengan sistem sel Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 63 sangat tidak menguntungkan. Gerakan semacam ini rentan penyusupan. Tidak ada seorang ahli atau ulama yang dapat menjamin bahwa gerakannya steril dari unsur spionase. Bisa saja seakan-akan sebuah gerakan menunjukkan semangat keagamaan, tetapi pada hakikatnya gerakan yang justru merendahkan agama. Akibat dari gerakan juga merugikan semua pihak, termasuk pelaku dan keluarganya. Tidak tertutup kemungkinan sebuah gerakan keagamaan yang sepertinya anti Barat, tetapi terbukti banyak kejadian-kejadian yang luar biasa yang justru melibatkan jaringan internasional Barat. Masyarakat terutama kaum muda perlu mengetahui apa saja gerakan Islam di dunia dan di Indonesia. Apa tujuan mereka dan dengan cara apa mencapai tujuannya. Tentu saja telaah tentang faham dan gerakan ini harus dilakukan dengan pendekatan aqliyah dan naqliyah. Departemen Agama dan Majlis Ulama Indonesia dapat bekerja sama untuk mewujudkan rekomndasi ini. 64 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia DAFTAR PUSTAKA Abas, Nasir (2005). Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengakuan Anggota JI. Jakarta, Grafindo Khazanah Ilmu. Abas, Paridah (2005). Orang Bilang Ayah Teroris: Catatan Harian Isteri Mukhlas Terpidana Mati Kasus Bom Bali. Solo, Jazera. Abdullah, Taufik (1998). ” Menteri Agama Republik Indnesia: Sebuah Pengantar Profil Biografis” dalam Azyumardi Azra dan Saiful Umam (ed). Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik. Jakarta, INIS, PPIM dan Balitbang Agama Departemen Agama RI. Abegebriel, A.Maftuh dkk, (2004). Negara Tuhan: The Thematic Encyclopaedia. Yogyakarta, SR-Ins.Publication. Abimanyu, Bambang (2005). Teror Bom di Indonesia. Jakarta. Grafindo Khazanah Ilmu. Adisaputra, Asep (200). Imam Samudra Berjihad. Jakarta, PTIP. Ba’abduh, Lukman bin Muhammad (2004). Mereka Adalah Teroris: Sebuah Tinjauan Syari’at. Malang, Pustaka Qaulan Sadida. Habibie, BJ. Detik-Detik Yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi. Jakarta, The Habibi Centre, Jakarta, 2006 Cet.2. Juergensmeyer, Mark (2003). Terorisme Para Pembela Agama. Yogyakarta. Terawang Press. Manulang, A.C. (2006). Terorisme dan Perang Intelijen. Jakarta, Manna Zaitun. Mufid, Ahmad Syafi’i dkk, (2004). Ma’had Al-Zaitun: Metamorfosa Sebuah Gerakan Keagamaan. Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Dep. Agama RI. Permata, Ahmad Norma (2006). Agama dan Terorisme. Surakarta. Muhammadiyah University Press. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 65 Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studis Atas Matinya Makna. Yogyakarta, Jalasutra, 2003. Rais, Amien. Kebusukan Terorisme Dalam Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta, Samudra, Imam (2004). Aku Melawan Teroris. Solo, Jazera. Usamah bin Ladien (2004). Nasehat dan Wasiat Kepada Umat Islam. Solo, Granada Media Tama. Bahan Lainnya. 1. Fatwa MUI Tentang Terorisme tahun 2005 2. Data dari Kepolisian (Berita Acara Pemeriksaan) 3. Wawancara dengan Imam Samudra, 23 September 2006 di LP Klas 1, Batu Nusakambangan. 66 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI KOTA AMBON MALUKU Oleh: Wakhid Sugiyarto PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 67 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Kehidupan Beragama Pada saat ini (2006) Kota Ambon memiliki jumlah penduduk sekitar 348.469 jiwa 41 terpecah belah dalam blok-blok wilayah sesuai agama yang dianutnya. Kawasan Batu Merah, Mahardika, Galunggung, Kebun Cengkeh dan beberapa tempat lainnya (pantai) dihuni oleh 100% muslim, sementara kawasan Kuda Mati dan perkampungan di perbukitan atas dihuni 100% Nasrani. Hanya beberapa daerah saja yang penduduknya masih campur antara Islam dan Kristen. Padahal, sebelum perang saudara, mereka hidup rukun dan tidak ada blok-blok wilayah berdasarkan agama, baik itu yang Islam, Kristen dan Katolik, termasuk juga antara etnis lokal, etnis pendatang (Jawa, Buton, Bugis dan Makasar dan Tionghoa). Secara keseluruhan, penduduk Kota Ambon berdasarkan agama yang dianut adalah Islam 132.418 jiwa (38%), Kristen 121.964 jiwa (35%), Katolik 87.117 jiwa (15%), Hindu 7.169 jiwa (2,2%) Budha 9.757 jiwa (2,8%) dan lain-lain 24.392 jiwa (7%). Jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianutnya itu, di masa mendatang akan segera berubah ketika kondisi benar-benar semakin aman. Sebab Kota Ambon merupakan sebuah wilayah tujuan migrasi penduduk dari luar daerah, terutama yang beragama Islam. Orang-orang Jawa, Bugis, Buton dan Makasar yang sudah lama menancapkan ekonominya di Kota Ambon dipastikan mendorong kerabatnya untuk melakukan migrasi ke Kota Ambon ini. Sebagai umat beragama, maka tidak dapat dilepaskan dari keberadaan rumah ibadah sebagai sarana untuk melaksanakan ibadah. Pada tahun 2005, jumlah rumah ibadah dapat dideskripsikan sebagai yaitu, masjid sebanyak 98 masjid, mushalla 196 buah, gereja 287 buah dan vihara 4 buah. Pembuatan dan pembangunan rumah ibadah agama apapun selama ini di Kota Ambon tidak mengalami kendala apapun, karena bagi mereka rumah ibadah itu adalah kebutuhan. Siapapun boleh membangun rumah ibadah dan memilikinya. Toleransi dalam hal pembangunan rumah 41 68 Kota Ambon Dalam Angka 2004 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia ibadah ini, sudah berjalan ratusan tahun lalu, ketika adat pelagandong masih efektif mengatur kehidupan sosial dan kekeluargaan mereka. Karena itu, pembangunan rumah ibadah, apapun jenisnya sangat dipermudah oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat sendiri. Peristiwa perang saudara antara Islam dan Kristen yang terjadi sebelumnya telah memperlebar jarak sosial antara kedua kelompok penganut agama tersebut. Pada dua kelompok keagamaan Kristen dan kaum muslim Ambon, kejadian perang saudara yang banyak menimbulkan korban itu tidak banyak berpengaruh terhadap perilaku beragamanya. Mereka segera kembali kepada kebiasaan lama yang tidak mencerminkan Kristiani dan Islami. Sedikit sekali di kalangan mereka yang menyadari bahwa pemahaman agama yang selama ini dipegangnya ternyata masih sangat lemah, sehingga forum-forum pendalaman agama Islam (majelis ta’lim) maupun Kristen hanya diikuti oleh sedikit orang. Di kalangan muslim sendiri, tidak terjadi perubahan ke arah yang lebih baik secara signifikans. Kebiasaan lama sebelum perang segera kembali menghinggapi perjalanan hidup mereka. Padahal mereka mengakui adanya peristiwa-peristiwa aneh sepanjang perang saudara dan mengakui semua sebagai tanda kebesaran Allah. Merekapun mengakui bahwa kedatangan Laskar Jihad atau kelompok-kelompok sukarelawan yang berdatangan ke Ambon semasa perang saudara di Maluku adalah berjihad demi mereka agar tidak ditindas. Tidak adanya perubahan kehidupan keagamaan yang lebih baik paska perang, sangat disesalkan banyak tokoh agama Islam di Ambon. Kondisi ini memperlihatkan kebenaran kata kebanyakan orang awam yang terkadang memang lebih bijak, bahwa berbagai bencana di tanah air yang menimbulkan korban begitu besar, sama sekali tidak menggugah perasaan beragama. Semua dipandang sebagai peritiwa sosial dan peristiwa alam biasa yang tidak perlu dirisaukan, dan tidak perlu dipikirkan kaitannya dengan peringatan Tuhan kepada manusia, sehingga ajakan tobat nasional oleh tokoh-tokoh keagamaan dicibir dan ditertawakan. Pada setiap paska bencana tidak ada perubahan jumlah orang dari tidak shalat menjadi menjalankan shalat secara signifikan, baik setelah bencana alam maupun perang.42 42 Wawancara dengan Lestaluhu (tokoh pemuda Batumerah), 15 Juni 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 69 JATIDIRI TERPIDANA TERORISME (Asep Jaya Dkk) Asep Jaja Asep Jaja alias Aji alias Yahya tetapi biasa dipanggil Dahlan adalah kelahiran Banjar Sari, 22 Desember 1974, suku Sunda, bekerja sebagai wiraswasta, sekolah terakhir SMEA dengan prestasi sangat baik tidak aktif di Pramuka, tetapi di OSIS seksi kerokhanian. Alamat terakhir sebelum di Ambon adalah Cipayung Jakarta Timur. Sejak kerusuhan Ambon tinggal di Batu Merah Sirimau Ambon. Asep Jaja pernah belajar militer di MILF di Philipina Selatan 1999, atas biaya donatur dari Solo. Pada tahun 2001 berangkat ke Ambon, juga atas biaya donatur dari Solo dan ditangkap aparat keamanan Maret 2005, karena keterlibatannya berbagai penyerangan, terakhir di Vila Karaoke Baguala 15 pebruari 2005, berarti paska UU No. 15 tahun 200343. Asep menjelaskan, bahwa tahun 2001 berangkat ke Ambon dan sering bolak-balik ke Jakarta, sampai ditangkap tahun 2005 dengan tujuan menjadi relawan dan berjihad. Simak pernyataannya; “Selama 3,5 tahun saya bolak-balik Ambon-Jakarta mengurusi bantuan kemanusiaan untuk kaum muslim Ambon, seperti; pakaian bekas, sembako, ikut mendirikan kelompok pengajian di Sirimau dan ikut mempertahankan kaum muslim dari pembantaian kaum paganisme biadab. Merekalah yang memulai perang saudara di Ambon yang kemudian merembet ke seluruh Propinsi Maluku. Dua tahun kaum muslim dibantai kaum paganis biadab yang telah mempersiapkan sejak lama, termasuk persenjataan dan sasaran pembantaian sehingga kaum muslim sulit melakukan pembelaan karena memang tidak pernah menyiapkan perang. Dengan modal semangat jihad yang diperoleh dari anak-anak Laskar, akhirnya situasi mulai terbalik dan kalangan 43Direktorat Reserse Kriminal Polda Maluku, Berita Acara Pemeriksaan Asep Jaja Alias Aji Alias Dahlan oleh Brigadir Elfis Mayaut dan wawancara dengan Asep Jaja, 16 Juni 2006. 70 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia paganisme mulai kocar-kacir dan meninggalkan medan perang. Tetapi mereka teriak ke dunia internasional, dan mengatakan kaum muslim sedang melakukan pembersihan kaum Kristen di Maluku. Bahkan ketika penderitaan kaum muslim sama sekali belum terbalas, terjadi kesepakatan Malino yang sebenarnya menipu kaum muslim Maluku dan bahkan kemudian turun Undang-Undang Terorisme”44. Menurut penuturannya, ia lahir dari keluarga yang kurang taat menjalankan ajaran Islam, bahkan lebih dekat dengan kepercayaan Sunda karena kebodohannya. Keluarganya mulai taat secara baik setelah Asep duduk di bangku SMEA, karena dakwahnya Asep yang meyakinkan. Begitupun kakak-kakaknya dan beberapa anggota keluarganya yang lain. Sebagai pribadi yang sedang tumbuh, Asep Jaja tidak mengikuti organisasi apapun secara menetap, hanya pengajian biasa di Cipayung yang dipimpin oleh anak buah Ustadz Aceng Masduki. Memang ia pernah bai’at dalam pengajian tersebut, tetapi bai’at tersebut sekedar ingin pengakuan sebagai muslim saja, bukan mutlak taat kepada Imam sebagaimana dikenal di organisasi lain. Di pengajian itu, ia sempat betah selama 5 tahun sampai akhirnya pergi ke Filipina Selatan. Ia juga tidak menjadi anggota partai politik tertentu, begitupun juga orang tuanya. Fathur Datu Armen Fathur alias Syamsuddin dan biasa dipanggil Andy adalah pemuda kelahiran Palu Sulawesi Tengah, pada tanggal 21 Mei 1977, bekerja sebagai wiraswasta (pedagang sembako). Ia lulusan dari SMA 2 Toli-Toli pada tahun 1997. Alamat tinggal di Ambon adalah Asrama TNI -AD Batu Merah, Amentelu Sirimau Ambon. Dalam kasus tidana terorisme ini, Fathur dipidana seumur hidup karena keterlibatannya dalam penyerangan Desa Wamkana Kristen dan Vila Karaoke45. Tidak banyak yang dapat dikenali dari Fathur ini, karena umurnya yang masih muda dan pengalaman praktisnya dalam perang masih sedikit. Orang tuanya masih hidup di Toli-Toli dari keluarga yang taat beragama. Keluarga Fathur pada 44 45 Wawancara dengan Asep Jaja, 16 Juni 2006 Berita Acara Pemeriksaan, jam 23.00 wit tanggal 17 Mei 2005. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 71 umumnya pendukung atau pengamal ajaran Islam modernis. dari meanstream Pada tahun 1999 Fathur berangkat ke Ambon menyusul kakaknya yang sudah lama menetap di Ambon dengan tujuan menjadi relawan dalam mengatasi kesulitan umat islam di Maluku. Di Ambon ia segera terlibat dengan kegiatan-kegiatan sukarelawan, seperti; memperbaiki rumah-rumah penduduk, membagi sembako, pembagian pakaian bekas, dan kemudian juga terlibat dalam pendirian berbagai kelompok pengajian di Sirimau sekaligus aktifis masjid Nurul Iman Sirimau Ambon 46. Di masa sekolah (SMA) di Kota Palu, Fathur sudah terbiasa dengan buku-buku berkaitan dengan agama Islam meanstream modernis. Ia memiliki banyak bendel majalah Media Dakwah (majalah yang tipikal Islam modernis), biasa membaca majalah Sabili, al-Muslimun, koran Republika, dan buku-buku berkaitan dengan tauhid. Fathur berangkat ke Ambon membawa banyak buku dan rumahnya menjadi tempat mangkal anak-anak muda muslim. Fathur segera menjadi tokoh pemuda di kawasan masjid Nurul Iman Sirimau Ambon dan aktifis partai. Di Ambon berlangganan majalah Sabili, Media Dakwah, Republika dan sesekali membaca koran Suara Maluku. Dia juga banyak mendapat kiriman buku dari temannya di Jakarta, buku yang berkaitan dengan keagamaan dan satu dua buku berkaitan dengan menejemen usaha, bagaimana berwiraswasta yang berhasil tetapi berkah dan sebagainya 47. Rahmadi Rahmadi alias Suheb alias Adi bin Tatin, lahir di Desa Tulung, Kec. Tulung, Klaten Jawa Tengah 23 Desember 1974, beragama Islam. Pendidikan terakhirnya lulus SMT Pertanian tahun 1986 di Boyolali Jawa Tengah. Pekerjaan bertani dan alamat terakhirnya adalah Desa Waemorat, Batubual Kabupaten Buru. Selama sekolah di SMT Pertanian Boyolali dan selama menganggur satu tahun setelah lusus SMTP itu, Rahmadi sering mengikuti pengajian Ajengan Masduki. Pada tahun 1994 s.d tahun 1999 menjadi TKI di Malaysia dan sambil mengikuti pengajian Abdul Halim. 46 47 72 Wawancara dengan Fathur, 14 Juni 2006 Wawancara dengan Fathur, 14 Juni 2006. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Agustus 1999 berangkat ke Moro bergabung dengan MILF dan belajar kemiliteran selama 6 bulan dan kemudian kembali ke Jawa (Klaten). Satu minggu di Klaten (Februari tahun 2000), berangkat ke Ambon dan tinggal di wilayah Kebun Cengkeh, untuk membantu kaum muslim yang sedang dibantai Kristen. Rahmadi terlibat dalam banyak pertempuran di Maluku, seperti di Wamkana yang sebulan sebelumnya menyerang Desa Namrole yang Islam; Batu Merah, Kebun Cengkeh, Galunggung (membantu laskar Mujahiddin menghalau kaum Kristen) serta membantu laskar jihad dari etnis lokal di berbagai pertempuran sepanjang tahun 2000 hingga 2004 48. Idi Amin Thabrani Pattimura Ongen Pattimura alias Ongen biasa dipanggil Ongen Pattimura, lahir di Masohi 17 September 1972. Ia salah satu etnis lokal Maluku yang dipidana tindak pidana terorisme dan beragama Islam. Ongen bekerja sebagai pedagang dan tinggal di Desa Batu Merah, Sirimau Ambon. Menurut beberapa informan, Ongen ini adalah orang yang dekat dengan pimpinan Polda Maluku maupun pimpinan laskar Mujahidin. Ia menjadi agen ganda (Mujahiddin dan polisi bukan dengan pihak Kristen). Jadi setiap operasi yang dilakukan oleh polisi, Ongen mengetahuinya dan segera memberitahukannya kepada lascar Mujahiddin, dan dia tetap berada di pihak Mujahiddin49. Ongen Pattimura ini merupakan orang yang pertama kali mengumpulkan para pemuda Batumerah untuk membentuk Laskar Mujahiddin sesuai saran dari para pendatang, meskipun dia sendiri kemudian tidak dalam kesatuan laskar itu. Laskar Mujahiddin itu kemudian dipimpin oleh anggota laskar dari Jawa atas permintaannya. Sementara dia berperan sebagai agen ganda, untuk mengetahui apa yang akan dilakukan oleh aparat keamanan, karena kaum muslim sudah mulai mampu menghalau Kristen. Ketika kaum Kristen mulai kocar kacir, aparat 48 Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ongen Pattimura, jam 13.30 s.d 14.30, jam 15.00 s.d 17.00, tanggal 14 Juni 2005; jam 13.00 s.d 15.00 tanggal 6 Juli 2005; jam 11.30 s.d 13.00 tanggal 12 Juli 2005; Wawancara dengan Rahmadi, 14 Juni 2006 49 Wawancara dengan Ahmad Abdullah, 14 Juni 2006. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 73 keamanan melindunginya. Situasi yang aneh menurut kaum muslim, mengingat sebagian besar kaum Kristen ini pendukung utama RMS 50. Ismail Fahmi Yamsehu Ismail (asli Maluku), lahir di Waepo tanggal 18 September 1979. Ia adalah anak keempat dari lima bersaudara. Orang tuanya adalah pedagang sembako di Waepo. Ia adalah anggota Polri berpangkat Briptu, dengan alamat tinggal terakhir adalah di Aspol Perigi Lima, Kec. Nusaniwe Ambon. Pendidikan terakhir SMA Negeri I Namlea lulus tahun 1997. Kemudian menjadi anggota Polri tahun 1998 dan tamat mengikuti pendidikan 1999. Ismail ikut menyerang Desa Wamkana yang Kristen karena mereka telah menyerang Desa Namrole muslim, membunuh, merampok dan memperkosa gadis-gadis Namrole. Baginya penyerangan ke Desa Wamkana dalah jihad yang benar, karena syarat-syarata untuk jihad jelas sangat terpenuhi. Ia menjadi aktifis pengajian setelah sering mengikuti pengajian di Sirimau Ambon. Ustadz dari Ismail adalah Fathur dan Suheb sendiri. Dalam pengajian itu Ismail baru benar-benar yakin bahwa mempertahankan tanah air, harga diri dan agama adalah jihad 51. 50 Diolah dari wawancara dengan Asep Jaya, Juni 2006. Asep Jaya mengatakan sangat mengenal siapa Ongen Pattimura dan orang-orang perlawanan dari etnis lokal. 51 Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ismail Fahmi Yamsehu alias Ismail, jam 15.00 s.d 17.00 wit, 23 Mei 2005. 74 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia FAHAM KEAGAMAAN Dari wawancara yang dapat dilakukan dengan para pelaku, terlihat bahwa para terpidana umumnya adalah penganut paham keagamaan yang sering disebut dengan pemahaman keagamaan salafi. Suatu pemahaman keagamaan yang sedang fenomenal di kalangan muda muslim Indonesia. Pemahaman keagamaan ini sering pula dikaitkan dengan sebuah aliran pemahaman keagamaan Wahabi yang dikembangkan dari Saudi Arabia. Pemahaman dan pengamalan keagamaanya cenderung lugas, artinya apa yang tertera dalam teks suci, yaitu pula yang harus dilaksanakan, meskipun dalam memahaminyapun harus komprehensif. Bagi mereka, pemahaman secara tekstual lebih selamat dibandingkan dengan pemahaman kontekstual. Baginya, teks-teks suci adalah ukuran dan timbangan kebenaran dan keselamatan dalam beragama. Oleh karena itu, manusialah yang harus mengikuti teks-teks suci itu apa adanya, bukan pemahaman terhadap teks-teks kemudian disesuaikan dengan perubahan sosial. Dari pemahamann yang demikian, wajar jika ia menyukai tokohtokoh Salafi dan bahkan juga buku-bukunya52. Misalnya; Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi sama-sama mengagumi Ustadz Asy Syaik Muhammad Nashiruddin Al Bani, Abdul Azis bin Baaz, Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Hambal, Abdullah bin Abdul Wahab dan yang sepaham dengan dia. Banyak buku-buku orang-orang yang dikaguminya itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan buku-buku terjemahan itu mereka memahami pemahaman keagamaan yang dipegang dan diyakini akan kebenarannya sampai hari ini. Buku-buku terjemahan itu dari tulisan orang-orang yang disukai ini dan banyak yang dibawa ke penjara53. Orang-orang yang dikagumi itu, menurutnya tidak sepakat perjuangan Islam dengan cara terorisme, apalagi dengan bom bunuh diri di tempat yang tidak semestinya. Menurutnya, mereka juga tidak suka Diolah dari wawancara dengan Asep Jaya, Fathur dan Rahmadi, Juni 2006 Buku-buku yang dimiliki dan saat ini ada dipangkuannya di penjara dapat dilihat dalam lampiran 52 53 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 75 dengan orang yang mudah mengkafirkan orang lain. Orang yang gampang mengkafirkan orang itu tidak arif dan bijaksana. Orang dikatakan kafir itu ada syaratnya, jika ada satu saja tidak terpenuhi, maka haram mengkafirkan dengan menunjuk orang. Orang baru dapat dikatakan kafir jika tidak mengakui al-Qur’an, tidak mengakui Allah sebagai Tuhannnya, Muhammad sebagai nabinya dan tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal54. Buku-buku yang paling disukai adalah buku-buku yang berkaitan dengan tauhid, fiqih dan mu’amalah, termasuk fiqih siasah yang katanya di dalamnya banyak membahas tentang sistem khilafat, mereka juga sangat menyukai dan memiliki buku-buku yang menjelaskan mengenai tauhid serta buku biografi tokoh keagamaan. Buku-buku yang menjelaskan sejarah Muhammad bin Abdul Wahab, Ibnu Qoyim al-Jauziah, Ibnu Taimiyah, Hassan dan Husain (cucu nabi), Salman al-Farisi, Umar bin Khatab dan buku-buku karya Imam Ahmad bin Hambal mereka miliki banyak buku dalam edisi bahasa Indonesia yang berkaitan dengan hukum dan tauhid55. Ketiga terpidana cukup mengenal tokoh-tokoh dunia dan ia sangat menyukainya, seperti Muamar Kathafi, Sadam Hussain, Ayatullah Komeini meskipun penganut Syi’ah, Syeikh Ahmad Yasin56 yang berwibawa sebagai pemimpin spiritual Hamas dan dalam kadar tertentu juga menyukai almarhum Hasan al Bana sang pendiri Ikwanul Muslimin maupun Sayid Qutub, Muhammad Qutub, Tariq Ramadhan dan Yusuf Qardawi57. Sementara tokoh dunia yang paling dibenci adalah J.W. Bush (Presiden Amerika Serikat yang disebutnya sebagai presiden teroris), Ariel Saron (mantan PM Israel), Blair dan Howard yang disebutnya sebagai anjing-anjingnya Bush. 54 Diolah dari wawancara dengan Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi, dan baca buku Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al –Bani, Terorisme Buah Hasil Paham Pengkafiran, Terj. Abu Muhammad Harits abrar Thalib, Pustaka Ar-Rahman, Solo, 2005, hal 83-85 yang ini juga dimiliki Asep Jaya dan Fathur di penjara. 55 Buku-buku itu sebagian dibawa pula di penjara. 56 Fathur dan Asep Jaya, katanya menyimpan poster-poster besar dari gambar orang-orang asing yang disukai itu di rumahnya 57 Fathur memiliki buku-buku terjemahan yang ditulis oleh Sayid Qutub (Jahiliyah Modern), Muhammad Qutub, Tariq Ramadlan, Yusuf Qardawi dan sebagainya. 76 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Untuk Indonesia mereka menyukai tokoh M. Natsir, Ahmad Dahlan, dan Hamka yang dipandangnya memiliki ilmu agama yang mendalam dan anti bid’ah. Orang yang disukai termasuk juga Jenderal Sudirman dan Ahmad Yani yang patriotis, Kartosuwiryo yang patriotis dan menolak perjanjian Renville, sehingga Indonesia menjadi negara republik serikat, sementara Republik Indonesaia tinggal wilayah Yogyakarta yang menurutnya hanya beberapa meter itu. Bung Karno sendiri dalam kadar tertentu juga disenangi, bahkan juga Sutan Syahrir yang menurutnya sebenarnya sangat cerdas, sayang ia seorang sosialis. Dan dewasa ini yang paling disukai adalah Amien Rais, Sutanto (Kapolri) dan beberapa nama lainnya. Orang yang paling dikagumi hanya Nabi Muhammad saw saja, sebab tidak akan ada manusia di dunia ini yang dapat menandinginya dalam cara memimpin dunia, meninggikan martabat manusia dan menyelamat -kan peradaban manusia58. Pengembaraan ilmu pengetahuan yang dilakukan melalui buku-buku dan majalah keagamaan maupun biografi tokoh-tokoh Islam yang dianggapnya penting dan pengajian yang diikutinya, merupakan proses belajar sosial yang panjang dan intensip selama bertahun-tahun. Tentu saja ini tidak sekedar faktor kesadaran internal, tetapi juga karena dorongan eksternal yang akhirnya mempengaruhi perilaku keagamaannya. Misalnya Fathur dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah, sehingga wajar saja ketika mereka banyak membaca buku dan majalah keagamaan yang tipikal berstandar pergerakan kaum modernis. Pengetahuannya yang cukup luas mencakup tokoh agama, tokoh politik, bahkan juga buku-bukunya itu kemudian mengkristal dalam pikiran dan menjadi seperangkat pengetahuan yang sangat berharga dan mempengaruhi pemahaman keagamaannya. Inilah mungkin yang dipandang merupakan teori belajar sosial, yang mempengaruhi emosi dan motivasinya untuk menjadi mujahid. 58 Fathur memiliki buku-buku yang ditulis oleh Hamka dan biografi Natsir, Kartosuwiryo, Sudirman, Ahmad Dahlan, Syahrir, Sukarno, Yusuf Wibisono, Burhanuddin Harahab, Amien Rais dan masih ada beberapa biografi tokoh-tokoh penting di negeri ini, dalam wawancara dengan Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi, Juni 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 77 Faham Keagamaan Proses balajar sosial agama melalui berbagai buku yang begitu banyak59 dan pengajian, telah menghantarkan para terpidana tersebut memiliki faham keagamaan model meanstream modernis yang lebih dekat dengan pemahaman salafi. Mereka tidak menyukai pemahaman model meanstream tradisional yang menurutnya cenderung serba boleh dan banyak berbau kepentingan Kyai. Menurutnya para kyai dengan mudah menanggalkan kebenaran agama hanya karena ingin mempertahankan kepentingannya, sehingga bid’ah-bid’ah banyak diperlihara oleh para kyai itu. Menurutnya, para Kyai Haji sebenarnya sangat tahu ajaran mana yang taqlit, bid’ah, dan khurafat, tetapi mereka mempertahankannya demi kepentingan jangka pendeknya. Padahal apa susahnya, mengatakan sesuatu itu bid’ah, dan mengandung khurafat dan kesyirikan kepada para pendukungnya, kalau bukan karena takut ditinggalkan para pendukungnya. Padahal kalau mereka mengatakannya dengan bijkasana, maka para pendukungpun akan maklum dan belum tentu meninggalkannya. Mereka juga sangat tidak menyukai Islam “liberal” yang dipandangnya menjungkirbalikkan ajaran Islam yang benar.60. Partai politik yang ia sukai adalah PKS (meskipun ia tidak menjadi anggotanya) karena sikap patriotis dan kepahlawanannya dalam setiap bencana yang dihadapi oleh kaum muslim di manapun, baik karena bencana alam maupun perang, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di Ambon, para pengurus PKS, bergaya hidup sederhana meskipun tidak miskin dan sangat simpatik, sehingga dalam pemilu 2004 lalu, PKS merupakan partai Islam terbesar di Maluku mengalahkan PPP, PNU, PKB, PAN, PBB dan PBR61. 59 Khusus untuk Fathur, di penjara membawa beberapa bendel majalah Media Dakwah, sebuah media yang tipikal dipandang sebagai corong gerakan Islam garis keras; kemudian juga majalah al-Muslimun ada sekitar 23 nomor yang semuanya sudah lewat lama; majalah remaja Sabili, sebuah majalah khas kelompok pergerakan Islam baru di Indonesia (Kelompok Tarbiyah), majalah Panji Masyarakat, dan ada 10 judul buku terbitan Gema Insani Press, sebuah penerbitan yang hampir-hampir khusus menerbitkan buku-buku gerakan kaum muslim di negara-negara muslim. 60Diolah dari wawancara dengan Fathur, terpidana yang kemiungkinan paling lengkap pemahaman keagamaannya di antara dua terpidana lainnya. 61 Wawancara dengan Asep Jaja dan rahmadi, 16 Juni 2006 78 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Asep Jaja dan Rahmadi mengaku sebagai pendukung ahlu Sunnah Wal Jama’ah madzab Hambali dan pemahaman Islam salafus salih, karena lebih dekat dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia memiliki beberapa judul buku yang berkaitan dengan aliran pemahaman dalam Islam. Buku-buku itu, menjelaskan kekurangan dan kelebihan berbagai firqah, madzab dan kontekstualisasinya di Indonesia. Guru agama yang paling banyak berpengaruh bagi dirinya adalah buku-buku yang dibaca itu. Pengajian sekedar pembuktian kebenaran yang diyakini setelah membaca62. Jihad, Negara dan Khilafah Pemahaman tentang Jihad Pemahaman Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi tentang konsep jihad, negara dan khilafah cukup memadai mengingat ia bukan mahasiswa atau aktifis organisasi pemuda keagamaan. Baginya jihad adalah mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya di jalan Allah, baik harta, tenaga maupun nyawa, bahkan rela menderita untuk mengakhiri kedhaliman yang dilakukan oleh pihak lain dengan niat karena Allah. Baginya pembelaan terhadap kaum muslim di Maluku dari pembantaian kaum Nasrani dengan segala upaya adalah jihad. Baginya sesama muslim adalah saudara, apabila mereka didhalimi, maka harus dilakukan pembelaan agar umat Islam tidak selalu dilecehkan, yang secara syar’i disebut dengan jihad. Adapaun banyak orang yang mengatakan bahwa jihad itu bukan perang, silahkan saja. Kalaupun makna jihad bukan hanya perang, namun jihad perang tetap merupakan jihad yang tertinggi nilainya dibanding dengan jihad-jihad lainnya. Itulah makna jihad secara syar’i yang sebenarnya menurut buku yang dibaca dan hasil pengajiannya di Cipayung. Namun ia tidak sepakat dengan bom bunuh diri, karena itu sasarannya menjadi tidak jelas dan dipastikan banyak orang yang tidak ada kaitan dengannya menjadi korban. Asep dan Fathur menjelaskan, begitulah yang dibaca dalam bukunya al-Bani dan bin Baaz63. Menurut mereka, perang di Ambon jelas merupakan perang antara Islam dan Kristen, dan semua orang tahu yang mengawali adalah kaum 62 63 Wawancara dengan Asep Jaja dan rahmadi , 16 Juni 2006 Diolah dari wawancara dengan Fathur, Asep Jaya dan Rahmadi 15 Juni 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 79 Nasrani dalam Idul Fitri berdarah. Dari pemahaman dan pemberitaan yang hakul yakin benar itu, mereka merasa terpanggil dan merasa wajib ikut melakukan jihad karena konteksnya jelas, wilayahnya jelas, sasarannya jelas yaitu mengakhiri kedhaliman kaum Nasrani terhadap umat Islam. Tidak benar kalau orang-orang Jakarta, apalagi elit politik dan agama mengatakan bahwa Indonesia bukan tempat berjihad yang tepat, khususnya di Maluku pada waktu itu. Menurut mereka, salah besar jika ada orang berkata tidak tepat mengatakan jihad untuk perang di Ambon, karena nyatanya kaum Nasrani melakukan penyerangan, penjarahan dan perampokan, pembakaran, pengusiran dan bahkan pemerkosaan terhada kaum muslim. Apakah kaum muslim akan diam saja dan dihabisi satu persatu, kampung-kampungnya dirampas dan harta bendanya dijarah satu persatu, sementara mereka sebenarnya mampu menghadapinya. Masalahnya adalah pemahaman keagamaannya yang dangkal, sehingga tidak mengenal jihad itu karena apa saja. Sementara tentara dan polisi tidak mampu menghentikannya, malah ketika kaum muslim tidak dapat bergerak, Gus Dur (mantan Presiden) memerintahkan menutup seluruh perairan Maluku agar tidak ada laskar jihad dan senjata yang datang ke Maluku. Menurutnya, perlawanan kaum muslim Ambon dan adanya bantuan laskar dari Jawa dan Sulawesi tidak ada yang salah, malah itu membanggakan dan mendorong semangat dan keberanian kaum muslim Ambon untuk berperang. Sebelumnya, yang dilakukan kaum muslim Ambon hanya lari dan mengungsi, itu saja, sementara kampungkampungnya dibakari kaum Nasrani dan yang tidak dapat mengungsi dibantai dan diperkosa 64. Kemudian para laskar menjelaskan kepada mereka mengenai ayat yang membolehkan berjihad, yaitu surah al-Hajaj ayat 39; “Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka dhalim. Dan sungguh Allah Mahakuasa menolong mereka itu”. Begitu juga dalam surah al-Baqarah ayat 190; “Perangilah di jalan Allah mereka yang memerangi (kamu) dan jangan melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. Dan surat al-Baqarah; 193: “Perangilah mwereka sampai batas berakhirnya fitnah (penganiayaan) dan agama itu bagi Allah semata. Jika mereka telah berhenti, maka 64 80 wawancara dengan Asep Jaya dan Fathur, Juni 2006. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang dhalim”. Al-Baqarah ayat 216: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenagi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. Melihat konteks ayat itu, jelas sekali bahwa kaum muslim Maluku diperintahkan berjihad. Jadi menurutnya apa yang salah dalam jihadnya di Ambon, ketika kaum muslim Ambon diserang dan dibantai, sementara mereka tidak mampu menghadapinya karena langkanya persenjataan dan dangkalnya pemahamannya tentang begitu besar pahala jihad. Simak pernyataannya. Kalau dalam perang Islam Kristen di Ambon, kaum muslim tidak boleh menggunakan ayat jihad di atas, lalu ayat di atas akan diberlakukan di mana?. Mestinya, para elit politik dan agama Jakarta datang sendiri ke Ambon ketika terjadi kerusuhan, bukan ketika sudah damai, karena tentu saja tidak ada apa-apa dan bisa berkata tidak perlu jihad di Ambon. Mereka jelas terkena surat al-Baqarah ayat 216 itu. Anehnya lagi, Gus Dur sendiri tidak dapat melihat, bagaimana bisa mengatakan bahwa di Ambon tidak perlu jihad. Para tokoh itu konyol mau membunuh kami semua di Ambon. Kami tidak peduli, perjanjian Malino dan adanya UU teoris yang berlaku surut itu, bahkan memperlihatkan UU itu pesanan pesanan asing yang tidak perlu diikuti. UU teroris disahkan tahun 2003, sementara tahun 2004 muncul kerusuhan Maluku jilid II, mengapa yang diadili dan ditangkap hanya kaum muslim. Kalau UU itu berlaku surut, mestinya separuh masyarakat Kudamati diadili sebagai teroris. Kami tahu 2 bulan sebelum kami menyerang Wamkana, mereka mengumpulkan senjata pula di daerah sebelah Kebun Cengkeh, dan orang Polda tahu itu, mengapa tidak ditangkap. Kami berhenti, setelah para pemimpin kami menyatakan jihad di Ambon selesai, tetapi sebagian besar dari kami masih belum dapat menerimanya. Itulah sebabnya kami masih menyerang Desa Wamkana tahun 2004. Jihad di Ambon jangan disamakan dengan bom bunuh diri model Imam Samodra, sebab saya sendiri tidak setuju dengan bom bunuh diri meskipun sama-sama veteran Afgansitan dan bahkan pernah ikut MILF di Moro Filipina Selatan. Jihad model Imam Samodra itu bisa jadi benar, tapi kami tidak sanggup karena kami tidak memahami landasan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 81 atau dalilnya, dan dari buku al-Bani dan bin Baaz, bom bunuh diri itu tidak boleh65. Penjelasan para terpidana mengenai perlunya jihad di Ambon, mirip dengan penuturan Ahmad Sihalae di kasawan masjid al-Fatah. Simak pernyataan Ahmad Sihalae; “Jika tidak datang itu Laskar Jihad dan pejuang-pejuang lainnya di Ambon, dalam satu tahun kemudian kaum muslim Ambon pasti habis. Beruntunglah kaum muslim yang selama ini tidak paham betapa besar pahala jihad kemudian diberi penjelasan mengenai jihad dalam pengajianpengajian yang dibentuk oleh anak-anak Laskar itu, sehingga kami menjadi termotivasi, bahwa mempertahankan tanah, ladang, anak isteri, harga diri dan agama adalah jihad yang berhukum fardhu ‘ain dan dijamin masuk surga jika mati. Itulah akhirnya bapak dapat mendengar dan membaca di media massa, pada tahun kedua dalam perang saudara itu keadaan mulai berbalik dan kaum Nasrani mulai kocar kacir, kami satu persatu berhasil mengambil kampung-kampung kami yang telah mereka rebut sebelumnya.Tetapi sepertinya semua itu tidak terjadi kalau tidak ada bantuan anak-anak Laskar itu. Sayangnya, ketika kami sudah berada di atas angin, terjadi perjanjian Malino yang kemudian disusul UU teroris yang sangat jelas merugikan umat Islam. Padahal penderitaan kaum muslim sama sekali belum terbalas, baik itu kampung kami yang habis dibakar, masjid dibakar, ribuan nyawa belum tergantikan dan beberapa kampung kami yang direbut mereka juga belum kembali. Meskipun Kota Ambon sudah kami sapu bersih, namun susah memanfaatkannya karena sudah dalam keadaan hancur. Tetapi itulah, kemauan pemerintah pusat dan sekaligus bentuk penyelamatan pihak asing terhadap kaum Nasrani di Kota Ambon. Kami bangga dengan anak-anak Laskar yang begitu sabar, ulet dan sungguh-sungguh tiada kenal lelah membantu kami, padahal belum tentu hidupnya sendiri akan terjamin setelah itu. Mereka membangun atau memperbaiki perumahan kami, masjid kami, bahkan mendirikan sekolah-sekolah darurat, mengirim kami logistik yang lebih dari cukup, karena pelabuhan tidak sempat dikuasai kaum Nasrani. Mereka memiliki strategi perang yang tidak kalah dengan TNI. Misalnya, ketika kaum muslim ramai-ramai akan mengungsi melalui pelabuhan, 65 82 Ibid Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia maka sebagian pemuda kami yang sudah dibina anak-anak Laskar, mencegatnya di pelabuhan dan mengatakan bahwa yang boleh mengungsi hanya mereka yang terluka, anak-anak, ibu-ibu yang sudah tua dan kakekkakek, sementara yang masih kuat lari harus ikut perang atau mati mempertahankan harta milik, harga diri dan agama yang dilecehkan kaum Nasrani. Jadi kami semua secara mendadak harus dapat berperang, sebagaimana yang diajarkan anak-anak Laskar itu. Dalam perang saudara itu, banyak kejadian aneh yang jelas memperlihatkan kekuasaan Allah kepada kami. Misalnya, boleh percaya atau tidak, bahwa komandan kami ketika perang itu adalah anak kecil klas 5 SD, tetapi anehnya begitu berwibawa ketika memimpin perang, tetapi tetap seperti anak kecil ketika tidak sedang perang dan bermain layaknya anak-anak kecil seumur itu. Kejadian aneh lainnya adalah kaum Nasrani menyaksikan pasukan berkuda yang jumlahnya ribuan, padahal di Ambon tidak ada pasukan berkuda, bahkan orang pelihara kudapun tidak ada. Melihat pasukan berkuda itu, mereka kocar kacir di perbukitan atas. Untuk mengenang jasa anak-anak Laskar itu, di Ambon sekarang banyak sekolah dengan nama Laskar. Misalnya di Galunggung, Kebun Cengkeh dan di Mahardika66. Makna Jihad akhirnya dapat bermakna banyak sesuai dengan konteksnya. Untuk kasus di Maluku makna jihad yang harus dilakukan oleh kaum muslim adalah perang, bukan pemberantasan kemiskinan dan usaha sungguh-sungguh mengatasi masalah selain dengan perang. Tidaklah masuk akal, jika penyerangan yang disertai dengan pembantaian, perampokan, pembakaran harta milik, pemerkosaan dan sebagainya ditanggapi dengan pengentasan kemiskinan dan usaha sungguh-sungguh selain perang. Perjanjian penghentian perang hanya baru dapat dilakukan jika umat Islam dalam posisi benar-benar sudah tidak mampu melawan, tetapi jika masih dapat melawan, maka musuh harus terus dikejar sampai mereka semua menyerah dan tidak melakukan kedhaliman lagi67. Wawancara dengan Ahmad Sihalae, 14 Juni 2006. dari wawancara dengan Fathur, 15 Juni 2006; lihat pula banyak ayat yang memerintahkan untuk jihad jika kaum mukmin didhalimi (Misalnya buku Muhammad Chirzin, Penafsiran Rasyid Ridla dan Sayyid Quthb tentang Jihad, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Jakarta, 2005, hal 29 – 72; dan Puslitbang Lektur Keagamaan, 66 67Diolah Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 83 Pemahaman Tentang Negara Sementara itu Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi mamahami negara sebagai suatu wilayah yang dikelola oleh suatu pemerintah, baik dalam bentuk republik, kerajaan, kekaisaran maupun khilafah. Baginya tidak penting, apakah negara itu negara Islam, sekuler ataupun Islam, atau “banci” sekalipun, asal rakyat bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya itu sudah cukup bagus, lebih bagus lagi jika secara konstitusional para politisi muslim memperjuangkan sistem pemerintahan Indonesia yang sesuai dengan nilai Islam Islam68. Dalam batas tertentu Indonesia sudah mengawali pelaksanaan hukum yang sesuai dengan Islam, meskipun mungkin masih jauh dari sempurna, tetapi kerja besar telah mulai diproses. Menurutnya, Indonesia dapat menjadi contoh terbaik, bagaimana memperlakukan minoritas, meskipun terkadang kebablasan, karena memanjakan kaum minoritas. Tetapi secara keseluruhan tidak ada masalah. Kasus perang saudara di Maluku sebenarnya disebabkan oleh orang-orang Jakarta dan ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum di Maluku 69. Menurutnya, Indonesia tidak dapat memisahkan agama dengan negara, karena pada kenyatannya memang tidak dapat, seperti misalnya Indonesia memiliki Dep. Agama yang dapat dijadikan media perjuangan bagi semua agama untuk mengatur kerukunan umat beragama. Pemerintah Indonesia juga terlanjur mendirikan bank dengan sistem syari’at yang jelas akan semakin membesar di madsa mendatang, jika pemerintah misalnya dapat memperlakukan secara sama dengan bank konvensional, dalam berbagai kebijakannya. Pemerintah Indonesia juga sudah mendanai madrasah, meskipun masih setengah hati untuk menjadi lembaga pendidikan yang penting di negeri ini, yang kesemuanya masih merupakan sebuah proses panjang dan perlu kesabaran dalam memperjuangkan agar menjadi lebih baik. Indonesia juga memiliki Makalah tentang Jihad Dalam Islam yang mengiventarisir jihad dan yang berkaitan dengannya, 2006, tidak diterbitkan, hal 1 – 21.. 68 Diolah dari wawancara dengan Fathur, Asep Jaya dan Rahmadi, 15 dan 16 Juni 2006; dan baca pula misalnya, Nurchalish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaa, Penerbit Mizan, Bandung, 1987, hal. 35 - 43 69 Koran-koran sepanjang tahun 2000 – 2001 sering pula memuat berita dan artikel mengenai prang saudara di Maluku 84 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia peradilan agama, perda-perda yang semakin memperkuat nilai Islam dalam masyarakat di berbagai pelosok Indonesia, UU zakat, UU Wakaf dan sebagainya. Mereka begitu yakin itu semua merupakan proses yang akan terus bergulir dan terlanjur tidak dapat dihentikan70. Asep Jaya, Fathur dan Rahmadi sangat setuju jika Pancasila dilaksanakan secara benar, benarnya seperti apa, menurutnya, contohlah Piagam Madinah, karena itu contoh terbaik bagaimana Nabi mengelola negara dengan baik dan melibatkan seluruh penduduk yang waktu itu tidak memandang suku dan agamanya, tetapi atas dasar saling memeiliki Kota Madinah. Sayangnya, Yahudi diusir dari Madinah karena pengkhianatan, yaitu bersekutu dengan musuh, sehingga terjadi perang Khandaq yang cukup merugikan umat Islam. Umat Nasrani di Maluku yang menyulut perang saudara di Maluku mestinya dapat diperlakukan seperti itu juga, karena kaum Nasrani sebagian pendukung RMS dan itu pengkhianatan terhadap negara. Atau jika tidak mungkin diusir, setidaknya harus dihukum berat, karena pengkhianatannya telah menyebabkan kehancuran bagi semuanya, padahal kalau pemerintah tegas tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Oleh karena itu menurutnya, Islam tidak perlu dijadikan sebagai ideologi, karena itu mempersempit makna Islam sendiri. Tetapi seluruh hukum yang sudah baku dalam alQur’an dan al-Hadits mestinya sudah dapat diimplementasikan, khususnya bagi orang Islam71. Tetapi lagi-lagi, ini adalah politik bernegara sehingga tergantung pada para politisi, apakah mereka memahami itu atau sekedar meraih kekuasaan belaka. Bagi mereka yang memahami posisi islam, dan kemudian ada yang memperjuangkannya, harus didukung agar cita-cita itu dapat terwujud. Menurutnya, jika hukum Islam ditegakkan, kemungkinan pengkhianatan (korupsi dan kolusi) dari oknum-oknum birokrasi maupun kriminalitas dalam masyarakat dapat dicegah dan dikurangi secara signifikans. Diolah dari wawancara dengan Fathur, 15 Juni 2006 Diolah dari wawancara dengan Jaja 16 Juni 2006 dan Baca pula Hartono Mardjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Keindonesiaan: Proses Penerapan NilaiNilai Islam dalam Aspek Hukum, Politik dan Lembaga Negara, Mizan, Bandung, 1997, hal. 27 33 70 71 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 85 Pemahaman tentang Sistem Khilafah Pemahaman Jaja mengenai khilafah adalah bahwa sistem khilafah sebenarnya merupakan sistem pemerintahan paling baik. Khilafah menurutnya adalah kepemimpinan umat Islam dalam suatu Daulah Islamiah yang universal di muka bumi dan dipimpin seorang pemimpin tunggal (Khalifah). Pemahamannya tentang sistem khilafah ini sangat mungkin karena Jaja menyukai buku-buku mengenai Hizbut Tahrir, yang mendefinisikan sistem khilafah sangat mirip72. Jaja mencontohkan, misalnya masa Khulafaurrasyidin yang mampu menciptakan perdamaian dan bersatu dalam satu pemerintahan yang dipimpin oleh Khalifah. Khalifah mampu memanfaatkan bangsa Arab yang suka perang itu untuk menaklukkan bangsa-bangsa yang menghalangi dakwah Islam. Hanya saja memang susah menegakkan sistem khilafah saat ini, mengingat sulitnya mencari pemimpin yang amanah dan tidak mementingkan diri sendiri. Sementara, masyarakat internasional lebih menyukai sistem demokrasi karena minimnya pengetahuan mereka tentang sistem khilafah. Masa Khulafaurrasyidin merupakan contoh paling ideal sepanjang peradaban manusia, sehingga karena idealnya itulah sepertinya semakin jauh untuk dapat direalisasikan. Negara-negara Arab sendiri, sampai hari ini tidak percaya satu sama lain, bahkan sering perang urat syaraf atau perangfsisik antar mereka sendiri, bagaimana membangun khilafah. Banyak kelompok di kalangan muslim yang sedang berusaha membangun Daulah Islamiyah denga strategi yang berbeda-beda. Salah satu yang mereka lakukan adalah membentuk sebuah partai (Hizbut Tahrir Indonesia), karena sistem kepartaian atau demokrasi telah menjadi model tentang mengatur sebuah negara. Meskipun sistem demokrasi merupakan sistem yang a-historis dalam Islam, namun itu adalah cara, taktik dan strategi dalam mencapai tujuan secara konstitusional. Kondisi umat Islam yang terpecah belah dalam berbagai firqah dan seluruhnya merasa paling benar dan akan sendirian masuk surga, jelas tidak memungkinkan menuju sistem satu komando, tanpa memasuki pintu sistem yang disebut dengan demokrasi terlebih dahulu. Menurutnya, tidak penting bahwa pendirian Hizbut tahrir Indonesia tidak begitu mendapat respon yang cukup di kalangan muslim Indonesia atau bahkan banyak 72 86 Asy Syariah Permata Salaf, Mengenal Hizbut Tahrir, No. 16/11 2005, hal 2-5 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia pula yang menentangnya. Itulah kondisi riil umat Islam di seluruh dunia, mereka tidak pernah sepakat dalam banyak hal, terhadap yang sangat penting sekalipun, seperti pembentukan Khilafah Daulah Islamiyah. Umat Islam di seluruh dunia lebih sepakat untuk bercerai berai dalam firqah dan bahkan sepakat untuk berperang satu sama lain, tanpa harus didorong untuk perang. Meskipun mungkin cita-cita itu jauh dari realistis, tetapi langkah yang mereka lakukan merupakan langkah hebat, atau setidaknya mereka merindukan dan memperjuangkan terwujudnya kembali Daulah Islamiyah yang pernah berjaya berabad-abad itu73. Sistem khilafah, menurutnya hanya dapat diimplementasikan dalam jangka pendek dan yang paling mungkin adalah hanya sampai pada sistem pemerintahan yang parokial dan tidak memiliki wilayah negara, sebagaimana Tahta Suci Vatikan dengan Raja Diraja Yang Suci di Istananya adalah Paus, itu saja. Kalau sampai mendirikan Daulah Islamiyah, sebagaimana yang terjadi pada masa lalu (masa Khulafaurrasyidin, Bani Umaiyah, Bani Abbasiyah, Fatimiyah, Dinasti mameluk dan Khilafah Turki Usmani), sangat jauh74. Di kalangan umat Islam sendiri sebenarnya, kalau mau mengakui Ahmadiyah sebagai bagian Islam, maka dialah yang saat ini telah berhasil mendirikan khilafah tanpa wilayah negara dengan pusatnya di London. Hal ini nampak misalnya pada hubungan herarkhis dan parokial antara organisasi Ahmadiyah di berbagai belahan dunia yang menginduk ke Pengurus Ahmadiyah pusatnya di London itu. Hubungan parokial mana, tidak sampai menempatkan seseorang (Khalifah) di Singgasana Tahta Suci, sebagaimana Tahta Suci Vatikan. Sayang sebagian besar,umat Islam menetang Ahmadiyah sebagai firqah atau madzhab dalam Islam, bahkan bukan Islam. Naudzubillah. Hanya kalangan Syi’ah yang benar-benar welcome terhadap eksistensi Jema’at Ahmadiyah, mungkin karena sistem herakhisnya yang mirip dengan sistem dalam Syi’ah. 73 Diolah dari wawancara dengan Fathur dan Asep Jaya, 15 Juni 2006. Lihat pula Majalah Khasanah Ilmu-Ilmu Islam Asy Syariah: Ilmiah dan Mudah dipahami, khususnya tulisan tentang Polemik menuju Negara Islam: Meluruskan Pemahaman Tentang Khilafah Islamiyah hal 5 – 10 dan Khilafah di Atas Manhaj Nubuah No. 16 September 2005, Penerbit Oase Media, Jakarta, 2005, hal.11 – 31. 74 Diolah dari wawancara dengan Fdathur, 15 Juni 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 87 Dalam sistem Syi’ah ada wilayatul Faqqih yang dihuni para Mullah, yang biasanya juga seorang filosof, dan jauh dari pandangan orang yang umumnya rakus terhadap duniawi. Pemerintah Iran misalnya, hanyalah merupakan bemper dan pelaksana visi dari para Mullah belaka. Seluruh keputusan parlemen maupun pemerintah (badan lagislatif dan eksekutif) dapat dimentahkan atau diveto oleh para Mullah jika tidak sejalan dengan visi para Mullah itu. Satu lagi yang hakekatnya kepanjangan tangan dari pendirinya, yaitu Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang berpusat di Kota Bandung. Ijabi merupakan kepanjangan tangan dan pelaksana dari visi dari Jalaluddin Rahmat. Ijabi adalah Jalalluddin Rahmat dan Jalalluddin Rahmat adalah Ijabi75. Persepsi tentang Dunia Islam Pengetahuannya yang luas dari berbagai majalah dan buku yang dibacanya menurut teori emosi, agresi, motivasi dan belajar sosial, dapat mendorong pelaku dan menghantarkannya pada analisis yang cukup tajam mengenai bagaimana posisi dunia Islam kaitannya dengan Barat. Menurutnya, dunia Islam sedang dalam kendali Barat, dalam bidang apa saja. Mungkin hanya tersisa dalam masalah ritual, akhlak, rukun iman dan rukun Islam saja atau sekitar 5% saja yang tidak dikendalikan Barat. Sementara lainnya 95% seluruhnya telah dikendalikan Barat. Kurikulum Universitas al-Azhar Kairo yang terkenal itu, kata mereka sudah tidak ada materi jihad, jadi dalam pendidikanpun Barat berusaha sekuat tenaga untuk masuk dan ternyata berhasil masuk sedemikian dalamnya. Dunia Islam digambarkan sebagai hidup dalam kehidupan sistem asing dan terperangkap dalam kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, sosialisme ateis dan kebobrokan moral. Secara sistematis tetapi destruktif dengan menggunakan agen-agen kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, sosialisme ateis dalam negeri dengan kebobrokan moralnya, mereka mengajari dunia Islam tentang HAM, hukum, ekonomi, politik, pendidikan dan teknologi. Pemberlakuan sistem kehidupan kafir dalam kehidupan masyarakat yang sistematis, hati-hati dan berani, mendapat Wakhid Sugiyarto, Eko Aliroso dan Syuhada Abduh, Penelitian Kasus-Kasus Keagamaan di Indonesia (Studi tentang IJABI di Kota Bandung. 75 88 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia sokongan dari para pialang peradaban Barat di Indonesia. Mereka begitu bersemangat mendanai moment-moment penting setiap waktu yang konsumeristis, hedonistis, permisivistis dan melupakan makna hidup ini sebenarnya untuk apa76. Kondisi seperti ini akan terus berlanjut jika dunia Islam tidak melakukan perubahan sikap yang benar dalam memandang agamanya serta berusaha melawan sistem Barat yang jelas menjerumuskan manusia ke dalam kehidupan hewani dan pemuasan syahwat secara tak terbatas dan tanpa moral Illahiyah. Kalau Islam hanya dibatasi pada ritual dan akhlak saja, maka yang lain secara keseluruhan akan tetap dikendalikan Barat dan dunia Islam akan semakin terpuruk. Harus ada negara Islam yang memulai bangkit dan melawan Barat dengan ilmu pengetahuan sosial yang argumentatif dan menelanjangi Barat sampai ke akar-akar peradabannya, agar mereka menjadi tahu bahwa Islam adalah sempurna, sesempurna akal sehat yang mendapat bimbingan Illahi. Landasan peradaban Barat sesungguhnya sangat rapuh, dan dengan mudah dijungkirbalikkan dengan akal sehat dan ajaran agama Islam. Landasan Perdaban Barat adalah filsafat modernisme yang berkaki rasionalisme dan materialisme yang hanya dapat dipenuhi dengan jalan imperialisme terhadap negara-negara dunia ketiga77. Oleh karena itu wajar jika di Barat yang masuk Islam itu para guru besar dan cerdik cendekia, sementara di dunia Islam banyak masuk Kristen karena kebodohan dan kemiskinannya. Di Amerika Serikat, Islam marupakan agama dengan perkembangan terpesat dari semua agama yang muncul di Amerika. Indonesia, dengan jumlah umat Islam terbesar dunia sebenarnya dapat menjembatani dialog peradaban dengan Barat, agar umat Islam tidak selalu dijadikan pecundang dan diperlakukan semau-maunya. Dengan seringnya dialog peradaban itu, dunia dapat menjadi tempat hidup manusia yang nyaman dan menyenangkan. Tetapi sayang, di Indonesia ini terlalu banyak agen peradaban Barat dengan segala Wawancara dengan Asep dan Fathur, Juni 2006 Sayyed Husain Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim terj. Hati Tarekat, Khususnya yang membahas mengenai Filsafat dan Aliran-aliran Pemikiran Barat Modern, Penerbit Mizan, Bandung, 1995, hal. 155 – 185. Baca pula Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan Harapan Bagi Islam terj. M. Sirozi, Khusnya yang membahas Dilema Muslim dan mencari esensi agama, Penerbit Mizan, 1994, hal 56 – 63. 76 77 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 89 fasilitasnya yang mampu menarik kaum muda muslim Indonesia, bahkan dunia, untuk mengikuti jejaknya, karena lebih menjanjikan kesenangan duniawi yang meluap-luap. Para pialang tersebut tidak segan-segan menguras koceknya lebih dalam untuk mendanai proyek-proyek maksiat yang bertebaran di seluruh pelosok tanah air, baik di kota besar maupun di kota-kota kecil di berbagai daerah. Posisi Barat saat ini adalah imperialisme yang supercanggih dengan hasil lebih menggembirakan bagi Barat. Mereka teriak HAM untuk dunia Islam, sementara mereka sendiri diskriminatif terhadap kaum muslim di Bosnia, Perancis, Jerman, Inggris, Belanda, Finlandia dan sebagainya (kasus jilbab dan penampilan khas muslim lainnya). Mereka teriak agar dunia ketiga (negara berkembang) mampu menciptakan lapangan kerja bagi rakyatnya, sementara mereka mau masuk ke negara berkembang dengan pekerja lokal berbayaran murah. Jika ada sebagian penduduk negara berkembang mencoba mencari pekerjaan di negara Barat, mereka menutup rapat-rapat pintu gerbangnya, karena dianggap akan mengurangi kemakmuran yang selama ini dirasakan dan merupakan hasil penghisapannya terhadap negara-negara dunia ketiga. Seluruh kebijakannya terhadap negara berkembang, termasuk negara Islam berbau tongkat dan tomat, tidak ada pilihan lainnya, netralpun susah. Jadi posisi Barat adalah tuan bagi negara berkembang, termasuk dunia Islam. Tidak ada pilihan, karena tidak ada keberanian berkata tidak kepada Barat dari para pemimpin dunia Islam. Jama’ah, Persaudaraan Muslim dan Solidaritas Dunia Islam Pemahaman tentang Jama’ah. Jama’ah dalam pengertian mereka adalah barisan umat Islam yang dipimpin oleh satu kepemimpinan yang mampu menciptakan rasa persatuan dan kesatuan. Menurutnya, peraktek berjama’ah sendiri, mestinya dapat dijalankan dalam berbagai bidang kehidupan, bukan hanya dalam shalat. Itulah pentingnya sistem khilafah bagi umat Islam agar umat Islam dapat dapat menegakkan Islam secara berjama’ah dan benar. Imam tidak cukup dengan al-Qur’an di tangan kanan dan al-Hadits di tangan kirinya, tetapi harus ada penguasa yang dapat memaksakan pemberlakuan sistem kemasyarakatan sebagaimana diajarkan al-Qur’an 90 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia dan al-Hadits. Analogi yang mereka sampaikan cukup logis, yaitu; apa gunanya Pancasila, UUD’ 45, UU, Perpu dan seterusnya kalau tidak ada penguasa yang mampu memaksakan seluruh aturan itu agar dilaksanakan oleh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, apapun aruran dan dari manapun aturan diinspirasikan, tetap memerlukan pemerintah atau penguasa, karena dengan kekuasaannya itu pemerintah dapat melakukan sanksi hukum bagi warga negara yang tidak mentaatinya, sehingga seluruh produk hukum dan aturan tidak menjadi macan kertas78. Umat Islam dalam kehidupannya seringkali kurang paham dan tidak rapi dalam berjama’ah, misalnya hal ini dapat dilihat dalam shalat. Para jama’ah dalam shalat berjama’ah itu begitu terlihat tidak kompak dan begitu pula sesungguhnya umat Islam dalam kehidupan yang lain di masyarakat. Ada yang sudah mengikuti imam/pemimpin/ Al-Qur’an dan Al-Hadits, tetapi ada juga yang baru berdiri sambil mempermasalahkan landasan hukumnya, ada yang baru datang karena malas, ada yang yang masih jalan karena meremehkannya, dan bahkan ada yang masih di di tempat kerja atau di jalanan karena tidak pahamnya, begitu pula kondisi umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak kompak, tidak sinergis dan sebagaian tidak peduli dan serius dengan visi dan missi hidupnya, sehingga dengan mudah tergelincir dengan imam/sistem lain yang sesungguhnya tidak cocok dengannya. Kehidupannya mengalir seperti mahluk hidup lainnya yang merasa tidak perlu beragama, yang tidak ada ghirah, tidak ada semangat jihad, pelit dalam harta dan tidak amanah jika dipercaya. Di kalangan umat Islam menurutnya, sedang terjadi krisis kepemimpinan yang amanah dan dapat diterima oleh semua kalangan dan kelompok muslim yang ada. Pada umumnya masih merupakan pimpinan suku, kelompok dan organisasi belaka. Pemahaman tentang Persaudaraan Muslim Kemudian tentang persaudaraan muslim, menurutnya dari bukubuku yang dibacanya, umat Islam itu bersaudara di manapun berada dan solidaritas dunia Islam itu sangat penting untuk saling melindungi. Sayang, dunia Islam pada umumnya tidak dapat baris, bahkan selalu ada yang menjegal negara Islam lainnya. Hal ini sangat kontras dengan dengan masyarakat Barat, ketika satu negara membenci negara tertentu, maka 78 Diolah dari wawancara dengan Fathur dan Asep Jaya, 18 Juni 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 91 mereka baris rapi menyatakan setuju, apapun argumentasinya dan apapun pendapat rakyatnya. Salah satu negara Barat diserang kaum teroris, mereka buru-buru membidik kaum muslim sebagai pelakunya (kasus WTC, Pentagon, stasiun kereta bawah di Inggris) dan mereka seperti koor dalam paduan suara untuk menyetujuinya. Pemahaman tentang Solidaitas Islam Menurutnya, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam, meskipun maknanya dapat dibedakan, tetapi implementasinya sama saja. Sebab kaum muslim dan dunia Islam harus saling membantu menyelesaikan penderitaan kaum muslim lain di seluruh dunia. Sesama muslim itu saudara, maka bagaimana solidaritas dunia Islam mestinya include di dalamnya. Itulah sebabnya mereka pergi berjihad di Afgansitan, Mindanau dan termasuk di Ambon sendiri. Bagi mereka jihad di Ambon lebih masuk akal dari pada di Afgansitan dan Mindanau, mengingat negeri sendiri sedang terjadi pembantaian kaum uslim oleh kaum Nasrani. Mereka berjihad di Ambon adalah rasa persaudaraan itu sebagaimana diajarkan oleh Islam, bahwa sesama kaum muslim bersaudara. Hubungan Lokal dan Internasional. Hubungan Terpidana dengan Organisasi Lokal Untuk aspek lokal, jelas mereka mempunyai jaringan yang cukup rapi. Hal ini nampak, misalnya pada keberangkatannya ke Ambon atas biaya donatur dari Solo. Menghubungkan mereka dengan para donatur itu, jelas bukan pekerjaan mudah, tetapi pasti karena sudah ada rasa saling percaya di antara para “mujahid” itu. Begitu pula ketika Asep Jaja bolakbalik Amon Jakarta selama 3,5 tahun untuk mengambil kebutuhan logistik yang diperlukan oleh para mujahidin maupun masyarakat muslim di Ambon yang secara tidak langsung terembargo akibat perang itu. Ini berarti di Jakarta sudah ada relawan yang mengumpulkan kebutuhan logistik itu, sehingga mempermudah pengambilan dan pengangkutannya. Aspek jaringan lokal ini juga terjadi pada angkutan laut, yang semestinya tidak mudah masuk perairan Maluku dalam kondisi perang, sementara Asep dengan mudah dapat mengirim semuanya ke Maluku, termasuk ke Ambon. 92 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Dalam kesatuan aparat keamanan sendiri sebenarnya juga terbelah antara yang bergama Islam dengan yang beragama Kristen, sehingga ada kecenderungan yang muslim membantu muslim dan yang Kristen membantu yang Kristen. Aparat kepolisian juga mirip dengan apa yang terjadi di TNI, mereka bisa saling baku hantam yang mungkin melepas seragamnya agar tidak terlihat sebagai polisi atau tentara. Asalah satu polisi yang terlibat dan dijatuhi hukuman seumur hidup adalah Briptu Ismail Yansehu. Fenomena Ismail pastilah tidak tunggal, tetapi ada yang lain tetapi cara bermainnya lebih rapi sehingga tidak kelihatan. Hubungan Pelaku dengan Organisasi Internasional Dalam aspek jaringan internasional, mereka merasa, begitu sampai di Ambon tidak dapat dikaitkan dengan para mujahiddin di uar negeri, meskipun ia pernah di Afgansitan dan Filipina Selatan. Jihad di Ambon sudah murni ditangani oleh jaringan lokal sendiri, tidak ada kaitannya dengan Afganistan atau lainnya. Sebagai praktisi jihad di lapangan, mereka tentu memahami jaringan kerjanya secara cukup baik. Mereka memiliki hubungan baik dengan para donatur dan para pendukungnya, baik yang ada di medan perang (Maluku) maupun di luar medan perang (di Jawa dan Sulawesi). Jaringan yang mereka miliki dengan koleganya di Jawa adalah berkaitan dengan pembiayaan perang, mulai dari senjata sampai dengan dana untuk logistik mujahid dan masyarakat muslim Maluku. Mereka bolak-balik Ambon – Jawa atau Ambon - Makasar adalah keperluan untuk mengambil logistik, pakaian bekas, dan dana untuk pelaksanaan jihad itu, bukan untuk melakukan tindak terorisme sebagaimana yang didakwakan kepadanya, meskipun terakhir dilakukan setelah lahirnya undang-undang terorisme yang berlaku surut itu. Memang tidak mudah membedakan perang di Ambon dengan tindakan terorisme di Jawa misalnya, sebab dua-duanya memang menimbulkan rasa takut pada pihak lain, apakah itu musuh ataupun masyarakat sipil, yang mungkin bakal menjadi korban79. Sementara itu dengan kaum muslim di Ambon, mereka berhubungan baik dengan tokoh-tokoh pemuda muslim di Maluku untuk keperluan kelancaran dan ketepatan sasaran penyerangan, karena merekalah yang 79 Diolah dari wawancara dengan Rahmadi/Suhef, 16 Juni 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 93 lebih paham seluk beluk wilayah Ambon. Di samping itu juga untuk keperluan kemudahan dalam gerilya dalam menyerang pihak lawan. Jaringan itu juga untuk kelancaran dalam membentuk majelis taklim untuk membantu muslim Ambon dalam mendalami agamanya. Jadi jaringan yang mereka ketahui adalah sebatas yang berkaitan dengan keperluan perang, tidak sampai pada jaringan terorisme internasional. Mereka sendiri tidak setuju cara-cara terorisme yang dipandang sebagai jihad itu, apalagi dengan bom bunuh diri, karena persyaratan sebagai jihad tidak terpenuhi. Tidak terpenuhi karena tempat-tempat sasaran bom bunuh diri itu bukanlah medan perang seperti di Maluku, tetapi merupakan daerah aman dan bom bunuh diri adalah cara orang berputus asa dan tidak sabar dalam jihad. Padahal jihad itu memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan agar niat sebagai jihad yang benar terus terjaga. Kasus perang saudara di Ambon menurutnya tidak ada kaitannya dengan wacana terorisme yang dibangun oleh Amerika di seluruh dunia. Sampai kapanpun, menurutnya perang saudara di Ambon baginya adalah jihad, bukan sebagai terorisme. Mereka merasa tidak membuat takut siapapun, tetapi hanya berusaha mengusir dan membalas kedhaliman kaum Kristen di Maluku. Kalaupun pihak Kristen takut, sesungguhnya merupakan ketakutan terhadap perilakunya sendiri yang merasa akan mendapat balasan yang setimpal dari kaum muslim. Oleh karena itu taktik diam sambil menunggu bantuan moral dari pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk lahirnya undang-undang terorisme nomor 15 dan nomor 16 tahun 2003 dan bewrlaku surut hanya untuk kaum muslim adalah langkah jitu sebagai pengecut. Motif Keterlibatan Sejak dimulai wawancara, mereka tidak mau dikatakan sebagai teroris, tetapi sebagai jihad. Kedatangan Fathur sejak tahun 1999, Rahmadi/Suhef, tahun 2000 dan Asep Jaya tahun 2001 ke Ambon tujuan utamanya adalah jihad bukan menjadi teroris apalagi ditahan di Lembaga Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Kota Ambon. Mereka berfikir lebih baik mati sebagai syahid dari pada hidup terhina dan dilecehkan, sebagaimana yang mereka pahami dari buku Abdullah Azzam. Persitiwa penyerangan Wamkana dan Villa Karaoke adalah bagian dari rentetan 94 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia jihad yang telah dilakukan sejak kedatangannya di Kota Ambon tahun 1999. Selama beberapa tahun itu, memang mereka banyak terlibat dalam perang di berbagai tempat dalam membantu kaum muslim Ambon, sampai akhirnya lahir UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan UU No. 16 Tahun 2003 yang khusus bagi para pelaku Tindak Pidana Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom Bali tanggal 12 Oktober 200380. Meskipun, dua UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu telah lahir, mereka memang tidak peduli, dan menganggap lahirnya dua UU itu merupakan bantuan moral luar biasa oleh pemerintah Indonesia kepada kaum Kristen di Maluku. Kaum Kristen yang sebenarnya sudah mulai kocar kacir itu sangat tertolong dengan lahirnya dua undang-undang terorisme itu. Jadi mereka secara sadar melawan undang-undang yang dirasakan sebagai tidak adil oleh pemerintah. Tidak adil karena kaum Kristen sebagai penyerang tidak mendapatkan hukuman apapun, karena sudah tidak mengobarkan perang. Kaum Kristen, tahu benar bahwa mereka harus berhenti untuk menyerang, karena sudah tidak mampu melakukan penyerangan. Mereka percaya, bahwa pemerintah akan segera menolongnya dan ternyata lahirlah undang-undang terorisme yang berlaku surut itu. Mestinya, jika undang-undang itu berlaku surut, maka kaum Kristen sebagai penyerang mestinya bisa diadili lebih dari apa yang dialaminya. Jadi motif dalam keterlibatan perang di Maluku, termasuk yang terakhir seperti penyerangan Desa Wamkana dan Villa Karaoke tahun 2003 yang menyebabkan dia ditangkap dan diadili adalah jihad, dan tidak mau dikatakan sebagai teror. Diolah dari wawancara dengan Asep Jaya, Rahmadi/Suhef dan Fathur, 15 dan 16 Juni 2006. 80 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 95 PENUTUP Kesimpulan Dari uraian temuan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada umumnya para terpidana memiliki pemahaman keagamaan yang luas. Secara ringkas adalah bahwa meskipun rata-rata tamatan SLTA, namun rajin membaca sejak dini, sehingga pemahaman keagamaannya cukup lengkap. Faham keagamaan yang mereka implementasikan dalam kehidupan keagamaan sehari-hari adalah pemahaman salafi Wahabi karena dipandang lebih dekat dengan sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan alHadits. Menurut mereka jihad di Ambon adalah keharusan, dan sudah memenuhi syarat-syarat bagi umat Islam untuk melakukan jihad. Tidak ada yang salah anggota laskar dari Jawa dan Sulawesi yang ikut jihad di Ambon. Jihad paska perjanjian Malino dan disahkannya UU teroris yang berlaku surut, tidak dapat membatalkan pahala jihad, karena penderitaan kaum muslim dan fitnah masih terjadi. Mereka tidak mau disamakan dengan jihad modelnya Imam Samodra, apalagi dengan menggunakan bom bunuh diri. Umumnya mereka memahami konsep negara sudah sebagaimana mestinya, namun menurutnya, sistem pemerintahan yang cocok bagi umat Islam adalah sistem khilafah, sehingga umat Islam sedunia berada dalam satu kepemimpinan khalifah Daulah Islamiyah. Mereka sepakat bahwa dunia Islam dewasa ini berada dalam kendali Barat, dan dijajah dalam segala sisi kehidupan secara canggih dan sitematis, dan yang tersisa hanya masalah ritual dan akhlak belaka. Mestinya umat Islam dapat mandiri, karena kebetulan seluruh negara Islam kaya sumber daya alam dan dapat berkata tidak kepada Amerika; Umat Islam di seluruh dunia adalah bersaudara. Oleh karena itu harus saling membantu layaknya saudara dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap penderitaan kaum muslim di manapun berada. Jihad di Ambon adalah bagian dari perasaan bahwa sesama muslim adalah saudara, jadi harus dilakukan pembelaan. 96 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Mereka memiliki jaringan lokal, tetapi menolak jika dikatakan memiliki jaringan internasional ketika jihad di Ambon. Apabila jaringan itu ada sebelum jihad di Ambon, memang betul, sehingga mereka pernah jadi mujahid di Afganistan dan Mindanau Filipina Selatan. Motif dari tindakannya dalam penyerangan desa Wamkana, Markas Brimob dan Villa Karaoke adalah membalas atas diserangnya kampung Namrole sebagai kampung muslim oleh orang Desa Wamkana sebagai desa Kristen, tetapi dilindungi oleh Brimob dan tentu saja itu dipandangnya sebagai jihad. Mereka memahami dengan baik jaringan kerja sukarelawan antara Maluku –Jawa maupun Maluku - Sulawesi serta dengan kamu muda muslim di Ambon. Dari deskripsi di atas, pemahaman keagamaan para pelaku umumnya didukung oleh bacaan yang cukup banyak dan malah luar biasa, mengingat mereka bukanlah aktifis mahasiswa, bahkan tidak pernah kuliah Saran Melihat uraian temuan penelitian dan kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan adalah; 1. Pemerintah mestinya dapat memahami kondisi psikologis kaum muslim Maluku yang traumatik, sakit hati karena harta benda dihancurkan, harga dirinya, dan Islam yang dilecehkan. Sementara itu ketika mereka berusaha dan mampu melakukan pembalasan, tiba-tiba terjadi perjanjian Malino yang merugikan umat Islam Maluku dan diundangkannya UU Terorisme berlaku surut. 2. Pemerintah harus adil, jika UU terorisme berlaku surut, mestinya para pelaku penyerangan dalam Idul Fitri berdarah dan penyeranganpenyerangan berikutnya harus diadili dengan UU teroris yang berlaku surut itu. jadi tidak hanya kaum muslim yang ditangkap dan diadili tetapi juga kaum Nasrani yang sebenarnya menjadi biang keladi malah tidak dijamah satupun. Wallahu a’lam bi shawaf Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 97 DAFTAR PUSTAKA Ahmad Fedyani, Aspek Metodologi dalam Seminar Badan Litbang dan Diklat Dep. Agama, Oktober 2006; Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan Harapan Bagi Islam terj. M. Sirozi, Khusnya yang membahas Dilema Muslim dan mencari esensi agama, Penerbit Mizan, 1994, hal 56 – 63. Amien Rais, Kebusukan Terorisme, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta, 2005: 81 Asy Syariah Permata Salaf, Mengenal Hizbut Tahrir, No. 16/11 2005, hal 2-5 Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al – Bani, Terorisme Buah Hasil Paham Pengkafiran, Terj. Abu Muhammad Harits abrar Thalib, Pustaka Ar-Rahman, Solo, 2005, hal 83-85. Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, 2005, hal.1185. Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan Praktis Penelitian Sosial bagi Peneliti Pemula dan Peneliti Madya, STIA LAN Press, Jakarta, 2003, hal 77-81. Haryo Sasongko (Penyunting), Apa Kata Mereka Tentang Islam dan Terorisme, Penerbit Progress, Jakarta, 2003, hal. 1 – 89. Hamzah Haz (Pengantar), Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, September 2005, hal. 7-14. Hartono Mardjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Keindonesiaan: Proses Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Aspek Hukum, Politik dan Lembaga Negara, Mizan, Bandung, 1997, hal. 27 - 33 Juhaya Praja, Islam, Globalisasi & Kontra Terorisme: Islam Paska Tyragedi 911, Kaki Langit, September 2004, hal. 198 – 238. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosda Karya, Bandung, 1997, hal. 84- - 105. 98 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Muhammad Chirzin, Penafsiran Rasyid Ridla dan Sayyid Quthb tentang Jihad, Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Jakarta, 2005, hal 29 – 72; Majalah Khasanah Ilmu-Ilmu Islam Asy Syariah: Ilmiah dan Mudah dipahami, khususnya tulisan tentang Polemik menuju Negara Islam: Meluruskan Pemahaman Tentang Khilafah Islamiyah hal 5 – 10 dan Khilafah di Atas Manhaj Nubuah No. 16 September 2005, Penerbit Oase Media, Jakarta, 2005, hal.11 – 31. Nurchalish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaa, Penerbit Mizan, Bandung, 1987, hal. 35 - 43 Puslitbang Lektur Keagamaan, Makalah tentang Jihad Dalam Islam yang mengiventarisir jihad dan yang berkaitan dengannya, 2006, tidak diterbitkan, hal 1 – 21. Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, UI Press, Jakarta, 1990, hal. 29 Sayyed Husain Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda Muslim terj. Hati Tarekat, Khususnya yang membahas mengenai Filsafat dan Aliran-aliran Pemikiran Barat Modern, Penerbit Mizan, Bandung, 1995, hal. 155. Sidney Jones, Indeks Nama-Nama Tertuduh Pelaku Terorisme di Asia Tenggara, International Crisis Group: Working To Prevent Conflict Worldwide, 22 Februari 2005; Sidney Jones, Daur Ulang Militan di Indonesia: Darul Islam dan Bom Kedutaan Australia, ICG, 2005, hal. 40 - 51 Todung Mulya Lubis (Prolog) dan Azyumardi Azra (Epilog) Terorisme, Perang Global dan Masa Depan Demokrasi, Khususnya tentang kaitan dengan tema: Amerika adalah Macan Kertas, Matapena, Jakarta, Oktober 2004, hal. 135. Wakhid Sugiyarto dalam pengamatan terlibat di LDII sejak tahun 1992 hingga sekarang (selama sudah 14 tahun) di DPD Jakarta Barat I (Kebon Jeruk), dan di DPD Jakarta Barat II (Cengkareng). Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 99 Wakhid Sugiyarto, Eko Aliroso dan Syuhada Abduh, Penelitian Kasus-Kasus Keagamaan di Indonesia (Studi tentang IJABI di Kota Bandung). Desember 2006 Z.A. Maulani, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005:44-45. Dokumen Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ongen Pattimura, jam 13.30 s.d 14.30, jam 15.00 s.d 17.00, tanggal 14 Juni 2005; jam 13.00 s.d 15.00 tanggal 6 Juli 2005; jam 11.30 s.d 13.00 tanggal 12 Juli 2005; Wawancara dengan Rahmadi, 14 Juni 2006 Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ismail Fahmi Yamsehu alias Ismail, jam 15.00 s.d 17.00 wit, 23 Mei 2005. Berita Acara Pemeriksaan Asep Jaja Alias Aji Alias Dahlan oleh Brigadir Elfis Mayaut Berita Acara Pemeriksaan atas nama Fathur alias Andi. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Citra Umabara, Bandung, 2003,. Kota Ambon Dalam Angka 2004. Koran-koran sepanjang tahun 2000 – 2001 sering memuat berita dan artikel mengenai prang saudara di Maluku 100 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL ISTERI TERSANGKA TERORISME DI SURABAYA JAWA TIMUR (Munfi’atun Nurdin M. Top) Oleh Mursyid Ali Titik Suwariyati PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA TAHUN 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 101 KAJIAN PUSTAKA Globalisasi Secara sosio-klultural budaya global muncul sejak renaisanse dan terus berkembang hingga kini mengiringi dinamika modernisasi dan kapitalisme Barat. Globalisasi merupakan fenomena sosio-kultural mutakhir berkaitan dengan proses sosial lain yang dikatagorikan sebagai posmodernisasi, posindustrialisasi dan juga proses dis-organisasi kapitalisme. Menurut Choirul Fuad, globalisasi merupakan konsep yang mengejutkan sekaligus membingungkan orang. Globalisasi memuat makna ekuivokal yang mengundang penafsiran dan analisis atau pemaknaan yang berbeda tergantung pada perspektif yang dipergunakannya. Anthoni Giddens dalam “Consequences of Modernity: Self and Society in the Late Modern Age” memandang globalisasi selaku fenomena intensifikasi relasi sosial yang mendua, yang membangun jalinan ikatan ruang geografis sedemikian rupa dan berinteraksi satu sama lain secara intens. Akibatnya dunia menjadi sebuah “global shopping mall” dimana gagasan dan produk tersedia dimana saja pada saat yang sama. Lebih jauh Robertsons1 (1992) menggaris-bawahi bahwa dalam kenyataannya, secara sosiokultural konsep dasar globalisasi tidak semata mengacu pada obyektifitas meningkatnya interkoneksi antar ruang dan penghuni dunia, namun juga mengacu kepada ihwal subyektif dan dimensi kultural masyarakat. Globalisasi berkaitan dengan keluasan dan kedalaman kesadaran akan dunia sebagai “single space”. Berangkat dari konseptual di atas, dipahami bahwa globalisasi sebagai dinamika sosial yang ditengarai oleh terjalinnya relasi sosial tanpa dibatasi oleh sekat-sekat ruang, tempat dan jarak. Kehidupan manusia berlangsung dalam bingkai ruang tunggal tanpa batas-batas perbedaan jarak, tempat tinggal, ras, suku, bahasa, maupun faktor sosio-kultural lainnya. Globalisasi menjadikan dunia terasa makin kecil dan sempit. Beragam manusia yang berasal dari berbagai tempat dan latar belakang sosio-kultural serta keyakinan keagamaan yang berbeda berada dan saling berinteraksi dalam kebersamaan ruang dan waktu. Globalisasi 102 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia menampakkan dirinya sebagai bentuk perubahan dalam berbagai aspek kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan juga agama. Pada tataran politik misalnya proses deregulasi dan liberasi telah mengakibatkan terjadinya pengurangan intervensi otoritas negara secara menonjol. Pada dimensi ini tumbuh asumsi umum bahwa semua negara harus menghargai HAM, menjalankan prinsip-prinsip demokrasi, serta mengembangkan bangunan “civil society”. Sedangkan pada tataran ekonomik, globalisasi berkaitan dengan kecenderungan perkembangan berbagai aktivitas perdagangan bebas, deregulasi tenaga kerja, barang, pasar uang serta berbagai penataan sosial mengenai proses produksi, pertukaran iptek, distribusi, konsumsi dan pelayanan. Pada tataran budaya, pola globalisasi berdampak pada berkembangnya struktur budaya global di hampir seluruh penjuru dunia. Globalisasi telah membangun norma, nilai, dan prilaku budaya global, termasuk kerangka berpikir, orientasi dan gaya hidup atau “way of life” setiap orang merasakan bahwa dirinya adalah warga dunia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekonologi, khususnya Iptek di bidang komunikasi dan informasi, secara intens mengakselerasi pertumbuhan dan perkembangan budaya global. Sementara pada tataran keagamaan, globalisasi yang berkembang beriringan dengan modernisasi juga berimbas pada terjadinya dialog-dialog dan perubahan prilaku keagamaan (religious behaviour) masyarakat dalam berbagai dimensi sosial, ideoloik, eksporiensal, ritual, dan intelektual (Choirul Fuad). Fungsi Agama Secara umum agama dapat diartikan sebagai suatu sistem kepercayaan, sebuah acuan normatif yang dapat dijadikan pedoman hidup. Tercakup didalamnya perintah-perintah, larangan serta serangkaian petunjuk dalam berprilaku bagi penganutnya dalam melakoni hidup kesehariannya untuk mendapatkan kebahagiaan lahir-batin, duniaakhirat. Dalam setiap agama lazimnya terdapat karakter atau ciiri-ciri yang bersifat umum berkenaan dengan ajaran: 1) Keimanan kepada Tuhan; 2) Konsep tentang ke-Tuhanan; 3) Tata-cara berkomunikasi dengan Tuhan atau upacara ritual; 4) Seperangkat nilai sebagai pedoman prilaku dalam mengukir kehidupan sosial sehari-hari. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 103 Sebagai acuan atau pedoman hidup, setiap penganut agama akan berupaya sesuai dengan kapasitas kemampuan masing-masing, mengaktualisasikan ajaran agama yang diyakininya dalam prilaku sosial kesehariannya. Dalam kondisi seperti itu, agama akan tampak atau menyatakan dirinya dalam bentuk tingkah laku keagamaan, baik dalam format individual maupun komunal. Secara sosiologis kemudian kita kenal istilah-istilah penganut agama, komunitas agama, dan tokoh atau pemimpin agama. Sehubungan dengan masalah ini mengingat kompleksitas masyarakat kita yang majemuk, yang terdiri dari beragam etnis, sistem nilai, sosial, budaya, strata serta keyakinan keagamaan, maka tidak jarang terjadi berbagai macam perbedaan persepsi aspirasi, interpretasi, atau ekspresi keagamaan, walaupun boleh jadi mereka berasal dan menjadi penganut suatu keyakinan agama yang sama. Benda-benda atau prilaku yang dipandang sakral oleh suatu kelompok keagamaan, mungkin saja dianggap sebagai benda atau prilaku yang biasa-biasa saja oleh kelompok agama lain. Perbedaan persepsi, interpretasi, dan ekspresi keagamaan tersebut, dalam kondisi dan tingkat tertentu dapat menjadi sumber atau penyebab terjadinya konflik-konflik keagamaan dan sosial dalam kehidupan masyarakat. Khususnya bila terjadi persepsi, interpretasi atau ekspresi keagamaan oleh seseorang atau kelompok, dinilai tidak relevan atau bertentangan dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum (Mainstream) dalam suatu komunitas keagamaan, baik yang terjadi di lingkungan internal maupun ekternal kelompook keagamaan. Terjadinya konflik-konflik akibat perbedaan persepsi, interpretasi dan ekspresi keagamaan tersebut, bila berlangsung berlarut-larut dapat menimbulkan keresahan dan ketegangan sosial serta mengganggu integrasi bangsa dan kerukunan kehidupan beragama. Pada gilirannya konflik ini dapat berdampak pada rusaknya persatuan dan kesatuan, mengganggu stabilitas sosial dan tidak tercapainya tujuan bangunan kerukunan sosial yang kita dambakan. Berkenaan dengan fungsi agama dalam masyarakat, Elizabeth K. Nottingham berpandangan bahwa agama dapat membangkitkan 104 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kegairahan dan kebahagiaan batin yang paling sempurna, tapi juga dapat menimbulkan rasa takut yang mengerikan. Walaupun dalam agama perhatian kita terpusat pada suatu yang tidak terlihat, namun agama melibatkan diri dalam masalah duniawi dan kehidupan sosial sehari-hari. Agama selain menanamkan keyakinan terhadap hal-hal gaib, sekaligus berfungsi melepaskan belenggu tradisi dan keyakinan yang tidak relevan. Melalui simbol-simbol keagamaan dapat diujudkan ikatan sosial yang mempersatukan kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu ikatan yang kuat dan utuh. Akan tetapi juga perbedaan keagamaan dapat pula mengundang dan menyulut perseteruan yang dahsyat, seperti prilaku kekerasan bahkan peperangan. Ajaran keagamaan bisa dilaksanakan dan dipandang senantiasa sesuai dengan lapisan masyarakat, kurun waktu, dimanapun mereka berada. Keyakinan kepada Tuhan, membantu semangat dalam menunaikan tugas-tugas hidup keseharian. Tulus menerima nasib yang mungkin kurang menguntungkan, mengatasi berbagai kesulitan, dan tidak bersikap congkak atau lupa diri bila meraih keberuntungan. Agama dapat memberikan harapan ketika pemeluknya berada dalam suasana ketidakpastian, mengalami penderitaan, frustasi atau kemiskinan. Dalam situasi tertentu agama dapat memberikan hiburan bagi kelompok tertindas. Agama juga memperingatkan kepada penganutnya yang menyandang keberuntungan atau kelebihan agar tidak lupa diri. Tidak menyalahgunaan kekuasaan atau keyakinan yang dipegangnya untuk kepentingan pribadi semata tanpa menghiraukan kepentingan publik. Selain itu, sebagai sistem nilai dan norma sosial, agama juga bisa melakukan fungsi pengawasan atau kontrol sosial. Agama memberikan pembatasan (limitasi) dan mengkondisikan conditioning) terhadap tindakan atau prilaku individu dan kelompok sosial ke arah tujuan bersama. Agama menyeleksi kaidah-kaidah prilaku susila yang baik dan mengukuhkannya sebagai patokan yang harus dipatuhi oleh pemeluknya. Sebaliknya, agama juga menolak nilai-nilai sosial yang negatif dan melarang para pemeluknya melakukan tindakan negatif sebagai perintah agama. Agama memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap ajaran agama dan juga berfungsi mengawasi dalam proses aktualisasinya. Agama mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa agar para penganutnya selalu berprilaku sesuai dengan ketentuan yang digariskan agama. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 105 Nilai-nilai agama juga dapat dijadikan acuan dalam melakukan kritik evaluatif terhadap pemegang kekuasaan atau pemerintah berkenaan dengan sejauhmana pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kaidah-kaidah agama dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Agama juga berupaya menjaga terciptanya dan tegaknya keadilan sosial. Fungsi kritis atau praktek agama, terkadang mengundang konflik antara pemerintah dengan kelompok agama. James Mc Kee dalam “The Study of Society1”, menggarisbawahi bahwa pada kenyataannya diakui keyakinan dan norma agama dapat mempengaruhi prilaku para pemeluknya. Pengakuan bahwa agama dapat mengontrol tindakan manusia dan menjaga masyarakat tetap “in line” dalam realitasnya memposisikan agama sebagai instrumen efektif dan signifikan untuk kritik terhadap penguasa. Nilai dan norma agama memberikan penguatan terhadap institusi sosial dan tatanan sosial sebagai suatu keseluruhan. Agama dipandang memiliki fungsi dan menjadi sumber utama terbentuknya integrasi masyarakat, atas dasar persamaan dan kesepakatan serta ikatan tata nilai serta cara-cara spiritualitas tertentu yang diyakini, psiko-religius, kredo, dogma, kultus dan simbol keagamaan, para penganut agama cenderung berupaya untuk mempertahankan serta mengamalkan ajarannya dan memperjuangkan agama yang dianutnya. Dalam perspektif ini, sangat jelas bahwa agama memiliki fungsi utama yang “necessary” bagi terbentuknya integritas sosial dalam masyarakat atau bangsa. Sebaliknya, ketika egoisme dan fanatisme keagamaan berkembang terlalu dalam pada para penganutnya, maka yang muncul malah proses disintegrasi sosial. Jadi agama dapat berfungsi selaku pemersatu dan sekaligus pemecah masyarakat, atau faktor integritas dan disintegritas sosial sekaligus. Dari paparan di atas mungkin dapat ditarik simpul-simpul yang dipandang penting berkenaan dengan fungsi agama. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia selaku makhluk yang ber-Tuhan, terutama untuk memenuhi kebutuhan rohani dan spiritual. Kedua, nilai dan pesan-pesan agama berfungsi sebagai acuan atau pedoman berprilaku dalam kehidupan. Agama juga dapat memberikan rasa kedamaian, ketenangan dan ketabahan dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup bagi para penganutnya (fungsi salvatif). Ketiga, fungsi edukatif dimana ajaran agama mengajarkan dan mempengaruhi tingkah laku pemeluknya 106 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia ke arah yang positif. Keempat, agama dapat berfungsi selaku kontrol sosial. Kelima, fungsi integratif, menjadi simbol pemersatu, tapi juga sekaligus dapat berfungsi sebagai penyebab terjadinya konflik atau perpecahan. Ekstremisme Keagamaan Menurut sejumlah literatur, ekstremisme berarti suatu keadaan yang berada pada titik paling ujung dari titik pusatnya. Secara kiasan, hal ini menunjukkan semacam keterpinggiran dalam agama, pemikiran dan prilaku. Salah satu konsekwensi terpenting dari ekstremisme adalah kemungkinan munculnya bahaya dan gangguan terhadap keamanan. Ekstremisme ini sering dijumpai pada gerakan kelompok-kelompok seperti kelompok fundamentalis, radikalis, atau para teroris. Dalam kehidupan keagamaan, kelompok ektrem lazimnya berkembang terbatas di lingkungan kelompok-kelompok kecil, (minoritas) bukan kecenderungan umum (mayoritas) umat suatu agama. Sikap ekstrim pada dasarnya tidak sesuai dengan fitrah manusia dan ajaran agama (Islam) pada umumnya. Jika segelintir manusia saja tidak mampu menghalau sikap melampaui batas atas dirinya, dalam waktu singkat, mayoritas manusia juga tidak akan mampu melakukannya. Ketetapan Tuhan ditujukan kepada seluruh manusia, tidak hanya kepada kelompok tertentu yang mungkin memiliki kapasitas tersendiri untuk bersikap sabar. Selain itu menurut Yusuf Al Qardhawi, melampaui batas itu, tidak akan bertahan lama. Karena kapasitas manusia untuk bersabar dan bertahan, secara alami terbatas. Manusia dapat dengan mudah menjadi bosan, tidak mampu menahan praktek melampaui batas berlama-lama. Walaupun mungkin mampu bertahan sementara waktu, pada saatnya ia merasa lelah baik secara pisik maupun mental, kehabisan energi, akhirnya menyerah, atau menggantikan dengan cara lain, dan mengkesampingkan cara melampauai batas. Masih mengacu pada pandangan Yusuf Al Qardhawi 1, beberapa indikasi berkenaan dengan ekstremisme pada umumnya meliputi: Pertama, adalah kekerasan hati dan intoleransi membuat seseorang sangat kokoh berpegang pada pendapat dan dugaan-dugaannya sendiri. Kekakuan (reqidity) juga menjadi indikasi sikap tertutup terhadap Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 107 pendapat dan upaya memahami kepentingan orang lain, tujuan hidup, pemikiran keagamaan dan kondisi obyektif kontekstual, dan menutup diri dari dialog dan membandingkan pandangannya dengan pandangan orang lain yang berbeda. Karakteristik kedua, menampakkan diri dalam bentuk komitmen untuk terus bersikap berlebihan, dan berusaha mempengaruhi orang lain untuk melakukan yang sama. Persoalan akan menjadi rumit, bila kecenderungan untuk memaksakan pendapatnya. Melancarkan tudingan kepada orang lain, bid’ah, rusak iman, meyimpang dan sebagainya. Teror inteletual ini tak kalah mengerikannya dengan teror pisik. Ketiga, terlalu membebani orang lain dengan menerapkan suatu keyakinan atau ajaran tanpa mempertimbangkan kapasitas kemampuan individual dan kondisi obyektif yang beragam. Keempat, di lingkungan kelompok ekstremisme ini tidak jarang menampilkan diri dalam prilaku yang kurang santun dalam memperlakukan orang lain, kaku, zalim, bahkan bisa menjurus ke arah penekanan dan kekerasan. Kecurigaan dan kesangsian juga merupakan perwujudan ekstremisme, orang lain salah dan kesangsian juga merupakan perwujudan dari ekstremisme. Seorang ekstremis dengan gampang menuding orang lain salah dan membuat keputusan yang berpseberangan dengan norma umum, mengenyampingkan azaz praduga tak bersalah. Menyalahkan orang lain atas dasar kecurigaan, tanpa pertimbangan matang, di luar ukuran standar. Terkait dengan ekstremisme keagamaan, Islam mengajarkan “moderasi dan keseimbangan” dalam segala hal: kepercayaan, ritual, amal, dan legislasi, sesuai dengan jalan Tuhan (Allah SWT) yang disebut “al-sirat al mustaqiem atau jalan lurus, berbeda dengan jalan-jalan lain yang diikuti orang-orang yang dimurkai dan menuju kesesatan. Namun juga perlu dipahami bahwa tingkat pengetahuan, pengalaman, pengamalan dan derajat kesalehan seseorang tentu saja berbeda dengan orang lain. Masyarakat yang religius, biasanya melahirkan orang-orang yang bersikap peka terhadap bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi dan menolaknya, mengkritisinya. Melihat persoalan sesuai dengan kriteria yang relevan dengan latar belakang sosial, tingkat pendidikan, penghayatan dan pengalaman keagamaan. Bila seseorang 108 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia yakin akan kebenaran pendapatnya berdasarkan hukum agama, ia bebas menjalankan sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang lain, walaupun orang lain berpandangan tidak sama bahkan bertentangan. Tiap orang bertanggungjawab atas keyakinan dan pengamalan keagamaan masing-masing. Kesalahan individual dalam beragama. Tidak bisa ditimpakan kepada semua anggota kelompok umat beragama tertentu, konon pula dilemparkan kepada eksistensi keagamaan. Fenomena Kekerasan Pada umumnya munculnya gerakan fundamentalisme dan gerakan radikal di lingkungan umat Islam di berbagai belahan dunia berkisar pada dua hal. Pertama, para pengamat kontemporer melihat fenomena ini sebagai respon kelompok Muslim terhadap sekularisme Barat dan dominasi dan hegemoni dunia Kristen (Barat) atas dunia Islam. Kedua, merupakan protes melawan kemerosotan internal dan krisis kepemimpinan di kalangan umat Islam sendiri1. Menurut analisa Akbar S. Ahmad sambutan luas terhadap gerakan-gerakan radikal, disebabkan oleh faktor perlawanan terhadap Barat yang hegemonik, dan terlalu dalam ikut campur di negara-negara Islam, seperti yang terjadi di Irak, Libya, Bosnia dan Palestina. Umat Islam sudah sejak lama diperlakukan tidak adil oleh Barat secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga mendeklarasikan perlawanannya terhadap Barat. Dominasi Barat terhadap negara-negara Islam tidak dalam kapasitas yang saling kerjasama, tetapi malah memojokkan dan memusuhi. Pada gilirannya ketidakadilan Barat berdampak pada timbulnya perlawanan dengan aksi-aksi kekerasan seperti yang berkecamuk di Palestina, Libya dan tempat-tempat lain, sementara di lingkungan umat Islam sendiri ada yang menganggap antara lain bahwa berbagai krisis kehidupan terjadi akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh tindakan menyimpang (maksiat). Dalam sistem skuler Islam hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan Tuhannya. Sedangkan dalam urusan sosial kemasyarakatan, agama ditinggalkan. Di tengah-tengah sistem skularistik, lahir berbagai bentuk tatanan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Tatanan ekonomi yang kapitalistik, prilaku politik yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan individualistik, sikap beragama yang sinkretik serta sistem pendidikan yang materialistik. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 109 Sehubungan dengan ketegangan antara Barat dan dunia Islam, menurut Azyumardi Azra, Huntington mengungkapkan sejarah lama bahwa konflik antara peradaban Islam dan Barat telah berlangsung selama 1300 tahun. Teori Huntington tentang benturan peradaban-peradaban (the clash of civilization) mendapat tanggapan beragam dari banyak kalangan, baik dari Barat maupun Islam. Wacana dan kontroversi teori Huntington ini sempat menghilang sejak paruh kedua dasawarsa 1990-an. Namun sejak peristiwa 11 Setpetmber 2001 kontroversi tersebut kembali menemukan momentumnya, serangan teroris terhadap dua simbol utama kekuatan ekonomi dan militer presentasi Barat yakni Amerika Serikat, dipandang sebagian pengamat sebagai aktualisasi teori Huntington yaitu benturan peradaban Barat melawan Islam. Di samping itu pada masa modern dan kontemporer sekarang, terdapat keunggulan-keunggulan tertentu peradaban Barat dengan nilai-nilai yang applicable pada pelbagai kebudayaan lain. Tapi harus segera dikemukakan, setidaknya di kalangan Dunia Timur, peradaban Barat juga memiliki kelemahan-kelemahan tertentu, dan karena itu nilai-nilainya tidak selalu applicable dalam masyarakat non Barat. Karena itulah adanya resistensi yang kuat terhadap dominasi dan hegemoni peradaban Barat yang dipandang merupakan impreialisme kultural (cultural imperialism). Kalangan Muslim melihat modernisasi dan modernisme yang muncul di banyak kawasan Dunia Muslim sejak akhir abad 18 melalui ekspansi militer dan penetrasi budaya Eropa merupakan “proyek Barat”, tidak hanya untuk memaksakan peradaban mereka terhadap Dunia Muslim, bahkan lebih jauh untuk menyingkirkan pengaruh Islam dari pelbagai aspek kehidupan. Karena itulah salah satu faktor munculnya radikalisme di kalangan Muslim dalam bentuk “harakah Islamiyah”. Namun masih menurut Azra, bagaimanapun harakah Islamiyah, apalagi yang benar-benar radikal, hanyalah sebagian kecil dari gambaran keseluruhan Dunia Islam. Pada sisi lain, terdapat wacana dan gerakan arus utama Islam, yang meski juga menolak sekularisasi dan sekularisme, berusaha mengembangkan wacana dan praktis yang menekankan kompatabilitas Islam dengan modernisasi dan modernisme yang dalam bidang politik misalnya menyangkut demokrasi. Usaha perumusan konseptual dan praksis tentang kompatabilitas Islam dengan demokrasi, memang tidak mudah. Tapi semua kita seyogyanyalah tidak mengabaikan arus utama ini dan tidak hanya terpusat pada gerakan radikal. Jika tidak 110 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia yang muncul adalah citra tentang Dunia Muslim yang semakin terdistorsi dan misleading. Berkenaan dengan tindak kekerasan “Bom Bali” salah seorang pelaku dalam peristiwa Bom Bali tersebut yakni Imam Samudra. Menyatakan dalam bukunya “Aku Melawan Teoris” : Sungguh kekejaman dan kebiadaban Amerika dan sekutunya telah memangsa jutaan nyawa kaum muslimin dengan pembantaian terkejam, mulai dari Irak, Afganistan, Somalia, sampai Indonesia, hanya bisa dihadapi dengan cara jihad. Kepedihan dan kesakitan hati kaum muslimin hanya dapat diobati oleh jihad. Inilah perlawanan yang seimbang yang Allah perintahkan dalam Surat At-Taubah : 14-15. melihat kondisi dimana jutaan darah kaum muslimin tumpah ruah, kehormatan mereka dicabik-cabik oleh senjata Amerika dan sekutunya, pantaskah kaum muslimin lainnya berpangku tangan? Kerusakan telah terwujud, kekacauan telah terjadi, kaum mukmin telah kehilangan jati diri. Tak ada lagi perlindungan (atau terlalu sedikit) bagi mereka yang tertindas dan teraniaya. Tak ada lagi pembelaan terhadap mereka yang menjerit sampai kehabisan suara. Tak ada lagi pertolongan bagi mereka yang memekik, menangis dan meronta, dirusak dan diperkosa kehormatannya oleh kebiadaban Amerika dan sekutunya. Kaum muslimin telah mati, tinggal nama dan ritual kosong tanpa makna. Lautan buih, kaum muslimin telah tenggelam dalam keegoan individualistis, terbuai dalam gema popularitas, telah mabuk dalam kesibukan dunia masing-masing. Kaum muslimin telah terhuyung dalam tipu daya kaum kafir yang telah mempertuhankan demokrasi. Lalu mengapa mesti Bom Bali? Bali bukan targetku dan kawankawanku. Bali hanyalah sekeping tempat berkumpulnya teroris Amerika dan sekutunya. Target kita adalah bangsa-bangsa penjajah dan penjahat yang selalu berbuat kejahatan, kerusakan, kezaliman, sambil bersikap angkuh dan bangga atas segala kemungkaran yang mereka lakukan, tanpa ada satu bangsapun yang beranjak menghentikan kesemena-menaan mereka. Mengapa tidak dilakukan di Amerika atau Australia, Prancis atau Jerman, atau negara sekutu Amerika lainnya. Banyak faktor yang sulit dan tak memungkinkan kita beroperasi di sana. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 111 PROFIL ISTERI TERIDANA TERORIS Mengenal Munfiatun Isteri Nurdin M. Top Informasi yang dihimpun melalui kajian ini bertumpu dan mengandalkan pada sumber skunder yakni penelusuran dan telaah terhadap dokumentasi instansi terkait, laporan Jurnal Media Massa, dan wawancara dengan sejumlah nara sumber yang memiliki informasi dan pengetahuan tentang masalah kajian. Rencana awal bisa berwawancara langsung dengan tokoh “Munfiatun” terpidana tiga tahun isteri Noordin M. Top tersangka paling dicari kepolisian yang sekarang masih buron itu, tidak kesampaian. Selain hambatan teknis dan administratif, keinginan wawancara tatap muka tersebut terpaksa tidak dapat dilangsungkan, terganjal oleh adanya larangan pihak keamanan pusat terhadap siapa saja selain anggota keluarga untuk menemui terpidana. Ditegaskan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Sukun (PALAS) Kota Malang Purwani Suyatmi, pihaknya melarang orang yang bukan keluarga “Munfiatun” termasuk wartawan untuk menjenguk terpidana yang mendekam di Lapas itu. Pelarangan itu dilakukan dengan alasan ada perintah dan ketentuan dari atasannya di Jakarta. Hal ini diberlakukan untuk antisipasi kemungkinan Lapas dijadikan sasaran balas dendam “Noordin M. Top” kata Kapolresta Malang AKBP Duman Ismail. Sebanyak lima belas personil setiap hari disiagakan secara bergiliran. Enam dari lima belas petugas itu berpakaian sipil yang harus mengawasi setiap pengunjung maupun orang yang lewat di depan Lapas. Setiap satu jam sekali petugas lapas akan melihat Munfiatun di kamarnya dan mencatat apa yang dikerjakannya. Munfiatun yang sebelumnya ditahan di Rumah Tahanan Bangil Pasuruan, sejak tanggal 23 Juli 2005 dipindahkan ke Lapas Malang dan akan menjalani masa hukumannya sampai 28 September 2007. Munfiatun alias Fitri dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1976 di Jepara Jawa Tengah, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara hasil 112 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia perkawinan pasangan keluarga Thoha Mustafa – Harozum yang tinggal di jalan Pemuda Penyangakan Kulon – Jepara. Menurut penuturan ketua Rukun Tetangga (RT) setempat Munawir, Munfiatun berasal dan dibesarkan oleh keluarga yang baik-baik, santun dan taat agama, terutama menjalankan shalat wajib lima waktu. Munfiatun pernah datang ke rumahnya bersama-sama dengan ibunya Harozun yang bekerja sebagai Guru Sekolah Dasar, meminta surat pengantar menikah di luar daerah. Tapi baik Munfiatun maupun ibunya tidak menjelaskan halihwal calon suaminya. Sebelum dan sesudah menikah, Munawir tak pernah bertemu dengan suami Munfiatun. Kemudian kami para warga setempat semuanya menjadi kaget ketika ada berita suami Munfiatun merupakan tersangka pelaku teroris yang dicari-cari polisi. Pada umumnya warga sekitar tidak percaya dengan berita tersebut karena Munfiatun, saudara-saudara serta keluarganya dalam kehidupan sosial sehari-hari dengan warga setempat dikenal sebagai orang dan keluarga yang baik-baik, sopan santun, toleran, akrab, suka menolong, dan tidak mau mengganggu orang lain, serta taat beribadah. Tidak banyak catatan, cerita yang menarik, unik atau istimewa tentang pengalaman hidup Munfiatun sejak masa kanak-kanak, masa sekolah di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, hingga berhasil menyelesaikan program strata satu di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang, khususnya pengalaman dan aktivitas Munfiatun yang bisa dikaitkan dengan prilaku terorisme. Munfiatun tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga dan masyarakat yang agamis, sama seperti teman-teman sebayanya sekampung lainnya di desa Penyangakan lainnya. Ia pernah belajar di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Umum di Jepara. Dengan Modal bakat kecerdasan yang diwarisi dari orang tua, semangat belajar dan dorongan, saudara-saudaranya, Munfiatun meneruskan kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan menyelesaikan Program Sarjana (strata satu), pada tahun 2001. Menurut teman sekampusnya (Azhari), Munfiatun disamping rajin mengikuti pengajian di Majelis Taklim, juga mengajar selaku Guru honorer di sekolah swasta. Dalam cara berpakaian, nampaknya berjilbab sudah merupakan kebiasaannya sehari-hari sejak masih belajar di madrasah smpai sekarang. Hanya saja setelah selesai kuliah, terkesan cenderung Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 113 bersikap lebih pendiam dan menutup diri, terutama bila, diajak bicara atau ditanya soal yang menyangkut pribadinya. Hal itu mungkin mendendam rasa malu dan risau, lantaran dengan usianya yang sudah menginjak 28 tahun, yang menurut ukuran masyarakat setempat terbilang tidak muda lagi, belum juga menemukan jodoh. Sementara teman-teman sebayanya yang lain, kebanyakan sudah berkeluarga dan menjalani hidup dengan pasangannya masing-masing. Karena itu menurut Sumardi (Jaksa) desakan keinginan untuk cepat berkeluarga ini barangkali merupakan salah satu faktor yang mendorongnya menerima lamaran Abdurrahman Aufi alias Noordin Top, tanpa banyak pertimbangan secara kritis terhadap identitas calon suaminya. Aktualisasi Keagamaan Bekal pengetahuan, pengamalan dan pengalaman kehidupan keagamaan, tentu saja tidak terlalu banyak berbeda dengan anak-anak lainnya, banyak terpengaruh dan dipengaruhi oleh proses sosial di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Munfiatun yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang taat beragama, kemudian menimba pengetahuan keagamaan di madrasah yang porsi pelajaran agama lebih besar dan intens dibandingkan dengan sekolah umum, diperkokoh pula oleh kondisi sosial yang Islami setempat, dilihat dari sisi pendidikan kepribadian, jelas sangat menguntungkan, khususnya terkait dengan pembentukan kepribadian di bidang keagamaan Islam. Karenanya tidak mengherankan bila nilai-nilai dan pesanpesan keagamaan Islam sangat mempengaruhi keyakinan, kesadaran serta penghayatan Munfiatun dalam merespon berbagai persoalan sosial yang dihadapinya. Nilai dan pesan-pesan keagamaan (Islam) yang diperolehnya melalui keluarga, sekolah dan lingkungan sosial, kemudian dijadikan pedoman dan acuan hidup yang sangat vital bagi dirinya dan tercermin dalam bersikap, berperilaku dan bertindak serta aktualisasi jati diri dalam kehirupan sosial keseharian di tengah masyarakat. Aktualisasi ajaran keagamaan Islam di lingkungan masyarakat Kecamatan Pecangakan Kulon Jepara dalam kehidupan sosial sehari-hari setempat, secara umum tidak banyak berbeda berbeda dengan aktualisasi 114 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia keagamaan Muslim arus utama (main stream) di tempat-tempat lain yakni dalam koridor paham keislaman Sunnah Waljamaah. Setiap muslim berkeyakinan bahwa kehidupan yang dijadikan dambaan itu adaslah suatu bentuk kehidupan yang selaras dan seimbang antara kepentingan dan kebahagiaan duniawi-ukhrawi, jasmani-rohani, material dan spiritual. Untuk meraih dua macam kebahagiaan tersebut, orang harus senantiasa bertakwa, menjalankan semua perintah dan menghindarkan diri dari segenap larangan yang telah digariskan Tuhan. Kita harus bekerja keras dan sungguh-sungguh supaya dapat memenuhi kebutuhan dan menikmati hidup yang layak khususnya kebutuhan materi. Namun sekaligus juga tidak boleh melalaikan amal buat bekal kebahagiaan setelah kita menjalani hidup duniawi yang sifatnya sementara. Untuk itu orang harus beriman, taat beribadah, dan banyak berbuat amal kebajikan (shaleh). Setiap muslim, pertama-tama wajib meyakini atau iman bahwa Tuhan sebenarnya yang pantas dan berhak untuk disembah dan dipuja hanyalah Allah SWT semata. Tidak boleh ada persembahan lain. Kedua, orang harus iman kepada Malaikat dan makhluk gaib lainnya. Malaikat adalah makhluk Tuhan yang paling suci dan paling patuh, serta tak pernah berbuat dosa. Masing-masing Malaikat sangat taat dengan tugas-tugasnya sendiri. Ada yang berfungsi menyampaikan wahyu, mencabut nyawa, mencatat prilaku manusia, penjaga pintu sorga, neraka dan sebagainya. Selain itu juga percaya pada keberadaan makhluk gaib lainnya, seperti jin, sosok makhluk gaib yang dapat melihat kita, tapi kita manusia tidak bisa melihat mereka. Jin ini ada yang baik dan yang jahat. Syetan adalah sebangsa dengan jin jahat yang kerjanya menggoda dan berupaya senantiasa untuk menjerumuskan manusia kedalam kejahatan, dan merupakan musuh paling besar sepanjang masa bagi umat manusia. Berikut rukun iman ketiga, percaya kepada kitab-kitab suci yang diturunkan Allah kepada para RasulNya seperti kitab Zabur kepada Daud, Taurat kepada Musa, Injil kepada Isa dan Al Qur’an kepada Muhammad SAW. Alquran adalah kitab suci umat Islam yang harus dijadikan pedoman dan pegangan dalam menelusuri perjalanan hidup ini. Keempat, harus beriman kepada para Nabi dan Rasul-Rasul. Para Nabi dan Rasul ini adalah manusia-manusia pilihan dan istimewa yang ditunjuk Allah sebagai utusan mensosialisasikan dan mengajarkan ajaran Allah kepada Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 115 umat manusia di zamannya masing-masing. Kemudian rukun iman yang kelima adalah percaya akan adanya hari kiyamat, atau hari pembalasan, setelah kehidupan duniawi yang fana ini berakhir. Pada hari tersebut tiap orang harus mempertanggung jawabkan amalan semasa hidupnya masing-masing. Tiap orang akan menerima ganjaran yang sepadan dengan amal prilakunya sendiri. Oleh karena itu semasa hidup ini, orang harus senantiasa berhati-hati dan memelihara prilaku tindak tanduknya supaya kelak selamat dan memperoleh kehidupan yang layak, baik dan nyaman, dan tidak terjerumus kedalam siksaan di akhirat kelak. Sementara rukun iman keenam adalah keyakinan terhadap qadha dan qadhar. Baik-buruknya peruntungan nasib seseorang berada dalam kekuasaan Allah, pada akhirnya semua terpulang kepada Allah SWT. Orang yang beruntung dan bernasib baik tidak boleh lupa diri dan congkak. Sebaliknya mereka yang kurang beruntung juga jangan lupa diri dan putus asa. Peruntungan nasib itu sudah merupakan ketentuan dan cobaan Allah, yang sewaktu-waktu bisa berubah. Yang kaya dan beruntung, dengan kehendak Allah bisa saja tiba-tiba menjadi miskin, sebaliknya mereka yang papa dan sengsara, tidak mustahil suratan hidupnya berputar menjadi nyaman dan menyenangkan. Selanjutnya, disamping beriman, setiap muslim juga harus memenuhi Rukun Islam. Mengucapkan kalimat syahadat, menunaikan shalat, terutama shalat wajib lima waktu, membayar zakat sesuai dengan yang telah digariskan, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang berkemampuan. Selain itu setiap muslim harus selalu mengerjakan ibadah-ibadah yang lain, senantiasa memelihara niat dan jati dirinya dengan berprilaku bijak, makruf, serta menghindarkan diri dan berupaya menumpas perbuatan jahat yang dapat merusak kehidupan anak manusia di bumi. Dasar-dasar keislaman seperti di atas pada umumnya dimiliki oleh kebanyakan Muslim yang pernah belajar agama Islam. Namun dalam aktualisasinya bisa berbeda-beda, lantaran setiap orang bisa saja menafsirkan cakupan Islam yang sangat luas itu menurut sudut pandang, wawasan, pengalaman dan kepentingannya masing-masing. Seseorang yang tekun beribadah, suatu saat bisa saja disebut orang lain kurang Islami bahkan ingkar karena tidak ikut mengutuk Amerika dan pendukungpendukungnya yang dipandang biang kerok kezaliman, biang kerok 116 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia terorisme yang mau menghancurkan Islam. Sebaliknya pelaku tindak kekerasan yang juga Muslim dan mungkin juga tekun beribadah seperti kelompok Azhari, Noordin Top, Imam Samudra dan lainnya, dipandang oleh Muslim di luar kelompok mereka selaku orang yang tidak Islami, karena Islam tidak menghendaki kekerasan seperti yang mereka lakukan. Namun kedua pihak yang saling berseberangan itu, masing-masing merasa dan menyebut pihaknya pembela Islam. Sehubungan dengan masalah ini Goenawan Muhammad menyatakan antara lain: “Yang sering tak disadari adalah justru betapa goyahnya sebutan “Islam”. Identitas memang sesuatu yang penuh problem. Ketika identitas diberi nama dan masuk ke bahasa dan umumnya demikian – kita memasuki resiko : selalu ada yang hilang dalam bahasa. Bahasa bukanlah cermin yang jernih, tak sepenuhnya yang bergejolak dalam kehidupan bisa direpresentasikannya. Sebab itu identitas selalu berakhir dengan kegagapan. Ia tidak pernah tuntas, Islam adalah sebuah identitas yang bergantung pada konteks waktu, tempat dengan apa ia dibandingkan, kepada siapa kita bicara. Kebanyakan kita lupa akan hal itu. Tampaknya ada anggapan bahwa karena agama datang dari Tuhan, otomatis agama akan membentuk satu umat sebuah identitas sosial yang seratus persen cocok dengan bentuk idealnya sendiri. Tentu saja itu sebuah keinginan sejak dulu kata Al-Islam, Kristen, Budha, atau Hindu, menandai himpunan manusia yang tak pernah berhenti mengutuk godaan, tak pernah berhenti menanti keselamatan. Sejak dulu kelompok-kelompok agama tak pernah bebas dari cemar, dengan kata lain, mereka retak dalam diri mereka sendiri. Keterlibatan dalam Teroris Sepanjang mengacu pada berbagai informasi dan fakta yang dijadikan barang bukti dalam proses pengadilan yang berhasil dikumpulkan mengenai latar belakang keterlibatan Munfiatun dengan permasalahan terorisme ini, adalah faktor perkawinannya dengan Abdurrahman Aufi alias Noordin M Top, salah seorang tersangka pelaku terorisme yang sampai sekarang masih buron. Nama Noordin Top mencuat setelah aksi bom Bali I oktober 2002, bersama Azhari. Dua sekawan ini mempunyai keahlian berbeda. Noordin jago merekrut pengikut, sedangkan Azhari pintar merancang bom. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 117 Menurut laporan Tempo, 18 Juni 2006, dari para tersangka yang ditangkap, polisi hanya mengetahui Noordin berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur, akhir 2003 – Juli 2004. Beberapa kali polisi nyaris menangkap pasangan Noordin dan Azhari. Aparat menggerebek kontrakan mereka di jalan Kembang Bandung September 2003. Namun polisi hanya menemukan empat bom yang siap ledak. Mereka juga hampir diciduk di Cengkareng Jakarta pada tahun 2004. Ketika pengejaran terhadap Noordin dan kawan-kawan terus dilakukan, pengeboman justru jalan terus. Hingga belakangan muncul aksi bom Bali II, Oktober 2005. Dari beberapa aksi bom, polisi menemukan satu simpul pengait: detonator yang sama, setelah bom Bali II, Noordin Top dan Azhari yang biasanya jalan berdua, memisahkan diri. Dugaan ini terbukti ketika polisi mengepung persembunyian tersangka teroris di Kota Baru (Malang) Jawa Timur, 9 Nopember 2005. di sana hanya ditemukan jenazah Azhari. Polisi terus memburu Noordin, beberapa pengikut Noordin berhasil diciduk seperti tersangka Solahuddin dan Mustaghfirin di Wonosobo. Detasemen 88 Mabes Polri berhasil menangkap lima orang pengkiut Noordin di Toli-Toli, 5 Mei 2006. Tiga orang yang diduga terorisme yakni Agung Prasmono, Slamet Purnomo, dan Budiono, ditangkap, Juni 2006. Mereka diduga menfasilitasi jaringan Noordin. Menurut polisi sejumlah pengikut Noordin sudah mampu merakit bom. Kursus merakit bom diduga dilakukan kelompok Noordin – Azhari berpindah-pindah lokasi misalnya di Semarang, Surabaya, Solo dan Malang. Selain piawai menebar teror, Noordin juga lihai memikat wanita. Dia berhasil menyunting gadis pujaannya Munfiatun dan Noordin melangsungkan pernikahan mereka secara sembunyi-sembunyi di rumah pimpinan Abu Fida, tanggal 22 Juni 2004 di Jalan Kapas Madya Surabaya. Dalam pernikahan yang menurut versi kepolisian sebagai pernikahan diam-diam (sirri) itu, Munfariatun didampingi ibu kandungnya Harozum. Sementara Abdurrahman alias Noordin M. Top didampingi Achmad Hasan yang sekaligus bertindak selaku pembawa acara. Sunarto bin Kartihardjo alias Abu Soim, alias Adung, alias Abdul Hadi alias Gozali berperan sebagai wali yang menikahkan Munfiatun, karena ayah kandungnya (Munfiatun) sudah meninggal. Sedangkan khutbah nikah disajikan oleh Abu Fida. Berselang lebih kurang dua minggu kemudian pada tanggal 7 Juli 2004 jam 7.30 pagi dilangsungkan pernikahan secara resmi sesuai administrasi pemerintahan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan, 118 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia di hadapan Drs. Munif yang ditindak sebagai penghulu dan tercatat resmi dengan Buku Akta Nikah dengan Nomor Register 303/12/VII/2004, yang diterbitkan KUA Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan. Perkawinan Munfiatun dengan Abdurrahman alias Noordin Top ini berawal dari perkenalan yang sangat singkat. Pertengahan Juni 2004, Munfiatun menginap di rumah temannya sekampus di Universitas Brawijaya Malang bernama Yati yang sudah berkeluarga dengan Hasan. Pada kesempatan itu pasangan Yati Hasan, mengenalkan Munfiatun dengan pria bernama Abdurrahman Aufi warga Malaysia. Hasan kemudian berbicara empat mata dengan Munfiatun menjelaskan identitas Abdurrahman. Kamudian berlanjut dengan pembicaraan antara Munfiatun dengan Abdurrahman sekitar satu jam. Dalam pertemuan singkat tersebut Abdurrahman Aufi melamar atau meminta kesediaan Munfiatun untuk kawin dengan dirinya. Untuk menjawab lamaran ini Munfiatun minta waktu berfikir lebih kurang seminggu. Keesokan harinya Munfiatun bergegas pulang ke Jepara menemui dan minta restu ibunya. Ibunya yang sangat kaget dengan rencana perkawinan yang serba mendadak itu, sementara calon suaminya sama sekali belum dikenal akhirnya berhasil diyakinkan Munfiatun bahwa calon suaminya adalah orang baik-baik. Ibu Harozum yang sedianya merasa keberatan lantaran persoalannya masih serba kabur, kemudian berhasil dilunakkan hatinya oleh Munfiatun dan menyetujuinya. Beberapa hari berselang dilangsungkan pernikahan pada tanggal 22 Juni 2004 di Surabaya dan seterusnya seperti telah dipaparkan sebelumnya. Berdasarkan informasi pemberitaan media massa, Munfiatun memang mengagumi Noordin. Setelah menikah di Surabaya 22 Juni 2004, keduanya berangkat menuju Pasuruan. Tanggal 23 Juni 2004, mereka menumpang di rumah Hasan di Malang, lantas Munfiatun berpisah dengan Noordin. Munfiatun juga kerapkali berpindah-pindah tempat, misalnya pada 27 Juni 2004 Munfiatun dititipkan di rumah Chandra di Pasuruan sampai 20 Juli 2004. Sementara Noordin hanya sekali-sekali menengok istrinya sekitar dua-tiga hari. Selanjutnya Munfiatun pindah lagi dan menjadi guru di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Subang Jawa Barat sampai tanggal 22 September 2004 sore, saat polisi menciduknya. Perkawinan Munfiatun dengan Abdurrahman alias Noordin Top tersebut keluarga Harozum sama sekali tidak pernah menyangka bahwa Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 119 mereka akan terkait dengan urusan besar dan menghebohkan seperti terorisme. Karena itu, begitu mendengar kabar bahwa suami Munfiatun adalah salah seorang pelaku terorisme besar yang sangat dicari polisi, mereka langsung shock. Sejak Munfiatun menghilang dan Harozum dipanggil Polres Jepara tanggal 3 Oktober 2004, keluarga yang mempunyai lima orang anak itu merasa ketakutan, cemas, malu, dan menutup diri. Tiap ada orang datang, mereka tolak dengan beragam alasan, mereka tak ingin kehidupan keluarga mereka menjadi gunjingan banyak orang. Kami keberatan dimintai keterangan seputar Munfiatun kata Rismawati kakak kandung Munfiatun, karena kami tidak mengetahuinya. Adik Munfiatun Nurfaidah menyatakan hal yang sama. Terus terang saja kami semua masih shock. Kami tidak mengenal sama sekali suami kakaknya, kalau tidak salah namanya Abdurrahman asal Sumatera. Wajahnya seperti apa kami tidak tahu. Begitu juga identitasnya, suami Munfiatun tak pernah datang ke sini, kami tak pernah melihatnya. Sementara ketua RT setempat Munawir mengakui Munfiatun bersama ibunya Harozum pernah datang ke rumahnya meminta surat pengantar nikah di luar daerah, tapi tidak dijelaskan siapa calon suami Munfiatun. Sebelum atau sesudah menikah, saya tidak pernah bertemu dengan suami Munfiatun. Kami dan warga setempat terkaget-kaget ketika ada berita suami Munfiatun teroris. Saya tidak percaya, keluarga Harozum itu orang baik-baik, tidak ada satupun anggota keluarganya yang berprilaku teroris, termasuk Munfiatun. Setelah melalui serangkaian proses pemeriksaan dan berlanjut sampai proses pengadilan, Munfiatun divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Bangil Jawa Timur. Dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana “Menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dan menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik”, melanggar poasal 13 sub b dan pasal 13 sub C Perpu No. 1 Tahun 2002 yang ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Sesuai dengan keputusan Pengadilan tanggal 30 Mei 2005 itu. Munfiatun mendekam dalam rumah tahanan Bangil Pasuruan Juni sampai 22 Juli 2005. Kemudian sejak 23 Juli 2005 dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan Wanita Sukun (Lapas) Kota Malang, mendekam di rumah tahanan menghabiskan sisa masa hukumannya yang akan berakhir 28 120 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia September 2007. Sementara suaminya Abdurrahman Aufi alias Noordin M. Top masih tetap menjadi buronan yang terus dicari dan di buru polisi. Berkenaan dengan keputusan Pengadilan Negeri Bangil di atas, Tim Pembela Munfiatun yang diketuai Fahmi H. Bachmid menyatakan bahwa : “Secara defacto dan de Jure, belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Noordin M. Top sebagai pelaku tindak pidana terorisme”. Logikanya bagaimana mungkin Munfiatun dihukum karena menyembunyikan teroris (Noordin Top), sementara Noordin M. Top belum terbukti, belum pernah diadili belum dinyatakan teroris oleh Pengadilan. Mengacu pada tulisan Bambang Sukirno selaku Editor buku Imam Samudra “Aku Melawan Teroris”, kasus terorisme seperti aksi bom Bali dan yang semisal yang melibatkan orang-orang semacam Imam Samudra, Noordin Top dan lainnya, ibarat melihat rekaman tradisi fikih Islam kembali berputar. Tradisi fikih Islam pekat dengan dikotomi antara ahlul Atsar (mainstream nash) dan ahlul ra’yi (mainstream akal). Semestinya keduanya tidak perlu dipertentangkan, karena ulama seperti Imam Syafi’i mampu memadukan dua kecenderungan tersebut dalam ijtihad-ijtihad fikihnya. Keduanya memiliki tempat. Dalam dunia harakah modern kecenderungan semacam itu populer dengan istilah “ahlul mabadi” (kelompok tekstual) Versus “Akhlul mashalih” (kelompok mengedepankan parameter maslahat). Sebuah kenyataan sejarah, harus diterima bahwa dua arus utama itu tetap lestari, tetap ada, terkadang saling berhadap-hadapan. Fenomena ini semestinya membuat umat Islam rajin berdialog untuk lebih mencari titik persamaan dan bukan klaim otoritas. Karena ragam amal adalah kekayaan ibarat tubuh, sekarang telah ada tangan, ada kaki, ada perut, dan seterusnya. Jika unsur-unsur itu bersinergi justru saling melengkapi. Inilah yang membuat hantu “jamaah Islamiyah, sebuah istilah generik yang menurut Zainuddin MZ. Bermakna “organisasi islam” dan oleh Amerika disematkan pada gerakan-gerakan Islam militan yang menjamur. Persoalan besarnya, apakah ketika organ tubuh itu didsatukan, otomatis akan menjadi tubuh ? Siapa sistem sarafnya? Siapa nafasnya? Inilah “pekerjaan Rumah” umat Islam. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 121 PENUTUP Kesimpulan Berpedoman pada berbagai informasi yang berhasil dikumpulkan berkenaan dengan latar belakang kehidupan sosial, keagamaan dan keterlibatan tokoh Munfiatun dalam permasalahan terorisme, diperoleh gambaran umum yang bersifat simpul-simpul pokok yang dipandang penting. Sosok Munfiatun alias Fitri (28 tahun) yang dijadikan sasaran kajian ini, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang relatif taat beragama dan lingkungan sosial yang bernuansa Islami, dengan tingkat kehidupan ekonomi yang mungkin dapat digolongkan kelas menengah menurut ukuran kehidupan sosial ekonomi penduduk setempat, budaya Jawa yang relatif santun, dan berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat perguruan tinggi. Wawasan, pengalaman dan pengamalan keagamaan (Islam) diperoleh melalui sosialisasi keagamaan di lingkungan keluarga, sekolah (madrasah) dan beragam aktivitas sosial keagamaan dalam pergaulan hidup keseharian masyarakat setempat dengan paham dan aktualisasi ajaran keislaman yang selaras dengan koridor Sunnah Waljamaah dan kelompok arus utama (mainstream) setempat. Keterlibatan Munfiatun dalam permasalahan yang menyangkut terorisme, bermula dari hubungan perkawinannya dengan sosok yang dikenalnya sebagai Abdurrahman Aufi yang dianggap Polisi adalah Noordin Muhammad Top berkebangsaan Malaysia yang menjadi tokoh tersangka pelaku Tindak Pidana Terorisme dalam sejumlah aksi tindak kekerasan pengeboman di Indonesia, yang sampai kini masih buron dan dalam pengejaran aparat keamanan. Keputusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 16/Pid.B/2005/ PN/Kab. Pas Bgl tertanggal 30 Mei 2005, yang menyatakan “Munfiatun” bersalah “Menyembunyikan Informasi tentang Tindak Pidana Terorisme dan Menyuruh memberikan keterangan palsu ke dalam akta autentik”, 122 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia dipandang sejumlah tokoh tidak tepat dan tidak benar menurut hukum, karena secara facto dan de jure belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Noordin M Top sebagai pelaku tindak pidana Teroris. Karena Noordin M Top masih berstatus tersangka, belum pernah diadili, masih buron, dan keterlibatannya dalam tindak pidana terorisme, masih merupakan dugaan, belum ada kejelasan dan kepastian hukum, maka dalam rangka upaya penegakan supremasi hukum yang berkeadilan, jika dimungkinkan, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap keputusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor: 16/Pid.B/PN.Kab. Pas.Bgl, tertanggal 30 Mei 2005 tersebut. Tindak pidana terorisme adalah fenomena global tindakan pribadipribadi para pelaku, dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan dan dimana saja, terlepas dari status sosial, etnik atau agama. Oleh karena itu semua pihak hendaknya senantiasa berupaya sesuai dengan kapasitasnya masingmasing, untuk tidak mencampur-adukan permasalahan terorisme dengan persoalan lain yang tidak relevan, khususnya mengaitkan dengan agama. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 123 DAFTAR BACAAN Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural, Muhammadiyah University Press, 2003, Asep Adisaputra, Imam Samudra Berjihad, PTIK, Jakarta, 2006. Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Konflik EtnoReligius Indonesia Kontemporer, 2003. Charles Kuzman (Ed) Liberal Islam : A Sourcebook, (terjemahan) Paramadina, 2003. Elizabeth K. Nottingham, Religion and Society (terjemahan) Rajawali, 1990. Imam Samudra, Aku Melawan Terorisme, Jazera, 2004. Imaduddin Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2005. Janie Leatherman dkk, Mamutus Siklus Kekerasan, Pencegahan Konflik Dalam Krisis Intranegara, Gajah Mada University Press, 2004. James Mc Kee, Sociology, The Study Society, Holt, Richart, and Winston, New York, 1981, p. 339. Kejaksaan Tinggi Priopinsi Jawa Timur, Berita Acara Pengadilan. Laporan Jurnal Media Massa. Martin Van Bruinesen, Genealogies of Islamic Radicalism in post Suharto Indonesia, 2001 (tidak diterbitkan) Tariq Ramadan, Menjadi Modern Bersama Islam, Mizan, 2003. 124 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI MEDAN SUMATERA UTARA Oleh: H.M. Ridwan Lubis Syuhada Abduh KEMENTERIAN AGAMA RI BADAN LITBANG DAN DIKLAT PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 125 JATIDIRI TERPIDANA TERORISME (T.Djohan Dkk) T. Djohan T. Djohan alias Ampon alias Pak Tuha, lahir diMatang Genlumpang Dua Aceh Utara, 16 April 1935, dari suku/etnis Aceh dan beragama Islam. Saat ini tinggal di di Jalan Kaswari Gg. Muslim No. 10 Kelurahan Sei Siambing B. Medan. Pendidikan terakhirnya adalah HIS di Aceh dan pekerjaanya adalah penjual kopi bubuk dan nasi bungkus. Dari perkawinanya ia memiliki anak satu. Adapun pengalaman organisasinya adalah Pansihat GAM wilayah Medan Deli Aceh 2002 sampai ditangkap pada tahun 2003. Berdasarkan informasi dari Saudara Djasmuri (Aceh) menjelaskan bahwa T. Abid Johan alisan Ampon alias Pak Tuha pada tahun tujuh puluhan sudah ada di Medan saat itu bekerja sebagai supir ambulance Brimob Medan yang dipekerjakan sebagai tenaga lepas, merasa kurang cocok sebagai sopir tenaga lepas, kemudian keluar dan kemudian berdagang kopi bubuk dan nasi bungkus di Medan. T. Abid Johan tinggal di sebuah rumah/bedeng kecil sambil menunggui tanah milik orang lain. T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha mempunyai seorang Istri bernama Cut Syarifah Salbiah dan seorang anak bernama Said Azhar alias Adhar (keduanya terlibat teroris). T. ABid Johan alias Ampon alias Pak Tuha di tahan penyidik sejak tanggal 23 Aplir 2003 sampai dengan 20n Agustus 2003, selanjjtnya ditahan penuntut umum sejak tanggal 21 Agustus sampai dengan 9 Oktober 2003, karena terbukti telah melakukan tindak pidana terorisme, maka dituntut hukuman penjara selama 12 tahun. Pengadilan negeri Medan memvonisnya 5 tahun penjara, Jaksa penuntut umum naik banding, pengadilan Tinggi Medan menvonis 6 tahun penjara, selama ini T. ABid Johan belum pernah dihukum atau terlibat dalam tindak pidana apapun. 126 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Tindak Pidana Yang Dilakukan T. Abid Johan telah melakukan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan sengaja memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya atau menyembunyikan sesuatu informasi yang mengakibatkan terjadinya peledakan bom di kantor walikota Medan yang menimbulkan korban yang bersifat massal mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis yang dilakukan dengan cara antara lain: 1. Membantu Manaf Abdi sebagai panglima GAM Wilayah Medan Deli untuk mendapat rumah kontrakan di Medan 2. Menerima uang sebesar Rp. 200.000,- dari Ridwan Muhammad Yusuf, uang tersebut diserahkan kepada Cut Syarifah Salbiah (istri) T. Abid Johan untuk memasak makanan bagi perakit Bom 3. Menyembunyikan dua Bom yang dirakit oleh T. Said Ashar – Zulfikar – Indra Gunawan - Ishak dan Leman serta menyembunyikan mesiu yang belum sempat dirakit menjadi Bom, dengan cara menguburkannya di sekitar rumah T. Abid Johan. 4. Walaupun T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti rencana peledakan Bom di Kantor Walikota Medan dan mengetahui sendiri proses perakitan Bom yang akan diledakan tapi T. Abid Johan tidak melaporkannya kepada pihak yang berwenang. Vonis Hukuman Karena T. Abid Johan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap harta benda orang lain serta obyek-obyek vital yang strategis dan fasilitas publik, maka terhadap T. Abid Johan dijatuhi pidana dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun, Putusan pengadilan Negeri Medan ini ditetapkan pada tanggal 26 Pebruari tahun 2004 dengan nomor: 2.672/Pid.B/2003/PN Mdn. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 127 Motif Tindak Pidana T. Abid Johan melakukan tindak pidana selain karena keadaan ekonomi dan adanya ajakan dari teman-teman yang berasal dari Aceh untuk melumpuhkan perekonomian pemerintah Republik Indonesia serta menakut-nakuti pertamina dan instansi lain. Sehingga pada akhirnya baik pemerintah kota medan, Pertamina, Instansi lain mau membayar/memberikan dana berupa uang yang akan digunakan dalam perjuangan GAM yaitu memisahkan Aceh dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hubungan dengan Sipil/Milter T. Abid melakukan pembantuan tindakl pidana terorisme karena ajakan orang lain, tidak memiliki hubungan atau jaringan dengan pihak tertentu, apalagi dengan militer , karena T. Abid Johan ini masyarakat kelompok kelas bawah yang tidak banyak tahu tentang jaringan-jaringan tertentu. Peledakan Bom Kantor Walikota Medan Menurut informasi dari Sdr. Jasmuri (orang Aceh). T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha mempunyai kelebihan dalam menggunakan bahasa, baik bahasa Aceh maupun bahasa Indonesia, karena punya kelebihan dalam berrbahasa dan dianggap orang tua maka beliau diangkat sebagai penasihat panglima GAM wilayah Medan oleh Manaf Abdi alias T. Peusangan MA alias Abu Hendon alias Abdul Wahab dimana Manaf Abdi ini sebagai panglima GAM wilayah Medan Deli, pengangkatan sebagai penasihat GAM tanpa dokumen resmi. T. Abid Johan alias Ampon aliasn Pak Tuha, pada hari dan tanggal yang tidak dapat ditentukanlagi, namun dalam bulan Maret 2003, atau setidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Maret 2003, bertempat di Jalan Kaswari gang Muslimin No. 10 Kelurahan Sei Sikambing B. Medan Sunggal atau setidaknya pada tempat lain dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Medan telah melakukan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja memberikan bomtuan atau 128 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme yang dengan sengaja menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyekobyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik yang dilakukan T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha dengan cara antara lain: 1. Pada bulan Oktober 2002 T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha diangkat oleh Manaf Abdi alias T. Peusangan MA alias Abu Hendon alias Abdul Wahab sebagai panglima GAM wilayah Medan Deli menjabat sebagai penasehat Panglima GAM wilayah Medan Deli. 2. Manaf Abdi selaku panglima Gam wilayah Medan Deli maupun sebagai perorangan mempunyai rencana meledakan bom di kantor walikota Medan dan pipa gas di jalan Medan Belawan Km 20,5 kecamatan Medan Labuhan dengan tujuan untuk melumpuhkan perekonomian pemerintah Republik Indonesia dan juga menakutnakuti pertamina dan instansi lain serta masyarakat secara luas, sehingga pada akhirnya baik pemerintah kota Medan, Pertamina, Instansi lain maupun masyarakat secara luas akan mau membayar/memberikan dana berupa uang yang akan digunakan dalam perjuangan GAM. Untuk merealisasikan perjuangan GAM tersebut lalu Manaf Abdi selaku panglima GAM wilayah Medan Deli beserta pengurus dan anggota GAM melakukan kegiatan di wilayah Medan Deli yang dimulai dengan pengumpulan dana dari masyarakat. Dana yang terkumpul tersebut antara lain digunakan Manaf Abdi untuk membiayai peledakan Bom di kota Medan. 3. Sekitar awal bulan Agustus tahun 2002 T. Abid Johan, telah membantu Manaf abdi untuk mendapat rumah kontrakan di jalan Kaswari Gang Muslimin No. 10 Medan untuk selama dua tahun dengan harga Rp. 6.000.000,- (enam juta rupiah), terhitung mulai bulan Agustus 2002 sampai dengan bulan agustus 2004, rumah tersebut digunakan sebagai tempat berkumpul anggota GAM, tempat perakitan Bom dan sekaligus tempat istirahat Manaf Abdi. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 129 4. Pada awal bulan Maret tahun 2003 Manaf Abdi mengumpulkan anggota GAM di rumah kontrakannya yang dihadiri oleh T. Abid Johan, Cut Syarifah Salbiah istri (T. Abid Johan) dan T. Said Azhar (putra T. Abid Johan) kedua terdakwa berkas terpisah juga dihadiri oleh Zulfikar alias Zulkifli alias Lamangin alias Zul, Indra Gunawan alias Muda Belia, Ishak alias Mister alias Kalut alias Is dan Leman alias Ulee Bara (keempat tersangka belum tertangkap). Pada pertemuan tersebut dibicarakan rencana perakitan Bom untuk diledakan di Kantor Walikota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan dan Pipa Gas di Jalan Medan Belawan Medan Km. 20.5. Kecamatan Medan Labuhan. Perakitan bom akan dikerjakan oleh T. Said Azhar, Zulfikar, Indra Gunawan, Ishak dan Leman. T. Said Azhar diberi tugas untuk membawa bom ke kantor Walikota Medan dengan menggunakan sepeda milik T. Abid Johan (ayah T. Said Azhar). 5. Beberapa hari kemudian Zulfikar, Indra Gunawan, Ishak dan Leman datang ke rumah kontrakan Manaf Abdi dengan membawa 2 (dua) termos mereka baru tiba dari Aceh (NAD), kedua termos tersebut berisi serbuk hitam (mesiu) kemudian mesiu dipindahkan dari termos ke dalam karung goni, selanjutnya oleh T. Said Azhar disimpan di dalam kamar tidurnya, menunggu dilaksanakan perakitan bom. 6. Pada hari Senin tanggal 24 Maret 2003 kurang lebih pukul 11.00 wib T. Abid Johan melihat Manaf Abdi datang ke rumah kontrakan lalu Manaf Abdi meminta T. Said Azhar, Zulfikar alias Zulkifli alias Lamangin alias Zul, Indra Gunawan alias Muda Belia, Ishak alias Mister alias Kalut alias Is yang dan Leman alias Ulee Bara merakit bom dengan menyerahkan uang sebanyak Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah) untuk membeli bahan-bahan perakitan bom dan biaya perakitan bom. Setelah itu Manaf Abdi menjumpai T. Abid Johan dengan mengatakan kalau sudah selesai dirakit bahan peledak bom maka akan dilaksanakan peledakan bom di Kantor Walikota Medan. 7. Kemudian pada hari Rabu tanggal 26 Maret 2003 kira-kira pukul 11.00 wib Ridwan Muhammad Yusuf alias Marfin alias Cekwan menyerahkan uang sebeas Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) di rumah T. Abid Johan atas permintaan Manaf Abdi untuk biaya makan perakit bom yaitu T. Said Azhar, Zulfikar, Indra Gunawan, dan Ishak dan Leman, lalu uang tersebut oleh T. Abid Johan diserahkan kepada 130 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Cut Syarifah Salbiah) (istri) T, Abdih Johan untuk memasak makanan bagi perakit Bom. Selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 28 Maret 2003, sekitar pada pukul 10.00 wib T. Abid melihat Indra Gunawan menyuruh T. Said Azhar membeli bahan-bahan perakit bom dengan menyerahkan uang sebesar Rp 100.000 ( seratus ribu rupiah) yang kemudian T. Said Azhar membeli 2 (dua) batere GS Pro 12 volt dengan harga Rp 29.000 (dua puluh sembilan ribu rupiah) dari toko usaha makmur motor di komplek pertokoan Tomang Elok jalan Gatot Subroto Medan, membeli 2 (dua) celengan plastik dengan harag Rp 1.000 (seribu rupiah) dari pojok Sei Sekambing Medan, membeli 4 kg semen putih dan juga pipa paralon dari toko S. Tuah dekat swalayan Hagata jalan Sunggal Medan, lebih kurang 1 jam kemudian T. Abid Johan melihat T. Said Azhar, sudah pulang dengan membawa bahan-bahan perakit bom. 8. Kemudian pada hari sabtu tanggal 24 Maret 2003, kira-kira pukul 11.30 wib Ridwan Muhammad Yusuf menyerahkan uang sebesar Rp 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) kepada T. Abid Johan atas permintaan maaf , untuk biaya perakitan bom, yaitu g said Izhar, Indra Gunawan, Zulfikar, Ishak dan Leman, lalu uang tersebut diserahkan oleh T. abid Johan kepada Cut Syarifah Salbiah untuk memasak makanan bagi perakit bom, kemudian kira-kira pukul 12.00 wib T. Abid Johan melihat T. Said Izhar dan Ishak keluar dari rumah konterakan Manaf Abdi, untuk menuju tempat peletakan bom di kantor walikota Medan dan mereka pulang sekitar pukul 17.00 wib. 9. Selanjutnya pada hari senin tanggal 31 Maret 2003 kira-kira pukul 08.00 pada saat sarapan pagi T. Abid johan mendengar pembicaraan T. Said Izhar zulfikar Indra Gunawan Ishak dan Leman, bahwa mereka telah selesai merakit bom dan seraya akan diledakkan di kantor walikota Medan, kemudian kira-kira pukul 12.00 wib T. Abid Johan melihat Zulfikar dan Ishak berangkat ke Belawa, utnuk meledakkan bom di pipa gas jalan Medan-Belawan Km 20; kecamatan Medan labuhan. Indra Gunawan dan Leman berangkat ke kantor walikota Medan untuk meninjau ulang tempat peledakan bom, sedangkan T. Said Izhar berada di rumah bersama T. Abid Johan dan Cut Syarifah Salbiyah menunggu Indra Gunawan dan Leman pulang dari kantor walikota Medan. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 131 10. Kemudian kira-kira pukul 14.00 wib Indra Gunawan dan Leman memberitahukan bahwa lokasi yang tepatuntuk peledakan bom di kantor walikota Medan adalah di pelataran parkir halaman belakang, yang di dengar T. Abid Johan dan T. Said Izhar, setelah itu T. Said Izhar mengambil 2 (dua) dari 4 (empat) bom yang disimpan dalam goni dibalik tembok belakang rumah konterakan Manaf Abdi, kedua bom tersebut disatukan dengan membalut dengan plester lak bom lalu kabel dari kedua bom tersebut disambungkan ke Baterey dan juga jam beker yang sudah berisi bola lampu kecil kemudian disetel ukuran waktu / jam ledak yaitu pada pukul 17.15 wib, selanjutnya T. Said Izhar, Indra Gunawan dan Leman memasukkan kedua bom itu kedalam kotak karton, yang kemudian kotak karton yang berisi bom diikat diatas tempat duduk sepeda, kemudian kira-kira pukul 15.30 wib T. Said Izhar, Indra Gunawan dan Leman berangkat ke kantor walikota Medan dengan membawa bom. T. Said Izhar menggunakan sepeda dengan membonceng bom, sedangkan Indra Gunawan dan Leman naik angkutan umum, tidak berapa lama kemudian T. Said Izhar sudah memasuki halaman parkir belakang kantor walikota Medan. T. Said Izhar sudah melihat Indra Gunawan dan Leman berdiri di depan masjid. Selanjutnya, Indra Gunawan memberikan isyarat dengan jari telunjuknya agar sepeda yang sudah dipasangi bom diparkirkan di antara mobil starlet warna merah no polisi BK. 371- DK dan mobil suzuki Carry warna Biru no. polisi BK-337-DG dengan posisi sepeda dalam keadaan terjaga dan stang sepeda menghadap kantor walikota Medan, kemudian kira-kira pukul 17,15 wib bom tersebut meledak dengan suara yang sangat keras. Walaupun T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti rencana peledakan bom di kantor Walikota Medan dan mengetahui sendiri proses perakitan bom yang akan diledakan di kantor Walikota Medan, namun demikian T. Abid Johan tidak melaporkan informasi tentang rencana peledakan bom tersebut kepada pihak berwenang malahan pada hari Selasa tanggal 18 April 2003 kira-kira pukul 08.00 wib T. Abid Johan menyembunyikan 2 bom yang dirakit oleh T. Said Azhar, Zulfikar, Indra Gunawan, Ishak dan Leman, serta mesiu yang belum sempat dirakit menjadi bom dengan cara menguburkannya disekitar rumah T. Abid Johan. 132 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Tuntutan Jaksa dan Barang Bukti Menyatakan bahwa T. Abid Johan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, melakukan perbuatan untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap objek-objek vital yang strategis. Untuk itu maka Jaksa penuntut umum, menuntut agar menjatuhkan pidana penjara terhadap T. Abid Johan selama 12 (dua belas) tahun dikurangi tahanan sementara yang telah dijalani. Tuntutan 12 (dua belas) tahun ini dikuatkan dengan barang-barang bukti yang berupa: 1. Semen putih cap tiga roda dengan berat sekitar 3 kg 2. 1 (satu) potong kain handuk yang telah disobek 3. 1(satu) potong pipa yang panjangnya 1 meter 4. 3 (tiga) potobng pipa masing-masing panjangnya sekitar 49 cm, 31 cm dan 22 cm. 5. 2 (dua) buah celengan yang telah dibelah masing-masing warna coklat dan hijau 6. 1 (satu) buah lakbom warna kuning 7. 2(dua) buah baterai ABC 1,5 volt 8. 2(dua) potong kabel warna merah dan bola lampu senter 9. 1(satu) unit sepeda warna biru 10. 1 (satu) handphone merk nokia no. 081983819 11. 2 (dua) buah jam weker (timer yang telah diberikan kabel) 12. 2 (dua) buah pipa paralon ukuran panjang 40 cm diameter 11 cm yang berisi semen putih dengan kabel (diduga keras bom rakitan) 13. 2(dua) bungkus plastik serbuk hitam yang diduga kalium kloron (KCl) ditaksir seberat 1 kg Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 133 14. 2 (dua) termos nasi warna merah muda dan warna biru muda 15. 1 (satu) goni plastik buruk berisi potongan-potongan pipa besi, paku oayung, gir sepeda, baut serta potongan besi siku. 16. Serpihan karung goni plastik 17. Semen putih yang telah mengeras 18. Proyektil terdiri dari potongan pipa besi, baut, mur serta besi bekas 19. Serpihan jam weker (timer) 20. Baterei ABC 1,5 volt yang telah rusak 21. Pasir bercampur batu dari tempat ledakan 22. 1 (satu) unit sepeda bagian belakang yang telah rusak/hancur akibat ledakan nom. 23. 1 (satu) unit mobil starlet warna merah No. Polisi BK 374 DK dan 1 (satu) unit mobil Suzuki carry warna biru No polisi BK337 DG Putusan Pengadilan Negeri Medan Menyatakan T. abid Johan telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tidak pidana , melakukan perbuatan untuk melakukan tindak pidana terorisme yang dengan sengaja menggunakan kekerasan, menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap harta benda orang lain, objek-objek vital yang strategis dann fasilitas publik, untuk itu maka terhadap T. Abid Johan dijatuhi pidana dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun. Dengan menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh T. Abid Johan dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhi. Putusan Pengadilan Negeri Medan di tetapkan pada tanggal 26 Pebruari tahun 2004 dengan Nomor : 2.672/Pid.B/2003/PN.Mdn. Permintaan Banding Jaksa penuntut umum merasa tidak puas dengan keputusan pengadilan negeri Medan, menvonis T. Abid Johan hanya 5 (lima) tahun, 134 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia padahal jaksa penuntut umum menuntutnya 12 (dua belas) tahun penjara dengan potong masa tahanan, karena ketidak puasan tersebut, jaksa penuntut umum telah mengajukan permintaan bomding terhadap keputusan pengadilan negeri Medan tersebut. Menimbang bahwa permintaan banding dari jaksa penuntut umum, memiliki syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam undang-undang, maka permintaan bomding tersebut dapat diterima. Menimbang, bahwa setelah Pengadilan Tinggi Medan mempelajari dengan teliti dan seksama berkas perkara T. Abid Johan meliputi berita acara persidangan, turunan resmi putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 26 Pebruari tahun 2004 No. 2672/Pid.B/2003/ PN.Mdn. maka Pengadilan Tinggi, memandang perihal lamanya pidana yang dijatuhkan perlu dirubah dengan alas an sebagai berikut: Bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh T. Abid Johan mempunyai efek negative terhadap ketertiban dan rasa aman di masyarakat, dan tindak pidana teroris merupakan perbuatan yang sangat membahayakan. Bahwa perilaku tindak pidana teroris tidak menghargai nilai-nilai demokratis dan nilai-nilai persatuan, dimana kedua nilai tersebut telah menjadi jiwa bangsa Indonesia. Bahwa dengan alas an-asalan di atas, tujuan menjatuhkan pidana yang ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi, lebih tinggi dari pada yang dijatuhkan Hakim Pertama, agar supaya sikap dan perilaku T. Abid Johan menjadi lebih baik, juga lamanya pidana yang dijatuhkan didasarkan pada asas keadilan dan keseimbomgan antara tingkat kesalahan dan pidana yang dijatuhkan. Menerima permintaan bomding dari Jaksa Penuntut Umum/ Pembanding, merubah putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 26 Pebruari 2004 Nomor 2672/Pid/B/2003/PN-Mdn, yang dimintakan bomding sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan, sehingga amar selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Menyatakan bahwa T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Melakukan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 135 dengan sengaja menggunakan kekerasan, menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap harta benda orang lain, obyek-obyek vital yang strategis dan fasilitas public. Dengan itu maka Pengadilan Tinggi Medan menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh T. Abid Johan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan. Demikianlah diputuskan dalam siding permusyawaratan Majelid Hakim Pengadilan Tinggi Medan, pada hari Kamis, tanggal 8 April 2004, oleh Sudijono Siswahutama, SH. Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, sebagai hakim ketua majelis. P. Simanjuntak SH. M.Hum dan Some Arna, SH. Masing-masing sebagai Hakim-Hakim Anggota putusan mana pada hari itu juga diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum, tetapi tanpa dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa (T. Abid Johan) ataupun kuasanya. Putusan Pengadilan Tinggi Medan ditetapkan pada tanggal 17 Maret 2004 dengan Nomor : 66/PID/2004/PT-MDN. Keterlibatan Dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Sekilas Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Gerakan Aceh Merdeka atau GAM adalah sebuah organisasi (yang dianggap saparatis) yang memiliki tujuan supaya Daerah Aceh atau yang sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara kedua belah pihak (pemerintah dan GAM) yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976, yang menyebabkan jatuhnya korban hampir kurang lebih 15.000 jiwa. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini juga dikenal dengan sebutan Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF). Gerakan Aceh Merdeka dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia. Pada tahun 1976 Hasan di Tiro mencanangkan kemerdekaan Aceh dan membentuk GAM banyak orang-orang Aceh bergabung dengan GAM 136 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia penuh semangat. Bersamaan dengan meningkatnya operasi ABRI di Aceh pada tahun 1980, Muchtar Hasbi sebagai Wakil Presiden GAM terbunuh oleh Kopasus. Pada tahun 1999 Hasan di Tiro terkena Struke di Swedia dan Dr. Husaini Hasan berusaha mengambil alih tampuk pimpinan GAM. Perpecahan lama di antara keduanya muncul ke permukaan. Dr. Husaini Hasan membentuk faksi pecahan yang bernama Majelis Pemerintahan GAM atau MPGAM. Sejak itu pemerintah Indonesia berusaha bekerjasama dengan MPGAM dengan berbagai cara guna mengikis GAM Asli yang masih setia kepada Hasan di Tiro. MPGAM pun pernah dijadikan bendera bagi sejumlah orang Aceh yang tidak puas dengan Hasan di Tiro. Mengingat hubungan yang demikian buruk antara GAM dengan MPGAM di Aceh agaknya cukup ganjil bahwa orang yang ditemukan salah pada kasus baru malam Natal di Medan mempunyai ikatan dengan GAM, walaupun ada yang mengaku bahwa melakukan pekerjaan untuk GAM, dan GAM hendak meledakan Gereja-Gereja di Medan. Penyelidikan polisi kurang cermat dan tidak pernah memeriksa siapa yang memberi perintah, mungkin saja bagi pihak militer maupun polisi secara politis lebih mudah menjadikan GAM sasaran tuduhan. Namun hal ini terasa ganjil mengingat pilihan sasarannya maupun pola bom dilakukan pada malam Natal, sementara GAM itu tidak mempermasalahkan agama lain. Gerakan Aceh Merdeka merupakan gerakan nasionalis yang berjuang untuk kemerdekaan Aceh, GAM bukan gerakan Islam, dan Gerakan Aceh Merdeka tidak pernah mempermasalahkan agama lain. Pada tanggal 27 Pebruari tahun 2005, pihak GAM dan pemerintah Indonesia telah memulai tahap perundingan yang diadakan di Vantaa, Finlandia yang menjadi fasilitatornya adalah Martti Ahtisari Mantan Presiden Finlandia. Setelah mengadakan perundingan selama kurang lebih 25 hari, maka pada tanggal 17 Juli 2005, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan Nota Kesepahaman Damai dilangsungkan pada tanggal 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mision (AMM), yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa Negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara point pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut menfasilitasi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 137 pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pembentukan anmesti bagi anggota GAM. Dalam nota kesepahaman itu juga disepakati seluruh senjata GAM yang jumlahnya mencapai 840 pucuk harus sudah selesai diserahkan kepada AMM pada tanggal 19 Desember 2005. Kemudian pada tanggal 27 Desember 2005 GAM melalui juru bicara militernya Sofyan Daud menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal. Setelah panandatanganan MOU di Helsinki GAM terbagi dua kelompok. Kelompok Pro dan Kontra bagi kelompok yang tidak setuju dengan MOU di Helsinki berpendapat bahwa perjuangan Gerakan Aceh Merdeka belum berakhir. Penandatanganan MOU di Helsinki, hanyalah seperti memberi suntik anti biotic yang tidak akan mampu menyembuhkan secara total penyakit yang telah bersarang di tubuhnya. Bagi bangsa Aceh tidak akan mudah begitu saja menerima MOU dan bisa disembuhkan dengan hanya memberi antibiotic seperti Pilkada, Amnesti, membagi-bagi uang dan sebagainya. Penyakit yang telah bersarang di bumi Aceh bagi sebagian oang Aceh adalah kehadiran orang-orang Jawa yang menjadi penjajah Aceh. Oleh sebab itu, orang Jawa itu wajib diusir, diperangi, dihalau atau keluar sendiri dari Bumi Aceh. Kelompok yang setuju MOU Helsinki dianggap penghianat perjuangan, kelompok ini diketuai oleh Malik Muhammad dan Zaini Abdullah. Penandatanganan MOU di Helsinki sarat dengan kepentingan pribadi mereka, apalagi pihak penjajah Indonesia Jawa menjanjikan kepada mereka, janji-janji yang muluk, atau janji angin surga. Mereka dulu hidupnya tidak mempunyai kuasa, harta dan berbagai kemewahan lain, telah membayangkan, bahwa suatu ketika mereka akan mendapat segalanya. Syaratnya adalah asalkan mereka mengikuti apa yang dikehendaki oleh penjajah Indonesia Jawa. Akan tetapi apa yang dimimpi-mimpikan oleh semua orang yang setuju terhadap MOU Helsinki hanyalah satu ilusi dan fatamorgana. Bahkan diantara sesama mereka sejak awal-awal sudah muncul perpecahan dan permusuhan. Semua ini terjadi sebab iktikad perjuangan mereka sebenarnya bukan untuk membebaskan Bumi Bangsa Aceh dari penjajahan dan pendudukan oleh penjajah Indonesia Jawa. Mereka mengejar pangkat dan kemewahan pribadi, dan bukannya memikirkan nasib dan martabat negara dan bangsa Aceh. Maka saya (Mustafa Abubakar) menyerukan kepada semua generasi baru bangsa Aceh, marilah 138 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kita teruskan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka untuk mengusir penjajah Indonesia Jawa dari bumi Aceh dengan pandangan yang positif dan mempunyai keyakinan diri. Jangan sekali-kali kita merasa diri kita milik penjajah Indonesia Jawa, jangan sekali-kali kita mengaku bahwa kita sebangga dan setanah air dengan penjajah Indonesia Jawa itu, penjajah Indonesia Jawa itu adalah pendatang haram ke negeri Aceh, penjajah Indonesia itu adalah musuh kita Bangsa Aceh. (disarikan dari Gerakan Aceh Merdeka – Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia dan PPDI Meneruskan Perjuangan GAM). Keterlibatan Gerakan Aceh Merdeka Negara Aceh Merdeka telah diproklamasikan pada Desember 1976, oleh Hasan di Tiro. Sejak saat itu telah terjadi konflik antara pihak pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang menyebabkan jatuhnya korban sebanyak 15000 jiwa, karena serangan tentara Indonesia yang tak tertahankan. Setelah jatuhnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998 isu „Aceh Merdeka, kembali menjadi sorotan dunia, organisasi internasional. Sejauh manakah keterlibatan T. Abit Johan dalam organisasi Gerakan Aceh Merdeka? Tidak diperoleh data dan informasi sebelum tahun 2002, bahwa T. Abid Johan terlibat GAM, baik sebagai pengurus, anggota maupun simpatisan. Namun pada tahun 2002 dapat diperoleh informasi bahwa T. Abid Johan sampai dijadikan penasihat GAM wilayah Medan Deli dan peran apa yang beliau dalam kaitannya dengan peledakan Bom Kantor Walikota Medan? Menurut informasi dari. Djasmuri (orang Aceh). T. Abid Johan alias Ampon Tuha mempunyai kelebihan dalam menggunakan bahasa, baik bahasa Aceh maupun bahasa Indonesia, serta dianggap orang tua yang punya pengalaman hidup yang cukup panjang. Maka dengan kelebihan dalam berbahasa, dan pengalaman hidup cukup lama dianggap memiliki kearifan dalam berkata dan bertindak. Untuk itulah beliau diangkat sebagai penasihat GAM wilayah Medan Deli. Pada bulan Oktober 2002 T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha diangkat sebagai penasihat GAM wilayah Medan Deli. Pada awal Maret tahun 2003, Manaf Abdi alias T. Peusangan MA, alias Abu Hendon alias Abdul Wahab mengumpulkan anggota GAM di Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 139 rumah kontrakannya yang dihadiri oleh T. Abid Johan (Penasehat GAM) Cut Syarifah Salbiah, T. Said Azhar (Istri dan anak T. Abid Johan) juga dihadiri oleh Zulfikar alias Zulkifli alias Lamangin alias Zul, Indra Gunawan alias Muda Belia, Ishak alias Mister alias Kalut alias Is dan Herman alias Ulu Bara. Semua orang Aceh hadir. Pada pertemuan tersebut dibicarakan rencana perakitan bom untuk diledakan di kantor Walikota Medan. Kemudian pada hari Rabu tanggal 26 Maret 2003 kira-kira pukul 11 WIB Ridwan Muhammad Yusuf alias Marfin alias Cekwan menyerahkan uang sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah), kepada T. Abid Johan atas permintaan Manaf Abdi untuk biaya makan perakit bom. Uang tersebut oleh T. Abid Johan diserahkan kepada istrinya Cut Syarifah Salbiah, untuk memasak makanan perakit bom. T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti rencana peledakan bom di kantor Walikota Medan dan mengetahui sendiri proses perakitan bom yang akan diledakan di Kantor Walikota Medan. Namun T. Abid Johan tidak melaporkan informasi tersebut kepada pihak yang berwenang. Malahan T. ABid Johan menyembunyikan 2 buah bom serta misiu yang belum sempat dirakit menjadi bom dengan cara menguburkannya di sekitar rumah T. Abid Johan. Akhirnya T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha ditahan penyidik sejak tanggal 23 April 2003 sampai 20 Agustus 2003, selanjutnya ditahan penuntut umum sejak tanggal 21 Agustus 2003 sampai 9 Oktober 2003. T. Abid Johan alias Ampon alias pak Tuha telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Pengadilan Tinggi Medan menjatuhkan pidana dengan pidana penjara selama 6 tahun. Putusan Pengadilan Tinggi Medan ditetapkan pada tanggal 17 Maret 204 dengan nomor: 66/PID/2004/PT.Mdn. Bila disimak sekilas tentang Gerakan Aceh Merdeka yang diproklamirkan pada tahun 1976 oleh Hasan di Tiro mampaknya T. Abid Johan tidak diperoleh data atau informasi bahwa dia terlibat Gerakan Aceh Merdeka mulai tahun 1976 sampai dengan tahun 2002, baik sebagai pimpinan, anggota maupun simpatisan GAM. T. Abid Johan hanyalah orang kebanyakan dari golongan ekonomi lemah. Ia hanya ikut terlibat 140 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia GAM mulai tahun 2002 sebagai penasihat GAM dan terlibat dalam peledakan bom di Kantor Walikota Medan. Keterlibatanya mulai dari mencarikan rumah kontrakan panglima GAM wilayah Medan Deli, proses perakitan bom sampai dengan meledakan bom di Kantor Walikota Medan yang akhirnya ditanghkap dan diadili. Tindakan pidana terorisme yang dilakukan oleh T. Abid Johan tidak ada kaitannya dengan gerakan agama Islam, tetapi murni untuk memperjuangkan supaya Aceh Merdeka dan lepas dari Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 141 PENUTUP Kesimpulan T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha adalah asli orang Aceh yang mengenyam pendidikan jaman Belanda (HIS) Agama Islam sudah dimakan usia hidup dalam keadaan ekonomi gang cukup memprihatinkan hidupnya hanya mengandalkan hasil dari jualan kopi dan nasi bungkus dengan gerobak dorong. Tinggal di rumah bedeng yang sempit sambil menunggui tanah milik orang lain. Namun demikian T. Abid Johan memiliki hati mulia, suka menolong sesame terutama kepada anak-anak muda Aceh yang masih menganggur dan kepada orang-orang Jawa (penarik becak), dengan cara memberi hutang ngopi dan makan, bahkan sering memberi makan dengan CumaCuma, karena mempunyai kelebihan dalam bahasa, baik bahasa Aceh maupun bahasa Indonesia, maka diangkat menjadi penasihat GAM oleh Abdi Manaf selaku panglima GAM wilayah Medan Deli. T. Abdi Johan telah terlibat dalam peledakan bom kantor walikota Medan dengan melakukan tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan memberikan atau meminjamkan uang atau barang, atau harta kekayaan lainnya atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme. Walaupun T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti rencana peledakan bom, di kantor walikota Medan dan mengetahui sendiri proses perakitan bom yang akan diledakan di kantor walikota Medan, namun demikian T. ABid Johan tidak melaporkan informasi tersebut kepada pihak yang berwenang, akibat perbuatan yang dilakukan oleh T. Abid Johan tersebut maka T. Abid Johan ditangkap dan diadili dengan tindakan melakukan santunan melakukan tindak pidana terorisme yang akhirnya Jaksa penuntut umum menuntut supaya T. Abid Johan dipidana penjara selama 12 (dua belas) tahun. Pengadilan Negeri Medan menvonis 5 (lima) tahun Jaksa Penuntut umum naik banding kepada Pengadilan 142 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Tinggi dan Pengadilan Tinggi merubah putusan Pengadilan Negeri Mdesan dari 5 (lima) tahun menjadi 6 (enam) tahun. Sampai saat ini T. ABid Johan sedang menjalani hukuman tapi tidak dapat informasi di lembaga Pemasyarakatan dimana beliau berada. Rumah tinggal beliau saat ini kosong karena anak dan istrinya beliau juga termasuk yang di pidana penjara denganm tuduhan yang sama. Tindak pidana terorisme yang dilakukan T. Abid Johan tidak ada hubungan sama sekali dengan agama atau organisasi keagamaan lainnya (bukan gerakan Islam) karena GAM tidak pernah mempermasalahkan agama lain. Tindakan terorisme ini sebagai separatis yang mempunyai tujuan untuk melepaskan daerah Aceh dari Negara kesatuan Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Februari tahun 2005 telah mengadakan perundingan antara pemerintah Indonesia dengan GAM di Helsinki dan berhasil mencapai kesepakatan damai. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. diantara point pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut menfasilitasi pembentukan partai politik local di Aceh dan pemberian amnesty bagi anggota GAM. GAm sepakat seluruh senjata GAM yang jumlahnya 840 buah pucuk harus sudah selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005 dan sayap militer GAM telah dibubarkan secara formal. Sara-Saran Diharapkan kepada pemerintah dan mantan GAM kesepakatan damai yang telah ditanda tangani betul-betul dipegang teguh, tidak ada yang melanggarnya dan dalam waktu yang tidak terlalu lama kesepakatan tersebut dapat diwujudkan. Karena pemerintah telah memberikan anmesti kepada anggota GAM serta GAM telah menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal, maka diharapkan agar semua tahanan yang divonis sebagai teroris dalam kaitannya dengan kegiatan GAM supaya dibebaskan tanpa syarat, termasuk T. Abid Johan dan keluarganya. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 143 DAFTAR PUSTAKA Akbar S. Ahmad, Post Modernisme: Harapan dan Bahayanya Bagi Generasi Muslim, Mizan, Bandung, 1996: 110 – 113. Z.A. Maulani, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005:44-45. Ahmad Syafi’i Ma’arif, Terorisme Wujud Keputusasaan dalam Islam dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005: 89-94 Agus Sulistiyo dan ِAdi Mulyono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit Ita, Surakarta, tt,: 278 Amien Rais, Kebusukan Terorisme dalam Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005: 81 Adji S., Terorisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005: Harun Nasution dan Bachtiar Effendi (Penyunting), Hak Azasi Manusia Dalam Islam dalam bab I, (Sidney Hook) bab III, (ditulis M. Timur) dan bab IV(Jean Caludea Vatin), Yayasan Obor Indonesia (YOI), 19987: 1 – 166) Jawahir Thontowi, Akar Terorisme dalam Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005: 157 – 159. Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Cetakan ke 3, Gramedia, Jakarta, 1976: 135. Kejaksaan Negeri Medan : Surat Tuntutan Dakwaan Tindak Pidana Terorisme atas nama T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha. Nurchlish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi Baru Islam Indonesia, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta, 1995: 177 – 202. Pengadilan Tinggi Sumatera Utara: Putusan Nomor : 66/PYD/2004/PTMDN: Vonis Terhadap Terdakwa T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha. W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Eresco, Bandung, 1996: 94-96 144 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI KOTA PALU SULAWESI TENGAH Oleh: Bashori A. Hakim H. Djuhardi PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 145 PROFIL TERPIDANA TERORISME (Safri Ambo Bokori) Safri Ambo Bokori Safri Ambo Bokori, alias Aco GM, alias Bobi, lahir di Poso, 11 Nopember 1976 dari suku/Etnis : Bugis. Yang bersangkutan beragama Islam dan sekarang tinggal di Kelurahan Moengko Baru, Kecamatan Poso Kota, Kota Poso. (Terakhir berdomisili di Desa Bega, Kec. Poso Pesisir). Pendidikan yang pernah ditempuhnya adalah SD di Poso tamat 1986, SMP di Timor Timur tamat tahun 1989, SMA di Timor Timur, sampai kelas III tahun 1993, tidak tamat, karena kondisi Timor Timur ketika itu tidak aman. Saat ini bekerja sebagai petani tambak udang (milik orang tua). Safri Ambo Bokori belum menikah dan semaja sekolah tidak pernah menjadi anggota organisasi keagamaan. Safri Ambo Bokori alias Aco GM alias Bobi adalah anak ke dua dari enam bersaudara dari pasangan orang tua: ayah bernama Ambo Bokori dan ibu bernama Suhra. Ia sejak lahir dibesarkan oleh orang tuanya hingga dewasa. Di Poso ia tinggal bersama orang tuanya hingga tamat SD, kemudian pindah ke Timor Timur bersama orang tuanya. Ketika kondisi Timor Timur mulai tidak aman yakni setelah tahun 1993, ia pergi ke Maluku Tenggara bekerja di perusahaan tambang emas di Pulau Wetar selama 4 tahun. Karena perusahaan tambang emas tersebut pindah ke Batu Hijau Kabupaten Sumbawa dan ia tidak mau ikut pindah maka ia keluar dari perusahaan itu. Kemudian pindah ke Sorong bekerja di Kapal Ikan (Kapal Asing/Hongkong) rute Indonesia Timur (Ternate dan Maumere) selama 2 tahun. Setelah itu pindah ke Balikpapan bekerja di warung makan. Terakhir, pindah lagi ke Poso menempati rumah orang tuanya yang ditempatinya dulu ketika tinggal di Poso, dengan alamat Kelurahan Moengko Baru, Kecamatan Poso Kota. Pada waktu sebelum terjadi kerusuhan Poso tahun 1998, ia sempat mengurus tambak udang di tanah milik orang tuanya selama sekitar satu tahun. Belum sempat memanen, kemudian terjadi kerusuhan Poso sehingga ia tak dapat menikmati hasil usahanya lantara mengungsi. 146 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Kerugian yang dialaminya akibat kerusuhan itu adalah hasil tambak udang sekitar Rp. 200.000.000,- rumah milik orang tuanya hancur, serta seorang adik sepupunya meninggal. Ketika peristiwa itu terjadi, ibunya berada di Kendari, sedangkan ayahnya telah meninggal di Timor Timur (sebelum merdeka) karena sakit. (Disarikan dari hasil wawancara dengan yang bersangkutan/Safri Ambo Bokori, Data Berkas Perkara, Nomor:Pol. BP/60/XII/2003/Dit. Reskrim, Direktorat Reserse Kriminal, Kepolisian Daerah Suawesi Tengah). Selama ini ia belum pernah dihukum atau terlibat suatu tindak pidana dana. Vonis Yang Dijatuhkan Safri Ambo Bokori alias Aco GM alias Bobi di vonis sebagai pelaku tindak pidana teroris dengan hukuman selama empat tahun penjara. Pada Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2006 yang lalu mendapatkan remisi 6 bulan dari Pemerintah Pusat, sehingga saat penelitian ini dilakukan masa hukuman tinggal 4 bulan lagi. Ia dipenjara di Lapas Jalan Dewi Sartika, Palu. Perannya pada waktu melakukan penyerangan, penembakan, pembakaran, pembunuhan dan alias teror di Desa Beteleme adalah mendampingi laki-laki Sadan alias Reno, dipinjami senjata lalu melakukan penembakan ke udara, ke drum dan rumah-rumah dengan tembakan rentetan. Ia dan laki-laki Sadan adalah satu unit senjata berdua. Waktu itu ia menggunakan senjata organic M.16 A1 dengan tembakan satu-persatu. Waktu itu menghabiskan satu magazen amunisi (sekitar 30 butir). Ia melakukan tembakan di Desa Beteleme Tua dan di depan Puskesmas Beteleme. Penyerangan, dan pembakaran di Desa Beteleme Kecamatan Lembo, pada hari Kamis, tanggal 9 Oktober 2003, sekitar jam 24.00 WITA s/d jam 02.00 WITA, selain dilakukan 14 orang teman-temannya, dibantu lagi oleh 15 orang (Diambil dari Data Berkas Perkara, Nomor:Pol. BP/60/XII/2003/Dit Reskrim Direktorat Reserse Kriminal, Kepolisian Daerah Sulteng). Motif Tindak Pidana Terorisme Motivasi pelaku melakukan kegiatan tindak pidana, selain karena rasa solidaritas terhadap sesama - yakni ingin membela saudara muslim di Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 147 Poso yang terniaya-, terlebih karena motif balas dendam atau sakit hati atas kerugian ekonomi pribadi berupa rumah orang tua yang dibakar dan tambak udang sekitar 6 hektar yang siap panen tidak jadi dipanen. Tambak udang itu terletak di Desa Masani. Desa Masani, Kecamatan Poso Pesisir. Ketika ada kerusuhan Poso tahun 1998 menjadi daerah merah (dikuasai pihak Nasrani) dan semua penduduk mengungsi ke daerah lain yang mereka anggap aman. Selain itu, karena ajakan Madong (dalam Resume Perkara sering ditulis Madon), untuk diajak menyerang kampung Tibo cs. yakni Desa Beteleme yang pernah menyerang Kota Poso. Ketika terpidana diajak menyerang, saat itu sudah ada teman-teman yang lain seperti; Arman, Rahmat (alm karena terkena tembak polisi saat salat Maghrib), Aswan (alm. yang juga kena tembak polisi), serta lainnya yang namanya tak dikenal oleh terpidana. Hubungan Dengan Sipil Maupun Militer Terpidana dalam melakukan tindak pidana tidak memiliki hubungan atau jaringan dengan pihak tertentu, apalagi dengan militer maupun pihak luar negeri. Terpidana melakukan tindak pidana semata-mata karena ajakan orang lain, dan didorong oleh perasaan solidaritas, ingin membela teman-teman seagama yang tertindas ketika itu. Dalam tindak pidana menggunakan senjata pinjaman (dipinjami teman, Madong/Madon) untuk ikut menggunakan saat penyerangan. Tidak ada training atau pendidikan dan pelatihan (Diklat) yang secara khusus diikutinya selama berbulanbulan. Terpidana hanya dilatih tentang cara penggunaan senjata selama seminggu oleh orang yang mengajak melakukan serangan (Berdasarkan Resume Perkara terpidana). Mengenai ada tidaknya jaringan gerakan keagamaan secara internasional, terpidana tidak mengetahui. Kalaupun ada orang yang menganggap jaringan gerakan keagamaan internasional itu ada, menurut terpidana akibat terkena pengaruh media bohong Amerika. Pengetahuan Tentang Jaringan Kerja Terorisme Pengetahuan terpidana tentang jaringan kerja terorisme terkesan terbatas. Ia tidak banyak tahu tentang teroris, terlebih mengenai jaringan 148 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia kerjanya. Pengakuan terpidana melalui penuturannya kepada peneliti mengenai beberapa hal meliputi perlunya penyandang dana bagi kegiatan terorisme dan tidak dapat dilakukan oleh seorang, tidak diketahuinya dan tidak adanya hubungan dengan kelompok bawah tanah di Indonesia. Ia juga tidak tahu tentang jaringan komando yang terstruktur dan manajemen yang mengatur jalannya roda organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan terpidana tentang jaringan kerja terorismen memang terbatas. Ia juga tidak mengenal adanya DI, JI maupun KJ. Ia mengetahui adanya terorisme melalui berita dari televisi dan surak kabar. Sekalipun begitu, ia tidak memungkiri pendapat bahwa suatu tindakan terorisme perlu adanya penyandang dana dan kegiatan tersebut tak dapat dilakukan hanya sendirian. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 149 PAHAM KEAGAMAAN Faham Teologi Keagamaan Terpidana belajar pengetahuan agama dari ceramah agama yang disampaikan para da’i melalui pengajian yang diselenggarakan di masjid di lingkungan tempat tinggalnya, juga dengan cara membaca buku keagamaan. Selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Kota Palu, terpidana pernah membaca buku fikih yang tersedia di Perpustakaan Lembaga Pemasyarakatan. Dalam membaca buku keagamaan ia lebih tertarik kepada materi fikih terutama fikih faham atau madzhab Ahlussunnah wal Jamaah. Fikih madzhab Ahlussunnah wal Jamaah menurut pendapatnya lebih mendekati Sunnah Nabi Muhammad SAW. Terpidana terlihat memahami tentang teologi Islam, sekalipun sangat terbatas. Tingkat pemahamannya tentang teologi keagamaan, tergambar dari penuturannya kepada peneliti mengenai beberapa hal berikut: Mengenai firqah-firqah dalam Islam seperti: mu’tazilah, khawarij, jabariyah, syi’ah dan ahlussunnah, dengan perbedaan masing-masing, dapat dikatakan bahwa terpidana cukup mengetahui sekalipun secara garis besar. Menurut terpidana, masing-masing firqah mempunyai perbedaan yang mendasar, yaitu: Mu’tazilah merupakan faham keagamaan yang lebih mengandalkan fikiran; Khawarij adalah kelompok yang keluar dari jamaah karena perbedaan faham; Jabariyah adalah faham keagamaan yang lebih mendasarkan kepada takdir; Syi’ah adalah kelompok yang cenderung mendewa-dewakan Ali bin Abi Thalib; sedangkan Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok yang menjalankan syariat Islam sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Adapun firqah yang paling disukai terpidana sebagaimana telah disebutkan di atas, adalah Ahlussunnah wal Jamaah, karena firqah ini dalam mengamalkan faham atau ajaran agama lebih mendekati Sunnah Nabi. Memang semua madzahab itu pada dasarnya sama saja, karena semua dapat dipergunakan untuk landasan beribadah, terutama oleh pengikutnya masing-masing. Sekalipun demikian ia tidak mengingkari 150 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia bahwa setiap madzhab memiliki kelemahan dan kelebihan. Dengan demikian keberadaannya sebagai rujukan untuk pelaksanaan ibadah adalah saling mengisi atau saling menunjang. Tentang teologi Asy’ariah, Maturidiyah dan Wahabi, terpidana tidak tahu. Apabila teologi yang diajarkan oleh masing-masing faham keagamaan itu sesuai –dalam arti tidak menyimpang- dengan yang diajarkan Nabi Muhammad, bagi terpidana tidak menjadi masalah. Dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan masyarakat Indonesia, tidak dapat dikategorikan apakah negara kita tergolong muslim ataukah kafir. Yang jelas negara kita adalah negara nasional Indonesia.Terpidana tidak mengetahui teologi yang dianut oleh organisasi sosial keagamaan di Indonesia. Sehingga ia tidak dapat menjelaskan atau menilai apakah teologi organisasi keagamaan di Indonesia sudah tepat atau belum. Terpidana mengaku tidak mempunyai buku-buku tentang aliran teologi Islam. Buku tentang faham keagamaan yang pernah dibaca yaitu Pemahaman Sesat di Indonesia, namun lupa nama pengarangnya. Buku-buku teologi Islam itu dapat dipergunakan untuk menambah pengetahuan agama, tidak harus dipercayai atau diikuti karena belum diketahui benar-tidaknya. Terpidana mengaku tidak pernah mempunyai pembimbing keagamaan yang memberikan doktrin keagamaan. Pemahaman Tentang Jihad Terpidana terlihat faham tentang jihad. Jihad dimaknakan sebagai bersungguh-sungguh dalam segala hal, terutama dalam hal ibadah. Teror menurut dia tidak sama dengan jihad. Sehubungan dengan kejadian Poso, sebenarnya umat Islam hanya dalam posisi membela, dan membalas. Orang yang harus diperangi menurut terpidana adalah siapa saja yang memerangi kita. Tapi ketika negara dalam keadaan aman maka tidak boleh dilakukan jihad dalam bentuk perang. Pemahaman Negara Dan Khilafah Negara Islam menurut terpidana/pelaku tidak perlu, yang penting cita-citanya islami, ajaran agama dilaksanakan, agar negara aman. Islam tidak membeda-bedakan suku, asal daerah, bangsa dan sebagainya. Yang Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 151 membedakan antara seseorang dengan yang lain adalah kadar iman seseorang. Sementara itu cinta tanah air tak bertentangan dengan Islam. Dengan demikian nasionalisme tidak menyalahi agama. Dalam kaitannya dengan Islam sebagai ideologi negara, terpidana setuju jika umat beragama lain juga setuju. Mengenai khilafah, sebenarnya umat lain (Katholik) juga punya semacam khilafah. Khilafah tak menghambat demokratisasi, karena sistem khilafah sebenarnya juga memberi kebebasan yang lain selagi masih dalam jalur Islam. Imamah seharusnya satu saja, tetapi jika yang lain dikatakan tidak sah, itu juga tidak benar karena yang lain itu (misalnya LDII) justru menunjukkan adanya perbedaan. Persepsi Tentang Dunia Islam Terpidana/pelaku tampak memberikan tanggapan yang cukup positif terhadap dunia Islam. Hal ini terlihat dari anggapan terpidana bahwa negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim hingga saat ini belum stabil akibat cengkeraman Barat. Tidak benar anggapan yang mengatakan bahwa setiap penguasa di negara muslim adalah diktator, karena tidak semuanya demikian. Adapun pandangannya tentang pemisahan antara Islam dengan negara, menurutnya Islam tak perlu dipisahkan dengan negara sebab Islam mengajarkan banyak hal tentang kehidupan masyarakat, termasuk tentang ketatanegaraan. Menurutnya pertarungan global di semua aspek kehidupan dewasa ini telah dimenangkan Barat. Dalam hal komunikasi, negara-negara muslim sangat terasa sekali ketertinggalannya dengan Barat. Menurut terpidana, ada cara yang baik untuk meredam agar Barat tidak memusuhi Islam. Kita harus menunjukkan kepada Barat bahwa Islam agama damai, kita wujudkan dalam perilaku. Adapun adanya tuduhan bahwa Islam tidak mampu mengkounter wacana yang mengatakan kelompok Islam sebagai kelompok tertuduh dalam setiap peristiwa teror, justru wacana itu sendiri yang tidak benar. Islam tidak pernah mengajarkan teror. Jamaah, Persaudaraan Muslim Dan Solidaritas Dunia Islam 152 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Menurut terpidana, Islam melalui ajara-ajarannya mengatur sistem pemerintahan. Namun ia tidak dapat menjelaskan secara lebih jauh mengenai sistem pemerintahan Islam yang dimaksud. Dalam kaitannya dengan imamah (imam) dalam Islam, ia tidak sependapat apabila setiap aliran dalam Islam mempunyai imam tersendiri. Idealnya imam bagi umat Islam kalau memang diperlukan seharusnya satu saja. Ia membenarkan jikalau tidak ada imam berarti tidak ada jamaah. Berkenaan dengan pengorganisasian umat Islam, terpidana membenarkan tentang perlunya umat Islam diorganisir seperti umat Katholik untuk memudahkan pembinaan ukhuwah islamiyah dan komunikasi internal umat Islam. Ia sependapat kelemahan umat Islam selama ini karena tidak terorganisir secara baik sehingga terkesan terceraiberai, tidak ada kekompakan satu sama lain. Dalam kondisi demikian maka sebenarnya diperlukan figur pimpinan umat misalnya berupa imam secara fisik, yang dapat mengeluarkan fatwa untuk ditaati umat Islam. Dengan demikian diharapkan akan tercipta komunitas umat Islam yang relatif baik. Setiap muslim, siapapun dia dan dimanapun berada, adalah satu saudara. Agama kita mengajarkan sepeeti itu. Demikian pendapat terpidana.Perihal pemberlakuan syari’at Islam di negeri ini, terpidana setuju-setuju saja, karena dengan diberlakukannya syari’at Islam diduga kuat negeri ini akan aman dan tenteram. Terpidana setuju atas pendapat yang mengatakan bahwa umat Islam di dunia dewasa ini pada umumnya tercerai-berai, setiap kelompok maupun bangsa tampak lebih mendahulukan kepentingan kelompok umat atau kepentingan nasionalnya masing-masing. Solidaritas antar sesama umat Islam terasa kurang. Demikianlah kenyataan yang kita lihat sekarang. Demikian penuturan terpidana tindak pidana teroris, Safri Ambo Bokori. Menyadari perlunya perbaikan hidup di masa depan dan rasa tanggung-jawab ingin hidup mandiri setelah keluar sekolah (drop out), tampaknya menjadi motivasi bagi Safri Ambo Bokori untuk bekerja mencari nafkah. Konsekuensi berpindah-pindah tempat tinggal sematamata untuk mencari pekerjaanpun di jalaninya. Kenyataan itu Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 153 menunjukkan bahwa Safri Ambo Bokori ternyata merupakan figur pemuda yang memiliki rasa tanggung-jawab akan masa depan hidupnya. Pengetahuan agama (Islam) yang secara formal diperoleh hanya melalui pendidikan di sekolah umum (DS, SMP dan Kelas III SMA), mengindikasikan terbatasnya pengetahuan agama Safri Ambo Bokori. Namun sebagai pemuda berlatar belakang etnis Makassar yang dikenal sebagai daerah mayoritas muslim, kiranya dapat difahami jika Safri Ambo Bokori cenderung memliki karakter yang tergolong Islami. Karakter demikian tampak, antara lain ketika saat peneliti mewawancarainya (ketika itu hari Jum’at), sekitar satu jam sebelum waktu salat Jum’at (yakni jam 11.00 waktu Kota Palu/WITA) ia minta wawancara ditunda karena akan bersiap-siap salat Jum’at dan bersedia diwawancarai lagi sesudah salat Jum’at. Permintaan penundaan wawancara itu menunjukkan sikap Safri Ambo Bokori yang begitu peduli dan disiplin terhadap waktu salat yang dalam hal ini salat Jum’at. Pada umumnya para pemuda kurang peduli terhadap waktu salat (terutama salat Jum’at) sehingga masjid baru mulai penuh jamaah ketika Khatib naik mimbar. Memang, mungkin saja sikap demikian dilakukannya karena berada di tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan (LP). Namun, terlepas dari berbagai kemungkinan yang mempengaruhi sikapnya itu, kiranya tidak berlebihan jika Safri Ambo Bokori dikatakan sebagai pemuda yang tergolong taat beragama. Namun ketaatan terhadap agamanya tidak serta-merta menjadikan Safri Ambo Bokori sebagai sosok pemuda yang terlalu fanatik kepada agamanya. Hal ini terbukti dari motivasi Safri Ambo Bokori melakukan tindak pidana teroris karena faktor ekonomi, di samping faktor solidaritas terhadap sesama muslim. Ketika terjadi kasus kerusuhan Poso tahun 1998 yang lalu ia mengalami kerugian materi jutaan rupiah dan pada waktu diajak orang untuk melakukan penyerangan ke kampong Tibo, ajakan itu langsung diterima dengan maksud ingin membalas. Dalam kaitannya dengan pendidikan para pelaku tindak pidana teroris di Poso dan Sulawesi Tengah pada umumnya, rata-rata mereka berpendidikan rendah, demikian pula pengetahuan agamanya. Mereka bukan dari pendidikan pondok pesantren. Tindak pidana teroris yang mereka lakukan bukan dilatar belakangi persoalan agama, tetapi persoalan kesejahteraan, persoalan ekonomi, tidak puas dengan keadaan. Demikian penuturan beberapa informan, antara lain Kepala Bagian Humas 154 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Kejaksaan Negeri Palu dan Asisten Tindak Pidana Khusus (PIDSUS) yang juga merangkap selaku Asisten Tindak Pidana Umum (PIDUM) di Palu/Sulawesi Tengah. Dari penuturan para informan itu mengindikasikan bahwa para pelaku tindak pidana teroris di Propinsi Sulawesi Tengah bukan dari kalangan intelektual tinggi, dan juga bukan dari kalangan pondok pesantren. Indikasi itu ternyata berlaku pula terhadap Safri Ambo Bokori. Dengan demikian pernyataan para informan itu memperkuat akurasi data tentang Safri Ambo Bokori pelaku tindak pidana teroris yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini, bahwa Safri Ambo Bokori bukanlah tergolong pemuda intelektual tinggi, bukan dari pondok pesantren dan melakukan tindak pidana teroris karena motif ekonimi dan rasa solidaritas. Keikutsertaan Safri Ambo Bokori dalam melakukan tindak pidana teroris atas ajakan Madong (Madon), menunjukkan bahwa ia bukanlah pelaku utama, apalagi dalang atau otak pelaku tindak pidana teroris. Sebagai orang yang diajak melakukan tindak pidana teroris, maka wajar kiranya jika Safri Ambo Bokori tidak banyak mengetahui informasi tentang ada tidaknya jaringan terorisme, baik di dalam maupun di luar negeri. Dapat difahami pula jika ia tidak memiliki keterkaitan dengan militer ketika melakukan tindak pidana teroris. Sebelum diajak melakukan penyerangan, Safri hanya dilatih menggunakan senjata -milik orang yang mengajaknya- dalam waktu tidak lebih dari seminggu. Posisinya dalam kehidupan masyarakat, tidak lebih sebagai seorang petani yang secara materi terugikan oleh peristiwa kerusuhan Poso pada tahun 1998 yang lalu. Sebagai pemuda yang pengetahuan agamanya diperoleh hanya dari pendidikan formal semasa di Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Kelas III Sekolah Menengah Atas (SMA) ditambah dari keikutsertaannya dalam pengejian-pengajian atau ceramah yang diadakan secara berkala di masjid di daerahnya, maka wajar apabila pengetahuan keagamaan Safri Ambo Bokori relatif terbatas. Dengan demikian ia tidak tergolong teroris yang berpengetahuan agama yang luas. Hal ini terbukti dari terbatasnya pengetahuan Safri Ambo Bokori tentang teologi Islam, konsep tentang jihad, khilafah maupun mengenai dunia Islam. Mencermati data tentang Safri Ambo Bokori tersebut di atas maka ia hanyalah teroris tingkat lokal dengan latar belakang pengetahuan agama Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 155 maupun pengetahuan umum terbatas. Jadi bukan teroris tingkat nasional, apalagi tingkat internasional. Predikatnya sebagai teroris adalah sebatas teroris ikut-ikutan, bukan kelas perancang atau otaknya teroris. Dalam tataran sosiologis, keikut-sertaan Safri Ambo Bokori dalam kasus tindak pidana teroris merupakan kerjasama (co-operation) yang terbentuk dalam suatu proses sosial atau interaksi sosial (social interaction). Dalam paradigma struktural-fungsional yang dikembangkan antara lain oleh Talcott Parson (1937) dan Robert K. Merton (1957) sebagaimana dikutip oleh Alo Liliweri, masyarakat dalam melakukan interaksi sosial harus dilihat sebagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Hubungan yang terjadi dapat berupa hubungan yang asosiatif dan disasosiatif. Hubungan sosial yang asosiatif terdiri atas: kerjasama, akomodasi dan asimilasi (Alo Liliweri, 2005). Dengan demikian, mengacu kepada konsep paradigma struktural-fungsional maka kerjasama yang terjadi antara Safri Ambo Bokori dengan pihak yang mengajak melakukan tindak pidana teroris adalah merupakan suatu interaksi sosial atau proses sosial yang asosiatif. Dapat difahami, bahwa Safri Ambo Bokori sebagai bagian dari masyarakat atau anggota masyarakat dalam hidup bermasyarakat tidak terlepas dari adanya hubungan dengan sesama anggota masyarakat. Hubungan yang terjadi atau dilakukan berbentuk kerjasama. Hubungan kerjasama terbentuk karena adanya kesamaan tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak yang melakukan kerjasama. Hanya saja dalam konteks kerjasama yang dilakukan Safri Ambo Bokori berupa kegiatan melawan hukum, yakni penyerangan ke Desa Beteleme. Sekalipun bentuk kerjasama yang dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai orang yang diajak, karena kerjasama yang dilakukan berupa penyerangan, pembakaran dan pembunuhan maka Safri Ambo Bokori dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana teroris oleh pihak aparat hukum sehingga ia dijatuhi hukuman selama empat (4) tahun penjara. 156 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan berikut: Safri Ambo Bokori alias Aco GM alias Bobi terpidana tindak pidana teroris selama 4 tahun dan dipenjarakan di Lapas Kota Palu, lahir di Poso tanggal 11 Nopember 1976, beragama Islam, pekerjaan petani tambak, status belum kawin, tempat tinggal di Kelurahan Moengko Baru Kecamatan Poso Kota, dengan latar belakang pendidikan umum relatif sedang (kelas III SMA) dan pengetahuan agama yang reratif cukup pula (mengetahui secara umum misalnya tentang: faham teologi, jihad, negara dan khilafah, persepsi tentang dunia Islam). Pengetahuan agama dia peroleh dari pengajian yang sesekali diadakan di masjid lingkungannya dan sedikit baca buku). Kecenderungan faham keagamaannya adalah ahlussunnah. Sejak kecil hidup bersama kedua orang tuanya. Setelah tidak melanjutkan sekolah, hidupnya disibukkan dengan kegiatan bekerja mencari nafkah. Perpindahan tempat tinggal dari Poso (tempat kelahiran) ke daerah-daerah lain karena faktor pekerjaan. Sebelum terjadi kerusuhan Poso tahun 1998, ia sudah pindah lagi ke Poso menempati rumah lamanya dan bekerja sebagai peternak udang di lokasi tanah milik orang tuanya. Safri Ambo Bokori dipidana karena melakukan penyerangan, pembakaran, penembakan, pembunuhan yang terjadi di Poso bersama laki-laki Madong (dalam sering ditulis “Madon”) alias Habib (selaku pimpinan) kurang dari 14 orang temannya yang lain. tindak pidana dan aksi teror Berkas Perkara bersama tidak Faktor-faktor yang mendorong Safri Ambo Bokori melakukan tindak pidana teroris adalah: faktor ekonomi dan faktor solidaritas sesama. Faktor ekonomi, karena dengan adanya peristiwa kerusuhan Poso tahun 1998 ia merasa mengalami kerugian materi yang tidak sedikit. Sedangkan faktor solidaritas, karena keikutsertaannya melakukan penyerangan lantaran memenuhi ajakan orang lain ingin membela saudara muslim di Poso yang teraniaya. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 157 Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan demikian, direkomendasikan bahwa agar kiranya pihak Departemen Agama di berbagai daerah dapat bekerjasama dengan instansi terkait berupaya meningkatkan pengetahuan keagamaan masyarakat melalui misalnya: penyuluhan, penataran dan sebagainya secara terprogram, sehingga masyarakat lebih mendalami agamanya masing-masing. Dengan meningkatnya pengetahuan agama masingmasing umat beragama diharapkan mereka tidak mudah menerima ajakan ataupun hasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk tindakan teror. 158 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia DAFTAR KEPUSTAKAAN Aji, S., Terorisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian –Suatu Pendekatan Paraktek, PT. Rineka Cipta, Edisi Revisi V, Cet. XII, Jakarta, 2002. Assamurai, Qasim, Bukti-Bukti Kebohongan Orientalis, Gema Insani Press, Jakarta, 1996. Creswell, Jahn, W., Research Design –Desain Penelitian, Qualitative & Quantitative Approaches – Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, Alih Bhs.: Angkt. III & IV KIK –UI, Kerjasama dg. Nur Khabibah, Edt.: Aris Budiman, Bambang Hastobroto, Chryshnanda, DL, KIK Press, Edisi Revisi II, Jakarta, 2002. Direktorat Reserse Kriminal, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Resume Perkara, (Safri Ambo Bokori), Berdasarkan Lap.Pol. Oktober, 2003. Ensiklopedi Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000. Faisal, Sanapiah, Varian-Varian Kontemporer Penelitian Sosoial, dalam : Burhan Bungin (Ed.), Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Cetakan III, Jakarta, 1976. Liliweri, Alo, Prasangka dan Konflik: Komunitas Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, LKIS, Yogyakarta, 2005. Maulani, Z.A., Di Balik Isu Terorisme, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari Minyak Haingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005. Moleong, Lexy, J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Rais, Amin, Kebusukan Terorisme, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 159 Syafi’i Ma’arif, Ahmad, Terorisme Wujud Keputusan, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari Miyka Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005. Sulistiyo, Agus, dan Mulyono, Adi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Terb. Ita, Surakarta, tanpa tahun. Thontowi, Jawahir, Akar Terorisme, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005. 160 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PROFIL KEAGAMAAN TERPIDANA TERORISME DI KOTA SEMARANG JAWA TENGAH Oleh: Umar R. Soeroer PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA 2015 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 161 JATIDIRI TERPIDANA TERORISME (Subur Subiyanto Dkk) Subur Subiyanto Subur Subiyanto dilahirkan pada tanggal 9 April 1973 di kota Semarang. Anak pertama dari tiga bersaudara. Pekerjaan sehari-harinya adalah karyawan dari sebuah percetakan milik pengurus Pelajar Islam Indonesia (PII) Semarang. Isterinya berasal dari Pati, dan anaknya empat orang. Tinggal di rumah kontrakan di Perumahan Kaliwungu Indah Blok C7/20 Semarang. Riwayat pendidikannya dari SD,SMP dan SMA semuanya di Semarang. Sejak di SD dan SMP aktif di Pramuka dan latihan karate di sekolah. Ketika di SMA pilihan extra kurikuler sebagai pencinta alam, dan termasuk anggota OSIS di SMA Negeri 8. Ibu-bapanya seorang petani berpendidikan sekolah dasar, dan pngetahuan agamanya juga kurang. Subur belajar agama dari kaketnya, setelah kakeknya meninggal dunia, pelajaran agamanya dilakukan dari mesjid satu ke mesjid yang lain orang Jawa menyebutnya ngoprak-ngoprak. Karena latar belakang pendidikan agama kedua orang tuanya sangat minim, maka Subur mengajak kedua orang tuanya ikut serta pengajian dari mesjid ke mesjid, sehingga pengamalan ibadah shalatnya sudah baik dari sebelmnya. Pengalaman organisasinya, aktif sebagai anggota Pelajar Islam Indonsia (PII) di wilayah Semarang. Dan di organisasi inilah mereka mendapatkan lowongan pekerjaan sebagai karyawan percetakan. Pernah juga mengikuti pesantren kilat atas undangan dari Yayasan Yasmin Surakarta, betempat di Darushadah, Gunung Madu, salah seorang guru yang memberikan materi pelajaran adalah ustadz Mukhlas. Bagi Subur pengetahuan agama, yang paling penting adalah sesuai dengan tujuan yaitu mentauhidkan Allah, sebagai tujuan hidup beribadah kepada Allah. Dan Subur mengaku tidak pernah mengikuti salah satu partai agama dan organisasi agama lainnya, di dalam memperjuangkan cita-cita Islam. 162 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Adapaun buku yang dimilki dan dipelajarinya adalah: Kitabut Tauhid, karangan Dr. Sholah Fauzan; Kitabut Tauhid, karangan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab; Ushuluts Tsalatsah, karangan Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab; Syarh Aqidah Thohawiyah; Akidah Islam, karangan Sayyid Sabiq; Allah Jalla Jaluluhu, karangan Said Hawwa; Dasardasar Islam, karangan Abul A’la Maududi; dan Aqidah Landasan Umat, Syaikh Abdullah Azam; Proses bertemu dan mendapatkan informasi tentang data perkara tindak pidana terorisme, tidak semudah yang kami bayangkan, sekalipun sudah dibekali kelengkapan surat tugas, surat pengantar dari instansi terkait, belum tentu diperkenankan untuk melakukan wawancara dengan terorisme yang bersangkutan karena terorisme merupakan perkara politik yang sangat peka dan memiliki berbagai keterkaitan: keamanan, politik, hukum dan hubungan sosial lainnya. Namun untuk informasi data perkara tindak pidana terorisme di Propinsi Jawa Tengah, dapat diperoleh dengan lancar, dengan menunjukkan Surat Tugas dari Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama disertai Surat Pengantar dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia Jakarta, yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, kemudian diteruskan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Propinsi Jawa Tengah. Lalu mendapatkan seorang Petugas Jaksa Pendamping, ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Kedung Pane Semarang. Selama dua hari kami mendapatkan izin untuk melakukan wawancara dalam suatu ruangan khusus yang di luar ruangan dijaga beberapa petugas Polisi dan security Lapas, dan selama dalam wawancara sekali-sekali mereka memonitor membuka pintu atau mengintip lewat jendela. Perlakuan tersebut terkesan betapa ketatnya penjagaan mereka yang selama ini teridentifikasi sebagai teroris. Selama dalam wawancara para teroris terkesan mereka berprilaku sopan, berakhlak, memberikan jawaban secara lugas tanpa beban, ikhlas, penuh rasa kekeluargaan dalam silaturahim tersebut. Pada awalnya timbul kekhawatiran bagaimana menyampaikan pertanyaan kepada mereka, agar mereka merasa tidak tersinggung, misalnya menyatakan kepada mereka sebagai “teroris”, sementara juga saya menyatakan bahwa saya “bukan teroris”, tapi saya hanya sebagai petugas peneliti?. Namun masalah tersebut dapat melegahkan hati, ketika melakukan wawancara dengan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 163 Kusnin, SH, MH, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum , Kantor Kejaksaan Negeri Semarang, sebelum kami dipertemukan dengan para teridana tahanan terorisme, mengatakan untuk menghadapi mereka tidak sesulit yang dikhawatirkan itu. Karena Terorisme berbeda dengan seorang Pencuri. Pencuri sekalipun mereka nyata-nyata memegang bukti-bukti curiannya, tapi mereka belum tentu mau mengaku Pencuri, tapi kalau seorang Teroris, bila mereka melakukannya pasti diakui semuanya sekalipun akhirnya mereka akan diancam hukuman mati, mereka tidak gentar dan tidak takut sedikitpun menghadapi ancaman hukuman itu, bagi mereka jihad sama dengan fiisabilillah. 164 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia PAHAM KEAGAMAAN Dalam wawancara di Lapas Kedung Pane, tanggal 6 Juli 2006, Subur mengakui sedikit mengerti tentang Ahlusunnah Wal Jama’ah yang dipahami seperti yang pernah terjadi pada Ahmad bin Hambal (Imam Hambali). Bukan Ahlusunnah Wal Jamaah yang dipahami aliran Nahdatul Ulama (NU). Ahlusunnah Wal Jamaah yang dipahami seperti yang pernah terjadi pada Ahmad bin Hambal (Imam Hambali), seorang berpegang teguh kepada Hadis Nabi Muhammad Saw. dan tidak mau menerima logika dalam pembuktian masalah-masalah akidah, yang harus mendapatkan siksaan karena sikap kuat dan konsistennya dalam mempertahankan prinsip bahwa Al-Quran itu bukan makhluk sebagaimana yang dianut oleh faham Muktazilah. Peristiwa ini dikenal dengan nama mihnah (ujian akidah). Ahmad bin Hambal dan Muhammad bin Nuh bersikeras dan tidak mau mengubah keyakinan mereka untuk mengatakan bahwa AlQuran itu bukan makhluk Sikap tersebut mendapat simpati dari masyarakat81. Sementara itu gerakan-gerakan keagamaan yang mereka kagumi adalah gerakan “Wahabi”. Gerakan Wahabi adalah gerakan yang memilki tujuan memurnikan prilaku keagamaan umat Islam yang telah menyimpang dari tuntunan agama yang sebenarnya. Nama gerakan ini dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, seorang yang merasa betapa jauhnya “bias” kesesatan, bahkan kemusyrikan, pada perilaku keagamaan umat Islam saat itu (abad ke-18). Istilah Wahabi ini sebenarnya diberikan oleh musuh-musuh aliran ini. Pengikut Muhammad bin Abdul Wahab sendiri menyebut diri mereka dengan nama al-Muslimun atau alMuwahhidun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan ketauhidan Allah (Keterangan Subur Subiyanto sesuai dengan penjelasan dalam Ensiklopedi Islam, 1994:156) Pandangan mereka dengan Negara Indonesia. Umat Islam itu harus dipimpim seorang Imam sesuai dengan ajaran Islam, dalam Al-Qur’an Surah Al-Furqan, Ayat 52, yang artinya : Maka janganlah engkau taati orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya (Al81 Ensiklopedi Islam 1994: 80-81. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 165 Qur’an) dengan semangat perjuangan yang besar. Menurutnya tokoh umat yang pantas menjadi panutan adalah Muhammmad Saw. Baca Al-Qur’an Surat 53 An Najm: “Wannajmi izaa hawaa, maa dhalla shahibukum wa maa ghawaa, wa maa yanthiku anil hawaa, in huwa illaa wahyun yuuhaa”. Artinya: “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya, tidak lain Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”; dan saya merasa tidak memiliki tokoh atau seorang guru atau pembimbing keagamaan yang menjelaskan mengenai doktrin teologi Islam tertentu; Disamping memiliki buku-buku bacaan juga pernah membaca bukubuku tentang tokoh gerakan keagamaan dan perjuangan tentang Islam yang kebetulan dimuat dalam majalah Sabilillah dan majalah Hidayatullah. Buku-buku saya beli di toko-toko umum, dan kadang beli buku di pedagang kaki lima (PKL) ketika dalam perjalanan ke kota lain. Dan salah satu buku yang pernah saya baca, dan menjadi alat bukti dan tercantum dalam berita acara di Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi adalah buku yang berjudul “Risalah Umdah Fi i’dadil ‘iddah Lijihadi Fisabilillah/ Pedoman Persiapan Perang” Faham tentang Jihad dan Negara. Saya memahami makna “Jihad” bila berdiri sendiri artinya “perang”; Makna Jihad dipelajari dari buku kontemporer: Tarbiyah-Jihadiyah, jilid AlJihad Subulaha, karangan Syekh Abdu Kahfi Ramli. Sebagai landasan berpijak melaksanakan Jihad, adalah sesuai dengan pengertian Jihad, tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal, Ayat 60. Arti ayat Al-Qur’an tersebut adalah “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan)”. Kemudian pengertian Jihad yang lain dalam Al-Qur’an Surat AlAnfal Ayat 72, yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang- 166 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia orang yang memberikan tempat kediaman dan memberikan petolongan (kepada Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi”. Dalam hal ketokohan dalam Islam yang patut diteladani dalam Jihad, adalah: Syekh Abdullah Hasan dari Palestina, mereka menghidupkan “jihad”, sejak abad 20, ketika meletus jihad di Afganistan; Dan selama ajaran “tauhid” tidak dijalani dengan baik, maka kehidupan manusia, semakin kotor, dan semakin penuh dosa, karena pemimpin tidak melaksanakan kepemimpinan sesuai dengan ajaran Islam, perekonomian tidak dikelola secara islami, para da’i sudah mencampuradukkan dengan kepentingan duniawi, dan jauh dari ajaran Islam. Umat Islam sendiri banyak yang belum memahami Islam yang sesungguhnya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi, sebagaimana yang dipahami dan dijalankan Nabi Muhammad Saw; Mari kita simak Al-Qur’an dalam Surat Al-Maidah, dalam ayat 51 artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi! Barang siapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. Di ayat lain dalam Al-Qur’an Surat A-Taubah, Ayat 5, Artinya: “Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik dimana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan solat serta menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang”. Kemudian dasar Negara kita “Pancasila”, menurutnya (Subur) “Pancasila” tidak cocok untuk dijadikan dasar negara Indonesia, Karena Sila pertama adalah Ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Kata Ke-Tuhan-an, diawali dengan awalan “ke” dan diakhiri dengan “an”, berarti Ketuhanan itu, menunjukkan banyak Tuhan. Pada hal kita mengakui “Laa Ilaaha Illallah” Tidak ada Tuhan selain Allah, disempurnakan kalimat shadat “Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallah, wa ashadu Anna Muhammadan Rasulullah”. Dalam sejarah kita kenal dengan DI/ TII dimana dalam pejuangannya bertujuan akan menjadikan Republik Indonesia sebagai negara Islam, menurut pendapatmu bagaimana? Sebenarnya perjuangan DI/TII itu Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 167 sangat baik. Namun dalam perjalanan model perjuangannya, banyak yang bertentangan dengan ajaran Islam, mereka melakukan pembunuhan, perampokan, pemaksaan hak, semuanya di luar aturan yang sesungguhnya dianjurkan dalam ajaran Al-Qur’an. Kebanyakan pimpinan Negara muslim ikut-ikutan membidik kelompok-kelompok Islam yang masih memimpikan berdirinya Negara Islam sebagai sebuah kelompok yang dimusnahkan, meskipun menuju cita-cita itu dilakukan secara demokratis, maka menurut saya umat Islam belum memahami Islam yang sesungguhnya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi, sebagaimana yang dipahami dan dijalankan Nabi Muhammad Saw.; Mari kita buka AlQur’an dalam Surat Al-Maidah, ayat 51 yang artinya:” Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi! Barang siapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzalim. Dunia Islam dan Negara Barat Dalam pengamatan kami selama ini, terutama di kalangan Amerika Serikat melakukan penjajahan terhadap umat Islam, secara garis besar tergolong kepada tiga hal, yaitu: pertama, Glory, segala sesuatu aspek yang berhubungan kemuliaan, kejayaan dan kegembiraan, terutama bidang politik; kedua, Gospel, segala yang berkaitan dengan ajaran agama, injil. Karena Indonesia termasuk pemeluk agama Islam yang mayoritas, maka mereka memberikan pengaruh yang berkaitan dengan masalah agama, mereka akan menghantam melalui jalur agama; ketiga, Gold, mereka akan menjajah dengan melalui jalur emas, artinya yang berkaitan dengan masalah ekonomi. Apalagi perekonmian Indonesia yang lagi kacau, maka bantuan perekonomian diberikan dengan berbagai cara, agar kita tunduk dan mudah di atur sesuai dengan politik ekonomi mereka, contoh paling sederhana, AS berani mengikat kontrak MoU dengan Freeport, sampai puluhan tahun, dengan keuntungan yang luar biasa. Akibat tambang emas Freeport tersebut, rakyat menanggung kesengsaran, dan harus puas 168 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia sebagai buruh kasar di tengah bangsa kulit putih yang sedang menikmati kesejahteraan berlimpah. Tentang Persaudaraan Muslim Kondisi umat Islam dunia dewasa ini, pada umumnya bercerai berai, oleh kepentingannya masing-masing, sehingga solidaritasnya terhadap umat Islam di negara-negara muslim lainnya menjadi sangat rendah, karena umat Islam sendiri berbeda-beda dalam memahami Islam, berbeda-beda dalam melaksanakan ajaran Islam. Mereka tidak melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan yang dilakukan Nabi Muhammad Saw dan sahabat-sahabatnya. Dengan kondisi seperti itu umat Islam gampang diadu-domba, mudah dipengaruhi sebagai tujuan mereka dalam rangka menghancurkan dan membendung perkembangan kemajuan umat Islam. Hubungan Pelaku dan Motif Keterlibatan Hubungan yang terbina selama ini, tidak lain hanyalah hubungan silaturahim, yang berawal dari kegiatan pengajian satu dengan pengajian lainnya, dan tidak merasa memiliki jaringan kerja, seperti yang dituduhkan pihak Kepolisian dan keamanan lainnya. Motif yang dituduhkan, saya memiliki senjata M-16, dan menyembunyikan identitas Nurdin Top itu adalah fitnah. Dan yang benar adalah saya memiliki amunisi sepuluh buah, adalah kiriman dari seseorang di Ambon, dengan barang bukti tersebut saya di tangkap dan ditahan sampai sekarang ini. Motif menerima dan menyimpan amunisi itu, juga ada dasar dari AlQur’an Surat Al-Anfal, Ayat 60 yang artinya: Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu imfakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan). Masalah keikutsertaan dalam jaringan terorisme, saya merasa tidak pernah, apalagi mengikuti pelatihan militer di luar negeri, serta pelatihan Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 169 membuat bom dan usaha-usaha ke arah pembentukan jaringan komando yang terstruktur, semuanya di luar dari tingkah dan prilaku saya. Munculnya istilah “Terorisme” yang menjadi wacana paling popular dibincangkan oleh khalayak dunia dan mempunyai implkasi besar bagi tatanan politik. Wacana ini menyeruak sejak hancurnya gedung pencakar langit, World Trade Center (WTC) dan Pentagon, New York, yang diserang oleh sebuah kelompok pembajak pesawat yang sampai saat ini masih belum diketahui atau masih misterius. Pelaku yang sering disebut-sebut sebagai aktor di balik aksi penyerangan tersebut adalah jaringan internasional Al-Qaedah. Inilah yang kemudian menjadi tanda tanya besar, apa sebenarnya terorisme itu? Siapa yang melakukannya? Dan mengapa mereka menjadi teroris? (Idam Khalid, 2003). Dengan kejadian tersebut, negara besar itu merasa malu, terpukul, bisa terjadi kejadian itu, tanpa ada tanda-tanda atau petunjuk yang bisa mengantisipasi akan kejadian tersebut, dan betapa banyak peralatan yang secanggi apapun peralatan itu mereka miliki, namun kejadian itu tidak bisa terdeteksi sebelum kejadian. Amerika Serikat sekarang mengucilkan dan mengintimidasi sebagai negara teroris, misalnya: Irak, Iran, Afganistan, Suriah, Sudan sampai kepada negara Korea Utara dan negara lainnya. Imbas masalah terorisme juga sampai ditanah air kita, berdampak kepada masalah ekonomi, politik, HAM dan hukum serta masalah sosial lainnya. Sri Puji Mulyono Siswanto bin Sarwono Sri Puji Mulyono, lahir di Semarang, pada tanggal 24 April 1973, beragama Islam, etnis Jawa, dengan alamat rumah di Jl. Kampung Sumur Adem RT.03/01, Banget Ayu Kulon, Genuk, Semarang. Pendidikan akhir di SMEA Negeri Sema-rang, tamat tahun 1990/1991. Anak keenam dari enam bersaudara, bapaknya seorang Marhaenis, kemudian menekuni pelajaran agama dan meninggal pada tahun 2002, sedang ibunya tinggal di Semarang. Mereka ditahan sejal tanggal 29 Januari 2006, dengan tuduhan menyembunyikan informasi terhadap Nurdin M. Top dan Doktor Az’hari, berhubungan dengan penagkapan Ardi Wibowo, Joko Santoso dan Aditya. Latar belakang pendidikannya dari SD, SMP dan SMEA semuanya dilakukan di Semarang. Pengalaman pendidikan agama diperoleh di mesjid selaku aktifis Remaja Mesjid di Kelurahan Rejosari, Semarang. 170 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Kajian Islam berhubungan dengan elemen via KOMPAK Jakarta, berangkat dari Solo ke Ambon. Sebagai Da’i keliling, memberi dakwah antar masjid secara keliling. Belajar dan memperdalam agama secara rutin melalui guru/ustadz, salah seorang gurunya Ustadz KH.Abubakar Ba’asyir, Ustadz Abu Jibril dilaksanakan di mesjid Pangeran Diponegoro, Tembalan, Semarang. Kedekatan dengan Nahdatul Ulama (NU) atau Muhammadiayah, sama saja, yang penting bagaimana mengamalkan akidah Islam secara baik dan benar, sesuai dengan ajaran agama Islam. Pengalaman organisasi, pernah menjadi Ketua dari organisasi sosial keagamaan, namanya FORTIS: Forum Aktifitas Islam Semarang, berdiri tahun 2001 sampai sekarang. Aktifitas yang dilaksanakan FORTIS adalah: kajian sosialisasi penegak syiar Islam. Faham Teologi keagamaan Adapun faham teologi keagamaan saya telah membaca tentang Gerakan Wahabi, saya melihat umat Islam belum dilaksanakan secara baik. Sesungguhnya gerakan Wahabi yang sesuai dengan Islam adalah: bertujuan memurnikan perilaku keagamaan umat Islam yang telah menyimpang dari tuntunan agama yang sebenarnya. Nama gerakan ini dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, seorang yang merasa betapa jauhnya “bias” kesesatan, bahkan kemusyrikan, pada perilaku keagamaan umat Islam saat itu di abad ke-18; Dalam buku yang kami baca dari berbagai rujukan dikatakan: Timbulnya gerakan ini tidak dapat dilepaskan dari keadaan politik, perilaku keagamaan, dan sosial ekonomi umat Islam. Secara politik, umat Islam di seluruh kawasan kekuasaan Islam berada dalam keadaan lemah. Menurut Wahabi, tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad Saw. telah diselubungi khurafat dan paham kesufian. Masjid-masjid banyak ditinggalkan karena orang lebih cenderung menghias diri dengan azimat, penagkal penyakit, dan tasbih. Pendalaman agama yang saya lakukan dengan membaca kitab-kitab yang saya miliki seperti: Al- Islam, karangan Ustadz Shahid Qawa; Allah dan Rasul, karangan Ustadz Shahid Qawa; Shirah Perjalanan Nabi, karangan M.Shahid Ramadhan; Al- Walad Al- Baraa, karangan M. Shahid Al Fatoni; At Tarbiyah al Jihadiyyah, karangan Dr. A.Zen Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 171 Faham tentang Jihad dan Negara Pemahaman saya tentang makna jihad, secara istilah: adalah “perang”, Dalam jihad ini dimaksudkan adalah memerangi orang kafir sampai mereka menerima Islam. Ulama fikhi membagi “jihad” menjadi tiga bentuk: (a) berjihad memerangi musuh secara nyata, (b) berjihad melawan setan, dan (c) berjihad terhadap diri sendiri. Sedangkan Jihad yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. selama di Mekah dan Medinah. Dalam Al-Qur’an kata jihad dengan pengertian umum ini terdapat dalam 39 ayat, antara lain dalam Surat An-Nahal, Ayat 110, An-Nur ayat 53, Al-Furqan ayat 52 dan ayat Al-Fatir ayat 43. Dasar untuk melaksanakan Jihad menurut Ulama dan Al-Qur’an adalah: a) menahan diri (sabar) agar tidak memerangi orang kafir; b) diizinkan membalas, ketika kita (umat Islam) mulai diperangi; c) ketika tanah milik umat Islam, mulai direbut; d) dasar untuk melaksanakan Jihad, sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an, Surat At-Taubah, Ayat 41 yang artinya: “Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. Yang mendorong menjadi mujahid adalah karena perintah Tuhan, kita diwajibkan untuk berpuasa dan di wajibkan untuk berjihad (berperang) dan bukan bermaksud berjihad, agar Negara kita menjadi Negara Islam, tapi kita melaksanakan dan menegakkan syariat Islam. Bila kita membaca model perjuangan DI/TTI, dimana mereka landasan perjuangannya ingin menegakkan model perjuangan sesuai dengan syariat Islam di Indonsia, tapi di tengah perjalanan pejuangannya, terjadi banyak penyimpangan dan bertentangan ajaran agama Islam, di anatara mereka banyak yang melakukan perampokan, pemaksaan, pembunuhan dan pemerkosaan dan tindakan lain yang menyimpang dari ajaran Islam. Dunia Islam dan Negara Barat Dalam pengamatan kaca mata saya, belum ada satupun negara Islam yang patut dicontoh dan diteladani sebagai negara terbaik dalam 172 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia pengelolaan negara, bahkan sebagian besar Negara tertentu dikuasai para diktator militer, dan sekuler, karena negara-negara Islam sendiri belum melaksanakan syariat dan akidah Islam sesuai dengan ajaran Islam yang diatur dalam Al-Qur’an. Guna mengimbangi globaliasi dari pengaruh dunia barat, maka umat Islam dari berbagai disiplin ilmu harus bersatu untuk mendengar, mempelajari isu globalisasi itu, kemudian melakasanakan bagaimana sosialisasinya, tampilkanlah para ilmuwan dunia Islam secara nyata, betapa besar kekuatan umat Islam di dunia, tapi dalam keadaan bercerai berai. Betapa besar kekayaan yang melimpah (minyak) di negara Islam, tapi negara non Islam yang menguasainya, harus bagaimana umat Islam? Amerika Serikat dari sektor ekonomi, politik mereka menguasai dunia dan mengahncurkan pertumbuhan umat Islam. Machmudi Hariono Machmudi Hariono aliasYosep Adirima alias Yusuf bin Slamet, lahir pada tanggal 19 Nopember 1976 di Jombang, beragama Islam, suku bangsa Jawa. Rumanya di Desa Balong, Gemak RT.01, RW.02, Kecamatan.Megaluh, Kabupaten Jombang. Ketika di tangkap mereka beralamat tinggal di rumah yang dikontrak perusahaan di Jl. Taman Sri Rejeki Selatan Gg. VII No.2 Semarang, bekerja sebagai sales sandal. Pendidikan dimulai dari SD, SMP dan SMEA Negeri 2 Jombang, tamat 1995. Pernah kuliah di Institut Agama Islam Riyadatul Mujahidin, dari yayasan Walisongo, Ponorogo, hanya dua smester karena biaya kuliah terbatas; Pernah menduduki Ketua Pelajar SMA Negeri 2 Jombang. Pendalaman Agama di Pesantren Walisongo, Ponorogo, terutama masala hukum dan masalah perjuangan umat Islam. Masalah perjuangan Islam, disamping belajar dari buku juga termotivasi dari film “Hernia”, maka saya mencari literatur di Perpustakaan daerah di Jombang, Buku tentang Pergolakan Al- Bana, membaca sejumlah jurnal dan majallah misalnya Sabilillah, Hidayatullah dll. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 173 Teologi Keagamaan Faham teologi keagamaan saya lebih cenderung dalam pendekatan kepada Muhammadiyah, karena motivasi berpikirnya lebih terbuka dibanding dengan paham lainnya. Tentang Ahlusunnah Wal Jamaah, saya pernah membaca tentang aliran tersebut dari literatur tapi tidak mendalam, hanya sepintas saja. Tokoh internasional yang saya kagumi adalah tokoh Al-Bana dari Mesir, mereka dalam pergerakan-pergerakan Islam yang diperjoangkan sangat militan, sesuai dengan ajaran Islam, salah satu murid Al-Bana bernama Syayid Kutub. Faham tentang Jihad dan Khilafah Makna jihad dalam pengertian saya, sesuai dengan Al-Qur’an yaitu fiisabillillah. Secara khusus jihad harus berakhir dengan kematian, dan secara umum pengertian jihad, tidak mesti berakhir dengan kematian; Kita melihat jihad di Irak berakhir dengan kematian, di Afganistan jihad itu berakhir dengan “kematian”, dan di Ambon-Indonesia perjuangan jihad itu berakhir dengan sejumlah “kematian”; Jadi Jihad itu identik dengan “mujahidin”. Pemahaman agama Islam, saya banyak belajar sendiri dari buku-buku agama yang saya peroleh dari toko buku, perpustakaan, dari ustadz yang mengajar dalam pengajian-pengajian antar mesjid dll. Disamping belajar sendiri, juga belajar dari pengajian di pondok-pondok pengajian yang diikuti secara rutin, dan pelajaran sunnah nabi dan masalah hukum paling sering di pelajarinya. Khilafah:arti katanya ialah perwakilan, penggantian atau jabatan khalifah. Khalifah adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemeritahan Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata imamah yang berarti pemerintahan. Bagi saya khilafah adalah: mutiara yang hilang, harus dipertemukan kembali dengan dalil-dalil Al-Qur’an. Kini pelaksanaan khilafah hanya sebatas teoritis belaka, jauh dari tuntunan ajaran Islam, sedang yang dimaksudkan dalam khilafah adalah kepemimpinan Islami; 174 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Dunia Islam Dunia Islam belum ada yang bisa dicontoh sebagai negara terbaik dalam menjalankan syariah Islam, padahal dalam Islam sudah jelas mulai dari nama Islam saja berasal dari aslama, yuslimu, islam, mempunyai beberapa arti (a)melepaskan diri dari segala penyakit lahir dan batin, (b) kedamaian dan keamanan, (3) ketaatan dan kepatuhan. Dalam Al-Qur’an Surah Al-Imran ayat 19 yang artinya: “Sesungguhnya agama (yang diredhai) di sisi Allah hanyalah Islam..”. Islam diturunkan sebagai pedoman agar manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk serta yang hak dan yang batil. Namun belum ada satu negara Islampun yang melaksanakan secara konfrehensip ajaran Islam tersebut. Motif Keterlibatan Ada pihak lain yang mengenalkan dengan seseorang yang mengaku sebagai pengusaha dan tinggal di Jakarta, bernama Mustofa. Mustofa sebelumnya belum pernah kenal, dan latar belakang keluarga dan kehidupannya, kecuali dia seorang pengusaha. Setelah berkenalan mereka (Mustofa) menanyakan latar belakang pekrjaannya, saya jelaskan bahwa bekerja disalah satu perusahaan yang bergerak bidang penjualan batik, merek Danar Hadi. Kemudian mereka menawarkan pekerjaan, dengan pekerjaan seperti yang ditekuni selama ini, sebagai usaha batik, saya menyambut baik tawaran tersebut. Lalu Mustofa menyampaikan bahwa mereka memiliki rumah bertingkat di Jalan Taman Sri Rejeki Gang VII Nomor 2 Kalibanteng, Kecamatan Semarang Barat (rumah tersebut milik Sarwindratna di kontrak dua tahun) kita buka usaha. Usaha batik di toko bagian bawah Machmudi yang menguasai managemennya, dibantu seorang bernama Heru. Sementara toko bagian atas Mustofa yang mengatur sendiri, tidak boleh turut campur mengatur. Masing-masing bertanggungjawab pada bidang usaha masing-masing. Perjalanan usaha selanjutnya, berjalan sesuai dengan mekanisme yang disepakati. Barang-barang mereka datang dalam gardus, terbungkus rapi, tidak boleh saling tahu isi gardus tersebut, dan jenis bisnisnya. Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 175 Suatu ketika Mustofa tertangkap di Jakarta, dalam kasus teroris. Datang pemeriksaan, menyidik mengenai isi toko bagian atas dan bagian bawah. Toko bagian atas diketemukan sejumlah “amunisi” dan bahanbahan peledak dalam kemasan kotak. Menurut Musatofa di depan penyidik bahwa barang-barang tersebut baik dilantai bawah maupun di lantai atas semuanya milik Mahmudi dan Heru, kemudian disita sebagai barang bukti. Ketika diproses melalui pengadilan, maka keputusan Jaksa Penuntut, Mahmudi di vonis 10 (sepuluh) tahun penjara, sedang Mustofa hanya 7 (tujuh) tahun lamanya. Sesungguhnya barang-barang tersebut baik dilantai bawah maupun di lanatai atas, semuanya milik Mustofa. Saya (Mahmudi) dan Heru hanya pegawai yang bertugas menunggu dan menjaga toko tersebut. Barang-barang yang terdapat di lantai atas itu, kami juga tidak mengetahui karena kami tidak diperkenankan memasuki ruang atas tersebut, yang kemudian diketahui bahwa ternyata barang-barang itu adalah barang-barang larangan dan berbahaya. Siswanto Siswanto alias Antok bin Supeno, lahir di Pati, tanggal 28 Juli 1978. Anak kelima dari enam bersaudara. Ia menganut agama Islam, bersuku bangsa Jawa. Tinggal di Desa Sukolilo RT.04, RW.VIII, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Pekerjaan tidak tetap. Kedua orang tuanya sebagai petani, kini bapaknya telah meninggal dunia, sementara ibunya tinggal di Pati. Pendidikan terakhir di Madrasah Aliyah Negeri Kudus tahun 1997, Pendidikan dasar agama diperoleh melalui pengajian di mesjid Darussalam, Pati. Aktifis Remaja Mesjid Darussalam, Pati, Jawa Tengah. Tidak banyak mengerti tentang politik dan jihad, dan saya adalah korban yang tidak tahu menahu tentang teroris. Dan baru saja berkenalan Mustofa dan belum berjalan usaha yang mereka janjikan itu, saya sudah tertangkap, karena di saat ada penggerebekan saya berada dirumah tersebut, kemudian dituduh sebagai orang ikut serta berbagai kegiatan teroris tersebut. 176 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Motif Keterlibatan Pada awalnya ada yang mengenalkan dengan pak Mustofa, saya diajak bekerjasama dalam bisnis elektronik di Semarang. Saya terima tawaran tersebut, karena saya lagi tidak bekerja dan sedikit mengerti elektonik. Belum lagi terlaksana rencana usaha tersebut, kami ditangkap dengan tuduhan: menyimpan senjata api, amunisi dan bahan-bahan peledak dan barang-barang berbahaya lainnya. Dalam urusan bisnis elektronik tersebut saya bolak-balik Semarang dan Pati. Pas ada kejadian penangkapan, saya berada di rumah kontrakan pak Mustofa di Jalan Taman Sri Rejeki VIII/2 Semarang. Saya ditangkap, ditahan dan selanjutnya diproses di peadilan. Dakwaan yang di tuduhkan adalah turut serta menjaga barangbarang yang ada di rumah tersebut, sebagai kelompok yang telah mengikuti pendidikan dasar-dasar kemiliteran di Moro Philipina. Padahal sesungguhnya saya hanya pegawai yang baru akan memulai pekerjaan bisnis elekronik, dan ketika ada penyidikan saya berada di rumah kontrakan pak Mustafa tersebut. Didepan penyidik saya dipaksa mengakui keikutsertaan pendidikan kemilteran di Moro Philipina, kalau tidak mengakui semua itu, maka saya mengalami perlakuan penyiksaan terusmenerus, akhirnya saya mengakui dan menandatangani berita acara tersebut. Kemudian berita acara hasil penyidikan di Kepolisian itu yang menjadi dasar tuduhan keterlibatan saya dalam kasus teroris tersebut sampai di Pengadilan Tinggi, Jawa Tengah, sehingga saya divonis10 (sepuluh) tahun penjara. Namun kemudian saya mengajukan PK (Peninjauan Kembali) dengan alasan, semuanya alat bukti itu rekayasa dan ada unsur pemaksaan dari penyidik. Sementara pemilik barang-barang bukti tersebut milik Mustofa, dalam putusan Jaksa, mereka hanya di vonis tujuh tahun penjara, dimana unsur keadilannya dalam hukum? Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 177 PENUTUP Kesimpulan Melalui pemahaman agama yang exklusip, membuat orang menjadi panatisme. Seseorang yang telah meyakini suatu ajaran dengan panatik, cenderung membela keyakinannya dengan segala cara. Dan bilamana mereka merasa terpojok, maka mereka dapat melakukan tindakan dengan berbagai cara, yang menurut keyakinannya, itulah jawaban yang paling benar. Mereka berani membela diri, mempertahankan keyakinan, sekalipun menaggung resiko; Selama ini terorisme, sering diidentikkan dan dilekatkan pada penganut fundamentalisme agama yang kemudian disebut-sebut sebagai anak kandung agama Islam, artinya agama Islam diposisikan sebagai terdakwa yang ajaran-ajarannya membenarkan dan menghalalkan kekerasan sebagai tajuk perjuangan. Apalagi seja Amerika menuduh Osama bin Laden sebagai satu-satunya dalang teroris pnghancuran gedung kembar WTC dan Pentagon, agama Islam kembali makin diposisikan sebagai spirit utama lahirnya kekuatan-kekuatan fundamentalis dan ekstremis, termasuk pelaku kekerasan atas nama agama atau terror atas nama Tuhan. (KH.A.Hasyim Mudzadi, 2003) Rekomendasi Upaya yuridis berupa pengaturan hukum harus disadari sebagai suatu hal yang penting, karena aturan hukum, merupakan pedoman bagi aparat pengak hukum untuk betindak secara proporsional dan professional. Dalam pemberantasan kejahatan terorisme diharapkan penegak hukum konsisten sehingga tercipta ketertiban dan keadilan di masyarakat serta terlindungunya hak-hak asasi manusia; Diharapkan peran serta masyarakat dukungan bahkan bantuannya dalam rangka penanganan kejahatan terorisme. Negara (Polri) tidak akan bisabekerja sendirian dan berhasil dalam menangani masalah terorisme. 178 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia DAFTAR PUSTAKA Ami Rais, Kebusukan Terorisme Dalam Islam dan Terorisme: dar Minyak Hingga Hegemoni, Amerika, Ucy Press, Jogyakarta, 2005:85; Abdul Wahid dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAN dan Hukum, PT.Refika Aditama, Bandung, 2003; A.Maulani, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Terorisme: dari Minyak ingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005; Al-Wa’ie, Media politik dan Dakwah,Membangun Kesadaran Umat, Jurnal No.34 Tahun III, Juni 2003, Jakarta, 2003; ……………………, Jurnal No.38 Tahun IV, Oktober 2003, Jakarta, 2003; Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Naladana, Jakarta,2002; Ensiklopedi Islam Jilid 1-5, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1944; Internasional Crisis Group, Daur Ulang Militan di Indonesia: Darul Islam Da Bom Keditaan Australia, Asia Report No92-22 February 2005; ………………….., Indonesia: Bagaimana Jaringan Teroris Jemaah Islamiyah Beroperasi, Asia Report No,43, 11 Desember 2002, Jakarta/Brussel, 2002; Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Semarang, Data Perkara Tindak Pidana Terorisme, Dokumen Terorisme, 7 Juli 2006; Kontjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Cetakan III , Gramedia, Jakarta, 1976: Qasim Assamurai, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, Gema Insani Perss, Jakarta, 1996; Harian Umum: Kompas, Media Indonesia, dan Koran Tempo, terbitan hari Rabu tanggal 22 Nopember 2006 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 179 180 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia EPILOG Ideologi Tidak Pernah Mati Oleh : Ahmad Syafi’i Mufid Ideologi tidak pernah mati, adalah ungkap yang benar adanya. Kasus Negara Islam Indonesia yang digagas oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mulai tahun 1020-an hingga proklamai tahun 1949 terus hidup meskipun secara fisik, cita-cita itu gagal dipertahankan tetapi terus bermetamorfose menjadi gerakan-gerakan radikal. Kegagalan DI/NII pada tahun 1962 dengan dieksekusinya sang Imam, tidak menyurutkan perjuangan mereka. Meskipun terpecah dalam banyak faksi, ideologi untuk mendirikan negara Islam terus dilanjutkan dengan apa yang disebut “ Komando Jihad”, atau gerakan “Usrah” hingga berkembang menjadi Al Jamaah al Islamiyah. Karena terlibat dalam tindak pidana terorisme, Al Jama’ah al Islamiyah digulung oleh aparat dan kondisinya sangat lemah. Para pemimpinnya dipenjarakan, jaringan pendanaan diputus, dan upayaupaya kebangiktannya terus diburu, sebagaimana Mujahidin Indonesia Barat yang sudah dilumpuhkan dan yang masih tersisa Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Santoso juga terus diburu. Pasca tragedi bom Mariot dan Ritz Carton 2009 kekuatan kelompok teroris benar-benar kocar-kacir. Tetapi apakah mereka benarbenar telah lumpuh? Ternyata tidak. Selain masih ada kelompok MIT pimpinan Santoso, kekuatan ini bangkit kembali setelah Abu Bakar Al Baghdadi medeklarisikan dirinya sebagai khalifah Darul Islam fi Iraq wa Syah (DAIS). Tanggapan terhadap proklamasi tegaknya khalifah oleh DAIS/ISIS sudah dapat dipastikan akan bermacam-macam. Paling tidak ada dua pandangan utama yaitu pertama yang menolak dan kedua menerima. Bagi pengamat dan ahli gerakan Islam tentu sudah dapat memperkirakan siapa yang menolak dan siapa yang akan menerima. Apa alasan dan argemen penolakan serta penerimaan deklarasi tersebut. Hizbut Tahrir, melalui amirnya Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah memberikan jawaban tertulis kepada banyak pengikutnya melalui surat tertulis pada tanggal 4 Romadhan 1435 H/02 Juli 2014 yang isi intinya sebagai berikut; Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 181 (1). Organisasi yang memproklamirkan al-khilafah (ISIS) tersebut tidak memiliki kekuasaan atas Suriah dan tidak pula atas Irak. (2) Organisasi itu tidak memberikan jaminan keamanan dan memberikan rasa aman di dalam negeri dan tidak pula di luar negeri (3). Orang yang dibaiat sebagai khalifah tidak dapat muncul secara terbuka, (4). Proklamasi khilafah oleh organisasi tersebut adalah sia-sia (laghwun) tanpa isi. Kesimpulan penjelasan dari Amir HT adalah; proklamasi ISIS tentang al khilafah tidak sesuai dengan metode (thariqah) Rasulullah SAW karenanya tidak perlu diikuti atau ditaati (as sam’u wa tha’at). Hampir dengan nada yang sama dengan HT, Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Muhyiddin Hamidy menanggapi deklarasi daulah Islamiyyah Irak dan Syam menyatakan; (1). Khilafah merupakan suatu yang wajib bagi kaum muslimin dan pasti, bukan suatu khayalan dan utopia. Untuk itu dalam menegakkan khilafah sebagai wujud kesatuan umat Islam wajib mengacu pada Al-Qur’an dan as- sunnah secara kaffah, dengan dilandasi keikhlasan dan musyawarah antar kaum muslimin. (2). Periode kekhalifahan hendaklah mengikuti jejak kenabian (khilafah al minhajin nubuwah) sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis Nu’man bin Basyir, (teks tidak disertakan)... diriwayatkan oleh Imam Ahmad. (3). Khalifah hanya mungkin ditegakkan dengan al Qur’an dan As-Sunnah, mustahil di luar itu. Untuk itu diminta agar seluruh komponen muslimin menguatkan kesabaran dan tidak saling bunuh-membunuh. Tausiyah yang ke 4-6 tidak disertakan karena isi utamanya ada di nomor 1-3. Demikian sikap dan tausiyah ini dikeluarkan di Jakarta, 13 Ramadhan 1435 H/11 Juli 2014. Muhammadiyah, organisasi Islam modern di Indonesia juga menolak kekhalifahan Abu Bakar Al Baghdadi. PP Muhammadiyah menyatakan bahwa: ISIS bukan gerakan Islam tetapi gerakan politik yang mengatasnamakan Islam. Cita-cita mendirikan khilafah Islam di bawah pimpinan Abu Bakar al Baghdadi tidak memiliki akar teologis, ideologis dan historis yang kuat berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah dan pendapat para ulama yang otoritatif. Indonesia adalah Dar-al Salam, Dar al Ahdi, Dar al Syahadah, Dar-al-Hadharah yang sesuai dengan Islam. Muhammadiyah mendukung sepenuhnya NKRI. Di sisi lain dukungan terhadap ISIS juga semakin membesar. Baiat dan dukungan terhadap khalifah Ibrahim Abu Bakar, Al Baghdadi al Quraisyi datang dari tokoh-tokoh al Qaidah seperti Syaikh Anas Ali AlNaswan (Dewan Syari’ah al Qaidah Afganistan), Syaikh Abdullah Osman (Dewan Syari’ah Al Qaidah Islamiyah Maghrieb (AQIM), Jabhah Nushrah 182 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia wilayah Damaskus. Kelompok radikal di Yaman, Mindano Philipina Selatan, BOKO HARAM di Afrika, As Shabab di Somalia juga mendukung kelompok ini. Di Indonesia, ISIS dengan deklarasinya didukung oleh para napi teroris di Nusakambangan, dan bahkan mereka terjemahkan naskah (teks) proklamasinya dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Semenjak itu dukungan terhadap ISIS dan khalifah Abu Bakar Al Baghdadi datang dari berbagai organisasi seperti Khilafatul Muslimin yang dipimpin oleh Abdul Kadir Baraja, kelompok Bima, Kelompok Sulawesi Selatan dan bahkan kelompok Tanggerang mendeklarisakan dukungannya di Wisma Sahida UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Hari-hari berikutnya, deklarasi diadalan di Malang, Bekasi, Serpong Solo, dan lain-lain. Ketua Umum Gerakan Islam Reformis (GARIS), setelah berkunjung ke LP Nusa Kambangan mendeklarasikan diri sebagai presiden ISIS. Gerakan Islam radikal yang berkembang akhir-akhir ini sebenarnya sebuah gejala protes terhadap ketidakadilan. Kemunculunnya, setelah pendudukan Palestina oleh Israel. Di mulai dari gerakan radikal di Mesir kemudian berkembang ke berbagai sampai ke Asia Tenggara. Semua kelompok tersebut menerapkan strategi jihad untuk memberikan makna pada perjuangannya. Sayangnya dalam gerakan perjuangan untuk menegakkan keadilan melawan ketidakadilan menggunakan paham atau ideologi takfiri. Sebuah ideologi yang menerapkan prinsip-prinsip yang bersumber pada pemahaman tekstual. Doktrin yang dikembangkan adalah “Semua orang Islam harus berhukum dengan hukum Allah, dan barang siapa meninggalkan hukum Allah maka ia kafir”. Vonis kafir, memiliki implikasi halal untuk diserang atau dibunuh jiwanya, dan halal atau sah untuk dirampas harta bendanya. Inilah ideologi yang menjadi dasar tindak pidana terorisme yang oleh pelakunya dipandang sebagai ideologi jihadis. Alih-alih paham ini mengharumkan Islam dan kaum muslimin. Pemahan Islam yang demikian melahirkan pemboman dari mulai awal tahun 2000an hingga sekarang meninggalkan dan menyisahkan dendam, hujatan, kebenciaan terhadap Islam, kemiskinan dan ketertinggalan. Kekerasan tidak dapat diselesaikan dengan kekerasan. Cinta kasih, penyadaran dan bantuan kesejahteraan adalah politik yang arif untuk menangani mereka. Sementara penindakan hukum harus dilaksanakan bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana terorisme. Bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia mewujudkan ideologi Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 183 Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah keharusan, sehingga keadilan dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh “orang kecil”. Implementasi Pancasila dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan bermasyarakat merupakan strategi yang paling jitu untuk menggeser ideologi jihadis dan ideologi radikal lainnya. Ketika negara dan bangsa Indonesia masih belum merasakan keadilan dan kesejahteraannya, pikiran ke arah hal-hal yang bersifat utopis akan terus hidup dan berkembang. Ideologi jihadis (ekstrim kanan) dan ideologi komunis (ektrim kiri) masih menjadi tantangan kita di masa mendatang. 184 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia INDEKS A D Agama, 12, 17, 22, 30, 41, 46, 47, 49, 60, 64, 65, 83, 84, 98, 99, 103, 105, 106, 118, 124, 142, 144, 153, 158, 163, 173, 179, 194 Agus Puryanto,, 2 Al Bani, 51, 61, 75 Al Qur’an, 50, 53, 55, 56, 57, 115 Allah, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 42, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 69, 76, 79, 80, 83, 108, 111, 115, 116, 162, 163, 165, 166, 167, 168, 169, 171, 172, 175, 193, 197 Amerika Serikat, 3, 4, 6, 7, 16, 19, 25, 28, 45, 47, 52, 76, 89, 110, 168, 170, 173, 190 Amrozi, 6, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 29, 30, 36, 42, 44, 46 Asep Hidayat,, 2 Ashar Daeng Salam,, 2 Asmar Latin Sani,, 2 B Bachtiar,, 2, 13 Barat, 2, 4, 9, 27, 28, 31, 35, 41, 44, 45, 56, 62, 64, 88, 89, 90, 91, 96, 99, 102, 109, 110, 119, 152, 168, 172, 175, 195 Bom, 17, 22, 33, 42, 46, 47, 54, 56, 62, 65, 95, 99, 111, 127, 128, 129, 130, 131, 139, 179, 188 Bukhari, 27, 55, 58 Dajjal, 52, 61 Dwi Widiyarto, 2 F Fatwa, 38, 39, 51, 54, 66 Feri,, 2 Fiqh, 28 FPI, 32, 33 G Gerakan, 31, 32, 43, 46, 55, 60, 62, 64, 65, 136, 137, 138, 139, 140, 165, 171, 197 Golkar, 1, 6 H Hadits, 85, 90, 91, 96 Heri Golun,, 2 Hisbah, 38, 39 I Illahi, 89 Imam Samodra, 1, 3, 6, 49, 50, 56, 57, 58, 59, 60, 81, 96 Iqbal,, 2 Irak, 3, 6, 8, 19, 27, 31, 53, 59, 109, 111, 170, 174, 196 Iran, 1, 3, 6, 88, 170 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 185 Islam, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 13, 16, 19, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 32, 33, 34, 36, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 50, 51, 53, 54, 56, 58, 61, 62, 63, 66, 68, 69, 71, 72, 73, 75, 77, 78, 79, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 96, 97, 98, 99, 100, 107, 108, 109, 110, 114, 115, 116, 117, 121, 122, 124, 126, 137, 141, 142, 143, 144, 146, 150, 151, 152, 153, 154, 155, 157, 159, 160, 162, 163, 165, 166, 167, 168, 169, 170, 171, 172, 173, 174, 175, 176, 178, 179, 182, 183, 184, 185, 189, 190, 192, 193, 194, 195, 197 Islam garis keras, 2, 33, 51, 78 Islamophobist, 2 Israel, 1, 6, 25, 52, 76, 197 J Jihad, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31, 41, 47, 52, 54, 55, 56, 57, 62, 63, 69, 79, 81, 82, 83, 93, 96, 99, 151, 166, 167, 172, 174, 184, 190, 192, 195 L Libya, 3, 109 M Madrasah, 17, 44, 113, 176 Majelis Syura, 38, 39 Mantiqiyah, 40 Markaziyah, 38, 39, 40, 41, 42, 47 Mesir, 32, 174, 197 Misno,, 2 Modern, 76, 89, 99, 102, 124 Modernisme, 46, 144, 194 Muh Salik Firdaus,, 2 Muhammadiyah, 32, 45, 46, 50, 65, 77, 124, 174, 182, 186, 196 Mujahidin, 16, 18, 19, 34, 37, 60, 73, 173, 195 Mukhlas, 3, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 21, 23, 24, 29, 30, 32, 33, 36, 41, 46, 47, 65, 162 Muslim, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 31, 33, 35, 36, 37, 42, 44, 45, 55, 58, 89, 90, 91, 98, 99, 109, 110, 111, 115, 116, 126, 144, 152, 169, 194 Muslimin, 26, 28, 32, 34, 36, 37, 43, 76, 128, 129, 196, 197 K KGB, 1, 6 Khilafah, 60, 62, 79, 86, 87, 99, 151, 152, 174, 196 Kristen, 3, 14, 45, 68, 69, 71, 73, 74, 79, 81, 89, 93, 94, 95, 97, 109, 117 186 N Nabi, 26, 32, 43, 44, 52, 55, 77, 85, 115, 150, 165, 167, 168, 169, 171, 172 Nahdatul Ulama, 165, 171 Nasrani, 24, 57, 68, 79, 80, 82, 85, 92, 97, 148, 167, 168 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia Negara Islam, 22, 25, 36, 41, 63, 87, 99, 151, 168, 172, 184, 195 NII, 22, 36, 60, 62, 63, 195 O Organisasi, 7, 33, 36, 92, 93, 196 Osama bin Ladin, 18 P Paham keagamaan, 61 Partai Ba’ats, 1, 6 Pendidikan, 5, 7, 13, 17, 40, 60, 65, 72, 74, 98, 126, 146, 170, 173, 176, 182, 183 Pesantren, 13, 17, 44, 61, 62, 119, 173 Suriah, 3, 170, 196 Syaiful Bahri,, 2 T Tabligh, 32 Tafsir, 18, 46, 56, 66 Tarekat, 89, 99 Teologi keagamaan, 171 Teroris, 2, 6, 41, 47, 56, 57, 58, 59, 65, 66, 117, 121, 123, 164, 179, 194 Terorisme, 1, 4, 5, 6, 7, 26, 46, 54, 62, 65, 66, 71, 76, 95, 97, 98, 99, 100, 120, 122, 124, 144, 147, 148, 159, 160, 164, 170, 179, 186, 187, 194 W S Salafi, 31, 43, 46, 75 Sekolah, 113, 155 Sesat, 151 SMA, 17, 71, 72, 74, 146, 154, 155, 157, 162, 173, 182, 183, 192 Wahabi, 31, 32, 43, 75, 96, 151, 165, 171 WTC, 1, 4, 28, 53, 92, 170, 178 Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia 187