profil keagamaan terpidana terorisme di indonesia

advertisement
Editor: Wakhid Sugiyarto
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME DI INDONESIA
Penulis:
M. Adlin Sila, Wakhid Sugiyarto, Mursyid Ali, Titik Suwariyati,
H.M. Ridwan Lubis, Syuhada Abduh, Bashori A. Hakim,
H. Djuhardi, Umar R. Soeroer, M. Khaolani, Asnawati
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
Kementerian Agama RI
PUSLITBANG
KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Badan Litbang dan Diklat
TAHUN
2015
Puslitbang Kehidupan
Keagamaan
Jakarta, 2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
i
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
ISBN : 978-602-8739-48-1
Lii + 297 hlm; 15 x 21 cm.
Cetakan ke-1 November 2015
Hak cipta pada Penerbit
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk
dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin sah dari penerbit.
Penulis: M. Adlin Sila, Wakhid Sugiyarto, Mursyid Ali, Titik Suwariyati,
H.M. Ridwan Lubis, Syuhada Abduh, Bashori A. Hakim, H. Djuhardi,
Umar R. Soeroer, M. Khaolani, Asnawati
Editor: Wakhid Sugiyarto
Desain cover dan Layout oleh : Suka, SE
Penerbit:
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI
Jl. M. H. Thamrin No.6 Jakarta 10340
Telp./Fax. (021) 3920425 - 3920421
http://puslitbang1.kemenag.go.id
ii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PENGANTAR
KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Alhamdulillah, salah satu naskah penting hasil penelitian oleh
peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan yaitu; Profil Keagamaan
Terpidana Terorisme di Indonesia sudah siap dicetak. Penelitian ini
dilakukan pada tahun 2006 yang lalu, tetapi masih sangat actual
sampai hari ini untuk dikaji, dianalisis dan dicermati, terutama setelah
kejadian tindak terorisme di Paris beberapa hari yang lalu yang
menewaskan ratusan orang dan ribuan luka-luka.
Tidakan terorisme yang dilakukan oleh perorangan, kelompok,
organisasi ataupun negara jelas bukan berangkat dari ruang kosong,
tetapi berangkat dari suatu tujuan yang dimotivasi oleh suatu gagasan,
ide, wacana, narasi, ideologi, pemahaman keagamaan dan sebagainya.
Dari pondasi itu kemudian disusunlah strategi untuk mencapai tujuan.
Motif atau tujuan teror bisa bermacam-macam, baik itu ekonomi,
ideologi, politik maupun keagamaan. Kelompok-kelompok Islam teror
jelas memperlihatkan tujuan ideologi, politik dan keagamaan.
Misalnya; Boko Haram, Al Qaedah, Jama’ah Islamiyah dan sebagainya.
Sementara negara teror memperlihatkan motif ekonomi, politik dan
hegemoni. Misalnya Israel dan Amerika Serikat yang menebar teror,
adu domba dan standard ganda di berbagai negara agar berbagai
negara tersebut mengikuti kemauanya.
Buku ini merupakan hasil penelitian berkaitan dengan terpidana
terorisme yang bermotif keagamaan, sehingga yang diteliti dan dikaji
adalah profil keagamaanya. Kepada para peneliti dan editornya kami
sampaikan ucapan terima kasih, semoga menjadi amal shalih dalam
rangka pengabdian kepada Allah, bangsa dan negara. Dengan
semboyan “peneliti boleh salah tetapi tidak boleh bohong”, mungkin
saja ada beberapa hal yang harus dikritik pembaca, tetapi itulah hasil
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
iii
penelitian yang telah dilakukan. Oleh karena itu, buku ini masih sangat
terbuka untuk mendapatkan kritik dari pembaca agar menjadi lebih
baik. Selamat membaca
Jakarta, November 2015
Kepala
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
H. Muharam Marzuki, Ph.D
NIP. 19630204 199403 1 002
iv
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
SAMBUTAN
KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT
KEMENTERIAN AGAMA RI
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, akhirnya sebuah
penelitian sangat penting yang dilakukan oleh para peneliti Puslitbang
Kehidupan Keagamaan tentang profil keagamaan terpidana terorisme
di Indonesia dapat diterbitkan pada tahun 2015 ini. Penelitian ini
dilakukan pada tahun 2006, sehingga sudah cukup kadaluarsa dan
“basi” untuk dicetak saat ini. Namun karena substansi hasil
penelitianya ternyata masih tetap aktual, maka menjadi tetap sangat
relevan untuk diterbitkan kembali. Berbagai kasus tindak terorisme,
hampir tidak lebih tidak kurang, bahwa para pelakunya berangkat dari
paham keagamaan yang relatif sama dengan yang telah ditemukan
para peneliti Puslitbang Kehidupan Keagamaan tahun 2006.
Judul asli dari penelitian yang dilakukan tahun 2006 itu adalah
“Dampak Globalisasi terhadap Kehidupan Beragama: Profil Keagamaan
Pelaku Tindak Pidana Terorisme di Indonesia”. Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama tidak ingin ikut menghakimi para tertuduh, maka
judulnya diperhalus menjadi “Paham Keagamaan Para Terpidana
Terorisme di Indonesia”. Sebagai hasil penelitian yang sangat penting,
ternyata pada tahun 2015 ini, Puslitbang Kehidupan Keagamaan sudah
tidak memiliki dokumen tertulis, karena pada tahun 2006 ketika
penelitian dilakukan, hasil penelitianya itu diperbanyak secara
terbatas. Sementara itu banyak pihak yang membutuhkan informasi
berkaitan dengan hasil penelitian tersebut. Terima kasih kepada ketua
tim kegiatan penelitian (Wakhid Sugiyarto) masih menyimpan filenya
secara rapi, sehingga tidak kehilangan jejak. Itulah sebabnya, pada
tahun 2015 ini hasil penelitian tersebut dapat diterbitkan agar menjadi
bacaan khalayak dan sekaligus sebagai pertanggungjawaban publik,
karena penelitian ini dibiayai dengan uang negara.
Mengapa pada tahun 2006 itu tidak segera diterbitkan dalam
jumlah yang banyak. Dalam pertimbangan khususnya, adalah karena
hasil penelitianya dianggap sangat sensitif dan bisa menimbulkan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
v
persoalan baru. Untuk itulah kebijakan yang diambil waktu itu adalah
tidak akan mempublikasikanya secara massif. Cukup disampaikan
kepada pihak-pihak terkait saja sebagai bahan diskusi berikutnya
sekaligus bahan penyusunan naskah akademik kebijakan dan
tindaklanjut di lingkungan Kementerian Agama. Tindak lanjut
dimaksud adalah dalam bentuk kegiatan pengembangan yaitu
penyusunan buku panduan deradikalisasi keagamaan yang
dilaksanakan pada tahun anggaran 2015 ini. Jika buku panduan
dimaksud selesai dan dianggap layak, akan disosialisasikan kepada
semua pihak terkait.
Kami menyambut baik dicetaknya buku ini dan berharap buku ini
menjadi bahan penting mendiskusikan masalah kehidupan
keagamaan, utamanya tentang paham keagamaan para pelaku tindak
pidana terorisme. Sampai hari ini, bangsa kita masih dibayang-bayangi
kegiatan terorisme yang munculnya sering tidak dapat diduga, kapan,
dimana dan oleh kelompok siapa. Dengan memahami profil
keagamaan para terpidana terorisme ini, maka kita telah memiliki
bekal pengetahuan tentang kelompok mana saja yang berpotensi
menjadi pelaku tindak terorisme dan dapat melakukan deradikalissi
keagamaan terhadap kelompok-kelompok yang ditengarai berpotensi
menjadi pelaku tindak terorisme.
Akhirnya, kami menunggu kritik dan saran dari pembaca untuk
penyempurnaan tulisan ini menjadi lebih baik di masa mendatang.
Demikian, semoga buku ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Jakarta, November 2015
Kepala Badan Litbang dan Diklat
Prof. H. Abd. Rahman Mas’ud, Ph.D
NIP. 19600416 198903 1 005
vi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROLOG
Berfikir Jihadis Divonis Teroris
Perjalanan Hidup Aktifis Muslim Indonesia
Oleh : Ahmad Syafi’i Mufid
Gaya bicara yang keras, cenderung kasar, bermuka sangar dan
menakutkan adalah persepsi umum masyarakat terhadap profil
mereka yang disebut teroris baik sedang dalam Lembaga
Pemasyarakatan maupun yang sudah keluar. Saya, awalnya, juga
memiliki kesan dan pandangan yang sama. Pada tahun 2005 ketika
untuk pertama kali mengunjungi mereka di Lapas Kedungpane
Semarang dan Nusa Kambangan, persepsi tentang profil nara pidana
teroris seperti di atas ternyata tidak benar. Kesan dan pandangan saya
tentang profil teroris menjadi berubah. Mereka ternyata manusia yang
ramah, santun dan biasa-biasa saja bertutur kata dan bertindak. Kalau
mereka berpakaian ala Timur Tengah, memelihara jenggot dan pada
dahi mereka terdapat tanda-tanda sujud adalah hal yang biasa bagi
para penganut paham Salafi yang saat ini lagi berkembang di
Indonesia. Kesan yang sama juga saya peroleh ketika bertemu mereka
yang telah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Mereka juga terbuka
untuk diskusi, menghargai pendapat orang lain dan siap bekerjasama
dengan pihak-pihak yang memiliki iktikad membangun keselamatan,
perdamaian dan kesejahteran. Selanjutnya, pertemuan saya dengan
teman-teman (ikhwan, sebutan untuk anggota kelompok) semakin
intensif sejak Indonesian Institute for Society Empowerment (INSEP),
sebuah lembaga kajian, pendidikan dan pengembangan masyarakat
yang saya pimpin,
melakukan serangkaian penelitian dan
mengembangkan program-program pemberdayaan untuk mereka dari
tahun 2012 sampai sekarang. Dari sinilah pemahaman saya tentang
pelaku teroris terbangun, interaksi dengan mereka juga terjalin dan
menjadi mengerti memahami siapa sebenarnya orang-orang yang
disebut teroris. Tulisan pengantar, prolog untuk buku ini, merupakan
pengetahuan lapangan dari serangkaian perjumpaan dan percakapan
dengan ikhwan-ikhwan baik di dalam maupun di luar Lapas.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
vii
Buku profil keagamaan terpidana terorisme di Indonesia yang
diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI yang ada di hadapan
anda ini menjelaskan siapa nara pidana terorisme tersebut dilihat dari
paham keagamaan yang meliputi ajaran agama yang menjadi landasan
berfikir dan bertindak, metode gerakan (manhaj), aliran yang dianut,
pemahaman tentang jihad, daulah, khilafah, persaudaraan Islam
(jama’ah) serta jaringan kerja mereka. Cukup banyak informan yang
diwawancari oleh para peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kerhidupan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama untuk menjelaskan siapa mereka. Ada sejumlah nama yang
cukup dikenal oleh publik seperti Amrozi, Mukhlas, Imam Samodra.
Nama-nama lainnya seperti Moh. Ihsan, Masrizal bin Ali Umar, Asep
Jaya, Fathur Datu Armen, Rahmadi, Idi Amin Thabrani Patimura,
Ismail Fahmi Yamsehu, Munfiatun Nurdin M.Top, T. Djohan, Safri
Ambo Bokori, Subur Subiyanto, Sri Puji Mulyono,
Siswanto,
Muhammad Agung Hamid, Arman dan Muhammad Tang bin
Buraerah, tidak terlalu dikenal oleh publik, tetapi mereka memiliki
kesamaan dalam pandangan keagamaan dan ideologi perjuangan.
Mereka itulah sumber utama untuk penulisan buku ini. Mereka oleh
pengadilan divonis telah melakukan tindak pidana terorisme, namun
dalam pandangan mereka sedang melakukan jihad (jihadis).
Sejarah Teror di Indonesia
Terorisme di Indonesia, sebagai extra ordinary crime, bukan
hanya terjadi dalam kurun waktu reformasi sampai dengan saat ini.
Terorisme memiliki sejarah yang panjang dalam kehidupan Indonesia
modern. Kapten Raymond Piere Paul Westerling melakukan kejahatan
terorisme dengan sebutan “ Pembantaian Westerling” terhadap ribuan
rakyat sipil di Sulawesi Selatan pada bulan Desember 1946-Februari
1947. Westerling juga menggunakan istilah Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) di Bandung untuk melakukan teror terhadap siapa saja yang
melawan kembalinya Belanda ke Indonesia. Peristiwa ini dalam sejarah
nasional lazim disebut kejahatan perang. Setahun kemudian muncul
viii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
peristiwa Madiun, 18 September 1948, Muso memproklamirkan
Negara Republik Sovyet Indonesia. Bersamaan dengan itu terjadi
penculikan tokoh-tokoh masyarakat baik sipil maupun militer dan juga
tokoh-tokoh agama di Madiun. Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
yang dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo juga menebar
teror kepada masyarakat dan pemerintah. Pemberontakan ini
berkembang hingga ke Jawa Tengah, Aceh, Kalimantan Selatan dan
Sulawesi Selatan dan berlangsung dari 1949-1962. Dalam kurun waktu
tersebut juga terjadi upaya penembakan kepada Presiden Soekarno
mulai peristiwa Cikini, 30 Nov 1957, usaha penembakan pada saat
shalat Idul Adha 14 Mei 1962 di lapangan Istana Merdeka. Serangan
mortar dilakukan oleh anak buah Kahar Muzakar saat Presiden turun
dari pesawat terbang di Makasar dan juga serangan yang dilakukan
oleh pesawat tempur MIG – 17 oleh Daniel Alexander Maukar
terhadap Istana Negara, 9 Maret 1960. Tragedi kemanusia yang paling
mengerikan adalah pembantaian manusia di sekitar peristiwa
G.30.S/PKI. Dimulai dengan penculikan terhadap beberapa orang
perwira tinggi, perwira menengah. Tak lama kemudian diikuti dengan
peristiwa pembantaian manusia dalam jumlah yang sangat besar.
Serangkaian peristiwa, mulai dari keganasan Westerling
hingga G.30.S/PKI, menunjukkan adanya serangkain tindakan terror,
meskipun pada waktu itu sebutan untuk aksi mereka adalah
pemberontakan, makar atau percobaan pembunuhan. Istilah teror
baru muncul dan digunakan dalam rangkan memenuhi “permintaan”
Presiden Amerika Serikat George Bush saat berpidato pada tanggal 20
September 2001 dan mendeklarasikan perang melawan terorisme.
Pidato tersebut sebagai respon terhadap peristiwa pembajakan pesawat
terbang dan serangan berani mati terhadap terhadap menara kembar
pusat perdagangan dunia (WTC) di New York, dan juga bangunan
Pentagon di Arlington, Virginia, dekat Washington DC, 11 September
2001. Istilah perang melawan terorisme menjadi tranding topic semua
media TV, cetak dan online.
Ketika penyelidikan langsung terhadap kasus pembajakan
pesawat yang menabrak gedung menara kembar (WTC) mengarah
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
ix
pada sebuah organisasi perlawanan (jihad) yang bernama Al Qaidah
pimpinan Usama bin Laden yang memiliki jaringan luas di seluruh
dunia maka perang melawan terorisme menjadi isu baru yang
mendunia. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 12 Oktober 2002,
terjadi ledakan bom di Paddy’s Pub dan Sari Club di jalan Legian,
Kuta, Bali dan satu lagi ledakan di dekat Kantor Konsulat Amerika di
Denpasar. Setelah itu rentetan pengeboman terjadi di Jakarta dan
beberapa tempat yang lain. Peristiwa Bom Bali I melibatkan 26 orang
sebagai tersangka, 3 diantaranya terpidana mati dan sudah dieksekusi.
Sisanya ada yang tewas dalam penyerangan, terpidana seumur hidup
dan lainnya dihukum penjara dalam waktu yang berbeda. Mereka
dikenakan pasal-pasal tindak pidana terorisme sesuai dengan Perpu
Republik Indonesia No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme dan yang kemudian dikukuhkan menjadi UU No.15
Tahun 2003. Menurut Peraturan Pengganti Undang-Undand No.1
Tahun 2002, Pasal 6: Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal,
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda
orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyekobyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau
fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun.
Al Qaidah, menurut Amerika Serikat berada di balik serangan
11 September 2001 terhadap WTC dan Pentagon di USA. Di Indonesia,
yang dimulai dari peledakan bom di Kedutaan Besar Philipina, 1
Agustus 2000, serangan bom yang dilakukan mulai malam menjelang
Natal, 24 Desember tahun 2000, bom Bali 12 Oktober 2002, bom JW
Marriot, 1 Agustus 2003, bom Kedubes Australia atau bom Kuningan, 9
September 2004, Bom Bali II tahun 2005 dan peledakan bom di JW
Marriot dan Hotel Ritz Carlton, 17 Juli 2009 dan seterusnya terkait
dengan organisasi bawah tanah yang disebut Al Jama’ah al Islamiyah.
Al Qaidah dan Al Jama’ah al Islamiyah (JI) adalah organisasi bawah
tanah ( tandzim sirri, klandeistain), tanpa bentuk, tetapi keberadaannya
x
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
dirasakan di mana-mana. Awalnya, beberapa pejabat Indonesia
meragukan anggota kelompok teroris ini mampu melakukan
peledakan bom dahsyat seperti itu. Bukti dan pengakuan para pelaku
akhirnya meyakinkan semua pihak bahwa baik al Qaidah maupun JI
adalah organisasi teror yang memiliki daya serang luar biasa. Mereka
memiliki ideologi, strategi, rencana dan tindakan untuk mewujudkan
cita-cita mereka.
Bagaimana tentang Al Jama’ah al Islamiyah? Kita sekarang
sudah dapat mengatahui dari berbagai buku hasil penelitian, disertasi
maupu pengakuan dari para pelaku yang sudah ditulis sendiri dalam
bentuk buku, bahwa JI adalah organisasi radikal, organisasi rahasia
yang memiliki tujuan untuk mendirikan negara, khilafah dengan cara
mereka sendiri, termasuk cara teror sebagaimana dijelaskan dalam
buku Pedoman Umum Perjuangan al Jama’ah al Islamiyah (PUPJI).
Pembajakan, peledakan dan pengeboman yang dilakukan oleh baik Al
Qaidah maupun al Jama’ah al Islamiyah dalam pandangan pelakuknya
adalah perang (jihad qital) melawan siapa saja yang dianggap sebagai
musuh. Perang melawan musuh dalam rangka untuk menakut-nakuti
inilah yang mereka sebut jihad fi sabilillah. Sebaliknya bagi Amerika
Serikat, pembajakan pesawat dan peledakan gedung WTC adalah
teror. Begitu juga pemerintah Indonesia memandang peledakan Bom
Bali pertama, peledakan- peledakan bom lainnya yang dilakukan oleh
kelompok JI adalah teror. Oleh karena itu para pelakuknya disebut
teroris.
Ideologi Teror
Menurut Bjorgo (2005), ideologi hanya berperan sebagai
intermediate cause yang merangkai penyebab struktural yang menjadi
bibit terorisme dengan penyebab motivasional (ketidakpuasan yang
dialami di tingkat personal). Ideologi memerankan peran membentuk
pandangan dunia yang menjadi kerangka menafsirkan situasi. Ideologi
dapat mendorong penggunaan cara-cara teror karena ia dapat
digunakan untuk melakukan dehumanisasi musuh dan menjustifikasi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xi
penggunaan kekerasan dan kekejaman 1.Pandangan Bjorgo dapat
digunakan untuk membaca buku Imam Samufra. Aku Melawan Teroris
(Al-Jazira-2004). Ideologi teror, oleh Imam Samudra diubah menjadi
ideologi jihad, yang digunakan untuk melakukan penyerangan
terhadap Amerika Serikat dan simbol-simbol Barat. Penyebab
struktural seperti kekejaman dan penindasan Israel terhadap rakyat
Palestina, kekejaman dan ketidakadilan Barat terhadap ‘Islam’ harus
dihentikan (dendam). Motif balas dendam, darah dibalas dengan
darah, jiwa dibalas dengan jiwa, kebengisan dibalas dengan
kebengisan tidak mungkin dilakukan tanpa jihad 2. Apa itu jihad?
Mereka yang mengusung paham logika kekerasan, menemukan
referensi tekstual dalam kitab suci yang disebut qishas, yaitu
pembalasan yang setimpal dengan kejahatan yang dilakukan. Agar
supaya pembalasan dapat dilakukan maka perlu ada kekuatan yang
dapat melakukan eksekusi. Kekuatan dimaksud adalah kekuasaan atau
daulah atau khilafah. Organisasi rahasia (tandzim sirri) yang bernama
Al Qaidah maupu Al Jama’ah al Islamiyah adalah organisasi yang
didirikan untuk tujuan balas dendam, karena diperlakukan secara
tidak adil dengan cara-cara yang mereka sebut jihad, sebuah institusi
penting dan sangat mulia dalam Islam.
Jihad dalam ajaran Islam memiliki makna berperang untuk
membela hak-hak asasi manusia. Jihad juga dapat berarti memerangi
hawa nafsu (dorongan negatif) pada diri manusia. Jihad juga berarti
bersungguh-sungguh untuk mendapat atau menuntut ilmu dan masih
banyak lagi makna jihad. Bagi kelompok ‘pendendam’ jihad diubah
menjadi ideologi kekerasan untuk mencapai tujuan. Mereka juga
membangun kerangka teologis dan praksis. Kerangka teologis tentang
“jihad” dibangun berdasarkan rujukan teks yang diberi makna secara
harfiyah, yakni perang dan kekerasan. Sebab-sebab struktural adalah
musuh utama yang harus disingkirkan karena dendam yang luar biasa.
Indoktrinasi yang dikembangkan melalui pertemuan anggota (jama’ah)
1 www.academia.edu/6087844/ideologi dan perkembangan al-Qaidah, diunduh
tanggal 9/11/2014.
2 Imam Samudra. Aku Melawan Teroris. Al Jazira, 2004.
xii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
adalah menekankan keharusan ketaatan yang luar biasa (sam’an wa
tha’atan) kepada pemimpin (imam) dan mati membela sebuah ideologi
seperti ini merupakan kebaikan bahkan kesempurnaan hidup (syahid).
Melalui ideologi, indoktrinasi dan interaksi anggota jamaah, konsep
teror berubah menjadi jihad yang merupakan panggilan suci agama.
Motiv Teror
Penelitian Indonesia Institue for Society Empowerment
(INSEP) tahun 2011-2012 tentang Motivation and Root Causes of
Terrorisme, menunjukkan bahwa pelaku teror di Indonesia berasal dari
berabagai etnik. Usia mereka rata-rata masih muda (29,7 tahun).
Pendidikan mereka rata-rata setingkat Sekolah Lanjutan Atas baik dari
sekolah negeri maupun swasta, sekolah umum maupun sekolah agama
(madrasah/pesantren)
dengan
kecenderungan
mayoritas
berpendidikan sekolah umum. Keterlibatan mereka dalam tindak
pidana terorisme ada yang dapat dikategorikan sebagai pemimpin,
organisator atau midle manager dan pengikut. Mereka tergerak untuk
melakukan tindak pidana teror disebabkan oleh motif ideologi
keagamaan (jihad). Jumlahnya mencapai 45,5 %, selebihnya karena
solidaritas komunal (20%), dan sisanya karena ikut-ikutan, mencari
identitas, situasional dan sparatisme (34,5%)3. Seperti telah disebut di
muka, sebab-sebab struktural yang melatarbelakangi tindak pidana
terorisme adalah perang atau konflik Israel-Palestina, konflik Timur
Tengah, konflik Asia Selatan, Asia Tenggara seperti Philipina Selatan
dan Thailand Selatan. Tindakaan teror marak di Indonesia juga karena
transisi politik pasca orde baru kepada rezim reformasi, demokrasi
yang terbuka luas dan konflik etnoreligious yang marak di Maluku,
Ambon, Kalimantan dan beberapa tempat lainnya. Kondisi ini,
memberikan tumbuhkembang semangat jihad/teror. Terlebih lagi
tindak terorisme mendapat publisitas yang luar biasa, berupa
penyiaran langsung oleh media cetak, elektronika dan on line. Lahirlah
3 Lihat Ahmad Syafi’i Mufid, dkk. Motivation and Root Causes of Terrorism,
Jakarta, Indonesia, 2012 (laporan penelitian untuk Jaif, Kemlu, Asean dan Densus 88,
tidak diterbitkan).
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xiii
generasi yang sesungguhnya tidak memiliki ideologi jihadis tetapi
mereka melakukan peledakan bom, sebagaimana bom buku yang
dilakukan oleh Pepy Fernando dan kawan-kawan.
Kalau dibandingkan terorisme di Indonesia dengan di negaranegara lainnya, kita menjadi negara yang paling cepat dalam
menangani aksi-aksi terorisme. Proses identifikasi, penangkapan dan
penindakan dilakukan secara terukur berdasarkan undang-undang.
Proses pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan juga dilakukan dengan
baik, mulai sejak penahanan hingga pelepasan. Bahkan pemerintah dan
juga lembaga swasta (NGO) terlibat dalam berbagai program dan
kegiatan deradikalisasi, reedukasi, resosialisasi. Pengalaman selama ini
menunjukkan bahwa para mantan pelaku tindak pidana terorisme
adalah orang-orang yang sehat mentalnya. Prof Sarlito menyatakan
bahwa pelaku Bom Bali menurut analisisnya tidak ada indikasi
memiliki sakit mental atau kelainan kepribadian. Bagitu juga Abu Fida
(AF) yang disangka menyembunyikan Dr. Azahari dan Noordin M.Top
ternyata tidak ada tanda-tanda skizoprenia sebagaimana disyaratkan
Diagnostic and Statistical Manual Mental Disorder IV (DSM) seperti
halusinasi, delusi, ucapan yang tidak teratur, perbuatan yang acak atau
katatonik4.
Kekerasan dan teror atas nama agama di Indonesia tidak bisa
diingkari lagi keberadaannnya. Meskipun ada banyak pihak yang
mengatakan bahwa tidak ada teror dan kekerasan atas nama agama.
Nyatanya, pengalaman saya dalam banyak perjumpaan dengan nara
pidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan dan mantan Napi yang
sudah keluar, mereka menyesal melakukan tindakan yang salah (teror),
tetapi tidak menyalahkan apa yang menjadi tujuan tindakan (niat)
mereka (teror) karena tindakan itu dipandang sebagai jihad, sesuatu
yang diperintahkan oleh agama. Tidak ada yang harus disesali dengan
jihad, tetapi yang disesali adalah kekeliruan dalam menetapkan
sasaran jihad. Berdasarkan penuturan mereka, ideologi (jihad)
sesungguhnya merupakan masalah utama dari mana mereka masuk
Sarlito W.Sarwono, Terorisme di Indonesia Dalam Tinjauan Psikologi, Jakarta,
alvabet, 2012.
4
xiv
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
dan dari mana mereka keluar. Mereka terjerumus dalam terorisme
karena tertarik untuk berjihad, dan mereka menyadari dan tidak mau
terlibat dalam teror karena cara jihad (teror) yang dilakukan selama ini
adalah salah. Di sinilah menurut saya titik masuk program dan
kegiatan pencegahan terorisme harus dilakukan.
Merindukan Masa Lalu
Nabi Muhammad SAW bersabda:” Masa kenabian itu ada di tengahtengah kalian, keberadaannya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya
apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa khalifah yang
mengikuti jejak kenabian (khilafah al minhajiin nubuwah), adanya atas
kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk
mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang menggigit atau menindas
(mulkan adhan), adanya atas kehendak Allah. Allah mengangkatnya apabila Ia
menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian masa kerajaan yang
menyombong, otoriter (mulkan jabarriyan), adanya atas kehendak Allah. Allah
mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian
masa khilafah yang mengikuti jekak kenabian (khilafah ‘ala minhajin
nubuwah). Kemudian beliau (nabi) diam. HR. Ahmad dan Baihaqi dari
Nu’man bin Basyir dari Hudzaifah bin Yaman).
Sabda Nabi Muhammad SAW di atas adalah sebuah berita
‘langit’ yang diterima beliau untuk mengabarkan atas datangnya suatu
sistem kepemimpinan dalam lingkungan umat Islam. Era kenabian,
semua sepakat yakni sejak pengangkatan beliau sebagai nabi, hingga
wafat Rasulullah SAW (2 Rabiul Awal 11 H/ 8 Juni 632 M). Tentu saja
masa setelah beliau wafat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis di
atas, adalah masa khilafah yang mengikuti jejak kenabian (khilafah ala
minhajin nubuwah). Pada masa ini ada empat orang khalifah yaitu
Sayyidina Abu Bakar As Shidiq, Syayidina Umar bin Khattab,
Syayidina Utsman bin Affan dan Syayidina Ali bin Abi Thalib.
Kepemimpina empat orang khalifah ini juga disebut “ khulafaur
rasyidin’ yang berarti khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk.
Setelah masa khulafaurrasyidin tentu masa-masa kerajaan yang beliau
sebut “mulkan adhan”
dan dilanjutkan masa kerajaan “mulkan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xv
jabariyan”. Dalam sejarah, kita mengetahui bahwa setelah masa
khulafaurrasyidun adalah khilafah bani Umayyah selama 90 tahun
(661-750 M) di Damaskus. Dilanjutkan dari tahun 756-1031 di Kordoba,
Spanyol. Setelah bani Umayyah runtuh digantikan oleh Dinasti
Abbasiyyah, berdiri selama 750 – 1258 M, dan pusat pemerintahannya
berada di Bagdad. Pertanyaannya, apakah masa kekhalifahan dinasti
Umayyah adalah masa “mulkan adhan” dan dinasti Abbasiyah adalah
“mulkan jabariyah” tidak seorangpun ulama ahli sejarah yang dapat
memastikannya. Kalau seandainya benar, maka lahirnya masa dinasti
Turki Utsmani (1299-1923) adalah masa ditegakkannya kembali khilafah
‘ala minhanjin nubuah. Nyatanya, kekhilafahan Turki Utsmani juga
tidak berbeda dengan pendahulunya dalam sistem pemerintahannya
yakni menganut sistem monarki absolut. Sultan atau khalifah
diwariskan secara turun temurun.
Khilafah yang mengikuti jejak kenabian tidak diwariskan,
pengangkatannya berdasarkan musyawarah dan dipilih dari mereka
yang paling saleh, alim dan senior. Hidup asketik adalah ciri empat
khalifah ar rasyidah. Tanggung jawab terhadap kesejahteran warga
menjadi perhatian utama mereka. Sebagaimana Umar bin Khattab rela
memanggul sendiri gandum untuk diberikan janda miskin yang
suaminya gugur sebagai syuhada. Mengancam akan memecat
gubernurnya, Amer bin Ash, jika tidak bisa berbuat adil terhadap
orang Yahudi dan seterusnya. Sulit sekali ditemukan sifat-sifat
kepemimpinan yang adil dan tegas seperti yang ditunjukkan oleh
khulafaur rasyidun di masa dinasti setelahnya, kecuali ada pada diri
khalifah Umar bin Abdul Aziz. Adakah khilafah yang mengijuti jejak
Nabi setelah khalifah yang empat? Teka teki ini tidak terjawab, karena
dalam hadis, tidak dijelaskan secara detail apa dan bagaimana khilafah
pasca khilafah yang mengikuti jejak kenabian. Nabi hanya menjelaskan
tiga periode kepemimpinan pasca khilafah yaitu; mulkan adhan, mulkan
jabarian kemudian khilafah ala minhajin nubuwah, lalu beliau diam. Apa
artinya?
Kekhalifahan Turki Usmani dibubarkan 1 November 1922 dan
digantikan dengan negara bangsa, Republik Turki pada tanggal 29
xvi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Oktober 1923. Bangsa-bangsa yang sebelumnya berada dalam
kekuasan Turki Ustmani satu persatu memisahkan diri sebagai negara
merdeka. Sebagian umat merindukan lahirnya kembali sistem
kepemimpinan Islam (khilafah) pasca dimakzulkannya kekhalifahan
Turkey Usmani. Ulama Al Azhar mendesak raja Fuad (Mesir) untuk
tampil sebagai pemimpin dunia Islam. Raja menolak dengan alasaan;
beban mengurus Mesir saja sudah berat, apalagi mengurusi kaum
muslimin seluruh dunia. Di Indonesia, semangat menegakkan kembali
khilafah dengan membentuk Komite Khilafah terjadi pada tanggal 4
Oktober 1924 di Surabaya. Komite ini lahir juga sebagai respon
terhadap pemakzulan khalifah Turki Usmani yang digagas oleh para
pemimpin organisasi
Islam
modern dan
dipimpin oleh
Wondoamiseno, pemimpin Partai Syarikat Islam Indonesia. Pada tahun
1926 Kerajaan Saudi Arabia berinisiatif menyelenggarakan muktamar
Alam Islami, dan mengundang wakil umat Islam Indonesia yang
diwakili oleh HOS. Cokroaminoto dan Mas Mansyur. Muktamar
inipun tidak berhasil merumuskan kesepakatan membentuk
kekhalifahan, karena tidak ada yang sanggup mengemban amanah5.
KH. Wahab Chasbullah, salah seorang pendiri NU, memiliki
pandangan yang sangat realistis. Beliau tidak dapat menyetujui
pembentukan kepemimpinan tunggal dalam dunia Islam. Pidato beliau
pada tanggal 29 Maret 1954 yang dimuat dalam Gema Muslimin
menyimpulkan bahwa mengangkat kepemimpinan tunggal dalam
dunia Islam baik yang disebut imamah maupun khilafah sudah tidak
mungkin lagi karena syarat seorang imam yang setingkat mujtahid
mutlak sudah tidak ada lagi semenjak 700 tahun silam. Meskipun
demikian, usaha untuk mendirikan khilafah tetap tumbuh dengan
berbagai pemahaman dan gerakan. Pada tahun 1953 (1372) Taqiyudin
An-Nabhani mendirikan gerakan dengan nama Hizbu Tahrir (HT)
5 Kongres Umat Islam se dunia di Makkah berlangsung pada tahun 1926.
Indonesia diwakili oleh HOS Cokroaminoto dan KH. Mas Mansoer dan tidak berhasil
menyepakati pembentukan kekhalifahan di kalangan kaum muslimin. Lihat Ensiklopedi
Indonesia (edisi khusus) 6, Jakarta, Ichtiar Baru-Van Hoeve, hal 3575; juga Aji Dede
Mulawarman, Jang Oetama Jejak dan Perjuangan HOS Tjokroaminoto, Yogyakarta, Galang,
2015.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xvii
yang bertujuan menegakkan kembali khilafah. Di Indonesia, Wali Al
Fatah pada tanggal 10 Dzulhijjah 1372 H (20 Agustus 1953),
mengembangkan sistem imamah dan beliau dibaiat sebagai imam
muslimin. Wali Al Fatah dalam perjuangannya tidak bertujuan politis,
melainkan dakwah dan pendidikan. Semboyan utama justru “Islam
non politik” jauh mendahului slogan yang didengungkan oleh Cak
Nur “Islam yes, Politik No” pada awal orde baru.
Jauh sebelumnya, SM. Kartosuwiryo memproklamasikan
berdirinya Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (DI/TII/NII) pada
tahun 1949. DI/NII dapat digagalkan, tetapi perjuangan untuk
meneruskan cita-citanya tidak pernah padam. Semula DI/NII adalah
gerakan bercorak nasional. Kemudian oleh Abdullah Sungkar dan Abu
Bakar Baasyir dikembangkan menjadi organisasi transnasional dengan
nama al Jamaah al Islamiyah (JI), organisasi gerakan (tandzim) yang
mencita-cita lahirnya daulah Islamiyah untuk wilayah komunitas
muslim Philipina Selatan, Indonesia, Malaysia hingga Thailand 6.
Sebagaimana disebutkan dalam Pedoman Umum Perjuangan Al
Jamaah al Islamiyah (PUPJI), daulah Islamiyah dikawasan Asia
Tenggara adalah bagian dari khilafah Islamiyah yang akan diwujudkan
oleh Al Qaidah yang dibentuk di Kandahar, 23 Pebruari 1998. Setelah
pemimpin utamanya, Osama bin Laden terbunuh, Al Qaedah semakin
surut dan popularitasnya digantikan oleh Al Qaidah Irak dibawah
pimpinan Abu Mush’ab az Zarqowi pemimpin “Jamaah Tauhid dan
Jihad” di Irak pada tahun 2004. Pada tahun 2006 Zarqawi
mengumumkan pembentukan “Majlis Syura Mujahidin” yang diketuai
oleh Abdullah Rasyid al-Baghdadi. Akhir tahun 2006 sebagian besar
pasukan “Majlis Syura Mujahidin” berhasil mengambil sebuah
keputusan bersama untuk mendirikan Negara Islam Irak di bawah
pimpinan Abu Umar al-Baghdadi. Abu Umar al-Baghdadi (Pimpinan
Negara Islam Irak) dan Abu Hamzah al-Muhajir (Pimpinan Majlis
Syura Mujahidin) terbunuh dalam pertempuran pada tanggal 19 April
6 Tentang perkembangan dan metamorfosa NII menjadi JI antara lain dapat
dilihat pada Solahudin, NII Sampai JI Salafi Jihadisme di Indonesia, Jakarta, Komunitas
Banbu, 2011.
xviii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
2010 yang dilakukan oleh pasukan Amerika. Sekitar sepuluh hari,
rapat Majlis Syura Negara Islam Irak memilih Abu Bakar al-Baghdadi
sebagai pengganti Abu Umar al-Baghdadi menjadi Pimpinan Negara
Islam Irak.
Islamic State Irak and Syiria (ISIS) dibentuk dan diumumkan
pada tanggal 5 Juni 2013. Khilafah diumumkan pada tanggal 29 Juni
2014 bertepatan dengan 1 Ramadhan 1435 H. Wilayah yang dikuasai
meliputi sebagian utama dan timur Syria, Utara dan Tenggara Irak
(seluas Britania Raya). Penduduk di wilayah itu sekitar 6-8 juta jiwa.
Semboyannya “ baqiyah wa tatamaddah” yang berarti tetap kokoh dan
bertambah luas. Memiliki struktur kepemerintahan yang dipimpin oleh
seorang khalifah (Abu Bakar al Baghdadi, Al Quraisyi). Memiliki dana
dan
persenjataan,
menguasai
sumur-sumur
minyak
yang
menghasilkan uang 2 juta $/hari. Islamic State (khilafah) menggunakan
bendera hitam bertuliskan kalimat lailaha illallah dan menggunakan
panji Muhammad Rasulullah. Bendera hitam dengan tulisan tersebut
memiliki ssosiasi pada bendera dan stempel Rasulullah SAW dan ciriciri “Thaifah Manshurah” akan selalu menang 7.
Sikap dan tindakan ISIS ternyata sangat bertentangan dengan
ajaran Islam. Mereka mengkafirkan siapa saja yang setuju dengan
gagasannya. Siapa saja yang dikafirkan oleh ISIS berarti boleh mereka
bunuh. Simbol-simbol yang dianggap musyrik mereka hancurkan
seperti situs-situs yang dihormati. Makam Syaikh Abdul Qodir al
Jaelani dan makam nabi Yunus mereka rusak. Ulama yang tidak
menyetuji ISIS dibunuh seperti Syaikh Badrudin Ghazal (Suriah),
karena menolak baiat ISIS, 12 orang ulama Sunni di Mosul juga
dieksekusi, Syaikh Hasan Saifudin di Allepo dibunuh, Syaikh Al Buti
dibom. Selain itu, penganut aliran Syi’ah, orang Kurdi (Sunni),
penganut agama lokal, Yazidi, dan Kristen Kaldea juga diserang oleh
DAIS/ISIL/ISIS/IS. Gambaran tentang kekejaman ISIS adalah sama
dengan fasisme, sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang
rahmatan lil alamin sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Pilot yang mereka tangkap dibakar hidup-hidup. Wartawan
7
Diolah dari berbagai sumber
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xix
asing yang mereka tangkap disembelih. Lawan-lawan mereka di Libya
dipancung dan gantung seperti kambing.
Kalau dibandingkan dengan sikap dan prilaku para khalifah ar
rasyidah tentu sangat berbeda jauh. Bisa dibayangkan, jika ISIS tetap
meluaskan kekuasaannya, peperangan, pembantaian dan pengacuran
peradaban pasti terjadi di mana-mana. Kerusakan besar akan
masyarakat beradab di seluruh penjurau dunia. Sistem kekhalifahan
tidak seperti ini. Kekhilafahan adalah pemerintahan yang beradab dan
sudah berlalu bersama perkembangan waktu. Kekejaman ala ISIS
bukan watak Islam. Dunia tidak mungkin diatur dengan satu sistem
khilafah seperti yang tunjukkan oleh ISIS. Al Jama’ah al Islamiyah, Al
Qaidah hingga ISIS telah melakukan serangkaian teror untuk
mewujudkan cita-cita mereka menerapkan syari’at Islam, daulah
Islamiyah dalam bentuk khilafah. Inilah pandangan keagamaan yang
bersumber pada apa yang disebut aliran Salafi, atau yang mereka
sendiri menyebut Salafus Shalih. Problem serius yang muncul terkait
dengan paham salafi adalah doktrin “takfir” atau pengkafiran orang
yang tidak mengikuti pandangan keislaman seperti mereka. Doktrin ini
melahirkan paham halal membunuh orang kafir, merusak benda-benda
yang menjadi simbol kemusyrikan dan kekafiran serta memusuhi siapa
saja yang tunduk kepada thoghut. Najih Ibrahim menyebut pemikirian
takfiri sebagai kerancuan intelektual, taktik dan modus operandi dan
sekaligus merusak citra Islam dan merusak kewajiban jihad, ketika
aktifisnya menghunus pedang di tempat yang tidak tepat, berperang di
tempat yang salah, pada waktu yang salah dan dengan cara yang salah.
Kesalahan itu berpangkal pada fatwa-fatwa yang salah, satu
diantaranya mengadopsi pemikiriran takfiriyah8. Sayid Muhammad
bin Alawi bin Abbas al Maliki al Maki al Husaini juga memandang
pemikiran takfiri sebagai kerusakan dalam akidah umat Islam. Banyak
orang Islam tergelincir dalam kesalahan, karena mengeluarkan fatwa
bahwa saudaranya dari kalangan Islam yang berbeda pemahaman
8 Najih Ibrahim Abdullah “ Kerancuan Intelektual dan Kesalahan Strategi AlQaidah” pengantar dalam As’ad Said Ali, Al-Qaeda: Tinjauan Sosial-Politik, Ideologi dan
Sepak Terjangnya. Jakarta, LP3ES, 2014.
xx
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
dihukumi kafir. Dengan demikian, hanya sedikit saja orang Islam di
muka bumi ini yang beragama Islam. Mungkin maksudnya baik, amar
makruf nahi mungkar, namun caranya mesti dengan hikmah dan
mauidzah hasanah dan bila terpaksa harus berdebat dilakukan dengan
cara yang terbaik9.
Kembali ke masa lalu, dengan cara berfikir takfiri seperti
gerakan Al Qaidah, ISIS dan Jamaah al Islamiyah dan gerakan sejenis
harus diluruskan. Mereka, para terpidana terorisme di atas adalah
orang- orang yang berfikir takfiri. Cara berfikir semacam itu masih
berkembang di penjara dan di masyarakat melalui ceramah-ceramah,
khutbah, dan kajian-kajian. Tokoh-tokoh mereka seperti Abu Bakar
Baasyir masih menulis buku Risalah Tauhid dan Iman, dan juga Abu
Sulaiman Aman Abdurrahman menulis rislah Ya.... Mereka Memang
Thagut dalam rangka membantah buku Khairul Ghozali “Mereka
Bukan Thaghut” dan juga menulis buku yang diterbitkan oleh Soutul
Haq Bekasi tahun 2012 dengan judul Tegar di Atas Tauhid yang di
sampul luar terpampang bendera ISIS. Selagi pemikiran sesat seperti
takfiri masih berkembang dan tanpa counternarrative yang memadahi
maka tindakan teror terus berkembang dan menyebar di mana-mana.
Padahal, apa sumbangan pemikiran seperti ini? Tindakan fasad terjadi
di mana-mana. Alih-alih menegakkan khilafah ala minhajin nubuwah,
melaksanakan syariat dan izzul Islam wal muslimin, hasil pemikiran
dan tindakan ini justru jatuhnya ruputasi Islam sebagai agama
rahmatan lil alamain, ribuan manusia terbunuh bukan sebab berang
tetapi teror dan para pelaku dan tokohnya dipenjarakan. Umat Islam
mengalami fitnah yang sangat besar dan menyedihkan, keluarga
menjadi terlantar dan ukhuwah Islamiyah terpecah. Inilah buah dari
pemikiran takfiriyah yang diusung oleh mereka yang mengaku jihadis
tetapi jatuh dalam fitnah teroris.
Sayid Muhammad bin ‘Alawi bin Abbas Al Maliki al Maki Al Husaini,
Mafahim Yajibu an Tashahha, Maktabah, Makkah, tt.
9
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xxi
Berfikir dan bertindak atas dasar kebencian (takfiri) yang
menjadi landasan individu kelompok jihadis menimbulkan kerusakan
fisik dan mental yang luar biasa. Apakah pemikiran dan tindakan
seperti ini ada contohnya dari Rasulullah Saw? Bagaimana pemikiran
dan tindakan beliau dalam peristiwa Fathul Makkah, dan ketika
manusia berbondong-bondong memeluk Islam. Tiada dendam dalam
pribadi Rasulullah, kasih sayang ditebar dan pengampunan umum
diberikan. Peristiwa kekerasan dan perang pasca beliau wafat di
kalangan muslimin adalah persoalan politik bukan persoalan akidah
atau pemahaman agama. Somoga kita bisa belajar dari masa lalu
menyongsong masa depan Islam yang rahmatan lil alamin.
Jakarta, 10 November 2015.
xxii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PRAKATA EDITOR
PENDAHULUAN
Presiden George W. Bush pada tahun 2001 telah mendorong
Amerika menjadi contoh paling baik dalam praktik sebagai negara
teroris atau teroris negara. Petualangan Amerika Serikat di berbagai
negara yang tidak disenanginya, membuat keberadaan banyak negara
menjadi terancam. Karena itu, terlalu aneh dan simplistis, mengaitkan
kemunculan terorisme di seluruh dunia hanya karena kebangkitan
radikalisme Islam semata. Terorisme dapat muncul dari manapun, bisa
dari kelompok agama, dari masyarakat, bahkan bisa juga oleh negara.10
Ketika George Bush mencanangkan perang melawan terorisme, pasca
runtuhnya menara WTC dan markas pertahanan Pentagon, 11
September 2001, setiap hari muncul berita internasional tentang
terorisme Islam. Sejak itu pula, Islam diidentikan dengan agama
terorisme. Masyarakat internasional, terutama kalangan Islamophobist,
merasa memperoleh pembenar bahwa Islam adalah agama teroris
ketika mereka yang ditangkap kebetulan semua mempunyai latar
belakang agama Islam. Tetapi belakangan, semua ahli masalah
internasional percaya bahwa pemboman WTC dan markas pertahanan
Pentagon 11 September 2001 itu adalah akal-akalan George Bush.
Kebohongan Presiden Bush berikutnya juga terbongkar, karena ketika
menghancurkan Irak argumenya adalah bahwa Irak telah
memproduksi senjata kimia yang berbahaya. Setelah Irak hancur
ternyata senjata kimia yang menjadi alasan menjatuhkan Saddam
Husain ternyata tidak ada. Termasuk juga petualangan George Bush di
Libya, Alzajair, Suriah dan berbagai negara yang tidak disukai
memperlihatkan karakter asli George Bush yang haus darah dan ingin
tetap menggenggam hegemoni dunia.
Secara faktual negara teroris lainya adalah Israel yang hampir setiap hari
melakukan terror terhadap penduduk Gaza yang dikuasai Hamas (Palestina)
10
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xxiii
Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, kebetulan
muncul berbagai peristiwa tindak terorisme, seperti tragedi Bali I pada
12 Oktober 2002, pemboman restoran McDonald dan showroom
Toyota pada 5 Desember 2002, bom Hotel JW Marriot Jakarta, bom Bali
II yang terjadi di Jimbaran, dan sejumlah peledakan bom di gereja.
Bahkan gerakan terorisme masih terjadi hingga di penghujung tahun
2014 ketika dilakukan penggerebekan dan perburuan para tersangka
terorisme, yang secara keseluruhan menambah kuatnya tuduhan
terhadap kelompok Islam sebagai pelaku teror. Sejumlah pelaku teroris
yang tertangkap dan pelaku pembom bunuh diri (pengantin berdarah),
semuanya menunjukkan latar belakang keagamaanya sebagai
kelompok Islam garis keras. Gerakan Islam garis keras ini umumnya
memperjuangkan negara berdasarkan syari’at Islam. Salah satu tokoh
spirtualnya adalah Abu Bakar Ba’asyir yang telah diadili dan dijatuhi
hukuman 20 tahun dan sekarang menjalani hukumanya di
Nusakambangan. Penahanan terhadapnya ini, sebenarnya hanyalah
untuk memisahkanya dengan para aktifis gerakan Islam radikal yang
mencita-citakan negara berdasarkan syari’at Islam versinya, dan bukan
karena keterlibatan nyata dan langsung.11 Namun secara berkala, para
pendukung tetap menjenguk ke Nusakambangan, hingga hubungan
antar mereka tetap terjalin. Ketika gerakan ISIS di Irak dan Suriah
memproklamasikan berdirnya khilafah, Abu Bakar Ba’asyir
mendukung dan diikuti banyak pengikutnya di Indonesia.
Dalam konteks internasional, terdapat sebagian umat Islam yang
berani memposisikan secara diametral dengan super power Amerika.
Mereka berusaha melakukan teror terhadap simbol-simbol Amerika di
seluruh dunia. Sikap Amerika kepada semua negara yang tidak
menginginkan “tomatnya” (kebaikan pura-puranya) Amerika, maka
akan diberi “tongkat” (dipukul) dan dipandang sebagai negara teroris
11 Negara berdasarkan syari’at Islampun sebenarnya masih merupakan konsep
yang kabur. Aceh yang dipandang menterapkan hukum syari’at Islam, ternyata kondisi
kehidupan sosial keagamaanya tidak lebih baik dari provinsi lain di Indonesia. Aceh
tidak dapat menjadi model sebuah negara dengan penerapan syari’at Islam. Oleh karena
itu, cita-cita mereka ini sulit untuk mendapat dukungan penuh dari mayoritas umat
Islam ndonesia.
xxiv
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
(misal; Libya (era Kadhafi), Suriah, Iran, Afghanistan (era Taliban), Irak
(era Sadam), Korea Utara, Kuba (era Gastro) dan sebagainya). Jadi
sepak terjang Amerika sebagai negara teroris diberbagai negara yang
tidak disukai menjadi bencana karena petualanganya yang haus darah.
Amerikapun dipandangnya sebagai negara teroris dan setan besar oleh
para pemimpin Iran. Sementara “si raja setan” adalah Bush sendiri,
karena memusuhi Islam dan menyatakan perang Irak sebagai perang
salib. Pernyataan perang salib oleh Bush ini sangat berlawanan dengan
penciptaan perdamaian dunia, karena semua orang tahu perang Salib
adalah perang antara penganut Islam dengan penganut Kristen.
Dengan pernyataan Bush ini, dunia diperhadapkan untuk perang
antara Islam dan Kristen. Perang melawan terorisme dikonotasikan
perang melawan Islam. Dari kondisi demikian, sebagian umat Islam
menyambut baik ucapan Bush tersebut. Noordin M. Top, Azhari,
Imam Samodra, Mukhlas, Amrozi dan belakangan juga Boko Haram di
Nigeria dan beberapa negara Afrika, Al Qaeda di berbagai negara
Timur Tengah, dan ISIS di Irak dan Suriah, sehingga sasaranya tidak
mesti negara AS, tetapi semua kepentingan AS dan sekutunya.
Tindak pidana terorisme meskipun sudah menjadi fenomena
global, definisinya belum disepakati hingga hari ini. Seseorang atau
sekelompok dapat saja disebut sebagai teroris oleh satu pihak tetapi
dianggap sebagai pahlawan bagi pihak lainnya. Tindakan beberapa
orang atau kelompok individual yang menghancurkan gedung WTC
segera disebut sebagai tindakan teroris, sementara bagi pendukung
dipandang sebagai tindakan patriotis dan jihad. Sebuah negara
adikuasa yang menghancurkan negara lain tanpa sebab tidak
dipandang teroris, tetapi negara yang mencoba tidak menuruti
Amerika Serikat, dengan mudah disebut sebagai negara teroris. Oleh
karenanya dalam realitas, tokoh-tokoh intelektual berbeda dalam
memaknai terorisme secara denotatif sangat tajam di antara mereka,
karena itu tidak ada definisi yang dapat secara mutlak disetujui. Selalu
konteksnya adalah bagaimana, oleh siapa, di mana dan bagaimana
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xxv
dilakukan12. Jadi sebenarnya terorisme adalah menyangkut kecelakaan
citra dari media, karena medialah yang berhasil membangun
kecelakaan citra kepada publik, apakah individu, kelompok/organisasi
dan negara disebut sebagai teroris atau bukan. Pengaruh media,
memang sunguh-sungguh luar biasa.
Apa sebenarnya makna terorisme itu sendiri. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, terorisme berasal dari kata teror yang artinya usaha
menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang,
golongan atau oleh negara. Kemudian teroris dimaknai leksikal sebagai
orang, golongan atau negara yang menggunakan kekerasan untuk
menimbulkan rasa takut, biasanya untuk tujuan politik. Sementara itu
terorisme dimaknai leksikal sebagai penggunaan kekerasan untuk
menimbulkan katakutan dalam usaha mencapai tujuan 13.
Amin Rais mendefinisikan tindak pidana terorisme sebagai
bentuk kekerasan langsung atau tidak langsung, yang dikenakan pada
sasaran yang tidak sewajarnya mendapat perlakuan kekerasan itu, dan
dengan aksi tersebut dimaksudkan agar terjadi rasa takut yang luas di
tengah-tengah masyarakat14. Sementara Edward Herman, mengatakan
bahwa tindak pidana terorisme diartikan sebagai “penggunaan
tindakan kekerasan sedemikian rupa sehingga menimbulkan ketakutan
yang luar biasa dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa serta kerugian
harta benda, baik publik maupun penduduk sipil, dalam rangka
mencapai tujuan politik”15. Setara dengan definisi itu, dalam UU No.
15 Tahun 200316, tindak pidana terorisme didefinisikan “setiap orang
yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman
kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa tajut terhadap orang
HD. Haryo Sasongko (Penyunting), Apa Kata Mereka Tentang Islam dan
Terorisme, Penerbit Progress, Jakarta, 2003, hal. 1 - 89
13 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,
Balai Pustaka, 2005, hal.1185.
14 Amien Rais, Kebusukan Terorisme, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan
Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta, 2005: 81
15 Z.A. Maulani, Ibid hal. 46
16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Citra Umabara, Bandung, 2003, hal 20-21.
12
xxvi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan
cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda
orang lain, atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang stretegis atau lingkungan hidup atau fasilitas
publik atau fasilitas internasional” di pidana dengan pidana mati, atau
penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling
lama 20 tahun (pasal 6 dan 7)17.
Dari definisi yang diberikan oleh UU No. 15 Tahun 2003 itu,
sebenarnya secara teoritis jelas tidak lengkap, karena hanya dimaknai
yang dilakukan oleh perorangan. Padahal teroris dapat dilakukan oleh
golongan/kelompok atau negara/pemerintah. Orang secara individu,
Amrozi, Imam Samodra dan Mukhlash boleh dikatakan sebagai
teroris. Tetapi Partai Ba’ats (rezim Sadam), Savak (Polisi Rahasia Syah
Iran), KGB (Dinas Inteljen Uni Sovyet) CIA (Dinas Inteljen Amerika)
Golkar pada masa Orde Baru dalam batas tertentu adalah kelompok,
golongan, organisasi, yang sebanarnya juga teroris. Kemudian, karena
teroris juga dapat dilakukan oleh pemerintah atau negara, maka
Amerika Serikat yang menebar ketakutan di Irak, Afganistan, Pakistan,
Iran, dan bahkan di seluruh belahan bumi dengan semboyan tongkat
dan tomat, hakekatnya adalah negara teroris. Begitu juga Israel yang
membuat rasa takut dan menjajah bangsa Palestina, membuat takut
bangsa Libanon dan bahkan negara-negara Timur Tengah, dan
ternyata Israel adalah negara bagian terakhir dari Amerika Serikat,
maka sesungguhnya Israel adalah negara teroris. Jadi Amerika Serikat
dan Israel adalah negara Teroris.
Sebagai kajian yang tidak dapat dipisahkan dari akibat lahirnya
UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
17 Sebagai kajian kebijakan, penelitian ini menggunakan definisi sebagaimana
tercantum dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu, karena pada kenyataannya terpidana
terorisme ditangkap, diadili dan dipenjara atas UU itu dan ini juga mendapat bantuan
dari media cetak maupun elektronik. Tidak ada ruang untuk memperdebatkan mengenai
mengapa para pelaku melakukan teror. Jadi siapapun yang memenuhi unsur
sebagaimana dijelaskan UU itu adalah teroris dan harus diadili.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxvii
Terorisme, dan bahkan lebih khusus lagi UU No. 16 Tahun 2003 yang
secara khusus lahir sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa peledakan
bom Bali tanggal 12 Oktober 2002, maka kajian ini menggunakan
definisi sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 15 dan 16 Tahun
2003 itu. Memang ada kekecewaan dari peneliti, akibat istilah terorisme
yang dibidikkan kepada individu, kelompok, atau negara semua
tertuju kepada yang beragama Islam. Pemberantasan terorisme
internasionalpun ditujukan kepada individu, kelompok dan negara
Islam yang sebenarnya hanya karena berusaha melawan Amerika
Serikat, sang teroris negara itu. Organisasi yang dipandang sebagai
terorisme oleh Amerika Serikat, dari 31 organisasi yang di data
Amerika Serikat dan dikategorikan sebagai gerakan terorisme, ternyata
27 organisasi diantaranya adalah berlatar belakang Islam 18.
Nama-nama, dan berbagai kelompok keagamaan yang memusuhi
Amerika di atas adalah beberapa orang yang didakwa sebagai pelaku
tindak pidana terorisme di Indonesia dan banyak negara. Sebagian
sudah ada yang tewas tertembak, melarikan diri, tertangkap dan
dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup. Terlepas dari kejahatan
yang telah mereka lakukan, kehadiran mereka cukup menarik.
Terutama bila melihat alasan-alasan keagamaan mengapa mereka
melakukan tindakan kejahatan kemanusiaan itu. Oleh karena itu
sangat tepat jika Puslitbang Kehidupan Keagamaan Badan Litbang dan
Diklat kemudian melakukan penelitian profil keagamaan para
terpidana tindak terorisme itu.
Berdasarkan penelitian itu, telah ditemukan pola umum tentang
bagaimana profil keagamaan para terpidana terorisme itu, yang
hampir sama dengan profil keagamaan para tersangka tindak pidana
terorisme yang belakangan telah ditangkap atau digerebek di berbagai
daerah di Indonesia. Secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut;
Juhaya Praja, Islam, Globalisasi & Kontra Terorisme: Islam Paska Tyragedi 911,
Kaki Langit, September 2004, hal. 198 – 238.
18
xxviii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Faham Keagamaan
Dilihat dari faham keagamaan, para terpidana memiliki latar
belakang mainstream keagamaan yang beragam, ada yang berlatar
belakang keluarga NU, Muhammadiyah, PERSIS dan salafi. Pada
umumnya memahami Al Qur’an dan As Sunnah didasarkan pada
manhaj yang mereka sebut sebagai manhaj Salafushshalih, yaitu paham
para as sabiqun al awwalun yakni orang-orang terdahulu lagi yang
pertama-tama masuk Islam di antara orang-orang Muhajirin dan
Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.
Penganut paham keagamaan yang mendasarkan diri pada manhaj
Salafushshalih sering disebut dengan pemahaman keagamaan salafi.
Suatu pemahaman keagamaan yang sedang fenomenal di kalangan
muda muslim Indonesia. Pemahaman keagamaanya sering dikaitkan
dengan sebuah aliran paham keagamaan Wahabi yang dikembangkan
dan didanai Saudi Arabia. Arab Saudi sebagai negara petro dollar
karena hasil minyaknya yang melimpah, memliki visi politik hegemoni
di Timur Tengah dan berusaha menempatkan diri sebagai pusat ilmu
pengetahuan agama Islam. Visi politiknya gagal, dan malah Iranlah
yang secara politik semakin kuat di Timur Tengah. Visi sebagai Negara
pusat ilmu pengetahuan agama Islam juga gagal, karena pusatnya
tetap ada di universitas Al Azhar Mesir. Al Azhar adalah sebuah
universitas yang didirikan oleh dinasti Fatimiyah yang bermazhab
Syi’ah sejak seribu tahun yang lalu. Pemahaman dan pengamalan
keagamaan Wahabi cenderung lugas dan tekstual, artinya apa yang
tertera dalam teks suci, itulah yang harus dilaksanakan. Bagi mereka
(terpidana terorisme), pemahaman secara tekstual lebih selamat
daripada pemahaman kontekstual yang untung-untungan. Baginya,
teks-teks suci adalah ukuran dan timbangan kebenaran dan
keselamatan dalam beragama. Manusia harus mengikuti teks-teks suci
itu apa adanya, bukan pemahaman terhadap teks-teks kemudian
disesuaikan dengan perubahan sosial. Mereka tidak mau membedakan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xxix
mana syari’at dan mana kebudayaan, sehingga gerakanya cenderung
“berkutat” pada masalah khilafiyah dan anti tradisi 19.
Dari pemahamann yang tekstual itu, wajar jika ia menyukai
tokoh-tokoh Salafi Wahabi dan bahkan juga buku-bukunya. Imam
Samodra dan Gufran adalah individu yang memiliki kemampuan
berbahasa Arab dan Inggris yang sangat baik, sehingga memiliki
wacana yang didasarkan pada referensi bahasa Arab atau Inggris yang
lebih beragam. Sementara yang lain banyak membaca dari buku
terjemahan, tetapi tetap dari kalangan Salafi Wahabi juga. Misal, bukubuku yang ditulis oleh Ustadz Asy Syaik Muhammad Nashiruddin Al
Bani, Abdul Azis bin Baaz, Ibnu Taimiyah, Ahmad bin Hambal,
Abdullah bin Abdul Wahab, Tarikh Ramadhan, Al Jawahiri dan yang
sepaham dengan dia. Mereka memahami pemahaman keagamaan
yang dipegang dan diyakini akan kebenarannya sampai hari ini. Bukubuku terjemahan dari tulisan orang-orang yang disukai ini dan banyak
pula yang dibawa ke penjara.
Jihad, Negara dan Khilafah
Pemahaman tentang Jihad
Para terpidana memiliki pemahaman tentang konsep jihad, negara
dan khilafah cukup memadai. Baginya jihad adalah mengerahkan
19 Masalah khilafiyah dan anti tradisi ini adalah dagangan lama kaum Wahabi
yang sudah basi, yang terus didaur ulang oleh kaum neo Wahabi (kelompok anti Wahabi
sering menyebutnya Salafi Wahabi karena pada dasarnya memang Wahabi atau Salafi
Takfiri karena kecenderunganya yang gemar mentakfirkan kelompok yang berbeda).
Mereka inilah yang terus menjual gagasan basinya (TBC-nya) itu melalui berbaga
taklimnya, baik di televisi, radio, taklim berkala ataupun di pesantrennya. Mereka tidak
dapat membedakan mana syari’at dan mana tradisi keagamaan. Mengapa disebut tidak
dapat membedakan mana syari’at agama dan mana tradisi keagamaan? Contohnya
adalah shalat itu diawali takbiratul ikram dan diakhiri dengan salam. Setelah salam, mau
berwirid lama-lama, berdo’a lama-lama, membaca tahlil dan tahmid atau langsung pergi
dan beraktifitas dengan urusanya itu adalah tradisi keagamaan. Tetapi bagi kaum
Wahabi apa saja yang dilakukan oleh orang setelah salam dalam shalat tetap harus
mengikuti dalil yang jelas, tidak ada cara lain.
xxx
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
segala kekuatan yang dimilikinya di jalan Allah, baik harta, tenaga
maupun nyawa, bahkan rela menderita untuk mengakhiri kedhaliman
yang dilakukan oleh pihak lain dengan niat karena Allah. Baginya
pembelaan terhadap kaum muslim di berbagai belahan bumi dengan
segala upaya adalah jihad. Baginya sesama muslim adalah saudara,
apabila mereka dizhalimi, maka harus dilakukan pembelaan agar umat
Islam tidak selalu dilecehkan. Adapun banyak orang yang mengatakan
bahwa jihad itu bukan hanya perang, dipersilahkan saja. Kalaupun
makna jihad bukan hanya perang, namun jihad perang tetap
merupakan jihad tertinggi nilainya dibanding dengan jihad-jihad
lainnya. Itulah makna jihad secara syar’i yang sebenarnya menurut
buku yang dibaca dan hasil pengajiannya. Sebagian tidak sepakat
dengan bom bunuh diri, meskipun sebagian yang lain setuju.
Menurut para terpidana dari Ambon, perang di Ambon jelas
merupakan perang antara Islam dan Kristen, dan semua orang tahu
yang mengawali adalah kaum Nasrani dalam Idul Fitri berdarah. Dari
pemahaman dan pemberitaan yang hakul yakin benar itu, mereka
merasa terpanggil dan merasa wajib ikut melakukan jihad karena
konteksnya jelas, wilayahnya jelas, sasarannya jelas yaitu mengakhiri
kedhaliman kaum Nasrani terhadap umat Islam. Tidak benar kalau
orang-orang Jakarta, apalagi elit politik dan agama mengatakan bahwa
Indonesia bukan tempat berjihad yang tepat, khususnya di Maluku
pada waktu itu. Bagi Imam Samodra dan Gufran, jihad dapat
dilakukan dimana saja dalam segala bentuknya. Mereka pada
umumnya memegangi dalil surah al-Hajaj ayat 39;
“Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka dhalim. Dan sungguh Allah Mahakuasa menolong
mereka itu”.
Dalam surah al-Baqarah ayat 190; “Perangilah di jalan Allah mereka
yang memerangi (kamu) dan jangan melampaui batas, karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”.
Dan surat al-Baqarah; 193: “Perangilah mwereka sampai batas
berakhirnya fitnah (penganiayaan) dan agama itu bagi Allah semata. Jika
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xxxi
mereka telah berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap
orang-orang dhalim.
Dalam Al-Baqarah ayat 216 juga dijelaskan: “Diwajibkan atas kamu
berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu
tidak menyenagi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu
menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang
kamu tidak mengetahui”.20
Bagi mereka, jika dalam perang Islam Kristen di Ambon, kaum
muslim tidak boleh menggunakan ayat jihad di atas, lalu ayat di atas
akan diberlakukan di mana? Begitulah kira-kira jika disimpulkan.
Pemahaman tentang Negara
Para terpidana mamahami bahwa negara sebagai suatu wilayah
yang dikelola oleh suatu pemerintah, baik dalam bentuk republik,
kerajaan, kekaisaran maupun khilafah. Baginya tidak penting, apakah
negara itu negara Islam, sekuler ataupun Islam, atau “banci” sekalipun,
asal rakyat bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya
itu sudah cukup bagus. Lebih bagus lagi jika secara konstitusional para
politisi muslim bersedia memperjuangkan sistem pemerintahan
Indonesia yang sesuai dengan nilai Islam.
Dalam batas tertentu, menurut mereka, Indonesia sudah
mengawali pelaksanaan hukum yang sesuai dengan Islam, meskipun
mungkin masih belum sempurna, tetapi kerja besar telah dimulai.
Menurutnya, Indonesia dapat menjadi contoh terbaik, bagaimana
memperlakukan minoritas, meskipun terkadang kebablasan, karena
terlalu memanjakan kaum minoritas. Tetapi secara keseluruhan tidak
ada masalah.
Menurutnya, Indonesia tetap tidak dapat memisahkan agama
dengan negara. Misalnya Indonesia memiliki Kementerian Agama
yang dapat dijadikan media perjuangan bagi semua agama untuk
mengatur kerukunan umat beragama. Pemerintah juga sudah terlanjur
QS. al-Hajaj ayat 39; QS. al-Baqarah ayat 190; QS. al-Baqarah ayat 193; dan
QS Al-Baqarah ayat 216
20
xxxii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
mendirikan bank dengan sistem syari’at yang pasti semakin besar di
masa mendatang, jika pemerintah memperlakukan kebijakan yang
sama dengan bank konvensional. Pemerintah Indonesia juga sudah
mendanai madrasah, meskipun masih setengah hati untuk menjadi
lembaga pendidikan yang penting di negeri ini, yang kesemuanya
masih merupakan sebuah proses panjang dan perlu kesabaran.
Indonesia juga memiliki peradilan agama, perda-perda yang semakin
memperkuat nilai Islam di masyarakat di berbagai pelosok Indonesia,
UU zakat, UU Wakaf dan sebagainya. Mereka begitu yakin itu semua
merupakan sebuah proses yang akan terus bergulir dan terlanjur tidak
dapat dihentikan.
Pemahaman tentang Sistem Khilafah
Menurut mereka, negara dengan sistem khilafah adalah sistem
yang paling baik. Khilafah menurut mereka adalah kepemimpinan
umat Islam dalam suatu Daulah Islamiah yang universal di muka bumi
dan dipimpin seorang pemimpin tunggal (Khalifah). Pemahamannya
tentang sistem khilafah ini sangat mungkin karena pada umumnya
menyukai buku-buku yang ditulis para petinggi Hizbut Tahrir, yang
mendefinisikan sistem khilafah sangat mirip. Tetapi sebagian lagi,
tidak sepakat dengan sistem khilafat, dan mengatakan bahwa sistem
yang ada sudah baik dan cocok dengan sistem modern. Perjuangan
berikutnya adalah bagaimana lagislasi perundang-undangan Indonesia
masa depan yang semakin Islami dan universal.
Banyak kelompok di kalangan muslim yang sedang berusaha
membangun Daulah Islamiyah dengan strategi yang berbeda-beda.
Salah satu yang mereka lakukan adalah membentuk sebuah partai
(Hizbut Tahrir Indonesia), karena sistem kepartaian atau demokrasi
telah menjadi model tentang mengatur sebuah negara. Meskipun
sistem demokrasi merupakan sistem yang a-historis dalam Islam,
namun itu adalah cara, taktik dan strategi dalam mencapai tujuan
secara konstitusional. Sistem khilafah, menurutnya hanya dapat
diimplementasikan dalam bentuk sistem pemerintahan yang parokial
dan tidak memiliki wilayah negara, sebagaimana dalam agama Katolik.
Umat Katolik tidak memiliki daulah atau Negara Katolik, tetapi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxiii
memiliki “Tahta Suci” di Vatikan (di pusat Kota Roma, Italia) dengan
“Kaisarnya” adalah Paus. Jika berfikir bahwa mendirikan Daulah
Islamiyah, sebagaimana yang pernah terjadi pada masa lalu
(Khulafaurrasyidin, bani Umaiyah, Abbasiyah, Fatimiyah, Dinasti
mameluk dan Khilafah Turki Usmani), sepertinya sangat tidak realistis.
Persepsi Dunia Islam dalam Kaitannya dengan Barat
Pengetahuannya yang luas dari berbagai majalah dan buku yang
dibacanya menurut teori emosi, agresi, motivasi dan belajar sosial,
dapat mendorong pelaku dan menghantarkan pada analisis yang
cukup tajam mengenai bagaimana posisi dunia Islam kaitannya
dengan Barat. Menurutnya, dunia Islam sekarang ini sedang
dikendalikan oleh Barat, dalam bidang semua. Mungkin hanya tersisa
dalam masalah ritual, akhlak, rukun iman dan rukun Islam saja atau
sekitar 5% saja yang tidak dikendalikan Barat. Sementara lainnya 95%
seluruhnya telah dikendalikan Barat. Kurikulum Universitas al-Azhar
Kairo yang terkenal itu, kata mereka kurikulumnya sudah tidak ada
lagi materi ajar tentang jihad. Hal ini untuk membuang wacana jihad
dari umat Islam secara pelan tetapi massif. Jadi dalam pendidikanpun
Barat berusaha sekuat tenaga untuk masuk dan mempengaruhinya.
Dunia Islam digambarkan sebagai terperangkap dalam
kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, sosialisme ateis dan kebobrokan
moral. Sistem ini bekerja sistematis dengan menggunakan agen-agen
kapitalisme, liberalisme, sekulerisme, sosialisme dalam negeri. Mereka
mengajari dunia Islam tentang HAM, hukum, ekonomi, politik,
pendidikan dan teknologi. Pemberlakuan sistem kehidupan kafir
dalam kehidupan masyarakat yang sistematis, hati-hati dan sangat
berani ini, mendapat sokongan para pialang peradaban Barat di
Indonesia. Mereka bekerja begitu bersemangat mendanai momentmoment penting setiap waktu untu menggiring manusia menuju
kehidupan yang konsumeristis, hedonistis, permisivistis dan
melupakan makna hidup ini sebenarnya untuk apa.
xxxiv
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Jama’ah, Persaudaraan Muslim dan Solidaritas Dunia Islam
Pemahaman tentang Jama’ah
Jama’ah dalam pengertian mereka adalah barisan umat Islam yang
dipimpin oleh satu kepemimpinan yang
mampu menciptakan
persatuan dan kesatuan. Praktik berjama’ah sendiri, mestinya dapat
dijalankan dalam berbagai bidang kehidupan, bukan hanya dalam
shalat. Pentingnya sistem khilafah adalah agar umat Islam sendiri
dapat menegakkan Islam secara berjama’ah dan benar. Imam tidak
cukup dengan al-Qur’an di tangan kanan dan al-Hadits di tangan
kirinya, tetapi harus ada penguasa yang dapat menjalankan sistem
kemasyarakatan sebagaimana diajarkan al-Qur’an dan al-Hadits.
Analogi yang mereka sampaikan cukup logis, yaitu: apa guna
Pancasila, UUD 1945, UU, Perpu dan seterusnya kalau tidak ada
penguasa yang melaksanakan dan memaksakan perundang-undangan
itu dilaksanakan oleh rakyat. Apapun aturan dan dari manapun aturan
diinspirasikan, tetap memerlukan pemerintah atau penguasa, karena
dengan kekuasaan itulah pemerintah dapat melakukan sanksi hukum
bagi warga negara yang tidak mentaatinya, sehingga seluruh produk
hukum dan aturan tidak menjadi “macan kertas”.
Pemahaman tentang Persaudaraan Muslim
Berkaitan dengan persaudaraan muslim, dari buku yang mereka
baca dan tausiah para mubaligh yang ia percayai, umat Islam itu
sebenarnya bersaudara di manapun berada. Solidaritas dunia Islam
menjadi sangat penting untuk saling melindungi dan membantunya.
Sayang, dunia Islam pada umumnya tidak dapat baris, bahkan selalu
ada yang menjegal negara Islam lainnya, jika dianggap berbahaya di
masa depan. Hal ini sangat kontras dengan masyarakat Barat. Ketika
suatu negara memusuhi negara tertentu karena dianggap berbahaya,
maka mereka baris rapi menyatakan koor tanda setuju, apapun
argumentasi dan apapun pendapat rakyatnya. Salah satu negara Barat
diserang kaum teroris, mereka buru-buru membidik kaum muslim
sebagai pelakunya (kasus WTC, Pentagon, stasiun kereta bawah di
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxv
Inggris) dan mereka seperti koor dalam paduan suara untuk
menyetujuinya.
Pemahaman tentang Solidaritas Islam
Menurutnya, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam,
meskipun maknanya dapat dibedakan, tetapi implementasinya sama
saja. Sebab kaum muslim dan dunia Islam harus saling membantu
dalam menyelesaikan penderitaan kaum muslim lain di seluruh dunia.
Sesama muslim itu saudara, maka solidaritas dunia Islam include di
dalamnya. Itulah sebabnya mereka pergi berjihad di Afgansitan,
Mindanau dan termasuk di Ambon sendiri. Bagi mereka jihad di
Ambon lebih masuk akal dari pada ke Afghanistan dan Mindanau,
mengingat negeri sendiri sedang terjadi pembantaian kaum muslim
oleh kaum Nasrani. Mereka berjihad di Ambon adalah rasa
persaudaraan itu sebagaimana diajarkan oleh Islam, bahwa sesama
kaum muslim bersaudara.
Hubungan Lokal dan Internasional
Untuk aspek lokal, jelas mereka mempunyai jaringan yang cukup
rapi. Hal ini nampak, misalnya pada terpidana terorisme di Ambon
yang berangkat atas biaya donatur dari Solo (AM)21. Menghubungkan
mereka dengan para donatur itu, jelas bukan pekerjaan mudah, tetapi
pasti karena sudah ada rasa saling percaya di antara mereka. Begitu
pula ketika mereka bolak-balik Ambon Jakarta selama 3,5 tahun untuk
mengambil kebutuhan logistik yang diperlukan para mujahidin
maupun masyarakat muslim di Ambon yang secara tidak langsung
terembargo akibat perang itu. Di Jakarta ada relawan yang
mengumpulkan kebutuhan logistik, sehingga mempermudah
pengambilan dan tinggal pengangkutan saja.
21 Inisial Am adalah Aris Munandar, seorang pengusaha kaya dari Solo yang
sering mendanai para tertutuduh terorisme. Tetapi ia juga yang banyak mendanai
relawan-relawan Indonesia untuk berjihad di Afgansitan.
xxxvi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Aspek jaringan lokal ini juga terjadi pada angkutan laut, yang
semestinya tidak mudah masuk perairan Maluku dalam kondisi
perang, sementara mereka dapat dengan mudah mengirim semua
kebutuhan itu ke Maluku, termasuk ke Ambon. Untuk kasus Imam
Samodra dan Mukhlas malah lebih canggih lagi, yaitu pendanaannya
dilakukan melalui jaringan internasional.
Dalam aspek jaringan internasional, mereka merasa, begitu
sampai di Ambon tidak dapat dikaitkan dengan para mujahiddin di
luar negeri, meskipun ia pernah di Afgansitan dan Filipina Selatan.
Jihad di Ambon sudah murni ditangani oleh jaringan lokal sendiri,
tidak ada kaitannya dengan Afganistan atau lainnya.
Motif Keterlibatan
Mereka umumnya tidak mau dikatakan sebagai teroris, tetapi
sebagai mujihad. Kedatangan Fathur sejak tahun 1999, Rahmadi/Suhef,
tahun 2000 dan Asep Jaya tahun 2001 ke Ambon misalnya, tujuan
utamanya adalah jihad bukan menjadi teroris apalagi ditahan di
Lembaga Pemasyarakatan Kota Ambon. Mereka berfikir lebih baik
mati sebagai syahid dari pada hidup
terhina dan dilecehkan,
sebagaimana yang mereka pahami dari buku-buku yang mereka baca.
Persitiwa penyerangan Wamkana dan Villa Karaoke adalah bagian dari
rentetan jihad yang telah dilakukan sejak kedatangannya di Kota
Ambon tahun 2000. Selama beberapa tahun itu, mereka banyak terlibat
dalam perang di berbagai tempat dalam membantu kaum muslim
Ambon, sampai akhirnya lahir undang-undang terorisme22
22 Lihat UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme dan UU No. 16 Tahun 2003 yang khusus bagi para pelaku tindak pidana
terorisme pada peristiwa peledakan Bom Bali tanggal 12 Oktober 2003. Aneh, undangundang ini berlaku surut hanya karena agar dapat menjangkau para pelaku tindak
pembela muslim di Ambon. Lebih aneh lagi tidak sekalian menjangkau sampai
penyerang muslim yang sedang menunaikan ibadah shalat dalam idhul fitri berdarah
tahun 1999.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxvii
Meskipun, dua UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu telah lahir,
mereka memang tidak peduli, dan menganggap lahirnya dua UU itu
merupakan bantuan moral luar biasa oleh pemerintah Indonesia
kepada kaum Kristen di Maluku. Kaum Kristen yang sebenarnya
sudah mulai kocar-kacir sangat tertolong dengan lahirnya dua undangundang terorisme itu. Jadi mereka secara sadar melawan undangundang yang dirasakan sebagai tidak adil, yang ternyata tidak
menjangkau sampai kepada pihak penyerang pada idhul fitri berdarah
di masjid Al Fatah Kota Ambon yang menjadi awal malapetaka perang
sipil di Ambon itu. Tidak adil karena kaum Kristen sebagai penyerang
tidak mendapatkan hukuman apapun, karena sudah tidak
mengobarkan perang. Kaum Kristen, tahu benar bahwa mereka harus
berhenti untuk menyerang, karena sudah tidak mampu melakukan
penyerangan, seluruh perairan Maluku dikuasai tentara dan lascar
jihad. Mereka percaya, bahwa pemerintah akan segera menolongnya
dan ternyata lahirlah undang-undang terorisme yang berlaku surut itu.
Mestinya, jika undang-undang itu berlaku surut, maka kaum Kristen
sebagai penyerang mestinya bisa dijangkau dan diadili lebih dari apa
yang dialaminya. Jadi motif dalam keterlibatan perang di Maluku,
adalah jihad, dan bukan sebagai teror.
Jaringan Kerja yang Diikuti
Sebagai praktisi jihad lapangan, mereka cukup memahami
jaringan kerjanya secara cukup baik. Untuk kasus Maluku, mereka
memiliki hubungan baik dengan para donatur dan para
pendukungnya, baik yang ada di medan perang (Maluku) maupun di
luar medan perang (di Jawa dan Sulawesi). Jaringan yang mereka
miliki dengan koleganya di Jawa adalah berkaitan dengan pembiayaan
perang, mulai dari senjata, dana maupun logistik untuk mujahid dan
masyarakat muslim Maluku. Mereka bolak-balik Ambon – Jawa atau
Ambon - Makasar adalah dalam keperluan untuk mengawal logistik,
pakaian bekas, dan dana untuk jihad, bukan untuk melakukan tindak
terorisme. Tidak mudah membedakan perang di Ambon dengan
tindakan terorisme di Jawa misalnya, sebab dua-duanya memang
xxxviii Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
menimbulkan rasa takut pada pihak lain, apakah itu musuh ataupun
masyarakat sipil, yang mungkin bakal menjadi korban.
Mereka juga menjalin hubungan baik dengan tokoh-tokoh
pemuda muslim di Maluku untuk keperluan kelancaran dan ketepatan
sasaran penyerangan, karena merekalah yang lebih paham seluk beluk
wilayah Maluku. Di samping itu untuk keperluan kemudahan dalam
gerilya dalam menyerang pihak lawan, juga untuk kelancaran dalam
membentuk majelis taklim agar kaum muslim Ambon dapat
mendalami ajaran Islam. Jadi jaringan yang mereka ikuti hanyalah
sebatas yang berkaitan dengan keperluan perang, tidak sampai pada
jaringan terorisme internasional. Mereka sendiri tidak setuju cara-cara
terorisme yang dipandang sebagai jihad itu, apalagi dengan bom
bunuh diri, karena persyaratan sebagai jihad tidak terpenuhi. Tidak
terpenuhi karena tempat-tempat sasaran bom bunuh diri itu bukanlah
medan perang seperti di Maluku, tetapi merupakan daerah aman dan
bom bunuh diri adalah cara putus asa dan tidak sabar dalam jihad.
Padahal jihad itu memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan agar niat
sebagai jihad yang benar terus terjaga.
Kasus perang saudara di Ambon menurutnya tidak ada kaitannya
dengan wacana terorisme yang dibangun oleh Amerika di seluruh
dunia. Sampai kapanpun, menurutnya perang saudara di Ambon
baginya adalah perang antara Islam dan Kristen dan merupakan
medan jihad, bukan sebagai tindakan terorisme. Mereka merasa tidak
membuat takut siapapun, tetapi hanya berusaha mengusir dan
membalas kedhaliman kaum Kristen. Kalaupun pihak Kristen takut,
sesungguhnya merupakan ketakutan terhadap perilakunya sendiri
yang merasa akan mendapat balasan yang setimpal dari kaum muslim.
Oleh karena itu taktik diam sambil menunggu bantuan moral dari
pemerintah Republik Indonesia dalam bentuk lahirnya UndangUndang Terorisme Nomor 15 dan nomor 16 tahun 2003 yang berlaku
surut hanya untuk kaum muslim adalah langkah jitu komunitas
Kristen Maluku untuk menyelamatkan diri. Aneh undang-undang
sepenting itu dapat berlaku surut.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia xxxix
PENUTUP
Elaborasi di atas adalah sebagian kecil fakta dibalik peristiwa jihad
dan terorisme di Indonesia. Pelajaran yang perlu digarisbawahi adalah,
bahwa masing-masing pelaku terorisme dan jihadis tidak berangkat
dari ruang kosong. Mereka melandasi perbuatannya dengan suatu
faham keagamaan yang dikemas secara baik dan tidak kalah logisnya
dibanding dengan logika mereka yang menentangnya. Oleh karena itu,
melepaskan mereka sebagai bagian di luar Islam tampaknya tidak arif
pula. Mereka adalah anak kandung umat Islam yang memilih untuk
berbuat sesuatu yang dinilai memberikan manfaat bagi Islam. Tetapi
apa lacur, niat baik yang direalisasikan dengan cara yang tidak baik,
pada akhirnya mencoreng Islam itu sendiri. Hanya kasus Ambon yang
realistis disebut sebagai jihad. Jadi, what next?
Jakarta, September 2015
Editor,
Wakhid Sugiyarto
xl
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR KEPALA PUSLITBANG KEHIDUPAN
KEAGAMAAN ...................................................................................
iii
SAMBUTAN KEPALA BADAN LITBANG DAN DIKLAT
KEMENTERIAN AGAMA RI .......................................................
v
PROLOG .............................................................................................
vii
PRAKATA EDITOR .........................................................................
xxiii
DAFTAR ISI ......................................................................................
xli
PENDAHULUAN .............................................................................
1
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Nusa Kambangan
Jawa Tengah (Kasus Amrozi & Mukhlas)
M. Adlin Sila ..........................................................................
11
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Nusa Kambangan
Jawa Tengah (Kasus Imam Samudra)
Wakhid Sugiyarto ...................................................................
49
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Kota Ambon
Maluku
Wakhid Sugiyarto ...................................................................
67
Profil Isteri Tersangka Terorisme di Surabaya Jawa Timur
Mursyid Ali & Titik Suwariyati ............................................
101
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Medan Sumatera
Utara
H. M. Ridwan Lubis & Syuhada Abduh ................................
125
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
xli
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Kota Palu Sulawesi
Tengah
Bashori A. Hakim & H. Djuhardi ................................................
145
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Kota Semarang Jawa
Tengah
Umar R. Soeroer ......................................................................
161
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Makassar Sulawesi
Selatan
M. Khaolani & Asnawaati ......................................................
181
EPILOG ...............................................................................................
INDEKS ...............................................................................................
195
199
xlii
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PENDAHULUAN
Masyarakat internasional memandang terorisme sebagai tindak
kriminal transnasional yang merusak dan menghancurkan tatanan
kehidupan global dalam berbagai bidang, seperti; perdamaian dunia, hak
asasi manusia dan rule of law yang memproteksi warga sipil dari ancaman
perang, serta melahirkan konflik sosial dalam masyarakat. Karena itu,
penganggulangan tindak terorisme menjadi niscaya. Sebagai fenomena
global, tindak terorisme berakar dari adanya ketimpangan dalam berbagai
bidang kehidupan. Dari hasil kajian terhadap berbagai hasil penelitian dan
buku berkaitan dengan terosisme, terlihat bahwa terorisme tumbuh karena
terdapat realitas ketidakadilan dan diskriminasi dalam bidang politik,
ekonomi maupun sosio-kultural oleh kelompok tertentu atas kelompok
lainnya (terorisme kelompok atau organisasi), baik dalam suatu negara
maupun di tingkat dunia dan bahkan negara terhadap negara (terorisme
negara). Kuatnya posisi teroris terorganisir dan teroris negara melahirkan
bentuk terorisme lain (individu, kelompok, organisasi perlawanan dan
bahkan juga negara) dan menjadi satu-satunya cara protes paling logis
dalam menghadapinya.
Banyak organisasi yang dipandang mewakili kelompok teroris
negara, seperti Partai Ba’ats Iraq (rezim Sadam), Savak (Polisi Rahasia Syah
Iran), KGB (Dinas Inteljen Uni Sovyet) CIA (Dinas Inteljen Amerika),
Mossad (Dinas inteljen Israel) dan Golkar Orde Baru pada batas tertentu
dapat digolongkan sebagai organisasi terror karena yang melakukan teror
di desa-desa. Imam Samodra CS adalah individu-individu yang mencoba
melawan hegemoni negara teroris seperti Amerika dan Israel secara
individual, meskipun terkesan ngawur, karena sasaran tidak langsung di
Amerika.
Terorisme di seluruh belahan bumi pada beberapa dekade ini, kerap
dikaitkan dengan kebangkitan radikalisme Islam, padahal terorisme dapat
muncul dari semua kelompok agama, masyarakat dan bahkan juga negara.
Sejak Bush menyatakan perang melawan terorisme, paska runtuhnya
menara kembar WTC dan markas pertahanan Pentagon, 11 Sept 2001,
hampir setiap hari muncul berita internasional tentang terorisme Islam.
Islam kemudian diidentikan dengan terorisme begitupun denga semua
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
1
gerakan Islam. Persepsi ini benar-benar ngawur dan tendensius, terutama
dari kalangan masyarakat Islamophobist, sehingga Islam sebagai terorisme
telah memperoleh argumen pembenarannya.
Dunia, terutama Barat, mempersepsikan bahwa, pada umumnya,
gerakan Islam dan tindak terorisme memiliki kecenderungan karakteristik
dan motif yang sama. Lebih spesifik lagi, kasus Indonesia misalnya,
ditengarai bahwa gerakan Islam sedang bangkit, dan umumnya memiliki
ciri : (1) memperjuangkan Islam secara kaffah (totalistik), syariat Islam
sebagai hukum negara, Islam sebagai dasar negara, sekaligus sebagai
sistem politik, (2) mendasarkan praktek keagamaannya pada orientasi
masa lalu, (3) cenderung memusuhi Barat dengan segenap bentuk
peradabannya, terutama terhadap sekularisasi dan modernisasi, karena
dampaknya adalah meningkatnya kerusakan masif di masyarakat, serta (4)
perlawanan terhadap liberalisme yang tengah berkembang. Negara-negara
yang mayoritas penduduknya Islam dengan sangat susah payah berusaha
menjelaskan bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan terorisme. Teroris
ya teroris, jangan dikaitkan dengan Islam.
Sebagai negara yang mayoritas muslim, Indonesia tak dapat
menghindari munculnya peristiwa-peristiwa yang dilansir sebagai tindak
terorisme. Tragedi Bali 12 Oktober 2002, pemboman restoran McDonanld
dan showroom Toyota, 5 Desember 2002, bom hotel Marriot, Jakarta, Bali 2
(Jimbaran) dan sejumlah peledakan bom di gereja, memperlihatkan hal itu
dan menambah kuatnya tuduhan terhadap kelompok Islam sebagai
pelakunya. Ditambah lagi, dengan tertangkapnya sejumlah pelaku teroris
dan pembom bunuh diri, seperti; Imam Samudra, Amrozy, Asep Hidayat,
Agus Puryanto, Ashar Daeng Salam, Asmar Latin Sani, Bachtiar, Feri, Heri
Golun, Iqbal, Misno, Muh Salik Firdaus, Syaiful Bahri, dan Dwi Widiyarto
yang kesemuanya ditengarai berlatar Islam garis keras. Apa itu Islam garis
keras, yaitu kelompok yang berusaha melakukan formalisasi syari’at Islam
dengan cara paksa dan kekerasan, bukan secara konstitusional dalam
bentuk lagislasi di lembaga Lagislatif.
Asia Tenggara umumnya dan Indonesia khususnya, oleh masyarakat
dunia dijadikan target sasaran perang melawan terorisme, dengan
beberapa alasan. Diantaranya, menurut John Creshman (2002), adalah;
Pertama, di Asia Tenggara tumbuh berbagai bentuk politik Islam yang
berbeda-beda. Kedua, pemerintah di Asia Tenggara gagal mengakui bahwa
2
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kebangkitan kelompok teroris disebabkan lemahnya negara, tidak
memiliki kerja sama regional, rentannya persoalan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat yang mengakibatkan munculnya kelompokkelompok tidak puas, bahkan sparatisme. Dengan istilah perang melawan
terorisme, kelompok-kelompok sparatis itu didaftarkan sebagai kelompok
terorisme agar mereka dapat bantuan dana dari Amerika Serikat dan
sekutunya. Ketiga, kebijakan Amerika Serikat di berbagai negara
berpenduduk muslim di seluruh dunia, menunjukkan ketidakadilan luar
biasa dan sangat kasat mata, sehingga banyak melahirkan berbagai
kelompok-kelompok perlawanan. Dari kenyataan itu, terlepas siapa
pelakunya, dilihat dari berbagai sisi, akhirnya Islam memperoleh citra
negatif. Amerika sendiri, sejak awal berniat membidik perang terhadap
teroris ini dengan sasaran semua kelompok dan organisasi Islam dan
negara Islam, meskipun realitasnya Amerika sendiri juga negara teroris.
Dalam konteks global, terdapat umat yang memposisikan secara
diametral dengan super power. Kepada negara-negara yang tidak
menginginkan tomatnya Amerika, maka akan diberi “tongkat” (dipukul)
dan dipandang sebagai negara pendukung teroris seperti; Libya di era
Khatafi, Suriah, Iran, Afgansitan, Irak di era Saddam, Korea Utara, Kuba
era Gastro dan sebagainya. Musuh Amerika, terutama Iran yang melawan
hegemoni Amerika memandang Amerika sebagai setan besar. Dan Bush
adalah “si raja setan”, karena mengatakan bahwa perang Irak adalah
perang salib. Suatu pernyataan gila yang mengerikan untuk penciptaan
perdamaian dunia dan malah memperluas area perang. Semua orang tahu
perang Salib adalah perang antara Islam dengan negara penganut Kristen.
Dengan pernyataan perang salib ini, Bush telah memperhadapkan perang
antara Islam dan Kristen. Perang melawan terorisme dikonotasikan perang
melawan kelompok Islam. Dari kondisi yang demikian ini, sebagian umat
Islam menyambut baik ucapan Bush yang ngaco ini. Nurdin M. Top,
Azhari, Imam Samodra, Mukhlas dan Amroji sedikit banyak mengikuti
logika Bush ini, sehingga sasaran yang dipilih tidak mesti negara AS, tetapi
semua kepentingan AS dan sekutunya.
Dari latar belakang di atas, maka masalah penelitian yang dijawab
dalam penelitian ini, yaitu; 1) Jati diri para pelaku tindak terorisme
(pendidikan, organisasi sosial keagamaan dan afiliasi politik); 2) Faham
teologi keagamaan; 3) Faham fiqih berkaitan dengan jihad, negara dan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
3
khilafah; 4) Perspesi mereka tentang dunia Islam dalam kaitannya dengan
“Barat”; 5) Konsep tentang jama’ah, persaudaraan muslim dan solidaritas
dunia Islam; 6) Hubungan pelaku dengan aspek lokal dan internasional; 7)
Motif mereka terlibat dalam tindak terorisme; dan 8) Pengetahuan
mengenai jaringan kerja yang mereka bangun.
Jawaban permasalah penelitian ini secara rinci tujuanya adalah; 1)
Mengetahui latar belakang para terpidana terorisme (pendidikan,
organisasi sosial keagamaan dan afiliasi politik) para pelaku; 2)
Mengetahui faham teologi keagamaan para terpidana; 3) Mengetahui
faham fiqih berkaitan dengan jihad, negara dan khilafah para terpidana; 4)
Mengetahui perspesi tentang dunia Islam dalam kaitannya dengan “Barat”
para terpidana; 5) Mengetahui konsep tentang jama’ah, persaudaraan
muslim dan solidaritas dunia Islam para terpidana; 6) Mengetahui
hubungan pelaku dengan aspek lokal dan internasional; 7) Mengetahui
motif keterlibatrannya dalam tindak terorisme para terpidana; dan 8)
Mengetahui pengetahuan mengenai jaringan kerja yang mereka bangun.
Sementara itu, manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini
adalah: (1) secara akademik untuk pengayaan informasi ilmiah dan
klarifikasi ilmiah terhadap berbagai peristiwa terorisme di Indonesia, (2)
secara praktis, hasil penelitian dapat dipergunakan sebagai masukan bagi
perumusan kebijakan dalam pembinaan masyarakat beragama dalam
upaya penanggulangan terorisme di Indonesia.
Kerangka Konseptual
Tindak Terorisme
Tindak pidana terorisme meskipun sudah menjadi fenomena global,
definisinya belum disepakati hingga hari ini. Seseorang atau sekelompok
dapat saja disebut sebagai teroris oleh satu pihak tetapi dianggap sebagai
pahlawan bagi pihak lainnya. Tindakan beberapa orang atau individual
yang menghancurkan gedung WTC segera disebut sebagai tindakan
teroris, sementara bagi pendukungnya dipandang sebagai tindakan
patriotis dan jihad. Sebuah negara adikuasa yang menghancurkan negara
lain tanpa sebab yang dapat dipertanggungjawabkan tidak disebut teroris,
tetapi negara yang mencoba tidak menuruti Amerika Serikat, dengan
4
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
mudah disebut sebagai negara terroris. Tokoh intelektual yang berbeda
dalam memaknai terorisme secara denotatif mempunyai perbedaan sangat
tajam di antara mereka, karena tidak ada definisi yang dapat secara mutlak
disetujui bersama, karena selalu dilihat pada konteksnya bagaimana, oleh
siapa, di mana dan bagaimana dilakukan1. Jadi sebenarnya terorisme
adalah menyangkut kecelakaan citra dari media belaka, karena medialah
yang berhasil membangun kecelakaan citra kepada publik, apakah
individu, kelompok/organisasi dan negara disebut sebagai teroris atau
bukan. Pengaruh media, memang sunguh-sungguh luar biasa.
Apa sebenarnya makna terorisme itu sendiri. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, terorisme berasal dari kata teror yang artinya usaha
menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang,
golongan atau negara. Kemudian teroris dimaknai leksikal sebagai orang,
golongan atau negara yang menggunakan kekerasan untuk menimbulkan
rasa takut, biasanya untuk tujuan politik.2
Amin Rais mendefinisikan tindak pidana terorisme sebagai bentuk
kekerasan langsung atau tidak langsung, yang dikenakan pada sasaran
yang tidak sewajarnya mendapat perlakuan kekerasan itu, dan dengan
aksi tersebut dimaksudkan agar terjadi rasa takut yang luas di tengahtengah masyarakat3. Sementara Edward Herman, mengatakan, tindak
pidana terorisme sebagai “penggunaan tindakan kekerasan sedemikian
rupa sehingga menimbulkan ketakutan yang luar biasa dan menyebabkan
jatuhnya korban jiwa serta kerugian harta benda, baik publik maupun
penduduk sipil, dalam rangka mencapai tujuan politik” 4. Setara dengan
definisi itu, dalam UU No. 15 Tahun 20035, tindak pidana terorisme
didefinisikan “setiap orang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau
ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa tajut terhadap
orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal
HD. Haryo Sasongko (Penyunting), Apa Kata Mereka Tentang Islam dan Terorisme,
Penerbit Progress, Jakarta, 2003, hal. 1 - 89
2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga,
Balai Pustaka, 2005, hal.1185.
3Amien Rais, Kebusukan Terorisme, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan
Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta, 2005: 81
4 Z.A. Maulani, Ibid hal. 46
5Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Citra Umabara, Bandung, 2003, hal 20-21.
1
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
5
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta
benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan dan kehancuran
terhadap obyek-obyek vital yang stretegis atau lingkungan hidup atau
fasilitas publik atau fasilitas internasional” di pidana dengan pidana mati,
atau penjara seumur hidup atau pidana paling singkat 4 tahun dan paling
lama 20 tahun (pasal 6 dan 7)6.
Dari definisi yang diberikan oleh UU No. 15 Tahun 2003 itu,
sebenarnya secara teoritis jelas tidak lengkap, karena hanya dimaknai yang
dilakukan oleh perorangan. Padahal teroris dapat dilakukan oleh
golongan/kelompok atau negara/pemerintah. Orang secara individu,
Amrozi, Imam Samodra dan Mukhlash boleh dikatakan sebagai teroris.
Tetapi Partai Ba’ats (rezim Sadam), Savak (Polisi Rahasia Syah Iran), KGB
(Dinas Inteljen Uni Sovyet) CIA (Dinas Inteljen Amerika) Golkar pada
masa Orde Baru dalam batas tertentu adalah kelompok, golongan,
organisasi, gerakan teroris juga. Kemudian, karena teroris juga dapat
dilakukan oleh pemerintah atau negara, maka Amerika Serikat yang
menebar ketakutan di Irak, Afganistan, Pakistan, Iran, dan bahkan di
seluruh belahan bumi, karena memang kaki Amerika pada umumnya
menancap kuat dengan semboyan tongkat dan tomat, hakekatnya adalah
negara teroris. Begitu juga Israel yang membuat rasa takut dan menjajah
bangsa Palestina, membuat takut bangsa Libanon dan bahkan negaranegara Timur Tengah, maka Israel adalah negara teroris. Jadi Amerika
Serikat dan Israel adalah sama-sama sebagai negara Teroris.
Sebagai kajian yang tidak dapat dipisahkan dari akibat lahirnya UU
No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan
bahkan lebih khusus lagi UU No. 16 Tahun 2003 yang secara khusus lahir
sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa peledakan bom Bali tanggal 12
Oktober 2002, maka kajian ini menggunakan definisi sebagaimana yang
dimaksud dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu. Memang ada
kekecewaan dari para peneliti, akibat istilah terorisme yang dibidikkan
6Sebagai kajian kebijakan, penelitian ini menggunakan definisi sebagaimana
tercantum dalam UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu, karena pada kenyataannya terpidana
terorisme ditangkap, diadili dan dipenjara atas UU itu dan ini juga mendapat bantuan
dari media cetak maupun elektronik. Tidak ada ruang untuk memperdebatkan mengenai
mengapa para pelaku melakukan teror. Jadi siapapun yang memenuhi unsur
sebagaimana dijelaskan UU itu adalah teroris dan harus diadili.
6
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kepada individu, kelompok, atau negara semua tertuju kepada yang
beragama Islam. Pemberantasan terorisme internasionalpun ditujukan
kepada individu, kelompok dan negara Islam yang sebenarnya hanya
karena berusaha melawan Amerika Serikat, sebagai teroris negara itu.
Organisasi yang dipandang sebagai terorisme oleh Amerika Serikat, dari
31 organisasi yang di data Amerika Serikat dan dikategorikan sebagai
gerakan terorisme, ternyata 27 diantaranya adalah berlatar belakang
Islam7.
Profil Keagamaan Pelaku Tindak Terorisme
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profil adalah iktisar yang
memberikan gambaran atau fakta tentang hal-hal khusus8. Keagamaan
adalah hal-hal yang berkaitan dengan agama9. Pelaku adalah pelaksana
atau orang yang melaksanakan10. Jadi menurut makna leksikal, profil
keagamaan pelaku (bisa seseorang, golongan atau negara) tindak terorisme
adalah iktisar yang memberikan gambaran atau fakta tentang hal-hal yang
berkaitan dengan agama dari orang (bisa seseorang, golongan atau
negara) yang melakukan usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan
kekejaman dalam usaha mencapai tujuan. Oleh karena itu, definisi
denotatif profil keagamaan para terpidana dimaksud dalam penelitian ini
adalah seperangkat pengetahuan keagamaan yang dimiliki oleh para
terpidana, yang mempengaruhi perilaku keagamaannya.
Dalam realitasnya, seseorang melakukan tindak pidana terorisme
tidak tanpa sebab, tetapi banyak teori yang dapat digunakan dalam
mendalami penyebab muncul perilaku terorisme pada seseorang,
kelompok dan organisasi. 1) teori emosi, yaitu hasil persepsi seseorang,
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respon
terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari luar. Teori ini dapat
dimanfaatkan untuk menganalisis bagaimana emosi yang dimiliki oleh
para terpidana serta maksud dan tujuan emosi tersebut, karena manusia
7Juhaya Praja, Islam, Globalisasi & Kontra Terorisme: Islam Paska Tyragedi 911, Kaki
Langit, September 2004, hal. 198 – 238.
8 Departemen Pendidikan Nasional, op. cit. hal. 897
9 Ibid. hal. 12.
10 Ibid, hal. 844
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
7
memiliki emosi dasar seperti; cinta, kegembiraan, keinginan, benci, sedih
dan kagum11. 2) teori perilaku agresi, yaitu suatu perilaku yang merugikan
atau menimbulkan korban pada pihak orang lain. Perbuatan para
terpidana terorisme yang menyerang berbagai kepentingan umum dan
menimbulkan korban adalah salah satu bentuk agresi 12. 3) teori motivasi,
yaitu istilah generik yang meliputi semua faktor internal yang mengarah
ke berbagai jenis perilaku yang bertujuan ke dalam, seperti dorongan dan
keinginan, aspirasi dan selera sosial yang bersumber dari fungsi-fungsi
tersebut13. 4) teori interaksi sosial, yaitu manusia sebagai mahluk sosial yang
selalu membutuhkan sesamanya dalam memenuhi kebutuhannya seharihari baik kebutuhan materiil maupun spirituil. Tidak ada manusia yang
dapat mengatasi seluruh persoalannya sendiri seorang diri. Oleh sebab itu,
manusia satu selalu berhubungan dengan manusia lainnya, dengan
kelompok atau komunitas yang lebih besar dan seterusnya 14. Profil
keagamaan para terpidana terorisme dapat dilacak melalui teori-teori itu,
meskipun harus selalu dikaitkan dengan realitas pemahaman keagamaan
yang telah dimilikinya.
Dengan teori emosi, akan diketahui mengapa para pelaku
bersemangat mempelajari agama dan berkeinginan untuk melakukan
jihad. Para pelaku, dalam mempelajari agama boleh jadi karena diawali
dari membaca bacaan-bacaan yang menggugah semangat dan emosi
keagamaan, termasuk berkeinginan berjihad. Banyak membaca
penderitaan bangsa Palestina, Bosnia, Irak dan Afgansitan, perang Salib,
dan sebagainya akan mendorong si pembaca terdorong untuk lebih
banyak tahu dan menyikapinya sesuai dengan kecenderungan batinnya.
Bagi yang terbiasa dengan agama Islam, akan muncul semangat ingin
membelanya. Tetapi yang terbiasa dengan bacaan-bacaan gaya hidup,
penderitaan berbagai bangsa itu sama sekali tidak menggerakan hati untuk
bersikap membela, apa lagi menggetarkan hatinya dengan emosi
meluapluap untuk membela. Malah boleh jadi memiliki rasa peduli amat
dengan penderitaannya.
11
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, UI Press, Jakarta, 1990,
hal. 29
Ibid, hal. 30
Ibid, hal. 45
14 Ibid hal 56
12
13
8
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Teori agresi, dapat dipastikan sebagai kelanjutan dari teori emosi
tersebut. Ketika seseorang yang secara emosional telah tergerakkan, maka
untuk melakukan agresi tingal menunggu waktu saja. Maksudnya tinggal
menunggu moment yang tepat, alat dan dana yang dimiliki dan bahkan
mungkin orang yang melakukan eksekusi atau melaksanakannya. Begitu
pula dengan teori motivasi, juga masih berkaitan dengan teori emosi dan
agresi itu, makasudnya emosi dan perilaku agresi seseorang memiliki
motivasi tertentu. Bagi mereka yang secara emosional membenci
penindasan, jika kesempatan ada, ia akan melakukan agresi yang
motivasinya adalah menghancurkan si dhalim yang melakukan
penindasan. Teori interaksi sosial, kiranya kurang tepat untuk digunakan
untuk membedah profil keagamaan para terpidana terorisme. Dari teori di
atas, dapat terlihat bagaimana para terpidana mempunyai pemahaman
keagamaan tertentu yang mungkin tidak sama dengan arus utama muslim
Indonesia.
Penggunaan teori-teori di atas penting untuk menghasilkan suatu
pengetahuan yang utuh mengenai profil keagamaan para terpidana
terorisme. Oleh sebab itu judul penelitian menjadi profil keagamaan
terpidana terorisme di Indonesia. Untuk memahami profil keagamaan itu,
maka fokus penelitian diarahkan, pada; jati diri para pelaku tindak
terorisme (pendidikan, organisasi sosial keagamaan dan afiliasi politik);
faham teologi keagamaan; faham fiqih berkaitan dengan jihad, negara dan
khilafah; perspesi tentang dunia Islam dalam kaitannya dengan “Barat”;
konsep tentang jama’ah, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam;
hubungan pelaku dengan aspek lokal dan internasional; motif
keterlibatrannya dalam tindak terorisme; dan pengetahuan mengenai
jaringan kerja yang mereka bangun. Profil keagamaan ini akan
menjelaskan siapa sebenarnya para pelaku tindak terorisme itu.
Metode Penelitian
Dalam rangka memperoleh data dilakukan dengan dalam bentuk
studi dokumentasi dan wawancara. Wawancara menempati peran utama
dalam penelitian ini, karena umumnya para terpidana bukanlah orang
lokal, tetapi para perantau yang memiliki emosi keagamaan, melakukan
agresi dalam bentuk membela kaum muslim yang tertindas dengan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
9
motivasi untuk menghancurkan penindas. Secara prosedural, teknik bola
salju (snow-ball technique) mendominasi penelitian, sehingga dapat
menelusuri data/informasi secara berantai untuk menemukan data yang
lengkap, representatif, dan absah.
10
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME
DI NUSAKAMBANGAN JAWA TENGAH
(Kasus Amrozi dan Mukhlas)
Oleh:
M. Adlin Sila
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA
TAHUN 2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
11
JATI DIRI
TERPIDANA TERORISME
(Amrozi dan Mukhlas)
Penelitian yang bersifat kualitatif ini fokus penggalian datanya
dilakukan melalui wawancara dan life history subyek yang diteliti. Peneliti
memperoleh data lapangan dengan cukup sulit, sebab subyeknya adalah
pelaku tindak pidana terorisme yang sudah mendekam di Lembaga
Pemasyarakatan. Untuk menemui subyek, peneliti harus melalui
serangkaian prosedur birokrasi yang sungguh sangat rumit. Peneliti
mengurus surat izin penelitian pada beberapa lembaga pemerintah antara
lain; Mahkamah Agung, Dirjen Lembaga Pemasyarakatan, Departemen
HAM dan Hukum, Kejaksaan Tinggi Bali, Kejaksaan Tinggi Propinsi Jawa
Tengah, Kejaksaan Negeri Denpasar, Bidang Kesatuan Bangsa Pemda Jawa
Tengah, lalu Kepala LP Batu Nusa Kambangan. Di Kejaksaan Tinggi
Propinsi Bali, peneliti berhasil menggandakan Berkas Acara Pemeriksaan
(BAP) para pelaku.
Setelah semua surat ini diperoleh dengan memakan waktu kurang
lebih 3 (tiga) bulan lamanya, peneliti kemudian berangkat ke LP Batu
Nusakambangan untuk bertemu langsung dengan Amrozi, Mukhlas dan
Imam Samudra. Di sini, peneliti melakukan wawancara langsung, dengan
seizin sebelumnya dari ketiganya. Daftar pertanyaan diberikan terlebih
dahulu kepada para pelaku di selnya masing-masing, kemudian para
pelaku bersedia untuk diwawancarai. Selama wawancara berlangsung,
peneliti diperingatkan oleh para petugas LP untuk tidak memaksa pelaku
untuk menjawab pertanyaan yang tidak disukainya, mengambil foto atau
gambar. Petugas LP sudah mengingatkan dari awal bahwa Amrozi CS sulit
untuk dimintai waktu untuk sekedar wawancara. Tapi ketika tim peneliti
berhasil mewawancari Amrozi CS dengan lancar, tanpa ada halangan apa
pun, dan memakan waktu sehari penuh, para petugas menjadi salut
kepada tim (Wakhid Sugiyarto dan Adlin Sila).
Kepada timpun, Mukhlas, yang mendapat giliran pertama
diwawancarai, mengaku bahwa dia telah bermimpi bahwa akan
kedatangan tamu, dan tamu itu katanya dia lagi, adalah dari Dep. Agama.
12
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Kami menjadi sumringah karena kami sebagai tim peneliti disambut
hangat oleh Amrozi CS. Mereka mengaku bahwa selama ini yang datang
adalah orang-orang yang berkepentingan internasional (lembaga intelijen
asing dan wartawan), dan bukan sesuai dengan kepentingan perjuangan
mereka yaitu menjelaskan alasan agama di balik aksi mereka.
Tertangkapnya Amrozi ibarat kartu domino yang memberi ruang
terungkapnya misteri di balik bom Bali. Dan memang benar, tidak lama
setelah Amrozi ditangkap, aparat kepolisian kemudian berhasil
menangkap Abd. Azis alias Imam Samudra alias Kudama 21 November
2002 dan Ali Ghufron alias Mukhlas. Pada bab ini, akan dibahas riwayat
hidup para pelaku tindak pidana bom Bali dan hal-hal yang mendasari
alasan mereka melakukan tindakan pengeboman terhadap warga asing.
Amrozi
Amrozi lahir 39 tahun yang lalu tepatnya tahun 1968 di Lamongan,
Jawa Timur. Pendidikannya hanya sampai kelas tiga SMP dan tidak lulus.
Dia dikenal sering kawin cerai. Istrinya yang ketiga bernama Susilowati. Di
kampungnya, Amrozi lebih terkenal sebagai montir sepeda motor dan
mesin diesel air. Selain itu, dia juga dikenal sebagai makelar mobil bekas.
Bila lagi sepi order, dia mendatangi rumah warga untuk menjajakan
handphone dan antena televisi. Tahun 1994, dia dikabarkan meninggalkan
lamongan menuju Malaysia. Di negri jiran ini, dia bermukim sekitar tiga
tahun, dan tahun 1997 kembali ke Lamongan. Selama di Malaysia, dia
bukannya menjadi TKI tapi mengikuti pengajian-pengajian yang dipimpin
oleh tokoh-tokoh garis keras seperti Abdullah Sungkar dan Abu Bakar
Baasyir. Menurut Kapolri pada saat itu, Da’I Bachtiar, Amrozi sempat
pergi ke Afganistan untuk mempelajari cara-cara merakit bom.
Pendidikan Amrozi umumnya dilalui di sekolah umum, bukan
agama. Di kampungnya, Amrozi dikenal rajin mengunjungi pesantren AlIslam, pimpinan Ustadz Muhammad Zakaria, yang jaraknya sekitar 100
meter dari rumahnya. Dia sering mampir untuk shalat berjama’ah di
masjid Pondok. Dengan orang-orang Pondok, Amrozi sangat dikenal
meskipun bukan santri. Kakaknya, Haji Chozin, ikut memprakarsai
berdirinya Pondok Pesantren tersebut. Praktis, Amrozi memperoleh
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
13
pendidikan agama dari pengajian-pengajian yang diikutinya dan cara
belajar secara otodidak. Pemahaman agamanya tidaklah menonjol. 1
Amrozi menjadi terkenal ketika ditangkap 5 November 2002 lalu,
karena dianggap sebagai pemilik mobil Mitsubishi L-300, mobil yang
mengangkut bom di tempat peledakan. Ketika ditangkap, ditemukan lima
senapan laras panjang termasuk M-16, dua pucuk pistol FN, dan ribuan
amunisi sekitar 5 km dari rumah Amozi di Desa Tenggulun Solokurno,
Lamongan Jawa Timur. Dari tangan Amrozi juga diperoleh bukti
pembelian bahan kimia berupa potasium klorat, alumunium powder dan
belerang dari toko Tidar Kimia di Jl. Tidar, Surabaya. Padahal waktu itu,
Amrozi meninggalkan Lamongan ke Gresik dengan alasan membeli
onderdil motor dan bahan baku kue untuk kue buatan istrinya. Bahanbahan inilah yang dianggap oleh polisi menjadi bahan baku bom Bali,
meskipun banyak pengamat menyimpulkan bahwa bom yang meledak di
Legian Bali lebih dahsyat dari bom hasil rakitan bahan peledak potasium
klorat. Belakangan, Amrozi diketahui hanya bertindak sebagai penyedia
bahan-bahan untuk pembuatan bom, sementara yang merakit adalah
Abdul Ghonin dan Abdul Matin. Yang memunculkan gagasan aksi
peledakan bom di Bali adalah Imam Samudra dan Mukhlas sebagai
penyedia dana.
Dalam BAP tanggal 19 Desember 2002, Amrozi mengaku bahwa dia
mendapatkan gagasan peledakan bom di Bali dari Kudama alias Imam
Samudra yang dia kenal selama tinggal di Malaysia. Berikut adalah
kutipan langsung pengakuan Amrozi sebagaimana tertera dalam BAP
tentang munculnya gagasan tentang peledakan bom di Bali:
Pertemuan dilaksanakan di rumah Hernianto (salah seorang saksi
terpidana bom Bali) di Solo pada awal bulan Agustus 2002 pukul 12.00
WIB. Peserta yang hadir pada rapat itu adalah Kudama alias Imam
Samudra, Mukhlas alias Ali Ghufron, Amrozi, Umar Kecil, Ali Imron,
Abdul Matin (Dulmatin) dan Zulkarnaen, sementara Hernianto tidak ikut
rapat. Acara dimulai dengan ceramah agama dari Ustadz Ali Ghufron.
Selanjutnya acara diserahkan kepada Dulmatin sebagai pembawa acara.
Dalam acara ini diusulkan untuk demonstrasi terhadap tokoh-tokoh
Kristen dan Yahudi yang akan mengadakan pertemuan di Hotel Lor Inn,
Solo. Berselang 15 menit acara berlangsung, Kudama mengambil alih
pembicaraan dan menyerukan melawan dengan jihad terhadap orang-
14
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
orang Amerika dan sekutu-sekutunya di Indonesia. Dalam melawan ini,
Kudama menawarkan aksi peledakan, dan sasaran yang dituju adalah
tempat-tempat dimana orang-orang Amerika berkumpul, dan lebih baik
lagi kalau di Kedutaan Amerika. Karena kalau ini dibom jelas yang kena
adalah orang Amerika, bukan yang lain. Setelah dua usulan ini
disampaikan, Dulmatin menanyakan kepada peserta rapat yang mana
disetujui. Setelah disepakati maka rapat menyetujui peledakan bom di Bali.
Mukhlas menyanggupi untuk menyediakan dana, Kudama juga akan
mencari dana tambahan. Pada akhir rapat, Kudama menegaskan kembali
apakah gagasan peledakan bom di Bali disepakati, semua peserta setuju
dan rapat ditutup oleh Dulmatin pada pukul 23.30.
Setelah pertemuan menyepakati untuk melakukan peledakan bom di
Bali, para peserta sudah diberikan tugas masing-masing, Amrozi membeli
bahan-bahan kimia di Toko Tidar Surabaya, dengan bantuan finansial dari
Mukhlas dan Kudama, lalu bom dirakit oleh Abdul Ghonin dan Abdul
Matin. Mereka kemudian bertemu di Bali tanggal 5 Oktober 2002, dan
terjadilah ledakan maha dahsyat yang menelan banyak korban terutama
warga Australia, di Legian, Bali tanggal 12 Oktober 2002.
Sampai penelitian ini dilakukan (2006), Amrozi CS masih dianggap
hanya korban dari pelaku pengebom lain. Namun, bom yang diledakkan
oleh pihak lain bersamaan dengan bom bikinan Amrozi sulit dibuktikan
sampai saat ini, sehingga teori bahwa Amrozi CS adalah pelaku bom Bali
adalah yang berlaku. Saat ini, Amrozi bersama dengan Ali Ghufron dan
Imam Samudra adalah tersangka utama bom Bali, dan masing-masing
telah dijatuhi eksekusi mati oleh pengadilan negeri Denpasar. Hingga
nantinya eksekusi itu dilaksanakan, ketiganya masih diberikan
kesempatan mengajukan peninjauan kembali (PK).
Ali Ghufron
Muklas alias Ali Ghufron, lahir 46 tahun yang lalu, yang terbukti
selaku koordinator umum bagi peledakan bom di tiga lokasi di Bali,
divonis hukuman mati di Pengadilan Negeri Denpasar, pada tanggal 1
Oktober 2003. Dalam sidang yang berlangsung di Gedung Narigraha
Denpasar, majelis hakim diketuai Cok Rai Suamba SH. Pada waktu itu,
pendiri Ponpes Lukman Nulhakim di Malaysia itu tampak tenang-tenang
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
15
saja, lalu ia memekikkan kalimat takbir, "Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allahu Akbar". Sama dengan adik kandungnya, Amrozi, yang juga
dipidana mati, Ali Ghufron meninggalkan ruang sidang sambil tersenyum,
digiring sejumlah petugas. Dalam nota vonisnya, yang dibacakan secara
bergantian, majelis hakim beranggotakan lima orang itu menjelaskan,
terdakwa Ali Ghufron bersalah telah bertindak selaku pemimpin atau
koordinator umum bagi peledakan bom di tiga lokasi Pulau Dewata.
Di persidangan terungkap, tindakan tersebut diawali dengan
dilakukannya pertemuan di rumah kontrakan milik Ustadz Husein di
Bangkok, Thailand, pada Pebruari 2002, yang antara lain dibicarakan
tentang operasi jihad untuk menggempur Amerika Serikat (AS), yang
dinilai telah memerangi dan menindas umat Islam. Pertemuan di Thailand
yang juga menyepakati operasi jihad dengan melakukan tindak peledakan
bom itu, dihadiri sejumlah orang, antara lain terdakwa, Zulkifli, Marzuki,
Dr Azahari, Wan Min bin Wan Mat dan Noordin Moch Top. Pada
kesempatan tersebut, pertemuan menunjuk Ali Ghufron sebagai Ketua
Mujahidin bagi pelaksanaan aksi pembalasan terhadap kekejaman AS dan
sekutunya itu. Untuk kepentingan pendanaan, Wan Min bin Wan Mat
(warga Malaysia) yang disebut-sebut selaku Bendahara Jemaah Islamiyah
(JI) Asia Tenggara, langsung menyerahkan sejumlah dana kepada Ali
Ghufron. Buntut dari pertemuan di Thailand, Ali Ghufron yang juga
menjabat Ketua Mantiqi I JI, kemudian pada Agustus dan September 2002,
melakukan serangkaian pertemuan di Solo dan Lamongan.
Sambil membacakan tuntutannya, Jaksa menceritakan bahwa:
Pada pertemuan-pertemuan tersebut, selain telah disepakati untuk
dilakukannya aksi peledakan bom di Bali, juga pengukuhan terdakwa Ali
Ghufron selaku pemimpin umum sekaligus penyedia dana bagi aksi itu.
Sementara Abdul Azis alias Imam Samudra, oleh Ali Ghufron ditunjuk
sebagai pemimpin lapangan bom Bali, dibantu Ali Imron. Sedang untuk
membeli bahan peledak dan merakit bom, masing-masing ditunjuk
Amrozi dan Abdul Matin alias Dulmatin, yang hadir dalam rapat-rapat.
Selaku penyedia masalah akomodasi dan transportasi, rapat menunjuk
Jhony Hendrawan alias Idris. Dalam pelaksanaannya, Imam Samudra telah
melakukan tugasnya sesuai penunjukan, sementara untuk merakit dan
meramu bahan peledak, selain Dulmatin juga tercatat Dr Azahari, Umar
Arab, Umar Patek dan Sarjio alias Sawad. Selain itu, kata jaksa, pada hari-
16
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
hari menjelang peledakan, Ali Ghufron juga sempat memotivasi Arnazan
alias Jimmy alias Iqbal dan Ferry alias Isa, untuk lebih menguatkan
keyakinan mentalnya dalam melakukan operasi jihad dengan cara bom
bunuh diri. Terkait itu, pada saat pelaksanaan 12 Oktober 2002, Ferry
mengenakan rompi bom yang kemudian tercatat meledak di ruang
Paddy`s Pub, sementara Arnazan mengemudikan dan meledakkan bom
mobil di depan Sari Club, di Jalan Raya Legian Kuta. Ferry dan Arnazan,
oleh petugas dinyatakan tewas dalam aksi peledakan yang juga menelan
202 nyawa korban yang lain, serta sekitar 350 orang tak berdosa menderita
luka-luka pada peristiwa itu.
Atas bukti-bukti di persidangan seperti itulah, majelis hakim
kemudian menjatuhkan hukuman mati bagi alumnus operasi jihad di
Afganistan, yang juga kakak kandung Amrozi (terpidana mati) dan Ali
Imron (terpidana seumur hidup).
Mukhlas lahir di Solokuro, Tenggulun, Lamongan Jawa Timur
tanggal 2 Februari 1960, dari pasangan Haji Nurhasyim dan Tariyem.
Mukhlas adalah anak kelima dari delapan bersaudara. Mukhlas adalah
anak dari isteri pertama bapaknya, karena bapaknya mempunyai dua istri.
Amrozi, tersangka lain Bom Bali 1, adalah adik kandung Mukhlas dari satu
ibu.
Mukhlas menghabiskan masa kecilnya di Solokuro, sehingga
pendidikannya dari Madrasah Ibtidaiyah (MI), setingkat SD, hingga
Pendidikan Guru Agama (PGA), setingkat SMA semuanya dilalui di
Solokuro. Selepas PGA, Mukhlas melanjutkan pendidikannya di Pesantren
Al-Mukmin Ngruki, dari tahun 1977 hingga 1981. Setamat dari pesantren
ini, Mukhlas diminta oleh almamaternya untuk mengajar. Di tempat inilah,
Mukhlas mengenal Abdul Halim alias Abdullah Sungkar dan Abdussamad
alias Abu Bakar Baasyir, karena sama-sama sebagai pengajar di pondok.
Tahun 1985, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir kabur
meninggalkan pondok karena aparat keamanan berniat menangkap
keduanya.
Hanya lima tahun dia aktif mengajar, karena tahun 1986 dia
berangkat ke Malaysia melalui Medan dan terus ke Penang dengan niat
menemui saudaranya yang bekerja sebagai TKW. Karena niat ini tidak
kesampaian, Mukhlas menghabiskan waktunya untuk mengikuti tabligh
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
17
demi tabligh di Malaysia dan akhirnya bertemu lagi dengan Abdullah
Sungkar. Pada tahun itu juga, Mukhlas berangkat ke Pakistan dengan uang
sendiri setelah bermimpi bertemu dengan Rasulullah dan dinasehati oleh
Beliau untuk berangkat berjihad.
Dari Pakistan, Mukhlas menuju ke Afganistan. Di negara yang ketika
itu masih berada di bawah kekuasaan rezim Uni Soviet, Mukhlas bertemu
dengan para mujahid dari berbagai dunia di rumah persinggahan bagi
para mujahid bernama Baitul Khodamat. Sewaktu ada penyerangan ke Joji,
para mujahid dipimpin oleh Osama bin Laden. Selanjutnya, Mukhlas
bersama dengan Osama bin Laden menghabiskan waktu di goa-goa
persembunyian dalam perjuangan melawan tentara Soviet. Ini berlangsung
tahun 1987 hingga 1990. Pada tahun 1987, saya bertemu Syeikh Osama bin
Ladin di kawasan Joji, ketika terjadi serangan gencar tentara Soviet, dan
salju sangat tebal sampai dua meter, di kawasan tersebut. Kelompok
Mujahidin melakukan penyerangan yang dipimpin langsung oleh Syeikh
Osama bin Ladin. Selama masa perang yang kemudian dimenangkan oleh
kelompok Mujahidin itu, Mukhlas sempat pula menuntut ilmu agama
dengan mengkaji kitab semisal Tafaqqufiddin, Nahwu dan Ulumuddin.
Sedangkan untuk memahami Al-Qur’an, Mukhlas selalu berpedoman
pada Kitab Tafsir Ibnu Katsir. Menurutnya, tafsir ini mudah dipahami.
Sepulang dari Afganistan pertengahan tahun 1989, Mukhlas tidak
langsung kembali ke Indonesia, melainkan bermukim di Ulu Tiram Johor
Malaysia. Disini, Mukhlas bekerja sebagai buruh kasar dan sesekali
mengajar bahasa Arab dan Syariat dari rumah ke rumah tanpa meminta
bayaran. Setelah sekitar lima tahun di Malaysia, Mukhlas menikah tahun
1990 di Johor, Malaysia dengan seorang gadis asal Singapura bernama
Farida. Kini, Mukhlas dikaruniai 6 (enam) orang anak. Pada tahun 1991,
atas anjuran lisan Abdullah Sungkar, Mukhlas mendirikan pesantren
Lukmanul Hakim. Berikut anjuran Abdullah Sungkar sebagaimana
disuarakan oleh Mukhlas; “Saya berpengalaman di pondok pesantren
Ngruki, dan di Malaysia sangat membutuhkan pondok pesantren yang
mengajarkan Al-Qur’an dan Sunnah terutama untuk anak-anak kita
(maksudnya anak-anak Indonesia yang tinggal di Malaysia).” Tahun 1989,
pemerintah Malaysia melarang kegiatan dakwah Mukhlas. Akibat
pelarangan itu, aktivitas pondok pesantren yang diasuhnya hanya
18
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
berlangsung hingga tahun 2001, karena sebagian pengajarnya dicurigai
terlibat dalam organisasi Mujahidin Malaysia.
Menurut keterangan yang diperoleh dari BAP tersangka bom Bali
tanggal 13 Desember 2002, bahwa Mukhlas mendengar ledakan bom di
Legian Bali dari radio Elshinta ketika berada di rumah kontrakannya di
kawasan Kota Baru, Gresik. Dia mengaku tidak kaget karena sudah
mengetahui sebelumnya rencana peledakan bom di Bali. Keterangan di
bawah ini mempertegas hal tersebut:
Sebelum terjadi peledakan bom tersebut saya datang ke Bali pada
sekitar awal Oktober 2002 untuk memastikan rencana peledakan bom
apakah berjalan sesuai dengan rencana. Saya pergi sendirian dan ketika
tiba di Bali saya dijemput oleh saudara Idris dan menginap di rumah
kontrakannya di Kota Denpasar selama tiga hari.
Selama di Bali, Mukhlas bertemu dengan Amrozi dan Kudama alias
Imam Samudra. Mukhlas bertemu keduanya untuk mengetahui informasi
terakhir tentang lokasi peledakan. Dia kemudian diberitahu kalau lokasi
peledakan adalah Sari Club, Paddy’s Pub dan Konsulat Amerika Serikat.
Dari pengakuan Mukhlas, yang memiliki ide peledakan adalah Kudama
alias Imam Samudra, pelaksana di lapangan adalah Amrozi, sedangkan
penyandang dananya adalah Mukhlas. Sebenarnya, Mukhlas hanya
sebagai penerima dana dari orang lain, karena dia tidak memiliki dana
yang besar untuk membiayai peledakan, sebagaimana pengakuannya:
Saya menyiapkan dana seluruhnya sebesar $25.000. Dana itu saya
peroleh dari orang yang bernama Wan Min, warga Klantan Malaysia.
Pertama, saya menerima dana sebesar US$ 15.500,- yang saya terima
langsung di terminal YALA Thailand. Kedua diberikan sebanyak US$
10.000,- di pelabuhan Tanjung Priok Jakarta yang dititipkan kepada
seorang TKI. Ketiga, dana diberikan sebesar US$5000 langsung di rumah
saya di Tenggulun. Jadi jumlah seluruhnya sebesar US$30.000,Dalam pengakuan Mukhlas selanjutnya, dana yang diperoleh dari
Wan Min tidak diketahui asalnya. Yang dia ketahui bahwa Wan Min
adalah anggota kumpulan (organisasi) Mujahidin Malaysia. Adapun
tujuan peledakan bom tersebut adalah untuk membalas kezaliman
(kesewenang-wenangan) Amerika Serikat dan sekutunya terhadap umat
Islam di Afganistan, Irak, dan di negara-negara Timur Tengah lainnya.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
19
Peledakan ini dilakukan di Bali, karena di tempat inilah banyak dikunjungi
oleh wisatawan-wisatawan asing yang berasal dari negara-negara yang
dibenci yaitu; Amerika Serikat, Inggris, Australia, Perancis dan negaranegara yang secara langsung menzalimi kaum muslimin. Mengenai
dampak yang diakibatkan oleh bom tersebut, Mukhlas mengaku bahwa
dia kaget dengan kedahsyatan ledakan bom tersebut, jauh dari perkiraan
semula, dan dia juga prihatin atas jatuhnya korban dari warga Indonesia
sendiri.
Lalu bagaimana dengan istri Mukhlas ketika mendengar suaminya
menjadi tersangka teroris. Faridah Abas, nama istri Mukhlas, adalah adik
kandung Nasir Abas, mantan anggota Jamaah Islamiyah yang menulis
buku (testimoni) berjudul Membongkar Jamaah Islamiyah (Jakarta, Juli 2005).
Karena penulis tidak mewawancarai Farida secara langsung, data
diperoleh dari buku yang ditulisnya sendiri pada bulan Agustus 2005,
yang merupakan catatan hariannya. Meski perkawinannya dengan
Mukhlas merupakan “paksaan” ayahnya, namun ia ikhlas. Seperti
tercermin dari pernyataan dia di bukunya.
Yang paling kuinginkan dari semua itu adalah mengucapkan
terimakasih atas “paksaan”-nya dulu agar setuju dinikahi oleh suamiku,
sehingga aku tidak pernah menyesal atas pernikahan itu. Menjadi isteri
seorang lelaki beriman yang bersungguh-sungguh mencontohi Rasul-Nya,
adalah sebuah kenyataan yang maha indah... Terimakasih Ayah,
Jazakumullah khairal jaza’... Kuterima pilihan Ayah tidak karena dipaksa.
Pertama, karena pilihan Ayah memenuhi syarat yang kuajukan dulu.
Kedua, aku tak memiliki hujjah syar’i untuk menolaknya... Yang
kupedulikan adalah ridha kedua orangtuaku. Dengan ridha merekalah,
aku bisa menggapai ridha Rabbku. Aku juga tidak mau membantah asal
membantah. Hidupku telah kuarahkan sedaya upaya agar tunduk patuh
kepada syar’i.
Bukan Faridah saja yang memang ditakdirkan amat sesuai bagi
Mukhlas, bahkan juga sang anak, terutama Asmaa’ anak sulung (pertama)
mereka yang sedang tumbuh. Kesan ini mencuat dari uraian Faridah di
halaman 128: “Teringat pula kepada sulungku. Dia, anak perempuanku
yang lincah, pernah berkata, “Ummi, kalaulah yang dibom itu tempat
maksiat dengan orang-orang yang tak tahu malu dan Abi dituduh... Bravo
Abi!”
20
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Tanggal 9 September 2004, ketika sedang mengurus dokumen
keimigrasian Usamah, anak keenam Mukhlas yang lahir April 2003,
Paridah sedang berada di Dirjen Imigrasi di kawasan Kuningan. Ketika
itulah terjadi ledakan di depan Kedubes Australia.
Tanggal 9, sewaktu kami di lantai 2 ke atas. Tiba-tiba ada bunyi
ledakan kuat. Seiring dengan itu, lantai yang kami pijak bergetar dan ada
jendela yang pecah. Spontan kusambar Usamah yang berlarian ke arahku.
Para pejabat bergegas turun. Suasana tenang tadi berubah diselubungi
kepanikan. Aku menanti Pak ilmy karena dia masih di dalam kantor,
sejurus setelah itu. Kami turun bersama-sama.
Di lantai dasar, manusia ramai, hawa terasa panas sekali. Banyak
orang berlarian keluar gedung menuju tempat kejadian. Usamah tetap
kugendong walau dia meronta minta diturunkan. Ada kaca-kaca jendela
yang hancur bertaburan. Artinya tempat ini buat sementara waktu tidak
aman bagi anak sekecilnya. HP suah tak bisa berhubung karena sinyal
hilang. Suara-suara berdengung di sekitarku. Ada bom meledak! Ada yang
mati. Ada sepeda motor yang hangus binasa. Ada banyak orang yang
sedang lewat kala bom meledak, pasti banyak yang jadi korban. Aku
hanya membisu mengharap agar aku bisa keluar secepatnya dari tempat
ini. Kelelahan menyimpan harap dan mengurus dokumen anak, menjadi
berlipat karena mendengar percakapan-percakapan begini. Kejadian
beginikah yang didakwakan ke atas suamiku? Kejadian begini? Bisakah
aku percaya?
Kesan kuat setelah membaca catatan harian ini adalah, bahwa Faridah
memang pasangan yang sangat tepat bagi Mukhlas. Faridah terkesan
cerdas dan bijaksana dalam menghadapi anak-anaknya. Selain itu, ia juga
tegar dan istiqomah, termasuk ketegaran menerima putusan mati atas
perbuatan yaag didakwakan kepada suaminya.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
21
PAHAM KEAGAMAAN
Kaitan Aksi Bom dengan Agama Islam
Jauh-jauh hari, para tokoh Islam mengatakan bahwa bom Bali pada 12
Oktober 2002 lalu tidak ada sangkut pautnya dengan Islam. Islam cinta
damai dan mengajarkan perdamaian. Tapi, karena peristiwa mengerikan
itu dilakukan oleh beberapa orang Islam, di antaranya berasal dari
pesantren dan mengatasnamakan doktrin Islam seperti Jihad sebagai dasar
aksinya, maka Islam menjadi terbawa-bawa. Doktrin Jihad yang awalnya
sangat luhur berubah total menjadi konsep yang sangat mengerikan.
Fundamentalisme yang sejatinya mengajarkan kembali ke inti ajaran
agama yaitu Al-Qur’an dan Sunnah dianggap penyebab munculnya
radikalisme agama. Selain itu, pondok pesantren disinyalir telah menjadi
tempat persemaian radikalisme agama. Ormas-ormas Islam dituduh telah
melatih anggotanya menjadi paramilisi. Partai-partai politik berbasis Islam
dianggap pemicu militansi keagamaan karena mengusung ide formalisasi
syariat Islam. Jadinya, Islam, pondok pesantren dan upaya penegakan
syariat Islam menjadi terusik dan berada pada posisi yang tidak
menyenangkan, sebagian akibat dari kasus bom bali ini. Lebih parah lagi,
beberapa pihak berusaha membuka Kotak Pandora bahwa kekuatan Islam
politik melalui Negara Islam Indonesia (NII) kembali muncul, setelah
sebelumnya disingkirkan oleh rezim Orde Baru.
Dari beberapa kenyataan di atas, banyak pihak di pemerintahan pusat
merasa terobsesi untuk melakukan upaya-upaya seperlunya. Misalnya,
pemerintah melakukan investigasi dan penelitian ke beberapa pesantren
yang disinyalir mengajarkan nilai-nilai agama yang radikal, sehingga
muncul rekomendasi untuk mengubah kurikulum pondok pesantren.
Beberapa lembaga non-pemerintah (LSM) asing seperti International Crisis
Group (ICG) bahkan mengeluarkan laporan yang cukup kontroversial
tentang daftar pesantren di pulau Jawa dan di luar Jawa yang
dikategorikan pesantren salafi: pesantren yang mengajarkan faham
salafiyyah. Tapi, karena cara ini dilakukan secara sama rata kepada semua
pesantren, maka banyak kalangan di dunia pesantren, terutama lagi ormas
Nahdhatul Ulama, menolak keras rencana untuk ‘mengutak atik’pesantren
ini.
22
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Dalam bab ini akan dibahas tentang faham keagamaan para pelaku
tindak pidana terorisme yang dijadikan dasar dalam aksi mereka: apa saja
kitab yang dipelajarinya? siapa saja pembimbing agama yang diacu
sehingga membentuk orientasi keagamaan mereka saat ini? Bagaimana
pendapatnya tentang konsep jihad, radikalisme agama dan kaitannya
dengan terorisme?
Pemahaman Fikih Jihad
Jihad dalam bahasa berarti "Berusaha keras" atau "Berjuang". Dalam
konteks Islam bermakna "Berjuang menegakkan syariat Islam". Bentuk
Jihad tidak selalu harus identik dengan berperang secara lahiryah/fisik,
tapi Jihad, antara lain, dapat berbentuk perjuangan dalam diri sendiri
untuk menegakkan syariat Islamiah dan perjuangan terhadap orang lain,
baik lisan, tulisan atau tindakan. Jihad dalam bentuk pertempuran: Qital
seperti tertuang dalam surat At-Taubah - Ayat 111. Disitu disebutkan
bahwa "qital" berarti Perang dijalan Allah atau fisabilillah. Islam membenci
peperangan, tetapi mewajibkan berperang, jika dan hanya jika , kaum
muslim diserang (karena agama) terlebih dahulu dan diusir dari negerinya
(sampai suatu batas mutlak yang ditentukan.
Dalam surat lain yaitu An Nisaa’ - 4:84 Allah berfirman: Maka
berperanglah ( qatil ) kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan
dengan kewajiban kamu sendiri . Kobarkanlah semangat para mu’min (untuk
berperang). Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang yang kafir itu.
Allah amat besar kekuatan dan amat keras siksaan Nya. Selanjutnya, dalam
Mumtahanah 60:9; Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan
sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir
kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan
barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang
yang zalim.15 Disini, Allah mewajibkan kaum Muslim untuk berperang
terhadap orang-orang kafir yang memerangi umat Islam. Mukhlas
membenarkan bahwa landasan konsep jihad adalah dari ayat ini. Dia
menegaskan bahwa kita tidak mungkin berdiam diri dengan penjajahan
yang dilakukan oleh kaum kafir terhadap kaum Muslim di mana pun dia
15
QS. An Nisaa’, 4:84
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
23
berada. Artinya, ketika umat Islam yang diperangi berada di Palestina dan
Afghanistan, maka kita kaum Muslim di Indonesia juga berkewajiban
membantu mereka. Inilah yang menjadi alasan bagi Mukhlas untuk
bepergian ke Afghanistan dan berjihad dengan kaum Muslim lainnya
disana dalam memerangi tentatar Soviet.
Ibnu Kathir, yang sering dirujuk oleh Mukhlas dalam pembicaraan
dengan penulis, mengatakan dalam tafsirnya, bahwa ayat Al-Qur’an yang
pertama kali turun berkenaan dengan jihad adalah surat 22: 39-40: Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesunggunya
mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa
menolong mereka, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali mereka berkata: “Tuhan kami hanyalah
Allah.” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan
sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah ibadah orang-orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.16
Ayat ini menjelaskan bahwa jihad sebagai cara pembelaan diri kaum
Muslim ketika dizalimi. Jihad dibolehkan karena pada saat itu kaum
Muslim dizalimi oleh kaum non-Muslim. Ini berarti, jihad bersifat
kondisional. Mukhlas bercerita bahwa ketika tiba pertama kali di
Afghanistan dia menyaksikan kondisi umat Islam Afghan.
Ketika kita dibawa ke perkampungan Muhajirin (pengungsi)
Afghanistan di Pabbi, yaitu sebuah kawasan luas bertanah gersang di
Pakistan, di sana kami ditempatkan di sekolah menengah militer milik
Tanzim Ittihad-e-Islamiy yang menurut bahasa Afghan dinamakan Harbiy
Sohanjay. Rasa sedih dan rasa simpati timbul memuncak ketika melalui
kemah-kemah muhajirin yang memprihatinkan dan bangunan-bangunan
yang dibangun dari tanah dan tumpukan batu untuk tempat tinggal
kebanyakan
para
muhajirin
Afghanistan.
Perasaan
kasihan
membangkitkan semangat untuk membela nasib umat Islam Afghanistan
yang terusir dari kampung halaman mereka.
Ketika di Afghanistan ini, Mukhlas merasa bahwa disinilah ayat Allah
tersebut di atas berlaku, dimana kita harus berjihad ketika kita terusir dari
16
24
QS. 22: 39-40:
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kampung halaman oleh kaum kafir. Meskipun sudah lama pulang dari
Afghanistan, jihad Mukhlas untuk memerangi terhadap negara-negara
yang menduduki negeri-negeri Islam seperti Amerika Serikat dan Israel
tidak pudar, hingga puncaknya pada aksi dia dalam ledakan bom di
Legian Bali 2002 lalu.
Konteks Jihad yang merujuk pada Al-Quran memang luas dan lentur.
Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu
menegakkan agama Allah atau menjaga agama tetap tegak, dengan caracara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Qura’n. Jihad yang
dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan
kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu,
memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar
sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah di bumi.
Dalam pelaksanaan, setiap Muslim berusaha membersihkan pikiran
dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di
dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Pada
tingkat masyarakat, setiap Muslim berusaha agar agama pada masyarakat
sekitar maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan
mereka dari kemusyrikan. Sedangkan pada tingkat negara, setiap Muslim
berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari serangan luar, maupun
pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan ketenangan beribadah pada
rakyat di negara tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan
Amar Ma’ruf Nahi Mungkar. Jihad ini hanya berlaku pada negara yang
menerapkan syariat Islam secara menyeluruh (Kaffah) atau berbentuk
Negara Islam.
Hubungan jihad dan perang terjadi jika terdapat fitnah yang
membahayakan eksistensi ummat (antara lain berupa serangan-serangan
dari luar). Jihad disini berarti perang. Jihad tidak bisa dilaksanakan kepada
orang-orang yang tunduk kepada aturan Allah atau mengadakan
perjanjian damai maupun ketaatan. Oleh karena itu, terdapat etika dalam
jihad dalam arti perang, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Bakar AshShiddiq sebelum mengirim pasukan untuk berperang melawan pasukan
Romawi, memberikan pesan pada pasukannya, yang kemudian menjadi
etika dasar dalam perang yaitu: Jangan berkhianat; Jangan berlebihlebihan; Jangan ingkar janji; Jangan mencincang mayat; Jangan membunuh
anak kecil, orang tua renta, wanita; Jangan membakar pohon, menebang
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
25
atau menyembelih binatang ternak kecuali untuk dimakan; dan Jangan
mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah.
Ketika jihad diterjemahkan sama dengan perang (harb) dan
pembunuhan (qital) tetap harus mengikuti etika yang dicontohkan Islam.
Artinya, perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak
mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk
penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke
wilayah
aman
dan
menerima
dakwah
Rasul,
kemudian
mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan
menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.
Jihad dan Terorisme
Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad. Jihad dalam bentuk
perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan,
seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili
kaum Muslim Madinah melawan kaum Quraisy Makkah dan sekutusekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum
Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di
Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta
pengusiran). Dalam hal ini Allah berfirman: Mengapa kamu tidak mau
berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki,
wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa : "Ya Tuhan kami,
keluarkanlah17 kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah
kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".
Ayat-ayat tentang jihad ini sesuai dengan situasi yang menimpa Nabi
Muhammad dan para sahabat pada saat itu.
Dalam berbagai khasanah Islam dalam masalah jihad, makna
peperangan merupakan makna yang baku bagi jihad. Mulai dari para
ulama tafsir, hadis, dan fikih, yang telah sedemikian kuatnya “mengunci”
jihad dalam makna peperangan saja. Ahli tafsir menyamakan ayat-ayat
jihad dengan ayat-ayat pedang dan perang. Para ulama hadis
meriwayatkan hadis-hadis Nabi yang dominan memantulkan konteks
17
26
QS 4:75
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
peperangan. Selanjutnya ulama fikih menyudahi bahwa jihad dalam
makna syariat Islam adalah peperangan melawan musuh Islam.
Seorang ulama hadis yang ternama, Ibnu Hajar Al-Asqalani (2000: 77)
yang juga komentator (al-syârih) terhadap hadis-hadis yang dikumpulkan
oleh al-Bukhari memberikan definisi jihad sebagai badzl al-juhd fi qitâl alkuffâr (mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang-orang kafir).
Demikian juga Muhammad bin Ismail Al-Kahlani, pengarang kitab Subul
al-Salâm komentar atas kitab Bulûgh al-Marâm karya Ibnu Hajar AlAsqalani-dua kitab ini sangat terkenal di dunia pesantren di Indonesiamemaknai jihad sebagai badzl al-juhd fi qitâl al-kuffâr aw al-bughât
(mengerahkan kemampuan untuk memerangi orang kafir dan
pemberontak).
Mayoritas ulama fikih juga sepakat dengan definisi itu. Fikih
madzhab Hanafî memaknai jihad sebagai ajakan pada agama yang benar,
jika orang yang diajak enggan, maka mereka diperangi dengan harta dan
jiwa (al-du‘â ilâ al-dîn al-haq wa qitâl man lam yaqbalhu bi al-mâl wa al-nafs).
Adapun definisi madzhab-madzhab lain kurang lebih seirama dengan
definisi madzhab Syâfi’î, yaitu; memerangi orang-orang kafir untuk
memenangkan Islam (qitâl al-kuffâr li nashr al-Islâm). Intinya, mayoritas
ulama fikih klasik membakukan makna jihad pada peperangan.
Saat ini, jihad mengalami kebangkitan dalam hal praksis bersamaan
dengan keberadaan kelompok-kelompok Islam yang berhaluan radikal.
Jihad dalam arti perang semakin mendominasi wacana tentang jihad di
seantero dunia Islam dengan maraknya aksi-aksi perlawanan dalam
bentuk pengeboman yang dilakukan oleh kelompok-kelompok perjuangan
Islam di negeri-negeri Islam yang sedang dijajah, seperti Palestina,
Afghanistan dan Irak.
Banyak analisis mengenai konsep jihad yang sering diacu oleh para
tokoh Islam radikal dialamatkan kepada figur Abdullah Azzam, yang oleh
majalah Time disebutnya sebagai the reviver of Jihad in the 20th Century
(pembangkit Jihad di abad ke duapuluh). Abdullah Yusuf Azzam, begitu
nama lengkapnya, yang lahir di kampung Al-Haritiya, Jenin, Tepi Barat,
Palestina pada 1941, dianggap telah membangkitkan gelora jihad setelah
sekian lama tidak pernah berkumandang di langit-langit dunia. Abdullah
Azzamlah yang berhasil menarik minat ribuan anak-anak muda ke medan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
27
jihad melalui satu pos jihad yang dia sebut dengan Baitul Anshar (Rumah
Para Penolong), yang berarti tempat kaum Muslimin non-Afghan datang
membantu saudaranya, kaum Muslimin Afghan. Dari tempat inilah,
pemuda-pemuda Islam dari berbagai belahan dunia datang dan diseleksi,
dilatih menggunakan senjata dan terjun ke medan perang. Saat syahidnya
pada tahun 1989, Abdullah Azzam berhasil merekrut sekitar 16 ribu
hingga 20 ribu mujahid dari lebih 20 negara ke bumi jihad, Afghanistan.
Dengan gelar doktor dalam bidang Ushul Fiqh, Abdullah Azzam
menjadi dosen di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, kemudain pindah
ke International Islamic University, Islamabad, Pakistan. Tapi semua itu
ditinggalkannya untuk menjadi mujahid di Afganistan. Selama di negeri
ini, Abdullah Azzam menjadi sosok pemersatu dan guru bagi pemimpinpemimpin jihad yang lain seperti Rasul Sayyef, Rabbani dan juga Usamah
bin Ladin. Pengalannya sebagai mujahid dituliskannya dalam beberapa
buku, yang nantinya menjadi inspirasi bagi anak-anak muda Islam untuk
mengikuti jejak jihadnya, yaitu Ensiklopedia Jihad, yang terdiri dari 1 jilid.
Tokoh jihad lain adalah tentunya Usamah bin Ladin, yang bergabung
ke Afganistan tahun 1980. Usamah dianggap sebagai tokoh anti
kolonialisme dan Amerikanisme. Konon, Usamah membenci Amerika
karena negara ini ingin menguasai sumber minyak yang membentang di
Cekungan Kaspia mencakup kawasan Turkmenistan, Uzbekistan,
Afghanistan, Kazakhtan dan Tajikistan. Karena waktu itu, Usamah sebagai
salah satu tokoh pemimpin Taliban tidak setuju maka dia dijadikan
sasaran ambisi ekspansionis Amerika.1 Dialah yang dengan keras menolak
kehadiran pangkalan militer Amerika Serikat di Arab Saudi, tanah
kelahirannya, dan tentunya di seluruh dunia Islam. Ketika WTC di New
York hancur terbakar, 11 September 2001, Usamah dituduh sebagai tokoh
di belakangnya, melalui organisasinya yang disebut Al-Qaeda. Saat ini, AlQaedah menjadi sebuah simbol perlawanan terhadap Barat. Begitu pun,
setiap ada gerakan nasyarakat yang lahir dari komunitas Islam yang secara
radikal mengancam keberadaan Barat, pastilah akan dialamatkan ke AlQaedah, atau paling kurang dituding sebagai jaringan Al-Qaedah,
misalnya organisasi Jamaah Islamiyah di Asia Tenggara yang dianggap
sebagai salah satu jaringan Al-Qaedah. Secara praktek, kedua tokoh,
Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin, telah menjadi tokoh panutan bagi
28
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
para mujahdi di dunia, terutama mereka yang pernah berjuang membantu
kaum Muslim Afgan dalam melawan tentara Soviet pada tahun 1980-an.
Mengapa ideologi jihad tersebut tertanam kuat dalam sanubari
Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudra? Menurut pengakuan Ali
Ghufron dan diamini Imam Samudra, bahwa mereka awalnya adalah
penganut Ahlusunnah waljamaah yang biasa sama dengan umat Islam
lainnya di Indonesia. Tradisi NU yang kental dalam diri Mukhlas
membuatnya faham tentang kitab-kitab kuning di pesantern. Namun
perubahan mulai muncul ketika di Afghanistan, pada saat ikut bergabung
dengan para mujahid dari berbagai negara. Konsep tentang jihad yang
diperoleh di pesantren pun ikut berubah. Diyakini bahwa tokoh semacam
Sayyid Quthb, dan dilanjutkan oleh Dr Safar al-Hawali, Salman Al Audah,
Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin, dan lain-lain berhasil melakukan
indoktrinasi sehingga jihad berarti hanya perang.
Mukhlas dan Imam Samudra, kebetulan kami mewawancarainya
secara terpisah, sepakat bahwa jihad berarti perang, tidak yang lain.
Keduanya menyesalkan beberapa tokoh agama yang cenderung
mengaburkan makna jihad kepada selain perang. Jihad bagi keduanya,
terutama Mukhlas, dianggap sebagai cikal bakal keemasan Islam. Makkah
yang dikuasai oleh kaum Quraisy pada saat itu bisa takluk oleh karena
jihad. Kejayaan Islam masa lalu juga dibangun oleh mujahid-mujahid
ulung. Jadi, menurutnya, akan mustahil jika Islam dibangun tanpa melalui
jihad.
Mukhlas tidak hanya mengamini jihad dalam arti peperangan, yaitu;
memerangi kaum kafir yang memerangi kaum Muslim, tapi juga dengan
kaum kafir yang tidak memerangi kaum Muslim. Mukhlas memberikan
argumen bahwa mereka ini juga harus diperangi, sebagaimana dia kutip
Surat Al-Anfal ayat 60 yang berbunyi: Dan siapkanlah untuk menghadapi
mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat
untuk berperang (dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah,
musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya;
sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah
niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.18
Dalam ayat ini terdapat kata tuhribuuna, asal kata ihrab atau harb, yang
18
Surat Al-Anfal ayat 60
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
29
berarti perang. Terjemahan Al-Qur’an yang diterbitkan oleh Departemen
Agama memberikan dua makna terhadap kata tuhribuuna ini, yaitu;
perang dan menakut-nakuti. Sedangkan, dalam The Holy Qur’an: English
Translation of the meanings and commentar. Terbitan Madinah AlMunawarah, menerjemahkan kata tersebut dengan war, to strike terror,
yang berarti; perang, melakukan teror terhadap musuh-musuh Allah dan
dirimu.
Dengan ayat di atas, Mukhlas melandasi alasan dia dalam memerangi
kaum kafir seperti kejadian di Bali. Para korban ledakan itu tidak langsung
memerangi kaum Muslim, atau sebagai musuh-musuh yang nyata, tapi
kewajiban kaum Muslim untuk menakuti-nakuti mereka, karena bisa jadi
mereka nantinya beralih memusuhi dan memerangi kaum Muslim.
Mukhlas menyangkal tindakanya disebut tindakan teror, tapi bahasa dia
adalah menakuti-nakuti. Dia yakin arti tuhribuuna dalam ayat 60 surat AlAnfal itu diterjemahkan secara simplistik dalam bahasa Inggris menjadi to
strike terror, sebagaimana terjemahan Al-Qur’an, terbitan Al-Madinah AlMunawarah. Sederhananya, Mukhlas meyakinkan bahwa peristiwa bom
Bali, bukan tindakan teror, tapi salah satu bentuk jihad dalam menakutnakuti musuh kaum Muslim.
Dalam ranah jihad yang berarti perang, yang kemudian disamakan
dengan aksi terorisme, melibatkan dua hal: ideologi dan aksi. Tokoh
ideolog di satu sisi dan pengagum sekaligus loyalist di sisi lain. Amrozi
yang tidak lulus SMP, dan berporfesi sebagai montir dan makelar mobil
tiba-tiba menjadi pelaku bom jihad di Bali. Begitu pun, Dr. Azahari Husin
yang meraih gelar doktor dalam kajian statistik, dari universitas sekular:
University of Reading, di negara paling sekular: Inggris, tiba-tiba bersikeras
menegakkan agama Allah dengan ber-‘jihad’ dimana-mana. Tidak
mungkin, para perakit bom dan eksekutor asalnya tukang service telepon
seluler atau elektronik, memiliki kesadaran untuk "mati di jalan Allah"
tanpa adanya rasa simpatik dan terkagum-kagum oleh seruan jihad para
ideolog jihad, seperti Abdullah Azzam dan Usamah bin Ladin. Jadi, aksiaksi terorisme yang mengatasnamakan jihad menampilkan dua tokoh:
tokoh aksi teror dan tokoh intelektual yang membangun basis ideologi aksi
teror.
30
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Salafiyyah dan Wahabi
Istilah salafi, atau salafiyya, berasal dari kata al-salaf al-salih yang
merujuk pada generasi ulama awal yang salih. Gerakan salafi dapat
ditemui akarnya di pesantren-pesantren yang mengkaji kitab-kitab yang
ditulis oleh ulama-ulama salafi, seperti Nashruddin Al-Albani dan
Abdullah bin Baz. Jamaah salafi di Indonesia pecah menjadi dua. Satu
kelompok mengacu kepada gerakan salafi di Kuwait dengan tokohnya
Abu Nida dan Yazid Jawash. Sedangkan kelompok lainnya merujuk
kepada Arab Saudi. Kelompok yang terakhir ini mewujud dalam Lasykar
Jihad yang dikomandoi Ja’far Umar Thalib, yang terkenal lewat aksi
jihadnya di Ambon dan Poso. Meskipun warna gerakannya agak
menyimpang dari konsep aswaja (ahlussunnah waljamaah) yang dianut
kebanyakan Muslim Indonesia, lasykar ini mengklaim dirinya bernaung
dalam sebuah forum yang dinamai Forum Komunikasi Ahlussunnah
Waljamaah atau lazim disebut FKAWJ.
Belakangan, istilah salafi cukup membingungkan karena ia telah
menjadi cap bagi setiap kelompok Islam yang mengusung syariat Islam
dalam perjuangan dakwahnya. Misalnya, beberapa pengamat
menyamakan gerakan salafi dengan gerakan wahabi. Wahhabism (‫الوهابية‬,
atau Wahabism, Wahabbism) adalah sebuah gerakan Islam yang diusung
oleh Muhammad ibn Abd al Wahhab (1703-1792). Gerakan ini sangat
dominan di Arab Saudi, Qatar dan sekarang Irak Barat. Istilah "Wahhabi"
(Wahhābīya) jarang digunakan oleh para pengikutnya, meskipun
pemerintah Saudi sering menggunakannya di masa lampau. Istilah yang
relevan untuk gerakan ini sekarang iniadalah "Slafisme". Dari sekitar tahun
1914, mereka sering menyebut diri mereke ikhwan. Istilah Wahhabism
aslinya berasal dari istilah yang digunakan oleh musuh-musuh kelompok
ini. Kelompok Wahabi mengklaim mengikuti cara salaf as-Salih yang
dipropagandai oleh Ibn Taimiyyah, muridnya adalah Ibn Al Qayyim, dan
kemudian Muhammad ibn Abdul Wahab. Syekh Muhammad bin Abdul
Wahab, pendiri Wahabi, lahir di Uyainah, Riyadh Arab Saudi.
Dalam perkembangannya, wahabisme dikenal sebagai gerakan yang
menolak praktek-praktek agama yang tidak berasal dari Al-Qur’an dan AsSunnah. Salafi juga diidentikkan dengan kelompok Islam yang memahami
Kitab Suci secara letterleik atau literal (harfiyah), dan berjuang untuk
menegakkan kembali panji-panji Islam yang dulu berjaya di zaman
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
31
Nabi.Yang terakhir ini bisa dilihat dari fenomena Front Pembela Islam
(FPI) dan Jamaah Tabligh. Fatalnya lagi, gerakan salafi ini kemudian
dianggap sebagai gerakan sempalan yang berada diluar ortodoksi
(mainstream) gerakan Islam lainnya.1 Setidaknya, istilah sempalan lazim
dipakai untuk aliran agama yang oleh lembaga-lembaga agama yang
sudah mapan seperti NU, Muhammadiyah dan MUI (lembaga yang
dibentuk pemerintah) dianggap sesat dan membahayakan keyakinan
umat, atau mengancam keberadaan faham ahl Sunnah wa al-Jamaa’ah
(aswaja) (ortodoksi). Tapi, secara sosiologis, sempalan berarti gerakan yang
menyimpang atau memisahkan diri dari aliran induk (mainstream) yang
menjadi anutan kebanyakan umat. Uniknya, Mukhlas dan Imam Samudra
mengaku sebagai pengikut ajaran aswaja.
Ideologi gerakan salafi didasarkan kepada al-Qur’an dan Sunnah.
Gerakan ini ingin mengajak kaum muslimin untuk mengamalkan Islam
secara menyeluruh dalam kehidupan mereka. Model Islam yang
dikembangkan Nabi dan para Sahabat adalah satu-satunya model yang
harus diikuti oleh kaum muslimin. Model inilah yang kemudian membawa
kaum muslimin mengalami masa kejayaannya. Ketika mereka tidak lagi
mengikuti model itu, maka mereka ditimpa kehinaan dan kekalahan.
Karena itu mengimani Islam secara kaffah merupakan dasar ideologi
gerakan salafi. Tak ada pilihan lain bagi kaum muslimin untuk tidak
mengimani nilai-nilai Islam seperti yang telah diamalkan oleh generasi
awal Islam. Pada dasarnya IM adalah gerakan salafi yang berusaha
kembali kepada sumber Islam yang sejati. Memang bila dilacak, akar
pemikiran IM akan bertemu dengan pemikir Mesir awal abad keduapuluh,
Muhammad Rasyid Ridha. Al-Banna banyak belajar pada Ridha, dan
Ridha adalah seorang pemikir Muslimin yang konservatif-tradisional.
Pemikirannya akan bertemu dengan Ibnu Taimiyah dan Ahmad ibn
Hanbal. Berdasarkan kenyataan ini tidak aneh bila kemudian ditemukan
aspek-aspek salaf dan puritanisme dalam IM. Aspek ini misalnya terlihat
dalam praktik keagamaan seperti mengharamkan ritual-ritual yang tidak
ada dasarnya seperti amalan-amalan tarekat seperti yang sering dilakukan
oleh kelompok Islam tradisi.
Gerakan salafi yang ada di dunia Islam pada umumnya dipengaruhi
oleh gerakan salafi ala Wahabi di Saudi Arabia. Bila orientasi IM adalah
internasionalisme Islam, seperti tercermin dalam konsep khilafah, di mana
32
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
seluruh dunia Islam berada di bawah satu kekuasaan pemerintahan Islam,
tidak demikian gerakan salafi seperti tercermin dalam pandangan FKAWJ
dan FPI. FKAWJ, misalnya, hanya ingin mengembalikan semangat
keagamaan ke jalan yang telah dirintis oleh generasi awal Islam yang salih
(salaf al-salih). Mereka tidak memiliki aspek internasionalisme Islam seperti
halnya IM. Bahkan pada umumnya orientasi politik gerakan salafi bersifat
lokal. Karena adanya kesamaan ideologis dan kepentingan politik, gerakan
salafi di seluruh dunia Islam banyak disokong oleh pemerintah Saudi
Arabia. Sementara itu, pemerintah Saudi Arabia tidak begitu gembira
dengan kehadiran IM, karena sifatnya yang transformatif dan reformatif.
Orientasi politiknya dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan
dinasti al-Saud di Riyadh.
Jamaah Islamiyah (JI)
Bom Bali dan Terbongkarnya JI
Kasus Bom Bali, 11 Oktober 2002, membuka mata publik Indonesia
tentang keberadaan jaringan teroris di negeri ini. Negara-negara barat
seperti Amerika, Australia, dan Inggris mengukuhkan temuan intelijen
mereka tentang ancaman terorisme di negara Muslim terbesar di dunia.
Australia sebagai tetangga terdekat, bahkan, memproklamasikan
organisasi Jamaah Islamiyah (JI) berada di balik tragedi tersebut dan
bertanggung jawab atas kematian 84 warga negara Kanguru dari sekira 190
korban. Tuduhan ini memperoleh landasan hukum dari Persatuan BangsaBangsa (PBB) dengan resolusinya tentang JI sebagai organisasi teroris.
Pihak berwajib (polri) belakangan membuktikan kebenaran
keberadaan jaringan tersebut, dengan temuannya tentang ”anggaran
dasar” JI yang disita dari rumah kontrakan Ali Ghufron alias Mukhlas di
Solo. ”Organisasi JI memang ada berdasarkan dokumen (anggaran dasar)
itu,” kata Kapolri Jenderal Pol. Da’i Bachtiar. Pembuktian tentang
keberadaan kelompok Islam garis keras dengan tuduhan sebagai jaringan
teroris di mata negara-negara barat, merupakan pertama kali sepanjang
sejarah Indonesia. Apakah itu Jamaah Islamiyah (JI)? Keterangan tentang
kelompok ini diambil dari buku yang ditulis oleh Nasir Abbas, adik ipar
Mukhlas, yang juga adalah mantan anggota JI.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
33
Polisi meneguhkan keyakinannya tentang keterkaitan Ba’asyir
dengan JI setelah menangkap Ali Ghufron alias Muklas di Solo. Dari
tangan Muklas disita dokumen anggaran dasar JI. Temuan ini sekadar
melegitimasi bahan-bahan temuan polisi sebelumnya. Sebab, polisi telah
mengantongi data tentang Abubakar Ba’asyir dan jaringannya setelah Abu
Bakar Bafana ”bernyanyi” di depan polisi pada 22 Oktober 2002. Bafana
menjelaskan bahwa Abubakar Ba’asyir bersama Abdullah Sungkar dan
Ajengan Masduki mendirikan Darul Islam di Malaysia (1985). DI
kemudian diubah menjadi Jamaah Darul Islam (1987) dengan
kepemimpinan kolegial tiga tokoh tersebut. ”Perpecahan” terjadi
antarketiganya. Puncaknya, Ajengan Masduki tetap menghidupi Darul
Islam, sedangkan Abdullah Sungkar dan Abubakar Ba’asyir membentuk
Jamiatul Minal Muslimin (1996). Namanya kemudian di kalangan
jamaahnya lebih sohor dengan sebutan Jamaah Islamiyah (JI).
Kedua tokoh Solo tersebut pulang ke Indonesia pada 1999 setelah
bermukim di Malaysia sejak 1982. Setelah Abdullah Sungkar meninggal,
menurut catatan polisi, Abubakar Ba’asyir memimpin sendiri JI di Solo.
Kemudian ia membentuk Rabitatul Mujahidin atau perkumpulan gerakan
Islam yang terdiri dari gerakan Islam di Indonesia, Malaysia, Singapura,
Filipina, dan Thailand. Pertemuan pertama diadakan di Subangjaya
Selangor Malaysia yang dihadiri Abubakar Ba’asyir, Hambali (Wakil Amir
Jamaah Islamiyah Malaysia), Abu Fath (Wakil Jamaah Islamiyah
Indonesia), dan Teuku Idris (unsur pimpinan dari Aceh). Nama Abu Fatih
oleh polisi dikenali sebagai nama samaran Abdul Azis alias Imam
Samudra alias Abu Fatih alis Fat. Hambali ditunjuk sebagai Sekretaris
Jenderal Jama’ah Iislamiah yang berkedudukan di Malaysia. Namun dalam
perkembangannya, Hambali melarikan diri ke Pakistan untuk
menghindari penangkapan setelah dilakukan operasi khusus oleh polisi
Malaysia. Terungkap dari Bafana, JI bercita-cita mendirikan Daulah
Islamiyah Raya atau Nusantara Islam Raya dengan wilayah kekuasaan
Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand Selatan, Kamboja, dan
Filipina Selatan.
Kemudian pertemuan kedua membentuk pula pembagian kawasan
kerja gerakan meliputi tiga wilayah yang disebut mantiqi. Yaitu Mantiqi I
sebagai kawasan basis ekonomi meliputi Singapura dan Malaysia, Mantiqi
II sebagai basis daerah training meliputi Filipina Selatan (Mindanau), Camp
34
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Abubakar, Camp MILF, dan Mantiqi III sebagai basis gerakan meliputi
Indonesia. Di negara ini, sejumlah daerah konon dijadikan sasaran ajang
konflik seperti Ambon dan Poso.
Sejumlah daerah dijadikan sasaran pengeboman seperti Batam,
Jakarta, Pekanbaru, Bandung, Mojokerto, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
Pengeboman sejumlah gereja di Jakarta pada 2000 disebut-sebut polisi
sebagai realisasi dari program gerakan JI. Kemudian sejumlah sasaran
serangan fasilitas militer Amerika di Sembawang Singapura disebut-sebut
sebagai sasaran. Bahkan, Bafana menyebut program ini direstui Osama bin
Laden. Sedangkan rencana pembunuhan Megawati dirancang Juli 2001
dalam pertemuan di Solo. Polisi menyebut pertemuan dipimpin oleh
Abubakar Ba’asyir. Bafana mengaku ikut dalam pertemuan itu bersama
Rozi (Amrozy?), Zulkarnain, dan Arkam. Ini merupakan fakta yang
diperoleh polisi. Apakah ini fakta kebenaran bahwa Abubakar Ba’asyir
benar-benar sebagai pemimpin tertinggi JI dan merestui aksi kekerasan?
Polisi tidak pernah terus terang menjelaskan masalah ini. Akan tetapi,
polisi membenarkan tentang keberadaan JI di Indonesia. Sedangkan
pengacara Abubakar Ba’asyir, Ahmad Mihdan dalam wawancaranya
dengan koran ”PR” pernah membantah semua temuan polisi tersebut
sebagai isapan jempol belaka alias tidak benar dan sekadar stigma.
Berbeda halnya dengan Sidney Jones, sebagai Indonesianis
menyatakan bahwa JI berada di belakang aksi teror dan Abubakar Ba’asyir
sempat memimpin beberapa pertemuan. Pernyataan ini kemudian
disanggah oleh pihak Abubakar Ba’asyir dan sempat mengeluarkan
tantangan agar Sidney Jones menunjukkan buktinya. Dari para tersangka
bom Bali, di antaranya Muklas mengaku kenal dengan Abubakar Ba’asyir
karena sering menghadiri ceramahnya sewaktu di Malaysia. Apakah ini
fakta yang bisa menghubungkan Abubakar Ba’asyir terkait dengan
tindakan yang disebut terorisme di Bali? Polisi belum menyimpulkan
sejauh ini. Begitu juga dengan tim pengacara Abubakar Ba’asyir. ”Kalau
ada tersangka bom Bali mengenal Ustaz Abubakar Basyir, apakah itu bisa
dijadikan pembenaran Beliau terlibat pengeboman? Siapa pun bisa kenal
dengan Ustaz Abubakar Basyir karena Beliau sebagai penceramah agama.
Apakah kalau ada orang yang kenal dengan Beliau dan terkena kasus,
lantas Ustaz bisa otomatis dilibatkan dengan kasus itu? Ini mengada-ada,”
kata Koordinator Tim Pembela Muslim (TPM) Jakarta Mahendradatta.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
35
Abubakar Ba’asyir sendiri dalam berbagai kesempatan membantah
keberadaan JI dan upaya polisi mengaitkan dengan sejumlah aksi teror
termasuk pengeboman di Bali. Bahkan, ia membantah kenal dengan Umar
Al-Faruq dan Bafana. Pengadilan Abubakar Baasyir dan para tersangka
bom Bali tampaknya akan bisa mengungkap kebenaran. Belakangan,
keterlibatan Abu Bakar Baasyir dengan bom Bali tidak terbukti. Dia
ditahan karena dianggap melanggar undang-undang keimigrasian, dan
samapai tulisan ini dibuat, dia sudah menghirup udara kebebasan.
Sementara Amrozi CS menunggu eksekusi dilaksanakan.
Organisasi Jamaah Islamiyah
Al-Jamaah Al-Islamiyah dibentuk pada sekitar Januari 1993.
Organisasi ini adalah pecahan dari Jamaah Darul Islam atau dikenal
dengan nama NII, yaitu kelompok yang melanjutkan perjuangan Negara
Islam
Indonesia.
Al-Jamaah
Al-Islamiyah
adalah
sebuah
Organisasi/Jamaah yang terdiri dari orang-orang Muslim yang memiliki
seorang pemimpin yang disebut sebagai Amir Jamaah. Jamaah ini
bukanlah Jama'atul Muslimin tetapi merupakan Jama'atun minal-Muslimin,
maksud dari minal-Muslimin adalah kelompok atau organisasi ini terdiri
dari sebagian orang-orang Muslim saja, yaitu bukan bermaksud umumnya
semua umat Muslim di seluruh dunia. Jamaah ini di namakan dengan
nama Al-Jamaah Al-Islamiyah.
Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah sebuah jama’ah atau organisasi
dengan alasan bahwa Al-Jamaah Al-Islamiyah memiliki pimpinan jamaah
yang ditaati, anggota jamaah dan struktural kepimpinan (jalur komando).
Dalam arti kata lain, terdapat orang yang mentaati dan orang yang ditaati,
terlebih lagi apabila pemimpinnya sudah jelas yaitu seorang yang disebut
sebagai Amir Jamaah. Asal usul pemberian nama ini tidak diketahui,
sementara Nasir Abbas mengetahuinya dari anggota senior dalam jamaah
ini seperti Ust. Zulkarnain, Ust. Mukhlas, Ust. Mustapha, Hambali, Ust.
Mustaqim, Ust. Afif dan banyak lagi dari pimpinannya. Dan, nama Jamaah
Islamiyah singkatan dari Al-Jamaah Al-Islamiyah sudah menjadi buah
mulut (pribahasa melayu) di antara sesama anggota jamaah. Menurut yang
difahamkan kepada saya, bahwa jamaah ini sama seperti kelompok atau
organisasi Islam yang lain yang menggunakan nama Islam atau yang
identik dengan Islam. Sebagai contoh nama sebuah kelompok atau
36
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
organisasi yang memberi nama dengan nama Partai Islam, tidak berarti
selain anggota Partai Islam bukan Muslim. Begitu juga sebagai contoh
yang lain, kelompok bernama Majelis atau Partai Mujahidin, dengan
pemberian nama tersebut bukan berarti mereka adalah mujahidin dan
bukan berarti selain mereka bukan mujahidin. Nama itu adalah sebagai
pembeda atau sebagai tanda untuk menunjuk wujudnya sebuah kelompok
yaitu gabungan orang-orang tertentu.
Nama Jamaah Islamiyah berbeda
dengan Al-Jamaah Al-Islamiyah. Berbeda karena Al-Jamaah Al-Islamiyah
adalah sebuah jamaah atau kelompok tertentu sementara Jamaah
Islamiyah adalah umat Islam keseluruhan sebagaimana jika disebutkan
perkataan 'Jamaah' di dalam hadis-hadis selain yang bermaksud jamaah
salat, maka 'Jamaah' itu berarti khilafatul Muslimin atau umat Islam. Oleh
sebab itu, seperti apa yang difahamkan bahwa Al-Jamaah Al-Islamiyah
diberi nama dengan menggunakan kata ‘Al’ yang berarti khusus atau
makrifah menurut tata bahasa Arab.
Secara lisan (sebutan) memang agak kesulitan untuk menyebut kata
Al-Jamaah Al-Islamiyah secara berulang kali sehingga menjadi kebiasaan
anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah untuk memperpendek sebutannya
menjadi 'Jamaah Islamiyah' saja (kebiasaan mendekkan sebutan adalah
merupakan bagian dari budaya orang Indonesia yang suka
memperpendek istilah/nama). Kata Al-Jamaah Al-Islamiyah telah
diperpendek secara lisan dan tulisan menjadi dua macam kata yaitu
Jamaah Islamiyah dan JI. Sementara apabila kata 'JM' dan perkataan
'Tanzim' disebutkan di antara sesama kalangan anggota maka perkataan
itu bukanlah singkatan kata namun adalah sebuah kode rahsia yang
bermaksud Al-Jamaah Al-Islamiyah. Ini adalah dua contoh kode dari
sekian banyak kode yang diperlakukan didalam Al-Jamaah Al-Islamiyah.
Anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah telah terbiasa dengan penggunaan
kode (kata yg tidak beraturan) dan penggunaan istilah yang diambil dari
bahasa asing seperti Parsi, Poshtun, Tagalog, Maguindanaon, Arab dan
Inggeris. Sehingga istilah tersebut menjadi kegunaan sehari-hari ketika
berkomunikasi dengan sesama anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah dan
menjadi istilah administrasi di dalam organisasi. Memang sengaja dicari
kata-kata yang tidak difahami oleh orang awam dan ada kalanya tidak
difahami oleh anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah yang lain karena mereka
belum pernah berlatih. Dalam JI dikenal dengan Amir dan Jamaah. Berikut
pengertian Amir dan struktur organisasi JI.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
37
Amir Jamaah
Amir adalah pimpinan tertinggi dalam organisasi Al-Jamaah AlIslamiyah yang mengatur gerakan organisasi. Amir Al-Jamaah AlIslamiyah yang pertama adalah Ust. Abdul Halim (atau dikenal di
Indonesia dengan nama Ust.Abdullah Sungkar). Dari kegiatan organisasi
atau Jamaah yang memperlihatkan posisi beliau selaku Amir Al-Jamaah
Al-Islamiyah. Kemudian setelah Ust. Abdul Halim wafat pada akhir tahun
1999, lalu jabatan selaku Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah diganti dengan Ust.
Abdus Somad (atau dikenal di Indonesia dengan nama Ust.Abu Bakar
Baasyir). Dia menjabat selaku Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah adalah dari
Hambali yang telah menyampaikan kepada saya melalui telfon untuk
disampaikan kepada anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah yang lain terutama
kepada Ketua Mantiqi III yaitu Mustapha alias Abu Tolut yang pada ketika
itu sedang bertugas selaku ketua Kamp Hudaybiyah di pulau Mindanao
Filipina Selatan. Mustapha tidak dapat dihubungi langsung dari Indonesia
sebab keberadaannya di tengah hutan yang tidak terjangkau talian
komunikasi telfon. Sementara saya yang berkedudukan di Sandakan Sabah
Malaysia diberi tugas oleh Ketua Mantiqi III (yaitu Mustapha) sebagai
perantara penghubung antara ketua Mantiqi III dengan anggota Al-Jamaah
Al-Islamiyah sesuai pengarahannya.
Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah selama melaksanakan tugas sebagai
Amir, dibantu oleh Majelis Syura, Majelis Fatwa, Majelis Hisbah dan
Majelis Qiyadah Markaziyah. Masa jabatan Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah
bisa berakhir dikarenakan wafat, udzur syar'i (spt tua renta, pikun, cacat,
gila), diberhentikan oleh Majelis Syura karena terbukti mengamalkan
kekafiran dan masa jabatannya juga bisa berakhir apabila mendapat
tekanan dari luar (luar organisasi) sehingga lemah untuk mengurus
organisasi, seperti ditangkap atau di penjarakan dalam tempoh waktu
yang tertentu atau tidak tertentu. Tidak mustahil jika Amir Al-Jamaah AlIslamiyah mengundurkan diri sebagai Amir apabila dia merasakan dirinya
mendapatkan tekanan sehingga tidak mampu lagi mengurus organisasi.
Dengan demikian akan cepat dapat digantikan dengan pemimpin yang
lain sebab Al-Jamaah Al-Islamiyah mengamalkan praktek flexibility seperti
dijelaskan dalam Al-Manhaj Al-Amaliy Li-Iqomatid Dien.
38
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Majelis Syura
Majelis Syura dilantik oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah dan
kalangan anggota yang memiliki kepakaran dan berpendidikan tinggi.
Majelis Syura inilah yang menyusun peraturan dan mengajukan rancangan
perubahan Nidhom Asasi. Dan Majelis Syura juga mengadakan evaluasi
secara global tentang kepengurusan organisasi Al-Jamaah Al-Islamiyah.
Majelis Syura juga bertanggungjawab untuk mengangkat dan
memberhentikan Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah. Dalam kondisi yang
dianggap darurat oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah maka Majelis Syura
akan dibubarkan, sementara fungsinya akan diambil alih oleh Majelis
Qiyadah Markaziyah.
Majelis Fatwa
Majelis Fatwa dilantik oleh Amir Al-Jamaah Al-lslamiyah dari
kalangan anggota yang berpendidikan tinggi tentang agama Islam dan
dipastikan berpegang teguh dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Majelis
Fatwa berfungsi menguatkan dan meluruskan keputusan-keputusan Amir
Al-Jamaah Al-Islamiyah. Dalam kondisi yang dianggap darurat oleh Amir
Al-Jamaah Al-Islamiyah maka Majelis Fatwa akan dibubarkan, sementara
fungsinya akan diambil alih oleh Majelis Qiyadah Markaziyah.
Majelis Hisbah
Majelis Hisbah dilantik oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah dari
kalangan anggota yang berfungsi untuk melakukan kontrol tethadap Amir
Jamaah dan seluruh anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah dalam hubungan
dengan kepengurusan jamaah ataupun amal-amal pribadi. Majelis Hisbah
bisa memberikan usulan hukuman kepada Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah
bagi anggota yang didapati telah melakukan pelanggaran. Dalam kondisi
yang dianggap darurat oleh Amir Al-Jamaah Al-Islamiyah maka Majelis
Hisbah akan dibubarkan, sementara fungsinya akan diambil alih oleh
Majelis Qiyadah Markaziyah.
Majelis Qiyadah Markaziyah/Markaziy.
Majelis Qiyadah Markaziyah adalah sekelompok orang yang menjadi
pusat pengurusan Al-Jamaah Al-Islamiyah yaitu terdiri anggota. AlJamaah Al-Islamiyah yang menjadi para stafnya melaksanakan tugas
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
39
sebagai pembantu Amir Jamaah bagi menjalankan bidang-bidang kegiatan
tertentu. Tidak ada tempat yang tetap sebagai kantor pentadbiran Majelis
Qiyadah Markaziyah, di mana saja letak posisi (keberadaan) Amir Jamaah
maka di sekitar tempat itu boleh atau akan diadakan rapat Markaziy jika
diperlukan.
Bidang-bidang tugas dalam Markaziyah adalah : Pelaksana tugas
Amir = (Orang yang melaksanakan tugas Amir di ketika Amir Jamaah
berhalangan). Tugas ini baru di bentuk pada bulan April 2002), yaitu; 1)
Aminul
Am
=
Sekretaris,
2)
Khozin
=
Bendahara,
3)
Dakwah wal Irsyad = Bidang Dakwah, pembinaan rohani dan aqidah, 4)
Tarbiyah Rosmiyah = Bidang Pendidikan; maahad, madrasah, sekolah, 5)
Diklat = Bidang Pendidikan Akademi Militer, 6) Askariy = Bidang
Pelaksanaan Program kemiliteran seperti latihan dan pengiriman anggota
ke tempat konflik, 7) I’lam wal A’laqot = Bidang Hubungan Masyarakat
(Humas), dan 8) Siyasiyah = Bidang Pengamat Politik.
Mantiqi/Mantiqiyah
Mantiqi berarti wilayah, yaitu wilayah gerakan dakwah Islam AlJamaah Al-Islamiyah, bukan bermaksud wilayah kekuasaan. Dan Mantiqi
adalah pelaksana keputusan yang telah digariskan oleh Markaziyah secara
global. Pihak Mantiqi akan menterjamahkan keputusan-keputusan
Markaziy menurut keadaan setempat di wilayah gerakan Mantiqi tersebut.
Terkadang jika administrasi Mantiqi dalam keadaan lemah maka pihak
Markaziy akan membantu untuk merumuskan teknis pelaksanaannya.
Pembentukan dan penentuan wilayah gerak (wilayah kegiatan) Mantiqi
ditentukan oleh pihak Markaziy. Sebatas pengetahuan saya, pada awal
pembentukan Al-Jamaah Al-Islamiyah pada awal tahun 1993 hanya
terdapat 2 Mantiqi saja yaitu:
Mantiqi Ula (I) yang dipimpin oleh Hambali. Wilayah gerak kegiatan
dakwahnya pada waktu itu meliputi Malaysia (termasuk Sabah) dan
Singapura. Mantiqi Tsani (II) yang dipimpin oleh Abu Fateh. Wilayah
gerak kegiatan dakwah pada waktu itu meliputi Indonesia, termasuk
Kalimantan dan Sulawesi.
Sedangkan kamp latihan Hudaybiyah yang dibangun pada akhir 1994
di Mindanao berada di bawah kendali langsung Markaziyah Al-Jamaah Al-
40
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Islamiyah di bawah tanggungjawab Ust. Zulkarnain. Sekitar tahun 1997,
terjadi perubahan wilayah gerak dakwah bagi mantiqi yaitu:
Mantiqi Ula (I) yang dipimpin oleh Hambali. Wilayah gerak kegiatan
dakwahnya meliputi Malaysia Barat (Semenanjung) dan Singapura.
Mantiqi Tsani (II) yang dipimpin oleh Abu Fateh. Wilayah gerak kegiatan
dakwahnya meliputi Indonesia, yaitu Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Pulau
Bali, NTB dan NTT.
Mantiqi Tsalis (III) yang dipimpin oleh Mustapha bermula pada
sekitar 1997. Wilayah gerak kegiatan dakwahnya meliputi Sabah Malaysia,
Kalimantan Timur, Palu Sulawesi Tengah Indonesia dan Mindanao Filipina
Selatan (termasuk Kamp latihan Hudaybiyah).
Daerah Poso, baru dimasukkan ke dalam wiayah Mantiqi Tsalis (III)
pada bulan Oktober 2002, yang sebelumnya kegiatan dakwah di Poso
dikendalikan langsung oleh Markaziyah Al-Jamaah Al-Islamiyah di bawah
tanggungjawab Mustapha sejak tahun 2000. Mantiqi Ukhro (yang berarti
Mantiqi yang lain, belum sempurna), yang dipimpin oleh Abdurrahim
bermula pada akhir tahun 1997. Wilayah gerak dakwahnya meliputi
sebagian dari Australia saja. Pada sekitar bulan April 2001, terjadi
perubahan kepimpinan mantiqi dimana :
Mantiqi Ula (I) = Mukhlas dilantik menggantikan Hambali. Mantiqi
Tsani (II) = Nuaim dilantik menggantikan Abu Fateh. Mantiqi Tsalis (III)
=Saya dilantik menggantikan Mustapha. Mantiqi Ukhro = (tiada
perubahan).
Lewat buku ini, Nasir Abbas menyatakan bahwa aksi Mukhlas dan
Imam Samudra tidak mewakili JI, karena aksi mereka tidak pernah
mendapatkan restu langsung dari JI sebagai organisasi. Jihad menurut dia
juga harus dilakukan terhadap kaum kafir yang memerangi umat Islam dan
dalam suasanan perang. Selain itu, Jihad perang harus dilaksanakan secara
bersama-sama, berkelompok, berpasukan dan dipimpin oleh seorang
pemimpin yang jelas, termasuk juga adalah pasukan bersenjata musuh
yang jelas dihadapi. Maka contoh Jihad perang yang Rasulullah SAW
tunjukkan adalah bersesuaian dengan maksud ayat Al-Qur’an surah AnNisa ayat 84, yaitu contoh jihad perang (defensive) membela Agama, Bangsa
dan Negara Islam (Madinah). Nasir Abbas menulis buku untuk
menjelaskan kepada masyarakat kedudukan JI dan membantah buku Imam
Samudra yang berjudul Aku: Melawan Teroris (AMT).
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
41
Bukan tujuan saya untuk membuka aib seorang Muslim dengan
sengaja. Apa yang saya jelaskan dalam buku ini bukanlah untuk
menjerumuskan teman-teman, tetapi bertujuan menambah wawasan dan
pengetahuan masyarakat. Saya tidak tega melihat umat Islam mendapatkan
informasi yang tidak jelas, apalagi penyesatan informasi. Sebagai jawaban
saya di hadapan Allah SWT nanti bahwa saya sudah menyampaikan apa
adanya sesuai pengetahuan saya kepada masyarakat umumnya, dan
kepada umat Islam khususnya. Cukuplah kita menghadapi musuh Islam
yang berusaha menyesatkan umat Islam, jangan pula kita sebagai Muslim
menyesatkan sesama umat Muslim. Tujuan saya yang lain dalam menulis
buku ini adalah untuk saling mengingatkan sesama Muslim dengan
harapan agar teman-teman yang terlibat dalam aksi pemboman di luar
medan pertempuran atau mempunyai hasrat dan rencana, agar supaya
menghentikan perbuatan mereka yang menurut pengetahuan saya,
kegiatan tersebut termasuk dalam kategori berbuat kerusakan di muka
bumi. Menurut Nasir Abbas lagi, dia menulis buku ini dengan harapan
supaya masyarakat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan umat
Islam tidak bingung melihat perilaku para pelaku bom seperti Imam
Samudra, Ali Ghufron, Amrozi (figur Bom Bali) dan orang-orang yang
sefaham dengannya, dan juga tidak sampai mengikuti jejaknya.
Al-Jama’ah Al-Islamiyah atau JI, menurutnya, lagi memiliki pedoman
perjuangan yang harus dipatuhi oleh setiap anggotanya. Pedoman ini
bernama Pedoman Umum Perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyah (PUPJI)
yang dikeluarkan oleh Majelis Qiyadah Markaziyah Al-Jama’ah AlIslamiyah. Dalam PUPJI ini dijelaskan tentang mekanisme kerja organisasi,
struktur organisasi yang menggambarkan tentang amir, pimpinanpimpinan mantiqi, wakalah dan khatibah, langkah-langkah sistematis yang
wajibditempuh dalam rangka menegakkan Dien (Daulah Islamiyah),
tahapan perjuangan, proses rekrutmen anggota, pendidikan dasar
keagamaan, pembangunan kekuatan dan penggunaannya, model
komunikasi antara atasan dengan anggota dan antara sesama anggota,
komunikasi antara jamaah dengan pihak lain serta penggunaan kode atau
sandi rahasia.
42
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PENUTUP
Kesimpulan
Era reformasi membuka peluang bagi gerakan-gerakan keagamaan
yang dikategorikan radikal untuk tampil secara bebas. Pada era
sebelumnya, gerakan yang serupa tidak bisa eksis karena sistem
pemerintahan yang otoriter dan represif. Belakangan, terlebih setelah
peristiwa 11 September, semua gerakan keagamaan yang berafiliasi kepada
Islam dikategorikan sebagai gerakan salafi. Istilah salafi cukup
membingungkan karena ia telah menjadi cap bagi setiap kelompok Islam
yang mengusung syariat Islam dalam perjuangan dakwahnya. Misalnya,
beberapa pengamat menyamakan gerakan salafi dengan gerakan wahabi.
Dari itu, gerakan ini ditenggarai berakar dari Syekh Muhammad bin
Abdul Wahab, pendiri gerakan wahabi, yang lahir di Uyainah, Riyadh
Arab Saudi. Sebuah gerakan yang menolak praktek-praktek agama yang
tidak berasal dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salafi juga diidentikkan
dengan kelompok Islam yang memahami Kitab Suci secara leterleik atau
literal (harfiyah), dan berjuang untuk menegakkan kembali panji-panji
Islam yang dulu berjaya di zaman Nabi. Gerakan salafi yang ada di dunia
Islam pada umumnya dipengaruhi oleh gerakan salafi ala Wahabi di Saudi
Arabia. Berbeda dengan gerakan salafi lainnya, orientasi Ikhwanul
Muslimin (IM) adalah internasionalisme Islam, seperti tercermin dalam
konsep khilafahnya. Konsep mengandaikan seluruh dunia Islam berada di
bawah satu kekuasaan pemerintahan Islam.
Karena adanya kesamaan ideologis dan kepentingan politik, gerakan
salafi di seluruh dunia Islam banyak disokong oleh pemerintah Saudi
Arabia. Sementara itu, pemerintah Saudi Arabia tidak begitu gembira
dengan kehadiran IM, karena sifatnya yang transformatif dan reformatif.
Orientasi politiknya dapat menjadi ancaman serius bagi kelangsungan
dinasti al-Saud di Riyadh.
Imbas dari aksi-aksi bom paska pemerintahan Orde Baru di
Indonesia, yang hampir semuanya disinyalir dilakukan oleh kelompok
Islam, berakibat pada tercorengnya popularitas syariat Islam yang
diperjuangkan, baik oleh ormas-ormas Islam maupun kekuatan politik
Islam. Hal ini terlihat dari seringnya konsep jihad, radikalisme dan
fundamentalisme Islam menjadi label tak terelakkan dari aksi-aksi bom
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
43
tersebut beserta proses pengungkapannya. Meskipun demikian,
perjuangan syariat Islam tetap bersemayam di hati para aktivis Islamisme
sebagai sesuatu yang tetap harus dilakukan. Mereka cenderung
menganggap orang-orang yang menjadi terdakwa kasus bom tidak lebih
sebagai korban dari konspirasi global yang ingin memojokkan Islam.
Kalaupun benar Islam terlibat, itu lebih karena perbuatan oknum yang
merasa putus asa melihat keterpurukan ummat Islam yang
berkepanjangan atau pada penafsiran agama yang sempit, dan bukan pada
Islam itu sendiri. Intinya, gagasan sentral syariat Islam yang damai tetap
sah, hanya implementasinya yang kadang menyimpang.
Kasus-kasus bom di Indonesia (terutama di Legian Bali), yang
melibatkan orang-orang Islam, telah menjadikan wajah Islam baik sebagai
ideologi maupun kelompok sosial ikut terbawa-bawa menjadi tercoreng.
Apalagi, seruan tokoh-tokoh Muslim moderat (kelompok ini sering
dimasukkan kedalam Islam Liberal) untuk mengedepankan cara-cara
damai dan demokratis dalam menyampaikan aspirasi tenggelam dan
terdengar sayup-sayup di tengah agresifitas gerakan kelompok-kelompok
Islam yang dicap radikal (hardliner Muslims). Kondisi ini pun didukung
oleh peran media massa yang terkesan lebih tertarik meliput aksi-aksi
kelompok yang terakhir ini, yang mungkin sebagian untuk meningkatkan
rating penyiarannya. Akibatnya, Amrozi yang pernah nyantri di Ponpes
Al-Islam dan Imam Samudra yang lulusan Madrasah itu, serta banyak
tersangka kasus bom yang terkait dengan jaringan Ngruki (The Ngruki
Network), atau pesantren Ngruki di Solo, Jawa Tengah, pimpinan Abu
Bakar Ba’asyir, menjadikan citra sekolah agama juga jadi jelek. Jaringan
pesantren ini kemudian dikaitkan dengan organisasi terlarang Jama’ah
Islamiyah (JI).1 Pesantren yang menurut Cak Nur adalah icon pemberdayaan
masyarakat Islam, dan merupakan sub-culture, begitu kata Gus Dur, dari
kebudayaan Islam kini dipertanyakan eksistensinya, karena dianggap telah
menjadi basis radikalisasi orang-orang seperti Amrozi.
Islamophobia yang dulunya dikampanyekan oleh para orientalis
klasik Barat seperti Goldziher, Montgomery Watt, HAR Gibb dan Jeffery
Arthur kembali mendapatkan momentumnya saat ini. Sepanjang abad
pertengahan dan awal-awal zaman Renaisans, Islam diyakini sebagai
agama barbar, kejam, ingkar dan busuk. Sementara pembawanya, Nabi
Muhammad, disamakan dengan nabi palsu yang mengkampanyekan
benih-benih permusuhan. Meskipun ummat Islam juga sering menjadi
44
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
korban kekerasan, tapi hampir semua negara Islam dicap sebagai
pelanggar Hak Asasi Manusia (HAM) terberat, paling tidak hingga saat ini.
Para futurolog seperti Alvin Toffler dalam Future Shock dan Third
Wave-nya, Samuel Huntington dengan the Clash of Civilization dan John L.
Esposito dengan Islamic Threat: Myth or Reality-nya serta Mark
Jurgensmeyer dengan The New Cold War-nya, semuanya menggambarkan
bahwa Islam sebagai sebuah ideologi siap menjadi pesaing baru dalam
menghadapi peradaban Barat, setelah jatuhnya Komunisme sebagai
sebuah sistem dan Sosialisme sebagai sebuah ideologi. Meskipun
penggambaran-penggambaran ini banyak dibantah oleh para pemikir
Islam di Dunia Ketiga sebagai sebuah mimpi di siang bolong, tapi dengan
adanya aksi-aksi bom di Indonesia dengan sasaran fasilitas-fasilitas
Amerika Serikat dan Barat yang Kristen, dan ‘melibatkan’ kelompok Islam,
maka para futurolog tersebut bisa sedikit tersenyum, pertanda pernyataan
mereka benar.1
Rekomendasi
Fenomena bom bunuh diri yang mengatas- namakan Islam, dan
keberadaan gerakan-gerakan Islam yang secara radikal mengusik
keberlangsungan sistem keberagaman yang sudah mapan telah menjadi
wacana Internasional pada permulaan tahun 2000. Ada yang
menganggapnya tidak terlalu serius, karena fenomena ini hanyalah
perbuatan segelintir Muslim. Tapi ada juga yang cukup seirus
menyikapinya dengan melakukan konter wacana baik secara politik
maupun kultural. Secara kultural, beberapa tokoh Islam, baik dari NU,
Muhammadiyah, maupun dari ormas Islam lainnya, mengecam aksi-aksi
bom tersebut sebagai perilaku yang tidak mendapatkan tempat dalam
Islam.
Muhammadiyah, misalnya, melalui Ahmad Syafi’i Ma’arif
berkeyakinan bahwa yang menjadi pelaku bom adalah orang yang tidak
beragama. Tidak salah jika Mitsuo Nakamura, seorang Indonesianis asal
negeri Sakura, memberikan harapan besar pada salah satu ormas Islam
terbesar di Indonesia ini untuk menjadi pendorong munculnya Masyarakat
Madani (civil society): sebuah konsep yang menjunjung tinggi tatatan
masyarakat yang beradab dan taat hukum serta menolak perilaku-perilaku
anarkis (civility).1
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
45
DAFTAR PUSTAKA
“Sidang Bom Bali: Muklas Divonis Mati” dalam Gatra.Com, Denpasar, 2
Oktober 2003 12:36.
Al-Quran dan Terjemahannya, diterbitkan oleh Departemen Agama.
Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) Amrozi tanggal 19 Desember 2002.
Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) Mukhlas tanggal 13 Desember 2002, BAP
tanggal 16, 20, 29, 30, Desember 2002 dan 6, 21, 22 Januari dan
7 Maret 2003.
Charles Kurzman. Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang
Isu-Isu Global. Jakarta: Paramadina, 2001.
Greg Barton 1999, Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran NeoModernisme Nurcholish Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib,
dan Abdurrahman Wahid. Jakarta: Paramadina.
Ibn Katshir. Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim (Beirut: Dar al-Fikr), 3: 238.
Jamhari Makruf dan Jajang Jahroni (eds). Peta Gerakan Islam Salafi Radikal di
Indonesia. Jakarta: Rajawali Press, 2004.
M. Adlin Sila, “Membumikan Civil Society Ala Muhammadiyah”, dalam
Dialog: Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Edisi I, Tahun
2003, diterbitkan oleh Badan Litbang Departemen Agama.
M. Adlin Sila. “Gerakan Salafi sebagai Gerakan Politik Islam di Indonesia,”
dalam Dialog: Jurnal Penelitian dan Kajian Keagamaan, Edisi II,
Tahun 2004, diterbitkan oleh Badan Litbang Departemen
Agama.
M. Habib Chirzin. “Terorisme Global dan Keamanan Manusia.” Dalam
Panjimas, 27 Nov. – 12 Des. 2002, No.05/I.
Martin van Bruinessen, “Gerakan Sempalan di Kalangan Ummat Islam
Latar Belakang Sosial-Budaya.” Ulumul Qur’an. Vol. III no. 1,
1992, 16-27.
46
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Martin van Bruinessen, Geneologies of Islamic Radicalism in Post-Soeharto
Indonesia (ISIM and Utrecht University) (tidak diterbitkan),
2004.
Nasir Abbas. Membongkar Jamaah Islamiyah Pengakuan Mantan Anggota JI.
Cetakan I, Juli 2005, Diterbitkan oleh Penerbit Grafindo
Khazanah Ilmu.
Paridah Abbas (Editor: Tony Syarqi dan Burhan Shodiq). Orang Bilang
Ayah Teroris: Catatan Harian Istri Mukhlas (terpidana mati
kasus Bom Bali). Penerbit: Jazera, Anggota SPI (Serikat
Penerbit Islam) Solo, Cetakan I: Agustus 2005.
Pedoman Umum Perjuangan Al-Jama’ah Al-Islamiyah (PUPJI) yang
dikeluarkan oleh Majelis Qiyadah Markaziyah Al-Jama’ah AlIslamiyah ini.
Pikiran Rakyat (PR), Jumat, 27 Desember 2002, Islam Sebagai Teroris Fakta
ataukah Stigma?
Saiful Mujani dan Jajat Burhanuddin (eds). Benturan Peradaban: Sikap dan
Perilaku Islmais Indonesia terhadap Amerika Serikat. Nalar,
Jakarta, bekerjasama dengan Freedom Institute dan PPIMUIN Jakarta, 2005.
Samson Rahman. “Dr. Abdullah Azzam: Jihad Tinta, Jihad Darah,” dalam
Sabili, No. 01 Th. X 25 Juli 2002/14 Jumadil Awal 1423 H, hal.
36-39.
Sydney Jones, INDONESIA Briefing Jakarta/Brussels, 8 August 2002, “AlQaeda in Southeast Asia: the Case of the “Ngruki Network” in
Indonesia” dan “How Jama’ah Islamiyah operates in
Indonesia”, Desember 2002, yang versi Indonesianya sudah
dipresentasikan di Badan Litbang Agama dan Diklat
Keagamaan.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
47
48
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME
DI NUSAKAMBANGAN, JAWA TENGAH
(Kasus Imam Samodra)
Oleh
Wakhid Sugiyarto
Puslitbang Kehidupan Keagamaan
Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
Tahun 2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
49
JATIDIRI
TERPIDANA TERORISME
(Imam Samodra)
Lingkungan Sosial Keluarga
Dalam penelitian ini fokus kajian ditujukan unutk mengkorek paham
keagamaan sang ideolog Jama’ah Islamiyah Indonesia, yaitu Imam
Samodra, alias al Qudama. Dari wawancara seharian dengan yang
bersangkutan, dapat disimpulkan, faham keagamaan keluarga Imam
Samudra sebenarnya NU tradisional. Seperti pengakuannya ”Saya
dilahirkan dilingkungan NU dan sejak kecil dididik dengan pendidikan agama
mainstream NU (tradisional). NU nya NU yang dulu, bukan NU yang seperti
sekarang yang sudah kemasukan JIL”. Tetapi ketika ibunya telah dimadu oleh
sang ayah, ibunya rajin mengikuti pengajian yang diselenggarakan oleh
Persatuan Islam (Persis). Imam sendiri semenjak SMP juga sudah
berkenalan dengan faham Muhammadiyah dan Persis. Ia menjelaskan
bahwa metode dalam memahami Al Qur’an dan As Sunnah berdasarkan
manhaj Salafushshalih yang bersifat adil, moderat, dan tidak ekstrim.
Siapakah salafushshalih itu? Mereka adalah as sabiqun al awwalun yakni
orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam di
antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik. Juga sabda Rasulullah SAW bahwa sebaikbaik manusia adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya kemudian generasi
berikutnya. Dari hadis ini Imam Samudra menafsirkan 3 kurun yang
masing-masing kurun sama dengan satu abad. Dengan demikian,
penafsiran yang dilakukan oleh para sahabat, tabiin dan tabiit tabiin dan
ulama-ulama hingga akhir abad ke tiga hijriyah bisa dianggap bersih,
selamat dan benar. Setelah itu penafsiran dan pemahaman ulama generasi
berikutnya tidak dijamin kebenarannya.
Ulama yang dikategorikan sebagai pengikut sunnah nabi Muhammad
(ahlussunnah) dan mengikuti sunnah sahabat (jamaah) terutama khulafa ar
rasyidun disebut Ahlu sunnah wal jamaah. Mereka yang tergolong
50
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
mengikuti manhaj salafushshalih antara lain; empat imam mazhab, Imam
Qotadah, Imam Mujahid, Imam Sufyan bin Uyainah, Muqatil, Ibnu
Taimiyah, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah. Untuk kurun abad 20-21 ulamaulama salafushshaleh antara lain: Syaikh Muqbil Al Wadi’i Al Yamani,
Syaikh Bin Baz, Syaikh Nasyiruddin Al Bani, Syaikh Dr. Safar Al Hawali,
Syaikh Dr. Aiman Azhawahiri (pemimpin ideologis Al Qaidah, orang
kedua setelah Usamah bin Ladin) dan Syaikh Asyahid Dr. Abdullah
Azzam. Imam Samudra juga menyatakan bahwa dalam rangka menjaga
diri dan keluarga dari musik dan alat-alat hiburan lainnya ia berpegang
pada Syaikh Nashirudin Al Bani dan Dewan Fatwa Saudi Arabia. Dalam
hal jihad ia mengikuti Syaikh Aiman Azhawahiri, Syaikh Usama bin Ladin,
Abdullah Azzam, dan Mullah bin Umar (pimpinan Taliban) Mereka inilah
para ulama yang terjun langsung dalam medan jihad. Meski demikian, ia
mengaku tidak menelan mentah-mentah fatwa-fatwa mereka. Inilah yang
dia maksud dengan manhaj Salafus Shalih.
Bagi Imam Samudra, ulama yang berada di medan jihad adalah
ulama yang lebih dekat kepada Allah. Ahluts Tsughur ini lebih dekat
dengan Allah karena selalu berdzikir, untuk lebih siap menerima
kematian. Dibandingkan dengan ulama yang berada di lingkungan hidup
yang serba mapan, di tengah kerumunan para pengagum, dan penuh
fasilitas. Perbedaan ini menimbulkan perbedaan pandangan dan sikap.
Dan, fatwa yang keluar dari keduanya tentu berbeda. Kemudian, fatwa
siapakan yang lebih dekat dengan kebenaran? Pandangannya yang
demikian didukung pendapat Syaikh Sufyan bin Uyainah, seorang tabiin
dan guru Imam Syafi’i yang menyatakan:” Jika kalian menyaksikan
manusia telah berselisih, maka ikutilah (pendapat) mujahidin dan ahlutstsughur. Mereka (ahluts stughur) ini sekarang digelari dengan ”teroris”,
Islam garis keras, radikalis dan seterusnya. Pandangan mereka tentang
Islam tidak sepotong-sepotong seperti orang buta memegangi bagianbagian dari seekor gajah. Bahkan Imam menyindir kaum muslimin yang
berfikir dan cenderung ”nrimo” atau terpengaruh ajaran viadolorosa. Atau
banyak yang rela bertempur dan mati demi perut tak perlu lagi dengan
hukum Islam.
Akhlak al karimah diartikan hanya ”lemah lembut”, mengalah.
Berperang dianggap bukan akhlak al karimah atau bil hikmah dan sekaligus
rahmatan lil alamin. Islam itu sempurna, komplit, dan universal.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
51
Sebagaimana shalat, puasa, zakat dan haji, jihad merupakan perintah Allah
untuk segenap kaum muslimin. Allah menghendaki hamba-hambaNya
memasuki Islam secara kaffah19. Pandangan keagamaan yang demikian
mendapat kritik dari Lukman bin Muhammad Ba’abduh, mantan anggota
Lasykar Jihad pimpinan Ja’far Umar Thalib yang ditulis dalam sebuah
buku yang khusus untuk membantah buku Imam Samudra.
Dunia dewasa ini, dalam pandangan anak Serang ini, adalah dunia
Dajjal, meski hakikinya belum lahir. Tetapi secara maknawi telah terwujud
di tengah-tengah umat manusia. Orang-orang yang tenggelam dalam
kenikmatan dunia adalah orang yang terhipnotis surga Dajjal.
Kehidupannya hanya demi memuaskan nafsu, bahkan menempatkan
nafsu sebagai Tuhan mereka (Tahukah engkau akan orang yang
menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan? Sanggupkah engkau menjadi
penolong baginya?. Kaum mukmin memilih “neraka Dajjal” yang berupa
penderitaan lahir batin. Neraka Dajjal berarti memperjuangkan al haq,
memperjuangkan kalimatullah, menentang kebatilan dan berperang di
jalan Allah. Memilih ”surga Dajjal” berarti menentang hukum Allah,
memerangi mujahid di jalan Allah yang berarti tunduk dan patuh pada
kekafiran, kemusyrikan dan kesema-menaan yang berarti berperang di
jalan thaghut. Pada era Dajjal seperti ini manusia nyaris tidak dapat
membedakan antara yang haq dan yang batil, yang makruf menjadi
mungkar dan yang mungkar menjadi makruf.
Penyesatan Media tentang Makna Jihad dan Teror
Keprihatinan terhadap penghapusan kekhalifahan oleh Mustafa
Kemal At Taturk, pendudukan Israel atas Palestina, penodaan Masjid Al
Aqsha dan Masjid al Haram, Mekkah sekarang ini dalam cengkeraman
Yahudi dan Salibis (100.000 tentara Amerika dan sekutunya plus 30%
tentara perempuan sekarang telah menduduki Jazirah Arab). Ini adalah
penghinaan terhadap tempat kelahiran Nabi dan tempat turunnya wahyu.
Untuk kepentingan Yahudi dan Amerika tersebut pembiayaannya
semuanya ditanggung oleh negara teluk, terutama Saudi Arabia 20. Dalam
Lihat Q.S.2:208
Arab Saudi sendiri memang merupakan negara pengaman bagi kepentingan
Israel dan Amerika Serikat di Timur Tengah
19
20
52
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kondisi seperti itulah lahir mujahid-mujahid yang melakukan perlawanan
antara lain; pada tahun 1993 terjadi pengeboman WTC pertama dilakukan
oleh Ramzi Yusuf. Pada tahun 1997 terjadi serangan terhadap markas
tentara Amerika di Khaibar, Riyadh dan Dharam, Saudi Arabia. Tahun
2000 terjadi bom sahid (istimata) terhadap kapal perang USS Cole di
Yaman, 11 September 2001 terjadi lagi serangan yang sangat memalukan
terhadap Amerika (WTC dan Pentagon dihancurkan) dan Usamah bin
Ladin setuju dengan tindakan itu dan mendoakan syuhada yang terlibat
jihad tersebut dan 12 Oktober 2002 terjadi serangan berikutnya di Bali. Dan
untuk waktu-waktu yang akan datang operasi jihad akan menambah
daftar panjang perlawan umat Islam terhadap penjajah dan antekanteknya, sehingga Yahudi dan Salibis menghentikan kebiadabannya (Dan
perangilah mereka sehingga tidak ada lagi fitnah di muka bumi ini. Dan jadilah
Din (agama) ini semuanya milik Allah21 Jihadlah yang dapat membela
ketertindasan, membebaskan penjajahan, menyucikan penodaan dan
memuliakan kahinaan.
Faktor psikologis yang mendasari Imam Samudra dan kawankawannya melakukan peperangan melawan Amerika dan sekutunya
adalah korban bom yang terdiri atas bayi-bayi Afganistan, Irak dan
Palestina tanpa kepala dan tangan pada bulan Ramadhan 2001 dan
sesudahnya melalui internet. Melihat kenyataan itu keislamanku dan
keimananku terusik, demikian ucap Imam. Lolongan bangsa Afganistan,
Irak dan Palestina dan jeritan bayi-bayi mereka yang menyembul dari balik
reruntuhan masjid, yang terserak di balik puing-puing madrsah dan
apalagi setelah melihat VCD berjudul ”Perang Salib Baru” itulah yang
memanggilnya untuk melakukan perang suci. Banyak ayat-ayat Al Qur’an
yang memerintahkan jihad yang jelas-jelas perintah suci dan yang
melahirkan kewajibkan suci kepada setiap muslim untuk melakukan
perang suci22.
Mengapa kemudian Bali dijadikan ”killing zone” dan sasarannya
adalah ”sipil” bule?
Imam menjawab di wanted, bagaimana bisa
mendapatkan visa dari negera-negara musuh. Bagaimana dengan kesulitan
memperoleh infrastruktur untuk menghantam negara-negara sekutuQ.S.Al Anfal:39.
Lihat misalnya Q.S. An Nisa: 74-75; QS. At Taubah:14-15 dan 38;
Baqarah: 190; dan QS. Al Anfal; 73.
21
22
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
QS. Al
53
sekutu monster? Jadi ability adalah pertimbangan salah satunya. Dengan
ijin Allah, biarlah kami melangkah. Biarlah dengan segala kekurangan,
kelemahan dan keterbatasan, kami berbuat. Biarlah kami membela mereka
semampu kami bisa. Biarlah kami terluka di mata sejarah. Alasan seperti di
atas tidak dapat diterima oleh mainstream kaum muslimin, banyak
kalangan di Indonesia termasuk para ulama.
Majlis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa hukum
melakukan teror adalah haram baik dilakukan oleh perorangan maupun
kelompok, sedangkan hukum melakukan jihad adalah wajib. Orang yang
bunuh diri itu membunuh dirinya sendiri untuk kepentingan pribadinya
sendiri sementara pelaku ’amaliyah al-istisyhad mempersembahkan dirinya
sebagai korban demi agama dan umatnya. Orang yang bunuh diri adalah
orang yang pesimis atas dirinya dan atas ketentuan Allah. Sedangkan
pelaku ’amaliyah al istisyhad adalah manusia yang seluruh cita-citanya
tertuju mencari rahmat dan keridhaan Allah SWT. Bom bunuh diri
hukumnya haram karena termasuk tindakan keputusasaan dan
mencelakakan diri sendiri baik dilakukan di daerah damai maupun di
daerah perang23
Munurut Imam Samudra pengertian jihad dari segi syar’i sudah ijma’
salafush-shalih yakni berperang melawan kaum kafir yang memerangi Islam
dan kaum muslimin. Kitab-kitab yang dapat dirujuk untuk mengkaji lebih
dalam juga disebutkan antara lain: Al Jihadu Sabiluna (Syaikh Abdul Baqi’
Ramdhon), Kitabul Jihad (Syaikh Ibnul Mubarak), atau Fi at Tarbiyah al
Jihadiyah wal Bina (Syaikh Asy Syahid Dr. Abdullah Azzam). Berdasarkan
kajian terhadap buku-buku tersebut, Bom Bali sama dengan jihad fi
sabilillah karena niat dan targetnya adalah bangsa penjajah seperti
Amerika dan sekutunya. Amerika dan sekutunya telah memiliterisasikan
rakyat sipil dan turis-turis tersebut bukan warga sipil. Oleh karena itu bom
Bali adalah salah satu bentuk jawaban yang dilakukan oleh segelintir kaum
muslimin yang sadar dan mengerti akan arti sebuah pembelaan dan harga
diri kaum muslimin. Bom Bali adalah satu diantara perlawanan yang
ditujukan kepada penjajah Amerika dan sekutunya. Bom Bali adalah salah
satu jihad yang harus dilakukan, sekalipun oleh segelintir kaum muslimin.
23
54
Lihat Fatwa MUI No.3 Tahun 2004 Tentang Terorisme.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Sipil yang asalnya tidak boleh diperangi, karena hal itu tergolong
melampaui batas, tetapi karena Amerika dan sekutunya telah memerangi
sipil, wanita dan anak-anak maka setimpal dan adillah memerangi sipil
mereka. Darah dibalas dengan darah, nyawa dibalas dengan nyawa dan
sipil dibalas dengan sipil, itulah keseimbangan. Logika semacam ini
dikuatkan dengan dalil naqli baik yang bersumber dari Al Qur’an maupun
Al Hadis24 . Beberapa hadis yang dirujuk antara lain:” Aku mendapati
seorang wanita yang tewas dalam salah satu peperangan yang dipimpin oleh Nabi
kemudian beliau melarang membunuh wanita dan bayi atau anak-anak”25; juga
jika Rasulullah mengutus tentaranya, beliau bersabda: ”Berperanglah dengan
nama Allah, perangilah di jalan Allah mereka yang kafir kepada Allah, janganlah
kamu berlebihan dan melampaui batas, janganlah mencincang-cincang mayat
musuh, dan janganlah membunuh anak-anak dan para penghuni biara”26.
Di sisi lain Rasulullah pernah melakukan penyerangan terhadap
kaum Bani Hawazin dengan menembakkan mortar dan tidak
membedakan target laki-laki, wanita maupun anak-anak. Hal serupa juga
pernah dilakukan oleh Abu Bakar Shidiq ketika memimpin penyerangan
terhadap kaum Bani Harifah di malam hari, yang penyerangan tersebut
dilakukan tanpa membedakan target pria atau wanita, alias rakyat sipil.
Jihad atau teror yang tersaji dalam laporan ini adalah dilihat dari
perspektif diskursus (wacana) politik kekinian. Artinya, untuk memahami
pola grakan teror/jihad dipergunakan analisis diskursus. Dalam analisis
diskursus ini pernyataan menduduki posisi terpenting atau dengan bahasa
lain ”statement” adalah the atom of discurse. Gerakan teror/jihad di
Indonesia adalah sebuah wacana, yang dalam penelitian ini tidak saja
dilihat sebagai gejala bahasa baik lisan maupun tulisan, tetapi sesuatu yang
memproduksi yang lain, sebuah gagasan, konsep atau efek. Diskursus
adalah cara tertentu dalam mengkonsep dan bertindak terhadap objekobjek sosial, yang menimbulkan implikasi pada subjek. Ia dimanifestasikan
dalam praktik sosial dalam susunan fisik serta dalam bentuk oral dan
tulisan. Misalnya, penggunaan tubuh untuk bom bunuh diri, penggunaan
ruang dan objek seperti Bali, Marriott untuk tujuan perlawanan terhadap
24 Lihat pula Q.S. AL Baqarah: 190, 194, dan 216, QS. An Nahl: 126 serta QS.
Yunus: 27
25 H.R. Bukhari Muslim dari Abdullah ibnu Umar
26 H.R. Ahmad dari Abdullah Ibnu Abas
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
55
Barat, alih pengetahuan dari kriminal murni menjadi cybercrime dan
penyampaian informasi bahwa kelompok anti Barat (Jamaah Al Islamiyah)
itu eksis dan nyata. Dengan demikian, diskursus, membentuk objek dan
sekaligus subjek.
Wacana dipraktikan di dalam masyarakat, zaman, waktu dan latar
belakang masyarakat yang berbeda, maka wacana tidak bersifat universal
yang monolitik, tetapi terbelah, plural dan heterogen27. Dalam perspektif
discourse analysis, kemunculan sebuah institusi, praktik dan konsep
sangat terkait dengan empat hal; keinginan (will), kekuasaan (power),
disiplin (disipline) dan pemerintahan (regime). Dengan cara pandang
seperti ini, gerakan Jamaah Islamiyah dengan jihad atau teror berkaitan
dengan keinginan dari dalam yakni terbentuknya imamah dan daulah,
dari aspek luar adalah melakukan perlawan terhadap dominasi Barat.
Akhirnya terorisme atau jihad yang dilakukan pada dasarnya adalah
untuk memperoleh kembali kekuasaan (khilafah yang telah dihapus sejak
1924) dan terbangunnya kembali khilafah ala minhajin nubuwah, melalui
Al Qaidah dan gerakan-gerakan pendukungnya.
Jihad atau Teror, Menurut Imam Samodra
Tahapan-tahapan berjihad (marhalah jihad) dalam Islam, mulai dari
tahap menahan diri, diizinkan berperang, diwajibkan memerangi secara
terbatas dan kewajiban memerangi kaum kafir/musyrik. Menurutnya, bom
Bali adalah langkah antara defensif dan ofensif. Bom Bali adalah bom
syahid dan berjibaku dalam Islam dan tidak sama dengan bunuh diri.
Batasan kapan perang itu berakhir? Menurut Al Qur’an perang baru
berakhir ketika tidak ada lagi fitnah, dan fitnah yang dimaksud menurut
ahli tafsir adalah syrik. Dan supaya dien (agama) itu semata-mata milik
Allah, agar dien mengatasi seluruh dien selain Islam28. Setelah tahap jihad,
Imam kembali membahas jihad bom Bali yang membunuh sipil. Alasan
akli (logika) dan naqli (ayat dan hadits) kembali dipaparkan untuk
membenarkan bom Bali (bom jihad) yang membunuh sipil, wanita dan
27Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studis Atas Matinya Makna.
Yogyakarta, Jalasutra, 2003, hal. 115 - 116
28Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP
Batu Nusakambangan, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan
Teroris, hal. 133.
56
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
anak-anak. Untuk membangun semangat dan dukungan kaum muslimin
di dunia Imam menyatakan bahwa Bom jihad telah marak di berbagai
belahan dunia menunjukkan betapa kiamat telah semakin dekat, dan
kemenangan kaum muslimin terhadap Yahudi dan Nasrani juga kian
dekat. Tentang korban juga terdapat orang-orang muslim, Imam
menyatakan Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun, la haula walaquwata illa billah.
Tidak layak orang mukmin membunuh orang mukmin kecuali bersalah
atau tidak sengaja.29
Hukuman mati, putusan pengadilan terhadap dirinya yang
dinyatakan perbuatan terorisme, tidak membuatnya gamang. Apa yang
dilakukan menurutnya bukan kejahatan. Sebaliknya yang dilakukan
adalah kebaikan berdasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah yakni Jihad fi
Sabilillah. Hukumam mati ditanggapinya sebagai pemantap keyakinan
akan janji Allah. Jihad fi sabilillah apakah membunuh atau dibunuh
balasannya adalah surga Allah. “Aku dan kawan-kawan telah membunuh
musuh dan kemudian aku dibunuh adalah hal yang wajar, itu adalah
resiko”30. “Apakah aku menyesal? Tidak ada penyesalan terhadap suatu
amalan yang kukerjakan atas dasar keyakinan setelah mempelajari
ilmunya secara mendalam dengan manhaj Salafush Shalih. Yang aku sesali
adalah mereka yang tewas dengan tanpa disengaja, padahal mereka bukan
target kami. Untuk itu aku mohon maaf kepada semua keluarga yang
kehilangan anggotanya akibat jihad kami, dan aku bertaubat kepada Allah
yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”31. Karena itu, hukuman
mati akibat perbuatan jihad bom Bali, yang semuanya dilakukan atas dasar
keyakinan dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, dapat diuji
keabsahan sumber-sumber hukumnya, maka sangat tidak pantas bagi
pelaku atau yang dituduh pelaku meminta pengampunan (grasi) kepada
presiden, demi keringan hukuman. Apalagi memohon grasi kepada
perempuan (Presiden MegawatI) yang menjalankan dan memimpin
29Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP
Batu Nusakambangan, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan
Teroris, hal 145; dan lihat pula Q.S. An Nisa: 92.
30Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, dan lihat pula Imam
Samodra, Aku Melawan Teroris, hal 192
31Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP
Batu Nusakambangan, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan
Teroris,196
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
57
hukum kafir di negeri ini. Mohon grasi berarti menyesali keyakinan dan
berarti mengkhianati keyakinan itu sendiri yang sekaligus mengkhianati
Islam. Mohon grasi berarti membenarkan hukum kafir, KUHP adalah
produk kafir, mengakui ada kebenaran di luar Islam adalah suatu sikap
yang membatalkan syahadat32.
Penjara bagi Imam adalah tempat merenungkan kembali apa yang
dipikirkan, diamalkan dan akibat dari perbuatannya. Dia merasa
kehilangan matahari, tetapi merasa mendapatkan perlindungan Allah.
Penjara adalah tempat ujian kesabaran. Kehidupan dunia hanyalah
permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah
antara kamu dan berbangga-bangga akan banyaknya harta dan anak,
seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, kemudian
tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning, kemudian
menjadi hancur. Menurut pandangan Imam, mengutip sabda Rasulullah
bahwa manusia mendapatkan cobaan dan penderitaan sesuai dengan kualitas
diennya. Jika diennya mantap maka amat berat deritanya, jika diennya kurang
mantap maka ia akan tetap diuji sekedar kualitasnya33 Sabar adalah bagian dari
marhalah perjuangan, pertolongan Allah bersama orang-orang yang sabar.
Dengan kesabaran itulah para nabi mendapatkan kemenangan.
Surga bukanlah hal mudah untuk diraih. Untuk membangun rumah
di dunia perlu pasir, bata, semen dan tenaga yang cukup dan memakan
waktu lama, apalagi membangun surga. Untuk urusan dunia saja perlu
pengorbanan, apalagi untuk urusan akhirat. Kebanyakan kaum muslim
mengira setelah menjalankan rukun Islam yang lima mereka langsung
masuk surga. Kalaulah surga itu mudah dan murah, mengapa Rasulullah
SAW dan para sahabat harus berhijrah dan mengapa harus memimpin
lebih dari 20 kali pertempuran menghadapi kaum kafir dan membunuh
mereka?34. Surga itu di bawah naungan pedang (HR.Bukhari Muslim).
Hanya orang-orang yang inferior complex yang berani menganulir hadisthadist dengan menyatakan Islam itu agama perdamaian, Islam itu agama
cinta kasih, Islam itu rahmat bagi semesta alam, Islam tidak mengajarkan
32Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, dan lihat pula Imam
Samodra, Aku Melawan Teroris,hal. 199
33 H.R. Tirmidzi, Nasai, Ibnu Majah, Ad Darimi, Ahmad, At Thahawi, Abu Ya’la,
Al Hakim, dll dari Sa’ad bin Abi Waqash.
34 Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, dan lihat pula Imam
Samodra, Aku Melawan Teroris, hal. 227.
58
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kekerasan. Islam ditegakkan dengan pedang, dan sejarah Islam penuh
dengan pertumpahan darah dan fakta itu terus berlangsung hingga
sekarang35. Surga adalah milik Allah, dan orang muslim akan membeli surga itu
dengan darahnya, dengan harta dan jiwanya36.
Di penjara Imam Samudra alias Qudama jiwanya masih berada di
mana-mana, di Palestina, Afganistan, Bosnia, Chechnya, Kasmir dan
berusaha untuk tetap merasakan getaran perjuangan kaum muslimin yang
tertindas. Ia kobarkan semangat jihad, bahkan sempat mengajarkan
hacking, sebuah cara cyber crime kepada kawula muda untuk memerangi
Amerika dan sekutunya. Rupanya, ia tidak saja menguasai ajaran jihad,
tetapi juga mahir dan menguasai teknologi informasi. Dia mendorong
remaja dan pemuda muslim untuk mempelajari hacking secara setahap
demi setahap.
Ketika di penjara tertutup berita-berita bumi, ternyata “berita langit”
mulai terbuka. Berita langin itu berupa kabar gembira yang datang lewat
atau melalui mimpi-mimpi yang menyenangkan dan menggembirakan.
Imam menuliskan mimpi-mimpinya yang benar (ru’yah shadiqah) dalam
catatan khusus setebal 80 halaman. Ia melihat orang tua berjenggot
mengacungkan jarinya dan mengepal-ngepalkan tangannya sambil
memekikkan “Allahu Akbar” tetapi kemudian menghilang. Beberapa kali
ketika selesai shalat Subuh ia tidur dan terbangun ketika terdengar musik
dan tidak bisa tidur lagi, kemudian mengambil wudlu terus shalat dhuha,
dan ketika rakaat kedua tiba-tiba musik berhenti (sound system off)
sebelum waktunya. Ada air menetes, kemudian mengalir di kamar yang
selama itu tidak ada pipa atau saluran penghubung dari sumber air, dan
anehnya air itu mengalir pada jam 4 atau 5 pagi dan berhenti saat matahari
terbit. Cerita lainnya, ketika Imam telah mengakhiri olah raga ringan,
setengah jam sebelum waktu berbuka, terlintaslah dalam dirinya sekeping
roti dan mentega. Ingatan tersebut hilang tatkala ia ingat penderitaan
kaum muslimin di Palestina, Khasmir, Afganistan, Irak dan negeri jihad
lainnya. Malu rasanya meminta roti dan mentega kepada Allah. Tetapi,
tiba-tiba pintu jendelanya diketuk orang yang mengucapkan salam dan
apa katanya “Kang Imam, ini ada titipan roti dan mentega”. Allahu Akbar!
35 Diolah dari hasil wawancara dengan Imam Samodra, 23 September 2006 di LP
Batu, Cilacap Jawa dan lihat pula Imam Samodra, Aku Melawan Teroris, hal. 233
36 Q.S. At Taubah: 111
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
59
Peristiwa itu membuatnya semakin yakin bahwa jalan yang ditempuhnya
benar dan kabar gembira dan tulisan paling akhir seorang Imam Samudra
adalah firman Allah:
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak memiliki kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Bagi mereka berita gembira
di dalam kehidupan dunia dan (dalam kehidupan) akhirat. Tidak ada perubahan
bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah, Yang demikian itulah kemenangan yang
besar37.
Khilafah Menurut Imam Samodra
Tidak banyak yang dapat diketahui tentang keterlibatannya dalam
gerakan NII, Jamaah Islamiyah, Al Qaidah atau gerakan untuk kembali
membangun daulah Islamiyah. Informasi dari Nasir Abas memberikan
pengetahuan kepada kita bahwa orang-orang yang dikirim ke Afganistan
adalah orang atau anggota NII. Rekruitmen, pembiayaan, pemberangkatan
dan penjemputan dilakukan oleh anggota NII. Selanjutnya, ketika terjadi
perselisihan antarelit, Imam Samudra tergolong orang yang dipulangkan,
karena tidak termasuk kelompok NII pimpinan Ustadz Abdul Halim
(Abdullah Sungkar) tetapi mengikuti Ajengan Masduki. Jadi, paling tidak
ada dua faksi NII di kancah Mujahidin Afganistan. Perpecahan di kalangan
aktifis NII sering terjadi berkaitan dengan kepemimpinan. Padahal dalam
Qanun Asasi (UUD NII) Bab IV Pasal 12 ayat 2 berbunyi: “ Imam dipilih
oleh Majis Syuro dengan suara paling sedikit 2/3 daripada seluruh
anggota”. Tetapi dalam realitasnya, setelah Kartosuwiryo wafat ada
banyak pandangan tentang siapa Imam NII. Ada yang atas Dasar Qanun
tersebut, Ali Mahfudz adalam Imam NII. Ada pula yang menganggap
Teuku Muhammad Daud Beureuh, Adah Djaelani (1978-1996). Jadi
perpecahan di kalangan NII adalah lazim, bahkan ada yang kemudian
keluar dan mendirikan gerakan tersendiri 38.
Q.S. Yunus:62
Ahmad Syafi’i Mufid, Ma’had Al-Zaitun: Metamorfosa Sebuah Gerakan Keagamaan.
Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat
Keagamaan Dep. Agama RI. 2004, hal 32 – 60.
37
38
60
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Meski demikian, mereka tetap dengan tujuan yang sama yakni
menegakkan syari’at Islam dengan membangun daulah Islamiyah dengan
model Imamah. Dalam wawancara ia mengatakan sangat setuju terhadap
konsep Daulah Islamiyah yang ditulis oleh elit Hizbut Tahrir Indonesia,
begitu juga dengan konsep daulah Islamiyah karya Taqiyuddin Al Bani
dan tulisan-tulisan sejenis di internet. Tidak jelas pilihan terhadap model
kepemimpinan daulah Islamiyah, apakah mengacu pada model Imamah
(ala Syi’ah) atau khilafah (Sunni). Dilihat dari buku yang dibaca dan faham
kaeagamaan adalah sunni.
Kini Imam Samudra dengan semangat Salafush Shalih (Wahabisme
anti tarekat) melawan Yahudi dan Salibis (untuk Amerika dan sekutunya).
Faham yang sangat kuat mengajarkan Islam “garis keras” diperoleh dari
sebuah pendidikan singkat, dan pesantren kilat. Pesantren kilat macam apa
dan dengan metode seperti apa yang akhirnya sanggup menggerakkan
langkah anak muda belia menyongsong maut di medan perang seperti
Afganistan.
Keyakinan keagamaan yang demikian tidak semata-mata karena
frustasi akibat putus cinta atau karena kemiskinan, tetapi tumbuh dan
berkembang bersama dengan pemahaman tentang Al Islam menurut
Salafush Shalih. Faham ini ternyata tidak melihat Islam hanya satu sisi,
tetapi Islam yang kaffah. Islam itu lemah lembut dan sekaligus juga keras
dan tegas. Ada amar makruf tetapi ada juga nahi mungkar, ada perang
tetapi juga damai. Pemikiran, sikap dan prilaku Imam Samudra sampai
memutuskan untuk berjuang di Afganistan dan akhirnya melakukan bom
Bali adalah jihad yang wajib hukumnya bagi setiap muslim. Semua
tindakannya didasarkan atas logika dan dalil naqli, siap
mempertanggungjawabkannya kepada Allah. Karenanya tidak menyesal,
tidak pernah meminta grasi dan apalagi melakukan pendustaan agama.
Paham keagamaan yang sering disebut ”radikal” ini benar-benar hidup
dan disebarkan tidak saja kepada kawula muda tetapi juga kepada anakanak menjelang remaja. Pesantren Ramadhan, pertemuan dengan Jabir, di
masjid Al Furqon, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Jln. Kramat Raya
45 Jakarta bukan kebetulan. Pemberangkatannya melalui jalur DumaiKuala Lumpur-Karachi dan selanjutnya ditempatkan di camp-camp
(madrasah), perjuangan bersenjata di Afganistan, pulang ke tanah air dan
melakukan pengeboman adalah sebuah rencana yang sangat jelas, yakni
sebuah strategi untuk mencapai tujuan besar. Perang melawan Dajjal,
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
61
perang karena kaum muslimin diperangi, dan perang Salib ke 14. Inilah
salah satu harakah Islamiyah yang mengupayakan wujudnya daulah
Islamiyah.
Mereka bekerja dengan menggunakan kultur jaringan bawah tanah.
Ada banyak bukti bahwa pesantren Lukmanul Hakim 35 Km dari kota
Johor Baru yang didirikan oleh Abdullah Sungkar (Ust Abdul Hakim) dan
Ust. Abu Rusdan (Abu Bakar Baasyir), mantan pemimpin Pondok
Pesantren Ngruki, Solo. Ketika pemeriksaan terhadap para pelaku Bom
mereka ada hubungannya dengan dua pesantren tersebut. Awalnya dari
NII, kemudian berkembang menjadi Al Jamaah al Islamiyah. Gerakan ini
memperoleh bentuknya sendiri dengan faham yang banyak dipengaruhi
gerakan fundamentalisme Timur Tengah, terutama Al Qaidah. Tujuan
utama didirikannya al Qaidah adalah untuk menegakkan kembali sistem
Khilafah Islamiyah untuk menggantikan sistem negara-bangsa yang
meniru Barat39. Jamaah Al Islamiyah adalah sebuah organisasi gerakan
yang mempunyai jaringan internasional. Gerakan ini memiliki pedoman
umum perjuangan al Jamaah al Islamiyah (PUPJI). Tujuan utama gerakan
ini adalah terbentuknya kekhalifahan yakni negra Islam model khilafah.
Lebih lengkap tentang Jamaah Islamiyah disajikan dan dibahas secara
serius sebagaimana dalam dokumen PUPJI (A.Maftuh Abegebriel dkk,
2004: 825-984). Terbentuknya kembali Khilafah tidak bisa tidak harus
dilakukan dengan jihad. Usama bin Ladin menasehati kaum muslimin
agar: (1). Cinta kepada Allah, (2) Lunak dan kasih sayang kepada kaum
muslimin, (3). Saling memberi nasehat kepada keabikan dan hal-hal yang
makruf, (4). Ber4sikap keras kepada orang kafir, (5). Berjihad di jalan Allah
dan (5). Tidak pernah takut celaan orang yang suka mencela (Usamah din
Laden, 2004: 21-23). Dengan sifat-sifat tersebut kaum muslimin
menyongsong lahirnya kepemimpinan (al Qaidah) dan frenchisenya al
Jamaah al Islamiyah. Landasan dalil naqlinya juga ada yakni hadis
Rasulullah SAW: ”Dan aku perintahkan kalian dengan lima hal yang Allah telah
perintahkan aku dengannya: Mendengar dan taat, Jihad, Hijrah dan Jamaah40.
39
A.C. Manulang, Terorisme dan Perang Intelijen. Jakarta, Manna Zaitun, 2006,
40
HR. Ahmad dan Tirmidzi
hal. 69
62
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PENUTUP
Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat dipetik dari wawancara dengan
Imam Samudra adalah bahwa istilah ”teroris” itu sendiri merupakan
klasifikasi ethic, dan bukan ”emic”. Konsep jihad menurut pelaku lebih
tepat karena semua aktifitas yang berkaitan dengan ”bom” adalah jihad.
Sebelum seorang melakukan jihad, terlebih dahulu masuk menjadi anggota
gerakan ” jamaah” apakah Negara Islam Indonesia (NII), atau al Jamaah al
Islamiyah atau al Qaidah. Setiap gerakan atau jamaah mesti dipimpin oleh
seorang imam atau pimpinan yang merumuskan tujuan, strategi dan
metode gerakan. Jihad sekali lagi adalah sebuah metode untuk sebuah
tujuan. Dalam hal NII, berdirinya negara Islam Indonesia atau Darul Islam
adalah merupakan bagian dari daulah Islamiyah yang alamiyah (khilafah).
Mewujudkan NII adalah wajib bagi semua orang dan melawan siapapun
yang menentangnya adalah jihad.
Faham imamah atau khilafah seperti yang dikembangkan oleh al
Qaidah, al Jamaah al Islamiyah, atau NII ternyata hanya diakui dan
dibenarkan oleh sekelompok orang. Mayoritas ulama dan kaum muslimin
tidak mengamini pendapat dan hujjah mereka. Secara kelembagaan ulama
Indonesia menolak terorisme dan tidak menganggapnya sebagai jihad.
Beberapa ulama menulis buku yang mematahkan faham dan hujah-hujah
mereka. Namun, gerakan ini tidak pernah padam karena memikiki cara
kerja cel atau jaringan bawah tanah. Rekruitmen dan pembinaan anggota
dilakukan secara rahasia dan dari sedikit demi sedikit. Imam Samudra
yang berasal dari kalangan NU dapat direkrut melalui ”pesantren kilat”
atau ”Usrah” atau mental training tertentu sejak usia belia. Rotoklah semua
pengetahuan tradisionalnya dan dengan penuh percaya diri mengaku
sebagai penganut salaf as shaleh.
Rekomendasi
Bagi bangsa Indonesia umumnya, dan umat Islam khususnya,
gerakan apapun yang bersifat radikal dan dilakukan dengan sistem sel
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
63
sangat tidak menguntungkan. Gerakan semacam ini rentan penyusupan.
Tidak ada seorang ahli atau ulama yang dapat menjamin bahwa
gerakannya steril dari unsur spionase. Bisa saja seakan-akan sebuah
gerakan menunjukkan semangat keagamaan, tetapi pada hakikatnya
gerakan yang justru merendahkan agama. Akibat dari gerakan juga
merugikan semua pihak, termasuk pelaku dan keluarganya. Tidak tertutup
kemungkinan sebuah gerakan keagamaan yang sepertinya anti Barat,
tetapi terbukti banyak kejadian-kejadian yang luar biasa yang justru
melibatkan jaringan internasional Barat. Masyarakat terutama kaum muda
perlu mengetahui apa saja gerakan Islam di dunia dan di Indonesia. Apa
tujuan mereka dan dengan cara apa mencapai tujuannya. Tentu saja telaah
tentang faham dan gerakan ini harus dilakukan dengan pendekatan
aqliyah dan naqliyah. Departemen Agama dan Majlis Ulama Indonesia
dapat bekerja sama untuk mewujudkan rekomndasi ini.
64
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Abas, Nasir (2005). Membongkar Jamaah Islamiyah: Pengakuan Anggota JI.
Jakarta, Grafindo Khazanah Ilmu.
Abas, Paridah (2005). Orang Bilang Ayah Teroris: Catatan Harian Isteri
Mukhlas Terpidana Mati Kasus Bom Bali. Solo, Jazera.
Abdullah, Taufik (1998). ” Menteri Agama Republik Indnesia: Sebuah
Pengantar Profil Biografis” dalam Azyumardi Azra dan Saiful
Umam (ed). Menteri-Menteri Agama RI: Biografi Sosial Politik.
Jakarta, INIS, PPIM dan Balitbang Agama Departemen Agama RI.
Abegebriel, A.Maftuh dkk, (2004). Negara Tuhan: The Thematic Encyclopaedia.
Yogyakarta, SR-Ins.Publication.
Abimanyu, Bambang (2005). Teror Bom di Indonesia. Jakarta. Grafindo
Khazanah Ilmu.
Adisaputra, Asep (200). Imam Samudra Berjihad. Jakarta, PTIP.
Ba’abduh, Lukman bin Muhammad (2004). Mereka Adalah Teroris: Sebuah
Tinjauan Syari’at. Malang, Pustaka Qaulan Sadida.
Habibie, BJ. Detik-Detik Yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju
Demokrasi. Jakarta, The Habibi Centre, Jakarta, 2006 Cet.2.
Juergensmeyer, Mark (2003). Terorisme Para Pembela Agama. Yogyakarta.
Terawang Press.
Manulang, A.C. (2006). Terorisme dan Perang Intelijen. Jakarta, Manna
Zaitun.
Mufid, Ahmad Syafi’i dkk, (2004). Ma’had Al-Zaitun: Metamorfosa Sebuah
Gerakan Keagamaan. Jakarta, Puslitbang Pendidikan Agama dan
Keagamaan Balitbang Agama dan Diklat Keagamaan Dep. Agama
RI.
Permata, Ahmad Norma (2006). Agama dan Terorisme. Surakarta.
Muhammadiyah University Press.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
65
Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studis Atas Matinya
Makna. Yogyakarta, Jalasutra, 2003.
Rais, Amien. Kebusukan Terorisme Dalam Islam dan Terorisme: Dari Minyak
Hingga Hegemoni Amerika, Ycy, Yogyakarta,
Samudra, Imam (2004). Aku Melawan Teroris. Solo, Jazera.
Usamah bin Ladien (2004). Nasehat dan Wasiat Kepada Umat Islam. Solo,
Granada Media Tama.
Bahan Lainnya.
1.
Fatwa MUI Tentang Terorisme tahun 2005
2.
Data dari Kepolisian (Berita Acara Pemeriksaan)
3.
Wawancara dengan Imam Samudra, 23 September 2006 di LP Klas 1,
Batu Nusakambangan.
66
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME
DI KOTA AMBON MALUKU
Oleh:
Wakhid Sugiyarto
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA
2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
67
KONDISI UMUM
WILAYAH PENELITIAN
Kehidupan Beragama
Pada saat ini (2006) Kota Ambon memiliki jumlah penduduk sekitar
348.469 jiwa 41 terpecah belah dalam blok-blok wilayah sesuai agama yang
dianutnya. Kawasan Batu Merah, Mahardika, Galunggung, Kebun
Cengkeh dan beberapa tempat lainnya (pantai) dihuni oleh 100% muslim,
sementara kawasan Kuda Mati dan perkampungan di perbukitan atas
dihuni 100% Nasrani. Hanya beberapa daerah saja yang penduduknya
masih campur antara Islam dan Kristen. Padahal, sebelum perang saudara,
mereka hidup rukun dan tidak ada blok-blok wilayah berdasarkan agama,
baik itu yang Islam, Kristen dan Katolik, termasuk juga antara etnis lokal,
etnis pendatang (Jawa, Buton, Bugis dan Makasar dan Tionghoa).
Secara keseluruhan, penduduk Kota Ambon berdasarkan agama yang
dianut adalah Islam 132.418 jiwa (38%), Kristen 121.964 jiwa (35%), Katolik
87.117 jiwa (15%), Hindu 7.169 jiwa (2,2%) Budha 9.757 jiwa (2,8%) dan
lain-lain 24.392 jiwa (7%). Jumlah penduduk berdasarkan agama yang
dianutnya itu, di masa mendatang akan segera berubah ketika kondisi
benar-benar semakin aman. Sebab Kota Ambon merupakan sebuah
wilayah tujuan migrasi penduduk dari luar daerah, terutama yang
beragama Islam. Orang-orang Jawa, Bugis, Buton dan Makasar yang sudah
lama menancapkan ekonominya di Kota Ambon dipastikan mendorong
kerabatnya untuk melakukan migrasi ke Kota Ambon ini.
Sebagai umat beragama, maka tidak dapat dilepaskan dari
keberadaan rumah ibadah sebagai sarana untuk melaksanakan ibadah.
Pada tahun 2005, jumlah rumah ibadah dapat dideskripsikan sebagai yaitu,
masjid sebanyak 98 masjid, mushalla 196 buah, gereja 287 buah dan vihara
4 buah. Pembuatan dan pembangunan rumah ibadah agama apapun
selama ini di Kota Ambon tidak mengalami kendala apapun, karena bagi
mereka rumah ibadah itu adalah kebutuhan. Siapapun boleh membangun
rumah ibadah dan memilikinya. Toleransi dalam hal pembangunan rumah
41
68
Kota Ambon Dalam Angka 2004
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
ibadah ini, sudah berjalan ratusan tahun lalu, ketika adat pelagandong
masih efektif mengatur kehidupan sosial dan kekeluargaan mereka.
Karena itu, pembangunan rumah ibadah, apapun jenisnya sangat
dipermudah oleh pemerintah daerah maupun oleh masyarakat sendiri.
Peristiwa perang saudara antara Islam dan Kristen yang terjadi
sebelumnya telah memperlebar jarak sosial antara kedua kelompok
penganut agama tersebut. Pada dua kelompok keagamaan Kristen dan
kaum muslim Ambon, kejadian perang saudara yang banyak
menimbulkan korban itu tidak banyak berpengaruh terhadap perilaku
beragamanya. Mereka segera kembali kepada kebiasaan lama yang tidak
mencerminkan Kristiani dan Islami. Sedikit sekali di kalangan mereka
yang menyadari bahwa pemahaman agama yang selama ini dipegangnya
ternyata masih sangat lemah, sehingga forum-forum pendalaman agama
Islam (majelis ta’lim) maupun Kristen hanya diikuti oleh sedikit orang.
Di kalangan muslim sendiri, tidak terjadi perubahan ke arah yang
lebih baik secara signifikans. Kebiasaan lama sebelum perang segera
kembali menghinggapi perjalanan hidup mereka. Padahal mereka
mengakui adanya peristiwa-peristiwa aneh sepanjang perang saudara dan
mengakui semua sebagai tanda kebesaran Allah. Merekapun mengakui
bahwa kedatangan Laskar Jihad atau kelompok-kelompok sukarelawan
yang berdatangan ke Ambon semasa perang saudara di Maluku adalah
berjihad demi mereka agar tidak ditindas. Tidak adanya perubahan
kehidupan keagamaan yang lebih baik paska perang, sangat disesalkan
banyak tokoh agama Islam di Ambon.
Kondisi ini memperlihatkan kebenaran kata kebanyakan orang awam
yang terkadang memang lebih bijak, bahwa berbagai bencana di tanah air
yang menimbulkan korban begitu besar, sama sekali tidak menggugah
perasaan beragama. Semua dipandang sebagai peritiwa sosial dan
peristiwa alam biasa yang tidak perlu dirisaukan, dan tidak perlu
dipikirkan kaitannya dengan peringatan Tuhan kepada manusia, sehingga
ajakan tobat nasional oleh tokoh-tokoh keagamaan dicibir dan
ditertawakan. Pada setiap paska bencana tidak ada perubahan jumlah
orang dari tidak shalat menjadi menjalankan shalat secara signifikan, baik
setelah bencana alam maupun perang.42
42
Wawancara dengan Lestaluhu (tokoh pemuda Batumerah), 15 Juni 2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
69
JATIDIRI TERPIDANA
TERORISME
(Asep Jaya Dkk)
Asep Jaja
Asep Jaja alias Aji alias Yahya tetapi biasa dipanggil Dahlan adalah
kelahiran Banjar Sari, 22 Desember 1974, suku Sunda, bekerja sebagai
wiraswasta, sekolah terakhir SMEA dengan prestasi sangat baik tidak aktif
di Pramuka, tetapi di OSIS seksi kerokhanian. Alamat terakhir sebelum di
Ambon adalah Cipayung Jakarta Timur. Sejak kerusuhan Ambon tinggal
di Batu Merah Sirimau Ambon. Asep Jaja pernah belajar militer di MILF di
Philipina Selatan 1999, atas biaya donatur dari Solo. Pada tahun 2001
berangkat ke Ambon, juga atas biaya donatur dari Solo dan ditangkap
aparat keamanan Maret 2005, karena keterlibatannya berbagai
penyerangan, terakhir di Vila Karaoke Baguala 15 pebruari 2005, berarti
paska UU No. 15 tahun 200343.
Asep menjelaskan, bahwa tahun 2001 berangkat ke Ambon dan sering
bolak-balik ke Jakarta, sampai ditangkap tahun 2005 dengan tujuan
menjadi relawan dan berjihad. Simak pernyataannya;
“Selama 3,5 tahun saya bolak-balik Ambon-Jakarta mengurusi bantuan
kemanusiaan untuk kaum muslim Ambon, seperti; pakaian bekas,
sembako, ikut mendirikan kelompok pengajian di Sirimau dan ikut
mempertahankan kaum muslim dari pembantaian kaum paganisme
biadab. Merekalah yang memulai perang saudara di Ambon yang
kemudian merembet ke seluruh Propinsi Maluku. Dua tahun kaum
muslim dibantai kaum paganis biadab yang telah mempersiapkan sejak
lama, termasuk persenjataan dan sasaran pembantaian sehingga kaum
muslim sulit melakukan pembelaan karena memang tidak pernah
menyiapkan perang. Dengan modal semangat jihad yang diperoleh dari
anak-anak Laskar, akhirnya
situasi mulai terbalik dan kalangan
43Direktorat Reserse Kriminal Polda Maluku, Berita Acara Pemeriksaan Asep Jaja
Alias Aji Alias Dahlan oleh Brigadir Elfis Mayaut dan wawancara dengan Asep Jaja, 16 Juni
2006.
70
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
paganisme mulai kocar-kacir dan meninggalkan medan perang. Tetapi
mereka teriak ke dunia internasional, dan mengatakan kaum muslim
sedang melakukan pembersihan kaum Kristen di Maluku. Bahkan ketika
penderitaan kaum muslim sama sekali belum terbalas, terjadi kesepakatan
Malino yang sebenarnya menipu kaum muslim Maluku dan bahkan
kemudian turun Undang-Undang Terorisme”44.
Menurut penuturannya, ia lahir dari keluarga yang kurang taat
menjalankan ajaran Islam, bahkan lebih dekat dengan kepercayaan Sunda
karena kebodohannya. Keluarganya mulai taat secara baik setelah Asep
duduk di bangku SMEA, karena dakwahnya Asep yang meyakinkan.
Begitupun kakak-kakaknya dan beberapa anggota keluarganya yang lain.
Sebagai pribadi yang sedang tumbuh, Asep Jaja tidak mengikuti organisasi
apapun secara menetap, hanya pengajian biasa di Cipayung yang
dipimpin oleh anak buah Ustadz Aceng Masduki. Memang ia pernah bai’at
dalam pengajian tersebut, tetapi bai’at tersebut sekedar ingin pengakuan
sebagai muslim saja, bukan mutlak taat kepada Imam sebagaimana dikenal
di organisasi lain. Di pengajian itu, ia sempat betah selama 5 tahun sampai
akhirnya pergi ke Filipina Selatan. Ia juga tidak menjadi anggota partai
politik tertentu, begitupun juga orang tuanya.
Fathur Datu Armen
Fathur alias Syamsuddin dan biasa dipanggil Andy adalah pemuda
kelahiran Palu Sulawesi Tengah, pada tanggal 21 Mei 1977, bekerja sebagai
wiraswasta (pedagang sembako). Ia lulusan dari SMA 2 Toli-Toli pada
tahun 1997. Alamat tinggal di Ambon adalah Asrama TNI -AD Batu
Merah, Amentelu Sirimau Ambon. Dalam kasus tidana terorisme ini,
Fathur dipidana seumur hidup karena keterlibatannya dalam penyerangan
Desa Wamkana Kristen dan Vila Karaoke45. Tidak banyak yang dapat
dikenali dari Fathur ini, karena umurnya yang masih muda dan
pengalaman praktisnya dalam perang masih sedikit. Orang tuanya masih
hidup di Toli-Toli dari keluarga yang taat beragama. Keluarga Fathur pada
44
45
Wawancara dengan Asep Jaja, 16 Juni 2006
Berita Acara Pemeriksaan, jam 23.00 wit tanggal 17 Mei 2005.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
71
umumnya pendukung atau pengamal ajaran Islam
modernis.
dari meanstream
Pada tahun 1999 Fathur berangkat ke Ambon menyusul kakaknya
yang sudah lama menetap di Ambon dengan tujuan menjadi relawan
dalam mengatasi kesulitan umat islam di Maluku. Di Ambon ia segera
terlibat dengan kegiatan-kegiatan sukarelawan, seperti; memperbaiki
rumah-rumah penduduk, membagi sembako, pembagian pakaian bekas,
dan kemudian juga terlibat dalam pendirian berbagai kelompok pengajian
di Sirimau sekaligus aktifis masjid Nurul Iman Sirimau Ambon 46.
Di masa sekolah (SMA) di Kota Palu, Fathur sudah terbiasa dengan
buku-buku berkaitan dengan agama Islam meanstream modernis. Ia
memiliki banyak bendel majalah Media Dakwah (majalah yang tipikal
Islam modernis), biasa membaca majalah Sabili, al-Muslimun, koran
Republika, dan buku-buku berkaitan dengan tauhid. Fathur berangkat ke
Ambon membawa banyak buku dan rumahnya menjadi tempat mangkal
anak-anak muda muslim. Fathur segera menjadi tokoh pemuda di
kawasan masjid Nurul Iman Sirimau Ambon dan aktifis partai. Di Ambon
berlangganan majalah Sabili, Media Dakwah, Republika dan sesekali
membaca koran Suara Maluku. Dia juga banyak mendapat kiriman buku
dari temannya di Jakarta, buku yang berkaitan dengan keagamaan dan
satu dua buku berkaitan dengan menejemen usaha, bagaimana
berwiraswasta yang berhasil tetapi berkah dan sebagainya 47.
Rahmadi
Rahmadi alias Suheb alias Adi bin Tatin, lahir di Desa Tulung, Kec.
Tulung, Klaten Jawa Tengah 23 Desember 1974, beragama Islam.
Pendidikan terakhirnya lulus SMT Pertanian tahun 1986 di Boyolali Jawa
Tengah. Pekerjaan bertani dan alamat terakhirnya adalah Desa Waemorat,
Batubual Kabupaten Buru. Selama sekolah di SMT Pertanian Boyolali dan
selama menganggur satu tahun setelah lusus SMTP itu, Rahmadi sering
mengikuti pengajian Ajengan Masduki. Pada tahun 1994 s.d tahun 1999
menjadi TKI di Malaysia dan sambil mengikuti pengajian Abdul Halim.
46
47
72
Wawancara dengan Fathur, 14 Juni 2006
Wawancara dengan Fathur, 14 Juni 2006.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Agustus 1999 berangkat ke Moro bergabung dengan MILF dan belajar
kemiliteran selama 6 bulan dan kemudian kembali ke Jawa (Klaten). Satu
minggu di Klaten (Februari tahun 2000), berangkat ke Ambon dan tinggal
di wilayah Kebun Cengkeh, untuk membantu kaum muslim yang sedang
dibantai Kristen. Rahmadi terlibat dalam banyak pertempuran di Maluku,
seperti di Wamkana yang sebulan sebelumnya menyerang Desa Namrole
yang Islam; Batu Merah, Kebun Cengkeh, Galunggung (membantu laskar
Mujahiddin menghalau kaum Kristen) serta membantu laskar jihad dari
etnis lokal di berbagai pertempuran sepanjang tahun 2000 hingga 2004 48.
Idi Amin Thabrani Pattimura
Ongen Pattimura alias Ongen biasa dipanggil Ongen Pattimura, lahir
di Masohi 17 September 1972. Ia salah satu etnis lokal Maluku yang
dipidana tindak pidana terorisme dan beragama Islam. Ongen bekerja
sebagai pedagang dan tinggal di Desa Batu Merah, Sirimau Ambon.
Menurut beberapa informan, Ongen ini adalah orang yang dekat dengan
pimpinan Polda Maluku maupun pimpinan laskar Mujahidin. Ia menjadi
agen ganda (Mujahiddin dan polisi bukan dengan pihak Kristen). Jadi
setiap operasi yang dilakukan oleh polisi, Ongen mengetahuinya dan
segera memberitahukannya kepada lascar Mujahiddin, dan dia tetap
berada di pihak Mujahiddin49.
Ongen Pattimura ini merupakan orang yang pertama kali
mengumpulkan para pemuda Batumerah untuk membentuk Laskar
Mujahiddin sesuai saran dari para pendatang, meskipun dia sendiri
kemudian tidak dalam kesatuan laskar itu. Laskar Mujahiddin itu
kemudian dipimpin oleh anggota laskar dari Jawa atas permintaannya.
Sementara dia berperan sebagai agen ganda, untuk mengetahui apa yang
akan dilakukan oleh aparat keamanan, karena kaum muslim sudah mulai
mampu menghalau Kristen. Ketika kaum Kristen mulai kocar kacir, aparat
48 Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ongen Pattimura, jam 13.30 s.d 14.30, jam
15.00 s.d 17.00, tanggal 14 Juni 2005; jam 13.00 s.d 15.00 tanggal 6 Juli 2005; jam 11.30 s.d
13.00 tanggal 12 Juli 2005; Wawancara dengan Rahmadi, 14 Juni 2006
49 Wawancara dengan Ahmad Abdullah, 14 Juni 2006.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
73
keamanan melindunginya. Situasi yang aneh menurut kaum muslim,
mengingat sebagian besar kaum Kristen ini pendukung utama RMS 50.
Ismail Fahmi Yamsehu
Ismail (asli Maluku), lahir di Waepo tanggal 18 September 1979. Ia
adalah anak keempat dari lima bersaudara. Orang tuanya adalah
pedagang sembako di Waepo. Ia adalah anggota Polri berpangkat Briptu,
dengan alamat tinggal terakhir adalah di Aspol Perigi Lima, Kec.
Nusaniwe Ambon. Pendidikan terakhir SMA Negeri I Namlea lulus tahun
1997. Kemudian menjadi anggota Polri tahun 1998 dan tamat mengikuti
pendidikan 1999. Ismail ikut menyerang Desa Wamkana yang Kristen
karena mereka telah menyerang Desa Namrole muslim, membunuh,
merampok dan memperkosa gadis-gadis Namrole. Baginya penyerangan
ke Desa Wamkana dalah jihad yang benar, karena syarat-syarata untuk
jihad jelas sangat terpenuhi. Ia menjadi aktifis pengajian setelah sering
mengikuti pengajian di Sirimau Ambon. Ustadz dari Ismail adalah Fathur
dan Suheb sendiri. Dalam pengajian itu Ismail baru benar-benar yakin
bahwa mempertahankan tanah air, harga diri dan agama adalah jihad 51.
50 Diolah dari wawancara dengan Asep Jaya, Juni 2006. Asep Jaya mengatakan
sangat mengenal siapa Ongen Pattimura dan orang-orang perlawanan dari etnis lokal.
51 Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ismail Fahmi Yamsehu alias Ismail, jam
15.00 s.d 17.00 wit, 23 Mei 2005.
74
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
FAHAM KEAGAMAAN
Dari wawancara yang dapat dilakukan dengan para pelaku, terlihat
bahwa para terpidana umumnya adalah penganut paham keagamaan yang
sering disebut dengan pemahaman keagamaan salafi. Suatu pemahaman
keagamaan yang sedang fenomenal di kalangan muda muslim Indonesia.
Pemahaman keagamaan ini sering pula dikaitkan dengan sebuah aliran
pemahaman keagamaan Wahabi yang dikembangkan dari Saudi Arabia.
Pemahaman dan pengamalan keagamaanya cenderung lugas, artinya apa
yang tertera dalam teks suci, yaitu pula yang harus dilaksanakan,
meskipun dalam memahaminyapun harus komprehensif. Bagi mereka,
pemahaman secara tekstual lebih selamat dibandingkan dengan
pemahaman kontekstual. Baginya, teks-teks suci adalah ukuran dan
timbangan kebenaran dan keselamatan dalam beragama. Oleh karena itu,
manusialah yang harus mengikuti teks-teks suci itu apa adanya, bukan
pemahaman terhadap teks-teks kemudian disesuaikan dengan perubahan
sosial.
Dari pemahamann yang demikian, wajar jika ia menyukai tokohtokoh Salafi dan bahkan juga buku-bukunya52. Misalnya; Asep Jaja, Fathur
dan Rahmadi sama-sama mengagumi Ustadz Asy Syaik Muhammad
Nashiruddin Al Bani, Abdul Azis bin Baaz, Ibnu Taimiyah, Ahmad bin
Hambal, Abdullah bin Abdul Wahab dan yang sepaham dengan dia.
Banyak buku-buku orang-orang yang dikaguminya itu telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan buku-buku terjemahan
itu mereka memahami pemahaman keagamaan yang dipegang dan
diyakini akan kebenarannya sampai hari ini. Buku-buku terjemahan itu
dari tulisan orang-orang yang disukai ini dan banyak yang dibawa ke
penjara53.
Orang-orang yang dikagumi itu, menurutnya tidak sepakat
perjuangan Islam dengan cara terorisme, apalagi dengan bom bunuh diri
di tempat yang tidak semestinya. Menurutnya, mereka juga tidak suka
Diolah dari wawancara dengan Asep Jaya, Fathur dan Rahmadi, Juni 2006
Buku-buku yang dimiliki dan saat ini ada dipangkuannya di penjara dapat
dilihat dalam lampiran
52
53
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
75
dengan orang yang mudah mengkafirkan orang lain. Orang yang gampang
mengkafirkan orang itu tidak arif dan bijaksana. Orang dikatakan kafir itu
ada syaratnya, jika ada satu saja tidak terpenuhi, maka haram
mengkafirkan dengan menunjuk orang. Orang baru dapat dikatakan kafir
jika tidak mengakui al-Qur’an, tidak mengakui Allah sebagai Tuhannnya,
Muhammad sebagai nabinya dan tidak menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal54.
Buku-buku yang paling disukai adalah buku-buku yang berkaitan
dengan tauhid, fiqih dan mu’amalah, termasuk fiqih siasah yang katanya
di dalamnya banyak membahas tentang sistem khilafat, mereka juga
sangat menyukai dan memiliki buku-buku yang menjelaskan mengenai
tauhid serta buku biografi tokoh keagamaan. Buku-buku yang menjelaskan
sejarah Muhammad bin Abdul Wahab, Ibnu Qoyim al-Jauziah, Ibnu
Taimiyah, Hassan dan Husain (cucu nabi), Salman al-Farisi, Umar bin
Khatab dan buku-buku karya Imam Ahmad bin Hambal mereka miliki
banyak buku dalam edisi bahasa Indonesia yang berkaitan dengan hukum
dan tauhid55.
Ketiga terpidana cukup mengenal tokoh-tokoh dunia dan ia sangat
menyukainya, seperti Muamar Kathafi, Sadam Hussain, Ayatullah
Komeini meskipun penganut Syi’ah, Syeikh Ahmad Yasin56 yang
berwibawa sebagai pemimpin spiritual Hamas dan dalam kadar tertentu
juga menyukai almarhum Hasan al Bana sang pendiri Ikwanul Muslimin
maupun Sayid Qutub, Muhammad Qutub, Tariq Ramadhan dan Yusuf
Qardawi57. Sementara tokoh dunia yang paling dibenci adalah J.W. Bush
(Presiden Amerika Serikat yang disebutnya sebagai presiden teroris), Ariel
Saron (mantan PM Israel), Blair dan Howard yang disebutnya sebagai
anjing-anjingnya Bush.
54 Diolah dari wawancara dengan Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi, dan baca buku
Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al –Bani, Terorisme Buah Hasil Paham Pengkafiran,
Terj. Abu Muhammad Harits abrar Thalib, Pustaka Ar-Rahman, Solo, 2005, hal 83-85 yang
ini juga dimiliki Asep Jaya dan Fathur di penjara.
55 Buku-buku itu sebagian dibawa pula di penjara.
56 Fathur dan Asep Jaya, katanya menyimpan poster-poster besar dari gambar
orang-orang asing yang disukai itu di rumahnya
57 Fathur memiliki buku-buku terjemahan yang ditulis oleh Sayid Qutub
(Jahiliyah Modern), Muhammad Qutub, Tariq Ramadlan, Yusuf Qardawi dan
sebagainya.
76
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Untuk Indonesia mereka menyukai tokoh M. Natsir, Ahmad Dahlan,
dan Hamka yang dipandangnya memiliki ilmu agama yang mendalam
dan anti bid’ah. Orang yang disukai termasuk juga Jenderal Sudirman dan
Ahmad Yani yang patriotis, Kartosuwiryo yang patriotis dan menolak
perjanjian Renville, sehingga Indonesia menjadi negara republik serikat,
sementara Republik Indonesaia tinggal wilayah Yogyakarta yang
menurutnya hanya beberapa meter itu. Bung Karno sendiri dalam kadar
tertentu juga disenangi, bahkan juga Sutan Syahrir yang menurutnya
sebenarnya sangat cerdas, sayang ia seorang sosialis. Dan dewasa ini yang
paling disukai adalah Amien Rais, Sutanto (Kapolri) dan beberapa nama
lainnya. Orang yang paling dikagumi hanya Nabi Muhammad saw saja,
sebab tidak akan ada manusia di dunia ini yang dapat menandinginya
dalam cara memimpin dunia, meninggikan martabat manusia dan
menyelamat -kan peradaban manusia58.
Pengembaraan ilmu pengetahuan yang dilakukan melalui buku-buku
dan majalah keagamaan maupun biografi tokoh-tokoh Islam yang
dianggapnya penting dan pengajian yang diikutinya, merupakan proses
belajar sosial yang panjang dan intensip selama bertahun-tahun. Tentu saja
ini tidak sekedar faktor kesadaran internal, tetapi juga karena dorongan
eksternal yang akhirnya mempengaruhi perilaku keagamaannya. Misalnya
Fathur dibesarkan dalam keluarga Muhammadiyah, sehingga wajar saja
ketika mereka banyak membaca buku dan majalah keagamaan yang tipikal
berstandar pergerakan kaum modernis. Pengetahuannya yang cukup luas
mencakup tokoh agama, tokoh politik, bahkan juga buku-bukunya itu
kemudian mengkristal dalam pikiran dan menjadi seperangkat
pengetahuan yang sangat berharga dan mempengaruhi pemahaman
keagamaannya. Inilah mungkin yang dipandang merupakan teori belajar
sosial, yang mempengaruhi emosi dan motivasinya untuk menjadi
mujahid.
58 Fathur memiliki buku-buku yang ditulis oleh Hamka dan biografi Natsir,
Kartosuwiryo, Sudirman, Ahmad Dahlan, Syahrir, Sukarno, Yusuf Wibisono,
Burhanuddin Harahab, Amien Rais dan masih ada beberapa biografi tokoh-tokoh
penting di negeri ini, dalam wawancara dengan Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi,
Juni
2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
77
Faham Keagamaan
Proses balajar sosial agama melalui berbagai buku yang begitu
banyak59 dan pengajian, telah menghantarkan para terpidana tersebut
memiliki faham keagamaan model meanstream modernis yang lebih dekat
dengan pemahaman salafi. Mereka tidak menyukai pemahaman model
meanstream tradisional yang menurutnya cenderung serba boleh dan
banyak berbau kepentingan Kyai. Menurutnya para kyai dengan mudah
menanggalkan kebenaran agama hanya karena ingin mempertahankan
kepentingannya, sehingga bid’ah-bid’ah banyak diperlihara oleh para kyai
itu. Menurutnya, para Kyai Haji sebenarnya sangat tahu ajaran mana yang
taqlit, bid’ah, dan khurafat, tetapi mereka mempertahankannya demi
kepentingan jangka pendeknya. Padahal apa susahnya, mengatakan
sesuatu itu bid’ah, dan mengandung khurafat dan kesyirikan kepada para
pendukungnya, kalau bukan karena takut ditinggalkan para
pendukungnya. Padahal kalau mereka mengatakannya dengan bijkasana,
maka para pendukungpun akan maklum dan belum tentu
meninggalkannya. Mereka juga sangat tidak menyukai Islam “liberal”
yang dipandangnya menjungkirbalikkan ajaran Islam yang benar.60.
Partai politik yang ia sukai adalah PKS (meskipun ia tidak menjadi
anggotanya) karena sikap patriotis dan kepahlawanannya dalam setiap
bencana yang dihadapi oleh kaum muslim di manapun, baik karena
bencana alam maupun perang, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
Di Ambon, para pengurus PKS, bergaya hidup sederhana meskipun tidak
miskin dan sangat simpatik, sehingga dalam pemilu 2004 lalu, PKS
merupakan partai Islam terbesar di Maluku mengalahkan PPP, PNU, PKB,
PAN, PBB dan PBR61.
59 Khusus untuk Fathur, di penjara membawa beberapa bendel majalah Media
Dakwah, sebuah media yang tipikal dipandang sebagai corong gerakan Islam garis keras;
kemudian juga majalah al-Muslimun ada sekitar 23 nomor yang semuanya sudah lewat
lama; majalah remaja Sabili, sebuah majalah khas kelompok pergerakan Islam baru di
Indonesia (Kelompok Tarbiyah), majalah Panji Masyarakat, dan ada 10 judul buku
terbitan
Gema Insani Press, sebuah penerbitan yang hampir-hampir
khusus
menerbitkan buku-buku gerakan kaum muslim di negara-negara muslim.
60Diolah dari wawancara dengan Fathur, terpidana yang kemiungkinan paling
lengkap pemahaman keagamaannya di antara dua terpidana lainnya.
61 Wawancara dengan Asep Jaja dan rahmadi, 16 Juni 2006
78
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Asep Jaja dan Rahmadi mengaku sebagai pendukung ahlu Sunnah
Wal Jama’ah madzab Hambali dan pemahaman Islam salafus salih, karena
lebih dekat dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Ia memiliki beberapa judul
buku yang berkaitan dengan aliran pemahaman dalam Islam. Buku-buku
itu, menjelaskan kekurangan dan kelebihan berbagai firqah, madzab dan
kontekstualisasinya di Indonesia. Guru agama yang paling banyak
berpengaruh bagi dirinya adalah buku-buku yang dibaca itu. Pengajian
sekedar pembuktian kebenaran yang diyakini setelah membaca62.
Jihad, Negara dan Khilafah
Pemahaman tentang Jihad
Pemahaman Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi tentang konsep jihad,
negara dan khilafah cukup memadai mengingat ia bukan mahasiswa atau
aktifis organisasi pemuda keagamaan. Baginya jihad adalah mengerahkan
segala kekuatan yang dimilikinya di jalan Allah, baik harta, tenaga
maupun nyawa, bahkan rela menderita untuk mengakhiri kedhaliman
yang dilakukan oleh pihak lain dengan niat karena Allah. Baginya
pembelaan terhadap kaum muslim di Maluku dari pembantaian kaum
Nasrani dengan segala upaya adalah jihad. Baginya sesama muslim adalah
saudara, apabila mereka didhalimi, maka harus dilakukan pembelaan agar
umat Islam tidak selalu dilecehkan, yang secara syar’i disebut dengan
jihad. Adapaun banyak orang yang mengatakan bahwa jihad itu bukan
perang, silahkan saja. Kalaupun makna jihad bukan hanya perang, namun
jihad perang tetap merupakan jihad yang tertinggi nilainya dibanding
dengan jihad-jihad lainnya. Itulah makna jihad secara syar’i yang
sebenarnya menurut buku yang dibaca dan hasil pengajiannya di
Cipayung. Namun ia tidak sepakat dengan bom bunuh diri, karena itu
sasarannya menjadi tidak jelas dan dipastikan banyak orang yang tidak
ada kaitan dengannya menjadi korban. Asep dan Fathur menjelaskan,
begitulah yang dibaca dalam bukunya al-Bani dan bin Baaz63.
Menurut mereka, perang di Ambon jelas merupakan perang antara
Islam dan Kristen, dan semua orang tahu yang mengawali adalah kaum
62
63
Wawancara dengan Asep Jaja dan rahmadi , 16 Juni 2006
Diolah dari wawancara dengan Fathur, Asep Jaya dan Rahmadi 15 Juni 2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
79
Nasrani dalam Idul Fitri berdarah. Dari pemahaman dan pemberitaan
yang hakul yakin benar itu, mereka merasa terpanggil dan merasa wajib
ikut melakukan jihad karena konteksnya jelas, wilayahnya jelas,
sasarannya jelas yaitu mengakhiri kedhaliman kaum Nasrani terhadap
umat Islam. Tidak benar kalau orang-orang Jakarta, apalagi elit politik dan
agama mengatakan bahwa Indonesia bukan tempat berjihad yang tepat,
khususnya di Maluku pada waktu itu. Menurut mereka, salah besar jika
ada orang berkata tidak tepat mengatakan jihad untuk perang di Ambon,
karena nyatanya kaum Nasrani melakukan penyerangan, penjarahan dan
perampokan, pembakaran, pengusiran dan bahkan pemerkosaan terhada
kaum muslim. Apakah kaum muslim akan diam saja dan dihabisi satu
persatu, kampung-kampungnya dirampas dan harta bendanya dijarah satu
persatu, sementara mereka sebenarnya mampu menghadapinya.
Masalahnya adalah pemahaman keagamaannya yang dangkal, sehingga
tidak mengenal jihad itu karena apa saja. Sementara tentara dan polisi
tidak mampu menghentikannya, malah ketika kaum muslim tidak dapat
bergerak, Gus Dur (mantan Presiden) memerintahkan menutup seluruh
perairan Maluku agar tidak ada laskar jihad dan senjata yang datang ke
Maluku. Menurutnya, perlawanan kaum muslim Ambon dan adanya
bantuan laskar dari Jawa dan Sulawesi tidak ada yang salah, malah itu
membanggakan dan mendorong semangat dan keberanian kaum muslim
Ambon untuk berperang. Sebelumnya, yang dilakukan kaum muslim
Ambon hanya lari dan mengungsi, itu saja, sementara kampungkampungnya dibakari kaum Nasrani dan yang tidak dapat mengungsi
dibantai dan diperkosa 64.
Kemudian para laskar menjelaskan kepada mereka mengenai ayat
yang membolehkan berjihad, yaitu surah al-Hajaj ayat 39;
“Diijinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena
sesungguhnya mereka dhalim. Dan sungguh Allah Mahakuasa menolong mereka
itu”. Begitu juga dalam surah al-Baqarah ayat 190; “Perangilah di jalan Allah
mereka yang memerangi (kamu) dan jangan melampaui batas, karena
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. Dan
surat al-Baqarah; 193: “Perangilah mwereka sampai batas berakhirnya fitnah
(penganiayaan) dan agama itu bagi Allah semata. Jika mereka telah berhenti, maka
64
80
wawancara dengan Asep Jaya dan Fathur,
Juni 2006.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
tidak ada lagi permusuhan, kecuali terhadap orang-orang dhalim”. Al-Baqarah
ayat 216: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan
bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenagi sesuatu, padahal itu baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.
Melihat konteks ayat itu, jelas sekali bahwa kaum muslim Maluku
diperintahkan berjihad. Jadi menurutnya apa yang salah dalam jihadnya di
Ambon, ketika kaum muslim Ambon diserang dan dibantai, sementara
mereka tidak mampu menghadapinya karena langkanya persenjataan dan
dangkalnya pemahamannya tentang begitu besar pahala jihad. Simak
pernyataannya.
Kalau dalam perang Islam Kristen di Ambon, kaum muslim tidak
boleh menggunakan ayat jihad di atas, lalu ayat di atas akan diberlakukan
di mana?. Mestinya, para elit politik dan agama Jakarta datang sendiri ke
Ambon ketika terjadi kerusuhan, bukan ketika sudah damai, karena tentu
saja tidak ada apa-apa dan bisa berkata tidak perlu jihad di Ambon.
Mereka jelas terkena surat al-Baqarah ayat 216 itu. Anehnya lagi, Gus Dur
sendiri tidak dapat melihat, bagaimana bisa mengatakan bahwa di Ambon
tidak perlu jihad. Para tokoh itu konyol mau membunuh kami semua di
Ambon. Kami tidak peduli, perjanjian Malino dan adanya UU teoris yang
berlaku surut itu, bahkan memperlihatkan UU itu pesanan pesanan asing
yang tidak perlu diikuti. UU teroris disahkan tahun 2003, sementara tahun
2004 muncul kerusuhan Maluku jilid II, mengapa yang diadili dan
ditangkap hanya kaum muslim. Kalau UU itu berlaku surut, mestinya
separuh masyarakat Kudamati diadili sebagai teroris. Kami tahu 2 bulan
sebelum kami menyerang Wamkana, mereka mengumpulkan senjata pula
di daerah sebelah Kebun Cengkeh, dan orang Polda tahu itu, mengapa
tidak ditangkap. Kami berhenti, setelah para pemimpin kami menyatakan
jihad di Ambon selesai, tetapi sebagian besar dari kami masih belum dapat
menerimanya. Itulah sebabnya kami masih menyerang Desa Wamkana
tahun 2004. Jihad di Ambon jangan disamakan dengan bom bunuh diri
model Imam Samodra, sebab saya sendiri tidak setuju dengan bom bunuh
diri meskipun sama-sama veteran Afgansitan dan bahkan pernah ikut
MILF di Moro Filipina Selatan. Jihad model Imam Samodra itu bisa jadi
benar, tapi kami tidak sanggup karena kami tidak memahami landasan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
81
atau dalilnya, dan dari buku al-Bani dan bin Baaz, bom bunuh diri itu
tidak boleh65.
Penjelasan para terpidana mengenai perlunya jihad di Ambon, mirip
dengan penuturan Ahmad Sihalae di kasawan masjid al-Fatah. Simak
pernyataan Ahmad Sihalae;
“Jika tidak datang itu Laskar Jihad dan pejuang-pejuang lainnya di
Ambon, dalam satu tahun kemudian kaum muslim Ambon pasti habis.
Beruntunglah kaum muslim yang selama ini tidak paham betapa besar
pahala jihad kemudian diberi penjelasan mengenai jihad dalam pengajianpengajian yang dibentuk oleh anak-anak Laskar itu, sehingga kami
menjadi termotivasi, bahwa mempertahankan tanah, ladang, anak isteri,
harga diri dan agama adalah jihad yang berhukum fardhu ‘ain dan dijamin
masuk surga jika mati. Itulah akhirnya bapak dapat mendengar dan
membaca di media massa, pada tahun kedua dalam perang saudara itu
keadaan mulai berbalik dan kaum Nasrani mulai kocar kacir, kami satu
persatu berhasil mengambil kampung-kampung kami yang telah mereka
rebut sebelumnya.Tetapi sepertinya semua itu tidak terjadi kalau tidak ada
bantuan anak-anak Laskar itu. Sayangnya, ketika kami sudah berada di
atas angin, terjadi perjanjian Malino yang kemudian disusul UU teroris
yang sangat jelas merugikan umat Islam. Padahal penderitaan kaum
muslim sama sekali belum terbalas, baik itu kampung kami yang habis
dibakar, masjid dibakar, ribuan nyawa belum tergantikan dan beberapa
kampung kami yang direbut mereka juga belum kembali. Meskipun Kota
Ambon sudah kami sapu bersih, namun susah memanfaatkannya karena
sudah dalam keadaan hancur. Tetapi itulah, kemauan pemerintah pusat
dan sekaligus bentuk penyelamatan pihak asing terhadap kaum Nasrani di
Kota Ambon. Kami bangga dengan anak-anak Laskar yang begitu sabar,
ulet dan sungguh-sungguh tiada kenal lelah membantu kami, padahal
belum tentu hidupnya sendiri akan terjamin setelah itu. Mereka
membangun atau memperbaiki perumahan kami, masjid kami, bahkan
mendirikan sekolah-sekolah darurat, mengirim kami logistik yang lebih
dari cukup, karena pelabuhan tidak sempat dikuasai kaum Nasrani.
Mereka memiliki strategi perang yang tidak kalah dengan TNI. Misalnya,
ketika kaum muslim ramai-ramai akan mengungsi melalui pelabuhan,
65
82
Ibid
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
maka sebagian pemuda kami yang sudah dibina anak-anak Laskar,
mencegatnya di pelabuhan dan mengatakan bahwa yang boleh mengungsi
hanya mereka yang terluka, anak-anak, ibu-ibu yang sudah tua dan kakekkakek, sementara yang masih kuat lari harus ikut perang atau mati
mempertahankan harta milik, harga diri dan agama yang dilecehkan kaum
Nasrani. Jadi kami semua secara mendadak harus dapat berperang,
sebagaimana yang diajarkan anak-anak Laskar itu. Dalam perang saudara
itu, banyak kejadian aneh yang jelas memperlihatkan kekuasaan Allah
kepada kami. Misalnya, boleh percaya atau tidak, bahwa komandan kami
ketika perang itu adalah anak kecil klas 5 SD, tetapi anehnya begitu
berwibawa ketika memimpin perang, tetapi tetap seperti anak kecil ketika
tidak sedang perang dan bermain layaknya anak-anak kecil seumur itu.
Kejadian aneh lainnya adalah kaum Nasrani menyaksikan pasukan
berkuda yang jumlahnya ribuan, padahal di Ambon tidak ada pasukan
berkuda, bahkan orang pelihara kudapun tidak ada. Melihat pasukan
berkuda itu, mereka kocar kacir di perbukitan atas. Untuk mengenang jasa
anak-anak Laskar itu, di Ambon sekarang banyak sekolah dengan nama
Laskar. Misalnya di Galunggung, Kebun Cengkeh dan di Mahardika66.
Makna Jihad akhirnya dapat bermakna banyak sesuai dengan
konteksnya. Untuk kasus di Maluku makna jihad yang harus dilakukan
oleh kaum muslim adalah perang, bukan pemberantasan kemiskinan dan
usaha sungguh-sungguh mengatasi masalah selain dengan perang.
Tidaklah masuk akal, jika penyerangan yang disertai dengan pembantaian,
perampokan, pembakaran harta milik, pemerkosaan dan sebagainya
ditanggapi dengan pengentasan kemiskinan dan usaha sungguh-sungguh
selain perang. Perjanjian penghentian perang hanya baru dapat dilakukan
jika umat Islam dalam posisi benar-benar sudah tidak mampu melawan,
tetapi jika masih dapat melawan, maka musuh harus terus dikejar sampai
mereka semua menyerah dan tidak melakukan kedhaliman lagi67.
Wawancara dengan Ahmad Sihalae, 14 Juni 2006.
dari wawancara dengan Fathur, 15 Juni 2006; lihat pula banyak ayat
yang memerintahkan untuk jihad jika kaum mukmin didhalimi (Misalnya buku
Muhammad Chirzin, Penafsiran Rasyid Ridla dan Sayyid Quthb tentang Jihad, Program
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji
Departemen Agama, Jakarta, 2005, hal 29 – 72; dan Puslitbang Lektur Keagamaan,
66
67Diolah
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
83
Pemahaman Tentang Negara
Sementara itu Asep Jaja, Fathur dan Rahmadi mamahami negara
sebagai suatu wilayah yang dikelola oleh suatu pemerintah, baik dalam
bentuk republik, kerajaan, kekaisaran maupun khilafah. Baginya tidak
penting, apakah negara itu negara Islam, sekuler ataupun Islam, atau
“banci” sekalipun, asal rakyat bebas melaksanakan ibadah sesuai dengan
keyakinannya itu sudah cukup bagus, lebih bagus lagi jika secara
konstitusional para politisi muslim memperjuangkan sistem pemerintahan
Indonesia yang sesuai dengan nilai Islam Islam68.
Dalam batas tertentu Indonesia sudah mengawali pelaksanaan
hukum yang sesuai dengan Islam, meskipun mungkin masih jauh dari
sempurna, tetapi kerja besar telah mulai diproses. Menurutnya, Indonesia
dapat menjadi contoh terbaik, bagaimana memperlakukan minoritas,
meskipun terkadang kebablasan, karena memanjakan kaum minoritas.
Tetapi secara keseluruhan tidak ada masalah. Kasus perang saudara di
Maluku sebenarnya disebabkan oleh orang-orang Jakarta dan
ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan hukum di Maluku 69.
Menurutnya, Indonesia tidak dapat memisahkan agama dengan
negara, karena pada kenyatannya memang tidak dapat, seperti misalnya
Indonesia memiliki Dep. Agama yang dapat dijadikan media perjuangan
bagi semua agama untuk mengatur kerukunan umat beragama.
Pemerintah Indonesia juga terlanjur mendirikan bank dengan sistem
syari’at yang jelas akan semakin membesar di madsa mendatang, jika
pemerintah misalnya dapat memperlakukan secara sama dengan bank
konvensional, dalam berbagai kebijakannya. Pemerintah Indonesia juga
sudah mendanai madrasah, meskipun masih setengah hati untuk menjadi
lembaga pendidikan yang penting di negeri ini, yang kesemuanya masih
merupakan sebuah proses panjang dan perlu kesabaran dalam
memperjuangkan agar menjadi lebih baik. Indonesia juga memiliki
Makalah tentang Jihad Dalam Islam yang mengiventarisir jihad dan yang berkaitan
dengannya, 2006, tidak diterbitkan, hal 1 – 21..
68 Diolah dari wawancara dengan Fathur, Asep Jaya dan Rahmadi, 15 dan 16 Juni
2006; dan baca pula misalnya, Nurchalish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaa,
Penerbit Mizan, Bandung, 1987, hal. 35 - 43
69 Koran-koran sepanjang tahun 2000 – 2001 sering pula memuat berita dan artikel
mengenai prang saudara di Maluku
84
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
peradilan agama, perda-perda yang semakin memperkuat nilai Islam
dalam masyarakat di berbagai pelosok Indonesia, UU zakat, UU Wakaf
dan sebagainya. Mereka begitu yakin itu semua merupakan proses yang
akan terus bergulir dan terlanjur tidak dapat dihentikan70.
Asep Jaya, Fathur dan Rahmadi sangat setuju jika Pancasila
dilaksanakan secara benar, benarnya seperti apa, menurutnya, contohlah
Piagam Madinah, karena itu contoh terbaik bagaimana Nabi mengelola
negara dengan baik dan melibatkan seluruh penduduk yang waktu itu
tidak memandang suku dan agamanya, tetapi atas dasar saling memeiliki
Kota Madinah. Sayangnya, Yahudi diusir dari Madinah karena
pengkhianatan, yaitu bersekutu dengan musuh, sehingga terjadi perang
Khandaq yang cukup merugikan umat Islam. Umat Nasrani di Maluku
yang menyulut perang saudara di Maluku mestinya dapat diperlakukan
seperti itu juga, karena kaum Nasrani sebagian pendukung RMS dan itu
pengkhianatan terhadap negara. Atau jika tidak mungkin diusir,
setidaknya harus dihukum berat, karena pengkhianatannya telah
menyebabkan kehancuran bagi semuanya, padahal kalau pemerintah tegas
tidak akan menjadi seperti sekarang ini. Oleh karena itu menurutnya,
Islam tidak perlu dijadikan sebagai ideologi, karena itu mempersempit
makna Islam sendiri. Tetapi seluruh hukum yang sudah baku dalam alQur’an dan al-Hadits mestinya sudah dapat diimplementasikan,
khususnya bagi orang Islam71. Tetapi lagi-lagi, ini adalah politik bernegara
sehingga tergantung pada para politisi, apakah mereka memahami itu atau
sekedar meraih kekuasaan belaka. Bagi mereka yang memahami posisi
islam, dan kemudian ada yang memperjuangkannya, harus didukung agar
cita-cita itu dapat terwujud. Menurutnya, jika hukum Islam ditegakkan,
kemungkinan pengkhianatan (korupsi dan kolusi) dari oknum-oknum
birokrasi maupun kriminalitas dalam masyarakat dapat dicegah dan
dikurangi secara signifikans.
Diolah dari wawancara dengan Fathur, 15 Juni 2006
Diolah dari wawancara dengan Jaja 16 Juni 2006 dan Baca pula Hartono
Mardjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Keindonesiaan: Proses Penerapan NilaiNilai Islam dalam Aspek Hukum, Politik dan Lembaga Negara, Mizan, Bandung, 1997, hal. 27 33
70
71
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
85
Pemahaman tentang Sistem Khilafah
Pemahaman Jaja mengenai khilafah adalah bahwa sistem khilafah
sebenarnya merupakan sistem pemerintahan paling baik. Khilafah
menurutnya adalah kepemimpinan umat Islam dalam suatu Daulah
Islamiah yang universal di muka bumi dan dipimpin seorang pemimpin
tunggal (Khalifah). Pemahamannya tentang sistem khilafah ini sangat
mungkin karena Jaja menyukai buku-buku mengenai Hizbut Tahrir, yang
mendefinisikan sistem khilafah sangat mirip72. Jaja mencontohkan,
misalnya masa Khulafaurrasyidin yang mampu menciptakan perdamaian
dan bersatu dalam satu pemerintahan yang dipimpin oleh Khalifah.
Khalifah mampu memanfaatkan bangsa Arab yang suka perang itu untuk
menaklukkan bangsa-bangsa yang menghalangi dakwah Islam. Hanya saja
memang susah menegakkan sistem khilafah saat ini, mengingat sulitnya
mencari pemimpin yang amanah dan tidak mementingkan diri sendiri.
Sementara, masyarakat internasional lebih menyukai sistem demokrasi
karena minimnya pengetahuan mereka tentang sistem khilafah. Masa
Khulafaurrasyidin merupakan contoh paling ideal sepanjang peradaban
manusia, sehingga karena idealnya itulah sepertinya semakin jauh untuk
dapat direalisasikan. Negara-negara Arab sendiri, sampai hari ini tidak
percaya satu sama lain, bahkan sering perang urat syaraf atau perangfsisik
antar mereka sendiri, bagaimana membangun khilafah.
Banyak kelompok di kalangan muslim yang sedang berusaha
membangun Daulah Islamiyah denga strategi yang berbeda-beda. Salah
satu yang mereka lakukan adalah membentuk sebuah partai (Hizbut
Tahrir Indonesia), karena sistem kepartaian atau demokrasi telah menjadi
model tentang mengatur sebuah negara. Meskipun sistem demokrasi
merupakan sistem yang a-historis dalam Islam, namun itu adalah cara,
taktik dan strategi dalam mencapai tujuan secara konstitusional. Kondisi
umat Islam yang terpecah belah dalam berbagai firqah dan seluruhnya
merasa paling benar dan akan sendirian masuk surga, jelas tidak
memungkinkan menuju sistem satu komando, tanpa memasuki pintu
sistem yang disebut dengan demokrasi terlebih dahulu. Menurutnya, tidak
penting bahwa pendirian Hizbut tahrir Indonesia tidak begitu mendapat
respon yang cukup di kalangan muslim Indonesia atau bahkan banyak
72
86
Asy Syariah Permata Salaf, Mengenal Hizbut Tahrir, No. 16/11 2005, hal 2-5
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
pula yang menentangnya. Itulah kondisi riil umat Islam di seluruh dunia,
mereka tidak pernah sepakat dalam banyak hal, terhadap yang sangat
penting sekalipun, seperti pembentukan Khilafah Daulah Islamiyah. Umat
Islam di seluruh dunia lebih sepakat untuk bercerai berai dalam firqah dan
bahkan sepakat untuk berperang satu sama lain, tanpa harus didorong
untuk perang. Meskipun mungkin cita-cita itu jauh dari realistis, tetapi
langkah yang mereka lakukan merupakan langkah hebat, atau setidaknya
mereka merindukan dan memperjuangkan terwujudnya kembali Daulah
Islamiyah yang pernah berjaya berabad-abad itu73.
Sistem khilafah, menurutnya hanya dapat diimplementasikan dalam
jangka pendek dan yang paling mungkin adalah hanya sampai pada
sistem pemerintahan yang parokial dan tidak memiliki wilayah negara,
sebagaimana Tahta Suci Vatikan dengan Raja Diraja Yang Suci di Istananya
adalah Paus, itu saja. Kalau sampai mendirikan Daulah Islamiyah,
sebagaimana yang terjadi pada masa lalu (masa Khulafaurrasyidin, Bani
Umaiyah, Bani Abbasiyah, Fatimiyah, Dinasti mameluk dan Khilafah Turki
Usmani), sangat jauh74.
Di kalangan umat Islam sendiri sebenarnya, kalau mau mengakui
Ahmadiyah sebagai bagian Islam, maka dialah yang saat ini telah berhasil
mendirikan khilafah tanpa wilayah negara dengan pusatnya di London.
Hal ini nampak misalnya pada hubungan herarkhis dan parokial antara
organisasi Ahmadiyah di berbagai belahan dunia yang menginduk ke
Pengurus Ahmadiyah pusatnya di London itu. Hubungan parokial mana,
tidak sampai menempatkan seseorang (Khalifah) di Singgasana Tahta Suci,
sebagaimana Tahta Suci Vatikan. Sayang sebagian besar,umat Islam
menetang Ahmadiyah sebagai firqah atau madzhab dalam Islam, bahkan
bukan Islam. Naudzubillah. Hanya kalangan Syi’ah yang benar-benar
welcome terhadap eksistensi Jema’at Ahmadiyah, mungkin karena sistem
herakhisnya yang mirip dengan sistem dalam Syi’ah.
73 Diolah dari wawancara dengan Fathur dan Asep Jaya, 15 Juni 2006. Lihat pula
Majalah Khasanah Ilmu-Ilmu Islam Asy Syariah: Ilmiah dan Mudah dipahami,
khususnya tulisan tentang Polemik menuju Negara Islam: Meluruskan Pemahaman
Tentang Khilafah Islamiyah hal 5 – 10 dan Khilafah di Atas Manhaj Nubuah No. 16
September 2005, Penerbit Oase Media, Jakarta, 2005, hal.11 – 31.
74 Diolah dari wawancara dengan Fdathur, 15 Juni 2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
87
Dalam sistem Syi’ah ada wilayatul Faqqih yang dihuni para Mullah,
yang biasanya juga seorang filosof, dan jauh dari pandangan orang yang
umumnya rakus terhadap duniawi. Pemerintah Iran misalnya, hanyalah
merupakan bemper dan pelaksana visi dari para Mullah belaka. Seluruh
keputusan parlemen maupun pemerintah (badan lagislatif dan eksekutif)
dapat dimentahkan atau diveto oleh para Mullah jika tidak sejalan dengan
visi para Mullah itu. Satu lagi yang hakekatnya kepanjangan tangan dari
pendirinya, yaitu Ikatan Jama’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) yang
berpusat di Kota Bandung. Ijabi merupakan kepanjangan tangan dan
pelaksana dari visi dari Jalaluddin Rahmat. Ijabi adalah Jalalluddin
Rahmat dan Jalalluddin Rahmat adalah Ijabi75.
Persepsi tentang Dunia Islam
Pengetahuannya yang luas dari berbagai majalah dan buku yang
dibacanya menurut teori emosi, agresi, motivasi dan belajar sosial, dapat
mendorong pelaku dan menghantarkannya pada analisis yang cukup
tajam mengenai bagaimana posisi dunia Islam kaitannya dengan Barat.
Menurutnya, dunia Islam sedang dalam kendali Barat, dalam bidang apa
saja. Mungkin hanya tersisa dalam masalah ritual, akhlak, rukun iman dan
rukun Islam saja atau sekitar 5% saja yang tidak dikendalikan Barat.
Sementara lainnya 95% seluruhnya telah dikendalikan Barat. Kurikulum
Universitas al-Azhar Kairo yang terkenal itu, kata mereka sudah tidak ada
materi jihad, jadi dalam pendidikanpun Barat berusaha sekuat tenaga
untuk masuk dan ternyata berhasil masuk sedemikian dalamnya.
Dunia Islam digambarkan sebagai hidup dalam kehidupan sistem
asing dan terperangkap dalam kapitalisme, liberalisme, sekulerisme,
sosialisme ateis dan kebobrokan moral. Secara sistematis tetapi destruktif
dengan menggunakan agen-agen kapitalisme, liberalisme, sekulerisme,
sosialisme ateis dalam negeri dengan kebobrokan moralnya, mereka
mengajari dunia Islam tentang HAM, hukum, ekonomi, politik,
pendidikan dan teknologi. Pemberlakuan sistem kehidupan kafir dalam
kehidupan masyarakat yang sistematis, hati-hati dan berani, mendapat
Wakhid Sugiyarto, Eko Aliroso dan Syuhada Abduh, Penelitian Kasus-Kasus
Keagamaan di Indonesia (Studi tentang IJABI di Kota Bandung.
75
88
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
sokongan dari para pialang peradaban Barat di Indonesia. Mereka begitu
bersemangat mendanai moment-moment penting setiap waktu yang
konsumeristis, hedonistis, permisivistis dan melupakan makna hidup ini
sebenarnya untuk apa76.
Kondisi seperti ini akan terus berlanjut jika dunia Islam tidak
melakukan perubahan sikap yang benar dalam memandang agamanya
serta berusaha melawan sistem Barat yang jelas menjerumuskan manusia
ke dalam kehidupan hewani dan pemuasan syahwat secara tak terbatas
dan tanpa moral Illahiyah. Kalau Islam hanya dibatasi pada ritual dan
akhlak saja, maka yang lain secara keseluruhan akan tetap dikendalikan
Barat dan dunia Islam akan semakin terpuruk. Harus ada negara Islam
yang memulai bangkit dan melawan Barat dengan ilmu pengetahuan
sosial yang argumentatif dan menelanjangi Barat sampai ke akar-akar
peradabannya, agar mereka menjadi tahu bahwa Islam adalah sempurna,
sesempurna akal sehat yang mendapat bimbingan Illahi. Landasan
peradaban Barat sesungguhnya sangat rapuh, dan dengan mudah
dijungkirbalikkan dengan akal sehat dan ajaran agama Islam. Landasan
Perdaban Barat adalah filsafat modernisme yang berkaki rasionalisme dan
materialisme yang hanya dapat dipenuhi dengan jalan imperialisme
terhadap negara-negara dunia ketiga77. Oleh karena itu wajar jika di Barat
yang masuk Islam itu para guru besar dan cerdik cendekia, sementara di
dunia Islam banyak masuk Kristen karena kebodohan dan kemiskinannya.
Di Amerika Serikat, Islam marupakan agama dengan perkembangan
terpesat dari semua agama yang muncul di Amerika.
Indonesia, dengan jumlah umat Islam terbesar dunia sebenarnya
dapat menjembatani dialog peradaban dengan Barat, agar umat Islam
tidak selalu dijadikan pecundang dan diperlakukan semau-maunya.
Dengan seringnya dialog peradaban itu, dunia dapat menjadi tempat
hidup manusia yang nyaman dan menyenangkan. Tetapi sayang, di
Indonesia ini terlalu banyak agen peradaban Barat dengan segala
Wawancara dengan Asep dan Fathur, Juni 2006
Sayyed Husain Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum Muda
Muslim terj. Hati Tarekat, Khususnya yang membahas mengenai Filsafat dan Aliran-aliran
Pemikiran Barat Modern, Penerbit Mizan, Bandung, 1995, hal. 155 – 185. Baca pula Akbar
S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan Harapan Bagi Islam terj. M. Sirozi, Khusnya yang
membahas Dilema Muslim dan mencari esensi agama, Penerbit Mizan, 1994, hal 56 – 63.
76
77
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
89
fasilitasnya yang mampu menarik kaum muda muslim Indonesia, bahkan
dunia, untuk mengikuti jejaknya, karena lebih menjanjikan kesenangan
duniawi yang meluap-luap. Para pialang tersebut tidak segan-segan
menguras koceknya lebih dalam untuk mendanai proyek-proyek maksiat
yang bertebaran di seluruh pelosok tanah air, baik di kota besar maupun di
kota-kota kecil di berbagai daerah.
Posisi Barat saat ini adalah imperialisme yang supercanggih dengan
hasil lebih menggembirakan bagi Barat. Mereka teriak HAM untuk dunia
Islam, sementara mereka sendiri diskriminatif terhadap kaum muslim di
Bosnia, Perancis, Jerman, Inggris, Belanda, Finlandia dan sebagainya
(kasus jilbab dan penampilan khas muslim lainnya). Mereka teriak agar
dunia ketiga (negara berkembang) mampu menciptakan lapangan kerja
bagi rakyatnya, sementara mereka mau masuk ke negara berkembang
dengan pekerja lokal berbayaran murah. Jika ada sebagian penduduk
negara berkembang mencoba mencari pekerjaan di negara Barat, mereka
menutup rapat-rapat pintu gerbangnya, karena dianggap akan
mengurangi kemakmuran yang selama ini dirasakan dan merupakan hasil
penghisapannya terhadap negara-negara dunia ketiga. Seluruh
kebijakannya terhadap negara berkembang, termasuk negara Islam berbau
tongkat dan tomat, tidak ada pilihan lainnya, netralpun susah. Jadi posisi
Barat adalah tuan bagi negara berkembang, termasuk dunia Islam. Tidak
ada pilihan, karena tidak ada keberanian berkata tidak kepada Barat dari
para pemimpin dunia Islam.
Jama’ah, Persaudaraan Muslim dan Solidaritas Dunia Islam
Pemahaman tentang Jama’ah.
Jama’ah dalam pengertian mereka adalah barisan umat Islam yang
dipimpin oleh satu kepemimpinan yang mampu menciptakan rasa
persatuan dan kesatuan. Menurutnya, peraktek berjama’ah sendiri,
mestinya dapat dijalankan dalam berbagai bidang kehidupan, bukan
hanya dalam shalat. Itulah pentingnya sistem khilafah bagi umat Islam
agar umat Islam dapat dapat menegakkan Islam secara berjama’ah dan
benar. Imam tidak cukup dengan al-Qur’an di tangan kanan dan al-Hadits
di tangan kirinya, tetapi harus ada penguasa yang dapat memaksakan
pemberlakuan sistem kemasyarakatan sebagaimana diajarkan al-Qur’an
90
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
dan al-Hadits. Analogi yang mereka sampaikan cukup logis, yaitu; apa
gunanya Pancasila, UUD’ 45, UU, Perpu dan seterusnya kalau tidak ada
penguasa yang mampu memaksakan seluruh aturan itu agar dilaksanakan
oleh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, apapun aruran dan dari manapun
aturan diinspirasikan, tetap memerlukan pemerintah atau penguasa,
karena dengan kekuasaannya itu pemerintah dapat melakukan sanksi
hukum bagi warga negara yang tidak mentaatinya, sehingga seluruh
produk hukum dan aturan tidak menjadi macan kertas78.
Umat Islam dalam kehidupannya seringkali kurang paham dan tidak
rapi dalam berjama’ah, misalnya hal ini dapat dilihat dalam shalat. Para
jama’ah dalam shalat berjama’ah itu begitu terlihat tidak kompak dan
begitu pula sesungguhnya umat Islam dalam kehidupan yang lain di
masyarakat. Ada yang sudah mengikuti imam/pemimpin/ Al-Qur’an dan
Al-Hadits, tetapi ada juga yang baru berdiri sambil mempermasalahkan
landasan hukumnya, ada yang baru datang karena malas, ada yang yang
masih jalan karena meremehkannya, dan bahkan ada yang masih di di
tempat kerja atau di jalanan karena tidak pahamnya, begitu pula kondisi
umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Mereka tidak kompak, tidak
sinergis dan sebagaian tidak peduli dan serius dengan visi dan missi
hidupnya, sehingga dengan mudah tergelincir dengan imam/sistem lain
yang sesungguhnya tidak cocok dengannya. Kehidupannya mengalir
seperti mahluk hidup lainnya yang merasa tidak perlu beragama, yang
tidak ada ghirah, tidak ada semangat jihad, pelit dalam harta dan tidak
amanah jika dipercaya. Di kalangan umat Islam menurutnya, sedang
terjadi krisis kepemimpinan yang amanah dan dapat diterima oleh semua
kalangan dan kelompok muslim yang ada. Pada umumnya masih
merupakan pimpinan suku, kelompok dan organisasi belaka.
Pemahaman tentang Persaudaraan Muslim
Kemudian tentang persaudaraan muslim, menurutnya dari bukubuku yang dibacanya, umat Islam itu bersaudara di manapun berada dan
solidaritas dunia Islam itu sangat penting untuk saling melindungi.
Sayang, dunia Islam pada umumnya tidak dapat baris, bahkan selalu ada
yang menjegal negara Islam lainnya. Hal ini sangat kontras dengan dengan
masyarakat Barat, ketika satu negara membenci negara tertentu, maka
78
Diolah dari wawancara dengan Fathur dan Asep Jaya, 18 Juni 2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
91
mereka baris rapi menyatakan setuju, apapun argumentasinya dan apapun
pendapat rakyatnya. Salah satu negara Barat diserang kaum teroris,
mereka buru-buru membidik kaum muslim sebagai pelakunya (kasus
WTC, Pentagon, stasiun kereta bawah di Inggris) dan mereka seperti koor
dalam paduan suara untuk menyetujuinya.
Pemahaman tentang Solidaitas Islam
Menurutnya, persaudaraan muslim dan solidaritas dunia Islam,
meskipun maknanya dapat dibedakan, tetapi implementasinya sama saja.
Sebab kaum muslim dan dunia Islam harus saling membantu
menyelesaikan penderitaan kaum muslim lain di seluruh dunia. Sesama
muslim itu saudara, maka bagaimana solidaritas dunia Islam mestinya
include di dalamnya. Itulah sebabnya mereka pergi berjihad di Afgansitan,
Mindanau dan termasuk di Ambon sendiri. Bagi mereka jihad di Ambon
lebih masuk akal dari pada di Afgansitan dan Mindanau, mengingat negeri
sendiri sedang terjadi pembantaian kaum uslim oleh kaum Nasrani.
Mereka berjihad di Ambon adalah rasa persaudaraan itu sebagaimana
diajarkan oleh Islam, bahwa sesama kaum muslim bersaudara.
Hubungan Lokal dan Internasional.
Hubungan Terpidana dengan Organisasi Lokal
Untuk aspek lokal, jelas mereka mempunyai jaringan yang cukup
rapi. Hal ini nampak, misalnya pada keberangkatannya ke Ambon atas
biaya donatur dari Solo. Menghubungkan mereka dengan para donatur
itu, jelas bukan pekerjaan mudah, tetapi pasti karena sudah ada rasa saling
percaya di antara para “mujahid” itu. Begitu pula ketika Asep Jaja bolakbalik Amon Jakarta selama 3,5 tahun untuk mengambil kebutuhan logistik
yang diperlukan oleh para mujahidin maupun masyarakat muslim di
Ambon yang secara tidak langsung terembargo akibat perang itu. Ini
berarti di Jakarta sudah ada relawan yang mengumpulkan kebutuhan
logistik itu, sehingga mempermudah pengambilan dan pengangkutannya.
Aspek jaringan lokal ini juga terjadi pada angkutan laut, yang semestinya
tidak mudah masuk perairan Maluku dalam kondisi perang, sementara
Asep dengan mudah dapat mengirim semuanya ke Maluku, termasuk ke
Ambon.
92
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Dalam kesatuan aparat keamanan sendiri sebenarnya juga terbelah
antara yang bergama Islam dengan yang beragama Kristen, sehingga ada
kecenderungan yang muslim membantu muslim dan yang Kristen
membantu yang Kristen. Aparat kepolisian juga mirip dengan apa yang
terjadi di TNI, mereka bisa saling baku hantam yang mungkin melepas
seragamnya agar tidak terlihat sebagai polisi atau tentara. Asalah satu
polisi yang terlibat dan dijatuhi hukuman seumur hidup adalah Briptu
Ismail Yansehu. Fenomena Ismail pastilah tidak tunggal, tetapi ada yang
lain tetapi cara bermainnya lebih rapi sehingga tidak kelihatan.
Hubungan Pelaku dengan Organisasi Internasional
Dalam aspek jaringan internasional, mereka merasa, begitu sampai
di Ambon tidak dapat dikaitkan dengan para mujahiddin di uar negeri,
meskipun ia pernah di Afgansitan dan Filipina Selatan. Jihad di Ambon
sudah murni ditangani oleh jaringan lokal sendiri, tidak ada kaitannya
dengan Afganistan atau lainnya.
Sebagai praktisi jihad di lapangan, mereka tentu memahami jaringan
kerjanya secara cukup baik. Mereka memiliki hubungan baik dengan para
donatur dan para pendukungnya, baik yang ada di medan perang
(Maluku) maupun di luar medan perang (di Jawa dan Sulawesi). Jaringan
yang mereka miliki dengan koleganya di Jawa adalah berkaitan dengan
pembiayaan perang, mulai dari senjata sampai dengan dana untuk logistik
mujahid dan masyarakat muslim Maluku. Mereka bolak-balik Ambon –
Jawa atau Ambon - Makasar adalah keperluan untuk mengambil logistik,
pakaian bekas, dan dana untuk pelaksanaan jihad itu, bukan untuk
melakukan tindak terorisme sebagaimana yang didakwakan kepadanya,
meskipun terakhir dilakukan setelah lahirnya undang-undang terorisme
yang berlaku surut itu. Memang tidak mudah membedakan perang di
Ambon dengan tindakan terorisme di Jawa misalnya, sebab dua-duanya
memang menimbulkan rasa takut pada pihak lain, apakah itu musuh
ataupun masyarakat sipil, yang mungkin bakal menjadi korban79.
Sementara itu dengan kaum muslim di Ambon, mereka berhubungan
baik dengan tokoh-tokoh pemuda muslim di Maluku untuk keperluan
kelancaran dan ketepatan sasaran penyerangan, karena merekalah yang
79
Diolah dari wawancara dengan Rahmadi/Suhef, 16 Juni 2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
93
lebih paham seluk beluk wilayah Ambon. Di samping itu juga untuk
keperluan kemudahan dalam gerilya dalam menyerang pihak lawan.
Jaringan itu juga untuk kelancaran dalam membentuk majelis taklim untuk
membantu muslim Ambon dalam mendalami agamanya. Jadi jaringan
yang mereka ketahui adalah sebatas yang berkaitan dengan keperluan
perang, tidak sampai pada jaringan terorisme internasional. Mereka sendiri
tidak setuju cara-cara terorisme yang dipandang sebagai jihad itu, apalagi
dengan bom bunuh diri, karena persyaratan sebagai jihad tidak terpenuhi.
Tidak terpenuhi karena tempat-tempat sasaran bom bunuh diri itu
bukanlah medan perang seperti di Maluku, tetapi merupakan daerah aman
dan bom bunuh diri adalah cara orang berputus asa dan tidak sabar dalam
jihad. Padahal jihad itu memerlukan kesabaran dan kebijaksanaan agar
niat sebagai jihad yang benar terus terjaga.
Kasus perang saudara di Ambon menurutnya tidak ada kaitannya
dengan wacana terorisme yang dibangun oleh Amerika di seluruh dunia.
Sampai kapanpun, menurutnya perang saudara di Ambon baginya adalah
jihad, bukan sebagai terorisme. Mereka merasa tidak membuat takut
siapapun, tetapi hanya berusaha mengusir dan membalas kedhaliman
kaum Kristen di Maluku. Kalaupun pihak Kristen takut, sesungguhnya
merupakan ketakutan terhadap perilakunya sendiri yang merasa akan
mendapat balasan yang setimpal dari kaum muslim. Oleh karena itu taktik
diam sambil menunggu bantuan moral dari pemerintah Republik
Indonesia dalam bentuk lahirnya undang-undang terorisme nomor 15 dan
nomor 16 tahun 2003 dan bewrlaku surut hanya untuk kaum muslim
adalah langkah jitu sebagai pengecut.
Motif Keterlibatan
Sejak dimulai wawancara, mereka tidak mau dikatakan sebagai
teroris, tetapi sebagai jihad. Kedatangan Fathur sejak tahun 1999,
Rahmadi/Suhef, tahun 2000 dan Asep Jaya tahun 2001 ke Ambon tujuan
utamanya adalah jihad bukan menjadi teroris apalagi ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan atau Rumah Tahanan Kota Ambon. Mereka berfikir lebih
baik mati sebagai syahid dari pada hidup terhina dan dilecehkan,
sebagaimana yang mereka pahami dari buku Abdullah Azzam. Persitiwa
penyerangan Wamkana dan Villa Karaoke adalah bagian dari rentetan
94
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
jihad yang telah dilakukan sejak kedatangannya di Kota Ambon tahun
1999. Selama beberapa tahun itu, memang mereka banyak terlibat dalam
perang di berbagai tempat dalam membantu kaum muslim Ambon,
sampai akhirnya lahir UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme dan UU No. 16 Tahun 2003 yang khusus bagi
para pelaku Tindak Pidana Terorisme Pada Peristiwa Peledakan Bom Bali
tanggal 12 Oktober 200380.
Meskipun, dua UU No. 15 dan 16 Tahun 2003 itu telah lahir, mereka
memang tidak peduli, dan menganggap lahirnya dua UU itu merupakan
bantuan moral luar biasa oleh pemerintah Indonesia kepada kaum Kristen
di Maluku. Kaum Kristen yang sebenarnya sudah mulai kocar kacir itu
sangat tertolong dengan lahirnya dua undang-undang terorisme itu. Jadi
mereka secara sadar melawan undang-undang yang dirasakan sebagai
tidak adil oleh pemerintah. Tidak adil karena kaum Kristen sebagai
penyerang tidak mendapatkan hukuman apapun, karena sudah tidak
mengobarkan perang. Kaum Kristen, tahu benar bahwa mereka harus
berhenti untuk menyerang, karena sudah tidak mampu melakukan
penyerangan. Mereka percaya, bahwa pemerintah akan segera
menolongnya dan ternyata lahirlah undang-undang terorisme yang
berlaku surut itu. Mestinya, jika undang-undang itu berlaku surut, maka
kaum Kristen sebagai penyerang mestinya bisa diadili lebih dari apa yang
dialaminya. Jadi motif dalam keterlibatan perang di Maluku, termasuk
yang terakhir seperti penyerangan Desa Wamkana dan Villa Karaoke
tahun 2003 yang menyebabkan dia ditangkap dan diadili adalah jihad, dan
tidak mau dikatakan sebagai teror.
Diolah dari wawancara dengan Asep Jaya, Rahmadi/Suhef dan Fathur, 15 dan
16 Juni 2006.
80
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
95
PENUTUP
Kesimpulan
Dari uraian temuan penelitian di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pada umumnya para terpidana memiliki pemahaman keagamaan
yang luas. Secara ringkas adalah bahwa meskipun rata-rata tamatan
SLTA, namun rajin membaca sejak dini, sehingga pemahaman
keagamaannya cukup lengkap.
Faham keagamaan yang mereka implementasikan dalam kehidupan
keagamaan sehari-hari adalah pemahaman salafi Wahabi karena
dipandang lebih dekat dengan sumber ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan alHadits.
Menurut mereka jihad di Ambon adalah keharusan, dan sudah
memenuhi syarat-syarat bagi umat Islam untuk melakukan jihad. Tidak
ada yang salah anggota laskar dari Jawa dan Sulawesi yang ikut jihad di
Ambon. Jihad paska perjanjian Malino dan disahkannya UU teroris yang
berlaku surut, tidak dapat membatalkan pahala jihad, karena penderitaan
kaum muslim dan fitnah masih terjadi. Mereka tidak mau disamakan
dengan jihad modelnya Imam Samodra, apalagi dengan menggunakan
bom bunuh diri.
Umumnya mereka memahami konsep negara sudah sebagaimana
mestinya, namun menurutnya, sistem pemerintahan yang cocok bagi umat
Islam adalah sistem khilafah, sehingga umat Islam sedunia berada dalam
satu kepemimpinan khalifah Daulah Islamiyah.
Mereka sepakat bahwa dunia Islam dewasa ini berada dalam kendali
Barat, dan dijajah dalam segala sisi kehidupan secara canggih dan
sitematis, dan yang tersisa hanya masalah ritual dan akhlak belaka.
Mestinya umat Islam dapat mandiri, karena kebetulan seluruh negara
Islam kaya sumber daya alam dan dapat berkata tidak kepada Amerika;
Umat Islam di seluruh dunia adalah bersaudara. Oleh karena itu
harus saling membantu layaknya saudara dan memiliki solidaritas yang
tinggi terhadap penderitaan kaum muslim di manapun berada. Jihad di
Ambon adalah bagian dari perasaan bahwa sesama muslim adalah
saudara, jadi harus dilakukan pembelaan.
96
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Mereka memiliki jaringan lokal, tetapi menolak jika dikatakan
memiliki jaringan internasional ketika jihad di Ambon. Apabila jaringan
itu ada sebelum jihad di Ambon, memang betul, sehingga mereka pernah
jadi mujahid di Afganistan dan Mindanau Filipina Selatan.
Motif dari tindakannya dalam penyerangan desa Wamkana, Markas
Brimob dan Villa Karaoke adalah membalas atas diserangnya kampung
Namrole sebagai kampung muslim oleh orang Desa Wamkana sebagai
desa Kristen, tetapi dilindungi oleh Brimob dan tentu saja itu
dipandangnya sebagai jihad.
Mereka memahami dengan baik jaringan kerja sukarelawan antara
Maluku –Jawa maupun Maluku - Sulawesi serta dengan kamu muda
muslim di Ambon.
Dari deskripsi di atas, pemahaman keagamaan para pelaku umumnya
didukung oleh bacaan yang cukup banyak dan malah luar biasa,
mengingat mereka bukanlah aktifis mahasiswa, bahkan tidak pernah
kuliah
Saran
Melihat uraian temuan penelitian dan kesimpulan di atas, maka
saran yang dapat disampaikan adalah;
1. Pemerintah mestinya dapat memahami kondisi psikologis kaum
muslim Maluku yang traumatik, sakit hati karena harta benda
dihancurkan, harga dirinya, dan Islam yang dilecehkan. Sementara itu
ketika mereka berusaha dan mampu melakukan pembalasan, tiba-tiba
terjadi perjanjian Malino yang merugikan umat Islam Maluku dan
diundangkannya UU Terorisme berlaku surut.
2. Pemerintah harus adil, jika UU terorisme berlaku surut, mestinya para
pelaku penyerangan dalam Idul Fitri berdarah dan penyeranganpenyerangan berikutnya harus diadili dengan UU teroris yang berlaku
surut itu. jadi tidak hanya kaum muslim yang ditangkap dan diadili
tetapi juga kaum Nasrani yang sebenarnya menjadi biang keladi malah
tidak dijamah satupun.
Wallahu a’lam bi shawaf
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
97
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Fedyani, Aspek Metodologi dalam Seminar Badan Litbang dan Diklat
Dep. Agama, Oktober 2006;
Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya dan Harapan Bagi Islam terj. M.
Sirozi, Khusnya yang membahas Dilema Muslim dan mencari esensi
agama, Penerbit Mizan, 1994, hal 56 – 63.
Amien Rais, Kebusukan Terorisme, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam
dan Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ycy,
Yogyakarta, 2005: 81
Asy Syariah Permata Salaf, Mengenal Hizbut Tahrir, No. 16/11 2005, hal 2-5
Asy Syaikh Muhammad Nashiruddin al – Bani, Terorisme Buah Hasil Paham
Pengkafiran, Terj. Abu Muhammad Harits abrar Thalib, Pustaka
Ar-Rahman, Solo, 2005, hal 83-85.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi
Ketiga, Balai Pustaka, 2005, hal.1185.
Prasetya Irawan, Logika dan Prosedur Penelitian: Pengantar Teori dan Panduan
Praktis Penelitian Sosial bagi Peneliti Pemula dan Peneliti Madya,
STIA LAN Press, Jakarta, 2003, hal 77-81.
Haryo Sasongko (Penyunting), Apa Kata Mereka Tentang Islam dan Terorisme,
Penerbit Progress, Jakarta, 2003, hal. 1 – 89.
Hamzah Haz (Pengantar), Islam dan Terorisme: Dari Minyak Hingga
Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, September 2005, hal.
7-14.
Hartono Mardjono, Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Keindonesiaan:
Proses Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Aspek Hukum, Politik dan
Lembaga Negara, Mizan, Bandung, 1997, hal. 27 - 33
Juhaya Praja, Islam, Globalisasi & Kontra Terorisme: Islam Paska Tyragedi 911,
Kaki Langit, September 2004, hal. 198 – 238.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosda
Karya, Bandung, 1997, hal. 84- - 105.
98
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Muhammad Chirzin, Penafsiran Rasyid Ridla dan Sayyid Quthb tentang Jihad,
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Ditjen Bimas
Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama, Jakarta,
2005, hal 29 – 72;
Majalah Khasanah Ilmu-Ilmu Islam Asy Syariah: Ilmiah dan Mudah dipahami,
khususnya tulisan tentang Polemik menuju Negara Islam:
Meluruskan Pemahaman Tentang Khilafah Islamiyah hal 5 – 10 dan
Khilafah di Atas Manhaj Nubuah No. 16 September 2005, Penerbit
Oase Media, Jakarta, 2005, hal.11 – 31.
Nurchalish Madjid, Islam Kemodernan dan Keindonesiaa, Penerbit Mizan,
Bandung, 1987, hal. 35 - 43
Puslitbang Lektur Keagamaan, Makalah tentang Jihad Dalam Islam yang
mengiventarisir jihad dan yang berkaitan dengannya, 2006, tidak
diterbitkan, hal 1 – 21.
Sarlito Wirawan Sarwono, Pengantar Umum Psikologi, UI Press, Jakarta,
1990, hal. 29
Sayyed Husain Nasr, Menjelajah Dunia Modern: Bimbingan untuk Kaum
Muda Muslim terj. Hati Tarekat, Khususnya yang membahas
mengenai Filsafat dan Aliran-aliran Pemikiran Barat Modern,
Penerbit Mizan, Bandung, 1995, hal. 155.
Sidney Jones, Indeks Nama-Nama Tertuduh Pelaku Terorisme di Asia Tenggara,
International Crisis Group: Working To Prevent Conflict
Worldwide, 22 Februari 2005;
Sidney Jones, Daur Ulang Militan di Indonesia: Darul Islam dan Bom Kedutaan
Australia, ICG, 2005, hal. 40 - 51
Todung Mulya Lubis (Prolog) dan Azyumardi Azra (Epilog) Terorisme,
Perang Global dan Masa Depan Demokrasi, Khususnya tentang
kaitan dengan tema: Amerika adalah Macan Kertas, Matapena,
Jakarta, Oktober 2004, hal. 135.
Wakhid Sugiyarto dalam pengamatan terlibat di LDII sejak tahun 1992 hingga
sekarang (selama sudah 14 tahun) di DPD Jakarta Barat I (Kebon
Jeruk), dan di DPD Jakarta Barat II (Cengkareng).
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
99
Wakhid Sugiyarto, Eko Aliroso dan Syuhada Abduh, Penelitian Kasus-Kasus
Keagamaan di Indonesia (Studi tentang IJABI di Kota Bandung).
Desember 2006
Z.A. Maulani, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari
Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta,
2005:44-45.
Dokumen
Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ongen Pattimura, jam 13.30 s.d 14.30,
jam 15.00 s.d 17.00, tanggal 14 Juni 2005; jam 13.00 s.d 15.00
tanggal 6 Juli 2005; jam 11.30 s.d 13.00 tanggal 12 Juli 2005;
Wawancara dengan Rahmadi, 14 Juni 2006
Berita Acara Pemeriksaan atas nama Ismail Fahmi Yamsehu alias Ismail,
jam 15.00 s.d 17.00 wit, 23 Mei 2005.
Berita Acara Pemeriksaan Asep Jaja Alias Aji Alias Dahlan oleh Brigadir
Elfis Mayaut
Berita Acara Pemeriksaan atas nama Fathur alias Andi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Citra Umabara, Bandung,
2003,.
Kota Ambon Dalam Angka 2004.
Koran-koran sepanjang tahun 2000 – 2001 sering memuat berita dan artikel
mengenai prang saudara di Maluku
100
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL ISTERI
TERSANGKA TERORISME DI SURABAYA
JAWA TIMUR
(Munfi’atun Nurdin M. Top)
Oleh
Mursyid Ali
Titik Suwariyati
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA
TAHUN 2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
101
KAJIAN PUSTAKA
Globalisasi
Secara sosio-klultural budaya global muncul sejak renaisanse dan
terus berkembang hingga kini mengiringi dinamika modernisasi dan
kapitalisme Barat. Globalisasi merupakan fenomena sosio-kultural
mutakhir berkaitan dengan proses sosial lain yang dikatagorikan sebagai
posmodernisasi, posindustrialisasi dan juga proses dis-organisasi
kapitalisme. Menurut Choirul Fuad, globalisasi merupakan konsep yang
mengejutkan sekaligus membingungkan orang. Globalisasi memuat makna
ekuivokal yang mengundang penafsiran dan analisis atau pemaknaan
yang berbeda tergantung pada perspektif yang dipergunakannya. Anthoni
Giddens dalam “Consequences of Modernity: Self and Society in the Late
Modern Age” memandang globalisasi selaku fenomena intensifikasi relasi
sosial yang mendua, yang membangun jalinan ikatan ruang geografis
sedemikian rupa dan berinteraksi satu sama lain secara intens. Akibatnya
dunia menjadi sebuah “global shopping mall” dimana gagasan dan
produk tersedia dimana saja pada saat yang sama. Lebih jauh Robertsons1
(1992) menggaris-bawahi bahwa dalam kenyataannya, secara sosiokultural konsep dasar globalisasi tidak semata mengacu pada obyektifitas
meningkatnya interkoneksi antar ruang dan penghuni dunia, namun juga
mengacu kepada ihwal subyektif dan dimensi kultural masyarakat.
Globalisasi berkaitan dengan keluasan dan kedalaman kesadaran akan
dunia sebagai “single space”.
Berangkat dari konseptual di atas, dipahami bahwa globalisasi
sebagai dinamika sosial yang ditengarai oleh terjalinnya relasi sosial tanpa
dibatasi oleh sekat-sekat ruang, tempat dan jarak. Kehidupan manusia
berlangsung dalam bingkai ruang tunggal tanpa batas-batas perbedaan
jarak, tempat tinggal, ras, suku, bahasa, maupun faktor sosio-kultural
lainnya. Globalisasi menjadikan dunia terasa makin kecil dan sempit.
Beragam manusia yang berasal dari berbagai tempat dan latar belakang
sosio-kultural serta keyakinan keagamaan yang berbeda berada dan saling
berinteraksi dalam kebersamaan ruang dan waktu. Globalisasi
102
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
menampakkan dirinya sebagai bentuk perubahan dalam berbagai aspek
kehidupan sosial, politik, ekonomi, budaya dan juga agama. Pada tataran
politik misalnya proses deregulasi dan liberasi telah mengakibatkan
terjadinya pengurangan intervensi otoritas negara secara menonjol. Pada
dimensi ini tumbuh asumsi umum bahwa semua negara harus menghargai
HAM, menjalankan prinsip-prinsip demokrasi, serta mengembangkan
bangunan “civil society”. Sedangkan pada tataran ekonomik, globalisasi
berkaitan dengan kecenderungan perkembangan berbagai aktivitas
perdagangan bebas, deregulasi tenaga kerja, barang, pasar uang serta
berbagai penataan sosial mengenai proses produksi, pertukaran iptek,
distribusi, konsumsi dan pelayanan. Pada tataran budaya, pola globalisasi
berdampak pada berkembangnya struktur budaya global di hampir
seluruh penjuru dunia. Globalisasi telah membangun norma, nilai, dan
prilaku budaya global, termasuk kerangka berpikir, orientasi dan gaya
hidup atau “way of life” setiap orang merasakan bahwa dirinya adalah
warga dunia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tekonologi, khususnya
Iptek di bidang komunikasi dan informasi, secara intens mengakselerasi
pertumbuhan dan perkembangan budaya global. Sementara pada tataran
keagamaan, globalisasi yang berkembang beriringan dengan modernisasi
juga berimbas pada terjadinya dialog-dialog dan perubahan prilaku
keagamaan (religious behaviour) masyarakat dalam berbagai dimensi
sosial, ideoloik, eksporiensal, ritual, dan intelektual (Choirul Fuad).
Fungsi Agama
Secara umum agama dapat diartikan sebagai suatu sistem
kepercayaan, sebuah acuan normatif yang dapat dijadikan pedoman
hidup. Tercakup didalamnya perintah-perintah, larangan serta
serangkaian petunjuk dalam berprilaku bagi penganutnya dalam melakoni
hidup kesehariannya untuk mendapatkan kebahagiaan lahir-batin, duniaakhirat. Dalam setiap agama lazimnya terdapat karakter atau ciiri-ciri yang
bersifat umum berkenaan dengan ajaran: 1) Keimanan kepada Tuhan; 2)
Konsep tentang ke-Tuhanan; 3) Tata-cara berkomunikasi dengan Tuhan
atau upacara ritual; 4) Seperangkat nilai sebagai pedoman prilaku dalam
mengukir kehidupan sosial sehari-hari.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
103
Sebagai acuan atau pedoman hidup, setiap penganut agama akan
berupaya sesuai dengan kapasitas kemampuan masing-masing,
mengaktualisasikan ajaran agama yang diyakininya dalam prilaku sosial
kesehariannya. Dalam kondisi seperti itu, agama akan tampak atau
menyatakan dirinya dalam bentuk tingkah laku keagamaan, baik dalam
format individual maupun komunal. Secara sosiologis kemudian kita kenal
istilah-istilah penganut agama, komunitas agama, dan tokoh atau
pemimpin agama.
Sehubungan dengan masalah ini mengingat kompleksitas masyarakat
kita yang majemuk, yang terdiri dari beragam etnis, sistem nilai, sosial,
budaya, strata serta keyakinan keagamaan, maka tidak jarang terjadi
berbagai macam perbedaan persepsi aspirasi, interpretasi, atau ekspresi
keagamaan, walaupun boleh jadi mereka berasal dan menjadi penganut
suatu keyakinan agama yang sama. Benda-benda atau prilaku yang
dipandang sakral oleh suatu kelompok keagamaan, mungkin saja
dianggap sebagai benda atau prilaku yang biasa-biasa saja oleh kelompok
agama lain.
Perbedaan persepsi, interpretasi, dan ekspresi keagamaan tersebut,
dalam kondisi dan tingkat tertentu dapat menjadi sumber atau penyebab
terjadinya konflik-konflik keagamaan dan sosial dalam kehidupan
masyarakat. Khususnya bila terjadi persepsi, interpretasi atau ekspresi
keagamaan oleh seseorang atau kelompok, dinilai tidak relevan atau
bertentangan dengan ajaran, keyakinan atau doktrin keagamaan yang
bersifat prinsip yang diakui dan berlaku umum (Mainstream) dalam suatu
komunitas keagamaan, baik yang terjadi di lingkungan internal maupun
ekternal kelompook keagamaan.
Terjadinya konflik-konflik akibat perbedaan persepsi, interpretasi dan
ekspresi keagamaan tersebut, bila berlangsung berlarut-larut dapat
menimbulkan keresahan dan ketegangan sosial serta mengganggu
integrasi bangsa dan kerukunan kehidupan beragama. Pada gilirannya
konflik ini dapat berdampak pada rusaknya persatuan dan kesatuan,
mengganggu stabilitas sosial dan tidak tercapainya tujuan bangunan
kerukunan sosial yang kita dambakan.
Berkenaan dengan fungsi agama dalam masyarakat, Elizabeth K.
Nottingham berpandangan bahwa agama dapat membangkitkan
104
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kegairahan dan kebahagiaan batin yang paling sempurna, tapi juga dapat
menimbulkan rasa takut yang mengerikan. Walaupun dalam agama
perhatian kita terpusat pada suatu yang tidak terlihat, namun agama
melibatkan diri dalam masalah duniawi dan kehidupan sosial sehari-hari.
Agama selain menanamkan keyakinan terhadap hal-hal gaib, sekaligus
berfungsi melepaskan belenggu tradisi dan keyakinan yang tidak relevan.
Melalui simbol-simbol keagamaan dapat diujudkan ikatan sosial yang
mempersatukan kelompok-kelompok masyarakat dalam suatu ikatan yang
kuat dan utuh. Akan tetapi juga perbedaan keagamaan dapat pula
mengundang dan menyulut perseteruan yang dahsyat, seperti prilaku
kekerasan bahkan peperangan. Ajaran keagamaan bisa dilaksanakan dan
dipandang senantiasa sesuai dengan lapisan masyarakat, kurun waktu,
dimanapun mereka berada. Keyakinan kepada Tuhan, membantu
semangat dalam menunaikan tugas-tugas hidup keseharian. Tulus
menerima nasib yang mungkin kurang menguntungkan, mengatasi
berbagai kesulitan, dan tidak bersikap congkak atau lupa diri bila meraih
keberuntungan. Agama dapat memberikan harapan ketika pemeluknya
berada dalam suasana ketidakpastian, mengalami penderitaan, frustasi
atau kemiskinan. Dalam situasi tertentu agama dapat memberikan hiburan
bagi kelompok tertindas. Agama juga memperingatkan kepada
penganutnya yang menyandang keberuntungan atau kelebihan agar tidak
lupa diri. Tidak menyalahgunaan kekuasaan atau keyakinan yang
dipegangnya untuk kepentingan pribadi semata tanpa menghiraukan
kepentingan publik.
Selain itu, sebagai sistem nilai dan norma sosial, agama juga bisa
melakukan fungsi pengawasan atau kontrol sosial. Agama memberikan
pembatasan (limitasi) dan mengkondisikan conditioning) terhadap
tindakan atau prilaku individu dan kelompok sosial ke arah tujuan
bersama. Agama menyeleksi kaidah-kaidah prilaku susila yang baik dan
mengukuhkannya sebagai patokan yang harus dipatuhi oleh pemeluknya.
Sebaliknya, agama juga menolak nilai-nilai sosial yang negatif dan
melarang para pemeluknya melakukan tindakan negatif sebagai perintah
agama. Agama memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap ajaran
agama dan juga berfungsi mengawasi dalam proses aktualisasinya. Agama
mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa agar para penganutnya
selalu berprilaku sesuai dengan ketentuan yang digariskan agama.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
105
Nilai-nilai agama juga dapat dijadikan acuan dalam melakukan kritik
evaluatif terhadap pemegang kekuasaan atau pemerintah berkenaan
dengan sejauhmana pemerintah menjalankan tugas dan fungsinya sesuai
dengan kaidah-kaidah agama dan norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Agama juga berupaya menjaga terciptanya dan tegaknya
keadilan sosial. Fungsi kritis atau praktek agama, terkadang mengundang
konflik antara pemerintah dengan kelompok agama.
James Mc Kee dalam “The Study of Society1”, menggarisbawahi
bahwa pada kenyataannya diakui keyakinan dan norma agama dapat
mempengaruhi prilaku para pemeluknya. Pengakuan bahwa agama dapat
mengontrol tindakan manusia dan menjaga masyarakat tetap “in line”
dalam realitasnya memposisikan agama sebagai instrumen efektif dan
signifikan untuk kritik terhadap penguasa. Nilai dan norma agama
memberikan penguatan terhadap institusi sosial dan tatanan sosial sebagai
suatu keseluruhan. Agama dipandang memiliki fungsi dan menjadi
sumber utama terbentuknya integrasi masyarakat, atas dasar persamaan
dan kesepakatan serta ikatan tata nilai serta cara-cara spiritualitas tertentu
yang diyakini, psiko-religius, kredo, dogma, kultus dan simbol
keagamaan, para penganut agama cenderung berupaya untuk
mempertahankan serta mengamalkan ajarannya dan memperjuangkan
agama yang dianutnya. Dalam perspektif ini, sangat jelas bahwa agama
memiliki fungsi utama yang “necessary” bagi terbentuknya integritas
sosial dalam masyarakat atau bangsa. Sebaliknya, ketika egoisme dan
fanatisme keagamaan berkembang terlalu dalam pada para penganutnya,
maka yang muncul malah proses disintegrasi sosial. Jadi agama dapat
berfungsi selaku pemersatu dan sekaligus pemecah masyarakat, atau
faktor integritas dan disintegritas sosial sekaligus.
Dari paparan di atas mungkin dapat ditarik simpul-simpul yang
dipandang penting berkenaan dengan fungsi agama. Pertama, untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia selaku makhluk yang ber-Tuhan,
terutama untuk memenuhi kebutuhan rohani dan spiritual. Kedua, nilai
dan pesan-pesan agama berfungsi sebagai acuan atau pedoman berprilaku
dalam kehidupan. Agama juga dapat memberikan rasa kedamaian,
ketenangan dan ketabahan dalam menghadapi berbagai kesulitan hidup
bagi para penganutnya (fungsi salvatif). Ketiga, fungsi edukatif dimana
ajaran agama mengajarkan dan mempengaruhi tingkah laku pemeluknya
106
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
ke arah yang positif. Keempat, agama dapat berfungsi selaku kontrol
sosial. Kelima, fungsi integratif, menjadi simbol pemersatu, tapi juga
sekaligus dapat berfungsi sebagai penyebab terjadinya konflik atau
perpecahan.
Ekstremisme Keagamaan
Menurut sejumlah literatur, ekstremisme berarti suatu keadaan yang
berada pada titik paling ujung dari titik pusatnya. Secara kiasan, hal ini
menunjukkan semacam keterpinggiran dalam agama, pemikiran dan
prilaku. Salah satu konsekwensi terpenting dari ekstremisme adalah
kemungkinan munculnya bahaya dan gangguan terhadap keamanan.
Ekstremisme ini sering dijumpai pada gerakan kelompok-kelompok
seperti kelompok fundamentalis, radikalis, atau para teroris. Dalam
kehidupan keagamaan, kelompok ektrem lazimnya berkembang terbatas
di
lingkungan
kelompok-kelompok
kecil,
(minoritas)
bukan
kecenderungan umum (mayoritas) umat suatu agama. Sikap ekstrim pada
dasarnya tidak sesuai dengan fitrah manusia dan ajaran agama (Islam)
pada umumnya. Jika segelintir manusia saja tidak mampu menghalau
sikap melampaui batas atas dirinya, dalam waktu singkat, mayoritas
manusia juga tidak akan mampu melakukannya. Ketetapan Tuhan
ditujukan kepada seluruh manusia, tidak hanya kepada kelompok tertentu
yang mungkin memiliki kapasitas tersendiri untuk bersikap sabar. Selain
itu menurut Yusuf Al Qardhawi, melampaui batas itu, tidak akan bertahan
lama. Karena kapasitas manusia untuk bersabar dan bertahan, secara alami
terbatas. Manusia dapat dengan mudah menjadi bosan, tidak mampu
menahan praktek melampaui batas berlama-lama. Walaupun mungkin
mampu bertahan sementara waktu, pada saatnya ia merasa lelah baik
secara pisik maupun mental, kehabisan energi, akhirnya menyerah, atau
menggantikan dengan cara lain, dan mengkesampingkan cara melampauai
batas.
Masih mengacu pada pandangan Yusuf Al Qardhawi 1, beberapa
indikasi berkenaan dengan ekstremisme pada umumnya meliputi:
Pertama, adalah kekerasan hati dan intoleransi membuat seseorang sangat
kokoh berpegang pada pendapat dan dugaan-dugaannya sendiri.
Kekakuan (reqidity) juga menjadi indikasi sikap tertutup terhadap
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
107
pendapat dan upaya memahami kepentingan orang lain, tujuan hidup,
pemikiran keagamaan dan kondisi obyektif kontekstual, dan menutup diri
dari dialog dan membandingkan pandangannya dengan pandangan orang
lain yang berbeda.
Karakteristik kedua, menampakkan diri dalam bentuk komitmen
untuk terus bersikap berlebihan, dan berusaha mempengaruhi orang lain
untuk melakukan yang sama. Persoalan akan menjadi rumit, bila
kecenderungan untuk memaksakan pendapatnya. Melancarkan tudingan
kepada orang lain, bid’ah, rusak iman, meyimpang dan sebagainya. Teror
inteletual ini tak kalah mengerikannya dengan teror pisik.
Ketiga, terlalu membebani orang lain dengan menerapkan suatu
keyakinan atau ajaran tanpa mempertimbangkan kapasitas kemampuan
individual dan kondisi obyektif yang beragam.
Keempat, di lingkungan kelompok ekstremisme ini tidak jarang
menampilkan diri dalam prilaku yang kurang santun dalam
memperlakukan orang lain, kaku, zalim, bahkan bisa menjurus ke arah
penekanan dan kekerasan. Kecurigaan dan kesangsian juga merupakan
perwujudan ekstremisme, orang lain salah dan kesangsian juga
merupakan perwujudan dari ekstremisme. Seorang ekstremis dengan
gampang menuding orang lain salah dan membuat keputusan yang
berpseberangan dengan norma umum, mengenyampingkan azaz praduga
tak bersalah. Menyalahkan orang lain atas dasar kecurigaan, tanpa
pertimbangan matang, di luar ukuran standar.
Terkait dengan ekstremisme keagamaan, Islam mengajarkan
“moderasi dan keseimbangan” dalam segala hal: kepercayaan, ritual, amal,
dan legislasi, sesuai dengan jalan Tuhan (Allah SWT) yang disebut “al-sirat
al mustaqiem atau jalan lurus, berbeda dengan jalan-jalan lain yang diikuti
orang-orang yang dimurkai dan menuju kesesatan.
Namun juga perlu dipahami bahwa tingkat pengetahuan,
pengalaman, pengamalan dan derajat kesalehan seseorang tentu saja
berbeda dengan orang lain. Masyarakat yang religius, biasanya melahirkan
orang-orang yang bersikap peka terhadap bentuk-bentuk penyimpangan
yang terjadi dan menolaknya, mengkritisinya. Melihat persoalan sesuai
dengan kriteria yang relevan dengan latar belakang sosial, tingkat
pendidikan, penghayatan dan pengalaman keagamaan. Bila seseorang
108
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
yakin akan kebenaran pendapatnya berdasarkan hukum agama, ia bebas
menjalankan sepanjang tidak mengganggu kepentingan orang lain,
walaupun orang lain berpandangan tidak sama bahkan bertentangan. Tiap
orang bertanggungjawab atas keyakinan dan pengamalan keagamaan
masing-masing. Kesalahan individual dalam beragama. Tidak bisa
ditimpakan kepada semua anggota kelompok umat beragama tertentu,
konon pula dilemparkan kepada eksistensi keagamaan.
Fenomena Kekerasan
Pada umumnya munculnya gerakan fundamentalisme dan gerakan
radikal di lingkungan umat Islam di berbagai belahan dunia berkisar pada
dua hal. Pertama, para pengamat kontemporer melihat fenomena ini
sebagai respon kelompok Muslim terhadap sekularisme Barat dan
dominasi dan hegemoni dunia Kristen (Barat) atas dunia Islam. Kedua,
merupakan protes melawan kemerosotan internal dan krisis
kepemimpinan di kalangan umat Islam sendiri1. Menurut analisa Akbar S.
Ahmad sambutan luas terhadap gerakan-gerakan radikal, disebabkan oleh
faktor perlawanan terhadap Barat yang hegemonik, dan terlalu dalam ikut
campur di negara-negara Islam, seperti yang terjadi di Irak, Libya, Bosnia
dan Palestina. Umat Islam sudah sejak lama diperlakukan tidak adil oleh
Barat secara politik, ekonomi, dan budaya, sehingga mendeklarasikan
perlawanannya terhadap Barat. Dominasi Barat terhadap negara-negara
Islam tidak dalam kapasitas yang saling kerjasama, tetapi malah
memojokkan dan memusuhi. Pada gilirannya ketidakadilan Barat
berdampak pada timbulnya perlawanan dengan aksi-aksi kekerasan
seperti yang berkecamuk di Palestina, Libya dan tempat-tempat lain,
sementara di lingkungan umat Islam sendiri ada yang menganggap antara
lain bahwa berbagai krisis kehidupan terjadi akibat kerusakan yang
ditimbulkan oleh tindakan menyimpang (maksiat). Dalam sistem skuler
Islam hanya ditempatkan dalam urusan individu dengan Tuhannya.
Sedangkan dalam urusan sosial kemasyarakatan, agama ditinggalkan. Di
tengah-tengah sistem skularistik, lahir berbagai bentuk tatanan yang jauh
dari nilai-nilai Islam. Tatanan ekonomi yang kapitalistik, prilaku politik
yang oportunistik, budaya hedonistik, kehidupan sosial yang egoistik dan
individualistik, sikap beragama yang sinkretik serta sistem pendidikan
yang materialistik.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
109
Sehubungan dengan ketegangan antara Barat dan dunia Islam,
menurut Azyumardi Azra, Huntington mengungkapkan sejarah lama
bahwa konflik antara peradaban Islam dan Barat telah berlangsung selama
1300 tahun. Teori Huntington tentang benturan peradaban-peradaban (the
clash of civilization) mendapat tanggapan beragam dari banyak kalangan,
baik dari Barat maupun Islam. Wacana dan kontroversi teori Huntington
ini sempat menghilang sejak paruh kedua dasawarsa 1990-an. Namun
sejak peristiwa 11 Setpetmber 2001 kontroversi tersebut kembali
menemukan momentumnya, serangan teroris terhadap dua simbol utama
kekuatan ekonomi dan militer presentasi Barat yakni Amerika Serikat,
dipandang sebagian pengamat sebagai aktualisasi teori Huntington yaitu
benturan peradaban Barat melawan Islam. Di samping itu pada masa
modern dan kontemporer sekarang, terdapat keunggulan-keunggulan
tertentu peradaban Barat dengan nilai-nilai yang applicable pada pelbagai
kebudayaan lain. Tapi harus segera dikemukakan, setidaknya di kalangan
Dunia Timur, peradaban Barat juga memiliki kelemahan-kelemahan
tertentu, dan karena itu nilai-nilainya tidak selalu applicable dalam
masyarakat non Barat. Karena itulah adanya resistensi yang kuat terhadap
dominasi dan hegemoni peradaban Barat yang dipandang merupakan
impreialisme kultural (cultural imperialism). Kalangan Muslim melihat
modernisasi dan modernisme yang muncul di banyak kawasan Dunia
Muslim sejak akhir abad 18 melalui ekspansi militer dan penetrasi budaya
Eropa merupakan “proyek Barat”, tidak hanya untuk memaksakan
peradaban mereka terhadap Dunia Muslim, bahkan lebih jauh untuk
menyingkirkan pengaruh Islam dari pelbagai aspek kehidupan. Karena
itulah salah satu faktor munculnya radikalisme di kalangan Muslim dalam
bentuk “harakah Islamiyah”.
Namun masih menurut Azra, bagaimanapun harakah Islamiyah,
apalagi yang benar-benar radikal, hanyalah sebagian kecil dari gambaran
keseluruhan Dunia Islam. Pada sisi lain, terdapat wacana dan gerakan arus
utama Islam, yang meski juga menolak sekularisasi dan sekularisme,
berusaha mengembangkan wacana dan praktis yang menekankan
kompatabilitas Islam dengan modernisasi dan modernisme yang dalam
bidang politik misalnya menyangkut demokrasi. Usaha perumusan
konseptual dan praksis tentang kompatabilitas Islam dengan demokrasi,
memang tidak mudah. Tapi semua kita seyogyanyalah tidak mengabaikan
arus utama ini dan tidak hanya terpusat pada gerakan radikal. Jika tidak
110
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
yang muncul adalah citra tentang Dunia Muslim yang semakin terdistorsi
dan misleading.
Berkenaan dengan tindak kekerasan “Bom Bali” salah seorang pelaku
dalam peristiwa Bom Bali tersebut yakni Imam Samudra. Menyatakan
dalam bukunya “Aku Melawan Teoris” : Sungguh kekejaman dan
kebiadaban Amerika dan sekutunya telah memangsa jutaan nyawa kaum
muslimin dengan pembantaian terkejam, mulai dari Irak, Afganistan,
Somalia, sampai Indonesia, hanya bisa dihadapi dengan cara jihad.
Kepedihan dan kesakitan hati kaum muslimin hanya dapat diobati oleh
jihad. Inilah perlawanan yang seimbang yang Allah perintahkan dalam
Surat At-Taubah : 14-15. melihat kondisi dimana jutaan darah kaum
muslimin tumpah ruah, kehormatan mereka dicabik-cabik oleh senjata
Amerika dan sekutunya, pantaskah kaum muslimin lainnya berpangku
tangan?
Kerusakan telah terwujud, kekacauan telah terjadi, kaum mukmin
telah kehilangan jati diri. Tak ada lagi perlindungan (atau terlalu sedikit)
bagi mereka yang tertindas dan teraniaya. Tak ada lagi pembelaan
terhadap mereka yang menjerit sampai kehabisan suara. Tak ada lagi
pertolongan bagi mereka yang memekik, menangis dan meronta, dirusak
dan diperkosa kehormatannya oleh kebiadaban Amerika dan sekutunya.
Kaum muslimin telah mati, tinggal nama dan ritual kosong tanpa makna.
Lautan buih, kaum muslimin telah tenggelam dalam keegoan
individualistis, terbuai dalam gema popularitas, telah mabuk dalam
kesibukan dunia masing-masing. Kaum muslimin telah terhuyung dalam
tipu daya kaum kafir yang telah mempertuhankan demokrasi.
Lalu mengapa mesti Bom Bali? Bali bukan targetku dan kawankawanku. Bali hanyalah sekeping tempat berkumpulnya teroris Amerika
dan sekutunya. Target kita adalah bangsa-bangsa penjajah dan penjahat
yang selalu berbuat kejahatan, kerusakan, kezaliman, sambil bersikap
angkuh dan bangga atas segala kemungkaran yang mereka lakukan, tanpa
ada satu bangsapun yang beranjak menghentikan kesemena-menaan
mereka. Mengapa tidak dilakukan di Amerika atau Australia, Prancis atau
Jerman, atau negara sekutu Amerika lainnya. Banyak faktor yang sulit dan
tak memungkinkan kita beroperasi di sana.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
111
PROFIL ISTERI
TERIDANA TERORIS
Mengenal Munfiatun Isteri Nurdin M. Top
Informasi yang dihimpun melalui kajian ini bertumpu dan
mengandalkan pada sumber skunder yakni penelusuran dan telaah
terhadap dokumentasi instansi terkait, laporan Jurnal Media Massa, dan
wawancara dengan sejumlah nara sumber yang memiliki informasi dan
pengetahuan tentang masalah kajian. Rencana awal bisa berwawancara
langsung dengan tokoh “Munfiatun” terpidana tiga tahun isteri Noordin
M. Top tersangka paling dicari kepolisian yang sekarang masih buron itu,
tidak kesampaian. Selain hambatan teknis dan administratif, keinginan
wawancara tatap muka tersebut terpaksa tidak dapat dilangsungkan,
terganjal oleh adanya larangan pihak keamanan pusat terhadap siapa saja
selain anggota keluarga untuk menemui terpidana.
Ditegaskan oleh Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Sukun
(PALAS) Kota Malang Purwani Suyatmi, pihaknya melarang orang yang
bukan keluarga “Munfiatun” termasuk wartawan untuk menjenguk
terpidana yang mendekam di Lapas itu. Pelarangan itu dilakukan dengan
alasan ada perintah dan ketentuan dari atasannya di Jakarta. Hal ini
diberlakukan untuk antisipasi kemungkinan Lapas dijadikan sasaran balas
dendam “Noordin M. Top” kata Kapolresta Malang AKBP Duman Ismail.
Sebanyak lima belas personil setiap hari disiagakan secara bergiliran.
Enam dari lima belas petugas itu berpakaian sipil yang harus mengawasi
setiap pengunjung maupun orang yang lewat di depan Lapas. Setiap satu
jam sekali petugas lapas akan melihat Munfiatun di kamarnya dan
mencatat apa yang dikerjakannya. Munfiatun yang sebelumnya ditahan di
Rumah Tahanan Bangil Pasuruan, sejak tanggal 23 Juli 2005 dipindahkan
ke Lapas Malang dan akan menjalani masa hukumannya sampai 28
September 2007.
Munfiatun alias Fitri dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1976 di Jepara
Jawa Tengah, merupakan anak ketiga dari lima bersaudara hasil
112
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
perkawinan pasangan keluarga Thoha Mustafa – Harozum yang tinggal di
jalan Pemuda Penyangakan Kulon – Jepara.
Menurut penuturan ketua Rukun Tetangga (RT) setempat Munawir,
Munfiatun berasal dan dibesarkan oleh keluarga yang baik-baik, santun
dan taat agama, terutama menjalankan shalat wajib lima waktu. Munfiatun
pernah datang ke rumahnya bersama-sama dengan ibunya Harozun yang
bekerja sebagai Guru Sekolah Dasar, meminta surat pengantar menikah di
luar daerah. Tapi baik Munfiatun maupun ibunya tidak menjelaskan halihwal calon suaminya. Sebelum dan sesudah menikah, Munawir tak
pernah bertemu dengan suami Munfiatun. Kemudian kami para warga
setempat semuanya menjadi kaget ketika ada berita suami Munfiatun
merupakan tersangka pelaku teroris yang dicari-cari polisi. Pada
umumnya warga sekitar tidak percaya dengan berita tersebut karena
Munfiatun, saudara-saudara serta keluarganya dalam kehidupan sosial
sehari-hari dengan warga setempat dikenal sebagai orang dan keluarga
yang baik-baik, sopan santun, toleran, akrab, suka menolong, dan tidak
mau mengganggu orang lain, serta taat beribadah.
Tidak banyak catatan, cerita yang menarik, unik atau istimewa
tentang pengalaman hidup Munfiatun sejak masa kanak-kanak, masa
sekolah di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah, hingga berhasil
menyelesaikan program strata satu di Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya Malang, khususnya pengalaman dan aktivitas Munfiatun yang
bisa dikaitkan dengan prilaku terorisme. Munfiatun tumbuh dan
berkembang di lingkungan keluarga dan masyarakat yang agamis, sama
seperti teman-teman sebayanya sekampung lainnya di desa Penyangakan
lainnya. Ia pernah belajar di Madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah, kemudian
melanjutkan di Sekolah Menengah Umum di Jepara.
Dengan Modal bakat kecerdasan yang diwarisi dari orang tua,
semangat belajar dan dorongan, saudara-saudaranya, Munfiatun
meneruskan kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
dan menyelesaikan Program Sarjana (strata satu), pada tahun 2001.
Menurut teman sekampusnya (Azhari), Munfiatun disamping rajin
mengikuti pengajian di Majelis Taklim, juga mengajar selaku Guru honorer
di sekolah swasta. Dalam cara berpakaian, nampaknya berjilbab sudah
merupakan kebiasaannya sehari-hari sejak masih belajar di madrasah
smpai sekarang. Hanya saja setelah selesai kuliah, terkesan cenderung
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
113
bersikap lebih pendiam dan menutup diri, terutama bila, diajak bicara atau
ditanya soal yang menyangkut pribadinya. Hal itu mungkin mendendam
rasa malu dan risau, lantaran dengan usianya yang sudah menginjak 28
tahun, yang menurut ukuran masyarakat setempat terbilang tidak muda
lagi, belum juga menemukan jodoh. Sementara teman-teman sebayanya
yang lain, kebanyakan sudah berkeluarga dan menjalani hidup dengan
pasangannya masing-masing. Karena itu menurut Sumardi (Jaksa) desakan
keinginan untuk cepat berkeluarga ini barangkali merupakan salah satu
faktor yang mendorongnya menerima lamaran Abdurrahman Aufi alias
Noordin Top, tanpa banyak pertimbangan secara kritis terhadap identitas
calon suaminya.
Aktualisasi Keagamaan
Bekal pengetahuan, pengamalan dan pengalaman kehidupan
keagamaan, tentu saja tidak terlalu banyak berbeda dengan anak-anak
lainnya, banyak terpengaruh dan dipengaruhi oleh proses sosial di
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Munfiatun yang tumbuh
dan berkembang dalam keluarga yang taat beragama, kemudian menimba
pengetahuan keagamaan di madrasah yang porsi pelajaran agama lebih
besar dan intens dibandingkan dengan sekolah umum, diperkokoh pula
oleh kondisi sosial yang Islami setempat, dilihat dari sisi pendidikan
kepribadian, jelas sangat menguntungkan, khususnya terkait dengan
pembentukan kepribadian di bidang keagamaan Islam.
Karenanya tidak mengherankan bila nilai-nilai dan pesanpesan
keagamaan Islam sangat mempengaruhi keyakinan, kesadaran serta
penghayatan Munfiatun dalam merespon berbagai persoalan sosial yang
dihadapinya. Nilai dan pesan-pesan keagamaan (Islam) yang diperolehnya
melalui keluarga, sekolah dan lingkungan sosial, kemudian dijadikan
pedoman dan acuan hidup yang sangat vital bagi dirinya dan tercermin
dalam bersikap, berperilaku dan bertindak serta aktualisasi jati diri dalam
kehirupan sosial keseharian di tengah masyarakat.
Aktualisasi ajaran keagamaan Islam di lingkungan masyarakat
Kecamatan Pecangakan Kulon Jepara dalam kehidupan sosial sehari-hari
setempat, secara umum tidak banyak berbeda berbeda dengan aktualisasi
114
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
keagamaan Muslim arus utama (main stream) di tempat-tempat lain yakni
dalam koridor paham keislaman Sunnah Waljamaah.
Setiap muslim berkeyakinan bahwa kehidupan yang dijadikan
dambaan itu adaslah suatu bentuk kehidupan yang selaras dan seimbang
antara kepentingan dan kebahagiaan duniawi-ukhrawi, jasmani-rohani,
material dan spiritual. Untuk meraih dua macam kebahagiaan tersebut,
orang harus senantiasa bertakwa, menjalankan semua perintah dan
menghindarkan diri dari segenap larangan yang telah digariskan Tuhan.
Kita harus bekerja keras dan sungguh-sungguh supaya dapat
memenuhi kebutuhan dan menikmati hidup yang layak khususnya
kebutuhan materi. Namun sekaligus juga tidak boleh melalaikan amal buat
bekal kebahagiaan setelah kita menjalani hidup duniawi yang sifatnya
sementara. Untuk itu orang harus beriman, taat beribadah, dan banyak
berbuat amal kebajikan (shaleh). Setiap muslim, pertama-tama wajib
meyakini atau iman bahwa Tuhan sebenarnya yang pantas dan berhak
untuk disembah dan dipuja hanyalah Allah SWT semata. Tidak boleh ada
persembahan lain. Kedua, orang harus iman kepada Malaikat dan
makhluk gaib lainnya. Malaikat adalah makhluk Tuhan yang paling suci
dan paling patuh, serta tak pernah berbuat dosa. Masing-masing Malaikat
sangat taat dengan tugas-tugasnya sendiri. Ada yang berfungsi
menyampaikan wahyu, mencabut nyawa, mencatat prilaku manusia,
penjaga pintu sorga, neraka dan sebagainya.
Selain itu juga percaya pada keberadaan makhluk gaib lainnya,
seperti jin, sosok makhluk gaib yang dapat melihat kita, tapi kita manusia
tidak bisa melihat mereka. Jin ini ada yang baik dan yang jahat. Syetan
adalah sebangsa dengan jin jahat yang kerjanya menggoda dan berupaya
senantiasa untuk menjerumuskan manusia kedalam kejahatan, dan
merupakan musuh paling besar sepanjang masa bagi umat manusia.
Berikut rukun iman ketiga, percaya kepada kitab-kitab suci yang
diturunkan Allah kepada para RasulNya seperti kitab Zabur kepada Daud,
Taurat kepada Musa, Injil kepada Isa dan Al Qur’an kepada Muhammad
SAW. Alquran adalah kitab suci umat Islam yang harus dijadikan
pedoman dan pegangan dalam menelusuri perjalanan hidup ini. Keempat,
harus beriman kepada para Nabi dan Rasul-Rasul. Para Nabi dan Rasul ini
adalah manusia-manusia pilihan dan istimewa yang ditunjuk Allah
sebagai utusan mensosialisasikan dan mengajarkan ajaran Allah kepada
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
115
umat manusia di zamannya masing-masing. Kemudian rukun iman yang
kelima adalah percaya akan adanya hari kiyamat, atau hari pembalasan,
setelah kehidupan duniawi yang fana ini berakhir.
Pada hari tersebut tiap orang harus mempertanggung jawabkan
amalan semasa hidupnya masing-masing. Tiap orang akan menerima
ganjaran yang sepadan dengan amal prilakunya sendiri. Oleh karena itu
semasa hidup ini, orang harus senantiasa berhati-hati dan memelihara
prilaku tindak tanduknya supaya kelak selamat dan memperoleh
kehidupan yang layak, baik dan nyaman, dan tidak terjerumus kedalam
siksaan di akhirat kelak. Sementara rukun iman keenam adalah keyakinan
terhadap qadha dan qadhar. Baik-buruknya peruntungan nasib seseorang
berada dalam kekuasaan Allah, pada akhirnya semua terpulang kepada
Allah SWT. Orang yang beruntung dan bernasib baik tidak boleh lupa diri
dan congkak. Sebaliknya mereka yang kurang beruntung juga jangan lupa
diri dan putus asa. Peruntungan nasib itu sudah merupakan ketentuan dan
cobaan Allah, yang sewaktu-waktu bisa berubah. Yang kaya dan
beruntung, dengan kehendak Allah bisa saja tiba-tiba menjadi miskin,
sebaliknya mereka yang papa dan sengsara, tidak mustahil suratan
hidupnya berputar menjadi nyaman dan menyenangkan.
Selanjutnya, disamping beriman, setiap muslim juga harus memenuhi
Rukun Islam. Mengucapkan kalimat syahadat, menunaikan shalat,
terutama shalat wajib lima waktu, membayar zakat sesuai dengan yang
telah digariskan, berpuasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan ibadah
haji bagi yang berkemampuan. Selain itu setiap muslim harus selalu
mengerjakan ibadah-ibadah yang lain, senantiasa memelihara niat dan jati
dirinya dengan berprilaku bijak, makruf, serta menghindarkan diri dan
berupaya menumpas perbuatan jahat yang dapat merusak kehidupan anak
manusia di bumi.
Dasar-dasar keislaman seperti di atas pada umumnya dimiliki oleh
kebanyakan Muslim yang pernah belajar agama Islam. Namun dalam
aktualisasinya bisa berbeda-beda, lantaran setiap orang bisa saja
menafsirkan cakupan Islam yang sangat luas itu menurut sudut pandang,
wawasan, pengalaman dan kepentingannya masing-masing. Seseorang
yang tekun beribadah, suatu saat bisa saja disebut orang lain kurang Islami
bahkan ingkar karena tidak ikut mengutuk Amerika dan pendukungpendukungnya yang dipandang biang kerok kezaliman, biang kerok
116
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
terorisme yang mau menghancurkan Islam. Sebaliknya pelaku tindak
kekerasan yang juga Muslim dan mungkin juga tekun beribadah seperti
kelompok Azhari, Noordin Top, Imam Samudra dan lainnya, dipandang
oleh Muslim di luar kelompok mereka selaku orang yang tidak Islami,
karena Islam tidak menghendaki kekerasan seperti yang mereka lakukan.
Namun kedua pihak yang saling berseberangan itu, masing-masing
merasa dan menyebut pihaknya pembela Islam. Sehubungan dengan
masalah ini Goenawan Muhammad menyatakan antara lain: “Yang sering
tak disadari adalah justru betapa goyahnya sebutan “Islam”.
Identitas memang sesuatu yang penuh problem. Ketika identitas
diberi nama dan masuk ke bahasa dan umumnya demikian – kita
memasuki resiko : selalu ada yang hilang dalam bahasa. Bahasa bukanlah
cermin yang jernih, tak sepenuhnya yang bergejolak dalam kehidupan bisa
direpresentasikannya. Sebab itu identitas selalu berakhir dengan
kegagapan. Ia tidak pernah tuntas, Islam adalah sebuah identitas yang
bergantung pada konteks waktu, tempat dengan apa ia dibandingkan,
kepada siapa kita bicara. Kebanyakan kita lupa akan hal itu. Tampaknya
ada anggapan bahwa karena agama datang dari Tuhan, otomatis agama
akan membentuk satu umat sebuah identitas sosial yang seratus persen
cocok dengan bentuk idealnya sendiri. Tentu saja itu sebuah keinginan
sejak dulu kata Al-Islam, Kristen, Budha, atau Hindu, menandai himpunan
manusia yang tak pernah berhenti mengutuk godaan, tak pernah berhenti
menanti keselamatan. Sejak dulu kelompok-kelompok agama tak pernah
bebas dari cemar, dengan kata lain, mereka retak dalam diri mereka
sendiri.
Keterlibatan dalam Teroris
Sepanjang mengacu pada berbagai informasi dan fakta yang dijadikan
barang bukti dalam proses pengadilan yang berhasil dikumpulkan
mengenai latar belakang keterlibatan Munfiatun dengan permasalahan
terorisme ini, adalah faktor perkawinannya dengan Abdurrahman Aufi
alias Noordin M Top, salah seorang tersangka pelaku terorisme yang
sampai sekarang masih buron. Nama Noordin Top mencuat setelah aksi
bom Bali I oktober 2002, bersama Azhari. Dua sekawan ini mempunyai
keahlian berbeda. Noordin jago merekrut pengikut, sedangkan Azhari
pintar merancang bom.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
117
Menurut laporan Tempo, 18 Juni 2006, dari para tersangka yang
ditangkap, polisi hanya mengetahui Noordin berada di Jawa Tengah dan
Jawa Timur, akhir 2003 – Juli 2004. Beberapa kali polisi nyaris menangkap
pasangan Noordin dan Azhari. Aparat menggerebek kontrakan mereka di
jalan Kembang Bandung September 2003. Namun polisi hanya
menemukan empat bom yang siap ledak. Mereka juga hampir diciduk di
Cengkareng Jakarta pada tahun 2004. Ketika pengejaran terhadap Noordin
dan kawan-kawan terus dilakukan, pengeboman justru jalan terus. Hingga
belakangan muncul aksi bom Bali II, Oktober 2005. Dari beberapa aksi
bom, polisi menemukan satu simpul pengait: detonator yang sama, setelah
bom Bali II, Noordin Top dan Azhari yang biasanya jalan berdua,
memisahkan diri. Dugaan ini terbukti ketika polisi mengepung
persembunyian tersangka teroris di Kota Baru (Malang) Jawa Timur, 9
Nopember 2005. di sana hanya ditemukan jenazah Azhari. Polisi terus
memburu Noordin, beberapa pengikut Noordin berhasil diciduk seperti
tersangka Solahuddin dan Mustaghfirin di Wonosobo.
Detasemen 88 Mabes Polri berhasil menangkap lima orang pengkiut
Noordin di Toli-Toli, 5 Mei 2006. Tiga orang yang diduga terorisme yakni
Agung Prasmono, Slamet Purnomo, dan Budiono, ditangkap, Juni 2006.
Mereka diduga menfasilitasi jaringan Noordin. Menurut polisi sejumlah
pengikut Noordin sudah mampu merakit bom. Kursus merakit bom
diduga dilakukan kelompok Noordin – Azhari berpindah-pindah lokasi
misalnya di Semarang, Surabaya, Solo dan Malang. Selain piawai menebar
teror, Noordin juga lihai memikat wanita. Dia berhasil menyunting gadis
pujaannya Munfiatun dan Noordin melangsungkan pernikahan mereka
secara sembunyi-sembunyi di rumah pimpinan Abu Fida, tanggal 22 Juni
2004 di Jalan Kapas Madya Surabaya. Dalam pernikahan yang menurut
versi kepolisian sebagai pernikahan diam-diam (sirri) itu, Munfariatun
didampingi ibu kandungnya Harozum. Sementara Abdurrahman alias
Noordin M. Top didampingi Achmad Hasan yang sekaligus bertindak
selaku pembawa acara. Sunarto bin Kartihardjo alias Abu Soim, alias
Adung, alias Abdul Hadi alias Gozali berperan sebagai wali yang
menikahkan Munfiatun, karena ayah kandungnya (Munfiatun) sudah
meninggal. Sedangkan khutbah nikah disajikan oleh Abu Fida. Berselang
lebih kurang dua minggu kemudian pada tanggal 7 Juli 2004 jam 7.30 pagi
dilangsungkan pernikahan secara resmi sesuai administrasi pemerintahan
di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan,
118
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
di hadapan Drs. Munif yang ditindak sebagai penghulu dan tercatat resmi
dengan Buku Akta Nikah dengan Nomor Register 303/12/VII/2004, yang
diterbitkan KUA Kecamatan Kraton Kabupaten Pasuruan.
Perkawinan Munfiatun dengan Abdurrahman alias Noordin Top ini
berawal dari perkenalan yang sangat singkat. Pertengahan Juni 2004,
Munfiatun menginap di rumah temannya sekampus di Universitas
Brawijaya Malang bernama Yati yang sudah berkeluarga dengan Hasan.
Pada kesempatan itu pasangan Yati Hasan, mengenalkan Munfiatun
dengan pria bernama Abdurrahman Aufi warga Malaysia. Hasan
kemudian berbicara empat mata dengan Munfiatun menjelaskan identitas
Abdurrahman. Kamudian berlanjut dengan pembicaraan antara Munfiatun
dengan Abdurrahman sekitar satu jam. Dalam pertemuan singkat tersebut
Abdurrahman Aufi melamar atau meminta kesediaan Munfiatun untuk
kawin dengan dirinya. Untuk menjawab lamaran ini Munfiatun minta
waktu berfikir lebih kurang seminggu. Keesokan harinya Munfiatun
bergegas pulang ke Jepara menemui dan minta restu ibunya. Ibunya yang
sangat kaget dengan rencana perkawinan yang serba mendadak itu,
sementara calon suaminya sama sekali belum dikenal akhirnya berhasil
diyakinkan Munfiatun bahwa calon suaminya adalah orang baik-baik. Ibu
Harozum yang sedianya merasa keberatan lantaran persoalannya masih
serba kabur, kemudian berhasil dilunakkan hatinya oleh Munfiatun dan
menyetujuinya. Beberapa hari berselang dilangsungkan pernikahan pada
tanggal 22 Juni 2004 di Surabaya dan seterusnya seperti telah dipaparkan
sebelumnya.
Berdasarkan informasi pemberitaan media massa, Munfiatun
memang mengagumi Noordin. Setelah menikah di Surabaya 22 Juni 2004,
keduanya berangkat menuju Pasuruan. Tanggal 23 Juni 2004, mereka
menumpang di rumah Hasan di Malang, lantas Munfiatun berpisah
dengan Noordin. Munfiatun juga kerapkali berpindah-pindah tempat,
misalnya pada 27 Juni 2004 Munfiatun dititipkan di rumah Chandra di
Pasuruan sampai 20 Juli 2004. Sementara Noordin hanya sekali-sekali
menengok istrinya sekitar dua-tiga hari. Selanjutnya Munfiatun pindah
lagi dan menjadi guru di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Subang Jawa
Barat sampai tanggal 22 September 2004 sore, saat polisi menciduknya.
Perkawinan Munfiatun dengan Abdurrahman alias Noordin Top
tersebut keluarga Harozum sama sekali tidak pernah menyangka bahwa
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
119
mereka akan terkait dengan urusan besar dan menghebohkan seperti
terorisme. Karena itu, begitu mendengar kabar bahwa suami Munfiatun
adalah salah seorang pelaku terorisme besar yang sangat dicari polisi,
mereka langsung shock. Sejak Munfiatun menghilang dan Harozum
dipanggil Polres Jepara tanggal 3 Oktober 2004, keluarga yang mempunyai
lima orang anak itu merasa ketakutan, cemas, malu, dan menutup diri.
Tiap ada orang datang, mereka tolak dengan beragam alasan, mereka tak
ingin kehidupan keluarga mereka menjadi gunjingan banyak orang. Kami
keberatan dimintai keterangan seputar Munfiatun kata Rismawati kakak
kandung Munfiatun, karena kami tidak mengetahuinya. Adik Munfiatun
Nurfaidah menyatakan hal yang sama. Terus terang saja kami semua
masih shock. Kami tidak mengenal sama sekali suami kakaknya, kalau
tidak salah namanya Abdurrahman asal Sumatera. Wajahnya seperti apa
kami tidak tahu. Begitu juga identitasnya, suami Munfiatun tak pernah
datang ke sini, kami tak pernah melihatnya.
Sementara ketua RT setempat Munawir mengakui Munfiatun
bersama ibunya Harozum pernah datang ke rumahnya meminta surat
pengantar nikah di luar daerah, tapi tidak dijelaskan siapa calon suami
Munfiatun. Sebelum atau sesudah menikah, saya tidak pernah bertemu
dengan suami Munfiatun. Kami dan warga setempat terkaget-kaget ketika
ada berita suami Munfiatun teroris. Saya tidak percaya, keluarga Harozum
itu orang baik-baik, tidak ada satupun anggota keluarganya yang
berprilaku teroris, termasuk Munfiatun.
Setelah melalui serangkaian proses pemeriksaan dan berlanjut sampai
proses pengadilan, Munfiatun divonis tiga tahun penjara oleh Pengadilan
Negeri Bangil Jawa Timur. Dianggap terbukti bersalah melakukan tindak
pidana “Menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme dan
menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam akta autentik”,
melanggar poasal 13 sub b dan pasal 13 sub C Perpu No. 1 Tahun 2002
yang ditetapkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003, tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme.
Sesuai dengan keputusan Pengadilan tanggal 30 Mei 2005 itu.
Munfiatun mendekam dalam rumah tahanan Bangil Pasuruan Juni sampai
22 Juli 2005. Kemudian sejak 23 Juli 2005 dipindahkan ke Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Sukun (Lapas) Kota Malang, mendekam di rumah
tahanan menghabiskan sisa masa hukumannya yang akan berakhir 28
120
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
September 2007. Sementara suaminya Abdurrahman Aufi alias Noordin M.
Top masih tetap menjadi buronan yang terus dicari dan di buru polisi.
Berkenaan dengan keputusan Pengadilan Negeri Bangil di atas, Tim
Pembela Munfiatun yang diketuai Fahmi H. Bachmid menyatakan bahwa :
“Secara defacto dan de Jure, belum ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Noordin M. Top sebagai
pelaku tindak pidana terorisme”. Logikanya bagaimana mungkin
Munfiatun dihukum karena menyembunyikan teroris (Noordin Top),
sementara Noordin M. Top belum terbukti, belum pernah diadili belum
dinyatakan teroris oleh Pengadilan.
Mengacu pada tulisan Bambang Sukirno selaku Editor buku Imam
Samudra “Aku Melawan Teroris”, kasus terorisme seperti aksi bom Bali
dan yang semisal yang melibatkan orang-orang semacam Imam Samudra,
Noordin Top dan lainnya, ibarat melihat rekaman tradisi fikih Islam
kembali berputar. Tradisi fikih Islam pekat dengan dikotomi antara ahlul
Atsar (mainstream nash) dan ahlul ra’yi (mainstream akal). Semestinya
keduanya tidak perlu dipertentangkan, karena ulama seperti Imam Syafi’i
mampu memadukan dua kecenderungan tersebut dalam ijtihad-ijtihad
fikihnya. Keduanya memiliki tempat. Dalam dunia harakah modern
kecenderungan semacam itu populer dengan istilah “ahlul mabadi”
(kelompok
tekstual)
Versus
“Akhlul
mashalih”
(kelompok
mengedepankan parameter maslahat). Sebuah kenyataan sejarah, harus
diterima bahwa dua arus utama itu tetap lestari, tetap ada, terkadang
saling berhadap-hadapan.
Fenomena ini semestinya membuat umat Islam rajin berdialog untuk
lebih mencari titik persamaan dan bukan klaim otoritas. Karena ragam
amal adalah kekayaan ibarat tubuh, sekarang telah ada tangan, ada kaki,
ada perut, dan seterusnya. Jika unsur-unsur itu bersinergi justru saling
melengkapi. Inilah yang membuat hantu “jamaah Islamiyah, sebuah istilah
generik yang menurut Zainuddin MZ. Bermakna “organisasi islam” dan
oleh Amerika disematkan pada gerakan-gerakan Islam militan yang
menjamur. Persoalan besarnya, apakah ketika organ tubuh itu didsatukan,
otomatis akan menjadi tubuh ? Siapa sistem sarafnya? Siapa nafasnya?
Inilah “pekerjaan Rumah” umat Islam.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
121
PENUTUP
Kesimpulan
Berpedoman pada berbagai informasi yang berhasil dikumpulkan
berkenaan dengan latar belakang kehidupan sosial, keagamaan dan
keterlibatan tokoh Munfiatun dalam permasalahan terorisme, diperoleh
gambaran umum yang bersifat simpul-simpul pokok yang dipandang
penting.
Sosok Munfiatun alias Fitri (28 tahun) yang dijadikan sasaran kajian
ini, tumbuh dan berkembang di lingkungan keluarga yang relatif taat
beragama dan lingkungan sosial yang bernuansa Islami, dengan tingkat
kehidupan ekonomi yang mungkin dapat digolongkan kelas menengah
menurut ukuran kehidupan sosial ekonomi penduduk setempat, budaya
Jawa yang relatif santun, dan berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat
perguruan tinggi.
Wawasan, pengalaman dan pengamalan keagamaan (Islam) diperoleh
melalui sosialisasi keagamaan di lingkungan keluarga, sekolah (madrasah)
dan beragam aktivitas sosial keagamaan dalam pergaulan hidup
keseharian masyarakat setempat dengan paham dan aktualisasi ajaran
keislaman yang selaras dengan koridor Sunnah Waljamaah dan kelompok
arus utama (mainstream) setempat.
Keterlibatan Munfiatun dalam permasalahan yang menyangkut
terorisme, bermula dari hubungan perkawinannya dengan sosok yang
dikenalnya sebagai Abdurrahman Aufi yang dianggap Polisi adalah
Noordin Muhammad Top berkebangsaan Malaysia yang menjadi tokoh
tersangka pelaku Tindak Pidana Terorisme dalam sejumlah aksi tindak
kekerasan pengeboman di Indonesia, yang sampai kini masih buron dan
dalam pengejaran aparat keamanan.
Keputusan Pengadilan Negeri Bangil Nomor 16/Pid.B/2005/ PN/Kab.
Pas Bgl tertanggal 30 Mei 2005, yang menyatakan “Munfiatun” bersalah
“Menyembunyikan Informasi tentang Tindak Pidana Terorisme dan
Menyuruh memberikan keterangan palsu ke dalam akta autentik”,
122
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
dipandang sejumlah tokoh tidak tepat dan tidak benar menurut hukum,
karena secara facto dan de jure belum ada putusan pengadilan yang
berkekuatan hukum tetap yang menyatakan Noordin M Top sebagai
pelaku tindak pidana Teroris.
Karena Noordin M Top masih berstatus tersangka, belum pernah
diadili, masih buron, dan keterlibatannya dalam tindak pidana terorisme,
masih merupakan dugaan, belum ada kejelasan dan kepastian hukum,
maka dalam rangka upaya penegakan supremasi hukum yang berkeadilan,
jika dimungkinkan, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap keputusan
Pengadilan Negeri Bangil Nomor: 16/Pid.B/PN.Kab. Pas.Bgl, tertanggal 30
Mei 2005 tersebut.
Tindak pidana terorisme adalah fenomena global tindakan pribadipribadi para pelaku, dapat dilakukan oleh siapa saja, kapan dan dimana
saja, terlepas dari status sosial, etnik atau agama. Oleh karena itu semua
pihak hendaknya senantiasa berupaya sesuai dengan kapasitasnya masingmasing, untuk tidak mencampur-adukan permasalahan terorisme dengan
persoalan lain yang tidak relevan, khususnya mengaitkan dengan agama.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
123
DAFTAR BACAAN
Andrik Purwasito, Komunikasi Multikultural, Muhammadiyah University
Press, 2003,
Asep Adisaputra, Imam Samudra Berjihad, PTIK, Jakarta, 2006.
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan, Konflik EtnoReligius
Indonesia Kontemporer, 2003.
Charles Kuzman (Ed) Liberal Islam : A Sourcebook, (terjemahan)
Paramadina, 2003.
Elizabeth K. Nottingham, Religion and Society (terjemahan) Rajawali, 1990.
Imam Samudra, Aku Melawan Terorisme, Jazera, 2004.
Imaduddin Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, Penerbit Erlangga, Jakarta,
2005.
Janie Leatherman dkk, Mamutus Siklus Kekerasan, Pencegahan Konflik Dalam
Krisis Intranegara, Gajah Mada University Press, 2004.
James Mc Kee, Sociology, The Study Society, Holt, Richart, and Winston,
New York, 1981, p. 339.
Kejaksaan Tinggi Priopinsi Jawa Timur, Berita Acara Pengadilan.
Laporan Jurnal Media Massa.
Martin Van Bruinesen, Genealogies of Islamic Radicalism in post Suharto
Indonesia, 2001 (tidak diterbitkan)
Tariq Ramadan, Menjadi Modern Bersama Islam, Mizan, 2003.
124
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME DI MEDAN
SUMATERA UTARA
Oleh:
H.M. Ridwan Lubis
Syuhada Abduh
KEMENTERIAN AGAMA RI
BADAN LITBANG DAN DIKLAT
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
125
JATIDIRI
TERPIDANA TERORISME
(T.Djohan Dkk)
T. Djohan
T. Djohan alias Ampon alias Pak Tuha, lahir diMatang Genlumpang
Dua Aceh Utara, 16 April 1935, dari suku/etnis Aceh dan beragama Islam.
Saat ini tinggal di di Jalan Kaswari Gg. Muslim No. 10 Kelurahan Sei
Siambing B. Medan. Pendidikan terakhirnya adalah HIS di Aceh dan
pekerjaanya adalah penjual kopi bubuk dan nasi bungkus. Dari
perkawinanya ia memiliki anak satu. Adapun pengalaman organisasinya
adalah Pansihat GAM wilayah Medan Deli Aceh 2002 sampai ditangkap
pada tahun 2003.
Berdasarkan informasi dari Saudara Djasmuri (Aceh) menjelaskan
bahwa T. Abid Johan alisan Ampon alias Pak Tuha pada tahun tujuh
puluhan sudah ada di Medan saat itu bekerja sebagai supir ambulance
Brimob Medan yang dipekerjakan sebagai tenaga lepas, merasa kurang
cocok sebagai sopir tenaga lepas, kemudian keluar dan kemudian
berdagang kopi bubuk dan nasi bungkus di Medan. T. Abid Johan tinggal
di sebuah rumah/bedeng kecil sambil menunggui tanah milik orang lain. T.
Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha mempunyai seorang Istri bernama
Cut Syarifah Salbiah dan seorang anak bernama Said Azhar alias Adhar
(keduanya terlibat teroris). T. ABid Johan alias Ampon alias Pak Tuha di
tahan penyidik sejak tanggal 23 Aplir 2003 sampai dengan 20n Agustus
2003, selanjjtnya ditahan penuntut umum sejak tanggal 21 Agustus sampai
dengan 9 Oktober 2003, karena terbukti telah melakukan tindak pidana
terorisme, maka dituntut hukuman penjara selama 12 tahun. Pengadilan
negeri Medan memvonisnya 5 tahun penjara, Jaksa penuntut umum naik
banding, pengadilan Tinggi Medan menvonis 6 tahun penjara, selama ini
T. ABid Johan belum pernah dihukum atau terlibat dalam tindak pidana
apapun.
126
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Tindak Pidana Yang Dilakukan
T. Abid Johan telah melakukan pembantuan untuk melakukan tindak
pidana terorisme yaitu dengan sengaja memberikan bantuan atau
kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan sengaja
memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan
lainnya atau menyembunyikan sesuatu informasi yang mengakibatkan
terjadinya peledakan bom di kantor walikota Medan yang menimbulkan
korban yang bersifat massal mengakibatkan kerusakan atau kehancuran
terhadap obyek-obyek vital yang strategis yang dilakukan dengan cara
antara lain:
1. Membantu Manaf Abdi sebagai panglima GAM Wilayah Medan Deli
untuk mendapat rumah kontrakan di Medan
2. Menerima uang sebesar Rp. 200.000,- dari Ridwan Muhammad Yusuf,
uang tersebut diserahkan kepada Cut Syarifah Salbiah (istri) T. Abid
Johan untuk memasak makanan bagi perakit Bom
3. Menyembunyikan dua Bom yang dirakit oleh T. Said Ashar – Zulfikar –
Indra Gunawan - Ishak dan Leman serta menyembunyikan mesiu yang
belum sempat dirakit menjadi Bom, dengan cara menguburkannya di
sekitar rumah T. Abid Johan.
4. Walaupun T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti
rencana peledakan Bom di Kantor Walikota Medan dan mengetahui
sendiri proses perakitan Bom yang akan diledakan tapi T. Abid Johan
tidak melaporkannya kepada pihak yang berwenang.
Vonis Hukuman
Karena T. Abid Johan telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana yang mengakibatkan kerusakan atau
kehancuran terhadap harta benda orang lain serta obyek-obyek vital yang
strategis dan fasilitas publik, maka terhadap T. Abid Johan dijatuhi pidana
dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun, Putusan pengadilan Negeri
Medan ini ditetapkan pada tanggal 26 Pebruari tahun 2004 dengan nomor:
2.672/Pid.B/2003/PN Mdn.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
127
Motif Tindak Pidana
T. Abid Johan melakukan tindak pidana selain karena keadaan
ekonomi dan adanya ajakan dari teman-teman yang berasal dari Aceh
untuk melumpuhkan perekonomian pemerintah Republik Indonesia serta
menakut-nakuti pertamina dan instansi lain. Sehingga pada akhirnya baik
pemerintah
kota
medan,
Pertamina,
Instansi
lain
mau
membayar/memberikan dana berupa uang yang akan digunakan dalam
perjuangan GAM yaitu memisahkan Aceh dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Hubungan dengan Sipil/Milter
T. Abid melakukan pembantuan tindakl pidana terorisme karena
ajakan orang lain, tidak memiliki hubungan atau jaringan dengan pihak
tertentu, apalagi dengan militer , karena T. Abid Johan ini masyarakat
kelompok kelas bawah yang tidak banyak tahu tentang jaringan-jaringan
tertentu.
Peledakan Bom Kantor Walikota Medan
Menurut informasi dari Sdr. Jasmuri (orang Aceh). T. Abid Johan alias
Ampon alias Pak Tuha mempunyai kelebihan dalam menggunakan
bahasa, baik bahasa Aceh maupun bahasa Indonesia, karena punya
kelebihan dalam berrbahasa dan dianggap orang tua maka beliau diangkat
sebagai penasihat panglima GAM wilayah Medan oleh Manaf Abdi alias T.
Peusangan MA alias Abu Hendon alias Abdul Wahab dimana Manaf Abdi
ini sebagai panglima GAM wilayah Medan Deli, pengangkatan sebagai
penasihat GAM tanpa dokumen resmi.
T. Abid Johan alias Ampon aliasn Pak Tuha, pada hari dan tanggal
yang tidak dapat ditentukanlagi, namun dalam bulan Maret 2003, atau
setidaknya pada waktu-waktu lain dalam bulan Maret 2003, bertempat di
Jalan Kaswari gang Muslimin No. 10 Kelurahan Sei Sikambing B. Medan
Sunggal atau setidaknya pada tempat lain dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Medan telah melakukan pembantuan untuk melakukan
tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja memberikan bomtuan atau
128
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme dengan memberikan
atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya atau
menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme yang dengan
sengaja menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara
merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang
lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyekobyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik yang
dilakukan T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha dengan cara antara
lain:
1. Pada bulan Oktober 2002 T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha
diangkat oleh Manaf Abdi alias T. Peusangan MA alias Abu Hendon
alias Abdul Wahab sebagai panglima GAM wilayah Medan Deli
menjabat sebagai penasehat Panglima GAM wilayah Medan Deli.
2. Manaf Abdi selaku panglima Gam wilayah Medan Deli maupun
sebagai perorangan mempunyai rencana meledakan bom di kantor
walikota Medan dan pipa gas di jalan Medan Belawan Km 20,5
kecamatan Medan Labuhan dengan tujuan untuk melumpuhkan
perekonomian pemerintah Republik Indonesia dan juga menakutnakuti pertamina dan instansi lain serta masyarakat secara luas,
sehingga pada akhirnya baik pemerintah kota Medan, Pertamina,
Instansi lain maupun masyarakat secara luas akan mau
membayar/memberikan dana berupa uang yang akan digunakan dalam
perjuangan GAM. Untuk merealisasikan perjuangan GAM tersebut
lalu Manaf Abdi selaku panglima GAM wilayah Medan Deli beserta
pengurus dan anggota GAM melakukan kegiatan di wilayah Medan
Deli yang dimulai dengan pengumpulan dana dari masyarakat. Dana
yang terkumpul tersebut antara lain digunakan Manaf Abdi untuk
membiayai peledakan Bom di kota Medan.
3. Sekitar awal bulan Agustus tahun 2002 T. Abid Johan, telah membantu
Manaf abdi untuk mendapat rumah kontrakan di jalan Kaswari Gang
Muslimin No. 10 Medan untuk selama dua tahun dengan harga Rp.
6.000.000,- (enam juta rupiah), terhitung mulai bulan Agustus 2002
sampai dengan bulan agustus 2004, rumah tersebut digunakan sebagai
tempat berkumpul anggota GAM, tempat perakitan Bom dan sekaligus
tempat istirahat Manaf Abdi.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
129
4. Pada awal bulan Maret tahun 2003 Manaf Abdi mengumpulkan
anggota GAM di rumah kontrakannya yang dihadiri oleh T. Abid
Johan, Cut Syarifah Salbiah istri (T. Abid Johan) dan T. Said Azhar
(putra T. Abid Johan) kedua terdakwa berkas terpisah juga dihadiri
oleh Zulfikar alias Zulkifli alias Lamangin alias Zul, Indra Gunawan
alias Muda Belia, Ishak alias Mister alias Kalut alias Is dan Leman alias
Ulee Bara (keempat tersangka belum tertangkap). Pada pertemuan
tersebut dibicarakan rencana perakitan Bom untuk diledakan di Kantor
Walikota Medan Jalan Kapten Maulana Lubis No. 2 Medan dan Pipa
Gas di Jalan Medan Belawan Medan Km. 20.5. Kecamatan Medan
Labuhan. Perakitan bom akan dikerjakan oleh T. Said Azhar, Zulfikar,
Indra Gunawan, Ishak dan Leman. T. Said Azhar diberi tugas untuk
membawa bom ke kantor Walikota Medan dengan menggunakan
sepeda milik T. Abid Johan (ayah T. Said Azhar).
5. Beberapa hari kemudian Zulfikar, Indra Gunawan, Ishak dan Leman
datang ke rumah kontrakan Manaf Abdi dengan membawa 2 (dua)
termos mereka baru tiba dari Aceh (NAD), kedua termos tersebut berisi
serbuk hitam (mesiu) kemudian mesiu dipindahkan dari termos ke
dalam karung goni, selanjutnya oleh T. Said Azhar disimpan di dalam
kamar tidurnya, menunggu dilaksanakan perakitan bom.
6. Pada hari Senin tanggal 24 Maret 2003 kurang lebih pukul 11.00 wib T.
Abid Johan melihat Manaf Abdi datang ke rumah kontrakan lalu Manaf
Abdi meminta T. Said Azhar, Zulfikar alias Zulkifli alias Lamangin
alias Zul, Indra Gunawan alias Muda Belia, Ishak alias Mister alias
Kalut alias Is yang dan Leman alias Ulee Bara merakit bom dengan
menyerahkan uang sebanyak Rp. 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah)
untuk membeli bahan-bahan perakitan bom dan biaya perakitan bom.
Setelah itu Manaf Abdi menjumpai T. Abid Johan dengan mengatakan
kalau sudah selesai dirakit bahan peledak bom maka akan
dilaksanakan peledakan bom di Kantor Walikota Medan.
7. Kemudian pada hari Rabu tanggal 26 Maret 2003 kira-kira pukul 11.00
wib Ridwan Muhammad Yusuf alias Marfin alias Cekwan
menyerahkan uang sebeas Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah) di
rumah T. Abid Johan atas permintaan Manaf Abdi untuk biaya makan
perakit bom yaitu T. Said Azhar, Zulfikar, Indra Gunawan, dan Ishak
dan Leman, lalu uang tersebut oleh T. Abid Johan diserahkan kepada
130
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Cut Syarifah Salbiah) (istri) T, Abdih Johan untuk memasak makanan
bagi perakit Bom. Selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 28 Maret 2003,
sekitar pada pukul 10.00 wib T. Abid melihat Indra Gunawan
menyuruh T. Said Azhar membeli bahan-bahan perakit bom dengan
menyerahkan uang sebesar Rp 100.000 ( seratus ribu rupiah) yang
kemudian T. Said Azhar membeli 2 (dua) batere GS Pro 12 volt dengan
harga Rp 29.000 (dua puluh sembilan ribu rupiah) dari toko usaha
makmur motor di komplek pertokoan Tomang Elok jalan Gatot Subroto
Medan, membeli 2 (dua) celengan plastik dengan harag Rp 1.000
(seribu rupiah) dari pojok Sei Sekambing Medan, membeli 4 kg semen
putih dan juga pipa paralon dari toko S. Tuah dekat swalayan Hagata
jalan Sunggal Medan, lebih kurang 1 jam kemudian T. Abid Johan
melihat T. Said Azhar, sudah pulang dengan membawa bahan-bahan
perakit bom.
8. Kemudian pada hari sabtu tanggal 24 Maret 2003, kira-kira pukul 11.30
wib Ridwan Muhammad Yusuf menyerahkan uang sebesar Rp 300.000
(tiga ratus ribu rupiah) kepada T. Abid Johan atas permintaan maaf ,
untuk biaya perakitan bom, yaitu g said Izhar, Indra Gunawan,
Zulfikar, Ishak dan Leman, lalu uang tersebut diserahkan oleh T. abid
Johan kepada Cut Syarifah Salbiah untuk memasak makanan bagi
perakit bom, kemudian kira-kira pukul 12.00 wib T. Abid Johan melihat
T. Said Izhar dan Ishak keluar dari rumah konterakan Manaf Abdi,
untuk menuju tempat peletakan bom di kantor walikota Medan dan
mereka pulang sekitar pukul 17.00 wib.
9. Selanjutnya pada hari senin tanggal 31 Maret 2003 kira-kira pukul 08.00
pada saat sarapan pagi T. Abid johan mendengar pembicaraan T. Said
Izhar zulfikar Indra Gunawan Ishak dan Leman, bahwa mereka telah
selesai merakit bom dan seraya akan diledakkan di kantor walikota
Medan, kemudian kira-kira pukul 12.00 wib T. Abid Johan melihat
Zulfikar dan Ishak berangkat ke Belawa, utnuk meledakkan bom di
pipa gas jalan Medan-Belawan Km 20; kecamatan Medan labuhan.
Indra Gunawan dan Leman berangkat ke kantor walikota Medan untuk
meninjau ulang tempat peledakan bom, sedangkan T. Said Izhar berada
di rumah bersama T. Abid Johan dan Cut Syarifah Salbiyah menunggu
Indra Gunawan dan Leman pulang dari kantor walikota Medan.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
131
10. Kemudian kira-kira pukul 14.00 wib Indra Gunawan dan Leman
memberitahukan bahwa lokasi yang tepatuntuk peledakan bom di
kantor walikota Medan adalah di pelataran parkir halaman belakang,
yang di dengar T. Abid Johan dan T. Said Izhar, setelah itu T. Said Izhar
mengambil 2 (dua) dari 4 (empat) bom yang disimpan dalam goni
dibalik tembok belakang rumah konterakan Manaf Abdi, kedua bom
tersebut disatukan dengan membalut dengan plester lak bom lalu kabel
dari kedua bom tersebut disambungkan ke Baterey dan juga jam beker
yang sudah berisi bola lampu kecil kemudian disetel ukuran waktu /
jam ledak yaitu pada pukul 17.15 wib, selanjutnya T. Said Izhar, Indra
Gunawan dan Leman memasukkan kedua bom itu kedalam kotak
karton, yang kemudian kotak karton yang berisi bom diikat diatas
tempat duduk sepeda, kemudian kira-kira pukul 15.30 wib T. Said
Izhar, Indra Gunawan dan Leman berangkat ke kantor walikota Medan
dengan membawa bom. T. Said Izhar menggunakan sepeda dengan
membonceng bom, sedangkan Indra Gunawan dan Leman naik
angkutan umum, tidak berapa lama kemudian T. Said Izhar sudah
memasuki halaman parkir belakang kantor walikota Medan. T. Said
Izhar sudah melihat Indra Gunawan dan Leman berdiri di depan
masjid. Selanjutnya, Indra Gunawan memberikan isyarat dengan jari
telunjuknya agar sepeda yang sudah dipasangi bom diparkirkan di
antara mobil starlet warna merah no polisi BK. 371- DK dan mobil
suzuki Carry warna Biru no. polisi BK-337-DG dengan posisi sepeda
dalam keadaan terjaga dan stang sepeda menghadap kantor walikota
Medan, kemudian kira-kira pukul 17,15 wib bom tersebut meledak
dengan suara yang sangat keras.
Walaupun T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti
rencana peledakan bom di kantor Walikota Medan dan mengetahui sendiri
proses perakitan bom yang akan diledakan di kantor Walikota Medan,
namun demikian T. Abid Johan tidak melaporkan informasi tentang
rencana peledakan bom tersebut kepada pihak berwenang malahan pada
hari Selasa tanggal 18 April 2003 kira-kira pukul 08.00 wib T. Abid Johan
menyembunyikan 2 bom yang dirakit oleh T. Said Azhar, Zulfikar, Indra
Gunawan, Ishak dan Leman, serta mesiu yang belum sempat dirakit
menjadi bom dengan cara menguburkannya disekitar rumah T. Abid
Johan.
132
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Tuntutan Jaksa dan Barang Bukti
Menyatakan bahwa T. Abid Johan telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, melakukan perbuatan
untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja
menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas
atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas
kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau
mengakibatkan kerusakan dan kehancuran terhadap objek-objek vital yang
strategis.
Untuk itu maka Jaksa penuntut umum, menuntut agar menjatuhkan
pidana penjara terhadap T. Abid Johan selama 12 (dua belas) tahun
dikurangi tahanan sementara yang telah dijalani. Tuntutan 12 (dua belas)
tahun ini dikuatkan dengan barang-barang bukti yang berupa:
1. Semen putih cap tiga roda dengan berat sekitar 3 kg
2. 1 (satu) potong kain handuk yang telah disobek
3. 1(satu) potong pipa yang panjangnya  1 meter
4. 3 (tiga) potobng pipa masing-masing panjangnya sekitar 49 cm, 31 cm
dan 22 cm.
5. 2 (dua) buah celengan yang telah dibelah masing-masing warna coklat
dan hijau
6. 1 (satu) buah lakbom warna kuning
7. 2(dua) buah baterai ABC 1,5 volt
8. 2(dua) potong kabel warna merah dan bola lampu senter
9. 1(satu) unit sepeda warna biru
10. 1 (satu) handphone merk nokia no. 081983819
11. 2 (dua) buah jam weker (timer yang telah diberikan kabel)
12. 2 (dua) buah pipa paralon ukuran panjang 40 cm diameter 11 cm yang
berisi semen putih dengan kabel (diduga keras bom rakitan)
13. 2(dua) bungkus plastik serbuk hitam yang diduga kalium kloron
(KCl) ditaksir seberat 1 kg
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
133
14. 2 (dua) termos nasi warna merah muda dan warna biru muda
15. 1 (satu) goni plastik buruk berisi potongan-potongan pipa besi, paku
oayung, gir sepeda, baut serta potongan besi siku.
16. Serpihan karung goni plastik
17. Semen putih yang telah mengeras
18. Proyektil terdiri dari potongan pipa besi, baut, mur serta besi bekas
19. Serpihan jam weker (timer)
20. Baterei ABC 1,5 volt yang telah rusak
21. Pasir bercampur batu dari tempat ledakan
22. 1 (satu) unit sepeda bagian belakang yang telah rusak/hancur akibat
ledakan nom.
23. 1 (satu) unit mobil starlet warna merah No. Polisi BK 374 DK dan 1
(satu) unit mobil Suzuki carry warna biru No polisi BK337 DG
Putusan Pengadilan Negeri Medan
Menyatakan T. abid Johan telah terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tidak pidana , melakukan perbuatan untuk melakukan
tindak pidana terorisme yang dengan sengaja menggunakan kekerasan,
menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang secara meluas,
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap harta benda orang
lain, objek-objek vital yang strategis dann fasilitas publik, untuk itu maka
terhadap
T. Abid Johan dijatuhi pidana dengan pidana penjara selama
5 (lima) tahun. Dengan menetapkan masa penahanan yang telah dijalani
oleh T. Abid Johan dikurangi seluruhnya dari pidana yang dijatuhi.
Putusan Pengadilan Negeri Medan di tetapkan pada tanggal 26 Pebruari
tahun 2004 dengan Nomor : 2.672/Pid.B/2003/PN.Mdn.
Permintaan Banding
Jaksa penuntut umum merasa tidak puas dengan keputusan
pengadilan negeri Medan, menvonis T. Abid Johan hanya 5 (lima) tahun,
134
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
padahal jaksa penuntut umum menuntutnya 12 (dua belas) tahun penjara
dengan potong masa tahanan, karena ketidak puasan tersebut, jaksa
penuntut umum telah mengajukan permintaan bomding terhadap
keputusan pengadilan negeri Medan tersebut.
Menimbang bahwa permintaan banding dari jaksa penuntut umum,
memiliki syarat-syarat sebagaimana ditentukan dalam undang-undang,
maka permintaan bomding tersebut dapat diterima. Menimbang, bahwa
setelah Pengadilan Tinggi Medan mempelajari dengan teliti dan seksama
berkas perkara T. Abid Johan meliputi berita acara persidangan, turunan
resmi putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 26 Pebruari tahun 2004
No. 2672/Pid.B/2003/ PN.Mdn. maka Pengadilan Tinggi, memandang
perihal lamanya pidana yang dijatuhkan perlu dirubah dengan alas an
sebagai berikut:
Bahwa perbuatan pidana yang dilakukan oleh T. Abid Johan
mempunyai efek negative terhadap ketertiban dan rasa aman di
masyarakat, dan tindak pidana teroris merupakan perbuatan yang sangat
membahayakan.
Bahwa perilaku tindak pidana teroris tidak menghargai nilai-nilai
demokratis dan nilai-nilai persatuan, dimana kedua nilai tersebut telah
menjadi jiwa bangsa Indonesia.
Bahwa dengan alas an-asalan di atas, tujuan menjatuhkan pidana
yang ditetapkan oleh Pengadilan Tinggi, lebih tinggi dari pada yang
dijatuhkan Hakim Pertama, agar supaya sikap dan perilaku T. Abid Johan
menjadi lebih baik, juga lamanya pidana yang dijatuhkan didasarkan pada
asas keadilan dan keseimbomgan antara tingkat kesalahan dan pidana
yang dijatuhkan.
Menerima permintaan bomding dari Jaksa Penuntut Umum/
Pembanding, merubah putusan Pengadilan Negeri Medan tanggal 26
Pebruari 2004 Nomor 2672/Pid/B/2003/PN-Mdn, yang dimintakan bomding
sekedar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan, sehingga amar
selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Menyatakan bahwa T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha telah
terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana.
Melakukan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme yaitu
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
135
dengan sengaja menggunakan kekerasan, menimbulkan suasana terror
atau rasa takut terhadap orang secara meluas, mengakibatkan kerusakan
atau kehancuran terhadap harta benda orang lain, obyek-obyek vital yang
strategis dan fasilitas public.
Dengan itu maka Pengadilan Tinggi Medan menjatuhkan pidana
dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun. Menetapkan masa
penahanan yang telah dijalani oleh T. Abid Johan dikurangkan seluruhnya
dari pidana yang dijatuhkan.
Demikianlah diputuskan dalam siding permusyawaratan Majelid
Hakim Pengadilan Tinggi Medan, pada hari Kamis, tanggal 8 April 2004,
oleh Sudijono Siswahutama, SH. Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sumatera
Utara, sebagai hakim ketua majelis. P. Simanjuntak SH. M.Hum dan Some
Arna, SH. Masing-masing sebagai Hakim-Hakim Anggota putusan mana
pada hari itu juga diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk
umum, tetapi tanpa dihadiri oleh Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa (T.
Abid Johan) ataupun kuasanya.
Putusan Pengadilan Tinggi Medan ditetapkan pada tanggal 17
Maret 2004 dengan Nomor : 66/PID/2004/PT-MDN.
Keterlibatan Dalam Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Sekilas Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
Gerakan Aceh Merdeka atau GAM adalah sebuah organisasi (yang
dianggap saparatis) yang memiliki tujuan supaya Daerah Aceh atau yang
sekarang secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara kedua belah pihak
(pemerintah dan GAM) yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah
berlangsung sejak tahun 1976, yang menyebabkan jatuhnya korban hampir
kurang lebih 15.000 jiwa. Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini juga dikenal
dengan sebutan Aceh Sumatera National Liberation Front (ASNLF).
Gerakan Aceh Merdeka dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang
bermukim di Swedia dan berkewarganegaraan Swedia.
Pada tahun 1976 Hasan di Tiro mencanangkan kemerdekaan Aceh
dan membentuk GAM banyak orang-orang Aceh bergabung dengan GAM
136
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
penuh semangat. Bersamaan dengan meningkatnya operasi ABRI di Aceh
pada tahun 1980, Muchtar Hasbi sebagai Wakil Presiden GAM terbunuh
oleh Kopasus.
Pada tahun 1999 Hasan di Tiro terkena Struke di Swedia dan Dr.
Husaini Hasan berusaha mengambil alih tampuk pimpinan GAM.
Perpecahan lama di antara keduanya muncul ke permukaan. Dr. Husaini
Hasan membentuk faksi pecahan yang bernama Majelis Pemerintahan
GAM atau MPGAM. Sejak itu pemerintah Indonesia berusaha bekerjasama
dengan MPGAM dengan berbagai cara guna mengikis GAM Asli yang
masih setia kepada Hasan di Tiro. MPGAM pun pernah dijadikan bendera
bagi sejumlah orang Aceh yang tidak puas dengan Hasan di Tiro.
Mengingat hubungan yang demikian buruk antara GAM dengan MPGAM
di Aceh agaknya cukup ganjil bahwa orang yang ditemukan salah pada
kasus baru malam Natal di Medan mempunyai ikatan dengan GAM,
walaupun ada yang mengaku bahwa melakukan pekerjaan untuk GAM,
dan GAM hendak meledakan Gereja-Gereja di Medan.
Penyelidikan polisi kurang cermat dan tidak pernah memeriksa siapa
yang memberi perintah, mungkin saja bagi pihak militer maupun polisi
secara politis lebih mudah menjadikan GAM sasaran tuduhan. Namun hal
ini terasa ganjil mengingat pilihan sasarannya maupun pola bom
dilakukan pada
malam Natal, sementara GAM itu tidak
mempermasalahkan agama lain.
Gerakan Aceh Merdeka merupakan gerakan nasionalis yang berjuang
untuk kemerdekaan Aceh, GAM bukan gerakan Islam, dan Gerakan Aceh
Merdeka tidak pernah mempermasalahkan agama lain. Pada tanggal 27
Pebruari tahun 2005, pihak GAM dan pemerintah Indonesia telah memulai
tahap perundingan yang diadakan di Vantaa, Finlandia yang menjadi
fasilitatornya adalah Martti Ahtisari Mantan Presiden Finlandia. Setelah
mengadakan perundingan selama kurang lebih 25 hari, maka pada tanggal
17 Juli 2005, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan
damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan
Nota Kesepahaman Damai dilangsungkan pada tanggal 15 Agustus 2005.
Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama
Aceh Monitoring Mision (AMM), yang beranggotakan lima negara ASEAN
dan beberapa Negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara point
pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut menfasilitasi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
137
pembentukan partai politik lokal di Aceh dan pembentukan anmesti bagi
anggota GAM.
Dalam nota kesepahaman itu juga disepakati seluruh senjata GAM
yang jumlahnya mencapai 840 pucuk harus sudah selesai diserahkan
kepada AMM pada tanggal 19 Desember 2005. Kemudian pada tanggal 27
Desember 2005 GAM melalui juru bicara militernya Sofyan Daud
menyatakan bahwa sayap militer mereka telah dibubarkan secara formal.
Setelah panandatanganan MOU di Helsinki GAM terbagi dua kelompok.
Kelompok Pro dan Kontra bagi kelompok yang tidak setuju dengan MOU
di Helsinki berpendapat bahwa perjuangan Gerakan Aceh Merdeka belum
berakhir. Penandatanganan MOU di Helsinki, hanyalah seperti memberi
suntik anti biotic yang tidak akan mampu menyembuhkan secara total
penyakit yang telah bersarang di tubuhnya. Bagi bangsa Aceh tidak akan
mudah begitu saja menerima MOU dan bisa disembuhkan dengan hanya
memberi antibiotic seperti Pilkada, Amnesti, membagi-bagi uang dan
sebagainya. Penyakit yang telah bersarang di bumi Aceh bagi sebagian
oang Aceh adalah kehadiran orang-orang Jawa yang menjadi penjajah
Aceh. Oleh sebab itu, orang Jawa itu wajib diusir, diperangi, dihalau atau
keluar sendiri dari Bumi Aceh. Kelompok yang setuju MOU Helsinki
dianggap penghianat perjuangan, kelompok ini diketuai oleh Malik
Muhammad dan Zaini Abdullah. Penandatanganan MOU di Helsinki sarat
dengan kepentingan pribadi mereka, apalagi pihak penjajah Indonesia
Jawa menjanjikan kepada mereka, janji-janji yang muluk, atau janji angin
surga. Mereka dulu hidupnya tidak mempunyai kuasa, harta dan berbagai
kemewahan lain, telah membayangkan, bahwa suatu ketika mereka akan
mendapat segalanya. Syaratnya adalah asalkan mereka mengikuti apa
yang dikehendaki oleh penjajah Indonesia Jawa.
Akan tetapi apa yang dimimpi-mimpikan oleh semua orang yang
setuju terhadap MOU Helsinki hanyalah satu ilusi dan fatamorgana.
Bahkan diantara sesama mereka sejak awal-awal sudah muncul
perpecahan dan permusuhan. Semua ini terjadi sebab iktikad perjuangan
mereka sebenarnya bukan untuk membebaskan Bumi Bangsa Aceh dari
penjajahan dan pendudukan oleh penjajah Indonesia Jawa. Mereka
mengejar pangkat dan kemewahan pribadi, dan bukannya memikirkan
nasib dan martabat negara dan bangsa Aceh. Maka saya (Mustafa
Abubakar) menyerukan kepada semua generasi baru bangsa Aceh, marilah
138
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kita teruskan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka untuk mengusir penjajah
Indonesia Jawa dari bumi Aceh dengan pandangan yang positif dan
mempunyai keyakinan diri. Jangan sekali-kali kita merasa diri kita milik
penjajah Indonesia Jawa, jangan sekali-kali kita mengaku bahwa kita
sebangga dan setanah air dengan penjajah Indonesia Jawa itu, penjajah
Indonesia Jawa itu adalah pendatang haram ke negeri Aceh, penjajah
Indonesia itu adalah musuh kita Bangsa Aceh. (disarikan dari Gerakan
Aceh Merdeka – Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia dan PPDI Meneruskan Perjuangan GAM).
Keterlibatan Gerakan Aceh Merdeka
Negara Aceh Merdeka telah diproklamasikan pada Desember 1976,
oleh Hasan di Tiro. Sejak saat itu telah terjadi konflik antara pihak
pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang
menyebabkan jatuhnya korban sebanyak 15000 jiwa, karena serangan
tentara Indonesia yang tak tertahankan. Setelah jatuhnya pemerintahan
Soeharto pada tahun 1998 isu „Aceh Merdeka, kembali menjadi sorotan
dunia, organisasi internasional. Sejauh manakah keterlibatan T. Abit Johan
dalam organisasi Gerakan Aceh Merdeka? Tidak diperoleh data dan
informasi sebelum tahun 2002, bahwa T. Abid Johan terlibat GAM, baik
sebagai pengurus, anggota maupun simpatisan. Namun pada tahun 2002
dapat diperoleh informasi bahwa T. Abid Johan sampai dijadikan
penasihat GAM wilayah Medan Deli dan peran apa yang beliau dalam
kaitannya dengan peledakan Bom Kantor Walikota Medan?
Menurut informasi dari. Djasmuri (orang Aceh). T. Abid Johan alias
Ampon Tuha mempunyai kelebihan dalam menggunakan bahasa, baik
bahasa Aceh maupun bahasa Indonesia, serta dianggap orang tua yang
punya pengalaman hidup yang cukup panjang. Maka dengan kelebihan
dalam berbahasa, dan pengalaman hidup cukup lama dianggap memiliki
kearifan dalam berkata dan bertindak. Untuk itulah beliau diangkat
sebagai penasihat GAM wilayah Medan Deli. Pada bulan Oktober 2002 T.
Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha diangkat sebagai penasihat GAM
wilayah Medan Deli.
Pada awal Maret tahun 2003, Manaf Abdi alias T. Peusangan MA,
alias Abu Hendon alias Abdul Wahab mengumpulkan anggota GAM di
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
139
rumah kontrakannya yang dihadiri oleh T. Abid Johan (Penasehat GAM)
Cut Syarifah Salbiah, T. Said Azhar (Istri dan anak T. Abid Johan) juga
dihadiri oleh Zulfikar alias Zulkifli alias Lamangin alias Zul, Indra
Gunawan alias Muda Belia, Ishak alias Mister alias Kalut alias Is dan
Herman alias Ulu Bara. Semua orang Aceh hadir. Pada pertemuan tersebut
dibicarakan rencana perakitan bom untuk diledakan di kantor Walikota
Medan.
Kemudian pada hari Rabu tanggal 26 Maret 2003 kira-kira pukul 11
WIB Ridwan Muhammad Yusuf alias Marfin alias Cekwan menyerahkan
uang sebesar Rp. 200.000,- (dua ratus ribu rupiah), kepada T. Abid Johan
atas permintaan Manaf Abdi untuk biaya makan perakit bom. Uang
tersebut oleh T. Abid Johan diserahkan kepada istrinya Cut Syarifah
Salbiah, untuk memasak makanan perakit bom.
T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti rencana
peledakan bom di kantor Walikota Medan dan mengetahui sendiri proses
perakitan bom yang akan diledakan di Kantor Walikota Medan. Namun T.
Abid Johan tidak melaporkan informasi tersebut kepada pihak yang
berwenang. Malahan T. ABid Johan menyembunyikan 2 buah bom serta
misiu yang belum sempat dirakit menjadi bom dengan cara
menguburkannya di sekitar rumah T. Abid Johan.
Akhirnya T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha ditahan penyidik
sejak tanggal 23 April 2003 sampai 20 Agustus 2003, selanjutnya ditahan
penuntut umum sejak tanggal 21 Agustus 2003 sampai 9 Oktober 2003. T.
Abid Johan alias Ampon alias pak Tuha telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan pembantuan untuk melakukan tindak
pidana terorisme. Pengadilan Tinggi Medan menjatuhkan pidana dengan
pidana penjara selama 6 tahun. Putusan Pengadilan Tinggi Medan
ditetapkan
pada
tanggal
17
Maret
204
dengan
nomor:
66/PID/2004/PT.Mdn.
Bila disimak sekilas tentang Gerakan Aceh Merdeka yang
diproklamirkan pada tahun 1976 oleh Hasan di Tiro mampaknya T. Abid
Johan tidak diperoleh data atau informasi bahwa dia terlibat Gerakan Aceh
Merdeka mulai tahun 1976 sampai dengan tahun 2002, baik sebagai
pimpinan, anggota maupun simpatisan GAM. T. Abid Johan hanyalah
orang kebanyakan dari golongan ekonomi lemah. Ia hanya ikut terlibat
140
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
GAM mulai tahun 2002 sebagai penasihat GAM dan terlibat dalam
peledakan bom di Kantor Walikota Medan. Keterlibatanya mulai dari
mencarikan rumah kontrakan panglima GAM wilayah Medan Deli, proses
perakitan bom sampai dengan meledakan bom di Kantor Walikota Medan
yang akhirnya ditanghkap dan diadili. Tindakan pidana terorisme yang
dilakukan oleh T. Abid Johan tidak ada kaitannya dengan gerakan agama
Islam, tetapi murni untuk memperjuangkan supaya Aceh Merdeka dan
lepas dari Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
141
PENUTUP
Kesimpulan
T. Abid Johan alias Ampon alias Pak Tuha adalah asli orang Aceh
yang mengenyam pendidikan jaman Belanda (HIS) Agama Islam sudah
dimakan usia hidup dalam keadaan ekonomi gang cukup memprihatinkan
hidupnya hanya mengandalkan hasil dari jualan kopi dan nasi bungkus
dengan gerobak dorong. Tinggal di rumah bedeng yang sempit sambil
menunggui tanah milik orang lain.
Namun demikian T. Abid Johan memiliki hati mulia, suka menolong
sesame terutama kepada anak-anak muda Aceh yang masih menganggur
dan kepada orang-orang Jawa (penarik becak), dengan cara memberi
hutang ngopi dan makan, bahkan sering memberi makan dengan CumaCuma, karena mempunyai kelebihan dalam bahasa, baik bahasa Aceh
maupun bahasa Indonesia, maka diangkat menjadi penasihat GAM oleh
Abdi Manaf selaku panglima GAM wilayah Medan Deli.
T. Abdi Johan telah terlibat dalam peledakan bom kantor walikota
Medan dengan melakukan tindak pidana terorisme yaitu dengan sengaja
memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana
terorisme dengan memberikan atau meminjamkan uang atau barang, atau
harta kekayaan lainnya atau menyembunyikan informasi tentang tindak
pidana terorisme.
Walaupun T. Abid Johan telah mengetahui secara jelas dan pasti
rencana peledakan bom, di kantor walikota Medan dan mengetahui sendiri
proses perakitan bom yang akan diledakan di kantor walikota Medan,
namun demikian T. ABid Johan tidak melaporkan informasi tersebut
kepada pihak yang berwenang, akibat perbuatan yang dilakukan oleh T.
Abid Johan tersebut maka T. Abid Johan ditangkap dan diadili dengan
tindakan melakukan santunan melakukan tindak pidana terorisme yang
akhirnya Jaksa penuntut umum menuntut supaya T. Abid Johan dipidana
penjara selama 12 (dua belas) tahun. Pengadilan Negeri Medan menvonis 5
(lima) tahun Jaksa Penuntut umum naik banding kepada Pengadilan
142
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Tinggi dan Pengadilan Tinggi merubah putusan Pengadilan Negeri
Mdesan dari 5 (lima) tahun menjadi 6 (enam) tahun. Sampai saat ini T.
ABid Johan sedang menjalani hukuman tapi tidak dapat informasi di
lembaga Pemasyarakatan dimana beliau berada. Rumah tinggal beliau
saat ini kosong karena anak dan istrinya beliau juga termasuk yang di
pidana penjara denganm tuduhan yang sama.
Tindak pidana terorisme yang dilakukan T. Abid Johan tidak ada
hubungan sama sekali dengan agama atau organisasi keagamaan lainnya
(bukan gerakan Islam) karena GAM tidak pernah mempermasalahkan
agama lain. Tindakan terorisme ini sebagai separatis yang mempunyai
tujuan untuk melepaskan daerah Aceh dari Negara kesatuan Republik
Indonesia.
Pada tanggal 27 Februari tahun 2005 telah mengadakan
perundingan antara pemerintah Indonesia dengan GAM di Helsinki dan
berhasil mencapai kesepakatan damai. Penandatanganan nota kesepakatan
damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. diantara point pentingnya
adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut menfasilitasi pembentukan
partai politik local di Aceh dan pemberian amnesty bagi anggota GAM.
GAm sepakat seluruh senjata GAM yang jumlahnya 840 buah pucuk harus
sudah selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005 dan sayap
militer GAM telah dibubarkan secara formal.
Sara-Saran
Diharapkan kepada pemerintah dan mantan GAM kesepakatan
damai yang telah ditanda tangani betul-betul dipegang teguh, tidak ada
yang melanggarnya dan dalam waktu yang tidak terlalu lama kesepakatan
tersebut dapat diwujudkan.
Karena pemerintah telah memberikan anmesti kepada anggota
GAM serta GAM telah menyatakan bahwa sayap militer mereka telah
dibubarkan secara formal, maka diharapkan agar semua tahanan yang
divonis sebagai teroris dalam kaitannya dengan kegiatan GAM supaya
dibebaskan tanpa syarat, termasuk T. Abid Johan dan keluarganya.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
143
DAFTAR PUSTAKA
Akbar S. Ahmad, Post Modernisme: Harapan dan Bahayanya Bagi Generasi
Muslim, Mizan, Bandung, 1996: 110 – 113.
Z.A. Maulani, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Teorisme: Dari
Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta,
2005:44-45.
Ahmad Syafi’i Ma’arif, Terorisme Wujud Keputusasaan dalam Islam dan
Teorisme: Dari Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press,
Yogyakarta, 2005: 89-94
Agus Sulistiyo dan ِAdi Mulyono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Penerbit
Ita, Surakarta, tt,: 278
Amien Rais, Kebusukan Terorisme dalam Islam dan Terorisme: Dari Minyak
Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005: 81
Adji S., Terorisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005:
Harun Nasution dan Bachtiar Effendi (Penyunting), Hak Azasi Manusia
Dalam Islam dalam bab I, (Sidney Hook) bab III, (ditulis M. Timur)
dan bab IV(Jean Caludea Vatin), Yayasan Obor Indonesia (YOI),
19987: 1 – 166)
Jawahir Thontowi, Akar Terorisme dalam Islam dan Terorisme: Dari Minyak
Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005: 157 –
159.
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Cetakan ke 3,
Gramedia, Jakarta, 1976: 135.
Kejaksaan Negeri Medan : Surat Tuntutan Dakwaan Tindak Pidana
Terorisme atas nama T. Abid Johan alias Ampon alias Pak
Tuha.
Nurchlish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan: Membangun Tradisi dan Visi
Baru Islam Indonesia, Yayasan Wakaf Paramadina, Jakarta,
1995: 177 – 202.
Pengadilan Tinggi Sumatera Utara: Putusan Nomor : 66/PYD/2004/PTMDN: Vonis Terhadap Terdakwa T. Abid Johan alias Ampon
alias Pak Tuha.
W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, Eresco, Bandung, 1996: 94-96
144
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME
DI KOTA PALU SULAWESI TENGAH
Oleh:
Bashori A. Hakim
H. Djuhardi
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA
2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
145
PROFIL
TERPIDANA TERORISME
(Safri Ambo Bokori)
Safri Ambo Bokori
Safri Ambo Bokori, alias Aco GM, alias Bobi, lahir di Poso, 11
Nopember 1976 dari suku/Etnis : Bugis. Yang bersangkutan beragama
Islam dan sekarang tinggal di Kelurahan Moengko Baru, Kecamatan Poso
Kota, Kota Poso. (Terakhir berdomisili di Desa Bega, Kec. Poso Pesisir).
Pendidikan yang pernah ditempuhnya adalah SD di Poso tamat 1986, SMP
di Timor Timur tamat tahun 1989, SMA di Timor Timur, sampai kelas III
tahun 1993, tidak tamat, karena kondisi Timor Timur ketika itu tidak
aman. Saat ini bekerja sebagai petani tambak udang (milik orang tua). Safri
Ambo Bokori belum menikah dan semaja sekolah tidak pernah menjadi
anggota organisasi keagamaan.
Safri Ambo Bokori alias Aco GM alias Bobi adalah anak ke dua dari
enam bersaudara dari pasangan orang tua: ayah bernama Ambo Bokori
dan ibu bernama Suhra. Ia sejak lahir dibesarkan oleh orang tuanya hingga
dewasa. Di Poso ia tinggal bersama orang tuanya hingga tamat SD,
kemudian pindah ke Timor Timur bersama orang tuanya. Ketika kondisi
Timor Timur mulai tidak aman yakni setelah tahun 1993, ia pergi ke
Maluku Tenggara bekerja di perusahaan tambang emas di Pulau Wetar
selama 4 tahun. Karena perusahaan tambang emas tersebut pindah ke
Batu Hijau Kabupaten Sumbawa dan ia tidak mau ikut pindah maka ia
keluar dari perusahaan itu. Kemudian pindah ke Sorong bekerja di Kapal
Ikan (Kapal Asing/Hongkong) rute Indonesia Timur (Ternate dan
Maumere) selama 2 tahun. Setelah itu pindah ke Balikpapan bekerja di
warung makan. Terakhir, pindah lagi ke Poso menempati rumah orang
tuanya yang ditempatinya dulu ketika tinggal di Poso, dengan alamat
Kelurahan Moengko Baru, Kecamatan Poso Kota.
Pada waktu sebelum terjadi kerusuhan Poso tahun 1998, ia sempat
mengurus tambak udang di tanah milik orang tuanya selama sekitar satu
tahun. Belum sempat memanen, kemudian terjadi kerusuhan Poso
sehingga ia tak dapat menikmati hasil usahanya lantara mengungsi.
146
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Kerugian yang dialaminya akibat kerusuhan itu adalah hasil tambak
udang sekitar Rp. 200.000.000,- rumah milik orang tuanya hancur, serta
seorang adik sepupunya meninggal. Ketika peristiwa itu terjadi, ibunya
berada di Kendari, sedangkan ayahnya telah meninggal di Timor Timur
(sebelum merdeka) karena sakit. (Disarikan dari hasil wawancara dengan
yang bersangkutan/Safri Ambo Bokori, Data Berkas Perkara, Nomor:Pol.
BP/60/XII/2003/Dit. Reskrim, Direktorat Reserse Kriminal, Kepolisian
Daerah Suawesi Tengah). Selama ini ia belum pernah dihukum atau
terlibat suatu tindak pidana dana.
Vonis Yang Dijatuhkan
Safri Ambo Bokori alias Aco GM alias Bobi di vonis sebagai pelaku
tindak pidana teroris dengan hukuman selama empat tahun penjara. Pada
Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 2006 yang lalu
mendapatkan remisi 6 bulan dari Pemerintah Pusat, sehingga saat
penelitian ini dilakukan masa hukuman tinggal 4 bulan lagi. Ia dipenjara di
Lapas Jalan Dewi Sartika, Palu. Perannya pada waktu melakukan
penyerangan, penembakan, pembakaran, pembunuhan dan alias teror di
Desa Beteleme adalah mendampingi laki-laki Sadan alias Reno, dipinjami
senjata lalu melakukan penembakan ke udara, ke drum dan rumah-rumah
dengan tembakan rentetan. Ia dan laki-laki Sadan adalah satu unit senjata
berdua. Waktu itu ia menggunakan senjata organic M.16 A1 dengan
tembakan satu-persatu. Waktu itu menghabiskan satu magazen amunisi
(sekitar 30 butir). Ia melakukan tembakan di Desa Beteleme Tua dan di
depan Puskesmas Beteleme.
Penyerangan, dan pembakaran di Desa Beteleme Kecamatan Lembo,
pada hari Kamis, tanggal 9 Oktober 2003, sekitar jam 24.00 WITA s/d jam
02.00 WITA, selain dilakukan 14 orang teman-temannya, dibantu lagi oleh
15 orang (Diambil dari Data Berkas Perkara, Nomor:Pol. BP/60/XII/2003/Dit
Reskrim Direktorat Reserse Kriminal, Kepolisian Daerah Sulteng).
Motif Tindak Pidana Terorisme
Motivasi pelaku melakukan kegiatan tindak pidana, selain karena
rasa solidaritas terhadap sesama - yakni ingin membela saudara muslim di
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
147
Poso yang terniaya-, terlebih karena motif balas dendam atau sakit hati
atas kerugian ekonomi pribadi berupa rumah orang tua yang dibakar dan
tambak udang sekitar 6 hektar yang siap panen tidak jadi dipanen.
Tambak udang itu terletak di Desa Masani. Desa Masani, Kecamatan Poso
Pesisir. Ketika ada kerusuhan Poso tahun 1998 menjadi daerah merah
(dikuasai pihak Nasrani) dan semua penduduk mengungsi ke daerah lain
yang mereka anggap aman.
Selain itu, karena ajakan Madong (dalam Resume Perkara sering ditulis
Madon), untuk diajak menyerang kampung Tibo cs. yakni Desa Beteleme
yang pernah menyerang Kota Poso. Ketika terpidana diajak menyerang,
saat itu sudah ada teman-teman yang lain seperti; Arman, Rahmat (alm
karena terkena tembak polisi saat salat Maghrib), Aswan (alm. yang juga
kena tembak polisi), serta lainnya yang namanya tak dikenal oleh
terpidana.
Hubungan Dengan Sipil Maupun Militer
Terpidana dalam melakukan tindak pidana tidak memiliki hubungan
atau jaringan dengan pihak tertentu, apalagi dengan militer maupun pihak
luar negeri. Terpidana melakukan tindak pidana semata-mata karena
ajakan orang lain, dan didorong oleh perasaan solidaritas, ingin membela
teman-teman seagama yang tertindas ketika itu. Dalam tindak pidana
menggunakan senjata pinjaman (dipinjami teman, Madong/Madon) untuk
ikut menggunakan saat penyerangan. Tidak ada training atau pendidikan
dan pelatihan (Diklat) yang secara khusus diikutinya selama berbulanbulan. Terpidana hanya dilatih tentang cara penggunaan senjata selama
seminggu oleh orang yang mengajak melakukan serangan (Berdasarkan
Resume Perkara terpidana).
Mengenai ada tidaknya jaringan gerakan keagamaan
secara
internasional, terpidana tidak mengetahui. Kalaupun ada orang yang
menganggap jaringan gerakan keagamaan internasional itu ada, menurut
terpidana akibat terkena pengaruh media bohong Amerika.
Pengetahuan Tentang Jaringan Kerja Terorisme
Pengetahuan terpidana tentang jaringan kerja terorisme terkesan
terbatas. Ia tidak banyak tahu tentang teroris, terlebih mengenai jaringan
148
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
kerjanya. Pengakuan terpidana melalui penuturannya kepada peneliti
mengenai beberapa hal meliputi perlunya penyandang dana bagi kegiatan
terorisme dan tidak dapat dilakukan oleh seorang, tidak diketahuinya dan
tidak adanya hubungan dengan kelompok bawah tanah di Indonesia. Ia
juga tidak tahu tentang jaringan komando yang terstruktur dan
manajemen yang mengatur jalannya roda organisasi. Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan terpidana tentang jaringan kerja terorismen memang
terbatas. Ia juga tidak mengenal adanya DI, JI maupun KJ. Ia mengetahui
adanya terorisme melalui berita dari televisi dan surak kabar. Sekalipun
begitu, ia tidak memungkiri pendapat bahwa suatu tindakan terorisme
perlu adanya penyandang dana dan kegiatan tersebut tak dapat dilakukan
hanya sendirian.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
149
PAHAM KEAGAMAAN
Faham Teologi Keagamaan
Terpidana belajar pengetahuan agama dari ceramah agama yang
disampaikan para da’i melalui pengajian yang diselenggarakan di masjid
di lingkungan tempat tinggalnya, juga dengan cara membaca buku
keagamaan. Selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Kota Palu,
terpidana pernah membaca buku fikih yang tersedia di Perpustakaan
Lembaga Pemasyarakatan. Dalam membaca buku keagamaan ia lebih
tertarik kepada materi fikih terutama fikih faham atau madzhab
Ahlussunnah wal Jamaah. Fikih madzhab Ahlussunnah wal Jamaah
menurut pendapatnya lebih mendekati Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Terpidana terlihat memahami tentang teologi Islam, sekalipun sangat
terbatas. Tingkat pemahamannya tentang teologi keagamaan, tergambar
dari penuturannya kepada peneliti mengenai beberapa hal berikut:
Mengenai firqah-firqah dalam Islam seperti: mu’tazilah, khawarij,
jabariyah, syi’ah dan ahlussunnah, dengan perbedaan masing-masing,
dapat dikatakan bahwa terpidana cukup mengetahui sekalipun secara
garis besar. Menurut terpidana, masing-masing firqah mempunyai
perbedaan yang mendasar, yaitu: Mu’tazilah merupakan faham
keagamaan yang lebih mengandalkan fikiran; Khawarij adalah kelompok
yang keluar dari jamaah karena perbedaan faham; Jabariyah adalah faham
keagamaan yang lebih mendasarkan kepada takdir; Syi’ah adalah
kelompok yang cenderung mendewa-dewakan Ali bin Abi Thalib;
sedangkan Ahlussunnah wal Jamaah adalah kelompok yang menjalankan
syariat Islam sesuai dengan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Adapun firqah yang paling disukai terpidana sebagaimana telah
disebutkan di atas, adalah Ahlussunnah wal Jamaah, karena firqah ini
dalam mengamalkan faham atau ajaran agama lebih mendekati Sunnah
Nabi. Memang semua madzahab itu pada dasarnya sama saja, karena
semua dapat dipergunakan untuk landasan beribadah, terutama oleh
pengikutnya masing-masing. Sekalipun demikian ia tidak mengingkari
150
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
bahwa setiap madzhab memiliki kelemahan dan kelebihan. Dengan
demikian keberadaannya sebagai rujukan untuk pelaksanaan ibadah
adalah saling mengisi atau saling menunjang. Tentang teologi Asy’ariah,
Maturidiyah dan Wahabi, terpidana tidak tahu. Apabila teologi yang
diajarkan oleh masing-masing faham keagamaan itu sesuai –dalam arti
tidak menyimpang- dengan yang diajarkan Nabi Muhammad, bagi
terpidana tidak menjadi masalah.
Dalam kaitannya dengan kehidupan keagamaan masyarakat
Indonesia, tidak dapat dikategorikan apakah negara kita tergolong
muslim ataukah kafir. Yang jelas negara kita adalah negara nasional
Indonesia.Terpidana tidak mengetahui teologi yang dianut oleh organisasi
sosial keagamaan di Indonesia. Sehingga ia tidak dapat menjelaskan atau
menilai apakah teologi organisasi keagamaan di Indonesia sudah tepat
atau belum. Terpidana mengaku tidak mempunyai buku-buku tentang
aliran teologi Islam. Buku tentang faham keagamaan yang pernah dibaca
yaitu Pemahaman Sesat di Indonesia, namun lupa nama pengarangnya.
Buku-buku teologi Islam itu dapat dipergunakan untuk menambah
pengetahuan agama, tidak harus dipercayai atau diikuti karena belum
diketahui benar-tidaknya. Terpidana mengaku tidak pernah mempunyai
pembimbing keagamaan yang memberikan doktrin keagamaan.
Pemahaman Tentang Jihad
Terpidana terlihat faham tentang jihad. Jihad dimaknakan sebagai
bersungguh-sungguh dalam segala hal, terutama dalam hal ibadah. Teror
menurut dia tidak sama dengan jihad. Sehubungan dengan kejadian Poso,
sebenarnya umat Islam hanya dalam posisi membela, dan membalas.
Orang yang harus diperangi menurut terpidana adalah siapa saja yang
memerangi kita. Tapi ketika negara dalam keadaan aman maka tidak boleh
dilakukan jihad dalam bentuk perang.
Pemahaman Negara Dan Khilafah
Negara Islam menurut terpidana/pelaku tidak perlu, yang penting
cita-citanya islami, ajaran agama dilaksanakan, agar negara aman. Islam
tidak membeda-bedakan suku, asal daerah, bangsa dan sebagainya. Yang
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
151
membedakan antara seseorang dengan yang lain adalah kadar iman
seseorang. Sementara itu cinta tanah air tak bertentangan dengan Islam.
Dengan demikian nasionalisme tidak menyalahi agama. Dalam kaitannya
dengan Islam sebagai ideologi negara, terpidana setuju jika umat beragama
lain juga setuju.
Mengenai khilafah, sebenarnya umat lain (Katholik) juga punya
semacam khilafah. Khilafah tak menghambat demokratisasi, karena sistem
khilafah sebenarnya juga memberi kebebasan yang lain selagi masih dalam
jalur Islam. Imamah seharusnya satu saja, tetapi jika yang lain dikatakan
tidak sah, itu juga tidak benar karena yang lain itu (misalnya LDII) justru
menunjukkan adanya perbedaan.
Persepsi Tentang Dunia Islam
Terpidana/pelaku tampak memberikan tanggapan yang cukup
positif terhadap dunia Islam. Hal ini terlihat dari anggapan terpidana
bahwa negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim hingga saat
ini belum stabil akibat cengkeraman Barat. Tidak benar anggapan yang
mengatakan bahwa setiap penguasa di negara muslim adalah diktator,
karena tidak semuanya demikian.
Adapun pandangannya tentang pemisahan antara Islam dengan
negara, menurutnya Islam tak perlu dipisahkan dengan negara sebab Islam
mengajarkan banyak hal tentang kehidupan masyarakat, termasuk tentang
ketatanegaraan. Menurutnya pertarungan global di semua aspek
kehidupan dewasa ini telah dimenangkan Barat. Dalam hal komunikasi,
negara-negara muslim sangat terasa sekali ketertinggalannya dengan
Barat.
Menurut terpidana, ada cara yang baik untuk meredam agar Barat
tidak memusuhi Islam. Kita harus menunjukkan kepada Barat bahwa
Islam agama damai, kita wujudkan dalam perilaku. Adapun adanya
tuduhan bahwa Islam tidak mampu mengkounter wacana yang
mengatakan kelompok Islam sebagai kelompok tertuduh dalam setiap
peristiwa teror, justru wacana itu sendiri yang tidak benar. Islam tidak
pernah mengajarkan teror.
Jamaah, Persaudaraan Muslim Dan Solidaritas Dunia Islam
152
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Menurut terpidana, Islam melalui ajara-ajarannya mengatur sistem
pemerintahan. Namun ia tidak dapat menjelaskan secara lebih jauh
mengenai sistem pemerintahan Islam yang dimaksud. Dalam kaitannya
dengan imamah (imam) dalam Islam, ia tidak sependapat apabila setiap
aliran dalam Islam mempunyai imam tersendiri. Idealnya imam bagi umat
Islam kalau memang diperlukan seharusnya satu saja. Ia membenarkan
jikalau tidak ada imam berarti tidak ada jamaah.
Berkenaan dengan pengorganisasian umat Islam, terpidana
membenarkan tentang perlunya umat Islam diorganisir seperti umat
Katholik untuk memudahkan pembinaan ukhuwah islamiyah dan
komunikasi internal umat Islam. Ia sependapat kelemahan umat Islam
selama ini karena tidak terorganisir secara baik sehingga terkesan terceraiberai, tidak ada kekompakan satu sama lain. Dalam kondisi demikian
maka sebenarnya diperlukan figur pimpinan umat misalnya berupa
imam secara fisik, yang dapat mengeluarkan fatwa untuk ditaati umat
Islam. Dengan demikian diharapkan akan tercipta komunitas umat Islam
yang relatif baik.
Setiap muslim, siapapun dia dan dimanapun berada, adalah satu
saudara. Agama kita mengajarkan sepeeti itu. Demikian pendapat
terpidana.Perihal pemberlakuan syari’at Islam di negeri ini, terpidana
setuju-setuju saja, karena dengan diberlakukannya syari’at Islam diduga
kuat negeri ini akan aman dan tenteram.
Terpidana setuju atas pendapat yang mengatakan bahwa umat Islam
di dunia dewasa ini pada umumnya tercerai-berai, setiap kelompok
maupun bangsa tampak lebih mendahulukan kepentingan kelompok umat
atau kepentingan nasionalnya masing-masing. Solidaritas antar sesama
umat Islam terasa kurang. Demikianlah kenyataan yang kita lihat
sekarang. Demikian penuturan terpidana tindak pidana teroris, Safri Ambo
Bokori.
Menyadari perlunya perbaikan hidup di masa depan dan rasa
tanggung-jawab ingin hidup mandiri setelah keluar sekolah (drop out),
tampaknya menjadi motivasi bagi Safri Ambo Bokori untuk bekerja
mencari nafkah. Konsekuensi berpindah-pindah tempat tinggal sematamata untuk mencari pekerjaanpun di
jalaninya. Kenyataan itu
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
153
menunjukkan bahwa Safri Ambo Bokori ternyata merupakan figur
pemuda yang memiliki rasa tanggung-jawab akan masa depan hidupnya.
Pengetahuan agama (Islam) yang secara formal diperoleh hanya
melalui pendidikan di sekolah umum (DS, SMP dan Kelas III SMA),
mengindikasikan terbatasnya pengetahuan agama Safri Ambo Bokori.
Namun sebagai pemuda berlatar belakang etnis Makassar yang dikenal
sebagai daerah mayoritas muslim, kiranya dapat difahami jika Safri
Ambo Bokori cenderung memliki karakter yang tergolong Islami. Karakter
demikian tampak, antara lain ketika saat peneliti mewawancarainya
(ketika itu hari Jum’at), sekitar satu jam sebelum waktu salat Jum’at (yakni
jam 11.00 waktu Kota Palu/WITA) ia minta wawancara ditunda karena
akan bersiap-siap salat Jum’at dan bersedia diwawancarai lagi sesudah
salat Jum’at. Permintaan penundaan wawancara itu menunjukkan sikap
Safri Ambo Bokori yang begitu peduli dan disiplin terhadap waktu salat
yang dalam hal ini salat Jum’at. Pada umumnya para pemuda kurang
peduli terhadap waktu salat (terutama salat Jum’at) sehingga masjid baru
mulai penuh jamaah ketika Khatib naik mimbar. Memang, mungkin saja
sikap demikian dilakukannya karena berada di tahanan atau Lembaga
Pemasyarakatan (LP). Namun, terlepas dari berbagai kemungkinan yang
mempengaruhi sikapnya itu, kiranya tidak berlebihan jika Safri Ambo
Bokori dikatakan sebagai pemuda yang tergolong taat beragama. Namun
ketaatan terhadap agamanya tidak serta-merta menjadikan Safri Ambo
Bokori sebagai sosok pemuda yang terlalu fanatik kepada agamanya. Hal
ini terbukti dari motivasi Safri Ambo Bokori melakukan tindak pidana
teroris karena faktor ekonomi, di samping faktor solidaritas terhadap
sesama muslim. Ketika terjadi kasus kerusuhan Poso tahun 1998 yang lalu
ia mengalami kerugian materi jutaan rupiah dan pada waktu diajak orang
untuk melakukan penyerangan ke kampong Tibo, ajakan itu langsung
diterima dengan maksud ingin membalas.
Dalam kaitannya dengan pendidikan para pelaku tindak pidana
teroris di Poso dan Sulawesi Tengah pada umumnya, rata-rata mereka
berpendidikan rendah, demikian pula pengetahuan agamanya. Mereka
bukan dari pendidikan pondok pesantren. Tindak pidana teroris yang
mereka lakukan bukan dilatar belakangi persoalan agama, tetapi persoalan
kesejahteraan, persoalan ekonomi, tidak puas dengan keadaan. Demikian
penuturan beberapa informan, antara lain Kepala Bagian Humas
154
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Kejaksaan Negeri Palu dan Asisten Tindak Pidana Khusus (PIDSUS) yang
juga merangkap selaku Asisten Tindak Pidana Umum (PIDUM) di
Palu/Sulawesi Tengah. Dari penuturan para informan itu mengindikasikan
bahwa para pelaku tindak pidana teroris di Propinsi Sulawesi Tengah
bukan dari kalangan intelektual tinggi, dan juga bukan dari kalangan
pondok pesantren. Indikasi itu ternyata berlaku pula terhadap Safri Ambo
Bokori. Dengan demikian pernyataan para informan itu memperkuat
akurasi data tentang Safri Ambo Bokori pelaku tindak pidana teroris yang
menjadi fokus kajian dalam penelitian ini, bahwa Safri Ambo Bokori
bukanlah tergolong pemuda intelektual tinggi, bukan dari pondok
pesantren dan melakukan tindak pidana teroris karena motif ekonimi dan
rasa solidaritas.
Keikutsertaan Safri Ambo Bokori dalam melakukan tindak pidana
teroris atas ajakan Madong (Madon), menunjukkan bahwa ia bukanlah
pelaku utama, apalagi dalang atau otak pelaku tindak pidana teroris.
Sebagai orang yang diajak melakukan tindak pidana teroris, maka wajar
kiranya jika Safri Ambo Bokori tidak banyak mengetahui informasi tentang
ada tidaknya jaringan terorisme, baik di dalam maupun di luar negeri.
Dapat difahami pula jika ia tidak memiliki keterkaitan dengan militer
ketika melakukan tindak pidana teroris. Sebelum diajak melakukan
penyerangan, Safri hanya dilatih menggunakan senjata -milik orang yang
mengajaknya- dalam waktu tidak lebih dari seminggu. Posisinya dalam
kehidupan masyarakat, tidak lebih sebagai seorang petani yang secara
materi terugikan oleh peristiwa kerusuhan Poso pada tahun 1998 yang
lalu.
Sebagai pemuda yang pengetahuan agamanya diperoleh hanya dari
pendidikan formal semasa di Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Kelas III
Sekolah Menengah Atas (SMA) ditambah dari keikutsertaannya dalam
pengejian-pengajian atau ceramah yang diadakan secara berkala di masjid
di daerahnya, maka wajar apabila pengetahuan keagamaan Safri Ambo
Bokori relatif terbatas. Dengan demikian ia tidak tergolong teroris yang
berpengetahuan agama yang luas. Hal ini terbukti dari terbatasnya
pengetahuan Safri Ambo Bokori tentang teologi Islam, konsep tentang
jihad, khilafah maupun mengenai dunia Islam.
Mencermati data tentang Safri Ambo Bokori tersebut di atas maka ia
hanyalah teroris tingkat lokal dengan latar belakang pengetahuan agama
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
155
maupun pengetahuan umum terbatas. Jadi bukan teroris tingkat nasional,
apalagi tingkat internasional. Predikatnya sebagai teroris adalah sebatas
teroris ikut-ikutan, bukan kelas perancang atau otaknya teroris.
Dalam tataran sosiologis, keikut-sertaan Safri Ambo Bokori dalam
kasus tindak pidana teroris merupakan kerjasama (co-operation) yang
terbentuk dalam suatu proses sosial atau interaksi sosial (social interaction).
Dalam paradigma struktural-fungsional yang dikembangkan antara lain
oleh Talcott Parson (1937) dan Robert K. Merton (1957) sebagaimana
dikutip oleh Alo Liliweri, masyarakat dalam melakukan interaksi sosial
harus dilihat sebagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
Hubungan yang terjadi dapat berupa hubungan yang asosiatif dan
disasosiatif. Hubungan sosial yang asosiatif terdiri atas: kerjasama, akomodasi
dan asimilasi (Alo Liliweri, 2005). Dengan demikian, mengacu kepada
konsep paradigma struktural-fungsional maka kerjasama yang terjadi
antara Safri Ambo Bokori dengan pihak yang mengajak melakukan tindak
pidana teroris adalah merupakan suatu interaksi sosial atau proses sosial
yang asosiatif.
Dapat difahami, bahwa Safri Ambo Bokori sebagai bagian dari
masyarakat atau anggota masyarakat dalam hidup bermasyarakat tidak
terlepas dari adanya hubungan dengan sesama anggota masyarakat.
Hubungan yang terjadi atau dilakukan berbentuk kerjasama. Hubungan
kerjasama terbentuk karena adanya kesamaan tujuan yang ingin dicapai
oleh pihak-pihak yang melakukan kerjasama. Hanya saja dalam konteks
kerjasama yang dilakukan Safri Ambo Bokori berupa kegiatan melawan
hukum, yakni penyerangan ke Desa Beteleme. Sekalipun bentuk kerjasama
yang dilakukannya dalam kapasitasnya sebagai orang yang diajak, karena
kerjasama yang dilakukan berupa penyerangan, pembakaran dan
pembunuhan maka Safri Ambo Bokori dikategorikan sebagai pelaku
tindak pidana teroris oleh pihak aparat hukum sehingga ia dijatuhi
hukuman selama empat (4) tahun penjara.
156
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan berikut:
Safri Ambo Bokori alias Aco GM alias Bobi terpidana tindak pidana
teroris selama 4 tahun dan dipenjarakan di Lapas Kota Palu, lahir di Poso
tanggal 11 Nopember 1976, beragama Islam, pekerjaan petani tambak,
status belum kawin, tempat tinggal di Kelurahan Moengko Baru
Kecamatan Poso Kota, dengan latar belakang pendidikan umum relatif
sedang (kelas III SMA) dan pengetahuan agama yang reratif cukup pula
(mengetahui secara umum misalnya tentang: faham teologi, jihad, negara
dan khilafah, persepsi tentang dunia Islam). Pengetahuan agama dia
peroleh dari pengajian yang sesekali diadakan di masjid lingkungannya
dan sedikit baca buku). Kecenderungan faham keagamaannya adalah
ahlussunnah.
Sejak kecil hidup bersama kedua orang tuanya. Setelah tidak
melanjutkan sekolah, hidupnya disibukkan dengan kegiatan bekerja
mencari nafkah. Perpindahan tempat tinggal dari Poso (tempat kelahiran)
ke daerah-daerah lain karena faktor pekerjaan. Sebelum terjadi kerusuhan
Poso tahun 1998, ia sudah pindah lagi ke Poso menempati rumah lamanya
dan bekerja sebagai peternak udang di lokasi tanah milik orang tuanya.
Safri Ambo Bokori dipidana karena melakukan
penyerangan, pembakaran, penembakan, pembunuhan
yang terjadi di Poso bersama laki-laki Madong (dalam
sering ditulis “Madon”) alias Habib (selaku pimpinan)
kurang dari 14 orang temannya yang lain.
tindak pidana
dan aksi teror
Berkas Perkara
bersama tidak
Faktor-faktor yang mendorong Safri Ambo Bokori melakukan tindak
pidana teroris adalah: faktor ekonomi dan faktor solidaritas sesama. Faktor
ekonomi, karena dengan adanya peristiwa kerusuhan Poso tahun 1998 ia
merasa mengalami kerugian materi yang tidak sedikit. Sedangkan faktor
solidaritas, karena keikutsertaannya melakukan penyerangan lantaran
memenuhi ajakan orang lain ingin membela saudara muslim di Poso yang
teraniaya.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
157
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan demikian, direkomendasikan bahwa agar
kiranya pihak Departemen Agama di berbagai daerah dapat bekerjasama
dengan instansi terkait berupaya meningkatkan pengetahuan keagamaan
masyarakat melalui misalnya: penyuluhan, penataran dan sebagainya
secara terprogram, sehingga masyarakat lebih mendalami agamanya
masing-masing. Dengan meningkatnya pengetahuan agama masingmasing umat beragama diharapkan mereka tidak mudah menerima ajakan
ataupun hasutan untuk melakukan perbuatan melawan hukum, termasuk
tindakan teror.
158
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aji, S., Terorisme, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian –Suatu Pendekatan Paraktek, PT.
Rineka Cipta, Edisi Revisi V, Cet. XII, Jakarta, 2002.
Assamurai, Qasim, Bukti-Bukti Kebohongan Orientalis, Gema Insani Press,
Jakarta, 1996.
Creswell, Jahn, W., Research Design –Desain Penelitian, Qualitative &
Quantitative Approaches – Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, Alih
Bhs.: Angkt. III & IV KIK –UI, Kerjasama dg. Nur Khabibah, Edt.:
Aris Budiman, Bambang Hastobroto, Chryshnanda, DL, KIK Press,
Edisi Revisi II, Jakarta, 2002.
Direktorat Reserse Kriminal, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Resume
Perkara, (Safri Ambo Bokori), Berdasarkan Lap.Pol. Oktober, 2003.
Ensiklopedi Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2000.
Faisal, Sanapiah, Varian-Varian Kontemporer Penelitian Sosoial, dalam :
Burhan Bungin (Ed.), Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi
Metodologis ke Arah Ragam Varian Kontemporer, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 2004.
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia,
Cetakan III, Jakarta, 1976.
Liliweri, Alo, Prasangka dan Konflik: Komunitas Lintas Budaya Masyarakat
Multikultural, LKIS, Yogyakarta, 2005.
Maulani, Z.A., Di Balik Isu Terorisme, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari
Minyak Haingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005.
Moleong, Lexy, J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2004.
Rais, Amin, Kebusukan Terorisme, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari Minyak
Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
159
Syafi’i Ma’arif, Ahmad, Terorisme Wujud Keputusan, (Dalam) Islam dan
Terorisme: Dari Miyka Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press,
Yogyakarta, 2005.
Sulistiyo, Agus, dan Mulyono, Adi, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Terb.
Ita, Surakarta, tanpa tahun.
Thontowi, Jawahir, Akar Terorisme, (Dalam) Islam dan Terorisme: Dari
Minyak Hingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005.
160
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PROFIL KEAGAMAAN
TERPIDANA TERORISME
DI KOTA SEMARANG JAWA TENGAH
Oleh:
Umar R. Soeroer
PUSLITBANG KEHIDUPAN KEAGAMAAN
BADAN LITBANG DAN DIKLAT KEMENTERIAN AGAMA
2015
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
161
JATIDIRI
TERPIDANA TERORISME
(Subur Subiyanto Dkk)
Subur Subiyanto
Subur Subiyanto dilahirkan pada tanggal 9 April 1973 di kota
Semarang. Anak pertama dari tiga bersaudara. Pekerjaan sehari-harinya
adalah karyawan dari sebuah percetakan milik pengurus Pelajar Islam
Indonesia (PII) Semarang. Isterinya berasal dari Pati, dan anaknya empat
orang. Tinggal di rumah kontrakan di Perumahan Kaliwungu Indah Blok
C7/20 Semarang. Riwayat pendidikannya dari SD,SMP dan SMA
semuanya di Semarang. Sejak di SD dan SMP aktif di Pramuka dan latihan
karate di sekolah. Ketika di SMA pilihan extra kurikuler sebagai pencinta
alam, dan termasuk anggota OSIS di SMA Negeri 8. Ibu-bapanya seorang
petani berpendidikan sekolah dasar, dan pngetahuan agamanya juga
kurang. Subur belajar agama dari kaketnya, setelah kakeknya meninggal
dunia, pelajaran agamanya dilakukan dari mesjid satu ke mesjid yang lain
orang Jawa menyebutnya ngoprak-ngoprak. Karena latar belakang
pendidikan agama kedua orang tuanya sangat minim, maka Subur
mengajak kedua orang tuanya ikut serta pengajian dari mesjid ke mesjid,
sehingga pengamalan ibadah shalatnya sudah baik dari sebelmnya.
Pengalaman organisasinya, aktif sebagai anggota Pelajar Islam
Indonsia (PII) di wilayah Semarang. Dan di organisasi inilah mereka
mendapatkan lowongan pekerjaan sebagai karyawan percetakan. Pernah
juga mengikuti pesantren kilat atas undangan dari Yayasan Yasmin
Surakarta, betempat di Darushadah, Gunung Madu, salah seorang guru
yang memberikan materi pelajaran adalah ustadz Mukhlas. Bagi Subur
pengetahuan agama, yang paling penting adalah sesuai dengan tujuan
yaitu mentauhidkan Allah, sebagai tujuan hidup beribadah kepada Allah.
Dan Subur mengaku tidak pernah mengikuti salah satu partai agama dan
organisasi agama lainnya, di dalam memperjuangkan cita-cita Islam.
162
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Adapaun buku yang dimilki dan dipelajarinya adalah: Kitabut
Tauhid, karangan Dr. Sholah Fauzan; Kitabut Tauhid, karangan Syeikh
Muhammad bin Abdul Wahab; Ushuluts Tsalatsah, karangan Syeikh
Muhammad bin Abdul Wahab; Syarh Aqidah Thohawiyah; Akidah Islam,
karangan Sayyid Sabiq; Allah Jalla Jaluluhu, karangan Said Hawwa; Dasardasar Islam, karangan Abul A’la Maududi; dan Aqidah Landasan Umat,
Syaikh Abdullah Azam;
Proses bertemu dan mendapatkan informasi tentang data perkara
tindak pidana terorisme, tidak semudah yang kami bayangkan, sekalipun
sudah dibekali kelengkapan surat tugas, surat pengantar dari instansi
terkait, belum tentu diperkenankan untuk melakukan wawancara dengan
terorisme yang bersangkutan karena terorisme merupakan perkara politik
yang sangat peka dan memiliki berbagai keterkaitan: keamanan, politik,
hukum dan hubungan sosial lainnya.
Namun untuk informasi data perkara tindak pidana terorisme di
Propinsi Jawa Tengah, dapat diperoleh dengan lancar, dengan
menunjukkan Surat Tugas dari Badan Litbang dan Diklat Departemen
Agama disertai Surat Pengantar dari Kejaksaan Agung Republik Indonesia
Jakarta, yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah,
kemudian diteruskan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Propinsi Jawa
Tengah. Lalu mendapatkan seorang Petugas Jaksa Pendamping, ke
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Kedung Pane Semarang. Selama
dua hari kami mendapatkan izin untuk melakukan wawancara dalam
suatu ruangan khusus yang di luar ruangan dijaga beberapa petugas Polisi
dan security Lapas, dan selama dalam wawancara sekali-sekali mereka
memonitor membuka pintu atau mengintip lewat jendela. Perlakuan
tersebut terkesan betapa ketatnya penjagaan mereka yang selama ini
teridentifikasi sebagai teroris.
Selama dalam wawancara para teroris terkesan mereka berprilaku
sopan, berakhlak, memberikan jawaban secara lugas tanpa beban, ikhlas,
penuh rasa kekeluargaan dalam silaturahim tersebut. Pada awalnya timbul
kekhawatiran bagaimana menyampaikan pertanyaan kepada mereka, agar
mereka merasa tidak tersinggung, misalnya menyatakan kepada mereka
sebagai “teroris”, sementara juga saya menyatakan bahwa saya “bukan
teroris”, tapi saya hanya sebagai petugas peneliti?. Namun masalah
tersebut dapat melegahkan hati, ketika melakukan wawancara dengan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
163
Kusnin, SH, MH, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum , Kantor Kejaksaan
Negeri Semarang, sebelum kami dipertemukan dengan para teridana
tahanan terorisme, mengatakan untuk menghadapi mereka tidak sesulit
yang dikhawatirkan itu. Karena Terorisme berbeda dengan seorang
Pencuri. Pencuri sekalipun mereka nyata-nyata memegang bukti-bukti
curiannya, tapi mereka belum tentu mau mengaku Pencuri, tapi kalau
seorang Teroris, bila mereka melakukannya pasti diakui semuanya
sekalipun akhirnya mereka akan diancam hukuman mati, mereka tidak
gentar dan tidak takut sedikitpun menghadapi ancaman hukuman itu, bagi
mereka jihad sama dengan fiisabilillah.
164
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
PAHAM KEAGAMAAN
Dalam wawancara di Lapas Kedung Pane, tanggal 6 Juli 2006, Subur
mengakui sedikit mengerti tentang Ahlusunnah Wal Jama’ah yang dipahami
seperti yang pernah terjadi pada Ahmad bin Hambal (Imam Hambali).
Bukan Ahlusunnah Wal Jamaah yang dipahami aliran Nahdatul Ulama
(NU). Ahlusunnah Wal Jamaah yang dipahami seperti yang pernah terjadi
pada Ahmad bin Hambal (Imam Hambali), seorang berpegang teguh
kepada Hadis Nabi Muhammad Saw. dan tidak mau menerima logika
dalam pembuktian masalah-masalah akidah, yang harus mendapatkan
siksaan karena sikap kuat dan konsistennya dalam mempertahankan
prinsip bahwa Al-Quran itu bukan makhluk sebagaimana yang dianut
oleh faham Muktazilah. Peristiwa ini dikenal dengan nama mihnah (ujian
akidah). Ahmad bin Hambal dan Muhammad bin Nuh bersikeras dan
tidak mau mengubah keyakinan mereka untuk mengatakan bahwa AlQuran itu bukan makhluk Sikap tersebut mendapat simpati dari
masyarakat81.
Sementara itu gerakan-gerakan keagamaan yang mereka kagumi
adalah gerakan “Wahabi”. Gerakan Wahabi adalah gerakan yang memilki
tujuan memurnikan prilaku keagamaan umat Islam yang telah
menyimpang dari tuntunan agama yang sebenarnya. Nama gerakan ini
dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, seorang yang merasa
betapa jauhnya “bias” kesesatan, bahkan kemusyrikan, pada perilaku
keagamaan umat Islam saat itu (abad ke-18). Istilah Wahabi ini sebenarnya
diberikan oleh musuh-musuh aliran ini. Pengikut Muhammad bin Abdul
Wahab sendiri menyebut diri mereka dengan nama al-Muslimun atau alMuwahhidun, yang berarti pendukung ajaran yang memurnikan
ketauhidan Allah (Keterangan Subur Subiyanto sesuai dengan penjelasan
dalam Ensiklopedi Islam, 1994:156)
Pandangan mereka dengan Negara Indonesia. Umat Islam itu harus
dipimpim seorang Imam sesuai dengan ajaran Islam, dalam Al-Qur’an
Surah Al-Furqan, Ayat 52, yang artinya : Maka janganlah engkau taati
orang-orang kafir, dan berjuanglah terhadap mereka dengannya (Al81
Ensiklopedi Islam 1994: 80-81.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
165
Qur’an) dengan semangat perjuangan yang besar. Menurutnya tokoh umat
yang pantas menjadi panutan adalah Muhammmad Saw. Baca Al-Qur’an
Surat 53 An Najm: “Wannajmi izaa hawaa, maa dhalla shahibukum wa maa
ghawaa, wa maa yanthiku anil hawaa, in huwa illaa wahyun yuuhaa”. Artinya:
“Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan
tidak pula keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an)
menurut keinginannya, tidak lain Al-Qur’an itu adalah wahyu yang
diwahyukan kepadanya”; dan saya merasa tidak memiliki tokoh atau
seorang guru atau pembimbing keagamaan yang menjelaskan mengenai
doktrin teologi Islam tertentu;
Disamping memiliki buku-buku bacaan juga pernah membaca bukubuku tentang tokoh gerakan keagamaan dan perjuangan tentang Islam
yang kebetulan dimuat dalam majalah Sabilillah dan majalah
Hidayatullah. Buku-buku saya beli di toko-toko umum, dan kadang beli
buku di pedagang kaki lima (PKL) ketika dalam perjalanan ke kota lain.
Dan salah satu buku yang pernah saya baca, dan menjadi alat bukti dan
tercantum dalam berita acara di Kepolisian dan Kejaksaan Tinggi adalah
buku yang berjudul “Risalah Umdah Fi i’dadil ‘iddah Lijihadi Fisabilillah/
Pedoman Persiapan Perang”
Faham tentang Jihad dan Negara.
Saya memahami makna “Jihad” bila berdiri sendiri artinya “perang”;
Makna Jihad dipelajari dari buku kontemporer: Tarbiyah-Jihadiyah, jilid AlJihad Subulaha, karangan Syekh Abdu Kahfi Ramli. Sebagai landasan berpijak
melaksanakan Jihad, adalah sesuai dengan pengertian Jihad, tercantum
dalam Al-Qur’an Surat Al-Anfal, Ayat 60. Arti ayat Al-Qur’an tersebut
adalah “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka
dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat
menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu
tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan
di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan
dizalimi (dirugikan)”.
Kemudian pengertian Jihad yang lain dalam Al-Qur’an Surat AlAnfal Ayat 72, yang artinya “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-
166
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
orang yang memberikan tempat kediaman dan memberikan petolongan (kepada
Muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi”.
Dalam hal ketokohan dalam Islam yang patut diteladani dalam Jihad,
adalah: Syekh Abdullah Hasan dari Palestina, mereka menghidupkan
“jihad”, sejak abad 20, ketika meletus jihad di Afganistan; Dan selama
ajaran “tauhid” tidak dijalani dengan baik, maka kehidupan manusia,
semakin kotor, dan semakin penuh dosa, karena pemimpin tidak
melaksanakan kepemimpinan sesuai dengan ajaran Islam, perekonomian
tidak dikelola secara islami, para da’i sudah mencampuradukkan dengan
kepentingan duniawi, dan jauh dari ajaran Islam.
Umat Islam sendiri banyak yang belum memahami Islam yang
sesungguhnya sesuai dengan yang diperintahkan dalam Al-Qur’an dan
Hadist Nabi, sebagaimana yang dipahami dan dijalankan Nabi
Muhammad Saw; Mari kita simak Al-Qur’an dalam Surat Al-Maidah,
dalam ayat 51 artinya “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); mereka satu sama
lain saling melindungi! Barang siapa diantara kamu yang menjadikan mereka
teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk golongan mereka. Sungguh, Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
Di ayat lain dalam Al-Qur’an Surat A-Taubah, Ayat 5, Artinya:
“Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik
dimana saja kamu temui, tangkaplah dan kepunglah mereka, dan awasilah di
tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan melaksanakan solat serta
menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka. Sungguh Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang”.
Kemudian dasar Negara kita “Pancasila”, menurutnya (Subur)
“Pancasila” tidak cocok untuk dijadikan dasar negara Indonesia, Karena
Sila pertama adalah Ke-Tuhan-an yang Maha Esa. Kata Ke-Tuhan-an,
diawali dengan awalan “ke” dan diakhiri dengan “an”, berarti Ketuhanan
itu, menunjukkan banyak Tuhan. Pada hal kita mengakui “Laa Ilaaha
Illallah” Tidak ada Tuhan selain Allah, disempurnakan kalimat shadat
“Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallah, wa ashadu Anna Muhammadan Rasulullah”.
Dalam sejarah kita kenal dengan DI/ TII dimana dalam pejuangannya
bertujuan akan menjadikan Republik Indonesia sebagai negara Islam,
menurut pendapatmu bagaimana? Sebenarnya perjuangan DI/TII itu
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
167
sangat baik. Namun dalam perjalanan model perjuangannya, banyak yang
bertentangan dengan ajaran Islam, mereka melakukan pembunuhan,
perampokan, pemaksaan hak, semuanya di luar aturan yang
sesungguhnya dianjurkan dalam ajaran Al-Qur’an.
Kebanyakan pimpinan Negara muslim ikut-ikutan membidik
kelompok-kelompok Islam yang masih memimpikan berdirinya Negara
Islam sebagai sebuah kelompok yang dimusnahkan, meskipun menuju
cita-cita itu dilakukan secara demokratis, maka menurut saya umat Islam
belum memahami Islam yang sesungguhnya sesuai dengan yang
diperintahkan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi, sebagaimana yang
dipahami dan dijalankan Nabi Muhammad Saw.; Mari kita buka AlQur’an dalam Surat Al-Maidah, ayat 51 yang artinya:” Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai
teman setia(mu); mereka satu sama lain saling melindungi! Barang siapa diantara
kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk
golongan mereka. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang dzalim.
Dunia Islam dan Negara Barat
Dalam pengamatan kami selama ini, terutama di kalangan Amerika
Serikat melakukan penjajahan terhadap umat Islam, secara garis besar
tergolong kepada tiga hal, yaitu: pertama, Glory, segala sesuatu aspek yang
berhubungan kemuliaan, kejayaan dan kegembiraan, terutama bidang
politik; kedua, Gospel, segala yang berkaitan dengan ajaran agama, injil.
Karena Indonesia termasuk pemeluk agama Islam yang mayoritas, maka
mereka memberikan pengaruh yang berkaitan dengan masalah agama,
mereka akan menghantam melalui jalur agama; ketiga, Gold, mereka akan
menjajah dengan melalui jalur emas, artinya yang berkaitan dengan
masalah ekonomi. Apalagi perekonmian Indonesia yang lagi kacau, maka
bantuan perekonomian diberikan dengan berbagai cara, agar kita tunduk
dan mudah di atur sesuai dengan politik ekonomi mereka, contoh paling
sederhana, AS berani mengikat kontrak MoU dengan Freeport, sampai
puluhan tahun, dengan keuntungan yang luar biasa. Akibat tambang emas
Freeport tersebut, rakyat menanggung kesengsaran, dan harus puas
168
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
sebagai buruh kasar di tengah bangsa kulit putih yang sedang menikmati
kesejahteraan berlimpah.
Tentang Persaudaraan Muslim
Kondisi umat Islam dunia dewasa ini, pada umumnya bercerai berai,
oleh kepentingannya masing-masing, sehingga solidaritasnya terhadap
umat Islam di negara-negara muslim lainnya menjadi sangat rendah,
karena
umat Islam sendiri berbeda-beda dalam memahami Islam,
berbeda-beda dalam melaksanakan ajaran Islam. Mereka tidak
melaksanakan ajaran Islam sesuai dengan yang dilakukan Nabi
Muhammad Saw dan sahabat-sahabatnya. Dengan kondisi seperti itu umat
Islam gampang diadu-domba, mudah dipengaruhi sebagai tujuan mereka
dalam rangka menghancurkan dan membendung perkembangan
kemajuan umat Islam.
Hubungan Pelaku dan Motif Keterlibatan
Hubungan yang terbina selama ini, tidak lain hanyalah hubungan
silaturahim, yang berawal dari kegiatan pengajian satu dengan pengajian
lainnya, dan tidak merasa memiliki jaringan kerja, seperti yang
dituduhkan pihak Kepolisian dan keamanan lainnya. Motif yang
dituduhkan, saya memiliki senjata M-16, dan menyembunyikan identitas
Nurdin Top itu adalah fitnah. Dan yang benar adalah saya memiliki
amunisi sepuluh buah, adalah kiriman dari seseorang di Ambon, dengan
barang bukti tersebut saya di tangkap dan ditahan sampai sekarang ini.
Motif menerima dan menyimpan amunisi itu, juga ada dasar dari AlQur’an Surat Al-Anfal, Ayat 60 yang artinya: Dan persiapkanlah dengan
segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki
dan dari pasukan berkuda yang dapat menggetarkan musuh Allah, musuhmu dan
orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tapi Allah
mengetahuinya. Apa saja yang kamu imfakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas
dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).
Masalah keikutsertaan dalam jaringan terorisme, saya merasa tidak
pernah, apalagi mengikuti pelatihan militer di luar negeri, serta pelatihan
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
169
membuat bom dan usaha-usaha ke arah pembentukan jaringan komando
yang terstruktur, semuanya di luar dari tingkah dan prilaku saya.
Munculnya istilah “Terorisme” yang menjadi wacana paling popular
dibincangkan oleh khalayak dunia dan mempunyai implkasi besar bagi
tatanan politik. Wacana ini menyeruak sejak hancurnya gedung pencakar
langit, World Trade Center (WTC) dan Pentagon, New York, yang diserang
oleh sebuah kelompok pembajak pesawat yang sampai saat ini masih
belum diketahui atau masih misterius. Pelaku yang sering disebut-sebut
sebagai aktor di balik aksi penyerangan tersebut adalah jaringan
internasional Al-Qaedah. Inilah yang kemudian menjadi tanda tanya besar,
apa sebenarnya terorisme itu? Siapa yang melakukannya? Dan mengapa
mereka menjadi teroris? (Idam Khalid, 2003). Dengan kejadian tersebut,
negara besar itu merasa malu, terpukul, bisa terjadi kejadian itu, tanpa ada
tanda-tanda atau petunjuk yang bisa mengantisipasi akan kejadian
tersebut, dan betapa banyak peralatan yang secanggi apapun peralatan itu
mereka miliki, namun kejadian itu tidak bisa terdeteksi sebelum kejadian.
Amerika Serikat sekarang mengucilkan dan mengintimidasi sebagai
negara teroris, misalnya: Irak, Iran, Afganistan, Suriah, Sudan sampai
kepada negara Korea Utara dan negara lainnya. Imbas masalah terorisme
juga sampai ditanah air kita, berdampak kepada masalah ekonomi, politik,
HAM dan hukum serta masalah sosial lainnya.
Sri Puji Mulyono Siswanto bin Sarwono
Sri Puji Mulyono, lahir di Semarang, pada tanggal 24 April 1973,
beragama Islam, etnis Jawa, dengan alamat rumah di Jl. Kampung Sumur
Adem RT.03/01, Banget Ayu Kulon, Genuk, Semarang. Pendidikan akhir di
SMEA Negeri Sema-rang, tamat tahun 1990/1991. Anak keenam dari enam
bersaudara, bapaknya seorang Marhaenis, kemudian menekuni pelajaran
agama dan meninggal pada tahun 2002, sedang ibunya tinggal di
Semarang. Mereka ditahan sejal tanggal 29 Januari 2006, dengan tuduhan
menyembunyikan informasi terhadap Nurdin M. Top dan Doktor Az’hari,
berhubungan dengan penagkapan Ardi Wibowo, Joko Santoso dan Aditya.
Latar belakang pendidikannya dari SD, SMP dan SMEA semuanya
dilakukan di Semarang. Pengalaman pendidikan agama diperoleh di
mesjid selaku aktifis Remaja Mesjid di Kelurahan Rejosari, Semarang.
170
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Kajian Islam berhubungan dengan elemen via KOMPAK Jakarta,
berangkat dari Solo ke Ambon. Sebagai Da’i keliling, memberi dakwah
antar masjid secara keliling. Belajar dan memperdalam agama secara rutin
melalui guru/ustadz, salah seorang gurunya Ustadz KH.Abubakar
Ba’asyir, Ustadz Abu Jibril dilaksanakan di mesjid Pangeran Diponegoro,
Tembalan, Semarang. Kedekatan dengan Nahdatul Ulama (NU) atau
Muhammadiayah, sama saja, yang penting bagaimana mengamalkan
akidah Islam secara baik dan benar, sesuai dengan ajaran agama Islam.
Pengalaman organisasi, pernah menjadi Ketua dari organisasi sosial
keagamaan, namanya FORTIS: Forum Aktifitas Islam Semarang, berdiri
tahun 2001 sampai sekarang. Aktifitas yang dilaksanakan FORTIS adalah:
kajian sosialisasi penegak syiar Islam.
Faham Teologi keagamaan
Adapun faham teologi keagamaan saya telah membaca tentang
Gerakan Wahabi, saya melihat umat Islam belum dilaksanakan secara baik.
Sesungguhnya gerakan Wahabi yang sesuai dengan Islam adalah:
bertujuan memurnikan perilaku keagamaan umat Islam yang telah
menyimpang dari tuntunan agama yang sebenarnya. Nama gerakan ini
dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab, seorang yang merasa
betapa jauhnya “bias” kesesatan, bahkan kemusyrikan, pada perilaku
keagamaan umat Islam saat itu di abad ke-18; Dalam buku yang kami baca
dari berbagai rujukan dikatakan: Timbulnya gerakan ini tidak dapat
dilepaskan dari keadaan politik, perilaku keagamaan, dan sosial ekonomi
umat Islam. Secara politik, umat Islam di seluruh kawasan kekuasaan
Islam berada dalam keadaan lemah. Menurut Wahabi, tauhid yang
diajarkan Nabi Muhammad Saw. telah diselubungi khurafat dan paham
kesufian. Masjid-masjid banyak ditinggalkan karena orang lebih
cenderung menghias diri dengan azimat, penagkal penyakit, dan tasbih.
Pendalaman agama yang saya lakukan dengan membaca kitab-kitab
yang saya miliki seperti: Al- Islam, karangan Ustadz Shahid Qawa; Allah
dan Rasul, karangan Ustadz Shahid Qawa; Shirah Perjalanan Nabi,
karangan M.Shahid Ramadhan; Al- Walad Al- Baraa, karangan M. Shahid
Al Fatoni; At Tarbiyah al Jihadiyyah, karangan Dr. A.Zen
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
171
Faham tentang Jihad dan Negara
Pemahaman saya tentang makna jihad, secara istilah: adalah
“perang”, Dalam jihad ini dimaksudkan adalah memerangi orang kafir
sampai mereka menerima Islam. Ulama fikhi membagi “jihad” menjadi
tiga bentuk: (a) berjihad memerangi musuh secara nyata, (b) berjihad
melawan setan, dan (c) berjihad terhadap diri sendiri.
Sedangkan Jihad yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw. selama di
Mekah dan Medinah. Dalam Al-Qur’an kata jihad dengan pengertian
umum ini terdapat dalam 39 ayat, antara lain dalam Surat An-Nahal, Ayat
110, An-Nur ayat 53, Al-Furqan ayat 52 dan ayat Al-Fatir ayat 43.
Dasar untuk melaksanakan Jihad menurut Ulama dan Al-Qur’an
adalah: a) menahan diri (sabar) agar tidak memerangi orang kafir; b)
diizinkan membalas, ketika kita (umat Islam) mulai diperangi; c) ketika
tanah milik umat Islam, mulai direbut; d) dasar untuk melaksanakan Jihad,
sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an, Surat At-Taubah, Ayat 41
yang artinya: “Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa
berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu
adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”.
Yang mendorong menjadi mujahid adalah karena perintah Tuhan,
kita diwajibkan untuk berpuasa dan di wajibkan untuk berjihad
(berperang) dan bukan bermaksud berjihad, agar Negara kita menjadi
Negara Islam, tapi kita melaksanakan dan menegakkan syariat Islam.
Bila kita membaca model perjuangan DI/TTI, dimana mereka
landasan perjuangannya ingin menegakkan model perjuangan sesuai
dengan syariat Islam di Indonsia, tapi di tengah perjalanan pejuangannya,
terjadi banyak penyimpangan dan bertentangan ajaran agama Islam, di
anatara mereka banyak yang melakukan perampokan, pemaksaan,
pembunuhan dan pemerkosaan dan tindakan lain yang menyimpang dari
ajaran Islam.
Dunia Islam dan Negara Barat
Dalam pengamatan kaca mata saya, belum ada satupun negara Islam
yang patut dicontoh dan diteladani sebagai negara terbaik dalam
172
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
pengelolaan negara, bahkan sebagian besar Negara tertentu dikuasai para
diktator militer, dan sekuler, karena negara-negara Islam sendiri belum
melaksanakan syariat dan akidah Islam sesuai dengan ajaran Islam yang
diatur dalam Al-Qur’an.
Guna mengimbangi globaliasi dari pengaruh dunia barat, maka umat
Islam dari berbagai disiplin ilmu harus bersatu untuk mendengar,
mempelajari isu globalisasi itu, kemudian melakasanakan bagaimana
sosialisasinya, tampilkanlah para ilmuwan dunia Islam secara nyata,
betapa besar kekuatan umat Islam di dunia, tapi dalam keadaan bercerai
berai. Betapa besar kekayaan yang melimpah (minyak) di negara Islam,
tapi negara non Islam yang menguasainya, harus bagaimana umat Islam?
Amerika Serikat dari sektor ekonomi, politik mereka menguasai dunia dan
mengahncurkan pertumbuhan umat Islam.
Machmudi Hariono
Machmudi Hariono aliasYosep Adirima alias Yusuf bin Slamet, lahir
pada tanggal 19 Nopember 1976 di Jombang, beragama Islam, suku
bangsa Jawa. Rumanya di Desa Balong, Gemak RT.01, RW.02,
Kecamatan.Megaluh, Kabupaten Jombang. Ketika di tangkap mereka
beralamat tinggal di rumah yang dikontrak perusahaan di Jl. Taman Sri
Rejeki Selatan Gg. VII No.2 Semarang, bekerja sebagai sales sandal.
Pendidikan dimulai dari SD, SMP dan SMEA Negeri 2 Jombang,
tamat 1995. Pernah kuliah di Institut Agama Islam Riyadatul Mujahidin,
dari yayasan Walisongo, Ponorogo, hanya dua smester karena biaya kuliah
terbatas; Pernah menduduki Ketua Pelajar SMA Negeri 2 Jombang.
Pendalaman Agama di Pesantren Walisongo, Ponorogo, terutama masala
hukum dan masalah perjuangan umat Islam. Masalah perjuangan Islam,
disamping belajar dari buku juga termotivasi dari film “Hernia”, maka
saya mencari literatur di Perpustakaan daerah di Jombang, Buku tentang
Pergolakan Al- Bana, membaca sejumlah jurnal dan majallah misalnya
Sabilillah, Hidayatullah dll.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
173
Teologi Keagamaan
Faham teologi keagamaan saya lebih cenderung dalam pendekatan
kepada Muhammadiyah, karena motivasi berpikirnya lebih terbuka
dibanding dengan paham lainnya. Tentang Ahlusunnah Wal Jamaah, saya
pernah membaca tentang
aliran tersebut dari literatur tapi tidak
mendalam, hanya sepintas saja. Tokoh internasional yang saya kagumi
adalah tokoh Al-Bana dari Mesir, mereka dalam pergerakan-pergerakan
Islam yang diperjoangkan sangat militan, sesuai dengan ajaran Islam, salah
satu murid Al-Bana bernama Syayid Kutub.
Faham tentang Jihad dan Khilafah
Makna jihad dalam pengertian saya, sesuai dengan Al-Qur’an yaitu
fiisabillillah. Secara khusus jihad harus berakhir dengan kematian, dan secara
umum pengertian jihad, tidak mesti berakhir dengan kematian; Kita melihat
jihad di Irak berakhir dengan kematian, di Afganistan jihad itu berakhir
dengan “kematian”, dan di Ambon-Indonesia perjuangan jihad itu
berakhir dengan sejumlah “kematian”; Jadi Jihad itu identik dengan
“mujahidin”.
Pemahaman agama Islam, saya banyak belajar sendiri dari buku-buku
agama yang saya peroleh dari toko buku, perpustakaan, dari ustadz yang
mengajar dalam pengajian-pengajian antar mesjid dll. Disamping belajar
sendiri, juga belajar dari pengajian di pondok-pondok pengajian yang
diikuti secara rutin, dan pelajaran sunnah nabi dan masalah hukum paling
sering di pelajarinya.
Khilafah:arti katanya ialah perwakilan, penggantian atau jabatan
khalifah. Khalifah adalah istilah yang muncul dalam sejarah pemeritahan
Islam sebagai institusi politik Islam, yang bersinonim dengan kata imamah
yang berarti pemerintahan. Bagi saya khilafah adalah: mutiara yang hilang,
harus dipertemukan kembali dengan dalil-dalil Al-Qur’an. Kini
pelaksanaan khilafah hanya sebatas teoritis belaka, jauh dari tuntunan
ajaran Islam, sedang yang dimaksudkan dalam khilafah adalah
kepemimpinan Islami;
174
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Dunia Islam
Dunia Islam belum ada yang bisa dicontoh sebagai negara terbaik
dalam menjalankan syariah Islam, padahal dalam Islam sudah jelas mulai
dari nama Islam saja berasal dari aslama, yuslimu, islam, mempunyai
beberapa arti (a)melepaskan diri dari segala penyakit lahir dan batin, (b)
kedamaian dan keamanan, (3) ketaatan dan kepatuhan. Dalam Al-Qur’an
Surah Al-Imran ayat 19 yang artinya: “Sesungguhnya agama (yang diredhai)
di sisi Allah hanyalah Islam..”. Islam diturunkan sebagai pedoman agar
manusia dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk serta
yang hak dan yang batil. Namun belum ada satu negara Islampun yang
melaksanakan secara konfrehensip ajaran Islam tersebut.
Motif Keterlibatan
Ada pihak lain yang mengenalkan dengan seseorang yang mengaku
sebagai pengusaha dan tinggal di Jakarta, bernama Mustofa. Mustofa
sebelumnya belum pernah kenal, dan latar belakang keluarga dan
kehidupannya, kecuali dia seorang pengusaha. Setelah berkenalan mereka
(Mustofa) menanyakan latar belakang pekrjaannya, saya jelaskan bahwa
bekerja disalah satu perusahaan yang bergerak bidang penjualan batik,
merek Danar Hadi. Kemudian mereka menawarkan pekerjaan, dengan
pekerjaan seperti yang ditekuni selama ini, sebagai usaha batik, saya
menyambut baik tawaran tersebut.
Lalu Mustofa menyampaikan bahwa mereka memiliki rumah
bertingkat di Jalan Taman Sri Rejeki Gang VII Nomor 2 Kalibanteng,
Kecamatan Semarang Barat (rumah tersebut milik Sarwindratna di kontrak
dua tahun) kita buka usaha. Usaha batik di toko bagian bawah Machmudi
yang menguasai managemennya, dibantu seorang bernama Heru.
Sementara toko bagian atas Mustofa yang mengatur sendiri, tidak boleh
turut campur mengatur. Masing-masing bertanggungjawab pada bidang
usaha masing-masing. Perjalanan usaha selanjutnya, berjalan sesuai
dengan mekanisme yang disepakati. Barang-barang mereka datang dalam
gardus, terbungkus rapi, tidak boleh saling tahu isi gardus tersebut, dan
jenis bisnisnya.
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
175
Suatu ketika Mustofa tertangkap di Jakarta, dalam kasus teroris.
Datang pemeriksaan, menyidik mengenai isi toko bagian atas dan bagian
bawah. Toko bagian atas diketemukan sejumlah “amunisi” dan bahanbahan peledak dalam kemasan kotak. Menurut Musatofa di depan
penyidik bahwa barang-barang tersebut baik dilantai bawah maupun di
lantai atas semuanya milik Mahmudi dan Heru, kemudian disita sebagai
barang bukti. Ketika diproses melalui pengadilan, maka keputusan Jaksa
Penuntut, Mahmudi di vonis 10 (sepuluh) tahun penjara, sedang Mustofa
hanya 7 (tujuh) tahun lamanya. Sesungguhnya barang-barang tersebut
baik dilantai bawah maupun di lanatai atas, semuanya milik Mustofa. Saya
(Mahmudi) dan Heru hanya pegawai yang bertugas menunggu dan
menjaga toko tersebut. Barang-barang yang terdapat di lantai atas itu, kami
juga tidak mengetahui karena kami tidak diperkenankan memasuki ruang
atas tersebut, yang kemudian diketahui bahwa ternyata barang-barang itu
adalah barang-barang larangan dan berbahaya.
Siswanto
Siswanto alias Antok bin Supeno, lahir di Pati, tanggal 28 Juli 1978.
Anak kelima dari enam bersaudara. Ia menganut agama Islam, bersuku
bangsa Jawa. Tinggal di Desa Sukolilo RT.04, RW.VIII, Kecamatan Sukolilo,
Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Pekerjaan tidak tetap. Kedua orang tuanya
sebagai petani, kini bapaknya telah meninggal dunia, sementara ibunya
tinggal di Pati.
Pendidikan terakhir di Madrasah Aliyah Negeri Kudus tahun 1997,
Pendidikan dasar agama diperoleh melalui pengajian di mesjid
Darussalam, Pati. Aktifis Remaja Mesjid Darussalam, Pati, Jawa Tengah.
Tidak banyak mengerti tentang politik dan jihad, dan saya adalah korban
yang tidak tahu menahu tentang teroris. Dan baru saja berkenalan Mustofa
dan belum berjalan usaha yang mereka janjikan itu, saya sudah tertangkap,
karena di saat ada penggerebekan saya berada dirumah tersebut,
kemudian dituduh sebagai orang ikut serta berbagai kegiatan teroris
tersebut.
176
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Motif Keterlibatan
Pada awalnya ada yang mengenalkan dengan pak Mustofa, saya
diajak bekerjasama dalam bisnis elektronik di Semarang. Saya terima
tawaran tersebut, karena saya lagi tidak bekerja dan sedikit mengerti
elektonik. Belum lagi terlaksana rencana usaha tersebut, kami ditangkap
dengan tuduhan: menyimpan senjata api, amunisi dan bahan-bahan
peledak dan barang-barang berbahaya lainnya. Dalam urusan bisnis
elektronik tersebut saya bolak-balik Semarang dan Pati. Pas ada kejadian
penangkapan, saya berada di rumah kontrakan pak Mustofa di Jalan
Taman Sri Rejeki VIII/2 Semarang. Saya ditangkap, ditahan dan
selanjutnya diproses di peadilan.
Dakwaan yang di tuduhkan adalah turut serta menjaga barangbarang yang ada di rumah tersebut, sebagai kelompok yang telah
mengikuti pendidikan dasar-dasar kemiliteran di Moro Philipina. Padahal
sesungguhnya saya hanya pegawai yang baru akan memulai pekerjaan
bisnis elekronik, dan ketika ada penyidikan saya berada di rumah
kontrakan pak Mustafa tersebut. Didepan penyidik saya dipaksa mengakui
keikutsertaan pendidikan kemilteran di Moro Philipina, kalau tidak
mengakui semua itu, maka saya mengalami perlakuan penyiksaan terusmenerus, akhirnya saya mengakui dan menandatangani berita acara
tersebut. Kemudian berita acara hasil penyidikan di Kepolisian itu yang
menjadi dasar tuduhan keterlibatan saya dalam kasus teroris tersebut
sampai di Pengadilan Tinggi, Jawa Tengah, sehingga saya divonis10
(sepuluh) tahun penjara. Namun kemudian saya mengajukan PK
(Peninjauan Kembali) dengan alasan, semuanya alat bukti itu rekayasa dan
ada unsur pemaksaan dari penyidik. Sementara pemilik barang-barang
bukti tersebut milik Mustofa, dalam putusan Jaksa, mereka hanya di vonis
tujuh tahun penjara, dimana unsur keadilannya dalam hukum?
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
177
PENUTUP
Kesimpulan
Melalui pemahaman agama yang exklusip, membuat orang menjadi
panatisme. Seseorang yang telah meyakini suatu ajaran dengan panatik,
cenderung membela keyakinannya dengan segala cara. Dan bilamana
mereka merasa terpojok, maka mereka dapat melakukan tindakan dengan
berbagai cara, yang menurut keyakinannya, itulah jawaban yang paling
benar. Mereka berani membela diri, mempertahankan keyakinan,
sekalipun menaggung resiko;
Selama ini terorisme, sering diidentikkan dan dilekatkan pada
penganut fundamentalisme agama yang kemudian disebut-sebut sebagai
anak kandung agama Islam, artinya agama Islam diposisikan sebagai
terdakwa yang ajaran-ajarannya membenarkan dan menghalalkan
kekerasan sebagai tajuk perjuangan. Apalagi seja Amerika menuduh
Osama bin Laden sebagai satu-satunya dalang teroris pnghancuran
gedung kembar WTC dan Pentagon, agama Islam kembali makin
diposisikan
sebagai
spirit
utama
lahirnya
kekuatan-kekuatan
fundamentalis dan ekstremis, termasuk pelaku kekerasan atas nama
agama atau terror atas nama Tuhan. (KH.A.Hasyim Mudzadi, 2003)
Rekomendasi
Upaya yuridis berupa pengaturan hukum harus disadari sebagai
suatu hal yang penting, karena aturan hukum, merupakan pedoman bagi
aparat pengak hukum untuk betindak secara proporsional dan
professional. Dalam pemberantasan kejahatan terorisme diharapkan
penegak hukum konsisten sehingga tercipta ketertiban dan keadilan di
masyarakat serta terlindungunya hak-hak asasi manusia;
Diharapkan peran serta masyarakat dukungan bahkan bantuannya
dalam rangka penanganan kejahatan terorisme. Negara (Polri) tidak akan
bisabekerja sendirian dan berhasil dalam menangani masalah terorisme.
178
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Ami Rais, Kebusukan Terorisme Dalam Islam dan Terorisme: dar Minyak Hingga
Hegemoni, Amerika, Ucy Press, Jogyakarta, 2005:85;
Abdul Wahid dkk, Kejahatan Terorisme Perspektif Agama, HAN dan Hukum,
PT.Refika Aditama, Bandung, 2003;
A.Maulani, dalam Di Balik Isu Terorisme dalam Islam dan Terorisme: dari
Minyak ingga Hegemoni Amerika, Ucy Press, Yogyakarta, 2005;
Al-Wa’ie, Media politik dan Dakwah,Membangun Kesadaran Umat, Jurnal
No.34 Tahun III, Juni 2003, Jakarta, 2003;
……………………, Jurnal No.38 Tahun IV, Oktober 2003, Jakarta, 2003;
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, CV. Naladana,
Jakarta,2002;
Ensiklopedi Islam Jilid 1-5, PT.Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1944;
Internasional Crisis Group, Daur Ulang Militan di Indonesia: Darul Islam Da
Bom Keditaan Australia, Asia Report No92-22 February 2005;
………………….., Indonesia: Bagaimana Jaringan Teroris Jemaah Islamiyah
Beroperasi, Asia Report No,43, 11 Desember 2002, Jakarta/Brussel,
2002;
Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Semarang, Data Perkara Tindak Pidana
Terorisme, Dokumen Terorisme, 7 Juli 2006;
Kontjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan, Cetakan III ,
Gramedia, Jakarta, 1976:
Qasim Assamurai, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, Gema Insani Perss,
Jakarta, 1996;
Harian Umum: Kompas, Media Indonesia, dan Koran Tempo, terbitan hari
Rabu tanggal 22 Nopember 2006
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
179
180
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
EPILOG
Ideologi Tidak Pernah Mati
Oleh : Ahmad Syafi’i Mufid
Ideologi tidak pernah mati, adalah ungkap yang benar adanya.
Kasus Negara Islam Indonesia yang digagas oleh Sekarmaji Marijan
Kartosuwiryo, mulai tahun 1020-an hingga proklamai tahun 1949 terus
hidup meskipun secara fisik, cita-cita itu gagal dipertahankan tetapi terus
bermetamorfose menjadi gerakan-gerakan radikal. Kegagalan DI/NII pada
tahun 1962 dengan dieksekusinya sang Imam, tidak menyurutkan
perjuangan mereka. Meskipun terpecah dalam banyak faksi, ideologi
untuk mendirikan negara Islam terus dilanjutkan dengan apa yang disebut
“ Komando Jihad”, atau gerakan “Usrah” hingga berkembang menjadi Al
Jamaah al Islamiyah. Karena terlibat dalam tindak pidana terorisme, Al
Jama’ah al Islamiyah digulung oleh aparat dan kondisinya sangat lemah.
Para pemimpinnya dipenjarakan, jaringan pendanaan diputus, dan upayaupaya kebangiktannya terus diburu, sebagaimana Mujahidin Indonesia
Barat yang sudah dilumpuhkan dan yang masih tersisa Mujahidin
Indonesia Timur pimpinan Santoso juga terus diburu.
Pasca tragedi bom Mariot dan Ritz Carton 2009 kekuatan
kelompok teroris benar-benar kocar-kacir. Tetapi apakah mereka benarbenar telah lumpuh? Ternyata tidak. Selain masih ada kelompok MIT
pimpinan Santoso, kekuatan ini bangkit kembali setelah Abu Bakar Al
Baghdadi medeklarisikan dirinya sebagai khalifah Darul Islam fi Iraq wa
Syah (DAIS). Tanggapan terhadap proklamasi tegaknya khalifah oleh
DAIS/ISIS sudah dapat dipastikan akan bermacam-macam. Paling tidak
ada dua pandangan utama yaitu pertama yang menolak dan kedua
menerima. Bagi pengamat dan ahli gerakan Islam tentu sudah dapat
memperkirakan siapa yang menolak dan siapa yang akan menerima. Apa
alasan dan argemen penolakan serta penerimaan deklarasi tersebut. Hizbut
Tahrir, melalui amirnya Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah memberikan
jawaban tertulis kepada banyak pengikutnya melalui surat tertulis pada
tanggal 4 Romadhan 1435 H/02 Juli 2014 yang isi intinya sebagai berikut;
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
181
(1). Organisasi yang memproklamirkan al-khilafah (ISIS) tersebut tidak
memiliki kekuasaan atas Suriah dan tidak pula atas Irak. (2) Organisasi itu
tidak memberikan jaminan keamanan dan memberikan rasa aman di
dalam negeri dan tidak pula di luar negeri (3). Orang yang dibaiat sebagai
khalifah tidak dapat muncul secara terbuka, (4). Proklamasi khilafah oleh
organisasi tersebut adalah sia-sia (laghwun) tanpa isi. Kesimpulan
penjelasan dari Amir HT adalah; proklamasi ISIS tentang al khilafah tidak
sesuai dengan metode (thariqah) Rasulullah SAW karenanya tidak perlu
diikuti atau ditaati (as sam’u wa tha’at). Hampir dengan nada yang sama
dengan HT, Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah), Muhyiddin Hamidy
menanggapi deklarasi daulah Islamiyyah Irak dan Syam menyatakan; (1).
Khilafah merupakan suatu yang wajib bagi kaum muslimin dan pasti,
bukan suatu khayalan dan utopia. Untuk itu dalam menegakkan khilafah
sebagai wujud kesatuan umat Islam wajib mengacu pada Al-Qur’an dan
as- sunnah secara kaffah, dengan dilandasi keikhlasan dan musyawarah
antar kaum muslimin. (2). Periode kekhalifahan hendaklah mengikuti jejak
kenabian (khilafah al minhajin nubuwah) sebagaimana disebutkan oleh
Rasulullah SAW dalam hadis Nu’man bin Basyir, (teks tidak disertakan)...
diriwayatkan oleh Imam Ahmad. (3). Khalifah hanya mungkin ditegakkan
dengan al Qur’an dan As-Sunnah, mustahil di luar itu. Untuk itu diminta
agar seluruh komponen muslimin menguatkan kesabaran dan tidak saling
bunuh-membunuh. Tausiyah yang ke 4-6 tidak disertakan karena isi
utamanya ada di nomor 1-3. Demikian sikap dan tausiyah ini dikeluarkan
di Jakarta, 13 Ramadhan 1435 H/11 Juli 2014. Muhammadiyah, organisasi
Islam modern di Indonesia juga menolak kekhalifahan Abu Bakar Al
Baghdadi. PP Muhammadiyah menyatakan bahwa: ISIS bukan gerakan
Islam tetapi gerakan politik yang mengatasnamakan Islam. Cita-cita
mendirikan khilafah Islam di bawah pimpinan Abu Bakar al Baghdadi
tidak memiliki akar teologis, ideologis dan historis yang kuat berdasarkan
Al-Qur’an, Sunnah dan pendapat para ulama yang otoritatif. Indonesia
adalah Dar-al Salam, Dar al Ahdi, Dar al Syahadah, Dar-al-Hadharah yang
sesuai dengan Islam. Muhammadiyah mendukung sepenuhnya NKRI.
Di sisi lain dukungan terhadap ISIS juga semakin membesar. Baiat
dan dukungan terhadap khalifah Ibrahim Abu Bakar, Al Baghdadi al
Quraisyi datang dari tokoh-tokoh al Qaidah seperti Syaikh Anas Ali AlNaswan (Dewan Syari’ah al Qaidah Afganistan), Syaikh Abdullah Osman
(Dewan Syari’ah Al Qaidah Islamiyah Maghrieb (AQIM), Jabhah Nushrah
182
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
wilayah Damaskus. Kelompok radikal di Yaman, Mindano Philipina
Selatan, BOKO HARAM di Afrika, As Shabab di Somalia juga mendukung
kelompok ini. Di Indonesia, ISIS dengan deklarasinya didukung oleh para
napi teroris di Nusakambangan, dan bahkan mereka terjemahkan naskah
(teks) proklamasinya dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Semenjak itu
dukungan terhadap ISIS dan khalifah Abu Bakar Al Baghdadi datang dari
berbagai organisasi seperti Khilafatul Muslimin yang dipimpin oleh Abdul
Kadir Baraja, kelompok Bima, Kelompok Sulawesi Selatan dan bahkan
kelompok Tanggerang mendeklarisakan dukungannya di Wisma Sahida
UIN Syarif Hidayatullah Ciputat. Hari-hari berikutnya, deklarasi diadalan
di Malang, Bekasi, Serpong Solo, dan lain-lain. Ketua Umum Gerakan
Islam Reformis (GARIS), setelah berkunjung ke LP Nusa Kambangan
mendeklarasikan diri sebagai presiden ISIS.
Gerakan Islam radikal yang berkembang akhir-akhir ini
sebenarnya sebuah gejala protes terhadap ketidakadilan. Kemunculunnya,
setelah pendudukan Palestina oleh Israel. Di mulai dari gerakan radikal di
Mesir kemudian berkembang ke berbagai sampai ke Asia Tenggara. Semua
kelompok tersebut menerapkan strategi jihad untuk memberikan makna
pada perjuangannya. Sayangnya dalam gerakan perjuangan untuk
menegakkan keadilan melawan ketidakadilan menggunakan paham atau
ideologi takfiri. Sebuah ideologi yang menerapkan prinsip-prinsip yang
bersumber pada pemahaman tekstual. Doktrin yang dikembangkan adalah
“Semua orang Islam harus berhukum dengan hukum Allah, dan barang
siapa meninggalkan hukum Allah maka ia kafir”. Vonis kafir, memiliki
implikasi halal untuk diserang atau dibunuh jiwanya, dan halal atau sah
untuk dirampas harta bendanya. Inilah ideologi yang menjadi dasar tindak
pidana terorisme yang oleh pelakunya dipandang sebagai ideologi jihadis.
Alih-alih paham ini mengharumkan Islam dan kaum muslimin. Pemahan
Islam yang demikian melahirkan pemboman dari mulai awal tahun 2000an hingga sekarang meninggalkan dan menyisahkan dendam, hujatan,
kebenciaan terhadap Islam, kemiskinan dan ketertinggalan.
Kekerasan tidak dapat diselesaikan dengan kekerasan. Cinta
kasih, penyadaran dan bantuan kesejahteraan adalah politik yang arif
untuk menangani mereka. Sementara penindakan hukum harus
dilaksanakan bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana terorisme.
Bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia mewujudkan ideologi
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
183
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah keharusan,
sehingga keadilan dan kesejahteraan dapat dirasakan oleh “orang kecil”.
Implementasi Pancasila dalam kehidupan bernegara, berbangsa dan
bermasyarakat merupakan strategi yang paling jitu untuk menggeser
ideologi jihadis dan ideologi radikal lainnya. Ketika negara dan bangsa
Indonesia masih belum merasakan keadilan dan kesejahteraannya, pikiran
ke arah hal-hal yang bersifat utopis akan terus hidup dan berkembang.
Ideologi jihadis (ekstrim kanan) dan ideologi komunis (ektrim kiri) masih
menjadi tantangan kita di masa mendatang.
184
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
INDEKS
A
D
Agama, 12, 17, 22, 30, 41, 46, 47, 49,
60, 64, 65, 83, 84, 98, 99, 103, 105,
106, 118, 124, 142, 144, 153, 158,
163, 173, 179, 194
Agus Puryanto,, 2
Al Bani, 51, 61, 75
Al Qur’an, 50, 53, 55, 56, 57, 115
Allah, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 42, 51,
52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60,
61, 62, 69, 76, 79, 80, 83, 108, 111,
115, 116, 162, 163, 165, 166, 167,
168, 169, 171, 172, 175, 193, 197
Amerika Serikat, 3, 4, 6, 7, 16, 19,
25, 28, 45, 47, 52, 76, 89, 110, 168,
170, 173, 190
Amrozi, 6, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17,
19, 29, 30, 36, 42, 44, 46
Asep Hidayat,, 2
Ashar Daeng Salam,, 2
Asmar Latin Sani,, 2
B
Bachtiar,, 2, 13
Barat, 2, 4, 9, 27, 28, 31, 35, 41, 44,
45, 56, 62, 64, 88, 89, 90, 91, 96,
99, 102, 109, 110, 119, 152, 168,
172, 175, 195
Bom, 17, 22, 33, 42, 46, 47, 54, 56,
62, 65, 95, 99, 111, 127, 128, 129,
130, 131, 139, 179, 188
Bukhari, 27, 55, 58
Dajjal, 52, 61
Dwi Widiyarto, 2
F
Fatwa, 38, 39, 51, 54, 66
Feri,, 2
Fiqh, 28
FPI, 32, 33
G
Gerakan, 31, 32, 43, 46, 55, 60, 62,
64, 65, 136, 137, 138, 139, 140,
165, 171, 197
Golkar, 1, 6
H
Hadits, 85, 90, 91, 96
Heri Golun,, 2
Hisbah, 38, 39
I
Illahi, 89
Imam Samodra, 1, 3, 6, 49, 50, 56,
57, 58, 59, 60, 81, 96
Iqbal,, 2
Irak, 3, 6, 8, 19, 27, 31, 53, 59, 109,
111, 170, 174, 196
Iran, 1, 3, 6, 88, 170
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
185
Islam, 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 13, 16, 19,
22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 31,
32, 33, 34, 36, 39, 40, 41, 42, 43,
44, 45, 46, 47, 50, 51, 53, 54, 56,
58, 61, 62, 63, 66, 68, 69, 71, 72,
73, 75, 77, 78, 79, 81, 82, 83, 84,
85, 86, 87, 88, 89, 90, 91, 92, 93,
96, 97, 98, 99, 100, 107, 108, 109,
110, 114, 115, 116, 117, 121, 122,
124, 126, 137, 141, 142, 143, 144,
146, 150, 151, 152, 153, 154, 155,
157, 159, 160, 162, 163, 165, 166,
167, 168, 169, 170, 171, 172, 173,
174, 175, 176, 178, 179, 182, 183,
184, 185, 189, 190, 192, 193, 194,
195, 197
Islam garis keras, 2, 33, 51, 78
Islamophobist, 2
Israel, 1, 6, 25, 52, 76, 197
J
Jihad, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29,
31, 41, 47, 52, 54, 55, 56, 57, 62,
63, 69, 79, 81, 82, 83, 93, 96, 99,
151, 166, 167, 172, 174, 184, 190,
192, 195
L
Libya, 3, 109
M
Madrasah, 17, 44, 113, 176
Majelis Syura, 38, 39
Mantiqiyah, 40
Markaziyah, 38, 39, 40, 41, 42, 47
Mesir, 32, 174, 197
Misno,, 2
Modern, 76, 89, 99, 102, 124
Modernisme, 46, 144, 194
Muh Salik Firdaus,, 2
Muhammadiyah, 32, 45, 46, 50, 65,
77, 124, 174, 182, 186, 196
Mujahidin, 16, 18, 19, 34, 37, 60, 73,
173, 195
Mukhlas, 3, 11, 12, 13, 14, 15, 17,
18, 19, 20, 21, 23, 24, 29, 30, 32,
33, 36, 41, 46, 47, 65, 162
Muslim, 23, 24, 25, 26, 29, 30, 31,
33, 35, 36, 37, 42, 44, 45, 55, 58,
89, 90, 91, 98, 99, 109, 110, 111,
115, 116, 126, 144, 152, 169, 194
Muslimin, 26, 28, 32, 34, 36, 37, 43,
76, 128, 129, 196, 197
K
KGB, 1, 6
Khilafah, 60, 62, 79, 86, 87, 99, 151,
152, 174, 196
Kristen, 3, 14, 45, 68, 69, 71, 73, 74,
79, 81, 89, 93, 94, 95, 97, 109, 117
186
N
Nabi, 26, 32, 43, 44, 52, 55, 77, 85,
115, 150, 165, 167, 168, 169, 171,
172
Nahdatul Ulama, 165, 171
Nasrani, 24, 57, 68, 79, 80, 82, 85, 92,
97, 148, 167, 168
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
Negara Islam, 22, 25, 36, 41, 63, 87,
99, 151, 168, 172, 184, 195
NII, 22, 36, 60, 62, 63, 195
O
Organisasi, 7, 33, 36, 92, 93, 196
Osama bin Ladin, 18
P
Paham keagamaan, 61
Partai Ba’ats, 1, 6
Pendidikan, 5, 7, 13, 17, 40, 60, 65,
72, 74, 98, 126, 146, 170, 173, 176,
182, 183
Pesantren, 13, 17, 44, 61, 62, 119,
173
Suriah, 3, 170, 196
Syaiful Bahri,, 2
T
Tabligh, 32
Tafsir, 18, 46, 56, 66
Tarekat, 89, 99
Teologi keagamaan, 171
Teroris, 2, 6, 41, 47, 56, 57, 58, 59,
65, 66, 117, 121, 123, 164, 179,
194
Terorisme, 1, 4, 5, 6, 7, 26, 46, 54,
62, 65, 66, 71, 76, 95, 97, 98, 99,
100, 120, 122, 124, 144, 147, 148,
159, 160, 164, 170, 179, 186, 187,
194
W
S
Salafi, 31, 43, 46, 75
Sekolah, 113, 155
Sesat, 151
SMA, 17, 71, 72, 74, 146, 154, 155,
157, 162, 173, 182, 183, 192
Wahabi, 31, 32, 43, 75, 96, 151, 165,
171
WTC, 1, 4, 28, 53, 92, 170, 178
Profil Keagamaan Terpidana Terorisme di Indonesia
187
Download