Kasus : Desa Bedoyo, Gunung Ki

advertisement
56
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten
Gunung Kidul, Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
purposive sampling yaitu penetapan lokasi secara sengaja dengan suatu
pertimbangan tertentu. Penelitian ini menggunakan metode korelasional
(correlational research). Penelitian di laksanakan selama 1 bulan, mulai bulan
Maret hingga April 2008. Adapun pertimbangan-pertimbangan mengapa Desa
Bedoyo dijadikan lokasi penelitian sebagai berikut:
1. Adanya pertunjukan wayang purwa di Desa Bedoyo yang dilakukan secara
rutin (minimal sebulan sekali).
2. Tingginya ketertarikan masyarakat Desa Bedoyo terhadap pertunjukan
wayang purwa yang diselenggarakan.
Desain Penelitian
Penelitian didesain sebagai suatu penelitian survai yang bersifat deskriptif
korelasional, karena selain mendiskripsikan kondisi yang ada, juga berupaya
menjelaskan hubungan di antara peubah yang diamati. Penelitian survai
menurut Singarimbun dan Effendi (2006) adalah penelitian yang mengambil
sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul
data yang pokok. Penelitian ini menggunakan 2 (dua) macam peubah, yaitu
peubah bebas dan peubah terikat. Peubah bebas (independent variable) adalah
peubah yang mempengaruhi, ditulis dengan simbol X. Selanjutnya peubah
terikat (dependent variable) atau peubah yang dipengaruhi, ditulis dengan
simbol Y. Sebagai peubah bebas atau peubah yang mempengaruhi (X) adalah
peubah karakteristik individu dan peubah pertunjukan wayang purwa. Sebagai
peubah terikat atau peubah yang dipengaruhi (Y) adalah peubah efektivitas
komunikasi.
Populasi dan Contoh
Berdasarkan data demografi Desa Bedoyo tahun 2007 dan informasi dari
informan kunci yang akrab dengan sistem masyarakat setempat, diketahui
jumlah masyarakat produktif sebanyak 790 orang. Dengan demikian populasi
penelitian ini sebanyak 790 orang masyarakat Desa Bedoyo (Tabel 1).
57
Tabel 1. Populasi masyarakat Desa Bedoyo, Gunung Kidul, DIY
Jumlah
(orang)
98
64
162
80
127
129
130
790
Dusun
Ngalasombo
Ngrombo
Bedoyo Kulon
Bedoyo Lor
Bedoyo Wetan
Bedoyo Kidul
Surubendo
Jumlah
Sumber: Desa Bedoyo, 2007
Pengambilan contoh yang dilakukan secara proporsional dengan
menetapkan sebanyak 10% dari populasi yang ada di tujuh dusun Desa Bedoyo.
Penentuan contoh dari setiap lapisan masyarakat dilakukan secara acak.
Contoh acak adalah metode pengambilan suatu bagian (contoh) dari suatu
populasi atau semesta sedemikian rupa, sehingga semua sampel yang terambil
dari n yang besarnya tetap, memiliki peluang sama untuk terpilih (Feller dalam
Kerlinger, 1996). Teknik pengambilan contoh tersebut diharapkan dapat
menghasilkan contoh representatif.
Untuk dapat menggambarkan secara tepat mengenai sifat-sifat populasi
yang heterogen, maka populasi yang bersangkutan harus dibagi-bagi dalam
lapisan-lapisan (strata) yang seragam, dan dari setiap lapisan dapat diambil
contoh secara acak. Dalam contoh berlapis, peluang untuk terpilih antara satu
strata dengan yang lain mungkin sama, mungkin pula berbeda.
Penelitian ini mengambil contoh sebanyak 79 responden, hasil ini
diperoleh dari 10% dari jumlah populasi yang ada di Desa Bedoyo (Tabel 2).
Penetapan
contoh
10%
berdasarkan
pendapat
Arikunto
(1998)
yang
menyatakan bila subyek kurang dari 100, lebih baik diambil semuanya agar
menjadi penelitian populasi. Selanjutnya, jika jumlah subyeknya besar dapat
diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya, dari
(a) kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana; (b) sempit luasnya
wilayah pengamatan dari setiap subyek, karena hal ini menyangkut banyak
sedikitnya data; (c) besar kecilnya risiko yang ditanggung oleh peneliti.
58
Tabel 2. Jumlah contoh penelitian masyarakat Desa Bedoyo, Gunung
Kidul DIY
Jumlah
(orang)
10
6
16
8
13
13
13
79
Dusun
Ngalasombo
Ngrombo
Bedoyo Kulon
Bedoyo Lor
Bedoyo Wetan
Bedoyo Kidul
Surubendo
Jumlah
Data dan Instrumentasi
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1.
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari penelitian
lapangan. Dalam hal ini data diperoleh melalui kuesioner yang sudah diisi
dengan benar oleh responden (dengan pengecekan kebenaran dan terisi
lengkap). Kuesioner tersebut untuk mengetahui karakteristik individu
masyarakat, karakteristik pertunjukan wayang purwa dan efektivitas
komunikasi di era globalisasi. Selain data yang diperoleh melalui kuesioner
atau melalui daftar pertanyaan, data dapat pula diperoleh dari hasil
wawancara, sebagai kroscek kebenaran pengisian melalui kuesioner.
2.
Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian ini yang tidak
diperoleh secara langsung melalui kuesioner. Data ini diperoleh melalui
penelusuran literatur, internet, bahan pustaka, surat kabar.
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian
adalah pedoman pertanyaan terstruktur (kuesioner), daftar pertanyaan disusun
dalam bentuk jawaban tertutup semi terbuka.
Secara umum kuesioner dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga)
bagian, bagian pertama mengenai karakteristik individu, bagian kedua,
karakteristik
pertunjukan
wayang
purwa
dan
bagian
ketiga
efektivitas
komunikasi masyarakat mengenai bersih desa.
Definisi Operasional
Adapun definisi operasional peubah dalam penelitian ini adalah:
X
Karakteristik
individu
merupakan
ciri-ciri
khusus,
dalam
hal
ini
kekhususannya disesuaikan dengan perwatakan personal berdasarkan
tempat penelitian, yang meliputi:
59
X1
Umur merupakan jumlah tahun yang dialami responden dari saat
kelahiran hingga penelitian atau interview dilaksanakan. Pengukuran
dengan skala rasio berdasarkan pembulatan ke ulang tahun terdekat
yang dinyatakan dalam satuan tahun. Umur dikategorikan menjadi tiga
yaitu 21-32 tahun, 33-43 tahun dan 44-55 tahun.
X2
Jenis kelamin. Data dalam bentuk skala nominal dan dikategorikan
dalam dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan.
X3
Tingkat pendidikan merupakan jumlah tahun responden mengikuti
proses belajar di lembaga pendidikan formal (SD,Sekolah Lanjutan
dan Perguruan Tinggi) yang diukur dalam skala rasio.
X4
Pekerjaan adalah jenis pekerjaan responden yang diukur dengan
skala nominal dan dikategorikan yaitu: non formal (petani, pedagang
dan pertukangan), PNS dan karyawan swasta.
X5
Tingkat pendapatan adalah banyaknya rupiah yang diperoleh rata-rata
tiap bulan diukur dengan skala rasio dengan tiga kategori yaitu: kurang
dari Rp.600.000,00, Rp.600.000,00 sampai dengan Rp.1.500.000,00
dan lebih dari Rp.1.500.000,00.
X6 Perilaku komunikasi adalah rata-rata waktu dalam hari yang digunakan
responden untuk menonton televisi, mendengarkan radio dan
membaca surat kabar dalam upaya memperoleh informasi diukur
dengan skala rasio.
X6 Karateristik pertunjukan wayang purwa
adalah penampilan kesenian
tradisional wayang kulit. Dimana seorang dalang memegang peranan dalam
memainkan pertunjukan ini. Dibagi atas lima kategori skor, yakni skor 1 untuk
sangat tidak sesuai, skor 2 untuk tidak sesuai, skor 3 untuk cukup sesuai,
skor 4 untuk sesuai, dan skor 5 untuk sangat sesuai. Pengukuran untuk
peubah ini berdasarkan skala ordinal, karena data yang digunakan dalam
bentuk ranking atau peringkat. Pertunjukan wayang purwa meliputi:
X6.1 Wayang sebagai hubungan antar dalang dan penonton, adanya
keterlibatan penonton dalam pertunjukan wayang purwa sehingga
tercipta dialog antara dalang dengan penonton
X6.2 Tokoh pelakunya, cerita-cerita yang digunakan disesuaikan dengan
lakon-lakon wayang yang dimainkan sehingga dalam hal ini nantinya
lakon wayang dapat dijadikan sumber informasi bagi khalayaknya,
memiliki
struktur
dramatiknya,
kesesuaian
lakon
dengan
tokoh
60
pelakunya, lakon dengan tema pokok serta masalah pokoknya, lakon
dengan bobot kesusastraan yang menyangkut masalah bahasa.
X6.3. Tema serta masalah pokok, kesesuaian antara tema wayang dengan
masalah bersih desa yang diangkat dalam pertunjukan wayang purwa
dengan bersih desa.
Y Efektivitas komunikasi, proses penyampaian suatu pesan kepada orang lain
untuk memberitahu atau mengubah pengetahuan, sikap dan keterampilan,
melalui media wayang purwa. Pengukuran untuk peubah ini berdasarkan
skala ordinal, karena data yang digunakan dalam bentuk ranking atau
peringkat. Indikator dari efektivitas komunikasi meliputi:
a. Pengetahuan yaitu tingkat pemahaman responden terhadap pertunjukan
wayang purwa yang diselenggarakan, dibagi atas lima kategori skor,
yakni skor 1 untuk sangat tidak mengetahui, skor 2 untuk tidak
mengetahui, skor 3 untuk cukup mengetahui, skor 4 untuk mengetahui,
dan skor 5 untuk sangat mengetahui.
b. Sikap yaitu pendapat responden terhadap makna bersih desa yang
disampaikan oleh dalang. Sikap diukur dengan penilaian pendapat dibagi
dalam lima kategori skor, yakni skor 1 untuk sangat tidak setuju, skor 2
untuk tidak setuju, skor 3 untuk kurang setuju, skor 4 untuk setuju, dan
skor 5 untuk sangat setuju.
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Ada dua syarat penting yang berlaku pada sebuah angket, yaitu
keharusan sebuah angket untuk valid (sah) dan reliabel (andal). Suatu angket
dikatakan valid (sah) jika pernyataan suatu angket mampu mengungkapkan
sesuatu yang akan diukur oleh angket tersebut. Sedangkan suatu angket
dikatakan reliabel (andal) jika jawaban terhadap pernyataan tersebut adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 10 orang responden yang
berasal dari Desa Ponjong, Gunung Kidul, DIY.
Daerah ini dipilih karena
memiliki karakteristik relatif sama dengan Desa Bedoyo.
Pengujian validitas dan reliabilitas adalah proses menguji butir-butir
pertanyaan yang ada dalam kuesioner, apakah isi dari butir pertanyaan tersebut
sudah valid dan reliabel. Jika butir-butir tersebut sudah valid dan reliabel, berarti
butir-butir tersebut sudah bisa untuk mengukur faktornya. Langkah selanjutnya
61
adalah menguji apakah faktor-faktor sudah valid untuk mengukur konstruk yang
ada, dengan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan
skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment Pearson,
yang rumusnya seperti berikut:
rhitung =
[n
n(
XY ) (
X2 (
X
][
X )2 n
Y)
Y2 (
Y )2
]
Keterangan:
rhitung
= product moment
X
= jumlah skor item
X
= jumlah skor total (seluruh item)
n
= jumlah responden
Dengan mengetahui rhitung di atas maka dapat mengambil keputusan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a.
Jika r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau peubah tersebut valid.
b.
Jika r hasil tidak positif, dan r
hasil
<r
tabel,
maka butir atau peubah tersebut
tidak valid
c.
Begitu juga bila r
hasil
>r
tabel
tapi bertanda negatif maka butir atau peubah
tersebut tetap tidak valid
Analisis angket dimulai dengan menguji validitas terlebih dahulu, diikuti uji
reliabilitas. Jika sebuah butir pertanyaan tidak valid, maka otomatis ia dibuang.
Butir-butir yang sudah valid kemudian baru secara bersama diukur reliabilitasnya.
Pengukuran reliabilitas dilakukan dengan cara, one shot atau diukur sekali
saja. Di sini pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan
dengan hasil pertanyaan lain.
Menurut Ancok dalam Singarimbun dan Effendi (2006), dalam uji coba
instrumen
tersebut
untuk
pengukuran
reliabilitas
dilakukan
dengan
menggunakan metode split-half (belah dua). Untuk perhitungan reliabilitas
digunakan dengan rumusan sebagai berikut:
r .tot =
2( r .tt )
1 + r.tt
dimana :
r.tot = angka reliabilitas keseluruhan item
r.tt = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua
62
Dalam pengujian butir-butir tersebut (lihat Lampiran. 1) didapatkan secara
keseluruhan butir-butir pernyataan dalam kuesioner valid. Secara statistik, angka
korelasi yang diperoleh dari hasil uji lapangan harus dibandingkan dengan angka
kritik nilai r dengan melihat (N-2). Untuk taraf signifikansi 5% angka kritik yang
diperoleh untuk jumlah responden 10 orang adalah 0,632. Apabila hasil uji
validitas yang telah lebih besar dibandingkan dengan angka kritik nilai r maka
dapat disimpulkan korelasi antar pernyataan valid. Nilai tertinggi dan terendah
yang diperoleh dari hasil uji validitas diperoleh pada peubah pertunjukan wayang
purwa. Nilai tertinggi (0,934) terdapat dalam indikator tema serta masalah pokok
dengan pernyataan tema bersih desa sesuai dengan kebiasaan dan nilai
validitas terendah (0,656) terdapat dalam
indikator tokoh pelaku dengan
pernyataan lakon sesuai dengan pernyataan. Hal ini berarti bahwa pernyataanpernyataan tersebut memiliki validitas konstrak. Dalam bahasa statistik terdapat
konsistensi internal (internal consistensy) dalam pernyataan-pernyataan tersebut.
Yang dimaksud dengan konsistensi internal adalah pernyataan-pernyataan
tersebut mengukur aspek yang sama.
Pengujian reliabilitas kuesioner dengan metode split half diperoleh nilai
reliabilitas untuk karakteristik pertunjukan wayang purwa 0,688 dan untuk tingkat
efektivitas komunikasi 0,956 hal ini menunjuk pada suatu pengertian bahwa
kuesioner dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena
intrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius
mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen
yang sudah dapat dipercaya yang reliabel akan menghasilkan data yang dapat
dipercaya.
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan sebagai berikut.
1. Observasi, yaitu peneliti datang secara langsung ke tempat penelitian untuk
melihat langsung objek yang diteliti agar lebih jelas.
2. Wawancara, yaitu mencari sumber data dengan melakukan tanya jawab
kepada responden yang terlibat dalam objek penelitian sesuai dengan
pertanyaan di kuesioner yang telah disiapkan. Wawancara juga dilakukan
untuk mengadakan kroscek dari temuan lapangan, di samping dipadukan
juga dengan konsep/teori yang mendukung. Sehingga diharapkan jawaban
63
dari kuesioner tidak bias dan semua kuesioner yang dibagikan layak untuk di
tabulasi.
Analisis Data
Data penelitian dikumpulkan, dianalisis dan disajikan secara deskriptif
dalam bentuk persentil, frekuensi, rataan skor, total rataan skor, persentase dan
tabel distribusi. Analisa data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15
for windows, yaitu statistik deskriptif kerelasional. Untuk mengetahui hubungan
antar peubah untuk data ordinal menggunakan rank Tau Kendall dan dengan
rumus sebagai berikut:
=
S
1 N(N
2
1)
Keterangan:
= koefisien korelasi rank Tau Kendall
N = jumlah data
S = jumlah selisih antara peringkat bagi xi dan yi
Alasan-alasan penggunaan korelasi rank Tau Kendall adalah :
1. Tidak ada anggapan bahwa skor yang dianalisis ditarik dari populasi dengan
distribusi tertentu.
2. Skor tidak eksak dalam pengertian semata-mata data berupa jenjang.
3. Efisiensi cukup tinggi (Siegel, 1994).
Analisa untuk data nominal menggunakan khi-Kuadrat (chi square).
Metode khi-kuadrat digunakan untuk mengadakan pendekatan dari beberapa
faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil observasi
(fo) dengan frekuensi yang diharapkan (fh) dari contoh apakah terdapat
hubungan atau perbedaan yang signifikan atau tidak (Arikunto, 1998), dengan
rumus sebagai berikut:
2
=
fn )2
( f0
fn
Keterangan:
2
= koefisien korelasi khi-Kuadrat
fo = frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
fh = frekuensi yang diharapkan
64
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa yang bernama Bedoyo diambil dari nama seorang putri yang
bernama Bedoyo. Pada masa kerajaan Desa Bedoyo diberi nama Desa Nangka
Doyong karena terdapat pohon Nangka yang doyong (miring) dengan Demang
Raden Arja Sura. Pada suatu ketika Keraton Mataram terjadi huru hara, salah
satu putri dari mataram disembunyikan di Daerah Ponjong, sehingga nama Desa
tersebut di ganti dengan nama Desa Bedoyo dan putri tersebut menikah dengan
Demang Arja Sura dan menjadi istri ke-2 dari demang yang disebut dengan selir
garwa selir.
Desa Bedoyo merupakan salah satu daerah yang berada di Kecamatan
Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa
Bedoyo, terdiri dari sembilan dusun yang terdiri dari Ngalasombo, Ngrombo,
Bedoyo Kulon, Bedoyo Lor, Bedoyo Wetan, Bedoyo Kidul, Serut, Pringluwang
dan Surubendo.
Iklim di Desa Bedoyo yang berada di daerah bukit kapur jumlah curah
hujan yang turun rata-rata tujuh bulan dalam setahun dengan suhu rata-rata
harian 28°C, ketinggian tempat 350 meter di atas permukaan laut (dpl) dan
bentang wilayah berupa dataran dan lereng gunung.
Jarak Desa Bedoyo ke ibu kota kecamatan terdekat yaitu 8 km dengan
lama tempuh ke ibu kota kecamatan terdekat 0,25 jam sedangkan jarak ke ibu
kota kabupaten terdekat 18 km dengan lama tempuh ke ibu kota kabupaten
terdekat 0,5 jam.
Desa berada di daerah bukit kapur Gunung Kidul dimana sebagian besar
kondisi tanahnya merupakan tanah kering dengan pembagian lahan terdiri dari
tegalan/ladang sebesar 758.750 ha dan pemukiman 83.280 ha sedangkan untuk
tanah fasilitas umum terdiri dari kas desa 47.365 ha, lapangan 12.000 ha,
perkantoran pemerintah 3.600 ha dan lainnya 95.323 ha. Secara total luas lahan
sebagai potensi umum Desa Bedoyo sebesar 1.000.318 ha. Distribusi
penggunaan tanah secara rinci dapat di lihat pada Tabel 3 berikut.
Potensi lembaga pendidikan di Desa Bedoyo terdapat 4 fasilitas lembaga
pendidikan yang terdiri dari TK (Taman Kanak-kanak) 3 unit, SD (Sekolah Dasar)
3 unit, SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama) 2 unit dan lembaga pendidikan
keagamaan 10 unit.
65
Tabel 3. Distribusi luas tanah menurut penggunaannya di Desa Bedoyo
Jenis Tanah
Tanah Kering
1. tegalan/ladang
2. pemukiman
Tanah Fasilitas umum
1. Kas desa
2. Lapangan
3. Perkantoran pemerintah
4. Lainnya
Jumlah
Luas (ha)
Proporsi (%)
758.750
83.280
75,85
8,32
47.365
12.000
3.600
95.323
1.000.318
4,73
1,20
0,37
9,53
100,00
Sumber : Desa Bedoyo, 2007
Deskripsi Kegiatan Bersih Desa
Pelaksanaan kegiatan bersih desa yang diselenggarakan di Desa Bedoyo,
kecamatan Ponjong, Gunung Kidul, Yogyakarta hanya dilakukan di tujuh dusun
yang berada di Desa Bedoyo, tujuh dusun tersebut adalah: (1) Ngalasombo, (2)
Ngrombo, (3) Bedoyo Kulon, (4) Bedoyo Lor, (5) Bedoyo Wetan, (6) Bedoyo
Kidul dan (7) Surubendo yang merata dilakukan di seluruh lingkungan dusun
beserta penghuninya, di samping itu juga ada kegiatan yang dipusatkan pada
tempat-tempat tertentu seperti (1) tradisi puncak dipusatkan di balai desa (2)
pesta desa dipusatkan di lapangan dusun setempat (3) sedekah massal
dilaksanakan di makam leluhur (4) sesaji dan doa dilakukan di makam atau
petilasan cikal bakal desa.
Waktu
dan
tempat
penyelenggaraan
bersih
desa
tetap
menjadi
pertimbangan tersendiri. Aspek kesakralan baik hari maupun tempat menjadi
pertimbangan penting, karena hari dan tempat akan menentukan keberhasilan
selamatan. Konteks bersih desa dalam masyarakat adalah memanjatkan doa
dalam suasana keheningan sehingga hari dan waktu selalu diarahkan untuk
menemukan kesucian.
Inti dari aktivitas bersih desa adalah pemujaan. Doa-doa terkandung dalam
pemujaan, baik yang diwujudkan dalam bentuk mantra maupun seni pertunjukan.
Para penghayat kepercayaan menjadikan bersih desa sebagai tradisi sakral.
Tradisi ini mempunyai sasaran pada caos pisungsung, artinya pemberian
pengorbanan kepada leluhur. Hubungan antara penghayat kepercayaan dengan
leluhur tampak dekat, yakni melalui batin. Kontak batin, akan terjadi pada saat
bersih desa dilaksanakan tahap demi tahap. Tradisi demikian dilandasi oleh
aktivitas moral yang tinggi di sebut budi luhur. Budi luhur merupakan perisai
66
hidup penghayat kepercayaan yang dilakukan dengan cara-cara beradab, ketika
berhubungan dengan roh leluhur. Mereka menganggap bahwa roh di wilayah
tersebut ada yang menjadi nenek moyang.
Pekerti penghayat pada saat bersih desa, tergolong etika moral Jawa yang
luhur.
Mereka
membersihkan
menjalankan
diri,
aktivitas
membersihkan
mulai
kuburan,
membuat
membuat
sesaji,
tarub
bertapa
doa,
seni
pertunjukan dan sebagainya didasarkan atas pekerti budi luhur. Bersih desa
merupakan bagian khusus religi Jawa. Di dalamnya menuntut kewajiban
instrinsik yang kudus. Implikasi dari seluruh hal ini tidak lain sebagai perwujudan
hidup yang berbudaya. Segala pekerti penghayat kepercayaan menjadi sinar
batin yang luhur.
Bersih
desa
berkaitan
dengan
tata
cara
memberikan
makanan
(pengorbanan) kepada roh leluhur sebagai cikal bakal yang menjaga desa
majupat maju lima pancer. Arwah tersebut, memang pantas dimintai berkah agar
membantu anak cucu. Roh leluhur itu dianggap yang menjadi penjaga (backing)
sajawining wangon dan salebeting wangon, artinya di luar pekarangan dan di
dalam pekarangan. Hal ini berarti bahwa penghayat kepercayaan mencoba
mengaitkan antara dunia (alam seisinya) dengan kosmologi Jawa.
Kaum penghayat kepercayaan dalam menghormati roh leluhur dan
berupaya manunggal dengan Tuhan, dilakukan secara mistik. Komunikasi batin
yang diandalkan pada diri mereka. Itulah sebabnya, dunia kebatinan menjadi
fenomena yang amat penting dalam bersih desa. Berbagai ritual mistik selalu
dilakukan secara individu maupun kolektif. Namun tingkatan masing-masing
pada saat melakukannya amat berbeda satu sama lain. Melalui tradisi mistik ini,
penghayat kepercayaan melakukan kontak untuk maneges, agar mendapatkan
keselamatan hidup baik secara pribadi maupun kolektif desanya.
Penghayat kepercayaan semula was-was jika tidak menjalankan bersih
desa, berharap agar mendapat keselamatan. Baru pada saat prosesi
berlangsung, suasana penghayat berada di tengah-tengah, tidak pasti. Semakin
jelas eksistensinya setelah prosesi selesai, mendapatkan ketentraman batin.
Jadi tahap-tahap bersih desa yang cukup kompleks tadi, sebenarnya dapat
diringkas menjadi tiga, yaitu preparasi, liminasi dan reagregasi. Bersih desa
merupakan kawah candradimuka bagi penghayat kepercayaan untuk menempa
diri (batin), baik secara individu maupun kolektif. Di tengah kawah candradimuka
ada posisi ambang (limen) yang memuat tindakan reflesive (mawas diri). Dengan
67
suasana yang serba tidak jelas ini, komunitas penghayat kepercayaan
mengoreksi diri, merenung, agar mencapai pencerahan batin. Mereka akan
masuk ke wilayah enligenment yang luar biasa.
Tahap pelaksanaan bersih desa diawali dengan laku-laku mistik oleh
masyarakat desa, terutama yang menganut penghayat kepercayaan. Sedangkan
warga yang lain, melakukan tahap-tahap secara umum, tanpa menjalankan ritual
mistik. Bagi penghayat kepercayaan tiga hari sebelum pelaksanaan telah
melakukan laku mistik berupa tapa mutih. Tapa mutih, berarti tidak makan nasi
dan garam, hanya makan ketela atau yang lain seadanya. Dengan cara ini,
diharapkan ikut membantu kesempurnaan pembersihan desa dari hal-hal yang
mengganggu. Tapa tersebut oleh penghayat kepercayaan
disebut nglakoni.
Tentu saja, sebagian besar penghayat kepercayaan yang telah berusia dewasa
yang melakukan laku tersebut.
Tiap tahap yang dilakukan dalam bersih desa merupakan sebuah ide dan
praktek ritual. Setiap ide dan praktek memiliki makna yang khusus tentang ritual.
Setiap ide dan praktek memiliki makna yang khusus pula. Makna tersebut selalu
berkaitan dengan proses sosial. Secara antropologis penting mencermati ritual
melalui pendekatan proses sosial. Di dalamnya akan melukiskan konteks lokal
dan kreativitas yang unik dan membutuhkan ketajaman analisis. Proses sosial itu
juga mengandung makna simbolik yang luar biasa. Hari pelaksanaan bersih
desa biasanya dipilih pada hari Selasa Pon-Malam Rebo Wage, tentu ada
maksud sosial dan budaya yang tersembunyi.
Penghayat kepercayaan terlebih dahulu mbatalke (mengakhiri tapa mutih)
lalu membuat sesaji untuk para leluhur. Sesaji berupa hasil bumi dan tumpeng
dengan tujuan agar hasil bumi yang diperoleh masyarakat lebih meningkat, kendi
pratala (air kelapa muda), bersikan yang ditutup dengan taplak meja berisikan
benuk pendaringan (gamelan) dan umburampe berupa tikar pandan yang berisi
peralatan wanita berupa sisir, kaca untuk disembahkan kepada putri Bedoyo
sebagai leluhur Desa Bedoyo. Juga disajikan dupa untuk membakar kemenyan
dan api senthir. Kemenyan yang akan dibakar, diberi mantra oleh eyang masingmasing rumah atau minta tolong pada pinisepuh. Adapun urutan pelaksanaan
tradisi bersih desa boleh dikatakan tidak berubah-ubah, yaitu sebagai berikut:
Pertama,
dipersiapkan gelaran, penyediaan alat-alat sesaji panggung,
peruwatan Utahing Getih (peruwatan agar desa bersih), Ing sambe rolo (harta
benda diruwat)
dan pembersihan alat-alat rumah tangga. Kedua, dilakukan
68
pembuatan sesaji yang dimasukkan dalam tenong, terbuat dari bambu. Sesaji
berisi nasi dan lauk dalam ragam yang berbeda-beda, beserta dengan sesaji
yang lain seperti kendi pratala (air kelapa muda), bersikan yang ditutup dengan
taplak meja berisikan benuk pendaringan (gamelan) dan umburampe berupa
tikar pandan yang berisi peralatan wanita berupa sisir, kaca.
Prosesi bersih desa dimulai dari pohon keramat terbesar yang berada di
Desa Bedoyo. Prosesi pertama dilakukan pembacaan doa oleh Prois (sesepuh)
Desa Bedoyo untuk setiap sesaji yang akan dipersembahkan kepada leluhur.
Permohonan doa berkisar mengenai kesuksesan dalam pertanian, memetik
Kabejan (memperoleh keuntungan di tahun yang akan datang), dan Nyadroh
(doa untuk orang-orang yang mendahului diampuni oleh Tuhan Yang Maha Esa).
Dari pembacaan doa, tiap-tiap sesaji di bawa keliling memutar seluruh desa agar
berkah doa yang dipanjatkan dirasakan oleh semua warga disertai dengan taritarian reyogan. Setelah sesaji diarak ke seluruh desa, seluruh sesaji terakhir di
bawa ke pohon wungu, yang dipercaya sebagai makam putri Bedoyo, dengan
menuangkan kendi pratala (air kelapa muda) ke bawah pohon tersebut. Pada
malam harinya diselenggarakan pertunjukan wayang purwa semalam suntuk,
dengan lakon yang dipertontonkan memuat wejangan ke arah penghormatan
pada leluhur desa. Konsep wahyu biasanya menjadi andalan dalam pertunjukan
wayang purwa dengan harapan agar bersih desa itu membawa berkah. Atas
dasar ini seni pertunjukan wayang purwa merupakan sebagai salah satu media
komunikasi antara warga dengan Tuhan dan roh leluhur.
Tradisi tersebut, pada umumnya menjadi “hajatan besar”: desa setempat.
Hajatan dilakukan secara kolektif, dengan biaya ditanggung bersama. Kegiatan
dilakukan oleh seluruh warga desa, tua-muda, pria-wanita, bersama pamong dan
sesepuh desa, petinggi dan pemangku adat setempat bahkan sering terjadi
warga tetangga desa ikut serta meramaikannya. Kegiatan bersih desa pada
dasarnya untuk membuat desanya menjadi bersih, tertib, teratur dan terawat baik,
sehingga dapat “ikut menjaga” ketahanan desa, agar menjadi lebih maju dan
lestari.
Berbagai kegiatan yang dilaksanakan pada bersih desa antara lain meliputi
1. Kenduri/selamatan/wilujengan/sedekahan
dalam berbagai bentuk: arak-
arakan gunungan, arak-arakan tenongan, barisan ancak dan panjangilang
yang kesemuanya berisi berbagai makanan olahan seperti nasi wuduk lauk
ingkung, sega jawa ambengan, jenang baro-baro, tumpeng alus, tumpeng
69
mong-mong dan sebagainya. Tempat wilujengan di pelataran makam cikal
bakal desa.
2. Pentas seni dan pagelaran hiburan, seperti reyogan dan pertunjukan wayang
purwa semalam suntuk.
Tahap-tahap pertama, menunjukan bahwa prosesi bersih desa berkaitan
dengan simbol, proses sosial dan komunikasi yang nantinya akan membentuk
sebuah sistem budaya yang rapi. Secara garis besar proses bersih desa
terdapat dua aspek, yaitu: (a) analisis sistem makna yang diejawantahkan lewat
simbolisme, (b) menghubungkan sistem itu dengan proses sosio kultural dan
psikologis yang memberikan pemahaman terhadap kajian simbol sesaji,
pertunjukan, peralatan dalam bersih desa. Simbol ini dikaitkan dengan makna
dan fungsi bersih desa dalam struktur sosial masyarakat.
Tahap kedua dengan adanya kehadiran pentas seni tradisional seperti
pertunjukan wayang purwa yang sering diselenggarakan dijadikan sebagai
simbol kehidupan yang mengandung nilai-nilai yang berharga bagi masyarakat
Desa Bedoyo. Dalam hal ini, pengetahuan dan sikap yang pada dasarnya
mencerminkan perilaku yang bijaksana. Kebijaksanaan hidup manusia yang
dimaksud merupakan cara ataupun sarana untuk menciptakan kehidupan yang
selaras dan harmonis, sehingga tercipta kesejahteraan dunia dan akhirat.
Wayang purwa secara simbolis memberi kontribusi pada pembentukan
pengetahuan dan sikap hidup manusia dalam upaya mencapai kehidupan yang
selaras dengan kehidupan.
Atas dasar pembahasan di atas dapat dijelaskan bahwa makna bersih
desa secara keseluruhan tidak dapat terpisahkan dari sebuah struktur sosial.
Bersih desa merupakan suatu kisah etnografi masyarakat setempat. Bersih desa
merupakan salah satu peranan sosial dan norma yang ikut memberi makna
suatu budaya. Hubungan antara posisi sosial akan membentuk aktualisasi
hubungan dan pekerti yang unik dalam masyarakat. Dalam tradisi bersih desa
merupakan sebagai suatu makna yang kesemuanya terangkum dalam simbol
budaya. Dengan kata lain, bersih desa akan memuat makna yang melukiskan
segala pekerti, sikap, norma masyarakat yang terangkum dalam sebuah struktur
sosial padu.
70
Karakteristik Responden Masyarakat Desa Bedoyo
Karakteristik masyarakat dalam penelitian ini meliputi, (a) umur, (b) jenis
kelamin, (c) pendidikan, (d) pekerjaan, (e) pendapatan dan (f) perilaku
komunikasi. Deskripsi mengenai karakteristik masyarakat secara lengkap
berdasarkan hasil penelitian lapangan, sebagai berikut.
Tabel 4. Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan
karakteristik individu
Karakteristik
Individu
Umur
Jenis kelamin
Pendidikan
terakhir
Pekerjaan
Pendapatan
Klasifikasi
Rendah (21-32 tahun)
Sedang (33-43 tahun)
Tinggi (44-55 tahun)
Laki-laki
Perempuan
Rendah (SD)
Sedang (Sekolah Lanjutan)
Tinggi (Perguruan Tinggi)
Non Formal
PNS
Pegawai Swasta
Rendah (< Rp. 600.000,00)
Sedang (Rp. 600.000,00 - Rp. 1.500.000,00)
Tinggi (>Rp. 1.500.000,00)
Jumlah
(orang)
32
17
30
44
35
13
35
31
32
29
18
34
16
29
Persentase
(%)
40,50
21,50
38,00
55,70
44,30
16,50
44,30
39,20
40,50
36,70
22,80
43,00
20,30
36,70
11
7
61
30
11
38
41
2
36
13,90
8,90
77,20
38,00
13,90
48,10
51,90
2,50
45,60
Perilaku
komunikasi
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
b. Radio
Sedang
Tinggi
Rendah
c. Surat kabar Sedang
Tinggi
Keterangan: n = 79 orang
a. Televisi
Umur
Penelitian ini mendeskripsikan umur berdasarkan tiga katerogi untuk
mempermudah keseragaman data, kategori tersebut dispesifikan menjadi:
rendah berkisar antara 21-32 tahun, sedang 33-43 tahun dan tinggi 44-55 tahun.
Responden rata-rata berumur 38,47 tahun, sebagian besar responden
(40,50 persen) berumur 21-32 tahun. Dengan keadaan umur seperti itu dapat
dikatakan bahwa responden pada umumnya termasuk golongan produktif, untuk
lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4 distribusi responden masyarakat Desa
Bedoyo berdasarkan karakteristik individu.
71
Kisaran umur diambil secara beragam, agar terwakili setiap bagian di
dalam masyarakat, dan untuk mengetahui perbedaan tingkat ketertarikan
mereka terhadap pertunjukan wayang berdasarkan umur mereka masing-masing.
40
Frequency
30
20
10
0
21-32 tahun
33-43 tahun
44-55 tahun
umur
Gambar 2. Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan umur
Secara penggambaran grafik batang dapat dilihat secara sekilas distribusi
responden berdasarkan umur dimana umur yang paling banyak berada pada
kisaran 21-32 tahun dan yang terendah berada pada umur 33-43 tahun. Dari
grafik ini dapat dilihat ketertarikan umur muda terhadap pertunjukan wayang
purwa lebih tinggi dibandingkan dengan umur 44-55 tahun. Kondisi ini
menunjukan bahwa faktor umur tidak menjadi penghalang ketertarikan mereka
terhadap pertunjukan wayang purwa. Usia 21-32 tahun dan usia 44-55 tahun
memiliki keterlibatan yang sama dalam mengikuti pertunjukan wayang purwa.
Perbedaan motivasi dalam menonton wayang purwa antar umur 44-55
tahun dengan umur 21-32 tahun memiliki perbedaan. Perbedaan terdapat pada
daya tarik dari pertunjukan wayang purwa yang diselenggarakan. Tingginya
ketertarikan umur 21-32 tahun terhadap pertunjukan wayang purwa biasanya
dipengaruhi oleh keinginan untuk dapat berkumpul dan bertemu teman yang
berada di lain desa dan adanya pasar malam yang menambah ramainya
pertunjukan wayang purwa. Faktor pendorong ini berbeda dengan umur 44-55
tahun, mereka tertarik terhadap pertunjukan wayang purwa apabila dalang, tokoh
72
pelaku pewayangan serta tema yang dibawakan populer menurut mereka serta
pertunjukan wayang purwa yang diselenggarakan sesuai dengan pakem
pertunjukan wayang purwa yang seharusnya. Umur 44-55 tahun adanya
kecenderungan untuk tidak menyukai pertunjukan wayang purwa yang diikuti
dengan adanya pasar malam dan pertunjukan musik dangdut. Menurut mereka
hal ini dapat merubah makna dan pakem
yang akan disampaikan melalui
pertunjukan wayang purwa yang berdampak terhadap nilai-nilai kehidupan yang
akan disimpulkan oleh penonton.
Umur 33-43 tahun memiliki ketertarikan rendah terhadap pertunjukan
wayang purwa hal ini disebabkan hanya sedikit responden umur 33-43 tahun
yang benar-benar memahami nilai-nilai dan filosofi yang terkandung dalam
pesan pertunjukan wayang purwa. Faktor ini berdampak terhadap rendahnya
daya tarik mereka selain itu juga usia yang berkisar antara 33-43 tahun berada
dalam kondisi sangat produktif sehingga mereka berada dalam kecenderungan
lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerja.
Jenis Kelamin
Data lapangan (Tabel 4) menunjukkan bahwa 44 responden (55,7 persen)
berjenis kelamin laki-laki dan 35 reponden (44,3 persen) berjenis kelamin
perempuan. Sehingga ketika dilakukan pengambilan sampel penelitian didapati
kenyataan bahwa sebagaian besar responden penelitian berjenis kelamin lakilaki. Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin terlihat pada Gambar 3.
Laki-laki
Perem puan
Gambar 3.
Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan jenis
kelamin
Dari penggambaran distribusi responden berdasarkan jenis kelamin dapat
diketahui antara penonton laki-laki dan perempuan hampir sama peran serta
mereka dalam pertunjukan wayang purwa. Laki-laki dan perempuan secara
keseluruhan menyukai pertunjukan wayang purwa, hanya perbedaan antara lakilaki dan perempuan pada peran serta dan daya tarik mereka terhadap tokoh
pelaku, dalang dan tema yang ditampilkan dalam acara pertunjukan wayang
73
purwa. Biasanya para perempuan menonton pertunjukan hanya sampai batas
gara-gara sekitar jam 24.00 namun hal ini berbeda dengan laki-laki, mereka
mengikuti pertunjukan wayang purwa hingga akhir.
Pendidikan
Pendidikan formal responden bervariasi, terdiri dari SD, Sekolah Lanjutan
dan Perguruan Tinggi. Dalam pengelompokkannya Sekolah Lanjutan dibagi
menjadi dua bagian yaitu SLTP dan SLTA sedangkan untuk Perguruan Tinggi
dibagi menjadi Diploma dan S1. Secara keseluruhan tingkat pendidikan formal
responden memperlihatkan relatif sudah cukup baik, karena sebagian besar
responden (44,30 persen) berada pada jenjang Sekolah Lanjutan dan 39,20
persen berada pada Perguruan Tinggi, meskipun masih ada reponden yang
lulusan SD sekitar 16,50 persen (Tabel. 4).
40
Frequency
30
20
10
0
Sekolah Dasar
Sekolah Lanjutan
Perguruan Tinggi
Pendidikan Terakhir
Gambar 4.
Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan
pendidikan
Dari tingkat pendidikan ini dapat diketahui bahwa responden yang berada
pada
Sekolah
Lanjutan
mempunyai
ketertarikan
yang
tinggi
terhadap
pertunjukan wayang purwa dan turut serta dalam melestarikan budaya dan
rutinitas bersih desa. Berdasarkan ukuran tingkat pendidikan formal yang dimiliki
maka kecenderungan responden lebih berpotensi dan mempunyai pengaruh
untuk bisa mengembangkan pesan yang disampaikan melalui pertunjukan
wayang purwa secara nyata pada lingkungan masyarakat sekitar.
74
Dari Gambar 4 dapat dilihat frekuensi yang paling banyak dari responden
dalam penelitian yang pertama adalah Sekolah Lanjutan (35 orang), Perguruan
Tinggi (31 orang) dan SD (13 orang). Dari data ini dapat diketahui bahwa
pertunjukan wayang purwa tidak hanya disukai oleh masyarakat yang
berpendidikan rendah namun juga di sukai oleh masyarakat yang berpendidikan
tinggi. Hal ini dikarenakan dengan melihat pertunjukan wayang purwa kita dapat
menggali sebagian dari nilai-nilai filosofi budaya Jawa karena wayang
merupakan bahasa simbol bagi masyarakat khususnya masyarakat Jawa yang
lebih bersifat sebagai pendidikan etika dan rohaniah. Untuk itu memahami nilainilai wayang merupakan salah satu upaya untuk membangun watak bangsa
yang berkualitas dan berjatidiri.
Pekerjaan
Pekerjaan responden menunjukkan beragam (lihat Tabel 4), terdiri dari:
pekerjaan non formal (pertukangan, petani dan pedagang), PNS (Pegawai
Negeri Sipil) dan pegawai swasta. Sebagian besar responden pekerjaannya
berada di sektor non formal (40,50 persen), PNS (36,70 persen) dan pegawai
swasta (22,80 persen).
40
Frequency
30
20
10
0
Non Formal
PNS
Karyawan Swasta
Pekerjaan
Gambar 5.
Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan
pekerjaan
Dari Gambar 5 dapat di lihat bahwa jumlah pekerjaan responden yang
terbanyak terdapat di sektor non formal (32 orang) dari data tersebut dapat
dilihat bahwa pertunjukan wayang purwa lebih banyak disukai oleh mayoritas
masyarakat yang bermatapencaharian pada sektor non formal, PNS (29 orang)
dan pegawai swasta (18 orang). Data ini menunjukkan bahwa pesan yang
75
disampaikan melalui pertunjukan wayang purwa dapat di sampaikan ke berbagai
pihak dengan mata pencaharian apapun.
Perbedaan daya tarik responden berdasarkan pekerjaan terjadap minat
dalam menonton pertunjukan wayang purwa disebabkan waktu penyelenggaraan
yang semalam suntuk. Pekerjaan non formal lebih banyak menonton pertunjukan
wayang purwa disebabkan pekerjaan mereka yang tidak terlalu terikat dengan
waktu beraktivitas sedangkan untuk pekerjaan yang lain seperti PNS dan
karyawan swasta mereka memiliki keterikatan dalam waktu bekerja yang ratarata untuk PNS memiliki waktu bekerja berkisar antara pukul 08.00-14.00 wib
dan untuk karyawan swasta antara pukul 08.00-17.00 wib. Adanya keterbatasan
waktu tersebut menyebabkan responden yang memiliki pekerjaan PNS dan
karyawan swasta membatasi keterlibatan mereka dalam mengikuti pertunjukan
wayang purwa.
Pendapatan
Pendapatan responden dalam penelitian ini untuk besarnya dikategorikan
menjadi tiga klasifikasi, yaitu: (1) kurang dari Rp.600.000,00, (2) antara
Rp.600.000,00
sampai
dengan
Rp.1.500.000,00
dan
(3)
lebih
dari
Rp.1.500.000,00 (Tabel 4).
40
Frequency
30
20
10
0
< Rp. 600.000,00
Rp. 600.000,00-Rp. 1.500.00,00
>Rp. 1.500.000,00
Pendapatan rata-rata
Gambar 6.
Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan
pendapatan per bulan
Hasil penelitian (Gambar 6) menunjukkan bahwa 43 persen responden
berpendapatan kurang dari Rp. 600.000,00 dan yang lainnya 20,30 persen
berkisar antara Rp.600.000,00 sampai dengan Rp.1.500.000,00 dan 36,70
76
persen responden memiliki rata-rata pendapatan per bulan lebih dari Rp.
1.500.000,00. Dari data yang diperoleh hal ini berarti pada masyarakatnya,
responden tergolong dalam orang yang kurang cukup mapan sosial ekonominya.
Berdasarkan pendapatan yang diperoleh responden menunjukan bahwa
pertunjukan wayang purwa tidak hanya disukai oleh orang yang berpendapatan
kecil tetapi juga disukai oleh responden yang berpendapatan tinggi meskipun
secara mayoritas terlihat
pendapatan
bahwa
cenderung
masyarakat
yang memiliki
kurang dari Rp. 600.000,00 yang lebih menyukai pertunjukan
wayang purwa hal ini disebabkan tersedianya waktu mereka untuk menonton
pertunjukan wayang purwa selain itu mereka sangat menyukai nilai-nilai serta
filosofi yang terkandung dalam pesan dalam setiap tema dan tokoh pelaku yang
dimainkan. Responden yang memiliki pendapatan kurang dari Rp. 600.000,00
mereka memiliki kecenderungan memahami setiap tokoh pelaku yang dimainkan
dalam pertunjukan wayang purwa.
Perilaku Komunikasi
Sejalan dengan kemajuan pembangunan Indonesia, kuantitas dan kualitas
media massa pun semakin meningkat. Media massa dapat ditemukan
dimanapun dan seolah merupakan makanan sehari-hari bagi siapa saja, tidak
terbatas oleh satu golongan saja. Media massa terdiri atas media cetak dan
media elektronik. Masing-masing jenis media ini terdiri atas beberapa bentuk
media yang masing-masing mempunyai ciri khas dan menimbulkan implikasi
khusus.
Media massa cetak meliputi koran (harian, mingguan, tabloid), majalah
(berita, khusus, hiburan), buletin atau atau terbitan berkala. Media massa
elektronik meliputi radio dan televisi. Media massa cetak, terutama koran harian,
cenderung menjadi media berita, setengah hiburan dan layanan, sedangkan
berita pada koran lebih bersifat ringkas dan analitik. Berita pada majalah berbeda
dengan berita pada koran. Kelemahan faktor kekinian dalam berita pada majalah,
dikompensasikan dengan pandangan yang analitik dan interpretatif. Media
massa eletronik cenderung menjadi hiburan, berita dan layanan. Keberadaan
media massa ini dimanfaatkan untuk mendapatkan pengetahuan, hiburan dan
informasi yang aktual, trend dan berkembang. Media massa yang digunakan
lebih cenderung bersifat lokal. Masyarakat beranggapan dan mempercayai
media massa lokal yang dapat memenuhi kebutuhan dan sesuai dengan kondisi
responden.
77
Pengamatan mengenai perilaku komunikasi dalam penelitian ini, meliputi
tiga aspek: (a) keterdedahan terhadap media televisi, (b) keterdedahan dalam
mendengarkan radio dan (c) keterdedahan dalam memperoleh surat kabar.
Keterdedahan terhadap media massa dalam penelitian ini yaitu frekuensi
dan intensitas responden dalam mencari informasi melalui media elektronik dan
media cetak, tentunya keterdedahan terhadap media massa harus memiliki
faktor penunjangnya, di rumah, di sekolah maupun di tetangga mereka pada
umumnya terdapat media elektronik seperti televisi dan radio, bahkan
diantaranya terdapat pula surat kabar atau majalah. Untuk lebih jelasnya
mengenai keterdedah masyarakat dalam komunikasi baik media elektronik
maupun media cetak akan dibahas berikut ini.
a. Media massa Elektronik
Televisi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan perilaku komunikasi responden
dalam menonton televisi secara keseluruhan dapat dikatakan tinggi dengan
persentase sebesar 77,20 persen responden menonton televisi berkisar antara
enam sampai dengan tujuh hari dalam seminggu, sedang dengan persentase
13,90 persen berkisar antara tiga sampai dengan empat hari dalam seminggu
dan rendah dengan persentase 8,90 persen lima hari dalam seminggu (lihat
Tabel 4).
25
20
15
10
5
0
SCTV
Indosiar
RCTI
Trans TV
TPI
Jogja TV Metro TV Trans 7
TV One
Global
TV
Gambar 7. Distribusi responden masyarakat Desa Bedoyo berdasarkan perilaku
komunikasi dalam menonton televisi
Televisi menjadi teman setiap orang ketika mereka mengalami kejenuhan
akibat rutinitas kegiatan sehari-hari. Di tempat penelitian televisi merupakan
bentuk media massa elektronik yang paling disukai, terutama setelah
beroperasinya stasiun televisi swasta nasional dan lokal seperti (Gambar 7)
SCTV (23,6 persen), Indosiar (20,8 persen), RCTI dan Trans TV (13,9 persen),
78
TPI (9,02 persen), Jogja TV (6,25 persen), Metro TV (4,17 persen), Trans 7 (3,47
persen), TV One (2,78 persen) dan Global TV (2,08 persen).
Acara televisi yang disukai responden rata-rata adalah berita (30,52
persen), hiburan (17,54), sinetron (11,69 persen), olah raga dan wayang kulit
(9,74 persen), kesenian tradisional (3,9 persen), campur sari, musik dan
ketoprak (1,95 persen), pengetahuan budaya (1,95 persen), wisata kuliner (1,3
persen) serta wirausaha (0,65 persen).
Kebiasaan menonton malam hari, tampak pada jenis acara yang disukai
oleh responden merupakan acara yang disiarkan antara pukul 17.30-23.00
sedangkan responden yang menonton di luar jam tersebut sangat sedikit.
Beberapa responden masih menyukai acara kebudayaan seperti wayang
kulit dan kesenian tradisional lainnya, alasan-alasan yang dapat dikemukakan
antara lain keinginan responden untuk menikmati hiburan yang bernuansa
kebudayaan Jawa. Adapun alasan lain karena ingin menambah informasi dan
pengetahuan serta filosofi Jawa.
Televisi dapat dikatakan sebagai fenomena aktual masyarakat modern,
dalam arti televisi dipersepsikan sebagai karakter khas masyarakat modern yang
seringkali mengedepankan logika dan rasionalitas. Berkat kehadiran televisi,
jarak kultural peradaban dapat teratasi. Masyarakat di belahan manapun,
termasuk masyarakat di wilayah lokasi penelitian akan segera mengetahui
kondisi aktual ke tempat yang berbeda.
Bagi penduduk yang mampu membeli televisi akan berusaha untuk
memilikinya sehingga dapat terpenuhi kebutuhannya dan menaikkan status
sosial pemiliknya. Namun untuk responden yang tidak memiliki, biasanya mereka
numpang kepada tetangga, maupun nonton bersama di kantor desa guna
memenuhi kebutuhan hiburan dan informasi. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa
televisi selain sebagai media komunikasi massa, televisi juga berfungsi sebagai
bagian dari perabot rumah tangga yang memainkan prestise pemiliknya.
Radio
Penggunaan radio baik sebagai sumber informasi dan penerangan
maupun sarana hiburan telah banyak dilakukan oleh berbagai lapisan
masyarakat desa, rata-rata responden mendengarkan radio berkisar antara
enam sampai dengan tujuh hari (48,10 persen) yang berada dalam kategori
tinggi hal ini disebabkan sifat dari radio itu sendiri yang bisa didengarkan
dimanapun oleh khalayaknya, baik khalayak sedang beraktivitas maupun
79
beristirahat, dari sifat radio tersebut. Tidak seperti televisi, hampir seluruh
responden memiliki radio. Banyaknya hari yang digunakan responden untuk
mendengarkan radio (lihat Tabel 4), antara lain: tiga sampai dengan empat hari
(7,6 persen) dan lima hari (15,90 persen). Perbedaan responden dalam
menggunakan radio per hari hanya berdasarkan aktivitas mereka, dan acara
yang mereka sukai.
Responden lebih menyukai siaran radio yang diselenggarakan secara lokal,
hal ini didasarkan pada kesesuaian minat, selera dan kebutuhan responden
pada informasi dan hiburan.
Siaran radio yang disukai oleh responden di lokasi penelitian antara lain:
GCD (60 persen), Agrososro (16,25 persen), Adiloka (6,25 pesen), RRI Yogya
dan radio Wonosari (5 persen), Unisi Yogya (2,5 persen), dan 1,25 persen untuk
radio Handayani, I-Radio, MTA serta Petra.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, didapat informasi bahwa
responden memanfaatkan atau mendengarkan radio pada malam hari berkaitan
erat dengan kebiasaan pemanfaatan waktu luang yang tersedia, sebagian besar
reponden bekerja dari pagi sampai sore hari sehingga hanya memiliki waktu
luang pada pagi hari sebelum berangkat bekerja dan pada sore hari ketika sudah
berada kembali ke rumah. Sedangkan bagi yang tidak tentu jam kerjanya,
pemanfaatan waktu luangnya bervariasi.
Acara radio yang paling disukai oleh responden adalah acara wayang
purwa (23 persen), campursari (19,54 persen), musik modern (16,09 persen),
berita (12,64 persen), karawitan dan woro-woro (5,74 persen), uyon-uyon dan
nostalgia (4,6 persen), religi (3,45 persen),
olahraga, acara tradisional serta
nada remaja (1,15 persen).
Adanya perhatian responden terhadap kebudayaan Jawa menunjukkan
bahwa budaya Jawa masih melekat dalam jiwa masyarakatnya. Ketertarikan
tersebut disebabkan oleh adanya hasrat bernostalgia pada budaya sendiri yang
pada masa sekarang ini relatif sulit untuk diperoleh atau dinikmati.
b. Media Massa Cetak
Dalam pembangunan masyarakat pedesaan, surat kabar dapat berperan
sebagai penghubung antara pemerintah dengan rakyat, serta membantu
masyarakat mengembangkan sikap bijaksana terhadap berbagai macam
program pembangunan pedesaan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini
dirasakan sebaliknya bahwa media massa koran sangat rendah dikonsumsi oleh
80
masyarakat. Masyarakat lebih banyak membaca koran berkisar antara tiga
sampai dengan empat hari dalam seminggu (51,90 persen) bukan berarti
responden tidak memiliki minat, namun responden membaca hanya pada saat di
sela-sela kerja dengan meminjam koran kantor, koran teman maupun tetangga.
Sedangkan untuk responden yang memiliki minat tinggi (dengan kisaran enam
sampai dengan tujuh hari) dalam membaca koran dalam seminggunya dengan
persentase 45,60 persen hal ini dikarenakan kemudahan mereka dalam
memperoleh surat kabar serta kemampuan untuk memperoleh surat kabar
tersebut dalam seminggunya (lihat Tabel 4).
Hasil penelitian mengungkapkan, responden mengkonsumsi media massa
cetak dalam bentuk Kedaulatan Rakyat (74 persen), Kompas dan Merapi (6
persen), Seputar Indonesia, Jawa Pos, Tabloid Nyata (4 persen), dan Tabloid
Djaka Lodong (2 persen).
Media massa yang dimiliki responden adalah radio, mengingat harganya
yang mahal, media massa cetak terbatas pada orang yang tergolong mampu.
Pemanfaatan media massa cetak berkaitan erat dengan kebiasaan pemanfaatan
waktu luang yang tersedia. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebiasaan
dalam menggunakan waktu adalah pekerjaan. Walaupun memiliki waktu luang
rata-rata responden membaca pada saat mereka pergi beraktivitas, misalkan
saja di kantor, karena biasanya ada koran bersama, sedangkan untuk mereka
yang pekerjaannya petani, pedagang dan pertukangan, mereka lebih cenderung
untuk meminjam ke tetangga untuk memperoleh media massa cetak tersebut.
Dengan adanya surat kabar yang masuk di daerah pedesaan dapat
menjelaskan dan menyebarkan pesan-pesan pembangunan kepada masyarakat.
Surat kabar dapat memainkan peran sebagai pembaharu dengan menunjukkan
celah-celah,
menemukan
kelemahan-kelemahan
dan
menyarankan
cara
pelaksanaan program-program pembangunan, juga dapat mempopulerkan
program-program pemerintahan kepada masyarakat pedesaan.
Untuk jenis-jenis pesan yang disukai oleh responden, rata-rata responden
lebih menyukai isi surat kabar yang bersifat berita, baik berita yang bersifat bisnis,
ekonomi maupun politik (50,72 persen), seni dan budaya (13,43 persen), olah
raga (11,98 persen), pendidikan (11,94 persen), pengobatan alternatif (5,97
persen), infotainment
(4,47 persen), dan sisanya merupakan artikel yang
bersifat lokal selain pengobatan alternatif, yaitu sungguh-sungguh terjadi (1,49
persen).
81
Selain pendidikan, hambatan paling besar yang membuat masyarakat
kurang memanfaatkan surat kabar secara optimal adalah faktor ekonomi,
dengan demikian, dapat dikatakan bahwa berlangganan koran bagi masyarakat
pedesaan masih terbatas pada orang-orang yang berpendidikan dan bagi yang
kondisi ekonomi rumah tangganya relatif baik, terutama bagi yang pernah
menikmati pergaulan dengan masyarakat kota.
Karakteristik Pertunjukan Wayang Purwa
Pertunjukan wayang purwa dalam pemahaman masyarakat Jawa pada
umumnya dipahami sebagai tontonan, tuntunan, tatanan, hiburan dan renungan
karena di dalamnya terkandung ajaran-ajaran moral yang luhur. Masyarakat
dapat mengatakan bahwa bayangan dari pertunjukan wayang purwa cukup
tajam, jelas dan seolah-olah apabila digerakkan dapat bergetar serta
memunculkan sebuah bayangan yang hidup.
Pertunjukan wayang purwa merupakan salah satu bentuk seni budaya
klasik tradisional bangsa Indonesia yang telah berkembang selama berabadabad. Pertunjukan wayang purwa senantiasa mengandung nilai hidup serta
kehidupan luhur yang dalam setiap akhir cerita atau lakonnya memenangkan
kebaikan dan mengalahkan kejahatan. Hal itu mengandung suatu ajaran bahwa
perbuatan baiklah yang akan unggul, sedangkan perbuatan jahat akan selalu
menerima kekalahannya. Karena begitu besarnya peran wayang dalam
kehidupan orang Jawa, maka tidak berlebihan bila dikatakan bahwa wayang
merupakan salah satu identitas utama manusia Jawa. Mereka gemar
beridentifikasi dengan tokoh-tokoh wayang tertentu dan bercermin serta
mencontoh padanya dalam melakukan perbuatan sehari-hari.
Satu himpunan besar dari mitos-mitos dihidupkan dan diteruskan dengan
menggunakan pertunjukan bayangan. Pada versi wayang purwa yang ada hanya
motif-motif Indonesia lama yang muncul secara bergantian, jalin-menjalin,
bahkan lebur dengan mitologi yang telah diaransir sesuai dengan perkembangan
budaya setempat.
Pertunjukan wayang purwa terdiri dari bagian permulaan, pertengahan dan
akhir yang diberi nama menurut nama musik pengiring yang dominan dalam
bagian-bagian itu. Bagian pertama, yakni yang berfungsi sebagai eksposisi cerita
dan yang dalam pertunjukan sesungguhnya dimainkan pada pukul 21.00-24.00
berjalan agak lambat karena disini belum ada adegan-adegan klimaktis sedang
konflik-konflik pun adalah konflik-konflik minor saja. Dalam bagian ini perang-
82
perang yang terjadi belumlah perang-perang yang sesungguhnya karena belum
mengambil korban. Untuk bagian pertama yang berjalan lambat ini musik
pengiring yang paling tepat adalah yang berkunci enam (menurut musik
gamelan). Bagian ini disebut patet nem. Dalam bagian pertengahan atau
pertunjukan yang sesungguhnya dimainkan pada pukul 00.00-03.00, adeganadegan mulai berjalan agak cepat. Konflik-konflik mulai besar, dan perangperang pun mulai mengambil korban. Berbeda dengan struktur pada umumnya,
bagian pertengahan dalam wayang ini bukanlah klimaks dari seluruh cerita. Pada
bagian ini memang ada adegan gara-gara, yakni adegan yang menggambarkan
kekacauan alam semesta. Tetapi lebih bersifat simbolik dari pada dramatik.
Karena pada bagian ini konflik terbesar berlum tercapai dan perang yang
terbesar pun belum dimainkan. Musik pengiring untuk bagian ini yang paling
cocok adalah patet sanga. Cerita wayang bagian terakhirlah yang merupakan
klimaks. Di sini puncak pimpinan yang tertinggi (raja-raja dan panglima-panglima
perang) yang maju dalam perang dan menyelamatkan semua persoalan yang
ada. Pada bagian ini terjadi perang terbesar yang disebut perang ageng atau
perang amuk-amukan. Musik pengiring untuk bagian ini yang paling cocok
adalah musik dengan kunci manyura dan bagian akhir disebut patet manyura.
Masing-masing bagian (permulaan, pertangahan dan akhir) dibagi ke
dalam unit-unit dramatiknya yang disebut jejer atau jejeran. Sebagai bagian dari
bagian yang lebih besar jejeran-jejeran ini juga mempunyai tiga hal yang sama
yakni permulaan, pertangahan dan akhir. Unsur-unsur ini disebut adegan
(adegab). Adegan permulaan adalah selalu adegan persidangan (audiensi),
adegan kedua adegan perjalanan dan ketiga adegan perang.
Pertunjukan wayang purwa merupakan suatu pesan moral berupa
tindakan-tindakan simbolis yang terpadu dalam sistem pathet, perwatakan tokoh,
gending iringan dan cerita yang dibawakan. Tindakan simbolis pertama terlihat
dalam pertunjukan wayang purwa oleh masyarakat yang tercermin dalam
persiapan dan prosesi tradisi yang syarat dengan nilai-nilai. Tindakan simbolis
yang kedua ialah pelaksanaan pertunjukan wayang purwa lakon Sri Mulih,
termasuk kedudukan dalang. Tindakan dalang sebagai orang yang menguasai
jalannya pertunjukan. Ia memberi aba-aba pertama dan menghentikan gending,
mangatur dinamakan pertunjukan.
Makna simbolis pertunjukan wayang purwa lakon Sri Mulih dalam sistem
tradisi bersih desa mengandung empat aspek ialah orang yang melakukan dan
83
memimpin tradisi, tempat tradisi, waktu tradisi, benda-benda dan alat-alat tradisi.
Dalam tradisi bersih desa, kehadiran dalang mempunyai peranan yang sangat
penting yaitu sebagai perantara penyampaian pesan filosofis dalam pertunjukan
kepada khalayaknya.
Dalam penelitian ini untuk karakteristik pertunjukan wayang purwa dengan
menggunakan lima kriteria, yaitu: (a) sangat tidak sesuai, (b) tidak sesuai, (c)
cukup sesuai, (d) sesuai dan (e) sangat sesuai. Karakteristik pertunjukan wayang
purwa ini dilihat dari tiga indikator, yaitu: (1) hubungan dalang dengan penonton,
(2) tokoh pelaku dan (3) tema serta masalah pokok.
Berdasarkan Tabel 5 karakteristik pertunjukan wayang purwa secara
keseluruhan memiliki total rataan skor sebesar 3,38 dan berada di selang cukup
sesuai. Masyarakat beranggapan bahwa pertunjukan wayang purwa yang
selama ini diselenggarakan selalu sesuai dengan prosesi bersih desa. Namun
masyarakat kurang terlibat dalam prosesi bersih desa dan pertunjukan wayang
purwa, hal ini disebabkan adanya transformasi budaya di masyarakat. Salah satu
faktor yang mempengaruhinya adalah masuknya era globalisasi, dimana
masyarakat lebih terbuka akan informasi yang merubah pola kehidupan
masyarakat. Masyarakat lebih menganggap pertunjukan wayang purwa sebagai
rutinitas
penyelenggaraan
tradisi
bersih
desa
untuk
mengurangi
rasa
kekhawatiran akan datangnya gangguan fisik dan nonfisik yang setiap saat dapat
menimpa jika tradisi itu tidak dilaksanakan. Oleh karenanya, tradisi bersih desa
ini termasuk kategori tradisi krisis.
Dalam hal ini masyarakat hanya menjadikan pertunjukan wayang purwa
sebagai pelengkap dari prosesi bersih desa tanpa memahami setiap nilai-nilai
dan filosofi yang terkandung dalam pesan-pesan yang disampaikan melalui
pelakonan wayang purwa melalui dalang kepada masyarakat. Pergeseran dalam
masyarakat tidak lagi menganggap pertunjukan wayang purwa sebagai tuntunan,
tatanan dan renungan, namun mereka hanya menganggap pertunjukan wayang
purwa hanyalah sebuah rutinitas yang dijadikan tontonan dan hiburan, bahkan
sebagai arena berkumpul, hanya sekedar untuk bertemu dusun tetangga hingga
arena bermain judi, tanpa menghayati nilai-nilai serta filosofi yang terkandung di
dalamnya. Hal ini juga tidak dapat menjadi suatu kesalahan dari satu pihak,
karena adanya suatu pergeseran pertunjukan yang terkadang telah dimodifikasi
untuk menyesuaikan dengan selera penonton dimana pertunjukan wayang
purwa tidak lagi sesuai dengan pakemnya, hal ini dapat di lihat dengan adanya
84
kombinasi pertunjukan wayang purwa dengan pasar malam serta pertunjukan
musik, seperti dangdutan, yang semata-mata hanya untuk menarik penonton
untuk datang. Dari pergeseran tersebut, dampaknya dapat dirasakan, bahwa
masyarakat tidak lagi memperhatikan isi pesan dalam pertunjukan wayang
purwa secara esensial namun lebih kepada hiburan dan tontonan semata.
Tabel
5.
Rataan skor pendapat responden tentang
pertunjukan wayang purwa di Desa Bedoyo
Karakteristik Pertunjukan Wayang Purwa
Hubungan dalang dengan penonton
Tokoh Pelaku
Tema serta masalah pokok
Total Rataan Skor
karakteristik
Rataan Skor *)
3,34
3,40
3,39
3,38
Keterangan : *)Rataan skor 1-1,8 = sangat tidak sesuai, 1,9-2,6 = tidak sesuai, 2,7-3,4 =
cukup sesuai, 3,5-4,2 = sesuai, 4,3-5 = sangat sesuai
Pernyataan-pernyataan yang memperoleh skor tertinggi dan terendah
terdapat dalam indikator tokoh pelaku. Untuk pernyataan tertinggi terdapat pada
item pernyataan kesesuian antara tokoh pelaku dengan penggambaran
kehidupan manusia. Item pernyataan ini menurut responden setiap tokoh pelaku
yang dimainkan selalu menggambarkan dua unsur, yaitu kebenaran dan
kejahatan dimana ke dua unsur tersebut selalu berada di kehidupan manusia.
Dalam pelakonannya dalam pewayangan tokoh pelaku yang dijadikan simbol
dapat memberikan penggambaran sesuai dengan tradisi dan kebiasaan
masyarakat Jawa sehingga responden lebih merasa pesan-pesan yang
disampaikan melalui pertunjukan wayang purwa sangat dekat dengan kehidupan
mereka. Pernyataan yang terendah terdapat pada item pernyataan masyarakat
mengetahui setiap detail lakon dalam pertunjukan wayang purwa. Responden
berasal dari berbagai kalangan hal ini menyebabkan tidak semua responden
mengetahui setiap detail tokoh pelaku yang dimainkan dalam pertunjukan
wayang purwa. Responden cenderung lebih menangkap cerita apa yang
dimainkan dalam pertunjukan wayang purwa dan apakah cerita tersebut sangat
familiar dengan mereka. Untuk tokoh pelaku responden hanya memahami tokohtokoh yang populer dalam pertunjukan wayang purwa, seperti Arjuna, Srikandi,
Gatot Kaca, Betara Kala, Brahmana serta tokoh-tokoh yang lain yang ada di
epos Ramayana dan Mahabarata.
Tokoh pelaku dalam pertunjukan wayang purwa ini merupakan bentuk
cerita-cerita yang dipakai dalam lakon wayang. Cerita-cerita ini diambil dari
mitos-mitos lama, legenda-legenda, cerita-cerita rakyat dan juga cerita-cerita dari
85
kitab sastra. Cerita-cerita tersebut mengalami perubahan dari waktu ke waktu
dengan adanya suatu proses percampuran dengan sekian banyak pengaruh
budaya. Setiap kebudayaan baru yang datang, datang pula cerita-cerita baru,
sedang cerita-cerita lama tidak dibuang hanya ditambahkan atau diadakan
penyesuaian-penyesuaian. Kekacauan terjadi karena penyesuaian-penyesuaian
ini tidak selamanya cocok dan menimbulkan hal-hal yang aneh-aneh dan luculucu.
Berdasarkan Tabel 5 tokoh pelaku dalam pertunjukan wayang purwa tema
bersih desa dengan skor 3,40 dan dalam selang cukup sesuai. Hal ini
menggambarkan bahwa tokoh pelaku memiliki kedudukan yang cukup penting
dalam pertunjukan wayang purwa. Untuk menentukan tokoh pelaku yang akan
dimainkan dalam pertunjukan wayang purwa dipengaruhi oleh beberapa faktor,
pertama, dalam masyarakat Desa Bedoyo setiap pertunjukan wayang purwa
yang akan diselenggarakan setiap tokoh pelaku yang akan dimainkan selalu
didiskusikan dengan masyarakat, lalu disesuaikan dengan permasalahan yang
dihadapi. Proses diskusi mengenai tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok
diangkat melibatkan pemuka-pemuka pendapat di masyarakat, sesepuh dan
masyarakat umum serta dalang sebagai pemimpin pertunjukan. Sehingga isi
permasalahan dan tokoh pelaku yang diangkat langsung disesuaikan dengan
kondisi permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Kedua, penyesuaian
selera masyarakat dengan tokoh pelaku apa yang akan dimainkan dan siapa
dalangnya. Namun dalam prosesi bersih desa tokoh pelaku yang sering
dimainkan adalah Sri Mulih. Setiap penggambaran cerita dalam pertunjukan
wayang purwa selalu disesuaikan dengan gambaran kehidupan manusia dalam
kehidupan sehari-hari sehingga setiap perlambangan hidup manusia selalu
digambarkan dalam pertunjukan wayang purwa yang dapat dijadikan salah satu
pedoman dalam berkehidupan.
Pertunjukan wayang purwa merupakan suatu tutunan, tatanan, tontonan,
hiburan dan renungan yang sifatnya universal serta dapat diterima oleh berbagai
kalangan. Pesan-pesan yang disampaikan dalam pertunjukan wayang purwa
sesuai dengan norma, kebiasaan dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat
Desa Bedoyo
Tokoh pelaku yang dimainkan dalam pertunjukan wayang purwa terkadang
tidak sesuai dengan tema bersih desa, hal ini dikarenakan setiap cerita dalam
pertunjukan wayang purwa selalu diperbaharui disesuaikan dengan perubahan
86
yang terjadi dalam masyarakat, dengan dipengaruhi berbagai percampuran
kebudayaan setempat dengan kebudayaan luar.
Pernyataan yang memiliki rataan skor tertinggi adalah kesesuaian lakon
dengan pertunjukan wayang purwa dan pernyataan dengan rataan skor terendah
terdapat pada masyarakat mengetahui setiap detail lakon dalam pertunjukan
wayang purwa.
Kesesuaian lakon dengan pertunjukan wayang purwa dapat dijadikan
suatu daya tarik dimana penonton dapat melihat pertunjukan wayang purwa
sebagai sebuah hiburan, tutunan, tatanan dan renungan dalam tradisi dan
kebiasaan kehidupan masyarakat Jawa. Setiap responden yang berasal dari
berbagai kalangan kurang mengetahui setiap detail tokoh pelaku dalam
pertunjukan wayang purwa. Responden lebih banyak mengetahui lakon-lakon
yang populer saja di kalangan mereka.
Tema-tema pokok dalam wayang purwa menggariskan masalah-masalah
pokok yang dihadapi manusia. Tema serta masalah pokok yang dibahas dalam
pertunjukan wayang purwa merupakan hal yang harus diperhatikan setalah
menentukan tokoh pelaku yang akan dimainkan dalam pertunjukan wayang
purwa. Tema serta masalah pokok memperoleh skor 3,39 dan berada dalam
selang cukup sesuai. Tema bahwa manusia dilahirkan dengan kodrat
kebinatangan dan kemalaikatan menggariskan masalah pokok manusia sebagai
makhluk pribadi. Sebagai pribadi masalah pokok yang paling penting ialah
masalah bagaimana ia menyempurnakan hidup pribadinya. Masalah pokok ini
dalam wayang diajarkan dalam ajaran tentang kesempurnaan hidup pribadi yang
disebut ajaran tentang mawayu hayuning serira.
Dalam setiap tokoh pelaku yang dimainkan ajaran ini selalu ditekankan
struktur wayang. Struktur wayang sendiri melambangkan jalan hidup manusia
dari masa kanak-kanak sampai dewasa dan masa tua. Masa kanak-kanak
dilambangkan dengan letak wayang gunung (kayon) yang selama bagian patet
nem diletakkan miring kiri, melambangkan watak anak-anak yang belum
mengerti akan kebenaran. Masa dewasa dilambangkan dengan letak kayon yang
selama bagian patet sanga diletakkan tegak di tengah, melambangkan
kesadaran yang seimbang antara berbuat benar dan berbuat salah. Sedang
masa tua dilambangkan dengan letak kayon yang selama bagian petet manyura
diletakkan miring ke kanan, melambangkan kemauan yang kuat untuk bertindak
benar.
87
Responden menganggap banyak faktor yang mempengaruhi kesesuaian
tema serta masalah pokok dalam pertunjukan wayang purwa dengan tema
bersih desa, salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah kemampuan
berbahasa dalang yang menentukan daya tarik penokohan. Kemampuan
berbahasa dalang sangat mempengaruhi cara dalang dalam mendeskripsikan
cerita dalam pelakonan wayang purwa, sehingga nantinya memudahkan
masyarakat dalam memahami tema cerita yang dimainkan dalam pertunjukan
wayang purwa.
Tema serta masalah pokok sangat dipengaruhi oleh kemampuan dalang
dalam menyajikan tema-tema dalam pertunjukan wayang purwa yaang dikemas
dalam suatu pesan, sehingga dapat dipahami oleh penonton yang nantinya
memberikan dampak pemahaman penonton terhadap informasi yang diberikan,
tidak membosankan, kesesuaian tema dengan jalan cerita yang diberikan yang
dapat meningkatkan daya tarik masyarakat terhadap pertunjukan wayang purwa.
Untuk item pernyataan tertinggi dalam indikator tema serta masalah pokok
dalam pertunjukan wayang purwa terdapat pada pernyataan bahwa dalam
pertunjukan wayang purwa ada dua unsur yang ditonjolkan yaitu unsur
kebenaran dan unsur kejahatan. Masyarakat mengganggap kedua unsur
tersebut sangat sesuai dengan penggambaran kehidupan manusia, kedua unsur
tersebut selalu ada dan terus menerus mempengaruhi kehidupan masyarakat.
Penonjolan kedua unsur tersebut membuat pertunjukan wayang purwa memiliki
daya tarik tersendiri dengan pengemasan cerita yang sesuai dengan lokal
wisdom masyarakatnya yang memudahkan dalam memahami tema serta
masalah pokok yang di tonjolkan dalam pertunjukan wayang purwa. Tema serta
masalah pokok yang mengandung dua unsur tersbut dapat dijadikan tuntunan,
tatanan, renungan, hiburan dan tontonan yang menarik bagi masyarakat.
Berdasarkan setiap item pernyataan, pernyataan terendah, masyarakat
menganggap tema dalam bersih desa sedikit membosankan. Kecenderungan
tema yang paling sering dimainkan adalah lakon Sri mulih maupun lakon-lakon
yang bertitel wahyu dalam prosesi bersih desa, sebenarnya menggambarkan
simbol keagungan spiritual yang masih perlu ditafsirkan. Lakon Sri Mulih
menggambarkan tokoh dewi Sri dan Raden Sadana anak Prabu Maha Punggung
Raja Medhang Kamulyan. Dewi Sri meninggalkan istana, karena dimarahi raja.
Raden Sadana menyusul kepergian kakaknya. Mereka tidak segera bertemu,
masing-masing berkelana dari desa ke desa sambil bercocok tanam. Setelah
88
lama berkelana mereka bertemu kembali. Dewi Sri kembali ke Kahyangan,
Raden Sadana diambil menantu oleh raja Wiratha. Dalam lakon kembalinya
Dewi Sri ke negara Wiratha. Dewi Sri berada di negara Pratalaretna yang
dikuasai oleh raja Darmasara Prabu Suryakumara, raja Guwa Rajeng, juga
menginginkan Dewi Sri. Dewi Sri menjadi perebutan tetapi Nagatatmala, anak
Sang Hyang Anantaboga atas bantuan Bagawan Abiyasa dapat memboyong
Dewi Sri ke Wiratha. Kisah Dewi Sri tersebut diyakini sebagai lambang bersih
desa. Berarti kembalinya Dewi Sri, mempunyai makna simbolik agar warga desa
tersebut mendapat bersih desa dalam ketentraman kehidupannya. Bersih desa
identik dengan anugerah rejeki. Untuk menjaga keseimbangan antara jagad
gedhe dan jagad kecil. Tema bersih desa yang kurang variasi membuat
masyarakat bosan dengan tema serta masalah yang dihadirkan dalam
pertunjukan wayang purwa. Tema-tema yang terdapat dalam pertunjukan
wayang purwa selalu berisi dengan nilai-nilai dan filosofi yang penuh dengan
pedoman dalam berkehidupan baik mengenai hubungan sesama manusia,
manusia dengan alam maupun manusia dengan Tuhannya membutuhkan
pengemasan
yang
menarik
responden
untuk
memahami
makna
yang
terkandung dalam pesannya dan tidak membosankan responden.
Berdasarkan Tabel 5 rataan skor
(3,34) hubungan dalang dengan
penonton dalam pertunjukan wayang purwa bersifat cukup sesuai. dapat dilihat
hubungan dalang dengan penonton termasuk berada dalam hal terpenting yang
terakhir dalam pertunjukan wayang purwa. Responden beranggapan adanya
proses dialog antara dalang dengan penonton tidak diperlukan hal ini menurut
responden karena dapat merusak pakem yang telah ditentukan dalam
pertunjukan wayang purwa.
Pertunjukan wayang purwa mampu menyajikan kata-kata mutiara yang
bukan saja untuk persembahyangan, meditasi, pendidikan, pengetahuan,
hiburan tetapi juga menyediakan fantasi untuk nyanyian, lukisan estetis dan
menyajikan
imajinasi
puitis
untuk
petuah-petuah
religius
yang
mampu
mempesona dan menggetarkan jiwa manusia yang mendengarkannya. Peranan
Dalang dalam pertunjukan wayang purwa dalam indikator hubungan dalang
dengan penonton memiliki peranan yang cukup penting hal ini terlihat dari item
pernyataan yang tertinggi terdapat pada keterampilan dalang dalam memainkan
pertunjukan wayang purwa, bagaimana dalang dapat menggambarkan keadaan
lakon kadang juga melagukannya. Dalam hal ini Dalang seperti guru, semakin
89
banyak pengetahuannya tentang kehidupan, kesusilaan dan keutamaan maka
akan semakin baik. Kebanyakan Dalang pada tempat penelitian merupakan
bakat keturunan, walaupun ada beberapa yang tidak berasal dari keluarga
Dalang, namun hal yang terpentingnya merupakan Dalang tidak hanya
berhubungan dengan suatu pekerjaan namun juga ada proses transfer ilmu dan
wejangan kepada penonton yang nantinya akan menjadi tuntunan. Sehingga
Dalang juga merupakan guru kesusilaan, tatakrama, keluhuran watak dan budi.
Adanya perbedaan cara memainkan wayang seringkali menjadi kendala bagi
penonton, karena dipengaruhi oleh faktor selera dan kebiasaan, namun ketika
Dalang mampu menghidupkan suatu pertunjukan, terasa hingga hati penonton,
jelas dalam memainkan lakon dan dalam menjalankannya hal itu sudah dapat
mewakili selera dan kebiasaan penonton dalam pertunjukkan wayang purwa
yang nantinya diharapkan dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat yang
lain.
Item pernyataan terendah terdapat pada perlu dilakukan dialog antara
dalang dengan penonton dalam pertunjukan wayang purwa. Dialog yang
diselenggarakan antara penonton dengan dalang menurut responden tidak
sesuai dengan pakem yang ada. Responden lebih cenderung mengamati pesanpesan yang disampaikan oleh dalang. Narasi dan dialog diresitasi oleh Dalang
yang berperan sebagai juru ceritera yang memainkan boneka-boneka pipih
terbuat dari kulit. Penonton dapat duduk di depan atau di belakang layar dan
dapat menyaksikan boneka-boneka sesungguhnya apabila dilihat dari depan
layar atau bayang-bayangnya apabila dilihat dari belakang layar. Lebih-lebih
kalau dipentaskan pada malam hari dengan disinari lampu minyak yang
dinamakan blencong.
Tingkat Efektivitas Komunikasi Masyarakat tentang Bersih Desa dalam
Pertunjukan Wayang Purwa
Kebudayaan dalam arti tertentu merupakan hasil karya cipta manusia yang
dapat dinikmati dengan indera. Pengertian ini mencakup bermacam-macam
wujud, antara lain adalah penggunaan wayang purwa yang di dalamnya tentu
terdapat unsur-unsur budaya daerah. Unsur-unsur budaya daerah ini tentu
mengalami kontak-kontak dengan budaya asing yang ada di dalam negeri seiring
dengan kemajuan teknologi di era globalisasi maka tidak dapat dipungkiri bahwa
intensitas kebudayaan asing di dalam negeri semakin meningkat. Kemajuan dan
pesatnya pembangunan di berbagai bidang, terlebih di bidang komunikasi
90
memungkinkan adanya kontak-kontak yang lebih sering dengan kebudayaan
asing.
Efektivitas komunikasi masyarakat dalam memanfaatkan pertunjukan
wayang purwa dalam penelitian ini adalah tingkat kemampuan responden untuk
mengkomunikasikan pertunjukan wayang purwa, yang dilihat dari dua indikator
dengan lima kategori, meliputi: pertama, pengetahuan, dengan kriteria: (a)
sangat tidak mengetahui, (b) tidak mengetahui, (c) cukup mengetahui, (d)
mengatahui , (e) sangat mengetahui. Kedua, indikator sikap, dengan kriteria: (a)
sangat tidak setuju, (b) tidak setuju, (c) kurang setuju, (d) setuju dan (e) sangat
setuju.
Tabel 6. Rataan skor pendapat responden tentang tingkat efektivitas
komunikasi
masyarakat mengenai bersih desa dalam
memanfaatkan pertunjukan wayang purwa di Desa Bedoyo
Tingkat Efektivitas Komunikasi
Pengetahuan
Sikap
Total Rataan Skor
Rataan Skor *)
3,37
3,51
3,42
Keterangan : *) Rataan skor 1-1,8 = sangat tidak mengetahui/sangat tidak setuju, 1,92,6 = tidak mengetahui/tidak setuju, 2,7-3,4 = cukup mengetahui/kurang
setuju, 3,5-4,2 = mengetahui/setuju, 4,3-5 = sangat mengetahui/sangat
setuju
Hasil penelitian (Tabel 6) menunjukkan efektivitas komunikasi masyarakat
dalam memanfaatkan pertunjukan wayang purwa pada setiap prosesi bersih
desa sangat mempengaruhi sikap dan pengetahuan responden dalam pola
kehidupannya dengan rataan skor 3,42 yang berada dalam selang cukup
mengetahui/kurang setuju. Ada berbagai kepercayaan yang bertolak belakang
dalam prosesi bersih desa antara kepercayaan spiritual yang diselenggarakan
dengan responden yang sudah berpikir dalam kondisi modern. Responden
kurang mengetahui setiap detail dan makna yang terkandung dalam prosesi
bersih desa, responden hanya mengikuti setiap ritual sebagai suatu kebiasan
dalam hidup mereka tanpa mengetahui secara detail. Item pernyataan tertinggi
terdapat pada pernyataan masyarakat mengetahui bahwa prosesi bersih desa
merupakan ucapan rasa syukur terhadap rejeki dan keselamatan desa yang
mereka peroleh dan item pernyataan terendah terdapat pada sesaji merupakan
bagian dari makna dan fungsi bersih desa. Responden mengetahui bahwa
prosesi bersih desa sebagai bentuk syukur dan prosesi krisis untuk memberi
keselamatan bagi Desa sehingga Desa jauh dari bahaya dan malapetaka.
Namun banyaknya responden yang memiliki pendidikan yang tinggi menggeser
91
kepercayaan ritual yang menganggap bahwa sesaji merupakan bagian dari
makna dan fungsi, hal ini menggeser pola kehidupan lama menjadi cenderung
modern, dimana responden tidak percaya terhadap sesaji yang diberikan kepada
leluhur.
Pertunjukan wayang purwa dapat merubah sikap maupun pengetahuan
responden. Rataan skor untuk sikap 3,51 yang termasuk dalam selang setuju.
Pengetahuan yang diperoleh melalui pertunjukan wayang purwa termasuk dalam
selang cukup mengetahui dengan rataan skor 3,37.
Pertunjukan wayang purwa sangat berdampak positif bagi perubahan
sikap dalam masyarakat. Dalam hal ini wayang merupakan bahasa simbol
kehidupan yang lebih bersifat rohaniah daripada jasmaniah. Setiap penonton
yang melihat pagelaran wayang yang dilihat bukan wayangnya melainkan
masalah yang tersirat dalam tokoh pelaku dalam pewayangan itu. Hal ini sejenis
dengan perumpamaan ketika orang melihat di kaca rias, orang bukan melihat
tebal dan jenis kaca rias itu, melainkan melihat apa yang tersirat dalam kaca
tersebut.
Masalah pokok dalam pewayangan yaitu menggambarkan proses
kehidupan manusia secara totalitas, sebagai pribadi, makhluk sosial maupun
sebagai makhluk Tuhan. Muatan di dalam nilai-nilai wayang dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat adalah bagaimana manusia dapat menempatkan
dirinya pada tempat yang telah ditentukan oleh Tuhan dan bagaimana manusia
memenuhi fungsinya serta menjalankan tugasnya berdasarkan fungsi itu. Di sisi
lain,
manusia
mempunyai
tugas-tugas
sosial
yang
mencangkup tugas
memelihara, membina, memajukan negara, bangsa dan kemanusiaan pada
umumnya. Tugas-tugas seperti ini menurut istilah pewayangan yang digariskan
dalam ajaran mahayu hayuning proja, mahayu hayuning bangsa dan mahayu
hayuning bawana. Untuk memelihara, membina, memajukan negara, bangsa
dan dunia tugas manusia utama adalah memberantas kejahatan, yang diajarkan
dalam ajaran sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti.
Sebagai bentuk simbolis kehadiran wayang purwa dalam tradisi bersih
desa mengandung suatu maksud di balik bentuk atau wujudnya, yaitu ekspresi
penghormatan kepada Tuhan maupun roh-roh nenek moyang. Wayang purwa
sebagai
simbol
kehidupan
mengandung
nilai-nilai
yang
berharga
bagi
masyarakat Jawa. Pengetahuan dan sikap dalam pertunjukan wayang purwa
pada dasarnya encerminkan perilaku bijaksana. Kebijaksanaan hidup manusia
92
jawa yang dimaksudkan merupakan cara ataupun saran untuk menciptakan
kehidupan yang selaras dan harmonis agar tercipta kesejahteraan dunia dan
akhirat. Wayang purwa secara simbolis memberikan kontribusi positif pada
pembentukan sikap hidup manusia dalam upaya mencapai kehidupan yang
selaras dengan lingkungan.
Pertunjukan wayang purwa merupakan suatu pesan moral berupa sikapsikap yang dimaknai secara simbolis yang terpadu dalam sistem pathet,
perwatakan tokoh pelaku, gending iringan dan cerita yang dibawakan. Sikap
simbolis pertama terlihat dalam pertunjukan wayang purwa oleh orang yang
punya hajat, masyarakat Desa Bedoyo yang tercermin dalam persiapan dan
prosesi tradisi yang syarat dengan nilai religius. Sikap simbolis yang kedua ialah
pelaksanaan pertunjukan wayang purwa lakon Sri Mulih, termasuk kedudukan
dalang. Sikap dalang sebagai orang yang menguasai jalannya pertunjukan. Ia
memberi aba-aba pertama dan meghentikan gending, mengatur dinamika
pertunjukan.
Pertunjukkan wayang purwa menggambarkan setiap gerak kehidupan
manusia dan memberi makna yang dalam bagi diri manusianya. Makna tersebut
terangkum dalam simbol budaya melalui prosesi bersih desa yang melukiskan
pekerti, sikap, norma masyarakat yang terangkum dalam sebuah struktur sosial.
Hubungan Karakteristik Individu Masyarakat dengan Karakteristik
Pertunjukan Wayang Purwa
Dalam penelitian ini karakteristik individu yang berhubungan nyata
(p<0,05) dengan karakteristik pertunjukan wayang purwa, antara lain (1) umur
dengan tokoh pelaku, (2) pendidikan dengan hubungan dalang dengan penonton,
(3) pekerjaan dengan tokoh pelaku dan karakteriristik individu berhubungan
sangat nyata (p<0,01) dengan pertunjukan wayang purwa pada : (1) pendidikan
dengan tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok, (2) pendapatan dengan
tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok, (3) menonton televisi dengan
hubungan dalang dengan penonton, tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok.
Gambaran rinci tentang hubungan karakteristik individu dengan karakteristik
pertunjukan wayang purwa dapat di lihat pada Tabel 7.
Hubungan Umur dengan Pertunjukan Wayang Purwa
Hubungan dalang dengan penonton dan tema serta masalah pokok
berhubungan tidak nyata dengan umur, hal ini dipengaruhi oleh daya tarik
responden apabila terjadi proses komunikasi yang menyangkut hubungan dalang
93
dengan penonton pada saat pertunjukan wayang purwa sangat mempengaruhi
pakem pewayangan yang sudah ada. Tema serta masalah pokok yang
dibawakan dalam pertunjukan wayang purwa bukan menjadi faktor penentu
ketertarikan responden terhadap pertunjukan wayang purwa, hal ini dipengaruhi
oleh rata-rata umur responden yang mengikuti pertunjukan wayang purwa
berkisar antara 21-32 tahun sehingga mereka kurang memahami tema serta
masalah pokok yang dibawakan dalam pertunjukan wayang purwa. Responden
cenderung hanya sekedar untuk berkumpul dan bertemu teman, menonton
pagelaran dangdut dan pasar malam yang disediakan, sehingga pertunjukan
wayang purwa sendiri tidak dijadikan pusat perhatian oleh responden. Dari
keterangan tersebut dapat di lihat bahwa pertunjukan wayang purwa sudah
mengalami pergeseran dalam melakukan suatu pertunjukan dengan dipengaruhi
oleh budaya luar yang dapat mempengaruhi daya tarik dari pertunjukan wayang
purwa itu sendiri.
Tabel 7. Hubungan karakteristik individu dengan karakteristik pertunjukan
wayang purwa di Desa Bedoyo
Karekteristik
Individu
Koefisien
Korelasi
Umur
Jenis Kelamin
2
Pendidikan
Pekerjaan
2
Pendapatan
Menonton
Televisi (hari)
Mendengarkan
Radio (hari)
Membaca
Surat Kabar
(hari)
Karakteristik Pertunjukan Wayang Purwa
Hubungan Dalang
Tokoh
Tema Serta
dengan Penonton
Pelaku
Masalah Pokok
-0,061
0,197*
0,042
0,244
0,691
0,096
0,203*
0,223**
0,299**
0,122
0,018*
0,050*
0,109
0,286**
0,264**
0,273**
0,295**
0,359**
-0,038
0,094
0,107
-0,033
-0,014
0,006
Keterangan : * = Hubungan nyata pada p<5%
**= Hubungan sangat nyata pada p<1%
= koefisien korelasi Tau kendall
2
= koefisien korelasi Chi Square
Responden cenderung tidak memahami makna, nilai-nilai dan filosofi yang
terkandung dalam pertunjukan wayang purwa yang terkait dengan tema bersih
desa, selain dipengaruhi kemampuan mereka dalam bahasa Jawa dan
keterlibatan kalangan muda yang cenderung kecil dalam kegiatan bersih desa,
pada tema serta masalah pokok berhubungan dengan makna dari kegiatan
bersih desa yang dilakukan.
94
Tokoh pelaku berhubungan nyata (p<0,01)dengan umur, semakin tinggi
tingkatan umur semakin mengenal tokoh pelaku yang dimainkan dalam
pertunjukan wayang purwa. Tokoh pelaku yang dimainkan dalam pertunjukan
wayang purwa sangat populer di masyarakat, namun hanya segelintir kalangan
umur baik golongan muda ataupun tua yang mengetahui tokoh-tokoh pelaku
yang dimainkan dalam pertunjukan wayang purwa dan detail lakon dalam setiap
pertunjukan yang diselenggarakan dalam prosesi bersih desa, masyarakat hanya
mengetahui tokoh pelaku apa yang dimainkan, namun tidak mengetahui secara
lengkap mengenai karakter setiap wayang yang dimainkan dalam pertunjukan
wayang purwa. Kepopuleran tokoh pelaku yang dimainkan sangat menentukan
daya tarik pertunjukan wayang purwa pada setiap penyelenggaraan yang
berpengaruh kepada alur cerita yang disesuaikan dengan kemampuan dalang.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Pertunjukan Wayang Purwa
Hubungan jenis kelamin dengan pertunjukan wayang purwa untuk ketiga
indikator (hubungan dalang dengan penonton, tokoh pelaku dan tema serta
masalah pokok) yang digunakan tidak berhubungan.Berarti, untuk responden
tidak ada perbedaan dalam pertunjukan wayang purwa yang meliputi hubungan
dalang dengan penonton, tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok antara
responden laki-laki dan responden perempuan. Dalam pertunjukan wayang
purwa keterlibatan kaum perempuan lebih sedikit dibandingkan dengan kaum
laki-laki, selain di karenakan waktu pertunjukan yang dipergunakan berkisar
antara pukul 21.00-05.00, kaum perempuan biasanya hanya menonton sebatas
pada
pertunjukan
gara-gara,
tidak
sampai
pada
tahap
penyelesaian
permasalahan. Selain hal tersebut, antara laki-laki dan perempuan tidak memiliki
perbedaan dalam pemanfaatan pertunjukan wayang purwa sebagai arena tempat
pertemuan dengan teman-teman atau tetangga yang lain yang tujuannya hanya
sekedar ngumpul dan ngobrol.
Hubungan Pendidikan dengan Pertunjukan Wayang Purwa
Pendidikan berhubungan nyata (p<0,05) dengan hubungan dalang dengan
penonton dan berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan tokoh pelaku dan
tema serta masalah pokok. Pendidikan responden sangat beragam mulai dari SD,
Sekolah Lanjutan dan Perguruan Tinggi. Secara rata-rata pendidikan responden
adalah Sekolah Lanjutan. Perbedaan pendidikan yang cukup beragam merubah
ketertarikan responden terhadap pertunjukan wayang purwa sebagai salah satu
media dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat yang terkait
95
mengenai bersih desa. Pertunjukan wayang purwa dapat dikatakan sebagai
pertunjukan yang bersifat universal dapat diterima oleh segala kalangan,
termasuk oleh responden yang rata-rata dapat dikatakan pendidikan adalah
cukup.
Pendidikan sangat mempengaruhi daya tarik mereka terhadak pakem yang
berkembang dalam pewayangan. Semakin tinggi pendidikan semakin tinggi
tingkat ketertarikan mereka dalam pertunjukan wayang purwa, termasuk dalam
hal ini pendidikan sangat mempengaruhi pemahaman mereka terhadap tokoh
pelaku dan tema serta masalah pokok yang dibawakan dalam pertunjukan
wayang purwa. Salah satu faktor pendidikan yang mempengaruhi tingkat
ketertarikan responden adalah pendidikan dalam berbahasa Jawa yang sesuai
dengan aturannya memudahkan responden memahami filosofi dan nilai-nilai
yang terkandung dalam pertunjukan wayang purwa.
Sifat wayang yang berberbentuk karya seni sarat dengan nilai-nilai filosofi
dapat dijadikan sumber pencarian nilai-nilai hidup masyarakat dalam menambah
pengetahuan. Pertunjukan wayang purwa menawarkan ajaran dan nilai-nilai,
terserah kepada penonton untuk menafsirkannya, menilai dan memilih ajaran
dan nilai-nilai mana yang sesuai dengan pribadi atau hidup mereka. Dengan
demikian dapat dikatakan metode yang digunakan wayang dapat dimengerti oleh
berbagai kalangan pendidikan dan dapat dijadikan sumber pengetahuan untuk
berbagai kalangan akademis.
Hubungan Pekerjaan dengan Pertunjukan Wayang Purwa
Pekerjaan responden yang terdiri dari tiga kriteria, yaitu: nonformal (petani,
pedagang dan pertukangan), PNS dan pegawai swasta berhubungan dengan
tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok yang dimainkan dalam pertunjukan
wayang purwa.
Tokoh pelaku menurut responden dalam pewayangan merupakan sebuah
repertoar
yang
disajikan
dalam
perhelatan
apapun
yang
bertujuan
penggambaran tokoh pelaku nantinya dapat memberikan mereka keselamatan
dan anugerah dari Sang Maha Pencipta. Sajian suatu repertoar tokoh pelaku
dalam pertunjukan wayang purwa khususnya untuk keperluan bersih desa
dipersyaratkan agar tokoh pelaku pewayangan dapat membawa tuah baik
terhadap lingkungan di masyarakat. Dalam hal ini pekerjaan apapun yang digeluti
oleh responden menganggap bahwa tokoh pelaku berperan penting dalam daya
tarik dan jalannya pertunjukan wayang purwa berkenaan dengan prosesi bersih
96
desa. Pertunjukan wayang purwa yang melibatkan tokoh pelaku yang dikenal
oleh masyarakat dapat dijadikan salah satu media komunikasi dalam prosesi
bersih desa merupakan suatu tontonan rutin bagi masyarakat dengan segala
kalangan. Pertunjukan wayang purwa terkadang dekat dengan pepatah
pertunjukan yang disukai oleh kalangan kelas bawah dengan pekerjaan rata-rata
di bidang non formal. Namun hal ini mengalami perubahan, pertunjukan wayang
disukai oleh berbagai kalangan dengan mata pencaharian apapun.
Tema serta masalah pokok dalam pertunjukan wayang purwa merupakan
hal yang penting dalam pargelaran dimana pekerjaan responden sangat
menentukan tema serta masalah pokok yang dimainkan. Adanya hubungan
antara pekerjaan dengan tema serta masalah pokok memberi makna bahwa
semakin tinggi suatu pekerjaan ketertarikan dan pengetahuan mereka mengenai
tema serta masalah pokok semakin tinggi. Keterhubungan ini dipengaruhi oleh
pengetahuan yang diperoleh responden baik secara formal maupun penelusuran
literatur secara pribadi, tentunya hal ini juga tidak terlepas dari pengaruh media,
terutama media elektronik yang sering menyajikan cerita-cerita pewayangan baik
dari epos Ramayana maupun Mahabarata yang menambah pengetahuan dari
responden.
Hubungan Pendapatan dengan Pertunjukan Wayang Purwa
Hubungan dalang dengan penonton berhubungan tidak nyata dengan
pendapatan, hal ini disebabkan adanya persamaan selera antara masyarakat
yang memiliki pendapatan rendah hingga tinggi bahwa melakukan komunikasi
dengan dalang pada saat pertunjukan wayang diselenggarakan merusak daya
tarik cerita yang dibawakan dan pakem yang telah di tentukan dalam
penyelenggaraan pertunjukan wayang purwa. Hal ini berbeda dengan tokoh
pelaku dan tema serta masalah pokok yang berhubungan sangat nyata (p<0,01)
dengan pendapatan, salah satu faktor yang menentukan semakin tinggi
pendapatan yang responden peroleh semakin tinggi daya tarik mereka terhadap
tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok adalah kemampuan mereka dalam
mengetahui dan kemudahan dalam memahami kesesuaian antara tema serta
masalah pokok yang dibawakan dengan tokoh pelaku dalam pertunjukan wayang
purwa yang dapat menambah minat mereka dalam menonton dan memahami
nilai-nilai dan filosofi yang terkandung dalam pesan-pesan yang disampaikan.
Perbedaan pendapatan yang diperoleh oleh masyarakat tidak merubah daya
tarik pertunjukan wayang purwa di mata masyarakat, terutama pertunjukan
97
wayang purwa yang menjadi suatu rutinitas dan acara puncak dalam prosesi
bersih desa.
Tokoh pelaku dan tema serta masalah pokok yang dibawakan
dalam pertunjukan wayang purwa secara keseluruhan disukai oleh berbagai
kalangan dari segala macam pendapatan.
Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pertunjukan Wayang Purwa
Perilaku komunikasi masyarakat dalam menggunakan media televisi
berhubungan sangat nyata (p<0,01), semakin banyak mereka menonton televisi
semakin mempengaruhi daya tarik mereka terhadap pertunjukan wayang purwa.
Hal ini disebabkan pertunjukan wayang purwa yang telah masuk televisi dimana
wayangb berfungsi sebagai pengendalian mekanisme kehidupan dalam
masyarakat, baik antar individu maupun antar masyarakat. Pertunjukan wayang
purwa dapat memberikan makna dan arah serta cita-cita dari sebuah idealisme
yang berisi dengan nilai-nilai dan filosofi yang sekaligus menjadi salah satu
kerangka
acuan
atau
pedoman
bagi
pengetahuan
dan
sikap
dalam
bermasyarakat. Pertunjukan wayang purwa merupakan salah satu kebudayaan
yang berakar dari kebudayaan suku bangsa atau kebudayaan daerah yang
berbentuk dalam suatu media yang mampu menggambarkan identitas bangsa
sehingga dapat menimbulkan rasa bangga.
Media massa radio dan surat kabar tidak berhubungan nyata dengan
pertunjukan wayang purwa, hal ini disebabkan rendahnya konsumsi masyarakat
terhadap media tersebut dan kurangnya minat masyarakat terhadap media
tersebut. Masyarakat cenderung mendengarkan radio hanya sebagai selingan
pekerjaan mereka tanpa fokus terhadap pesan yang disampaikan. Surat kabar
bagi masyarakat Desa Bedoyo merupakan barang langka karena hanya
segelintir masyarakat yang dapat mengkonsumsinya sehingga masyarakat tidak
dapat menjangkau pesan-pesan yang disampaikan melalui surat kabar.
Pertunjukan wayang purwa dewasa ini hanya menjadi media yang bersifat
tontonan dan hiburan bagi masyarakat. Pesan-pesan yang disampaikan tidak
lagi dipahami oleh masyarakat sebagai suatu tuntunan, tatanan dan renungan,
hal ini salah satunya dipengaruhi oleh masuknya media massa yang bersifat
global. Walaupun dalam prakteknya pertunjukan wayang purwa berisi pesanpesan yang dapat menambah pengetahuan dan merubah sikap masyarakat ke
arah positif.
Hubungan karakteristik individu dengan pertunjukan wayang purwa
berhubungan nyata (p<0,05) antara lain umur dengan tokoh pelaku, pendidikan
98
dengan hubungan dalang dengan penonton dan pekerjaan dengan tokoh pelaku
dan tema serta masalah pokok sedangakan untuk hubungan sangat nyata
(p<0,01) untuk pendidikan dan pekerjaan dengan tokoh pelaku dan tema serta
masalah pokok. Perilaku komunikasi berhubungan sangat nyata dengan
pertunjukan wayang purwa dengan demikian Hipotesis H1 diterima.
Hubungan Karakteristik Individu Masyarakat dengan
Efektivitas Komunikasi Masyarakat tentang Bersih Desa
Dalam penelitian ini karakteristik individu responden yang berhubungan
sangat nyata (p<0,01) dengan efektivitas komunikasi masyarakat dalam
memanfaatkan pertunjukan wayang purwa, antara lain: (1) pendidikan dengan
efektivitas komunikasi masyarakat, (2) pekerjaan dengan sikap masyarakat, (3)
pendapatan dengan efektivitas komunikasi masyarakat dan (4) menonton televisi
dengan efektivitas komunikasi masyarakat. Gambaran secara rinci tentang
hubungan karakteristik individu masyarakat dengan efektivitas komunikasi
masyarakat dapat di lihat pada Tabel 8.
Hubungan Umur dengan Pengetahuan dan Sikap
Untuk semua responden umur berhubungan tidak nyata terhadap
pengetahuan dan sikap masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan bersih desa.
Efektivitas komunikasi masyarakat dalam memanfaatkan pertunjukan wayang
purwa dapat dikatakan efektif, dengan adanya transformasi dalam penguasaan
bahasa Jawa. Berdasarkan penguasaan bahasa usia 21-32 tahun merupakan
kondisi yang kritis dimana tidak semua responden mengusai bahasa Jawa
secara aturan yang ada, mereka lebih banyak menggunakan bahasa Jawa
secara campur-campur. Namun fenomena tersebut tidak mempenngaruhi
efektivitas komunikasi masyarakat dalam memanfaatkan pertunjukan wayang
purwa mengenai isi pesan yang disampaikan, responden yang ikut serta dalam
menonton pertunjukan wayang, faktor yang memudahkan mereka memahami
nilai-nilai dan filosofi bersih desa yang tersirat melalui pesan dalam pertunjukan
wayang purwa adalah melalui sifat wayang itu sendiri yang dapat dimodifikasi
dan disesuaikan dengan kebutuhan serta lingkungan responden berada karena
sifat wayang itu sendiri adalah universal dan dapat dipahami serta diterima oleh
segala jenis umur. Sehingga pertunjukan wayang purwa memiliki kekuatan
sebagai salah satu media tradisional yang berfungsi sebagai alat komunikasi
masyarakat lokal.
99
Tabel 8. Hubungan karakteristik individu dengan efektivitas komunikasi
masyarakat tentang bersih desa di Desa Bedoyo
Karekteristik
Individu
Umur
Jenis Kelamin
Pendidikan
Pekerjaan
Koefisien
Korelasi
2
2
Pendapatan
Menonton
Televisi (hari)
Mendengarkan
Radio (hari)
Membaca Surat
Kabar (hari)
Efektivitas Komunikasi Masyarakat
Pengetahuan
Sikap
-0,017
0,116
0,046*
0,306
0,292**
0,472
0,405**
0,001**
0,219**
0,287**
0,412**
0,338**
0,055
0,019
0,033
0,142
Keterangan : * = Hubungan nyata pada p<5%
**= Hubungan sangat nyata pada p<1%
= koefisien korelasi Tau kendall
2
= koefisien korelasi Chi Square
Hubungan Jenis Kelamin dengan Pengetahuan dan Sikap
Jenis kelamin responden berhubungan dengan pengetahuan terhadap
informasi bersih desa. Sehingga antara laki-laki dan perempuan tidak
mempunyai perbedaan dalam pengetahuan mereka menganai bersih desa. Bagi
responden prosesi bersih desa merupakan sebuah rutinitas. Untuk setiap dusun
baik laki-laki maupun perempuan selalu ikut serta setiap bulannya untuk
menyiapkan keperluan acara bersih desa. Antara laki-laki dan perempuan
mempunyai posisi yang sama di dalam prosesi bersih desa, mereka memahami
kebiasaan tersebut berdasarkan kebiasaan dan turun temurun yang tujuannya
adalah memberi keselamatan bagi desa beserta warganya, agar terhindar dari
malapetaka.
Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan dan Sikap
Pendidikan berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan pengetahuan dan
sikap mereka mengenai prosesi bersih desa. Semakin tinggi pendidikan mereka
menentukan pengetahuan dan sikap responden bertambah mengenai prosesi
bersih desa. Dalam pendidikan formal informasi mengenai prosesi bersih desa
tidak diberikan. Responden lebih dapat mengetahui kegiatan bersih desa selain
melalui pertunjukan wayang purwa, responden juga dapat mengetahui
berdasarkan kebiasaan turun menurun dari leluhur ataupun dari partisipasi yang
diberikan yang membuat reponden lebih memahami bagaimana prosesi yang
dilaksanakan dalam kegiatan bersih desa. Dalam kegiatan bersih desa semua
100
masyarakat dari berbagai tingkatan pendidikan turut serta dalam prosesi kegiatan
bersih desa tersebut.
Sikap responden terhadap kegiatan bersih desa berhubungan dengan
pendidikan. Pendidikan sangat menentukan sikap responden dalam pertunjukan
wayang purwa dalam berbagai hal yaitu: mengenai kemampuan dalang,
kredibilitis dalang dan peranan dalang sebagai perantara dalam pertunjukan
wayang purwa, kreasi baru pertunjukan wayang purwa yang disesuaikan dengan
selera penonton serta sikap masyarakat terhadap informasi bersih desa yang
diberikan.
Kreasi-kreasi baru dalam pertunjukan wayang purwa ternyata membawa
dampak terhadap sikap responden, responden lebih merasa dengan adanya
kreasi baru membuat pertunjukan wayang purwa tidak sesuai dengan pakem
yang telah ditentukan, hal ini menyebabkan informasi-informasi yang diberikan
melalui pertunjukan wayang purwa tidak sampai ke masyarakat. Responden
hanya menganggap pertunjukan wayang purwa sebagai salah satu prosesi
penunjang dari kegiatan bersih desa, responden tidak memperhatikan pesanpesan yang disampaikan oleh dalang selaku pemimpin pertunjukan. Penonton
lebih tertarik untuk menghadiri pasar malam atau dangdutan sebagai penyerta
pertunjukan wayang purwa. Modifikasi-modifikasi dalam pertunjukan wayang
purwa ini merubah pola-pola tradisional ke arah pola-pola modern yang
berdampak terhadap rendahnya perubahan sikap dari para penonton sehingga
pertunjukan wayang purwa kurang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan
yang berkaitan dengan bersih desa. Responden hanya sekedar mengetahui ada
acara bersih desa dan tujuannya mengadakan prosesi tersebut, namun kurang
memahami makan spiritual dan sosial budaya yang ada di dalam prosesi bersih
desa
Pendidikan mempengaruhi masyarakat dalam menentukan sikap setuju
atau tidak terhadap erpaduan pertunjukan wayang purwa dengan pagelaran
dangdut dan pasar malam, banyak kalangan yang mengatakan bahwa
perpaduan ini tidak sesuai dengan pakem, sehingga dapat merusak pertunjukan
sehingga pesan yang disampaikan melalui pertunjukan wayang purwa tidak
sampai
kepada
penonton.
Perpaduan
ini
semata-mata
hanya
untuk
meningkatkan minat penonton untuk berpartisipasi hadir, sehingga pertunjukan
wayang
purwa
hanyalah
disesuaikan
dengan
selera
penonton
memperhatikan pakem yang ada dalam pakeliran wayang purwa.
tanpa
101
Hubungan Pekerjaan dengan Pengetahuan dan Sikap
Pekerjaan
berhubungan
tidak
nyata
dengan
pengetahuan
namun
berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan sikap responden mengenai bersih
desa. Pekerjaan responden yang beragam mulai dari non formal, pegawai negeri
sipil (PNS) dan pegawai swasta memiliki perbedaan sikap mengenai prosesi
pertunjukan wayang purwa. Pekerjaan yang bergerak dibidang non formal lebih
banyak bersinggungan dengan pertunjukan wayang purwa dibandingkan dengan
responden yang bermata pencaharian sebagai PNS dan karyawan swasta.
Salah satu faktor yang membatasinya adalah keterbatasan watu kerja PNS dan
karyawan swasta yang sangat terikat dengan waktu kerja yang tepat.
Pekerjaan responden yang lebih banyak menonton pertunjukan wayang
purwa adalah pekerjaan dibidang non formal berdampak kepada tingkat
pengetahuan yang tidak menambah. Hal ini disebabkan responden lebih banyak
memanfaatkan pertunjukan wayang purwa sebagai sebuah tontonan dan hiburan
sehingga kurang menghayati nilai-nilai serta filosofi yang terkandung di
dalamnya, masyarakat kurang memperhatikan isi pesan dalam pertunjukan
wayang purwa secara esensial. Namun sikap responden sangat dipengaruhi
pertunjukan wayang. Bagi responden yang memiliki pekerjaan non formal. PNS
maupun karyawan swasta, nilai-nilai dalam wayang amat diperlukan bagi
kelangsungan kehidupan masyarakat dimana wayang dapat dijadikan wahana
dalam pembentukan watak yang baik. Wayang mengajarkan ajaran dan nilainilainya tidak secara dogmatis sebagai suatu indoktrinasi tetapi menawarkan
ajaran dan nilai-nilai selanjutnya terserah kepada masyarakat dan individuindividu sendiri untuk menafsirkannya, menilai dan memilih ajaran dan nilai-nilai
mana yang sesuai dengan pribadi atau hidup mereka. Wayang juga
mengajarkan ajaran dan nilai-nilai itu tidak secara teoritis melainkan secara
kongkret dengan menghadirkan tokoh-tokoh pelakunya yang kongkret sebagai
teladan. Wayang juga tidak mengajarkan ajaran dan nulai-nilai itu secara kaku
atau akademis, melainkan mengajak penonton untuk berpikir dan mencari sendiri,
mendidik melalui hati/rasanya dengan jalan adegan-adegan lucunya, adegan
mengharukan atau menyentuh hati. Metode pendidikan sikap yang dipakai dalam
pertunjukan wayang purwa adalah metode total tetapi nonformal.
Hubungan Pendapatan dengan Pengetahuan dan Sikap
Pendapatan responden berhubungan sangat nyata (p<0,01) dengan
pengetahuan dan sikap mengenai bersih desa. Secara keseluruhan pendapatan
102
responden tidak ada perbedaan yang nyata dalam pengetahuan dan sikap
mengenai bersih desa dengan besaran (besar kecilnya) pendapatan responden.
Hal ini disebabkan diantara responden yang pendapatannya besar maupun tidak
mempunyai pendapatan memiliki potensi untuk mendapatkan suatu proses
perubahan pengetahuan dan sikap yang relatif sama mengenai kegiatan bersih
desa. Semakin tinggi pendapatan yang diperoleh responden maka semakin tinggi
pengetahuan dan sikap mereka mengenai bersih desa.
Pengetahuan dan sikap mereka yang cenderung bertambah seiring
dengan pendapatan yang diperoleh responden berdampak terhadap lestarinya
prosesi bersih desa dan berkembang di tengah masyarakat Desa Bedoyo, hal ini
dikarenakan adanya keterkaitan fungsi dan makna dalam suatu sistem sosial
budaya.
Hal demikian memberikan isyarat bahwa bersih desa sebagai bagian
budaya yang merupakan refleksi simbolik keinginan masyarakat. Simbol
keinginan itu memiliki fungsi tertentu bagi kehidupan sosial masyarakat. Dengan
begitu ritual bersih desa berjalan terus menerus, didukung oleh seluruh
komponen, tidak terkait berapa pendapatan yang mereka peroleh, serta hal
tersebut tidak merubah pandangan mereka mengenai prosesi bersih desa.
Hubungan Perilaku Komunikasi dengan Pengetahuan dan Sikap
Perilaku
komunikasi
berhubungan
sangat
nyata
(p<0,01)
dengan
pengetahuan dan sikap. Perilaku komunikasi yang berhubungan nyata dengan
pengetahuan dan sikap responden dalam menonton televisi.
Adanya perkembangan teknologi komunikasi yang sedemikian canggih
saat ini semakin mempermudah hubungan antar individu tanpa hambatan, jarak,
waktu dan biaya yang semula menjadi kendala. Media massa sebagai satu
diantara sarana komunikasi merupakan alat penyampai pesan atau informasi
yang mempunyai pengaruh amat besar terhadap kehidupan masyarakat, baik
pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Media komunikasi elektronik telah berkembang dengan pesat dan dapat
dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Desa Bedoyo. Masing-masing bentuk
media mempunyai kelebihan dan kekurangan sesuai dengan misi yang akan
disampaikan, relatif berperan dalam memperkuat jati diri bangsa yaitu sebagai
media informasi, edukasi dan hiburan, yang berpengaruh terhadap perubahan
pengetahuan dan sikap pada diri masyarakatnya dan akan berdampak besar
103
pada masa depan dari corak dan nuansa kebudayaan, salah satunya adalah
pertunjukan wayang purwa.
Akibat dari kontak-kontak yang terjadi antara unsur budaya daerah dan
asing ini, khususnya akan lebih terlihat pada pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap budaya tersebut yang akan berpengaruh terhadap perkembangan
kebudayaan di masa datang. Untuk melihat pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kebudayaan daerah, salah satunya dapat dilihat dari aspek komunikasi
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan kebudayaan
tersebut melalui media tradisional yaitu pertunjukan wayang purwa.
Peubah yang berhubungan sangat nyata (p<0,01) antara lain: pendidikan
dengan efektivitas komunikasi masyarakat, pekerjaan dengan sikap masyarakat,
pendapatan dengan efektivitas komunikasi masyarakat dan menonton televisi
dengan efektivitas komunikasi masyarakat. Peubah yang berhubungan nyata
(p<0,05) adalah jenis kelamin dengan pengetahuan. Dengan demikian hipotesis
H2 diterima.
Hubungan Karakteristik Pertunjukan Wayang Purwa dengan
Efektivitas Komunikasi Masyarakat tentang Bersih Desa
Dalam penelitian ini hubungan karakteristik pertunjukan wayang purwa
dengan efektivitas komunikasi masyarakat secara keseluruhan berhubungan
sangat nyata (p<0,01). Gambaran secara rinci tentang hubungan karakteristik
pertunjukan wayang purwa dengan efektivitas komunikasi masyarakat dapat di
lihat pada Tabel 9.
Adanya hubungan secara keseluruhan antara karakteristik pertunjukan
wayang purwa dengan efektivitas komunikasi masyarakat, bahwa wayang tidak
hanya sebagai salah satu sumber pencarian nilai-nilai yang diperlukan bagi
kelangsungan hidup masyarakat tetapi merupakan salah satu wahana dalam
menambah pengetahuan yang menggunakan metode yang menarik. Pertunjukan
wayang purwa mengajarkan ajaran dan nilai-nilainya tidak secara dogmatis
sebagai suatu indoktrinisasi tetapi ia menawarkan ajaran dan nilai-nilai, terserah
kepada
penonton
(masyarakat
dan
individu-individu)
sendiri
untuk
menafsirkannya, menilai dan memilih ajaran dan nilai-nilai mana yang sesuai
dengan pribadi atau hidup mereka. Wayang purwa mengajarkan ajaran dan nilainilai tidak secara teoritis (berupa ajaran dan nilai-nilai) melainkan secara
kongkret dengan menghadirkan kehidupan tokoh-tokohnya yang kongkret
sebagai teladan. Wayang juga tidak mengajarkan ajaran dan nilai-nilai itu secara
104
kaku atau akademis, melainkan ia di samping mengajak penonton untuk berpikir
dan mencari sendiri, ia juga mendidik penonton melalui hati/rasanya dengan
jalan adegan-adegan lucunya, adegan mengharukan atau menyentuh hati,
membuat hati geram dan lain-lain. Dengan demikian dapat dikatakan metode
yang digunakan untuk menambah pengetahuan penontonnya adalah metode
total tetapi non formal melalui contoh-contoh watak yang dimainkan dalam
pertunjukan wayang purwa
Tabel 9. Hubungan karakteristik pertunjukan wayang purwa dengan
efektivitas komunikasi masyarakat tentang bersih desa di Desa
Bedoyo
Karekteristik Pertunjukan Wayang
Purwa
Hubungan Dalang dengan Penonton
Tokoh Pelaku
Tema serta Masalah Pokok
Efektivitas Komunikasi Masyarakat ( )
Pengetahuan
Sikap
0,293**
0,394**
0,331**
0,467**
0,466**
0,519**
Keterangan : ** = Hubungan sangat nyata pada p<1%
= koefisien korelasi Tau kendall
Hubungan Dalang dengan Penonton terhadap Pengetahuan dan Sikap
Hubungan antara dalang dengan penonton berhubungan sangat nyata
dengan pengetahuan dan sikap masyarakat. Hubungan Dalang dengan
penonton merupakan hal-hal yang berkaitan dengan cara atau usaha dalang
untuk menghidupkan suasana dialog wayang yang didekatkan dengan
kehidupan realitas sehari-hari.
Peranan Dalang dalam pertunjukan wayang purwa menempati posisi yang
sangat penting. Dalang harus menguasai bermacam-macam keahlian meliputi
bidang sastra, bahasa, tari musik dan drama. Dalang adalah penutur kisah,
penyanyi lagu atau suluk, pemimpin instrumen gamelan yang mengiringi
pementasan wayang yang mengajak penonton memahami suasana pada saat
tertentu dan di atas segalanya itu dialah pemberi jiwa pada boneka.
Kedudukan dan fungsi dalang dalam tradisi bersih desa sangat penting
mengingat keberhasilan suatu tradisi sangat ditentukan oleh dalang. Dalang
secara
spiritual
berkedudukan
sebagai
perantara
kontak
baik
dengan
masyarakat maupun dengan roh nenek moyang atau leluhur, ia memiliki
kelebihan
dibanding
kebanyakan
orang,
memiliki
syarat
tertentu
yang
menyangkut kemampuan dalam memainkan wayang sesuai dengan pakem yang
ada. Karena kelebihan ini, maka dalang dianggap sebagai orang yang serba
mampu atau mumpuni. Di samping berfungsi sebagai pemimpin tradisi, dalang
105
juga sebagai pemimpin pertunjukan yaitu memiliki kewenangan untuk membuka
dan menutup jalannya prosesi tradisi bersih desa.
Dalang menguasai jalan cerita yang telah ditetapkan dalam lakon wayang,
oleh karenanya interpretasi dalang dalam menangkap setiap peristiwa dan
tokohnya harus benar-benar dipahami agar tujuan dari pertunjukan itu tercapai.
Hal yang
penting
untuk
diamati laku ritual seorang
dalang sebelum
melaksanakan tugas mendalang dalam tradisi ritual, ia selalu menjaga
kebersihan batinnya dari sifat-sifat kurang baik melalui puasa atau semadi.
Keberadaan dalang dalam tradisi bersih desa ini merupakan suatu simbol hidup
yang menghidupi. Berbicara mengenai hubungan dalang dengan penonon
berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa figur dalang di era globalisasi
mengalami suatu pergeseran dimana tidak semua responden menganggap figur
dalang sebagai sosok yang dapat menyelami jiwa masyarakat desa dan aspirasiaspirasinya dan mempunyai pandangan hidup yang jelas terarah serta
berwawasan luas. Responden hanya menganggap dalang sebagai seseorang
yang menguasai kesenian daerah, menguasai teknik pedalangan dan berbekal
suara yang baik serta orang yang mampu menyampaikan gagasan-gagasan
kepada
penonton.
Sehingga
terkadang
seorang
dalang
tidak
dapat
menghidupkan suatu karakter-karakter yang dimainkan pada tema pertunjukan
wayang karena adanya keterbatasan dalam keterampilan mereka.
Kemampuan dan kredibilitas dalang dalam memainkan pertunjukan
wayang purwa dengan tema bersih desa salah satu tujuannya adalah untuk
merubah sikap penoton mengenai kegiatan bersih desa. Kemampuan dalang
dalam menyampaikan pesan yang terkandung dalam pertunjukan wayang purwa
dapat mempengaruhi minat penonton dalam mendengarkan pesan-pesan yang
disampaikan.
Peranan Dalang dalam pertunjukan wayang purwa menempati posisi yang
sangat penting. Dalang harus menguasai bermacam-macam keahlian meliputi
bidang sastra, bahasa, tari musik dan drama. Dalang adalah penutur kisah,
penyanyi lagu atau suluk, pemimpin instrumen gamelan yang mengiringi
pementasan wayang yang mengajak penonton memahami suasana pada saat
tertentu dan di atas segalanya itu dialah pemberi jiwa pada boneka.
Kedudukan dan fungsi dalang dalam tradisi bersih desa sangat penting
mengingat keberhasilan suatu tradisi sangat ditentukan oleh dalang. Dalang
berkedudukan sebagai perantara kontak baik dengan masyarakat maupun
106
dengan roh nenek moyang atau leluhur, ia memiliki kelebihan dibanding
kebanyakan orang, memiliki syarat tertentu yang menyangkut kemampuan
dalam memainkan wayang sesuai dengan pakem yang ada. Karena kelebihan ini,
maka dalang dianggap sebagai orang yang serba mampu atau mumpuni. Di
samping berfungsi sebagai pemimpin tradisi, dalang juga sebagai pemimpin
pertunjukan yaitu memiliki kewenangan untuk membuka dan menutup jalannya
prosesi tradisi bersih desa. Dalang menguasai jalan cerita yang telah ditetapkan
dalam lakon wayang, oleh karenanya interpretasi dalang dalam menangkap
setiap peristiwa dan tokohnya harus benar-benar dipahami agar tujuan dari
pertunjukan itu tercapai.
Kemampuan dalang dalam berimprovisasi dalam pertunjukan pada
responden yang tergolong muda mereka cenderung menyukai permainan yang
selalu penuh dengan inovasi. Sedangkan pada responden yang tergolong tua
ada kecendrungan ketidaktertarikan pada permainan yang penuh dengan
improvisasi atau sesuatu yang baru, karena menurut mereka tidak sesuai
dengan pakem pekeliran yang ada. Namun dalam diri secara keseluruhan
responden mereka tetap menginginkan dalang yang berkualitas, terampil dalam
memainkan pertunjukan wayang purwa agar pesan yang disampaikan dimengerti
oleh penonton, serta memiliki sabetan di dalam setiap pertunjukan wayang
purwa.
Hubungan Tokoh Pelaku dengan Pengetahuan dan Sikap
Hubungan tokoh pelaku dengan pengetahuan dan sikap berhubungan
sangat nyata. Secara keseluruhan tokop pelaku dalam pelakonan pertunjukan
wayang purwa merupakan sebagai sarana pembinaan watak masyarakat yang
bertujuan untuk membangun kepribadian secara individu. Dalam pertunjukan
wayang purwa selalu mengandung nilai-nilai serta filosofi yang tersirat dalam
tokoh-tokoh pelaku dalam ceritera pewayangan yang dapat dijadikan sebagai
pendidikan kepribadian untuk mendorong pembinaan watak yang berjati diri
dengan penyesuaian nilai-nilai kearifan budaya lokal. Dalam hal ini pertunjukan
wayang purwa dapat dijadikan sebagai media dalam proses mendidik anak-anak
maupun para remaja tentang kearifan nilai-nilai budaya lokal.
Pertunjukan wayang purwa sebagai sebuah teater dengan lakon-lakon
yang rancu seperti wayang ini dapat mempertahankan eksistensinya, dimana
wayang dengan berbagai macam cerita yang disusun menurut konvensikonvensi dramatiknya dan teater yang klasik dan yang tidak pernah berubah.
107
Perubahan-perubahan kecil yang menyimpang dari aturan (pakem) memang ada
tetapi ini hanya merupakan varian-varian saja. Perubahan-perubahan besar yang
jauh menyimpang dari pakem pedalangan akan dipandang sebagai suatu hal
yang amat tidak benar. Konvensi-konvensi dramatik wayang terdiri dari struktur
(kerangka cerita), pelaku-pelaku (karakter) dan bahasa yang dipakai. Dimana
konvensi-konvesni dramatik tersebut akan mendukung pengetahuan dan sikap
masyarakat terutama mengenai pentingnya nilai-nilai kearifan lokal dalam
prosesi bersih desa.
Hubungan Tema serta Masalah Pokok dengan Pengetahuan dan Sikap
Tema
serta
masalah
pokok
berhubungan
sangat
nyata
dengan
pengetahuan dan sikap. Tema-tema dalam pertunjukan wayang purwa yang
diselenggarakan selalu berkaitan dengan permasalahan kehidupan yang
dihadapi oleh masyarakat, yang didalam pesannya penuh dengan nilai-nilai serta
filosofi mengenai informasi-informasi dalam berkehidupan baik berkenaan
dengan hubungan vertikal maupun horizontal yang menambah wawasan
masyarakat. Dalam pertunjukan wayang purwa memang tidak pernah disajikan
suatu informasi yang lengkap, pesan-pesan yang disajikan disesuaikan dengan
tema cerita yang telah dipilih oleh masyarakat, sehingga informasi yang disajikan
terbatas pada lakon yang dimainkan, namun secara garis besar lakon tersebut
mewakili keseluruhan kehidupan masyarakat. Tema-tema yang dimainkan dalam
pertunjukan wayang purwa dalam prosesi bersih desa selalu berkaitan dengan
dua unsur yaitu kebenaran dan kesalahan yang terjadi dalam proses kehidupan
manusia secara totalitas. Salah satu tema yang sering dimainkan dalam
pertunjukan wayang purwa berkaitan dengan tema bersih desa yang
menggambaran kehidupan masyarakat sehingga lebih sering dimainkan selain
itu banyak makna simbolik, spiritual dan fungsi secara sosial budaya untuk
menjaga keseimbangan antara jagad gedhe dan jagad kecil dalam setiap
kehidupan manusia yang bertujuan untuk menjauhakan gangguan baik bersifat
fisik maupun non fisik yang terjadi dalam kelangsungan hidup masyarakat.
Hubungan karakteristik pertunjukan wayang purwa dengan efektivitas
komunikasi masyarakat secara keseluruhan berhubungan sangat nyata (p<0,01)
sehingga hipotesis H3 diterima.
Download