perspektif bapepam-lk terhadap ruu ojk dalam

advertisement
PERSPEKTIF BAPEPAM-LK TERHADAP RUU OJK DALAM
BIDANG PENGAWASAN PASAR MODAL SYARIAH
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
DIAN PUTRI WARYATI
NIM: 107046101866
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
PERSPEKTIFBAPEPAM.LK TERHADAPRUU OJK DALAM
BIDANG PENGAWASANPASARMODAL SYARIAH
Skripsi
persyaratan
DiajukanUntukMemenuhi
Memperoleh
celar Sarjana
EkonomiSyariah(S.E.Sy)
Oleh:
DIAN PUTRI WARYATI
NIMI 107046101866
DibawahBimbingan
Pembimbing
Prof. Dr. E. Muha
Amin Suma,S.H,M.A, M.M
KONSENTRASIPERBANKANSYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UMVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAII
JAKARTA
1432Ht20l1M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul '?ERSPEKTIF BAPEPAM-LK TERIIADAP RUU OJK
DALAM BIDATYGPENGAWASAN PASAR MODAL SYARIAII" telah diujikan
dalam SidangMunaqasahFakultasSyariahdan Hukum Univenitas Islam Negeri
(UIN) SyarilHidayatullah
Jakatapada3 November201l. Skipsi illi telahditeflma
sebagaisalahsatusyaratuntuk memperolehgelarSarjanaEkonomi Syariah(S.E.Sy)
padaProgramStudiMuamalat(Ekonomi!slam).
Jakarta,3 November2011
Mengesahkan,
yariahdanHukum
50 5051982031012
PANITIA UJIAN
l.
Ketua
Dr. EuisAmalia.M.Ae
NrP.197107011 998032003
2. Sekretaris
Mu'min Roul MA
NIP.1970041619970 31004
3. Pembimbing
madAmin
NIP.195505051982031012
4. PengujiI
A. ChairulHadi.MA
NIP.150 4
5. PergujiII
184
Drs. BurhanuddinYusuf. MM
NIP.195406181981031005
,4t-''fkW"'
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta,
September 2011
Dian Putri Waryati
KATA PENGANTAR
‫ﻴﻢﹺ‬‫ﺮﺣ‬ ‫ﻤﻦﹺ ﺍﻟ‬‫ﺮﺣ‬ ‫ﻢﹺ ﺍﷲِ ﺍﻟ‬‫ﺑﹺﺴ‬
Puja dan puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT dengan
segala kenikmatan dan kesempatan yang diberikan kepada penulis hingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan berbagai kemudahan.
Shalawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad
SAW yang selalu memberi syafa’at kepada umatnya dari setiap lafadz shalawat yang
terucap.
Penulis sadar bahwa dalam mengerjakan skripsi ini tentunya tidak terlepas
dari dukungan dan bantuan banyak pihak, dengan segala kerendahan hati dan rasa
syukur penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum sekaligus merupakan dosen
pembimbing skripsi, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,
MA, MM, yang telah memberikan bimbingan, pelajaran, semangat dan
nasehat kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
2. Ketua Program Studi Muamalat Ibu Euis Amalia dan Sekretaris Jurusan
Studi Muamalat Bapak Mu’min Rouf, atas segala waktu, bantuan,
bimbingan dan semangat kepada penulis.
3. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah mendidik dan membimbing penulis selama masa
perkuliahan.
i
4. Seluruh Staf Fakultas Syariah dan Hukum, Staf Perpustakaan Utama, dan
Staf Perpustakaan Fakultas, atas segala pelayanan yang diberikan kepada
penulis.
5. Kepada orang tua, Bapa Wardih dan Mama Nuryati, juga Dede Rama
yang telah memberikan perhatian dan kasih sayang yang tak terhingga
dalam mendidik dan mendampingi penulis dalam keadaan apapun.
6. Bapak Luthfy Zain Fuady dan Muhammad Thouriq yang telah
meluangkan waktunya sebagai narasumber penulis. Mba Risaa dan Pak
Yudi (Humas Bapepam-Lk) yang telah banyak membantu penulis.
7. Shafitranata, Soraya, Tari, Ratna, Annafi, Maya, Yuke, Azizah, yang telah
memberikan dukungan moril dan kehadirannya saat bahagia maupun
sedih, semoga selalu dapat bersama. Dan juga keluarga besar PS 2007
khususnya PS C’07, yang telah memberikan warna dalam hidup penulis,
semoga kesuksesan berpihak pada kita, Aamiin.
8. Dan untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini, maaf tidak bisa disebut semuanya, tapi penulis
tidak akan melupakan jasa kalian, semoga Allah membalasnya, Aamiin
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya
untuk mahasiswa/i Fakultas Syariah dan Hukum.
Jakarta November 2011
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………..………………………………………. ….
i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………
1
B. Identifikasi Masalah. …………………………………………
3
C. Batasan dan Rumusan Masalah..……………………………. . 4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………………….. 5
E. Review Studi Terdahulu………………………………………
6
F. Metode Penelitian……………………………………………..
8
G. Sistematika Penulisan………………………………………. 10
BAB II
GAMBARAN UMUM TENTANG RUU OJK
A. Latar Belakang Pemikiran…………………………………. … 12
B. Sejarah Pembentukan RUU OJK…………………………… 18
C. Pemikiran Yang Berhubungan Dengan RUU OJK………… … 19
D. RUU OJK Terkait Pengawasan Pasar Modal Syariah………. 28
BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG BAPEPAM-LK
A. Sejarah Berdirinya Bapepam-Lk…………………………… … 32
B. Dasar Hukum Pembentukan Bapepam-Lk………………... … 34
C. Fungsi dan Tugas Bapepam-Lk…………………………..... … 35
D. Peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI Terkait Pasar
Modal Syariah………………………………………………… 46
iii
BAB IV
TANGGAPAN BAPEPAM-LK TENTANG RUU OJK DALAM
BIDANG PENGAWASAN PASAR MODAL SYARIAH
A. Pendapat Bapepam-Lk Terkait Pemikiran Pembentukan
OJK…………………………………………………………… 48
B. Pendapat Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam
Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah
Dalam RUU OJK…………………………………………….. 52
C. Kelangsungan Bapepam-Lk Jika Pengawasan Pasar
Modal Syariah Menjadi Kewenangan OJK………………….. 55
D. Nilai-nilai syariah dalam RUU OJK…………………………. 60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………................. 67
B. Saran………………………………………………………….. 68
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. 70
LAMPIRAN-LAMPIRAN…………………………………………………… 71
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningkatnya jumlah lembaga keuangan di Indonesia di antaranya dalam
bidang perbankan, pasar modal, maupun industri jasa keuangan non bank baik
konvensional maupun syariah membuat masyarakat semakin cerdas dalam
menggunakan jasa maupun produk lembaga keuangan dalam melancarkan
transaksi keuangannya. Dalam setiap bidang lembaga keuangan tentu
memerlukan badan pengawas untuk mendukung maupun mengatur operasional
lembaga keuangan tersebut, agar tujuan dari dibentuknya lembaga tersebut dapat
tercapai.
Akan tetapi beberapa tahun belakangan Indonesia mengalami krisis
keuangan, sebut saja masalah subrime mortage di AS yang mengakibatkan krisis
keuangan di berbagai negara yang secara umum menginvestasikan modalnya di
AS, namun tidak berdampak besar bagi Indonesia. Tidak hanya itu permasalahan
yang terjadi di Bank Century yang merugikan nasabahnya dan berdampak pada
tingkat kepercayaan nasabah pada dunia perbankan. Untuk kasus yang sedang
marak menjadi perbincangan masyarakat pada awal 2011 adalah penjebolan dana
nasabah Citibank yang dilakukan oleh pegawai bank tersebut. Hal tersebut
menimbulkan kesan lemahnya pengawasan BI terhadap perbankan.
Semakin gencarnya pertumbuhan lembaga keuangan berdasarkan prinsip
syariah juga berdampak pada timbulnya pasar modal berdasarkan prinsip syariah,
1
2
tentu untuk pengawasannya sendiri dilakukan oleh Bapepam-Lk dan Dewan
Syariah nasional (DSN). Makin bertambahnya instrumen-instrumen di pasar
modal syariah maupun jumlah emiten saham syariah, membuat DSN dan
Bapepam-Lk mengharuskan untuk membuat peraturan-peraturan yang dapat
merangsang perkembangan pasar modal syariah dan tentunya agar berjalan
sesuai dengan prinsip syariah.
Hal tersebut diatas membuat pemerintah berpikir keras untuk mencari
cara bagaimana mengurangi risiko yang ada pada lembaga keuangan agar
dampaknya tidak meluas ke perekonomian Indonesian secara umum. Diantara
langkah pemerintah untuk menangani krisis yang terjadi yaitu dengan
membentuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan amanat dari UU No.
3 tahun 2004 tentang BI yang pada akhir tahun 2010 OJK harus terbentuk. Pada
pertengahan tahun
2010 pemerintah melalui Kementerian Keuangan
mengajukan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) OJK kepada Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dipertimbangkan isinya kemudian disahkan
menjadi undang-undang (UU) OJK.
Menurut RUU OJK yang terdapat pada website resmi Bapepam-Lk, tugas
dari OJK adalah melakukan pengaturan serta pengawasan lembaga keuangan
diantaranya perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank.
Pembentukan OJK ini didasari pada pentingnya melakukan pengawasan terhadap
lembaga keuangan secara menyeluruh dalam satu atap pengawasan. Ditengah
perbincangan hangat soal pembentukan OJK banyak pihak yang pro maupun
3
kontra dilihat dari segi butuh atau tidaknya OJK ini dikarenakan sudah ada
lembaga yang terbentuk dalam melakukan pengawasan terhadap lembaga
keuangan. Sebut saja BI yang salah satu tugasnya adalah melakukan pengaturan
dan pengawasan terhadap perbankan, juga ada Bapepam–Lk
yang tugasnya
adalah melakukan pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal dan
lembaga keuangan.
Dalam skripsi ini, penulis mengangkat judul “Perspektif Bapepam-Lk
Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar Modal Syariah”.
Disini penulis akan menjelaskan tentang tugas OJK dalam melakukan
pengawasan pasar modal syariah dilihat dari RUU OJK yang hingga saat ini
belum disahkan oleh DPR, bagaimana pendapat
Bapepam-Lk tentang
pembentukan lembaga OJK tersebut, kewenangan OJK dalam melakukan
pengawasan pasar modal syariah dilihat dari sudut pandang Bapepam-Lk, dan
bagaimana kelangsungan Bapepam-Lk sebagai lembaga yang melakukan
pengaturan serta pengawasan terhadap pasar modal jika OJK benar terbentuk
serta menguraikan nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU OJK.
B. Identifikasi Masalah
Luasnya perbincangan mengenai pembentukan OJK membuat penulis
perlu kiranya mengidentifikasi masalah terkait pembentukan OJK serta
kewenangannya dalam pengawasan pasar modal syariah yang tertuang dalam
RUU OJK. Berikut identifikasi masalahnya:
4
1. Apa yang dimaksud dengan OJK?
2. Apa yang menjadi latar belakang pembentukan OJK?
3. Apa yang membuat kewenangan OJK sangat luas untuk menjadi
lembaga independen dalam pengawasan lembaga keuangan?
4. Bagaimana pendapat Bapepam-Lk terhadap pembentukan OJK?
5. Bagaimana kedudukan Bapepam-Lk dalam hal pengawasan lembaga
keuangan yang menjadi tanggung jawabnya (pasar modal syariah)
jika OJK benar terbentuk?
C. Batasan dan Rumusan masalah
Dalam penelitian ini penulis akan mengemukakan seputar permasalahan
pembentukan OJK dan pendapat dari Bapepam-Lk sebagai lembaga yang
mengawasi Pasar Modal Syariah mengenai wewenang OJK dalam melakukan
pengaturan dan pengawasan Pasar Modal Syariah yang tertulis dalam RUU OJK.
Untuk mempermudah pembahasan maka penulis merumuskan masalah
yang akan dibahas sebagai berikut:
1. Perspektif Bapepam-Lk tentang pembentukan OJK dan isi dari RUU
OJK?
2. Perspektif
Bapepam-Lk
Terhadap
Kewenangan
OJK
Dalam
Melakukan Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU
OJK?
3. Bagaimana perspektif Bapepam-Lk jika pengawasan pasar modal
syariah menjadi kewenangan OJK?
5
4. Apa saja nilai-nilai syariah dalam RUU OJK?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1.
Mendeskripsikan tanggapan Bapepam-Lk mengenai pembentukan OJK
dan RUU OJK.
2.
Mendeskripsikan tanggapan
Bapepam-Lk terkait kewenangan OJK
dalam melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap pasar modal
syariah.
3.
Mendeskripsikan kelangsungan lembaga Bapepam-Lk jika pengawasan
pasar modal syariah benar menjadi kewenangan OJK.
4.
Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai syariah yang terdapat dalam RUU
OJK.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1.
Bagi penulis diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
terkait kewenangan OJK dalam melakukan pengawasan pasar
modal
syariah yang tertuang dalam RUU OJK.
2.
Bagi fakultas syariah dan hukum, diharapkan dapat menambah koleksi
penelitian yang dapat dijadikan referensi dalam kegiatan belajar
mengajar.
3.
Bagi mahasiswa secara umum, diharapkan dapat memberi dan membuka
wawasan tentang OJK?
6
E. Riview Studi Terdahulu
No.
1.
Identitas Peneliti
Isi
Perbedaan
Penulis: Afika
Tujuan: secara umum penelitian Pada penelitian tersebut
Yumya Syahmi
tersebut untuk mengetahui
terfokus pada kewenangan
Judul: “Pengaruh
dampak dari pembentukan OJK
BI pasca terbentuknya
Pembentuka
terhadap kewenangan dan fungsi
OJK. Untuk penlitian yang
Otoritas Jasa
BI.
akan dilakukan penulis
Keuangan
Metode Penelitian: kualitatif,
terfokus pada perspektif
Terhadap
menghasilka data eksploratis
bapepam terhadap RUU
Kewenangan Bank
analisis.
OJK terkait pengawasan
Indonesia
Hasil: pengawasan perbankan
pasar modal syariah.
Dibidang
akan menjadi wewenang OJK,
metode penelitian yang
Pengawasan
namun peran BI tidak dapat
akan digunakan adalah
Perbankan”.
dikesampingkan, OJK tetap
kualitatif deskriptif
Skripsi S1,
harrus berkoordinasi dengan BI
analisis, yaitu menjelaskan
Fakultas Hukum
menyangkut informasi dan data
secara jelas bagaimana
Universitas
perbankan. Setelah OJK
perspektif bapepam
Indonesia, 2008.
terbentuk pengawasan BI
terhada RUU OJK dengan
terfokus pada kebijakan moneter
sebelumnya melihat
yaitu mencapai dan memelihara
fenomena politik yang
kestabilan nilai uang.
terjadi terkait
pembentukan OJK dengan
segala kewenangannya.
2.
Penulis: Izzudin
Tujuan: mencari tau
Dalam penelitian tersebut,
Judul:
sejauhmana pengawasan bank
penulis lebih fokus kepada
“Menimbang
oleh OJK.
pengawasan bank yang
Pengawasan Bank
Periode penelitian: 2010
akan dilakukan oleh OJK.
7
oleh OJK”, Bank
Hasil: kebijakan moneter dan
Sedangkan penelitian yang
dan Managemen,
keuangan yang ditangani oleh
akan dilakukanlebih fokus
maret-april 2010.
dua institusi yang berbeda tidak
kepada pengawasan pasar
akan berjalan sesuai harapan
modal oleh OJK menurut
apabila tidak ada koordinasi dan
RUU OJK dilihat dari
komunikasi yang baik. Akan
kacamata Bapepam-Lk.
disayangkan jika OJK nanti
tidak berjalan efektif, mengingat
OJK memiliki peran, tugas, dan
kewenangan yang sangat luas.
Penulis menyarankan, agar perlu
kiranya ruang lingkup
penanganan OJK dibatasi hanya
sektor perbankan saja, sehingga
lebih fokus.
3.
Penulis: Malik
Hasil: dalam rangka melakukan
Pada artikel tersebut
Cahyadin
perbaikan dalam pengawasan
lembaga yang dimaksud
Judul: “urgensi
dibidang lembaga keuangan, ada
belum disebutkan secara
pembentukan OJK:
hal-hal yang yang perlu
spesifik, utnuk penelitian
menuju system
diperhatikan, diantaranya perlu
selanjutnya
pengawasan yang
mengkaji secara mendalam akan
mengkhususkan pada
lebih proaktif
pembentukan OJK untuk jangka
lembaga Bapepam-Lk
terhadap lembaga
panjang, perlu mempersiapkan
selaku pengawas pasar
keuangan”.
sistem, sumber daya dan
modal saat ini. Dan juga
Pangsa, edisi 8,
undang-undang yang menjadi
akan membahas
September 2002.
fondasi terbentuknya pengawas
bagaimana pandangan
lembaga keuangan. Meskipun
bapepam terhadap RUU
8
lembaga keuangan bersifat
OJK yang member
independen perlu adanya
kewenangan terjadap
koordinasi dengan otoritas
lembaga yang akan
moneter dalam melakukan
dibentuk yaitu OJK dalam
pengawasan.
hal pengawasan pasar
modal syariah yang belum
sempat disinggung pada
artikel tersebut.
F. Metodelogi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yakni dengan melakukan wawancara langsung ke lembaga terkait
yaitu Bapepam-Lk. Data dari hasil wawancara tersebut dijabarkan dalam
bentuk uraian, secara kualitatif dan alamiah mengenai pandangan BapepamLk terhadap RUU OJK terkait pengawasan pasar modal syariah disertakan
dengan kutipan langsung wawancara.
2.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan penulis adalah melakukan
wawancara kepada Bapepam-Lk terkait masalah yang diangkat dan juga
library research, yaitu mencari bahan materi baik teori maupun praktis
9
melalui literatur berupa bahan-bahan pustaka (buku, majalah, artikel, dan
lainya).
3.
Jenis dan Sumber data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Sumber data nya
berasal dari data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang
didapat dari sumber pertama baik dari individu maupun perseorangan seperti
hasil wawancara maupun kuesioner.1 Data primer dalam penelitian ini
berasal dari hasil wawancara kepada Bapepam-Lk terkait RUU OJK dalam
bidang pengawasan Pasar Modal Syariah. Adapun sumber data sekundernya
adalah RUU OJK yang di ajukan pemerintah melalui kementrian keuangan
kepada DPR yang diserahkan kepada DPR pada bulan Juni 2010.
4.
Metode pengolahan data
Pengolahan data menggunakan metode deskriptif, yaitu melihat
fenomena
yang
terjadi
terkait
pembentukan
OJK
dengan
segala
kewenangannya yang tertulis dalam RUU OJK yang mengundang pro dan
kontra, dan pengolahan data yang dilakukan dengan cara menganalisis serta
menjelaskan secara jelas data-data yang didapat secara apa adanya yang
bertujuan untuk menjawab persoalan yang diangkat dalam penelitian.
1
Umar Husein, Metode Penelitian Untuk Skripsi Dan Tesis Bisnis, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet. Keenam, h. 42
10
5.
Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan proposal skripsi ini mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007”.
G. Sistematika Penulisan
Untuk pembahasan yang lebih terarah dan mempermudah penulisan
pemahaman isi, maka penulis menuangkan kedalam lima bab dengan
sistematika penulisan sebagai berikut:
Bab I
Pendahuluan
yang
berisikan
latar
belakang
masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, riview
studi terdahulu, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Bab II Berisikan tentang latar belakang pemikiran pembentukan
OJK, sejarah pembentukan OJK, pemikiran yang berhubungan dengan RUU
OJK, dan isi RUU OJK yang terkait dengan pengawasan Pasar Modal
Syariah.
Bab III Pada bab ini membahas gambaran umum tentang BapepamLk dan OJK, meliputi sejarah berdirinya, fungsi dan tujuan, landasan hukum
Bapepam-Lk, peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI terkait Pasar Modal
Syariah.
Bab IV Berisikan pembahasan tentang tanggapan Bapepam-Lk terkait
pembentukan OJK dan RUU OJK, pendapat
Bapepam-Lk tentang
11
kewenangan pengawasan Pasar Modal Syariah jika OJK terbentuk,
kelangsungan lembaga Bapepam-Lk jika OJK terbentuk dan nilai-nilai syariah
yang terdapat dalam RUU OJK.
BAB V Berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
Gambaran Umum Tentang RUU OJK
A. Latar Belakang Pemikiran OJK
Secara historis, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi
untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank
Indonesia oleh DPR. Pada awal pemerintahan Presiden Habibie, pemerintah
mengajukan RUU tentang Bank Indonesia yang memberikan independensi
kepada bank sentral. RUU ini disamping memberikan independensi tetapi juga
mengeluarkan fungsi pengawasan perbankan dari Bank Indonesia. Ide
pemisahan fungsi pengawasan dari bank sentral ini datang dari Helmut
Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (bank sentral Jerman) yang pada
waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun
1999) bertindak sebagai konsultan. Mengambil pola bank sentral Jerman yang
tidak mengawasi bank. 1
Meski kelahiran OJK ini tengah digodok, tapi sampai kini2 masih banyak
yang mempertanyakan gagasan pokok pendirian OJK. Sampai saat ini tidak ada
satu latar belakangpun yang dapat meyakinkan, terutama para pelaku pasar
keuangan baik diperbankan, asuransi maupun pasar modal, bahwa OJK ini perlu
1
Diakses pada tanggan 28 Juni 2011 dari http://www.ojk-indonesia.info/tentang_ojk
2
Tulisan dimuat dimajalah Investor pada September 2002
12
13
ada dan dibuat sekarang3. Sejauh ini alasan yang sering dilontarkan terhadap
pembentukan OJK ini agar Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral dengan
pengelolaan moneter negara tidak perlu dipusingkan lagi dengan masalah
pengawasan perbankan yang terlalu bersifat teknis. 4
Alasan lain menyebut bahwa OJK perlu dibuat karena undang-undang
perbankan secara implisit telah mengarahkan seluruh jasa keuangan berada
dibawah satu pengawasan. Tapi alasan ini terlampau berpihak, karena semua
undang-undang jasa kauangan yang ada saat ini –UU No. 8 tahun 1995 tentang
pasar modal misalnya- mempunyai kedudukan yang setara. Koordinasi dan
pengelolaan industri jasa keuangan secara lebih terpadu juga terlalu mengadaada untuk dijadikan latar belakang karena itu dianggap hanyalah masalah
managerial yang tidak konseptual. 5
Pada tahun1997, Indonesia dihantam krisis moneter yang membuat bank
Indonesia (BI) oleng dan nyaris bangkrut. Akibat intervensi yang berlebihan
yang dilakukan pemerintah, BI dipaksa untuk memberikan dana talangan kepada
bank umum nasional yang terkena rush. Dana talangan itu kemudian dikenal
dengan liquidity support atau bantuan likuiditas bank Indonesia (BLBI). Selain
ke bank umum swasta, BLBI juga diberikan ke Bank exim, bank milik
3
Tahun 2002
4
Tito Sulistio, Mencari Ekonomi Pro Pasar: Catatan Tentang Pasar Modal, Privatisasi Dan
Konglomerasi Lokal, (Jakarta: The Investor, 2004), h. 252
5
Ibid., h. 252
14
pemerintah yang saat ini sudah dilebur ke bank mandiri.jumlahnya sekitar Rp 20
triliun. Ditambah dana penjaminan Rp 53,8 triliun, total dana talangan yang
dikucurkan BI mencapai Rp 218,3 triliun.6
Perlu kiranya dibentuk OJK di Indonesia berawal dari amanat Undangundang tentang Bank Indonesia (BI) No.3 tahun 2004 yang menyatakan bahwa:
(1) tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang. (2)
pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana yang dimaksud ayat (1), akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.
Banyak pakar ekonomi yang menyatakan telah gagalnya BI dalam
menjalankan tugasnya sebagai pemilik otoritas pengawas perbankan di
Indonesia terlihat dari banyaknya kasus perbankan yang mulai muncul pasca
krisis ekonomi global tahun 2010 yang disebabkan oleh kegagalan pembayaran
kredit perumahan (subrime morgage default) di Amerika Serikat meskipun
dampaknya tidak secara langsung dirasakan oleh Indonesia.
Sebut saja di antaranya kasus Bank Century yang kesulitan likuiditas,
gagal kliring karena gagal menyediakan dana (refund) bagi nasabah, yang pada
akhirnya Bank Century diambil alih oleh pemerintah melalui bantuan yang
diberikan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) dengan memberikan suntikan
6
Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 119
15
dana agar Bank Century dapat melakukan likuiditas. Adapula kasus Citybank
yang melibatkan pegawai bank tersebut yang melakukan pembobolan dana
nasabah sejumlah Rp.17 Milyar, yang hingga Mei 2011 masih dilakukan
penyelidikan lebih dalam mengenai kasus tersebut. Tidak hanya itu kasus lain
yang terjadi di Bank Mega yakni bobolnya dana milik PT. Elnusa Tbk. sejumlah
Rp.111 milyar, yang sahamnya terdaftar pada Bursa Efek.
Kasus-kasus yang kerap terjadi pada dunia perbankan menciptakan
image dan kepercayaan perbankan dimata masyarakat berkurang, hal ini
membuat peran pengawasan BI terhadap perbankan dipertanyakan. Juga yang
menjadi pertimbangan pemerintah untuk segera merancang RUU (Rancangan
Undang-Undang) OJK, agar lembaga keuangan tidak hanya indutri perbankan
saja akan tetapi industri keuangan lainya seperti pasar modal maupun industri
keuangan nonbank dalam melaksanakan kegiatannya dapat diawasi oleh
lembaga independen tanpa campur tangan pihak lain agar kerjanya dapat
berjalan lebih objektif dalam bertindak.
Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan dibidang teknologi informasi dan inovasi financial telah menciptakan
sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling terkait antar masingmasing subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan.
Disamping itu, adanya lembaga keuangan yang yang memiliki hubungan
kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah
16
kompleksitas transaksi dan interaksi antar lembaga-lembaga keuangan didalam
sistem keuangan.7
Dalam naskah akademik pembentukan otoritas jasa keuangan tidak
hanya landasan yuridis yaitu amanat UU nomor 3 tahun 2004 pasal 34 tentang
Bank Indonesia yang pada hakikatnya pasal 34 dimaksud untuk memberikan
otoritas pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap
industri perbankan, pasar modal (sekuritas) dan industri keuangan nonbank
(asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta
lembaga lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Adapun
landasan filosofis dari pembentukan OJK adalah agar keseluruhan kegiatan jasa
keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil,
trnsparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh
secara berkelanjutan dan stabil.
Sedangkan landasan
sosiologis dari
pembentukan OJK adalah perlu adanya prinsip kesetaraan (level playing field),
pengaturan dan pengawasan yang didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan
transparasi harus ditetapkan sedemikian rupa untuk menciptakan suatu aktifitas
dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien dan produktif, dan menjamin adanya
perlindungan nasabah dan masyarakat.8
7
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), (Jakarta: 2010), h. 2
8
Ibid., h. 4
17
Tidak hanya itu, ada berbagai pertimbangan yang menjadi alasan
pemerintah untuk membentuk OJK yaitu adanya berbagai alasan perubahan yang
terjadi dalam industri jasa keuangan, terutama menyangkut empat faktor :9
1. Produk jasa keuangan semakin bervariasi dan kompleks;
2. Karena berbagai alasan bisnis, lembaga-lembaga keuangan cenderung
untuk, menjadi bagian dari konglomerasi;
3. Globalisasi perdagangan jasa meningkatkan arus transaksi ke luar dari
atau masuk ke Indonesia;
4. Perkembangan inovasi teknologi bisnis yang sangat cepat; kompleksitas
produk
yang
diperdagangkan
makin
tinggi.
Inovasi
tersebut
membutuhkan langkah antisipasi perlindungan kepada konsumen.
OJK akan menjadi sebuah lembaga yang independen tampa campur
tangan pemerintah dalam melakukan tugasnya sesuai dengan amanat UU tentang
BI No. 3 tahun 2004. Sesuai dengan namanya Otorotas Jasa Keuangan maka,
OJK akan menanungi seluruh lembaga keuangan tidak terkecuali lembaga
keuangan berbasis syariah seperti pasar modal syariah misalnya. Dengan begitu
dapat dikatakan kewenangan OJK sangatlah luas karena mengawasi seluruh
lembaga keuangan yang ada di Indonesia. Selain itu OJK tidak hanya melakukan
9
Dewi Gemala, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah Di
Indonesia, Opcit., h. 121
18
pengawasan dan pengaturan saja, akan tetapi juga pemeriksaan dan penyidikan
akan menjadi kewenangannya.
B. Sejarah Pembentukan RUU OJK
Sudah semestinya RUU OJK disahkan selambat-lambatnya tanggal 31
Desember 2010 menurut UU No.3 tahun 2004. Menilik kebelakang, UU tentang
BI yang memerintahkan untuk dibentuknya lembaga independen yang fungsinya
mengawasi lembaga keuangan yang ada di Indonesia dimulai dari UU No.23
pasal 34 tahun 1999 yang mengamanatkan bahwa paling lambat tanggal 31
Desember 2002, namun hingga akhirnya UU tersebut diamandemen menjadi
undang-undang yang berlaku sekarang, yaitu UU No.3 tahun 2004 tentang BI.
RUU OJK dirancang oleh pemerintah melalui kementerian keuangan
termasuk didalamnya Bapepam-Lk sebagai pemilik Otoritas Pengawas Pasar
Modal dan juga dari pihak Bank Indonesia sebagai pemilik Otoritas Pengawasan
Perbankan, tim penyusun RUU OJK ini diketui oleh Fuad Rachmany, yang pada
saat itu (2010) masih menjabat sebagai ketua Bapepam-Lk. Setelah RUU OJK
disepakati isinya oleh departemen terkait, lalu RUU OJK diserahkan kepada
kementerian hukum dan HAM untuk diperiksa kembali, lalu kemudian diberikan
kepada presiden untuk selanjutnya diserahkan kepada DPR untuk disahkan
menjadi UU.
RUU OJK pun diterima oleh DPR untuk dilanjutkan pembahasannya
yang tadinya menjadi kewenangan komisi XI DPR sekarang menjadi
19
kewenangan pansus RUU OJK yang dibentuk pada tanggal 20 Juli 2010 oleh
DPR. Pansus RUU OJK ini terdiri dari 30 anggota yang diketuai oleh Nusro
Wahid, yang pada awalnya dijadwalkan RUU OJK dapat disahkan menjadi UU
pada sidang paripurna tanggal 17 Desember 2011 akan tetapi ternyata
pembahasan mengenai RUU OJK belum selesai.
Pada akhirnya di sidang paripurna DPR tanggal 27 Oktober 2011 dengan
beberapa kesepakatan yang terjadi antara DPR dan pemerintah yang pertama
yaitu; 1) fungsi penyelidikan dan penyidikan pada OJK disepakati; 2) masa
transisi bagi BI yaitu 3 tahun sejak OJK diundangkan atau akhir 2014, untuk
Bapepam-LK harus sudah melebur pada akhir 2012; 3) Dewan Komisioner
harus sudah dipilih pada Juni 2012 yang mana panitia penyeleksi calon DK
dipimpin oleh Menteri keuangan.
C. Pemikiran Yang Berhubungan Tentang RUU OJK
Dibeberapa negara sudah menggunakan OJK sebagai pemilik otoritas
lembaga keuangan sebut saja Swedia. Swedia dengan bank sentralnya Riskbank
merupakan salah satu negara yang sudah puluhan tahun memiliki lembaga
pengawasan bank secara terpisah. Pascakrisis 1990-an, negara ini memutuskan
untuk melakukan pengawasan secara intensif terhadap perkembangan bank-bank
yang suatu saat bisa menimbulkan dampak sistemik dalam arti menyebabkan
guncangnya stabilitas keuangan sebuah negara. Atas dasar argumen itu,
Riskbank pun lalu membentuk Financial Stability Wing (FSW). FSW memiliki
20
dua tugas pokok yaitu menyangkut pengawasan prasarana keuangan seperti
sistem pembayaran dan melakukan pengawasan bank-bank yang masuk kategori
sistemik.10
Sebut juga Perancis, pengawasan lembaga keuangan di Perancis
dilakukan The Banking Commission. Ini merupakan badan yang bersifat kolegial
yang terdiri atas tujuh anggota dan diketuai the governor of the banque de france
(The France Central Bank). Badan ini memiliki kewenangan yang cukup besar
untuk melakukan pengaturan, pengawasan dan investigasi serta tindakan
sanksi/hukum untuk meyakinkan lembaga keuangan memenuhi segala ketentuan
hukum perundang-undangan dan/atau peraturan yang berlaku. 11
Pada negara yang melakukan pengawasan terhadap lembaga keuangan
semacam OJK tentunya memiliki model-model yang berbeda dari tiap negara,
hal inilah yang menjadi pertimbangan dalam menentukan model OJK di
Indonesia. Tentunya ada yang sukses menggunakan model yang dianut maupun
mengalami kegagalan, dan Indonesia sudah sepatutnya mengambil pelajaran dari
negara lain dalam menentukan kebijakannnya sendiri.
10
Paul Sutaryono, “Pengawasan Bank Tetap di BI atau OJK?”, Bank Dan Management,
no.112 (Maret-April 2010): hal. 6
11
Ibid., h. 6
21
Model pengawasan industri jasa keuangan di berbagai negara didunia
sangat beragam yang dapat diklasifikasikan dalam 3 (tiga) kelompok besar,
yaitu:12
1. Multi Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan sektor
jasa keuangan oleh lebih dari dua otoritas. Masing-masing industri
jasa keuangan seperti perbankan, pasar modal, asuransi, dan
lembaga jasa keuangan lainnya diatur dan diawasi oleh masingmasing regulator yang berbeda. Model ini diterapkan oleh beberapa
Negara seperti Amerika Serikat dan Republik Rakyat China.
2. Twin Peak Supervisory Model, yaitu pengaturan dan pengawasan
sektor jasa keuangan yang dilakukan oleh dua otoritas utama yang
bagiannya didasarkan pada aspek prudential dan aspek market
conduct. Dalam model ini lembaga keuangan prudensial seperti
seperti bank dan perusahaan asuransi berada dalam satu juridiksi
pengaturan dan pengawasan tersendiri, sedangkan perusahaan efek
dan lembaga keuangan lainnya serta seluruh produk-produk jasa
keuangan berada dalam satu juridiksi pengaturan dan pengawasan
tersendiri pula. Model ini diterapkan oleh Negara-negara seperti
Australia dan Canada.
12
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Opcit., h. 10
22
3. Unified supervisory model, yaitu pengaturan dan pengawasan
sektor jasa keuangan oleh otoritas yang terintegrasi dibawah satu
lembaga atau badan yang memiliki otoritas pengaturan dan
pengawasan terhadap seluruh sektor jasa keuangan mencakup
perbankan, pasar modal, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya.
Model ini mulai cenderung diterapkan dibeberapa negara sejak
tahun 1997. Yang pertama kali menerapkan model ini adalah
Norwegia ditahun 1986. Sampai saat ini sudah lebih dari 30 negara
menerapkan model ini. Model ini diterapkan oleh negara-negara
yang sektor keuangannya cukup besar dan maju seperti antara lain
Inggris, Jepang, Korea Selatan, dan Jerman.
Dari ketiga model diatas sepertinya Indonesia akan mengadopsi
model yang ketiga yaitu unified supervisory model, dimana hanya ada satu
otoritas yang melakukan fingsi pengaturan dan pengawasan dari seluruh
lembaga keuangan meliputi perbakan, asuransi, pasar modal, maupun
lembaga keuangan lainnya. Fungsi pengaturan dan pengawasan akan berada
ditangan OJK yang saat ini rancangan undang-undangnya sedang menjadi
pembahasan DPR dan akan segera disahkan menjadi Undang-undang setelah
penantian yang cukup lama.
Kajian akademis atas kondisi otoritas pengawas yang ada dinegaranegara lain termasuk perkembangan industri jasa keuangan di Indonesia dan
23
negara lain, serta pengaturan dan pengawasannya, telah menjadi dasar bagi
penyusunan rancang bangun OJK dalam Rancangan Undang-Undang tentang
OJK (RUU-OJK)
Terdapat materi RUU OJK dan beberapa ketentuan perundangan yang
terkait apabila OJK selaku otoritas yang melakukan pengaturan dan
pengawasan disektor jasa keuangan terbentuk, dijelaskan dengan tabel
berikut:13
Keterkaitan RUU OJK Dengan Hukum Positif
No
1
Peraturan Perundangan Terkait dan
Substansi
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan
Atas
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
1999 Tentang Bank Indonesia


2
Terkait
dengan
kebijakan
moneter, sistem pembayaran
dan stabilitas keuangan
Memuat amanat pembentukan
OJK
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan

13
Memuat peran OJK terkait
bank bermasalah
Rumusan Pasal Peraturan Terkait
Pasal 34
[1] Tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang independen, dan dibentuk dengan
undang-undang.
[2}
Pembentukan
lembaga
pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat [1], akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31 desember
2010
Pasal 21
Ayat [1]
[1] LPS menerima pemberitahuan dari LPP
mengenai bank yang sedang dalam upaya
penyehatan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan dibidang
perbankan.
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Opcit., H. 14
24
Ayat [2]
LPS melakukan penyelesaian bank gagal yang
tidak berdampak sistemik setelah LPP atau
komite
koordinasi
menyerahkan
penyelesaiannya kepada LPS.

Pimpinan OJK menjadi salah
satu anggota dewan komisioner
LPS
Pasal 65
Ayat [1]
[1] Anggota dewan komisioner berjumlah 6 (enam)
orang, yang terdiri atas:
a. 1 (satu) orang pejabat setingkat eselon 1
departemen keuangan yang ditunjuk oleh
menteri keuangan;
b. 1 (satu) orang unsur pimpinan LPP yang
ditunjuk oleh pimpinan LPP;
c. 1 (satu) orang dari unsur pimpinan bank
Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan
bank Indonesia;
d. 3 (tiga) orang anggota yang berasal dari
dalam dan/atau luar LPS.
3
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan Sebagaimana Diubah Dengan
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 10 Tahun 1998
Saat OJK terbentuk tugas dan
wewenang bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UU tentang perbankan
menjadi tugas dan wewenang OJK.
Beberapa ketentuan yang terkait adalah:

Peran OJK dalam perizinan
dan pencabutan izin usaha
bank
Pasal 16
[1] Setiap pihak yang melakukan kegiatan
penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoles izin
usaha sebagai bank umum ata bank perkreditan
rakyat dari pimpinan bank Indonesia, kecuali
apabila kegiatan menghimpun dana dari
masyarakat dimaksud diatur dengan undangundang tersendiri.
Pasal 37
[2] Apabila:
a. Tindakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat [1] belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi bank;dan/atau
b. Menurut penilaian bank Indonesia keadaan
25
suatu bank dapat membahayakan sistem
perbankan, pimpinan bank Indonesia dapat
mencabut
izin
usaha
bank
dan
memerintahkan direksi bank untuk segera
menyelenggarakan rapat umum pemegang
saham guna membubarkan badan hokum
bank dan membentuk tim likuidasi.

4
Peran OJK dalam pembinaan
dan pengawasan bank
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 1992 Tentang Dana
Pensiun
Saat OJK terbentuk, tugas dan
wewenang
menteri
keuangan
sebagaimana dimaksud dalam UU
tentang dana pensiun menjadi tugas dan
wewenang OJK beberapa ketentuan
yang terkait adalah:

Peran
OJK
dalam
pembentukan dan pembubaran
dana pensiun
Pasal 29
[1] Pembinaan dan pengawasan dilakukan
oleh bank Indonesia
Pasal 31
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap
bank secara berkala maupun setiap waktu apabila
diperlukan.
Pasal 6
Ayat [2]
[2] Dalam jangka waktu paling lama 3 [tiga]
bulan terhitung sejak diterimanya permohonan
pengesahan dana pensiun secara lengkap dan
memenuhi ketentuan undang-undang ini dan
peraturan pelaksanaannya, maka peraturan
dana pensiun tersebut wajib disahkan dengan
keputusan menteri dan dicatat dalam buku
daftar umum yang disediakan u tuk itu, dan
dalam hal permohonan ditolak, [emberitahuan
penolakan harus disertai alasan penolakannya.
Pasal 34
Ayat [1]
[1] Pembubaran dana pensiun ditetapkan dengan
keputusan menteri yang sekaligus menunjuk
likuidator, untuk melaksanakan tindakantindakan yang diperlukan dalam jangka waktu
yang ditetapkan oleh menteri.

Peran OJK dalam pembinaan
dan pengawasan dana pensiun
Pasal 50
Ayat [1]
[1] Pembinaan dan pengawasan atas dana pensiun
26
pemberi kerja dan dana pensiun
keuangan dilakukan oleh menteri.
lembaga
Pasal 10
Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha
perasuransian dilakukan oleh menteri.
5
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian
Pasal 9
Saat OJK terbentuk tugas dan
wewenang
menteri
keuangan
sebagaimana dimaksud dalam UU
tentang usaha perasuransian menjadi
tugas dan wewenang OJK. Beberapa
ketentuan yang terkait adalah:
[1]


6
Peran OJK dalam pembinaan
dan dan pengawasan usaha
perasuransian
Peran OJK dalam pemberian
izin dan pencabutan izin usaha
perasuransian
Ayat [1]
Setiap pihak yang melakukan usaha
perasuransian wajib mendapat izin usaha
dari menteri, kecualai bagi perusahaan yang
menyelenggarakan program asuransi social
Pasal 17
Ayat [1]
[1] Dalam hal terdapat pelanggaran tehadap
ketentuan dalam undang-undang ini atau
peraturan pelaksanaannya, menteri dapat
melakukan tindakan berupa pemberian
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, atau
pencabutan izin usaha.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar
modal
Pasal 3
Saat OJK terbentuk tugas dan
wewenang
bapepam
sebagaimana
dimaksud dalam UU pasar modal
menjadi tugas dan wewenang OJK.
Beberapa ketentuan yang terkait adalah:
[1] Pembinaan dan pengaturan, dan pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan oleh
badan pengawas pasar modal yang selanjutnya
disebut bapepam
Ayat [1]
Pasal 5


Peran OJK dalam pembinaan
dan pengawasan pasar modal
Wewenang OJK terkaiy pasar
modal
Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 3 dan pasal 4, bapepam
berwenang untuk :
a.
Memberi:
1) Izin kepada bursa efek, lembaga
kliring dan penjaminan, lembaga
penyimpanan dan penyelesaian, reksa
27
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
dana, perusahaan efek, penasehat
investasi, dan biro administrasi efek;
2) Izin orang perseorangan bagi wakil
penjamin emisi efek, wakil perantara
pedagang efek, dan wakil manager
investasi; dan
3) Persetujuan bagi bank kustodian;
Mewajibkan
pendaftaran
profesi
penunjang pasar modal dan wali amanat;
Menetapkan persyaratan dan tata cara
pencalonan dan memberhentian untuk
sementara waktu komisaris dan atau
direktur serta menunjuk managemen
sementara bursa efek, lembaga kliring
dan
penjaminan,
serta
lembaga
penyimpanan dan penyelesaian sampai
dengan dipilihnya komisaris dan atau
direktur yang baru;
Menetapkan persyaratan dan tata cara
pernyataan
pendaftaran
serta
menyatakan, menunda, atau membatalkan
efektifnya penyataan pendaftaran;
Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan
terhadap setiap pihak dalam hal terjadi
peristiwa yang diduga merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang ini
dan atau peraturan pelaksanaannya;
Mewajibkan setiap bank untuk:
1) Menghentikan atau memperbaiki
iklan
atau
promosi
yang
berhubungan dengan kegiatan di
pasar modal; atau
2) Mengambil langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengatasi akibat
yang timbul dari iklan atau promosi
yang dimaksud;
Melakukan pemeriksaan terhadap:
1) Setiap emiten atau perusahaan public
yang
telah
atau
diwajibkan
menyampaikan
pernyataan
pendaftaran kepada bapepam; atau
2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki
izin usaha, izin orang perseorangan,
persetujuan, atau pendaftaran profesi
berdasarkan undang-undang ini;
Menunjuk pihak lain untuk melakukan
pemeriksaan tertentu dalam rangka
pelaksanaan
wewenang
bapepam
sebagaimana dimaksud dalam huruf g;
Mengumumkan hasil pemeriksaan;
28
j.
Membekukan
atau
membatalkan
pencatatan suatu efek pada bursa efek
atau menghentikan transaksi bursa atau
efek tertentu untuk jangka waktu tertentu
guna melindungi kepentingan pemodal;
k. Menghentikan kegiatan perdagangan
bursa efek untuk jangka waktu tertentu
dalam hal keadaan darurat;
l. Memeriksa keberatan yang diajukanoleh
pihak yang dikenakan sangsi oleh bursa
efek,
lembaga
penyimpanan
dan
penyelesaian serta memberikan keputusan
membatalkan
atau
menguatkan
pengenaan sanksi dimaksud;
m. Menetapkan biaya perizinan, persetujuan,
pendaftaran, pemeriksaan, dan penelitian
serta biaya lain dalam rangka kegiatan
pasar modal;
n. Melakukan tindakan yang diperlukan
untuk mencegah kerugian masyarakat
sebagai
akibat
pelanggaran
atas
ketentuan dibidang pasar modal;
o. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang
bersifat
teknis
atau
peraturan
pelaksanaannya;
p. Menetapkan instrument lain sebagai efek
selain yang telah ditentukan dalam pasal
1 angka 5; dan
q. Melakukan hal-hal lain yang diberikan
berdasarkan undang-undang ini.
D. RUU OJK Terkait Pengawasan Pasar Modal Syariah
Dalam RUU OJK tidak disebutkan secara rinci tentang industri keuangan
berdasarkan prinsip syariah termasuk diantaranya pasar modal syariah, hanya
disebutkan secara umum yang masih menginduk ke industri keuangan
konvensional. Berikut dijabarkan pada tabel terkait isi RUU OJK yang
membahas atau menyebutkan tentang pasar modal:
29
Pembahasan Pasar Modal Dalam RUU OJK
No
1
Pasal
Pasal 4 ayat (1)
Isi
Otoritas jasa keuangan melakukan pengaturan da
pengawasan
secara
terpadu,
independen,
dan
akuntabel terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan;
b. Kegiatan jasa keuangan di bidang pasar
modal; dan
c. Kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB
2
Pasal 4 ayat (5)
Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
di bidang pasar modal sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b dlaksanakan oleh pengawas pasar
modal.
3
Pasal 20 ayat (2)
Kepala eksekutif pengawas pasar modal memimpin
tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di
bidang pasar modal sebagaimana di maksud dalam
pasal 4 ayat (5).
4
Pasal 21 ayat (1)
Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 20, kepala
eksekutif
dibidang
measing-masing
mempunyai
kebijakan
operasional
wewenang:
a. Menetapkan
pengawasan
terhadap
kegiatan
jasa
keuangan;
b. Menetapkan aturan teknis dibidang jasa
keuangan;
c. Melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan
30
tindakan lain terhadap pelaku dan / atau
penunjang
kegiatan
sebagaimana
jasa
dimaksud
perundang-undangan
dam
di
keuangan
peraturan
bidang
jasa
keuangan;
d. Mengeluarkan perintah tyertulis kepada pihak
tertentu;
e. Melakukan penunjukan pengelola statuter;
f.
Menetapkan penggunaaan pengelola statuter;
g. Menetapkan sanksi administrative kepada
pihak yang melakukan pelanggaran di bidang
jasa keuangan; dan
h. Member dan / atau mencabut:
1. Izin usaha;
2. Izin orang perseorangan;
3. Efektifnya pernyataan pendaftaran;
4. Surat tanda terdaftar;
5. Persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6. Pengesahan; dan
7. Persetujuan
pembubaran/
penetapan
pembubaran.
5
Pasal 47 ayat (1)
Tugas
wewenang
pengaturan
dan
pengawasan
dibidang pasar modal dan IKNB yang dilaksanakan
oleh menteri keuangan atau badan pengawas pasar
modal dan lembaga keuangan secara bertahap beralih
kepada otoritas jasa keuangan paling lama 3 (tiga)
tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini
diundangkan.
6
Pasal 47 ayat (2)
Untuk tahun pertama setelah tugas dan wewenang
pengaturan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
31
ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan tugas
dan wewenang pengaturan dan pengawasan dibidang
pasar modal.
7
Pasal 48 ayat (2)
Terhitung
sejak
wewenang
pengawasan dibidang pasar
pengaturan
modal
dan
dan IKNB
sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (1)
beralih
kepada
otoritas
jasa
keuangan,
status
kepegawaian pegawai negeri sipil pada badan
pengawas pasar modal dan lembaga keuangan,
kementerian keuangan dialihkan menjadi pegawai
otoritas jasa keuangan.
8
Pasal 50 ayat (2)
Badan Pengawas
Keuangan,
Pasar
Modal
Kementerian
Dan Lembaga
Keuangan
bertugas
mempersiapkan perangkat dan infrastruktur yang
dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan dibidang pasar modal
dan IKNB dari Badan Pengawas Pasar Modal Dan
Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
9
Pasal 52 angka 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608). Dan peraturan
undang-undang lainnya dibidang jasa keuangan
dinyatakan
tetap
berlaku
sepanjang
tidak
bertentangan dan belum diganti berdasarkan undangundang ini.
BAB III
Gambaran Umum Tentang Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan (Bapepam-Lk)
A. Sejarah Umum Berdirinya Bapepam-Lk
Terbentuknya Bapepam berawal dari dibentuknya tim persiapan pasar
modal (PM) dan pasar uang (PU) di Bank Indonesia (BI) berdasarkan keputusan
direksi BI No. 4/16 tanggal 26 juli 1968. Dari penelitian Tim tersebut didapatkan
bahwa PM di Indonesia benihnya sudah ada sejak tahun 1952, akan tetapi karena
pengaruh situasi politik yang terjadi dan masih awamnya pengetahuan
masyarakat tentang pasar modal, maka pertumbuhan bursa efek di Indonesia
mengalami kelesuan.
Tim persiapan PM dan PU dibubarkan setelah melakukan tugasnya
dengan dikeluarkannya surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72
tanggal 13 Januari 1972. Pada tahun 1976 dibentuklah Bapepam (Badan
Pelaksana Pasar Modal) yang secara umum bertugas membantu menteri
keuangan yang diketuai oleh gubernur Bank Sentral.
Dengan dibentuknya Bapepam selain membantu menteri keuangan juga
bertugas membentuk kembali PU dan PM. Bapepam juga memiliki fungsi ganda
yaitu sebagai penyelenggara serta pengawas bursa efek. Namun, dengan adanya
keppres No. 53/1990 dan SK Menkeu No. 1548/1990 maka dualisme fungsi
32
33
Bapepam di hapus terfokus pada pengawasan pasar modal. Sedangkan pasar
uang diserahkan kepada Bank Indonesia.
Sejak tahun 2005 Bapepam disempurnakan menjadi Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (disingkat Bapepam-LK) berdasarkan
keputusan menteri keuangan RI Nomor KMK 606/KMK.01./2005tanggal 30
Desember 2005. Bapepam-LK merupakan gabungan dari Badan Pengawas Pasar
Modal (Bapepam) dan Direktorat Jendral Lembaga Keuangan Departemen
Keuangan. Bapepam-LK berada di bawah departemen Keuangan Republik
Indonesia yang bertugas membina, mengatur, mengawasi sehari-hari kegiatan
pasar modal serta merumuskan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang
lembaga keuangan. 1
Diawali dengan diterbitkannya reksadana syariah oleh PT.Dana Reksa
pada pertengahan tahun 1997 merupakan awal dari berkembangnya instrumen
investasi syariah di Pasar Modal. Hal tersebut menarik perhatian lembagalembaga yang terlibat dalam pasar modal syariah diantaranya Bapepam-Lk dan
DSN-MUI untuk membuat nota kesepahaman (MoU) dalam mengembangkan
pasar modal berbasis syariah di Indonesia.
Dari sisi kelembagaan Bapepam-LK, perkembangan Pasar Modal Syariah
ditandai dengan pembentukan Tim Pengembangan Pasar Modal Syariah pada
tahun 2003. Selanjutnya, pada tahun 2004 pengembangan Pasar Modal Syariah
1
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 110
34
masuk dalam struktur organisasi Bapepam dan LK, dan dilaksanakan oleh unit
setingkat eselon IV yang secara khusus mempunyai tugas dan fungsi
mengembangkan pasar modal syariah. Sejalan dengan perkembangan industri
yang ada, pada tahun 2006 unit eselon IV yang ada sebelumnya ditingkatkan
menjadi unit setingkat eselon III.2
B. Dasar Hukum Pembentukan Bapepam-Lk
GBHN 1999–2004 telah merespon dinamika perubahan industri jasa
keuangan tersebut, dimana dinyatakan bahwa dalam rangka menciptakan industri
pasar modal yang efektif dan efisien, perlu dibentuk suatu lembaga independen
yang mengawasi kegiatan di bidang Pasar Modal dan lembaga keuangan. Lebih
lanjut, berdasarkan Pasal 34 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank
Indonesia, disebutkan bahwa pengawasan industri jasa keuangan dilakukan oleh
lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen selambat-lambatnya
dibentuk pada Desember 2010.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Keuangan
RI
Nomor
KMK
606/KMK.01./2005 tanggal 30 Desember 2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, organisasi unit
eselon I Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dan unit eselon I Direktorat
2
“Sejarah Pasar Modal Syariah”, diakses pada tanggal 13 juni 2011 dari
http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html
35
Jenderal Lembaga Keuangan (DJLK) digabungkan menjadi satu organisasi unit
eselon I, yaitu menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam dan Lembaga Keuangan).3
C. Tugas dan Fungsi Bapepam-Lk
Pasar modal di Indonesia dikelola oleh badan pengawas pasar modal
(Bapepam) yang struktur organisasinya berada dibawah Departemen Keuangan.
Bapepam ini mempunyai berbagai fungsi dan kewenangan.4
1. Tugas dan fungsi Bapepam
Bapepam memiliki beberapa tugas dan fungsi, antara lain:
a.
Melakukan pembinaan, membuat peraturan, dan mengawasi kegiatan
pasar modal sehari-hari.
b.
Mewujudkan terciptanya kegiatan pasar modal yang teratur, wajar, dan
efisien dengan tujuan melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.
c.
Melaksanakan pembinaan terhadap semua pelaku dan lembaga yang
berkaitan dengan pasar modal.
d.
Mempertanggungjawabkan seluruh aktivitasnya ke menteri keuangan
berkaitan dengan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan pasar
modal.
3
Diakses pada tanggal 16 juni 2011 dari
http://www.bapepam.go.id/bapepamlk/organisasi/index.htm
4
Ade Arhesa an Edia Hendiman, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, (Jakarta, PT.
Indekx Kelompok Gramedia, 2006), h. 217
36
Sebagai Badan Pelaksana Pasar Modal (1976) tugas Bapepam menurut
Keppres NO. 52/1976 tentang pasar modal yang disempurnakan dengan Keppres
No. 58 tahun 1984 adalah:
 Mengadakan penilaian terhadap perusahaan-perusahaan yang akan
menjual saham-sahamnya
melalui Pasar Modal apakah telah
memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sehat serta baik;
 Menyelenggarakan Bursa Pasar Modal yang efektif dan efisien;
 Terus-menurus mengikuti perkembangan perusahaan-perusahaan yang
menjual saham-sahamnya melalui pasar modal.
2. Kewenangan Bapepam5
Kewenangan Bapepam antara lain:
a. Memberikan izin usaha, izin perorangan, persetujuan kepada pelaku
pasar modal.
b. Menetapkan persyaratan dan dan tata cara menjadi peserta pasar modal
serta dapat menyatakan penundaan atau pembatalan terhadap
efektifnya pernyataan pendaftaran.
c. Mengadakan pemeriksaan dan dan penyidikan apabila diduga terjadi
peristiwa / aktivitas yang merupakan pelanggaran terhadap undangundang dan ketentuan pelaksanaan pasar modal.
5
Ibid., h. 219
37
d. Melakukan pemeriksaan terhadap emiten, perusahaan public, dan pihapihak yang memiliki izin usaha, izin perorangan atau pendaftaran di
pasar modal.
e. Melakukan
penunjukan
kepada
pihak
lain
untuk
melakukan
pemeriksaan tertentu dalam rangka pelaksanaan wewenang bapepam.
f. Membatalkan atau membekukan pencatatan efek tertentu pada bursa
efek atau menghentikan transaksi bursa atau efek tertentu.
g. Menetapkan instrument tertentu sebagai efek.
Adapun wewenang Bapepam-Lk secara lengkap tertuang dalam pasal
5 Undang-Undang Pasar Modal sebagai berikut:
a. memberi :
1) Izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa Dana, Perusahaan
Efek, Penasihat Investasi, dan Biro Administrasi Efek;
2) Izin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil
Perantara Pedagang Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan
3) Persetujuan bagi Bank Kustodian;
b.
mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali
Amanat;
c.
menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan memberhentikan
untuk sementara waktu komisaris dan atau direktur serta menunjuk
38
manajemen sementara Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan,
serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya
komisaris dan atau direktur yang baru;
d.
menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran serta
menyatakan,
menunda,
atau
membatalkan
efektifnya
Pernyataan
Pendaftaran;
e.
mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap Pihak dalam hal
terjadi peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran terhadap Undangundang ini dan atau peraturan pelaksanaannya;
f.
mewajibkan setiap pihak untuk :
1) menghentikan atau memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan
dengan kegiatan di Pasar Modal; atau
2) mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi akibat
yang timbul dari iklan atau promosi dimaksud;
g.
melakukan pemeriksaan terhadap :
1) Setiap Emiten atau Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan
menyampaikan Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau
2) Pihak yang dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang
perseorangan, persetujuan, atau pendaftaran profesi berdasarkan
Undang-undang ini;
h.
menunjuk Pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu dalam rangka
pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana dimaksud dalam huruf g;
39
i.
mengumumkan hasil pemeriksaan;
j.
membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada Bursa Efek
atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek tertentu untuk jangka waktu
tertentu guna melindungi kepentingan pemodal;
k.
menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka waktu
tertentu dalam hal keadaan darurat;
l.
memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang dikenakan sanksi
oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, atau Lembaga
Penyimpanan
dan
Penyelesaian
serta
memberikan
keputusan
membatalkan atau menguatkan pengenaan sanksi dimaksud;
m. menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran, pemeriksaan, dan
penelitian serta biaya lain dalam rangka kegiatan Pasar Modal;
n.
melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagai akibat pelanggaran atas ketentuan di bidang Pasar
Modal;
o.
memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas Undangundang ini atau peraturan pelaksanaannya;
p.
menetapkan instrumen lain sebagai Efek selain yang telah ditentukan
dalam Pasal 1 angka 5; dan
q.
melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan Undang-Undang ini.
40
Mengingat pasar modal merupakan salah satu sumber pembiayaan
dunia usaha dan sebagai wahana investasi bagi para pemodal, serta memiliki
peranan strategis untuk menunjang pembangunan nasional, pasar modal perlu
mendapat pengawasan agar pasar modal dapat berjalan secara teratur, wajar,
efisien, serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat (UUPM pasal
4). Untuk itu, bapepam diberikan kewenangan luar biasa dan kewajiban untuk
membina, mengatur, dan mengawasi setiap pihak yang melakukan kegiatan
dipasar modal. Pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan menempuh
upaya-upaya, baik yang bersifat preventif dalam bentuk aturan, pedoman,
bimbingan, dan arahan maupun secara represif dalam bentuk pemeriksaan,
penyidikan dan pengenaan sanksi. 6
Fungsi Bapepam yang demikian itu adalah fungsi-fungsi yang juga
dimiliki oleh Otoritas Pasar Modal di negara-negara lain di dunia.
Kewenangan yang diberikan oleh UU No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal
pasal 3 dan 4 adalah kewenangan yang sesuai standar dan prinsip hukum pasar
modal global. Otoritas pasar modal akan mempunyai 3 (tiga) fungsi utama,
yaitu melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi
tersebut diberikan kepada Bapepam untuk memfasilitasi tercapainya tujuan
6
M Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2004), h.
41
yang dicanangkan UU, yaitu menciptaka pasar modal yang teratur wajar dan
efisien, serta memberikan perlindungan kepada pemodal dan masyarakat.7
Bapepam-Lk memiliki wewenang untuk membina, mengatur, dan
mengawasi kegiatan pasar modal serta merumuskan dan melaksanakan
kebijakan dan standarisasi teknis dibidang lembaga keuangan. Dalam
melaksanakan wewenang tersebut Bapepam-Lk menyelenggarakan
fungsi
sebagai berikut:8
1.
Penyusunan peraturan di bidang pasar modal;
2.
Penegakan peraturan di bidang pasar modal;
3.
Pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha,
persetujuan, pendaftaran dari Badan dan pihak lain yang bergerak di pasar
modal;
4.
Penetapan prinsip-prinsip keterbukaan bagi Emiten dan Perusahaan
Publik;
5.
Penyelesaian yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh Bursa
Efek,
Kliring,
dan Penjaminan,
dan Lembaga Penyimpan dan
Penyelesaian;
6.
Penetapan ketentuan asuransi di bidang pasar modal;
7.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang lembaga keuangan;
7
8
Ibid., h. 116
Nindyo Pramono, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, (Bandung: PT. Citra
Aditya Bakti, 1997), h. 52
42
8.
Pelaksanaan kebijakan dibidang lembaga keuangan, sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku;
9.
Perumusan standar, norma, pedoman kriterian dan prosedur di bidang
lembaga keuangan;
10. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang lembaga keuangan;
11. Pelaksanaan tata usaha Badan.
UUPM (Undang-Undang Pasar Modal) tidak membedakan apakah
kegiatan pasar modal tersebut dilakukan dengan prinsip-prinsip syariah atau
tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal di
Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah dan dapat
pula dilakukan tidak sesuai prinsip syariah. 9
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas Pasar Modal, khusus
dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pasar modal syariah BapepamLk bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) dari Majlis Ulama
Indonesia (MUI) yang menjadi pusat referensi atas aspek-aspek syariah dalam
kegiatan pasar modal syariah. DSN bertugas memberikan fatwa-fatwa
sehubungan dengan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan portofolio efekefek syariah, dan kegiatan lain yang berhubungan dengan efek syariah. DSN
mempunyai kewenangan penuh untuk memberikan keputusan tentang berhak
9
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasuition, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 55
43
tidaknya sebuah efek menyandang label syariah. Kewenangan penuh juga
dimiliki DSN dalam pengawasan kegiatan emisi, perdagangan, pengelolaan
portofolio efek-efek syariah.10
Secara garis besar fungsi, tugas maupun wewenang Bapepam-Lk
adalah menyelenggarakan bursa pasar modal tak terkecuali didalamnya Pasar
Modal Syariah yang efektif dan efisien, membuat peraturan ataupun pedoman
dalam melakukan kegiatan di Pasar Modal, melakukan pengawasan dan
pembinaan terhadap pelaku pasar modal agar senantiasa mengikuti peraturan
yang dikeluarkan Bapepam-Lk. Tidak hanya itu Bapepam-Lk pun diharuskan
mengikuti perkembangan yang terjadi dalam bursa pasar modal dan ketika
terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan pasar modal, Bapepam-Lk berhak
untuk mencabut izin dari pihak atau Badan yang melakukan kegiatan di pasar
modal.
Dalam perkembangan terkhir
Badan Pengawas Pasar
Modal
(Bapepam) menetapkan perkembangan Pasar Modal Syariah sebagai salah
satu priorotas kerja lima tahun kedepan. Rencana tersebut dituangkan dalam
Masterplan Pasar Modal Indonesia 2005-2009. Dengan program ini,
pengembangan Pasar Modal Syariah memiliki arah jelas dan makin membaik.
Terdapat dua strategi utama yang dicanangkan Bapepam untuk mencapai
pengembangan pasar modal syariah. Pertama, mengembangkan kerangka
hukum untuk memfasilitasi pengembangan pasar mdal berbasis syariah.
10
Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Opcit., h. 58
44
kedua, mendorong pengembangan produk pasar modal berbasis syariah.
selanjutnya, dua strategi utama tersebut dijabarkan Bapepam menjadi tujuh
implementasi startegi, yakni:11
1. Mengatur penerapan prinsip syariah;
2. Menyusun standar akuntansi;
3. Mengembangkan profesi pelaku pasar;
4. Sosialisasi prinsip syariah;
5. Mengembangkan produk;
6. Menciptakan produk baru;
7. Meningkatkan kerja sama dengan dewan syariah nasional (DSN)
MUI.
Bapepam-Lk pun memiliki tugas maupun wewenang semacamnya,
termasuk ikut andil dalam mengembangkan produk Pasar Modal dan Industri
Keuangan Non Bank. Adapun strategi yang akan dilakukan bapepam untuk
mengembangkan pasar modal berbasis syariah seperti yang tercantum dalam
strategi 3 masterplan Bapepam-Lk tahun 2010-2014 dilakukan dalam
beberapa program sebagai berikut:12
11
Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Cet. III (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), h. 303
12
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Master Plan
Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014, h. 17
45
Program 1: Mengembangkan kerangka regulasi yang mendukung
pengembangan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non Bank berdasarkan
prinsip syariah. Dengan melakukan penambahan dan penyempurnaan regulasi
baru yang lebih komprehensip terkait produk pasar modal dan industri
keuangan non bank bersdasarkan prinsip syariah melalui fatwa DSN-MUI.
Program 2: Mengembangkan produk pasar modal dan jasa keuangan
non bank berdasarkan prinsip syariah. Dengan melakukan langkah
penyusunan pedoman baku syariah, dan menciptakan produk-produk baru
syariah.
Program 3: Mengupayakan kesetaraan produk keuangan syariah
dengan produk konvensional. Bapepam akan pelakukan penyetaraan produk,
baik dari proses penerbitan maupun perpajakan antara produk konvensional
maupun berbasis syariah.
Program 4: Meningkatkan perkembangan sumber saya manusia di
pasar modal dan industri keuangan non bank berdasarkan prinsip syariah. cara
yang ditempuh dalam meningkatkan pengembangan sumber daya manusia
dengan memfokuskan pada pembekalan teknis industry dan pengetahuan fikih
muamalat. Dan juga membuat pedoman standar kualifikasi dan sertifikasi bagi
para professional dibidang pasar modal berbasis syariah.
46
D. Peraturan Bapepam-Lk dan DSN-MUI Terkait Pasar Modal Syariah
1. Fatwa Dewan Syariah Nasional 13
Operasional pasar modal syariah menurut fatwa dewan syariah
nasional (DSN) No. 40/DSN-MUI/X/2003, tentang pasar modal dan
pedoman umum penerapan prinsip syariah dibidang pasar modal, sebagai
berikut:
Transaksi yang dilarang dalam pasar modal syariah, antara lain:
Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian
serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang
didalamnya mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat
dan kezhaliman. Transaksi yang mengandur unsur dharar, gharar, riba,
maisir, risywah, maksiat dan kezhaliman, antara lain:

Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu,

Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek
syariah) yang belum dimiliki (short selling);

Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam bentuk
memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;

13
Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
Muhammad Sholahuddin dan Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah
Kontemporer, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008), h. 270
47

Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah
dengan fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban
penyelesaian pembelian efek syariah tersebut;

Ikhtikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan
pengumpulan suatu efek syariah, dengan tujuan mempengaruhi
pihak lain;

Dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur-unsur diatas.
Transaksi dalam pasar modal syariah semestinya mendapatkan Harga
Pasar Wajar, yaitu harga pasar dari efek syariah harus mencerminkan nilai
valuasi kondisi yang sesungguhnya dari asset yang menjadi dasar penerbitan
efek tersebut dan/atau sesuai dengan mekanisme pasar yang teratur, wajar
efisien serta tidak direkayasa.
2. Peraturan Bapepam-Lk Terkait Pasar Modal Syariah
Terkait
pasar
modal
berdasarkan
prinsip
syariah,
bepepam
mengeluarkan peraturan No.IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah,
peraturan No.IX.A.14 tentang akad-akad yang digunakan dalam penerbitan
efek syariah, peraturan No.II.K.I tentang criteria dan penerbitan daftar efek
syariah dan peraturan No.X.K.2 tentang penyampaian laporan keuangan
berkala emiten atau perusahaan publik.
BAB IV
Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar
Modal Syariah
A. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Pembentukan OJK dan Isi RUU OJK
Otoritas Jasa Keuangan yakni lembaga yang melaksanakan tugas dan
wewenang pengaturan dan pengawasan secara terpadu, independen, dan
akuntabel terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang perbankan, pasar modal dan
industri keuangan nonbank. OJK adalah lembaga independen yang tidak berada
dibawah otoritas lain didalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia,
yang memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya, bebas dari
campur tangan pihak lain. Independensi OJK dapat dilaksanakan dengan
penerapan tata kelola yang baik antara lain dalam hal penetapan Dewan
Komisioner yang transparan dan prudent, akuntabilitas dan pertanggungjawaban
kepada publik, serta mekanisme check & balances dimana dilakukan pemisahan
yang jelas antara fungsi pengaturan dan fungsi pengawasan. Independensi OJK
diatur dalam RUU OJK. 1
Berdasarkan ketentuan pasal 34 Undang-undang tentang Bank Indonesia
beserta penjelasannya dapat disimpulkan bahwa OJK akan bertugas mengawasi
bank, lembaga-lembaga usaha perasuransian, lembaga-lembaga usaha pasar
1
Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011 dari http://www.ojk-indonesia.info
48
49
modal, dana pensiun, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, modal ventura, dan
lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian OJK
akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, Direktorat
Jenderal Lembaga Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal, dan institusiinstitusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana
masyarakat.2
Perumusan RUU OJK pasca amandemen UU No.3 tahun 1999 dimulai
sejak tahun 2008, yang tentunya berdasarkan amanat UU No. 3 tahun 2004
tentang BI (Bank Indonesia). Pembentukan OJK ini merupakan fungsi
pemerintah, dan perumusan RUU OJK dilakukan oleh pemerintah yang terdiri
dari kementerian keuangan yang diwakili oleh Bapepam-Lk selaku pemilik
otoritas di bidang pasar modal dan BI selaku pemilik otoritas dibidang
perbankan.
Ditengah polemik butuh atau tidaknya, setuju atau tidak OJK dibentuk,
Bapepam-Lk sendiri memiliki pendapat, bahwasanya OJK perlu dibentuk dan
adapun penjelasan tentang pentingnya OJK dibentuk tertuang dalam naskah
akademik pembentukan OJK.
2
Darmin Nasution, “Konsepsi Penyusunan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas
Jasa Keuangan Dan Persiapan Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan”, diakses pada tanggal 24 Juni
2011 dari www.legalitas.org
50
“Faktanya OJK ini memang diperlukan, argumennya ada di naskah
akademik RUU OJK, itulah argumennya, argumennya sudah cukup
kuat”3
Dalam Naskah Akademik Pembentukan OJK dijelaskan bahwasanya
terdapat beberapa landasan penting dalam pembentukan OJK, yaitu: landasan
yuridis dimana UU No.3 tahun 2004 tentang Bank Indonesia, yang
mengamanatkan bahwasanya perlu dibentuknya lembaga pengawasan sektor jasa
keuangan yang termasuk didalamnya perbankan, pasar modal, modal ventura,
dana pensiun, lembaga keuangan nonbank dan lain sebagainya yang termasuk
dalam bidang industri jasa keuangan baik konvensional maupun syariah.
Landasan filosofis, dari segi filosofis pembentukan OJK dengan tujuan agar
keseluruhan kegiatan jasa keuangan didalam sektor jasa keuangan dapat
terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta dapat
mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. 4
Adapun dari segi landasan sosiologis, pembentukan OJK didasari semangat
reformasi dan gejala transformasi sektor keuangan yang menglobal yang ditandai
oleh kemajuan teknologi informasi, inovasi produk-produk finansial yang
semakin kompleks dan keterkaitan entitas bisnis antar negara.5
3
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan
Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta, 25 Juli 2011
4
Tim Panitia Antar Departemen Pembentukan Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas
Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan OJK, 2010, h. 3
5
Ibid, h.5
51
Dalam RUU OJK tidak dijelaskan secara spesifik terkait katagori industri
keuangannya, termasuk dalam konvensional ataupun syariah, dalam RUU OJK
hanya disebutkan secara umumnya saja. Hal tersebut tidak dipermasalahkan oleh
Bapepam-Lk yang di wakili oleh kepala bagian pengembangan kebijakan pasar
modal syariah Bapepam-Lk, beliau menyatakan bahwa tidak dibedakannya pasar
modal syariah maupun konvensional dalam RUU OJK tidak akan menhambat
pertumbukan industri syariah karena bagaimnapun OJK kelak akan menjadi
payung hukum dari seluruh industri keuangan baik konvensional maupun
syariah.
“Menurut saya OJK ini akan menjadi payung hukum sehingga saya tidak perlu
merasa khawatir kalau syariah akan tertinggal. Karena nanti setelah OJK nya ada
akan ada undang-undang bawahannya, untuk apa khawatir karena industri kita
sama ko’, bank ada bank konvensional, asuransi, pasar modal juga ada syariah,
hingga ini (OJK) akan menaungi secara hukum. Yang namanya industri
keuangan akan masuk disini (OJK) baik konvensional maupun syariah, kenapa
kita jadi khawatir, karena kita sudah pasti masuk, seperti kita di Indonesia masa
kita takut tidak diakui, kita tidak perlu secara eksklusif menyebutkan itu, gx
perlu, karena yang kita susun adalah pengawasan industri keuangan.”6
6
Wawancara Pribadi dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan
Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta 25 Juli 2011
52
B. Perspektif Bapepam-Lk Terhadap Kewenangan OJK Dalam Melakukan
Pengawasan Terhadap Pasar Modal Syariah Dalam RUU OJK
Menurut ketua Bapepam-LK periode 27April 2006-15April 2011 Fuad
Rahmany, draft RUU yang akan diserahkan mengacu pada UU Bank Indonesia
pasal 34, ditambahkan Fuad, OJK menjadi badan pengawasan perbankan, serta
lembaga keuangan nonbank. Saat ini fungsi pengawasan perbankan ada di BI,
sementara untuk fungsi pengawasan (supervisi) pasar modal dan lembaga
keuangan nonbank ada di Bapepam-LK, yang merupakan perwakilan dari
Kementerian Keuangan. 7
Ruang lingkup OJK terdiri dari pengaturan, pengawasan dan penegakan
hukum. Fungsi pengaturan dilakukan oleh Dewan Komisioner sementara Fungsi
Pengawasan dilakukan oleh masing-masing pengawas yang terdiri dari pengawas
perbankan, pengawas pasar modal dan pengawas industri keuangan nonbank
yang selanjutnya disebut Kepala Eksekutif. Kewenangan penegakan hukum
dilakukan oleh OJK terhadap industri jasa keuangan sesuai dengan RUU OJK
pasal 41. 8
“(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi
pengawasan industri jasa keuangan di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan, diberi
7
“Bapepam: OJK harus terbentuk tahun ini”, diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 dari
http://finance.detik.com/read/2010/03/01/200212/1308927/5/bapepam-ojk-harus-terbentuk-tahun-ini
8
Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011 dari http://www.ojkindonesia.info/mainmenu.php?module=faq&id=0&&page=1
53
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana”.9
Menurut RUU OJK, OJK memiliki wewenang diantaranya melakukan
pengaturan dan pengawasan kegiatan sehari-hari pasar modal termasuk
didalamnya pasar modal berdasarkan prinsip syariah. Pada Bab II pasal 4 angka
(2) dinyatakan bahwa tugas pengaturan dalam kegiatan industri keuangan
termasuk didalamnya pasar modal, maka pengaturannya berdasarkan ketentuan
dalam Undang-Undang OJK yang akan terbentuk nanti. Adapun dalam tugas
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan dibidang pasar modal dilaksanakan
oleh Pengawas Pasar Modal. Hal tersebut menandakan bahwasanya pada setiap
bidang industri keuangan yang bernaung di bawah payung OJK tidak serta merta
diawasi langsung oleh OJK akan tetapi akan ada bidang atau bagian yang
mengawasinya yang dipimpin oleh kepala eksekutif yang bertanggung jawab
kepada dewan komisioner.
Bapepam-Lk memiliki fungsi utama yaitu melakukan pengawasan
terhadap pasar modal baik konvensional maupun syariah. Jika OJK benar
terbentuk, menurut Lutfie Zain Fuady selaku kepala bagian hukum pengelolaan
investasi syariah Bapepam-Lk pengawasan terhadap pasar modal syariah akan
tetap efektif, karena tidak ada fungsi yang hilang dalam tubuh Bapepam-LK
9
Indonesia, Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan, ps.41
54
justru akan semakin kuat dengan terbentuknya OJK dengan segala kewenangan
yang dimilikinya nanti.
“pengawasannya akan tetap efektif bila OJK benar terbentuk, tidak ada
kewenangan yang hilang jika menjadi OJK. Makin kuat dia, hilang tidak
karena kita gabung dengan bank, kan makin banyak tuh produk yang
bersinggungan pasti lebih baik”.10
OJK juga memiliki kewenangan khusus yaitu melakukan penyidikan
terhadap industri jasa keuangan yang diduga adanya unsur pidana di bidang
industri jasa keuangan yang didapat dari laporan, pengaduan, maupun
pemberitahuan seseorang akan adanya kecenderungan tindak pidana tersebut.
Kewenangan melakukan penyidikan tersebut yang dijelaskan secara rinci dalam
RUU OJK pada Bab VIII pasal 41 angka (3).
Kelak OJK akan menaungi seluruh industri keuangan yang ada di
Indonesia, dan dalam perumusan RUU OJK itu sendiri hanya disebutkan industri
keuangan secara umum. Tidak disebutkannya industri keuangan yang berbasis
syariah, hal ini dikarenakan industri keuangan yang berdasarkan prinsip syariah
sudah pasti termasuk dalam industri keuangan, baik konvensional maupun
syariah. Menurut Ketua Bapepam-Lk periode 2006-2010 Fuad Rahmany,
Undang-Undang OJK pada dasarnya hanya mengatur tentang struktur organisasi
10
Wawancara Pribadi dengan Luthfy Zain Fuady (Kepala Bagian Hukum Pengelolaan
Investasi syariah Bapepam-Lk). Jakarta 18 Juli 2011
55
dari lembaga pengatur dan pengawas sektor keuangan. Lebih lanjut, Fuad
menambahkan, aturan tentang produk keuangan dan batasannya bisa diatur di
masing-masing undang-undang. Seperti undang-undang pasar modal mengatur
tentang pasar modal, undang-undang perbankan tentang perbankan, demikian
halnya dengan undang-undang perasuransian. 11 Karenanya untuk industri
keuangan berdasarkan prinsip syariah kelak akan diatur dalam undang-undang
turunan pada masing-masing pengawas industri keuangan di OJK nanti.
C. Kelangsungan kelembagaan Bapepam-Lk Jika Pengawasan Pasar Modal
Syariah Menjadi Kewenangan OJK
Meskipun pengawasan terhadap produk ataupun hal-hal yang terkait
dengan pasar modal syariah berada pada biro-biro terkait, namun fungsi
pengawasan ini dimaksudkan untuk menjaga kepentingan emiten maupun
pemilik saham. Seperti yang dikatakan oleh kepala bagian hukum pengelolaan
investasi syariah, Luthfy Zain Fuady bahwa salah satu cara pengawasan yang
dilakukan Bapepam-Lk adalah dengan memastikan bahwa efek yang diterbitkan
oleh emiten yang menerbitkan saham syariah tetap berada pada jalur syariah.
11
Arif Firdaus, Bapepam Menolak Penjaminan Polis Diatur Dalam OJK, diakses pada tanggal
15 Agustus 2011 dari http://www.tempo.co/hg/perbankan_keuangan/2010/04/27/brk,20100427243528,id.html
56
“…. Tugasnya legulator adalah memastikan atau mendorong untuk
menjaga dirinya (perusahaan yang mengeluarkan efek syariah) agar tetap
syariah…. ”.12
Diungkapkan pula oleh kepala Bapepam-Lk periode 2006-2010 Fuad
Rahmany bahwasanya pengawasan akan tetap berada pada pemilik otoritas
semula, seperti pengawasan perbankan akan tetap dilakukan oleh pihak Bank
Indonesia begitu pula pasar modal akan tetap menjadi kewengan Bapepam-Lk,
tidak langsung sepenuhnya OJK yang melakukan pengawasan langsung, BI dan
Bapepam-Lk lah yang akan diawasi oleh OJK.
"Kita berpikir positif saja lah. Supervisi terhadap perbankan tetap dilakukan
orang-orang BI, jadi bukan oleh OJK langsung. Demikian pula dengan pasar
modal tetap oleh orang-orang Bapepam-LK, tetapi mungkin namanya akan
berubah. Dan dua lembaga inilah yang akan diawasi OJK secara langsung,"13
Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang tertulis dalam naskah
akademik pembentukan OJK bahwasanya, fungsi pengaturan dilakukan oleh
Dewan Komisioner sedangkan fungsi pengawasan dilakukan masing-masing oleh
pengawas perbankan, pasar modal dan pengawas industri keuangan non bank.
Dewan komisioner sebagai organ tertinggi dalam OJK selain menjalankan fungsi
pengaturan, juga berperan untuk memastikan masing-masing pengawas
12
Wawancara Pribadi dengan Luthfy Zain Fuady (Kepala Bagian Hukum Pengelolaan
Investasi Bapepam-Lk). Jakarta 18 Juli 2011
13
“OJK Tidak Mengubah Peran Otoritas”, diakses Pada Tanggal 17 Juni 2011 dari
Http://Bataviase.Co.Id/Node/104094
57
melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.14
Meskipun fungsi pengawasannya dibagi menjadi masing-masing bidang
yang dipimpin oleh Kepala Eksekutif, namun pengaturan dari semua bidang
industri keuangan dilakukan oleh dewan Komisioner yang mana dewan
komisioner inilah yang mengepalai OJK. Baik fungsi maupun pegawai sebut saja
Bapepam-LK kewenangan pengawasan pasar modal akan tetap dimiliki, yang
berbeda adalah struktur kelembagaannya yang akan menjadi bagian dari OJK
bukan lagi di bawah kementerian keuangan, dan status kepegawaiannya bukan
lagi pegawai negeri sipil, akan tetapi menjadi pegawai OJK. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikatakan ketua Bapepam-Lk.
"Gedung dan pegawainya tidak berubah. Hanya status kepegawaian yang
berubah,"15
Dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap pasar modal syariah,
tentunya Bapepam-Lk menciptakan peraturan-peraturan yang kiranya dapat
memfasilitasi agar produk-produk pada pasar modal syariah dapat berlaku.
Peraturan yang dikeluarkanpun tidak hanya meliputi produk, tetapi juga emiten,
laporan keuangan maupun akad-akad yang digunakan dalam mengeluarkan efek
14
Tim Panitia Antar Departemen Pembentukan Rancangan Undang-Undang Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan OJK, 2010, h. 4
15
“OJK Tidak Mengubah Peran Otoritas”, Diakses Pada Tanggal 17 Juni 2011 dari
Http://Bataviase.Co.Id/Node/104094
58
syariah. Sejak adanya pasar modal berbasis syariah, Bapepam-Lk bekerjasama
dengan DSN-MUI dalam membuat peraturan.
Di Indonesia, tonggak awal yang berkaitan dengan pembuatan peraturan
pasar modal syariah bisa dikatakan baru dimulai pada tahun 2001, yakni
bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001
tentang pedoman investasi untuk reksadana syariah. Kemudian diikuti oleh fatwa
DSN MUI tahun 2002 tentang obligasi syariah, serta nota kesepahaman (MoU)
Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dengan DSN-MUI tentang
pembentukan pasar modal yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah. 16
Menurut kepala bagian pengembangan kebijaksanaan pasar modal
syariah, kerjasama antara Bapepam-Lk dengan DSN-MUI dalam membuat
regulasi dikarenakan keterbatasan pengetahuan Bapepam-Lk terkait bidang
syariah dalam pengoperasian pasar modal berbasis syariah. Pengetahuan DSNMUI dalam menguasai ilmu syariah lebih dipercayai karenanya kerjasama ini
dibutuhkan agar peraturan yang dibuat adapat memebuhi segala aspek, baik dari
segi syariah maupun pasar modal syariah.
“Kami sebagai regulator dipasar modal tentunya menyadari bahwa kompetensi
atau wilayah kerja kita adalah dari segi industrinya. Ruler, regulasi ngertilah
kita, tapi begitu masuk ke syariah mungkin temen-temen di Bapepam-Lk
sebagian mengetahui hanya sisi umumnya saja, fiqh muamalat itu apa.
16
Samwise Prodo, “Perkembangan Pasar Modal Syariah Di Inidonesia”, artikel diakses pada
tanggal 22 Juni 2011 dari: Http://Id.Shvoong.Com/Business-Management/Investing/2105937Perkembangan-Pasar-Modal-Syariah-Di/#Ixzz1pzl735vl
59
Pengetahuan-pengetahuan itu temen-temen di Bapepam-Lk memiliki tetapi tidak
begitu detail, bagaimana mekanisme ijtihad segala macam itu memang bukan
wilayahnya kita, bukan kompetensinya kita. Karena itu dibangunlah kerjasama
dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI”17
Adapun peraturan yang telah dibuat oleh Bapepam-Lk dan DSN-MUI
untuk mengakomodir pelaksanaan pasar modal syariah di antaranya peraturan
No.IX.A.13 tentang penerbitan efek syariah, peraturan No.IX.A.14 tentang akadakad yang digunakan dalam penerbitan efek syariah, peraturan No.II.K.I tentang
kriteria dan penerbitan daftar efek syariah dan peraturan No.X.K.2 tentang
penyampaian laporan keuangan berkala emiten atau perusahaan publik.
Jika OJK terbentuk tentunya akan ada peraturan turunan yang akan
mengatur mekanisme pengawasan dimasing-masing bidang industri keuangan.
Mekanisme operasional di bidang pasar modal diatur dalam Undang-Undang
Pasar Modal (UUPM) dan peraturan lain yang dikeluarkan oleh Bapepam-Lk.
UUPM inipun berlaku untuk pasar modal syariah seperti yang dikatakan oleh
kepala bagian pengembangan kebijakan pasar modal syariah di biro standar
akuntansi
dan
keterbukaan
Bapepam-Lk
bahwasanya
UUPM
sudah
mengakomodasi peraturan-peraturan yang dibutuhkan oleh pasar modal syariah.
17
Wawancara Pribadi Dengan Muhammad Touriq (Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan
Pasar Modal Syariah Bapepam-Lk). Jakarta 25 Juli 2011
60
"Undang-Undang pasar modal itu bisa dijadikan landasan untuk pasar
modal syariah. Sudah akomodatif dan implementatif,"18
Untuk kedepannya OJK tentunya akan membuat peraturan sendiri untuk
menetapkan mekanisme operasional OJK. Adapun undang-undang yang dimiliki
industri keuangan yang ada berada dalam naungannya akan tetap berlaku,
termasuk undang-undang pasar modal dan peraturan yang telah dikeluarkan oleh
Bapepam-Lk akan tetap berlaku, seperti yang ditegaskan oleh kepala bagian
hukum pengelolaan investasi Bapepam-Lk.
“Oh ya jelas, malah lebih kuat, karena OJK punya kewenangan untuk
bikin peraturan”. 19
D. Nilai-nilai Syariah Yang Terdapat Dalam RUU OJK
Nilai-nilai yang terkandung dalam RUU OJK secara tidak langsung
mengadopsi nilai-nilai syariah maupun perintah yang terdapat dalam Al-Qur’an untuk
membentuk manajemen sebuah lembaga yang baik. Brikut dipaparkan nilai-nilai
syariah yang terdapat dalam RUU OJK:
18
“Menanti Geliat Syariah di Pasar Modal” Diakses pada tanggal 12 Agustus 2011dari
http://bataviase.co.id/node/539930
19
Wawancara Pribadi dengan Luthfy Zain Fuady (Kepala Bagian Hukum Pengelolaan
Investasi Bapepam-Lk). Jakarta 18 Juli 2011
61
1. Prinsip Profesionalisme
Di dalam RUU OJK diatur kriteria seperti apa yang akan menjadi
pegawai OJK, seperti yang disebutkan dalam Bab III Pasal 8 tentang syarat
calon anggota dewan komisioner yang berasal dari unsur masyarakat yang
diantaranya adalah mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa
keuangan. Al-Qu’an memerintahkan untuk melakukan pekerjaan yang sesuai
dengan keahliannya.. Hal ini dijelaskan dalam surat Az-Zumar ayat 39:
          
Artinya: “Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu,
Sesungguhnya Aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan mengetahui”.
Dan syarat untuk menjadi Dewan Komisioner OJK yaitu memiliki
akhlak, moral, dan integritas yang baik dan hendaklah menjaga amanat yang
telah diberikan, sebagaimana yang diperintahkan Allah dalam surat Al-Anfal
ayat 27:
           
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah
dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanatamanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”.
2. Prinsip Perencanaan
Dalam RUU OJK Bab V pasal 28 tentang rencana kerja. Dewan
Komisioner diharuskan membuat rencana kerja dan anggaran paling lambat 6
(enam) bulan sejak dimulainya tahun buku. Penting kiranya membuat rencana
62
kerja agar dalam menjalankan fungsinya dapat lebih terarah. seperti yang di
terangkan dalam surat Al-Hasyr ayat 18:
                
            
 
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari
esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
3. Prinsip Pengawasan
Pengawasan langsung terhadap industri jasa keuangan dilakukan oleh
Kepala Eksekutif, akan tetapi Kepala Eksekutif ini akan tetap di awasi oleh
Dewan Komisioner. Hal tersebut diatur dalam Bab III Pasal 13 dan Pasal 14
yang menjelaskan kewenangan Kepala Eksekutif dalam melakukan tugas
pengawasan. Dalam Al-Qu’an juga dijelaskan pentingnya melakukan
pengawasan dalam surat Al-Balad ayat 17:
         
Artinya: “Dan dia (Tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan
saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang”.
63
4. Prinsip Musyawarah
Dalam hal pengambilan keputusan yang terdapat dalam RUU OJK
Bab III Pasal 17 angka (6) dilakukan dengan cara musyawarah untuk
mencapai mufakat. Sebagaimana yang dijelaskan pula dalam Al-Qu’an surat
Al-Imran ayat 159:
                
               
 
Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya”.
Dan dijelaskan pula apabila terjadi pertentangan pendapat dalam surat
An-nisa (04) ayat 59:
              
              

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
64
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
5. Prinsip Keterbukaan
Dalam Bab VI Pasal 36 tentang pelaporan dan akuntabilitas, dijelaskan
bahwasanya OJK wajib menyusun laporan kegiatan maupun laporan
keuangan dan wajib melaporkannya kepada DPR. Hal tersebut senada dengan
surat Al-Baqarah ayat 283 yang mengajarkan untuk mencatatkan semua
pemasukan ataupun pengeluaran keuangan:
               
              
      
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
6. Prinsip Kerjasama
Pada Bab VII tentang hubungan dengan lembaga lain Pasal 37, OJK
wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Kementerian Keuangan maupun
Lembaga Penjamin Simpanan dalam hal bertukar informasi terkait dengan
65
industri keuangan yang bersangkutan. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
mencegah dan menangani kondisi krisis di sektor keuangan. Dan juga
melakukan hubungan internasional dengan menjadi anggota organisasi
pengawas jasa keuangan internasional atas nama Republik indonesia.
Kerjasama semacam ini juga dianjurkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah
ayat 2:
               …..
  
Artinya: “..dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan
bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”.
BAB V
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis tentang
perspektif Bapepam-Lk terhadap RUU OJK dalam bidang pengawasan pasar
modal syariah, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.
Bapepam-Lk
mendukung
dibentuknya
OJK
dengan
alasan
agar
pengawasan dibidang keuangan berada dalam satu naungan peraturan
maupun pengawasan. Meskipun dalam RUU OJK industri keuangan yang
berdasarkan prinsip syariah tidak disebutkan secara jelas, namun BapepamLk tidak mempermasalahkan hal tersebut dengan keyakinan bahwa OJK
akan menaungi seluruh industri keuangan baik konvensional maupun
syariah.
2.
Fungsi pengawasan terhadap pasar
modal baik syariah maupun
konvensional akan tetap dimiliki oleh Bapepam-Lk namun Bapepam-Lk
bertanggung jawab kepada OJK bukan lagi kepada Menteri Keuangan, dan
fungsi pengaturan terhadap industri keuangan berada pada OJK.
Dalam melakukan pengaturan maupun pengawasan (saat ini) terhadap efek
maupun emiten, Bapepam-Lk bekerjasama dengan DSN-MUI dalam
membuat peraturan atau kebijakan agar efek syariah yang beredar dipasar
modal syariah dapat tetap konsisten dengan tujuannya. kerjasama ataupun
66
67
hubungan antara Bapepam-Lk dengan DSN akan tetap berlangsung jika
OJK nantinya terbentuk.
3.
Bapepam-Lk
berpendapat
bahwasanya
fungsi
pengaturan
maupun
pengawasan yang ada pada Bapepam-Lk tidak akan berubah jika OJK
benar terbentuk nantinya, malah menurutnya akan makin kuat. Begitupun
dengan peraturan maupun undang-undang yang dimiliki pasar modal tidak
akan ada yang berubah, bahkan akan ada peraturan yang akan lebih
menguatkan peraturan yang ada dan kemungkinan dibentuk peraturan baru
oleh OJk. Terkait dengan kewenangan dan status karyawan Bapepam-Lk
jika OJK terbentuk, kewenangan Bapepam-Lk akan pindah ke OJK dan
status karyawan Bapepam-Lk
akan menjadi karyawan OJK tidak lagi
menjadi pegawai negeri sipil.
4.
Dalam RUU OJK terdapat nilai-nilai syariah yang diantaranya adalah
prinsip profesionalisme yang mengharuskan untuk bekerja sesuai dengan
kemampuan
perencanaan,
dan
keahlian
prinsip
yang
pengawasan,
dimiliki.
Terdapat
prinsip
pula
prinsip
musyawarah,
prinsip
keterbukaan dan prinsip kerjasama, dengan adanya prinsip-prinsip tersebut
yang secara tidak langsung diadopsi dari Al-Qur’an diharapkan agar OJK
nanti memiliki manajemen kelembagaan yang baik.
B. Saran-saran
1.
Sebelum OJK terbentuk, alangkah baiknya jika pemerintah, khususnya
pemilik otoritas dari tiap industri keuangan seperti Bapepam-Lk maupun
68
BI lebih menguatkan fungsi pengaturan maupun pengawasannya, agar jika
OJK terbentuk nanti tidak sulit untuk melakukan adaptasi lagi, karena
otoritas sebelumnya sudah kuat jadi OJK tinggal melanjutkan saja.
2.
Perbedaan pendapat dalam menentukan Dewan Komisioner antara
pemerintah dengan DPR sebaiknya jangan terus berlanjut, karena industri
keuangan kita butuh OJK jika OJK tidak ada kepastian pastinya pengaturan
dan pengawasanpun tidak akan berjalan dengan baik.
3.
Hendaknya DSN tetap dilibatkan dalam membuat regulasi ataupun
mengeluarkan fatwa-fatwa terkait pasar modal syariah meski OJK
terbentuk nanti karena DSN mempunyai kemampuan untuk membuat atau
memutuskan peraturan dari segi syariah agar pasar modal syariah dapat
berkembang lebih baik.
4.
Jika memang OJK sudah sepatutnya dibentuk maka sebaiknya pemerintah
dan DPR mempercepat pengesahan RUU OJK menjadi UU agar bisa
ditindak lanjut dengan segera, terlebih lagi pembentukan OJK ini sudah
melewati batas waktu yang diamanatkan UU No.3 tahun 2004 tentang BI,
yaitu 31 desember 2010, jangan sampai OJK batal dibentuk karena tidak
memiliki titik temu atau bahkan terjadi amandemen dari UU tentang BI
tersebut untuk kesekian kalinya yang mungkin kelak akan mencoreng
kinerja pemerintah dan DPR hanya karna ketidak seriusan dalam
membentuk OJK.
69
Daftar Pustaka
Al-Qur’an Al-Karim
Arhesa, Ade dan Hendiman, Edia. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank,
Jakarta, PT. Indekx Kelompok Gramedia, 2006.
Gemala, Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa Edwin. Investasi Pada Pasar Modal Syariah,
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, Master
Plan Pasar Modal Dan Industri Keuangan Non Bank 2010-2014.
Irsan, M. Nasarudin dan Surya, Indra. Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta:
Kencana, 2004.
Nasution, Mustafa Edwin, Pengenalan Eksklusif: Ekonomi Islam, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010, Cet. Ke-3.
Pramono, Nindyo, Pengantar Tentang Pasar Modal Di Indonesia, Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 1997.
Sholahuddin, Muhammad dan Hakim, Lukman. Lembaga Ekonomi dan Keuangan
Syariah Kontemporer, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008.
Sulistio, Tito, Mencari Ekonomi Pro Pasar: Catatan Tentang Pasar Modal,
Privatisasi dan Konglomerasi Lokal, Jakarta: The Investor, 2004.
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan, Jakarta: Kencana, 2009.
Sutaryono, Paul, “Pengawasan Bank Tetap di BI atau OJK?”, Bank Dan
Management, no.112 Maret-April 2010.
Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
Jakarta: 2010.
http://www.ojk-indonesia.info/tentang_ojk
70
http://bataviase.co.id/node/539930
“RUU OJK terhambat komposisi DK”, diakses pada tanggal 23 Juni 2011 dari
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2011/05/26/13414142/RUU.OJK.Terhambat.
Komposisi.DK
“Sejarah Pasar Modal Syariah”, diakses pada tanggal 13 juni 2011 dari
http://www.bapepam.go.id/syariah/sejarah_pasar_modal_syariah.html
http://www.ojk-indonesia.info
“OJK Tidak Mengubah Peran Otoritas”, diakses Pada Tanggal 17 Juni 2011 dari
Http://Bataviase.Co.Id/Node/104094
Samwise Prodo, “Perkembangan Pasar Modal Syariah Di Inidonesia”, artikel diakses
pada
tanggal
22
Juni
2011
dari:
Http://Id.Shvoong.Com/BusinessManagement/Investing/2105937-Perkembangan-Pasar-Modal-SyariahDi/#Ixzz1pzl735vl
www.legalitas.org
KEMENTERIANAGAMA
I
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKAR'TA
rl-.
LTITI
FAKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
Jln.lr.H.JuandaNo.95 CioutaiJal€da15412.lndonssia
Nomor : Un.01/Fal PP.01.1.
/ tl L\ / 2011,
Lamp :1 (satu)BerkasProposal
Hal
: Mohon Kesediaanmenjadi PembimbingSkripsi
(62-21)7491821
r6lp. 162-21)747 11537,7401925 FeD<.
Webslt€: www'uinjK-ac.E
E"mail: syar [email protected]
Mei
2011M
Jakarta,3
29JumadalUla 1432H
Yang Terhormat
Bapak
P r o f .D r . H . V . A m i n s u m a .5 H , M { , M \ 4
Dosen FakultasSyariah dan Hukum UIN Jakaria
Assnla1l1nLaikun
wa/ahmatullahuabnrakatut.
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyadJ Hidayatullah Jakafta
mengharapkan kesediaanSaudarauntuk menjadi pembimbing sk psi mahasiswa:
Nama
Dian Pufri Waryati
NIM
107046101E66
Prodi/Konsentrasi
Muamalat/Perbankan Syariah
Perspektif BAPEPAM Terhadnp Ranc ryan lJndang
Judul Skripsi
U CnngOtaritis I!1s4Keuallgan(Ru1-1OIK)(tatdnLBiding
Pengmoasan
PnsnrMadt Sllnrinh
Beberapahal yang dapat djpertilnbangkan adalah sebagaiberikut:
L Topik bahasan da11 a I litrc dimana perlu dapai diadakan perubahan dan
PetyernPurnaan.
2. Teknih penulisan s[paya memjuk kepada buku "pectornar penulisan Skripsr
FakultasSyariah darl Hukum UIN Syarif Hidayatuttah lakara,,
Demikianlah ataskesediaansaudarakami ucapkan krnna kasih.
Wassalantnlnik nunrdl atulltihiudbnrakautL
rGtua Procr:m
i Muamalat (Ekonomi Islam)
;: i;iir'
Ag
jirri(\-t;'
2002 41
Tembusan'
Disampaikan dengan hormat kepada:
L KasubagAkadernik & KemalrasiswaanFakrlltasSyariah dan Hukum
2. SekreiarisProgiam Studi Muamalat FakultasSyariah dan Flukum
i. .frsip
KEMENTERIAN
AGAMA
LTNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTASSYARIAHDAN HUKUM
No.95Cipll.lJakda 15412Indonosia
J L n . l rH . J u a n d a
Nomor
: Un.01/F.1/KM.00.02/2198/207I
LamPlran r Hal
: Permohonan Data/ Wawancara
T e L o . ( 6 2 - 2 r I r714573 7 , 7 4 0 1 9 2 5 (F6a2t2 1 J 7 4 9 1 8 2 1
@m
wdo5l€. [email protected]<la( rd E-naI syar-fLluir@v€hoo
J,rrti
2A-1,1,
Kepada Yth
Kepala Humas Bapepam
Di_
Tempat
AssaLafiu'
alaikumWr.1,h.
Pimpina]r Fakultas Syariah dan Hukum UIN SyaiJ Hidayatullai Jakarta
menerangkan bahwa:
Nama
Nomor Pokok
Tempat/TanggalLahir
Sernester
JLtrusal\/Konsentrasi
Telp /Hp
Dian Pufi Waryati
107046101866
Jakarta,10 Mei 1990
Vlll (Delapan)
Muamalat /Perbankan Syariah
Jl. H. Kacit Rt.002/09 Rengas No.6 , Ciputat Timur Tangerang
Selaian15412
085710645410
adalahbenarmahasiswaFakultasSyariahdan Hukum UIN Syarif HidayatullahJakarta
yangsedangmenyelesaikan
skripsidenganTopik/ Judul :
" PerspektifBapepamTerhadapRUU OII( Dalam BidangpengawasallpasarMoiLal
Slariah "
untuk melengkapibahan/datayang berkaitandenganpenulisan/pembahasantopik /
Judul di atas,dimohonkiranyaBapak/ Ibu/ Saudara/i dapatmembantu/ menedma
yangbersangkutan
untuk berwawancara.
AtaskesediaanBapak/Ibu/Saudara/i,kami ucapkanbanyakterimakasih.
I,'Jnssr
lnnui nlnikuntlNr.Wb.
A.n DEKAN,
. Akadqrk-
Mukri Aji, M.A.
21985031003
INDONESIA
KEMENTERIAN
KEUANGAN
REPUBLIK
BADAN PENGAWASPASARMODALDAN LEMBAGAKEUANGAN
SEKRETARIATBADAN
GEDUNGSUIUITRO
OJOJONADIKUSUI\]IO,
JL. LAPANGANBANTENGTIMURNO,1-1,JAKARTA10710
TELEPON33s3001;FAKSIMILE3357917;S|TUSw.bapepam.so.id
Nomor
Sifat
Hal
Yth.
j
s - 4l tBL.o14t2oi
Biasa
SuratKeterangan
Riset
lq
J
2011
PembantuDekanBidangAkademik
ulN SyadfHidayatullah
Jakarta
Jl. lr. H.juandaNo.95 Ciputat
Jakada15412
.021375812011
lllenunjuksu|at SaudaE Noi Un.01/F4|KM.00
, Ianggal20 Juni
2011 yang kami terima melalui mahasiswaSaudarapada tanggal 21 Juni 2011
perihal Permohonan DataMawancara, dengan ini kami beritahukan bahwa
mahasiswaSauda|al
: DianPutriWaryati
: '107046707866
Jurusan
/ Konsenkasi
: Muamalat
/ Perbankan
Syariah
telah melakukanpenelitian(mengumpulkan
data) dan wawancafadi Badan
PengawasPasar lvlodaldan LembagaKeuangan(Bapepam-LK),
Kementerian
Keuangan
R.l. padabulanJuni20'1'1,
dalamrangkapenyusunan
skripsidengan
judul:
Nama
NIM
"Perspektif Bapepam TerhadapRUU OJK Dalam Bidang Pengawasan
PasarModal Syariah"
Demikiansurat keteranganini dibuat untuk digunakansebagaimana
mestrnya.
a.n.
Tembusan
Yth:
1. Sekretaris
Badan;
2. Kabag.
KSI& Humas.
Kabag.Kerjasamalntemasionaldan
Hubungan
Masyarakai
Hasil Wawancara
Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar
Modal Syariah
Narasumber
: Luthfy Zain Fuady
Jabatan
: Kepala Bagian Hukum Pengelolaan Investasi Bapepam-Lk
Hari/tanggal
: Senin, 18 Juli 2011
Tempat
: Ruang Rapat Biro Perundang-undangan dan Hukum Bapepam-Lk
Gedung Sumitro Djojohadikusumo, JL. Lapangan Banteng Timur
No.1-4, Jakarta 10710
Pertanyaan dan jawaban:
Tanya
:(Dengan melihat judul skripsi penulis, narasumber langsung memberikan
pendapatnya terkait judul yang diangkat)
Jawab
: Sebenarnya itu diskusi yang tidak perlu dalam membedakan perbankan
syariah atau perbankan konvensional sebetulnya tidak ada itu perbankan
syariah, karena yang dilakukan bank syariah bukan bank, bukan
kegiatan bank, mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkan
ke masyarakat. Semuanya berbentuk pembiyaan syariah, sebetulnya
tidak ada itu hubungan antara kreditor dan debitor. Nah, di pasar modal
itu juga tidak ada pasar modal syariah atau tidak syariah itu tidak ada,
dimanapun tidak ada. Pada satu produkpun bisa jadi syariah dia tanpa
dia dinyatakan syariah . suatu barang dia halal tanpa disebut dia halal,
syariah itukan lidzatihi, itu dia halal atau haram, atau juga bisa karena
lighairihi atau karena bukan karena zat atau bendanya itu, tapi karena
akad-akad diperolehnya benda itu. Di pasar modal juga begitu, kita tidak
pernah bicara konteks pasar modal syariah dalam suatu sistem, tidak
ada. Suatu hal, contohlah saham, saham inisecara esensi dia halal tanpa
pernah disebut dia halal atau haram, PT. Indosat, PT. Telkom, dll. Dia
itukan tidak pernah menyatakan “saham saya halal”, tapi kita melihat di
nisbah, eh bukan nisbahnya ya, leveragenya antar hutang syariah dan
hutang non syariah, bisnisnya cuma telepon selular, jadi orang bisa
melihat halal tanpa pernah si “Telkom” menyatakan “produk saya ini
halal”. Dalam artian, ketika indosat menerbitkan sukuk obligasi syariah,
indosat misalnya bisa tidak yang halal itu berubah menjadi haram,
menjadi tidak syariah?, mungkin, jadi dipasar modal itu tidak pernah
ada pembedaan antara syariah dengan yang tidak syariah. yang penting
adalah kalu orang sudah mendeclaire dirinya syariah maka dia akan
tetap syariah tetapi menjadi syariah tidak ada urusannya dengan pasar
modal hingga menjadi syariah itu sendiri. Tetapi who one, seseorang
menyatakan “produk saya adalah syariah” dan kemudian menjual
produk itu di pasar modal dia mesti mengguaranty bahwa produk dia itu
syariah, kita tidak pernah mempertanyakan “kenapa produk anda tidak
syariah”, karena awalnya tidak bilang syariah tapi sekali anda bilang
syariah maka tugasnya legulator adalah memastikan atau mendorong
untuk menjaga dirinya (perusahaannya) tetap syariah, karena orang yang
mebeli produk itu kan dulu membeli dengan pandangan syariah “saya
membeli itu karena memang dia menyatakan syariah, kalau dia tidak
pernah bilang syariah maka saya akan membeli yang lain yang mungkin
syariah”. Misalnya saya investor, didatangi untuk membeli obligasi
indosat syariah, satu lagi didatangi untuk membeli saham Telkom,
syariah dan bukan syariah kan, saya beli dua-duanya. Pada efek syariah
walaupun tanpa bilang saya beli efek syariah, artinya apa tujuan saya
beli itu adalah saya tidak berpikir syariah atau tidak syariah. nah
kebetulan saja pas saya bawa pulang kerumah ternyata syariah, tapi
ketika saya beli sukuk atau obligasinya indosat yang memang niat saya
beli itu adalah syariah. nah niat saya itu harus dijaga oleh si penerbit
(emiten), pemerintah dalam hal ini harus menjaga agar penerbit itu tetap
pada janjinya, Telkom misalnya, ketika dia berubah menjadi syariah,
tidak ada urusan dengan regulator karena orang yang beli Telkom tidak
ada yang berniat membeli efek syariah tapi karena dia ngasih untung
aja.
Tanya
: Adakah kemungkinan Pasar Modal Syariah memiliki UU sendiri?
Jawab
: Bapepam itu sendiri tidak punya (bukan tidak punya), disebut
kewenangan khusus tentang pengawasan pasar modal syariah tetapi
tidak disebut itu bukan berarti tidak punya. Seperti Telkom tadi, tidak
disebut bukan berarti tidak syariah, bisa jadi Telkom itu syariah tanpa
dia sebut syariah. bapepam juga tudak menyebut secara khusus tentang
kewenangan di Undang-Undang (lho yaaaa). Karena tidak disebut dalam
Undang-Undang maka dapat dilihat pada peraturan No. IX.A.13 dan
IX.A.14 (tentang akad-akad yang digunakan untuk penerbitan efek-efek
syariah dipasar modal syariah). pada huruf f diterangkan kewenangan
bapepam mengeluarkan daftar efek syariah. No. 3 ada kalimat
emitennya itu menyatakan sahamnya syariah, maka huruf b. ketika
emiten dari awal sudah menyatakan dirinya itu sudah syariah maka
kemudian selanjutnya harus tetap syariah… (no. IX.A.14)
Tanya
: Bagaimana kewenangan pengawasan Bapepam terhadap Pasar Modal
Syariah?
Jawab
: Inikan dunia yang bukan dibungkus dengan agama, jadi boleh-boleh saja
syariah atau konvensional, tidak ada problem disini. Jadi disini hanya
muamalah dan pilihan, ketika dia pindah dari syariah ke konvensional
misalnya prostitusi tidak apa-apa asal RUPS nya setuju, yang tadinya
beli karena syariah dan ternyata besok bukan syariah harus dikasih tau
kalau besok bukan syariah. jadi kalau saya beli daftarnya itu syariah
maka saya punya waktu untuk melakukan devestasi saya, pilihannya
saya menjual karena bukan syariah atau menjadi bagian yang bukan
syariah , membuat diri saya tidak taat pada peraturan agama kalau dari
awal pertimbangan saya membeli efek karena syariah. Tetapi yang tidak
boleh adalah membuat orang lain tidak taat pada agamanya tanpa
diberitahu, inilah mekanisme yang dibuat jangan sampai orang tau itu
menyangka dirinya memiliki efek syariah namun ternyata bukan efek
syariah itu yang tidak boleh, tulah perannya bapepam dalam
pengawasan. Kewenangan Bapepam dapat juga dilihat di peraturan
No.X.K.2 (tentang laporan keuangan, dilaporan keuangan itu ada rasiorasio misalnya rasio antara pembiayaan yang diperoleh dari hutang,
ribawi kalau pake bunga dengan pembiayaan perusahaan yang bukan
ribawi, misalnya equitas saham kalau 20% pembiayaan ribawi maka
sudah keluar dari prinsip syariah, setiap setengah tahun kita meriview
laporan keuangan dan ini sudah keluar dari prinsip syariah karena
dulunya dia (emiten) mengatakan sahamnya akan dikelola sesuai
syariah. Dalam hal reksa dana (syariah), bank custodian yang menjadi
wasitnya bahwa manajer investasi yang mengelola dana itu apakah
sesuai dengan kontraknya atau tidak. Dalam kontraknya dia bisa bilang
adalah syariah, ketika dia melenceng-melenceng maka yang “meniup
pluit” pertama kali bukan Bapepam tetapi Bank Kustodian, bukan untuk
kepentingan emiten saja, tapi untuk kepentingan pemegang reksadana,
artinya apa, bank kustodian ini dia melaksanakan fungsi-fungsinya
Bapepam dalam melaksanakan perlindungan. Kadang-kadang kita
(Bapepam-Lk) itu bisa pinjem “kepanjangan tangan”, contohnya Bank
Kustodian utnuk melakukan pengawasan manajer investasi. Bank
kustodian wajib menolak apabila ada efek non syariah masuk, inilah
mekanisme pengawasan yang tidak dilakukan secara langsung oleh
Bapepam akan tetapi oleh Bank Kustodian. Lahirnya Bank Kustodian
ini dari peraturan Bapepam, ini mekanisme dari pengawasan Bapepam,
nah ini semua akan beralih ke OJK jadi aman-aman saja.
Tanya
: Bagaimana fungsi pengawasan Bapepam jika OJK benar terbentuk?
Jawab
: Saya bilang RUU OJK, pengawasannya akan tetap efektif bila OJK
benar terbentuk, tidak ada kewenangan yang hilang jika menjadi OJK.
Makin kuat dia, hilang tidak, karena kita gabung dengan bank, kan
makin banyak tuh produk yang bersinggungan pasti lebih baik.
Tanya
: Akankah undang-undang ataupun peraturan yang ada di Bapepam akan
tetap berlaku, atau akan ada peraturan yang baru?
Jawab
: Oh ya jelas, malah lebih kuat, karena OJK punya kewenangan untuk
bikin peraturan.
Tanya
: Bagaimana dengan pembentukan OJK itu sendiri?
Jawab
: OJK itu adalah fungsi pemerintah.
Yang bertandatangan dibawah ini,
Narasumber
Peneliti
Luthfy Zain Fuady
Dian Putri Waryati
Hasil Wawancara
Perspektif Bapepam-Lk Terhadap RUU OJK Dalam Bidang Pengawasan Pasar
Modal Syariah
Narasumber
: Muhammad Touriq
Jabatan
: Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal Syariah
Bapepam-Lk.
Hari/tanggal
: Senin, 25 Juli 2011
Tempat
: Ruang Kepala Bagian Pengembangan Kebijakan Pasar Modal
Syariah
Gedung Sumitro Djojohadikusumo, JL. Lapangan Banteng Timur
No.1-4, Jakarta 10710
Pertanyaan dan jawaban:
Tanya
: Bagaimana mekanisme pengawasan terhadap produk-produk pasar modal
syariah yang dilakukan Bapepam?
Jawab
: Pengawasannya (pasar modal syariah) dilakukan oleh biro-biro terkait,
disini hanya membuat kebijakan, kemudian nanti kita design ruler atau
regulasi, nanti itu yang pake
adalah temen-temen dibiro teknis dan
investasi. Nanti mereka yang mengusulkan dan yang mengawasi juga
mereka.
Jawab
: Jadi sebenernya fungsi kita adalah level pembuat draft kebijakan, jadi kita
mendesign sebuah aturan , itu dari kita, jadi kita tidak berdiri sendiri
dalam menyusun itu (peraturan) karena yang mengetahui nature
indistrinya adalah biro-biro teknis terkait, misalnya kalau bicara tentang
reksa dana syariah, kalau bicara tentang reksa dana itu adanya di biro
teknis dan investasi, mereka yang tau industri dari itu (reksadana) seperti
apa, mereka yang mengexpose Terhadap pelakunya, mereka yang
mempunyai komunikasi dengan asosiasi-asosiasinya, sehingga yang tau
nature dari industrinya adalah mereka. Kita sebagai supporting hokum,
nanti kita bekerjasama dengan mereka (DSN-MUI) di internal BapepamLK kita selalu komunikasi dengan mereka, kira-kira apa si yang
dibutuhkan oleh pelaku pasar, khususnya misalnya dalam pengaturan
industri reksadana syariah, harus diatur portofolionya segala macam,
nanti kita design draftnya, nanti kita diskusikan lagi, kemudian nanti
setelah kita sepakati sebuah draft peraturan baru kita masukan ke biro
perundang-undangan dan badan hukum. Nanti mereka yang memproses,
jadi level kita sampe disitu. Jadi bagaimana si kalau ada pihak yang mau
menerbitkan sukuk atau koorporasi nanti kita bikin aturannya dengan biro
penilaian perusahaan. Kita bikin ruler dan regulasinya, kita bikin batasanbatasannya segala macam dari mulai pembuatan sampai produk itu di
launching.
Jadi bagaimana pengawasan-pengawasannya itu diatur diaturan kita, nanti
yang menggunakannya adalah biro, mereka yang mengawasi, kita tidak
mengawasi jadi kita hanya murni membuat ruler.
Tanya
: Dalam pembuatan peraturan, Bapepam bekerjasama dengan DSN-MUI,
sejauh mana kerjasama yang terjalin?
Jawab
: Kami sebagai regulator dipasar modal tentunya menyadari bahwa
kompetensi atau wilayah kerja kita adalah dari segi industrinya. Ruler,
regulasi ngertilah kita, tapi begitu masuk ke syariah mungkin tementemen di Bapepam-Lk sebagian mengetahui hanya sisi umumnya saja,
fiqh muamalat itu apa segala macem. Pengetahuan-pengetahuan itu
temen-temen di Bapepam-Lk memiliki tetapi tidak begitu detail,
bagaimana mekanisme ijtihad segala macam itu memang bukan
wilayahnya kita, bukan kompetensinya kita. Karena itu dibangunlah
kerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, ketika misalnya
ada yang menyangkut aspek fiqh muamalat dan syariahnya kita akan
menyerahkan kebijakan itu kepada DSN-MUI, tetapi tentunya tidak serta
merta prosesnya terpisah jadi kita selalu komunikasikan, intinya kita
sama-sama, jadi bukan DSN sendiri, mereka mengekspor kita sama-sama,
nah adakan rapat secara reguler bukan hanya level penulisan regulasi,
ketika kita mengkaji saja yang baru tahap kajian kita juga mengundang
mereka sebagai narasumber, kita sharelah pendapat kita dan mereka, jadi
istilahnya komunikasi kita seperti itu. Kemudian ada produk kita yang
namanya daftar efek syariah kita menelaah dari sisi bener-bener
keuangannya segala macem, kita punya tim disini jadi ketika ada satu titik
ada problem dari syariah yang mungkin sebenarnya kita paham tapi kita
sadar ini bukan kompetensi kita, jadi kita angkat sama-sama dengan DSN.
Dari situ muncullah komunikasi ada pendapat-pendapat yang diberikan
DSN, jadi kita sepakati, demikian juga sebaliknya ketika DSN ingin
menerbitakan sebuah fatwa yang terkait dengan pasar modal, kemudian
DSN ingin melihat secara komprehensip, kompetensi DSN itu memang di
syariah tetapi untuk melakukan ijtihad tentunya mereka butuh informasi
yang komprehensip tentang masalah atau isu yang sedang diangkat
misalnya fatwa terakhir tentang mekanisme perdagangan saham fatwa
No. 80 atau fatwa tentang obligasi syariah, mereka mencari tau tentang
obligasi syariah dan nanti kita berikan informasi sepenuhnya kepada DSN
bagaimana mekanismenya. Ketika DSN sudah paham, baru mereka cari,
ini sebenarnya dilarang gx si, bertentangan gx si, jadi kalau misalnya ada
1 item yang menjadi khilafiyah (perbedaan pendapat) ada yang bilang
boleh ada yang bilang tidak boleh nanti akan timbul khilafiyah, beda
pendapat nanti ada dalil-dalinya, mana si yang boleh atau tidak. Nanti ada
satu titik siding pleno yang mengexplore itu dibadan harian DSN, tapi ada
satu titik siding pleno yang memutuskan apakah itu terlarang atau boleh
kalau yang sudah pasti. Selalu beriringan sampai sidang pleno pun
regulasi duduk walaupun perannya supporting hanya menjelaskan.
Misalnya dipleno menanyakan “apa si yg dimaksud dengan match atau
reaksi harga?” kan mereka gx paham tuh, disitulah peran kita
menjelaskan hingga mereka paham disandingkanlah dengan dalil-dalil
yang ada. Posisinya itu bukan ….. tapi memang bener-bener terus sampai
dengan terkhir bukan dioper-operan gitu, jadi memang beriringan yang
selama ini kiami lakukan sejak tahun 2004 sejak ada unit eselom buat
syariah ini.
Tanya
: Apakah OJk memang harus sudah dibentuk?
Jawab
: Saya sebagai bagian dari Bapepam-Lk akan mendukung apa yang sedang
diperjuangkan menteri keuangan dan pemerintah bahwa OJK itu perlu
dibentuk.
Tanya
: Dalam RUU OJK tidak dijelaskan secara detail, tidak ada pembedaan
antara industri keuangan konvensional ataupun syariah, bagaimana
menurut anda?
Jawab
: Menurut saya OJK ini akan menjadi payung hukum sehingga saya tidak
perlu merasa khawatir kalau syariah akan tertinggal. Karena nanti setelah
OJK nya ada akan ada undang-undang bawahannya, untuk apa khawatir
karena industri kita sama ko’, bank ada bank konvensional, asuransi,
pasar modal juga ada syariah, hingga ini (OJK) akan menaungi secara
hukum. Yang namanya industri keuangan akan masuk disini (OJK) baik
konvensional maupun syariah, kenapa kita jadi khawatir, karena kita
sudah pasti masuk, seperti kita di Indonesia masa kita takut tidak diakui,
kita tidak perlu secara eksklusif menyebutkan itu, gx perlu, karena yang
kita susun adalah pengawasan industri keuangan.
Tanya
: Perlukah peraturan atau UU tersendiri tentang pasar modal syariah?
Jawab
: Peraturannya sekarang udah ada, sekali lagi, kita adalah bagian dari
industri tidak perlu ada hal-hal yang dikhawatirkan seperti memisahkan
diri kemudian kita eksklusif, kita terbuka untuk siapapun selama UU itu
bisa mengakomodasi, jadi tidak ada hambatan.
Tanya
: Jadi, cukup dengan UUPM tahun 1995?
Jawab
: Bukan hanya fatwa, regulasi kita cukup untuk membuat pasar modal
syariah, Memang peraturan kita sudah memungkinkan untuk melakukan
untuk apa saja. Kalau seandainya nanti ada keuangan yahudi y bisa saja,
jadi UU kita benar-benar terbuka, karena UU nya mungkin berbeda
dengan UU perbankan. Di UU perbankan disebutkan jelas bahwa bank itu
adalah menghimpun dana masyarakat kemudian disalurkan dalam bentuk
kredit, kredit itu dalam bentuk hutang piutang dengan maminta imbalan
berupa bunga, disebutkan seperti itu. Jadi kalau syariah mau masuk ya
tidak bisa, maka dibentuklah Undang-undang pervbankan syariah. jadi
UU yang eksis tentang mengakomodasi semua unsure berbeda dengan
pasar modal, dulu UU SUN No.24 tahun 1992tentang surat utang Negara,
disitu jelas bahwa pemerintah republik Indonesia bisa mengambil
pendanaan dari masyarakat dalam bentuk surat hutang yang dimana
pemerintah itu mengembalikan pokoknya dan membayar bunga. Surat
berharga yang tanpa bunga itu tidak bisa karena akan melanggar UU
SBSN, jadi dibentuklah UU baru. Jika selama ini UU yang kita bikin
memungkinkan kita untuk masuk, bikin aja produk, kecuali UU ini
menutup.
Tanya
: Bagaimana kerjasama dengan DSN setelah OJK terbentuk?
Jawab
: Kerjasama dengan DSN seperti sekarang aja kenapa mesti dikhawatirkan,
dan apa urgensinya kita membuat DSN baru, DSN sudah ada kenapa
mesti dibentuk lagi.
Tanya
: Apakah keberadaan OJK ini penting?
Jawab
: Faktanya OJK ini memang diperlukan, argumennya ada di naskah
akademik RUU OJK, itulah argumennya, argumennya sudah cukup kuat.
Yang bertandatangan dibawah ini,
Nara sumber
Peneliti
Muhammad Touriq
Dian Putri Waryati
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
:
a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional yang
mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, diperlukan
industri jasa keuangan yang sehat, teratur, dan mempunyai
daya saing yang tinggi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, diperlukan otoritas jasa keuangan yang
bertugas
melaksanakan
pengawasan
yang
dapat
mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan tugas
pengawasan terhadap perbankan, pasar modal, dan industri
jasa keuangan non bank secara terpadu, independen, dan
akuntabel;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank
Indonesia
Menjadi
Undang-Undang
yang
mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Otoritas Jasa Keuangan;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan
1
Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: UNDANG-UNDANG TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Dewan Komisioner adalah pimpinan otoritas jasa keuangan.
2.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk
oleh Dewan Komisioner dan mengikat secara umum.
3.
Peraturan Dewan Komisioner adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
Dewan Komisioner dan mengikat di lingkungan internal Otoritas Jasa
Keuangan.
4.
Peraturan Kepala Eksekutif adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
Kepala Eksekutif yang memuat aturan teknis dalam rangka pelaksanaan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dan/atau Peraturan Dewan Komisioner
dan mengikat secara umum.
5.
Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan
kegiatan usahanya secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip
syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai perbankan.
6. Pasar Modal adalah pasar modal sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang mengenai pasar modal.
7.
Industri Keuangan Non Bank yang selanjutnya disingkat IKNB adalah
kegiatan jasa keuangan yang disediakan oleh lembaga keuangan selain bank
yang mencakup Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Penjaminan,
Pergadaian, Perusahaan Perasuransian, dan lembaga yang menyelenggarakan
program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, serta
industri keuangan non bank lainnya.
8.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
2
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Lembaga Penjamin Simpanan adalah Lembaga Penjamin Simpanan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin
Simpanan.
9.
10. Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan adalah peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan, perbankan syariah, pasar modal,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, lembaga pembiayan ekspor, lembaga
pembiayaan sekunder perumahan, lembaga penjaminan, pergadaian, usaha
perasuransian, lembaga yang menyelenggarakan program jaminan sosial,
pensiun, dan kesejahteraan yang bersifat wajib, atau industri keuangan non
bank lainnya, termasuk peraturan pelaksanaannya.
11. Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
BAB II
PEMBENTUKAN, TEMPAT KEDUDUKAN, DAN TUGAS
Pasal 2
(1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan pihak lain,
kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 3
(1) Otoritas Jasa Keuangan berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat mempunyai kantor di dalam dan di luar
wilayah Negara Republik Indonesia yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 4
(1) Otoritas Jasa Keuangan melakukan tugas pengaturan dan pengawasan secara
terpadu, independen, dan akuntabel terhadap:
a. kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan;
b. kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal; dan
c. kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB.
(2) Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud pada
berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
ayat
(1)
dilakukan
(3) Dalam hal Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan peraturan pelaksanaan
kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a,
Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank
Indonesia.
(4) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh pengawas
3
Perbankan.
(5) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh pengawas
Pasar Modal.
(6) Tugas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pengawas
IKNB.
BAB III
DEWAN KOMISIONER, KEPALA EKSEKUTIF DAN ORGAN PENDUKUNG DAN
KEPEGAWAIAN
Bagian Kesatu
Dewan Komisioner
Pasal 5
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan dipimpin oleh Dewan
Komisioner.
(2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat kolektif.
(3) Dewan Komisioner mempunyai 7 (tujuh) orang anggota yang ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.
(4) Susunan Dewan Komisioner terdiri atas:
a. seorang ketua merangkap anggota;
b.3 (tiga) orang Kepala Eksekutif merangkap anggota; dan
c. 3 (tiga) orang anggota.
(5) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berasal dari
unsur:
a. Masyarakat berjumlah 2 (dua) orang yang satu diantaranya sebagai ketua;
b. Bank Indonesia berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan ex-officio Deputi
Gubernur Bank Indonesia;
c. Kementerian Keuangan berjumlah 1 (satu) orang yang merupakan ex-officio
Pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan; dan
d. Otoritas Jasa Keuangan berjumlah 3 (tiga) orang yang merangkap sebagai
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar
Modal, dan Kepala Eksekutif Pengawas IKNB.
(6) Dalam hal terdapat calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur
Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf d dinilai
tidak mampu, calon Anggota Dewan Komisioner dapat berasal dari unsur
masyarakat.
4
(7) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memiliki
kedudukan yang setara.
Pasal 6
(1) Calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf a dipilih oleh Presiden
berdasarkan usulan Menteri Keuangan untuk mendapat konfirmasi dari DPR.
(2) Calon Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden sebanyak 2 (dua) orang
untuk setiap anggota Dewan Komisioner yang akan ditetapkan.
(3) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf b,
diusulkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui Menteri Keuangan kepada
Presiden.
(4) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merupakan ex-officio Pejabat setingkat
Eselon I Kementerian Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(5) huruf c, diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada Presiden.
(5) Calon Anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala Eksekutif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) huruf d, diusulkan oleh Dewan
Komisioner melalui Menteri Keuangan kepada Presiden.
Pasal 7
(1) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan
ayat (5) diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama.
(2) Pengangkatan kembali Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6.
Pasal 8
Syarat calon Anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat
adalah sebagai berikut:
a. warga negara Indonesia;
b. memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik;
c. cakap melakukan perbuatan hukum;
d. tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus
perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit;
e. sehat jasmani;
f.
berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat ditetapkan;
g. mempunyai pengalaman atau keahlian di bidang jasa keuangan;
5
h. tidak memiliki benturan kepentingan di lembaga jasa keuangan;
i.
bukan sebagai pengurus dari organisasi pelaku atau profesi di industri jasa
keuangan;
j.
tidak menjadi anggota partai politik; dan
k. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan.
Pasal 9
(1) Anggota Dewan Komisioner sebelum memangku jabatannya wajib
mengucapkan sumpah atau janji menurut agama atau kepercayaannya di
hadapan Mahkamah Agung.
(2) Bunyi lafal sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
sebagai berikut:
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk menjadi anggota Dewan
Komisioner Otoritas Jasa Keuangan langsung atau tidak langsung dengan
nama dan dalih apapun tidak memberikan atau menjanjikan untuk
memberikan sesuatu kepada siapapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, dalam melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatan ini, tidak akan menerima langsung atau
tidak langsung dari siapapun sesuatu janji atau pemberian dalam bentuk
apapun”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagai anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dengan
sebaik-baiknya dan dengan penuh rasa tanggung jawab”.
“Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada negara, konstitusi,
dan haluan negara”.
Pasal 10
(1) Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa
jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri;
c. masa jabatannya telah berakhir dan tidak diangkat kembali;
d. berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau
diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6
(enam) bulan berturut-turut;
e. tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari
3
(tiga)
bulan
berturut-turut,
tanpa
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan;
f.
tidak lagi menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia bagi anggota Dewan
Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia;
6
g. tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan
bagi anggota Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan;
h. tidak lagi menjabat sebagai Kepala Eksekutif
i.
memiliki hubungan keluarga sampai derajat ke tiga dan semenda dengan
anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satupun yang
mengundurkan diri dari jabatannya; atau
j.
tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh Dewan
Komisioner melalui Menteri Keuangan kepada Presiden untuk mendapatkan
penetapan.
Pasal 11
(1) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisioner yang berasal dari
unsur masyarakat karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10,
Presiden menetapkan anggota Dewan Komisioner
yang baru dengan
memperhatikan ketentuan Pasal 6 ayat (1), Pasal 7, dan Pasal 8.
(2) Anggota Dewan Komisioner yang baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan untuk masa jabatan 5 (lima) tahun.
Pasal 12
(1) Dalam hal terjadi kekosongan Ketua Dewan Komisioner, anggota Dewan
Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat bertindak sebagai pejabat
sementara Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua
Dewan Komisioner yang baru.
(2) Dalam hal pada saat yang bersamaan terjadi kekosongan pada kedua anggota
Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat, Dewan Komisioner
yang ada menunjuk salah satu anggota Dewan Komisioner sebagai pejabat
sementara Ketua Dewan Komisioner sampai dengan ditetapkannya Ketua
Dewan Komisioner yang baru.
(3) Pejabat sementara Ketua Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) mempunyai kewenangan yang sama dengan Ketua Dewan Komisioner.
(4) Dalam hal terjadi kekosongan anggota Dewan Komisoner yang merupakan
salah satu Kepala Eksekutif, berdasarkan rapat Dewan Komisioner salah satu
Deputi Eksekutif bidang tersebut ditunjuk sebagai pejabat sementara Kepala
Eksekutif
merangkap
anggota
dewan
komisioner
sampai
dengan
ditetapkannya Kepala Eksekutif yang baru.
(5) Anggota dewan komisoner yang merangkap sebagai kepala eksekutif yang baru
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mempunyai kewenangan yang sama
dengan Dewan Komisiner yang merangkap Kepala Eksekutif yang digantikan.
7
Pasal 13
(1) Tugas pengaturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilaksanakan
oleh Dewan Komisioner.
(2) Dalam rangka melaksanakan
mempunyai fungsi:
tugas
pengaturan,
Dewan
Komisioner
a. menetapkan kebijakan umum mengenai pelaksanaan tugas Otoritas Jasa
Keuangan;
b. menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan; dan
c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas pengawasan yang
dilakukan oleh Kepala Eksekutif.
(3) Dalam rangka melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Dewan Komisioner mempunyai wewenang:
a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini dan Peraturan
Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan;
b. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis
terhadap pihak yang melakukan kegiatan jasa keuangan tertentu untuk
melaksanakan atau tidak melaksanakan hal tertentu guna memenuhi
ketentuan Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan;
c. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter
jasa keuangan dalam rangka penyelamatan kelangsungan usaha lembaga
keuangan tertentu dan perlindungan kepentingan nasabah, termasuk
dalam rangka pemberantasan kejahatan keuangan yang dilakukan pihak di
industri jasa keuangan;
d. menetapkan
Keuangan;
struktur
organisasi
dan
infrastruktur
Otoritas
Jasa
e. menetapkan pengaturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa
Keuangan; dan
f. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala
Eksekutif.
Pasal 14
(1) Dalam rangka melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal
13 ayat (3), Dewan Komisioner menetapkan Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan, Peraturan Dewan Komisioner, dan/atau Keputusan Dewan
Komisioner.
(2) Dewan Komisioner dapat mendelegasikan wewenang menetapkan peraturan
pelaksanaan Undang-Undang ini dan Peraturan Perundang-undangan di
Bidang Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3)
kepada Kepala Eksekutif.
8
Pasal 15
Anggota Dewan Komisioner tidak dapat menduduki jabatan pada lembaga lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan
dan/atau penugasan berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pasal 16
(1) Antaranggota Dewan Komisioner dilarang mempunyai hubungan keluarga
sampai derajat ketiga dan semenda.
(2) Jika antaranggota Dewan Komisioner terbukti memiliki hubungan keluarga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), salah seorang di antara mereka wajib
mengundurkan diri dari jabatannya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari
terhitung sejak terbukti mempunyai hubungan keluarga.
(3) Dalam hal tidak ada satupun anggota Dewan Komisioner yang
mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), semua anggota
Dewan Komisioner yang mempunyai hubungan keluarta tersebut
diberhentikan dari jabatannya oleh Presiden.
Pasal 17
(1) Dewan Komisioner melaksanakan rapat Dewan Komisioner secara berkala
paling sedikit 1 (satu) bulan sekali atau sewaktu-waktu berdasarkan
permintaan salah satu anggota Dewan Komisioner.
(2) Ketua Dewan Komisioner memimpin rapat Dewan Komisioner.
(3) Dalam hal Ketua Dewan Komisioner berhalangan, anggota Dewan Komisioner
yang berasal dari unsur masyarakat memimpin rapat Dewan Komisioner.
(4) Dalam hal anggota Dewan Komisioner yang berasal dari unsur masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhalangan, berdasarkan kesepakatan
antara anggota Dewan Komisioner, salah satu anggota Dewan Komisioner
ditunjuk untuk memimpin rapat Dewan Komisioner.
(5) Rapat Dewan Komisioner dinyatakan sah apabila dihadiri paling sedikit 5
(lima) orang anggota Dewan Komisioner.
(6) Pengambilan keputusan Dewan Komisioner
musyawarah untuk mencapai mufakat.
dilakukan
berdasarkan
(7) Dalam hal musyawarah untuk mencapai mufakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) tidak tercapai, keputusan ditetapkan berdasarkan suara
terbanyak
(8) Setiap Rapat Dewan Komisioner dibuat risalah rapat yang ditandatangani
oleh semua anggota Dewan Komisioner yang hadir.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan rapat Dewan
Komisioner diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
9
Pasal 18
(1) Dewan Komisioner mewakili Otoritas Jasa Keuangan di dalam dan di luar
pengadilan.
(2) Dewan Komisioner dapat menyerahkan kewenangan mewakili sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada salah satu anggota Dewan Komisioner,
dan/atau kepada pejabat Otoritas Jasa Keuangan atau pihak lain untuk
mewakili Otoritas Jasa Keuangan yang khusus dikuasakan untuk itu.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penugasan dan pemberian kuasa
kepada pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 19
(1) Dewan Komisioner harus membuat kode etik Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Kode etik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Kepala Eksekutif
Pasal 20
(1) Kepala Eksekutif pengawas Perbankan memimpin tugas pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (4).
(2) Kepala Eksekutif pengawas Pasar Modal memimpin tugas pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan di bidang Pasar Modal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5).
(3) Kepala Eksekutif pengawas IKNB memimpin tugas pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di bidang IKNB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (6).
Pasal 21
(1) Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20, Kepala Eksekutif sesuai dengan bidang tugas masing-masing
mempunyai wewenang:
a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa
keuangan;
b. menetapkan aturan teknis di bidang jasa keuangan;
c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, dan tindakan lain terhadap pelaku
dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan;
d. mengeluarkan perintah tertulis kepada pihak tertentu;
e. melakukan penunjukan pengelola statuter;
f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
10
g. menetapkan sanksi administratif terhadap
pelanggaran di bidang jasa keuangan; dan
pihak
yang
melakukan
h. memberikan dan/atau mencabut:
1) izin usaha;
2) izin orang perseorangan;
3) efektifnya Pernyataan Pendaftaran;
4) surat tanda terdaftar;
5) persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6) pengesahan; dan
7) persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran,
sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di Bidang
Jasa Keuangan.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Eksekutif sesuai dengan
bidang tugasnya.
(3) Pengabaian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,
huruf d, huruf e, dan huruf f dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 22
Tugas pengawasan yang dilakukan oleh Kepala Eksekutif dilaksanakan secara
independen.
Bagian Ketiga
Organ Pendukung dan Kepegawaian
Pasal 23
(1) Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas
Jasa Keuangan, dibentuk Sekretariat Dewan Komisioner dan beberapa Deputi
Kepala Eksekutif.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat mengangkat tenaga ahli.
(3) Susunan organisasi dan tata kerja Sekretariat Dewan Komisioner dan Deputi
Kepala Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara
pengangkatan dan penugasan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 24
(1) Dewan Komisioner mengangkat dan memberhentikan pegawai Otoritas Jasa
Keuangan.
11
(2) Sekretariat Dewan Komisioner dan Deputi Kepala Eksekutif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) berasal dari pegawai Otoritas Jasa
Keuangan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan dapat mempekerjakan Pegawai Negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Pengangkatan dan pemberhentian pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan mempekerjakan Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
(5) Ketentuan mengenai sistem kepegawaian, sistem penggajian, dan tata cara
mempekerjakan Pegawai Negeri diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Keempat
Lain-lain
Pasal 25
Anggota Dewan Komisioner dan pegawai Otoritas Jasa Keuangan yang dengan
itikad baik melaksanakan tugas dan/atau wewenangnya sesuai dengan
ketentuan dalam Undang-Undang ini dan Peraturan Perundangan-Undangan di
Bidang Jasa Keuangan, tidak dapat dituntut secara pribadi di hadapan hukum.
Pasal 26
(1) Gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Anggota Dewan Komisioner dan
Kepala Eksekutif diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
(2) Besaran gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi Dewan Komisioner
ditetapkan paling banyak 2 (dua) kali dari gaji, penghasilan lainnya, dan
fasilitas Deputi Kepala Eksekutif.
BAB IV
KERAHASIAAN INFORMASI
Pasal 27
(1) Setiap orang yang pernah menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner atau
sebagai pegawai Otoritas Jasa Keuangan dilarang menggunakan atau
mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenangnya berdasarkan
keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau ditentukan dalam Undang-Undang.
(2) Setiap orang yang bertindak untuk dan atas nama Otoritas Jasa Keuangan,
yang diperkerjakan dan/atau diperbantukan di Otoritas Jasa Keuangan, atau
sebagai tenaga ahli di Otoritas Jasa Keuangan dilarang menggunakan atau
mengungkapkan informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain,
kecuali dalam rangka pelaksanaan tugas atau berdasarkan keputusan
Otoritas Jasa Keuangan.
12
(3) Setiap orang yang mengetahui informasi yang bersifat rahasia baik karena
kedudukannya, profesinya, sebagai pihak yang diawasi, atau hubungan
apapun dengan Otoritas Jasa Keuangan, dilarang menggunakan atau
mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak lain, kecuali dalam rangka
pelaksanaan keputusan Otoritas Jasa Keuangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerahasiaan, penggunaan, dan
pengungkapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan
ayat (3), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
(5) Pelanggaran terhadap ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dapat dikenai
sanksi administratif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
BAB V
RENCANA KERJA, ANGGARAN, DAN PEMBIAYAAN
Bagian Pertama
Rencana Kerja dan Anggaran
Pasal 28
(1) Dewan Komisioner menyusun rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa
Keuangan serta mengumumkannya dalam waktu paling lambat 6 (enam)
bulan sebelum dimulainya tahun buku.
(2) Dewan Komisioner dapat melakukan perubahan rencana kerja dan anggaran
Otoritas Jasa Keuangan pada tahun berjalan.
Pasal 29
(1) Otoritas Jasa Keuangan wajib membentuk cadangan paling banyak sejumlah
24 (dua puluh empat) bulan dari anggaran pengeluaran OJK.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana kerja dan anggaran Otoritas Jasa
Keuangan diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Bagian Kedua
Pembiayaan
Pasal 30
Dalam rangka membiayai kegiatan dalam anggaran sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan menetapkan dan memungut
biaya yang wajib dibayar oleh industri jasa keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah penetapan rencana
kerja dan anggaran Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28, Otoritas Jasa Keuangan menetapkan biaya sebagaimana dimaksud
13
dalam Pasal 30 dan mengumumkannya kepada industri jasa keuangan.
Pasal 32
Jenis, besaran, tata cara penarikan, penyetoran dan penagihan, serta
penggunaan biaya, pengenaan denda keterlambatan penyetoran biaya diatur
dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 33
(1) Otoritas Jasa Keuangan menatausahakan dan mengelola penerimaan biaya
secara transparan, akuntabel, dan mandiri.
(2) Dana yang berasal dari biaya yang dipungut dari industri jasa keuangan
hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan Otoritas Jasa Keuangan
dan pembentukan cadangan.
Pasal 34
(1) Dalam hal terdapat surplus atau defisit anggaran Otoritas Jasa Keuangan,
surplus atau defisit tersebut digunakan untuk menambah atau mengurangi
cadangan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun berikutnya.
(2) Dalam hal terjadi surplus pada tahun berjalan, maka:
a. surplus
tersebut
diperhitungkan
sebagai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1);
penambah
cadangan
b. apabila cadangan tersebut telah mencapai sejumlah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) maka kelebihannya digunakan untuk
mengurangi biaya industri jasa keuangan secara proporsional pada tahun
berikutnya.
(3) Dalam hal terjadi defisit dalam tahun berjalan, defisit tersebut ditutup dari
cadangan Otoritas Jasa Keuangan pada tahun tersebut.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai cadangan Otoritas Jasa Keuangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) diatur dengan Peraturan
Dewan Komisioner.
Pasal 35
Dalam hal kondisi perekonomian nasional memburuk sehingga biaya yang
dipungut dari industri jasa keuangan dan cadangan yang dimiliki Otoritas Jasa
Keuangan tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan operasional Otoritas Jasa
Keuangan, Pemerintah membiayai pelaksanaan kegiatan Otoritas Jasa Keuangan.
BAB VI
PELAPORAN DAN AKUNTABILITAS
Pasal 36
(1) Otoritas Jasa Keuangan wajib menyusun laporan tahunan yang terdiri atas
laporan kegiatan dan laporan keuangan.
14
(2) Periode laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanggal
1 Januari sampai dengan 31 Desember.
(3) Otoritas Jasa Keuangan wajib menyampaikan laporan kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
(4) Laporan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan juga
kepada Presiden.
(5) Dalam rangka penyusunan laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Dewan Komisioner menetapkan standar dan kebijakan akuntansi
Otoritas Jasa Keuangan.
(6) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh Badan
Pemeriksa Keuangan.
(7) Otoritas Jasa Keuangan wajib mengumumkan laporan keuangan tahunan
Otoritas Jasa Keuangan kepada publik melalui media cetak atau media
elektronik.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan susunan laporan kegiatan dan
laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara,
bentuk, dan susunan laporan keuangan yang diumumkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (7), diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.
BAB VII
HUBUNGAN DENGAN LEMBAGA LAIN
Bagian Pertama
Koordinasi dan Kerja Sama
Pasal 37
(1) Otoritas Jasa Keuangan wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan melalui forum
stabilitas sistem keuangan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dapat berkoordinasi dan bekerja
sama dalam pengawasan bersama atas kegiatan jasa keuangan di bidang
Perbankan.
(3) Otoritas Jasa Keuangan dan Lembaga Penjamin Simpanan
dapat
berkoordinasi dan bekerja sama dalam pengawasan bersama atas kegiatan
jasa keuangan di bidang Perbankan.
(4) Untuk memastikan dan memelihara stabilitas sistem keuangan, dalam
pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank Indonesia
dapat melakukan pengawasan langsung dan/atau pengawasan tidak
langsung terhadap bank.
(5) Dalam rangka mendukung koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga
15
Penjamin Simpanan wajib membangun dan memelihara sarana pertukaran
informasi secara terintegrasi.
(6) Dalam rangka peningkatan pengawasan dan penegakan hukum dalam
industri jasa keuangan, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dan bekerja
sama dengan lembaga penegak hukum dan instansi terkait lainnya.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara koordinasi dan kerja sama diatur
dengan Peraturan Dewan Komisioner.
Pasal 38
(1) Otoritas Jasa Keuangan menginformasikan kepada Lembaga Penjamin
Simpanan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan
oleh Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perbankan.
(2) Otoritas Jasa Keuangan menyerahkan penyelesaian bank gagal yang tidak
berdampak sistemik kepada Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Dalam rangka penyelesaian dan penanganan bank gagal yang ditengarai
berdampak sistemik, Otoritas Jasa Keuangan wajib menginformasikan kepada
forum stabilitas sistem keuangan tentang bank gagal yang ditengarai
berdampak sistemik.
Pasal 39
Dalam rangka mencegah dan menangani kondisi krisis di sektor keuangan,
Otoritas Jasa Keuangan wajib berkoordinasi dengan Bank Indonesia,
Kementerian Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang mengenai jaring pengaman sistem keuangan.
Bagian Kedua
Hubungan Internasional
Pasal 40
(1) Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dengan otoritas
pengawas perbankan, pasar modal, dan/atau industri keuangan non bank di
negara lain serta organisasi internasional dan lembaga internasional lainnya.
(2) Otoritas Jasa Keuangan dapat menjadi anggota organisasi pengawas jasa
keuangan internasional.
(3) Dalam hal anggota organisasi pengawas jasa keuangan internasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah negara, Otoritas Jasa Keuangan
dapat bertindak untuk dan atas nama negara Republik Indonesia sebagai
anggota.
(4) Otoritas Jasa Keuangan dapat melakukan kerja sama dan memberikan
bantuan dalam rangka pemeriksaan dan penyidikan yang dilakukan oleh
otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan/atau industri keuangan non
bank negara lain berdasarkan permintaan tertulis.
16
(5) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non
bank negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal
balik dengan Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian
bertentangan dengan kepentingan umum.
bantuan
tersebut
tidak
(6) Kerja sama dan pemberian bantuan dalam rangka penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan apabila:
a. otoritas pengawas perbankan, pasar modal, dan industri keuangan non
bank negara lain tersebut telah memiliki perjanjian kerja sama timbal
balik dengan Otoritas Jasa Keuangan; dan
b. pelaksanaan kerja sama dan pemberian bantuan tersebut dilakukan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kerjasama timbal balik dalam masalah pidana.
BAB VIII
PENYIDIKAN
Pasal 41
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang
meliputi pengawasan industri jasa keuangan di lingkungan Otoritas Jasa
Keuangan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (3) dapat
diangkat menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3) Penyidik Pegawai
berwenang:
Negeri
Sipil
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1),
a. menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
b. melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan
dengan tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
c. melakukan penelitian terhadap orang yang diduga melakukan atau terlibat
dalam tindak pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
d. memanggil, memeriksa, dan meminta keterangan dan barang bukti dari
setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak
pidana di bidang industri Jasa Keuangan;
e. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain
berkenaan dengan tindak pidana di bidang industri jasa keuangan;
17
f. melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat
setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta
melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti
dalam perkara tindak pidana di bidang industri jasa keuangan;
g. meminta data, dokumen, atau alat bukti lain baik cetak maupun elektronik
kepada penyelenggara jasa telekomunikasi;
h. dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk
melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan
tindak pidana di bidang industri jasa keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
i. meminta bantuan aparat penegak hukum lain;
j. meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang
diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap undangundang di bidang industri jasa keuangan dan/atau peraturan
pelaksanaannya;
k. memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak
yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di bidang
industri jasa keuangan;
l. meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang industri jasa keuangan; dan
m. menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 27 ayat (1), ayat (2), dan/atau
ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau
pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah).
Pasal 43
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi, atau
menghambat pelaksanaan kewenangan Kepala Eksekutif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling
18
lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah).
Pasal 44
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mengabaikan, tidak memenuhi atau
menghambat pelaksanaan perintah tertulis atau tugas pengelola statuter
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf d dan huruf f, dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
(2) Apabila pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah) atau paling banyak Rp45.000.000.000,00 (empat
puluh lima miliar rupiah).
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan Pendaftaran, surat
tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha, pengesahan, dan
persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran yang telah dikeluarkan oleh
Bank Indonesia, Menteri Keuangan, atau Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan di Bidang
Jasa Keuangan sebelum diundangkannya Undang-Undang ini, dinyatakan
tetap berlaku.
2. Permohonan izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya Pernyataan
Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan kegiatan usaha,
pengesahan, dan persetujuan pembubaran/penetapan pembubaran, yang
sedang dalam proses penyelesaian pada Bank Indonesia, Menteri Keuangan,
atau Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan berdasarkan
Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Jasa Keuangan, penyelesaiannya
dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 46
(1) Pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang
Perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa Keuangan dilakukan
secara bertahap dan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam waktu
paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini
19
diundangkan.
(2) Untuk 2 (dua) tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih, pembiayaan
penyelenggaraan tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang
Perbankan berasal dari anggaran Bank Indonesia.
Pasal 47
(1) Tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan
IKNB yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan secara bertahap beralih kepada Otoritas Jasa
Keuangan dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal
Undang-Undang ini diundangkan.
(2) Untuk tahun pertama setelah tugas dan wewenang pengaturan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih, pembiayaan penyelenggaraan
tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan
IKNB oleh Otoritas Jasa Keuangan, berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Pasal 48
(1) Terhitung sejak tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di bidang Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46
ayat (1), beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, status kepegawaian pegawai
Bank Indonesia yang melaksanakan tugas dan wewenang di bidang
pengaturan dan pengawasan beralih seluruhnya atau sebagian menjadi
pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
(2) Terhitung sejak tugas dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di bidang Pasar Modal dan IKNB sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 47 ayat (1) beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan, status kepegawaian
Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, Kementerian Keuangan dialihkan menjadi pegawai Otoritas Jasa
Keuangan.
(3) Pengalihan status kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan Kementerian Keuangan dipekerjakan menjadi Penyidik Pegawai
Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 49
(1) Terhitung sejak Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan
wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1), infrastruktur dan kekayaan negara pada
Bank Indonesia dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang pengaturan
dan pengawasan di bidang Perbankan, beralih untuk digunakan sementara
oleh Otoritas Jasa Keuangan.
20
(2) Terhitung sejak Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan
wewenang pengaturan dan pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1), infrastruktur dan kekayaan
negara pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan,
Kementerian Keuangan beralih untuk digunakan oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
(1) Bank Indonesia bertugas menyiapkan perangkat dan infrastruktur yang
dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan di bidang Perbankan dari Bank Indonesia kepada Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Kementerian
Keuangan bertugas mempersiapkan perangkat dan infrastruktur yang
dibutuhkan bagi pengalihan tugas dan wewenang pengaturan dan
pengawasan di bidang Pasar Modal dan IKNB dari Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 51
(1) Untuk pertama kali, dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender
sebelum Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB,
Presiden harus menetapkan Dewan Komisioner.
(2) Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 7 (tujuh)
orang anggota dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketua Dewan Komisioner diusulkan oleh Menteri Keuangan kepada
Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
b. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner diusulkan Menteri Keuangan
kepada Presiden untuk masa jabatan 4 (empat) tahun;
c. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang mewakili Bank Indonesia
yang merupakan ex-officio Deputi Gubernur Bank Indonesia diusulkan
Gubernur Bank Indonesia kepada Presiden melalui Menteri Keuangan;
d. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang mewakili Kementerian
Keuangan yang merupakan ex-officio pejabat setingkat eselon I Kementerian
Keuangan diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden;
e. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala
Eksekutif Pengawas Perbankan diusulkan Gubernur Bank Indonesia
kepada Presiden melalui Menteri Keuangan untuk masa jabatan 5 (lima)
tahun;
f. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala
Eksekutif Pengawas Pasar Modal diusulkan Menteri Keuangan kepada
21
Presiden untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
g. 1 (satu) orang anggota Dewan Komisioner yang merangkap sebagai Kepala
Eksekutif Pengawas IKNB diusulkan Menteri Keuangan kepada Presiden
untuk masa jabatan 5 (lima) tahun;
(3) Pada saat Otoritas Jasa Keuangan menyelenggarakan tugas dan wewenang
pengaturan dan pengawasan di bidang Perbankan, Pasar Modal, dan IKNB,
Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan struktur
organisasi dan penempatan pegawai.
(4) Anggota Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diangkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya dengan masa
jabatan yang sama dengan memperhatikan ketentuan Pasal 7, Pasal 8, dan
Pasal 9.
Pasal 52
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perasuransian
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3790);
3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 37, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3477);
4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3608);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
7,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4962);
6. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 94, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4867);
dan peraturan perundang-undangan lainnya di bidang jasa keuangan dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
22
Undang-Undang ini.
Pasal 53
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SOESILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
NOMOR
23
RANCANGAN
PENJELASAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN
TENTANG
OTORITAS JASA KEUANGAN
I. UMUM
Dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh
dengan stabil dan berkelanjutan, menciptakan kesempatan kerja yang luas
dan seimbang di semua sektor perekonomian, dan memberikan
kesejahteraan secara adil kepada seluruh rakyat Indonesia, maka program
pembangunan ekonomi nasional harus dilaksanakan secara komprehensif
dan mampu menggerakkan kegiatan perekonomian nasional yang memiliki
jangkauan yang luas dan menyentuh keseluruh sektor riil dari
perekonomian masyarakat Indonesia. Program pembangunan juga harus
dilaksanakan secara transparan dan akuntabel yang berpedoman pada
prisip-prinsip demokrasi ekonomi sebagaimana diamanatkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk
mencapai tujuan tersebut di atas, program pembangunan nasional perlu
didukung oleh tata kelola pemerintahan yang baik dan melakukan reformasi
yang terus menerus terhadap setiap komponen dalam sistem perekonomian
nasional. Salah satu komponen penting dalam sistem perekonomian
nasional dimaksud adalah sistem keuangan dan keseluruhan kegiatan jasa
keuangan yang menjalankan fungsi intermediasi bagi berbagai kegiatan
produktif di dalam perekonomian nasional.
Fungsi intermediasi yang diselenggarakan oleh berbagai lembaga jasa
keuangan dalam perkembangannya telah memberikan kontribusi yang
cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan
ekonomi nasional. Oleh karena itu, pemerintah senantiasa memberikan
perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan industri jasa
keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka
peraturan dan pengawasan industri jasa keuangan yang terpadu dan
komprehensif.
Terjadinya proses globalisasi
dalam sistem keuangan dan pesatnya
kemajuan di bidang teknologi informasi dan inovasi finansial telah
menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis dan saling
terkait antar masing-masing subsektor keuangan baik dalam hal produk
maupun kelembagaan. Di samping itu, adanya lembaga keuangan yang
memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan
(konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar
lembaga-lembaga keuangan di dalam sistem keuangan.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali
struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi
24
pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan yang mencakup
bidang perbankan, pasar modal dan industri jasa keuangan non bank.
Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi
yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam
sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas
sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan
kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara lebih terintegrasi.
Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia
mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan
yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal
ventura dan perusahaan pembiayaan serta badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Pada hakikatnya Pasal 34
dimaksud
memberikan otoritas pengaturan dan pengawasan kepada
lembaga pengawasan sektor jasa keuangan dimaksud terhadap industri
Perbankan, Pasar Modal (sekuritas), dan Industri Keuangan Non Bank
(asuransi, dana pensiun, modal ventura dan perusahaan pembiayaan serta
badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat).
Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang memiliki otoritas
pengaturan dan pengawasan terhadap industri sektor keuangan tersebut di
atas dalam Undang-Undang ini disebut Otoritas Jasa Keuangan (Otoritas
Jasa Keuangan). Otoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen
yang menyelenggarakan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap
kegiatan jasa keuangan di bidang Perbankan, Pasar Modal dan Industri
Keuangan Non Bank.
Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan pada dasarnya memuat
ketentuan tentang organisasi dan tata kelola (governance) dari lembaga yang
memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap industri jasa
keuangan, sedangkan ketentuan mengenai jenis-jenis produk jasa
keuangan, cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan,
kualifikasi dan kriteria lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan
pengaturan prudensial serta ketentuan tentang jasa penunjang industri jasa
keuangan dan lain sebagainya menyangkut transaksi jasa keuangan diatur
dalam undang-undang sektoral tersendiri yaitu Undang-Undang tentang
Perbankan, Undang-Undang tentang Pasar Modal, Undang-Undang tentang
Usaha Perasuransian, Undang-Undang tentang Dana Pensiun, dan
peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan sektor jasa
keuangan lainnya. Adapun mekanisme kerja sama dan koordinasi antara
Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Lembaga Penjamin Simpanan dan
Otoritas Jasa Keuangan dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis di
sektor keuangan diatur dalam undang-undang yang mengatur tentang jaring
pengaman sistem keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan
jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara
teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem
keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata
kelola
yang
baik,
yang
meliputi
independensi,
akuntabilitas,
25
pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan Otoritas Jasa Keuangan
tersebut di atas, maka Otoritas Jasa Keuangan harus merupakan bagian
dari sistem penyelenggaraan urusan kenegaraan yang terintegrasi secara
baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya di dalam
mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum
dalam konstitusi Republik Indonesia. Di samping itu, agar Otoritas Jasa
Keuangan dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka Otoritas Jasa
Keuangan harus memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya
agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan yang dapat menghambat
tercapainya tujuan tersebut di atas. Independensi ini diwujudkan dalam dua
hal. Pertama, secara kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan tidak berada di
bawah otoritas lain di dalam sistem Pemerintah negara Republik Indonesia,
dan Kedua, secara orang perseorangan yang memimpin Otoritas Jasa
Keuangan harus memiliki kepastian atas jabatannya berupa jangka waktu
jabatan yang tidak bisa diganti sejauh melaksanakan tugas dengan benar
dan tidak terlibat dalam kriminalitas.
Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya
berlandaskan kepada asas-asas sebagai berikut:
1. Asas kepastian hukum, yakni asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan
dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
2. Asas kepentingan umum, yakni asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
3. Asas keterbukaan, yakni asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan dengan
tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi dan golongan,
serta rahasia negara termasuk rahasia sebagaimana ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
4. Asas profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian dalam
pelaksanaan tugas, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan, dengan
tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan;
5. Asas integritas, yakni asas yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral
dalam setiap tindakan dan keputusan yang diambil dalam
penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.
6. Asas Akuntabilitas, yakni asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa
Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
Sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola di atas, Otoritas Jasa Keuangan
harus memiliki struktur yang memiliki unsur check and balances. Hal ini
diwujudkan dengan melakukan pemisahan yang jelas antara fungsi
pengaturan dan fungsi pengawasan. Fungsi pengaturan dilakukan oleh
Dewan Komisioner sedangkan fungsi pengawasan dilakukan masing-masing
oleh Pengawas Perbankan, Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri
26
Keuangan Non Bank. Dewan Komisioner sebagai organ tertinggi dalam
Otoritas Jasa Keuangan selain menjalankan fungsi pengaturan, juga
berperan untuk memastikan masing-masing Pengawas melaksanakan
tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pemisahan fungsi antara Dewan Komisioner dan tiga Pengawas ini
dimaksudkan untuk:
1. menciptakan ketegasan pemisahan antara tanggung jawab regulator
(Dewan Komisioner) dengan tanggung jawab supervisor (Kepala Eksekutif
masing-masing Pengawas);
2. menghindari pemusatan kekuasaan yang terlalu besar pada satu pihak
agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan;
3. mendorong terjadinya pembagian kerja (division of labor) sehingga
tercipta profesionalisme dari spesialisasi di masing-masing fungsi
pengaturan dan pengawasan.
Pengawasan terhadap Perbankan, Pasar Modal, dan Industri Keuangan Non
Bank perlu dilakukan secara terpisah karena adanya perbedaan
karakteristik dari masing-masing industri jasa keuangan tersebut.
Dengan adanya pemisahan pengawasan atas masing-masing industri jasa
keuangan tersebut, diharapkan dapat terciptanya spesialisasi dalam
pengawasan, pengembangan metode pengawasan yang tepat, serta
mengurangi luasnya rentang kendali pengawasan agar proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan atas keputusan tersebut menjadi lebih efisien
dan efektif. Dengan demikian, pemisahan pengawasan tersebut akan
mewujudkan efektivitas pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan
untuk masing-masing industri.
Mengingat industri jasa keuangan merupakan industri yang mempunyai
kegiatan usaha yang bersifat kompleks dan melibatkan dana masyarakat
luas, maka Otoritas Jasa Keuangan dalam melaksanakan pengaturan dan
pengawasan terhadap industri jasa keuangan perlu dilakukan secara hatihati dan cermat. Oleh karena itu, pengalihan tugas dan wewenang dari
instansi yang lama kepada Otoritas Jasa Keuangan harus dilakukan dengan
pertimbangan yang matang dan waktu yang tepat dengan memperhatikan
hal-hal seperti kesiapan organisasi, personil, perangkat dan infrastruktur,
dan stabilitas sistem keuangan.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
27
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “terpadu” adalah suatu kegiatan pengaturan dan
pengawasan yang terintegrasi dalam rangka efektivitas pelaksanaannya.
Yang dimaksud dengan “independen” adalah pelaksanaan kegiatan
pengaturan dan pengawasan yang dilakukan secara mandiri tanpa
campur tangan pihak lain, kecuali sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
Yang dimaksud dengan “akuntabel” adalah pelaksanaan kegiatan
pengaturan dan pengawasan dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan
peraturan perundangan-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Mengingat Bank Indonesia sebagai otoritas moneter yang dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan perbankan, maka pengaturan perbankan yang terkait
dengan kebijakan moneter dan sistem pembayaran tetap menjadi
kewenangan Bank Indonesia yang meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
ketentuan mengenai giro wajib minimum;
pengaturan dan penyelenggaraan sistem pembayaran;
posisi devisa netto (net open position);
jenis alat pembayaran dan produk perbankan;
pengaturan pasar uang antar bank; dan
fungsi lender of the last resort (fasilitas likuiditas intrahari, fasilitas
pendanaan jangka pendek, dan fasilitas pembiayaan darurat).
Untuk menghindari adanya tumpang tindih dalam pengaturan
perbankan, maka Otoritas Jasa Keuangan dalam mengeluarkan
peraturan di bidang perbankan melakukan koordinasi dengan Bank
Indonesia.
28
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat (1)
Dewan Komisioner merupakan organ tertinggi Otoritas Jasa
Keuangan yang menetapkan kebijakan umum dan peraturan
pelaksanaan di bidang jasa keuangan.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “bersifat kolektif” adalah bahwa setiap
pengambilan keputusan disetujui dan diputuskan secara bersamasama oleh anggota Dewan Komisioner. Dengan demikian, setiap
keputusan yang diambil di dalam rapat Dewan Komisioner
mengikat seluruh anggota Dewan Komisioner.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Unsur dari masyarakat berasal dari kalangan profesional
atau ahli dalam bidang industri jasa keuangan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia”
adalah Deputi Gubernur Bank Indonesia yang tugas dan
29
wewenangnya terkait dengan stabilitas sistem keuangan
khususnya
di
bidang
perbankan.
Ketentuan
ini
dimaksudkan untuk menjamin kerja sama dan koordinasi
yang efektif antara Bank Indonesia dengan Otoritas Jasa
Keuangan dalam rangka kelancaran dan mendukung tugas
dan wewenang masing-masing.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pejabat setingkat eselon I
Kementerian Keuangan” adalah pejabat setingkat eselon I
Kementerian Keuangan yang tugas dan wewenangnya terkait
dengan
stabilitas
sistem
keuangan.
Ketentuan
ini
dimaksudkan untuk menjamin kerja sama dan koordinasi
yang efektif antara Menteri Keuangan dengan Otoritas Jasa
Keuangan dalam rangka kelancaran dan mendukung tugas
dan wewenang masing-masing.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (6)
Pada dasarnya 3 (tiga) orang Anggota Dewan Komisioner adalah
berasal dari unsur Otoritas Jasa Keuangan yaitu dari Deputi
Kepala Eksekutif. Namun demikian, apabila tidak terdapat Deputi
Kepala Eksekutif yang mampu untuk diangkat menjadi Kepala
Eksekutif, maka calon Anggota Dewan Komisioner dapat diangkat
dari unsur masyarakat yang mempunyai pengalaman dalam
bidang pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan sesuai
dengan posisi jabatan yang akan diduduki sebagai Kepala
Eksekutif, atas usulan Dewan Komisioner. Calon anggota Dewan
Komisioner tersebut terlebih dahulu harus melalui uji kelayakan
(fit and proper test) dan pengujian lain yang dilakukan Dewan
Komisioner.
Ayat (7)
Yang dimaksud dengan “memiliki kedudukan yang setara” adalah
setiap anggota Dewan Komisioner mempunyai hak dan kewajiban
yang
sama
dalam
pengambilan
keputusan
dan
pertanggungjawaban.
30
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Anggota Dewan Komisioner tidak boleh terkendala oleh kondisi jasmani
yang secara permanen menyebabkan yang bersangkutan tidak dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “mempunyai pengalaman atau keahlian di
bidang jasa keuangan” adalah seseorang yang memiliki pengalaman,
keilmuan, atau keahlian yang memadai di bidang jasa keuangan.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “tidak memiliki benturan kepentingan di lembaga
jasa keuangan” adalah pada saat menjabat sebagai anggota Dewan
Komisioner:
-
tidak menjadi pengurus atau yang setara dengan pengurus di
lembaga jasa keuangan, atau tidak lagi sebagai pengurus dengan
31
cara mengundurkan diri secara tertulis sebagai pengurus;
-
tidak menjadi pengendali dan pengelola di lembaga jasa keuangan;
-
tidak lagi sebagai pengendali di lembaga jasa keuangan dengan
cara melepaskan pengendalian dan pengelolaannya sesuai dengan
Peraturan Perundang-undangan di Bidang Jasa Keuangan.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Apabila seseorang diangkat menjadi anggota Dewan Komisioner dan yang
bersangkutan merupakan anggota salah satu partai politik, maka yang
bersangkutan wajib terlebih dahulu melepaskan keanggotaannya sebagai
anggota partai politik tersebut sebelum diangkat menjadi anggota Dewan
Komisioner.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Pengunduran diri anggota Dewan Komisioner berlaku efektif sejak
tanggal pengunduran diri tersebut disetujui oleh Presiden.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “berhalangan tetap” adalah cacat fisik
32
dan/atau cacat mental yang tidak memungkinkan yang
bersangkutan melaksanakan tugasnya dengan baik. Berakhirnya
keanggotaan Dewan Komisioner karena cacat fisik dan/atau cacat
mental, ditetapkan dalam Keputusan Presiden.
Yang dimaksud dengan “diperkirakan secara medis” adalah
perkiraan secara medis yang dibuktikan dengan keterangan
tertulis dari dokter, yang menerangkan bahwa anggota Dewan
Komisioner yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan tugas
lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.
Huruf e
Yang
dimaksud
dengan
“tanpa
alasan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan” adalah tidak adanya alasan yang kuat
yang menyebabkan anggota Dewan Komisioner diberhentikan
antara lain sakit yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter
yang ditunjuk Dewan Komisioner, penugasan di luar kegiatan
Otoritas Jasa Keuangan oleh Presiden, atau kegiatan lain demi
kepentingan Negara terhadap anggota Dewan Komisioner
dimaksud sehingga tidak memungkinkan untuk sementara waktu
bagi Anggota Dewan Komisioner tersebut untuk melaksanakan
tugasnya di Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan UndangUndang ini.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
33
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perintah tertulis” antara lain perintah
tertulis untuk melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap
gangguan kelangsungan usaha lembaga jasa keuangan, untuk
menyampaikan informasi, dokumen, atau laporan tertentu kepada
Otoritas Jasa Keuangan, untuk menggantikan pengurus atau
pihak tertentu di lembaga jasa keuangan, dan untuk
menghentikan perjanjian antara lembaga jasa keuangan dengan
34
pihak lain yang diduga merugikan lembaga jasa keuangan.
Huruf c
Pengaturan mengenai pengelola statuter dalam ketentuan ini
termasuk pengaturan yang memungkinkan pengelola statuter
untuk memiliki kewenangan untuk mengambil alih seluruh
wewenang dan fungsi manajemen lembaga jasa keuangan,
melakukan pembatalan atau pengakhiran perjanjian yang dibuat
oleh lembaga jasa keuangan dan melakukan pengalihan portofolio
usaha dalam rangka perlindungan kepentingan nasabah dan
pemberantasan kejahatan keuangan.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Dewan Komisioner dalam mengawasi pelaksanaan tugas
pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif ditujukan
untuk evaluasi dan perbaikan kinerja dari Kepala Eksekutif.
Pengawasan tersebut tidak dimaksudkan untuk memberi
kewenangan kepada Dewan Komisioner untuk mengintervensi atau
turut campur terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang masingmasing Kepala Eksekutif.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas.
35
Ayat (2)
Dalam hal hubungan keluarga terjadi pada 2 (dua) orang atau lebih
anggota Dewan Komisioner maka hanya 1 (satu) orang yang
diperbolehkan tetap menjabat sebagai anggota Dewan Komisioner.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Rapat dapat dilaksanakan melalui media telekonferensi, video konferensi,
atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua
peserta rapat saling melihat dan/atau mendengar secara langsung serta
berpartisipasi dalam rapat.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Risalah rapat paling sedikit memuat hari dan tanggal pelaksanaan rapat,
pimpinan dan peserta rapat, agenda rapat, dan keputusan rapat.
Ayat (9)
36
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dewan Komisioner yang ditunjuk mewakili Otoritas Jasa Keuangan
antara lain dalam pelaksanaan kerja sama antarinstansi dan hubungan
internasional.
Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah badan, lembaga, institusi,
atau orang dari dalam maupun luar Otoritas Jasa Keuangan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Sejalan dengan praktik tata kelola yang baik, Otoritas Jasa Keuangan
merumuskan dan menerapkan kode etik bagi pegawainya. Kode etik
mencakup antara lain, ketentuan mengenai pelarangan untuk
melakukan tindakan yang tidak terpuji oleh pegawai Otoritas Jasa
Keuangan, dan ketentuan umum mengenai perilaku yang diharapkan
dari pegawai Otoritas Jasa Keuangan. Kode etik ini dievaluasi secara
berkala.
Pemberlakuan kode etik disesuaikan dengan tingkatan dari pegawai
Otoritas Jasa Keuangan, misalnya mereka yang menjadi pegawai
pelaksana memiliki kewajiban yang lebih ringan dibanding dengan
pegawai dengan jabatan tinggi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
37
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Yang dimaksud dengan “independen” adalah dalam melaksanakan tugas
pengawasan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, Kepala
Eksekutif tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun kecuali ditentukan
dalam Undang-Undang ini.
Pasal 23
Ayat (1)
Organ di bawah Deputi Kepala Eksekutif terdiri atas Direktur-Direktur
dan jajaran di bawahnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pada prinsipnya Otoritas Jasa Keuangan memiliki pegawai sendiri yang
dilakukan dengan rekruitmen langsung. Namun untuk mengefektifkan
tugas dan wewenangnya, Otoritas Jasa Keuangan dapat mempekerjakan
Pegawai Negeri dari instansi lain atau dengan status lainnya. Hak dan
kewajiban Pegawai Negeri tersebut disetarakan dengan hak dan
kewajiban pegawai Otoritas Jasa Keuangan.
Pegawai Negeri yang bekerja pada Otoritas Jasa Keuangan dapat
berstatus dipekerjakan atau status lainnya dalam rangka menunjang
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan di bidang pemeriksaan dan/atau
38
penyidikan atau tugas-tugas yang bersifat khusus. Pegawai Negeri
tersebut antara lain berasal dari pejabat penyidik Pegawai Negeri Sipil,
Pejabat Penyidik Kepolisian, dan/atau penyidik kejaksaan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Yang dimaksud “sistem kepegawaian” mencakup antara lain
pengangkatan, pemberhentian, usia pensiun, jenjang karier, hak dan
kewajiban pegawai.
Pasal 25
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas
tanggung jawab pribadi bagi anggota Dewan Komisioner dan pegawai
Otoritas Jasa Keuangan yang dengan itikad baik telah melaksanakan tugas
dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk melindungi Dewan Komisioner dan
pegawai Otoritas Jasa Keuangan dari perbuatan hukum yang bersifat
pidana, perdata, atau tindak pidana lainnya yang dilakukan secara melawan
hukum.
Pasal 26
Ayat (1)
Besaran gaji, penghasilan lainnya, dan fasilitas bagi anggota Dewan
Komisioner dan Kepala Eksekutif ditetapkan dengan mempertimbangkan
sistem penggajian yang berlaku pada industri jasa keuangan dan
regulator jasa keuangan, baik nasional maupun internasional.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”rahasia” adalah sesuatu yang menurut
peraturan perundang-undangan atau menurut sifatnya dan/atau
39
menurut perintahnya harus dirahasiakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Hubungan yang terjadi karena kedudukannya misalnya, terjadi antara
pejabat dari lembaga berkoordinasi atau bekerja sama dengan Otoritas
Jasa Keuangan.
Hubungan akibat profesi misalnya, auditor, penilai, notaris, atau
aktuaris di industri jasa keuangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 28
Ayat (1)
Masing-masing Kepala Eksekutif, sesuai dengan bidang tugasnya
menyampaikan rencana kerja dan anggaran dalam waktu paling lambat
10 (sepuluh) bulan sebelum dimulainya tahun buku, untuk ditetapkan
oleh Dewan Komisioner sebagai bagian dari rencana kerja dan anggaran
Otoritas Jasa Keuangan untuk tahun buku berikutnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cadangan paling banyak 24 (dua puluh empat) bulan anggaran
pengeluaran OJK yang bersumber dari surplus.
Cadangan dibentuk untuk mengatasi pengeluaran-pengeluaran yang
tidak terduga atau terencana, seperti peningkatan kegiatan, pelaksanaan
pekerjaan yang bersifat luar biasa (extraordinair), pengadaan,
penggantian dan pembaruan aktiva tetap, pengadaan perlengkapan yang
40
diperlukan, pengembangan organisasi dan sumber daya manusia, serta
menutup defisit tahun berjalan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 30
Yang dimaksud dengan “industri jasa keuangan” adalah setiap pihak
yang memperoleh izin usaha, izin orang perseorangan, efektifnya
Pernyataan Pendaftaran, surat tanda terdaftar, persetujuan melakukan
kegiatan usaha, pencatatan, dan pengesahan, termasuk pelaku dan
penunjang kegiatan di industri jasa keuangan.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Jenis biaya yang dapat ditetapkan antara lain berupa biaya terhadap
perizinan,
persetujuan,
pendaftaran,
pengesahan,
pengawasan,
pemeriksaan, penelitian, transaksi perdagangan efek, dan/atau biaya
lainnya. Biaya-biaya tersebut ditagih secara bulanan, tahunan, atau
sewaktu-waktu sesuai karakteristik biaya dimaksud.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surplus” adalah selisih lebih antara pendapatan
dan beban Otoritas Jasa Keuangan.
Yang dimaksud dengan “defisit” adalah selisih kurang antara pendapatan
dan beban Otoritas Jasa Keuangan.
41
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 35
Pembiayaan
dari
Pemerintah
dimaksudkan
untuk
menjamin
terselenggaranya kelangsungan pelaksanaan tugas Otoritas Jasa Keuangan
dalam keadaan perekonomiaan yang tidak kondusif, dengan tidak
mengurangi independensi pelaksanaan tugas dan kewenangan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pengajuan pembiayaan kegiatan operasional oleh Otoritas Jasa Keuangan
kepada Pemerintah dilakukan setelah Otoritas Jasa Keuangan melakukan
upaya-upaya efisiensi pengeluaran.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyampaian laporan Otoritas Jasa Keuangan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan
kinerja Otoritas Jasa Keuangan selama tahun berjalan.
Ayat (4)
Penyampaian laporan Otoritas Jasa Keuangan kepada Presiden
dimaksudkan untuk menjelaskan pelaksanaan kegiatan dan kinerja
Otoritas Jasa Keuangan selama tahun berjalan. Dalam hal ini, Presiden
42
sebagai pemangku yang bertanggung
menumbuhkan perekonomian nasional.
jawab
memelihara
dan
Ayat (5)
Penyusunan standar dan kebijakan akuntansi oleh Otoritas Jasa
Keuangan dilakukan dengan memperhatikan prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Koordinasi ini antara lain diperlukan dalam rangka mendukung tugas
Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter yang antara
lain mencakup operasi pasar terbuka, giro wajib minimum, sistem
pembayaran, dan fasilitas likuiditas, menunjang tugas Kementerian
Keuangan di bidang fiskal, dan mendukung tugas Lembaga Penjamin
Simpanan di bidang penjaminan simpanan, serta membantu Otoritas
Jasa Keuangan dalam pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan, yang dilakukan secara berkala.
Ayat (2)
Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk
mendukung tugas Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia dalam
rangka memelihara stabilitas sistem keuangan di sektor Perbankan.
Ayat (3)
Pengawasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat ini adalah untuk
mendukung tugas Lembaga Penjamin Simpanan dalam rangka
melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pengawasan langsung” adalah yang dikenal
43
dengan istilah onsite supervision.
Yang dimaksud dengan “pengawasan tidak langsung” adalah yang
dikenal dengan istilah offsite supervision.
Ayat (5)
Pertukaran informasi tersebut dibangun secara terintegrasi sehingga
Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, dan Lembaga Penjamin
Simpanan dapat mengakses dan memperoleh informasi untuk
mendukung tugas dan wewenang masing-masing.
Ayat (6)
Ketentuan ini dimaksudkan agar Otoritas Jasa Keuangan dapat bekerja
sama dengan lembaga-lembaga lain yang memiliki fungsi penegakan
hukum, seperti kejaksaan, kepolisian, lembaga dan/atau komisi yang
bertugas di bidang pemberantasan tindak pidana pencucian uang,
pemberantasan tindak pidana korupsi, dan lembaga terkait lainnya.
Ayat (7)
Untuk mengefektifkan koordinasi dan kerja sama antara Otoritas Jasa
Keuangan dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini,
Peraturan Dewan Komisioner sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini
dapat memuat ketentuan tentang kesepakatan bersama, dan/atau
bentuk lain yang setara dengan kesepakatan bersama.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Dalam Undang-Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan, lembaga
pengawas sektor jasa keuangan disebut dengan Lembaga Pengawas
Perbankan. Dengan dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan maka yang
dimaksud dengan Lembaga Pengawas Perbankan adalah Otoritas Jasa
Keuangan
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “bank gagal yang ditengarai berdampak sistemik”
adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Lembaga
Penjamin Simpanan dan Undang-Undang mengenai jaring pengaman
44
sistem keuangan.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Otoritas Jasa Keuangan dapat berkerjasama dengan:
organisasi internasional antara lain, International Organization of
Securities Commisions (IOSCO), International Organization of Pension
Supervisors (IOPS), International Association of Insurance Supervisors
(IAIS), organisasi pengawas dan pengatur perbankan internasional
- Lembaga internasional antara lain, Asian Development Bank (ADB),
World Bank, Islamic Development Bank (IDB), dan Financial Action
Task Force on Money Laundering (FATF)
Ayat (2)
-
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
perjanjian kerja sama timbal balik dapat dilakukan melalui
perjanjian bilateral maupun multilateral.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
45
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembiayaan dari Bank Indonesia masih dibutuhkan untuk menunjang
dan menjamin kelangsungan pengawasan di bidang Perbankan pada
awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 47
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara masih
dibutuhkan untuk menunjang dan menjamin kelangsungan pengawasan
di bidang Pasar Modal dan IKNB pada awal pembentukan Otoritas Jasa
Keuangan.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
46
Pasal 50
Ayat (1)
Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur
organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan
anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Bank Indonesia,
dan instansi lain apabila diperlukan, kepada Pengawas Perbankan,
pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan dokumentasi.
Ayat (2)
Perangkat dan infrastruktur yang dibutuhkan, antara lain struktur
organisasi, infrastruktur, dan prosedur operasional, rencana kerja dan
anggaran, pengalihan dan pengadaan personalia dari Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, dan instansi lain apabila
diperlukan, kepada Pengawas Pasar Modal dan Pengawas Industri
Keuangan Non Bank, pengalihan dan pengadaan sistem informasi dan
dokumentasi.
Pasal 51
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “Deputi Gubernur Bank Indonesia” adalah
lihat penjelasan Pasal 5 ayat 5 huruf b.
Huruf d
Cukup jelas.
47
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR
48
Download