hubungan kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni

advertisement
HUBUNGAN KESESAKAN DENGAN TINGKAT STRES
PADA PENGHUNI RUMAH SUSUN PEKUNDEN
SEMARANG
SKRIPSI
disajikan sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi
oleh
Astriana Erlinda
1511411098
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
i
ii
iii
MOTTO DAN PERUNTUKAN
Motto :
Give your stress wings and let it fly away. (Terry Guillemets)
Peruntukan :
Skripsi ini penulis persembahkan untuk Bapak Kusno,
S.T dan Ibu Sri Retnowati tercinta, Mbak Weka
Anindita dan teman – teman yang selalu menyemangati
dan mendukung sampai akhir.
iv
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Kesesakan Dengan Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah
Susun Pekunden Semarang” ini dengan lancar.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi jenjang Strata
1 guna meraih gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas
Negeri Semarang. Atas selesainya skripsi ini penyusun bermaksud mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Prof. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah
memberikan kemudahan administrasi dan perijinan penelitian.
2. Drs. Edy Purwanto, M.Si., Ketua jurusan Psikologi yang telah menyediakan
sarana pembelajaran, memberikan kemudahan administrasi dan perijinan
penelitian.
3. Dr. Sri Maryati Deliana M.Si., Dosen Wali, atas motivasi, dorongan dalam
menyusun skripsi.
4. Drs. Sugeng Hariyadi S. Psi. M.S., Dosen Pembimbing atas arahan, saran,
koreksi dalam skripsi dan memperlancar bimbingan dalam penyusunan skirpsi.
5. Luthfi Fathan Dahriyanto S.Psi, M.A., Dosen Penguji I atas arahan, saran dan
koreksi dalam skripsi ini.
6. Ibu Rahmawati Prihastuty S.Psi., M.Si., Dosen Penguji II atas arahan, saran
dan koreksi dalam skripsi ini.
v
7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang yang
telah memberi bekal ilmu yang bermanfaat dan saran – saran yang berarti.
8. Kedua orang tua penulis Bapak Kusno dan Ibu Sri Retnowati, yang telah
membimbing, memberi semangat dan membesarkanku dengan sabar.
9. Kakak penulis tercinta Mbak Weka Anindita dan Mas Dwi Ady Sukarya, yang
telah memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini,
10. Teman-teman tercinta Dwi Ningtyas Tutik, Andinia Rizky Halim, Asnawati
dan Lalu Muhrizin yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Teman tersayang, Wakhidati Maimunah yang telah menjadi teman bimbingan
selama proses skripsi ini dikerjakan.
12. Adik-adik angkatan dan teman-teman jurusan psikologi angkatan 2011, atas
bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini.
13. Seluruh penghuni rumah susun Pekunden Semarang yang telah bersedia
menjadi subjek penelitian.
14. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan
kerjasamanya dalam penelitian ini
Semoga bantuan yang telah diberikan dengan ikhlas tersebut mendapat
imbalan dari Allah SWT. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini jauh
dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
peneliti harapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca
pada umumnya.
Semarang, 17 Desember 2015
vi
ABSTRAK
Erlinda, Astriana. 2015. Hubungan Kesesakan Dengan Tingkat Stres Pada
Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Sugeng
Hariyadi S. Psi. M.S.
Kata Kunci: Tingkat Stres, Kesesakan.
Rumah adalah tempat berkumpulnya anggota keluarga dan tempat
bersosialisasi yang nyaman dan aman. Namun hal ini tidak sejalan dengan kondisi
rumah susun. Rumah susun merupakan tempat tinggal dengan jumlah penghuni
relatif banyak dan ukuran ruang yang relatif sempit. Kondisi lingkungan dan
ketersediaan sarana dan prasarana juga relatif kurang. Penurunan kualitas secara
terus menerus membuat para penghuni rusun merasa tidak nyaman. Bukan saja
mengganggu secara fisik, tetapi juga ikut mempengaruhi keadaan psikis seperti
memicu timbulnya stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Stres
dan segala bentuk macam gangguan psikis lainnya dapat disebabkan oleh
kesesakan sehingga kondisi psikologi yang negati mudah muncul. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kesesakan dengan tingkat
stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Populasi
penelitian ini adalah penghuni rumah susun Pekunden Semarang yang berjumlah
159 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling
jenuh dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Data penelitian diambil
dengan menggunakan dua skala yaitu skala tingkat stres yang terdiri dari 28 item
dan skala kesesakan yang terdiri dari 20 item. Skala tingkat stres memiliki
koefisien validitas sebesar 0,271 sampai dengan 0,597 dan koefisien reliabilitas
sebesar 0,865. Skala kesesakan memiliki koefisien validitas sebesar 0,275 sampai
dengan 0,670 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,862. Metode analisis data dalam
penelitian ini adalah analisis korelasi Product Moment. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang (nilai r = 0,688 dengan p < 0,000).
Saran bagi para penghuni rumah susun Pekunden Semarang diharapkan
dapat mencoba menerima segala kondisi yang ada dan lebih meningkatkan
interaksi sosial antar penghuni sehingga terbentuk rasa nyaman selama tinggal di
rumah susun, dan agar dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan
sehingga kesesakan yang dirasakan dapat ditekan serendah mungkin.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................v
ABSTRAK................ ............................................................................................ vii
DAFTAR ISI................ ........................................................................................ viii
DAFTAR TABEL................................. ................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv
BAB
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah ................ ..............................................................1
1.2
Rumusan Masalah ................................. ....................................................15
1.3
Tujuan Penelitian .......................................................................................15
1.4
Manfaat Penelitian .....................................................................................16
1.4.1
Manfaat Teoritis .........................................................................................16
1.4.2
Manfaat Praktis ..........................................................................................16
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tingkat Stres ..............................................................................................17
2.1.1
Pengertian Tingkat Stres........................ ....................................................17
2.1.2
Gejala – Gejala Stres ..................................................................................19
viii
2.1.3
Faktor Penyebab Stres ................................................................................23
2.1.4
Sumber – Sumber Stres ..............................................................................25
2.2
Kesesakan ...................................................................................................28
2.2.1
Pengertian Kesesakan.................................................................................28
2.2.2
Aspek – Aspek Kesesakan... ......................................................................30
2.2.3
Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan ......................................32
2.2.4
Dampak – Dampak Kesesakan ..................................................................35
2.3
Rumah Susun .............................................................................................36
2.3.1
Pengertian Rumah Susun ...........................................................................36
2.3.2
Tujuan Pembangunan Rumah Susun .........................................................37
2.4
Hubungan Kesesakan Dengan Tingkat Stres .............................................39
2.5
Kerangka Berpikir ......................................................................................41
2.6
Hipotesis Penelitian ....................................................................................43
3.
METODE PENELITIAN
3.1
Jenis Penelitian dan Desain Penelitian .......................................................44
3.1.1
Jenis Penelitian ...........................................................................................44
3.1.2
Desain Penelitian ........................................................................................44
3.2
Variabel Penelitian .....................................................................................44
3.2.1
Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................................44
3.2.2
Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................................45
3.2.3
Hubungan Antar Variabel ..........................................................................46
3.3
Populasi dan Sampel ..................................................................................46
3.3.1
Populasi ......................................................................................................46
ix
3.3.2
Sampel ........................................................................................................47
3.4
Metode Pengumpulan Data .......................................................................48
3.4.1
Metode Pengumpulan Data Tingkat Stres..................................................50
3.4.2
Metode Pengumpulan Data Kesesakan ......................................................52
3.5
Uji Coba Instrumen ....................................................................................53
3.5.1
Validitas .....................................................................................................54
3.5.2
Reliabilitas .................................................................................................58
3.6
Metode Analisis Data .................................................................................59
4.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Persiapan Penelitian ...................................................................................61
4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian .......................................................................61
4.1.2 Proses Perijinan ..........................................................................................63
4.1.3 Penentuan Subjek Penelitian ......................................................................63
4.2
Pelaksanaan Penelitian ...............................................................................64
4.2.1
Pengumpulan Data .....................................................................................64
4.2.2
Pelaksanaan Skoring ..................................................................................65
4.3
Hasil Penelitian ..........................................................................................66
4.3.1
Analisis Deskriptif .....................................................................................66
4.3.2
Gambaran Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ...66
4.3.3
Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ........77
4.4
Hasil Uji Asumsi ........................................................................................86
4.4.1
Uji Normalitas ............................................................................................86
4.4.2
Uji Linearitas ..............................................................................................87
x
4.4.3
Uji Hipotesis ...............................................................................................88
4.5
Pembahasan ................................................................................................89
4.5.1
Pembahasan Analisis Deskriptif Kesesakan Dengan Tingkat Stres
Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ............................................90
4.5.2
Pembahasan Analisis Inferensial Kesesakan Dengan Tingkat Stres
Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ..........................................101
4.6
Keterbatasan Penelitian ............................................................................105
5.
PENUTUP
5.1
Simpulan ..................................................................................................107
5.2
Saran ........................................................................................................108
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................109
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
3.1
Populasi Penelitian ......................................................................................47
3.2
Blue print skala Tingkat Stres .....................................................................50
3.3
Blue print skala Kesesakan .........................................................................52
3.4
Hasil Uji Coba Skala Tingkat Stres ............................................................55
3.5
Hasil Uji Coba Skala Kesesakan .................................................................57
3.6
Hasil Perhitungan Reliabilitas Skala ...........................................................59
3.7
Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik ...................60
4.1
Kriteria Tingkat Stres ..................................................................................68
4.2
Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang ...................................................................................68
4.3
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Emosional ................................................70
4.4
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif .....................................................72
4.5
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Fisik Atau Badan ......................................74
4.6
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Sosial .........................................................75
4.7
Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang ....................................................................................................76
4.8
Kriteria Kesesakan .....................................................................................78
4.9
Gambaran Umum Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang ....................................................................................................79
4.10
Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Situasional ..................................................................81
xii
4.11
Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Behavioral ..................................................................83
4.12
Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Emosinal.....................................................................84
4.13
Ringkasan Deskriptif Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang ....................................................................................................85
4.14
Uji Normalitas ............................................................................................86
4.15
Uji Linearitas ..............................................................................................87
4.16
Uji Hipotesis Variabel Kesesakan dan Tingkat Stres ................................88
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Kerangka Berpikir .................................................................................... 42
3.1
Hubungan Antar Variabel ......................................................................... 46
4.1
Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang...................................... .............................................69
4.2
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Emosional .............................................. 71
4.3
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif ................................................. 72
4.4
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan ..................................... 74
4.5
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Sosial ........................................................ 76
4.6
Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres .......................................................... 77
4.7
Gambaran Umum Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semaran. .................................................................................................... 79
4.8
Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Situasional ................................................................. 81
4.9
Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Behavioral ................................................................. 83
4.10 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Emosional .................................................................. 84
4.11 Ringkasan Deskriptif Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang ................................................................................................... 86
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Skala Penelitian .......................................................................................... 112
2.
Tabulasi Data Skor Penelitian .................................................................... 121
3.
Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................ 134
4.
Hasil Uji Asumsi dan Hipotesis ................................................................. 142
xv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang
padat. Padatnya penduduk Indonesia disebabkan oleh semakin pesatnya
pertumbuhan dan perkembangan penduduk dari tahun ke tahun, yang nampak
pada kota – kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung bahkan Semarang.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2013, kota
Semarang menduduki peringkat ketiga dengan jumlah penduduk terbanyak setelah
Brebes dan Cilacap, yaitu sebanyak 1.644.800 jiwa dengan kepadatan penduduk
mencapai 4.402 per km2.
Secara administratif, kota Semarang terdiri dari wilayah dataran rendah
(kota bawah) dan dataran tinggi (kota atas) yang terbagi atas 16 kecamatan dan
177 kelurahan. Semarang tumbuh menjadi kota besar di kawasan provinsi Jawa
Tengah sebagai tempat tujuan urbanisasi masyarakat desa, mengingat semakin
berkembangnya industri besar maupun kecil di kota Semarang. Inilah yang
menyebabkan kepadatan penduduk kawasan pusat kota Semarang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kawasan pinggiran kota. Individu sebagai pekerja akan lebih
memiih untuk tinggal di pusat kota dimana letaknya dekat dengan lokasi kerja
mereka.
Kawasan pusat kota semakin ramai dengan munculnya berbagai
perumahan baru, fasilitas pendidikan dan pusat perbelanjaan yang tidak hanya
1
2
berpusat pada kawasan simpang lima saja seperti Carefour, Mall Banyumanik,
Ada Swalayan, Perumahan Banyumanik, Perumahan Pucang Gading, dan fasilitas
pendidikan baik negeri maupun swasta, seperti Undip, Polines, Unika, dan lain –
lain. Pusat pertumbuhan di kawasan tengah kota Semarang sebagai pusat aktivitas
dan aglomerasi penduduk muncul menjadi kota kecil baru, seperti tumbuhnya
daerah Banyumanik sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk Kota
Semarang bagian atas yang menjadikan daerah ini semakin padat. Cepatnya
pertumbuhan di daerah ini dikarenakan kondisi lahan di Semarang bawah sering
terkena bencana banjir. Kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir yang
disebabkan oleh luapan air laut (rob). Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan
kawasan kota pinggiran Semarang tidaklah terlalu signifikan jika dibandingkan
dengan wilayah lain di kota Semarang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat dalam wilayah kota Semarang dengan
sendirinya akan memunculkan berbagai macam permasalahan. Pesatnya
pertumbuhan penduduk mengakibatkan jumlah penduduk semakin padat dan tidak
sebanding dengan luas wilayah yang akan digunakan sebagai lahan tempat
tinggal. Hal ini akan memunculkan berbagai masalah, salah satunya adalah
masalah tempat tinggal.
Perumahan atau pemukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok
manusia. Sumardi (dalam Prabowo, 1999: 8) menyatakan bahwa kebutuhan
perumahan merupakan kebutuhan pokok manusia disamping makanan, pakaian,
kesehatan, pendidikan, kebersihan, transportasi dan partisipasi masyarakat.
Permasalahan perumahan bukan hanya masalah jumlah saja, tetapi merupakan
3
masalah yang cukup kompleks. Batubara (dalam Prabowo, 1998: 9) menyatakan
bahwa perumahan merupakan bagian integral dari masalah sosial, ekonomi, dan
kebudayaan bangsa, serta pemukiman nasional dalam arti yang luas.
Kualitas hunian yang memadai sebagai tempat tinggal layak huni untuk
pembinaan keluarga sesuai dengan multiaspek rumah, menjadi sangat sulit
dimiliki bagi individu di perkotaan saat ini. Akibatnya bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan membutuhkan biaya yang cukup
besar untuk memperoleh rumah yang terjangkau dan layak huni (Jo Santoso
dalam Prabowo, 1998: 11). Namun dengan kenaikan jumlah penduduk yang lebih
cepat
dibandingkan
dengan
penyediaan
fasilitas
umum
mengakibatkan
kecenderungan memburuknya kualitas pemukiman. Dalam rangka pengadaan
pemukiman yang sehat, maka pemerintah mencoba mengurangi dampak
permasalahan yang mungkin saja dapat muncul dengan mengembangkan proyek
rumah tunggal, rumah susun dan program perbaikan kampung. Salah satu upaya
yang dilakukan oleh pemerintah kota Semarang adalah dengan mengadakan
proyek
rumah
susun
yang
diprioritaskan
bagi
masyarakat
golongan
berpenghasilan rendah, sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Nomor
16/1985 tentang rumah susun (Latifah dan Suryanto, dalam Dewi 2008: 13).
Tujuan penyediaan rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah
yang layak terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan
kepastian hukum dalam pemanfaatannya serta untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna tanah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam
dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang.
4
Sehingga rumah dapat dijadikan sarana pembinaan keluarga dalam pembentukan
kepribadian, watak, serta pendidikan yang baik sesuai dengan harkat dan martabat
manusia (Undang – Undang No.16 tahun 1985).
Pembangunan rumah susun sederhana sudah banyak diselenggarakan di
kota – kota besar di Indonesia, salah satunya di kota Semarang. Kota Semarang
memiliki beberapa rumah susun sederhana, diantaranya rumah susun Bandarharjo,
Pekunden, Karangroto, Plamongan , Genuk dan Kaligawe. Rumah susun atau
dikenal dengan sebutan flat adalah rumah dimana lingkungan tetangga tidak saja
di kanan-kiri, tetapi juga berada di atas dan di bawah dengan jumlah penghuni
relatif banyak dan ukuran yang relatif sempit (Sarwono, 1995: 118).
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam
suatu lingkungan yang terbagi dalam bangunan – bangunan yang distrukturkan
secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal, merupakan satuan –
satuan yang masing – masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat –
tempat hunian yang dilengkapi dengan bangunan bersama dan tanah bersama
(Undang – Undang Republik Indonesia tahun 1993). Rustandi (dalam Prabowo,
1999: 11) menyatakan bahwa rumah susun terdiri atas beberapa tingkat dan setiap
tingkatnya terdiri dari beberapa unit rumah. Rumah merupakan suatu bangunan
untuk tempat tinggal, yang berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup.
Rumah merupakan sarana untuk berlindung dari hujan dan panas, memberi rasa
aman dan nyaman, tempat berkumpulnya anggota keluarga, tempat bersosialisasi
dan berinteraksi dengan tetangga, memenuhi kebutuhan harga diri dan juga
merupakan sarana aktualisasi diri.
5
Namun hal ini tidak sejalan dengan kondisi rumah susun yang merupakan
pemukiman kepadatan tinggi dan setiap bangunan dihuni oleh beberapa keluarga
(Freedman dalam Prabowo, 1999: 11). Rumah susun merupakan tempat tinggal
dengan jumlah penghuni relatif banyak dan ukuran ruang yang relatif sempit.
Kondisi lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana juga relatif kurang.
Penurunan kualitas secara terus menerus membuat para penghuni rusun merasa
tidak nyaman. Bukan saja mengganggu secara fisik, tetapi juga ikut
mempengaruhi keadaan psikis para penghuni rumah susun.
Kondisi lingkungan yang demikian, membuat para penghuni mendapatkan
stimulus yang berlebihan sehingga harus melakukan adaptasi dengan cara
memilih stimulus – stimulus yang dianggap tidak relevan dan tidak penting. Rini
(2006: 1) menyatakan bahwa dalam usahanya menyesuaikan diri dengan kondisi
lingkungan yang demikian artinya dengan situasi kelebihan informasi,
memunculkan berbagai masalah diantara individu menjadi acuh tak acuh satu
sama lain dan kurang responsif. Dan dilakukan dengan menarik diri atau
mengurangi kontak sosial dengan orang lain.
Gambaran banyaknya permasalahan tinggal di rumah susun dikemukakan
oleh Dewi (2008: 10) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa beberapa
penghuni rumah susun Bandarharjo yang ditemuinya mengaku terkadang sering
marah – marah, mudah tersinggung sehingga kurang bersahabat dengan tetangga.
Hal – hal tersebut merupakan sebagian dari gejala – gejala stres yang dapat
dialami oleh individu, baik secara fisik, emosional, intelektual dan interpersonal.
Tekanan yang dialami dapat berasal dari tetangga rusun, keadaan ekonomi,
6
lingkungan rumah susun, kondisi di dalam rumah dan hal ini dapat membuat
seseorang mengalami stres. Lebih lanjut Iskandar (2012: 135) menerangkan hasil
penelitiannya di rumah susun dengan ukuran 36 m2 yang banyak dihuni lebih dari
4 orang. Kondisi padat tersebut dijumpai setiap hari, sehingga seorang kepala
rumah tangga sering pulang lebih lambat untuk tiba di rumahnya. Sedangkan anak
– anaknya yang sudah besar, mereka lebih sering bermain di luar rumahnya. Hal
ini dikarenakan ruangan yang sempit tersebut tidak menyenangkan penghuninya.
Perilaku penghuni rumah susun tersebut adalah upaya untuk menghindari stres.
Tinggal di tempat dengan kepadatan yang tinggi, juga dialami oleh
sebagian besar warga Hongkong. Hongkong mempunyai kepadatan penduduk
lebih dari 400.000 ribu orang per km2. Sedangkan peruntukan tanah untuk
pemukiman hanyalah sebanyak 6,8% dari keseluruhan tanah yang ada. Hal ini
tentunya mengakibatkan pemukiman di wilayah Hongkong padat dan sesak.
Contohnya adalah sebuah flat dengan ukuran kamar 10’x10’ yang sebagian besar
dihuni oleh minimal 5 (lima) anggota keluarga. Ukuran kamar 10’x10’ dibagi
menjadi beberapa ruang seperti ruang tidur, dapur, ruang kelurga bahkan kamar
dan hanya dibatasi oleh sekat – sekat beruba tirai. (dikutip dari berbagai sumber).
Dengan kondisi demikian, tentunya membuat para penghuni merasa tidak
nyaman. Sebagian besar penghuni menjadi mudah marah bahkan suasana hati
mudah berubah - ubah saat berada di rumah. Bukan hanya anak – anak tetapi
orang dewasa juga sulit berkonsentrasi untuk belajar dan melakukan pekerjaan.
Akibatnya kemampuan mereka dalam melakukan pekerjaan terutama pekerjaan
yang kompleks cenderung memburuk. Haryanto dkk dalam Dewi (2008: 10)
7
menyatakan bahwa dalam suasana yang padat dan sesak kondisi psikologis yang
negatif mudah timbul. Hal ini merupakan faktor penunjang kuat munculnya stres
dan beragam bentuk aktivitas sosial yang negatif.
Gambaran tentang suasana yang padat dan sesak di rumah susun juga
tampak dalam kehidupan Pak Untung sebagai salah satu penghuni Rumah Susun
Urip Sumoharjo, ia mengaku bahwa sering merasa bingung untuk memberi ruang
bagi semua anggota keluarganya. Ruangan dalam rumah terbatas tetapi jumlah
anggota yang banyak tidak mampu menampung seluruh anggota keluarga
sehingga Pak Untung dan anggota keluarga lainnya menjadi sering marah – marah
(www.jawapos.com).
Salah satu rumah susun yang terdapat di daerah Semarang dengan kondisi
yang padat adalah Rumah Susun Pekunden. Penelitian ini berbeda dengan
beberapa penelitian sebelumnya, meskipun variabel yang diteliti sama yaitu
kesesakan dengan tingkat stres. Namun tempat penelitian dalam penelitian ini
adalah rumah susun dimana karakteristik subjek penelitian yang sudah ditetapkan
sebelumnya oleh peneliti yaitu laki – laki dan perempuan usia minimal 17 tahun
dengan minimal jumlah anggota keluarga minimal 4 orang. Karakteristik subjek
yang diteliti berbeda dengan subjek dalam penelitian – penelitian sebelumnya.
Diketahui bahwa penelitian – penelitian sebelumnya hanya meneliti pada wilayah
pemukiman dengan kepadatan tinggi tanpa ada batasan- batasan tertentu tiap
rumahnya.
Peneliti memilih rumah susun Pekunden untuk dijadikan lokasi penelitian
dengan beberapa alasan. Dilihat dari kondisi lingkungan, bentuk dan letak rusun
8
Pekunden, tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan yang ada disana membuat
seseorang merasa kurang nyaman jika tinggal di rumah susun. Tidak hanya dari
fasilitas tempat tinggal yang kurang baik tetapi daerah lingkungan tempat tinggal
yang tidak lepas dari berbagai permasalahan lain. Seperti konflik antar anggota
keluarga, atau bahkan konflik dengan tetangga. Alasan lain adalah karakteristik
penghuni rumah susun Pekunden juga sudah memenuhi syarat untuk menjadi
subjek penelitian. Selain itu berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan
wawancara, diperoleh temuan bahwa penghuni rumah susun Pekunden merasakan
adanya kesesakan dan muncul gejala – gejala stres selama tinggal di rumah susun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang penghuni rumah susun
pada tanggal 17 Maret 2015 dan tanggal 16 April 2015 bertempat di rumah susun
Pekunden, hampir keseluruhan menyatakan bahwa terkadang mereka mudah
marah, mudah tersinggung dan terkadang membatasi hubungan dengan tetangga.
Tinggal dalam ruang sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dapat membuat
perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga stres mudah muncul. Segala
macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurangmengertian
seseorang akan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan
keterbatasan inilah yang menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, rasa bersalah
(Anoraga, 2006: 107).
Gambaran keterbatasan tinggal di rumah susun nampak di kehidupan DA
(21 tahun) yang merupakan warga penghuni rumah susun Pekunden dimana
dalam satu rumah dengan tipe 27 m2 terdapat 3 kepala keluarga yang didalamnya
terdapat 7 orang jiwa. Artinya satu orang hanya akan mendapatkan ruang kurang
9
dari 4 m2. Dengan kondisi kesesakan yang cukup tinggi dapat membuatnya
merasa tidak nyaman.
“ Wah, karena yang tinggal di rumah saya ada 7 orang, ya jelas saya
merasa tidak nyaman. Mau nonton televisi harus gantian, mau mandi
harus nunggu giliran, apa – apa harus antri. Malah jadinya rebutan dan
akhirnya saya dan kakak jadi sering berantem. Duhh repot pokoknya.
Karena rumah saya tidak ada kamar, jadi mau tidur juga repot.
Kayaknya gak ada ruang yang cukup nyaman buat saya bersantai dan
beristirahat. Ya kecuali kalau saya sendirian di rumah”.
(Wawancara: 17 Maret 2015)
Hal serupa diungkapkan oleh ES (41 tahun) yang merupakan penghuni
rusun tipe 27 m2 dengan enam anggota keluarga. ES menyatakan bahwa kondisi
rumahnya jauh dari standard untuk dapat dikatakan sebagai rumah yang nyaman.
Hal ini berakibat pada kondisi psikologisnya yang mudah tersinggung, cepat
marah bahkan terkadang membuatnya sakit kepala.
“Walah mbak, rumah kaya gini kok nyaman. Menurut saya nyaman
bukan dari faktor fisik saja. Memang kalau mbak lihat dari luar
memang rumah saya sudah bagus, lantai sudah keramik, ada kipas
angin, tv dan ada ruang karaoke juga. Hehehe, tapi liat dalamnya
ruwet mbak. Dimana – mana ada barang saya, barang anak saya juga
berserakan dimana – mana. Kalau sudah gitu mau istirahat dimana,
apalagi saya punya dua anak yang masih kecil – kecil. Lah kalau
sudah ngumpul di rumah, gak kebayang berisiknya. Gimana saya mau
istirahat. Kadang – kadang saya juga marah kalau mereka berantem,
bikin berisik, tapi ya mau gimana lagi cuma punya rumah ini terus
mau kemana. Pusing saya mbak kalau udah kaya gitu”.
(Wawancara: 16 April 2015)
Tidak jauh berbeda dengan DA dan ES, salah seorang penghuni rusun SS
(64 tahun) juga menyatakan bahwa kondisi rumahnnya sangatlah tidak nyaman.
SS mendiami rusun dengan ukuran 27 m2 dengan dua kepala keluarga sehingga
jumlah keseluruhan terdapat enam orang yang tinggal didalamnya. SS merupakan
warga asli Pekunden yang mendapat ganti rugi atas pembangunan rusun
Pekunden. SS menilai bangunan rusun ini memang bagus dan terlihat megah
10
ketika pertama kali ditempati. Rumah susun Pekunden merupakan proyek rumah
susun pertama di kota Semarang. Namun, seiring dengan bergantinya tahun,
kondisi bangunan terlihat sangat memprihatikan. Apalagi dari tahun ke tahun
banyak penghuni baru tentunya ini mengakibatkan ketidaknyamanan tersendiri
bagi SS.
“ Dulu sekitar tahun 80an bangunan sini bagus lho mbak. Dulu kan
saya punya rumah disini tapi kena gusur dan akhirnya dapat ganti rugi
jadinya punya rusun ini. Ya dulu sih nyaman sekali. Lah tapi sekarang
banyak tetangga punya anggota keluarga baru, yang tadinya hanya dua
orang sekarang jadi empat sampai lima orang satu rumahnya. Jadi
tambah semrawut. Dirumah saya saja ada enam orang, gara – gara
ketambahan tiga cucu jadinya makin rame. Tapi ya itu jadi makin
semrawut rumahnya. Anak – anak tetangga juga makin banyak.
Kurang tahu gara – gara itu atau tidak, yang jelas saya sering sulit
tidur dan mudah sekali kesal dengan tetangga yang seliweran diluar.
Lihat saja mbak, kamar saja tidak ada, jadi kalau mau tidur harus pake
kasur lipat. Kadang – kadang saya juga tidur di sofa. Kalau sudah
seperti itu mana bisa beristirahat dengan tenang”.
(Wawancara: 16 April 2015)
Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan
bahwa kondisi rumah susun Pekunden Semarang yang padat dan sesak membuat
para penghuninya tidak nyaman. Terbukti dari hasil wawancara yang
menyebutkan bahwa narasumber tidak dapat beristirahat dengan tenang karena
banyaknya orang disekitar, terganggu dalam melakukan aktivitas dan berakibat
pada kondisi psikologisnya yang menjadi mudah tersinggung dan cepat marah,
bahkan berakibat pada kondisi fisik seperti sakit kepala. Kondisi yang demikian
menjadi faktor pemicu timbulnya stres, seperti yang diungkapkan oleh Haryanto
dkk dalam Dewi (2008:10) yang menyebutkan bahwa dalam suasana yang padat
11
san sesak kondisi psikologis yang negatif mudah muncul dan hal ini menjadi
faktor penunjang kuat munculnya stres.
Selain faktor diatas, faktor lain yang berkaitan langsung dengan stres
adalah perubahan dalam lingkungan. Salah satu narasumber menyebutkan bahwa
dulu kondisi lingkungan rumah susun Pekunden Semarang nyaman untuk
ditinggali, namun dari tahun ke tahun kondisi lingkunganya cenderung memburuk
yang terlihat dari penurunan kualitas ketersediaan sarana dan prasarana yang ada.
Selain itu seiring berjalannya waktu banyak penghuni – penghuni baru, dan
berakibat pada bertambahnya jumlah penghuni secara keseluruhan, sehingga
terjadi perubahan dalam lingkungan di rumah susun Pekunden Semarang.
Anoraga (2006: 109) menyebutkan bahwa perubahan dalam lingkungan dapat
menjadi faktor penyebab munculnya stres. Apabila perubahan lingkungannya
sudah menjadi semakin cepat dan ganas, maka seseorang sudah merasa kewalahan
untuk menghadapi atau menyesuaikan dirinya terhadap perubahan tersebut,
sehingga ambang ketahanannya terhadap stres mulai terlampaui, akibatnya dalam
kondisi seperti ini stres akan mudah muncul.
Penelitian mengenai stres di rumah susun diantaranya dilakukan oleh
Dewi (2008: 57) yang dilakukan di rumah susun Bandarharjo, Semarang
menyatakan bahwa tekanan yang terjadi dalam lingkungan rumah susun
Bandarharjo dan lingkungan perumahan lain yang berbeda, dengan situasi –
situasi negatif yang ada dalam lingkungan rusun tersebut dapat membuat
penghuninya menjadi stres. Menurut Wrightman dan Deaux dalam Dewi (2008:
10) menyatakan stres dan segala bentuk macam gangguan psikis lainnya dapat
12
disebabkan oleh suasana yang padat sesak, sehingga kondisi psikologis yang
negatif mudah timbul. Baum (dalam Dewi, 2008: 11 ) mengatakan bahwa
peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan
individu dapat menyebabkan stres. Bila individu tidak dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungannya maka individu akan merasa tertekan dan
terganggu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kebebasan individu akan
terancam sehingga individu mudah mengalami stres. Tinggal dalam lingkungan
sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dan berpenghuni padat dapat membuat
perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga dapat membuat seseorang
mengalami stres.
Kesesakan dipandang sebagai stres psikologis yang terkadang disebabkan
oleh kepadatan. Stres yang dialami tergantung pada situasi situasional dan
variabel psikologi lain (Baum, 1979: 137). Hasil penelitian Baum dan Valins
(1979: 171) membuktikan bahwa kepadatan dan kesesakan erat kaitannya dengan
patologi sosial dan stres. Seseorang tidak akan mengalami stres selama ia
memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan stressor lingkungan. Ketika
adaptasinya terhadap kesesakan maka stres tersebut dapat berkurang atau bahkan
hilang.
Anoraga (2006: 107) menyatakan bahwa segala macam bentuk stres pada
dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian seseorang akan keterbatasannya
sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan
menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang merupakan tipe –
tipe dasar stres. Gifford (1987: 118) mengemukakan bahwa stres dapat dipicu oleh
13
faktor kepadatan tinggi dan mengakibatkan masyarakat yang bertempat tinggal di
daerah tersebut mengalami kesesakan lingkungan. Jumlah penghuni yang padat,
tata ruang yang tidak teratur dan ruangan yang sempit dapat membuat seseorang
merasa sesak sehingga merasa tidak nyaman.
Akibat negatif dari kesesakan menyebabkan seseorang tidak bisa
mengendalikan situasi tersebut. Ketika seseorang mampu untuk mengendalikan
situasi yang tertekan, maka niscaya seseorang tersebut mampu untuk
mengendalikan emosinya. Sebaliknya apabila seseorang tidak bisa mengendalikan
situasi tersebut, maka ia akan merasa lebih tertekan. Menurut Sarwono (1995: 77)
kesesakan adalah salah satu bentuk persepsi seseorang terhadap lingkungannya,
oleh karena itu lebih bersifat subjektif dan bergantung pada keadaan lingkungan
tersebut. Kesesakan (crowding) berbeda denngan kepadatan (density). Altman
(1975: 49) berpendapat bahwa kesesakan sebagai perasaan subjektif seseorang
(aspek psikologis) sedangkan kepadatan adalah banyaknya orang yang menempati
setiap unit tempat tinggal (aspek fisik). Dijelaskan pula bahwa kepadatan
merupakan salah satu penyebab munculnya kesesakan tetapi dalam hal ini tidak
selalu menjadi penyebab utama.
Sears (2007: 228) mengungkapkan bahwa kesesakan atau rasa sesak
adalah perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif.
Tingkat kesesakan yang kita rasakan tergantung pada jumlah kepadatan yang
dirasakan. Tingginya tingkat kepadatan cukup untuk mempersepsikan kesesakan.
Tetapi kepadatan tidaklah sama dengan kesesakan. Menurut Stokols dalam
(Holander, 1981: 304) kepadatan (density) mengacu pada kendala keruangan
14
(spatial contraint), sedangkan kesesakan (crowding) adalah respon subjektif
terhadap ruang yang sesak (tight space). Jadi kesesakan merupakan suatu
pengalaman subjektif seseorang terhadap ruang yang sempit dan biasanya dalam
kondisi sesak sebagai hal yang bersifat negatif.
Sependapat dengan Stokols, Altman (1987: 49) menyatakan bahwa pada
kondisi kepadatan tinggi yang berhubungan dengan lingkungan dengan sarat
kemiskinan cenderung menjadi mudah tersinggung, merasa tidak nyaman secara
fisik, cenderung berkompetisi, gerak selalu dibatasi dsb. Semakin seseorang
merasa tidak nyaman dengan keadaan lingkungannya maka semakin seseorang
merasa frustasi karena ada tekanan dari luar yang tidak dikehendaki oleh individu
yang bersangkutan.
Kesesakan akan menyebabkan keadaan psikologis yang menekan,
akibatnya seorang individu akan merasa terkungkung oleh keadaan disekitar
lingkungannya, sementara individu itu sendiri masih membutuhkan ruang untuk
bergerak. Apabila ruang yang diperlukan untuk bergerak terbatas, atau sangat
terbatas, besar kemungkinan munculnya perasaan kesesakan. Kesesakan
diruangan yang sempit dan kecil sering membuat mereka gugup, merasa tidak
nyaman dan mudah tersinggung (Altman, 1987: 49). Selanjutnya Freedman dan
Evans (dikutip dari Davidoff, 1991: 52) menyatakan pada kondisi kepadatan
tinggi yang berhubungan dengan lingkungan yang kecil cenderung menjadi
mudah tersinggung, merasa tidak nyaman , cenderung berkompetisi, gerak yang
selalu dibatasi, lingkungan yang menjijikan, panas dan sejenisnya.
15
Kepadatan akan membuat rasa sesak meskipun kesesakan tidak selalu
disebabkan oleh kepadatan. Kesesakan merupakan suatu perasaan subjektif yang
dialami seseorang sehingga dalam situasi ini ada yang tidak merasakan kesesakan
tetapi ada pula yang merasakan kesesakan. Maka apa yang dialami oleh individu
yang satu belum tentu dirasakan individu lain. Berdasarkan penjelasan diatas,
maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan
Kesesakan Terhadap Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang.
1.2
Rumusan Masalah
Melalui uraian pada latar belakang diatas, masalah yang diungkap dalam
penelitian ini adalah
a. Bagaimana gambaran deskriptif kesesakan penghuni rumah susun Pekunden
Semarang?
b. Bagaimana gambaran deskriptif tingkat stres penghuni rumah susun
Pekunden Semarang?
c. Apakah ada hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang?
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah
a. Mengetahui gambaran deskriptif kesesakan penghuni rumah susun Pekunden
Semarang.
16
b. Mengetahui gambaran deskriptif tingkat stres penghuni rumah susun
Pekunden Semarang.
c. Mengetahui hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang.
1.4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat,
baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat dilakukannya penelitian ini
adalah :
1.4.1
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan bagi dunia psikologi sosial dan psikologi lingkungan di
Indonesia tentang tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden
Semarang dalam kaitannya dengan kesesakan dimana kesesakan
merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang.
1.4.2
Manfaat Praktis
Diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan secara
khusus kepada para penghuni rumah susun Pekunden Semarang tentang
pentingnya pengembangan dan pengelolaan stres dalam kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi, menjalin hubungan antar
sesama penghuni bahkan dalam berperilaku dan bertindak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.1.1
Stres
Pengertian Stres
Manusia tidak pernah lepas dari stres, setiap orang pasti pernah mengalami
stres baik stres dalam bentuk ringan, sedang, maupun berat. Stres merupakan
salah satu bentuk gangguan psikologis yang kerap dialami manusia, terutama di
era modern ini sebagai akibat dari semakin kompleksnya permasalahan yang
dihadapi manusia. Sepanjang hidupnya manusia tidak akan pernah lepas dari
masalah. Jika hal tersebut dirasakan menekan, mengganggu dan mengancam
maka keadaan ini dapat disebut stres.
Sarwono (1995: 86) menyatakan bahwa stres adalah beban mental yang
oleh individu bersangkutan akan dikurangi atau dihilangkan. Untuk mengurangi
atau menghilangkan stres, individu melakukan tingkah laku penyesuaian (coping
behavior). Sedangkan menurut Markam dan Slamet (2008: 35) stres adalah suatu
keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan
kemampuan untuk mengatasi beban itu. Sama halnya dengan Hardjana (1994: 14)
yang mengartikan stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi
seseorang yang mengalami stres dan hal yang dianggap mendatangkan stres
membuat seseorang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan, entah nyata
atau tidak nyata antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis,
psikologis dan sosial yang ada padanya. Dari kedua pengertian diatas dapat
17
18
diartikan bahwa stres dianggap sebagai respon yang merupakan kondisi atau
keadaan sebagai akibat dari tekanan emosional dimana beban yang dirasakan
tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban tersebut.
Berbeda dengan definisi stres menurut Taylor (dalam Kusuma dan
Gusniarti, 2008: 34) yang mengartikan stres sebagai hasil dari proses penilaian
individu berkaitan dengan sumber – sumber pribadi yang dimilikinya untuk
menghadapi tuntutan dari lingkungan. Atkinson, dkk (2010: 338) mendefinisikan
stres sebagai hal yang terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang
mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa
tersebut biasanya dinamakan stresor dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut
dinamakan respon stres.
Anoraga (2006: 108) mengungkapkan bahwa stres sebenarnya merupakan
suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap
suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menganggu dan mengakibatkan
dirinya terancam. Manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang
mampu mengadaptasikan keinginan – keinginan dengan kenyataan – kenyataan
yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Anoraga
(2006: 10) merumuskan stres sebagai reaksi dari tekanan emosional, juga
rangsangan – rangsangan yang merusak keadaan fisiologis individu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres
adalah akibat reaksi individu dari tekanan emosional dan kekurangmampuan
invidu untuk menyesuaikan diri yang disebabkan karena adanya persepsi
19
ketakutan dan kecemasan sehingga dapat merusak keadaan fisiologis serta
menganggu keseimbangan hidup bagi individu.
2.1.2
Gejala – Gejala Stres
Gejala – gejala stres menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental.
Individu yang mengalami stres bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran
kronis. Individu tersebut sering menjadi mudah marah dan agresi, tidak dapat
rileks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Lebih lanjut individu
tersebut melarikan diri dengan minum alkohol atu merokok secara berlebihan.
Selain itu, bisa menderita penyakit fisik seperti, masalah pencernaan, tekanan
darah tinggi dan sulit tidur (Handoko, 2001: 200). Selye dalam Bell (dalam
Iskandar, 2012: 49) menjelaskan proses stres dari kajian fisiologis. Seseorang
berinteraksi dengan stimulus lingkungan yang dapat menimbulkan stres bagi
seseorang, maka di dalam dirinya akan muncul gejala – gejala aktivitas saraf
otonom. Aktivitas saraf otonom secara otomatis bekerja karena dirinya merasakan
stres. Adapun ciri – ciri dari peningkatan saraf otonom adalah meningkatnya detak
jantung, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya pengeluaran keringat di
telapak tangan, sering buang air kecil dsb.
Lazarus dalam Bell (dalam Iskandar 2012: 50) memperbaiki pendapat
Selye. Seseorang akan mengalami stres apabila ia telah melakukan penilaian
kognitif yang terdapat dalam dirinya. Apabila hasil penilaian kognitif menyatakan
bahwa stimulus lingkungan yang dihadapinya tidak mengancam dirinya , maka
proses fisiologis tersebut tidak berlangsung. Hal ini berarti bahwa tidak muncul
20
perasaan tegang dalam dirinya, sehingga kondisi psikologisnya menjadi seimbang
kembali.
Menurut Atkinson, dkk (2010: 349) situasi stres menghasilkan reaksi
emosional mulai dari kegembiraan sampai emosi umum kecemasan, kemarahan,
kekecewaan dan depresi stres yang ditunjukkan dengan gejala – gejala sebagai
berikut:
1.
Gejala emosional atau reaksi psikologis yaitu marah – marah, cemas,
kecewa, suasana hati mudah berubah – ubah, depresi, agresif terhadap
orang lain, mudah tersinggung dan gugup.
a.
Kecemasan
Respon yang paling umum adalah kecemasan yang diartikan sebagai
emosi tidak menyenangkan yang ditandai oleh istilah seperti khawatir,
prihatin, tegang dan takut.
b. Kemarahan dan Agresi
Reaksi umum lain terhadap situasi stres adalah kemarahan, yang
mungkin dapat menyebabkan agresi. Anak – anak seringkali menjadi
marah dan menunjukkan perilaku agresif jika mereka mengalami
frustasi. Agresi langsung terhadap sumber frustasi tidak selalu
dimungkinkan. Riset telah membuktikan bahwa agresi bukan
merupakan respon yang pasti terjadi setelah frustasi, tetapi jelas
merupakan salah satu darinya.
21
c. Apati dan Depresi
Walaupun respon umum terhadap frustasi adalah agresi aktif, respon
kebalikannya adalah menarik diri dan apati juga sering terjadi. Jika
kondisi stres terus berjalan dan individu tidak berhasil mengatasinya,
apati dapat memberat menjadi depresi (Atkinson, dkk 2010: 352).
2.
Gejala Kognitif
Selain reaksi emosional terhadap stres, individu seringkali
menunjukkan gangguan kognitif yang cukup berat jika berhadapan dengan
stresor
yang
serius.
Individu
merasa
sulit
berkonsentrasi
dan
mengorganisasikan pikiran mereka secara logis, sebagai akibatnya
kemampuan mereka melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang
kompleks cenderung memburuk (Atkinson, dkk 2010: 354) yaitu merasa
sulit berkonsentrasi, kacau pikirannya, mudah lupa, daya ingat menurun,
suka melamun berlebihan, dan pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.
3.
Gejala Fisik
Sulit tidur, sulit buang air besar, sakit kepala, adanya gangguan
pencernaan, selera makan berubah, tekanan darah menjadi tinggi, jantung
berdebar – debar, dan kehilangan energi. Stres kronis dapat menyebabkan
gangguan fisik tertentu seperti ulkus, tekanan darah tinggi dan penyakit
jantung. Stres kronis juga menganggu sistem imun, dengan demikian
menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan bakteri dan virus yang
menyerang (Atkinson, dkk 2010: 359).
22
Sedangkan Anoraga (2006: 109) menyatakan bahwa stres yang tidak teratasi
menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan gejala sosial. Dapat ringan, sedang dan
berat. Gejala ringan dan sedang dapat ditandai dengan keluarnya keringat dingin
(dan keringat pada telapak tangan), rasa panas dingin badan, asam lambung yang
meningkat (sakit maag), kejang lambung dan usus, mudah kaget, dan gangguan
seksual. Sedangkan gejala berat akibat stres sudah tentu kematian, gila (psikosis)
dan hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial. Anoraga (2006: 109)
menjelaskan gejala – gejala dari stres meliputi :
1.
Gejala badan: sakit kepala, sakit maag, mudah kaget, banyak keluar keringat
dingin, gangguan pola tidur, lesu letih, kaku leher belakang sampai
punggung, dada merasa panas atau nyeri, rasa tersumbat pada kerongkongan,
gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit,
bermacam – macam gangguan menstruasi, keputihan, kejang – kejang,
pingsan dan jumlah gejala lain.
2.
Gejala emosional: pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan,
cemas, was –was, kawatir, mimpi – mimpi buruk, murung, mudah marah atau
jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah dan pandangan putus
asa.
3.
Gejala sosial : makin banyak makan, menarik diri dari pergaulan sosial,
mudah bertengkar dan membunuh.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pada dasarnya stres dapat dilihat
dari 4 gejala yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan
gejala sosial. Keempat gejala tersebut akan digunakan dalam pembuatan
23
instrumen penelitian. Dalam pembuatan instrumen, peneliti menggabungkan
gejala – gejala stres dari Atkinson dan Anoraga dengan alasan peneliti
menganggap bahwa gejala – gejala stres menurut Atkinson dan Anoraga saling
melengkapi, sehingga dapat mengungkap keseluruhan gejala – gejala stres yang
ada.
2.1.3
Faktor Penyebab Stres
Segala
macam
bentuk
stres
pada
dasarnya
disebabkan
oleh
kekurangmengertian manusia akan keterbatasan – keterbatasannya sendiri.
Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan
frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe – tipe dasar stres.
Menurut Anoraga (2006: 109) ada dua faktor utama yang berkaitan langsung
dengan stres, yaitu
1.
Perubahan dalam Lingkungan
Apabila perubahan dalam lingkungannya sudah menjadi sedemikian cepat
dan ganas, sehingga seseorang sudah merasa kewalahan untuk menghadapi
atau menyesuaikan dirinya terhadap perubahan tersebut, maka ambang
ketahanannya terhadap stres mulai terlampaui. Kondisi inilah yang harus
dihindarkan atau ditanggulangi.
2.
Diri Manusia Sendiri
Dalam hubungan dengan gangguan badan, dikatakan bahwa stres emosional
mempengaruhi
otak,
yang
kemudian
melalui
sistem
neurohumoral
menyebabkan gejala – gejala badaniah yang dipengaruhi oleh hormon
(adrenalin)
dan
sistem
saraf
otonom.
Adrenalin
yang
meningkat
24
menimbulkan kadar asam dan lemak bebas selanjutnya terjadi kenaikan
tekanan darah, denyut jantung yang bertambah dan keduanya mengakibatkan
gangguan pada kerja jantung bahkan mudah menimbulkan kematian
mendadak (serangan jantung).
Menurut Smet (1994: 130) reaksi terhadap stres bervariasi antara satu orang
dengan yang lain dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini
sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat
merubah dampak stresor bagi individu yaitu sebagai berikut :
1.
Variabel dalam kondisi individu : umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,
temperamen, faktor – faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, budaya,
status ekonomi dan kondisi fisik.
2.
Karakteristik kepribadian : introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum,
tipe kepribadian A, ketabahan, locus of control, kekebalan dan ketahanan.
3.
Variabel sosial – kognitif : dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial
dan kontrol pribadi yang dirasakan.
4.
Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi
dalam jaringan sosial.
5.
Strategi coping : menentukan bagaimana keputusan yang diambil berdasarkan
emosi atau pemikiran yang matang.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat lima faktor penyebab stres yaitu variabel
dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, variabel sosial – kognitif,
strategi coping, hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang
diterima, dan integrasi dalam jaringan sosial.
25
2.1.4
Sumber – Sumber Stres
Sumber stres dapat berubah – ubah sejalan dengan perkembangan
manusia. Sarafino (dalam Smet, 1994: 115) membedakan sumber – sumber stres
sebagai berikut :
a.
Sumber – sumber stres di dalam diri seseorang.
Tingkat stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur
individu, stres juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari kekuatan
motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik , konflik
merupakan sumber stres yang utama.
b.
Sumber – sumber stres di dalam keluarga.
Stres bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga seperti
perselisihan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan – tujuan yang saling berbeda,
atau bahkan kematian orang tua. Misal: perbedaan keinginan tentang acara televisi
yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dengan anak – anak yang
menyetel tapenya keras – keras, timbul di lingkungan yang terlalu sesak bahkan
kehadiran anggota keluarga baru.
c.
Sumber – sumber stres di dalam pekerjaan.
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres
sehubungan dengan pekerjaan mereka. Pekerjaan dapat menyebabkan stres
apabila hasilnya tidak sesuai dengan perintah dan dapat menyebabkan stres.
Tuntutan kerja dapat menimbulkan stres dalam 2 cara. Pertama, pekerjaan itu
mungkin terlalu banyak. Orang bekerja terlalu keras dan lembur, karena
keharusan harus mengerjakan, mungkin alasan uang atau alasan lain. Kedua, jenis
26
pekerjaan itu sendiri sudah lebih stressfull daripada jenis pekerjaan lainnya (Smet,
1994: 117).
d.
Sumber – sumber stres yang berasal dari komunitas dan lingkungan.
Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber – sumber
stres. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, seperti kebisingan,
suhu yang terlalu panas dan kesesakan yang mengganggu kenyamanan, dan dapat
menyebabkan kemarahan, bahkan pertengkaran (Smet, 1994: 116).
Iskandar (2012: 48) mengungkapkan bahwa lingkungan yang berada di
sekitar manusia memberikan stimulasi yang dapat dimaknakan sebagai stresor
atau stimulus yang dapat menimbulkan tekanan pada seseorang. Ketika seseorang
menghadapi suara yang bising maka ia merasa bahwa suara tersebut menekan
dirinya atau menjadi stressor karena ia merasa tidak menyenangi suara bising.
Namun demikian, suatu peristiwa dapat dipersepsi sebagai ancaman atau bahkan
sebagai tantangan. Kemungkinan sesuatu menjadi ancaman akan ditentukan oleh
sejumlah faktor. Faktor – faktor yang memungkinkan seseorang merasa terancam
adalah dikarenakan adanya penilaian terhadap objek lingkungan. Penilaiannya
dapat dikategorikan sebagai berikut
1. Peristiwa yang dikategorikan sebagai kejadian yang mendadak dan tidak
ada atau sedikit sekali memberikan peringatan bahwa akan terjadi suatu
peristiwa atau disebut juga cataclysmic event.
2. Kategori stres personal yang merupakan stres yang dialami oleh seseorang
dan tidak melanda banyak orang seperti halnya pada cataclysmic event.
27
Contohnya meninggalnya orang yang dicintai atau sakitnya keluarga dan
hilangnya pekerjaan.
3. Stres yang berulang kali terjadi, sehingga seseorang dapat mengalami
peristiwanya setiap hari seperti misalnya kemacetan lalu lintas.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum
sumber – sumber stres terbagi menjadi faktor internal dan eksternal. Stres dapat
bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, bersumber dari keluarga, dari
pekerjaan atau bahkan dari faktor lingkungan. Faktor internal dan eksternal ini
memberikan pengaruh terhadap tingkat stres pada seseorang. Tingkat stres yang
dialami oleh yang satu dengan yang berbeda. Anoraga (2006: 109)
mengungkapkan bahwa sebenarnya ada dua faktor utama yang berkaitan langsung
dengan stres, yaitu perubahan dalam lingkungan dan diri manusianya sendiri.
Akibat terhadap seseorang bermacam – macam dan hal ini tergantung pada
kekuatan “konsep diri”nya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi
orang tersebut terhadap stres. Tetapi meskipun demikian, fleksibilitas dan
adaptasibilitas juga diperlukan agar seseorang dapat menghadapi stresnya dengan
baik.
Menurut Smet (1994: 130) reaksi terhadap stres bervariasi antara satu
orang dengan yang lain dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Tingkat
stres yang dialami seseorang dapat ringan, sedang dan berat. Hal ini sering
disebabkan oleh perbedaan masing – masing sumber stres pada setiap orang.
Orang – orang yang kaku atau fanatik terhadap ambisi – ambisi dan norma –
norma yang dipegangnya cenderung mengalami keadaan yang lebih buruk.
28
Atkinson, dkk (2010: 230) menyatakan kejadian stres yang sama mungkin
dihayati secara berbeda oleh dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti
kepada seseorang. Berat atau tidaknya stres ditentukan oleh faktor – faktor seperti
evaluasi kognitif, perasaan- perasaan mampu, adanya dukungan sosial, kendali
atas lamanya terjadi stres dan daya ramal peristiwa yang membuat stres. Stres
pada seseorang dapat bersumber dari faktor internal individu, faktor eksternal
individu ataupun keduanya. Kedua faktor ini memiliki kontribusi yang berbeda –
beda bagi setiap orangnya, dan bergantung pada seberapa besar seseorang mampu
mengatasi setiap stressor – stressor yang ada.
2.2
Kesesakan
2.2.1
Pengertian Kesesakan
Kesesakan ada hubungannya dengan kepadatan namun kepadatan
bukanlah merupakan syarat yang mutlak untuk menimbulkan perasaan sesak.
Secara teoritis perlu dibedakan antara kepadatan (density) dengan kesesakan
(crowding). Kepadatan mengacu kepada jumlah orang dalam ruang (space)
sehingga sifatnya mutlak, sedangkan kesesakan adalah persepsi seseorang
terhadap kepadatan, sehingga sifatnya subjektif (Halim, 2008: 72).
Gifford (1987: 165) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan
seseorang atau perasaan subjektif karena banyaknya orang disekitarnya. Sarwono
(1995: 77) menjelaskan bahwa kesesakan berarti
a.
Kesesakan adalah persepsi tentang kepadatan, dalam artian jumlah manusia.
Jadi, tidak termasuk didalamnya kepadatan dalam arti hal – hal lain yang non
manusia. Orang yang berada sendirian di tengah sabana yang luas maupun
29
dalam hutan rimba yang penuh pohon dan binatang buas atau di tengah kota
yang penuh bangunan tetapi tidak berpenghuni, tidak akan mempersepsikan
kesesakan seperti yang dialami oleh penumpang kereta api atau bus atau
pengunjung resepsi pernikahan yang disekitarnya terdapat banyak orang.
b.
Kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subjektif. Oorang yang sudah biasa
naik bus yang padat penumpangnya mungkin sudah tidak merasa sesak lagi.
Sebaliknya orang yang terbiasa menggunakan kendaraan pribadi, bisa merasa
sesak dalam bus yang setengah kosong.
Sears (2007: 229) mengungkapkan bahwa kesesakan merupakan perasaan
sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif atau rasa sesak
adalah keadaan psikologis yang menekan dan tidak menyenangkan, yang
dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang
telah diperoleh. Altman (1975: 49) menyatakan bahwa faktor situasional sebagai
faktor yang dapat mempengaruhi kesesakan. Stresor yang menyertai kesesakan
seperti suara gaduh, panas, polusi dan karakteristik setting (tipe rumah dan tingkat
kepadatan).
Stokols (dalam Altman 1975: 49) menyatakan kesesakan sebagai konsep
psikologis dengan dasar pengalaman dan motivasi. Ada beberapa poin penting
dari pendekatan Stokols. Pertama, kesesakan adalah reaksi pribadi dan subjektif,
bukan variabel fisik. Kedua, kesesakan adalah keadaan motivasi yang sering
berakibat pada maksud tingkah laku, yaitu untuk segera diakhiri atau
menghilangkan rasa ketidaknyamanan. Ketiga, kesesakan muncul pada perasaan
yang berada di ruangan yang terlalu sempit. Stokols juga membedakan antara
30
kesesakan non-sosial, dimana faktor-faktor fisik dapat membangkitkan perasaan
sesak pada individu terhadap keterbatasan ruang gerak pada suatu ruangan yang
sempit, dan kesesakan sosial dimana rasa sesak terutama datang dari kehadiran
orang yang terlalu banyak dalam suatu ruangan.
Esser (dalam Altman, 1975: 49) menyatakan kesesakan sebagai suatu
kondisi mental yang dipenuhi stres dan dia juga ada hubungan antara proses
psikologi dan fisiologi. Dia menduga bahwa rasa sesak berasal dari
ketidakharmonisan antara susunan saraf pusat dengan kondisi stimulus.
Kesesakan dapat melibatkan bagian otak yang secara biologis lebih kompleks dan
sistem saraf pada kebutuhan yang mendasar atau biologis terhalangi oleh
kepadatan suatu populasi.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa
kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam merespon
situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan ini dapat
diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini akan
terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan usaha
pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus menerus
dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam
pemenuhan kebutuhan personalnya.
2.2.2 Aspek – Aspek Kesesakan
Kesesakan muncul jika terdapat situasi atau gangguan yang sifatnya
menghalangi aktivitas individu dalam suatu setting. Selain itu kesesakan
digambarkan sebagai persepsi orang terhadap dirinya sendiri dalam menerima
31
stimulus yang berlebihan terhadap tekanan sosial yaitu bila terjadi reaksi yang
lebih besar dari yang diharapkan (Permitasari, 2006: 42). Gifford (1987: 167)
menyatakan bahwa aspek – aspek kesesakan adalah sebagai berikut
a.
Aspek Situasional
Meliputi banyaknya orang yang saling berdekatan, hambatan dalam tujuan
atau pekerjaan karena banyaknya orang – orang di sekitar, adanya ruangan
yang sempit di mana ada terlalu banyak orang di dekat kita, tujuan kita
terhalang serombongan orang, ruang jadi berkurang dengan kedatangan tamu
atau teman sehingga merasakan gangguan secara fisik atau perasaan tidak
enak.
b.
Aspek Behavioral
Menjaga jarak dari tindakan agresi dengan menggunakan respon yang halus
seperti meninggalkan tempat kejadian meliputi bentuk – bentuk reaksi
individu yang berkisar antara agresi berlebihan (jarang) hingga respon yang
lebih ringan seperti meninggalkan tempat, menghindari tatapan mata ataupun
menarik diri dari interaksi sosial.
c.
Aspek Emosional
Kesesakan merupakan suatu pengalaman yang subjektif dan muncul sebagai
akibat reaksi negatif terhadap orang lain dan perasaan positif terhadap situasi
tersebut. Secara tidak langsung mempengaruhi perasaan seseorang dan
biasanya bersifat negatif yang merupakan pengalaman subjektif dan suatu
reaksi yang berhubungan dengan perasaan. Mengacu pada suasana hati
biasanya suasana hati yang buruk.
32
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek
kesesakan yaitu aspek situasional, behavioral dan emosional. Ketiga aspek ini
saling berhubungan dan berkelanjutan. Eroglu dkk dalam Yildirim & AlkalinBaskaya (2007: 3411) menjelaskan bahwa kesesakan terdiri atas dua dimensi,
yaitu
a.
Persepsi crowding manusia yang didasarkan pada jumlah individu. Persepsi
kesesakan tersebut melibatkan jumlah individu dalam satu ruang, dimana
banyak-sedikit individu menjadi poin terpenting dalam menimbulkan
perasaan sesak.
b.
Persepsi crowding spasial yang berdasarkan pada jumlah barang dan
perlengkapan serta konfigurasi individu. Persepsi ini lebih pada kondisi pada
ruang serta posisi individu dalam ruang tersebut.
Ketiga aspek kesesakan menurut Gifford (1987: 167) yang meliputi aspek
situasional, behavioral dan emosional merupakan bagian dari salah satu dimensi
yang dikemukakan oleh Eroglu dkk yaitu persepsi kesesakan manusiawi yang
didasarkan jumlah individu. Ketiga gejala tersebut akan dijadikan dasar dalam
pembuatan instrumen penelitian, sebab peneliti hanya membatasi aspek kesesakan
pada persepsi crowding manusia saja.
2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesesakan
Tingkah laku yang menunjukkan sebagai reaksi terhadap kesesakan dirasa
berbeda antara satu individu dengan individu lain. Hal ini disebabkan oleh faktor
– faktor yang saling mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap situasi yang
33
menimbulkan kesesakan. Sears (2007: 229) mengatakan ada 3 hal yang
mempengaruhi terjadinya kesesakan, yaitu
a.
Beban Indera yang Berlebihan
Bila orang dihadapkan pada stimulasi yang terlalu banyak, dia akan
mengalami beban indera yang berlebihan dan tidak akan dapat menghadapi
semua stimulasi itu. Kepadatan sosial merupakan salah satu sumber stimulasi
yang kadang – kadang dapat menimbulkan rangsangan yang berlebihan dan
perasaan sesak. Beban indra yang berlebihan selalu bersifat tidak
menyenangkan dan menganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi secara
tepat. Orang mengatasi beban indera yang berlebihan dengan menyaring
beberapa stimulasi dan hanya memperhatikan stimulasi yang paling penting.
b.
Intensitas – Kepadatan
Kepadatan tinggi dapat menguatkan reaksi yang umum terhadap situasi
sosial. Dalam penelitian Freedman (dalam Sears 2007: 231) disimpulkan
bahwa kehadiran banyak orang kadang – kadang tidak menyenangkan atau
menimbulkan perasaan sesak namun kadang – kadang terasa menyenangkan,
tetapi biasanya kehadiran mereka memperkuat situasi sosial.
c.
Hilangnya Kendali
Kepadatan tinggi bisa menyebabkan orang merasa kurang memiliki.
Pemikirannya adalah bahwa dengan adanya begitu banyak orang dalam
sebuah ruang, setiap individu tidak akan dapat mengendalikan situasi dengan
lebih baik, bergerak dengan bebas, menghindari kontak mata yang tidak
diinginkan sehingga menimbulkan perasaan sesak.
34
Kemungkinan besar beban indera yang berlebihan, intensifikasi kepadatan,
dan hilangnya kendali berperan dalam menimbulkan rasa sesak (Permitasari,
2006: 31). Lebih lanjut Gifford (1987: 167) menekankan bahwa ada 3 faktor yang
mempengaruhi kesesakan yaitu :
a.
Faktor personal, yaitu : kepribadian, preferensi dan harapan.
b.
Faktor sosial, merupakan faktor yang berperan dalam pembentukan tingkah
laku dalam merespon kesesakan. Penekanan faktor sosial yang dimaksud
adalah :
Keberadaan seseorang semata – mata dan kepribadian orang lain di sekitar.
c.
1.
Persaingan yang cenderung terbentuk di kelompok – kelompok kecil.
2.
Kualitas atau tipe – tipe hubungan diantara individu.
3.
Macam – macam informasi yang diterima tentang kesesakan.
Faktor fisik, dijelaskan sebagai berikut :
Kepadatan yang tinggi itu sendiri merupakan faktor paling umum yang dapat
menimbulkan perasaan sesak, namun seperti yang kita lihat, hal itu tidak
selalu menuntun pada rasa sesak. Faktor – faktor fisik yang berhubungan
dengan kesesakan adalah
1. Ukuran ruang yang akan diteliti (kamar, gedung, komplek pemukiman
dan kota).
2. Variasi
arsitektur,
meliputi
:
tinggi
plafon,
penataan
mebel,
penempatanjendela,sekat, dinding pemisah dll.
Terdapat
faktor
personal
dan
situasional
(setting)
yang
dapat
mempengaruhi seseorang untuk menyatakan sesuatu yang dialaminya sebagai
35
kesesakan. Faktor personal misalnya saja adalah locus of control. Gifford (1987:
167) menyatakan bahwa orang dengan internallocus of control dapat dengan
mudah mengontrol stres yang diakibatkan oleh kesesakan. Faktor personal lainnya
adalah kecenderungan berafiliasi atau dapat disebut juga sociability. Faktor yang
kedua adalah faktor situasional atau setting yang meliputi pengaruh sosial dan
pengaruh fisik.
2.2.4
Dampak – Dampak Kesesakan
Sarwono (1995: 81) menyatakan bahwa dampak – dampak kesesakan pada
manusia dibedakan oleh:
a. Dampak kesesakan pada penyakit dan patologi sosial.
1.
Reaksi fisiologis misalnya, meningkatnya tekanan darah
2.
Penyakit fisik misalnya psikosomatis, pusing dan gatal – gatal.
3.
Patologi sosial misalnya meningkatnya kejahatan, kecenderungan bunuh
diri, gangguan jiwa dan kenakalan remaja.
4.
Dampak kesesakan pada tingkah laku.
5.
Agresif terhadap lingkungan, marah kepada orang – orang di lingkungan
itu dan merusak lingkungan.
6.
Menarik diri dari lingkungan, pergi dan menghindar dari lingkungan
tersebut, menutup diri , tidak peduli terhadap lingkungan misalnya dengan
sibuk membaca buku atau melamun.
7.
Berkurangnya tingkah laku menolong.
8.
Kecenderungan melihat sisi buruk orang lain jika terlalu lama bersama –
sama di tempat yang padat atau sesak.
36
9.
Dampak kesesakan pada suasana hati dan hasil usaha.
10. Hasil usaha atau prestasi kerja menurun.
11. Suasana hati (mood) cenderung murung.
Berbagai dampak kesesakan tersebut dapat dilihat bahwa suatu perilaku
yang bersifat negatif lebih dominan dalam merespon situasi yang menimbulkan
kesesakan, baik berhubungan langsung terhadap pola tingkah laku, maupun dalam
bentuk kemunduran fisik.
2.3
Rumah Susun
2.3.1
Pengertian Rumah Susun
Perumahan merupakan kebutuhan pokok manusia, disamping makanan,
pakaian, kesehatan, pendidikan, kebersihan dan lain-lain. Kebutuhan perumahan
akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun
disisi lain menunjukkan bahwa lahan perumahan semakin terbatas dan hal tersebut
akan menyebabkan perkembangan lahan perumahanyang cenderung vertikal
sehingga berkembanglah rumah susun.
Berdasarkan undang – undang nomor 1 pasal 1 tahun 2011 tentang
perumahan dan kawasan pemukiman, rumah susun adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan
digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan
bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
37
Sedangkan menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia
nomor 524 tahun 2001, rumah susun sederhana adalah bangunan gedung
bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai
tempat hunian dengan luas minimum 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) setiap
unit hunian, dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit
hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukan bagi
golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Lain halnya dengan Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang mendefinisikan rumah susun sebagai bangunan yang
direncanakan dan digunakan sebagai tempat kediaman oleh beberapa keluarga
serta mempunyai tingkat minimum dua lantai dengan beberapa unit hunian.
Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa rumah susun
adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun untuk tempat hunian keluarga
yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah dan diperuntukan bagi
golongan masyarakat berpenghasilan rendah.
2.3.2
Tujuan Pembangunan Rumah Susun
Pembangunan rumah susun mempunyai tujuan – tujuan tertentu sesuai
dengan undang – undang nomor 1 pasal 3 tahun 2011 yaitu
a.
Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau
dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta
menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan
ekonomi, sosial, dan budaya.
b.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah,
serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam
38
menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan
seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan
dan berwawasan lingkungan.
c.
Mengurangi
luasan
dan
mencegah
timbulnya
perumahan
dan
permukiman kumuh; mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan
yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif.
d.
Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan
penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan
kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR.
e.
Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan
rumah susun.
f.
Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan
terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman,
harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan
dan permukiman yang terpadu.
g.
Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian,
pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan pembangunan rumah susun
adalah menciptakan pemukiman layak huni dan terjangkau serta meningkatkan
pemanfaatan ruang dan tanah di kawasan perkotaan terutama bagi MBR dalam
lingkungan yang sehat, aman, harmonis
.
39
2.4
Hubungan Antara Kesesakan Dengan Tingkat Stres
Kesesakan dipandang sebagai pemicu timbulnya tingkat stres psikologis
pada seseorang individu. Stres yang dialami tergantung pada situasi situasional
dan variabel psikologi lain. Penelitian tentang kesesakan dan stres dilakukan oleh
Rini (2006: 1) yang meneliti mengenai hubungan antara kesesakan dengan tingkat
stres. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif
antara kesesakan dengan stres pada penduduk musiman. Kondisi lingkungan yang
padat dan sesak mengakibatkan individu mendapat stimulus yang berlebihan
sehingga individu harus melakukan adaptasi dengan cara memilih stimulus –
stimulus yang dianggap relevan dan penting dari berbagai stimulus yang diterima
dan memberikan sedikit perhatian terhadap stimulus yang dianggap tidak penting
dan tidak relevan. Dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi kelebihan
informasi, penduduk musiman menjadi acuh tak acuh satu sama lain dan kurang
responsif. Hal ini dilakukan dengan menarik diri atau mengurangi kontak sosial
dengan orang lain.
Penelitian serupa dilakukan oleh Hermawan (2014) yang meneliti
gambaran crowding stress pada warga berusia remaja di pemukiman padat
penduduk Kelurahan Babakan Asih Bandung yang menyatakan bahwa kondisi
wilayah yang padat dapat memberikan efek negatif pada individu yang
menempatinya, salah satunya adalah crowding stress. Hasil penelitian Hermawan
menunjukkan bahwa secara umum remaja di Kelurahan Babakan Asih mengalami
stres dengan tingkatan sedang. Adapun situasi yang paling membuat mereka
40
merasakan ketidaknyamanan bermukim adalah kondisi spasial (keterbatasan
ruang) yang ada di lingkungan tersebut.
Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Haryanto dkk (1996: 1) yang
menghasilkan temuan yang serupa yaitu ada hubungan positif antara kepadatan
dan kesesakan dengan stres pada remaja di pemukiman padat. Kepadatan dan
kesesakan memberikan sumbangan secara bersama – sama terhadap stres sebesar
17%..
Sama halnya dengan hasil temuan Evans (2007: 1) yang meneliti tentang
kesesakan dan personal space pada 139 penumpang kereta api komuter,
menemukan bahwa duduk terlalu dekat dengan penumpang lain dalam suasana
yang sesak dan padat secara signifikan memicu timbulnya tiga indikasi stres.
Tempat duduk yang padat dan sesak dengan gangguan dari orang – orang asing
lebih memicu timbulnya stres daripada diantara orang – orang dengan hubungan
interpersonal yang positif (Evan, 2007: 3).
Hasil yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Sundstrom (1975: 1) yang
menyatakan bahwa kondisi dalam ruangan dengan kepadatan yang tinggi memicu
timbulnya stres. Kondisi ini muncul ketika melibatkan kondisi dimana kontrol
individu terganggu oleh interaksi interpersonal. Ruangan dengan kepadatan tinggi
memicu timbulnya gangguan interpersonal seperti goal blocking yang dapat
memunculkan stres yang berkelanjutan (Sundstrom, 1975: 9). Kesesakan
dipandang sebagai stres psikologis yang terkadang disebabkan oleh kepadatan.
Stres yang dialami tergantung pada situasi situasional dan variabel psikologi lain
(Baum, 1979: 137).
41
Hasil penelitian Baum dan Valins (1979: 171) membuktikan bahwa
kepadatan dan kesesakan erat kaitannya dengan patologi sosial dan stres.
Seseorang tidak akan mengalami stres selama ia memiliki kemampuan untuk
beradaptasi dengan stressor lingkungan. Ketika adaptasinya terhadap kesesakan
berhasil maka stres tersebut dapat berkurang atau bahkan hilang.
2.5
Kerangka Berpikir
Manusia tidak pernah lepas dari stres, setiap orang pasti pernah mengalami
stres baik stres dalam bentuk ringan, sedang, maupun berat. Stres yang dialami
seseorang akan membuat dirinya merasa tertekan. Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat stres, diantaranya faktor internal dalam diri individu dan
faktor eksternal diluar diri invidu. Faktor internal dari dalam individu, dapat
muncul melalui persepsi crowding manusia. Sedangkan sumber stres yang berasal
faktor eksternal diluar diri invidu dapat berupa sumber stres dari lingkungan
keluarga, lingkungan pekerjaan dan sumber stres yang berasal dari kondisi
lingkungan diantara kesesakan, kebisingan dan suhu. Sebagaimana dijelaskan
pada tabel berikut
42
Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Stres
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Kondisi Keluarga
Kondisi Pekerjaan
Kondisi
Lingkungan
Situasional
Persepsi
Crowding
Manusia
Behavioral
Emosional
Kesesakan
Kebisingan
Suhu
Tingkat Stres
1. Gejala emosional
2. Gejala kognitif
3. Gejala fisik atau
badan
4. Gejala sosial
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan bahwa faktor – faktor yang
mempengaruhi tingkat stres antara lain adalah faktor internal dalam diri individu
43
dan faktor eksternal diluar diri invidu. Faktor internal dari dalam individu, dapat
muncul melalui persepsi crowding manusia yaitu persepsi kesesakan manusiawi
yang didasarkan jumlah individu. Sedangkan faktor – faktor eksternal diluar diri
invidu dapat berupa kondisi keluarga seperti interaksi antar anggota keluarga,
adanya anggota baru, kehilangan bahkan kecacatan. Kondisi pekerjaan juga dapat
mempengaruhi tingkat stres. Pekerjaan dapat menyebabkan stres apabila hasilnya
tidak sesuai dengan perintah dan dapat menyebabkan stres. Sedangkan kondisi
lingkungan berasal dari lingkungan fisik individu. Interaksi subjek di luar
lingkungan keluarga melengkapi sumber- sumber stres. Lingkungan yang
dimaksud adalah kondisi lingkungan dengan kesesakan tinggi yang ditandai
dengan aspek behavioral, situasional dan emosional. Ketiga aspek kesesakan
tersebut merupakan bagian dari salah satu dimensi faktor internal mempengaruhi
stres yaitu persepsi crowding manusia. Kondisi lingkungan lain yang dapat
mempengaruhi tingkat stres adalah yang tingkat kebisingan tinggi, dan faktor
lingkungan yang terakhir adalah suhu yang terlalu panas. Dari faktor -faktor
tersebut dapat memunculkan tingkat stres yang ditandai dalam 4 gejala yaitu
gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial.
2.6
Hipotesis
Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis yang diajukan oleh
peneliti adalah “ Ada korelasi positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang”. Dalam hal ini, semakin tinggi
kesesakan maka semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang.
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini akan menjelaskan tentang metode penelitian yang dipakai yang
meliputi: jenis penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, teknik
pengambilan sampel, metode pengumpulan data dan metode analisis data.
3.1
Jenis dan Desain Penelitian
3.1.1
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang mempunyai tata
cara pengambilan keputusan interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angkaangka yang diperoleh dari hasil analisis statistik. Penelitian dengan pendekatan
kuantitatif menekankan analisisnya pada data – data numerikal (angka) yang
diolah dengan dengan metode statistika. Dengan metode kuantitatif akan
diperoleh signifikansi hubungan variabel yang diteliti (Azwar, 2012: 5)
3.1.2 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional.
Penelitian korelasional merupakan jenis penelitian untuk mencari hubungan antara
dua variabel yaitu variabel independen (bebas) dengan variabel dependen
(tergantung).
3.2
Variabel Penelitian
3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian
Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel satu dengan yang
lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel independen (bebas) dan
44
45
independen (tergantung). Dalam penelitian ini variabel bebas dan variabel
tergantung dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Variabel Bebas ( Y )
: Tingkat Stres
2. Variabel Tergantung ( X ) : Kesesakan
3.2.2
Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang
dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat
diamati (Azwar 2012: 74). Definisi operasional variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah:
a.
Tingkat Stres
Tingkat stres adalah tingkat reaksi individu yang bersumber dari tekanan
emosional dan kekurangmampuan invidu untuk menyesuaikan diri yang
disebabkan karena adanya persepsi ketakutan dan kecemasan sehingga dapat
merusak keadaan fisilogis serta menganggu keseimbangan hidup bagi individu.
Adapun gejala – gejala tingkat stres yang dipakai dalam penyusunan skala adalah
gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial.
b.
Kesesakan
Kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam
merespon situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan
ini dapat diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini
akan terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan
usaha pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus
menerus dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam
46
pemenuhan kebutuhan personalnya. Adapun aspek – aspek kesesakan yang
dipakai dalam penyusunan skala adalah aspek situasional, aspek behavioral dan
aspek emosional.
3.2.3
Hubungan Antar Variabel
Hubungan antar variabel merupakan hubungan antara variabel X dan
variabel Y yang terjadi hubungan sebab akibat. Variabel yang mempengaruhi
disebut variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah kesesakan, sedangkan
variabel yang dipengaruhi adalah variabel tergantung (Y) yang dalam penelitian
ini adalah tingkat stres. Jadi dalam penelitian ini variabel X mempengaruhi
variabel Y. Apabila dibuat bagan sebagai berikut:
Kesesakan (X)
Tingkat Stres (Y)
Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel
3.3
Populasi dan Sampel
3.3.1
Populasi
Populasi merupakan kelompok yang menarik minat peneliti, yang
kepadanya peneliti hendak menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Dalam
konteks yang lebih luas, populasi dapat berupa orang – orang yang tinggal dalam
suatu wilayah yang sama, mereka menjadi anggota kelompok etnis tertentu, atau
mereka yang menjadi anggota kelompok sosial tertentu. Semakin banyak
kesamaan karakteristik yang dimiliki anggota suatu populasi terkait dengan
variabel yang sedang diteliti maka dapat dikatakan semakin homogen penelitian
tersebut (Purwanto, 2013: 86).
47
Berdasarkan definisi diatas, populasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah seluruh penghuni rumah susun Pekunden Semarang dengan karakteristik
sebagai berikut :
1. Laki – Laki dan perempuan usia minimal 17 tahun dengan alasan bahwa aspek
kognitif stres dipengaruhi oleh latar belakang usia dan untuk mendapatkan
populasi dengan ciri sama, maka tingkat usia subjek perlu dibatasi.
2. Bertempat tinggal di rumah susun Pekunden dengan minimal jumlah anggota
keluarga 4 orang, dengan alasan ada batas toleransi kesesakan maksimal yang
dapat diterima seseorang. Iskandar (2012: 136) menyatakan bahwa unit di
rumah susun dengan tipe 38 hanya sesuai untuk keluarga baru dengan jumlah
anak maksimal 2 orang yang masih berumur di bawah lima tahun.
Atas dasar kriteria tersebut, maka diketahui jumlah unit – unit sampling
dalam populasi sebagai berikut:
Tabel 3.1 Populasi Penelitian
RT 4
RT 5
RT 6
Jumlah Kepala Keluarga (KK)
22
17
15
Total Jumlah Penghuni
Jumlah Penghuni
58
52
49
159
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi. Istilah sampel menunjuk pada sebuah kelompok yang
daripadanya peneliti memperoleh informasi yang pada gilirannya akan
digeneralisasikan kepada kelompok yang lebih besar. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh. Sampling
48
jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan
sebagai sampel. Istilah lain sampling jenuh adalah sensus, dimana semua anggota
populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2013: 85).
3.4
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan suatu bagian terpenting dalam
proses penelitian, karena dari data yang terkumpul mencerminkan keadaan
responden atau subyek penelitian yang sesungguhnya. Untuk memperoleh data
yang relevan dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka dalam
penelitian ini pengukuran tingkat stres dan kesesakan menggunakan metode skala.
Skala adalah suatu daftar yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan
mengenai suatu hal yang akan diteliti.
Metode skala dalam penelitian ini merupakan metode pengumpulan data
yang utama dan digunakan untuk menggali data dengan skala tingkat stres dan
skala kesesakan. Menurut Azwar (2012: 56) bahwa dipakainya istilah skala
sebagai alat pengumpulan data didasarkan anggapan-anggapan sebagai berikut :
1. Data yang diungkap oleh skala psikologis berupa konstrak atau konsep
psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu.
2. Pada skala psikologi pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator
perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan
diri subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang
bersangkutan.
49
3. Responden terhadap skala psikologis, sekalipun memahami isi pertanyaan,
biasanya tidak menyadari asal jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa
yang sesungguhnya diungkap peneliti.
4. Respon terhadap skala psikologis diberi skor melewati proses penskalaan
(scaling).
5. Salah satu skala psikologis diperuntukan guna mengungkap suatu atribut
tunggal (Uni dimensional)
6. Hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikometris
karena relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus
pada skala psikologis lebih terbuka terhadap eror.
7. Validitas skala psikologis lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis
yang hendak diukur dan operasionalnya.
Penelitian ini menggunakan skala berbentuk pernyataan yang disusun
dengan dua jenis aitem yang searah atau mendukung pernyataan (favorable) dan
aitem yang tidak searah atau tidak mendukung pernyataan (unfavorable). Skala
tersebut dirancang berdasar metode skala dari Likert dengan lima kategori pilihan
yaitu Sangat Setuju (SS) , Setuju (S) , Netral (N) , Tidak Setuju (TS) dan Sangat
Tidak Setuju (STS). Untuk aitem-aitem favourable, pilihan SS mendapata skor 5,
S mendapat skor 4, N mendapat skor 3, TS mendapat skor 2 dan STS mendapat
skor 1. Sebaliknya untuk aitem – aitem unfavourable pilihan SS mendapat skor 1,
S mendapat skor 2, N mendapat skor 3, TS mendapat skor 4 dan STS mendapat
skor 5.
50
3.4.1
Metode Pengumpulan Data Tingkat Stres
Skala tingkat stres yang digunakan dalam penelitian ini, didasarkan dari 4
gejala stres yang peneliti rangkum dari beberapa pendapat para ahli yaitu gejala
emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Pembuatan
skala tingkat stres berfungsi untuk mengukur tingkat stres penghuni rumah susun,
yang disebabkan oleh stresor – stresor yang didapatkannya dari dalam rumah
susun.
Sebelum peneliti menyusun instrumen sebagai alat ukur penelitian,
terlebih dahulu peneliti menyusun blue print. Blue print merupakan tabel yang
digunakan sebagai acuan dan arahan agar pada saat penulisan item, item tetap
terarah pada tujuan pengukuran skala dan tidak keluar dari batasan isi. Blue print
berisi aspek – aspek yang akan diukur dan menjadi dasar penyusunan item.
Adapun aspek dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat
pada blue print sebagai berikut:
Tabel 3.2
Blue Print Skala Tingkat Stres
Aspek
No.
1.
Indikator
Aitem
Fav
Gejala
Mudah marah atau jengkel.
1
Emosional.
Mudah cemas, ditandai dengan 17
rasa khawatir yang berlebihan.
Sering kecewa.
Jumlah
Unfav
1
1
8
1
Suasana hati mudah berubah- 11
ubah.
1
Mudah tersinggung.
28
1
Sering gugup dan gelisah.
16
1
Sukar mengambil keputusan.
2
1
51
2.
Gejala
Kognitif
Mudah tegang dan takut.
18
1
Sulit berkonsentrasi.
9
1
Daya ingat menurun.
3
1
Suka melamun secara berlebihan
10
1
Pikiran hanya
pikiran saja.
dipenuhi
Kemampuan
pekerjaan
yang
cenderung menurun.
3.
satu
melakukan 21
kompleks
Gejala
Mengalami gangguan tidur.
Fisik atau
Adanya gangguan pencernaan.
Badan
Sakit kepala.
Gejala
Sosial
1
1
20
1
12
1
26
1
Selera makan berubah – ubah.
4
1
Kehilangan energi.
22
1
Mual dan muntah.
29
1
Tekanan darah tinggi.
4.
19
5
1
Dada terasa panas dan nyeri.
23
1
Urat bahu dan punggung terasa
sakit.
Jantung berdebar – debar
6
27
1
Menutup diri secara berlebihan.
24
13
Menarik diri dar pergaulan.
14
30
Mudah bertengkar dengan orang 7
lain.
Sering mencari kesalahan orang
lain.
Suka acuh
orang lain.
dan
mendiamkan
Jumlah
1
2
1
15
1
25
1
30
52
3.4.2
Metode Pengumpulan Data Kesesakan
Pembuatan skala kesesakan berfungsi untuk mengukur tingkat kesesakan
penghuni selama berada di rumah susun. Penyusunannya didasarkan atas teori
dari Gifford (1987: 167) yang menyatakan bahwa aspek – aspek kesesakan
meliputi aspek situasional, aspek behavioral, dan aspek emosional. Adapun aspek
dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada blue print
sebagai berikut:
Tabel 3.3
Blue Print Skala Kesesakan.
No.
Aspek
Indikator
Aitem
Fav
1.
Aspek
Situasional
Aspek
Behavioral
Unfav
Banyaknya orang yang 1
saling berdekatan.
1
Adanya hambatan dalam 9
tujuan atau pekerjaan
karena banyaknya orang
orang disekitar.
1
Adanya ruangan yang
sempit dimana ada terlalu
banyak orang didekat
kita.
Adanya tujuan yang 5
terhalang
oleh
serombongan orang
Adanya gangguan fisik 12
atau
perasaan
tidak
nyaman karena ruang
menjadi
berkurang
dengan kedatangan tamu
atau teman
2.
Jumlah
Meninggalkan
kejadian.
tempat 20
2
1
11
2
17
2
1
53
3.
Aspek
Emosional
Reaksi yang individu 4, 19
mengarah pada perilaku
agresi.
Menghindari
tatapan 13
mata.
3
Menarik
diri
interaksi sosial.
15, 8
3
Reaksi negatif terhadap 7
orang lain.
14
2
Reaksi
yang 16, 10
berhubungan
dengan
perasaan. Mengacu pada
suasana hati.
6
3
dari 18
Jumlah
3.5
3
1
20
Uji Coba Instrumen
Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data try out
terpakai. Dengan uji coba terpakai ini aitem-aitem yang sahih akan dipakai dalam
analisis data dan aitem yang gugur akan dihapus dan tidak dimasukan dalam
perhitungan analisis data. Uji coba instrument ini dilakukan terhadap 125 subjek
penelitian, untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur.
Alasan menggunakan try out terpakai antara lain karena waktu yang
terbatas, jumlah unit – unit sampling dalam populasi yang tidak banyak, dan
kelebihan try out terpakai ini adalah dapat diterapkan pada jumlah subjek yang
terbatas, sehingga penulis tidak perlu mengadakan try out terlebih dahulu dan
hasil try out dapat dipakai menjadi data penelitian.
54
3.5.1
Validitas
Validitas mempunyai arti sejauhmana akurasi suatu tes atau skala dalam
menjalankan fungsi pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas
yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran
mengenai variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran
tersebut. Akurat dalam hal ini berarti tepat dan cermat, sehingga apabila tes
menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran maka dikatakan
sebagai pengukuran yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2010: 8)
Validitas pada penelitian ini adalah validitas konstrak. Skala dikatakan
valid jika cocok dengan konstruksi teoritis yang menjadi dasar penyusunnya.
Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis butir dan dalam proses
komputasinya menggunakan program SPSS 20.0 forWindows dengan rumus
sebagai berikut :
∑
√{ ∑
∑
∑
}{ ∑
∑
∑
}
Keterangan :
∑X
: Jumlah skor total variabel X
∑X
: Jumlah skor total variable Y
∑XY
: Jumlah skor-skor setelah X dan Y dikalikan
N
: Jumlah individu atau subjek.
Berikut hasil uji coba menggunakan SPSS for Windows versi 20.0 diperoleh
hasil sebagai berikut
a. Skala Tingkat Stres
Berdasarkan hasil uji coba skala tingkat stres yang terdiri dari 30 item
55
diperoleh hasil 28 item valid dan 2 item dinyatakan tidak valid. Item dinyatakan
valid apabila signifikansi koefisien validitas lebih kecil dari α 0,05 atau taraf
signifikansi 5%. Sebaliknya, apabila signifikansi koefisien validitas lebih besar
dari α 0,05 atau taraf signifikansi 5% maka item dinyatakan tidak valid. Dari hasil
uji coba skala tingkat stres diketahui item yang valid memiliki taraf signifikansi
mulai dari 0,000 sampai dengan 0,002 sedangkan item yang tidak valid memiliki
taraf signifikansi mulai dari 0,57 sampai dengan 0,188.
Item yang tidak valid terdapat pada nomor 18 dan 19. Item yang tidak
valid dapat dikarenakan kemungkinan kalimat tidak dipahami oleh subyek,
kalimat dalam item memiliki makna ganda, item tidak mengungkap aspek yang
hendak diukur bahkan dapat dikarenakan subyek faking good atau faking bad.
Item yang tidak valid dibuang (tidak diperbaiki atau diganti) dikarenakan tiap
aspek telah mewakili apa yang hendak diukur pada variabel tingkat stres. 28 item
yang dinyatakan valid kemudian disusun kembali untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data dalam penelitian. Sebaran item dalam skala tingkat stres dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.4
Hasil Uji Coba Skala Tingkat Stres
Aspek
No.
1.
Indikator
Fav
Gejala
Mudah marah atau jengkel.
1
Emosional.
Mudah
cemas,
ditandai 17
denganrasa
khawatir
yang
berlebihan.
Sering kecewa.
8
Suasana hati mudah berubah- 11
ubah.
Aitem
Jumlah
Unfav
1
1
1
1
56
2.
3.
Gejala
Kognitif
Mudah tersinggung.
28
1
Sering gugup dan gelisah.
16
1
Sukar mengambil keputusan.
2
1
Mudah tegang dan takut.
18*
1
Sulit berkonsentrasi.
9
1
Daya ingat menurun.
3
1
Suka melamun secara berlebihan
10
1
Pikiran hanya dipenuhi satu
pikiran saja.
Kemampuan
melakukan 21
pekerjaan
yang
kompleks
cenderung menurun.
Mengalami gangguan tidur.
Gejala
Fisik atau
Adanya gangguan pencernaan.
Badan
Sakit kepala.
Gejala
Sosial
1
1
20
1
12
1
26
1
Selera makan berubah – ubah.
4
1
Kehilangan energi.
22
1
Mual dan muntah.
29
1
Tekanan darah tinggi.
4.
19*
5
1
Dada terasa panas dan nyeri.
23
1
Urat bahu dan punggung terasa
sakit.
Jantung berdebar – debar
6
27
1
Menutup diri secara berlebihan.
24
13
2
Menarik diri dar pergaulan.
14
30
2
Mudah bertengkar dengan orang 7
lain.
Sering mencari kesalahan orang
lain.
Suka acuh
orang lain.
dan
mendiamkan
Jumlah
Keterangan : Tanda (*) merupakan item yang tidak valid.
1
1
15
1
25
1
30
57
b. Skala Kesesakan
Berdasarkan hasil uji coba skala kesesakan, diperoleh hasil bahwa semua
item yang berjumlah 20 item dinyatakan valid dan memiliki taraf signifikansi
antara 0,000 sampai dengan 0,002. Item dinyatakan valid apabila signifikansi
koefisien validitas lebih kecil dari α 0,05 atautaraf signifikansi 5%. Sebaliknya,
apabila signifikansi koefisien validitas lebih besar dari α 0,05 atautaraf
signifikansi 5% maka item dinyatakan tidak valid.
Semua item dinyatakan valid dapat dikarenakan kemungkinan kalimat –
kalimat yang dipakai mudah dipahami oleh subyek, kalimat dalam item tidak
memiliki makna ganda, item mengungkap aspek yang hendak diukur dan bahkan
dapat dikarenakan bahwa subyek tidak faking good atau faking bad. Dikarenakan
semua jumlah item dinyatakan valid maka semua item akan langsung digunakan
sebagai alat pengumpul data dalam penelitian. Sebaran item dalam skala
kesesakan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.5
Hasil Uji Coba Skala Kesesakan
No.
Aspek
Indikator
Aitem
Fav
1.
Aspek
Situasional
Jumlah
Unfav
Banyaknya orang yang 1
saling berdekatan.
1
Adanya hambatan dalam 9
tujuan atau pekerjaan
karena banyaknya orang
orang disekitar.
1
Adanya ruangan yang
sempit dimana ada terlalu
banyak orang didekat
kita.
2
1
58
Adanya tujuan yang 5
terhalang
oleh
serombongan orang
Adanya gangguan fisik 12
atau
perasaan
tidak
nyaman karena ruang
menjadi
berkurang
dengan kedatangan tamu
atau teman
2.
Aspek
Behavioral
Meninggalkan
tempat 20
kejadian.
Reaksi individu yang 4, 19
mengarah pada perilaku
agresi.
Menghindari
mata.
Aspek
Emosional
2
17
2
1
3
tatapan 13
Menarik
diri
interaksi sosial.
3.
11
dari 18
3
1
15, 8
3
Reaksi negatif terhadap 7
orang lain.
14
2
Reaksi
yang 16, 10
berhubungan
dengan
perasaan. Mengacu pada
suasana hati.
6
3
Jumlah
20
Keterangan : Semua item dinyatakan valid.
3.5.2 Reliabilitas
Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai
asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut
sebagai pengukuran yang reliabel. Dalam arti lain reliabilitas berarti kepercayaan,
keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya namun gagasan pokok yang
terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran
dapat dipercaya (Azwar 2012: 7). Azwar (2012: 33) menyatakan bahwa secara
59
teoritik, besarnya koefisien reliabilitas dapat berada mulai dari angka 0 sampai
dengan 1,00 akan tetapi pada kenyataannya koefisien reliabilitas yang mencapai
angka maksimal 1,00 tidak pernah dijumpai dalam pengukuran psikologi.
Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan program
komputer SPSS for Windows versi 20.0 dengan teknik analisis Alpha Cronbach
yaitu sebagai berikut :
2
 k    b 
r11  
1 

Vt 2 
 k  1 
Dimana:
r11
k

Vt 2
2
b
=
reliabilitas instrumen
=
banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
=
jumlah varian butir/item
=
varian total
Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan SPSS for Windows versi
20.0. diperoleh hasil reliabilitas skala tingkat stres dengan koefisien alpha
cronbach sebesar 0, 865 dan skala kesesakan dengan koefisien alpha cronbach
sebesar 0, 862. Berikut tabel reliabilitas pada masing-masing skala:
Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Reliabilitas Skala
Skala
Tingkat Stres
Kesesakan
Cronbach’s Alpha
0.865
0.862
N of Items
28
20
3.6 Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik korelasi product moment (pearson) dengan menggunakan
program SPSS for Window versi 20.0 dengan rumus sebagai berikut :
60
∑
√{ ∑
∑
∑
}{ ∑
∑
∑
}
Keterangan :
∑X
: Jumlah skor total variabel X
∑X
: Jumlah skor total variable Y
∑XY
: Jumlah skor-skor setelah X dan Y dikalikan
N
: Jumlah individu atau subjek.
Hasilnya juga akan dibandingkan dengan cara pemberian kriteria yang
sesuai dalam Azwar (2012: 126), sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 3.7 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik
Interval Skor
µ + 1SD ≤ X
µ - 1SD ≤ X< µ + 1SD
X < µ - 1SD
Keterangan :
µ
: Mean teoritis
SD
: Standar deviasi
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hal yang berkaitan dengan proses penelitian, hasil
analisis data dan pembahasan mengenai hubungan kesesakan dengan tingkat stres
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Penelitian ini diharapkan akan
memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, oleh karenanya
diperlukan analisis data yang tepat serta pembahasan mengenai analisis data
tersebut secara jelas agar tujuan dari penelitian yang telah ditetapkan dapat
tercapai.
Data yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
skala psikologi. Data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode yang
telah ditentukan. Hal yang berkaitan dengan proses, hasil dan pembahasan hasil
penelitian akan diuraikan sebagai berikut :
4.1
Persiapan Penelitian
4.1.1
Orientasi Kancah Penelitian
Penelitian ini mengambil tempat pelaksanaan di rumah susun Pekunden
Semarang. Rumah susun Pekunden berada di Kelurahan Pekunden Semarang
yaitu RT 04, 05, dan 06/ RW 01. Lokasi rumah susun ini berada di pusat kota
yaitu belakang Balai Kota Semarang. Data dari Dinas Tata Kota dan Perumahan/
DTKP Kota Semarang menyebutkan bahwa rumah susun Pekunden memiliki luas
3.889 m2 dengan luas bangunan 2.835 m2. Rumah susun Pekunden dibangun pada
tahun 1990, terdiri dari 5 (lima) blok yaitu A, B, C, D dan E dan terdiri dari 4
61
62
(empat) lantai. Jumlah unit hunian sebanyak 92 unit, yang terdiri dari Tipe 27, tipe
38 dan tipe 54. Lantai dasar dipergunakan untuk kios sebanyak 28 unit (blok A
dan E), Pujasera 2 unit, tempat dasaran (16 gerobak kayu dan 16 meja keramik), 4
kios besar (blok B). Rumah susun Pekunden diprioritaskan bagi penduduk/ warga
pemilik rumah yang terkena proyek pembangunan rusun Pekunden, yang sebagian
besar berprofesi sebagai karyawan atau buruh industri. Berdasarkan pengamatan
peneliti, lingkungan di rumah susun terbilang kurang bersih dan kurang rapi, hal
ini terlihat dari tata ruang lingkungan yang kurang baik, seperti banyak barang –
barang yang dibiarkan berserakan di depan rumah, jemuran pakaian yang kurang
tertata, warna cat tembok sebagian besar rumah terkesan kusam. Namun interaksi
antar warga terjalin dengan sangat baik, yang terlihat dari kebiasaan warga di sore
hari yang senang berkumpul atau sekedar berbincang – bincang di halaman depan
rumah mereka.
Subjek dalam penelitian ini adalah penghuni rumah susun Pekunden
Semarang, dengan sampel penelitian berjumlah 159 orang. Dari 159 sampel
penelitian, hanya 125 yang hasilnya dapat diolah lebih lanjut. Sedangkan 34
lainnya tidak terhitung dengan alasan bahwa ada 17 subjek sudah pindah rumah
namun masih tercatat sebagai warga Pekunden, 8 subjek tidak mengisi skala
penelitian dengan benar, 5 skala tidak dikembalikan dan sisanya 4 subjek tidak
bersedia mengisi skala penelitian dengan berbagai alasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
kesesakan dengan tingkat stres. Pertimbangan melakukan penelitian di rumah
susun Pekunden adalah sebagai berikut:
63
a. Ciri-ciri subjek yang akan diteliti memenuhi syarat tercapainya tujuan
penelitian.
b. Berdasarkan studi pendahuluan dengan wawancara, diperoleh temuan bahwa
penghuni rumah susun Pekunden merasakan adanya kesesakan dan muncul
gejala – gejala stres selama tinggal di rumah susun.
c. Belum ada penelitian mengenai “hubungan kesesakan dengan tingkat stres” di
rumah susun Pekunden Semarang.
4.1.2
Proses Perijinan
Syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian adalah
mendapatkan ijin dari pihak yang bersangkutan. Pertama sebelum melakukan
studi pendahuluan, pada tanggal 18 Maret 2015 peneliti meminta ijin secara lisan
kepada ketua RT 04, 05 dan 06 RW 01 Pekunden Semarang untuk melakukan
wawancara dengan 3 penghuni rumah susun. Kedua, pada tanggal 1 Oktober 2015
peneliti meminta ijin untuk menyebar skala penelitian pada masing – masing
ketua RT. Proses perijinan dimulai dengan meminta surat pengantar dari jurusan
psikologi Universitas Negeri Semarang. Surat pengantar tersebut kemudian
diserahkan kepada masing – masing ketua RT 04, 05 dan 06 RW 01 Pekunden
Semarang sebagai permohonan ijin untuk melakukan penelitian.
4.1.3
Penentuan Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah penghuni rumah susun Pekunden Semarang
dengan kriteria yaitu laki – laki dan perempuan usia minimal 17 tahun yang
bertempat tinggal di rumah susun Pekunden dengan minimal jumlah anggota
keluarga 4 orang.
64
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah lain sampling jenuh
adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.
4.2
Pelaksanaan Penelitian
4.2.1
Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu 2
minggu yaitu pada tanggal 1 Oktober 2015 hingga 15 Oktober 2015. Pada tanggal
1 Oktober 2015, peneliti mendatangi ketua RT 04 RW 01 rumah susun Pekunden
untuk meminta ijin melakukan penelitian dan pada hari yang sama, peneliti
membagikan 53 skala penelitian. Jumlah sampel di RT 04 RW 01 ada 58 subjek
namun hanya 53 yang dapat ditemui peneliti dikarenakan 5 subjek tersebut sudah
pindah rumah. Keesokan harinya, pada tanggal 2 Oktober 2015 peneliti kembali
ke RT 04 untuk mengambil skala penelitian dan skala yang berhasil terkumpul
sebanyak 53 skala. Di hari yang sama, peneliti menemui ketua RT 05 dan 06
untuk meminta ijin melakukan penelitian. Jumlah sampel di RT 05 ada 52 subjek
sedangkan jumlah sampel di RT 06 ada 49 subjek. Peneliti kemudian hanya dapat
membagikan 85 skala di RT 05 dan RT 06 dikarenakan terdapat 12 subjek yang
sudah pindah rumah dan ada 4 subjek tidak mau mengisi skala. Selang beberapa
hari pada tanggal 7 Oktober 2015, peneliti kembali mendatangi RT 05 dan RT 06
untuk mengambil skala yang telah dibagikan namun hanya terkumpul 28 skala.
Selanjutnya, peneliti kembali lagi pada tanggal 10 dan 11 Oktober 2015 dan
berhasil mengumpulkan 46 skala. Untuk terakhir kalinya pada tanggal 15 Oktober
65
2015 peneliti mengumpulkan kembali 6 skala penelitian. Total jumlah skala yang
berhasil dikumpulkan peneliti di rumah susun Pekunden sebanyak 133 skala.
Pengumpulan data memerlukan banyak waktu karena tidak semua
penghuni rumah susun bersedia untuk mengisi skala penelitian di hari yang sama
saat skala tersebut dibagikan. Peneliti perlu beberapa kali mendatangi kembali
penghuni untuk mengambil skala, namun tidak jarang para penghuni belum
mengisi skala tersebut dengan berbagai alasan seperti sibuk kerja. Bahkan
sebagian penghuni merasa enggan dan perlu waktu lama untuk mengisinya. Selain
itu peneliti juga harus menjelaskan petunjuk pengisian skala kepada sejumlah
penghuni karena terdapat beberapa penghuni yang tidak bisa baca tulis bahkan
mengaku belum pernah mengisi skala psikologi.
4.2.2
Pelaksanaan Skoring
Setelah pengumpulan data dilakukan dan skala telah diisi oleh responden
kemudian dilakukan skoring data. Langkah-langkah dalam pelaksanaan skoring
dilakukan dengan memberikan skor pada masing-masing jawaban yang telah diisi
oleh responden dengan rentang skor satu sampai lima pada skala kesesakan dan
skala tingkat stres dengan memperhatikan sifat aitem favorable (mendukung) dan
unfavorable (tidak mendukung). Skor dari item favorable adalah 5 untuk jawaban
sangat sesuai (SS), 4 untuk sesuai (S), 3 untuk netral (N), 2 untuk tidak sesuai
(TS), dan 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya skor dari item
unfavorable adalah 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk sesuai (S), 3
untuk netral (N), 4 untuk tidak sesuai (TS), dan 5 untuk sangat tidak sesuai (STS)
66
Setelah skoring selesai, kemudian dilakukan tabulasi data pada masingmasing skala, baik skala kesesakan maupun skala tingkat stres. Tabulasi data
kemudian digunakan untuk melakukan olah data yang meliputi uji validitas dan
reliabilitas, uji normalitas, uji linieritas dan uji hipotesis.
4.3
Hasil Penelitian
4.3.1
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek
penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang
diteliti dan tidak di maksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2012: 126).
Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Untuk menganalisis hasil
penelitian, peneliti menggunakan angka yang dideskripsikan dengan menguraikan
kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistik. Metode
statistik digunakan untuk mencari tahu besarnya mean hipotetik ( mean teoritik )
dan standar deviasi dengan mendasarkan pada jumlah item, skor maksimal, serta
skor minimal pada masing-masing alternatif jawaban. Deskripsi ini dilakukan
untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan terlebih dahulu dan dalam
penelitian ini permasalahan yang ingin diungkapkan adalah bagaimana hubungan
kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang.
4.3.2
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang
Salah satu skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat
stres, dimana skala tersebut disusun berdasarkan aspek yang menyusun tingkat
stres. Oleh karena itu, gambaran tingkat stres dapat ditinjau baik secara umum
67
maupun secara spesifik dari setiap aspeknya. Berikut merupakan gambaran
tingkat stres yang ditinjau secara umum dan spesifik.
a. Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang
Gambaran secara umum tingkat stres pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang dapat dilihat dari analisis data dengan perhitungan statistik.
Tingkat stres diukur menggunakan skala tingkat stres yang terdiri dari 28 item
yang valid dengan skor tertinggi lima dan skor terendah satu.
Berikut ini merupakan analisis deskriptif tingkat stres pada penghuni rumah
susun Pekunden Semarang:
Jumlah Item
= 28
Skor Tertinggi
= 28 x 5 = 140
Skor Terendah
= 28 x 1 = 28
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 84
=
=
= 18,6
µ + 1ϭ
= 84 + 18, 6 = 102, 6
µ - 1ϭ
= 84 – 18,6 = 65,4
68
Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres
sebagai berikut :
Tabel 4.1 Kriteria Tingkat Stres
Interval Skor
Interval
µ + 1ϭ ≤ X
102,6 ≤ X
µ - 1ϭ ≤ X< µ + 1ϭ 65,4 ≤ X <102,6
X < µ - 1ϭ
X <65,4
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Berdasarkan kategori tersebut maka dapa disimpulkan hasil penelitian
tentang tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang sebagai
berikut :
Tabel 4.2 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang
Interval Skor
102,6 ≤ X
65,4 ≤ X <102,6
X <65,4
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Tingkat Stres
F
4
91
30
%
3,2 %
72,8 %
24 %
Berdasarkan keterangan diatas, maka dari tabel dapat diketahui tingkat
stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori
sedang. Berikut adalah grafik tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden
Semarang :
69
Gambaran Umum Tingkat
Stres
3,2%
24%
Tinggi
72,8%
Sedang
Rendah
Gambar 4.1 Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang
a.
Gambaran Spesifik Tingkat Stres pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Tiap Gejala
Tingkat Stres dapat dilihat dari beberapa gejala, yakni gejala emosional, gejala
kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Gambaran setiap gejala tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Gejala Emosional.
Gambaran tingkat stres berdasarkan gejala emosional dijelaskan sebagai
berikut:
Jumlah Item
=7
Skor Tertinggi
= 7 x 5 = 35
Skor Terendah
=7x1=7
Mean Teoritis (µ)
=
70
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 21
=
=
= 4,6
µ + 1ϭ
= 21 + 4,6 = 25,6
µ - 1ϭ
= 21 – 4,6 = 16,4
Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres
berdasarkan gejala emosional sebagai berikut :
Tabel 4.3 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Emosional
Interval Skor
25,6 ≤ X
16,4 ≤ X < 25,6
X <16,4
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Gejala Emosional
F
16
84
25
%
12,8 %
67,2 %
20 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala emosional
berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala emosional :
71
Gejala Emosional
12,8%
20%
Tinggi
Sedang
Rendah
67,2%
Gambar 4.2 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Emosional
2)
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif.
Gambaran tingkat stres berdasarkan gejala kognitif dijelaskan sebagai
berikut:
Jumlah Item
=4
Skor Tertinggi
= 4 x 5 = 20
Skor Terendah
=4x1=4
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
=
= 12
72
=
= 2,6
µ + 1ϭ
= 12 + 2,6 = 14,6
µ - 1ϭ
= 12 – 2,6 = 9,4
Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres
berdasarkan gejala kognitif sebagai berikut :
Tabel 4.4 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif
Interval Skor
14,6 ≤ X
9,4 ≤ X < 14,6
X <9,4
Kriteria
Gejala Kognitif
F
14
70
41
Tinggi
Sedang
Rendah
%
11,2 %
56 %
32,8 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala kognitif
berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala kognitif :
Gejala Kognitif
11,2%
32,8%
Tinggi
56%
Sedang
Rendah
73
Gambar 4.3 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif
3)
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan.
Gambaran tingkat stres berdasarkan aspek gejala fisik atau badan
dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah Item
= 10
Skor Tertinggi
= 10 x 5 = 50
Skor Terendah
= 10 x 1 = 10
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 30
=
=
= 6,6
µ + 1ϭ
= 30 + 6,6 = 36,6
µ - 1ϭ
= 30 – 6,6 = 23,4
Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres
berdasarkan gejala fisik atau badan sebagai berikut :
74
Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan
Interval Skor
Kriteria
36,6 ≤ X
23,4 ≤ X < 36,6
X <23,4
Tinggi
Sedang
Rendah
Gejala Fisik atau Badan
F
%
7
5,6 %
88
70,4 %
30
24 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat
stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala fisik
atau badan berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala fisik atau
badan :
Gejala Fisik atau Badan
5,6%
24%
Tinggi
70,4%
Sedang
Rendah
Gambar 4.4 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan
4)
Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Sosial.
Gambaran tingkat stres berdasarkan gejala sosial dijelaskan sebagai
berikut:
Jumlah Item
=7
Skor Tertinggi
= 7 x 5 = 35
75
Skor Terendah
=7x1=7
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 21
=
=
= 4,6
µ + 1ϭ
= 21 + 4,6 = 25,6
µ - 1ϭ
= 21 – 4,6 = 16,4
Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres
berdasarkan gejala sosial sebagai berikut :
Tabel 4.6 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Gejala Sosial
Interval Skor
Kriteria
25,6 ≤ X
16,4 ≤ X < 25,6
X <16,4
Tinggi
Sedang
Rendah
Gejala Sosial
F
6
62
57
%
4,8 %
49,6 %
45,6 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala sosial berada
dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni rumah
susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala sosial :
76
Gejala Sosial
4,8%
45,6%
Tinggi
49,6%
Sedang
Rendah
Gambar 4.5 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Sosial
Penjelasan secara deskriptif tingkat stres pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang sebagaimana dijelaskan di atas dapat disajikan secara singkat
dalam tabel berikut:
Tabel 4.7 Ringkasan Deskriptif
Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Gejala
Gejala Emosional
Gejala Kognitif
Gejala Fisik atau Badan
Gejala Sosial
Tinggi
12,8 %
11,2 %
5,6 %
4,8 %
Kategori
Sedang
67,2 %
56 %
70,4 %
49,6 %
Rendah
20 %
32,8 %
24 %
45,6 %
Diagram persentase ringkasan analisis tingkat stres penghuni rumah susun
Pekunden Semarang berdasarkan tiap gejala dapat dilihat di bawah ini:
77
100.00%
90.00%
80.00%
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
Tinggi
Sedang
Rendah
Gejala
Gejala
Emosional Kognitif
Gejala
Fisik atau
Badan
Gejala
Sosial
Gambar 4.6 Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tingkat stres
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala – gejala
tingkat stres yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan
gejala sosial berada dalam kategori sedang.
4.3.3 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Dalam penelitian ini, selain menggunakan skala tingkat stres, peneliti juga
menggunakan skala kesesakan yang disusun berdasarkan aspek – aspek kesesakan
yaitu aspek situasional, aspek behavioral dan aspek emosional. Gambaran
kesesakan dapat ditinjau baik secara umum maupun secara spesifik dari setiap
aspeknya. Berikut merupakan gambaran kesesakan yang ditinjau secara umum
dan spesifik.
b. Gambaran Umum Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang
Gambaran secara umum kesesakan penghuni rumah susun Pekunden
Semarang dapat dilihat dari analisis data dengan perhitungan statistik. Kesesakan
78
diukur menggunakan skala kesesakan yang terdiri dari 20 item yang valid dengan
skor tertinggi lima dan skor terendah satu.
Berikut ini merupakan analisis deskriptif kesesakan penghuni rumah susun
Pekunden Semarang:
Jumlah Item
= 20
Skor Tertinggi
= 20 x 5 = 100
Skor Terendah
= 20 x 1 = 20
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 60
=
=
= 13,3
µ + 1ϭ
= 60 + 13,3 = 73,3
µ - 1ϭ
= 60 – 13,3 = 46,7
Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan
sebagai berikut :
Tabel 4.8 Kriteria Kesesakan
Interval Skor
µ + 1ϭ ≤ X
µ - 1ϭ ≤ X< µ + 1ϭ
X < µ - 1ϭ
Interval
73,3 ≤ X
46,7 ≤ X < 73,3
X < 46,7
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
79
Berdasarkan kategorisasi tersebut maka dapat disimpulkan hasil penelitian
tentang kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang sebagai
berikut :
Tabel 4.9 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang
Interval Skor
73,3 ≤ X
46,7 ≤ X < 73,3
X < 46,7
Kriteria
Kesesakan
F
10
83
32
Tinggi
Sedang
Rendah
%
8%
66,4 %
25,6 %
Berdasarkan keterangan diatas, maka dari tabel dapat diketahui secara
umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam
kategori sedang. Berikut adalah grafik kesesakan pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang :
Gambaran Umum
Kesesakan
25,6%
8%
Tinggi
66,4%
Sedang
Rendah
Gambar 4.7 Gambaran Umum Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang
80
c.
Gambaran Spesifik Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Tiap Aspek
Kesesakan dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni dari aspek situasional,
aspek behavioral dan aspek emosional. Gambaran setiap aspek tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1)
Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Situasional.
Gambaran kesesakan berdasarkan aspek situasional dijelaskan sebagai
berikut:
Jumlah Item
=7
Skor Tertinggi
= 7 x 5 = 35
Skor Terendah
=7x1=7
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 21
=
=
= 4,6
µ + 1ϭ
= 21 + 4,6 = 25,6
µ - 1ϭ
= 21 – 4,6 = 16,4
81
Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan
berdasarkan aspek situasional sebagai berikut :
Tabel 4.10 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Aspek Situasional
Interval Skor
25,6 ≤ X
16,4 ≤ X < 25,6
X <16,4
Kriteria
Aspek Situasional
F
15
76
34
Tinggi
Sedang
Rendah
%
12 %
60,8 %
27,2 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum
kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek
situasional berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram kesesakan pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek situasional:
Aspek Situasional
27,2%
12%
Tinggi
60,8%
Sedang
Rendah
Gambar 4.8 GambaranKesesakan Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional
82
2)
Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Behavioral.
Gambaran kesesakan berdasarkan aspek behavioral dijelaskan sebagai
berikut:
Jumlah Item
=8
Skor Tertinggi
= 8 x 5 = 40
Skor Terendah
=8x1=8
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 24
=
=
= 5,3
µ + 1ϭ
= 24 + 5,3 = 29,3
µ - 1ϭ
= 24 – 5,3 = 18,7
Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan
berdasarkan aspek behavioral sebagai berikut :
83
Tabel 4.11 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Aspek Behavioral
Interval Skor
Kriteria
29,3 ≤ X
18,7 ≤ X < 29,3
X <18,7
Tinggi
Sedang
Rendah
Aspek Behavioral
F
10
83
32
%
8%
66,4 %
25,6 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum
kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek
behavioral berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagramkesesakan pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek behavioral:
Aspek Behavioral
8%
25,6%
Tinggi
66,4%
Sedang
Rendah
Gambar 4.9 GambaranKesesakan Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional
3)
Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan Aspek Emosional.
Gambaran kesesakan berdasarkan aspek emosional dijelaskan sebagai
berikut:
Jumlah Item
=5
84
Skor Tertinggi
= 5 x 5 = 25
Skor Terendah
=5x1=5
Mean Teoritis (µ)
=
=
Standar Deviasi (ϭ)
= 15
=
=
= 3,3
µ + 1ϭ
= 15 + 3,3 = 18,3
µ - 1ϭ
= 15 – 3,3 = 11,7
Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan
berdasarkan aspek emosional sebagai berikut :
Tabel 4.12 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang Berdasarkan Aspek Emosional
Interval Skor
18,3 ≤ X
11,7 ≤ X < 18,3
X <11,7
Kriteria
Tinggi
Sedang
Rendah
Aspek Emosional
F
13
80
32
%
10,4 %
64 %
25,6 %
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum
kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek
85
emosional berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram kesesakan pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek emosional:
Aspek Emosional
10,4%
25,6%
Tinggi
64%
Sedang
Rendah
Gambar 4.10 GambaranKesesakan Pada Penghuni Rumah Susun
Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Emosional
Penjelasan secara deskriptif kesesakan pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang sebagaimana dijelaskan di atas dapat disajikan secara singkat
dalam tabel berikut:
Tabel 4.13 Ringkasan Deskriptif
Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Aspek
Aspek Situasional
Aspek Behavioral
Aspek Emosional
Tinggi
12 %
8%
10,4 %
Kategori
Sedang
60,8 %
66,4 %
64 %
Rendah
27,2 %
25,6 %
25,6 %
Diagram persentase ringkasan analisis kesesakan pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang berdasarkan tiap aspek dapat dilihat di bawah ini:
86
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Tinggi
Sedang
Rendah
Aspek
Situasional
Aspek
Behavioral
Aspek
Emosional
Gambar 4.11Ringkasan Deskriptif Kesesakan
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa kesesakan
pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek – aspek
kesesakan yaitu aspek situasional, aspek behavioral, dan aspek emosional berada
dalam kategori sedang.
4.4
Hasil Uji Asumsi
4.4.1
Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan untuk membuktikan apakah data yang
diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan sebelum uji
hipotesis. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik One-Sample
Kolomogorov-Smirnov Test dilakukan dengan SPSS Versi 20.0 for Windows.
Hasil uji normalitas disajikan dalam tabel berikut:
87
Tabel 4.14 Uji Normalitas
Tabel hasil uji normalitas diatas menunjukkan bahwa sebaran data pada
skala kesesakan dan tingkat stres berdistribusi normal. Pada skala kesesakan
diperoleh nilai mean sebesar 55,47 dengan nilai signifikansi 0, 647 (p > 0,05)
maka sebaran dinyatakan normal. Pada uji normalitas terhadap skala tingkat stres
diperoleh nilai mean sebesar 74,85 dengan nilai signifikansi sebesar 0,401 (p >
0,05 signifikan) maka sebaran data dinyatakan normal.
4.4.2
Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk menguji apakan pola sebaran variabel X dan
Variabel Y membentuk garis linear atau tidak. Untuk menguji linearitas tersebut,
digunakan SPSS Versi 20.0 for Windows. Untuk mengetahui linear atau tidak
sebaran adalah dengan melihat jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan linear dan
jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak linear. Hasil uji linearitas dapat
dilihat dalam tebel berikut ini:
88
Tabel 4.15 Hasil Uji Linearitas
ANOVA Table
Stres * Kesesakan
Between Groups
Sum of
Squares
(Combined)
19836,737
Linearity
12940,629
Deviation
from
Linearity
6896,108
43
1
42
81
461,319
12940,629
164,193
92,659
4,979
139,659
1,772
,000
,000
,014
Df
Mean
Square
F
Sig.
Within
Groups
7505,375
Total
27342,112
124
Berdasarkan tabel diatas, hasil perhitungan diperoleh F sebesar 139,659
dengan p = 0,000. Oleh karena p < 0,05, maka pola hubungan variabel kesesakan
dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat
dinyatakan linear.
4.4.3
Uji Hipotesis
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesesakan
dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Dalam
perhitungannya penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS Versi 20.0 for
Windows.
89
Tabel 4.16 Hasil Uji Hipotesis
Variabel Kesesakan dan Tingkat Stres
Correlations
Kesesakan
Pearson
Correlation
Kesesakan
1
Sig. (2-tailed)
N
Stres
Pearson
Correlation
Stres
**
,688
,000
125
125
**
1
,688
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
125
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan tebel di atas, diketahui bahwa koefisien korelasi kesesakan
dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun sebesar 0,688 dengan taraf
signifikansi p = 0,000 dimana p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis
yang berbunyi “ ada hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang” diterima. Nilai koefisien korelasi
positif, menunjukkan hubungan yang terjadi adalah hubungan positif. Kenaikan
suatu variabel akan diikuti dengan kenaikan variabel lain. Artinya, semakin tinggi
kesesakannya maka akan semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah
susun Pekunden Semarang.
4.5
Pembahasan
Pembahasan yang akan dipaparkan peneliti berisi dua bagian, yaitu
pembahasan mengenai hasil analisis deskriptif dan hasil analisis inferensial.
Berikut ini pembahasan yang akan dijelaskan oleh peneliti:
90
4.5.1
Pembahasan Analisis Deskriptif Kesesakan dan Tingkat Stres Pada
Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang.
1) Analisis Deskriptif Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang
Tingkat Stres adalah tingkatan reaksi individu yang berasal dari tekanan
emosional dan kekurangmampuan invidu untuk menyesuaikan diri yang
disebabkan karena adanya persepsi ketakutan dan kecemasan sehingga dapat
merusak keadaan fisiologis serta menganggu keseimbangan hidup bagi individu.
Anoraga, dkk (2010: 10) merumuskan stres sebagai reaksi dari tekanan emosional,
juga rangsangan – rangsangan yang merusak keadaan fisiologis individu. Tingkat
stres yang dialami seseorang dapat ringan, sedang dan berat. Hal ini sering
disebabkan oleh perbedaan masing – masing sumber stres pada setiap orang.
Secara rinci tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang
digambarkan dalam 4 (empat) gejala stres yaitu gejala emosional, gejala kognitif,
gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Gejala emosional ditunjukkan dengan
indikator seperti mudah marah atau jengkel, mudah cemas yang ditandai rasa
khawatir yang berlebihan, sering kecewa, suasana hati mudah berubah – ubah,
mudah tersinggung, sering gugup dan gelisah, sukar mengambil keputusan dan
mudah tegang dan takut. Dilihat dari gejala emosional, hasil penelitian
menyebutkan bahwa tingkat stres sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden
Semarang yaitu sebanyak 84 orang penghuni rumah susun Pekunden Semarang
berada dalam kategori sedang. Hal ini berarti meskipun terkadang penghuni
rumah susun Pekunden Semarang mengalami stres, namun hal ini tidak akan
91
mengganggu penghuni secara emosional. Meskipun dihadapkan dengan stres
namun emosional mereka tidak terganggu. Mereka dapat mengendalikan
emosinya dengan baik seperti tidak mudah marah, suasana hati cenderung stabil,
tidak mudah tersinggung dan lain sebagainya.
Gejala lain yang diungkap adalah gejala kognitif. Gejala kognitif
ditunjukkan dengan indikator sulit berkonsentrasi, daya ingat menurun, suka
melamun secara berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja bahkan
kemampuan untuk melakukan pekerjaan kompleks cenderung menurun. Hasil
penelitian menyatakan bahwa secara umum dilihat dari aspek gejala kognitif
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hal ini
membuktikan bahwa sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang
tidak menunjukkan indikator gejala – gejala kognitif.
Gejala yang diungkap selanjutnya adalah gejala fisik atau badan. Gejala
fisik atau badan ditandai dengan adanya gangguan tidur, gangguan pencernaan,
sakit kepala, selera makan berubah – ubah, tekanan darah tinggi, dada terasa panas
atau nyeri, urat bahu dan punggung terasa sakit dan jantung berdebar – debar.
Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan gejala – gejala sebelumnya, yaitu
secara umum ditinjau dari gejala fisik atau badan penghuni rumah susun
Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang yaitu sebesar 88 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa secara fisik sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden
Semarang tidak terganggu. Sebanyak 88 orang tidak mengalami gangguan tidur,
gangguan pencernaan, sakit kepala, tekanan darah tinggi dan gejala fisik lainnya.
92
Gejala yang diungkap terakhir adalah gejala sosial. Gejala sosial
ditunjukkan dengan indikator perilaku seperti menutup diri secara berlebihan,
menarik diri dari pergaulan, mudah bertengkar dengan orang lain, sering mencari
kesalahan orang lain dan suka acuh dan mendiamkan orang lain. Berdasarkan
hasil penelitian, secara umum tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden
Semarang ditinjau dari gejala sosial berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak
62 orang. Sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak
menunjukkan indikator dari gejala sosial. Malah sebaliknya, penghuni rumah
susun Pekunden Semarang menunjukkan indikator mudah bergaul, membuka diri
dengan lingkungan, mudah bergaul bahkan jarang bertengkar dengan tetangga.
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hasil
ini jauh berbeda dengan fenomena yang peneliti angkat. Berdasarkan studi
pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara diperkirakan bahwa tingkat stres
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori tinggi, namun
hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan tingkat stres penghuni rumah susun
Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Tingkat stres pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang kemungkinan
dapat disebabkan disaat penelitian berlangsung, subjek penelitian sedang tidak
mengalami stres yang tinggi, karena stres itu bersifat temporer yaitu hanya
berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan sesudah terjadi (stres) individu
dapat berfungsi secara optimal kembali (Handoyo dalam Mumtahinnah, 2005:
12).
93
Gejala yang paling tinggi yang berada dalam kategori sedang adalah gejala
fisik atau badan. Hal ini dapat kemungkinan dapat disebabkan sumber – sumber
utama penyebab stres penghunui rumah susun Pekunden Semarang bukan berasal
dari dalam lingkungan melainkan dari diri individu itu sendiri. Sedangkan
Anoraga (2006: 109) menyebutkan selain perubahan dalam lingkungan, faktor
utama yang berkaitan langsung dengan stres adalah diri manusia sendiri. Dalam
hubungannya dengan gangguan badan dikatakan bahwa stres mempengaruhi otak,
yang kemudian melalui sistem neurohumoral menyebabkan gejala – gejala
badaniah yang dipengaruhi oleh hormon (adreanalin) dan sistem saraf otonom.
Adrenalin yang meningkat menimbulkan kadar asam dan lemak bebas dan
selanjutnya terjadi kenaikan tekanan darah, denyut jantung yang bertambah dan
keduanya mengakibatkan gangguan pada kerja jantung mudah menimbulkan
kematian mendadak (serangan jantung).
Sarafino (dalam Smet, 1994: 115) menyebutkan bahwa tingkatan stres
yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu, stres juga
muncul melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan. Reaksi
terhadap stres bervariasi antara satu orang dengan yang lain dan dari waktu ke
waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh variabel dalam
kondisi individu itu sendiri seperti umur, tahap kehidupan, jenis kelamin,
temperamen, faktor – faktor genetik, dll bahkan karakteristik kepribadian
introvert-ektrovert, tipe kepribadian bahkan kekebalan dan ketahanan. Kekebalan
dan ketahanan erat kaitannya dengan adanya perasaan mampu menghadapi stres
tiap orang berbeda – beda. Perasaan mampu diartikan kepercayaan seseorang atau
94
kemampuannya menanggulangi situasi penuh stres merupakan faktor utama dalam
menentukan kerasnya tingkat stres (Atkinson dkk, 2010: 231). Tidak semua
penghuni rumah susun Pekunden Semarang memilki kemampuan untuk
menanggulangi situasi penuh stres. Misalnya sebagian penghuni menganggap
bahwa tinggal di lingkungan rumah susun merupakan sebuah stressor, namun
disisi lain banyak penghuni yang tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu
gangguan.
Kemungkinan sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang
sudah terbiasa tinggal di lingkungan rumah susun dengan kondisi yang sesak dan
sudah mempunyai toleransi terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Mereka tidak
menganggap lingkungannya sebagai stressor. Justru dengan mereka tinggal di
rumah susun membuat hubungan mereka dengan tetangga menjadi lebih akrab.
Sears (2007: 231) mengungkapkan bahwa kadang – kadang banyak orang
terasa menyenangkan tetapi biasanya kehadiran mereka memperkuat situasi sosial.
Dengan kata lain, situasi yang pada dasarnya positif akan menjadi semakin positif
bila kepadatan meningkat. Dengan adanya interaksi yang intens dengan
lingkungan sekitar maka akan tercipta sebuah “dukungan masyarakat”. Atkinson
dkk (2010: 232) menyatakan bahwa dukungan masyarakat adalah dukungan
emosional dan adanya perhatian orang lain yang dapat membuat orang tahan
menghadapi stres. Studi – studi menunjukkan bahwa orang – orang dengan
banyak hubungan kemasyarakatan (perkawinan, kawan dekat dan kerabat,
keanggotaan keagamaan dan perkumpulan kelompok lainnya) cenderung dapat
hidup lebih lama dan lebih sedikit menjadi mangsa penyakit yang berkaitan
95
dengan stres dibandingkan dengan orang – orang yang mempunyai sedikit
dukungan kemasyarakatan (Cobb & Antonovsky dalam Atkinson dkk, 2010: 232).
Selain hal – hal diatas, tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden
Semarang berada dalam kategori sedang dimungkinkan dapat disebabkan karena
studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti hanya dengan menggunakan
wawancara. Peneliti hanya melakukan wawancara dengan 3 (tiga) penghuni
rumah susun sehingga hasil yang didapatkan kurang menggambarkan keadaan
subjek penelitian yang sebenarnya. Mungkin saja, pada saat studi pendahuluan
subjek merasakan gejala – gejala stres, namun pada dasarnya stres bersifat
temporer atau sementara sehingga pada saat penelitian dilakukan gejala – gejala
stres tersebut dapat semakin berkurang.
2) Analisis Deskriptif Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden
Semarang
Kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam
merespon situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan
ini dapat diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini
akan terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan
usaha pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus
menerus dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam
pemenuhan kebutuhan personalnya.
Kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang digambarkan
dalam 3 (tiga) aspek. Aspek pertama adalah aspek situasional. Indikator yang
digunakan untuk mengungkap aspek situasional adalah banyaknya orang yang
96
saling berdekatan, adanya hambatan dalam tujuan atau pekerjaan karena
banyaknya orang disekitar, adanya ruangan yang sempit dimana ada terlalu
banyak orang didekat kita, adanya tujuan yang terhalang oleh serombongan orang
dan adanya gangguan fisik atau perasaan tidak nyaman karena ruang menjadi
berkurang dengan kedatangan tamu atau teman.
Ditinjau dari aspek situasional, secara umum kesesakan pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak
76 orang. Hal ini menunjukkan sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden
Semarang dapat melakukan pekerjaan mereka dan tanpa adanya hambatan dan
gangguan fisik, meski banyak orang disekitar mereka yang mungkin bisa
menghambat pekerjaan atau tujuan. Namun adanya banyak orang disekitar mereka
tidak dapat menjadi penghalang untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan.
Aspek kedua adalah aspek behavioral. Indikator yang digunakan untuk
mengungkap aspek behavioral adalah meninggalkan tempat kejadian, reaksi
individu yang mengarah pada perilaku agresi, menghindari tatapan mata dan
menarik diri dari interaksi sosial. Ditinjau dari aspek behavioral, secara umum
kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam
kategori sedang, yaitu sebanyak 83 orang. Reaksi negatif yang dimunculkan oleh
penghuni rumah susun Pekunden Semarang terhadap kondisi lingkungan mereka
yang sesak berada dalam kategori sedang. Artinya secara umum penghuni rumah
susun Pekunden Semarang tidak memberikan reaksi perilaku yang negatif seperti
menarik diri dari interaksi sosial. Mereka tidak menanggapi kondisi lingkungan
97
mereka yang sesak dengan perilaku yang negatif, justru mereka nyaman dengan
kondisi lingkungannya yang padat dan sesak.
Aspek ketiga adalah aspek emosional. Indikator yang digunakan untuk
mengungkap aspek emosional adalah reaksi negatif terhadap orang lain dan reaksi
yang berhubungan dengan perasaan yang mengacu pada suasana hati. Ditinjau
dari aspek emosional, secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 80 orang. Hal
ini menunjukkan bahwa penghuni rumah susun Pekunden Semarang mampu
mengendalikan emosi yang mereka miliki. Lingkungan yang padat justru
membuat mereka terganggu secara emosi.
Berdasarkan hasil penelitian, jika ditinjau secara umum kesesakan pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hasil
yang didapatkan berbeda dengan fenomena yang peneliti angkat. Berdasarkan
studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara diperkirakan bahwa
penghuni rumah susun Pekunden Semarang mempunyai tingkat kesesakan yang
tinggi, namun hasil penelitian menunjukkan kesesakan penghuni rumah susun
Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Artinya sebagian besar
penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak begitu merasakan kesesakan di
lingkungan mereka tinggal. Kondisi lingkungan yang sesak ternyata tidak menjadi
hambatan dan gangguan mereka dalam melakukan aktivitas. Malah sebaliknya,
sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang merasa nyaman
dengan tempat tinggal mereka.
98
Aspek yang paling tinggi yang berada dalam kategori sedang adalah aspek
emosional. Aspek emosional erat kaitannya dengan perasaan seseorang dan
biasanya bersifat negatif yang mengacu pada suasana hati biasanya suasana hati
yang buruk (Gifford, 1987: 167). Aspek situasional dan behavioral mempunyai
skor yang lebih rendah jika dibandingkan dengan aspek emosional. Hal ini berarti
penghuni rumah susun Pekunden Semarang faktor situasional yaitu banyaknya
orang disekitar mereka tidak menjadi penghalang untuk melakukan aktivitas atau
pekerjaan dan tidak memberikan reaksi perilaku yang negatif.
Baum dan Fisher (dalam Bell, 1976: 215) mengungkapkan bahwa individu
– individu yang tinggal di wilayah kepadatan tinggi akan mengendalikan diri agar
mereka dapat mengurangi rasa sesak dan pengaruh – pengaruh negatif dari
lingkungan. Adanya pengendalian diri ini membuat para penghuni menjadi
terbiasa dengan situasi lingkungannya yang padat.
Penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat melakukan aktivitas
dengan baik dan merasa nyaman tanpa adanya gangguan dan hambatan akibat
kesesakan di lingkungan tempat mereka tinggal. Rasa nyaman dapat timbul
karena adanya proses adaptasi yang mereka lakukan. Iskandar (2012: 46)
menyatakan bahwa adaptasi adalah suatu pergeseran kuantitatif dalam
memberikan penilaian atau respon afeksi sepanjang stimulus yang menerpa
dirinya secara terus menerus. Adaptasi erat kaitannya dengan proses penyesuaian
diri dengan lingkungan. Para penghuni sudah cukup lama tinggal di lingkungan
rumah susun, bahkan sebagian ada yang sudah tinggal di rumah susun sejak lahir.
Hal tersebut tentunya menjadikan para penghuni sudah harus beradaptasi dengan
99
lingkungan rumah susun dalam jangka waktu yang sangat lama. Akibatnya
sekarang mereka sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan rumahnya yang padat
dan sesak.
Selain hal diatas, kondisi sosial rumah susun Pekunden Semarang juga
mempengaruhi. Kondisi sosial dapat mempengaruhi apakah seseorang merasakan
kesesakan atau tidak. Fisher dalam (Bell, 1976: 215) menyatakan bahwa apabila
kita berada di sekitar orang – orang yang kita kenal maka kita tidak akan merasa
sesak, tetapi sebaliknya apabila kita berada diantara orang - orang dimana kita
tidak mengenalnya maka akan timbul sesak pada diri kita. Hasil temuan Evans
(2007: 1) yang meneliti tentang kesesakan dan personal space pada 139
penumpang kereta api komuter, menemukan bahwa duduk terlalu dekat dengan
penumpang lain dalam suasana yang sesak dan padat secara signifikan memicu
timbulnya tiga indikasi stres. Tempat duduk yang padat dan sesak dengan
gangguan dari orang – orang asing lebih memicu timbulnya stres daripada
diantara orang – orang dengan hubungan interpersonal yang positif (Evan, 2007:
3).
Jarak rumah yang berdekatan di rumah susun Pekunden Semarang
membuat para penghuni saling kenal dan menumbuhkan rasa kekeluargaan
diantara mereka. Berdasarkan observasi penulis, interaksi antar warga terjalin
dengan sangat baik, yang terlihat dari kebiasaan warga di sore hari yang senang
berkumpul dan berbincang – bincang di halaman depan rumah mereka. Meskipun
bukan saudara tetapi jarak rumah yang berdekatan membuat sesama penghuni
menjadi seperti keluarga. Mereka tidak lagi menganggap tetangganya sebagai
100
orang lain. Hubungan di lingkungan sosial menjadi lebih akrab dan interaksi
sosial menjadi intens, akibatnya para penghuni sudah tidak lagi merasakan
kesesakan.
Epstein dalam Sears (2007: 234) menyatakan bahwa pengaruh negatif dari
kepadatan tempat tinggal tidak akan terjadi bila penghuni mempunyai sikap
kooperatif dan tingkat kendali tertentu. Dijelaskan oleh Eipstein bahwa sebuah
keluarga tidak banyak mengalami kesesakan rumah, mungkin karena mereka
mampu mengendalikan rumah mereka dan mempunyai pola interaksi yang dapat
meminimalkan timbulnya masalah tempat tinggal berkepadatan tinggi dan
sebaliknya apabila kurang mampu mengendalikan lingkungan dan hanya memiliki
sedikit motivasi untuk bekerja sama menunjukkan pengaruh negatif tempat
tinggal berkepadatan tinggi.
Selain faktor diatas, perbedaan jenis kelamin subjek penelitian juga dapat
mempengaruhi kesesakan. Karena sebagian besar subjek dalam penelitian ini
adalah wanita, maka sangat memungkinkan kesesakan pada penghuni rumah
susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa pria lebih banyak dipengaruhi oleh kepadatan tinggi
dibandingkan wanita (Sears, 2007: 237). Dalam penelitian Freedman dkk
disimpulkan bahwa pria cenderung memberikan respon yang lebih kompetitif dan
hukuman yang lebih berat dalam kondisi kepadatan. Dan sebaliknya wanita
kurang kompetitif dan memberikan hukuman yang lebih ringan dalam kondisi
kepadatan tinggi. Penelitian lain juga menyimpulkan adanya perbedaan jenis
kelamin dalam respon terhadap kesesakan, tetapi pengaruhnya sama sekali tidak
101
konsisten. Stokols dkk dalam (Sears, 2007: 238) menyatakan sebagian besar
penelitian menunjukkan pria lebih peka terhadap kepadatan dibandingkan wanita
dan pria cenderung memberikan respon yang lebih negatif.
4.5.2
Pembahasan Analisis Inferensial Kesesakan dengan Tingkat Stres
Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, hipotesis penelitian yang
berbunyi “Ada korelasi positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang” dinyatakan diterima dengan
koefisien korelasi sebesar 0,688. Angka tersebut mengandung arti bahwa
kesesakan memberikan sumbangan efektif sebesar 68,80 % terhadap tingkat stres.
Kondisi ini mengindikasikan tingkat konsistensi tingkat stres dapat diprediksi
sebesar 68,8 % oleh kesesakan, sedangkan 31,20% ditentukan oleh faktor-faktor
lain yang diungkapkan dalam penelitian ini, seperti variabel dalam kondisi
individu, karakteristik kepribadian, variabel sosial – kognitif, strategi coping,
hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, dan integrasi
dalam jaringan sosial
Nilai signifikansi pada penelitian ini adalah positif, yang berarti bahwa ada
hubungan positif yang signifikan antara kesesakan dengan tingkat stres. Dalam
hal ini, semakin tinggi kesesakan maka semakin tinggi pula tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang.
Berdasarkan hasil penelitian, salah satu hal yang dapat memunculkan
tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang adalah kesesakan.
Kesesakan dipandang sebagai pemicu timbulnya tingkat stres psikologis pada
102
penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Kesesakan mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap orang – orang yang tinggal di lingkungan yang padat
penduduk seperti di rumah susun. Kepadatan tinggi merupakan stressor
lingkungan pemicu timbulnya stres. Hasil beberapa penelitian telah menunjukkan
bahwa adanya hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres. Salah satunya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Tripathi (dalam Hermawan, 2014: 3) yang
meneliti tentang pengaruh high density pada crowding stress dan interpersonal
attraction. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kepadatan yang tinggi (high
density) berasosiasi dengan semakin besarnya crowding stress dan semakin kecil
interpersonal attraction daripada dalam situasi dengan kepadatan yang rendah
(low-density).
Penelitian yang dilakukan Karlin dkk dalam Sears (2007: 234)
membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan
mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar, semuanya dalam kamar yang
dirancang untuk dua orang. Mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar
melaporkan adanya stres dan kekecewaan yang secara signifikan lebih besar
dibandingkan dengan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar.
D’Atri (dalam Sears, 2007: 234) mengungkapkan penelitian yang
dilakukan terhadap penghuni penjara juga memberikan bukti tentang pengaruh
kepadatan tempat tinggal. Tahanan yang ditempatkan seorang diri di dalam sel
ternyata memiliki tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan tahanan yang
tinggal di dalam sel bertipe asrama.
103
Hasil yang serupa diungkapkan oleh Rini (2006: 1) dalam penelitiannya
tentang kesesakan dan stres yang meneliti mengenai hubungan antara kesesakan
dengan tingkat stres. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara kesesakan dengan stres pada penduduk musiman.
Penelitian serupa dilakukan oleh Haryanto (1996: 1) yang menghasilkan temuan
yang sama yaitu ada hubungan positif antara kepadatan dan kesesakan dengan
stres pada remaja di pemukiman padat. Kepadatan dan kesesakan memberikan
sumbangan secara bersama – sama terhadap stres sebesar 17%.
Wrightman dan Deaux dalam Dewi (2008: 10) menyatakan bahwa stres
dan segala bentuk macam gangguan psikis lainnya dapat disebabkan oleh suasana
yang padat sesak, sehingga kondisi psikologis yang negatif mudah timbul.Tinggal
dalam lingkungan sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dan berpenghuni
padat seperti di rumah susun dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak
nyaman sehingga dapat membuat seseorang mengalami stres. Hal ini dikarenakan
mereka yang tinggal di kawasan tersebut memiliki penilaian yang negatif terhadap
lingkungan tempat mereka tinggal padat dan sesak (Hermawan, 2014: 2).
Rumah susun merupakan tempat hunian yang jumlah penghuninya relatif
banyak dan ukuran ruang yang relatif sempit. Berdasarkan studi pendahuluan,
diketahui bahwa terdapat beberapa rumah susun Pekunden Semarang yang terlalu
sesak. Selain itu kondisi lingkungan, ketersediaan sarana dan prasarana juga
relatif kurang. Akibatnya terjadinya penurrunan kualitas secara terus menerus dan
pada akhirnya membuat para penghuni rumah susun Pekunden Semarang menjadi
104
tidak nyaman. Bukan saja mengganggu secara fisik, tetapi juga ikut
mempengaruhi keadaan psikis para penghuni rumah susun.
Kepadatan tinggi merupakan stresor lingkungan yang menyebabkan stres.
Iskandar (dalam Hermawan, 2014: 3) mengatakan bahwa seseorang yang menilai
kepadatan sebagai hal negatif, akan dirasakan sebagai hal yang tidak nyaman dan
dengan munculnya perasaan negatif akibat kepadatan yang tidak membuat rasa
nyaman, akan meningkatkan denyut jantung. Meningkatnya denyut jantung
merupakan salah satu respon terhadap stres (stress responses) yang dapat menjadi
indikator seseorang mengalami stres.
Berdasarkan hasil penelitian, penghuni rumah susun Pekunden Semarang
mengindikasikan dirinya mengalami stres yang diakibatkan oleh kesesakan.
Mereka menjadi mudah marah, jengkel atau kesal ketika banyak orang
disekitarnya, mudah cemas, mudah tersinggung, sering gugup bahkan mudah
tegang dan takut. Selain itu, penghuni disana sering mengalami masalah tidur
yang merupakan gejala fisik dari stres. Tidak jarang ada pula yang menarik diri
dari pergaulan dan mudah bertengkar dengan tetangga. Kondisi lingkungan di
rumah susun Pekunden Semarang cukup padat dan sesak dan dinilai sebagai
stresor atau stimulus lingkungan yang dapat menyebabkan stres pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang
Tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang dalam
kategori sedang atau cukup. Adapun gejala stres yang paling nampak
mengindikasikan tingkatan stres dalam kategori sedang adalah gejala fisik atau
badan dengan indikator seperti adanya gangguan tidur, sakit kepala, selera makan
105
berubah – ubah, mual dan muntah, adanya tekanan darah tinggi bahkan jantung
berdebar – debar. Munculnya gejala stres terjadi bila individu tidak dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya sehingga individu akan merasa
tertekan dan terganggu secara fisik dan psikis.
Hal ini dijelaskan Baum (dalam Dewi, 2008: 11 ) mengatakan bahwa
peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan
individu dapat menyebabkan stres. Tinggal dalam lingkungan sempit dengan tata
ruang yang tidak teratur dan berpenghuni padat dapat membuat perasaan
seseorang menjadi tidak nyaman sehingga dapat membuat seseorang mengalami
stres.
Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa ada korelasi positif antara
kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang.
4.6
Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yang disebabkan antara lain sebagai
berikut:
a. Studi pendahuluan dilakukan hanya dengan wawancara dengan tiga orang
penghuni rumah susun sehingga jumlah maksimal dan minimal anggota
keluarga di tiap rumah tidak terwakili dalam studi pendahuluan. Hasil studi
pendahuluan kurang menggambarkan keadaan sebenarnya dari seluruh
penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Hal ini mengakibatkan hasil
penelitian tidak sama dengan fenomena awal.
106
b. Pengumpulan data memerlukan banyak waktu karena tidak semua penghuni
rumah susun bersedia untuk mengisi skala penelitian di hari yang sama saat
skala tersebut dibagikan.
c. Generalisasi dari hasil penelitian ini hanya terbatas pada populasi tempat
penelitian yaitu rumah susun Pekunden Semarang sehingga hasil penelitian
tidak dapat diterapkan dalam ruang lingkup yang lebih luas dengan jumlah
sampel penelitian yang lebih banyak dan dengan karakteristik yang berbeda.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan, antara lain:
1. Gambaran umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden
Semarang berada dalam kategori sedang. Sedangkan kesesakan pada penghuni
rumah susun Pekunden Semarang juga berada dalam kategori sedang
2. Terdapat hubungan positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada
penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Dalam hal ini, semakin tinggi
kesesakan maka semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah susun
Pekunden Semarang”.
5.2
Saran
Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, analisis data, dan kesimpulan,
maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang
Bagi para penghuni rumah susun Pekunden Semarang disarankan untuk dapat
mencoba menerima segala kondisi yang ada sehingga dengan mudah dapat
beradaptasi dengan lingkungan sehingga kesesakan yang dirasakan dapat
ditekan serendah mungkin. Selain itu diharapkan untuk para penghuni rumah
susun untuk lebih meningkatkan interaksi sosial antar penghuni sehingga
terbentuk rasa nyaman selama tinggal di rumah susun.
107
108
2.
Bagi Pemerintah
Bagi pemerintah disarankan untuk membatasi jumlah penghuni di tiap – tiap
tipe dan dalam pembangunan rumah susun yang selanjutnya diharapkan
untuk memperhitungkan batas toleransi kesesakan maksimal yang dapat
diterima seseorang.
3.
Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti maupun mengembangkan
penelitian serupa mengenai tingkat stres dan kesesesakan, diharapkan untuk
memperluas ruang lingkup, misalnya dengan memperluas populasi atau
menambah variabel-variabel lain, sehingga hasil yang didapatkan lebih
komprehensif.
109
DAFTAR PUSTAKA
Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta : PT Rineka Cipta
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E. 2010. Pengantar Psikologi Jilid 2.
Jakarta : Erlangga
Altman, I. 1975. The Enviromental and Social Behaviour. Monterey California
Brooks Cole Publishing Company
Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Sigma Alpha
_______, 2013. Metode Penelitian.Yogyakarta : Sigma Alpha
Baum, Andrew. 1979. Architectural Mediation Of Residential Density And
Control : Crowding And The Regulation Of Social Contact. Advances In
Experimental Social Psychology. Vol 12. Maryland : Uniformed Service
University Of The Healt Sciences Bethesda.
Baron, R. A. 2004. Social Psychology. Boston : Pearson Education.
Bell, P. A. 1976. Environmental Psychology. Fort Worth : Harcourt Brace College
Publishers.
Davidoff, L.L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga.
Dewi, A. T. 2008. Stres Pada Penghuni Rumah Susun Ditinjau Dari Kecerdasan
Emosional. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata.
Evans, G. W. 2007. Crowding And Personal Space Invasion On The Train :
Please Don’t Make Me Sit In The Middle. Journal of Enviromental
PsychologyNo.27 Vol.90-94. New York : Cornell University.
Feldman, S. R. 2012. Pengantar Psikologi : Understanding Psychology. Jakarta :
Salemba Humanika.
Gifford, R. 1987. Enviromental Psychology : Principles and Practice. Boston :
Allyn and Bacon. Inc.
Hadi. S. 1995. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta : Andi.
110
Handoko, H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta : BPFE
Hardjana. A. M. 1994. Stres Tanpa Distres : Seni Mengolah Stres. Yogyakarta :
Kanisius.
Haryanto. 1996. Hubungan Kepadatan dan Kesesakan dengan Stres dan Intensi
Prososial Pada Remaja di Pemukiman Padat. Jurnal Psikologika. No.1.
Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada.
Hasnida. 2002. Crowding (Kesesakan) Dan Density (Kepadatan). Jurnal
Psikologi : Universitas Sumatera Utara.
Halim, DK. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta : Bumi Aksara.
Hermawan, C. P. 2014. Studi Mengenai Gambaran Crowding Stress Pada Warga
Berusia Remaja Di Pemukiman Padat Penduduk Kelurahan Babakan Asih
Kota Bandung. Jurnal Psikologi : Universitas Padjajaran.
Holander, E.P. 1981. Principle and Method of Social Psychology. New York :
Oxford University Press.
Iskandar, Z. 2012. Psikologi Lingkungan. Bandung : PT Refika Aditama
Kusuma, P. & Gusniarti. 2008. Hubungan Antara Penyesuaian Diri, Sosial dengan
Stres Pada Siswa Ekselerasi Gifted. Junal Psikologi. Vol.22. Yogyakarta :
Universitas Islam Indonesia
Markam, S & Slamet, S. 2008. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Permitasari, I. R. A. 2006. Hubungan Antara Kesesakan Dengan Kecenderungan
Perilaku Agresif Pada Remaja Awal di Kelurahan Bandarharjo Semarang
Utara. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Prabowo, Sumbodo. 1999. Persiapan Menghuni Rumah Susun : Ancangan
Psikologi Lingkungan. Pranata Edisi Khusus.
Purwanto, Edy. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang : Universitas
Negeri Semarang,
Rini, Y. S. 2006. Hubungan Antara Kesesakan Dengan Tingkat Stres (Studi Pada
Penduduk Musiman di Kelurahan Cipto Mulyo). Disertasi. Universitas
Muhammadiyah Malang.
Rustiana, E. 2006. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo
Sarwono, S. W. 1995. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo
111
Sears, D. O. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo
Stokols, Daniel. 1972. On The Distinction Between Density And Crowding: Some
Implications For Future Research. Psychological Review. 3 : 275-277
Suryabrata, Sumadi. 2010. Metode Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.
Bandung : Alfabeta.
Sundroms, Eric. 1975. An Experimental Study Of Crowding: Effects of Room
Size, Intrusion, and Goal Blocking on Nonverbal Behavior, Self Disclosure,
and Self Reported Stress. Journal of Personality and Social Psychology.
Vol.32 No.4. Tennessee : University of Tennessee
Yudha, T. Putu. 2005. Hubungan Antara Kesesakan Dan Konsep Diri Dengan
Intensi Perilaku Agresi : Studi Pada Remaja Pemukiman Kumuh Kelurahan
Angke Jakarta Barat. Jurnal Psikologi. Vol.3 No.1. Jakarta : Universitas
Tarumanegara.
112
LAMPIRAN 1
SKALA PENELITIAN
113
SKALA PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI
SEMARANG
2015
114
Saya adalah mahasiswa jurusan Psikologi Universitas Negeri
Semarang yang sedang melakukan penelitian. Data penelitian ini
bersumber pada hasil dari skala yang Anda jawab.
Dalam penelitian ini terdapat dua macam skala dengan sejumlah
pernyataan. Setiap jawaban tidak bernilai salah, melainkan bernilai
benar jika jawaban tersebut sesuai dengan kondisi anda yang
sebenarnya. Identitas Anda dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.
Peneliti menghargai kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam
menjawab pernyataan pada skala-skala ini sesuai dengan petunjuk
yang diberikan. Atas pasrtisipasinya, saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya,
Astriana Erlinda
Selamat Mengerjakan
115
Identitas Responden
Nama
:
Usia
:
Alamat (RT/RW)
:
Petunjuk Pengisian Skala
Bacalah setiap pernyataan berikut ini dengan seksama. Anda diminta
untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai
dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist ()pada salah
satu pilihan jawaban yang telah tersedia, yaitu:
SS
: Jika pernyataan tersebut Sangat Setuju anda alami/ rasakan
S
: Jika pernyataan tersebut Setujuanda alami/ rasakan
N
: Jika pernyataan tersebut Netral anda alami/ rasakan
TS
: Jika pernyataan tersebut Tidak Setujuanda alami/ rasakan
STS : Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Setujuanda alami/
rasakan
Skala 1
No
Pernyataan
SS
1
2
3
Saya menjadi mudah marah dan jengkel
apabila ada tetangga yang berteriak-teriak
Dengan mudahnya saya memutuskan hal
mana yang seharusnya menjadi prioritas.
Beberapa hari terakhir, saya merasa daya
ingat saya menurun.
Jawaban
S
N TS STS
116
No Pernyataan
4
Nafsu makan saya cenderung stabil.
5
Tensi saya cenderung tinggi selama tinggal
di rumah susun.
Saya merasa jantung saya sering berdebar –
debar.
Peristiwa sekecil apapun membuat saya
mudah bertengkar.
6
7
8
Akhir – akhir ini saya merasa kecewa
dengan keadaan rumah saya.
9
Tidak ada halangan bagi saya untuk fokus
terhadap suatu hal meskipun tinggal di
rumah susun yang padat penghuninya.
10 Saya sering melamunkan hal – hal yang
tidak begitu penting.
11 Suasana hati saya mudah berubah – ubah
(cepat senang, cepat sedih, cepat muram,
bahkan cepat tertawa)
12 Akhir – akhir ini saya sering mengalami
gangguan pencernaan seperti sakit perut.
13 Saya selalu menerima kedatangan tetangga
baru.
14 Saya cenderung mengasingkan diri (tidak
mau terlibat) dengan kegiatan apapun di
rumah susun.
15 Saat terjadi keributan, saya tidak
menyalahkan orang lain tanpa alasan.
16 Saya sering gelisah selama tinggal di rumah
susun.
17 Setiap mendengar keributan saya merasa
cemas dan khawatir.
18 Tidak ada masalah yang membuat saya
menjadi tegang dan takut.
SS
S
N
TS STS
117
No Pernyataan
19 Dalam sehari banyak hal yang selalu saya
pikirkan.
20 Belakangan ini, saya dapat tidur dengan
nyeyak meski tidur bersama dengan banyak
orang.
21 Jika saya berada di rumah, saya tidak bisa
melakukan pekerjaan dan menyelesaikan
tugas dengan maksimal.
22 Saya selalu bersemangat dalam beraktivitas.
23 Saya tidak pernah merasakan panas dan
nyeri di dada.
24 Saya tidak mempunyai hubungan dekat
dengan tetangga.
25 Saya selalu memberi salam saat bertemu
dengan tetangga meski kami tidak akrab.
26 Saya merasa pusing apabila ada banyak
orang di sekitar saya.
27 Saya tidak pernah mengalami sakit bahu dan
punggung.
28 Saya mudah tersinggung jika ada tetangga
yang berbisik-bisik di depan saya.
29 Saya tidak pernah merasa mual dan muntah
saat berada di rumah.
30 Saya mempunyai banyak teman di
lingkungan rumah susun.
SS
S
N
TS STS
118
Petunjuk Pengisian Skala
Bacalah setiap pernyataan berikut ini dengan seksama. Anda diminta
untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai
dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist (  ) pada
salah satu pilihan jawaban yang telah tersedia, yaitu:
SS
: Jika pernyataan tersebut Sangat Setuju anda alami/ rasakan
S
: Jika pernyataan tersebut Setujuanda alami/ rasakan
N
: Jika pernyataan tersebut Netral anda alami/ rasakan
TS
: Jika pernyataan tersebut Tidak Setujuanda alami/ rasakan
STS : Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Setujuanda alami/
rasakan
Skala 2
No
Pernyataan
SS
1
Saya merasa rumah yang saya tempati sudah
terlalu sesak dengan banyaknya anggota
keluarga.
2
Walaupun jumlah penghuni di kamar saya
banyak, saya merasakan kamar saya cukup
memadai.
3
Saya mencoba untuk bersikap tenang dalam
pertengkaran sekalipun.
4
Saya akan berteriak menyuruh tetangga saya
diam dan tenang jika mereka mulai ribut dan
berisik.
5
Saya tidak bisa menyelesaikan tugas rumah /
sekolah atau kantor jika semua anggota
keluarga berada di rumah.
Jawaban
S
N TS STS
119
No Pernyataan
6
Saya merasa nyaman dengan keberadaan
banyak orang disekitar saya.
7
Keributan anggota keluarga atau tetangga
membuat saya cepat kesal dan marah.
8
Lingkungan tempat tinggal yang padat
membuat hubungan saya dengan tetangga
menjadi lebih akrab.
9
Saya kesulitan melakukan pekerjaan dan
mengerjakan tugas dengan banyaknya orang
berada di rumah saya.
10 Saya jenuh dengan keadaan rumah saya.
11 Saya dapat tidur dengan nyeyak meski tidur
bersama dengan banyak orang.
12 Saya merasa tidak nyaman di ruangan
manakala ada tamu atau keluarga datang ke
rumah saya.
13 Ketika sedang berbicara, saya jarang
menatap mata teman lawan bicara saya.
14 Keberadaan banyaknya penghuni di dalam
rumah saya tidak mengurangi ketenangan
pribadi saya.
15 Saya suka bergaul dengan banyak orang.
16 Saya merasa tertekan apabila terlalu lama
melakukan aktivitas di dalam rumah.
17 Berapapun jumlah orang yang datang ke
SS
S
N
TS STS
120
rumah, tidak akan mengganggu istirahat
saya.
18 Saya lebih suka memilih untuk melakukan
aktivitas sendiri.
19 Saya tidak segan-segan menegur bahkan
memarahi orang yang menganggu saya.
20 Saya lebih memilih keluar rumah saat mulai
ramai.
Terimakasih..... 
121
LAMPIRAN 2
TABULASI DATA
SKOR PENELITIAN
109
Tabulasi Skor Penelitian Skala Tingkat Stres
sb 1
sb 2
sb 3
sb 4
sb 5
sb 6
sb 7
sb 8
sb 9
sb 10
sb 11
sb 12
sb 13
sb 14
sb 15
sb 16
sb 17
sb 18
sb 19
sb 20
sb 21
sb 22
1
3
1
1
3
3
3
1
3
4
4
4
3
1
5
2
3
3
4
3
1
5
3
2
4
2
2
4
2
4
2
4
2
2
2
4
2
4
3
4
4
2
1
2
1
2
3
2
4
4
4
3
2
4
2
4
4
4
2
4
3
2
1
1
3
3
4
3
2
4
3
2
2
2
2
3
2
3
2
2
2
3
2
1
3
2
2
2
2
2
3
4
5
3
2
2
3
3
3
2
3
4
3
3
3
2
1
4
1
1
3
2
2
2
3
6
2
2
4
3
3
2
4
2
4
3
3
2
4
2
3
3
3
3
2
4
3
2
7
3
2
2
2
2
3
2
3
2
3
4
3
2
4
1
1
3
3
2
2
1
3
8
1
4
4
2
2
1
4
1
3
4
4
1
4
4
1
2
2
3
2
4
3
2
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2
2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 4 3 3 2
2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2
2 2 4 4 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2
3 2 3 3 2 2 4 2 3 3 3 3 3 1 2 3 1
3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2
2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2
3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2
2 2 5 2 2 1 2 4 4 4 1 3 4 2 4 3 2
4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 5 3 4 2 2
4 3 2 4 2 3 2 2 3 4 4 3 2 3 3 2 2
3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2
2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2
1 5 3 2 2 2 2 4 3 3 1 4 4 1 2 2 2
3 2 2 4 3 3 3 3 4 3 2 2 2 4 2 2 3
2 2 1 5 2 1 3 2 1 3 2 2 3 1 3 1 1
3 4 3 5 3 3 1 3 3 3 3 1 3 1 3 1 1
3 3 3 4 2 3 3 3 2 2 4 3 2 2 2 2 4
2 2 3 2 3 3 1 2 3 2 4 3 3 2 2 4 2
2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2
3 2 1 3 1 1 1 5 5 5 5 5 1 1 3 5 1
3 2 2 1 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 1
26 27 28 29 30 Jumlah
2 5 1 3 1
82
2 4 2 4 2
77
3 3 3 3 2
77
2 4 2 4 2
81
2 3 2 3 1
74
2 5 1 3 1
82
2 4 2 4 2
77
2 5 1 3 1
82
4 4 4 4 1
89
3 4 2 4 2
105
2 3 2 4 1
86
2 5 1 3 1
82
2 4 2 4 2
77
2 2 4 2 2
79
3 4 3 4 3
83
1 3 2 2 1
61
1 3 2 2 1
72
3 3 3 2 2
83
3 2 2 2 3
72
2 4 2 3 2
76
3 5 5 3 3
88
4 3 2 3 1
74
123
sb 23
sb 24
sb 25
sb 26
sb 27
sb 28
sb 29
sb 30
sb 31
sb 32
sb 33
sb 34
sb 35
sb 36
sb 37
sb 38
sb 39
sb 40
sb 41
sb 42
sb 43
sb 44
sb 45
sb 46
sb 47
3
3
2
4
3
3
2
3
2
3
2
3
2
2
1
2
4
4
5
3
1
2
3
2
3
3
2
4
4
4
4
5
2
3
3
1
2
1
2
3
1
4
4
2
3
2
3
2
3
2
4
2
1
2
4
2
2
2
4
3
2
3
2
3
3
2
2
2
4
3
2
1
4
2
2
3
3
1
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
4
5
2
3
2
3
4
1
2
2
2
2
4
1
2
2
1
2
1
2
2
2
1
3
2
1
2
3
2
3
1
2
1
2
2
2
2
3
1
2
2
3
2
2
2
2
2
2
5
2
2
1
3
2
3
3
3
1
4
1
1
1
3
4
3
2
3
2
2
2
2
4
2
1
4
2
1
1
1
2
4
2
1
2
2
2
1
4
3
4
1
3
1
2
3
1
2
2
2
2
2
1
3
2
1
5
3
1
4
1
1
1
2
5
3
1
3
1
2
3
1
4
2
2
3
2
3
3
3
1
3
2
4
2
2
2
2
2
3
3
2
2
2
1
4
2
2
2
4
3
2
2
2
4
3
4
2
1
3
2
2
2
4
3
3
2
3
2
2
3
2
3
2
3
3
1
2
1
3
4
3
1
1
2
2
2
2
3
4
3
1
3
1
4
2
1
2
2
2
3
1
2
1
2
2
3
3
3
2
2
3
2
2
1
5
2
2
2
1
3
2
2
2
3
3
2
2
2
2
2
5
2
5
2
2
2
2
1
4
4
1
2
1
1
2
1
2
1
2
3
4
1
1
2
2
5
3
2
2
3
3
3
4
3
1
1
5
1
1
2
1
2
2
4
2
4
3
2
4
2
5
2
1
2
2
1
1
1
5
4
1
1
1
1
4
1
2
1
4
3
2
2
2
2
2
5
2
4
4
2
2
2
4
4
4
3
2
3
4
4
3
4
2
4
3
2
2
4
3
3
3
3
5
2
1
1
1
1
3
2
2
4
2
2
3
2
2
4
4
3
2
3
4
3
3
3
3
5
4
3
3
3
1
5
2
2
3
4
2
2
4
4
4
1
2
2
2
2
3
3
5
3
5
4
3
3
3
2
3
5
2
3
2
2
3
2
4
4
4
3
2
4
5
2
2
5
2
1
2
2
2
3
3
1
3
2
3
2
1
2
2
2
1
2
2
4
3
1
1
2
1
3
1
2
2
2
2
1
2
3
1
1
1
1
1
1
2
1
2
2
2
1
2
3
2
4
3
1
4
2
2
2
3
4
3
2
3
2
3
2
2
4
4
4
3
2
4
2
4
3
3
2
2
2
3
3
3
1
3
1
2
3
2
3
2
2
2
4
3
3
5
1
2
2
1
3
4
1
2
1
1
1
1
2
3
1
2
1
2
1
1
2
2
2
3
1
5
2
2
2
2
4
2
2
3
3
2
5
3
3
2
3
2
2
2
2
2
2
2
2
5
2
4
4
2
2
3
1
4
2
2
2
3
5
3
2
3
2
3
2
2
4
4
4
3
2
4
4
3
3
2
2
5
4
1
2
3
4
2
2
2
2
2
2
2
2
4
2
2
2
4
4
2
2
2
3
3
5
2
2
2
2
3
4
3
2
2
2
3
2
2
2
4
1
4
3
2
2
3
3
1
1
2
1
3
1
1
1
3
3
1
2
1
1
1
1
2
2
3
3
3
2
2
2
1
99
77
70
81
66
63
62
75
92
88
51
77
53
60
70
53
81
73
86
83
73
72
73
76
68
124
sb 48
sb 49
sb 50
sb 51
sb 52
sb 53
sb 54
sb 55
sb 56
sb 57
sb 58
sb 59
sb 60
sb 61
sb 62
sb 63
sb 64
sb 65
sb 66
sb 67
sb 68
sb 69
sb 70
sb 71
sb 72
3
2
3
1
2
2
2
3
4
3
3
5
5
5
3
3
3
1
3
5
3
4
5
2
2
1
2
3
5
3
3
2
3
2
2
3
4
2
1
2
2
2
3
2
2
2
3
2
4
4
2
2
3
3
2
2
2
3
2
4
4
2
1
2
4
4
4
1
2
4
4
2
4
4
4
1
2
3
3
3
4
4
2
3
2
3
3
3
2
2
2
2
3
2
2
2
4
2
2
2
1
2
3
1
2
2
2
3
1
2
2
2
3
1
3
2
2
2
2
3
2
2
2
2
3
1
3
2
1
2
2
2
4
1
2
3
2
1
1
3
2
2
2
2
2
2
2
3
1
2
4
2
2
1
1
2
2
4
1
4
3
2
1
1
1
4
1
3
2
5
1
5
4
2
2
3
1
4
4
2
2
2
4
2
4
3
2
3
1
3
4
3
1
3
5
3
3
3
4
2
1
3
2
3
3
3
2
1
3
1
2
4
1
5
3
1
3
2
2
3
3
4
2
2
2
2
3
3
1
4
2
2
2
3
2
3
2
3
1
2
2
2
1
4
5
2
3
4
2
2
2
4
3
1
3
2
2
3
2
2
4
3
4
2
1
2
3
3
4
4
1
3
4
2
2
4
1
3
1
2
2
2
4
1
2
4
2
1
3
1
2
3
2
3
5
1
2
2
1
2
2
2
3
3
2
2
2
2
1
1
3
2
1
2
2
1
1
1
3
1
2
3
2
2
2
4
3
3
1
2
2
2
2
2
1
3
2
5
2
1
1
5
1
1
3
1
2
1
1
1
5
3
2
1
4
2
2
1
3
1
3
4
3
1
2
1
1
1
2
3
2
3
2
2
2
2
1
3
1
2
2
2
2
2
1
3
2
3
2
2
1
1
1
1
3
2
5
1
3
2
3
4
3
4
3
3
4
4
4
3
4
4
5
4
4
3
3
3
4
4
4
5
3
4
3
1
5
3
1
3
3
2
2
3
5
3
2
3
3
4
5
5
1
2
3
4
4
2
1
2
2
2
2
1
3
4
4
2
2
2
2
4
1
2
2
2
2
5
3
4
2
4
2
3
2
2
2
3
2
2
3
3
4
3
1
3
4
1
2
5
1
1
1
2
5
5
3
1
2
4
2
1
2
1
2
2
2
1
2
1
3
2
2
3
1
1
1
2
2
2
1
3
1
4
2
1
2
2
1
3
3
2
2
3
2
2
2
2
3
2
2
2
1
2
4
2
3
2
1
2
1
4
3
1
4
3
4
2
2
4
4
4
1
2
2
4
4
1
3
3
2
4
3
1
4
1
1
3
1
2
2
2
2
1
2
2
2
3
1
2
2
2
1
1
3
2
2
2
1
2
1
2
3
1
2
4
4
2
3
2
2
4
3
2
2
2
1
1
2
4
2
2
1
2
3
1
3
2
2
4
2
2
5
2
3
3
2
4
2
4
3
3
1
2
4
2
4
1
1
2
3
4
3
1
3
3
4
4
2
4
3
4
1
4
4
3
3
1
4
4
4
4
3
1
4
1
3
2
4
2
4
4
2
2
3
3
4
4
3
4
3
1
5
3
1
2
2
3
3
2
5
4
3
2
3
3
3
2
3
4
3
2
1
4
4
3
3
1
4
1
2
5
3
1
4
1
2
4
1
2
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
1
1
1
1
2
2
1
1
1
1
63
75
83
54
77
77
76
79
67
71
87
84
73
69
77
69
70
53
73
99
69
96
71
62
73
125
sb 73
sb 74
sb 75
sb 76
sb 77
sb 78
sb 79
sb 80
sb 81
sb 82
sb 83
sb 84
sb 85
sb 86
sb 87
sb 88
sb 89
sb 90
sb 91
sb 92
sb 93
sb 94
sb 95
sb 96
sb 97
4
3
2
4
4
4
4
2
1
1
1
4
4
4
4
3
4
2
4
1
1
2
4
4
2
1
4
4
3
4
4
2
2
1
2
1
3
3
3
3
3
4
2
5
1
3
3
4
3
4
3
4
3
3
2
3
2
1
2
2
1
2
2
2
2
1
5
2
5
2
3
3
3
3
4
2
4
2
3
2
2
3
2
1
1
1
4
4
3
3
3
3
3
4
1
4
2
4
2
3
3
2
2
3
2
2
1
1
1
2
1
2
2
2
2
2
2
4
3
1
5
1
2
4
5
3
2
2
3
2
2
1
2
1
2
1
2
2
2
2
2
4
2
4
1
4
3
1
3
4
2
5
2
4
4
3
1
1
2
2
1
5
5
4
2
5
3
2
3
3
5
4
5
3
3
4
3
4
1
2
2
2
1
2
2
1
3
3
4
4
5
4
1
4
1
4
3
3
5
3
2
5
2
3
4
2
3
1
5
2
1
4
4
1
2
3
4
3
4
2
4
2
5
2
4
2
1
3
3
2
3
3
2
1
2
1
3
3
2
4
5
2
2
5
1
3
2
4
1
2
1
3
4
3
3
3
2
2
1
2
1
3
2
3
3
4
2
1
4
3
4
1
2
4
2
2
3
2
3
2
3
1
2
1
2
1
2
2
2
2
5
3
3
4
4
4
2
2
3
4
2
5
2
2
2
3
1
1
2
2
1
3
3
2
2
4
3
2
3
5
5
3
3
5
5
1
4
1
1
2
2
2
2
1
2
1
2
2
1
3
5
3
2
4
1
2
4
4
5
2
2
3
1
4
2
3
3
2
1
1
1
3
3
3
1
3
2
2
4
3
4
3
5
4
3
3
3
2
1
2
2
2
1
2
2
2
5
3
2
2
5
4
2
3
5
3
3
3
1
3
4
5
4
3
4
4
4
1
2
1
1
5
2
4
4
3
5
4
5
2
2
1
1
2
1
4
1
1
1
2
3
3
5
4
5
5
4
1
5
2
2
2
2
4
1
1
4
3
1
5
4
3
2
3
4
3
2
5
4
5
5
4
3
2
1
3
1
3
5
2
5
5
4
4
4
4
3
2
4
4
2
3
2
1
2
1
3
2
4
1
3
1
2
5
3
4
2
5
5
4
2
3
3
3
2
2
2
1
1
2
1
3
1
4
4
5
3
4
3
5
3
2
2
5
5
1
3
2
1
2
2
3
1
2
1
1
3
2
2
2
2
2
3
2
3
2
3
5
3
2
4
4
4
1
4
2
3
1
2
1
1
4
4
4
4
3
2
2
1
1
1
2
4
5
1
2
1
1
5
2
3
1
2
1
2
1
2
3
2
2
1
2
2
3
2
3
5
2
5
3
2
4
4
1
2
2
3
1
2
1
1
2
2
4
4
2
4
1
3
3
5
4
2
4
3
2
3
2
3
2
3
2
5
4
1
2
4
2
3
3
3
4
1
4
4
4
3
1
3
4
4
3
2
3
4
4
2
4
4
1
1
4
1
4
4
3
3
3
4
1
3
1
4
1
5
3
3
1
5
4
3
2
1
1
2
1
2
2
1
1
3
5
2
2
2
2
1
4
2
4
4
2
2
3
2
3
3
1
1
2
1
5
5
3
3
3
5
2
4
4
5
3
5
1
4
2
1
2
3
1
3
2
1
1
2
1
1
1
1
1
1
4
2
5
5
4
2
2
5
2
79
93
70
83
80
82
68
56
55
57
40
96
78
83
77
95
95
68
113
73
102
79
98
98
100
126
sb 98
sb 99
sb 100
sb 101
sb 102
sb 103
sb 104
sb 105
sb 106
sb 107
sb 108
sb 109
sb 110
sb 111
sb 112
sb 113
sb 114
sb 115
sb 116
sb 117
sb 118
sb 119
sb 120
sb 121
sb 122
4
4
4
2
4
3
3
4
4
4
2
3
3
2
2
5
4
4
2
2
2
2
5
1
4
3
4
2
4
3
3
2
5
3
3
2
4
4
3
5
5
3
4
2
3
3
2
5
1
5
3
3
2
4
4
4
2
5
3
1
1
4
3
3
4
3
1
3
4
3
4
1
3
1
5
5
2
4
3
2
4
4
2
4
2
5
3
1
2
4
5
2
5
4
2
3
3
5
3
4
4
4
5
1
5
3
2
4
2
5
4
5
2
4
3
4
4
4
1
4
4
3
4
2
2
2
4
5
5
3
2
2
3
4
3
2
4
1
3
2
3
3
3
3
4
4
3
4
1
5
2
3
3
2
4
4
3
3
5
4
3
4
3
4
3
2
4
5
3
3
1
2
4
3
2
4
4
2
2
5
5
4
3
3
2
4
5
2
2
4
3
5
4
1
3
4
4
3
3
4
5
5
3
3
5
5
3
4
3
3
4
2
1
2
4
3
5
4
4
2
5
4
2
2
5
5
5
5
3
3
4
2
2
4
1
2
5
1
4
5
3
2
3
1
2
5
1
3
1
3
3
3
1
4
4
3
2
4
4
1
3
4
4
4
3
2
4
2
1
3
3
1
2
2
3
2
3
4
5
3
3
3
4
3
3
2
4
5
2
4
4
3
4
3
3
2
2
5
1
1
3
4
4
3
3
1
4
5
2
3
1
3
1
3
3
5
4
5
3
4
2
3
5
2
5
5
5
3
1
3
1
5
1
4
5
1
3
3
3
2
4
5
1
2
3
2
2
4
1
4
1
4
2
5
2
3
2
1
2
2
3
2
3
2
4
4
2
5
1
5
3
1
5
1
4
4
4
1
1
4
2
2
3
2
4
3
4
1
3
1
5
4
4
2
2
1
1
3
3
2
4
3
4
1
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
3
4
4
2
3
2
4
4
2
3
5
3
2
3
3
2
4
4
1
5
4
4
5
5
4
2
3
5
3
3
3
3
5
4
3
3
2
4
2
2
5
5
2
2
4
2
4
4
3
2
1
4
4
3
5
2
5
3
4
1
3
1
4
1
2
4
5
4
4
4
5
3
3
1
5
4
5
2
2
1
4
5
2
5
2
1
4
2
4
4
3
3
4
5
3
3
1
4
3
1
5
5
1
1
2
2
1
3
3
1
3
3
2
3
4
3
4
3
5
2
2
1
4
2
3
5
5
3
4
2
4
4
5
4
2
4
2
5
3
3
3
4
2
4
5
1
5
2
3
4
5
5
2
5
2
4
4
1
3
2
5
1
3
2
5
2
5
4
1
4
3
1
2
3
4
4
2
3
5
2
4
3
1
4
3
1
4
3
5
1
4
3
5
3
4
4
3
4
4
2
3
5
3
3
3
2
2
2
5
2
1
3
2
4
3
5
2
2
5
3
5
2
4
3
2
4
2
2
1
1
3
4
2
1
1
2
3
4
2
2
4
3
4
4
3
4
1
5
3
4
3
5
4
2
2
4
5
4
2
1
2
2
4
4
2
4
5
4
4
2
3
5
4
5
3
4
3
5
2
1
4
4
3
5
3
4
5
5
4
2
5
2
3
5
1
5
4
3
5
4
5
2
5
4
1
2
4
1
5
3
3
4
4
4
3
4
1
2
5
3
2
3
5
2
2
5
3
4
2
4
2
5
2
3
1
1
96
108
95
85
109
99
91
105
98
93
82
111
83
90
106
113
102
99
69
90
101
73
112
56
96
127
sb 123
sb 124
sb 125
3
3
4
2
4
3
3
5
3
1
5
4
4
2
4
3
4
2
5
3
2
4
4
3
3
4
4
2
5
1
3
2
1
3
4
5
1
2
5
1
2
5
3
4
3
5
3
5
3
5
2
2
4
4
2
3
4
1
4
1
2
4
2
4
2
3
4
2
3
5
4
4
3
4
5
4
5
2
5
2
1
5
5
3
4
3
4
5
2
4
95
105
96
128
Tabulasi Skor Penelitian Skala Kesesakan
sb 1
sb 2
sb 3
sb 4
sb 5
sb 6
sb 7
sb 8
sb 9
sb 10
sb 11
sb 12
sb 13
sb 14
sb 15
sb 16
sb 17
sb 18
sb 19
sb 20
sb 21
sb 22
1
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
5
3
4
4
3
2
4
5
3
2
3
4
4
2
2
3
4
3
3
3
3
3
4
2
2
2
2
2
2
4
4
3
3
2
2
2
2
3
2
2
2
2
3
3
2
2
1
3
2
2
2
2
2
3
3
4
2
2
2
2
2
2
2
2
4
2
3
2
2
4
3
3
3
4
2
2
3
3
5
1
2
2
4
2
1
2
1
4
2
2
1
2
2
2
3
3
4
3
2
3
2
6
3
2
2
2
3
3
2
3
4
3
2
3
2
1
3
3
3
3
3
2
3
4
7
3
2
2
4
3
3
2
3
4
3
3
3
2
4
3
3
3
3
3
2
5
2
8
2
2
2
2
3
2
2
4
2
2
2
2
2
1
3
2
2
2
4
2
3
2
9
2
4
4
4
3
2
4
2
5
3
3
2
4
5
2
2
2
4
3
4
3
2
10
1
2
2
3
3
1
2
1
4
2
2
1
2
5
3
3
3
3
2
2
3
2
11
2
2
2
2
3
2
2
2
3
2
2
2
4
4
2
3
3
2
3
2
3
4
12
1
2
2
4
2
1
2
1
2
3
3
1
2
5
4
2
2
4
3
2
4
2
13
2
2
2
3
3
2
4
2
3
3
3
2
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
14
4
4
4
2
3
4
2
4
2
3
3
4
4
2
2
3
3
4
2
4
4
2
15
1
2
2
2
3
1
2
1
2
2
2
1
2
1
3
1
1
2
3
2
3
2
16
2
2
2
3
2
2
4
2
2
2
2
2
2
5
3
3
3
2
4
2
3
2
17
3
4
4
2
3
3
4
3
3
3
3
3
4
1
3
4
2
4
2
2
5
3
18
3
4
4
4
2
3
4
3
4
4
2
3
4
5
4
3
3
3
4
4
3
2
19
1
5
5
2
3
2
5
1
4
2
3
2
5
5
4
1
1
4
3
5
5
2
20 Jumlah
1
43
2
55
2
55
2
55
3
54
2
45
2
57
2
46
4
65
4
54
4
53
2
45
2
57
5
65
3
58
3
52
3
50
4
62
4
56
2
53
3
71
1
48
129
sb 23
sb 24
sb 25
sb 26
sb 27
sb 28
sb 29
sb 30
sb 31
sb 32
sb 33
sb 34
sb 35
sb 36
sb 37
sb 38
sb 39
sb 40
sb 41
sb 42
sb 43
sb 44
sb 45
sb 46
sb 47
2
3
5
2
2
2
1
4
3
3
2
1
2
2
2
2
2
2
4
4
2
1
4
3
5
3
3
2
4
2
2
2
2
2
3
2
4
2
3
2
2
4
4
1
4
3
2
4
2
5
4
3
2
2
1
1
1
1
4
2
1
3
1
1
1
1
2
1
2
3
2
2
4
2
2
2
2
4
2
1
1
3
3
4
3
1
1
1
1
1
1
2
2
2
3
2
2
2
2
4
2
2
1
2
3
3
3
3
4
2
2
3
2
1
2
2
2
1
5
2
1
2
2
2
4
1
3
1
4
3
3
3
2
3
3
1
4
1
3
1
1
4
2
3
3
2
3
4
2
2
3
2
4
4
1
1
1
4
4
3
2
3
2
1
2
2
4
2
4
3
2
2
2
3
4
1
2
1
2
2
2
1
2
3
3
1
2
1
3
1
1
2
4
3
3
3
2
2
2
4
2
2
1
2
3
3
3
3
4
3
2
2
2
2
2
2
2
2
4
3
1
1
4
2
5
2
2
1
2
2
1
1
4
3
3
1
5
1
2
1
1
2
2
3
3
1
2
2
2
4
2
3
1
4
3
3
3
2
2
3
2
2
2
3
2
2
4
4
2
3
3
3
4
2
2
2
2
5
2
2
2
2
3
3
3
2
3
2
2
2
2
2
2
4
3
2
2
4
3
4
2
2
5
3
2
2
3
4
1
2
2
2
2
3
2
2
3
2
2
3
2
2
2
4
2
3
2
1
4
2
2
2
2
4
2
2
4
2
2
2
2
4
2
2
2
2
3
4
3
5
1
2
1
3
3
3
1
2
2
3
1
2
1
1
1
1
3
2
3
3
2
2
4
2
2
2
2
1
2
2
2
1
3
4
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
2
1
2
2
5
1
3
5
4
3
4
3
3
4
3
3
2
3
3
3
3
4
2
2
3
2
2
4
3
4
2
2
5
4
2
2
2
3
4
3
3
2
3
2
3
3
3
4
3
4
2
1
2
4
4
3
2
4
4
4
4
4
2
4
4
2
3
2
2
2
2
4
4
2
3
3
4
2
4
4
3
3
1
3
2
2
3
1
2
4
3
2
3
2
3
3
3
1
2
3
3
4
4
3
4
43
47
51
59
45
45
43
53
64
57
37
52
37
41
37
37
58
47
55
61
42
43
62
52
75
130
sb 48
sb 49
sb 50
sb 51
sb 52
sb 53
sb 54
sb 55
sb 56
sb 57
sb 58
sb 59
sb 60
sb 61
sb 62
sb 63
sb 64
sb 65
sb 66
sb 67
sb 68
sb 69
sb 70
sb 71
sb 72
1
4
5
5
3
2
2
3
3
3
3
2
2
4
4
3
5
3
3
3
4
2
3
5
2
1
2
4
4
2
3
3
2
3
3
3
2
2
2
4
3
3
2
2
3
4
2
2
4
2
1
2
2
1
2
3
3
2
3
3
2
2
1
1
4
3
1
1
2
2
4
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
3
2
2
4
4
2
1
4
2
2
4
3
5
4
2
3
2
2
1
2
3
1
2
2
2
4
2
1
4
4
2
2
2
1
1
3
2
4
2
2
2
2
2
1
2
3
4
2
3
3
3
2
2
2
4
3
2
4
2
1
2
1
3
4
4
2
3
2
1
4
3
5
3
2
2
4
3
3
4
4
5
2
2
3
3
5
3
4
2
3
4
2
2
1
1
3
2
2
3
2
2
2
1
2
2
3
4
2
1
1
1
2
3
2
2
2
2
1
1
2
3
2
2
2
2
4
2
2
3
3
5
3
4
2
2
3
2
3
4
3
2
2
3
1
2
3
2
2
2
3
3
3
1
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
4
2
4
4
3
2
2
3
2
3
2
2
2
4
2
2
4
2
2
2
2
4
4
2
1
2
2
1
4
3
4
3
2
2
3
3
1
3
2
3
2
4
1
1
1
2
2
4
3
1
4
2
2
4
3
3
4
2
3
2
2
2
2
2
1
2
2
2
2
2
1
1
2
2
2
2
2
1
3
2
1
3
3
2
2
4
1
3
4
3
3
4
1
1
3
4
2
4
3
2
2
2
1
2
3
1
2
2
2
2
2
1
1
3
1
2
4
1
1
1
2
2
4
2
1
2
2
1
4
3
2
2
2
3
4
3
1
4
2
5
3
2
1
3
2
4
2
2
4
2
2
2
1
2
3
4
3
3
2
3
4
1
2
2
3
3
4
1
1
2
3
3
4
2
2
4
4
5
4
4
4
4
2
3
2
4
2
2
3
4
4
2
2
2
3
4
5
2
4
3
3
3
4
4
3
4
4
3
3
4
4
5
4
4
4
2
2
4
5
5
4
5
2
1
4
2
2
4
4
3
3
4
3
3
2
3
4
2
3
3
4
4
4
4
2
3
5
4
2
3
2
3
35
59
61
56
53
49
49
57
56
41
54
58
56
50
64
40
42
49
51
63
64
49
44
53
44
131
sb 73
sb 74
sb 75
sb 76
sb 77
sb 78
sb 79
sb 80
sb 81
sb 82
sb 83
sb 84
sb 85
sb 86
sb 87
sb 88
sb 89
sb 90
sb 91
sb 92
sb 93
sb 94
sb 95
sb 96
sb 97
3
3
4
4
2
3
3
5
4
5
5
2
2
2
2
1
4
2
4
2
5
1
5
3
2
3
2
2
3
4
2
3
1
2
1
1
2
2
4
4
3
4
3
4
3
4
1
5
4
4
2
2
2
3
2
3
3
1
2
1
1
2
2
3
3
2
4
3
4
5
4
1
5
4
1
2
4
1
5
2
3
2
2
2
2
1
3
2
5
5
2
5
3
4
3
4
1
4
3
2
2
2
1
4
2
3
2
2
2
2
1
3
2
2
2
2
2
2
5
3
3
2
2
3
1
4
3
2
3
4
3
2
2
1
1
1
3
4
1
1
3
4
1
4
2
3
2
4
2
4
4
3
1
1
4
3
3
2
1
2
1
3
3
5
5
2
4
3
3
3
1
3
4
1
2
2
2
2
1
2
2
2
2
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
2
5
2
2
5
4
2
2
2
3
2
3
2
2
1
2
1
3
3
1
1
2
1
2
2
2
1
3
4
5
5
4
3
4
3
2
3
3
2
1
2
1
2
2
1
1
2
5
3
4
1
5
1
1
4
2
4
1
2
5
4
2
2
2
1
1
1
2
2
4
4
3
2
2
3
2
4
1
5
4
4
2
1
3
1
2
2
3
1
1
1
1
3
3
2
2
2
3
1
1
2
4
4
5
3
2
2
2
2
1
3
3
2
1
1
1
1
2
2
3
3
2
5
3
4
2
2
3
5
2
2
2
5
2
2
4
2
4
5
4
4
4
3
3
4
4
2
2
1
5
2
3
2
4
4
4
2
2
2
2
3
3
2
1
1
1
1
2
2
1
1
2
1
3
5
1
4
3
5
2
2
2
3
2
4
2
2
3
2
2
2
2
4
4
5
5
2
4
2
4
4
2
3
4
2
2
4
3
2
1
4
2
4
1
1
1
1
3
3
5
5
3
4
2
3
4
2
2
1
4
2
4
4
3
5
3
3
4
5
4
5
5
4
4
4
4
3
2
3
3
2
3
3
3
2
4
4
2
1
5
4
3
3
1
3
1
1
1
1
5
5
3
5
1
2
5
4
3
5
2
4
2
3
2
5
3
3
4
1
2
1
2
2
2
4
4
3
4
2
3
3
4
2
4
3
5
56
52
42
61
58
53
56
41
37
37
33
51
50
63
63
46
67
44
70
53
67
43
77
62
58
132
sb 98
sb 99
sb 100
sb 101
sb 102
sb 103
sb 104
sb 105
sb 106
sb 107
sb 108
sb 109
sb 110
sb 111
sb 112
sb 113
sb 114
sb 115
sb 116
sb 117
sb 118
sb 119
sb 120
sb 121
sb 122
3
4
3
4
4
1
2
5
2
5
2
4
1
2
3
4
5
3
1
2
1
4
5
3
4
3
5
3
4
3
3
3
5
3
5
2
4
1
4
3
5
5
4
1
2
1
5
2
4
4
4
5
3
5
3
2
3
5
2
3
4
4
1
3
4
2
4
4
1
2
2
3
4
4
4
4
4
3
3
2
3
3
5
2
4
3
4
1
4
4
4
5
2
1
4
4
4
4
1
4
2
5
2
3
4
2
3
3
3
4
3
5
1
4
2
4
4
4
1
3
5
4
2
3
5
5
4
2
3
3
2
4
4
4
3
3
4
3
3
4
4
2
5
4
4
4
2
5
4
5
5
3
2
3
3
1
3
5
3
5
1
5
2
4
2
5
4
4
4
2
4
2
3
2
4
1
4
2
3
4
2
4
5
4
4
2
4
3
4
4
1
5
4
4
4
4
4
2
3
3
4
5
2
2
4
3
4
4
4
4
2
3
3
3
4
5
4
1
2
4
4
5
5
4
2
5
4
2
2
3
2
4
4
3
5
1
4
2
2
4
5
4
4
4
4
4
4
1
1
4
4
3
3
2
3
2
5
4
3
5
1
4
1
3
2
5
1
1
2
2
2
2
4
2
5
4
5
1
2
3
1
3
3
1
5
1
3
3
2
4
5
4
4
2
4
4
5
4
4
4
3
4
4
4
4
2
2
4
3
5
2
4
2
3
5
4
1
5
2
2
2
5
5
3
4
4
2
4
2
4
3
5
5
4
3
2
5
2
4
1
2
4
4
1
2
3
4
3
3
5
3
4
2
1
4
3
1
5
3
4
2
1
1
4
5
5
5
1
2
2
4
2
4
4
4
3
2
3
2
3
2
5
4
4
3
1
3
1
3
5
5
4
4
1
4
3
1
2
5
3
2
4
3
2
4
3
5
4
3
3
2
5
3
5
4
4
1
4
2
4
4
3
3
1
5
2
5
5
1
1
4
3
5
3
4
3
4
4
4
5
5
5
5
2
2
4
5
2
1
5
4
4
1
2
5
5
2
4
4
2
1
4
4
4
4
4
4
2
1
5
5
4
4
3
4
2
4
3
1
5
5
3
3
3
4
1
4
3
3
4
4
4
2
2
5
2
5
5
5
5
67
80
53
51
69
51
67
86
61
80
39
78
42
68
73
82
75
67
40
63
66
73
69
60
83
133
sb 123
sb 124
sb 125
4
3
3
3
2
4
3
1
4
4
1
3
4
5
2
5
4
5
5
4
2
4
3
3
4
4
4
4
5
4
5
3
1
3
4
3
5
3
3
3
4
3
3
4
4
4
5
1
5
2
3
3
5
5
3
3
3
4
5
4
78
70
64
109
LAMPIRAN 3
HASIL UJI VALIDITAS
DAN RELIABILITAS
135
HASIL UJI VALIDITAS SKALA TINGKAT STRES
VAR00001
VAR00002
VAR00003
VAR00004
Pearson
Correlation
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
VAR00007
VAR00008
**
,000
N
125
Pearson
Correlation
,429
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
N
VAR00006
,445
Sig. (2tailed)
Sig. (2tailed)
VAR00005
Total
**
,471
Pearson
Correlation
,442
**
,000
125
,597
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,475
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,500
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
Sig. (2tailed)
,534
**
,000
136
N
VAR00009
Pearson
Correlation
Sig. (2tailed)
N
VAR00010
VAR00011
VAR00012
VAR00013
Pearson
Correlation
VAR00016
**
,000
125
,491
**
,000
N
125
Pearson
Correlation
,356
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,524
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
N
VAR00015
,556
Sig. (2tailed)
Sig. (2tailed)
VAR00014
125
Pearson
Correlation
,521
**
,000
125
,470
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,434
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,534
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
137
VAR00017
VAR00018
VAR00019
VAR00020
VAR00021
VAR00022
Pearson
Correlation
,002
N
125
Pearson
Correlation
,118
Sig. (2tailed)
,188
N
125
Pearson
Correlation
,171
Sig. (2tailed)
,057
N
125
Pearson
Correlation
VAR00025
,467
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,440
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
N
VAR00024
**
Sig. (2tailed)
Sig. (2tailed)
VAR00023
,271
Pearson
Correlation
,568
**
,000
125
,406
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,356
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,570
**
138
VAR00026
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
Sig. (2tailed)
N
VAR00027
VAR00028
VAR00029
VAR00030
Total
Pearson
Correlation
,330
**
,000
125
,374
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,339
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,464
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,543
**
Sig. (2tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
1
Sig. (2tailed)
N
125
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
139
HASIL UJI RELIABILITAS SKALA TINGKAT STRES
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
,865
N of
Items
28
HASIL UJI VALIDITAS SKALA KESESAKAN
Correlations
VAR00001
VAR00002
VAR00003
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
N
125
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
**
,000
125
,670
**
,000
N
125
Pearson
Correlation
N
VAR00007
,559
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
VAR00006
**
,000
N
VAR00005
,617
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
VAR00004
Total
**
,385
Pearson
Correlation
,625
**
,000
125
,545
**
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
,527
**
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
140
VAR00008
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
VAR00009
VAR00010
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
**
,643
**
,000
125
,542
**
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
,390
**
,000
125
,643
**
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
Pearson
Correlation
,522
**
,000
125
,457
**
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
VAR00019
125
,506
125
N
VAR00018
,000
N
Sig. (2-tailed)
VAR00017
**
,000
N
VAR00016
,638
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
VAR00015
**
125
N
VAR00014
125
,566
N
Sig. (2-tailed)
VAR00013
,000
,000
N
VAR00012
**
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
VAR00011
,544
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
,275
**
,002
125
,382
**
,000
141
N
VAR00020
Total
125
Pearson
Correlation
,486
**
Sig. (2-tailed)
,000
N
125
Pearson
Correlation
1
Sig. (2-tailed)
N
125
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
HASIL UJI RELIABILITAS KESESAKAN
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
,862
N of
Items
20
142
LAMPIRAN 4
HASIL UJI ASUMSI
DAN HIPOTESIS
143
HASIL UJI NORMALITAS
HASIL UJI LINEARITAS
ANOVA Table
Stres * Kesesakan
Between Groups
Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
(Combined)
19836,737
Linearity
12940,629
Deviation
from
Linearity
6896,108
43
1
42
81
461,319
12940,629
164,193
92,659
4,979
139,659
1,772
,000
,000
,014
Within
Groups
7505,375
Total
27342,112
124
144
HASIL UJI HIPOTESIS
ANOVA Table
Stres * Kesesakan
Between Groups
Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
(Combined)
19836,737
Linearity
12940,629
Deviation
from
Linearity
6896,108
Within
Groups
7505,375
Total
27342,112
124
43
1
42
81
461,319
12940,629
164,193
92,659
4,979
139,659
1,772
,000
,000
,014
Download