HUBUNGAN KESESAKAN DENGAN TINGKAT STRES PADA PENGHUNI RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi oleh Astriana Erlinda 1511411098 JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 i ii iii MOTTO DAN PERUNTUKAN Motto : Give your stress wings and let it fly away. (Terry Guillemets) Peruntukan : Skripsi ini penulis persembahkan untuk Bapak Kusno, S.T dan Ibu Sri Retnowati tercinta, Mbak Weka Anindita dan teman – teman yang selalu menyemangati dan mendukung sampai akhir. iv KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Kesesakan Dengan Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang” ini dengan lancar. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi jenjang Strata 1 guna meraih gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Atas selesainya skripsi ini penyusun bermaksud mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah memberikan kemudahan administrasi dan perijinan penelitian. 2. Drs. Edy Purwanto, M.Si., Ketua jurusan Psikologi yang telah menyediakan sarana pembelajaran, memberikan kemudahan administrasi dan perijinan penelitian. 3. Dr. Sri Maryati Deliana M.Si., Dosen Wali, atas motivasi, dorongan dalam menyusun skripsi. 4. Drs. Sugeng Hariyadi S. Psi. M.S., Dosen Pembimbing atas arahan, saran, koreksi dalam skripsi dan memperlancar bimbingan dalam penyusunan skirpsi. 5. Luthfi Fathan Dahriyanto S.Psi, M.A., Dosen Penguji I atas arahan, saran dan koreksi dalam skripsi ini. 6. Ibu Rahmawati Prihastuty S.Psi., M.Si., Dosen Penguji II atas arahan, saran dan koreksi dalam skripsi ini. v 7. Bapak dan Ibu dosen jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang yang telah memberi bekal ilmu yang bermanfaat dan saran – saran yang berarti. 8. Kedua orang tua penulis Bapak Kusno dan Ibu Sri Retnowati, yang telah membimbing, memberi semangat dan membesarkanku dengan sabar. 9. Kakak penulis tercinta Mbak Weka Anindita dan Mas Dwi Ady Sukarya, yang telah memberikan semangat dan dorongan untuk menyelesaikan tugas akhir ini, 10. Teman-teman tercinta Dwi Ningtyas Tutik, Andinia Rizky Halim, Asnawati dan Lalu Muhrizin yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir ini. 11. Teman tersayang, Wakhidati Maimunah yang telah menjadi teman bimbingan selama proses skripsi ini dikerjakan. 12. Adik-adik angkatan dan teman-teman jurusan psikologi angkatan 2011, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini. 13. Seluruh penghuni rumah susun Pekunden Semarang yang telah bersedia menjadi subjek penelitian. 14. Semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan kerjasamanya dalam penelitian ini Semoga bantuan yang telah diberikan dengan ikhlas tersebut mendapat imbalan dari Allah SWT. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat peneliti harapkan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca pada umumnya. Semarang, 17 Desember 2015 vi ABSTRAK Erlinda, Astriana. 2015. Hubungan Kesesakan Dengan Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang. Skripsi, Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: Drs. Sugeng Hariyadi S. Psi. M.S. Kata Kunci: Tingkat Stres, Kesesakan. Rumah adalah tempat berkumpulnya anggota keluarga dan tempat bersosialisasi yang nyaman dan aman. Namun hal ini tidak sejalan dengan kondisi rumah susun. Rumah susun merupakan tempat tinggal dengan jumlah penghuni relatif banyak dan ukuran ruang yang relatif sempit. Kondisi lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana juga relatif kurang. Penurunan kualitas secara terus menerus membuat para penghuni rusun merasa tidak nyaman. Bukan saja mengganggu secara fisik, tetapi juga ikut mempengaruhi keadaan psikis seperti memicu timbulnya stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Stres dan segala bentuk macam gangguan psikis lainnya dapat disebabkan oleh kesesakan sehingga kondisi psikologi yang negati mudah muncul. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif korelasional. Populasi penelitian ini adalah penghuni rumah susun Pekunden Semarang yang berjumlah 159 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampling jenuh dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. Data penelitian diambil dengan menggunakan dua skala yaitu skala tingkat stres yang terdiri dari 28 item dan skala kesesakan yang terdiri dari 20 item. Skala tingkat stres memiliki koefisien validitas sebesar 0,271 sampai dengan 0,597 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,865. Skala kesesakan memiliki koefisien validitas sebesar 0,275 sampai dengan 0,670 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,862. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah analisis korelasi Product Moment. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang (nilai r = 0,688 dengan p < 0,000). Saran bagi para penghuni rumah susun Pekunden Semarang diharapkan dapat mencoba menerima segala kondisi yang ada dan lebih meningkatkan interaksi sosial antar penghuni sehingga terbentuk rasa nyaman selama tinggal di rumah susun, dan agar dapat dengan mudah beradaptasi dengan lingkungan sehingga kesesakan yang dirasakan dapat ditekan serendah mungkin. vii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. ii PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................ iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... iv KATA PENGANTAR .............................................................................................v ABSTRAK................ ............................................................................................ vii DAFTAR ISI................ ........................................................................................ viii DAFTAR TABEL................................. ................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ..........................................................................................xv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ................ ..............................................................1 1.2 Rumusan Masalah ................................. ....................................................15 1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................15 1.4 Manfaat Penelitian .....................................................................................16 1.4.1 Manfaat Teoritis .........................................................................................16 1.4.2 Manfaat Praktis ..........................................................................................16 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tingkat Stres ..............................................................................................17 2.1.1 Pengertian Tingkat Stres........................ ....................................................17 2.1.2 Gejala – Gejala Stres ..................................................................................19 viii 2.1.3 Faktor Penyebab Stres ................................................................................23 2.1.4 Sumber – Sumber Stres ..............................................................................25 2.2 Kesesakan ...................................................................................................28 2.2.1 Pengertian Kesesakan.................................................................................28 2.2.2 Aspek – Aspek Kesesakan... ......................................................................30 2.2.3 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kesesakan ......................................32 2.2.4 Dampak – Dampak Kesesakan ..................................................................35 2.3 Rumah Susun .............................................................................................36 2.3.1 Pengertian Rumah Susun ...........................................................................36 2.3.2 Tujuan Pembangunan Rumah Susun .........................................................37 2.4 Hubungan Kesesakan Dengan Tingkat Stres .............................................39 2.5 Kerangka Berpikir ......................................................................................41 2.6 Hipotesis Penelitian ....................................................................................43 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian .......................................................44 3.1.1 Jenis Penelitian ...........................................................................................44 3.1.2 Desain Penelitian ........................................................................................44 3.2 Variabel Penelitian .....................................................................................44 3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................................44 3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...................................................45 3.2.3 Hubungan Antar Variabel ..........................................................................46 3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................46 3.3.1 Populasi ......................................................................................................46 ix 3.3.2 Sampel ........................................................................................................47 3.4 Metode Pengumpulan Data .......................................................................48 3.4.1 Metode Pengumpulan Data Tingkat Stres..................................................50 3.4.2 Metode Pengumpulan Data Kesesakan ......................................................52 3.5 Uji Coba Instrumen ....................................................................................53 3.5.1 Validitas .....................................................................................................54 3.5.2 Reliabilitas .................................................................................................58 3.6 Metode Analisis Data .................................................................................59 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian ...................................................................................61 4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian .......................................................................61 4.1.2 Proses Perijinan ..........................................................................................63 4.1.3 Penentuan Subjek Penelitian ......................................................................63 4.2 Pelaksanaan Penelitian ...............................................................................64 4.2.1 Pengumpulan Data .....................................................................................64 4.2.2 Pelaksanaan Skoring ..................................................................................65 4.3 Hasil Penelitian ..........................................................................................66 4.3.1 Analisis Deskriptif .....................................................................................66 4.3.2 Gambaran Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ...66 4.3.3 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ........77 4.4 Hasil Uji Asumsi ........................................................................................86 4.4.1 Uji Normalitas ............................................................................................86 4.4.2 Uji Linearitas ..............................................................................................87 x 4.4.3 Uji Hipotesis ...............................................................................................88 4.5 Pembahasan ................................................................................................89 4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Kesesakan Dengan Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ............................................90 4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Kesesakan Dengan Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ..........................................101 4.6 Keterbatasan Penelitian ............................................................................105 5. PENUTUP 5.1 Simpulan ..................................................................................................107 5.2 Saran ........................................................................................................108 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................109 xi DAFTAR TABEL Tabel Halaman 3.1 Populasi Penelitian ......................................................................................47 3.2 Blue print skala Tingkat Stres .....................................................................50 3.3 Blue print skala Kesesakan .........................................................................52 3.4 Hasil Uji Coba Skala Tingkat Stres ............................................................55 3.5 Hasil Uji Coba Skala Kesesakan .................................................................57 3.6 Hasil Perhitungan Reliabilitas Skala ...........................................................59 3.7 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik ...................60 4.1 Kriteria Tingkat Stres ..................................................................................68 4.2 Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ...................................................................................68 4.3 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Emosional ................................................70 4.4 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif .....................................................72 4.5 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Fisik Atau Badan ......................................74 4.6 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Sosial .........................................................75 4.7 Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ....................................................................................................76 4.8 Kriteria Kesesakan .....................................................................................78 4.9 Gambaran Umum Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ....................................................................................................79 4.10 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional ..................................................................81 xii 4.11 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Behavioral ..................................................................83 4.12 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Emosinal.....................................................................84 4.13 Ringkasan Deskriptif Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ....................................................................................................85 4.14 Uji Normalitas ............................................................................................86 4.15 Uji Linearitas ..............................................................................................87 4.16 Uji Hipotesis Variabel Kesesakan dan Tingkat Stres ................................88 xiii DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Kerangka Berpikir .................................................................................... 42 3.1 Hubungan Antar Variabel ......................................................................... 46 4.1 Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang...................................... .............................................69 4.2 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Emosional .............................................. 71 4.3 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif ................................................. 72 4.4 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan ..................................... 74 4.5 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Sosial ........................................................ 76 4.6 Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres .......................................................... 77 4.7 Gambaran Umum Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semaran. .................................................................................................... 79 4.8 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional ................................................................. 81 4.9 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Behavioral ................................................................. 83 4.10 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Emosional .................................................................. 84 4.11 Ringkasan Deskriptif Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang ................................................................................................... 86 xiv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Skala Penelitian .......................................................................................... 112 2. Tabulasi Data Skor Penelitian .................................................................... 121 3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ............................................................ 134 4. Hasil Uji Asumsi dan Hipotesis ................................................................. 142 xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk yang padat. Padatnya penduduk Indonesia disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan dan perkembangan penduduk dari tahun ke tahun, yang nampak pada kota – kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung bahkan Semarang. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah tahun 2013, kota Semarang menduduki peringkat ketiga dengan jumlah penduduk terbanyak setelah Brebes dan Cilacap, yaitu sebanyak 1.644.800 jiwa dengan kepadatan penduduk mencapai 4.402 per km2. Secara administratif, kota Semarang terdiri dari wilayah dataran rendah (kota bawah) dan dataran tinggi (kota atas) yang terbagi atas 16 kecamatan dan 177 kelurahan. Semarang tumbuh menjadi kota besar di kawasan provinsi Jawa Tengah sebagai tempat tujuan urbanisasi masyarakat desa, mengingat semakin berkembangnya industri besar maupun kecil di kota Semarang. Inilah yang menyebabkan kepadatan penduduk kawasan pusat kota Semarang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kawasan pinggiran kota. Individu sebagai pekerja akan lebih memiih untuk tinggal di pusat kota dimana letaknya dekat dengan lokasi kerja mereka. Kawasan pusat kota semakin ramai dengan munculnya berbagai perumahan baru, fasilitas pendidikan dan pusat perbelanjaan yang tidak hanya 1 2 berpusat pada kawasan simpang lima saja seperti Carefour, Mall Banyumanik, Ada Swalayan, Perumahan Banyumanik, Perumahan Pucang Gading, dan fasilitas pendidikan baik negeri maupun swasta, seperti Undip, Polines, Unika, dan lain – lain. Pusat pertumbuhan di kawasan tengah kota Semarang sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk muncul menjadi kota kecil baru, seperti tumbuhnya daerah Banyumanik sebagai pusat aktivitas dan aglomerasi penduduk Kota Semarang bagian atas yang menjadikan daerah ini semakin padat. Cepatnya pertumbuhan di daerah ini dikarenakan kondisi lahan di Semarang bawah sering terkena bencana banjir. Kawasan kota bawah seringkali dilanda banjir yang disebabkan oleh luapan air laut (rob). Akibatnya, pertumbuhan dan perkembangan kawasan kota pinggiran Semarang tidaklah terlalu signifikan jika dibandingkan dengan wilayah lain di kota Semarang. Pertumbuhan penduduk yang cepat dalam wilayah kota Semarang dengan sendirinya akan memunculkan berbagai macam permasalahan. Pesatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan jumlah penduduk semakin padat dan tidak sebanding dengan luas wilayah yang akan digunakan sebagai lahan tempat tinggal. Hal ini akan memunculkan berbagai masalah, salah satunya adalah masalah tempat tinggal. Perumahan atau pemukiman merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sumardi (dalam Prabowo, 1999: 8) menyatakan bahwa kebutuhan perumahan merupakan kebutuhan pokok manusia disamping makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan, kebersihan, transportasi dan partisipasi masyarakat. Permasalahan perumahan bukan hanya masalah jumlah saja, tetapi merupakan 3 masalah yang cukup kompleks. Batubara (dalam Prabowo, 1998: 9) menyatakan bahwa perumahan merupakan bagian integral dari masalah sosial, ekonomi, dan kebudayaan bangsa, serta pemukiman nasional dalam arti yang luas. Kualitas hunian yang memadai sebagai tempat tinggal layak huni untuk pembinaan keluarga sesuai dengan multiaspek rumah, menjadi sangat sulit dimiliki bagi individu di perkotaan saat ini. Akibatnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR) di perkotaan membutuhkan biaya yang cukup besar untuk memperoleh rumah yang terjangkau dan layak huni (Jo Santoso dalam Prabowo, 1998: 11). Namun dengan kenaikan jumlah penduduk yang lebih cepat dibandingkan dengan penyediaan fasilitas umum mengakibatkan kecenderungan memburuknya kualitas pemukiman. Dalam rangka pengadaan pemukiman yang sehat, maka pemerintah mencoba mengurangi dampak permasalahan yang mungkin saja dapat muncul dengan mengembangkan proyek rumah tunggal, rumah susun dan program perbaikan kampung. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Semarang adalah dengan mengadakan proyek rumah susun yang diprioritaskan bagi masyarakat golongan berpenghasilan rendah, sebagaimana yang diatur dalam Undang – Undang Nomor 16/1985 tentang rumah susun (Latifah dan Suryanto, dalam Dewi 2008: 13). Tujuan penyediaan rumah susun adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah yang layak terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan kepastian hukum dalam pemanfaatannya serta untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan permukiman yang lengkap, serasi dan seimbang. 4 Sehingga rumah dapat dijadikan sarana pembinaan keluarga dalam pembentukan kepribadian, watak, serta pendidikan yang baik sesuai dengan harkat dan martabat manusia (Undang – Undang No.16 tahun 1985). Pembangunan rumah susun sederhana sudah banyak diselenggarakan di kota – kota besar di Indonesia, salah satunya di kota Semarang. Kota Semarang memiliki beberapa rumah susun sederhana, diantaranya rumah susun Bandarharjo, Pekunden, Karangroto, Plamongan , Genuk dan Kaligawe. Rumah susun atau dikenal dengan sebutan flat adalah rumah dimana lingkungan tetangga tidak saja di kanan-kiri, tetapi juga berada di atas dan di bawah dengan jumlah penghuni relatif banyak dan ukuran yang relatif sempit (Sarwono, 1995: 118). Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bangunan – bangunan yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal, merupakan satuan – satuan yang masing – masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat – tempat hunian yang dilengkapi dengan bangunan bersama dan tanah bersama (Undang – Undang Republik Indonesia tahun 1993). Rustandi (dalam Prabowo, 1999: 11) menyatakan bahwa rumah susun terdiri atas beberapa tingkat dan setiap tingkatnya terdiri dari beberapa unit rumah. Rumah merupakan suatu bangunan untuk tempat tinggal, yang berfungsi sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup. Rumah merupakan sarana untuk berlindung dari hujan dan panas, memberi rasa aman dan nyaman, tempat berkumpulnya anggota keluarga, tempat bersosialisasi dan berinteraksi dengan tetangga, memenuhi kebutuhan harga diri dan juga merupakan sarana aktualisasi diri. 5 Namun hal ini tidak sejalan dengan kondisi rumah susun yang merupakan pemukiman kepadatan tinggi dan setiap bangunan dihuni oleh beberapa keluarga (Freedman dalam Prabowo, 1999: 11). Rumah susun merupakan tempat tinggal dengan jumlah penghuni relatif banyak dan ukuran ruang yang relatif sempit. Kondisi lingkungan dan ketersediaan sarana dan prasarana juga relatif kurang. Penurunan kualitas secara terus menerus membuat para penghuni rusun merasa tidak nyaman. Bukan saja mengganggu secara fisik, tetapi juga ikut mempengaruhi keadaan psikis para penghuni rumah susun. Kondisi lingkungan yang demikian, membuat para penghuni mendapatkan stimulus yang berlebihan sehingga harus melakukan adaptasi dengan cara memilih stimulus – stimulus yang dianggap tidak relevan dan tidak penting. Rini (2006: 1) menyatakan bahwa dalam usahanya menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang demikian artinya dengan situasi kelebihan informasi, memunculkan berbagai masalah diantara individu menjadi acuh tak acuh satu sama lain dan kurang responsif. Dan dilakukan dengan menarik diri atau mengurangi kontak sosial dengan orang lain. Gambaran banyaknya permasalahan tinggal di rumah susun dikemukakan oleh Dewi (2008: 10) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa beberapa penghuni rumah susun Bandarharjo yang ditemuinya mengaku terkadang sering marah – marah, mudah tersinggung sehingga kurang bersahabat dengan tetangga. Hal – hal tersebut merupakan sebagian dari gejala – gejala stres yang dapat dialami oleh individu, baik secara fisik, emosional, intelektual dan interpersonal. Tekanan yang dialami dapat berasal dari tetangga rusun, keadaan ekonomi, 6 lingkungan rumah susun, kondisi di dalam rumah dan hal ini dapat membuat seseorang mengalami stres. Lebih lanjut Iskandar (2012: 135) menerangkan hasil penelitiannya di rumah susun dengan ukuran 36 m2 yang banyak dihuni lebih dari 4 orang. Kondisi padat tersebut dijumpai setiap hari, sehingga seorang kepala rumah tangga sering pulang lebih lambat untuk tiba di rumahnya. Sedangkan anak – anaknya yang sudah besar, mereka lebih sering bermain di luar rumahnya. Hal ini dikarenakan ruangan yang sempit tersebut tidak menyenangkan penghuninya. Perilaku penghuni rumah susun tersebut adalah upaya untuk menghindari stres. Tinggal di tempat dengan kepadatan yang tinggi, juga dialami oleh sebagian besar warga Hongkong. Hongkong mempunyai kepadatan penduduk lebih dari 400.000 ribu orang per km2. Sedangkan peruntukan tanah untuk pemukiman hanyalah sebanyak 6,8% dari keseluruhan tanah yang ada. Hal ini tentunya mengakibatkan pemukiman di wilayah Hongkong padat dan sesak. Contohnya adalah sebuah flat dengan ukuran kamar 10’x10’ yang sebagian besar dihuni oleh minimal 5 (lima) anggota keluarga. Ukuran kamar 10’x10’ dibagi menjadi beberapa ruang seperti ruang tidur, dapur, ruang kelurga bahkan kamar dan hanya dibatasi oleh sekat – sekat beruba tirai. (dikutip dari berbagai sumber). Dengan kondisi demikian, tentunya membuat para penghuni merasa tidak nyaman. Sebagian besar penghuni menjadi mudah marah bahkan suasana hati mudah berubah - ubah saat berada di rumah. Bukan hanya anak – anak tetapi orang dewasa juga sulit berkonsentrasi untuk belajar dan melakukan pekerjaan. Akibatnya kemampuan mereka dalam melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang kompleks cenderung memburuk. Haryanto dkk dalam Dewi (2008: 10) 7 menyatakan bahwa dalam suasana yang padat dan sesak kondisi psikologis yang negatif mudah timbul. Hal ini merupakan faktor penunjang kuat munculnya stres dan beragam bentuk aktivitas sosial yang negatif. Gambaran tentang suasana yang padat dan sesak di rumah susun juga tampak dalam kehidupan Pak Untung sebagai salah satu penghuni Rumah Susun Urip Sumoharjo, ia mengaku bahwa sering merasa bingung untuk memberi ruang bagi semua anggota keluarganya. Ruangan dalam rumah terbatas tetapi jumlah anggota yang banyak tidak mampu menampung seluruh anggota keluarga sehingga Pak Untung dan anggota keluarga lainnya menjadi sering marah – marah (www.jawapos.com). Salah satu rumah susun yang terdapat di daerah Semarang dengan kondisi yang padat adalah Rumah Susun Pekunden. Penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya, meskipun variabel yang diteliti sama yaitu kesesakan dengan tingkat stres. Namun tempat penelitian dalam penelitian ini adalah rumah susun dimana karakteristik subjek penelitian yang sudah ditetapkan sebelumnya oleh peneliti yaitu laki – laki dan perempuan usia minimal 17 tahun dengan minimal jumlah anggota keluarga minimal 4 orang. Karakteristik subjek yang diteliti berbeda dengan subjek dalam penelitian – penelitian sebelumnya. Diketahui bahwa penelitian – penelitian sebelumnya hanya meneliti pada wilayah pemukiman dengan kepadatan tinggi tanpa ada batasan- batasan tertentu tiap rumahnya. Peneliti memilih rumah susun Pekunden untuk dijadikan lokasi penelitian dengan beberapa alasan. Dilihat dari kondisi lingkungan, bentuk dan letak rusun 8 Pekunden, tidak dapat dipungkiri bahwa keadaan yang ada disana membuat seseorang merasa kurang nyaman jika tinggal di rumah susun. Tidak hanya dari fasilitas tempat tinggal yang kurang baik tetapi daerah lingkungan tempat tinggal yang tidak lepas dari berbagai permasalahan lain. Seperti konflik antar anggota keluarga, atau bahkan konflik dengan tetangga. Alasan lain adalah karakteristik penghuni rumah susun Pekunden juga sudah memenuhi syarat untuk menjadi subjek penelitian. Selain itu berdasarkan hasil studi pendahuluan dengan wawancara, diperoleh temuan bahwa penghuni rumah susun Pekunden merasakan adanya kesesakan dan muncul gejala – gejala stres selama tinggal di rumah susun. Berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang penghuni rumah susun pada tanggal 17 Maret 2015 dan tanggal 16 April 2015 bertempat di rumah susun Pekunden, hampir keseluruhan menyatakan bahwa terkadang mereka mudah marah, mudah tersinggung dan terkadang membatasi hubungan dengan tetangga. Tinggal dalam ruang sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga stres mudah muncul. Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurangmengertian seseorang akan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, rasa bersalah (Anoraga, 2006: 107). Gambaran keterbatasan tinggal di rumah susun nampak di kehidupan DA (21 tahun) yang merupakan warga penghuni rumah susun Pekunden dimana dalam satu rumah dengan tipe 27 m2 terdapat 3 kepala keluarga yang didalamnya terdapat 7 orang jiwa. Artinya satu orang hanya akan mendapatkan ruang kurang 9 dari 4 m2. Dengan kondisi kesesakan yang cukup tinggi dapat membuatnya merasa tidak nyaman. “ Wah, karena yang tinggal di rumah saya ada 7 orang, ya jelas saya merasa tidak nyaman. Mau nonton televisi harus gantian, mau mandi harus nunggu giliran, apa – apa harus antri. Malah jadinya rebutan dan akhirnya saya dan kakak jadi sering berantem. Duhh repot pokoknya. Karena rumah saya tidak ada kamar, jadi mau tidur juga repot. Kayaknya gak ada ruang yang cukup nyaman buat saya bersantai dan beristirahat. Ya kecuali kalau saya sendirian di rumah”. (Wawancara: 17 Maret 2015) Hal serupa diungkapkan oleh ES (41 tahun) yang merupakan penghuni rusun tipe 27 m2 dengan enam anggota keluarga. ES menyatakan bahwa kondisi rumahnya jauh dari standard untuk dapat dikatakan sebagai rumah yang nyaman. Hal ini berakibat pada kondisi psikologisnya yang mudah tersinggung, cepat marah bahkan terkadang membuatnya sakit kepala. “Walah mbak, rumah kaya gini kok nyaman. Menurut saya nyaman bukan dari faktor fisik saja. Memang kalau mbak lihat dari luar memang rumah saya sudah bagus, lantai sudah keramik, ada kipas angin, tv dan ada ruang karaoke juga. Hehehe, tapi liat dalamnya ruwet mbak. Dimana – mana ada barang saya, barang anak saya juga berserakan dimana – mana. Kalau sudah gitu mau istirahat dimana, apalagi saya punya dua anak yang masih kecil – kecil. Lah kalau sudah ngumpul di rumah, gak kebayang berisiknya. Gimana saya mau istirahat. Kadang – kadang saya juga marah kalau mereka berantem, bikin berisik, tapi ya mau gimana lagi cuma punya rumah ini terus mau kemana. Pusing saya mbak kalau udah kaya gitu”. (Wawancara: 16 April 2015) Tidak jauh berbeda dengan DA dan ES, salah seorang penghuni rusun SS (64 tahun) juga menyatakan bahwa kondisi rumahnnya sangatlah tidak nyaman. SS mendiami rusun dengan ukuran 27 m2 dengan dua kepala keluarga sehingga jumlah keseluruhan terdapat enam orang yang tinggal didalamnya. SS merupakan warga asli Pekunden yang mendapat ganti rugi atas pembangunan rusun Pekunden. SS menilai bangunan rusun ini memang bagus dan terlihat megah 10 ketika pertama kali ditempati. Rumah susun Pekunden merupakan proyek rumah susun pertama di kota Semarang. Namun, seiring dengan bergantinya tahun, kondisi bangunan terlihat sangat memprihatikan. Apalagi dari tahun ke tahun banyak penghuni baru tentunya ini mengakibatkan ketidaknyamanan tersendiri bagi SS. “ Dulu sekitar tahun 80an bangunan sini bagus lho mbak. Dulu kan saya punya rumah disini tapi kena gusur dan akhirnya dapat ganti rugi jadinya punya rusun ini. Ya dulu sih nyaman sekali. Lah tapi sekarang banyak tetangga punya anggota keluarga baru, yang tadinya hanya dua orang sekarang jadi empat sampai lima orang satu rumahnya. Jadi tambah semrawut. Dirumah saya saja ada enam orang, gara – gara ketambahan tiga cucu jadinya makin rame. Tapi ya itu jadi makin semrawut rumahnya. Anak – anak tetangga juga makin banyak. Kurang tahu gara – gara itu atau tidak, yang jelas saya sering sulit tidur dan mudah sekali kesal dengan tetangga yang seliweran diluar. Lihat saja mbak, kamar saja tidak ada, jadi kalau mau tidur harus pake kasur lipat. Kadang – kadang saya juga tidur di sofa. Kalau sudah seperti itu mana bisa beristirahat dengan tenang”. (Wawancara: 16 April 2015) Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa kondisi rumah susun Pekunden Semarang yang padat dan sesak membuat para penghuninya tidak nyaman. Terbukti dari hasil wawancara yang menyebutkan bahwa narasumber tidak dapat beristirahat dengan tenang karena banyaknya orang disekitar, terganggu dalam melakukan aktivitas dan berakibat pada kondisi psikologisnya yang menjadi mudah tersinggung dan cepat marah, bahkan berakibat pada kondisi fisik seperti sakit kepala. Kondisi yang demikian menjadi faktor pemicu timbulnya stres, seperti yang diungkapkan oleh Haryanto dkk dalam Dewi (2008:10) yang menyebutkan bahwa dalam suasana yang padat 11 san sesak kondisi psikologis yang negatif mudah muncul dan hal ini menjadi faktor penunjang kuat munculnya stres. Selain faktor diatas, faktor lain yang berkaitan langsung dengan stres adalah perubahan dalam lingkungan. Salah satu narasumber menyebutkan bahwa dulu kondisi lingkungan rumah susun Pekunden Semarang nyaman untuk ditinggali, namun dari tahun ke tahun kondisi lingkunganya cenderung memburuk yang terlihat dari penurunan kualitas ketersediaan sarana dan prasarana yang ada. Selain itu seiring berjalannya waktu banyak penghuni – penghuni baru, dan berakibat pada bertambahnya jumlah penghuni secara keseluruhan, sehingga terjadi perubahan dalam lingkungan di rumah susun Pekunden Semarang. Anoraga (2006: 109) menyebutkan bahwa perubahan dalam lingkungan dapat menjadi faktor penyebab munculnya stres. Apabila perubahan lingkungannya sudah menjadi semakin cepat dan ganas, maka seseorang sudah merasa kewalahan untuk menghadapi atau menyesuaikan dirinya terhadap perubahan tersebut, sehingga ambang ketahanannya terhadap stres mulai terlampaui, akibatnya dalam kondisi seperti ini stres akan mudah muncul. Penelitian mengenai stres di rumah susun diantaranya dilakukan oleh Dewi (2008: 57) yang dilakukan di rumah susun Bandarharjo, Semarang menyatakan bahwa tekanan yang terjadi dalam lingkungan rumah susun Bandarharjo dan lingkungan perumahan lain yang berbeda, dengan situasi – situasi negatif yang ada dalam lingkungan rusun tersebut dapat membuat penghuninya menjadi stres. Menurut Wrightman dan Deaux dalam Dewi (2008: 10) menyatakan stres dan segala bentuk macam gangguan psikis lainnya dapat 12 disebabkan oleh suasana yang padat sesak, sehingga kondisi psikologis yang negatif mudah timbul. Baum (dalam Dewi, 2008: 11 ) mengatakan bahwa peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan individu dapat menyebabkan stres. Bila individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya maka individu akan merasa tertekan dan terganggu dalam berinteraksi dengan lingkungan. Kebebasan individu akan terancam sehingga individu mudah mengalami stres. Tinggal dalam lingkungan sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dan berpenghuni padat dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga dapat membuat seseorang mengalami stres. Kesesakan dipandang sebagai stres psikologis yang terkadang disebabkan oleh kepadatan. Stres yang dialami tergantung pada situasi situasional dan variabel psikologi lain (Baum, 1979: 137). Hasil penelitian Baum dan Valins (1979: 171) membuktikan bahwa kepadatan dan kesesakan erat kaitannya dengan patologi sosial dan stres. Seseorang tidak akan mengalami stres selama ia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan stressor lingkungan. Ketika adaptasinya terhadap kesesakan maka stres tersebut dapat berkurang atau bahkan hilang. Anoraga (2006: 107) menyatakan bahwa segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurang mengertian seseorang akan keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah dan rasa bersalah yang merupakan tipe – tipe dasar stres. Gifford (1987: 118) mengemukakan bahwa stres dapat dipicu oleh 13 faktor kepadatan tinggi dan mengakibatkan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah tersebut mengalami kesesakan lingkungan. Jumlah penghuni yang padat, tata ruang yang tidak teratur dan ruangan yang sempit dapat membuat seseorang merasa sesak sehingga merasa tidak nyaman. Akibat negatif dari kesesakan menyebabkan seseorang tidak bisa mengendalikan situasi tersebut. Ketika seseorang mampu untuk mengendalikan situasi yang tertekan, maka niscaya seseorang tersebut mampu untuk mengendalikan emosinya. Sebaliknya apabila seseorang tidak bisa mengendalikan situasi tersebut, maka ia akan merasa lebih tertekan. Menurut Sarwono (1995: 77) kesesakan adalah salah satu bentuk persepsi seseorang terhadap lingkungannya, oleh karena itu lebih bersifat subjektif dan bergantung pada keadaan lingkungan tersebut. Kesesakan (crowding) berbeda denngan kepadatan (density). Altman (1975: 49) berpendapat bahwa kesesakan sebagai perasaan subjektif seseorang (aspek psikologis) sedangkan kepadatan adalah banyaknya orang yang menempati setiap unit tempat tinggal (aspek fisik). Dijelaskan pula bahwa kepadatan merupakan salah satu penyebab munculnya kesesakan tetapi dalam hal ini tidak selalu menjadi penyebab utama. Sears (2007: 228) mengungkapkan bahwa kesesakan atau rasa sesak adalah perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif. Tingkat kesesakan yang kita rasakan tergantung pada jumlah kepadatan yang dirasakan. Tingginya tingkat kepadatan cukup untuk mempersepsikan kesesakan. Tetapi kepadatan tidaklah sama dengan kesesakan. Menurut Stokols dalam (Holander, 1981: 304) kepadatan (density) mengacu pada kendala keruangan 14 (spatial contraint), sedangkan kesesakan (crowding) adalah respon subjektif terhadap ruang yang sesak (tight space). Jadi kesesakan merupakan suatu pengalaman subjektif seseorang terhadap ruang yang sempit dan biasanya dalam kondisi sesak sebagai hal yang bersifat negatif. Sependapat dengan Stokols, Altman (1987: 49) menyatakan bahwa pada kondisi kepadatan tinggi yang berhubungan dengan lingkungan dengan sarat kemiskinan cenderung menjadi mudah tersinggung, merasa tidak nyaman secara fisik, cenderung berkompetisi, gerak selalu dibatasi dsb. Semakin seseorang merasa tidak nyaman dengan keadaan lingkungannya maka semakin seseorang merasa frustasi karena ada tekanan dari luar yang tidak dikehendaki oleh individu yang bersangkutan. Kesesakan akan menyebabkan keadaan psikologis yang menekan, akibatnya seorang individu akan merasa terkungkung oleh keadaan disekitar lingkungannya, sementara individu itu sendiri masih membutuhkan ruang untuk bergerak. Apabila ruang yang diperlukan untuk bergerak terbatas, atau sangat terbatas, besar kemungkinan munculnya perasaan kesesakan. Kesesakan diruangan yang sempit dan kecil sering membuat mereka gugup, merasa tidak nyaman dan mudah tersinggung (Altman, 1987: 49). Selanjutnya Freedman dan Evans (dikutip dari Davidoff, 1991: 52) menyatakan pada kondisi kepadatan tinggi yang berhubungan dengan lingkungan yang kecil cenderung menjadi mudah tersinggung, merasa tidak nyaman , cenderung berkompetisi, gerak yang selalu dibatasi, lingkungan yang menjijikan, panas dan sejenisnya. 15 Kepadatan akan membuat rasa sesak meskipun kesesakan tidak selalu disebabkan oleh kepadatan. Kesesakan merupakan suatu perasaan subjektif yang dialami seseorang sehingga dalam situasi ini ada yang tidak merasakan kesesakan tetapi ada pula yang merasakan kesesakan. Maka apa yang dialami oleh individu yang satu belum tentu dirasakan individu lain. Berdasarkan penjelasan diatas, maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kesesakan Terhadap Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang. 1.2 Rumusan Masalah Melalui uraian pada latar belakang diatas, masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah a. Bagaimana gambaran deskriptif kesesakan penghuni rumah susun Pekunden Semarang? b. Bagaimana gambaran deskriptif tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang? c. Apakah ada hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah a. Mengetahui gambaran deskriptif kesesakan penghuni rumah susun Pekunden Semarang. 16 b. Mengetahui gambaran deskriptif tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang. c. Mengetahui hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah : 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi dunia psikologi sosial dan psikologi lingkungan di Indonesia tentang tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang dalam kaitannya dengan kesesakan dimana kesesakan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. 1.4.2 Manfaat Praktis Diharapkan dapat memberikan manfaat serta masukan secara khusus kepada para penghuni rumah susun Pekunden Semarang tentang pentingnya pengembangan dan pengelolaan stres dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari dalam berkomunikasi, menjalin hubungan antar sesama penghuni bahkan dalam berperilaku dan bertindak. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1 Stres Pengertian Stres Manusia tidak pernah lepas dari stres, setiap orang pasti pernah mengalami stres baik stres dalam bentuk ringan, sedang, maupun berat. Stres merupakan salah satu bentuk gangguan psikologis yang kerap dialami manusia, terutama di era modern ini sebagai akibat dari semakin kompleksnya permasalahan yang dihadapi manusia. Sepanjang hidupnya manusia tidak akan pernah lepas dari masalah. Jika hal tersebut dirasakan menekan, mengganggu dan mengancam maka keadaan ini dapat disebut stres. Sarwono (1995: 86) menyatakan bahwa stres adalah beban mental yang oleh individu bersangkutan akan dikurangi atau dihilangkan. Untuk mengurangi atau menghilangkan stres, individu melakukan tingkah laku penyesuaian (coping behavior). Sedangkan menurut Markam dan Slamet (2008: 35) stres adalah suatu keadaan dimana beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban itu. Sama halnya dengan Hardjana (1994: 14) yang mengartikan stres sebagai keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi seseorang yang mengalami stres dan hal yang dianggap mendatangkan stres membuat seseorang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan, entah nyata atau tidak nyata antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada padanya. Dari kedua pengertian diatas dapat 17 18 diartikan bahwa stres dianggap sebagai respon yang merupakan kondisi atau keadaan sebagai akibat dari tekanan emosional dimana beban yang dirasakan tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi beban tersebut. Berbeda dengan definisi stres menurut Taylor (dalam Kusuma dan Gusniarti, 2008: 34) yang mengartikan stres sebagai hasil dari proses penilaian individu berkaitan dengan sumber – sumber pribadi yang dimilikinya untuk menghadapi tuntutan dari lingkungan. Atkinson, dkk (2010: 338) mendefinisikan stres sebagai hal yang terjadi jika orang dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai mengancam kesehatan fisik atau psikologisnya. Peristiwa tersebut biasanya dinamakan stresor dan reaksi orang terhadap peristiwa tersebut dinamakan respon stres. Anoraga (2006: 108) mengungkapkan bahwa stres sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental, terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan menganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Manusia akan cenderung mengalami stres apabila ia kurang mampu mengadaptasikan keinginan – keinginan dengan kenyataan – kenyataan yang ada, baik kenyataan yang ada di dalam maupun di luar dirinya. Anoraga (2006: 10) merumuskan stres sebagai reaksi dari tekanan emosional, juga rangsangan – rangsangan yang merusak keadaan fisiologis individu. Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah akibat reaksi individu dari tekanan emosional dan kekurangmampuan invidu untuk menyesuaikan diri yang disebabkan karena adanya persepsi 19 ketakutan dan kecemasan sehingga dapat merusak keadaan fisiologis serta menganggu keseimbangan hidup bagi individu. 2.1.2 Gejala – Gejala Stres Gejala – gejala stres menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental. Individu yang mengalami stres bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Individu tersebut sering menjadi mudah marah dan agresi, tidak dapat rileks, atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Lebih lanjut individu tersebut melarikan diri dengan minum alkohol atu merokok secara berlebihan. Selain itu, bisa menderita penyakit fisik seperti, masalah pencernaan, tekanan darah tinggi dan sulit tidur (Handoko, 2001: 200). Selye dalam Bell (dalam Iskandar, 2012: 49) menjelaskan proses stres dari kajian fisiologis. Seseorang berinteraksi dengan stimulus lingkungan yang dapat menimbulkan stres bagi seseorang, maka di dalam dirinya akan muncul gejala – gejala aktivitas saraf otonom. Aktivitas saraf otonom secara otomatis bekerja karena dirinya merasakan stres. Adapun ciri – ciri dari peningkatan saraf otonom adalah meningkatnya detak jantung, meningkatnya tekanan darah, meningkatnya pengeluaran keringat di telapak tangan, sering buang air kecil dsb. Lazarus dalam Bell (dalam Iskandar 2012: 50) memperbaiki pendapat Selye. Seseorang akan mengalami stres apabila ia telah melakukan penilaian kognitif yang terdapat dalam dirinya. Apabila hasil penilaian kognitif menyatakan bahwa stimulus lingkungan yang dihadapinya tidak mengancam dirinya , maka proses fisiologis tersebut tidak berlangsung. Hal ini berarti bahwa tidak muncul 20 perasaan tegang dalam dirinya, sehingga kondisi psikologisnya menjadi seimbang kembali. Menurut Atkinson, dkk (2010: 349) situasi stres menghasilkan reaksi emosional mulai dari kegembiraan sampai emosi umum kecemasan, kemarahan, kekecewaan dan depresi stres yang ditunjukkan dengan gejala – gejala sebagai berikut: 1. Gejala emosional atau reaksi psikologis yaitu marah – marah, cemas, kecewa, suasana hati mudah berubah – ubah, depresi, agresif terhadap orang lain, mudah tersinggung dan gugup. a. Kecemasan Respon yang paling umum adalah kecemasan yang diartikan sebagai emosi tidak menyenangkan yang ditandai oleh istilah seperti khawatir, prihatin, tegang dan takut. b. Kemarahan dan Agresi Reaksi umum lain terhadap situasi stres adalah kemarahan, yang mungkin dapat menyebabkan agresi. Anak – anak seringkali menjadi marah dan menunjukkan perilaku agresif jika mereka mengalami frustasi. Agresi langsung terhadap sumber frustasi tidak selalu dimungkinkan. Riset telah membuktikan bahwa agresi bukan merupakan respon yang pasti terjadi setelah frustasi, tetapi jelas merupakan salah satu darinya. 21 c. Apati dan Depresi Walaupun respon umum terhadap frustasi adalah agresi aktif, respon kebalikannya adalah menarik diri dan apati juga sering terjadi. Jika kondisi stres terus berjalan dan individu tidak berhasil mengatasinya, apati dapat memberat menjadi depresi (Atkinson, dkk 2010: 352). 2. Gejala Kognitif Selain reaksi emosional terhadap stres, individu seringkali menunjukkan gangguan kognitif yang cukup berat jika berhadapan dengan stresor yang serius. Individu merasa sulit berkonsentrasi dan mengorganisasikan pikiran mereka secara logis, sebagai akibatnya kemampuan mereka melakukan pekerjaan terutama pekerjaan yang kompleks cenderung memburuk (Atkinson, dkk 2010: 354) yaitu merasa sulit berkonsentrasi, kacau pikirannya, mudah lupa, daya ingat menurun, suka melamun berlebihan, dan pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. 3. Gejala Fisik Sulit tidur, sulit buang air besar, sakit kepala, adanya gangguan pencernaan, selera makan berubah, tekanan darah menjadi tinggi, jantung berdebar – debar, dan kehilangan energi. Stres kronis dapat menyebabkan gangguan fisik tertentu seperti ulkus, tekanan darah tinggi dan penyakit jantung. Stres kronis juga menganggu sistem imun, dengan demikian menurunkan kemampuan tubuh untuk melawan bakteri dan virus yang menyerang (Atkinson, dkk 2010: 359). 22 Sedangkan Anoraga (2006: 109) menyatakan bahwa stres yang tidak teratasi menimbulkan gejala badaniah, jiwa dan gejala sosial. Dapat ringan, sedang dan berat. Gejala ringan dan sedang dapat ditandai dengan keluarnya keringat dingin (dan keringat pada telapak tangan), rasa panas dingin badan, asam lambung yang meningkat (sakit maag), kejang lambung dan usus, mudah kaget, dan gangguan seksual. Sedangkan gejala berat akibat stres sudah tentu kematian, gila (psikosis) dan hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial. Anoraga (2006: 109) menjelaskan gejala – gejala dari stres meliputi : 1. Gejala badan: sakit kepala, sakit maag, mudah kaget, banyak keluar keringat dingin, gangguan pola tidur, lesu letih, kaku leher belakang sampai punggung, dada merasa panas atau nyeri, rasa tersumbat pada kerongkongan, gangguan psikoseksual, nafsu makan menurun, mual, muntah, gejala kulit, bermacam – macam gangguan menstruasi, keputihan, kejang – kejang, pingsan dan jumlah gejala lain. 2. Gejala emosional: pelupa, sukar konsentrasi, sukar mengambil keputusan, cemas, was –was, kawatir, mimpi – mimpi buruk, murung, mudah marah atau jengkel, mudah menangis, pikiran bunuh diri, gelisah dan pandangan putus asa. 3. Gejala sosial : makin banyak makan, menarik diri dari pergaulan sosial, mudah bertengkar dan membunuh. Berdasarkan pendapat para ahli diatas, pada dasarnya stres dapat dilihat dari 4 gejala yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Keempat gejala tersebut akan digunakan dalam pembuatan 23 instrumen penelitian. Dalam pembuatan instrumen, peneliti menggabungkan gejala – gejala stres dari Atkinson dan Anoraga dengan alasan peneliti menganggap bahwa gejala – gejala stres menurut Atkinson dan Anoraga saling melengkapi, sehingga dapat mengungkap keseluruhan gejala – gejala stres yang ada. 2.1.3 Faktor Penyebab Stres Segala macam bentuk stres pada dasarnya disebabkan oleh kekurangmengertian manusia akan keterbatasan – keterbatasannya sendiri. Ketidakmampuan untuk melawan keterbatasan inilah yang akan menimbulkan frustasi, konflik, gelisah, dan rasa bersalah yang merupakan tipe – tipe dasar stres. Menurut Anoraga (2006: 109) ada dua faktor utama yang berkaitan langsung dengan stres, yaitu 1. Perubahan dalam Lingkungan Apabila perubahan dalam lingkungannya sudah menjadi sedemikian cepat dan ganas, sehingga seseorang sudah merasa kewalahan untuk menghadapi atau menyesuaikan dirinya terhadap perubahan tersebut, maka ambang ketahanannya terhadap stres mulai terlampaui. Kondisi inilah yang harus dihindarkan atau ditanggulangi. 2. Diri Manusia Sendiri Dalam hubungan dengan gangguan badan, dikatakan bahwa stres emosional mempengaruhi otak, yang kemudian melalui sistem neurohumoral menyebabkan gejala – gejala badaniah yang dipengaruhi oleh hormon (adrenalin) dan sistem saraf otonom. Adrenalin yang meningkat 24 menimbulkan kadar asam dan lemak bebas selanjutnya terjadi kenaikan tekanan darah, denyut jantung yang bertambah dan keduanya mengakibatkan gangguan pada kerja jantung bahkan mudah menimbulkan kematian mendadak (serangan jantung). Menurut Smet (1994: 130) reaksi terhadap stres bervariasi antara satu orang dengan yang lain dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini sering disebabkan oleh faktor psikologis dan sosial yang tampaknya dapat merubah dampak stresor bagi individu yaitu sebagai berikut : 1. Variabel dalam kondisi individu : umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen, faktor – faktor genetik, intelegensi, pendidikan, suku, budaya, status ekonomi dan kondisi fisik. 2. Karakteristik kepribadian : introvert-ekstrovert, stabilitas emosi secara umum, tipe kepribadian A, ketabahan, locus of control, kekebalan dan ketahanan. 3. Variabel sosial – kognitif : dukungan sosial yang dirasakan, jaringan sosial dan kontrol pribadi yang dirasakan. 4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, integrasi dalam jaringan sosial. 5. Strategi coping : menentukan bagaimana keputusan yang diambil berdasarkan emosi atau pemikiran yang matang. Dapat disimpulkan bahwa terdapat lima faktor penyebab stres yaitu variabel dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, variabel sosial – kognitif, strategi coping, hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, dan integrasi dalam jaringan sosial. 25 2.1.4 Sumber – Sumber Stres Sumber stres dapat berubah – ubah sejalan dengan perkembangan manusia. Sarafino (dalam Smet, 1994: 115) membedakan sumber – sumber stres sebagai berikut : a. Sumber – sumber stres di dalam diri seseorang. Tingkat stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu, stres juga akan muncul dalam seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila seseorang mengalami konflik , konflik merupakan sumber stres yang utama. b. Sumber – sumber stres di dalam keluarga. Stres bersumber dari interaksi di antara para anggota keluarga seperti perselisihan, perasaan saling acuh tak acuh, tujuan – tujuan yang saling berbeda, atau bahkan kematian orang tua. Misal: perbedaan keinginan tentang acara televisi yang akan ditonton, perselisihan antara orang tua dengan anak – anak yang menyetel tapenya keras – keras, timbul di lingkungan yang terlalu sesak bahkan kehadiran anggota keluarga baru. c. Sumber – sumber stres di dalam pekerjaan. Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stres sehubungan dengan pekerjaan mereka. Pekerjaan dapat menyebabkan stres apabila hasilnya tidak sesuai dengan perintah dan dapat menyebabkan stres. Tuntutan kerja dapat menimbulkan stres dalam 2 cara. Pertama, pekerjaan itu mungkin terlalu banyak. Orang bekerja terlalu keras dan lembur, karena keharusan harus mengerjakan, mungkin alasan uang atau alasan lain. Kedua, jenis 26 pekerjaan itu sendiri sudah lebih stressfull daripada jenis pekerjaan lainnya (Smet, 1994: 117). d. Sumber – sumber stres yang berasal dari komunitas dan lingkungan. Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber – sumber stres. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik, seperti kebisingan, suhu yang terlalu panas dan kesesakan yang mengganggu kenyamanan, dan dapat menyebabkan kemarahan, bahkan pertengkaran (Smet, 1994: 116). Iskandar (2012: 48) mengungkapkan bahwa lingkungan yang berada di sekitar manusia memberikan stimulasi yang dapat dimaknakan sebagai stresor atau stimulus yang dapat menimbulkan tekanan pada seseorang. Ketika seseorang menghadapi suara yang bising maka ia merasa bahwa suara tersebut menekan dirinya atau menjadi stressor karena ia merasa tidak menyenangi suara bising. Namun demikian, suatu peristiwa dapat dipersepsi sebagai ancaman atau bahkan sebagai tantangan. Kemungkinan sesuatu menjadi ancaman akan ditentukan oleh sejumlah faktor. Faktor – faktor yang memungkinkan seseorang merasa terancam adalah dikarenakan adanya penilaian terhadap objek lingkungan. Penilaiannya dapat dikategorikan sebagai berikut 1. Peristiwa yang dikategorikan sebagai kejadian yang mendadak dan tidak ada atau sedikit sekali memberikan peringatan bahwa akan terjadi suatu peristiwa atau disebut juga cataclysmic event. 2. Kategori stres personal yang merupakan stres yang dialami oleh seseorang dan tidak melanda banyak orang seperti halnya pada cataclysmic event. 27 Contohnya meninggalnya orang yang dicintai atau sakitnya keluarga dan hilangnya pekerjaan. 3. Stres yang berulang kali terjadi, sehingga seseorang dapat mengalami peristiwanya setiap hari seperti misalnya kemacetan lalu lintas. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa secara umum sumber – sumber stres terbagi menjadi faktor internal dan eksternal. Stres dapat bersumber dari dalam diri individu itu sendiri, bersumber dari keluarga, dari pekerjaan atau bahkan dari faktor lingkungan. Faktor internal dan eksternal ini memberikan pengaruh terhadap tingkat stres pada seseorang. Tingkat stres yang dialami oleh yang satu dengan yang berbeda. Anoraga (2006: 109) mengungkapkan bahwa sebenarnya ada dua faktor utama yang berkaitan langsung dengan stres, yaitu perubahan dalam lingkungan dan diri manusianya sendiri. Akibat terhadap seseorang bermacam – macam dan hal ini tergantung pada kekuatan “konsep diri”nya yang akhirnya menentukan besar kecilnya toleransi orang tersebut terhadap stres. Tetapi meskipun demikian, fleksibilitas dan adaptasibilitas juga diperlukan agar seseorang dapat menghadapi stresnya dengan baik. Menurut Smet (1994: 130) reaksi terhadap stres bervariasi antara satu orang dengan yang lain dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Tingkat stres yang dialami seseorang dapat ringan, sedang dan berat. Hal ini sering disebabkan oleh perbedaan masing – masing sumber stres pada setiap orang. Orang – orang yang kaku atau fanatik terhadap ambisi – ambisi dan norma – norma yang dipegangnya cenderung mengalami keadaan yang lebih buruk. 28 Atkinson, dkk (2010: 230) menyatakan kejadian stres yang sama mungkin dihayati secara berbeda oleh dua orang, tergantung pada situasi apa yang berarti kepada seseorang. Berat atau tidaknya stres ditentukan oleh faktor – faktor seperti evaluasi kognitif, perasaan- perasaan mampu, adanya dukungan sosial, kendali atas lamanya terjadi stres dan daya ramal peristiwa yang membuat stres. Stres pada seseorang dapat bersumber dari faktor internal individu, faktor eksternal individu ataupun keduanya. Kedua faktor ini memiliki kontribusi yang berbeda – beda bagi setiap orangnya, dan bergantung pada seberapa besar seseorang mampu mengatasi setiap stressor – stressor yang ada. 2.2 Kesesakan 2.2.1 Pengertian Kesesakan Kesesakan ada hubungannya dengan kepadatan namun kepadatan bukanlah merupakan syarat yang mutlak untuk menimbulkan perasaan sesak. Secara teoritis perlu dibedakan antara kepadatan (density) dengan kesesakan (crowding). Kepadatan mengacu kepada jumlah orang dalam ruang (space) sehingga sifatnya mutlak, sedangkan kesesakan adalah persepsi seseorang terhadap kepadatan, sehingga sifatnya subjektif (Halim, 2008: 72). Gifford (1987: 165) menyatakan bahwa kesesakan adalah perasaan seseorang atau perasaan subjektif karena banyaknya orang disekitarnya. Sarwono (1995: 77) menjelaskan bahwa kesesakan berarti a. Kesesakan adalah persepsi tentang kepadatan, dalam artian jumlah manusia. Jadi, tidak termasuk didalamnya kepadatan dalam arti hal – hal lain yang non manusia. Orang yang berada sendirian di tengah sabana yang luas maupun 29 dalam hutan rimba yang penuh pohon dan binatang buas atau di tengah kota yang penuh bangunan tetapi tidak berpenghuni, tidak akan mempersepsikan kesesakan seperti yang dialami oleh penumpang kereta api atau bus atau pengunjung resepsi pernikahan yang disekitarnya terdapat banyak orang. b. Kesesakan adalah persepsi maka sifatnya subjektif. Oorang yang sudah biasa naik bus yang padat penumpangnya mungkin sudah tidak merasa sesak lagi. Sebaliknya orang yang terbiasa menggunakan kendaraan pribadi, bisa merasa sesak dalam bus yang setengah kosong. Sears (2007: 229) mengungkapkan bahwa kesesakan merupakan perasaan sempit dan tidak memiliki cukup ruang yang bersifat subjektif atau rasa sesak adalah keadaan psikologis yang menekan dan tidak menyenangkan, yang dikaitkan dengan keinginan untuk memperoleh lebih banyak ruang daripada yang telah diperoleh. Altman (1975: 49) menyatakan bahwa faktor situasional sebagai faktor yang dapat mempengaruhi kesesakan. Stresor yang menyertai kesesakan seperti suara gaduh, panas, polusi dan karakteristik setting (tipe rumah dan tingkat kepadatan). Stokols (dalam Altman 1975: 49) menyatakan kesesakan sebagai konsep psikologis dengan dasar pengalaman dan motivasi. Ada beberapa poin penting dari pendekatan Stokols. Pertama, kesesakan adalah reaksi pribadi dan subjektif, bukan variabel fisik. Kedua, kesesakan adalah keadaan motivasi yang sering berakibat pada maksud tingkah laku, yaitu untuk segera diakhiri atau menghilangkan rasa ketidaknyamanan. Ketiga, kesesakan muncul pada perasaan yang berada di ruangan yang terlalu sempit. Stokols juga membedakan antara 30 kesesakan non-sosial, dimana faktor-faktor fisik dapat membangkitkan perasaan sesak pada individu terhadap keterbatasan ruang gerak pada suatu ruangan yang sempit, dan kesesakan sosial dimana rasa sesak terutama datang dari kehadiran orang yang terlalu banyak dalam suatu ruangan. Esser (dalam Altman, 1975: 49) menyatakan kesesakan sebagai suatu kondisi mental yang dipenuhi stres dan dia juga ada hubungan antara proses psikologi dan fisiologi. Dia menduga bahwa rasa sesak berasal dari ketidakharmonisan antara susunan saraf pusat dengan kondisi stimulus. Kesesakan dapat melibatkan bagian otak yang secara biologis lebih kompleks dan sistem saraf pada kebutuhan yang mendasar atau biologis terhalangi oleh kepadatan suatu populasi. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam merespon situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan ini dapat diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini akan terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan usaha pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus menerus dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan personalnya. 2.2.2 Aspek – Aspek Kesesakan Kesesakan muncul jika terdapat situasi atau gangguan yang sifatnya menghalangi aktivitas individu dalam suatu setting. Selain itu kesesakan digambarkan sebagai persepsi orang terhadap dirinya sendiri dalam menerima 31 stimulus yang berlebihan terhadap tekanan sosial yaitu bila terjadi reaksi yang lebih besar dari yang diharapkan (Permitasari, 2006: 42). Gifford (1987: 167) menyatakan bahwa aspek – aspek kesesakan adalah sebagai berikut a. Aspek Situasional Meliputi banyaknya orang yang saling berdekatan, hambatan dalam tujuan atau pekerjaan karena banyaknya orang – orang di sekitar, adanya ruangan yang sempit di mana ada terlalu banyak orang di dekat kita, tujuan kita terhalang serombongan orang, ruang jadi berkurang dengan kedatangan tamu atau teman sehingga merasakan gangguan secara fisik atau perasaan tidak enak. b. Aspek Behavioral Menjaga jarak dari tindakan agresi dengan menggunakan respon yang halus seperti meninggalkan tempat kejadian meliputi bentuk – bentuk reaksi individu yang berkisar antara agresi berlebihan (jarang) hingga respon yang lebih ringan seperti meninggalkan tempat, menghindari tatapan mata ataupun menarik diri dari interaksi sosial. c. Aspek Emosional Kesesakan merupakan suatu pengalaman yang subjektif dan muncul sebagai akibat reaksi negatif terhadap orang lain dan perasaan positif terhadap situasi tersebut. Secara tidak langsung mempengaruhi perasaan seseorang dan biasanya bersifat negatif yang merupakan pengalaman subjektif dan suatu reaksi yang berhubungan dengan perasaan. Mengacu pada suasana hati biasanya suasana hati yang buruk. 32 Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek kesesakan yaitu aspek situasional, behavioral dan emosional. Ketiga aspek ini saling berhubungan dan berkelanjutan. Eroglu dkk dalam Yildirim & AlkalinBaskaya (2007: 3411) menjelaskan bahwa kesesakan terdiri atas dua dimensi, yaitu a. Persepsi crowding manusia yang didasarkan pada jumlah individu. Persepsi kesesakan tersebut melibatkan jumlah individu dalam satu ruang, dimana banyak-sedikit individu menjadi poin terpenting dalam menimbulkan perasaan sesak. b. Persepsi crowding spasial yang berdasarkan pada jumlah barang dan perlengkapan serta konfigurasi individu. Persepsi ini lebih pada kondisi pada ruang serta posisi individu dalam ruang tersebut. Ketiga aspek kesesakan menurut Gifford (1987: 167) yang meliputi aspek situasional, behavioral dan emosional merupakan bagian dari salah satu dimensi yang dikemukakan oleh Eroglu dkk yaitu persepsi kesesakan manusiawi yang didasarkan jumlah individu. Ketiga gejala tersebut akan dijadikan dasar dalam pembuatan instrumen penelitian, sebab peneliti hanya membatasi aspek kesesakan pada persepsi crowding manusia saja. 2.2.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kesesakan Tingkah laku yang menunjukkan sebagai reaksi terhadap kesesakan dirasa berbeda antara satu individu dengan individu lain. Hal ini disebabkan oleh faktor – faktor yang saling mempengaruhi tingkah laku seseorang terhadap situasi yang 33 menimbulkan kesesakan. Sears (2007: 229) mengatakan ada 3 hal yang mempengaruhi terjadinya kesesakan, yaitu a. Beban Indera yang Berlebihan Bila orang dihadapkan pada stimulasi yang terlalu banyak, dia akan mengalami beban indera yang berlebihan dan tidak akan dapat menghadapi semua stimulasi itu. Kepadatan sosial merupakan salah satu sumber stimulasi yang kadang – kadang dapat menimbulkan rangsangan yang berlebihan dan perasaan sesak. Beban indra yang berlebihan selalu bersifat tidak menyenangkan dan menganggu kemampuan seseorang untuk berfungsi secara tepat. Orang mengatasi beban indera yang berlebihan dengan menyaring beberapa stimulasi dan hanya memperhatikan stimulasi yang paling penting. b. Intensitas – Kepadatan Kepadatan tinggi dapat menguatkan reaksi yang umum terhadap situasi sosial. Dalam penelitian Freedman (dalam Sears 2007: 231) disimpulkan bahwa kehadiran banyak orang kadang – kadang tidak menyenangkan atau menimbulkan perasaan sesak namun kadang – kadang terasa menyenangkan, tetapi biasanya kehadiran mereka memperkuat situasi sosial. c. Hilangnya Kendali Kepadatan tinggi bisa menyebabkan orang merasa kurang memiliki. Pemikirannya adalah bahwa dengan adanya begitu banyak orang dalam sebuah ruang, setiap individu tidak akan dapat mengendalikan situasi dengan lebih baik, bergerak dengan bebas, menghindari kontak mata yang tidak diinginkan sehingga menimbulkan perasaan sesak. 34 Kemungkinan besar beban indera yang berlebihan, intensifikasi kepadatan, dan hilangnya kendali berperan dalam menimbulkan rasa sesak (Permitasari, 2006: 31). Lebih lanjut Gifford (1987: 167) menekankan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi kesesakan yaitu : a. Faktor personal, yaitu : kepribadian, preferensi dan harapan. b. Faktor sosial, merupakan faktor yang berperan dalam pembentukan tingkah laku dalam merespon kesesakan. Penekanan faktor sosial yang dimaksud adalah : Keberadaan seseorang semata – mata dan kepribadian orang lain di sekitar. c. 1. Persaingan yang cenderung terbentuk di kelompok – kelompok kecil. 2. Kualitas atau tipe – tipe hubungan diantara individu. 3. Macam – macam informasi yang diterima tentang kesesakan. Faktor fisik, dijelaskan sebagai berikut : Kepadatan yang tinggi itu sendiri merupakan faktor paling umum yang dapat menimbulkan perasaan sesak, namun seperti yang kita lihat, hal itu tidak selalu menuntun pada rasa sesak. Faktor – faktor fisik yang berhubungan dengan kesesakan adalah 1. Ukuran ruang yang akan diteliti (kamar, gedung, komplek pemukiman dan kota). 2. Variasi arsitektur, meliputi : tinggi plafon, penataan mebel, penempatanjendela,sekat, dinding pemisah dll. Terdapat faktor personal dan situasional (setting) yang dapat mempengaruhi seseorang untuk menyatakan sesuatu yang dialaminya sebagai 35 kesesakan. Faktor personal misalnya saja adalah locus of control. Gifford (1987: 167) menyatakan bahwa orang dengan internallocus of control dapat dengan mudah mengontrol stres yang diakibatkan oleh kesesakan. Faktor personal lainnya adalah kecenderungan berafiliasi atau dapat disebut juga sociability. Faktor yang kedua adalah faktor situasional atau setting yang meliputi pengaruh sosial dan pengaruh fisik. 2.2.4 Dampak – Dampak Kesesakan Sarwono (1995: 81) menyatakan bahwa dampak – dampak kesesakan pada manusia dibedakan oleh: a. Dampak kesesakan pada penyakit dan patologi sosial. 1. Reaksi fisiologis misalnya, meningkatnya tekanan darah 2. Penyakit fisik misalnya psikosomatis, pusing dan gatal – gatal. 3. Patologi sosial misalnya meningkatnya kejahatan, kecenderungan bunuh diri, gangguan jiwa dan kenakalan remaja. 4. Dampak kesesakan pada tingkah laku. 5. Agresif terhadap lingkungan, marah kepada orang – orang di lingkungan itu dan merusak lingkungan. 6. Menarik diri dari lingkungan, pergi dan menghindar dari lingkungan tersebut, menutup diri , tidak peduli terhadap lingkungan misalnya dengan sibuk membaca buku atau melamun. 7. Berkurangnya tingkah laku menolong. 8. Kecenderungan melihat sisi buruk orang lain jika terlalu lama bersama – sama di tempat yang padat atau sesak. 36 9. Dampak kesesakan pada suasana hati dan hasil usaha. 10. Hasil usaha atau prestasi kerja menurun. 11. Suasana hati (mood) cenderung murung. Berbagai dampak kesesakan tersebut dapat dilihat bahwa suatu perilaku yang bersifat negatif lebih dominan dalam merespon situasi yang menimbulkan kesesakan, baik berhubungan langsung terhadap pola tingkah laku, maupun dalam bentuk kemunduran fisik. 2.3 Rumah Susun 2.3.1 Pengertian Rumah Susun Perumahan merupakan kebutuhan pokok manusia, disamping makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan, kebersihan dan lain-lain. Kebutuhan perumahan akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Namun disisi lain menunjukkan bahwa lahan perumahan semakin terbatas dan hal tersebut akan menyebabkan perkembangan lahan perumahanyang cenderung vertikal sehingga berkembanglah rumah susun. Berdasarkan undang – undang nomor 1 pasal 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. 37 Sedangkan menurut keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 524 tahun 2001, rumah susun sederhana adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang dipergunakan sebagai tempat hunian dengan luas minimum 21 m2 (dua puluh satu meter persegi) setiap unit hunian, dilengkapi dengan KM/WC serta dapur, dapat bersatu dengan unit hunian ataupun terpisah dengan penggunaan komunal, dan diperuntukan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Lain halnya dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan rumah susun sebagai bangunan yang direncanakan dan digunakan sebagai tempat kediaman oleh beberapa keluarga serta mempunyai tingkat minimum dua lantai dengan beberapa unit hunian. Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun untuk tempat hunian keluarga yang dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah dan diperuntukan bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah. 2.3.2 Tujuan Pembangunan Rumah Susun Pembangunan rumah susun mempunyai tujuan – tujuan tertentu sesuai dengan undang – undang nomor 1 pasal 3 tahun 2011 yaitu a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial, dan budaya. b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan dalam 38 menciptakan kawasan permukiman yang lengkap serta serasi dan seimbang dengan memperhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan permukiman kumuh; mengarahkan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang, efisien, dan produktif. d. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan kebutuhan perumahan dan permukiman yang layak, terutama bagi MBR. e. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah susun. f. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau, terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan permukiman yang terpadu. g. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan, dan kepemilikan rumah susun. Secara umum dapat disimpulkan bahwa tujuan pembangunan rumah susun adalah menciptakan pemukiman layak huni dan terjangkau serta meningkatkan pemanfaatan ruang dan tanah di kawasan perkotaan terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis . 39 2.4 Hubungan Antara Kesesakan Dengan Tingkat Stres Kesesakan dipandang sebagai pemicu timbulnya tingkat stres psikologis pada seseorang individu. Stres yang dialami tergantung pada situasi situasional dan variabel psikologi lain. Penelitian tentang kesesakan dan stres dilakukan oleh Rini (2006: 1) yang meneliti mengenai hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesesakan dengan stres pada penduduk musiman. Kondisi lingkungan yang padat dan sesak mengakibatkan individu mendapat stimulus yang berlebihan sehingga individu harus melakukan adaptasi dengan cara memilih stimulus – stimulus yang dianggap relevan dan penting dari berbagai stimulus yang diterima dan memberikan sedikit perhatian terhadap stimulus yang dianggap tidak penting dan tidak relevan. Dalam usaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi kelebihan informasi, penduduk musiman menjadi acuh tak acuh satu sama lain dan kurang responsif. Hal ini dilakukan dengan menarik diri atau mengurangi kontak sosial dengan orang lain. Penelitian serupa dilakukan oleh Hermawan (2014) yang meneliti gambaran crowding stress pada warga berusia remaja di pemukiman padat penduduk Kelurahan Babakan Asih Bandung yang menyatakan bahwa kondisi wilayah yang padat dapat memberikan efek negatif pada individu yang menempatinya, salah satunya adalah crowding stress. Hasil penelitian Hermawan menunjukkan bahwa secara umum remaja di Kelurahan Babakan Asih mengalami stres dengan tingkatan sedang. Adapun situasi yang paling membuat mereka 40 merasakan ketidaknyamanan bermukim adalah kondisi spasial (keterbatasan ruang) yang ada di lingkungan tersebut. Temuan ini sejalan dengan hasil penelitian Haryanto dkk (1996: 1) yang menghasilkan temuan yang serupa yaitu ada hubungan positif antara kepadatan dan kesesakan dengan stres pada remaja di pemukiman padat. Kepadatan dan kesesakan memberikan sumbangan secara bersama – sama terhadap stres sebesar 17%.. Sama halnya dengan hasil temuan Evans (2007: 1) yang meneliti tentang kesesakan dan personal space pada 139 penumpang kereta api komuter, menemukan bahwa duduk terlalu dekat dengan penumpang lain dalam suasana yang sesak dan padat secara signifikan memicu timbulnya tiga indikasi stres. Tempat duduk yang padat dan sesak dengan gangguan dari orang – orang asing lebih memicu timbulnya stres daripada diantara orang – orang dengan hubungan interpersonal yang positif (Evan, 2007: 3). Hasil yang tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Sundstrom (1975: 1) yang menyatakan bahwa kondisi dalam ruangan dengan kepadatan yang tinggi memicu timbulnya stres. Kondisi ini muncul ketika melibatkan kondisi dimana kontrol individu terganggu oleh interaksi interpersonal. Ruangan dengan kepadatan tinggi memicu timbulnya gangguan interpersonal seperti goal blocking yang dapat memunculkan stres yang berkelanjutan (Sundstrom, 1975: 9). Kesesakan dipandang sebagai stres psikologis yang terkadang disebabkan oleh kepadatan. Stres yang dialami tergantung pada situasi situasional dan variabel psikologi lain (Baum, 1979: 137). 41 Hasil penelitian Baum dan Valins (1979: 171) membuktikan bahwa kepadatan dan kesesakan erat kaitannya dengan patologi sosial dan stres. Seseorang tidak akan mengalami stres selama ia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan stressor lingkungan. Ketika adaptasinya terhadap kesesakan berhasil maka stres tersebut dapat berkurang atau bahkan hilang. 2.5 Kerangka Berpikir Manusia tidak pernah lepas dari stres, setiap orang pasti pernah mengalami stres baik stres dalam bentuk ringan, sedang, maupun berat. Stres yang dialami seseorang akan membuat dirinya merasa tertekan. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat stres, diantaranya faktor internal dalam diri individu dan faktor eksternal diluar diri invidu. Faktor internal dari dalam individu, dapat muncul melalui persepsi crowding manusia. Sedangkan sumber stres yang berasal faktor eksternal diluar diri invidu dapat berupa sumber stres dari lingkungan keluarga, lingkungan pekerjaan dan sumber stres yang berasal dari kondisi lingkungan diantara kesesakan, kebisingan dan suhu. Sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut 42 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Stres Faktor Internal Faktor Eksternal Kondisi Keluarga Kondisi Pekerjaan Kondisi Lingkungan Situasional Persepsi Crowding Manusia Behavioral Emosional Kesesakan Kebisingan Suhu Tingkat Stres 1. Gejala emosional 2. Gejala kognitif 3. Gejala fisik atau badan 4. Gejala sosial Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Berdasarkan gambar tersebut, dapat dijelaskan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi tingkat stres antara lain adalah faktor internal dalam diri individu 43 dan faktor eksternal diluar diri invidu. Faktor internal dari dalam individu, dapat muncul melalui persepsi crowding manusia yaitu persepsi kesesakan manusiawi yang didasarkan jumlah individu. Sedangkan faktor – faktor eksternal diluar diri invidu dapat berupa kondisi keluarga seperti interaksi antar anggota keluarga, adanya anggota baru, kehilangan bahkan kecacatan. Kondisi pekerjaan juga dapat mempengaruhi tingkat stres. Pekerjaan dapat menyebabkan stres apabila hasilnya tidak sesuai dengan perintah dan dapat menyebabkan stres. Sedangkan kondisi lingkungan berasal dari lingkungan fisik individu. Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber- sumber stres. Lingkungan yang dimaksud adalah kondisi lingkungan dengan kesesakan tinggi yang ditandai dengan aspek behavioral, situasional dan emosional. Ketiga aspek kesesakan tersebut merupakan bagian dari salah satu dimensi faktor internal mempengaruhi stres yaitu persepsi crowding manusia. Kondisi lingkungan lain yang dapat mempengaruhi tingkat stres adalah yang tingkat kebisingan tinggi, dan faktor lingkungan yang terakhir adalah suhu yang terlalu panas. Dari faktor -faktor tersebut dapat memunculkan tingkat stres yang ditandai dalam 4 gejala yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. 2.6 Hipotesis Berdasarkan landasan teori diatas, maka hipotesis yang diajukan oleh peneliti adalah “ Ada korelasi positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang”. Dalam hal ini, semakin tinggi kesesakan maka semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan tentang metode penelitian yang dipakai yang meliputi: jenis penelitian, desain penelitian, variabel penelitian, teknik pengambilan sampel, metode pengumpulan data dan metode analisis data. 3.1 Jenis dan Desain Penelitian 3.1.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang mempunyai tata cara pengambilan keputusan interpretasi data dan kesimpulan berdasarkan angkaangka yang diperoleh dari hasil analisis statistik. Penelitian dengan pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data – data numerikal (angka) yang diolah dengan dengan metode statistika. Dengan metode kuantitatif akan diperoleh signifikansi hubungan variabel yang diteliti (Azwar, 2012: 5) 3.1.2 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Penelitian korelasional merupakan jenis penelitian untuk mencari hubungan antara dua variabel yaitu variabel independen (bebas) dengan variabel dependen (tergantung). 3.2 Variabel Penelitian 3.2.1 Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan hubungan fungsional antara variabel satu dengan yang lainnya, variabel dibedakan menjadi dua yaitu variabel independen (bebas) dan 44 45 independen (tergantung). Dalam penelitian ini variabel bebas dan variabel tergantung dapat diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Variabel Bebas ( Y ) : Tingkat Stres 2. Variabel Tergantung ( X ) : Kesesakan 3.2.2 Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi operasional adalah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik-karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar 2012: 74). Definisi operasional variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Tingkat Stres Tingkat stres adalah tingkat reaksi individu yang bersumber dari tekanan emosional dan kekurangmampuan invidu untuk menyesuaikan diri yang disebabkan karena adanya persepsi ketakutan dan kecemasan sehingga dapat merusak keadaan fisilogis serta menganggu keseimbangan hidup bagi individu. Adapun gejala – gejala tingkat stres yang dipakai dalam penyusunan skala adalah gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. b. Kesesakan Kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam merespon situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan ini dapat diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini akan terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan usaha pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus menerus dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam 46 pemenuhan kebutuhan personalnya. Adapun aspek – aspek kesesakan yang dipakai dalam penyusunan skala adalah aspek situasional, aspek behavioral dan aspek emosional. 3.2.3 Hubungan Antar Variabel Hubungan antar variabel merupakan hubungan antara variabel X dan variabel Y yang terjadi hubungan sebab akibat. Variabel yang mempengaruhi disebut variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah kesesakan, sedangkan variabel yang dipengaruhi adalah variabel tergantung (Y) yang dalam penelitian ini adalah tingkat stres. Jadi dalam penelitian ini variabel X mempengaruhi variabel Y. Apabila dibuat bagan sebagai berikut: Kesesakan (X) Tingkat Stres (Y) Gambar 3.1 Hubungan Antar Variabel 3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi merupakan kelompok yang menarik minat peneliti, yang kepadanya peneliti hendak menggeneralisasikan hasil penelitiannya. Dalam konteks yang lebih luas, populasi dapat berupa orang – orang yang tinggal dalam suatu wilayah yang sama, mereka menjadi anggota kelompok etnis tertentu, atau mereka yang menjadi anggota kelompok sosial tertentu. Semakin banyak kesamaan karakteristik yang dimiliki anggota suatu populasi terkait dengan variabel yang sedang diteliti maka dapat dikatakan semakin homogen penelitian tersebut (Purwanto, 2013: 86). 47 Berdasarkan definisi diatas, populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh penghuni rumah susun Pekunden Semarang dengan karakteristik sebagai berikut : 1. Laki – Laki dan perempuan usia minimal 17 tahun dengan alasan bahwa aspek kognitif stres dipengaruhi oleh latar belakang usia dan untuk mendapatkan populasi dengan ciri sama, maka tingkat usia subjek perlu dibatasi. 2. Bertempat tinggal di rumah susun Pekunden dengan minimal jumlah anggota keluarga 4 orang, dengan alasan ada batas toleransi kesesakan maksimal yang dapat diterima seseorang. Iskandar (2012: 136) menyatakan bahwa unit di rumah susun dengan tipe 38 hanya sesuai untuk keluarga baru dengan jumlah anak maksimal 2 orang yang masih berumur di bawah lima tahun. Atas dasar kriteria tersebut, maka diketahui jumlah unit – unit sampling dalam populasi sebagai berikut: Tabel 3.1 Populasi Penelitian RT 4 RT 5 RT 6 Jumlah Kepala Keluarga (KK) 22 17 15 Total Jumlah Penghuni Jumlah Penghuni 58 52 49 159 3.3.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Istilah sampel menunjuk pada sebuah kelompok yang daripadanya peneliti memperoleh informasi yang pada gilirannya akan digeneralisasikan kepada kelompok yang lebih besar. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh. Sampling 48 jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah lain sampling jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2013: 85). 3.4 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan suatu bagian terpenting dalam proses penelitian, karena dari data yang terkumpul mencerminkan keadaan responden atau subyek penelitian yang sesungguhnya. Untuk memperoleh data yang relevan dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka dalam penelitian ini pengukuran tingkat stres dan kesesakan menggunakan metode skala. Skala adalah suatu daftar yang berisi serangkaian pertanyaan atau pernyataan mengenai suatu hal yang akan diteliti. Metode skala dalam penelitian ini merupakan metode pengumpulan data yang utama dan digunakan untuk menggali data dengan skala tingkat stres dan skala kesesakan. Menurut Azwar (2012: 56) bahwa dipakainya istilah skala sebagai alat pengumpulan data didasarkan anggapan-anggapan sebagai berikut : 1. Data yang diungkap oleh skala psikologis berupa konstrak atau konsep psikologis yang menggambarkan aspek kepribadian individu. 2. Pada skala psikologi pertanyaan sebagai stimulus tertuju pada indikator perilaku guna memancing jawaban yang merupakan refleksi dari keadaan diri subjek yang biasanya tidak disadari oleh responden yang bersangkutan. 49 3. Responden terhadap skala psikologis, sekalipun memahami isi pertanyaan, biasanya tidak menyadari asal jawaban yang dikehendaki dan kesimpulan apa yang sesungguhnya diungkap peneliti. 4. Respon terhadap skala psikologis diberi skor melewati proses penskalaan (scaling). 5. Salah satu skala psikologis diperuntukan guna mengungkap suatu atribut tunggal (Uni dimensional) 6. Hasil ukur skala psikologi harus teruji reliabilitasnya secara psikometris karena relevansi isi dan konteks kalimat yang digunakan sebagai stimulus pada skala psikologis lebih terbuka terhadap eror. 7. Validitas skala psikologis lebih ditentukan oleh kejelasan konsep psikologis yang hendak diukur dan operasionalnya. Penelitian ini menggunakan skala berbentuk pernyataan yang disusun dengan dua jenis aitem yang searah atau mendukung pernyataan (favorable) dan aitem yang tidak searah atau tidak mendukung pernyataan (unfavorable). Skala tersebut dirancang berdasar metode skala dari Likert dengan lima kategori pilihan yaitu Sangat Setuju (SS) , Setuju (S) , Netral (N) , Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS). Untuk aitem-aitem favourable, pilihan SS mendapata skor 5, S mendapat skor 4, N mendapat skor 3, TS mendapat skor 2 dan STS mendapat skor 1. Sebaliknya untuk aitem – aitem unfavourable pilihan SS mendapat skor 1, S mendapat skor 2, N mendapat skor 3, TS mendapat skor 4 dan STS mendapat skor 5. 50 3.4.1 Metode Pengumpulan Data Tingkat Stres Skala tingkat stres yang digunakan dalam penelitian ini, didasarkan dari 4 gejala stres yang peneliti rangkum dari beberapa pendapat para ahli yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Pembuatan skala tingkat stres berfungsi untuk mengukur tingkat stres penghuni rumah susun, yang disebabkan oleh stresor – stresor yang didapatkannya dari dalam rumah susun. Sebelum peneliti menyusun instrumen sebagai alat ukur penelitian, terlebih dahulu peneliti menyusun blue print. Blue print merupakan tabel yang digunakan sebagai acuan dan arahan agar pada saat penulisan item, item tetap terarah pada tujuan pengukuran skala dan tidak keluar dari batasan isi. Blue print berisi aspek – aspek yang akan diukur dan menjadi dasar penyusunan item. Adapun aspek dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada blue print sebagai berikut: Tabel 3.2 Blue Print Skala Tingkat Stres Aspek No. 1. Indikator Aitem Fav Gejala Mudah marah atau jengkel. 1 Emosional. Mudah cemas, ditandai dengan 17 rasa khawatir yang berlebihan. Sering kecewa. Jumlah Unfav 1 1 8 1 Suasana hati mudah berubah- 11 ubah. 1 Mudah tersinggung. 28 1 Sering gugup dan gelisah. 16 1 Sukar mengambil keputusan. 2 1 51 2. Gejala Kognitif Mudah tegang dan takut. 18 1 Sulit berkonsentrasi. 9 1 Daya ingat menurun. 3 1 Suka melamun secara berlebihan 10 1 Pikiran hanya pikiran saja. dipenuhi Kemampuan pekerjaan yang cenderung menurun. 3. satu melakukan 21 kompleks Gejala Mengalami gangguan tidur. Fisik atau Adanya gangguan pencernaan. Badan Sakit kepala. Gejala Sosial 1 1 20 1 12 1 26 1 Selera makan berubah – ubah. 4 1 Kehilangan energi. 22 1 Mual dan muntah. 29 1 Tekanan darah tinggi. 4. 19 5 1 Dada terasa panas dan nyeri. 23 1 Urat bahu dan punggung terasa sakit. Jantung berdebar – debar 6 27 1 Menutup diri secara berlebihan. 24 13 Menarik diri dar pergaulan. 14 30 Mudah bertengkar dengan orang 7 lain. Sering mencari kesalahan orang lain. Suka acuh orang lain. dan mendiamkan Jumlah 1 2 1 15 1 25 1 30 52 3.4.2 Metode Pengumpulan Data Kesesakan Pembuatan skala kesesakan berfungsi untuk mengukur tingkat kesesakan penghuni selama berada di rumah susun. Penyusunannya didasarkan atas teori dari Gifford (1987: 167) yang menyatakan bahwa aspek – aspek kesesakan meliputi aspek situasional, aspek behavioral, dan aspek emosional. Adapun aspek dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada blue print sebagai berikut: Tabel 3.3 Blue Print Skala Kesesakan. No. Aspek Indikator Aitem Fav 1. Aspek Situasional Aspek Behavioral Unfav Banyaknya orang yang 1 saling berdekatan. 1 Adanya hambatan dalam 9 tujuan atau pekerjaan karena banyaknya orang orang disekitar. 1 Adanya ruangan yang sempit dimana ada terlalu banyak orang didekat kita. Adanya tujuan yang 5 terhalang oleh serombongan orang Adanya gangguan fisik 12 atau perasaan tidak nyaman karena ruang menjadi berkurang dengan kedatangan tamu atau teman 2. Jumlah Meninggalkan kejadian. tempat 20 2 1 11 2 17 2 1 53 3. Aspek Emosional Reaksi yang individu 4, 19 mengarah pada perilaku agresi. Menghindari tatapan 13 mata. 3 Menarik diri interaksi sosial. 15, 8 3 Reaksi negatif terhadap 7 orang lain. 14 2 Reaksi yang 16, 10 berhubungan dengan perasaan. Mengacu pada suasana hati. 6 3 dari 18 Jumlah 3.5 3 1 20 Uji Coba Instrumen Data penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data try out terpakai. Dengan uji coba terpakai ini aitem-aitem yang sahih akan dipakai dalam analisis data dan aitem yang gugur akan dihapus dan tidak dimasukan dalam perhitungan analisis data. Uji coba instrument ini dilakukan terhadap 125 subjek penelitian, untuk mengetahui validitas dan reliabilitas alat ukur. Alasan menggunakan try out terpakai antara lain karena waktu yang terbatas, jumlah unit – unit sampling dalam populasi yang tidak banyak, dan kelebihan try out terpakai ini adalah dapat diterapkan pada jumlah subjek yang terbatas, sehingga penulis tidak perlu mengadakan try out terlebih dahulu dan hasil try out dapat dipakai menjadi data penelitian. 54 3.5.1 Validitas Validitas mempunyai arti sejauhmana akurasi suatu tes atau skala dalam menjalankan fungsi pengukurannya. Pengukuran dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur seperti dikehendaki oleh tujuan pengukuran tersebut. Akurat dalam hal ini berarti tepat dan cermat, sehingga apabila tes menghasilkan data yang tidak relevan dengan tujuan pengukuran maka dikatakan sebagai pengukuran yang memiliki validitas rendah (Azwar, 2010: 8) Validitas pada penelitian ini adalah validitas konstrak. Skala dikatakan valid jika cocok dengan konstruksi teoritis yang menjadi dasar penyusunnya. Pengujian dilakukan dengan menggunakan analisis butir dan dalam proses komputasinya menggunakan program SPSS 20.0 forWindows dengan rumus sebagai berikut : ∑ √{ ∑ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ ∑ } Keterangan : ∑X : Jumlah skor total variabel X ∑X : Jumlah skor total variable Y ∑XY : Jumlah skor-skor setelah X dan Y dikalikan N : Jumlah individu atau subjek. Berikut hasil uji coba menggunakan SPSS for Windows versi 20.0 diperoleh hasil sebagai berikut a. Skala Tingkat Stres Berdasarkan hasil uji coba skala tingkat stres yang terdiri dari 30 item 55 diperoleh hasil 28 item valid dan 2 item dinyatakan tidak valid. Item dinyatakan valid apabila signifikansi koefisien validitas lebih kecil dari α 0,05 atau taraf signifikansi 5%. Sebaliknya, apabila signifikansi koefisien validitas lebih besar dari α 0,05 atau taraf signifikansi 5% maka item dinyatakan tidak valid. Dari hasil uji coba skala tingkat stres diketahui item yang valid memiliki taraf signifikansi mulai dari 0,000 sampai dengan 0,002 sedangkan item yang tidak valid memiliki taraf signifikansi mulai dari 0,57 sampai dengan 0,188. Item yang tidak valid terdapat pada nomor 18 dan 19. Item yang tidak valid dapat dikarenakan kemungkinan kalimat tidak dipahami oleh subyek, kalimat dalam item memiliki makna ganda, item tidak mengungkap aspek yang hendak diukur bahkan dapat dikarenakan subyek faking good atau faking bad. Item yang tidak valid dibuang (tidak diperbaiki atau diganti) dikarenakan tiap aspek telah mewakili apa yang hendak diukur pada variabel tingkat stres. 28 item yang dinyatakan valid kemudian disusun kembali untuk digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian. Sebaran item dalam skala tingkat stres dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.4 Hasil Uji Coba Skala Tingkat Stres Aspek No. 1. Indikator Fav Gejala Mudah marah atau jengkel. 1 Emosional. Mudah cemas, ditandai 17 denganrasa khawatir yang berlebihan. Sering kecewa. 8 Suasana hati mudah berubah- 11 ubah. Aitem Jumlah Unfav 1 1 1 1 56 2. 3. Gejala Kognitif Mudah tersinggung. 28 1 Sering gugup dan gelisah. 16 1 Sukar mengambil keputusan. 2 1 Mudah tegang dan takut. 18* 1 Sulit berkonsentrasi. 9 1 Daya ingat menurun. 3 1 Suka melamun secara berlebihan 10 1 Pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja. Kemampuan melakukan 21 pekerjaan yang kompleks cenderung menurun. Mengalami gangguan tidur. Gejala Fisik atau Adanya gangguan pencernaan. Badan Sakit kepala. Gejala Sosial 1 1 20 1 12 1 26 1 Selera makan berubah – ubah. 4 1 Kehilangan energi. 22 1 Mual dan muntah. 29 1 Tekanan darah tinggi. 4. 19* 5 1 Dada terasa panas dan nyeri. 23 1 Urat bahu dan punggung terasa sakit. Jantung berdebar – debar 6 27 1 Menutup diri secara berlebihan. 24 13 2 Menarik diri dar pergaulan. 14 30 2 Mudah bertengkar dengan orang 7 lain. Sering mencari kesalahan orang lain. Suka acuh orang lain. dan mendiamkan Jumlah Keterangan : Tanda (*) merupakan item yang tidak valid. 1 1 15 1 25 1 30 57 b. Skala Kesesakan Berdasarkan hasil uji coba skala kesesakan, diperoleh hasil bahwa semua item yang berjumlah 20 item dinyatakan valid dan memiliki taraf signifikansi antara 0,000 sampai dengan 0,002. Item dinyatakan valid apabila signifikansi koefisien validitas lebih kecil dari α 0,05 atautaraf signifikansi 5%. Sebaliknya, apabila signifikansi koefisien validitas lebih besar dari α 0,05 atautaraf signifikansi 5% maka item dinyatakan tidak valid. Semua item dinyatakan valid dapat dikarenakan kemungkinan kalimat – kalimat yang dipakai mudah dipahami oleh subyek, kalimat dalam item tidak memiliki makna ganda, item mengungkap aspek yang hendak diukur dan bahkan dapat dikarenakan bahwa subyek tidak faking good atau faking bad. Dikarenakan semua jumlah item dinyatakan valid maka semua item akan langsung digunakan sebagai alat pengumpul data dalam penelitian. Sebaran item dalam skala kesesakan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Skala Kesesakan No. Aspek Indikator Aitem Fav 1. Aspek Situasional Jumlah Unfav Banyaknya orang yang 1 saling berdekatan. 1 Adanya hambatan dalam 9 tujuan atau pekerjaan karena banyaknya orang orang disekitar. 1 Adanya ruangan yang sempit dimana ada terlalu banyak orang didekat kita. 2 1 58 Adanya tujuan yang 5 terhalang oleh serombongan orang Adanya gangguan fisik 12 atau perasaan tidak nyaman karena ruang menjadi berkurang dengan kedatangan tamu atau teman 2. Aspek Behavioral Meninggalkan tempat 20 kejadian. Reaksi individu yang 4, 19 mengarah pada perilaku agresi. Menghindari mata. Aspek Emosional 2 17 2 1 3 tatapan 13 Menarik diri interaksi sosial. 3. 11 dari 18 3 1 15, 8 3 Reaksi negatif terhadap 7 orang lain. 14 2 Reaksi yang 16, 10 berhubungan dengan perasaan. Mengacu pada suasana hati. 6 3 Jumlah 20 Keterangan : Semua item dinyatakan valid. 3.5.2 Reliabilitas Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Dalam arti lain reliabilitas berarti kepercayaan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya namun gagasan pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar 2012: 7). Azwar (2012: 33) menyatakan bahwa secara 59 teoritik, besarnya koefisien reliabilitas dapat berada mulai dari angka 0 sampai dengan 1,00 akan tetapi pada kenyataannya koefisien reliabilitas yang mencapai angka maksimal 1,00 tidak pernah dijumpai dalam pengukuran psikologi. Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan bantuan program komputer SPSS for Windows versi 20.0 dengan teknik analisis Alpha Cronbach yaitu sebagai berikut : 2 k b r11 1 Vt 2 k 1 Dimana: r11 k Vt 2 2 b = reliabilitas instrumen = banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal = jumlah varian butir/item = varian total Berdasarkan hasil uji reliabilitas menggunakan SPSS for Windows versi 20.0. diperoleh hasil reliabilitas skala tingkat stres dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0, 865 dan skala kesesakan dengan koefisien alpha cronbach sebesar 0, 862. Berikut tabel reliabilitas pada masing-masing skala: Tabel 3.6 Hasil Perhitungan Reliabilitas Skala Skala Tingkat Stres Kesesakan Cronbach’s Alpha 0.865 0.862 N of Items 28 20 3.6 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik korelasi product moment (pearson) dengan menggunakan program SPSS for Window versi 20.0 dengan rumus sebagai berikut : 60 ∑ √{ ∑ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ ∑ } Keterangan : ∑X : Jumlah skor total variabel X ∑X : Jumlah skor total variable Y ∑XY : Jumlah skor-skor setelah X dan Y dikalikan N : Jumlah individu atau subjek. Hasilnya juga akan dibandingkan dengan cara pemberian kriteria yang sesuai dalam Azwar (2012: 126), sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 3.7 Penggolongan Kriteria Analisis Berdasarkan Mean Hipotetik Interval Skor µ + 1SD ≤ X µ - 1SD ≤ X< µ + 1SD X < µ - 1SD Keterangan : µ : Mean teoritis SD : Standar deviasi Kriteria Tinggi Sedang Rendah BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini akan membahas hal yang berkaitan dengan proses penelitian, hasil analisis data dan pembahasan mengenai hubungan kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Penelitian ini diharapkan akan memperoleh hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, oleh karenanya diperlukan analisis data yang tepat serta pembahasan mengenai analisis data tersebut secara jelas agar tujuan dari penelitian yang telah ditetapkan dapat tercapai. Data yang dipakai dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan skala psikologi. Data tersebut akan dianalisis dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. Hal yang berkaitan dengan proses, hasil dan pembahasan hasil penelitian akan diuraikan sebagai berikut : 4.1 Persiapan Penelitian 4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian Penelitian ini mengambil tempat pelaksanaan di rumah susun Pekunden Semarang. Rumah susun Pekunden berada di Kelurahan Pekunden Semarang yaitu RT 04, 05, dan 06/ RW 01. Lokasi rumah susun ini berada di pusat kota yaitu belakang Balai Kota Semarang. Data dari Dinas Tata Kota dan Perumahan/ DTKP Kota Semarang menyebutkan bahwa rumah susun Pekunden memiliki luas 3.889 m2 dengan luas bangunan 2.835 m2. Rumah susun Pekunden dibangun pada tahun 1990, terdiri dari 5 (lima) blok yaitu A, B, C, D dan E dan terdiri dari 4 61 62 (empat) lantai. Jumlah unit hunian sebanyak 92 unit, yang terdiri dari Tipe 27, tipe 38 dan tipe 54. Lantai dasar dipergunakan untuk kios sebanyak 28 unit (blok A dan E), Pujasera 2 unit, tempat dasaran (16 gerobak kayu dan 16 meja keramik), 4 kios besar (blok B). Rumah susun Pekunden diprioritaskan bagi penduduk/ warga pemilik rumah yang terkena proyek pembangunan rusun Pekunden, yang sebagian besar berprofesi sebagai karyawan atau buruh industri. Berdasarkan pengamatan peneliti, lingkungan di rumah susun terbilang kurang bersih dan kurang rapi, hal ini terlihat dari tata ruang lingkungan yang kurang baik, seperti banyak barang – barang yang dibiarkan berserakan di depan rumah, jemuran pakaian yang kurang tertata, warna cat tembok sebagian besar rumah terkesan kusam. Namun interaksi antar warga terjalin dengan sangat baik, yang terlihat dari kebiasaan warga di sore hari yang senang berkumpul atau sekedar berbincang – bincang di halaman depan rumah mereka. Subjek dalam penelitian ini adalah penghuni rumah susun Pekunden Semarang, dengan sampel penelitian berjumlah 159 orang. Dari 159 sampel penelitian, hanya 125 yang hasilnya dapat diolah lebih lanjut. Sedangkan 34 lainnya tidak terhitung dengan alasan bahwa ada 17 subjek sudah pindah rumah namun masih tercatat sebagai warga Pekunden, 8 subjek tidak mengisi skala penelitian dengan benar, 5 skala tidak dikembalikan dan sisanya 4 subjek tidak bersedia mengisi skala penelitian dengan berbagai alasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres. Pertimbangan melakukan penelitian di rumah susun Pekunden adalah sebagai berikut: 63 a. Ciri-ciri subjek yang akan diteliti memenuhi syarat tercapainya tujuan penelitian. b. Berdasarkan studi pendahuluan dengan wawancara, diperoleh temuan bahwa penghuni rumah susun Pekunden merasakan adanya kesesakan dan muncul gejala – gejala stres selama tinggal di rumah susun. c. Belum ada penelitian mengenai “hubungan kesesakan dengan tingkat stres” di rumah susun Pekunden Semarang. 4.1.2 Proses Perijinan Syarat yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian adalah mendapatkan ijin dari pihak yang bersangkutan. Pertama sebelum melakukan studi pendahuluan, pada tanggal 18 Maret 2015 peneliti meminta ijin secara lisan kepada ketua RT 04, 05 dan 06 RW 01 Pekunden Semarang untuk melakukan wawancara dengan 3 penghuni rumah susun. Kedua, pada tanggal 1 Oktober 2015 peneliti meminta ijin untuk menyebar skala penelitian pada masing – masing ketua RT. Proses perijinan dimulai dengan meminta surat pengantar dari jurusan psikologi Universitas Negeri Semarang. Surat pengantar tersebut kemudian diserahkan kepada masing – masing ketua RT 04, 05 dan 06 RW 01 Pekunden Semarang sebagai permohonan ijin untuk melakukan penelitian. 4.1.3 Penentuan Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah penghuni rumah susun Pekunden Semarang dengan kriteria yaitu laki – laki dan perempuan usia minimal 17 tahun yang bertempat tinggal di rumah susun Pekunden dengan minimal jumlah anggota keluarga 4 orang. 64 Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Istilah lain sampling jenuh adalah sensus, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel. 4.2 Pelaksanaan Penelitian 4.2.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu 2 minggu yaitu pada tanggal 1 Oktober 2015 hingga 15 Oktober 2015. Pada tanggal 1 Oktober 2015, peneliti mendatangi ketua RT 04 RW 01 rumah susun Pekunden untuk meminta ijin melakukan penelitian dan pada hari yang sama, peneliti membagikan 53 skala penelitian. Jumlah sampel di RT 04 RW 01 ada 58 subjek namun hanya 53 yang dapat ditemui peneliti dikarenakan 5 subjek tersebut sudah pindah rumah. Keesokan harinya, pada tanggal 2 Oktober 2015 peneliti kembali ke RT 04 untuk mengambil skala penelitian dan skala yang berhasil terkumpul sebanyak 53 skala. Di hari yang sama, peneliti menemui ketua RT 05 dan 06 untuk meminta ijin melakukan penelitian. Jumlah sampel di RT 05 ada 52 subjek sedangkan jumlah sampel di RT 06 ada 49 subjek. Peneliti kemudian hanya dapat membagikan 85 skala di RT 05 dan RT 06 dikarenakan terdapat 12 subjek yang sudah pindah rumah dan ada 4 subjek tidak mau mengisi skala. Selang beberapa hari pada tanggal 7 Oktober 2015, peneliti kembali mendatangi RT 05 dan RT 06 untuk mengambil skala yang telah dibagikan namun hanya terkumpul 28 skala. Selanjutnya, peneliti kembali lagi pada tanggal 10 dan 11 Oktober 2015 dan berhasil mengumpulkan 46 skala. Untuk terakhir kalinya pada tanggal 15 Oktober 65 2015 peneliti mengumpulkan kembali 6 skala penelitian. Total jumlah skala yang berhasil dikumpulkan peneliti di rumah susun Pekunden sebanyak 133 skala. Pengumpulan data memerlukan banyak waktu karena tidak semua penghuni rumah susun bersedia untuk mengisi skala penelitian di hari yang sama saat skala tersebut dibagikan. Peneliti perlu beberapa kali mendatangi kembali penghuni untuk mengambil skala, namun tidak jarang para penghuni belum mengisi skala tersebut dengan berbagai alasan seperti sibuk kerja. Bahkan sebagian penghuni merasa enggan dan perlu waktu lama untuk mengisinya. Selain itu peneliti juga harus menjelaskan petunjuk pengisian skala kepada sejumlah penghuni karena terdapat beberapa penghuni yang tidak bisa baca tulis bahkan mengaku belum pernah mengisi skala psikologi. 4.2.2 Pelaksanaan Skoring Setelah pengumpulan data dilakukan dan skala telah diisi oleh responden kemudian dilakukan skoring data. Langkah-langkah dalam pelaksanaan skoring dilakukan dengan memberikan skor pada masing-masing jawaban yang telah diisi oleh responden dengan rentang skor satu sampai lima pada skala kesesakan dan skala tingkat stres dengan memperhatikan sifat aitem favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Skor dari item favorable adalah 5 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 4 untuk sesuai (S), 3 untuk netral (N), 2 untuk tidak sesuai (TS), dan 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Dan sebaliknya skor dari item unfavorable adalah 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk sesuai (S), 3 untuk netral (N), 4 untuk tidak sesuai (TS), dan 5 untuk sangat tidak sesuai (STS) 66 Setelah skoring selesai, kemudian dilakukan tabulasi data pada masingmasing skala, baik skala kesesakan maupun skala tingkat stres. Tabulasi data kemudian digunakan untuk melakukan olah data yang meliputi uji validitas dan reliabilitas, uji normalitas, uji linieritas dan uji hipotesis. 4.3 Hasil Penelitian 4.3.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif bertujuan untuk memberikan deskripsi mengenai subjek penelitian berdasarkan data variabel yang diperoleh dari kelompok subjek yang diteliti dan tidak di maksudkan untuk pengujian hipotesis (Azwar, 2012: 126). Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional. Untuk menganalisis hasil penelitian, peneliti menggunakan angka yang dideskripsikan dengan menguraikan kesimpulan yang didasari oleh angka yang diolah dengan metode statistik. Metode statistik digunakan untuk mencari tahu besarnya mean hipotetik ( mean teoritik ) dan standar deviasi dengan mendasarkan pada jumlah item, skor maksimal, serta skor minimal pada masing-masing alternatif jawaban. Deskripsi ini dilakukan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan terlebih dahulu dan dalam penelitian ini permasalahan yang ingin diungkapkan adalah bagaimana hubungan kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. 4.3.2 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Salah satu skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala tingkat stres, dimana skala tersebut disusun berdasarkan aspek yang menyusun tingkat stres. Oleh karena itu, gambaran tingkat stres dapat ditinjau baik secara umum 67 maupun secara spesifik dari setiap aspeknya. Berikut merupakan gambaran tingkat stres yang ditinjau secara umum dan spesifik. a. Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Gambaran secara umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat dilihat dari analisis data dengan perhitungan statistik. Tingkat stres diukur menggunakan skala tingkat stres yang terdiri dari 28 item yang valid dengan skor tertinggi lima dan skor terendah satu. Berikut ini merupakan analisis deskriptif tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang: Jumlah Item = 28 Skor Tertinggi = 28 x 5 = 140 Skor Terendah = 28 x 1 = 28 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 84 = = = 18,6 µ + 1ϭ = 84 + 18, 6 = 102, 6 µ - 1ϭ = 84 – 18,6 = 65,4 68 Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres sebagai berikut : Tabel 4.1 Kriteria Tingkat Stres Interval Skor Interval µ + 1ϭ ≤ X 102,6 ≤ X µ - 1ϭ ≤ X< µ + 1ϭ 65,4 ≤ X <102,6 X < µ - 1ϭ X <65,4 Kriteria Tinggi Sedang Rendah Berdasarkan kategori tersebut maka dapa disimpulkan hasil penelitian tentang tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang sebagai berikut : Tabel 4.2 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Interval Skor 102,6 ≤ X 65,4 ≤ X <102,6 X <65,4 Kriteria Tinggi Sedang Rendah Tingkat Stres F 4 91 30 % 3,2 % 72,8 % 24 % Berdasarkan keterangan diatas, maka dari tabel dapat diketahui tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Berikut adalah grafik tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang : 69 Gambaran Umum Tingkat Stres 3,2% 24% Tinggi 72,8% Sedang Rendah Gambar 4.1 Gambaran Umum Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang a. Gambaran Spesifik Tingkat Stres pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Tiap Gejala Tingkat Stres dapat dilihat dari beberapa gejala, yakni gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Gambaran setiap gejala tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Emosional. Gambaran tingkat stres berdasarkan gejala emosional dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item =7 Skor Tertinggi = 7 x 5 = 35 Skor Terendah =7x1=7 Mean Teoritis (µ) = 70 = Standar Deviasi (ϭ) = 21 = = = 4,6 µ + 1ϭ = 21 + 4,6 = 25,6 µ - 1ϭ = 21 – 4,6 = 16,4 Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres berdasarkan gejala emosional sebagai berikut : Tabel 4.3 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Emosional Interval Skor 25,6 ≤ X 16,4 ≤ X < 25,6 X <16,4 Kriteria Tinggi Sedang Rendah Gejala Emosional F 16 84 25 % 12,8 % 67,2 % 20 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala emosional berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala emosional : 71 Gejala Emosional 12,8% 20% Tinggi Sedang Rendah 67,2% Gambar 4.2 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Emosional 2) Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif. Gambaran tingkat stres berdasarkan gejala kognitif dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item =4 Skor Tertinggi = 4 x 5 = 20 Skor Terendah =4x1=4 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = = 12 72 = = 2,6 µ + 1ϭ = 12 + 2,6 = 14,6 µ - 1ϭ = 12 – 2,6 = 9,4 Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres berdasarkan gejala kognitif sebagai berikut : Tabel 4.4 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif Interval Skor 14,6 ≤ X 9,4 ≤ X < 14,6 X <9,4 Kriteria Gejala Kognitif F 14 70 41 Tinggi Sedang Rendah % 11,2 % 56 % 32,8 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala kognitif berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala kognitif : Gejala Kognitif 11,2% 32,8% Tinggi 56% Sedang Rendah 73 Gambar 4.3 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Kognitif 3) Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan. Gambaran tingkat stres berdasarkan aspek gejala fisik atau badan dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item = 10 Skor Tertinggi = 10 x 5 = 50 Skor Terendah = 10 x 1 = 10 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 30 = = = 6,6 µ + 1ϭ = 30 + 6,6 = 36,6 µ - 1ϭ = 30 – 6,6 = 23,4 Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres berdasarkan gejala fisik atau badan sebagai berikut : 74 Tabel 4.5 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan Interval Skor Kriteria 36,6 ≤ X 23,4 ≤ X < 36,6 X <23,4 Tinggi Sedang Rendah Gejala Fisik atau Badan F % 7 5,6 % 88 70,4 % 30 24 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala fisik atau badan berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala fisik atau badan : Gejala Fisik atau Badan 5,6% 24% Tinggi 70,4% Sedang Rendah Gambar 4.4 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Fisik atau Badan 4) Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Sosial. Gambaran tingkat stres berdasarkan gejala sosial dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item =7 Skor Tertinggi = 7 x 5 = 35 75 Skor Terendah =7x1=7 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 21 = = = 4,6 µ + 1ϭ = 21 + 4,6 = 25,6 µ - 1ϭ = 21 – 4,6 = 16,4 Atas dasar rumus – rumus diatas, maka disusun kategorisasi tingkat stres berdasarkan gejala sosial sebagai berikut : Tabel 4.6 Gambaran Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Sosial Interval Skor Kriteria 25,6 ≤ X 16,4 ≤ X < 25,6 X <16,4 Tinggi Sedang Rendah Gejala Sosial F 6 62 57 % 4,8 % 49,6 % 45,6 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala sosial berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala sosial : 76 Gejala Sosial 4,8% 45,6% Tinggi 49,6% Sedang Rendah Gambar 4.5 GambaranTingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Gejala Sosial Penjelasan secara deskriptif tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang sebagaimana dijelaskan di atas dapat disajikan secara singkat dalam tabel berikut: Tabel 4.7 Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Gejala Gejala Emosional Gejala Kognitif Gejala Fisik atau Badan Gejala Sosial Tinggi 12,8 % 11,2 % 5,6 % 4,8 % Kategori Sedang 67,2 % 56 % 70,4 % 49,6 % Rendah 20 % 32,8 % 24 % 45,6 % Diagram persentase ringkasan analisis tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan tiap gejala dapat dilihat di bawah ini: 77 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Tinggi Sedang Rendah Gejala Gejala Emosional Kognitif Gejala Fisik atau Badan Gejala Sosial Gambar 4.6 Ringkasan Deskriptif Tingkat Stres Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan gejala – gejala tingkat stres yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial berada dalam kategori sedang. 4.3.3 Gambaran Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Dalam penelitian ini, selain menggunakan skala tingkat stres, peneliti juga menggunakan skala kesesakan yang disusun berdasarkan aspek – aspek kesesakan yaitu aspek situasional, aspek behavioral dan aspek emosional. Gambaran kesesakan dapat ditinjau baik secara umum maupun secara spesifik dari setiap aspeknya. Berikut merupakan gambaran kesesakan yang ditinjau secara umum dan spesifik. b. Gambaran Umum Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Gambaran secara umum kesesakan penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat dilihat dari analisis data dengan perhitungan statistik. Kesesakan 78 diukur menggunakan skala kesesakan yang terdiri dari 20 item yang valid dengan skor tertinggi lima dan skor terendah satu. Berikut ini merupakan analisis deskriptif kesesakan penghuni rumah susun Pekunden Semarang: Jumlah Item = 20 Skor Tertinggi = 20 x 5 = 100 Skor Terendah = 20 x 1 = 20 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 60 = = = 13,3 µ + 1ϭ = 60 + 13,3 = 73,3 µ - 1ϭ = 60 – 13,3 = 46,7 Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan sebagai berikut : Tabel 4.8 Kriteria Kesesakan Interval Skor µ + 1ϭ ≤ X µ - 1ϭ ≤ X< µ + 1ϭ X < µ - 1ϭ Interval 73,3 ≤ X 46,7 ≤ X < 73,3 X < 46,7 Kriteria Tinggi Sedang Rendah 79 Berdasarkan kategorisasi tersebut maka dapat disimpulkan hasil penelitian tentang kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang sebagai berikut : Tabel 4.9 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Interval Skor 73,3 ≤ X 46,7 ≤ X < 73,3 X < 46,7 Kriteria Kesesakan F 10 83 32 Tinggi Sedang Rendah % 8% 66,4 % 25,6 % Berdasarkan keterangan diatas, maka dari tabel dapat diketahui secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Berikut adalah grafik kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang : Gambaran Umum Kesesakan 25,6% 8% Tinggi 66,4% Sedang Rendah Gambar 4.7 Gambaran Umum Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang 80 c. Gambaran Spesifik Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Tiap Aspek Kesesakan dapat dilihat dari beberapa aspek, yakni dari aspek situasional, aspek behavioral dan aspek emosional. Gambaran setiap aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional. Gambaran kesesakan berdasarkan aspek situasional dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item =7 Skor Tertinggi = 7 x 5 = 35 Skor Terendah =7x1=7 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 21 = = = 4,6 µ + 1ϭ = 21 + 4,6 = 25,6 µ - 1ϭ = 21 – 4,6 = 16,4 81 Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan berdasarkan aspek situasional sebagai berikut : Tabel 4.10 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional Interval Skor 25,6 ≤ X 16,4 ≤ X < 25,6 X <16,4 Kriteria Aspek Situasional F 15 76 34 Tinggi Sedang Rendah % 12 % 60,8 % 27,2 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek situasional berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek situasional: Aspek Situasional 27,2% 12% Tinggi 60,8% Sedang Rendah Gambar 4.8 GambaranKesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional 82 2) Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Behavioral. Gambaran kesesakan berdasarkan aspek behavioral dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item =8 Skor Tertinggi = 8 x 5 = 40 Skor Terendah =8x1=8 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 24 = = = 5,3 µ + 1ϭ = 24 + 5,3 = 29,3 µ - 1ϭ = 24 – 5,3 = 18,7 Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan berdasarkan aspek behavioral sebagai berikut : 83 Tabel 4.11 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Behavioral Interval Skor Kriteria 29,3 ≤ X 18,7 ≤ X < 29,3 X <18,7 Tinggi Sedang Rendah Aspek Behavioral F 10 83 32 % 8% 66,4 % 25,6 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek behavioral berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagramkesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek behavioral: Aspek Behavioral 8% 25,6% Tinggi 66,4% Sedang Rendah Gambar 4.9 GambaranKesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Situasional 3) Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Emosional. Gambaran kesesakan berdasarkan aspek emosional dijelaskan sebagai berikut: Jumlah Item =5 84 Skor Tertinggi = 5 x 5 = 25 Skor Terendah =5x1=5 Mean Teoritis (µ) = = Standar Deviasi (ϭ) = 15 = = = 3,3 µ + 1ϭ = 15 + 3,3 = 18,3 µ - 1ϭ = 15 – 3,3 = 11,7 Atas dasar rumus – rumus diatas maka disusun kategorisasi kesesakan berdasarkan aspek emosional sebagai berikut : Tabel 4.12 Gambaran Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Emosional Interval Skor 18,3 ≤ X 11,7 ≤ X < 18,3 X <11,7 Kriteria Tinggi Sedang Rendah Aspek Emosional F 13 80 32 % 10,4 % 64 % 25,6 % Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat bahwa secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek 85 emosional berada dalam kategori sedang. Berikut adalah diagram kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek emosional: Aspek Emosional 10,4% 25,6% Tinggi 64% Sedang Rendah Gambar 4.10 GambaranKesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan Aspek Emosional Penjelasan secara deskriptif kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang sebagaimana dijelaskan di atas dapat disajikan secara singkat dalam tabel berikut: Tabel 4.13 Ringkasan Deskriptif Kesesakan Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Aspek Aspek Situasional Aspek Behavioral Aspek Emosional Tinggi 12 % 8% 10,4 % Kategori Sedang 60,8 % 66,4 % 64 % Rendah 27,2 % 25,6 % 25,6 % Diagram persentase ringkasan analisis kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan tiap aspek dapat dilihat di bawah ini: 86 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Tinggi Sedang Rendah Aspek Situasional Aspek Behavioral Aspek Emosional Gambar 4.11Ringkasan Deskriptif Kesesakan Berdasarkan tabel dan grafik di atas, dapat diketahui bahwa kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berdasarkan aspek – aspek kesesakan yaitu aspek situasional, aspek behavioral, dan aspek emosional berada dalam kategori sedang. 4.4 Hasil Uji Asumsi 4.4.1 Uji Normalitas Uji normalitas data dilakukan untuk membuktikan apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan sebelum uji hipotesis. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan teknik One-Sample Kolomogorov-Smirnov Test dilakukan dengan SPSS Versi 20.0 for Windows. Hasil uji normalitas disajikan dalam tabel berikut: 87 Tabel 4.14 Uji Normalitas Tabel hasil uji normalitas diatas menunjukkan bahwa sebaran data pada skala kesesakan dan tingkat stres berdistribusi normal. Pada skala kesesakan diperoleh nilai mean sebesar 55,47 dengan nilai signifikansi 0, 647 (p > 0,05) maka sebaran dinyatakan normal. Pada uji normalitas terhadap skala tingkat stres diperoleh nilai mean sebesar 74,85 dengan nilai signifikansi sebesar 0,401 (p > 0,05 signifikan) maka sebaran data dinyatakan normal. 4.4.2 Uji Linearitas Uji linearitas dilakukan untuk menguji apakan pola sebaran variabel X dan Variabel Y membentuk garis linear atau tidak. Untuk menguji linearitas tersebut, digunakan SPSS Versi 20.0 for Windows. Untuk mengetahui linear atau tidak sebaran adalah dengan melihat jika p < 0,05 maka sebaran dinyatakan linear dan jika p > 0,05 maka sebaran dinyatakan tidak linear. Hasil uji linearitas dapat dilihat dalam tebel berikut ini: 88 Tabel 4.15 Hasil Uji Linearitas ANOVA Table Stres * Kesesakan Between Groups Sum of Squares (Combined) 19836,737 Linearity 12940,629 Deviation from Linearity 6896,108 43 1 42 81 461,319 12940,629 164,193 92,659 4,979 139,659 1,772 ,000 ,000 ,014 Df Mean Square F Sig. Within Groups 7505,375 Total 27342,112 124 Berdasarkan tabel diatas, hasil perhitungan diperoleh F sebesar 139,659 dengan p = 0,000. Oleh karena p < 0,05, maka pola hubungan variabel kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat dinyatakan linear. 4.4.3 Uji Hipotesis Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Dalam perhitungannya penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS Versi 20.0 for Windows. 89 Tabel 4.16 Hasil Uji Hipotesis Variabel Kesesakan dan Tingkat Stres Correlations Kesesakan Pearson Correlation Kesesakan 1 Sig. (2-tailed) N Stres Pearson Correlation Stres ** ,688 ,000 125 125 ** 1 ,688 Sig. (2-tailed) ,000 N 125 125 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Berdasarkan tebel di atas, diketahui bahwa koefisien korelasi kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun sebesar 0,688 dengan taraf signifikansi p = 0,000 dimana p < 0,01. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang berbunyi “ ada hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang” diterima. Nilai koefisien korelasi positif, menunjukkan hubungan yang terjadi adalah hubungan positif. Kenaikan suatu variabel akan diikuti dengan kenaikan variabel lain. Artinya, semakin tinggi kesesakannya maka akan semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. 4.5 Pembahasan Pembahasan yang akan dipaparkan peneliti berisi dua bagian, yaitu pembahasan mengenai hasil analisis deskriptif dan hasil analisis inferensial. Berikut ini pembahasan yang akan dijelaskan oleh peneliti: 90 4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Kesesakan dan Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang. 1) Analisis Deskriptif Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Tingkat Stres adalah tingkatan reaksi individu yang berasal dari tekanan emosional dan kekurangmampuan invidu untuk menyesuaikan diri yang disebabkan karena adanya persepsi ketakutan dan kecemasan sehingga dapat merusak keadaan fisiologis serta menganggu keseimbangan hidup bagi individu. Anoraga, dkk (2010: 10) merumuskan stres sebagai reaksi dari tekanan emosional, juga rangsangan – rangsangan yang merusak keadaan fisiologis individu. Tingkat stres yang dialami seseorang dapat ringan, sedang dan berat. Hal ini sering disebabkan oleh perbedaan masing – masing sumber stres pada setiap orang. Secara rinci tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang digambarkan dalam 4 (empat) gejala stres yaitu gejala emosional, gejala kognitif, gejala fisik atau badan dan gejala sosial. Gejala emosional ditunjukkan dengan indikator seperti mudah marah atau jengkel, mudah cemas yang ditandai rasa khawatir yang berlebihan, sering kecewa, suasana hati mudah berubah – ubah, mudah tersinggung, sering gugup dan gelisah, sukar mengambil keputusan dan mudah tegang dan takut. Dilihat dari gejala emosional, hasil penelitian menyebutkan bahwa tingkat stres sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang yaitu sebanyak 84 orang penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hal ini berarti meskipun terkadang penghuni rumah susun Pekunden Semarang mengalami stres, namun hal ini tidak akan 91 mengganggu penghuni secara emosional. Meskipun dihadapkan dengan stres namun emosional mereka tidak terganggu. Mereka dapat mengendalikan emosinya dengan baik seperti tidak mudah marah, suasana hati cenderung stabil, tidak mudah tersinggung dan lain sebagainya. Gejala lain yang diungkap adalah gejala kognitif. Gejala kognitif ditunjukkan dengan indikator sulit berkonsentrasi, daya ingat menurun, suka melamun secara berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja bahkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan kompleks cenderung menurun. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara umum dilihat dari aspek gejala kognitif penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hal ini membuktikan bahwa sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak menunjukkan indikator gejala – gejala kognitif. Gejala yang diungkap selanjutnya adalah gejala fisik atau badan. Gejala fisik atau badan ditandai dengan adanya gangguan tidur, gangguan pencernaan, sakit kepala, selera makan berubah – ubah, tekanan darah tinggi, dada terasa panas atau nyeri, urat bahu dan punggung terasa sakit dan jantung berdebar – debar. Hasil yang diperoleh tidak jauh berbeda dengan gejala – gejala sebelumnya, yaitu secara umum ditinjau dari gejala fisik atau badan penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang yaitu sebesar 88 orang. Hal ini menunjukkan bahwa secara fisik sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak terganggu. Sebanyak 88 orang tidak mengalami gangguan tidur, gangguan pencernaan, sakit kepala, tekanan darah tinggi dan gejala fisik lainnya. 92 Gejala yang diungkap terakhir adalah gejala sosial. Gejala sosial ditunjukkan dengan indikator perilaku seperti menutup diri secara berlebihan, menarik diri dari pergaulan, mudah bertengkar dengan orang lain, sering mencari kesalahan orang lain dan suka acuh dan mendiamkan orang lain. Berdasarkan hasil penelitian, secara umum tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang ditinjau dari gejala sosial berada dalam kategori sedang yaitu sebanyak 62 orang. Sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak menunjukkan indikator dari gejala sosial. Malah sebaliknya, penghuni rumah susun Pekunden Semarang menunjukkan indikator mudah bergaul, membuka diri dengan lingkungan, mudah bergaul bahkan jarang bertengkar dengan tetangga. Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hasil ini jauh berbeda dengan fenomena yang peneliti angkat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara diperkirakan bahwa tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori tinggi, namun hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang kemungkinan dapat disebabkan disaat penelitian berlangsung, subjek penelitian sedang tidak mengalami stres yang tinggi, karena stres itu bersifat temporer yaitu hanya berlangsung dalam jangka waktu tertentu dan sesudah terjadi (stres) individu dapat berfungsi secara optimal kembali (Handoyo dalam Mumtahinnah, 2005: 12). 93 Gejala yang paling tinggi yang berada dalam kategori sedang adalah gejala fisik atau badan. Hal ini dapat kemungkinan dapat disebabkan sumber – sumber utama penyebab stres penghunui rumah susun Pekunden Semarang bukan berasal dari dalam lingkungan melainkan dari diri individu itu sendiri. Sedangkan Anoraga (2006: 109) menyebutkan selain perubahan dalam lingkungan, faktor utama yang berkaitan langsung dengan stres adalah diri manusia sendiri. Dalam hubungannya dengan gangguan badan dikatakan bahwa stres mempengaruhi otak, yang kemudian melalui sistem neurohumoral menyebabkan gejala – gejala badaniah yang dipengaruhi oleh hormon (adreanalin) dan sistem saraf otonom. Adrenalin yang meningkat menimbulkan kadar asam dan lemak bebas dan selanjutnya terjadi kenaikan tekanan darah, denyut jantung yang bertambah dan keduanya mengakibatkan gangguan pada kerja jantung mudah menimbulkan kematian mendadak (serangan jantung). Sarafino (dalam Smet, 1994: 115) menyebutkan bahwa tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan umur individu, stres juga muncul melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan. Reaksi terhadap stres bervariasi antara satu orang dengan yang lain dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh variabel dalam kondisi individu itu sendiri seperti umur, tahap kehidupan, jenis kelamin, temperamen, faktor – faktor genetik, dll bahkan karakteristik kepribadian introvert-ektrovert, tipe kepribadian bahkan kekebalan dan ketahanan. Kekebalan dan ketahanan erat kaitannya dengan adanya perasaan mampu menghadapi stres tiap orang berbeda – beda. Perasaan mampu diartikan kepercayaan seseorang atau 94 kemampuannya menanggulangi situasi penuh stres merupakan faktor utama dalam menentukan kerasnya tingkat stres (Atkinson dkk, 2010: 231). Tidak semua penghuni rumah susun Pekunden Semarang memilki kemampuan untuk menanggulangi situasi penuh stres. Misalnya sebagian penghuni menganggap bahwa tinggal di lingkungan rumah susun merupakan sebuah stressor, namun disisi lain banyak penghuni yang tidak menganggap hal tersebut sebagai suatu gangguan. Kemungkinan sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang sudah terbiasa tinggal di lingkungan rumah susun dengan kondisi yang sesak dan sudah mempunyai toleransi terhadap kondisi lingkungan hidupnya. Mereka tidak menganggap lingkungannya sebagai stressor. Justru dengan mereka tinggal di rumah susun membuat hubungan mereka dengan tetangga menjadi lebih akrab. Sears (2007: 231) mengungkapkan bahwa kadang – kadang banyak orang terasa menyenangkan tetapi biasanya kehadiran mereka memperkuat situasi sosial. Dengan kata lain, situasi yang pada dasarnya positif akan menjadi semakin positif bila kepadatan meningkat. Dengan adanya interaksi yang intens dengan lingkungan sekitar maka akan tercipta sebuah “dukungan masyarakat”. Atkinson dkk (2010: 232) menyatakan bahwa dukungan masyarakat adalah dukungan emosional dan adanya perhatian orang lain yang dapat membuat orang tahan menghadapi stres. Studi – studi menunjukkan bahwa orang – orang dengan banyak hubungan kemasyarakatan (perkawinan, kawan dekat dan kerabat, keanggotaan keagamaan dan perkumpulan kelompok lainnya) cenderung dapat hidup lebih lama dan lebih sedikit menjadi mangsa penyakit yang berkaitan 95 dengan stres dibandingkan dengan orang – orang yang mempunyai sedikit dukungan kemasyarakatan (Cobb & Antonovsky dalam Atkinson dkk, 2010: 232). Selain hal – hal diatas, tingkat stres penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang dimungkinkan dapat disebabkan karena studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti hanya dengan menggunakan wawancara. Peneliti hanya melakukan wawancara dengan 3 (tiga) penghuni rumah susun sehingga hasil yang didapatkan kurang menggambarkan keadaan subjek penelitian yang sebenarnya. Mungkin saja, pada saat studi pendahuluan subjek merasakan gejala – gejala stres, namun pada dasarnya stres bersifat temporer atau sementara sehingga pada saat penelitian dilakukan gejala – gejala stres tersebut dapat semakin berkurang. 2) Analisis Deskriptif Kesesakan Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Kesesakan adalah perasaan subjektif yang dialami oleh seseorang dalam merespon situasi kepadatan karena sempitnya ruang yang tersedia dan perasaan ini dapat diekspresikan dengan rasa senang maupun tidak senang. Kesesakan ini akan terjadi apabila terdapat hambatan tertentu dalam usaha interaksi sosial dan usaha pencapaian tujuan yaitu ketika individu menerima stimulus yang terus menerus dan tidak mampu untuk mengontrolnya dan mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan personalnya. Kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang digambarkan dalam 3 (tiga) aspek. Aspek pertama adalah aspek situasional. Indikator yang digunakan untuk mengungkap aspek situasional adalah banyaknya orang yang 96 saling berdekatan, adanya hambatan dalam tujuan atau pekerjaan karena banyaknya orang disekitar, adanya ruangan yang sempit dimana ada terlalu banyak orang didekat kita, adanya tujuan yang terhalang oleh serombongan orang dan adanya gangguan fisik atau perasaan tidak nyaman karena ruang menjadi berkurang dengan kedatangan tamu atau teman. Ditinjau dari aspek situasional, secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 76 orang. Hal ini menunjukkan sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat melakukan pekerjaan mereka dan tanpa adanya hambatan dan gangguan fisik, meski banyak orang disekitar mereka yang mungkin bisa menghambat pekerjaan atau tujuan. Namun adanya banyak orang disekitar mereka tidak dapat menjadi penghalang untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan. Aspek kedua adalah aspek behavioral. Indikator yang digunakan untuk mengungkap aspek behavioral adalah meninggalkan tempat kejadian, reaksi individu yang mengarah pada perilaku agresi, menghindari tatapan mata dan menarik diri dari interaksi sosial. Ditinjau dari aspek behavioral, secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 83 orang. Reaksi negatif yang dimunculkan oleh penghuni rumah susun Pekunden Semarang terhadap kondisi lingkungan mereka yang sesak berada dalam kategori sedang. Artinya secara umum penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak memberikan reaksi perilaku yang negatif seperti menarik diri dari interaksi sosial. Mereka tidak menanggapi kondisi lingkungan 97 mereka yang sesak dengan perilaku yang negatif, justru mereka nyaman dengan kondisi lingkungannya yang padat dan sesak. Aspek ketiga adalah aspek emosional. Indikator yang digunakan untuk mengungkap aspek emosional adalah reaksi negatif terhadap orang lain dan reaksi yang berhubungan dengan perasaan yang mengacu pada suasana hati. Ditinjau dari aspek emosional, secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 80 orang. Hal ini menunjukkan bahwa penghuni rumah susun Pekunden Semarang mampu mengendalikan emosi yang mereka miliki. Lingkungan yang padat justru membuat mereka terganggu secara emosi. Berdasarkan hasil penelitian, jika ditinjau secara umum kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Hasil yang didapatkan berbeda dengan fenomena yang peneliti angkat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara diperkirakan bahwa penghuni rumah susun Pekunden Semarang mempunyai tingkat kesesakan yang tinggi, namun hasil penelitian menunjukkan kesesakan penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Artinya sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang tidak begitu merasakan kesesakan di lingkungan mereka tinggal. Kondisi lingkungan yang sesak ternyata tidak menjadi hambatan dan gangguan mereka dalam melakukan aktivitas. Malah sebaliknya, sebagian besar penghuni rumah susun Pekunden Semarang merasa nyaman dengan tempat tinggal mereka. 98 Aspek yang paling tinggi yang berada dalam kategori sedang adalah aspek emosional. Aspek emosional erat kaitannya dengan perasaan seseorang dan biasanya bersifat negatif yang mengacu pada suasana hati biasanya suasana hati yang buruk (Gifford, 1987: 167). Aspek situasional dan behavioral mempunyai skor yang lebih rendah jika dibandingkan dengan aspek emosional. Hal ini berarti penghuni rumah susun Pekunden Semarang faktor situasional yaitu banyaknya orang disekitar mereka tidak menjadi penghalang untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan dan tidak memberikan reaksi perilaku yang negatif. Baum dan Fisher (dalam Bell, 1976: 215) mengungkapkan bahwa individu – individu yang tinggal di wilayah kepadatan tinggi akan mengendalikan diri agar mereka dapat mengurangi rasa sesak dan pengaruh – pengaruh negatif dari lingkungan. Adanya pengendalian diri ini membuat para penghuni menjadi terbiasa dengan situasi lingkungannya yang padat. Penghuni rumah susun Pekunden Semarang dapat melakukan aktivitas dengan baik dan merasa nyaman tanpa adanya gangguan dan hambatan akibat kesesakan di lingkungan tempat mereka tinggal. Rasa nyaman dapat timbul karena adanya proses adaptasi yang mereka lakukan. Iskandar (2012: 46) menyatakan bahwa adaptasi adalah suatu pergeseran kuantitatif dalam memberikan penilaian atau respon afeksi sepanjang stimulus yang menerpa dirinya secara terus menerus. Adaptasi erat kaitannya dengan proses penyesuaian diri dengan lingkungan. Para penghuni sudah cukup lama tinggal di lingkungan rumah susun, bahkan sebagian ada yang sudah tinggal di rumah susun sejak lahir. Hal tersebut tentunya menjadikan para penghuni sudah harus beradaptasi dengan 99 lingkungan rumah susun dalam jangka waktu yang sangat lama. Akibatnya sekarang mereka sudah terbiasa dengan kondisi lingkungan rumahnya yang padat dan sesak. Selain hal diatas, kondisi sosial rumah susun Pekunden Semarang juga mempengaruhi. Kondisi sosial dapat mempengaruhi apakah seseorang merasakan kesesakan atau tidak. Fisher dalam (Bell, 1976: 215) menyatakan bahwa apabila kita berada di sekitar orang – orang yang kita kenal maka kita tidak akan merasa sesak, tetapi sebaliknya apabila kita berada diantara orang - orang dimana kita tidak mengenalnya maka akan timbul sesak pada diri kita. Hasil temuan Evans (2007: 1) yang meneliti tentang kesesakan dan personal space pada 139 penumpang kereta api komuter, menemukan bahwa duduk terlalu dekat dengan penumpang lain dalam suasana yang sesak dan padat secara signifikan memicu timbulnya tiga indikasi stres. Tempat duduk yang padat dan sesak dengan gangguan dari orang – orang asing lebih memicu timbulnya stres daripada diantara orang – orang dengan hubungan interpersonal yang positif (Evan, 2007: 3). Jarak rumah yang berdekatan di rumah susun Pekunden Semarang membuat para penghuni saling kenal dan menumbuhkan rasa kekeluargaan diantara mereka. Berdasarkan observasi penulis, interaksi antar warga terjalin dengan sangat baik, yang terlihat dari kebiasaan warga di sore hari yang senang berkumpul dan berbincang – bincang di halaman depan rumah mereka. Meskipun bukan saudara tetapi jarak rumah yang berdekatan membuat sesama penghuni menjadi seperti keluarga. Mereka tidak lagi menganggap tetangganya sebagai 100 orang lain. Hubungan di lingkungan sosial menjadi lebih akrab dan interaksi sosial menjadi intens, akibatnya para penghuni sudah tidak lagi merasakan kesesakan. Epstein dalam Sears (2007: 234) menyatakan bahwa pengaruh negatif dari kepadatan tempat tinggal tidak akan terjadi bila penghuni mempunyai sikap kooperatif dan tingkat kendali tertentu. Dijelaskan oleh Eipstein bahwa sebuah keluarga tidak banyak mengalami kesesakan rumah, mungkin karena mereka mampu mengendalikan rumah mereka dan mempunyai pola interaksi yang dapat meminimalkan timbulnya masalah tempat tinggal berkepadatan tinggi dan sebaliknya apabila kurang mampu mengendalikan lingkungan dan hanya memiliki sedikit motivasi untuk bekerja sama menunjukkan pengaruh negatif tempat tinggal berkepadatan tinggi. Selain faktor diatas, perbedaan jenis kelamin subjek penelitian juga dapat mempengaruhi kesesakan. Karena sebagian besar subjek dalam penelitian ini adalah wanita, maka sangat memungkinkan kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pria lebih banyak dipengaruhi oleh kepadatan tinggi dibandingkan wanita (Sears, 2007: 237). Dalam penelitian Freedman dkk disimpulkan bahwa pria cenderung memberikan respon yang lebih kompetitif dan hukuman yang lebih berat dalam kondisi kepadatan. Dan sebaliknya wanita kurang kompetitif dan memberikan hukuman yang lebih ringan dalam kondisi kepadatan tinggi. Penelitian lain juga menyimpulkan adanya perbedaan jenis kelamin dalam respon terhadap kesesakan, tetapi pengaruhnya sama sekali tidak 101 konsisten. Stokols dkk dalam (Sears, 2007: 238) menyatakan sebagian besar penelitian menunjukkan pria lebih peka terhadap kepadatan dibandingkan wanita dan pria cenderung memberikan respon yang lebih negatif. 4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Kesesakan dengan Tingkat Stres Pada Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, hipotesis penelitian yang berbunyi “Ada korelasi positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang” dinyatakan diterima dengan koefisien korelasi sebesar 0,688. Angka tersebut mengandung arti bahwa kesesakan memberikan sumbangan efektif sebesar 68,80 % terhadap tingkat stres. Kondisi ini mengindikasikan tingkat konsistensi tingkat stres dapat diprediksi sebesar 68,8 % oleh kesesakan, sedangkan 31,20% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang diungkapkan dalam penelitian ini, seperti variabel dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, variabel sosial – kognitif, strategi coping, hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang diterima, dan integrasi dalam jaringan sosial Nilai signifikansi pada penelitian ini adalah positif, yang berarti bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara kesesakan dengan tingkat stres. Dalam hal ini, semakin tinggi kesesakan maka semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Berdasarkan hasil penelitian, salah satu hal yang dapat memunculkan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang adalah kesesakan. Kesesakan dipandang sebagai pemicu timbulnya tingkat stres psikologis pada 102 penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Kesesakan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap orang – orang yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk seperti di rumah susun. Kepadatan tinggi merupakan stressor lingkungan pemicu timbulnya stres. Hasil beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa adanya hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Tripathi (dalam Hermawan, 2014: 3) yang meneliti tentang pengaruh high density pada crowding stress dan interpersonal attraction. Hasil penelitian ini menemukan bahwa kepadatan yang tinggi (high density) berasosiasi dengan semakin besarnya crowding stress dan semakin kecil interpersonal attraction daripada dalam situasi dengan kepadatan yang rendah (low-density). Penelitian yang dilakukan Karlin dkk dalam Sears (2007: 234) membandingkan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar dengan mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar, semuanya dalam kamar yang dirancang untuk dua orang. Mahasiswa yang tinggal bertiga dalam satu kamar melaporkan adanya stres dan kekecewaan yang secara signifikan lebih besar dibandingkan dengan mahasiswa yang tinggal berdua dalam satu kamar. D’Atri (dalam Sears, 2007: 234) mengungkapkan penelitian yang dilakukan terhadap penghuni penjara juga memberikan bukti tentang pengaruh kepadatan tempat tinggal. Tahanan yang ditempatkan seorang diri di dalam sel ternyata memiliki tekanan darah yang lebih rendah dibandingkan tahanan yang tinggal di dalam sel bertipe asrama. 103 Hasil yang serupa diungkapkan oleh Rini (2006: 1) dalam penelitiannya tentang kesesakan dan stres yang meneliti mengenai hubungan antara kesesakan dengan tingkat stres. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara kesesakan dengan stres pada penduduk musiman. Penelitian serupa dilakukan oleh Haryanto (1996: 1) yang menghasilkan temuan yang sama yaitu ada hubungan positif antara kepadatan dan kesesakan dengan stres pada remaja di pemukiman padat. Kepadatan dan kesesakan memberikan sumbangan secara bersama – sama terhadap stres sebesar 17%. Wrightman dan Deaux dalam Dewi (2008: 10) menyatakan bahwa stres dan segala bentuk macam gangguan psikis lainnya dapat disebabkan oleh suasana yang padat sesak, sehingga kondisi psikologis yang negatif mudah timbul.Tinggal dalam lingkungan sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dan berpenghuni padat seperti di rumah susun dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga dapat membuat seseorang mengalami stres. Hal ini dikarenakan mereka yang tinggal di kawasan tersebut memiliki penilaian yang negatif terhadap lingkungan tempat mereka tinggal padat dan sesak (Hermawan, 2014: 2). Rumah susun merupakan tempat hunian yang jumlah penghuninya relatif banyak dan ukuran ruang yang relatif sempit. Berdasarkan studi pendahuluan, diketahui bahwa terdapat beberapa rumah susun Pekunden Semarang yang terlalu sesak. Selain itu kondisi lingkungan, ketersediaan sarana dan prasarana juga relatif kurang. Akibatnya terjadinya penurrunan kualitas secara terus menerus dan pada akhirnya membuat para penghuni rumah susun Pekunden Semarang menjadi 104 tidak nyaman. Bukan saja mengganggu secara fisik, tetapi juga ikut mempengaruhi keadaan psikis para penghuni rumah susun. Kepadatan tinggi merupakan stresor lingkungan yang menyebabkan stres. Iskandar (dalam Hermawan, 2014: 3) mengatakan bahwa seseorang yang menilai kepadatan sebagai hal negatif, akan dirasakan sebagai hal yang tidak nyaman dan dengan munculnya perasaan negatif akibat kepadatan yang tidak membuat rasa nyaman, akan meningkatkan denyut jantung. Meningkatnya denyut jantung merupakan salah satu respon terhadap stres (stress responses) yang dapat menjadi indikator seseorang mengalami stres. Berdasarkan hasil penelitian, penghuni rumah susun Pekunden Semarang mengindikasikan dirinya mengalami stres yang diakibatkan oleh kesesakan. Mereka menjadi mudah marah, jengkel atau kesal ketika banyak orang disekitarnya, mudah cemas, mudah tersinggung, sering gugup bahkan mudah tegang dan takut. Selain itu, penghuni disana sering mengalami masalah tidur yang merupakan gejala fisik dari stres. Tidak jarang ada pula yang menarik diri dari pergaulan dan mudah bertengkar dengan tetangga. Kondisi lingkungan di rumah susun Pekunden Semarang cukup padat dan sesak dan dinilai sebagai stresor atau stimulus lingkungan yang dapat menyebabkan stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang Tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang dalam kategori sedang atau cukup. Adapun gejala stres yang paling nampak mengindikasikan tingkatan stres dalam kategori sedang adalah gejala fisik atau badan dengan indikator seperti adanya gangguan tidur, sakit kepala, selera makan 105 berubah – ubah, mual dan muntah, adanya tekanan darah tinggi bahkan jantung berdebar – debar. Munculnya gejala stres terjadi bila individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan lingkungannya sehingga individu akan merasa tertekan dan terganggu secara fisik dan psikis. Hal ini dijelaskan Baum (dalam Dewi, 2008: 11 ) mengatakan bahwa peristiwa atau tekanan yang berasal dari lingkungan yang mengancam keberadaan individu dapat menyebabkan stres. Tinggal dalam lingkungan sempit dengan tata ruang yang tidak teratur dan berpenghuni padat dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga dapat membuat seseorang mengalami stres. Dari uraian diatas, dapat diketahui bahwa ada korelasi positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. 4.6 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan yang disebabkan antara lain sebagai berikut: a. Studi pendahuluan dilakukan hanya dengan wawancara dengan tiga orang penghuni rumah susun sehingga jumlah maksimal dan minimal anggota keluarga di tiap rumah tidak terwakili dalam studi pendahuluan. Hasil studi pendahuluan kurang menggambarkan keadaan sebenarnya dari seluruh penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Hal ini mengakibatkan hasil penelitian tidak sama dengan fenomena awal. 106 b. Pengumpulan data memerlukan banyak waktu karena tidak semua penghuni rumah susun bersedia untuk mengisi skala penelitian di hari yang sama saat skala tersebut dibagikan. c. Generalisasi dari hasil penelitian ini hanya terbatas pada populasi tempat penelitian yaitu rumah susun Pekunden Semarang sehingga hasil penelitian tidak dapat diterapkan dalam ruang lingkup yang lebih luas dengan jumlah sampel penelitian yang lebih banyak dan dengan karakteristik yang berbeda. BAB 5 PENUTUP 5.1 Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan, antara lain: 1. Gambaran umum tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang berada dalam kategori sedang. Sedangkan kesesakan pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang juga berada dalam kategori sedang 2. Terdapat hubungan positif antara kesesakan dengan tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang. Dalam hal ini, semakin tinggi kesesakan maka semakin tinggi pula tingkat stres pada penghuni rumah susun Pekunden Semarang”. 5.2 Saran Berdasarkan pembahasan hasil penelitian, analisis data, dan kesimpulan, maka peneliti mengajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Penghuni Rumah Susun Pekunden Semarang Bagi para penghuni rumah susun Pekunden Semarang disarankan untuk dapat mencoba menerima segala kondisi yang ada sehingga dengan mudah dapat beradaptasi dengan lingkungan sehingga kesesakan yang dirasakan dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu diharapkan untuk para penghuni rumah susun untuk lebih meningkatkan interaksi sosial antar penghuni sehingga terbentuk rasa nyaman selama tinggal di rumah susun. 107 108 2. Bagi Pemerintah Bagi pemerintah disarankan untuk membatasi jumlah penghuni di tiap – tiap tipe dan dalam pembangunan rumah susun yang selanjutnya diharapkan untuk memperhitungkan batas toleransi kesesakan maksimal yang dapat diterima seseorang. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti maupun mengembangkan penelitian serupa mengenai tingkat stres dan kesesesakan, diharapkan untuk memperluas ruang lingkup, misalnya dengan memperluas populasi atau menambah variabel-variabel lain, sehingga hasil yang didapatkan lebih komprehensif. 109 DAFTAR PUSTAKA Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta : PT Rineka Cipta Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E. 2010. Pengantar Psikologi Jilid 2. Jakarta : Erlangga Altman, I. 1975. The Enviromental and Social Behaviour. Monterey California Brooks Cole Publishing Company Azwar, S. 2012. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Sigma Alpha _______, 2013. Metode Penelitian.Yogyakarta : Sigma Alpha Baum, Andrew. 1979. Architectural Mediation Of Residential Density And Control : Crowding And The Regulation Of Social Contact. Advances In Experimental Social Psychology. Vol 12. Maryland : Uniformed Service University Of The Healt Sciences Bethesda. Baron, R. A. 2004. Social Psychology. Boston : Pearson Education. Bell, P. A. 1976. Environmental Psychology. Fort Worth : Harcourt Brace College Publishers. Davidoff, L.L. 1991. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta : Erlangga. Dewi, A. T. 2008. Stres Pada Penghuni Rumah Susun Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional. Skripsi. Universitas Katolik Soegijapranata. Evans, G. W. 2007. Crowding And Personal Space Invasion On The Train : Please Don’t Make Me Sit In The Middle. Journal of Enviromental PsychologyNo.27 Vol.90-94. New York : Cornell University. Feldman, S. R. 2012. Pengantar Psikologi : Understanding Psychology. Jakarta : Salemba Humanika. Gifford, R. 1987. Enviromental Psychology : Principles and Practice. Boston : Allyn and Bacon. Inc. Hadi. S. 1995. Metodologi Research Jilid 1. Yogyakarta : Andi. 110 Handoko, H. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : BPFE Hardjana. A. M. 1994. Stres Tanpa Distres : Seni Mengolah Stres. Yogyakarta : Kanisius. Haryanto. 1996. Hubungan Kepadatan dan Kesesakan dengan Stres dan Intensi Prososial Pada Remaja di Pemukiman Padat. Jurnal Psikologika. No.1. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Hasnida. 2002. Crowding (Kesesakan) Dan Density (Kepadatan). Jurnal Psikologi : Universitas Sumatera Utara. Halim, DK. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta : Bumi Aksara. Hermawan, C. P. 2014. Studi Mengenai Gambaran Crowding Stress Pada Warga Berusia Remaja Di Pemukiman Padat Penduduk Kelurahan Babakan Asih Kota Bandung. Jurnal Psikologi : Universitas Padjajaran. Holander, E.P. 1981. Principle and Method of Social Psychology. New York : Oxford University Press. Iskandar, Z. 2012. Psikologi Lingkungan. Bandung : PT Refika Aditama Kusuma, P. & Gusniarti. 2008. Hubungan Antara Penyesuaian Diri, Sosial dengan Stres Pada Siswa Ekselerasi Gifted. Junal Psikologi. Vol.22. Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia Markam, S & Slamet, S. 2008. Pengantar Psikologi Klinis. Jakarta : Universitas Indonesia. Permitasari, I. R. A. 2006. Hubungan Antara Kesesakan Dengan Kecenderungan Perilaku Agresif Pada Remaja Awal di Kelurahan Bandarharjo Semarang Utara. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Prabowo, Sumbodo. 1999. Persiapan Menghuni Rumah Susun : Ancangan Psikologi Lingkungan. Pranata Edisi Khusus. Purwanto, Edy. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang : Universitas Negeri Semarang, Rini, Y. S. 2006. Hubungan Antara Kesesakan Dengan Tingkat Stres (Studi Pada Penduduk Musiman di Kelurahan Cipto Mulyo). Disertasi. Universitas Muhammadiyah Malang. Rustiana, E. 2006. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo Sarwono, S. W. 1995. Psikologi Lingkungan. Jakarta : Grasindo 111 Sears, D. O. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga Smet, B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta : Grasindo Stokols, Daniel. 1972. On The Distinction Between Density And Crowding: Some Implications For Future Research. Psychological Review. 3 : 275-277 Suryabrata, Sumadi. 2010. Metode Penelitian. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta. Sundroms, Eric. 1975. An Experimental Study Of Crowding: Effects of Room Size, Intrusion, and Goal Blocking on Nonverbal Behavior, Self Disclosure, and Self Reported Stress. Journal of Personality and Social Psychology. Vol.32 No.4. Tennessee : University of Tennessee Yudha, T. Putu. 2005. Hubungan Antara Kesesakan Dan Konsep Diri Dengan Intensi Perilaku Agresi : Studi Pada Remaja Pemukiman Kumuh Kelurahan Angke Jakarta Barat. Jurnal Psikologi. Vol.3 No.1. Jakarta : Universitas Tarumanegara. 112 LAMPIRAN 1 SKALA PENELITIAN 113 SKALA PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015 114 Saya adalah mahasiswa jurusan Psikologi Universitas Negeri Semarang yang sedang melakukan penelitian. Data penelitian ini bersumber pada hasil dari skala yang Anda jawab. Dalam penelitian ini terdapat dua macam skala dengan sejumlah pernyataan. Setiap jawaban tidak bernilai salah, melainkan bernilai benar jika jawaban tersebut sesuai dengan kondisi anda yang sebenarnya. Identitas Anda dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Peneliti menghargai kesediaan Anda untuk berpartisipasi dalam menjawab pernyataan pada skala-skala ini sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Atas pasrtisipasinya, saya ucapkan terimakasih. Hormat saya, Astriana Erlinda Selamat Mengerjakan 115 Identitas Responden Nama : Usia : Alamat (RT/RW) : Petunjuk Pengisian Skala Bacalah setiap pernyataan berikut ini dengan seksama. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist ()pada salah satu pilihan jawaban yang telah tersedia, yaitu: SS : Jika pernyataan tersebut Sangat Setuju anda alami/ rasakan S : Jika pernyataan tersebut Setujuanda alami/ rasakan N : Jika pernyataan tersebut Netral anda alami/ rasakan TS : Jika pernyataan tersebut Tidak Setujuanda alami/ rasakan STS : Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Setujuanda alami/ rasakan Skala 1 No Pernyataan SS 1 2 3 Saya menjadi mudah marah dan jengkel apabila ada tetangga yang berteriak-teriak Dengan mudahnya saya memutuskan hal mana yang seharusnya menjadi prioritas. Beberapa hari terakhir, saya merasa daya ingat saya menurun. Jawaban S N TS STS 116 No Pernyataan 4 Nafsu makan saya cenderung stabil. 5 Tensi saya cenderung tinggi selama tinggal di rumah susun. Saya merasa jantung saya sering berdebar – debar. Peristiwa sekecil apapun membuat saya mudah bertengkar. 6 7 8 Akhir – akhir ini saya merasa kecewa dengan keadaan rumah saya. 9 Tidak ada halangan bagi saya untuk fokus terhadap suatu hal meskipun tinggal di rumah susun yang padat penghuninya. 10 Saya sering melamunkan hal – hal yang tidak begitu penting. 11 Suasana hati saya mudah berubah – ubah (cepat senang, cepat sedih, cepat muram, bahkan cepat tertawa) 12 Akhir – akhir ini saya sering mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut. 13 Saya selalu menerima kedatangan tetangga baru. 14 Saya cenderung mengasingkan diri (tidak mau terlibat) dengan kegiatan apapun di rumah susun. 15 Saat terjadi keributan, saya tidak menyalahkan orang lain tanpa alasan. 16 Saya sering gelisah selama tinggal di rumah susun. 17 Setiap mendengar keributan saya merasa cemas dan khawatir. 18 Tidak ada masalah yang membuat saya menjadi tegang dan takut. SS S N TS STS 117 No Pernyataan 19 Dalam sehari banyak hal yang selalu saya pikirkan. 20 Belakangan ini, saya dapat tidur dengan nyeyak meski tidur bersama dengan banyak orang. 21 Jika saya berada di rumah, saya tidak bisa melakukan pekerjaan dan menyelesaikan tugas dengan maksimal. 22 Saya selalu bersemangat dalam beraktivitas. 23 Saya tidak pernah merasakan panas dan nyeri di dada. 24 Saya tidak mempunyai hubungan dekat dengan tetangga. 25 Saya selalu memberi salam saat bertemu dengan tetangga meski kami tidak akrab. 26 Saya merasa pusing apabila ada banyak orang di sekitar saya. 27 Saya tidak pernah mengalami sakit bahu dan punggung. 28 Saya mudah tersinggung jika ada tetangga yang berbisik-bisik di depan saya. 29 Saya tidak pernah merasa mual dan muntah saat berada di rumah. 30 Saya mempunyai banyak teman di lingkungan rumah susun. SS S N TS STS 118 Petunjuk Pengisian Skala Bacalah setiap pernyataan berikut ini dengan seksama. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist ( ) pada salah satu pilihan jawaban yang telah tersedia, yaitu: SS : Jika pernyataan tersebut Sangat Setuju anda alami/ rasakan S : Jika pernyataan tersebut Setujuanda alami/ rasakan N : Jika pernyataan tersebut Netral anda alami/ rasakan TS : Jika pernyataan tersebut Tidak Setujuanda alami/ rasakan STS : Jika pernyataan tersebut Sangat Tidak Setujuanda alami/ rasakan Skala 2 No Pernyataan SS 1 Saya merasa rumah yang saya tempati sudah terlalu sesak dengan banyaknya anggota keluarga. 2 Walaupun jumlah penghuni di kamar saya banyak, saya merasakan kamar saya cukup memadai. 3 Saya mencoba untuk bersikap tenang dalam pertengkaran sekalipun. 4 Saya akan berteriak menyuruh tetangga saya diam dan tenang jika mereka mulai ribut dan berisik. 5 Saya tidak bisa menyelesaikan tugas rumah / sekolah atau kantor jika semua anggota keluarga berada di rumah. Jawaban S N TS STS 119 No Pernyataan 6 Saya merasa nyaman dengan keberadaan banyak orang disekitar saya. 7 Keributan anggota keluarga atau tetangga membuat saya cepat kesal dan marah. 8 Lingkungan tempat tinggal yang padat membuat hubungan saya dengan tetangga menjadi lebih akrab. 9 Saya kesulitan melakukan pekerjaan dan mengerjakan tugas dengan banyaknya orang berada di rumah saya. 10 Saya jenuh dengan keadaan rumah saya. 11 Saya dapat tidur dengan nyeyak meski tidur bersama dengan banyak orang. 12 Saya merasa tidak nyaman di ruangan manakala ada tamu atau keluarga datang ke rumah saya. 13 Ketika sedang berbicara, saya jarang menatap mata teman lawan bicara saya. 14 Keberadaan banyaknya penghuni di dalam rumah saya tidak mengurangi ketenangan pribadi saya. 15 Saya suka bergaul dengan banyak orang. 16 Saya merasa tertekan apabila terlalu lama melakukan aktivitas di dalam rumah. 17 Berapapun jumlah orang yang datang ke SS S N TS STS 120 rumah, tidak akan mengganggu istirahat saya. 18 Saya lebih suka memilih untuk melakukan aktivitas sendiri. 19 Saya tidak segan-segan menegur bahkan memarahi orang yang menganggu saya. 20 Saya lebih memilih keluar rumah saat mulai ramai. Terimakasih..... 121 LAMPIRAN 2 TABULASI DATA SKOR PENELITIAN 109 Tabulasi Skor Penelitian Skala Tingkat Stres sb 1 sb 2 sb 3 sb 4 sb 5 sb 6 sb 7 sb 8 sb 9 sb 10 sb 11 sb 12 sb 13 sb 14 sb 15 sb 16 sb 17 sb 18 sb 19 sb 20 sb 21 sb 22 1 3 1 1 3 3 3 1 3 4 4 4 3 1 5 2 3 3 4 3 1 5 3 2 4 2 2 4 2 4 2 4 2 2 2 4 2 4 3 4 4 2 1 2 1 2 3 2 4 4 4 3 2 4 2 4 4 4 2 4 3 2 1 1 3 3 4 3 2 4 3 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2 1 3 2 2 2 2 2 3 4 5 3 2 2 3 3 3 2 3 4 3 3 3 2 1 4 1 1 3 2 2 2 3 6 2 2 4 3 3 2 4 2 4 3 3 2 4 2 3 3 3 3 2 4 3 2 7 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 4 3 2 4 1 1 3 3 2 2 1 3 8 1 4 4 2 2 1 4 1 3 4 4 1 4 4 1 2 2 3 2 4 3 2 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2 2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 4 3 3 2 2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 2 4 4 4 2 2 2 4 2 2 2 2 2 4 2 2 3 2 3 3 2 2 4 2 3 3 3 3 3 1 2 3 1 3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2 2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2 2 2 5 2 2 1 2 4 4 4 1 3 4 2 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 5 5 3 4 4 5 3 4 2 2 4 3 2 4 2 3 2 2 3 4 4 3 2 3 3 2 2 3 4 1 4 3 1 5 4 3 5 3 2 3 2 2 2 2 2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 1 5 3 2 2 2 2 4 3 3 1 4 4 1 2 2 2 3 2 2 4 3 3 3 3 4 3 2 2 2 4 2 2 3 2 2 1 5 2 1 3 2 1 3 2 2 3 1 3 1 1 3 4 3 5 3 3 1 3 3 3 3 1 3 1 3 1 1 3 3 3 4 2 3 3 3 2 2 4 3 2 2 2 2 4 2 2 3 2 3 3 1 2 3 2 4 3 3 2 2 4 2 2 2 4 2 3 2 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 2 1 3 1 1 1 5 5 5 5 5 1 1 3 5 1 3 2 2 1 3 2 3 2 2 3 3 3 2 3 3 2 1 26 27 28 29 30 Jumlah 2 5 1 3 1 82 2 4 2 4 2 77 3 3 3 3 2 77 2 4 2 4 2 81 2 3 2 3 1 74 2 5 1 3 1 82 2 4 2 4 2 77 2 5 1 3 1 82 4 4 4 4 1 89 3 4 2 4 2 105 2 3 2 4 1 86 2 5 1 3 1 82 2 4 2 4 2 77 2 2 4 2 2 79 3 4 3 4 3 83 1 3 2 2 1 61 1 3 2 2 1 72 3 3 3 2 2 83 3 2 2 2 3 72 2 4 2 3 2 76 3 5 5 3 3 88 4 3 2 3 1 74 123 sb 23 sb 24 sb 25 sb 26 sb 27 sb 28 sb 29 sb 30 sb 31 sb 32 sb 33 sb 34 sb 35 sb 36 sb 37 sb 38 sb 39 sb 40 sb 41 sb 42 sb 43 sb 44 sb 45 sb 46 sb 47 3 3 2 4 3 3 2 3 2 3 2 3 2 2 1 2 4 4 5 3 1 2 3 2 3 3 2 4 4 4 4 5 2 3 3 1 2 1 2 3 1 4 4 2 3 2 3 2 3 2 4 2 1 2 4 2 2 2 4 3 2 3 2 3 3 2 2 2 4 3 2 1 4 2 2 3 3 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 4 5 2 3 2 3 4 1 2 2 2 2 4 1 2 2 1 2 1 2 2 2 1 3 2 1 2 3 2 3 1 2 1 2 2 2 2 3 1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 5 2 2 1 3 2 3 3 3 1 4 1 1 1 3 4 3 2 3 2 2 2 2 4 2 1 4 2 1 1 1 2 4 2 1 2 2 2 1 4 3 4 1 3 1 2 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 1 5 3 1 4 1 1 1 2 5 3 1 3 1 2 3 1 4 2 2 3 2 3 3 3 1 3 2 4 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 1 4 2 2 2 4 3 2 2 2 4 3 4 2 1 3 2 2 2 4 3 3 2 3 2 2 3 2 3 2 3 3 1 2 1 3 4 3 1 1 2 2 2 2 3 4 3 1 3 1 4 2 1 2 2 2 3 1 2 1 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 1 5 2 2 2 1 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 5 2 5 2 2 2 2 1 4 4 1 2 1 1 2 1 2 1 2 3 4 1 1 2 2 5 3 2 2 3 3 3 4 3 1 1 5 1 1 2 1 2 2 4 2 4 3 2 4 2 5 2 1 2 2 1 1 1 5 4 1 1 1 1 4 1 2 1 4 3 2 2 2 2 2 5 2 4 4 2 2 2 4 4 4 3 2 3 4 4 3 4 2 4 3 2 2 4 3 3 3 3 5 2 1 1 1 1 3 2 2 4 2 2 3 2 2 4 4 3 2 3 4 3 3 3 3 5 4 3 3 3 1 5 2 2 3 4 2 2 4 4 4 1 2 2 2 2 3 3 5 3 5 4 3 3 3 2 3 5 2 3 2 2 3 2 4 4 4 3 2 4 5 2 2 5 2 1 2 2 2 3 3 1 3 2 3 2 1 2 2 2 1 2 2 4 3 1 1 2 1 3 1 2 2 2 2 1 2 3 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 2 1 2 3 2 4 3 1 4 2 2 2 3 4 3 2 3 2 3 2 2 4 4 4 3 2 4 2 4 3 3 2 2 2 3 3 3 1 3 1 2 3 2 3 2 2 2 4 3 3 5 1 2 2 1 3 4 1 2 1 1 1 1 2 3 1 2 1 2 1 1 2 2 2 3 1 5 2 2 2 2 4 2 2 3 3 2 5 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 5 2 4 4 2 2 3 1 4 2 2 2 3 5 3 2 3 2 3 2 2 4 4 4 3 2 4 4 3 3 2 2 5 4 1 2 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 2 2 4 4 2 2 2 3 3 5 2 2 2 2 3 4 3 2 2 2 3 2 2 2 4 1 4 3 2 2 3 3 1 1 2 1 3 1 1 1 3 3 1 2 1 1 1 1 2 2 3 3 3 2 2 2 1 99 77 70 81 66 63 62 75 92 88 51 77 53 60 70 53 81 73 86 83 73 72 73 76 68 124 sb 48 sb 49 sb 50 sb 51 sb 52 sb 53 sb 54 sb 55 sb 56 sb 57 sb 58 sb 59 sb 60 sb 61 sb 62 sb 63 sb 64 sb 65 sb 66 sb 67 sb 68 sb 69 sb 70 sb 71 sb 72 3 2 3 1 2 2 2 3 4 3 3 5 5 5 3 3 3 1 3 5 3 4 5 2 2 1 2 3 5 3 3 2 3 2 2 3 4 2 1 2 2 2 3 2 2 2 3 2 4 4 2 2 3 3 2 2 2 3 2 4 4 2 1 2 4 4 4 1 2 4 4 2 4 4 4 1 2 3 3 3 4 4 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 4 2 2 2 1 2 3 1 2 2 2 3 1 2 2 2 3 1 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 1 3 2 1 2 2 2 4 1 2 3 2 1 1 3 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 4 2 2 1 1 2 2 4 1 4 3 2 1 1 1 4 1 3 2 5 1 5 4 2 2 3 1 4 4 2 2 2 4 2 4 3 2 3 1 3 4 3 1 3 5 3 3 3 4 2 1 3 2 3 3 3 2 1 3 1 2 4 1 5 3 1 3 2 2 3 3 4 2 2 2 2 3 3 1 4 2 2 2 3 2 3 2 3 1 2 2 2 1 4 5 2 3 4 2 2 2 4 3 1 3 2 2 3 2 2 4 3 4 2 1 2 3 3 4 4 1 3 4 2 2 4 1 3 1 2 2 2 4 1 2 4 2 1 3 1 2 3 2 3 5 1 2 2 1 2 2 2 3 3 2 2 2 2 1 1 3 2 1 2 2 1 1 1 3 1 2 3 2 2 2 4 3 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 5 2 1 1 5 1 1 3 1 2 1 1 1 5 3 2 1 4 2 2 1 3 1 3 4 3 1 2 1 1 1 2 3 2 3 2 2 2 2 1 3 1 2 2 2 2 2 1 3 2 3 2 2 1 1 1 1 3 2 5 1 3 2 3 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 5 4 4 3 3 3 4 4 4 5 3 4 3 1 5 3 1 3 3 2 2 3 5 3 2 3 3 4 5 5 1 2 3 4 4 2 1 2 2 2 2 1 3 4 4 2 2 2 2 4 1 2 2 2 2 5 3 4 2 4 2 3 2 2 2 3 2 2 3 3 4 3 1 3 4 1 2 5 1 1 1 2 5 5 3 1 2 4 2 1 2 1 2 2 2 1 2 1 3 2 2 3 1 1 1 2 2 2 1 3 1 4 2 1 2 2 1 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 4 2 3 2 1 2 1 4 3 1 4 3 4 2 2 4 4 4 1 2 2 4 4 1 3 3 2 4 3 1 4 1 1 3 1 2 2 2 2 1 2 2 2 3 1 2 2 2 1 1 3 2 2 2 1 2 1 2 3 1 2 4 4 2 3 2 2 4 3 2 2 2 1 1 2 4 2 2 1 2 3 1 3 2 2 4 2 2 5 2 3 3 2 4 2 4 3 3 1 2 4 2 4 1 1 2 3 4 3 1 3 3 4 4 2 4 3 4 1 4 4 3 3 1 4 4 4 4 3 1 4 1 3 2 4 2 4 4 2 2 3 3 4 4 3 4 3 1 5 3 1 2 2 3 3 2 5 4 3 2 3 3 3 2 3 4 3 2 1 4 4 3 3 1 4 1 2 5 3 1 4 1 2 4 1 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 63 75 83 54 77 77 76 79 67 71 87 84 73 69 77 69 70 53 73 99 69 96 71 62 73 125 sb 73 sb 74 sb 75 sb 76 sb 77 sb 78 sb 79 sb 80 sb 81 sb 82 sb 83 sb 84 sb 85 sb 86 sb 87 sb 88 sb 89 sb 90 sb 91 sb 92 sb 93 sb 94 sb 95 sb 96 sb 97 4 3 2 4 4 4 4 2 1 1 1 4 4 4 4 3 4 2 4 1 1 2 4 4 2 1 4 4 3 4 4 2 2 1 2 1 3 3 3 3 3 4 2 5 1 3 3 4 3 4 3 4 3 3 2 3 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 5 2 5 2 3 3 3 3 4 2 4 2 3 2 2 3 2 1 1 1 4 4 3 3 3 3 3 4 1 4 2 4 2 3 3 2 2 3 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 2 2 2 4 3 1 5 1 2 4 5 3 2 2 3 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 2 4 2 4 1 4 3 1 3 4 2 5 2 4 4 3 1 1 2 2 1 5 5 4 2 5 3 2 3 3 5 4 5 3 3 4 3 4 1 2 2 2 1 2 2 1 3 3 4 4 5 4 1 4 1 4 3 3 5 3 2 5 2 3 4 2 3 1 5 2 1 4 4 1 2 3 4 3 4 2 4 2 5 2 4 2 1 3 3 2 3 3 2 1 2 1 3 3 2 4 5 2 2 5 1 3 2 4 1 2 1 3 4 3 3 3 2 2 1 2 1 3 2 3 3 4 2 1 4 3 4 1 2 4 2 2 3 2 3 2 3 1 2 1 2 1 2 2 2 2 5 3 3 4 4 4 2 2 3 4 2 5 2 2 2 3 1 1 2 2 1 3 3 2 2 4 3 2 3 5 5 3 3 5 5 1 4 1 1 2 2 2 2 1 2 1 2 2 1 3 5 3 2 4 1 2 4 4 5 2 2 3 1 4 2 3 3 2 1 1 1 3 3 3 1 3 2 2 4 3 4 3 5 4 3 3 3 2 1 2 2 2 1 2 2 2 5 3 2 2 5 4 2 3 5 3 3 3 1 3 4 5 4 3 4 4 4 1 2 1 1 5 2 4 4 3 5 4 5 2 2 1 1 2 1 4 1 1 1 2 3 3 5 4 5 5 4 1 5 2 2 2 2 4 1 1 4 3 1 5 4 3 2 3 4 3 2 5 4 5 5 4 3 2 1 3 1 3 5 2 5 5 4 4 4 4 3 2 4 4 2 3 2 1 2 1 3 2 4 1 3 1 2 5 3 4 2 5 5 4 2 3 3 3 2 2 2 1 1 2 1 3 1 4 4 5 3 4 3 5 3 2 2 5 5 1 3 2 1 2 2 3 1 2 1 1 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 5 3 2 4 4 4 1 4 2 3 1 2 1 1 4 4 4 4 3 2 2 1 1 1 2 4 5 1 2 1 1 5 2 3 1 2 1 2 1 2 3 2 2 1 2 2 3 2 3 5 2 5 3 2 4 4 1 2 2 3 1 2 1 1 2 2 4 4 2 4 1 3 3 5 4 2 4 3 2 3 2 3 2 3 2 5 4 1 2 4 2 3 3 3 4 1 4 4 4 3 1 3 4 4 3 2 3 4 4 2 4 4 1 1 4 1 4 4 3 3 3 4 1 3 1 4 1 5 3 3 1 5 4 3 2 1 1 2 1 2 2 1 1 3 5 2 2 2 2 1 4 2 4 4 2 2 3 2 3 3 1 1 2 1 5 5 3 3 3 5 2 4 4 5 3 5 1 4 2 1 2 3 1 3 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 4 2 5 5 4 2 2 5 2 79 93 70 83 80 82 68 56 55 57 40 96 78 83 77 95 95 68 113 73 102 79 98 98 100 126 sb 98 sb 99 sb 100 sb 101 sb 102 sb 103 sb 104 sb 105 sb 106 sb 107 sb 108 sb 109 sb 110 sb 111 sb 112 sb 113 sb 114 sb 115 sb 116 sb 117 sb 118 sb 119 sb 120 sb 121 sb 122 4 4 4 2 4 3 3 4 4 4 2 3 3 2 2 5 4 4 2 2 2 2 5 1 4 3 4 2 4 3 3 2 5 3 3 2 4 4 3 5 5 3 4 2 3 3 2 5 1 5 3 3 2 4 4 4 2 5 3 1 1 4 3 3 4 3 1 3 4 3 4 1 3 1 5 5 2 4 3 2 4 4 2 4 2 5 3 1 2 4 5 2 5 4 2 3 3 5 3 4 4 4 5 1 5 3 2 4 2 5 4 5 2 4 3 4 4 4 1 4 4 3 4 2 2 2 4 5 5 3 2 2 3 4 3 2 4 1 3 2 3 3 3 3 4 4 3 4 1 5 2 3 3 2 4 4 3 3 5 4 3 4 3 4 3 2 4 5 3 3 1 2 4 3 2 4 4 2 2 5 5 4 3 3 2 4 5 2 2 4 3 5 4 1 3 4 4 3 3 4 5 5 3 3 5 5 3 4 3 3 4 2 1 2 4 3 5 4 4 2 5 4 2 2 5 5 5 5 3 3 4 2 2 4 1 2 5 1 4 5 3 2 3 1 2 5 1 3 1 3 3 3 1 4 4 3 2 4 4 1 3 4 4 4 3 2 4 2 1 3 3 1 2 2 3 2 3 4 5 3 3 3 4 3 3 2 4 5 2 4 4 3 4 3 3 2 2 5 1 1 3 4 4 3 3 1 4 5 2 3 1 3 1 3 3 5 4 5 3 4 2 3 5 2 5 5 5 3 1 3 1 5 1 4 5 1 3 3 3 2 4 5 1 2 3 2 2 4 1 4 1 4 2 5 2 3 2 1 2 2 3 2 3 2 4 4 2 5 1 5 3 1 5 1 4 4 4 1 1 4 2 2 3 2 4 3 4 1 3 1 5 4 4 2 2 1 1 3 3 2 4 3 4 1 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 4 2 3 2 4 4 2 3 5 3 2 3 3 2 4 4 1 5 4 4 5 5 4 2 3 5 3 3 3 3 5 4 3 3 2 4 2 2 5 5 2 2 4 2 4 4 3 2 1 4 4 3 5 2 5 3 4 1 3 1 4 1 2 4 5 4 4 4 5 3 3 1 5 4 5 2 2 1 4 5 2 5 2 1 4 2 4 4 3 3 4 5 3 3 1 4 3 1 5 5 1 1 2 2 1 3 3 1 3 3 2 3 4 3 4 3 5 2 2 1 4 2 3 5 5 3 4 2 4 4 5 4 2 4 2 5 3 3 3 4 2 4 5 1 5 2 3 4 5 5 2 5 2 4 4 1 3 2 5 1 3 2 5 2 5 4 1 4 3 1 2 3 4 4 2 3 5 2 4 3 1 4 3 1 4 3 5 1 4 3 5 3 4 4 3 4 4 2 3 5 3 3 3 2 2 2 5 2 1 3 2 4 3 5 2 2 5 3 5 2 4 3 2 4 2 2 1 1 3 4 2 1 1 2 3 4 2 2 4 3 4 4 3 4 1 5 3 4 3 5 4 2 2 4 5 4 2 1 2 2 4 4 2 4 5 4 4 2 3 5 4 5 3 4 3 5 2 1 4 4 3 5 3 4 5 5 4 2 5 2 3 5 1 5 4 3 5 4 5 2 5 4 1 2 4 1 5 3 3 4 4 4 3 4 1 2 5 3 2 3 5 2 2 5 3 4 2 4 2 5 2 3 1 1 96 108 95 85 109 99 91 105 98 93 82 111 83 90 106 113 102 99 69 90 101 73 112 56 96 127 sb 123 sb 124 sb 125 3 3 4 2 4 3 3 5 3 1 5 4 4 2 4 3 4 2 5 3 2 4 4 3 3 4 4 2 5 1 3 2 1 3 4 5 1 2 5 1 2 5 3 4 3 5 3 5 3 5 2 2 4 4 2 3 4 1 4 1 2 4 2 4 2 3 4 2 3 5 4 4 3 4 5 4 5 2 5 2 1 5 5 3 4 3 4 5 2 4 95 105 96 128 Tabulasi Skor Penelitian Skala Kesesakan sb 1 sb 2 sb 3 sb 4 sb 5 sb 6 sb 7 sb 8 sb 9 sb 10 sb 11 sb 12 sb 13 sb 14 sb 15 sb 16 sb 17 sb 18 sb 19 sb 20 sb 21 sb 22 1 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 5 3 4 4 3 2 4 5 3 2 3 4 4 2 2 3 4 3 3 3 3 3 4 2 2 2 2 2 2 4 4 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 1 3 2 2 2 2 2 3 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 4 2 3 2 2 4 3 3 3 4 2 2 3 3 5 1 2 2 4 2 1 2 1 4 2 2 1 2 2 2 3 3 4 3 2 3 2 6 3 2 2 2 3 3 2 3 4 3 2 3 2 1 3 3 3 3 3 2 3 4 7 3 2 2 4 3 3 2 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 3 2 5 2 8 2 2 2 2 3 2 2 4 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 4 2 3 2 9 2 4 4 4 3 2 4 2 5 3 3 2 4 5 2 2 2 4 3 4 3 2 10 1 2 2 3 3 1 2 1 4 2 2 1 2 5 3 3 3 3 2 2 3 2 11 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 4 4 2 3 3 2 3 2 3 4 12 1 2 2 4 2 1 2 1 2 3 3 1 2 5 4 2 2 4 3 2 4 2 13 2 2 2 3 3 2 4 2 3 3 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 14 4 4 4 2 3 4 2 4 2 3 3 4 4 2 2 3 3 4 2 4 4 2 15 1 2 2 2 3 1 2 1 2 2 2 1 2 1 3 1 1 2 3 2 3 2 16 2 2 2 3 2 2 4 2 2 2 2 2 2 5 3 3 3 2 4 2 3 2 17 3 4 4 2 3 3 4 3 3 3 3 3 4 1 3 4 2 4 2 2 5 3 18 3 4 4 4 2 3 4 3 4 4 2 3 4 5 4 3 3 3 4 4 3 2 19 1 5 5 2 3 2 5 1 4 2 3 2 5 5 4 1 1 4 3 5 5 2 20 Jumlah 1 43 2 55 2 55 2 55 3 54 2 45 2 57 2 46 4 65 4 54 4 53 2 45 2 57 5 65 3 58 3 52 3 50 4 62 4 56 2 53 3 71 1 48 129 sb 23 sb 24 sb 25 sb 26 sb 27 sb 28 sb 29 sb 30 sb 31 sb 32 sb 33 sb 34 sb 35 sb 36 sb 37 sb 38 sb 39 sb 40 sb 41 sb 42 sb 43 sb 44 sb 45 sb 46 sb 47 2 3 5 2 2 2 1 4 3 3 2 1 2 2 2 2 2 2 4 4 2 1 4 3 5 3 3 2 4 2 2 2 2 2 3 2 4 2 3 2 2 4 4 1 4 3 2 4 2 5 4 3 2 2 1 1 1 1 4 2 1 3 1 1 1 1 2 1 2 3 2 2 4 2 2 2 2 4 2 1 1 3 3 4 3 1 1 1 1 1 1 2 2 2 3 2 2 2 2 4 2 2 1 2 3 3 3 3 4 2 2 3 2 1 2 2 2 1 5 2 1 2 2 2 4 1 3 1 4 3 3 3 2 3 3 1 4 1 3 1 1 4 2 3 3 2 3 4 2 2 3 2 4 4 1 1 1 4 4 3 2 3 2 1 2 2 4 2 4 3 2 2 2 3 4 1 2 1 2 2 2 1 2 3 3 1 2 1 3 1 1 2 4 3 3 3 2 2 2 4 2 2 1 2 3 3 3 3 4 3 2 2 2 2 2 2 2 2 4 3 1 1 4 2 5 2 2 1 2 2 1 1 4 3 3 1 5 1 2 1 1 2 2 3 3 1 2 2 2 4 2 3 1 4 3 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 4 4 2 3 3 3 4 2 2 2 2 5 2 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 2 2 2 4 3 2 2 4 3 4 2 2 5 3 2 2 3 4 1 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 3 2 2 2 4 2 3 2 1 4 2 2 2 2 4 2 2 4 2 2 2 2 4 2 2 2 2 3 4 3 5 1 2 1 3 3 3 1 2 2 3 1 2 1 1 1 1 3 2 3 3 2 2 4 2 2 2 2 1 2 2 2 1 3 4 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 5 1 3 5 4 3 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 4 2 2 3 2 2 4 3 4 2 2 5 4 2 2 2 3 4 3 3 2 3 2 3 3 3 4 3 4 2 1 2 4 4 3 2 4 4 4 4 4 2 4 4 2 3 2 2 2 2 4 4 2 3 3 4 2 4 4 3 3 1 3 2 2 3 1 2 4 3 2 3 2 3 3 3 1 2 3 3 4 4 3 4 43 47 51 59 45 45 43 53 64 57 37 52 37 41 37 37 58 47 55 61 42 43 62 52 75 130 sb 48 sb 49 sb 50 sb 51 sb 52 sb 53 sb 54 sb 55 sb 56 sb 57 sb 58 sb 59 sb 60 sb 61 sb 62 sb 63 sb 64 sb 65 sb 66 sb 67 sb 68 sb 69 sb 70 sb 71 sb 72 1 4 5 5 3 2 2 3 3 3 3 2 2 4 4 3 5 3 3 3 4 2 3 5 2 1 2 4 4 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 4 3 3 2 2 3 4 2 2 4 2 1 2 2 1 2 3 3 2 3 3 2 2 1 1 4 3 1 1 2 2 4 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 4 4 2 1 4 2 2 4 3 5 4 2 3 2 2 1 2 3 1 2 2 2 4 2 1 4 4 2 2 2 1 1 3 2 4 2 2 2 2 2 1 2 3 4 2 3 3 3 2 2 2 4 3 2 4 2 1 2 1 3 4 4 2 3 2 1 4 3 5 3 2 2 4 3 3 4 4 5 2 2 3 3 5 3 4 2 3 4 2 2 1 1 3 2 2 3 2 2 2 1 2 2 3 4 2 1 1 1 2 3 2 2 2 2 1 1 2 3 2 2 2 2 4 2 2 3 3 5 3 4 2 2 3 2 3 4 3 2 2 3 1 2 3 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 4 2 4 4 3 2 2 3 2 3 2 2 2 4 2 2 4 2 2 2 2 4 4 2 1 2 2 1 4 3 4 3 2 2 3 3 1 3 2 3 2 4 1 1 1 2 2 4 3 1 4 2 2 4 3 3 4 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2 2 1 3 2 1 3 3 2 2 4 1 3 4 3 3 4 1 1 3 4 2 4 3 2 2 2 1 2 3 1 2 2 2 2 2 1 1 3 1 2 4 1 1 1 2 2 4 2 1 2 2 1 4 3 2 2 2 3 4 3 1 4 2 5 3 2 1 3 2 4 2 2 4 2 2 2 1 2 3 4 3 3 2 3 4 1 2 2 3 3 4 1 1 2 3 3 4 2 2 4 4 5 4 4 4 4 2 3 2 4 2 2 3 4 4 2 2 2 3 4 5 2 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 5 4 4 4 2 2 4 5 5 4 5 2 1 4 2 2 4 4 3 3 4 3 3 2 3 4 2 3 3 4 4 4 4 2 3 5 4 2 3 2 3 35 59 61 56 53 49 49 57 56 41 54 58 56 50 64 40 42 49 51 63 64 49 44 53 44 131 sb 73 sb 74 sb 75 sb 76 sb 77 sb 78 sb 79 sb 80 sb 81 sb 82 sb 83 sb 84 sb 85 sb 86 sb 87 sb 88 sb 89 sb 90 sb 91 sb 92 sb 93 sb 94 sb 95 sb 96 sb 97 3 3 4 4 2 3 3 5 4 5 5 2 2 2 2 1 4 2 4 2 5 1 5 3 2 3 2 2 3 4 2 3 1 2 1 1 2 2 4 4 3 4 3 4 3 4 1 5 4 4 2 2 2 3 2 3 3 1 2 1 1 2 2 3 3 2 4 3 4 5 4 1 5 4 1 2 4 1 5 2 3 2 2 2 2 1 3 2 5 5 2 5 3 4 3 4 1 4 3 2 2 2 1 4 2 3 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 5 3 3 2 2 3 1 4 3 2 3 4 3 2 2 1 1 1 3 4 1 1 3 4 1 4 2 3 2 4 2 4 4 3 1 1 4 3 3 2 1 2 1 3 3 5 5 2 4 3 3 3 1 3 4 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 5 2 2 5 4 2 2 2 3 2 3 2 2 1 2 1 3 3 1 1 2 1 2 2 2 1 3 4 5 5 4 3 4 3 2 3 3 2 1 2 1 2 2 1 1 2 5 3 4 1 5 1 1 4 2 4 1 2 5 4 2 2 2 1 1 1 2 2 4 4 3 2 2 3 2 4 1 5 4 4 2 1 3 1 2 2 3 1 1 1 1 3 3 2 2 2 3 1 1 2 4 4 5 3 2 2 2 2 1 3 3 2 1 1 1 1 2 2 3 3 2 5 3 4 2 2 3 5 2 2 2 5 2 2 4 2 4 5 4 4 4 3 3 4 4 2 2 1 5 2 3 2 4 4 4 2 2 2 2 3 3 2 1 1 1 1 2 2 1 1 2 1 3 5 1 4 3 5 2 2 2 3 2 4 2 2 3 2 2 2 2 4 4 5 5 2 4 2 4 4 2 3 4 2 2 4 3 2 1 4 2 4 1 1 1 1 3 3 5 5 3 4 2 3 4 2 2 1 4 2 4 4 3 5 3 3 4 5 4 5 5 4 4 4 4 3 2 3 3 2 3 3 3 2 4 4 2 1 5 4 3 3 1 3 1 1 1 1 5 5 3 5 1 2 5 4 3 5 2 4 2 3 2 5 3 3 4 1 2 1 2 2 2 4 4 3 4 2 3 3 4 2 4 3 5 56 52 42 61 58 53 56 41 37 37 33 51 50 63 63 46 67 44 70 53 67 43 77 62 58 132 sb 98 sb 99 sb 100 sb 101 sb 102 sb 103 sb 104 sb 105 sb 106 sb 107 sb 108 sb 109 sb 110 sb 111 sb 112 sb 113 sb 114 sb 115 sb 116 sb 117 sb 118 sb 119 sb 120 sb 121 sb 122 3 4 3 4 4 1 2 5 2 5 2 4 1 2 3 4 5 3 1 2 1 4 5 3 4 3 5 3 4 3 3 3 5 3 5 2 4 1 4 3 5 5 4 1 2 1 5 2 4 4 4 5 3 5 3 2 3 5 2 3 4 4 1 3 4 2 4 4 1 2 2 3 4 4 4 4 4 3 3 2 3 3 5 2 4 3 4 1 4 4 4 5 2 1 4 4 4 4 1 4 2 5 2 3 4 2 3 3 3 4 3 5 1 4 2 4 4 4 1 3 5 4 2 3 5 5 4 2 3 3 2 4 4 4 3 3 4 3 3 4 4 2 5 4 4 4 2 5 4 5 5 3 2 3 3 1 3 5 3 5 1 5 2 4 2 5 4 4 4 2 4 2 3 2 4 1 4 2 3 4 2 4 5 4 4 2 4 3 4 4 1 5 4 4 4 4 4 2 3 3 4 5 2 2 4 3 4 4 4 4 2 3 3 3 4 5 4 1 2 4 4 5 5 4 2 5 4 2 2 3 2 4 4 3 5 1 4 2 2 4 5 4 4 4 4 4 4 1 1 4 4 3 3 2 3 2 5 4 3 5 1 4 1 3 2 5 1 1 2 2 2 2 4 2 5 4 5 1 2 3 1 3 3 1 5 1 3 3 2 4 5 4 4 2 4 4 5 4 4 4 3 4 4 4 4 2 2 4 3 5 2 4 2 3 5 4 1 5 2 2 2 5 5 3 4 4 2 4 2 4 3 5 5 4 3 2 5 2 4 1 2 4 4 1 2 3 4 3 3 5 3 4 2 1 4 3 1 5 3 4 2 1 1 4 5 5 5 1 2 2 4 2 4 4 4 3 2 3 2 3 2 5 4 4 3 1 3 1 3 5 5 4 4 1 4 3 1 2 5 3 2 4 3 2 4 3 5 4 3 3 2 5 3 5 4 4 1 4 2 4 4 3 3 1 5 2 5 5 1 1 4 3 5 3 4 3 4 4 4 5 5 5 5 2 2 4 5 2 1 5 4 4 1 2 5 5 2 4 4 2 1 4 4 4 4 4 4 2 1 5 5 4 4 3 4 2 4 3 1 5 5 3 3 3 4 1 4 3 3 4 4 4 2 2 5 2 5 5 5 5 67 80 53 51 69 51 67 86 61 80 39 78 42 68 73 82 75 67 40 63 66 73 69 60 83 133 sb 123 sb 124 sb 125 4 3 3 3 2 4 3 1 4 4 1 3 4 5 2 5 4 5 5 4 2 4 3 3 4 4 4 4 5 4 5 3 1 3 4 3 5 3 3 3 4 3 3 4 4 4 5 1 5 2 3 3 5 5 3 3 3 4 5 4 78 70 64 109 LAMPIRAN 3 HASIL UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS 135 HASIL UJI VALIDITAS SKALA TINGKAT STRES VAR00001 VAR00002 VAR00003 VAR00004 Pearson Correlation Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation VAR00007 VAR00008 ** ,000 N 125 Pearson Correlation ,429 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation N VAR00006 ,445 Sig. (2tailed) Sig. (2tailed) VAR00005 Total ** ,471 Pearson Correlation ,442 ** ,000 125 ,597 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,475 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,500 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation Sig. (2tailed) ,534 ** ,000 136 N VAR00009 Pearson Correlation Sig. (2tailed) N VAR00010 VAR00011 VAR00012 VAR00013 Pearson Correlation VAR00016 ** ,000 125 ,491 ** ,000 N 125 Pearson Correlation ,356 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,524 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation N VAR00015 ,556 Sig. (2tailed) Sig. (2tailed) VAR00014 125 Pearson Correlation ,521 ** ,000 125 ,470 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,434 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,534 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 137 VAR00017 VAR00018 VAR00019 VAR00020 VAR00021 VAR00022 Pearson Correlation ,002 N 125 Pearson Correlation ,118 Sig. (2tailed) ,188 N 125 Pearson Correlation ,171 Sig. (2tailed) ,057 N 125 Pearson Correlation VAR00025 ,467 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,440 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation N VAR00024 ** Sig. (2tailed) Sig. (2tailed) VAR00023 ,271 Pearson Correlation ,568 ** ,000 125 ,406 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,356 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,570 ** 138 VAR00026 Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation Sig. (2tailed) N VAR00027 VAR00028 VAR00029 VAR00030 Total Pearson Correlation ,330 ** ,000 125 ,374 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,339 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,464 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,543 ** Sig. (2tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation 1 Sig. (2tailed) N 125 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). 139 HASIL UJI RELIABILITAS SKALA TINGKAT STRES Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,865 N of Items 28 HASIL UJI VALIDITAS SKALA KESESAKAN Correlations VAR00001 VAR00002 VAR00003 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation N 125 Pearson Correlation Pearson Correlation ** ,000 125 ,670 ** ,000 N 125 Pearson Correlation N VAR00007 ,559 Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) VAR00006 ** ,000 N VAR00005 ,617 Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) VAR00004 Total ** ,385 Pearson Correlation ,625 ** ,000 125 ,545 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation ,527 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 125 140 VAR00008 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00009 VAR00010 Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation Pearson Correlation ** ,643 ** ,000 125 ,542 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation Pearson Correlation ,390 ** ,000 125 ,643 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation Pearson Correlation ,522 ** ,000 125 ,457 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N VAR00019 125 ,506 125 N VAR00018 ,000 N Sig. (2-tailed) VAR00017 ** ,000 N VAR00016 ,638 Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) VAR00015 ** 125 N VAR00014 125 ,566 N Sig. (2-tailed) VAR00013 ,000 ,000 N VAR00012 ** Sig. (2-tailed) Sig. (2-tailed) VAR00011 ,544 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) ,275 ** ,002 125 ,382 ** ,000 141 N VAR00020 Total 125 Pearson Correlation ,486 ** Sig. (2-tailed) ,000 N 125 Pearson Correlation 1 Sig. (2-tailed) N 125 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). HASIL UJI RELIABILITAS KESESAKAN Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,862 N of Items 20 142 LAMPIRAN 4 HASIL UJI ASUMSI DAN HIPOTESIS 143 HASIL UJI NORMALITAS HASIL UJI LINEARITAS ANOVA Table Stres * Kesesakan Between Groups Sum of Squares df Mean Square F Sig. (Combined) 19836,737 Linearity 12940,629 Deviation from Linearity 6896,108 43 1 42 81 461,319 12940,629 164,193 92,659 4,979 139,659 1,772 ,000 ,000 ,014 Within Groups 7505,375 Total 27342,112 124 144 HASIL UJI HIPOTESIS ANOVA Table Stres * Kesesakan Between Groups Sum of Squares df Mean Square F Sig. (Combined) 19836,737 Linearity 12940,629 Deviation from Linearity 6896,108 Within Groups 7505,375 Total 27342,112 124 43 1 42 81 461,319 12940,629 164,193 92,659 4,979 139,659 1,772 ,000 ,000 ,014