II. LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian Hendrik (2010) yang berjudul Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin Di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara bertujuan untuk mengetahui pengolahan dan kelayakan finansial pada usaha tersebut. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive yaitu Kecamatan yang mempunyai aktifitas perikanan yang cukup tinggi dan merupakan salah satu sentral perikanan laut di Sumatera Utara. Responden ditetapkan sebanyak 6 orang ditentukan dengan pertimbangan jenis dan jumlah ikan yang diasinkan, kontinitas usaha dan aspek managerial seperti pencatatan produk dan adanya pembukuan untuk pembelian dan penjualan barang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey melalui pengamatan langsung kelapangan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuisioner yang telah terpola, sedangkan data sekunder dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian. Analisa data untuk mengetahui hasil pengolahan sarana produksi dianalisis secara deskriptif, sedangkan untuk perhitungan kelayakan usaha dilakukan analisis finansial dengan menggunakan kriteria BCR, IRR, dan PP. Berdasarkan analisis kelayakan yang dilakukan, didapatkan nilai pendapatan bersih sebesar Rp 710.900,- untuk satu kali pengolahan ikan asin. Pendapatan bersih satu tahun sebesar Rp 42.654.000,-. nilai BCR untuk usaha ini lebih besar dari satu jadi layak untuk dikembangkan (Kadariyah, 1999). Begitu juga dengan nilai IRR jauh di atas suku bunga yang berlaku sehingga layak untuk dikembangkan (Riyanto, 1995). Nilai PP sebesar 0,572 artinya tingkat pengembalian modal kurang dari 6 bulan. Penelitian Rosmawati (2010) yang berjudul Analisis Kelayakan Pengusahaan Ikan Lele (Kasus : Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Propinsi Jawa Barat) bertujuan untuk (1) Menganalisis kelayakan pengusahaan ikan lele dilihat dari aspek non finansial yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, dan aspek sosial dan lingkungan, (2) Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan ikan lele dilihat dari kriteria investasi yaitu Net Present Value 8 9 (NPV), Net Benefit and Cost (Net B/C Ratio), Internal Rate Of Return (IRR), dan Payback Period (PP), (3) Menganalisis sensitivitas pengusahaan ikan lele, apabila terjadi perubahan pada harga pakan dan harga jual output yaitu ikan lele. Berdasarkan perhitungan analisis kelayakan finansial dalam mengembangkan pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri pada tingkat diskonto sebesar 7 persen dari masing-masing pengusahaan ikan lele memperoleh nilai NPV sebesar Rp 190,564,149.51pada pengusahaan pembenihan ikan lele, sedangkan nilai NPV yang diperoleh pada pengusahaan pembesaran ikan lele adalah sebesar Rp 118,979,693.69. Nilai NPV diperoleh lebih besar dari nol yang artinya usaha ini layak untuk dikembangkan, sedangkan nilai Net B/C yang diperoleh pada pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 3,77, dan 2,08 lebih besar dari satu yang berarti dari setiap satu satuan rupiah yang dikeluarkan selama umur proyek mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar 3,77 dan 2,08 rupiah sehingga usahaini layak untuk dikembangkan. Nilai IRR yang diperoleh adalah 51 persen, dan 25 persen lebih besar dari tingkat suku bunga deposito sebesar 7 persen artinya investasi di usaha ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan deposito, sedangkan waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi yang ditanamkan pada masing-masing pengusahaan pembenihan dan pembesaran ikan lele adalah 1,35 tahun dan 1,40 tahun. Sedangkan untuk perhitungan analisis switching value kelompok tani LPPMPU pada pengusahaan ikan lele dengan menggunakan modal sendiri untuk penurunan harga jual output yaitu benih ikan lele dengan ukuran 5-5,5 cm pada pengusahaan pembenihan ikan lele yaitu sebesar 23 persen dari harga benih Rp 150,00 per ekor menjadi Rp 115,00 per ekor, sedangkan pada pengusahaan pembesaran ikan lele diperoleh hasil switching value sebesar 47 persen dari harga jual ikan konsumsi sebesar Rp 10.000,00 per kilogram menjadi Rp 5.318,00 per kilogram. Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada pengusahaan pembenihan ikan lele terhadap kenaikan harga pakan benih ikan lele yaitu 64 persen untuk cacing sutra, 58 persen untuk pelet 99, dan 51 persen untuk pelet hiprovit. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa pengusahaan pembenihan ikan 10 lele masih layak untuk dilaksanakan apabila besarnya kenaikan harga pakan cacing sutra, pelet 99, dan pelet hiprovit tidak melebihi dari 64 persen, 58 persen, dan 51 persen. Sementara itu kenaikan harga pakan pada pengusahaan pembesaran ikan lele yaitu sebesar 49 persen untuk pakan pelet hiprovit, dan sebesar 31 persen untuk pakan pelet 782, sehingga pengusahaan pembesaran ikan lele masih layak untuk dikembangkan apabila kenaikan harga pakan tidak melebihi dari 49 persen, dan 31 persen. Penelitian Asmaida (2011) yang berjudul analisis kelayakan finansial usaha pengolahan ikan salai patin system liquid smoke (asap cair) (studi kasus industri rumah tangga senaning jaya di Desa Senaning Kecamatan Pemayung Kabupaten Batanghari). Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan sengaja (purposive sampling), yang merupakan satu-satunya usaha pengolahan ikan salai patin system liquid smoke di Propinsi Jambi. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pelaku usaha yang dipandu dengan daftar kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkait dan bahan bacaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Data yang dikumpulkan dan untuk dianalisis menggunakan jenis data seri waktu (time series) selama dua belas (12) bulan yang diambil dari laporan bulanan usaha. Metode analisis data untuk mengetahui apakah usaha pengolahan ikan salai patin system liquid smoke layak atau tidaknya secara finansial, maka dilakukan analisis dengan menggunakan indikator sebagai berikut Break Event Point (BEP), Benefit Cost Ratio, NPV, dan PPC. Hasil dari penelitian ini adalah nilai BEP untuk volume produksi usaha adalah 956,1 kg, bearti usaha pengolahan ikan salai patin system liquid smoke ini akan mencapai BEP bila telah memproduksi atau menghasilkan 956,1 kg ikan salai. Sedangkan nilai BEP untuk harga produksi ikan salai Rp. 33.536,- per kg, bearti usaha ikan salai patin system liquid smoke Industri Rumah Tangga Senaning Jaya akan mencapai BEP bila harga jual produksinya minimal Rp. 33.536,- per kilogram. 2. Nilai Benefit Cost Ratio (B/C) Nilai B/C diperoleh adalah 1,40, artinya dengan pengorbanan biaya sebesar Rp.100 saat ini akan 11 menghasilkan pendapatan saat ini sebesar Rp. 140. 3. Net Prezent Value (NPV) Nilai rata-rata NPV sekarang dari hasil usaha selama satu tahun pada tingkat suku bunga 17% per tahun diperoleh sebesar Rp.21.124.056,- dimana nilai NPV ini menunjukan masih memberikan pendapatan dalam nilai sekarang masih jauh lebih besar dari nol, walaupun biaya kesempatan penggunaan modal (opertunity cost) sebesar 17%. 4. Payback Periode (PP) Nilai PP adalah 0,69 tahun, berarti bahwa usaha mampu mengembalikan investasi yang ditanam secara keseluruhan sebelum habis umur ekonomis usaha. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usaha pengolahan ikan salai patin system liquid smoke layak diusahakan. Penelitian Mohamad (2011) yang berjudul Analisis Pendapatan Usaha Pengolahan Fillet Ikan (Studi kasus Pt. Ojid Kharisma Nusantara) bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan pengolahan ikan yang dilakukan oleh PT. Ojid Kharisma Nusantara serta biayabiaya apa saja yang dikeluarkan dalam melakukan proses produksi pengolahan ikan. Selain itu penelitian ini juga menganalisis Net B/C Rasio, Payback Period serta Break Even Point usaha pengolahan ikan PT. Ojid Kharisma Nusantara. Penelitian ini dilakukan pada PT. Ojid Kharisma Nusantara yang merupakan salah satu perusahaan pengolahan ikan yang terletak di Jl. Kertamukti no. 49 Kelurahan Pisangan Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan, Banten. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan pengamatan langsung dan kuisioner. Analisis deskriptif digunakan untuk menjabarkan semua kegiatan yang berada di PT. Ojid Kharisma Nusantara mulai dari pembelian bahan baku, penanganan pra produksi, proses pembuatan fillet serta pengepakan dan pemasaran produk serta penggunaan teknologi pada PT. Ojid Kharisma Nusantara. Sedangkan dalam analisis data yang di gunakan adalah Analisis Pendapatan, Net B/C Ratio, Payback Periode dan Break Even Point. Hasil penelitian diperoleh bahwa Pendapatan Usaha pada PT. Ojid Kharisma Nusantara pada tahun 2010 sebesar Rp. 1.182.571.556,- yang berasal dari penjualan fillet tuna Maguro sebesar, fillet tuna Maguro Co serta fillet Meka (Swordfish). Dengan biaya-biaya yang meliputi total biaya bahan baku sebesar Rp. 1.146.510.350,-, biaya tenaga kerja sebesar Rp. 53.160.000,-, biaya transportasi sebesar Rp. 36.000.000,-, biaya penyusutan sebesar Rp. 28.320.000,-, 12 biaya listrik dan telepon sebesar Rp. 27.600.000,-, biaya bahan pembantu sebesar vii Rp. 36.000.000,-, serta biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp. 200.000,-. Hasil analisis pendapatan atas biaya menunjukkan usaha Pengolahan fillet ikan yang dilakukan oleh PT. Ojid Kharisma Nusantara pada tahun 2010 diperoleh nilai Net B/C rasio sebesar 0,76 yang menunjukkan bahwa setiap Rp. 100,- biaya yang dikeluarkan oleh PT. Ojid Kharisma Nusantara untuk melakukan usaha pengolahan fillet ikan, akan memberikan keuntungan sebesar Rp.76,-. Selain itu, hasil perhitungan Payback Period diperoleh bahwa usaha pengolahan fillet ikan yang dilakukan oleh PT. Ojid Kharisma Nusantara akan mengalami pengembalian selama 2 bulan 16 hari. B. Tinjauan Pustaka 1. Ikan Lele Di Indonesia ada beberapa jenis (spesies) ikan lele, yaitu Clarias batrachus, jenis yang paling banyak dijumpai dan umumnya dibudidayakan, di samping terdapat di alam; Clarias Leiacanthus; Clarias nieuwhofi; Clarias teesmanii. Ketiga jenis ini terdapat di perairan Indonesia tetapi jarang ditemukan tidak ada keterangan yang jelas, mengapa ketiga spesies itu menjadi langka dan mengapa tidak dibudidayakan seperti halnya Clarias batrachus. Jadi masih memerlukan penelitian. Pada ikan lele (Clarias batrachus) di Indonesia dikenal adanya 3 variasi warna tubuhnya, ialah : hitam agak kelabu (gelap), bulai (putih), dan merah. Namun untuk lele yang berwarna bulai dan merah agak jarang ditemukan, biasanya dipelihara sebagai ikan hias (Suyanto,1993). Berdasarkan bentuk tubuh dan sifat-sifatnya, ikan lele diklasifikasikan dalam suatu tata nama sehingga memudahkan dalam identifikasi. Tata nama dalam klasifikasi yang didasarkan ilmu taksonomi tersebut biasanya menggunakan bahasa latin. Dalam klasifikasi, ikan lele termasuk famili Clariidae, yaitu jenis ikan yang mempunyai bentuk kepala gepeng dan mempunyai alat pernapasan tambahan. Adapun sistematika dan klasifikasinya adalah sebagai berikut: Filum : Chordata 13 Kelas : Pisces Subkelas : Telestoi Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies : Clarias sp. (Mahyuddin, 2008). Menurut Djarijah (2004) Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk dihidangkan sebagai lauk. Kandungan gizi ikan lele sebanding dengan daging ikan lainnya. Beberapa jenis ikan, termasuk ikan lele, mengandung protein lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan daging hewani. Nilai gizi ikan lele meningkat apabila diolah dengan baik. Kandungan gizi ikan segar (temasuk ikan lele) dan lele goreng menurut hasil analisis komposisi bahan makanan per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Zat Gizi Ikan Segar per 100 gram Zat Gizi Air (gr) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Fosfor (mg) Kalsium (mg) Zat besi (mg) Vitamin A (UI) Vitamin B1 (mg) Kandungan Gizi Ikan Segar Lele Goreng 76 10 17 19,9 4,5 19,1 0 0 200 233 20 23,8 1 1,2 150 53 0,05 0,58 Sumber : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Depkes RI, 1991. Lele berada di air tawar dan tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Lele dapat hidup di daerah dataran rendah dan dataran tinggi hingga ketinggian 700 m di atas permukaan laut. Jika dipelihara pada ketinggian lebih 14 dari 700 m di atas permukaan laut, pertumbuhannya agak terlambat atau kurang baik. Karena dilengkapi alat pernapasan tambahan, lele bisa mengambil oksigen langsung dari udara bebas, sehingga lele dapat dipelihara di perairan yang kandungan oksigennya rendah, seperti di comberan, kolam, atau tempat penampungan air limbah. Di samping itu, lele tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organik (Kairuman dan Amri, 2008). 2. Studi Kelayakan Bisnis Studi Kelayakan Bisnis adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Mempelajari secara mendalam artinya meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, kemudian diukur, dihitung, dan dianalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan metode-metode tertentu. Penelitian yang dilakukan terhadap usaha yang akan dijalankan dengan ukuran tertentu, sehingga diperoleh hasil maksimal dari penelitian tersebut. Studi kelayakan bisnis dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang akan datang, sehingga dapat meminimalkan kemungkinan melesatnya hasil yang ingin dicapai dalam suatu investasi. Dengan kata lain, studi kelayakan bisnis akan memperhitungkan hal-hal yang akan menghambat atau peluang dari investasi yang akan dijalankan. Jadi dengan studi kelayakan bisnis minimal dapat memberikan pedoman atau arahan kepada usaha yang akan dijalankan nantinya (Kasmir dan Jakfar, 2007) Dalam studi kelayakan langkah pertama yang perlu ditentukan adalah sejauh mana aspek-aspek yang mempengaruhi proyek akan diteliti, dan aspek apa saja yang akan diteliti. Semakin luas aspek-aspek yang dipelajari dalam studi, semakin banyak disiplin ilmu yang dipergunakan. Kemudian untuk masing-masing aspek tersebut perlu dianalisa sehingga kita bisa mempunyai gambaran kelayakan masing-masing aspek. Dengan demikian alat dan kerangka analisis perlu disiapkan. Setelah itu perlu ditentukan data dan sumber data untuk analisa tersebut. Mungkin kita bisa mengandalkan sebagian besar data dari data sekunder, tetapi mungkin juga kita harus menggunakan 15 dan mencari sendiri data primer.Umumnya data merupakan kombinasi dari kedua jenis ini (Husnan dan Suwarsono, 1993). Analisis ekonomi suatu proyek tidak hanya memperhatikan manfaat yang dinikmati dan pengorbanan yang ditanggung oleh perusahaan, tetapi oleh semua pihak dalam perusahaan. Sedangkan analisis yang hanya membatasi manfaat dan pengorbanan dari sudut pandang perusahaan atau pelaku usaha tersebut sebagai analisis keuangan atau analisis finansial. Analisisi finansial biasa digunakan sebagai pertimbangan (Gunawan, 2009). Studi kelayakan disebut juga dengan feasibility study merupakan bahan pertimbangan dalam mengambil suatu keputusan, apakah menerima atau menolak dari suatu gagasan usaha atau proyek yang direncanakan. Layaknya suatu gagasan usaha atau proyek dalam arti social benefit tidak selalu menggambarkan layak dalam arti financial benefit, hal ini tergantung dari segi penilaian yang dilakukan. Sasaran yang ingin dicapai dalam analisis financial adalah hasil dari modal saham (equity capital) yang ditanam dalam usaha atau proyek tersebut, seperti mendirikan industri, pembukaan usaha perkebunan, usaha dagang dan lain sebagainya. Kegiatan usaha ayau proyek yang mengutamakan financial benefit daripada social benefit sering disebut dengan analisis studi kelayakan bisnis (Ibrahim, 2003). 3. Agroindustri Suatu industri yang menggunakan bahan baku dari pertanian dengan jumlah minimal 20% dari jumlah bahan baku yang digunakan disebut agroindustri. Artinya bahwa agroindustri itu diartikan sebagai suatu tahapan pembangunan sebagai kelanjutan dari pembangunan pertanian, tetapi sebelum tahapan pembangunan tersebut mencapai tahapan pembangunan industri (Hicks, 1996). Menurut Widodo (2003) agroindustri merupakan industri yang bergerak pada bidang pengolahan produk hasil pertanian menjadi produk olahan yang mempunyai nilai lebih. Pengolahan hasil pertanian bertujuan untuk mengawetkan dan menyajikan bahan menjadi lebih siap untuk dikonsumsi, meningkatkan kualitas sehingga memberikan kepuasan konsumen lebih besar, 16 serta menyajikan dalam bentuk yang lebih baik. Pengembangan agroindustri diyakini akan berdampak pada penciptaan kesempatan kerja seluas-luasnya sekaligus menciptakan pemerataan pembangunan. Menurut Supriyati (2009) ada lima alasan utama mengapa agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi nasional di masa depan yaitu: a. Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggukan kompetitif, yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk pertanian. b. Produk agribisnis memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan. c. Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir, sehingga mampu untuk menarik kemajuan sector-sektor lainnya. d. Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin keberlanjutannya. e. Memiliki peluang untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggerak. 4. Investasi Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa-masa yang akan datang. Dewasa ini banyak negaranegara yang melakukan kebijaksanaan yang bertujuan untuk meningkatkan investasi baik domestik maupun modal asing. Hal ini dilakukan oleh pemerintah sebab kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi suatu negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa (Sunariyah, 2006). Dengan dibuatnya aliran kas perusahaan, kemudian dinilai kelayakan investasi tersebut melalui kriteria kelayakan investasi.Tujuannya adalah untuk menilai apakah investasi ini layak atau tidak layak dijalankan diliat dari aspek keuangan. Alat ukur untuk menentukan kelayakan suatu usaha berdasarkan 17 kriteria investasi dapat dilakukan pendekatan Payback Period (PP), Avverage Rate of Return (IRR), Profitability Index (PI), Internal Rate of Return dan Break Event Point (Kasmir dan Jakfar, 2007). Metode-metode penilaian investasi pada umumnya ada 5 metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi. Metodemetode tersebut yaitu: a. Metode Average Rate of Return Metode ini mengukur berapa tingkat keuntungan rata-rata yang diperoleh dari investasi. Angka yang dipergunakan adalah laba setelah pajak dibandingkan dengan total atau average investmenthasil yang diperoleh dinyatakan dalam presentase. Angka ini kemudian diperbandingkan dengan tingkat keuntungan yang disyaratkan.Apabila lebih besar daripada tingkat tingkat keuntungan yang disyaratkan maka proyek dikatakan menguntungkan apabila lebih kecil daripada keuntungan yang disyaratkan maka proyek ditolak. b. Metode Payback Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi bisa kembali. Karena itu satuan hasilnya bukan presentase, tetapi satuan waktu (bulan, tahun, dsb). Kalau periode payback ini lebih pendek daripada yang disyaratkan, maka proyek dikatakan menguntungkan, sedangkan kalau lebih lama maka proyek ditolak. Problem utama dari metode ini adalah sulitnya menetukan periode payback maksimum yang disyaratkan, untuk dipergunakan sebagai alat pembanding. Secara normatik, memang tidak ada pedoman yang bisa dipakai untuk menentukan payback maksimum ini. Kelemahan dari metode ini adalah diabaikannya nilai uang dan aliran kas setelah periode payback. c. Metode Net Present Value Metode ini menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih (penerimaan maupun cash flow) masa yang akan datang. Untuk menghitung nilai sekarang tersebut perlu ditentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Pada 18 dasarnya tingkat bunga tersebut adalah tingkat bunga pada saat keputusan investasi masih terpisah dari keputusan pembelanjaan ataupun pada saat kita mulai mengaitkan keputusan investasi dengan keputusan pembelanjaan. Apabila nilai sekarang penerimaan kas bersih masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang investasi maka proyek ini dikatakan menguntungkan. Sedangkan apabila lebih kecil (NPV negatif) proyek ditolak karena nilai tidak menguntungkan. d. Metode Internal Rate of Return Metode ini menghitung tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Apabiala tingkat bunga ini lebih besar daripada tingkat bunga relevan, maka investasi dikatakan menguntungkan. Kalau lebih kecil dikatakan merugikan. e. Metode Profitability Index Metode ini menghitung perbandingan antara nilai sekarang penerimaanpenerimaan kas bersih masa datang dengan nilai sekarang investasi. Apabila profitability indexnya lebih besar dari 1 maka proyek dikatakan menguntungkan, tetapi kalau kurang dikatakan tidak menguntungkan. Sebagaimana metode NPV, maka metode ini perlu menentukan terlebih dahulu tingkat bunga yang akan dipergunakan (Soekartawi, 1991). Investasi merupakan penanaman modal dalam suatu kegiatan yang memiliki jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Jangka waktu investasi biasanya lebih dari satu tahun, terutama digunakan untuk pembelian aktiva tetap. Investasi dilakukan dengan berbagai bentuk dan digunakan untuk membeli aset-aset yang dibutuhkan usaha tersebut. Aset-aset ini biasanya berupa aset tetap yang dibutuhkan perusahaan mulai dari pendirian sampai bisa dioperasikan (Kasmir dan Jakfar, 2003). Investasi secara umum diartikan sebagai keputusan mengeluarkan dana pada saat sekarang ini untuk membeli aktiva riil (tanah, rumah, mobil, dan sebagainya) atau aktiva keuangan (saham, obligasi, reksadana, wesel dan sebagainya) dengan tujuan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih besar 19 di masa yang akan datang. Penyisihan dengan sebagian pendapatan sekarang ke dalam tabungan dengan tujuan untuk memungkinkan penabung memanfaatkannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya yang lebih besar di masa yang akan datang. Namun demikian, baik investasi maupun tabungan, keduanya terkait dengan manfaat yang diharapkan dimasa mendatang (Haming, 2007). Menurut Husnan dan Suwarsono (1996) suatu investasi dikatakan menguntungkan (profitable) kalau investasi tersebut bisa membuat pemodal menjadi lebih kaya. Dengan kata lain, kemakmuran pemodal menjadi lebih besar setelah melakukan investasi. Pengertian ini konsisten dengan tujuan memaksimumkan nilai perusahaan. Mengenai investasi (investment) itu sendiri, bisa dilihat sebagai: a. Autonomous Investment, yaitu macam investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan. Tetapi dengan sendirinya dilaksanakan dengan tujuan memperlancar roda perekonomian itu sendiri. b. Induce Investment, yaitu macam investasi yang mempunyai kaitan dengan tingkat pendapatan. Adanya kenaikan pendapatan yang ada pada masyarakat di suatu tempat atau negara menyebabkan kenaikan kebutuhan barang sudah tentu akan mendorong untuk melakukan investasi. c. Investasi yang sifatnya tidak dipengaruhi oleh adanya tingkat bunga uang atau modal yang berlaku di masyarakat. Investasi pada suatu badan usaha atau perusahaan dan kegiatan-kegiatan lainnya yang dapat menguntungkan, akan dilakukan bila tingkat bunga yang berlaku pada saat itulebih rendah jika dibandingkan dengan keuntungan (return) investasi (Pudjosumarto, 2002). 5. Aliran Kas dan Laporan Rugi Laba Arus kas adalah jumlah uang masuk dan keluar dalam suatu perusahaan dimulai dari investasi dilakukan sampai dengan berakhirnya investasi tersebut. Dalam hal ini investor yang terpenting adalah berapa kas bersih yang diterima dari uang yang diinvestasikan suatu usaha pentingnya kas akhir bagi investor 20 jika dibandingkan dengan laba yang diterima perusahaan. Hal tersebut dikarenakan: a. Kas diperlukan untuk memenuhi kebutuhan uang tunai sehari-hari. b. Kas diperlukan untuk membayar semua kewajiban yang jatuh tempo. c. Kas juga digunakan untuk melakukan investasi kembali. (Kasmir dan Jakfar, 2007). Laporan rugi laba adalah suatu laporan keuangan yang menerangkan penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akuntansi. Pendapatan neto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkannya pengeluaran–pengeluaran yang timbul di dalam memproduksi barang dan jasa dari penerimaan yang diperoleh dengan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, pendapatan (laba) sama dengan penerimaan dikurangi pengeluaran. Dengan menggunakan pajak penghasilan, diperoleh perincian terakhir yaitu pendapatan (laba) setelah pajak (Gittinger, 1982). Laporan perubahan kas (cash flow statement) disusun untuk menunjukkan perubahan kas selama satu periode tertentu serta memberikan alasan mengenai perubahan kas tersebut dengan menunjukkan darimana sumber-sumber kas dan penggunaan-penggunaannya. Penerimaan dan pengeluaran kas ada yang bersifat rutin ada puula yang bersifat insidentil. Kas mempunyai tiga komponen utama, yaitu Initial Cash Flow yang berhubungan dengan pengeluaran untuk investasi, Operational Cash Flow yang biasanya mempunyai selisih neto yang positif dan dapat dipakai untuk mencicil pengembalian investasinya, dan Terminal Cash Flow yang merupakan cash flow dari nilai sisa aktiva tetap yang dianggap sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi dan pengembalian modal kerja awal (Umar, 2005). Husnan dan Suwarsono (1993) menjelaskan bahwa penentuan/estimasi tentang berapa besarnya operational cash flow setiap tahunnya, merupakan titik permulaan untuk penilaian profitabilitas usulan investasi. Kebanyakan cara yang dipergunakan untuk menaksir operational cash flow setiap tahunnya adalah dengan menyesuaikan taksiran rugi laba yang disusun berdasarkan 21 prinsip-prinsip akuntansi dan menambahkkan dengan biaya-biaya yang sifatnya bukan tunai (penyusutan misalnya). 6. Biaya Menurut Boediono (1982), dari segi sifat biaya dalam hubungannya dengan tingkat output, biaya produksi bisa dibagi menjadi : a. Total Fixed Cost (TFC) atau total biaya tetap adalah jumlah-jumlah yang dibayarkan produsen berapapun tingkat outputnya. Misal biaya sewa dan penyusutan. b. Total Variable Cost (TVC) atau biaya variabel total adalah jumlah biayabiaya yang berubah menurut tinggi rendahnya output yang diproduksi. Misalnya biaya bahan mentah dan upah. c. Total Cost (TC) atau biaya total adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel. 7. Kriteria Penilaian Kelayakan Finansial Tujuan dari perhitungan kriteria investasi adalah untuk mengetahui sejauh mana gagasan usaha (proyek) yang direncanakan dapat memberikan manfaat (benefit), kriteria investasi yang digunakan antara lain net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan net benefit cost ratio (Net B/C Ratio). Hasil perhitungan kriteria investasi merupakan salah satu peralatan dalam mengambil keputusan, apakah gagasan usaha (proyek) yang dinilai dapat diterima atau ditolak. Diterima dalam arti studi kelayakan adalah feasible untuk dilaksanakan dan dikembangkan karena dapat menghasilkan benefit dilihat dari segi financial benefit sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Ibrahim, 2003). a. NPV (Net Present Value) Kriteria nilai sekarang bersih (net present value) didasarkan atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama, yaitu harga pasar saat ini. Berarti sekaligus dua hal yang diperhatikan, yaitu faktor nilai 22 waktu dari uang dan (selisih) besar arus kas masuk dan keluar. Hal ini amat membantu pengambil keputusan untuk menentukan pilihan (Soeharto, 2002). Net Present Value adalah suatu alat analisis untuk menguji kelayakan dari suatu investasi. NPV adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan oleh investasi pada tingkat bunga tettentu atau dapat dikatakan sebagai selisih antara nilai bersih dari manfaat dan biaya pada setiap tahun kegiatan usaha. Jika NPV > 0, maka usaha tersebut layak dilakukan atau dilanjutkan karena memiliki arti bahwa manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikelurkan. Jika NPV < 0 maka usaha tersebut tidak layak untuk dilakukan atau dilanjutkan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Jika NPV = 0, manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan, artinya proyek mengembalikan persis sebesar modal social (Gray, 1992). Ibrahim (2003) menyatakan bahwa net present value (NPV) adalah kriteria investasi yang banyak digunakan dalam mengukur apakah proyek feasible atau tidak. Perhitungan NPV merupakan net benefit yang telah didiskon dengan menggunakan social opportunity cost of capital (SOCC) sebagai discount factor. Secara singkat, formula untuk NPV adalah sebagai berikut : n NPV = ∑ i=1 Benefit − Cost (1 + 𝑖)𝑛 b. IRR (Internal Rate of Return) IRR (Internal Rate of Return) adalah metode yang digunakan untuk mencari tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan di masa mendatang atau penerimaan kas, dengan mengeluarkan investasi awal (Umar, 2003). Penentuan layak atau tidak layaknya suatu usulan proyek investasi adalah dengan cara 23 membandingkan antara IRR dengan tingkat keuntungan yang diharapkan atau diisyaratkan (Suratman, 2002). Ibrahim (2003) menyatakan bahwa IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan net present value sama dengan nol (0). Dengan demikian apabila hasil perhitungan IRR lebih besar dari Social Opportunity Cost of Capital (SOCC) dikatakan proyek/usaha tersebut feasible, bila sama dengan SOCC berarti pulang pokok dan di bawah SOCC proyek tersebut tidak feasible. Nilai IRR berada antara nilai NPV positif dan nilai NPV negative yaitu pada NPV = 0. Formula untuk IRR dapat dirumuskan sebagai berikut: IRR = i1+ 𝑁𝑃𝑉1 x (i2 – i1) (𝑁𝑃𝑉1 −𝑁𝑃𝑉2) c. Net B/C Ratio Net B/C merupakan perbandingan NPV total dari manfaat bersih terhadap total dari biaya bersih (Gray, 1992) atau dapat dikatakan sebagai perbandingan antara jumlah nilai bersih yang bernilai positif sebagai pembilang dan nila bersih yang bersifat negative sebagai penyebut. Jika net B/C ratio > 1, maka dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak untuk diusahakan atau dilanjutkan. Net B/C ratio = 1, maka biaya yang dikeluarkan sama dengan keuntungan yang didapatkan. Net B/C ratio <1, maka dapat dikatakan bahwa usaha tersebut tidak layak dijalankan karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dari pada keuntungan yang diperoleh. Menurut Sofyan (2004), Net B/C Ratio adalah suatu rasio yang membandingkan antara benefit atau penerimaan dari suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan untuk merealisasikan rencana pendirian dan pengoperasian usaha tersebut. Ibrahim (2003) menyatakan bahwa net benefit cost ratio merupakan perbandingan antara net benefit yang telah didiskon positif dengan net benefit yang didiskon negatif dengan formula sebagai berikut: 24 ∑𝑛 𝑖=1← Net B/C = 𝑁𝐵𝑖 ∑𝑛 𝑖=1 ← 𝑁𝐵𝑖 (+) (−) d. Gross B/C Ratio Gross B/C Ratio adalah perbandingan antara manfaat kotor yang telah di discount dengan cost secara keseluruhan yang telah di discount (Ibrahim, 2003). Gray et al. (1992) menyatakan bahwa dalam perhitungan gross B/C, pembilang adalah jumlah present value arus benefit (bruto) dan penyebut adalah jumlah present value arus biaya (bruto). Semakin besar gross B/C, semakin besar perbandingan antara benefit dengan biaya, yang berarti proyek relative semakin menguntungkan. Ibrahim (2003) menyatakan bahwa gross B/C ratio adalah perbandingan antara benefit kotor yang telah di-discount dengan cost secara keseluruhan yang telah di-discount. Rumus gross B/C ratio adalah sebagai berikut : ∑𝑛𝑖=1 Bi / (1 + r)𝑡 Gross B/C = ∑𝑛𝑖=1 Ci /(1 + r)𝑡 e. PP (Payback Period) Menurut Rangkuti (2003) Payback Period adalah suatu periode yang menunjukkan berapa lama modal yang ditanamkan dalam proyek tersebut dapat kembali. Metode PP (Payback Period) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari perhitungan kas bersih (proceed) yang diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan penjumlahan laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan (dengan catatan jika investasi 100% menggunakan modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar, 2003). Rumus untuk menghitung PP sebagai berikut: PP = Investasi x 1 tahun Kas bersih/tahun 25 8. Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas atau sering disebut analisa kepekaan merupakan suatu teknik untuk menilai dampak (input) berbagai perubahan dalam masingmasing variabel penting terhadap hasil yang mungkin terjadi (possible outcomes). Analisis sensitivitas tidak lain adalah suatu analisis simulasi dalam mana nilai variabel-variabel penyebab diubah-ubah untuk mengetahui bagaimana dampaknya terhadap hasil yang diharapkan dalam hubungan ini adalah aliran kas (Riyanto, 2001). Pada bidang pertanian, perubahan kriteria investasi dapat terjadi akibat adanya perubahan harga output, tingkat produksi, harga input dan tingkat suku bunga. Pada dasarnya setiap proyek memiliki sensitivitas yang berbeda-beda karena dipengaruhi berbagai kondisi dan keadaan. Jadi analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak dilaksanakan (Gunawan, 2009). Pudjosumarto (2002) menjelaskan tujuan utama analisis sensitivitas adalah memperbaiki cara pelaksanaan proyek yang sedang dilaksanakan, memperbaiki design proyek sehingga dapat meningkatkan NPV, mengurangi risiko kerugian dengan menunjukkan beberapa tindakan pencegahan yang harus diambil. Kelemahan analisis sensitivitas salah satunya adalah analisis ini hanya mengatakan apa yang akan terjadi bila suatu variabel berubah, bukan menunjukkan layak atau tidaknya suatu proyek dilaksanakan. Hasil analisa kepekaan menghasilkan perkiraan jumlah permintaan yang sifatnya optimistis, pesimistis, dan realistis. Sebagai contoh apabila survei di lapangan diperoleh gambaran bahwa permintaan dipengaruhi perubahan harga sedangkan harga meningkat rata-rata 2% per tahun maka proyeksi permintaan produk di masa yang akan datang dapat ditentukan beberapa asumsi penggunaannya, misalnya selama 5 sampai 10 tahun yang akan datang tidak 26 terjadi kenaikan harga, atau 5 sampai 10 tahun terjadi kenaikan harga rata-rata 2% (Sutojo, 2002). Menurut Gitingger (1986) bahwa analisis sensitivitas adalah meneliti kembali suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh–pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Proyeksi selalu menghadapi ketidakpastian yang dapat saja terjadi pada keadaan yang telah diperkirakan. Pada bidang pertanian terdapat empat masalah utama yang sensitive yaitu: (1) harga, (2) keterlambatan pelaksanaan, (3) kenaikan biaya, (4) hasil. Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan nilai pengganti, dilakukan secara coba-coba terhadap perubahan-perubahan yang terjadi agar NPV sama dengan nol. Sensitivity analysis tujuannya ialah untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada kesalahan atau perubahan dalam dasardasar perhitungan biaya atau benefit. Dalam sensitivity analysis setiap kemungkinan itu harus dicoba, yang berarti bahwa tiap kali harus diadakan analisa kembali. Ini perlu sekali, karena analisa proyek didasarkan pada poyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang (Kadariah et al., 1978). C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah Pengembangan usaha industri ikan lele memerlukan informasi tentang kelayakan usaha. Analisis mengenai kelayakan usaha industri ikan lele dapat dilakukan dengan metode kuantitatif dari aspek finansialnya. Setelah dilakukan analisis finansial tersebut selanjutnya dilakukan penilaian terhadap tingkat sensitivitas usaha untuk memberikan arah yang lebih jelas tentang batas-batas kelayakan usaha dapat tetap dijalankan, sehingga diperoleh penilaian kelayakan sebagai dasar untuk membuat rekomendasi pada pihak yang terkait. Dalam penelitian ini akan menganalisis usaha agroindustri pengolahan ikan lele dalam pengembangan usaha yang dapat memberikan informasi-informasi dengan menganalisis pada aspek-aspek studi kelayakan usahanya. Langkah yang dilakukan dalam menganalisis data kuantitatif dengan menghitung aspek finansial yang mempunyai beberapa kriteria yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, Gross B/C 27 Ratio, Payback Periods serta mencari perhitungan analisis sensitivitas untuk melihat sampai berapa persen peningkatan atau penurunan faktor-faktor pemasukan atau biaya tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi pada aspek keuangan yaitu layak atau tidak layak untuk dilakukan. Bila hasilnya menyatakan layak maka dikembangkan dengan pelaksanaan. Bila hasilnya menyatakan tidak layak maka perlu dilakukan evaluasi. 28 Usaha Agroindustri Pengolahan Ikan Lele Komponen Biaya: Biaya Investasi Tanah Bangunan Alat transportasi Mesin dan peralatan produksi Peralatan toko Instalasi penunjang Biaya Tetap Biaya pemeliharaan dan perbaikan Tenaga kerja Telepon Biaya Variabel Bahan baku Bahan pengemas Biaya utilitas Bahan penolong Analisis Kelayakan Usaha Penerimaan: Aspek Keuangan Jumlah Produksi x Harga Analisis Kelayakan Finansial 1. Kriteria Kelayakan Finansial a NPV b IRR c Net B/C d Gross B/C e PP 2. Analisis Sensitivitas Layak Tidak Layak Implementasi Pengembangan Evaluasi Gambar 1. Bagan Kerangka Teori Pendekatan Masalah 29 D. Asumsi Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Teknologi yang digunakan dalam pengolahan ikan lele tidak mengalami perubahan selama penelitian. 2. Biaya-biaya yang digunakan adalah biaya riil sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 3. Umur investasi diasumsikan selama 9 tahun. E. Pembatasan Masalah Pembatasan masalah digunakan untuk membatasi suatu permasalahan dan penelitian agar dapat lebih terfokus dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, berikut pembatasan masalah dalam penelitian ini: 1. Kelayakan investasi yang dimaksud adalah kelayakan investasi ditinjau dari aspek finansial untuk mengetahui apakah investasi usaha agroindustri pengolahan ikan lele di KUB Karmina layak atau tidak layak dilaksanakan. 2. KUB Karmina merupakan Kelompok Usaha Bersama yang terdiri dari beberapa anggota yang berasal dari masyarakat Dukuh Kampung Lele. 3. Usaha produksi yang dikaji merupakan serangkaian proses produksi olahan ikan lele menjadi beberapa produk yaitu abon, keripik daging, keripik kulit, keripik sirip, kerupuk, bakso dan nugget. 4. Analisis sensitivitas agroindustri pengolahan ikan lele dilakukan dengan penyesuaian terhadap dinamika makro ekonomi yang diakibatkan oleh inflasi dan tingkat suku bunga kredit Bank BRI. 5. Data yang dipergunakan dalam analisis ini adalah data tahun 2007 hingga 2015 (kurun waktu sembilan tahun) 6. Inflasi yang digunakan adalah rata-rata inflasi tahun 2007-2014 di Kabupaten Boyolali sebesar 5% (BPS Boyolali, 2015). 7. Discount rate yang digunakan yaitu tingkat suku bunga kredit Bank BRI Kecamatan Sawit tahun 2016 sebesar 9%. 30 F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 1. Agroindustri pengolahan ikan lele merupakan suatu usaha agroindustri dengan mengolah ikan lele menjadi berbagai macam produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi. 2. Analisis kelayakan usaha merupakan suatu pengkajian untuk menilai apakah usaha agroindutri pengolahan ikan lele di KUB Karmina layak atau tidak untuk dijalankan 3. Aspek keuangan adalah aspek yang digunakan untuk menilai keuangan perusahaan secara keseluruhan. 4. Analisis kelayakan finansial adalah pengkajian yang hanya menyoroti aspek finansial suatu proyek/investasi yaitu suatu investasi dapat memberikan keuntungan atau tidak, dibandingkan dengan dana dan usaha yang dikeluarkan dan diukur menggunakan kriteria investasi NPV, IRR, Net B/C, Gross B/C, dan PP. 5. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan sebelum memulai usaha/ 6. Biaya tanah merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli lahan yang digunakan untuk aktivitas kegiatan operasi perusahaan. Biaya ini dihitung dengan cara mengalikan harga tanah/meter dengan luas lahan. 7. Biaya bangunan adalah biaya yang dikeluarkan untuk konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan. 8. Biaya alat transportasi merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk transportasi yang dipakai secara aktif dalam operasi perusahaan dan mempunyai masa kegunaan relatif permanen. 9. Biaya mesin dan peralatan merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli mesin dan peralatan untuk menjalankan proses produksi. 10. Biaya peralatan toko adalah keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk membeli peralatan toko seperti etalase, keranjang, meja, kursi, lemari, buku dan bolpoin. 11. Instalasi penunjang adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan pengolahan ikan lele agar dapat berjalan dengan baik seperti air dan listrik. 31 12. Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah selama proses produksi berlangsung, merupakan jenis biaya yang bersifat statis (tidak berubah) dan besarnya tidak tergantung dari jumlah produksi. Biaya tetap dihitung dengan cara menjumlahkan semua biaya pemeliharaan dan perbaikan, tenaga kerja dan telepon. 13. Biaya pemeliharaan dan perbaikan adalah biaya yang dikeluarkan untuk merawat komponen investasi secara rutin. 14. Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk memberikan upah bagi tenaga kerja atau karyawan yang terlibat dalam usaha agroindustri pengolahan ikan lele. 15. Biaya telepon merupakan biaya yang digunakan perusahaan untuk komunikasi dengan berbagai pihak yang terlibat dalam usaha agroindustri pengolahan ikan lele 16. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan. Biaya ini dihitung dengan cara menjumlahkan semua biaya bahan baku, biaya pengemas, biaya utilitas dan biaya penolong. 17. Biaya bahan baku adalah biaya yang dikeluarkan untuk membeli bahan baku yang diperlukan dalam produksi olahan ikan lele. 18. Biaya bahan pengemas adalah biaya yang digunakan untuk mengemas hasil olahan ikan lele yang berupa plastik, label dan kardus. 19. Biaya utilitas adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan produksi pengolahan ikan lele yang berupa listrik, bahan bakar dan air. 20. Bahan penolong merupakan bahan tambahan yang digunakan KUB Karmina untuk mengolah ikan lele seperti bawang merah, bawang putih, cabai, minyak goreng, tepung beras, gula, garam dan bumbu-bumbu. 21. Penerimaan adalah jumlah produksi olahan ikan lele yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual. 22. Jumlah produksi adalah volume produksi olahan ikan lele yang dihasilkan. 23. Harga jual adalah harga produk olahan ikan lele yang dijual pada konsumen. 32 24. NPV adalah nilai sekarang (pada awal investasi) dari keuntungan bersih yang akan diperoleh di masa datang dan merupakan selisih nilai sekarang dari benefit dengan nilai sekarang dari biaya. 25. IRR merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan jumlah nilai sekarang neto sama dengan seluruh biaya proyek (NPV sama dengan nol) 26. Net B/C Ratio adalah perbandingan antara PV dari total benefit bersih terhadap total biaya bersih yang digunakan untuk ukuran efisiensi dalam penggunaan modal. 27. Gross B/C Ratio merupakan perbandingan antara benefit kotor dengan biaya kotor. 28. Payback Periods adalah waktu yang diperlukan untuk menutup biaya investasi yang telah dikeluarkan dan dinyatakan dalam tahun. 29. Analisis sensitivitas adalah analisis untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan biaya input dan harga jual terhadap hasil yang mungkin terjadi. 30. Implementasi pengembangan merupakan pelaksanaan atau pengembangan lebih lanjut dari usaha agroindustri pengolahan ikan lele 31. Evaluasi merupakan proses pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada usaha agroindustri pengolahan ikan lele. 32. Penyusutan adalah proses pengurangan nilai aktiva tetap karena faktor penggunan aktiva tetap tersebut, faktor usia atau faktor sejenisnya.