i PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI MELALUI

advertisement
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI
MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE
PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
SKRIPSI
Oleh:
SUSENO FITRI HANDOKO
K1206039
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
i
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI
MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE
PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2009/2010
Oleh
SUSENO FITRI HANDOKO
K1206039
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.
Dra. Sumarwati, M.Pd.
NIP 19610524 198901 1 001
NIP 19600413 198702 2 001
iii
PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana
Pendidikan.
Pada hari
:
Tanggal
:
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang
Tanda tangan
Ketua
: Drs. Slamet Mulyono, M. Pd.
Sekretaris
: Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum
Anggota I
: Dr. Budhi Setiawan, M.Pd.
Anggota II
: Dra. Sumarwati, M. Pd.
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Dekan,
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd.
NIP 19600727 198702 1 001
iv
ABSTRAK
Suseno Fitri Handoko. K1206039. PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI
MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE PADA SISWA KELAS VIII
D SMP NEGERI 10 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi,
Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juni
2010.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) proses pembelajaran
berdiskusi; dan 2) kemampuan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 tahun
pelajaran 2009/2010 dengan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran
berdiskusi. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian
ini adalah siswa siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta yang berjumlah 39
siswa (21 putra dan 18 putri). Sumber data yang digunakan yaitu: peristiwa,
informan, dan dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi,
wawancara mendalam. Teknis analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis
deskripsi komparatif dan analisis interaktif. Prosedur penelitian meliputi tahap:
identifikasi masalah, analisis masalah, penyusunan rencana tindakan, implementasi
tindakan, pengamatan, dan penyusunan laporan. Pelaksanaan penelitian dimulai dari
survei awal, siklus I, sampai dengan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat tahap,
yakni: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan
interpretasi; dan (4) analisis dan refleksi. Dalam penelitian ini guru kelas bertindak
sebagai fasilitator pembelajaran dan peran peneliti sebagai pengamat. Berdasarkan
hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan: 1) proses
pembelajaran berdiskusi; dan 2) kemampuan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP
Negeri 10 Surakarta dalam pembelajaran berdiskusi melalui penerapan prinsip kerja
sama Grice. Peningkatan proses berdiskusi terlihat dari meningkatnya kualitas
aktivitas siswa selama pembelajaran berdiskusi, yakni: (1) siswa yang terlibat aktif
dalam diskusi, sebesar 74% pada siklus I dan 100% pada siklus II; (2) penyampaian
sesuatu dengan argumen yang benar dan jelas, sebesar 64% pada siklus I dan 87%
pada siklus II (3) penyampaian sesuatu secara efektif, sebesar 59% pada siklus I dan
74% pada siklus II (4) penyampaian sesuatu berhubungan dengan topik, sebesar 67%
pada siklus I dan 77% pada siklus II (5) penyampaian sesuatu menggunakan etika
yang benar, sebesar 67% pada siklus I dan 79% pada siklus II; dan (6) kemampuan
mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima, sebesar 31% pada
siklus I dan 72% pada siklus II. Peningkatan kemampuan berdiskusi siswa dapat
dilihat dari nilai berdiskusi siswa yang diambil oleh guru pada saat pembelajaran
yang selalu meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase ketuntasan
hasil belajar siswa dalam pembelajaran sebesar 64% atau sebanyak 25 siswa dan
pada siklus II sebesar 95% atau sebanyak 37 siswa. Hal ini membuktikan bahwa
dengan penerapan prinsip kerja sama Grice mampu meningkatkan kualitas proses
pembelajaran dan sekaligus mampu meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa.
v
MOTTO
“Ketika kita menjadi tua, waktu akan membuat kita dikelilingi oleh orang-orang
yang mencintai kita, sebagai ganti dari orang-orang yang kita cintai.”
(J. Petit Senn)
“Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tapi sukses itu sendiri
sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses.”
(Lambert Jeffries)
“Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan
beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak.”
(John Naisbitt)
Sedikit pengetahuan yang diterapkan jauh lebih berharga ketimbang banyak
pengetahuan yang tak dimanfaatkan.
(Khahlil Gibran)
vi
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini sebagai rasa cinta,
kasih sayang, dan terima kasihku kepada:
1. Kedua orang tuaku, Joko Supomo dan
Sumirah yang tak putus-putusnya mendoakan
siang dan malam dengan segenap cinta, kasih
sayang, dan perhatian yang tak ternilai
harganya dari apapun jua;
2. Kakakku tersayang, Mukharom Heri Prasetyo
yang memberikan motivasi dalm hidupku dan
senantiasa mendukung setiap langkah yang
kulalui dalam hidup ini;
3. Keluarga besar Bastind yang selalu memberi
motivasi buatku.
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas kehendak-Nya pula
skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan
dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin
penyusunan skripsi;
2. Drs. Suparno, M. Pd. , Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
memberikan persetujuan dalam skripsi ini;
3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang memberikan persetujuan juga dalam skripsi ini;
4. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan
pengarahan dengan begitu sabar, saran, dan semangat pada penulis serta masukan
yang tak ternilai harganya;
5. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar membimbing
penulis dengan sebaik-baiknya serta memberikan dorongan dan selalu
meluangkan waktu bagi penulis sehingga menjadikan penulis semangat dalam
menyelesaikan skripsi;
6. Drs. Purwadi, selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan solusi
mengenai persoalan akademik serta banyak memberikan bantuan dan masukan
pada peneliti dalam menyelesaikan revisi skripsi ini.
viii
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat pada
penulis;
8. Haryono, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Surakarta yang telah
memberikan izin peneliti terkait dengan penelitian yang dilaksanakan;
9. Dra. Sri Mulyani Dwi Hastuti, M.Pd. selaku guru pengampu pelajaran Bahasa
Indonesia kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta sekaligus sebagai kolaborator
yang dengan senang hati membantu peneliti dalam melaksanakan penelitiannya;
10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu.
Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat
pahala dan imbalan dari Allah Swt, amiin. Penulis berharap semoga karya ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca dan menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran
Bahasa Indonesia.
Surakarta, Juni 2010
Penulis
ix
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL...................................................................................................................
i
PENGAJUAN ........................................................................................................
ii
PERSETUJUAN .................................................................................................... iii
PENGESAHAN ..................................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................
v
MOTTO ................................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN.................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR. .......................................................................................... viii
DAFTAR ISI..........................................................................................................
x
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xiv
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
D. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................ 6
BAB II. KAJIAN PUSTAKA................................................................................ 8
A. Kajian Teoretik .......................................................................................... 8
1. Hakikat Berdiskusi............................................................................... 8
a. Berdiskusi..................................................... …………………….. 9
b. Teknik-teknik Berdiskusi............................................................... 11
c. Kemampuan Berdiskusi ................................................................. 14
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berdiskusi......... 18
2. Hakikat Prinsip Kerja Sama Grice ....................................................... 25
a. Quality-Kualitas ............................................................................. 26
b. Quantity-Kuantitas ......................................................................... 27
c. Relation-Hubungan ........................................................................ 27
d. Manner-Sikap................................................................................. 27
x
e. Pelanggaran Maksim...................................................................... 28
3. Hakikat Pembelajaran Berdiskusi ........................................................ 29
4. Implementasi Prinsip Kerja Sama Grice dalam Pembelajaran Berdiskusi
........................................................................................................ 31
B. Penelitian yang Relevan............................................................................. 33
C. Kerangka Berpikir...................................................................................... 35
D. Hipotesis..................................................................................................... 36
BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 37
A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 37
B. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................................... 38
C. Bentuk Penelitian ....................................................................................... 39
D. Sumber Data Penelitian.............................................................................. 39
E. Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 40
F. Teknik Validitas Data ................................................................................ 41
G. Teknik Analisis Data.................................................................................. 42
H. Indikator Ketercapaian Tujuan................................................................... 43
I. Prosedur Penelitian .................................................................................... 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 48
A. Deskripsi Survei Sebelum Penelitiaan ....................................................... 48
B. Deskripsi Hasil Penelitian.......................................................................... 50
1. Siklus I ................................................................................................. 50
2. Siklus II ............................................................................................... 56
C. Pembahasan ............................................................................................... 62
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.............................................. 70
A. Simpulan .................................................................................................... 70
B. Implikasi..................................................................................................... 71
C. Saran........................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 75
LAMPIRAN........................................................................................................... 77
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian......................... 38
Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan ................................................................ 43
Tabel 3. Persentase Capaian Indikator pada siklus I dan II. .................................. 62
Tabel 4. Silabus Pelajaran Bahasa Indonesia......................................................... 78
Tabel 5. Pedoman Penilaian Keaktifan Siswa ....................................................... 92
Tabel 6. Observasi Pembelajaran Sebelum Tindakan............................................ 93
Tabel 7. Daftar Nilai Observasi ............................................................................. 100
Tabel 8. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus I ........................................... 116
Tabel 9. Observasi Pembelajaran Siswa Siklus I................................................... 123
Tabel 10. Daftar Nilai Siklus I ............................................................................... 134
Tabel 11. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus II........................................ 143
Tabel 12. Observasi Pembelajaran Siswa Siklus II................................................ 145
Tabel 13. Daftar Nilai Siklus II.............................................................................. 151
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Bagan Prinsip Kerja Sama Grice.......................................................... 26
Gambar 2. Kerangka berpikir................................................................................. 36
Gambar 3. Analisis Interaktif................................................................................. 42
Gambar 4. Foto Observasi Survei Awal ................................................................ 99
Gambar 5. Foto Siklus I ......................................................................................... 133
Gambar 6. Foto Siklus II........................................................................................ 150
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ......................................... 78
LAMPIRAN SURVEI AWAL .............................................................................. 89
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....................................... 90
Lampiran 3. Observasi Pembelajaran Sebelum Tindakan ..................................... 93
Lampiran 4. Catatan Lapangan Survei Awal ......................................................... 95
Lampiran 5. Foto Observasi Survei Awal.............................................................. 99
Lampiran 6. Daftar Nilai Observasi ....................................................................... 100
Lampiran 7. Hasil Wawancara dengan Guru Sebelum Tindakan.......................... 102
Lampiran 8. Hasil Wawancara dengan Siswa I Sebelum Tindakan .................... 106
Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Siswa II Sebelum Tindakan ................... 109
LAMPIRAN SIKLUS I ......................................................................................... 112
Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I........................ 113
Lampiran 11. Observasi Pembelajaran Siklus I ..................................................... 123
Lampiran 12. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus I.............. 124
Lampiran 13. Foto Siklus I .................................................................................... 133
Lampiran 14. Daftar Nilai Siklus I......................................................................... 134
Lampiran 16. Contoh Catatan Berdiskusi Siswa Siklus I ...................................... 136
LAMPIRAN SIKLUS II ........................................................................................ 140
Lampiran 17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ...................... 141
Lampiran 18. Observasi Pembelajaran Siklus II.................................................... 145
Lampiran 19. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus II ............ 146
Lampiran 20. Foto Siklus II ................................................................................... 150
Lampiran 21. Daftar Nilai Siklus II ....................................................................... 151
Lampiran 22. Contoh Catatan Berdiskusi Siswa Siklus II..................................... 153
Lampiran 23. Hasil Wawancara dengan Guru Setelah Tindakan .......................... 159
LAMPIRAN PERIZINAN..................................................................................... 162
Lampiran 24. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Dekan.............................. 163
Lampiran 25. Surat Putusan Izin Penyusunan Skripsi oleh Dekan FKIP .............. 164
Lampiran 26. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Rektor ............................. 165
xiv
Lampiran 42. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kepala SMP Negeri 10
Surakarta......................................................................................... 166
Lampiran 43. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala SMP Negeri 10 Surakarta
........................................................................................................ 167
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya
dalam usaha melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas, kritis, kreatif, dan
berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan
berbicara, seorang peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan
perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara.
Keterampilan berbicara juga dapat membentuk generasi masa depan yang kreatif
yang tercermin dari tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah
dipahami. Selain itu, dengan menguasai keterampilan berbicara seseorang akan
mampu bersifat kritis karena orang tersebut memiliki kemampuan untuk
mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara runtut dan
sistematis. Bahkan, dengan menguasai kemampuan berbicara seseorang dapat
menjadi sosok yang berbudaya karena mereka sudah terbiasa dan terlatih untuk
berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat
berbicara.
Kemampuan berdiskusi merupakan bagian dari kemampuan berkomunikasi
khususnya berbicara berbicara, maka dari itu faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan berdiskusi sama dengan kemampuan berbicara. Dalam suatu diskusi
seseorang dituntut untuk aktif mengungkapkan pikirannya dalam bentuk pernyataan,
pertanyaan, kritikan, dan sanggahan. Pernyataan yang merupakan suatu ujaran yang
disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dalam mengungkapkan sesuatu.
Pertanyaan merupakan ujaran yang bersifat untuk mendapatkan informasi secara
lebih dalam dari suatu hal. Kritikan merupakan ujaran yang bersifat mengungkapkan
kesalahan-kesalahan dari suatu pernyataan atau ujaran lainnya. Sanggahan
merupakan suatu ujaran yang sifatnya adalah menyalahkan suatu pernyataan atau
ujaran yang diungkapkan oleh orang lain. Dalam mengungkapkan pikiran tersebut
terdapat suatu aturan-aturan agar suatu diskusi dapat berjalan dengan baik dan semua
peserta diskusi dapat menangkap suatu ujaran yang disampaikan. Kalimat yang
xvi
1
dipergunakan harus efektif, teratur, dan jauh dari sifat ambigu. Informasi yang
diungkapkan juga harus berdasarkan kebenaran, tidak berlebihan, dan sesuai dengan
topik yang didiskusikan sehingga proses berjalannya diskusi akan efektif dan hasil
akhirnya pun dapat dipertanggungjawabkan.
Dari hal di atas, paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya
tingkat keterampilan siswa dalam berdiskusi, yaitu faktor eksternal dan faktor
internal. Yang termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa
Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi seharihari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa
percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan
bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang
digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang
menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidahkaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk
berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur.
Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber
pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan
terhadap tingkat keterampilan berdiskusi siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa
Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin
inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung
monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi
cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di
kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan
diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara
hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif
belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya
keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa
yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya.
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia
telah menyimpang jauh dari misi sejenis. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa
(talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language).
xvii
Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus).
Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan
pengajaran tata bahasa,
dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi,
2000:10).
Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak
mungkin keterampilan berdiskusi di kalangan siswa SMP akan terus berada pada aras
yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam
mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang
tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang
masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan
interaktif pada saat berdiskusi.
Kondisi semacam ini juga terjadi pada keterampilan berdiskusi pada siswa
kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta, yang belum mencapai target yang diharapkan
dan jika dibandingkan dengan kelas lain paling rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari
hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Indikator yang digunakan untuk
mengukur pada saat observasi yang telah dilakukan di antaranya adalah porsi
pembicaraan, kebenaran yang dikatakan, kesesuaian dengan hal yang didiskusikan,
dan sikap peserta diskusi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, peneliti
menemukan sejumlah kekurangan. Hasil observasi awal ini menunjukkan sebagian
besar siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat, (1) terlalu banyak
menyampaikan latar belakang permasalahannya sehingga inti dari masalah yang
ingin disampaikan tidak tampak, (2) tidak disertai alasan-alasan atau materi yang
benar, jelas, dan logis; (3) tidak berhubungan dengan topik diskusi yang dibicarakan;
(4) sering menguasai waktu pembicaraan dengan tidak mentaati kesempatan
berbicara dan tidak melalui moderator.
Rendahnya kualitas pelaksanaan kegiatan berdiskusi tersebut dikarenakan
kurangnya pembimbingan berdiskusi yang dilakukan oleh guru. Guru kurang
memberikan contoh-contoh kegiatan berdiskusi
yang baik. Siswa kurang
diberdayakan untuk lebih aktif dalam pembelajaran berdiskusi sehingga keaktifan
siswa pun rendah. Penentuan tema yang akan didiskusikan dilakukan pada saat
pembelajaran sehingga kurangnya persiapan dari siswa. Siswa kurang mengerti dan
xviii
mematuhi peraturan-peraturan dalam berdiskusi seperti tata cara dalam berpendapat,
menyanggah pendapat, dan bertanya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh
peneliti terhadap guru pengampu, ternyata dari guru juga belum begitu ahli tentang
kegiatan berdiskusi, khususnya dalam menumbuhkan keaktifan siswa.
Dalam konteks demikian, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran
keterampilan berdiskusi yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa
berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa perlu dibiasakan untuk lebih
aktif dalam pembelajaran, yaitu dalam proses tanya jawab. Kebiasaan siswa dalam
menyampaikan pendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat dari teman akan dapat
meningkatkan kepercayaan diri dari siswa. Untuk mewujudkan pembelajaran
berdiskusi tersebut peneliti akan menerapan prinsip kerja sama Grice dalam
berdiskusi. Pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice akan
membiasakan siswa berbicara sesuai dengan konteks dan situasi tutur yang
sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan.
Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang
kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan berbicara khususnya
berdiskusi pun akan menjadi pembelajaran yang selalu dirindukan dan dinantikan
oleh siswa.
Prinsip kerja sama Grice merupakan salah satu teori pragmatik yang
mengatur tata cara berbicara yang menyesuaiakan konteks dan situasi pembicaraan
sehingga proses berbicara akan berjalan lebih efektif. Menurut Levinson (dalam
Henry Guntur Tarigan, 1987:33), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara
bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan
pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai
kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat
dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain dikemukakan oleh Wijana (1996:14)
yang mengatakan bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu
kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa
yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu
kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi.
xix
Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan
situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui
pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam
situasi dan konteks komunikasi alamiah sebenarnya. Melalui, pendekatan pragmatik
dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke
dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan
berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif,
emosional, dan afektif.
Grice (1991:309) menyatakan bahwa percakapan akan mengarah pada
penyamaan unsur-unsur pada transaksi kerjasama yang semula berbeda. Penyamaan
tersebut dilakukan dengan jalan: (1) menyamakan jangka tujuan pendek, meskipun
tujuan akhirnya berbeda atau bahkan bertentangan, (2) menyatukan sumbangan
partisipasi sehingga penutur dan mitra tutur saling membutuhkan, dan (3)
mengusahan agar penutur dan mitra tutur memunyai pengertian bahwa transaksi
berlangsung dengan suatu pola tertentu yang cocok, kecuali bila bermaksud hendak
mengakhiri kerjasama. Aturan-aturan tersebut terangkum dalam prinsip kerja sama
yang sama meliputi, (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) hubungan, (4) cara. Dalam
kemampuan berdiskusi, prinsip kerja sama ini mengungkapkan bagaimana seseorang
berinteraksi dengan orang lain. H. Paul Grice, adalah orang yang pertama kali
memperkenalkan prinsip ini, beliau mengatakan bahwa, buatlah kontribusi yang
diperlukan dalam percakapan anda, pada tahap dimana diperlukan, dengan tujuan
yang dapat diterima atau arahan percakapan yang dimaksudkan.
Prinsip kerja sama Grice tersebut apabila diterapkan dalam memecahkan
masalah yang terjadi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta dapat
dijabarkan sebagai berikut: 1) prinsip kuantitas mengatur porsi pembicaraan sesuai
dengan kebutuhan; 2) prinsip kualitas mengkondisikan siswa untuk pengungkapan
sesuatu dalam berdiskusi disertai dengan alasan yang benar, jelas, dan logis; 3)
prinsip hubungan akan membiasakan siswa untuk mengungkapakan sesuatu dalam
berdiskusi sesuai dengan tema; 4) prinsip cara akan mengatur agar penyampaian
sesuatu dalam berdiskusi sesuai dengan tata tertib berdiskusi yang baik.
xx
Berdasarkan uraian di atas, mendorong peneliti untuk melakukan suatu
penelitian tindakan kelas dengan topik “Peningkatan Kemampuan Berdiskusi dengan
Menerapkan prinsip kerja sama Grice”. Di sini peneliti akan mencoba melakukan
penelitian yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa
di kelas yang menjadi objek penelitian.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana penerapan prinsip kerja sama Grice yang dapat meningkatkan
kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP
Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian
1.
Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa
kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 dengan
penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
a. Penelitian ini memberikan gambaran tentang pendekatan kerja sama Grice
yang diterapkan dalam pembelajaran berdiskusi.
b. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pustaka dan sebagai salah satu
sumber bagi penelitian selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Peneliti dapat mengetahui metode pembelajaran yang sesuai dengan objek
penelitian yang dapat digunakan sebagai masukan salah satu metode
pembelajaran bersdiskusi.
xxi
b. Bagi Siswa
Sebagai pemicu siswa agar lebih tertarik dalam dalam berdiskusi
sehingga juga akan meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi.
c. Bagi Guru
Sebagai bahan masukan dalam pembelajaran berdiskusi di sekolah
sehingga
dalam
pelaksanaan
pembelajaran
dapat
menggunakan
pendekatan ini.
d. Bagi Pengambil Kebijakan
Sebagai acuan dalam menentukan kebijakan dalam menyusun kurikulum
agar menjadi lebih baik dan sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan
siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
xxii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teoretik
1. Hakikat Berdiskusi
a. Berdiskusi
1) Pengertian Diskusi
Kata diskusi, “berasal dari kata latin, “discustio” atau “discusum”
yang artinya sama dengan bertukar pikiran.” (Asul Wiyanto, 1992:104)
Menurut Mansyur MPA, (1981:97) “diskusi adalah percakapan
ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, memecahkan ide-ide dan
pengujian pendapat yang dilakukan oleh orang yang tergabung dalam
kelompok untuk mencari kebenaran.”
Menurut Samidjo dan Sri Mardiani (1985:85) menyebutkan,
“pengertian diskusi berasal dari kata “discuiti”, “discusum” yang berarti
pertukaran pikiran”.
Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan diskusi itu adalah pembahasan tentang suatu
masalah, dengan cara bertukar pikiran yang dilakukan secara bersama-sama,
dalam mencari suatu kebenaran.
2) Maksud dan Tujuan Diskusi.
Suatu diskusi kelompok belajar yang bebas dan teratur akan
menumbuhkan kemampuan semua anggota kelompok untuk mengerti dan
menerima gagasan dan teknik baru yang lebih baik. Perdy Karuru (2005:
793) menjelaskan suatu kelompok tersebut tersusun dari berbagai
keterampilan siswa, jenis kelamin dan suku. Perbedaan tersebut bermanfaat
untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan
teman yang berbeda latar belakangnya. Beberapa siswa mungkin belum
xxiii
8
mampu memahami cara menghargai gagasan orang lain. Hal ini terlihat
sewaktu mereka bekerja dalam kelompok. Adapun maksud diskusi menurut
Samidjo & Sri Mardiani (1985:85) dalam garis besarnya, sebagai berikut :
a) Memudahkan penerimaan (learning) bahan pelajaran baik dari hasil
kuliah maupun rangkuman buku dan meningkatkan kemampuan
berpikir serta memecahkan problem.
b) Memungkinkan tiap anggota kelompok belajar yang memiliki
pengalaman masing-masing, dapat menyumbangkan dan mengutarakan
pengetahuan dan pengalamannya dalam forum diskusi, sehingga
bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan para anggota kelompok
Adapun tujuan dari diskusi tersebut, sebagai berikut :
a) Tiap anggota dapat melaksanakan tukar menukar informasi yang
menyangkut pengetahuan dan pengalaman belajar, sehingga dapat
menciptakan implikasibaru dalam kelompok.
b) Setiap anggota kelompok dapat memetik keuntungan dari hasil diskusi
kelompok yang tidak mungkin didapat dari membaca buku atau hasil
mendengarkan kuliah. Dalam diskusi tersebut tiap anggota banyak
belajar dari anggota lainnya, umpamanya soal teknik berpikir, cara
konsentrasi belajar dan lain-lain.
c) Suatu ide atau gagasan yang baik dan positif yang hanya dimiliki oleh
seseorang dapat diutarakan dalam kelompok belajar (diskusi), sehingga
gagasan yang baik itu dapat dimiliki oleh kelompok (Samidjo & Sri
Mardiani, 1985:85).
Menurut Ny. N.K. Roestiyah (1991: 6-7)
- Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan
pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu
tergantung pada pendapat orang lain. Mungkin ada perbedaan segi
pandangan, sehingga memberikan jawaban yang berbeda. Hal itu
tidak menjadi soal, asal pendapat itu logis dan mendekati
kebenaran. Jadi siswa dilatih berpikir dan memcahkan masalah
sendiri.
- Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal
itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis. Dengan
xxiv
demikian, siswa melatih diri untuk menyatakan pendapat secara
lisan tentang sesuatu hal.
- Diskusi memberikan kemungkinan kepada siswa untuk belajar
berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memcahkan suatu
masalah bersama.
Menurut Heinz Kock (1992:109), “tujuan diskusi adalah siswa harus
belajar untuk mengembangkan anggapan atau pendapatnya sendiri.”
3) Faedah Berdisikusi
Faedah diskusi kelompok adalah untuk membentuk seorang siswa
yang demokratis, kiranya perlu melaksanakan prinsif kerja sama
(cooperation) atau group work, karena menurut para ahli psikologi
pendidikan, prinsif kerja sama (cooperation) itu lebih besar manfaatnya dari
pada sistem persaingan (competition).
Agar semua siswa dapat mengambil manfaat dari aktivitas kerja
kelompok yang kooperatif, mereka hendaknya diberi kesempatan untuk
mengembangkan berbagai keterampilan.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga
tujuan pembelajaran yang penting, yakni prestasi akademik, penerimaan
akan penghargaan dan pengembangan ketrampilan sosial. Belajar
kooperatif saling menguntungkan bagi siswa yang berprestasi rendah dan
siswa yang berprestasi tinggi. Siswa yang berkemampuan lebih tinggi
dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Dalam
proses ini siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik mendapat
keuntungan, karena pemikiran yang lebih mendalam. Belajar kooperatif
juga menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan
kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin.
Belajar kooperatif mengajarkan pada siswa ketrampilan-ketrampilan
kerjasama dan kolaborasi. Ini adalah ketrampilan-ketrampilan yang
penting dipunyai dalam suatu masyarakat. (Johan Yunus, 2005: 4).
Adapun faedah dan keuntungan yang dapat dirasakan dari berdiskusi
dan kerja sama menurut Abu Ahmadi (1993:72), sebagai berikut :
a) Siswa mendapat motivasi belajar yang lebih besar karena rasa tanggung
jawab bersama.
b) Dalam kelompok belajar lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangan.
c) Dalam kelompok belajar lebih banyak yang turut memikirkannya.
xxv
d) Implikasi, keputusan keompok lebih dapat diterima oleh semua anggota
kelompok belajar, karena merupakan hasil pemikiran bersama
e) Keuntungan diskusi kelompok tersebut akan memberikan kepada semua
anggota kelompok untuk berbuat konstruktif, berpikir kreatif terhadap
pokok masalahnya yang sedang dibicarakan, dan menyumbangkan
pengalamannya dan pengetahuannya untuk kepentingan bersama.
4) Jenis – jenis Diskusi.
Jenis-jenis diskusi menurut Sardiman (2001:152) sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
diskusi kuliah
diskusi kelas
diskusi kelompok kecil
simposium
loka karya
seminar
diskusi panel
sumbang saran (branstorming)
Jenis-jenis diskusi menurut Asul Wiyanto (1992:136), sebagai berikut
:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
whole group
diskusi berkelompok – kelompok
diskusi panel
seminar
simposium
kolokium
loka karya
konferensi
fish bowl
debat.
Dari jenis-jenis diskusi tersebut, yang biasa digunakan antar siswa di
dalam lokal adalah diskusi kelompok kecil. Jadi, yang dimaksud dengan
diskusi kelompok kecil adalah suatu diskusi yang dilakukan dengan membagi
para siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil, yang terdiri dari 3 – 7 orang.
Pelaksanaannya adalah, guru membagi atau memberikan permasalahan
kepada setiap kelompok. Kemudian, setiap kelompok membahas permasalah
tersebut, yang tertuang dalam bentuk paper atau makalah. Diskusi kecil ini,
xxvi
dapat diikuti dengan diskusi panel, jika wakil-wakil kelompok kecil tersebut
menjadi pembicara.
b. Teknik-teknik Berdiskusi
Diskusi yang dilaksanakan di dalam lokal pada saat proses pembelajaran
berlangsung, biasanya dipimpin oleh seorang guru atau salah seorang dari siswa.
Akan tetapi tidak semua guru atau siswa mampu membimbing atau memimpin
diskusi secara baik, tanpa mengalami latihan. Begitu juga, tidak semua siswa
mampu berdiskusi dengan baik, tanpa adanya latihan dan persiapan yang matang
terlebih dahulu.
Agar diskusi dapat berjalan dengan lancar, paling tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan, maka dalam pembahsan selanjutnya akan diketengahkan
tentang teknik-teknik berdiskusi, namun sebelum membicarakan tentang hal itu,
ada baiknya peneliti ketengahkan beberapa prosedur dan prinsip pokok metode
diskusi terlebih dahulu.
Secara umum menurut Thomas F Statom (1978:111) prosedur dan
prinsip pokok metode diskusi tersebut, sebagai berikut :
1) Bacakanlah subyek (materi) yang akan didiskusikan itu
Pertama-tama bacakanlah subyek yang akan didiskusikan itu
seluruhnya sesuai dengan keadaan dan waktu yang tersedia.
Tambahkanlah dalam bacaan ini dengan mendiskusikan topiknya kepada
para peserta. Khusus bagi siswa, biasanya hal seperti ini dilakukan
dengan memberikan tema/topik diskusi oleh guru terlebih dahulu,
kemudian mereka membuat paper / makalah, untuk kemudian
didiskusikan.
2) Pisahkanlah murid-murid (siswa) anda kedalam kelompok yang sama.
Bagilah kelompok tersebut ke dalam ke lompok yang sama
kekuatannya sedapat mungkin. Salah satu criteria sukses tidaknya suati
diskusi adalah sejauhmana setiap anggota/peserta berpartisipasi. Seorang
guru tidak akan mendapat kelancaran siswanya dalam berdiskusi jika
dalam kelompok tersebut tidak ada pembagian kelompok yang seimbang.
xxvii
Untuk menjamin agar diskusi tetap berjalan lancer, maka sebaiknya harus
diperhatikan perbedaan-perbedaan siswa, seperti : perbedaan tingkatan,
kepintaran, dan sebagainya. Sehingga dalam diskusi, tidak dimonopoli
oleh mereka (kelompok) yang pintar saja, melainkan oleh seluruh siswa
(kelompok) tersebut.
3) Rumuskan tujuan diskusi itu
Sebelum diskusi dimulai, sebaiknya dirumuskan tujuan diskusi
terlebih dahulu, sehingga para peserta / pendiskusi menjadi jelas kemana
arah dan maksud dari suatu pembicaraan.
4) Sebutkan satu persatu dengan jelas hasil-hasil belajar yang hendak
dicapai.
Buatlah daftar jawaban terhadap semua pertanyaan-pertanyaan
ini, “Apakah yang harus diketahui oleh siswa, agar sanggup mengerjakan
hal-hal yang telah disebutkan satu persatu dalam tujuan diskusi ? Yang
mana hal-hal ini yang harus diajarkan kepada mereka pada saat diskusi
berlangsung.
5) Rumuskan subyek yang dianggap tepat dari diskusi ini.
Dalam hal ini, para peserta diskusi diberikan tema atau topik dari
diskusi, masing-masing tema atau topik yang diberikan tersebut, telah
dirumuskan dengan sebaik mungkin, sehingga mampu menjawab tujuan
dari suatu diskusi yang telah dirumuskan sebelumya.
6) Berikan penjelasan-penjelasan yang cocok sebelumnya.
Sebelum diskusi dimulai, hendaknya terlebih dahulu diberikan
penjelasan kepada masing-masing peserta, agar mereka dapat
mempelajari dan memikirkan materi yang akan dibahas nantinya,
sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan semaksimal
mungkin.
7) Siapkan sebuah agenda
xxviii
Agenda adalah nama khusus bagi lesson plan yang biasanya
digunakan dalam hubungannya dalam diskusi keompok. Lesson plan ini
terdir dari standar lesson plan ditambah dengan outline dari
subyek/materi yang akan dibicarakan dan sebuah petunjuk mengenai sub
point-point yang harus dibicarakan untuk mencapai hasil-hasil belajar
yang diinginkan. Ia juga harus diperkuat dengan sejumlah pertanyaan
yang mendorong pikiran, atau sub problem-problem yang diberikan pada
permulaan diskusi dan sewaktu-waktu nantinya bisa ditanyakan, untuk
mengingatkan kepada para peserta bila terjadi penyimpangan dalam
pembahasan, juga dapat mengalihkan perhatian mereka kepada
permasalahan/problem baru, jika permasalahan/ problem yang dibahas
mulai membosankan untuk didiskusikan.
8) Persiapkan sebuah lesson plan dari agenda anda
Seorang pimpinan diskusi yang berpengalaman berkata, bahwa
sukses tidaknya suatu periode diskusi telah ditentukan sebelmnya oleh
pengajar ketika ia memasuki ruangan diskusi dengan sejumlah kualitas
persiapan yang telah disediakan sebelumnya. Kelimat tersebut memang
ada benarnya, tetapi diskusi yang direncanakan dengan baik dapat
dirusak oleh salah satu atau sejumlah factor lain, tetapi yang
dipentingkan adalah pentingnya cara mengajar memasuki periode diskusi
dengan membawa lesson plan yang sempurna.
9) Bereskanlah tempat untuk diskusi.
Susunan perabot dalam ruangan dapat memberikan pengaruh bagi
suksesnya periode diskusi. Susunan yang diharapkan adalah agar para
peserta duduk saling memandang, membentuk suatu lingkaran. Dan
usahakan para peserta duduk dalam suatu lingkaran yang kosong tanpa
ada meja di tengah. Mungkin diskusi itu dapat lebih memuaskan, apabila
para peserta duduk saling berdekatan seperti ketika mengikuti kuliah.
Disamping itu pula, selain pentingnya para peserta bisa berhadaphadapan, juga persyaratan untuk sebuah ruang diskusi, tidak berbeda
xxix
dengan ruangan kelas/lokal, yaitu sebuah papan tulis, cahaya ventilasi,
kursi-kursi yang menyenangkan dan sebagainya.
c. Kemampuan Berdiskusi
Untuk melihat apakah seseorang itu mampu atau tidak dalam berdiskusi,
maka ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki menurut Materka (1991:60)
antara lain :
1) Kemampuan memberikan tanggapan
Adapun yang dimaksud dengan kemampuan memberikan
tanggapan disini adalah : kemampuan memberikan pertanyaan,
kemampuan memberikan jawaban, dan kemampuan memberikan
pendapat atau saran. Kemudian, untuk melihat apakah seseorang itu
mampu atau tidak dalam memberikan tanggapan, maka diukur melalui
beberapa indikator, seperti yang dikemukakan oleh Materka, “mudah
dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai dengan pembahasan),
mengguankan bahasa yang jelas, (baik dan benar) .” Di samping itu pula,
tanggapan tersebut harus memunyai ‘nilai ilmiah”. Adapun kemampuan
memberikan tanggapan sebagai berikut.
a) Kemampuan memberikan pertanyaan, yaitu sebagai berikut.
(1) Pertanyaan mudah dimengerti
Setiap pertanyaan yang disampaikan mudah untuk dipahami
atau dimengerti, sehingga peserta diskusi mudah pula untuk
mencernanya, serta tidak perlu mengulang-ulang pertayaan
tersebut.
(2) Pertayaan merangsang / menarik
Setiap pertayaan yang disampaikan dapat menggugah
semangat para peserta untuk mengomentari pertayaan tersebut.
(3) Pertayaan relevan (sesuai dengan pembahasan)
Pertanyaan uang disampaikan tersebut tidak keluar atau
menyimpang dari pokok pembahasan, dan berfokus dari konteks
permasalahan yang dibahas.
xxx
(4) Pertayaan menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar).
Pertayaan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, tidak menggunakan bahasa daerah, apalagi bahasa yang
tidak dimengerti oleh para peserta diskusi.
(5) Pertayaan bernilai ilmiah
Pertanyaan yang disampiakan tersebut ada rujukan atau
sumber pengambilannya, sehingga ada kejelasan argumentasi yang
disampaikan.
b) Kemampuan memberikan jawaban, yakni :
(1) Jawaban medah dimengerti
Setiap memberikan jawaban mudah untuk disimak,
sehingga seluruh peserta mudah pula untuk mencernanya, serta
tidak perlu mengulang isi pertayaan tersebut.
(2) Jawaban merangsang / menarik
Setiap jawaban yang disampaikan mendapat perhatian
secara serius oleh para peserta, di samping dapat menggugah
semangat para peserta untuk meminta informasi lebih lanjut.
(3) Jawaban relevan (sesuai dengan pembahasan )
Setiap jawaban yang diberikan sesuai dengan pertayaan
yang disampaikan, sertab tidak lepas dari sasaran yang
dikehendaki.
(4) Jawaban menggunakan bahasa yang jelas( baik dan benar)
Setiap jawaban yang diberikan / disampaikan, hendaknya
mengguankan bahasa Indonesia dan tidak menggunakan daerah,
apalagi menggunakan bahasa daerah, apalagi menggunakan bahasa
yang tidak dimengerti oleh para peserta diskusi.
(5) Jawaban bernilai ilmiah
Setiap jawaban yang disampaikan harus berdasarkan faktafakta yang jelas, seperti buku, kitab, majalah, surat kabar, dan
sebagainya.
c) Kemampuan memberikan pendapat atau saran
xxxi
(1) Pendapat atau saran mudah dimengerti
Setiap memberikan pendapat atau saran, mudah untuk
dipahami dan dimengerti, sehingga disamping mudah untuk
dicerna, mudah pula untuk ditanggapi.
(2) Pendapat atau saran merangsang / menarik
Setiap pendapat atau saran yang disampaikan dapat
membuat peserta betul-betul memperhatikan apa yang
disampaikan tersebut, ditambah gaya dan bahasa yang memukau.
(3) Pendapat atau saran relevan (sesuai dengan pembahasan )
Setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus sesuai
dengan pembahasan atau permasalahan yang sedang dibahas, tidak
melincing dari sasaran yang dikehendaki.
(4) Pendapat atau saran menggunakan bahasa yang jelas (baik dan
benar)
Setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus
menggunkan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan tidak
menggunakan bahasa lain yang tidak dimengerti oleh peserta. (5).
Pendapat atau saran bernilai ilmiah Artinya setiap pendapat atau
saran yang disampaikan tidak asalasalan saja, melainkan
berdasarkan konsep-konsep yang telah diambil dari beberapa
literatur atau pendapat para ahli.
2) Kemampuan beraktivitas
Adapun yang dimaksud dengan kemampuan beraktivitas di sini
adalah aktivitas memberikan pertanyaan, aktivitas memberikan jawaban,
dan aktivitas memberikan pendapat atau saran. Adapun yang termasuk
dalam kemampuan beraktivitas sebagai berikut:
a) Aktivitas memberikan pertanyaan
Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam
memberikan pertayaan pada saat proses diskusi berlangsung.
xxxii
Keaktifannya dalam memberikan pertayaan, akan memberikan
pengaruh terhadap suasana diskusi tersebut.
b) Aktivitas memberikan jawaban
Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam
memberikan jawaban pada saat proses diskusi berlangsung. Hal ini,
bisa terlihat manakala posisinya sebagai pemakalah/ penyaji.
c) Aktivitas memberikan pendapat atau saran
Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam
memberikan pendapat atau saran pada saat proses diskusi berlansung.
Keaktifannya dalam memberikan saran tersebut, dikarenakan ia
memilki pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi pokok
pembicaraan.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berdiskusi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
berdiskusi. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut.
1) Faktor Intern
a) Minat dan motivasi
Kecenderungan seseorang untuk beraktivitas tidak terlepas dari
tiga hal, yaitu : motif, minat dan motivasi. Ketiga unsur tersebut saling
berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalau saja ketiga
unsur tersebut tidak ada, maka suatu aktivitas tidak akan berjalan.
Drs. Ngalim Purwanto (1984: 71) dalam bukunya, Psikologi
pendidikan, menyebutkan, “bahwa motif menunjukkan suatu
dorongan dari dalam diri yang menyababkan seseorang itu mau
bertindak melakukan sesuatu.”
Motif-motif objektif menyatakan diri dalam kecenderungan
umum untuk menyelidiki (to explore) dan mempergunakan (to
manipulate) lingkungan. Dalam kenyataan sehari-hari, motif
mempergunakan lingkungan dan motif menyelidiki sering terjadi
sesuatu. Dari eksplorasi dan manipulasi yang dilakukan, timbullah
xxxiii
minat terhadp sesuatu. Dari pengalaman itu berkembang ke arah
berminat atau lahirlah motivasi. Motivasi adalah, “pendorong, suatu
usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar
tergerak hatinya untuk bertindak malakukan sesuatu sehingga
mencapai hasil atau tujuan tertentu.” (Sardiman, 2001:39)
Seseorang akan berhasil dalam melakukan sesuatu, manakala
pada dirinya ada keinginan untuk melakukannya. Inilah keterkaitan
antara motif, minat dan motivasi. Sebagai contoh,: “diskusi atau
berdiskusi,”seseorang yang memunyai keinginan untuk berdiskusi,
maka realisasinya ia banyak membaca buku-buku berkenaan dengan
masalah yang akan didiskusikan itu, dan pada saat diskusi
berlangsung, semakin tinggi pula aktivitasnya terhadap kegiatan
diskusi tersebut, begitu juga sebaliknya.
b) Kondisi mental
Kondisi mental merupakan faktor yang sangat vital sekali dalam
kegiatan diskusi ini, sebab, meskipun seseorang itu memunyai
pengetahuan yang banyak, minat dan motivasi yang tinggi untuk
berdiskusi, serta berbagai hal lain yang mendukungnya, namun
apabila mentalnya lemah, ia tidak akan mampu berbicara dalam forum
diskusi tersebut.salah satu hal yang menyebabkan seseorang tidak
berani berbicara dihadapan orang lain, adalah karena ia merasa tidak
percaya pada diri sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Prof.
Dr. Hj. Zakiah Daradjat (1975:55), dalam bukunya, “Problematika
Remaja di Indonesia”. Dalam buku tersebut, beliau mengemukakan
tentang, “masalah pertumbuhan pribadi sosial remaja,” yakni :
Bahwa 41,76 % awal remaja mereka tidak berani berbicara
dihadapan orang lain, karena tidak percaya pada diri sendir, dan
33,92 % pada akhirnya remaja yang menyatakan tidak berani
berbicara di hadapan orang lain, karena tidak percaya pada diri
sendiri tersebut.
Salah satu penyebab mengapa seseorang itu merasa tidak
percaya pada diri sendiri adalah disebabkan oleh faktor sikap yang
xxxiv
disertai emosi yang berlebihlebihan, yang disebut, “kompleka”. Hal
ini sebagaimana dikemukakan oleh Sarlito W.S. (1976:55) dalam
bukunya, “Pengantar Umum Psikologi”, disebutkan :
Bahwa sikap disertai emosi yang berlebih-lebihan disebut
kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif
terhadap diri sendiri yang disertai perasan malu, takut, tidak
berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya.
c) Pengetahuan yang dimiliki.
Dalam forum diskusi, sebaiknya sebelum tampil, harus
mempelajari materi yang akan didiskusikan itu sebelumnya, agar
dapat mengusai, minimal pengetahuan terhadap permasalahan yang
terdapat dalam materi tersebut. Penguasaan terhadap materi diskusi,
sangat menentukan terhadap kelancaran jalannya diskusi.
Drs. Syaiful Bahri Jamarah, dalam bukunya, “Prestasi Belajar
dan Kompetensi Guru,” menyebutkan:
Dalam teori komunikasi, bahan/massage adalah salah satu
komponen yang menentukan proses komunikasi antara
komunikator dan komunikan. Umpan balik/feed back dari
komunikan berlangsung bila ada bahan sebagai mediumnya.
Dengan demikian, semakin banyak pengetahuan seseorang,
maka semakin kelihatan pula kompetensinya dalam forum diskusi
tersebut. Sehingga tidak berlebihan kalau dikatakan, “The Knowledge
is Power”
d) Kesehatan
Dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan selalu didambakan oleh
setiap orang. Seseorang tidak akan mampu beraktivitas dengan baik,
tanpa didukung oleh kesehatan. Seseorang tidak akan mampu belajar
dengan baik, tanpa didukung oleh kesehatan pula. Abu Ahmadi
(1993:76), mengemukakan :
Kesehatan adalah faktor penting dalam belajar atau siswa yang
tidak sehat badannya tentu tidak dapat belajar dengan baik.
Konsentrasinya terganggu, dan pelajaran sukar masuk. Begitu
juga dengan anak yang badannya lemah, sering pusing dan
sebagainya tidak akan tahan lama dan lekas capai, dalam
xxxv
keadaan seperti ini apabila kita memaksa anak untuk belajar
giat, kita akan bersalah sebab bagaimanapun juga anak tetap
tidak dapat belajar dengan baik.
Dengan demikian, aplikasi dan realisasinya dalam kegiatan
diskusi, maka seseorang yang terganggu kesehatannya tidak mustahil
akan teranggu pula terhadap kemampuannya dalam berdiskusi.
2) Faktor Ekstern :
a) Guru.
Sebenarnya, keterampilan seseorang guru dalam membimbing
kegiatan diskusi sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas siswa
untuk berdiskusi. Hal tersebut mempengaruhi agar keterampilan
tersebut selaras dengan maksud dan tujuan diskusi, maka tidak
salahnya kalau penulis mengetengahkan beberapa keterampilan
tersebut, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Moh. Uzer
Usman (2005: 94-95), yaitu sebagai berikut:
(1) Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi.
Dalam kegiatan diskusi, pemusatan perhatian ini sangat
besar artinya terhadap aktivitas siswa dalam berdiskusi. Dengan
adanya pemusatan perhatian ini pula, siswa merasa tertarik
hatinya untuk turut serta mengaktifkan diri dalam kegiatan diskusi
tersebut.
Dalam pemusatan perhatian ini pula, perlu kiranya
merumuskan tujuan dan topik dari setiap materi diskusi. Topik
yang dirumuskan itu dibuat sebaik mungkin, supaya siswa merasa
tertarik untuk berdiskusi. Disamping itu, perlu juga merumuskan
maslah-masalah khusus dari setiap topik atau tema diskusi, dan
yang tidak kalah pentingnya adalah memotivasi mereka untuk
aktif berdiskusi dengan cara memberikan nilai atau bonus bagi
mereka yang aktif tersebut.
(2) Memperluas masalah atau urunan pendapat.
xxxvi
Selama diskusi berlangsung sering terjadi penyampaian
ide yang kurang jelas, sehingga sukar dimengerti / dipahami oleh
peserta diskusi, yang akhirnya dapat menimbulkan
kesalahpahaman, sehingga keadaan menjadi tegang. Dalam
keadaan demikian, maka tugas seorang gurulah yang akan
memperjelasnya.
(3) Menganalisis pandangan siswa.
Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat,
perbedaan tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan pengetahuan,
serta perbedaan pengalaman yang mereka miliki. Karena itulah
seorang guru mampu menganalisis perbedaan tersebut, mana
diantara perbedaan itu yang memunyai dasar yang kuat, mana
yang disepakati, dan mana yang tidak disepakati.
(4) Meningkatkan urunan siswa.
Beberapa cara untuk meningkatkan urunan pikir siswa
antara lain :
(a) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menentang siswa,
untuk berpikir,
(b) memberikan contoh-contoh verbal atau nonverbal yang sesuai
dan tepat,
(c) memberikan waktu untuk berpikir,
(d) memberikan dukungan terhadap urunan pendapat siswa
dengan penuh perhatian.
(5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi.
Penyebaran kesempatan berpartisipasi dapat dilakukan
dengan cara :
(a) mencoba memancing urunan siswa yang enggan berpartisipasi
dengan mengarahkan pertanyaan langsung secara bijaksana,
(b) mencegah terjadinya pembicaraaan serentak dengan memberi
giliran kepada siswa yang pendiam terlebih dahulu,
xxxvii
(c) mendorong siswa untuk mengomentari urunan temannya
hingga interaksi antar siswa dapat ditingkatkan,
(d) mencegah secara bijaksanan siswa yang suka memonopoli
pembicaraan.
(6) Menutup diskusi.
Keterampilan akhir yang harus dikuasai oleh pengajar
(guru) adalah menutup diskusi. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut :
(a) membuat rangkuman hasil diskusi dengan bantuan siswa. Ini
lebih efektif dari pada bila rangkumannya dibuat sendiri oleh
guru,
(b) memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi atau
tentang topik diskusi yang akan datang.
(c) mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi
yang telah dicapai.
Demikianlah, beberapa komponen keterampilan dalam
membimbing jalannya diskusi. Hal ini perlu kiranya mendapat
perhatian kepada yang bersangkutan, agar proses diskusi yang
dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.
b) Moderator.
Disamping beberapa teknik sebagai seorang moderator atau
pimpinan diskusi yang telah penulis paparkan pada pembahasan
terdahulu, maka pada bagian ini, akan penulis paparkan pula tentang
peranan seorang moderator/pimpinan diskusi, demi lancarnya proses
diskusi yang dilaksanakan.
Adapun peranan tersebut menurut Surakhmad (1998:84), antara
lain :
(1) sebagai pengatur jalannya lalu lintas,
(2) sebagai dinding penangkis, dan
(3) sebagai menunjuk jalan.
xxxviii
Disamping itu, mengingat betapa beratnya tugas seorang
pimpinan diskusi/moderator, maka ia harus memiliki beberapa
persyaratan, yaitu, “(1) lebih memahami masalah yang akan
dibicarakan, (2) berwibawa dan disenangi oleh teman temannya,
(3) lancar berbicara, dan (4) dapat bertindak tegas, adil dan
demokratis.”
c) Materi diskusi
Setiap manusia memunyai bakat dan karakter yang berbedabeda. Karena itulah, berbeda pula dalam hal kesenangan atau
kegemaran.seperti halnya pelajaran atau mata perkuliahan, ada yang
senang mempelajari filsafat, tetapi kurang senang mempelajari
psikologi, ada yang senang mempelajari psikologi, tetapi kurang
senang mempelajari filsafat, dan sebagainya. Sehingga korelasi dan
implikasinya terhadap mata kuliah yang memang mata kuliah
kegemaran mereka saja. Apabila materi tersebut didiskusikan,
mereka kelihatan selalu aktif memberikan komentar, namun
sebaliknya, apabila mata pelajaran yang bukan kegemaran mereka,
mereka kelihatan seakan pasif dalam kegiatan diskusi tersebut. Hal
ini, disebabkan kurangnya pengetahuan mereka terhadap mata kuliah
yang di diskusikan itu.
Namun demikian, walaupun mereka kurang senang
terhadap materi tersebut, tetapi kamampuan guru merumuskan topik
atau tema yang cukup aktual, barangkali dapat membuat mereka
tertarik terhadap diskusi tersebut.
d) Lingkungan
Dalam kegiatan diskusi, faktor lingkunagan cukup
berpengaruh terhadap kegiatan tersebut. Lingkungan yang baik dan
suasananya agak santai, akan memberikan kenyamanan serta
kegairahan bagi para peserta untuk berdiskusi. Menurut Pat Roessle
Materka (1991:58) dalam bukunya, “Loka Karya & Seminar,”
mengatakan,”bahwa yang membuat diskusi itu menarik adalah
xxxix
suasananya santai dan tidak mencekam (nonthreatening). Tak
seorang pun yang takut mengeluarkan pendapat takut kedengarannya
bodoh.”
2. Hakikat Prinsip Kerja Sama Grice
Dalam ilmu sosial secara umum dan linguistik secara khusus, prinsip kerja
sama mengungkapkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan
berdasarkan implikatur-implikatur percakapan yang ada. Menurut Nunn (2003: 1)
untuk dapat memunculkan implikatur percakapan tertentu, lawan tutur harus
mengetahui hal-hal berikut: (1) makna konvensional kata-kata yang digunakan,
bersama dengan identitas dari setiap referensi yang mungkin berhubungan, (2)
prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya, (3) konteks linguistik dari ucapan
tersebut (4) latar belakang pengetahuan, dan (5) semua fakta yang relevan.
H. Paul Grice, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan prinsip ini,
beliau mengatakan bahwa, buatlah kontribusi yang diperlukan dalam percakapan
anda, pada tahap dimana diperlukan, dengan tujuan yang dapat diterima atau arahan
percakapan yang dimaksudkan. Sesuai dengan pengungkapan Grice di atas, dalam
sebuah percakapan, seorang komunikator harus dapat mentransfer informasi dari
dirinya kepada komunikan. Untuk mentransfer informasi tersebut komunikator harus
dapat memberikan kontribusi yang sesuai dengan informasi tersebut sehingga
informasi dapat diterima dengan baik oleh komunikan.
Menurut Grice (dalam Leech, 1993:12) bahwa usahakan sumbangan
informasi Anda sebatas yang diperlukan oleh mitra tutur Anda. Sumbangan
informasi tersebut harus sesuai dengan konteks tempat terjadinya percakapan, tujuan
percakapan, dan giliran percakapan yang terjadi. Grice memperkenalkan ada empat
maksim (pembahasa) dalam prinsip kerja sama. Dari empat maksim tersebut 3
maksim mengacu pada isi dari ucapan, dan satu maksim dari bentuk ucapan.
Keempat maksim tersebut adalah Quality, Quantity, Relation, dan terakhir adalah
Manner. Jika digambarkan dalam sebuah bagan maka akan seperti di bawah ini:
Keempat macam maksim tuturan Grice tersebut adalah sebagai berikut.
xl
Gambar 1. Bagan Prinsip Kerja Sama Grice
a.
Quality – Kualitas
Mutu dalam kerja sama berarti harus memperhatikan ketiga hal dibawah
ini:
1) Mengatakan hal yang benar.
2) Tidak mengatakan yang yang tidak benar atau memiliki kemungkinan tidak
benar.
3) Tidak mengatakan yang tidak beralasan.
b. Quantity – Kuantitas
Jumlah dalam kerja sama berarti memperhatikan kedua hal di bawah ini:
1) Usahakan sumbangan informasi Anda sesuai dengan kebutuhan mitra tutur.
2) Usahakan sumbangan informasi Anda tidak melebihi kebutuhan mitra tutur.
c.
Relation – Hubungan
Kalimat-kalimat yang diungkapkan bila memperhatikan prinsip ini adalah
harus relevan dengan tujuan pembicaraan. Pembicaraan yang dilakukan harus
tetap pada subjek pembicaraan, tidak terbawa kepada subjek-subjek yang lain,
atau fokus pada topik pembicaraan.
1) Berbicaralah dengan jelas. Hindari ketidakjelasan pengungkapan. Hindari
ambiguitas.
2) Berbicaralah dengan singkat dan tepat, serta teratur.
xli
d. Manner – Sikap/cara
Beberapa sikap atau cara dalam prinsip kerja sama komunikasi adalah
informasi yang diberikan tersebut mudah dimengerti, dalam arti:
1) hindari ketidakjelasan/keterbelit-belitan,
2) hindari ambiguitas (makna mendua),
3) harus singkat, dan
4) harus teratur atau sistematis.
Keempat maksim dari Grice itulah yang mendasari prinsip kerja sama dalam
komunikasi. Akan tetepi, perlu diperhatikan bahwa Maksim Grice ini bukanlah suatu
kewajiban atau panduan dalam bertindak. Maksim-maksim tersebut hanya refleksi
dari keseharian setiap orang dalam komunikasi. Jadi maksim-maksim tersebut hanya
mendiskripsikan
keseharian
dalam
komunikasi,
bukan
preskriptif
(yang
disarankan/diharuskan) dalam komunikasi. Namun demikian maksim-maksim
tersebut adalah dasar dari setiap macam interaksi manusia.
Bekerja sama dalam komunikasi tetap mengedepankan pemahaman
terhadap arti yang sebenarnya yang diucapkan oleh pembicara. Dengan
mengasumsikan
kerja
sama
yang
minimum,
jangan
pernah
menyerah
mengasumsikan kebenaran dari maksim-maksim tersebut, walaupun bentuk dan isi
dari ucapan berbeda. Yang menjadi titik utama dalam maksim-maksim tersebut
adalah maksim relation, yaitu sepanjang ucapan yang diutarakan masih relevan
dengan konteks pembicaraan, kita harus memberikan intepretasi/pemahaman yang
sesuai dengan konteks.
Penggunaan maksim tutur di atas penting dalam sebuah percakapan agar
tujuan penutur melakukan komunikasi atau percakapan dengan mitra tutur, yaitu
untuk (1) menyampaikan informasi, (2) meminta informasi, (3) memerintah, (4)
menolak, (5) mengekspresikan, (6) menyangkal, (7) meminta perhatian, (8)
menyampaikan permintaan, (9) meminta penegasan, (10) menunjukkan rasa
solidaritas, dan (11) mengucapkan terima kasih, dapat lebih efektif dan efisien,
rasional, dan terjadi kerja sama. Untuk itu, penutur dan mitra tutur dituntut untuk
berbicara dengan sungguh-sungguh, benar, cukup, relevan, dan jelas pada saat
memberikan informasi.
xlii
e.
Pelanggaran Maksim
Dalam sebuah interaksi, pelanggaran maksim tutur sering tak terelakkan.
Pelanggaran tersebut ada yang tidak sengaja dan ada yang disengaja. Grice
(1975: 49) membedakan pelanggaran maksim tutur menjadi empat jenis, yaitu
(1) violasi, (2) pengabaian, (3) perbenturan, dan (4) permainan. Violasi maksim
tutur merupakan pelanggaran yang terjadi karena penutur tidak mampu
menggunakan maksim tutur dengan benar. Pengabaian maksim tutur terjadi
karena penutur enggan bekerja sama dengan mitra tutur. Perbenturan terjadi jika
penutur berhadapan dengan pilihan penggunaan maksim tutur yang saling
bertentangan, misalnya maksim kuantitas dengan maksim kesantuan. Permainan
terjadi jika penutur sengaja melanggar maksim tutur dengan maksud agar
tuturannya dipahami dengan lebih baik. Tiga jenis pelanggaran pertama disebut
sebagai kegagalan dalam penggunaan maksim tutur (unintentional failure),
sedangkan pelanggaran jenis keempat disebut pengintensifan (intention
nonfulfilment).
Realisasi prinsip kerja sama memiliki dua bentuk, yakni bentuk menaati
maksim prinsip kerja sama dan bentuk melanggar maksim prinsip kerja sama.
Realisasi prinsip kerja sama memiliki fungsi beragam sesuai konteks
penggunaannya. Misalnya, realisasi prinsip kerja sama dalam berdiskusi
memiliki fungsi yang berbeda dengan realisasi prinsip kerja sama dalam
interaksi kelas atau interaksi keluarga. Hal ini senada dengan pendapat Leech
(1993:12) bahwa maksim-maksim prinsip kerja sama (1) berlaku secara berbeda
dalam konteks penggunaan yang berbeda, (2) berlaku dalam tindakan yang
berbeda; tidak ada prinsip yang berlaku secara mutlak, atau tidak berlaku sama
sekali, (3) dapat berlawanan satu dengan yang lain, dan (4) dapat dilanggar tanpa
meniadakan jenis tindakan yang dikendalikannya
3. Hakikat Pembelajaran Berdiskusi
Istilah “pembelajaran sama dengan “instruction” atau pengajaran.
Pengajaran memunyai arti: cara (perbuatan) mangajar atau mengajarkan
(Purwadarminta, 1976:22) dalam Gino, dkk (2000:32). Bila pengajaran diartikan
xliii
sebagai perbuatan mengajar “tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang
diajar atau yang belajar yaitu siswa. Dengan demikian pengajaran sama dengan
perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar
merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah
kegiatan primer dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, sedangkan mengajar
merupakan kegiatan sekunder yang dimaksudkan untuk dapat terjadinya kegiatan
belajar yang optimal.
Pembelajaran, Menurut Usman (2000:4) “… proses pembelajaran
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa
atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk
mencapai tujuan tertentu” Proses pembelajaran merupakan interaksi semua
komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling
berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan.
Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
memengaruhi mancapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2003:57). Lebih
lanjut Oemar mengungkapkan bahwa material meliputi buku-buku, papan tulis dan
kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengakapan
terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur
meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan
sebagainya.
Hasibuan J.J. (1992:3) dalam Gino, dkk (2000:38) memberikan batasan
mengajar adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses
belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling
mempengaruhi, yakni tujuan yang ingin dicapai, materi yang diajaran, guru dan
siswa yang harus memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis
kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar.
Berdiskusi termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Ibrahim dkk, (2000: 69) mengemukakan bahwa unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
(1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama; (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
xliv
kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (3) siswa haruslah membagi tugas dan
tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (4) siswa akan dikenakan
evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua
anggota kelompok; (5) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (6) siswa akan diminta
pertanggung jawaban secara individu materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2008: 12) juga menjelaskan bahwa
untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran gotong royong
yang harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab
perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antar anggota; dan (5) evaluasi proses
kelompok.
Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:286-287) menjelaskan bahwa
pembelajaran keterampilan berbicara memiliki beberapa tujuan, bergantung pada
tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat menengah tujuan keterampilan berbicara
dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2)
berpasrtisipasi dalam percakapan; (3) menjelaskan identitas diri; (4) menjelaskan
kembali hasil simakan atau bacaan; (5) melakukan wawancara; (6) bermain peran;
dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato.
Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan
Menengah, khususnya tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata
pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa
memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional
peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua
bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal
dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan,
berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan
menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam
dirinya baik secara lisan (berbicara) maupun tulisan (menulis).
xlv
4. Implementasi Prinsip Kerja Sama Grice dalam Pembelajaran Berdiskusi
Dalam berdiskusi terjadi suatu proses komunikasi antara dua pihak. Suatu
komunikasi ada suatu proses menyampaikan informasi dari komunikator/pembicara
ke komunikan/pendengar. Dalam proses ini terjadi suatu hubungan di antara
komunikator dan komunikan. Hubungan inilah yang menunjukan adanya kerja sama
antara komunikator dan komunikan. Kedua belah pihak dalam suatu komunikasi,
harus ada keinginan untuk bekerja sama atau komunikasi tidak akan efektif
(informasi tidak dapat disampaikan). Jadi komunikasi pada dasarnya adalah tindakan
bekerja sama.
Prinsip kerja sama Grice membahas tentang empat aspek yang penting
dalam berinteraksi dengan orang lain maupun suatu kelompok. Keempat prinsip
tersebut adalah kualitas (kebanaran), kuantitas (banyak atau sedikit), relevansi
(hubungan), dan
cara. Dalam pembelaran berdiskusi prinsip-prinsip tersebut
dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas proses.
Mansyur (1981:97) berpendapat “diskusi adalah percakapan ilmiah yang
berisikan pertukaran pendapat, memecahkan ide-ide dan pengujian pendapat yang
dilakukan oleh orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari kebenaran.”.
Dalam hal ini, proses berdiskusi pun juga memerlukan suatu kebenaran dalam hal
materi, pengungkapan pendapat, jawaban pertanyaan, dan penarikan simpulan. Yusuf
Djajadisastra (1992:79) mengungkapkan pendapatnya untuk lebih mengkondisikan
hal itu yaitu dengan membagi kelompok kecil dan menyiapkan materi diskusi. Hal
tersebut sesuai dengan prinsip kualitas.
Materka (1991:60) menambahkan bahwa dalam memberikan tanggapan
dalam berdiskusi harus mudah dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai
dengan pembahasan), menggunakan bahasa yang jelas, (baik dan benar).” Di
samping itu pula, tanggapan tersebut harus memunyai ‘nilai ilmiah”. Pendapat
tersebut dapat dianalogikan dengan prinsip kerja sama Grice yaitu prinsip relevansi.
Beraktivitas dalam berdiskusi yang meliputi pengungkapan materi,
berpendapat, dan memberikan tanggapan harus mudah dimengerti, yaitu suatu hal
yang diungkapan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, tetapi sesuai
kebutuhan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kuantitas. Selain itu prinsip relevansi
xlvi
juga diperlukan untuk mengefektifkan pembahasan suatu materi diskusi. Cara
penyampaian sesuatu dalam kegiatan berdiskusi juga harus menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti, hal ini sesuai dengan prinsip cara. Sehingga dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa prinsip kerja sama Grice akan memperbaiki proses diskusi
jika diterapkan dengan tepat.
Prinsip kerja sama Grice juga dapat ditambahkan dalam evaluasi
pembelajaran diskusi. Unsur-unsur tersebut berasal dari prinsip-prinsip yang ada.
Evaluasi pembelaran diskusi pun juga dapat disusun berdasarkan prinsip kerja sama
Grice. Unsur-unsur yang dapat diukur diantaranya.
a. Penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen
yang benar dan jelas (prinsip kualitas).
b. Penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan secara efektif
(prinsip kuantitas).
c. Penyampaian sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas
(prinsip hubungan).
d. Dalam menyampaikan sesuatu dalam diskusi menggunakan etika yang benar
(prinsip sikap).
B. Penelitian yang Relevan
Keterampilan berbicara sering menjadi sorotan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia karen keterampilan ini cukup sulit jika dibandingkan dengan yang lain.
Penelitian ini merupakan salah satu dari bagian ketrampilan berbicara, yaitu
keterampilan berdiskusi sehingga aspek-aspek yang menjadi objek kajiannya pun
hampir sama. Secara lebih khusus, dalam keterampilan berdiskusi terdapat aspekaspek kerja sama yang mendukung jalannya berdiskusi dengan baik. Walaupun
demikian, peneliti memakai beberapa penelitian yang relevan yang berhubungan
dengan objek maupun subjek penelitian ini. Beberapa penelitian yang relevan
tersebut sebagai berikut.
1. Skripsi yang berjudul “PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR TOKOH IDOLA
UNTUK
MENINGKATKAN
KETERAMPILAN
BERBICARA
SISWA
KELAS VII 6 SMP NEGERI 1 JUMAPOLO” yang dilakukan oleh Awin
xlvii
Susilowati tahun 2008 mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini mempunyai objek yang berbuhubungan dengan keterampilan
berdiskusi yaitu keterampilan berbicara. Penelitian ini menggambarkan
kurangnya keterampilan berbicara karena kurang adanya batasan yang jelas
tentang topik pembicaraan. Ada perbedaan cara mengatasi yang dilakukan oleh
Awin Susilowati dengan peneliti, peneliti menggunakan prinsip kuantitas dan
relevansi yang terdapat pada prinsip kerja sama Grice, tetapi Awin Susilowati
menggunakan media gambar tokoh. Jadi penelitian ini dijadikan penelitiaan
yang relevan oleh peneliti.
2. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA
DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK PADA SISWA KELAS VI SD
NEGERI SIKAMPUH 02 KECAMATAN KROYA KABUPATEN CILACAP
TAHUN PELAJARAN 2009/2010” yang dilakukan oleh Paryono tahun 2010,
mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitiann ini dijadikan penelitian yang
relevan bagi penulis karena objek penelitian yang sama yaitu tentang
keterampilan berbicara. Selain itu tindakan yang dilakukannya pun juga dengan
pendekatan pragmatik, hanya saja penelitian yang dilakukan peneliti lebih
dikhususkan ke prinsip kerja sama. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya
peningkatan keberanian siswa untuk mengungkapkan gagasanya didepan siswa
yang lain. Perolehan nilai yang dicapai oleh 24 siswa adalah 50% atau 12 orang
siswa memperoleh nilai di atas 60, 25% atau 6 orang siswa memperoleh nilai
sama dengan 60, sedangkan sisanya 25% atau 6 orang siswa memperoleh nilai di
bawah 60. Pada Siklus II meningkat nilai rata-rata keterampilan berbicaranya
menjadi 72, dan pada akhir pembelajaran siklus III menjadi 79.
3. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA
MELALUI
STRATEGI
PEMBELAJARAN
BERBASIS
MASALAH
(PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SISWA KELAS VIII G SMP
NEGERI
1
KARANGMALANG,
SRAGEN
TAHUN
PELAJARAN
2009/2010)” yang dilakukan oleh Tri Priyadi tahun 2010, mahasiswa Program
xlviii
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas
Maret Surakarta. Stategi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
pembelajaran berbasis masalah yang membutuhkan kerja sama antar siswa. Hal
ini juga dapat dilihat dari langkah-langkah yang ada, siswa disusruh untuk
berkelompok dan mendiskusikan suatu masalah. Dengan kekompakan siswa
dalam kelompok tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan
keterampilan berbicara siswa dengan dibuktikan siswa yang mencapai batas
tuntas 44% pada siklus I, 66% pada siklus II, dan 78% pada siklus III. Hal itu
menunjukkan kenaikan pada setiap siklusnya dengan penguatan kerja sama
anatar siswa. Berdasarkan hal tersebut peneliti menjadikan penelitian ini sebagai
salah satu acuan dalam penelitian.
C. Kerangka Berpikir
Keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP, khususnya keterampilan
berdiskusi, belum seperti yang diharapkan. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil
pengamatan peneliti di SMP Negeri 10 Surakarta. Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 10 Surakarta khususnya di kelas yang menjadi
objek penelitian yaitu kelas VIII D, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
kemampuan berdiskusi di kelas tersebut masih kurang mencapai target yang
diharapkan. Indikator yang digunakan mengukur pada saat observasi yang telah
dilakukan diantaranya adalah kebenaran yang dikatakan, kesesuaian dengan hal yang
didiskusikan, kejelasan bicara, porsi pembicaraan, dan sikap.
Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan
berdiskusi yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung
aktif, efektif, dan menyenangkan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga
mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan
menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Dari berbagai pendekatan pragmatik
yang ada, peneliti akan mencoba memfokuskan dengan menggunakan pendekatan
prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh H. Paul Grice.
Dari sinilah penulis akan mencoba untuk menerapkan suatu teori yang
dikemukakan oleh H. Paul Grice, yaitu tentang Prinsip Kerja sama untuk mengatasi
xlix
permasalahan yang terjadi pada pembelajaran berdiskusi. Pelaksanaan pembelajaran
tersebut meliputi observasi, analisis hasil, refleksi, dan perencanaan ulang
berdasarkan refleksi yang dilakukan hingga pada akhirnya kemampuan berdiskusi
siswa yang menjadi objek penelitian mengalami peningkatan. Untuk lebih
memperjelas penjabaran tersebut, berikut ini akan peneliti gambarkan dalam sebuah
bagan berikut.
1.
2.
3.
4.
5.
1
Kondisi pembelajaran diskusi pada saat observasi
Penyampaian sesuatu dalam diskusi tidak sesuai porsi.
Pendapat yang diutarakan kurang berdasarkan meteri.
Penyampaian sesuatu kurang berhubungan dengan tema.
Tata tertib berdiskusi masih kurang dipatuhi.
Kemampuan berdiskusi siswa rendah.
Observasi
Pembelajaran
Perencanaan
Tindakan
Refleksi Hasil
Analisis
1.
2.
3.
4.
5.
2
Pembelajaran diskusi dengan
penerepan prinsip kerja sama
Grice
Analisis Hasil
Pembelajaran
3
Proses dan hasil pembelajaran berdiskusi meningkat.
Penyampian sesuatu dalam diskusi sesuai porsi yang dibutuhkan.
Pendapat diutarakan dengan argumen yang benar dan jelas.
Penyampaian sesuatau berhubungan dengan tema.
Tata tertib berdiskusi dipatuhi oleh setiap elemen.
Nilai siswa meningkat.
Gambar 2. Kerangka berpikir
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, dapat ditarik suatu hipotesis sebagai
berikut.
1. Penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi dapat
meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi siswa kelas
SMP Negeri 10 Surakarta.
l
VIII D
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Surakarta yang beralamat di Jalan
Kartini 12 Surakarta, yaitu di daerah Mangkunegaran. Sekolah ini berdiri di bawah
UPT Dinas Pendidikan Kota Surakarta.
Terdapat beberapa alasan pemilihan sekolah tersebut pertama, peneliti
memiliki hubungan baik dengan Dra. Sri Mulyani M.Pd. selaku salah satu guru
bidang studi bahasa Indonesia kelas VIII di sekolah tersebut. Beliau merupakan guru
pamong pada saat peneliti melakukan PPL di sekolah tersebut. Kedua, sekolah ini
belum pernah menjadi tempat penelitian sejenis karena objek penelitian tergolong
baru, sehingga terhindar dari penelitian ulang. Ketiga, kemampuan berbicara siswa
kelas VIII khususnya berdiskusi masih rendah.
Tindakan penelitian ini dilakukan di kelas VIII D. Hal tersebut dikarenakan
menurut hasil survei awal peneliti dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia,
permasalahan pembelajaran berdiskusi yang paling besar terjadi di kelas VIII D.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu mulai bulan Desember
2009 sampai dengan Juni 2010. Waktu penelitian tersebut mulai dari observasi
lapangan, penyusunan proposal, pengajuan proposal, proses penelitian, dan
penyusunan laporan. Waktu yang direncanakan tersebut dapat mengalami perubahan
tergantung lamanya penelitian yang dilakukan hingga tercapainya tujuan yang
diharapkan.
li
Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
No
Kegiatan
Des.
1.
Penyusunan proposal
2.
Penyusunan pedoman
observasi, persiapan dan
meyiapkan perangkat
pembelajaran
2.
Pelaksanaan observasi
pratindakan dan analisis
3.
Pelaksanaan Siklus I
a. Perencanaan
menyusun skenario
menyiapkan media
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
d. Analisis dan refleksi
Pelaksanaan Siklus II
a. Perencanaan
menyusun skenario
menyiapkan media
b. Pelaksanaan tindakan
c. Observasi
d. Analisis dan refleksi
Analisis data
4
5
37
Jan. Feb.
Penyusunan laporan
lii
Bulan
Mar.
Apr.
Mei
Juni
B. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah para siswa kelas VIII D SMP Negeri 10
Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 39 siswa. Adapun objek
penelitian ini adalah pembelajaran keterampilan berdiskusi di kelas VIII D SMP
Negeri 10 Surakarta.
C. Bentuk dan Strategi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action
research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tindakan kelas ini
berfokus pada upaya untuk mengubah kondisi riil sekarang ke arah kondisi yang
diharapkan (improvemen oriented). Dalam kajian ini, penelitian tindakan dilakukan
untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa melalui penerapan prinsip kerja
sama Grice. Peningkatan pada aspek proses yang berimbas juga pada peningkatan
kemampuan berdiskusi siswa. Peningkatan kemampuan berdiskusi siswa diharapkan
terjadi setalah dilakukan pembelajaran berdiskusi dengan menerapkan prinsip kerja
sama Grice. Peningkatan tersebut dilihat dari hasil penilaian proses dan hasil evaluasi
yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kualitas
proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII D SMP
Negeri 10 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 dengan menerapkan prinsip kerja
sama Grice. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Strategi ini bertujuan untuk menggambarkan serta menjelaskan kenyataan di
lapangan. Kenyataan yang dimaksud adalah proses pembelajaran berdiskusi di kelas
VIII D SMP Negeri 10 Surakarta sebelum dan sesudah diberi tindakan berupa
penerapan prinsip kerja sama Grice.
liii
D. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam karya tulis ini meliputi:
1. Peristiwa
Data yang dikumpulkan yaitu data tentang proses pembelajaran
keterampilan berdiskusi kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta.
2. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia dan siswa kelas
VIII D SMP Negeri 10 Surakarta yang berjumlah 39 siswa.
3. Dokumen
Dokumen yang dijadikan sumber data berupa catatan ujaran pembicaraan
guru dan murid dalam proses pembelajaran berbicara dalam bentuk catatan hasil
observasi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru dan peneliti,
silabus yang ditentukan pihak sekolah, catatan hasil wawancara yang ditranskrip, dan
foto kegiatan pembelajaran.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan di kelas pada
saat pembelajaran diskusi berlangsung, baik sebelum penerapan prinsip kerja sama
maupun sudah. Dengan hal tersebut, peneliti akan dapat mengetahui perkembangan
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa sejak sebelum pelaksanaan
tindakan, saat pelaksanaan, dan sesudah pelaksanaan.
Dalam observasi ini, peneliti tidak melakukan tindakan yang dapat
mempengaruhi peristiwa yang sedang berlangsung atau juga dapat dikatakan peneliti
sebagai partisipasi pasif. Peneliti. Peneliti hanya bertindak sebagai partisipan yang
mengamati jalannya pembelajaran di kelas yang dipimpin oleh guru. Peneliti
mengambil posisi tempat duduk di bagian paling belakang, mengamati jalannya
proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses
liv
pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, peneliti dapat mengamati seluruh
peristiwa yang terjadi di dalam kelas.
Observasi terhadap siswa difokuskan pada kemampuan guru dalam
mengelola kelas serta memancing keaktifan siswa dalam pembelajaran. Selanjutnya,
observasi dilakukan terhadap siswa difokuskan pada keaktifan siswa dalam
mengikuti pembelajaran dan minat siswa terhadap pembelajaran yang sedang
berlangsung terutama pembelajaran diskusi setelah penerapan prinsip kerja sama
Grice.
Hasil observasi peneliti diskusikan dengan guru yang bersangkutan
kemudian dianalisis untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada dan mencari
solusinya. Solusi dari hasil diskusi tersebut kemudian diterapkan dalam siklus.
2. Wawancara Mendalam (in dept interview)
Wawancara bertujuan untuk memperoleh data dari informan tentang
pelaksanaan pembelajaran berbicara khususnya berdiskusi yang dilakukan oleh guru
mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta.
Wawancara dilakukan untuk menggali informasi guna memperoleh data yang
berkenaan dengan aspek permasalahan pembelajaran berbicara, penentuan tindakan,
dan respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Wawancara
dilakukan kepada guru bahasa Indonesia kelas VIII D dan siswa kelas VIII D.
F. Teknik Validitas Data
Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji validitas data dengan
menggunakan teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah trianggulasi metode dan trianggulasi sumber. Triangglasi
metode dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil
observasi, wawancara, dan angket. Trianggulasi sumber atau data dilakukan dengan
cara membandingkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa. Data
yang merupakan dokumen akan lebih memiliki tingkat kebenaran yang tinggi jika
didukung dengan tindakan observasi dan wawancara dengan informan sebagai
sumber lain.
lv
Dengan demikian, trianggulasi data menekankan pada peneliti untuk
mengumpulkan data dari berbagai sumber yang ada, misalnya dengan
membandingkan antara data yang diperoleh dari guru dan siswa. Selain itu juga
digunakan review informan yaitu dengan menunjukkan hasil data yang telah ditulis
kepada informan agar terjadi kevalidan data.
G. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis
interaktif. Teknik analisis deskripsi komparatif mencakup analisis kritis terhadap
kelebihan dan kelemahan kinerja guru dan siswa dalam prose pembelajaran yang
terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung, membandingkan nilai
antarsiklus maupun indikator kinerja. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan
dasar untuk menyusun tindakan selanjutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis
data dilakukan bersama oleh guru dan peneliti.
Dalam analisis model ini, peneliti akan mencoba untuk mengatasi
kekurangan atau kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan. Hal ini
dilakukan agar menemukan cara atau strategi yang tepat untuk rencana pelaksanaan
tindakan yang berikutnya. Analisis ini bertujuan untuk memperbaiki siklus yang
sebelumnya agar dapat diperoleh pencapaian indikator yang telah direncanakan.
Adapun perbaikan siklus disusun berdasarkan hasil reflleksi dari siklus sebelumnya.
Analisis model interatif merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu:
pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan simpulan (ferifikasi).
Pada saat melakukan tahap pengumpulan data, peneliti sudah melakukan reduksi dan
display data sekaligus sesuai kemunculan data yang diperlukan. Teknik analisis
interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1994: 50) tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Pengumpulan Data
Sajian Data
Reduksi Data
lvi
Penarikan simpulan
Gambar 3. Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, 1994:50)
H. Indikator Ketercapaian Tujuan
Secara garis besar, indikator keberhasilan penelitian adalah meningkatnya
kualitas proses diskusi dan kemampuan berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP
Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Untuk mengukur ketercapaian
tujuan penelitian di atas, dirumuskan indikator sebagai berikut ini.
Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan
Aspek yang diukur
Persentase
Cara Mengukur
target
capaian
1. Kemampuan menyampaikan
70 %
Diamati pada saat proses
materi diskusi, tanggapan,
pembelajaran berdiskusi dan
maupun pertanyaan sesuai
dihitung persentase jumlah siswa
dengan porsi yang dibutuhkan.
yang sesuai dengan kebutuhan
mitra tutur.
2. Kemampuan menyampaikan
70 %
Diamati pada saat proses
materi diskusi, tanggapan,
pembelajaran berdiskusi dan
maupun pertanyaan dengan
dihitung persentase jumlah siswa
argumen yang benar dan jelas.
yang menyampaikan pendapatnya
dengan argumen yang benar dan
jelas.
3. Kemampuan menyampaikan
70 %
Diamati pada saat proses
sesuatu
dalam
diskusi
pembelajaran berdiskusi dan
berhubungan dengan topik
dihitung persentase jumlah siswa
yang dibahas.
yang menyampaikan sesuatu
sesuai dengan topik yang dibahas.
4. Kemampuan menyampaikan
70 %
Diamati pada saat proses
sesuatu dalam diskusi dengan
pembelajaran berdiskusi dan
mematuhi
tata
tertib
dihitung persentase jumlah siswa
berdiskusi.
yang menyampaikan sesuatu
dengan mematuhi tata tertib.
5. Kemampuan mempertahankan
70 %
Diamati pada saat proses
pendapat dengan argumen
pembelajaran berdiskusi dan
yang dapat diterima.
dihitung jumlah persentase siswa
yang dapat mempertahankan
lvii
pendapatnya.
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahapan penelitian dari awal
hingga akhir penelitian. Prosedur penelitian ini akan melalui tahap-tahap sebagai
berikut.
1. Tahap Persiapan
a.
Peneliti melakukan observasi pembelajaran di kelas untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran.
b.
Peneliti melakukan diskusi dengan guru pengampu mata pelajaran mengenai
permasalahan yang dilihat setelah melakukan observasi kelas dan menetapkan
solusi dari permasalahan tersebut.
c.
Peneliti berserta guru menyiapkan berbagai sarana pendukung kelancaran proses
belajar mengajar dan penelitian yang akan dilakukan.
2. Tahap Aplikasi Tindakan
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan
dalam siklus-siklus. Setiap siklus dalam penelitian ini mencakup 4 kegiatan, yaitu:
(1) perencanaan tindakan (planning); (2) pelaksanaan tindakan (acting); (3)
pengamatan (observing); dan (4) refleksi (reflecting) (Suharsimi Arikunto,
Suhardjono, dan Sapardi (2007: 104) .
a.
Rancangan siklus I
1) Tahap Perencanaan Tindakan, meliputi kegiatan sebagai berikut.
a) Peneliti berkonsultasi dengan guru mengenai langkah–langkah yang
digunakan dalam melakukan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam
berdiskusi. Sebelumnya peneliti telah menyusun beberapa langkah,
peneliti hanya berkonsultasi dengan guru mengenai tepat tidaknya
diterapkan di kelas. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan
lviii
mengenai langkah-langkah yang akan dijalanya tanpa mengubah inti dari
pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice.
b) Peneliti bersama guru berdiskusi untuk menyusun rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) berdiskusi untuk dua kali tatap muka (2 x 2 x 40
menit).
c) guru bersama peneliti merancang skenario pembelajaran berdiskusi
dengan penerapan prineip kerja sama dengan langkah-langkah sebagai
berikut: (1) guru melakukan apersepsi terhadap siswa mengenai kegiatan
berdiskusi dalam kegiatan sehari-hari, (2) guru mulai menjelaskan
tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu
dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (3) guru
menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai
dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar beserta contohnya, (4)
guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam
berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas beserta
contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatu dalam
berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, (6) guru
mengadakan diskusi dengan diawali menentukan tema yang akan
dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis, serta
melakukan penilaian, (7) guru bersama siswa mengevaluasi kegiatan
berdiskusi yang telah dilakukan.
d) Peneliti menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru,
menyiapkan perangkat yang diperlukan selama pembelajaran, dan
menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar
observasi, angket, dan dokumentasi.
2) Pelaksanaan
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran
yang telah disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada
pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh untuk mempelajari topik yang
ingin dibahas dalam diskusi. Pembelajaran dimulai dengan apersepsi tentang
lix
kegiatan berdiskusi. Kemudian guru menjelaskan contoh-contoh penerapan
prinsip kerja sama dalam kegiatan berdiskusi. Selanjutnya diadakan suatu
diskusi yang membahas tentang topik yang telah disuruh mempelajari
sebelumnya. Dalam proses diskusi harus berdasarkan penerapan prinsip
kerja sama yang telah dijelaskan, jika terjadi penyimpangan guru bertugas
mengingatkan. Setelah diskusi selesai, kemudian dilakukan evaluasi
berjalannya diskusi yang telah dilakukan.
3) Observasi dan Interpretasi
Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran diskusi
berlangsung. Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta
pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data
yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui
kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan. Selain itu,
observasi juga dilakukan pada hasil pembelajaran berdiskusi yang telah
dilaksanakan guna memperoleh data mengenai kekurangan ataupun
kelebihan tindakan yang telah dilaksanakan saat pelaksanaan tindakan.
Observasi diarahkan pada indikator-indikator yang telah ditentukan atau
dipersiapkan sebelumnya sebagai pedoman saat mengamati berlangsungnya
pembelajaran. Pada saat observasi ini, peneliti bertindak sebagai pengamat
yang melakukan observasi dari tempat duduk paling belakang dan
mengamati melalui pedoman observasi yang telah dibuat sebelumnya.
Sesekali peneliti berada di depan, di belakang atau di samping kelas untuk
mengambil gambar sebagai dokumentasi.
4) Analisis dan refleksi
Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari
hasil observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil
analisis berupa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan
guru berdiskusi untuk mengidentifikasi penyebab, dan langkah-langkah
perbaikan yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya. Analisis dilakukan
dengan meninjau kembali hasil observasi dan interpretasi terhadap tindakan
lx
yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan refleksi guna mengetahui
beberapa kelemahan yang terdapat dalam pelaksanaan tindakan. Kemudian
guru dan peneliti berdiskusi untuk menentukan tindakan yang harus
dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang muncul pada siklus sebelumnya
sekaligus sebagai langkah perbaikan pada pembelajaran berikutnya. Atau
dengan kata lain, hasil refleksi digunakan sebagai masukan untuk perbaikan
pada siklus II.
5) Rancangan siklus II
Pada siklus kedua dilakukan tahapan-tahapan seperti pada siklus
pertama, yakni tahap pelaksanaan, observasi (pengamatan) serta analisis dan
refleksi. Akan tetapi, didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasilhasil yang diperoleh pada siklus pertama (refleksi), sehingga kelemahankelemahan atau kekurangan yang terjadi pada siklus pertama tidak terjadi
pada siklus kedua.
lxi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Survei Sebelum Penelitian
Survei sebelum melakukan tindakan merupakan bagian dari persiapan
melakukan penelitian. Survei ini dilakuakan untuk mengatahui keadaan yang
sebenarnya di lapangan sebelum peneliti memberikan tindakan. Survei ini dilakukan
dengan cara observasi pembelajaran, wawancara dengan guru dan dan siswa, serta
angket yang diisi oleh siswa. Survei dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari 2010
untuk melihat proses pembelajaran berdiskusi serta wawancara dengan guru
pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia yang melakukan pembelajaran. Pengisian
angket dilakukan untuk mengetahui kondisi siswa yang meliputi minat dan motivasi
siswa terhadap pembelajaran berbicara khususnya berdiskusi. Hasil survei yang telah
dilakukan menunjukkan keadaan sebagai berikut.
1. Sebagian besar siswa mau berbicara di depan kelas jika disuruh guru.
Berdasarakan pengamtan selama pembelajaran, siswa yang ditunjuk oleh
guru untuk berbicara selalu mau untuk berbicara walaupun hanya sedikit. Bahkan
hal ini juga terjadi pada saat guru menyuruh siswa yang menjadi moderator
secara acak, siswa tersebut sebelumnya tidak begitu memperhatikan, tetapi
setelah disuruh oleh guru siswa tersebut mau menjadi moderator dan memimpin
berdiskusi.
2. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat sering terlalu banyak
menyampaiakan latar belakang permasalahan sehingga inti yang akan
disampaiakan tidak tampak.
Pada saat kegiatan berdiskusi berlangsung siswa belum banyak yang mau
menyampaikan pendapatnya. Dalam menyampaikan pendapat tersebut,
kebanyakan masih menyampaikan latar belakang yang terlalu panjang sebelum
mengungkapkan inti pembicaraannya baik pada saat berpendapat maupun
memberikan tanggapan. Siswa terlalu banyak menyampaikan kalimat-kalimat
yang tidak perlu sehingga pembicaraannya memerlukan waktu lama.
lxii
48
3. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya tidak disertai alasanalasan yang benar dan jelas.
Dalam menyampaikan pendapatnya, siswa sering tidak memberikan
alasan-alasan yang benar dan jelas, kebanyakan hanya sesuai pendapat mereka
tanpa didasari dengan materi. Begitu juga pada saat siswa dalam menanggapi
suatu pendapat, siswa sering tidak menyertai dengan alasan-alasan yang logis dan
bisa diterima oleh forum. Hal ini terjadi kemungkinan karena tidak adanya
persiapan materi sebelumnya. Guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk
mencari materi terlebih dahulu karena tema yang akan didiskusikan ditentukan
pada saat mau dilaksnakannya berdiskusi.
4. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya tidak berhubungan
dengan topik diskusi yang dibicarakan.
Pada saat observasi dilakukan, peneliti banyak mendengarkan
pembicaraan siswa yang tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan. Sebagian
besar siswa masih belum bisa fokus dengan topik yang dibicaran karena mereka
kurang menguasai materi dengan baik. Peneliti masih banyak mendengarkan
siswa yang berbicara tidak sesuai dengan topik yang didiskusikan sehingga topik
yang didiskusikan akan menjadi melebar.
5. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya sering menguasai
waktu pembicaraan dengan tidak mentaati kesempatan berbicara dan tidak
melalui moderator.
Dalam menyampaikan pendapatnya, siswa sering terlalu lama dalam
berbicara, menguasai waktu berbicara, dan menjawab tanggapan yang
disampaikan peserta lain tanpa melalui moderator. Banyak siswa yang langsung
menjawab ketika ditanya oleh siswa lain. Kebanyakan siswa belum bisa
mematuhi tata tertib berdiskusi yang ada karena tidak adanya penjelasan
mengenai tata tertib diskusi yang seharusnya dibaca oleh moderator sehingga
kegiatan berdiskusi pun berjalan tidak tertib.
6. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan mengungkapkan pendapatnya di
depan kelas
lxiii
Pada saat proses pembelajaran, siswa kelihatan kurang berpartisipasi
aktif. Ketika guru mengajukan pertanyaan, meminta pendapat serta
menyampiakan kembali isi bacaan yang telah mereka baca, sebagian besar siswa
tampak bingung, kesulitan, dan takut untuk menjawab pertanyaan dan
mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar. Terbukti dengan
penilaian yang dilakukan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung
menunjukkan hanya sebagian kecil, kurang lebih 46% siswa yang memperoleh
nilai di atas 65 yang menjadi batas tuntas siswa di sekolah tersebut (data nilai ada
dalam lampiran).
Berdasarkan hasil survei tersebut, dicapailah kesepakatan bahwa
penelitian mengenai pembelajaran berdiskui penerapan prinsip kerja sama Grice
sebagai solusi permasalahan yang dihadapi guru perlu dilakukan dan dimulai
pada hari Sabtu, tanggal 20 Februari 2010.
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Siklus I
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti berkonsultasi dengan guru mengenai langkah–
langkah yang digunakan dalam melakukan penerapan prinsip kerja sama
Grice dalam berdiskusi. Sebelumnya peneliti telah menyusun beberapa
langkah, peneliti hanya berkonsultasi dengan guru mengenai tepat tidaknya
diterapkan di kelas. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan
mengenai langkah-langkah yang akan dijalanya tanpa mengubah inti dari
pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice.
Proses pembelajaran pada siklus I ini dengan menggunakan metode
pembelajaran gabugan yang berupa ceramah, tanya jawab, inkuiri, dan
berdiskusi. Metode ceramah digunakan guru dalam menjelaskan penerapan
prinsip Kerja Sama Grice dalam berdiskusi. Metode tanya jawab digunakan
untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Metode inkuiri
dimaksudkan agar siswa dapat mencari contoh-contoh lain penerepan prinsip
lxiv
Kerja Sama Grice dalam berdiskusi. Berdiskusi digunakan sebagai aplikasi
tindakan dan sekaligus mengevaluasi kemampuan siswa.
Skenario pembelajaran yang dihasilkan bersama guru yaitu dengan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) guru melakukan apersepsi terhadap
siswa mengenai kegiatan berdiskusi dalam kegiatan sehari-hari, (2) guru
mulai menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika
mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta
contohnya, (3) guru menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi
harus disertai dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar materi yang
jelas beserta contohnya, (4) guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan
sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas
beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatau
dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, (6) guru
mengadakan diskusi dengan sebelumnya menentukan tema yang akan
dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis, serta
melakukan penilaian pada saat berlangsungnya berdiskusi, (7) guru bersama
siswa mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang telah dilakukan.
Peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan selama
pembelajaran. Menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru.
Selain itu juga menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti
lembar observasi, angket, dan dokumentasi.
b. Pelaksanaan
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran
yang telah direncanakan. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh
untuk mempelajari topik yang ingin dibahas dalam diskusi. Pembelajaran
berdiskusi dilakukan 2 kali pertemuan yang terdiri dari 2 x 40 menit.
Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010
selama dua jam pelajaran yaitu pukul 08.00 s.d. 10.20 WIB. Pembelajaran
memang dimulai 1 jam lebih lambat dari biasanya karena sebelumnya sekolah
mengadakan uji coba UAN. Urutan pelaksanaan tindakan dalam
lxv
pembelajaran berdiskusi pada siklus I selengkapnya dapat dilihat pada
lampiran siklus I. Secara rinci urutan pelaksanaan tindakan I pada pertemuan
pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
1) Guru membuka pelajaran dengan memberikan salam pada siswa kemudian
dilanjutkan dengan pemberian apersepsi. Pemberian apersepsi ini
dilakukan guru dengan menanyakan pada siswa tentang kegiatan
berdiskusi yang pernah mereka lihat atau bahkan mereka lakukan
pengalaman, pada saat itu guru memberikan contoh kegiatan berdiskusi
yang mungkin telah siswa lakukan adalah rapat OSIS.
2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang
berhubungan dengan kegiatan berdiskusi. Tanya jawab tersebut dilakukan
secara lesan yang diutarakan guru kepada siswa. ”Apa saja unsur-unsur
diskusi”, tanya guru kepada seluruh siswa. Siswa pun menjawab serentak
dengan suara yang tidak begitu jelas. Kemudian guru menenangkan
suasana dan menyuruh siswa untuk tunjuk tangan jika akan menjawab
pertanyaan.
3) Guru menanyakan kepada siswa yang dimaksud dengan materi diskusi,
tugas peserta diskusi, tugas moderator, dan tugas notulis.
4) Guru menjelaskan tentang penerapan prinsip kerja sama Grice dalam
berdiskusi dengan poin-poin sebagai berikut:
a) keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu dalam
berdiskusi langsung pada pokoknya;
b) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan alasan
yang jelas;
c) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan
tema yang dibahas;
d) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata
tertib berdiskusi.
5) Guru menjelaskan kepada siswa bahwa pada pertemuan selanjutkan akan
diadakan diskusi. Guru membagi siswa menjadi 7 kelompok dan
membagikan materi yang akan dibahas dalam berdiskusi.
lxvi
6) Pada akhir pembelajaran guru melakukan refleksi dan mengingatkan
kembali siswa tentang hal yang telah dipelajari.
Pembelajaran berdiskusi dilanjutkan pada pertemuan kedua.
Pertemuan kedua tersebut dilaksanakan pada hari Selasa, 23 Februari 2010
selama dua jam pelajaran yaitu pukul 09.15 s.d. 10.35 WIB. Adapun urutan
pelaksanaan tindakan I pada pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah
sebagai berikut.
1) Guru mengingatkan kembali kepada siswa tentang materi yang dijelaskan
tentang penerapan prinsip kerja sama dalam berdiskusi yang telah
dijelaskan pada pertemuan sebelumnya.
2) Guru memberikan penekanan kepada siswa tentang tugas-tugas peserta
disusi, moderator, dan notulis.
3) Siswa disuruh untuk mengelompok sesuai dengan kelompok yang telah
dibentuk pada pertemuan sebelumnya guna melakukan diskusi kelompok.
4) Setelah diskusi kelompok selesai, guru menyuruh siswa untuk
mempersiapkan diskusi kelas. Diskusi kelas pun dibuka oleh moderator
yang telah ditunuk guru sebelumnya sehingga lebih siap.
5) Moderator membacakan tata tertib berdiskusi agar berdiskusi berjalan
dengan lancar. Setiap kelompok pun dipersilahkan moderator untuk
membacakan hasil diskusi yang telah dilakukan di depan peserta diskusi
lainnya.
6) Setelah pembacaan hasil diskusi dari satu kelompok, moderator langsung
memberikan kesempatan bertanya kepada peserta diskusi. Pada saat ada
peserta diskusi yang bertanya, moderator menjembatani tanya jawab yang
terjadi.
7) Setelah semua kelompok membacakan hasil diskusinya, moderator pun
menyampaikan simpulan diskusi yang telah dilakukan.
8) Guru bersama siswa kemudian melakukan evaluasi kegiatan berdiskusi
yang telah dilakukan. Guru kemudian mengajak siswa untuk menentukan
tema dan pokok-pokok yang akan dibahas dalam diskusi selanjutnya, dan
lxvii
guru memberi tugas siswa untuk mencari sumber-sumbernya. Guru pun
menutup pembelajaran diskusi.
c. Observasi dan Interpretasi
Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran diskusi berlangsung.
Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta pendokumentasian
segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari
observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui kelebihan dan
kekurangan dari tindakan yang dilakukan.
Pada tahap ini peneliti dapat mengemukakan beberapa hal berikut ini.
1) 59% siswa menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan
sesuai dengan porsi yang dibutuhkan (sesuai porsi yang dimaksud adalah
tidak membuang banyak waktu dengan menyampaikan hal-hal yang
dianggap tidak perlu).
2) 64% siswa dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun
pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (argumen yang benar
dan
jelas
biasanya
disertai
dengan
sumber
dan
materi
yang
berhubungan).
3) 67% siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan
dengan topik yang dibahas (ada sebagian siswa yang dalam penyampaian
sesuatu masih jauh dari materi yang didiskusikan).
4) 67% siswa menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata
tertib berdiskusi, hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika
mau berbicara baik pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi
kelas.
5) 31% siswa mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang
dapat diterima (kebanyakan siswa masih belum dapat mempertahankan
pendapatnya jika ditanya oleh siswa lainnya).
6) 64% siswa nilainya mencapai batas tuntas yang telah ditentukan. Ratarata kemampuan berdiskusi siswa belum mengalami peningkatan secara
lxviii
maksimal. Baru beberapa siswa saja yang banyak mengalami
meningkatan kemampuan berdiskusinya.
d. Analisis dan refleksi
Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari
hasil observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil
analisis berupa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan guru
berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang akan
dilakukan pada siklus berikutnya. Dari tahapan inilah diketahui berhasil
tidaknya tindakan yang telah diberikan.
Adapun hasil refleksi yang dilakukan dengan guru menghasilkan halhal sebagai berikut.
1) Masih banyak siswa yang dalam penyampaian materi diskusi, tanggapan,
maupun pertanyaan dengan didahului kalimat-kalimat yang kurang
berhubngan dengan maksud yang ingin disampaiakan. Hal ini disebabkan
kurang adanya pembatasan waktu yang dilakukan oleh moderator. Untuk
mengurangi hal tersebut, pada pembelajaran selanjutnya akan dipilih
moderator yang lebih tegas dan dapat membagi waktu dengan baik.
2) Siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun
pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas masih kurang mencapai
target. Hal ini disebabkan siswa sebelumnya telah diberi materi
berdiskusi yang cukup lengkap sehingga siswa merasa telah mempunyai
materi, tetapi meteri tersebut kurang dibaca. Hal yang perlu diterapkan
pada pembelajaran berdiskusi berikutnya yaitu siswa hanya diberi poinpoin permasalahan yang akan didiskusikan sehingga siswa lah yang akan
aktif mencari materi yang akan didiskusikan.
3) Siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan
dengan topik yang dibahas masih perlu ditingkatkan karena kurang
mencapai target. Hal ini disebabkan kurang tegasnya moderator dalam
menegur peserta diskusi pada saat menyampaikan sesuatu yang tidak
lxix
berhubungan dengan topik. Untuk mengurangi hal tersebut, pada
pembelajaran selanjutnya akan dipilih moderator yang lebih tegas.
4) Siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi
tata tertib berdiskusi jumlahnya masih kurang mencapai target. Hal ini
disebabkan kurangnya kepatuhan siswa terhadap tata tertib berdiskusi.
Untuk mengatasi hal tersebut pada pembelajaran berdiskusi selanjutnya
akan ditekankan kembali tata tertib berdiskusi dengan cara moderator
membacakan tata tertib diskusi dan lebih tegas dalam memimpin
jalannya diskusi.
5) Sebagian besar siswa belum mampu mempertahankan pendapat dengan
argumen yang dapat diterima. Hal ini disebabkan siswa telah diberi
materi diskusi yang cukup lengkap sehingga membuat malas siswa untuk
mencari materi tambahan lainnya, tetapi sebagian siswa tersebut tidak
membaca matreri yang telah diberikan. Untuk meningkatkan kemampuan
ini, pada pembelajaran berdiskusi selanjutnya siswa hanya akan diberi
pokok-pokok permasalahan dan siswa disuruh mencari sumber-sumber
materi.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti bersama guru menyusun langkah-langkah guna
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang akan dilaksanakan pada
siklus II berdasarkan refleksi yang telah dilakukan. Peneliti dibantuoleh guru
menyusun kembali langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan.
Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan mengenai langkah-langkah
yang akan seharusnya dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan tanpa
mengubah inti dari pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice
dalam berdiskusi.
Dalam siklus II ini peneliti kembali menyusun proses pembelajaran
menggunakan metode pembelajaran tanya jawab, ceramah, inkuiri, dan
berdiskusi. Metode tanya jawab digunakan untuk meningkatkan keaktifan
lxx
siswa dalam pembelajaran dan sekaligus mengetahui kemampuan siswa
dalam memahami materi yang telah dijelaskan pada siklus sebelumnya.
Metode ceramah digunakan guru untuk mengingatkan kembali materi dan
menekankan tugas-tugas peserta diskusi dan moderator. Metode inkuiri
dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui materi-materi yang akan
didiskusikan dengan mencari sendiri sumber-sumber dan membacanya
sebelum kegiatan berdiskusi dilaksanakan. Kegiatan berdiskusi digunakan
sebagai aplikasi tindakan dan sekaligus mengevaluasi kemampuan siswa.
Skenario pembelajaran yang dihasilkan bersama guru yaitu dengan
langkah-langkah sebagai berikut: (1) melakukan apersepsi terhadap siswa
tentang berdiskusi dan menanyakan tugas pada pertemuan sebelumnya, (2)
guru menanyakan kembali kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari
pada pertemuan sebelumnya, (3) guru menekankan kembali kepada siswa
tentang tugas-tugas peserta diskusi dan moderator, (4) guru menyuruh siswa
untuk berkelompok dan menempatkan diri seperti pada kegiatan berdiskusi
sebelumnya, (5) masing-masing kelompok mendiskusikan tema yang telah
diberikan pada pertemuan sebelumnya, (6) siswa melakukan kegiatan
berdiskusi kelas dengan dipandu moderator yang telah ditunjuk sebelumnya,
(7) guru bersama siswa melakukan refleksi dari pembelajaran diskusi yang
dialakukan.
Peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan selama
pembelajaran berdiskusi yang direncanakan. Peneliti menyusun pedoman
penilaian yang dialakukan oleh guru. Selain itu, peneliti juga menyiapkan
perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar observasi, angket,
dan dokumentasi.
b. Pelaksanaan
Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran
yang telah direncanakan. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh
untuk mencari materi-materi yang akan didiskusikan dalam diskusi.
lxxi
Pembelajaran siklus II ini dilakukan 1 kali pertemuan yang terdiri dari 2 x 40
menit.
Pembelajaran dilaksanakan pada hari Selasa, 2 Maret 2010 selama dua
jam pelajaran yaitu pukul 09.15 s.d. 10.35 WIB (jam 4 dan 5). Urutan
pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran berdiskusi pada siklus II
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran siklus II. Secara rinci urutan
pelaksanaan tindakan II ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut.
1) Guru melakukan apersepsi mengenai diskusi dan menanyakan tugas yang
telah diberikan pada pertemuan sebelumnya yaitu mencari dan
mempelajari materi yang akan didiskusikan.
2) Guru menanyakan kembali tentang materi aturan-aturan dalam berdiskusi
yang telah dijelaskan sebelumnya, siswa yang bisa menjawab disuruh
menyampaikan pendapatnya.
3) Guru menekankan kembali tugas-tugas peserta diskusi dan moderator
kepada siswa yaitu dengan tanya jawab mengenai hal tersebut dan
sudahkan diterapkan dalam kegiatan berdiskusi sebelumnya.
4) Guru kemudian menyuruh siswa untuk berkelompok seperti pada saat
kegiatan berdiskusi sebelumnya.
5) Guru memberikan waktu 20 menit kepada siswa untuk mendiskusikan
pokok diskusi dalam kelompoknya masing-masing yang hasilnya akan
dibaca di dalam diskusi kelas.
6) Guru melakukan pengamatan dari kelompok satu ke kelompok yang lain.
7) Setelah diskusi kelompok selesai, guru menyuruh siswa untuk
mempersiapkan diskusi kelas. Kemudian diskusi kelas dibuka oleh
moderator. Pada saat diskusi kelas guru kembali melakukan pengamatan
terhadap aktivitas siswa untuk melakukan penilaian.
8) Moderator mempersilahkan satu per satu kelompok menyampaikan hasil
diskusi kelompoknya.
9) Setelah semua pembacaan hasil diskusi kelompok selesai semua,
moderator memberikan kesempatan bertanya untuk peserta diskusi.
lxxii
Moderator memberikan kesempatan bertanya yang terbagi dalam 3
termin.
10) Moderator menjembatani alur tanya jawab antara peserta diskusi dan
kelompok yang ditanya.
11) Pada akhir kegiatan berdiskusi moderator menyampaikan simpulan
diskusi yang telah dilakukan dan menutup kegiatan berdiskusi.
12) Guru mengajak siswa untuk melakukan evaluasi kegiatan berdiskusi yang
telah dilakukan. Menurut guru, kegiatan berdiskusi yang dilakukan sudah
baik, peserta diskusi maupun moderator telah melakukan tugasnya
masing-masing, kegiatan berdiskusi pun berjalan lebih efektif. Kemudian
guru menutup pembelajaran diskusi.
c. Observasi dan Interpretasi
Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran diskusi
siklus II berlangsung. Observasi merupakan kegiatan pemantauan,
pencatatan, serta pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan
pembelajaran. Data yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi
guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan.
Setelah melakukan observasi peneliti dapat mengemukakan beberapa
hal berikut ini.
1) 74% siswa menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan
sesuai dengan porsi pembicaraan (yang dimaksud sesuai dengan porsi
adalah tidak membuang banyak waktu dengan menyampaikan hal-hal yang
dianggap tidak perlu).
2) 87% siswa dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun
pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (argumen yang benar
dan jelas biasanya disertai dengan sumber dan materi yang berhubungan).
3) 77% siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan
dengan topik yang dibahas (hanya sebagian siswa yang dalam
penyampaian sesuatu masih jauh dari materi yang didiskusikan).
lxxiii
4) 79%, siswa menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata
tertib berdiskusi, hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika
mau berbicara baik pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi
kelas.
5) 72% siswa mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat
diterima, argumen yang disampaikan siswa kebanyakan sudah bisa
diterima oleh peserta diskusi lainnya.
6) 95% siswa nilainya mencapai batas tuntas yang telah ditentukan Rata-rata
kemampuan berdiskusi siswa telah mengalami banyak peningkatan. Siswa
yang tidak tuntas pun hanya tinggal dua orang. Hal ini dapat dilihat pada
daftar nilai yang penilaiannnya dilakukan oleh guru pada saat
berlangsungnya diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas.
d. Analisis dan refleksi
Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari
hasil observasi yang telah dilakukan kemudian menyajikannya pada guru
pengampu. Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti bersama guru
berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya yang akan
dilakukan. Dari tahapan inilah diketahui keberhasilan tindakan yang telah
diberikan.
Adapun hasil refleksi yang dilakukan dengan guru menghasilkan halhal sebagai berikut.
1) Sebagian besar siswa telah dapat menyampaikan materi diskusi,
tanggapan, maupun pertanyaan sesesuai dengan porsi pembicaraan. Peran
dari moderator yang tegas dan dapat membagi waktu dengan baik akan
lebih meningkatkan lagi.
2) Siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun
pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas telah mencapai target
yang telah ditetapkan sebelumnya.
3) Siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan
dengan topik yang dibahas telah mencapai target. Moderator yang tegas
lxxiv
berperan
penting
dalam
mengatur
penyampaian
sesuatu
dalam
berdiskusi.
4) Siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi
tata tertib berdiskusi telah mencapai target. Dengan hal ini dapat
disimpulkan bahwa peserta diskusi perlu memahami tata tertib diskusi
dengan baik.
5) Sebagian besar siswa telah mampu mempertahankan pendapat dengan
argumen yang dapat diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa
perlu didorong untuk mencari materi diskusi sendiri sebelum melakukan
berdiskusi dengan memberikan suatu permasalahan atau pokok-pokok
diskusi terlebih dahulu.
Mengingat capaian pada siklus II yang telah sesuai dengan indikator
yang dirumuskan, penelitian ini pun diakhiri. Akan tetapi, karena masih terdapat
beberapa hal yang perlu untuk ditingkatkan lagi dalam proses berdiskusi, prinsip
kerja sama ini akan terus dipakai pada saat ada kesempatan melakukan kegiatan
berdiskusi sehingga kemampuan siswa dalam berdiskusi akan terus meningkat.
Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II di atas dapat dibuat
tabel rekapitulasi seperti berikut ini.
Tabel 3. Persentase Capaian Indikator pada siklus I dan II.
NO
1
2
3
4
5
Persentase Pencapaian
Indikator
Menyampaikan materi diskusi, tanggapan,
maupun pertanyaan sesuai porsi yang
dibutuhkan.
Menyampaikan materi diskusi, tanggapan,
maupun pertanyaan dengan argumen yang
benar dan jelas.
Penyampaian sesuatu dalam diskusi
berhubungan dengan topik yang dibahas.
Dalam menyampaikan sesuatu dalam
diskusi dengan mematuhi tata tertib
berdiskusi
Kemampuan mempertahankan pendapat
dengan argumen yang dapat diterima.
lxxv
Siklus I
Siklus II
59%
74%
64%
87%
67%
77%
67%
79%
31%
72%
Siswa mencapai ketuntasan belajar (nilai
64%
95%
minimal 65)
Perbandingan persentase yang dicapai pada siklus I dan siklus II
6
menunjukkan adanya peningkatan pada ketujuh aspek proses berdiskusi dan
kemampuan berdiskusi siswa yang dilihat dari nilai siswa. Peningkatan yang
paling banyak terdapat pada indikator keenam, yaitu kemampuan siswa dalam
mempertahankan pebdapatnya dengan argumen yang dapat diterima dari 31%
pada siklus I menjadi 72% pada siklus II. Peningkatan yang cukup tinggi juga
trejadi pada indikator pertama, yaitu jumlah siswa yang terlibat aktif dalam
berdiskusi dari 74% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Secara umum
dapat dinyatakan bahwa semua indikator mangalami peningkatan dari siklus I ke
siklus II.
C. Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan tindakan dan melihat ketercapaian indikator
dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, baik proses
maupun hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta
dengan menggunakan penerapan prinsip kerja sama Grice pada saat pembelajaran
berdiskusi dari siklus I dan siklus II. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil
menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti, yaitu sebagai berikut.
1.
Bagaimana penerapan prinsip kerja sama Grice yang dapat meningkatkan
kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP
Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010?
Jawaban untuk rumusan masalah di atas dapat penulis paparkan sebagai
berikut.
Penelitian tindakan kelas (classroom action research) terhadap peningkatan
keterampilan berberdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice pada siswa
kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun 2009/2010 dilaksanakan dalam dua
siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam empat tahap, yakni: (1) tahap perencanaan
tindakan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi dan interpretasi dan (4)
tahap analisis dan refleksi.
lxxvi
Sebelum melaksanakan siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk
mengetahui permasalahan yang terjadi dan kondisi yang ada di lapangan.
Berdasarkan hasil kegiatan survei awal ini peneliti menemukan bahwa kualitas
proses dan hasil keterampilan berdiskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di
siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta masih tergolong rendah. Oleh karena
itu, peneliti membuat kesepakatan untuk berkolaborasi dengan guru kelas sekaligus
guru bidang studi bahasa Indonesia yang bersangkutan, berupaya untuk mengatasi
masalah tersebut dengan menerapkan penggunaan penerepan prinsip kerja sama
Grice dalam pembelajaran berdiskusi.
Peneliti bersama guru kelas menyusun rencana guna melaksanakan siklus I.
Siklus I merupakan tindakan awal dan utama untuk mengatasi permasalahanpermasalahan di dalam pembelajaran berdiskusi. Pada siklus pertama guru telah
menerapkan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi yaitu dengan
menjelaskan penerapan-penerapan prinsip kerja sama dalam melakukan aktivitas
berdiskusi. Diskusi yang dilakukan pada siklus I mengambil tema “Tren Pakaian
Remaja Sekarang”.
Berdasarkan siklus pertama tersebut diperoleh deskripsi hasil pembelajaran
berdiskusi dengan menerapkan prinsip kerja sama Grice. Dari deskripsi tersebut
ternyata masih terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan di dalam pelaksanaan
tindakan. Kekurangan tersebut berasal dari guru, siswa, media, dan langkah
pembelajaran yang disusun oleh peneliti. Kelemahan dari pihak guru yaitu guru
kurang menekankan tugas-tugas masing-masing elemen dalam berdiskusi yang
terdiri dari peserta diskusi, moderator dan notulis. Kelemahan dari pihak siswa yaitu
hanya sedikit siswa yang mau mencari informasi tambahan mengenai tema yang
akan dibahas dalam diskusi padahal tema tersebut diberikan pada pertemuan
sebelumnya. Kelemahan pada media, yaitu media yang berupa materi diskusi
diberikan kepada siswa dalam bentuk deskripsi yang lumayan lengkap sehingga
siswa malas untuk mencari info tambahan. Kelemahan pada langkah pembelajaran
yaitu langkah pada saat berlangsungnya diskusi yang terjadi pada saat pemberian
kesempatan menanggapi hasil diskusi kelompok ke peserta diskusi lainnya.
Kelemahan atau kekurangan tersebut dapat dipahami karena siklus ini merupakan
lxxvii
siklus pertama penelitian ini. Selama proses pembelajaran, siswa masih terlihat
canggung dengan kehadiran peneliti meskipun peneliti sudah pernah mengikuti
proses pembelajaran ketika melakukan survei awal. Guru dan peneliti menetapkan
batas minimal kelulusan dalam siklus I sebesar 65. Dari 39 siswa, siswa yang
melampaui batasan minimal tersebut ada 25 siswa atau 64% dari jumlah siswa.
Siklus II merupakan siklus untuk memberikan solusi yang dilaksanakan untuk
mengatasi kekurangan/kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran
berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice pada siklus I. Solusi yang
disepakati peneliti dan guru berupa guru akan lebih menekankan lagi kepada siswa
mengenai tugas-tugas peserta diskusi maupun moderator. Hal ini berdampak pada
tingkat keaktifan siswa yang semakin meningkat karena lebih mengetahui tugasnya
masing-masing dalam berdiskusi. Selain itu, kesepakatan lain adalah dalam
memberikan tema diskusi yang akan dilakukan, siswa hanya diberi tema dan pokokpokok yang sumbernya harus dicari siswa sendiri. Dengan hal ini, siswa akan lebih
merasa belum punya bahan yang akan digunkan dalam berdiskusi dan selanjutnya
siswa akan mencari sendiri bahan tersebut, sehingga materi tersebut akan lebih
dipahaminya. Dalam mengefektifkan waktu berdiskusi, peneliti dan guru membuat
kesepakatan bahwa moderator sebaiknya memberikan kesempatan bertanya kepada
peserta diskusi setelah semua pembacaan hasil diskusi kelompok selesai sehingga
peserta yang mau bertanya dan yang menjawab pun akan lebih siap.
Berdasarkan pelaksanaan siklus II terbukti bahwa terjadi peningkatan proses
dan hasil pembelajaran berdiskusi jika dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I,
jumlah siswa yang dinyatakan lulus adalah 25 siswa, maka pada siklus II terjadi
peningkatan menjadi 37 siswa. Standar kelulusan pada siklus II tetap 65 sesuai batas
minimal ketuntasan belajar siswa yang ditentukan sekolah. Pada siklus II ini,
indikator-indikator yang ditentukan oleh peneliti sebelumnya telah semuanya dicapai
sehingga peneliti menghentikan penelitiannya.
Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan guru dan peneliti, guru
berhasil melaksanakan pembelajaran yang mampu menarik minat siswa, yang
berakibat pada meningkatnya keaktifan siswa dalam berdiskusi. Selain itu, penelitian
ini juga bermanfaat dalam menemukam penerapan prinsip kerja sama dalam
lxxviii
berdiskusi yang dapat dipakai dalam kegiatan berdiskusi lainya sehingga kegiatan
berdiskusi dapat berjalan secara efektif. Keberhasilan penerapan prinsip kerja sama
Grice dalam upaya meningkatkan proses berdiskusi dan kemampuan berdiskusi
siswa dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut.
1. Proses pembelajaran berdiskusi
Sebelum tindakan penelitian ini dilaksanakan, siswa terlihat kurang
berminat dan termotivasi mengikuti proses pembelajaran berdiskusi. Padahal,
motivasi merupakan dorongan dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Drs. Ngalim
Purwanto (1984: 71) yaitu “bahwa motif menunjukkan suatu dorongan dari
dalam diri yang menyebabkan seseorang itu mau bertindak melakukan sesuatu.”
Ketidakadanya motivasi tersebut disebabkan siswa merasa malu dalam berbicara
di depan umum, misalnya di depan kelas. Siswa merasa malu karena kurang
mengerti dan memahami yang akan dibicarakan. Berdasarkan survei yang
dilakukan pun siswa mersa kurang memunyai rasa percaya diri dalam berbicara
di depan umum. Hal tersebut terlihat dari suasana kelas pada saat proses
pembelajaran berlangsung, siswa tidak begitu aktif dalam tanya jawab yang
dilakukan oleh guru dan dalam proses berlangsungnya diskusi. Perhatian siswa
tidak terfokus untuk proses pembelajaran, sebagian besar siswa tidak merespons
ketika guru memberi pertanyaan, serta berbicara dengan teman yang lain.
Setelah tindakan dilakukan, yaitu dengan penerapan prinsip kerja sama
Grice dalam pembelajaran berdiskusi, siswa terlihat lebih tertarik untuk
mengikuti pembelajaran berdiskusi. Minat siswa terhadap pembelajaran
berdiskusi dapat dikatakan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari
sikap siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa terlihat antusias dan
semangat. Misalnya, hampir seluruh siswa terlibat dalam diskusi kelompok
maupun diskusi kelas yang dipimpin oleh moderator dan aktif dalam proses tanya
jawab. Hal ini terjadi karena diskusi yang dilakukan dengan menerapkan prinsip
kerja sama memudahkan siswa dalam memahami materi dan menyampaikan
pendapat dalam berdiskusi. Selain itu, siswa diberitahu guru bahwa nilai
pembelajaran diskusi merupakan nilai dari hasil pengamatan yang dilakukan pada
lxxix
saat berlangsungnya diskusi. Selain penilaian yang dilakukan guru, peneliti juga
melakukan pengamatan proses diskusi sebagai tolak ukur untuk menilai
peningkatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Peningkatan proses
pembelajaran berdiskusi dapat dilihat dari indikator berikut.
a. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian materi diskusi,
tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan. Jumlah
tersebut selalu mengalami peningkatan pada setiap siklus. Keefektifan
penyampaian sesuatu dalam berdiskusi juga mempengaruhi keefektifan dalam
kegiatan berdiskusi. Pada siklus I sejumlah 23 siswa atau 59% siswa telah
menyampaikan sesuatu dengan efektif. Pada siklus II jumlah itu meningkat
menjadi 29 siswa atau sekitar 74%.
b. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam menyampaian materi diskusi,
tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas.
Penyampaian sesuatu dalam berdiskusi haruslah dengan argumen yang benar
dan jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut selalu
mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Sejumlah 25 siswa atau sekitar
64% siswa telah melakukan hal tersebut pada siklus I dan 34 siswa atau
sekitar 87% pada siklus II.
c. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi
berhubungan dengan topik yang dibahas pada setiap siklusnya. Siswa yang
menyampaikan sesuatu dlam berdiskusi sesuai dengan topik sejumlah 26
siswa atau 67% pada siklus I. Pada siklus II jumlah tersebut menjadi 30 siswa
atau 77%.
d. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi
menggunakan etika yang benar. Penggunaan etika yang baik dapat
memperlancar jalannya proses berdiskusi karena dapat membuat proses lebih
tertib. Hal tersebut telah dilakukan siswa pada saat diskusi dengan
kelompoknya atau diskusi kelas. Pada siklus I sejumlah 26 siswa atau sekitar
67% telah menggunakan etika dengan baik dan mengalami peningkatan pada
siklus II menjadi 31 siswa atau sekitar 79%., hal ini di lihat pada saat siswa
berdiskusi yaitu ketika mau berbicara baik pada saat.
lxxx
e. Meningkatnya jumlah siswa yang mampu mempertahankan pendapat dengan
argumen yang dapat diterima apada setiap siklusnya. Pada siklus I sejumlah
12 siswa atau hanya sekitar 31% dan mengalami peningkatan menjadi28
siswa atau 72% pada siklus II.
2. Kemampuan siswa dalam pembelajaran berdiskusi.
Sebelum diadakan tindakan, siswa sudah terlihat diam pada saat awal guru
melakukan proses pembelajaran. Hanya beberapa siswa saja yang terlahat aktif
dalam tanya jawab yang dilakukan oleh guru. Guru sering kali menunjuk siswa
untuk aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru,
bukan dari inisiatif siswa. Hal ini juga terlihat pada saat dilangsungkannya
diskusi, pada saat moderator memberikan kesempatan peserta diskusi untuk
berpendapat, memberikan tanggapan, dan bertanya sering kali terjadi kevakuman.
Hanya beberapa siswa saja yang memberikan pendapat, menanggapi, bertanya,
dan melakukan sanggahan dalam diskusi tersebut. Kebanyakan siswa yang
merasa kurang mampu hanya berbicara dengan temannya satu meja, tidak berani
mengungkapkan di depan teman-teman yang lain dan guru.
Setelah diadakan tindakan penelitian, keterampilan berbicara siswa
mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat jelas pada saat berlangsungnya
diskusi yang terlihat hidup. Peningkatan kemampuan siswa tersebut dapat dilihat
dari beberpa indikator berikut.
a. Kemampuan siswa dalam berpendapat
Siswa telah mampu dalam menyampaikan pendapatnya di hadapan
teman-temannya satu kelompok maupun di depan kelas. Hasil diskusi satu
kelompok pun telah dibacakan kepada teman-teman yang lain untuk
ditanggapi. Diskusi kelompok pun menghasilkan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan karena berdasarkan sumber-sumber yang cukup jelas.
Setiap kelompok dapat menyampaikan hasilnya di depan kelas.
b. Kemampuan siswa dalam menanggapi dan bertanya
Pada saat moderator memberikan kesempatan bertanya, banyak
peserta diskusi yang ingin mengungkapkan tanggapannya mengenai hasil
diskusi kelompok yang telah dibacakan dan kelompok yang diberi pertanyaan
lxxxi
pun dapat menjawab dengan baik. Jumlah peserta diskusi yang ingin
mengungkapkan pikirannya pun dari setiap siklus meningkat.
Berdasarkan hasil observasi diatas, dapat dikatakan siswa-siswa telah
memunyai kemampuan berdiskusi yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Pat
Roessele Materka (1991: 60) yaitu kemampuan berdiskusi antara lain
kemampuan beraktivitas yaitu kemampuan memberikan pendapat, bertanya, dan
memberikan jawaban.
3. Peningkatan nilai yang diperoleh siswa pada setiap siklus
Proses penilaian di dalam penelitian ini menekankan pada pengetahuan,
pemahaman, serta sikap siswa terhadap cerita yang mereka baca. Penilaian pada
siklus I, peneliti dan guru menetapkan batas minimal kelulusan sebesar 65, dari
batasan tersebut diperoleh 25 orang siswa yang melampaui standar kelulusan.
Penilaian pada siklus II dilakukan dengan tes tertulis dan unjuk kerja, peneliti dan
guru menetapkan batas minimal kelulusan sebesar 65, dari batasan tersebut
diperoleh 37 siswa yang mampu melampaui standar kelulusan yang ditetapkan
dan dinyatakan lulus.
lxxxii
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Secara singkat simpulan hasil penelitian ini adalah terdapat peningkatan
kualitas pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta,
baik berupa peningkatan proses pembelajaran berdiskusi maupun kemampuan siswa
dalam berdiskusi. Peningkatan kualitas pembelajaran tersebut terjadi setelah guru
dan peneliti melakukan beberapa upaya peningkatan pembelajaran berdiskusi
menggunakan penerapan prinsip kerja sama Grice. Simpulan hasil penelitian adalah
sebagai berikut.
1. Peningkatan Proses Pembelajaran Berdiskusi
Peningkatan proses pembelajaran tampak dalam aktivitas siswa selama
berlangsungnya proses pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama
Grice. Aktivitas siswa tersebut dapat diindentifikasi dari beberapa hal, antara lain:
a. jumlah siswa yang menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan
sesuai dengan porsi pembicaraan mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I
sebesar 59% dan 74% pada siklus II;
b. jumlah siswa yang menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan
dengan argumen yang benar dan jelas mengalami peningkatan, yakni 64% pada
siklus I dan 87% pada siklus II;
c. jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan
topik yang dibahas meningkat, yakni 67% pada siklus I dan 77% pada siklus II;
d. jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata
tertib berdiskusi mengalami peningkatan, yaitu 67% pada siklus I dan 79% pada
siklus II;
e. jumlah siswa yang mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang
dapat diterima mengalami peningkatan, yaitu 31% pada siklus I dan 72% pada
siklus II;
2. Peningkatan Kemampuan Berdiskusi Siswa
70
lxxxiii
Dalam hal ini, penerapan prinsip kerja sama Grice juga dapat meningkatkan
kualitas hasil pembelajaran berdiskusi. Peningkatan ini dilihat dari beberapa
penerepan prinsip kerja sama dalam diskusi yang berhubungan dengan keterampilan
berdiskusi, yaitu menyampaikan pendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat orang
lain. Hal tersebut juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berdiskusi siswa yang
mengalami peningkatan. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa mencapai 67,20 dan
siklus II mencapai 73,18. Selain itu siswa yang mencapai nilai ketuntasan meninkat,
yaitu 64% pada siklus I dan 96% pada siklus II.
Penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi yang dapat
meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa adalah melalui prosedur sebagai berikut:
(1) guru menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan
sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (2) guru
menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan
alasan yang jelas atau memunyai dasar beserta contohnya, (3) guru menjelaskan
kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan
tema yang dibahas beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan
sesuatau dalam berdiskusi harus jelas dan menghindari keambiguan, (6) guru
mengadakan diskusi dengan diawali menentukan tema yang akan dibahas,
membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis.
B. Implikasi
Penelitian ini memberikan gambaran nyata bahwa keberhasilan proses dan
peningkatan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor
tersebut berasal dari guru maupun siswa. Di samping itu juga dipengaruhi oleh
metode dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, serta sumber belajar. Faktor
dari guru meliputi kemampuan guru dalam mengembangkan dan menyampaikan
materi, keterampilan guru dalam mengelola kelas, penggunaan metode dalam proses
pembelajaran, dan penerapan teknik sebagai sarana dalam menyampaikan materi.
Faktor dari siswa meliputi minat, motivasi, dan keaktifan siswa dalam mengikuti
proses pembelajaran.
lxxxiv
Faktor-faktor tersebut di atas saling mendukung satu sama lain, sehingga
harus diupayakan secara maksimal agar semua faktor dapat dimiliki oleh guru dan
siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Apabila guru memiliki
kemampuan yang baik dalam mengelola kelas serta didukung penerapan teknik yang
sesuai dengan sarana dan prasarana yang menunjang, maka guru akan mampu
menyampaikan materi dengan baik. Materi itu pun akan dapat diterima baik oleh
siswa apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi agar selalu aktif
dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan lancar, kondusif, efektif, dan efisien.
Penelitian ini membuktikan bahwa keaktifan dan kemampuan berdiskusi
siswa dalam pembelajaran berdiskusi meningkat setelah diterapkan prinsip kerja
sama Grice. Oleh karena itu, penerapan prinsip kerja sama ini dapat digunakan dalam
kegiatan berdiskusi lainnya. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat digunakan guru
sebagai teknik alternatif yang menyenangkan dalam melaksanakan proses
pembelajaran dan meningkatkan kualitas keterampilan berbahasa siswa, serta dapat
membuat siswa menjadi lebih tertarik mengikuti proses pembelajaran.
Penerapan prinsip kerja sama dapat meningkatkan kemampuan berdiskusi
siswa. Dengan penerapan tersebut, siswa dapat melakukan kegiatan berdiskusi lebih
baik dan efektif. Siswa mencari terlebih dahulu materi yang akan didiskusikan
sehingga lebih memahaminya sebelum melakukan kegiatan berdiskusi. Pemahaman
tersebut membuat siswa lebih percaya diri dalam menyampaikan sesuatu dalam
berdiskusi sehingga kegiatan berdiskusi pun akan lebih hidup. Diskusi yang
dilakukan siswa pun akan dapat berjalan efektif dan menghasilkan simpulan yang
berbobot.
Pemberian tindakan dari siklus I memberikan deskripsi bahwa masih terdapat
kekurangan selama proses pembelajaran berdiskusi. Namun, kekurangan-kekurangan
tersebut dapat diatasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari
pelaksanaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses
pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya peningkatan baik kualitas proses
maupun hasil berupa kemampuan siswa dalam berdiskusi. Dari segi proses, terdapat
lxxxv
peningkatan keaktifan siswa selama pembelajaran. Adapun dari segi hasil, terdapat
peningkatan nilai rata-rata berdiskusi siswa dari siklus I ke siklus II.
Adanya 2 siswa yang belum mencapai batas minimal ketuntasan hasil belajar
berdiskusi pada siklus II mencerminkan bahwa penerapan prinsi kerja sama ini tidak
sepenuhnya efektif jika diterapkan pada siswa dengan kondisi tertentu. Siswa yang
tergolong tidak berkesulitan belajar akan mudah menerapkan teknik tersebut. Akan
tetapi, bagi siswa yang berkesulitan belajar, teknik tersebut akan mempersulit
kegiatan berdiskusi. Di samping itu, penerapan prinsi kerja sama ini juga perlu
memperhatikan minat dan keaktifan siswa dalam berbicara. Minat dan keaktifan
yang tinggi akan mempermudah siswa menyampaiakan sesuatu dalam berdiskusi.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti mengajukan
saran sebagai berikut.
1. Bagi Siswa
a. Siswa hendaknya sebelum melakukan kegiatan berdiskusi mencari dan
mempelajari materi-materi yang akan didiskusikan berdasarkan pokok-pokok
yang diberikan oleh guru.
b. Siswa hendaknya dapat berkerja sama dengan kelompoknya dalam berdiskusi
kelompok dan mendukung hasil diskusi kelompoknya.
c. Siswa hendaknya mematuhi peraturan dalam berdiskusi pada saat
berlangsungnya kegiatan berdiskusi dan mematuhi moderator.
2. Bagi Guru
a. Hendaknya guru menerapkan prinsip kerja sama dalam kegiatan berdiskusi
yang dilakukan dalam pembelajaran.
b. Hendaknya guru melakukan pemantauan, memberikan umpan balik, dan
mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang dilakukan siswa.
3. Bagi Pengambil Kebijakan
lxxxvi
a. Hendaknya dapat menyediakan sarana prasarana yang dapat mendukung
kegiatan pembelajaran berdiskusi sehingga pembelajaran dapat berlangsung
dengan aktif, kreatif, inovatif dan dapat berjalan secara optimal.
b. Hendaknya memotivasi guru agar senantiasa melakukan pembaharuan dalam
dunia pengajaran dan pendidikan dengan hasil-hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh seorang peneliti. Selain itu, juga harus selalu memonitor
kinerja guru pada saat menyampaikan pelajaran dan memotivasi guru untuk
selalu melakukan evaluasi atas kinerjanya;
c. Hendaknya memberi kesempatan bagi guru untuk melakukan penelitian dan
mengikutsertakan
guru
dalam
forum-forum
ilmiah,
seperti
seminar
pendidikan, lokakarya, diskusi ilmiah, diklat, ataupun penataran-penataran
agar wawasan guru mengenai tugas utamanya dalam mengajar dan mendidik
bertambah luas.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi. 1993. Cara Belajar Yang Mandiri dan Sukses. Solo: C.V. Aneka.
lxxxvii
Anita Lie. 2008. Cooperatif Learning Mempraktikan Cooperatif Learning Di Ruangruang Kelas . Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Asul Wiyanto. 1992. Pidato Ceramah dan Diskusi. Gresik: CV. Bintang Pelajar.
Gino, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Grice, H. Paul. 1975. Logic and conversation. Dalam P. Cole dan J.L. Morgan (ed).
Syntax and semantics 3: speech acts. NY: Academic Press.
Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press.
Henry Guntur Tarigan. 1986. Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa.
Iskandarwassid dan Danang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: Rosda.
Johan Yunus. 2005. ”Efekifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam
Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa di SLTP”. Jurnal
Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Pendidikan Vol.7, No. 1, Maret 2005, 1-12.
Kock, Heinz. 1992. Saya Guru Yang Baik. Yogyakarta: Kanisius.
Leech, Geoffrey. 1993. The Principles of Pragmatics. New York: Longman Group
Limited.
Mansyur MPA. 1981. Metodologi Pendidikan Agama. Bandung: CV. Forum
Materka, Pat Roessle. 2001. Loka Karya & Seminar: Perencanaan, Pelaksanaan,
Pemanfaatan. Yogyakarta: Kanisius.
Milles, Matthew B. Dan Huberman, A. Michael. 1994. Analisis Data Kualitatif (edisi
terjemahan oleh Tjeptjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press.
Muhammad Rohmadi. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar
Media.
Ngalim Purwanto, M. 1984. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Roesdakarya.
Nunn, Roger. 2003. “Intercultural Communication & Grice's Principle”. Asian EFL
Journal
Volume
5,
Isuue
1.
http://www.asian-efljournal.com/march03.sub3.php. diakses pada tanggal 15 Juni 2010 pukul
13.15 WIB.
Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran
Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press.
Oemar Hamalik. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
lxxxviii
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006
tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Perdy Karuru. 2003. “Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar
IPA Siswa SLTP.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke-9, No.
045: 789-805.
Roestiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar Jakarta: Rineka Cipta.
Samidjo & Sri Mardiani. 1985. Bimbingan Belajar Dalam Rangka Penerapan Sistem
SKS dan Pola Belajar yang Efisien. Bandung: CV. Armico.
Sarlito Wirawan. 1976. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang.
Statom, Thomas F. 1978. Cara Mengajar Dengan Hasil Yang Baik (diterjemahkan
oleh Prof. Tahalele MA.). Bandung : CV. Diponegoro.
Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Pers.
Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: PT Bumi Akasara.
Surakhmad.1998. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar: Dasar dan Teknik
Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito.
Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya:
Usaha Nasional.
Uzer Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Roesdakarya.
Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
Yusuf Djajadisatra. 1992. Metode Mengajar Jilid I. Bandung: Angkasa.
Zakiah Daradjat. 1975. Problem Remaja di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.
lxxxix
Download