PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 SKRIPSI Oleh: SUSENO FITRI HANDOKO K1206039 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 i PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010 Oleh SUSENO FITRI HANDOKO K1206039 SKRIPSI Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 ii PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Persetujuan Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. Dra. Sumarwati, M.Pd. NIP 19610524 198901 1 001 NIP 19600413 198702 2 001 iii PENGESAHAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Pada hari : Tanggal : Tim Penguji Skripsi: Nama Terang Tanda tangan Ketua : Drs. Slamet Mulyono, M. Pd. Sekretaris : Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum Anggota I : Dr. Budhi Setiawan, M.Pd. Anggota II : Dra. Sumarwati, M. Pd. Disahkan Oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Dekan, Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd. NIP 19600727 198702 1 001 iv ABSTRAK Suseno Fitri Handoko. K1206039. PENINGKATAN KEMAMPUAN BERDISKUSI MELALUI PENERAPAN PRINSIP KERJA SAMA GRICE PADA SISWA KELAS VIII D SMP NEGERI 10 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2009/2010. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret, Juni 2010. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan: 1) proses pembelajaran berdiskusi; dan 2) kemampuan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 tahun pelajaran 2009/2010 dengan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi. Bentuk penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek penelitian ini adalah siswa siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta yang berjumlah 39 siswa (21 putra dan 18 putri). Sumber data yang digunakan yaitu: peristiwa, informan, dan dokumen. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara mendalam. Teknis analisis data yang digunakan yaitu teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis interaktif. Prosedur penelitian meliputi tahap: identifikasi masalah, analisis masalah, penyusunan rencana tindakan, implementasi tindakan, pengamatan, dan penyusunan laporan. Pelaksanaan penelitian dimulai dari survei awal, siklus I, sampai dengan siklus II. Setiap siklus terdiri dari empat tahap, yakni: (1) perencanaan tindakan; (2) pelaksanaan tindakan; (3) observasi dan interpretasi; dan (4) analisis dan refleksi. Dalam penelitian ini guru kelas bertindak sebagai fasilitator pembelajaran dan peran peneliti sebagai pengamat. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan: 1) proses pembelajaran berdiskusi; dan 2) kemampuan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta dalam pembelajaran berdiskusi melalui penerapan prinsip kerja sama Grice. Peningkatan proses berdiskusi terlihat dari meningkatnya kualitas aktivitas siswa selama pembelajaran berdiskusi, yakni: (1) siswa yang terlibat aktif dalam diskusi, sebesar 74% pada siklus I dan 100% pada siklus II; (2) penyampaian sesuatu dengan argumen yang benar dan jelas, sebesar 64% pada siklus I dan 87% pada siklus II (3) penyampaian sesuatu secara efektif, sebesar 59% pada siklus I dan 74% pada siklus II (4) penyampaian sesuatu berhubungan dengan topik, sebesar 67% pada siklus I dan 77% pada siklus II (5) penyampaian sesuatu menggunakan etika yang benar, sebesar 67% pada siklus I dan 79% pada siklus II; dan (6) kemampuan mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima, sebesar 31% pada siklus I dan 72% pada siklus II. Peningkatan kemampuan berdiskusi siswa dapat dilihat dari nilai berdiskusi siswa yang diambil oleh guru pada saat pembelajaran yang selalu meningkat pada setiap siklusnya. Pada siklus I persentase ketuntasan hasil belajar siswa dalam pembelajaran sebesar 64% atau sebanyak 25 siswa dan pada siklus II sebesar 95% atau sebanyak 37 siswa. Hal ini membuktikan bahwa dengan penerapan prinsip kerja sama Grice mampu meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan sekaligus mampu meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa. v MOTTO “Ketika kita menjadi tua, waktu akan membuat kita dikelilingi oleh orang-orang yang mencintai kita, sebagai ganti dari orang-orang yang kita cintai.” (J. Petit Senn) “Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tapi sukses itu sendiri sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses.” (Lambert Jeffries) “Sumber kekuatan baru bukanlah uang yang berada dalam genggaman tangan beberapa orang, namun informasi di tangan orang banyak.” (John Naisbitt) Sedikit pengetahuan yang diterapkan jauh lebih berharga ketimbang banyak pengetahuan yang tak dimanfaatkan. (Khahlil Gibran) vi PERSEMBAHAN Kupersembahkan karya ini sebagai rasa cinta, kasih sayang, dan terima kasihku kepada: 1. Kedua orang tuaku, Joko Supomo dan Sumirah yang tak putus-putusnya mendoakan siang dan malam dengan segenap cinta, kasih sayang, dan perhatian yang tak ternilai harganya dari apapun jua; 2. Kakakku tersayang, Mukharom Heri Prasetyo yang memberikan motivasi dalm hidupku dan senantiasa mendukung setiap langkah yang kulalui dalam hidup ini; 3. Keluarga besar Bastind yang selalu memberi motivasi buatku. vii KATA PENGANTAR Segala puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya kepada kita semua. Atas kehendak-Nya pula skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik sebagai persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin penyusunan skripsi; 2. Drs. Suparno, M. Pd. , Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan dalam skripsi ini; 3. Drs. Slamet Mulyono, M. Pd., Ketua Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang memberikan persetujuan juga dalam skripsi ini; 4. Dr. Budhi Setiawan, M.Pd., selaku pembimbing I yang telah memberikan pengarahan dengan begitu sabar, saran, dan semangat pada penulis serta masukan yang tak ternilai harganya; 5. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing II yang dengan sabar membimbing penulis dengan sebaik-baiknya serta memberikan dorongan dan selalu meluangkan waktu bagi penulis sehingga menjadikan penulis semangat dalam menyelesaikan skripsi; 6. Drs. Purwadi, selaku Penasehat Akademik yang telah banyak memberikan solusi mengenai persoalan akademik serta banyak memberikan bantuan dan masukan pada peneliti dalam menyelesaikan revisi skripsi ini. viii 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, khususnya Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu yang bermanfaat pada penulis; 8. Haryono, S.Pd. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 10 Surakarta yang telah memberikan izin peneliti terkait dengan penelitian yang dilaksanakan; 9. Dra. Sri Mulyani Dwi Hastuti, M.Pd. selaku guru pengampu pelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta sekaligus sebagai kolaborator yang dengan senang hati membantu peneliti dalam melaksanakan penelitiannya; 10. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga kebaikan dan bantuan dari semua pihak tersebut di atas mendapat pahala dan imbalan dari Allah Swt, amiin. Penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan menambah khasanah keilmuan dalam pelajaran Bahasa Indonesia. Surakarta, Juni 2010 Penulis ix DAFTAR ISI Halaman JUDUL................................................................................................................... i PENGAJUAN ........................................................................................................ ii PERSETUJUAN .................................................................................................... iii PENGESAHAN ..................................................................................................... iv ABSTRAK ............................................................................................................. v MOTTO ................................................................................................................. vi PERSEMBAHAN.................................................................................................. vii KATA PENGANTAR. .......................................................................................... viii DAFTAR ISI.......................................................................................................... x DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xiv BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................... 1 A. Latar Belakang Masalah............................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 D. Manfaat Hasil Penelitian............................................................................ 6 BAB II. KAJIAN PUSTAKA................................................................................ 8 A. Kajian Teoretik .......................................................................................... 8 1. Hakikat Berdiskusi............................................................................... 8 a. Berdiskusi..................................................... …………………….. 9 b. Teknik-teknik Berdiskusi............................................................... 11 c. Kemampuan Berdiskusi ................................................................. 14 d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berdiskusi......... 18 2. Hakikat Prinsip Kerja Sama Grice ....................................................... 25 a. Quality-Kualitas ............................................................................. 26 b. Quantity-Kuantitas ......................................................................... 27 c. Relation-Hubungan ........................................................................ 27 d. Manner-Sikap................................................................................. 27 x e. Pelanggaran Maksim...................................................................... 28 3. Hakikat Pembelajaran Berdiskusi ........................................................ 29 4. Implementasi Prinsip Kerja Sama Grice dalam Pembelajaran Berdiskusi ........................................................................................................ 31 B. Penelitian yang Relevan............................................................................. 33 C. Kerangka Berpikir...................................................................................... 35 D. Hipotesis..................................................................................................... 36 BAB III. METODE PENELITIAN ....................................................................... 37 A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................... 37 B. Subjek dan Objek Penelitian ...................................................................... 38 C. Bentuk Penelitian ....................................................................................... 39 D. Sumber Data Penelitian.............................................................................. 39 E. Teknik Pengumpulan Data......................................................................... 40 F. Teknik Validitas Data ................................................................................ 41 G. Teknik Analisis Data.................................................................................. 42 H. Indikator Ketercapaian Tujuan................................................................... 43 I. Prosedur Penelitian .................................................................................... 44 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...................................... 48 A. Deskripsi Survei Sebelum Penelitiaan ....................................................... 48 B. Deskripsi Hasil Penelitian.......................................................................... 50 1. Siklus I ................................................................................................. 50 2. Siklus II ............................................................................................... 56 C. Pembahasan ............................................................................................... 62 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN.............................................. 70 A. Simpulan .................................................................................................... 70 B. Implikasi..................................................................................................... 71 C. Saran........................................................................................................... 73 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 75 LAMPIRAN........................................................................................................... 77 xi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian......................... 38 Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan ................................................................ 43 Tabel 3. Persentase Capaian Indikator pada siklus I dan II. .................................. 62 Tabel 4. Silabus Pelajaran Bahasa Indonesia......................................................... 78 Tabel 5. Pedoman Penilaian Keaktifan Siswa ....................................................... 92 Tabel 6. Observasi Pembelajaran Sebelum Tindakan............................................ 93 Tabel 7. Daftar Nilai Observasi ............................................................................. 100 Tabel 8. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus I ........................................... 116 Tabel 9. Observasi Pembelajaran Siswa Siklus I................................................... 123 Tabel 10. Daftar Nilai Siklus I ............................................................................... 134 Tabel 11. Pedoman Penilaian Aktivitas Siswa Siklus II........................................ 143 Tabel 12. Observasi Pembelajaran Siswa Siklus II................................................ 145 Tabel 13. Daftar Nilai Siklus II.............................................................................. 151 xii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Bagan Prinsip Kerja Sama Grice.......................................................... 26 Gambar 2. Kerangka berpikir................................................................................. 36 Gambar 3. Analisis Interaktif................................................................................. 42 Gambar 4. Foto Observasi Survei Awal ................................................................ 99 Gambar 5. Foto Siklus I ......................................................................................... 133 Gambar 6. Foto Siklus II........................................................................................ 150 xiii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Silabus Mata Pelajaran Bahasa Indonesia ......................................... 78 LAMPIRAN SURVEI AWAL .............................................................................. 89 Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ....................................... 90 Lampiran 3. Observasi Pembelajaran Sebelum Tindakan ..................................... 93 Lampiran 4. Catatan Lapangan Survei Awal ......................................................... 95 Lampiran 5. Foto Observasi Survei Awal.............................................................. 99 Lampiran 6. Daftar Nilai Observasi ....................................................................... 100 Lampiran 7. Hasil Wawancara dengan Guru Sebelum Tindakan.......................... 102 Lampiran 8. Hasil Wawancara dengan Siswa I Sebelum Tindakan .................... 106 Lampiran 9. Hasil Wawancara dengan Siswa II Sebelum Tindakan ................... 109 LAMPIRAN SIKLUS I ......................................................................................... 112 Lampiran 10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus I........................ 113 Lampiran 11. Observasi Pembelajaran Siklus I ..................................................... 123 Lampiran 12. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus I.............. 124 Lampiran 13. Foto Siklus I .................................................................................... 133 Lampiran 14. Daftar Nilai Siklus I......................................................................... 134 Lampiran 16. Contoh Catatan Berdiskusi Siswa Siklus I ...................................... 136 LAMPIRAN SIKLUS II ........................................................................................ 140 Lampiran 17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Siklus II ...................... 141 Lampiran 18. Observasi Pembelajaran Siklus II.................................................... 145 Lampiran 19. Catatan Lapangan Hasil Observasi Pembelajaran Siklus II ............ 146 Lampiran 20. Foto Siklus II ................................................................................... 150 Lampiran 21. Daftar Nilai Siklus II ....................................................................... 151 Lampiran 22. Contoh Catatan Berdiskusi Siswa Siklus II..................................... 153 Lampiran 23. Hasil Wawancara dengan Guru Setelah Tindakan .......................... 159 LAMPIRAN PERIZINAN..................................................................................... 162 Lampiran 24. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Dekan.............................. 163 Lampiran 25. Surat Putusan Izin Penyusunan Skripsi oleh Dekan FKIP .............. 164 Lampiran 26. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Rektor ............................. 165 xiv Lampiran 42. Surat Permohonan Izin Penelitian untuk Kepala SMP Negeri 10 Surakarta......................................................................................... 166 Lampiran 43. Surat Keterangan Penelitian dari Kepala SMP Negeri 10 Surakarta ........................................................................................................ 167 xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam usaha melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, seorang peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga dapat membentuk generasi masa depan yang kreatif yang tercermin dari tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, dengan menguasai keterampilan berbicara seseorang akan mampu bersifat kritis karena orang tersebut memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, dan perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan, dengan menguasai kemampuan berbicara seseorang dapat menjadi sosok yang berbudaya karena mereka sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat berbicara. Kemampuan berdiskusi merupakan bagian dari kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara berbicara, maka dari itu faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan berdiskusi sama dengan kemampuan berbicara. Dalam suatu diskusi seseorang dituntut untuk aktif mengungkapkan pikirannya dalam bentuk pernyataan, pertanyaan, kritikan, dan sanggahan. Pernyataan yang merupakan suatu ujaran yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain dalam mengungkapkan sesuatu. Pertanyaan merupakan ujaran yang bersifat untuk mendapatkan informasi secara lebih dalam dari suatu hal. Kritikan merupakan ujaran yang bersifat mengungkapkan kesalahan-kesalahan dari suatu pernyataan atau ujaran lainnya. Sanggahan merupakan suatu ujaran yang sifatnya adalah menyalahkan suatu pernyataan atau ujaran yang diungkapkan oleh orang lain. Dalam mengungkapkan pikiran tersebut terdapat suatu aturan-aturan agar suatu diskusi dapat berjalan dengan baik dan semua peserta diskusi dapat menangkap suatu ujaran yang disampaikan. Kalimat yang xvi 1 dipergunakan harus efektif, teratur, dan jauh dari sifat ambigu. Informasi yang diungkapkan juga harus berdasarkan kebenaran, tidak berlebihan, dan sesuai dengan topik yang didiskusikan sehingga proses berjalannya diskusi akan efektif dan hasil akhirnya pun dapat dipertanggungjawabkan. Dari hal di atas, paling tidak ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berdiskusi, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi seharihari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidahkaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur. Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat keterampilan berdiskusi siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah menyimpang jauh dari misi sejenis. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language). xvii Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi, 2000:10). Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin keterampilan berdiskusi di kalangan siswa SMP akan terus berada pada aras yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berdiskusi. Kondisi semacam ini juga terjadi pada keterampilan berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta, yang belum mencapai target yang diharapkan dan jika dibandingkan dengan kelas lain paling rendah. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti. Indikator yang digunakan untuk mengukur pada saat observasi yang telah dilakukan di antaranya adalah porsi pembicaraan, kebenaran yang dikatakan, kesesuaian dengan hal yang didiskusikan, dan sikap peserta diskusi. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, peneliti menemukan sejumlah kekurangan. Hasil observasi awal ini menunjukkan sebagian besar siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat, (1) terlalu banyak menyampaikan latar belakang permasalahannya sehingga inti dari masalah yang ingin disampaikan tidak tampak, (2) tidak disertai alasan-alasan atau materi yang benar, jelas, dan logis; (3) tidak berhubungan dengan topik diskusi yang dibicarakan; (4) sering menguasai waktu pembicaraan dengan tidak mentaati kesempatan berbicara dan tidak melalui moderator. Rendahnya kualitas pelaksanaan kegiatan berdiskusi tersebut dikarenakan kurangnya pembimbingan berdiskusi yang dilakukan oleh guru. Guru kurang memberikan contoh-contoh kegiatan berdiskusi yang baik. Siswa kurang diberdayakan untuk lebih aktif dalam pembelajaran berdiskusi sehingga keaktifan siswa pun rendah. Penentuan tema yang akan didiskusikan dilakukan pada saat pembelajaran sehingga kurangnya persiapan dari siswa. Siswa kurang mengerti dan xviii mematuhi peraturan-peraturan dalam berdiskusi seperti tata cara dalam berpendapat, menyanggah pendapat, dan bertanya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap guru pengampu, ternyata dari guru juga belum begitu ahli tentang kegiatan berdiskusi, khususnya dalam menumbuhkan keaktifan siswa. Dalam konteks demikian, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran keterampilan berdiskusi yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa perlu dibiasakan untuk lebih aktif dalam pembelajaran, yaitu dalam proses tanya jawab. Kebiasaan siswa dalam menyampaikan pendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat dari teman akan dapat meningkatkan kepercayaan diri dari siswa. Untuk mewujudkan pembelajaran berdiskusi tersebut peneliti akan menerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi. Pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice akan membiasakan siswa berbicara sesuai dengan konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan berbicara khususnya berdiskusi pun akan menjadi pembelajaran yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa. Prinsip kerja sama Grice merupakan salah satu teori pragmatik yang mengatur tata cara berbicara yang menyesuaiakan konteks dan situasi pembicaraan sehingga proses berbicara akan berjalan lebih efektif. Menurut Levinson (dalam Henry Guntur Tarigan, 1987:33), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain dikemukakan oleh Wijana (1996:14) yang mengatakan bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. xix Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah sebenarnya. Melalui, pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Grice (1991:309) menyatakan bahwa percakapan akan mengarah pada penyamaan unsur-unsur pada transaksi kerjasama yang semula berbeda. Penyamaan tersebut dilakukan dengan jalan: (1) menyamakan jangka tujuan pendek, meskipun tujuan akhirnya berbeda atau bahkan bertentangan, (2) menyatukan sumbangan partisipasi sehingga penutur dan mitra tutur saling membutuhkan, dan (3) mengusahan agar penutur dan mitra tutur memunyai pengertian bahwa transaksi berlangsung dengan suatu pola tertentu yang cocok, kecuali bila bermaksud hendak mengakhiri kerjasama. Aturan-aturan tersebut terangkum dalam prinsip kerja sama yang sama meliputi, (1) kuantitas, (2) kualitas, (3) hubungan, (4) cara. Dalam kemampuan berdiskusi, prinsip kerja sama ini mengungkapkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain. H. Paul Grice, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan prinsip ini, beliau mengatakan bahwa, buatlah kontribusi yang diperlukan dalam percakapan anda, pada tahap dimana diperlukan, dengan tujuan yang dapat diterima atau arahan percakapan yang dimaksudkan. Prinsip kerja sama Grice tersebut apabila diterapkan dalam memecahkan masalah yang terjadi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) prinsip kuantitas mengatur porsi pembicaraan sesuai dengan kebutuhan; 2) prinsip kualitas mengkondisikan siswa untuk pengungkapan sesuatu dalam berdiskusi disertai dengan alasan yang benar, jelas, dan logis; 3) prinsip hubungan akan membiasakan siswa untuk mengungkapakan sesuatu dalam berdiskusi sesuai dengan tema; 4) prinsip cara akan mengatur agar penyampaian sesuatu dalam berdiskusi sesuai dengan tata tertib berdiskusi yang baik. xx Berdasarkan uraian di atas, mendorong peneliti untuk melakukan suatu penelitian tindakan kelas dengan topik “Peningkatan Kemampuan Berdiskusi dengan Menerapkan prinsip kerja sama Grice”. Di sini peneliti akan mencoba melakukan penelitian yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa di kelas yang menjadi objek penelitian. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana penerapan prinsip kerja sama Grice yang dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 dengan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis a. Penelitian ini memberikan gambaran tentang pendekatan kerja sama Grice yang diterapkan dalam pembelajaran berdiskusi. b. Sebagai bahan untuk menambah khasanah pustaka dan sebagai salah satu sumber bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui metode pembelajaran yang sesuai dengan objek penelitian yang dapat digunakan sebagai masukan salah satu metode pembelajaran bersdiskusi. xxi b. Bagi Siswa Sebagai pemicu siswa agar lebih tertarik dalam dalam berdiskusi sehingga juga akan meningkatkan kemampuan siswa dalam berdiskusi. c. Bagi Guru Sebagai bahan masukan dalam pembelajaran berdiskusi di sekolah sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran dapat menggunakan pendekatan ini. d. Bagi Pengambil Kebijakan Sebagai acuan dalam menentukan kebijakan dalam menyusun kurikulum agar menjadi lebih baik dan sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan siswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. xxii BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teoretik 1. Hakikat Berdiskusi a. Berdiskusi 1) Pengertian Diskusi Kata diskusi, “berasal dari kata latin, “discustio” atau “discusum” yang artinya sama dengan bertukar pikiran.” (Asul Wiyanto, 1992:104) Menurut Mansyur MPA, (1981:97) “diskusi adalah percakapan ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, memecahkan ide-ide dan pengujian pendapat yang dilakukan oleh orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari kebenaran.” Menurut Samidjo dan Sri Mardiani (1985:85) menyebutkan, “pengertian diskusi berasal dari kata “discuiti”, “discusum” yang berarti pertukaran pikiran”. Dari beberapa pendapat di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan diskusi itu adalah pembahasan tentang suatu masalah, dengan cara bertukar pikiran yang dilakukan secara bersama-sama, dalam mencari suatu kebenaran. 2) Maksud dan Tujuan Diskusi. Suatu diskusi kelompok belajar yang bebas dan teratur akan menumbuhkan kemampuan semua anggota kelompok untuk mengerti dan menerima gagasan dan teknik baru yang lebih baik. Perdy Karuru (2005: 793) menjelaskan suatu kelompok tersebut tersusun dari berbagai keterampilan siswa, jenis kelamin dan suku. Perbedaan tersebut bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan pendapat dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Beberapa siswa mungkin belum xxiii 8 mampu memahami cara menghargai gagasan orang lain. Hal ini terlihat sewaktu mereka bekerja dalam kelompok. Adapun maksud diskusi menurut Samidjo & Sri Mardiani (1985:85) dalam garis besarnya, sebagai berikut : a) Memudahkan penerimaan (learning) bahan pelajaran baik dari hasil kuliah maupun rangkuman buku dan meningkatkan kemampuan berpikir serta memecahkan problem. b) Memungkinkan tiap anggota kelompok belajar yang memiliki pengalaman masing-masing, dapat menyumbangkan dan mengutarakan pengetahuan dan pengalamannya dalam forum diskusi, sehingga bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan para anggota kelompok Adapun tujuan dari diskusi tersebut, sebagai berikut : a) Tiap anggota dapat melaksanakan tukar menukar informasi yang menyangkut pengetahuan dan pengalaman belajar, sehingga dapat menciptakan implikasibaru dalam kelompok. b) Setiap anggota kelompok dapat memetik keuntungan dari hasil diskusi kelompok yang tidak mungkin didapat dari membaca buku atau hasil mendengarkan kuliah. Dalam diskusi tersebut tiap anggota banyak belajar dari anggota lainnya, umpamanya soal teknik berpikir, cara konsentrasi belajar dan lain-lain. c) Suatu ide atau gagasan yang baik dan positif yang hanya dimiliki oleh seseorang dapat diutarakan dalam kelompok belajar (diskusi), sehingga gagasan yang baik itu dapat dimiliki oleh kelompok (Samidjo & Sri Mardiani, 1985:85). Menurut Ny. N.K. Roestiyah (1991: 6-7) - Dengan diskusi siswa didorong menggunakan pengetahuan dan pengalamannya untuk memecahkan masalah, tanpa selalu tergantung pada pendapat orang lain. Mungkin ada perbedaan segi pandangan, sehingga memberikan jawaban yang berbeda. Hal itu tidak menjadi soal, asal pendapat itu logis dan mendekati kebenaran. Jadi siswa dilatih berpikir dan memcahkan masalah sendiri. - Siswa mampu menyatakan pendapatnya secara lisan, karena hal itu perlu untuk melatih kehidupan yang demokratis. Dengan xxiv demikian, siswa melatih diri untuk menyatakan pendapat secara lisan tentang sesuatu hal. - Diskusi memberikan kemungkinan kepada siswa untuk belajar berpartisipasi dalam pembicaraan untuk memcahkan suatu masalah bersama. Menurut Heinz Kock (1992:109), “tujuan diskusi adalah siswa harus belajar untuk mengembangkan anggapan atau pendapatnya sendiri.” 3) Faedah Berdisikusi Faedah diskusi kelompok adalah untuk membentuk seorang siswa yang demokratis, kiranya perlu melaksanakan prinsif kerja sama (cooperation) atau group work, karena menurut para ahli psikologi pendidikan, prinsif kerja sama (cooperation) itu lebih besar manfaatnya dari pada sistem persaingan (competition). Agar semua siswa dapat mengambil manfaat dari aktivitas kerja kelompok yang kooperatif, mereka hendaknya diberi kesempatan untuk mengembangkan berbagai keterampilan. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yakni prestasi akademik, penerimaan akan penghargaan dan pengembangan ketrampilan sosial. Belajar kooperatif saling menguntungkan bagi siswa yang berprestasi rendah dan siswa yang berprestasi tinggi. Siswa yang berkemampuan lebih tinggi dapat menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan rendah. Dalam proses ini siswa berkemampuan lebih tinggi secara akademik mendapat keuntungan, karena pemikiran yang lebih mendalam. Belajar kooperatif juga menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung pada tugas-tugas rutin. Belajar kooperatif mengajarkan pada siswa ketrampilan-ketrampilan kerjasama dan kolaborasi. Ini adalah ketrampilan-ketrampilan yang penting dipunyai dalam suatu masyarakat. (Johan Yunus, 2005: 4). Adapun faedah dan keuntungan yang dapat dirasakan dari berdiskusi dan kerja sama menurut Abu Ahmadi (1993:72), sebagai berikut : a) Siswa mendapat motivasi belajar yang lebih besar karena rasa tanggung jawab bersama. b) Dalam kelompok belajar lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangan. c) Dalam kelompok belajar lebih banyak yang turut memikirkannya. xxv d) Implikasi, keputusan keompok lebih dapat diterima oleh semua anggota kelompok belajar, karena merupakan hasil pemikiran bersama e) Keuntungan diskusi kelompok tersebut akan memberikan kepada semua anggota kelompok untuk berbuat konstruktif, berpikir kreatif terhadap pokok masalahnya yang sedang dibicarakan, dan menyumbangkan pengalamannya dan pengetahuannya untuk kepentingan bersama. 4) Jenis – jenis Diskusi. Jenis-jenis diskusi menurut Sardiman (2001:152) sebagai berikut : a) b) c) d) e) f) g) h) diskusi kuliah diskusi kelas diskusi kelompok kecil simposium loka karya seminar diskusi panel sumbang saran (branstorming) Jenis-jenis diskusi menurut Asul Wiyanto (1992:136), sebagai berikut : a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) whole group diskusi berkelompok – kelompok diskusi panel seminar simposium kolokium loka karya konferensi fish bowl debat. Dari jenis-jenis diskusi tersebut, yang biasa digunakan antar siswa di dalam lokal adalah diskusi kelompok kecil. Jadi, yang dimaksud dengan diskusi kelompok kecil adalah suatu diskusi yang dilakukan dengan membagi para siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil, yang terdiri dari 3 – 7 orang. Pelaksanaannya adalah, guru membagi atau memberikan permasalahan kepada setiap kelompok. Kemudian, setiap kelompok membahas permasalah tersebut, yang tertuang dalam bentuk paper atau makalah. Diskusi kecil ini, xxvi dapat diikuti dengan diskusi panel, jika wakil-wakil kelompok kecil tersebut menjadi pembicara. b. Teknik-teknik Berdiskusi Diskusi yang dilaksanakan di dalam lokal pada saat proses pembelajaran berlangsung, biasanya dipimpin oleh seorang guru atau salah seorang dari siswa. Akan tetapi tidak semua guru atau siswa mampu membimbing atau memimpin diskusi secara baik, tanpa mengalami latihan. Begitu juga, tidak semua siswa mampu berdiskusi dengan baik, tanpa adanya latihan dan persiapan yang matang terlebih dahulu. Agar diskusi dapat berjalan dengan lancar, paling tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, maka dalam pembahsan selanjutnya akan diketengahkan tentang teknik-teknik berdiskusi, namun sebelum membicarakan tentang hal itu, ada baiknya peneliti ketengahkan beberapa prosedur dan prinsip pokok metode diskusi terlebih dahulu. Secara umum menurut Thomas F Statom (1978:111) prosedur dan prinsip pokok metode diskusi tersebut, sebagai berikut : 1) Bacakanlah subyek (materi) yang akan didiskusikan itu Pertama-tama bacakanlah subyek yang akan didiskusikan itu seluruhnya sesuai dengan keadaan dan waktu yang tersedia. Tambahkanlah dalam bacaan ini dengan mendiskusikan topiknya kepada para peserta. Khusus bagi siswa, biasanya hal seperti ini dilakukan dengan memberikan tema/topik diskusi oleh guru terlebih dahulu, kemudian mereka membuat paper / makalah, untuk kemudian didiskusikan. 2) Pisahkanlah murid-murid (siswa) anda kedalam kelompok yang sama. Bagilah kelompok tersebut ke dalam ke lompok yang sama kekuatannya sedapat mungkin. Salah satu criteria sukses tidaknya suati diskusi adalah sejauhmana setiap anggota/peserta berpartisipasi. Seorang guru tidak akan mendapat kelancaran siswanya dalam berdiskusi jika dalam kelompok tersebut tidak ada pembagian kelompok yang seimbang. xxvii Untuk menjamin agar diskusi tetap berjalan lancer, maka sebaiknya harus diperhatikan perbedaan-perbedaan siswa, seperti : perbedaan tingkatan, kepintaran, dan sebagainya. Sehingga dalam diskusi, tidak dimonopoli oleh mereka (kelompok) yang pintar saja, melainkan oleh seluruh siswa (kelompok) tersebut. 3) Rumuskan tujuan diskusi itu Sebelum diskusi dimulai, sebaiknya dirumuskan tujuan diskusi terlebih dahulu, sehingga para peserta / pendiskusi menjadi jelas kemana arah dan maksud dari suatu pembicaraan. 4) Sebutkan satu persatu dengan jelas hasil-hasil belajar yang hendak dicapai. Buatlah daftar jawaban terhadap semua pertanyaan-pertanyaan ini, “Apakah yang harus diketahui oleh siswa, agar sanggup mengerjakan hal-hal yang telah disebutkan satu persatu dalam tujuan diskusi ? Yang mana hal-hal ini yang harus diajarkan kepada mereka pada saat diskusi berlangsung. 5) Rumuskan subyek yang dianggap tepat dari diskusi ini. Dalam hal ini, para peserta diskusi diberikan tema atau topik dari diskusi, masing-masing tema atau topik yang diberikan tersebut, telah dirumuskan dengan sebaik mungkin, sehingga mampu menjawab tujuan dari suatu diskusi yang telah dirumuskan sebelumya. 6) Berikan penjelasan-penjelasan yang cocok sebelumnya. Sebelum diskusi dimulai, hendaknya terlebih dahulu diberikan penjelasan kepada masing-masing peserta, agar mereka dapat mempelajari dan memikirkan materi yang akan dibahas nantinya, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dengan semaksimal mungkin. 7) Siapkan sebuah agenda xxviii Agenda adalah nama khusus bagi lesson plan yang biasanya digunakan dalam hubungannya dalam diskusi keompok. Lesson plan ini terdir dari standar lesson plan ditambah dengan outline dari subyek/materi yang akan dibicarakan dan sebuah petunjuk mengenai sub point-point yang harus dibicarakan untuk mencapai hasil-hasil belajar yang diinginkan. Ia juga harus diperkuat dengan sejumlah pertanyaan yang mendorong pikiran, atau sub problem-problem yang diberikan pada permulaan diskusi dan sewaktu-waktu nantinya bisa ditanyakan, untuk mengingatkan kepada para peserta bila terjadi penyimpangan dalam pembahasan, juga dapat mengalihkan perhatian mereka kepada permasalahan/problem baru, jika permasalahan/ problem yang dibahas mulai membosankan untuk didiskusikan. 8) Persiapkan sebuah lesson plan dari agenda anda Seorang pimpinan diskusi yang berpengalaman berkata, bahwa sukses tidaknya suatu periode diskusi telah ditentukan sebelmnya oleh pengajar ketika ia memasuki ruangan diskusi dengan sejumlah kualitas persiapan yang telah disediakan sebelumnya. Kelimat tersebut memang ada benarnya, tetapi diskusi yang direncanakan dengan baik dapat dirusak oleh salah satu atau sejumlah factor lain, tetapi yang dipentingkan adalah pentingnya cara mengajar memasuki periode diskusi dengan membawa lesson plan yang sempurna. 9) Bereskanlah tempat untuk diskusi. Susunan perabot dalam ruangan dapat memberikan pengaruh bagi suksesnya periode diskusi. Susunan yang diharapkan adalah agar para peserta duduk saling memandang, membentuk suatu lingkaran. Dan usahakan para peserta duduk dalam suatu lingkaran yang kosong tanpa ada meja di tengah. Mungkin diskusi itu dapat lebih memuaskan, apabila para peserta duduk saling berdekatan seperti ketika mengikuti kuliah. Disamping itu pula, selain pentingnya para peserta bisa berhadaphadapan, juga persyaratan untuk sebuah ruang diskusi, tidak berbeda xxix dengan ruangan kelas/lokal, yaitu sebuah papan tulis, cahaya ventilasi, kursi-kursi yang menyenangkan dan sebagainya. c. Kemampuan Berdiskusi Untuk melihat apakah seseorang itu mampu atau tidak dalam berdiskusi, maka ada beberapa kemampuan yang harus dimiliki menurut Materka (1991:60) antara lain : 1) Kemampuan memberikan tanggapan Adapun yang dimaksud dengan kemampuan memberikan tanggapan disini adalah : kemampuan memberikan pertanyaan, kemampuan memberikan jawaban, dan kemampuan memberikan pendapat atau saran. Kemudian, untuk melihat apakah seseorang itu mampu atau tidak dalam memberikan tanggapan, maka diukur melalui beberapa indikator, seperti yang dikemukakan oleh Materka, “mudah dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai dengan pembahasan), mengguankan bahasa yang jelas, (baik dan benar) .” Di samping itu pula, tanggapan tersebut harus memunyai ‘nilai ilmiah”. Adapun kemampuan memberikan tanggapan sebagai berikut. a) Kemampuan memberikan pertanyaan, yaitu sebagai berikut. (1) Pertanyaan mudah dimengerti Setiap pertanyaan yang disampaikan mudah untuk dipahami atau dimengerti, sehingga peserta diskusi mudah pula untuk mencernanya, serta tidak perlu mengulang-ulang pertayaan tersebut. (2) Pertayaan merangsang / menarik Setiap pertayaan yang disampaikan dapat menggugah semangat para peserta untuk mengomentari pertayaan tersebut. (3) Pertayaan relevan (sesuai dengan pembahasan) Pertanyaan uang disampaikan tersebut tidak keluar atau menyimpang dari pokok pembahasan, dan berfokus dari konteks permasalahan yang dibahas. xxx (4) Pertayaan menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar). Pertayaan harus menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, tidak menggunakan bahasa daerah, apalagi bahasa yang tidak dimengerti oleh para peserta diskusi. (5) Pertayaan bernilai ilmiah Pertanyaan yang disampiakan tersebut ada rujukan atau sumber pengambilannya, sehingga ada kejelasan argumentasi yang disampaikan. b) Kemampuan memberikan jawaban, yakni : (1) Jawaban medah dimengerti Setiap memberikan jawaban mudah untuk disimak, sehingga seluruh peserta mudah pula untuk mencernanya, serta tidak perlu mengulang isi pertayaan tersebut. (2) Jawaban merangsang / menarik Setiap jawaban yang disampaikan mendapat perhatian secara serius oleh para peserta, di samping dapat menggugah semangat para peserta untuk meminta informasi lebih lanjut. (3) Jawaban relevan (sesuai dengan pembahasan ) Setiap jawaban yang diberikan sesuai dengan pertayaan yang disampaikan, sertab tidak lepas dari sasaran yang dikehendaki. (4) Jawaban menggunakan bahasa yang jelas( baik dan benar) Setiap jawaban yang diberikan / disampaikan, hendaknya mengguankan bahasa Indonesia dan tidak menggunakan daerah, apalagi menggunakan bahasa daerah, apalagi menggunakan bahasa yang tidak dimengerti oleh para peserta diskusi. (5) Jawaban bernilai ilmiah Setiap jawaban yang disampaikan harus berdasarkan faktafakta yang jelas, seperti buku, kitab, majalah, surat kabar, dan sebagainya. c) Kemampuan memberikan pendapat atau saran xxxi (1) Pendapat atau saran mudah dimengerti Setiap memberikan pendapat atau saran, mudah untuk dipahami dan dimengerti, sehingga disamping mudah untuk dicerna, mudah pula untuk ditanggapi. (2) Pendapat atau saran merangsang / menarik Setiap pendapat atau saran yang disampaikan dapat membuat peserta betul-betul memperhatikan apa yang disampaikan tersebut, ditambah gaya dan bahasa yang memukau. (3) Pendapat atau saran relevan (sesuai dengan pembahasan ) Setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus sesuai dengan pembahasan atau permasalahan yang sedang dibahas, tidak melincing dari sasaran yang dikehendaki. (4) Pendapat atau saran menggunakan bahasa yang jelas (baik dan benar) Setiap pendapat atau saran yang disampaikan harus menggunkan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan tidak menggunakan bahasa lain yang tidak dimengerti oleh peserta. (5). Pendapat atau saran bernilai ilmiah Artinya setiap pendapat atau saran yang disampaikan tidak asalasalan saja, melainkan berdasarkan konsep-konsep yang telah diambil dari beberapa literatur atau pendapat para ahli. 2) Kemampuan beraktivitas Adapun yang dimaksud dengan kemampuan beraktivitas di sini adalah aktivitas memberikan pertanyaan, aktivitas memberikan jawaban, dan aktivitas memberikan pendapat atau saran. Adapun yang termasuk dalam kemampuan beraktivitas sebagai berikut: a) Aktivitas memberikan pertanyaan Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam memberikan pertayaan pada saat proses diskusi berlangsung. xxxii Keaktifannya dalam memberikan pertayaan, akan memberikan pengaruh terhadap suasana diskusi tersebut. b) Aktivitas memberikan jawaban Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam memberikan jawaban pada saat proses diskusi berlangsung. Hal ini, bisa terlihat manakala posisinya sebagai pemakalah/ penyaji. c) Aktivitas memberikan pendapat atau saran Aktivitas seorang siswa dalam hal sering atau tidak dalam memberikan pendapat atau saran pada saat proses diskusi berlansung. Keaktifannya dalam memberikan saran tersebut, dikarenakan ia memilki pengetahuan tentang sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan. d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berdiskusi Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berdiskusi. Faktor-faktor tersebut sebagai berikut. 1) Faktor Intern a) Minat dan motivasi Kecenderungan seseorang untuk beraktivitas tidak terlepas dari tiga hal, yaitu : motif, minat dan motivasi. Ketiga unsur tersebut saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kalau saja ketiga unsur tersebut tidak ada, maka suatu aktivitas tidak akan berjalan. Drs. Ngalim Purwanto (1984: 71) dalam bukunya, Psikologi pendidikan, menyebutkan, “bahwa motif menunjukkan suatu dorongan dari dalam diri yang menyababkan seseorang itu mau bertindak melakukan sesuatu.” Motif-motif objektif menyatakan diri dalam kecenderungan umum untuk menyelidiki (to explore) dan mempergunakan (to manipulate) lingkungan. Dalam kenyataan sehari-hari, motif mempergunakan lingkungan dan motif menyelidiki sering terjadi sesuatu. Dari eksplorasi dan manipulasi yang dilakukan, timbullah xxxiii minat terhadp sesuatu. Dari pengalaman itu berkembang ke arah berminat atau lahirlah motivasi. Motivasi adalah, “pendorong, suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya untuk bertindak malakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.” (Sardiman, 2001:39) Seseorang akan berhasil dalam melakukan sesuatu, manakala pada dirinya ada keinginan untuk melakukannya. Inilah keterkaitan antara motif, minat dan motivasi. Sebagai contoh,: “diskusi atau berdiskusi,”seseorang yang memunyai keinginan untuk berdiskusi, maka realisasinya ia banyak membaca buku-buku berkenaan dengan masalah yang akan didiskusikan itu, dan pada saat diskusi berlangsung, semakin tinggi pula aktivitasnya terhadap kegiatan diskusi tersebut, begitu juga sebaliknya. b) Kondisi mental Kondisi mental merupakan faktor yang sangat vital sekali dalam kegiatan diskusi ini, sebab, meskipun seseorang itu memunyai pengetahuan yang banyak, minat dan motivasi yang tinggi untuk berdiskusi, serta berbagai hal lain yang mendukungnya, namun apabila mentalnya lemah, ia tidak akan mampu berbicara dalam forum diskusi tersebut.salah satu hal yang menyebabkan seseorang tidak berani berbicara dihadapan orang lain, adalah karena ia merasa tidak percaya pada diri sendiri. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat (1975:55), dalam bukunya, “Problematika Remaja di Indonesia”. Dalam buku tersebut, beliau mengemukakan tentang, “masalah pertumbuhan pribadi sosial remaja,” yakni : Bahwa 41,76 % awal remaja mereka tidak berani berbicara dihadapan orang lain, karena tidak percaya pada diri sendir, dan 33,92 % pada akhirnya remaja yang menyatakan tidak berani berbicara di hadapan orang lain, karena tidak percaya pada diri sendiri tersebut. Salah satu penyebab mengapa seseorang itu merasa tidak percaya pada diri sendiri adalah disebabkan oleh faktor sikap yang xxxiv disertai emosi yang berlebihlebihan, yang disebut, “kompleka”. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sarlito W.S. (1976:55) dalam bukunya, “Pengantar Umum Psikologi”, disebutkan : Bahwa sikap disertai emosi yang berlebih-lebihan disebut kompleks, misalnya kompleks rendah diri, yaitu sikap negatif terhadap diri sendiri yang disertai perasan malu, takut, tidak berdaya, segan bertemu orang lain dan sebagainya. c) Pengetahuan yang dimiliki. Dalam forum diskusi, sebaiknya sebelum tampil, harus mempelajari materi yang akan didiskusikan itu sebelumnya, agar dapat mengusai, minimal pengetahuan terhadap permasalahan yang terdapat dalam materi tersebut. Penguasaan terhadap materi diskusi, sangat menentukan terhadap kelancaran jalannya diskusi. Drs. Syaiful Bahri Jamarah, dalam bukunya, “Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru,” menyebutkan: Dalam teori komunikasi, bahan/massage adalah salah satu komponen yang menentukan proses komunikasi antara komunikator dan komunikan. Umpan balik/feed back dari komunikan berlangsung bila ada bahan sebagai mediumnya. Dengan demikian, semakin banyak pengetahuan seseorang, maka semakin kelihatan pula kompetensinya dalam forum diskusi tersebut. Sehingga tidak berlebihan kalau dikatakan, “The Knowledge is Power” d) Kesehatan Dalam kehidupan sehari-hari, kesehatan selalu didambakan oleh setiap orang. Seseorang tidak akan mampu beraktivitas dengan baik, tanpa didukung oleh kesehatan. Seseorang tidak akan mampu belajar dengan baik, tanpa didukung oleh kesehatan pula. Abu Ahmadi (1993:76), mengemukakan : Kesehatan adalah faktor penting dalam belajar atau siswa yang tidak sehat badannya tentu tidak dapat belajar dengan baik. Konsentrasinya terganggu, dan pelajaran sukar masuk. Begitu juga dengan anak yang badannya lemah, sering pusing dan sebagainya tidak akan tahan lama dan lekas capai, dalam xxxv keadaan seperti ini apabila kita memaksa anak untuk belajar giat, kita akan bersalah sebab bagaimanapun juga anak tetap tidak dapat belajar dengan baik. Dengan demikian, aplikasi dan realisasinya dalam kegiatan diskusi, maka seseorang yang terganggu kesehatannya tidak mustahil akan teranggu pula terhadap kemampuannya dalam berdiskusi. 2) Faktor Ekstern : a) Guru. Sebenarnya, keterampilan seseorang guru dalam membimbing kegiatan diskusi sangat besar pengaruhnya terhadap aktivitas siswa untuk berdiskusi. Hal tersebut mempengaruhi agar keterampilan tersebut selaras dengan maksud dan tujuan diskusi, maka tidak salahnya kalau penulis mengetengahkan beberapa keterampilan tersebut, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman (2005: 94-95), yaitu sebagai berikut: (1) Memusatkan perhatian siswa pada tujuan dan topik diskusi. Dalam kegiatan diskusi, pemusatan perhatian ini sangat besar artinya terhadap aktivitas siswa dalam berdiskusi. Dengan adanya pemusatan perhatian ini pula, siswa merasa tertarik hatinya untuk turut serta mengaktifkan diri dalam kegiatan diskusi tersebut. Dalam pemusatan perhatian ini pula, perlu kiranya merumuskan tujuan dan topik dari setiap materi diskusi. Topik yang dirumuskan itu dibuat sebaik mungkin, supaya siswa merasa tertarik untuk berdiskusi. Disamping itu, perlu juga merumuskan maslah-masalah khusus dari setiap topik atau tema diskusi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah memotivasi mereka untuk aktif berdiskusi dengan cara memberikan nilai atau bonus bagi mereka yang aktif tersebut. (2) Memperluas masalah atau urunan pendapat. xxxvi Selama diskusi berlangsung sering terjadi penyampaian ide yang kurang jelas, sehingga sukar dimengerti / dipahami oleh peserta diskusi, yang akhirnya dapat menimbulkan kesalahpahaman, sehingga keadaan menjadi tegang. Dalam keadaan demikian, maka tugas seorang gurulah yang akan memperjelasnya. (3) Menganalisis pandangan siswa. Dalam diskusi sering terjadi perbedaan pendapat, perbedaan tersebut bisa disebabkan oleh perbedaan pengetahuan, serta perbedaan pengalaman yang mereka miliki. Karena itulah seorang guru mampu menganalisis perbedaan tersebut, mana diantara perbedaan itu yang memunyai dasar yang kuat, mana yang disepakati, dan mana yang tidak disepakati. (4) Meningkatkan urunan siswa. Beberapa cara untuk meningkatkan urunan pikir siswa antara lain : (a) mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menentang siswa, untuk berpikir, (b) memberikan contoh-contoh verbal atau nonverbal yang sesuai dan tepat, (c) memberikan waktu untuk berpikir, (d) memberikan dukungan terhadap urunan pendapat siswa dengan penuh perhatian. (5) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi. Penyebaran kesempatan berpartisipasi dapat dilakukan dengan cara : (a) mencoba memancing urunan siswa yang enggan berpartisipasi dengan mengarahkan pertanyaan langsung secara bijaksana, (b) mencegah terjadinya pembicaraaan serentak dengan memberi giliran kepada siswa yang pendiam terlebih dahulu, xxxvii (c) mendorong siswa untuk mengomentari urunan temannya hingga interaksi antar siswa dapat ditingkatkan, (d) mencegah secara bijaksanan siswa yang suka memonopoli pembicaraan. (6) Menutup diskusi. Keterampilan akhir yang harus dikuasai oleh pengajar (guru) adalah menutup diskusi. Hal ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut : (a) membuat rangkuman hasil diskusi dengan bantuan siswa. Ini lebih efektif dari pada bila rangkumannya dibuat sendiri oleh guru, (b) memberi gambaran tentang tindak lanjut hasil diskusi atau tentang topik diskusi yang akan datang. (c) mengajak siswa untuk menilai proses maupun hasil diskusi yang telah dicapai. Demikianlah, beberapa komponen keterampilan dalam membimbing jalannya diskusi. Hal ini perlu kiranya mendapat perhatian kepada yang bersangkutan, agar proses diskusi yang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. b) Moderator. Disamping beberapa teknik sebagai seorang moderator atau pimpinan diskusi yang telah penulis paparkan pada pembahasan terdahulu, maka pada bagian ini, akan penulis paparkan pula tentang peranan seorang moderator/pimpinan diskusi, demi lancarnya proses diskusi yang dilaksanakan. Adapun peranan tersebut menurut Surakhmad (1998:84), antara lain : (1) sebagai pengatur jalannya lalu lintas, (2) sebagai dinding penangkis, dan (3) sebagai menunjuk jalan. xxxviii Disamping itu, mengingat betapa beratnya tugas seorang pimpinan diskusi/moderator, maka ia harus memiliki beberapa persyaratan, yaitu, “(1) lebih memahami masalah yang akan dibicarakan, (2) berwibawa dan disenangi oleh teman temannya, (3) lancar berbicara, dan (4) dapat bertindak tegas, adil dan demokratis.” c) Materi diskusi Setiap manusia memunyai bakat dan karakter yang berbedabeda. Karena itulah, berbeda pula dalam hal kesenangan atau kegemaran.seperti halnya pelajaran atau mata perkuliahan, ada yang senang mempelajari filsafat, tetapi kurang senang mempelajari psikologi, ada yang senang mempelajari psikologi, tetapi kurang senang mempelajari filsafat, dan sebagainya. Sehingga korelasi dan implikasinya terhadap mata kuliah yang memang mata kuliah kegemaran mereka saja. Apabila materi tersebut didiskusikan, mereka kelihatan selalu aktif memberikan komentar, namun sebaliknya, apabila mata pelajaran yang bukan kegemaran mereka, mereka kelihatan seakan pasif dalam kegiatan diskusi tersebut. Hal ini, disebabkan kurangnya pengetahuan mereka terhadap mata kuliah yang di diskusikan itu. Namun demikian, walaupun mereka kurang senang terhadap materi tersebut, tetapi kamampuan guru merumuskan topik atau tema yang cukup aktual, barangkali dapat membuat mereka tertarik terhadap diskusi tersebut. d) Lingkungan Dalam kegiatan diskusi, faktor lingkunagan cukup berpengaruh terhadap kegiatan tersebut. Lingkungan yang baik dan suasananya agak santai, akan memberikan kenyamanan serta kegairahan bagi para peserta untuk berdiskusi. Menurut Pat Roessle Materka (1991:58) dalam bukunya, “Loka Karya & Seminar,” mengatakan,”bahwa yang membuat diskusi itu menarik adalah xxxix suasananya santai dan tidak mencekam (nonthreatening). Tak seorang pun yang takut mengeluarkan pendapat takut kedengarannya bodoh.” 2. Hakikat Prinsip Kerja Sama Grice Dalam ilmu sosial secara umum dan linguistik secara khusus, prinsip kerja sama mengungkapkan bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan berdasarkan implikatur-implikatur percakapan yang ada. Menurut Nunn (2003: 1) untuk dapat memunculkan implikatur percakapan tertentu, lawan tutur harus mengetahui hal-hal berikut: (1) makna konvensional kata-kata yang digunakan, bersama dengan identitas dari setiap referensi yang mungkin berhubungan, (2) prinsip kerja sama dan maksim-maksimnya, (3) konteks linguistik dari ucapan tersebut (4) latar belakang pengetahuan, dan (5) semua fakta yang relevan. H. Paul Grice, adalah orang yang pertama kali memperkenalkan prinsip ini, beliau mengatakan bahwa, buatlah kontribusi yang diperlukan dalam percakapan anda, pada tahap dimana diperlukan, dengan tujuan yang dapat diterima atau arahan percakapan yang dimaksudkan. Sesuai dengan pengungkapan Grice di atas, dalam sebuah percakapan, seorang komunikator harus dapat mentransfer informasi dari dirinya kepada komunikan. Untuk mentransfer informasi tersebut komunikator harus dapat memberikan kontribusi yang sesuai dengan informasi tersebut sehingga informasi dapat diterima dengan baik oleh komunikan. Menurut Grice (dalam Leech, 1993:12) bahwa usahakan sumbangan informasi Anda sebatas yang diperlukan oleh mitra tutur Anda. Sumbangan informasi tersebut harus sesuai dengan konteks tempat terjadinya percakapan, tujuan percakapan, dan giliran percakapan yang terjadi. Grice memperkenalkan ada empat maksim (pembahasa) dalam prinsip kerja sama. Dari empat maksim tersebut 3 maksim mengacu pada isi dari ucapan, dan satu maksim dari bentuk ucapan. Keempat maksim tersebut adalah Quality, Quantity, Relation, dan terakhir adalah Manner. Jika digambarkan dalam sebuah bagan maka akan seperti di bawah ini: Keempat macam maksim tuturan Grice tersebut adalah sebagai berikut. xl Gambar 1. Bagan Prinsip Kerja Sama Grice a. Quality – Kualitas Mutu dalam kerja sama berarti harus memperhatikan ketiga hal dibawah ini: 1) Mengatakan hal yang benar. 2) Tidak mengatakan yang yang tidak benar atau memiliki kemungkinan tidak benar. 3) Tidak mengatakan yang tidak beralasan. b. Quantity – Kuantitas Jumlah dalam kerja sama berarti memperhatikan kedua hal di bawah ini: 1) Usahakan sumbangan informasi Anda sesuai dengan kebutuhan mitra tutur. 2) Usahakan sumbangan informasi Anda tidak melebihi kebutuhan mitra tutur. c. Relation – Hubungan Kalimat-kalimat yang diungkapkan bila memperhatikan prinsip ini adalah harus relevan dengan tujuan pembicaraan. Pembicaraan yang dilakukan harus tetap pada subjek pembicaraan, tidak terbawa kepada subjek-subjek yang lain, atau fokus pada topik pembicaraan. 1) Berbicaralah dengan jelas. Hindari ketidakjelasan pengungkapan. Hindari ambiguitas. 2) Berbicaralah dengan singkat dan tepat, serta teratur. xli d. Manner – Sikap/cara Beberapa sikap atau cara dalam prinsip kerja sama komunikasi adalah informasi yang diberikan tersebut mudah dimengerti, dalam arti: 1) hindari ketidakjelasan/keterbelit-belitan, 2) hindari ambiguitas (makna mendua), 3) harus singkat, dan 4) harus teratur atau sistematis. Keempat maksim dari Grice itulah yang mendasari prinsip kerja sama dalam komunikasi. Akan tetepi, perlu diperhatikan bahwa Maksim Grice ini bukanlah suatu kewajiban atau panduan dalam bertindak. Maksim-maksim tersebut hanya refleksi dari keseharian setiap orang dalam komunikasi. Jadi maksim-maksim tersebut hanya mendiskripsikan keseharian dalam komunikasi, bukan preskriptif (yang disarankan/diharuskan) dalam komunikasi. Namun demikian maksim-maksim tersebut adalah dasar dari setiap macam interaksi manusia. Bekerja sama dalam komunikasi tetap mengedepankan pemahaman terhadap arti yang sebenarnya yang diucapkan oleh pembicara. Dengan mengasumsikan kerja sama yang minimum, jangan pernah menyerah mengasumsikan kebenaran dari maksim-maksim tersebut, walaupun bentuk dan isi dari ucapan berbeda. Yang menjadi titik utama dalam maksim-maksim tersebut adalah maksim relation, yaitu sepanjang ucapan yang diutarakan masih relevan dengan konteks pembicaraan, kita harus memberikan intepretasi/pemahaman yang sesuai dengan konteks. Penggunaan maksim tutur di atas penting dalam sebuah percakapan agar tujuan penutur melakukan komunikasi atau percakapan dengan mitra tutur, yaitu untuk (1) menyampaikan informasi, (2) meminta informasi, (3) memerintah, (4) menolak, (5) mengekspresikan, (6) menyangkal, (7) meminta perhatian, (8) menyampaikan permintaan, (9) meminta penegasan, (10) menunjukkan rasa solidaritas, dan (11) mengucapkan terima kasih, dapat lebih efektif dan efisien, rasional, dan terjadi kerja sama. Untuk itu, penutur dan mitra tutur dituntut untuk berbicara dengan sungguh-sungguh, benar, cukup, relevan, dan jelas pada saat memberikan informasi. xlii e. Pelanggaran Maksim Dalam sebuah interaksi, pelanggaran maksim tutur sering tak terelakkan. Pelanggaran tersebut ada yang tidak sengaja dan ada yang disengaja. Grice (1975: 49) membedakan pelanggaran maksim tutur menjadi empat jenis, yaitu (1) violasi, (2) pengabaian, (3) perbenturan, dan (4) permainan. Violasi maksim tutur merupakan pelanggaran yang terjadi karena penutur tidak mampu menggunakan maksim tutur dengan benar. Pengabaian maksim tutur terjadi karena penutur enggan bekerja sama dengan mitra tutur. Perbenturan terjadi jika penutur berhadapan dengan pilihan penggunaan maksim tutur yang saling bertentangan, misalnya maksim kuantitas dengan maksim kesantuan. Permainan terjadi jika penutur sengaja melanggar maksim tutur dengan maksud agar tuturannya dipahami dengan lebih baik. Tiga jenis pelanggaran pertama disebut sebagai kegagalan dalam penggunaan maksim tutur (unintentional failure), sedangkan pelanggaran jenis keempat disebut pengintensifan (intention nonfulfilment). Realisasi prinsip kerja sama memiliki dua bentuk, yakni bentuk menaati maksim prinsip kerja sama dan bentuk melanggar maksim prinsip kerja sama. Realisasi prinsip kerja sama memiliki fungsi beragam sesuai konteks penggunaannya. Misalnya, realisasi prinsip kerja sama dalam berdiskusi memiliki fungsi yang berbeda dengan realisasi prinsip kerja sama dalam interaksi kelas atau interaksi keluarga. Hal ini senada dengan pendapat Leech (1993:12) bahwa maksim-maksim prinsip kerja sama (1) berlaku secara berbeda dalam konteks penggunaan yang berbeda, (2) berlaku dalam tindakan yang berbeda; tidak ada prinsip yang berlaku secara mutlak, atau tidak berlaku sama sekali, (3) dapat berlawanan satu dengan yang lain, dan (4) dapat dilanggar tanpa meniadakan jenis tindakan yang dikendalikannya 3. Hakikat Pembelajaran Berdiskusi Istilah “pembelajaran sama dengan “instruction” atau pengajaran. Pengajaran memunyai arti: cara (perbuatan) mangajar atau mengajarkan (Purwadarminta, 1976:22) dalam Gino, dkk (2000:32). Bila pengajaran diartikan xliii sebagai perbuatan mengajar “tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang diajar atau yang belajar yaitu siswa. Dengan demikian pengajaran sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa), mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, sedangkan mengajar merupakan kegiatan sekunder yang dimaksudkan untuk dapat terjadinya kegiatan belajar yang optimal. Pembelajaran, Menurut Usman (2000:4) “… proses pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu” Proses pembelajaran merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam pembelajaran yang satu sama lain saling berhubungan dalam sebuah rangkaian untuk mencapai tujuan. Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsurunsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi mancapai tujuan pembelajaran (Oemar Hamalik, 2003:57). Lebih lanjut Oemar mengungkapkan bahwa material meliputi buku-buku, papan tulis dan kapur, fotografi, slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perlengakapan terdiri dari ruangan kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur meliputi jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian, dan sebagainya. Hasibuan J.J. (1992:3) dalam Gino, dkk (2000:38) memberikan batasan mengajar adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar. Sistem lingkungan ini terdiri dari komponen-komponen yang saling mempengaruhi, yakni tujuan yang ingin dicapai, materi yang diajaran, guru dan siswa yang harus memainkan peranan serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan, serta sarana dan prasarana belajar mengajar. Berdiskusi termasuk dalam pembelajaran kooperatif. Ibrahim dkk, (2000: 69) mengemukakan bahwa unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif yaitu: (1) siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama; (2) siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam xliv kelompoknya memiliki tujuan yang sama; (3) siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya; (4) siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok; (5) siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya; (6) siswa akan diminta pertanggung jawaban secara individu materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Sejalan dengan hal tersebut, Anita Lie (2008: 12) juga menjelaskan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal, ada lima unsur pembelajaran gotong royong yang harus diterapkan, yaitu: (1) saling ketergantungan positif; (2) tanggung jawab perseorangan; (3) tatap muka; (4) komunikasi antar anggota; dan (5) evaluasi proses kelompok. Iskandarwassid dan Dadang Sunendar (2008:286-287) menjelaskan bahwa pembelajaran keterampilan berbicara memiliki beberapa tujuan, bergantung pada tingkatannya masing-masing. Untuk tingkat menengah tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2) berpasrtisipasi dalam percakapan; (3) menjelaskan identitas diri; (4) menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (5) melakukan wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan gagasan dalam diskusi atau pidato. Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah, khususnya tentang standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP/MTs secara eksplisit dinyatakan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imaginatif yang ada dalam dirinya baik secara lisan (berbicara) maupun tulisan (menulis). xlv 4. Implementasi Prinsip Kerja Sama Grice dalam Pembelajaran Berdiskusi Dalam berdiskusi terjadi suatu proses komunikasi antara dua pihak. Suatu komunikasi ada suatu proses menyampaikan informasi dari komunikator/pembicara ke komunikan/pendengar. Dalam proses ini terjadi suatu hubungan di antara komunikator dan komunikan. Hubungan inilah yang menunjukan adanya kerja sama antara komunikator dan komunikan. Kedua belah pihak dalam suatu komunikasi, harus ada keinginan untuk bekerja sama atau komunikasi tidak akan efektif (informasi tidak dapat disampaikan). Jadi komunikasi pada dasarnya adalah tindakan bekerja sama. Prinsip kerja sama Grice membahas tentang empat aspek yang penting dalam berinteraksi dengan orang lain maupun suatu kelompok. Keempat prinsip tersebut adalah kualitas (kebanaran), kuantitas (banyak atau sedikit), relevansi (hubungan), dan cara. Dalam pembelaran berdiskusi prinsip-prinsip tersebut dibutuhkan untuk memperbaiki kualitas proses. Mansyur (1981:97) berpendapat “diskusi adalah percakapan ilmiah yang berisikan pertukaran pendapat, memecahkan ide-ide dan pengujian pendapat yang dilakukan oleh orang yang tergabung dalam kelompok untuk mencari kebenaran.”. Dalam hal ini, proses berdiskusi pun juga memerlukan suatu kebenaran dalam hal materi, pengungkapan pendapat, jawaban pertanyaan, dan penarikan simpulan. Yusuf Djajadisastra (1992:79) mengungkapkan pendapatnya untuk lebih mengkondisikan hal itu yaitu dengan membagi kelompok kecil dan menyiapkan materi diskusi. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kualitas. Materka (1991:60) menambahkan bahwa dalam memberikan tanggapan dalam berdiskusi harus mudah dimengerti, merangsang/menarik, relevan (sesuai dengan pembahasan), menggunakan bahasa yang jelas, (baik dan benar).” Di samping itu pula, tanggapan tersebut harus memunyai ‘nilai ilmiah”. Pendapat tersebut dapat dianalogikan dengan prinsip kerja sama Grice yaitu prinsip relevansi. Beraktivitas dalam berdiskusi yang meliputi pengungkapan materi, berpendapat, dan memberikan tanggapan harus mudah dimengerti, yaitu suatu hal yang diungkapan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, tetapi sesuai kebutuhan. Hal tersebut sesuai dengan prinsip kuantitas. Selain itu prinsip relevansi xlvi juga diperlukan untuk mengefektifkan pembahasan suatu materi diskusi. Cara penyampaian sesuatu dalam kegiatan berdiskusi juga harus menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, hal ini sesuai dengan prinsip cara. Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa prinsip kerja sama Grice akan memperbaiki proses diskusi jika diterapkan dengan tepat. Prinsip kerja sama Grice juga dapat ditambahkan dalam evaluasi pembelajaran diskusi. Unsur-unsur tersebut berasal dari prinsip-prinsip yang ada. Evaluasi pembelaran diskusi pun juga dapat disusun berdasarkan prinsip kerja sama Grice. Unsur-unsur yang dapat diukur diantaranya. a. Penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (prinsip kualitas). b. Penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan secara efektif (prinsip kuantitas). c. Penyampaian sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas (prinsip hubungan). d. Dalam menyampaikan sesuatu dalam diskusi menggunakan etika yang benar (prinsip sikap). B. Penelitian yang Relevan Keterampilan berbicara sering menjadi sorotan dalam pembelajaran bahasa Indonesia karen keterampilan ini cukup sulit jika dibandingkan dengan yang lain. Penelitian ini merupakan salah satu dari bagian ketrampilan berbicara, yaitu keterampilan berdiskusi sehingga aspek-aspek yang menjadi objek kajiannya pun hampir sama. Secara lebih khusus, dalam keterampilan berdiskusi terdapat aspekaspek kerja sama yang mendukung jalannya berdiskusi dengan baik. Walaupun demikian, peneliti memakai beberapa penelitian yang relevan yang berhubungan dengan objek maupun subjek penelitian ini. Beberapa penelitian yang relevan tersebut sebagai berikut. 1. Skripsi yang berjudul “PENGGUNAAN MEDIA GAMBAR TOKOH IDOLA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS VII 6 SMP NEGERI 1 JUMAPOLO” yang dilakukan oleh Awin xlvii Susilowati tahun 2008 mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini mempunyai objek yang berbuhubungan dengan keterampilan berdiskusi yaitu keterampilan berbicara. Penelitian ini menggambarkan kurangnya keterampilan berbicara karena kurang adanya batasan yang jelas tentang topik pembicaraan. Ada perbedaan cara mengatasi yang dilakukan oleh Awin Susilowati dengan peneliti, peneliti menggunakan prinsip kuantitas dan relevansi yang terdapat pada prinsip kerja sama Grice, tetapi Awin Susilowati menggunakan media gambar tokoh. Jadi penelitian ini dijadikan penelitiaan yang relevan oleh peneliti. 2. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN PENDEKATAN PRAGMATIK PADA SISWA KELAS VI SD NEGERI SIKAMPUH 02 KECAMATAN KROYA KABUPATEN CILACAP TAHUN PELAJARAN 2009/2010” yang dilakukan oleh Paryono tahun 2010, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitiann ini dijadikan penelitian yang relevan bagi penulis karena objek penelitian yang sama yaitu tentang keterampilan berbicara. Selain itu tindakan yang dilakukannya pun juga dengan pendekatan pragmatik, hanya saja penelitian yang dilakukan peneliti lebih dikhususkan ke prinsip kerja sama. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan keberanian siswa untuk mengungkapkan gagasanya didepan siswa yang lain. Perolehan nilai yang dicapai oleh 24 siswa adalah 50% atau 12 orang siswa memperoleh nilai di atas 60, 25% atau 6 orang siswa memperoleh nilai sama dengan 60, sedangkan sisanya 25% atau 6 orang siswa memperoleh nilai di bawah 60. Pada Siklus II meningkat nilai rata-rata keterampilan berbicaranya menjadi 72, dan pada akhir pembelajaran siklus III menjadi 79. 3. Tesis yang berjudul “PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PENELITIAN TINDAKAN KELAS PADA SISWA KELAS VIII G SMP NEGERI 1 KARANGMALANG, SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2009/2010)” yang dilakukan oleh Tri Priyadi tahun 2010, mahasiswa Program xlviii Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Stategi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pembelajaran berbasis masalah yang membutuhkan kerja sama antar siswa. Hal ini juga dapat dilihat dari langkah-langkah yang ada, siswa disusruh untuk berkelompok dan mendiskusikan suatu masalah. Dengan kekompakan siswa dalam kelompok tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa dengan dibuktikan siswa yang mencapai batas tuntas 44% pada siklus I, 66% pada siklus II, dan 78% pada siklus III. Hal itu menunjukkan kenaikan pada setiap siklusnya dengan penguatan kerja sama anatar siswa. Berdasarkan hal tersebut peneliti menjadikan penelitian ini sebagai salah satu acuan dalam penelitian. C. Kerangka Berpikir Keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP, khususnya keterampilan berdiskusi, belum seperti yang diharapkan. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil pengamatan peneliti di SMP Negeri 10 Surakarta. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di SMP Negeri 10 Surakarta khususnya di kelas yang menjadi objek penelitian yaitu kelas VIII D, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kemampuan berdiskusi di kelas tersebut masih kurang mencapai target yang diharapkan. Indikator yang digunakan mengukur pada saat observasi yang telah dilakukan diantaranya adalah kebenaran yang dikatakan, kesesuaian dengan hal yang didiskusikan, kejelasan bicara, porsi pembicaraan, dan sikap. Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan berdiskusi yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Dari berbagai pendekatan pragmatik yang ada, peneliti akan mencoba memfokuskan dengan menggunakan pendekatan prinsip kerja sama yang dikemukakan oleh H. Paul Grice. Dari sinilah penulis akan mencoba untuk menerapkan suatu teori yang dikemukakan oleh H. Paul Grice, yaitu tentang Prinsip Kerja sama untuk mengatasi xlix permasalahan yang terjadi pada pembelajaran berdiskusi. Pelaksanaan pembelajaran tersebut meliputi observasi, analisis hasil, refleksi, dan perencanaan ulang berdasarkan refleksi yang dilakukan hingga pada akhirnya kemampuan berdiskusi siswa yang menjadi objek penelitian mengalami peningkatan. Untuk lebih memperjelas penjabaran tersebut, berikut ini akan peneliti gambarkan dalam sebuah bagan berikut. 1. 2. 3. 4. 5. 1 Kondisi pembelajaran diskusi pada saat observasi Penyampaian sesuatu dalam diskusi tidak sesuai porsi. Pendapat yang diutarakan kurang berdasarkan meteri. Penyampaian sesuatu kurang berhubungan dengan tema. Tata tertib berdiskusi masih kurang dipatuhi. Kemampuan berdiskusi siswa rendah. Observasi Pembelajaran Perencanaan Tindakan Refleksi Hasil Analisis 1. 2. 3. 4. 5. 2 Pembelajaran diskusi dengan penerepan prinsip kerja sama Grice Analisis Hasil Pembelajaran 3 Proses dan hasil pembelajaran berdiskusi meningkat. Penyampian sesuatu dalam diskusi sesuai porsi yang dibutuhkan. Pendapat diutarakan dengan argumen yang benar dan jelas. Penyampaian sesuatau berhubungan dengan tema. Tata tertib berdiskusi dipatuhi oleh setiap elemen. Nilai siswa meningkat. Gambar 2. Kerangka berpikir D. Hipotesis Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, dapat ditarik suatu hipotesis sebagai berikut. 1. Penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi siswa kelas SMP Negeri 10 Surakarta. l VIII D BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 10 Surakarta yang beralamat di Jalan Kartini 12 Surakarta, yaitu di daerah Mangkunegaran. Sekolah ini berdiri di bawah UPT Dinas Pendidikan Kota Surakarta. Terdapat beberapa alasan pemilihan sekolah tersebut pertama, peneliti memiliki hubungan baik dengan Dra. Sri Mulyani M.Pd. selaku salah satu guru bidang studi bahasa Indonesia kelas VIII di sekolah tersebut. Beliau merupakan guru pamong pada saat peneliti melakukan PPL di sekolah tersebut. Kedua, sekolah ini belum pernah menjadi tempat penelitian sejenis karena objek penelitian tergolong baru, sehingga terhindar dari penelitian ulang. Ketiga, kemampuan berbicara siswa kelas VIII khususnya berdiskusi masih rendah. Tindakan penelitian ini dilakukan di kelas VIII D. Hal tersebut dikarenakan menurut hasil survei awal peneliti dan guru mata pelajaran bahasa Indonesia, permasalahan pembelajaran berdiskusi yang paling besar terjadi di kelas VIII D. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan yaitu mulai bulan Desember 2009 sampai dengan Juni 2010. Waktu penelitian tersebut mulai dari observasi lapangan, penyusunan proposal, pengajuan proposal, proses penelitian, dan penyusunan laporan. Waktu yang direncanakan tersebut dapat mengalami perubahan tergantung lamanya penelitian yang dilakukan hingga tercapainya tujuan yang diharapkan. li Tabel 1. Rincian Kegiatan Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian No Kegiatan Des. 1. Penyusunan proposal 2. Penyusunan pedoman observasi, persiapan dan meyiapkan perangkat pembelajaran 2. Pelaksanaan observasi pratindakan dan analisis 3. Pelaksanaan Siklus I a. Perencanaan menyusun skenario menyiapkan media b. Pelaksanaan tindakan c. Observasi d. Analisis dan refleksi Pelaksanaan Siklus II a. Perencanaan menyusun skenario menyiapkan media b. Pelaksanaan tindakan c. Observasi d. Analisis dan refleksi Analisis data 4 5 37 Jan. Feb. Penyusunan laporan lii Bulan Mar. Apr. Mei Juni B. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah para siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 39 siswa. Adapun objek penelitian ini adalah pembelajaran keterampilan berdiskusi di kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta. C. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian tindakan kelas ini berfokus pada upaya untuk mengubah kondisi riil sekarang ke arah kondisi yang diharapkan (improvemen oriented). Dalam kajian ini, penelitian tindakan dilakukan untuk meningkatkan keterampilan berdiskusi siswa melalui penerapan prinsip kerja sama Grice. Peningkatan pada aspek proses yang berimbas juga pada peningkatan kemampuan berdiskusi siswa. Peningkatan kemampuan berdiskusi siswa diharapkan terjadi setalah dilakukan pembelajaran berdiskusi dengan menerapkan prinsip kerja sama Grice. Peningkatan tersebut dilihat dari hasil penilaian proses dan hasil evaluasi yang dilakukan siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan berbicara pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010 dengan menerapkan prinsip kerja sama Grice. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Strategi ini bertujuan untuk menggambarkan serta menjelaskan kenyataan di lapangan. Kenyataan yang dimaksud adalah proses pembelajaran berdiskusi di kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta sebelum dan sesudah diberi tindakan berupa penerapan prinsip kerja sama Grice. liii D. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam karya tulis ini meliputi: 1. Peristiwa Data yang dikumpulkan yaitu data tentang proses pembelajaran keterampilan berdiskusi kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta. 2. Informan Informan dalam penelitian ini adalah guru Bahasa Indonesia dan siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta yang berjumlah 39 siswa. 3. Dokumen Dokumen yang dijadikan sumber data berupa catatan ujaran pembicaraan guru dan murid dalam proses pembelajaran berbicara dalam bentuk catatan hasil observasi, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat guru dan peneliti, silabus yang ditentukan pihak sekolah, catatan hasil wawancara yang ditranskrip, dan foto kegiatan pembelajaran. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi Kegiatan ini dilakukan dengan cara melakukan pengamatan di kelas pada saat pembelajaran diskusi berlangsung, baik sebelum penerapan prinsip kerja sama maupun sudah. Dengan hal tersebut, peneliti akan dapat mengetahui perkembangan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa sejak sebelum pelaksanaan tindakan, saat pelaksanaan, dan sesudah pelaksanaan. Dalam observasi ini, peneliti tidak melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi peristiwa yang sedang berlangsung atau juga dapat dikatakan peneliti sebagai partisipasi pasif. Peneliti. Peneliti hanya bertindak sebagai partisipan yang mengamati jalannya pembelajaran di kelas yang dipimpin oleh guru. Peneliti mengambil posisi tempat duduk di bagian paling belakang, mengamati jalannya proses pembelajaran sambil mencatat segala sesuatu yang terjadi selama proses liv pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, peneliti dapat mengamati seluruh peristiwa yang terjadi di dalam kelas. Observasi terhadap siswa difokuskan pada kemampuan guru dalam mengelola kelas serta memancing keaktifan siswa dalam pembelajaran. Selanjutnya, observasi dilakukan terhadap siswa difokuskan pada keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran dan minat siswa terhadap pembelajaran yang sedang berlangsung terutama pembelajaran diskusi setelah penerapan prinsip kerja sama Grice. Hasil observasi peneliti diskusikan dengan guru yang bersangkutan kemudian dianalisis untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada dan mencari solusinya. Solusi dari hasil diskusi tersebut kemudian diterapkan dalam siklus. 2. Wawancara Mendalam (in dept interview) Wawancara bertujuan untuk memperoleh data dari informan tentang pelaksanaan pembelajaran berbicara khususnya berdiskusi yang dilakukan oleh guru mata pelajaran bahasa Indonesia di kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta. Wawancara dilakukan untuk menggali informasi guna memperoleh data yang berkenaan dengan aspek permasalahan pembelajaran berbicara, penentuan tindakan, dan respon yang timbul sebagai akibat dari tindakan yang dilakukan. Wawancara dilakukan kepada guru bahasa Indonesia kelas VIII D dan siswa kelas VIII D. F. Teknik Validitas Data Dalam penelitian ini peneliti melakukan uji validitas data dengan menggunakan teknik trianggulasi. Teknik trianggulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah trianggulasi metode dan trianggulasi sumber. Triangglasi metode dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan angket. Trianggulasi sumber atau data dilakukan dengan cara membandingkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru dan siswa. Data yang merupakan dokumen akan lebih memiliki tingkat kebenaran yang tinggi jika didukung dengan tindakan observasi dan wawancara dengan informan sebagai sumber lain. lv Dengan demikian, trianggulasi data menekankan pada peneliti untuk mengumpulkan data dari berbagai sumber yang ada, misalnya dengan membandingkan antara data yang diperoleh dari guru dan siswa. Selain itu juga digunakan review informan yaitu dengan menunjukkan hasil data yang telah ditulis kepada informan agar terjadi kevalidan data. G. Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskripsi komparatif dan analisis interaktif. Teknik analisis deskripsi komparatif mencakup analisis kritis terhadap kelebihan dan kelemahan kinerja guru dan siswa dalam prose pembelajaran yang terjadi di dalam kelas selama penelitian berlangsung, membandingkan nilai antarsiklus maupun indikator kinerja. Hasil analisis tersebut kemudian dijadikan dasar untuk menyusun tindakan selanjutnya sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersama oleh guru dan peneliti. Dalam analisis model ini, peneliti akan mencoba untuk mengatasi kekurangan atau kelemahan yang terjadi akibat tindakan yang dilakukan. Hal ini dilakukan agar menemukan cara atau strategi yang tepat untuk rencana pelaksanaan tindakan yang berikutnya. Analisis ini bertujuan untuk memperbaiki siklus yang sebelumnya agar dapat diperoleh pencapaian indikator yang telah direncanakan. Adapun perbaikan siklus disusun berdasarkan hasil reflleksi dari siklus sebelumnya. Analisis model interatif merupakan interaksi dari empat komponen, yaitu: pengumpulan data, penyajian data, reduksi data, dan penarikan simpulan (ferifikasi). Pada saat melakukan tahap pengumpulan data, peneliti sudah melakukan reduksi dan display data sekaligus sesuai kemunculan data yang diperlukan. Teknik analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1994: 50) tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Pengumpulan Data Sajian Data Reduksi Data lvi Penarikan simpulan Gambar 3. Analisis Interaktif (Miles dan Huberman, 1994:50) H. Indikator Ketercapaian Tujuan Secara garis besar, indikator keberhasilan penelitian adalah meningkatnya kualitas proses diskusi dan kemampuan berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010. Untuk mengukur ketercapaian tujuan penelitian di atas, dirumuskan indikator sebagai berikut ini. Tabel 2. Indikator Ketercapaian Tujuan Aspek yang diukur Persentase Cara Mengukur target capaian 1. Kemampuan menyampaikan 70 % Diamati pada saat proses materi diskusi, tanggapan, pembelajaran berdiskusi dan maupun pertanyaan sesuai dihitung persentase jumlah siswa dengan porsi yang dibutuhkan. yang sesuai dengan kebutuhan mitra tutur. 2. Kemampuan menyampaikan 70 % Diamati pada saat proses materi diskusi, tanggapan, pembelajaran berdiskusi dan maupun pertanyaan dengan dihitung persentase jumlah siswa argumen yang benar dan jelas. yang menyampaikan pendapatnya dengan argumen yang benar dan jelas. 3. Kemampuan menyampaikan 70 % Diamati pada saat proses sesuatu dalam diskusi pembelajaran berdiskusi dan berhubungan dengan topik dihitung persentase jumlah siswa yang dibahas. yang menyampaikan sesuatu sesuai dengan topik yang dibahas. 4. Kemampuan menyampaikan 70 % Diamati pada saat proses sesuatu dalam diskusi dengan pembelajaran berdiskusi dan mematuhi tata tertib dihitung persentase jumlah siswa berdiskusi. yang menyampaikan sesuatu dengan mematuhi tata tertib. 5. Kemampuan mempertahankan 70 % Diamati pada saat proses pendapat dengan argumen pembelajaran berdiskusi dan yang dapat diterima. dihitung jumlah persentase siswa yang dapat mempertahankan lvii pendapatnya. I. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan rangkaian tahapan penelitian dari awal hingga akhir penelitian. Prosedur penelitian ini akan melalui tahap-tahap sebagai berikut. 1. Tahap Persiapan a. Peneliti melakukan observasi pembelajaran di kelas untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam pembelajaran. b. Peneliti melakukan diskusi dengan guru pengampu mata pelajaran mengenai permasalahan yang dilihat setelah melakukan observasi kelas dan menetapkan solusi dari permasalahan tersebut. c. Peneliti berserta guru menyiapkan berbagai sarana pendukung kelancaran proses belajar mengajar dan penelitian yang akan dilakukan. 2. Tahap Aplikasi Tindakan Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan dalam siklus-siklus. Setiap siklus dalam penelitian ini mencakup 4 kegiatan, yaitu: (1) perencanaan tindakan (planning); (2) pelaksanaan tindakan (acting); (3) pengamatan (observing); dan (4) refleksi (reflecting) (Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Sapardi (2007: 104) . a. Rancangan siklus I 1) Tahap Perencanaan Tindakan, meliputi kegiatan sebagai berikut. a) Peneliti berkonsultasi dengan guru mengenai langkah–langkah yang digunakan dalam melakukan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi. Sebelumnya peneliti telah menyusun beberapa langkah, peneliti hanya berkonsultasi dengan guru mengenai tepat tidaknya diterapkan di kelas. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan lviii mengenai langkah-langkah yang akan dijalanya tanpa mengubah inti dari pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice. b) Peneliti bersama guru berdiskusi untuk menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdiskusi untuk dua kali tatap muka (2 x 2 x 40 menit). c) guru bersama peneliti merancang skenario pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prineip kerja sama dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) guru melakukan apersepsi terhadap siswa mengenai kegiatan berdiskusi dalam kegiatan sehari-hari, (2) guru mulai menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (3) guru menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar beserta contohnya, (4) guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatu dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, (6) guru mengadakan diskusi dengan diawali menentukan tema yang akan dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis, serta melakukan penilaian, (7) guru bersama siswa mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang telah dilakukan. d) Peneliti menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru, menyiapkan perangkat yang diperlukan selama pembelajaran, dan menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar observasi, angket, dan dokumentasi. 2) Pelaksanaan Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang telah disusun dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh untuk mempelajari topik yang ingin dibahas dalam diskusi. Pembelajaran dimulai dengan apersepsi tentang lix kegiatan berdiskusi. Kemudian guru menjelaskan contoh-contoh penerapan prinsip kerja sama dalam kegiatan berdiskusi. Selanjutnya diadakan suatu diskusi yang membahas tentang topik yang telah disuruh mempelajari sebelumnya. Dalam proses diskusi harus berdasarkan penerapan prinsip kerja sama yang telah dijelaskan, jika terjadi penyimpangan guru bertugas mengingatkan. Setelah diskusi selesai, kemudian dilakukan evaluasi berjalannya diskusi yang telah dilakukan. 3) Observasi dan Interpretasi Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran diskusi berlangsung. Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan. Selain itu, observasi juga dilakukan pada hasil pembelajaran berdiskusi yang telah dilaksanakan guna memperoleh data mengenai kekurangan ataupun kelebihan tindakan yang telah dilaksanakan saat pelaksanaan tindakan. Observasi diarahkan pada indikator-indikator yang telah ditentukan atau dipersiapkan sebelumnya sebagai pedoman saat mengamati berlangsungnya pembelajaran. Pada saat observasi ini, peneliti bertindak sebagai pengamat yang melakukan observasi dari tempat duduk paling belakang dan mengamati melalui pedoman observasi yang telah dibuat sebelumnya. Sesekali peneliti berada di depan, di belakang atau di samping kelas untuk mengambil gambar sebagai dokumentasi. 4) Analisis dan refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil analisis berupa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan guru berdiskusi untuk mengidentifikasi penyebab, dan langkah-langkah perbaikan yang perlu dilakukan pada siklus berikutnya. Analisis dilakukan dengan meninjau kembali hasil observasi dan interpretasi terhadap tindakan lx yang telah dilakukan. Selanjutnya dilakukan refleksi guna mengetahui beberapa kelemahan yang terdapat dalam pelaksanaan tindakan. Kemudian guru dan peneliti berdiskusi untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang muncul pada siklus sebelumnya sekaligus sebagai langkah perbaikan pada pembelajaran berikutnya. Atau dengan kata lain, hasil refleksi digunakan sebagai masukan untuk perbaikan pada siklus II. 5) Rancangan siklus II Pada siklus kedua dilakukan tahapan-tahapan seperti pada siklus pertama, yakni tahap pelaksanaan, observasi (pengamatan) serta analisis dan refleksi. Akan tetapi, didahului dengan perencanaan ulang berdasarkan hasilhasil yang diperoleh pada siklus pertama (refleksi), sehingga kelemahankelemahan atau kekurangan yang terjadi pada siklus pertama tidak terjadi pada siklus kedua. lxi BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Survei Sebelum Penelitian Survei sebelum melakukan tindakan merupakan bagian dari persiapan melakukan penelitian. Survei ini dilakuakan untuk mengatahui keadaan yang sebenarnya di lapangan sebelum peneliti memberikan tindakan. Survei ini dilakukan dengan cara observasi pembelajaran, wawancara dengan guru dan dan siswa, serta angket yang diisi oleh siswa. Survei dilaksanakan pada hari Selasa, 16 Februari 2010 untuk melihat proses pembelajaran berdiskusi serta wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran bahasa Indonesia yang melakukan pembelajaran. Pengisian angket dilakukan untuk mengetahui kondisi siswa yang meliputi minat dan motivasi siswa terhadap pembelajaran berbicara khususnya berdiskusi. Hasil survei yang telah dilakukan menunjukkan keadaan sebagai berikut. 1. Sebagian besar siswa mau berbicara di depan kelas jika disuruh guru. Berdasarakan pengamtan selama pembelajaran, siswa yang ditunjuk oleh guru untuk berbicara selalu mau untuk berbicara walaupun hanya sedikit. Bahkan hal ini juga terjadi pada saat guru menyuruh siswa yang menjadi moderator secara acak, siswa tersebut sebelumnya tidak begitu memperhatikan, tetapi setelah disuruh oleh guru siswa tersebut mau menjadi moderator dan memimpin berdiskusi. 2. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapat sering terlalu banyak menyampaiakan latar belakang permasalahan sehingga inti yang akan disampaiakan tidak tampak. Pada saat kegiatan berdiskusi berlangsung siswa belum banyak yang mau menyampaikan pendapatnya. Dalam menyampaikan pendapat tersebut, kebanyakan masih menyampaikan latar belakang yang terlalu panjang sebelum mengungkapkan inti pembicaraannya baik pada saat berpendapat maupun memberikan tanggapan. Siswa terlalu banyak menyampaikan kalimat-kalimat yang tidak perlu sehingga pembicaraannya memerlukan waktu lama. lxii 48 3. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya tidak disertai alasanalasan yang benar dan jelas. Dalam menyampaikan pendapatnya, siswa sering tidak memberikan alasan-alasan yang benar dan jelas, kebanyakan hanya sesuai pendapat mereka tanpa didasari dengan materi. Begitu juga pada saat siswa dalam menanggapi suatu pendapat, siswa sering tidak menyertai dengan alasan-alasan yang logis dan bisa diterima oleh forum. Hal ini terjadi kemungkinan karena tidak adanya persiapan materi sebelumnya. Guru tidak memberikan kesempatan siswa untuk mencari materi terlebih dahulu karena tema yang akan didiskusikan ditentukan pada saat mau dilaksnakannya berdiskusi. 4. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya tidak berhubungan dengan topik diskusi yang dibicarakan. Pada saat observasi dilakukan, peneliti banyak mendengarkan pembicaraan siswa yang tidak sesuai dengan topik yang dibicarakan. Sebagian besar siswa masih belum bisa fokus dengan topik yang dibicaran karena mereka kurang menguasai materi dengan baik. Peneliti masih banyak mendengarkan siswa yang berbicara tidak sesuai dengan topik yang didiskusikan sehingga topik yang didiskusikan akan menjadi melebar. 5. Siswa dalam menyampaikan dan menanggapi pendapatnya sering menguasai waktu pembicaraan dengan tidak mentaati kesempatan berbicara dan tidak melalui moderator. Dalam menyampaikan pendapatnya, siswa sering terlalu lama dalam berbicara, menguasai waktu berbicara, dan menjawab tanggapan yang disampaikan peserta lain tanpa melalui moderator. Banyak siswa yang langsung menjawab ketika ditanya oleh siswa lain. Kebanyakan siswa belum bisa mematuhi tata tertib berdiskusi yang ada karena tidak adanya penjelasan mengenai tata tertib diskusi yang seharusnya dibaca oleh moderator sehingga kegiatan berdiskusi pun berjalan tidak tertib. 6. Sebagian besar siswa mengalami kesulitan mengungkapkan pendapatnya di depan kelas lxiii Pada saat proses pembelajaran, siswa kelihatan kurang berpartisipasi aktif. Ketika guru mengajukan pertanyaan, meminta pendapat serta menyampiakan kembali isi bacaan yang telah mereka baca, sebagian besar siswa tampak bingung, kesulitan, dan takut untuk menjawab pertanyaan dan mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang baik dan benar. Terbukti dengan penilaian yang dilakukan oleh guru pada saat proses pembelajaran berlangsung menunjukkan hanya sebagian kecil, kurang lebih 46% siswa yang memperoleh nilai di atas 65 yang menjadi batas tuntas siswa di sekolah tersebut (data nilai ada dalam lampiran). Berdasarkan hasil survei tersebut, dicapailah kesepakatan bahwa penelitian mengenai pembelajaran berdiskui penerapan prinsip kerja sama Grice sebagai solusi permasalahan yang dihadapi guru perlu dilakukan dan dimulai pada hari Sabtu, tanggal 20 Februari 2010. B. Deskripsi Hasil Penelitian 1. Siklus I a. Perencanaan Pada tahap ini peneliti berkonsultasi dengan guru mengenai langkah– langkah yang digunakan dalam melakukan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi. Sebelumnya peneliti telah menyusun beberapa langkah, peneliti hanya berkonsultasi dengan guru mengenai tepat tidaknya diterapkan di kelas. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan mengenai langkah-langkah yang akan dijalanya tanpa mengubah inti dari pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice. Proses pembelajaran pada siklus I ini dengan menggunakan metode pembelajaran gabugan yang berupa ceramah, tanya jawab, inkuiri, dan berdiskusi. Metode ceramah digunakan guru dalam menjelaskan penerapan prinsip Kerja Sama Grice dalam berdiskusi. Metode tanya jawab digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Metode inkuiri dimaksudkan agar siswa dapat mencari contoh-contoh lain penerepan prinsip lxiv Kerja Sama Grice dalam berdiskusi. Berdiskusi digunakan sebagai aplikasi tindakan dan sekaligus mengevaluasi kemampuan siswa. Skenario pembelajaran yang dihasilkan bersama guru yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) guru melakukan apersepsi terhadap siswa mengenai kegiatan berdiskusi dalam kegiatan sehari-hari, (2) guru mulai menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (3) guru menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar materi yang jelas beserta contohnya, (4) guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatau dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, (6) guru mengadakan diskusi dengan sebelumnya menentukan tema yang akan dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis, serta melakukan penilaian pada saat berlangsungnya berdiskusi, (7) guru bersama siswa mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang telah dilakukan. Peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan selama pembelajaran. Menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru. Selain itu juga menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar observasi, angket, dan dokumentasi. b. Pelaksanaan Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh untuk mempelajari topik yang ingin dibahas dalam diskusi. Pembelajaran berdiskusi dilakukan 2 kali pertemuan yang terdiri dari 2 x 40 menit. Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Februari 2010 selama dua jam pelajaran yaitu pukul 08.00 s.d. 10.20 WIB. Pembelajaran memang dimulai 1 jam lebih lambat dari biasanya karena sebelumnya sekolah mengadakan uji coba UAN. Urutan pelaksanaan tindakan dalam lxv pembelajaran berdiskusi pada siklus I selengkapnya dapat dilihat pada lampiran siklus I. Secara rinci urutan pelaksanaan tindakan I pada pertemuan pertama ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut. 1) Guru membuka pelajaran dengan memberikan salam pada siswa kemudian dilanjutkan dengan pemberian apersepsi. Pemberian apersepsi ini dilakukan guru dengan menanyakan pada siswa tentang kegiatan berdiskusi yang pernah mereka lihat atau bahkan mereka lakukan pengalaman, pada saat itu guru memberikan contoh kegiatan berdiskusi yang mungkin telah siswa lakukan adalah rapat OSIS. 2) Guru melakukan tanya jawab dengan siswa tentang hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan berdiskusi. Tanya jawab tersebut dilakukan secara lesan yang diutarakan guru kepada siswa. ”Apa saja unsur-unsur diskusi”, tanya guru kepada seluruh siswa. Siswa pun menjawab serentak dengan suara yang tidak begitu jelas. Kemudian guru menenangkan suasana dan menyuruh siswa untuk tunjuk tangan jika akan menjawab pertanyaan. 3) Guru menanyakan kepada siswa yang dimaksud dengan materi diskusi, tugas peserta diskusi, tugas moderator, dan tugas notulis. 4) Guru menjelaskan tentang penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi dengan poin-poin sebagai berikut: a) keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya; b) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan alasan yang jelas; c) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas; d) penyampaian sesuatu dalam berdiskusi harus dengan mematuhi tata tertib berdiskusi. 5) Guru menjelaskan kepada siswa bahwa pada pertemuan selanjutkan akan diadakan diskusi. Guru membagi siswa menjadi 7 kelompok dan membagikan materi yang akan dibahas dalam berdiskusi. lxvi 6) Pada akhir pembelajaran guru melakukan refleksi dan mengingatkan kembali siswa tentang hal yang telah dipelajari. Pembelajaran berdiskusi dilanjutkan pada pertemuan kedua. Pertemuan kedua tersebut dilaksanakan pada hari Selasa, 23 Februari 2010 selama dua jam pelajaran yaitu pukul 09.15 s.d. 10.35 WIB. Adapun urutan pelaksanaan tindakan I pada pertemuan kedua ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut. 1) Guru mengingatkan kembali kepada siswa tentang materi yang dijelaskan tentang penerapan prinsip kerja sama dalam berdiskusi yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. 2) Guru memberikan penekanan kepada siswa tentang tugas-tugas peserta disusi, moderator, dan notulis. 3) Siswa disuruh untuk mengelompok sesuai dengan kelompok yang telah dibentuk pada pertemuan sebelumnya guna melakukan diskusi kelompok. 4) Setelah diskusi kelompok selesai, guru menyuruh siswa untuk mempersiapkan diskusi kelas. Diskusi kelas pun dibuka oleh moderator yang telah ditunuk guru sebelumnya sehingga lebih siap. 5) Moderator membacakan tata tertib berdiskusi agar berdiskusi berjalan dengan lancar. Setiap kelompok pun dipersilahkan moderator untuk membacakan hasil diskusi yang telah dilakukan di depan peserta diskusi lainnya. 6) Setelah pembacaan hasil diskusi dari satu kelompok, moderator langsung memberikan kesempatan bertanya kepada peserta diskusi. Pada saat ada peserta diskusi yang bertanya, moderator menjembatani tanya jawab yang terjadi. 7) Setelah semua kelompok membacakan hasil diskusinya, moderator pun menyampaikan simpulan diskusi yang telah dilakukan. 8) Guru bersama siswa kemudian melakukan evaluasi kegiatan berdiskusi yang telah dilakukan. Guru kemudian mengajak siswa untuk menentukan tema dan pokok-pokok yang akan dibahas dalam diskusi selanjutnya, dan lxvii guru memberi tugas siswa untuk mencari sumber-sumbernya. Guru pun menutup pembelajaran diskusi. c. Observasi dan Interpretasi Observasi dilakukan peneliti saat pembelajaran diskusi berlangsung. Observasi berupa kegiatan pemantauan, pencatatan, serta pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan. Pada tahap ini peneliti dapat mengemukakan beberapa hal berikut ini. 1) 59% siswa menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan (sesuai porsi yang dimaksud adalah tidak membuang banyak waktu dengan menyampaikan hal-hal yang dianggap tidak perlu). 2) 64% siswa dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (argumen yang benar dan jelas biasanya disertai dengan sumber dan materi yang berhubungan). 3) 67% siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan dengan topik yang dibahas (ada sebagian siswa yang dalam penyampaian sesuatu masih jauh dari materi yang didiskusikan). 4) 67% siswa menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika mau berbicara baik pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi kelas. 5) 31% siswa mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima (kebanyakan siswa masih belum dapat mempertahankan pendapatnya jika ditanya oleh siswa lainnya). 6) 64% siswa nilainya mencapai batas tuntas yang telah ditentukan. Ratarata kemampuan berdiskusi siswa belum mengalami peningkatan secara lxviii maksimal. Baru beberapa siswa saja yang banyak mengalami meningkatan kemampuan berdiskusinya. d. Analisis dan refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil observasi kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil analisis berupa kelemahan-kelemahan dalam pembelajaran, peneliti dan guru berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah perbaikan yang akan dilakukan pada siklus berikutnya. Dari tahapan inilah diketahui berhasil tidaknya tindakan yang telah diberikan. Adapun hasil refleksi yang dilakukan dengan guru menghasilkan halhal sebagai berikut. 1) Masih banyak siswa yang dalam penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan didahului kalimat-kalimat yang kurang berhubngan dengan maksud yang ingin disampaiakan. Hal ini disebabkan kurang adanya pembatasan waktu yang dilakukan oleh moderator. Untuk mengurangi hal tersebut, pada pembelajaran selanjutnya akan dipilih moderator yang lebih tegas dan dapat membagi waktu dengan baik. 2) Siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas masih kurang mencapai target. Hal ini disebabkan siswa sebelumnya telah diberi materi berdiskusi yang cukup lengkap sehingga siswa merasa telah mempunyai materi, tetapi meteri tersebut kurang dibaca. Hal yang perlu diterapkan pada pembelajaran berdiskusi berikutnya yaitu siswa hanya diberi poinpoin permasalahan yang akan didiskusikan sehingga siswa lah yang akan aktif mencari materi yang akan didiskusikan. 3) Siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan dengan topik yang dibahas masih perlu ditingkatkan karena kurang mencapai target. Hal ini disebabkan kurang tegasnya moderator dalam menegur peserta diskusi pada saat menyampaikan sesuatu yang tidak lxix berhubungan dengan topik. Untuk mengurangi hal tersebut, pada pembelajaran selanjutnya akan dipilih moderator yang lebih tegas. 4) Siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi jumlahnya masih kurang mencapai target. Hal ini disebabkan kurangnya kepatuhan siswa terhadap tata tertib berdiskusi. Untuk mengatasi hal tersebut pada pembelajaran berdiskusi selanjutnya akan ditekankan kembali tata tertib berdiskusi dengan cara moderator membacakan tata tertib diskusi dan lebih tegas dalam memimpin jalannya diskusi. 5) Sebagian besar siswa belum mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima. Hal ini disebabkan siswa telah diberi materi diskusi yang cukup lengkap sehingga membuat malas siswa untuk mencari materi tambahan lainnya, tetapi sebagian siswa tersebut tidak membaca matreri yang telah diberikan. Untuk meningkatkan kemampuan ini, pada pembelajaran berdiskusi selanjutnya siswa hanya akan diberi pokok-pokok permasalahan dan siswa disuruh mencari sumber-sumber materi. 2. Siklus II a. Perencanaan Pada tahap ini peneliti bersama guru menyusun langkah-langkah guna meningkatkan proses dan hasil pembelajaran yang akan dilaksanakan pada siklus II berdasarkan refleksi yang telah dilakukan. Peneliti dibantuoleh guru menyusun kembali langkah-langkah pembelajaran yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini guru banyak memberikan masukan mengenai langkah-langkah yang akan seharusnya dilakukan dan yang tidak perlu dilakukan tanpa mengubah inti dari pembelajaran yaitu penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi. Dalam siklus II ini peneliti kembali menyusun proses pembelajaran menggunakan metode pembelajaran tanya jawab, ceramah, inkuiri, dan berdiskusi. Metode tanya jawab digunakan untuk meningkatkan keaktifan lxx siswa dalam pembelajaran dan sekaligus mengetahui kemampuan siswa dalam memahami materi yang telah dijelaskan pada siklus sebelumnya. Metode ceramah digunakan guru untuk mengingatkan kembali materi dan menekankan tugas-tugas peserta diskusi dan moderator. Metode inkuiri dimaksudkan agar siswa dapat mengetahui materi-materi yang akan didiskusikan dengan mencari sendiri sumber-sumber dan membacanya sebelum kegiatan berdiskusi dilaksanakan. Kegiatan berdiskusi digunakan sebagai aplikasi tindakan dan sekaligus mengevaluasi kemampuan siswa. Skenario pembelajaran yang dihasilkan bersama guru yaitu dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) melakukan apersepsi terhadap siswa tentang berdiskusi dan menanyakan tugas pada pertemuan sebelumnya, (2) guru menanyakan kembali kepada siswa tentang materi yang telah dipelajari pada pertemuan sebelumnya, (3) guru menekankan kembali kepada siswa tentang tugas-tugas peserta diskusi dan moderator, (4) guru menyuruh siswa untuk berkelompok dan menempatkan diri seperti pada kegiatan berdiskusi sebelumnya, (5) masing-masing kelompok mendiskusikan tema yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya, (6) siswa melakukan kegiatan berdiskusi kelas dengan dipandu moderator yang telah ditunjuk sebelumnya, (7) guru bersama siswa melakukan refleksi dari pembelajaran diskusi yang dialakukan. Peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan selama pembelajaran berdiskusi yang direncanakan. Peneliti menyusun pedoman penilaian yang dialakukan oleh guru. Selain itu, peneliti juga menyiapkan perangkat yang diperlukan untuk observasi seperti lembar observasi, angket, dan dokumentasi. b. Pelaksanaan Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang telah direncanakan. Pada pertemuan sebelumnya siswa telah disuruh untuk mencari materi-materi yang akan didiskusikan dalam diskusi. lxxi Pembelajaran siklus II ini dilakukan 1 kali pertemuan yang terdiri dari 2 x 40 menit. Pembelajaran dilaksanakan pada hari Selasa, 2 Maret 2010 selama dua jam pelajaran yaitu pukul 09.15 s.d. 10.35 WIB (jam 4 dan 5). Urutan pelaksanaan tindakan dalam pembelajaran berdiskusi pada siklus II selengkapnya dapat dilihat pada lampiran siklus II. Secara rinci urutan pelaksanaan tindakan II ini meliputi langkah-langkah sebagai berikut. 1) Guru melakukan apersepsi mengenai diskusi dan menanyakan tugas yang telah diberikan pada pertemuan sebelumnya yaitu mencari dan mempelajari materi yang akan didiskusikan. 2) Guru menanyakan kembali tentang materi aturan-aturan dalam berdiskusi yang telah dijelaskan sebelumnya, siswa yang bisa menjawab disuruh menyampaikan pendapatnya. 3) Guru menekankan kembali tugas-tugas peserta diskusi dan moderator kepada siswa yaitu dengan tanya jawab mengenai hal tersebut dan sudahkan diterapkan dalam kegiatan berdiskusi sebelumnya. 4) Guru kemudian menyuruh siswa untuk berkelompok seperti pada saat kegiatan berdiskusi sebelumnya. 5) Guru memberikan waktu 20 menit kepada siswa untuk mendiskusikan pokok diskusi dalam kelompoknya masing-masing yang hasilnya akan dibaca di dalam diskusi kelas. 6) Guru melakukan pengamatan dari kelompok satu ke kelompok yang lain. 7) Setelah diskusi kelompok selesai, guru menyuruh siswa untuk mempersiapkan diskusi kelas. Kemudian diskusi kelas dibuka oleh moderator. Pada saat diskusi kelas guru kembali melakukan pengamatan terhadap aktivitas siswa untuk melakukan penilaian. 8) Moderator mempersilahkan satu per satu kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. 9) Setelah semua pembacaan hasil diskusi kelompok selesai semua, moderator memberikan kesempatan bertanya untuk peserta diskusi. lxxii Moderator memberikan kesempatan bertanya yang terbagi dalam 3 termin. 10) Moderator menjembatani alur tanya jawab antara peserta diskusi dan kelompok yang ditanya. 11) Pada akhir kegiatan berdiskusi moderator menyampaikan simpulan diskusi yang telah dilakukan dan menutup kegiatan berdiskusi. 12) Guru mengajak siswa untuk melakukan evaluasi kegiatan berdiskusi yang telah dilakukan. Menurut guru, kegiatan berdiskusi yang dilakukan sudah baik, peserta diskusi maupun moderator telah melakukan tugasnya masing-masing, kegiatan berdiskusi pun berjalan lebih efektif. Kemudian guru menutup pembelajaran diskusi. c. Observasi dan Interpretasi Observasi dilakukan oleh peneliti pada saat pembelajaran diskusi siklus II berlangsung. Observasi merupakan kegiatan pemantauan, pencatatan, serta pendokumentasian segala kegiatan selama pelaksanaan pembelajaran. Data yang diperoleh dari observasi kemudian diinterpretasi guna mengetahui kelebihan dan kekurangan dari tindakan yang dilakukan. Setelah melakukan observasi peneliti dapat mengemukakan beberapa hal berikut ini. 1) 74% siswa menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi pembicaraan (yang dimaksud sesuai dengan porsi adalah tidak membuang banyak waktu dengan menyampaikan hal-hal yang dianggap tidak perlu). 2) 87% siswa dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas (argumen yang benar dan jelas biasanya disertai dengan sumber dan materi yang berhubungan). 3) 77% siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan dengan topik yang dibahas (hanya sebagian siswa yang dalam penyampaian sesuatu masih jauh dari materi yang didiskusikan). lxxiii 4) 79%, siswa menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi, hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika mau berbicara baik pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi kelas. 5) 72% siswa mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima, argumen yang disampaikan siswa kebanyakan sudah bisa diterima oleh peserta diskusi lainnya. 6) 95% siswa nilainya mencapai batas tuntas yang telah ditentukan Rata-rata kemampuan berdiskusi siswa telah mengalami banyak peningkatan. Siswa yang tidak tuntas pun hanya tinggal dua orang. Hal ini dapat dilihat pada daftar nilai yang penilaiannnya dilakukan oleh guru pada saat berlangsungnya diskusi, baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. d. Analisis dan refleksi Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil observasi yang telah dilakukan kemudian menyajikannya pada guru pengampu. Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti bersama guru berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya yang akan dilakukan. Dari tahapan inilah diketahui keberhasilan tindakan yang telah diberikan. Adapun hasil refleksi yang dilakukan dengan guru menghasilkan halhal sebagai berikut. 1) Sebagian besar siswa telah dapat menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesesuai dengan porsi pembicaraan. Peran dari moderator yang tegas dan dapat membagi waktu dengan baik akan lebih meningkatkan lagi. 2) Siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas telah mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya. 3) Siswa yang menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi berhubungan dengan topik yang dibahas telah mencapai target. Moderator yang tegas lxxiv berperan penting dalam mengatur penyampaian sesuatu dalam berdiskusi. 4) Siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi telah mencapai target. Dengan hal ini dapat disimpulkan bahwa peserta diskusi perlu memahami tata tertib diskusi dengan baik. 5) Sebagian besar siswa telah mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima. Hal ini dapat disimpulkan bahwa siswa perlu didorong untuk mencari materi diskusi sendiri sebelum melakukan berdiskusi dengan memberikan suatu permasalahan atau pokok-pokok diskusi terlebih dahulu. Mengingat capaian pada siklus II yang telah sesuai dengan indikator yang dirumuskan, penelitian ini pun diakhiri. Akan tetapi, karena masih terdapat beberapa hal yang perlu untuk ditingkatkan lagi dalam proses berdiskusi, prinsip kerja sama ini akan terus dipakai pada saat ada kesempatan melakukan kegiatan berdiskusi sehingga kemampuan siswa dalam berdiskusi akan terus meningkat. Hasil pelaksanaan tindakan pada siklus I dan siklus II di atas dapat dibuat tabel rekapitulasi seperti berikut ini. Tabel 3. Persentase Capaian Indikator pada siklus I dan II. NO 1 2 3 4 5 Persentase Pencapaian Indikator Menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai porsi yang dibutuhkan. Menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas. Penyampaian sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas. Dalam menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi Kemampuan mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima. lxxv Siklus I Siklus II 59% 74% 64% 87% 67% 77% 67% 79% 31% 72% Siswa mencapai ketuntasan belajar (nilai 64% 95% minimal 65) Perbandingan persentase yang dicapai pada siklus I dan siklus II 6 menunjukkan adanya peningkatan pada ketujuh aspek proses berdiskusi dan kemampuan berdiskusi siswa yang dilihat dari nilai siswa. Peningkatan yang paling banyak terdapat pada indikator keenam, yaitu kemampuan siswa dalam mempertahankan pebdapatnya dengan argumen yang dapat diterima dari 31% pada siklus I menjadi 72% pada siklus II. Peningkatan yang cukup tinggi juga trejadi pada indikator pertama, yaitu jumlah siswa yang terlibat aktif dalam berdiskusi dari 74% pada siklus I menjadi 100% pada siklus II. Secara umum dapat dinyatakan bahwa semua indikator mangalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. C. Pembahasan Berdasarkan hasil pengamatan tindakan dan melihat ketercapaian indikator dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, baik proses maupun hasil keterampilan berdiskusi siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta dengan menggunakan penerapan prinsip kerja sama Grice pada saat pembelajaran berdiskusi dari siklus I dan siklus II. Secara garis besar penelitian ini telah berhasil menjawab rumusan masalah yang telah dikemukakan peneliti, yaitu sebagai berikut. 1. Bagaimana penerapan prinsip kerja sama Grice yang dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun pelajaran 2009/2010? Jawaban untuk rumusan masalah di atas dapat penulis paparkan sebagai berikut. Penelitian tindakan kelas (classroom action research) terhadap peningkatan keterampilan berberdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta tahun 2009/2010 dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus dilaksanakan dalam empat tahap, yakni: (1) tahap perencanaan tindakan, (2) tahap pelaksanaan tindakan, (3) tahap observasi dan interpretasi dan (4) tahap analisis dan refleksi. lxxvi Sebelum melaksanakan siklus I, peneliti melakukan survei awal untuk mengetahui permasalahan yang terjadi dan kondisi yang ada di lapangan. Berdasarkan hasil kegiatan survei awal ini peneliti menemukan bahwa kualitas proses dan hasil keterampilan berdiskusi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta masih tergolong rendah. Oleh karena itu, peneliti membuat kesepakatan untuk berkolaborasi dengan guru kelas sekaligus guru bidang studi bahasa Indonesia yang bersangkutan, berupaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan menerapkan penggunaan penerepan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi. Peneliti bersama guru kelas menyusun rencana guna melaksanakan siklus I. Siklus I merupakan tindakan awal dan utama untuk mengatasi permasalahanpermasalahan di dalam pembelajaran berdiskusi. Pada siklus pertama guru telah menerapkan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi yaitu dengan menjelaskan penerapan-penerapan prinsip kerja sama dalam melakukan aktivitas berdiskusi. Diskusi yang dilakukan pada siklus I mengambil tema “Tren Pakaian Remaja Sekarang”. Berdasarkan siklus pertama tersebut diperoleh deskripsi hasil pembelajaran berdiskusi dengan menerapkan prinsip kerja sama Grice. Dari deskripsi tersebut ternyata masih terdapat beberapa kekurangan atau kelemahan di dalam pelaksanaan tindakan. Kekurangan tersebut berasal dari guru, siswa, media, dan langkah pembelajaran yang disusun oleh peneliti. Kelemahan dari pihak guru yaitu guru kurang menekankan tugas-tugas masing-masing elemen dalam berdiskusi yang terdiri dari peserta diskusi, moderator dan notulis. Kelemahan dari pihak siswa yaitu hanya sedikit siswa yang mau mencari informasi tambahan mengenai tema yang akan dibahas dalam diskusi padahal tema tersebut diberikan pada pertemuan sebelumnya. Kelemahan pada media, yaitu media yang berupa materi diskusi diberikan kepada siswa dalam bentuk deskripsi yang lumayan lengkap sehingga siswa malas untuk mencari info tambahan. Kelemahan pada langkah pembelajaran yaitu langkah pada saat berlangsungnya diskusi yang terjadi pada saat pemberian kesempatan menanggapi hasil diskusi kelompok ke peserta diskusi lainnya. Kelemahan atau kekurangan tersebut dapat dipahami karena siklus ini merupakan lxxvii siklus pertama penelitian ini. Selama proses pembelajaran, siswa masih terlihat canggung dengan kehadiran peneliti meskipun peneliti sudah pernah mengikuti proses pembelajaran ketika melakukan survei awal. Guru dan peneliti menetapkan batas minimal kelulusan dalam siklus I sebesar 65. Dari 39 siswa, siswa yang melampaui batasan minimal tersebut ada 25 siswa atau 64% dari jumlah siswa. Siklus II merupakan siklus untuk memberikan solusi yang dilaksanakan untuk mengatasi kekurangan/kelemahan yang terjadi selama proses pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice pada siklus I. Solusi yang disepakati peneliti dan guru berupa guru akan lebih menekankan lagi kepada siswa mengenai tugas-tugas peserta diskusi maupun moderator. Hal ini berdampak pada tingkat keaktifan siswa yang semakin meningkat karena lebih mengetahui tugasnya masing-masing dalam berdiskusi. Selain itu, kesepakatan lain adalah dalam memberikan tema diskusi yang akan dilakukan, siswa hanya diberi tema dan pokokpokok yang sumbernya harus dicari siswa sendiri. Dengan hal ini, siswa akan lebih merasa belum punya bahan yang akan digunkan dalam berdiskusi dan selanjutnya siswa akan mencari sendiri bahan tersebut, sehingga materi tersebut akan lebih dipahaminya. Dalam mengefektifkan waktu berdiskusi, peneliti dan guru membuat kesepakatan bahwa moderator sebaiknya memberikan kesempatan bertanya kepada peserta diskusi setelah semua pembacaan hasil diskusi kelompok selesai sehingga peserta yang mau bertanya dan yang menjawab pun akan lebih siap. Berdasarkan pelaksanaan siklus II terbukti bahwa terjadi peningkatan proses dan hasil pembelajaran berdiskusi jika dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I, jumlah siswa yang dinyatakan lulus adalah 25 siswa, maka pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 37 siswa. Standar kelulusan pada siklus II tetap 65 sesuai batas minimal ketuntasan belajar siswa yang ditentukan sekolah. Pada siklus II ini, indikator-indikator yang ditentukan oleh peneliti sebelumnya telah semuanya dicapai sehingga peneliti menghentikan penelitiannya. Berdasarkan tindakan-tindakan yang telah dilakukan guru dan peneliti, guru berhasil melaksanakan pembelajaran yang mampu menarik minat siswa, yang berakibat pada meningkatnya keaktifan siswa dalam berdiskusi. Selain itu, penelitian ini juga bermanfaat dalam menemukam penerapan prinsip kerja sama dalam lxxviii berdiskusi yang dapat dipakai dalam kegiatan berdiskusi lainya sehingga kegiatan berdiskusi dapat berjalan secara efektif. Keberhasilan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam upaya meningkatkan proses berdiskusi dan kemampuan berdiskusi siswa dapat dilihat dari indikator-indikator sebagai berikut. 1. Proses pembelajaran berdiskusi Sebelum tindakan penelitian ini dilaksanakan, siswa terlihat kurang berminat dan termotivasi mengikuti proses pembelajaran berdiskusi. Padahal, motivasi merupakan dorongan dalam melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah mengikuti proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat Drs. Ngalim Purwanto (1984: 71) yaitu “bahwa motif menunjukkan suatu dorongan dari dalam diri yang menyebabkan seseorang itu mau bertindak melakukan sesuatu.” Ketidakadanya motivasi tersebut disebabkan siswa merasa malu dalam berbicara di depan umum, misalnya di depan kelas. Siswa merasa malu karena kurang mengerti dan memahami yang akan dibicarakan. Berdasarkan survei yang dilakukan pun siswa mersa kurang memunyai rasa percaya diri dalam berbicara di depan umum. Hal tersebut terlihat dari suasana kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung, siswa tidak begitu aktif dalam tanya jawab yang dilakukan oleh guru dan dalam proses berlangsungnya diskusi. Perhatian siswa tidak terfokus untuk proses pembelajaran, sebagian besar siswa tidak merespons ketika guru memberi pertanyaan, serta berbicara dengan teman yang lain. Setelah tindakan dilakukan, yaitu dengan penerapan prinsip kerja sama Grice dalam pembelajaran berdiskusi, siswa terlihat lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran berdiskusi. Minat siswa terhadap pembelajaran berdiskusi dapat dikatakan mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa saat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Siswa terlihat antusias dan semangat. Misalnya, hampir seluruh siswa terlibat dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas yang dipimpin oleh moderator dan aktif dalam proses tanya jawab. Hal ini terjadi karena diskusi yang dilakukan dengan menerapkan prinsip kerja sama memudahkan siswa dalam memahami materi dan menyampaikan pendapat dalam berdiskusi. Selain itu, siswa diberitahu guru bahwa nilai pembelajaran diskusi merupakan nilai dari hasil pengamatan yang dilakukan pada lxxix saat berlangsungnya diskusi. Selain penilaian yang dilakukan guru, peneliti juga melakukan pengamatan proses diskusi sebagai tolak ukur untuk menilai peningkatan keaktifan siswa selama proses pembelajaran. Peningkatan proses pembelajaran berdiskusi dapat dilihat dari indikator berikut. a. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan. Jumlah tersebut selalu mengalami peningkatan pada setiap siklus. Keefektifan penyampaian sesuatu dalam berdiskusi juga mempengaruhi keefektifan dalam kegiatan berdiskusi. Pada siklus I sejumlah 23 siswa atau 59% siswa telah menyampaikan sesuatu dengan efektif. Pada siklus II jumlah itu meningkat menjadi 29 siswa atau sekitar 74%. b. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam menyampaian materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas. Penyampaian sesuatu dalam berdiskusi haruslah dengan argumen yang benar dan jelas sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Hal tersebut selalu mengalami peningkatan dari siklus ke siklus. Sejumlah 25 siswa atau sekitar 64% siswa telah melakukan hal tersebut pada siklus I dan 34 siswa atau sekitar 87% pada siklus II. c. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas pada setiap siklusnya. Siswa yang menyampaikan sesuatu dlam berdiskusi sesuai dengan topik sejumlah 26 siswa atau 67% pada siklus I. Pada siklus II jumlah tersebut menjadi 30 siswa atau 77%. d. Meningkatnya jumlah siswa yang dalam penyampaian sesuatu dalam diskusi menggunakan etika yang benar. Penggunaan etika yang baik dapat memperlancar jalannya proses berdiskusi karena dapat membuat proses lebih tertib. Hal tersebut telah dilakukan siswa pada saat diskusi dengan kelompoknya atau diskusi kelas. Pada siklus I sejumlah 26 siswa atau sekitar 67% telah menggunakan etika dengan baik dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 31 siswa atau sekitar 79%., hal ini di lihat pada saat siswa berdiskusi yaitu ketika mau berbicara baik pada saat. lxxx e. Meningkatnya jumlah siswa yang mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima apada setiap siklusnya. Pada siklus I sejumlah 12 siswa atau hanya sekitar 31% dan mengalami peningkatan menjadi28 siswa atau 72% pada siklus II. 2. Kemampuan siswa dalam pembelajaran berdiskusi. Sebelum diadakan tindakan, siswa sudah terlihat diam pada saat awal guru melakukan proses pembelajaran. Hanya beberapa siswa saja yang terlahat aktif dalam tanya jawab yang dilakukan oleh guru. Guru sering kali menunjuk siswa untuk aktif dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru, bukan dari inisiatif siswa. Hal ini juga terlihat pada saat dilangsungkannya diskusi, pada saat moderator memberikan kesempatan peserta diskusi untuk berpendapat, memberikan tanggapan, dan bertanya sering kali terjadi kevakuman. Hanya beberapa siswa saja yang memberikan pendapat, menanggapi, bertanya, dan melakukan sanggahan dalam diskusi tersebut. Kebanyakan siswa yang merasa kurang mampu hanya berbicara dengan temannya satu meja, tidak berani mengungkapkan di depan teman-teman yang lain dan guru. Setelah diadakan tindakan penelitian, keterampilan berbicara siswa mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat jelas pada saat berlangsungnya diskusi yang terlihat hidup. Peningkatan kemampuan siswa tersebut dapat dilihat dari beberpa indikator berikut. a. Kemampuan siswa dalam berpendapat Siswa telah mampu dalam menyampaikan pendapatnya di hadapan teman-temannya satu kelompok maupun di depan kelas. Hasil diskusi satu kelompok pun telah dibacakan kepada teman-teman yang lain untuk ditanggapi. Diskusi kelompok pun menghasilkan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan karena berdasarkan sumber-sumber yang cukup jelas. Setiap kelompok dapat menyampaikan hasilnya di depan kelas. b. Kemampuan siswa dalam menanggapi dan bertanya Pada saat moderator memberikan kesempatan bertanya, banyak peserta diskusi yang ingin mengungkapkan tanggapannya mengenai hasil diskusi kelompok yang telah dibacakan dan kelompok yang diberi pertanyaan lxxxi pun dapat menjawab dengan baik. Jumlah peserta diskusi yang ingin mengungkapkan pikirannya pun dari setiap siklus meningkat. Berdasarkan hasil observasi diatas, dapat dikatakan siswa-siswa telah memunyai kemampuan berdiskusi yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Pat Roessele Materka (1991: 60) yaitu kemampuan berdiskusi antara lain kemampuan beraktivitas yaitu kemampuan memberikan pendapat, bertanya, dan memberikan jawaban. 3. Peningkatan nilai yang diperoleh siswa pada setiap siklus Proses penilaian di dalam penelitian ini menekankan pada pengetahuan, pemahaman, serta sikap siswa terhadap cerita yang mereka baca. Penilaian pada siklus I, peneliti dan guru menetapkan batas minimal kelulusan sebesar 65, dari batasan tersebut diperoleh 25 orang siswa yang melampaui standar kelulusan. Penilaian pada siklus II dilakukan dengan tes tertulis dan unjuk kerja, peneliti dan guru menetapkan batas minimal kelulusan sebesar 65, dari batasan tersebut diperoleh 37 siswa yang mampu melampaui standar kelulusan yang ditetapkan dan dinyatakan lulus. lxxxii BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Secara singkat simpulan hasil penelitian ini adalah terdapat peningkatan kualitas pembelajaran berdiskusi pada siswa kelas VIII D SMP Negeri 10 Surakarta, baik berupa peningkatan proses pembelajaran berdiskusi maupun kemampuan siswa dalam berdiskusi. Peningkatan kualitas pembelajaran tersebut terjadi setelah guru dan peneliti melakukan beberapa upaya peningkatan pembelajaran berdiskusi menggunakan penerapan prinsip kerja sama Grice. Simpulan hasil penelitian adalah sebagai berikut. 1. Peningkatan Proses Pembelajaran Berdiskusi Peningkatan proses pembelajaran tampak dalam aktivitas siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran berdiskusi dengan penerapan prinsip kerja sama Grice. Aktivitas siswa tersebut dapat diindentifikasi dari beberapa hal, antara lain: a. jumlah siswa yang menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan sesuai dengan porsi pembicaraan mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I sebesar 59% dan 74% pada siklus II; b. jumlah siswa yang menyampaikan materi diskusi, tanggapan, maupun pertanyaan dengan argumen yang benar dan jelas mengalami peningkatan, yakni 64% pada siklus I dan 87% pada siklus II; c. jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dalam diskusi berhubungan dengan topik yang dibahas meningkat, yakni 67% pada siklus I dan 77% pada siklus II; d. jumlah siswa yang menyampaikan sesuatu dalam diskusi dengan mematuhi tata tertib berdiskusi mengalami peningkatan, yaitu 67% pada siklus I dan 79% pada siklus II; e. jumlah siswa yang mampu mempertahankan pendapat dengan argumen yang dapat diterima mengalami peningkatan, yaitu 31% pada siklus I dan 72% pada siklus II; 2. Peningkatan Kemampuan Berdiskusi Siswa 70 lxxxiii Dalam hal ini, penerapan prinsip kerja sama Grice juga dapat meningkatkan kualitas hasil pembelajaran berdiskusi. Peningkatan ini dilihat dari beberapa penerepan prinsip kerja sama dalam diskusi yang berhubungan dengan keterampilan berdiskusi, yaitu menyampaikan pendapat, bertanya, dan menanggapi pendapat orang lain. Hal tersebut juga dapat dilihat dari nilai rata-rata berdiskusi siswa yang mengalami peningkatan. Pada siklus I, nilai rata-rata siswa mencapai 67,20 dan siklus II mencapai 73,18. Selain itu siswa yang mencapai nilai ketuntasan meninkat, yaitu 64% pada siklus I dan 96% pada siklus II. Penerapan prinsip kerja sama Grice dalam berdiskusi yang dapat meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa adalah melalui prosedur sebagai berikut: (1) guru menjelaskan tentang keefektifan dalam berdiskusi yaitu jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi langsung pada pokoknya beserta contohnya, (2) guru menjelaskan jika mengutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus disertai dengan alasan yang jelas atau memunyai dasar beserta contohnya, (3) guru menjelaskan kepada siswa jika megutarakan sesuatu dalam berdiskusi harus berhubungan dengan tema yang dibahas beserta contohnya, (5) guru menjelaskan cara mengungkapkan sesuatau dalam berdiskusi harus jelas dan menghindari keambiguan, (6) guru mengadakan diskusi dengan diawali menentukan tema yang akan dibahas, membentuk kelompok, menujuk moderator dan notulis. B. Implikasi Penelitian ini memberikan gambaran nyata bahwa keberhasilan proses dan peningkatan hasil pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari guru maupun siswa. Di samping itu juga dipengaruhi oleh metode dan teknik pembelajaran, media pembelajaran, serta sumber belajar. Faktor dari guru meliputi kemampuan guru dalam mengembangkan dan menyampaikan materi, keterampilan guru dalam mengelola kelas, penggunaan metode dalam proses pembelajaran, dan penerapan teknik sebagai sarana dalam menyampaikan materi. Faktor dari siswa meliputi minat, motivasi, dan keaktifan siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. lxxxiv Faktor-faktor tersebut di atas saling mendukung satu sama lain, sehingga harus diupayakan secara maksimal agar semua faktor dapat dimiliki oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Apabila guru memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola kelas serta didukung penerapan teknik yang sesuai dengan sarana dan prasarana yang menunjang, maka guru akan mampu menyampaikan materi dengan baik. Materi itu pun akan dapat diterima baik oleh siswa apabila siswa juga memiliki minat dan motivasi yang tinggi agar selalu aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lancar, kondusif, efektif, dan efisien. Penelitian ini membuktikan bahwa keaktifan dan kemampuan berdiskusi siswa dalam pembelajaran berdiskusi meningkat setelah diterapkan prinsip kerja sama Grice. Oleh karena itu, penerapan prinsip kerja sama ini dapat digunakan dalam kegiatan berdiskusi lainnya. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat digunakan guru sebagai teknik alternatif yang menyenangkan dalam melaksanakan proses pembelajaran dan meningkatkan kualitas keterampilan berbahasa siswa, serta dapat membuat siswa menjadi lebih tertarik mengikuti proses pembelajaran. Penerapan prinsip kerja sama dapat meningkatkan kemampuan berdiskusi siswa. Dengan penerapan tersebut, siswa dapat melakukan kegiatan berdiskusi lebih baik dan efektif. Siswa mencari terlebih dahulu materi yang akan didiskusikan sehingga lebih memahaminya sebelum melakukan kegiatan berdiskusi. Pemahaman tersebut membuat siswa lebih percaya diri dalam menyampaikan sesuatu dalam berdiskusi sehingga kegiatan berdiskusi pun akan lebih hidup. Diskusi yang dilakukan siswa pun akan dapat berjalan efektif dan menghasilkan simpulan yang berbobot. Pemberian tindakan dari siklus I memberikan deskripsi bahwa masih terdapat kekurangan selama proses pembelajaran berdiskusi. Namun, kekurangan-kekurangan tersebut dapat diatasi pada pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dari pelaksanaan tindakan yang kemudian dilakukan refleksi terhadap proses pembelajaran, dapat dideskripsikan terdapatnya peningkatan baik kualitas proses maupun hasil berupa kemampuan siswa dalam berdiskusi. Dari segi proses, terdapat lxxxv peningkatan keaktifan siswa selama pembelajaran. Adapun dari segi hasil, terdapat peningkatan nilai rata-rata berdiskusi siswa dari siklus I ke siklus II. Adanya 2 siswa yang belum mencapai batas minimal ketuntasan hasil belajar berdiskusi pada siklus II mencerminkan bahwa penerapan prinsi kerja sama ini tidak sepenuhnya efektif jika diterapkan pada siswa dengan kondisi tertentu. Siswa yang tergolong tidak berkesulitan belajar akan mudah menerapkan teknik tersebut. Akan tetapi, bagi siswa yang berkesulitan belajar, teknik tersebut akan mempersulit kegiatan berdiskusi. Di samping itu, penerapan prinsi kerja sama ini juga perlu memperhatikan minat dan keaktifan siswa dalam berbicara. Minat dan keaktifan yang tinggi akan mempermudah siswa menyampaiakan sesuatu dalam berdiskusi. C. Saran Berdasarkan simpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti mengajukan saran sebagai berikut. 1. Bagi Siswa a. Siswa hendaknya sebelum melakukan kegiatan berdiskusi mencari dan mempelajari materi-materi yang akan didiskusikan berdasarkan pokok-pokok yang diberikan oleh guru. b. Siswa hendaknya dapat berkerja sama dengan kelompoknya dalam berdiskusi kelompok dan mendukung hasil diskusi kelompoknya. c. Siswa hendaknya mematuhi peraturan dalam berdiskusi pada saat berlangsungnya kegiatan berdiskusi dan mematuhi moderator. 2. Bagi Guru a. Hendaknya guru menerapkan prinsip kerja sama dalam kegiatan berdiskusi yang dilakukan dalam pembelajaran. b. Hendaknya guru melakukan pemantauan, memberikan umpan balik, dan mengevaluasi kegiatan berdiskusi yang dilakukan siswa. 3. Bagi Pengambil Kebijakan lxxxvi a. Hendaknya dapat menyediakan sarana prasarana yang dapat mendukung kegiatan pembelajaran berdiskusi sehingga pembelajaran dapat berlangsung dengan aktif, kreatif, inovatif dan dapat berjalan secara optimal. b. Hendaknya memotivasi guru agar senantiasa melakukan pembaharuan dalam dunia pengajaran dan pendidikan dengan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh seorang peneliti. Selain itu, juga harus selalu memonitor kinerja guru pada saat menyampaikan pelajaran dan memotivasi guru untuk selalu melakukan evaluasi atas kinerjanya; c. Hendaknya memberi kesempatan bagi guru untuk melakukan penelitian dan mengikutsertakan guru dalam forum-forum ilmiah, seperti seminar pendidikan, lokakarya, diskusi ilmiah, diklat, ataupun penataran-penataran agar wawasan guru mengenai tugas utamanya dalam mengajar dan mendidik bertambah luas. DAFTAR PUSTAKA Abu Ahmadi. 1993. Cara Belajar Yang Mandiri dan Sukses. Solo: C.V. Aneka. lxxxvii Anita Lie. 2008. Cooperatif Learning Mempraktikan Cooperatif Learning Di Ruangruang Kelas . Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Asul Wiyanto. 1992. Pidato Ceramah dan Diskusi. Gresik: CV. Bintang Pelajar. Gino, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Grice, H. Paul. 1975. Logic and conversation. Dalam P. Cole dan J.L. Morgan (ed). Syntax and semantics 3: speech acts. NY: Academic Press. Ibrahim, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: UNESA University Press. Henry Guntur Tarigan. 1986. Pengajaran Bahasa. Bandung: Angkasa. Iskandarwassid dan Danang Sunendar. 2008. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: Rosda. Johan Yunus. 2005. ”Efekifitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa di SLTP”. Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Pendidikan Vol.7, No. 1, Maret 2005, 1-12. Kock, Heinz. 1992. Saya Guru Yang Baik. Yogyakarta: Kanisius. Leech, Geoffrey. 1993. The Principles of Pragmatics. New York: Longman Group Limited. Mansyur MPA. 1981. Metodologi Pendidikan Agama. Bandung: CV. Forum Materka, Pat Roessle. 2001. Loka Karya & Seminar: Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan. Yogyakarta: Kanisius. Milles, Matthew B. Dan Huberman, A. Michael. 1994. Analisis Data Kualitatif (edisi terjemahan oleh Tjeptjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press. Muhammad Rohmadi. 2004. Pragmatik Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media. Ngalim Purwanto, M. 1984. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Roesdakarya. Nunn, Roger. 2003. “Intercultural Communication & Grice's Principle”. Asian EFL Journal Volume 5, Isuue 1. http://www.asian-efljournal.com/march03.sub3.php. diakses pada tanggal 15 Juni 2010 pukul 13.15 WIB. Nurhadi. 1995. Tata Bahasa Pendidikan: Landasan Penyusunan Buku Pelajaran Bahasa. Semarang: IKIP Semarang Press. Oemar Hamalik. 2001. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. lxxxviii Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Perdy Karuru. 2003. “Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Kualitas Belajar IPA Siswa SLTP.” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. Tahun ke-9, No. 045: 789-805. Roestiyah, N.K. 1991. Strategi Belajar Mengajar Jakarta: Rineka Cipta. Samidjo & Sri Mardiani. 1985. Bimbingan Belajar Dalam Rangka Penerapan Sistem SKS dan Pola Belajar yang Efisien. Bandung: CV. Armico. Sarlito Wirawan. 1976. Pengantar Umum Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang. Statom, Thomas F. 1978. Cara Mengajar Dengan Hasil Yang Baik (diterjemahkan oleh Prof. Tahalele MA.). Bandung : CV. Diponegoro. Sardiman A.M. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Suharsimi Arikunto, Suhardjono, dan Supardi. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Akasara. Surakhmad.1998. Pengantar Interaksi Belajar Mengajar: Dasar dan Teknik Metodologi Pengajaran. Bandung: Tarsito. Syaiful Bahri Djamarah. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Uzer Usman, Moh. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Roesdakarya. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset. Yusuf Djajadisatra. 1992. Metode Mengajar Jilid I. Bandung: Angkasa. Zakiah Daradjat. 1975. Problem Remaja di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang. lxxxix