KUMPULAN MODEL LINKAGE KEUANGAN ANTARA PINJAMAN DANA BERGULIR PNPM MANDIRI DAN LEMBAGA KEUANGAN Tim Penyelia: Rudi Prawiradinata, Magdalena, Safriza Sofyan, Agus Manshur, Risfan Munir, Arief Rahadi, Hari Prasetyo, Kusnan Effendi Tim Penulis: Cynthia Clarita Kusharto (ed.), Indriana Nugraheni, Upik Sabainingrum, Dwi Wahyu Hadiwijono Agus Supriyadi Tim Desain Grafis: Media Art Analisa, interprestasi, dan kesimpulan yang terdapat dalam buku ini adalah produk dari tim studi Proyek Percontohan PDB PNPM Mandiri dan tidak mewakili PSF, maupun institusi lainnya yang disebutkan dalam buku ini Buku ini diterbitkan oleh Kelompok Kerja (Pokja) PNPM Mandiri bekerjasama dengan PNPM Support Facility (PSF) Cetakan Pertama: Agustus 2014 KUMPULAN MODEL LINKAGE KEUANGAN ANTARA PINJAMAN DANA BERGULIR PNPM MANDIRI DAN LEMBAGA KEUANGAN Dilaksanakan di: Sumatera Barat - Jawa Tengah - DI. Yogyakarta - Nusa Tenggara Timur Tim Studi Linkage - Proyek Percontohan Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri PNPM Support Facility (PSF) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga buku “Kumpulan Model Linkage Keuangan antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan” ini dapat disusun. Buku ini merupakan kumpulan dari pengalaman Unit Pengelola Kegiatan dan Unit Pengelola Keuangan di lokasi-lokasi PNPM Mandiri yang telah memulai inisiasi linkage (kerjasama) keuangan dengan lembaga-lembaga keuangan formal. Inisiasi-inisiasi yang muncul di lapangan merupakan upaya dari pelaku-pelaku PNPM Mandiri untuk tetap membantu masyarakat miskin dalam penyediaan layanan pinjaman dana secara berkelanjutan. Sebagaimana diketahui, program pinjaman dana bergulir (selanjutnya disebut Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat atau DAPM) PNPM Mandiri telah banyak membantu masyarakat miskin mendapatkan akses pendanaan yang kemudian digulirkan untuk melayani warga miskin lainnya. Linkage keuangan yang difasilitasi PNPM Mandiri dengan lembaga-lembaga keuangan telah menghubungkan penerima manfaat DAPM PNPM Mandiri untuk mendapatkan akses pendanaan yang lebih besar dan berkelanjutan melalui kerjasama dengan lembaga keuangan. Temuan di lapangan menunjukkan, fasilitasi linkage dapat membantu menjembatani penerima manfaat DAPM yang belum layak menjadi nasabah bank karena berbagai kendala untuk dapat mengakses layanan keuangan. Linkage juga mendorong terjadinya inklusi keuangan, melalui akses terhadap layanan jasa keuangan yang bervariasi baik layanan tabungan, asuransi, dan jasa pembayaran lainnya yang diperlukan bagi pengembangan dan keberlanjutan UMKM. Kasus-kasus yang terekam dalam studi ini dimaksudkan dapat menjadi masukan bagi pengembangan model linkage keuangan di PNPM Mandiri, dan dapat diterapkan sesuai kondisi daerah masing-masing. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan v Pokja Pengendali PNPM Mandiri mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tim Teknis Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat (DAPM), pemerintah daerah, dan pelaku PNPM Mandiri di lapangan, yang mendukung penyusunan buku kumpulan studi kasus ini. Jakarta, Juli 2014 Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat Selaku Ketua Pokja Pengendali PNPM Mandiri Sujana Royat vi Kementerian PPN/ BAPPENAS KATA PENGANTAR Puji syukur marilah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah Nya sehingga buku Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan ini akhirnya dapat diselesaikan dengan baik. Penerbitan buku kumpulan model linkage ini bertujuan untuk mendokumentasikan berbagai model linkage keuangan yang telah dilakukan antara pengelola pinjaman dana bergulir PNPM Mandiri dan lembaga keuangan di 4 (empat) provinsi, yaitu Sumatera Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur. Dengan adanya dokumentasi ini diharapkan para pengelola pinjaman dana bergulir PNPM Mandiri lainnya dapat mempelajari berbagai model linkage keuangan yang telah dilakukan selama ini sehingga mereka akan memperoleh pengalaman (lessons learned) yang dapat diterapkan dalam menjalin kerjasama linkage keuangan dengan lembaga keuangan. Selanjutnya, dokumentasi ini diharapkan juga akan mendorong berbagai lembaga keuangan baik bank maupun non bank untuk menjalin kerjasama linkage keuangan yang lebih intensif dengan pengelola pinjaman dana bergulir PNPM Mandiri dalam jangka panjang. Akhir kata, kami memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Tim Penyusun serta Tim Teknis Pengembangan DAPM PNPM Mandiri yang merupakan representasi dari Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Sekretariat Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Development Foreign Affair and Trade (DFAT) Pemerintah Australia dan PNPM Support Facility (PSF) atas dedikasi Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan vii dan kerja kerasnya sehingga mampu menyelesaikan buku kumpulan model linkage ini secara bersama-sama. Semoga buku kumpulan model linkage ini bermanfaat bagi upaya pemberdayaan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan secara nasional. Jakarta, 11 Juli 2014 Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan dan UKM Kementerian PPN/Bappenas Rahma Iryanti viii Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terlaksananya kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan, sehingga memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat banyak. Dari perjalanan panjang pelaksanaan program tersebut, saat ini dapat disusun sebuah buku yang berisikan pembelajaran penyelenggaraa kegiatan dana bergulir. Program Simpan Pinjam untuk kelompok Perempuan (SPP), yang dilaksanakan PNPM Mandiri Perdesaan telah banyak membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan akses bantuan keuangan dalam jumlah terbatas. Pinjaman pola dana bergulir dari PNPM telah banyak membantu masyarakat miskin untuk mengembangkan penghidupan mereka dan merintis kegiatan-kegiatan ekonomi skala mikro dan kecil di wilayah perdesaan. Tidak hanya sampai disitu, kerjasama bidang keuangan yang diinisiasi dan difasilitasi oleh pelaku PNPM Mandiri Perdesaan dengan lembaga-lembaga keuangan telah menghubungkan para penerima manfaat PNPM Mandiri untuk mendapatkan layanan dasar keuangan lainnya yang tidak dilayani dalam program PNPM Mandiri, seperti jasa tabungan dan asuransi. Pembelajaran dan pengalaman dari lapangan yang beraneka ragam dalam buku ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan bagi para pemangku kebijakan dan pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan dalam mengembangkan kerjasama keuangan untuk memperkuat pengelolaan pinjaman pola dana bergulir PNPM Mandiri Perdesaan. Beberapa pengalaman yang terekam dalam buku ini dapat menjadi masukan bagi pengembangan kebijakan kemitraan yang lebih luas dengan pihak non-PNPM Mandiri Perdesaan untuk pengembangan program. Jakarta, Juli 2014 DIREKTUR JENDERAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN DESA Ir. TARMIZI A. KARIM, MSc Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan ix Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia KATA PENGANTAR Kegiatan pinjaman dana bergulir (PDB) PNPM Mandiri Perkotaan merupakan sarana pembelajaran warga miskin untuk meningkatkan pendapatan keluarga melalui berbagai jenis kegiatan ekonomi produktif. Untuk menghilangkan hambatan akses terhadap sumber permodalan usaha, maka dalam penyaluran pinjaman dana bergulir, tidak mensyaratkan adanya agunan, tetapi lebih menitikberatkan kepada kepercayaan, kejujuran dan rekam jejak peminjam. Untuk memperluas jangkauan pelayanan dan meningkatkan nilai pinjaman, BKM sebagai pengelola pinjaman dana bergulir telah melakukan berbagai upaya kemitraan dengan berbagai pihak, seperti Dinas Teknis Pemda, perbankan, Koperasi, Asuransi dan lembaga keuangan mikro lainnya. Beberapa perbankan yang telah melakukan kemitraan dengan BKM/LKM di antaranya BRI, Bank Mandiri, Bank Nagari, Bank Sumut Syariah, BNI, BPR, Dinas Koperasi dan sebagainya. Buku “Kumpulan Model Linkage Keuangan antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan“ telah menggambarkan dengan baik tentang kemitraan dana bergulir ini. Semoga dapat dijadikan referensi bagi para pemerintah daerah dan stakeholder lainnya untuk menjalin kemitraan dengan BKM/LKM sebagai pengelola Pinjaman Dana Bergulir. Jakarta, Juli 2014 Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum Imam S. Ernawi x Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan xi Daftar Singkatan dan Akronim AD AJRP APBN-P AO APHT ART ASKUM Bappeda BEJ BKAD BKK: BLH BLKI BLM BMPK BNI BPD BPKB BPR BRI BUKP BUMD BUMN CSR diklat DOK DPK faskab faskel faskeu FGD FK FT xii : anggaran dasar : Asuransi Jasa Raharja Putra : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan : account officer : Akta Pemberian Hak Tanggungan : anggaran rumah tangga : Asuransi Kredit Kumpulan : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah : Bursa Efek Jakarta : Badan Koordinasi Antardaerah : Badan Kredit Kecamatan : Badan Lingkungan Hidup : Balai Latihan Kerja Industri : Bantuan Langsung Masyarakat : batas maksimum pemberian kredit : Bank Negara Indonesia : Bank Pembangunan Daerah : Buku Pemilik Kendaraan Bermotor : Bank Perkreditan Rakyat : Bank Rakyat Indonesia : Badan Usaha Kredit Perkotaan : Badan Usaha Miliki Daerah : Badan Usaha Milik Negara : corporate social responsibility : pendidikan dan latihan : Dana Operasional Kegiatan : dana pihak ketiga : fasilitator kabupaten : fasilitator kelurahan : fasilitator keuangan : focus group discussion atau diskusi kelompok terarah : fasilitator kecamatan : fasilitator teknik GMIT IPTW KBP KITAS KK KKLK KMW korkot KPKL KPUM KSM KSP KTP KUD Kupedes KUR KYD LKBB LKM LKMA MAD MAK NBH NPL NPWP NTT P2KP PA PBL PAD PD (BPR BKK) PDB pemda : Gereja Masehi Injili Timor : insentif pembayaran tepat waktu : komunitas belajar perkotaan : kartu izin tinggal terbatas : kartu keluarga : kredit kepada lembaga keuangan : konsultan manajemen wilayah : kordinator kota : kelompok pedagang kaki lima : kredit peduli usaha mikro : kelompok swadaya masyarakat : kelompok simpan pinjam : kartu tanda pengenal : koperasi unit desa : Kredit Usaha Pedesaan : kredit usaha rakyat : kredit yang diberikan : lembaga keuangan bukan bank : lembaga keswadayaan masyarakat : Lembaga Keuangan Mikro Agrobisnis : musyawarah antardesa : musyawarah antardesa/kelurahan : Nunnbaun Delha : non performing loan/kredit macet : nomor pokok wajib pajak : Nusa Tenggara Timur : Program Penanggulanan Kemiskinan Perkotaan : per annum : Penataan Bangunan dan Lingkungan : pendapatan asli daerah : perusahaan daerah : pinjaman dana bergulir : pemerintah daerah Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan xiii PKBL : Program Kemitraan Bina Lingkungan PKK : Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga PKL : pedagang kaki lima : Persatuan Kelompok Pedagang Kaki Lima PKPL PNPM GSC : PNPM Generasi Sehat dan Cerdas PNPM MP : PNPM Mandiri Perdesaan/Perkotaan PNPM PEM : PNPM Penguatan Ekonomi Masyarakat PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Podes : Potensi desa PPK : pejabat pembuat komitmen PPK : Program Pengembangan Kecamatan PPKPB : pedoman pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir PPOB : Payment Point On Line Bank PT : Perseroan Terbatas PTO : petunjuk teknis operasional; PU : Pekerja Umum rakor : rapat koordinasi Raskin : Program Beras untuk Masyarakat Miskin RLF : revolving loan fund (program dana bergulir) RPJM : rencana pembangunan jangka menengah RT: rukun tetangga: RTM : rumah tangga miskin RW : rukun warga RWT : rembug warga tahunan satker : satuan kerja SBD : Sumba Barat Daya SDM : sumber daya manusia SHM : sertifikat hak milik SHU : sisa hasil usaha : surat izin mengemudi SIM Simpedes : Simpanan Pedesaan SIUP : surat izin usaha perdagangan SKMHT : surat kuasa memasang hak tanggungan SMS : sertifikat masal swadaya SNVT BPL : Satua Kerja Non Vertikal Tertentu SOP : standard operating procedures SPC : surat penetapan camat SPH : surat pengakuan hutang SPP : Simpan Pinjam Perempuan SPPP : surat perjanjian pemberian kredit xiv SPPT STNK TDF TLM TTS TTU TV UEP UK UKM UMKM UP UPK UPK UPL Mikro UPL UPS USPD YMTM : surat pemberitahuan pajak terhutang : surat tanda nomor kendaraan : tanda daftar perusahaan : Tanaoba Lais Manekat : Timor Tengah Selatan : Timor Tengah Utara : team verifikasi : unit ekonomi produktif : Unit Kemitraan : usaha kecil dan menengah : usaha mikro, kecil dan menengah : unit pengelola : unit pengelola kegiatan – PNPM Perdesaan : unit pengelola keuangan – PNPM Perkotaan : unit pelayanan langsung : unit pengelola lingkungan : unit pelaksana sosial : unit simpan pinjam desa : Yayasan Mitra Tani Mandiri Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan xv Daftar Isi Kata Pengantar Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat ............................................................................................................... v Kata Pengantar Deputi Bidang Kemiskinan, Ketenagakerjaan, dan UMKM, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional ................................... vii Kata Pengantar Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri ................................................................................................... ix Kata Pengantar Direktur Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum............................................................................................. x Daftar Singkatan dan Akronim.............................................................................................. xii Daftar Isi ........................................................................................................................................ xvi Pendahuluan ............................................................................................................................... 1 Studi Linkage Antara Bank Nagari (BPD Sumbar) dan LKM Ampang Saiyo, Kota Padang, Sumatera Barat................................................................................................ 5 Studi Linkage Antara Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 dan UPK Rangkiang Mandiri, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat......................................................... 17 Studi Linkage Antara PKBL Bank Mandiri dan LKM Arta Murti, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta ....................................................................................... 27 Studi Linkage Antara Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dan UPK Jetis, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta ...................................................................................... 37 xvi Studi Linkage Antara CV. Betta Ikasindo dan LKM Maju Sejahtera, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta ....................................................................................... 49 Studi Linkage Antara PD BPR-BKK Karangmalang Cabang Kalijambe dan UPK Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah ......................................................... 59 Studi Linkage Antara PD BPR Bank Daerah Pati dan BKM-UPK Pelangi Jaya, Kabupaten Pati, Jawa Tengah ............................................................................................... 71 Studi Linkage Antara Program Swamitra Bank Bukopin dan BKM Mitra Sejahtera, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah ................................................................. 79 Studi Linkage Antara BRI Cabang Brebes dan LKM Budi Luhur, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.......................................................................................... 89 Studi Linkage Antara PD BPR BKK Pati Kota dan BKM UPK Ngesti Rahayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah .............................................................................................. 99 Studi Linkage Antara BRI Cabang Bumi Ayu dan BKM UK Maju Sejahtera, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah ......................................................................................... 107 Studi Linkage Antara PD BPR-BKK Kebumen dan UPK Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.................................................................................... 117 Studi Linkage Antara Bank NTT Cabang Bajawa dan BKM Wiu Riwu, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur ......................................................................... 127 Studi Linkage Antara Asuransi Jasa Raharja Putera dan UPK Ende Timur, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur ............................................................................ 139 Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan xvii Studi Linkage Antara Yayasan Mitra Tani Mandiri dan UPK Nekmese, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur................................................ 151 Studi Linkage Antara P.T. BPR Tanaoba Lais Manekat dan BKM UPK Nunbaun Delha, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur....................................................................... 163 Linkage Antara BNI 46 dan BKM-UPK Trikora, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur ............................................................................................................... 173 Studi Linkage Antara Bank BRI Unit Elopada dan UPK Wewewa Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur ................................................. 185 xviii PENDAHULUAN Program pinjaman dana bergulir (PDB) berbasis masyarakat di bawah PNPM Mandiri dan proyek-proyek sebelumnya, yakni Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP), telah menyediakan layanan kredit bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang memiliki akses terbatas atau tidak memiliki akses terhadap kredit dari lembaga keuangan formal. Program PDB telah mendukung kegiatan peningkatan pendapatan bagi rumah tangga miskin dan memfasilitasi pengembangan kegiatan usaha mikro dan kecil. Namun, dalam operasionalisasinya skema PDB mendapat tantangan yang signifikan dalam memastikan pertumbuhan dan penyediaan layanan keuangan yang berkelanjutan bagi masyarakat sasaran. Salah satu solusi potensial untuk menciptakan layanan keuangan yang berkelanjutan adalah dengan memperkuat linkage antara PDB PNPM Mandiri dan lembaga keuangan formal yang memiliki minat untuk memperluas layanan keuangan mikro. Temuan awal dari lapangan menunjukkan bahwa sudah ada kerja sama atau linkage keuangan (linkage) antara PDB PNPM Mandiri dan lembaga-lembaga keuangan formal. Namun, hal tersebut belum secara sistematis tercatat dan terdokumentasi dengan baik. Catatan dan dokumentasi mengenai linkage tersebut diharapkan dapat memberikan wawasan yang berharga dan penting tentang linkage dan dapat dipergunakan untuk berbagi pengetahuan secara lebih luas di antara para pemangku kepentingan PNPM dan para penyedia layanan keuangan formal. Selain itu, pelajaran yang didapat bisa membantu PDB dan unit pengelola keuangan dalam mendorong dan mengembangkan inovasi bagi layanan PDB yang lebih baik. Buku “Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan” ini adalah salah satu hasil rekaman dari studi lapangan mengenai model-model linkage yang terjadi di lokasi PNPM Mandiri. Studi dilakukan antara bulan Desember 2011 hingga Mei 2012 oleh Tim Studi Proyek Percontohan PDB PNPM Mandiri. Studi linkage ini merupakan kumpulan hasil wawancara mendalam terhadap para pelaku yang menginisiasi dan melaksanakan linkage keuangan di lapangan, termasuk di antaranya dari para konsultan dan fasilitator PNPM, UPK, pejabat pemerintah daerah, bank umum, perusahaan asuransi, dan para nasabah/pemanfaat PDB seperti kelompok peminjam dan individu. Adapun temuan dari model-model linkage ini kemudian dianalisa bersama dengan hasil survei pemetaan linkage keuangan (2012) yang hasilnya telah diterbitkan dalam buku “Laporan Hasil Studi Linkage Antara PNPM Mandiri Pinjaman Dana Bergulir dan Lembaga Keuangan” (2013). Berikut adalah ringkasan temuan dan hasil analisa utama dari laporan hasil studi tersebut: Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 1 Membangun kemitraan (partnership) bukanlah hal yang baru dalam PNPM. Secara umum, para pelaku PNPM sudah akrab dengan konsep kemitraan dengan para pemangku kepentingan di luar program PNPM. Misalnya, para konsultan dan fasilitator PNPM Perkotaan, khususnya di bawah program PNPM/P2KP Advance, sudah terbiasa dengan konsep channeling yang merujuk pada kemitraan dengan pihak ketiga mana pun untuk mendukung kemandirian dan keberlanjutan PNPM. Hal ini termasuk kemitraan dengan program keuangan dan non-keuangan. Di PNPM Perdesaan, para pelaku PNPM sudah memulai kemitraan dengan sektor swasta dengan menggunakan program Corporate Social Responsibility (CSR) untuk mendukung program PNPM bagi pemberdayaan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Kemitraan-kemitraan dalam PNPM Mandiri telah mendorong dan memfasilitasi munculnya linkage dengan lembaga-lembaga keuangan formal. Salah satu faktor yang mendorong terjadinya linkage antara UPK dan lembagalembaga keuangan, khususnya untuk kredit, adalah kebutuhan akan pinjaman dalam jumlah yang lebih besar dan tersedia terus menerus bagi para pemanfaat PDB. Pengalaman linkage pada PNPM Perkotaan dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk memfasilitasi dan mencari sumber kredit lainnya bagi para mantan pemanfaat PDB. Dalam banyak kasus, para mantan pemanfaat PDB yang sudah tidak memenuhi syarat untuk meminjam lagi dari PDB mengalami kesulitan untuk langsung “naik kelas” menjadi nasabah lembaga keuangan formal. Salah satu hambatan utamanya adalah kewajiban menyediakan agunan sebagai jaminan untuk mendapatkan akses dari kredit komersial. Sementara pada PNPM Perdesaan, kasus linkage kredit ditemukan di lokasi pasca PNPM, seperti di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Linkage dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan untuk mendapatkan modal tambahan bagi dana yang dikelola UPK. Kebutuhan akan linkage dengan lembaga-lembaga keuangan kemudian menyebabkan sejumlah pelaku/ orang menjadi pemrakarsa terjadinya linkage (champion). Pelaku tersebut seringkali adalah konsultan atau fasilitator PNPM, anggota UPK, atau anggota BKM/BKAD yang peduli terhadap keberlanjutan akses akan kredit bagi masyarakat. Studi menemukan tiga model linkage yang sudah terjadi antara UPK dan lembaga keuangan. Model-model ini dapat dibedakan berdasarkan peran dan risiko yang ditanggung UPK selama pelaksanaan linkage. Berikut ini adalah uraian singkat mengenai peran UPK yang ditemukan dalam linkage yang telah terjadi: • Model pertama, UPK bertindak sebagai nasabah langsung dari bank atau sebagai pelaksana linkage (executing). Beberapa karakteristik utama dari model ini adalah adanya surat pengakuan hutang/perjanjian kredit antara bank dan UPK, yang menyatakan UPK sebagai peminjam. Selain itu, studi juga menemukan ada dua subvarian pengelolaan pinjaman berdasarkan model ini, yaitu: pertama, pinjaman bank dikelola langsung di bawah manajemen UPK, dan yang kedua, pinjaman bank 2 • • dikelola melalui unit keuangan baru yang dibentuk di bawah BKM, seperti Unit Kemitraan (UK) yang ditemukan dalam kasus linkage antara PNPM Perkotaan dan Bank Rakyat Indonesia. Model kedua, UPK bertindak sebagai agen penyalur (channeling) bank atau lembaga keuangan bukan bank (LKBB). Dalam model ini, UPK menjadi perpanjangan tangan layanan keuangan. Sebagai imbalannya, UPK menerima jasa manajemen dari lembaga keuangan sebagai insentif untuk layanan yang disediakan. Dalam model ini nota kesepahaman (MOU) biasanya ditandatangani antara lembaga keuangan dan UPK, yang mengatur peran masing-masing pihak dalam kerja sama tersebut. Studi ini menemukan bahwa linkage melalui peran UPK sebagai penyalur (channeling) bank atau LKBB dapat ditemukan dalam berbagai jenis produk keuangan, seperti kredit, asuransi, dan layanan jasa pembayaran. Model ketiga, UPK bertindak sebagai pemberi rekomendasi bagi para nasabah dan mantan nasabah PDB. Rekomendasi dari UPK biasanya untuk pengajuan permohonan kredit atau pembukaan rekening tabungan (kelompok) di bank. Rekomendasi tersebut dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. Namun, jenis kemitraan ini kurang formal karena tidak ada perjanjian tertulis atau MOU antara lembaga keuangan dan UPK. Studi juga menemukan bahwa rekomendasi lisan terjadi karena telah adanya hubungan yang erat dan informal antara anggota UPK dan staf lembaga keuangan, di mana sudah ada rasa saling percaya telah berkembang di antara anggota kedua lembaga tersebut. Model linkage dengan cara pemberian rekemendasi lisan dari staf UPK adalah yang paling dominan ditemukan pada kasus-kasus linkage di PNPM Perdesaan dan PNPM Perkotaan. Sementara dari sudut pandang lembaga keuangan, komitmen untuk melakukan linkage dengan PNPM didorong oleh dua pendekatan, yaitu: (i) murni komersial, di mana bank terlibat dalam linkage untuk memperoleh keuntungan finansial, dan (ii) tanggung jawab sosial, di mana bank terlibat dalam linkage sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Dalam banyak kasus linkage kredit, bank-bank komersial seperti Bank Mandiri, BRI dan BNI menggunakan sumber dana dari program CSR, program kemitraan dan bina lingkungan (PKBL), atau menggunakan kredit usaha rakyat (KUR) untuk memfasilitasi nasabah baru yang belum layak menjadi nasabah bank komersial (unbankable). Bankbank ini kemudian membantu UPK dan para pemanfaat PDB-nya untuk secara perlahan bergerak ke skema komersial. Contoh kasus linkage yang menggunakan CSR, PKBL dan KUR sebagian besar ditemukan di lokasi PNPM Perkotaan. Studi juga menemukan belum ada arahan strategis dan minimnya bimbingan teknis dari PNPM untuk membangun dan mengelola linkage dengan lembaga-lembaga keuangan. Belum adanya strategi linkage dapat menimbulkan permasalahan serius dalam membangun Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 3 dan mengembangkan kerjasama keuangan lebih lanjut. Studi juga mengidentifikasi beberapa tantangan untuk mengembangkan linkage diantaranya, kurangnya informasi untuk memulai program linkage dilaporkan telah menghambat inisiasi linkage. Selama pelaksanaan studi, baik pelaku PNPM maupun UPK menyatakan bahwa mereka memiliki informasi yang terbatas mengenai lembaga keuangan yang berpotensi untuk kerjasama dan produk-produk keuangan yang bisa mereka tindak lanjuti untuk linkage. Sementara, lembaga-lembaga keuangan juga melaporkan bahwa mereka memiliki informasi yang terbatas mengenai program PDB PNPM dan cara mengakses program tersebut. Ketika ditanya tentang inisasi linkage, staf UPK umumnya mengaku memiliki keterbatasan akan pengetahuan dan pengalaman untuk memfasilitasi linkage dan membutuhkan pendampingan khusus dari program untuk memulai linkage. Linkage antara UPK dan lembaga-lembaga keuangan, khususnya terkait kredit, telah memberikan kontribusi bagi penguatan dana operasional PDB. Alhasil, linkage dapat mengurangi ketergantungan UPK pada dana hibah dan subsidi dari pemerintah. Di lokasilokasi pasca PNPM di mana dana hibah program PNPM telah dihentikan dan UPK harus mengelola keuangan mereka dengan dana yang ada, program linkage dapat memberikan alternatif sumber dana tambahan untuk operasional PDB. Sementara, di lokasi-lokasi PNPM yang masih berjalan namun portofolio PDB-nya terbatas, linkage dengan lembagalembaga keuangan yang memberikan fasilitas kredit dapat membantu mengurangi daftar tunggu (antrian) peminjam yang panjang untuk penyaluran kredit, seperti pada BKM-UPK PNPM Perkotaan di Kabupaten Brebes dan Pati di Jawa Tengah. Selain itu, khususnya bagi para pemanfaat dan mantan pemanfaat PDB, linkage juga dapat memberikan mereka akses yang lebih luas untuk mendapatkan layanan produk-produk keuangan lainnya, seperti tabungan, asuransi, dan layanan pembayaran. Dengan demikian, kebutuhan masyarakat untuk akses terhadap layanan jasa keuangan yang lebih berkelanjutan perlu difasilitasi dengan mendorong lebih banyak lagi linkage dengan lembaga-lembaga keuangan. 4 Kota Padang Sumatera Barat Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Malaysia Singapore Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Bank Nagari (BPD Sumbar) dan LKM Ampang Saiyo, Kota Padang, Sumatera Barat RINGKASAN Linkage ini terjalin karena terbatasnya modal awal yang dimiliki oleh LKM UPK, sementara warga miskin yang harus dilayani untuk mendapatkan PDB cukup banyak. Skema kredit yang digunakan oleh Bank Nagari dalam linkage ini adalah skema penyaluran dana KUR. Linkage antara LKM Ampang Saiyo dan Bank Nagari tertuang dalam nota kesepahaman tertanggal 11 Mei 2011. Linkage ini menggunakan model chanelling, di mana LKM UPK berperan sebagai koordinator (agent) dalam hal penyeleksian calon nasabah dan Bank Nagari berperan melakukan analisis kelayakan usaha dan verifikasi untuk persetujuan dan pencairan pinjaman modal. Dalam model chanelling ini, LKM UPK juga melakukan penagihan angsuran untuk selanjutnya disetorkan ke Bank Nagari. Melalui kemitraan ini, LKM Ampang Saiyo memperoleh imbalan (fee) sebesar 1,5% dari bunga tertagih setiap bulannya. Linkage antara LKM Ampang Saiyo dan Bank Nagari telah memberikan akses pinjaman modal yang lebih besar bagi warga untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan keluarga. Linkage ini telah memberikan kesempatan bagi anggota KSM yang sebelumnya telah mengakses pinjaman ke LKM UPK dan telah “naik kelas” dapat mengakses pinjaman yang lebih besar dari 2 juta rupiah. Pada tahap pertama linkage, telah disetujui dan dicairkan pinjaman modal usaha untuk 24 nasabah dengan total pinjaman 341 juta rupiah. Beberapa pelajaran berharga yang bisa dipetik di antaranya (1) keterbatasan modal telah mendorong LKM untuk mencari lembaga mitra keuangan, (2) dengan model channeling, LKM UPK Ampang Saiyo menjadi agent untuk menyeleksi dan menyalurkan calon penerima manfaat KUR, dan (3) bekas anggota KSM dapat mengakses layanan kredit yang berkelanjutan dari program KUR di Bank Nagari. Selain itu, potensi perluasan linkage dengan LKM UPK lain dan pengembangan linkage dengan model executing menjadi kian terbuka. Meski demikian, terdapat beberapa tantangan utama saat ini yang dihadapi dari linkage ini, yakni persoalan pergantian kepemimpinan, integritas, dan ketelitian pengurus dan anggota LKM Ampang Saiyo dalam pengelolaan linkage. 6 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Antara Bank Nagari (BPD Sumbar) dan LKM Ampang Saiyo, Kelurahan Ampang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat 17 – 18 Februari 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kelurahan Ampang Kelurahan Ampang memiliki luas wilayah 705 ha yang terbagi menjadi 8 RW dan 24 RT. Kelurahan Ampang memiliki batas wilayah di sebelah utara dengan Keluruhaan Gunung Sarik, di sebelah selatan dengan Batang Air Kuranji, di sebelah barat dengan Kelurahan Kalumbuk dan di sebelah timur dengan Kelurahan Kuranji. Jumlah penduduknya mencapai 5.734 jiwa, 2.931 perempuan dan 2.803 laki-laki. Penduduk miskinnya mencapai 1.380 orang. Karena letaknya yang berada di dekat pusat kota, Kelurahan Ampang menjadi kawasan potensial untuk perdagangan. Potensi ini dipengaruhi juga oleh dominasi penduduknya yang sebagian besar bermata pencaharian dagang/wiraswasta. Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan, pemerintah perlu membangun dan menambah fasilitas pendukung untuk sektor industri dan perdagangan seperti fasilitas perekonomian untuk usaha perdagangan, akomodasi dan rumah makan, industri pengolahan, usaha persewaan, dan usaha formal dan nonformal. Ruko-ruko yang ada menjadi bukti adanya usaha skala kecil dan besar di kelurahan ini. 1.2. Profil LKM Ampang Saiyo Pimpinan kolektif LKM UPK ditentukan dengan melibatkan semua elemen masyarakat baik pemerintah kelurahan, masyarakat, dan kelompok peduli setempat. Pemilihan dan pembentukan pimpinan kolektif LKM UPK periode pertama dilaksanakan pada 23 November 2008 dan terpilih 13 orang, 9 laki-laki dan 4 perempuan. LKM Ampang Saiyo disahkan melalui Akta Notaris Dra. Butet, S.H dengan Nomor Akta 509.11/D. Tet.Not/2008, tertanggal 27 November 2008. Setelah masa periode pertama berakhir, pemilihan pimpinan kolektif ini dilakukan kembali dengan jumlah anggota pimpinan sebanyak 11 orang untuk periode 2012–2014. Profil kinerja dan layanan dari LKM Ampang Saiyo pertanggal 31 Januari 2012 adalah sebagai berikut: Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 7 1. Modal awal dana RLF Rp30.000.000 2. Total aset LKM Rp38.022.273 3. Pinjaman ke KSM (RLF) Rp25.900.000 4. Dana di bank Rp12.584.972 5. Jumlah KSM aktif 6 KSM 6. Jumlah penerima manfaat 41 orang 7. Besar pinjaman Rp500.000 – 2.000.000/anggota KSM 8. Bunga pinjaman 1,5% per bulan flat 9. Non-Performing Loan (NPL)/ kredit macet 0% 10. Prosentase pengembalian 100% 11. Jam layanan LKM 2 x dalam seminggu, pukul 09.00 - 11.00 dan 16.00 – 18.00 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat secara resmi berdiri pada 12 Maret 1962 dengan nama PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat. Pendirian tersebut dipelopori oleh pemerintah daerah beserta tokoh masyarakat dan tokoh pengusaha swasta di Sumatera Barat atas dasar pemikiran perlunya suatu lembaga keuangan yang berbentuk bank yang secara khusus membantu pemerintah dalam pembangunan di daerah. Berdasarkan Undang-Undang No.13 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Bank Pembangunan Daerah, dasar hukum Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat diganti dengan Peraturan Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Barat No. 4 sehingga PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat diubah menjadi Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat. Pada 1996 melalui Perda No. 2/1996 telah disahkan penyebutan namanya sebagai Bank Nagari dengan maksud untuk lebih dikenal, membangun brand image, dan sekaligus mengimpresikan tatanan sistem pemerintahan di Sumatera Barat.1 Saat ini Bank Nagari telah berstatus sebagai bank devisa serta telah memiliki unit usaha syariah. Bank Nagari juga merupakan bank pembangunan daerah pertama yang 1 Bank DKI, Bank Jabar-Banten, Bank Jateng, Bank Jatim, BPD Yogyakarta, Bank NTB, Bank Sulut, Bank Kalbar, Bank Kalsel, Bank Kalteng, Bank Maluku, dan Bank Papua 8 membuka kantor cabang di luar daerah, yaitu dengan dibukanya cabang di Jakarta pada 1996 dan di Bandung, serta kota-kota besar lain. 2.2. Produk dan Skema Lembaga Mitra Dalam hal penyaluran kredit mikro, Bank Nagari memiliki dua skema kebijakan yaitu Kredit Peduli Usaha Mikro (KPUM) dan KUR. Bank Nagari adalah suatu bank yang telah lama memiliki perhatian khusus terhadap usaha mikro melalui program kredit mikro. Salah satu contohnya adalah program kredit peduli usaha mikro yang diluncurkan sejak 2006 dengan maksimal pinjaman lima juta tanpa agunan. Untuk Skema KUR, Bank Nagari mulai mengimplementasikannya sejak Juni 2010. Bank Nagari merupakan salah satu dari 13 BPD2 yang mendapatkan mandat dari pemerintah untuk menyalurkan KUR.3 Dari dua skema penyaluran kredit mikro di atas, yang dimanfaatkan untuk program linkage antara Bank Nagari dan LKM Ampang Saiyo adalah melalui skema KUR. Program linkage tersebut telah dituangkan dalam nota kesepahaman antara LKM Ampang Saiyo, Kelurahan Ampang, Kecamatan Kuranji, Kota Padang dan BPD Sumatera Barat Cabang Utama Padang tertanggal 11 Mei 2011. Nota kesepahaman ini menjadi dasar penyaluran dana KUR dari Bank Nagari. Fitur pinjaman KUR Bank Nagari adalah (1) tanpa jaminan (agunan); (2) bunga ringan (9% per tahun atau 0,75% per bulan); (3) bebas biaya provisi dan administrasi; (4) jumlah pinjaman sampai dengan 20 juta rupiah; dan (5) jangka waktu pinjaman mulai enam bulan hingga tiga tahun. Sedangkan persyaratan pengajuan pinjamannya adalah (1) surat keterangan usaha dari lurah; (2) salinan kartu keluarga dan KTP (suami – istri); (3) pas foto ukuran 4 x 6 (suami-istri); (4) tidak sedang meminjam di lembaga keuangan lain (surat pernyataan diketahui lurah); dan (5) individu atau kelompok dengan jumlah lima sampai sepuluh orang. 3. Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinya Linkage PNPM Mandiri Perkotaan yang merupakan kelanjutan dari P2KP pada 2009 memiliki program keberlanjutan dan kemandirian yang dikhususkan untuk wilayah/lokasi sasaran lama. Program ini dikenal dengan nama PNPM Perkotaan Advanced atau biasa disebut juga dengan P2KP Advanced.4 LKM Ampang Saiyo termasuk salah satu sasaran dalam 2 Bank DKI, Bank Jabar-Banten, Bank Jateng, Bank Jatim, BPD Yogyakarta, Bank NTB, Bank Sulut, Bank Kalbar, Bank Kalsel, Bank Kalteng, Bank Maluku, dan Bank Papua 3 Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor KEP-07/M.EKON/01/2010 tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat. 4 PNPM Perkotaan Advanced merupakan: Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 9 PNPM Advanced di Kota Padang. Dalam penentuan lokasi sasaran untuk program ini di KMW satu Provinsi Sumbar, salah satu syaratnya adalah tingkat pengembalian PDB dari KSM ke LKM UPK adalah minimal 90%. Dalam kerangka program keberlanjutan dan kemandirian, PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Padang menjalin program linkage dengan berbagai pihak, baik pemerintah lokal (termasuk dinas dan badan), bank, lembaga donor/NGO, dan pihak-pihak lain. Linkage dalam hal layanan keuangan dengan pihak perbankan merupakan suatu hal yang diupayakan oleh LKM UPK dan pemangku kepentingan dalam PNPM Perkotaan. Di sisi yang lain, adanya aturan PDB PNPM Perkotaan bahwa maksimal penerima manfaat meminjam sebanyak empat kali dengan nilai pinjaman antara 500 ribu hingga 2 juta rupiah, linkage dengan pihak perbankan/lembaga keuangan mikro menjadi salah satu solusi yang tepat warga dapat mengakses layanan keuangan. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Sebelum terjadi linkage keuangan, LKM Ampang Saiyo telah menerima dana CSR dari BFI pada 2009 sebesar 150 juta rupiah. Dana tersebut digunakan untuk membangun Ampang Community Center sebagai pusat perekonomian, pusat promosi, pusat informasi, dan pusat pendidikan. Karena belum rampungnya pembangunan Community Center tersebut, pimpinan LKM Ampang Saiyo berupaya mencari informasi ke lembaga lain, salah satunya Bank Nagari pada Agustus 2010. Di bank ini LKM Ampang Saiyo telah membuka rekening untuk penyerapan BLM PNPM Perkotaan. Pada mulanya LKM berharap dapat memperoleh dana CSR dari Bank Nagari, namun yang ditawarkan justru pinjaman kredit mikro untuk penyaluran KUR dengan bunga 9% per tahun. Tawaran ini disambut positif pimpinan LKM mengingat beberapa anggota yang biasa meminjam dari LKM UPK membutuhkan pinjaman yang lebih besar dari dua juta rupiah untuk kebutuhan modal pengembangan usahanya. Pimpinan LKM berhasil meyakinkan Bank Nagari bahwa LKM Ampang Saiyo adalah suatu lembaga milik masyarakat dan dibentuk melalui program pemerintah, dengan salah satu kegiatannya adalah menggulirkan pinjaman dana kepada masyarakat melalui KSM. Selama ini dana yang digulirkan melalui LKM selalu dapat dikembalikan tepat waktu dan tidak ada yang menunggak atau tingkat NPL di bawah 1%. Lagi pula LKM hanya bisa memberikan pinjaman maksimal sebesar 1,5 juta rupiah dengan bunga 15% per tahun. Pihak Bank Nagari tertarik dan meminta semua data mengenai LKM termasuk AD/ART, akta notaris, laporan keuangan, dan profil pengurus LKM untuk ditelaah terlebih dahulu. Setelah berkonsultasi dengan kantor pusat, Bank Nagari akhirnya menyetujui melakukan - Program pendampingan untuk kemandirian dan keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan - Suatu proses “naik kelas” dari wilayah pendamping Program P2KP. Dalam P2KP Advanced terdapat sejumlah intervensi kegiatan melalui program, antara lain, PAKET, Channeling, Replikasi, PLPBK dan kegiatan Pilot Program lain 10 linkage keuangan dengan LKM Ampang Saiyo. Penandatanganan nota kesepahaman dilakukan pada 11 Mei 2011 4. Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Dalam linkage ini bentuk kerja samanya adalah dengan menggunakan model chanelling, di mana pembayaran angsuran dari penerima manfaat dikoordinasi oleh LKM UPK dan mendapat jasa sebesar 1,5% dari bunga angsuran tertagih dalam sebulannya. Sampai saat ini dengan jumlah penerima manfaat dalam linkage sebanyak 24 orang dan nilai total pinjaman sebesar 341 juta rupiah, LKM Ampang Saiyo memperoleh jasa sebesar 35–38 ribu rupiah per bulan. Terkait pengajuan pinjaman, LKM Ampang Saiyo akan menyeleksi calon penerima manfaat yang membutuhkan pinjaman yang lebih besar. Hasil seleksi tersebut akan diserahkan ke Bank Nagari untuk diproses lebih lanjut. Pada pengajuan tahap pertama, LKM Ampang Saiyo telah menyeleksi dan menyerahkan 32 nama kepada Bank Nagari. Setelah diproses dan diverifikasi oleh Bank Nagari, terdapat 26 nama yang disetujui. Namun, sebelum pencairan pinjaman dilakukan, satu nama mengundurkan diri dan satu nama lagi diketahui telah berbohong terkait dengan usahanya. Dengan demikian, hanya 24 orang yang memperoleh pinjaman dari KUR. Jumlah pinjaman total adalah sebesar 341 juta rupiah, terdiri dari 14 nama yang dulunya merupakan anggota KSM dan meminjam dana bergulir ke LKM UPK, sedangkan 10 nama adalah nasabah yang tidak pernah meminjam ke LKM UPK. Akad kredit untuk pencairan pinjaman ini di lakukan di Bank Nagari pada 29 Juli 2011. 4.2. Produk dan Skema Linkage Sesuai dengan kondisi lokal yang ada di Sumatera Barat di mana mayoritas penduduknya beragama Islam, pola syariah dan konvensional adalah pola umum yang dipakai. Namun, dalam menjalin linkage dengan LKM Ampang Saiyo ini, Bank Nagari menggunakan pola konvensional dengan menerapkan besaran bunga kredit 9% untuk penerima manfaat. Mengingat linkage ini menggunakan model chanelling, LKM UPK belum memberikan layanan keuangan untuk kelompok KSM, baru sebatas untuk individu. Skema produk yang telah diterapkan oleh Bank Nagari dalam penyaluran KUR sebenarnya memiliki model executing, yaitu dengan menyalurkan pinjaman ke suatu lembaga, kemudian lembaga tersebut menyalurkan ke penerima manfaat sesuai dengan ketentuan yang dibuat oleh lembaga itu sendiri. Untuk model executing ini, Bank Nagari Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 11 menerapkan bunga pinjaman sebesar 14% dengan maksiman pinjaman sebesar 2 miliar rupiah. Contoh lembaga yang telah bermitra dengan Bank Nagari dengan model ini adalah Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA), yang memberikan dukungan dalam layanan keuangan kepada kelompok-kelompok tani dan telah menerima pinjaman dari Bank Nagari sekitar 300 juta rupiah. Untuk lembaga yang memperoleh pinjaman dengan skema KUR dengan model executing, penyaluran ke penerima manfaat tidak boleh menerapkan bunga pinjaman lebih dari 22% per tahun, sebagaimana ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dalam linkage dengan LKM Ampang Saiyo, selain menerapkan bunga rendah sebesar 9%, Bank Nagari juga tidak mensyaratkan adanya agunan (collateral). Karena telah mempercayakan proses seleksi awal pengajuan oleh LKM Ampang Saiyo, Bank Nagari juga menerapkan (1) analisis terhadap usaha calon penerima manfaat; (2) calon penerima manfaat adalah orang asli setempat; (3) kerja sama dengan wali nagari (lurah setempat), dan (4) kunjungan/survei ke calon penerima manfaat. 4.3. Cakupan Linkage Linkage antara LKM Ampang Saiyo dan Bank Nagari dalam memperoleh layanan kredit dari skema penyaluran KUR, sampai saat ini masih sebatas pinjaman untuk individu yang dulunya merupakan anggota KSM yang mengakses pinjaman PDB LKM UPK. Saat ini pembayaran angsuran berjalan lancar dan tidak pernah ada tunggakan. Bank Nagari sendiri merasa puas dengan hasil linkage ini dan berniat untuk menambah jumlah penerima manfaat. Saat studi dilakukan, sudah ada 12 orang lagi yang berminat untuk mengajukan pinjaman ke Bank Nagari. mereka mengumpulkan berkas persyaratan dan menyerahkannya ke LKM. LKM kemudian menyerahkannya ke Bank Nagari untuk dilakukan analisis kelayakan usaha dan verifikasi dengan kunjungan ke lokasi calon penerima manfaat. Diharapkan setelah semua proses terlaksana, pencairan tahap kedua disetujui untuk penerima manfaat dalam linkage ini. Linkage ini juga diharapkan dapat diperluas ke beberapa LKM UPK lain dalam PNPM Perkotaan mengingat linkage dengan LKM Ampang Saiyo telah berjalan lebih dari enam bulan dan tidak ada kendala berarti. Semua angsuran penerima manfaat juga berjalan lancar. Saat ini, pihak Korkot Kota Padang sedang menyiapkan LKM di Kelurahan Lolong Belanti untuk bermitra dengan Bank Nagari. LKM tersebut telah melakukan pesiapan selama 2 bulan untuk menjalin linkage dengan Bank Nagari. Pada akhir Januari 2012, LKM di Kelurahan Lolong Belanti tersebut bertemu dengan Bank Nagari untuk membahas tentang kerja sama dalam hal layanan keuangan. 12 5. Profil Penerima Manfaat Linkage 5.1. Pak Ulisman, Peternak Jangkrik Pak Ulisman (58 tahun) memiliki usaha sebagai peternak jangkrik dan tinggal di RT01/ RW07, Kelurahan Ampang Kota Padang. Usaha beternak jangkrik ini dimulai 2004. Sebelumnya ia bekerja di bengkel mobil sejak 1982 sampai 2004. Selama dua tahun usaha Pak Ulisman cukup lancar meski modal terbatas. Pada 2009 ia memperoleh informasi dan sosialisasi tentang pinjaman dana bergulir dari PNPM Perkotaan. Pak Ulisman lalu bergabung dalam KSM Usaha Jaya dan mengajukan pinjaman ke LKM Ampang Saiyo. Ia kemudian mendapatkan pinjaman 500 ribu. Pinjaman tersebut digunakan untuk menambah modal usahanya, terutama untuk menambah kotak-kotak kayu sebagai tempat ternak jangkriknya. Setelah setahun lunas, ia pun mengajukan lagi pinjaman sebesar 1 juta rupiah ke LKM UPK pada 2010. Pinjaman tersebut juga digunakan untuk menambah kotak-kotak kayu untuk ternak jangkriknya agar lebih banyak lagi. Pada 2011 Pak Ulisman mendapat informasi bahwa Bank Nagari bisa memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada anggota KSM PNPM Perkotaan yang memiliki catatan pengembalian pinjaman yang lancar di LKM UPK. Ia pun mengajukan pinjaman 10 juta rupiah. Setelah dilakukan analisis dan verifikasi oleh Bank Nagari, Pak Ulisman pun mendapat pinjaman dari skema KUR sebesar 10 juta rupiah dan dengan jangka waktu pinjaman selama tiga tahun. Pinjaman ini digunakan untuk memperluas tempat peternakan jangkrik dan penambahan kotak-kotak untuk jangkrik. 5.2. Ibu Hartati, Warung Kelontong dan Peternak Jangkrik Ibu Hartati (35 tahun) memiliki usaha warung kelontong dan peternakan jangkrik. Ia tinggal di RT01/RW07, Kelurahan Ampang. Usaha warung kelontong dijalani oleh Ibu Hartati sejak 2007, sedangkan usaha ternak jangkring sejak beberapa bulan sebelum mengakses pinjaman dari Bank Nagari. Sebelum mengakses pinjaman, Ibu Hartati merupakan anggota KSM Usaha Jaya dan pernah meminjam PDB ke LKM UPK sebanyak dua kali. Pinjaman pertama sebesar 500 ribu rupiah pada 2009 untuk menambah modal warung kelontongnya. Setelah melunasi pinjaman pertama, Ibu Hartati kembali mengajukan pinjaman sebesar satu juta rupiah pada 2010 untuk menambah modal warung kelontong dan untuk merintis usaha ternak jangkrik. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 13 Setelah memperoleh sosialisasi tentang pinjaman Bank Nagari dari LKM dan UPK di Kelurahan Ampang pada 2010, Ibu Hartati tertarik untuk meminjam dana yang lebih besar guna lebih mengembangkan usaha warung kelontong dan juga ternak jangkriknya. Ia pun melengkapi semua persyaratan yang diperlukan dan menyerahkannya ke LKM UPK. Pada saat pengajuan ke Bank Nagari, Ibu Hartati mengajukan pinjaman sebesar 20 juta rupiah. Setelah semua pengajuan terkumpul, termasuk dari Ibu Hartati, LKM UPK meneruskan pengajuan tersebut ke Bank Nagari. Setelah dianalisis kelayakan usaha dan diverifikasi, Ibu Hartati termasuk salah satu dari 24 nama yang disetujui untuk memperoleh dana pinjaman KUR. Ia mendapat pinjaman 15 juta rupiah untuk pengembangan modal usahanya. Jangka waktu pinjaman selama dua tahun dan setiap bulan Ibu Hartati harus mengangsur sebesar 747 ribu rupiah. 5.3. Pak Eko Fajri, Warung Kelontong Pak Eko Fajri (35 tahun) memiliki usaha warung kelontong sejak 2008. Ia tinggal di RT01/ RW07 Kelurahan Ampang. Pak Eko memulai usaha warung kelontong secara kecil-kecilan. Barang dagangan yang dijual pada saat itu masih sangat sedikit karena terbatas modal. Beberapa bulan setelah membuka usaha warung kelontong, Pak Eko memperoleh informasi tentang pinjaman untuk warga miskin dari program PDB PNPM Perkotaan yang disosialisasikan oleh LKM Ampang Saiyo. Selanjutnya Pak Eko bersama anggota warga miskin yang lain membentuk KSM dengan nama Usaha Jaya. Melalui basis kelompok inilah, Pak Eko mengajukan permohonan pinjaman pertama kali sebesar 500 ribu rupiah pada 2009. Setelah melunasi pinjaman yang pertama, ia mengajukan pinjaman lagi sebesar satu juta rupiah pada 2010. Sama seperti pinjaman sebelumnya, pinjaman yang kedua ini juga digunakan untuk untuk menambah modal warungnya yang semakin besar dan meningkat. Bila sebelumnya barang dagangan yang ada di warung masih sedikit dan terbatas, setelah dua kali memperoleh pinjaman dari LKM UPK PNPM Perkotaan, barang dagangan dalam warung semakin banyak dan omzetnya juga meningkat. Seiring dengan adanya linkage keuangan antara LKM Ampang Saiyo dan Bank Nagari, lewat sosialiasi pengurus LKM Ampang Saiyo Pak Eko pun memperoleh informasi adanya pinjaman modal usaha dari skema KUR. Ia pun mengajukan pinjaman lagi sebesar 20 juta rupiah. Setelah dinilai kelayakan usahanya dan diverifikasi, Bank Nagari akhirnya menyetujui pengajuan pinjaman tersebut dengan masa pinjaman 18 bulan. Dari pinjaman tersebut, Pak Eko harus mengangsur sebesar Rp1.261.000 setiap bulan. Angsuran tersebut dibayarkan melalui LKM UPK, yang kemudian disetorkan ke Bank Nagari Kantor Capem Gubernuran. Kini usaha warung kelontong Pak Eko semakin meningkat dengan omzet yang sebelum meminjam ke Bank Nagari sebesar 1 juta rupiah, kini meningkat menjadi 2 juta rupiah per hari. 14 Harapan Pak Eko ke depan adalah dapat semakin memperbesar usaha warung kelontongnya untuk meningkat menjadi semacam grosir karena di daerah sekitar tempat tinggalnya masih belum tersedia. Untuk itu, setelah nanti melunasi pinjamannya, Pak Eko berharap untuk dapat meminjam lagi dengan nilai pinjaman lebih besar. 6. Pembelajaran, Potensi, dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Berikut ini beberapa pembelajaran yang dapat dipetik dari linkage antara LKM Ampang Saiyo dan Bank Nagari. • Keterbatasan modal yang dimiliki oleh LKM Ampang Saiyo dari PNPM Perkotaan yang hanya sebesar 30 juta rupiah telah mendorong BKM untuk mencari lembaga mitra guna memfasilitasi kebutuhan akses terhadap layanan keuangan bagi warga yang memerlukannya di Kelurahan Ampang. LKM Ampang Saiyo telah menunjukkan suatu keberhasilan dalam menjalin linkage dengan Bank Nagari. • Dengan linkage model chanelling, Bank Nagari mempercayakan LKM UPK sebagai koordinator untuk menyeleksi calon penerima manfaat untuk penyaluran KUR dari Bank Nagari. Hal lain dari model ini adalah LKM Ampang Saiyo juga melakukan penagihan angsuran dari nasabah KUR. Untuk itu, Bank Nagari memberikan imbalan sebesar 1,5% dari bunga tertagih setiap bulannya. • Para penerima manfaat linkage ini yang sebelumnya merupakan anggota KSM yang meminjam ke LKM UPK dapat memperoleh akses untuk layanan keuangan dari Bank Nagari. Kesempatan untuk mendapatkan pinjaman dengan skema KUR Bank Nagari menjadikan mereka mampu meningkatkan kesejahteraan ekonominya melalui fasilitasi kredit lunak dari bank pemerintah untuk peningkatan usaha bagi rakyat. 6.2 Potensi dan Peluang Linkage Beberapa hal yang dapat dijadikan potensi dan peluang ke depan meningkatkan linkage dengan pihak perbankan/lembaga keuangan mikro. • Adanya potensi dan peluang untuk memperluas kerja sama linkage dengan LKM UPK lain di Kota Padang. Kesempatan ini sangat terbuka bagi LKM dan UPK yang memiliki profil bagus. Sebagaimana saat ini sedang dijalin linkage dengan LKM di Kelurahan Lolong Belanti. • Peluang untuk model linkage antara Bank Nagari dan LKM UPK dalam executing, sebagaimana penyaluran KUR Bank Nagari ke LKMA dan BPR dengan bunga per tahun sebesar 14% dan lembaga mitra dapat menyalurkan ke penerima manfaat hingga maksimal 22% per tahun. Model executing menjadikan LKM UPK memiliki Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 15 kewenangan sendiri dalam menyalurkan dana bergulir dengan basis kelompok (KSM) dan tanpa agunan. 6.3 Tantangan dalam Linkage Sejumlah tantangan yang mungkin muncul dalam proses linkage antara LKM Ampang Saiyo dan Bank Nagari. • Pergantian kepemimpinan di LKM Ampang Saiyo hendaknya tidak menjadi hambatan bagi LKM yang baru terpilih untuk meneruskan kerja sama linkage dengan Bank Nagari. Kepengurusan LKM yang baru diharapkan dapat meningkatkan linkage dengan menjangkau penerima manfaat yang lebih banyak untuk memperoleh akses layan keuangan dengan skema KUR dari Bank Nagari. • LKM Ampang Saiyo dalam menjalankan tugas penagihan angsuran untuk disetorkan ke Bank Nagari harus memiliki integritas, ketelitian dan kesabaran, serta penyadaran bagi penerima manfaat akan kewajiban untuk mengembalikan pinjaman tepat waktu. Dengan kepercayaan yang diberikan oleh Bank Nagari dalam linkage dengan model chanelling, hasil kerja dari LKM UPK bisa dijadikan tolok ukur untuk peningkatan dan perluasan linkage, baik dengan LKM UPK lain maupun dalam jumlah penerima manfaat. 16 Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 dan UPK Rangkiang Mandiri, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat RINGKASAN Linkage antara UPK Rangkiang Mandiri dan AJB Bumiputera 1912 dalam hal asuransi jiwa kredit bagi anggota SPP telah disahkan dan disepakati dalam nota kesepahaman pada 13 Oktober 2010. Linkage ini merupakan prakarsa kedua belah pihak baik AJB Bumiputera 1912 maupun UPK Rangkiang Mandiri. Prakarsa linkage dipicu oleh kasus meninggalnya dua anggota SPP pada 2008 di mana ahli warisnya diminta bertanggung jawab mengembalikan pinjaman ke UPK. Proses persetujuan untuk melakukan linkage dengan AJB Bumiputera dimulai dengan sosialisasi berjenjang dari tingkat UPK, Forum Musyawarah Antarnagari (MAN), hingga ke tingkat pengurus dan anggota SPP. Linkage ini menerapkan model chanelling di mana UPK berperan sebagai koordinator (agent) dalam proses sosialisasi ke pengurus SPP, penandatanganan nota kesepahaman linkage dengan pihak asuransi, dan fasilitasi proses pengajuan klaim oleh keluarga atau ahli waris. Semua anggota SPP yang meminjam ke UPK telah menjadi peserta asuransi. Hingga saat ini terdapat 99 SPP dengan jumlah anggota 2.393 orang. Mengingat tingkat pengembalian dari SPP ke UPK selama ini adalah sangat baik (100%), keberadaan asuransi jiwa kredit yang memberikan pertanggungan bila ada anggota SPP yang meninggal akan semakin menjamin tingkat pengembalian pinjaman aset dana bergulir. Dengan demikian, akses layanan keuangan dengan pemberian pinjaman modal usaha bagi warga miskin yang tergabung dalam SPP akan dapat terjaga dan berlanjut terus. Terdapat sejumlah pembelajaran penting dari kasus linkage ini di antaranya, perluasan linkage yang awalnya hanya terbatas untuk para fasilitator PNPM Perdesaan, kini meningkat ke UPK dan anggota SPP. Pengalaman linkage kedua lembaga ini berpotensi untuk diperluas kepada UPK lain dan skema produknya pun dapat ditingkatkan ke skema yang lebih tinggi nilai pertanggungannya. Selain pembelajaran dan peluang, terdapat pula tantangan utama dari linkage ini di antaranya besarnya perbedaan premi akibat usia yang berbeda, sekalipun jumlah pinjaman yang sama, berpotensi menimbulkan kecemburuan atau kesenjangan antara anggota SPP 18 Studi Kasus Linkage pada Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perdesaan Antara Asuransi Jiwa Bumiputera 1912 dan UPK Rangkiang Mandiri Kecamatan Rambatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat 21 – 22 Februari 2012 1. Lokasi Studi 1.1 Profil Kecamatan Rambatan Kecamatan Rambatan merupakan salah satu dari 14 kecamatan yang ada di Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Luas wilayah Kecamatan Rambatan adalah 129,15 km2. Secara topografis kecamatan ini terletak pada daerah berbukit, sebagian merupakan daerah lembah dan tanah datar. Secara administratif, Kecamatan Rambatan berbatasan dengan Kecamatan Lima Kaum di sebelah utara, dengan Kabupaten Solok di sebelah selatan, dengan Kecamatan Tanjung Emas di sebelah timur dan Kecamatan Batipuh dan Kecamatan Pariangan di sebelah barat. Kecamatan Rambatan memiliki 5 nagari (desa) yang mencakup 33 jorong. Jumlah penduduknya 36.118 jiwa. Sebagian besar penduduknya adalah petani, dan sisanya adalah pedagang dan pegawai. Kecamatan ini juga terkenal sebagai salah satu penghasil batu bata berkualitas sangat baik tidak hanya di Kabupaten Tanah Datar, tetapi juga kabupaten lain di Sumatera Barat. 1.2 Profil UPK Rangkiang Mandiri Sejak ditetapkannya Kecamatan Rambatan sebagai salah satu dari lima kecamatan lokasi PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Tanah Datar pada 2007, UPK Rangkiang Mandiri langsung dibentuk pada 3 September 2007. Total dana BLM yang telah dikelola UPK hingga 2011 mencapai 6,85 miliar rupiah. Dana ini dimanfaatkan untuk peningkatan kapasitas, pembangunan, dan rehabilitasi sarana/prasarana dasar perdesaan, kegiatan pendidikan dan kesehatan, serta kegiatan ekonomi melalui PDB. Kegiatan PDB yang dikelola oleh UPK ini dilakukan melalui skema SPP dan hingga Februari 2011 telah dilakukan sebanyak delapan kali perguliran SPP yang ditetapkan melalui SPC. Berikut ini profil kinerja dan layanan UPK Rangkiang Mandiri per 31 Januari 2012. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 19 1. Modal awal RLF SPP Rp1.685.000.000 2. Total aset UPK SPP Rp2.192.514.841 3. Piutang ke SPP Rp2.190.000.000 4. Dana di bank Rp2.514.841 5. Jumlah SPP aktif 99 SPP 6. Jumlah penerima manfaat 2.393 Orang 7. Besarnya pinjaman Maksimal 5.000.000 / anggota SPP 8. Bunga pinjaman 9 % per tahun (termasuk IPTW 2%) 9. Non Performing Loan (NPL)/kredit macet 0% 10. Persentase pengembalian 100 % 11. Jam layanan UPK Senin – Jum’at (Pukul 09.00 – 15.00) dan Sabtu (Pukul 09.00 – 12.00) 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra AJB Bumiputera 1912 merupakan perusahaan asuransi jiwa nasional yang pertama di Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 12 Februari 1912 di Magelang, Jawa Tengah. Pada saat didirikan namanya adalah Onderlinge Levensverzekering Maatschapij PGHB disingkat dengan O.L Mij. PGHB umumnya lebih dikenal dengan sebutan untuk Asuransi Jiwa Bersama. Pada Januari 1966, perusahaan mengubah namanya menjadi Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912. AJB Bumiputera 1912 adalah perusahaan asuransi mutual yang dimiliki oleh pemegang polis Indonesia dan dioperasikan untuk kepentingan pemegang polis Indonesia. Perusahaan asuransi ini dibangun berdasarkan tiga pilar, yakni: idealisme, mutualisme, dan profesionalisme.5 AJB Bumiputera 1912 menyadari pentingnya hubungan personal antara nasabah dan penasehat finansial mereka, serta menyediakan akses yang mudah untuk mendapatkan solusi khusus untuk memenuhi semua kebutuhan asuransi nasabah. Termasuk di dalamnya adalah dalam hal layanan klaim asuransi bagi nasabah atau ahli waris agar memberikan layanan yang mudah dan cepat. AJB Bumiputera 1912 sebagai salah satu asuransi yang ada di Indonesia tunduk dan diatur melalui UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. http://www.bumiputera.com/pages/default/our_company/company_profile/0 5 20 2.2. Produk Lembaga Mitra AJB Bumiputera 1912 menyediakan berbagai produk dan layanan asuransi. Secara umum jenis produk yang ditawarkan adalah asuransi jiwa perorangan dan asuransi jiwa kumpulan. Selain skema konvensional, juga dalam bentuk syariah. Untuk asuransi jiwa kumpulan, terdapat beberapa skema antara lain asuransi kredit, asuransi ekawaktu, asuransi kecelakaan, mitra medicare (kesehatan), program kesejahteraan karyawan, asuransi idaman, dan anuitas. Awal linkage dengan PNPM Perdesaan mulai dilakukan saat pihak AJB Bumiutera 1912 melayani produk asuransi jiwa kumpulan dengan skema untuk kecelakan dan kesehatan. Asuransi ini disediakan untuk FK/FT dan juga faskab/faskeu PNPM Perdesaan. Linkage ini dimulai pada 2008. Selain dengan fasilitator, AJB Bumiputera 1912 juga telah bekerja sama dengan UPK untuk asuransi jiwa dan kesehatan. Hal inilah yang membuka peluang untuk menjalin linkage dengan UPK dalam hal asuransi kredit untuk kelompok peminjam. Asuransi kredit yang merupakan skema produk dalam linkage dengan UPK Rangkiang Mandiri dirancang untuk memberikan perlindungan bagi mereka yang berhutang kepada lembaga keuangan. Perlindungan dari asuransi jenis ini ditawarkan melalui tiga produk yang berbeda, yaitu Asuransi Jiwa Ekawaktu Proteksi Kredit Kumpulan, Asuransi Jiwa Kredit Cicilan Bulanan Kumpulan, dan Asuransi Jiwa Kredit Cicilan Bulanan Annuitas Kumpulan. 3. Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinya Linkage Terjadinya linkage antara UPK Rangkiang Mandiri dan AJB Bumiputera 1912 diawali dari presentasi oleh pihak asuransi pada tingkat FK di Kabupaten Tanah Datar yang dilanjutkan ke setiap UPK yang ada di Tanah Datar. Pada saat presentasi ke UPK, pihak AJB Bumiputera 1912 menawarkan asuransi jiwa kredit untuk PDB SPP. UPK Rangkiang Mandiri menyambut positif tawaran tersebut mengingat pentingnya manfaat asuransi jiwa kredit tersebut bilamana ada anggota SPP yang meninggal. Hal ini didasari pada pengalaman sebelumnya pada 2008, di mana terdapat dua anggota SPP yang meninggal dan ahli waris dan kelompoknya harus mengembalikan pinjaman ke UPK. Sebelumnya, pengurus UPK Rangkiang Mandiri telah menjadi peserta asuransi kesehatan dan kecelakaan AJB Bumiputera 1912 sejak 2009. Dengan demikian beberapa informasi penting tentang manfaat asuransi telah diketahui oleh UPK. Demikian pula, pihak AJB Bumiputera 1912 telah mengenal para pelaku PNPM Mandiri Perdesaan melalui kerja sama penyediaan asuransi bagi FK/FT dan Faskab pada 2008. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 21 Agar produk asuransi jiwa kredit ini dapat diterima dan disetujui oleh pelaku PNPM Perdesaan, pihak AJB Bumiputera 1912 melakukan sosialisasi pada semua tingkat dari tingkat forum MAN, pengurus UPK dan bahkan ke pengurus setiap SPP. Pengurus SPP kemudian melanjutkan sosialisasi ke anggota pada saat rapat rutin bulanan. Dari sosialisasi berjenjang sampai tingkat penerima manfaat/anggota SPP inilah, akhirnya produk asuransi jiwa kredit dapat diterima oleh seluruh anggota SPP di Kecamatan Rambatan. 3.2. Proses Linkage Setelah menjalin kerja sama asuransi jiwa dengan para pelaku PNPM Perdesaan baik di tingkat kabupaten, pihak AJB Bumiputera 1912 pun melihat peluang untuk menawarkan asuransi jiwa kredit kepada UPK, termasuk UPK Rangkiang Mandiri yang menyambut positif tawaran ini. Pada 2010 pihak AJB 1912 melakukan sosialisasi pada forum MAN. Setelah disetujui untuk menerima asuransi jiwa kredit bagi anggota SPP, UPK pun mensosialisasikannya ke SPP melalui pengurus SPP. Dalam sosialisasi tersebut UPK menjelaskan tentang manfaat penting dari asuransi jiwa kredit. Bilamana ada anggota SPP yang meninggal dunia karena suatu sebab, ahli waris dan keluarga tidak perlu menanggung dan mengembalikan sisa pinjaman ke UPK karena telah diberikan perlindungan oleh AJB Bumiputera 1912. Pada saat sosialisasi juga diberikan format isian asuransi dan tabel premi yang harus dibayar sesuai dengan besarnya pinjaman dan usia peminjam. Pengurus SPP lalu melanjutkan sosialisasi ini ke anggota pada saat rapat rutin bulanan masing-masing SPP atau saat ada pembayaran angsuran ke pengurus SPP. Hasil dari sosialisasi ke anggota SPP ini, penerapan asuransi jiwa kredit akhirnya dapat diterima secara keseluruhan oleh SPP. Proses linkage lalu dilanjutkan dengan implementasi surat perjanjian kerja sama antara UPK dengan AJB Bumiputra 1912 pada September 2011 yang akan mengikat anggota SPP yang sedang meminjam ke UPK. Setelah implementasi linkage berjalan selama sebulan, nota kesepahaman antara UPK Rangkiang Mandiri dengan AJB Bumiputera 1912 ditandatangani pada 13 Oktober 2010. Nota kesepahaman ini bertujuan agar bila terjadi sesuatu perselisihan dan tidak dapat diselesaikan secara baik-baik, prosesnya dapat dibawa ke ranah hukum. Linkage ini memiliki kekuatan secara hukum dan masing-masing pihak dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagaimana yang tertuang dalam nota kesepahaman dan surat perjanjian kerja sama. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Bila melihat proses dan implementasinya, model yang digunakan adalah model chanelling di mana UPK Rangkiang Mandiri berperan sebagai agen atau koordinator, baik dalam hal melakukan sosialisasi tentang manfaat asuransi, menyediakan data peserta asuransi 22 berdasarkan anggota SPP yang meminjam dana bergulir, menandatangani kerja sama dengan pihak asuransi (baik nota kesepahaman maupun Polis), dan memfasilitasi proses pengajuan klaim oleh keluarga atau ahli waris. Jika ada peserta asuransi jiwa kredit SPP meninggal, ahli waris menyerahkan syarat pengajuan klaim, seperti salinan KTP, surat meninggal dari nagari (atau dari rumah sakit, bila meninggalnya di rumah sakit), mengisi format yang disediakan oleh pihak asuransi. Ahli waris dapat menyerahkan berkas yang diperlukan melalui UPK, dan selanjutnya UPK yang akan meneruskan proses klaim asuransi. Proses pencairan klaim paling cepat seminggu dan paling lama satu bulan. 4.2. Produk Linkage Perlindungan yang ditawarkan dalam asuransi jiwa kredit mencakup tiga produk yang berbeda, yaitu: • Ekawaktu Perlindungan Kredit Kumpulan. Asuransi ini memberikan jaminan/ santunan sebesar nilai pinjaman awal jika peserta asuransi meninggal dunia dalam periode asuransi. Pertanggungan senilai jumlah pinjaman ke UPK; • Cicilan Bulanan Kumpulan. Asuransi ini memberikan jaminan/santunan sebesar nilai sisa pinjaman yang menurun setiap bulan dan penurunan dihitung secara proporsional. Jika peserta asuransi meninggal dunia dalam periode asuransi, pertanggungan hanya sisa pokok pinjaman. • Cicilan Bulanan Annuitas Kumpulan. Asuransi ini memberikan jaminan/santunan sebesar nilai sisa pinjaman yang menurun setiap bulan dan penurunan dihitung berdasarkan jumlah cicilan, yang tergantung pada bunga pinjaman jika peserta asuransi meninggal dunia dalam masa periode asuransi (pertanggungan senilai sisa pokok pinjaman dan bunga). Dari ketiga produk di atas, produk kedua yang diterapkan dalam linkage antara UPK Rangkiang Mandiri dengan AJB Bumiputera 1912, yaitu Asuransi Jiwa Kredit Cicilan Bulanan Kumpulan. Produk ini dipilih melalui kesepakatan bersama antara UPK Rangkiang Mandiri dan kelompok peminjam dalam SPP, dengan mempertimbangkan manfaat yang akan diperoleh dan besaran premi yang harus dibayarkan ke AJB Bumiputera 1912. Untuk premi asuransi, diterapkan berdasarkan usia dan jumlah pinjaman dan pihak asuransi telah menyediakan tabel asuransi SPP untuk memudahkan besaran premi yang harus dibayar. Sebagai contoh, untuk peminjam dengan usia 20 tahun dengan pinjaman 1 juta rupiah, premi yang dikenakan sebesar Rp1.607. Pinjaman yang sama tetapi bila usianya 50 tahun, premi yang dikenakan sebesar Rp5.683. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 23 5. Profil Penerima Manfaat Linkage 5.1. Ibu Zuraida, Produsen Batu Bata Ibu Zuraida (janda, 64 tahun) tinggal di Jorong Rambatan, Nagari Rambatan dan memiliki tiga orang anak. Ia adalah ketua SPP Bata Jaya dan menjadi salah satu pengurus kelompok peminjam ke UPK. Ia telah meminjam sebanyak empat kali sejak 2008, dengan besaran pinjaman secara berurutan dua juta, tiga juta, empat juta, dan terakhir lima juta rupiah pada 2011. Pinjaman-pinjaman yang diperoleh digunakan untuk modal usaha pembuatan batu bata karena sebagian besar anggota kelompok SPP Bata Jaya memiliki usaha pembuatan batu bata. Pinjaman terakhir digunakan untuk pembuatan atap bedeng untuk penyimpanan batu bata. Batu bata yang dihasilkan dijual oleh Ibu Zuraida ke konsumen dengan harga jual Rp500 per batu bata. Kebanyakan konsumen pembeli batu bata adalah warga pemilik toko bangunan sekitar Nagari Rambatan. Informasi awal tentang asuransi jiwa kredit dari AJB 1912 diperoleh Ibu Zuraida melalui sosialisasi UPK ke pengurus SPP. Ia dan pengurus kelompok SPP yang lain kemudian meneruskan informasi tersebut ke anggota kelompoknya di SPP Bata Jaya. Para anggota SPP Bata Jaya menyambut positif penjelasannya dan memutuskan untuk ikut dalam asuransi jiwa kredit tersebut. Besarnya premi asuransi yang harus dibayar Ibu Zuraida tergantung dari besarnya pinjaman dan usianya. Untuk pinjaman sebesar lima juta rupiah, ia harus membayar premi sebesar Rp98.100 untuk jangka waktu pinjaman selama 12 bulan. Dengan mengikuti asuransi jiwa kredit ini, ia merasa lebih tenang dalam menjalankan usaha dan merasa terlindungi dalam hal pengembalian pinjaman bila sewaktu-waktu terjadi hal yang tidak diinginkannya. 5.2. Ibu Asmah, Produsen Batu Bata Ibu Asmah (52 tahun) tinggal bersama suami dan anaknya di Jorong Ladang Laweh Nagari Rambatan. Ia adalah salah satu anggota SPP Usaha Bunda. Selama menjadi anggota SPP tersebut, ia telah meminjam ke UPK sebanyak dua kali, dengan jumlah pinjaman masingmasing dua juta pada 2010. Pinjaman terakhir sebesar tiga juta pada 2011. Kelompok peminjam SPP Usaha Bunda memiliki 30 orang anggota dengan jumlah pinjaman ke UPK sebesar 70 juta rupiah. Ia dan suaminya juga memiliki usaha pembuatan batu bata. Pinjaman yang diperoleh digunakan untuk mengembangkan usaha batu bata. Sebagian besar anggota kelompok SPP Usaha Bunda juga memiliki usaha pembuatan batu bata. Hasil batu bata di Jorong Ladang Laweh Nagari Rambatan memiliki kualitas yang terbaik di Kabupaten Tanah Datar, sehingga tidak heran banyak konsumen dari luar daerah seperti Solok, Padang Panjang, 24 Padang Pariaman, dan daerah lain tertarik untuk membeli batu bata warga Jorong Tanah Laweh Nagari Rambatan. Ibu Asmah memperoleh informasi awal tentang asuransi jiwa kredit dari pengurus kelompoknya di SPP Usaha Bunda. Ketua kelompok SPP Usaha Bunda menyampaikan informasi tersebut ke anggota-anggotanya, termasuk ke Ibu Asmah. Informasi tentang asuransi jiwa kredit diperoleh pengurus kelompok dari UPK Rangkiang Mandiri. Terkait premi asuransi, Ibu Asmah yang telah berusia 52 tahun dan mendapatkan pinjaman sebesar 3 juta rupiah dikenakan premi sebesar Rp20.250 untuk jangka waktu pinjaman selama 12 bulan. Ia mengaku tidak keberatan karena memahami akan manfaat asuransi jiwa kredit ini. 6. Pembelajaran, Potensi, dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Pembelajaran yang dapat dipetik dari linkage antara UPK Rangkiang Mandiri dengan AJB Bumiputera 1912 adalah sebagai berikut: • Linkage yang awalnya terbatas untuk fasilitator PNPM Perdesaan telah meningkat menjadi linkage antara AJB Bumiputera dan UPK dalam hal asuransi jiwa kredit. • Proses penerimaan linkage antara UPK Rangkiang Mandiri dan AJB Bumiputera 1912 dilakukan melalui sosialisasi intensif secara berjenjang dari tingkat UPK, forum MAN untuk pengambilan kebijakan hingga pengurus dan anggota SPP. Persetujuan linkage ini melalui penyadaran ke berbagai pihak. 6.2. Potensi dan Peluang Beberapa potensi dan peluang untuk meningkatkan linkage antara UPK dan AJB Bumiputera 1912: • Linkage ini dapat diperluas ke UPK lain melalui sosialisasi ke semua pelaku PNPM Perdesaan agar dapat diterima dan disetujui dengan penuh kesadaran akan manfaat penting dari asuransi tersebut. • Skema produk yang digunakan dalam linkage, yaitu asuransi jiwa kredit cicilan bulanan (pertanggungan untuk sisa pokok pinjaman), dapat ditingkatkan ke skema yang lebih tinggi nilai pertanggungannya, misalnya annuitas dengan pertanggungan sisa pinjaman dan bunga. • Skema premi berdasarkan usia menciptakan rentang perbedaan premi (gap) yang cukup tinggi antara anggota SPP usia muda dan yang usia lanjut. Hal ini perlu dinegosiasikan ulang oleh UPK ke pihak asuransi agar premi yang harus dibayar tidak berbeda jauh antara peminjam usia muda dengan yang usia tua. Premi bisa juga ditentukan menurut persentase dari nilai pinjaman anggota SPP. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 25 6.3. Tantangan linkage Tantangan linkage yang mungkin/telah muncul dalam proses implementasi linkage antara UPK Rangkiang Mandiri dan AJB Bumiputera 1912 dalam asuransi jiwa kredit mencakup: • UPK harus memberikan informasi dan sosialisasi yang cukup ke semua anggota SPP terkait manfaatnya, besaran premi, nilai pertanggungannya, dan pengajuan klaim asuransi dengan segala persyaratan-persyaratan yang diperlukan, bila terjadi keadaan meninggal dunia. Sosialisasi ini juga perlu diteruskan ke keluarga dari anggota SPP agar terdiseminasi dengan baik; dan • besarnya premi yang berbeda meski jumlah pinjaman yang sama karena perbedaan usia dapat menimbulkan kecemburuan atau kesenjangan antara anggota SPP. Perlu sosialisasi dan penjelasan secara baik dan terus-menerus dari pihak AJB Bumiputera 1912 ke anggota SPP dan pelaku PNPM Perdesaan. 26 Kabupaten Bantul DI Yogyakarta Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara PKBL Bank Mandiri dan LKM Arta Murti, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta RINGKASAN Linkage antara PKBL Bank Mandiri dan LKM Arta Murti adalah salah satu contoh upaya menjembatani KSM/individu yang telah “naik kelas” dan memerlukan akses pinjaman modal yang lebih besar untuk mengembangkan usahanya. Dalam linkage ini, Bank Mandiri belum secara langsung melakukan linkage dan membuat nota kesepahaman dengan LKM Arta Murti karena terkendala status hukumnya. Melalui fasilitasi yang dilakukan oleh Disperindagkop Kabupaten Bantul, LKM Arta Murti menjalin linkage dengan PKBL Bank Mandiri yang dituangkan dalam nota kesepahaman antara Bank Mandiri dan Disperindagkop pada 26 Juli 2010. Atas dasar nota kesepahaman itulah, LKM Arta Murti dapat bermitra dengan PKBL Bank Mandiri karena Disperindagkop telah bekerja sama dengan Bank Mandiri sejak 2006. Model linkage yang diterapkan baru sebatas pada pemberian rekomendasi untuk kredit mikro dari LKM/UPK kepada anggota KSM. Terdapat 11 orang anggota KSM dari Desa Trimurti yang berhasil mengakses pinjaman dari PKBL Bank Mandiri untuk beragam usaha. Jumlah pinjaman yang diperoleh berkisar antara 10 hingga 20 juta rupiah per individu. Terdapat beberapa pelajaran berharga dari linkage ini di antaranya peran penting dan strategis dari Disperindagkop dalam memfasilitasi linkage dan peningkatan sikap kritis dan selektif dari masyarakat dalam mengakses dana perbankan. Linkage ini juga telah menciptakan sejumlah peluang di antaranya kesempatan yang luas bagi penerima manfaat dan KSM untuk mengakses pinjaman di luar PNPM. LKM Arta Murti juga berpeluang dijadikan model percontohan LKM/BKM dalam membangun linkage dengan berbagai pihak. Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan di antaranya, minimnya manfaat ekonomis dari linkage ini untuk LKM Arta Murti, keaneragaman skema kredit perbankan yang menuntut kecermatan yang tinggi dari LKM UPK, upaya agar akses pinjaman beragunan minimal atau bebas agunan, penyusunan nota kesepahaman yang menuntut keahlian dalam hal hukum bagi LKM UPK, dan upaya untuk mendorong model executing dalam linkage dengan perbankan. 28 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Antara PKBL Bank Mandiri dan LKM Arta Murti Desa Trimurti, Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta 20-21 Desember 2011 1. Lokasi Studi 1.1 Profil Desa Trimurti Desa Trimurti berada di Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY. Desa ini memiliki 19 pedukuhan yang terbagi dalam 135 RT. Desa Trimurti terletak di dataran rendah, beriklim tropis, dan luas wilayahnya 618.831,3 ha. Jumlah penduduknya 17.766 jiwa, yang terdiri dari 8.705 laki-laki dan 9.061 perempuan, dan jumlah KK-nya 5.220. Jumlah penduduk miskinnya 1.076 KK. Mayoritas penduduknya bekerja di sektor perdagangan dan industri kecil, seperti industri tempe, bakpia, tahu, mie, dan lain-lain. Dalam hal akses jasa layanan keuangan, di desa ini terdapat dua lembaga perbankan seperti BRI dan BPD DIY. Selain itu, terdapat juga lembaga keuangan syariah seperti BMT Mitrama, BMT Arta Sejahtera, dan BMT Harapan Kita. 1.2. Profil LKM Arta Murti Pada 1999 Desa Trimurti telah menjadi salah satu sasaran pelaksanaan P2KP. P2KP memiliki beberapa siklus kegiatan di tingkat masyarakat dan salah satunya adalah pembentukan BKM. BKM Arta Murti di Desa Trimurti dibentuk pada 19 Februari 2000. Pada 2 Februari 2009 dilakukan rembug warga kesembilan dengan agenda perubahan BKM menjadi LKM. Dalam rembug ini, dilakukan pula pemilihan 13 orang pimpinan kolektif LKM Arta Murti periode 2009 – 2011. Pimpinan kolektif yang terpilih terdiri dari sembilan laki-laki dan empat perempuan dengan beragam profesi dan latar belakang seperti guru, pedagang, wiraswasta, buruh, dan ibu rumah tangga. Koordinator LKM dipilih melalui musyawarah mufakat oleh para anggota LKM terpilih. Perubahan LKM Arta Murti diaktanotariskan pada 26 Mei 2009 dengan nomor Akta: 03. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 29 Profil kinerja dan layanan LKM Arta Trimurti per 30 November 2011: 1. Total aset UPK Rp1.059.636.100 2. Pinjaman ke KSM (RLF) Rp741.890.616 3. Dana di Bank Rp167.417.936 4. Jumlah KSM aktif 224 KSM (anggota KSM minimal 3 orang) 5. Jumlah penerima manfaat 1225 orang 6. Besarnya pinjaman Rp500.000 – Rp2.000.000 / anggota KSM 7. Bunga pinjaman 1,5% per bulan flat 8. Kredit macet (NPL) 3% 9. Prosentase pengembalian 97% 10. Tanggal pencairan Pada tanggal 5, 10, 15, dan 20 setiap bulan 11. Jam layanan UPK 08.00 – 14.00 WIB (Senin – Jum’at) 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998 sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada Juli 1999, empat bank pemerintah, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi Bank Mandiri. Masing-masing dari keempat legacy banks memainkan peran yang tak terpisahkan dalam pembangunan perekonomian Indonesia.6 Bank Mandiri mulai beroperasi sebagai bank gabungan pada pertengahan 1999. Secara umum produk yang dikeluarkan oleh Bank Mandiri untuk UMKM, terdiri dari dua yaitu pelayanan untuk bisnis (business banking) dan untuk mikro (micro banking). Produk pelayanan bisnis terdiri dari beberapa produk, antara lain: kredit tunai, kredit nontunai, kredit program, produk dana, dan mandiri bisnis. Sedangkan produk pelayanan mikro untuk UMKM, Bank Mandiri telah membaginya menjadi tiga jenis skema yaitu: (1) KUM (Unit Usaha Mikro), (2) BPR (Orang Unit Credit) dan (3) PKBL. Sejarah singkat Bank Mandiri, http://www.bankmandiri.co.id/corporate01/about_profile.asp 6 30 2.2. Produk dan Skema Lembaga Mitra Dalam linkage antara Bank Mandiri dan LKM Arta Murti, skema dan produk yang ditawarkan adalah PKBL. Fitur pinjaman PKBL mencakup (1) batas pinjaman maksimal 30 juta rupiah untuk perorangan dan maksimal 100 juta rupiah untuk koperasi/kelompok usaha, (2) jangka waktu pinjaman maksimal tiga tahun, (3) suku bunga tidak bertingkat (sebesar 6% per tahun), dan (4) bebas provisi dan administrasi. Syarat-syaratnya adalah (1) WNI, (2) memenuhi kriteria usaha kecil, (3) belum pernah menerima pinjaman dari Bank Mandiri, bank atau BUMN lain, dan (4) telah menjalankan usaha minimal satu tahun (perorangan) dan dua tahun (badan usaha/koperasi/kelompok usaha) serta mempunyai prospek untuk dikembangkan. Diutamakan kepada usaha kecil/koperasi/kelompok usaha yang belum memiliki akses perbankan (belum bankable), mempunyai aset maksimal 200 juta/omzet per tahun maksimal satu miliar rupiah. Manfaat yang diperoleh adalah suku bunga yang ringan, persyaratan pinjaman hanya 6% per tahun, dan jaminan pinjaman yang ringan. Agunan yang digunakan dalam PKBL ini tidak seketat yang digunakan dalam skema KUM dan BPR. Agunan yang digunakan tidak harus sertifikat rumah/tanah, cukup dengan jaminan BPKB mobil/motor untuk para debitur penerima manfaat PKBL. PKBL dirancang oleh Bank Mandiri sebagai program CSR dengan keuntungan yang terbilang kecil atau hanya 2% atau 3% dari laba karena tujuan utama dari program ini adalah untuk memberdayakan pengusaha kecil dan meningkatkan pembangunan kapasitas. Meski demikian, Bank Mandiri membatasi pemberian kredit untuk satu individu atau kelompok, dan tidak lebih dari dua periode selama lima tahun. PKBL juga tersedia untuk petani dan nelayan. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinya Linkage PNPM Perkotaan pada 2009 memiliki program keberlanjutan dan kemandirian yang dikhususkan untuk wilayah sasaran lama, termasuk LKM Arta Murti di Desa Trimurti di bawah program P2KP Advance.7 Dalam kerangka program keberlanjutan dan kemandirian itu, PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Bantul berupaya untuk menjalin program linkage dengan berbagai pihak, seperti pemerintah lokal termasuk dinas dan badan, bank, lembaga donor/ NGO, dan pihak lain. Linkage ini merupakan salah satu upaya untuk membangun keberlanjutan program atau yang dikenal dengan program neighborhood development (ND). Linkage dalam layanan 7 PNPM Perkotaan Advanced merupakan: - Program pendampingan untuk kemandirian dan keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan - Suatu proses “Naik Kelas” dari program pendampingan Program P2KP. Dalam P2KP Advanced terdapat sejumlah intervensi kegiatan melalui program antara lain: PAKET, Channeling, Replikasi, PLPBK, dan termasuk kegiatan Pilot Program lainnya Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 31 keuangan dengan pihak perbankan dan LKBB merupakan jalan untuk memfasilitasi anggota KSM yang telah ‘naik kelas’. Adanya aturan PDB PNPM Perkotaan yang mengatur maksimal hanya empat kali mendapat pinjaman dan dengan nilai pinjaman antara 500 ribu rupiah sampai dua juta rupiah, telah membuat linkage dengan pihak perbankan dan LKBB menjadi jalan untuk mengakses layanan keuangan. 3.2. Proses Terjalinya Linkage Linkage antara PKBL Bank Mandiri dan LKM Arta Murti tidak terlepas dari sejarah kerja sama antara Disperindagkop Kabupaten Bantul dan Bank Mandiri pada 2006. Kerja sama ini bermula dari keterlibatan beberapa BUMN dalam mendukung program fasilitasi industri rumah tangga. BUMN yang pernah berpartisipasi mendukung program tersebut di antaranya: Bank Mandiri, BTN, Askes, dan lain-lain. Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama dengan BLKI di mana Disperindagkop berperan memberikan pembinaan dan pelatihan ke pengrajin/wirausaha. Bila ada pengrajin/wirausaha yang memerlukan akses pinjaman modal, dapat dihubungkan dengan pihak PKBL Bank Mandiri. Dalam linkage ini, LKM difasilitasi oleh Disperindagkop melalui nota kesepahaman antara Bank Mandiri dan Disperindagkop di mana Disperindagkop kemudian menjalin kerja sama dan nota kesepahaman dengan pihak PNPM Mandiri Perkotaan. Disperindagkop mulai memfasilitasi pembiayaan dengan skema PKBL dengan melakukan sosialisasi ke sepuluh LKM di tahap awal pada 28 Mei 2010 dan terdapat sembilan BKM yang telah siap menandatangani nota kesepahaman dengan Disperindagkop pada 26 Juli 2010. Bank Mandiri belum secara langsung melakukan nota kesepahaman dengan LKM, karena LKM dianggap lemah status hukumnya. Disperindagkop memfasilitasi linkage antara LKM dan PKBL Bank Mandiri karena didorong oleh keinginan menjalin kerja sama yang lebih baik dengan pelaku PNPM Perkotaan dan membangun kepercayaan antara pelaku PNPM dengan pihak Disperindagkop. Disperindagkop pun memberikan kepercayaan penuh ke pelaku PNPM, termasuk dalam hal memberikan rekomendasi yang diajukan oleh LKM untuk diusulkan ke PKBL melalui Disperindagkop. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Dalam hal layanan keuangan dengan pihak perbankan, LKM Arta Murti telah mengimplementasi linkage dengan pihak bank melalui kerja sama dengan PKBL Bank Mandiri. 32 Model pelaksanaan linkage-nya berupa pemberian surat rekomendasi, di mana LKM berperan sebagai lembaga yang memberikan rekomendasi terhadap anggota KSM yang telah ‘naik kelas’ untuk diajukan ke PKBL Bank Mandiri sebagai lembaga mitra. Karena linkage dengan PKBL melibatkan Disperindagkop, pengajuan rekomendasi dilakukan melalui Disperindagkop yang selanjutnya diteruskan ke PKBL. Rekomendasi yang disediakan oleh LKM Arta Murti adalah rekomendasi tertulis yang ditandatangani dan distempel oleh LKM. Syarat yang diperlukan oleh anggota KSM untuk memperoleh rekomendasi antara lain: • membayar angsuran tepat waktu selama meminjam ke UPK; • telah meminjam lebih dari dua kali (disarankan ke lembaga mitra) dari UPK; • mengajukan permohonan langsung ke LKM; dan • lolo dari survei lokasi yang dilakukan oleh UPK Ada pun proses seleksi awal dilakukan oleh LKM UPK Arta Murti. Setelah menerima pengajuan proposal, PKBL Bank Mandiri akan melakukan proses penilaian kelayakan dan verifikasi hingga proses persetujuan pinjaman ke nasabah. Setelah disetujui, dilakukan akad kredit sebagai bentuk ikatan hukum antara PKBL Bank Mandiri dan nasabah. Dalam hal angsuran, nasabah yang akan menyetorkan ke Bank Mandiri atau pihak Bank Mandiri yang akan melakukan penagihan ke nasabah. Dalam model pemberian rekomendasi ini, LKM UPK tidak memperoleh imbalan (fee) dari PKBL Bank Mandiri. 4.2. Skema Produk Linkage Produk pinjaman dari PKBL Bank Mandiri adalah fasilitas pinjaman baru untuk kebutuhan modal kerja atau investasi yang diberikan kepada calon mitra binaan mandiri yang feasible namun belum bankable. Program kerja sama dalam skema PKBL bertujuan untuk menghindari konflik dalam memperoleh pelanggan antara PKBL dan program lain seperti KUM dan BPR. Karena itu, PKBL menggunakan wilayah sasaran di luar radius 15 km, di mana KUM dan BPR beroperasi dalam radius 15 km. Bank Mandiri juga menerapkan kebijakan persentase penggunaan dana PKBL, yakni: • 10% untuk skema kredit perorangan; dan • 90% untuk kelompok, inti-plasma, koperasi, dan keterkaitan (anak perusahaan korporasi pelanggan setia Bank Mandiri). Bank Mandiri juga menyediakan polis asuransi jiwa untuk program PKBL yaitu sebesar 0.005% dari batas kredit dan juga meminta nasabahnya untuk membuka rekening tabungan penyimpanan dana, yang Rencana Mandiri Tabungan. Nasabah dari PKBL juga memperoleh manfaat dan dukungan lain dari Bank Mandiri, yaitu memperoleh Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 33 kesempatan dan ruang untuk bergabung pameran di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Kesempatan ini diberikan dalam rangka untuk mengenalkan hasil produk usaha ke wilayah/negara lain agar memiliki pangsa pasar yang lebih luas dan berpotensi untuk pengembangan usaha yang lebih besar. 4.3. Cakupan Linkage Linkage antara LKM Arta Murti dan Disperindagkop dalam hal layanan kredit dari skema PKBL Bank Mandiri, hingga saat ini masih terbatas pada pinjaman untuk individu/ anggota KSM, bukan kelompok. Terdapat 11 orang anggota KSM dari Desa Trimurti yang telah mengakses pinjaman dari PKBL Bank Mandiri untuk beragam usaha seperti berdagang beras dan kedelai, berdagang kelontong, industri rumah tangga (tahu, emping melinjo, dan roti), usaha rumah makan, usaha ternak ayam kampung atau ayam pedaging, dan usaha salon/rias. Jumlah pinjaman yang diperoleh berkisar antara 10 hingga 20 juta rupiah per individu. 5. Profil Penerima Manfaat Linkage 5.1. Ibu Painem, Pedagang Beras dan Kedelai Ibu Painem (56 tahun) adalah pedagang beras dan kedelai sejak 1975. Ia pernah mengakses pinjaman dari LKM Arta Murti sebanyak tiga kali dan tergabung dalam KSM Aneka Usaha. Pinjaman pertama sebesar satu juta rupiah pada 2000, pinjaman kedua sebesar dua juta rupiah pada 2001, dan pinjaman ketiga sebesar tiga juta rupiah pada 2003. Pinjaman tersebut digunakan untuk menambah modal usaha. Seiring dengan peningkatan usahanya, ia pun memerlukan dana pinjaman yang lebih besar agar dapat digunakan untuk modal usahanya. Informasi tentang akses pinjaman dari PKBL Bank Mandiri ia peroleh dari putrinya yang bekerja sebagai staf di LKM Arta Murti. Melalui fasilitasi dan rekomendasi LKM Arta Murti, ia mengajukan proposal pinjaman ke PKBL sebesar 20 juta rupiah melalui Disperindagkop. Rekomendasi dari LKM Arta Murti diperoleh karena ia dinilai memiliki catatan pengembalian yang baik dan lancar saat masih meminjam ke UPK. Ia memperoleh dana pinjaman sebesar 20 juta rupiah pada November 2009. Pinjaman tersebut untuk jangka waktu dua tahun dengan bunga per tahun 6% dan menggunakan sertifikat tanah atas nama suaminya sebagai agunan pinjaman,. Dari pinjaman tersebut, setiap bulannya ia mengangsur sebesar Rp930.000. Pinjaman tersebut ia gunakan untuk pengembangan usahanya, di antaranya dengan membeli beras dan kedelai langsung dari distributor/grosir secara tunai sehingga memperoleh harga pembelian yang lebih murah daripada dengan berhutang terlebih dahulu. Dengan membeli cara tunai, ia dapat memperoleh kualitas beras dan kedelai lebih 34 baik. Dengan demikian, ia dapat menjual lagi ke pasar dengan keuntungan Rp200 dari setiap kg beras yang dijual. 5.2. Pak Muji Rahardjo, Produsen Tahu Pak Muji Rahardjo (50 tahun) memiliki usaha sebagai produsen tahu sejak 1990. Ia adalah salah satu penerima yang dapat mengakses layanan keuangan melalui program linkage antara Disperindagkop dan PKBL Bank Mandiri. Sebelum akses ke PKBL Bank Mandiri, Pak Muji adalah mantan anggota KSM Ngudi Lestari di Desa Trimurti dan memiliki pengalaman meminjam sebanyak tiga kali dari LKM UPK Arta Murti saat itu. Pinjaman pertama sebesar satu juta rupiah pada 2000, disusul pinjaman kedua sebesar 1,5 juta rupiah pada 2001, dan kemudian pinjaman ketiga sebesar dua juta rupiah pada 2003. Pinjamanpinjaman yang diperoleh tersebut digunakan untuk menambah modal usahanya. Pada 2010 ia memperoleh informasi tentang adanya pinjaman dari Bank Mandiri dalam jumlah yang lebih besar. Berbekal rekam jejak yang baik selama meminjam ke UPK dan rekomendasi dari LKM Arta Murti, ia pun mengajukan pinjaman ke PKBL Bank Mandiri melalui Disperindagkop. Setelah meneliti kelengkapan persyaratan pengajuan pinjaman, Disperindagkop lalu meneruskan proposal pinjaman ke Bank Mandiri. Ia akhirnya menerima pinjaman dari PKBL Bank Mandiri sebesar 20 juta rupiah pada Agustus 2010 dengan jaminan sertifikat rumah dan jangka waktu pinjaman selama tiga tahun, serta suku bunga 6% per tahun. Setiap bulannya ia membayar angsuran sebesar Rp650.000. 6. Pembelajaran, Potensi, dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Terdapat sejumlah pembelajaran yang dapat dipetik dari linkage yang terjalin antara LKM Arta Murti dan PKBL Bank Mandiri, yaitu: • Peran Disperindagkop dalam memfasilitasi linkage antara BKM dengan PKBL Bank Mandiri menjadi sangat penting dan strategis untuk mendorong pengembangan UMKM dan membangun kepercayaan dengan pelaku PNPM Mandiri Perkotaan. • Bank Mandiri memberikan fasilitas pinjaman melalui PKBL kepada individu/ anggota KSM menjadi pembelajaran penting bagi calon mitra binaan mandiri yang feasible namun belum bankable. • Masyarakat semakin selektif dan kritis dalam mengakses dana dari lembaga perbankan. LKM Trimurti sebenarnya telah melakukan linkage dengan USP Swamitra Bank Bukopin, namun karena bunga pinjamannya tinggi (1,6% perbulan), lembaga ini kurang diminati oleh masyarakat. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 35 6.2. Potensi dan Peluang Beberapa potensi dan peluang dalam upaya meningkatkan linkage dengan pihak perbankan/ lembaga keuangan mikro yang didapat dari hasil linkage di atas: • Adanya peluang untuk memberikan kesempatan yang luas pada penerima manfaat dan KSM untuk mengakses pinjaman di luar PNPM. Peluang untuk memperluas linkage dengan LKM UPK lain yang belum terikat kerja sama dengan Disperindagkop semakin luas. • LKM Arta Murti memiliki potensi dan peluang besar untuk dijadikan model atau percontohan dalam membangun linkage dengan berbagai pihak. Model dan inisiasi linkage oleh LKM Arta Murti dapat diadopsi oleh LKM/BKM lain sebagai upaya untuk mengkases layanan keuangan bagi kelompok miskin yang telah ‘naik kelas.’ 6.3. Tantangan linkage Berikut ini sejumlah tantangan yang mungkin atau telah muncul dalam proses dan implementasi linkage antara LKM dengan pihak bank/lembaga keuangan mikro: • Secara ekonomis, linkage dengan bank selama ini belum secara langsung membawa keuntungan bagi LKM UPK karena tidak mendapat imbalan dari kerja sama tersebut. • Berbagai skema kredit yang ada dari perbankan dan lembaga keuangan lain dan bunga pinjaman yang bervariasi memerlukan pencermatan tersendiri dari UPK dan LKM yang menjalin linkage dan bagaimana melakukan sosialisasinya ke KSM/individu. • Bagaimana mengupayakan akses pinjaman dengan agunan seminimal mungkin atau bahkan tanpa agunan dan memfasilitasi KSM/individu dalam masa transisi untuk ‘naik kelas’ (dari sebelumnya peminjam di UPK menjadi feasible untuk meminjam di bank). • Proses penyusunan nota kesepahaman dengan lembaga mitra/perbankan memerlukan keahlian, khususnya dalam hal hukum agar LKM UPK memiliki posisi tawar dan saling menguntungkan satu sama lain. Tidak semua LKM UPK memiliki pemahaman yang cukup tentang hukum dan peraturan. • Jalinan linkage yang terbangun, tidak hanya dengan model pemberian rekomendasi atau pun chanelling, namun ke depan diupayakan dalam bentuk executing sehingga LKM UPK memiliki kewenangan dalam menyalurkan dana bergulir, menggunakan basis kelompok (KSM), dan memberikan pinjaman tanpa dikenakan jaminan bagi penerima manfaat. 36 Kabupaten Bantul DI Yogyakarta Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dan UPK Jetis, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta RINGKASAN Linkage keuangan antara Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Kecamatan Jetis dan lembaga Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 sudah dimulai sejak 2008. Linkage ini didorong oleh kebutuhan akan perlunya asuransi dalam mengatasi terputusnya pembayaran angsuran oleh beberapa rumah tangga miskin penerima manfaat PDB untuk mengembalikan sisa angsuran karena yang bersangkutan meninggal dunia. Kasus meninggalnya penerima manfaat PDB ini akhirnya mengilhami Ketua UPK Kecamatan Jetis untuk menginisiasi linkage ini. Linkage ini telah memberikan peran kepada UPK sebagai koordinator yaitu memfasilitasi individu anggota kelompok dengan AJB Bumiputera dalam hal pendaftaran polis asuransi dengan UPK sebagai pihak pemegang polis asuransi. Demikian pula, ketika terjadi klaim asuransi, UPK akan memfasilitasi proses pengajuan klaim hingga pencairan uang pertanggungan untuk ahli waris. Pada periode pencairan perguliran Juli 2008, kesepakatan awal antara UPK dan AJB Bumiputera Askum Yogyakarta dimulai dengan setiap penyaluran pinjaman ke kelompok akan dilindungi oleh asuransi. Semenjak terjalinnya linkage antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 pada Juli 2008 hingga November 2011 telah terjadi 27 kali penandatanganan polis asuransi. Hingga November 2011, modal dana bergulir UPK ini meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu hampir lima tahun. Terdapat sejumlah pembelajaran penting dari pengalaman praktik linkage keuangan antara UPK Kecamatan Jetis dan lembaga AJB Bumiputera 1912, di antaranya yang utama adalah (1) memberikan perlindungan finansial bagi ahli waris peminjam, (2) mendorong pembayaran yang tepat waktu, (3) meningkatkan pemahaman tentang pentingnya asuransi di masyarakat, dan (4) pentingnya peran petugas UPK terkait pembinaan dan sosialisasi dan dukungan dari MAD dan BKAD. Meski demikian terdapat sejumlah tantangan operasional dan teknis terkait dengan keberlanjutan linkage ini di antaranya adalah masalah pembinaan UPK dalam rangka keberlanjutan linkage, kejelasan tentang posisi UPK itu sendiri, perlunya pencantuman klausul tentang asuransi pada surat perjanjian kredit (SPK) antara UPK dan kelompok sebagai pengikat dan kebutuhan dana tambahan untuk dana bergulir. 38 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri PedesaanAntara Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dan UPK Kecamatan Jetis, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta 23 Desember 2011 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kecamatan Jetis Kecamatan Jetis terletak di Kabupaten Bantul-Provinsi DIY dan memiliki empat desa yaitu Desa Patalan, Desa Canden, Desa Sumberagung, dan Desa Trimulyo dengan 64 pedukuhan. Kecamatan Jetis adalah salah satu kecamatan yang mengalami dampak terburuk dari bencana gempa bumi pada 2006. Jumlah penduduknya pada 2008 adalah 51.455 orang yang terdiri dari 25.048 laki-laki dan 26.407 perempuan dan sekitar 41,6% penduduknya adalah petani.8 Di Kecamatan Jetis terdapat sekitar 20 bank dan lembaga keuangan seperti BRI, BPD, BUKP, Bank Pasar, dan sekitar 10 BMT termasuk empat LKMdi setiap kelurahan yang melayani simpan pinjam. Kecamatan Jetis merupakan salah satu kecamatan phaseout PNPM Perdesaan di mana sejak 2008 tidak lagi menerima bantuan PDB menyusul bencana gempa bumi pada 2006. Saat ini PNPM Perdesaan di Kecamatan Jetis sudah tidak memiliki fasilitator kecamatan sehingga pendampingan langsung ditangani oleh faskab Bantul. 1.2. Profil UPK Kecamatan Jetis UPK PNPM Perdesaan Kecamatan Jetis dibentuk pada 27 Mei 2006 dalam rangka merespons bencana gempa bumi pada 2006. UPK ini dijalankan oleh tiga orang yang terdiri dari ketua UPK dan dibantu oleh seorang bendahara dan seorang sekretaris. UPK ini beroperasi setiap hari mulai 08.00 hingga 14.00, kecuali Minggu. Sebelumnya di Kecamatan Jetis telah terdapat UPK dan BKM di setiap kelurahan sejak 2003 yang termasuk dalam PNPM Mandiri Perkotaan. Program SPP melalui UPK dinilai telah membantu masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan usahanya pascabencana. Selain itu, program SPP juga membantu program lantainisasi 9 rumah warga miskin dengan dana dari keuntungan (surplus) UPK. Keuntungan Sumber Bag. Tata Pemerintahan : http://bantulkab.go.id/datapokok/0505_kepadatan_penduduk_jenis_kelamin.html Lantainisasi adalah inovasi program yang dprakarsai oleh UPK Jetis untuk merehabilitasi rumah milik anggota SPP miskin dari rumah berlantai tanah menjadi rumah berlantai semen atau tegel. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesehataan rumah anggota SPP, selain itu program ini ditujukan untuk mempromosikan kegiatan SPP ke warga miskin lainnya. 8 9 Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 39 lain dari program SPP adalah tersedianya bantuan beasiswa bagi anak-anak penerima manfaat dana bergulir yang didapat dari keuntungan UPK. Manfaat lain SPP adalah pembelajaran masyarakat untuk merubah pola pikir yang mengandalkan bantuan dan menganggap bahwa semua bantuan dari pemerintah adalah hibah dan tidak perlu dikembalikan. Sejak awal pendiriannya pada 2006 hingga November 2011, modal dana bergulir UPK ini meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu hampir lima tahun. UPK ini menerapkan bunga pinjaman sebesar 1,5% per bulan dan memberikan IPTW sebesar 3% per tahun sesuai yang tertuang pada PTO PNPM Perdesaan. Dalam pelaksanaan PDB, UPK tidak pernah mengalami dana tersisa. Bahkan, dalam praktiknya hanya mampu melayani sekitar 75% permintaan kelompok dari keseluruhan jumlah kelompok yang mengajukan pinjaman (uraian lengkap lihat tabel berikut). Per November 2011, UPK ini hanya memiliki tunggakan PDB oleh kelompok sebesar Rp888.000 dari nilai total 1,3 miliar rupiah. Rencananya tunggakan ini akan segera ditindaklanjuti oleh badan pengawas UPK. Kecilnya tunggakan ini tidak lepas dari penerapan prinsip-prinsip kepedulian baik dari BKAD, maupun juga dari badan pengawas dan pengurus UPK. Wujud nyata dari kepedulian dimaksud adalah melalui pelayanan secara langsung atau pun kunjungan langsung kepada kelompok oleh badan pengawas yang beranggotakan tokoh masyarakat. Secara rutin badan pengawas meminta laporan dari UPK setiap minggu mengenai data penunggak. BKAD Kecamatan Jetis sendiri baru mulai dibentuk pada 2010 atau empat tahun setelah pembentukan UPK Kecamatan Jetis. Sebelum dibentuknya BKAD, UPK dijalankan dengan mengikuti keputusan-keputusan yang ditetapkan melalui MAD dan diawasi oleh badan pengawas UPK. Ringkasan Profil UPK PPK Kecamatan Jetis Per 30 November 2011: Jumlah kelompok 134 kelompok Jumlah penerima manfaat laki-laki - Jumlah penerima manfaat perempuan 1.474 orang Modal awal: a. Program 2006 Rp457.450.000 b. Program 2007 Rp144.000.000 c. Proyek Percontohan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP) 2008 Rp70.000.000 Total modal awal Rp671.450.000 Jumlah dana: 40 a. Di rekening bank Rp176.893.105 b. Di masyarakat Rp1.143.046.750 Total dana per November 2011 Rp1.319.939.855 Prosentase tingkat pengembalian 99,7% Jumlah dana macet (pokok) sejak 2008 atas satu kelompok Rp888.000 Jumlah tunggakan angsuran pada November (pokok) termasuk Jumlah dana macet Rp3.072.250 Besar pinjaman: a. Terbesar diterima kelompok Rp35.000.000 b. Terkecil diterima kelompok Rp4.000.000 c. Terbesar diterima anggota Rp3.000.000 d. Terkecil diterima anggota Rp300.000 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra Linkage keuangan antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 Kantor Pusat Yogyakarta Divisi Asuransi Kelembagaan atau Kumpulan (Askum) adalah terkait dengan keuangan mikro. AJB Bumiputera 1912 merupakan satu-satunya perusahaan asuransi di Indonesia yang berbentuk usaha mutual atau usaha bersama yang berarti bahwa kepemilikan perusahaan 100% berada di tangan pemegang polis, sesuai UU No. 2 Tahun 1992. AJB Bumiputera 1912 didirikan pada 12 Februari 1912 di Magelang oleh tiga orang anggota Perserikatan Guru-guru Hindia Belanda (PGHB). AJB Bumiputera 1912 adalah perusahan asuransi jiwa dengan jumlah aset 12 triliun rupiah dan terbesar di Indonesia. Kantor Pusat AJB Bumiputera 1912 Yogyakarta meliputi wilayah kerja Yogyakarta, Purworejo, Magelang dan Temanggung. Askum yang melayani lembaga dan korporasi berada di bawah divisi Askum yang berkantor di Yogyakarta sehingga asuransi kelembagaan untuk keempat wilayah tersebut ditangani oleh kantor pusat Yogyakarta. Kantor cabang AJB Bumiputera lain hanya melayani asuransi keuangan. 2.2. Produk Lembaga Mitra AJB Bumiputera 1912 merupakan perusahaan asuransi yang menyediakan jasa layanan produk untuk asuransi jiwa dan sudah diperkenalkan sejak 1990-an. Sasarannya adalah lembaga-lembaga yang menyalurkan kredit ke masyarakat termasuk UPK. Selain itu, AJB Bumiputera 1912 merupakan satu-satunya asuransi yang berani menanggung klaim meninggal dunia akibat gempa bumi 2006 di Yogyakarta. Selain asuransi jiwa, melalui Divisi Askum, AJB Bumiputera 1912 juga menawarkan asuransi jiwa karena kecelakaan dengan memberikan pertanggungan dua kali lipat dari nilai pinjaman. Produk asuransi jiwa akibat kecelakaan ini juga ditawarkan kepada UPK. AJB Bumiputera 1912 juga memiliki asuransi yang menanggung pengobatan serta kesehatan, Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 41 namun dengan perhitungan tersendiri. Ke depannya produk asuransi pengobatan akibat kecelakaan akan ditawarkan kepada UPK untuk mengakomodasi permintaan kelompok. Kerja sama antara AJB Bumiputera 1912 dan PNPM bertujuan membantu meringankan beban ahli waris rumah tangga miskin dan lembaga pemberi pinjaman dengan menyediakan pertanggungan sebesar jumlah pinjaman. Selain itu, untuk lebih memasyarakatkan asuransi kepada masyarakat berpenghasilan kecil dan menghapus kesan bahwa produk asuransi jiwa kredit ‘mahal’, pembayaran premi hanya dilakukan satu kali dalam masa pinjaman dengan nilai hanya sebesar 1% dari jumlah pokok pinjaman. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Linkage keuangan antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 didasari oleh pertimbangan bahwa risiko pinjaman kepada penerima manfaat akan ditanggung bersama anggota kelompok dalam sistem tanggung renteng. Sesuai aturan yang tertuang dalam PTO PNPM Perdesaan, apabila terdapat anggota kelompok yang tidak sanggup membayar angsuran ataupun meninggal dan apabila ahli warisnya tidak sanggup melunasinya, anggota kelompok lain harus menanggung utangnya. Menyadari risiko tersebut dan berdasarkan pengalaman kelompok, UPK mengusulkan pertama kali kepada kelompok dan selanjutnya kepada BKAD lewat MAD untuk ikut serta program asuransi pada 2008. Dengan demikian, tidak hanya ahli waris individu yang bebas dari beban sisa angsuran, kelompok pun dan terlebih kinerja UPK tetap dapat berjalan. Dari sisi ahli waris dan kelompok, manfaat linkage ini nyata pada terbebasnya ahli waris dan kelompok dari tanggungan sisa angsuran. Dari sisi UPK, linkage ini membantu terbebas dari tunggakan angsuran sehingga dana dapat terus digulirkan. Manfaat lain adalah mengajarkan kepada masyarakat untuk memahami tentang asuransi beserta manfaatnya dan belajar bersikap siap terhadap risiko yang mungkin terjadi. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Linkage antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 merupakan tindak lanjut pertemuan awal pihak AJB Bumiputera 1912 dan Koordinator Provinsi PNPM Perdesaan pada 2007. Selanjutnya, koordinator provinsi mengundang seluruh koordinator kabupaten untuk mendengarkan presentasi asuransi kecelakaan dari AJB Bumiputera 1912 pada 2007. Dalam pertemuan tersebut juga didiskusikan asuransi jiwa kredit. Karena tertarik, para koordinator kabupaten pun mengundang pihak AJB Bumiputera untuk melakukan presentasi di kabupatennya dengan mengundang UPK-UPK. AJB Bumiputera 1912 menindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi tentang asuransi jiwa kredit ke lima 42 kabupaten di Yogyakarta pada 2008. Namun hingga 2011 hanya PNPM Perdesaan Kabupaten Bantul dan Sleman yang menindaklanjutinya. Selain tindak lanjut pertemuan di kantor Koordinator Provinsi, dukungan juga tampak pada pembicaraan tentang kebutuhan asuransi pada saat diklat yang dilakukan untuk para pengelola UPK oleh Forum UPK Kabupaten Bantul pada akhir 2007. Usai diklat bagi Forum UPK Kabupaten Bantul pada akhir 2007 di Kecamatan Jetis, salah seorang individu penerima dana bergulir SPP meninggal dunia. Kejadian tersebut mengilhami Ketua UPK Kecamatan Jetis untuk mencari informasi mengenai asuransi kepada fasilitator yang pernah ditemui di diklat. Setelah mendapat persetujuan dari MAD untuk mengikuti program asuransi jiwa kredit yang tertuang pada berita acara MAD, UPK mengundang pihak AJB Bumiputera untuk mengadakan sosialisasi kepada ketua kelompok dan anggotanya di Kecamatan Jetis. Meski awalnya terjadi pro-kontra perlunya linkage dengan asuransi, semua akhirnya sepakat dan bersedia mengikuti asuransi untuk pencairan pinjaman berikutnya. Kelompok yang kontra umumnya memandang bahwa asuransi tersebut mahal dan merasa masih ‘muda’ untuk meninggal sehingga merasa tidak membutuhkan asuransi jiwa. Namun, jumlah kelompok yang setuju untuk mengikuti program asuransi lebih besar daripada kelompok yang tidak setuju. Tercapai kesepakatan bersama bahwa uang premi asuransi diambil dari uang IPTW kelompok (jika ada) sehingga tidak perlu memotong uang pinjaman. Aturan ini juga diharapkan mendorong kelompok untuk tepat waktu dalam pembayaran pinjaman. Di awal program asuransi, dari 134 kelompok hanya dua kelompok yang hingga 2010 tidak ikut serta program asuransi karena menganggap belum memerlukan asuran dan masih merasa muda. Namun, pada 2010 kedua kelompok yang awalnya menolak bergabung dalam program asuransi memutuskan untuk ikut setelah mengetahui ada anggota kelompoknya yang meninggal. Pada periode pencairan perguliran Juli 2008, terjadilah kesepakatan awal antara UPK dan AJB Bumiputera Askum Yogyakarta di mana setiap penyaluran pinjaman ke kelompok akan dilindungi oleh asuransi. Linkage layanan asuransi antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 ini terjalin setiap kali terjadi periode putaran PDB, yang jangka waktu berlaku preminya adalah selama umur pinjaman, biasanya satu tahun. Semenjak terjalinnya kemitraan antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 pada Juli 2008 hingga November 2011 telah terjadi 27 kali 10 penandatanganan polis asuransi. Linkage antara AJB Bumiputera 1912 dan PNPM Perdesaan masih terbatas di Kabupaten Bantul yaitu: UPK Kecamatan Jetis dan UPK Kecamatan Pundong. Linkage PPK UPK kecamatan Jetis biasanya melakukan pencairan dana bergulir delapan kali dalam setahun, yaitu pada Januari, Februari, Maret, April, Juli, Agustus, September, dan November. Apabila dalam satu tahun terjadi delapan kali pergiliran, sejak 2008 telah terjadi 27 kerja sama asuransi, kecuali pada 2011 terjadi penggabungan perguliran pada Maret dan April. 10 Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 43 AJB Bumiputera 1912 dan PNPM Perkotaan terlihat pada BKM Pawirodirjan di Kota Yogyakarta dan pada BKM Catur Tunggal di Depok dan BKM Condong Catur di Kabupaten Sleman. Masih sedikitnya jumlah linkage antara UPK dan perusahaan asuransi adalah akibat dari anggapan masyarakat bahwa asuransi mahal dan masyarakat belum “melek” asuransi. Ke depannya AJB Bumiputera mengharapkan kerja sama yang lebih luas lagi dengan PNPM baik Perdesaan maupun Perkotaan. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage keuangan mikro yang terjalin antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 merupakan model linkage yang menjadikan UPK sebagai koordinator. UPK berperan menjembatani kelompok dan anggotan penerima manfaat dana bergulir UPK dengan AJB Bumiputera. Bentuk koordinasi yang dilakukan oleh UPK adalah sebagai berikut, yakni: • melakukan sosialisasi atau pembinaan kepada kelompok peminjam tentang asuransi dan programnya; • menghubungi pihak AJB Bumiputera untuk proses pendaftaran dan pembuatan polis asuransi kumpulan (Askum) yang terdiri dari individu penerima manfaat dana bergulir; • menyiapkan data dan dokumen individu peserta asuransi kumpulan untuk diberikan kepada AJB Bumiputera; • bertindak sebagai pemegang polis asuransi kumpulan tersebut dan seluruh berkas asuransi ditandatangani oleh ketua UPK; • memfasilitasi individu ke AJB Bumiputera apabila ada anggota yang meninggal dunia; dan • UPK merupakan pihak yang menerima uang pertanggungan dari AJB Bumiputera sebesar uang pertanggungan individu. Uang ini akan diserahkan oleh UPK kepada ahli waris/individu setelah dikurang pokok sisa pinjaman. Selanjutnya, ahli waris akan menerima sisa uang pertanggungan sebesar pokok dari cicilan pinjaman yang telah dibayarkan oleh peminjam kepada UPK. 4.2. Produk Linkage Berikut ini rincian program asuransi yang diikuti oleh UPK Kecamatan dalam linkage keuangan dengan AJB Bumiputera 1912: • Kredit Eka Waktu, kredit yang diberikan kepada ahli waris individu peminjam yang meninggal dunia melalui lembaga tempat meminjam dengan nilai premi sebesar 1% dari jumlah pokok pinjaman yang dibayarkan satu kali. 44 • • Personnal Accident Risk A adalah program asuransi jiwa lain yang diikuti oleh kelompok UPK Kecamatan Jetis apabila individu meninggal akibat kecelakaan. Untuk setiap nilai pinjaman, premi yang dibayarkan adalah sebesar 0,1% dari jumlah pinjaman dengan jangka waktu 1 tahun. Besarnya nilai pertanggungan yang diberikan AJB Bumiputera kepada ahli waris adalah dua kali dari nilai pinjaman. Santunan akibat bencana gempa bumi yang pernah disediakan AJB Bumiputera kepada kelompok di UPK Kecamatan Jetis. 4.3. Skema Produk Linkage Premi diambil dari IPTW kelompok lama, sementara kelompok baru harus membayarkan premi di awal pinjamannya. Mengingat IPTW hanya diberikan kepada kelompok yang melakukan pembayaran tepat waktu dan tepat jumlah, kelompok yang tidak memiliki IPTW juga harus membayarkan premi di awal pinjaman. Perjanjian linkage antara pihak AJB Bumiputera 1912 dan UPK diwakili oleh ketua UPK sebagai pemegang polis asuransi. Besarnya nilai pertanggungan tidak dibatasi oleh AJB Bumiputera karena tergantung besarnya nilai pinjaman yang diberikan oleh UPK kepada tiap individu penerima manfaat. Kesepakatan keikutsertaan kelompok pada asuransi hanya tertuang pada berita acara MAD. Berkas surat perjanjian kredit hanya dilampirkan daftar peserta Askum AJB Bumiputera yang ditandatangani oleh setiap individu penerima manfaat dana bergulir. Ke depannya, UPK akan mulai mencantumkan klausul tentang keikutsertaan asuransi dalam surat perjanjian kredit dengan kelompok. Apabila ada individu anggota kelompok yang meninggal, ahli waris dapat melakukan klaim dengan menyertakan syarat-syarat, yaitu: • salinan KTP suami dan istri; • salinan kartu keluarga; • surat keterangan meninggal dunia dari kelurahan; dan • surat keterangan meninggal dunia dari dokter/rumah sakit (apabila meninggal di rumah sakit) Jika persyaratan pengajuan klaim telah lengkap, proses klaim akan memakan waktu kurang lebih tiga minggu. Uang pertanggungan tunai akan diserahkan oleh AJB Bumiputera langsung kepada UPK. Setelah UPK melakukan perhitungan sisa angsuran yang dihitung dari pokok pinjaman saja, sisanya akan diserahkan kepada ahli waris. Sejak linkage keuangan terbentuk, UPK Kecamatan Jetis telah melakukan klaim asuransi jiwa kepada AJB Bumiputera 1912 sebanyak delapan kali untuk individu penerima manfaat yang meninggal dunia. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 45 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage sebagai Ahli Waris Profil dan informan utama penerima manfaat linkage keuangan asuransi ini adalah Iswanto. Beliau adalah ahli waris salah satu individu penerima manfaat program dana bergulir SPP UPK Kecamatan Jetis yang mengikuti program asuransi kredit AJB Bumiputera 1912 yaitu almarhumah Mujiasih. Mujiasih semasa hidupnya adalah ketua kelompok SPP, memiliki usaha warung soto, dan sudah tiga kali meminjam melalui kelompok SPP kepada UPK. Pada awalnya pinjaman pertama dari UPK sebesar satu juta rupiah untuk usaha emping melinjo. Namun, karena usahanya kurang berhasil, beliau berpindah ke usaha warung makanan soto. Pinjaman kedua dan ketiga sebesar Rp1.250.000 dan Rp1.500.000 untuk menambah modal warung sotonya. Beliau menjalankan usaha warung soto bersama temannya. Pada saat pinjaman ketiga pada 13 Desember 2010, Mujiasih meninggal dunia karena penyakit kanker payudara. Padahal PDB baru dibayar pada angsuran kelima. Pada Januari 2011, sang ahli waris mengajukan dokumen syarat klaim asuransi ke UPK karena harus menanggung pembayaran angsuran Mujiasih yang keenam melalui kelompok. Dengan dibantu oleh UPK dan syarat-syarat klaim telah dipenuhi, dalam waktu kurang lebih satu bulan sejak berkas disampaikan, dana pertanggungan telah cair dan diberikan kepada UPK sebesar pinjaman ketiga atau Rp1.500.000. UPK memotong dana tersebut sebesar sisa pokok pinjaman Mujiasih dan sisa uang pertanggungan sebesar pokok angsuran yang telah dibayarkan. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Pembelajaran dari linkage keuangan antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 adalah sebagai berikut. • Asuransi memberikan perlindungan finansial kepada ahli waris pada saat peminjam tidak mampu melunasi utangnya karena meninggal. • Pembayaran premi asuransi yang diambil dari IPTW kelompok mendorong setiap kelompok untuk yang membayar pinjamannya tepat waktu. • Ditanggungnya sisa angsuran pinjaman anggota kelompok yang meninggal, ahli waris, kelompok maupun UPK tidak menanggung beban sisa angsuran. • Masyarakat belajar tentang pentingnya memiliki asuransi untuk menanggung risiko tak terduga seperti meninggal dunia atau kecelakaan. 46 • • • Pentingnya peran petugas UPK dalam rangka pembinaan atau sosialisasi ke masyarakat dan koordinasi rutin antara petugas UPK dan petugas asuransi dalam memfasilitasi kebutuhan kelompok/individu penerima manfaat untuk mewujudkan kemitraan asuransi. Pentingnya dukungan dari MAD dan BKAD dalam kemitraan dengan pihak asuransi untuk mendapat kepercayaan dari kelompok dan individu. Potensi pengembangan linkage asuransi adalah pengembangan fasilitas asuransi yang ditawarkan bertambah menjadi asuransi pengobatan apabila terjadi kecelakaan dan sakit yang menyebabkan ketidakmampuan membayar utang. 6.2. Tantangan Linkage Tantangan keberlanjutan linkage antara UPK Kecamatan Jetis dan AJB Bumiputera 1912 adalah sebagai berikut: • Kemungkinan tidak akan berlanjutnya kelompok lama yang tidak mendapatkan IPTW maupun kelompok baru untuk mengikuti program asuransi karena setiap terjadi perguliran kelompok, kelompok yang mendapatkan dana bergulir bisa berbeda sehingga masing-masing harus membayar premi di awal pinjamannya. • Pembinaan harus dilakukan terus menerus dan berkelanjutan tentang program asuransi terutama kepada kelompok dan individu baru. • Perlu dicantumkannya klausul tentang asuransi pada surat perjanjian kredit (SPK) antara UPK dan kelompok agar terdapat perjanjian yang mengikat tentang program asuransi. • Kebutuhan dana tambahan untuk dana bergulir difasilitasi dengan pemberian akses kepada lembaga keuangan di luar UPK. Dalam hal ini pembiayaan dari lembaga keuangan lain bisa tidak menyertakan fasilitas asuransi. • Kejelasan tentang posisi UPK sebagai kegiatan phase-out PNPM akan mempengaruhi keberlanjutan UPK, khususnya pada keberlanjutan linkage dengan pihak asuransi. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 47 48 Kabupaten Bantul DI Yogyakarta Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara CV. Betta Ikasindo dan LKM Maju Sejahtera, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta RINGKASAN Linkage antara LKM Maju Sejahtera dan CV. Betta Ikasindo dimulai dari adanya gagasan untuk menambah pelayanan LKM kepada masyarakat umum. Ketika usaha jasa pembayaran tagihan listrik dan tagihan lain sedang marak, peluang usaha ini pun dilirik oleh LKM Maju Sejahtera. Dengan dukungan modal dari kas desa, LKM Maju Sejahtera mulai membuka usaha Payment Point On Line Bank (PPOB)1 pada April 2009. Usaha jasa pelayanan pembayaran listrik atau PPOB dimulai pada April 2009. Untuk setiap transaksi pembayaran listrik dari pelanggan, LKM Maju Sejahtera mendapat keuntungan sebesar Rp800. Setelah beberapa bulan berjalan, CV. Betta Ikasindo memutuskan untuk menjalin linkage langsung dengan LKM Maju Sejahtera tanpa melalui perantara agar keuntungan yang dapat diperoleh LKM Maju Sejahtera dapat lebih besar karena tidak lagi dipotong untuk jasa tenaga pemasaran. Pada 1 Januari 2010 ditandatangani perjanjian linkage antara CV. Betta Ikasindo dan LKM Maju Sejahtera yang diwakili oleh Koordinator LKM Maju Sejahtera. Kegiatan ini memang tidak berhubungan dengan keberadaan PDB UPK, namun memberikan banyak manfaat kepada LKM yaitu memperluas informasi mengenai keberadaan LKM dan kegiatan-kegiatannya di masyarakat, dan memberikan keuntungan yang bisa digunakan untuk membiayai kegiatan LKM yang tidak bisa dibiayai oleh program PNPM Mandiri. Linkage ini bisa menjadi salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan LKM. Potensi yang dapat dikembangkan antara lain adalah penyediaan jasa pembayaran lainnya seperti jasa pengiriman dan penerimaan uang, jasa pembayaran leasing kendaraan bermotor, pembayaran tagihan TV kabel, dan lain sebagainya. Terdapat pula dua tantangan dari linkage ini di antaranya: bagaimana mengembangkan usaha yang telah ada agar menghasilkan keuntungan untuk membiayai kegiatan LKM, menambah modal deposit, mengembalikan pinjaman modal ke kas desa, dan bagaimana mensiasati usaha agar tetap bertahan menghadapi kompetisi dengan banyaknya usaha yang sejenis. PPOB adalah sistem pembayaran tagihan listrik dan tagihan lainnya secara on line yang memanfaatkan jasa bank 1 50 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Antara CV. Betta Ikasindo dan LKM Maju Sejahtera di Desa Potorono, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta 12 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Desa Potorono Desa Potorono merupakan salah satu dari delapan desa/kelurahan di Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul, Provinsi DIY dengan luas 389.2550 ha. Sebagian besar wilayah tersebut merupakan tanah persawahan. Desa Potorono merupakan salah satu wilayah yang dekat dengan perbatasan Kota Yogyakarta sisi timur sehingga menjadi salah satu tujuan pemukiman masyarakat. Tidaklah mengherankan bila banyak lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi areal pemukiman. Di satu sisi terdapat nilai positif jika dikaitkan dengan laju perkembangan perekonomian desa, tapi di sisi lain alih fungsi lahan pertanian akan mengancam persedian bahan pangan, berkurangnya rata-rata kepemilikan lahan pertanian, serta rawan timbulnya konflik pemanfaatan lahan/ruang. Desa Potorono terdiri dari sembilan pedukuhan, yaitu: Dusun Potorono, Salakan, Prangwedanan, Nglaren, Mertosanan Wetan, Condrowangsan, Mertosanan Kulon, Balong Lor, dan Banjardadap, dengan 78 RT. Berdasarkan data 2006, jumlah penduduknya 9.680 jiwa dan berdasarkan data penerima Raskin 2006, jumlah penduduk miskin mencapai 2507 orang atau 26% dari total penduduknya pada 2006. 1.2. Profil LKM Maju Sejahtera Pada 2008 Desa Potorono menerima PNPM Mandiri Perkotaan dengan ditandai berdirinya LKM Maju Sejahtera. LKM ini berdiri pada 19 November 2008 dengan akta notaris No. 10 Tanggal 19 November 2008. PDB dikelola oleh UPK. Berdasarkan data 31 Maret 2012, jumlah KSM yang saat ini melakukan pinjaman di UPK adalah sebanyak 43 KSM. UPK LKM Maju Sejahtera merupakan UPK yang termasuk dalam kategori sehat berdasarkan beberapa indikator seperti tingkat pengembalian, tingkat risiko KSM menunggak, tingkat laba yang dihasilkan dibandingkan dengan nilai investasi, tingkat pendapatan dibanding biaya (efisiensi). Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 51 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra CV. Betta Ikasindo merupakan badan usaha milik perseorangan yang didirikan pada 7 Mei 2009 di hadapan notaris Yusuf di Yogyakarta. CV. Betta Ikasindo merupakan badan usaha yang ditunjuk oleh PT. Valuestream Internasional yang berlokasi di Bandung sebagai agen pemasaran dengan sistem PPOB untuk area Yogyakarta, Muntilan, Magelang, Temanggung dan Purworejo. Dalam pelaksanaan pembayaran rekening listrik sistem PPOB, CV. Betta Ikasindo bekerja sama dengan Bank Danamon Syariah. Dalam menjalankan usahanya, CV Betta Ikasindo mengacu pada sistem berbasis syariah yang menjadikan usaha ini saling menguntungkan semua pihak. Setiap lembar transaksi akan disalurkan Rp20,- untuk dana infaq. Untuk menjadi loket PPOB tidak harus berbadan usaha seperti PT, CV, KUD, koperasi simpan pinjam, koperasi serba usaha, BMT, BPR, BPR Syariah, tapi juga bisa perorangan. Syarat yang diperlukan adalah: • salinan KTP dan KK; • surat izin usaha dan akta pendirian (bila badan usaha); • salinan rekening Bank Danamon Syariah; • denah dan foto lokasi yang akan dijadikan loket PPOB (diharapkan memiliki tempat pelayanan yang memadai dan nyaman, meliputi bangunan layak, lokasi mudah dijangkau pelanggan, dan tersedia tempat duduk untuk menunggu); • peralatan meliputi komputer, printer, dan modem (koneksi internet); dan • mengisi formulir pendaftaran dan membayar biaya pendaftaran sebesar 300 ribu rupiah. Jika permohonan untuk menjadi loket PPOB disetujui, fasilitas yang diberikan oleh CV. Betta Ikasindo adalah spanduk, kertas struk 500 lembar, dan pemasangan software. Pada saat ini, terdapat kurang lebih 350 loket PPOB di bawah naungan CV. Betta Ikasindo dengan jumlah transaksi sekitar 176.000 (data April 2012). Tidak ada pembatasan jumlah transaksi untuk setiap loketnya. CV. Betta Ikasindo berusaha menjalankan usahanya seefisien mungkin dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan yang diberikan. Jumlah karyawan yang ada hanya sembilan orang. Untuk teknisi dan administrator dibayar dengan sistem gaji, sedangkan untuk tenaga marketing dibayar dengan sistem komisi di mana mereka akan mendapatkan Rp100 untuk setiap transaksi pembayaran tagihan di loket yang menjadi areanya pemasarannya. Kantor CV. Betta Ikasindo beralamat di Perum Pesona Kotagede No. B5 Singosaren 52 Banguntapan Bantul dan mempunyai kantor cabang pemasaran beralamat di Jl. Perintis Kemerdekaan Gg.Mangga UH V/675 Umbulharjo Yogyakarta. Telp: 0274-8341786 / 0274-7445436/085743490607/ 087838374959 / 08122769191. Email: bettaikasindo@ yahoo.com. Website: www.betta-ikasindo.com. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Linkage LKM Maju Sejahtera dan CV. Betta Ikasindo bermula dari gagasan Pak Dekrit, selaku koordinator LKM Maju Sejahtera, untuk menambah pelayanan LKM kepada masyarakat umum. Saat itu ia memiliki cita-cita agar LKM dapat beroperasi seperti KUD yang memiliki berbagai unit usaha dalam melayani masyarakat. Ketika berada di Jakarta, ia mendengar info mengenai jasa pelayanan pembayaran listrik. Setelah kembali, ia berusaha mencari info tersebut dan kemudian berkenalan dengan tenaga pemasaran dari CV. Betta Ikasindo yang memiliki info mengenai jasa pelayanan pembayaran listrik (PPOB). Setelah beberapa kali pembicaraan akhirnya disepakati bahwa LKM dapat memberikan jasa pelayanan pembayaran listrik. Untuk memulai usaha tersebut, LKM harus memiliki modal yang cukup besar untuk membeli peralatan (komputer, printer, dan modem internet) dan modal dasar sebagai deposit di bank. Koordinator LKM Maju Sejahtera lalu berbicara dengan kepala desa. Kepala desa beserta perangkatnya yang sejak awal mendukung keberadaan program PNPM di desa memberikan dukungan dan bersedia memberikan pinjaman sebesar 11 juta rupiah dari kas desa. Dari uang tersebut, 2,5 juta rupiah digunakan untuk membeli peralatan dan 8,5 juta rupiah digunakan sebagai deposit yang harus disetorkan ke rekening PT. Valuestream International di Bank Danamon Syariah. Akhirnya usaha jasa pelayanan pembayaran listrik atau PPOB dimulai pada April 2009. Untuk setiap transaksi pembayaran listrik dari pelanggan, LKM Maju Sejahtera mendapat keuntungan sebesar Rp800. Setelah beberapa bulan berjalan, terdapat masalah dengan tenaga pemasaran yang menghubungkan LKM Maju Sejahtera dengan CV. Betta Ikasindo. Akhirnya CV. Betta Ikasindo memutuskan untuk menjalin linkage langsung dengan LKM Maju Sejahtera tanpa melalui perantara agar keuntungan yang dapat diperoleh LKM Maju Sejahtera dapat lebih besar karena tidak lagi dipotong untuk jasa tenaga pemasaran. Pada 1 Januari 2010, ditandatangani perjanjian linkage antara CV. Betta Ikasindo dan LKM Maju Sejahtera yang diwakili oleh Koordinator LKM Maju Sejahtera. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 53 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Linkage yang terjalin antara LKM Maju Sejahtera dan CV. Betta Ikasindo telah memberikan manfaat bagi LKM Maju Sejahtera. Selain mendapat keuntungan materi, kegiatan ini juga turut menyebarluaskan keberadaan LKM Maju Sejahtera dan program-programnya. Dalam linkage ini, jasa yang dapat diberikan LKM Maju Sejahtera adalah sebagai berikut: • Pembayaran listrik pascabayar di mana dalam linkage tersebut LKM Maju Sejahtera akan mendapat keuntungan sebesar Rp1.025 untuk setiap transaksi pembayaran listrik dari pelanggan. • Pembelian pulsa listrik prabayar dengan keuntungan sebesar Rp1.025. • Pembayaran Telkom grup: telepon rumah (telkom), telkom fleksi pascabayar, telkom speedy, telkomnet instan dengan keuntungan sebesar Rp1.425. • Pembayaran nontagihan listrik yaitu pasang listrik baru, naik daya atau turun daya dengan keuntungan sebesar Rp1.025. Untuk setiap pembayaran terdapat biaya administrasi yang dibebankan kepada pelanggan yaitu sebagai berikut: • Biaya administrasi untuk pembayaran listrik pascabayar : Rp1.600 • Biaya administrasi untuk pembayaran listrik pascabayar : Rp1.600 • Biaya administrasi untuk pembayaran Telkom Grup : Rp3.000 • Biaya administrasi untuk pembayaran nontagihan listrik: Rp1.600 Sistem pembayarannya adalah sebagai berikut. Sebelum melakukan transaksi, LKM Maju Sejahtera harus mendepositkan sejumlah uang tertentu di rekening PT. Valuestream International di Bank Danamon Syariah. Jumlah deposit yang dimiliki akan berpengaruh terhadap kemampuan untuk bertransaksi. PT. Valuestream International dan CV. Betta Ikasindo menetapkan kebijakan deposit awal pendirian PPOB dan sisa deposit minimum yang harus dimiliki PPOB adalah tiga juta rupiah untuk deposit minimum awal dan 200 ribu rupiah untuk sisa deposit minimum. Setiap bulan LKM Maju Sejahtera akan mendapat daftar tagihan listrik yang diberikan secara on line oleh CV. Betta Ikasindo. Ketika ada pelanggan yang akan membayar tagihan listrik, transaksi tersebut dimasukkan ke komputer yang akan secara on line melaporkan ke PT. Valuestream International dan CV. Betta Ikasindo. PT. Valuestream International akan secara otomatis mendebet transaksi tersebut ke sejumlah uang yang sebelumnya telah 54 didepositkan oleh LKM Maju Sejahtera. Jika deposit yang ada sudah habis, maka transaksi tidak dapat lagi dilakukan. LKM Maju Sejahtera harus kembali mendepositkan sejumlah uang tertentu ke rekening PT. Valuestream International di Bank Danamon Syariah. Pembagian keuntungan dari pembayaran listrik pasca bayar dan prabayar adalah sebagai berikut: misalnya pelanggan membayar tagihan listrik sejumlah Rp90.000. Di dalam tagihan tersebut, terdapat biaya administrasi bank sebesar Rp1.600. Biaya administrasi bank inilah yang menjadi keuntungan jasa penagihan tersebut. Biaya ini akan dibagi kepada PT. Valuestream International, CV. Betta Ikasindo, Bank Danamon Syariah, dan LKM Maju Sejahtera yang menerima sebesar Rp1.025. Pembagian keuntungan dari pembayaran Telkom, Fleksi dan Speedy adalah sebagai berikut. Pelanggan dikenakan biaya administrasi bank sebesar Rp3.000. Biaya ini akan dibagikan kepada PT. Valuestream International, CV. Betta Ikasindo, Bank Danamon Syariah dalam jumlah tertentu (data tidak diberikan oleh nara sumber) dan untuk LKM Maju sejahtera sebesar Rp1.425. Untuk pembayaran listrik secara kolektif, LKM Maju Sejahtera memberikan keuntungan sebesar Rp200 per tagihan kepada penyetor sehingga mengurangi keuntungan yang diperoleh LKM Maju Sejahtera menjadi Rp1.025 – Rp200 = Rp825. Sebagai contoh Pak A membayarkan 25 tagihan listrik, maka Pak A mendapat keuntungan dari LKM Maju Sejahtera sebesar Rp200 x 25 = Rp5.000. Strategi ini dilakukan untuk menarik lebih banyak pelanggan. Pelayanan loket dibuka dari tanggal 6 sampai dengan tanggal 20 setiap bulannya, pada Senin-Kamis jam 8.30 - 13.30, pada Jumat – Sabtu 8.30 – 11.30. Petugas loket terdiri dari 2 orang yaitu satu orang dari UPK dan satu orang petugas khusus untuk loket. Pembukuan untuk PPOB ini terpisah dari pembukuan UPK. Menurut penuturan seorang staf CV. Betta Ikasindo, jumlah pelanggan yang membayar di loket LKM Maju sejahtera cukup banyak yaitu sekitar 800 pelanggan sehingga keuntungan yang diperoleh LKM Maju sejahtera berkisar Rp800 ribuan setiap bulannya. Keuntungan tersebut ditransfer setiap tanggal 10 setiap bulannya ke rekening pribadi Koordinator LKM. Keuntungan digunakan untuk membayar honor dua orang petugas loket pembayaran listrik (Rp15.000/hari x 2 orang x hari kerja efektif ) dan biaya operasional loket pembayaran listrik (pembelian kertas struk, pemberian keuntungan pembayaran listrik secara kolektif, transport petugas loket ke bank, uang makan petugas loket, denda keterlambatan, dll). Laba bersih yang diperoleh setelah dikurangi pengeluaranpengeluaran tersebut berkisar 250-300 ribu rupiah setiap bulannya. Setelah laba bersih terkumpul, sebagian besar laba bersih tersebut digunakan untuk membiayai kegiatan LKM Maju Sejahtera. Selama ini PPOB sudah menyerahkan empat juta rupiah kepada LKM Maju Sejahtera yang perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 55 Alokasi Laba Bersih PPOB dan Pengeluarannya untuk LKM Maju Sejahtera: Laba bersih Jumlah Pengeluaran untuk kegiatan LKM Jumlah April 2009 hingga Desember 2011 Rp2.426.100 Agustus 2011 Rp3.467.450. Diserahkan ke LKM 12 Agustus 2011 Rp2.000.000 (pembelian seragam pengurus LKM dan unit pelaksana sejumlah Rp2.500.000) Saldo Desember 2011 Rp2.118.050 Diserahkan ke LKM 26 Desember 2011 Rp2.000.000 (studi banding ke LKM Ponjong, Wonosari Rp1.300.000) Saldo Maret 2012 Rp753.050 Kendala yang dihadapi oleh LKM Maju Sejahtera dalam memberikan pelayanan ini adalah modal untuk deposit di rekening PT. Valuestream International. Umumnya di bawah tanggal 15 tidak banyak masyarakat yang membayar tagihan. Pada tanggal tersebut transaksi hanya berkisar 2-3 juta rupiah per hari. Di atas tanggal 15, semakin ramai masyarakat yang membayar tagihan. Transaksi bisa mencapai 4-8 juta rupiah per hari. Tanggal 19-20 adalah tanggal teramai. Transaksi pernah mencapai hingga 22,5 juta rupiah per hari. Yang menjadi kendala adalah modal deposit hanya di bawah 5 juta rupiah sehingga ketika transaksi sedang ramai dan mencapai limit 5 juta rupiah, petugas loket harus segera menyetor uang yang diperolehnya pada hari itu ke rekening PT. Valuestream International di Bank Danamon Syariah agar pendebetan tetap bisa berjalan. Pada tanggal 19-20, petugas loket biasa bolak balik ke bank hingga 3-4 kali untuk menyetor uang. Khusus untuk tanggal 20, semua transaksi harus bisa dilakukan sebelum jam operasional bank tutup yaitu jam 15.00 karena jika tidak, akan berlaku denda keterlambatan pembayaran yang harus ditanggung oleh LKM Maju Sejahtera (pembayaran listrik setelah tanggal 20 akan dikenakan denda keterlambatan). Pada 2011, LKM Maju Sejahtera pernah menanggung denda keterlambatan sebesar Rp325 ribu dikarenakan terlambat menyetor uang ke rekening PT. Valuestream International sehingga terjadi kegagalan pendebetan. Untuk mensiasati hal tersebut, LKM melakukan sosialisasi ke masyarakat untuk membayar sebelum tanggal 15 sehingga tidak terjadi penumpukan pembayaran di tanggal-tanggal akhir. Namun, ternyata beberapa pelanggan malah lari dan membayar di tempat lain sehingga akhirnya LKM membiarkan apa adanya. Agar tidak lagi terjadi kegagalan pendebetan, petugas loket tidak lagi membiarkan uang tunai menumpuk di loket, dan segera menyetornya ke rekening PT.Valuestream International, terlebih di tanggal-tanggal akhir. Walaupun demikian petugas loket harus 3-4 kali pergi ke bank. Biasanya petugas loket menyetornya ke BRI yang berjarak kurang lebih tiga km, lebih dekat daripada harus ke Bank Danamon Syariah yang berjarak kurang lebih tujuh km. 56 5. Profil Pemanfaat Layanan Salah satu pemanfaat layanan atau pengguna jasa loket PPOB ini adalah Pak Waluyu, usia 55 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan abdi keraton, alamat Kranginan Kedukuhan Mertosanan Kulon RT 06. Beliau adalah seseorang yang bertugas untuk mengumpulkan pembayaran tagihan listrik secara kolektif di wilayahnya di RT 06. Tugas ini sudah beliau lakukan sejak 1989. Sebelum ada loket PPOB dari LKM Maju Sejahtera, ia membayarkan tagihan ini ke KUD. Hal ini berlangsung dari 1989 hingga 2009. Dari setiap pelanggan, ia mendapatkan upah yang bervariasi tergantung keikhlasan pelanggan. Pada 2009 loket PPOB LKM Maju Sejahtera dibuka. Pak Waluyu mendapat penawaran dari loket PPOB LKM Maju Sejahtera bahwa untuk setiap pembayaran tagihan listrik, ia akan mendapat keuntungan sebesar Rp200 dari LKM. Ketika hal ini diutarakan ke KUD, pihak dari KUD tidak bisa memberikan penawaran yang lebih tinggi sehingga akhirnya Pak Waluyu pindah ke loket PPOB LKM Maju Sejahtera. Setelah enam bulan berjalan, pihak KUD menawarkan upah yang sama, namun ia menolak untuk kembali ke KUD karena sudah nyaman dengan pelayanan yang diberikan oleh LKM Maju Sejahtera. Selang beberapa lama, KUD pun mati dan ditutup karena tidak lagi menghasilkan keuntungan. Tugas mengumpulkan pembayaran tagihan listrik dilakukan Pak Waluyu pada tanggal 17,18,19 setiap bulannya. Beliau berkeliling dari rumah ke rumah pada tanggal-tanggal tersebut. Sebelum berkeliling, beliau sudah terlebih dahulu menempelkan kertas yang berisi jumlah tagihan kepada pelanggan di papan pengumuman di mesjid lingkungannya. Jumlah tagihan tersebut didapatnya dari loket PPOB LKM Maju Sejahtera. Biasanya ada sekitar 36 orang yang membayarkan tagihan listrik kepada Pak Waluyo. Pada Mei 2012 ini, beliau sudah menerima pembayaran dari 36 orang pelanggannya dengan jumlah tagihan sebesar Rp2.052.618. Upah yang diterima dari loket PPOB LKM Maju Sejahtera adalah sebesar Rp7.200. Jumlah ini memang tidak banyak. Menurut Pak Waluyo, jika ditambah dengan upah yang diterima dari tiap pelanggan, cukup untuk menambah penghasilannya. 6. Pembelajaran, Potensi, dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage • PPOB merupakan kegiatan sampingan yang dilakukan oleh LKM Maju Sejahtera. Kegiatan ini memang tidak berhubungan dengan keberadaan program pinjaman dana bergulir yang dilakukan oleh UPK namun kegiatan ini memberikan banyak manfaat kepada LKM yaitu memperluas informasi mengenai keberadaan LKM dan kegiatan-kegiatannya di masyarakat, memberikan peluang pekerjaan kepada beberapa orang untuk mendapat penghasilan sebagai petugas PPOB, memberikan keuntungan Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 57 • • yang bisa digunakan untuk membiayai kegiatan LKM yang tidak bisa dibiayai oleh program PNPM Mandiri. Linkage ini bisa menjadi salah satu contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk mempertahankan keberlangsungan LKM. Dibutuhkan kejelian-kejelian untuk menangkap peluang linkage bukan hanya dengan lembaga keuangan namun juga lembaga lain yang dapat memberikan keuntungan kepada LKM. Dibutuhkan keberanian untuk melakukan sesuatu yang berbeda, yang mungkin tidak terdapat dalam pedoman operasional program, namun tidak menyalahi aturan dan tidak mengganggu jalannya program. 6.2. Potensi yang Dapat Dikembangkan dari Linkage • Memperluas jasa dengan tidak hanya melayani pembayaran tagihan listrik tapi juga penyediaan jasa pembayaran lainnya seperti jasa pengiriman dan penerimaan uang, jasa pembayaran leasing kendareaan bermotor, pembayaran tagihan TV kabel, dan lain-lain. 6.3. Tantangan Linkage • • 58 Bagaimana mengembangkan usaha yang telah ada sehingga menghasilkan keuntungan yang tidak hanya dapat digunakan untuk membiayai kegiatan LKM tapi juga menambah modal deposit dan mengembalikan pinjaman modal ke kas desa. Mensiasati usaha agar tetap bertahan menghadapi banyaknya perorangan atau lembaga yang membuka usaha sejenis. Kab. Sragen Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara PD BPR-BKK Karangmalang Cabang Kalijambe dan UPK Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah RINGKASAN Kehadiran program PDB melalui UPK Kalijambe telah banyak membantu masyarakat setempat dalam mengembangkan usahanya. Kesadaran ini telah mendorong UPK Kalijambe melakukan penjajagan linkage dengan pihak PD BPR-BKK Karangmalang Cabang Kalijambe dan berhasil. Tawaran linkage dengan PD BPR-BKK adalah penyediaan pinjaman yang lebih besar dari yang dapat disediakan oleh UPK kepada individu nasabah PDB selama ini. Tawaran linkage ini disambut positif. Beberapa individu nasabah PDB dari UPK Kalijambe telah berhasil mendapatkan pinjaman dari PD BPR-BKK. UPK Kalijambe pun menjalin linkage dengan bank umum lain seperti BRI, Bank Mandiri dan bank lain yang berada di sekitar UPK. Dalam linkage ini, UPK berperan memberikan rekomendasi lisan dua arah yaitu kepada individu nasabah UPK yang membutuhkan pinjaman dari BPR-BKK dan kepada BPK-BKK tentang riwayat nasabah yang direkomendasikan. Selain itu, UPK juga berperan sebagai tempat konsultasi dalam hal pembuatan proposal pinjaman ke bank, cara perhitungan suku bunga pinjaman, dan masalah keuangan lain terkait pengajuan pinjaman dan memfasilitasi proses pengajuan pinjaman individu kepada bank. Saat ini terdapat empat orang mantan penerima manfaat PDB UPK Kalijambe yang telah mendapatkan dukungan pinjaman yang lebih besar dari BPR BKK Karangmalang Cabang Kalijambe dan BRI. Sejumlah pelajaran penting dari linkage ini, antara lain, model rekomendasi lisan menjadi salah satu model yang dapat membantu kelompok atau individu penerima manfaat mendapatkan akses layanan dari bank atau lembaga keuanga nonbank. Selain itu, peran UPK dalam menyediakan informasi tentang calon debitur kepada bank memberi arti penting terhadap keberhasilan linkage ini. Meski demikian, terdapat dua tantangan utama yakni pertama tidak adanya kerangka hukum yang jelas sehingga menghambat UPK untuk membuat nota kesepahaman dengan pihak bank/lembaga keuangan nonbank dan kedua, individu yang telah mampu mengakses bank, namun masih tetap aktif menjadi peminjam PDB di UPK Kalijambe membuat akses pinjaman untuk keluarga miskin lain menjadi berkurang. 60 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perdesaan antara PD BPR-BKK Karangmalang Cabang Kalijambe dan UPK Kalijambe Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah 3 Desember 2011 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kecamatan Kalijambe Kecamatan Kalijambe adalah salah satu dari 20 kecamatan di wilayah Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Kecamatan ini memiliki 14 desa dengan luas wilayah 4.696 km2 yang berbatasan dengan Kecamatan Gemolong di sebelah utara, Kecamatan Pupuh di sebelah timur, Kabupaten Karang Anyar di sebelah selatan dan Kabupaten Boyolali di sebelah baratnya. Berdasarkan data Podes 2010, jumlah penduduknya 49.673 jiwa dengan mata pencaharian umumnya adalah bertani, buruh pabrik, dan wiraswasta. Terdapat beberapa lembaga penyedia layanan keuangan formal yang mendukung kegiatan perekonomian masyarakat di Kecamatan Kalijambe seperti BRI Unit, PD BPRBKK, BMI BUS dan beberapa koperasi. Sejak 1996 melalui Inpres 3/1996, masyarakat di Kecamatan Kalijambe sudah mengenal dan membentuk kelompok simpan pinjam melalui program Kukesra maupun Takesra.11 Sayangnya, program tersebut telah berakhir. 1.2. Profil UPK Kalijambe UPK Kalijambe dibentuk pada 9 Agustus 2003 dengan modal awal sebesar 85 juta rupiah dan berlokasi di Jalan Sangiran 19 B, Kalijambe, Sragen. UPK ini dijalankan oleh lima orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan dibantu oleh dua orang staf. Sesuai dengan PTO PNPM Perdesaan, UPK Kalijambe berada di bawah BKAD yang merupakan lembaga pengambil kebijakan tertinggi yang dilakukan melalui MAD. MAD terkait evaluasi kinerja UPK dilakukan pada setiap semester, sedangkan pertanggungjawabannya dilakukan setahun sekali. Untuk mengoptimalkan pelayanan, UPK Kalijambe membuka layanan untuk nasabahnya setiap Senin sampai Sabtu mulai pukul 07:30 – 14:00 WIB, kecuali pada Jumat dan Sabtu jam layanan lebih terbatas. Banyaknya transaksi penerimaan setoran Kukesra (Kredit Usaha Keluarga Sejahtera) dan Takesra (Tabungan Keularga Kesesahtera) adalah program pemerintah untuk meningkatkan pendapatan keluarga miskin dengan bantuan permodalan maupun kebiasaan menabung yang diprakarsai oleh Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN melalui pembentukan kelompok-kelompok di perdesaan. 11 Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 61 angsuran maupun realisasi PDB membuat intensitas pelayanan menjadi tinggi. Pelayanan penyaluran atau perguliran PDB di UPK ini telah dilaksanakan sesuai kebutuhan masyarakat yang disesuaikan dengan ketersediaan dananya, sebagaimana tertuang pada SOP tertanggal 2 Mei 2010. Per 30 November 2011, total aset keuangan mikro UPK ini mencapai 5,020 miliar rupiah dengan saldo PDB sebesar Rp3,899 miliar rupiah dan tingkat pengembalian sebesar 100%. Jumlah kelompok yang bisa dilayani sebanyak 232 kelompok, 69 kelompok UEP dan 163 kelompok SPP. Jumlah individu peminjam mencapai 1.592 orang dan jumlah PDB untuk individu berkisar dari 500 ribu sampai 10 juta rupiah dengan tingkat suku bunga 1,5 % per bulan flat serta insentif berupa IPTW 1,5% per tahun dari bunga. Proses pencairan PDB di UPK Kalijambe diawali dengan pengajuan pinjaman oleh kelompok peminjam yang direkomendasi oleh lurah/kepala desa kepada UPK. UPK lalu melakukan analisis kelayakan usahanya. Jika layak, TV akan melakukan kunjungan lapangan. Verifikasi ini dilakukan baik pada kelompok maupun anggotanya. Jika dinilai layak, rekomendasi pendanaan akan diberikan untuk disetujui oleh tim pendanaan. Anggota tim pendanaan terdisi atas dua grup. Grup pertama untuk pinjaman kelompok di bawah 100 juta rupiah dan anggotanya meliputi TV, FK, FT, dan UPK. Untuk pinjaman di atas 100 juta rupiah, anggota tim pendanaan meliputi TV, FK, FT, UPK dan BKAD. Bila telah disetujui tim pendanaan, kelompok calon peminjam menerima informasi persetujuan pinjaman dan bersepakat untuk menentukan waktu pengikatan dan pencairan pinjaman serta aspek lain. UPK juga menyelenggarakan sejumlah program pendukung seperti: (1) pelatihan dasar kelompok untuk memperkuat kelompok yang mencakup pelatihan administrasi/ pembukuan kelompok dan pelatihan manajemen keuangan kelompok; (2) pelatihan pengembangan usaha yang mencakup pelatihan pengembangan jiwa kewirausahaan, pelatihan manajemen usaha kecil, pelatihan teknis usaha (pengembangan produk, kemasan, perizinan); (3) warung konsultasi di kantor UPK yang menyediakan bimbingan dan konsultasi bagi kelompok, menghimpun masukan dari masyarakat dalam potensinya agar bisa bekerja sama dengan pihak lain; dan (4) bimbingan konsultasi ke lapangan secara rutin pada saat pertemuan kelompok dengan materi sesuai kebutuhan. 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra PD BPR-BKK Karangmalang Cabang Kalijambe berdiri pada 2006 dan merupakan salah satu dari 14 cabang yang dimiliki PD BPR-BKK Karangmalang. Pada awalnya lembaga ini bernama Badan Kredit Kecamatan Karangmalang dengan modal awal pinjaman pada 28 Oktober 1974 sebesar satu juta rupiah yang didapat dari APBD Jawa Tengah dengan bunga pinjaman 12% per tahun selama lima tahun. Modal awal tersebut telah lunas pada 62 20 Maret 1979. Program ini dilaksanakan oleh penanggung jawab proyek Jawa Tengah atas kuasa Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Status BKK pada 1981 ditingkatkan menjadi BUMD melalui Perda 11 Tahun 1981. Pada 8 Oktober 1991 BKK Karangmalang berubah statusnya menjadi BPR dengan nama BPR-BKK Karangmalang. Sejalan dengan perkembangan usahanya, pada 1 September 2006 Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah memutuskan untuk menggabungkan 14 PD BPR-BKK sekabupaten Sragen menjadi PD BPR-BKK Karangmalang yang kantor pusatnya berada di PD BPR-BKK Karangmalang berdasarkan Keputusan Deputi Gubernur BI No.8/9/KEP.DpG/2006 dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah No.503/63/2006. 2.2. Produk Lembaga Mitra Produk jasa yang ditawarkan BPR-BKK Karangmalang adalah pinjaman dalam bentuk kredit untuk pegawai, umum, musiman, kelompok, perumahan/KPR, dan pelayanan lain berupa rekening koran dan dana talangan haji. Lembaga ini juga melayani simpanan tabungan dan deposito. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Linkage antara UPK Kalijambe dan BPR-BKK Karangmalang didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan PDB oleh individu atau nasabah UPK. Sayangnya, layanan PDB yang tersedia masih terbatas karena adanya kebijakan BMPK. Sesuai SOP perguliran, maksimum pinjaman individu adalah 10 juta rupiah. Kondisi inilah yang mendorong ketua UPK untuk melakukan linkage dengan lembaga bank. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Terjalinnya linkage bermula dari komunikasi rutin antara individu penerima manfaat dengan UPK. Dari komunikasi ini diketahui adanya potensi usaha individu pemanfaat yang terus berkembang dan membutuhkan pinjaman yang lebih besar. Karena dananya terbatas dan juga karena individu tersebut sudah tidak lagi dikategori sebagai target penerima pinjaman UPK, manajer UPK akhirnya melakukan pendekatan dengan manajer BPR-BKK Cabang Kalijambe. Selain itu, BPR-BKK ini telah berperan menampung aktifitas keuangan UPK berupa dana tabungan kelompok, angsuran kelompok, maupun aktifitas keuangan lain. Lokasinya yang berada tidak jauh dari UPK Kalijambe juga menjadi salah satu alasan kuat bagi UPK untuk melakukan linkage dengan lembaga ini. Komunikasi tentang linkage antara ketua UPK dan manager BPR-BKK telah diprakrasai oleh ketua UPK sejak 2009 Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 63 dan baru pada 2010 linkage antara individu penerima manfaat PDB dengan BPR-BKK Cabang Kalijambe dapat terwujud. Dalam linkage ini, UPK berperan memberikan rekomendasi lisan dua arah yaitu kepada individu nasabah UPK yang membutuhkan pinjaman dari BPR-BKK dan kepada BPK-BKK tentang riwayat nasabah yang direkomendasikan. Dalam membantu proses pengajuan pinjaman, UPK memberikan informasi terkait riwayat pinjaman individu selama menjadi nasabah UPK yang terdiri dari: kemampuan pengembalian pinjaman, kemampuan mengelola usaha, dan ketersediaan jaminan. Bila BPR-BKK telah yakin tentang calon debiturnya, maka pihak bank langsung berkomunikasi dengan calon debitur tersebut. Keputusan diterima atau tidak usulan pinjaman tersebut sepenuhnya tergantung pertimbangan internal pihak bank. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin adalah berupa penyediaan rekomendasi lisan yang didukung dengan pemberian informasi daftar riwayat peminjam oleh UPK kepada BPR-BKK. Wujud linkage-nya belum tertuang dalam nota kesepakatan antara UPK dengan pihak lembaga mitra. UPK juga menjadi tempat konsultasi bagi individu dalam hal pembuatan proposal pinjaman ke bank, suku bunga, dan hal-hal yang berkaitan dengan masalah keuangan lain. 4.2. Produk Linkage Produk yang ditawarkan oleh PD BPR-BKK kepada peminjam PDB PNPM tidak berbeda dengan produk BPR-BKK yang ditawarkan kepada masyarakat umum. Produk itu mencakup kredit/pinjaman dan simpanan dana masyarakat berupa tabungan maupun deposito. Untuk produk jasa perkreditan, lembaga ini memberlakukan skema dan persyaratan pinjaman sebagai berikut: • Suku bunga (flat) 1,75% per bulan untuk pinjaman di atas 20 juta rupiah dengan waktu pencairan satu hari. • Suku bunga 1,5% per bulan untuk jumlah pinjaman kurang dari 20 juta rupiah dan batas waktu pencairan dua hari. Pinjaman ditambah biaya administrasi 1% sekaligus dengan periode pinjaman maksimal 36 bulan • Jaminan berupa sertifikat kepemilikan aset tetap (SHM, SHGB, kios) dengan nilai likuidasi 70% dan sertifikat kepemilikan kendaraan (BPKB) dengan nilai likuidasi 50% dari harga pasar wajar pada appraisal dasar bank. 64 4.3. Rencana ke depan Saat ini linkage antara UPK dan BPR-BKK terjadi tanpa perjanjian tertulis. Akibatnya, UPK tidak memperoleh manfaat ekonomis. Menurut ketua UPK, selama UPK masih berupa proyek PNPM Mandiri Perdesaan, linkage ini akan tetap dijaga sesuai dengan filosofi program. Dalam rangka program linkage yang lebih strategis, maka diperlukan kerangka hukum dan regulasi yang lebih kuat lagi agar tidak timbul pertanyaan baik dari lembaga mitra maupun masyarakat. Dua hal fundamental ini seyogyanya dimiliki seiring dengan perkembangan UPK yang pada akhir 2012 menargetkan pertumbuhan laba menjadi 1,5 miliar rupiah. Selain linkage dengan BPR-BKK, UPK Kecamatan Kalijambe berinisiatif menjembatani masalah akses pembiayaan dengan bank atau lembaga keuangan nonbank lain. Hal ini mungkin dilakukan karena kuatnya karakter dan kemampuan para debitur penerima manfaat PDB. Upaya UPK untuk mencarikan lembaga bank/nonbank yang mempunyai sistem pengembalian yang sama seperti diterapkan oleh UPK amat diperlukan agar para calon debitur dapat langsung beradaptasi dengan sistem yang tersedia di perbankan tersebut. Beberapa bank yang mempunyai sistem pengembalian yang sama dengan UPK adalah PD BPR-BKK, BRI, dan Bank Mandiri. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage Saat ini terdapat empat orang mantan penerima manfaat PDB dan telah mendapatkan dukungan pinjaman yang lebih besar dari BPR BKK Karangmalang Cabang Kalijambe dan BRI. Individu-individu tersebut masih belum bersedia untuk menanggalkan statusnya sebagai nasabah UPK Kalijambe. Berikut ini adalah profil tiga dari empat orang tersebut. 5.1. Profil Individu Penerima Manfaat Linkage Pertama a. Profil Usaha Pak Wakidi Pak Wakidi memiliki usaha pembuatan berbagai macam jenis mebel yang dirintis sebelum UPK berdiri. Tempat tinggalnya sekaligus menjadi lokasi usahanya terletak di Saren RT 11 Kalijambe. Produk mebelnya berupa kursi tamu, kursi makan, almari, tempat tidur dan lain-lain. Usahanya dibantu oleh puteranya dan dua orang pembantu. Hasil produksinya berupa dua jenis yaitu produk barang jadi (20%) dan produk barang setengah jadi (80%). Produk barang jadi berasal dari pesanan khusus, sedangkan produk setengah jadi dibuat secara masal untuk disetorkan kepada pengepul yang ada di sepanjang jalan raya Kalijambe. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 65 b. Sejarah Pinjaman dari UPK ke BPR-BKK Cabang Kalijambe Pinjaman pertama dari UPK diperoleh Pak Wakidi bersama kelompoknya di UEP Mandala. Pinjaman ini dimotivasi oleh peningkatan permintaan pasar dan kebutuhan tambahan modal untuk pembelian bahan baku yang diperoleh dari daerah sekitar Kecamatan Kalijambe. Pinjaman pertama pada 2009 sebesar tiga juta rupiah dan pinjaman kedua diperoleh pada 2010. Perjanjian pinjaman dilakukan antara UPK dan kelompok untuk jangka waktu pinjaman 12 bulan. Sistem pengembalian angsuran pokok dan bunga dilakukan secara flat dengan suku bunga 1,5% per bulan dan tanpa jaminan harta tetap/ bergerak. Insentif yang diberikan UPK berupa IPTW sebesar 1,5% per bulan dari bunga. Sampai saat ini Pak Wakidi masih tetap aktif meminjam di UPK. Selain pinjaman dari UPK, Pak Wakidi juga memperoleh pinjaman dari PD BPRBKK Karangmalang Cabang Kalijambe pada 2011 sebesar 15 juta rupiah. Perjanjian kredit tersebut dilakukan secara notarial antara Pak Wakidi dan lembaga tersebut untuk jangka waktu pinjaman 36 bulan. Sistem pengembalian pokok dan bunga dilakukan secara flat pada tingkat suku bunga sebesar 1,6% per bulan dan ditambah biaya provisi 1% sekaligus. Pinjaman ini disertai dengan jaminan harta tetap. 5.2. Individu Penerima Manfaat Linkage Kedua a. Profil Usaha Ibu Anita Ratnawati Ibu Anita memiliki usaha konveksi pembuatan pakaian jadi, seragam sekolah, kaos, sablon dan tas berdasarkan pesanan. Usaha ini berlokasi di Sentulan RT 02 Kalimacan Kalijambe. Dalam mengelola usahanya, ia dibantu suami dan seorang karyawan bagian sablon dan dua orang bagian jahit. Sebagian besar produksinya merupakan hasil pesanan pelanggan yang langsung datang ke rumahnya maupun melalui telepon dan faksimili. Sebagian pelangganya datang dari luar Jawa seperti dari Rokan Hulu-Riau, Parepare-Sulsel dan Kalimantan. Ibu Anita juga aktif sebagai ketua kelompok SPP PKK RT 02 Sentulan, Desa Kalimacan, Kecamatan Kalijambe yang beranggotakan lima orang. Penentuan keanggotaan didasarkan pada letak wilayah atau berdasarkan RT. Sebagai ketua kelompok, ia bertanggung jawab atas kinerja kelompoknya. Oleh karena itu, ia selalu memantau kinerja anggota kelompoknya dengan cara mengadakan pertemuan rutin sekali sebulan guna membahas dinamika kelompok. Bersama kelompok inilah ia mendapat pinjaman pertamanya dari UPK sampai sekarang. b. Sejarah Pinjaman dari UPK ke BPR-BKK Cabang Kalijambe Pinjaman pertama diperolehnya dari UPK sebesar tiga juta rupiah pada 2007, kemudian pada 2008 jumlahnya menjadi empat juta rupiah, dan selanjutnya secara berturut-turut meningkat menjadi enam juta rupiah pada 2009 dan tujuh juta rupiah pada 2010. Sebagaimana mekanisme pemberian pinjaman, sebelum dicairkan diadakan perjanjian 66 antara UPK dan Ibu Anita bersama kelompoknya yang dilakukan secara internal. Jangka waktu pinjaman adalah 12 bulan dengan sistem pengembalian angsuran pokok dan bunga secara flat dan dengan tingkat suku bunga 1,5% per bulan tanpa jaminan harta tetap/ bergerak maupun biaya lain. Insentif yang diberikan oleh UPK berupa IPTW 1,5 % per bulan dari bunga. Meskipun ia masih aktif menjadi individu penerima PDB di UPK Kalijambe, pada 2010 ia juga memperoleh pinjaman sebesar 15 juta rupiah dari PD BPR-BKK Karangmalang Cabang Kalijambe. Perjanjian kredit antara Ibu Anita dengan pihak bank dilakukan secara notarial untuk jangka waktu pinjaman selama 24 bulan. Sistem pengembalian angsuran pokok dan bunga secara flat dengan tingkat suku bunga 1,6% per bulan dan ditambah biaya provisi 1% sekaligus. Ibu Anita juga memberikan jaminan berupa harta tetap kepada BPR-BKK Cabang Kalijambe. 5.3. Individu Penerima Manfaat Linkage Ketiga a. Profil Usaha Ibu Maryati Ibu Maryati memiliki usaha berdagang bakso di Kota Karawang, Jawa Barat. Meski demikian, ia masih tetap tercatat sebagai penduduk di Blagungrejo RT 14 Wonorejo Kalijambe. Usahanya di kota Karawang dikelola oleh suaminya. Pada 2004 banyak warga Kalijambe, termasuk suaminya pindah ke kota Karawang untuk menjadi pedagang bakso. Berbekal ketekunan, usaha dagang bakso mengalami banyak kemajuan. Saat ini ia sudah tidak lagi menjadi pedagang bakso keliling karena telah mempunyai dua warung di dua lokasi tetap dan mempekerjakan tujuh orang karyawan. Peran Ibu Maryati dalam mendukung usaha suaminya adalah melalui partisipasinya sebagai ketua kelompok Dasa Wisma Mawar 3 yang mendapatkan akses PDB dari UPK. Sebagai ketua kelompok, ia bertanggung jawab terhadap kinerja kelompoknya. Agar kinerja kelompoknya tetap bagus, ia mengadakan pertemuan kelompok secara rutin sekali sebulan. Bersama kelompok inilah, ia akhirnya mendapat pinjaman pertama kalinya dari UPK. b. Sejarah Pembiayaan dari UPK ke Bank Riwayat pinjaman Ibu Maryati dari UPK yang pertama adalah pinjaman sebesar satu juta rupiah pada 2004. Ini adalah pengalaman pertamanya. Pada 2005 pinjaman di UPK meningkat menjadi empat juta rupiah, kemudian pada 2006 naik menjadi lima juta rupiah dan terus meningkat pada 2007 menjadi enam juta rupiah. Antara 2008-2010, ia mendapat pinjaman sebesar delapan juta rupiah dan baru pada 2011 PDB yang diperolehnya dari UPK meningkat menjadi 10 juta rupiah, nilai maksimal pinjaman yang bisa diberikan UPK. Seperti halnya dua individu penerima dana bergulir UPK Kalijambe di atas, berlaku mekanisme perjanjian antara UPK dengan kelompok untuk jangka waktu pinjaman 12 bulan dan dengan sistem pengembalian angsuran pokok dan bunga secara flat 1,5% per Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 67 bulan serta tanpa adanya jaminan fisik maupun biaya lain. Insentif yang diberikan oleh UPK berupa IPTW 1,5% per bulan dari bunga. Sampai saat ini pun ibu Maryati masih tetap aktif sebagai individu penerima manfaat dana bergulir di UPK Kalijambe. Karena dibatasi oleh aturan besarnya pinjaman maksimal, atas rekomendasi UPK ia mengajukan pinjaman kepada bank. Pada 2010 ia memperoleh pinjaman dari BRI sebesar 50 juta rupiah dan berikutnya pada 2011 mendapatkan pinjaman lagi sebesar 50 juta rupiah. Perjanjian pinjaman antara Ibu Maryati dan BRI tertuang secara notarial dengan lama pinjaman 36 bulan dengan sistem pengembalian angsuran pokok dan bunga secara flat pada tingkat suku bunga 1,6% per bulan ditambah biaya provisi 1% sekaligus. Untuk mendapatkan fasilitas pinjaman tersebut, ia memberikan jaminan harta tetapnya. Meski mendapat fasilitas pinjaman dari BRI, ia tetap menjadi nasabah UPK. Hal ini karena ia ingin berbalas budi atas jasa pinjaman PDB UPK Kalijambe yang telah membantu membesarkan usahanya. Ia berencana terus mengembangkan usaha suaminya dan membuat lokasi-lokasi baru yang strategis di kota Karawang. Hingga saat ini ia tetap menetap di Kalijambe karena meningkatnya kepercayaan masyarakat dan pemerintah setempat kepadanya. Selain menjadi ketua kelompok, ia juga menjadi pelatih dalam hal pemberdayaan masyarakat. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Terdapat sejumlah pembelajaran yang dapat diambil dari model linkage di atas dan juga berdasarkan pengalaman para individu penerima manfaat yang telah merasakan linkage tersebut. • UPK berperan penting dalam memberikan informasi tentang calon debitur potensial kepada mitra penyedia layanan keuangan, baik bank maupun lembaga keuangan nonbank. • Model rekomendasi lisan bagi kelompok atau anggota kelompok PDB merupakan salah satu model yang dapat membantu kelompok atau individu penerima manfaat mendapatkan akses layanan dari bank atau lembaga keuangan nonbank. • Terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan antara UPK dengan bank di mana UPK mendapatkan layanan transaksi keuangan secara aman dan menguntungkan dalam rekening tabungan. Rekening tabungan tersebut digunakan untuk menampung mutasi pembayaran SPP dan UEP, tabungan kelompok dan lainnya. Dari sisi bank walaupun tanpa adanya nota kesepahaman antara bank dengan UPK, bank tetap akan mendapatkan manfaat yang besar yaitu dengan adanya pertambahan debitur maupun nasabah bank. Pada gilirannya, bank akan mendapatkan laba yang lebih besar akibat efisiensi biaya pengelolaan yang berguna bagi keberlanjutan lembaganya. 68 • Dengan adanya fasilitas pinjaman dari perbankan, terjadi peningkatkan usaha, pendapatan, jaringan usaha baru, memberikan kesempatan kepada tenaga baru maupun pembelajaran tentang bagaimana mengelola keuangan yang lebih baik bagi individu penerima manfaat. 6.2. Tantangan Linkage Meskipun telah terjalin linkage dengan model rekomendasi lisan, untuk meningkatkan linkage yang menguntungkan antara UPK dengan pihak perbankan sejumlah tantangan berikut perlu mendapat perhatian penting. • UPK terkendala dengan kerangka hukum dan status kelembagaannya yang belum jelas sehingga sulit merealisasikan linkage yang bisa dituangkan dalam nota kesepahaman antara UPK dengan pihak bank atau lembaga keuangan nonbank. • Individu yang telah mampu mengakses bank masih tetap aktif menjadi peminjam program dana bergulir di UPK Kalijambe. Akibatnya akses kepada target PDB untuk keluarga miskin lain menjadi berkurang. Selain itu, individu peminjam tersebut tercatat sebagai peminjam di dua institusi dalam waktu yang bersamaan. Hal ini berpengaruh pada resiko pengembalian. • Tantangan yang dihadapi oleh individu peminjam terkait linkage ini adalah pengembangan usaha dan persaingan mendapatkan tenaga kerja, khususnya usaha konveksi yang bersaing dengan permintaan tenaga kerja untuk pabrik. Untuk itu pihak perbankan perlu memberikan perannya dalam membantu individu untuk kesinambungan usahanya. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 69 70 Kab. Pati Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara PD BPR Bank Daerah Pati dan BKM-UPK Pelangi Jaya, Kabupaten Pati, Jawa Tengah RINGKASAN Linkage yang terjalin antara BKM-UPK Pelangi Jaya dan PD BPR Bank Daerah Pati adalah model di mana BKM-UPK bertindak sebagai pelaksana (executing). Linkage ini terjalin karena adanya upaya inisiasi untuk memberikan informasi yang cukup akurat dari ketua UPK kepada PD BPR Bank Daerah Pati terkait kinerja BKMUPK. Kepedulian koordinator BKM-UPK untuk bersedia memberikan jaminan harta tetapnya (sertifikat hak milik) memperkuat terbentuknya linkage ini. Faktor utama yang mendorong terjalinnya linkage ini adalah adanya daftar tunggu PDB yang cukup tinggi dan permohonan pinjaman yang tidak dapat dipenuhi karena keterbatasan sumber dana di BKM-UPK. Pertumbuhan modal UPK yang terbatas juga belum memungkinkannya menjadi sumber dana bagi PDB. Pagu pinjaman yang diterima dari PD BPR Bank Daerah Pati pertama kali sebesar 22 juta rupiah untuk waktu 10 bulan dengan bunga 0,9 % per bulan secara flat. Fasilitas ini dijual kembali ke penerima manfaat PNPM dengan harga 1,5 % flat per bulan. Dengan direalisasikan linkage ini, bank telah memberikan kepercayaannya kepada BKM-UPK untuk mengelola risiko kredit yang mungkin akan timbul. Jangka waktu yang disepakati adalah 10 bulan sejak Januari 2011 hingga fasilitas ini lunas pada November 2012. Meskipun linkage ini telah menghasilkan suatu sistem yang lebih formal di antara pelaku di tingkat bank maupun BKM-UPK, terdapat beberapa tantangan yang perlu dipecahkan. Tantangan tersebut adalah bagaimana mewujudkan kepercayaan BPR kepada BKM-UPK agar linkage tersebut bisa diakses dengan tanpa menggunakan jaminan tambahan berupa barang bergerak atau tidak bergerak. Linkage tersebut juga perlu menyediakan jumlah pinjaman yang lebih besar bagi penerima manfaat PNPM. Tantangan lain adalah bagaimana memastikan keberlanjutan PDB UPK ke depan. Salah satunya dengan mengembangkan linkage ini secara luas melalui saluran informasi yang ada sehingga linkage dapat berjalan dengan lebih banyak lembaga keuangan. 72 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara PD BPR Bank Daerah Pati dan BKM-UPK Pelangi Jaya di Desa Plangitan, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 7 - 8 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Desa Plangitan Desa Plangitan adalah salah satu desa di antara 29 desa di Kecamatan Pati. Desa ini berbatasan dengan Desa Ngarus di sebelah utara, Kelurahan Pati Kidul di sebelah timut, Desa Puri di sebelah barat dan Kecamatan Margorejo di sebelah selatan. Desa Plangitan terletak di dataran rendah dengan ketinggian 14 m di atas permukaan laut. Desa ini memiliki 2 RW dan 29 RT. Menurut data Podes April 2012, jumlah penduduknya 3.349 jiwa, dengan 1.504 laki-laki dan 1.745 perempuan dan jumlah KK sebanyak 943. Mata pencaharian penduduk sangat beragam mulai dari petani, buruh, pedagang, PNS, dan lainnya. 1.2. Profil BKM-UPK Pelangi Jaya BKM-UPK Pelangi Jaya berdiri pada 1 Desember 2007 dan dikuatkan dengan akta Notaris PPAT Mirah Setyanti SH. BKM-UPK Pelangi Jaya dipimpin oleh seorang koordinator dan dibantu oleh 12 orang anggota relawan di luar sekretaris. Seperti lazimnya BKM-UPK di PNPM Perkotaan, BKM-UPK Pelangi Jaya menjalankan organisasinya dengan dilengkapi oleh UPL, UPS dan UPK. Pengelolalaan PDB BKM-UPK Pelangi Jaya dimulai sejak 2008. PDB ini dikelola oleh UPK dengan modal awal dari BLM sebesar 58,5 juta rupiah. Struktur pengurus UPK terdiri dari ketua, kasir dan staf pembukuan. Pada laporan keuangan per 30 April 2012, posisi kekayaan/aset BKM-UPK Pelangi Jaya mencapai 113,9 juta rupiah. PDB saat ini dinikmati oleh 18 KSM dengan 90 anggota yang semuanya berada di kolektibilitas 1 (lancar tanpa tunggakan). Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 73 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra PD BPR Bank Daerah Pati berlokasi di Jl. Supriyadi 71 Pati dipimpin oleh seorang direktur utama dan seorang direktur. PD BPR Bank Pati adalah perusahaan daerah dengan nama Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Daerah Tingkat II Pati yang berkedudukan di Kecamatan Pati berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Dati II Pati, Nomor 9 Tahun 1994 Tanggal 31 Agustus 1994. Keberadaan PD BPR ini didukung pula oleh Akte No. 188/361/1994 Tanggal 28 September 1994 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Daerah Tingkat II Pati. PD BPR Bank Daerah Pati didirikan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian demi meningkatkan taraf hidup masyarakat Kabupaten Pati. Perusahaan memiliki komitmen untuk terus melakukan perbaikan, mengembangkan usaha dan tumbuh bersama dengan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Pati. 2.2. Produk Lembaga Mitra Produk PD BPR Bank Daerah Pati berupa tabungan dengan nama Tabunganku, Tabungan Berlian, dan Tabungan Berlian Hari Tua serta deposito berjangka. Produk kredit dibagi menjadi tiga, yaitu kredit pegawai, kredit umum musiman, dan kredit umum bulanan. Persyaratan Kredit Pegawai adalah (1) mengisi aplikasi permohonan pinjaman; (2) mengisi surat kuasa bermeterai dan surat pernyataan pemotongan gaji; (3) menyerahkan salinan identitas diri dan suami/istri (jika sudah berkeluarga) yang masih berlaku (KTP, SIM, Kitas, dsb); (4) menyerahkan salinan KK; (5) menyerahkan salinan SK terbaru; (6) menyerahkan salinan rincian gaji/gaji terbaru; dan (7) membayar angsuran melalui mekanisme potong gaji lewat bendahara yang ditunjuk. Sedangkan persyaratan kredit umum musiman, adalah (1) memiliki usaha yang bersifat mandiri; (2) keuntungan dan kepemilikan usaha yang dapat dibuktikan secara faktual dan atau yuridis (akta pendirian usaha, SIUP, TDP, NPWP, dsb); (3) mengisi aplikasi permohonan kredit umum untuk nasabah yang telah direkomendasi oleh tim kredit; (4) menyerahkan salinan identitas diri dan suami/istri (jika sudah berkeluarga) yang masih berlaku (KTP, SIM, Kitas, dsb); (5) menyerahkan salinan KK; (6) menyerahkan salinan agunan yang diajukan seperti STNK dan BPKB untuk agunan barang bergerak dan sertifikat dan SPPT untuk agunan barang tak bergerak; dan (7) bersedia untuk disurvei. 74 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Faktor yang mendorong terjalinnya linkage ini adalah adanya daftar tunggu PDB yang tidak dapat dipenuhi karena keterbatasan sumber dana di BKM-UPK. Pertumbuhan modal UPK juga belum memungkinkan untuk menyediakan sumber dana bagi PDB. 3.2. Proses Terjadinya Linkage Bermula dari adanya daftar tunggu beberapa kelompok dan pertanyaan tentang kemungkinkan realisasi dari daftar tunggu tersebut, maka ketua BKM-UPK berkoordinasi dengan koordinator BKM-UPK tentang kemungkinan mengakses sumber dana di luar BLM dan tambahan modal perguliran dari laba. Keprihatinan tersebut disampaikan oleh ketua UPK kepada Direktur PD BPR Bank Daerah Pati yang adalah eks-muridnya semasa aktif sebagai guru akutansi. Setelah melalui proses komunikasi intensif, pihak PD BPR Bank Daerah Pati akhirnya sepakat mengevaluasi kinerja UPK selama beberapa periode serta mengevaluasi jaminan yang akan diserahkan untuk melindungi fasilitas pinjamannya nanti. BKM-UPK Pelangi Jaya akhirnya menyerahkan jaminan berupa sertifikat atas nama koordinatornya. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin antara BKM-UPK Pelangi Jaya dan PD BPR Bank Daerah Pati adalah model pelaksana (executing) di mana UPK Pelangi Jaya bertindak sebagai pelaksana atas dana yang diterima dari BPR. Saat ini fasilitas pinjaman telah lunas sehingga keberlanjutan program ini amat bergantung pada kesediaan BKM-UPK untuk melanjutkan atau tidak mengingat agunan yang digunakan untuk menjamin linkage adalah milik koordinator BKM-UPK Pelangi Jaya. 4.2. Produk Linkage Produk atau fasilitas yang dinikmati dalam linkage ini adalah pinjaman/kredit umum yang ada pada fitur PD BPR Bank Daerah Pati. Besar pinjaman yang diberikan 22 juta rupiah untuk jangka waktu 10 bulan dan dengan tingkat suku bunga 0,9 % per bulan secara flat. Selanjutnya, fasilitas tersebut dijual kepada penerima manfaat PNPM dengan suku bunga Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 75 1,5 % per bulan. Fasilitas tersebut dijamin dengan serifikat atas nama kordinator BKMUPK Pelangi Jaya, yang pengikatannya dilakukan dengan SKHMT Direktur Umum PD BPR Bank Daerah Pati. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage 5.1. Profil Individu Ibu Sri Wahyuni mempunyai latar belakang pendidikan SLTP dan bertempat tinggal di RT6/RW2 Desa Plangitan. Usaha yang ditekuni adalah membuat dan menjual nasi kucing. Semula ia menjual di halaman rumah dengan hasil yang tidak menentu. Pada 2007 ia mengetahui adanya PDB PNPM Mandiri Perkotaan dari berita melalui majalah dinding desa. Ia lalu membentuk kelompok yang dinamakan KSM Sakura dan mendapatkan pinjaman dari BKM-UPK Ngesti Rahayu. Sejak saat itu ia dapat membeli gerobak dorong untuk menjajakan daganganya secara berkeliling di Desa Plangitan. Pendapatan bersih Ibu Sri Wahyu mengalami peningkatan dari 10 ribu rupiah per hari pada sebelum 2009 dan kini menjadi 80 ribu rupiah per hari. 5.2. Sejarah Pinjaman dari UPK Fasilitas PDB pertama diperoleh Ibu Sri Wahyuni dari BKM-UPK Ngesti Rahayu Desa Plangitan sebesar 250 ribu rupiah pada 2007, PDB kedua pada 2008 sebesar 500 ribu rupiah untuk tambahan modal kerja, PDB ketiga sebesar 750 ribu rupiah pada 2009, dan PDB keempat sebesar satu juta rupiah pada 2010 yang digunakan untuk modal kerja dan investasi berupa sepeda motor. Saat ini pinjaman yang sedang dinikmati adalah PDB kelima sebesar Rp1.250.000. Semua pinjaman tersebut dikenakan bunga 1,5 % per bulan. Ia berharap suatu saat nanti ia dapat membuka tempat jualan yang lebih besar dengan mengajukan PDB lebih dari dua juta rupiah. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Pembelajaran yang dapat petik dari linkage yang terjalin antara BKM-UPK Pelangi Jaya dan PD BPR Bank Daerah Pati dan dari pengalaman penerima manfaat PNPM adalah sebagai berikut. • Linkage dengan model BKM-UPK sebagai pelaksana atas fasilitas pinjaman dari BPR telah menguntungkan kedua belah pihak. 76 • • • Kepedulian Ketua UPK dan Koordinator BKM merupakan faktor penentu utama terjadinya linkage antara BKM-UPK Pelangi Jaya dan PD BPR Bank Daerah Pati. BKM-UPK dalam menjalankan fungsi penghubung (intermediary) antara penerima manfaat PNPM dengan lembaga mitra bank/nonbank diharapkan lebih besar perannya dalam mengedukasi para kelompok PDB agar mereka benar-benar telah siap jika diperlukan untuk langsung berhubungan dengan lembaga keuangan. Keberadaan linkage dapat dirasakan dampaknya oleh penerima manfaat PNPM dalam bentuk peningkatan skala usaha, pendapatan maupun pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. 6.2. Tantangan Linkage Walaupun kerja sama linkage ini telah menghasilkan suatu sistem yang lebih formal antara pelaku di tingkat bank maupun BKM, beberapa tantangan yang masih harus dipecahkan ke depan adalah: • mewujudkan kepercayaan BPR kepada BKM-UPK agar linkage tersebut bisa diakses tanpa menggunakan jaminan tambahan berupa barang tetap maupun barang bergerak; dan • bagi debitur, tantangan ke depan adalah bagaimana mengembangkan keberlanjutan usahanya karena BKM-UPK akan terus mendukung usaha debitur sepanjang usaha tersebut terus berkembang. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 77 78 Kab. Boyolali Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Program Swamitra Bank Bukopin dan BKM Mitra Sejahtera, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah RINGKASAN Linkage antara BKM Mitra Sejahtera dan Swamitra-Bank Bukopin merupakan tindak lanjut atas prakarsa tim PNPM Perkotaan - Bank Dunia dan Kantor Bank Bukopin Pusat di Jakarta pada 2010 untuk membuat suatu linkage keuangan mikro antara PNPM Mandiri Perkotaan dan bank atau lembaga keuangan. Di Kabupaten Boyolali inisiatif ini kemudian ditindaklanjuti dengan suatu pertemuan antara Forum BKM, pemda Kabupaten Boyolali, dan Bank Bukopin yang menghasilkan sebuah nota kesepahaman. Isi nota kesepahaman tersebut belum menjelaskan secara rinci bentuk linkage yang akan dilakukan, hanya secara umum menerangkan bahwa Bank Bukopin bersedia bekerja sama dengan PNPM Mandiri Perkotaan. Linkage antara BKM Mitra Sejahtera dan Swamitra-Bank Bukopin berkaitan dengan pemberian fasilitas pinjaman untuk kegiatan ekonomi produktif. Bentuk linkage yang terjalin telah memberikan peran kepada BKM Mitra Sejahtera untuk mengidentifikasi individu-individu yang memiliki catatan pinjaman yang baik dan sudah lulus dari PNPM Mandiri dan kemudian merekomendasikannya kepada Swamitra agar individu-individu tersebut dapat memperoleh pinjaman. Namun linkage ini tidak berjalan dengan mulus karena suku bunga 1,4 – 1,5% per bulan yang diberikan Swamitra masih dirasakan cukup tinggi oleh masyarakat dan keharusan memberikan jaminan atau agunan yang dipersyaratkan oleh Swamitra dinilai cukup menyulitkan karena sebagian besar tidak memiliki jaminan atau agunan. Pembelajaran penting dari linkage ini adalah bahwa BKM-UPK dapat berperan efektif sebagai sumber informasi awal mengenai akses layanan keuangan yang bisa dimanfaatkan anggota KSM dan masyarakat. Selain itu, BKM-UPK pun dapat membantu pembuatan proposal pinjaman, atau hal-hal lain yang dapat membantu proses pinjaman. Namun, terdapat pula tantangan utama dari linkage ini ke depan yakni bagaimana membuat linkage antara BKM Mitra Sejahtera dan Swamitra dapat memberikan manfaat terhadap kedua belah pihak dan menyediakan layanan pinjaman dengan suku bunga yang lebih terjangkau bagi masyarakat. 80 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara Program Swamitra Bank Bukopin dan BKM Mitra Sejahtera di Desa Mudal, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah 2 Desember 2011 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Desa Mudal Desa Mudal adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Boyolali, dengan luas wilayah 315,6276 ha. Desa ini terbagi menjadi empat padukuhan, empat RW, dan 37 RT. Jumlah penduduknya 5373 jiwa dengan 1426 KK. Berdasarkan kriteria kemiskinan yang disusun oleh kader masyarakat, tim pemetaan swadaya, dan BKM, jumlah penduduk miskin di Desa Mudal adalah 1.956 jiwa dengan jumlah KK miskin 666. 1.2. Profil BKM Mitra Sejahtera Di desa ini sejak 2005 telah terbentuk BKM hasil bentukan PNPM Mandiri Perkotaan yang bernama BKM Mitra Sejahtera. BKM ini beralamat di Jl. Tentara Pelajar Km. 4 Telp. (0276) 322520 Desa Mudal, Kecamatan Boyolali. BKM ini telah berbadan hukum melalui pencatatan di depan Notaris Adang Tri Sunoko,SH pada 29 September 2005. BKM ini dipimpin oleh seorang koordinator dan dibantu seorang sekretaris dan dengan anggota sebanyak 12 orang. Terdapat 3 unit pengelola dalam BKM yang terdiri atas UPK, UPL, dan UPS. UPK merupakan unit yang menangani PDB yang dibuka tiap hari Senin sampai Jumat pada pukul 09:00-13:00. Saat ini terdapat sekitar 40-an KSM yang aktif meminjam dana bergulir pada UPK ini. Mayoritas anggota KSM ini adalah pedagang yang berjualan di pasar. Rata-rata jumlah anggota setiap KSM berkisar 5 – 15 orang. KSM yang anggotanya banyak adalah KSM yang dibentuk pada tahun-tahun awal (2005). Dalam hal pembayaran pinjaman, umumnya KSM-KSM ini lancar mengembalikan pinjaman. Namun 3-4 bulan terakhir ini agak terhambat karena sejumlah faktor seperti gagal panen dan banyak acara hajatan. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 81 2. Latar Belakang Lembaga Mitra Swamitra adalah unit simpan pinjam milik koperasi yang dibina secara langsung oleh Bank Bukopin. Dengan dukungan Bank Bukopin, Swamitra beroperasi secara real time online melalui jaringan teknologi (network) Bank Bukopin. Dengan pemanfaatan teknologi canggih serta dukungan sistem dan prosedur yang teruji, Swamitra mampu memberikan pelayanan transaksi keuangan yang lebih luas dan aman. Dalam operasionalnya, Swamitra Boyolali didukung oleh 11 orang karyawan yang terdiri dari: seorang manajer, dua orang koordinator operasional, satu orang teller, dua orang Credit Investigation (CI ), 3 orang marketing, dan 2 orang kolektor lapangan. Secara umum, layanan Swamitra terdiri dari simpanan harian, simpanan berjangka dan pinjaman. Bunga simpanan harian dihitung berdasarkan saldo harian dengan saldo minimal Rp.10.000 dan setoran minimal Rp.2000. Simpanan berjangka memiliki suku bunga kompetitif yaitu 7% per bulan dan tanpa membedakan jangka waktu. Pilihan jangka waktunya antara lain sebulan, tiga bulan dan 12 bulan. Untuk pinjaman, terdapat tiga jenis pinjaman yakni pinjaman modal kerja, pinjaman investasi dan pinjaman konsumtif Untuk memperoleh pinjaman,beberapa syarat yang dibutuhkan, yakni: (1) salinan KTP suami istri, (2) salinan KK, (3) salinan surat nikah, (4) salinan jaminan yang berupa sertifikat tanah atas nama sendiri, BPKB, dan surat izin pendirian kios, dan (5) salinan SPPT/PBB. 3.Sejarah Linkage 3.1. Terjalinnya Linkage di Tingkat Pusat Linkage antara PNPM Mandiri Perkotaan dan Bank Bukopin dimulai pada 2010. Ketika itu Kepala Divisi Supervisi Penjualan Mikro Bank Bukopin sering melakukan pertemuan dengan tim dari PNPM Mandiri Perkotaan Bank Dunia. Ide linkage yang berkembang adalah linkage antara Program Swamitra dan PNPM Mandiri Perkotaan. Linkage ini berupa pemberian layanan pinjaman bagi individu-individu yang sudah lulus dari PNPM Mandiri Perkotaan dan/atau membutuhkan dana pinjaman yang lebih besar. Mereka adalah individu-individu yang tergolong kategori feasible tapi belum bankable. Mereka masih menemui kendala untuk meminjam secara langsung ke bank yaitu dalam hal prosedur dan persyaratan sehingga akhirnya mereka difasilitasi oleh layanan Swamitra. Linkage antara program Swamitra dan PNPM Mandiri Perkotaan diawali dengan ujicoba di empat lokasi BKM yang terletak di Bekasi dan Tangerang. Linkage berupa pemberian fasilitas kedit bagi individu-individu yang lulus dari BKM yang ditandai bukti berupa kartu/rekomendasi lulus. Umumnya bunga kredit yang diberlakukan di lapangan 82 berkisar antara 1.6 – 1,7% flat per bulan dengan maksimal plafon kredit yang bisa diberikan oleh Swamitra sebesar Rp.150 juta. Sasaran pemberian kredit adalah 80% untuk kegiatan/ sektor ekonomi produktif dan 20% untuk kredit konsumsi. Hingga saat ini linkage sudah berkembang ke beberapa lokasi di Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Namun linkage ini tidak berjalan mulus karena di banyak tempat belum ada ikatan hukum yang menyertai linkage antara Swamitra dan PNPM Mandiri Perkotaan setempat sehingga realisasinya tidak bisa optimal. 3.2. Terjalinnya Linkage di Tingkat Daerah Linkage antara BKM Mitra Sejahtera dan Swamitra di daerah merupakan tindak lanjut atas prakarsa di tingkat pusat. Di Kabupaten Boyolali insiatif ini kemudian ditindaklanjuti dengan suatu pertemuan antara Forum BKM, Pemda Kabupaten Boyolali, dan Bank Bukopin yang menghasilkan sebuah nota kesepahaman. Isi nota kesepahaman tersebut belum menjelaskan secara rinci bentuk linkage yang akan dilakukan, hanya secara umum menerangkan bahwa Bank Bukopin bersedia bekerja sama dengan PNPM Mandiri Perkotaan. Setelah nota kesepahaman tersebut ditandatangani, sekitar Agustus atau September 2010 diadakan sosialiasi di tingkat kabupaten yang dihadiri oleh Bank Dunia, KMW, Koordinator Kota, Forum BKM, Pemda, Bank Bukopin dan Swamitra. Setelah sosialisasi ini berlangsung, Forum BKM bersama-sama Swamitra membuat draft kesepakatan linkage yang salah satu isinya adalah Swamitra akan memberikan suku bunga yang lebih rendah kepada peminjam yang berasal dari PNPM Mandiri Perkotaan yaitu sebesar 1,5% per bulan. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Swamitra dan Ketua Forum BKM di Desa Benda, Boyolali. Selanjutnya, diadakan sosialisasi di masing-masing kecamatan yang dilakukan oleh Forum BKM dengan mengundang BKM-BKM yang ada di kecamatan setempat. Jika ada BKM yang berminat, tim PNPM Mandiri Perkotaan Advance akan memfasilitasinya dengan mempertemukan BKM dengan Swamitra Boyolali Kota. Dalam pertemuan tersebut, Swamitra menjelaskan secara rinci prosedur pinjaman, tingkat suku bunga, jaminan atau agunan yang dibutuhkan dan hal-hal lain. Saat itu ada lima BKM yang berminat dan kemudian bertemu langsung dengan Swamitra Boyolali Kota yaitu BKM Tenggung, BKM Mudal, BKM Dengungan, BKM Kopen, dan BKM Dibal. Terbatasnya jumlah BKM yang berminat terhadap linkage yang ditawarkan ini disebabkan karena pertama, BKM merasa linkage tersebut kurang membawa keuntungan baik material maupun immaterial bagi BKM, dan hanya menguntungkan Swamitra saja dan kedua, BKM tidak rela melepaskan individu-individu yang selama ini memiliki catatan pinjaman yang baik. BKM berharap mereka dapat terus melayani KSM maupun individu-individu yang memiliki catatan baik. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 83 Lima BKM yang berminat untuk melakukan linkage kemudian mensosialisasikan informasi yang didapatnya kepada KSM-KSM yang ada di bawahnya. Namun, banyak KSM yang tidak tertarik untuk meminjam dari Swamitra sehingga linkage ini tidak bisa berlanjut. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor: pertama, Swamitra menawarkan pinjaman dengan tingkat suku bunga yang tinggi dan keharusan adanya jaminan atau agunan dan kedua, beberapa bank atau lembaga keuangan menawarkan pinjaman dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah dan lebih mudah diakses oleh peminjam PNPM Mandiri. Kecuali di Kecamatan Sawit dan Ngempak, di mana PPK pernah dilaksanakan dan PDB-nya masih aktif berjalan, Swamitra kemudian menjadi satu alternatif bagi individu jika mereka memerlukan pinjaman. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin antara BKM Mitra Sejahtera dan Swamitra adalah pemberian rekomendasi/referensi. BKM berperan memberikan rekomendasi individu peminjam PNPM Mandiri yang sudah lulus dari PNPM Mandiri kepada Swamitra. Swamitra kemudian menindaklanjuti rekomendasi tersebut dengan mengunjungi langsung individu dan menawarkan kerja sama dengan individu tersebut. Dalam linkage ini belum ada petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang mengatur pelaksanaan linkage antara PNPM Perkotaan dan Swamitra, dan perlakuan bagi nasabah PNPM Mandiri adalah sama dengan nasabah umum lainnya. Semua harus memiliki agunan atau jaminan dan harus lolos survei kelayakan yang dilakukan oleh Swamitra. Bila dinilai sesuai dan layak, maka pinjaman akan diberikan. Namun khusus untuk nasabah PNPM Mandiri, ada kebijakan pengurangan bunga pinjaman sebesar 0,1%, yaitu dari 1,6% menjadi 1,5% perbulan dengan denda keterlambatan sebesar 5% dihitung dari tiga hari setelah jatuh tempo. Nasabah PNPM Mandiri terbiasa meminjam ke PNPM Mandiri tanpa persyaratan dan jaminan. Pinjaman ke Swamitra membutuhkan persyaratan dan jaminan. Awalnya ada resistensi dari masyarakat yang terbiasa meminjam dari PNPM Mandiri ketika dihimbau untuk mengajukan pinjaman ke Swamitra. Mereka kuatir akan direpotkan oleh prosedur yang rumit. Ada pula individu yang ditolak Swamitra karena tidak memiliki jaminan, Usahanya dinilai tidak feasible dan beberapa alasan lain. Merubah cara pandang dan sikap nasabah ini tidaklah mudah. Salah satu upaya yang dilakukan Bank Bukopin/Swamitra adalah dengan melakukan pelatihan mengenai perbankan. Bank Bukopin/Swamitra pernah mengadakan pelatihan di DI Yogyakarta dengan mengundang perwakilan BKM dengan harapan agar BKM dapat memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tata cara dan prosedur peminjaman dari perbankan dan dengan demikian linkage antara Swamitra dan PNPM Mandiri dapat terus berlanjut. 84 4.2.`Produk Linkage Swamitra menawarkan produk pinjaman sebagai unggulannya. Pinjaman ini dibatasi sampai Rp.150 juta. Sasaran bisnis dari Swamitra adalah mereka yang disebut miskin produktif. Mereka adalah kelompok yang sudah memiliki usaha atau usaha tersebut baru berjalan beberapa tahun dan menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik namun belum memiliki aset yang dapat dijadikan agunan untuk meminjam ke bank. Swamitra dapat menjadi alternatif bagi nasabah PNPM Mandiri yang usahanya sudah maju dan membutuhkan pinjaman yang lebih besar dari yang diberikan oleh PNPM Mandiri. Proses pengajuan pinjaman di Swamitra tergantung dari jumlah pinjamannya. • Pinjaman > 30 juta : diputuskan oleh AO Supervisi, lama proses 3 hari. • Pinjaman 30-50 juta : diputuskan oleh Manajer Bisnis Mikro, lama proses 7 hari • Pinjaman 50-150 juta : diputuskan oleh rapat komite, lama proses sekitar 2 minggu. Swamitra berusaha memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa dengan meminjam kepada Swamitra, pada akhirnya SHU dari Swamitra akan kembali ke nasabah peminjamnya. Linkage dengan Swamitra di Desa Mudal diawali dengan pengajuan pinjaman dari BKM Mitra Sejahtera untuk seorang nasabah PDB PNPM Mandiri Perkotaan pada awal 2011. Setelah itu, tidak ada pengajuan lagi dari peminjam lain di BKM Mitra Sejahtera. Swamitra menunggu linkage berikutnya dari BKM Mitra Sejahtera. Manfaat linkage sendiri untuk Swamitra adalah menambah kredit yang dibayarkan (KYD) dan jika penerima kredit puas dengan pelayanan Swamitra, diharapkan mereka dapat bercerita ke teman-temannya yang lain sehingga menambah jumlah pelanggan Swamitra. 5. Profil Penerima Manfaat Linkage Ibu Sukini adalah individu yang pernah menerima manfaat PDB PNPM Mandiri Perkotaan dan sekarang mendapatkan pinjaman dari Swamitra-Bank Bukopin. Ia adalah mantan anggota kelompok KSM Rejeki, yang memiliki anggota sekitar 7-8 orang. Usaha yang dimilikinya adalah membuat kerupuk. Ia memiliki pabrik kerupuk yang cukup memadai yang terletak di sebelah rumahnya. Usaha ini merupakan usaha keluarga yang sudah dijalankan sejak lama. Beberapa tahun yang lalu, usaha ini sempat mengalami kemunduran akibat banyaknya persaingan. Walaupun mengalami kemunduran, ia tidak pernah menyerah dan tetap menjalankan usahanya. Ketika sedang mengalami masa kemunduran inilah, ia mendengar bahwa di desa ada lembaga yang menawarkan pinjaman bagi masyarakat yang membutuhkan. Lembaga tersebut adalah PNPM Mandiri Perkotaan. Untuk mendapatkan pinjaman, setiap individu harus membentuk kelompok dan ia pun membentuk satu kelompok yang bernama KSM Rejeki. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 85 Pada 2007 untuk pertama kalinya, ia meminjam uang dari PNPM Mandiri sebesar Rp.500.000. Uang ini digunakan untuk menambah modal usahanya dan harus dicicilnya setiap bulan selama setahun. Setelah setahun melunasi pinjamannya, ia kembali meminjam dari PNPM Mandiri sebesar Rp.750.000 pada 2008. Pinjaman ini berhasil dikembalikan tepat waktu sehingga tahun berikutnya ia dapat meminjam lebih besar lagi yaitu Rp.1.500.000 pada 2009. Tahun 2010, ia kembali meminjam Rp.2.000.000 dan ini adalah jumlah maksimal yang dapat dipinjam dari UPK. Berkat kegigihannya, usaha kerupuk akhirnya dapat kembali berjalan lancar dan semakin maju. Dalam aturan PNPM Mandiri, setelah seorang anggota meminjam sebanyak empat kali, anggota tersebut tidak bisa lagi meminjam dari PNPM Mandiri. Dengan semakin berkembangnya usaha kerupuknya, Ibu Sukini membutuhkan modal usaha yang lebih besar. Ia kemudian berusaha mencari informasi ke BKM-UPK mengenai lembaga keuangan yang dapat membantu memberikan modal usaha. BKM-UPK menindaklanjuti keinginan Ibu Sukini dengan menghubungkannya dengan Swamitra. Swamitra kemudian menawarkan jasa pinjaman kepada Ibu Sukini. Ia tertarik dan mengajukan pinjaman 25 juta rupiah dengan agunan tanah dan bangunan rumah yang dimilikinya. Tanah dan bangunan rumah tersebut memiliki luas sekitar 700-800 M2. Pengajuan pinjaman tersebut disetujui dan dana cair pada 25 Februari 2011. Pinjaman 25 juta rupiah tersebut sudah ditanggung oleh asuransi. Uang tersebut harus dicicil Rp. 1.131.000 perbulan selama 3 tahun. Sebesar 70% dari pinjaman tersebut ia gunakan untuk membeli mesin dan peralatan dan sisanya untuk membeli bahan baku krupuk. Dulu sebelum permintaan meningkat, produksi kerupuk tidak dilakukan setiap hari sehingga karyawan juga tidak bekerja setiap hari. Sekarang dengan meningkatnya permintaan, dibutuhkan mesin dan peralatan yang lebih memadai. Dengan mesin dan peralatan baru tersebut, produksi kerupuk dapat dilakukan setiap hari. Karyawan masuk setiap hari dari jam 02.00 sampai jam 14.30 dengan upah Rp.30.000/hari. Pembuatan kerupuk membutuhkan panas sinar matahari sehingga karyawan bekerja dini hari agar kerupuk bisa langsung dijemur pada pagi hingga siang hari. Saat ini produksi kerupuk untuk satu bulan adalah sekitar dua ton dengan keuntungan bersih kurang lebih Rp.6.000.000. Kerupuk buatan Ibu Sukini dijual di pasar-pasar dengan radius paling jauh 30 km untuk menghindari biaya transportasi yang tinggi yang dapat mengakibatkan menurunnya keuntungan. Harga jual kerupuk mentah per kilogram adalah Rp.10.000 sedangkan kerupuk goreng dijual dengan harga Rp.70 per buah. Pembayaran untuk kerupuk mentah dilakukan secara tunai sedangkan untuk kerupuk goreng secara kredit atau dibayar setelah kerupuk laku dijual (konsinyasi). Keuntungan yang diperoleh dari setiap satu ton bahan baku adalah rata–rata Rp. 3.390.000. 86 6. Pembelajaran, Potensi dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage • • • • Suku bunga yang rendah dan kompetitif merupakan salah satu daya tarik bagi masyarakat untuk menggunakan jasa layanan kredit mikro. Masyarakat masih mengharapkan pinjaman tanpa agunan/jaminan. BKM-UPK dapat berperan efektif sebagai sumber informasi awal mengenai akses layanan keuangan yang bisa dimanfaatkan masyarakat. BKM-UPK pun dapat membantu pembuatan proposal pinjaman atau hal-hal lain yang dapat membantu proses pinjaman. 6.2. Potensi Linkage • Banyaknya individu peminjam PNPM Mandiri yang sudah atau akan lulus dari PNPM Mandiri dan usahanya mengalami perkembangan tentunya membutuhkan kredit atau pinjaman yang lebih besar untuk mengembangkan usahanya. Potensi ini bisa dimanfaatkan untuk pengembangan linkage layanan keuangan. 6.3. Tantangan Linkage • • Menyebarluaskan informasi mengenai keberadaan lembaga Swamitra sebagai mitra BKM Mitra Sejahtera. Bagaimana membuat linkage yang sudah terjalin antara BKM Mitra Sejahtera dan Swamitra menjadi hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, antara lain melibatkan BKM bukan hanya sebatas pemberi rekomendasi namun BKM menjadi menjadi koordinator atau pelaksana dalam linkage tersebut. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 87 88 Kab. Brebes Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara BRI Cabang Brebes dan LKM Budi Luhur, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah RINGKASAN Terjalinnya linkage antara LKM Budi Luhur dan BRI Cabang Brebes didorong oleh tingginya permintaan dana KSM yang tidak bisa penuhi oleh LKM Budi Luhur. LKM ini kemudian memutuskan untuk menjalin linkage dengan BRI Cabang Brebes melalui penandatanganan nota kesepahaman kerja sama. Nota kesepahaman ini tak lepas dari peran koordinator LKM Budi Luhur sebagai salah satu pemrakarsa, penandatangan, maupun pelopor realisasi linkage. Linkage keuangan ini menempatkan LKM Budi Luhur sebagai executor pengelolaan risiko kredit atas pinjaman yang diterima dari BRI. Produk yang ditawarkan adalah Kredit Kemitraan. Kredit ini merupakan bagian dari PKBL yang kebijakan strategisnya ditentukan oleh Menteri BUMN. Kerja sama linkage ini sudah berlangsung dua tahap. Tahap pertama dimulai pada 10 Juni 2011 dengan realisasi kredit 25 juta rupiah untuk 13 individu penerima manfaat dan tahap kedua pada 8 Mei 2012 dengan realisasi kredit 40 juta rupiah untuk 20 individu penerima manfaat. Program ini secara khusus bertujuan untuk melayani kebutuhan kelompok atau pun perorangan yang belum bankable atau yang belum memenuhi persyaratan bank. Ini merupakan tahap persiapan bagi calon peminjam kelompok miskin produktif (cluster 2) agar nantinya bisa mengakses kredit komersial (bankable). Oleh karena itu, pinjaman ini tidak meminta jaminan tambahan. Besar pinjaman yang bisa diberikan kurang dari 5 juta rupiah. Pelajaran penting yang dapat dipetik dari praktik linkage ini antara lain: (1) pentingnya sosialisasi tentang manfaat linkage kepada para stakeholder, (2) UK sebagai unit baru dalam BKM diyakini telah mampu mendorong debitur nonbankable menjadi bankable, (3) peran edukasi bagi kelompok PDB oleh BKM atau LKM-UK perlu lebih nyata, dan (4) keberadaan linkage secara nyata mendorong peningkatan skala usaha, pendapatan, dan pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. Sejumlah tantangan yang mengemuka dari linkage ini yakni tersedianya aturan main internal yang lebih fleksibel, penguatan kelembagaan, dan kapasitas SDM pengelola BKM atau LKM-UK, dan isu tentang keberlanjutan linkage. 90 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara BRI Cabang Brebes dan LKM Budi Luhur Desa Kedung Uter, Kecamatan Brebes, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, 16 - 17 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Desa Kedung Uter Desa Kedung Uter merupakan salah satu dari 23 kelurahan di Kecamatan Brebes yang berbatasan wilayah dengan Desa Pagejugan di sebelah utara, Desa Sigambir di sebelah selatan, Desa Tengki dan Kaliwlingi di sebelah barat dan Kelurahan Pasar Batang di sebelah timur. Desa Kedung Utere terletak di dataran dengan luas area 331,87 ha dan terbagi menjadi 3 RW dan 24 RT. Jumlah penduduknya mencapai 6.754 jiwa. Mayoritas penduduknya adalah buruh tani, dan sisanya adalah petani tanaman pangan, nelayan, buruh, peternak, petambak, dan lain-lain. 1.2. Profil LKM Budi Luhur LKM Budi Luhur didirikan pada 2007 dengan modal BLM pertama sebesar 300 juta rupiah. Modal pertama untuk PDB sebesar 78,5 juta rupiah. LKM Budi Luhur mempunyai 13 anggota dengan seorang koordinator dan seorang sekretaris. Selain Unit Pengelola Lingkungan (UPL) dan Unit Pengelola Keuangan (UPK), strukur organisasi LKM Budi Luhur juga mencakup Unit Kemitraan (UK) dan pendirian LKM Budi Luhur ini tercatat dalam akta notaris Nurlailani, S.H. melalui Akta 45/Leg/2011 pada 4 April 2011. Keberadaan LKM Budi Luhur tidak dapat dipisahkan dari kinerja koordinator LKM, Budi Prabowo. Selain menjabat sebagai koordinator LKM Budi Luhur, ia juga menjadi koordinator forum komunikasi BKM Kabupaten Brebes serta beberapa jabatan lain seperti Wakil ketua forum BKM Keresidenan Pekalongan, ketua bidang kemitraan di Provinsi Jawa Tengah. Nota kesepahaman kerja sama dengan BRI cabang Brebes ini pun tak lepas dari peran beliau sebagai salah satu pemrakarsa, penandatangan, dan pelopor realisasi kerja sama linkage antara LKM PNPM Mandiri Perkotaan dan BRI di Kabupaten Brebes. Seperti semangat awalnya bahwa sebagian (diperkirakan 20%) BLM dialokasikan sebagai modal dana bergulir untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di cluster 2 melalui kegiatan ekonomi produktif. Namun, banyaknya permintaan masyarakat untuk mendukung usaha produktif mereka belum dapat terlayani oleh LKM-UPK akibat sumber dana dari perguliran belum mencukupi serta belum adanya tambahan dari BLM. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 91 Permintaan masyarakat akan dana bergulir tersebut diadministrasikan dalam daftar tunggu. Karena itulah, keberlanjutan dana bergulir ini perlu mendapat dukungan sumber dana lain dengan cara bermitra dengan lembaga penyedia linkage baik dengan lembaga perbankan maupun nonbank. Berkaitan dengan alasan tersebut di atas, LKM memandang perlu untuk membangun unit baru yang disebut Unit Kemitraan (UK) yang kemudian terbentuk pada 4 Februari 2011 dengan melegitimasi pengelola UK melalui SK LKM Budi Luhur No 46/SK/II/ LKM-BDL/2011 yang ditandangani oleh koordinator LKM dan Kepala Desa Kedung Uter. Saat studi dilakukan secara verbal tugas UK adalah mendata, mencatat calon/ potensial debiturnya yang berasal dari UK maupun UPK. Untuk debitur UK, tugas UK adalah mengadminitrasikan transakasi linkage (saat ini masih dengan BRI), monitoring/ pembinaan, melakukan penagihan jika diperlukan. Untuk peran sebagai marketing maupun peran yang lebih strategis, masih dipegang koordinator LKM. Sampai saat ini UK belum mempunyai manual sehingga operasional UK masih mengikuti model UPK meski tanggung jawabnya secara mandiri. Dengan demikian, sejak 4 Februari 2011, UK adalah unit yang dirancang untuk dapat mandiri guna melayani kebutuhan masyarakat yang naik kelas dari cluster 2 (debitur/penerima manfaat UPK) ke cluster 3 (debitur UK). Bentuk pertanggungjawaban dana bergulir yang dikelola LKM Budi Luhur tercermin pada neraca dan laba rugi baik UPK, UK, maupun secara konsolidasi keduanya. Hasil kinerja keuangan per 30 April 2012 adalah baki debit PDB UPK sebesar 100, 9 juta rupiah (54 KSM) dengan 448 individu penerima manfaat) dan baki debet PDB UK sebesar 5,6 juta rupiah (1 KSM dengan 13 individu penerima manfaat). Dengan demikian, total PDB secara konsolisasi mencapai 106,5 juta rupiah (55 KSM dengan 561 individu penerima manfaat). 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra Bank Rakyat Indonesia atau yang disingkat BRI adalah bank milik pemerintah yang didirikan oleh Raden Aria Wiriatmaja pada 1896 di Purwekerto, Jawa Tengah dengan nama DePurwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Tujuannya saat itu adalah untuk mengelola dana masjid untuk disalurkan kepada masyarakat dengan cara yang sederhana. Setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Pemerintah RI mengubah nama lembaga keuangan ini menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada 22 Februari 1946. BRI kemudian menjadi bank pertama yang dimiliki pemerintah Indonesia dan berperan aktif dalam membangun ekonomi kerakyatan. Sejak pendiriannya, BRI tetap memegang fokus pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Segmen utama BRI ialah bisnis UMKM. BRI mencatatkan 30% sahamnya untuk menjadi perusahaan terbuka di BEJ pada 10 November 2003. Hingga 31 Desember 92 2008, Pemerintah memegang kendali 56.79% saham BRI, sedangkan sisanya dimiliki oleh pemodal. BRI memiliki 5.400 unit kerja, di mana sejumlah 400 unit merupakan satuan kerja yang baru dibentuk pada 2008. Sebanyak 3.879 unit saling terhubung melalui online system. Unit kerja BRI dapat diuraikan sebagai berikut : kantor wilayah sebanyak 14 unit, kantor cabang dalam negeri sebanyak 372, kantor cabang khusus sebanyak 1 unit, kantor cabang luar negeri sebanyak 3 unit dan kantor cabang pembantu sebanyak 337 unit. Selain itu, layanan BRI juga didukung oleh 179 kantor kas, 4.417 BRI Unit, 76 Pos Pelayanan Desa, 45 kantor pelayanan Syariah dan 1.798 ATM. Salah satu kantor cabang BRI adalah kantor cabang Brebes berlokasi di Jl. Dr. Wahidinn No. 1 Brebes. 2.2. Produk Lembaga Mitra Seperti layaknya bank umum nasional, BRI menawarkan produk dana pihak ketiga yang berupa tabungan, giro dan deposito (baik berjangka maupun sertifikat deposito). Produk Syariah juga termasuk dalam dana pihak ketiga (DPK), yaitu berupa giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito berjangka mudharabah. Secara umum profil bisnis BRI mempunyai lima kategori yaitu bisnis mikro, kecil dan menengah, bisnis konsumer, bisnis komersial, bisnis kelembagaan dan bisnis internasional dan treasury. Porsi yang terbesar dari portofolio BRI adalah bisnis UMKM dengan porsi kurang lebih 81%. Bisnis ini merupakan kekuatan utama BRI. Bahkan, BRI telah memegang peranan penting sebagai konsultan microfinance internasional. Untuk terus mempertahankan posisi utama dalam segmen ini, BRI menempuh strategi perluasan jangkauan pelayanan nasabah hingga ke pelosok negeri serta penetrasi ke kantong-kantong wilayah berpenduduk padat di perkotaan. Salah satu produk yang ditawarkan di luar produk bisnis di atas adalah produk linkage. Alasan mengapa produk linkage ini tidak terdapat dalam fitur umum BRI karena sumber dana kredit linkage ini berasal dari sebagian laba setelah penyisihan pajak 2%.12 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Terjalinnya linkage antara LKM Budi Luhur dan BRI Cabang Brebes terjadi karena adanya permintaan dana dari para KSM yang tidak bisa dilayani dengan segera oleh UPK LKM Budi Luhur karena keterbatasan dana di UPK. Akibatnya, LKM berusaha mencari sumber dana dari luar dengan cara menjalin linkage dengan BRI cabang Brebes. 12 Peraturan MENEG BUMN No. PER-05/MBU/2007 Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 93 3.2. Proses Terjalinya Linkage Kerja sama linkage ini merupakan sebuah program yang dicanangkan oleh PNPM Perkotaan sejak sebelum 2010 yang terus disosialisasikan oleh team korkot. Informasi tersebut terus digulirkan saat pembahasan bersama KBP Kabupaten Brebes dan akhirnya melahirkan surat permohonan kemitraan kepada Direktur Utama BRI di Jakarta. Surat permohonan ini ditandatangi oleh Ketua LKM, Ir. Masruri, ST, MT dan diketahui oleh Bupati Brebes (a.n. Agung Widiyantoro, SH, MSi.) dengan nomor surat 003/KBP/I/11 tertanggal Januari 2010. Berikut ini kronologi proses dan rententan kegiatan yang dilakukan guna merealisasikan kerja sama tersebut. • Pada Oktober 2010, Bapak Bupati mewakili Pemda Brebes bertemu dengan pimpinan BRI Pusat dan jajaran komisaris. • Pada November – Desember 2010, dilakukan komunikasi hasil pertemuan dan rencana tindak lanjut pada pihak terkait termasuk KBP dan PNPM Mandiri • Pada Desember 2010 – Januari 2011 dimulai penyusunan dan pengajuan proposal linkage ke BRI Pusat oleh KBP & PNPM Mandiri • Pada Januari 2011, sosialisasi linkage dari BRI Cabang Brebes kepada BKM di Kabupaten Brebes. • Pada Januari 2011, penyusunan nota kesepahaman linkage dana bergulir antara Kepala BRI Cabang Brebes dan Koordinator Forum Komunikasi BKM Cabang Brebes. • Pada Februari 2011 rapat koordinasi dan sosialisasi antarpemangku kepentingan. • Pada Juni 2011realisasi kredit linkage I (10 Juni 2011) berdasarkan permohonan dari LKM dan pelatihan motivasi dan teknis pembukuan program linkage oleh BRI pada 16 Juni 2012. 4. Pelaksanaan Linkage 4.1. Model dan Keberlanjutan Linkage Model linkage yang terjalin antara LKM UK Budi Luhur Desa Brebes dan BRI Cabang Brebes adalah sebuah model executing, di mana LKM UK menjadi pelaksana dan bertanggung jawab atas risiko kredit pinjaman linkage yang diterima dari BRI. Karena itu, LKM UK diperkenankan untuk menjual dana linkage tersebut sesuai perhitungan internal LKM UK agar bisa mendapatkan laba yang cukup untuk membiayai keberlanjutan dan pengembangan usahanya. Keberlanjutan sumber dana linkage dengan BRI sudah ditentukan dengan Permen. Karena itu agar linkage ini berdampak luas, diperlukan peran aktif para pelaku dalam menindaklanjuti program ini. 94 4.2. Produk Linkage Produk yang sedang dinikmati oleh kelompok masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan melalui LKM UK Budi Luhur adalah produk Kredit Kemitraan. Kredit ini merupakan bagian dari PKBL yang kebijakan strategisnya ditentukan oleh Menteri BUMN. Sumber dana program ini berasal dari 2% laba yang disisihkan dari masing-masing BUMN dengan tingkat suku bunga 6% per tahun atau 0,5% per bulan. Menurut Kepala BRI Cabang Brebes, Dwi Kusmaryoto, BRI menyediakan pagu Kredit Kemitraan ini sebesar 1,6 miliar rupiah. Jika dana tersebut tidak habis terserap oleh BRI Cabang Brebes, sisa pagu yang ada akan diberikan kepada cabang lain. Kredit Kemitraan merupakan suatu program yang dirancang untuk mendanai kelompokkelompok miskin produktif yang terkendala untuk mengakses pembiayaan yang bankable. Dengan demikian, Kredit Kemitraan ini pada prinsipnya diberikan tanpa jaminan/agunan tambahan secara fisik. Pencairan Kredit Kemitraan pertama pada 10 Juni 2011 diberikan kepada LKM Budi Luhur Desa Kedung Uter berdasarkan pengajuan proposal Kredit Kemitraan dari LKM/ BKM dengan plafon kredit 25 juta rupiah untuk 13 orang anggota. Proposal tersebut melampirkan pula surat rekomendasi LKM tentang kelayakan 13 calon debitur ; indentitas anggota kelompok dan jumlah kredit yang diminta; surat kuasa dari anggota kelompok kepada LKM/koordinator dan anggota LKM. Realisasi Kredit Kemitraan dengan surat pengakuan hutang (SPH) No. 164-ADK/ SPH/06/2011 mencapai 25 juta rupiah untuk jangka waktu 10 bulan dan angsuran bulanan dengan tingkat suku bunga 6% per tahun. Kredit kemitraan ini melibatkan BRI Cabang Brebes sebagai kreditur dan Budi Prabowo dan Sumisro dengan jaminan tambahan berupa sertifikat tanah tambak SHM no 721 (tidak mengikat/jaminan moral). 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage 5.1. Individu Penerima Manfaat Linkage Pertama a. Profil Usaha Bapak Rintab Bapak Rintab adalah pengusaha kios rumahan yang beralamat di RT 6 RW 1 Desa Kedung Uter. Usahanya dibantu oleh istrinya. Barang dagangan beraneka ragam, seperti makanan kecil, tepung, beras dan sayuran. Sebelum memulai usaha ini, Bapak Rintab membuka usaha warung makan yang dirintis sejak 1995 dengan modal awal 500 juta rupiah. Kondisi usahanya amat bergantung pada musim tanam bawang. Bila musim bawang tiba, warungnya ramai dikunjungi orang. Meski demikian, keadaan ini hanya berlangsung selama satu bulan. Karena itu, pada 2007 Bapak Rintab memutuskan untuk berganti usaha dengan membuka kios kelontong termasuk sayuran. Semula omzet usahanya mencapai 500 ribu Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 95 per hari dengan keuntungan bersih 20-30 ribu rupiah. Dengan tambahan modal baru dari BKM UPK, UK dan BRI, omzetnya mencapai 2 juta per hari dengan keuntungan bersih 100 ribu per hari. b. Sejarah Pinjaman dari LKM UPK-UK/BRI dan Bank Lain Untuk mendukung perkembangan usahanya, Bapak Rintab memperoleh pembiayaan dari LKM UPK melalui tawaran dari Ketua UPK pada 2008 dengan besar pinjamam 500 ribu rupiah. Pinjaman kedua sebesar 600 ribu rupiah diperoleh pada 2009 dan pinjaman ketiga sebesar 700 ribu rupiah diperoleh pada 2010. Semua pinjaman tersebut diberikan UPK untuk jangka waktu 10 bulan, 10 kali angsuran, dan tingkat suku bunga 1,5% flat per bulan. Pada saat dana Kredit Kemitraan cair pada September 2011, Bapak Rintab memperoleh tambahan fasilitas pinjaman dari BKM UK sebesar 2 juta rupiah untuk jangka waktu 12 bulan, 12 kali angsuran dan tingkat suku bunga 2% per bulan flat. Semua fasilitas PDB dari BKM UPK maupun UK Budi Luhur digunakan untuk menambah modal kerja. Selain pinjaman dari BKM UPK, pada 2008 Bapak Rintab memperoleh pinjaman pertama dari BRI sebesar 20 juta rupiah yang digunakan untuk membeli motor Tosa seharga 20 juta rupiah untuk mendukung mobilisasi usahanya. Pinjaman kedua sebesar 20 juta rupiah diperolehnya untuk membeli sepeda motor Mega Pro seharga 20,5 juta rupiah. Bapak Rintab berharap bisa menambah pinjaman baik dari BKM UK maupun BRI untuk persediaan barang dagangan. 5.2. Individu Penerima Manfaat Linkage Kedua a. Profil Usaha Ibu Umayah Ibu Umayah adalah pengusaha kayu bakar yang menggunakan halaman rumahnya sebagai lokasi usahanya. Ia menetap di RT 3 RW 3. Usahanya dikelola oleh suaminya, Bapak Abdul Kolik, seorang pensiunan perangkat desa dengan jabatan Kepala Urusan Kesra Desa Kedung Uter. Usaha ini dikelola sejak 1997. Perdagangan kayu bakar ini ditekuni karena sebagian besar masyarakat masih membutuhkan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga. Bahan baku kayu bakar berasal dari sisa penggergajian dari daerah Kecamatan Bumi Ayu dan Paguyang. Selain itu, ini merupakan satu-satunya usaha kayu bakar yang ada di Desa Kedung Uter. Usaha ini dimulai dengan omzet awal sebesar 400 ribu rupiah untuk 1 minibus colt dengan laba bersih rata-rata mencapai 300 ribu rupiah. b. Sejarah Pinjaman dari LKM UPK – UK/BRI Ibu Umayah memperoleh pinjaman pertama sebesar 500 ribu rupiah dari LKM UPK pada 2008. Pinjaman kedua diperoleh pada 2009 sebesar 600 ribu rupiah dan pinjaman 96 ketiga 1 juta rupiah. Semua dana pinjaman tersebut dimanfaatkan untuk modal pembelian persediaan kayu bakar. Tingkat bunga pinjaman yang diterima sebesar 1,5% flat per bulan dengan jangka waktu 10 bulan. Pinjaman ketiga diperoleh dari LKM UK sebesar 2 juta rupiah pada 2011 dengan bunga 2% per bulan untuk jangka waktu 12 bulan. Sebagian besar atau 1,2 juta rupiah dari pinjaman tersebut dimanfaatkan untuk menambah modal kerja usaha, sedangkan sisanya digunakan untuk membiayai usaha bawang merah dengan luas lahan 2.500 m2 5.3. Individu Penerima Manfaat Linkage Kedua a. Profil Usaha Bapak Jarodin Bapak Jarodin beralamat di RT 03 RW 03. Usaha yang ditekuninya adalah mencari dan berdagang ikan belanak, udang, dan kepiting laut. Dalam mengelola usahanya, ia dibantu oleh istrinya. Istrinyalah yang menjual ikan dengan cara berkeliling. Selain didapat dari jualan keliling, omset usahanya juga diperoleh dari pesanan dari daerah sekitar. b. Sejarah Pinjaman dari UPK – UK/BRI Pinjaman pertama diperoleh dari LKM UPK pada 2008 sebesar 500 ribu rupiah. Pinjaman kedua diperoleh 1 juta rupiah pada 2009 dan pinjaman ketiga 1 juta rupiah pada 2010. Ketiga pinjaman tersebut untuk jangka waktu pinjaman 10 bulan dengan tingkat suku bunga 1,5% per bulan flat. Pinjaman selanjutnya dilakukan pada 2011 dan diperoleh dari UPK UK sebesar 2 juta rupiah untuk jangka waktu pinjaman 12 bulan dan tingkat suku bunga 2% flat per bulan. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Pembelajaran yang dipetik dari linkage yang terjalin antara PNPM Perkotaan-LKM UK dan BRI Cabang Brebes dan pengalaman para individu penerima manfaat yang merasakan linkage tersebut adalah sebagai berikut. • Pentingnya peran PNPM Perkotaan melalui tim koordinator kabupaten dan tim fasilitatornya untuk menyampaikan informasi secara terus menerus tentang pentingnya linkage kepada para pemangku kepentingan merupakan langkah awal yang mewujudkan linkage ini. • UK sebagai unit baru di dalam LKM beserta pengembangannya diyakini mampu memecahkan kesenjangan pada masa transisi dari debitur yang nonbankable (cluster 2) menjadi bankable melalui pemberian fasilitas yang lebih besar dari 2 juta rupiah. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 97 • • BKM atau LKM-UK dalam menjalankan fungsi intermediary (penghubung) antara individu penerima manfaat dan lembaga mitra bank/nonbank dituntut agar lebih besar perannya dalam mengedukasi para kelompok PDB agar benar-benar siap jika diperlukan. Keberadaan linkage dapat dirasakan dampaknya oleh individu penerima manfaat dalam bentuk peningkatan skala usaha, pendapatan, dan pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. 6.2. Tantangan Linkage Walaupun kerja sama linkage ini telah menghasilkan suatu sistem yang lebih formal di antara pelaku di tingkat provinsi maupun kota, berikut ini beberapa tantangan yang masih harus dipecahkan. • Linkage yang terjalin antara BRI Cabang Brebes dan LKM UK Budi Luhur Desa Kedung Uter diharapkan bisa melahirkan sebuah aturan main internal yang lebih fleksibel, serta penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM dalam menjawab tantangan keberlanjutan PDB, dan pengembangan kerjasama linkage yang lebih luas. • Bagi debitur, tantangan ke depan adalah bagaimana mengembangkan keberlanjutan usahanya karena LKM UK telah dipersiapkan untuk memfasilitasi keberlanjutan dan pengembangan usaha pada kelompok dan individu penerima manfaat. 98 Kab. Pati Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara PD BPR BKK Pati Kota dan BKM UPK Ngesti Rahayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah RINGKASAN Linkage antara PD BPR BKK Pati Kota dan BKM UPK Ngesti Rahayu berawal dari banyaknya daftar tunggu permintaan PDB yang tidak dapat dipenuhi UPK karena keterbatasan dana. Keterbatasan dana ini dipengaruhi oleh dua faktor yakni belum tersedianya BLM yang mencukupi dan belum berkembangnya modal UPK. Keadaan ini membuat BKM berupaya mencari sumber dana tambahan dengan menjalin linkage dengan lembaga mitra agar dapat mengakses langsung layanan keuangan baik dari bank maupun nonbank. Model linkage yang diterapkan dalam kerja sama antara BKM UPK Ngesti Rahayu dan PD BPR BKK Pati Kidul adalah model executing di mana BKM UPK bertindak sebagai pelaksana dan pengelola dana pinjaman yang disediakan oleh PD BPR BKK Pati Kidul. Sumber dana linkage ini berasal dari dana program pemerintah daerah melalui Dinas Koperasi atau dinas lain. Dengan linkage ini, UPK dapat menyediakan dana murah bagi masyarakat setempat dengan selisih bunga dari bank kepada individu penerima manfaat melalui kelompok. Meski dana tambahan dari pemerintah daerah tidak lagi tersedia, fasilitas pinjaman ini masih terus berjalan dan masih dapat dinikmati anggota kelompok KSM di BKM UPK Ngesti Rahayu. Pembelajaran yang didapat dari linkage ini adalah kerja sama dan komitmen pengurus BKM UPK sangat penting dan mempengaruhi keberhasilan linkage. Selain itu, linkage ini juga menjadi sumber pembelajaran tidak hanya bagi BPR dan BKM UPK, tapi juga bagi kelompok dan anggota masyarakat untuk mendorong peningkatan skala usaha, pendapatan, maupun pengetahuan mereka tentang sistem keuangan inklusi. Meski demikian, perluasan, pengembangan dan keberlanjutan linkage yang tetap berpihak pada masyarakat kecil menjadi tantangan utama dalam linkage ini. Tantangan lain adalah upaya untuk mencari dan mewujudkan peluang baru untuk membangun linkage dengan lembaga lain dalam rangka mencari sumber dana baru bagi kelompok atau anggota masyarakat yang membutuhkan pinjaman. 100 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara PD BPR BKK Pati Kota dan BKM UPK Ngesti Rahayu Kelurahan Pati Kidul, Kecamatan Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah 9 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kelurahan Pati Kidul Kelurahan Pati Kidul adalah salah satu dari 21 desa/kelurahan di Kecamatan Pati, Kabupaten Pati. Kelurahan ini merupakan dataran rendah dengan luas wilayah 67 ha dan berbatas dengan Kelurahan Pati Lor di sebalah utara, Desa Plangitan di sebelah barat, Desa Blaru dan Desa Plangitan di sebelah selatan dan Kelurahan Pati Wetan di sebelah timur. Selain itu, Kelurahan Pati Kidul terdiri dari lima dukuh atau rukun warga. Jumlah penduduknya 7.442 jiwa, 52% adalah perempuan dan 69% penduduknya berada pada usia produktif. Mata pencaharian utama adalah pegawai negeri (40 %) dan sisanya pegawai swasta, pedagang, dan PKL. Kelurahan Pati Kidul terletak di tengah kota Pati sehingga mudah dalam akses infrastruktur ekonomi. 1.2. Profil BKM UPK Ngesti Rahayu BKM UPK ini berdiri pada 16 November 2007 dan dikuatkan melalui akta Notaris PPAT Mirah Setyanti pada 30 November 2007. Struktur pengelola BKM UPK ini terdiri atas seorang koordinator dan dibantu oleh sembilan orang anggota yang semuanya merupakan relawan. Sebagaimana lazimnya BKM di PNPM Perkotaan, dalam menjalankan organisasinya BKM ini juga dilengkapi dengan UPL, UPS dan UPK. Kegiatan operasional UPK berada di kantor kelurahan yang pelaksanaannya tergantung dengan situasi. Pengelola PDB ini adalah ketua, kasir, dan seorang pencatat. Sesuai laporan keuangan per 30 April 2012, aset totalnya mencapai 113, 9 juta di mana 58% berupa PDB yang sedang dinikmati oleh 19 KSM atau 123 individu pemanfaat yang semuanya berada pada kategori kolektibilitas satu (lancar tanpa tunggakan). Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 101 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra PD BPR BKK Pati Kota mempunyai 19 kantor cabang yang tersebar di Kabupaten Pati dengan kantor pusatnya di Jl. Pemuda No 296 Pati. PD BPR BKK Pati Kidul dipimpin oleh seorang direktur utama dan dibantu oleh seorang direktur yang lain. Total stafnya mencapai 273 orang dengan 44 di antaranya berada di kantor pusat. Total aset BPR pada 31 Mei 2012 mencapai 119 miliar di mana 78%-nya berupa kredit kepada 10.092 debitur dengan besar kredit antara 500 ribu sampai 250 juta rupiah. BMPK mencapai lebih dari 1 miliar rupiah. Berdasarkan pemanfaatannya, 30% kredit untuk perdagangan, 40% untuk konsumsi, 20 % untuk pertanian dan peternakan, dan 20 % lainnya. 2.2. Produk Lembaga Mitra Seperti umumnya produk utama yang dimiliki di BPR adalah tabungan seperti Tamades, deposito, dan kredit. Jenis kredit yang dikembangkan berupa kredit UKM, pertanian, perdagangan, pegawai, jasa, pensiunan dan SMS dengan sistem pembayaran bulanan dan musiman. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Timbulnya linkage antara PD BPR BKK Pati Kota dan BKM Ngesti Rahayu didorong oleh faktor banyaknya daftar tunggu permintaan PDB yang tidak dapat dipenuhi karena keterbatasan dana. Keterbatasan sumber dana ini dipicu oleh dua hal yakni belum tersedianya BLM yang mencukupi dan belum berkembangnya modal UPK. Keadaan ini membuat BKM berupaya mencari dana tambahan dengan menjalin linkage dengan lembaga mitra agar dapat mengakses langsung layanan keuangan baik dari bank maupun lembaga nonbank. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage BKM UPK Ngesti Rahayu mengetahui adanya dana kredit murah yang dapat diakses dari program pemerintah daerah. Dana tersebut harus diakses melalui PD BPR BKK Pati Kota. Mengingat ketua BKM UPK Ngesti Rahayu adalah pegawai Dinas Koperasi, proses linkage pun menjadi lebih mudah dilakukan. Hal ini karena sumber dana tersebut disediakan oleh Dinas Koperasi. 102 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin adalah model executing di mana UPK Ngesti Rahayu, bertindak sebagai pelaksana atas dana yang diterima dari BPR BKK. Program ini telah berjalan sejak 2003 hingga 2010. Fasilitas yang hingga kini masih dinikmati oleh anggota kelompok KSM di BKM UPK Ngesti Rahayu berasal dari sumber dana pada 2010 yang masih tersisa. Program ini saat ini sudah tidak diperpanjang lagi. 4.2. Produk Linkage Produk linkage yang sedang dinikmati oleh anggota BKM UPK Ngesti Rahayu adalah produk kredit/pinjaman khusus program pemerintah daerah yang disediakan melalui dinas-dinas di lingkungan Pemda Kabupaten Pati dan penyalurannya dilakukan melalui PD BPR BKK Pati Kota. Syarat pengajuan kredit adalah dengan mengajukan proposal atas nama kelompok yang disertai jaminan tambahan atau agunan sebagai barang jaminan. Pengajuan kredit dana bergulir dapat disertai dengan surat rekomendasi dari camat setempat. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage 5.1. Profil Individu Penerima Manfaat Linkage Pertama a. Profil Usaha Ibu Aring Ibu Aring (34 tahun) berpendidikan SLTA dan bertempat tinggal di RT03/RW01 Kauman, Pati Kidul. Ia tinggal bersama suami yang bekerja sebagai karyawan pabrik Kacang Garuda bersama dua orang anaknya. Sehari-harinya ia berjualan semanggi dan makanan seperti asem-asem, bothok, pepes dan lain-lain. Usaha ini telah dimulai sejak 2004 dengan modal pemberian dari ibunya. Waktu berjualan dari Senin hingga Sabtu sejak pukul 11:30 sampai dengan pukul 14:00. Ia membuka usaha di lahan saudaranya yang berada dekat jalan. b. Sejarah Pinjaman dari UPK Ibu Aring adalah ketua kelompok KSM Pandan Wangi yang beranggotakan empat orang. Semuanya tinggal berdekatan dan dalam RT yang sama. Rembug kelompok dilakukan sebulan sekali saat pembayaran angsuran. Kelompok ini dibentuk atas prakarsa Ketua RT ketika PDB mulai diperkenalkan di Kelurahan Pati Kidul. Pada 2009 ia menerima pinjaman pertama dari UPK sebesar 500 ribu rupiah dan digunakan untuk membeli peralatan dan tempat berjualan. Dalam sehari omzet hasil penjualannya mencapai sekitar 100 ribu rupiah sehari dengan keuntungan bersih 30 ribu Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 103 rupiah. Pada 2010, ia menerima pinjaman kedua sebesar 750 ribu rupiah yang digunakan untuk membeli persediaan bahan menghadapi saat lebaran. Dalam sehari omzet hasil penjualannya meningkat hingga 250 ribu sehari dengan keuntungan bersih yang didapat menjadi 50 ribu rupiah Pada pinjaman ketiga ia menerima sebesar satu juta rupiah yang digunakan untuk renovasi tempat usaha serta menambah bahan dagangan. Omzet penjualannya pun meningkat menjadi 600-750 ribu per hari dengan laba bersih mencapai 200 ribu per hari. Pinjaman dari UPK tersebut diangsur selama 10 bulan dengan tingkat suku bunga 1,5 % flat per bulan. Pada saat pinjaman ketiga dilakukan, ia juga meminjam dana dari PKK RT sebesar Rp1.650.000 yang diangsur lima kali selama 5 bulan dengan bunga 1% per bulan. Dana ini ia gunakan untuk membeli gerobag dorong. Ia berencana untuk mengajukan pinjaman sebesar lima juta rupiah untuk membeli etalase dari kaca-alumunium dan untuk menyewa lokasi usaha. 5.2. Profil Individu Penerima Manfaat Linkage Kedua a. Profil Usaha Ibu Sri Hayati Ibu Sri Hayati berlatar belakang pendidikan SLTA dan bertempat tinggal di RT01/ RW03 Kelurahan Pati Kidul. Ia tinggal bersama suami, anak dan seorang cucu. Usaha yang ditekuninya adalah membuat dan menjual kue dan nasi bungkus seperti nasi kucing, nasi kuning, nasi rames, tahu bacem, telur bacem, onde-onde, sus, dan lemper. Ia menjual daganganya melalui sistem konsinyasi dengan cara menitipkanya di Toko Kue Luwes, kantin Rumah Sakit Keluarga Sehat Hopital dan beberapa penjual atau bakul tenongan. Usaha ini dilakukan setiap hari. Harga barang dagangannya berkisar dari Rp1.200 hingga Rp3.000. Rata-rata omzet penjualannya mencapai 600 ribu rupiah per hari dengan laba bersih bisa mencapai 300 ribu per hari. Selain usaha rutin, ia juga menerima pesanan katering untuk pesta khitanan, aqikah dan lain-lain. b. Sejarah Pinjaman dari UPK Ibu Sri Hayati adalah salah satu anggota kelompok KSM Melati 1 yang beranggotakan empat orang. Semuanya tinggal berdekatan dalam lingkup RT yang sama. Rembug kelompok dilakukan sekali sebulan saat pembayaran angsuran. Kelompok ini juga dibentuk atas prakarsa dan masukan dari Ketua RT ketika PDB diperkenalkan di Kelurahan Pati Kidul. Ibu Sri mendapatkan tiga kali pinjaman dari UPK Ngesti Rahayu, masing-masing sebesar 500 ribu rupiah pada 2009, 750 ribu rupiah pada 2010 dan satu juta rupiah pada 104 2011. Jangka waktu pembayaran semua pinjaman tersebut berlangsung selama 10 bulan dengan 10 kali angsuran dan dikenakan bunga 1,5% per bulan. Selain karena prosedurnya rumit, ia mengaku tidak ingin mengajukan pinjaman ke bank juga karena tidak bersedia memberikan jaminan. Ia juga menolak meminjam ke rentenir atau yang kerap disebut sebagai bank plecit/thithil. Ia berharap mendapatkan hibah murni untuk membeli atau memiliki peralatan masak (oven) yang lebih besar agar kapasitas produksinya lebih banyak sehingga waktu produksi bisa lebih efektif. Untuk tambahan modal kerja yang lebih besar, ia yakin bisa mendapatkan bantuan modal UPK atau lembaga lain yang tidak mempersyarakan agunan atau bunga yang tinggi. 5.3. Profil Individu Penerima Manfaat Linkage Ketiga a. Profil Usaha Ibu Darti Ibu Darti (32 tahun) berlatar belakang pendidikan SLTA dan tinggal di Rogowongso RT02/RW02, Kelurahan Pati Kidul. Ia tinggal bersama suami dan dua orang anaknya. Usaha yang dilakukannya adalah membuka warung kopi dan teh. Rumahnya berada dekat dengan pasar dan para pelanggan umumnya para penjual dan pembeli yang datang ke pasar. Usaha warung ini ditekuni sejak 2003. Dalam mengelola usahanya, ibu Darti dibantu oleh suaminya yang juga membuka usaha penitipan sepeda dan sepeda motor dengan penghasilan rata-rata 35 ribu rupiah per hari. Total penghasilan sehari yang didapat dari usaha warung kopi dan teh tersebut bisa mencapai 105 ribu rupiah. b. Sejarah Pinjaman dari UPK Ngesti Rahayu Ibu Darti adalah salah satu dari anggota kelompok KSM Ekonomi Maya Lestari I. Anggota kelompoknya tinggal berdekatan dalam satu RT yang sama. Rembug kelompok dilakukan sekali sebulan saat pembayaran angsuran. Tidak berbeda dengan kelompok lainnya, kelompok ini juga dibentuk atas prakarsa dan masukan dari Ketua RT-nya ketika PDB diperkenalkan di Kelurahan Pati Kidul.. Ibu Darti mengaku tiga kali mengakses pinjaman dari UPK Ngesti Rahayu. Pinjaman pertama sebesar 500 ribu rupiah pada 2009 yang digunakan untuk membeli peralatan warung seperti termos dan gelas. Pinjaman kedua sebesar 750 ribu rupiah pada 2010 yang digunakan untuk tambahan modal membeli sepeda motor. Dan pinjaman ketiga sebesar satu juta pada 2011 yang digunakan untuk tambahan membeli freezer besar seharga dua juta rupiah. Freezer ini bertujuan untuk mensuplai kebutuhan es batu bagi pedagang ikan di sekitar pasar. Jangka waktu pinjaman ketiga adalah 10 bulan dengan 10 kali angsuran dan dikenakan bunga 1,5% per bulan. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 105 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Berikut ini pembelajaran yang dapat dipetik dari linkage yang terjalin antara UPK Ngesti Rahayu dan PD BPR BKK Pati Kota dan dari pengalaman para individu penerima manfaat yang merasakan linkage. • Linkage ini terwujud berkat kerja sama dan komitmen yang kuat dari pengurus BKM dan UPK bersama kepala kelurahan yang menyediakan jaminan berupa sertifikat. • Linkage ini menjadi sarana pembelajaran bagi BKM UPK sebagai lembaga penghubung antara BPR dan kelompok masyarakat maupun anggotanya untuk mendorong peningkatan usaha, pendapatan, dan pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. • Perlunya peran aktif team fasilitator dalam menemukan informasi tentang linkage serta mendorong agar linkage tersebut bisa terwujud secara luas. 6.2. Tantangan Linkage Walaupun linkage ini telah menghasilkan kerja sama antara BKM UPK dan bank penyedia pinjaman, terdapat sejumlah tantangan masa depan. Berikut ini sejumlah tantangannya. • Perluasan dan keberlanjutan linkage yang tetap berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah dan berpengetahuan terbatas, agar mereka bisa lebih memahami sektor keuangan inklusif. • Pengembangan linkage dengan lembaga bank lain dalam rangka memperluas linkage dengan model executing. • Bagi individu penerima pemanfaat, tantangan ke depan adalah bagaimana mengelola dan mengembangkan keberlanjutan usahanya melalui akses informasi yang berkaitan dengan sistem keuangan inklusif. 106 Kab. Brebes Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara BRI Cabang Bumi Ayu dan BKM UK Maju Sejahtera, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah RINGKASAN Linkage antara BRI Bumi Ayu dan BKM UK Maju Sejahtera menempatkan BKM ini sebagai pelaksana dalam mengelola risiko kredit atas pinjaman yang diterima dari BRI Cabang Bumi Ayu. Terjalinnya linkage ini dipicu oleh tingginya permintaan dana dari para KSM yang tidak bisa dilayani dengan segera oleh UPK BKM Maju Sejahtera karena keterbatasan sumber dana di UPK. BKM akhirnya berupaya mencari sumber dana dari luar dengan cara menjalin linkage dengan BRI Cabang Bumi Ayu. Model linkage yang diterapkan adalah model executing dengan BKM Unit Kemitraa (UK) menjadi pelaksana tanggung jawab risiko kredit atas pinjaman kemitraan yang diterima dari BRI. Karena itu, BKM UK diizinkan untuk menjual dana kemitraan tersebut sesuai perhitungan internal BKM UK agar bisa mendapatkan laba yang cukup untuk membiayai keberlanjutan dan pengembangan usahanya. Kerja sama linkage ini baru berada pada tahap satu dan direalisasikan sejak 21 September 2012 dengan besar pinjaman 25 juta rupiah untuk 13 individu penerima manfaat. Pembelajaran yang dapat dipetik dari praktik linkage ini adalah: pertama, UK sebagai unit baru di dalam BKM diyakini mampu memecahkan kesenjangan pada masa transisi dari debitur yang nonbankable menjadi bankable melalui pemberian fasilitas pinjaman di atas dua juta rupiah, kedua, BKM-UK dalam menjalankan fungsi intermediary (penghubung) antara individu penerima manfaat dan lembaga mitra bank/nonbank dituntut agar lebih besar perannya dalam mengedukasi para kelompok PDB, dan ketiga, linkage dapat dirasakan dampaknya oleh penerima manfaat PNPM dalam bentuk peningkatan skala usaha, pendapatan maupun pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. Selain itu, terdapat dua tantangan utama yang perlu diantisipasi di masa depan yakni: linkage ini diharapkan bisa melahirkan sebuah aturan main internal yang lebih fleksibel, mendukung penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM dalam menjawab tantangan keberlanjutan PDB, serta mendukung perkembangan linkage yang lebih luas. 108 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara BRI Cabang Bumi Ayu dan BKM UK Maju Sejahtera di Desa Kali Sumur, Kecamatan Bumi Ayu, Kabupaten Brebes 16 - 18 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Desa Kali Sumur Desa Kali Sumur merupakan salah satu dari 15 desa/kelurahan di Kecamatan Brebes yang berbatasan dengan Desa Kalinusu di sebelah utara, Desa Kalilangkap di sebelah selatan, Desa Pamijen di sebelah timur, dan Desa Kalilangkap di sebelah barat. Desa ini terletak di dataran dengan luas area 85,6 ha yang terbagi menjadi 3 RW dan 9 RT. Jumlah penduduknya 2.609 jiwa. Mata pencaharian penduduknya adalah pegawai negeri, buruh tani, petani, dan peternak, dan pedagang. 1.2. Profil BKM Maju Sejahtera BKM Maju Sejahtera didirikan pada 2007 dengan modal BLM pertama sebesar 200 juta, dari jumlah tersebut 17,5% atau 35 juta rupiahnya dialokasikan untuk kegiatan PDB. BKM ini memiliki delapan anggota team yang dipimpin oleh seorang koordinator dan didukung oleh seorang sekretaris. Dalam strukur organisasinya, selain memiliki UPL, UPK BKM Budi Luhur, juga memiliki Unit Kemitraan atau UK. Terkait linkage dengan BRI Bumi Ayu, keberadaan linkage ini tidak dapat dipisahkan dari komitmen ketua forum BKM Kabupaten Brebes dan pimpinan BRI Bumi Ayu yang merealisasikan nota kesepahaman kerja sama antara BKM Maju Sejahtera dan BRI Cabang Bumi Ayu. Banyak permintaan masyarakat belum bisa terlayani oleh BKM-UPK karena terbatasnya sumber dana PDB. Karena itu, dukungan sumber dana lain melalui linkage dengan lembaga bank maupun nonbank amat diperlukan. Keadaan ini telah mendorong BKM untuk membentuk unit baru yang disebut Unit Kemitraan (UK) sejak realisasi pinjaman dari BRI dimulai. Tugas UK adalah mendata dan mencatat calon debitur potensial yang berasal dari UK (PS2) maupun UPK. Sedangkan untuk debitur UK, tugas UK adalah mengadminitrasikan transakasi kerja sama (saat ini masih dengan BRI) dan melakukan monitoring/pembinaan dan penagihan jika diperlukan. Urusan pemasaran dan Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 109 peran lebih strategis lain masih di bawah tanggung jawab koordinator BKM. Sampai saat ini UK belum mempunyai manual sehingga operasional UK masih mengikuti operasional UPK walaupun tanggung jawabnya secara mandiri. Dengan demikian, mulai 21 September 2011 UK adalah unit yang dirancang untuk mandiri guna melayani kebutuhan masyarakat yang telah ‘naik kelas’ dari kluster 2 (debitur UPK) ke kluster 3 (debitur UK) di mana bentuk pertanggungjawaban dana bergulir yang dikelola BKM Budi Luhur tercermin pada neraca rugi laba baik pada UPK, UK, maupun secara konsolidasi. Hasil kinerja keuangan per 30 April 2012 memperlihatkan baki debit PDB UPK sebesar 119,9 juta rupiah (44 KSM dengan 385 individu penerima manfaat), sedangkan PDB UK sebesar11,4 juta rupiah (1 KSM dengan 13 individu penerima manfaat). Dengan demikian, total PDB secara konsolidasi mencapai 130,9 juta rupiah (45 KSM dengan 389 individu penerima manfaat). 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra Bank Rakyat Indonesia atau yang disingkat dengan BRI, adalah bank milik pemerintah yang didirikan oleh Raden Aria Wiriatmaja pada 1896 dengan nama DePurwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden di Purwokerto, Jawa Tengah. Bank ini didirikan untuk mengelola dana masjid untuk disalurkan kepada masyarakat dengan cara sederhana. Setelah merdeka, Pemerintah RI mengubah nama lembaga keuangan ini menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada 22 Februari 1946. BRI kemudian menjadi bank pertama yang dimiliki pemerintah dan berperan aktif dalam membangun ekonomi kerakyatan. Sejak pendiriannya, BRI tetap berfokus pada pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Segmen utama BRI ialah bisnis UMKM. BRI mencatatkan 30% sahamnya untuk menjadi perusahaan terbuka di BEJ pada 10 November 2003. Hingga 31 Desember 2008, Pemerintah memegang kendali 56.79% saham BRI, sedangkan sisanya dimiliki oleh pemodal. BRI memiliki 5.400 unit kerja, 400 di antaranya merupakan satuan kerja yang baru dibentuk pada 2008. Sebanyak 3.879 unit saling terhubung melalui online system. Unit kerja BRI dapat diuraikan sebagai berikut: 14 unit kantor wilayah, 372 kantor cabang dalam negeri, 1 kantor cabang khusus, 3 kantor cabang luar negeri, dan 337 kantor cabang pembantu. Unit kerja ini didukung oleh 179 kantor kas, 4.417 BRI Unit, 76 pos pelayanan desa, 45 kantor pelayanan syariah dan 1.798 ATM. Salah satu kantor cabang BRI, terdapat di Jl. Dr. Wahidinn No. 1 Brebes. 110 2.2. Produk Lembaga Mitra BRI menawarkan produk dana pihak ketiga yang berupa tabungan, giro dan deposito (baik berjangka maupun sertifikat deposito). Produk syariah yang termasuk dalam DPK yaitu giro wadiah, tabungan mudharabah dan deposito berjangka mudharabah. Secara umum profil bisnis BRI mempunyai lima kategori yaitu bisnis UMKM, bisnis konsumer, bisnis komersial, bisnis kelembagaan dan bisnis internasional dan treasury. Porsi terbesar dari portofolio BRI adalah pada bisnis UMKM dengan porsi kurang lebih 81%. Bisnis ini merupakan kekuatan utama BRI, bahkan BRI telah memegang peranan penting sebagai konsultan microfinance internasional. Untuk terus mempertahankan posisi utama dalam segmen ini, BRI menempuh strategi perluasan jangkauan pelayanan nasabah hingga ke pelosok negeri serta penetrasi ke kantong-kantong wilayah berpenduduk padat di perkotaan. Salah satu produk yang ditawarkan di luar produk bisnis di atas adalah produk linkage dengan BKM. Alasan utama mengapa produk ini tidak terdapat dalam fitur umum BRI karena sumber dana produk kredit ini berasal dari sebagian laba (setelah potong pajak) yang disisihkan dengan besar 2%.13 3. Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Terjalinnya linkage antara BKM Maju Sejahtera dan BRI Cabang Bumi Ayu didorong tingginya permintaan dana dari para KSM yang tidak bisa dilayani dengan segera oleh BKM UPK Maju Sejahtera karena keterbatasan dana. BKM akhirnya berupaya mencari sumber dana dari luar dengan cara menjalin linkage dengan BRI Cabang Bumi Ayu. 3.2. Proses Terjadinya Linkage Terjadinya linkage antara BKM Maju Sejahtera dan BRI Cabang Bumi Ayu tidak lepas dari kerja sama dan komitmen semua pihak seperti ketua forum BKM Kabupaten Brebes, team Korkot PNPM Perkotaan, Ketua KBP, Bupati Brebes, koordinator forum komunikasi BKM, dan pihak lain yang turut mendukung pembentukan linkage ini. Proses dimulainya linkage ini dimulai dari kunjungan Bupati Brebes kepada BRI Pusat pada Oktober 2010 hingga realisasi kredit hasil linkage ini pada 21 September 2011. Serangkaian kegiatan, pertemuan, dan sosialisasi terus dilakukan selama proses pembantukan linkage ini hingga realisasi kredit. 13 Peraturan MENEG BUMN No. PER-05/MBU/2007. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 111 Kerja sama linkage ini sesungguhnya sudah dicanangkan dan disosialisasikan oleh team korkot PNPM Perkotaan sejak sebelum 2010. Informasi tersebut terus digulirkan dan dibahas bersama KBP Kabupaten Brebes sehingga menghasilkan surat permohonan kerja sama (linkage) kepada Direktur Utama BRI di Jakarta. Surat permohonan bernomor 003/ KBP/I/11 tertanggal Januari 2010 tersebut ditandatangi oleh ketua KBP dan diketahui oleh Bupati Brebes. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin adalah model executing, di mana BKM UK sebagai pelaksana bertanggung jawab atas risiko kredit dari pinjaman kemitraan yang diterima dari BRI. Karena itu, BKM UK diizinkan untuk menjual dana kemitraan tersebut sesuai perhitungan internal BKM UK agar bisa mendapatkan laba yang cukup untuk membiayai keberlanjutan dan pengembangan usahanya. Keberlanjutan sumber dana linkage dengan BRI sudah diatur dalam PERMEN. Agar linkage ini berdampak luas, diperlukan peran aktif para pelaku dalam menindaklanjuti program ini. 4.2. Produk Linkage Produk yang dinikmati oleh kelompok masyarakat PNPM Mandiri Perkotaan melalui BKM UK Maju Sejahtera adalah produk Kredit Kemitraan. Kredit ini merupakan bagian dari program PKBL yang kebijakan strategi ditentukan oleh Menteri BUMN. Sumber dana kredit ini berasal dari 2% laba yang disisihkan dari masing-masing BUMN dan dengan tingkat suku bunga 6% per tahun atau 0,5% per bulan. BRI Cabang Bumi Ayu menyediakan sebesar 700 juta rupiah untuk pagu kredit ini. Jika dana ini tidak habis terserap, sisa pagu akan diberikan ke cabang lainnya. Kredit Kemitraan merupakan program yang dirancang untuk mendanai kelompokkelompok miskin produktif yang terkendala untuk akses pada pembiayaan yang bankable. karena kredit ini pada prinsipnya diberikan tanpa menggunakan jaminan/agunan fisik. Pencairan kredit yang pertama dilakukan pada 21 Sepetember 2011. Kredit diberikan kepada BKM Maju Sejahtera berdasarkan pengajuan proposal kredit kemitraan dari LKM/ BKM dengan plafon 25 juta rupiah untuk 13 orang anggota. Di dalam proposal, terlampir pula antara lain: surat rekomendasi BKM atas kelayakan 13 calon debitur; indentitas anggota kelompok dan jumlah kredit yang diminta; dan surat kuasa dari anggota kelompok kepada BKM/Koordinator dan Anggota BKM. Realisasi kredit ini disertai dengan Surat Perjanjian Pemberian Pinjaman (SPPP) No. -/KC-VIII/09/2011 sebesar 25 juta rupiah untuk jangka waktu 12 bulan. Pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan dengan tingkat suku bunga 6% per tahun antara BRI Cabang Bumi Ayu sebagai kreditur dan BKM Maju Sejahtera. 112 5. Profil Penerima Manfaat Linkage 5.1. Individu Penerima Manfaat Pertama a. Profil Usaha Ibu Siti Astuti Ibu Siti Astuti beralamat di RT01/RW01, Desa Kali Sumur, Kecamatan Bumi Ayu, Kabupaten Brebes. Suaminya adalah kepala dusun Dukuh Margadadi. Sebagai kepala dusun, suaminya menerima honor setiap tiga bulan sekali yang besarnya satu juta rupiah. Pekerjaan sampingan suaminya adalah penarik ojek dengan penghasilan antara 20 ribu sampai 40 ribu rupiah. Dengan modal Rp300.000 pemberian orangtuanya, Ibu Siti memulai usaha warungnya dengan menjual kupat tahu pada 2007. Usaha warungnya telah berkembang. Tidak hanya menjual kupat tahu, ia juga menjual nasi, kue dan gorengan serta beberapa minuman ringan. Ia pernah meminjam 200 ribu rupiah dari bank keliling. Pinjaman tersebut harus dikembalikan dengan cara mengansur 10 ribu per hari dengan 28 kali angsuran dan bunga sebesar 40%. Pinjaman tersebut dinikmatinya sampai dua kali putaran. Sejak memperoleh PDB dari UPK Maju Sejahtera, usahanya terus mengalami perkembangan sehingga saat ini hasil penjualan setiap harinya telah mencapai 300 ribu rupiah dan keuntungan bersih mencapai 50 ribu rupiah. b. Sejarah Pinjaman dari LKM UPK-UK dan BRI Cabang Bumi Ayu Ibu Siti mendapat pinjaman pertama dari BKM UPK Maju Sejahtera sebesar 500 ribu rupiah pada 2009. Pinjaman ini dipergunakan untuk menambah modal usaha. Omzet penjualannya menjadi 150 ribu rupiah per hari dan laba bersih yang didapat 30 ribu. Pada 2010 Ia menerima pinjaman kedua sebesar 1 juta rupiah yang dipergunakan untuk membeli peralatan (meja, kursi, dispenser, dan galon). Omzet penjualan pun meningkat menjadi 200 ribu rupiah dengan laba bersih 40 ribu rupiah per hari. Pinjaman pertama dan kedua dari BKM UPK tersebut berjangka waktu 10 bulan dan diangsur 10 kali dengan bunga 1,5% flat per bulan. Ia juga menerima pinjaman ketiga sebesar dua juta rupiah dari Unit Kemitraan (UK BKM) pada September 2011. Tingkat suku bunga pinjaman ini sebesar 1,5% flat per bulan dengan jangka waktu 12 bulan dan 12 kali angsuran. Menjelang pinjaman berakhir, Ibu Siti Astuti berniat mengajukan tambahan fasilitas pinjaman menjadi lima juta rupiah untuk memperbesar usahanya. Bila tidak dapat meminjam ke BKM UK Maju Sejahtera, ia berencana mengajukan kredit langsung ke BRI dengan jaminan sertifikat tanah milik orang tua. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 113 5.2. Individu Penerima Manfaat Kedua a. Profil Usaha Ibu Waipah Ibu Waipah beralamat di RT03/RW01, Desa Kali Sumur, Kecamatan Bumi Ayu, Kabupaten Brebes. Ia tinggal bersama suami dan seorang anaknya yang masih duduk di bangku SMA. Suaminya bekerja sebagai penjual es kelililing dengan penghasilan bersih 25 ribu per hari. Sedangkan Ibu Waipah sendiri adalah penjual jamu gendong yang dijajakan secara berkeliling di area RW01 Desa Kali Sumur. Pendapatan kotor yang diperolehnya setelah dipotong dengan modal kerja mencapai 25 ribu rupiah per hari. b. Sejarah Pinjaman dari LKM UPK-UK dan BRI Cabang Bumi Ayu Pinjaman pertama yang diperoleh Ibu Waipah dari BKM UPK Maju Sejahtera pada 2009 berkat bantuan ketua UPK. Besar pinjaman pertama yang diperoleh sebesar 500 ribu rupiah. Pinjaman kedua sebesar 500 ribu rupiah pada 2010. Kedua pinjaman tersebut diangsur selama 10 bulan dengan 10 kali angsuran dan dengan tingkat suku bunga 1,5% per bulan secara flat. Pinjaman ketiga diperoleh dari BKM UK sebesar dua juta rupiah. Pinjaman dari BKM UK tersebut dikenakan bunga 1,5% per bulan secara flat untuk jangka waktu pinjaman 12 bulan dengan 12 kali angsuran. Ia berencana membuka kios es dan makanan kecil di depan rumahnya dari dana tersebut. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Berikut ini pembelajaran yang dapat petik dari linkage dan dari pengalaman para penerima manfaat yang merasakan hasil linkage ini: • Pentingnya peran tim koordinator kabupaten dan tim fasilitator PNPM Perkotaan yang terus menerus menyampaikan informasi tentang pentingnya linkage hingga linkage ini bisa terwujud. • UK sebagai unit baru di dalam BKM diyakini mampu memecahkan kesenjangan pada masa transisi dari debitur yang nonbankable menjadi bankable melalui pemberian fasilitas pinjaman di atas dua juta rupiah. • BKM-UK dalam menjalankan fungsi intermediary (penghubung) antara individu penerima manfaat dan lembaga mitra bank/nonbank dituntut agar lebih besat perannya dalam mengedukasi para kelompok PDB. • Linkage dapat dirasakan dampaknya oleh penerima manfaat dalam bentuk peningkatan skala usaha, pendapatan maupun pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. 114 6.2.Tantangan Linkage Berikut ini beberapa tantangan yang perlu diantisipasi untuk pemecahan di masa datang: • Linkage antara BRI Cabang Bumi Ayu dan BKM UK Maju Sejahtera diharapkan bisa melahirkan sebuah aturan main internal yang lebih fleksibel, mendukung penguatan kelembagaan dan kapasitas SDM dalam menghadapi tantangan keberlanjutan PDB, serta mendorong perkembangan linkage yang lebih luas. • Bagi debitur, tantangan ke depan adalah bagaimana mengembangkan keberlanjutan usahanya. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 115 116 Kab. Kebumen Jawa Tengah Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara PD BPRBKK Kebumen dan UPK Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah RINGKASAN UPK Kecamatan Kebumen adalah UPK yang sejak 2007 sudah tidak lagi mendapatkan dana BLM. Melalui dana ini, UPK ini terdorong melakukan terobosan baru dengan memutuskan untuk memiliki gedung sendiri yang berlokasi di tempat strategis dan keberadaannya dinilai cukup representatif baik di tingkat kecamatan maupun di tingkat Kabupaten Kebumen. Selain karena minimnya penyaluran dana dari UPK kepada penerima manfaat, terobosan di atas juga menjadi salah satu alasan yang mendorong PD BPR BKK Kebumen berinisiatif memberikan kepercayaannya kepada UPK Kecamatan Kebumen untuk mengakses pembiayaan sebesar 100 juta rupiah melalui model kerja sama linkage secara executing dengan UPK Kecamatan Kebumen sebagai pelaksana. Dengan demikian, UPK Kecamatan Kebumen telah mendapat tanggung jawab penuh dalam mengelola risiko kredit atas pinjaman yang diterimanya dari PD BPR BKK Kebumen. Kinerja keuangan UPK ini per 30 April 2012 ditunjukkan dengan total aset sebesar 2,33 miliar rupiah yang meliputi dana bergulir sebesar 2,122 miliar rupiah. Terdapat beberapa pembelajaran penting dari pengalaman praktik linkage antara PD BPR-BKK Kebumen dan UPK Kecamatan Kebumen di antaranya akses informasi antara UPK dengan bank telah membuat bank mempunyai persepsi positif terhadap kinerja kelembagaan UPK, jaminan fisik yang dimiliki UPK memberi indikasi kesiapan untuk mengelola risiko kredit secara langsung dan telah mendorong peningkatan usaha, pendapatan, jaringan, dan lain-lain. Meski demikian masih terdapat sejumlah tantangan linkage yang bersumber dari isu-isu internal UPK seperti (1) masalah kejelasan status hukum UPK dan PDB; (2) masalah bagaimana mempertahankan dan mengembangkan keberlanjutan UPK dengan tetap menjaga model usaha (business model) yang berbasis pemberdayaan masyarakat berbasis kelompok; (3) bagaimana memberikan inovasi produk yang sesuai pemintaan masyarakat kebutuhan; (4) bagaimana meningkatkan kemampuan pengelolaan UPK sesuai dengan sistem keuangan inklusi yang sudah mulai dipahami oleh sebagian masyarakat. Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perdesaan antara PD BPR-BKK Kebumen dan UPK Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah 14 – 15 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kecamatan Kebumen Kecamatan Kebumen adalah salah satu dari 26 kecamatan di wilayah Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah dengan lima kelurahan dan 24 desa. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 4.693 km2, berbatasan dengan Kecamatan Aliyan di sebelah utara, Kecamatan Kutowinangun di sebelah timur, Kecamatan Bulus Pesantren di sebelah selatan dan Kecamatan Pejagoan di sebelah barat. Jumlah penduduknya mencapai 127.310 jiwa, lebih dari 50 % wanita. Mata pencaharian utama penduduknya adalah petani. Sebagian adalah PNS, buruh, pedagang, pengusaha, dan lain-lain (Podes 2011). Kecamatan Kebumen berada dalam kota Kebumen. Letaknya yang strategis atau dekat dengan pusat perekonomian telah membuat posisi Kecamatan Kabumen menjadi terkoneksi dengan berbagai lembaga penyedia layanan aktifitas keuangan seperti perbankan, BPR, serta lembaga keuangan nonbank seperti koperasi atau lembaga pembiayaan lain. Beberapa lembaga penyedia layanan keuangan terletak tidak jauh atau hanya terpaut 2-3 km dari UPK Kecamatan Kebumen. Di antaranya adalah beberapa bank umum seperti BRI, BNI 46, BCA, Danamon Jateng, CIMB Niaga, Mandiri, BTPN, dan SAS Kebumen, beberapa BPR seperti PD Bank Pasar Kebumen, BKK Kebumen, Arta Mertoyudan, Dana Mitra Sejahtera, Anugerah dan Gunung Merapi, beberapa BMT seperti Al Iksan, Alfa Nusa, Republika, beberapa KSP seperti Nasari, Margi Utama, Arta Mulya, Bumen Maju Bersama serta beberapa lembaga lain. 1.2. Profil UPK Kecamatan Kebumen UPK Kecamatan Kebumen berdiri sejak 1998 dengan modal awal sebesar 101 juta rupiah. UPK ini dikelola oleh empat orang dengan sruktur kepengurusan meliputi ketua, sekretaris, bendahara dan petugas lapangan. Pada 2007 UPK Kecamatan Kebumen telah memiliki kantor sendiri yang terletak di Jalan Tentara Pelajar No. 27 Kebumen. Kantor UPK Kecamatan Kebumen juga pernah menerima kunjungan dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) RI beserta menteri-menteri terkait pada 30 Agustus 2007. UPK Kecamatan Kebumen masuk sebagai kategori UPK terbaik tingkat nasional. Atas prestasi tersebut manajer UPK Kecamatan Kebumen diundang dalam acara Temu Nasional Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 119 PNPM Mandiri di Jakarta dan datang ke Istana Negara bersama para pelaku UPK terbaik setanah air untuk menerima pengarahan dan ucapan selamat dari Presiden RI. Kinerja keuangan per 30 April 2012 ditunjukkan dengan total aset sebesar 2,33 miliar rupiah yang meliputi dana bergulir sebesar 2,12 miliar rupiah yang terdistribusikan pada 166 kelompok aktif (SPP 69 dan UEP 97) atau individu penerima manfaat untuk usaha di bidang perdagangan, industri rumah tangga, peternakan, pertanian, konveksi, warung/ pedagang kaki lima. Besar PDB yang disalurkan kepada individu mulai dari satu juta hingga 10 juta rupiah dengan tingkat suku bunga 1,5 % per bulan flat serta insentif berupa IPTW 1,5 % per bulan dari pokok yang diberikan setiap 6 bulan. Perguliran per bulan mencapai antara 300 hingga 400 juta rupiah yang terdiri dari 8 sampai dengan 15 kelompok dengan besar pinjaman antara satu juta sampai dengan 10 juta rupiah per anggota kelompok. 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra PD BPR–BKK merupakan salah satu BPR Perusahaan Daerah Jawa Tengah yang didirikan pada 1971 dengan nama BKK Kebumen. Pada 1991 dengan izin usaha dari Departemen Keuangan melalui Keputusan Menteri Keuangan RI No. KEP.383/KM.13/1991 Tanggal 8 Oktober 1991 BKK Kebumen diubah menjadi PD BPR BKK. Pada 20 Agustus 2008 Keputusan Gubernur BI No. 10/11/KEP.DpG/2008 menetapkan penggabungan 20 PD BPR-BKK di Kabupaten Kebumen menjadi satu dengan kantor pusat operasional di PD BPR BKK Kebumen. Dengan demikian, PD BPR Kebumen memiliki satu kantor pusat operasioal yang didukung oleh 19 kantor cabang. Susunan organisasi terdiri atas dua orang anggota dewan pengawas dan tiga orang anggota direksi yakni direktur utama, direktur umum, dan direktur pemasaran. Secara keseluruhan, SDM di PD BPR BKK Kebumen berjumlah 243 orang yang terdiri dari 5 orang pengurus bank, 24 orang pejabat eksekutif, 150 orang pegawai tetap, dan 64 orang pegawai kontrak. 2.2. Produk Lembaga Mitra Umumnya produk jasa yang ditawarkan oleh PD BPR BKK Kebumen tidak berbeda dengan produk BPR pada umumnya. Berikut ini produk jasa yang dimaksud: • Produk dana berupa tabungan dengan nama Tamades Wajib, Tamades Pelajar, Tamades Umum, Tamades Plus, Tamades Haji, Tamades Harapan, dan deposito berjangka. 120 • Produk kredit seperti kredit umum/modal kerja (fasilitas pinjaman untuk membantu pengembangan usaha kecil/mikro), kredit pegawai (fasilitas pinjaman untuk kebutuhan konsumsi), kredit perumahan (fasilitas pinjaman untuk pembangunan rumah untuk debitur yang berpenghasilan maksimal 2,5 juta rupiah per bulan), kredit laptop, kredit TKI (fasilitas pinjaman untuk calon tenaga kerja yang akan bekerja keluar negeri), kredit mitra tirta (fasilitas pinjaman untuk pembiayaan pemasangan PDAM), kredit perangkat (fasilitas pinjaman untuk perangkat desa di Kabupaten Kebumen), kredit lembaga (fasilitas pinjaman untuk lembaga swasta maupun pemerintah), kredit kesejahteraan (fasilitas pinjaman untuk kesejahteraan karyawan PD BPR BKK Kebumen) dan kredit musiman (fasilitas pinjaman untuk perorangan tanpa angsuran). 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Pada mulanya PD BPR BKK Kebumen mendapat informasi bahwa sebagian besar dana di UPK belum disalurkan kepada penerima manfaat. BPR pun berinisiatif memberikan tawaran kepada UPK agar dana tersebut dititipkan dan dikelola oleh BPR. Alasan tawaran linkage ini didorong oleh kemudahan akses yang dapat diberikan oleh BPR mengingat 20 cabang yang dimilikinya dan biaya administrasi yang relatif murah yaitu hanya sebesar 1.500 rupiah per bulan. Selain untuk memobilisasi dana masyarakat, inisiatif di atas juga merupakan salah satu misi yang diemban oleh BPR yakni menghasilkan laba dari hasil pengelolaan pinjaman yang sehat dan jangkauan yang luas. Seiring dengan tujuan di atas, UPK pun perlu dipertahankan dan dikembangkan karena banyaknya permintaan pinjaman dari masyarakat yang belum dapat dilayani atau masih tertampung pada daftar tunggu. Selain itu, perlunya linkage dengan BPR juga karena pertimbangan keterbatasan sumber dana yang dimiliki UPK. Beberapa sumber dana untuk pengelolaan UPK antara lain dari (1) BLM yang sudah tidak ada lagi sejak 2007; (2) pertumbahan modal karena bagian dari laba berjalan; dan (3) pinjaman dari lembaga keuangan yang berada diluar UPK dengan proses relatif bisa dilaksanakan dengan harga yang terjangkau. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Berdasarkan informasi minimnya penyaluran dana oleh UPK tersebut, pada Februari 2010 BPR melakukan sosialisasi kepada UPK-UPK sekabupaten Kebumen tentang kemungkinan kerja sama linkage yang bisa dilakukan dengan PD BPR BKK Kebumen baik Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 121 linkage di bidang penempatan dana maupun fasilitas pinjaman yang bisa diberikan baik pada UPK maupun stafnya. Sebagai tindak lanjut dari sosialisasi tersebut, pada Juni 2010 UPK mengirimkan surat permohonan kredit sebesar 200 juta rupiah kepada PD BPR BKK Kebumen dengan jaminan sertifikat tanah No. 02014, NIB : 11.23.12.13.00419 berserta bangunan di atasnya. Seperti ditegaskan oleh Kepala Kantor Pusat Operasional PD BPR-BKK Kebumen, Sutrisno, pada neraca per 30 April 2012, total dana yang berhasil dihimpun oleh PD. BPR-BKK Kebumen dari UPK-UPK di Kabupaten Kebumen telah mencapai 8,3 miliar rupiah. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin antara UPK Kecamatan Kebumen dan PD BPR BKK Kebumen adalah model di mana UPK Kecamatan Kebumen bertindak sebagai pelaksana (executing) dengan tanggung jawab atas risiko kredit yang diterima dari PD BPR BKK Kebumen. Dengan demikian, UPK dibebaskan dari beban pengembalian dana pinjaman sesuai perhitungan internal UPK Kecamatan Kebumen dan selanjutnya bisa mendapatkan laba yang cukup untuk membiayai keberlanjutan usahanya. 4.2. Produk Linkage Sebelum memutuskan pemberian pinjaman pada calon debitur, bank terlebih dulu menganalisis kemampuan calon debitur baik dari aspek karakter, kapasitas pengelolaan usaha dan keuangan, kondisi perekonomian secara umum sehubungan dengan rencana pembiayaan, dan permodalan yang dimilikinya. Analisis pelengkapnya adalah analisis terhadap jaminan yang akan digunakan sebagai jalan terakhir jika pinjaman yang diberikan menjadi bermasalah. Hal ini karena pinjaman tersebut berasal dari dana masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan. Sehubungan dengan latar belakang tersebut, produk yang sedang dinikmati oleh UPK Kecamatan Kebumen sejak September 2010 ini dinamakan Kredit Lembaga dengan pagu sebesar 100 juta rupiah dan pengembaliannya dilakukan secara mengangsur 60 kali (60 bulan, sejak 23 September 2010 hingga 23 Agustus 2015) dengan tingkat suku bunga 1% per bulan flat. Selanjutnya, sumber dana ini dijual kembali kepada kelompok-kelompok masyarakat dengan bunga 1,5% serta jangka waktu 12 bulan. Selain bunga pinjaman, biaya yang dibebankan kepada UPK adalah biaya provisi dan administrasi masing-masing 1% sekaligus dari pagu yang diberikan. 122 Sebagai jaminan atas diterimanya pinjaman ini, UPK Kecamatan Kebumen menyerahkan jaminan harta tetap (tanah dan bangunan yang berdiri di atas tanah seluas 127 meter persegi) dengan alas hak berupa Sertifikat Hak Milik No. 02014 atas nama Lasimin SE (Ketua UPK Kecamatan Kebumen). Harta tetap ini sesuai surat keterangan pada akta jual belinya adalah milik UPK Kecamatan Kebumen. Agunan ini diikat dalam dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT). 4.3. Rencana ke Depan Terkait linkage yang telah terjalin, bank akan memperluas dukungannya baik dalam pembiayaan yang berupa penambahan pagu pinjaman terhadap lembaga UPK, maupun pemberian kepada personal (SDM) UPK dan pemangku kepentingan UPK Kecamatan Kebumen. Selain pinjaman tersebut, tentunya linkage juga diwujudkan dalam pemobilisasian dana masyarakat melalui pemangku kepentingan UPK Kecamatan Kebumen. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage Berikut adalah profil tiga orang yang sedang menerima PDB dari UPK Kecamatan Kebumen yang sebagian sumber dananya berasal dari PD BPR-BKK Kebumen dengan cara linkage. 5.1. Individu Penerima Manfaat Linkage Pertama a. Profil Usaha Ibu Warsinah Ibu Warsinah merupakan penduduk tetap yang beralamat di Gang Sumbing RT 05 RW 2 Kutosari, Kecamatan Kebumen dan berlatar belakang pendidikan sekolah menengah ekonomi (SME). Ia telah memilih menekuni usaha menjadi penjahit semenjak masih remaja. Sejak itu, diakuinya usaha menjahit mengalami pasang surut. Dengan berbekal mesin jahit tua peninggalan orangtuanya, pada 2007 ia kembali mencoba merintis usaha menjahit dengan serius. b. Sejarah Pinjaman dari UPK Kecamatan Kebumen Karena terbatasnya modal untuk mengembangkan usahanya, pada Oktober 2008 Ibu Warsinah mendapatkan dukungan PDB untuk pertama kalinya dari UPK Kecamatan Kebumen sebesar 500 ribu rupiah dan mendapatkan laba usaha bersih yang bisa mencapai 250 ribu rupiah per bulan. Pinjaman kedua diperolehnya pada September 2009 sebesar 2 juta rupiah dan pada saat itu ia sudah mampu mempekerjakan satu orang karyawan yang dibayar dengan borongan per potong dan laba usahanya menjadi 250 ribu rupiah per bulan. Pinjaman ketiga sebesar 3,5 juta rupiah diperoleh pada Oktober 20010 untuk Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 123 membiayai modal kerja yaitu persediaan yang berupa paiyet, kancing, benang, retsleting dan juga untuk menambah satu tenaga kerja lagi sebagai tukang soom serta membeli mesin jahit baru seharga 800 ribu rupiah. Ia juga menerima hasil bersih 300 ribu rupiah per bulan. Pinjaman keempat diperoleh pada Juli 2011 sebesar 5 juta rupiah yang digunakan untuk membiayai supply, upah 2 orang tenaga kerja, dan pembelian mesin border (bekas) seharga 1,5 juta rupiah dan mesin roll/obras seharga 3,5 juta rupiah. Pinjaman dari UPK tersebut masing-masing untuk jangka waktu 12 bulan dengan tingkat suku bunga 1,5% per bulan flat dengan IPTW 1,5% per bulan dari pokok yang diberikan setiap 6 bulan sekali. Saat ini, selain berencana mempunyai sebuah lemari kaca yang aman untuk barang persediaan, salah satu cita-cita Ibu Warsinah yang ingin dicapainya adalah mendapatkan informasi di daerah sekitar Kebumen tentang kursus atau pelatihan tentang design busana agar nanti hasilnya akan berdampak baik pada pendapatan maupun reputasi Ibu Warsinah. 5.2. Individu Penerima Manfaat Linkage Kedua a. Profil Usaha IbuTri Setiati Ibu Tri Setiati adalah pengusaha pembuat dan penjual kue basah (lemper, dadar gulung, dan lain-lain) dan berlatar belakang pendidikan sekolah menengah atas (SMA). Ia tinggal di Gang Bengawan No. 47 RT 6 RW 2 Kertosari dan merupakan salah satu anggota kelompok Bengawan II. Setiap hari ia mulai usahanya pada sekitar jam 3 pagi hingga 6 pagi, dan selanjutnya mengantarkan ke pelanggan di Kantin Pondok Pesantren, Toko Roti Bathi, dan Swalayan Rita. b. Sejarah Pinjaman dari UPK Kecamatan Kebumen Pinjaman pertama diperoleh dari UPK Kecamatan Kebumen pada 2010 sebesar 1 juta rupiah yang digunakan untuk membeli peralatan masak dan bahan baku (tepung, telur, gula, dan sebagainya). Pinjaman kedua diperoleh pada 2011 sebesar 2 juta rupiah. Total hasil penjualan per minggu mencapai 1,2 juta rupiah per bulan dengan keuntungan bersih 240 ribu rupiah per bulan. Pinjaman dari UPK tersebut masing-masing untuk jangka waktu 12 bulan, tingkat suku bunga 1,5% per bulan flat, dan IPTW 1,5% per bulan dari pokok yang diberikan setiap 6 bulan sekali. Saat ini keinginan Ibu Tri Setiati adalah agar bisa meningkatkan fasilitas jumlah pinjaman dari UPK sebesar 3 juta rupiah. 5.3. Individu Penerima Manfaat Linkage Ketiga a. Profil Usaha Bapak Tahrir Bapak Tahrir bertempat tinggal di RT 6 RW 1 Desa Wonosari. Ia merupakan salah satu pengusaha furniture. Usahanya dilakukan di lingkungan tempat tinggalnya dan dibantu 124 oleh dua orang tukang kayu. Peran utamanya dalam usaha ini adalah mendesign bentuk dan memesan bahan baku kayu (jati, akasia, mahoni) dari Kecamatan Poncowinangun. Ia adalah anggota kelompok Berdikari yang beranggotakan 5 orang. b. Sejarah Pembiayaan dari UPK Pinjaman yang digulirkan dari UPK Kecamatan Kebumen kepada Bapak Tahrir sudah berlangsung delapan kali pinjaman. Pinjaman pertama pada Maret 2004 sebesar 500 ribu rupiah. Pinjaman kedua dilakukan pada 2005 sebesar 2,5 juta rupiah. Pinjaman ketiga dilakukan pada Agustus 2006 sebesar 3 juta rupiah. Pinjaman keempat pada September 2007 sebesar 3,5 juta rupiah. Pinjaman kelima pada Agustus 2008 sebesar 4 juta rupiah. Pinjaman keenam dan ketujuh masing pada Agustus sebesar 5 juta rupiah pada 2009 serta 2010. Pinjaman ke delapan juga pada Agustus 2011. Pinjaman dari UPK tersebut masing-masing untuk jangka waktu 12 bulan, tingkat suku bunga 1,5% per bulan flat, dan IPTW 1,5% per bulan dari pokok yang diberikan setiap 6 bulan sekali. Bapak Tahrir sedang merencanakan pengembangan khususnya untuk meubel yang terbuat dari bambu wulung. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Beberapa hal berikut adalah pembelajaran yang dapat diambil dari model linkage yang terjalin antara UPK Kecamatan Kebumen dan PD BPR-BKK Kebumen dan pengalaman para individu penerima manfaat dari linkage: • Akses informasi antara UPK dengan bank telah membuat bank mempunyai persepsi positif terhadap kinerja kelembagaan UPK dan bank bisa menerima kehadiran UPK. Linkage ini berlanjut pada pengembangan jaringan kerja sama yang bermuara pada kerja sama yang saling menguntungkan termasuk dalam hal edukasi keuangan inklusif baik untuk UPK maupun kelompok dan individu pemanfaat. • Keberadaan jaminan fisik berupa sertifikat hak milik UPK yang diberikan kepada PD BPR-BKK Kebumen dalam kerja sama linkage telah menempatkan UPK sebagai pelaksana (executor) bagi bank dan hal ini merupakan langkah penting dan maju karena mengindikasikan bahwa UPK telah siap dalam mengelola risiko kredit secara langsung. • Adanya fasilitas pinjaman dari perbankan telah mendorong peningkatkan usaha, pendapatan, jaringan usaha baru, memberikan kesempatan kepada tenaga baru maupun pembelajaran tentang bagaimana mengelola keuangan yang lebih baik bagi individu penerima manfaat maupun kelompok terutama pada berbagi informasi. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 125 6.2. Tantangan Linkage Meskipun telah terjalin linkage dengan model UPK sebagai pelaksana (executor), untuk meningkatkan kerja sama yang lebih menguntungkan antara UPK dan pihak perbankan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi: • Masalah kerangka hukum dan status kepemilikan UPK yang rentan terhadap keberlanjutannya. Ketidakjelasan hukum tentang kelembagaan UPK menyebabkan posisi UPK menjadi rentan jika MAD mengambil keputusan tidak sesuai dengan tata kelola bagi pengelolaan UPK. • Masalah tentang bagaimana UPK meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan pengelolaan biaya dan risiko operasional di tengah mahalnya nilai informasi yang harus ditanggung. • Masalah tentang bagaimana mempertahankan dan mengembangkan keberlanjutan usahanya. 126 Kab. Ngada NTT Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Bank NTT Cabang Bajawa dan BKM Wiu Riwu, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur RINGKASAN Terjalinnya linkage dengan Bank NTT (dulu dikenal dengan BPD NTT) pertama kali tercetus melalui pembicaraan informal dalam rapat dengar pendapat antara Kepala Bappeda dan DPRD Kabupaten Ngada pada 2010 yang juga dihadiri oleh pimpinan Bank NTT Cabang Bajawa. Pembicaraan awal antara BKM Wiu Riwu dan Bank NTT mulai dilakukan pada akhir 2010. Linkage dengan Bank NTT juga terjalin berkat dorongan tim korkot ketika sembilan kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Ngada tidak menerima BLM pada 2010. Linkage antara Bank NTT dan BKM Wiu Riwu ini adalah linkage dalam hal pemberian kredit mikro. Kredit ini masuk dalam skema kredit serba usaha dengan model pelayanan kredit melalui Unit Pelayanan Langsung (UPL) Mikro Bank NTT. Linkage ini mensyaratkan dibentuknya UPL mikro yang mengelola pendataan anggota kelompok untuk pengajuan kredit dan memantau pembayaran angsuran bulanan. BKM Wiu Riwu lalu membentuk UPL mikro. Dari lima kelompok yang diajukan, Bank NTT dan BKM bersama pengurus UPL mikro baru menyepakati untuk melakukan ujicoba terhadap kelompok pertama yang terdiri dari tujuh orang penerima kredit. Jumlah kredit yang diberikan masing-masing dua juta rupiah dengan jangka waktu pembayaran selama 12 bulan dan tingkat bunga efektif sebesar 22% per tahun. Terdapat sejumlah pembelajaran penting dari linkage ini. Pertama, dukungan dan peran pemda melalui Bappeda telah membuka kesempatan linkage antara Bank NTT dan program PNPM. Kedua, ketersediaan layanan keuangan mikro di bank daerah telah memungkinkan kelompok binaan PNPM mengakses kredit dari bank. Ketiga, pembentukan UPL mikro untuk pengelolaan dana linkage memberikan pengendalian yang lebih baik dalam BKM. Terdapat pula sejumlah tantangan penting lainnya dengan hadirnya UPL mikro, sebagai unit baru yang ada di BKM. Kehadiran UPL mikro mensyaratkan pengaturan tambahan dalam AD/ART BKM terkait mekanisme pelaporan kepada BKM, mekanisme penerimaan, dan mekanisme penggunaan imbalan jasa dari Bank NTT. Tantangan lain yang dihadapi adalah pelaksanaan kerja UPL mikro yang belum optimal sehingga terbuka kemungkinan penggabungan antara UPL mikro dan UPK yang telah ada. 128 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara Bank NTT Cabang Bajawa dan BKM Wiu Riwu Kelurahan Trikora, Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur 12-15 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kelurahan Trikora Kelurahan Trikora terletak di Kecamatan Bajawa, Kabupaten Ngada, Provinsi NTT. Kelurahan ini berbatasan dengan Kelurahan Susu di sebelah utara, Kelurahan Kisanata di sebelah selatan, Kelurahan Jawameze di sebelah barat dan Kelurahan Lebijaga dan Kelurahan Ngedukelu di sebelah timur. Kelurahan Trikora terbagi dalam tiga lingkungan yang terdiri dari 19 RT. Menurut data administrasi di Kelurahan Trikora, jumlah penduduknya 2.565 jiwa yang terdiri dari 1.188 laki-laki dan 1.377 perempuan. Mayoritas mata pencaharian penduduknya adalah sebagai pegawai baik pegawai negeri maupun swasta dan wirausaha. Jumlah keluarga miskin di Kelurahan Trikora adalah 133 KK dengan jumlah 1049 jiwa. Keberadaan BLM di Kelurahan Trikora diawali pada 2006 saat pelaksanaan Program P2KP. Sejak 2006 sampai 2010, melalui BKM Wiu Riwu Kelurahan Trikora menerima dan mengelola dana BLM sebesar 715 juta rupiah. Namun, pada 2010 saat program PNPM Mandiri Perkotaan mulai dilaksanakan, BKM Wiu Riwu tidak lagi menerima BLM. Sebagai gantinya, PDB bersumber dari perguliran dana BLM yang sudah ada sebelumnya. Baru pada 2011, BKM Wiu Riwu menerima BLM dari dana APBN-P. 1.2. Profil BKM Wiu Riwu BKM di Kelurahan Trikora dibentuk pada 25 November 2006 dan disahkan dengan akta notaris Emmanuel Mali, SH bernomor 273/W/2006 dengan nama BKM Wiu Riwu. Wiu Riwu berarti saling mengatur dan saling mengerti. Terdapat 11 anggota pimpinan kolektif BKM yang terdiri dari 10 orang laki-laki dan satu orang perempuan dan dipimpin oleh seorang koordinator. Pada Desember 2006 BKM Wiu Riwu menetapkan pembentukan tiga unit pengelola (UP) termasuk UPK yang dikelola tiga orang yang terdiri atas manajer, seorang kasir dan seorang staf yang memegang pembukuan dan penagihan di UPK. BKM-UPK Wiu Riwu memiliki ruang kerja di kantor Kelurahan Trikora. Menurut keterangan manajer UPK, ruang kerja ini hanya dibuka sebulan sekali pada saat rapat bulanan BKM setiap tanggal 5. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 129 Hingga April 2012 secara keseluruhan BKM-UPK Wiu Riwu telah menyalurkan alokasi BLM untuk kegiatan PDB sebesar Rp73.700.000 dan mengelola perguliran sebesar Rp42.300.000 yang disalurkan kepada 45 KSM dengan 444 anggota. Jumlah KSM aktif yang dilayani saat ini adalah tujuh KSM yang beranggotakan 54 orang. Selain mengelola dana BLM, BKM Wiu Riwu dengan tiga UP-nya juga melakukan linkage dengan beberapa dinas yaitu Dinas BLH pada 2009 untuk pembuatan pupuk kompos dengan jumlah bantuan sebesar 90 juta rupiah dan pada 2010 untuk pemasaran pupuk kompos dengan jumlah bantuan sebesar sembilan juta rupiah. Pada 2010, BKM Wiu Riwu juga menerima bantuan sebesar 65 juta rupiah dari Dinas PU untuk pembuatan jalan beton. Dalam rangka penambahan modal usaha KSM, BKM melakukan linkage dengan Bank NTT pada 2011 dan memperoleh dana sebesar 14 juta rupiah untuk tujuh anggota. Lembaga keuangan lain yang berlokasi tidak jauh dari BKM dan berpotensi untuk melakukan linkage adalah BNI dan BRI. 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Bank NTT Bank NTT adalah penyebutan singkat dari P.T. Bank NTT atau yang dulu dikenal sebagai Bank Pembangunan Daerah Nusa Tenggara Timur. Bank ini didirikan berdasarkan Akta Pendirian No. 12 tertanggal 18 Oktober 1961 dan mulai beroperasi pada 17 Juli 1962 dengan kedudukan tempat usaha di Kupang ibu kota Provinsi NTT. Pada 1963 bank ini mengubah status hukumnya dari perseroan terbatas menjadi perusahaan daerah melalui Peraturan Daerah Tingkat I NTT No.01/pd/DPRD-GR/1963 Tanggal 12 Maret 1963. Namun pada 1999 status hukumnya berubah kembali dari perusahaan daerah menjadi perseroan terbatas mengikuti Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1998 Tanggal 4 Februari 1998 tentang Bentuk Hukum Bank Pembangunan Daerah. Perubahan tersebut tertuang pada Peraturan Daerah Tingkat I NTT No.03 Tahun 1999 Tanggal 26 Maret 1999. Bank NTT yang kini berstatus sebagai bank umum dengan logo Bank NTT telah menjangkau kepulauan NTT dan memiliki dua kantor cabang utama, satu kantor cabang khusus dengan seluruh pegawainya perempuan, 17 kantor cabang, 23 kantor cabang pembantu, 25 kantor kas, 11 kas mobil, serta 50 unit simpan pinjam yang berada di tingkat kecamatan. Bank NTT Cabang Bajawa telah berdiri sejak 1990 yang awalnya merupakan cabang pembantu Bajawa untuk wilayah kerja Ende. Sejak 2003 status cabang pembantu Ende berubah menjadi Bank NTT Cabang Bajawa yang hingga kini dikelola oleh 27 karyawan untuk melayani wilayah Kabupaten Ngada. Selain kantor cabang tersebut, terdapat satu kantor cabang pembantu Aimere dan satu kantor kas yang terletak di RSUD Bajawa serta 130 tiga unit simpan pinjam desa (USPD) yang tersebar di Kecamatan Golewa, Kecamatan Soa, dan Kecamatan Riung yang didirikan sejak Desember 2011. Tujuan dibentuknya USPD ini adalah untuk mendekatkan diri kepada masyarakat agar mudah menabung dan selanjutnya dapat membentuk kelompok penerima kredit. 2.2. Produk Lembaga Mitra Bank NTT memiliki produk layanan keuangan yang ditawarkan kepada masyarakat umum. Produk tersebut terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) produk dana yang berupa deposito, giro, dan berbagai macam tabungan, (2) produk kredit, dan (3) produk jasa layanan lain. Khusus produk kredit, Bank NTT menawarkan berbagai macam skema kredit berupa kredit modal kerja dan investasi, kredit sindikasi, kredit konstruksi, kredit stand by loan, kredit konsumsi, kredit KPR, garansi bank serta berbagai macam kredit usaha mikro, kecil, dan menengah seperti kredit Bank NTT Peduli, kredit Pundi Putri, dan Pelayanan Kredit melalui UPL mikro. Tiga skema kredit terakhir ditawarkan dengan plafon maksimal antara 10 – 500 juta rupiah. Produk pelayanan kredit melalui UPL mikro memiliki plafon maksimal 50 juta rupiah per orangnya. Kredit dalam produk ini terbagi menjadi tiga macam skema, yaitu skema usaha tani terpadu, skema usaha rumput laut, dan skema serba usaha informal. Ketiga jenis skema kredit ini menetapkan tingkat suku bunga sebesar 22% efektif per tahun equivalen 12.3% flat dengan jangka waktu kredit paling lama adalah 12 bulan. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Linkage antara BKM Wiu Riwu dan Bank NTT Cabang Bajawa terjalin karena adanya kebutuhan untuk memenuhi permintaan dari kelompok yang belum terlayani UPK. Jumlah daftar tunggu KSM yang mengakses dana bergulir di BKM-UPK Wiu Riwu Kelurahan Trikora pada 2011 sebanyak tiga KSM. Inilah yang mendorong BKM Wiu Riwu melakukan linkage dengan Bank NTT. Selain itu, arahan tentang cara-cara membangun chanelling dengan pihak swasta dari korkot pada saat pelatihan bagi BKM juga telah mendorong terbentuknya linkage ini. Dari sisi Bank NTT, linkage ini merupakan pelaksanaan dari kebijakan “Grand Target 2009-2013” yang ditetapkan sejak 2009. Salah satu targetnya adalah dapat berperan aktif dalam program penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di Provinsi NTT melalui pembiayaan usaha produktif pada skala mikro, kecil, dan menengah. Dari target tersebut tercipta beberapa skema kredit antara lain adalah kredit untuk kelompok. Untuk mencapai misi dan target kebijakannya, pimpinan Bank NTT Cabang Bajawa menegaskan bahwa Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 131 lembaganya siap dan berkomitmen untuk berperan aktif mengakomodasi keinginan kelompok-kelompok yang mengajukan kredit sehingga dapat memenuhi target penurunan angka kemiskinan dan pengangguran di NTT. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Linkage antara BKM Wiu Riwu dengan Bank NTT diawali dengan adanya pembicaraan secara informal antara Kepala Bappeda Kabupaten Ngada dan pimpinan Bank NTT Cabang Bajawa pada 2010 saat rapat dengar pendapat dengan DPRD. Penyajian tentang upaya peningkatan ekonomi rakyat kecil dan upaya pengentasan kemiskinan oleh Bank NTT memberikan gambaran kepada Kepala Bappeda dan juga PNPM Mandiri Perkotaan tentang skema produk layanan keuangan yang tersedia bagi masyarakat. Kepala Bappeda yang juga merupakan sekretaris KBP di Kabupaten Ngada menyampaikan kemungkinan linkage atau channeling dengan pihak Bank NTT dalam salah satu pertemuan KBP. Linkage ini juga terjalin berkat dorongan dari tim korkot agar BKM-BKM di Kabupaten Ngada mengakses linkage dengan pihak ketiga saat sembilan kelurahan PNPM Mandiri Perkotaan di Kabupaten Ngada tidak menerima BLM pada 2010. BKM Wiu Riwu menyambut dorongan dari tim korkot tersebut. Dalam rapat rutin koordinasi BKM Wiu Riwu pada 6 Desember 2010 tercetus ide untuk bermitra dengan Bank NTT. Selanjutnya pada 15 Desember 2010 BKM Wiu Riwu mengundang pimpinan Bank NTT Cabang Bajawa untuk menghadiri rembug warga tahunan (RWT) 2010 di aula kantor Kelurahan Trikora. Dalam RWT tersebut pihak Bank NTT menjelaskan tentang produk layanan keuangan dan skema produk yang bisa diakses oleh penerima manfaat PNPM serta bentuk linkage yang dapat dijalin. Bank NTT mensyaratkan adanya unit tersendiri yang mengelola kredit yang diberikan. Pada pertengahan Februari 2011 BKM Wiu Riwu menindaklanjuti penawaran Bank NTT untuk menjalin linkage, setelah menerima pelatihan tematik di bidang pengembangan ekonomi dari pimpinan Bank NTT. Pada 14 Februari 2011 seluruh anggota BKM Wiu Riwu bersepakat untuk membentuk UPL mikro sebagai syarat membangun linkage dengan Bank NTT untuk pemberian jasa kredit mikro bagi KSM. UPL mikro akan menjadi wadah untuk membantu BKM dalam melakukan linkage dengan Bank NTT. Kesepakatan pembentukan UPL mikro tertuang pada berita acara rembug BKM Wiu Riwu yang ditandatangani seluruh anggota BKM. 132 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin antara BKM UPL Mikro Wiu Riwu dan Bank NTT masih sebatas pada pemberian rekomendasi tertulis. Mengingat linkage ini baru berjalan sembilan bulan dan masih dianggap sebagai ujicoba, hak imbalan jasa sebagai UPL Mikro Bank NTT belum direalisasikan oleh pihak Bank NTT dan belum ada mekanisme yang mengatur pengelolaan dan pencatatan imbalan jasa dari Bank NTT. Dengan demikian, linkage ini belum bisa dikatakan sebagai linkage yang menempatkan BKM dengan UPL mikronya sebagai agen atau koordinator. 4.2. Skema Produk Linkage Produk linkage yang diperoleh merupakan produk dari layanan kredit melalui UPL mikro dan masuk dalam skema kredit serba usaha informal berdasarkan aneka jenis usaha yang dijalankan oleh nasabah penerima kredit. Dari lima kelompok/KSM yang diajukan, Bank NTT, BKM dan UPL mikro kemudian bersepakat untuk memilih salah satu kelompok sebagai ujicoba linkage. Kelompok atau KSM yang mendapat kesempatan untuk menerima layanan kredit adalah Kelompok Anggrek yang beranggotakan delapan orang. Dari delapan nama yang direkomendasikan tujuh di antaranya mendapat persetujuan pinjaman dari Bank NTT dengan masing-masing mendapatkan pinjaman sebesar dua juta rupiah sedangkan satu orang lainnya tidak lolos verifikasi karena masih memiliki pinjaman dengan bank lain. Suku bunga yang diberlakukan adalah 22% efektif per tahun equivalen 12.3% flat selama 12 bulan sejak 18 Agustus 2011. Biaya yang dibebankan kepada ketujuh orang tersebut hanyalah biaya administrasi sebesar Rp25.000 dan dipotong langsung dari nilai kredit yang diberikan. Bank NTT menanggung biaya penjaminan sebesar Rp85.000 per nasabah apabila nasabah meninggal. Dengan dibentuknya UPL mikro sebagai syarat untuk mengakses kredit, Bank NTT pun menyediakan dana untuk pembuatan papan nama UPL mikro. Namun hingga saat studi dilakukan, BKM dengan UPL mikronya belum mengajukan biaya pembuatan papan nama ke Bank NTT. Persyaratan yang harus dilengkapi oleh calon penerima kredit serba usaha informal Bank NTT adalah: • mengisi formulir permohonan kredit mikro yang diverifikasi oleh pengurus UPL mikro dan disetujui oleh suami atau istri calon peminjam; • surat keterangan usaha yang ditandatangani kepala kelurahan; • salinan KK; dan • salinan KTP calon peminjam dan suami/istrinya. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 133 Pembayaran angsuran dilakukan melalui ketua kelompok setiap bulannya pada tanggal 18 dengan jumlah angsuran Rp205.000 untuk setiap anggota peminjam. Jumlah angsuran tersebut terdiri atas cicilan kepada Bank NTT sebesar Rp187.300 dan tambahan biaya untuk UPL mikro sebesar Rp17.700. Ketua kelompok kemudian melaporkan dan sekaligus menyetor tambahan biaya untuk UPL mikro dari tujuh orang peminjam kepada bendahara UPL mikro untuk disimpan di kas UPL mikro. Setelah melaporkan kepada UPL mikro, ketua kelompok menyetorkan seluruh pembayaran angsuran kepada Bank NTT dan bukti setor angsuran kelompok dari bank disimpan oleh UPL mikro. Besarnya angsuran yang harus dibayar oleh tiap anggota peminjam dengan penambahan biaya untuk kas UPL mikro telah melalui kesepakatan seluruh anggota Kelompok Anggrek. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage Profil penerima manfaat yang ditampilkan di sini dimulai dengan profil dari UPL mikro yang mengelola pembayaran angsuran anggota Kelompok Anggrek yang menerima kredit dari Bank NTT. Dari tujuh anggota yang menerima kredit dari Bank NTT, belum ada satu pun yang pernah menjadi peminjam di UPK atau termasuk dalam daftar tunggu di UPK. Namun demikian, daftar anggota di empat kelompok lain yang sudah direkomendasikan kepada Bank NTT terdapat individu-individu yang pernah mengakses PDB PNPM di UPK. 5.1. Profil UPL Mikro Bank NTT mensyaratkan pembentukan UPL mikro sebagai lembaga independen yang dibentuk oleh lembaga masyarakat, tokoh agama, dan/atau tokoh adat masyarakat setempat dengan susunan pengurus yang terdiri dari penasehat, ketua, dan sekretaris. UPL mikro di Kelurahan Trikora dibentuk oleh BKM Wiu Riwu pada 14 Februari 2011 dengan susunan pengurus terdiri dari seorang ketua, sekretaris, dan dua orang anggota. Tugas yang diberikan Bank NTT kepada pengurus UPL mikro meliputi hal-hal berikut: • Memberikan layanan informasi produk mikro Bank NTT. • Mendampingi pembina/aparat memberikan penyuluhan kepada usaha mikro. • Melakukan verifikasi dan merekomendasikan permohonan kredit yang diajukan di wilayah kerjanya. • Meneruskan permohonan nasabah yang telah diverifikasi (memenuhi persyaratan) kepada Bank NTT terdekat. • Membantu dan mendampingi pembina melakukan penagihan kepada nasabah yang menunggak 134 • • • • • • • Memimpin rapat unit pelayanan mikro Mencatat, menyimpan, dan mengelola kas Mengadministrasikan pinjaman secara tertib dan teratur Memonitoring seluruh kegiatan usaha nasabah secara berkala Melaporkan kondisi nasabah yang menghadapi permasalahan usaha Membantu penyelesaian kredit-kredit yang bermasalah Membantu pembina dalam melakukan akses kepada nasabah. Selain tugas yang dibebankan tersebut, UPL mikro memiliki hak dan wewenang dalam hal: • menerima imbalan jasa layanan kredit mikro yang diberikan; • berhak atas informasi mengenai peminjam-peminjam yang menjadi binaannya; • mendapatkan penyuluhan dan pembinaan dari Bank NTT mengenai produk-produk kredit mikro Bank NTT; • menggunakan imbalan jasa yang diterima dari Bank NTT untuk kepentingan operasional UPL mikro; • mendapatkan aplikasi-aplikasi kredit termasuk brosur dan peraturan-peraturan kredit mikro; • menandatangani daftar nominatif permohonan pinjaman UPL mikro; dan • menandatangani surat keluar UPL mikro. Imbalan jasa yang diperoleh UPL mikro dalam linkage dengan Bank NTT adalah berupa imbalan berikut. • Imbalan jasa untuk proses dan verifikasi pinjaman sebesar Rp5.000 per aplikasi yang disetujui • Imbalan jasa triwulan. Imbalan jasa dihitung per triwulan yaitu pada Maret, Juni, September, Desember. Untuk fasilitas kredit yang realisasi pencairannya kurang dari satu bulan, pembayaran imbal jasa akan dibayarkan pada bulan berikutnya. Ketentuan imbal jasa triwulan adalah sebagai berikut: • 5% PA dari realisasi pembayaran bunga kredit selama tiga bulan, pembayaran dilakukan setiap tiga bulan, ketentuan NPL pada akhir triwulan di bawah 3%. • 2.5% PA dari realisasi pembayaran bunga kredit selama tiga bulan, pembayaran dilakukan setiap tiga bulan, ketentuan NPL pada akhir triwulan sebesar 3%-5%. • NPL di atas 5% tidak mendapat imbalan jasa pembinaan. • Imbalan jasa tahunan Imbalan jasa tahunan dihitung setiap akhir tahun buku dan dapat dibayarkan pada bulan berikutnya. Untuk fasilitas kredit yang realisasi pencairannya kurang dari 12 bulan, pembayaran imbal jasa tahunan dihitung secara proporsional sesuai dengan jumlah periode bulan yang diterima. Ketentuan imbal jasa tahunan adalah sebagai berikut. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 135 • 5% PA dari realisasi pembayaran bunga kredit selama 12 bulan dengan ketentuan NPL pada akhir tahun maksimum 3%. • NPL di atas 3% tidak mendapat imbalan jasa pembinaan tahunan. Hingga Mei 2012 UPL mikro belum pernah menerima imbalan jasa dari Bank NTT. Menurut pihak Bank NTT, hal ini karena UPL mikro masih dalam masa percobaan, demikian pula dengan linkage-nya. 5.2. Individu Penerima Manfaat Pertama Bapak Emanuel Milkiades adalah ketua Kelompok Anggrek yang turut menerima pinjaman dari Bank NTT. Usahanya adalah membuka kios di lokasi tempat tinggalnya di wilayah RT05/RW01 Kelurahan Trikora. Ia pernah melakukan pinjaman kepada BRI pada 2003 dan belum pernah meminjam melalui UPK. Pinjaman sebesar dua juta rupiah dipergunakan untuk tambahan modal kiosnya. Usaha kiosnya telah dimulai sejak 1999. Pinjaman ini telah meningkatkan omzet penjualan meskipun tidak terlalu banyak karena persaingan cukup ketat dengan kios lain di lingkungan tempat tinggalnya. Setiap bulannya, ia menyetor angsuran sebesar Rp205.000 melalui UPL mikro. Ia juga bertindak sebagai penyetor angsuran kelompok ke Bank NTT setiap tanggal 19 untuk angsuran sebesar Rp187.300 per peminjamnya. 5.3. Individu Penerima Manfaat Kedua Pak Hendrikus Nono Kesu yang juga bertempat tinggal di wilayah RT05/RW01 merupakan salah satu penerima manfaat dari linkage antara BKM-UPL mikro dengan Bank NTT. Ia memiliki usaha penggilingan kopi di Pasar Inpres Bajawa. Usaha ini telah dirintis sejak 2001. Pada awalnya ia masih menggunakan dua mesin untuk menggiling kopi atau jagung. Tiga hari setelah mendapat pinjaman dari Bank NTT, ia membeli mesin penggilingan baru seharga 3,5 juta rupiah. Dengan tambahan mesin baru, ia memiliki mesin khusus untuk menggiling kopi yang tidak tercampur dengan jagung. Hal ini memberikan dampak peningkatan pendapatan bersih per hari sebesar kurang lebih Rp25.000. Pelanggan tidak perlu lagi menunggu lama untuk menggiling kopi mengingat banyak penggiling kopi lain di pasar tersebut. Omzet per harinya mencapai Rp150.000 – Rp200.000 dengan pendapatan bersih antara Rp75.000 – Rp80.000 per hari setelah dikurangi biaya-biaya termasuk biaya tenaga pembantu satu orang. Pak Hendrikus mengetahui adanya kredit mikro Bank NTT dari sosialisasi yang diadakan oleh BKM di kelurahan di mana seluruh warga diundang pada sosialisasi tersebut. Manfaat yang dirasakan dari pinjaman ini adalah menambah modal dan membuka peluang untuk mendapat kemudahan pinjaman kembali dari Bank NTT dengan jumlah yang lebih 136 besar. Ia berharap bila ada anggota yang mengalami kredit macet di kemudian hari, hal tersebut tidak mempengaruhi kesempatan anggota atau kelompok lain untuk mengakses kredit di Bank NTT. Pak Hendrikus juga belum pernah menerima pinjaman dari UPK sebelumnya dan belum pernah memiliki riwayat kredit dengan bank mana pun. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Beberapa pembelajaran dari model linkage antara BKM Wiu Riwu dan Bank NTT. • Dukungan dan peran pemda khususnya melalui Bappeda sebagai koordinator dinasdinas pemerintah telah membuka kesempatan linkage antara Bank NTT dan program PNPM. • Terjalinnya linkage melalui RWT, rembug pengurus BKM untuk pembahasan tentang linkage, dan untuk pembentukan UPL mikro. • Pembentukan unit tersendiri untuk pengelolaan dana linkage memberikan pengendalian yang lebih baik dalam BKM. • Adanya imbalan dari pihak mitra (Bank NTT) dapat memberikan penambahan pendapatan lain bagi kelangsungan operasional BKM dan unit-unitnya. 6.2. Tantangan Linkage Beberapa tantangan linkage antara BKM Wiu Riwu dan Bank NTT: • Pelaksanaan kerja UPL mikro belum optimal dan dimungkinkan untuk digabungkannya antara UPL mikro dengan UPK yang telah ada, meskipun unit ini merupakan wadah tersendiri untuk menangani linkage dengan Bank NTT. • Belum dimasukkannya UPL mikro dalam AD/ART BKM Wiu Riwu. • Perlunya dibuatkan mekanisme penerimaan dan penggunaan imbalan jasa dari bank NTT agar dapat dipergunakan untuk kelangsungan operasional BKM dan unitunitnya. • Belum jelasnya mekanisme penentuan individu calon pengakses kredit Bank NTT yang merupakan eksnasabah UPK karena masih bercampur dengan individu lain, tidak termasuk warga miskin. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 137 138 Kab. Ende NTT Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Asuransi Jasa Raharja Putera dan UPK Ende Timur, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur RINGKASAN Linkage antara UPK Kecamatan Ende Timur dan Asuransi Jasa Raharja Putra (AJRP) telah diikat dalam nota kesepahaman terkait kepesertaan anggota kelompok SPP dalam asuransi jiwa kredit. Linkage ini diprakarsai oleh AJRP dan pengurus PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Ende. Linkage ini bertujuan untuk menjamin aset PDB yang dikelola oleh UPK, untuk memberikan akses layanan keuangan bagi warga miskin dan kelompok perempuan, dan untuk melindungi anggota kelompok SPP bila terjadi keadaan meninggal dunia agar ahli waris tidak perlu mengembalikan sisa pinjaman ke UPK. Sosialisasi linkage ini dilakukan secara berjenjang dari tingkat UPK, forum MAD/K, hingga ke kelompok SPP. Total peserta asuransi hingga Mei 2012 mencapai 45 kelompok SPP dengan total 295 nasabah. Jumlah kredit yang diasuransikan mencapai Rp1.118.500.000 dengan total premi yang telah dibayar ke AJRP secara keseluruhan sebesar Rp5.088.715. Skema produk dalam linkage ini menggunakan jenis asuransi kumpulan (askum), di mana pertanggungan dari pihak asuransi adalah senilai sisa pokok pinjaman dari anggota SPP. Premi yang harus dibayar oleh peserta asuransi adalah tergantung dari usia dan nilai pinjaman dari anggota SPP, serta jangka waktu pinjaman. Linkage ini menggunakan model chanelling, di mana UPK berperan sebagai koordinator/agen mulai dari sosialisasi ke pengurus SPP, menandatangani kerja sama dengan pihak asuransi, dan memfasilitasi proses pengajuan klaim. Dua pelajaran penting dari kasus linkage ini. Pertama, peningkatan cakupan linkage asuransi dari semula hanya dirancang untuk staf UPK, meningkat menjadi linkage asuransi jiwa kredit untuk kelompok SPP. Kedua, sosialisasi berjenjang tentang asuransi ini telah mendorong kesadaran semua pelaku PNPM Perdesaan tentang manfaat asuransi jiwa kredit hingga ke kelompok SPP. Beberapa peluang yang dapat dikembangkan di antaranya replikasi terhadap UPK lain dan peningkatan skema produk yang lebih tinggi nilai pertanggungannya agar ahli waris tidak lagi menangggung bunga pinjaman. Meski demikian, terdapat sejumlah tantangan linkage, yakni: lamanya waktu proses pencairan klaim dan perlunya sosialisasi dan penyediaan informasi yang intensif dan memadai tentang asuransi ini kepada anggota SPP yang baru dan ahli waris anggota SPP. 140 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Pedesaan antara Asuransi Jasa Raharja Putera dan UPK Kecamatan Ende Timur Kabupaten Ende, NTT 11 – 12 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kecamatan Ende Timur Kecamatan Ende Timur merupakan salah satu wilayah kecamatan di Kabupaten Ende Provinsi, Provinsi NTT dengan pembagian batas wilayah geografis sebagai berikut: di bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Ende Tengah, di selatan berbatasan dengan Ende Selatan, di bagian timur dengan Kecamatan Ndona, dan di bagian utara dengan Kecamatan Ende Utara. Cakupan wilayah Kecamatan Ende Timur terdiri dari tiga kelurahan (Kelurahan Mautapaga, Rewarangga, dan Rewarangga Selatan) dan tiga desa (Kede Bodu, Ndungga, dan Tiwu Tewa) dengan pembagian wilayah sebanyak 14 lingkungan dan 10 dusun. Jumlah penduduknya 16.904 jiwa yang terdiri dari 3.647 KK. Mata pencaharian masyarakat Ende Timur adalah petani, buruh tani, pedagang, dan sebagian kecil adalah PNS/pegawai swasta, TNI/Polri. Topografi wilayah Kecamatan Ende Timur didominasi oleh daerah perbukitan yang subur dengan jenis tanaman umur panjang dan bernilai ekonomis cukup tinggi seperti kopi, cengkeh, kelapa, kemiri dan lain-lain. Karena sejumlah faktor, baik eksternal maupun internal, harga komoditas pertanian tersebut seringkali tidak sebanding dengan harapan para petani karena seringkali anjlok di pasaran. Tidak mengherankan jika jumlah warga miskin dan berpenghasilan rendah pun meningkat. Karena persoalan-persoalan di atas, sejak 2009 pemerintah melaksanakan PNPMMP di Kecamatan Ende Timur. Pendekatan yang digunakan adalah melalui pemberdayaan masyarakat, dengan salah satu kegiatannya adalah memfasilitasi pengembangan ekonomi lokal PDB PNPM Perdesaan. Pengelolaan PDB ini dilakukan oleh UPK, dengan tetap memperhatikan prioritas usulan kegiatan dari masyarakat yang tergabung dalam kelompok peminjam SPP. Program ini diharapkan dapat mengurangi kemiskinan di wilayah Kecamatan Ende Timur. 1.2. Profil UPK Kecamatan Ende Timur PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Ende Timur mulai dilaksanakan sejak 2009 dengan alokasi dana sejak 2009 hingga 2011 yang mencapai dua miliar rupiah dan pada Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 141 2012 bertambah 900 juta rupiah sehingga totalnya mencapai 2,9 miliar rupiah. Dana tersebut digunakan untuk beberapa bidang kegiatan seperti SPP, fisik sarana prasarana, dan pendidikan nonfisik. Berdasarkan hasil kegiatan kelompok SPP, dana BLM yang sudah disalurkan kepada penerima manfaat mencapai 1,425 miliar rupiah. Kegiatan PDB untuk SPP sudah dilakukan sejak 2010 kepada kelompok SPP lama yang sudah pernah meminjam dana ke UPK. Pelaksanaan kegiatan SPP tidak selalu berjalan sesuai rencana. Terdapat sejumlah kendala dalam pengembalian angsuran ke UPK, di antaranya pengembalian angsuran tidak tepat waktu, peminjam pergi merantau ke daerah lain, usaha anggota kelompok tidak berjalan baik, peminjam sakit atau meninggal. Sejumlah strategi untuk menurunkan jumlah kredit macet sudah dilakukan seperti pembinaan kelompok, menjemput uang langsung ke kelompok, dan melakukan linkage dengan AJRP untuk menjamin dana program apabila ada peminjam yang meninggal. UPK Kecamatan Ende Timur berdiri pada 27 Juli 2009 dan pengurusnya dipilih melalui forum MAD/K. Kepengurusan UPK sendiri terpilih berdasarkan usulan dari setiap desa/kelurahan yang mengirimkan wakilnya dan akhirnya terpilih tiga orang pengurus yang berasal dari Desa Tiwu Tewa, Desa Ndungga, dan Kelurahan Mautapaga. Struktur pengurus UPK Kecamatan Ende Timur mencakup seorang ketua, yang dibantu oleh seorang bendahara dan seorang sekretaris. Struktur pengurus MAD(K)/BKAD mencakup seorang ketua, seorang bendahara, dan seorang sekretaris. Profil Kinerja UPK Kecamatan Ende Timur per 30 April 2012 142 1. Modal awal PDB SPP Rp1.425.000.000 2. Total Asset UPK SPP Rp2.287.604.844 3. Piutang ke SPP Rp1.256.421.752 4. Piutang ke UEP Rp242.429.430 5. Dana di bank Rp788.753.662 6. Jumlah SPP aktif 45 SPP 7. Jumlah penerima manfaat 295 Orang 8. Besarnya pinjaman Maksimal 10.000.000 / anggota SPP 9. Bunga pinjaman 1,5 % per bulan atau 18% per tahun (termasuk IPTW 1,5%) 10. non-performing loan (NPL)/tingkat kredit macet 32 % 11. Prosentase pengembalian 68 % 12. Jam Layanan UPK Senin – Sabtu (Pukul 08.00 – 14.00) 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra PT. Jasa Raharja Putera Insurance didirikan pada 27 November 1993 di Jakarta dan PT. AJRP merupakan anak Perusahaan PT. Jasa Raharja (Persero). AJRP telah memberikan layanan asuransi yang luas kepada masyarakat di seluruh Indonesia selama satu setengah dasawarsa dan saat ini telah memiliki 27 kantor cabang dan 96 kantor pemasaran. AJRP memperoleh dukungan reasuransi dari perusahaan-perusahaan reasuransi dalam maupun luar negeri seperti: PT Reasuransi Internasional Indonesia ( REINDO), PT Reasuransi Nasional Indonesia (NASRE), PT Tugu Jasatama Reasuransi Indonesia (TUGURE), PT Maskapai Reasuransi Indonesia (MAREIN) dan Swiss Reinsurance Company, Zurich-Swiss (Swissre). 2.2. Produk Lembaga Mitra Produk yang dimiliki dan ditawarkan oleh AJRP adalah sebagai berikut: • JP ASTOR merupakan produk asuransi untuk menjamin risiko kerusakan dan/atau kehilangan kendaraan • JP BONDING untuk memberikan perlindungan bagi proyek pembangunan yang sedang dikerjakan • JP ASPRI, untuk memberikan perlindungan dari resiko kecelakaan. • JP GRAHA, untuk melindungi asset bangunan dan harta benda di dalamnya dari kerugian dan kerusakan akibat kebakaran atau peristiwa lain yang dijamin oleh polis dan perluasannya. • JP ASKRED, memberikan proteksi terhadap risiko kerugian transaksi perdagangan akibat sejumlah piutang (outstanding amount) yang tidak dibayar oleh debitur (buyers) karena mengalami protracted default dan insolvensi. • ASKUM adalah suatu program asuransi yang memberikan penggantian sebesar maksimal nilai kredit bagi nasabah yang tidak melakukan pembayaran cicilan akibat nasabah tersebut meninggal dunia. Manfaat asuransi diberikan sebesar sisa pokok kredit. Dalam linkage antara UPK Kecamatan Ende Timur dan AJRP, produk yang digunakan adalah askum. Manfaat askum adalah untuk memberikan perlindungan bagi kelompok SPP bila ada anggota kelompok yang meninggal dunia. Melalui perlindungan asuransi ini, ahli warisnya tidak perlu mengembalikan sisa pinjaman ke UPK. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 143 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Terjalinya linkage antara UPK Kecamatan Ende Timur dan AJRP berawal ketika ada rakor asosiasi UPK di tingkat Kabupaten Ende pada Desember 2010. Pada saat itu, ada sosialisasi dari AJRP kepada UPK sekabupaten Ende untuk produk kesehatan dan kecelakaan. Dalam rangka sosialisasi tersebut, Faskeu Kabupaten Ende kemudian mengorganisasi setiap pengurus UPK kecamatan untuk mengikuti asuransi perlindungan. Hal ini karena pekerjaan pengurus UPK yang sangat padat dan sering berada di lapangan sehingga dipandang perlu untuk memperoleh perlindungan dari asuransi jiwa. Pada saat sosialisasi tersebut AJRP juga menyampaikan produk lain yang bisa diikuti oleh UPK, seperti perlindungan dana milik program yang dikelola oleh UPK. UPK Kecamatan Ende Timur berpendapat hal ini penting mengingat selama ini tidak ada perlindungan khusus yang disiapkan oleh program untuk menjaga dana SPP apabila si peminjam meninggal dunia. Setelah dilakukan konsultasi dan koordinasi dengan faskeu terdahulu, PJOK dan fasilitator kecamatan, sosialisasi ini dilanjutkan pada forum MAD pada Februari 2011 untuk memperoleh persetujuan. Selanjutnya dilakukan sosialiasi oleh UPK ke kelompok SPP agar dapat diterima program asuransi kredit jiwa ini. Mengingat pentingnya manfaat asuransi tersebut, kelompok SPP sepakat untuk menjadi peserta asuransi kredit jiwa. 3.2 Proses Terjalinnya Linkage Sosialisasi bagi setiap kelompok SPP untuk mengikuti linkage dengan AJRP dilakukan pada saat kelompok ini diverifikasi dan didampingi oleh FK dan UPK. Saat itu FK bersama UPK mensosialisasikan manfaat asuransi tersebut bagi anggota kelompok SPP. Sosialisasi selanjutnya dilakukan di kantor lurah saat ada kegiatan musyarawah atau rapat PNPMMP. Kelompok menerima dengan baik dan antusias untuk mengasuransikan diri mereka yang berusia di bawah 55 tahun untuk mengikuti asuransi kredit jiwa dari AJRP. UPK Kecamatan Ende Timur mulai bekerja sama dengan AJRP setelah adanya nota kesepahaman antara UPK dan pihak AJRP pada Maret 2011. Jumlah kelompok dan anggota yang sudah menjadi peserta AJRP sampai dengan 30 April 2012 mencapai 45 kelompok SPP (21 kelompok penerima dana BLM dan 24 kelompok penerima dana perguliran) dengan jumlah jiwa yang diasuransikan 295 jiwa. Pembayaran uang premi asuransi dilaksanakan pada saat penyaluran dana SPP baik dana BLM maupun perguliran. Usai penyerahan dana dari bendahara UPK kepada setiap anggota kelompok, pengurus kelompok mengumpulkan dana dari masing-masing anggota sesuai umur tertanggung dan setelah terkumpul diserahkan kepada pengurus UPK untuk dibuatkan perjanjian kerja sama dengan AJRP. 144 Saat ini manfaat asuransi jiwa bagi anggota kelompok SPP di Kecamatan Ende Timur sudah mulai dirasakan. Hal ini terbukti ketika ada anggota kelompok yang meninggal dunia, UPK sudah mengajukan klaim pembayaran sisa pinjaman kepada pihak AJRP dan asuransi sedang memproses pembayarannya. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model Linkage yang diterapkan adalah model chanelling, di mana UPK Kecamatan Ende Timur berperan sebagai agen/koordinator. UPK berperan mulai dari sosialisasi tentang manfaat asuransi, menyediakan data peserta asuransi berdasarkan anggota SPP yang meminjam PDB, menandatangani kerja sama dengan pihak asuransi, dan memfasilitasi proses pengajuan klaim oleh ahli waris, termasuk jika ada anggota kelompok SPP yang meninggal. Syarat pengajuan klaim bila ada anggota kelompok yang meninggal antara lain: • surat pengajuan klaim oleh UPK PNPM; • pengisian formulir klaim (formulir LK-1) dari AJRP yang disahkan oleh pengelola; • salinan akad kredit dari UPK PNPM; • surat kematian dari instansi yang berwenang (rumah sakit/kelurahan); • salinan KTP si peminjam dan suaminya (ahli waris), serta kartu keluarga; • sertifikat askum atas nama UPK (debitur); • bukti pembayaran premi; • laporan polisi (bila meninggal dunia karena kecelakaan lalu lintas) Dengan model ini, bila ada pengajuan klaim dari UPK karena ada anggota SPP yang meninggal maka nilai pertanggungan asuransi sebesar sisa pokok pinjaman akan dicairkan langsung (transfer) ke UPK. Proses penyelesaian klaim selambat-lambatnya tujuh hari setelah persyaratan pengajuan klaim dinyatakan lengkap. Setelah pencairan uang klaim diterima UPK, pihak ahli waris dapat diberitahu oleh UPK bahwa sisa pokok pinjaman telah lunas. Namun, ahli waris masih memiliki kewajiban untuk membayar bunga pinjaman ke UPK sesuai dengan akad kredit yang telah disepakati. 4.2 Skema Produk dalam Linkage Linkage antara UPK Kecamatan Ende Timur dan AJRP terjadi melalui pemanfaatan produk askum. Program ini merupakan suatu program asuransi yang memberikan penggantian sebesar maksimal nilai kredit bagi peserta yang meninggal dunia. Manfaat asuransi diberikan sebesar sisa pokok kredit (uang pertanggungan menurun). Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 145 Jaminan perlindungan asuransi berlaku 24 jam selama peserta berada dalam batas wilayah negara Republik Indonesia. Bila dilihat dari skema produk, askum AJRP ini mempunyai batasan usia untuk tertanggungn maksimum 55 tahun.14 Besarnya premi yang harus dibayar oleh peserta bergantung dari usia peserta, besarnya pinjaman, dan jangka waktu pinjaman. Sebagai ilustrasi, untuk peserta anggota SPP dengan usia maksimal 40 tahun, pinjaman kredit satu juta rupiah dan jangka waktu pinjaman satu tahun, besarnya premi asuransi kredit adalah sebesar Rp1.000.000 x Rp 3,55/000 = Rp33.550. Untuk memudahkan besaran premi, pihak AJRP menyediakan tabel sampai dengan maksimum usia 55 tahun, dengan jangka waktu sampai tiga tahun. Maksimum besarnya kredit untuk askum ini dibatasi tidak lebih dari 200 juta rupiah per peserta. 5. Profil Penerima Manfaat 5.1. Kelompok SPP Flamboyan Kelompok SPP Flamboyan sudah berdiri sejak 2000. Pada awalnya kelompok ini dibentuk oleh ketua Tim Penggerak PKK Kelurahan Mautapaga bersama-sama dengan beberapa kelompok lain dengan nama Dasa Wisma Flamboyan untuk mempersatukan dan membina kelompok ibu-ibu melakukan arisan, simpan pinjam, dan pemberdayaan perempuan di kelompok. Tetapi dalam perjalanan, karena beberapa kendala, kelompok ini tidak lagi berkembang. Pada 2009 sejak PNPM Perdesaan muncul di Kecamatan Ende Timur, kelompok ini aktif lagi dengan kepengurusan kelompok yang baru. Setelah aktif kembali kurang lebih dua tahun, pada 2011, pengurus dan anggota kelompok sepakat untuk mengajukan permohonan dana pinjaman UPK Kecamatan Ende Timur. Keanggotaan kelompok SPP ini terdiri dari ibu-ibu yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga dan memiliki usaha sampingan untuk mendukung ekonomi keluarga. Seluruh anggota kelompok berasal dari golongan kurang mampu. Kemudahan akses dana PNPM-MP melalui UPK telah membantu anggota kelompok mendapatkan modal usaha tanpa harus meminjam ke lembaga keuangan lain yang mensyaratkan jaminan, proses yang cukup rumit, dan bunga pinjaman yang besar. Sebagai bentuk apresiasi atas fasilitas pinjaman ini, kelompok bersepakat dan bertekad untuk selalu membayar tepat waktu dan tidak menunggak pembayaran angsuran setiap bulan. Total pinjaman Kelompok SPP Flamboyan ke UPK sebesar 20 juta rupiah yang dicairkan pada 7 Juni 2011 dengan jumlah anggota tujuh orang peminjam. Pinjaman setiap anggota berkisar antara 500 ribu hingga 6 juta rupiah. Dari total pinjaman dan bunga 1,5% per bulan, kelompok ini mengangsur setiap bulan sebesar 3,6 juta rupiah selama 12 bulan jangka waktu pinjaman. Pinjaman dimanfaatkan untuk usaha seperti kios, Perjanjian kerja sama antara UPK PNPM Kecamatan Ende Timur dan pihak AJRP, batasan usia tertanggung adalah maksimum 64 tahun. 14 146 tenun ikat, jual sembako, jual kue, mejahit, dan warung makan/kantin. Kelompok ini juga menjadi peserta asuransi kredit jiwa AJRP bersamaan dengan pencairan pinjaman. Kelompok Flamboyan selalu mengangsur tepat waktu dan tidak pernah macet. Ini semua berkat ketekunan dan kerja sama yang baik dalam kelompok. Namun tanpa diduga, pada 23 Januari 2012 salah satu anggota SPP berusia 50 tahun meninggal dunia karena sakit. Yang bersangkutan adalah sekretaris dalam kelompok dengan jumlah pinjaman 6 juta rupiah. Ahli warisnya telah melengkapi dokumen persyaratan pengajuan klaim dan diserahkan ke UPK Kecamatan Ende. Surat pengajuan klaim tertanggal 30 Januari telah dikirim ke AJRP Kabupaten Ende untuk diproses lebih lanjut. Pihak AJRP lalu melakukan verifikasi atas dokumen pengajuan klaim dan ke lapangan sebagai bagian dari proses pencairan klaim. Dalam verifikasi tersebut, salah satu persyaratan belum dilengkapi yaitu surat keterangan kematian yang dikeluarkan oleh pihak rumah sakit. Dengan dibantu oleh pihak AJRP, surat keterangan kematian diperoleh pada April 2012. Selanjutnya pihak AJRP melanjutkan proses pengajuan klaim dan sampai dengan 12 Mei 2012 saat studi ini dilakukan, pencairan klaim belum bisa dilakukan karena masih menunggu persetujuan dari kantor pusat AJRP Jakarta. Kantor Perwakilan AJRP Kabupaten Ende menyatakan pencairan klaim akan dilakukan sekitar akhir Mei 2012. 5.2. Kelompok SPP Wua Mesu Kelompok SPP Wua Mesu terbentuk karena anggota kelompok bermukim dalam satu wilayah RT di Kelurahan Rewarangga Selatan Kecamatan Ende Timur. Sebagian besar anggota kelompok berprofesi sebagai pedagang atau papalele di Pasar Wolowana. Para anggota kelompok berasal dari golongan kurang mampu yang membutuhkan tambahan modal usaha. Sebelum bergabung dalam SPP, anggota kelompok sering mengalami hambatan dalam usaha karena kekurangan modal usaha. Prospek usaha anggota kelompok cukup baik sehingga pada saat verifikasi, usaha kelompok ini dinyatakan layak untuk menerima dana SPP. Pinjaman dimanfaatkan untuk modal usaha dan diperoleh tanpa perlu jaminan. Total pinjaman kelompok SPP Wua Mesu mencapai 25 juta rupiah yang dicairkan pada 7 Juli 2011, dengan jumlah anggota peminjam sebanyak lima orang. Setiap anggota kelompok memperoleh pinjaman sebesar lima juta rupiah. Pinjaman ini dimanfaatkan untuk modal usaha seperti kios, ternak ayam pedaging, dan papalele di Pasar Wolowana. Dengan bunga sebesar 1,5% setiap bulannya, kelompok ini mengangsur ke UPK sebesar 4,5 juta rupiah selama 12 bulan jangka waktu pinjaman. Kelompok ini juga menerima dan ikut menjadi peserta asuransi kredit jiwa AJRP setelah mengikuti sosialisasi yang diselenggarakan oleh pengurus UPK dan AJRP. Keikutsertaan anggota kelompok SPP ini menjadi peserta asuransi kredit jiwa AJRP Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 147 bersamaan dengan pencairan pinjaman ke kelompok pada 7 Juli 2011. Keikutsertaan anggota kelompok dalam asuransi ini didorong oleh kesadaran akan manfaat penting yang dapat diperoleh anggota, terutama jika ada anggota meninggal dunia. Pada 7 Januari 2012, salah satu anggota SPP meninggal dunia. Ia meninggal dalam usia 47 tahun karena sakit. Ia bergabung dalam SPP Wua Mesu sebagai ketua dengan jumlah pinjaman lima juta rupiah. Suaminya, yang bertindak sebagai ahli waris, telah melengkapi dokumen persyaratan pengajuan klaim dan telah diserahkan ke UPK Kecamatan Ende Timur. Surat pengajuan klaim tertanggal 30 Januari telah dikirim ke AJRP Kabupaten Ende. Pihak AJRP selanjutnya melakukan verifikasi atas dokumen pengajuan klaim dan ke lapangan sebagai bagian dari proses pencairan klaim. Pihak AJRP menjanjikan pencairan klaim akan dilakukan pada akhir Mei 2012. Penilaian UPK Kecamatan Ende Timur terhadap kinerja Kelompok Wua Mesu selama ini cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari tidak adanya tunggakan terhadap angsuran pinjaman. Angsuran kelompok saat ini telah memasuki bulan kesembilan dari jangka waktu pinjaman selama 12 bulan. 6. Pembelajaran, Potensi, dan Tantangan 6.1. Pembelajaran dari Linkage Beberapa pembelajaran yang dapat dipetik dari linkage ini. • Linkage yang awalnya terbatas antara AJRP dan UPK Kecamatan Ende Timur untuk asuransi jiwa dan kecelakaan staf UPK, telah meningkat menjadi linkage yang menyediakan asuransi jiwa kredit untuk kelompok SPP. • Proses linkage dengan AJRP dilakukan melalui sosialisasi berjenjang dari tingkat UPK, forum MAD untuk pengambilan kebijakan, dan kelompok SPP. Proses semacam ini telah mendorong penyadaran berbagai pelaku PNPM Perdesaan tentang manfaat penting perlindungan asuransi jiwa kredit ke kelompok SPP yang meminjam dana ke UPK. 6.2. Potensi dan Peluang Linkage Beberapa hal yang dapat dijadikan potensi dan peluang ke depan: • Pihak faskab dan faskeu Kabupaten Ende dapat mengevaluasi linkage ini dalam hal efektifitas dan kecepatan pengajuan klaim. Bila dinilai baik, akan direplikasi ke UPK lain di Kabupaten Ende untuk bermitra dengan AJRP. • Skema produk yang digunakan dalam linkage ini dapat dinegosiasikan dan ditingkatkan ke skema yang lebih tinggi nilai pertanggungannya, misalnya dengan pertanggungan sisa pinjaman dan bunga agar ahli waris tidak perlu lagi untuk mengembalikan bunga pinjaman ke UPK. 148 6.3. Tantangan Linkage Tantangan yang muncul dalam implementasi linkage ini, antara lain: • Proses pengajuan klaim yang memakan waktu dan harus terus menerus dipantau perkembangannya hingga pencairan klaim. Hal ini disebabkan proses pencairan klaim bergantung pada kelengkapan administrasi seperti surat keterangan meninggal dunia dari rumah sakit; • UPK harus memberikan informasi dan sosialisasi yang cukup ke semua anggota SPP termasuk anggota baru tentang manfaatnya, besaran premi, nilai pertanggunagan, dan pengajuan klaim asuransi dengan segala persyaratan yang diperlukan bila terjadi keadaan meninggal dunia. Sosialisasi ini juga perlu diteruskan ke keluarga dari anggota SPP agar terdiseminasi dengan baik; dan • Karena pertanggungan asuransi hanya pada sisa pokok pinjaman, UPK dan AJRP perlu melakukan sosialisasi ulang tentang hal ini agar bila ada kejadian meninggal, ahli waris dan kelompok SPP masih memiliki tanggungan untuk mengembalikan bunga pinjaman ke UPK. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 149 150 Kab. Timor Tengah Utara NTT Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Yayasan Mitra Tani Mandiri dan UPK Nekmese, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur RINGKASAN Meskipun tingkat pengembalian kelompok UEP pada UPK Nekmese kurang dari 80%, pada 2009 UPK Nekmese menerima kepercayaan dari Yayasan Mitra Tani Mandiri (YMTM) untuk menggulirkan dana hibah sebesar 100 juta rupiah kepada kelompok yang belum mengakses dana bergulir baik melalui UEP maupun SPP. Linkage yang terjalin antara UPK Nekmese dan YMTM dilandasi oleh kesamaan visi mengenai kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dalam rangka mempercepat penanggulangan kemiskinan berdasarkan pendekatan pemberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat. Linkage yang terjalin ini dimaksudkan untuk memberikan akses pinjaman bergulir kepada anggota kelompok tani dampingan YMTM yang belum menjadi nasabah UPK Miomaffo Barat baik yang ada di desa dampingan YMTM maupun di desa non dampingan YMTM. Program ini dinamakan PNPM untuk penguatan ekonomi masyarakat (PNPM-PEM). Sebanyak 81% dana hibah ini dimanfaatkan untuk pinjaman kelompok dan 19% sisanya untuk biaya operasional. Dalam linkage ini UPK bertindak sebagai pelaksana perguliran dana. Mekanisme perguliran dana mengadopsi mekanisme yang sudah berlaku di PNPM. Berdasarkan hasil MAD di Kecamatan Miomaffo Barat, dari tiga desa di kecamatan ini disepakati: dua desa yaitu Desa Fatuneno dan Desa Manusasi menjadi desa yang mendapatkan tambahan pendampingan dari YMTM, sedangkan Desa Lemon tidak mendapatkan pendampingan YMTM, namun menjadi desa penerima PNPM reguler. Linkage ini memberikan pembelajaran bahwa kelompok peminjam dana bergulir juga perlu mendapatkan bimbingan teknis tentang pengelolaan dana dan pemasaran produk pertanian. Linkage dengan LSM yang ada di wilayah binaan PNPM menjadi penting artinya untuk meningkatkan akses kelompok masyarakat miskin terhadap PDB sehingga mendukung program PNPM dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan. Tantangan utama dari linkage ini adalah bahwa PDB dari dana hibah YMTM bersifat tidak mengikat UPK secara moral dalam hal kewajiban pengembalian dana kepada lembaga pemberi pinjaman. Akibatnya, penekanan kepada kelompok peminjam yang menunggak juga menjadi lemah. 152 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Pedesaan antara Yayasan Mitra Tani Mandiri dan UPK Nekmese Kecamatan Miomaffo Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, Nusa Tenggara Timur 23-24 Februari 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kecamatan Miomaffo Barat Kecamatan Miomaffo Barat merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten TTU, Provinsi NTT. Kecamatan ini memiliki luas wilayah 199,63 km2 dan terdiri atas dua kelurahan dan sepuluh desa. Kecamatan Miomaffo Barat berbatasan dengan kecamatan Bikoni Nilulat dan Negara Timor Leste di sebelah utara, dengan Kabupaten TTS di sebelah selatan, dengan kecamatan Neomuti, Miomaffo Tengah, dan Musi di sebelah timur, dan dengan Kecamatan Mutis di sebelah barat.15 Berdasarkan data sensus penduduk 2010, jumlah penduduk kecamatan Miomaffo Barat adalah 14.432 jiwa yang terdiri dari laki-laki 6.913 jiwa dan perempuan 7.519 jiwa.16 Mata pencaharian utamanya adalah pertanian dan peternakan dengan produk unggulan pertanian berupa bawang putih dan sayur mayur. Di kecamatan ini tersedia BRI dan merupakan satu-satunya lembaga keuangan formal yang ada. PNPM Mandiri Perdesaan mulai dilaksanakan di kecamatan ini pada 1997. Hingga akhir 2011, kecamatan ini telah menerima BLM sebesar Rp22.099.400.000. Berdasarkan laporan UPK per Januari 2012, 95% dari dana tersebut dipergunakan untuk mendukung kegiatan di bidang sarana dan prasarana, pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pada 2007 dan 2008, UPK Nekmese tidak menerima dana BLM selain dari dana untuk program PNPM Generasi. Namun demikian, kegiatan dana bergulir tetap dilaksanakan dengan perguliran dana pengembalian kelompok dari tahun-tahun sebelumnya (1999 s/d 2006). 1.2. Profil UPK Nekmese UPK di Kecamatan Miomaffo Barat dibentuk pada November 1998 dengan nama UPK Nekmese yang per Januari 2012. UPK ini memiliki 285 kelompok binaan yang terdiri dari 221 kelompok UEP dengan anggota 1.766 orang dan 64 kelompok SPP dengan anggota 451 orang. UPK Nekmese memiliki lima orang pengurus yang dipimpin oleh seorang 15 16 TTU Dalam Angka 2009 www.bps.go.id/hasilsp2010/ntt/ Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 153 ketua dan dibantu oleh seorang sekretaris dan dua orang bendahara serta seorang tenaga lapangan sebagai penagih. UPK Nekmese memberikan layanan kepada masyarakat setiap hari dan membuka kantornya dari pukul 09.00 sampai pukul 16.00. Jumlah maksimal pinjaman yang digulirkan oleh UPK Nekmese untuk satu kelompok adalah 100 juta rupiah. Jumlah anggota kelompok berkisar antara 10-20 orang dan maksimal pinjaman individu anggota kelompok sebesar 10 juta rupiah. Per Januari 2012 UPK Nekmese telah menyalurkan dana bergulir untuk kelompok UEP sebesar Rp5.619.100.000 dan untuk kelompok SPP sebesar Rp1.911.000.000. Saldo pinjaman dana bergulir untuk kelompok UEP sebesar Rp2.750.776.315 dan untuk kelompok SPP sebanyak Rp962.744.212. Persentase pengembalian untuk kelompok UEP mencapai 54% dan kelompok SPP mencapai 75%. Dalam setahun UPK Nekmese melakukan perguliran sebanyak dua kali yaitu pada April dan November. UPK Nekmese memberlakukan sistem jaminan kepada kelompok peminjam berupa sertifikat tanah atau surat BPKB. Jaminan kelompok ditetapkan sendiri oleh kelompok dan nilai jaminannya disesuaikan dengan besarnya pinjaman dan nilai jual aset yang dijaminkan. Apabila nilai jaminan awal yang diberikan tidak mencukupi, maka jaminan harus ditambah atau nilai pinjaman yang disetujui akan lebih rendah dari jumlah yang diusulkan. Dengan demikian jaminan yang diberikan dapat berupa beberapa sertifikat tanah atau surat BPKB dari beberapa anggota dalam satu kelompok peminjam. Jaminan kelompok tersebut tertuang dalam bentuk surat pernyataan yang merupakan satu kesatuan dengan surat perjanjian pinjaman yang menyebutkan bentuk dan besar jaminannya. Seluruh berkas surat jaminan disimpan oleh UPK. Selain itu setiap peminjam wajib menandatangani surat pernyataan ahli waris yang mengetahui adanya pinjaman ke UPK. Seperti halnya sistem penjaminan di UPK, kelompok pun juga memberlakukan sistem jaminan kepada anggotanya sebagai syarat mendapatkan pinjaman. Contoh jaminannya berupa sapi. Jaminan sapi ini dikontrol keberadaannya oleh kelompok setiap bulan. Perjanjian di dalam kelompok ini juga menyebutkan bentuk dan besar jaminan anggota dalam surat perjanjian pinjaman anggota. Tingkat suku bunga yang diberlakukan oleh UPK Nekmese kepada kelompok UEP atau SPP sebesar 1% dan biasanya kelompok memberlakukan bunga 2% kepada anggotanya, dengan pembagian 1% untuk dibayarkan kepada UPK dan 1% kepada kelompok. Meskipun tingkat pengembalian kelompok UEP pada UPK Nekmese kurang dari 80%, pada 2009 UPK Nekmese mendapatkan kepercayaan untuk melakukan linkage dengan YMTM dengan memanfaatkan dana hibah sebesar 100 juta rupiah untuk disalurkan kepada kelompok tani binaan YMTM yang belum mengakses dana bergulir, baik melalui UEP maupun SPP. 154 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra YMTM adalah yayasan yang dibentuk pada 1988 oleh kelompok mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Cendana NTT yang pada awalnya bernama Yayasan Geo Meno. YMTM memfokuskan pada pengembangan wanatani dengan memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. YMTM memiliki visi untuk mewujudkan kemandirian, kesejahteraan, dan keadilan masyarakat di pedesaan dan daerah marginal dengan mengutamakan kelestarian lingkungan secara berkelanjutan berdasarkan semangat kemitraan. YMTM saat ini telah melaksanakan programnya di lima kabupaten di NTT yaitu di Kabupaten Ngada, Kabupaten Nagekeo, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Kabupaten Belu. 2.2. Program Lembaga Mitra YMTM memiliki empat fokus program yang meliputi: • Pengembangan wanatani, yang meliputi konservasi tanah dan air, pengembangan tanaman umur panjang, pengembangan ternak, dan pengembangan sayur mayur. • Pengembangan usaha ekonomis, program ini berupaya memfasilitasi organisasi petani agar bisa memasarkan komoditas secara adil dan mendapatkan keuntungan yang lebih baik dan pengembangan usaha bersama simpan pinjam (UBSP) agar membiasakan petani menabung, meminjam dan mengembangkan usaha-usaha ekonomi produktif. • Pengembangan pelatihan dan konsultasi untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan di bidang pertanian, peternakan, kehutanan kesehatan melalui pendekatan masyarakat, penguatan institusi petani, pemberdayaan aparatur desa, penyusunan peraturan desa dan RPJM desa, gender, manajemen program dan kerja sama multipihak. • Pengembangan institusi petani, institusi lembaga, kawasan konservasi, advokasi dan jaringan kolaboarasi multipihak. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Linkage yang terjalin antara PNPM Mandiri Perdesaan khususnya UPK Nekmese dan YMTM dilandasi oleh kesamaan visi untuk kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Linkage ini juga bertujuan untuk mendorong upaya penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan dan partisipasi aktif masyarakat. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 155 YMTM mendorong kerja sama yang sinergis antara PNPM Mandiri Perdesaan dan Program YMTM di Kabupaten TTU dalam upaya pengembangan usaha ekonomis dari kelompok tani binaan YMTM. YMTM juga mendorong kolaborasi terpadu yang sangat kuat antara pemerintah dan LSM. PNPM Mandiri Perdesaan dianggap telah memiliki sistem dan alur kerja yang telah berjalan dengan baik di masyarakat perdesaan terkait dengan penyaluran dana bergulir. Dengan dukungan dana dari ANTARA-AusAID, YMTM menyediakan dana hibah sebesar 100 juta rupiah kepada UPK Nekmese untuk dapat disalurkan sebagai PDB kepada kelompok tani binaan YMTM yang belum menjadi nasabah UPK, namun memenuhi persyaratan sebagai kelompok peminjam PDB. Linkage tersebut dilaksanakan untuk menjalankan Proyek Pengembangan Pertanian Berkelanjutan dan Pemasaran yang Adil di Kabupaten Timor Tengah Utara yang diintegrasikan ke dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang dinamakan PNPM-PEM. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Koordinasi awal melalui pembicaraan antara Direktur YMTM dan Faskab TTU pada 2009 telah dilakukan selama tiga minggu. Saat itu UPK yang disepakati sebagai mitra linkage adalah UPK Nekmese di Kecamatan Miomaffo Barat karena dinilai berkinerja baik. Pemilihan lokasi ini juga mempertimbangkan wilayah Miomaffo Barat sebagai wilayah binaan YMTM di Kabupaten TTU. Pemilihan tiga desa yang menerima PDB tersebut diputuskan bersama masyarakat di tingkat UPK di Kecamatan Miomaffo Barat. Kesepakatan awal yang ditetapkan hanya memutuskan bahwa dua desa merupakan desa dampingan YMTM dan satu desa lain merupakan nondampingan YMTM atau merupakan desa sasaran PNPM. Dua desa yang menjadi kelompok binaan YMTM adalah Desa Fatunenao dan Desa Manunasi, sedangkan satu desa lainnya, yaitu: Desa Lemon tidak mendapatkan binaan dari YMTM karena pertimbangan kedekatan lokasi dengan pusat kecamatan. Pemilihan Desa Lemon sebagai desa nondampingan YMTM bertujuan untuk mendapatkan nilai pembanding mengenai kualitas dampingan yang telah dilakukan YMTM terhadap desa dampingan YMTM. Yang membedakan adalah kelompok binaan YMTM bukan merupakan kelompok baru, melainkan kelompok yang telah mapan dan pernah menerima binaan. Sebelum terbentuknya linkage dengan YMTM, tiga desa terpilih telah menerima PDB dari PNPM Mandiri Perdesaan. Namun kelompok yang disetujui dan lolos verifikasi belum pernah menerima PDB. 156 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model dan Produk Linkage Model linkage melalui pemberian dana hibah dari YMTM kepada UPK Nekmese memberikan peran UPK sebagai pelaksana dalam penyaluran PDB dari YMTM. Sesuai perjanjian yang ditandatangani Direktur YMTM dan Ketua UPK, dari total dana 100 juta rupiah tersebut, 81%-nya akan dikelola oleh UPK sebagai dana PDB dan sisanya 19% dipergunakan sebagai biaya operasional UPK seperti biaya insentif pengurus UPK dan fasilitator lapangan, transportasi pengurus UPK dan fasilitator lapangan, musyawarah dusun dan desa, pelatihan kelompok yang menerima pinjaman dan monitoring. Pengelolaan dana hibah tersebut sepenuhnya mengadopsi sistem PNPM. Dana hibah tersebut dicatat dalam pembukuan UPK sebagai modal UPK yang dicatat dengan akun dana hibah pihak ketiga. Sebagai pelaksana dalam linkage ini, UPK berkewajiban melaksanakan hal-hal berikut: • Mengelola seluruh administrasi dan dana kegiatan PNPM-PEM di tingkat desa dengan tetap berpedoman pada prinsip dan nilai yang dimiliki oleh PNPM dan YMTM. • Menggunakan dana sesuai dengan tujuan program sebagaimana yang tercantum dalam usulan program yang disetujui bersama antara kedua belah pihak mitra. • Membuat dan melaksanakan evaluasi dua bulanan di tingkat kecamatan/kabupaten mengenai perkembangan pelaksanaan kegiatan dengan tim koordinasi kecamatan, kabupaten dan pelaku lain yang terlibat dalam PNPM-PEM. • Menyampaikan laporan kegiatan dan penggunaan dana secara berkala. 4.2. Skema Produk Linkage Dalam linkage antara UPK dan YMTM disepakati bahwa seluruh mekanisme dan sistem penyaluran pinjaman didasarkan pada PDB PNPM Mandiri Perdesaan. Namun demikian, dalam pencairan dana hibahnya, YMTM menerapkan tiga termin pencairan kepada UPK. Termin pertama sebesar 50% dari total dana setelah penandatanganan kontrak, termin kedua sebesar 40% setelah hasil seleksi proposal atau penetapan desa/kelompok sasaran dan termin ketiga sebesar 10% pada triwulan kedua atau pada Januari 2010. Untuk menerima dana hibah ini, UPK Nekmese wajib membuka rekening khusus atas nama lembaga. Dana hibah ini telah disalurkan kepada tiga kelompok UBSP di tiga desa terpilih. Skema yang diterapkan mengikuti skema pinjaman yang diterapkan oleh program PNPM Mandiri Perdesaan di UPK Nekmese. Pada Januari 2012, desa yang menerima pinjaman PDB YMTM bertambah satu, yaitu Desa Neopeso yang juga merupakan desa dampingan YMTM. Berikut hibah dana YMTM bagi desa-desa penerima. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 157 Tabel 1. Hibah Dana YMTM No Nama Desa Nama Kelompok Jumlah penerima manfaat (orang) Pokok Pinjaman (Rp) Jangka waktu Pinjaman (bulan) Bunga Tanggal Pinja- Realisasi man pinjaman (%) Status Pinjaman per Des 2011 1. Manusasi Moen Mese 5 20.000.000 12 1% 22 Okt 2009 menunggak 2. Fatuneno UBSP Suka Mandiri 8 25.000.000 12 1% 21 Okt 2009 Lunas 3. Lemon Rajawali 8 40.000.000 12 1% 06 Des 2010 menunggak 4. Noepesu Tunas Baru 6 60.000.000 12 1% 07 Feb 2012 aktif 5. Profil Penerima Manfaat Linkage Profil penerima manfaat yang ditampilkan pada laporan ini dimulai dengan profil kelompok usaha bersama yang mewadahi kedua individu yang merupakan dua dari delapan individu penerima manfaat pinjaman PDB hibah YMTM kepada UPK Nekmese. Keduanya berasal dari Desa Fatuneno. 5.1. Profil UBSP Suka Mandiri UBSP Suka Mandiri dibentuk pada 2004 yang awalnya beranggotakan 19 orang dengan modal Rp190.000. Latar belakang dibentuknya UBSP adalah kebutuhan modal anggota petani untuk mengembangkan pertanian maupun usaha paronisasi (penggemukan sapi). Setiap anggota wajib memberikan iuran anggota per bulan, simpanan pokok, simpanan wajib, dan simpanan sukarela. Per 2011 modal UBSP telah menjadi Rp180 juta dengan total jumlah anggota 178 orang. Syarat keanggotaan UBSP adalah minimal berusia 10 tahun, baik laki-laki maupun perempuan. Dengan demikian dalam satu rumah tangga bisa terdapat lebih dari satu yang menjadi anggota UBSP, baik suami, istri dan anak. Diikutsertakannya anak mereka sebagai anggota UBSP oleh orang tuanya dimaksudkan untuk memiliki dana simpanan meskipun tanggung jawab sebagai anggota berada di tangan orang tuanya. Tujuan utama keikutsertaan mereka adalah untuk belajar menabung. Selain persyaratan umur minimal, setiap anggota baru UBSP wajib mengikuti orientasi anggota di enam bulan pertama. Bentuk orientasinya adalah berupa keharusan mengikuti pertemuan rutin setiap bulan, mengikuti kegiatan kelompok setiap minggu berupa kegiatan perkebunan bergiliran ke kebun kelompok lain dan mengikuti pelatihan yang diadakan YMTM seperti pelatihan penguatan kelompok. Khusus untuk anggota yang berumur 10 tahunan, orientasi anggota menjadi tanggung jawab orangtuanya. 158 UBSP Suka Mandiri memiliki jadwal rutin rapat anggota bulanan yang diadakan setiap tanggal 12 di malam hari karena siang harinya hampir semua anggota bekerja di kebun. Rapat tersebut dilaksanakan bergilir oleh keduabelas kelompok di rumah salah satu anggota kelompok apabila balai desa tidak mungkin dipergunakan. Selain simpanan, produk yang dikembangkan di dalam UBSP Suka Mandiri mencakup pinjaman. Besarnya pinjaman yang dapat diberikan oleh UBSP kepada anggotanya maksimal tiga kali nilai simpanan sukarela (tabungan) anggota. Sebagai contoh apabila tabungan di UBSP sebesar 100 ribu rupiah, maksimal pinjaman adalah 300 ribu rupiah. Dari total 178 anggota UBSP, terdapat delapan di antaranya yang mendapat pinjaman PDB hibah YMTM. Sebagai jaminan atas pinjaman sebesar 25 juta rupiah dari UPK, kelompok UBSP Suka Mandiri menyerahkan BPKP motor ketua kelompok sebagai jaminan. Penetapan penerima dan besarnya PDB yang diterima oleh penerima didasarkan atas kesepakatan seluruh anggota kelompok UBSP, selain berdasar pada permohonan dan minat dari anggota tersebut. Disepakati apabila telah menerima pinjaman, anggota tidak dapat lagi meminjam di UBSP. Bunga yang dikenakan UBSP Suka Mandiri atas pinjaman dana bergulir hibah YMTM adalah 2% dengan pembagian 1% pembayaran bunga ke UPK dan 1% diberikan ke UBSP. Selanjutnya penerima manfaat PDB akan menerima pelatihan pembukuan dari UPK. Berikut profil dua dari delapan anggota UBSP Suka Mandiri yang menerima dana bergulir hibah YMTM. 5.2. Individu Penerima Manfaat Pak Yasintus Nale telah menjadi anggota kelompok UBSP Suka Mandiri sejak 2004. Dari 25 juta rupiah PDB yang diterima dari UPK untuk delapan orang anggota UBSP Suka Mandri, ia dapat mengakses sebesar delapan juta rupiah. Besarnya jumlah pinjaman individu diputuskan dalam rapat kelompok UBSP. Besarnya nilai pinjaman ini didorong oleh besarnya kebutuhan biaya yang akan ia keluarkan untuk program paronisasi (penggemukan sapi). Bunga yang dibayarkan adalah sebesar 1% atau 80 ribu rupiah per bulan. Bila ditambah dengan angsuran per bulan (Rp667.000), setiap bulan ia harus membayar Rp747.000 kepada UPK. Ia juga harus membayar bunga 1% kepada UBSP. Pinjaman tersebut dipergunakan untuk membeli empat ekor sapi yang diperlihara selama dua hingga tiga minggu. Biasanya sapi dibeli di pasar perbatasan Naekaki dan dijual ke penadah di Desa Eban di Miomaffo Barat. Dari empat ekor sapi yang dibeli pada 2009 dengan modal 8 juta rupiah, ia berhasil menjual dengan harga total 11 juta rupiah atau mendapat keuntungan sebesar tiga juta rupiah. Semenjak itu, ia tetap melakukan jual-beli sapi untuk usaha paronisasi-nya dan hingga saat ini tetap bertahan. Meskipun telah lama menjadi anggota UBSP, baru pada 2009 ia mendapat pinjaman melalui UPK. Hal ini karena kurangnya informasi tentang adanya pinjaman dari UPK yang bisa diakses. Ia juga tidak pernah memiliki pengalaman meminjam di lembaga keuangan formal. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 159 5.3. Individu Penerima Manfaat Kedua Pak Emilius Naben adalah ketua kelompok UBSP Suka Mandiri yang bertempat tinggal di Desa Fatuneno. Ia sudah menjadi ketua selama dua tahun dari tiga tahun masa jabatannya dan terpilih melalui musyawarah anggota UBSP. Sebagai ketua kelompok, sebelum tanggal 7 setiap bulannya ia telah menerima pembayaran angsuran untuk dibayarkan kepada UPK. Ia mendapatkan pinjaman sebesar lima juta rupiah dari UPK. Pinjaman ini dipergunakan untuk menambah modal usaha kios atau penjualan bahan-bahan kelontong. Kiosnya berada di depan rumah dan dikelola bersama istrinya. Kios ini baru dibuka pada 2010. Pinjaman melalui UPK adalah pengalaman pertama di luar dari pinjaman di UBSP dengan nilai tinggi. Manfaat yang diperoleh dari pinjaman PDB hibah YMTM adalah memberikan modal yang cukup besar untuk usaha kiosnya sehingga barang dagangan menjadi bervariasi. Hingga saat ini belum ada pesaing di sekitar tempat tinggalnya. Usaha ini menjadi penambah penghasilan rumah tangganya selain dari penghasilan utamanya sebagai petani sayuran di atas lahan seluas 0,5 hektar. Pak Emilius kini telah memiliki simpanan di UBSP sebesar Rp3.670.000, selain dari tabungan di BRI Unit Eban atas namanya dan atas nama putri pertamanya. Ia tidak lagi memiliki niat untuk meminjam di BRI karena masih menjadi peminjam di UBSP. Ia juga berencana mengajukan pinjaman sebesar 10 juta rupiah ke UPK melalui kelompok SPP yang diikuti istrinya. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage • • • • 160 Linkage dengan LSM yang ada di wilayah binaan PNPM dapat meningkatkan akses kelompok masyarakat miskin terhadap dana bergulir sehingga mendukung program PNPM dalam mempercepat penanggulangan kemiskinan. Menerima bantuan teknis pendampingan kelompok, termasuk program PNPM-PEM walaupun tidak secara intensif dalam bidang pemasaran produk dan hasil pertanian. Kelompok dampingan YMTM mendapat keterampilan pengelolaan keuangan dari program PNPM. Para pelaku program PNPM, baik di tingkat kecamatan maupun kabupaten, belajar bekerja sama dan bersinergi dengan program-program pembangunan lain. Mereka juga belajar bekerja sama dengan pihak ketiga, baik yang ada di tingkat kecamatan maupun di kabupaten. 6.2. Tantangan dari Linkage Tantangan dari linkage yang terjalin antara UPK dan YMTM. • Linkage ini berupa hibah yang bersifat tidak mengikat UPK dalam hal kewajiban pengembalian dana kepada lembaga pemberi pinjaman sehingga tekanan kepada kelompok peminjam yang menunggak juga menjadi lemah. • Perjanjian kerja sama yang berupa hibah dan hanya berlangsung selama satu tahun telah berdampak pada lemah atau kurangnya komunikasi tentang linkage dan capaiannya. • Bantuan teknis secara intensif hanya sebatas pada desa dampingan YMTM, sedangkan desa nondampingan YMTM hanya dimonitor. • Tunggakan PDB dari hibah YMTM terjadi karena usaha paronisasi belum berhasil. PNPM harus memiliki mekanisme khusus untuk mengelola peminjam dengan karakteristik usaha pertanian. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 161 162 Kota Kupang NTT Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara P.T. BPR Tanaoba Lais Manekat dan BKM UPK Nunbaun Delha, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur RINGKASAN Terjalinnya linkage antara individu penerima manfaat PDB BKM UPK NBD dan P.T. BPR NBD terjadi akibat tingginya kebutuhan dana yang lebih besar, namun tidak bisa dilayani oleh BKM UPK NBD karena individu penerima manfaat tersebut sudah bukan lagi menjadi target pasar BKM UPK NBD. Kebutuhan ini disadari oleh PNPM Mandiri Perkotaan. Melalui pejabat pembuat komitmen (PPK) di tingkat Provinsi NTT dan P.T. BPR Tanaoba Lais Manekat (TLM), PNPM Mandiri Perkotaan membuat pilot program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui layanan simpanan dan pijaman mikro dengan plafon antara 2,5 juta hingga 15 juta rupiah per debitur serta bunga pinjaman yang cukup terjangkau. Nota kerja sama tersebut ditandatangani pada 11 November 2010. Sebagai komitmen, P.T. BPR TLM menyediakan pagu program sampai 15 miliar rupiah. Setelah penandatanganan nota kerja sama, beberapa agenda sosialisasi baik di P.T. BPR TLM maupun di 45 desa di Kota Kupang telah dilaksanakan. Hingga awal tahun 2012 ini, realisasi program hanya mencapai 273,5 juta rupiah dengan 24 debitur atau sebesar 2% saja dari pagu program yang disediakan. Khusus untuk program linkage antara PNPM Perkotaan dan P.T. BPR TLM, BPR menawarkan kredit individual dengan tingkat suku bunga yang lebih menarik dan dengan perhitungan yang berbeda jika dibandingkan produk bank maupun BPR pada umumnya. Perbedaan yang dimaksud adalah berupa tingkat suku bunga sebesar 21% per tahun yang dihitung secara menurun. Selain itu, keistimewaan lain yang diberikan adalah penyediaan asuransi jiwa kredit dengan biaya premi ditanggung BPR. Pelajaran penting yang didapat dari linkage ini adalah pentingnya prakarsa dan partisipasi aktif satker dan fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan dan keberadaan payung hukum terkait linkage. Selain itu, fungsi intermediatery BKM UPK perlu lebih besar mengedukasi kelompok PDB. Tantangan ke depan linkage ini adalah bagaimana PNPM Mandiri Perkotaan melalui fasilitatornya bisa mendorong realisasi ini sehingga keberadaan dan manfaat program bisa dirasakan secara lebih luas. 164 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara P.T. BPR Tanaoba Lais Manekat dan BKM UPK Nunbaun Delha Kelurahan Nunbaun Delha, Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur 21 – 22 Februari 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kelurahan NBD Kelurahan NBD merupakan satu dari sebelas kelurahan yang ada di Kecamatan Alak yang berbatasan dengan laut di sebelah utara, dengan Kelurahan Manutapen di sebelah selatan, dengan Kelurahan Nunbaun Sabu di sebelah barat dan Kelurahan Nunhila di sebelah timur. Kelurahan NBD terletak di dataran dengan ketinggian 20 meter di atas permukaan laut dan luas area 16 ha. Kelurahan ini terdiri atas 12 RW dan 23 RT. Jumlah penduduknya 3.052 jiwa, dengan mayoritas (72%) berusia dewasa. Mata pencaharian umumnya adalah nelayan, pegawai, tukang, buruh, dan pedagang. Prasarana ekonomi untuk menunjang aktifitas keuangan seperti bank tersedia di luar wilayah Kelurahan NBD dengan jarak kurang lebih 1 km. Beberapa bank yang dimaksud adalah BNI Cabang Kuanino, BNI Kelurahan Tode, dan BRI Unit Pasar Solor. 1.2. Profil BKM UPK NBD BKM UPK NBD berdiri pada 2006 dengan modal awal dari PDB sebesar 70 juta rupiah. Struktur kepengurusan BKM UPK NBD terdiri atas satu orang koordinator yang dibantu oleh seorang sekretaris dan seorang pengelola di BKM UPK. Prestasi awal yang dicapai pengurus BKM pada 2010 adalah mengaktenotariskan pendirian BKM NBD melalui notaris Imanel Mali No 149/W/2011 dan penyebutan nama baru menjadi LKM Damai Tapi Gersang. Prestasi lain yang sudah dicapai di antaranya memberikan rekomendasi atas kinerja individu penerima manfaat untuk dapat mengakses dana dari P.T. BPR TLM dan membuat program celengan untuk meringankan penerima manfaat ketika hendak membayar kewajiban angsuran PDB-nya ke BKM UPK. Program kerja BKM ke depan adalah merencanakan program bantuan untuk masyarakat yang kurang mampu melalui penyediaan gerobak bagi penjual buah dan ikan di pinggir jalan NBD dan merintis pendirian koperasi. Pada akhir Januari 2012 jumlah PDB BKM UPK NBD sebesar 50 juta rupiah dan diberikan kepada 38 KSM dengan 131 anggota PDB. Bunga pinjaman PDB ini Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 165 sebesar 1,5% flat disertai insentif berupa tabungan 25% dari bunga per bulan yang bisa diambil pada saat PDB lunas. Ratio pengembalian sebesar 84%. Tunggakan umumnya akibat kondisi cuaca yang membuat nelayan tidak bisa melaut dan kebutuhan biaya anak sekolah. Dalam rangka membantu meringankan pembayaran angsuran PDB, BKM UPK NBD telah membuat program celengan yang ditempatkan di rumah masing-masing individu penerima manfaat dan pengisiannya dilakukan setiap hari dengan jumlah sesuai kemampuan masing-masing. Pada saat pembayaran kewajiban PDB ke BKM UPK, dana angsuran PDB tersebut sudah tersedia di celengan. Kegiatan administrasi BKM UPK NBD berpusat di kantor Kelurahan NBD yang buka setiap hari kecuali Minggu dan dikelola oleh seorang pengurus BKM UPK. Pengurus tersebut juga membantu melakukan pemantauan dan pembinaan secara langsung pada individu penerima manfaat PDB. Untuk pemantauan dalam rangka kelancaran pembayaran angsuran PDB, pengurus BKM UPK selalu proaktif mendatangi individu penerima manfaat segera setelah diketahui ada penerima manfaat yang mulai menunggak. Upaya proaktif ini membuat pengurus mampu mendeteksi alasan tunggakan dan selanjutnya mencari jalan keluar dengan melibatkan keaktifan peran BKM. Pengurus BKM UPK mendapat insentif dari BKM sebesar 250 ribu rupiah per bulan. 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra P.T. BPR TLM didirikan pada Februari 2007 dengan pemegang saham utama adalah Yayasan Gereja Masehi Injili Timor (GMIT). Visinya adalah pengembangan usaha usaha kecil dan mikro di seluruh NTT. Produk yang ditawarkan adalah kredit, tabungan, dan deposito. P.T. BPR TLM didukung oleh 21 staf yang tersebar di bidang layanan pelanggan, bidang pinjaman, bidang pendanaan, bidang hukum maupun remedial (penagihan). Seperti bank pada umumnya, pendapatan utama P.T. BPR TLM berasal dari pemberian kredit umum dengan besar pinjaman di bawah 100 juta rupiah dan tingkat suku bunga 24% per tahun. Total aset pada saat BPR ini berdiri sebesar 22 miliar rupiah. Pada Desember 2011, total aset telah berkembang menjadi 64 miliar rupiah atau meningkat sebesar 191% dengan kredit yang diberikan (KYD) sebesar 49 miliar rupiah dan jumlah total debitur 1.095. Jenis-jenis produk jasa kredit yang ditawarkan oleh P.T. BPR TLM adalah pinjaman kelompok, pinjaman individu, paronisasi sapi, dan pinjaman lain dengan persyaratan umum pemberian kreditnya sebagai berikut: • Pemohon harus memiliki kartu identitas resmi. Indentitas harus menunjukkan wilayah tempat tinggal saat ini masih dalam wilayah pelayanan P.T. BPR TLM sekurang-kurangnya enam bulan. 166 • Pemohon harus menunjukkan kepemilikan suatu usaha atau memiliki pendapatan tetap per bulan. Usaha klien setidaknya telah dikelola minimal enam bulan sejak permohonan diajukan. • Usia pemohon antara 18 tahun sampai 63 tahun (untuk memungkinkan asuransi kredit dan alasan hukum). • Pemohon bersedia membuka rekening di BPR TLM. • Pemohon menginformasikan secara jujur jika memiliki pinjaman di tempat lain. P.T. BPR TLM tidak mengharuskan mereka melunasi utang yang lain. Hal ini dilakukan untuk kepentingan analisis usaha dan penilaian kemampuan klien membayar kembali semua pinjamannya. • Usaha klien yang sekarang harus dapat menutupi pembayaran cicilan dan bunga pinjaman yang akan diberikan. Selain menawarkan produk pinjaman, P.T. BPR TLM juga menerima simpanan dana masyarakat yang berupa tabungan maupun deposito. Sesuai dengan visi TLM yang melayani masyarakat kecil, metode yang dipakai dalam mengembangkan usahanya adalah dengan cara melakukan sosialisasi bersama komunitas melalui acara lomba, bakti sosial, atau acara lain. Metode ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan memasang iklan maupun metode yang lain. Dengan berdialog langsung dengan para komunitas, P.T. BPR TLM bisa mengetahui dengan cepat kebutuhan yang diinginkan para pelanggan potensial. Acara sosialisasi yang dilakukan P.T. BPR TLM sudah mencapai delapan puluhan kali. 2.2. Produk Lembaga Mitra Khusus untuk program linkage antara PNPM Perkotaan dan P.T. BPR TLM, BPR menawarkan kredit individual dengan tingkat suku bunga yang lebih menarik dan dengan perhitungan yang berbeda jika dibandingkan produk bank maupun BPR pada umumnya. Tawaran yang menarik tersebut adalah berupa tingkat suku bunga sebesar 21% per tahun yang dihitung secara menurun. Keistimewaan lain yang diberikan adalah pemasangan asuransi jiwa kredit dengan biaya premi ditanggung BPR. 3.Sejarah Linkage 3.1. Dasar Terjalinnya Linkage Terjalinnya linkage antara individu penerima manfaat PDB BKM UPK NBD dan P.T. BPR NBD terjadi karena adanya kebutuhan dana para individu penerima manfaat yang lebih besar dari dua juta rupiah, namun tidak bisa dilayani oleh BKM UPK NBD karena individu tersebut sudah bukan lagi menjadi target pasar BKM UPK NBD. Kondisi tersebut tertuang dalam aturan Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman Bergulir (PPKPB) PNPM Mandiri Perkotaan. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 167 3.2. Proses Terjadinya Linkage Terjadinya linkage adalah karena adanya kesamaan visi antarpemangku kebijakan di tingkat pemerintah daerah (PPK), PNPM Mandiri Perkotaan, dan P.T. BPR TLM. Kesamaan visi tersebut diketahui karena adanya komunikasi dalam pertemuan antarkomunitas umat kristiani pada saat acara kebaktian yang diadakan secara regular. Kesamaan visi tersebut dirasa perlu dituangkan dalam sebuah wadah kerja sama antara P.T. BPR TLM sebagai bank penyedia layanan kuangan dan program PNPM Mandiri Perkotaan yang diwadahi oleh Satker (PPK) di tingkat provinsi. Kerja sama ini sangat diperlukan terutama oleh P.T. BPR TLM sebagai legitimasi ketika BPR berinteraksi dengan masyarakat di kelurahan. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Model linkage yang terjalin antara BKM UPK NBD dan P.T. BPR TLM adalah sebuah model yang terlahir dari prakarsa pemangku kebijakan di tingkat provinsi. Prakrasa model linkage ini tertuang dalam nota kerja sama dalam program pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui layanan simpan pinjam. Selanjutnya secara teknis implementasinya dilakukan di tingkat mikro atau BKM UPK di kelurahan. Setelah nota kerja sama ditandatangani bersama dengan PPK Provinsi NTT, P.T. BPR TLM melakukan sosialisasi pertama dengan mengundang seluruh lurah di kantor P.T. BPR TLM kota Kupang. Sosialisasi kedua dilakukan langsung ke masing-masing di 45 kelurahan kota Kupang yang dihadiri oleh PNPM Mandiri Perkotaan dengan pembicara Direktur Utama P.T. BPR TLM. Secara teknis sebelum permohonan diajukan kepada P.T. BPR TLM, terlebih dahulu calon debitur BPR harus mendapat rekomendasi dari BKM dan PNPM Mandiri Perkotaan (kordinator kota). Hal yang penting dalam rekomendasi tersebut adalah rekaman pinjaman di PNPM Mandiri dan persyaratan administrasi yang lain. Setelah rekomendasi diserahkan pada P.T. BPR TLM, keputusan selanjutnya tergantung analisis internal P.T. BPR TLM. Jika sudah disetujui dan dicairkan, pembayaran pinjaman kepada P.T. BPR TLM dilaksanakan setiap tanggal 15 bulan berjalan. 4.2. Produk Linkage Program yang ditawarkan oleh P.T. BPR TLM prinsipnya sama dengan produk perbankan/ BPR pada umumnya, yaitu produk kredit dan simpanan dana masyarakat yang dikemas dalam bentuk khusus yang disebut TLM Mandiri. Program ini dirancang oleh BPR dalam rangka memperluas jangkauan dan labanya melalui individu penerima manfaat BKM UPK. 168 Besar kredit yang ditawarkan mulai dari 2,5 hingga 15 juta rupiah dengan tingkat suku bunga secara menurun (sliding) 21% per tahun, beserta provisi 2% dan ongkos periksa 100 ribu rupiah untuk jangka waktu pinjaman maksimal sampai 60 bulan. Jaminan yang dipersyaratkan adalah 20% dari plafon kredit yang diberikan dan disisihkan dalam bentuk tabungan beku selama kredit masih berjalan. Fasilitas lain yang diberikan kepada debitur adalah asuransi jiwa kredit yang ditanggung oleh BPR. Menurut Direktur Utama P.T. BPR TLM, Robert Fanggidae, pada saat program TLM mandiri ini disepakati pada November 2010 telah tersedia pagu sebesar kurang lebih 15 miliar rupiah. Namun kenyataannya realisasi program pada awal tahun 2012 hanya mencapai 273,5 juta rupiah atau hanya sebesar 2% saja dengan 24 debitur. Menurutnya, PNPM Perkotaan seharusnya memberi target kinerja kepada setiap fasilitator kelurahan (faskel) tentang jumlah orang yang didorong untuk mengakses layanan P.T. BPR TLM dan mereka tidak lagi bergantung pada program pemerintah. Rencana ke depan terkait kinerja program adalah agar masukan-masukan yang telah disampaikan ditinjau kembali dan dilakukan evaluasi bersama antara PNPM dan P.T. BPR TLM, setidaknya setiap tribulan. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage 5.1. Individu Penerima Manfaat Linkage Pertama a. Profil Usaha Bapak Deny Aryanto Nalle Bapak Denny bertempat tinggal di Kelurahan NBD RT 09/RW IV kota Kupang dan memiliki usaha kios di Pasar Induk Oebaba kota Kupang. Kios tersebut mempunyai luas lahan 12 meter persegi dan berada di depan lahan parkir dengan biaya sewa lahan 500 ribu per tahun. Ia memulai usahanya sejak 1992 sebagai pedagang sayur dan bumbubumbu dengan omzet per bulan di bawah satu juta rupiah. Namun, pada 2006 usahanya berkembang lambat. Ia kemudian memutuskan mengganti usaha kios dengan barang consumer goods yang banyak dibutuhkan misalnya minuman ringan, sabun mandi, sabun cuci, makanan ringan, kecap, minyak goreng kemasan, telur, dan lain-lain. Barang dagangan tersebut diperoleh dari toko di seberang pasar, sedangkan pelanggannya berasal dari sekitar pasar induk tersebut. Saat ini Bapak Deny tidak lagi menjadi debitur PDB BKM UPK NBD dan bahkan telah menjadi debitur P.T. BPR TLM. Sejak mendapatkan pinjaman dari P.T. BPR TLM, usaha Bapak Deny terus mengalami kemajuan dan menghasilkan pendapatan bersih satu juta rupiah per bulan di luar penghasilan dari dagang sayuran yang mendapat keuntungan kurang lebih dua juta rupiah per bulan. Kemajuan ini diduga kuat akibat dari adanya modal yang lebih besar yang didapat dari P.T. BPR TLM sejak Agustus 2011. Selain kemajuan usaha, Bapak Deny kini telah memiliki sebuah sepeda motor Supra dan simpanan lima juta rupiah di P.T. BPR TLM. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 169 b. Sejarah Pinjaman dari BKM UPK ke P.T. BPR TLM Sejak dimulainya program BKM UPK di NBD pada 2006, Bapak Deny mulai membentuk kelompok untuk mengikuti program PDB di BKM UPK NBD. Bersama dengan tiga orang temannya Bapak Deny menerima pertama kali PDB BKM UPK NBD pada 2007 sebesar 500 ribu rupiah yang digunakan untuk tambahan modal kerja usaha kiosnya. Selama menjadi debitur, kinerja pembayaran Bapak Deny dinilai baik dan pada 2008 pinjaman dari PDB meningkat menjadi satu juta rupiah. Selanjutnya secara berturut turut PDB tersebut ditingkatkan menjadi 1,5 juta rupiah pada 2009 dan dua juta rupiah pada 2010. Jangka waktu PDB di BKM UPK NBD rata-rata hanya mencapai 10 bulan dengan tingkat suku bunga 1,5% per bulan flat di mana 25% dari tingkat suku bunga tersebut dialokasikan oleh BKM UPK menjadi tabungan kelompok yang akan dibagikan pada saat akhir angsuran jika tingkat pengembaliannya lancar. Karena kegigihannya, usahanya secara perlahan-lahan meningkat. Akibatnya, PDB sebesar dua juta rupiah tampaknya sudah tidak memadai lagi untuk mengimbangi perkembangan usahanya. Secara kebetulan pada pertengahan 2011, P.T. BPR TLM mengadakan sosialisasi program TLM Mandiri di Kelurahan NBD. Pada saat itu Bapak Deny mengajukan kredit sebesar 15 juta rupiah kepada P.T. BPR TLM dan pada Agustus 2011 pengajuan tersebut disetujui sebanyak 10 juta rupiah untuk jangka waktu 60 bulan dan dengan tingkat suku bunga secara sliding 21% per tahun. Jaminan yang diberikan Bapak Deny adalah tabungan beku sebesar 2,5 juta rupiah sedangkan 7,5 juta rupiah digunakan untuk memenuhi kebutuhan peningkatan modal kerja kios. Biaya yang dikenakan utuk pengurusan kredit ini mencakup biaya provisi sebesar 2% secara sekaligus, ongkos periksa sebesar 100 ribu rupiah dan insentif dari BPR berupa asuransi jiwa kredit. Sejak memperoleh kredit dari P.T. BPR TLM, PDB di BKM UPK NBD telah dilunasi dan aktifitas keuangan Bapak Deny telah dititikberatkan ke BPR. 5.2. Profil Individu Penerima Manfaat Linkage Kedua a. Profil Usaha Bapak Rocky Franklin Riwu Bapak Rocky yang bertempat tinggal Jl. Kecapi No 25 di Kelurahan NBD RT 09/RW IV kota Kupang mempunyai usaha ayam di pasar Inpres Pasar Kasih Naikoten kota Kupang. Usaha tersebut dilakukan di lahan seluas 13.5 meter persegi. Bapak Rocky memulai usahanya sejak 1982 dan menjual ayam kampung dengan modal pinjaman dari saudaranya. Namun, pada akhirnya Bapak Rocky memilih lebih menekuni usaha perdagangan ayam potong sebab perputaran usahanya sangat cepat. Omzet usaha Bapak Rocky antara 50 sampai 100 ekor ayam dalam satu minggu. Ayam potong sangat rentan terhadap cuaca dan kondisi tertentu. Karena kondisi inilah Bapak Rocky selalu membutuhkan modal usaha yang cukup. Pembelian ayam 50 hingga 100 ekor secara tunai dilakukan di Tilong dan Gokong. Meski kandangnya mampu menampung 300 ekor ayam, untuk mengantisipasi risiko maksimum pembelian hanya 170 100 ekor. Untuk menjual ayamnya, Bapak Rocky hanya mengandalkan pelanggan yang datang ke pasar dan dengan cara pembayaran tunai. Walaupun kondisi usahanya penuh ketidakpastian, Bapak Rocky akan terus menekuni usaha ini. Ia sudah merasa nyaman karena kebutuhan keluarganya sudah tercukupi dan dapat berkumpul dalam satu rumah dengan 20 orang anggota keluarganya. Saat ini ia sudah tidak lagi menjadi debitur PDB BKM UPK NBD melainkan debitur P.T. BPR TLM. b. Sejarah Pinjaman dari BKM UPK ke P.T. BPR TLM Bapak Rocky mendapatkan pinjaman untuk pertama kalinya berupa PDB dari BKM UPK NBD sebesar 500 ribu rupiah pada 2008. Karena kinerja pembayarannya baik, pada 2009 PDB-nya dinaikkan menjadi satu juta rupiah dan pinjaman yang terakhir pada 2010 telah menjadi dua juta rupiah. Jangka waktu PDB di BKM UPK NBD rata-rata hanya mencapai 10 bulan dengan tingkat suku bunga 1,5% per bulan secara flat, di mana 25% dari tingkat suku bunga tersebut dialokasikan oleh BKM UPK menjadi tabungan kelompok yang akan dibagikan pada saat akhir angsuran jika tingkat pengembaliannya lancar. Karena kebutuhan dana cadangan yang lebih besar untuk mengantisipasi ketidakpastian hidup dan pada pertengahan 2011 P.T. BPR TLM mengadakan sosialisasi program TLM Mandiri di Kelurahan NBD, Bapak Rocky mendapat kesempatan mengajukan kredit sebesar 15 juta rupiah. Pada Agustus 2011 pengajuan tersebut disetujui dengan jumlah pinjaman 10 juta rupiah untuk jangka waktu 60 bulan dan tingkat suku bunga secara sliding 21% per tahun. Jaminan yang diberikan Bapak Rocky adalah tabungan beku sebesar tiga juta rupiah sedangkan tujuh juta rupiah untuk kebutuhan modal kerja usaha perdagangan ayam potong. Biaya-biaya yang dikenakan utuk memproses kredit ini adalah provisi sebesar 2%, ongkos periksa 100 ribu rupiah, dan insentif dari BPR berupa asuransi jiwa kredit. Sejak memperoleh kredit dari P.T. BPR TLM, aktivitas keuangan Bapak Rocky telah dititikberatkan ke P.T. BPR TLM. Saat ini tabungan yang berupa tabungan beku sebesar tiga juta rupiah tidak pernah dipantau maupun diaktifkan karena ia lebih senang menabung di rumah saja. Untuk menjaga reputasinya dan mempercepat pelunasan pinjaman kreditnya di P.T. BPR TLM, Bapak Rocky setiap bulan selalu membayar tiga kali angsuran. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Berikut ini adalah pembelajaran yang dapat petik dari linkage yang terjalin antara PNPM Perkotaan, BKM UPK NBD dan P.T. BPR TLM serta pengalaman para individu penerima manfaat yang merasakan linkage tersebut: Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 171 • • • • Pentingnya peran PNPM Perkotaan melalui PPK atau satkernya dalam memprakarsai dan memberikan payung hukum yang dapat menimbulkan rasa aman baik bagi BPR, BKM UPK maupun debitur (penerima manfaat PDB) dalam mengimplementasikan linkage khususnya di Kota Kupang sebagai pilot Provinsi NTT. Fasilitator berperan sangat penting dalam membangun komunikasi antara P.T. BPR TLM dan BKM UPK guna mensukseskan program TLM mandiri untuk pilot di Kota Kupang. BKM UPK dalam menjalankan fungsi intermediary (penghubung) antara individu penerima manfaat dan lembaga mitra bank/nonbank dituntut agar lebih besar perannya mengedukasi kelompok PDB sehingga benar-benar siap untuk linkage. Keberadaan linkage dapat dirasakan dampaknya secara nyata oleh individu penerima manfaat dalam bentuk pencapaian peningkatan skala usaha, pendapatan, dan pengetahuan tentang sistem keuangan inklusi. 6.2. Tantangan Linkage Walaupun kerja sama linkage ini telah menghasilkan suatu sistem yang lebih formal antara pelaku di tingkat provinsi maupun kota, beberapa tantangan yang masih harus dipecahkan ke depan. • Perwujudan realisasi linkage yang lebih nyata antara PNPM Perkotaan melalui fasilitatornya sehingga pagu program yang disediakan bisa digunakan secara efektif dan dapat menjangkau masyarakat di cluster 2 naik ke cluster 3. • Bagi debitur, tantangan ke depan adalah bagaimana mengembangkan keberlanjutan usahanya karena P.T. BPR TLM akan terus mendukung usaha debitur sepanjang usaha tersebut terus berkembang. 172 Kota Kupang NTT Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Linkage Antara BNI 46 dan BKM-UPK Trikora, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur RINGKASAN Sebelum menjalin linkage dengan BNI, BKM-UPK Trikora telah menjalin linkage dengan Dinas PU Kota Kupang untuk kegiatan perbaikan lingkungan dan sanitasi. Linkage ini telah mendorong BKM-UPK untuk bermitra dengan pihak lain, termasuk untuk kegiatan ekonomi produktif dan pengembangan usaha mikro. Linkage antara BKM-UPK Trikora dan BNI terbentuk berkat adanya koordinasi dan hubungan yang baik antara konsultan PNPM Perkotaan dan BNI. Linkage ini terjalin karena didorong oleh keterbatasan modal awal UPK yang didapat dari PNPM Perkotaan, sementara anggota KSM yang masuk dalam kategori telah ‘naik kelas’ memerlukan pinjaman dana yang lebih besar dari 2 juta rupiah. Skema kredit yang digunakan oleh BNI dalam linkage ini adalah dari produk PKBL untuk BUMN. Model linkage yang diterapkan adalah melalui rekomendasi tertulis dari BKM-UPK untuk anggota-anggota KSM terpilih dan dinilai memiliki catatan pengembalian yang lancar dan usahanya telah meningkat. Pencairan kredit PKBL ke individu yang sebelumnya telah meminjam ke UPK mencapai 14 orang dengan jumlah total kredit 240 juta rupiah. Besaran kreditnya bervariasi antara 10 hingga 20 juta rupiah dengan jangka waktu pinjaman dari satu hingga tiga tahun dan dengan jasa bunga sebesar 6% per tahun. Setelah implementasi linkage ini dilakukan, pada 10 April 2012 melalui nota kesepahaman antara BNI Kantor Cabang Kupang dan Dinas Pekerjaan Umum SNVT PBL Provinsi NTT disahkan. Nota kesepahaman tersebut tidak secara khusus menyebutkan tentang linkage antara BNI dan BKM-UPK Trikora, namun lebih mencakup linkage yang lebih luas dengan PNPM Perkotaan. Pengalaman Linkage antara BKM-UPK dan BNI ini berpeluang untuk direplikasi di BKM-UPK lain yang berada di bawah BNI Cabang Kota Kupang karena tersedianya payung nota kesepahaman antara keduanya. Linkage ini juga berpotensi untuk meningkatkan kerjasama di luar layanan keuangan, seperti pemberian pelatihan untuk UPK, KSM, dan juga bentuk dukungan lain yang akan diberikan oleh BNI untuk PNPM Perkotaan. Meski demikian, terdapat pula tantangan terkait dengan peran penting BKM-UPK Trikora untuk selalu mengingatkan nasabah akan kewajiban mengembalikan pinjaman tepat waktu. 174 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan antara BNI dan BKM-UPK Trikora di Kelurahan Air Mata, Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur 7 – 9 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kelurahan Air Mata Kelurahan Air Mata terletak di Kecamatan Kota Lama, Kota Kupang, NTT. Kelurahan ini terbagi atas empat RW dan delapan RT. Jumlah penduduknya 2958 jiwa dengan lakilaki 2039 orang dan perempuan 919 orang dan KK-nya berjumlah 408. Kelurahan Air Mata berbatasan dengan Kelurahan Lai-Lai Bisi Kopan (LLBK) di sebelah utara, dengan Kelurahan Mantasi di sebelah selatan, dengan Kelurahan Fatufeto di sebelah barat, dan Kelurahan Fontein di sebelah timur. Kelurahan ini terletak di dataran dengan ketinggian 3 meter di atas permukaan laut dan memiliki iklim tropis. Mata pencaharian masyarakat di kelurahan ini umumnya adalah berdagang , sopir, nelayan, tukang ojek, tukang kayu, dan buruh. Kelurahan Air Mata merupakan salah satu lokasi sasaran PNPM Mandiri Perkotaan yang mulai dilaksanakan pada 2006. 1.2. Profil BKM-UPK Trikora BKM-UPK Trikora terbentuk pada 30 November 2006 dengan jumlah anggota pimpinan kolektif BKM-UPK sebanyak 11 orang. Pemilihan anggota pimpinan kolektif ini melibatkan seluruh elemen masyarakat secara partisipatif. BKM-UPK Trikora disahkan melalui Akta Notaris Emanuel Mali, SH. Pada 18 Desember 2010, dilakukan rembug warga tahunan (RWT) dengan salah satu agendanya adalah pemilihan anggota pimpinan kolektif untuk periode ketiga dan terpilih anggota sebanyak 11 orang dengan jumlah perempuan lima orang dan laki-laki enam orang dan seorang koordinator. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 175 Profil kinerja dan layanan BKM-UPK Trikora pertanggal 30 April 2012 1. Modal awal PDB Rp81.000.000 2. Total aset UPK Rp83.869.055 3. Pinjaman ke KSM (PDB) Rp257.587.204 (termasuk kredit dari linkage dengan BNI) 4. Dana di bank Rp37.942.694 5. Jumlah KSM aktif 31 KSM 6. Jumlah penerima manfaat 274 Orang 7. Besarnya pinjaman Rp500.000 – Rp2.000.000/anggota KSM 8. Bunga pinjaman 1,5 % per-bulan flat 9. Tingkat kredit macet atau NPL 8% 10. Prosentase pengembalian 92 % 11. Jam layanan UPK Setiap hari Senin, pukul 08.00 - 12.00 dan pelayanan di rumah UPK setiap hari 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra BNI berdiri sejak 1946 dan merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. BNI mulai mengedarkan alat pembayaran resmi pertama yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia, yakni ORI atau Oeang Republik Indonesia pada malam menjelang 30 Oktober 1946, hanya beberapa bulan sejak pembentukannya. Hingga kini, tanggal tersebut diperingati sebagai Hari Keuangan Nasional, sementara hari pendiriannya yang jatuh pada 5 Juli ditetapkan sebagai Hari Bank Nasional.17 Menyusul penunjukan De Javsche Bank yang merupakan warisan dari Pemerintah Belanda sebagai Bank Sentral pada 1949, pemerintah membatasi peranan BNI sebagai bank sirkulasi atau bank sentral. Sehubungan dengan penambahan modal pada 1955, status BNI diubah menjadi bank komersial milik pemerintah. Perubahan ini bertujuan untuk pelayanan yang lebih baik dan luas bagi sektor usaha nasional. Sejalan dengan Sejarah singkat Bank Negara Indonesia diambil http://www.bni.co.id/id-id/tentangkami/sejarah.aspx 17 176 keputusan penggunaan tahun pendirian sebagai bagian dari identitas perusahaan, nama BNI 1946 resmi digunakan mulai akhir 1968. Perubahan ini menjadikan BNI lebih dikenal sebagai ‘BNI 46’. Agar mudah diingat penyebutannya pun diubah menjadi ‘Bank BNI’ yang ditetapkan bersama dengan perubahaan identitas perusahaan 1988. Pada 1992 status hukum dan nama BNI berubah menjadi PT Bank Negara Indonesia (Persero), sementara keputusan untuk menjadi perusahaan publik diwujudkan melalui penawaran saham perdana di pasar modal pada 1996. Kemampuan BNI untuk beradaptasi terhadap perubahan dan kemajuan lingkungan, sosial-budaya dan teknologi dicerminkan melalui penyempurnaan identitas perusahaan yang berkelanjutan dari masa ke masa. Hal ini juga menegaskan dedikasi dan komitmen BNI terhadap perbaikan kualitas kinerja secara terus-menerus. Pada 2004, identitas perusahaan diperbaharui dan sebutan Bank BNI dipersingkat menjadi BNI, sedangkan tahun pendirian - ‘46’ - digunakan dalam logo perusahaan. 2.2. Produk Lembaga Mitra BNI memiliki produk layanan kredit untuk modal usaha di antaranya, (1) KUR, (2) BNI Wirausaha, (3) Kredit Kepada Lembaga Keuangan (KKLK), dan (4) PKBL. BNI merupakan salah satu bank yang ditunjuk pemerintah untuk menjadi pelaksana penyaluran KUR bagi UMKM. KUR ini merupakan fasilitas pembiayaan yang dapat diakses oleh UMKM dan koperasi terutama yang memiliki usaha yang layak namun belum bankable, yakni usaha tersebut memiliki peluang bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman dana bank. Fasilitas kredit BNI-KUR dapat bernilai sampai dengan 500 juta rupiah untuk usaha produktif dalam bentuk kredit modal kerja dan kredit investasi dengan jangka waktu kredit maksimal lima tahun. BNI Wirausaha adalah fasilitas kredit antara 50 hingga 1 miliar rupiah yang diberikan untuk usaha produktif dalam bentuk kredit modal kerja dan kredit investasi dengan jangka waktu kredit maksimal lima tahun. KKLK adalah fasilitas kredit yang disalurkan kepada lembaga keuangan (BPR dan koperasi) untuk dipinjamkan kepada nasabah (end user) dengan pola executing. Sasaran pembiayaan adalah untuk BPR dan koperasi (koperasi simpan pinjam dan koperasi pegawai yang memiliki unit simpan pinjam). Program Kemitraan merupakan salah satu program PKBL dari BNI dan merupakan produk kredit bergulir dalam bentuk pinjaman lunak bagi pengusaha mikro/usaha kecil yang dianggap belum memenuhi persyaratan pinjaman dana bank (belum bankable). Program Kemitraan berada di bawah pengawasan Divisi Komunikasi Perusahaan dan Kesekretariatan dan Divisi Usaha Kecil (USK) serta dikelola melalui Sentra Kredit Kecil dan Kantor Cabang Stand Alone. Program ini digunakan oleh BNI untuk menjalin linkage dengan BKM-UPK Trikora. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 177 3.Sejarah Linkage 3.1 Dasar Terjalinya Linkage PNPM Mandiri Perkotaan yang merupakan kelanjutan dari P2KP pada 2009 memiliki program keberlanjutan dan kemandirian yang dikhususkan untuk wilayah sasaran lama. Program ini dikenal dengan nama PNPM Perkotaan Advanced atau biasa disebut juga dengan P2KP Advanced.18 Dalam kerangka program keberlanjutan dan kemandirian, PNPM Mandiri Perkotaan di Kota Kupang berupaya untuk menjalin linkage dengan berbagai pihak, baik pemerintah lokal (dinas dan badan), bank, lembaga donor/ NGO, dan pihak lain. Mengingat modal PDB yang dimiliki oleh UPK cukup terbatas dan banyaknya rumah tangga miskin yang harus dilayani, linkage dalam hal layanan keuangan dengan pihak perbankan menjadi agenda penting untuk diupayakan oleh BKM-UPK dan konsultan di PNPM Perkotaan. Sementara itu, aturan PDB PNPM Perkotaan bahwa maksimal pinjaman sebanyak empat kali dengan nilai pinjaman 500 ribu hingga dua juta rupiah untuk anggota KSM telah membatasi akses terhadap pinjaman yang lebih besar. Sebagai salah satu BUMN, BNI tunduk pada berbagai peraturan khusus di antaranya Undang-undang No. 19/2007 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan keputusan Menteri BUMN No. SE-433/2003, untuk melibatkan masyarakat dengan target pembiayaan tertentu, yaitu antara 1% sampai 4% dari pendapatan bersih. Sejalan dengan peraturan ini, BNI menjalankan Program Kemitraan dan PKBL. PKBL merupakan bagian program CSR dari BNI. Sesuai dengan visi dan misi serta arahan kementerian BUMN dalam hal pembangunan masyarakat (SE-433/MBU/2003 tanggal 16 september 2003 tentang Dana Pembangunan Masyarakat, program CSR BNI merupakan perwujudan dari komitmen bank yang kuat untuk meningkatkan ekonomi, sosial dan kelestarian lingkungan di masyarakat. Dasar inilah yang digunakan oleh BNI sebagai landasan untuk bermitra dengan BKM-UPK Trikora, dalam hal penyaluran kredit dalam Program Kemitraan sebagai bagian dari produk PKBL. 3.2. Proses Terjalinnya Linkage Sebelum menjalin linkage dengan BNI, BKM-UPK Trikora telah menjalin kemitraan dengan Dinas PU Kota Kupang untuk kegiatan perbaikan lingkungan dan sanitasi. Linkage ini telah mendorong BKM-UPK untuk bermitra dengan pihak lain, termasuk PNPM Perkotaan Advanced merupakan: Program pendampingan untuk kemandirian dan keberlanjutan program penanggulangan kemiskinan Sebagai bagian proses “naik kelas” dari wilayah pendampingan program P2KP. Dalam P2KP Advanced terdapat sejumlah intervensi kegiatan melalui program antara lain : PAKET, channeling, replikasi, PLPBK, dan termasuk kegiatan pilot program lain. 18 178 untuk kegiatan ekonomi produktif dan pengembangan usaha mikro. Linkage dalam hal layanan kredit bagi anggota KSM berhasil dilakukan oleh BKM-UPK Trikora dengan menjalin linkage dengan pihak BNI. Proses awal terjalinya linkage antara BKM-UPK Trikora dan BNI bermula dari presentasi KUR oleh BNI melalui Forum Bantuan Teknis pada Mei 2011 di Hotel Silvia Kupang. Pasca presentasi tersebut, pihak KMW Provinsi NTT melakukan koordinasi dan pendekatan ke BNI di Kota Kupang untuk mempelajari berbagai skema kredit mikro yang ada di BNI. Hasil dari koordinasi dan pendekatan dengan BNI ternyata ada skema program kemitraan dari produk PKBL BNI. Skema ini dianggap paling cocok oleh KMW dan BNI untuk melakukan linkage melalui layanan kredit mikro bagi anggota KSM yang sebelumnya meminjam ke UPK dan dinilai telah layak “naik kelas”. Atas permintaan dari BKM-UPK Trikora, BNI dan KMW kemudian melakukan sosialisasi kepada BKM-UPK di Kelurahan Pasir Panjang dan Air Mata pada Agustus 2011. Pada sosialisasi tersebut dijelaskan tentang program kemitraan dari PKBL BNI untuk anggota KSM yang dinilai bagus pengembaliannya ke UPK dan memerlukan pinjaman yang lebih besar. Dalam sosialisasi tersebut juga disampaikan tentang persyaratan pinjaman. Hanya BKM-UPK Trikora di Kelurahan Air Mata yang menanggapi positif sosialisasi ini dan antusias untuk menjalin linkage dengan BNI. BKM-UPK Trikora melihat linkage sebagai peluang untuk memberikan kesempatan dan penghargaan (reward) bagi anggota KSM yang lancar membayar serta membutuhkan pinjaman dana lebh besar dikemudian hari. Akhirnya linkage dapat disepakati pada September 2011. Setelah melalui tahapan yang berjenjang, pencairan kredit untuk anggota KSM yang direkomendasi oleh BKM-UPK Trikora dimulai pada Desember 2011. 4.Pelaksanaan Linkage 4.1. Model Linkage Linkage ini mulai dilaksanakan pada Desember 2011 dengan model rekomendasi tertulis dari BKM-UPK. Setelah sosialisasi tentang PKBL dan disepakati penerapan Program Kemitraan dari BNI pada September 2011, anggota KSM yang telah terpilih mengajukan proposal ke BKM-UPK. Proposal tersebut selanjutnya diverifikasi oleh BKM-UPK Trikora untuk dinilai kelayakan dan dicek kinerja pengembaliannya atau “rekam jejak” selama menjadi anggota KSM. Selanjutnya BKM-UPK menyerahkan hasil verifikasi dengan membuat rekomendasi secara tertulis untuk anggota KSM yang pernah meminjam ke UPK untuk diajukan ke BNI. Pengajuan rekomendasi oleh BKM-UPK diteruskan ke Korkot dan KMW untuk diverifikasi lagi sebelum diajukan ke BNI. Total proposal yang diajukan sampai dengan studi ini dilakukan sebanyak 20 dari orang anggota KSM. Setelah diverifikasi oleh pihak Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 179 BNI, 14 proposal disetujui dengan total nilai kredit 240 juta rupiah. Besaran kreditnya bervariasi antara 10 juta hingga 20 juta rupiah, dengan jangka waktu pinjaman dari satu tahun sampai tiga tahun dan jasa bunga sebesar 6% per tahun. Setelah pelaksanaan linkage ini, pada April 2012 kerjasama baru diikat dengan nota kesepahaman antara BNI Kantor Cabang Kupang dan Dinas Pekerjaan Umum SNVT PBL Provinsi NTT. Dalam nota kesepahaman tersebut tidak secara khusus menyebutkan tentang linkage antara BNI dan BKM-UPK Kelurahan Trikora, namun lebih mencakup linkage yang lebih luas dengan PNPM Perkotaan. 4.2. Skema Produk Linkage Dalam linkage ini, BNI menggunakan produk PKBL dengan skema Program Kemitraan. Program ini merupakan salah satu program PKBL dari BNI dengan skema kredit bergulir dalam bentuk pinjaman lunak bagi pengusaha mikro/usaha kecil yang dianggap belum bankable. Pinjaman tanpa jaminan ini memiliki tingkat suku bunga yang sangat rendah. Kredit dalam program ini disalurkan kepada pelaku usaha mikro dan kecil yang dinilai feasible, namun kesulitan mendapat akses perbankan, dengan syarat yang mudah dan bunga lunak sebesar 6 persen per tahun. Syarat usaha mikro dan kecil yang bisa mendapatkan dana kredit linkage adalah sudah berjalan minimal setahun, beromzet kurang dari satu miliar rupiah dan memiliki aset kurang dari 200 juta rupiah. Persyaratan untuk meminjam dalam mengakses dana Program Kemitraan dari PKBL BNI ini cukup mudah, antara lain: (1) proposal pengajuan pinjaman, (2) salinan KTP, (3) surat keterangan usaha dari kelurahan, (4) akte kelahiran anak sebagai jaminan pinjaman, dan (5) rekomendasi dari BKM-UPK dan KMW 4.3. Cakupan Linkage Individu yang menjadi nasabah dan mengakses pinjaman terkait linkage antara BKM-UPK Trikora dan BNI adalah anggota KSM yang telah ‘naik kelas’. Mereka adalah anggota KSM yang pernah menerima manfaat dari PDB melalui UPK. 5. Profil Penerima Manfaat 5.1. Usaha Subagen Travel Pak Umar (50 tahun) memiliki usaha subagen travel yang berlokasi di Kelurahan Air Mata. Usaha ini dirintis sejak 2008 karena ia pernah bekerja sebagai karyawan ticketing selama 13 tahun di perusahaan kargo dan ekspedisi. Ia juga memiliki usaha kelontong pada 2007 yang menjadi awal ia berwiraswasta. 180 Riwayat pinjaman Pak Umar melalui PDB UPK dimulai pada 2007 saat pertama kali bergabung dalam KSM Melati sebagai anggota dan meminjam ke UPK sebesar 500 ribu rupiah. Pinjaman tersebut digunakan untuk usaha kelontong sembako. Pada 2008, ia kembali meminjam ke UPK sebesar satu juta rupiah. Pinjaman kedua ini digunakan untuk menambah modal usaha kelontong sembako. Namun, pada tahun yang sama ia juga mulai merintis usaha subagen travel. Berbekal pengalaman sebagai ekskaryawan ticketing, usaha sub agen travel mengalami kemajuan. Sosialisasi tentang linkage antara BKM-UPK Trikora dan BNI mendorongnya untuk mengajukan proposal pinjaman yang lebih besar. Setelah memperoleh rekomendasi dari BKM-UPK, proposal pengajuannya diteruskan oleh BKM-UPK ke korkot dan KMW untuk diverifikasi. Selanjutnya KMW mengajukan ke BNI untuk diproses lebih lanjut. Pada 22 Desember 2012 ia memperoleh persetujuan pencairan pinjaman sebesar 20 juta rupiah dari BNI. Jangka waktu pinjaman 36 bulan dengan bunga sebesar 0,5% setiap bulannya. Ia mengangsur setiap bulan Rp655.556. Pinjaman tersebut digunakan untuk memperbesar usaha subagen travel pada PT. Adil Utama di Kota Kupang, yang merupakan perusahaan agen tour dan travel. 5.2. Usaha Tenun Ikat Ibu Katerina Kedo (36 tahun) memiliki usaha tenun ikat yang dirintis sejak 2003. Ketrampilan menenun diperoleh dari orang tuanya. Melalui usaha ini ia dapat membantu ekonomi keluarganya. Sebelum memperoleh pinjaman dari BNI, ia adalah anggota KSM yang pernah meminjam ke UPK sebanyak empat kali pada 2007, 2008, 2009 dan 2010 dengan jumlah pinjaman masing-masing secara berurutan 500 ribu rupiah, satu juta rupiah, 1,5 juta rupiah, dan dua juta rupiah. Pinjaman tersebut digunakan untuk membeli bahan-bahan tenun ikat seperti benang, obat benang, dan bahan lain terkait usaha tenun ikat. Seiring dengan lunasnya pinjaman keempat, Ibu Katerina dipilih oleh BKM-UPK menjadi salah satu anggota KSM yang diundang mengikuti sosialisasi tentang Program Kemitraan dari BNI. Ia kemudian tertarik untuk mengajukan proposal pinjaman yang lebih besar ke BNI. Ia lalu melengkapi semua persyaratan pengajuan. Semua persyaratan tersebut diserahkan ke BKM-UPK. BKM-UPK lalu mengeluarkan rekomendasi untuk Ibu Katarina bersama rekomendasi untuk anggota KSM lain yang terpilih. Pemilihan tersebut didasarkan atas kelancaran dan ketepatan waktu saat mengangsur ke UPK, serta kebutuhan pinjaman dana yang lebih besar untuk pengembangan usaha. Ia mendapatkan pinjaman sebesar 10 juta rupiah pada 24 Desember 2011 dengan jangka waktu 36 bulan dan bunga sebesar 0,5% setiap bulan. Angsuran, setiap bulan sebesar Rp337 ribu. Jika sebelumnya Ibu Katerina hanya mampu menghasilkan 3-4 lembar tenun ikat, setelah memperoleh pinjaman dari BNI ia dapat meningkatkan produksi tenun ikat Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 181 sebanyak 8-10 lembar per bulannya. Hasil tenun ikat tersebut selanjutnya dijual ke Toko Sinar Baru di Kota Kupang dan ke pembeli yang langsung datang ke rumahnya. Peningkatan produksi ini berdampak pada semakin meningkatnya penghasilan dari Ibu Katerina dari usaha tenun ikat. 5.3. Usaha Kue Ibu Hajiba Hamdon (27 tahun) memiliki usaha membuat dan menjual kue sejak 2007. Ketrampilan membuat kue diperoleh melalui orang tuanya secara turun-temurun sejak 1997 ketika belum menikah. Suaminya bekerja sebagai tukang ojek dan kadang-kadang juga bekerja serabutan. Sebelum mengakses pinjaman dari BNI, ia pernah bergabung sebagai anggota KSM Eforbia dan memiliki riwayat PDB ke UPK sebanyak empat kali. Pinjaman tersebut diterima pada 2007, 2008, 2009, dan 2010 dengan jumlah pinjaman masing-masing secara berurutan sebesar 500 ribu rupiah, 750 ribu rupiah, satu juta rupiah, dan dua juta rupiah. Pinjaman tersebut digunakan untuk membeli bahan-bahan kue. Setelah melunasi pinjaman keempat dengan lancar dan tepat waktu, Ibu Hajiba diundang oleh BKM-UPK untuk memperoleh sosialisasi tentang Program Kemitraan dari BNI. Sosialisasi ini membuatnya tertarik dan mengajukan proposal pinjaman yang lebih besar kepada BNI mengingat usahanya semakin meningkat. Ia pun melengkapi semua persyarataan untuk diajukan ke BKM-UPK dan untuk memperoleh rekomendasi. Proses berikutnya adalah verifikasi oleh tim korkot dan KMW. Setelah verifikasi dilakukan, semua pengajuan yang telah direkomendasikan BKM-UPK diteruskan ke BNI untuk dilakukan survei dan analisis kelayakan usaha. Ibu Hajiba adalah salah satu yang memperoleh persetujuan pencairan dari BNI sebesar Rp20 juta pada Januari 2012. Pinjaman tersebut berjangka waktu 36 bulan dan dengan bunga sebesar 0,5%. Angsuran bulanan sebesar Rp655.556. Saat ini usaha kuenya meningkat menjadi 21 jenis kue dengan jumlah yang bertambah. Ia juga telah memiliki dua kereta yang digunakan untuk menjual kue. 6. Pembelajaran, Potensi, dan Tantangan Linkage 6.1. Pembelajaran dari Linkage Berikut ini pembelajaran dari linkage antara BKM-UPK Trikora dengan BNI. • Keterbatasan modal PDB PNPM Perkotaan telah mendorong BKM-UPK untuk mencari lembaga mitra guna memfasilitasi kebutuhan akan akses terhadap layanan keuangan bagi anggota KSM yang telah ‘naik kelas’ dan memerlukan pinjaman dana yang lebih besar. 182 • Proses pengajuan diterapkan secara berjenjang mulai dari pengajuan syarat ke BKMUPK, rekomendasi BKM-UPK untuk anggota KSM terpilih, proses verifikasi oleh tim korkot dan tim KMW dan disurvei dan dianalisis oleh BNI. Proses berjenjang ini untuk memastikan bahwa calon penerima pinjaman dari BNI adalah layak dan memiliki rekam jejak yang baik. 6.2. Potensi dan Peluang Beberapa potensi dan peluang ke depan dalam upaya meningkatkan linkage dengan perbankan/lembaga keuangan mikro. • Linkage antara BKM-UPK dan BNI dapat diperluas cakupannya dengan BKM-UPK lain di wilayah Kupang, di Pulau Timor, dan pulau Sumba yang menjadi wilayah kerja BNI Kupang dengan payung nota kesepahaman pada April 2012 • Linkage ini juga berpotensi untuk penambahan layanan di luar pinjaman dana, seperti pemberian pelatihan untuk UPK, KSM, dan juga bentuk dukungan lain yang akan diberikan oleh BNI untuk PNPM Perkotaan. 6.3. Tantangan Linkage Tantangan-tantangan yang muncul dalam proses dan implementasi linkage antara BKMUPK Trikora dan BNI. • BKM-UPK Trikora perlu mengingatkan nasabah akan kewajiban mengembalikan pinjaman tepat waktu. Kepercayaan yang diberikan oleh BNI dalam linkage ini bisa dijadikan tolok ukur untuk peningkatan dan perluasan linkage, baik dengan LKM/ UPK lain maupun jumlah penerima manfaat. Nota kesepahaman yang ditandatangani pada April 2012 dapat menjadi alat pendorong perluasan cakupan linkage secara kewilayahan maupun jenis-jenis linkage-nya. • Besarnya uang UPK di bank dari angsuran seharusnya dapat digunakan oleh BKMUPK untuk memberikan pinjaman ke KSM-KSM yang belum pernah meminjam maupun yang sudah pernah dengan catatan pengembalian yang baik. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 183 Kab. Sumba Barat Daya NTT Myanmar Cambodia Vietnam Thailand Palau Philippines India Brunei Singapore Malaysia Indonesia Papua New Guinea Timor-Leste Australia Studi Linkage Antara Bank BRI Unit Elopada dan UPK Wewewa Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur RINGKASAN Linkage yang terjalin antara UPK Wewewa Utara dan Bank BRI Unit Elopada berbentuk pemberian rekomendasi untuk membuka rekening tabungan kelompok di BRI Unit Elopada Waikabubak. UPK Wewewa Utara menyarankan kelompokkelompok SPP untuk membuka rekening tabungan sebagai prasyarat mendapatkan pinjaman dari UPK. Tabungan yang ada di rekening bank minimal sebesar 10% dari nilai pengajuan pinjaman kelompok ke UPK. Gagasan pembukaan rekening tabungan bersama sebagai prasyarat pinjaman timbul akibat rendahnya tingkat pengembalian di tiga kecamatan terdahulu yang menerima PDB PNPM Mandiri Perdesaan dari 2008 – 2010. Pembukaan rekening dilakukan sendiri oleh kelompok SPP yang diwakili oleh ketua dan sekretaris dan/atau bendahara kelompok dengan mendatangi langsung BRI Unit Elopada dan dengan membawa surat rekomendasi yang ditandatangani kepala desa. Surat rekomendasi tersebut menjelaskan bahwa nama yang tertera pada surat tersebut adalah benar-benar ketua, bendahara, dan sekretaris kelompok SPP yang ada di desanya. Selanjutnya, buku tabungan tersebut diserahkan kepada UPK dan disimpan oleh UPK sebagai jaminan pinjaman. Terdapat 77 dari 80 kelompok SPP yang membuka rekening di BRI Unit Elopada pada 2011 dan kini bertambah 69 kelompok pada 2012. Terdapat sejumlah pembelajaran dan tantangan dari linkage ini. Pembelajaran penting yang dimaksud adalah pengenalan tentang kebiasaan menabung dan caracara mengakses layanan keuangan di lembaga keuangan perbankan kepada kelompok dan masyarakat. Sedangkan tantangan utama linkage ini adalah menurunnya nilai tabungan kelompok di BRI akibat potongan biaya administrasi bulanan yang tidak tertutupi oleh bunga yang diperoleh. Selain masih rendahnya kebiasaan menabung di kalangan kelompok, tantangan lain adalah tidak adanya penyetoran tambahan nilai tabungan dari kelompok karena buku tabungan disimpan di UPK. 186 Studi Kasus Linkage pada Program Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri Perdesaan antara Bank BRI Unit Elopada dan UPK Wewewa Utara di Kecamatan Wewewa Utara, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur 15-19 Mei 2012 1. Lokasi Studi 1.1. Profil Kecamatan Wewewa Utara Kecamatan Wewewa Utara merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Provinsi NTT. Kabupaten SBD sendiri merupakan kabupaten baru hasil pemekaran dari Kabupaten Sumba Barat yang mulai berdiri pada 22 Mei 2007. Kecamatan Wewewa Utara terdiri dari enam desa dan berbatasan dengan Kecamatan Loura di sebelah utaranya, dengan Kabupaten Sumba Barat di sebelah selatan dan timur, dan dengan Kecamatan Wewewa Timur di sebelah barat. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Kecamatan Wewewa Utara 11.649 jiwa yang terdiri dari 5.937 orang laki-laki dan 5.712 orang perempuan. Jumlah rumah tangga mencapai 1.895, 85% -nya merupakan RTM dengan rata-rata anggota rumah tangganya berjumlah 6.15 orang per rumah tangga atau termasuk yang terbesar di antara kecamatan-kecamatan lain di SBD. Mata pencaharian utama penduduk di Kecamatan Wewewa Utara adalah petani dengan produk pertanian unggulan adalah biji jambu mete dan kemiri. Produk pertanian lain berupa kelapa, pisang, sirih, dan salak. PNPM Mandiri Perdesaan baru mulai dilaksanakan di Kecamatan Wewewa Utara pada 2011. Namun demikian, pada 2006 dan 2007 saat masih menjadi bagian dari Kabupaten Sumba Barat, Kecamatan Wewewa Utara telah menerima PPK. 1.2. Profil UPK Kecamatan Wewewa Utara Dengan masuknya PNPM Mandiri Perdesaan di Kecamatan Wewewa Utara pada 2011, UPK Kecamatan Wewewa Utara langsung dibentuk pada 7 Februari 2011. UPK ini dikelola oleh tiga orang pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara UPK. UPK ini membuka kantornya selama lima hari dalam seminggu dari Senin sampai Sabtu mulai pukul 08.00 – 16.00. Sejak masuknya PNPM Mandiri Perdesaan, selama enam bulan pertama pengurus UPK masih mengelola dana operasional kegiatan (DOK) karena dana BLM baru diterima pada bulan ke enam. Dari enam desa yang ada di Kecamatan Wewewa Utara, terdapat satu desa yaitu Desa Wanotala yang menerima dana program Anggur Merah. Karena itu, pada 2011 dana BLM Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 187 hanya diberikan kepada lima desa lain yaitu Desa Puu Potto, Desa Wee Paboba, Desa Mataloko, Desa Wee Namba, dan Desa Mali Mada. Pada 2011 dan 2012, Kecamatan Wewewa Utara mendapatkan dana BLM setiap tahunnya tiga miliar rupiah dan 75% dananya diperuntukkan pembangunan sarana dan prasarana, pendidikan, dan kesehatan. Sedangkan 25%-nya untuk kegiatan SPP kelompok. Jumlah kelompok SPP yang dilayani oleh UPK pada penyaluran dana bergulir pada 2011 sebanyak 77 kelompok dengan total penerima manfaat sebanyak 742 orang perempuan, dan pada awal 2012 terdapat 69 kelompok SPP yang dilayani UPK. Keberadaan PNPM telah membantu masyarakat untuk membuka akses jalan yang selama ini tidak pernah mendapatkan perhatian pemerintah setempat. Salah seorang informan kepala desa menyebutkan bahwa kehadiran PNPM telah membuat desanya dapat diakses oleh kendaraan roda empat. 2. Latar Belakang Lembaga Mitra 2.1. Profil Lembaga Mitra BRI Unit Elopada terletak di Kecamatan Wewewa Timur dan telah berdiri sejak 1971. Wilayah kerja BRI Unit Elopada mencakup Kecamatan Wewewa Timur, Wewewa Utara, Wewewa Selatan, dan Wewewa Tengah. Jumlah karyawannya delapan orang termasuk, yang terdiri dari seorang kepala unit, dua orang kasir, dua orang pemegang buku, dan tiga orang mantri BRI. Salah satu mantri perempuan memegang KUR dan dua orang mantra laki-laki mengelola kupedes. 2.2. Produk Lembaga Mitra BRI unit Elopada menawarkan beberapa produk layanan keuangan berupa simpanan dengan program simpedes, giro, dan deposito serta transfer dan kirim uang dari luar negeri antara lain dari negara tujuan TKI seperti Malaysia, Singapura, Hongkong, Korea dan Jepang. Untuk produk keuangan kredit, BRI Unit Elopada menawarkan Kupedes dan KUR. Besarnya pinjaman kupedes berkisar dari Rp25.000 sampai 100 juta rupiah per orang dengan jangka waktu maksimal lima tahun. Tingkat suku bunga yang ditawarkan pun ringan antara 1% - 2% flat. Kupedes merupakan salah satu unggulan BRI karena syarat mudah dan bunga bersaing. Selain itu, agunan yang diberikan calon debitur tidak harus tersertifikat serta angsuran dapat dibayarkan sesuai dengan kemampuan yaitu bulanan atau musiman sehingga kredit ini sangat cocok untuk para petani dan nelayan. Selain itu, produk ini juga memberikan bonus untuk pembayaran tepat waktu dan juga dilindungi dengan asuransi jiwa kredit, kesehatan, dan kecelakaan. 188 3.Sejarah Linkage Linkage antara UPK Wewewa Utara dan BRI Unit Elopada didasari oleh ketentuan UPK agar kelompok SPP membuka rekening untuk menyimpan tabungan tanggung renteng milik kelompok SPP. Selain telah dilakukan verifikasi, tujuan pembukaan rekening tabungan adalah sebagai jaminan bagi UPK terhadap pinjaman yang diberikan kepada kelompok SPP demi mencegah tingkat pengembalian pinjaman yang rendah dan menjaga kelanggengan usaha kelompok. Pembukaan rekening tabungan kelompok minimal sebesar 10% dari nilai usulan pinjaman kepada UPK. Mengingat BRI Unit Elopada di Kecamatan Wewewa Utara merupakan satu-satunya lembaga keuangan yang relatif dekat dan dapat diakses oleh kelompok, UPK kemudian memutuskan agar kelompok SPP membuka rekening tabungan di BRI Unit Elopada. Gagasan pembukaan rekening tabungan bersama sebagai prasyarat pinjaman timbul dari pengalaman di tiga kecamatan terdahulu yang menerima PDB PNPM Mandiri Perdesaan dari 2008 – 2010, yaitu Kecamatan Kodi, Kodi Bangade dan Kodi Utara. Tingkat pengembalian di tiga kecamatan itu sangat rendah sekitar 14%-20% per tahun. Tabungan tanggung renteng tersebut diharapkan menjadi solusi atas msalah tersebut dan sekaligus menjadi jaminan kelompok kepada UPK. Hal ini telah dibahas dan diputuskan dalam forum koordinasi antara fasilitator dengan satker di Kabupaten SBD. 4.Pelaksanaan Linkage Persyaratan pinjaman melalui pembukaan rekening di bank dan menyimpan sebesar minimal 10% dari dana pinjaman yang diajukan menjadi alasan bagi kelompok SPP di Kecamatan Wewewa Utara untuk membuka rekening Simpedes di BRI Unit Elopada. Sebelum penyaluran dana bergulir pertama kali dilakukan pada 18 Oktober 2011, beberapa bulan sebelumnya UPK telah menghimbau kepada kelompok SPP untuk membuka rekening dan memiliki simpanan tersebut. Dari 80 kelompok SPP yang akan mengajukan pinjaman terdapat 77 kelompok yang setuju dan bersedia membuka tabungan di BRI Unit Elopada. Ke-77 kelompok tersebut datang sendiri ke BRI Unit Elopada untuk membuka rekening dan menyetorkan tabungannya dengan membawa surat rekomendasi yang ditandatangani oleh kepala desa yang menjelaskan bahwa kelompok tersebut adalah benar-benar kelompok SPP yang mengakses dana PNPM Mandiri Perdesaan di desanya. Rekening dibuka atas nama kelompok dan ditandatangani oleh dua orang wakil kelompok yaitu ketua dan bendahara/sekretaris. Selanjutnya buku tabungan simpedes tersebut diserahkan kepada UPK. Berdasarkan penjelasan dari anggota kedua kelompok, alasan untuk membuka rekening tabungan di BRI selain sebagai persyaratan pinjaman ke UPK juga karena tabungan tersebut adalah tetap merupakan dana milik kelompok. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 189 Hingga saat studi ini dilakukan, belum ada satu kelompok pun yang menambahkan nilai tabungan di rekening kelompoknya. Simpanan kelompok di BRI ini dikenakan biaya administrasi sebesar Rp5.000 per bulannya. Jumlah ini tidak seimbang dengan bunga yang diterima dari simpanan yang ada sehingga setiap bulan jumlah tabungan kelompok semakin berkurang bila tidak dilakukan penambahan jumlah tabungan. Model linkage yang terjadi antara UPK Wewewa Utara dan BRI Unit Elopada menempatkan UPK sebagai pemberi rekomendasi secara tidak langsung karena rekomendasi tertulis disahkan oleh kepala desa dari masing-masing kelompok. 5. Profil Penerima Manfaat Program Linkage Profil berikut adalah profil kelompok SPP yang telah melakukan pembukaan tabungan tanggung renteng di BRI Unit Elopada. Terdapat dua desa yang dijadikan lokasi studi dengan metode kelompok diskusi terarah atau FGD yaitu dua kelompok SPP di Desa Mataloko dan dua kelompok SPP di Desa Puu Potto. 5.1. Kelompok SPP Desa Mataloko Kelompok Melati dan Kelompok Ole Dadi merupakan dua dari 13 kelompok SPP di desa Mataloko. Keduanya dibentuk pada 2010 dalam bentuk kelompok arisan yang berkumpul sebulan sekali. Ibu-ibu kedua kelompok ini memiliki usaha antara lain menjadi papalele berbagai macam sayuran di pasar, memiliki kios yang menjual bahan kelontong, memiliki rental ojek, menenun, membuat kue-kue, dan membuka beden atau menanam sayur mayur di kebun. Pinjaman dari UPK tersebut dipergunakan sebagai tambahan modal usaha. Kelompok Melati beranggotakan lima orang dan melakukan pertemuan bulanan kelompok setiap tanggal 22. Kelompok Melati mendapat pinjaman UPK sebesar 10 juta rupiah dan masing-masing anggotanya mendapat pinjaman sebesar dua juta rupiah pada 24 Oktober 2011 dengan bunga 1.5% per bulan untuk jangka waktu 12 bulan. Kelompok Melati membuka tabungan tanggung rentengnya di BRI unit Elopada pada 25 Agustus 2011 sebesar Rp250.000. Selanjutnya pada 27 Oktober 2011 atau tiga hari setelah menerima pencairan dana dari UPK, kelompok Melati menambahkan tabungannya sebesar Rp750.000 sehingga secara keseluruhan tabungannya menjadi 10% dari nilai total pinjaman. Demikian pula dengan Kelompok Ole Dadi. Kelompok ini menerima pinjaman dari UPK sebesar sembilan juta rupiah untuk empat anggotanya dari keseluruhan enam anggota kelompok. Besarnya bunga dan jangka waktu pinjaman tidak berbeda dengan Kelompok Melati. Setelah membuka rekening di BRI Unit Elopada dengan nilai pembukaan sebesar Rp700.000, Kelompok Ole Dadi kemudian menambahkan Rp200.000 setelah menerima pencairan pinjaman dari UPK demi melengkapi minimal tabungan tanggung rentengnya sebesar 10% dari nilai pinjaman. 190 Ibu-ibu dari kedua kelompok tersebut rata-rata sudah memiliki pengalaman melakukan transaksi dengan lembaga keuangan bukan bank, antara lain dengan pegadaian di daerah Elopada, Waikabubak, dan Waitabula. Namun demikian, pengalaman meminjam dalam jumlah besar sering dilakukan ibu-ibu anggota kelompok kepada perorarangan atau rentenir di wilayah mereka yang biasanya mengenakan bunga tinggi yaitu 25% per bulan, dan bunga akan menambah pokok pinjaman apabila terlambat melakukan pembayaran di bulan sebelumnya. Pinjaman seperti ini biasanya dilakukan untuk keadaan mendesak seperti untuk upacara adat kematian. 5.2. Kelompok SPP Desa Puu Potto Kelompok SPP yang menjadi fokus studi berlokasi di Desa Puu Potto adalah Kelompok Ana Mila dan Kelompok Melati. Keduanya merupakan dua dari 16 kelompok SPP yang ada di Desa Puu Potto. Kelompok Melati berasal dari kelompok tani yang telah berdiri sejak 2007 dengan anggota laki-laki dan perempuan yang tergabung dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) dan berjumlah 49 orang. Kelompok tani ini memiliki program simpan pinjam bagi anggota dengan bunga 2% per bulan. Kelompok Melati memutuskan untuk meminjam melalui UPK karena akses pinjaman bunganya lebih rendah. Pinjaman ini digunakan untuk menambah modal usaha pembuatan makanan kering dari jagung (tortilla) yang dikelola bersama beberapa anggota kelompok Melati. Kelompok Melati mendapatkan pinjaman UPK sebesar 10 juta rupiah untuk 10 orang anggota masing-masing sebesar Rp1.000.000. Kelompok kedua dari Desa Puu Potto adalah Kelompok Ana Mila. Kelompok ini juga dibentuk pada 2010 dengan anggota sebanyak 10 orang. Anggota kelompok Ana Mila memiliki usaha di bidang papalele, penggemukan babi dan kambing, kios dan pembuatan tenun ikat. Kelompok Ana Mila juga mendapatkan pinjaman sebesar 10 juta rupiah dari UPK untuk 10 orang anggotanya yang masing-masing mendapat pinjaman sebesar Rp1.000.000. 6. Pembelajaran dan Tantangan Linkage Meskipun program tabungan tanggung renteng bukan merupakan program baru sejak PPK dan PNPM, pelaksanaan tabungan tanggung renteng di UPK Kecamatan Wewewa Utara memberikan pelajaran dan tantangan tersendiri seperti diurai berikut ini. 6.1. Pembelajaran dari Linkage Model linkage dengan pemberian rekomendasi dari kepala desa kepada kelompok untuk pembukaan rekening tabungan memberikan beberapa pembelajaran berikut. Kumpulan Model Linkage Keuangan Antara Pinjaman Dana Bergulir PNPM Mandiri dan Lembaga Keuangan 191 • • • • Model tabungan tanggung renteng yang disimpan di bank mengajarkan kepada kelompok tentang tanggung jawab moral sebagai peminjam. Mengenalkan kebiasaan menabung kepada kelompok khususnya dan masyarakat pada umumnya. Mengenalkan kepada masyarakat tentang lembaga keuangan sebagai lembaga yang memberikan layanan keuangan tidak hanya tabungan namun jasa keuangan lain seperti transfer dan kredit. Memperkenalkan kepada masyarakat lembaga keuangan yang dapat memberikan pinjaman dengan bunga pasar yang wajar dan terjangkau sehingga diharapkan dapat mengurangi besarnya pinjaman kepada individu tertentu yang memberlakukan bunga sangat tinggi khususnya untuk keperluan upacara adat. 6.2. Tantangan dari Linkage Berikut ini sejumlah tantangan dalam linkage. • Biaya administrasi yang tidak sebanding dengan bunga tabungan yang diperolah menyebabkan nilai tabungan menjadi terus berkurang setiap bulannya. • Perlunya dicari lembaga keuangan atau bank yang memberikan biaya administrasi yang lebih ringan atau bahkan tanpa biaya administrasi tabungan agar tidak mengurangi nilai tabungan kelompok. • Pemberian akses kepada kelompok untuk menambah jumlah tabungan kelompoknya dengan diberi kesempatan menggunakan buku tabungan yang dititipkan di UPK. • Jarak tempuh bank yang cukup jauh dari beberapa desa di Kecamatan Wewewa Utara yang membutuhkan biaya ojek yang cukup besar (Rp40.000 per orang pulangpergi dari Desa Puu Potto ke BRI Unit Elopada) untuk mengakses ke bank terdekat menyebabkan keengganan untuk sering mengakses bank. 192 Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat Jl. Medan Merdeka Barat No. 3 Jakarta Pusat 10110 Indonesia Phone (62-21) 3459077 Fax (62-21) 3459077 PNPM Support Facility Jl. Diponegoro No. 72 Menteng Jakarta Pusat 10310 Indonesia Phone (62-21) 3148175 Fax (62-21) 3190209