Kewirausahaan dari perspektif Psikologi - Pustaka E

advertisement
Modul kuliah 5
Kewirausahaan dari perspektif Psikologi
Avin Fadilla Helmi & Rista Bintara Megasari
A. Pengantar
Tinjauan kewirausahaan dari perspektif Psikologi lebih terfokus pada pertanyaan
mengapa secara individual ada orang dapat yang memanfaatkan peluang? Mengapa
yang lain tidak? Mengapa ada pengusaha yang sukses? Mengapa ada yang tidak
sukses?
Melihat sebuah peluang menjadi awal suatu ide untuk menancapkan sebuah roda
usaha. Namun, hal tersebut perlu ditindaklanjuti dengan upaya eksploitasi peluang
sehingga menciptakan keuntungan yang menjanjikan. Dalam hal ini, tidak semua orang
mampu melihat peluang usaha.
Terdapat beberapa karakteristik kepribadian seseorang yang akan mempengaruhi
dirinya dalam cara mengorganisasikan peluang wirausaha. Kepribadian yang berbeda
akan menunjukkan perbedaan cara dalam menghadapi tantangan meski berada dalam
situasi yang sama.
B. Kharakteristik Psikologis
Shane (2003) mengelompokkan karakter psikologis yang mempengaruhi
mengapa seseorang lebih memanfaatkan peluang dibandingkan yang lain dalam 4
aspek yaitu:
1. kepribadian
2. motivasi
3. evaluasi diri
4. sifat-sifat kognitif
1.
Kepribadian
Kepribadian dan motivasi berpengaruh terhadap tindakan seseorang dalam
mengambil keputusan yang berkaitan dengan tindakan memanfaatkan peluang. Bahkan
ketika sekumpulan orang dihadapkan pada peluang yang sama, mempunyai ketrampilan
yang hampir sama, dan informasi yang sama; maka orang dengan motivasi tertentu
akan memanfaatkan peluang, sementara yang lain tidak. Ada 5 aspek kepribadian dan
motif yang berpengaruh dalam memanfaatkan peluang.
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
1
a.
Ekstraversi
Ektraversi terkait dengan sikap sosial, asertif, aktif, ambisi, inisiatif, dan
ekshibisionis. Sikap ini akan membantu entrepreneur untuk mengeksploitasi peluang
terutama dalam memperkenalkan ide ataupun kreasi mereka yang bernilai kepada calon
pelanggan, karyawan, dan sebagainya. Sikap ini membantu entrepreneur untuk
mengombinasikan dan mengorganisasikan sumber daya dalam kondisi yang tidak
menentu.
b.
Agreebleeness (Kesepahaman)
Sikap ini terkait dengan keramahan, konformitas sosial, keinginan untuk
mempercayai, kerjasama, keinginan untuk memaafkan, toleransi, dan fleksibilitas
dengan orang lain. Hal ini akan membantu entrepreneur dalam membangun jaringan
kerjasama untuk kematangan bisnisnya terutama aspek dari keinginan untuk
mempercayai orang lain.
c.
Pengambilan Resiko
Sikap ini berkaitan dengan kemauan seseorang untuk terlibat dalam kegiatan
beresiko. Beberapa resiko yang mungkin dihadapi oleh entrepreneur antara lain
pemasaran, finansial, psikologis dan sosial. Seseorang yang memiliki perilaku
pengambilan resiko yang tinggi akan lebih mudah dalam mengambil keputusan dalam
keadaan yang tidak menentu dan mengorganisasikan sumber daya yang dimilikinya
terutama dalam memperkenalkan produknya ke pembeli.
2.
Motivasi
Hal yang tak kalah penting dalam menumbuhkan jiwa kewirausahaan adalah
motivasi. Sebagian besar entrepreneur dimotivasi oleh keinginan untuk menentukan
nasibnya sendiri. Dalam paparan berikut ini akan dibahas mengenai 2 macam kebutuhan
yang melandasi motivasi seorang entrepreneur.
a. Kebutuhan Berprestasi
Merupakan motivasi yang akan memicu seseorang untuk terlibat dengan penuh
rasa tanggung jawab, membutuhkan usaha dan keterampilan individu, terlibat dalam
resiko sedang, dan memberikan masukan yang jelas. Kebutuhan berprestasi yang tinggi
dapat dilihat dari kemampuan individu dalam menghasilkan sesuatu yang baru terhadap
masalah khusus. Selanjutnya, kebutuhan berprestasi juga dicirikan dengan adanya
penentuan tujuan, perencanaan, dan pengumpulan informasi serta kemauan untuk
belajar. Ciri selanjutnya dari adanya kebutuhan berprestasi adalah kemampuannya
dalam membawa ide ke implementasi di masyarakat. Dengan demikian, kebutuhan
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
2
berprestasi yang tinggi akan membantu seorang entrepreneur dalam menjalankan
usahanya untuk memecahkan masalah sesuai dengan penyebabnya, membantu dalam
menentukan tujuan, perencanaan, dan aktivitas pengumpulan informasi. Selain itu,
kebutuhan informasi akan membantu entrepreneur untuk bangkit dengan segera ketika
menghadapi tantangan.
b.
Keinginan untuk independent (Need for independence)
Faktor ini menjadi penentu kekhasan dari seorang entrepreneur. Selain keinginan
yang tidak ingin ditentukan oleh orang lain, keinginan untuk independen akan memicu
seorang entrepreneur menghasilkan produk yang berbeda dengan orang lain. Ia akan
lebih berani dalam membuat keputusan sendiri dalam mengeksploitasi peluang
berwirausaha.
Motivasi seseorang juga akan meningkat seiring dengan adanya role model
dalam membangun usahanya. Seorang entrepreneur akan berupaya mewarnai bisnisnya
karena terinspirasi dengan entrepreneur yang telah sukses sebelumnya. Biasanya hal ini
akan terlihat ketika seorang entrepreneur mulai memperkenalkan usahanya ke publik.
Role model berperan sebagai katalis dan mentor dalam menjalankan usahanya. Selain
itu, jaringan dukungan sosial dari orang-orang di sekitar entrepreneur akan berperan
terutama ketika usaha tersebut menghadapi kesulitan ataupun ketika berada dalam
keadaan stagnan dalam prosesnya. Keberadaan jaringan ini dikategorikan menjadi:
a.
Jaringan dukungan moral. Jaringan ini bisa berawal dari dukungan pasangan,
teman-teman, dan saudara.
b.
Jaringan dukungan dari profesional. Jaringan ini akan membantu seorang
entrepreneur dalam mendapatkan nasihat dan konseling mengenai perkembangan
usahanya. Jaringan ini bisa berawal dari mentor, asosiasi bisnis, asosiasi
perdagangan, dan hubungan yang bersifat personal.
3.
a.
Evaluasi Diri
Locus of control
Locus of control didefinisikan sebagai kepercayaan seseorang bahwa ia mampu
mengendalikan lingkungan di sekitarnya. Seorang entrepreneur yang memiliki internal
locus of control lebih mampu dalam memanfaatkan peluang kewirausahaan. Mereka
memiliki kepercayaan dapat memanfaatkan peluang, sumber daya, mengorganisasikan
perusahaan, dan membangun strategi. Hal ini dikarenakan kesuksesan dalam
menjalankan aktivitas entrepreneur tergantung pada keinginan seseorang untuk percaya
pada kekuatannya sendiri.
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
3
b.
Self Efficacy
Self-efficacy
adalah
kepercayaan
seseorang
pada
kekuatan
diri
dalam
menjalankan tugas tertentu. Entrepreneur sering membuat penilaian sendiri pada
keadaan yang tidak menentu, oleh karena itu mereka harus memiliki kepercayaan diri
dalam membuat pernyataan, keputusan mengenai pengelolaan sumber daya yang
mereka miliki.
4.
Karakteristik Kognitif
Karakteristik
kognitif
seseorang berpikir dan
merupakan
membuat
faktor
keputusan.
yang
Dalam
mempengaruhi
bagaimana
mengembangkan
peluang
kewirausahaan, seorang entrepreneur harus membuat keputusan positif mengenai
sesuatu yang mereka belum pahami, dalam ketidakpastian, dan informasi yang terbatas.
Dalam membuat keputusan positif tersebut dibutuhkan karakteristik kognitif yang
membantu entrepreneur untuk memetakan cara bagaimana memanfaatkan peluang
wirausaha. Karakteristik tersebut antara lain:
a.
Overconfidence
Overconfidence merupakan kepercayaan pada pernyataan diri yang melebihi
keakuratan dari data yang diberikan. Sikap percaya yang berlebihan ini sangat
membantu entrepreneur terutama dalam membuat keputusan pada situasi yang belum
pasti dan informasi yang terbatas. Mereka akan melangkah lebih pasti dalam
menjalankan keputusannya meskipun kesuksesan yang diinginkan belum pasti. Hal ini
sebenarnya bias dari rasa optimisme. Overconfidence mendorong orang mampu
memanfaatkan peluang usaha (Busenitz dalam Shane, 2003).
Beberapa riset yang mendukung teori bahwa overconfidence mendorong
memanfaatkan peluang usaha. Shane (2003) mempresentasikan beberapa penelitian
yang mendukung kenyataan ini. Gartner dan Thomas pada tahun 1989
melakukan
survei terhadap 63 pendiri perusahaan software computer. Hasilnya menunjukkan bahwa
mereka cenderung overconfidence dan perkiraan rata-rata penjualan 29% di atas
penjualan tahun sebelumnya. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Cooper dkk
tahun 1988 menunjukkan bahwa 33,3% dari yang mereka percaya bahwa mereka akan
sukses dan dua pertiga dari yang mereka survei merasa yakin akan kesuksesan yang
akan diraihnya.
Entrepreneur cenderung lebih overconfidence dibandingkan dengan manajer.
Hasil penelitian Busenizt dan Barney tahun 1997 dengan cara membandingkan 124
pendiri perusahaan dan 74 manajer dalam sebuah organisasi besar. Hasilnya
menunjukkan bahwa pendiri perusahaan lebih overconfidence dibandingkan dengan
manajer. Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Amir dkk tahun 2001, yang
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
4
dilakukan dengan cara wawancara pada 51 pendiri perusahaan dan 28 manajer senior
(bukan pendiri) di Kanada. Pendiri perusahaan memperkirakan mereka mempunyai
peluang sukses lebih besar dibandingkan dengan perkiraan manajer senior.
b.
Representatif
Representatif merupakan keinginan untuk menggeneralisasi dari sebuah contoh
kecil yang tidak mewakili sebuah populasi. Bias dalam representatif akan mendorong
seorang entrepreneur dalam membuat keputusan. Ia menjadi lebih mudah dalam
membuat keputusan terutama dalam keadan yang tidak menentu.
Penelitian mengenai hal ini dilakukan oleh Busenitz dan Barney di tahun 1997.
dengan cara membandingkan 124 pendiri perusahaan dengan 74 manajer. Hasilnya
menunjukkan bahwa para pendiri perusahaan memiliki sekor representativeness yang
lebih tinggi dibandingkan dengan manajer. Hal ini menunjukkan bahwa gaya pemecahan
masalah antara entrepreneur dan manajer berbeda.
c.
Intuisi
Sebagian besar entrepreneur menggunakan intuisi daripada menganalisis
informasi dalam membuat keputusan. Kegunaan intuisi untuk memfasilitasi pembuatan
keputusan mengenai ketersediaan sumber daya, mengorganisasi dan membangun
strategi baru. dengan memfasilitasi pembuatan keputusan maka argumen akan muncul,
dan intuisi selanjutnya akan meningkatkan performa dalam kegiatan entrepreneur.
Beberapa riset mendukung fakta di atas. Shane (2003) melaporkan beberapa
hasil penelitian berikut ini. Hasil penelitian Allison dkk membandingkan 156 pendiri
perusahaan dan perusahaan yang masuk daftar dalam British Publication Local Heroes
sebagai perusahaan yang berkembang dengan 546 manajer. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa pendiri perusahaan lebih intuitif dalam pengambilan keputusan
dibandingkan dengan manajer.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakteristik Wirausaha
1. Lingkungan keluarga dan masa kecil
Beberapa penelitian yang berusaha mengungkap mengenai pengaruh lingkungan
keluarga terhadap pembentukan semangat berwirausaha. Penelitian bertopik urutan
kelahiran menemukan bahwa anak dengan urutan kelahiran pertama lebih memilih untuk
berwirausaha. Namun, penelitian ini perlu dikaji lebih lanjut. Selanjutnya pengaruh
pekerjaan orang tua terhadap pertumbuhan semangat kewirausahaan ternyata memiliki
pengaruh yang signifikan.
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
5
2. Pendidikan
Faktor pendidikan juga tak kalah memainkan penting dalam penumbuhan
semangat kewirausahaan. Pendidikan tidak hanya mempengaruhi seseorang untuk
melanjutkan usahanya namun juga membantu dalam mengatasi masalah dalam
menjalankan usahanya.
3. Nilai-nilai Personal
Faktor selanjutnya adalah nilai-nilai personal yang akan mewarnai usaha yang
dikembangkan seorang wirausaha. Nilai personal akan membedakan dirinya dengan
pengusaha lain terutama dalam menjalin hubungan dengan pelanggan, suplier, dan
pihak-pihak lain, serta cara dalam mengatur organisasinya.
4. Pengalaman Kerja
Pengalaman kerja tidak sekedar menjadi salah satu hal yang menyebabkan
seseorang untuk menjadi seorang entrepreneur. Pengalaman ketidakpuasan dalam
bekerja juga turut menjadi salah satu pendorong dalam mengembangkan usaha baru.
D. Bahan Diskusi
Bacalah dengan seksama kasus berikut ini. Coba lakukan analisis mengenai
kharakteristik kewirausahaan dari perspektif psikologis.
Sumber:
Shane, S. 2003. A General Theory of Entrepreneurship.the Individual-opportunity Nexus.
USA: Edward Elgar
Hisrich,R.D., Peters, M.P., dan Shepherd, D.A. 2005. Entrepreneurship. Sixth Edition.
New York: McGraw-Hill
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
6
Kasus diambil dari Kedaulatan Rakyat, 1 Maret 2004
Ny. Indriyati, Cikal Bakal Gardena Group
Mirintis Usaha Kios Sejak 1960
1). Bagi masyarakat Yogyakarta, nama toko Gardena dan Vinolia, sudah tak asing lagi.
Sebagai pemain kawakan dalam dunia bisnis supermarket di Yogya, ke dua toko itu, hingga kini
tetap eksis di tengah maraknya bermunculan mall dan supermarket di berbagai lokasi.
2). Bicara tentang perjalanan toko Gardena bersama group usaha yang dikelolanya, yakni
Gardena Departemen Store di Yogya dan di Magelang, Vinolia baby and Kids Yogya, Matari
shopping mall, Ibis Malioboro, Dynasty fashion, dan Varia fashion, tak lepas dari pemrakarsa dan
cikal bakalnya yakni almarhumah Ny. Indriyati yang baru saja dipanggil Tuhan pada tanggal 26
Februari 2004 dalam usia 83 tahun di RS Singapura. Ny. Indriyati meninggalkan 4 orang anak, 9
cucu, dan 1 cicit.
3). Menurut putera sulungnya, Bintoro Sulaksono, semasa hidupnya, Ny. Indriyati pekerja
keras dan ulet, apalagi sejak suaminya meninggal pada tahun 1980. Ia harus bertangungjawab
penuh dalam mengatur rumah tangga dan usahanya. Kendati tidak didukung latar pendidikan
yang tinggi, namun karena karunia Tuhan, Ny. Indriyati mampu mengembangkan suatu jaringan
bisnis ritel.
4). Di era tahun 1960 an Indryiati membuka 2 kios di pasar Beringharjo Yogya. Dengan
kerja keras dan keuletannya. Pada tahun 1967, ia pun mengembangkan usaha dengan
mendirikan toko Vinolia di jalan Solo, yang pada saat itu tercatat sebagai toko yang terlengkap di
kawasan itu, yang menyediakan koleksi fashion dan kosmetik. Setiap HUT RI, toko Vinolia aktif
berpartisipasi ikut karnaval mobil yang memperagakan koleksi fashionnya.
5). Keberhasilannya mengelola toko dan memimpin karyawannya menjadikan Pemda
menunjuk lokasi di seberang lokasi toko itu untuk pengembangan usaha baru. Jadilah tahun
1977, dibuka toko Gardena. Sebagai ungkapan syukurnya, ia menyumbangkan gapura
perbatasan kota Yogyakarta dan Sleman. Selanjutnya pada tanggal 21 Januari 1984, Gardena
dikembangkan jadi departemen store dan supermarket yang diresmikan oleh Sri Paku Alam VIII
almarhum. Gardena saat itu tercatat sebagai department store dan supermarket pertama di
Yogyakarta yang buka non stop dari jam 09.00 s.d 21.00; ditunjang fasilitas eskalator pertama di
Yogyakarta.
6). Dengan keinginan untuk dapat melayani masyarakat luas dengan bisnis ritel tersebut,
ia mendirikan satu cabang lagi di Magelang. Sikap dan sifatnya dalam mengatur bisnis ritelnya
telah banyak memberikan teladan bagi semua staf dan karyawannya. Wanita enerjik ini sangat
menjunjung tinggi disiplin kerja dan menghargai staf dan karyawan yang berpotensi maupun
berprestasi. Kepedulian terhadap karyawan ditandai dengan mengenal setiap nama mereka.
“Sikap dan sifat inilah yang membuat karyawan dan staf kagum, menghormati dan mencintainya,”
kata Bintoro.
7). Disamping kesibukannya dalam mengelola bisnis ritel, ia juga aktif dalam
berorganisasi dan aktivitas sosial. Kepeduliannya terhadap lingkungan juga terlihat dengan
dilakukannya pembangunan tanggul perbatasan sungai dari Jalan Solo sampai Pengok, sehingga
warga kampung Pengok tak mengalami kebanjiran pada waktu hujan. Ia tercatat aktif dalam
organisasi IWAPI Yogyakarta, dan aktif juga mengikuti seminar-seminar.
8). Setelah tiada, apa yang ditinggalkannya, yakni Gardena Departement store dan
supermarket serta toko Vinolia, juga merupakan monumental. Ia selalu menanamkan kepada
anaknya, cucu maupun staf dan karyawannya, ucapan Bung Karno “Gantungkan cita-citamu di
langit dan raihlah bintang-bintang”.
Avin Fadilla Helmi & Rista Bentara Megasari
7
Download