42 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Skrining Alkaloid dari

advertisement
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Skrining Alkaloid dari Tumbuhan Alstonia scholaris
Serbuk daun (10 g) diekstraksi dengan amonia pekat selama 2 jam pada suhu
kamar kemudian dipartisi dengan diklorometan. Ekstrak diklorometan selanjutnya
ditambahkan HCl 5 % sehingga terbentuk dua lapisan yaitu fraksi diklorometan dan
fraksi asam. Terhadap
fraksi asam ditambahkan dua tetes pereaksi Meyer dan
terbentuk endapan putih yang menunjukkan ekstrak tersebut mengandung senyawa
alkaloid. Perlakuan yang sama terhadap fraksi asam ditambahkan pereaksi
Dragendorf ditandai dengan terbentuknya endapan coklat kemerahan.
.
4.2. Ekstraksi Senyawa Alkaloid
Serbuk daun A.scholaris sebanyak 1,1 kg diekstraksi dengan amonia pekat
selama dua jam kemudian dipartisi dengan diklorometan pada suhu kamar. Ekstrak
diklorometan disaring, kemudian filtrat diuapkan pelarutnya menggunakan rotavapor
vacum sehingga diperoleh ekstrak diklorometan sebanyak 310 g. Ekstrak
diklorometan diasamkan dengan larutan HCl 5% (pH 3-4) sehingga diperoleh dua
lapisan, lapisan atas (air) dan lapisan bawah (diklorometan). Fraksi air diulangi,
diekstraksi dengan diklorometan sampai senyawa non alkaloid terekstraksi semuanya.
42
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
43
Selanjutnya terhadap fasa air ditambahkan amonia pekat (pH 9-10) dan fraksi tersebut
dipartisi dengan diklorometan yang mengandung alkaloid total sebanyak 13 gram.
4.3 Isolasi dan Pemurnian Senyawa Alkaloid
Ekstrak alkaloid sebelum dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom,
terlebih dahulu dilakukan pemilihan berbagai perbandingan eluen pada kromatografi
lapis tipis (KLT) dan menghasilkan eluen eluen terbaik, yaitu campuran
diklorometan-metanol 9:1. Komposisi campuran diklorometan-metanol tersebut
digunakan untuk proses pemisahan selanjutnya, yakni kromatografi kolom grafitasi.
Monitoring adanya spot senyawa alkaloid pada analisis KLT ditentukan dengan
lampu UV dan pereaksi Dragendorf. Hasil monitoring tersebut menghasilkan adanya
alkaloid yang memberikan perpendaran berwarna biru di bawah lampu UV dan
memberikan spot coklat kemerahan pada pereaksi Dragendorf.
Ekstrak alkaloid sebanyak 13 g selanjutnya dilakukan pemisahan dengan
kromatografi
kolom
grafitasi
dengan
eluen
diklorometan,
dan
campuran
diklorometan-metanol yang kepolaranya ditingkatkan secara gradien menghasilkan
tiga fraksi utama, yakni fraksi A (0,1676 g), fraksi B (0,1764 g), dan fraksi C (0,1398
g) seperti tercantum pada Gambar-4.1.
Fraksi B (0,1764 g) selanjutnya dilakukan pemisahan dengan metode yang sama
seperti di atas dan kondisi eluen yang sama menghasilkan senyawa alkaloid yang
berwujud serbuk berwarna kuning, selanjutnya dilakukan uji kemurnian dengan
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
44
berbagai eluen seperti terlihat pada Gambar-4.2. Senyawa alkaloid hasil isolasi
tersebut diidentifikasi berdasarkan analisis spektroskopi.
Gambar-4.1. Analisis KLT hasil kromatografi kolom grafitasi
Alkaloid murni
Padatan kuning
Kloroform: methanol
9,5 : 0,5
Alkaloid murni yang
diuji spektroskopi
diklorometana: methanol
9,5 : 0,5
Alkaloid murni
Padatan kuning
Aseton: n-heksana
8:2
Gambar-4.2. Uji kemurnian senyawa alkaloid dengan analisis KLT
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
45
4.3.1 Identifikasi Titik Leleh Senyawa murni
Penentuan titik leleh senyawa murni merupakan salah satu penentuan sifat
fisik dari suatu senyawa murni. Berdasarkan penentuan titik leleh untuk senyawa
murni fraksi B, diperoleh serbuk berwarna kuning kecoklatan dengan titik leleh 159160 oC.
4.4 Analisis Spektroskopi
4.4.1 Analisis spektroskopi ultraviolet senyawa hasil isolasi
Spektroskopi
ultraviolet merupakan satu metode
spektroskopi
yang
memberikan informasi mengenai ikatan rangkap terkonjugasi dan adanya suatu gugus
aromatik. Berdasarkan hasil analisis spektroskopi UV-Vis, senyawa alkaloid hasil
isolasi dalam pelarut diklorometan memberikan puncak serapan maksimum λmaks 230
nm. Puncak serapan memberikan indikasi bahwa senyawa hasil isolasi merupakan
kromofor alkaloid indol, yakni transisi π ke π* . Gugus kromofor indol pada alkaloid
indol terletak pada panjang gelombang maksimum 228-230 nm (Feng, et al., 2009)
4.4.2 Analisis spektroskopi inframerah senyawa hasil isolasi
Analisis spektroskopi inframerah bertujuan untuk menentukan gugus fungsi
pada senyawa alkaloid hasil isolasi yang memberikan pita serapan pada rentang
bilangan gelombang 4000 cm-1 – 450 cm-1. Hasil dari spektrum inframerah meberikan
indikasi adanya gugus NH amina pada bilangan gelombang 3459,36 cm-1, gugus OH
dengan bilangan gelombang 3626,46 cm-1, C=O karbonil pada bilangan gelombang
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
46
1644,61 cm-1, C=C aromatik pada bilangan gelombang 1633,60 cm-1, dan gugus C-O
eter pada bilangan gelombang 1219,65 cm-1.
4.4.3 Analisis spektroskopi NMR senyawa hasil isolasi
Analisis spektroskopi 1H-NMR senyawa alkaloid hasil isolasi dengan pelarut
CDCl3 memperlihatkan adanya empat proton aromatik yang saling terkopling satu
sama lain, yakni kopling orto, kopling meta, dan kopling para yang sangat kecil pada
δH 7,54 (dd, J = 2,4Hz, 3,6Hz; 6Hz; 9Hz; H-9); 7,13 (m, J = 2,4 Hz; 6Hz, 9Hz; H10) 6,77 (t, J = 3,6Hz, 9Hz; H-11);, dan 7,71 ppm (dd, J = 2,4Hz, 3,6Hz; 6Hz, 9Hz
;H-12) yang mengindikasikan bahwa senyawa alkaloid hasil isolasi tersebut
merupakan alkaloid indol yang tidak mempunyai substituen pada cincin aromatik
(Rahman, 1986).
Pada spektrum 1H-NMR seperti terlihat pada Tabel-4.1 memperlihatkan
pergeseran kimia pada δH 7,71 ppm (H-9) dan δH 7,13 ppm (H-10) menunjukkan dua
proton aromatik yang terletak pada posisi orto (J= 6-9Hz), pergeseran kimia δH 7,71
ppm (H-9, J= 3,6Hz) dan δH 7,54 ppm (H-11, J= 3,6Hz) menunjukkan dua proton
aromatik yang terletak pada posisi meta, pergeseran kimia δH 7,13 ppm (H-10, J=
9Hz) dan δH 7,54 ppm (H-11, J=6-9Hz) yang menunjukkan dua proton aromatik yang
terletak pada posisi orto, dan pergeseran kimia . δH 7,13 ppm (H-10, J= 2,4 Hz) dan
δH 6,77 ppm (H-12, J= 3,6) yang menunjukkan dua proton aromatik yang terletak
pada posisi meta.
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
47
Ha
Hb
Hc
N
H
Hd
Gambar 4.3. Kerangka indol
Adanya gugus metin yang terkonyugasi pada pergeseran kimia δH 5,82 ppm
(H-19) dan δH 7,44 ppm (H-21) merupakan ciri khas alkaloid indol dari turunan
aspidodasikarpin. Tiga sinyal singlet pada δH 3,61, 3,97 dan 1,90 ppm merupakan
sinyal metil dari gugus ester, sinyal metoksi, dan sinyal metil yang merupakan sinyal
dari monoterpen sekologanin. Sinyal metin dan metilen senyawa alkaloid hasil isolasi
dapat dilihat Tabel-4.1.
Analisis spektrum
13
C-NMR (Percobaan Apt) memperlihatkan senyawa
alkaloid mempunyai 23 atom karbon, dimana sinyal yang sefasa dengan pelarut
CDCl3 merupakan sinyal metilen, dan C kuartener sedangkan yang berlawanan fasa
merupakan metil dan metin. Adanya sinyal karbon metin dari kerangka indol terlihat
pada pergeseran karbon δC 127,2 (C-9), 127,7 (C-10), 128,1 (C-11), dan 119,4 ppm
(C-12). Sementara atom C kuartener kerangka monoterpen indol tersebut terlihat pada
196,9 (C-2), 139,4 (C-8), dan 143,9 ppm (C-13). Atom C kuartener karbonil dari
gugus ester terlihat pada δC 171,9 ppm. Dua gugus metilen (CH2) sp3 yang terletak
pada pergeseran kimia δC 38,7 ppm (C-6) dan 29,5 ppm (C-14). Adanya gugus metil
(CH3) terlihat pada pergeseran kimianya sebesar δC 11,0 ppm (C-18).
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
48
Tabel 4.1 Data spektrum 1H-NMR dan
senyawa narelin
1
1
Posisi
H-NMR
13
13
H-NMR
senyawa
senyawa B
C-NMR Alkaloid indol senyawa B dengan
13
Posisi
narelin
C-NMR
senyawa B
C-NMR
senyawa
narelin
Ha( H-9)
7,71; dd
7,77; d
Ca(C-9)
127,2
125,0
Hb(H-10)
7,13; m
7,29; t
Cb(C-10)
127,7
125,6
Hc(H-11)
7,54; dd
7,45; t
Cc(C-11)
128,0
128,5
Hd(H-12)
6,77; t
7,66; d
Cd(C-12)
119,4
119,8
Tabel 4.2 Data spektrum 1H-NMR monoterpen indol senyawa B dengan senyawa
alschomine
1
1
Posisi
Skripsi
H-NMR
senyawa B
H-NMR
senyawa
1
Posisi
alschomine
H-NMR
senyawa B
1H-NMR
senyawa
alschomine
H-2
-
-
H-16
2,62; s
2,66; d
H-3
4,23; m
4,28; t
H-17
-
-
H-5
5,01; dd
5,01; d
H-18
1,90; s
1,80; d
H-6
3,73; m
2,72; d
H-19
5,82; m
6,12; q
H-7
-
-
H-20
-
-
H-8
-
-
H-21
7,44; s
7,49; s
H-13
-
-
COOMe
3,74; s
3,74
H-14
2,36; t
2,30; dt
OMe
3,90
3,40
H-15
3,5; s
3,34; brs
-
-
-
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
49
Berdasarkan hasil pengukuran 1H dan 13C-NMR senyawa alkaloid hasil isolasi
merupakan alkaloid dari jenis kerangka aspidodasikarpin yang mana alkaloid indol
pada senyawa B memiliki kemiripan dengan senyawa narelin dan kerangka
monoterpen indol senyawa B yang memiliki kemiripan dengan senyawa alschomin
sehingga struktur senyawa B dimungkinkan memiliki kerangka seperti pada Gambar4.3 akan tetapi untuk memastikan struktur molekul senyawa tersebut MASIH
diperlukan pengukuran spektrum massa serta spektrum korelasi 2D HMQC, dan
HMBC.
17
CO 2 CH
9
6
8
10
5
1
11
13
12
N
H
3
16
H
2
O
O
H
OCH
3
N
4
3
H
21
20
14
15
H
19
18
Gambar 4.4 Kerangka molekul senyawa fraksi B
4.5 Hasil Uji Aktivitas Antiplasmodial
Uji aktivitas antimalaria secara in vitro dengan menggunakan metode Candle
jar, Plasmodium falciparum dibiakkan dalam media RPMI 1640, HEPES, larutan
natrium bikarbonat, dan serum manusia, di inkubasi dalam eksikator yang berisi lilin
(candle jar) atau dalam inkubator dengan CO2 5% pada suhu 370C.
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
50
Dalam uji aktivitas antimalaria diperlukan parasit dengan stadium yang sama
yaitu pada stadium cincin yang dalam biakannya akan berkembang menjadi skizon,
sehingga diperlukan proses sinkronisasi dalam larutan 5% sorbitol untuk membunuh
parasit yang berumur lebih dari 18 jam. Satu siklus aseksual (skizogoni) Plasmodium
falciparum berlangsung selama 48 jam.
Setelah diinkubasi selama 48 jam, dibuat hapusan darah tipis dan diwarnai
dengan giemsa. Hapusan tersebut diamati dengan mikroskop dengan pembesaran
1000 kali dan dihitung jumlah eritrosit yang terinfeksi parasit malaria tiap 5000
eritrosit. Pada inkubasi 48 jam, biakan isolat Plasmodium falciparum yang semula
berbentuk cincin akan tumbuh membentuk skizon.
Uji aktivitas antimalaria dari ekstrak alkaloid terhadap P. falciparum
dikategorikan kuat apabila IC50 yang dihasilkan sebesar 2,00 μg/ml dan ekstrak
dikatakan aktif jika nilai IC50 <50 μg/ml (Kohler, et al,. 2002). Kontrol positif yang
digunakan adalah kloroquin difosfat dengan nilai IC50 sebesar 1,03 μg/ml. Hubungan
antara Dosis Pemberian Ekstrak Alkaloid Alstonia scholaris vs % penghambatan P.
falciparum dapat dilihat pada Gambar-4.5.
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
51
80
70
% Penghambatan Parasit
60
Replikasi 1
Replikasi 2
Rata-rata penghambatan
50
40
30
20
0.01
0.1
1
10
Dosis Ekstrak Alkaloid Daun Alstonia scholaris
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Antara Dosis Ekstrak Alkaloid Daun Alstonia
scholaris dengan Prosentase Penghambatan P.falciparum.
Dari grafik 4.5 dapat terlihat untuk replikasi 1 maupun replikasi 2 yang
mengindikasikan bahwa semakin bertambahnya kadar larutan bahan uji yang
diberikan terhadap parasit maka bertambah pula prosentase penghambatannya dan
semakin kuat bahan uji dalam menekan laju pertumbuhan parasit.
Pada pembanding (kloroquin difosfat), pertumbuhan cincin dan skizon pada
inkubasi 48 jam terlihat adanya penurunan bahkan ada bentukan cincin dan skizon
yang terhambat/mati, hal ini terlihat dengan jumlah parasit yang sangat sedikit pada
eritrosit.
Perhitungan aktivitas antimalaria digunakannya analisis probit untuk
mengetahui nilai IC50 dari sampel uji. Nilai IC50 ini menunjukkan besarnya sampel uji
yang dapat menghambat 50% pertumbuhan parasit. Sampel uji yang digunakan
adalah ekstrak alkaloid total daun A.scholaris bukan senyawa murni hasil isolasi. Hal
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga
52
ini dikarenakan jumlah senyawa murni yang tidak mencukupi setelah penggunaannya
dalam analisis spektroskopi. Dari perhitungan hasil uji antimalaria, diperoleh rata-rata
nilai IC50 sebesar 1,926 μg/ml. Ekstrak suatu senyawa dari tumbuhan memiliki
keaktifan sebagai antimalaria apabila memiliki nilai IC50 kurang dari 50 μg/ml
(Kohler, et al,. 2002) atau kurang dari 5μg/ml (Fidock dan David, 2004). Sedangkan
untuk pembandingnya yaitu kloroquin difosfat, memiliki nilai IC50 sebesar 1,03
μg/ml. Hal ini menunjukkan bahwa kloroquin difosfat lebih efektif dalam
menghambat pertumbuhan parasit malaria dibanding dengan ekstrak alkaloid daun
A.scholaris.
Ekstrak alkaloid daun A.scholaris kurang efektif dibandingkan dengan
kloroquin difosfat, namun dengan nilai IC50 yang kurang dari 50 μg/ml memiliki
potensi yang besar sebagai alternatif antiplasmodial dalam menghambat pertumbuhan
Plasmodium falciparum. Semakin kecil nilai IC50 yang diperoleh dalam analisis
perhitungan aktivitas malaria, semakin toksik suatu bahan dalam menghambat
pertumbuhan parasit.
Skripsi
Isolasi dan identifikasi ...
Ratih Dewi Saputri
Download