BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Peran Budaya dalam Arsitektur

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Peran Budaya dalam Arsitektur
Pandangan terhadap budaya sangatlah luas, budaya dapat berupa tangible
dan intangible, dimana budaya merupakan adat atau aturan yang di bentuk dan
disepakati bersama oleh sebuah kelompok yang dilakukan turun temurun dan
dapat dijadikan sebuah panutan kelompok tersebut sebagai gaya hidup, pola fikir,
adat, ritual, makanan dan lain - lain.
Istilah budaya bersifat multi-diskursif, dapat disimpulkan secara logika
berfikir yang berfungsi dalam setiap wacana yang berbeda, hal ini berarti bahwa
istilah budaya sangat luas dan tidak bisa di pakai sebagai definisi tetap dalam
konteks yang berbeda. (Loebis, 2002)
Budaya adalah hal yang menceritakan tentang sebuah kelompok orang
atau populasi yang memiliki nilai, kepercayaan dan pandangan hidup serta system
simbol, yang dipelajari dan disebarkan. Ini menciptakan sebuah system aturan dan
kebiasaan,
yang merefleksikan idealisme pada kelompok tersebut dan
menjadikannya sebagai gaya hidup, tata cara dan aturan hidup, peran, kelakuan,
makanan, bahkan sebuah bentuk buatan misalnya arsitektur dilihat dari faktor –
faktor kebutuhan dari sebuah kelompok (Parson and Shils: 1962, Rapoport: 1977
dalam Loebis, 2002). Ada banyak kecenderungan kesamaan yang lebih besar di
dalam budaya. Keteraturan di dalam budaya berhubungan dengan gaya hidup dan
7
Universitas Sumatera Utara
lingkungan binaan. Selanjutnya, suatu peraturan menjadi terwujud dalam suatu
lingkungan dengan membedakan lingkungan satu dengan lingkungan lainnya.
Perubahan budaya didefinisikan sebagai proses alami berkaitan dengan
perubahan struktur dan perubahan fungsi dari sistem sosial di dalam masyarakat.
Struktur ini adalah pola budaya yang digunakan sebagai dasar bagi ukuran sistem
sosial tertentu, sementara fungsi ini merupakan implikasi integrasi struktur dengan
yang lain dalam sistem baru.
Dalam bahasa, transformasi adalah aturan sintaktis tertentu atau pola dasar
kata dalam kalimat yang mengambil satu kategori sintaksis atau simbol dan
merubahnya ke dalam string lain oleh proses penambahan, penghapusan atau
permutasi yang dispesifikasikan oleh aturan transformasional. Catatan dapat
diperluas untuk hikayat dan mitos atau tujuan arsitektur dengan heterogenitas
yang telah ada sebagai hasil dari transformasi yang dicapai.
2.2 Transformasi Arsitektur
2.2.1 Definisi Transformasi
Transformasi adalah salah salah satu insting dasar manusia yang dapat
didefinisikan sebagai suatu set transisi pada masyarakat dalam usahanya untuk
mengadakan adaptasi dalam perubahan dunia. Misi dan tujuan budaya tertentu
dapat diperoleh melalui suatu strategi yang merefleksikan materi budaya misalnya
gaya arsitektur dan bentuk hunian. Karena arsitektur ditentukan berdasarkan
budaya (Rapoport, 1969 dalam Loebis, 2002), maka transformasi arsitektural dan
8
Universitas Sumatera Utara
prosesnya juga ditentukan oleh budaya, akibatnya perubahan dan transformasi
budaya akan berdampak pada arsitektur.
Transformasi adalah perubahan budaya yang relatif cepat dengan hasil
yang besar. Transformasi khususnya pada perubahan susunan teknis dan moral
mengacu pada organisasi perasaan manusia dalam menghakimi hal yang benar
pada ikatan antar manusia daripada kategori konten dari kultur itu sendiri
(Redfield, 1953 dalam Loebis, 2002) . Selanjutnya Redfield menyatakan bahwa
susunan teknis adalah susunan yang dihasilkan oleh pemaksaan yang disengaja,
atau dari pemanfaatan dengan maksud yang sama.
Perubahan fisik disebabkan oleh adanya kekuatan non fisik yaitu
perubahan budaya, sosial, ekonomi & politik.
2.2.2
Asal-usul Perubahan
Perubahan dapat didefinisikan sebagai serangkaian kejadian dalam kurun
waktu, yang melahirkan suatu modifikasi atau pergantian suatu elemen dari pola
budaya yang mengarah pada pergerakan pola dalam waktu dan ruang dan
menghasilkan pola kultural lain (Loebis, 2002). Perubahan kultural berkaitan
dengan waktu. Perubahan kultural bersifat historis dan berhubungan dengan
urutan kejadian dan pergerakan ruang dan waktu. Oleh karena itu, perubahan
kultural hanya bisa dipelajari melalui catatan historis.
Struktur dan proses perubahan budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari
bagian yang saling bergantung, setiap bagian ini memiliki fungsi masing-masing
dan berperan dalam sistem (Durkheim dalam Loebis, 2002). Dalam teori ini,
9
Universitas Sumatera Utara
sistem adalah gerakan kekal, suatu titik keseimbangan dimana bagian dari sistem
tersebut terus menerus menyesuaikan satu sama lain dan untuk merubah subsistem
yang membentuk bagian baru. Maka dari itu, dalam suatu sistem terdapat
penggerak untuk mencapai kondisi baru.
Adaptasi
Sesuai dengan pandangan evolutionism, adaptasi adalah suatu proses dan
sistem yang menghubungkan sistem kebudayaan dan alam semesta. Proses ini
terjadi apabila misi kultural tercapai, dengan demikian masyarakat menggerakkan
sumber daya dan menjaga pola budayanya sebagai upaya untuk menciptakan
keseimbangan.
Maka dari itu, kondisi ini tidak dapat ditetapkan sebagai kondisi statis, hal
ini dikarenakan sistem memiliki potensi yang tinggi untuk merangsang dan
melaksanakan perubahan dan adaptasi, dalam menjaga tujuan misi kultural bagi
masyarakat, oleh (Parson dan Shills, 1962 dalam Loebis, 2002).
Adaptasi adalah faktor yang penting, tetapi dalam analisis proses
perubahan
dan
transformasi
adaptasi
tidak
mencukupi,
karena
tidak
dipertimbangkan sebagai faktor yang memiliki peran aktif dalam faktor eksternal.
Pencapaian Kebutuhan Budaya
Dalam Loebis, 2002 beberapa peniliti memaparkan pencapaian kebutuhan
budaya terdiri atas beberapa hal antara lain, kebutuhan biologis seperti yang
diungkapkan (Malinowski, 1944) dan (Mallmann, 1973), hasrat (Kemenetsky,
1992), keinginan (Max-Neef, 1992), dan kebutuhan sosial (Radcliffe-Brown,
1922). Dengan kata lain kebutuhan budaya adalah semacam interaksi dari
10
Universitas Sumatera Utara
kebutuhan biologi dan material ideologi. Kebutuhan budaya dapat dilaksanakan
melalui pencapaian misi kultural dengan cara mengaplikasikan strategi budaya.
Oleh
karena
itu,
kebutuhan
budaya
bergantung
pada
perubahan
dan
mentransformasikan suatu upaya untuk melakukan adaptasi demi kelangsungan
hidup manusia.
2.2.3 Mekanisme Transformasi
2.2.3.1 Struktur dan proses perubahan
Budaya adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian yang saling bergantung,
setiap bagian ini memiliki fungsi masing-masing dan berperan dalam sistem
(Durkheim dalam Loebis, 2002) Dalam teori evolutionism, proses perubahan
budaya menunjukkan keteraturan dan gejala asli dalam setiap pola kultur untuk
mengalami perubahan. Gejala ini dideskripsikan dalam teori dialektik Hegel yang
menyatakan bahwa pendekatan dialektik menekankan kepentingan produk mental
dan pikiran dari pada material seperti yang diaplikasikan pada definisi sosial pada
dunia fisik dan materi.
Menuruth Smith (1976), perubahan disebabkan oleh tiga faktor. Faktor
yang pertama adalah kumpulan minat materi masyarakat, yang kedua adalah
ideologi yang menanamkan pandangan hidup, dan yang ketiga adalah ketertarikan
suatu kelompok budaya.
Perubahan dalam evolutionism dipandang sebagai pertumbuhan, yang
mungkin terganggu, namun selalu mencapai kemajuan dan terus naik,
bertransformasi dari bentuk simpel ke bentuk yang lebih rumit dan fleksibel.
11
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian hanya perubahan tertentu yang mengikuti pola ideal ini.
Faktanya, hasil dari dampak faktor eksternal banyak yang berubah dan dalam
keadaan tertentu keadaan pola kultural menjadi kurang penting bila dibandingkan
dengan penyaluran dampak eksternal.
Kegagalan dalam evolutionism adalah ketidak mampuan paham ini untuk
menyuguhi proses terputus yang radikal dan serangkaian kejadian yang
diungkapkan dalam catatan sejarah.
Pertukaran Eksternal (difusionisme)
Difusi adalah respon dari sumber perubahan internal seperti yang
diusulkan oleh teori evolutionism. Difusi disini dapat diartikan sebagai
perpindahan elemen budaya dari satu budaya ke budaya lainnya. Menurut Smith,
1976 proses difusi tidak membedakan elemen perpindahan dari kultur
penyumbang dan terjadi secara tidak sengaja dalam perpindahan elemen ke kultur
penerima. Dari sisi kultur penyumbang, perubahan dapat diarahkan maupun tidak
diarahkan tetapi elemen budaya asing tidak akan bisa menembus budaya lain
kecuali elemen budaya tersebut disetujui oleh kultur penerima. Budaya penerima
kemudian akan memodifikasi elemen budaya yang mereka terima dengan cara
yang lebih kompleks, modifikasi budaya inilah yang nantinya akan menjadi
bentuk hybrid. Malinowski sepend, 1945 dalam Loebis 2002 sependapat dengan
teori ini, Ia menyatakan bahwa dampak misi kultur penyumbang, berpengaruh.
Paham difussionism meyakini bahwa perubahan terbesar berasal dari luar
kultur penerima, dan tugas para peneliti adalah untuk mencari keanehan,
terulang,yang tersalur dimana perubahan mendesak pengaruhnya pada kultur
12
Universitas Sumatera Utara
penerima. Perubahan dalam diffusionism memiliki relevansi dan atraksi yang
besar dalam proses sejarah masa kini dibandingkan dengan masa lalu.
Diffusionism juga memiliki kekurangan yaitu, yang pertama paham ini
cenderung berasumsi bahwa semua perubahan bersifat kualitatif. Yang kedua
diffusionism cenderung menolak peran seleksi aktif oleh individu dan kelompok
yang ditemukan oleh Malinowski. Yang ketiga, paham ini gagal menyediakan
kriteria untuk membedakan jenis rangkaian kejadian historis eksternal yang dapat
menghasilkan perubahan yang signifikan.
2.2.4 Jenis-jenis Transformasi
Menurut Laseau, 1980 dalam Loebis, 2002 transformasi dikategorikan
menjadi 4 bagian:
Transformasi topologikal (geometri)
Perubahan bentuk geometri dengan jenis bentuk dan fungsi ruang yang
sama.
Transformasi gramatika hiasan (ornamental)
Perubahan yang dilakukan dengan menggeser, memutar, mencerminkan,
melipat, dll.
Tranformasi reserval (kebalikan)
Memutar pandangan terhadap objek yang ditransformasikan, dimana nilai
objek yang dipandang diubah sebaliknya.
Transformasi distortion (tidak seimbang)
Perubahan yang dilakukan dengan merancang bebas
13
Universitas Sumatera Utara
2.3 Bentuk
Bentuk merupakan sebuah istilah inklusif yang memiliki beberapa
pengertian. Bentuk dapat dihubungkan pada penampilan luar yang dapat dikenali
seperti sebuah kursi atau tubuh seseorang yang mendudukinya (Ching, 1999). Hal
ini juga menjelaskan kondisi tertentu dimana sesuatu dapat mewujudkan
keberadaanya, misalnya bila kita bicara mengenai air dalam bentuk es atau uap.
Dalam seni dan perancangan seringkali dipergunakan istilah tadi untuk
menggambarkan struktur formal sebuah pekerjaan cara dalam menyusun dan
mengkoordinasi unsur – unsur dan bagian – bagian dari suatu komposisi untuk
mengasilkan suatu gambaran nyata.
Namun bentuk dapat dihubungkan baik dengan struktur internal maupun
garis eksternal serta prinsip yang memberikan kesatuan secara menyeluruh. Jika
bentuk lebih dimaksudkan sebagai pengertian massa atau isi – dimensi, maka
wujud secara khusus lebih mengarah pada aspek penting bentuk yang
mewujudkan penampilannya konfigurasi atau peletakan garis atau kontur yang
membatasi suatu bentuk.
Secara geometri kita ketahui wujud – wujud beraturan seperti lingkaran
dan sederetan segi banyak beraturan (yang memiliki sisi – sisi dan sudut – sudut
yang sama) yang tak terhingga banyaknya dapat dilukiskandidalam lingkaran
tersebut. Dari hal diatas yang paling penting adalah wujud – wujud dasar;
lingkaran, segitiga dan bujur sangkar.
14
Universitas Sumatera Utara
Lingkaran adalah sederetan titik – titik yang disusun jarak yang sama dan
seimbang sebuah titik tertentu didalam. Menurut (Ching, 1999) lingkaran adalah
sesuatu yang terpusat, berarah kedalam dan pada umumnya bersifat stabil dengan
sendirinya menjadi pusat. Penempatan lingkaran pada sebuah bidang akan
memperkuat sifat dasarnya sebagai poros. Sedangkan bujur sangkar merupakan
sebuah bidang datar yang mempunyai empat buah sisi yang sama panjang dan
empat buah sudut siku – siku. Menurut (Ching, 1999) bujur sangkar menunjukkan
sesuatu yang murni dan rasional. Bentuk ini merupakan bentuk yang statis dan
netral serta tidak memiliki arah tertentu.
2.4 Tinjauan Bentuk Atap Kubah Pada Bangunan Masjid Al – Osmani
2.4.1 Sejarah Masjid Al- Osmani
Menurut Sinar, 1996 sebuah Masjid tertua yang sangat lekat dengan
budaya Kesultanan Deli yang terdapat di Kota Medan inipun sering di beri
julukan dengan sebutan Masjid Labuhan dimana letak posisinya yang berada di
daerah Medan Labuhan yang berjarak sekitar 20 km dari pusat Kota Medan.
Sekitar tahun 1854 oleh Sultan Deli yang Ke- 7, dimana mulai
didirikannya Masjid ini, yakni Sultan Osman Perkasa Alam, Beliau memilih
bahan material kayu yang kokoh dan pilihan sebagai material utama pada Masjid
ini yang didatangkan langsung dari Kota Penang, Malaysia. Masjid Al – Osmani
berada di Jalan K L Yos Sudarso, Pekan Labuhan karena pada masa kejayaan
Kesultanan Deli, disinilah titik letak kekuasaan Kejayaan Kesultanan Deli seperti
perdagangan, perkebunan, dan kehidupan sehingga Masjid ini merupakan Masjid
yang berperan penting terhadap perkembangan dan sejarah Kota Medan.
15
Universitas Sumatera Utara
Sinar, 2001 menjelaskan bangunan Masjid Al- Osmani ini dibangun
dengan tenaga arsitektur berdarah Belanda dan beberapa pekerja yang berupa
pedagang dan kuli dan berasal dari Tiongkok dan pulau seberang Malaysia.
Karena mesjid ini menggunakan material seperti kayu yang telah ditaksir usia dari
material ini tidak akan sampai satu abad, dengan tujuannya agar Masjid tetap
megah dan kokoh , Kemudian pada tahun 1870, masjid yang terbuat dari bahan
kayu itu dibangun menjadi megah secara permanen oleh Sulthan Mahmud Perkasa
Alam yang pada saat itu menduduki Singgasana Raja Deli di Kesultanan Deli
sebagai Raja Ke 8 .
Pada tahun 1870 semasa kekuasaan Sultan Mahmud Perkasa Alam,
dilakukan renovasi besar pada masjid ini. Proyek renovasi ini dikepalai oleh
arsitek Jerman GD Langereis. Setelah renovasi Masjid ini menjadi bangunan
permanen. Material yang digunakan pun berasal dari Eropa dan Persia. Secara
arsitektural setelah renovasi tampilan Masjid Al Osmani berubah total. Arsitektur
Masjid Al Osmani merupakan gabungan dan pengaruh sentuhan dari beberapa
Gaya Arsitektur dunia.
Sampai pada saat ini, Masjid Al- Osmani ini selain digunakan sebagai
tempat beribadah seperti fungsi awalnya. Masjid ini juga digunakan sebagai
tempat para penduduk dan rakyat Deli pada masa lalu dan masa sekarang
merayakan hari besar keagamaan dan tempat bersilaturahmi dan berziarah ke
Makam Sultan. Adapun di halaman Masjid ini terdapat lima makam raja Deli
yang dikuburkan yakni Tuanku Panglima Pasutan (Raja Deli IV), Tuanku
Panglima Gandar Wahid (Raja Deli V), Sulthan Amaluddin Perkasa Alam (Raja
16
Universitas Sumatera Utara
Deli VI), Sultan Osman Perkasa Alam, dan Sulthan Mahmud Perkasa Alam. Ini
dikarenakan letak Masjid Al- Osmani yang dapat menampung sebanyak sekitar
500 Jamaah ini berhadapan langsung dengan Istana Kerajaan Deli.
2.4.2
Kubah
Bentuk kubah telah dikembangkan selama ratusan tahun oleh banyak
kelompok masyarakat di berbagai belahan dunia. Garis sejarah mengenai
perkembangan dari bentuk kubah beserta fungsinya sangat luas dan kaya makna
bahkan telah menjadi symbol semiotik yang khas bagi berbagai agama, budaya
dan peradaban tertentu. Hampir mustahil untuk membedakan kubah Islam
(Gambar 2.1), Kubah Kristen (Gambar 2.2), Kubah Yahudi (Gambar 2.3), Kubah
yang Pagan, karena pada dasarnya tradisi membangun sebuah bangunan dengan
menggunakan kubah telah dimulai sejak era Romawi Kuno. Konon bentuk kubah
dapat diinterpretasi “mengandung” makna universal sebagai benda buatan
manusia yang meniru bentang langit. (Sopandi 2013).
Sumber : www.republika.id
Sumber : www.republika.id
Gambar 2.1 Kubah Islam
Gambar 2.2 Kubah Kristen
Sumber : www.wikipedia.id
17
Gambar 2.3 Kubah Yahudi
Universitas Sumatera Utara
Seperti yang telah dipaparkan oleh Alamsyah, Wahid 2013, kubah
merupakan salah satu unsur arsitektur mendasar yang dapat disebut sebagai
bentuk bangunan dan selalu digunakan di tempat tertinggi di atas bangunan
(sebagai atap). Bentuk dari kubah tidak hanya memiliki permukaan luar tetapi
juga memiliki ruang dalam dan organisasi ruang, dimana arsitektur berada pada
potensi paling tinggi ketika eksterior dan interior dipahami dalam satu kesatuan.
Bahkan, dalam penjelasan Pope 1965;Wilber 1969; Michell 1978; Stierlin 2002
juga menyatakan, bahwa orang – orang terlalu sering memperhatikan kesamaan
bentuk kubah Islam, meskipun terdapat perbedaan antara bentuk konseptual. Para
peneliti sering menggunakan kedua istilah bentuk onion dan bulbous (Gambar
2.4).
www.google.com
Gambar 2.4 Kubah Onion
2.4.3 Sejarah Kubah
Seperti yang dijelaskan oleh Sopandi dalam buku Sejarah Arsitektur,
Perkembangan arsitektur di Eropa Timur dan Timur Tengah banyak mewarisi
beragam inovasi yang dikembangkan pada masa kejayaan Romawi. Selain karena
18
Universitas Sumatera Utara
perkembangan teknologi membangunnya, Romawi sangat berpengaruh dalam
peradaban dunia karena kekuasaan politiknya yang sangat luas, mencakup daratan
yang mengelilingi Laut Mediterania yakni Italia, Yunani, semenanjung Eropa
Barat, sebagian Britania, delta muara Sungai Nil, semenanjung Arab, dan Asia
kecil. Pada puncak kejayaannya, yang dimulai dari abad ke- 4 SM sampai dengan
400 M, bahkan Roma juga sempat melakukan pengembangan dalam infrastruktur
kota yang sangat canggih di daerah – daerah kekuasaannya. (Gambar 2.5)
Sumber : www.wikipedia.id
Gambar 2.5 wilayah kekuasaan Byzantium tahun
476 Masehi.
Setelah Roma mengalami banyak masalah yang menyebabkannya ketidak
kondusifan Roma sebagai ibukota, maka ibukota kekaisaran dipindahkan ke
bagian Timur, yakni ke Kota Bizantium. Kaisar Konstantin merupakan Kaisar
pertama yang memeluk agama Kristen pada tahun 313 M, bahkan beliau telah
menjadikan Agama Kristen menjadi sebuah agama yang resmi pada Kekaisaran
Romawi.
Kekaisaran
Romawi
Timur
(Kekaisaran
Bizantium)
telah
mengembangkan peradaban yang maju di Eropa Timur dan sebagiannya di Timur
Tengah. Bagi sejarah perkembangan arsitektur Eropa, perpecahan ini penting
19
Universitas Sumatera Utara
karena menentukan tradisi dalam perkembangan monument – monumen
arsitektur, terutama pada bangunan peribadatan.
Arsitektur religius di Bizantium sangat identik dengan menggunakan
elemen kubah dan bentuk denah yang terpusat. Hagia Sophia merupakan sebuah
karya agung Bizantium yang di bangun pada kurun waktu sekitar 532-537 M.
Inovasi geometri yang dihasilkan pada Hagia Sophia adalah bidang segitiga
melengkung yang disebut dengan pendentive. Kebanyakan interpretasi sejarah
arsitektur menghubungkan arsitektur Bizantium sebagai pengembangan lanjut dari
yang telah dicapai oleh monumen Patheon, yaitu berusaha menciptakan ruang
simbolis yang merepresentasikan cakrawala dan semesta lewat konstruksi kubah.
Menurut Sumalyo (2006) dalam buku Arsitektur Mesjid, Mesjid dapat
diartikan sebagai tempat dimana saja untuk bersembahyang orang Muslim. Kata
mesjid disebut sebanyak dua puluh delapan kali di dalam Al-Quran, berasal dari
kata Sajada-Sujud, yang berarti patuh, taat, serta tunduk penuh hormat dan
takzim. Sujud dalam syariat yaitu berlutut, meletakkan dahi, kedua tangan ke
tanah adalah bentuk nyata dari arti kata tersebut di atas. Oleh karena itu bangunan
dibuat khusus untuk salat disebut mesjid yang artinya : tempat untuk sujud.
Zaman Bizantium merupakan zaman perkembangan arsitektur yang
berpengaruh besar dalam Arsitektur Mesjid terutama dalam penggunaan
berdasarkan bentuknya. Dimana Konstantinopel (sekarang Istanbul) di bangun
sebuah gereja sangat besar pada waktu itu yang disebut Hagia Sophia. Pada gereja
20
Universitas Sumatera Utara
inilah dibuat kubah, kemudian kubah menjadi ciri dari arsitektur Bizantium
(Gambar 2.6).
Sumber : www.wikipedia.com
Gambar 2.6 Hagia Sophia
Arsitektur zaman Bizantium (330-1453) bersamaan dengan jaman Kristen
Awal dan Islam Awal, keduanya banyak menggunakan kubah. Struktur kubah
yang kekuatannya justru karna bentuk, mulanya berfungsi untuk memenuhi
kebutuhan ruang lebar tanpa kolom, dan dapat mendengungkan suara sebagai
pengeras suara. Namun karena keindahannya kemudian banyak diambil hanya
pada elemen bentuknya saja. Pada zaman Bizantium banyak pula dibangun gereja
dengan kubah sebagai mahkota di bagian atas bangunan, kadang – kadang hanya
majemuk seperti antara lain gereja S. Marko (1063-85) (Gambar 2.7).
Sumber : en.wikipedia.org
Gambar 2.7 Gereja S. Marko
21
Universitas Sumatera Utara
Era Renaissance merupakan masa peralihan dari zaman pertengahan ke zaman
modern. Arsitektur Renaissance menggambarkan perjuangan lepas dari doktrin
gereja. Ornamen-ornamen organis muncul sebagai bagian dari keindahan
bangunan. Cahaya masih menjadi bagian dari keindahan bangunan, namun unsurunsur duniawi juga muncul dalam bentuk detail-detail yang indah. Detail yang
bersifat duniawi pada era pertengahan sangat dibatasi. Kemunculan detail ini
dilandasi oleh ideologi untuk melepaskan diri dari doktrin gereja. Kubah pada
gereja ini biasanya tidak lebar, menggunakan kerangka kayu. Tidak sedikit gereja
lain sejaman memakai “kubah palsu” majemuk, bahkan memodifikasi menjadi
bentuk bawang, yaitu kubah yang runcing di atas, menggelembung di tengah
seperti bawang (onion).
Bahkan bentuk kubah tidak sedikit hanya dipakai sebagai hiasan dan hanya
kecil, misalnya pada amortizement dan puncak dari sebuah minaret, misalnya
pada banyak mesjid dan makam muslim Kuno di India. Pada mesjid-mesjid kuno
dan baru di Arab, Mesir dan lain-lain, kubah selain menjadi penghias juga
menjadi tanda memperkuat arah kiblat, diletakkan di depan-atas dari mihrab.
Keberadaan kubah pada mesjid, juga seperti adanya banyak kolom dalam haram,
menjadi polemik berkepanjangan.
2.4.4 Arsitektur Hindu
Seperti yang dipaparkan oleh Mangunwijaya,1995. Bahwa Agama Hindu
dibawa oleh para pedagang dari india sekkitar abad ke-4 ke kepulauan Indonesia
pada umumnya dan ke pulau Jawa pada khusunya. Permulaan inilah yang
22
Universitas Sumatera Utara
mengakhiri zaman prasejarah di Jawa. Bukti-bukti mengenai keberadaan kerajaan
Hindu-Jawa berupa prasasti-prasarti dari batu yang ditemukan di pantai utara
Jawa Barat, kurang lebih 60 kilometer sebelah timur Kota Jakarta di lembah
sungai Cisedane.
Pada prasasti tersebut dapat dilihat bentuk dan gaya huruf india Selatan.
Dari Prasasti tersebut dapat dilihat mengenai beberapa upacara yang dilakukan
oleh seorang raja yang merayakan peresmian bangunan irigasi dan bangunan
keagamaan. Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang budayanya
dipengaruhi oleh budaya Hindu. Pada daerah ini pula ditemukan beberapa candi
Hindu. Salah satu candi Hindu yang terkenal dan cukup besar adalah candi
Larajonggrang. Sejarah kebudayaan Jawa hingga abad ke-15 yang sangat
dipengaruhi oleh kebudayaan India, pada periode inilah sejarah Jawa dimasukkan
kedalan periode Hindu Jawa.
a. Kebudayaan Hindu
Mangunwijaya, 1995 memaparkan bahwa masyarakat India menganggap
bahwa alam semesta merupakan benua berbentuk lingkaran, yang dikelilingi oleh
beberapa samudera dengan pulau pulau besar di empat penjuru yang merupakan
tempat tinggal keempat penjaganya yang keramat. Di pusat terletak Gunung
Mahameru yakni gunung para Dewa.
Alam semesta yang bermacam-macam itu pada hakikatnya hanyalah semu
atau tipuan belaka. Mereka memandang segala yang ia lihat dan yang mereka
alami sebagai sesuatu yang kosmos atau yang agung. Dengan kata lain manusia
23
Universitas Sumatera Utara
menurut pandangan orang India harus melakukan perjalanan penuh perjuangan
dan pengekangan diri untuk pergi dari keadaan maya yang semu ini dan semakin
membersihkan diri, semakin menghening, sehingga bersih bebas tanpa rupa tanpa
nafsu ataupun hasrat, meniadakan diri. Jalan peniadaan diri (dari yang maya)
kedalam keheningan mumi mutlak (nirvana) itulah hakikat pandangan India
beserta ungkapan-ungkapan kebudayaannya.
b. Ciri-ciri Arsitektur Hindu
Banyak peninggalan-peninggalan yang ditinggalkan pada jaman Hindu
antara lain berupa satu kota dimana terdapat Istana Kerajaan, mempunyai
beberapa kompleks candi yang didirikan untuk berbagai aspek kehidupan. Candi
merupakan salah satu peninggalan Hindu yang bersifat arsitektural yang masih
dapat kita lihat sampai saat ini.
Candi berfungsi sebagai tempat tinggal dewa-dewa yang terbuat dari batu.
Bangunan batu yang tinggi itu melambangkan kekuasaan dan sifat abadi dari
dewa yang bersangkutan.
Untuk Candi Hindu dan Candi Budha mempunyai persamaan dan
perbedaan dalam pemakaian bentuk, pola dan orientasinya tetapi pada dasarnya
adalah sama dengan memandang alam semesta.
Penggunaan bentuk-bentuk dasar dari candi menggunakan citra dasar
“gunung”. Gunung dalam penghayatan religius masyarakat kuno di India (dapat
juga ditemukan pada daerah daerah lain di dunia, misalnya Olimpia) dihayati
24
Universitas Sumatera Utara
sebagai tanah yang tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas, yang
dikaitkan dengan segala yang mulia, yang ningrat, yang aman.
A. Tata Bentuk
Pada puncak-puncak gunung itulah dibayangkan para dewata
hidup. Hal ini sangat mempengaruhibentuk-bentuk arsitektur Hindu.
Bentuk candi terbagi menjadi beberapa tipe. Pembagian tipologi candi ini
dapat dilihat dari jumlah ruang pada candi, yaitu :
1. Bangunan candi dengan satu ruang ( One roomed building)
(Gambar 2.8).
Sumber : en.wikipedia.org
Gambar 2.8 Candi satu ruangan
2. Bangunan
candi
dengan
tiga
ruang
(Three
roomed
Building)(Gambar 2.9).
25
Sumber : en.wikipedia.org
Gambar 2.9 Candi Tiga Ruangan
Universitas Sumatera Utara
3. Bangunan candi bertingkat dua dengan enam ruang (Two storied
building with six room)(Gambar 2.10)
Sumber : en.wikipedia.org
Gambar 2.10 Candi senam ruangan
4. Bangunan candi masif tanpa ruang.
Pembagian candi secara vertikal terbagi dalam tiga bagian utama, yaitu:
1. Kaki (Bhurloka)
Pada bagian ini disebut juga sebagai dasar atau base dari sebuah
candi. Bagian ini merupakan bagian yang paling luas dari keseluruhan
candi. Pada tahap ini menunjukkan makna dimana manusia masih
dipenuhi oleh hawa nafsu.
2. Badan (Bhuvarloka)
Menggambarkan keadaan manusia didunia fana ini. Sadar tetapi
masih sadar semu. Pada bagian ini merupakan bagian dimana manusia
sudah mulai sadar untuk meninggalkan nafsu duniawi. Biasanya terdapat
patung yang mempunyai makna sebagai perantara atau petunjuk jalan
untuk mencapai tahap kesempurnaan hidup. Ukuran pintu sengaja dibuat
26
Universitas Sumatera Utara
kecil agar orang yang masuk merundukkan kepala sebagai tanda
penghormatan dewa yang berada didalamnya. Bagian atas pintu biasanya
terdapat kepala kala yang dipercaya sebagai penjaga pintu candi. Pada
bagian atas dari badan (body) terdapat molding (upper molding) yang
membatasi antara badan dan kepala (roof).
3. Kepala (roof)
Merupakan bagian dimana manusia memasuki tahap kesempurnaan
hidup dan meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi. Pada bagian atap
terdapat 3 tingkatan yang terdiri dari:
a. Tingkatan 1
Merupakan tingkatan paling bawah dari bagian kepala. Bagian ini
merupakan tahap awal manusia memasuki tahap kesempurnaan.
b. Tingkatan 2
Mempunyai skala yang lebih kecl dari tingkatan pertama yang
menandakan manusia sudah berada pada tahapan yang semakin tunggi
dan semakin kecil.
c. Tingkatan 3
Merupakan tahap dimana manusia akan memasuki kesempurnaan
hidup. Semakin kecil dan semakin suci.
d. Puncak dari kepala
27
Universitas Sumatera Utara
Merupakan tahap puncak dimana manusia menjadi sempurna dan
suci. Pada tingkatan ini yang paling atas merupakan tahap keberhasilan
manusia melewati paradaksina (perjalanan) hidup hingga mencapai
kesempurnaan hidup.
28
Universitas Sumatera Utara
Download