BAB III Kerangka Pemikiran

advertisement
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Landasan Teori
Landasan teori mengenai penawaran dan permintaan barang dan jasa serta
elastisitas harga dan mekanisme keseimbangan pasar secara umum berlaku
sebagai landasan untuk analisis penawaran dan permintaan kayu bulat untuk
pasokan industri pengolahan kayu primer. Di samping itu, teori yang berkaitan
dengan faktor-faktor yang berpengaruh seperti suku bunga, pungutan, dan upah
perlu juga untuk diperhatikan dalam melihat perilaku ekonomi dari fenomena ini.
Dalam kaitannya dengan permintaan dan penawaran kayu bulat dan kayu
olahan primer dari dan ke luar negeri, dipandang perlu juga untuk melihat basis
teori perdagangan internasional yang terkait dengan perdagangan komoditi
tersebut. Kemudian, untuk memfokuskan penelitian ini, maka perlu juga dilihat
hasil-hasil empirik penelitian tentang penawaran dan permintaan kayu bulat yang
pernah dilakukan sebelumnya, baik untuk Indonesia maupun negara-negara lain.
Dari studi empirik ini bisa dilihat hal-hal yang perlu dilakukan dalam penelitian
ini.
3.1.1. Penawaran dan Permintaan serta Mekanisme Pasar.
Marshall, dalam Nicholson (2000), menyatakan bahwa kurva permintaan
mempunyai slope negatif yang merefleksikan prinsip marginalis dimana pembeli
cenderung tidak berkeinginan menambah jumlah barang atau jasa yang dibelinya,
kecuali bila harga barang atau jasa tersebut turun. Sebaliknya, kurva penawaran
mempunyai slope positif yang memperlihatkan bahwa produsen hanya akan
menaikkan produksinya bila harga produk itu naik, karena adanya kecenderungan
27
kenaikan biaya produksi per unit barang atau jasa, untuk setiap kenaikan produksi
barang atau jasa tersebut.
Bila kurva penawaran diletakkan bersama dengan kurva permintaan pada
gambar yang menghubungkan harga barang dengan jumlah yang dibeli atau yang
diproduksi, dan
asumsikan semua faktor tetap (ceteris paribus), maka akan
diperoleh keseimbangan harga dan barang sebagaimana terlukis pada Gambar 2
berikut.
Harga (P)
Permintaan (D)
Penawaran (S)
Surplus
E
P1
P0
P2
Shortage
Q0
Jumlah (Q)
Sumber: Nicholson,2000
Gambar 2. Kurva Penawaran dan Permintaan
Pada Gambar 2, terlihat bahwa mekanisme pasar mengarahkan harga suatu
barang atau jasa untuk berubah sedemikian rupa sehingga terjadi keseimbangan
(equal) pada titik E dimana jumlah barang yang ditawarkan sama dengan jumlah
yang diminta (Q 0 ) pada harga P 0 .
Pada titik keseimbangan ini, tidak ada
kekurangan (shortage) maupun kelebihan (surplus) atas jumlah barang yang
ditawarkan di pasar (Pindyck and Rubinfeld, 2009).
28
Kedua kurva pada Gambar 2 akan bergeser apabila faktor-faktor di luar
harga mengalami perubahan dan menghasilkan keseimbangan harga dan jumlah
barang yang baru. Misalkan, apabila di suatu saat upah buruh turun maka kurva
penawaran akan bergeser ke kanan, sedangkan bila ada peningkatan permintaan
rumah baru maka akan terjadi peningkatan permintaan kayu sehingga kurva
permintaan komoditi ini juga akan bergeser ke kanan, sebagaimana nampak pada
Gambar 3. Pergeseran kedua kurva tersebut mengakibatkan kesimbangan baru E 2
dimana harga dan jumlah kesimbangan yang lama (P1 dan Q 1 ) bergeser ke harga
dan jumlah keseimbangan baru (P2 dan Q 2 ).
Harga (P)
S1  S2
P2
E2
E1
D2
P1
D1
Q1
Q2
Jumlah (Q)
Sumber: Pindyck and Rubinfeld, 2009
Gambar 3. Kurva Pergeseran Permintaan dan Penawaran
3.1.2. Elastisitas Permintaan dan Penawaran
Permintaan akan kayu bulat tidak hanya tergantung pada harga kayu itu
sendiri, namun dipengaruhi juga oleh peubah (variable) lain seperti daya beli
industri yang menggunakan kayu itu sebagai bahan baku.
Demikian pula
penawaran kayu bulat tidak hanya dipengaruhi oleh harga kayu itu di pasar namun
juga oleh biaya tebangan di hutan, atau peubah lainnya. Kepekaan suatu peubah
29
terhadap perubahan peubah lain dalam permintaan maupun penawaran barang
atau jasa diukur dengan nilai elastisitas.
Elastisitas permintaan terhadap harga (price elasticity), didefinisikan
sebagai persentase perubahan permintaan yang disebabkan oleh kenaikan satu
persen atas harga barang atau jasa itu. Secara matematis konsep itu dituliskan
sebagai:
Ep = (% ∆Q) / (% ∆P) atau
Ep = (∆Q/Q) / (∆P/P), sehingga Ep = P. ∆Q / Q.∆P
Elastisitas permintaan biasanya negatif, hal ini memberikan gambaran
bahwa kenaikan harga selalu mengakibatkan penurunan permintaan, namun
besaran elastisitas (magnitude) selalu dinyatakan secara absolut. Bila elastisitas
harga suatu barang lebih dari 1 (Ep>1) maka perubahan permintaan akan barang
tersebut lebih besar dibanding dari perubahan harganya, sehingga permintaan
barang ini dinyatakan elastis terhadap harga (price elastic).
Sebaliknya bila
besaran elastisitas barang itu kurang dari satu (Ep<1), maka permintaan barang
tersebut kurang elastis terhadap harga (price inelastic) karena perubahan
permintaan atas barang itu tidak sebesar perubahan harganya.
Elastisitas permintaan biasanya ditentukan oleh keberadaan barang
substitusi. Dalam hal ini bila harga suatu barang naik, sementara itu di pasar ada
substitusi untuk barang itu, maka konsumen akan cenderung beralih membeli
barang substitusi tersebut, sehingga permintaan akan barang tersebut menjadi
sangat elastis (highly price elastic).
Sebaliknya bila di pasar tidak tersedia
substitusi atas barang tersebut, maka permintaannya menjadi tidak elastik (price
inelastic).
30
Dengan cara yang sama elastisitas penawaran didefiniskan sebagai
persentase perubahan jumlah yang diminta terhadap 1 persen perubahan harga.
Elastisitas ini biasanya positif, dimana setiap kenaikan harga suatu barang atau
jasa akan cenderung meningkatkan jumlah penawaran barang atau jasa tersebut.
Namun bila penawaran dikaitkan dengan peubah lain seperti tingkat suku bunga,
upah, dan harga faktor produksi lainnya maka elastisitasnya menjadi negatif
karena kenaikan harga faktor produksi akan cenderung menurunkan produksi dan
menurunkan jumlah penawaran (Pindyck and Rubinfeld, 2009).
Dalam berbagai kasus perubahan harga suatu barang tidak segera diikuti
oleh perubahan permintaan secara substansial atau tidak elastis dalam jangka
pendek (short run). Perubahan permintaan secara nyata baru terjadi setelah
beberapa waktu, atau elastis dalam jangka panjang (long run). Sebagai contoh,
kenaikan harga kayu bulat secara praktis tidak segera diikuti oleh penurunan
jumlah permintaan oleh industri kayu primer, karena peralatan dan mesin yang
ada di industri masih sama sehingga jumlah pasokan kayu bulat yang dibutuhkan
untuk bahan baku industri relatif sama.
Namun demikian, pada saat umur
peralatan dan mesin sudah terlampaui, industri akan membeli peralatan dan mesin
baru yang efisien dalam penggunaan bahan baku, sehingga mengurangi
permintaan kayu bulat.
Dalam kasus lain suatu barang permintaannya elastis pada jangka pendek,
namun kurang elastis pada jangka panjang. Permintaan kayu lapis oleh industri
packaging segera meningkat pada saat harga barang itu turun, namun secara
gradual tambahan permintaan itu akan menurun setelah industri itu mempunyai
stok yang cukup.
31
3.1.3. Penawaran dan Permintaan pada Perdagangan Internasional
Perdagangan barang antarnegara, termasuk kayu bulat dan olahan, terjadi
karena adanya perbedaan harga relatif komoditi yang diperdagangkan. Dalam
analisis keseimbangan parsial, keseimbangan harga relatif komoditi (the
quilibrium-relative commodity price) pada perdagangan tersebut terjadi melalui
proses (Gambar 4).
Pada Panel I, negara 1 memproduksi komoditi X dan konsumsinya sebesar
A dengan harga relatif P 1 ; sementara itu negara 3 pada Panel II memproduksi dan
mengkonsumsi komoditi yang sama sebanyak A’ pada harga P 3 . Bila kedua
negara melakukan perdagangan, maka harga relatif komoditi itu berada di antara
P 1 dan P 3 . Pada harga di atas P 1 produksi komoditi itu pada negara 1 melebihi
yang dibutuhkan, dan akan mengekspor kelebihan itu (excess supply) ke negara 2.
Di lain pihak, di negara 2 pada saat harga berada di bawah P 3 , permintaan
komoditi itu akan melebihi produksi domestiknya (excess demand), sehingga
negara 2 akan mengimpor dari negara 1.
Panel I
Pasar Komoditi X
Pada Negara 1
Ekspor
P3
B
P2
A”
Sx
A’
B’
E’
E*
Dx
0
Sx
B*
E
A
P1
Panel II
Pasar Internasional
Komoditi X
S
X
A*
0
Impor
X
0
X
Dx
Sumber: Salvatore, 2004
Gambar 4. Keseimbangan Harga Relatif Komoditi
Pada saat harga komoditi P 1 terjadi di negara 1, maka terjadi kesimbangan
antara produksi dan penawaran di negara itu dan negara tersebut tidak melakukan
ekspor, sehingga pada Panel II jumlah komoditi yang ditawarkan di pasar
32
internasional berada di titik A*. Bila harga komoditi berada pada P 2 maka negara
1 mengalami kelebihan penawaran (excess supply) sebesar BE yang dapat di
tawarkan atau diekspor ke pasar internasional, sehingga pada Panel II jumlah yang
ditawarkan itu sebesar B*E*. Dengan demikian titik A* dan E* membentuk
kurva penawaran pada pasar international di Panel II.
Di sisi lain, Pada Panel III, pada saat harga komoditi berada pada P 3 ,
negara 2 berada dalam keseimbangan antara penawaran dan permintaan sehingga
tidak perlu melakukan impor dan hal ini diposisikan sebagai titik A” pada Panel II
yang menginformasikan bahwa pada harga P 3 , tidak ada jumlah yang diminta di
pasar internasional. Pada saat harga komoditi berada di P 2 , negara 2 mengalami
kelebihan permintaan (excess demand) sebanyak B’E’ dibanding produksi
domestiknya, sehingga jumlah itu perlu dipenuhi melalui impor dari pasar
internasional. Jumlah B’E’ yang diminta di pasar internasional tersebut sama
dengan jumlah B*E* pada Panel II, sehingga garis A”E* membentuk kurva
permintaan pada panel ini.
Dengan demikian harga P 2 merupakan harga
keseimbangan relatif pada pasar internasional.
3.1.4. Suku Bunga
Bunga pinjaman mengkait dengan investasi dalam rangka pembelian
barang modal baru seperti mesin dan peralatan, baik investasi untuk pengusahaan
kayu bulat maupun untuk industri kayu olahan. Tingkat suku bunga biasanya
ditentukan oleh Bank Sentral yang kemudian diikuti sebagai pedoman oleh bankbank lainnya. Pergerakan tingkat suku bunga dari r 1 ke r 2 , dan dampak
negatifnya (berlawanan) terhadap investasi dimana pada saat tingkat suku bunga
33
sebesar r 1 maka minat investasi sebesar I 1 , namun bila suku bunga naik menjadi
r 2 maka minat investasi akan turun menjadi I 2 (Gambar 5).
Suku bunga
r2
r1
I2
I1
Investasi
Gambar 5. Hubungan Antara Suku Bunga dan Investasi
3.1.5. Upah
Sektor produksi kayu bulat maupun kayu olahan merupakan sektor yang
padat pekerja, sehingga tingkat upah tenaga kerja menjadi faktor produksi yang
sangat penting. Gregory (1987) mendefiniskan upah (wage) sebagai pembayaran
dalam bentuk apapun atas jasa yang diberikan oleh seorang tenaga kerja. Oleh
karena itu, secara keseluruhan upah bisa juga meliputi gaji, asuransi, tunjangan
dalam bentuk barang (in natura), dan bahkan termasuk layanan kesehatan dan
rekreasi. Dalam penelitian ini upah hanya dibatasi pada pembayaran atas tenaga
yang dicurahkan dalam proses produksi.
Upah sering menjadi subyek kebijakan pemerintah untuk menjaga
kesejahteraan buruh di satu sisi, dan menjaga daya saing produk di sisi lain.
Secara umum kenaikan tingkat upah akan berdampak pada penurunan produksi
namun akan menaikkan harga produk kayu bulat maupun kayu olahan.
34
3.1.6. Nilai Tukar
Nilai tukar mata uang suatu negara pada hakekatnya menunjukan daya beli
uang tersebut di pasar internasional. Nilai mata uang suatu negara juga akan
menentukan daya saing produk negara itu di pasar internasional. Mata uang yang
mempunyai nilai tinggi akan menurunkan daya saing produk negara tersebut,
sementara nilai yang rendah akan mengakibatkan produk-produk itu lebih
menguasai pasar.
Sebelum Perang Dunia I nilai kebanyakan mata uang diperbandingkan
dengan nilai emas (Krugman dan Obstfeld, 1997). Dewasa ini nilai mata uang
Dollar Amerika (US$) merupakan acuan dominan dalam perdagangan
internasional karena nilainya lebih stabil (Salvatore, 2004). Pergerakan nilai tukar
ini bisa diatur atau ditetapkan oleh pemerintah, atau diserahkan kepada pasar
sehingga bersifat
mengambang. Sejak krisis ekonomi, Bank Indonesia
menggunakan sistem mengambang, oleh karena itu pergerakan nilai tukar menjadi
salah satu hal yang diperhitungkan dalam pengusahaan kayu bulat maupun kayu
olahan pada penelitian ini.
3.1.7. Pajak dan Pungutan
Pada hakekatnya pajak dan pungutan merupakan dana yang dikumpulkan
untuk membiayai pembangunan (Gregory, 1987).
Di bidang kehutanan dan
perdagangan hasil hutan pajak yang dikenakan pada produsen adalah Pajak
Pendapatan, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Adapun iuran yang dikenakan dalam pengusahaan hutan adalah Iuran Hasil Hutan
(IHH), dan Dana Reboisasi (DR). Pajak dan pungutan tersebut ditarik untuk
membiayai pembangunan daerah, pembangunan kehutanan, dan sebagai salah satu
35
kontribusi untuk pembangunan nasional secara umum, namun dalam penelitian ini
PBB tidak dijadikan sebagai salah satu peubah permintaan dan penawaran kayu,
karena datanya tidak cukup tersedia.
IHH atau yang sekarang disebut sebagai Provisi Sumber Daya Hutan
(PSDH) dikenakan sebagai pengganti nilai intrinsik dari hasil hutan yang dipungut
dari hutan negara. Adapun DR adalah dana yang dipungut dari Pemegang Hak
Pengusahaan Hutan, Pemegang Hak Pemungutan Hasil Hutan dan Pemegang Ijin
Pemanfaatan Kayu, atas hasil hutan yang dipungut dari hutan alam. Besarnya
pungutan bervariasi tergantung pada jenis kayunya dan ditetapkan dengan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan. Meskipun IHH dan DR dalam administrasi
kehutanan disebut sebagai pungutan, namun pada hakekatnya kedua pungutan
tersebut merupakan pajak untuk hasil yang diterima dari pengoperasian
pengusahaan hutan atau yield tax sebagaimana dinyatakan oleh Gregory (1987)
karena kedua jenis pajak ini didasarkan atas nilai kayu yang diproduksi dari hutan.
Pajak dan pungutan sebagaimana dimaksud di atas pada hakekatnya
adalah ad valorem tax yang dikenakan berdasarkan nilai hasil hutan yang
mempunyai dampak pada pengambilan keputusan produksi (Gambar 6). Bila
pajak dan pungutan dipandang sebagai pengurang atas penerimaan pada pihak
perusahaan maka kurva TR sebagaimana Gambar 6 (a) akan bergeser ke bawah,
dan berdampak pada berkurangnya keuntungan perusahaan, sedangkan bila pajak
dan pungutan dipandang sebagai bagian dari biaya variabel, maka kurva TC pada
gambar 6 (b) akan bergerak ke atas.
36
Biaya dan Penerimaan
Biaya dan Penerimaan
TR
TC’
TC
TR
TC
TR’
Biaya Tetap
Biaya Tetap
Q’ Q
Q’ Q
Output
(a)
Output
(b)
Gambar 6. Dampak Pajak dan Pungutan Terhadap Biaya dan Penerimaan
3.2. Kerangka Pelaksanaan Penelitian
Penawaran dan permintaan kayu bulat untuk industri pengolahan kayu
primer dalam penelitian ini merupakan suatu sistem yang terdiri atas komponenkomponen yang saling terkait.
Kaitan-kaitan tersebut dimulai dari hutan di
Indonesia yang menghasilkan kayu bulat untuk digunakan secara domestik, dan
hutan di luar negeri yang kayu bulatnya diimport oleh Indonesia untuk kebutuhan
yang sama, hingga ke proses pengolahan di kilang-kilang industri pengolahan
primer dan industri pengolahan kayu lanjutan.
Menurut Sinaga (1989),
keseluruhan komponen sistem tersebut beserta proses-proses yang terjadi di
dalamnya
dapat
dilihat
sebagai
rangkaian
produksi
dan
pasar,
yang
menggambarkan penawaran output dan permintaan input, sebagaimana Gambar 7.
Pada gambar tersebut kegiatan dimulai dari produksi kayu bulat melalui
penebangan dengan permintaan input berupa batang pohon berdiri di hutan
(stumpage).
Tahap ini kemudian diteruskan dengan penawaran output ke pasar kayu
bulat, sebagai input industri pengolahan kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan
37
industri kayu olahan lainnya.
Beberapa industri terintegrasi dengan usaha
penebangan, sehingga permintaan input dilakukan langsung ke usaha penebangan.
Terakhir, hasil olahan kayu bulat tersebut menjadi output yang ditawarkan ke
industri pengolahan lanjutan.
Pasar Domestik
Kayu Olahan
Pasar Dunia Kayu
Olahan
Industri Kayu Gergajian,
Kayu Lapis, dan Pulp
Penebangan di Indonesia
(Hutan Alam, Hutan
Tanaman dan Hutan Rakyat)
dan di Luar Negeri
Industri Kayu
Olahan Lainnya
Pasar Kayu Bulat di
Indonesia dan di Luar
Negeri
Keterangan:
Pohon di hutan
Indonesia dan Luar
Negeri
= Permintaan input
= Penawaran output
Gambar 7. Rangkaian Produksi dan Pasar Kayu Bulat
3.2.1. Penawaran dan Permintaan pada Produksi Kayu Bulat dan Kayu
Olahan
Produksi kayu bulat maupun kayu olahan primer pada hakekatnya
diarahkan untuk mendapatkan keuntungan maksimal. Selain itu, dalam setiap
analisis selalu diasumsikan bahwa dalam memaksimalkan produksi, maka
produsen dihadapkan pada pasar bahan baku (input) maupun pasar produk
(output) kompetitif
olahan adalah :
sehingga, jika fungsi produksi kayu bulat maupun kayu
38
Q i = q (L, X) …………………………………………………………
(3.1) dimana:
Qi
: kuantita output (produksi kayu bulat, gergajian, lapis, atau pulp)
L
: input pohon atau kayu bulat
X
: inputs lainnya
apabila:
P
: harga output per unit
Pb : harga input pohon atau kayu bulat per unit
Pc
: harga input lainnya per unit
Maka fungsi tujuan perusahaan adalah:
Maksimalkan π = P a q (L, X) – (P b L + P c Xi)
…………………… (3.2)
yaitu keuntungan perusahaan (π ) adalah total penerimaan P a q (L, X) dikurangi
dengan total biaya (P b L + P c X), yang harus dimaksimalkan. Fungsi tersebut
akan maksimal bila turunan pertama dari fungsi (3.2.) terhadap L dan X adalah
nol, sehingga:
P a q x = P c ………………………………………………………….
Paql
=
(3.3)
P b ………………………………………………………….
(3.4)
dimana q x adalah turunan parsial pertama fungsi produksi terhadap input pohon
atau kayu bulat (L) dan q l adalah turunan parsial pertama fungsi produksi
terhadap inputs lainnya (X).
Dari dua persamaan (3.3) dan (3.4) yang mengandung dua peubah endogen
L dan X, serta tiga peubah, yaitu P a , P b , dan P c secara simultan dapat ditentukan
39
fungsi permintaan terhadap input terhadap pohon atau kayu bulat (L), dan
permintaan inputs lainnya (X) sebagai berikut:
L
=
l (P a , P b , P c)……………………………………………………
X
=
l (P a , P b , P c)……………………………………………………
(3.5)
(3.6)
Bila kedua persamaan di atas di substitusikan ke fungsi produksi (3.1)
maka akan diperoleh fungsi penawaran:
Q = q (P a , P b, P c) ............................................................................ (3.7)
3.2.2. Integrasi Vertikal
Pada beberapa kasus, industri pengolahan kayu primer terintegrasi dengan
usaha kayu bulat, dimana kayu bulat hasil tebangan digunakan secara langsung
oleh industri pengolahan dalam satu perusahaan yang sama. Untuk kasus seperti
ini maka fungsi produksi kayu bulat dimasukkan ke fungsi produksi kayu olahan
primer. Bila fungsi produksi kayu olahan primer adalah:
Q = q (L, X) ........................................................................................ (3.8)
dimana:
Q : jumlah output kayu olahan (kayu gergajian, kayu lapis, atau pulp)
L : jumlah input kayu bulat
X : jumlah inputs lainnya ;
dan fungsi produksi kayu bulat adalah:
R= r (S, Y)........................................................................................... (3.9)
dimana :
R : jumlah output kayu bulat
40
S : jumlah stumpage
Y : jumlah input lainnya
maka fungsi produksi perusahaan terintegrasi itu adalah :
P = p (r (S, Y), X) .............................................................................. (3.10)
dan fungsi tujuan perusahaan menjadi:
Masimalkan π = P p p(r (S, Y), X) – (P sS + P y Y + P x X) ..................... (3.11)
Sehingga kondisi untuk memaksimalkan keutungan dari perusahaan ini adalah:
P p = Fp s = P s
P p = Fp y = P y
P p = Fp x = P x
dimana : Fp s , Fp y Fp x berturut-turut adalah turunan parsial pertama dari fungsi
produksi pada persamaan (3.10) terhadap input stumpage (S), input lain dalam
produksi kayu bulat (Y), dan input lain dalam produksi kayu olahan (X).
Dengan tiga kondisi di atas, terbentuk suatu sitem persamaan tiga
persamaan dengan tiga peubah endogenus (S, Y, dan X) dan empat peubah
eksogenus (P p , P s , P y dan P x ) yang dapat diselesaikan secara simultan untuk
memperolah fungsi permintaan perusahaan ini, yaitu :
S = S*(Pp , Ps , Py, Px)..................................................................... (3.12)
Y = Y*(Pp , Ps , Py, Px) .................................................................... (3.13)
X = X*(Pp , Ps , Py, Px) ................................................................... (3.14)
Ketiga persamaan di atas merupakan fungsi permintaan turunan untuk
stumpage, input lain dalam produksi kayu bulat, dan input lain dalam produksi
kayu olahan. Bila ketiganya disubstitusikan ke dalam persamaan (3.10) maka
penawaran output dari perusahaan ini menjadi:
41
P = P*(P p , P s , P y , P x) ....................................................................... (3.15)
dimana jumlah kayu olahan yang ditawarkan oleh perusahaan ini
merupakan fungsi dari harga kayu olahan itu sendiri (P p ), harga stumpage (P s ),
harga input lain dalam produksi kayu bulat (P y ), dan harga input lain dalam
produksi kayu olahan (P x ).
3.2.3. Permintaan Turunan
Pada hakekatnya dengan adanya hubungan penawaran dan permintaan
pada keseluruhan industri perkayuan yang saling terkait, maka fungsi permintaan
kayu bulat merupakan gabungan dari fungsi-fungsi permintaan yang diturunkan
dari hubungan-hubungan pasar produk-produk kayu olahan primer.
Adapun
fungsi-fungsi permintaan produk olahan primer itu sendiri diturunkan dari
hubungan-hubungan pasar pada produk kayu lanjutan.
Dengan demikian permintaan kayu bulat merupakan ‘turunan dualangkah’ yang berujung pada hubungan-hubungan pasar pada produk kayu olahan
lanjutan (Sinaga, 1989). Permintaan kayu bulat merupakan fungsi dari harga
input dan output industri pengolahan kayu primer dan lanjutan. Dengan kata lain,
permintaan kayu bulat selain dipengaruhi oleh harga kayu bulat itu sendiri, juga
dipengaruhi oleh harga kayu olahan primer dan harga kayu olahan lanjutan.
3.2.4. Kerangka Model Ekonomi
Keterkaitan antara kayu bulat dengan industri pengolahan kayu yang
dipengaruhi oleh peubah-peubah endogen dan eksogen secara skematik dapat
dilihat pada Gambar 8. Pada gambar tersebut produksi kayu bulat, dan kayu
olahan berhubungan dengan berbagai peubah yang secara keseluruhan
42
menentukan perilaku ekonomi pengambil keputusan produsen masing-masing
komoditi dalam memproduksi dan menjual.
Impor
DR
IHH
Kayu
Total
Permintaan
Kayu Bulat
GDP Ind.
Luas
Tebangan
Hutan
Alam
Luas
Tebangan
Hutan
Tanaman
Prod. Kayu
Bulat
Ht.Alam
Prod.Kayu
Bulat
Ht.Tanaman
Upah
Luas
Tebangan
Hutan
Rakyat
Nilai
Tukar
Rupiah
Suku
Bunga
Harga
Dom.
KB HA
Harga
Dom.
Kayu
Harga
Dom
pulp
Permintaan KB
Ind. KG
Harga
Dom
H.Rakyat
Kapasi
tas Ind.
KG
Produksi KG
Ekspor
KG
Ekspor
KL
Harga
dunia
KG
Kapasita
Ind
KL
Produksi
Kayu Lapis
Impor
KL
Harga
Dunia KL
Ekspor
Pulp
Prod. Kayu
Bulat IPK
Impor Kayu
Bulat
Pajak Ekspor
Harga
Dunia KB
Permintaan
KB Ind KL
Prod. Kayu
Bulat
Ht.Rakyat
Ekspor Kayu
Bulat
GDP Dunia
Total
Penawaran
Kayu Bulat
Harga
Dom.
KG
Harga
pulp
dunia
Kapa
sitas Ind
Pulp
Produksi
Pulp
Impor
Pulp
Permintaan
KB Ind. Pulp
Harga
Dom.
KL
42
Gambar 8. Kerangka Model Penawaran dan Permintaan Kayu Bulat
Download