III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Perdagangan Internasional Perdagangan dunia telah mengalami ekspansi besar-besaran selama tiga dekade terakhir ini. Perubahan teknologi dan komunikasi, keuangan dunia dan sistem perdagangan yang lebih terbuka kini telah mendorong peningkatan pendapatan negara-negara di berbagai kawasan. Beberapa negara yang telah sukses menggunakan pasar dunia sebagai landasan mereka untuk pembangunan ekonomi sedangkan negara yang lainnya kemajuan ekonominya terhambat karena mengabaikan dukungan perdagangan dan pengaruh dari luar negeri. Dalam dua dekade terakhir ini hampir seluruh negara sepakat bahwa mereka harus mendapatkan keuntungan dari meningkatnya globalisasi sebagai suatu cara untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi domestik secara optimal. Indonesia memiliki ekonomi yang relatif terbuka. Menurut Fane (1996), Feridhanusetyawan dan Pangestu (2003), liberalisasi di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1980 dan modernisasi sistem pajak sekitar tahun 1983 dan 1985. Hal ini dilakukan karena Indonesia merupakan anggota dari AFTA (Asian Free Trade Area), APEC ( Asia Pasific Economic Cooperation), dan WTO (World Trade Organization) sehingga perdagangan internasional menjadi sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Disamping itu, Hamdy Hady (2004) juga mengungkapkan bahwa perdagangan internasional menjadi semakin penting karena adanya pengaruh globalisasi ekonomi dunia. Adapun ciri atau karakteristik tersebut diantaranya: 1. Keterbukaan ekonomi terutama dengan adanya liberalisasi pasar dan arus uang serta transfer teknologi secara internasional. 2. Keterkaitan dan ketergantungan ekonomi, keuangan, perdagangan dan industri antarnegara atau perusahaan yang ditunjukkan oleh adanya kecenderungan integrasi ekonomi regional. 3. Persaingan yang semakin kuat antarnegara ataupun perusahaan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas yang optimal. 14 Menurut Lipsey (1997) perdagangan internasional adalah pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing akan memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak diproduksinya. Masing-masing negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas dan jenis produksinya. Sebagai contoh, suatu negara (A) membutuhkan jenis barang dan jasa tertentu, tetapi barang dan jasa tersebut hanya bisa dihasilkan oleh negara lain (B), atau barang tersebut dapat dihasilkan oleh negara (A), tetapi ongkos produksinya lebih besar jika dibandingkan dengan negara (A) membeli atau mengimpor dari negara lain. Dari perbedaan inilah akan menimbulkan transaksi perdagangan. Gonarsyah (1997) juga menyatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perdagangan internasional adalah adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara dimana tidak semua negara menghasilkan komoditi yang diperdagangkan dan adanya perbedaan biaya relatif dalam menghasilkan komoditi tertentu. Keunggulan yang dimiliki komoditi tertentu menunjukkan adanya kelebihan yang melekat pada suatu komoditi yang dihasilkan suatu negara dibandingkan dengan komoditi serupa yang diproduksi di negara lain. Menurut Amir (2003), beberapa faktor yang menyebabkan suatu komoditi mempunyai keunggulan tertentu diantaranya adalah faktor alam, faktor biaya produksi dan faktor teknologi. Di samping itu, Sukinto (1993) juga mengungkapkan manfaat dari perdagangan internasional diantaranya dapat memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri, memperoleh keuntungan dari spesialisasi, memperluas pasar dan menambah keuntungan serta transfer teknologi modern. Aktivitas perdagangan internasional (ekspor dan impor barang dan jasa) terjadi jika suatu negara cenderung mengekspor barang-barang yang biaya produksi di dalam negeri relatif lebih rendah dibandingkan dengan barang yang sama di luar negeri. Sebaliknya, suatu negara akan mengimpor barang-barang yang biaya produksi di dalam negerinya relatif lebih mahal dibandingkan dengan 15 barang yang sama di luar negeri. Sehingga selisih antara penawaran dan permintaan domestik (excess supply) dapat diartikan sebagai penawaran ekspor sedangkan penawaran impor yaitu adanya kelebihan permintaan domesrik di negara pengimpor (excess demand). Secara teoritis, suatu negara (misal negara 1) akan mengekspor suatu komoditas (komoditas x) ke negara lain (misal negara 2) apabila harga domestik di negara 1 (sebelum terjadi perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan harga domestik di negara 2. Kurva perdagangan internasional dapat dilihat pada Gambar 1. Kondisi awal di negara 1 misalnya berada dalam kondisi keseimbangan dan harga berada pada P1. Pada kondisi ini tidak terjadi ekspor dari negara 1. Ketika harga berada pada posisi P2, struktur harga yang relatif lebih tinggi ini menyebabkan terjadinya kelebihan penawaran (excess supply) di negara 1 yaitu sebesar QA’QA”. Dalam hal ini faktor produksi di negara 1 relatif berlimpah, dengan demikian negara 1 mempunyai kesempatan menjual kelebihan produksinya ke negara lain. Sebaliknya di negara 2, pada kondisi harga berada di P2, negara ini terjadi kekurangan supply karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestik (excess demand) sebesar QB’QB” sehingga harga menjadi lebih tinggi. Pada keadaan ini, negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas dari negara lain dengan harga yang relatif lebih murah. Apabila kemudian terjadi komunikasi antara negara 1 dan 2, maka terjadi perdagangan antar kedua negara tersebut. Supply di pasar internasional akan terjadi jika harga lebih besar dari P1, sedangkan permintaan di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih rendah dari P3. Dengan kata lain, besarnya ekspor suatu komoditas perdagangan akan sama besarnya dengan besarnya impor komoditas tersebut. Berikut adalah kurva perdagangan internasional pada gambar berikut. 16 Panel A Panel B Panel C Pasar di negara 1 komoditi X Hubungan perdagangan internasional komoditi X Pasar di negara 2 komoditi X Px/Py P3 Sx Ekspor P2 B P1 Px/Py S Px/Py A* E B* A Sx P3 E* P2 B’ E’ A C* Dx D Dx QA’ QA QA” Q Impor Q QP1 Q QB QB QB Gambar 1. Kurva Perdagangan Internasional (Sumber: Salvatrore 1997) Berdasarkan gambar di atas, Panel A menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P1, kuantitas komoditi X yang ditawarkan (QSx) sama dengan kuantitas yang diminta (QDx) oleh konsumen negara 1 sehingga negara tersebut tidak akan mengekspor komoditinya sama sekali. Oleh sebab itu, muncul titik C* yang menunjukkan kurva S pada gambar ii (panel B) yang menandakan kurva penawaran ekspor negara 1. Apabila Px bergerak naik ke P2 maka akan terjadi kelebihan penawaran jika dibandingkan dengan permintaannya sebesar BE. Kuantitas BE merupakan jumlah komoditi yang akan diekspor negara 1 pada tingkat harga P2. BE sama dengan B*E* pada gambar ii (panel B) dimana titik E* berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1. Panel C menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P3 maka penawaran dan permintan komoditi X di negara 2 akan sama besarnya (QDx=QSx) sehingga negara tersebut tidak akan mengimpor komoditinya sama sekali dimana titik A* menunjukkan kurva permintaan impor negara 2 yang terdapat pada gambar ii (panel B). Apabila harga bergerak turun ke P2 maka akan terjadi kelebihan permintaan sebesar B’E’. Kelebihan tersebut akan diimpor oleh negara 2. Jumlah B’E’ sama dengan B*E* dimana titik E* berada pada gambar ii. Panel B menunjukkan bahwa ketika harga berada pada P2, jumlah impor komoditi X yang diminta negara 2 sama dengan jumlah ekspor yang ditawarkan 17 oleh negara 1. Kurva tersebut menunjukkan perpotongan antara kurva D dan kurva S setelah komoditi X diperdagangkan antar dua negara. Apabila Px lebih besar dari P2, maka jumlah ekspor yang ditawarkan akan melebihi jumlah permintaan impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi tersebut akan turun sehingga pada akhirnya akan sama dengan P2. Sedangkan jika Px lebih kecil dari P2, jumlah impor yang diminta akan lebih besar dari jumlah ekspor yang ditawarkan sehingga Px akan naik dan pada akhirnya sama dengan P2. Dengan demikian, P2 merupakan harga ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. 3.1.2. Teori Permintaan dan Penawaran Ekspor Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah permintaan dan harga. Faktor-faktor yang menentukan diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, cita rasa masyarakat, jumlah penduduk, dan ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang. Hukum permintaan pada hakikatnya merupakan suatu hipotesis yang menyatakan makin rendah harga suatu barang maka suatu barang makin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi harga suatu barang maka makin sedikit permintaan terhadap barang tersebut 3. Namun demikian, terdapatnya permintaan belum merupakan syarat yang cukup untuk mewujudkan transaksi dalam pasar. Permintaan yang wujud hanya dapat dipenuhi apabila para penjual dapat menyediakan barang-barang yang diperlukan tersebut sehingga terdapat penawaran dari para penjual atau produsen. Hukum penawaran adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang sifat hubungan antara harga suatu barang dan jumlah barang tersebut yang ditawarkan para penjual. Oleh sebab itu, hukum penawaran pada dasarnya menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga suatu barang 3 Sukirno S. Juli 2011. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. Jakarta.RajaGrafindo Persada.Hlm75-76 18 semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. Hukum penawaran mengindikasikan bagaimana keinginan para penjual untuk menawarkan barangnya apabila harganya tinggi dan bagaimana pula keinginan untuk menawarkan barangnya tersebut apabila harganya rendah 4 . Adapun faktor-faktor yang menentukan diantaranya harga barang itu sendiri, harga barang-barang lain, biaya produksi, tujuan-tujuan operasi perusahaan tersebut serta tingkat teknologi yang digunakan. 3.1.3. Teori Nilai Tukar Menurut Anindita (2008), nilai tukar merupakan suatu harga relatif yang diartikan sebagai nilai dari satu mata uang terhadap mata uang lainnya. Perusahaan pengekspor menyukai mata uang dengan nilai yang lebih rendah karena membuat produk mereka lebih murah bagi pembeli asing. Kegiatan ekspor suatu komoditi yang terjadi di pasar internasional tidak terlepas dari masalah nilai tukar yang terjadi. Nilai tukar mata uang ini mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Peningkatan atau penurunan nilai mata uang domestik terhadap mata uang asing dapat mempengaruhi volume ekspor yang diperdagangkan. Bertambah mahal atau murahnya suatu komoditi ekspor di pasar internasional sangar ditentukan oleh nilai tukar mata uang suatu negara. Nilai tukar riil dihitung berdasarkan pada nilai tukar nominal dan Indeks Harga Konsumen (IHK) di kedua negara. Hubungan antara nilai tukar suatu mata uang dengan nilai tukar nominal dan Indeks Harga Konsumen (IHK) dapat dirumuskan sebagai berikut: Nilai Tukar Riil = Nilai Tukar Nominal x (IHK Negara Pengimpor : IHK Negara Pengekspor) 3.1.4. Teori Ekonometrika Istilah ekonometrika pertama kali diperkenalkan tahun 1926 oleh seorang pakar ekonomi dan statistika bangsa Norwegia bernama Ragner Frisch. Kata ekonometrika terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yang jika 4 Ibid, Hlm 85-86 19 diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi economy dan measure. Kata economy berarti kegiatan manusia untuk mencukupi kebutuhannya melalui usaha pengorbanan sumber daya yang seefisien dan seefektif mungkin untuk mendapatkan tujuan yang seoptimal mungkin, sedangkan kata measure berarti pengukuran. Dengan demikian maka ekonometrika berarti suatu pengukuran atas kegiatan-kegiatan ekonomi. Teradapat beberapa pakar yang mendefinisikan ekonometrika sebagai berikut: 1. Ekonometrika dapat didefinisikan sebagai ilmu sosial yang menggunakan alat berupa teori ekonomi, matematika dan statistika infernesia untuk menganalisis kejadian-kejadian ekonomi. (Goldberger 1964) 2. Ekonometrika didefinisikan sebagai analisis kuantitatif dari fenomena ekonomi riil berdasarkan pada pengembangan teori dan observasi yang dihubungkan dengan metode inferensia. (Samuelson 1954) 3. Ilmu ekonometrika adalah aplikasi dari teori metode statisik dan matematika untuk menganalisis data-data ekonomi dengan satu tujuan untuk memberikan kandungan dan verifikasi pada teori ekonomi. (Maddala 1992) 4. Sebagai suatu ilmu yang mengkombinasikan teori ekonomi dan statistika ekonomi dengan tujuan menyelidiki dukungan empiris dari skema yang dibangun oleh teori ekonomi dengan memanfaatkan ilmu ekonomi, matematika dan statistika, ekonometrika membuat hukum-hukum ekonomi teoritis tertentu menjadi nyata. (Sumodiningrat 1994) 3.1.5. Teori Regresi Linier Berganda 3.1.5.1. Model Regresi Linier Berganda Analisis regresi pertama kali diperkenalkan oleh Francis Galtom pada tahun 1886. Berdasarkan penelitiannya, Galtom menemukan adanya kecenderungan bahwa orang tua yang memiliki tubuh tinggi juga memiliki anakanak yang tinggi. Sebaliknya, orang tua yang memiliki tubuh pendek juga memiliki anak-anak yang bertubuh pendek. Namun demikian juga terdapat kecenderungan bahwa tinggi anak bergerak menuju ke arah tinggi rata-rata populasi secara keseluruhan. Hukum regresi Galton didukung oleh Karl Pearson dan A.lee (1903, dalam Gespersz, 1991) yang menemukan bahwa tinggi rata-rata 20 anak laki-laki dari kelompok ayah yang tinggi adalah lebih pendek dari ayah mereka, dan sebaliknya tinggi rata-rata anak laki-laki dari kelompok ayah yang pendek adalah lebih tinggi dari ayah mereka. Dengan demikian, anak laki-laki yang tinggi dan pendek akan menuju tinggi rata-rata dari semua orang laki-laki. Oleh karena itu makna regresi itu sendiri berarti kemunduran atau kecenderungan ke arah sedang. Menurut Gujarati (2006), model regresi berganda merupakan model regresi dengan lebih dari satu variabel penjelas atau dapat diartikan terdapat lebih dari satu variabel penjelas (independent) yang mempengaruhi variabel tak bebas (dependent). Model regresi penelitian ini disebut berganda karena terdapat banyak faktor (variabel) yang mungkin mempengaruhi variabel tak bebas. Hubungan antara peubah-peubah tersebut dapat dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + … + bnXn + € Dimana : Y = Variabel tergantung a = Konstanta (Intercept) b1 = Koefisien regresi untuk X1 b2 = Koefisien regresi untuk X2 X1 = Variabel bebas pertama X2 = Variabel bebas kedua Xn = Variabel bebas ke- n € = Nilai residu Kuat atau tidaknya hubungan linier antara peubah-peubah bebas dapat diukur dari koefisien korelasi (r). Sedangkan untuk melihat besarnya pengaruh dari bebas terhadap peubah tak bebas dapat dilihat dari nilai koefisien r-square (R²). Pada penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda dengan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) yang berfungsi untuk menduga parameter. Namun demikian, pada metode ini terdapat kelemahan. Kelemahan tersebut yaitu seluruh asumsi-asumsi yang terkait di dalamnya harus dapat dipenuhi oleh suatu model. Apabila salah satu asumsi tidak dapat dipenuhi 21 oleh suatu model, maka akan menimbulkan masalah normalitas, heteroskeasitas, multikolinearitas dan autokorelasi. Dengan demikian, diperlukan suatu pengujian terhadap model tersebut. Jika asumsi-asumsi yang telah disebutkan di atas dapat dipenuhi maka penduga OLS akan dapat menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifatsifat BLUE (Gujarati 1997), yaitu: a. Best = efisien yang berat ragam atau variannya minimum dan konsisten, dalam artian bahwa walaupun menambah jumlah sampel maka nilai estimasi yang diperoleh tidak akan berbeda jauh di parameternya. b. Linier = koefisien regresinya linier c. Unbiased = Nilai estimasi dari sampel akan mendekati populasi, ini mengindikasi bahwa suatu model tidak bias d. Estimator = penduga parameter 3.1.5.2. Uji Asumsi Klasik Sebelum melakukan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik terhadap data-data penelitian yang meliputi pengujian normalitas, heteroskedastisitas, autokorelasi dan multikolinearitas. a. Uji Normalitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah peubah bebas dan terikat dalam model regresi memiliki distribusi normal atau tidak. Apabila terdapat penyimpangan terhadap asumsi distribusi normalitas maka masih akan tetap menghasilkan penduga koefisien regresi linear, tidak berbias dan terbaik. Penyimpangan asumsi normalitas ini akan semakin kecil pengaruhnya jika jumlah contoh diperbesar. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara mengubah bentuk nilai peubah yang semula nilainya absolut ditransformasikan menjadi bentuk lain seperti kuadratik, respirokal dan lain sebagainya sehingga akan menghasilkan distribusi yang normal. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) dengan kriteria: 1. Jika taraf nyata > 0,05, maka data berdistribusi normal 2. Jika taraf nyata < 0,05, maka data tidak mempunyai distribusi normal 22 b. Uji Heteroskedastisitas Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan ragam dari sisa satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model yang homokedasitas (tidak terjadi heteroskedasitas). Terdapat dua cara untuk mengamati ragam dalam model regresi yaitu dengan menggunakan uji metode grafis dan statistik. Metode grafis adalah cara untuk melihat ada atau tidaknya pola tertentu yang tergambar pada scatterplot. Sedangkan, pengujian dengan menggunakan metode statistik dapat dilakukan dengan menggunakan metode Glejser, Park, White, Rank Spearman dan Bresch-Pagan-Godfrey (BPG). Pada penelitian ini menggunakan metode White dengan kriteria: 1. Jika nilai p-value > alpha (α = 5%), maka terjadi homoskedastisitas 2. Jika nilai p-value < alpha (α = 5%), maka terjadi heteroskedastisitas c. Uji Autokorelasi Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara peubah pengganggu (et) pada periode tertentu dengan peubah penganggu periode sebelumnya (et-1). Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara melakukan uji Durbin Watson. d. Uji Multikolinearitas Pengujian ini bertujuan untuk mengamati apakah dalam model regresi terdapat korelasi antar peubah bebas atau tidak. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terjadi korelasi antar peubah bebas. Pengujian ini dapat dilakukan dengan uji Collinearity Statistic dengan kriteria: 1. Jika VIF > 10, maka terdapat multikolinearitas 2. Jika VIF < 10, maka tidak terjadi multikolinearitas 3.1.6. Trend Analysis Analisis trend merupakan metode analisis yang digunakan untuk melakukan estimasi atau peramalan di masa depan berdasarkan data historis di masa lalu. Analisis trend yang dilakukan pada penelitian ini adalah pada trend ekspor rumput laut Indonesia ke negara China selama 1999-2011. Hasil trend 23 dapat menunjukkan arah trend yang meningkat atau menurun kemudian dapat trend diproyeksikan untuk 3-5 tahun ke depan. Pengolahan analisis trend menggunakan software Minitab 14. Pemilihan model pada analisis trend (Linear, Quadratic, Exponential Growth dan S-Curve) didasarkan pada nilai error MSD, MAD dan MAPE terkecil. Semakin kecil nilai pada MSD, MAD dan MAPE menunjukkan tingkat error yang semakin rendah (Santoso 2009). 24 3.2. Kerangka pemikiran Operasional Sebagai bagian dari Coreal Triangle, Indonesia memang begitu besar disuguhi potensi perairan dengan segenap sumberdaya dan keanekaragaman hayati yang ada. Rumput laut merupakan salah satu komoditas utama yang saat ini menjadi trend di pasar perdagangan global dan mampu tumbuh subur di perairan bumi pertiwi ini. Komoditas ini memiliki kegunaan yang sangat tinggi diantaranya sebagai penyedia bahan makanan (dodol, minuman, kembang gula, dan lain-lain), kosmetik dan juga untuk bahan obat-obatan. Saat ini, terdapat sekitar 782 jenis rumput laut yang hidup di perairan Indonesia. Jumlah tersebut terdiri dari 196 algae coklat dan 452 algae merah. Indonesia memiliki potensi budidaya laut yang luar biasa. Luas potensi budidaya rumput laut diperkirakan mencapai 26 juta ha dan kurang lebih 2 juta diantaranya sangat potensial untuk pengembangan rumput laut dengan potensi produksi rumput laut kering rata-rata 16 ton per ha. Potensi rumput laut Indonesia dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi devisa negara yang sekaligus mampu menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor rumput laut terbesar dunia. Dari aspek pasar, rumput laut mengalami peningkatan dalam perkembangan perdagangan global yang cukup tinggi seiring dengan kebutuhan bahan baku industri baik untuk food grade, pharmaeutical, maupun industrial grade. Pertumbuhan penduduk dunia yang semakin pesat dan kompleksitas nilai guna rumput laut yang begitu besar sebagai penunjang kebutuhan hidup masyarakat dunia, maka tidak heran memang jika saat ini rumput laut menjadi salah satu kebutuhan yang prospektif dan telah menjadi bagian dari kebutuhan global. Pada penelitian akan dilakukan analisis mengenai ekspor rumput laut kering Indonesia jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis ini merupakan komoditas ekspor unggulan sektor perikanan. Indonesia adalah pemasok utama rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii hampir sekitar 80 persen produksinya untuk di ekspor ke berbagai negara. Terlihat bahwa rumput laut telah menjadi kebutuhan dunia dan negara China adalah negara pengimpor terbesar rumput laut Indonesia. China mampu menyerap rumput laut kering Indonesia sebesar 58 25 persen. Peningkatan permintaan terhadap penawaran rumput laut Indonesia merupakan peluang yang harus dimanfaatkan secara optimal oleh negara produsen, khususnya negara Indonesia. Oleh sebab itu, peneliti perlu melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor rumput laut Indonesia yang meliputi harga ekspor rumput laut Indonesia ke China, nilai tukar, jumlah produksi domestik, revitalisasi, volume ekspor rumput lndonesia dan GDP China. Faktor-faktor tersebut akan dianalisis menggunakan alat analisis Ordinary Least Square (OLS) dengan Principal Component Analysis (Regresi Komponen Utama). Disamping itu, pada penelitian ini juga akan dideskripsikan keadaan atau perkembangan dan mengidentifikasi proyeksi tend volume ekspor rumput laut Indonesia dalam lima tahun mendatang. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kecenderungan naik atau turunnya proyeksi trend adalah analisis trend. Jenis dan sumber data yang digunakan berasal dari data sekunder tahunan atau time series periode tahun 1999-2011. Sumber data dan informasi diperoleh dari Kementrian Kelautan dan Perikanan, Buku Statistika Hasil Ekspor Perikanan, UN Comtrade, literatur-literatur pendukung dan lainnya. Data yang digunakan merupakan data dengan produksi kode HS 121220100 yang mengindikasikan rumput laut yang diekspor adalah rumput laut kering, tidak termasuk olahan seperti agar-agar, karaginan dan alginat. Hasil pengolahan data diinterpretasikan secara kuantitatf serta deskriptif untuk menggambarkan perkembangan ekspor rumput laut Indonesia. Berikut adalah kerangka pemikiran operasional. 26 Perairan Indonesia yang luas Potensi Perikanan Indonesia Eksistensi sektor perikanan komoditas rumput laut Indonesia Produksi kode HS 121220100 Sub Sektor Produksi Volume ekspor rumput laut Indonesia ke China Faktor penduga: - Harga ekspor ke China - Nilai tukar (Exchange rate) Trend dan Forecasting - Jumlah produksi rumput laut Indonesia -Dummy Revitalisasi -Volume ekspor rumput laut Indonesia -GDP China OLS dan PCA Analisis Trend Peningkatan Kinerja Ekspor Rumput Laut Indonesia Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional 27 3.3. Hipotesis Berdasarkan pemaparan-pemaparan sebelumnya, dapat dibentuk beberapa hipotesis dari berbagai penjelasan terkait, diantaranya: 1. Harga ekspor ke China berpengaruh negatif terhadap permintaan eskpor rumput laut Indonesia. Apabila harga ekspor meningkat maka permintaan rumput laut dari negara pengimpor akan menurun sehingga jumlah barang yang diminta akan semakin sedikit. 2. Nilai tukar (Exchange rate) rupiah terhadap dolar berpengaruh negatif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia. Jika nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah menguat (depresiasi) maka volume ekspor rumput laut cenderung meningkat dan sebaliknya. 3. Jumlah produksi rumput laut Indonesia berpengaruh positif terhadap ekspor rumput laut Indonesia. Kenaikan produksi rumput laut domestik memungkinkan terjadinya peningkatan terhadap penawaran volume ekspor rumput laut Indonesia. 4. Dummy Revitalisasi berpengaruh positif terhadap produksi nasional rumput laut Indonesia sehingga volume ekspor rumput laut Indonesia juga dapat meningkat. 5. Volume ekspor rumput laut Indonesia berpengaruh positif terhadap volume ekspor rumput laut Indonesia ke China. Penawaran ekspor dipengaruhi oleh permintaan ekspor dan sebaliknya. 6. GDP China berpengaruh positif terhadap permintaan volume ekspor rumput laut Indonesia. Apabila GDP riil suatu negara meningkat maka daya beli masyarakat terhadap suatu barang dan jasa juga akan meningkat dan sebaliknya. 28