BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sudah sewajarnya suatu perusahaan menginginkan baik produk maupun brandnya memiliki suatu value added yang bisa membekas pada pikiran konsumen. Hal tersebut kemudian berkaitan dengan usaha yang mereka lakukan untuk mendapatkan perhatian lebih dari calon konsumen dan mempengaruhi mereka dalam mengambil keputusan. Sesuai faktanya bahwa calon konsumen dalam proses mengambil keputusan pasti akan dihadapkan dengan berbagai macam stimulus. Calon konsumen harus memilih salah satu produk atau brand yang mampu memposisikan produk atau brand mereka dengan baik dan juga memiliki diferensiasi produk atau brand. Sehingga tampak memiliki keunggulan apabila dibandingkan dengan kompetitornya. Diferensiasi suatu produk biasanya terletak pada perbedaan kemasan dan juga tema promosi yang digunakan tanpa mengubah spesifikasi fisik produk meskipun itu sebenarnya di perbolehkan. Diferensiasi dalam suatu produk dilakukan untuk mengembangkan positioning yang tepat sesuai dengan keinginan konsumen potensial yang menjadi sasaran pemasaran. Apabila kemudian diferensiasi produk mampu mengalihkan dasar persaingan dari harga ke faktor lain seperti karakteristik produk berarti pembentukan diferensiasi produk itu sendiri sudah berhasil. Produk-produk yang kemudian berhasil membentuk diferesiansi yang kuat apabila dibandingkan dengan produk lainnya maka produk tersebut bisa diberi harga premium atau biasa disebut dengan produk premium. Produk premium atau premium products adalah produk-produk yang memang sengaja didesain khusus agar berbeda dan menyasar kepada kalangan menengah keatas karena memang harga produk premium sendiri lebih tinggi dari produk lain yang sejenis. Produk premium tidak hanya merupakan barang yang memiliki harga 1 lebih tinggi dari produk lain sejenisnya, tetapi juga dapat memanjakan ego pengguna produk tersebut. Produk-produk premium ini biasanya dijual ditempat berbeda, yaitu di toko yang memiliki konsep khusus sehingga menjadi lebih menarik dan mendukung value added dari produk atau brand itu sendiri. Toko yang menjual produk premium atau premium product store ada berbagai macam, sesuai dengan jenis produk yang dijualnya. Salah satu jenis premium product store yang ingin diangkat disini adalah fashion premium product store yang tidak hanya menjadi reseller produk-produk biasa yang menarik tetapi juga menawarkan produk-produk yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan dari sebuah segmen tertentu. Hal tersebut yang membedakan premium product store dengan toko-toko lainnya, karena mereka sendiri memiliki visi tunggal untuk segmen tertentu yang memang tertarik dengan produk-produk yang dijual seperti urban fashion atau hipster fashion. Satusatunya fashion premium product store di Yogyakarta yang termasuk dalam jenis premium product store tersebut adalah Gate Store. Gate Store hadir di Yogyakarta pada tahun 2011. Sebelum Gate Store didirikan, sudah terdapat beberapa premium product store sejenis lainnya di Jakarta, Bandung dan Bali. Salah satunya yang menjadi pelopor adalah Premium di Jakarta yang berdiri pada tahun 2002. Gate Store memiliki konsep yang berbeda dari toko lainnya, dimana pada masa itu sebenarnya sedang marak dengan banyaknya distro-distro yang berdiri dan menguasai pasar yang juga merupakan target dari Gate Store sendiri yaitu anak muda. Tentu hal tersebut menjadi hal yang menarik karena muncul pilihan lain di industri fashion Yogyakarta. Produk yang mereka jual adalah produk-produk premium sehingga memang menyasar kepada golongan A sampai dengan B+, yaitu golongan menengah keatas. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, produk premium merupakan produk yang membutuhkan biaya lebih mahal pada saat memproduksinya sehingga harga dipasarannya juga lebih mahal dibandingkan dengan produk atau brand lain pada lini yang sama. Jadi, Gate Store ini sendiri bisa 2 menjadi pilihan lain bagi pecinta fashion terlebih lagi bagi urban fashion dan hipster fashion untuk berbelanja. Premium product store memang menyasar segmen tertentu, begitu juga dengan Gate Store. Segmen tertentu tersebut seperti komunitas sneakers, denim, dan komunitas-komunitas lainnya yang memang menggunakan produk-produk premium, dimana sebelum Gate Store dibuka, para anggota komunitas contohnya anggota komunitas Sneakers Addict Yogyakarta tidak memiliki tempat berbelanja sneakers di Yogyakarta. Dimulai dari memenuhi kebutuhan para anak komunitas, kemudian meluas ke masyarakat Yogyakarta. Cara Gate Store melakukan promosi juga tampak elegan sesuai dengan concept dan produk mereka. Berbagai fashion premium product store yang sejenis dengan Gate Store juga terus berkembang di Indonesia, hal itu tentu saja juga disebabkan karena para pendirinya melihat adanya peluang pasar yang baik. Maka dari situ sendiri sudah dapat diambil kesimpulan bahwa saat ini tidak hanya komunitas-komunitas saja yang tertarik dengan produk-produk premium melainkan anak-anak muda lainnya juga mulai tertarik untuk mengkonsumsinya. Gate Store merupakan pelopor fashion premium product store di Yogyakarta yang dapat diterima sebagai pilihan lain untuk fashion di Yogyakarta melalui konsep toko yang memang berbeda dengan toko lainnya yang menyediakan pakaian, sepatu dan juga barang kebutuhan sehari-hari untuk menyempurnakan lifestyle. Gate Store yang menjadi reseller produk-produk premium memiliki target yang spesifik, jadi bisa dibilang untuk membuka premium product store ini terlebih di Yogyakarta yang sudah melekat image murah pada segi apapun sangatlah high risk. Tetapi selama dua tahun sejak berdirinya, Gate Store mengalami perkembangan yang pesat. Baik dari segi market, produk yang disediakan hingga tokonya sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan bagaimana komunikasi pemasaran yang Gate Store lakukan. Komunikasi pemasaran merepresentasikan gabungan semua unsur dalam pemasaran brand, yang memfasilitasi terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang 3 disebarluaskan kepada pelanggan atau kliennya 1. Oleh karena itu menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti dan dipelajari mengenai bagaimana komunikasi pemasaran yang Gate Store lakukan hingga dapat mecapai titik yang mereka duduki saat ini. B. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, dapat diambil rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Bagaimana komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Gate Store sebagai reseller produk premium dan pelopor fashion premium product store di Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Gate Store sebagai reseller produk premium dan pelopor fashion premium product store di Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti antara lain: - Diharapkan dapat menjadi arsip pelengkap bagi Gate Store apabila dibutuhkan lebih lanjut dalam melakukan komunikasi pemasaran toko. 1 Shimp, Terence A. 2003. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran terpadu Edisi 5 – Terjemahan, Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 14. 4 - Bagi penulis penelitian ini dilakukan untuk menambah wawasan dan juga syarat untuk mendapatkan gelar S1 di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Gadjah Mada. E. Objek Penelitian Lokus: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komunikasi pemasaran Gate Store sebagai fashion premium product store di Yogyakarta. Sehingga dalam penelitian ini yang menjadi lokus adalah proses produksi pesan dalam Gate Store yang diharapkan dapat diterima dengan baik oleh calon konsumen. Fokus: Fokus pada penelitian ini adalah bagaimana Gate Store bisa menciptakan eksistensi di Yogyakarta melalui komunikasi pemasaran yang mereka lakukan. Menarik karena dibukanya premium product store di Yogyakarta sangatlah high risk melihat di kota ini terkenal dengan segala hal yang murah, sesuai dengan UMK Yogyakarta yang juga rendah, yaitu Rp. 1.173.3002. UMK Yogyakarta tersebut apabila dibandingkan dengan UMP kota-kota besar lainnya di Indonesia sangat rendah. 2 Tercantum pada Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 279/KEP/2013 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2014 di Daerah Istimewa Yogyakarta, tertanggal 14 November 2013. 5 F. Kerangka Pemikiran 1. Pemasaran dalam Kajian Komunikasi Pemasaran merupakan salah satu jenis kegiatan penting yang perlu dilakukan oleh suatu perusahaan untuk menigkatkan usaha dan juga menjaga kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain3. Pemasaran yang dilakukan oleh suatu perusahaan tidak terlepas dari komunikasi, salah satunya dalam kegiatan pemasaran yang berupa promosi, dimana promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Komunikasi adalah suatu proses penyampaian suatu pesan yang dilakukan oleh satu orang atau kelompok yang diharapkan bisa diterima dengan baik oleh khalayak. Harold Laswell mendefinisikan sebuah proses komunikasi sebagai: Who Say What In Which Channel To Whom With What Effect. Who disini adalah komunikator atau yang mengirimkan pesan, Say What adalah isi dari pesan yang ingin disampaikan, In Which Channel adalah saluran komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan isi pesan, To Whom adalah komunikan atau yang akan menerima pesan dan yang terakhir adalah With What Effect yaitu hasil akhir dari proses komunikasi yang sudah dilakukan, bagaimana pesan yang disampaikan menimbulkan suatu efek. Para pemasar mulai memandang komunikasi sebagai manajemen proses pembelian pelanggan sepanjang waktu, selama tahap prapenjualan, penjualan, pemakaian dan sesudah pemakaian4. Disinilah kemudian peran komunikasi dalam pemasaran, yang biasa disebut komunikasi pemasaran dalam ranah komunikasi. 3 4 Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Prenhallindo, hal. 8 Severin, Werner J dan James W. Tankard. 2005. Teori Komunikasi. Jakarta: Kencana, hal. 8. 6 Komunikasi pemasaran merupakan usaha untuk menyampaikan pesan kepada khalayak terutama kepada konsumen yang menjadi sasaran mengenai keberadaan produk di pasar. Komunikasi pemasaran memegang peranan yang sangat penting bagi pemasaran, karena tanpa komunikasi khalayak maupun calon konsumen tidak akan mengetahui keberadaan produk tersebut di pasar. Komunikasi pemasaran ini memerlukan ataupun menyedot dana yang sangat besar, oleh karena itu pemasar harus hati-hati dan penuh perhitungan dalam menyusun rencana komunikasi pemasaran5. Komunikasi pemasaran biasanya memberikan pengaruh yang besar terhadap awareness dan juga knowledge suatu produk yang kemudian berujung pada keputusan pembelian. Maka yang menjadi hasil akhir yang baik dari komunikasi pemasaran yang efektif adalah terbentuknya brand image produk yang baik juga sehingga penjualan perusahaan meningkat. Bauran komunikasi pemasaran merupakan penggabungan dari lima model komunikasi dalam pemasaran sebagai berikut 6: 1. Iklan: Setiap bentuk presentasi yang bukan dilakukan orang dan promosi gagasan, barang, atau jasa oleh sponsor yang telah ditentukan. 2. Promosi Penjualan: Berbagai jenis insentif jangka pendek untuk mendorong orang mencoba atau membeli produk atau jasa. 3. Hubungan masyarakat dan pemberitaan: Berbagai program yang dirancang untuk mempromosikan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya. 4. Penjualan pribadi: Interaksi tatap muka dengan satu atau beberapa calon pembeli dengan maksud untuk melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan memperoleh pemesanan. 5 Dalam penelitian Albari dan Anita Liriswati. 2004. Analisis Minat Beli Konsumen Sabun Cair Lux, Biore dan Lifebuoy di Kotamadya Yogyakarta Ditinjau Dari Pengaruh Sikapnya Setelah Melihat Iklan di Televisi dan Norma Subyektif, hal. 7-8. 6 Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, hal. 249. 7 5. Pemasaran langsung dan interaktif: Penggunaan surat, telepon, faksimili, e-mail, atau internet untuk berkomunikasi langsung atau meminta tanggapan atau berdialog dengan pelanggan tertentu dan calon pelanggan. Dalam upaya pemasaran produknya, perusahaan perlu menjalin komunikasi yang baik dengan konsumen melalui perantara komunikasi pemasaran. Secara umum, suatu komunikasi pemasaran akan bisa menjawab beberapa hal yang meliputi siapa pengirimnya, apa yang dikirimkan, media apa yang digunakan dan ditujukan untuk siapa dan apa akibat yang akan ditimbulkannya, kurang lebih sama dengan bagaimana proses komunikasi berjalan. Model proses komunikasi dapat memberi gambaran kepada pemasar bagaimana mempengaruhi atau mengubah sikap konsumen melalui disain, implementasi dan komunikasi yang bersifat persuasif7. 2. Komunikasi Pemasaran Saat ini masyarakat bisa dibilang hidup di era dimana mereka dikepung oleh informasi. Masyarakat dibombardir dengan berbagai informasi yang bertujuan untuk mendapatkan perhatian lebih agar bisa melekat pada benak masyarakat. Agar hal tersebut tercapai pasti dibutuhkan usaha lebih. Disinilah kemudian komunikasi menjadi aspek penting dalam keseluruhan proses pemasaran yang dilakukan. Pemasaran di era 1990-an adalah komunikasi dan komunikasi adalah pemasaran, keduanya tak terpisahkan8. Dalam komunikasi pemasaran terdapat dua unsur pokok 7 8 Kotler, Philip. 2005. Manajamen Pemasaran, Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia, hal. 250. Schultz, Don E., Stanley I. Tannenbaum, and Robert F. Lauterborn. 1993. The new marketing paradigm: Integrated marketing communications. Lincolnwood: NTC Publishing, hal. 46. 8 yaitu komunikasi dan pemasaran9. Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain, yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam 10. Proses dari komunikasi sendiri menurut Kotler terdiri dari sembilan elemen, dua elemen merupakan pihak utama yaitu pengirim dan penerima, dua elemen lainnya merupakan alat komunikasi utama yaitu pesan dan media dan empat elemen lainnya merupakan fungsi utama komunikasi yaitu penyandian (encoding), pengartian (decoding), respons dan umpan balik (feedback). Sembilan elemen proses komunikasi tersebut dapat dilihat dalam bagan sebagai berikut: Bagan I.1 Elements in the Communication Process Sumber diolah dari Kotler (2009: 512) Sedangkan pemasaran adalah berbagai kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau organisasi dimana perusahaan dan organisasi tersebut mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antara brand dan pelanggannya. Jadi kemudian dari kedua pengertian diatas dapat dimengerti bahwa komunikasi pemasaran merupakan gabungan dari kedua pengertian tersebut. Marketing communication dapat didefinisikan sebagai kegiatan pemasaran dengan menggunakan teknik-teknik komunikasi yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak agar tujuan 9 Knapp, Duane E. 2000. The Brand MindsetTM. McGraw Hill, hal. 4. 10 Rogers, Everett M., D. Lawrence Kincaid. 1981. Communication Networks: Toward a New Paradigm for Research. New York : The Free Press, hal. 18. 9 perusahaan tercapai, yaitu terjadinya peningkatan pendapatan atas penggunaan jasa atau pembelian produk yang ditawarkan11. Awal dari proses komunikasi pemasaran adalah menetapkan tujuan dan sasaran komunikasi yang kemudian disandikan atau encoding dalam semua pesan. Kemudian dilanjutkan dengan pemilihan media untuk pengiriman pesan melalui proses perencanaan media atau biasa disebut dengan media plan yang dianggap efektif. Media plan yang dibentuk disesuaikan dengan target audiens yang memang ingin dicapai dan juga anggaran yang dimiliki. Apabila media plan sudah terbentuk, masuk ke tahap selanjutnya yaitu melibatkan audiens yang telah ter-exposure oleh pesan dimana kemudian audiens mencoba mengartikan pesan yang diterima dan kemudian memilih tindakan yang akan dilakukan. Setelah semua tahap tersebut dilakukan, masuklah pada tahap pengukuran umpan balik atau feedback terhadap pesan yang sudah dikirim sekaligus mengevaluasi keseluruhan proses yang telah dilakukan. Dalam pelaksanaan proses komunikasi seperti halnya dalam proses komunikasi sendiri pasti akan ada hambatan atau noise, hambatan tersebut dapat terjadi pada sumber, proses encoding, proses pengiriman atau pada proses penerimaan pada saat mengartikan pesan yang dikirim. Proses komunikasi pemasaran apabila dijelaskan secara sistematis dapat dilihat pada bagan berikut: 11 Kennedy, Jhon E & R. Dermawan Soemanagara. 2006. Marketing Comunication. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, hal. 5. 10 Bagan I.2 Model Komunikasi Pemasaran Sumber diolah dari Tjiptono (1997: 219) Bagan proses komunikasi dan bagan komunikasi pemasaran yang sudah dipaparkan diatas dapat dilihat bahwa keduanya memiliki pola yang sama. Dalam bagan komunikasi pemasaran dapat dilihat bahwa unsur yang terdapat didalamnya merupakan pengaplikasian dari unsur-unsur komunikasi. Pada bagan 1.3 dibawah mencerminkan pemahaman mengenai komunikasi pemasaran yang didasari oleh pemikiran Kotler dalam buku Essentials of Marketing. Bagan I.3 Proses Komunikasi Pemasaran Sumber: Lamb, Hair dan McDaniel. 2012. Essentials of Marketing 7th Edition. USA: South-Western Cengage Learning. Komunikasi pemasaran memang dibutuhkan untuk menciptakan suatu arti dibenak konsumen yang nantinya akan menentukan positioning brand itu sendiri sekaligus membentuk diferensiasi dalam membangun ekuitas brand. Ekuitas brand 11 lebih dikenal dengan sebutan brand equity akan lebih mudah dibangun atau dibentuk dengan pendekatan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication/IMC). ”IMC sebagai proses pengembangan dua implementasi berbagai bentuk program komunikasi persuasive kepada pelanggan dan calon pelanggan secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah mempengaruhi atau memberikan efek langsung kepada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya.12” Jadi, menurut IMC seluruh sumber yang dapat menghubungkan pelanggan atau calon pelanggan dengan produk atau jasa dari suatu brand atau perusahaan merupakan jalur yang potensial untuk menyampaikan pesan di masa datang. Potensial karena IMC menggunakan semua bentuk komunikasi yang relevan dan yang bisa menyampaikan pesan dengan baik kepada pelanggan maupun calon pelanggan. Proses IMC dimulai dari bagaimana keadaan pasar sebagai pelanggan atau calon pelanggan, kemudian perusahaan menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode apa yang butuh dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif. Pendekatan Integrated Marketing Communication/IMC memiliki ciri utama sebagai berikut13: 1. Mempengaruhi perilaku, tujuan IMC adalah untuk mempengaruhi perilaku khalayak sasarannya. Hal ini berarti komunikasi pemasaran harus melakukan lebih dari sekedar mempengaruhi kesadaran brand atau “memperbaiki” perilaku konsumen terhadap brand. Sebaliknya, kesuksesan IMC membutuhkan usaha-usaha komunikasi yang diarahkan kepada peningkatan beberapa bentuk respon dari perilaku konsumen. Dengan kata lain tujuannya untuk menggerakkan orang untuk bertindak. 12 Shimp, Terence. A. 2003. Periklanan Promosi Aspek Tambahan Komunikasi Pemasaran terpadu Edisi 5 – Terjemahan, Jakarta: Penerbit Erlangga, hal. 24. 13 Ibid, hal. 24-29. 12 2. Berawal dari calon pelanggan dan pelanggan, proses IMC diawali dari pelanggan atau calon pelanggan, kemudian berbalik kepada komunikator brand untuk menentukan metode paling tepat dan efektif dalam mengembangkan program komunikasi persuasive. IMC cenderung menggunakan pendekatan outside in untuk menentukan metode komunikasi yang paling baik dalam melayani kebutuhan informasi pelanggan, serta memotivasi mereka untuk membeli brand. 3. Menjalin hubungan, dalam komunikasi pemasaran yang sukses membutuhkan terjalinnya hubungan antara brand dengan pelanggannya. Dapat dikatakan bahwa pembinaan hubungan adalah kunci pemasaran dan IMC. Merupakan kunci dari terjalinnya hubungan tersebut. Suatu hubungan merupakan “pengait” yang tahan lama antara brand dengan konsumen; ia membangkitkan pembelian yang berulang dan loyalitas terhadap brand. 4. Menciptakan sinergi, yaitu berusaha menciptakan sinergi/kesinambungan, semua elemen komunikasi (iklan, tempat pembelian, promosi penjualan, event, dan lain-lain) harus berbicara dalam satu suara; koordinasi merupakan hal yang amat penting untuk menghasilkan citra brand yang kuat dan utuh, serta dapat membuat konsumen melakukan aksi. 5. Menggunakan seluruh bentuk “kontak” yang menghubungkan brand atau perusahaan dengan pelanggan mereka, sebagai jalur penyampaian pesan yang potensial. “Kontak” merupakan segala jenis media penyampaian pesan yang dapat meraih pelanggan dan 13 menyampaikan brand yang dikomunikasikan melalui cara mendukung. Pendekatan komunikasi pemasaran terpadu atau IMC memandang bahwa audience atau calon konsumen memang harus didekati dari segala penjuru dan terus dibombardir dengan informasi dari segala arah dengan menggunakan berbagai bauran komunikasi pemasaran, seperti penjelasan mengenai apa itu Integrated Marketing Communication yang dipaparkan oleh Persatuan Perusahaan Iklan Amerika, yaitu: “a concept of marketing communications planning that recognizes the added value of a comprehensive plan that evaluates the strategic roles of a variety of communication disciplines-for example, general advertising, direct response, sales promotion, and public relations-and combines these discipline to provide clarity, consistency, and maximum communications impact.14” 3. Premium Product Premium product atau produk premium adalah produk-produk yang memang sengaja didesain khusus agar berbeda (memiliki diferensiasi) dan menyasar kepada kalangan menengah keatas karena memang harga produk premium sendiri lebih tinggi dari produk lain yang sejenis. Sebelum membahas lebih jauh mengenai produk premium, ada baiknya memahami mengenai produk itu sendiri terlebih dahulu. A product as anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use or consumption and that might satisfy a want or need 15. Artinya adalah produk merupakan segala sesuatu yang ditawarkan kepada pasar dengan tujuan mendapatkan perhatian, dibeli kemudian dipergunakan dan yang dapat memuaskan atau memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dalam prakteknya, pelanggan dalam membeli 14 Duncan, Thomas R. and Stephen E. Everett .1993. “Client Perceptions of Integrated Marketing Communications,” Journal of Advertising Research, 33, 30-39. 15 Kotler, Philip dan Gary Amstrong. 1996. Dasar-Dasar Pemasaran, Edisi V, jilid 2. Jakarta: Intermedia, hal. 274. 14 suatu barang tidak hanya membeli atribut fisiknya saja tetapi juga yang bisa memuaskan kebutuhan dan keinginannya. Menurut Kotler, produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok utama, pertama adalah berdasarkan wujudnya yang dapat diklasifikasikan kedalam dua kelompok utama yaitu barang dan jasa. Barang merupakan produk yang tidak berwujud fisik, sehingga dapat dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya 16. Sedangkan jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain)17. Kedua adalah berdasarkan aspek daya tahannya produk yang dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu barang tidak tahan lama atau nondurable goods dan barang tahan lama atau dourable goods. Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian18. Biasanya produk ini dalam kondisi pemakaian normal bertahan kurang dari satu tahun, contohnya adalah pasta gigi. Sedangkan barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih) 19. Contohnya adalah pakaian. Kemudian terakhir berdasarkan tujuan konsumsi yaitu didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu barang konsumen dan barang industri. Barang konsumen yaitu barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri, bukan untuk tujuan bisnis 20. Barang konsumsi sendiri dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu barang kebutuhan sehari-hari (convience goods) yang merupakan 16 Kotler, Philip. 2002, Manajemen Pemasaran Edisi Millenium 1 (Diterjemahkan Oleh Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli). Jakarta: PT. Prenhalindo, hal. 451. 17 Ibid. 18 Ibid, hal. 452. 19 Ibid. 20 Kotler dan Amstrong. 2004. Prinsip-prinsip Marketing, Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, hal. 280. 15 produk yang sering dibeli oleh konsumen dan dibutuhkan dalam waktu yang segera, barang belanjaan (shopping goods) yang merupakan produk yang oleh konsumen dapat dibandingkan karakteristiknya dengan produk lainnya yang sejenis, barang khusus (speciality goods) yang merupakan produk yang memiliki keunikan sehingga membutuhkan usaha khusus untuk memperolehnya dan terakhir yaitu barang yang tidak dicari (unsought goods) yang merupakan produk yang tidak terpikir oleh konsumen untuk membelinya. Sedangkan barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan (konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain konsumsi langsung, yaitu: untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali oleh produsen, untuk dijual kembali oleh pedagang tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi)21. Dari pengklasifikasian produk diatas dapat dilihat bahwa produk premium masuk dalam kategori barang konsumen, lebih tepatnya barang belanjaan atau shooping goods. Karena produk-produk premium merupakan produk yang memang dibeli untuk kebutuhan akhir konsumen itu sendiri. Secara umum kita akan memahami produk premium merupakan produk yang memiliki harga tinggi seperti tanah, rumah, mobil dan lain sebagainya termasuk juga fashion yang memang tersedia pula dengan harga premium. Produk premium yang akan dibahas pada penelitian ini merupakan produk-produk yang berkaitan dengan fashion tetapi tidak hanya terpaku pada pakaian saja melainkan juga produk lainnya yang mendukung lifestyle. Gaya yang diterima dan digunakan oleh mayoritas anggota sebuah kelompok dalam satu waktu tertentu22. Dari definisi fashion tersebut dapat dilihat memang fashion berkaitan dengan gaya yang digemari dan juga pribadi seseorang. Produk-produk fashion itu sendiri seperti yang kita lihat di pasaran tidak semuanya merupakan produk premium, tetapi produk fashion yang akan diteliti memang memiliki harga diatas rata-rata 21 Kotler dan Amstrong. 2004. Prinsip-prinsip Marketing, Edisi Ketujuh. Jakarta: Penerbit Salemba Empat, hal. 280. 22 Troxell, M.D. & Stone, E. 1981. Fashion Merchandising:3rd Edition. New York: McGraw Hill. 16 produk sejenisnya sehingga disebut produk premium. Harga diatas rata-rata tersebut bisa disebut dengan premium pricing, yaitu dimana harga atau jumlah uang yang ditetapkan untuk suatu produk atau jasa lebih tinggi dari harga pasaran tetapi juga didukung dengan kualitas yang lebih baik juga. Produk fashion yang termasuk produk premium juga bisa terbagi dalam dua jenis, yaitu pertama produk yang memang memiliki harga tinggi atau mahal dan kedua yaitu produk yang membentuk brand image produk-nya premium dengan segala diferensiasi yang dimilikinya sehingga mereka bisa diberikan harga premium. Brand image adalah seperangkat keyakinan konsumen mengenai merk tertentu23. Dengan begitu brand dari produk itu sendiri menjadi premium dan bisa menaikkan harga jual. Biasanya juga berkaitan dengan reputasi yang bisa didapatkan sewaktu menggunakan produk-produk tersebut. Fashion premium product seperti itulah yang ingin diteliti pada penelitian ini, tidak semata-mata produk yang memiliki harga tinggi saja. Munculnya produk-produk premium kemudian diiringi dengan munculnya toko yang menjual produk tersebut atau bisa disebut dengan premium product store. Store atau toko adalah bangunan tetap yang digunakan untuk menjual barang-barang yang khusus, seperti toko buku, toko sepatu, toko baju, toko buah dan sebagainya. Toko adalah tempat dimana konsumen melakukan pembelian yang terencana maupun yang tidak terencana24. Istilah toko sebenarnya memiliki arti yang hampir sama dengan kedai atau warung, tetapi saat ini istilah kedai dan warung lebih mengarah kepada yang bersifat tradisional dan sederhana. Kedai dan warung juga umumnya lebih dikaitkan dengan tempat penjualan makanan dan minuman. Bangunan toko lebih modern dalam arsitekturnya dan terkesan mewah apabila dibandingkan dengan kedai dan warung. Begitu pula dengan jenis barang yang dijual dan pengelolaan usahanya 23 24 Kotler, P. dan Armstrong, G. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi 8. Jakarta: Erlangga, hal. 225. An Empirical Study of Consumer Impulse Buying Behavior inLocal Markets, European Journal of Scientific ResearchISSN 1450-216X Vol.28 No.4 (2009), pp.522-532© EuroJournals Publishing, Inc. 2009. 17 yang lebih rapi. Harga barang di toko sudah ditetapkan dan tidak bisa ditawar. Sebuah toko dapat menjual puluhan bahkan ratusan jenis barang yang dapat dipilih oleh konsumen sebelum kemudian mereka melakukan keputusan pembelian dan membeli barang tersebut dengan sebagian dari pendapatan mereka. Premium product store ini merupakan salah satu point of sale dari produk-produk premium. Di Indonesia, banyak sekali produk-produk premium yang tidak memiliki gerai resmi sendiri, maka disinilah peran dari premium product store dimana mereka menjadi toko yang menjadi reseller produk-produk premium tersebut. Toko ini berbeda dengan toko lainnya, mereka juga memiliki konsep yang kreatif dan inovatif sehingga menghadirkan modern experience in shopping. Konsep yang dimiliki setiap premium product store berbeda-beda sehingga masing-masing dari mereka memiliki karakter sendiri. Desain bangunan dan dekorasi toko premium product store-pun berbeda-beda, sesuai dengan konsep mereka. Tetapi rata-rata mereka akan menggunakan gaya arsitektur yang unik dan modern sehingga menarik dan bisa mengundang calon konsumen dari segmen tertentu. Dapat dikatakan memang premium product store menyasar kepada kalangan yang memiliki selera yang tinggi. Istilah premium product store ini hanya marak di Indonesia dan jenis toko seperti concept store sendiri lebih sering disebut dengan istilah Boutique di Negara lain. Boutique sendiri berarti “storehouse” (Oxford dictionary), tetapi boutique lebih mengarah kepada toko berkonsep yang menjual perhiasan dan pakaian. Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah terdapat banyak premium product store yang menjual produk-produk fashion, aksesoris, interior rumah, CD, kamera bahkan hingga makanan yang sebagian besar merupakan produk buatan lokal. Sepuluh tahun belakangan ini, salah satu jenis premium product store yaitu fashion premium product store sedang sangat marak berkembang di Indonesia. Dimulai dari kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Bali kini sudah merambat hampir di seluruh Indonesia fashion premium product store didirikan. Fashion yang dibahas disini tidak hanya fashion yang merupakan pakaian baik untuk pria maupun 18 wanita, tetapi juga berbagai produk yang mempunyai pengertian dan simbol untuk kebudayaan. Jadi sebenarnya bisa dibilang bahwa produk fashion yang meliputi seluruh tipe fenomena budaya berupa musik, seni, arsitektur bahkan ilmu pengetahuan apabila terus berkembang bisa menghasilkan budaya kelas tinggi atau budaya populer. Dapat ditarik kesimpulan bahwa fashion premium product store merupakan toko berkonsep yang memiliki desain bangunan dan dekorasi yang unik serta modern yang menyediakan produk-produk fashion tidak hanya pakaian tetapi juga produk yang sedang menjadi budaya popular. Menjual pakaian, aksesoris, buku, sepeda, sepatu dan lain-lainnya dalam satu toko. Seperti yang sudah disebutkan juga memang premium product store menyasar kepada segmen tertentu dari kalangan menengah keatas, maka premium product store menjual produk-produk yang terbatas dan berkualitas bagus serta dapat memanjakan ego penggunanya atau bisa disebut dengan produk premium. 4. Perilaku Konsumen Premium Product Premium product menyasar kepada segmen tertentu dari kalangan menengah keatas. Segmen pasar pada kalangan ini memiliki volume yang kecil, maka sebenarnya tidak banyak produsen yang tertarik untuk bermain pada kalangan ini. Karena memang mayoritas konsumen menginginkan produk berkualitas dengan harga yang kompetitif yaitu lebih murah lebih baik. Menjual produk yang ditargetkan kepada kalangan menengah keatas bisa dibilang sulit dan memiliki tantangan lebih. Dapat dilogika memang konsumen yang dapat atau mampu membeli produk premium jumlahnya lebih kecil daripada produk yang memiliki harga dibawahnya, tetapi apabila dilihat dari sisi lain sebenarnya konsumen kalangan menengah keatas memiliki daya beli yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kalangan menengah kebawah. Tetapi kemudian tidak semua kalangan menengah keatas mau 19 dengan begitu saja membeli atau mengkonsumsi produk premium, karena apabila mereka merasa bahwa benefit atau keuntungan yang mereka dapatkan dari produk premium itu sendiri tidak berbeda dengan produk yang harganya dibawahnya, mereka tidak akan membeli produk premium tersebut. Oleh karena itu seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa penting bagi produk premium juga membentuk brand image premium sehingga tidak hanya memiliki kelebihan fungsional saja tetapi juga kualitas yang diatas rata-rata sehingga bisa memanjakan ego para pengguna produk tersebut. Berkaitan dengan kecilnya volume pasar konsumen premium product, maka sangat penting diperhatikan bagaimana perilaku konsumen dari produk premium itu sendiri. Pengertian perilaku konsumen adalah: ”Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs. 25” Artinya adalah perilaku yang diperhatikan oleh konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan suatu produk, jasa atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memenuhi kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan. Kebutuhan adalah suatu keadaan dimana terdapat perasaan kekurangan akan kepuasan tertentu26. Perilaku manusia termasuk didalamnya perilaku mereka sebagai konsumen tentu dipengaruhi oleh banyak faktor, dapat dilihat pada bagan dibawah ini: 25 26 Schiffman, Leon G. And Kanuk, Leslie Lazar. 2000. Consumer Behavior. Prentice Hall International. Kotler, Philip. 1994. Marketing Management; Analysis, Planning, Implementation and Control (8th ed). New Jersey: International Edition, Englewood Cliffs, Prentice Hall, hal. 7. 20 Bagan I.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Sumber diolah dari Kotler dan Armstrong (2001: 196) Pada bagan diatas dapat dilihat faktor kebudayaan, sosial, kepribadian dan kejiwaan dapat mempengaruhi bagaimana perilaku konsumen dalam mengambil tindakan yang diinginkannya saat menerima informasi mengenai pemenuhan kebutuhannya. Untuk melihat bagaimana perilaku konsumen premium produk sendiri dapat kita lihat dari contoh berikut ini: Gambar I.1 Contoh Perilaku Konsumen Premium Product dan Non-Konsumen Premium Product di Media Sumber: facebook.com/banananina 21 Bananina merupakan salah satu account pengguna Facebook yang menggunakan account-nya untuk menjual produk-produk premium. Mereka menjual tas, jam, sepatu, aksesoris dan berbagai macam produk wanita lainnya yang memiliki harga tinggi karena produk yang mereka jual merupakan produk dari brand-brand premium. Komentar para pemilik account Facebook yang melihat foto salah satu produk yang dijual oleh Banananina pada account-nya, seperti yang bisa dilihat pada gambar 1.1, sangat menarik. Karena dapat dilihat perdebatan mengenai harga barang produk premium dari orang-orang yang menggunakan media yang sama. Dengan melihat komentar mereka saja kita dapat mengklasifikasikan mana yang merupakan konsumen premium product dan mana yang non-konsumen premium product. Pemilik account dengan nama Endah Purwatiningsih dapat kita lihat dari komentar yang dia berikan dia bukanlah konsumen premium product. Dia memberikan komentar dengan maksud menyindir mengenai harga tas yang dijual. Kemudian komentar mereka dikomentari lagi oleh pemilik account dengan nama Mimie Suryani yang memberikan pembelaan mengenai produk dengan harga tinggi yang dijual oleh Banananina. Kemudian ditimpali juga dengan beberapa pemilik account lainnya yang membela komentar Mimie Suryani. Dari komentarnya kita dapat melihat bahwa mereka merupakan konsumen premium product. Perbedaan konsumen premium product dan non-konsumen premium product sangat terlihat disini, dimana ada pihak yang memandang tas sebagai aksesoris untuk gaya hidup hingga untuk mengangkat status sehingga menimpali dengan komentar “ada harga ada kualitas” dan pihak lain memandang tas lebih kepada fungsionalitasnya sehingga mereka menganggap tidak rasional apabila membeli tas dengan harga yang sangat tinggi. Dari contoh yang peneliti paparkan diatas dapat terlihat bagaimana perilaku konsumen premium product, dimana mereka merasa tidak masalah dengan harga yang tinggi dari produk premium tersebut karena dengan menggunakannya mereka bisa memanjakan ego mereka. 22 G. Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana komunikasi pemasaran yang Gate Store lakukan sebagai reseller premium product dan pelopor fashion premium product store di Yogyakarta. Komunikasi pemasaran merupakan proses dialog yang terjadi antara suatu perusahaan dengan pasarnya menyangkut produk yang dimiliki oleh perusahaan dan ada tidaknya kebutuhan dan permintaan dari pasar kepada perusahaan. Proses komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dimulai dari penetapan tujuan sasaran kemudian diencoding dalam bentuk pesan lalu dilanjutkan dengan pemilihan media yang digunakan untuk mengirim pesan hingga sampai kepada tahap bagaimana audiens menerima pesan tersebut hingga apa feedback yang dilakukan oleh audiens setelah menerima pesan sekaligus mengevaluasi keseluruhan proses yang telah dilakukan. Dimana dalam pelaksanaan proses komunikasi pemasaran tersebut tetap ada hambatan atau noise yang dapat terjadi disetiap langkah dalam proses. Pemaparan mengenai proses komunikasi pemasaran tersebut dalam setiap tahapannya merupakan pengaplikasian dari elemen elemen yang ada pada proses komunikasi. Perbedaan yang terdapat pada elemen proses komunikasi dengan proses komunikasi pemasaran adalah dimana apabila dalam proses komunikasi pemasaran, proses produksi pesan dan juga penyampaian pesan melalui media yang dipilih bertujuan untuk membujuk target konsumen untuk mengambil keputusan pembelian, sedangkan dalam proses komunikasi pesan yang disampaikan lebih beragam. Meskipun berbeda, tetapi proses dan elemen yang dibutuhkan tetap serupa. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan teori elemen dalam proses komunikasi Kotler karena pada dasarnya memiliki pola yang sama dengan komunikasi pemasaran. Tetapi dalam teori tersebut, tahap yang dilakukan sampai dengan elemen decoding, receiver, respons dan feedback. Jadi sampai kepada tahap 23 bagaimana audiens menerima dan mengartikan pesan yang disampaikan kemudian merespon pesan tersebut hingga memberikan feedback. Sedangkan yang menjadi lokus dari penelitian ini adalah proses produksi pesan dalam Gate Store yang diharapkan dapat diterima dengan baik oleh calon konsumen, oleh karena itu bagian elemen decoding, receiver, respons dan feedback pada teori tersebut akan diabaikan dalam penelitian ini. Batasan dari penelitan ini hanya sampai kepada elemen media yang digunakan dan perumusan gangguan (noise) yang ada pada elemen awal hingga perumusan media yang digunakan. Penelitian ini akan melihat bagaimana komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Gate Store melalui elemen pada proses komunikasi Kotler, tetapi tidak secara keseluruhan elemen. Dimana hanya elemen pengirim pesan (sender), encoding, pesan (message), media dan noise. Fashion premium product store Gate Store menjadi pengirim pesan yang akan menentukan komunikasi pemasaran yang mereka lakukan dan menyampaikan pesan tersebut kepada konsumen melalui media yang dipilih. Selain itu akan diperhatikan juga gangguan yang muncul dari luar Gate Store yang bisa menghambat proses komunikasi pemasaran yang dilakukan. Berikut bagan kerangka konsep untuk menjelaskan mengenai alur konseptual dari penelitian ini. SENDER Encoding Message Media Noise Bagan I.5 Bagan Kerangka Konsep Jadi, dalam penelitian ini peneliti akan melihat bagaimana Gate Store sebagai pembuat pesan dan pengirim pesan menentukan target konsumen kemudian menciptakan pesan tersebut dan melakukan pemilihan media yang akan digunakan 24 untuk melakukan komunikasi pemasaran agar pesan tersebut sampai kepada target konsumen. Termasuk juga noise yang ada selama proses berjalan. Peneliti akan melakukan wawancara kepada pemilik Gate Store dan juga salah satu shop assistant yang membantu melakukan proses komunikasi pemasaran toko yang kemudian akan diperkuat dengan observasi langsung oleh peneliti dan juga arsip-arsip yang terlebih dahulu sudah dimiliki oleh Gate Store. Dengan kerangka konsep yang sudah dijabarkan tersebut diharapkan penelitian ini mampu memberikan gambaran mengenai bagaimana komunikasi pemasaran yang dilakukan Gate Store sebagai fashion premium product store di Yogyakarta. H. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Penelitian ini akan menggunakan pendekatan kualitatif, karena penelitian ini lebih mengacu kepada penjelasan yang mendalam terkait proses yang diterapkan oleh suatu perusahaan. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran)27. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan. 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, sesuai dengan rumusan masalah dan objek penelitian yang akan diteliti. Studi kasus 27 Strauss, Anselm, Juliet Corbin. 1997. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif. Surabaya: PT. Bina Ilmu, hal. 11-13. 25 merupakan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial28. Metode studi kasus memang lebih baik jika dilakukan pada peristiwa atau gejala yang sedang berlangsung, bukan pada gejala atau peristiwa yang sudah selesai29. Oleh karena itu metode ini paling tepat digunakan dalam penelitian ini karena dapat digunakan untuk menjelaskan fenomena yang terjadi didalam Gate Store yang merupakan suatu organisasi atau perusahaan yang melakukan komunikasi pemasaran dan masih berlangsung hingga saat ini. Peneliti akan melakukan observasi langsung terhadap Gate Store yang merupakan objek dari penelitian ini. Studi kasus merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu penelitian berkenaan dengan how dan why atau bila peneliti hanya memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-peristiwa yang akan diselidiki dan bila mana fokus penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer (masa kini) di dalam konteks kehidupan nyata30. Studi kasus yang digunakan adalah studi kasus tunggal dengan single level analysis, yaitu studi kasus yang lebih menyoroti perilaku individu atau kelompok individu dengan satu masalah penting. Dengan model pengkajian yang akan digunakan adalah deskriptif. Deskriptif dipilih karena pada bentuk penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk aktifitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaan fenomena satu dengan yang lainnya 31. Penelitian deskriptif mempunyai 28 Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya. Bandung: PT. Remaja Rasdakarya, hal. 201. 29 Terarsip dalam http://mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/materi-kuliah/203.html?task=view/, diakses pada 25 Mei 2013. 30 Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Edisi Revisi Terj. M Djauzi Mudzalir. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 1. 31 Nana Syaodih Sukmadinata. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, hal. 72. 26 karakteritistik-karakteristik antara lain32: penelitian deskriptif cenderung menggambarkan suatu fenomena apa adanya dengan cara menelaah secara teratur, mengutamakan objektifivitas dan dilakukan secara cermat. Salah satu bentuk penelitian deskriptif adalah studi kasus33, dimana studi kasus dapat diartikan sebagai suatu penyelidikan yang sifatnya intensif tentang individu atau unit sosial yang dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variable penting tentang perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti. 3. Tehnik Pengumpulan Data Data akan dikumpulkan melalui berbagai sumber yang dibagi menjadi dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Peneliti mengumpulkan data tersebut pada rentang waktu enam bulan yang dimulai pada bulan September 2013 hingga Februari 2014. a. Sumber data primer Diperoleh dengan dua cara, yaitu melalui wawancara dan observasi langsung. 1. Wawancara Wawancara yang akan dilakukan adalah model wawancara mendalam atau in-depth interview. Wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik penelitian34. Wawancara akan dilakukan kepada pemilik Gate Store dan salah satu shop assistant Gate Store yang bertanggung jawab sebagai social media control. 2. Observasi 32 Arief Furchan. 1982. Introduction to Research in Education. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional, hal. 447. 33 Ibid. hal. 448-465. 34 Esterberg, Kristin G. 2002. Qualitative Methods in Social Research. New York: McGraw Hill, hal. 56 27 Menurut Nawawi dan Martini, observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala dalam objek penelitian35. Observasi langsung juga akan dilakukan oleh peneliti karena objek penelitain yang diamati masih berlangsung hingga saat ini, sehingga selain mendapatkan data formal peneliti juga bisa mendapatkan data informal mengenai kegiatan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Gate Store. b. Sumber data sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari arsip-arsip yang memang sudah ada sebelumnya yang memang dimiliki oleh Gate Store sendiri. 4. Tehnik Analisis Data Analisis data (bukti) terdiri dari pengkategorian, penulisan, atau pengombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk proposisi awal suatu penelitian36. Sesuai dengan metode penelitian yang bersifat kualitatif yang bersifat deskriptif, maka teknik analisis data yang digunakan adalah dengan membuat penjelasan mengenai objek yang bersangkutan sesuai dengan fokus penelitian yang diangkat. Analisis juga dibantu dengan teori dasar yang dipilih untuk melakukan penelitian. Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dan diaplikasikan dengan poin-poin dari teori yang digunakan dan kemudian disajikan secara sistematis agar mudah dipahami. Model analisis ini dikenal dengan metode perjodohan pola dimana teknik tersebut membandingkan antara pola dari bukti empiris dengan pola yang terprediksi. 35 Afifudin, S dan Beni, A. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Setia, hal. 35. 36 Yin, Robert K. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Edisi Revisi Terj. M Djauzi Mudzalir. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 109. 28 Setelah didapatkan hasil analisis, data tersebut akan diuji lagi keabsahannya dengan menggunakan teknik triangulasi data. Inti dari penggunaan teknik triangulasi adalah pedoman bahwa untuk memahami representasi fenomena sosial tidaklah cukup dengan menggunakan satu alat saja 37. Triangulasi menekankan digunakannya lebih dari satu metode dan sumber data, termasuk juga diantaranya sejumlah peristiwa yang terjadi. Empat alasan perlunya penggunaan metode triangulasi, yaitu (a) konsep kebenaran dan kelemahan penggunaan metode tertentu dalam pengumpulan data; (b) untuk memahami fenomena sosial dan konstuksi psikologis perlu digunakan lebih dari satu metode; (c) validitas metode triangulasi sangat tinggi karena menekankan pada pengecekan ulang dari data yang diperoleh; dan (d) kelenturan peneliti-subjek yang diteliti dan metode atau alat pengumpul data yang tersaji lewat triangulasi akan mampu menembus kebuntuan dan keterbatasan penggunaan metode tertentu38. Hasil yang didapatkan merupakan hasil akhir dari penelitian ini yang menjelaskan secara menyeluruh mengenai komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Gate Store. 37 Koentjoro. 2005. “Metode Triangulasi: Sebuah Pendekatan Holistik dalam Memahami Fenomena Sosial dan Konstruksi Psikologis”. Makalah. Disampaikan dalam Pelatihan Metodologi Penelitian Tingkat Lanjut di Universitas Islam Indonesia, 18 Januari 2006, hal. 3. 38 Ibid, hal. 1. 29