BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keberhasilan proses pembelajaran di kelas dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait satu dengan yang lain. Meskipun demikian, guru merupakan faktor penentu yang sangat strategis dalam penentuan keberhasilan proses pembelajaran. Keberhasilan pendidikan tidak mutlak ditentukan oleh tersedianya sarana yang lengkap dan keuangan yang mencukupi. Oleh karena itu Usman (1999) menegaskan bahwa keberhasilan suatu pendidikan salah satunya ditentukan oleh faktor guru. Mulyasa (2003) dan Widoyoko (2005) menambahkan bahwa dari berbagai faktor yang mempengaruhi efektivitas sekolah, faktor guru mendapat perhatian yang utama disamping kurikulum, karena baik buruknya kurikulum pada akhirnya bergantung pada aktivitas dan efektivitas guru dalam menjabarkan dan merealisasikan kurikulum tersebut. Hamalik (2006) menjelaskan bahwa guru yang berkompeten akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga kegiatan belajar siswa berada pada tingkat optimal. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Lengkapnya hasil studi itu adalah di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Supriadi dalam Widoyoko (2005). Kebutuhan akan peningkatan kompetensi guru tidak semata-mata karena adanya kurikulum baru, namun juga karena adanya kenyataan bahwa tidak sedikit guru yang kompetensinya tidak seperti yang diharapkan. Dalam seminar tentang rivalitas sumber daya manusia dalam upaya pemberdayaan madrasah di Jakarta, pertengahan bulan September 2001, terungkap bahwa jumlah guru madrasah yang berkualitas di Indonesia hanya 203.485 orang saja atau 53,2 % dari jumlah seluruh 1 guru madrasah yang ada di Indonesia. Sedangkan sisanya, 179.329 atau 46,8 % dianggap tidak berkualitas (http://www.gamma.co.id/artikel/31-3/pendidikan- GM.10109-98,shtml). Untuk menentukan keberhasilan dalam mengemban peran sebagai guru, diperlukan adanya standar kompetensi guru. Undang-undang Sisdiknas No 14 pasal 10 menentukan empat kompetensi guru, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial. Kompetensi pedagogik berkaitan dengan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran dan peserta didik. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi keperibadian berkaitan dengan keperibadian guru yang mantap, berakhlak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi peserta didik. Terakhir, kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif (Mulyasa, 2007). Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran merupakan bagian dari kompetensi pedagogik, sedangkan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri merupakan bagian dari kompetensi professional. Dalam penelitian ini ingin dikaji sejauh mana pemanfaatan teknologi informasi (Information and Communication Technology/ICT) oleh guru. Selain itu, kompetensi guru dalam menguasai materi juga dikaji karena penguasaan materi memberi pengaruh besar terhadap keefektifan pembelajaran. Untuk menggambarkan proses pembelajaran yang terjadi di kelas perlu juga dikaji lebih jauh kompetensi guru dalam memotivasi siswa karena motivasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dorongan siswa untuk belajar, yang berakibat pada hasil belajar siswa (Suryabrata, 2002). 2 Selanjutnya pada Pasal 4 Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen di tegaskan bahwa guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Guru yang mampu meningkatkan mutu pendidikan nasional adalah guru yang memiliki standar kualifikasi akademik dan empat kompetensi dasar guru seperti yang dijelaskan di atas. Kualifikasi guru menurut Permendiknas no 16 tahun 2007 yaitu untuk TK adalah minimum D-IV/S1 dalam pendidikan usia dini atau psikologi dari program studi terakreditasi. Guru SD/MI minimum wajib berijazah D-IV/S1 PGSD/PGMI atau psikologi yang diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Sementara itu kualifikasi akademik guru SMP/MTs dan SMA/MA adalah minimum D-IV/S1 program studi yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program studi yang terakreditasi. Setelah dikeluarkannya UU di atas, banyak guru yang melanjutkan pendidikannya ke jenjang minimum, yaitu D-IV/S1. Bahkan beberapa perguruan tinggi membuka kelas jauh untuk membantu guru memenuhi kualifikasi akademik tersebut. Untuk itu perlu diketahui kondisi nyata di lapangan pasca dikeluarkannya UU guru dan dosen, yaitu hubungan terpenuhinya kualifikasi akademik dengan kompetensi guru. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan dan wawancara tentang penguasaan kompetensi oleh guru dan hubungannya dengan kualifikasi akademik. Faktor lain yang menentukan kompetensi guru adalah pengalaman mengajar guru. Berdasakan penelitian Widoyoko (2005) terhadap 149 guru IPS di Purworejo, ditemukan bahwa (1) latar belakang pendidikan guru memberi sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05) terhadap kompentensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (2) pengalaman mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (3) etos kerja memberi sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersamasama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja sebesar 3 46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi mengajar IPS SMA Kabupaten Purworejo. Dalam penelitian ini, pengalaman mengajar yang akan diteliti difokuskan pada lama mengajar guru atau masa kerja guru. Ingin diketahui apakah semakin lama masa kerja guru memberikan pengaruh terhadap peningkatan kompetensi mereka. Jumlah terbanyak guru di Indonesia adalah guru sekolah dasar, sedangkan S1 PGSD baru dimulai sekitar 5 tahun yang lalu. Oleh karena itu perlu dikaji lebih lanjut hubungan peningkatan kualifikasi pendidikan guru SD dan pengalaman mengajar mereka terhadap kompetensi mengajar, terutama untuk Provinsi Aceh karena provinsi ini pernah mengalami konflik berkepanjangan serta sebagian wilayahnya pernah pula dihantam tsunami. Kondisi demikian tentu berdampak terhadap pelaksanaan pendidikan dan recovery yang dilakukan pemerintah dalam lima tahun terakhir tentunya diharapkan berdampak signifikan pula terhadap kualitas guru yang ada. 2. Masalah Penelitian Permasalah utama dalam penelitian ini adalah “bagaimanakah kompetensi guru SD/MI di Provinsi Aceh?”. Permasalahan ini diuraikan dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Bagaimanakah kemampuan guru dalam menggunakan teknologi informasi? b. Bagaimanakah kompetensi pedagogik guru? c. Bagaimanakah kompetensi guru dalam menguasai materi pelajaran? d. Bagaimanakah kompetensi guru dalam memotivasi siswa? e. Apakah terdapat korelasi yang positif antara kompetensi (pedagogic, professional, social, dan keperibadian) dan kualifikasi pendidikan? f. Apakah terdapat korelasi yang positif antara kompetensi (pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian) dan lama mengajar? 4 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 1. Kompetensi Guru Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Sedangkan pada Oxford Advanced Learner’s Dictionary tertera bahwa “Competence is the abilty to do something well”. Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai guru. Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Tujuan pembelajaran matematika di SD/MI Berdasarkan Depdiknas (2004:6) “Tujuan pembelajaran matematika adalah melatihdan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.” Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 UndangUndang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Hal ini didukung oleh Permendiknas nomor 16 tahun 2007 didalam lampiranya menyatakan bahwa: ” Standar kompetensi guru ini dikembangkan secara utuh dari empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Keempat kompetensi tersebut terintegrasi dalam kinerja guru.” 5 a. Kompetensi Pedagogik Kompetensi pertama adalah kompetensi pedagogik. Secara etimologis pedagogik berasal dari kata Yunani “paedos”, yang berarti anak laki-laki dan “agogos” artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah berarti pembantu anak laki-laki pada zaman Yunani kuno, yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya ke sekolah. Kemudian secara kiasan, pedagogik ialah seorang ahli, yang membimbing anak ke arah tujuan hidup tertentu. Kompetensi pedagogik Guru merupakan kemampuan Guru dalam pengelolaan pembelajaran dan peserta didik. Berdasarkan Permendiknas nomor 16 tahun 2007, seorang guru SD/MI harus: 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. Lebih rinci di uraikan: 1.1. Memahami karakteristik peserta didik usia sekolah dasar yang berkaitan dengan aspek fisik, intelektual, sosial-emosional, moral, spiritual, dan latar belakang sosial-budaya. 1.2. Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.3. Mengidentifikasi bekal-ajar awal peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 1.4. Mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik dalam mata pelajaran yang diampu. 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. Lebih rinci diuraikan lagi menjadi: 2.1. Memahami berbagai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 2.2. Menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu. 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Lebih rinci diuraikan: 6 3.1. Memahami prinsip-prinsip pengembangan kurikulum. 3.2. Menentukan tujuan pembelajaran yang diampu. 3.3. Menentukan pengalaman belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diampu. 3.4. Memilih materi pembelajaran yang diampu yang terkait dengan pengalaman belajar dan tujuan pembelajaran. 3.5. Menata materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik. 3.6. Mengembangkan indikator dan instrumen penilaian. 4. Menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Lebih lanjut diuraikan meliputi: 4.1. Memahami prinsip-prinsip perancangan pembelajaran yang mendidik. 4.2. Mengembangkan komponen-komponen rancangan pembelajaran. 4.3. Menyusun rancangan pembelajaran yang lengkap, baik untuk kegiatan di dalam kelas, laboratorium, maupun lapangan. 4.4. Melaksanakan pembelajaran yang mendidik di kelas, di laboratorium, dan di lapangan dengan memeprhatikan standar keamanan yang dipersyaratkan. 4.5. Menggunakan media pembelajaran dan sumber belajar yang relevan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang diampu untuk mencapai tujuan pembelajaran secara utuh.. 4.6. Mengambil keputusan transaksional dalam pembelajaran yang diampu sesuai dengan situasi yang berkembang. 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan pembelajaran. 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 6.1. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mendorong peserta didik mencapai prestasi belajar secara optimal. 6.2. Menyediakan berbagai kegiatan pembelajaran untuk mengaktualisasikan potensi peserta didik, termasuk kreativitasnya. 7 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 7.1. Memahami berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik dan santun, baik secara lisan maupun tulisan. 7.2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi pembelajaran yang terbangun secara siklikal dari (a) penyiapan kondisi psikologis peserta didik, (b) memberikan pertanyaan atau tugas sebagai undangan kepada peserta didik untuk merespons, (c) respons peserta didik, (d) reaksi guru terhadap respons peserta didik, dan seterusnya. 8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. Meliputi: 8.1. Memahami prinsip-prinsip penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.2. Menentukan aspek-aspek proses dan hasil belajar yang penting untuk dinilai dan dievaluasi sesuai dengan karakteristik mata pelajaran yang diampu. 8.3. Menentukan prosedur penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.4. Mengembangkan instrumen penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 8.5. Mengadministrasikan penilaian proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan mengunakan berbagai instrumen. 8.6. Menganalisis hasil penilaian proses dan hasil belajar untuk berbagai tujuan. 8.7. Melakukan evaluasi proses dan hasil belajar. 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. Lebih lanjut diuraikan menjadi: 9.1. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk menentukan ketuntasan belajar. 9.2. Menggunakan informasi hasil penilaian dan evaluasi untuk merancang program remedial dan pengayaan. 8 9.3. Mengkomunikasikan hasil penilaian dan evaluasi kepada pemangku kepentingan. 9.4. Memanfaatkan informasi hasil penilaian dan evaluasi pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pembelajaran. 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Lebih rinci diuraraikan menjadi: 10.1. Melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan. 10.2. Memanfaatkan hasil refleksi untuk perbaikan dan pengembangan pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu. 10.3. Melakukan penelitian tindakan kelas untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dalam mata pelajaran yang diampu. b. Kompetensi Kepribadian Kompetensi kedua adalah kompetensi kepribadian. Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu” (ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226) menegaskan bahwa “kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan jiwa (tingkat menengah)”. Berdasarkan Permendiknas nomor 16 tahun 2007, seorang guru harus: 1. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia. 1.1. Menghargai peserta didik tanpa membedakan keyakinan yang dianut, suku, adat-istiadat, daerah asal, dan gender. 9 1.2. Bersikap sesuai dengan norma agama yangdianut, hukum dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat, serta kebudayaan nasional Indonesia yang beragam. 2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat. 2.1. Berperilaku jujur, tegas, dan manusiawi. 2.2. Berperilaku yang mencerminkan ketakwaan dan akhlak mulia. 2.3. Berperilaku yang dapat diteladani oleh peserta didik dan anggota masyarakat di sekitarnya. 3. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. 3.1. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap dan stabil. 3.2. Menampilkan diri sebagai pribadi yang dewasa, arif, dan berwibawa. 4. Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri. 4.1. Menunjukkan etos kerja dan tanggung jawab yang tinggi. 4.2. Bangga menjadi guru dan percaya pada diri sendiri. 4.3. Bekerja mandiri secara profesional. 5. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru. 5.1. Memahami kode etik profesi guru. 5.2. Menerapkan kode etik profesi guru. 5.3. Berperilaku sesuai dengan kode etik guru. c. Kompetensi Sosial Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi sosial mengharuskan guru memiliki kemampuan komunikasi sosial baik dengan peserta didik, sesama guru, kepala sekolah, pegawai tata usaha, bahkan dengan anggota masyarakat. 10 Dalam kompetensi sosial ini termasuk keterampilan dalam interaksi sosial dan melaksanakan tanggung jawab sosial. Kompetensi ini sekurang-kurangnya meliputi: 1. Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi. 1.1. Bersikap inklusif dan objektif terhadap peserta didik, teman sejawat dan lingkungan sekitar dalam melaksanakan pembelajaran. 1.2. Tidak bersikap diskriminatif terhadap peserta didik, teman sejawat, orang tua peserta didik dan lingkungan sekolah karena perbedaan agama, suku, jenis kelamin, latar belakang keluarga, dan status sosial-ekonomi. 2. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. 2.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya secara santun, empatik dan efektif. 2.2. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat secara santun, empatik, dan efektif tentang program pembelajaran dan kemajuan peserta didik. 2.3. Mengikutsertakan orang tua peserta didik dan masyarakat dalam program pembelajaran dan dalam mengatasi kesulitan belajar peserta didik. 3. Beradaptasi di tempat bertugas diseluruh wilayah Republik Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya. 3.1. Beradaptasi dengan lingkungan tempat bekerja dalam rangka meningkatkan efektivitas sebagai pendidik. 3.2. Melaksanakan berbagai program dalam lingkungan kerja untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah yang bersangkutan. 4. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain. 11 4.1. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. 4.2. Mengkomunikasikan hasil-hasil inovasi pembelajaran kepada komunitas profesi sendiri secara lisan dan tulisan maupun bentuk lain. d. Kompetensi Profesional Kompetensi terakhir yang harus dipenuhi oleh seorang guru adalah kompetensi profesional. Menurut Undang-undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi profesional adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan mendalam. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi profesional mengharuskan guru memiliki pengetahuan yang luas dan dalam tentang subject matter (bidang studi) yang akan diajarkan serta penguasaan metodologi yaitu menguasai konsep teoretik, maupun memilih metode yang tepat dan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar. Kompetensi ini meliputi: 1. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. 2. Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 2.1. Memahami standar kompetensi mata pelajaran yang diampu. 2.2. Memahami kompetensi dasar mata pelajaran yang diampu. 2.3. Memahami tujuan pembelajaran yang diampu. 3. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif. 3.1. Memilih materi pembelajaran yang diampu sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. 3.2. Mengolah materi pelajaran yang diampu secara kreatif sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. 4. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif. 12 4.1. Melakukan refleksi terhadap kinerja sendiri secara terus menerus. 4.2. Memanfaatkan hasil refleksi dalam rangka peningkatan untuk peningkatan keprofesionalan. 4.3. Melakukan penelitian tindakan kelas keprofesionalan. 4.4. Mengikuti kemajuan zaman dengan belajar dari berbagai sumber. 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengembangkan diri. 5.1. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi. 5.2. Memanfaatkan pengembangan diri. Keempat kompetensi yang dipaparkan di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Untuk mengetahui keempat kompetensi guru, perlu tidak bisa diketahui melalui pengamatan dalam waktu yang singkat, oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan pengamatan proses pembelajaran yang dilanjutkan dengan wawancara. 3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru Widoyoko (2005) menjelaskan bahwa kompetensi guru dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan mengadopsi pendapat Sutermeister (dalam Widoyoko, 2005) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kerja karyawan, maka kompetensi guru juga dipengaruhi oleh faktor diri atau faktor internal dan faktor situasional atau faktor eskternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu guru yang meliputi: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, penataran dan pelatihan, etos kerja, dan sebagainya, sedangkan faktor situasional yang dapat mempengaruhi kompetensi guru meliputi: iklim dan kebijakan organisasi, lingkungan kerja, sarana dan prasarana, gaji, lingkungan sosial dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dan mempengaruhi kompetensi guru dalam mengajar. Oleh karena itu untuk meningkatkan kompetensi guru perlu dikaji faktor-faktor yang kemungkinan besar mempengaruhinya. 13 a. Latar Belakang Pendidikan Latar belakang pendidikan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu kesesuaian antara bidang ilmu yang ditempuh dengan bidang tugas dan jenjang pendidikan. Untuk profesi guru sebaiknya juga berasal dari lembaga pendidikan keguruan. Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Sedangkan guru yang bukan berlatar belakang pendidikan keguruan akan banyak menemukan masalah di kelas. Terjun menjadi guru mungkin dengan tidak membawa bekal berupa teori-teori pendidikan dan keguruan (Djamarah, 1997). b. Pengalaman Mengajar Pengalaman mengajar pada hakekatnya merupakan rangkuman dari pemahaman seseorang terhadap hal-hal yang dialami dalam mengajar, sehingga hal-hal yang dialami tersebut telah dikuasainya, baik tentang pengetahuan, ketrampilan maupun nilai-nilai yang menyatu pada dirinya. Apabila dalam mengajar seseorang guru menemukan hal-hal yang baru, dan hal-hal yang baru dipahaminya, maka guru tersebut akan memperoleh pengalaman kerja baru. Dengan pengalaman kerja seseorang akan banyak mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan tentang bidang kerjanya. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar adalah dua aspek yang mempengaruhi kompetensi seorang guru di bidang pendidikan dan pengajaran (Djamarah, 1997: 28). Guru pemula dengan latar belakang pendidikan keguruan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah. Karena dia sudah dibekali dengan seperangkat teori sebagai pendukung pengabdiannya. Pengalaman mengajar guru dapat diukur dari jumlah tahun lamanya ia mengajar, khususnya dalam mata pelajaran yang diampunya. Menurut Supriadi (dalam Widoyoko, 2006) bahwa profesionalisme guru merupakan hasil dari profesionalisasi yang dijalaninya secara terus menerus. Artinya semakin lama seseorang menekuni profesi sebagai seorang guru akan samakin tinggi juga tingkat profesionalismenya, begitu juga sebaliknya. 14 Dalam penelitian ini, lama mengajar yang dimaksud adalah masa kerja guru. Ingin diketahui apakah semakin lama masa kerja guru memberikan pengaruh terhadap peningkatan kompetensi mereka. c. Etos Kerja Dalam kamus umum bahasa Indonesia (Depdikbud, 1991) etos kerja diartikan sebagai semangat kerja yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Tinggi rendahnya etos kerja seseorang banyak dipengaruhi oleh lingkungan kerja dan faktor diri seseorang. Seorang guru yang mempunyai etos kerja yang tinggi akan mengerjakan pekerjaannya lebih semangat dan menekuni pekerjaannya dengan tanggung jawab besar,sehingga akan berpengaruh terhadap keberhasilan kerjanya.Guru yang memiliki etos kerja yang tinggi akan memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja. Hasan (dalam Widoyoko, 2006) mengatakan bahwa guru yang memiliki motivasi tinggi dalam mengajar ilmu-ilmu sosial akan memperlihatkan unjuk kerja yang jauh berbeda dari guru yang memiliki motivasi rendah. Berdasarkan hasil penelitian Novianto (2009) terhadap 38 guru di SMPN 2 Sukoharjo tentang prioritas faktor yang mempengaruhi kinerja guru diperoleh kesimpulan bahwa prioritas pertama faktor internal dengan bobot prioritas 0,755. Prioritas kedua faktor eksternal dengan bobot prioritas 0,245. Dengan demikian faktor yang memerlukan perhatian dan pertimbangan sekolah untuk peningkatan kinerja adalah faktor internal dengan perolehan bobot prioritas terbesar. Dari faktor Internal, faktor pendidikan merupakan faktor yang memiliki bobot prioritas tertinggi yaitu 0,182. Sedangkan dari faktor eksternal, faktor tuntutan sekolah memiliki bobot prioritas yang terbesar yaitu 0,342. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor pendidikan merupakan faktor yang terpenting dalam faktor internal karena dalam suatu sekolah dibutuhkan guru yang memiliki pendidikan yang tinggi dan handal di bidangnya agar nantinya dapat melaksanakan tugas dengan baik. Sedangkan faktor tuntutan sekolah merupakan hal yang terpenting pada faktor eksternal karena begitu pentingnya posisi guru dalam pendidikan, maka guru dituntut menjadi guru yang berkualitas dan profesional. Dengan demikian disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat 15 pendidikan semakin tinggi skor kinerja guru. Tetapi untuk guru yang mengajar tidak sesuai jurusan pendidikan yang diambil, setelah dilakukan penilaian kinerjanya didapat skor kinerja yang rendah. Selanjutnya, hasil penelitian Widoyoko (2005) terhadap 149 guru IPS, diperoleh kesimpulan bahwa (1) latar belakang pendidikan guru memberi sumbangan sebesar 11,11 % ( ry1.23 = 0,3333; p < 0,05) terhadap kompentensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (2) pengalaman mengajar guru memberi sumbangan sebesar 6,35% (ry2.13 = 0,2520; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo, (3) etos kerja memberi sumbangan positif sebesar 16,59% ( ry3.12 = 0,4074; p < 0,05) terhadap kompetensi mengajar guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. Hasil analisis regresi ganda mengungkapkan adanya sumbangan positif yang signifikan secara bersamasama dari latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar dan etos kerja sebesar 46,3 % (R = 0,680; F = 30,990; sig. < 0,05) terhadap kompetensi mengajar IPS SMA Kabupaten Purworejo. Penelitian Kumalasari (2010) terhadap 56 guru PKn di SMPN Kota Surakarta menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara pengalaman mengajar dengan kompetensi pedagogik guru PKn di SMPN Kota Surakarta tahun 2009. Berkaitan dengan kemampuan guru menggunakan media, Malik (2006) melakukan penelitian terhadap 56 guru SDN kelas V di Proppo Kabupaten Pamekasan. Ditemukan bahwa secara terpisah maupun bersama-sama, tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, dan ketersediaan media berhubungan dengan kemampuan guru menggunakan media pembelajaran. 16 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menggali informasi tentang kompetensi yang dimiliki guru SD/MI di Provinsi Aceh dan hubungannya dengan kualifikasi pendidikan. Adapun tujuan khusus adalah sebagai berikut. a. Mendeskripsikan kemampuan guru dalam menggunakan teknologi informasi. b. Mendeskripsikan kompetensi pedagogic guru. c. Mendeskripsikan kompetensi guru dalam menguasai materi pelajaran. d. Mendeskripsikan kompetensi guru dalam memotivasi siswa. e. Menganalisis korelasi antara kompetensi (pedagogic, professional, social, dan keperibadian) dan kualifikasi pendidikan. f. Menganalisis korelasi antara kompetensi (pedagogic, professional, social, dan keperibadian) dan lama mengajar. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini memberikan manfaat kepada berbagai pihak seperti berikut. a. Manfaat bagi dinas pendidikan provinsi Aceh adalah memberikan informasi tentang kompetensi guru dan hubungannya dengan kualifikasi pendidikan serta lama mengajar, sehingga pemerintah daerah dapat memberikan masukan terhadap jenis kualifikasi pendidikan yang sesuai untuk guru SD sebagai guru kelas b. Manfaat bagi LPTK adalah memberikan informasi tentang kompetensi guru sehingga bermanfaat untuk peningkatan kualitas calon guru c. Manfaat bagi guru adalah memberikan informasi tentang kompetensi guru sebagai evaluasi bagi guru bersangkutan sehingga guru dapat mengetahui posisi kompetensinya dibanding guru lain di provinsi Aceh 17 BAB IV METODE PENELITIAN 1. Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang kompetensi yang dimiliki guru SD/MI di Provinsi Aceh dan hubungannya dengan pengalaman mengajar guru dan kualifikasi pendidikan guru. Pada penelitian ini, sekolah SD/MI dikategorikan kedalam dua kelompok yaitu sekolah high dan low. Sekolah High adalah sekolah yang memiliki jumlah guru bergelar S1 lebih banyak dari sekolah low. Selain itu, dalam pengklasifikasian ini juga digunakan data dan informasi dari kantor pendidikan di daerah tersebut dan juga dari masyarakat. SD/MI yang menjadi sekolah favorit bagi masyarakat di daerah tersebut adalah dikategorikan sebagai sekolah high dan SD/MI yang tidak menjadi sekolah favorit adalah sekolah low. Berdasarkan pertanyaan penelitian diatas, penelitian ini dapat diklasifikasikan sebagai penelitian ex post facto yang bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi pada populasi yang besar dan juga mencoba untuk mencari hubungan antar variabel yang diteliti. 2. Variabel Penelitian Ada empat variabel yang diteliti pada penelitian ini, yang meliputi dua variabel bebas (independen) dan satu variabel terikat (dependen). Berikut adalah variabel-variabel yang dimaksud. a. Variabel Bebas Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah pengalaman guru, kualifikasi pendidikan dan level sekolah. Pengalaman guru diukur berdasarkan lamanya mereka mengajar/menjadi guru, yang dikelompokkan kedalam enam kelompok yaitu: 1-3 tahun, 4-6 tahun, 7-9 tahun, 10-12 tahun, 1315 tahun, dan 16-30 tahun. Kualifikasi pendidikan ditentukan berdasarkan 18 tingkat/srata pendidikan formal yang telah ditempuh guru. Kualifikasi pendidikan ini dibagi kedalam empat kelompok yaitu: S0, D2, S1, dan S2. b. Variabel Terikat Pada penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kompetensi guru. Ada empat aspek kompetensi guru yang dievaluasi yaitu aspek pedagogik, profesional, social, dan kepribadian. Keempat aspek ini tercakup semua dalam instrumen penelitian, dimana pengukuran tingkat kompetensi guru diukur dengan menggunakan skala likert. 3. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini ada dua macam, yaitu 1) hubungan antara kualifikasi pendidikan dan kompetensi guru dan 2) hubungan antara pengalaman mengajar dan kompetensi guru. Hipotesis benar jika hipotesis alternative (Ha) terbukti kebenarannya. Ha1: adanya korelasi positif antara kualifikasi pendidikan guru SD/MI di Provinsi Aceh dengan kompetensi mereka Ho1: tidak adanya korelasi positif antara kualifikasi pendidikan guru SD/MI di Provinsi Aceh dengan kompetensi mereka Ha2: adanya korelasi positif antara lama mengajar guru SD/MI di Provinsi Aceh dengan kompetensi yang dimiliki Ho2: tidak adanya korelasi positif antara lama mengajar guru SD/MI di Provinsi Aceh dengan kompetensi yang dimiliki 4. Populasi dan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah Guru SD/MI di seluruh Propinsi Aceh, dimana pada penelitian ini dibagi kedalam tiga zona, yaitu Zona 1 (Utara-Timur), Zona II (Tengah) dan Zona III (Barat-Selatan). Untuk pengambilan sampel pada penelitian ini digunakan teknik Purposive Sampling yaitu sebuah teknik sampling 19 yang memberi kesempatan pada peneliti untuk memilih sampel karena peneliti memiliki informasi tentang sampel yang akan dipilih. Pada penelitian ini, kepala sekolah yang membantu peneliti untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan maksud penelitian ini. Ada 18 sekolah yang menjadi lokasi penelitian ini yang tersebar di Propinsi Aceh yang dibagi kedalam tiga zona yaitu Zona 1 (Utara-Timur), Zona II (Tengah) dan Zona III (Barat-Selatan). Di setiap zona ada 6 sekolah yang menjadi lokasi penelitian yang tersebar di 3 Kabupaten/Kota. Di setiap Kabupaten/Kota ada 2 sekolah yang dipilih yang dikategorikan kedalam dua kategori yaitu sekolah High dan Low. Kategori ini didasarkan pada jumlah guru yang telah bergelar S1, dimana yang banyak gelar S1 nya dikategorikan sebagai sekolah High dan yang lebih sedikit dikategorikan sebagai Low. Selain itu, kategori High dan Low ini juga dipengaruhi oleh reputasi sekolah tersebut selama ini, dimana sekolah yang berada dikota dan menjadi sekolah favorit di daerah tersebut di kategorikan sebagai sekolah High dan yang kurang favorit serta berada di desa dikategorikan sebagai sekolah Low. Kemudian setiap sekolah dipilih 2 orang guru SD/MI yang dijadikan sebagai sampel sehingga jumlah semua sampel menjadi 36 guru. 5. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang digambarkan akan terjadi. Dari penelitia yang telah berpengalaman diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mengadakan pertimbangan kemudian mengadakan penilaian ke dalam suatu skala bertingkat. Pada penelitian ini digunakan instrumen penelitian yaitu lembar observasi dan pedoman wawancara. Instrumen ini dikembangkan oleh tim peneliti sendiri dengan mengikuti beberapa langkah penyusunan intrumen yaitu uji coba 20 dan validasi instrumen. Ujicoba dilakukan pada guru dalam kelompok kecil di SD/MI di Kota Banda Aceh pada tanggal 10 Juli 2010. Kemudian setelah itu dilakukan validasi instrumen pada tanggal 12-17 Juli 2010. Instrumen tersebut direvisi berdasarkan informasi yang didapatkan dari ujicoba dan kemudian digunakan sebagai instrumen penelitian ini pada kelompok besar yang dilakukan di tiga zona provinsi Aceh. Observasi di sekolah di seluruh Aceh dilakukan pada tanggal 19-29 Juli 2010. Lembar observasi yang dikembangkan pada penelitian ini adalah bertujuan untuk mengobservasi dan mengukur tingkat kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial yang dimiliki guru SD/MI di Propinsi Aceh. Jadi, instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data yang bersifat kuantitatif, dimana pada lembar observasi dilakukan perangkingan tingkat kompetensi yang dimiliki guru. Pada perangkingan ini digunakan Skala likert yaitu 1 (tidak baik), 2 (kurang baik), 3 (baik), dan 4 (sangat baik). Untuk setiap pertanyaan di lembaran observasi dilengkapi dengan rubrik sehingga memudahkan untuk pengambilan keputusan dalam pemberian nilai pada skala likert (seperti nampak pada lampiran I). Observasi pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali yang bertujuan untuk menguatkan dan menambah keyakinan dalam pemberian nilai untuk setiap kompetensi yang diobservasi. b. Wawancara Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti (Miles dan Hubermann, 1994), yang dalam hal ini mereka adalah para guru SD/MI di seluruh Propinsi Aceh. Wawancara yang terstruktur (semi structured interview) telah dilakukan supaya semua responden yang ikut dalam fokus grup wawancara ini, akan mempunyai kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang sama (Yin, 1984). Kemudian transkrip wawancara dievaluasi dan diidentifikasi. Pada wawancara ini banyak informasi yang didapatkan oleh peneliti dan semuanya penting untuk perumusan kesimpulan penelitian. Ashworth dan Lucas (2000) menyatakan bahwa walaupun generalisasi ide-ide dari semua individu 21 mempunyai nilai yang signifikan tetapi keunikan masukan dari setiap individu jangan sampai terabaikan. Pada penelitian ini, setelah semua sampel di observasi secara langsung sebanyak 2 kali kemudian mereka diwawancara secara langsung. Semua pertanyaan bertanda bintang (*) pada lembaran observasi akan ditanyakan kepada responden untuk penguatan terhadap informasi yang telah diperoleh selama observasi dilakukan. Sebagian pertanyaan pada lembaran observasi diberi tanda bintang yang menandakan pertanyaan tersebut perlu untuk diperdalam dalam wawancara. Wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Semua proses wawancara direkam dalam MP4. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dapat dideskripsikan kompetensi guru dalam hal penggunaan ICT, pedagogik, memotivasi siswa, dan penguasaan materi. Data ini berguna untuk menjawab pertanyaan penelitian 1-4. 6. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian ini dikembangkan dari Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetesi Guru di Negara Republik Indonesia. Kompetensi guru dibagi kedalam empat aspek yaitu aspek pedagogik, profesional, social, dan kepribadian. 7. Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian expost facto. Untuk data yang berkaitan dengan deskripsi kompetensi guru dianalisi secaras kualitatif dalam bentuk narasi. Narasi dibuat berdasarkan hasil pengamatan dan reduksi hasil wawancara. Data kuantitatif berupa korelasi antara kompetensi dengan kualifikasi pendidikan dan lama mengajar dianalisis secara kuantitatif menggunakan statistic korelasi dengan bantuan program SPSS. Hasil analisis nantinya akan disajikan dalam bentuk angka-angka yang kemudian dijelaskan dan diiterpretasikan dalam suatu uraian serta untuk menganalisis apakah Ha/Ho diterima. Teknik analisa data ini merupakan langkah yang digunakan untuk menjawab apakah ada korelasi positif antara lama mengajar guru dan kualifikasi pendidikan guru SD/MI di Provinsi Aceh dengan kompetensi mengajar. 22 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Deskripsi Kompetensi Guru dalam Menggunakan ICT 1) Zona Timur Penguasaan ICT guru SD di wilayah Timur secara umum masih sangat lemah. Dari 12 orang sampel yang diteliti hanya 2 orang guru yang mampu menggunakan internet, itupun hanya untuk chatting; 6 guru bisa menggunakan Microsoft word saja; 2 orang guru pernah belajar computer tetapi sekarang sudah lupa kerena tidak pernah digunakan lagi; dan 2 orang guru malah tidak menguasai computer sama sekali. Dari sekian orang guru yang menguasai computer, hanya 1 orang guru dari sekolah High yang menguasai power point, meskipun program ini sangat dibutuhkan untuk kegiatan belajar mengajar. Hal ini ada kaitannya dengan fasilitas ICT yang sangat terbatas dimiliki oleh sekolah-sekolah yang diteliti dan juga kurangnya pemahaman oleh guru dan kepala sekolah tentang pentingnya ICT dalam proses pembelajaran. Salah satu alas an guru tidak menggunakan internet adalah biaya untuk menggunakan internet mahal. Dari informasi yang diperoleh melalui wawancara, guru-guru yang menguasai computer mengatakan bahwa salah satu kegunaan menguasai computer mereka gunakan untuk mengetik RPP. Namun, dari portofolio yang dikumpulkan, hanya 3 guru (berasal dari skeolah high) yang memiliki RPP diketik, yang lainnya ditulis tangan, dan satu difotokopi dari buku RPP yang sudah ada di sekolah. Hal ini menjadi suatu indikasi bahwa kebenaran guru-guru yang mengatakan menguasai computer perlu dipertanyakan, bahwa sebenarnya mereka tidak menguasai computer atau tidak bisa lagi menggunakannya. 2) Zona Tengah Berdasarkan hasil survey dan observasi di kelas pada dua belas SD/MI di zona tengah dapat diketahui bahwa penguasaan ICT para guru masih rendah.Hasil pengamatan juga memperlihatkan bahwa disekolah yang di observasi tidak 23 semuanya memiliki perangkat computer. Sedangkan beberapa sekolah yang memiliki computer, penggunaannya masih sebatas kebutuhan administrasi sekolah. Dari duabelas guru yang diwawancarai mengatakan bahwa dalam pembelajaran belum menggunakan ICT, selain karena alasan belum ada fasilitas ICT yang memadai di sekolah juga karena kemampuan guru menggunakan ICT masih rendah misalnya hanya mampu menggunakan computer sebatas untuk mengetik (word). Hanya satu orang guru yaitu Ibu Is. yang mengaku menguasai word dan power point serta mengakses internet. Meskipun demikian guru tersebut, yang memiliki kualifikasi pendidikan magister, tetap belum menggunakan media power point di saat mengajar atau menggunakan sumber belajar yang diunduh dari internet. Salah satu alasan guru yang bersangkutan belum mencoba mencari sumber belajar dari internet adalah terbatasnya jaringan internet di kota dimana tempat yang bersangkutan menetap. Ada enam guru yang mengaku dapat menggunakan computer untuk mengetik namun tidak begitu lancar, sementara itu lima orang guru lainnya mengaku selalu meminta bantuan pihak lain jika ingin menyusun RPP menggunakan word atau power point atau ingin mengakses informasi dari internet. Secara umum indicator rendahnya penguasaan ICT para guru yang diobservasi pada Zona Tengah yaitu: a. RPP ditulis tangan b. Ketersediaan computer di sekolah yang terbatas (hanya dua sekolah yang memiliki satu unit PC) atau sama sekali tidak tersedia. c. Pengakuan para guru selalu meminta bantuan pihak lain jika ingin mengakses informasi dari internet atau mengembangkan media power point atau menggunakan word. d. Tidak menggunakan power point atau media atau bahan ajar yang diunduh atau dipersiapkan dengan menggunakan computer. 3) Zona Barat Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang dilakukan dengan 12 orang guru di enam sekolah yang berada di tiga kabupaten, maka dapat disimpulkan bahwa moyoritas guru yang bertugas di wilayah tersebut tidak dapat 24 menggunakan ICT dengan baik apalagi mengaplikasikan pada pengajaran di sekolah. Ada tiga orang guru yang mengajar di sekolah-sekolah unggul sama sekali tidak dapat menggunakan ICT. Guru tersebut tidak mampu untuk menggunkan Microsoft Word yang biasa digunakan untuk pengetikan. Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan bahwa untuk keperluan pengajaran seperti untuk pengetikan RPP selalu menggunakan jasa orang lain seperti anak, suami dan jasa rental. Ke 11 orang guru tersebut adalah ibu guru dan 1 orang bapak guru, 2 orang sarjana bahasa Indonesia, 10 orang guru yang lainnya lulusan program Diploma 2 di universitas swasta yang ada di daerah barat provinsi Aceh. 12 orang guru tersebut terdiri dari 5 orang diantara mereka mengajar di sekolahsekolah yang berada di kampung-kampung dan 7 orang dari mereka mengajar di sekolah unggul yang berlokasi di ibu kota kabupaten. 1 guru diantara mereka yang mengajar di kelas unggul lulusan program D2 dari universitas Negeri di Provinsi Aceh. Guru tersebut dapat menggunakan program Microsoft Word untuk mengetik dengan kemampuan yang telah dimilikinya. Jadi sebagian besar dari guru tersebut mengetik pada orang lain untuk kebutuhan pengajaran seperti pengetikan RPP. Tidak ada dari guru perempuan ini yang mampu menggunakan program selain Microsotf Word seperti Excel dan Power Point. Mereka sama sekali tidak bisa mengoperasikan internet otomastis mereka tidak menggunakan fasilitas internet untuk menggali informasi bagi pengajaran mereka. Guru-guru ini semua tidak ada yang memiliki komputer secara pribadi kecuali keluarga mereka seperti anak dan suami mereka. Satu orang guru laki-laki dari 12 guru yang diwawancarai memiliki kemampuan dan skill yang sangat baik dalam hal pengunaan ICT. Beliau adalah guru lulusan program D2 dari Universitas Negeri di ibu kota Provinsi Aceh. Guru tersebut selalu menggunakan ICT untuk persiapan pengajaran walaupun sebenarnya guru tersebut mengajar di sekolah yang berlokasi di kampung yang sangat jarang menggunakan ICT dalam hal pengajaran. Dari wawancara dan pengamatan peneliti, guru tersebut mampu menggunakan semua aplikasi Micosoft Office dengan sangat baik bahkan guru tersebut diminta kepala sekolah untuk membantu proses administrasi di sekolah di tempat beliau mengajar. Semua bahan 25 untuk pengajaran disiapkan dengan baik dengan menggunakan ICT, seperti pengetikan RPP dan bahan presentasi. Guru ini mampu merancang animasi yang baik untuk pembelajaran sehingga pengajaran menjadi lebih menyenangkan bagi siswa. Guru ini memiliki akses ke internet setiap hari dengan fasilitas Modem yang dimiliki sehingga banyak bahan ajar yang terus diperbaharui melalui informasi yang didapatkan di internet. Guru tersebut tentunya memiliki fasilitas komputer (laptop) yang baik yang diperoleh dengan cara membeli sendiri. b. Deskripsi Kompetensi Pedagogik Guru 1) Zona Timur a) Penyusunan Perencanaan Dalam penyusunan perencanaan pembelajaran, 9 dari 12 guru yang diteliti masih sangat lemah dalam menentukan sumber belajar, media dan alat peraga. Guru tersebut hanya mengandalkan buku paket sebagai satu-satunya sumber belajar. Begitu juga dengan media dan alat peraga, meskipun dalam proses pembelajaran mereka menggunakan beberapa media dan alat peraga, tetapi di perencanaan tidak mereka cantumkan. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan kurangnya pemahaman dari guru tentang media dan alat peraga. Namun, ada 3 orang guru yang berasal dari sekolah high yang mencantumkan sumber belajar yang bervariasi pada RPP mereka seperti kartu bilangan, gambar-gambar mengenai contoh keluarga, dan potongan lidi. Pada RPP mereka yang bertiga ini juga menuliskan metode inkuiri, ceramah bervariasi, dan demosntrasi. Berarti mereka lebih memahami cara penulisan RPP yang baik. Bahkan pada kegiatan inti Ibu Nh menuliskan kegiatan yang melibatkan siswa secara aktif, seperti berikut. - Siswa menyebutkan anggota tubuh - Menghitung banyak anggota tubuh - Memperkenalkan lambang bilangan 1-5 - Membaca lambang bilangan yang diperlihatkan guru melalui kartu - Menuliskan lambing bilangan sesuai jumlah benda yang ada pada gambar. 26 Guru juga melengkapi RPP dengan jenis instrumen dan contoh instrumen, namun tidak menuliskan rubrik penskoran. Kelemahan yang lain adalah menentukan pendekatan, model dan metode pembelajaran. Hampir semua guru tidak menuliskan model atau pendekatan pembelajaran, hanya metode saja yang dituliskan, mungkin mereka masih belum memahami perbedaan antara pendekatan, model dan metode. Pada umumnya guru terlalu umum menuliskan langkah-langkah pembelajara. Sebagai contoh kegiatan awal tidak terurai secara jelas karena hanya menuliskan motivasi, apersepsi, dan prasyarat. Bentuk motivasi dan apersepsi yang dimaksud tidak dituliskan secara jelas. Berkaitan dengan RPP tematik, guru belum dapat menuliskannya dengan baik. Sebagai contoh, guru As menuliskan 3 bidang studi, yaitu PKn: Sikap cinta alam dan lingkungan, B.Indo: memperakan teks percakapan melalui telpon, dan Matematika: menyebutkan bilangan dalam bentuk panjang untuk 3x35 menit. Waktu yang dialokasikan terlalu singkat sehingga tidak dapat mencapai indikator. b) Pelaksanaan proses pembelajaran Secara umum, pelaksanaan proses pembelajaran ada upaya untuk melibatkan siswa secara aktif, namun hampir 50% guru masih menggunakan buku teks sebagai satu-satunya sumber belajar dan menggunakan papan tulis sebagai media pembelajaran. Ada 3 guru dari sekolah high yang menerapkan pembelajaran aktif dengan baik. Sebagai contoh guru Nh mengawali pelajaran dengan membuat kaitan antara materi dengan kehidupan sehari-hari, yaitu mengaitkan dengan banyak anggota tubuh, sehingga kegiatan pembelajaran menyenangkan terlihat dari lebih dari hampir semua siswa betah/asyik/fokus. Lalu guru meminta siswa mengambil kartu bilangan di depan kelas sesuai dengan bilangan yang disebutkan guru. Setelah itu guru memberikan gambar anggota badan seperti dua kaki, dua tangan, satu mulut, dan dua mata. Lalu siswa diminta menyebutkan banyak anggota badan tersebut dan menuliskan lambang bilangannya. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menghitung sendiri, mencoba menuliskan lambang bilangannya, dan mengemukakan pendapat sendiri dengan menggunakan berbagai sumber belajar 27 serta menerapkan metode yang bervariasi (yaitu ceramah, tanya jawab, dan penemuan). Namun karena siswa baru belajar di sekolah selama seminggu, siswa mengalami kesulitan menuliskan lambang bilangan. Untuk itu guru memberikan bimbingan kepada siswa untuk menulis lambang bilangan. Sesuatu yang kurang sempurna dilakukan guru adalah guru tidak memberikan tugas yang berbeda kepada siswa sesuai kemampuan. Selain itu pengelolaan kelas hanya individu dan klasikal, tidak ada diskusi. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa diskusi belum bisa diterapkan karena siswa baru masuk sekolah selama 1 minggu. Guru Nn menggunakan stik es dan menuliskan bilangan ratusan, puluhan, satuan pada stik tersebut sehingga membantu siswa untuk menggunakan sifat asosiatif. Ada juga guru Ns yang membagikan teks bacaan rakyat kepada sisw. Sedangkan guru As meminta siswa mensimulasikan cara berkomunikasi melalui telpon ke depan kelas. Berkaitan dengan penilaian dan tindak lanjut, hanya 4 guru (dari Sekolah high) dari 12 guru yang menjelaskan bahwa hubungan guru dengan orang tua sangat dekat dalam hal mamantau kemajuan siswa. Karena di SD 1 Langsa, hampir setiap hari orang tua dating ke sekolah mangantar atau menjemput anak mereka. Saat itulah guru dapat berkomunikasi dengan orang tua, terkadang orang tua dikirimi surat dan bersedia dating ke sekolah. Kelemahan lain dari segi penilaian atau pemberian soal, semua guru memberikan level soal yang sama kepada siswa mereka, mereka belum memperhatikan kemampuan siswa yang berbeda-beda. 2) Zona Tengah Penguasaan kompetensi pedagogic oleh guru diindikasikan oleh beberapa indicator. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru ada 10 indikator bagi seorang guru untuk dapat dikatakan menguasai kompetensi pedagogic. Kelimabelas indicator tersebut yaitu sebagai berikut. 1. Menguasai karateristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 28 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik 3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan mata pelajaran yang diampu. 4. Menyelenggarakan pembelajaran 5. Memanfaatkan teknologi yang mendidik. informasi dan komunikasi untuk didik untuk kepentingan pembelajaran. 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar. 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Secara umum kompetensi pedagogic guru yang diobservasi untuk Zona Tengah berada dalam interval 57.6-75%. Kelemahan nyata yang terlihat pada kompetensi ini adalah kemampuan guru mengembangkan RPP, terutama pada pengembangan indicator komptensi dan evaluasi. Beberapa guru masih menggunakan kata-kata tidak operasional dan tingkatnya masih di bawah kata operasional KD. Hanya dua orang guru yaitu EH dan Ani yang teramati melaksanakan evaluasi menurut ketentuan yaitu evaluasi berbasis kelas. Ani melakukan penilain siswa yang aktif dan yang tidak aktif saat belajar kelompok seperti berani tampil dan mengajukan pertanyaan. Akan tetapi seluruh guru mengaku melakukan penilaian proses meski tidak teramati oleh pengamat saat melaksanakan PBM. Lima guru lainnya hanya memberikan nilai jika siswa mampu menjawab pertanyaan guru, meski metode yang digunakan diskusi. Selain itu, tiga orang guru yaitu EH, Ani dan ZR yang menggunakan metode mengajar bervariasi yaitu ceramah dan diskusi serta menerapkan active learning. Berikut ini beberapa indicator yang menunjukkan belum paripurnanya kompetensi pedagogic guru yang diamati di Zona Tengah. 29 (1)Kelemahan pada pengembangan perangkat pembelajaran. Indikasi yaitu masih menggunakan kata-kata yang tidak operasional, seperti mengenal, mengingat, memahami (2) Pada umumnya belum menggunakan media. (3) Belum menerapkan active learning atau lebih kepada TLC (4) Guru belum memperlihatkan pengelolaan kelas yang baik. (5) Pembelajaran belum bersifat reflektif yang terbukti tidak satupun guru melaksanakan sesi refleksi pada akhir PBM. (6) Sumber belajar hanya buku ajar (7) Melaksanakan penilaian produk, bukan proses Kemampuan guru dalam pengelolaan kelas adalah hal yang sangat penting dalam kegiatan belajara mengajar. Pengelolaan yang baik akan menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Sebaliknya pengelolaan kelas yang tidak baik akan menyebabkan suasana kelas kurang terkendali misalnya diskusi menjadi kurang terorganisir, riuh dan sebagainya. Hasil observasi pada zona tengah ditemukan seorang guru yang mampu mengelola kelas sangat baik yaitu Ibu Ani yang mengajar Bahasa Indonesia di SD 18 Bireuen. Diskusi kelas yang dilaksanakan dalam pembelajaran oleh Ibu Ani sangat aktif dan siswa dalam kelompok mengajukan pertanyaan, pendapat dan gagasannya dalam suasana akrab sesuai pengelolaan guru. Bentuk motivasi berupa aplaus yang diberikan kepada siswa yang menampilkan hasil kerjanya membuat suasana kelas menjadi hidup. Hasil pengamatan ditemukan dua orang guru yakni masing-masing Ibu Fat di SD Weh Pesam Bener Meriah dan pak Bus di MIN Bireuen yang kemampuannya mengelola kelas dianggap belum baik. Ibu Fat dan pak Bus melakukan pendekatan diskusi kelompok dalam pembelajaran, namun karena pengelolaannya kurang sehingga diskusi yang dilakukan anak-anak dalam kelompok kurang terarah dan kelas menjadi riuh. Demikian juga hasil diskusi tidak dirangkum untuk membei penguatan hasil belajar. Pada pengamatan kedua, ditemukan bahwa pak Bus masih menggunakan pembelajaran konvensional yakni anak mendekte (membaca) suatu bagian atau paragrap dari buku kemudia secara 30 bergiliran disambung oleh siswa lainnya. Sementara siswa yang satu membaca maka siswa lainnya ada yang mendengar atau menyimak tetapi banyak diantaranya yang berbicara atau tidak mengikuti pelajaran. 3) Zona Barat Dari 12 guru yang diwawancarai dan diobservasi ada 7 orang guru yang memiliki kemampuan pedagogik yang sangat baik. Dua orang dari mereka adalah guru lulusan program studi D2 dari Universitas Negeri yang berada di ibu kota Provinsi Aceh dan telah menjadi guru sekolah dasar selama 5 dan 6 tahun. 5 guru lagi adalah lulusan Universitas Swasta yang ada di ibu kota kabupaten di wilayah provinsi Aceh dan telah mengajar di sekolah dasar selama 21 tahun. Sebagian dari guru tersebut mengajar di sekolah unggul/favorit yang berada di ibu kota kabupaten dan satu orang guru mengajar di sekolah yang berada di kampung yang jauh dari ibu kota kabupaten dan malah agak sulit untuk dijangkau. Guru-guru yang memiliki skill yang bagus dalam aspek pedagogik memiliki kemampuan yang sangat baik seperti untuk merancang RPP. Indikator pembelajaran yang mereka kembangkan sudah sangat jelas karena sudah diturunkan dari SK dan KD dengan sangat baik. Mereka juga dapat menggunakan kata kerja operasional dengan sangat baik dalam perumusan indikator sehingga mudah diaplikasikan dalam pembelajaran di kelas. Dari observasi yang dilakukan di kelas, guru tersebut mampu mencapai semua indikator pembelajaran yang direncanakan. Mereka juga mampu untuk menyusun langkah-langkah pembelajaran dan pemilihan media pembelajaran dengan baik. Langkah-langkah pembelajaran telah disusun secara efektif dan efisien dan media yang dipilih juga sangat sesuai dengan materi pembelajaran. Teknik penilaian dan model pembelajaran yang dipilih juga sudah sangat relevan sehingga secara keseluruhan RPP yang mereka susun sudah sangat baik. Di sisi yang lain, ada 5 orang guru yang memiliki kemampuan pedagogik yang tidak baik. Dua orang dari mereka adalah guru lulusan universitas swasta yang ada di ibukota provinsi Aceh dan yang satunya lagi adalah lulusan kelas jauh 31 yang ada didaerah dari Universitas Swasta yang ada di ibu kota provinsi Aceh. Mereka semua adalah guru yang mengajar di sekolah yang berada di kampung yang jauh dari ibukota kabupaten. Kemampuan yang mereka miliki dalam hal perancangan RPP sangat sedikit. Pengembangan indikator pembelajaran tidak jelas dalam artian didak merefleksi SK dan KD yang telah dirumus. Sehingga ketika RPP diaplikasikan diruang kelas mereka menjadi bingung sendiri. Hal ini menyebabkan mereka banyak melakukan improvisasi sendiri didalam kelas ditambah lagi kondisi kelas yang kurang kondusif, banyak anak-anak yang berbicara sendiri duluar kontrol guru. Langkah-langkah pemebalajaran dan pemilihan media juga kurang tepat dan tidak relevan. Dalam artian, langkahlangkah pembelajarannya tidak jelas dan terstruktur dengan baik. Media yang dipilih sulit diaplikasikan dan susah digunakan pada anak-anak disekolah tersebut. Mereka juga tidak konsisten dalam perancangan instrumen penilaian. Mereka tidak memiliki teknik penskoran yang konsisten sehingga bisa terjadi penskoran yang berbeda untuk setiap siswa. Model pembelajaran yang dipilih juga masih sangat kaku tidak berubah-rubah dari satu RPP ke RPP lainnya. Dan mereka juga jarang mengunakan model pembelajaran yang telah direncanakan dikelas karena kelas yang kurang kondusif mereka katakan. c. Deskripsi Kompetensi Guru Menguasai Materi 1) Zona Timur Sebagian besar guru masih sangat kurang dalam mengolah materi menjadi menarik karena dalam proses pembelajaran guru sangat tergantung pada buku teks. Dalam menjelaskan guru tersebut sangat konseptual, sama sekali tidak berusaha dan mampu mengaitkat materi pelajaran yang diajarkan dengan lingkungan sekitar siswa dan dengan disiplin ilmu lain. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan latar belakang pendidikan mereka yang hampir semua kurang sesuai untuk menjadi guru SD. Namun ada 2 guru yang menguasai materi dengan baik. Guru pertama Nh lulusan D2 PGSD FKIP Unsyiah dan melanjutkan ke S1 Sejarah Universitas 32 Samudera (Unsam) penguasaan materinya berada pada kategori baik. Guru Nh mampu mengelola materi menjadi menarik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan siswa SD kelas I, seperti dijelaskan pada bagian pelaksanaan proses pembelajaran di atas. Guru Nh juga mengikuti KKG yang diadakan di sekolah dengan mendatangkan guru yang berpengalaman dan ahli dari LPMP Aceh. Namun, guru belum pernah mengikuti pelatihan/penataran pengembangan profesi. Satu lagi guru Ns, penguasaan guru ini bagus dalam hal bahasa Indonesia dan menjadi fasilitator untuk Kabupaten dalam hal implementasi PAKEM yang bekerja sama dengan CLCC UNICEF Provinsi Aceh. Guru Ns juga merupakan tim penulis soal UASBN Provinsi Aceh untuk bidang bahasa Indonesia. Berkaitan dengan KKG, guru sebagai guru pemandu untuk sekolah inti dan sekolah imbas. Guru sering mengikuti pelatihan CLCC di provinsi maupun Kabupaten tentang MBS, PAKEM, dan PSM. Namun, guru kesulitan menulis PTK, karena belum ada pelatihan khusus yang diikuti. Namun, dalam hal matematika guru ini kurang menguasai konteks yang sesuai untuk mengajarkan FPB. Ada guru Nn berlatarbelakang pendidikan S1 Matematika, tetapi kurang bisa menyesuaikan pembelajaran amtematika untuk siswa SD. Guru Nn terkesan kurang sistematis menjelaskan sifat komutatif dan asosiatif kepada siswa. Dari 12 sampel yang diteliti 6 diantaranya berlatar belakang Pendidikan Agama Islam (3 orang S1 dan 3 orang D-II), 1 orang S1 Pendidikan bahasa Indonesia, 1 orang S1 Pendidikan sejarah, 1 orang S1 Pendidikan Matematika, dan 2 orang berpendidikan SPG. Hal lain yang juga diduga berpengaruh terhadap penguasaan materi guru adalah dikarenakan jarangnya guru mengikuti pelatihan yang berkaitan dengan bidang studi yang diajarkan, padahal mereka adalah guru kelas yang mengajarkan lebih dari 3 bidang studi. Hampir semua guru ataupun sekolah yang diteliti masih belum menjalin kerjasama dengan LPTK atau lembaga terkait dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran yang mereka lakukan. Kalau ada permasalahan di kelas hampir semua dari mereka hanya mengkonsultasikan dengan teman sejawat dan teman saat kuliah dulu. Di samping itu, semua guru yang diteliti sama sekali tidak pernah melakukan penelitian dalam usaha meningkatkan kualitas pembelajaran. 33 2) Zona Tengah Guru-guru yang diamati pada survey ini terlihat menguasai materi yang diajarkannya dengan baik. Hanya satu guru yaitu AN yang terlihat sangat kesulitan untuk mengajarkan materi ajarnya. Hal ini boleh jadi disebabkan adanya perbedaan latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampunya. Guru yang bersangkutan terlihat mengalami kesulitan untuk menyebutkan kata dengan pronunciation tepat atau bahkan membiarkan pelafazan siswa yang tidak tepat. Selain AN, seluruh guru menyampaikan materi dengan rinci, runtun, dan berkaitan dengan mata pelajaran lain, atau bahkan ada yang bersifat kontekstual (missal HR dan IS). Ibu HR yang mengajarkan Kata Tanya meminta siswa untuk memberikan contoh kata tanya yang sering digunakan saat berbelanja. Sementara itu Ibu IS yang mengajarkan tentang Menyimak cerita Efek Global Warming mengingatkan siswanya untuk tetap menjaga kelestarian hutan dan lingkungan. 3) Zona Barat Sama halnya dengan kompetensi lain untuk guru di zona barat, peneliti juga mendapatkan gambaran yang sama, bahwa dari 12 guru yang di wawancara dan di observasi, ada 7 orang guru yang sangat menguasai materi yang diajarkan. Guru yang mengajar disekolah unggul memiliki kemampuan yang sangat baik. Tujuh orang guru yang mengajar di sekolah unggul diantaranya mengajar pelajaran bahasa Indonesia dengan materi perkembangan kecamatan. Beliau mampu menjelaskan materi dengan menggunakan contoh dengan sangat baik. Beliau mengetahui perkembangan kecamatan yang ada di kabupatennya beserta dengan historisnya dengan sangat baik. Materi ajar pun disampaikan dengan sangat teratur sesuai dengan langkah-langkah yang telah disusun pada RPP. Guru ini telah mengajar selama 21 tahun di sekolah dasar. Demikian juga dengan guru sekolah unggul yang lainnya, beliau juga memiliki pengetahuan yang sangat baik pada materi yang diajarkan sehingga dia dapat mengajar dengan sangat leluasa. Materi yang diajarkan adalah operasi bilangan, pelajaran Matematika. Guru tersebut menyampaikan materi dengan cara memberi contoh secara yang bersifat 34 aplikatif. Misalnya, guru tersebut memberi contoh ke siswa “ketika kamu memiliki tiga buah pinsil dan dua buah buku kemudian kamu meminjamkan satu buah pinsil dan satu buah buku kepada kawan kamu, sisanya kamu memiliki berapa buah pinsil dan buku”. Kelas sangat riyuh tetapi guru tersebut dapat mengendalikannya dengan baik karena memiliki pengusaan materi yang sangat baik. Ada satu guru yang lain, laki-laki juga memiliki kemmapuan yang sangat baik dalam penguasaan materi. Beliau mengajar di sekolah yang ada di kampung yang jauh dari kota. Guru tersebut mengajar pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi mengenal petunjuk di tempat umum untuk siswa kelas dua sekolah Dasar. Beliau mampu menggambarkan dengan baik contoh-contoh petunjuk di tempat umum dengan semua fungsinya. Beliau telah menyiapkan media belajar berupa gambar-gambar petunjuk di tempat umum yang didapatkan di internet. Sedangkan 5 orang guru yang lain memiliki kemampuan yang sangat terbatas pada materi yang ingin disampaikan. Mungkin mereka mengerti materi tersebut dengan baik tetapi dari pengamatan yang dilakukan mereka tidak mampu mengeksplorasinya dengan baik sehingga siswa menjadi bosan dalam belajar. Misalnya ada seorang guru yang mengajarkan materi organ manusia dan hewan. Guru tersebut sangat terpaku pada bahan yang ada di buku cetak yang menjadi pegangan bersama guru dan siswa. Tidak ada bahan lain dan guru juga menyuruh siswa untuk mencatat seperti yang ada di buku cetak. Setiap kelompok yang terdiri dari empat orang diberikan satu buku kemudian diminta untuk mencatat secara bersama-sama. Ketika dikonfirmasi kepada guru tersebut mengenai hal ini, guru tersebut menjelaskan tujuan mencatat seperti itu supaya siswa bisa diam dan tidak ribut. Memang kemudian guru tersebut menjelaskan materi yang telah dicatat oleh siswa tetapi elaborasi yang dilakukan masih sangat terbatas. d. Deskripsi Kompetensi Guru dalam Memotivasi Siswa 1) Zona Timur Hampir semua guru yang diteliti menunjukakan indikator kompetensi kepribadiannya yang bagus. Mereka menghargai peserta didik dengan memberi respons kepada siswa, tidak mencemooh dan memberi penghargaan kepada siswa 35 yang berprestasi. Hampir semua dari mereka juga menunjukkan etos kerja yang tinggi ditandai dengan kedisiplinan, tanggung jawab dan sabar, minimal pada saat diamati. Sebagian besar guru yang diamati telah memberi dorongan kepada siswa untuk belajar. Pada saat diamati, mereka terlihat dengan serius membimbing siswa untuk bisa belajar. Mereka juga dengan sabar memahami dan memperlakukan siswa dengan adil. Dari hasil wawancara juga hampir semua mereka menyebutkan bahwa mereka selalu mengikuti perkembangan siswa yang mereka asuh, baik melalui pengamatan, interview maupun dengan catatan harian mereka tulis. Namun ada juga guru yang kurang memahami perkembangan siswa dengan alasan mereka bukan guru kelas, tetapi guru bidang studi yang frekuensi bertemu dengan siswa lebih terbatas dibanding dengan guru kelas. Beberapa contoh motivasi yang diberikan oleh guru adalah menggunakan sumber belajar yang bervariasi seperti gambar anggota keluarga, kartu bilangan, stik es, cerita rakyat, potongan lidi, bercerita, dan simulasi berkomunikasi melalui telpon. Namun ada guru, yaitu guru As menampilkan 4 lagu untuk mengakhiri pelajaran, karena guru As menanggap agar siswa refreshing . Akibatnya tujuan pembelajaran tidak tercapai. 2) Zona Tengah Memotivasi siswa adalah salah satu indicator dari penguasaan kompetensi kepribadian dari seorang guru. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap dua belas guru di tiga kabupaten berbeda, terlihat bahwa guru menghargai siswa. Guru selalu merespon setiap upaya siswa untuk bertanya atau menjawab pertanyaan guru dengan santun. Guru selalu mendorong siswa untuk berani tampil ke depan atau mengemukakan pendapat. Siswa yang mengalami kesulitan selalu mendapat bimbingan guru secara personal atau berkelompok (terutama pada MIN Bom Takengon dan SDN 16 Blang keutumba). Sebagai contoh Ibu AN yang begitu tekun dan bersemangat memberikan dorongan kepada siswanya yang tertatih-tatih menyelesaikan soal FPB dan KPK di papan tulis. Ada tiga guru yaitu EL, IS dan Bus yang kurang bersemangat memotivasi siswanya dalam belajar di kelas. Hal 36 ini boleh jadi disebabkan ketidaksesuaian latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diampu. Sementara guru Bs, sebagaimana keterangan yang peneliti dapatkan dari temannya bahwa pak Bs pernah mengalami trauma konflik dan saat itu rummahnya terbakar. Berdasarkan pengakuan pak Bs bahwa berkas-berkas seperti Ijazah dan surat penting lainnya termasuk RPP yang dimanta tidak ada lagi. Mungkin hal tersebut yang menyebabkan guru Bs kurang bersemangat dalam mengajar. 3) Zona Barat Dari 12 guru yang diwawancara dan di observasi, peneliti dapat menyimpulkan bahwa ada 5 orang guru yang sangat baik dalam memotivasi siswa. Guru laki-laki dan 4 orang guru yang mengajar di sekolah unggul. Guruguru tersebut sangat sabar dalam mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kelas untuk belajar. Kadang-kadang hal sederhana yang dilakukan yaitu siapa yang paling baik nilainya hari ini boleh ikut naik Honda guru saat pulang. Guru tersebut mengajar di sekolah di kampung dimana kebanyakan siswa berjalan kaki ke sekolah bersama teman mereka. Jadi ketika ada tawaran naik sepeda motor guru tentunya siswa sangat senang dan akan termotivasi belajarnya. Hal lain yang dilakukan guru tersebut adalah memberikan kesempatan keluar pertama pada saat jam pulang bagi siswa yang aktif belajar dilihat dari seringnya siswa tersebut maju kedepan. Sedangkan 7 orang guru yang lain tidak baik dalam hal memotivasi siswa menurut peneliti termasuk kedalamnya guru yang telah mengajar sangat lama yaitu 20 tahun. Menurut pengamatan peneliti guru tersebut sangat fokus pada pencapain materi yang telah direncanakan pada RPP. Sehingga, langkah-langkah pembelajarnnya sangat kaku seperti yang ada di RPP padahal kondisi kelas membutuhkan motivasi yang banyak bagi siswa. Namun karena guru tersebut mengajar di sekolah dan di kelas yang mayoritas siswanya pandai-pandai sehingga kelas memang nampak hidup. Selama pengamatan hampir tidak ada pujian yang diberikan kepada siswa yang memberi pendapat yang bagus dan menarik, kalaupun ada dilakukan itupun dalam waktu yang sangat singkat 37 sehingga siswa tidak mendapatkan dan merasakanya. Malahan pujian yang diberikan tidak terekspresikan pada wajah guru tersebut. Empat guru yang lain malah ada yang marah-marah kepada siswa ketika mereka tidak mampu melakukan hal-hal yang sederhana menurut guru tersebut. Mereka sulit mengontrol dirinya walaupun diamati oleh orang lain. Menurut peniliti hal ini disebabkan karena mereka sudah terbiasa dengan hal tersebut. e. Korelasi Kompetensi Guru Kualifikasi Pendidikan dan Lama Mengajar Sebelum menentukan korelasi antar variable bebas dan variable terikat, semua data kompetensi guru yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara diberi skor dan dihitung jumlahnya. Begitu juga dengan kualifikasi pendidikan guru dan lama mengajar guru, seperti terlihat pada table berikut. 38 Tabel Data Inisial Guru, Kompetensi Guru, Lama Mengajar, dan Kualifikasi Pendidikan No Nama High/ Low X1 X2 X3 X4 X5 1 Nurhafni, S.Pd 2 120 67 32 19 7 2 Nana Puspita, S.Pd 1 97 57 21 16 1 3 4 5 6 Asriani, A.Ma.Pd Nurhadiana, S. Pd.I Eva Dewi Nurjannah, S. Pd. 1 2 2 1 85 114 111 94 60 57 55 51 21 18 20 16 18 20 20 15 1 5 4 12 7 Luqman 1 100 49 19 20 24 8 Marzuki, S. Pd.I. 1 101 59 19 13 11 9 Junita S., S.Pd.I. 2 117 59 19 20 4 10 11 12 Apita Siregar Fera Yanti Nurhayati, S.Pd 2 1 2 110 95 128 55 48 56 23 19 21 20 18 17 4 4 8 13 Fatimah A, Ma,Pd 2 113 59 20 19 3 14 Nurhayati, S.Pd 2 106 58 23 18 27 15 Fatmawati A, Ma.Pd 2 107 52 24 20 3 16 17 Anizar Bustaniswar 2 2 161 104 68 52 27 24 20 20 12 5 18 Anizar, A.Md.Pd 2 107 55 23 20 6 19 Elizar, S.Pd.I 1 99 56 19 20 6 20 Isnaini, M.Ag 1 93 60 25 20 11 21 Zubaidah, A.Md.Pd 1 83 44 22 20 3 22 Encu Aidar Hadimah Ramli, A.Md.Pd 2 107 64 24 20 11 2 108 62 26 20 29 23 24 25 Asnawiyah, Ama.Pd Cut Rita Hastuti,Ama.Pd 1 75 20 32 20 10 1 91 47 25 18 Zuriat, A.MaPd 1 65 29 18 14 2 Anhar, A.Ma Neneng Suryani,A. Ma 1 69 51 21 15 2 30 31 32 Karlinda,A.Ma Nursakdiah Aliyana Sri Wahyuni 1 1 1 1 1 51 58 80 87 84 32 32 44 49 39 17 17 20 22 21 11 12 16 18 19 1 3 4 2 Salmina 1 94 51 18 18 6 Nilawati 2 103 53 24 18 2 36 Nurlis, S.Pd D2 S1 SPG S1 S1 D2 D2 S1 D2 S1 D2 D2 D2 D2 S1 S2 D2 S1 D3 194 189 209 206 176 188 192 215 208 180 222 211 205 203 276 200 205 194 198 169 215 216 D2 147 181 D2 D2 1 34 Laila Warsiah,S.Pd S1 239 138 161 D2 33 35 D2 4 27 29 S1 X7 D2 26 28 X6 S1 2 2 111 110 58 63 24 24 19 19 6 6 111 D2 S1 D2 D2 D2 D2 S1 S1 116 168 176 172 198 212 214 218 39 Keterangan: X1= pedagogik X2=Profesional X3=Sosial X4=Kepribadian X5=Lama Mengajar (Tahun) X6=Kualifikasi Pendidikan X7=Total Data lama mengajar dan kualifikasi pendidikan guru diberi kode seperti yang telag dijelaskan pada bab Metode penelitian. Setelah diolah dengan menggunakan SPSS, diperoleh hasil seperti terlihat pada table berikut. Tabel Korelasi antara Kompetensi Guru dengan Lama Mengajar dan Kualifikasi Pendidikan Kompetensi Covariance rata-rata pedagogik rata-rata profesional rata-rata sosial rata-rata kepribadian lama mengajar (tahun) latar belakang pendidikan Correlation rata-rata pedagogik rata-rata profesional rata-rata sosial rata-rata kepribadian lama mengajar (tahun) latar belakang pendidikan ratarata pedago gik ratarata profesio nal ratarata sosial ratarata kepriba dian lama menga jar (tahun) Kualifi kasi pendidikan 0.577 0.362 -0.046 0.362 0.408 -0.023 -0.046 -0.023 0.300 0.211 0.183 0.103 -0.312 -0.299 -0.276 0.183 0.103 0.619 -0.197 -0.312 -0.299 -0.276 -0.197 2.974 0.327 0.113 0.062 0.214 0.183 0.211 0.327 0.113 0.062 -0.214 -0.183 1.683 1.000 0.746 -0.110 0.746 1.000 -0.067 -0.110 -0.067 1.000 0.354 0.364 0.239 -0.238 -0.272 -0.292 0.354 0.364 0.239 1.000 -0.145 -0.238 -0.272 -0.292 -0.145 1.000 0.331 0.136 0.088 0.210 0.082 0.331 0.136 0.088 -0.210 -0.082 1.000 1) Korelasi Kompetensi Guru dan Kualifikasi Pendidikan Dari table di atas diketahui bahwa terdapat korelasi yang positif antara kompetensi pedagogic, professional, social, dan kepribadian, dengan kualifikasi pendidikan. Dengan demikian hipotesis diterima pada taraf signifikansi 95%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan guru maka 40 semakin tinggi pula kompetensi guru tersebut. Dari empat kompetensi tersebut, kompetensi pedagogic paling tinggi korelasinya dengan kualifikasi pendidikan. 2) Korelasi Kompetensi Guru dan Lama Mengajar Dari table di atas diketahui bahwa terdapat korelasi yang negative antara kompetensi pedagogic, professional, social, dan kepribadian, dengan lama mengajar. Dengan demikian hipotesis ditolak pada taraf signifikansi 95%. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa semakin lama guru mengajar tidak berakibat pada semakin tinggi kompetensi guru tersebut. 2. Pembahasan 41 DAFTAR PUSTAKA Arikunto (1993)…. kompetensi Ashworth, P., and U. Lucas (2000), Empathy and Engagement: A Practical Approach to the Design, Conduct and Reporting of Phenomenographic Research, Studies in Higher Education 25, 295–308. Djamarah, Saiful Bakri. (1994). Prestasi belajar dan kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional Hamalik, Oemar (2006) Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. Kumalasari, Weni (2010). Hubungan antara Pengalaman Mengajar dengan Kompetensi Pedagogic Guru Pendidikan Kewarganegaraan SMP Negeri di Kota Surakarta tahun 2009. Skripsi. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Malik, Abdul (2006) Hubungan antara Tingkat pendidikan, Pengalaman Mengajar, dan Ketersediaan Media dengan Kemampuan Guru Menggunakan Media dalam Pembelajaran IPS. Dalam Jurnal Didaktika 1 (2), 116-132. Minichiello, V., R. Aroni, E. Timewell, and L. Alexander (1995), In-Depth Interviewin. Longman Australia. Melbourne. Vic. Mulayasa, E. (2007) Standar Kompetensi Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Novianto, Ajeng Tyas (2009) Penentuan Prioritas Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru dengan Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus di SMP Negeri 2 Sukoharjo). Skripsi thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Permendiknas No. 16 Tahun 2007 (2007) tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Surayabrata, Sumadi (2002) Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Widoyoko, S. Eko Putro (2005) Kompetensi Mengajar Guru IPS SMA Kabupaten Purworejo. Laporan Penelitian Dosen Muda Dikti. Yin, R. K. (1984), Case Study Research: Design and Methods. Sage, Beverly Hills, CA. 42