BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG A. Lelang Eksekusi 1

advertisement
15
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG
A. Lelang Eksekusi
1. Sejarah Lelang
Lelang yang paling kuno yang pertama kali diketahui adalah Lelang
Belanda (Dutch Auction). Dalam Lelang Belanda (Dutch Auction) merupakan
sistem harga menurun dimana Pejabat lelang menentukan harga permulaan
dan membatasi harga pada saat menurun sampai dia menemukan penawar
dengan harga khusus. Sistem ini menghasilkan harga yang lebih baik bagi
penjual berdasarkan keputusan yang bergantung pada keadaan pasar. Dalam
lelang Belanda, Pejabat lelang memulai dengan menyebutkan harga yang
cukup tinggi sehingga tidak ada penawar yang mau membeli unit itu dengan
harga itu pula. Harga itu kemudian secara berangsur-angsur menjadi rendah
sampai seorang penawar menerima penawaran dengan harga tersebut.
Lelang jenis lainnya yang kuno yaitu Lelang Inggris (English Auction).
Dalam lelang Inggris (terbuka dengan harga tinggi), Pejabat lelang memulai
dengan
menyebutkan
harga
rendah
dan
kemudian
berangsur-angsur
menaikkan harganya. Masing-masing penawar mengindikasikan bahwa
dengan menggunakan isyarat tangan, dengan megangkat kartu yang sudah
dinomori, berapa banyak unit yang akan dibelinya pada harga itu.
Herodotus menulis bahwa lelang mulai ada kira-kira Tahun 500 SM di
Babylon, ketika diadakan penjualan wanita yang usianya siap kawin yang
15
Universitas Sumatera Utara
16
diadakan sekali setahun. 15 Lelang tanah yang pertama dilakukan di Inggris
kira-kira Tahun 1739, ketika sebuah iklan penjualan estate bangkrut di
London Evening Post, dilelang sebuah rumah di Paddington. Jika hal ini
merupakan lelang tanah yang pertama, maka Pejabat lelang yang pertama
adalah Christopher Cock dari Great Pizza, Covent Garden. Mendekati Tahun
1740 dia mengiklankan rangkaian estate yang akan dijual ‘di Whitsun Monday
at Three di sore hari’.
Lelang di Indonesia secara resmi dikenal dengan diberlakukannya
Vendu Reglement (Peraturan Lelang) (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah
dengan Stbl.1940 Nomor 56) oleh pemerintah Hindia Belanda, berlaku pada
tanggal 1 April 1908, yang masih berlaku hingga saat ini, sebagai peraturan
tertinggi yang mengatur pokok-pokok lelang berdasarkan Pasal II aturan
peralihan Undang-Undang Dasar 1945. 16
Saat lahirnya Vendu Reglement (Peraturan Lelang) belum ada
Volksraad (semacam Dewan Perwakilan Rakyat), sehingga yang dibuat
hanyalah Reglement yang hampir sama dengan Verordening yang lebih
mendekati peraturan yang mengatur prinsip-prinsip dan pokok-pokok,
Reglement kalau dilihat isinya lebih kurang sama dengan Verordening.
Meskipun Vendu Reglement ini peraturan setingkat peraturan pemerintah,
15
16
Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit, hal. 43-44.
Ibid., hal. 45-46.
Universitas Sumatera Utara
17
tetapi merupakan peraturan lelang tertinggi, sehingga tidak salah jika Vendu
Reglement tersebut disebut Undang-Undang Lelang. 17
Baik Vendu Reglement maupun Vendu Instructie (Instruksi Lelang)
hingga dewasa ini tetap masih berlaku sebagai dasar hukum pelaksanaan
lelang dan sebagai dasar lahirnya berbagai peraturan dan ketentuan teknis
lelang yang dibuat pemerintah berupa keputusan dan peraturan Menteri
Keuangan. Sejak lahirnya Vendu Reglement Tahun 1908, unit lelang berada
di lingkungan Departemen Keuangan Pemerintah Hindia Belanda (Inspeksi
Urusan Lelang) dengan kedudukan dan tanggung jawab langsung di bawah
Menteri Keuangan. Kemudian dalam perkembangannya setelah memasuki
masa kemerdekaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut sebagai RI), Unit
Lelang Negara ada dalam pembinaan Direktorat Jenderal Pajak (selanjutnya
disebut sebagai DJP) (1960) dengan nama Kantor Lelang Negara (selanjutnya
disebut sebagai KLN) dan Tahun 1970 diganti nomenklaturnya menjadi KLN.
Sejak tanggal 1 April 1990, Unit Lelang Negara bergabung di bawah Badan
Urusan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai BUPLN)
yang berganti nomenklaturnya menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan
Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai DJPLN) pada Tahun 2000.
Terakhir berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 445/PMK.01/2006
tentang Organisasi Departemen Keuangan, DJPLN berubah menjadi
17
Rachmadi Usman, Op.Cit., 2016,hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
18
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (selanjutnya disebut sebagai DJKN) dan
kantor-kantor operasionalnya berubah menjadi KPKNL. 18
Pelaksanaan lelang mempunyai fungsi pelayanan publik dan fungsi
pelayanan privat. Fungsi pelayanan publik dari Lembaga Lelang tercermin
saat
digunakan
oleh
aparatur
negara
dalam
melaksanakan
tugas
kepemerintahan dalam rangka Penegakan Hukum/Law Enforcement seperti
yang diamanatkan dalam berbagai undang-undang, antara lain: KUHPerdata,
Undang-Undang Nomor. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang, Undang-Undang Nomor. 19 Tahun 1997
tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Undang-Undang Nomor. 4
Tahun 1996 tentang UUHT, Undang-Undang Nomor. 10 Tahun 1995 tentang
Kepabeanan, Undang-Undang Nomor. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia, Undang-Undang Nomor. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara (selanjutnya disebut sebagai PUPN) dan Herzien Inlandsch
Reglement (selanjutnya disebut sebagai HIR).
Fungsi pelayanan publik lainnya tercermin pada saat digunakan oleh
aparatur negara dalam rangka pengelolaan barang milik negara/daerah
(kekayaan negara), khususnya pada saat dipindahtangankan dengan cara
dijual. Penjualan barang milik negara/daerah (kekayaan negara) harus
dilakukan secara lelang. Pilihan penjualan lelang adalah dalam rangka
mengamankannya sekaligus guna memenuhi prinsip-prinsip kepemerintahan
yang baik (Good Governance). Proses ini akan berdampak pada peningkatan
18
Ibid., hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
19
efisiensi, tertib administrasi dan keterbukaan (tranparansi) pengelolaan
kekayaan negara, serta menjamin akuntabilitas (vide: Pasal 48 UU
Perbendaharaan Negara Nomor 1 Tahun 2004). Dari dua fungsi pelayanan
publik tersebut pada akhirnya Lembaga Lelang akan memberikan kontribusi
dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa Bea Lelang, hasil penjualan
kekayaan negara, sitaan yang dirampas untuk negara, dan Penerimaan Pajak
berupa Pajak Penghasilan (selanjutnya disebut sebagai PPH) Pasal 25 dan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (selanjutnya disebut sebagai
BPHTB).
Sementara itu fungsi privat dari Lembaga Lelang tercermin saat
lembaga lelang digunakan oleh siapa pun yang memiliki barang dan
bermaksud menjualnya secara lelang. Dalam fungi privat, Lembaga Lelang
menjadi sarana/alat untuk memperlancar lalu lintas perdagangan barang. Dari
fungsi pelayanan publik dan privat tersebut pada akhirnya pelaksanaan lelang
akan memberikan kontribusi dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak
(selanjutnya disebut sebagai PNBP) berupa Bea Lelang, hasil penjualan
kekayaan negara, sitaan yang dirampas untuk negara, dan Penerimaan Pajak
berupa Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah
dan/atau Bangunan, dan BPHTB sebagai fungsi budgetter. 19
2. Pengertian Lelang
19
Dikutip Dari http://www.Balailelang.co.id/index.php/sejarah-lelang/sejarah-lelang-diindonesia, Sejarah Lelang di Indonesia, [Diakses Pada 17 Februari 2016 Pukul 13:39].
Universitas Sumatera Utara
20
Istilah lelang berasal dari bahasa Belanda, yaitu Vendu sedangkan
dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah auction. Istilah lainnya
merupakan terjemahan dari bahasa Belanda openbare verkoop, openbare
veiling, atau openbare verkopingen, yang berarti “lelang” atau “penjualan di
muka umum”. 20
Bertitik tolak dari Pasal 1 Peraturan Lelang Lembaran Negara
(selanjutnya disebut sebagai LN) 1908 No. 189 jo. LN 1940 No. 56,
pengertian Lelang adalah penjualan barang di muka umum atau penjualan
barang yang terbuka untuk umum .21 Pengertian tersebut diperjelas kemudian
oleh Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan berdasarkan Pasal 1 angka 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /PMK.06/2010 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang diatur pengertian lelang yakni :
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan
penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin
meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang
didahului dengan pengumuman lelang. 22
Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.
1940 Nomor 56) yang masih berlaku saat ini sebagai dasar hukum lelang,
menyebutkan penjualan umum yang diterjemahkan dalam himpunan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia menyebutkan, penjualan
umum adalah pelelangan atau penjualan benda-benda yang dilakukan kepada
20
Rachmadi Usman, Op.Cit., 2016, hal. 19.
Ibid., hal. 20.
22
Lihat lebih lanjut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 40/Pmk.07/2006 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dan berdasarkan Pasal 1 angka 1
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93 /Pmk.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang .
21
Universitas Sumatera Utara
21
umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan
pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang
diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan
itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar
harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam
sampul tertutup. 23
Kata “Lelang” dalam pengertian umum adalah proses membeli dan
menjual barang atau jasa dengan cara menawarkan kepada penawar,
menawarkan tawaran harga lebih tinggi, dan kemudian menjual barang
kepada penawar harga tertinggi. Dalam teori ekonomi, lelang mengacu pada
beberapa mekanisme atau peraturan perdagangan dari pasar modal.
24
Menurut Polderman (sebagaimana dikutip oleh Rochmat Soemitro) dalam
disertasinya Tahun 1913 berjudul “Het Openbare aanbod” menyebutkan
bahwa “penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau
persetujuan yang paling menguntungkan untuk si penjual dengan cara
menghimpun para peminat”. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa
syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakan
perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual.
Dengan demikian syaratnya ada 3 yaitu:
a.
Penjualan harus selengkap mungkin (volledigheid).
b. Ada kehendak untuk mengikatkan diri.
23
Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit., hal. 51-52.
Dikutip dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Lelang, Lelang,[Diakses pada tanggal 06
Maret 2016 Pukul: 12:03].
24
Universitas Sumatera Utara
22
c.
Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat
ditunjuk sebelumnya.
Pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk
sebelumnya. Sementara itu menurut Rochmat Soemitro selanjutnya mengutip
pendapat Roell, Kepala Inspeksi Lelang Jakarta Tahun 1932 bahwa:
“penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat
mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari lebih dari satu barang,
baik secara pribadi maupun dengan perantara kuasanya, memberikan
kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk
membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat dimana
kesempatan lenyap”. Titik berat dari defenisi yang diberikan Roell adalah
pada kesempatan penawaran barang. 25
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
lelang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya
pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau di
hadapan Pejabat lelang dengan pencapaian harga yang optimal melalui cara
penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis.
Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur berikut:
a.
b.
c.
d.
25
26
Penjualan barang di muka umum;
Dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman;
Dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat lelang;
Harga terbentuk dengan cara penawaran lisan naik-naik atau turunturun dan atau tertulis. 26
Purnama Tiora, Op.Cit., hal. 53.
Ibid., hal.54
Universitas Sumatera Utara
23
3. Peraturan Tentang Lelang
Eksistensi lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan
barang telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di
Indonesia.
a.
Peraturan umum
yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus
mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur
tentang lelang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tanggal
14 Januari 2004.
2) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan tanggal 22 September 2004.
3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
tanggal 5 April 2003.
4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
tanggal 30 September 1999.
5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan tanggal
9 September 1998.
6) Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa tanggal 23 Mei 1997.
Universitas Sumatera Utara
24
7) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perbankan tanggal 10 Nopember 1998.
8) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah
tanggal 9 April 1996.
9) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut sebagai
KUHAP) tentang Pelaksanaan Putusan Pengadilan tanggal 31
Desember 1981.
10) Undang-Undang No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan
Piutang Negara tanggal 14 Desember 1960.
11) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengolahan
Barang Milik Negara/Daerah tanggal 14 Maret 2006.
12) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah (selanjutnya disebut sebagai PT) tanggal 8 Juli 1997.
13) Instruksi Presiden No. 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau
Pemindah Tanganan Barang-Barang yang Dimiliki/Dikuasai
Negara tanggal 21 Mei 1970.
14) Reglement Indonesia yang Diperbaharui (selanjutnya disebut
sebagai RIB)/Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Reglement
untuk daerah sebelah Stbl. 1941/44.
Universitas Sumatera Utara
25
15) Rechtreglement Voor de Buitengewesten (selanjutnya disebut
sebagai RBg) Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura
Stbl. 1927/227.
16) KUHPerdata Stbl. 1847/23 tanggal 30 April 1847.
b.
Peraturan Khusus
Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara
khusus mengatur tentang lelang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan
Negara Bukan Pajak tanggal 23 Mei 1997. 27
2) Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Departemen Keuangan tanggal 31 Juli 2003.
3) Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tanggal 23
April 2010 tentang Petujuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah
diubah
dengan
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
106/PMK.06/2013 tanggal 6 Agustus 2013. 28
4) Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006 tentang
Petunjuk Pelaksanaan lelang tanggal 30 Mei 2006.
27
Lihat lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara
Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687).
28
Peraturan Menteri Keuangan No. 93/PMK.06/2010 tanggal 23 April 2010 tentang
Petujuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 106/PMK.06/2013 tanggal 6 Agustus 2013.
Universitas Sumatera Utara
26
5) Peraturan Menteri Keuangan No. 41/PMK.07/2006 tentang Pejabat
Lelang Kelas I tanggal 30 Mei 2006. 29
6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tentang
Balai Lelang tanggal 30 November 2005.
7) Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.07/2005 tentang
Pejabat Lelang kelas II tanggal 30 November 2005.
8) Keputusan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
36/KMK.04/2002 tentang Jasa Pra Lelang dalam Lelang Barang
Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai. Barang Yang Dikuasai Negara
Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Pada Direktorat Jenderal
Bea Dan Cukai tanggal 12 Februari 2002. 30
9) Keputusan
Menteri
304/KMK.01/2002
Keuangan
Tentang
Republik
Petunjuk
Indonesia
Pelaksanaan
Nomor
Lelang.
Ditetapkan pada tanggal 13 Juni 2002. 31
10) Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Stbl. 1941:3 tanggal 1 April
1908.
11) Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Stbl. 1930:85.
4. Fungsi dan Manfaat Lelang
a. Fungsi Lelang adalah:
1) Fungsi privat ialah:
29
Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit, hal. 50-51.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 36/KMK.04/2002 tentang
Jasa Pra lelang Dalam Lelang Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai , Barang Yang Dikuasai
Negara Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai.
31
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 304/KMK.01/2002 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
30
Universitas Sumatera Utara
27
Lelang berfungsi memperlancar arus lalu lintas perdagangan
barang. Fungsi ini dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan
penjualan
barang
kepada
masyarakat/pengusaha
yang
menginginkan barangnya dilelang, maupun kepada peserta lelang.
2) Fungsi publik ialah:
a) Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka pengamanan
terhadap asset yang dimiliki/dikuasai oleh negara untuk
meningkatkan efisiensi dan tertib administrasi pengelolaannya;
b) Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat cepat,
aman, tertib, dan mewujudkan harga yang wajar;
c) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang
dan uang miskin. 32
Pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh unit lelang banyak
memberikan dampak positif baik bagi penjual maupun bagi Pembeli Lelang.
b. Manfaat Lelang
Adapun manfaat lelang yaitu:
1) Manfaat lelang bagi penjual adalah sebagai berikut:
a) Mengurangi
rasa kecurigaan/tuduhan
kolusi
dari
pihak
masyarakat (misalnya dari lelang inventaris pemerintah, Badan
Usaha
Milik
Negara
(selanjutnya
disebut
sebagai
BUMN)/Badan Usaha Milik Daerah (selanjutnya disebut
32
S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara Indonesia, (Jakarta: Pustaka
Bangsa Press, 2003) hal. 9.
Universitas Sumatera Utara
28
sebagai BUMD) atau dari pemilik barang (dalam lelang
eksekusi) karena penjualannya dilakukan secara terbuka untuk
umum sehingga masyarakat umum dapat mengontrol langsung
pelaksanaannya.
b) Barang
cepat
terjual
karena
lelang
didahului
dengan
pengumuman sehingga peserta lelang dapat terkumpul pada
saat hari lelang.
c) Penjual akan mendapatkan pembayaran yang secara cepat
karena pembayaran dalam lelang dilakukan secara tunai.
d) Penjual mendapatkan harga jual yang optimal karena sifat
penjualan lelang yang terbuka (transparan) dengan penawaran
harga yang secara kompetitif.
2) Manfaat lelang bagi Pembeli Lelang antara lain:
a) Pembeli Lelang tidak perlu sibuk lagi memeriksa surat-surat
pemilikan dan sekaligus terhindar dari risiko karena sistem
lelang mengharuskan Pejabat Lelang meneliti terlebih dahulu
tentang keabsahan penjual dan barang yang akan dijual
(legalitas subjek dan objek lelang).
b) Dalam hal barang yang dilelang barang tak bergerak berupa
tanah atau tanah dan bangunan, pembeli tidak perlu lagi
mengeluarkan biaya tambahan untuk ke Pejabat Pembuat Acte
Tanah (selanjutnya disebut sebagai PPAT), tetapi cukup
dengan Risalah Lelang pembeli dapat langsung ke Kantor
Universitas Sumatera Utara
29
Pertanahan setempat untuk melakukan balik nama. Hal tersebut
karena Risalah Lelang merupakan acte autentik dan statusnya
sama dengan acte Notaris. 33
5. Klasifikasi Lelang
Jenis Lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual
dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang. Sifat lelang ditinjau
dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang
non eksekusi. Sifat lelang ditinjau dari sudut penjualan dalam hubungannya
dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara lelang yang sifatnya
wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor
Lelang dan lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. 34
Pasal 1 angka 2 dan 3 Kep. Menkeu No. 304/KMK 01/2002 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang, sebagaimana diubah dengan Kep. Menkeu No.
450/KMK 01/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengklasifikasikan
lelang menjadi:
a. Lelang Eksekusi
Jenis lelang ini merupakan penjualan umum untuk melaksanakan atau
mengeksekusi putusan atau penetapan Pengadilan atau dokumen yang
dipersamakan dengan putusan Pengadilan, seperti Hypotheek, Hak
Tanggungan, atau Jaminan Fidusia.
33
34
S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Op.Cit, hal. 10-11.
Purnama Tioria Sianturi, Op. Cit, hal. 56.
Universitas Sumatera Utara
30
Jenis atau bentuk lelang inilah yang dimaksudkan Pasal 200 ayat (1)
HIR/Pasal 215 RBg:
1) penjualan di muka umum barang milik tergugat (tereksekusi) yang
disita Pengadilan Negeri;
2) penjualan dilakukan Pengadilan Negeri melalui perantaraan Kantor
Lelang.
Jadi, khusus lelang barang sitaan berdasarkan putusan Pengadilan,
disebut “lelang eksekusi”. Termasuk juga ke dalamnya dokumen yang
disamakan dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, seperti
Sertifikat Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia.
Syarat pokok yang melekat pada lelang eksekusi berdasarkan Pasal
200 ayat (1) HIR/RBg, eksekusi didahului dengan sita eksekusi (executoriaal
beslag). Dengan demikian, penjualan itu dilakukan terhadap barang tergugat
yang telah diletakkan di bawah penyitaan (executoriaal beslag). 35 Lelang
yang Bersifat Eksekusi dan Wajib dibagi menjadi:
1) Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)
Lelang eksekusi PUPN adalah pelayanan lelang yang diberikan
kepada PUPN/ BUPLN dalam rangka proses penyelesaian pengurusan
piutang negara atas barang jaminan/sitaan milik penanggung hutang yang
tidak membayar hutangnya kepada negara berdasarkan Undang-Undang
Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang PUPN.
35
M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permaslahan Eksekusi Bidang Perdata Edisi
Kedua, (Jakarta: Sinar grafika, 2005), hal. 116.
Universitas Sumatera Utara
31
2) Lelang Eksekusi Pengadilan Negeri (selanjutnya disebut sebagai
PN)/Pengadilan Agama (selanjutnya disebut sebagai PA)
Lelang Eksekusi PN/PA adalah lelang yang diminta oleh panitera
PN/PA untuk melaksanakan keputusan hakim Pengadilan yang telah
berkekuatan pasti, khususnya dalam rangka perdata, termasuk lelang Hak
Tanggungan, yang oleh pemegang Hak Tanggungan telah diminta fiat
eksekusi kepada ketua Pengadilan.
3) Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan/penyidik
Lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan/penyidik
adalah lelang yang dilaksanakan terhadap barang temuan dan lelang dalam
kerangka acara pidana sebagaimana diatur dalam KUHAP No. 8 Tahun
1981 yang antara lain meliputi lelang eksekusi barang yang telah diputus
dirampas untuk negara, termasuk dalam kaitan itu adalah lelang eksekusi.
Pasal 45 KUHAP No. 8 Tahun 1981 yaitu lelang barang bukti yang mudah
rusak, busuk dan memerlukan biaya penyimpanan tinggi.
4) Lelang Sita Pajak
Lelang Sita Pajak adalah lelang atas sitaan pajak sebagai tindak
lanjut penagihan piutang pajak kepada negara baik pajak pusat maupun
pajak daerah. Dasar hukum dari pelaksanaan lelang ini adalah UndangUndang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat
Paksa.
5) Lelang Eksekusi Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (Barang
Tak Bertuan).
Universitas Sumatera Utara
32
Lelang Barang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dapat diadakan
terhadap barang yang dinyatakan tidak dikuasai, barang yang dikuasai
Negara dan barang yang menjadi milik Negara. Direktorat Bea dan Cukai
telah mengelompokkan barang menjadi tiga, yaitu barang yang dinyatakan
tidak dikuasai, barang yang dikuasai Negara dan barang yang menjadi
milik Negara. Lelang barang tak bertuan dimaksudkan untuk menyebut
lelang yang dilakukan terhadap barang yang dalam jangka waktu yang
ditentukan tidak dibayar bea masuknya.
6) Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996
Lelang eksekusi yang dilakukan berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4
Tahun 1996, yang memberikan hak kepada pemegang Hak Tanggungan
pertama untuk menjual sendiri secara lelang terhadap objek Hak
Tanggungan apabila cedera janji. 36 Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak
Tanggungan didasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 sebenarnya
masih banyak dipertanyakan dalam praktek. Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun
1996 mengatur, apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan
pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan
piutangnya dari hasil penjualan tersebut.
Penjelasan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, disebutkan hak untuk
menjual Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu
perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai pemegang
36
Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit, hal. 57-60.
Universitas Sumatera Utara
33
Hak Tanggungan atau pemegang Hak Tanggungan dalam hal terdapat
lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun
1996 mengingatkan kita pada Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata. Pasal
1178 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa:
Kepada siberpiutang diperkenankan Hypotheek pertama, untuk
pada waktu diberikannya Hypotheek, dengan tegas minta diperjanjikan
bahwa jika uang pokok tidak dilunasi semestinya atau jika bunga yang
terhutang tidak dibayar, ia secara mutlak akan dikuasakan menjual persil
yang diperikatkan di muka umum untuk mengambil pelunasan uang pokok
maupun bunga serta biaya, dari pendapatan penjualan itu. Janji itu harus
dibukukan dalam register umum, sedangkan penjualan lelang harus
dilakukan
menurut
cara
sebagaimana
diatur
dalam
Pasal
1211
KUHPerdata.
Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun1996 diperbandingkan dengan Pasal
1178 ayat (2) KUHPerdata, maka dapat dikatakan menurut Pasal 1178
ayat (2) KUHPerdata, kewenangan untuk menjual atas kekuasaan sendiri
ada bila diperjanjikan, tetapi menurut Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996,
Kewenangan menjual atas kekuasaan sendiri sudah dengan sendirinya
menjadi bagian dari Hak Tanggungan.
Peraturan mengenai eksekusi Hypotheek yang diatur dalam Pasal
224 HIR dan Pasal 258 RBg, berlaku terhadap eksekusi Hak Tanggungan.
Redaksi Pasal 224 HIR, yaitu Grosse Acte Hypotheek dibubuhkan katakata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Universitas Sumatera Utara
34
mempunyai kekuatan yang sama dengan keputusan hakim. Bila tidak
dilaksanakan secara sukarela, maka isi acte tersebut dilaksanakan atas
perintah Ketua Pengadilan.
Selanjutnya penjelasan Pasal 20 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996,
disebutkan: Ketentuan ayat ini merupakan perwujudan dari kemudahan
yang disediakan oleh undang-undang ini bagi para kreditur pemegang Hak
Tanggungan dalam hal dilakukan eksekusi. Pada prinsipnya setiap
eksekusi harus dilakukan melalui pelelangan umum, karena dengan cara
ini dapat diperoleh harga yang paling tinggi untuk objek Hak Tanggungan,
37
dengan mengaitkan ketentuan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 dan
penjelasannya dengan Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996 dan
penjelasannya, terlihat bahwa UUHT No. 4 Tahun 1996 memungkinkan
pelaksanaan lelang objek Hak Tanggungan langsung oleh Kantor Lelang
tanpa fiat Pengadilan. 38
7) Lelang Eksekusi Fidusia
Lelang eksekusi fidusia adalah lelang terhadap objek fidusia karena
debitur cedera janji, sebagaimana diatur undang-undang fidusia. Parate
executie fidusia, kreditur tidak perlu meminta fiat eksekusi dari Ketua
Pengadilan Negeri apabila akan menjual secara lelang barang agunan
kredit yang diikat fidusia, jika debitur cedera janji.
b. Lelang Non Eksekusi
37
38
Ibid., hal.75-76.
Ibid., hal.78.
Universitas Sumatera Utara
35
Jenis lelang ini merupakan penjualan umum di luar pelaksanaan
putusan atau penetapan Pengadilan yang terdiri dari:
1)
Lelang Non Eksekusi Wajib
Lelang non eksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan
penjualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang–Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
atau barang milik BUMN/D yang oleh peraturan perundang-undangan
diwajibkan untuk dijual secara lelang, termasuk kayu dan hasil hutan
lainnya dari tangan pertama. 39 Barang yang dimiliki negara adalah
barang yang pengadaannya bersumber dari dana Anggaran Penerimaan
dan Belanja Negara (selanjutnya disebut sebagai APBN), Anggaran dan
Penerimaan Belanja Daerah (selanjutnya disebut sebagai APBD) serta
sumber-sumber lainnya atau barang yang nyata-nyata dimiliki negara
berdasarkan peraturan
perundang-undangan
yang berlaku tidak
termasuk kekayaan negara yang dipisahkan. 40
2) Lelang Non Eksekusi Sukarela
Lelang
melaksanakan
Non
Eksekusi
penjualan
Sukarela
barang
milik
adalah
lelang
perorangan,
untuk
kelompok
masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh
39
40
Rachmadi Usman, op.cit., 2016 hlm. 30.
Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit, hlm. 61.
Universitas Sumatera Utara
36
pemiliknya, termasuk BUMN atau berbentuk Persero. 41 Lelang non
eksekusi sukarela ini dibagi lagi menjadi 2 (dua) :
a) Lelang Sukarela/Swasta
Lelang sukarela/Swasta adalah jenis pelayanan lelang atas
permohonan masyarakat secara sukarela.
b) Lelang Sukarela BUMN/Persero
Perseroan Tidak diwajibkan menjual barangnya melalui lelang
atau dapat menjual barang asetnya tanpa melalui lelang. Jika
Perseroan memilih cara penjualan lelang, maka lelang tersebut
termasuk jenis lelang sukarela. Ini diatur dalam Pasal 37 ayat (2)
Peraturan
Pemerintah
Nomor
12
Tahun
1998
tentang
Perusahaan Perseroan (selanjutnya disebut sebagai Persero).
Jenis-jenis lelang di atas, yang akan dibicarakan dalam uraian lelang
berikut ini, diarahkan pada bentuk lelang eksekusi terhadap jual beli melalui
lelang atas barang eksekusi Hak Tanggungan yang sering menimbulkan
gugatan terhadap pelaksanaan lelang karena adanya karakter:
1) Barang objek lelang merupakan jaminan kebendaan dalam hubungan
perjanjian kredit. Sesuai dengan judul, penulis hanya membatasi pada
pengikatan jaminan kebendaan atas benda tidak bergerak yaitu Hak
Tanggungan.
2) Barang dijual oleh lembaga/instansi yang bertindak sebagai selaku
kuasa undang-undang dari penjual, yaitu PUPN atau Pengadilan.
41
Rachmadi Usman, Loc.Cit., 2016, hlm. 30.
Universitas Sumatera Utara
37
3) Barang dijual dengan terpaksa, tanpa penguasaan fisik oleh penjual.
Barang objek lelang pada umumnya dikuasai oleh pemilik barang
selaku debitur, debitur harus menyerahkan secara paksa kepada
pembeli. 42
6. Prosedur Lelang
Prosedur lelang merupakan rangkaian perbuatan-perbuatan yang
dilakukan sebelum lelang dilaksanakan disebut prosedur persiapan lelang/pra
lelang, saat lelang dilaksanakan dan setelah lelang dilaksanakan. Prosedur
pelaksanaan lelang dapat kita bagi dalam 3 (tiga) tahap, yaitu:
Tahap pra lelang/persiapan lelang diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
a. Permohonan Lelang
Permohonan Lelang tertuang dalam Pasal 10 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
yang diawali dengan surat permohonan lelang yang diajukan secara
tertulis oleh Penjual/Pemilik barang kepada Kepala KPKNL untuk
dimintakan jadwal pelaksanaan lelang, disertai dokumen persyaratan
lelang sesuai dengan jenis lelangnya, penjual/pemilik barang tersebut
dapat menggunakan Balai lelang untuk memberikan jasa pra lelang
dan/atau jasa pasca lelang.
Pasal 11 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Penjual/Pemilik barang yang
42
Purnama Tioria Sianturi, Op.Cit, hal. 62.
Universitas Sumatera Utara
38
menggunakan jasa Balai Lelang atau Kantor Pejabat Lelang Kelas II
dalam melakukan penjualan barang secara lelang, harus mengajukan surat
permohonan lelang secara tertulis kepada Pemimpin Balai Lelang/Pejabat
Lelang Kelas II, disertai dengan dokumen persyaratan lelang sesuai
dengan jenis lelangnya.
Permohonan lelang perihal legalitas formal subjek dan objek lelang
telah dipenuhi dan Pemilik barang telah memberikan kuasa kepada Balai
Lelang untuk menjual secara lelang, Pemimpin Balai Lelang mengajukan
surat permohonan lelang kepada Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II
untuk
dimintakan
jadwal
pelaksanaan
lelangnya.
Jika
dokumen
persyaratan lelang dan legalitas formal subjek dan objek lelang sudah
lengkap maka Kepala KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh
menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya berdasarkan Pasal
12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
b. Gugatan Terhadap Objek Lelang Hak Tanggungan
Pelaksanaan lelang dilakukan berdasarkan titel eksekutorial dari
Sertifikat Hak Tanggungan yang memerlukan fiat eksekusi, dalam hal
terdapat gugatan terhadap objek lelang Hak Tanggungan dari pihak lain
selain debitur/tereksekusi yang terkait kepemilikan dan permohonan
pelaksanaan lelang tersebut dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Hal ini
sesuai dengan Ketentuan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan
Universitas Sumatera Utara
39
Menteri
Keuangan
Nomor
93/PMK.06/2010
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan Lelang.
c. Penjual/Pemilik Barang
Penjual/Pemilik barang dalam lelang diatur dalam Pasal 16-18
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Lelang,
Penjual/pemilik
barang
bertanggung jawab terhadap:
1)
2)
3)
4)
5)
Keabsahan Kepemilikan barang;
Keabsahan dokumen persyaratan lelang;
Penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
Dokumen kepemilikan kepada Pembeli;
Penjual/Pemilik barang bertanggung jawab jika ada gugatan
perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak
dipenuhinya peraturan perundang-undangan dibidang lelang.
6) Penjual/Pembeli barang harus bertanggung jawab atas tuntutan
ganti rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan
barang dan dokumen persyaratan lelang;
7) Penjual/Pembeli barang harus menguasai fisik barang bergerak
yang akan dilelang, kecuali barang tak berwujud, tidak terbatas
pada saham tanpa warkat, hak tagih, hak cipta, merek, dan/atau
hak paten.
8) Dalam hal barang yang tak berwujud, Penjual/Pemilik barang
harus menyebutkan jenis barang yang dilelang dalam surat
permohonan lelang.
Berdasarkan Pasal 17 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,
Penjual/Pemilik barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang tambahan
sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak
terbatas pada:
1) Jangka waktu bagi peserta lelang untuk melihat, meneliti secara
fisik barang yang mau dilelang;
Universitas Sumatera Utara
40
2) Jangka waktu pengambilan barang oleh Pembeli; dan/atau
3) Jadwal
penjelasan
lelang
kepada
peserta
lelang
sebelum
dilakukannya pelaksanaan lelang (aanwijzing).
Syarat-syarat lelang tersebut dilampirkan dalam surat permohonan
lelang. Penjual/Pembeli barang juga wajib memperlihatkan atau menyerahkan
dokumen asli kepemilikan kepada Pejabat Lelang paling lama 1 (satu) hari
kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi yang menurut
peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan meskipun dokumen
asli kepemilikkannya tidak dikuasai oleh penjual. Sebelum lelang dimulai
Pejabat Lelang wajib memperlihatkan kepada peserta lelang dokumen asli
yang sudah diserahkan penjual/pemilik barang. Ini diatur dalam Pasal 18
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
d. Tempat Pelaksanaan Lelang
Tempat pelaksanaan lelang diatur berdasarkan Pasal 19 Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 yang diubah menjadi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang yang dimana pada dasarnya tempat pelaksanaan
lelang harus dalam wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat
Lelang Kelas II tempat barang berada.
e. Waktu Pelaksanaan Lelang
Ketentuan waktu pelaksanaan lelang diatur berdasarkan Pasal 21
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 sebagaimana yang
Universitas Sumatera Utara
41
telah diubah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang . Adapun ketentuan tersebut sebagai
berikut:
1) Waktu pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau
Pejabat lelang Kelas II.
2) Waktu pelaksanaan lelang dilakukan pada jam dan hari kerja
KPKNL, kecuali untuk lelang non eksekusi sukarela yang dapat
dilaksanakan di luar hari dan jam kerja dengan adanya persetujuan
tertulis dari Kepala Kantor Wilayah setempat.
3) Surat permohonan persetujuan pelaksanaan lelang di luar hari dan
jam kerja diajukan oleh Penjual/Pemilik barang.
4) Surat persetujuan dilampirkan pada surat permohonan lelang.
5) Dokumen persyaratan lelang Hak Tanggungan.
Dokumen persyaratan lelang yang bersifat umum untuk semua
jenis lelang terdiri atas:
1) Daftar barang yang akan dilelang;
2) Salinan atau fotokopi Surat Keputusan Penunjukan Penjual, kecuali
pemohon lelang adalah perorangan, atau Perjanjian atau Surat
Kuasa penunjukan Balai Lelang sebagai pihak penjual;
3) Syarat lelang tambahan dari penjual atau pemilik barang (apabila
ada) sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundangundangan, antara lain:
a) Jangka waktu bagi peserta lelang untuk meneliti atau melihat
secara langsung fisik barang yang akan dilelang;
b) Jangka waktu pengambilan barang oleh pembeli; dan/atau
c) Jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum
pelaksanaan lelang (aanwijzing).
Dokumen persyaratan lelang yang bersifat khusus untuk Lelang
Eksekusi Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 adalah sebagai berikut:
1) Salinan atau fotokopi Perjanjian Kredit;
2) Salinan atau fotokopi Sertifikat Hak Tanggungan dan Acte
Pemberian Hak Tanggungan (APHT);
3) Salinan atau fotokopi Sertifikat Hak Atas Tanah yang dibebani Hak
Tanggungan ;
4) Salinan atau fotokopi Perincian Utang atau jumlah kewajiban
debitur yang harus dipenuhi;
Universitas Sumatera Utara
42
5) Salinan atau fotokopi bukti bahwa debitur wanprestasi, berupa
peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur;
6) Surat pernyataan dari kreditur selaku pemohon lelang yang isinya
akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan;
7) Salinan atau fotokopi surat pemberitahuan akan rencana
pelaksanaan lelang kepada debitur oleh kreditur, yang diserahkan
paling lama 1 (satu) hari sebelum pelaksanaan lelang dilaksanakan.
Dokumen persyaratan lelang yang dimaksud di atas yang berupa
fotokopi harus dilegalisir atau diberi catatan “fotokopi sesuai dengan aslinya”
oleh Pemohon Lelang.
f. Surat Keterangan Tanah (SKT)
Surat Keterangaan Tanah (selanjutnya disebut sebagai SKT) diatur
berdasarkan
Pasal
22
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Ketentuan mengenai permintaan
SKT diatur sebagai berikut:
1) Pelaksanaan lelang atas tanah atau tanah dan bangunan wajib
dilengkapi dengan SKT dari Kantor Pertanahan Setempat.
2) Permintaan penertiban SKT kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat diajukan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas
II.
3) Dalam hal tanah atau tanah dan bangunan yang akan dilelang yang
belum terdaftar di Kantor Pertanahan setempat, maka Kepala
KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II mensyaratkan kepada penjual
untuk meminta Surat Keterangan dari Lurah/Kepala Desa yang
menerangkan status kepemilikan.
4) Berdasarkan Surat Keterangan Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang
Kelas II meminta SKT ke Kantor Pertanahan setempat.
5) Biaya pengurusan SKT menjadi tanggung jawab penjual/pembeli
barang.
g. Pembatalan sebelum lelang.
Universitas Sumatera Utara
43
Pelaksanaan lelang dapat dibatalkan berdasarkan Pasal 24
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang yang menyatakan bahwa lelang yang akan dilaksanakan hanya
dapat dibatalkan dengan permintaan Penjual atau penetapan provisional
atau putusan dari lembaga Peradilan, pembatalan lelang dengan
putusan/penetapan Pengadilan harus disampaikan secara tertulis dan harus
sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama sebelum lelang dimulai.
Lelang yang dibatalkan sebelum lelang maka penjual dan Pejabat lelang
harus mengumumkan kepada Peserta lelang pada saat pelaksanaan lelang.
Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan lelang, syarat pembatalan lelang yaitu:
1) Pembatalan lelang atas permintaan penjual dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
penjual;
2) Pembatalan lelang disampaikan secara tertulis dengan disertai
alasan, dan harus sudah diterima oleh Pejabat Lelang paling lama
sebelum lelang dimulai;
3) Dalam hal terjadi pembatalan sebelum lelang penjual dan Pejabat
lelang harus mengumumkan kepada peserta lelang pada saat
pelaksanaan lelang;
Universitas Sumatera Utara
44
4) Termasuk dalam pembatalan lelang atas permintaan penjual,
apabila penjual tidak hadir dalam pelaksanaan lelang yang
menyebabkan lelang menjadi batal dilaksanakan;
5) Pembatalan lelang atas permintaan penjual dikenakan Bea Lelang
batal sesuai dengan peraturan pemerintah tentang jenis dan tarif
atas jenis penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada
Kementerian Keuangan.
Pembatalan lelang sebelum pelaksanaan lelang di luar diatur dalam
Pasal 27 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
106/PMK.06/2013
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Dalam pasal ini diatur mengenai ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 Peraturan Menteri Keuangan
Nomor
93/PMK.06/2010
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang dilakukan oleh
Pejabat lelang dalam hal:
1) SKT untuk pelaksanaan lelang tanah atau tanah dan bangunan
belum ada;
2) Barang yang akan dilelang dalam status sita pidana, khusus Lelang
Eksekusi;
3) Terdapat gugatan atas rencana pelaksanaan Lelang Eksekusi
berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 dari pihak lain selain
debitur/tereksekusi, suami atau istri debitur/tereksekusi yang terkait
kepemilikan dengan objek lelang tersebut;
Universitas Sumatera Utara
45
4) Barang yang akan dilelang dalam status sita jaminan/sita
eksekusi/sita pidana, khusus lelang non eksekusi;
5) Tidak memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang karena
terdapat perbedaan data pada dokumen persyaratan lelang;
6) Penjual tidak dapat memperlihatkan atau menyerahkan dokumen
asli kepemilikan kepada Pejabat Lelang;
7) Pengumuman lelang yang dilaksanakan penjual tidak dilaksanakan
sesuai peraturan perundang-undangan;
8) Keadaan memaksa (force majeur)/kahar;
9) Nilai limit yang dicantumkan dalam Pengumuman Lelang tidak
sesuai dengan surat penetapan Nilai limit yang dibuat oleh
penjual/pemilik barang; atau
10) Penjual tidak menguasai fisik barang bergerak yang dilelang.
Peserta lelang yang telah menyetorkan uang jaminan penawaran
lelang atau menyerahkan Garansi Bank jaminan penawaran lelang tidak
berhak menuntut ganti rugi.
h. Jaminan Penawaran Lelang dan Garansi Bank Jaminan Penawaran
Lelang
Setiap lelang wajib adanya jaminan penawaran lelang. Hal ini
secara tegas diatur dalam Pasal 29 ayat (1) dan ayat (1b) Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang. Adapun bentuk jaminan penawaran lelang ditentukan
Universitas Sumatera Utara
46
oleh penjual berupa uang jaminan penawaran lelang atau garansi Bank
jaminan penawaran lelang. Dalam hal objek lelang berupa tanag dan/atau
bangunan, peserta lelang wajib memenuhi ketentuan dan menunjukan
nomor pokok wajib pajak. Sebagai syarat sebagai peserta lelang, uang
jaminan penawaran lelang disetor kepada Kantor Lelang/Balai Lelang atau
Pejabat Lelang oleh calon peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang.
Jaminan penawaran lelang untuk garansi Bank nilai jaminan paling sedikit
Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
Ketentuan Pasal 30 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
menyatakan bahwa penyetoran uang jaminan penawaran lelang dilakukan
melalui rekening KPKNL atau langsung ke Bendahara Penerimaan
KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas I untuk lelang yang diselenggarakan
oleh KPKNL. Untuk jenis lelang non eksekusi sukarela, penyetoran
dilakukan melalui rekening Balai Lelang atau langsung ke Balai Lelang
yang diselenggarakan oleh Balai Lelang dan dilaksanakan oleh Pejabat
Lelang Kelas I/Pejabat Lelang Kelas II atau melalui rekening khusus atas
nama jabatan Pejabat Lelang Kelas II atau langsung ke Pejabat Lelang
Kelas II untuk lelang yang diselenggarakan oleh Pejabat Lelang Kelas II.
Setiap pelaksanaan lelang, 1 (satu) penyetoran uang jaminan
penawaran lelang hanya berlaku untuk 1 (satu) barang atau paket barang
yang ditawarkan. Terhadap jaminan penawaran lelang berupa garansi
Bank diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Universitas Sumatera Utara
47
Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 30
A bahwa penawaran lelang diserahkan paling lambat 5 (lima) hari kerja
sebelum tanggal pelaksanaan lelang kepada KPKNL/Balai Lelang/Pejabat
Lelang Kelas II. Garansi Bank dapat diterima dalam hal memenuhi:
1) Diterbitkan oleh Bank BUMN;
2) Batasan waktu klaim garansi Bank masih berlaku sampai dengan
30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pelaksanaan lelang; dan
3) Memuat ketentuan antara lain:
a) Bahwa
Bank
Penerbitan
melepaskan
hak
istimewanya
sebagaimana dimaksud Pasal 1831 KUHPerdata dan memilih
menerapka Pasal 1832 KUHPerdata;
b) Bank Penerbit akan membayar kepada peneriman garansi Bank
sebesar jumlah yang dipersyaratkan dalam pengumuman lelang,
jika pembeli wanprestasi; dan
c) Bahwa Bank Penerbit harus membayar sebesar jumlah yang
dipersyaratkan dalam pengumuman lelang paling lam 5 (lima)
hari kerja sejak klaim diterima kepada penerima garansi Bank;
Kepala KPKNL/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II meminta
konfirmasi secara tertulis kepada Bank Penerbit mengenai keaslian dan
keabsahan garansi Bank, disertai fotokopi garansi Bank sejak garansi Bank
diterima. Garansi Bank dinyatakan sah sebagai jaminan penawaran lelang
apabila dinyatakan asli dan sah secara tertulis oleh Bank Penerbit. Jaminan
Universitas Sumatera Utara
48
penawaran lelang tersebut berupa garansi Bank hanya dapat digunakan
sebagai jaminan penawaran untuk 1 (satu) kali lelang.
Ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 31, uang
jaminan penawaran lelang dengan jumlah paling banyak Rp20.000.000,00
(dua puluh juta rupiah) dapat disetorkan secara langsung kepada
Bendahara Penerimaan KPKNL, Pejabat Lelang Kelas I, Balai Lelang atau
Pejabat Lelang Kelas II, disetor paling lama sebelum lelang dimulai. Hal
ini dapat juga disetor melalui rekening Bendahara Penerimaan KPKNL,
rekening Balai Lelang atau rekening khusus atas nama jabatan Pejabat
Lelang Kelas II paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang
harus sudah efektif pada rekening tersebut. Besarnya uang jaminan
penawaran lelang ditentukan oleh Penjual/Pemilik barang paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari Nilai limit dan paling banyak sama dengan
Nilai limit.
Pasal 33 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur bahwa
uang jaminan penawaran lelang yang telah disetorkan, dikembalikan
seluruhnya tanpa potongan kepada peserta lelang yang tidak disahkan
sebagai pembeli, pengembalian uang jaminan penawaran lelang tersebut
paling lama 1 (satu) hari kerja sejak permintaan pengembalian dari peserta
lelang diterima, permintaan pengembalian harus disertai penyerahan bukti
asli setoran dan fotokopi identitas dengan menunjukkan setoran aslinya
Universitas Sumatera Utara
49
serta dokumen pendukung lainnya, dengan demikian uang jaminan
penawaran lelang dari peserta lelang yang disahkan sebagai pembeli, akan
diperhitungkan dengan pelunasan seluruh kewajibannya sesuai dengan
ketentuan lelang. Ini juga berlaku bagi jaminan penawaran lelang berupa
garansi Bank.
Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 34
mengatur bahwa, dalam pelaksanaan lelang eksekusi dan lelang non
eksekusi wajib, jika pembeli tidak melakukan kewajibannya (wanprestasi)
uang jaminan penawaran lelang disetorkan seluruhnya ke kas negara
dalam waktu (1) satu hari kerja setelah pembatalan penunjukan pembeli
oleh Pejabat lelang, dalam pelaksanaan lelang yang diselenggarakan Balai
Lelang yang bekerjasama dengan Pejabat Lelang kelas II, jika pembeli
tidak
melunasi
kewajiban
pembayaran
lelang
sesuai
ketentuan
(wanprestasi), uang jaminan penawaran lelang menjadi milik pemilik
barang dan/atau Balai Lelang sesuai kesepakatan antara pemilik barang
dan Balai Lelang dan dalam pelaksanaan lelang yang diselengarakan
Pejabat Lelang Kelas II, jika pembeli wanprestasi uang jaminan
penawaran lelang menjadi milik pemilik barang dan/atau Pejabat Lelang
Kelas II sesuai kesepakatan antara pemilik barang dan Pejabat Lelang
Kelas II.
Pembeli dengan jaminan penawaran lelang berupa garansi Bank
tidak
melunasi
kewajiban
pembayaran
lelang
sesuai
ketentuan
Universitas Sumatera Utara
50
(wanprestasi) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
Pasal 34A bahwa Kepala KPKNL/Pemimpin Balai Lelang/Pejabat Lelang
Kelas II mengajukan klaim kepada Bank Penerbit garansi Bank dengan
melampirkan surat yang menyatakan Pembeli Lelang telah wanprestasi
dan hasil klaim jaminan penawaran lelang tersebut disetorkan ke kas
negara/pemilik barang/Balai Lelang/Pejabat Lelang Kelas II.
i. Nilai limit
Nilai limit lelang adalah harga minimal barang yang akan dilelang
dan ditetapkan oleh penjual atau pemilik barang. Setiap pelaksanaan lelang
disyaratkan adanya Nilai limit lelang, yang penetapannya menjadi
tanggung jawab penjual atau pemilik barang. Persyaratan adanya Nilai
limit tersebut tidak berlaku bagi penjualan lelang non eksekusi sukarela
atas barang bergerak milik orang, badan hukum atau badan usaha swasta.
Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur bahwa penjualan/pemilik
barang dalam menetapkan Nilai limit, berdasarkan penilian oleh penilai;
atau penaksiran oleh penaksir/tim penaksir. Penilai merupakan pihak yang
melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang
dimilikinya. Adapun penaksir/tim penaksir merupakan pihak yang berasal
dari instansi atau perusahaan penjual, yang melakukan penaksiran
berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan, kurator untuk
benda seni dan antik/kuno.
Universitas Sumatera Utara
51
Pemilik barang yang berhak menetapkan Nilai limit lelang pada
lelang non eksekusi sukarela atas barang bergerak dan pada lelang non
eksekusi sukarela atas barang bergerak berupa tanah dan/atau bangunan
ditetapkan oleh pemilik barang, berdasarkan hasil penilaian dari penilai.
Dalam hal Bank kreditur akan ikut menjadi peserta pada lelang eksekusi
berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, penjual harus menetapkan
nilai limir berdasarkan hasil penilaian dari penilai dan dalam hal lelang
eksekusi sukarela Nilai limit paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus
juta rupiah), penjual berdasarkan hasil penilaian dari penilai harus
menetapkan Nilai limit. Berdasarkan Pasal 37 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, Nilai limit lelang pada dasarnya tidak rahasia. Dalam lelang
eksekusi, lelang non eksekusi wajib dan lelang non eksekusi sukarela atas
barang tidak bergerak, harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.
Ketentuan Pasal 38
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang di mana dalam
hal pelaksanaan lelang ulang, terdapat dua hal Nilai limit dapat diubah
oleh penjual, yaitu dengan menunjukkan hasil penilaian yang masih
berlaku, dalam hal Nilai limit pada lelang sebelumnya didasarkan pada
penilaian dari penilai; atau menunjukkan hasil penaksiran yang masih
berlaku, dalam hal Nilai limit pada lelang sebelumnya didasarkan pada
penaksiran oleh penaksir tim penaksir. Ketentuan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk
Universitas Sumatera Utara
52
Pelaksanaan Lelang Pasal 39, mengatur Nilai limit harus dibuat secara
tertulis dan diserahkan oleh penjual kepada Pejabat lelang paling lambat
sebelum lelang dimulai.
j. Pengumuman Lelang
Penjualan secara lelang wajib didahului dengan pengumuman
lelang yang dilakukan oleh penjual. Oleh karena itu penjual harus
menyerahkan bukti pengumuman lelang sesuai ketentuan kepada Pejabat
lelang, ini diatur dalam Pasal 41 Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Lelang, Pengumuman lelang adalah pemberitahuan kepada masyarakat
tentang akan adanya lelang dengan maksud untuk pemberitahuan kepada
pihak yang berkepentingan dan menghimpun peminat lelang.
Pasal 42 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
106/PMK.06/2013 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, Pengumuman
lelang paling sedikit memuat:
1)
Identitas penjual;
2)
Hari, tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan lelang dilaksanakan;
3)
Jenis dan jumlah barang;
4) Lokasi, luas tanah, jenis hak atas tanah, dan ada/tidak adanya
bangunan, khusus untuk barang tidak bergerak, berupa tanah
dan/atau bangunan;
5) Spesifikasi barang, khusus untuk barang bergerak;
6) Waktu dan tempat melihat barang yang akan dilelang;
Universitas Sumatera Utara
53
7) Jaminan penawaran lelang meliputi besaran, jangka waktu, cara
dan tempat penyetoran, dalam hal dipersyaratkan adanya jaminan
penawaran lelang;
8) Nilai limit, kecuali lelang kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan
pertama dan lelang non eksekusi sukarela untuk barang bergerak;
9) Cara penawaran lelang;
10) Jangka waktu kewajiban pembayaran lelang oleh pembeli; dan
11) Alamat
domain
KPKNL/Pejabat
Lelang
Kelas
II
yang
melaksanakan lelang khusus untuk penawaran lelang melalui
email;
Pengumuman lelang diatur sedemikian rupa sehingga terbit pada
hari kerja KPKNL dan tidak menyulitkan peminat lelang melakukan
penyetoran uang jaminan penawaran lelang atau penyerahan garansi Bank
jaminan penawaran lelang.
Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur cara
pelaksanaan
Pengumuman lelang yang dilaksanakan melalui surat kabar harian yang
terbit dan/atau beredar di kota/kabupaten tempat barang berada. Bilamana
tidak ada surat kabar harian, pengumuman diumumkan dalam surat kabar
harian yang terbit di kota/kabupaten terdekat atau di ibu kota provinsi atau
ibu kota negara dan beredar di wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan
Pejabat Lelang Kelas II tempat barang yang akan dilelang.
Universitas Sumatera Utara
54
Pengumuman lelang melalui surat kabar harian harus melalui
tiras/oplah paling rendah 5.000 (lima ribu) eksemplar, jika dilakukan
dengan surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten, paling rendah
15.000 (lima belas ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar
harian yang terbit di ibu kota provinsi atau paling rendah 20.000 (dua
puluh ribu) eksemplar, jika dilakukan dengan surat kabar harian yang
terbit di ibu kota negara. Dalam hal suatu daerah tidak terdapat surat kabar
harian yang memenuhi kriteria, pengumuman lelang akan dilakukan pada
surat kabar harian yang diperkirakan mempunyai tiras/oplah paling tinggi.
Pengumuman
utama/reguler
dan
lelang
tidak
harus
dapat
dicantumkan
dicantumkan
dalam
pada
halaman
halaman
suplemen/tambahan/khusus dan penjual dapat menambah pengumuman
lelang pada media lainnya guna mendapatkan peminat lelang seluasluasnya. Pengumuman lelang untuk lelang eksekusi terhadap barang tidak
bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak, dilakukan
dalam ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Pasal 44 yaitu:
1) Pengumuman dilakukan 2 (dua) kali, jangka waktu pengumuman
lelang pertama ke pengumuman lelang kedua berselang 15 (lima
belas) hari dan diatur sedemikian rupa sehingga pengumuman
lelang kedua tidak jatuh pada hari libur/hari besar; dan
2) Pengumuman pertama diperbolehkan tidak menggunakan surat
kabar harian, tetapi dengan cara pengumuman melalui tempelan
Universitas Sumatera Utara
55
yang mudah dibaca oleh umum seperti selebaran dan/atau melalui
media
elektronik
termasuk
melalui
internet,
jika
Penjual
menghendaki pengumuman dilakukan melalui surat kabar harian
hal itu diperbolehkan.
3) Pengumuman lelang kedua harus dilakukan melalui surat kabar
harian dan dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari sebelum
pelaksanaan lelang dilaksanakan.
Pasal 45 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur mengenai pengumuman
lelang harus ditambahkan dengan pengumuman tempelan pada hari yang
sama untuk ditempel di tempat yang mudah dibaca oleh umum atau paling
kurang pada papan pengumuman di KPKNL dan di Kantor penjual, begitu
pula dengan pengumuman berbentuk iklan baris melalui surat kabar harian
yang paling sedikit memuat indentitas penjual, nama barang yang dilelang,
tempat dan waktu lelang, serta informasi adanya pengumuman lelang
tempel.
Pengumuman lelang untuk pelaksanaan lelang eksekusi yang
diulang, dilakukan dengan ketentuan Pasal 47 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
yang menyatakan bahwa lelang barang bergerak atau barang tidak
bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang tidak bergerak,
dilakukan dengan cara:
Universitas Sumatera Utara
56
1) Pengumuman lelang ulang dilakukan 1 (satu) kali melalui surat
kabar harian paling singkat 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan
lelang, jika waktu pelaksanaan lelang ulang dimaksud tidak melebih
60 (enam puluh) hari sejak pelaksanaan lelang terdahulu atau sejak
pelaksanaan lelang terakhir; atau
2) Pengumuman lelang ulang berlaku jika waktu pelaksanaan lelang
ulang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari sejak pelaksanaan
lelang terdahulu atau sejak pelaksanaan terakhir; dan
3) Pengumuman lelang ulang harus menunjukkan pengumuman lelang
terakhir.
Pengumuman lelang yang pelaksanaan lelangnya dilakukan di luar
wilayah kerja KPKNL atau wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat
barang berada diatur dalam Pasal 51 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010
Tentang
Petunjuk
Pelaksanaan
Lelang
yaitu,
pengumuman dilakukan di surat kabar harian yang terbit di kota/kabupaten
di tempat pelaksanaan lelang dan di tempat barang berada. Dalam hal
pengumuman lelang tidak dapat dilakukan di tempat pelaksanaan lelang
dan/atau di tempat barang berada, karena tidak terdapat surat kabar harian,
pengumuman lelang akan dilakukan disatu surat kabar harian nasional/ibu
kota provinsi yang mempunyai peredaran di tempat pelaksanaan lelang,
sedangkan terhadap pelaksanaan lelang yang objek lelangnya tersebar di 3
(tiga) kota atau lebih, pengumuman lelang dapat dilakukan disatu surat
kabar harian yang mempunyai peredaran nasional.
Universitas Sumatera Utara
57
Pengumuman lelang yang sudah diterbitkan melalui surat kabar
harian, atau melalui media lainnya, apabila diketahui terdapat kekeliruan
yang prinsipil harus segera diralat. Kekeliruan yang prinsipil menyangkut
waktu dan tanggal lelang, spesifikasi barang-barang, atau persyaratan
lelang seperti besarnya uang jaminan dan batas waktu penyetoran. Ini
diatur
dalam
Pasal
52
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Begitu pula jika
terjadinya kesalahan maka ralat tidak diperkenankan dilakukan dalam halhal sebagai berikut:
1) Mengubah besarnya uang jaminan penawaran lelang;
2) Memajukan jam dan tanggal pelaksanaan lelang;
3) Memajukan batas waktu penyetoran uang jaminan penawaran lelang;
atau
4) Memindahkan lokasi dari tempat pelaksanaan lelang semula.
Rencana ralat pengumuman lelang diberitahukan secara tertulis
kepada Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II yang bersangkutan
paling singkat 2 (dua) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang dan ralat
pengumuman lelang harus diumumkan melalui surat kabar harian atau
media yang sama dengan menunjukan pengumuman lelang sebelumnya
dan dilakukan paling singkat 1 (satu) hari kerja sebelum hari pelaksanaan
lelang.
7. Risalah Lelang
Universitas Sumatera Utara
58
Pasal 35 Vendu Reglement (Peraturan Lelang) mengatakan, bahwa
“dari tiap-tiap penjualan umum yang dilakukan oleh juru lelang atau
kuasanya, selama penjualan harus dibuat berita acara tersendiri”. Dari
ketentuan ini, maka Pejabat lelang yang melaksanakan setiap lelang
diwajibkan untuk membuat berita acara lelang, yang kemudian dinamakan
dengan istilah “risalah lelang”. 43
Pasal 35 Vendu Reglement (Peraturan Lelang) mengatur risalah lelang
sama artinya dengan “berita acara” lelang. Berita acara lelang merupakan
landasan otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala
peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang. 44 Menurut Pasal 1 angka 16
Keputusan Menteri Keuangan yang dimaksud risalah lelang adalah :
a. Berita acara pelaksanaan lelang;
b. Dibuat oleh Pejabat Lelang;
c. Mempunyai kekuatan pembuktian (bewijskracht, probatory force) yang
sempurna (volledig, complete) bagi para pihak.
Pelaksanaan penjualan lelang yang dilakukan Pejabat Lelang, tidak
sah (invalid), jika tanpa adanya risalah lelang. Pelaksanaan lelang yang
demikian tidak memberi kepastian hukum tentang hal-hal yang terjadi, karena
apa yang terjadi tidak tercatat secara jelas sehingga dapat menimbulkan
ketidakpastian. 45
43
Rachmadi Usman, Op. Cit., 2016, hlm. 155.
Tiora Purnama, Op.Cit., hlm. 104.
45
M. Yahya Harahap, Op.Cit., 2005, hlm. 169.
44
Universitas Sumatera Utara
59
Kewajiban membuat risalah lelang tersebut diatur dalam Pasal 77
Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang, mengatur lebih teknis hal-hal yang harus tercantum
dalam risalah lelang. Pejabat lelang yang melaksanakan lelang wajib
membuat berita acara lelang yang disebut risalah lelang. Adapun risalah
lelang terdiri dari:
a.
b.
c.
d.
e.
Bagian Kepala;
Bagian Badan;
Bagian Kaki.
Risalah Lelang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
Setiap RisalahLelang diberi nomor urut.
Pasal 78 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang mengatur mengenai bagian kepala
risalah lelang yaitu:
a. Hari, tanggal, dan jam lelang ditulis dengan huruf dan angka;
b. Nama lengkap dan tempat kedudukan Pejabat Lelang;
c. Nomor/tanggal Surat Keputusan Pengangkatan Pejabat Lelang, dan
nomor/tanggal surat tugas khusus untuk Pejabat Lelang Kelas I;
d. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat kedudukan/domisili Penjual;
e. Nomor/tanggal surat permohonan lelang;
f. Tempat pelaksanaan lelang;
g. Sifat barang yang dilelang dan alasan barang tersebut dilelang;
h. Dalam hal yang dilelang berupa barang tidak bergerak berupa tanah
atau tanah dan bangunan harus disebutkan:
1) Status hak atau surat-surat lain yang menjelaskan bukti
kepemilikan
2) SKT dari Kantor Pertanahan; dan
3) Keterangan lain yang membebani, apabila ada;
i. Dalam hal yang dilelang barang bergerak harus disebutkan jumlah,
jenis dan spesifikasi barang;
j. Cara pengumuman lelang yang telah dilaksanakan oleh Penjual;
k. Cara penawaran lelang; dan
l. Syarat-syarat lelang.
Universitas Sumatera Utara
60
Bagian badan risalah lelang diatur dalam Pasal 79 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
yaitu:
a. Banyaknya penawaran lelang yang masuk dan sah;
b. Nama/merek/jenis/tipe dan jumlah barang yang dilelang;
c. Nama, pekerjaan dan alamat Pembeli atas nama sendiri atau sebagai
kuasa atas nama orang lain;
d. Bank kreditur sebagai pembeli untuk orang atau badan hukum/usaha
yang akan ditunjuk namanya, dalam hal Bank kreditur sebagai
pembeli lelang;
e. Harga lelang dengan angka dan huruf; dan
f. Daftar barang yang laku terjual maupun yang ditahan disertai dengan
nilai, nama, dan alamat peserta lelang yang menawar tertinggi.
Bagian Kaki Risalah Lelang diatur dalam Pasal 80 Peraturan Menteri
Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang
paling kurang memuat:
a.
b.
c.
d.
e.
Banyaknya barang yang ditawarkan/dilelang dengan angka dan huruf;
Banyaknya barang yang laku/terjual dengan angka dan huruf;
Jumlah harga barang yang telah terjual dengan angka dan huruf;
Jumlah harga barang yang ditahan dengan angka dan huruf;
Banyaknya dokumen/surat-surat yang dilampirkan pada Risalah
Lelang dengan angka dan huruf;
f. Jumlah perubahan yang dilakukan (catatan, tambahan, coretan dengan
penggantinya) maupun tidak adanya perubahan ditulis dengan angka
dan huruf; dan
g. Tanda tangan Pejabat Lelang dan Penjual/kuasa penjual, dalam hal
lelang barang bergerak atau tanda tangan Pejabat Lelang,
penjual/kuasa penjual dan pembeli/kuasa pembeli, dalam hal lelang
barang tidak bergerak.
Risalah lelang sebagai perjanjian yang mengikat para pihak dalam
lelang. Klausul risalah lelang yang merupakan hukum khusus yang berlaku
bagi para pihak dalam lelang. 46 Risalah lelang merupakan jenis perjanjian
46
Tiora Purnama, Op.Cit, hal. 108.
Universitas Sumatera Utara
61
baku yang ditetapkan oleh pemerintah karena isinya ditentukan oleh
pemerintah tentang perbuatan tertentu yaitu perbuatan lelang. Blanko
perjanjian jual beli lelang disediakan oleh Kantor Lelang, diserahkan kepada
pembeli lelang dan penjual untuk disetujui dan tanpa memberikan
kebebasannya sama sekali untuk pembeli dalam mempertimbangkan klausulklausul dalam risalah lelang sebagai syarat-syarat berlaku. 47
Untuk keseimbangan kepentingan penjual dan pembeli lelang, risalah
lelang harus memuat klausul-klausul:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Klausul tentang pengumuman.
Klausul tentang uang jaminan.
Klausul tentang hak, kewajiban serta tanggung jawab penjual.
Klausul tentang hak, kewajiban serta tanggung jawab pembeli.
Klausul tentang fungsi Pejabat lelang/Kantor lelang sebagai perantara.
Klausul tentang barang.
Klausul tentang pembayaran hasil lelang, bea lelang dan kewajiban
lainnya.
Klausul tentang penyerahan barang. 48
h.
B. Pembukuan Lelang
Bab V Kep. Menkeu Pasal 52-53 jo. Bab IV Kep. DJPLN Pasal 37-38
dimaksud mengatur pembukuan dan laporan lelang. Antara lain ditegaskan,
Kantor Lelang menyelenggarakan pembukuan dan laporan yang berkaitan dengan
pelaksanaan lelang. Bendaharawan penerimaan Kantor Lelang wajib melakukan
pencatatan
semua
penerimaan
dan
pengeluaran
serta
pembuatan
laporan/pertanggungjawaban semua penerimaan dan pengeluaran uang hasil
pelaksanaan lelang.
47
48
Ibid., hal. 111.
Ibid., hal. 112-113.
Universitas Sumatera Utara
62
Pelaksanaan tugas yang disebut di atas diatur lebih lanjut pada Pasal 37
dan Pasal 38 Kep. DJPLN No. 35/PL/2002.
Buku yang harus dibuat Kantor Lelang dan Balai Lelang diatur pada Pasal
37 Kep. DJPLN tersebut.
1. Buku yang Harus Dibuat Kantor Lelang
a. Buku Permintaan Lelang;
b. Buku Kas Pembantu;
c. Buku Penjualan, Penyertaan, dan Tunggakan Hasil Lelang.
2. Buku yang Harus Dibuat Balai Lelang
a. Buku Permintaan Lelang;
b. Buku Penerimaan dan Penyerahan Barang;
c. Buku Penerimaan dan Penyetoran Uang Hasil Lelang. 49
C. Laporan Lelang
Laporan yang harus dibuat, baik oleh Kantor Lelang dan Balai Lelang
merujuk pada Pasal 38 Kep. DJPLN tersebut.
1. Laporan yang Harus Dibuat Kantor Lelang dan Pejabat Lelang Kelas II
a. Jadwal Lelang;
b. Realisasi Pelaksanaan Lelang;
c. Perhitungan dan Pertanggungjawaban (selanjutnya disebut sebagai
PPJ);
d. Pembuatan Risalah Lelang;
49
M. Yahya Harahap, Op.Cit,2005, hal. 177.
Universitas Sumatera Utara
63
e. Hasil Pelaksanaan Lelang di Luar Wilayah Lelang;
f. Perkembangan Penanganan Perkara di Pengadilan;
g. Frekuensi Penggalian Potensi Lelang;
h. Daftar Pembeli Lelang;
i. Realisasi Kegiatan dan Hasil Pelaksanaan Lelang.
2. Laporan yang Harus Dibuat Balai Lelang
a. Jadwal Lelang;
b. Daftar Pelelangan Barang;
c. Daftar Penerimaan Barang;
d. Penyetoran Biaya Administrasi;
e. Laporan Kegiatan Tahunan;
f. Daftar Pembeli Lelang Wanprestasi.
g. Laporan yang Harus Dibuat Kantor Wilayah
h. Rekapitulasi Hasil Pengawasan terhadap Balai Lelang;
i. Frekuensi Penggalian Potensi Lelang;
j. Rekapitulasi Penerimaan Hasil Lelang Menurut Jenis/Asal Barang dan
Pencapaian Target. 50
50
Ibid., hal. 178.
Universitas Sumatera Utara
Download