PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED LEARNING) DENGAN METODE PROYEK DAN RESITASI DITINJAU DARI KREATIVITAS DAN KONSEP DIRI (SELF CONCEPT) SISWA (Studi Kasus Materi Biologi ” Plantae ” Di kelas X Semester dua SMA Negeri 3 Klaten Th.2008/2009 ) TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Pendidikan Sains Oleh: Oleh : DWI ASTUTI PRATIWI NIM. S830908116 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 1 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006 merupakan hasil penyempurnaan dari kurikulum berbasis kompetensi (KBK ) tahun 2004 telah dilaksanakan pada setiap sekolah. Namun pelaksanaan pembelajaran Sains termasuk biologi di SMA masih kurang memperhatikan pencapaian kompetensi siswa. Hal tersebut dapat dilihat pada rencana pelaksanaan pembelajaran biologi di SMA Negeri 3 Klaten, belum disiapkan dengan baik misalnya dalam memilih strategi pembelajaran. Pembelajaran masih berpusat guru dan masih sering menggunakan metode ceramah sehingga tidak memberikan ruang kreativitas pada siswa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan tahun 2006 merupakan pencerminan dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. diatur dalam standar nasional , salah satunya mencakup standar proses oleh Peraturan Menteri No.4 Tahun 2007, menyatakan tentang pembelajaran sebagai berikut:“Proses pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian sesuai bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik “ (Anonimous, 2008: 14). bahwa seorang guru Pernyataan tersebut memiliki makna sebagai pelaksana kurikulum perlu menyesuaikan diri, misalnya dalam hal menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran. Seorang guru 3 sebaiknya merencanakan dan melaksanakan kegiatan yang memberikan ruang serta gerak para siswa untuk melakukan aktivitas dan kreativitas. Pada pembelajaran sains termasuk pembelajaran biologi di SMA pada saat sekarang, guru masih sering menggunakan metode konvensional , misalnya ceramah. Penggunaan metode ceramah boleh dilakukan, karena ada beberapa keuntungannya yakni , metode ini mudah dilaksanakan , guru mudah menguasai kelas, dapat diikuti siswa dalam jumlah besar, dapat menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar. Penggunaan metode ceramah sebaiknya dikurangi dan dilakukan variasi dengan metode pembelajaran lain, karena metode ceramah memiliki kekurangan, yakni, kegiatan pengajaran menjadi pengertian kata-kata (verbalisme) . Hal ini sesuai pendapat Djamarah, S. B. (2005: 244), bahwa “metode ceramah memiliki kekurangan, yakni, kegiatan pengajaran menjadi pengertian kata-kata (verbalisme) .bahwa anak didik yang lebih tanggap dari sisi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap dari sisi auditifnya akan lebih besar menerimanya bila terlalu lama membosankan.sukar mengontrol sejauh mana perolehan belajar anak didik menjadikan anak didik pasif “. Bila sering diterapkan metode ceramah , hanya akan menghasilkan anak yang pandai menghafal sehingga bila dihadapkan situasi nyata mereka tidak dapat menerapkan pengetahuannya tersebut. Karena siswa menjadi verbalisme, sehingga ketika diberikaan masalah yang memerlukan pemikiran tingkat tinggi , maka siswa akan merasa sulit melakukan tugasnya. 4 Suatu pembelajaran akan lebih baik bila siswa belajar dengan mengalami langsung, sebab pengetahuan yang diperoleh akan bermakna, seperti pendapat William Burton dalam Hamalik, O (2001:29), menyatakan bahwa "Pengalaman adalah sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan satu kesatuan di sekitar tujuan murid, pengalaman pendidikan bersifat kontinu dan interaktif, membantu integrasi pribadi murid" Pembelajaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pembelajaran berbasis masalah. Dengan pembelajaran ini siswa akan mengalami pengetahuan langsung, yakni ketika mereka mengerjakan suatu proyek ataupun resitasi tugas biologi di lingkungan, mereka langsung berhadapan dengan identifikasi ciri obyek, makhluk mereka hidup, harus melakukan melakukan pengamatan, penelompokan dan mengorganisasi data pengamatan sehingga pengetahuan yang diperoleh akan bermakna Hasil penelitian para ahli pendidikan dan penemuan di bidang psikologi memberikan informasi pengertian bahwa, di dalam diri siswa beraneka ragam kemungkinan potensi yang hidup sedang berkembang. Pengertian tersebut seperti pendapat Djamarah, S. B ( 2005 :170), bahwa "Di dalam diri siswa terdapat beraneka ragam kemungkinan potensi yang hidup sedang berkembang, terdapat prinsip aktif, keinginan untuk berbuat dan bekerja sendiri. Prinsip aktif inilah yang mengendalikan tingkah laku siswa". Dengan memperhatikan potensi hidup yang ada dalam diri siswa, pendidikan perlu mengarahkan tingkah laku dan perbuatan itu menuju ke tingkat perkembangan yang diharapkan. Potensi 5 yang hidup itu perlu mendapat kesempatan yang luas untuk berkembang. Bila tidak adanya pengarahan dikhawatirkan dapat terjadi penyimpangan perkembangan dari tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Pembelajaran bukan sekedar proses penuangan ilmu pengetahuan, tetapi siswa harus berperan aktif membangun pengetahuan dengan cara memberi makna pada pengetahuaannya Pendapat ini sesuai dengan pandangan konstruktivisme, yang dinyatakan oleh. Senduk, A. G. (2003 : 33), "Dalam proses pembelajaran siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar, Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru "Pendidikan biologi memiliki peluang yang luas untuk mengembangkan potensi siswa, terutama bila guru menerapkan strategi maupun metode pembelajaran secara tepat. Melihat alasan tersebut sudah selayaknya seorang guru profesional mampu menyelenggarakan pembelajaran yang bersifat interaksi edukatif . Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalaminya, berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral serta memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang mendorong siswa dapat membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar, diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi tersebut sebaiknya dapat mendorong siswa mampu membangun sendiri pengetahuannya dan pembelajaran yang menekankan pada pemecahan masalah. Pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat yang akan 6 mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar mandiri. Guru dalam mengajar mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman, belajar bersama, menerapkan penilaian autentik, dan menyenangkan sesuai dengan kreativitas dan kemampuan siswa. Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) adalah strategi pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata ke suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis, keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan konsep yang esensial dari materi pelajaran. Dalam Arends (1997 : 155) "pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Problem–Based Instruction (Pengajaran berbasis masalah), Project-Based Teaching (pengajaran berdasar proyek) dan Experience-Based Education (Pendidikan berdasar pengalaman)".Penelitian yang kami lakukan ini, menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan materi biologi plantae. Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah dapat dilaksanakan apabila guru memberikan keleluasaan berpikir kepada para siswa untuk memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka, misalnya dengan mengembangkan lingkungan belajar yang tersedia di kelas dan memanfaatkan lingkungan sesuai kebutuhan keaktifan dan kreativitas siswa. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang 7 dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain dalam kelompok kecil. Siswa bekerja sama memberikan motivasi secara berkelanjutan, terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang berbagi inkuiri dan dialog untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir. Pencapaian prestasi biologi di kelas X SMA negeri 3 Klaten belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Berdasarkan data dari tabel leger nilai SMA Negeri 3 Klaten dalam dua tahun terakhir tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009 semester 1 dan 2 pada tiga kelas siswa, diketahui bahwa persentase jumlah siswa yang tidak mencapai nilai KKM berturut-turut 42,74; 22,13; 51,15, dan 27,56 % ( ditunjukkan dalam lampiran18). Hal ini menunjukan rendahnya prestasi siswakelas X dalam mata pelajaran biologi. Untuk lebih meningkatkan keberhasilan pembelajaran,diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Dengan kelebihan yang ada dalam strategi pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) maka perlu diterapkan strategi pembelajaran ini, sebagai solusi agar siswa lebih diberdayakan. seperti pendapat Ibrahim dan Nur( 2000: 2) dalam Nurhadi (2004:77) bahwa "Pengajaran berbasis masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya bagaimana belajar". Strategi ini perlu dilaksanakan, di dalam pembelajaran biologi di SMA Negeri 3 Klaten, karena dengan pembelajaran berbasis masalah siswa akan dibawa untuk berlatih berpikir tingkat tinggi, 8 misalnya dalam menyelesaikan tugas biologi siswa akan menjumpai berbagai masalah, maka secara mandiri atau berkelompok mereka akan mampu menyusun rencana untuk mengumpulkan informasi lebih lanjut, kemudian melakukan pengamatan atau bahkan penelitian yang diperlukan dan mulai bersama-sama dan merangkum pengetahuan baru mereka dalam kelompok. Selanjutnya siswa dapat mempresentasikan kesimpulan, dan mungkin menghasilkan suatu karya atau produk. Jadi penerapan pembelajaran berbasis masalah ini merupakan inovasi dalam pembelajaran biologi. Dengan penerapan pembelajaran ini diharapkan siswa akan lebih mendapat pengalaman bermakna dan akhirnya akan mendorong siswa untuk lebih berprestasi, khususnya pada mata pelajaran biologi. Ada berbagai metode yang dapat digunakan dalam pembelajaran biologi, antara lain adalah metode proyek dan metode penugasan ( resitasi). Kedua metode ini memiliki ciri pengajaran berbasis masalah.Penerapan pembelajaran biologi dengan metode proyek perlu dilakukan, karena metode ini bersifat konstruktivisme, seperti pernyataan Nurhadi (2004:77) bahwa : "Pembelajaran berbasis proyek membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya". Penelitian ini akan mencoba mengetahui pengaruh pendekatan proyek pada pembelajaran biologi di SMA, dalam pembelajaran ini guru memberi peluang siswa untuk bekerja secara mandiri 9 (tanpa campur tangan guru) dalam membentuk pembelajarannya, dan menghasilkan produk nyata . Sebagai contoh pada saat pembelajaran biologi Plantae, siswa akan mendapatkan informasi tentang berbagai tumbuhan. Cara menggali informasi dapat dilakukan dengan melakukan perencanaan terlebih dahulu misalnya memilih topik permasalahan dan membagi tugas dengan teman dalam kelompok Selanjutnya mereka melakukan pengamatan,mengumpulkan berbagai fakta, mendiskusikan dan membuat kesimpulan dari hasil pengamatannya tersebut. Selain metode proyek pada pembelajaran kali ini akan diterapkan pula metode penugasan ( resitasi ), karena melalui metode resitasi siswa akan berlatih memecahkan masalah, yaitu selain aktif siswa akan banyak mengalami langkah – langkah pembentukan konsep secara ilmiah, misalnya seperti pemberian sejumlah pertanyaan atau perintah yang perlu dibahas atau dicari uraiannya pada buku pelajaran. Dapat juga berupa tugas tertulis atau tugas lisan lainnya, misalnya ditugaskan membuat sesuatu karya nyata, mengadakan observasi terhadap sesuatu obyek biologi dan bisa juga melakukan eksperimen. Penerapan metode proyek dan resitasi telah sesuai bila dilaksanakan dalam pembelajaran biologi, karena kedua metode ini memuat pendekatan ketrampilan proses yang lazim dilaksanakan dalam sains termasuk biologi. Hal ini sesuai dengan pendapat Djamarah, S. B ( 2005 : 226 ) bahwa :" Dari empat metode, yaitu pemberian tugas, eksperimen, proyek dan diskusi dapat dikembangkan seluruh ketrampilan proses, yaitu kemampuan mengamati, menggolongkan, menafsirkan, menerapkan da mengkomunikasikan". Konsep ilmu pada 10 pelajaran biologi, akan sangat baik bila dapat diperoleh melalui pengamatan langsung, karena obyek yang dipelajari adalah nyata dan terdapat di sekitar siswa. Untuk memperoleh data pengamatan yang akurat maka siswa sangat perlu berlatih mengamati, menggolongkan, menafsirkan, membuat kesimpulan dan akhirnya mampu mengkomunikasikan kepada orang lain baik secara lisan ataupun tertulis misalnya membuat suatu laporan tugas biologi. Dengan penerapan metode proyek dan resitasi tersebut, tentu akan memenuhi harapan kurikulum sebab di dalam bab dua kurikulum tahun 2006 disebutkan kompetensi dasar siswa SMA adalah mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah. Metode ilmiah yang dimaksud menemukan oleh Kurikulum Depdiknas (2003) meliputi kemampuan masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, membuat hipotesis, merencanakan penelitian atau percobaan, mengontrol variabel, melakukan pengukuran, mengorganisasi dan memaknakan data, membuat kesimpulan, mengkomunikasikan hasil penelitian atau percobaan baik secara lisan maupun tertulis, membuat hipotesis baru dan melakukan proses selanjutnya. Pada kegiatan proyek dan resitasi dapat dilakukan dalam pelajaran biologi plantae, siswa akan melakukan tahap-tahap metode ilmiah seperti yang dimaksud oleh kurikulum misalnya, memilih masalah proyek atau tugas, mengamati berbagai tanaman di lingkungan sekolah, melakukan identifikasi ciri-ciri tanaman, mengorganisasi hasil pengamatan (data) dalam bentuk tabel, membuat uraian atau memaknakan data, menyusun 11 kesimpulan dan mengkomunikasikannya di dalaam diskusi kelas.membuat hipotesa baru dari hasil temuan-temuan selama pengamatan dan diskusi dan merencanakan penyelidikan selanjutnya. Sebagai contoh pernah dilakukan pembelajaran biologi kelas XII IPA, di SMA Negeri 3 Klaten dengan menerapkan pembelajaran metode biologi proyek dengan maupun metode penugasan. tersebut Sesudah ternyata proses mampu membangkitkan keaktifan siswa serta pencapaian hasil tes biologi yang baik. Kebaikan metode ini pernah terbukti, sesudah proses pembelajaran siswa mampu menghasilkan produk dari proyek mereka. Selain itu dari sebagian siswa mampu berprestasi di kejuaraan Karya Ilmiah Remaja tingkat kabupaten dengan mengajukan produk proyek mereka. Metode proyek dan resitasi akan sangat mendukung siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya, jadi kedua metode ini sesuai dengan pembelajaran berbasis masalah. Pemberian materi lewat metode proyek dan resitasi diharapkan siswa memiliki perilaku belajar yang inovatif, kreatif dan mandiri serta mampu menyerap lebih banyak informasi sehingga memiliki wawasan keilmuan yang luas serta lebih terbuka terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Keberhasilan pembelajaran biologi, selain dipengaruhi oleh metode yang digunakan oleh guru juga dipengaruhi faktor dalam diri siswa diantaranya kreativitas siswa. Tentang kreativitas, Maslow dalam Munandar, U.( 2004 :27), menyatakan: "Kreativitas di samping bermakna baik untuk pengembangan diri maupun untuk pembangunan masyarakat, 12 juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, yakni kebutuhan akan perwujudan diri sebagai salah satu kebutuhan paling tinggi bagi manusia" Dalam pembelajaran biologi yang dilakukan dengan metode proyek ataupun dengan resitasi diharapkan akan terjadi pengembangan diri siswa maupun untuk pengembangan masyarakat, Sebagai contoh, pada saat siswa melakukan suatu proyek ataupun resitasi pada materi tumbuh-tumbuhan tentu akan menjumpai berbagai masalah. Untuk mendapatkan jawaban atas masalah ersebut siswa perlu mengadakan penelitian ataupun pengamatan agar memperoleh fakta.Siswa dapat mengembangkan dirinya dalam memilih tanaman yang mereka anggap memiliki kepentingan bagi kehidupan atau bahkan yang bisa menolong banyak orang dalam kehidupan, misalnya tanaman obat. Maka dengan segenap pengetahuannya siswa akan menggali informasi tentang tanaman tersebut, mulai dari mengidentifikasi ciri-ciri tanaman, menggolongkan dan mencari dari berbagai sumber tentang manfaat tanaman tersebut. Aktivitas dalam penelitian dan pengamatan itu tentu akan mendorong siswa menyalurkan aktivitasnya yang berarti hal ini adalah pengembangan diri. Selanjutnya tentang aspek yang terkait dalam kreativitas, i Munandar, U (2004:27) menyatakan:"Kreativitas dalam perkembangannya sangat terkait dengan empat aspek, yaitu aspek pribadi, pendorong, proses dan produk" Jadi bila metode proyek ataupun resitasi dilaksanakan dalam pembelajaran biologi, maka akan terjadi proses merasakan dan mengamati adanya masalah, membuat dugaan tentang masalah ini, menilai dan menguji 13 dugaan atau hipotesis, kemudian mengubah dan mengujinya lagi dan akhirnya menyampaikan hasil-hasilnya. Siswa dapat mendapatkan informasi tentang berbagai tanaman dengan ciri-cirinya serta manfaatnya bagi kehidupan dan menginformasikan dalam bentuk laporan tertulis. Definisi mengenai produk dalam kaitannya dengan kreativitas Munandar, U menjelaskan "Produk kreativitas ialah sesuatu yang baru, orisinal, dan bermakna". Dalam penelitian ini diharapkan sesudah mengalami proyek dan reitasi tugas-tugas biologi, siswa akhirnya mampu menghasilkan sesuatu yang baru sebagai hasil penelitian mereka, Produk dapat berupa hasil pengamatan atau yang lebih tinggi tingkatannya berupa karya ilmiah yang dapat dipublikasikan, Produk didalam pebelajaran ini relatif baru, karena diukur dari pengalaman siswa yang memang baru saja melakukan suatu kreasi dengan kemampuan mereka sendiri dan bukan hasil dari orang lain, Selanjutnya bila Munandar, U (2004 :27). perwujudannya ditinjau dari Munandar, U kreativitas memerlukan aspek pendorong kreativitas menegaskan: "Bahwa dalam dorongan internal maupun dorongan eksternal dari lingkungan" Dalam pembelajaran biologi di SMA, misalnya dalam pembahasan plantae akan banyak dijumpai masalah, dari soal beranekaragamnya obyek, kesulitan dalam nama ilmiah (bahasa latin) hingga minimnya pengetahuan awal siswa dalam proses kerja ilmiah. Dalam hal ini seorang guru biologi dituntut untuk mampu mengarahkan agar tumbuh motivasi siswa dari dalam dirinya, misalnya mengingatkan akan 14 kelebihan kemampuan mereka dan memastikan bahwa mereka mampu melakukan tugas dengan baik serta mengingatkan bahwa keberhasilan mereka akan berguna untuk masa-masa selanjutnya. Dorongan secara eksternal dapat pula dilakukan, misalnya dengan melakukan suatu kontrak kerja, bila siswa mampu melakukan tugas dengan baik dan benar, akan memperoleh nilai tugas yang cukup tinggi atau akan dipublikasikan di lingkungan sekolah. Dari uraian ini berarti guru telah memberikan motivasi internal dan eksternal kepada siswa agar terdorong kreativitasnya. Uraian di atas, dapat memberikan kesimpulan, bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat ditinjau dari kreativitas siswa, karena model pembelajaran ini memiliki karakteristik dalam hal menekankan pada pemecahan masalah, menyadari kebutuhan akan pembelajaran terjadi di rumah dan masyarakat Bila siswa yang mendapatkan masalah akan berusaha mengubah dan mengujinya, artinya siswa yang kreatif tersebut selanjutnya akan belajar, siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka menjadi pebelajar mandiri ini merupakan cerminan dari pembelajaran berbasis masalah. Kreativitas memerlukan dorongan internal maupun dorongan eksternal dari lingkungan, seperti yang akan dilakukan pada pembelajaran berbasis masalah yakni mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama, menerapkan penilaian autentik, dan menyenangkan yang mendorong tumbuhnya kreativitas. Dalam penelitian Munandar, U (2004 :27) di atas dinyatakan "ada kombinasi antara intelegensi dan kreativitas lebih 15 efektif sebagai prediktor prestasi sekolah daripada masing-masing ukuran sendiri" Hal itu sesuai dengan kenyataan yang terjadi dlam pembelajaran biologi dengan metode proyek ataupun dengan resitasi. Siswa dalam penyelidikannya akan menampakkan kemampuan intelegensi dan kreativitas pada saat melakukan baik itu pengamatan, identifikasi ciri tanaman, pengorganisasian data hingga menyusun kesimpulan. Siswa yang berintelegensia tinggi akan nampak lebih tepat meyatakan uraian hasil kerjanya dan biasanya lebih bervariasi dalam penyajian produk laporannya. Penelitian ini lebih menitik beratkan pada penelitian penerapan metode pembelajaran dan faktor kreativitas siswa khususnya pada pembelajaran biologi. Mengingat bahwa kreativitas merupakan hasil interaksi antara individu dan lingkungan, sehingga dapat dimengerti bila seseorang akan mempengaruhi atau dipengaruhi oleh lingkungan dimana individu tersebut berada. Harapannya melalui metode proyek dan resitasi, kreativitas siswa akan tumbuh dan berakibat baik bagi prestasi dalam belajar biologi. Selain faktor kreativitas, ada faktor internal lain yakni, konsep diri siswa dalam hubungannya membangun prestasi biologi yang lebih baik. Perkembangan konsep diri juga dipengaruhi oleh pengalaman belajar di sekolah. Pentingnya pengaruh sekolah ditunjukkan dalam penelitian Louis Cohen, (1978 : 96) bahwa "Penelitian bertujuan mengelompokkan dan mengukur kualitas interaksi guru – murid dan murid – murid dalam susunan ruang kelas dan penelitian terfokus pada ruang-ruang kelas sebagai sistem sosial. Bagi guru yang moderen, gambaran jelas 16 tentang konsep diri anak menjadi bagian penting untuk pengetahuan profesionalnya dan juga penilaiannya". Pendapat ini sesuai dengan yang sebaiknya dilakukan oleh seorang guru sains termasuk biologi, Siswa akan menampakkan tingkatan konsep dirinya pada saat pembelajaran biologi. Hal ini sangat penting karena guru dapat mengukur dan menyesuaikan tingkatan proyek ataupun tugas resitasi antara siswa dengan konsep diri kuat dengan siswa yang berkonsep diri lemah. Pada saat proses belajar diutamakan, siswa berkonsep diri rendah sangat perlu dorongan dan arahan sehingga akan memperoleh hasil yang sama baiknya dengan siswa berkonsep diri kuat. Misalnya guru menunjukkan bagian diri siswa yang berkonsep diri lemah, bawa mereka sebenarnya memiliki kemampuan yang baik untuk dikembangkan. Di dalam proses pembelajaran ini akan terjadi interaksi antara guru dan siswa ataupun antara para siswa.Guru dapat mengevalusi dirinya sebagai pribadi yang profesional, apakah interaksi dalam kelas telah memenuhi yang sebaiknya selanjutnya penilaian ini penting bagi proses pembelajaran selanjutnya, Untuk potensi intelektual dan kemajuan akademis anak , konsep diri yang berhubungan dengan prestasi di sekolah sudah pernah diteliti oleh Coombs dan Davies (1966) dalam Louis Cohen (1978 : 114). berkesimpulan sebagai berikut " Pengelompokkan konsep diri tentang kemampuan pelajaran berdasarkan pada satu respon yang dilakukan, dalam sebuah penelitian pencapaian akademis siswa senior hasilnya menunjukkan bahwa konsep diri tentang kemampuan pelajaran terkait dengan pencapaian akademis baik di SMA maupun Universitas" Kemajuan akademis dalam penelitian di SMA Negeri 3 Klaten ini akan diukur 17 melalui indikator prestasi biologi. Dengan mengetahui tingkatan atau katagori konsep diri siswa sebelum pembelajaran biologi, dapat diketahui tingkatan prestasi akademis biologi bagi siswa yang memiliki perbedaan konsep diri, selajutnya hasil tersebut dapat digunakan guru sebagai acuan dalam perencanaan pembelajaran berikutnya dan usaha peningkatan prestasi bagi yang prestasi akademisnya kurang. Penelitian ini bermaksud mengetahui pengaruh konsep diri terhadap prestasi biologi di kelas X SMA Negeri 3 Klaten dengan asumsi bahwa kegiatankegiatan yang termuat dalam resitasi dan proyek akan lebih meningkatkan konsep diri siswa dan akhirnya dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pelajaran sekolah khususnya biologi. Pembelajaran biologi SMA di kelas X semester dua diantaranya menyajikan materi Plantae, yaitu makhluk hidup yang biasa disebut tumbuhan. Materi Plantae meliputi tanaman lumut ( Briophyta), Pakupakuan (Pteridophyta) dan Tanaman berbiji atau berbunga (Anthophyta ) Dari indikator yang termuat di dalam kompetensi dasar tersebut banyak materi berisi konsep yang harus diberikan kepada siswa melalui kerja ilmiah, misalnya pengamatan ciri morfologi tanaman Lumut, Pakupakuan dan tanaman berbiji. Selain itu siswa harus mengorganisasi data pengamatan dalam tabel-tabel, selanjutnya menulis narasinya dan menarik kesimpulan. Ciri spesifik materi plantae adalah selain jumlah materi yang banyak juga dipergunakan bahasa latin.Pengetahuan tentang plantae penting diketahui oleh siswa, karena dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan 18 sandang, pangan, papan dan lainya berasal dari plantae. Bahkan dewasa ini pengobatan modern mulai memperhatikan dan mencoba bahan alternatif dari plantae. Dengan mempelajari plantae diharapkan siswa akan memanfaatkan dengan benar serta melestarikan keberadaan plantae. Penulis berharap dengan metode proyek dan resitasi, konsep-konsep biologi tersebut akan lebih mudah diterima siswa. Selanjutnya dapat meningkatkan kreativitas dan konsep diri serta mendorong pencapaian prestasi peserta didik di SMA Negeri 3 Klaten. B. Identifikasi Masalah Berdasar latar belakang masalah di atas, maka masalah yang timbul dapat diidentifikasi sebagai berikut 1. Pelaksanaan pembelajaran biologi di SMA Negeri 3 Klaten masih sering menggunakan metode ceramah yang umumnya kurang memperhatikan proses berpikir siswa dan belum memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa serta kreativitas siswa. 2. Prestasi biologi di SMA negeri 3 Klaten, kelas X belum mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). 3. Ilmu pengetahuan dan fakta-fakta baru hasil penelitian pendidikan semakin berkembang, namun kenyataannya belum dilakukan perbaikan strategi pembelajaran termasuk variasi metode yang meningkatkan mutu pelajaran biologi. 19 4. Perlu pemikiran baru dalam proses belajar mengajar di kelas yang menekankan proses pemecahan masalah, karena sampai saat ini proses belajar mengajar di SMA hanya berorientasi pada materi pengetahuan dan tidak berfokus pada bagaimana memperoleh pengetahuan. 5. Belum diterapkan inovasi yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan metode proyek dan resitasi khususnya pada materi Plantae. 6. Belum ada perhatian terhadap kreativitas dan konsep diri (self conscept) siswa yang kemungkinan besar dapat mempengaruhi secara positip hasil belajar biologi. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas maka terdapat berbagai masalah dan luasnya bidang penelitian, oleh karena itu perlu dibatasi agar penelitian mempunyai arah yang jelas dan pasti. Adapun batasan masalah pada penelitian ini meliputi: 1. Pembelajaran biologi dibatasi pada Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dengan penerapan metode proyek dan metode resitasi. 2. Prestasi Belajar Biologi dibatasi pada hasil belajar siswa memahami materi Plantae, meliputi hasil belajar ranah kognitif 3. Kreativitas siswa meliputi tingkatan tinggi dan rendah. 4. Konsep diri (self concept ) siswa meliputi tingkatan kuat dan lemah 20 D. Perumusan Masalah Berdasar latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat pengaruh penerapan pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan menggunakan metode resitasi terhadap prestasi belajar biologi ? 2. Apakah terdapat pengaruh antara kreativitas tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar biologi ? 3. Apakah terdapat pengaruh antara konsep diri kuat dan konsep diri lemah terhadap prestasi belajar biologi ? 4. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan menggunakan metode resitasi dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi 5. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan menggunakan metode resitasi dengan konsep diri siswa terhadap prestasi belajar biologi ? 6. Apakah terdapat interaksi antara kreativitas dengan konsep diri siswa terhadap prestasi belajar biologi ? 7. Apakah terdapat interaksi antara pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek, menggunakan metode resitasi ,kreativitas dan konsep diri siswa terhadap prestasi belajar biologi ? 21 E. Tujuan Penelitian 1. Mengetahui pengaruh pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan metode resitasi terhadap prestasi belajar biologi 2. Mengetahui pengaruh kreativitas tinggi dan kreativitas rendah terhadap prestasi belajar biologi. 3. Mengetahui pengaruh konsep diri kuat dan konsep diri lemah terhadap prestasi belajar biologi. 4. Mengetahui adanya interaksi antara pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan metode resitasi dengan kreativitas siswa terhadap prestasi belajar biologi. 5. Mengetahui adanya interaksi antara pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode dan metode resitasi dengan konsep diri siswa terhadap prestasi belajar biologi. 6. Mengetahui adanya interaksi antara kreativitas dengan konsep diri siswa terhadap prestasi belajar biologi 7. Mengetahui adanya interaksi antara pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan metode resitasi dengan kreativitas dan konsep diri siswa terhadap prestasi belajar biologi. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Mengetahui adanya pengaruh pembelajaran berbasis masalah dengan metode proyek dan metode resitasi belajar biologi siswa kelas X terhadap prestasi semester dua di SMA Negeri 3 22 Klaten bila ditinjau dari kreativitas dan konsep diri (self concept) siswa. b. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan serta mendukung teori-teori yang telah ada 2. Manfaat praktis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan suatu inovasi dalam dunia pendidikan khususnya dalam strategi dan metode pembelajaran untuk meningkatkan prestasi belajar biologi . b. Memberikan sumbangan pemikiran kepada guru mata pelajaran biologi untuk mengembangkan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning ) yang meningkatkan kreativitas, konsep diri siswa, dan mengembangkan ketrampilan berpikir tingkat tinggi dengan suasana pembelajaran menyenangkan. BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Pengertian belajar dan teori belajar a. Pengertian belajar Belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata dasar ajar yang artinya petunjuk yang diberikan kepada seseorang supaya diketahui (diturut). Belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih dan berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman (Moeliono,A , 1991: 14). Dari pengertian tersebut siswa yang belajar artinya siswa akan mengalami suatu usaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Siswa yang telah melalui proses belajar akan menghasilkan perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi mengetahui tentang suatu hal (petunjuk) karena siswa mengalami berbagai pengalaman ketika berada dalam lingkungannya. Tentang batasan belajar, Gagne (1977) dalam Bell Gredler (1994 : 186), menyatakan bahwa “Kapasitas orang untuk belajar memungkinkan diperolehnya berbagai pola tingkah laku yang hampir-hampir tidak ada batasnya” Belajar merupakan proses yang kompleks menyangkut banyak segi, dan penting dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta kecakapan. Tentang pentingnya belajar Gagne (1997) dalam Bell Gredler, (1994 :187) 198 199 menyatakan “Pentingnya belajar ialah menentukan semua keterampilan, pengetahuan, sikap dan nilai yang diperoleh orang. Karena itu belajar menghasilkan berbagai macam tingkah laku yang berlainan" Berbagai macam tingkah laku yang berlainan dari hasil belajar tersebut oleh Gagne selanjutnya disebut kapabilitas, yaitu hasil belajar seseorang yang diperoleh dari stimulasi yang berasal dari lingkungan dan proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dalam pembelajaran biologi dengan pendekatan berbasis masalah diharapkan dapat dihasilkan siswa yang memiliki kapabilitas, sebagai contoh ; siswa memiliki tingkah laku yang lebih baik antara lain, jujur, obyektif, memiliki tenggang rasa terhadap orang lain, mampu berfikir tingkat tinggi dan mampu memecahkan masalah yang dihadapi dalam menyelesaikan tugasnya sebagai pelajar. Untuk terjadinya perubahan tingkah laku atau kapabilitas baru juga dinyatakan oleh Gagne dan Briggs (1979 :43) dalam. Bell Gredler (1994 : 187) sebagai berikut "belajar ialah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi dari lingkungan menjadi beberapa tahapan pengolahan informasi yang diperlukan untuk memperoleh kapabilitas baru" Hal ini berarti, belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku dari individu pebelajar karena pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan yakni proses pengolahan informasi, proses kognitif yang merubah stimulasi dari lingkungan sehingga diperoleh pengetahuan, keterampilan dan kecakapan. Jadi pebelajar yang telah mengalami belajar diharapkan bersifat kapabel memiliki keterampilan intelektual maupun motorik, strategi kognitif, informasi verbal serta sikap baik. 200 a. Teori Belajar Pembahasan tentang proses belajar terus berkembang, dari pandangan yang menganggap siswa merupakan penerima dan bersikap pasif dalam proses belajar sampai pandangan bahwa siswa dapat membangun pengetahuannya dengan terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Pandangan-pandangan tentang belajar memunculkan berbagai teori belajar. Salah satu teori belajar yang berhubungan dengan belajar pemecahan masalah, yakni teori belajar konstruktivisme. Tentang konstruktivisme, di dalam makalahnya Haryono (2007:3) menyatakan, "Perspektif konstruktivis beranggapan bahwa pembentukan pengetahuan oleh pebelajar dilakukan secara aktif dan akan dihasilkan struktur kognitif dalam interaksinya dengan lingkungan" Ini berarti dapat diartikan bahwa pembelajaran konstruktivisme memiliki ciri-ciri antara lain belajar berarti membentuk makna dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dialami, konstruksi berarti proses pembentukan yang terus menerus, belajar bukan hanya mengumpulkan fakta, namun merupakan pengembangan pikiran dengan membuat pengertian baru dan hasil belajar tergantung pada apa yang diketahui, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi . Pendapat tentang belajar bukan hanya mengumpulkan fakta, namun merupakan pengembangan pikiran dengan membuat (mengkonstruk) pengertian baru ini sesuai dengan pernyataan Slavin dalam Nur (2002 : 8) dalam Trianto, ( 2007 : 13 ):teori konstruktivis menyatakan bahwa "siswa harus menemukan sendiri dan mentrasformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi 201 sesuai " Teori ini berkembang dari teori Piaget dan Vigotsky tentang teori-teori pemrosesan informasi dan teori Bruner yang maknanya ,bagi siswa agar benarbenar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan. Siswa harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Jadi menurut teori konstruktivis satu prinsip penting dalam psikologi pendidikan adalah, guru tidak hanya memberi pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam pikirannya. Guru bertindak sebagai fasilitator yang memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri. 1). Teori Piaget Belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Proses belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan terbentuk di dalam pikiran. seseorang berdasarkan pemahaman dan pengalaman sebelumnya. Pendapat Piaget tentang perkembangan kognitif dinyatakan dalam Bell Gredler, (1994 : 311). sebagai berikut : "Perkembangan kognitif dipengaruhi oleh tiga proses dasar, yaitu asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Secara singkat, asimilasi ialah pemaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada, akomodasi ialah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi haru dan 202 ekulibrasi adalah penyesuaian kembali yang terus-menerus dilakukan antara asimilasi dan akomodasi" Piaget dalam Dahar, R.W. (1989:152). membagi proses perkembangan kognitif menjadi beberapa tahapan, dimana pada setiap tahapnya memiliki ciri dan disesuaikan dengan umurnya. Pada setiap individu ada tingkat perkembangan intelektual, sebagai berikut :a) Sensori motor (0-2 tahun ), b) paraoperasional (2-7tahun), c) operasional konkret (7-11 tahun ), d) operasi formal (11 tahun ke atas )" Dengan memahami analisa perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget dapat diketahui bahwa siswa SMA kelas X adalah individu yang berusia sekitar 16 tahun yang berarti termasuk dalam tingkat perkembangan intelektual operasi formal. Siswa tersebut memiliki ciri anak operasional formal yakni berpikir hipotesis deduktif, mereka merumuskan banyak alternatif hipotesis dalam menanggapi masalah dan mencetak data terhadap setiap hipotesis untuk membuat keputusan yang tepat. Selain itu anak remaja berpikir kombinatorial, meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan-gagasan atau preposisi yang mungkin.dan berpikir refleksif, yakni berpikir sebagai orang dewasa. Ia dapat berpikir kembali pada suatu seri operasi mental. Dalam pembelajaran berbasis masalah yang menggunakan metode proyek maupun resitasi, siswa SMA akan melakukan serangkaian kegiatan pengamatan untuk memperoleh data. Selanjutnya siswa akan mampu mengorganisir data dalam bentuk tabel dan mampu membuat kesimpulan dengan mengkaitkan serangkaian pengalaman sebelumnya yang sudah dimiliki serta mengkomunikasikan hasil pengamatan mereka kepada orang lain 203 2).Teori Vygotsky Teori Vygotsky sekarang ini disadari sebagai salah satu teori penting dalam psikologi perkembangan. Sumbangan penting dari teori Vigotsky adalah penekanan pada hakikat sosio-kultural dari pembelajaran. Pernyataan Vygotsky dalam Arends, (2007 : 47) Konsep tentang Zone of proximal development (ZPD) adalah : "pelajar memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda, yakni a)tingkat perkembangan aktual, menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu dan b) tingkat perkembangan potensial, yaitu tingkat yang dapat difungsikan oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, teman-teman sebaya yang lebih maju. Zona yang terletak di antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan aktual disebutnya Zone of proximal development (ZPD) Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut” Vygotsky lebih jauh meyakini bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas itu masih berada dalam jangkauan kemampuannya atau tugastugas tersebut berada daiam Zone of proximal development (ZPD) Perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan seseorang saat ini yakni antara lain adalah tingkat pengetahuan awal atau pengetahuan prasarat itu telah dikuasai. Berdasarkan teori itu dikembangkanlah pembelajaran interaktif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit bila mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya. 204 3). Teori Bruner Teori tentang belajar dinyatakan oleh Bruner dalam Arends, (2007 : 46). "Belajar adalah menyangkut tiga proses yang berlangsung hampir bersamaan. yakni : a) memperoleh informasi baru, b) tranformasi pengetahuan, c) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan, pembelajaran ini disebut penemuan (discovery learning) " Jadi siswa akan memperoleh pengetahuannya sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif, dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik . Pendapat Bruner tentang belajar sangat sesuai dengan salah satu keunggulan pembelajaran berbasis masalah yaitu siswa akan memperoleh pengetahuan yang bermakna. Dalam belajar siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, bila masalah itu telah dipisahkan, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna. Dalam pembelajaran berbasis masalah ini siswa melakukan tugas berupa proyek-proyek biologi ataupun berupa resitasi masalah biologi maka siswa akan melakukan pembelajaran secara penemuan . Siswa mengolah apa yang diketahuinya itu kepada satu corak dalam keadaan baru. Sesuai dengan teori Bruner, bahwa belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Maka dalam pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini, siswa SMA akan mengalami mencari masalah melalui penyelidikan dan penemuan serta cara pemecahannya dibutuhkan adanya aktivitas, pemeliharaan dan pengarahan. Artinya bahwa kegiatan belajar akan berjalan baik dan kreatif jika siswa dapat menemukan sendiri suatu aturan atau kesimpulan tertentu. Dengan perkataan lain, anak 205 dibimbing dalam memahami sesuatu dari yang paling khusus (deduktif) menuju yang paling kompleks (induktif), bukannya konsep yang lebih dahulu diajarkan, akan tetapi contoh-contoh kongkrit dari kejujuran itu sendiri. Dengan pembelajaran berbasis masalah ini diharapkan pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan bertahan lama, dan mempunyai efek transfer yang lebih baik. Belajar penemuan meningkatkan penalaran dan kemampuan berfikir secara bebas dan melatih keterampilan-keterampilan kognitif untuk menemukan dan memecahkan masalah. Dengan mempertimbangkan kelebihan pembelajaran berbasis masalah maka perlu menerapkan pembelajaran ini untuk mengatasi masalah kelemahan pembelajaran biologi di SMA Negeri 3 Klaten 4).Teori John Dewey Pembelajaran berbasis masalah memiliki akar intelektual dalam hasil karya John Dewey. Beliau menghasilkan karya Democracy and Education ( 1916) yang didalamnya mendeskripsikan pandangan tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin masyarakat yang lebih besar dan kelas yang menjadi laboratorium untuk penyelidikan dan mengatasi masalah kehidupan nyata. Paedagogi John Dewey mendorong guru untuk melibatkan siswa di berbagai proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki berbagai masalah sosial dan intelektual penting . John Dewey dalam Arends, (2007 : 46) mengatakan "bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya memiliki maksud yang jelas ( Purposeful) yang mendorong siswa untuk mengadakan penyelidikan dengan kelompok-kelompok kecil sesuai minat mereka." Dalam penelitian ini pembelajaran dilakukan dengan metode proyek, siswa melaksanakan proyek 206 secara berkelompok ( tiga orang) dan melakukan penyelidikan sesuai minat mereka. Misalnya pada pembelajaran materi biologi plantae, akan dipelajari tentang tanaman paku-pakuan (Pterydophyta), maka guru memulai pelajaran dengan memberikan beberapa masalah yang berhubungan dengan tanaman pakupakuan, misalnya apakah tanaman paku-pakuan dapat hidup di sembarang tempat ?. Siswa dapat memilih salah satu atau lebih masalah, kemudian bersama kelompoknya mulai mengadakan penyelidikan di tempat-tempat yang sesuai minat mereka. Penyelidikan tanaman paku-pakuan dapat dilakukan di kebun sekolah, sawah, halaman rumah siswa, perpustakaan, laboratorium biologi yang disesuaikan dengan masalah yang telah di pilih. 2. Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) memiliki ciri: menekankan pada pemecahan masalah, menyadari kebutuhan akan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi dalam berbagai konteks seperti di rumah, masyarakat, dan pekerjaan, mengajar siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri sehingga mereka menjadi pembelajar mandiri, mengkaitkan pengajaran pada konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda, mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman dan belajar bersama, menerapkan penilaian autentik dan menyenangkan. Dalam pembelajaran sains khususnya biologi sangatlah penting menerapkan pembelajaran berbasis masalah, karena strategi ini selain inovatif juga mendorong siswa bersikap memproyeksikan diri sendiri ke masa depan Hal ini sesuai pendapat Kusnandar (2007:323), bahwa "di dalam suatu pembelajaran, pemecahan 207 masalah dipandang oleh beberapa ahli sebagai tipe yang tertinggi dari belajar, karena respons tidak bergantung hanya pada asosiasi masa lalu dan pengkondisian, tetapi bergantung pada kemampuan manipulasi ide-ide yang abstrak " Dengan demikian, siswa dapat menggunakan aspek-aspek dan perubahan dari belajar terdahulu dengan cara melihat perbedaan-perbedaan yang kecil, dan memproyeksikan diri sendiri ke masa yang akan datang. Di dalam memecahkan masalah membutuhkan kreasi, dan bukan pengulangan a. Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah Banyak variasi pengembangan pembelajaran berbasis masalah, tetapi pada umumnya memiliki kesamaan ciri seperti dijelaskan oleh Krajcik, dan kawan-kawan dengan Cognition dan Technology Group at Vanderbilt, 1990 dalam Arends (1997 : 157 ) sebagai berikut : 1) Pembelajaran berdasarkan pertanyaan atau masalah.bukan hanya mengorganisasi prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu tetapi mengorganisasi pelajaran di sekitar pertanyaan atau masalah kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi siswa. Mereka memberikan situasi kehidupan yang asli (autentik), menghindari jawaban yang sederhana dan memungkinkan berbagai solusi pemecahan masalah 2) Fokus interdisiplin ilmu (berfokus kepada interdisiplin ilmu yang berkaitan): meskipun pembelajaran berbasis masalah berpusat pada mata pelajaran tertentu tetapi pemecahan masalah dapat ditinjau dari berbagai ilmu pengetahuan, sebagai contoh, masalah polusi di suatu daerah dapat dicari solusi 208 dari mata pelajaran lain seperti biologi, ekonomi, sosiologi, kepariwisataan, dan pemerintahan. 3) Penyelidikan autentik, pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan masalah pemeriksaan / penyelidikan autentik yang mencari pemecahan nyata terhadap masalah. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisa informasi, melakukan percobaan dan menarik kesimpulan. investigasi memakai metode tergantung pada masalah sedang dipelajari. 4) Produk/ artefak dan pameran pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa membangun produk dalam karya nyata misalnya berwujud karya seni hal itu menggambarkan/menjelaskan atau mempresentasikan pemecahan masalah mereka. Produk dapat tiruan bisa jadi laporan, contoh fisik misalnya video, atau program komputer. 5) Kerja sama ( kolaborasi ). Pembelajaran berbasis masalah ditandai adanya kerjasama siswa satu sama lain biasanya berdua-dua atau kelompok kecil. bekerja bersama saling memberi motivasi untuk melakukan tugas gabungan dan memperbesar kesempatan untuk berbagi keterangan , pengembangan berpikir dan keahlian sosial (Arends, 1997 :157-158). b. Sintaks pembelajaran berbasis masalah Dalam pembelajaran berbasis masalah siswa mengalami suatu proses belajar dengan memecahkan masalah secara aktif melalui tahap-tahap yang tersruktur, dan pada akhir pelajaran siswa diharapkan menghasilkan suatu 209 produk tertentu. Hal ini dinyatakan oleh Arends (1997 : 161) dalam bentuk sintaks. pembelajaran berbasis masalah. pembelajaran berbasis masalah tercantum dalam tabel di bawah ini. Tabel 1. Sintaks pembelajaran berbasis masalah : Tahap-tahap Kegiatan guru Tahap 1. Orientasi siswa 1.Menjelaskan.tujuan pembelajaran dalam bentuk kepada masalah. masalah, menjelaskan perangkat yang diperlukan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas untuk mendapatkan masalah. Tahap 2. Mengorganisasi 2. Membantu siswa mengorganisasikan tugas yang siswa untuk belajar berhubungan dengan masalah , misalnya, membentuk kelompok, mendesain penelitiannya, merancang percobaan, mengumpulkan alat dan bahan. Tahap 3. Membimbing 3.Mendorong penyelidikan individual sesuai siswa masalah eksperimen mengumpulkan yang untuk dipilih, mendapatkan informasi melaksanakan penjelasan, pemecahan masalah dan melakukan pengamatan agar memperoleh data Tahap 4. Membimbing 4. Membantu siswa mengorganisasikan data dalam analisis data tabel, menganalisis data dan meyusun kesimpulan Tahap 5. Membimbing 5. Membimbing siswa dalam merencanakan dan Membangun dan mempersiapkan hasil karya seperti laporan, video menyajikan hasil karya dan model-model dan membantu para siswa berbagi tugas dengan temannya. Tahap 6 Menganalisis 6. Membantu siswa melakukan refleksi dan evaluasi dan mengevaluasi proses terhadap penyelidikan mereka pemecahan masalah 210 Dari tabel di atas tampak bahwa para siswa pada fase ke lima menghasilkan suatu produk, yang pada akhir proses akan di evaluasi dan direfleksi. Melalui pembelajaran ini akan dihasilkan generasi yang berbudi luhur bukan generasi individualis, karena siswa akan melakukan interaksi dengan siswa lain, guru dan lingkungan di sekitar siswa belajar. Dengan pembelajaran berbasis masalah siswa akan berbagi dengan siswa lain, selain berlatih keterampilan berpikir juga akan berlatih keterampilan sosial . Sesuai dengan pendapat Ibrahim dan Nur (2004)"Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir" Pembelajaran berbasis masalah dalam penelitian ini, siswa mengerjakan tugas dalam proyek maupun resitasi secara kelompok. Mereka bekerja melakukan perencanaan, percobaan-percobaan dan diskusi kelompok dan bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri hingga menghasilkan suatu produk 3. Metode proyek Metode proyek merupakan suatu teknik instruksional yang melibatkan penggunaan alat dan bahan yang diusahakan oleh siswa secara perorangan atau kelompok kecil siswa, untuk mencari jawaban terhadap suatu masalah dengan 211 perpaduan teori-teori dari berbagai bidang studi.(Dahar, R.W, 1986: 16 ).Dalam pelaksanaan proyek biologi plantae, para siswa secara berkelompok merencanakan dan melakukan penelitian di lapangan dan laboratorium yang melibatkan penggunaan alat dan bahan untuk mencari jawaban terhadap suatu masalah. Selain itu mereka melakukan kajian teori melalui beberapa buku biologi, melakukan diskusi dan menyusun laporan. Metode proyek juga memiliki ciri pengajaran berbasis masalah, salah satu diantaranya adalah didahului dengan menentukan masalah seperti pendapat Rooijakkers (1991: 90) "bahwa pengajar terlebih dahulu menentukan suatu pokok masalah kemudian murid mengerjakannya. Disitu pengajar bertindak sebagai pengawas, sedangkan murid harus mencari hal yang dapat mereka ketahui dari pokok masalah itu. Secara bersama- sama murid menyusun tata kerja yang diperlukan, mencari sumber-sumber keterangan, membagi tugas dan mengerjakannya" Jadi suatu proyek dapat dilakukan dengan urutan langkah sebagai berikut: diawali dengan pengajar mengajukan sejumlah masalah yang harus dipecahkan melalui kerja proyek, sebelum pembentukan kelompok setiap siswa dapat mententukan pokok masalah, misalnya dengan dasar minat siswa. Selanjutnya siswa membentuk kelompok kecil, berdiskusi menentukan langkah penyelesaian masalah. Bersama dengan kelompoknya, siswa menyusun cara kerja dalam proyeknya. Selain hal itu siswa mencari sumber berupa buku-buku tertentu yang diperlukan. atau menggunakan teknologi komunikasi (misalnya : internet). Setelah menyiapkan alat, mereka mengadakan penyelidikan dan 212 mengumpulkan segala hal yang dipandang penting bagi masalah tersebut. Setelah proyek dilaksanakan siswa menyusun laporan tertulis dan melakukan publikasi dari hasil penyelesaian masalah, misalnya disampaikan dalam suatu wawancara atau mengadakan pameran., majalah dinding ataupun acara tanya jawab di kelas mereka. Untuk menimbulkan minat siswa dalam mengerjakan proyek dapat dilakukan usaha antara lain mengundang sukarelawan di antara siswa untuk mengerjakan suatu proyek, dengan harapan siswa lain akan tertarik untuk melakukan hal-hal yang sama, memperlihatkan kepada siswa contoh-contoh hasil proyek dari siswa angkatan sebelumnya pada awal tahun ajaran serta membentuk kelompok karya ilmiah remaja di sekolah. Penyelesaian suatu proyek memerlukan waktu cukup banyak, oleh karena itu untuk menerapkan metode proyek ini guru perlu mencari cara untuk memanfaatkan waktu luang siswa secara bijaksana, misalnya pada saat menjelang libur antar semester. Bentuk dan garis besar laporan suatu proyek dapat ditentukan sendiri oleh siswa misalnya berdasarkan modifikasi dari kerangka laporan berikut yang tata penulisannya mencakup antara lain: judul, pendahuluan, materi, metode dan hasil penelitian, hasil diskusi atau pembahasan dan kesimpulan. Laporan akan lebih baik bila disertakan lampiran berupa bukti pendukung dan alasan yang mendasari kesimpulan serta saran untuk penelitian lebih lanjut Guna mengembangkan keterampilan berkomunikasi siswa, maka hasil dari proyek ini perlu dikemukakan dengan berbagai cara, antara lain dengan 213 menyelenggarakan pameran biologi., mempresentasikan di depan teman-teman sekelas. Atau dapat pula mendemontrasikan hasil proyek di depan teman-teman bila ada kesempatan dapat pula mempublikasikan dalam majalah ilmiah. atau mengikutsertakan hasil proyek pada lomba karya ilmiah. Untuk memperoleh penghargaan setempat dan secara langsung, maka hasil proyek siswa perlu dievaluasi guru Penerapan metode proyek dapat mendorong tumbuhnya kreativitas bagi sebagian besar siswa sehingga mampu meraih suatu prestasi pada perlombaan ataupun pameran. Hal ini sesuai dengan pendapat Dahar, R.W. (1986 ), sebagai berikut "Pada siswa yang kreatif biasanya dihasilkan karya yang baru dan asli, bahkan mungkin saja memberikan sumbangan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Keberhasilan karya siswa dalam suatu proyek yang dibuatnya sendiri, memberikan kepada siswa suatu kebanggaan tersendiri dan menaikkan rasa percaya diri" Ini berarti kebanggaan akibat prestasi yang baik ini akan mendorong siswa untuk melangkah lebih maju dalam proyek berikutnya, sehingga secara tak langsung ia telah berhasil mengembangkan konsep-konsep yang dimilikinya dari berbagai bidang studi yang telah dipelajarinya. Rasa bangga ini akan lebih dikukuhkan apabila hasil karya siswa dalam proyek ini dipublikasikan. Melalui metode proyek siswa dapat bertindak lebih leluasa dan dapat menyalurkan bakatnya masing-masing secara mandiri, tanpa mendapat rintangan untuk melakukan hal yang sama dengan temantemannya se kelas. 214 Dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru sebaiknya telah menyusun persiapan mengajar yang dituangkan dalam bentuk skenario pembelajaran. hal itu berarti guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode proyek memiliki keunggulan, .dapat memotivasi minat siswa dalam bidang IPA, mengembangkan keingintahuan ilmiah siswa , mengembangkan teknik pamecahan masalah, memajukan pemikiran mandiri siswa dan pola berpikir kritis, mengembangkan apresiasi siswa imtuk kerja ilmiah sehingga prinsip ilmiah lebih berarti, menolong pengembangan setiap individu semaksimal mungkin dan menumbuhkan rasa percaya diri. Selain melatih siswa mengembangkan teknik pamecahan masalah, melalui metode proyek, guru memberikan kesempatan siswa untuk mengembangkan pola berpikir kritis oleh karena itu sebaiknya dalam melaksanakan proyek guru tidak terlalu dominan, pemberian bimbingan perlu dibatasi, sehingg kreativitas siswa lebih berkembang Metode pemecahan masalah haruslah ditentukan oleh siswa sendiri tanpa rintangan dari guru. 215 4. Metode penugasan (resitasi ) Salah satu kendala dalam melaksanakan kurikulum KTSP adalah banyaknya materi pelajaran, tetapi waktu yang tersedia kurang. Untuk mengatasi masalah ini selain menggunakan metode proyek dapat dilaksanakan metode resitasi Dengan ini siswa secara aktif belajar dan merasa terdorong untuk meningkatkan belajar yang lebih baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab sendiri, hal itu diharapkan mampu menyadarkan siswa untuk selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya; dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang berguna dan konstruktif. Pengertian tugas dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah:"sesuatu yang wajib dikerjakan atau dilakukan, pekerjaan yang menjadi tanggung jawab seseorang. Sedang penugasan berarti pemberian tugas (kepada); roses, perbuatan, cara menugasi atau menugaskan." Moeliono, ( 2004 ) Jadi penugasan berarti suatu proses atau cara yang dilakukan guru pada saat proses pembelajaran kepada siswa sehingga siswa memiliki sesuatu yang wajib yang harus dilakukan, baik secara individual maupun secara kelompok Agar metode penugasan dapat berlangsung secara efektif, Mulyasa, E. (2008: 113) berpendapat: "Para guru perlu memperhatikan langkahlangkah sebagai berikut.:tugas harus direncanakan secara jelas dan sistematis, terutama tujuan penugasan dan cara pengerjaannya. Sebaiknya tujuan penugasan dikomunikasikan kepada peserta didik agar tahu arah tugas yang dikerjakan., tugas yang diberikan harus dapat dipahami peserta didik "Tugastugas dalam pembelajaran resitasi dapat dikerjakan secara kelompok, tiga 216 hingga lima orang. Apabila tugas tersebut berupa tugas kelompok, perlu diupayakan agar seluruh anggota kelompok dapat terlibat secara aktif dalam proses penyelesaian tugas tersebut oleh karena itu perlu memperhatikan halhal antara lain : perlu diupayakan guru memantau penyelesaian tugas yang dikerjakan oleh peserta didik. sambil memberikan motivasi dan bimbingan terutama bagi peserta didik yang mendapat kesulitan dalam penyelesaian tugas tersebut. Memberikan penilaian secara proporsional terhadap yang dikerjakan peserta didik. Penilaian sebaiknya tidak hanya menitikberatkan pada perlu dipertimbangkan pula bagaimana proses penyelesaian tugas tersebut. Mulyasa, E. ( 2008: 114) Pada pembelajaran biologi perlu diterapkan metode resitasi, karena selain mendorong keaktifan, kerja sama dan banyak melalui langkah pembentukan konsep secara ilmiah. Melalui metode ini siswa akan mengalami proses ″menkonstruksi″ bukan ″menerima″ pengetahuan. Karena siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar, Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode penugasan juga memiliki esensi pembelajaran berbasis masalah. Karena dalam penugasan ini siswa akan melakukan berbagai aktivitas baik sendiri maupun dengan kelompoknya yang menghasilkan suatu produk dipertanggungjawabkan. Dengan metode resitasi siswa yang harus melaksanakan tugas secara belajar aktif; merasa terdorong untuk meningkatkan belajar lebih baik, memupuk inisiatif dan berani bertanggung jawab secara mandiri. Resitasi diterapkan dalam pembelajaran biologi, karena diharapkan mampu menyadarkan 217 siswa untuk selalu memanfaatkan waktu senggangnya untuk hal-hal yang menunjang belajarnya; dengan mengisi kegiatan-kegiatan yang berguna dan konstruktif. Dengan melaksanakan metode ini, berarti guru menerapkan pembelajaran dengan penilaian autentik. Bila telah selesai melaksanakan atau mempelajari tugas, maka siswa harus membuat laporan (fase resitasi). Alat evaluasi harus sudah disiapkan oleh guru, agar dapat menilai hasil kerja siswa dan dapat memberi gambaran yang obyektif mengenai usaha siswa dalam melaksanakan tugas. Evaluasi ini penting untuk siswa karena dapat menumbuhkan semangat kerja yang lebih baik dan meningkatkan hasrat belajar. Dengan metode resitasi ini siswa mempunyai kesempatan untuk saling membandingkan dengan hasil pekerjaan orang lain, dapat mempelajari dan mendalami hasil uraian orang lain. Dengan demikian akan memperluas; memperkaya dan memperdalam pengetahuan, serta pengalaman siswa. Masalah tugas yang dilaksanakan oleh siswa dapat dilakukan di dalam kelas; halaman sekolah; di laboratorium perpustakaan, di rumah siswa, atau dimana saja. Dari kajian teori di atas dapat disarikan bahwa metode resitasi memiliki kebaikan antara lain siswa mendalami dan mengalami sendiri pengetahuan yang dicarinya, sehingga pengetahuan itu akan tinggal lama di dalam jiwanya. Apalagi dalam melaksanakan tugas ditunjang dengan minat dan perhatian siswa, serta kejelasan tujuan mereka bekerja. Pada kesempatan ini siswa juga dapat mengembangkan daya berpikirnya, daya inisiatif, daya kreatif, tanggung jawab dan melatih berdiri sendiri. 218 Pemberian tugas kepada siswa biasanya digunakan dengan tujuan agar siswa memiliki hasil belajar yang lebih baik, karena siswa melaksanakan latihanlatihan selama melakukan tugas, sehingga pengalaman siswa dalam mempelajari sesuatu dapat lebih terintegrasi. Hal itu terjadi disebabkan siswa mendalami situasi atau pengalaman yang berbeda, waktu menghadapi masalah-masalah baru. Di samping itu untuk memperoleh pengetahuan dengan melaksanakan tugas akan memperluas dan memperkaya pengetahuan serta ketrampilan siswa di sekolah, melalui kegiatan-kegiatan di luar sekolah itu. Untuk hal itu guru perlu memikirkan langkah-langkah yang tepat seperti: 1) Merumuskan tujuan khusus dari tugas yang diberikan. 2). Pertimbangkan betul-betul apakah pemilihan metode resitasi itu sudah tepat dan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan. 3) Perlu dirumuskan tugas-tugas dengan jelas dan mudah dimengerti Penggunaan metode proyek dan penugasan sesuai untuk pembelajaran biologi, berguna mengkedepankan untuk aktivitas siswa berlatih siswa, sesuai memecahkan dengan masalah pendapat dan Hamalik,O (2008:172)."Dalam kemajuan metodologi dewasa ini asas aktivitas lebih ditonjolkan melalui suatu program unit activity, sehingga kegiatan belajar siswa menjadi dasar untuk mencapai tujuan dan hasil belajar yang lebih memadai" Pembelajaran dengan metode proyek maupun resitasi dalam mata pelajaran biologi juga mengutamakan program unit activity, karena segala sesuatu proses merupakan aktivitas kelompok. 219 5. Kreativitas a. Arti Kreativitas Definisi tentang kreativitas begitu banyak namun tidak ada satu definisipun yang diterima secara universal. Salah satu definisi yang disajikan berikut ini adalah kreativitas menurut Munandar, U. (2004: 45): "Kreativitas adalah ungkapan yang disampaikan (ekspresi) dari keunikan individu dalam interaksi dengan lingkungannya" Demikian pula pada pembelajaran biologi dengan metode proyek, bahwa individu pebelajar akan melakukan aktivitas di lingkungan sekolah dan juga di laboratorium dengan cara berbeda satu dengan llainnya. Pada proses penyelesaian masalah mereka secara individu sebelumnya memiliki pengalaman yang berbeda ,sehingga ketika menjumpai obyek penelitian yang merupakan hal yang baru maka mereka akan berinteraksi dengan cara berbeda . Perbedaan individu akan terlihat dalam cara mengorganisir data, menulis laporan juga cara mengkomunikasikan hasil bekerja mereka Penelitian Munandar, U (2004) menunjukkan: "kreativitas sama absahnya seperti intelegensi sebagai prediktor dari prestasi sekolah. Apabila efek intelegensi dieleminasi maka hubungan antara kreativitas dengan prestasi sekolah tetap substansial yang terpusat pada ide-ide, menguji hipotesis, memodifikasi dan menguji kembali serta mengkomunikasikan hasilnya" Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan manusia untuk menghasilkan atau menciptakan gagasan dan yang tercermin dalam orisinilitas yang khas bagi setiap individu dalam berpikir serta 220 kemampuan untuk mengembangkan, memperkaya suatu gagasan atau dapat digunakan untuk mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan. Dalam pembelajaran biologi plantae, siswa secara berkelompok mempelajari tumbuhan berbiji. Berdasarkan pengalaman mengajar peneliti sebagai guru biologi, pada saat menyusun laporan tentang tumbuhan berbiji akan tampak berbagai variasi laporan, baik dalam mengorganisir data, narasi, maupun dalam penarikan kesimpulan. Bahkan ada yang mampu mencoba menulis suatu jenis tanaman secara lebih mendalam , tentang salah satu jenis tanaman serta manfaatnya bagi masyarakat. Dengan melihat gejala tersebut tampak bahwa sesudah mengalami belajar secara langsung, siswa mampu menyerap fakta yang ada, memproses, memodifikasi dan menguji kembali serta mengkomunikasikan hasilnya dalam bentuk gagasan baru. Hal tersebut tentu memerlukan intelegensia ataupun kreativitas siswa. b. Sikap Kreatif Sehubungan dengan pengembangan kreativitas siswa, Munandar, U ( 2004: 11), menyatakan: "sebaiknya tidak hanya memperhatikan pengembangan berpikir kreatif tetapi juga pemupukan sikap dan ciri-ciri kepribadian kreatif" Penyusunan skala sikap kreatif telah dilakukan oleh Munandar, U (1977). Skala tersebut terdiri dari 32 butir dan delapan diantaranya diadaptasi dari “Creative Attitude Survey“ yang disusun oleh Schaefer dalam Munandar, U (2004: 70 ).dan dioperasionalisasi sebagai berikut "keterbukaan terhadap pengalaman baru, kelenturan dalam berpikir, kebebasan dalam ungkapan diri, menghargai fantasi, minat terhadap 221 kegiatan kreatif, kepercayaan terhadap gagasan sendiri dan kemandirian dalam memberi pertimbangan." Skala sikap kreatif dapat disusun menjadi suatu daftar pertanyaan dan dapat digunakan sebagai alat ukur dalam bentuk angket berdasarkan indikator-indikator pada skala sikap kreatif tersebut, misalnya antara lain tentang kemandirian, tidak takut pada suatu resiko, rasa ingin tahu. c. Ciri-ciri Kreativitas Masing-masing individu memiliki tingkat kreativitas yang berbeda. Adapun ciri-ciri kreativitas menurut Munandar, U ( 2004 : 71) adalah sebagai berikut: "Terdapat rasa ingin tahu yang luas dan mendalam, sering mengajukan pertanyaan yang baik , memberi masukan banyak gagasan terhadap suatu masalah , bebas dalam menyatakan pendapat, mempunyai rasa keindahan dalam, menonjol dalam salah satu bidang seni, mampu melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang , mempunyai rasa humor yang luas mempunyai daya imajinasi, orisinal dalam ungkapan gagasan dan dalam pemecahan masalah" Siswa yang memiliki ciri-ciri kreativitas, akan sangat baik bila mengalami pembelajaran biologi dengan metode proyek maupun resitasi. Karena dalam resitasi maupun proyek, siswa akan melakukan berbagai aktivitas baik sendiri maupun dengan kelompoknya yang menghasilkan suatu produk yang harus dipertanggungjawabkan. Agar dapat menyelesaikan tugas-tugas biologi dengan baik diperlukan daya imajinasi, rasa humor yang luas, mampu memberi masukan dalam diskusi kelompok dan juga diperlukan rasa seni yang baik. Dari beberapa pendapat di atas dapat kami simpulkan bahwa kreativitas dapat dipandang dari segi : produk, yakni kemampuan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dilihat dari segi proses kreativitas adalah aktivitas yang 222 dilakukan seseorang karena adanya kegiatan mental intelektual dalam kognitif seseorang. Dari kondisi lingkungan kreativitas terbentuk, karena dorongan lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat dan budaya. d. Ciri-ciri Siswa Kreatif Biasanya orang yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat yang luas, memiliki kegembiraan dan menyukai aktivitas yang kreatif. Dengan memiliki kemampuan kreatif, siswa tidak hanya menerima informasi dari guru, namun siswa akan berusaha mencari dan memberikan informasi dalam proses pembelajaran. Siswa yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin mencoba-coba, berpetualang, suka bermain dan intuitif. Kemampuan kreatif akan akan mendorong siswa merasa memiliki harga diri, kebanggaan dan kehidupan yang lebih sehat. e. Alat Ukur Kreativitas Untuk mengetahui tingkat kreativitas siswa dilakukan dengan menggunakan tes kreativitas verbal. Tes ini bcrlandaskan pada struktur intelek dari Guliford terdiri dari enam sub tes yang semuanya mengukur operasi berpikir divergen, dengan dimensi konten verbal. berpikir. Tentang tes kreativitas Guliford dalam Munandar, U (1997), menyatakan kreativitas atau berpikir kreatif secara operasional tercermin dari kelancaran, fleksibilitas dan orisinalitas dalam ke enam sub tes kreativitas verbal ialah : permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macammacam penggunaan dan apa akibatnya " Karena dalam penelitian ini ingin mengetahui hubungan antara kreativitas dengan prestasi belajar biologi, maka 223 sebelum penelitian perlu disusun suatu alat ukur yang mengacu pada tes kreativitas dari Guliford. Untuk menyusun alat ukur kreativitas dapat digunakan angket yang tetap menggunakan indikator-indikator yang mencerminkan tes dari Guliford, misalnya tentang permulaan kata, menyusun kata, membentuk kalimat tiga kata, sifat-sifat yang sama, macam-macam penggunaan dan apa akibatnya. f. Pengaruh Kreativitas Kreativitas memungkinkan penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi, serta dalam semua bidang usaha manusia lainnya. Torrance dan Yamamoto (1964) dalam Munandar, U (1995) berdasar studinya masing-masing sampai pada kesimpulan yang sama, yaitu : “ kelompok siswa yang kreativitasnya tinggi tidak berbeda dengan prestasi sekolah dari kelompok siswa yang intelegensinya relatif lebih tinggi". Torrance dalam Munandar, U, (2004:9) mengajukan hipotesis bahwa "daya imajinasi, rasa ingin tahu dan orisinalitas dari subyek yang kreativitasnya tinggi dapat mengimbangi kekurangannya daya ingat dan faktor-faktor lain yang biasanya diukur dalam tes intelegensi tradisional" Jadi siswa yang bila diukur dengan tes intelegensi tradisional ternyata tergolong berintelegensia rendah, tetapi kreativitasnya tinggi maka kekurangannya tersebut akan diimbangi sehingga siswa tersebut tetap dapat berprestasi tinggi Kreativitas merupakan salah satu kemampuan yang perlu ditumbuhkan di dalam kelas dan perlu dikembangkan kreativitas dalam semua segi. Untuk menumbuhkan iklim atau suasana kreatif didalam pelajaran biologi yang memungkinkan siswa untuk membuka dirinya, merasa bebas dan aman untuk 224 mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Guru perlu melakukan pemanasan seperti dilakukan seseorang sebelum berenang. Pemanasan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terbuka mengajukan suatu masalah biologi yang dapat diambil dari kehidupan di sekitar siswa, yang mendorong ungkapan pikiran dan perasaan. Dengan demikian pelajaran biologi akan memberikan suatu tantangan, pengalaman baru yang dapat mendorong kreativitas siswa 6. Konsep diri (Self Concept ) Tulisan tentang konsep diri (Self Concept ) diungkapkan William James (1890), dalam Louis Cohen (1978 : 96) tentang "bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan nilai apa yang dipilih untuknya (harga diri) menjadi hal yang penting dalam menentukan tujuan-tujuan yang akan dicapai oleh seseorang , sikap yang dipilih, tingkah laku yang ditunjukkan, dan respon yang dibuat untuk orang lain" Perkembangan konsep diri juga dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman sekolah. Pentingnya pengaruh sekolah ditunjukkan dalam penelitian yang telah dilakukan, penelitian terfokus pada ruang-ruang kelas sebagai sistem sosial. Penelitian ini telah dicari untuk mengelompokkan dan mengukur tipe dan kualitas interaksi guru – murid dan murid – murid dalam susunan ruang kelas. Menurut pendapat Louis Cohen (1978 : 96) "Bagi guru yang moderen, gambaran jelas tentang konsep diri anak menjadi bagian penting untuk pengetahuan profesionalnya dan juga penilaiannya untuk potesi intelektual dan kemajuan akademis anak". Pada pembelajaran berbasis masalah, guru perlu mengetahui tingkatan konsep diri siswa, karena guru dapat membuat perencanaan yang 225 menyesuaikan tentang materi, metode, media serta alat penilaiannya, sehingga siswa yang memiliki konsep diri berbeda akan mendapatkan pengetahuan sama baiknya. a. Hakikat Konsep Diri Konsep diri merupakan gambaran diri yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan ( Hendriati Agustiani, 2006: 138 ). Dalam bukunya Communicate, Rudolph (1984:25) dalam Sobur ( 2003:506 ) mendefinisikan "konsep diri sebagai kumpulan persepsi dari setiap aspek yang dimiliki, meliputi penampilan, fisik, kemampuan mental, kemampuan vokasional ukuran, kekuatan" Jadi seseorang yang sadar tentang konsep dirinya dapat mengetahui ataupun mengukur dirinya secara fisik, mental , dan keberaniannya. Sehingga dalam suatu pembelajaran biologi, siswa dapat mengukur dirinya, kemampuannya maaupun kesanggupannya atas suatu masalah kemudian dapat mengambil keputusan, misalnya dalam memilih masalah, cara belajar, waktu belajar, atau bertanya kepada guru tentang hal-hal yang belum mereka mengerti. Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud konsep diri siswa adalah semua persepsi siswa terhadap gambaran dirinya yang berupa kumpulan aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial, dan aspek psikologis, dan juga tentang penampilan, kemampuan mental kemampuan vokasional, kekuatan yang didasarkan. pada pengalaman 226 dan interaksi siswa dengan lingkungannya. Karena diri tidaklah diam melainkan aktif, mengati, berfikir dan berkehendak. b. Dimensi – dimensi dalam konsep diri Fitts (1971) dalam Hendriati Agustiani ( 2006 ) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut : 1). Dimensi Internal Dimensi Internal atau disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang lakukan individu yakni penilaian yang dilakukan oleh dirinya sendiri berdasarkan dunia didalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk : a) Diri identitas (identity self ) Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan , “Siapakah saya ?“. Dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya, misalnya “Saya Ita“ saya seorang pelajar; saya seorang kakak, saya seorang pemain bulutangkis, saya seorang pesilat, saya seorang petinju, tinggi badan saya 170 cm.Dalam pelajaran biologi diharapkan siswa mengenal diri identitas, misalnya saya pelajar, saya seseorang yang menjadi anggota suatu kelompok proyek biologi, saya adalah seseorang yang harus bertanggung jawab pada suatu tugas biologi, dan seterusnya. Dengan siswa mengenal dirinya, tentu penyelesaian masalah dalam tugas-tugas pelajaran akan lebih baik hasilnya. 227 b). Diri pelaku (behavioral self) Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisi segala kesadaran mengenai "apa yang dilakukan oleh diri". Karena berkaitan erat dengan diri identitas.maka akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima baik diri sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. Bila seorang siswa telah mengenal diri identitas, misalnya ”saya bagian dari kelompok proyek biologi” maka ia akan menunjukkan keserasian dengan diri pelakunya yakni siswa akan bertanggung jawab ikut berusaha menyelesaikan tugas-tugas yang sedang atau akan dikerjakan kelompoknya c). Diri penerimaan/ Penilai (judging self ) Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri pelaku Selanjutnya penilaian ini lebih berperan dalam menentukan tindakan yang akan ditampilkannya. Menurut Sobur (2003:507), tentang penghargaan-diri (self-esteem), bagian ini meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan mengenai dirinya. Seseorang (misalnya : siswa) dapat mengetahui dirinya sebagai penilai menentukan seberapa jauh seseorang menerima dirinya. Seseorang yang yang memiliki kepuasan yang rendah akan menimbulkan harga diri (self esteem) yang rendah pula dan akan mengembangkan ketidakpercayaan yang mendasar pada dirinya. Sebaliknya bagi individu yang memiliki kepuasan diri yang tinggi , kesadaran dirinya 228 lebih realistis, sehingga lebih memungkinkan individu yang bersangkutan untuk melupakan kadaan dirinya dan memfokuskan energi serta perhatiannya ke luar diri dan akhirnya dapat berfungsi lebih konstruktif. Ketiga bagian internal ini mempunyai peranan yang berbeda-beda, namun saling melengkapi dan berinteraksi membentuk suatu diri yang utuh dan menyeluruh. 2). Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri yang berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama, dan sebagainya. Namun, dimensi yang dikemukakan oleh Fitts (1971) dalam Hendriati Agustiani (2006) adalah dimensi eksternal yang bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu: a). Diri Fisik (physical self) yang menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik. b). Diri etik-moral (moralethical self); merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dengan etika. nilai ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, c). Diri Pribadi (personal self), yang merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya.d). Diri Keluarga (family self), menunjukkan perasaan diri harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. e). Diri Sosial (social self), merupakan penilaian individu terhadap interaksi diri dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. 229 Pembentukan penilaian individu terhadap bagian-bagian dirinya dan dimensi eksternal ini dapat dipengaruhi oleh penilaian dan interaksi dengan orang lain. Seseorang tidak dapat begitu saja menilai bahwa memiliki fisik yang baik tanpa adanya reaksi dari orang lain yang memperlihatkan bahwa secara fisik ia memang menarik. Demikian seseorang tidak dapat mengatakan bahwa ia memiliki diri pribadi yang tanpa adanya tanggapan atau reaksi orang lain di sekitarnya yang menunjukkan bahwa ia memang memiliki pribadi yang baik. Pada konsep diri yang menyangkut diri sosial (Sobur, 2003:507 ) menyebutnya "sebagai kepantasan-diri (self Worth), misalnya, saya peramah, saya sangat pandai, dan sebagainya." Jadi penghargaan diri lebih merupakan suatu persepsi evaluasi publik daripada konsep diri. Pesan-pesan intern mengenai diri (dalam hal ini siswa), konsep diri dan penghargaan diri, dalam kadar yang besar mengarahkan siswa untuk merasakan diri dalam berhubungan dengan orang lain. Seluruh bagian diri ini, baik internal maupun eksternal, saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan yang utuh untuk menjelaskan hubungan antara mengemukakan dimensi suatu internal analogi dengan dan dimensi eksternal, mengumpamakan diri Fitts secara keseluruhan sebagai sebuah jeruk, yang dapat dipotong secara horizontal maupun vertikal. Potongan tampak berbeda daripada yang diperoleh dengan cara horisontal akan dipotong secara vertikal, walaupun keduanya merupakan bagian dari sebuah jeruk. 230 c. Hubungan antara konsep diri dan pengalaman diri Pembahasan tentang hubungan antara konsep diri dengan pengalaman, Fitts (1971) dalam Hendriati, (2006:139).menyatakan : "Konsep diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut: pengalaman , terutama pengalaman interpersonal yang memunculkan perasaan positip dan perasaan berharga.. Kompetensi dalam area yang dihargai oleh individu dan orang lain; Aktualisasi diri dan implementasi dari potensi pribadi yang sebenarnya . Selain hal itu konsep diri berpengaruh kuat terhadap tingkah laku seseorang". Dari pendapat Fitts di atas, dapat disimpulkan bahwa bila guru mengajarkan sesuatu materi kepada siswa, sebaiknya guru mengenali konsep diri siswa tersebut. Dengan mengetahui konsep diri seseorang siswa guru dapat meramalkan dan memahami tingkah laku individu siswa berkaitan dengan gagasan-gagasan tentang dirinya. Bila seorang siswa mempersepsikan dirinya sebagai orang yang inferior (memiliki suatu kekurangan) dibandingkan orang lain, walaupun hal itu belum tentu benar biasanya tingkah laku yang ditampilkan akan berhubungan dengan kekurangan yang menjadi persepsinya secara subyektif tersebut. Oleh karena hal tersebut dapat dipersiapkan tindakan (skenario ) pembelajaran yang sesuai dengan siswa tersebut. d. Proses Terbentuk Konsep Diri Konsep diri terbentuk dalam. waktu yang relatif lama, dari pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seorang dapat mengubah konsep diri. Menurut Sobur (2003 : 510), "apabila 231 tipe reaksi seperti ini sangat penting terjadi, atau jika reaksi ini muncul karena orang lain yang memiliki arti yaitu orang-orang yang kita nilai umpamanya orang tua, teman, dan lain-lain- reaksi ini mungkin berpengaruh terhadap konsep diri" Sebetulnya, konsep diri itu terbentuk berdasarkan persepsi seseorang tentang sikap orang lain terhadap dirinya. Pada seorang anak, ia mulai belajar berpikir dan merasakan,dirinya seperti apa yang telah ditentukan oleh orang lain dalam lingkungannya; misalnya, orang tuanya, gurunya, atau teman temannya, sehingga apabila seorang guru, mengatakan secara terus menerus pada seorang muridnya bahwa ia kurang mampu, lama kelamaan anak akan mempunyai konsep diri semacam itu. Pada dasarnya, pengembangan konsep diri merupakan proses yang relatif pasif. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa karena pengembangan konsep diri merupakan proses yang relatif pasif dan konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus menerus dan merupakan cerminan dari cara yang dilakukan oleh orang lain ( orang tuanya, guru, teman-teman dan lingkungannya dimana siswa tumbuh), maka dasar konsep diri individu harus ditanamkan sejak dini masa kehidupan anak dan masa berikutnya misalnya pada saat pembelajaran di sekolah dengan memberi contoh yang disajikan adalah hal yang baik karena akan menjadi dasar akan memepengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. 232 e. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri William Brooks (1971), dalam Sobur (2003) menyebutkan ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri seseorang, yaitu 1). Diri sendiri sebagai obyek (Self Appraisal - Viewing Self as an Object) Istilah ini menunjukkan suatu pandangan, yang menjadikan diri sendiri sebagai objek dalam komunikasi,.Apabila merasakan apa yang kita tidak sukai tentang diri kita, di sini kita berusaha untuk mengubahnya. Dan jika kita tidak mau mengubahnya, inilah awal dari konsep diri yang negatif terhadap diri kita sendiri 2). Reaksi dan respon orang lain (Reaction and Response of Others); konsep diri itu tidak saja berkembang melalui pandangan kita terhadap diri sendiri, namun juga berkembang dalam rangka interaksi kita dengan masyarakat. misalnya saja dalam berbagai perbincangan masalah sosial. 3). Peran ( Roles You Play - Role Taking) adalah bahwa peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi perilaku yang mesti dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu posisi 4). Kelompok rujukan (Reference Groups), adalah kelompok yang kita menjadi anggota di dalamnya. Jika kelompok ini kita anggap penting, dalam arti mereka dapat menilai dan bereaksi pada kita, hal ini akan menjadi kekuatan untuk menentukan konsep diri kita. Dengan pengalaman-pengalaman yang tersaji melalui kerja ilmiah pada tugas maupun proyek diharapkan konsep diri negatif tidak terjadi pada siswa. Karena dengan berbagai pengalaman kerja ilmiah termasuk adanya kerja 233 sama, tenggang rasa, berlaku jujur dan obyektif dan lainnya, maka pengalaman positip dijumpai siswa. Seperti pendapat Verdeber dalam Sobur (2003 :521), menyatakan tentang pentingnya pengalaman positip: "semakin besar pengalaman positif yang kita peroleh atau kita miliki, semakin positif konsep diri kita. Sebaliknya, semakin besar pengalaman negatif yang kita peroleh atau yang kita miliki, semakin negatif konsep diri kita". Metode proyek maupun resitasi dalam pelajaran biologi memberikan kesempatan kepada siswa memperoleh pengalam mengkonstruk pengetahuannya. Dengan bekerja langsung dalam dalam kelompok kecil siswa akan memupuk tenggang rasa, kerja sama, tanggung jawab, dan rasa kebersamaan dalam menyelesaikan tugas. Dengan demikian akan tumbuh konsep diri positip. f. Alat ukur konsep diri Ada beberapa instrumen yang dipergunakan dalam rangka mengukur konsep diri seseorang, diantaranya adalah : Skala konsep diri Lipsitt’s dan Harga diri (Self Esteem ), menurut Rosenberg. 1). Skala konsep diri Lipsitt’s (1958) dalam Cohen (1978 ). Skala konsep diri Lipsitt’s terdiri dari 22 jenis penjelasan sifat. Setiap sifat didahului oleh sebuah frasa dan setiap frasa diikuti oleh lima poin skala rating. Skala Lipsitt ini sesuai digunakan untuk anak-anak sekolah umum, dengan indikator- indikator seperti sebagai berikut : ramah gembira, menyenangkan, berani, jujur, dipercaya, bangga, Penilaian Skala Lipsitt meliputi kategori seperti 234 berikut: tidak sama sekali, tidak sering, kadang-kadang, sering, sering sekali Penilaian kebalikan untuk tiga sifat negatif : malas, cemburu, malu-malu. 2). Harga diri (Self Esteem ), menurut Rosenberg (1964) Pada nilai diri digunakan untuk siswa di sekolah-sekolah dengan pendidikan yang lebih tinggi. Pengukuran harga diri (Self Esteem), misalnya tentang: aku merasa aku adalah orang bernilai, paling tidak pada level yang sama dengan orang lain, aku condong merasa gagal, aku merasa tidak mempunyai banyak hal untuk dibanggakan. Dalam penelitian ini, akan diukur tingkatan konsep diri siswa yang meliputi sifat-sifat diri siswa seperti ramah gembira, menyenangkan, berani, jujur, dipercaya, bangga, dan juga tentang harga diri (Self Esteem) seperti skala konsep diri Lipsitt’s dan juga skala harga diri (Self Esteem ), menurut Rosenberg dalam hal pemilihan indikator-indikator. Kemudian disusun dalam bentuk angket yang dimodifikasi. Peneliti menggunakan alat ukur berupa angket karena variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui dimensi-dimensi yang diamati atau sering disebut konstruk( un-observed). Hal ini sesuai pendapat Ghazali,. (2006), bahwa pada penelitian di bidang ilmu sosial misalnya, psikologi, variabel-variabel penelitiannya dirumuskan sebagai sebuah variabel latent atau un-observed (sering juga disebut konstruk) yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dibentuk melalui dimensi-dimensi yang diamati.” 7. Prestasi Belajar Prestasi menurut Moeliono (1991 : 787 ). adalah: "Hasil yang telah dicapai ( dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya) Sedang prestasi akademis berarti hasil pelajaran yang telah diperoleh dari kegiatan belajar di 235 sekolah atau perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya di tentukan melalui pengukuran dan penilaian". Prestasi belajar yang berarti penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran , lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar biologi dalam penelitian ini yang penulis maksudkan adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan sebagai hasil belajar biologi yang dikembangkan oleh mata pelajaran biologi sesudah mengalami pembelajaran , ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai . Menurut Bloom dalam Arikunto,S. (2008: 17 ).bahwa "hasil belajar dibedakan menjadi tiga aspek yaitu ; kognitif, afektif, dan psikomotor. Penguasaan dalam aspek kognitif meliputi: kemampuan, mengetahui, menerapkan, menganalisa, mensintesis, menanggapi, meyakini, menyatukan. Aspek psikomotorik meliputi : kemampuan melakukan perbuatan yang cermat, akurat, teliti, benar dan baik " Atas dasar pendapat tersebut, prestasi dalam penelitian ini adalah hasil yang interaktif dalam pembelajaran biologi antara peserta didik dengan lingkungannya. Prestasi tersebut dapat diukur hasilnya, dengan menggunakan tes, yang sering disebut dangan tes prestasi meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Pengertian prestasi menurut kamus besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa "prestasi belajar lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru" Hal ini berarti, prestasi belajar dapat diukur ataupun diketahui bila guru sudah mengadakan penilaian atau dengan kata lain penilaian berfungsi sebagai pengukur 236 keberhasilan. Seperti pernyataan Arikunto, S. (2008: 11)bahwa "salah satu fungsi dari penilaian adalah dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan" Menurut Sudjana, N (2008:3), inti penilaian adalah "proses memberikan atau menentukan nilai kepada obyek tertentu berdasar suatu kriteria tertentu proses pemberian nilai tersebut dalam bentuk interpretasi yang diakhiri judgement." Interpretasi dan judgement merupakan tema penilaian yang mengimplikasikan adanya suatu perbandingan antara kriteria dan kenyataan dalam konteks situasi tertentu. Atas dasar penjelasan di atas, maka dalam kegiatan penilaian selalu ada objek / program, ada kriteria, dan ada interpretasi / judgement dan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil – hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Sejalan dengan pengertian–pengertian di atas Nana Sudjana (2008 : 4) berpendapat maka penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran, umpan balik bagi proses belajar mengajar sehingga dapat diadakan perbaikan dalam hal tujuan pembelajaran, strategi mengajar guru, kegiatan siswa dan faktor-faktor lainnya. Selain itu penilaian dapat dipakai sebagai dasar untuk menyusun laporan kemajuan belajar, kepada orang tua dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapai siswa. 8. Materi Pembelajaran Biologi. Materi Biologi SMA Kelas X Semester dua tentang manfaat keanekaragaman hayati khususnya materi Plantae yang diharapkan tuntas menurut silabus biologi kabupaten Klaten adalah Standar Kompetensi 237 mencakup memahami manfaat keanekaragaman hayati dan kompetensi dasar adalah mendeskripsikan ciri-ciri divisio dalam dunia tumbuhan dan peranannya bagi kelangsungan hidup di bumi .Materi yang termuat dalam kompetensi dasar adalah : Lumut (Briophyta), Paku-pakuan (Pteridophyta ) dan Tumbuhan berbiji (Spermatophyta) a. Briofita (Bryophyta) Hingga saat ini, tumbuhan nonvaskuler seperti, lumut daun, lumut hati dan lumut tanduk telah dikelompokkan bersama dalam satu divisi tunggal, Briofita (Bahasa Yunani bryon, “lumut”). Penggunaan nama ini secara informal masih tepat, karena ketiga kelompok tumbuhan ini memiliki banyak kesamaan karakteristik.Gametangium jantan, dikenal sebagai anteridium, menghasilkan sperma berflagela. Setiap gametangium betina atau arkegonium, menghasilkan satu telur (ovum). Sel telur tersebut dibuahi di dalam arkegonium dan zigot berkembang menjadi satu embrio di dalam selubung pelindung organ betina. Bahkan dengan embrio yang terlindungi, briofita tidak sepenuhnya terbebaskan dari habitat perairan nenek moyangnya. Pertama, tumbuhan briofita memerlukan air untuk berproduksi, spermanya, seperti sperma alga hijau memiliki flagela dan harus berenang dari anteredium ke arkegonium untuk membuahi sel telur.. Cara hidrasi tersebar membantu menjelaskan mengapa tempat lembab dan teduh merupakan habitat briofita yang paling umum.Briofita tidak memiliki jaringan yang diperkuat oleh lignin, yang diperlukan untuk menyokong tumbuhan tinggi di daratan. Meskipun briofita dapat merentang secara horisontal sebagai hamparan lumut diatas permukaan yang luas, briofita selalu memiliki profil yang 238 rendah, sebagai contoh perhatikan gambar lumut gambut. (Sphagnum squarrosum) yang dapat ditunjukkan dalam gambar 1, Sebagian besar tingginya hanya (1-2) cm, dan bahkan yang paling besarpun umumnya tingginya kurang dari 20 cm. Lumut gambut dapat kita jumpai di berbagai tempat di darat , seperti di hamparan tanah, di atas batu-batuan, di tembok bangunan rumah. lumut gambut Gambar 1. Hamparan lumut gambut (Sphagnum squarrosum) yang hidup di atas bebatuan ( Sumber :www.thebeautifulbritishcolumbia.com/.../Moss.htm ) Dalam siklus hidup suatu briofita misalnya lumut daun, kita melihat suatu contoh spesifik suatu pergiliran generasi haploid dan diploid. Agar lebih jelasnya kita bisa melihat sklus hidup lumut daun atau Moss yang tercantum pada gambar 2 . 239 Gambar 2. Siklus hidup lumut daun yang memperlihatkan suatu pergiliran generasi haploid dan diploid Moss ( Sumber : Campbell, 2003 : 161) Gametofit haploid merupakan generasi dominan pada lumut dan briofita lainnya. Sporofita umumnya lebih kecil dan hidupnya lebih pendek, ia bergantung pada gametofit untuk memiliki kebutuhan air dan zat hara Sporofit diploid menghasilkan spora haploid melalui pembelahan meiosis dalam suatu struktur 240 yang disebut sporangium. Spora yang sangat kecil yang terlindungi oleh sporopollenin, menyebar dan berkembang menjadi gametofit baru. Siklus hidup briofita berbeda dengan siklus hidup yang didominasi gametofit pada tumbuhan vaskuler, dimana sporofit diploid merupakan generasi yang dominan. Tiga divisi briofita adalah lumut daun (moss), lumut hati (liverwort) dan lumut tanduk (hornwort) 1) Lumut Daun atau Moss (Divisi Briofita) Briofita yang paling terkenal adalah lumut daun (Moss). Hamparan lumut memiliki sifat seperti karet busa yang memungkinkannya untuk menyerap dan menahan air. Masing-masing tumbuhan yang ada dalam hamparan tersebut melekat pada substrat dengan sel yang memanjang atau filamen seluler yang disebut rhizoid. Sebagian besar fotosintesis terjadi pada bagian atas tumbuhan, yang memiliki banyak tambahan seperti batang dan seperti daun. Akan tetapi batang, daun dan akar (rhizoid) lumut daun tidak homolog dengan struktur yang sama pada tumbuhan vaskuler. Akan tetapi bila tidak terlalu teliti kita melihat daun dari lumut daun ( Moss ) sangat mirip daun pada tanaman tingkat tinggi. Untuk lebih jelasnya morfologi lumut daun ( Moss ) diperlihatkan dalam gambar 3. 241 Gambar 3. lumut daun ( Moss) , merupakan contoh lumut yang termasuk Divisi Briofita (Sumber :www.thebeautifulbritishcolumbia.com/.../Moss.htm) 2). Lumut Hati atau liverwort (Divisi Hepatofita) Lumut hati (liverwort) merupakan tumbuhan yang kurang menyolok mata dibandingkan dengan lumut daun. Tubuh lumut hati dibagi menjadi 242 beberapa lobus, yang bentuknya pasti mengingatkan seseorang akan lobus hati pada hewan (wort artinya herba). Hutan tropis merupakan rumah bagi spesies lumut hati dengan keanekaragaman yang paling besar. Sebagai contoh adalah Marchantia termasuk lumut hati. yang ditunjukkan gambar 4. Gambar 4. Marchantia polymorpha. termasuk lumut hati Sumber :http://www.chilebosque.cl/moss/marchantia_polymorpha.html Siklus hidup lumut hati sangat mirip dengan siklus hidup lumut daun. Di dalam sporangia beberapa lumut hati sel-selnya berbentuk kumparan yang muncul dari kapsul ketika kapsul tersebut membuka, yang membantu menyebarkan spora. 243 Lumut hati juga dapat bereproduksi secara aseksual dari berkas sel-sel kecil yang disebut gemmae, terpelanting keluar dari mangkuk yang ada pada permukaan gametofit oleh tetesan hujan. Alat reproduksi aseksual tersebut berbentuk mangkuk, seperti tampak pada gambar 5 . gemmae Gambar 5, Mangkuk gemmae berfungsi dalam reproduksi aseksual lumut hati(Marchantia polymorpha) (Sumber :www.thebeautifulbritishcolumbia.com/.../Moss.htm) 3). Lumut Tanduk dan Hornwort (Divisi Anthoserofita) Lumut tanduk (hornwort) mirip dengan lumut hati, tetapi dibedakan melalui sporofitnya, yang membentuk kapsul memanjang yang tumbuh seperti 244 tanduk di hamparan gametofit yang menyerupai keset yang ditunjukkan dalam gambar 6. Sporofit Gambar 6. Anthoceros laevis merupakan contoh Lumut tanduk (hornwort) Sumber : Cindyharyono wordpres,comp/2009/januari [email protected] Bukti terbaru yang didasarkan pada urutan asam nukleat menunjukkan bahwa lumut tanduk, diantara semua briofita, adalah yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan tumbuhan vaskuler. Ketiga divisi briofita-lumut daun, lumut hati dan lumut tanduk-terus berhasil hidup di darat, bertahan hidup dan beradaptasi selama lebih dari 450 juta tahun. Bahkan sampai saat ini, lumut gambut ( Sphagnum), mungkin merupakan tumbuhan paling berlimpah di bumi. Dan paling tidak selama 50 juta tahun pertama sejak komunitas darat ada, kemungkinan briofitalah satu-satunya tumbuhan yang ada. Kemudian bentang 245 alam nulai berubah sekali lagi,dengan vegetasi yang profilnya lebih tinggi seiring berevolusinya tumbuhan vaskuler ( berpembuluh ). b. Asal mula tumbuhan vaskuler Seperti yang telah kita lihat, adaptasi briofita terhadap kehidupan darat meliputi gametangia, embrio, dan spora berdinding sporopollenin. Stomata juga dievolusikan pada briofita, dan beberapa briofita, termasuk sporofita lumut tanduk, memiliki kutikula yang komposisinya mirip dengan kutikula tumbuhan vaskular. Tumbuhan vaskuler menambahkan adaptasi baru terhadap kehidupan darat pada adaptasi yang telah berkembang sebelumnya pada briofita.Tubuh sebagian besar tumbuhan vaskuler berdiferensiasi menjadi sistem akar di bawah permukaan tanah, yang menyerap air dan mineral, dan sistem tunas batang dan daun di atas permukaan tanah, tempat fotosintesis berlangsung. Jaringan vaskuler, yang terdiri dari rantaian sel-sel tubuler (seperti tabung), mengangkut bahanbahan antar organ yang saling berjauhan pada tumbuhan. Kedua jaringan penghantar sistem pembuluh adalah xilem atau pembuluh kayu dan floem atau pembuluh tapis. Sel-sel berbentuk tabung pada pembuluh kayu membawa air dan mineral ke atas dari akar. Sel-sel pengangkut air ini sesungguhnya mati, hanya dindingnya yang masih tetap menyediakan suatu sistem pipa air mikroskopis. Pembuluh tapis adalah suatu jaringan hidup dengan sel-sel penghantar makanan yang tersusun menjadi saluran yang mendistribusikqan gula, asam amino, dan zatzat hara organik lainnya ke seluruh bagian tumbuhan tersebut. Adaptasi darat yang penting lainnya, yang dimiliki oleh tumbuhan vaskuler, adalah lignin, suatu bahan keras yang tertanam dalam matriks selulosa 246 dinding sel, yang berfungsi memberikan sokongan mekanis. Kebalikannya, di habitat akuatik, tempat organisme yang besar sekalipun seperti rumput laut diapungkan oleh air disekitarnya, lingkungan darat tidak memberikan dukungan eksternal yang sangat berarti bagi organisme tersebut. Beberapa di antara sel-sel tersebut, yang disebut serat, dikhususkan untuk menyokong tumbuhan, selain itu, sel-sel pembuluh kayu memiliki dua tugas, yaitu sebagai jaringan vaskuler dan penyokong. Tekanan turgor memang membantu menyokong tumbuhan kecil, akan tetapi kerangka dinding berlignin itulah yang menahan pohon dan tumbuhan berpembuluh besar lainnya, sehingga dapat berdiri tegak.Tumbuhan vaskuler awal tidak membentuk biji, dan tumbuhan vaskuler tidak berbiji yang beraneka ragam masih menempati Bumi hingga saat ini. c. Tumbuhan vaskuler tak berbiji Tumbuhan vaskuler (berpembuluh) tak berbiji mendominasi pemandangan hutan selama masa Karboniferus, yang dimulai sekitar 360 juta tahun silam. Diantara turunan organisme tersebut terdapat tiga divisi tumbuhan vaskuler tak berbiji yang masih hidup saat ini: likofita, ekor kuda (horsetail), dan pakis (fern). Kita dapat memeriksa siklus hidup suatu pakis untuk memperkuat kembali suatu perbedaan penting antara tumbuhan vaskuler dan briofita. Dari tumbuhan vaskuler awal sampai ke semua tumbuhan vaskuler yang hidup sampai saat ini, generasi sporofit (diploid) adalah tumbuhan yang lebih besar dan lebih kompleks dalam pergiliran generasi tersebut. Sebagai contoh, tumbuhan pakis berdaun yang sangat kita kenal adalah sporofit. Untuk menemukan gametofit pakis, yaitu tumbuhan kecil yang tumbuh persis di bawah 247 permukaan tanahcukup sulit karena ukurannya yang kecil. Siklus hidup tumbuhan vaskuler tak berbiji yang didominasi oleh sporofit, yang menggunakan pakis sebagai contoh. Kita juga dapat menggunakan pakis untuk menggambarkan suatu variasi penting di antara siklus hidup tumbuhan vaskuler. Perbedaan di antara tumbuhan homospora dan heterospora. Sporofit tumbuhan homospora menghasilkan satu jenis spora saja. Kebalikannya, sporofit tumbuhan heterospora menghasilkan dua jenis spora, megaspora yang berkembang menjadi gametofit betina dengan arkegonium. Mikrospora yang berkembang menjadi gametofit jantan dengan anteridium. Di antara pakis, pakis yang kembali ke habitat air selama evolusinya – pakis air – adalah satu-satunya spesies heterospora. Sel sperma pakis dan semua tumbuhan vaskuler tak berbiji lainnya (bahkan beberapa tumbuhan berbiji) memiliki flagela dan harus berenang melalui suatu lapisan tipis berair untuk mencapai sel telur, suatu karakteristik yang dimiliki juga oleh briofita. Dengan sperma yang berenang dan gametofitnya yang rapuh, tumbuhan vaskuler tak berbiji lebih umum ditemukan pada habitat yang relatif lembab.Tiga divisi tumbuhan vaskuler tak berbiji adalah likofita, ekor kuda dan pakis 1). Likofita (Divisi Lycophyta) Likofita (Licophyta) yang masih hidup saat ini, merupakan peninggalan dari suatu bentuk masa lalu yang jauh lebih berlimpah jumlahnya.. Pada saat itu, divisi likofita terbagi menjadi dua garis keturunan evolusi. Satu kelompok berevolusi menjadi pohon berkayu yang memiliki diameter sebesar 2 m dan 248 tingginya lebih dari 40 m. Garis keturunan likofita yang kedua masih tetap kecil dan berbentuk herba (tidak berkayu). Gambar 7. Paku rane (Selaginella selaginoides) berbentuk herba (tidak berkayu). (Sumber :http://www.picsearch.com/info.cgi?q=Selaginella) Nama umum untuk tumbuhan ini adalah club moss (lumut gada) contohnya Selaginella dapat ditunjukkan dalam gambar 7 Contoh lain dari Likofita adalah pinus tanah (ground pine) misalnya, Lycopodium dapat ditunjukkan dalam gambar 8. Banyak spesies likofita adalah tumbuhan tropis yang tumbuh pada pohon sebagai epifit (tumbuhan yang menggunakan organisme lain sebagai substrat, akan tetapi bukan parasit.).Sporangia terletak pada sporofil, daun yang dikhususkan untuk reproduksi. 249 Gambar 8: Paku kawat ( Lycopodium annotinum) tergolong Likofita (Sumber :www.atlas-roslin.pl/.../Lycopodium_annotinum.htm) Setelah dilepaskan, spora tersebut berkembang menjadi gametofit yang tidak mudah terlihat, yang dapat hidup di bawah tanah, Tumbuhan vaskuler haploid kecil itu tidak berfotosintesis dan diberi makan oleh fungsi simbiotik. Pada spesies homospora, setiap gametofit membentuk arkegonia dengan sel telur dan anteridia yang membuat sperma berflagela. Setelah sperma yang berenang tersebut membuahi sel telur, zigot diploid tersebut juga menjadi suatu sporofit baru. Likofita yang heterospora ada juga yang membentuk gametofit jantan dan betina yang terpisah. 250 2). Ekor Kuda (Divisi Stenofita) Stenofita, anggotanya disebut ekor kuda (horsetail), kelompok tersebut mencapai masa kejayaannya selama masa Karboniferus, Yang bertahan hidup dari divisi tumbuhan ini hanyalah sekitar 15 spesies dari genus tunggal yang tersebar sangat luas adalah Equisetum. Tumbuhan ekor kuda yang mudah terlihat adalah generasi sporofit. Pembelahan meiosis terjadi di sporangia, dan spora haploid dilepaskan. Ekor kuda adalah homospora. Gametofit biseksual yang berkembang dari spora hanya memiliki panjang beberapa milimeter, tetapi tumbuhan ekor kuda berfotosistesis dan hidup bebas Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar 9 adalah Paku ekor kuda (Equisetum ) dari Divisi Stenofita Gambar 9, Generasi sporofit Paku ekor kuda (Equisetum avarense L) (Sumber : http://www.picsearch.com/info.cgi?q= Equisetum) 251 3). Pakis (Divisi Pterofita ) Dari semua tumbuhan vaskuler tak berbiji, pakis sejauh ini adalah yang paling banyak ada pada flora modern..Daun pakis umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan daun likofita Daun dengan asal-usul seperti ini disebut mikrofil, memiliki sistem vena yang bercabang.. Sebagian besar pakis memiliki daun, yang umum disebut frod, yang majemuk, yang berarti masing-masing daun terbagi menjadi beberapa lembaran. Daun kemungkinan akan berkecambah langsung dari batang yang dekat dengan tanah. Beberapa daun adalah sporofil yang mengalami spesialisasi dengan sporangia pada permukaan bawahnya. Sporangia pada banyak pakis tersusun dalam kelompok yang disebut sori dan dilengkapi dengan alat yang menyerupai pegas yang melemparkan spora beberapa meter jauhnya. Spora, yang terlindungi oleh sporopollenin, adalah cara penyebaran tumbuhan tak berbiji.Untuk memahami daur hidup Pakis dapat ditunjukkan dalam gambar 10, tampak adanya pergiliran antara fase sporofit dan gametofit 252 Anteridium Meiosis Spora Gametofit Muda (n) Sporangium Arkegonium Sporofit baru 2 n Zigot 2n OVUM SPERMA Fertilisasi Spora dewasa Gametofit ( n ) Gambar 10. Daur hidup Pakis dari Divisi Pterofita (Sumber : Campbell, 2003:164 ) 253 Beberapa tumbuhan paku yang bermanfaat bagi manusia diantaranya sebagai tanaman hias, contohya tanaman paku tanduk rusa (Platycerium superbum) yang ditunjukkan dalam gambar 11 . Gambar 11. Tumbuhan paku tanduk rusa(Platycerium superbum) ( Sumber :www.anbg.gov.au/.../platycerium-superbum.html) d.Reproduksi Tumbuhan Berbiji Pada tumbuhan berbiji, biji menggantikan spora sebagai cara utama penyebaran keturunan. Biji menunjukkan penyelesaian masalah dengan cara yang berbeda untuk dapat bertahan dalam lingkungan yang tidak menguntungkan dan untuk menyebarkan keturunan. 254 Kebalikan dengan spora, yang merupakan sel tunggal, biji adalah struktur resisten yang multiseluler dan jauh lebih kompleks. Biji (seed) terdiri dari embrio sporofit yang terbungkus bersama dengan cadangan makanan di dalam lapisan pelindung. Semua tumbuhan berbiji adalah heterospora, yang berarti memiliki dua jenis sporangia yang berbeda yang menghasilkan dua jenis spora : megasporangia yang menghasilkan mega spora, yang akan menjadi gametofit betina (mengandung sel telur) dan mikrosporangia yang menghasilkan mikrospora, yang akan menjadi gametofit jantan (mengandung sperma). Pada tumbuhan berbiji, megasporangium bukanlah suatu ruangan, akan tetapi sebaliknya merupakan struktur berdaging padat yang disebut nusellus. Perbedaan lain dengan tumbuhan tak berbiji adalah bahwa lapisan jaringan sporofit yang disebut integument, membungkus megasporangium tumbuhan berbiji. Dengan demikian, megaspora yang terbentuk dalam megasporangium terlindungi dengan sangat baik Keseluruhan struktur tersebut integumen, megasporangium (nusellus) dan megaspora disebut ovul atau bakal biji. Di dalam bakal biji itu, gametofit betina berkembang di dalam dinding megaspora dan diberi makan oleh nusellus. Gametofit bertina mengandung sebuah sel telur dan jika sel telur tersebut dibuahi oleh sebuah sel sperma, zigot akan berkembang menjadi embrio sporofit. Keseluruhan bakal biji itu berkembang menjadi sebuah biji. Lapisan pelindung biji berasal dari integument bakal biji. Begitu dibebaskan dari tumbuhan induk, biji yang resisten tersebut dapat tetap dorman selama beberapa hari, bulan atau bahkan tahunan. Pada kondisi yang memungkinkan, biji tersebut kemudian dapat berkecambah, embrio sporofitnya muncul dari lapisan biji sebagai benih atau 255 kecambah. Beberapa biji jatuh dekat dengan induknya ; yang lain terbawa jauh oleh angin atau hewan. Dengan demikian bijilah, bukan spora yang merupakan tahapan resisten dan dapat disebarluaskan dalam siklus hidup tumbuhan berbiji. Mikrospora berkembang menjadi butiran serbuk sari, yang jika matang menjadi gametofit jantan tumbuhan berbiji. Butiran serbuk sari yang dilindungi oleh lapisan keras yang mengandung sporopollenin, dapat dibawa oleh angin atau hewan setelah dilepaskan dari mikrosporangium. Jika suatu butiran serbuk sari atau gametofit jantan jatuh disekitar bakal biji, serbuk sari akan memanjangkan pipanya yang akan melepaskan satu atau lebih sperma ke dalam gametofit betina di dalam bakal biji tersebut. Pada beberapa gimnospermae, sel-sel sperma itu mempertahankan flagella seperti yang dimiliki nenek moyangnya. Akan tetapi pada gimnospermae yang paling umum (conifer) dan pada semua angiospermae (tumbuhan berbunga), sel-sel sperma tidak memiliki flagella. . Peranan biji dan serbuk sari sebagai adaptasi reproduktif sekarang tidak lagi abstrak seiring kita menerapkan gambaran umum ini kepada pengamatan yang lebih dekat pada gimnospermae dan angiospermae