THE EVALUATION OF THE ACCURACY OF THE DOSE OF ANTIBIOTICS IN CHILDREN WITH TYPHOID FEVER IN INPATIENT INSTALLATION AT SULTAN AGUNG HOSPITAL SEMARANG AND AT NU ISLAMIC HOSPITAL DEMAK IN 2015 Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi’atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma ABSTRACT Typhoid fever is an acute infectious disease of the small intestine caused by the bacteria Salmonella thypi and Salmonella parathypi. Typhoid fever is endemic and is one of the infectious diseases that spreads in developing countries, including Indonesia. Antibiotics are the main drugs used to treat typhoid fever. According to Health Research in 2007 the prevalence of typhoid fever is found in many school age group (5-14 years) of 1.9%, the lowest in babies of 0.8%. This study aims to determine the accuracy of antibiotics dose in children with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang and NU Islamic Hospital at Demak in 2015. This study was a non-experimental study using a retrospective approach. Accuracy data of the dose was adjusted to the standard guidelines of Drug Information Handbook (DIH) 20th edition in 20112012 and analysis used univariate analysis. The result showed that the most type of antibiotic given to treat children with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was ceftriaxone 46.50 % and NU Islamic Hospital at Demak was ceftriaxone 51,72 %. From the evaluation known that the right dose in Sultan Agung Hospital at Semarang was 39.50% and NU Islamic Hospital at Demak was 50,00%. Keywords: Accuracy of doses, typhoid fever, antibiotics 30 Evaluasi Ketepatan Dosis Antibiotik Pada Pasien Demam Tifoid Anak di Instalasi Rawat Inap RSI Sultan Agung Semarang dan RSI NU Demak Tahun 2015 Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi’atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma INTISARI Demam Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi dan Salmonella parathypi. Penyakit demam tifoid bersifat endemik dan merupakan salah satu penyakit menular yang tersebar di negara berkembang termasuk Indonesia. Antibiotik merupakan obat utama yang digunakan untuk mengobati penyakit demam tifoid. Menurut Riset Kesehatan Dasar 2007 prevalensi penyakit demam tifoid banyak ditemukan pada kelompok umur sekolah (5-14 tahun) yaitu 1,9%, terendah pada bayi 0,8%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketepatan dosis antibiotik pada pasien demam tifoid anak di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang dan RSI NU Demak pada tahun 2015. Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan pendekatan retrospektif. Data ketepatan dosis disesuaikan dengan pedoman standar Drug Information Handbook (DIH) dan dianalisis menggunakan analisis univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis antibiotik terbanyak yang digunakan pada pasien demam tifoid anak di RSI Sultan Agung Semarang adalah seftriakson sebanyak 46,50% dan di RSI NU Demak seftriakson sebanyak 51,72 %. Dari hasil evaluasi diketahui bahwa ketepatan dosis antibiotik di RSI Sultan Agung Semarang adalah tepat dosis 39,50% dan di RSI NU Demak adalah tepat dosis 50,00%. Kata kunci : Ketepatan dosis, demam tifoid, antibiotik PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit yang dijumpai secara luas di daerah tropis dan sub tropis terutama di daerah dengan sumber air yang tidak memadai dengan standar higienis dan sanitasi yang rendah (Depkes RI, 2006). Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama tipus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut typhoid fever atau thyphus abdominalis. Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak atau orang muda (Simanjutak dkk., 2007). Penularan penyakit ini biasanya dihubungkan dengan faktor kebiasaan makan, kebiasaan jajan, kebersihan lingkungan, keadaan fisik anak, daya tahan tubuh dan derajat kekebalan anak. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan terjadi 17 juta kasus per tahun dan 600 ribudiantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh kasus kematianitu menimpa penderita demam tifoid di Asia. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2009, demam tifoid menempati urutanke-3 dari 10 penyakit pasien terbanyak rawat inap 31 di rumah sakit tahun 2009 yaitu sebanyak 80.850 kasus, yang meninggal 1.747 orang. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia tahun 2010 demam tifoid juga menempati urutan ke-3 dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di rumah sakit pada tahun 2010 yaitu sebanyak 41.081 kasus, yang meninggal 274 orang (Depkes RI, 2010). Demam tifoid termasuk ke dalam 10 besar penyakit yang sering terjadi. Mengingat cukup banyaknya kasus demam tifoid yang terjadi pada anak-anak serta kurangnya penelitian tentang penggunaan obat pada anakanak maka perlu dilakukan evaluasi ketepatan dosis antibiotik pada pasien demam tifoid anak di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang dan RSI NU Demak tahun 2015. METODE PENELITIAN Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah Lembar Pengumpul Data (LPD). Penelitian ini termasuk penelitian non eksperimental dengan pendekatan retrospektif. Data ketepatan dosis disesuaikan dengan pedoman standar Drug Information Handbook (DIH) edisi 24 dan dianalisis menggunakan analisis univariat dengan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. Data diambil melalui rekam medik pasien rawat inap di RSI Sultan Agung Semarang pada dan RSI NU Demak tahun 2015. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien anak yang menderita demam tifoid yang tercatat pada rekam medik di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang dan RSI NU Demak pada tahun 2015. Sebanyak 77 pasien anak yang menderita demam tifoid di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang dan 58 pasien anak di RSI NU Demak. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan purposive sampling. Sampel dalam penelitian adalah bagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Berikut kriteria inklusi dan eksklusi : 1. Kriteria Inklusi a. Pasien anak dengan diagnosis utama demam tifoid. b. Pasien anak dengan diagnosis demam tifoid tanpa ada penyakit infeksi lain. 2. Kriteria Eksklusi a. Pasien yang meninggal saat pengobatan. b. Pasien dengan pulang paksa. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Pasien Tabel I. Karakteristik Pasien di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang Keterangan Persentase (%) Jenis Kelamin Laki-Laki 51,2 Perempuan 48,8 Total 100,0 (2-6 tahun) 69,8 (6-12 tahun) 30,2 Total 100,0 Umur Tabel II. Karakteristik Pasien di instalasi rawat inap RSI NU Demak Keterangan Persentase (%) Laki-Laki 51,72 32 Jenis Kelamin Perempuan 48,28 Total 100,0 (6-8 tahun) 69,8 (9-12 tahun) 30,2 Umur Total 100,.0 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pasien demam tifoid pada anak-anak terbanyak di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang adalah laki-laki sebanyak 51,2% (tabel I) dan di RSI NU Demak juga laki-laki sebanyak 51,72% (tabel II). Dari distribusi jenis kelamin ini terlihat bahwa anak laki-laki lebih banyak menderita demam tifoid dibandingan dengan anak perempuan, karena anak lakilaki lebih sering melakukan aktivitas di luar rumah seperti bermain di luar rumah kemudian tidak mencuci tangan sebelum makan, jajan sembarangan dan kurang memperhatikan higienitas dari makanan. Hal ini memungkinkan anak laki-laki mendapatkan resiko lebih besar terkena penyakit demam tifoid dibandingkan dengan anak perempuan (Hook, 1984). Anak usia di bawah 12 tahun rentan menderita demam tifoid. Usia tersebut rawan terjangkitnya demam tifoid karena pada usia tersebut merupakan usia sekolah dasar dan biasanya mereka masih menyukai membeli jajanan yang sembarangan tanpa memperhatikan kebersihan dari makanan atau minuman yang akan dibeli tersebut sehingga penyebaran bakteri Salmonella typhi lebih besar (Musnelina dkk., 2004). 2. Gambaran Penggunaan Antibiotik di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang Tabel III.PenggunaanAntibiotik Antibiotik Persentase (%) Kloramfenikol 9.3 Seftriakson 46.5 Sefotaksim 44.2 Total 100.0 Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa antibiotik yang paling banyak digunakan RSI Sultan Agung Semarang adalah seftriakson sebanyak 46,5%. Tabel IV. Penggunaan Antibiotik berdasarkan Jenis Antibiotik di instalasi rawat inap RSI NU Demak Antibiotik Persentase (%) Sefotaksim 48,28 Seftriakson 51,72 Total 100 Antibiotik yang paling banyak digunakan di RSI NU Demak adalah juga seftriakson sebanyak 51,72 % (table IV). Penggunaan antibiotik seftriakson memiliki beberapa keunggulan diantaranya angka resistensi terhadap seftriakson yang rendah, efek samping lebih rendah, demam turun lebih cepat yaitu turun pada hari ke 4 begitu juga hasil kultur akan menjadi negatif pada hari ke 4 sehingga durasi terapi lebih pendek, pemberian seftriakson untuk anak dinyatakan aman dengan dosis 75-80 mg/kgBB/hari sekali sehari. Harga seftriakson lebih mahal dibandingkan dengan kloramfenikol namun karena durasi terapi yang lebih singkat jadi biaya terapi demam tifoid dengan menggunakan 33 seftriakson lebih rendah (Sidabutar, 2010). Sedangkan pada penggunaan antibiotik kloramfenikol lama demam turun berkisar 4,1 hari, efek sampingnya berupa mual dan muntah terjadi pada 5 % pasien. Kekambuhan timbul 9-12 hari setelah obat dihentikan pada 6 % dari kasus, hal ini berhubungan dengan lama terapi yang <14 hari (Price and Anderson, 2003). Tabel V. Penggunaan antibiotik menurut dosis di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang Persentase Antibiotik Keterangan (%) Underdose - Tepat Dosis 9.3 Overdose - Underdose 16.3 Tepat Dosis 30.2 Overdose - Underdose 44.2 Tepat Dosis - Overdose - Total 100.0 Kloramfenikol Seftriakson Sefotaksim Tabel VI. Ketepatan dosis antibiotic di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang Dosis Persentase (%) Tepat Dosis 39.5 Tidak Tepat Dosis 60.5 Total 100.0 Berdasarkan tabel di atas (table V dan VI) dapat di ketahui bahwa dalam pengobatan demam tifoid pada pasien anak di RSI Sultan Agung Semarang, dosis antibiotik yang digunakan tepat dosis sebanyak 39,5%. Tabel VII. Penggunaan Antibiotik berdasarkan Dosis Antibiotik di instalasi rawat inap RSI NU Demak Antibiotik Dosis Persentase (%) Underdose 22,41 Sefotaksim Tepat 25,86 Dosis Underdose 27,59 Tepat Seftriakson 24,14 Dosis Total 100 Tabel VIII. Ketepatan dosis antibiotic di instalasi rawat inap RSI NU Demak Dosis Persentase (%) Tepat Dosis 50,0 Tidak Tepat Dosis 50,0 Total 100.0 Berdasarkan tabel di atas (table VII dan VIII) dapat di ketahui bahwa bahwa dalam pengobatan demam tifoid pada anak-anak di RSI NU Demak, dosis antibiotik yang digunakan tepat dosis sebanyak 50,0%. Menurut Drug Information Handbook edisi 24, dosis kloramfenikol 50-100 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis maksimum 4 g/hari, dosis sefotaksim 150-200 mg/kg/hari terbagi dalam 3-4 dosis maksimum 12 g/hari, dan dosis seftriakson 75-80 mg/kgBB/hari sekali sehari. Tepat dosis dilihat dari parameter takaran dosis pemberian antibiotik yang dihitung dalam sehari 34 berdasarkan Drug Information Handbook edisi 24. Peningkatan besaran dosis yang digunakan memungkinkan terjadinya efek toksik. Jika dosis yang diberikan kurang dari standarnya, pengobatan menjadi tidak optimal dan kurang tercapainya efek yang diharapkan. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ketepatan dosis antibiotik pada pasien demam tifoid anak di instalasi rawat inap RSI Sultan Agung Semarang adalah tepat dosis sebanyak 39,5% pasien, sedangkan di RSI NU Demak tepat dosis sebanyak 50,0%. Hook EW. 1984. Typoid Fever Today. New England Journ of Med: 16-118. Musnelina, L,. Afdhal.A,F,. Gani. A, dan Andayani. P,. 2004. Pola Pemberian Antibiotika Pengobatan Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta Tahun 2001-2002. Makara Kesehatan, 8(1), 27 – 31. APhA, Corbett, A.H., Dana, W.J., Fuller, M.A., Gallagher, J.C., Golembiewski, J.A., dkk., 2015. Drug Information Handbook, 24th ed. Wolter Kluwer, USA. DAFTAR PUSTAKA Depkes RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Simanjutak, C.H; Hoffman, S.L; Punjabi, N.H; Edman, D.C; Hasibun, M.A; dan Sumarmo, W. 2007. Epidemiologi demam tifoid di suatu daerah pedesaan di Paseh, 6:16-18. CDK. Jawa Barat. WHO. 2012. The Diagnosis, Treatment And Prevention Of Typhoid Fever. Geneva: Department of Vaccines and Biologicals. Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 35