1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan mempunyai peran penting dan strategis dalam pembangunan perekonomian nasional, terutama dalam meningkatkan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan, dan peningkatan taraf hidup bangsa pada umumnya, nelayan kecil, pembudidaya ikan-ikan kecil, dan pihak-pihak pelaku usaha di bidang perikanan. Hal ini dilakukan dengan tetap memelihara lingkungan, kelestarian, dan ketersediaan sumber daya ikan. Sumber daya ikan adalah potensi semua jenis ikan yang didefinisikan sebagai segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Dalam kegiatan perikanan cara penangkapan ikan dan alat yang dipergunakan berkembang sangat cepat dengan tujuan untuk memperoleh ikan dalam waktu yang relatif singkat dan dalam jumlah yang besar. Dalam kamus istilah perikanan, penangkapan adalah usaha melakukan penangkapan atau pengumpulan ikan dan jenis-jenis sumber hayati lainnya dengan dasar bahwa ikan dan sumber hayati tersebut mempunyai manfaat atau mempunyai nilai ekonomis. 1 Negara-negara kepulauan yang mempunyai posisi strategis dan memiliki potensi sumber daya perikanan yang besar, menarik perhatian kapal-kapal nelayan asing untuk melakukan penangkapan ikan secara illegal (selanjutnya disebut Illegal Fishing). Selain itu salah satu faktor terjadinya Illegal Fishing adalah 1 Eddy Afrianto, et.al., 1996, Kamus Istilah Perikanan, Kanisius, Bandung, h.103. 2 kebutuhan ikan dunia (demand) meningkat, disisi lain pasokan ikan dunia menurun, dan terjadi kelebihan permintaan (overdemand) terutama jenis ikan dari laut seperti Tuna. Hal ini merupakan penyumbang signifikan dalam masalah penurunan persediaan ikan di laut. Terkait dengan permasalahan Illegal Fishing, upaya suatu negara yang mengalami kerugian juga merupakan hal yang patut diperhitungkan. Upaya yang diambil suatu negara dalam menangani kasus Illegal Fishing harus diatur dalam suatu peraturan yang jelas. Pada kenyataannnya upaya yang diambil oleh suatu negara dengan negara yang lain berbeda. Salah satunya adalah kasus Illegal Fishing yang terjadi di Indonesia pada akhir tahun 2014, yaitu upaya yang diambil oleh pemerintah Indonesia adalah penenggelaman kapal nelayan asing dengan cara peledakan.2 Tindakan Illegal Fishing sering terjadi di wilayah perairan Indonesia. Awal bulan Desember tahun 2014 terjadi penangkapan ikan secara illegal di wilayah perairan Indonesia, tepatnya di Laut Natuna, Pulau Anambas, Kepulauan Riau oleh 3 (tiga) kapal nelayan Vietnam. Personel TNI Angkatan Laut dari KRI Barakuda-633 mengevakuasi Anak Buah Kapal (ABK), kemudian menurunkan paksa dari kapal Vietnam ke KRI Barakuda-633. Ada 8 (delapan) ABK kapal nelayan Vietnam yang diamankan di KRI Barakuda-633 dan di periksa satu per satu. Komandan KRI Barakuda-633 berjanji akan bertindak tegas. Pihaknya akan mengambil tindakan untuk menenggelamkan kapal nelayan Vietnam dengan cara 2 Anonim, ___, "Kapal Ditenggelamkan Jokowi Kami Tak Main-main" URL: http://www.tempo.co/read/news/2014/12/05/090626509/Kapal Ditenggelamkan-Jokowi-KamiTak-Main-main, diakses tanggal 1 April 2015. 3 meledakkan ketiga kapal nelayan milik Vietnam tersebut yang terbukti mencuri ikan di perairan Indonesia.3 Indonesia menjadi negara maritim terbesar di dunia setelah Kanada dan Rusia dengan dua pertiga dari keseluruhan wilayahnya merupakan wilayah laut, dengan jumlah pulau sekitar 17.504 pulau dan panjang garis pantai 81.000 km. 4 Luas laut Indonesia sekitar 5,8 juta km2 terdiri dari 3,1 juta km2 luas laut yang tunduk di bawah kedaulatan dan 2,7 km2 wilayah Zona Ekonomi Eksklusif. Laut yang tunduk dibawah kedaulatan Indonesia terdiri dari 0,3 juta km 2 laut teritorial dan 2,8 juta km2 perairan kepulauan. Potensi perikanan Indonesia sebanyak 6,26 juta ton pertahun, dengan rincian sebanyak 4,4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia dan 1,86 juta ton di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Kelautan dan Perikanan terdapat 14 zona fishing ground di dunia, saat ini hanya ada 2 (dua) zona yang masih potensial, dan salah satunya di perairan Indonesia.5 Zona di Indonesia yang sangat potensial dan rawan terjadinya Illegal Fishing adalah Laut Malaka, Laut Jawa, Laut Arafura, Laut Timor, Laut Banda dan perairan sekitar Maluku dan Papua. 6 Sumber perikanan di Indonesia masih merupakan sumber kekayaan yang memberikan kemungkinan sangat besar untuk dapat dikembangkan bagi kemakmuran bangsa 3 Anonim, ____, "KRI Baracuda tangkap Nelayan Illegal asal Vietnam" URL: http://laut.co.id/kri-barakuda-tangkap-nelayan-illegal-asal-vietnam/, diakses tanggal 3 Januari 2015. 4 Melda Kamil Ariadno, 2007, Hukum Internasional Hukum Yang Hidup, Media, Jakarta, h. 129. 5 Tommy Sitohang, 2005/2006, Masalah Illegal,Unregulated,Unreported Fishing dan Penanggulangannya melalui Pengadilan Perikanan, Jurnal Keadilan Vol.4 No.2, April 2005/2006 h. 58. 6 Anonim, 2008, Kejutan di Bulan April, Forum Keadilan No.50115-21, April 2008, h. 41. 4 Indonesia, baik untuk memenuhi kebutuhan protein rakyatnya, maupun untuk keperluan ekspor guna mendapatkan dana bagi usaha-usaha pembangunan bangsanya.7 Dengan melihat kondisi seperti ini Illegal Fishing dapat melemahkan pengelolaan sumber daya perikanan di perairan Indonesia dan menyebabkan sumber daya perikanan di beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia mengalami over fishing. Tindakan Illegal Fishing tidak hanya merugikan secara ekonomi dengan nilai triliunan rupiah yang hilang, tetapi juga menghancurkan perekonomian nelayan. Selain itu juga menimbulkan dampak politik terhadap hubungan antar negara yang berdampingan, melanggar kedaulatan negara dan ancaman terhadap kelestarian sumber daya hayati laut. Tindakan yang melanggar kedaulatan negara dan ancaman terhadap kelestarian sumber daya hayati laut atau kegiatan yang berkenaan dengan perikanan adalah perbuatan yang merugikan kedamaian, ketertiban atau keamanan suatu negara. Perbuatan ini telah diatur dalam United Nations Convention on The Law of The Sea 1982.8 Berdasarkan data dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan bahwa kerugian Indonesia akibat Illegal Fishing diperkirakan mencapai Rp.30 triliun per tahun.9 FAO menyatakan bahwa saat ini stok sumber daya ikan di dunia masih memungkinkan untuk 7 Hasjim Djalal, 1979, Perjuangan Indonesia Di Bidang Hukum Laut, Binacipta, Bandung, h. 3. 8 I Wayan Parthiana, 2014, Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia, Yrama Widya, Bandung, h. 107-108. 9 Kominfo Indonesia, Data FAO tahun 2001, diunduh pada Selasa, 16 September 2014 pukul 17.37 wita. 5 ditingkatkan penangkapannya hanya tinggal 20%, sedangkan 55% sudah dalam kondisi pemanfaatan penuh dan sisanya 25% terancam kelestariannya. Tindakan kapal nelayan asing yang memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa ijin serta mengeksploitasi kekayaan alam di dalamnya tentu melanggar kedaulatan negara Indonesia. Untuk itu harus ada penegakan hukum yang tegas berupa penangkapan nelayan asing beserta kapalnya untuk di proses secara hukum. Tindakan penangkapan terhadap kapal nelayan asing dapat dibenarkan apabila sudah dipenuhinya bukti-bukti bahwa kapal nelayan tersebut melakukan Illegal Fishing. Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI Manahan Simorangkir, mengatakan bahwa bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penangkapan terhadap kapal nelayan asing adalah bukti yang menduga adanya tindak pidana di bidang perikanan oleh kapal nelayan asing. Pelanggaran itu mencakup tidak memiliki surat izin usaha penangkapan ikan (SIPI) dan surat izin kapal pengangkut ikan (SIKPI), serta nyata-nyata menangkap dan/atau mengangkut ikan di wilayah perairan Indonesia.10 Sebagaimana dijelaskan diatas, di Indonesia telah terjadi penangkapan kapal nelayan asing yang melakukan Illegal Fishing disertai dengan tindakan penenggelaman kapal dengan cara peledakan. Tujuan penenggelaman kapal nelayan asing tersebut adalah untuk memberikan efek jera dan menunjukkan ketegasan sikap pemerintah dalam mewujudkan perikanan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. Namun perlu diingat juga bahwa perbuatan penenggelaman 10 Sulasi Rohingati, 2014, Penenggelaman kapal Ikan Asing : Upaya Penegakan Hukum laut Indonesia, Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI, Jakarta, h. 2. 6 dengan cara meledakkan kapal milik negara lain juga dapat menyalahi ketentuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengikat Indonesia sebagai negara anggota. Sebagai "peace loving country" Indonesia harus menyelesaikan setiap kasus yang timbul secara damai. Karena itu bentuk penenggelaman dan peledakkan kapal nelayan asing jelas bukan merupakan cara menyelesaikan kasus secara damai dan bukan merupakan ciri dari negara yang beradab. 11 Selain itu tindakan tersebut juga dapat memicu ketegangan hubungan diplomatik antar negara yang berkaitan, dalam hal ini Indonesia dan Vietnam. Oleh sebab itu pentingnya permasalahan Illegal Fishing ini diangkat, dikarenakan alasan-alasan sebagai berikut : 1. Illegal Fishing merupakan suatu permasalahan yang penting untuk dibahas karena memberikan dampak kerugian di sektor perekonomian suatu negara, terutama bagi negara-negara maritim. 2. Selain memberikan dampak kerugian ekonomi, tindakan Illegal Fishing juga memberikan dampak sosial, politik dan lingkungan terhadap suatu negara. 3. Kurang jelasnya peraturan Internasional yang mengatur mengenai upaya yang dilakukan oleh suatu negara apabila terjadi Illegal Fishing di wilayah kedaulatannya. 4. Upaya yang diambil suatu negara dalam menangani kasus Illegal Fishing berbeda antara negara satu dengan negara lainnya, sehingga hal ini memicu ketegangan politis antar negara yang berkaitan. 11 Anonim, ____, URL: http://nasional.sindonews.com/read/935809/18/konsekuensipenenggelaman-kapal-1418270847/1, diakses tanggal 1 April 2015. 7 Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul "TINJAUAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL TERHADAP TINDAKAN ILLEGAL FISHING YANG DILAKUKAN OLEH NELAYAN VIETNAM DI WILAYAH INDONESIA" 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis mengangkat beberapa permasalahan akan dibahas lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 1.2.1. Bagaimana kualifikasi hukum suatu tindakan Illegal Fishing terkait dengan kasus penangkapan nelayan Vietnam oleh pemerintah Indonesia? 1.2.2. Apakah tindakan penenggelaman kapal yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sah berdasarkan Hukum Laut Internasional? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Dalam penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah, perlu ditegaskan mengenai materi yang diatur di dalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menyimpangnya pembahasan materi dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut : Pertama ruang lingkup pada Bab II akan membahas mengenai tinjauan umum yaitu tinjauan umum terhadap Illegal Fishing dan tinjauan umum terhadap Hukum Laut Internasional. Kedua pada Bab III akan membahas mengenai kualifikasi hukum tindakan Illegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan Vietnam 8 berdasarkan Hukum Laut Internasional. Dan yang terakhir ruang lingkup Bab IV yaitu akan membahas mengenai sahnya tindakan yang diambil pemerintah Indonesia berdasarkan Hukum Laut Internasional terkait dengan penenggelaman kapal nelayan Vietnam yang melakukan tindakan Illegal Fishing. 1.4 Orisinalitas Penelitian Skripsi ini merupakan karya tulis asli sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Untuk memperlihatkan orisinalitas skripsi ini maka dapat dilihat pebedaannya dengan penelitian terdahulu yang sejenis dan pernah ada yaitu tesis yang berjudul "Strategi Penanganan Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing di Laut Arafura" dengan penulis bernama Maimuna Renhoran di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Bertempat di Jakarta tahun 2012 dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum internasional dan hukum nasional Indonesia tentang IUU Fishing? 2. Bagaimana praktek IUU Fishing di Laut Arafura dan penanggulangannya? 3. Strategi apa yang perlu diambil dalam upaya penanggulangan IUU Fishing di Laut Arafura oleh Pemerintah Provinsi Papua? Adapun penelitian lain yaitu skripsi berjudul "Penegakan Hukum Terhadap kapal Asing Yang Melakukan Illegal Fishing Di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia Ditinjau Dari Konvensi Hukum Laut 1982" dengan penulis bernama Bayu Kusuma di Fakultas Hukum Universitas Andalas. Bertempat di Sumatera Barat tahun 2010 dengan rumusan masalah sebagai berikut : 9 1. Bagaimana proses penegakan hukum terhadap kapal asing yang melakukan Illegal Fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia? 2. Tindakan apa saja yang dapat dilakukan menurut Konvensi Hukum Laut 1982? Dari kedua penelitian sejenis diatas, maka skripsi ini memiliki perbedaan yang lebih menekankan kepada permasalahan kualifikasi hukum tindakan Illegal Fishing dan sah tidaknya upaya yang diambil pemerintah Indonesia terhadap nelayan Vietnam yang melakukan Illegal Fishing. Skripsi ini berjudul "Tinjauan Hukum Laut Internasional Terhadap Tindakan Illegal Fishing yang Dilakukan oleh Nelayan Vietnam di Wilayah Indonesia". 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Tujuan Umum Tujuan umum penulisan skripsi ini adalah untuk mengkaji suatu peristiwa dalam ranah Hukum Laut Internasional dalam hal ini adalah terjadinya suatu tindakan Illegal Fishing yang dilakukan kapal nelayan Vietnam di wilayah kedaulatan Indonesia dan tindakan yang diambil pemerintah Indonesia adalah menenggelamkan kapal tersebut dengan cara peledakan. Terkait upaya yang diambil suatu negara dalam menangani kasus Illegal Fishing yang terjadi di wilayah kedaulatannya kurang jelas diatur dalam Hukum Laut Internasional. 10 b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengkualifikasikan tindakan Illegal Fishing terkait dengan penangkapan nelayan Vietnam oleh pemerintah Indonesia. 2. Untuk menganalisis apakah tindakan yang diambil pemerintah Indonesia dalam hal penenggelaman kapal nelayan asing sah berdasarkan Hukum Laut Internasional. 1.6 Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian, terdapat suatu manfaat penelitian. Manfaat penelitian dibagi menjadi dua yaitu secara teoritis dan secara praktis. Adapun penjelasannya sebagai berikut : a. Manfaat Teoritis Penulisan skripsi ini diharapkan memberikan pemahaman mengenai tindakan Illegal Fishing yang terjadi di wilayah kedaulatan suatu negara dan upaya yang seharusnya dilakukan oleh suatu negara yang dirugikan berdasarkan ketentuan Internasional yang ada khususnya Hukum Laut Internasional. Selain itu diharapkan bermanfaat sebagai bahan acuan atau referensi dalam meneliti hal-hal yang serupa dan penulisan skripsi ini mampu membantu para pembaca sebagai pengembangan bahan perkuliahan serta diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan baru di bidang Hukum Internasional khususnya Hukum Laut Internasional yang terkait dengan Illegal Fishing. b. Manfaat Praktis 1. Bagi mahasiswa Fakultas Hukum, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan penjelasan bagi pembaca tentang Hukum Laut 11 Internasional dan secara mengkhusus mengenai tinjauan Hukum Laut Internasional terhadap tindakan Illegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan Vietnam di wilayah Indonesia. 2. Bagi akademisi, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan ide baru sebagai bahan kajian ilmiah yang dapat dikembangkan nantinya bagi para akademisi khususnya kajian pada Hukum Laut Internasional yang terkait dengan Illegal Fishing. Selain itu skripsi ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dalam pengajaran teori mengenai Hukum Laut Internasional khususnya pada bagian hak dan kewajiban negara yang berkenaan dengan perikanan. 3. Bagi pengambil kebijakan, khususnya bagi Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai lembaga yang memiliki otoritas dibidang kelautan dan perikanan, penulisan skripsi ini diharapkan dapat dijadikan suatu tinjauan atau pertimbangan dalam mengambil kebijakan khususnya terkait masalah perikanan dan Illegal Fishing. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat menjadi suatu tinjauan atau pertimbangan ketika akan membuat regulasi atau pengaturan nasional mengenai penanggulangan tindakan Illegal Fishing terkait dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. 1.7 Landasan Teoritis Pembahasan dalam penulisan skripsi ini penting dikemukakan suatu landasan teoritis yang menjadi landasan berpikir dalam membahas dan menyelesaikan pokok permasalahan yang diangkat. Membahas tentang tinjauan Hukum Laut 12 Internasional terhadap tindakan Illegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan Vietnam di wilayah Indonesia, terlebih dahulu harus membahas tentang teori kedaulatan negara, teori penegakan hukum dan teori yurisdiksi. a. Teori Kedaulatan Negara Negara merupakan subjek hukum yang terpenting dibandingkan dengan subjek-subjek hukum internasional lainnya. Pasal 1 Konvensi Montevideo 1933 mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban negara menyebutkan bahwa "Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki syarat-syarat berikut: (a) penduduk tetap; (b) wilayah yang tertentu; (c) pemerintahan yang berdaulat; dan (d) kemampuan untuk melakukan hubungan-hubungan dengan negara-negara lain".12 Sebagai subjek hukum internasional negara memiliki hak dan kewajiban menurut hukum internasional. Menurut R. Kranenburg, negara adalah organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh kelompok manusia yang disebut bangsa. Sedangkan menurut Logeman, Negara adalah organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yang disebut bangsa.13 Hendry C Black mendefinisikan negara sebagai sekumpulan orang yang secara permanen menempati suatu wilayah yang tetap diikat oleh ketentuan-ketentuan hukum yang melalui pemerintahannya mampu menjalankan kedaulatannya yang merdeka dan mengawasi masyarakatnya dan harta bendanya dalam wilayah perbatasannya, mampu mengadakan perang dan damai serta 12 Jawahir Thontowi, 2006, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama, Bandung, h.105. 13 89. Mochtar Kusumaatmadja, 1981, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, h. 13 mampu mengadakan hubungan internasional dengan masyarakat internasional lainnya.14 Pengertian negara sebagai subjek hukum internasional adalah organisasi kekuasaan yang berdaulat, menguasai wilayah tertentu, penduduk tertentu dan kehidupan didasarkan pada sistem hukum tertentu.15 Pengertian mengenai negara tersebut walaupun memiliki banyak pendapat dan perbedaan dalam memberikan pengertian tentang negara tetapi baik menurut para ahli dan Konvensi Montevideo 1933 tetap memiliki persamaan bahwa suatu negara akan berdaulat jika memiliki kriteria-kriteria yang di terima oleh masyarakat internasional. Suatu negara dapat saja lahir dan hidup tetapi itu belum berarti bahwa negara tersebut mempunyai kedaulatan, kedaulatan ialah kekusaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai kepentingannya, tetapi kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional. Sesuai konsep hukum internasional kedaulatan memiliki tiga aspek utama yaitu:16 1. Aspek eksteren kedaulatan adalah hak bagi setiap negara untuk secara bebas menentukan hubungannya dengan berbagai negara atau kelompok-kelompok lain tanpa tekanan atau pengawasan dari negara lain; 2. Aspek interen kedaulatan adalah hak atau wewenang eksklusif suatu negara untuk menentukan bentuk lembaga-lembaganya, cara kerja lembaga14 Huala Adolf, 1991, Aspek-Aspek Negara Dalam hukum Internasional, Rajawali, Jakarta, (selanjutnya disingkat Huala Adolf I), h. 1-2. 15 Sugeng Istanto, 1994, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya, Yogyakarta, h. 20-21. 16 Boer Mauna, 2005, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Edisi ke 2, Alumni, Bandung, h. 24. 14 lembaganya tersebut, dan hak untuk membuat undang-undang yang diinginkannya serta tindakan-tindakan untuk mematuhi; 3. Aspek teritorial kedaulatan berarti kekuasaan penuh dan eksklusif yang dimiliki oleh negara atas individu-individu dan benda-benda yang terdapat di wilayah tersebut. Kedaulatan suatu negara atas wilayah daratnya merupakan sesuatu yang fundamental. Sebagai salah satu syarat dalam negara, kedaulatan suatu negara sangat diperlukan supaya negara lain tidak semena-mena memasuki wilayah kedaulatan negara lain. Negara dikatakan berdaulat atau sovereign karena kedaulatan merupakan suatu sifat atau ciri hakiki dari pada negara. Negara berdaulat berarti bahwa negara itu tidak mengakui suatu kesatuan yang lebih tinggi dari pada kekuasaannya sendiri. Dimilikinya kekuasaan tertinggi oleh negara ini memang dapat bertentangan dengan hukum internasional sebagai kaidah-kaidah atau norma-norma yang mengatur hubungan-hubungan negara. Hukum internasional menjadi tidak berlaku karena negara memiliki kekuasaan tertinggi. akibatnya hukum internasional tidak akan dapat menjadi sarana hubungan antar negara karena masing-masing negara dalam hubungan internasional masih menonjolkan kedaulatannya. 17 Walaupun demikian kekuasaan tertinggi ini mempunyai batas-batasnya. Ruang berlaku kekuasaan tertinggi ini dibatasi oleh batas-batas wilayah negara itu artinya suatu negara hanya memiliki kekuasaan tertinggi di dalam batas-batas 17 Adji Samekto, 2009, Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 50. 15 wilayahnya.18 Istilah kedaulatan atau sovereignty sering dipergunakan untuk mengambarkan kedudukan sebagai subjek hukum internasional dari suatu negara. Istilah kedaulatan juga mengambarkan suatu kompetensi hukum yang dimiliki suatu negara pada umumnya. Kedaulatan (Souvereignty) dapat dipakai sebagai sinonim untuk istilah kemerdekaan.19 Kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi mengandung dua pembatasan penting dalam dirinya yaitu:20 1. Kekusaan itu terbatas pada batas wilayah negara yang memiliki kekuasaan itu; dan 2. Kekuasaan itu berakhir di mana kekuasaan suatu negara lain mulai.21 Jadi, pembatasan yang penting ini melekat pada pengertian kedaulatan itu sendiri dilupakan oleh orang yang beranggapan bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh suatu negara menurut paham kedaulatan itu tidak terbatas. 22 Seperti yang telah diuraikan diatas, salah satu dari aspek utama kedaulatan negara adalah penguasaan suatu wilayah teritorial, di dalam wilayah mana berlaku hukum negara tersebut. Terhadap wilayah ini otoritas tertinggi berada pada negara terkait, karena itu munculah konsep "kedaulatan tetitorial". 23 Kedaulatan teritorial atau kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksklusif di wilayahnya. Negara tidak dapat 18 Mochtar Kusumaatmadja, 1997, Pengantar Hukum Internasional Buku I, Binacipta, Jakarta, h. 16-17. 19 Chairul Anwar, 1989, Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Djambatan, Jakarta, h. 32-33. 20 Mochtar Kusumaatmaja dan Etty R. Agoes, 2003, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, h. 18. 210. 22 Ibid. 23 J.G.Starke, 2010, Pengantar Hukum Internasional 1, Edisi ke 10, Sinar Grafika, Jakarta, h. 16 melaksanakan yurisdiksi eksklusifnya keluar dari wilayahnya yang dapat mengganggu kedaulatan wilayah negara lain. Negara memiliki kewajiban untuk menghormati kedaulatan teritorial negara lain. Pasal 1 ayat 1 dan 2 Konvensi Laut Teritorial menegaskan tentang ruang lingkup kedaulatan suatu negara. Ditegaskan dalam Pasal 1 ayat 1 bahwa kedaulatan suatu negara di luar wilayah daratan dan perairan pedalamannya meliputi suatu zona laut di depan pantainya yang disebut sebagai laut teritorial.24 Selanjutnya Pasal 1 ayat 2 menegaskan bahwa kedaulatan tersebut dalam pelaksanaannya harus tunduk pada ketentuan pasal-pasal Konvensi dan peraturanperaturan Hukum Internasional lainnya. Sementara itu, Pasal 2 menegaskan bahwa kedaulatan dari suatu negara pantai meluas meliputi ruang udara di atas laut teritorial, dan juga meliputi dasar laut dan tanah di bagian bawah dari laut teritorial tersebut. Dari kedua Pasal tersebut secara tegas dapat dikatakan bahwa laut teritorial merupakan bagian dari wilayah negara, termasuk dasar laut dan tanah di bagian bawah dari laut teritorial itu sendiri maupun ruang udara di atasnya. tentu saja wilayah negara ini, bersatu atau merupakan satu kesatuan dengan wilayah daratan dan tanah di bawah wilayah daratannya, termasuk pula ruang udara di atas wilayah daratannya itu. Secara keseluruhannya itulah yang merupakan wilayah negara.25 24 I Wayan Parthiana, op.cit, h. 31. 25 Ibid, h. 32. 17 b. Teori Penegakan Hukum Untuk menganalisis mengenai penegakan hukum Illegal Fishing yang dilakukan pemerintah Indonesia terhadap nelayan Vietnam dalam anatomi kejahatan transnasional maka digunakan teori penegakan hukum. Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide dan konsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.26 Secara konsepsional, inti dari penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan namun juga sebagai pelaksanaan keputusan-keputusan hakim.27 Soerjono Soekanto mengemukakan ada 5 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:28 1. Faktor hukumnya sendiri, dalam tulisan ini akan dibatasi pada undangundang saja; 26 Dellyana Shant, 1988, Konsep Penegakan Hukum, Liberty, Yogyakarta, h. 32. 27 Soerjono Soekanto, 2004, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 7. 28 Ibid, h. 8. 18 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; dan 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya karena merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur dari efektivitas hukum.29 Efektivitas perundang-undangan tergantung pada beberapa faktor, antara lain:30 1. Pengetahuan tentang substansi atau isi perundang-undangan; 2. Cara-cara untuk memperoleh pengetahuan tersebut; 3. Institusi yang terkait dengan ruang lingkup perundang-undangan di dalam masyarakatnya; dan 4. Bagaimana proses lahirnya suatu perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk kepentingan instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.31 29 Ibid, h. 9. 30 Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 378-379. 19 Gangguan terhadap penegakan hukum mungkin terjadi, apabila ada ketidakserasian antara nilai, kaidah dan pola perilaku. Gangguan ini meliputi ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma di dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku tidak terarah yang mengganggu kedamaian pergaulan.32 Menurut Satjipto Raharjo penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan , kebenaran, kemamfaatan sosial, dan sebagainya. Hakikatnya penegakan hukum mewujudkan nilai-nilai atau kaedah-kaedah yang memuat keadilan dan kebenaran, penegakan hukum bukan hanya menjadi tugas dari para penegak hukum yang sudah di kenal secara konvensional , tetapi menjadi tugas dari setiap orang. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik pemerintahlah yang bertanggung jawab. Penegakan hukum dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Ditinjau dari sudut subyeknya Dalam arti luas, proses penegakkan hukum melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Sedangkan dalam arti sempit, penegakkan hukum hanya diartikan sebagai upaya aparat penegak hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan bagaimana seharusnya. 32 Soerjono Soekanto, loc.cit. 20 2. Ditinjau dari sudut obyeknya, yaitu dari segi hukumnya Dalam arti luas, penegakkan hukum yang mencakup pada nilai-nilai keadilan yang di dalamnya terkandung bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang ada dalam bermasyarakat. Dalam arti sempit, penegakkan hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis. 33 c. Teori Yurisdiksi Huala Adolf mengemukakan bahwa "Yurisdiksi adalah kekuatan atau kewenangan hukum negara terhadap orang, benda atau peristiwa (hukum)".34 Yurisdiksi pidana adalah kewenangan (hukum) pengadilan suatu negara terhadap perkara-perkara yang menyangkut kepidanaan, baik yang tersangkut di dalamnya unsur asing maupun nasional.35 Hukum internasional tradisional telah meletakkan beberapa prinsip hukum mengenai yurisdiksi yakni: 1. Prinsip teritorial Berdasarkan prinsip ini setiap negara dapat menerapkan yurisdiksi nasionalnya terhadap semua orang (baik warga negara atau asing), badan hukum dan semua benda yang berada di dalamnya. Lord Macmillan mengemukakan adalah suatu ciri pokok dari kedaulatan dalam batas-batas ini, seperti semua negara merdeka yang berdaulat, bahwa negara harus memiliki yurisdiksi terhadap semua orang dan 33 Dellyana Shant, op.cit. h. 34. 34 Huala Adolf, 2002, Aspek-aspek Negara Dalam Hukum Internasional, Edisi revisi, RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Huala Adolf II), h. 183. 35 Huala Adolf, 1996, Aspek-aspek Hukum Pidana Internasional, RajaGrafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Huala Adolf III), h. 145. 21 benda di dalam batas-batas teritorialnya dan dalam semua perkara pidana yang timbul di dalam batas-batas teritorial ini. 2. Prinsip nasional aktif Prinsip ini menyatakan setiap negara dapat memberlakukan yurisdiksi nasionalnya terhadap warga negaranya yang melakukan tindak pidana sekali pun tindak pidana itu dilakukan dalam bidang yurisdiksi negara lain. Di sini kewarganegaraan pelaku menjadi titik taut diberlakukannya yurisdiksi negara asal. 3. Prinsip nasional pasif Prinsip ini merupakan pasangan dari prinsip nasional aktif. Keduanya mendasarkan diri pada kewarganegaraan sebagai kriteria. Pada prinsip nasional pasif, tekanan diberikan pada kewarganegaraan si korban, sementara prinsip nasional aktif menekankan pada kewarganegaraan si pelaku. Atas dasar prinsip ini suatu negara memiliki kewenangan untuk memberlakukan misalnya hukum pidananya terhadap suatu tindak pidana yang terjadi di luar wilayah negara tersebut apabila korban adalah warganegaranya. 4. Prinsip perlindungan Hukum internasional mengakui bahwa setiap negara mempunyai kewenangan melaksanakan yurisdiksi terhadap kejahatan yang menyangkut keamanan dan integritas atau kepentingan ekonomi yang vital. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu negara mempunyai hak untuk menerapkan hukum (pidana) nasionalnya pada pelaku suatu tindak pidana sekalipun dilakukan di luar wilayah negara tersebut apabila tindak pidana itu mengancam keamanan dan keutuhan negara yang bersangkutan. 22 5. Prinsip universal Pada prinsip-prinsip seperti yang disebutkan di atas, suatu negara dapat menyatakan mempunyai hak untuk memberlakukan hukum pidananya dengan alasan terdapat hubungan antara negara tersebut dengan tindak pidana yang dilakukan. Hubungan yang dimaksud antara lain adalah tempat terjadinya tindak pidana, kewarganegaraan pelaku atau korban dan keamanan serta keutuhan negara. Berbeda dengan prinsip-prinsip tersebut, prinsip universal sama sekali tidak mensyaratkan suatu hubungan. Hal ini berarti bahwa prinsip universal memberi hak pada semua negara untuk memberlakukan hukum pidananya, apabila tindak pidana yang dilakukan membahayakan nilai-nilai yang universal dan kepentingan umat manusia.36 Suatu negara memiliki yurisdiksi atas setiap orang, benda dan peristiwa yang terjadi di negaranya. Adapun ruang lingkup yang dimiliki negara tersebut adalah: a. Yurisdiksi untuk menetapkan ketentuan hukum pidana (jurisdiction to prescribe atau legislative jurisdiction atau prespective jurisdiction); b. Yurisdiksi untuk menerapkan atau melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif (executif jurisdiction); c. Yurisdiksi untuk memaksakan ketentuan hukum yang telah dilaksanakan oleh badan eksekutif atau yang telah diputuskan oleh badan peradilan (enforcement jurisdiction atau jurisdiction to adjudicate).37 36 Ibid, h. 31-33. 37 Ibid, h. 34. 23 Tindakan Illegal Fishing berada dalam anatomi kejahatan transnasional sehingga yurisdiksi yang berlaku adalah yurisdiksi teritorial untuk menetapkan, menerapkan dan memaksakan ketentuan hukum yang telah ditetapkan oleh suatu negara. 1.8 Metode Penelitian a. Jenis Penelitian Penelitian skripsi ini adalah penelitian hukum normatif sebab penelitian hukum ini dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yakni dengan mempelajari dan mengkaji asas-asas hukum dan kaedah-kaedah hukum positif yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan dan peraturan perundangundangan.38 Perundang-undangan yang dimaksud adalah konvensi-konvensi ataupun traktat internasional terkait dengan kejahatan Illegal Fishing khususnya ketentuan hukum dalam United Nations Convention on The Law of The Sea 1982. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif sebab juga mengkaji adanya norma yang kurang jelas dan berupaya mencari penemuan hukum dalam konteks tindakan yang seharusnya dilakukan oleh suatu negara yang dirugikan akibat Illegal Fishing sesuai dengan ketentuan Internasional yang ada khususnya dalam United Nations Convention on The Law of The Sea 1982. b. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah pendekatan undang-undang (statute approach) dan pendekatan kasus (case 38 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 13. 24 approach). Untuk pengkajian permasalahannya dilihat dari segi hukumnya dan mengenai sumbernya berasal dari peraturan perundang-undangan serta teori-teori yang ada sebagai dasar dalam pelaksanaannya.39 Pendekatan undang-undang (statute approach), yang dimaksud undangundang disini adalah undang-undang dalam arti luas yaitu menyangkut semua instrumen Hukum Internasional dalam bentuk tertulis yang bertujuan untuk mengetahui hukum yang diberlakukan dalam kasus Illegal Fishing tersebut. Dalam skripsi ini dilakukan dengan menelaah konvensi-konvensi yang terkait namun pada dasarnya adalah mengkaji dari United Nations Convention on The Law of The Sea 1982 terkait permasalahan Illegal Fishing dalam Hukum Laut Internasional. Kemudian pada pendekatan kasus (case approach) dilakukan dengan mengumpulkan fakta-fakta mengenai tindakan Illegal Fishing yang dilakukan oleh nelayan Vietnam di wilayah Indonesia sehingga fakta tersebut dapat dikaji dan kemudian ditentukan hukum yang dapat diberlakukan terhadapnya. c. Sumber Bahan Hukum Adapun bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan ini diperoleh melalui dua sumber yaitu : 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bersumber pada asas dan kaidah hukum yakni berupa ketentuan-ketentuan internasional yang berupa konvensi atau traktat antara lain : 39 h. 10. Charter Of The United Nations Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 25 - FAO Code of Conduct Responsible Fisheries 1995 - United Nations Convention on The Law of The Sea 1982 - International Plan Of Action Illegal Unreported and Unregulated Fishing 2001 - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 Tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea - Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan - Undang Undang Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan - Peraturan Pemerintah Tentang Perikanan - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang berkaitan dengan Perikanan 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bersumber pada buku-buku hukum, jurnaljurnal hukum, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa, kamus serta internet dengan menyebutkan nama situsnya. 3. Bahan Hukum Tersier, yaitu sumber yang berupa sumber non-hukum yang menjelaskan bahan hukum primer maupun sekunder. Bahan hukum tersier dalam karya tulis ini terdiri atas Kamus Perikanan dan Kamus Bahasa Inggris. 26 d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Adapun pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan menggunakan sistem kartu (card system). Sistem ini dilakukan dengan tiga cara, yaitu : 1. Mempergunakan kartu pengarang. Cara ini dilakukan apabila penulis telah mengetahui dengan pasti nama pengarang atau penulis dari bahan pustaka yang diketahuinya. 2. Mempergunakan kartu judul. Hal ini dapat dilakukan apabila penulis tidak mengetahui secara pasti nama pengarang, namun penulis mengetahui judul bahan pustaka yang dicari. 3. Mempergunakan kartu subyek. Yang dimaksud dengan kartu subyek adalah pokok bahan atau bidang ilmu yang menjadi isi dari suatu bahan. Dari subyek ini, penulis tidak perlu mengetahui nama pengarang ataupun judul dari suatu bahan pustaka.40 e. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Analisa data merupakan kegiatan yang berupa pengkajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori-teori yang telah didapatkan sebelumnya. 41 Bahan hukum yang telah terkumpul, diolah dengan langkah-langkah deskripsi, sistematis dan eksplanasi. Deskripsi merupakan penggambaran mengenai bahan-bahan hukum sebagaimana sesuai dengan 40 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1985, Penelitian Hukum Normatif, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 23. 41 Mukti Fajar, et.al., 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, PT. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 183. 27 ketentuan yang ada, sedangkan mengenai sistematisasi yaitu menggabungkan bahan-bahan hukum yang satu dengan bahan hukum yang lain sehingga tidak menunjukan adanya kontradiksi. Kemudian mengenai eksplanasi yaitu memberikan uraian-uraian serta argumentasi-argumentasi terhadap bahan-bahan hukum yang diperoleh. Teknik lainnya yang penulis gunakan adalah teknik analisis, yaitu pemaparan secara mendetail dari penjelasan yang didapat pada tahap sebelumnya yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini sehingga keseluruhannya membentuk satu kesatuan yang saling berhubungan secara logis. 42 42 Ronny Hanitijo, 1991, Metode Penelitian Hukum, Cet.II, Ghalia Indo, Jakarta, h. 93.