Konsumsi Minyak Sawit Mentah Meningkatkan Kadar Protein CD4

advertisement
29
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini berasal dari keluarga prasejahtera yang
berada di Desa Dramaga dan Babakan, Kecamatan Dramaga. Berdasarkan data
Potensi Desa (2005) dalam Rachmawati (2010), Kecamatan Dramaga termasuk
lima besar daerah yang memiliki penduduk miskin terbanyak di Kabupaten
Bogor, yaitu mencapai 11.354 jiwa. Menurut Siswanto (2007), masyarakat yang
hidup di bawah garis kemiskinan diperkirakan mengalami kekurangan vitamin A
dengan resiko mengkhawatirkan.
Data keluarga prasejahtera diperoleh dari catatan di Kantor Desa kemudian
dilakukan pemilihan responden secara acak dan berdasarkan kesediaan responden
untuk mengikuti masa intervensi dengan mengonsumsi MSMn selama 2 bulan.
Karakteristik responden dianalisis berdasarkan data hasil wawancara dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang ada dalam kuesioner. Wawancara dilakukan
dengan pendekatan personal dan didampingi oleh kader yang bertugas di daerah
setempat. Responden berasal dari 34 keluarga dengan jumlah anggota keluarga
antara 3-6 orang. Berikut merupakan karakteristik responden yang dibagi
berdasarkan jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan
pendapatan perkapita/bulan.
4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Responden dalam penelitian ini terdiri dari pria sebanyak 22 orang (31%)
dan wanita sebanyak 48 orang (69%). Pada acara pertemuan massal yang
dilakukan sebanyak 3 kali, kegiatannya lebih banyak difokuskan pada kegiatan
rumah tangga seperti demo dan lomba memasak, sehingga dengan jumlah
responden wanita yang lebih banyak dapat membantu menyukseskan kegiatan
program. Selain itu, alasan pengambilan jumlah responden wanita lebih banyak
berkaitan dengan penentu menu makananan di rumah masih didominasi oleh
ibu/wanita. Nutritional gate-keeper menggambarkan seseorang di dalam rumah
tangga sebagai pembuat keputusan membeli hingga menyiapkan makanan untuk
keluarga. Sebagaimana hasil penelitian Birch (2006) yang menunjukkan bahwa
para ibu adalah gate-keepers bagi lingkungan makan anak-anaknya.
30
4.1.22. Karakterristik Respoonden Berd
dasarkan Usia
U
Klasifikaasi respondden berdasarrkan usia meliputi
m
balita (0-5 tahhun), anakanakk (5-12 tahuun), remaja (13-17 tahuun), dewasaa (18-55 tahhun) dan maanula (>55
tahunn) (Zakaria et al. 2011)).
Manula
6%
Balita
11%
Anak‐
Anak
3%
maja Rem
3%
%
Dewasa
77%
Gam
mbar 10 Klasifikasi respponden (n = 70) berdassarkan usia
Dari Gaambar 10 daapat diketahhui bahwa responden yang berussia dewasa
meruupakan yang paling baanyak (77%
%). Hal ini menunjukkkan bahwa responden
yangg terpilih suudah dapat berpikir secara matan
ng dan dapaat menerimaa masukan
tentaang pentingnnya kesehattan. Menuruut Sastri (20
003), pada usia
u dewasa konsumen
secarra individu dapat mem
mberikan pennilaian secaara benar daan logis sertta mengerti
produuk yang akan
a
dikonnsumsi seccara baik. Oleh kareena itu, peelaksanaan
sosiaalisasi dan pemberian
p
e
edukasi
selama masa intervensi
i
d
dapat
diterim
ma dengan
baik oleh responnden.
4.1.33. Karakterristik Respoonden Berd
dasarkan Tingkat
T
Pen
ndidikan
Tingkat pendidikann seseorangg dapat mem
mpengaruhii tingkat keepemilikan
dan keluasan
k
peengetahuan untuk penyyelenggaraaan kehidupaannya. Semaakin tinggi
tingkkat pendidikkan maka respon pennerimaan teerhadap infformasi baruu semakin
mudaah. Tingkat pendidikaan orang tuua merupak
kan faktor yang mem
mpengaruhi
pemiilihan pangaan keluargaa seperti yanng dikemuk
kakan oleh Schaffner
S
ett al. (1998)
dan Madanijah
M
(2003), yaitu tingginya tingkat peendidikan orang
o
tua m
memberikan
peluaang lebih besar
b
untukk memperooleh pengettahuan tentaang gizi daan tentang
31
makanan sehat bagi keluarga, dimana
d
atrib
but gizi suaatu produk pangan meenjadi
penting baagi mereka.
Belum Sekolah
14%
PT
0%
SMA
33%
Tidak Sekolah
0%
SD
40%
SMP
13%
Gambbar 11 Klasiifikasi respoonden (n = 70)
7 berdasarrkan tingkaat pendidikaan
Daari Gambar 11 dapat diketahui bah
hwa tingkat pendidikann responden
n yang
paling bannyak adalahh Sekolah Dasar
D
(40%
%), kemudiaan Sekolah Menengah Atas
(33%) daan Sekolahh Menengaah Pertamaa (13%). Bila dilihhat dari tin
ngkat
pendidikannnya, menuunjukkan bahwa
b
responden term
masuk ke ddalam kelom
mpok
yang masiih dapat meenerima infformasi baru
u. Dengan tingkat
t
penddidikan terssebut,
respondenn mempunyyai kemam
mpuan dasar untuk menerima dan meny
yerap
informasi yang diberrikan. Selaiin itu, resp
ponden mem
miliki rasa ingin tahu yang
cukup bessar. Penyam
mpaian infoormasi dilak
kukan denggan diskusii dan pemb
berian
materi padda saat perteemuan masssal dan mon
nitoring.
4.1.4. Karrakteristik Responden
n Berdasarrkan Jenis Pekerjaan
P
Jennis pekerjaaan respondden mempeerlihatkan produktivita
p
asnya seharri-hari
dan menenntukan jum
mlah penghaasilan untuk
k memenuhii kebutuhann hidupnya. Pada
penelitian ini, sebagian responden mengelo
ompok padaa jenis pekeerjaan ibu ru
umah
tangga (IR
RT) sebesarr 47,14% daan tidak bek
kerja sebesaar 21,43%. Kelompok tidak
bekerja teerdiri atas kelompok
k
b
belum
bekerrja, yaitu anak-anak
a
sebesar 10 orang
o
dan tidak bekerja sebbanyak 5 oraang dewasaa. Klasifikassi jenis pekeerjaan respo
onden
dapat dilihhat pada Gaambar 12.
32
47,14%
35
Jumlah Responden
30
25
20
21,43%
15
10
12,86%
8,57%
5
1,43%
5,71%
2,86%
0
Buruh
Guru
Pelajar
IRT
Supir
Pedagang
Tidak Bekerja
Gambar 12 Klasifikasi responden (n = 70) berdasarkan jenis pekerjaan
Kaum ibu di Indonesia, apapun statusnya, baik bekerja maupun tidak
bekerja, dapat dikatakan sebagai “gate keeper” untuk segala urusan rumah tangga,
termasuk penyediaan bahan pangan untuk keluarga (Waysima 2011). Sebagian
besar responden merupakan ibu rumah tangga, yang bertugas untuk menjaga dan
mengurus rumah dan anak. Introduksi minyak sawit mentah sebagai produk
pangan baru yang sasarannya untuk penggunaan memasak di rumah, yang paling
tepat adalah melalui ibu sebagai ibu rumah tangga.
4.1.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan per Keluarga/
Bulan
Pendapatan keluarga merupakan penentu penting dalam perilaku pola
makan keluarga. Harga bahan pangan sangat berpengaruh dalam penentuan
pilihan pangan. Menurut Soedikarijati (2001), pendapatan keluarga berhubungan
secara nyata dan positif dengan perilaku konsumsi pangan anggota keluarga.
Dari Gambar 13 dapat diketahui bahwa pendapatan per keluarga
responden setiap bulannya berkisar antara Rp 100.000,- sampai Rp 300.000,- dan
Rp 300.000,- sampai Rp 600.000,-. Jumlah pendapatan ini masih tergolong
rendah, karena tidak sesuai dengan penetapan penerimaan gaji/bulan atau lebih
dikenal dengan Upah Minimum Regional (UMR) yang ditetapkan di Kabupaten
Bogor, yaitu sebesar Rp 800.000,-. Responden tergolong ke dalam kelompok
masyarakat prasejahtera, sesuai dengan alasan pemilihan responden yang
diprioritaskan berasal dari keluarga prasejahtera. Rendahnya pendapatan keluarga
33
responden ini membuat mereka tidak mampu membeli sumber vitamin A yang
beranekaragam selain buah-buahan dan sayuran yang harganya relatif murah
seperti wortel, pepaya dan tomat.
14
12 (50%)
Jumlah Keluarga
12
10
9 (37,5%)
8
6
4
2
2 (8,33%)
1 (4,17%)
0%
0
<100rb
100‐300rb
300‐600rb
600‐900rb
>900rb
Gambar 13 Klasifikasi responden (n = 34) berdasarkan pendapatan per keluarga/
bulan
4.1.6. Pengetahuan Responden tentang Sumber Vitamin A dan Minyak Sawit
Mentah (MSMn)
Pengetahuan mengenai sumber dan penggunaan vitamin A perlu diketahui
untuk dapat memperlihatkan bagaimana perilaku konsumsi responden terhadap
sumber vitamin A sebelum program berjalan. Informasi mengenai hal tersebut
dapat diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan daftar
pertanyaan yang ada pada kuesioner 1 (Lampiran 6).
Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa sebanyak 54 responden
(77,1%) mengetahui tentang sumber vitamin A. Secara umum sumber vitamin A
yang responden ketahui adalah wortel. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengetahuan responden tentang sumber vitamin A hanya berasal dari wortel saja,
oleh karena itu perlu dilakukan pemberian informasi mengenai sumber-sumber
vitamin A alami lainnya, yaitu minyak sawit mentah, melalui sosialisasi dan
diskusi pada saat monitoring dan pertemuan massal.
Pengenalan dan pengetahuan responden tentang minyak sawit ditanyakan
sebanyak 2 kali, yaitu sebelum dan sesudah masa intervensi selama 2 bulan. Hal
tersebut bertujuan untuk mengetahui peningkatan pengetahuan responden
mengenai minyak sawit dan produk-produknya.
34
Pernah mencoba MSM
0%
Mengetahui manfaat MSM
0%
Mengetahui Minyak Sawit Merah (MSM)
0%
100 %
98,57 %
98,57 %
40 %
Mengenal produk minyak sawit
94,29 %
62,86 %
Melihat & mengetahui pohon kelapa sawit
0
Sebelum penyuluhan Program SawitA
100 %
0%
Mengenal CPO
20
40
60
80
100 %
100
120
Sesudah penyuluhan Program SawitA
Gambar 14 Pengetahuan responden tentang minyak sawit sebelum dan sesudah
penyuluhan pada masa intervensi
Dari Gambar 14 dapat diketahui bahwa jumlah responden yang
mengetahui tentang minyak sawit dan produknya semakin meningkat setelah
dilakukan penyuluhan selama masa intervensi. Hal ini menunjukkan bahwa
hampir semua responden mampu menyerap pengetahuan atau informasi yang
diberikan tentang produk minyak sawit yang berupa MSMn dan MSM serta
manfaat kesehatan yang dimiliki oleh produk tersebut. Penyuluhan yang
dilakukan berhasil memperkenalkan minyak sawit mentah yang merupakan
sumber provitamin A alami sehingga informasi tersebut dapat semakin dikenal
oleh masyarakat.
4.1.7. Kondisi Kesehatan Responden
Kondisi kesehatan responden ditanyakan sebanyak 2 kali, yaitu sebelum
dan sesudah masa intervensi. Informasi mengenai kesehatan responden
didapatkan berdasarkan wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
ada di kuesioner 1 (Lampiran 6) dan kuesioner 5 (Lampiran 10).
Berdasarkan hasil pengamatan secara subjektif di lapangan, tempat tinggal
responden dekat dengan tempat pembuangan sampah serta kondisi sarana MCK
(mandi, cuci dan kakus) yang mereka miliki masih memprihatinkan sehingga
kemungkinan besar responden terpapar oleh cemaran yang dapat mengganggu
kesehatan mereka. Namun berdasarkan hasil wawancara, responden mengakui
bahwa kondisi kesehatan mereka cukup baik. Seluruh responden tidak ada yang
menderita penyakit menahun dan penyakit berat lainnya. Penyakit yang paling
35
sering dialami oleh responden adalah gangguan ISPA (batuk, pilek dan asma),
yang diderita oleh 15 orang responden. Setelah masa intervensi dengan minyak
sawit mentah selama 2 bulan, responden mengakui bahwa kondisi kesehatan yang
mereka rasakan meningkat menjadi baik. Ada beberapa responden yang
mengatakan pada awalnya mereka sering mengalami gangguan ISPA, dan setelah
mengonsumsi minyak sawit mentah, responden merasakan frekuensi gangguan
ISPAnya menjadi berkurang.
Perbaikan kesehatan secara umum dapat dilihat dari perubahan nafsu
makan, kesehatan tubuh dan penglihatan yang dirasakan oleh responden sesudah
konsumsi minyak sawit mentah.
Jumlah Responden
70
90%
88,6%
60
67,1%
50
40
30
20
10
32,9%
10%
11,4%
0
Nafsu makan
Terasa lebih baik
Kesehatan tubuh
Penglihatan
Tidak ada perubahan
Gambar 15 Perubahan status kesehatan responden (n = 70) sesudah konsumsi
minyak sawit mentah
Sebanyak 90% responden menyatakan bahwa nafsu makan yang mereka
rasakan meningkat, 88,6% responden menyatakan kesehatan tubuh terasa lebih
baik dan 67,1% responden menyatakan penglihatan terasa lebih baik (Gambar 15).
Hal ini menunjukkan bahwa perbaikan kesehatan responden meningkat menjadi
lebih baik seiring dengan waktu pengkonsumsian minyak sawit mentah.
4.2. Kadar β-karoten dalam Minyak Sawit Mentah
Analisis kadar β-karoten minyak sawit mentah dilakukan dengan
menggunakan metode HPLC (High Performace Liquid Chromatography). Teknik
HPLC merupakan suatu teknik kromatografi cair-cair yang dapat digunakan untuk
keperluan pemisahan dan analisis kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan teknik
36
HPLC didasarkan kepada pengukuran luas atau area puncak analit dalam
kromatogram, dibandingkan dengan luas atau area larutan standar. Kromatogram
β–karoten standar hasil pembacaan dengan HPLC dapat dilihat pada Lampiran 15.
Dari kurva standar β-karoten pada Lampiran 16 diperoleh persamaan y =
6144x + 19859 dengan koefisien korelasi (R2) = 0,9999. Koefisien korelasi yang
diperoleh menunjukkan hasil yang mendekati nilai 1. Hal ini menunjukkan adanya
hubungan yang proporsional antara luas area dengan konsentrasi larutan standar
yang diukur. Nilai koefisien korelasi merupakan indikator kualitas dari parameter
linieritas yang menggambarkan proporsionalitas respon analitik (luas area)
terhadap konsentrasi yang diukur.
Tabel 6 Perhitungan kadar β–karoten pada minyak sawit mentah
Ulangan
Berat
Faktor
Luas area ppm dari
Sampel (g) Pengenceran (MAU*S) kurva
[β-karoten]
µg/g sampel
1
1,0837
1
4444373
720,10
664,4828
2
1,1089
1
4409536
714,46
644,2961
3
1,0465
1
4416018
715,51
683,7171
Rata-Rata
664,1653
Pengukuran sampel diulang sebanyak 3 kali, dan didapatkan hasil analisis
kadar β-karoten minyak sawit mentah sebesar 664,17 ppm (Tabel 6). Hal ini
sesuai dengan Stuijvenberg dan Benade (2000) yang menyatakan bahwa
kandungan karotenoid minyak sawit mentah (CPO) antara 500-700 ppm, dimana
kandungan terbesarnya merupakan β-karoten yang berperan sebagai provitamin
A. Karoten dalam minyak sawit mentah terdapat dalam bentuk bebas, sedangkan
di dalam sayuran dan buah-buahan, karoten biasanya membentuk kompleks
dengan protein atau teresterifikasi dengan asam lemak sehingga karoten di dalam
minyak sawit mentah lebih mudah diserap oleh tubuh (Combs 1992).
4.3. Intervensi Responden dengan Minyak Sawit Mentah
Intervensi responden dilakukan selama 2 bulan (60 hari) dengan
membagikan minyak sawit mentah setiap seminggu satu kali. Untuk mendukung
kegiatan program, dilakukan pertemuan massal sebanyak 3 kali, yaitu di awal
program, setelah 1 bulan program berjalan dan di akhir program. Pertemuan
37
massal pertama bertujuan untuk pengenalan dan sosialisasi program, pengetahuan
umum tentang vitamin A dan minyak sawit mentah, pengenalan produk dan cara
penggunaan produk. Pertemuan massal kedua bertujuan untuk mengetahui
progress penggunaan produk oleh responden, pemberian materi yang lebih
mendalam tentang vitamin A dan minyak sawit mentah. Pertemuan massal ketiga
dilakukan untuk evaluasi program dan mengajak responden untuk terus
mengonsumsi minyak sawit mentah serta diadakan lomba memasak dan
pemberian kuis seputar pengetahuan vitamin A dan minyak sawit mentah sebagai
apresiasi keikutsertaan responden selama masa intervensi.
Pemakaian minyak sawit mentah oleh responden dikontrol dengan cara
melakukan monitoring, yaitu mengunjungi rumah-rumah responden secara
langsung setiap seminggu sekali dan melakukan pengecekan isi volume botol
minyak sawit mentah. Peranan kader desa sangat penting terutama dalam
membantu fasilitator untuk melakukan monitoring responden sehari-hari, karena
tempat tinggal kader yang berdekatan dengan tempat tinggal responden sehingga
kader dapat berinteraksi dan mengingatkan responden untuk terus mengonsumsi
minyak sawit mentah setiap hari. Dari hasil monitoring selama masa intervensi,
diperolah hasil bahwa 78,6% responden selalu mengonsumsi MSMn secara rutin,
20% responden pernah tidak mengonsumsi MSMn karena lupa dan 1,4%
responden kadang-kadang tidak mengonsumsi MSMn. Responden yang kadangkadang tidak mengonsumsi MSMn beralasan bahwa terkadang mereka tidak
memasak sehingga tidak menggunakan MSMn. Frekuensi konsumsi MSMn oleh
responden yang lupa lebih banyak bila dibandingkan dengan frekuensi konsumsi
MSMn oleh responden yang kadang-kadang tidak mengonsumsi karena tidak
memasak.
Selama masa intervensi 2 bulan, jumlah total MSMn yang dibagikan
kepada 70 orang responden adalah sebanyak 85 botol (@140 ml). Jika dirata-rata
maka masing-masing responden mendapatkan 1,21 botol MSMn, sehingga
diperkirakan responden mengonsumsi MSMn sebanyak 2,83 ml/ hari atau setara
dengan 1879,6 µg ekuivalen vitamin A per hari. Jumlah MSMn yang dikonsumsi
tersebut dapat memenuhi kebutuhan vitamin A responden per harinya. Menurut
Choo (1997), kandungan β-karoten di dalam minyak sawit mentah adalah 400 –
38
700 ppm. Jika diambil batas minimumnya, maka kandungan β-karoten dalam
minyak sawit sebesar 400 ppm. Kebutuhan vitamin A orang dewasa/hari adalah
sebesar 900 μg, sedangkan balita dan anak-anak sekitar 400 μg. Jadi kebutuhan
vitamin A harian dapat dipenuhi dengan mengonsumsi 2,5 g/ hari atau setara
dengan 2,5 ml minyak sawit mentah untuk orang dewasa dan 1 g/ hari atau setara
dengan 1 ml minyak sawit mentah untuk balita dan anak-anak.
Minyak sawit mentah merupakan jenis produk pangan baru yang berbasis
minyak makan. Oleh karena itu, perlu diketahui respon awal responden terhadap
minyak sawit mentah. Respon awal responden dianalisis berdasarkan hasil
wawancara pada hari ke 2-4 setelah konsumsi, dengan menggunakan pertanyaan
yang ada di dalam kuesioner 2 (Lampiran 7).
Tabel 7 Respon awal responden (n = 70) terhadap minyak sawit mentah
Atribut
Biasa Saja (∑ Responden)
Terganggu (∑ Responden)
Rasa
69
1
Aroma
70
0
Warna
68
2
Dari Tabel 7 dapat diketahui bahwa respon awal responden terhadap
minyak sawit mentah dapat diterima dengan baik. Karena hampir seluruh
responden menyatakan tidak terganggu (biasa saja) dengan atribut produk secara
keseluruhan. Menurut responden yang merasa terganggu dengan atribut rasa
menyatakan bahwa minyak sawit mentah memiliki rasa getir dan agak lengket.
Menurut Budhikarjono (2007), komponen nontrigliserida pada minyak sawit
mentah menimbulkan rasa dan aroma yang khas. Komponen nontrigilerida
tersebut diantaranya monogliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan
karbohidrat, protein dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum).
Pada atribut warna, ada 2 orang responden yang merasa terganggu dengan
warna minyak sawit mentah, karena terlalu mencolok (merah cerah). Sedangkan
untuk atribut aroma, tidak ada responden yang merasa terganggu. Warna merah
pada minyak sawit mentah disebabkabn karena kandungan karotenoid yang sangat
tinggi. Semua senyawa yang menimbulkan flavor yang tidak enak pada minyak
39
berasal dari senyawa minor yang mempunyai nilai fungsional bagi tubuh dan
senyawa ini harus dipertahankan.
Minyak sawit mentah dikemas dalam botol plastik transparan dengan
volume sebanyak 140 ml. Sebesar 100% responden menyatakan bahwa mereka
menyukai jenis kemasan yang dipakai karena penggunaannya mudah dan praktis.
Evaluasi penerimaan responden terhadap minyak sawit mentah dilakukan
setelah responden mengonsumsi produk selama 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan.
Menurut Pilgrim (1956), penerimaan pangan (food acceptability) menunjukkan
perilaku makan yang disertai dengan kesenangan. Oleh karena itu, penerimaan
konsumen terhadap suatu produk pangan menjadi suatu faktor penting untuk
menentukan apakah produk pangan tersebut disukai atau tidak. Penerimaan
responden terhadap minyak sawit mentah dianalisis berdasarkan hasil wawancara
dengan menggunakan pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner 3 - 5 (Lampiran
8 - 10).
Tabel 8 Penerimaan responden (n = 70) terhadap minyak sawit mentah
Penerimaan
2 minggu
1 bulan
2 bulan
Rasa Aroma Warna Rasa Aroma Warna Rasa Aroma Warna
Mau
70
70
69
68
68
68
70
70
70
Agak mau
0
0
0
2
2
2
0
0
0
Agak
menolak
0
0
1
0
0
0
0
0
0
Menolak
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa secara umum responden dapat
menerima produk dengan baik. Setelah mengonsumsi minyak sawit mentah
selama 2 bulan, responden dapat menerima dengan baik seluruh atribut produk,
baik rasa, aroma maupun warna. Hal ini dikarenakan dalam masa 2 bulan tersebut
telah terjadi proses adaptasi terhadap atribut produk, karena responden
mengonsumsi produk setiap hari sehingga pada akhirnya mereka menjadi terbiasa
dan dapat menerima produk dengan baik. Menurut Sulivan dan Birch 1994),
penerimaan terhadap suatu produk pangan baru tidak terjadi begitu saja, namun
membutuhkan pengulangan berkali-kali untuk mengonsumsi produk pangan
tersebut, sehingga akan terjadi peningkatan kesukaan.
40
Setelah 2 bulan masa intervensi, diketahui bahwa sebanyak 22,86%
responden menyatakan tetap mau melanjutkan konsumsi minyak sawit mentah,
74,28% responden mau melanjutkan konsumsi asalkan harga jual minyak sawit
mentah terjangkau, dan 2,86% responden ragu-ragu untuk terus mengonsumsi
minyak sawit mentah. Responden yang menyatakan mau untuk melanjutkan
konsumsi beranggapan bahwa mereka dapat merasakan manfaat setelah
mengonsumsi minyak sawit mentah, yaitu berupa perbaikan status kesehatan yang
mereka rasakan serta adanya peningkatan nafsu makan.
Tabel 9 Kelanjutan konsumsi minyak sawit mentah oleh responden (n = 70)
Sikap
∑ Responden
Persentase (%)
16
52
2
0
22,86
74,28
2,86
0
Mau
Mau asal harga terjangkau
Ragu-ragu
Tidak mau
4.4. Kondisi Sel Limfosit
Dari total 70 responden, dilakukan pengambilan darah pada 16 responden
ibu usia produktif. Pemilihan responden ibu usia produktif untuk diambil
darahnya dikarenakan kelompok responden ini dinilai lebih mudah diawasi dan
dikontrol. Kelompok responden ini merupakan ibu rumah tangga yang setiap hari
memasak dan memakan masakannya di rumah sehingga kemungkinan mereka
mengonsumsi minyak sawit mentah setiap harinya lebih besar bila dibandingkan
dengan kelompok responden yang lainnya.
Pengambilan darah dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu sebelum intervensi
dan setelah intervensi selama 2 bulan. Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga
medis di Puskesmas setempat. Sebelum dilakukan pengambilan darah, responden
terpilih diperiksa berat badan dan tekanan darahnya. Darah sebanyak 20 ml
diambil dengan menggunakan venoject dan vacutainer yang berisi EDTA. EDTA
merupakan antikoagulan yang akan mencegah terjadinya pembekuan darah,
sehingga akan diperoleh bagian darah berupa plasma. Fibrinogen yang merupakan
penyebab terjadinya pembekuan darah akan mengendap sehingga sel-sel limfosit
tidak akan terperangkap pada fibrinogen dan dapat diisolasi dengan mudah.
41
Tahapan isolasi limfosit dilakukan secara aseptis. Limfosit yang sudah
berhasil diisolasi (Gambar 16) selanjutnya disimpan pada freezer yang bersuhu
sekitar -20°C. Penyimpanan pada suhu rendah bertujuan untuk melisiskan sel
limfosit. Flowers et al. (1977) dan Kim et al. (2009) menyatakan bahwa sel dapat
mengalami lisis jika diberi perlakuan suhu rendah, karena suhu rendah dapat
merusak struktur dari membran sel sehingga unsur-unsur di dalam sel seperti
DNA, RNA dan protein akan keluar dari sel. Oleh karena itu, pengukuran kadar
protein limfosit dari sel limfosit yang telah lisis pada analisis selanjutnya dapat
diukur dengan mudah. Pada penelitian Garcia et al. (2003) juga dilakukan
penyimpanan limfosit pada suhu -20°C.
Gambar 16 Isolat limfosit darah manusia
4.5. Kadar Protein Limfosit
Analisis kadar protein limfosit dilakukan dengan menggunakan metode
Bradford (1976). Tujuan dilakukannya analisis ini adalah untuk mengetahui kadar
protein limfosit masing-masing responden, sehingga pada analisis selanjutnya,
yaitu analisis CD4 dan CD8 dengan ELISA, dapat digunakan limfosit dengan
jumlah kadar protein yang sama. Dari beberapa seri pengenceran protein standar
(bovine serum albumine) diperoleh kurva standar yang memiliki persamaan garis
y = 0,0007x + 0,0002 dengan R2 = 0,9919 (Gambar 17). Dari persamaan garis
tersebut dapat diperoleh kadar protein limfosit. Contoh perhitungan kadar protein
limfosit dapat dilihat pada Lampiran 12.
Kadar protein limfosit yang digunakan untuk analisis CD4 dan CD8
adalah sebesar 50 µg. Volume maksimal lubang sumur mikroplate adalah 300-350
42
µl, oleh karena itu volume suspensi limfosit yang digunakan disesuaikan dengan
volume lubang sumur mikroplate. Dari hasil percobaan diperoleh bahwa kadar
protein limfosit sebesar 50 µg merupakan yang paling sesuai. Sampel limfosit
yang memiliki konsentrasi protein sangat rendah membutuhkan volume
pengambilan yang lebih banyak sehingga untuk menyiasatinya dilakukan
penempelan sampel (coating) pada mikroplate sebanyak 2 kali. Perhitungan
volume suspensi yang harus diambil pada saat coating dapat dilihat pada
Absorban
Lampiran 13.
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
y = 0,0007x + 0,0002
R² = 0,9919
0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi (ppm)
Gambar 17 Kurva standar protein BSA
4.6. Analisis Perubahan Kadar Protein CD4 dan CD8 pada Limfosit
Analisis kadar protein CD4 dan CD8 dilakukan dengan menggunakan
teknik ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Limfosit dengan volume
tertentu pada konsentrasi protein yang sama dimasukkan ke dalam mikroplate.
Protein CD4 dan CD8 pada limfosit akan berikatan secara spesifik dengan
antibodi primer yaitu antibodi anti-CD4 manusia atau anti-CD8 manusia.
Kompleks antigen-antibodi tersebut dapat dideteksi dengan terbentuknya
intensitas warna sebagai akibat dari penambahan antibodi sekunder yang berlabel
enzim HRP (Horse Radish Peroxidase) yang kemudian akan berinteraksi dengan
substrat ABTS. Intensitas warna yang terbentuk dapat dibaca dengan
menggunakan ELISA reader pada panjang gelombang 450 nm. Semakin besar
nilai OD (optical density) atau absorban yang terbaca oleh ELISA reader, maka
semakin banyak kadar protein CD4 dan CD8 di dalam limfosit.
Dari Gambar 18 dapat diketahui bahwa rata-rata kadar protein CD4 pada
limfosit responden lebih tinggi pada perlakuan setelah mengonsumsi minyak
43
sawit menntah walauupun ada 3 responden
n yang meengalami ppenurunan kadar
k
protein CD
D4 setelah mengonsum
m
msi minyak sawit menttah, yaitu reesponden kee-2, 4
dan 10.
0.25
5
OD Protein
0.2
2
5
0.15
Sebelum
m
konsum
msi
0.1
Sesudah
h
konsum
msi
0.05
5
Turun
n
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 11 12 13
3 14 15 16
R
Responden
n ke-
Gambar 18 Kadar prootein CD4 responden
r
(n
n = 16) sebeelum dan seesudah konssumsi
m
minyak
sawitt mentah
Daari Tabel 10 dapatt diketahui bahwa analisis sstatistik deengan
menggunaakan uji t berpasangaan menunju
ukkan hasill yang berbbeda nyata atau
bermakna, sehinggaa dapat memperkuat
m
hipotesis dan hasill analisis yang
menyatakaan bahwa dengan mengonsumsi
minyak sawit
mentah dapat
meningkattkan kadar protein
p
CD44 dalam lim
mfosit responnden.
Tabel 10 Analisis
A
stattistik kadar protein CD
D4
Kelompook Respond
den
Respondenn total (n=116)
Rerata ± Sd
(seebelum
kon
nsumsi)
Rerata ± Sd
S
(sesudah
h
konsumssi)
bel
T tab
T
hitun
ng
0,0955 ± 0,012 0,117 ± 0,0037 2,131((5%) 2,521*
*
Respondenn yang CD4C
0,0933 ± 0,012 0,124 ± 0,0037 2,179((5%) 3,582*
**
nya naik (n=13)
3,055((1%)
Keterangaan: * signifi
fikan pada taaraf 5%
** signiffikan pada taraf 1% dan
n 5%
D4 merupakkan molekuul yang terrdapat padaa permukaaan sel T helper
h
CD
limfosit seerta pada monosit
m
dann makrofag (Cruse dann Lewis 20004; Ajani et al.
1998). Paada pengukuuran kadar CD4 deng
gan mengguunakan EL
LISA, CD4 yang
44
terukur benar-benar hanya berasal dari sel Th saja, bukan berasal dari monosit
maupun makrofag atau dengan kata lain tidak ada kesalahan positif. Makrofag
merupakan sel fagosit yang berada di jaringan bukan di sirkulasi darah, sehingga
pada saat proses pengambilan darah, makrofag tidak akan ikut terambil.
Sedangkan monosit sudah hilang akibat proses pencucian dengan media RPMI
yang dilakukan sebanyak 2 kali, sehingga yang terisolasi adalah benar-benar isolat
limfosit saja.
Sel Th berperan untuk mengaktivasi makrofag dan produksi antibodi
(Cruse dan Lewis 2004). Aktivasi makrofag akan menstimulasi makrofag untuk
menghancurkan mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Antibodi
merupakan sistem pertahanan tubuh yang dapat melawan infeksi ektraseluler virus
dan bakteri serta menetralisir toksinnya (Baratawidjaja 2000). Mekanisme kerja
antibodi adalah dengan cara mempercepat penghancuran dan penyingkiran
antigen dengan netralisasi, presipitasi, aglutinasi, serta lisis (Guyton dan Hall
2007).
Garcia et al. (2003) telah melakukan penelitian pemberian β-karoten
dengan dosis 300 mg/berat badan pada mencit selama 21 hari, hasilnya
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan jumlah CD4 bila dibandingkan dengan
kelompok kontrol. Murata et al. (1994) melakukan penelitian pada 10 responden
yang diberikan suplemen β-karoten 60 mg/hari selama 44 minggu, hasilnya dapat
meningkatkan persentase CD4 sebanyak 27%. Penelitian lain juga telah dilakukan
oleh Alexander et al. (1985) dengan memberikan suplemen β-karoten (180
mg/hari) selama 2 minggu, hasilnya dapat meningkatkan jumlah CD4. Minyak
sawit mentah mengandung kadar β-karoten yang tinggi dan bila dikonsumsi dapat
diserap oleh tubuh dengan mudah, sehingga dengan mengonsumsi minyak sawit
mentah dapat meningkatkan kadar protein CD4. Peningkatan kadar protein CD4
diduga karena jumlah sel Th juga meningkat.
CD4 merupakan molekul yang juga berperan sebagai reseptor protein
gp120 yang dihasilkan oleh virus HIV sehingga invasi virus ini pada manusia
menyebabkan penyakit AIDS. Penderita HIV-AIDS memiliki protein CD4 dengan
jumlah yang sangat rendah, karena virus HIV menyerang sistem kekebalan tubuh
melalui invasinya pada pelekatan dengan protein CD4 (Patrick 1999). Omen et al.
45
(1996) menyatakan
m
bahwa β-kkaroten dallam darah dapat mennjaga CD4 pada
limfosit daari kerusakaan akibat peeroksidasi pada
p
membrran sel. Pennelitian men
ngenai
pemberiann suplemen β-karoten kepada
k
pen
nderita HIV--AIDS untuuk meningk
katkan
dan memppertahankann jumlah CD
D4 sudah baanyak dilakuukan.
Cooodley et all. (1993) tellah memberrikan β-karroten dengann dosis 60 mg 3
kali/hari kepada
k
21 responden
r
p
penderita
HIV-AIDS,
H
s
setelah
4m
minggu konssumsi
terjadi penningkatan CD4
C
sebanyyak 17%. Frryburg et all. (1995) meelaporkan bahwa
b
β-karoten dapat menningkatkan CD4 sebessar 43% settelah melakkukan peneelitian
H
yang diberiikan β-karotten (60 mg// hari)
terhadap 7 respondenn penderita HIV-AIDS
selama 4 minggu. Peenelitian yaang lain jug
ga telah dillakukan oleeh Bianchi et al.
(1992) terrhadap 9 penderita HIIV-AIDS yang
y
diberikkan β-karotten selama 6-21
bulan, hasilnya dapaat meningkkatkan CD4
4 sebesar 11,5%.
1
Waalaupun hassilnya
secara staatistik tidakk signifikann, namun secara
s
kliniis dapat meengurangi diare,
d
keringat berlebih
b
dann demam padda penderitaa HIV-AIDS.
Ogguntibeju et al. (20100) merekom
mendasikan pemanfataan minyak sawit
merah unttuk penderiita AIDS setelah
s
melaakukan pennelusuran bberbagai liteeratur
mengenai manfaat miinyak sawitt merah yan
ng menganddung antiokssidan tinggii serta
komponenn bioktif lainnnya.
0.120
0
OD Protein
0.100
0
Sebelum
m
konsum
msi
Sesudah
h
konsum
msi
0.080
0
0.060
0
0.040
0
Turun
n
0.020
0
0.000
0
Tetap
p
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0 11 12 13 14 15 16
Re
esponden kek
Gambar 19 Kadar prootein CD8 responden
r
(n
n = 16) sebeelum dan seesudah konssumsi
m
minyak
sawitt mentah
Daari Gambar 19 dapat diketahui
d
baahwa rata-raata kadar prrotein CD8 pada
limfosit reesponden memiliki
m
selisih yang rendah antaara perlakuuan sebelum
m dan
46
sesudah konsumsi minyak sawit mentah. Sebanyak 3 orang responden yang
mengalami penurunan kadar protein CD8 setelah konsumsi minyak sawit mentah,
yaitu responden ke-2, 4 dan 15, serta ada 4 responden yang kadar protein CD8nya tetap, yaitu responden ke-1, 5, 9 dan 10.
Tabel 11 Analisis statistik kadar protein CD8
Kelompok Responden
Responden total (n=16)
Rerata ± Sd
(sebelum
konsumsi)
Rerata ± Sd
(sesudah
konsumsi)
T tabel
T hitung
0,078 ± 0,008 0,079 ± 0,007 2,131(5%) 0,963
Responden yang CD8- 0,077 ± 0,008 0,083 ± 0,008 2,306(5%) 13,880**
nya naik (n=9)
3,355(1%)
Keterangan: ** signifikan pada taraf 1% dan 5%
Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa peningkatan rerata kadar protein
CD8 pada 16 responden antara sebelum dan sesudah konsumsi MSMn hanya
sebesar 0,001 dan tidak signifikan secara statistik. Namun jika responden yang
mengalami kenaikan kadar protein CD8 dikelompokkan kembali (9 responden)
dan dihitung secara statistik, maka peningkatan kadar protein CD8 yang terjadi
signifikan baik pada taraf 5% maupun 1%.
Setiawati (1982) menyatakan bahwa semua hasil analisis yang dinyatakan
tidak bermakna bukan berarti bahwa hasilnya tidak ada atau tidak bermanfaat,
karena hasil yang tidak bermakna hanya berarti bahwa hasilnya tidak cukup kuat
untuk menolak hipotesis nol. Oleh karena itu, hasil yang tidak bermakna tersebut
sebaiknya dianggap tidak konklusif dan diperlukan pengumpulan data lebih lanjut.
Selain itu, kemaknaan statistik tidak identik dengan kemaknaan klinik, karena
seringkali pada perhitungan menunjukkan hasil yang tidak bermakna (tidak
berbeda nyata), namun secara klinis justru berdampak nyata yaitu manfaatnya
dapat dirasakan oleh responden.
Responden yang mengalami penurunan kadar protein CD8 adalah
responden ke-2, 4 dan 15. Responden ke-2 dan 4 juga mengalami penurunan
kadar protein CD4. Setelah dilakukan kroscek data hasil wawancara didapatkan
bahwa responden ke-2 dan 4 kadang-kadang tidak mengonsumsi minyak sawit
mentah dengan alasan bahwa mereka tidak memasak pada hari-hari tertentu.
Sedangkan responden ke-15 pernah tidak mengonsumsi karena lupa. Berdasarkan
47
Zakaria et al. (2011) mengenai pengaruh konsumsi minyak sawit mentah terhadap
kadar β-karoten pada plasma darah, diperoleh hasil bahwa responden ke-4 dan 15
mengalami penurunan kadar β-karoten setelah konsumsi minyak sawit mentah.
Selain itu, responden ke-2, 4 dan 15 juga mengalami penurunan kadar retinol pada
plasma setelah konsumsi minyak sawit mentah. Menurut Ullrich et al. (1994)
jumlah CD4 dan CD8 berkorelasi dengan konsentrasi karoten dan retinol dalam
plasma darah yang berperan sebagai antioksidan sehingga dapat melindungi
permukaan sel limfosit dari kerusakan akibat peroksidasi. Jika konsentrasi karoten
dan retinol pada plasma darah jumlahnya tinggi maka jumlah CD4 dan CD8 pun
tinggi.
Berdasarkan pengukuran kadar protein CD8 responden ke-2, 4 dan 15
walaupun mengalami penurunan setelah konsumsi minyak sawit mentah, namun
berdasarkan hasil wawancara ketiga responden tersebut menyatakan bahwa
mereka merasakan adanya perbaikan kesehatan. Pada Tabel 12 dapat dilihat hasil
wawancara mengenai perbaikan kesehatan yang dirasakan responden.
Tabel 12 Perbaikan kesehatan responden yang mengalami penurunan kadar
protein CD8 setelah konsumsi minyak sawit mentah
Responden ke2
Perbaikan Kesehatan
Nafsu makan, kondisi kesehatan dan penglihatan
responden terasa lebih baik
4
Responden pada awalnya mempunyai gangguan ISPA
dengan frekuensi lebih dari 4 kali sebulan, namun
setelah mengonsumsi minyak sawit mentah, gangguan
ISPA menjadi berkurang frekuensinya
15
Nafsu makan, kondisi kesehatan dan penglihatan
responden terasa lebih baik
Oleh karena itu, walaupun peningkatan kadar protein CD8 setelah
mengonsumsi minyak sawit mentah cukup rendah dan tidak signifikan secara
statistik, namun manfaat kesehatan yang dirasakan responden meningkat setelah
mengonsumsi minyak sawit mentah.
CD8 merupakan molekul glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
Tc dan Ts. Sel Tc berperan dalam membunuh sel-sel tubuh yang telah terinveksi
virus dan sel-sel termutasi (sel tumor dan kanker) (Cruse dan Lewis 2004).
48
Sedangkan sel Ts (T-suppresor), yaitu sel penekan, berperan untuk mengakhiri
tanggapan kekebalan atau proses inflamasi. Untuk membedakan pengukuran
antara protein CD8 sel Tc dengan protein CD8 sel Ts sulit dilakukan karena
protein CD8 merupakan marker spesifik untuk kedua jenis sel tersebut.
Sistem imun yang berguna untuk melawan kanker adalah sistem imun
seluler yaitu sel Tc (Abbas et al. 2000; Male et al. 1996; Baratawidjaja dan
Rengganis 2009). Fungsi utama sel CD8+ adalah menyingkirkan sel terinfeksi
virus, menghancurkan sel ganas dan sel histoin kompatibel yang menimbulkan
penolakan pada transplantasi. Sel CD8+ menimbulkan sitolisis melalui
perforin/granzim, FasL/Fas (apoptosis), TNF-β dan memacu produksi sitokin.
Produksi sel CD8+ ini dipengaruhi oleh pelepasan sitokin IL-2 dan IFN-γ yang
dikeluarkan oleh sel CD4+ (sel Th-1) serta IL-12 yang dikeluarkan oleh sel
makrofag dan sel dendritik (Baratawidjaja dan Rengganis 2009).
Murata et al. (1994) menyatakan bahwa mekanisme β-karoten yang dapat
meningkatkan protein imun belum diketahui secara pasti. Menurut Moriguchi et
al. (1996), β-karoten dapat menstimulasi proliferasi sel limfosit dan menurut
Garcia et al. (2003) vitamin A memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan
diferensiasi sel. Dari pernyataan tersebut dapat dihubungkan bahwa dengan
mengonsumsi MSMn yang mengandung β-karoten sebagai provitamin A, akan
meningkatkan jumlah sel limfosit. Semakin meningkatnya jumlah sel limfosit,
maka protein penanda pada sel limfosit pun akan meningkat. Oleh karena itu,
dengan
mengonsumsi
CPO
yang
mengandung
β-karoten
meningkatkan kadar protein CD4 dan CD8 dalam limfosit.
tinggi
dapat
Download