BAB I - IPB Repository

advertisement
DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF
(Escherichia coli dan Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM
KAMPUNG DENGAN Agar Gel Precipitation Test (AGPT)
ADINI ALVINA
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
1
DETEKSI ANTIBODI BAKTERI GRAM NEGATIF (Escherichia coli dan
Salmonella sp.) PADA TELUR AYAM KAMPUNG DENGAN Agar Gel
Precipitation Test (AGPT)
ADINI ALVINA
SKRIPSI
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
2
Ringkasan
ADINI ALVINA. B04101173. Deteksi Antibodi Bakteri Gram Negatif
(Escherichia coli dan Salmonella sp.) pada Telur Ayam Kampung dengan Agar
Gel Precipitation Test (AGPT). Dibawah bimbingan Prof. Dr. drh. Fachriyan
Hasmi Pasaribu dan drh. Okti Nadia Poetri, MSi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan imunoglobulin Y
(IgY) spesifik Escherichia coli dan Salmonella sp. di dalam telur ayam kampung
dengan menggunakan metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Ekstraksi
imunoglobulin dilakukan dengan purifikasi sederhana dan Water Soluble Fraction
(WSF) terhadap empat butir telur ayam dari masing-masing daerah Bogor Barat
dan Bogor Tengah. Reaksi antibodi pada kuning telur dideteksi menggunakan
metode Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa terdapat antibodi spesifik terhadap E. coli dan Salmonella sp. pada semua
kuning telur ayam kampung yang diuji. Rata-rata konsentrasi IgY yang diperoleh
dari kuning telur adalah 3.225 mg/ml. Berdasarkan penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa telur ayam kampung dapat memproduksi IgY spesifik E. coli
dan Salmonella sp.
Kata kunci : Imunoglobulin Y, Escherichia coli, Salmonella sp.
3
Abstract
ADINI ALVINA. B04101173. Detection of Antibody of Indonesian Native
Chicken Egg Against Bacteria Gram Negative (Escherichia coli and Salmonella
sp.) using Agar Gel Precipitation Test (AGPT). Supervised by Prof. Dr. drh.
Fachriyan Hasmi Pasaribu and drh. Okti Nadia Poetri, MSi.
This research is conducted to know about existence of specific
immunoglobulin Y (IgY) of Escherichia coli and Salmonella sp. from Indonesian
native chicken egg yolk using Agar Gel Precipitation Test (AGPT) method. The
extraction of immunoglobulin was performed with simple purification and Water
Soluble Fraction (WSF) using four chicken eggs from West Bogor and Central
Bogor areas, respectively. The presence of antibody was detected on egg yolk with
Agar Gel Precipitation Test (AGPT) method. The result of this research indicated
there are specific IgY to E. coli and Salmonella sp. in Indonesian native chicken
egg yolk. Immunoglobulin Y (IgY) concentration was measured by UV
spectrophotometer, and the results show that IgY concentration 3.225 mg/ml. For
conclusion, Indonesian native chicken can produce IgY specific to E. coli and
Salmonella sp.
Keys words : Immunoglobulin Y, Escherichia coli, Salmonella sp.
4
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Deteksi Antibodi Bakteri Gram Negatif (Escherichia coli
dan Salmonella sp.) pada Telur Ayam Kampung dengan
Agar Gel Precipitation Test (AGPT)
Nama
: Adini Alvina
NRP
: B04101173
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi Pasaribu
NIP. 130 701 878
drh. Okti Nadia Poetri, MSi
NIP.132 313 046
Mengetahui,
Wakil Dekan
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS
NIP. 131 129 090
Tanggal Lulus :
5
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
berkah-Nyalah penulisan skripsi dengan judul “ Deteksi Antibodi Bakteri Gram
Negatif (Escherichia coli dan Salmonella sp.) Pada Telur Ayam Kampung
Dengan Agar Gel Presipitation Test (AGPT)” dapat terselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. drh. Fachriyan Hasmi
Pasaribu selaku pembimbing I dan drh. Okti Nadia Poetri, MSi selaku
pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
Terima kasih kepada Dr. drh. Min Rahminiwati selaku dosen pembimbing
akademik. Terima kasih kepada drh. Rahmat Hidayat, MSi selaku dosen penguji
skripsi.Terima kasih kepada drh. Titiek Sunartatie, MS selaku dosen penilai
seminar. Terima kasih juga untuk Pak Agus Sumantri, Mba Santi, Mas Rizal, Mba
Sellin, dan Mba Lia serta Staf Laboratorium Imunologi dan Laboratorium
Bakteriologi atas bantuannya selama penelitian. Terima kasih untuk Rama,
Sherlly, Dora, Ramlah selaku rekan penelitian atas bantuan dan kerjasamanya.
Terima kasih untuk Icha, Anggi, Ela, Mitha, Riris dan Meymey atas
kebersamaannya. Terima kasih untuk rekan-rekan Gastro 38 dan pihak-pihak lain
yang turut membantu. Terima kasih untuk Titot Bagus Arifianto, SKH sekeluarga
atas doa, dukungan serta kasih sayangnya. Ucapan terima kasih yang sebesarbesarnya, penulis sampaikan untuk Papa, Mama dan ”Unyil” serta seluruh
keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun
penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat menambah ilmu
pengetahuan bagi penulis dan pembaca.
Bogor, Agustus 2007
Adini Alvina
6
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Surabaya 22 Februari 1982 dari pasangan Dr.
Komari, MSc dan Dr. Astuti Lamid, MCN. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara, dengan seorang adik yaitu Aussie Komala Rani.
Pendidikan dasar ditempuh penulis dari tahun 1988 sampai dengan tahun
1992 di SD Negeri Pabrik Gas I Bogor dan dari tahun 1992 sampai dengan tahun
1994 di SD Negeri Pengadilan V Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP
Negeri 4 Bogor dan lulus tahun 1997. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
di SMU Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun 2001 penulis
diterima menjadi mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
melalui jalur UMPTN.
7
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………
vi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
viii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
x
DAFTAR GAMBAR …….……………………………………………….
xi
DAFTAR LAMPIRAN …………….……………………………………..
xii
Bab I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..……………………………………………..
1
1. 2 Tujuan Penelitian ..…………………………………………..
2
1. 3 Hipotesis .…..…………………………………..…………….
2
Bab II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Telur Ayam ……....…………………………………………..
3
2. 2 Imunoglobulin Y ……………………………………………..
4
2. 2 Imunologi Pada Unggas ……..…...…………………………..
6
2. 3 Sistem Kekebalan Unggas …….…………………….……......
7
2. 4 Struktur Imunoglobulin Y (IgY) .…………………………….
7
2. 5 Escherichia coli ..………………………………………….….
8
2. 6 Salmonella sp. ………………………………….…………….
10
2. 8 Struktur Antigen Salmonella ..………………………………..
13
2. 7 Prinsip Uji Presipitasi (sekunder) ………………………….…
15
2. 8 Spektrofotometri ……………………………………………..
15
Bab III MATERI DAN METODE PENELITIAN
3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian …………..………………….…
17
3. 2 Bahan Penelitian ..………………………………………….…
17
3. 3 Alat Penelitian ..………………………………………………
17
3. 4 Metode Penelitian ..…………………………………………..
17
3. 4. 1 Ekstraksi Imunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dengan
teknik purifikasi sederhana ..................................................
17
3. 4. 2 Ekstraksi Imunoglobulin Y (IgY) dari kuning telur dengan
teknik Water Soluble Fraction (WSF) .................................
18
8
3. 4. 3 Preparasi Antigen Terlarut .....................................................
18
3. 4. 4 Penentuan Konsentrasi Imunoglobulin Y ..............................
18
3. 4. 5 Uji Agar Gel Presipitasi .........................................................
19
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4. 1 Deteksi Keberadaan IgY Spesifik E. coli pada Telur Ayam
Kampung ……………………………………………………..
20
4. 2 Deteksi Keberadaan IgY Spesifik Salmonella sp. pada Telur
Ayam Kampung ……………………………………………...
22
4. 3 Penentuan Konsentrasi IgY pada Telur Ayam Kampung …….
23
Bab V KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 Kesimpulan …………………………………………………...
25
5. 2 Saran ………………………………………………………….
25
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………................
26
LAMPIRAN ………………………………………………………………
31
9
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Komposisi zat gizi telur berbagai jenis unggas …...………………………. 4
2 Kandungan zat gizi dalam telur per 100 g bahan yang dapat dimakan ……. 4
3 Struktur antigen Salmonella spp. ….………………………………………
14
4 Asal telur …………………………………………………………………..
20
5 Hasil uji AGPT terhadap E. coli ………………………………………….
21
6 Hasil uji AGPT terhadap Salmonella sp. ………………………………….
22
7 Hasil konsentrasi IgY ……………………………………………………... 24
10
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Imunoglobulin Y …………………………………………………………..
7
2 Escherichia coli ………………………….………..……………………….
8
3 Salmonella sp. …………………..………………………………………...
10
4 Spektrofotometer …………………………………………………………...
16
5 Reaksi positif uji AGPT antara E. coli dan antibodi .....................................
21
6 Reaksi positif uji AGPT antara Salmonella sp. dan antibodi ........................
23
11
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Magnetic stirrer …….……………………………………………………..
32
2 Sentrifus …..……………………...………..………………………………
33
3 Spektrofotometer …………………………………………………………..
34
12
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar belakang
Telur merupakan sumber protein hewani yang murah dan mudah diperoleh
guna memenuhi kebutuhan protein masyarakat serta bermanfaat bagi kesehatan.
Antibodi yang terdapat di dalam kuning telur disebut imunoglobulin Y (IgY) yang
mampu menekan bakteri patogen tertentu. Imunoglobulin Y dapat digunakan
sebagai alternatif untuk menggantikan antibodi mamalia untuk kepentingan
imunoterapi dan imunodiagnostik. Oleh karena itu, ayam petelur memiliki potensi
efektif sebagai produsen antibodi (IgY) dibandingkan mamalia sebagai produsen
antibodi (IgG) yang selama ini telah banyak digunakan (Gassman 1990 dalam
Anggi 2005).
Antibodi spesifik yang ada dalam telur berasal dari antibodi induk yang
ditransfer secara trans-ovarial sebagai kekebalan alami anak ayam terhadap faktor
eksogen khususnya infeksi bakteri patogen. Imunoglobulin Y kuning telur
merupakan hasil transfer IgY serum darah induk ke dalam folikular epitelium
ovari dan terakumulasi pada kuning telur selama oogenesis untuk memberi
kekebalan maternal pada anak ayam yang ditetaskan (Loeken dan Roth 1993).
Transfer IgY melalui 2 tahapan yaitu : (a) IgY dipindahkan dari serum ke dalam
kuning telur sebagaimana transfer antibodi cross-placental mamalia. Keberadaan
reseptor IgY pada oosit akan mengikat dan memindahkan seluruh IgY serum ke
telur, (b) Pemindahan IgY dari kuning telur ke embrio (Rose dan Orlans 1981).
Telur ayam kampung sering digunakan oleh masyarakat awam sebagai
campuran jamu penjaga stamina. Hal ini diduga berkaitan dengan kandungan IgY
dalam kuning telur ayam kampung. Selama ini penelitian terhadap IgY terbatas
pada telur ayam layer yang sudah diberikan perlakuan sebelumnya. Penelitian ini
mendeteksi keberadaan IgY yang terdapat di dalam kuning telur ayam kampung
yang pemeliharaannya dilakukan secara ekstensif dan kemungkinan terpapar oleh
bakteri tertentu dengan menggunakan uji Agar Gel Precipitation Test (AGPT).
Saluran pencernaan manusia dapat terinfeksi oleh bakteri Salmonella sp.
dan Escherichia coli yang merupakan mikroflora normal di alam dan di tubuh
manusia. Bakteri E. coli dapat memproduksi toksin yang dapat menyebabkan
13
timbulnya gastroenteritis pada manusia yang ditandai dengan gejala diare, demam
kadang disertai muntah bahkan kematian. Salmonella sp. adalah bakteri yang
dapat menyebabkan penyakit zoonosis yaitu dapat menyerang dan menular pada
hewan maupun manusia tetapi tidak pada ikan. Infeksi Salmonella diantaranya
adalah penyebab demam tipus pada manusia. Demam tipus merupakan penyakit
gastroenteritis yang sering menyerang penduduk di negara–negara Asia
khususnya di negara berkembang yang mempunyai tingkat sanitasi yang rendah,
salah satunya adalah Indonesia.
Dengan adanya imunoglobulin Y (IgY) dalam telur, diharapkan telur dapat
menjadi alternatif pencegahan dan pengobatan penyakit pada manusia.
1. 2 Tujuan Penelitian
Mengetahui keberadaan imunoglobulin Y spesifik terhadap E. coli dan
Salmonella sp. di dalam telur ayam kampung dengan menggunakan uji Agar Gel
Precipitation Test (AGPT).
1. 3 Hipotesis
H0
: Telur ayam kampung tidak mengandung IgY spesifik terhadap E. coli dan
Salmonella sp.
H1
: Telur ayam kampung mengandung IgY spesifik terhadap E. coli dan
Salmonella sp.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Telur Ayam
Telur merupakan produk perunggasan yang sangat akrab dan banyak
digemari, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Telur merupakan bahan
makanan bagi masyarakat, karena mempunyai nilai protein yang tinggi, komposisi
asam amino lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan bahan pangan yang
sarat akan gizi dan harganya pun relatif lebih murah dibanding sumber protein
hewani lainnya. Kandungan protein dalam telur sangat tinggi dan mampu bersaing
dengan bahan pangan lainnya. Selain itu, kandungan protein telur sangat mudah
dicerna dan diserap oleh tubuh, terutama untuk pertumbuhan dan perkembangan
jaringan-jaringan dalam tubuh.
Selain sebagai bahan pangan yang bermanfaat, telur dapat pula dijadikan
sebagai media untuk memproduksi antibodi untuk menangkal berbagai penyakit
infeksi, termasuk diare. Agar dapat terjadi proses netralisasi, antigen telur harus
dikenal oleh antibodi. Antibodi terdiri dari beberapa imunoglobulin (Ig) yang
merupakan substansi pertama yang diidentifikasi sebagai molekul dalam serum
yang mampu mengenali sejumlah mikroorganisme penyebab infeksi. Selama ini
imunoglobulin yang digunakan dihasilkan dari hewan mamalia seperti kelinci,
mencit putih, tikus, babi dan hewan mamalia besar seperti kuda, kambing, domba
dan sapi (Suartha et al. 2003).
Ayam kampung mulai bertelur pada umur 4-5 bulan (Anonim 2005).
Namun perlu di sadari bahwa keragamannya besar, artinya antara rencana dengan
kenyataan bisa berbeda. Karena ayam kampung tidak memiliki genetis yang
seragam. Sebagian orang beranggapan kandungan gizi ayam kampung lebih baik
dari ayam ras. Dapat dilihat dari perbandingan komposisi gizi telur dari berbagai
jenis unggas dalam Tabel 1. Sedangkan kandungan gizi telur ayam kampung
dalam setiap 100 gr bahan yang dapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 2.
15
Tabel 1 Komposisi Zat Gizi Telur Berbagai Jenis Unggas
Jenis Unggas Protein (%)
Ayam ras
12.7
Ayam buras
13.4
Itik
13.3
Angsa
13.9
Merpati
13.8
Kalkun
13.1
Puyuh
13.1
Sumber : Anonim 2007a
Lemak (%)
11.3
10.3
14.5
13.3
12.0
11.8
11.1
Karbohidrat (%) Abu (%)
0.9
1.0
0,9
1.0
0.7
1.1
1.5
1.1
0.8
0.9
1.7
0.8
1.0
1.1
Tabel 2 Kandungan zat gizi dalam telur per 100 g bahan yang dapat dimakan
Jenis zat
Kuning telur
Putih telur
telur
Bahan yang dapat dimakan (%)
100.0
100.0
90.0
Energi (kkal)
355.0
46.0
158.0
Energi (KJ)
1501.0
197.0
667.0
Air (g)
49.4
87.8
74.0
Protein (g)
16.3
10.8
12.8
Lemak (g)
31.9
0
11.5
Karbohidrat (g)
0.7
0.8
0.7
Mineral (g)
1.7
0.6
1.0
Kalsium (mg)
147.0
6.0
54.0
Fosfor (mg)
586.0
17.0
180.0
7.2
0.2
2.7
Vitamin A (retinol) (mcg)
600.0
0
270.0
Vitamin B (tiamin) (mg)
0.27
0.01
0.10
0
0
0
Besi (mg)
Vitamin C (asam askorbat) (mg)
Sumber : Nio 1997
2. 2 Imunoglobulin Y
Manusia dan mamalia lainnya dapat memberikan respon dengan cara
membentuk dan mengeluarkan suatu molekul protein khusus yang disebut
imunoglobulin (Ig) (Roitt 1991). Imunoglobulin merupakan fraksi protein yang
mengandung zat anti komplek imun tertentu, disintesis oleh limfosit dan sel
16
plasma serta ditemukan dalam serum, cairan tubuh, serta jaringan tubuh lainnya
(Ramali dan Pamoentjak 2003; Dorland 1995). Pada manusia terdapat lima kelas
dari imunoglobulin, yaitu IgG, IgA, IgM, IgD, IgE (Baret 1970). Pada unggas IgG
dikenal sebagai IgY (Tarigan 2003).
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun ialah semua mekanisme yang
digunakan tubuh untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan
terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai benda asing atau antigen. Kata imun
berasal dari bahasa Latin 'immunitas' yang berarti pembebasan atau kekebalan
(Anonim 2007b). Istilah ini kemudian berkembang dan berubah arti menjadi
perlindungan terhadap penyakit terutama penyakit menular. Pada saat pertama
kali antigen masuk ke dalam tubuh, maka akan terjadi respon tubuh membentuk
zat anti yang disebut dengan antibodi. Reaksi pertama tubuh membentuk antibodi
tidak terlalu kuat, karena tubuh belum memiliki "pengalaman". Namun pada
reaksi kedua, ketiga dan seterusnya, tubuh telah memiliki memori untuk
mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi dapat terjadi dalam
waktu lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Sistem kekebalan tubuh
dapat diibaratkan ”prajurit” yang disiplin, teratur, cerdas, dan pekerja keras yang
melindungi tubuh dari musuh luar dan dalam, khususnya ”musuh” seperti bakteri
atau virus tertentu yang berupaya memasuki tubuh (Waspodo 2004).
Molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi
antara limfosit B peka antigen dan antigen khusus adalah antibodi (Tizard 1988).
Imunitas dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu imunitas non spesifik dan imunitas
spesifik. Imunitas non spesifik yang disebut juga imunitas bawaan dimiliki oleh
hewan sejak lahir atau sebelum terpapar oleh suatu penyakit. Sedangkan imunitas
spesifik dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu imunitas aktif dan imunitas pasif.
Pada imunitas pasif, antibodi tersedia dengan cepat tetapi memiliki masa hidup
yang singkat dalam melawan penyakit. Anak hewan mendapatkan imunitas pasif
dari induknya dari kolostrum (IgA) pada hewan mamalia atau dari kuning telur
(IgY) pada reptil dan unggas. Kuning telur ayam telah diteliti mengandung lebih
dari 200 antibodi yang berbeda. Antibodi ini berasal dari paparan mikroorganisme
melalui vaksinasi maupun paparan alami. Antibodi ini akan diturunkan melalui
17
kuning telur dengan titer yang berbeda tergantung dari tingkat paparannya
(Larsson et al. 1993).
Imunitas aktif didapatkan melalui imunisasi dimana tubuh aktif
membentuk kekebalan dan bertahan lama dalam tubuh. Vaksin mengandung
organisme yang telah mati atau dilemahkan. Vaksin akan merangsang sistem imun
untuk membentuk antibodi terhadap mikroorganisme tertentu dan selama proses
tersebut berlangsung sistem imun membentuk sel memori terhadap paparan
mikroorganisme. Antibodi akan terbentuk lebih banyak apabila ada paparan
ulangan (Coleman 1996).
2. 3 Imunoglobulin pada unggas
Pada ayam terdapat tiga kelas imunoglobulin yang dapat disamakan
dengan imunoglobulin mamalia yaitu IgA, IgM, dan IgY(IgG). Berat molekul,
morfologi, dan mobilitas imunoelektroporetik serupa antara IgA dan IgM ayam
terhadap IgA dan IgM mamalia. Imunoglobulin Y adalah serum imunoglobulin
utama yang mempunyai berat molekul rendah pada hewan ovipar (bertelur).
Imunoglobulin Y ayam lebih bersifat sistemik dan dapat juga ditemukan di bagian
terkecil, usus, cucian trakhea dan seminal plasma. Penyebutan IgY dimaksudkan
untuk membedakan dengan pembandingannya Ig yang terdapat pada mamalia.
Dengan alasan bahwa rantai berat (H) dari molekul ini lebih besar dan secara
antigenik berbeda. Selain itu, tidak ada persamaan imunologis antara IgY ayam
dan IgG mamalia, dan urutan DNA IgY ayam lebih menyerupai urutan DNA pada
IgE manusia (Carlender 2002).
Imunoglobulin Y ditransfer melalui epitel folikel dari ovari selama masa
oogenesis, serupa transfer IgG melalui plasenta pada mamalia (Rose dan Orlans
1981). Ayam yang telah diimunisasikan dengan berbagai macam antigen
diantaranya bovine serum albumin (Ermeling et al. 1992; Li et al. 1998), bakteri
(Shimizu et al. 1988) akan merangsang pembentukan IgY yang spesifik terhadap
antigen yang diimunisasikan.
18
2. 4 Sistem Kekebalan Unggas
Sistem imun ayam terdiri dari bursa fabrisius, sumsum tulang, limfa,
timus, glandula Harderian, limfonodus, sirkulasi limfosit dan jaringan limfoid di
traktus alimentarius. Sel pensintesa antibodi (sel B) diproduksi oleh bursa
fabricius, sedangkan sumsum tulang memproduksi bursa dan timus stem sel.
Limfa adalah pusat proliferasi plasma sel dan sel B memori. Unggas tanpa limpa
akan mengalami penurunan produksi antibodi. Timus adalah pusat pematangan sel
stem yang berdiferensiasi menjadi limfosit T. Aktivitas limfosit T pada unggas
sama dengan aktivitas limfosit T pada mamalia (Larsson 1998). Mekanisme
pembentukan antibodi pada ayam berbeda dengan mamalia sejak masa embrional
karena pada ayam dipengaruhi oleh hiperkonversi somatik.
2. 5 Struktur Imunoglobulin Y (IgY)
Gambar 1 Imunoglobulin Y (Anonim 2007c).
Imunoglobulin G yang dihasilkan oleh bangsa unggas dinamakan
imunoglobulin Y (IgY). Pada awalnya IgY (Gambar 1) unggas diduga menyerupai
IgG mamalia karena rantai berat Y yang menyerupai IgG. Tetapi ternyata IgY
unggas (IgG ayam) Ig kuning telur atau 7S IgG sangat berbeda dengan IgG
mamalia. IgY dapat diperoleh dari hewan reptil, ampibi dan unggas (Szabo et al.
1998).
Secara keseluruhan struktur IgY menyerupai IgG mamalia, dengan dua
rantai ringan dan dua rantai berat. Molekul ini mempunyai masa 167.250 Da,
sedikit lebih besar dari IgG (~160 kDa) (Carlender 2002). Rantai ringan
19
immunoglobulin ayam mempunyai masa yang lebih ringan dibandingkan pada
mamalia. Rantai berat IgY (65.105 Da) sering disebut dengan “upsilon”, υ, (huruf
besar Y) mempunyai satu bagian variable (VH) dan empat bagian konstan (Cυ1,
Cυ2, Cυ3, Cυ4) serta tidak memiliki daerah lengan. Rantai ringan (18.660 Da)
tersusun atas satu bagian variable dan satu bagian konstan yang tetap. Sedang
pada rantai berat IgG mengandung empat rantai yaitu tiga rantai konstan (Cγ1,
Cγ2 dan Cγ3) dan satu rantai variable (VH). Perbandingan antara IgY dan IgG
adalah terletak pada daerah Cγ2 dan Cγ3 dari IgG yang berhubungan erat dengan
daerah Cυ3 dan Cυ4 dan ketika daerah Cυ2 absen dalam struktur IgG, maka
digantikan oleh daerah lengan yang disebut hinge (Schade et al. 1999).
2. 6 Escherichia coli
Klasifikasi ilmiah
Filum
: Proteobacteria
Kelas
: Gamma Proteobacteria
Ordo
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
: E. coli
Gambar 2 Escherichia coli.
(Wikipedia 2007)
Escherichia coli (Gambar 2) merupakan bakteri gram negatif yang
berbentuk batang, termasuk ke dalam familia Enterobacteria. Escherichia coli
20
disebut juga coliform fecal karena ditemukan di dalam usus hewan dan manusia.
Escherichia coli sering digunakan sebagai indikator kontaminasi kotoran (Fardiaz
1989). Escherichia coli berukuran 0.5-1.0 x 1.0-3.0 μm, motil, hidup secara
anaerob fakultatif, cenderung bersifat patogen bagi manusia, hewan dan
tumbuhan. Kisaran suhu pertumbuhan Escherichia coli adalah antara 10 °C-40 °C
dengan suhu optimum 30 °C. Kisaran pH antara 7.0-7.5 dengan nilai Aw
(aktivitas air) minimum untuk pertumbuhan adalah 0.96. Bakteri ini sangat
sensitif terhadap panas sehingga inaktif pada suhu pasteurisasi (70 °C-80 °C)
(Fardiaz 1989). E. coli (Bacterium coli) pertama kali diuraikan oleh Escherich
pada tahun 1886 dengan nama Bacterium coli commune dan umumnya ditemukan
pada traktus intestinal dari manusia dan hewan tingkat tinggi (Burrows 1950). E.
coli termasuk dalam kelompok enterobactericeae, bersifat gram-negatif, anerobfakultatif, oksidase negatif, laktosa dan katalase positif, berbentuk batang, tidak
membentuk spora, fermentatif serta biasanya bergerak (Lay dan Hastowo 1992).
Bakteri E. coli merupakan flora normal anaerob fakultatif pada saluran
pencernaan manusia yang berperan penting dalam mempertahankan fisiologi usus,
tetapi beberapa galur bersifat patogen dan dapat menyebabkan diare (Levine
1987). Di dalam saluran pencernaan, E. coli menghasilkan endotoksin yang dapat
meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit ke dalam lumen usus sehingga jaringan
di luar usus akan kekurangan cairan dan elektrolit. Hal ini menyebabkan dehidrasi
dan ketidakseimbangan larutan elektrolit yang berakibat turunnya fungsi sistem
peredaran darah yang diikuti dengan stress dan kematian (Soebronto 1985).
Escherichia coli merupakan mikroflora normal tetapi beberapa serotipe
tertentu dapat menimbulkan penyakit, diantaranya ETEC987P, EHEC, EPEC, K88,
K99, O157:H7, O45 (Lee et al. 2000). Permukaan E. coli mengandung beberapa
struktur antigen yaitu: antigen O (somatik), K (kapsel), dan H (flagella).
Determinan antigen O terletak pada bagian lipopolisakarida, sedangkan antigen K
merupakan polisakarida dan protein, dan antigen H mengandung protein.
Kemampuan adhesi dari E. coli dipengaruhi oleh pili. Infeksi E. coli akan
menyebabkan terbentuknya koloni pada lapisan epitel dari sel yang akan
diperantarai oleh pilus sehingga mikroba dapat melekatkan diri pada permukaan
lapisan epitel dan memproduksi toksin (Lay dan Hastowo 2000).
21
Escherichia coli sering ditemukan pada beberapa infeksi hewan. Mikroba
tersebut dapat merupakan agensia primer maupun sekunder pada infeksi. Infeksi
E. coli yang parah menyebabkan bakteriaemia atau septikemia disebabkan oleh E.
coli (Lay dan Hastowo 2000). Escherichia coli merupakan agen penyakit pada
hewan peka yaitu hewan menyusui dan hewan muda terutama yang berumur
kurang dari 1 minggu (Carter dan John 1990). Penyakit yang disebabkan oleh E.
coli antara lain : infeksi intestinal dan mastitis pada sapi (Carter dan John 1990);
diare neonatal, enteritis hemoragika dan edema pada babi (Supar et al. 1989); air
sacculitis, Hjare’s disease, enteritis dan kelainan organ reproduksi pada unggas
(Anonim 2003; Wiryawan 2003).
2. 7 Salmonella sp.
Menurut Lignieres (1900), klasifikasi ilmiah Salmonella sp. (Gambar 3)
adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Proteobacteria
Class
: Gamma Proteobacteria
Order
: Enterobacteriales
Family
: Enterobacteriaceae
Genus
: Salmonella
Spesies
: Salmonella sp.
Gambar 3 Salmonella sp.
(Wikipedia 2007)
22
Salmonella adalah salah satu bakteri penyebab infeksi yang sangat umum
terjadi di daerah-daerah dengan sanitasi dan kebersihan lingkungannya kurang
terpelihara. Menurut Rhorer (1998) pada saat segar telur secara alami
terkontaminasi dengan jumlah mikroba 10 CFU/ml. Namun pada studi mereka
membuktikan bahwa Salmonella sp. yang terkandung dalam telur secara alami
adalah 60 – 42 CFU Salmonella sp. perbutir telur. Sedangkan pada studi yang lain
Humprey menemukan jumlah Salmonella sp. minimal 1 CFU dan maksimal 20
CFU pada telur yang besar. Pada umumnya infeksi Salmonella terjadi setelah
memakan makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh bakteri tersebut dan
jumlah 105 - 108. Hewan ternak, mamalia pengerat dan unggas secara alamiah
terinfeksi dengan Salmonella dan mempunyai bakteri ini dalam jaringannya
(daging), tinja atau telur (Burrows et al. dalam Yulianingsih 1997).
Salmonellosis adalah penyakit menular yang menyerang hewan dan atau
manusia, yang disebabkan oleh Salmonella. Salmonellosis merupakan penyakit
zoonosis, dan bersifat food borne disease karena dapat menular dari hewan ke
manusia atau sebaliknya serta penularannya dapat terjadi melalui makanan dan
minuman (Gast 1997). Salmonella adalah bakteri gram negatif berbentuk batang
langsing, tidak membentuk spora, tidak berkapsel, bersifat motil (kecuali
Salmonella pullorum dan Salmonella gallinarum) dan gram negatif. Bakteri
Salmonella pertama kali diisolasi oleh Salmon dan Smith (1885) dari kasus kolera
babi dan diberi nama Bacillus cholerasuis yang kemudian disebut Salmonella
cholerasuis. Setelah itu sejumlah peneliti lain berhasil mengisolasi bakteri
Salmonella dari penyakit hewan dan demam enterik, serta gastroentritis pada
manusia (Dirjen Peternakan 1982).
Hampir semua hewan rentan terhadap salmonellosis terutama ayam dan
babi. Derajat kerentanannya tergantung pada umur, kondisi tubuh induk semang
serta keseimbangan flora dalam tubuh (karena pengobatan antibiotika terus
menerus). Cara penularan salmonellosis terutama terjadi melalui saluran
pencernaan yaitu akibat memakan atau meminum bahan makanan yang tercemari
bakteri Salmonella. Selain itu salmonellosis juga ditularkan secara intra uterin dan
melalui telur. Penyebaran bakteri Salmonella terjadi melalui tinja penderita.
23
Penderita salmonellosis masih mengeksresi bakteri Salmonella 3 – 4 bulan setelah
sembuh dari sakit (Dirjen Peternakan 1982).
Telur yang terinfeksi ringan oleh Salmonella akan menghasilkan anak
ayam yang bertahan hidup dan tumbuh menjadi besar (carrier). Namun bersifat
carrier yang mungkin terus mengeksresikan Salmonella (Pelzcar dan Chan 1981).
Penyakit salmonellosis dapat terjadi apabila sejumlah besar bakteri tertelan dalam
keadaan hidup, dan di dalam saluran pencernaan menimbulkan gejala
gastroenteritis.
Kerugian yang terjadi akibat salmonellosis pada hewan antara lain :
kematian, penurunan produksi ternak, abortus, kematian neonatal dan pengafkiran
bahan makanan yang tercemar bakteri Salmonella. Salmonellosis pada unggas
umumnya disebut pullorum karena disebabkan oleh Salmonella pullorum. Gejala
klinis pada unggas ialah tinja berwarna putih atau coklat kehijauan, nafsu makan
menurun, haus, lesu, sayap terkulai dan terjadi gangguan syaraf. Bahkan dapat
menyebabkan kematian secara akut. Penyakit ini terutama menyerang unggas
muda. Kelainan pasca kematian pada pullorum akut, ditandai hati membengkak
dan hemorrhagis, serta sekum berisi massa perkejuan. Pada proses subakut terjadi
pembesaran dan pembentukan sarang-sarang nekrosa pada jantung, hati, limpa
dan paru-paru. Pada unggas dewasa penyakit ini dapat menyerang alat reproduksi
dengan tanda-tanda lesi pada ovum, penyimpangan bentuk, pendarahan serta
pembentukan siste pada ovum (Dirjen Peternakan 1982).
Menurut Jawetz et al. dalam Yulianingsih (1997) secara klinis infeksi oleh
bakteri Salmonella dibagi atas 3 tipe yaitu :
1. Demam enterik; Salmonella yang tertelan akan mencapai usus halus dan
masuk ke dalam kelenjar getah bening, dan melalui aliran darah diangkut ke
berbagai organ lainnya, diantaranya hati dan limpa. Bakteri berkembang biak
dalam jaringan limfoid dan diekskresikan dalam tinja.
2. Bakteriemia; invasi bakteri ke dalam darah setelah infeksi melalui mulut dan
dapat menimbulkan lesi lokal di paru-paru, tulang dan selaput otak.
3. Gastroenteritis; gejala yang paling sering timbul dari infeksi Salmonella
setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Setelah 8–48
jam akan menimbulkan demam, rasa mual, sakit kepala, muntah dan diare
24
yang hebat. Untuk kejadian demam ringan biasanya dapat sembuh 2–3 hari.
Terdapat lesi-lesi peradangan usus halus dan usus besar.
Salmonella sp. tidak dapat bertahan hidup pada lingkungan kering, apabila
bakteri ini di letakkan di bawah sinar matahari ia akan mati dalam beberapa jam.
Namun ia dapat bertahan hidup selama 20 hari dalam kamar gelap. Salmonella sp.
mati pada suhu pasteurisasi pada 10-12 menit, dalam fenol 0.6%, 3 menit dalam
KMnO4 1% dan HgCl2. Karakteristik biokimia Salmonella sp. antara lain : tidak
mengurai glukosa, mannitol, maltose, tidak menghidrolisis urea, tidak mencairkan
gelatin, tidak memproduksi indol, memproduksi asam dari glukosa serta tidak
memproduksi asetyl metyl carbonil dari dextrose (Dirjen Peternakan 1982).
2. 8 Struktur Antigen Salmonella sp.
Antigen (Ag) adalah substansi pada tubuh inang dapat mendorong
pembentukan antibodi. Pada umumnya antigen adalah protein, tetapi ada pula
yang tersusun dari polisakarida/polipeptida (Jawetz et al. dalam Yulianingsih
1997). Salmonella memiliki 3 macam antigen, yaitu Ag simatik (O), Ag flagell
(H) yang berbeda satu/dua fase dan Ag kapsul (Vi). Ag O dan Ag H adalah
antigen utama Salmonella. Bakteri Salmonella membentuk Ag (O) dan AG (H)
yang termostabil. Antigen (O) kodenya angka Romawi (I, II dsb). Antigen yang
dihubungkan dengan sifat virulensi S. typhi diberi kode Vi, antigen ini tidak tahan
panas. Identifikasi Salmonella dilakukan dengan uji sitrat, biokimia dan analisis
antigenik (Buxton dan Frasel dalam Yulianingsih 1997).
Antigen O merupakan bagian di struktur pembentuk dinding sel bakteri.
Sifat Ag ini ditentukan oleh lipopolisakarida yang tahan panas (100 °C), alkohol
dan asam (Lay dan Hastowo, 1992; Jawetz et al. dalam Yulianingsih, 1997).
Sebagian besar Salmonella spp. memiliki lebih dari satu Ag (O) (Buxton dan
Fraser dalam Yulianingsih 1997). Antigen (O) ini ditulis dengan angka dimulai
dari angka 1-65, contohnya S. enteritidis 1, 9, 12, yang artinya mempunyai Ag(O)
: 1, 9, 12 (Holt 1979). Antigen (H) terdiri dari protein yang disebut flagellia
(Buxton dan Fraser dalam Yulianingsih 1997). Antigen ini bersifat termolabil
(Jawetz et al. dalam Yulianingsih 1997). Antigen menjadi tidak aktif pada suhu
diatas 60 °C atau dalam suasana asam. Antigen (H) terdiri dari 2 fase yaitu tipe
25
monofase (kode huruf kecil:a, b dsb) dan tipe difase (kode angka Arab: 1, 2 dsb).
Antigen (H) dibagi kedalam dua fase yaitu fase spesifik (fase 1) dan fase group
(fase 2). Antigen fase 1 ditulis dengan huruf kecil (a, b, c, dst) dan untuk
selanjutnya ditulis dengan huruf Z dan angka (1, 2, 3, dst). Variasi Ag ini
digunakan sebagai dasar untuk membedakan serotipe dalam masing-masing
group, contohnya S. paratyphi B mempunyai Ag (H): b: 1, 2 (Buxton dan Fraser
dalam Yulianingsih 1997).
Antigen (Vi) berasal dari kata “virulance”, berhubungan dengan virulensi
bakteri (Volk dan Whecler 1990). Antigen (Vi) merupakan polisakarida yang
terdapat pada permukaan sel bakteri. Antigen (Vi) dapat hancur pada inkubasi
suhu 60 °C selama 1 jam, pada kondisi asam atau di dalam phenol (Volk dan
Whecler 1990).
Jenis antigen lain pada Salmonella adalah S (Smooth), R (Rough), M
(Mucoid) dan K (Kapsular). Identifikasi berdasarkan serotipe ini disusun dalam
suatu bagan yang disebut “KAUPMAN – WHITE SCHEMA” (Dirjen Peternakan
1982).
Tabel 3. Struktur Antigen Salmonella spp. (Holt, 1979)
Group
Spesies
Ag O
Ag H (flagella
Fase 1
Fase 2
A
S. paratyphi A
1, 2, 12
a
-
B
S. paratyhphi B
1, 4, 5, 12
b
1, 2
S. typhimurium
1, 5, 6, 12
l
1, 2, 3
S. derby
4, 12
f, g
-
S. paratyphi C
6, 7
c
1, 5
S. oramenburg
6, 7
m, t
-
S. Newport
6, 7
e, h
1, 2, 3
S. typhi
9, 12
d
-
S. enteritidis
1, 9, 12
g, m
-
S. Dublin
1, 9, 12
g, p
-
S. landon
3, 10
l, v
1, 6
S. anatum
3, 10
e, h
1, 6
C
D
E
26
Strain bakteri Salmonella, S. enteritidis dan S. typhimurium merupakan
penyebab salmonellosis yang paling sering dilaporkan. Di Amerika Serikat sekitar
50% kejadian salmonellosis pada manusia disebabkan oleh S. enteritidis, S.
typhimurium dan S. heidelberg (Pasual et al. 1999). S. enteritidis biasanya
mengkontaminasi telur yang dihasilkan oleh induk yang terinfeksi bakteri tersebut
dan menjadi sumber penularan. Penularan S. enteritidis pada telur terjadi secara
vertikal dan horizontal (Miyamoto et al. 1998). Penularan vertikal terjadi akibat
kuning telur atau albumin tertular oleh bakteri tersebut yang terjadi didalam organ
reproduksi induk yang terinfeksi. Sedangkan penularan horizontal terjadi akibat
penetrasi S. enteritidis pada kerabang telur (Gast 1997).
2. 9 Prinsip Uji Presipitasi (sekunder)
Uji pengikatan sekunder meliputi dua tahap yaitu tahap pertama adalah
interaksi antara antigen dengan antibodi, sedangkan tahap kedua ditentukan oleh
keadaan fisik antigen tersebut. Antibodi yang dirangkaikan dengan antigen yang
terlarut dalam larutan dengan kondisi tepat membentuk komplek, dan pada jumlah
yang cocok dari larutan yang jernih suatu antigen yang telarut dicampur dengan
antibodi yang homolog dan diinkubasi pada 37 °C, campuran tersebut akan
menjadi keruh dalam waktu kurang lebih satu jam dan membentuk presipitat
(Tizard 1988).
2. 10 Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur panjang
gelombang absorbsi suatu larutan atau suatu molekul dalam larutan. Absorbsi
cahaya suatu molekul merupakan suatu bentuk interaksi antara gelombang cahaya
(foton) dan molekul. Energi cahaya diserap oleh molekul dan digunakan oleh
electron di dalam molekul tersebut untuk bertransisi ke tingkat energi elektronik
(E) yang lebih tinggi (Anonim 2001). Macam-macam spektrofotometer
diantaranya spektrofotometer ultraungu (UV), sinar tampak, dan inframerah.
Sebuah
sumber
cahaya
menghasilkan
cahaya
dari
bagian
spektrum
elektromagnetik ditangkap oleh prisma (monokromator) untuk memisah cahaya
tersebut dan gelombang tersebut melewati tabung sampel atau kuvet (Abidin dan
27
Hardjo 1978). Molekul organik dapat mengabsorbsi radiasi elektromagnetik dari
spektrofotometer dengan panjang gelombang tertentu, tergantung pada struktur
senyawanya. Prinsip spektrofotometer di tunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4 Spektrofotometri.
(Anonim 2007d)
Pada spektrofotometer sinar tampak, molekul atau senyawa yang dianalisis
tidak akan mengabsorbsi cahaya. Oleh karena itu, senyawa tersebut harus diikat
oleh suatu senyawa kimia sehingga menghasilkan warna. Senyawa berwarna
tersebut akan mengabsorbsi cahaya pada rentang panjang gelombang yang
terbatas (Wilson dan Walker 2000). Metode pengukuran ini disebut sebagai dasar
dari kolorimetri. Pelarut spektrofotometri yang dapat digunakan adalah semua
cairan yang dapat diperoleh dalam bentuk murni dalam daerah ukur 220 nm
sampai 800 nm serta yang tidak atau hanya sedikit menunjukan absorbsi sendiri
dan dapat melarutkan dengan mudah senyawa yang hendak dianalisis. Letak
maksimum absorbsi tergantung pada pelarut yang digunakan dan akan bergeser ke
arah panjang gelombang yang lebih panjang dengan bertambahnya polaritas
pelarut (Mayasari 2005)
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2006 sampai bulan April
2007 di Lab. Bakteriologi dan Unit Pelayanan Terpadu Mikrobiologi Medik,
Depertemen IPHK, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
3. 2 Bahan
Isolat bakteri Escherichia coli dan Salmonella sp. dari Laboratorium
Bakteriologi FKH IPB, media cair brain heart infusion (BHI), NaCl fisiologis,
nutrient agar, 4 butir telur ayam dari masing-masing daerah Bogor Barat
(Cibanteng dan Ciampea) dan Bogor Tengah (Cijahe, Gang Menteng dan
Pabuaran), 0.5 ml HCl 0.2 N, phenol red, aquadest, agarose, poly etylene glicol
(PEG) 6.000, PBS pH 7.4, NaOH 0.1 M, ddH2O, Na azide, amonium sulfat.
3. 3 Alat
Sentrifus, vortex, tabung reaksi, gelas objek, ose, api bunsen, gelas ukur,
water bath, spoit, pipet, kertas saring, microtube, puncher, inkubator, refrigerator,
freezer, magnetic stirer, spektrofotometer UV (Hitachi).
3. 4 Metode
3. 4. 1 Ekstraksi Imunoglobulin Y (IgY) dari Kuning Telur dengan Teknik
Purifikasi Sederhana
Kuning telur dipisahkan dari putih telur, kemudian diletakkan di atas
kertas saring. Sebanyak satu bagian kuning telur ditampung ke dalam microtube,
kemudian ditambahkan 2 bagian PBS pH 7.5 sampai 7.6. Campuran dalam
microtube tersebut disentrifus dengan kecepatan 2.000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang dihasilkan disimpan pada suhu -20 oC (Soejoedono et al. 2005).
29
3. 4. 2 Ekstraksi Imunoglobulin Y (IgY) dari Kuning Telur dengan Teknik
Water Soluble Fraction (WSF)
Kuning telur dipisahkan dari bagian putih telur, kemudian diletakkan di
atas kertas saring untuk menghilangkan putih telur yang melekat. Membran
kuning telur dilubangi dengan cara diangkat dengan pinset, cairan kuning telur
ditampung pada gelas beker dan dilarutkan secara perlahan dalam milli-Q pH 4
dengan perbandingan 1 : 4. Setelah homogen ditambahkan lagi milli-Q pH 2
hingga pH suspensi 5.0 sampai 5.2 dan di simpan pada suhu 4 ˚C minimal 12
jam. Suspensi disentrifugasi dengan kecepatan 3.125 g pada 4 ˚C selama 20
menit dan supernatan diambil dan diperoleh Water Soluble Fraction (WSF).
Selanjutnya WSF dibuat hingga pH 7.5. Kemudian ekstraksi dilanjutkan PEG
6.000 sebanyak 12% dan amonium sulfat 40% (Polson et al. 1980).
3. 4. 3 Preparasi Antigen Terlarut
Isolat bakteri ditumbuhkan dalam 50 ml media BHI, kemudian diinkubasi
pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi 18 sampai 24 jam masing-masing isolat
disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang
dan pelet dicuci dengan 5 ml NaCl fisiologis, kemudian disentrifus dengan
kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang lagi (pencucian
dilakukan dua kali). Pelet ditambah dengan 0.5 ml HCL 0.2 N, kemudian ditangas
pada suhu 52 oC selama 1 jam. Satu tetes phenol red ditambahkan sebagai
indikator. Suspensi disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang dihasilkan digunakan sebagai antigen terlarut dan disimpan pada
suhu 4 oC (Wibawan et al. 2004).
3. 4. 4 Penentuan Konsentrasi Imunoglobulin Y
Konsentrasi protein dihitung dengan spektrofotometer UV. Absorbansi
sampel ditentukan dengan pembacaan pada UV spektrofotometer pada λ 280 nm.
Konsentrasi sampel dihitung berdasarkan kurva larutan standar dengan Bovine
Serum Albumin yang telah dibuat.
30
3. 4. 5 Uji Agar Gel Precipation Test
Agar gel dibuat dengan melarutkan 0.4 g agarose dan 1.2 g PEG 6.000,
0.1% Na azide dalam 25 ml PBS pH 7.4 dan 25 ml aquadest pH 7.4. Larutan ini
dipanaskan dalam penangas air sampai larut dan warna larutan menjadi bening.
Kemudian larutan dipipet sebanyak 3.75 ml, dicetak pada gelas objek dan
ditunggu sampai mengeras. Kemudian dibuat sumur-sumur dengan puncher. Pada
sumur tengah dimasukkan 25 μl antigen dan 25 μl IgY purifikasi pada
sekelilingnya. Gelas objek diletakkan di atas kertas saring basah agar terjaga
kelembabannya. Reaksi dibaca setelah 18 sampai 48 jam, reaksi positif
ditunjukkan dengan adanya garis presipitasi diantara sumur antigen dan serum.
31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Telur ayam kampung yang diujikan merupakan telur yang berasal dari
ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif. Telur–telur tersebut berasal dari
lima daerah, yaitu Cibanteng, Ciampea, Cijahe, Gang Menteng dan Pabuaran
(Tabel 4).
Tabel 4 Asal Telur
No
Daerah
Telur
∑ Telur
1
Cibanteng
A
4 butir
2
Ciampea
B
4 butir
3
Cijahe
C
4 butir
4
Gang Menteng
D
4 butir
5
Pabuaran
E
4 butir
Seluruh telur ayam kampung tersebut dipurifikasi dengan metode
sederhana dan Water Soluble Fraction (WSF) untuk mendeteksi keberadaan IgY
spesifik E. coli dan Salmonella sp. serta di hitung konsentrasi IgY dengan
spektrofotometer.
4. 1 Deteksi Keberadaan IgY Spesifik E. coli pada Telur Ayam Kampung
Seluruh telur ayam kampung dari lima daerah tersebut menunjukkan hasil
positif pada uji Agar Gel Precipation Test (AGPT). Hasil positif pada uji AGPT
berarti telur ayam kampung yang dikoleksi tersebut mengandung Ab spesifik
terhadap E. coli. Hasil AGPT kuning telur ditunjukkan pada Tabel 5 dan Gambar
5.
Pada uji AGPT dengan ekstraksi sederhana dan WSF sama-sama
menghasilkan reaksi positif. Reaksi positif dari uji AGPT menunjukan adanya
antibodi dalam kuning telur. Reaksi positif tersebut ditandai dengan terbentuknya
garis presipitasi diantara dua sumur yang berisi antigen dan antibodi. Hal ini
terjadi karena antigen dan antibodi yang berdifusi akan bertemu dan membentuk
antigen antibodi komplek dimana satu molekul antibodi berikatan silang dengan
32
dua determinan antigen dalam satu waktu dan akan membentuk endapan ikatan
komplek antigen antibodi. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
antibodi diantaranya adalah umur hewan yang digunakan, ukuran molekul
antigen, kerumitan struktur kimiawi antigen, konstitusi genetik, metode
pemasukan antigen dan dosis antigen yang digunakan (Mustopa 2004).
Tabel 5 Hasil Uji AGPT terhadap E. coli
No
Daerah
Kode
Hasil uji AGPT kuning
Hasil uji
telur
telur di ekstraksi
AGPT WSF
sederhana
1
Cibanteng
A
+
+
2
Ciampea
B
+
+
3
Cijahe
C
+
+
4
Gang Menteng
D
+
+
5
Pabuaran
E
+
+
b
a
b
P
P
b
P
Gambar 5 Reaksi positif dari uji AGPT, (P) garis presipitasi, (a) antigen
Escherichia coli, (b) antibodi IgY ekstraksi sederhana.
Dengan munculnya garis presipitasi maka berarti bahwa ayam kampung
tersebut pernah terpapar oleh E. coli. Ayam kampung terpapar oleh E. coli dapat
terjadi karena lingkungan yang tidak bersih, sehingga E. coli masuk ke dalam
33
tubuh kemudian terjadi reaksi kekebalan. Mengingat bahwa ayam kampung
dipelihara secara ekstensif maka kemungkinan terpapar oleh bakteri sangat besar.
4. 2 Deteksi Keberadaan IgY Spesifik Salmonella sp. pada Telur Ayam
Kampung
Seluruh telur ayam kampung dari lima daerah tersebut menunjukkan hasil
positif pada uji Agar Gel Precipation Test (AGPT). Hasil positif pada uji AGPT
berarti telur ayam kampung yang dikoleksi tersebut mengandung Ab spesifik
terhadap Salmonella sp.. Hasil AGPT kuning telur ditunjukkan pada Tabel 6 dan
Gambar 6.
Tabel 6 Hasil Uji AGPT terhadap Salmonella sp.
No
Daerah
Kode
Hasil uji AGPT kuning
Hasil uji
telur
telur di ekstraksi
AGPT WSF
sederhana
1
Cibanteng
A
+
+
2
Ciampea
B
+
+
3
Cijahe
C
+
+
4
Gang Menteng
D
+
+
5
Pabuaran
E
+
+
Pada uji AGPT terhadap Salmonella sp. juga dihasilkan reaksi postif.
Ayam kampung yang diambil telurnya untuk penelitian ini, pernah terpapar oleh
Salmonella sp.. Ayam kampung terpapar oleh Salmonella sp. dapat terjadi karena
lingkungan yang tidak bersih, sehingga Salmonella sp. masuk ke dalam tubuh
kemudian terjadi reaksi kekebalan. Kekebalan tersebut menurun ke anak ayam
yang akan ditetaskan. Mengingat bahwa ayam kampung dipelihara secara
ekstensif maka kemungkinan terpapar oleh bakteri sangat besar. Burgess (1995)
menyatakan bahwa ayam yang telah terpapar oleh antigen lain menyebabkan
dalam kuning telur terdapat juga antibodi terhadap antigen lain tersebut. Pada
unggas imunoglobulin Y ditransferkan ke dalam folikuler epithelium ovary dan
terakumulasi pada kuning telur selama oogenesis memberikan kekebalan maternal
34
bagi anak-anak ayam yang ditetaskan (Loeken dan Roth 1983). Selain pada
kuning telur, IgY juga didapatkan pada duodenum, trakhea dan seminal plasma
(Carlender 2002).
b
P
b
a
b
P
P
Gambar 6 Reaksi positif dari uji AGPT, (P) garis presipitasi, (a) antigen
Salmonella sp., (b) antibodi IgY ekstraksi sederhana.
4. 3 Penentuan Konsentrasi IgY pada Telur Ayam Kampung
Jumlah IgY yang ada pada telur ayam kampung ditunjukkan pada Tabel 7.
Ekstraksi IgY di lakukan dengan metode WSF untuk mendapatkan IgY dalam
jumlah yang lebih besar. Menurut Shin et al. (2002) ekstraksi IgY dengan WSF
akan menghasilkan 9.9 mg lebih besar dibandingkan hasil yang diperoleh Akita et
al. (1992) sebesar 93-96% IgY. Poly ethylene glycol (PEG) 6.000 digunakan
untuk memisahkan lemak, sedangkan ammonium sulfat digunakan untuk
memisahkan protein, metode ini juga dikenal dengan metode salting-out (Anonim
2005, 2007e). Metode salting-out ini memisahkan protein dalam konsentrasi
garam yang tinggi, yang kemudian dapat dilakukan dialisis untuk menghilangkan
garam tersebut (Anonim 2007f).
Ekstrak IgY yang dihasilkan mempunyai rata-rata konsentrasi 3.225
mg/ml. Dalam laporan penelitian European Centre for the Validation of
Alternative Methods (ECVAM) bahwa jumlah antibodi unggas adalah 50-100 mg
dalam satu butir telur (Schade et al. 2004). Zhang (2003) menyebutkan bahwa
dalam sebutir telur ayam mengandung 100-150 mg IgY. Nilai perolehan yang
rendah sampai tahap pengendapan amonium sulfat dialami pula oleh Peek et al.
35
(1992) sebesar 30% dan Wahyuntari et al. (2000) sebesar 28.9%. Triwijayanti
(2001) menunjukkan hasil yang lebih besar yaitu 5.37 mg/ml. Namun hasil
purifikasi yang dilakukan oleh Carlender (2002) dengan metode yang sama
menunjukkan total IgY yang lebih rendah, yaitu 2.21 mg/ml. Metode purifikasi
dengan Hidroxy Propylmethyl Celullose Pthalate (HPMCP) yang dilakukan
Yokohama et al. (1993) menghasilkan konsentrasi total IgY 48.5%. Pada hasil
purifikasi dengan metode Eggstract IgY yang dilakukan oleh Ester (2004) didapat
konsentrasi berkisar antara 0.25-1.8 mg/ml.
Tabel 7 Hasil Konsentrasi IgY
No
Daerah
Sampel
Konsentrasi
1
Cibanteng
A
1.50 mg/ml
2
Ciampea
B
4.21 mg/ml
3
Cijahe
C
-
4
Gang Menteng
D
3.33 mg/ml
5
Pabuaran
E
3.86 mg/ml
Rata-rata konsentrasi IgY
3.225 mg/ml
Rendahnya konsentrasi IgY yang diperoleh dapat terjadi karena beberapa
faktor, misalnya IgY hilang pada proses pencucian, tertinggal dalam tabung dan
atau alat-alat lain. Sehingga untuk mendapatkan konsentrasi yang tinggi,
diperlukan ketelitian dalam purifikasi. Namun begitu hasil konsentrasi yang
diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan metode Eggstract IgY yang dilakukan
oleh Ester. Akan tetapi metode Eggstract IgY ini memerlukan biaya yang cukup
besar karena Eggstract IgY berupa kit dan setiap kit hanya dapat dipakai lima
kali.
Beberapa penelitian telah dilakukan dan dilaporkan bahwa antibodi yang
dihasilkan oleh telur akibat pemaparan antigen ke dalam tubuh induk memiliki
spesifisitas yang tinggi terhadap antigen yang telah disuntikkan (Kool 2001).
36
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5. 1 KESIMPULAN
Ayam kampung mampu memproduksi IgY spesifik terhadap E. coli dan
Salmonella sp. terkandung didalam kuning telur ayam kampung tanpa vaksinasi di
Cibanteng, Ciampea, Cijahe, Gang Menteng dan Pabuaran.
5. 2 SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai
antigen lain terutama agen penyebab zoonosis untuk mengetahui adanya spesifik
antibodi apa saja yang terdapat dalam serum dan kuning telur ayam kampung.
37
DAFTAR PUSTAKA
Abidin MZ dan Hardjo S. 1978. Pengantar Kuliah Kimia Dasar III. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Akita EM dan S Nakai. 1992. Immunoglobulin from Egg Yolk: Isolation and
Purification. Journal of Food Science 57:629-634.
Anonim. 2001. Spektrofotometer Absorbsi UV/VIS. http://sentrabd.com. [2 Juni
2007].
Anonim. 2003. Kenali dulu Radang Usus (Enteritis). Infovet 105:12-15.
Anonim. 2004. Why IgY?. http://www.medsci.uu.se. [2 Juni 2007].
Anonim. 2007a. http://cindien.multiply.com. [2 Juni 2007].
Anonim. 2007b. Imunisasi. http://www.infeksi.com. [12 Juli 2007].
Anonim.
2007c.
Plasma/Serum
Proteome
Partitioning
http://www.beckmancoulter.com. [14 Agustus 2007].
Solutions.
Anonim. 2007e. Spectrophotometry. http://www.cofc.edu. [12 Juli 2007].
Anonim. 2007e. Ammonium Sulfate Purification. http://en.wikipedia.org. [14
Agustus 2007].
Anonim. 2007f. Salting out. http://en.wikipedia. [14 Agustus 2007].
Asturi AA. 2006. Purifikasi dan Karakterisasi Imunoglobulin Y (IgY) Kuning
Telur Ayam Spesifik Salmonela enteritidis Menggunakan Metode Sodium
Dodecyl Sulphate Poly-Acrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE).
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Barret J.T. 1970. Textbook of Immunology. The C. V. Mosby Company. Saint
Louis.
Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam diagnosis dan penelitian. Artama,
Wayan T, penerjemah. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Burrows W. 1950. Textbook of Bacteriology. 15th. ed. Philadelphia & London: W.
B. Saunders Company.
Carlender D. 2002. Avian IgY Antibody in Vitro and in Vivo. Dissertation. Acta
University Upsalienis. Upsalla.
38
Carter G. R. dan R.C. John Jr. 1990. Diagnostic Procedurs in Veterinary
Bacteriology and Mycology. 5th. ed. Academic Press, Inc. San Diego, New
York, Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto.
Dirjen Peternakan. 1982. Pedoman Pengendalian Penyakit Menular. Jilid IV.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Dorland. 1995. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Penerjemah; P. Kumala, S.
Komala, A.H. Santoso, J.R. Sulaiman, Y. Rienita, D. Nuswantari (editor).
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Terjemahan dari: Dorland’s Pocket
Medical Dictionary.
Ermeling B.L., E.K. Steffen, R.E. Fish, and R.R Hook. Evaluation of
Subcutaneous Chambers as an Alternative to Conventional Methode of
Antibody Production in Chickens. Laboratory Science Animal 42:402-407.
Ester. 2004. Isolasi IgY dari Kuning Telur Ayam Arab (Gallus galus) terhadap
Canine Parvovirus serta aplikasinya untuk perangkat pemeriksaan dengan
ELISA. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz S. 1989. Analisis Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gast K.R. 1997. Salmonella enteritidis in Disease of Poultry. B.W. Calnek,
Charles W.B., Larny R.M.D., Y.M. Saif. Tenth edition. Iowa State
University Press. USA.
Harlow Ed dan Lane D. 1988. Antibodies : A Laboratory Manual. Cold Spring
Harbor Laboratory. USA.
Kool. 2001. Egg IgY Background. http://www.drkool.com. [16 Juli 2007].
Larsson A., R-M Balow, T. L. Lindahl, and P-O Forsberg. 1993. Chicken
Antibodies Taking Advantage of Evolution. A Review. Poultry Science
72:1807 – 1812.
Lay BW dan Hastowo S. 1992. Mikrobiologi. Rajawali Pers. Jakarta.
Lee E.N, H.H. Sunwoo, K. Menninen, R.O. Ball, and J.S. Sim. 2000. Anti Porcine
ETEC 987P IgY Inhibits Bacterial Growth in Vitro. Advance in Pork
Production.
Levine MM. 1987. Escherichia coli That Cause Diarrhea : Enterotoxigenic,
Enteroinvasive, Enterohemorrhagic, and Enteroadherent. J Infect Diss 155 :
377-389.
39
Loekon MR dan TF Roth. 1983. Analysis of Maternal IgG Subpopulations Which
are Transported Into The Chicken Oocyte. Immunology 49(1):21-28.
Mayasari RS. 2005. Perbandingan Metode PEG-Amonium Sulfat dan PEGKloroform Untuk Ekstraksi dan Purifikasi Imunoglobulin Y (IgY) Kuning
Telur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Miyamoto T, Oiré, T, Fukata, T, Sasai, K, Baba, E. 1998. Changes Microflora of
The Cloaca and Oviduct of Hens Alter Intracloacal or Intravaginal
Inoculation with Salmonella enteritidis. Avian Dis 42:536-544.
Mustopa Z. 2004. Peran Imunoglobulin Y (IgY) sebagai Anti Adhesi dan Opsonin
untuk Pencegahan serangan Escherichia coli Enteropatogenik (EPEC) K1. 1.
[Tesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Nio OK. 1992. Daftar Analisis Bahan Makanan. Jakarta : Fakultas Kedokteran,
UI.
Pascual M, Hugas, M, Badiola, J I, Monfort, JM, Garriga, M. 1999. Lactobacillus
salivarius CTC2197 Prevents Salmonella enteritidis Colonization in
Chickens. Applied and Environ. Microbiology 65:4981-4986.
Peek K, Daniel RM, Monk, Parker L, Coolbear T. 1992. Purification and
Characterization of Themostable Proteinase Isolated from Thermos sp.
Strain Rt 41A. Eur J Biochem 207: 1035-1044.
Polson A., Von WM, Van RM. 1980. Isolation of Viral IgY Antibodies from Yola
of Immunized Hens. Immunol Comun 9: 475-493.
Ramali A. dan K.St. Pamoentjak. 2003. Kamus Kedokteran. 25th. ed. Penerbit
Djambatan. Jakarta.
Roitt I.M. 1991. Essensial Immunology. 7th. ed. Blackwell Scientific Publication.
London.
Rose M.E dan E. Orlans. 1981. Immunoglobulin in The Egg, Embryo and Young
Chick. Dev. Comp. Immun 5:15-20 and 371-375.
Schade R., C. Staak, C. Hendriksen, M. Erhard, H. Hugi. G. Koch, A. Larson, W.
Pollman, M.V. Regenmortel, E. Rijke, H. Spielmann, H. Steinbusch, D.
Starughan. 1999. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies : IgY. The
Report and Recommendations of ECVAM Workshop 211,2.
http://altweb.jhsph.edu. [2 Juni 2007].
Schade et al. 1996. The Production of Avian (Egg Yolk) Antibodies. IgY
Alternatives to Laboratorium Animal. 24: 925-934.
40
Shimizu, M., R.C. Fitzsimmons, and S. Nakai. 1988. Anti Escherichia coli Y
Isolated from Egg Yolk of Immunized as a Potential Food Inggredient. J.
Food Science 53:1360-1366.
Shin Ji-Hun et al.. 2002. Use of Egg-Derived Immunoglobulin as an Alternative
to Antibiotic Treatment for Control of Helicobacter pylori Infection.
American Society for Microbiology.
Soebronto. 1985 Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Soejoedono RD, Wibawan IWT, Hayati Z. 2005. Pemanfaatan Telur Ayam
sebagai Pabrik Biologis : Produksi “Yolk Immunoglobulin” (IgY) Anti
Streptococcus mutans, Escherichia coli dan Samonella enteritidis. Laporan
Riset Unggulan Terpadu XII (RUT) 2005.
Suartha IN et al.. 2003. Telur Sebagai Imunoterapi Penyakit Menular.
http://tumoutou.net. [12 Juli 2007].
Supar, R.G. Hirst., B. Pasten. 1989. The Detection of Enterotoxic Escherichia coli
with F41 Fimbrial Antigen from Pigs in Indonesia. Penyakit Hewan. 37:1317.
Szabo C., L. Bardos, S. Losonezy, K. Karchesz. 1998. Isolation of Antibody from
Chicken and Quail Eggs. INABIS. http://www.mcmaster.ca. [2 Juni 2007].
Tarigan R.B. 2003. Interaksi Serum Berbagai Jenis Unggas (IgY) dengan Protein
A Staphylococcus aureus Menggunakan Metode Sederhana Soft Agar dan
Serum Soft Agar. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.
Triwijayanti N. 2001. Preparasi Serum Kelinci Spesifik Terhadap IgY Ayam yang
Dimurnikan dengan Menggunakan Ion-Exchange chromatografi. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Volk W.A. dan M.F. Whecler. 1988. Basic Microbiology. Jilid 2. Penerbit
Erlangga. Yakarta.
Wahyuntari B, Suhartono MT, Pyun Y-R. 2002. Properties of Extracelluler
Protease From an Extreme Thermophilic Microorganism Isolated from
Tangkuban Perahu Crater. Hayati. 7: 6-10.
Waspodo
IR.
2004.
Antibodi
Senjata
http://www.kompas.com. [12 Juli 2007].
yang
Selalu
Waspada.
Wibawan IWT, Djannatun T, dan Halimah LS. 2004. Pengujian Teknik
Koagulatinasi Tidak Langsung Untuk Deteksi Penyakit Unggas. Laporan
Hibah Bersaing XI 2003-2004.
41
Wilson K dan Walker J. 2000. Principles and Techniques of Practical
Biochemistry. Ed ke 5. UK: Cambridge University Press.
Wiryawan W. 2003. Gangguan Produksi
Penanggulangannya. Infovet. 104.
Telur
Penyebab
dan
Cara
Yokohama H et al. 1993. A Two Step Procedure for Purification of Hen Egg Yolk
Immunoglobulin G: Utilization of Hydroxypropylmethylcellulosae Phthalate
and Synthetic Affinity Ligan Gel (Avid AL R). Poult Scie 72:275-281.
Yulianingsih S. 1997. Uji Sensitivitas Salmonella enteritidis Terhadap Beberapa
Antibiotika. [Skripsi]. Bogor: Universitas Pakuan.
Zhang W. 2003. The Use of Gene-Spesific IgY Antibodies for Drug Target
Discovery. DDT. Vol 8 No 8. Elsevier Science Ltd.
42
LAMPIRAN
43
Lampiran 1 : Magnetic Stirer
44
Lampiran 2 : Sentrifus
45
Lampiran 3 : Spektrofotometer
46
Download