Laxative Effect Of Water Spinach (Ipomoea aquatica Forsk.) In White Male Rats Of Wistar Strain Induced By Gambir Siswandhi Hady Saputra*), Jatmiko Susilo**), Niken Dyahariesti*** ABSTRACT Backround : Water spinach (Ipomoea aquaticaForsk.) has fiber content alleged to have activity as a laxative.Objectives : This study aims to determine laxative effect of water spinach juice in male rats induced by gambir and its effective dose which is comparable to bisakodil. Method :An experimental study pure post test only control group design consists of 5 groups each consisting of 5 rats, I negative control , II positive control, III rate of 20% w/v, IV rate of 30% w/v and V rate 40% w/v. Rats were induced with 600 mg gambir for 2 days, then each group was give treatment, after 45 minutes was given as suspension norit marker, 25 minutes after administration the rats were sacrificed and dissected marker to measure the length of the entire colon and intestinal lengthtraveled marker. The ratio of the length of the intestine were analyzed using SPSS version 17.0 for Windows with one way ANOVA parametic test level of 95%. Results : The average percent ratio of each group, group I20,346 ± 4,015, group II 79,540 ± 4,380, group III 64,186 ± 8,319, group IV 77,630 ± 5,294 and group V 73,368 ± 1,127. Conclusion : Group III and group IV have defferent effects are not significant with bisakodil with the 0,680 and 0,361. Keyword : water spinach (Ipomoea aquatica Forsk.), Fiber, laxatives EFEK LAKSATIF KANGKUNG (Ipomoea aquatica Forsk.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG DIINDUKSI DENGAN GAMBIR INTISARI Latar Belakang : Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.) mempunyai kandungan serat yang diduga mempunyai aktivitas laksatif. Tujuan: untuk mengetahui efek laksatif blenderan kangkung pada tikus putih jantan yang diinduksi dengan gambir dan dosis efektif kangkung yang berbeda tidak signifikan dengan bisakodil. Metode Penelitian : Penelitian eksperimental murni dengan rancangan post test only control group design terdiri dari 5 kelompok perlakuan masing-masing terdiri dari 5 ekor tikus, kelompok I kontrol negatif, II kontrol positif, III kadar 20% b/v, IV kadar 30% b/v dan V kadar 40% b/v. Tikus diinduksi dengan 600 mg gambir selama 2 hari, kemudian setiap kelompok diberikan perlakuan, setelah 45 menit diberikan suspensi norit sebagai marker, 25 menit setelah pemberian marker tikus dikorbankan dan dibedah untuk diukur panjang usus seluruhnya dan panjang usus yang dilalui marker. Rasio panjang usus dianalisa menggunakan SPSS versi 17,0 for Windows dengan uji parametik ANAVA satu jalan taraf kepercayaan 95%. Hasil : Rata-rata persen rasio tiap kelompok,kelompok I 20.346 ± 4,015, kelompok II 79,540 ± 4,380, kelompok III 64, 186 ± 8,319, kelompok IV 77,630 ± 5,294 dan kelompokV 73,368 ± 1,127. Kesimpulan : kelompok III dan kelompok IV memiliki efek yang berbeda tidak signifikan dengan bisakodil dengan nilai 0,680 dan 0,361. Kata kunci : Kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), serat, laksatif PENDAHULUAN Sembelit atau konstipasi merupakan keadaan tertahannya feses (tinja) pada usus besar pada waktu yang cukup lama karena adanya kesulitan dalam pengeluaran. Hal ini terjadi akibat tidak ada gerakan peristaltik pada usus besar sehingga memicu tidak teraturnya buang air besar dan timbul perasaan tidak nyaman pada perut, Akmal, dkk, (2010). Konstipasi dapat diobati dengan menggunakan obat herbal, salah satunya dengan menggunakan serat pada buah atau sayuran karena serat mempunyai efek laksatif yang sangat baik bagi konstipasi. Serat makanan (dietary fiber) merupakan bahan tanaman yang tidak dapat dicerna oleh enzim dalam pencernaan manusia. Serat dengan berbagai tipe yang berbeda-beda dan jumlah yang berlainan terdapat dalam segala struktur tanaman. Serat tersebut berada didalam dinding sel dan di dalam sel-sel akar, daun, batang, biji, serta buah, Beck (2000). Serat pangan ini membentuk struktur dinding sel tanaman yang sebagian besar mengandung tiga macam polisakarida yaitu selulosa, pektin, dan hemisellulosa (Moehji, 2002). Pengaruh utama mengkonsumsi serat pangan terjadi pada usus besar. Serat pangan yang memasuki usus besar akan berinteraksi dengan mikroflora, sel muksa, dan otot usus. Interaksi tersebut kemudian Akan menghasilkan beberapa macam pengaruh tergantung pada fermenbilitas masing-masing serat. Serat yang sukar di fermentasikan oleh mikroflora usus pada umumnya memiliki efek laksatif yang sangat baik (Jhonson dan Southgate 1994; Gallaher, 2000). Prevalensi yang dikeluarkan International Database US Census Bureau pada tahun 2003 prevalensi konstipasi di Indonesia sebesar 3.857.327 jiwa, Friedman dan Grendell (2003). Penelitian pada tahun 1998 sampai 2005 di rumah sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam jangka waktu tujuh tahun , dari hasil 2.397 pemeriksaan usus (kolonoskopi), sebanyak 9 persen atau 216 menunjukkan adanya indikasi kasus konstipasi. Yakni 129 wanita dan 87 pria (Setiadi, 2004). Penelitian tentang efek laksatif pernah dilakukan Dian (2010) menggunakan jus daun asam jawa (Tamarindus indica linn.) terhadap tikus putih yang diinduksi dengan gambir pada konsentrasi yaitu 60%, 40% dan 20 % dengan menggunakan serat sebagai sebagai senyawa berkhasiat.Jus asam jawa (Tamarindus indica linn.) dosis 40% mempunyai efek laksatif lebih besar dibandingkan dosis 60% dan 20% namun lebih kecil dibandingkan dulcolax (Dian, 2010). Kangkung dilaporkan mengandung serat yang tinggi dibandingkan dengan sayuran dan buahbuahan yang lainnya yaitu serat tidak larutnya sebesar 54,63 dan serat larutnya 6,71 (Akmal.dkk. 2010). Kandungan serat kangkung sangat bermamfaat bagi konstipasi, serat kangkung mempunyai mekanisme mencegah dan mengurangi konstipasi dengan menyerap air ketika melewati saluran pencernaan sehingga meningkatkan ukuran fases AACC (2001). METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Alat yang digunakan antara lain kandang tikus, blender, gunting, silet, beker glass, gelas ukur, pipet, spuit oral, mikro pipet dan batang pengaduk. Bahan penelitian meliputi kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), hewan uji tukus putih jantan galur wistar umur 2-3 bulan dengan berat rata-rata 180-200 gram, bisakodil 5 mg, aquadest, suspensi norit, CMC-Na 1% dan gambir. Prosedur Penelitian 1. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Biosistematika Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Diponogoro Semarang. Untuk mengetahui kebenaran dari kangkung(Ipomoea aquatica Forsk.) yang akan digunakan dalam penelitian. 2. Kangkung diblender setiap hari sebelum perlakuan dengan menggunakan blender. Fungsi utama blender untuk mengambil semua bagian buah atau sayuran. 3. Identifikasi serat, masukkan 5 ml pereaksi yaitu asam sulfat 70% kedalam tabung reaksi lalu tambahkan bahan yang akan diuji ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi pereaksi lalu dipanaskan. Hasilnya akan larut karena penambahan asam sulfat 70% menunjukkan adanya kandung serat. 4. Hewan uji yang digunakan adalah tikus putih jantan galur wistar, berat rata-rata tikus antara 180 gram sampai 200 gram dengan kondisi sehat. Untuk percobaan, tikus putih jantan galur wistar diadaptasikan terlebih dahulu selama 7 hari. Pengelompokan hewan uji dilakukan secara acak kedalam 5 kelompok dan tiap kelompoknya terdiri dari 5 ekor. 25 ekor tikus diadaptasikan dahulu selama 7 hari sebelum dilakukan penelitian 25 ekor tikus dibagi secara acak dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor Tikus diinduksi gambir selama 2 hari Tikus dipuasakan selama 18 jam dan tetap diberi minum Klp 1 Klp 2 Klp 3 Klp 4 Klp 5 Kontrol (-) Diberi aquades sebanyak 2,5 ml/ 200 g BB Kontrol (+) Diberi bisakodil dosis 0,2534 g/ 200 g BB Perlakuan 1 Diberi blenderan kangkung kadar 20% b/v /200 g BB Perlakuan 2 Diberi blenderan kangkung kadar 40% b/v /200 g BB Perlakuan 3 Diberi blenderan kangkung kadar 60% b/v /200 g BB Didiamkan selama 45 menit Kemudian seluruh tikus diberikan suspensi norit sebagai marker 25 menit setelah pemberian norit, tikus dikorbankan dan dibedah Diukur panjang usus seluruhnya dan panjang usus yang dilalui norit Masukkan data dan anlisa Analisis Data Data yang dianalisa adalah nilai rasio jarak marker terhadap panjang usus. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17,0 for Windows dengan taraf 95% kepercayaan. Analisa data dilakukan dengan cara statistik parametik atau non parmetik yang didasarkan pada hasil homogenitas dan normalitasnya. Untuk mengetahui normalitas data menggunakan uji Shapiro-wilk untuk mengetahui apakah data yang terdistribusi normal atau tidak, jika nilai signifikansi <0,05 maka data tidak terdistribusi normal, uji dilanjutkan dengan Levene test (Test Homogenity of Variences) untuk mengetahui apakah data diperoleh dari populasi yang sama, jika nilai signifikansi <0,05 maka data berasal dari populasi yang mempunyai varian tidak sama, sebaliknya jika nilai signifikansi >0,05 maka data berasal dari varian yang sama. Data homogen yang terdistribusi normal (p>0,05) dianalisa dengan statistik parameter ANOVA satu arah ( One-Way ANOVA) pada taraf kepercayaan 95% dengan program SPSS 17,0. Uji ANOVA satu arah digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok. Jika ada perbedaan yang bermakna antara kelompok perlakuan dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui mana yang paling berbeda diantara kelompok perlakuan. Apabila data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen (p<0,05) data dianalisa dengan menggunakan uji Kruskal Wallis kemudian dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus yang dibagi menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Hewan uji yang digunakan adalah jenis tikus putih jantan galur wistar karena beberapa organ fisiologis tikus memiliki kesamaan dengan organ fisiologis manusia dan penanganannya tidak terlalu sulit dibandingkan dengan hewan uji lain. Kemudian tikus diadaptasikan selama 1 minggu dan diberi makan, makanan yang diberikan dari jenis yang sama dan mempunyai jumlah yang sama begitu juga dengan minumannya, ini bertujuan untuk mengontrol proses penyembelitan. Tikus diinduksi terlebih dahulu dengan menggunakan gambir selama 2 hari dengan tujuan memberikan efek sembelit pada tikus. Gambir dapat memberikan efek sembelit karena mempunyai kandungan tanin yang dapat menyebabkan terabsorbsinya cairan dalam lumen usus seehingga menyebabkan sembelit. setelah itu tikus dipuasakan 18 jam dan tetap diberi minum sebelum perlakuan yang bertujuan untuk mengosongkan isi lambung tikus tersebut. Gambir adalah sediaan yang kurang larut dalam air sehingga ditambahkan CMC Na 1% sebagai suspending agent untuk melarutkan sediaan tersebut dengan cara menurunkan tegangan permukaan sehingga sediaan gambir bisa terlarut sempurna. Kontrol positif juga diberikan CMC Na 1% karena kontrol positif juga sukar larut dengan air. Untuk mendapatkan CMC Na 0,1% serbuk CMC Na ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dalarutkan dalam sebagian aquadest hangat, diaduk sambil ditambahkan aquadest sambil terus diaduk memakai batang pengaduk. Setelah larut baru ditambahakan aquadest sampai didapatkan volume 100 ml. Penelitian ini menggunakan kontrol positif (bisakodil) dimaksudkan untuk menunjukan hasil kesembuhan yang positif dengan menggunakan produk sintetik yang umum digunakan sebagai obat laksatif yaitu dengan meningkatkan motilitas dan sering kali menyebabkan keram perut. Sementara itu kelompok kontrol negatif menggunakan aquadest karena aquadest tidak memiliki efek laksatif, tujuannya untuk mendapatkan hasil negatif sebagai pembanding untuk hasil perlakuan dan kontrol positif. Setelah tikus diinduksi dengan gambir dan sudah mengalami sembelit dengan tanda jumlah feses sedikit dan bertekstur padat dan keras. Selanjutnya diberikan perlakuan, kelompok kontrol negatif diberi aquadest, kelompok perlakuan I diberikan blenderan kangkung dengan kadar 20% b/v, kelompok perlakuan II diberikan kangkung dengan kadar 30% b/v, kelompok perlakuan III diberikan blenderan kangkung dengan kadar 40% b/v dan kontrol positif diberikan bisakodil dengan dosis 5 mg. Setelah semua tikus diberikan perlakuan didiamkan selama 45 menit tujuannya untuk membiarkan semua zat aktif (serat) yang telah diberikan melewati saluran usus, setelah itu semua tikus diberikan suspensi norit sebagai marker, didiamkan 25 menit untuk memberikan waktu norit mengalami proses transit, setelah pemberian suspensi norit, tikus dikorbankan dan dibedah. Diukur panjang usus seluruhnya dan panjang usus yang dilalui norit. Pengukuran usus dilakukan dengan cara membentangkan usus lalu diukur dengan menggunakan penggaris dari pylorus sampai rektum tikus untuk mendapatkan panjang usus seluruhnya, dan mengukur dari pylorus sampai akhir marker untuk mendapatkan panjang usus yang dilalui norit dengan tanda usus berwarna hitam. Semakin panjang rasio panjang usus maka efek laksatif kangkung semakin bagus. Dari table 1 terlihat bahwa ratarata rasio panjang usus yang dilalui norit kelompok aquadest, blenderan kangkung dosis 20%, 30%, 40% dan bisakodil masing-masing adalah 20,34%, 64,18%, 77,63%, 73,36% dan 79,54%. (Tabel 4.1) Pada table 1 terlihat bahwa aquadest memiliki rasio terkecil yang artinya tidak mempunyai efek laksatif sedangkan bisakodil mempunyai rasio jarak norit terhadap usus terbesar, yang artinya mempunyai efek laksatif tertinggi dibandingkan kelompok uji lainnya. Pada kelompok blenderan kangkung dosis 40% rasio jarak norit terhadap panjang usus lebih kecil dibandingkan 30% akan tetapi tidak lebih rendah jika dibandingkan dengan dosis 20%. Ini menunjukkan bahwa efek laksatif dari blenderan kangkung 30% lebih kuat dibandingkan blenderan kangkung 40%. Berdasarkan tabel 1 menunjukkan perlakuan kontrol positif (bisakodil 5 mg) dan semua blenderan kangkung mempunyai efek laksatif dibandingkan dengan kontrok negatif (aquadest). Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda tidak signifikan dengan kontrol positif maka dilakukan uji statistik menggunakan SPSS 19 for Windows dengan taraf kepercayaan 95%. Pertama dilakukan uji normalitas data menggunakan uji Shapiro-Wilk karena jumlah sampel kecil (<50). Data dikatakan terdistribusi normal jika p>0,05. Tujuannya dilakukan uji normalitas data adalah untuk mengetahui data-data tersebut dinyatakan terdistribusi normal. Tabel 1. Rasio panjang usus yang dilalui norit terhadap panjang usus pada tikus putih jantan yang diberi kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.), Bisakodil dan aquadest % Rasio Jarak Norit terhadap panjang usus No Aquadest Kangkung Kangkung Kangkung Bisakodil 20% 30% 40% 5 mg Mean (±sd) 20,34 ± 4,01 64,18 ± 8,31 77,63 ± 5,29 73,36 ± 1,12 79,54 ± 4,38 Tabel 2 . Hasil Uji LSD Pasangan Perlakuan K20% vs K30% K20% vs K40% P30% vs P40% K20% vs K(+) K30% vs K(+) K40% vs K(+) p-value 0,008 0,058 0,361 0,003 0,680 0,191 Kesimpulan Berbeda signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda signifikan Berbeda tidak signifikan Berbeda tidak signifikan Keterangan : Signifikan p <0,05 = Berbeda signifikan Signifikan p>0,05 = Berbeda tidak signifikan Berdasarkan tabel di atas diperoleh hasil uji LSD efek laksatif kelompok K(-) dengan kelompok K20%, K30%, K40% dan K(+) menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p<0,05) artinya kelompok K(-) tidak mempunyai efek laksatif yang sama dengan kelompok K20%,K30%, K40% dan K(+). Pada kelompok K(+) dengan kelompok K20% memiliki perbedaan signifikan (p<0,05) artinya kelompok K20% tidak mempunyai efek laksatif yang sama dengan K(+). Pada kelompok K(+) dengan kelompok K30% dan K40% menunjukkan perbedaan tidak signifikan (p<0,05) artinya kelompok K20% dan K30% mempunyai efek laksatif yang berbeda tidak bermakna dengan K(+). Pada kelompok K20% dengan kelompok K30% menunjukkan ketahui kadar serat yang dibutuhkan manusia adalah 20-40 atau bila dikonversikan (0,362-0,724 untuk tikus) gram per hari. Jika mengkonsumsi serat secara berlebih justru akan menyebabkan sembelit karena cairan didalam usus banyak diserap. perbedaan signifikan (p<0,05) artinya kelompok K30% tidak mempunyai efek laksatif yang sebanding dengan K20%. Pada blenderan kangkung 20% b/v, 30% b/v dan 40 % b/v mempunyai efek laksatif. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa blenderan kangkung dengan konsentrasi 30% b/v mempunyai efek laksatif paling besar yaitu sebesar 77,63% dibandingkan perlakuan yang lain. Blenderan kangkung dengan konsentrasi 30% b/v dan 40% b/v mempunyai efek laksatif yang berbeda tidak signifikan dengan bisakodil, efek laksatif kangkung memlaui peningkatan volume feses. Kadar serat 30% b/v lebih efektif dibandingkan dengan kadar 40% b/v, mungkin karena kadar 30% kemampuan pergerakan air optimal, seperti kita KESIMPULAN 1. Blenderan kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.) mempunyai kemampuan efek laksatif pada tikus putih jantan galur wistar. 2. Blenderan kangkung dengan konsentrasi 30% b/v dan 40% b/v mempunyai efek laksatif yang berbeda tidak bermakna dengan bisakodil dan kadar 30% b/v efek laksatifnya lebih optimal. SARAN 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan uji perbandingan menggunakan obat laksatif yang berbeda untuk mengetahui efektivitas laksatif tersebut. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang stabilitas blenderan kangkung (Ipomoea aquatica Forsk.) dalam jangka waktu yang lama sebagai alternatif laksatif. DAFTAR PUSTAKA Dalimartha S., (2008), EnsiklopediaTanaman Obat Indonesia, 5, Dinamika Media, Jakarta Dahlan, S., 2011, Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Salemba Medika, Jakarta. Fitrianingsih, A.I.,(2013), Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Cermai (Phyllantus Acidus L.) Terhadap Penurunan Kadar Gula Darah Pada Tikus Putih Galur Wistar dengan Pembebanan Glukosa, Skripsi, Prodi Farmasi. Stikes Ngudi Waluyo, Ungaran. Handoko, T., dan Suharto B. (1995).‘’Insulin, Glukagon dan antidiabetik’’ dalam farmakologi dan Terapi, Edisi Empat, Editor: Sulistia G. Ganiswara, Jakarta: Gaya Baru. Halaman 469, 471-472. Scobie, Ian N dkk.. 2007. Atlas of diabetes mellitus. Third edition. UK: informa UK Smeltzer, S.C, and Bare, G. B.,(2003),Bruner and Suddarth`s Textbook of Medical Surgical Nursing. 10th Ed. EBook. Tjay. T.H., dan Rahardja, K.(2007). Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Samping. Edisi VI. Jakarta: Elex Media Komputindo. Halama 738, 743, 748-749. Tjokroprawiro, A.,(2006), Diabetes mellitus, Airlangga University Press, Hal 32-35, Surabaya. Wilson, dan Price., (2005), Patofisiologi Konsepklinis Proses-Proses Penyakit edisi VI, 1260-1261, Buku Kedokteran EGC, Jakarta WHO, (2013), The Diagnosis Treatmen and Prevention Of Diabetes Mellitus, background document, World Health Organization, Geneva. Wijayakusuma, H., (2004), Ensiklopedia Milenium Tumbuhan Obat Indonesia, PT Gunung Agung, Jakarta.