4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Kehamilan 2.1.1

advertisement
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Fisiologi Kehamilan
2.1.1. Perubahan Fisiologi pada Saat kehamilan
Dengan terjadinya kehamilan maka seluruh genitalia wanita mengalami
perubahan yang mendasar sehingga dapat menunjang perkembangan dan
pertumbuhan janin dalam rahim. Plasenta dalam perkembangannya
mengeluarkan hormone somatomatropin, estrogen, dan progesteron yang
menyebabkan perubahan pada:
1. Rahim atau uterus
Selama kehamilan uterus akan beradaptasi untuk menerima dan
melindungi hasil konsepsi (janin, plasenta, amnion) sampai
persalinan. Uterus mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk
bertambah besar dengan cepat selama kehamilan dan pulih kembali
seperti keadaan semula dalam beberapa minggu setelah persalinan.
Pada perempuan tidak hamil uterus mempunyai berat 70 gram dan
kapasitas 10 ml atau kurang. Selama kehamilan, uterus akan berubah
menjadi suatu organ yang mampu menampung janin, plasenta, dan
cairan amnion rata-rata pada akhir kehamilan volume totalnya
mencapai 5 liter bahkan dapat mencapai 20 liter atau lebih dengan
berat rata-rata 1100 gram (Prawirohardjo, 2008).
2. Vagina (liang senggama)
Selama kehamilan peningkatan vaskularisasi dan hyperemia terlihat
jelas pada kulit dan otot-otot di perineum dan vulva, sehingga pada
vagina akan terlihat bewarna keunguan yang dikenal dengan tanda
Chadwicks. Perubahan ini meliputi penipisan mukosa dan hilangnya
sejumlah jaringan ikat dan hipertrofi dari sel-sel otot polos.
Universitas Sumatera Utara
5
3. Ovarium
Proses ovulasi selama kehamilan akan terhenti dan pematangan
folikel baru juga ditunda. Hanya satu korpus luteum yang dapat
ditemukan di ovarium. Folikel ini akan berfungsi maksimal selama
6-7 minggu awal kehamilan dan setelah itu akan berperan sebagai
penghasil progesterone dalam jumlah yang relative minimal
(Prawirohardjo, 2008).
4. Payudara
Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai
persiapan memberikan ASI pada saat laktasi. Perkembangan
payudara tidak dapat dilepaskan dari pengaru hormone saat
kehamilan, yaitu estrogen, progesterone, dan somatromatropin
(Prawirohardjo, 2008).
5. Sirkulasi darah ibu
Peredaran darah ibu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Meningkatnya kebutuhan sirkulasi darah
sehingga dapat
memenuhi kebutuhan perkembangan dan pertumbuhan janin
dalam rahim.
b. Terjadi hubungan langsung antara arteri dan vena pada sirkulasi
retro-plasenter.
c. Pengaruh hormon estrogen dan progesteron semakin meningkat.
Akibat dari faktor tersebut dijumpai beberapa perubahan peredaran
darah, yaitu:
1) Volume darah
Volume darah semakin meningkat di mana jumlah serum darah
lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi
semacam pengenceran darah (hemodilusi), dengan puncaknya
Universitas Sumatera Utara
6
pada hamil 32 minggu. Serum darah (volume darah) bertambah
sebesar 25-30% sedangkan sel darah bertambah sekitar 20%.
Curah jantung akan bertambah sekitar 30%. Bertambahnya
hemodilusi darah mulai tampak sekitar umur hamil 16 minggu,
sehingga pengidap penyakit jantung harus berhati-hati untuk
hamil beberapa kali. Kehamilan selalu memberatkan kerja
jantung sehingga wanita hamil dengan sakit jantung dapat jatuh
dalam
dekompensasio
kordis.
Pada
postpartum
terjadi
hemokonsentrasi dengan puncak hari ketiga sampai kelima.
2) Sel darah
Sel darah merah makin meningkat jumlahnya untuk dapat
mengimbangi
pertumbuhan
janin
dalam
rahim,
tetapi
pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan
volume darah sehingga terjadi hemodilusi yang disertai anemia
fisiologis. Sel darah putih meningkat dengan mencapai jumlah
sebesar 10.000/ml. Dengan hemodilusi dan anemia maka laju
endap darah semakin tinggi dan dapat mencapi 4 kali dari angka
normal.
3) Sistem respirasi
Pada kehamilan terjadi juga perubahan sistem respirasi untuk
dapat memnuhi kebutuhan O2. Disamping itu terjadi desakan
diafragma karena dorongan rahim yang membesar pada umur
hamil 32 minggu. Sebagai kompensasi terjadinya desakan rahim
dan kebutuhan O2 yang meningkat, ibu hamil akan bernafas lebih
dalam sekitar 20-25% dari biasanya.
4) Sistem pencernaan
Terjadi peningkatan asam lambung karena pengaruh estrogen.
Universitas Sumatera Utara
7
5) Traktus urinarius
Pada bulan-bulan pertama kehamilan kandung kemih akan
tertekan
oleh
uterus
yang
mulai
membesar
sehingga
menimbulkan sering kemih. Keadaan ini akan hilang dengan
makin tuanya kehamilan bila uterus keluar dari rongga panggul.
Pada akhir kehamilan, jika kepala janin sudah mulai turun ke
pintu panggul, keluhan itu akan timbul kembali.
6) Perubahan pada kulit
Pada kulit dinding perut akan terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan, kusam, dan kadang-kadang juga akan mengenai
daerah payudara dan paha. Perubahan ini dikenal dengan nama
striae gravidarum.
7) Metabolisme
Dengan terjadinya kehamilan, metabolisme tubuh mengalami
perubahan yang mendasar, dimana kebutuhan nutrisi makin
tinggi untuk pertumbuhan janin dan persiapan pemberian ASI.
Diperkirakan
selama
kehamilan
berat
badan
akan
bertambah 12,5 kg. Sebgaian besar penambahan berat badan
selama kehamilan berasal dari uterus dan isinya. Kemudian
payudara, volume darah, dan cairan ekstraselular. Pada
kehamilan normal akan terjadi hipoglikemia puasa yang
disebabkan
oleh
kenaikan
kadar
insulin,
hiperglikemia
postprandial dan hiperinsulinemia.
Zinc (Zn) sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan
janin.
Beberapa
peneliatian
menunjukkan
kekurangan zat ini dapat menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat.
(Prawirohardjo, 2008).
Universitas Sumatera Utara
8
2.1.2. Pertumbuhan Janin Normal
Pertumbuhan janin manusia ditandai dengan pola-pola sekuensial
pertumbuhan, diferensiasi, dan maturasi jaringan sera organ yang
ditentukan oleh kemampuan substrat oleh ibu, transfer substrat melalui
plasenta, dan potensi pertumbuhan janin yang dikendalinkan oleh genom
(Cuningham dkk, 2005).
Pertumbuhan janin dibagi menjadi tiga fase pertumbuhan sel yang
berurutan (Lin dan Forgas, 1998). Fase awal hiperplasia terjadi selama
16 minggu pertama dan ditandai oleh peningkatan jumlah sel secara
cepat. Fase kedua, yang berlangsung sampai minggu ke-32, meliputi
hiperplasia dan hipertropi sel. Setelah usia gestasi 32 minggu,
pertumbuhan janin berlangsung melalui hipertrofi sel dan pada fase
inilah sebagian besar deposisi lemak dan glikogen terjadi. Laju
pertumbuhan janin yang setara selama tiga fase pertumbuhan sel ini
adalah dari 5 g/hari pada usia 15 minggu, 15-20 g/hari pada minggu ke24, dan 30-35 g/hari pada usia gestasi 34 minggu (Cuningham dkk,
2005).
Meskipun telah banyak faktor yang diduga terlibat pada proses
pertumbuhan janin, mekanisme selular dan molekular sebenarnya untuk
pertumbuhan janin yang abnormal tidak diketahui dengan jelas. Pada
kehidupan awal janin penentu utama pertumbuhan adalah genom janin
tersebut, tetapi pada kehamilan lanjut, pengaruh lingkungan, gizi, dan
hormonal menjadi semakin penting.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Janin
Faktor keturunan atau bawaan menentukan cepat pertumbuhan, bentuk
janin, diferensiasi dan fungsi organ-organ yang dibentuk. Akan tetapi
makanan yang disalurkan oleh ibunya melalui plasenta (ari-ari)
Universitas Sumatera Utara
9
mempuyai peranan yang sangat penting untuk menunjang potensi
keturunan ini (Pudjiadi, 1990).
Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau sedang
hamil muda dapat menyebabkan kematian atau cacat janin. Diferensiasi
terjadi pada trimester pertama hidupnya janin, hingga kekurangan zat
tertentu yang sangat dibutuhkan dalam proses diferensiasi dapat
menyebabkan tidak terbentuknya suatu organ dengan sempurna, atau
tidak dapat berlangsungnya kehidupan janin tersebut. Pertumbuhan
cepat terjadi terutama pada trimester terakhir kehamilan ibu. Maka
kekurangan makanan dalam periode tersebut dapat menghambat
pertumbuhannya, hingga bayi dilahirkan dengan berat dan panjang yang
kurang daripada seharusnya.
2.2. Berat Bayi Lahir
2.2.1. Definisi Berat Bayi Lahir
Pada umumnya bayi dilahirkan setelah dikandung 37 – 41 minggu masa
gestasi. Berat bayi lahir yang normal rata-rata adalah antara 3000 - 4000
gram, dan bila di bawah atau kurang dari 2500 gram dikatakan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR). Menurut Prawirohardjo (2008), BBLR
adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang
dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini diakatakan
prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant atau Berat
Bayi Lahir Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak selamanya
prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih
bulan. Penelitian oleh gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga bayi
berat lahir rendah adalah bayi aterm.
Klasifikasi bayi menurut umur kehamilan dibagi dalam 3
kelompok yaitu bayi kurang bulan adalah bayi dengan masa kehamilan
Universitas Sumatera Utara
10
kurang dari 37 minggu (259 hari), bayi cukup bulan adalah bayi dengan
masa kehamilan dari 37 minggu sampai dengan 42 minggu (259 -293
hari), dan bayi lebih bulan adalah bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu (294 hari) atau lebih (Prawirohardjo, 2008). Dari pengertian di
atas maka bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
Prematur murni dan Dismaturitas.
1. Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari
37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan
untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan
sesuai masa kehamilan. Penyebabnya berasal dari berbagai faktor
ibu, faktor janin maupun faktor lingkungan.
2. Dismaturitas atau Kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir
dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk
masa kehamilan. Hal ini karena janin mengalami gangguan
pertumbuhan dalam kandungan dan merupakan bayi yang kecil
untuk masa kehamilan (KMK).
Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam
pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan
terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah
untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir
Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus,
hipoglikomia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat
lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan kelompok resiko tinggi,
karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan
kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari
seluruh kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering
Universitas Sumatera Utara
11
terjadi di negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah (WHO,
2004). Angka kejadian di Indonesia sangat bervariasi antara satu daerah
dengan daerah lain. Riskedas 2007, mendata berat badan bayi baru lahir
12 bulan terakhir. Tidak semua bayi diketahui berat badan hasil
penimbangan waktu baru lahir. Dari bayi yang diketahui berat badan
hasil penimbangan waktu baru lahir, 11,5 % lahir dengan berat badan
kurang dari 2500 gram atau BBLR.
2.2.2. Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir
Berat badan lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui
suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut
(Manuaba, 1998):
1. Faktor Lingkungan Internal, yaitu meliputi umur ibu, jarak
kelahiran, paritas, kadar hemoglobin, status gizi ibu hamil,
pemeriksaan kehamilan, dan penyakit pada saat kehamilan.
2. Faktor Lingkungan Eksternal, yaitu meliputi kondisi lingkungan,
asupan zat gizi dan tingkat sosial ekonomi ibu hamil.
3. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi
pemeriksaan kehamilan atau antenatal care (ANC).
Faktor yang secara langsung atau internal mempengaruhi berat bayi lahir
antara lain sebagai berikut :
a. Usia Ibu hamil
Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir. Kehamilan dibawah
umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih
tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup
umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ
reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi
Universitas Sumatera Utara
12
dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat
kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya
secara sempurna dan sering terjadi komplikasi.
Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang
dilahirkan akan semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur
sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak
dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering
muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau
penyakit degeneratif pada persendian tulang belakang dan panggul.
Kesulitan lain kehamilan diatas usia 35 tahun ini yakni bila ibu
ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir
dengan membawa kelainan. Dalam proses persalinan sendiri,
kehamilan di usia lebih ini akan menghadapi kesulitan akibat
lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang
panggul tengah.
Mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting
terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi,
maka sebaiknya merencanakan kehamilan pada usia antara 20-30
tahun.
b. Jarak Kehamilan/Kelahiran
Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga
berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau
lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan
seorang ibu belum cukup untuk memulihkan kondisi tubuhnya
setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor
penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan.
Risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara
kelahiran 2 tahun.
Universitas Sumatera Utara
13
c. Paritas
Paritas
secara
luas
mencakup
gravida/jumlah
kehamilan,
prematur/jumlah kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang
dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan.
Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita melahirkan anak ke
empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak
dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai
menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi
perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun
melintang.
d. Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi
yang dilahirkan. Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila
kadar hemoglobinnya dibawah 11 gr/dl. Hal ini jelas menimbulkan
gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas,
prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang
rendah (Depkes RI, 2008). Keadaan ini disebabkan karena
kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada placenta yang
akan berpengaruh pada fungsi plesenta terhadap janin.
e. Status Gizi Ibu Hamil
Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat
mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain
itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka
pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Pengukuran
antropometri merupakan salah satu cara untuk menilai status gizi ibu
hamil. Ukuran antropometri ibu hamil yang paling sering digunakan
adalah kenaikan berat badan ibu hamil dan ukuran lingkar lengan
atas (LLA) selama kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
14
Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi kecukupan gizi ibu
hamil bisa di lihat dari kenaikan berat badannya. Ibu yang kurus dan
selama kehamilan disertai penambahan berat badan yang rendah atau
turun sampai 10 kg, mempunyai resiko paling tinggi untuk
melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus
mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari
berat badan sebelum hamil.
Sedang Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah antropometri yang
dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan untuk
mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi
kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LLA) di
bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR (Depkes RI, 2008).
Pengukuran LLA lebih praktis untuk mengetahui status gizi ibu
hamil karena alat ukurnya sederhana dan mudah dibawa kemana
saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan berat badan yang
ekstrim.
f. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan
kehamilan
bertujuan
untuk
mengenal
dan
mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga
kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu
dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat
persalinan. Pemeriksaan kehamilan dilakukan agar kita dapat segera
mengetahui apabila terjadi gangguan / kelainan pada ibu hamil dan
bayi yang dikandung, sehingga dapat segera ditolong tenaga
kesehatan (Depkes RI, 2008).
g. Penyakit Saat Kehamilan
Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi
lahir diantaranya adalah Diabetes melitus (DM), cacar air, dan
Universitas Sumatera Utara
15
penyakit infeksi TORCH. Penyakit DM adalah suatu penyakit
dimana badan tidak sanggup menggunakan gula sebagaimana
mestinya, penyebabnya adalah pankreas tidak cukup produksi
insulin/tidak dapat gunakan insulin yang ada. Akibat dari DM ini
banyak macamnya diantaranya adalah bagi ibu hamil bisa
mengalami keguguran, persalinan prematur, kematian dalam rahim,
bayi mati setelah lahir (kematian perinatal) karena bayi yang
dilahirkan terlalu besar, menderita edem dan kelainan pada alat
tubuh bayi (Manuaba, 1998).
Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit
infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes.
Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu
dapat menganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang dikandung
tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli, Hypoplasia
(gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan
limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal,
keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris
mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya (Manuaba, 1998).
Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak langsung/
eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Faktor lingkungan yang meliputi kebersihan dan kesehatan
lingkungan serta ketinggian tempat tinggal.
2. Faktor ekonomi dan sosial meliputi jenis pekerjaan, tingkat
pendidikan dan pengetahuan ibu hamil.
2.3. Hemoglobin Ibu Hamil
Kehamilan memicu perubahan-perubahan fisiologis yang sering mengaburkan
diagnosis sejumlah kelainan hematologis serta pengkajiannya. Hal ini terutama
Universitas Sumatera Utara
16
berlaku pada anemia. Salah satu perubahan yang paling bermakna adalah
ekspansi volume darah dengan peningkatan volume plasma yang tidak sepadan
sehingga hematokrit biasanya menuru (Cunningham dkk, 2005).
Berdasarkan data penelitian Scott (1967) dan Pritchard (1967), tentang
konsentrasi hemoglobin pada 85 wanita sehat yang terbukti memiliki cadangan
besi, maka anemia pada wanita tidak hamil didefenisikan sebagai konsentrasi
hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan
atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan
kehamilan. Pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar
hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi
adalah 11 g/dl atau lebih. Atas alasan tersebut, Centers for Disease Control
(1990) mendefenisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl
pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester
kedua (Cunningham dkk, 2005).
Menurut Manuaba (1998), anemia pada kehamilan adalah anemia karena
kekurangan zat besi, jenis anemia yang pengobatannya relatif mudah, bahkan
murah. Anemia pada kehamilan merupakan masalah nasional karena
mencerminkan nilai kesejahteraan social ekonomi masyarakat, dan pengaruhnya
sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia ibu hamil disebut
“potensial danger to mother and child” (potensial membahayakan ibu dan
anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang
terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini kedepan.
Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan
dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya
membahayakan
jiwa
ibu
tetapi
juga
mengganggu
pertumbuhan
dan
perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena
kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh
pada fungsi placenta terhadap janin.
Universitas Sumatera Utara
17
Anemia pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat
Lahir Rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan,
bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut
menderita anemia berat (Depkes RI, 2008). Untuk mengetahui apakah seseorang
mengalami anemia atau tidak maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar
hemoglobin. Salah satu cara cara yang dapat digunakan adalah pemeriksaan
hemoglobin metode Sahli, metode ini masih banyak digunakan di laboratorium
dan paling sederhana.
Menurut Depkes RI (2008), batasan anemia adalah:
1. Laki-laki Dewasa
> 13 gram %
2. Wanita Dewasa
> 12 gram %
3. Anak-anak
> 11 gram %
4. Ibu Hamil
> 11 gram %
2.4. Ibu Hamil Trimester III
Menurut Cunningham (2005), kehamilan dibagi menjadi tiga trimester setara
yang masing-masing berlangsung selama 3 bulan kalender. Trimester ketiga
mencakup minggu ke-29 sampai ke-42 kehamilan.
Pada tahap trimester III terjadi petumbuhan janin yang sangat cepat
dibanding trimester sebelumnya. Maka kekurangan makanan dalam periode ini
dapat menghambat pertumbuhannya hingga bayi dilahirkan dengan berat dan
panjang yang kurang daripada seharusnya (Pudjiadi, 1990).
Pada ibu hamil terjadi penurunan kadar Hb karena penambahan cairan
tubuh yang tidak sebanding dengan massa sel darah merah. Penurunan ini
terjadi mulai sejak usia kehamilan 8 minggu sampai 32 minggu. Selain itu
anemia kehamilan juga dapat disebabkan karena berkurangnya cadangan besi
untuk kebutuhan janin (Pudjiadi, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Download