Chapter II

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Tuberkulosis
2.1.1. Pengertian
Tuberkulosis di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa. Kuman
tuberkulosis biasanya masuk ke dalam tubuh melalui udara lewat pernapasan ke
dalam paru, selanjutnya kuman tersebut dapat menyebar dari paru menuju bagian
tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran limfe, melalui saluran napas
(Bronchus) atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
Menurut Yunus (1989), sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang paruparu, akan tetapi dapat menyerang organ lain di dalam tubuh. Secara khas kuman
membentuk granuloma dalam paru menimbulkan nekrosis atau kerusakan jaringan
(Achmadi, 2008).
2.1.2. Kuman Tuberkulosis
Kuman ini berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron, mempunyai sifat
khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak dan lipid, yang membuat
lebih tahan asam, sifat lain adalah bersifat aerob, lebih menyukai jaringan kaya
Universitas Sumatera Utara
oksigen, terutama bagian apical posterior. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat
tidur (dormant), tertidur lama selama beberapa tahun (Depkes RI, 2002).
2.1.3. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup
dan masuk ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam
tubuh manusia dapat menyebar dari paru-paru ke bagian tubuh lainnya, melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau menyebar langsung
ke bagian-bagian tubuh lainnnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif, maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi
tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.
Risiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection/ARTI) di
Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%, pada daerah dengan ARTI 1%
berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar
dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis, hanya sekitar
Universitas Sumatera Utara
10% dari yang terinfeksi yang akan menderita penyakit tuberkulosis (Depkes RI,
2002).
Dari keterangan di atas, dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI
1% maka diantara 100.000 penduduk rata-rata 100 penderita tuberkulosis setiap
tahun, dimana 50 penderita adalah BTA Positif. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi penderita tuberkulosis adalah daya tahan tubuh yang
rendah, diantaranya gizi buruk atau HIV/AIDS.
2.1.4. Gejala Tuberkulosis
1. Gejala Utama
Gejala utama adalah batuk yang terus menerus dan berdahak selama 3 minggu
atau lebih.
2. Gejala Tambahan
Gejala tambahan yang sering dijumpai adalah dahak bercampur darah, batuk
darah, sesak napas dan nyeri dada, badan lemah, napsu makan menurun, berat badan
turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa
kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas di jumpai pula pada penyakit paru selain
tuberkulosis. Oleh karena itu setiap orang yang datang ke Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK) dengan gejala tersebut di atas, harus dianggap sebagai seorang ”suspek
tuberkulosis” atau tersangka penderita tuberkulosis dan perlu dilakukan pemeriksaan
secara mikroskopis langsung (Depkes RI, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.1.5
Diagnosis Tuberkulosis
1. Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa
Diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa dapat ditegakan dengan
ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan
dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya
positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
-
Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis, maka penderita didiagnosis sebagai
penderita tuberkulosis BTA positif.
-
Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis, pemeriksaan dahak SPS
diulangi.
-
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dilakukan pemeriksaan lain, misalnya
biakan.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum
luas (misalnya kotrimoksasol atau amoksisilin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada
perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis, ulangi pemeriksaan
dahak SPS.
-
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis BTA postif.
-
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis tuberkulosis.
Universitas Sumatera Utara
Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis, di diagnosis sebagai penderita
tuberkulosis BTA negatif Rontgen positif. Bila hasil rontgen tidak mendukung
tuberkulosis, penderita tersebut bukan tuberkulosis.
Kalau UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk
untuk foto rontgen dada ke RS di Indonesia pada saat ini , uji Tuberkulin tidak
mempunyai arti dalam menentukan diagnosis tuberkulosis pada orang dewasa, sebab
sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis
karena tingginya prevalensi tuberkulosis. Suatu uji tuberkulin positif hanya
menunjukan bahwa yang bersangkutan pernah terpapar dengan mycobcterium
tuberculosa. Dilain pihak hasil uji tuberkulin dapat negatif meskipun orang tersebut
menderita tuberkulosis, misalnya pada penderita HIV/AIDS, malnutrisi berat,
tuberkulosis milier dan morbili (www.meprofarm.com).
2. Diagnosis Tuberkulosis Pada Anak.
Diagnosis yang paling tepat adalah dengan ditemukannya kuman tuberkulosis
dari penderita, misalnya dahak, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini
sulit dan jarang didapat, sehingga sebagian besar diagnosis tuberkulosis anak
didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya tuberkulosis pada anak kalau terdapat
tanda-tanda yang mecurigakan atau gejala-gejala seperti di bawah ini :
a. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis kalau :
1. Mempunyai sejarah kontak (serumah) dengan penderita tuberkulosis BTA
Positif.
Universitas Sumatera Utara
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (Bacillus Calmette
et Guerin) dalam 3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum tuberkulosis.
b. Gejala Umum tuberkulosis pada anak :
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan
tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang
baik (failure to thrive).
2. Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik dengan adekuat.
3. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau
infeksi saluran napas akut), dapat disertai keringat malam.
4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multipel,
paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal).
5. Gejala-gejala dari saluran napas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari
(setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri di
dada.
6. Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen dan tanda-tanda
cairan dalam abdomen.
c. Gejala spesifik
Gejala spesifik biasanya tergantung dibagian tubuh mana yang terserang,
misalnya :
Universitas Sumatera Utara
1). Tuberkulosis kulit (skrofuloderma).
2). Tuberkulosis tulang dan sendi yaitu
-
Tulang punggung (spondilitis); gibbus
-
Tulang panggul (kolsitis); pincang, pembengkakan di pinggul
-
Tulang lutut: pincang dan atau bengkak
-
Tulang kaki dan tangan
3). Tuberkulosis otak dan syaraf
-
Meningitis dengan gejala : iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan
kesadaran menurun.
4). Tuberkulosis Mata dengan gejala : Konjungtivitis fliktenularis dan Tuberkel
koroid (hanya terlihat dengan fundusckopi).
5). Lain-lain.
4. Uji Tuberkulin (Mantoux).
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara mantoux (penyuntikan intra kutan) dengan
semprit tuberkulin 1ml jarum nomor 26. tuberkulin yang dipakai adalah
tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah
penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran
dinyatakan dalam milimter. Uji tuberkulin dinyatakan positif bila indurasi > 10
mm (pada anak dengan gizi baik), atau >5 mm pada anak dengan gizi buruk.
Bila uji tuberkulin positif, menunjukan adanya infeksi tuberkulosis dan
kemungkinan ada tuberkulosis aktif pada anak, namun uji tuberkulin dapat negatif
Universitas Sumatera Utara
pada anak dengan tuberkulosis berat (malnutrisi, penyakit sangat berat,
pemberian imunosupresif, dll).
5. Reaksi Cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat ( dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
Mycobactrium tuberculosa.
6. Fhoto Rontgen Dada
Gambaran rontgen tuberkulosis paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
biasanya
sulit,
harus
hati-hati,
kemungkinan
bisa
overdiagnosis
atau
underdiagnosis.
Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau
kelenjar paratrakeal.
Gejala lain dari fhoto rontgen yang mencurigai tuberkulosis adalah milier,
Atelektasis/kolaps konsolidasi, infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal, Konsolidasi (lobus), reaksi pleura dan atau efusi pleura, kalsifikasi,
bronkiektasis, kavitas, dan destroyed lung.
Bila ada diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen , harus
dicurigai tuberkulosis. Fhoto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA (posteroAnterior) dan lateral, tetapi kalau tidak mungkin PA saja.
7. Pemeriksaaan mikrobiologi dan Serologi.
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan
dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA
Universitas Sumatera Utara
secara biakan (kultur) memerlukan waktu yang lama. Cara baru untuk mendeteksi
kuman tuberkulosis dengan cara PCR (Polymery Chain Reaktion) atau Bactec
masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis. Demikian jiga pemeriksaan
serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih memerlukan
penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.
Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurigakan atau gejala-gejala
klinis umu tersebut di atas. Maka anak tersebut dianggap tuberkulosis dan
diberikan pengobatan dengan OAT sambil diobservasi selama 2 bulan. Bila
menunjukan perbaikan, maka diagosis tuberkulosis dapat dipastikan dan OAT
diteruskan sampai penderita tersebut sembuh.
Bila dalam observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut di atas,
keadaan anak memburuk atau tetap, anak tersebut bukan tuberkulosis atau
mungkin tuberkulosis tapi kekebalan obat ganda atau Multiple Drug Resistent
(MDR). Anak tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah sakit untuk
penatalkaksanaan spesialistik.
Berikut gambar Alur Deteksi Dini dan Rujukan tuberkulosis paru pada Anak :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 1. Alur Deteksi Dini dan Rujukan TB Paru Pada Anak
(Sumber Depkes RI, 2002)
Penting diperhatikan bahwa bila pada anak dijumpai gejala-gejala berupa
kejang, kesadaran menurun, kaku kuduk, benjolan dipunggung, maka ini merupakan
tanda-tanda bahaya. Anak tersebut harus segera dirujuk kerumah sakit untuk
penatalaksanaan selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
2.2.
Yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
2.2.1. Karakteristik Individu
1. Umur
Daya tahan tubuh untuk melawan infeksi pada hakekatnya sama untuk semua
umur akan tetapi pada usia sangat muda awal kelahiran dan pada usia 10 tahun
pertama hidupnya memiliki sistem pertahanan tubuh sangat lemah. Kemungkinan
anak balita untuk terinfeksi dan menimbulkan sakit sangat tinggi. Sebelum massa
puberitas infeksi primer ditemukan di paru. Sampai usia 2 tahun dapat
mengakibatkan keadaan yang berat seperti tuberkulosis milier dan meningitis
tuberkulosis (Crofton, 1989).
Penyakit tuberkulosis menyerang sebagian besar kelompok produktif usia kerja
15-50 tahun sebesar 75% (Gerdunas, 2002), dengan kata lain 25% pada usia 0-14
tahun dan >50 tahun.
Selama ini pemeriksaan tuberkulosis paru belum maksimal karena sulitnya
pemeriksaan pada anak, akan tetapi sekarang pemeriksaan pada anak sudah mulai
dianjurkan dengan banyaknya pemeriksaan penunjang yang lebih lengkap.
Keberhasilan penanggulangan tuberkulosis paru tergantung dari kedisiplinan
berbagai pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung.
2. Jenis Kelamin
Hampir tidak ada perbedaan diantara anak laki-laki dengan anak perempuan
sampai puberitas, bayi dan anak kecil kedua jenis kelamin memiliki daya tahan
Universitas Sumatera Utara
yang lemah. Menurut Achmadi (2008), diduga jenis kelamin wanita merupakan
faktor risiko yang masih memerlukan evidence pada masing-masing wilayah.
3. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil ”tahu”, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang dicakup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkat yaitu Know (tahu), memahami
(comfrehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis),
evaluasi (evaluation).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dan subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat
kita sesuaikan dengan tingkatan tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).
4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respons seseorang yang tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu : menerima (receiving),
merespons (responding), menghargai (valuing), bertanggung jawab (responsible).
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu objek dan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat responden
(Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
5. Tindakan atau Praktek
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian
mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses
selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang
diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktek kesehatan
atau tindakan kesehatan, atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan. Tindakan
atau praktek terdiri dari 4 tingkatan yaitu : persepsi (perception), respon
terpimpin (guided respons), mekanisme (mecanism), adaptasi (adaptation),
(Notoatmodjo, 2003).
Tiap individu berbeda dalam mengambil tindakan penyembuhan atau pencegahan
meskipun gangguan kesehatan sama. Tindakan kesehatan pada dasarnya adalah
respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan kesehatan.
Tindakan kesehatan terhadap lingkungan seperti hindari kerumunan orang
banyak (yang sekaligus dapat mengurangi penyakit saluran pernapasan yang
menular), terhadap ventilasi rumah dengan cara menutup dan membuka jendela
di pagi dan siang hari, serta ajakan agar setiap orang tidak meludah disembarang
tempat.
6. Status Gizi
Pola makan dan konsumsi gizi pada seseorang dapat menetukan tercapainya
tingkat kesehatan, apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi optimum.
Dalam kondisi demikian tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan
Universitas Sumatera Utara
tubuh yang sangat tinggi. Apabila konsumsi gizi pada seseorang tidak seimbang
dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (Notoatmodjo,
2004).
Terdapat bukti yang sangat jelas bahwa kelaparan atau gizi buruk mengurangi
daya tahan terhadap penularan penyakit tuberkulosis, faktor ini sangat penting
pada masyarakat miskin
baik pada anak-anak maupun orang dewasa.
Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan
tubuh dan respon imunologis terhadap penyakit (Soemirat, 2000).
Pada anak yang sehat bakteri masuk ke dalam paru tidak langsung berkembang
dan menyerang, tetapi akan menumpuk pada waktu kondisi tubuh menurun atau
lemah karena sakit atau kurang gizi, penyakit ini akan cepat berkembang
(Suyitno, 1990).
7. Lama Tinggal
Lama tinggal individu dihubungkan masa inkubasi tuberkulosis, pada penderita
TB Paru biasanya paling cepat 3-6 bulan setelah terjadi infeksi (Depkes RI,
2002). Masa inkubasi adalah jarak waktu mulai terjadi infeksi hingga muncul
gejala penyakit, sehingga responden dapat diidentifikasi
waktu tinggalnya
sebelum masa inkubasi atau dalam kurun waktu inkubasi.
8. Pekerjaan
Penyakit tuberkulosis dapat di hubungkan dengan beberapa penyakit paru akibat
kerja, mengingat penyakit ini adalah airborne infektion, maka juga dapat temukan
penyebaran penyakit pada lingkungan kerja disekitar penderita.
Universitas Sumatera Utara
Telah dilaporakan dari sebuah kapal Amerika Serikat yang mempunyai sirkulasi
udara yang tertutup, seorang penderita tuberkulosis BTA positif yang amat
simtomatik telah menyebabkan konversi tuberkulin dari negatif menjadi positif
pada 53 dari 60 orang (>80%) yang berada satu ruangan, dimana enam
diantaranya kemudian menderita tuberkulosis. Sedangkan pada ruangan lain
disebelah ruangan kasus awal, ditemukan perubahan test tuberkulin pada 43 dari
81 orang (53%) dimana seorang diantaranya memang menderita tuberkulosis
(Aditama, 1996).
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas terutama
terjadi gejala penyakit saluran pernapasan dan menurunnya fungsi paru (Ware
JH, 1981).
9. Riwayat Kesehatan.
Keluhan yang dirasakan penderita seperti batuk selama 3 minggu atau lebih,
sesak napas, rasa nyeri dada, berat badan menurun, napsu makan menurun, badan
lemah, keringat malam, dahak bercampur darah, demam meriang dan lainnya
(Depkes RI, 2002).
10. Sosial Ekionomi
Kondisi sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkat pendidikan, keadaan
sanitasi lingkungan, gizi dan pelayanan kesehatan (Sukarni, 1994).
LIPI (2000), menyatakan bahwa penurunan ringkat pendapatan menyebabkan
banyak
rumah
tangga
mengalami
kesulitan
untuk
membeli
pangan,
mengakibatkan berubahnya pola pengeluaran konsumsi dengan proforsi yang
Universitas Sumatera Utara
lebih besar untuk bahan makanan di bandingkan untuk kebutuhan bukan
makanan seperti kebutuhan pendidikan dan kesehatan. WHO (2003),
menyebutkan 90% penderita TB Paru di dunia menyerang kelompok
sosial
ekonomi lemah atau miskin.
11. Status Imunisasi BCG
Imunisasi BCG adalah vaksin yang terdiri dari basil yang hidup yang telah
dilemahkan atau dihilangkan virulensinya, Basil ini berasal dari suatu strain
tuberkulosis bovin yang dibiakan selama beberapa tahun dalam laboratorium.
Vaksin
BCG merangsang kekebalan, basil tuberkulosis dapat memasuki tubuh
akan tetapi pada kebanyakan kasus daya pertahanan tubuh yang meningkat akan
mengendalikan dan membunuh kuman-kuman tersebut.
Percobaan-percobaan terkontrol di negara-negara barat dengan sebagian anak
bergizi cukup menunjukan bahwa BCG dapat memberikan 80% perlindungan
terhadap penyakit tuberkulosis selama 15 tahun bila diberikan sebelum infeksi
pertama kali (yakni kepada anak-anak dengan tuberkulin negatif). Namun
percobaan-percobaan pada skala luas dengan tipe yang sama di Amerika Serikat
dan India telah gagal menunjukan manfaat, tetapi sejumlah percobaan berskala
lebih kecil pada bayi di negara-negara miskin telah menunjukan perlindungan
penting khususnya terhadap tuberkulosis milier dan meningitis tuberkulosis
(Crofton, 1993 ).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Karakteristik Lingkungan Fisik Rumah
1. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai fungsi antara lain menjaga agar aliran udara di dalam
rumah tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan O2 yang diperlukan oleh
penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan
kurangnya O2 di dalam rumah sehingga kadar CO2 yang bersifat racun bagi
penghuninya menjadi meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan
media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen atau bakteri-bakteri penyebab
penyakit, (Notoatmodjo, 2004).
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
829/Menkes/SK/VII/ 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas
ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.
2. Kelembaban dan Suhu
Udara segar sangat diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara
dalam ruangan.umumnya temperatur kamar 22-30oC. Udara bukanlah lingkungan
yang baik bagi perkembangan mikroorganisme, tetapi berbagai agent dapat
bertahan hidup untuk beberapa waktu di dalamnya. Lingkungan udara yang tidak
bebas lebih menguntungkan bagi agent, karena lebih terlindung terhadap beberapa
faktor udara ambient seperti kecepatan angin, temperatur. Kelompok agent yang
Universitas Sumatera Utara
dapat disebarkan oleh udara tidak bebas di dalam rumah hunian seperti penyakit
menular tuberkulosis, Influenza (Soemirat, 2000).
Menurut
Keputusan
829/Menkes/SK/VII/
Menteri
1999
Kesehatan
tentang
Republik
Persyaratan
Indonesia
Kesehatan
No.
Perumahan,
kelembaban udara antara 40-70 %, dan suhu udara yang nyaman dalam sebuah
rumah berada pada kisaran 18oC-30oC.
3. Kepadatan Hunian
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya
akan menyebabkan over crowded, hal ini tidak sehat, sebab disamping
menyebabkan kurang konsumsi O2, juga bila salah satu anggota keluarga terkena
infeksi penyakit menular akan menularkan kepada anggota keluarga yang lain .
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
829/Menkes/SK/VII/ 1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, luas kamar
tidur minimal 8 meter persegi dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang
tidur dalam satu ruangan.
4. Cahaya alami
Sinar matahari langsung dapat membunuh baksil tuberkulosis paru dalam waktu 5
menit, tetapi kuman-kuman dapat bertahan hidup selama bertahun-tahun di
tempat gelap sehingga banyak penularan di rumah yang ruangannya gelap.
Universitas Sumatera Utara
Cahaya buatan yaitu sumber cahaya yang bukan alamiah seperti lampu minyak
tanah, listrik, lilin dan sebagainya (Notoatmodjo, 2004).
Sinar matahari merupakan pencahayaan alamiah mampu membunuh kuman
pathogen. Cahaya yang cukup untuk penerangan ruangan di dalam rumah
merupakan kebutuhan kesehatan manusia, penyakit tuberkulosis berkaitan erat
dengan Ventilasi dan pencahayaan rumah (Achmadi , 2001).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/
VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, pencahayaan alami dan atau
buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan
intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
5. Kontak Penderita
Percikan dahak penderita merupakan media sumber penularan yang penting.
Kuman
tuberkulosis paru dapat menyebar ke udara waktu penderita berbicara, batuk atau
bersin sehingga orang yang berada disekitar penderita dapat tertular kerena
mengirup udara yang mengandung Baksil tuberkulosis. Kerena itu penderita harus
menutup mulut bila batuk atau bersin, jangan membuang dahak disembarangan
tempat.
Terdapatnya penderita tuberkulosis dalam satu rumah dapat menyebabkan
terjadinya kontak serumah dengan anggota keluarga lain. Satu penderita
tuberkulosis paru BTA positif dapat menularkan kepada 10-15 orang (GPBK,
2003).
Universitas Sumatera Utara
6. Polutan Dalam Rumah
a. Merokok
Faktor risiko yang paling penting dengan kejadian tuberkulosis paru adalah
merokok. Merokok berbahaya untuk kesehatan, kematian yang disebabkan
oleh merokok adalah sebanyak 2,5 juta orang tiap tahun artinya terjadi
kematian setiap 13 detik akibat merokok (Aditama, 1997).
Kebiasaan merokok terbukti memiliki hubungan dengan jenis penyakit yaitu :
kanker paru-paru, bronchitis kronis, empisiema, penyakit kardiovaskuler serta
tuberkulosis (Subramanian, 2003; Lam,2005; LIU, 1998; Gajalakshmi, 2003).
Satu hisapan rokok mengandung 1.014 radiktif bebas dan 1016 oksidan yang
semuanya akan masuk ke dalam paru-paru, biasanya penyakit baru muncul
setelah seseorang menghisap rokok selama 10-20 tahun (Aditama, 1997).
Penelitian yang dilakukan Kolappan dan Gopa menunjukan bahwa seseorang
memiliki risiko mengidap penyakit tuberkulosis paru bila dihubungkan
dengan banyaknya jumlah rokok yang dihisap perhari dengan lamanya
merokok. Dalam jangka panjang merokok 1-10 batang per hari akan
meningkatkan 1,75 kali, bila merokok 11-20 batang per hari akan
meningkatkan risiko 3,17 kali, sedangkan bila merokok lebih dari 20 batang
per hari risiko meningkat menjadi 3,68 kali.
Demikian juga bila seseorang merokok kurang dari 10 tahun maka risiko
mendapat tuberkulosis paru meningkat menjadi 1,72 kali,
bila
selama
Universitas Sumatera Utara
rentang waktu 11-20 tahun risiko meningkat menjadi 2,45 kali dan apabila
sudah lebih dari 20 tahun maka risiko akan meningkat sebanyak 3,23 kali.
b. Menggunakan kayu bakar
Penggunaan kayu bakar menjadi pembahasan yang sering dibicarakan, karena
menghasilkan pembakaran tidak sempurna berupa bermacam-macam partikel
antara lain CO, NO, SO, Aldehid, Hidrocarbon aromatik yang polisiklik,
Benzena, Akrolin 1,3 butadiena dan partikulate matter (Soesanto, 2002).
Beberapa penelitian mengkaitkan adanya hubungan antara indoor air pollution
dengan kejadian tuberkulosis paru, maka dalam pelaksanaan DOTS sudah
memikirkan intervensi yang dilakukan dengan memperhatikan tingginya
penggunaan kayu bakar, arang dan bahan padat lainnya (Soesanto, 2002).
Dari beberapa studi epidemiologi didapatkan peningkatan risiko kejadian dan
kematian tuberkulosis paru pada orang yang terpapar dengan indoor air
pollution, penggunaan kayu bakar untuk memasak, arang atau bahan bakar
padat lainnya.
c. Penggunaan Obat Nyamuk Bakar
Pertiwi (2004), menjelaskan bahwa menggunakan obat nyamuk bakar
memiliki OR 3,4 dengan nilai p=0,001 artinya penggunaan obat nyamuk
bakar akan meningkatkan kejadian tuberkulosis paru. Paparan yang berulang
akibat pembakaran bahan kimia akan menyebabkan meningkatnya infeksi
saluran pernapasan juga kanker (U.S. Environment Agency, EPA; Chauhan,
1991).
Universitas Sumatera Utara
2.2.3
Karakteristik Wilayah
1. Ketinggian Permukaan Tanah dari Permukaan Laut
Ketinggian berkaitan dengan kelembaban dan kerapatan oksigen. Mycobacterium
tuberkulosa
sangat
aerob,
sehingga
diperkirakan
kerapatan
oksigen
dipergunungan akan mempengaruhi viabilitas kuman TB Paru. Ketinggian secara
umum mempengaruhi kelembaban dan suhu lingkungan. Setiap kenaikan 100
meter, selisih suhu udara dengan permukaan laut sebesar 0,5 oC (Olander, 2003).
Ketinggian ribuan meter di atas permukaan laut akan memiliki kerapatan oksigen
yang lebih rendah dibandingkan daerah rendah. Oleh sebab itu secara tioritis,
ditenggarai Mycobacterium tuberkulosa atau mikroba penyebab penyakit
tuberkulosis tidak tahan hidup lama di lingkungan pegunungan (Ahmadi, 2008)
2. Curah Hujan
Curah hujan sangat berkaitan dengan tingkat kelembaban udara semakin tinggi
curah hujan semakin tinggi pula tingkat kelemban udara disuatu wilayah.
Kelembaban udara adalah prosentase jumlah kandungan air dalam udara (Depkes RI,
1989).
3. Akses Sarana Kesehatan
Akses sarana kesehatan merupakan permasalahan yang sering dihadapi dalam
pemberantasan penyakit tuberkulosis paru, seperti masih rendahnya pemerataan,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kesehatan. Hal ini terkait dengan kendala
biaya, jarak, dan transportasi.
Universitas Sumatera Utara
Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan balita,
seperti malaria dan TB Paru, lebih sering terjadi pada masyarakat miskin.
Rendahnya status kesehatan penduduk miskin terutama disebabkan oleh
terbatasnya akses terhadap pelayanan kesehatan karena kendala geografis dan
kendala biaya (cost barrier). Data SDKI 2002-2003 menunjukkan 48,7% masalah
dalam mendapatkan pelayanan kesehatan karena kendala biaya, jarak dan
transportasi (LKPK, 2007)
2.3.
Pengobatan Tuberkulosis
2.3.1. Pengobatan Tuberkulosis Pada Anak
Prinsip dasar pengobatan tuberkulosis pada anak tidak berbeda dengan pada
orang dewasa, tetapi ada beberapa hal yang memerlukan perhatian :
− Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak, dengan susunan
2HRZ/4HR.
− Pemberian obat pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari.
Tahap intensif adalah Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Pirasinamid (Z) selama 2
bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap lanjutan terdiri dari Isoniasid (H) dan
Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap hari (4HR) (Depkes RI, 2002).
Tabel 2.1 Jenis Dosis Obat Tuberkulosis Pada Anak
Jenis Obat
BB < 10 Kg
BB 10-20 Kg
BB 20-33 Kg
50 mg
75 mg
150 mg
100 mg
150 mg
300 mg
200 mg
300 mg
600 mg
Isoniasid
Rifampisin
Pirasinamid
(Sumber Depkes RI, 2002)
Universitas Sumatera Utara
Pemantauan kemajuan pengobatan pada anak dapat dilihat antara lain dengan
terjadinya perbaikan klinis, naiknya berat badan dan anak menjadi lebih aktif
dibandingkan dengan sebelum pengobatan (Depkes RI, 2002).
2.3.2. Pengobatan Tuberkulosis pada Orang Dewasa
Pengobatan tuberkulosis pada orang dewasa ada beberapa katagori hal yang
memerlukan perhatian yaitu :
− Kategori 1 (2HRZE/4H3R3) : Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya
minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada Penderita baru TB Paru paru BTA positif dan Penderita TB
Paru ekstra paru (TB Paru di luar paru-paru) berat.
− Kategori 2 (HRZE/5H3R3E3) : Diberikan kepada Penderita kambuh, Penderita
gagal terapi dan Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
− Kategori 3 (2HRZ/4H3R3) : Diberikan kepada Penderita BTA (+) dan rontgen
paru mendukung aktif.
2.4.
Pengawas Menelan Obat (PMO)
Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO, sebaiknya
adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru
imunisasi dan lain-lain, bila tidak ada petugas kesehatan PMO dapat berasal dari
Universitas Sumatera Utara
kader kesehatan, guru, PKK, tokoh masyarakat atau anggota keluarga. Tugas seorang
PMO :
1. Mengawasi penderita tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai
selesai.
2. Memberi dorongan kepada penderita agar mau berobat teratur.
3. Mengingatkan penderita untuk periksa atau kontrol pada waktu yang telah
ditentukan.
4. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita yang mempunyai
gejala-gejala tuberkulosis, segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan.
2.5.
Penyuluhan Tuberkulosis
Penyuluhan tentang tuberkulosis dapat dilaksanakan dengan menyampaikan
pesan penting secara langsung atau menggunakan media.
1. Penyuluhan langsung bisa dilakukan secara perorangan atau kelompok.
2. Penyuluhan tidak langsung dengan menggunakan media dalam bentuk media
cetak seperti leaflet, poster atau spanduk, sedangkan dengan media massa dapat
berupa koran atau majalah dan media elektronik serperti radio dan televisi.
Universitas Sumatera Utara
2.6.
Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang diperoleh dari berbagai kepustakaan dan beberapa
penelitian didapatkan berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian tuberkulosis Paru
seperti bagan di bawah ini:
Karakteristik Indipidu :
- Usia
- Jenis Kelamin
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Prilaku
- Status Gizi
- Status imunisasi BCG
- Kebiasaan Merokok
Mycobacterium
Tuberculosis
Lingkungan Fisik Rumah:
- Ventilasi
- Suhu
- Pencahayaan
- Kelembaban
- Bahan Bakar Memasak
- Obat Nyamuk Bakar
Lingkungan Sosial:
- Kepadatan Penghuni
- Penghasilan
- Kontak Penderita
- Penyakit lain (HIV/AIDS)
Penderita
Tuberkulosis Paru
Pelayanan Kesehatan :
-Ketersedian Obat
-Adanya PMO
-Penyuluh Kesehatan
Gambar 2. Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
2.7.
Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas, maka di kembangkan kerangka konsep
untuk menentukan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independent
Variabel Dependent
I. Karakteristik Penderita :
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3.
1 Pendidikan
4. Pekerjaan
5. Pengetahuan
6. Status Gizi
7. Status Imunisasi BCG
8. Status Sosial Ekonomi
9. Tindakan
II. Karakteristik Lingkungan Fisik
Rumah :
1. Kepadatan Hunian
2. Lantai
3. Ventilasi
4. Pencahayaan
5. Kelembaban
6. Suhu
7. Polutan
Kejadian
Tuberkulosis Paru
III. Karakteristik Wilayah :
1. Ketingian permukaan tanah dari
permukaan laut
2. Curah Hujan
3. Jarak Tempuh ke Sarana
Kesehatan
Gambar 3. Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
Dari kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel independentnya adalah
karakteristik penderita (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan,
status imunisasi BCG, status gizi, status sosial ekonomi, dan tindakan), karakteristi
lingkungan fisik rumah (kepadatan hunian, jenis lantai, ventilasi, pencahayaan,
kelembaban, suhu), karakteristik wilayah (ketinggian permukaan tanah dari
permukaan laut, curah hujan dan jarak tempuh kesarana kesehatan). Sedangkan yang
menjadi variabel dependentnya adalah kejadian tuberkulosis paru di Kabupaten Aceh
Tenggara tahun 2009.
Universitas Sumatera Utara
Download