YUANITA NURINA _E1E002012

advertisement
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG
(Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)
SKRIPSI
Oleh :
YUANITA NURINA
E1E002012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG
(Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
YUANITA NURINA
E1E002012
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
ii
SKRIPSI
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG
(Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)
Oleh :
YUANITA NURINA
E1E002012
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Diterima dan disahkan
Pada tanggal :
Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. A. Sidik Maryono, S.H.,M.S.
NIP. 19580905 198601 1 001
Mei 2012
H. Mukhsinun, S.H.,M.H.
NIP. 19590212 198702 1 001
Penguji/Penilai
Rahadi Wasi,S.H.,M.H.
NIP. 19800812 200501 1 002
Mengetahui,
Dekan
Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG
(Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)
Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data
serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa
kebenarannya.
Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh.
Purwokerto,
Mei 2012
Yuanita Nurina
NIM E1E002012
iv
MOTTO :
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka
mengubah keadaan diri mereka sendiri”
(QS. AR-RA’D : 11)
“To be or not to be! ...that is the question”
(William Shakespeare, Hamlet)
“Cogito ergo sum (Aku berpikir maka aku ada)”
(Rene Descartes)
“Akan selalu ada suatu keadaan, kenangan, dan orang-orang tertentu yang pernah singgah
dalam hati kita dan meninggalkan jejak langkah di hati kita dan kita pun tidak akan pernah
sama lagi seperti kita sebelumnya (hati manusia menjadi sesuatu yang berharga untuk
dikenang)”
(Mahatma Gandhi)
“Kekuatan mimpi dan cita-cita serta doa adalah segalanya bagi setiap usaha yang dilakukan
manusia. Selalu memberikan yang terbaik kepada kehidupan dengan apa yang terbaik yang
kita miliki setiap hari, dan selalu punya impian dan cita-cita di dalam hidup kita sebagai
salah satu cerminan rasa syukur kita kepada yang Mahakuasa”
(Donny Dhirgantoro, 5cm)
“Berjuanglah, karena dengan itu kamu akan menghapus batas-batas ketidakmungkinan”
(Penulis)
v
PERSEMBAHAN
Persembahanku Teruntuk:
 Terima kasih yang tidak terhingga serta rasa syukur, terucapkan kepada Allah SWT,
Sang Mahahati, Sang Maha segalanya, Mahapengasih dan penyayang yang telah
memberikan cinta tidak terhingga, nikmat yang tidak pernah berujung; terima kasih
atas berjuta kesempatan untuk selalu menengok ke atas, melihat ke langit demi
mensyukuri segala nikmat dan cobaan yang penuh dengan pelajaran yang sangat
berharga; terima kasih atas segala pejaman dan ketertundukan dalam doa yang telah
membuat diriku bangga dan bahagia hadir sebagai makhluk-Mu di dunia ini. Terima
kasih dan sembah sujud kepada baginda Nabi Muhammad SAW, atas segala
perjuangan dan amanah yang tidak pernah padam sampai akhir zaman.
 Terima kasih kepada keluarga tercinta Papa Wisnu Wibowo dan Mama Yulita Arum
Hidayati (telapak kaki surgaku), jikalau ada balasan untuk setiap perbuatan baik yang
kulakukan saat ini, semuanya untuk Papa dan Mama. Terimakasih Pap... Mom... yang
senantiasa mencurahkan kasih sayang, memberikan bimbingan dan pendidikan, serta
menjadi tauladan bagiku, sehingga menghantarkanku menjadi sarjana.
 Terima kasih kepada (Alm) Bapak Abdoerachman Hadimartono, (Alm) Mbah Putri
RA. Pudjiati Wahyuningsih, (Alm) Mbah Kakung Istanto Wiryosaputro, (Alm) Bude
Purwanti Wahyu Hendrajati. Tiada yang dapat kuberikan sebagai balasan atas semua
kenangan manis dan pembelajaran yang terjaga di hati dan ingatan, kecuali
permohonan do’a dan ampunan kepada-Mu, Ya Allah.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk :
Ayahanda Ir. Agus Unggul dan Ibunda Ir. Anna Pudianti, Msc., terimakasih untuk
semua semangat dan motivasi yang membawaku kepada titik ini. Jangan lelah
mendampingiku Pak.. Bu..
Bersama bapak dan ibu aku dapat melihat sisi lain duniaku, dimana aku bisa tertawa,
dan bisa melewatinya tanpa merasa sendiri.
Mama Siti terimakasih kebersamaan kita, kita sering menangis bersama terharu
mengingat perjalanan hidup kita ya Mam, Mam penyemangat dan tauladanku; Bunda
Asih perhatianmu dan pesan-pesanmu insyaAllah terus kujaga dan kulaksanakan..
Bunda tidak pernah sendiri.. We Love Youu ; Eyang Tin terimakasih cintamu tetap
vi
ada bersamaku sampai hari ini, Eyang sehat selalu ya.. Yang kurindu kebersamaan
kita menjelang tidur, banyak petuah darimu Eyang..
Soraya Amanda Wirasatari, S.Si., Mba Aya ku yang cantik, yang manis, Mba Aya ku
Tersayang.. Semoga Mbah Uti dan Bude Heni turut berbahagia di sana. Tak akan
pernah kulepas genggamanku, kita jalani semuanya bersama My Lovely Sister
Soraya.
Mba Wiwi, De’ Norma, Kakak Fani dan De’Sekar terimakasih kalian baiiik sekali,
sedikit banyak kalian telah memberikan inspirasi, membuatku terus mempunyai
semangat untuk tidak pernah berhenti belajar.
Aang Sudarto, S.Sos., terimakasih Ang atas segala kasih sayang dan perhatian serta
“pengertian” yang amat berharga dan sangat berarti.
Mei Milu Asih, S.H., terimakasih Mei semua kebersamaan kita, Tante Nita sayang
Rafa (Mei Junior).
Terimakasih untuk Ibu Eni, Mba Adila, Mama Farchanah, adik-adik tercinta : Dinar
dan Atta atas segala perhatian, doa dan semangat yang kalian transferkan untukku.
Teman-teman terbaik di kos Srikandi yang terus memberi semangat buat mamake
secara “nggak keruan dan nggak jelas”: Ratna Zulfa Syahrina, S.P., (ijuul itu temen
curhat, temen begadang, temen sok tahu, dan temen yang mau direpotin, padahal dia
sendiri juga repot), Desta Kistiani dan Mas Abi (Des ilmu agama yang kau bagi
secara tidak sengaja di setiap percakapan kita sayang dan juga udah mau direpotin
dalam banyak hal makasih ya, untuk Mbah Utinya Desta.. terimakasih untuk semua
restu, semakin lengkap semangatku Mbah; Mas Abi makasih ya ngebolehin istrimu
menemaniku di saat galau..), Diyana Fariz (Sayangku satu ini, terimakasih doadoanya dari Solo, walaupun jarak memisahkan, kamu selalu dekat di sms.. hehe),
Anisa Sofiyati, S.H., (sayang opiiiee ku di Tegal.. cerewetmuu, ketawamuu, caramuu
berkawan denganku, membuatku berarti), Dede Gembul “yang gak mau dipanggil
gembul” (terimakasih ya sayang the sims-nya.. menemaniku di kala gundah gulana),
Qurotul Aini di Cirebon (Mba Ayi..makasih ya sempet diajarin ngaji..mamake sayang
mba ayiii), Khusnul dan Cahya (terimakasih kebersamaan dan candaannya yang
membuat ku semakin merasa hidup, selamat ya atas kelahiran Maiza yang cantik), Tri
dan Ria makasih kebersamaan kita yang tinggal seupil di kosan hehe.., Riska makasih
udah dikenalin sama soto sutri.. selamat ya kumpul lagi di Semarang.., buat mimi
vii
micel (persianya ijuul) makasih ya mata jelalatanmu yang indah dan tingkahmu yg
aneh-aneh di kosan yg jauh dari kata bersih hehe..
Kepada teman-teman “Kasat Mata”, yang selama ini telah menjadi pendengar yang
baik, teman yang sabar, enak diajak ngobrol, teman diskusi yang baik : Pak Syarif
(Kebumen), Mas Salam (Banyumas), Mas Syukur (Temanggung), Mas Edi dan
teman-teman teater (Jakarta).
Mas Syaikhu UKI FH UNSOED terimakasih tausiyah-tausiyahnya, dan diskusi kita
yang singkat.
Terima kasih juga kepada semua teman dan pihak-pihak yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan
dorongan baik moril maupun materiil.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih yang tidak terhingga, penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT, Sang Mahahati, Sang Maha segalanya, Mahapengasih dan
penyayang yang telah memberikan cinta tidak terhingga. Terima kasih atas berjuta
kesempatan untuk selalu menengok ke atas, melihat ke langit demi mensyukuri
segala nikmat dan cobaan yang penuh dengan pelajaran yang sangat berharga
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Syukur Alhamdulillah
sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini, dalam
rangka untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman Purwokerto.
Selesainya penulisan hukum ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis hendak
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Bapak Drs. Antonius Sidik M., S.H.,M.S. selaku Dosen Pembimbing I
yang telah membimbing, memberikan petunjuk, saran dan motivasi
dalam proses penulisan skripsi ini.
3. Bapak H. Mukhsinun, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang
telah berkenan membimbing, memberikan petunjuk, saran dan motivasi
dalam proses penulisan skripsi ini.
ix
4. Bapak Rahadi Wasi Bintoro.,S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji skripsi
yang telah memberikan masukan serta saran terhadap skripsi ini.
5. Kepada Ayahanda Wisnu Wibowo dan Ibunda Yulita Arum Hidayati
yang saya cintai dan saya hormati yang senantiasa mendo’akan dan
memberikan semangat, kasih sayang, bimbingan, pengorbanan lahir
maupun batin, serta membiayai saya dari kecil hingga sekarang dalam
proses pendidikan.
6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama
masa perkuliahan.
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tidak langsung telah memberikan dorongan baik moril
maupun materiil kepada penulis.
Penulis menyadari atas keterbatasan kemampuan dalam menyusun
skripsi ini, sehingga hasilnya masih jauh dari sempurna. Namun dengan segala
keterbatasannya semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala budi baik yang telah
diberikan kepada penulis kelak di kemudian hari.
Purwokerto,
Mei 2012
Penulis
x
ABSTRAK
Penelitian ini mengambil judul “Tinjauan Yuridis Terhadap
Conservatoir Beslag (Suatu Studi Terhadap Putusan Nomor :
268/Pdt.G/2006/PN.Dps)”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam
mengkualifisir permohonan sita jaminan, sehingga menyatakan sah dan berharga
dalam Putusan Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum secara normatif,
dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini sumber data yang
digunakan adalah data sekunder berupa Putusan Perkara Pengadilan Negeri
Denpasar Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps., undang-undang dan buku-buku
literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data yang diperoleh
disajikan secara sistematis dan terperinci, dan analisis data dilakukan secara
normatif.
Hasil yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Tergugat ada upaya
menggelapkan obyek sengketa yakni dengan cara menyewakan pada pihak lain
tanpa seizin Penggugat, dan secara fisik para Tergugat juga tidak mau
menyerahkan vila tersebut pada Penggugat. Penggugat tidak dapat menguasai dan
memanfaatkan bangunan vila tersebut, yang mengakibatkan Penggugat
mengalami kerugian. Tindakan Tergugat inilah yang dijadikan hakim sebagai
dasar dalam mengabulkan Sita Jaminan (conservatoir beslag).
Kata kunci : Tinjauan Yuridis, Conservatoir Beslag
xi
ABSTRACT
This research has a title "The Juridical Examination of Conservatoir
Beslag (Study Toward The Decision Number : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)". This
research aimed to know law consideration of judge at district court of Denpasar
in disqualify the guarantee confiscation application, so it explained valid and
worth in Decision Number 268/Pdt.G/2006/PN.Dps.
This research used law approachment normatively method, with
specification was descriptive research. The data source in this research was
secondary data which it’s the Decision Form of District Court Of Denpasar
Number 268/Pdt.G/2006/PN.Dps., laws and literature books which related to the
problem in this research. Data presented in systematically and detail, and data
analysis has done normatively.
The result of the research was Defendant had an effort to obscure the
object by renting to other people without Plaintiff’s permit, and Defendant didn’t
want to give the villa to Plaintiff physically. Plaintiff couldn’t keep and exploit the
villa, which made disadvantage of Plaintiff. This Defendant Action which made by
judge as basic in granting the guarantee confiscation (conservatoir beslag).
Key words : The Juridical Examination, Conservatoir Beslag
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .....................................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................
iii
SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iv
MOTTO .............................................................................................................
v
PERSEMBAHAN .............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .....................................................................................
ix
ABSTRAK .......................................................................................................
xi
ABSTRACT ..................................................................................................... xii
DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................
1
B. Perumusan Masalah ..............................................................................
9
C. Tujuan Penelitian ..................................................................................
9
D. Kegunaan Penelitian .............................................................................
9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Perdata
1. Pengertian Hukum Acara Perdata ...................................................
10
2. Sumber Hukum Acara Perdata ........................................................
12
3. Asas-asas Hukum Acara Perdata .....................................................
14
4. Pengertian Perkara, Sengketa dan Beracara .....................................
19
B. Gugatan
1. Pengertian Gugatan .........................................................................
21
2. Bentuk Gugatan ...............................................................................
24
3. Tata Cara Pengajuan Gugatan .........................................................
25
xiii
C. Penyitaan
1. Pengertian Sita atau Penyitaan ........................................................
26
2. Macam-macam Sita .........................................................................
27
D. Conservatoir Beslag
1. Pengertian Conservatoir Beslag ......................................................
33
2. Tata Cara Permohonan Conservatoir Beslag .................................
36
3. Alasan Conservatoir Beslag ............................................................
38
4. Tujuan Conservatoir Beslag ............................................................
39
E. Putusan Hakim
1. Pengertian Putusan ............................................................................
40
2. Isi Putusan .........................................................................................
41
3. Jenis-jenis Putusan ............................................................................
41
4. Kekuatan Putusan .............................................................................
44
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan ..............................................................................
46
B. Spesifikasi Penelitian ............................................................................
46
C. Sumber Data ..........................................................................................
47
D. Metode Pengumpulan Data ...................................................................
47
E. Metode Penyajian Data .........................................................................
48
F. Metode Analisis Data ............................................................................
48
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian .....................................................................................
49
B. Pembahasan ...........................................................................................
62
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................................
72
B. Saran ......................................................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 74
xiv
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebuah cita-cita luhur bangsa Indonesia yang terdapat dalam
pembukaan UUD 1945 yaitu ingin mewujudkan suatu masyarakat yang
adil, aman, tentram, damai, bahagia dan sejahtera. Dalam kenyataannya
untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan sesuai yang
diharapkan. Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum,
dengan tujuan agar kepentingan rakyat atau hak asasi manusia dapat
terjamin atau terjaga terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang
dari pihak-pihak yang bersengketa.
Manusia dalam berinteraksi akan mengadakan hubungan-hubungan
dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka
ragam yang tidak mungkin diperoleh tanpa bantuan orang lain, jadi pada
dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa
berinteraksi dengan orang lain. Aristoteles seorang ahli pikir bangsa
Yunani Kuno (384-322 sebelum Masehi) dalam ajarannya mengatakan,
bahwa manusia adalah Zoon Politicon, maksudnya bahwa manusia itu
sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul
dengan
sesama
manusia.
Manusia
adalah
makhluk
yang
suka
2
bermasyarakat, oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain,
maka manusia disebut makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.1
Hubungan-hubungan yang terjadi, diantaranya ada yang disebut
hubungan hukum sehingga memunculkan hak dan kewajiban pada masingmasing pihak. Perselisihan antara para pihak dalam hubungan hukum
dimungkinkan terjadi, sehingga salah satu pihak tersebut ada yang merasa
dirugikan haknya. Konflik atau bentrokan antara sesama tidak mustahil
terjadi karena mengingat banyaknya kepentingan yang mungkin saling
bertentangan. Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan
kepentingannya seseorang merugikan pihak lain, dalam kehidupan
bermasyarakat konflik itu tidak dapat dihindarkan.2 Seseorang apabila
tidak dapat menyelesaikan permasalahannya secara damai, maka dapat
meminta bantuan penyelesaiannya melalui pengadilan yang caranya diatur
dalam hukum acara perdata.
Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur
bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan
perantara hakim, jadi hukum acara perdata dapat dikatakan peraturan
hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan
hukum perdata materiil. Konkritnya dapat dikatakan, bahwa hukum acara
perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntuan hak,
memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya.
1
H.Iswanto, Pengantar Ilmu Hukum, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2003, hlm.6.
2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Liberty, 2003, hlm.3.
3
Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan
hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting”
(main hakim sendiri). Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan
untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat
sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan,
sehingga akan menimbulkan kerugian. Tindakan menghakimi sendiri ini
tidak dibenarkan dalam
hal
kita hendak memperjuangkan atau
melaksanakan hak kita.3
Orang
yang
mengajukan
tuntutan
hak
memerlukan
atau
berkepentingan akan perlindungan hukum, maka mengajukan tuntutan hak
ke pengadilan. Seseorang dalam mengajukan tuntutan haknya ke
pengadilan sudah selayaknya apabila disyaratkan adanya kepentingan.
Seseorang yang tidak menderita kerugian mengajukan tuntutan hak, tidak
mempunyai kepentingan, wajar apabila tuntutannya tidak diterima oleh
pengadilan. Syarat utama untuk dapat diterimanya tuntutan hak oleh
pengadilan yaitu harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup, guna
diperiksa: point d’interet, point d’action, ini tidak berarti bahwa tuntutan
hak yang ada kepentingan hukumnya pasti akan dikabulkan oleh
pengadilan. Pengabulan tuntutan masih tergantung pada pembuktian,
apabila tuntutan hak itu terbukti didasarkan atas suatu hak, baru
pengadilan akan mengabulkan. Tuntutan hak yang di dalam Pasal 118 ayat
(1) HIR (Pasal 42 ayat (1) Rbg) disebut sebagai tuntutan perdata
3
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 2006, hlm.2.
4
(burgerlijke vordering) tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung
sengketa dan lazimnya disebut gugatan.
Seseorang yang mengajukan gugatan kepada pengadilan negeri,
bukan saja mengharapkan agar memperoleh putusan yang menguntungkan
baginya, tetapi juga mengharapkan putusan tersebut akhirnya dapat
dilaksanakan dan gugatan yang telah dikabulkan tersebut tidak illusionir
(hampa). Undang-undang menyediakan suatu upaya agar gugatan dari
penggugat tersebut tidak illusionir (hampa) di kemudian hari, apabila
gugatannya nanti dikabulkan, yaitu dengan sita jaminan seperti yang diatur
dalam Pasal 226 ayat (1) HIR (Het Herzeine Inlandsch Reglement) / Pasal
260 ayat (1) Rbg (Recht Reglement Buitengewesten) yang menyatakan:
Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta
dengan surat atau dengan lesan kepada Ketua Pengadilan Negeri,
yang di dalam daerah hukumnya tempat tinggal orang yang
memegang barang itu, supaya barang itu disita.
Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk
kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan, ini berarti bahwa barangbarang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh
dialihkan atau dijual. Jaminan memiliki dua macam, yaitu :
1. Sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri (pemohon), terbagi
menjadi dua yaitu :
a. Sita revindicatoir (sita jaminan terhadap barang bergerak
milik penggugat).
b. Sita marital.
5
2. Sita jaminan terhadap barang milik debitur disebut sita
conservatoir.
Pasal 227 ayat (1) HIR (Pasal 261 ayat (1) Rbg) menyatakan:
Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seseorang yang
berutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi
putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari
akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak
tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang
itu dari penagih utang, maka atas surat permintaan orang yang
berkepentingan Ketua Pengadilan Negeri dapat memberi perintah
supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang
memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus
diberitahukan akan menghadap persidangan pengadilan negeri
yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan
gugatannya.4
Sita jaminan mengandung arti bahwa untuk menjamin pelaksanaan
suatu putusan di kemudian hari, barang-barang milik tergugat baik yang
bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung
terlebih dahulu disita. Barang-barang yang sudah disita tidak dapat
dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada orang lain, hal
ini adalah menyangkut sita conservatoir (conservatoir beslag).5
Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat)
dibekukan, ini berarti bahwa barang-barang itu disimpan (diconserveer)
untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (Pasal 197 ayat (9),
199 HIR, 212, 214 Rbg). Debitur atau tergugat kehilangan wewenangnya
untuk menguasai barangnya setelah adanya penyitaan, sehingga dengan
4
Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Sinar Grafika, 2002, hlm.270.
Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan
Praktek, CV Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm.99
5
6
demikian tindakan-tindakan debitur atau tergugat untuk mengasingkan
atau mengalihkan barang-barang yang disita adalah tidak sah dan
merupakan perbuatan pidana (Pasal 231, 232 KUHP).
Pengajuan permohonan sita jaminan memiliki beberapa hal yang
harus diperhatikan, sita revindicatoir tidak memerlukan suatu dugaan yang
beralasan, bahwa seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan
putusan, mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang
bersangkutan (Pasal 227 ayat (1) HIR, 261 ayat (1) Rbg). Sita
conservatoir, mengajukan
sita
jaminan
ini
merupakan
tindakan
persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua
Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan
perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitur yang disita
guna memenuhi tuntutan penggugat. Sita conservatoir harus memiliki
dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang selama belum
dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan
mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Sita jaminan
tidak dilakukan apabila penggugat tidak mempunyai bukti kuat bahwa ada
kekhawatiran bahwa tergugat akan menggelapkan atau melarikan barangbarangnya.6 Syarat adanya dugaan tergugat akan menggelapkan atau
melarikan barang-barangnya tidak hanya sekedar dicantumkan begitu saja,
tetapi merupakan suatu usaha untuk mencegah kecerobohan dalam
6
Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.93.
7
mengadakan penyitaan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan yang
sia-sia saja yang tidak mengenai sasaran (vexatoir).
Tujuan dari conservatoir beslag adalah untuk menjamin penggugat
agar gugatan tidak illusoir (hampa) pada saat putusan memperoleh
kekuatan hukum yang tetap dan dapat dieksekusi karena harta kekayaan
tergugat ataupun barang tidak bergerak milik penggugat yang berada di
dalam kekuasaan tergugat untuk memenuhi pelaksanaan isi putusan sudah
tersedia. Conservatoir beslag hanya dapat dilaksanakan sebelum perkara
memperoleh kekuatan hukum yang tetap, hanya boleh diajukan dan
diperintahkan
pengadilan,
selama
perkara
masih
dalam
proses
pemeriksaan. Penggugat dapat mengajukan conservatoir beslag mulai saat
gugatan diajukan ke pengadilan. Pokok conservatoir beslag masih terbuka
untuk dilakukan sebelum perkara memperoleh putusan yang berkekuatan
hukum tetap, sejak tanggal putusan mempunyai kekuatan hukum tetap,
dengan sendirinya menurut hukum “tertutup” kesempatan melaksanakan
conservatoir beslag.
Pengadilan Negeri Denpasar telah menjatuhkan putusan atas
perkara nomor 268/PDT.G/2006/PN.DPS. pada tanggal 26 Februari 2007
putusan tersebut dijatuhkan atas gugatan yang dilayangkan kepada
Pengadilan Negeri Denpasar atas alas gugat yaitu sengketa tanah seluas 8
(delapan) are dan bangunan/vila diatas tanah sengketa yang terletak di
Seminyak Kuta Kabupaten Badung, Bali.
8
Penggugat yaitu Mark Patrik Bacon yang dalam hal ini
menyerahkan kuasa kepada I Wayan Purwita, SH. Dan Haposan
Sihombing, SH. Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 11 Oktober 2005,
mengajukan gugatan kepada pihak tergugat secara tertulis ke Pengadilan
Negeri Denpasar. Dasar gugatan mengenai keabsahan sewa menyewa atas
tanah sengketa dimana penggugat telah merasa melunasi dan keabsahan
kepemilikan bangunan vila sengketa, namun tergugat merasa penggugat
baru membayar setengah dari sewa tanah sengketa dan vila yang dibangun
oleh penggugat dianggap belum sah menjadi milik penggugat sehingga
tergugat berani menyewakan vila sengketa tersebut kepada pihak ketiga
selama dua tahun.
Conservatoir beslag yang dimohonkan oleh penggugat dikabulkan
oleh Pengadilan Negeri Denpasar dan dilaksanakan pada tanggal 13
Desember 2006 terhadap tanah dan bangunan objek sengketa sebagaimana
Berita Acara Sita Jaminan (CB) nomor 268/BA.PDT.G/2006/PN.DPS
yang menyatakan bahwa conservatoir beslag tersebut sah dan berharga.
Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk diteliti putusan
pengadilan nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps mengenai sita jaminan dengan
judul Tinjauan Yuridis Terhadap Conservatoir Beslag (Suatu Studi
Terhadap
Putusan
268/Pdt.G/2006/PN.Dps).
Nomor
Terhadap
Putusan
Nomor
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :
Bagaimana pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
dalam mengkualifisir permohonan sita jaminan, sehingga menyatakan sah
dan berharga dalam putusan nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps ?
C. Tujuan Penelitian
Mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar
yang
mengabulkan
sita
jaminan
dalam
Putusan
No.
268/Pdt.G/2006/PN.Dps.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi
pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum acara perdata.
2. Kegunaan Terapan atau Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
menambah pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya dan
mahasiswa pada khususnya terkait dengan conservatoir beslag dalam
perkara gugatan hak milik.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hukum Acara Perdata
1. Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk
dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau
ditaati. Hukum harus dilaksanakan. Siapakah yang melaksanakan
hukum? Dapatlah dikatakan, bahwa setiap orang melaksanakan hukum.
Setiap hari kita melaksanakan hokum, bahkan seringkali tanpa kita
sadari kita melaksanakan hukum. Pelaksanaan hukum bukan monopoli
dari pada orang-orang tertentu saja, setiap orang wajib menaati atau
mematuhi peraturan hukum yang telah ditetapkan. Timbulnya suatu
masalah dalam suatu hubungan hukum sangat mungkin karena pihak
yang satu tidak mau memenuhi kewajibannya pada pihak lain, sehingga
pihak yang lain tersebut menjadi dirugikan haknya akibat perbuatan
yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pelaksanaan dari pada hukum
materiil, khusunya hukum materiil perdata, dapatlah berlangsung secara
diam-diam di antara para pihak yang bersangkutan tanpa melalui
pejabat atau instansi resmi, akan tetapi sering terjadi bahwa hukum
materiil perdata itu dilanggar sehingga ada pihak yang dirugikan dan
terjadilah gangguan keseimbangan kepentingan di dalam masyarakat.
Hukum materiil perdata yang telah dilanggar itu haruslah dipertahankan
atau ditegakkan. Pelaksanaan hukum materiil perdata terutama dalam
11
hal ada pelanggaran atau untuk mempertahankan berlangsungnya
hukum materiil perdata dalam hal ada tuntutan hak diperlukan
rangkaian peraturan-peraturan hukum lain di samping hukum materiil
perdata itu sendiri. Peraturan hukum inilah yang disebut hukum formil
atau hukum acara perdata.
Hukum
Acara
Perdata
hanya
diperuntukkan
menjamin
ditaatinya hukum materiil perdata. Ketentuan hukum acara perdata pada
umumnya tidak membebani hak dan kewajiban seperti yang dijumpai
dalam
hukum
materiil
perdata,
tetapi
melaksanakan
dan
mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum materiil perdata yang
ada, atau melindungi hak perseorangan, intinya adalah mengatur
bagaimana orang yang berkepentingan karena haknya dilanggar oleh
orang lain dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Menurut Wirjono Prodjodikoro yang disadur dalam buku
Abdulkadir Muhammad, hukum acara perdata itu sebagai
rangkaian peraturan–peraturan yang memuat cara bagaimana
orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara
bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.7
Hukum acara perdata dapat disimpulkan sebagai peraturan
hukum yang mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum
perdata materiil dengan perantara hakim, dengan kata lain hukum acara
perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya
menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Tuntutan yang diajukan
oleh salah satu pihak adalah tidak lain tindakan yang bertujuan
7
Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung, Alumni, 1990, hlm.17.
12
memperoleh perlindungan hukum yang diperoleh melalui pengadilan
untuk mencegah tindakan main hakim sendiri atau “eigenrichting”.8
2. Sumber Hukum Acara Perdata
Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 1
Tahun 1951, maka hukum acara perdata pada Pengadilan Negeri
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Darurat.
Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 yang dimaksud di sini
adalah Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen
Indonesia yang diperbarui (Staatblaad. 1848 Nomor 16, Staatblaad
1941 Nomor 44) untuk daerah Jawa dan Madura, dan Rechtsreglement
Bultengewesten (Rbg, atau Reglemen daerah seberang, Staatblaad,
1927 Nomor 227) untuk luar Jawa dan Madura.
Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (Rv atau
Reglemen) hukum acara perdata untuk golongan Eropa : Staatblaad,
1847 nomor 52, 1849 nomor 63) merupakan sumber juga dari pada
hukum acara perdata. Reglement op de Rechterlijke Organisatie in het
beleid der Justitie in Indonesie (RO atau Reglemen tentang Organisasi
Kehakiman) : Staatblaad, 1847 nomor 23) dan BW buku ke IV sebagai
sumber juga dari pada hukum acara perdata dan selebihnya terdapat
tersebar dalam BW, WvK dan Peraturan Kepailitan.
Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman. Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 ini menggantikan
8
Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.2.
13
Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman
yang telah mengalami perubahan dengan Undang-Undang nomor 35
tahun 1999 dan perubahan kembali dengan Undang-Undang nomor 48
tahun 2009.
Bagi Pengadilan Tinggi hukum acara perdata dalam hal banding
diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1947. Undang-Undang
nomor 20 tahun 1947 ini untuk daerah Jawa dan Madura, sedang untuk
daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Rbg (Pasal 199-205).
Peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum acara
perdata lainnya ialah Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan dan PP nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang nomor 1 tahun 1974 yang mengatur antara lain tentang acara
pemberian izin perkawinan, pencegahan perkawinan, perceraian,
pembatalan perkawinan dan sebagainya. Undang-Undang nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang juga memberlakukan HIR.
Yurisprudensi merupakan sumber pula dari pada hukum acara
perdata. Yurisprudensi di sini diartikan putusan-putusan pengadilan.
Menurut
S.J
Fockema
Andreae
dalam
Rechtsgeleerd
Handwoordenboek, yurisprudensi dapat berarti juga peradilan pada
umumnya dan ajaran hukum yang diciptakan dan dipertahankan oleh
peradilan, dapat disebutkan antara lain putusan M.A. tanggal 14 April
1971 nomor 99 K/Sip/1971, yang menyeragamkan hukum acara dalam
perceraian bagi mereka yang tunduk BW, dengan tidak membedakan
14
antara permohonan untuk mendapatkan izin guna mengajukan gugatan
perceraian itu sendiri, yang berarti bahwa hakim harus mengusahakan
perdamaian di dalam persidangan.
Sumber hukum acara perdata yang lain ialah Perjanjian
Internasional (Traktat). Dapat disebutkan disini “Perjanjian Kerjasama
di bidang peradilan antara Republik Indonesia dengan Kerajaan
Thailand” (Kep.Pres. nomor 6 tahun 1978), antara lain ada kesepakatan
mengadakan kerja sama dalam menyampaikan dokumen-dokumen
pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam hal perkara-perkara
hukum perdata dan dagang. Warga negara kedua belah pihak akan
mendapat keleluasaan berperkara dan menghadap ke pengadilan di
wilayah pihak yang lainnya dengan syarat-syarat yang sama seperti
warga negara pihak itu.
Doktrin antara ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum
acara perdata juga, sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara
perdata. Tetapi doktrin itu sendiri bukanlah hukum.
3. Asas – asas Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata memiliki beberapa asas, yaitu :
1) Hakim Bersifat Menunggu
Asas ini menjelaskan bahwa pelaksanaan hukum acara perdata
merupakan kehendak atau inisiatif diserahkan sepenuhnya kepada
yang berkepentingan, hakim sendiri bersikap menunggu datangnya
tuntutan hak diajukan kepadanya (Pasal 118 HIR, 142 Rbg), hanya
15
saja yang melaksanakan proses adalah negara. Hakim tidak boleh
menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih tidak ada hukum yang mengatur atau
kurang jelas, melainkan hakim wajib untuk memeriksa dan
mengadilinya (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun
2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Larangan untuk menolak dan
memeriksa perkara disebabkan karena hakim tidak tahu hukumnya
(lus curia novit). Hakim dalam memeriksa perkara apabila tidak
menemukan hukum tertulis, maka hakim wajib menggali, mengikuti
dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam
masyarakat (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009),
pasal ini memiliki dasar yaitu terhadap Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Nomor 48 tahun 2009, yang menentukan bahwa hakim
harus menggali menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang, sedangkan Pasal 20 AB menentukan bahwa hakim harus
mengadili menurut undang-undang, sehingga Pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 lebih luas dari pada Pasal 20
AB.
2) Hakim Bersifat Pasif
Inisiatif untuk beracara perdata ada pada pihak-pihak yang
berkepentingan dan tidak pernah dilakukan oleh hakim. Hakim
hanya membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi
hambatan dan rintangan untuk mencapai peradilan yang sederhana,
16
cepat, dan biaya ringan. Hakim wajib mengadili seluruh gugatan atau
tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atau sesuatu yang tidak
dituntut atau mengabulkan lebih dari pada yang di tuntut (Pasal 178
HIR, Pasal 189 RBg). Hakim mengejar kebenaran yang hanya
dijatuhkan di depan sidang pengadilan tanpa disertai keyakinan
hakim. Para pihak yang berperkara bebas untuk mengajukan atau
untuk tidak mengajukan veract, banding dan kasasi terhadap putusan
pengadilan.
3) Sidang Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Sidang pengadilan pada hukum acara perdata pada hakekatnya
adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan
lain. Hal ini berarti bahwa setiap orang berhak untuk hadir,
mendengarkan dan menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara
perdata di pengadilan. Tujuan dari asas ini adalah untuk menjamin
pelaksanaan peradilan tidak memihak, adil dan benar sesuai dengan
peraturan hukum yang berlaku, yaitu meletakkan peradilan di bawah
pengawasan umum. Hakim memang dapat menyimpang dari asas ini
pada perkara kesusilaan (Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor
48 tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman menyebutkan bahwa putusan pengadilan hanya sah dan
mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang
terbuka untuk umum). Pasal 13 ayat (3) undang-undang Nomor 48
tahun 2009 disebutkan juga bahwa putusan yang dibacakan dalam
17
sidang yang tidak terbuka untuk umum adalah tidak sah karena tidak
mempunyai kekuatan hukum dan putusan tersebut batal demi
hukum.
4) Mendengar Kedua Belah Pihak
Pengadilan
mengadili
menurut
hukum
dengan
tidak
membedakan orang. Pihak-pihak yang berperkara dalam hukum
acara perdata harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan
yang sama dan adil serta masing-masing harus di beri kesempatan
untuk memberi pendapatnya, asas ini di kenal dengan asas “audi et
aluram partem” yang berarti bahwa hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak sebagai keterangan yang benar, bila
pihak lawan tidak di dengar atau di beri kesempatan untuk
mengeluarkan pendapatnya, pengajuan alat bukti juga harus
dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.
5) Putusan Harus Disertai Alasan-alasan
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus disertai dengan
alasan-alasan
atau
pertanggungjawaban
argumentasi
hakim
yang
terhadap
dimaksudkan
putusannya
sebagai
terhadap
masyarakat, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif,
karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai
wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya.
Putusan yang dijatuhkan apabila kurang lengkap atau kurang cukup
18
pertimbangan hukumnya, maka hal tersebut dapat menjadi alasan
untuk mengajukan upaya hukum yang lain.
6) Beracara Dalam Perdata Dikenakan Biaya
Biaya-biaya yang dikenakan dalam beracara perdata meliputi
biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan dan pemberitahuan serta
biaya materai. Pihak yang benar-benar tidak mampu untuk
membayar biaya perkara maka dapat mengajukan permohonan
beracara secara cuma-cuma dengan mengajukan surat keterangan
tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi (Pasal 237 HIR, 237
RBg). Permohonan perkara secara pro deo akan ditolak oleh
pengadilan apabila penggugat ternyata bukan orang yang tidak
mampu.
7) Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
HIR maupun Rbg tidak mengharuskan yang berperkara untuk
mewakilkan pengurusan perkara mereka kepada ahli hukum,
sehingga pemeriksaan di persidangan dilakukan secara langsung
terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Para pihak apabila dalam
kenyataannya
menghendaki
untuk
mewakilkan
maka
boleh
diwakilkan pada kuasanya. Pasal 123 ayat (1) HIR menyatakan
bahwa apabila dikehendaki, para pihak dapat didampingi atau
menunjuk seorang kuasa khusus untuk itu, kecuali apabila pemberi
kuasa hadir.
19
4. Pengertian Perkara, Sengketa dan Beracara
Perbedaan yang mendasar antara pengertian perkara dan
pengertian sengketa. Pengertian perkara adalah lebih luas dari pada
pengertian sengketa, sengketa merupakan bagian dari perkara,
sedangkan perkara adalah belum tentu sengketa. Pengertian perkara
tersimpul dua keadaan yaitu :
1. Adanya perselisihan.
Adanya perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok
perselisihan, dengan kata lain ada yang disengketakan. Perselisihan
atau persengketaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak sendiri,
melainkan memerlukan penyelesaian melalui hakim sebagai
instansi yang berwenang dan tidak memihak. Tugas hakim adalah
menyelesaikan sengketa dengan adil, yaitu mengadili pihak-pihak
yang bersengketa tersebut dalam sidang pengadilan dan kemudian
memberikan keputusannya. Tugas hakim tersebut termasuk
“Jurisdictio Contentiosa”, yaitu kewenangan mengadili dalam arti
yang sebenarnya untuk memberikan suatu keputusan keadilan
dalam
suatu
sengketa.
Hakim
dalam
menjalankan
tugas
berdasarkan Jurisdictio Contentiosa harus bersifat bebas, artinya
tidak berada di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak manapun
juga (Frij Justitie, Independent Justice).
20
2. Tidak adanya perselisihan.
Tidak ada perselisihan mempunyai arti bahwa tidak ada yang
diselisihkan atau tidak ada yang disengketakan, karena yang
menjadi objek disini adalah adanya permohonan yang dimintakan
oleh pemohon kepada hakim mengenai suatu status dari sesuatu
hal. Tugas hakim yang demikian ini termasuk “Jurisdictio
Foluntaria”, yaitu suatu kewenangan memeriksa perkara yang
tidak bersifat mengadili, melainkan bersifat administratif saja.
Hakim dalam hal ini bertugas sebagai petugas administrasi negara
untuk melakukan suatu hal.
Istilah beracara dalam hukum acara perdata dapat dipakai dalam
arti luas dan arti sempit.
1. Arti luas
Beracara meliputi segala tindakan hukum yang dilakukan baik di
dalam, maupun di luar sidang pengadilan, guna menyelesaikan
suatu perkara menurut ketentuan hukum acara perdata. Tindakan
hukum tersebut meliputi tindakan persiapan, tindakan beracara
sesungguhnya
di
dalam
sidang pengadilan,
dan
tindakan
pelaksanaan keputusan hakim.
2. Arti sempit
Beracara adalah meliputi tindakan beracara sesungguhnya di dalam
sidang pengadilan yaitu sejak sidang pertama sampai dengan
sidang terakhir hakim menjatuhkan putusannya.
21
Tindakan beracara seseungguhnya adalah tindakan mengenai
jalannya sidang pengadilan atau pemeriksaan, dari sidang pertama
sampai dijatuhkannya putusan hakim. Tindakan pelaksanaan keputusan
hakim yaitu tindakan menjalankan keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Tindakan pelaksanaan ini apabila
diperlukan, dapat memintakan bantuan dari alat negara untuk
pengamatannya.
B. Gugatan
1. Pengertian Gugatan
Tindakan mempertahankan hak menurut hukum itu disebut
gugatan, yakni suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak, atau
memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya,
guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui
putusan pengadilan. Surat gugatan adalah salah satu dari permohonan
yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Isinya
memuat tanggal surat gugatan, nama dan alamat penggugat dan
tergugat atau identitas, posita gugatan, petitum gugatan atau hal–hal
yang dimintakan oleh penggugat untuk dikabulkan pengadilan,
dimaterai secukupnya dan ditanda tangani. Orang yang buta huruf,
maka gugatannya akan dibuat atau disuruh buatkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri sesuai ketentuan Pasal 388 HIR (Herzeine Inlandsch
Reglement).
22
Gugatan dalam kehidupan sehari-hari sering juga disebut
tuntutan atau dakwaan. Gugatan adalah suatu permohonan yang
disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang,
mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa
menurut tata cara tertentu oleh pengadilan, serta kemudian diambil
putusan terhadap gugatan tersebut.
Pihak yang mengajukan gugatan atau tuntutan hak, disebut
penggugat atau para penggugat, yakni orang atau badan hukum yang
memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum dan oleh
karenanya ia mengajukan gugatan. Syarat mutlak untuk dapat
mengajukan gugatan, adalah adanya kepentingan langsung melekat dari
si penggugat, artinya tidak setiap orang yang mempunyai kepentingan
dapat mengajukan gugatan, apabila kepentingan itu tidak langsung dan
melekat pada dirinya.
Orang yang tidak mempunyai kepentingan langsung atau
melekat harus mendapat kuasa terlebih dahulu dari orang atau badan
hukum yang berkepentingan langsung untuk dapat mengajukan
gugatan. Mencegah agar tidak setiap orang asal saja mengajukan
gugatan atau tuntutan hak ke pengadilan, yang akan menyulitkan
pengadilan untuk memeriksanya, maka hanya kepentingan yang cukup
dan layak serta mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat diterima
sebagai dasar gugatan. Kepentingan yang cukup, berarti bahwa karena
peristiwa hukum itu telah timbul kerugian bagi penggugat, apabila
23
dibiarkan akan menimbulkan kerugian lebih besar bagi penggugat,
sehingga oleh karenanya perlu diputuskan keadaan itu agar tidak
menimbulkan kerugian lebih lanjut.
Lawan dari penggugat adalah tergugat. Tergugat dalam bahasa
asing disebut gedagde atau dependent yaitu orang atau badan hukum
yang terhadapnya diajukan gugatan atau tuntutan hak. Tergugat dapat
terdiri dari seorang atau beberapa orang atau satu badan hukum atau
beberapa badan hukum atau gabungan orang perorangan dengan badan
hukum, maka
dalam penyusunan gugatan terhadap tergugat harus
penuh kehati-hatian karena bisa jadi tergugatnya tidak tepat.
Penggugat atau tergugat dalam praktek peradilan dapat diwakili
oleh kuasa. Undang-undang tidak mewajibkan untuk memakai kuasa,
juga tidak melarangnya, akan tetapi mengatur tentang pemberian kuasa
tersebut. Kuasa berarti wewenang, jadi pemberian kuasa berarti
pemberian atau pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa kepada
penerima kuasa, untuk mewakili kepentingannya. Pemberian kuasa
adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasanya
atau wewenangnya kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas
namanya menyelenggarakan suatu urusan. Pemberian dan penerimaaan
surat kuasa itu dapat dilakukan dalam suatu akta umum, dalam suatu
tulisan dibawah tangan, dalam bentuk sepucuk surat ataupun lisan.
Pemberian surat kuasa dapat dilakukan secara khusus atau
secara umum. Surat kuasa khusus berarti hanya menyakngkut satu
24
kepentingan saja, sedangkan surat kuasa umum meliputi segala
kepentingan si pemberi kuasa.
2. Bentuk Gugatan
Bentuk gugatan dalam HIR diatur ada 2 (dua) bentuk yaitu
secara lisan dan tertulis. Gugatan yang secara lisan sesuai ketentuan
Pasal 120 HIR, berbunyi :
“Bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat
dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri,
yang mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya”.
Syarat formil dalam mengajukan gugatan lisan, yang dimaksud
adalah bahwa penggugat tidak dapat membaca dan menulis atau dengan
kata lain buta aksara. Cara pengajuan gugatan secara lisan diajukan
dengan lisan, kepada Ketua Pengadilan Negeri dan menjelaskan atau
menerangkan isi dan maksud gugatan, pengajuan atau pemasukan
gugatan secara lisan diajukan sendiri oleh penggugat dan tidak boleh
diwakilkan oleh kuasa yang ditunjukknya. Ketua Pengadilan Negeri
wajib memberikan pelayanan dalam hal mencatat atau menyuruh catat
gugatan yang disampaikan penggugat dan merumuskan sebaik mungkin
gugatan itu dalam bentuk tertulis sesuai yang diterangkan penggugat.
Gugatan yang diajukan secara tertulis terdapat dalam ketentuan
Pasal 118 ayat 1 HIR, yang berbunyi :
“Gugatan perdata harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri
dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat
atau oleh wakilnya menurut Pasal 123 kepada Ketua
Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat
diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal
sebelumnya”.
25
3. Tata Cara Pengajuan Gugatan
Hukum acara perdata yang termuat dalam HIR (Herzeine
Inlandsch Reglement) dan RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) serta
peraturan perundang–undangan lainnya tidak menyebutkan tentang
syarat–syarat yang harus dipenuhi surat gugatan ini. Putusan
Mahkamah Agung tanggal 15 Maret 1972 No. 574 K/SIP/1972
dinyatakan, karena dalam HIR dan RBg tidak ada ketentuan mengenai
syarat–syarat tentang isi surat gugatan, maka orang bebas menyusun
dan merumuskan surat gugatan tersebut, asal cukup memberi gambaran
tentang “kejadian material” yang menjadi dasar tuntutan. Selanjutnya
dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 21 November 1970 No. 492
K/SIP/1970 dinyatakan bahwa gugatan yang tidak sempurna karena
tidak menyebutkan dengan jelas apa yang disebut, harus dinyatakan
tidak diterima. Pasal 119 HIR (Herzeine Inlandsch Reglement) / 143
Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten), ditentukan bahwa Ketua
Pengadilan Negeri berwenang untuk memberi nasehat dan bantuan
kepada pihak penggugat atau kuasanya dalam membuat dan
mengajukan gugatan yang tidak sempurna, yang akan dinyatakan tidak
dapat diterima.
Tiga hal yang harus diperhatikan dan terdapat dalam surat
gugatan apabila penggugat mengajukan surat gugatan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yaitu :
26
Memberikan kuitansi kepada penggugat. Kemudian surat gugatan itu
didaftarkan dalam buku register, diberi nomor perkara. Surat gugatan
yang telah didaftarkan itu lalu diteruskan kepada Ketua Pengadilan
Negeri untuk ditetapkan pemeriksaan.
C. Penyitaan
1. Pengertian Sita atau Penyitaan
Penggugat
dikabulkan.
sangat
Penggugat
berkepentingan
berkepentingan
pula
bahwa
bahwa
gugatannya
sekiranya
gugatannya dikabulkan atau dimenangkan, terjamin haknya atau dapat
dijamin bahwa putusannya dapat dilaksanakan. Tergugat selama sidang
berjalan kemungkinan mengalihkan harta kekayaannya kepada orang
lain, sehingga apabila kemudian gugatan penggugat dikabulkan oleh
pengadilan, putusan pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan,
disebabkan tergugat tidak mempunyai harta kekayaan lagi. Undangundang menyediakan upaya demi kepentingan penggugat agar terjamin
haknya apabila gugatannya dikabulkan nanti, yaitu dengan penyitaan
(arrest; beslag).9
Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda), dan istilah
Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan.
Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah :
9
Ibid, hlm.89.
27
a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara
paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into
custody the property of a defendant),
b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara
resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim,
c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa
barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang
akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan
utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang
(executorial verkoop) barang yang disita tersebut,
d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung
selama proses pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau
tidak tindakan penyitaan tersebut.10
Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin
dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita
untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan, ini berarti bahwa
barang-barang itu disimpan (disconserveer) untuk jaminan dan tidak
boleh dialihkan atau dijual (Pasal 197 ayat (9), 199 HIR, 212, 214 Rbg),
maka dari itu penyitaan ini disebut juga sita jaminan.11
2. Macam – macam Sita
Sita jaminan atau penyitaan terdiri dari :
10
11
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 282.
Sudikno Mertokusumo, op. cit.,hlm. 83.
28
1) Sita Jaminan Terhadap Barang Miliknya Sendiri
Penyitaan ini dilakukan terhadap barang milik kreditur
(penggugat) yang dikuasai oleh orang lain. Sita jaminan ini
bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan
untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon atau
kreditur dan berakhir dengan penyerahan barang yang disita.
Sita jaminan terhadap miliknya sendiri ini ada dua macam :
a) Sita Revindicatoir (Pasal 226 HIR, 260 RBg)
Pemilik barang bergerak yang barangnya ada di
tangan orang lain dapat minta, baik secara lisan maupun
tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang
yang memegang barang tersebut tinggal, agar barang
tersebut disita. Penyitaan ini disebut sita revindicatoir.
Pemilik barang bergerak yang barangnya dikuasai oleh
orang lain yang dapat mengajukan sita revindicatoir (Pasal
1977 ayat (2), 1751 BW). Orang yang mempunyai hak
reklame, yaitu hak daripada penjual barang bergerak untuk
minta kembali barangnya apabila harga tidak dibayar, dapat
mengajukan permohonan sita revindicatoir (Pasal 1145
BW, 232 WvK). Tuntutan revindicatoir ini dapat dilakukan
langsung terhadap orang yang menguasai barang sengketa
29
tanpa minta pembatalan dahulu tentang jual beli dari barang
yang dilakukan, oleh orang tersebut dengan pihak lain.12
Objek yang dapat disita secara revindicatoir adalah
barang bergerak milik pemohon. Barang tetap tidak dapat
disita secara revindicatoir, oleh karena kemungkinan akan
dialihkan atau diasingkannya barang tetap tersebut pada
umumnya tidak ada atau kecil, disebabkan karena pada
umumnya peralihan atau pengasingan barang tetap itu tidak
semudah peralihan barang bergerak.
Permohonan sita revindicatoir itu pada hakekatnya
sudah menilai pokok sengketa, maka permohonan sita
revindicatoir itu diajukan kepada hakim yang memeriksa
perkara yang bersangkutan dan ia pulalah yang memberi
perintah penyitaan dengan surat penetapan.
Pengajuan
permohonan
sita
revindicatoir
tidak
diperlukan adanya dugaan yang beralasan, bahwa seseorang
yang berutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari
akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang
bersangkutan (Pasal 227 ayat (1) HIR, 261 ayat (1) Rbg).
Dugaan akan digelapkannya barang bergerak tersebut tidak
diperlukan, maka wajar kiranya kalau pihak yang berutang
tidak perlu didengar. Barang bergerak yang disita harus
12
Ibid, hlm. 91.
30
dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpannya, atau
dapat juga barang tersebut disimpan di tempat lain yang
patut.
Akibat hukum daripada sita revindicatoir ini ialah
bahwa pemohon atau penyita barang tidak dapat menguasai
barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita
dilarang untuk mengasingkannya. Isi dictum putusan
apabila
gugatan
penggugat
dikabulkan,
maka
sita
revindicatoir itu dinyatakan sah dan berharga dan
diperintahkan agar barang yang bersangkutan itu diserahkan
kepada penggugat, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka
sita revindicatoir yang telah dijalankan itu dinyatakan
dicabut.
b) Sita Marital (Pasal 190 BW, 823 Rv)
Sita marital bukanlah untuk menjamin suatu tagihan
uang atau penyerahan barang, melainkan menjamin agar
barang yang disita tidak dijual. Fungsi sita marital adalah
untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan
sengketa perceraian di pengadilan berlangsung antara
pemohon
dan
lawannya,
dengan
menyimpan
atau
membekukan barang-barang yang disita, agar jangan
sampai jatuh di tangan pihak ketiga. Sifatnya hanyalah
menyimpan, maka sita maritaal ini tidak perlu dinyatakan
31
sah dan berharga apabila dikabulkan. Pernyataan sah dan
berharga itu diperlukan untuk memperoleh titel eksekutorial
yang mengubah sita jaminan menjadi sita eksekutorial,
sehingga putusan dapat dilaksanakan dengan penyerahan
atau penjualan barang yang disita. Sita maritaal tidak
berakhir dengan penyerahan atau penjualan barang yang
disita.
Sita maritaal ini dapat dimohonkan kepada Pengadilan
Negeri oleh seorang istri, yang tunduk pada BW, selama
sengketa perceraiannya diperiksa di pengadilan, terhadap
barang-barang yang merupakan kesatuan harta kekayaan,
untuk mencegah agar pihak lawannya tidak mengasingkan
barang-barang tersebut (Pasal 190 BW, 823 Rv), sehingga
yang dapat mengajukan sita maritaal adalah si istri. BW
berpendapat bahwa seorang istri dianggap tidak cakap
melakukan perbuatan hukum. sita marital ini disediakan
bagi istri untuk melindungi istri terhadap kekuasaan
maritaal suaminya. Seorang istri, sekarang ini di Nederland,
dimana cakap melakukan perbuatan hukum, maka sita
marital diajukan oleh pihak penggugat dalam sengketa
perceraian, jadi bukan hanya oleh istri. Penulis di
Nederland, maka dari itu lebih condong menggunakan
istilah sita matrimonial daripada sita marital.
32
Objek yang dapat disita secara marital ialah baik
barang bergerak dari kesatuan harta kekayaan atau milik
istri maupun barang tetap dari kesatuan harta kekayaan
(Pasal 823 Rv). HIR tidak mengenal sita marital ini, tetapi
seperti yang dapat di lihat di atas, sita maritaal ini diatur
dalam Rv.
2) Sita
Jaminan
Terhadap
Barang
Milik
Debitur
(Sita
Conservatoir)
Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan dari pihak
penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan
Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata
dengan menguangkan atau menjual barang debitur (tergugat),
dengan diletakannya penyitaan pada barang tersebut berarti
barang itu dibekukan dan tidak dapat dialihkan atau dijual. Sita
conservatoir ini banyak pula yang tidak sampai berakhir dengan
penjualan barang yang disita, karena debitur memenuhi
prestasinya sebelum putusan dilaksanakan, sehingga sifat sita
jaminan itu lebih merupakan tekanan.13
Yang dapat disita secara conservatoir adalah :
a) Barang Bergerak Milik Debitur
b) Barang Tetap Milik Debitur
13
Ibid., hlm.93.
33
c) Barang Bergerak Milik Debitur (yang ada di tangan orang
lain)
D. Conservatoir Beslag
1. Pengertian Conservatoir Beslag
1) Pembakuannya Dalam Bahasa Hukum
a) Bisa berupa istilah sita pengukuhan
Ketepatan istilah ini dapat dibenarkan sepanjang perkara
sengketa hak milik, misalnya dalam persengketaan hak milik atau
tanah. persengketaan hak milik atas tanah tujuannya yang hendak
dicapai ialah permintaan kepada pengadilan agar penggugat
dinyatakan sebagai pemilik tanah yang dikuasai tergugat, masih
dianggap
tepat
conservatoir
beslag
dalam
kasus
ini
dialihbahasakan dengan perkataan sita pengukuhan. Sebab tujuan
gugatan dalam hal ini, diarahkan kepada permintaan kepada
pengadilan, agar penggugat dinyatakan dan dikukuhkan sebagai
pemilik yang sah.
b) Yang paling tepat, ialah istilah sita jaminan
Istilah sita jaminan adalah alih bahasa yang paling tepat.
Istilah ini secara harfiah maupun dari segi yuridis, lebih
mendekati makna conservatoir beslag. Sita yang diletakkan baik
terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta
kekayaan tergugat, bertujuan untuk memberikan jaminan kepada
34
penggugat, harta yang disengketakan atau harta milik tergugat,
tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberi jaminan kepada
pihak penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoir atau tidak
hampa pada saat putusan dieksekusi (dilaksanakan).14
2) Pengertian Conservatoir Beslag Dari Segi Yuridis
Berbicara mengenai pengertian conservatoir beslag atau sita
jaminan ditinjau dari segi yuridis, dimaksudkan mencoba memahami
makna sita jaminan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Perundang-undangan ketentuan sita jaminan diatur dalam Pasal 227
jo Pasal 197 HIR, atau Pasal 261 jo Pasal 206 Rbg. Ketentuan Pasal
227 HIR atau Pasal 261 Rbg, mencoba diambil makna yang
terkandung dalam lembaga sita jaminan seperti yang akan diuraikan
dibawah ini :
a) Sita sebagai tindakan hukum eksepsional
Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang diambil
pengadilan
mendahului
pemeriksaan
pokok
perkara
atau
mendahului putusan. Sita jaminan adakalanya telah diletakkan
atas harta sengketa atau harta tergugat, sebelum pengadilan
memeriksa pokok perkara. Sering juga sita itu dilakukan pada saat
proses pemeriksaan perkara sedang berjalan, sebelum hakim
menjatuhkan putusan. Tegasnya, sebelum pengadilan menyatakan
pihak tergugat bersalah berdasar putusan, tergugat sudah dijatuhi
14
M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Bandung,
Pustaka, 1990, hlm. 3.
35
hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan
tergugat. Itu sebabnya, tindakan penyitaan merupakan tindakan
hukum yang eksepsional. Pengabulan sita jaminan (conservatoir
beslag),
merupakan
penerapannya
mesti
tindakan
dilakukan
hukum
pengecualian,
pengadilan
dengan
yang
segala
pertimbangan yang hati-hati sekali, tidak boleh diterapkan secara
serampangan tanpa alasan yang kuat dan tidak didukung oleh
fakta yang mendasar.
b) Sita sebagai tindakan perampasan
Hakekatnya sita jaminan merupakan perintah perampasan
atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat. Perintah
perampasan itu, dikeluarkan pengadilan dalam surat penetapan
berdasar permohonan tergugat. Perampasan atas harta tergugat
tersebut adakalanya :
i. Bersifat permanen
Sita jaminan bisa bersifat permanen, apabila sita jaminan
kelak
dilanjutkan
dengan
perintah
penyerahan
kepada
penggugat berdasar putusan yang telah berkekuatan hukum
yang tetap, atau sita jaminan dilanjutkan kelak dengan
penjualan lelang melunasi pembayaran hutang tergugat kepada
penggugat.
36
ii. Bersifat Temporer
Sita jaminan yang diletakkan atas harta sengketa atau
harta kekayaan tergugat, dapat dikatakan bersifat temporer,
apabila hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah
pengangkatan sita jaminan yang seperti itu terjadi berdasar
surat
penetapan
pada
saat
proses
persidangan
mulai
berlangsung, dan bisa juga dilakukan hakim sekaligus pada
saat menjatuhkan putusan, apabila gugatan penggugat ditolak.
2. Tata Cara Permohonan Conservatoir Beslag
1) Cara Dan Bentuk Permohonan Sita Jaminan
a) Permohonan Diajukan Dalam Surat Gugatan
Bentuk tata cara pengajuan permohonan conservatoir beslag
yang seperti inilah yang sering atau lazim dijumpai. Penggugat
mengajukan permohonan conservatoir beslag secara tertulis
dalam surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan
gugatan pokok. Pengajuan permohonan conservatoir beslag
dalam bentuk ini, tidak dipisahkan dengan dalil gugat atau
gugatan pokok. Keduanya bersatu dalam surat gugatan sekaligus.
Permohonan conservatoir beslag apabila disatukan bersamaan
dengan gugatan, perumusan permohonan conservatoir beslag
dalam surat gugatan, biasanya mengikuti pedoman sistematis
sebagai berikut :
37
i.
Dirumuskan setelah uraian perumusan posita atau dalil
gugat
ii.
Permintaan pernyataan sah dan berharganya biasanya
diajukan pada petitum kedua.
b) Permohonan Diajukan Secara Terpisah Dari Pokok Perkara
Bentuk
pengajuan
permohonan
sita
yang
kedua,
permohonan conservatoir beslag dilakukan penggugat dalam
bentuk permohonan tersendiri, terpisah dari gugatan pokok
perkara. Bahkan mungkin dan boleh pengajuan permohonan
conservatoir beslag tersendiri secara lisan, tetapi bentuk
permohonan sita secara lisan jarang terjadi dalam praktek.
Kelangkaan praktek bukan berarti melenyapkan hak penggugat
untuk mengajukan permohonan sita secara lisan.
2) Tenggang Waktu Penyitaan
Pengajuan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag)
menurut ketentuan undang-undang, dapat dilakukan :
a) Selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum
berkekuatan hukum tetap
b) Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang
Pengadilan negeri sampai putusan dijatuhkan
c) Atau selama putusan belum dapat dieksekusi
38
d) Atau selama putusan belum dilaksanakan (dieksekusi), masih
terbuka hak dan kesempatan penggugat mengajukan permohonan
conservatoir beslag.
3) Instansi Yang Berwenang Memeriahkan Conservatoir Beslag
a) Pendapat pertama, mutlak menjadi kewenangan Pengadilan
Negeri
b) Pendapat kedua, Pengadilan tinggi berwenang memerintahkan
conservatoir beslag
4) Apabila conservatoir beslag dibutuhkan di tingkat banding,
permohonannya tetap diajukan ke Pengadilan Negeri bukan ke
Pengadilan Tinggi.15
3. Alasan Conservatoir Beslag
Masyarakat
sering
tidak
cermat
mempedomani
alasan
conservatoir beslag yang ditentukan undang–undang. Penggugat
mengajukan permohonan sita, permohonan itu langsung dikabulkan,
tanpa menguji pengabulan tersebut dengan alasan yang dibenarkan
hokum, itu sebabnya sering terjadi peletakkan conservatoir beslag yang
kurang
tepat,
dan
ditinjau
dari
segi
hukum
tidak
dapat
dipertanggungjawabkan.
Alasan conservatoir beslag yang dimaksud adalah sebagai berikut :
- Ada persangkaan yang beralasan;
- Tergugat akan menggelapkan barang–barangnya;
15
Ibid, hal. 33.
39
- Dengan maksud menjauhkan barang–barang itu dari kepentingan
penggugat;
- Sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap.
4. Tujuan Conservatoir Beslag
1) Agar gugatan tidak illusoir
Tujuan utama penyitaan, agar barang harta kekayaan tergugat:
a) Tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau
penghibahan, dan sebagainya.
b) Tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada
pihak ketiga.
c) Merupakan upaya hukum bagi penggugat untuk menjamin dan
melindungi kepentingannya atas keutuhan dan keberadaan harta
kekayaannya tergugat sampai putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap.
d) Upaya itu bermaksud untuk menghindari tindakan itikad buruk
(bad faith) tergugat dengan berusaha melepaskan diri memenuhi
tanggung jawab perdata (civil liability) yang mesti dipikulnya atas
PMH atau wanprestasi yang dilakukannya.
e) Dengan adanya penyitaan melalui perintah pengadilan, secara
hukum harta kekayaannya tergugat berada dan ditempatkan
dibawah penjagaan dan pengawasan pengadilan, sampai ada
perintah pengangkatan atau pencabutan sita.
40
f) Apabila penyitaan telah diumumkan melalui pendaftaran pada
buku register kantor yang berwenang untuk itu sesuai dengan
Pasal 198 HIR dan Pasal 213 RBg.
2) Objek Eksekusi Sudah Pasti
Permohonan
sita
saat
dilakukan,
penggugat
harus
menjelaskan dan menunjukkan identitas barang yang hendak disita.
Menjelaskan letak, jenis, ukuran, dan batas–batasnya. Permohonan
sita tersebut dalam pengadilan melalui juru sita memeriksa dan
meneliti kebenaran identitas barang pada saat penyitaan dilakukan.
Bertitik tolak dari permohonan dan pelaksanaan sita, sejak semula
sudah diketahui dan pasti objek barang yang disita, apabila putusan
telah berkekuatan hukum tetap hal ini langsung memberi kepastian
atas objek eksekusi.
E. Putusan Hakim
1. Pengertian Putusan
Hakim setelah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya,
maka pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai, kemudian
dijatuhkan putusan. Putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat
diinginkan oleh pihak–pihak yang berperkara untuk menyelesaikan
perkara mereka dengan sebaik–baiknya. Pihak–pihak yang berperkara
dengan putusan pengadilan tersebut, mengharapkan adanya kepastian
hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi.
41
Tujuan suatu proses di muka pengadilan adalah untuk
memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya
suatu putusan hakim yang tidak dapat diubah lagi. Hubungan antara
kedua pihak yang berperkara dengan adanya putusan ini, ditetapkan
untuk selama–lamanya dengan maksud supaya apabila tidak ditaati
secara sukarela maka dipaksakan dengan bantuan alat–alat negara.16
2. Isi Putusan
Putusan pengadilan dilihat dari segi wujudnya, dalam perkara
perdata terdiri dari empat bagian yaitu :
1) Kepala Putusan
2) Identitas para pihak
3) Pertimbangan
4) Amar
3. Jenis – jenis Putusan
Putusan pengadilan menurut hukum acara perdata dibedakan
menjadi beberapa macam, yaitu :
1) Putusan Sela (antara)
Beberapa macam putusan sela, yaitu :
a) Putusan praeparatoir, adalah putusan persiapan mengenai
jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna
mengadakan putusan akhir.
16
R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bandung, Penerbit Bina Cipta, 1989, hal. 124.
42
b) Putusan interlocutoir, adalah putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian, karena putusan ini menyangkut masalah pembuktian
maka putusan interlocutoir dapat mempengaruhi putusan akhir.
c) Putusan incidentiil, adalah putusan yang berhubungan dengan
insiden, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan
biasa.
d) Putusan provisionil, adalah putusan yang menjawab tuntutan
provisi atas permintaan pihak yang berperkara agar diadakan
tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak atau
kedua pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
2) Putusan Akhir
Putusan akhir menurut sifat amarnya dapat dibedakan menjadi tiga
macam, yaitu:
a) Putusan Condemnatoir, adalah putusan yang bersifat menghukum
pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
b) Putusan Constitutif, adalah putusan yang bersifat meniadakan atau
menciptakan
hubungan
suatu
keadaan
perkawinan,
hukum,
pengangkatan
misalnya
wali,
pemutusan
pemberian
pengampunan, pemutusan perjanjian dan sebagainya.
c) Putusan Declaratoir, adalah putusan yang isinya bersifat
menerangkan atau menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan
yang sah menurut hukum.
Putusan akhir dalam suatu perkara dapat berupa :
43
a). Niet onvankelijk verklaart, yakni putusan pengadilan yang
menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima.
b). Tidak berwenang mengadili
Suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan yang
tidak berwenang, baik menyangkut kompetensi absolut
maupun kompetensi relatif, akan diputus oleh pengadilan
tersebut dengan menyatakan dirinya tidak mengadili gugatan
itu. Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima.
c). Gugatan dikabulkan
Gugatan yang dapat dibuktikan kebenarannya di
pengadilan akan dikabulkan seluruhnya atau sebagian.
d). Gugatan ditolak
Setiap
gugatan
yang
tidak
dapat
dibuktikan
kebenarannya di pengadilan, maka gugatan tersebut akan
ditolak, penolakan dari pengadilan tersebut dapat untuk
seluruhnya atau hanya sebagian.
3) Beberapa jenis putusan yang lain :
a) Putusan verstek
Suatu putusan yang dijatuhkan apabila tergugat setelah
dipanggil secara sah tidak hadir di persidangan atau tidak
menyuruh
diwakili
oleh
kuasanya
dan
tidak
ada
pemberitahuannya kepada pengadilan, bahwa ia tidak dapat
44
menghadiri persidangan, karena suatu alasan yang dibenarkan
oleh undang–undang.
b) Putusan perdamaian
Selama persidangan berlangsung, kedua belah pihak yang
berperkara dapat berdamai, baik atas anjuran hakim ataupun atas
kehendak para pihak.
c) Putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (uitverbaar bij
vooraad).
4. Kekuatan Putusan
Putusan pengadilan dalam perkara perdata mempunyai tiga
macam kekuatan yaitu kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian dan
kekuatan eksekutorial.
1) Kekuatan Mengikat
Putusan pengadilan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu
persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya.
Putusan pengadilan atau akta otentik yang menetapkan hak itu
diperlukan untuk dapat merealisir atau melaksanakan suatu hak
secara paksa.
2) Kekuatan Pembuktian
Putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap, dapat digunakan sebagai alat bukti oleh pihak yang berperkara,
sepanjang mengenai perkara yang telah ditetapkan itu, karena
putusan pengadilan merupakan pembentukan hukum in konkreto.
45
Kekuatan bukti yang sempurna tersebut berlaku bagi para pihak
maupun pihak ketiga.
3) Kekuatan Eksekutorial
Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, maksudnya
mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa terhadap
pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara suka rela.
46
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan
Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum
secara yuridis normatif yaitu pendekatan dengan konsep legis positivistis
di mana konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma
tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang,
selain itu konsep ini juga melihat hukum sebagai sistem normatif yang
mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan nyata di mana
hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat
itu sendiri.17
Di
dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Denpasar
No.
268/Pdt.G/2006/PN.DPS merupakan hukum yang akan dianalisis dengan
norma-norma dan teori-teori hukum, terlepas dari faktor sosial.
B. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu
dengan menggambarkan secara jelas obyek yang menjadi permasalahan.
Obyek penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No.
268/Pdt.G/2006/PN.DPS
17
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1998, hlm.11-14.
47
C. Sumber Data
Sumber data dari penelitian ini adalah data sekunder yang berupa
peraturan perundang–undangan, dokumen resmi, dan buku–buku literatur
yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dari data sekunder tersebut
akan dibagi dan diuraikan ke dalam 2 (dua) bagian yaitu :
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan–bahan hukum yang bersifat
mengikat, terdiri dari :
1) . Putusan No. 268/Pdt.G/2006/PN.DPS.
2) . Herzeine Inlandsch Reglement (HIR)
3) . Rechtsreglement Buitengewesten (RBg)
4) .Undang–Undang
No
48
tahun
2009
tentang
Kekuasaan
Kehakiman
5) .Kitab Undang–Undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wetboek (BW)
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan–bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi hasil–hasil
penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, buku–buku literatur, karya
ilmiah dari para sarjana, artikel ilmiah baik dari koran ataupun internet
dan dokumen resmi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang
diteliti.
D. Metode Pengumpulan Data
a. Data Primer diperoleh dengan cara studi pustaka terhadap Putusan
Nomor 268/PDT.G/2006/PN.DPS.
48
b. Data Sekunder diperoleh dengan melakukan inventarisir terhadap
putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, asas hukum,
yurisprudensi, buku-buku literatur, karya ilmiah sarjana dan dokumendokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, untuk
selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh.
E. Metode Penyajian Data
Bahan yang diperoleh akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk
uraian yang disusun secara sistematis, yang didahului dengan latar
belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian
dan diteruskan dengan analisa data dan hasil pembahasan serta diakhiri
dengan simpulan.
F. Metode Analisa Data
Data
yang
diperoleh
selanjutnya
akan
dianalisis
dengan
menggunakan metode normatif kualitatif yaitu dengan menjabarkan data
yang telah diperoleh berdasarkan norma – norma hukum atau kaidah yang
relevan dengan pokok permasalahan.
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data sebagai acuan pokok
yaitu
Putusan
Pengadilan
Negeri
Denpasar
Nomor
268/Pdt.G/2006/PN.Dps dalam perkara antara MARK PATRIK BACON
sebagai Penggugat melawan SARI SORAYA GATTENIO dan ELLI
GATTENIO sebagai Para Tergugat.
1. Duduk Perkara
Penggugat yang berkewarganegaraan Inggris telah menyewa
sebidang (secutak) tanah dari Tergugat I, yaitu sebidang tanah seluas 8
(delapan) are dengan surat Pajak Bumi dan Nomor SPPT (Nop)
51.03.010.005.004.0068.0 Letak objek pajak SB Seminyak RT/RW
Seminyak Kuta Kabupaten Badung. Dengan batas–batas sebagai
berikut :
Utara :
Gang
Timur :
Villa milik Pak Patrik
Selatan :
Jln. Drupadai II Gang Mertasari
Barat :
Tanah Kosong
50
Sewa menyewa atas tanah sengketa tersebut antara Penggugat
dengan Tergugat I tertuang dalam Perjanjian Sewa Menyewa
tertanggal 16 Agustus 2003, sewa menyewa ini berlaku untuk jangka
waktu 25 (dua puluh lima) tahun, terhitung mulai tanggal 16 Agustus
2003 sampai tanggal 16 Agustus 2028.
Penggugat menyetujui pembangunan bangunan/vila di atas
Tanah
Sengketa
dilakukan
oleh
Tergugat
II.
Pembangunan
bangunan/vila tersebut disepakati secara lisan oleh Penggugat dan
para Tergugat dengan harga berkisar antara Rp 400.000.000,- sampai
Rp 450.000.000,- tergantung finishing dan tentang harga ini kemudian
dikonfirmasikan kembali oleh Tergugat II melalui email tanggal 23
November 2003.
Bulan Juli 2004 bangunan/vila tersebut telah selesai dan
Penggugat telah melakukan „pemelaspasan‟ atas bangunan/vila
tersebut menurut agama Hindu, untuk „pemelaspasan‟ ini Penggugat
telah mengeluarkan uang sejumlah Rp 2.000.000,-. Penggugat juga
telah melengkapi bangunan tersebut dengan sebuah televisi dan „pool
table‟ seharga Rp 6.000.000,-. Bangunan/vila tersebut dengan segala
perlengkapannya adalah sah milik Penggugat. Bangunan/vila yang
berdiri di atas tanah sengketa tersebut beserta segala yang melekat
pada bangunan/vila tersebut disebut Bangunan Sengketa.
Bangunan sengketa setelah selesai dan telah pula dipelaspas,
para Tergugat tetap menguasai dan memanfaatkan tanah sengketa dan
51
bangunan sengketa serta tidak mau menyerahkan tanah sengketa dan
bangunan sengketa tersebut kepada Penggugat dengan berbagai alasan
walaupun telah berkali–kali diminta oleh Penggugat. Para Tergugat
tanpa persetujuan Penggugat telah menyewakan tanah sengketa dan
bangunan sengketa kepada penyewa pihak ketiga baik secara harian
maupun secara. Vila yang diberi nama “Villa Lily” oleh para Tergugat
sedang disewakan kepada orang berkebangsaan Perancis bernama
Bruno, untuk kurun waktu selama 2 tahun. Para Tergugat disini
terlihat jelas menguasai tanah sengketa dan bangunan sengketa tanpa
hak dan melawan hukum menyewakan bangunan sengketa kepada
pihak lain (penyewa). Tindakan para Tergugat ini telah menyebabkan
Penggugat menderita kerugian yang sangat besar, karena Penggugat
tidak dapat memanfaatkan tanah sengketa dan bangunan sengketa
untuk dipakai sendiri sebagaimana tujuan Penggugat menyewa tanah
sengketa dan mendirikan bangunan sengketa tersebut.
Penggugat mendapatkan Surat Perjanjian antara Tergugat I
dengan Pemilik Tanah Asli (Ni Nengah Rawa dan I Nyoman Sunia),
di mana perjanjian ini dibuat pada tanggal dan hari yang sama (16
Agustus 2003) namun dengan jumlah uang sewa yang sangat berbeda
yaitu hanya sebesar Rp 280.000.000,- untuk 14 hari atau hanya
sebesar Rp 160.000.000,- untuk 8 hari. Penggugat melihat kenyataan
ini menambah ketidakpercayaannya atas kejujuran para Tergugat,
sebab nyata-nyata para Tergugat telah melakukan mark-up sekitar 275
52
persen atas harga sewa tanah, padahal sebelumnya para Tergugat telah
meyakinkan Penggugat bahkan bersumpah bahwa harga sewa tanah
tidak di mark-up, sehingga Penggugat rela dikenakan tambahan
komisi sebesar 5 persen sebagai jasa penghubung dengan pemilik
tanah. Penggugat merasa ditipu dengan adanya kejadian ini, dan untuk
itu Penggugat melaporkan para Tergugat ke Poltabes Denpasar karena
melakukan PENIPUAN dan PENGGELAPAN, dan dari pengalaman
ini Penggugat sama sekali tidak mempercayai laporan keuangan yang
dibuat secara sepihak oleh para Tergugat, walaupun disertai dengan
bukti-bukti pengeluaran berupa kuitansi-kuitansi.
Tanah sengketa dan bangunan sengketa sudah sepatutnya
diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag), untuk menghindari
tindakan-tindakan para Tergugat lebih jauh atas tanah sengketa dan
bangunan sengketa, serta untuk menghindari kerugian Penggugat yang
lebih besar lagi. Kerugian Penggugat dapat diminimalisasi, sudah
sepatutnya putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij
voorraad) meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi.
2. Petitum Gugatan
a. Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya;
b. Menyatakan sewa menyewa atas Tanah Sengketa antara Penggugat
dengan Tergugat I adalah sah;
c. Menyatakan bangunan/vila sengketa adalah sah milik Penggugat;
53
d. Menyatakan para Tergugat menguasai Tanah Sengketa dan
Bangunan Sengketa secara tidak sah dan melawan hukum;
e. Menyatakan Tergugat secara tidak sah dan melawan hukum dan
menyewakan Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa kepada
pihak–pihak lain, yang mengakibatkan kerugian baik materiil
maupun immateriil kepada Penggugat sebesar Rp 2.625.000.000,-;
f. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak
daripadanya, menyerahkan Tanah Sengketa
dan Bangunan
Sengketa kepada Penggugat;
g. Menghukum para Tergugat membayar ganti kerugian kepada
Penggugat sebesar Rp 2.625.000.000,-;
h. Menghukum para Tergugat membayar uang paksa sejumlah Rp
1.000.000,- per hari atas keterlambatan para Tergugat menyerahkan
Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa terhitung sejak putusan
pengadilan berkekuatan hukum tetap sampai dengan para Tergugat
membayar uang ganti kerugian dan menyerahkan Tanah Sengketa
dan Bangunan Sengketa kepada penggugat;
i. Menyatakan sita jaminan (conservatoir beslag) atas Tanah
Sengketa dan Bangunan Sengketa adalah sah dan berharga;
j. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu
(uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan, banding atau
kasasi;
54
k. Menghukum para Tergugat untuk membayar segala biaya yang
timbul dalam perkara ini;
3. Jawaban Tergugat
Tergugat menolak semua dalil–dalil gugatan dari Penggugat,
setelah mencermati posita Penggugat.
Dalil Penggugat huruf a dan b yang mengatakan kalau
Penggugat telah membayar lunas uang sewa tanah adalah omong
kosong alias bohong besar, karena Penggugat belum melunasi uang
sewa yang kedua. Penggugat di sini telah melakukan wanprestasi yaitu
tidak membayar uang sewa yang kedua, sehingga perjanjian sewa
menyewa antara Penggugat dan Tergugat I terhadap tanah seluas 8 are
yang di atasnya berdiri sebuah vila sudah selayaknya batal demi
hukum dan Tergugat mohon kepada ketua majelis hakim untuk
membatalkan perjanjian sewa menyewa antara Penggugat dan
Tergugat I tersebut.
Para Tergugat dapat membuktikan kalau Penggugat belum
membayar uang sewa kedua sebesar Rp 220.000.000,- kepada
Tergugat yaitu berdasarkan bukti email dari Penggugat yang
mengatakan tidak bisa memenuhi pembayaran uang sewa kedua
kepada Tergugat I. Bukti kedua yaitu pada tanggal 20 Agustus 2004
salah satu dari kuasa hukum Tergugat pernah membuat surat somasi
yang ditujukan kepada Penggugat untuk membayar sisa uang sewa
kedua, namun tidak juga terbayar sampai sekarang.
55
Dalil gugatan Penggugat huruf c dan d yang menyatakan kalau
pembangunan vila adalah atas tawaran dari Tergugat II adalah sama
sekali tidak benar. Penggugat tahu kalau Tergugat II banyak
membangun vila dan juga melihat hasil pembangunan yang pernah
dibuat
oleh
Tergugat
II sehingga
Penggugat
tertarik
untuk
menggunakan jasa Tergugat II untuk membangun vila yang diinginkan
oleh Penggugat, Penggugat yang menunjuk langsung Tergugat II untuk
membangun vila.
Dalil Penggugat huruf f yang menyatakan Penggugat tidak bisa
menguasai dan memanfaatkan Tanah Sengketa karena tetap dikuasai
oleh para Tergugat dan tidak mau menyerahkan kepada Tergugat
dengan berbagai alasan adalah suatu hal yang sangat wajar dan lumrah
karena Penggugat belum membayar sewa tanah yang kedua
(wanprestasi).
Gugatan
Penggugat
yang
pada
pokoknya
mempermasalahkan tentang sewa tanah, namun dalam petitumnya
meminta tanah tersebut disita karena tanah tersebut bukanlah milik
Penggugat maupun para Tergugat, hal ini sangat tidak wajar, kecuali
kalau permintaan Penggugat adalah untuk mengosongkan tanah yang
disewa. Permohonan ini amat berlebihan dan sepantasnya untuk
ditolak.
4. Alat Bukti
1. Surat
a. Pihak Penggugat
56
- Surat Perjanjian antara Tergugat I dengan Pemilik Tanah Asli
(Ni Nengah Rawa dan I Nyoman Sunia);
- Laporan keuangan yang dibuat secara sepihak oleh para
Tergugat;
- Bukti-bukti pengeluaran berupa kuitansi-kuitansi;
b. Pihak Tergugat
Kuitansi-kuitansi
pengeluaran
pengerjaan/pemborongan
bangunan vila;
2. Saksi
a. Pihak Penggugat
- Ni Nengah Rawa dan I Nyoman Sunia sebagai Pemilik Tanah
Asli;
- Bruno, warga negara Perancis, penyewa vila untuk kurun
waktu selama 2 tahun;
b. Pihak Tergugat
- Komang Sudiartini :
Bahwa benar saksi kenal dengan Penggugat dan para
Tergugat tetapi tidak ada hubungan keluarga; ... dst.
- Saksi Suyitno :
Bahwa benar saksi kenal dengan Penggugat dan para
Tergugat; ... dst.
57
5. Pertimbangan Hukum Hakim
Dalil pokok Penggugat adalah tentang perbuatan melawan
hukum yang telah dilakukan oleh para Tergugat. Penggugat melihat di
sini, para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Bangunan vila milik Penggugat yang tanahnya disewa dari Tergugat I,
sedangkan penggarapan bangunan/vilanya dilakukan oleh Tergugat II
yang
tidak
lain
adalah
suami
Tergugat
I.
Penggarapan
bangunan/vilanya telah selesai pada bulan Juli 2004, akan tetapi secara
fisik para Tergugat tidak mau menyerahkan vila tersebut pada
Penggugat. Para Tergugat tetap menguasai vila tersebut dan bahkan
menyewakannya pada pihak lain tanpa seizin Penggugat, sehingga
Penggugat tidak bisa menguasai dan memanfaatkan bangunan vila
tersebut dan akibat perbuatan tersebut Penggugat mengalami kerugian.
Para Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membantah
telah melakukan perbuatan melawan hukum. Para Tergugat tidak mau
menyerahkan dan tetap menguasai bangunan vila tersebut, menurut
mereka sangat wajar karena Penggugat belum membayar sewa tanah
yang kedua (wanprestasi) dan juga belum melaksanakan pembayaran
uang pembangunan yang telah dikeluarkan oleh para Tergugat I dan
Tergugat II.
Penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya tersebut telah
mengajukan bukti-bukti surat yaitu bukti P-1 sampai dengan P-9. Para
Tergugat untuk menguatkan dalil jawabannya juga telah mengajukan
58
bukti-bukti surat yaitu bukti (T1–T2) No. 1 sampai dengan (T1–T2)
No. 11 dan juga saksi-saksi sebagaimana telah diuraikan dalam
duduknya perkara tersebut di atas.
Dalil gugatan Penggugat diakui dan secara tegas tidak dibantah
atau tidak ditanggapi oleh para Tergugat. Fakta-fakta hukum tersebut
di atas setelah dicermati maka hubungan hukum yang terjadi antara
Penggugat dengan para Tergugat adalah hubungan hukum sewa
menyewa tanah dan hubungan pengerjaan/pemborongan bangunan
yang dibangun di atas tanah sewa tersebut di mana tergugat I yang
menyewakan tanah pada Penggugat sedangkan bangunan/vila di atas
tanah tersebut dikerjakan oleh Tergugat II yang tidak lain adalah suami
Tergugat I. Hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat I
yang memiliki perjanjian secara tertulis hanya hubungan hukum sewa
tanah dan perjanjian tidak dibantah oleh para Tergugat sehingga telah
ditetapkan sebagai fakta. Hubungan hukum pengerjaan bangunan atau
pemborongan bangunan di atas tanah tersebut antara Penggugat
dengan Tergugat II (suami Tergugat I) tidak ada perjanjian secara
tertulis, telah diakui sebagaimana telah ditetapkan sebagai fakta hukum
tersebut di atas adalah kesepakatan secara lisan.
Bukti-bukti
yang
pengerjaan/pemborongan
ada
bangunan
sehubungan
tersebut
kesepakatan
adalah
berupa
pembicaraan melalui email antara Penggugat dengan Tergugat.
Pelaksanaan hubungan bisnis dalam pengerjaan bangunan/vila tersebut
59
dan dalam melaksanakan kewajiban serta mengklaim hak-haknya,
sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata, kesepakatan tersebutlah yang
dipakai untuk menjadi landasan oleh pihak Penggugat dan Tergugat II
(para Tergugat).
Pertimbangan-pertimbangan tersebut telah terbukti fakta
hukum bahwa dalam hubungan hukum/hubungan bisnis antara
Penggugat
dan
Tergugat,
pihak
Penggugat
telah
memenuhi
kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan baik dalam
perjanjian tertulis tentang sewa tanah maupun dalam perjanjian lisan
tentang pengerjaan bangunan/vila tersebut yaitu dengan melakukan
pembayaran sejumlah yang mereka telah perjanjikan. Para Tergugat
setelah
melaksanakan
kewajiban
menyelesaikan
bangunan/vila
tersebut juga harus memenuhi kewajiban hukum berikutnya, yaitu
setelah bangunan selesai dan setelah dilakukan pemelaspasan secara
agama Hindu oleh Penggugat yang merupakan bentuk penyerahan
secara simbolis, maka haruslah disertai penyerahan secara fisik atas
tanah dan bangunan/vila tersebut dan para Tergugat kepada Penggugat.
Faktanya sampai sekarang tanah dan berikut bangunan/vila
yang ada di atasnya masih dikuasai oleh para Tergugat dan secara fisik
belum pernah diserahkan pada Penggugat dan bahkan para Tergugat
tidak membantah bahwa tanpa seijin Penggugat vila tersebut telah
disewakan kepada pihak lain, sehingga berdasarkan fakta-fakta hukum
tersebut telah terbukti para Tergugat melakukan perbuatan melawan
60
hukum
sebagaimana
yang
didalilkan
oleh
Penggugat
dalam
gugatannya. Dalil Penggugat dalam Petitum Gugatan huruf b, c, d dan
f dengan demikian dapat dikabulkan, mengenai Petitum Gugatan huruf
e dan g akan dipertimbangkan sebagai berikut, para Tergugat tidak
membantah bahwa mereka telah menyewakan bangunan/vila milik
Penggugat pada orang lain (pihak ketiga) tanpa seizin Penggugat
sehingga tentang hal tersebut telah ditetapkan sebagai fakta hukum dan
fakta hukum tersebut merupakan bagian dari perbuatan melawan
hukum yang telah terbukti dilakukan oleh para Tergugat sebagaimana
telah dipertimbangkan tersebut di atas, sehingga tentang pernyataan
mengenai perbuatan melawan hukum tersebut sudah cukup sekaligus
dinyatakan sebagaimana yang telah dikabulkan dalam Petitum huruf d
sehingga Petitum Gugatan huruf e adalah berlebihan.
Uang paksa sebagaimana yang dimohonkan Penggugat dalam
Petitum huruf h, sepanjang dapat dilakukan eksekusi riil terhadap suatu
putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka
tuntutan mengenai dwangsom tidak relevan untuk dikabulkan. Petitum
huruf h dinyatakan tidak dapat diterima.
Petitum huruf i tentang Sita Jaminan (Conservatoir Beslag),
sesuai dengan Penetapan No. 268/Pdt.G/2006/PN.Dps tertanggal 13
November 2006, terhadap tanah dan bangunan objek sengketa telah
diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) dan sesuai dengan
Berita
Acara
Pelaksanaan
Sita
Jaminan,
sita
tersebut
telah
61
dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2006. Sita jaminan tersebut
harus dinyatakan sah dan berharga, setelah gugatan Penggugat
dikabulkan, sehingga Petitum Gugatan huruf i dapat dikabulkan.
Petitum huruf j tentang putusan yang dapat dijalankan terlebih
dahulu (Uitvoerbaar bij Voorraad), menurut majelis tidak terpenuhi
adanya syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 191
Ayat (1) Rbg, oleh karena itu petitum huruf j tersebut dinyatakan tidak
dapat diterima.
6. Amar Putusan
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan sewa menyewa atas tanah sengketa antara Penggugat
dengan Tergugat I adalah sah;
3. Menyatakan bangunan villa sengketa adalah sah milik Penggugat;
4. Menyatakan perbuatan para Tergugat menguasai tanah dan
bangunan sengketa serta menyewakan bangunan sengketa tersebut
kepada pihak lain adalah merupakan perbuatan melawan hukum;
5. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak
daripadanya, menyerahkan tanah dan bangunan sengketa kepada
Penggugat dalam keadaan lasia;
6. Menyatakan sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah dan
bangunan sengketa adalah sah dan berharga;
7. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul
dalam perkara sebesar Rp 1.229.000,-;
62
8. Menyatakan gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya tidak
dapat diterima;
B. Pembahasan
Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam
mengkualifisir permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) dan
menyatakan
sah
dan
berharga
pada
putusan
nomor
:
268/Pdt.G/2006/PN.Dps
Conservatoir beslag atau sita jaminan ditinjau dari segi yuridis,
dimaksudkan mencoba memahami makna sita jaminan sesuai dengan
ketentuan undang-undang. Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang
diambil pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau
mendahului putusan. Sita jaminan adakalanya telah diletakkan atas harta
sengketa atau harta tergugat, sebelum pengadilan memeriksa pokok
perkara. Sita jaminan sering juga dilakukan pada saat proses pemeriksaan
perkara sedang berjalan, sebelum hakim menjatuhkan putusan. Tegasnya,
sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah berdasar putusan,
tergugat sudah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau
harta kekayaan tergugat, itulah sebabnya tindakan penyitaan merupakan
tindakan hukum yang eksepsional. Pengabulan sita jaminan (conservatoir
beslag), merupakan tindakan hukum pengecualian, yang penerapannya
seharusnya dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan yang hatihati sekali. Pengabulan sita jaminan (conservatoir beslag) tidak boleh
63
diterapkan secara tidak bijaksana tanpa alasan yang kuat, yang tidak
didukung oleh fakta yang mendasar.
Pengajuan conservatoir beslag pada praktek peradilan yang sesuai
dengan ketentuan undang-undang memiliki dua cara, yaitu :
1. Permohonan diajukan dalam surat gugatan.
Bentuk tata cara pengajuan permohonan conservatoir beslag
yang seperti ini yang sering dijumpai dalam praktek. Penggugat
mengajukan permohonan conservatoir beslag secara tertulis
dalam surat gugatan, sekaligus mengajukan dengan pengajuan
gugatan pokok kepada Ketua Pengadilan Negeri. Dalam bentuk
ini keduanya bersatu antara gugatan pokok dengan permohonan
conservatoir beslag dan tidak terpisah.
2. Permohonan conservatoir beslag diajukan secara terpisah dari
surat gugatan.
Bentuk pengajuan permohonan conservatoir beslag yang kedua
ini, diajukan penggugat dalam permohonan tersendiri, terpisah
dari gugatan dan dilakukan setelah pemeriksaan perkara
berjalan maka dalam permohonan harus diajukan kepada Ketua
Majelis Hakim Pemeriksa Perkara.
Pengajuan conservatoir beslag menurut ketentuan undang-undang,
waktu pengajuannya dapat dilakukan :
1. Selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum
berkekuatan hukum tetap.
64
2. Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang
pengadilan negeri sampai putusan dijatuhkan.
3. Atau selama putusan belum dieksekusi.
Berdasarkan hasil penelitian pada posita/fundamentum petendi
huruf h dan pada petitum/tuntutan penggugat huruf i. Permohonan
conservatoir beslag apabila dikaitkan dengan ketentuan yang mengatur
tentang cara dan tenggang waktu pengajuan conservatoir beslag sudah
benar. Permohonan conservatoir beslag diajukan dalam surat gugatan
sebelum putusan dijatuhkan.
Pengajuan permohonan conservatoir beslag oleh pihak yang
berkepentingan harus bedasarkan alasan-alasan yang dibenarkan oleh
undang-undang, yaitu alasan-alasan menurut pasal 227 HIR, antara
lain :
1. Ada persangkaan yang beralasan.
2. Tergugat akan menggelapkan barang-barangnya.
3. Dengan maksud menjauhkan barang-barang
kepentingan penggugat.
4. Sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap.
itu
dari
Semua unsur-unsur alasan itu merupakan satu kesatuan yang tak
terpisah antara yang satu dengan yang lain.
1. Ada persangkaan yang beralasan dan Tergugat akan
menggelapkan barang-barangnya.
Hakim yang berhak dan berwenang menentukan penilaian
persangkaan, bukan Penggugat. Penggugat berhak mengajukan
fakta-fakta tentang adanya dugaan atau persangkaan berupa
65
petunjuk-petunjuk penggelapan yang hendak dilakukan Tergugat
atas harta terperkara atau harta kekayaannya, penilaiannya
tergantung pada pendapat dan pertimbangan hukum. Hakim jangan
mudah terpengaruh atas fakta dan petunjuk yang dikemukakan
Penggugat, sebelum menemukan fakta dan petunjuk yang kuat.
Sikap dan pendekatan penerapan penilaian persangkaan yang tepat
sebagai unsur alasan pengabulan sita jaminan, sedapat mungkin
lebih mengarah kepada pendekatan penilaian yang bersifat materil.
Sikap dan pendekatan yang mengarah kepada penilaian materiillah
yang wajar mensejajari pembenaran sifat eksepsional sita
jaminan.18
Menurut Yahya Harahap ada tiga batasan minimal yang
dianggap bernilai untuk mensahkan alasan persangkaan, apabila
ketiga batasan tersebut dihubungkan dengan perkara nomor
268/Pdt.G/2006/PN.Dps maka dapat ditemukan fakta-fakta sebagai
berikut :
1. Ada fakta yang mendukung persangkaan.
Dari posita/fundamentum petendi huruf e bahwa para
Tergugat tanpa persetujuan Penggugat telah menyewakan tanah
sengketa dan bangunan sengketa kepada penyewa pihak ketiga
baik secara harian maupun bulanan. Vila yang diberi nama
18
M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Bandung,
Pustaka, 1990, hlm. 35-36.
66
“Villa Lily” dalam kurun waktu 2 tahun telah disewakan
kepada orang berkebangsaan Perancis bernama Bruno.
2. Ada petunjuk yang membenarkan persangkaan.
Dari posita/fundamentum petendi huruf e bahwa para
Tergugat tetap menguasai, memanfaatkan tanah sengketa dan
bangunan sengketa serta tidak mau menyerahkan tanah
sengketa dan bangunan sengketa tersebut kepada Penggugat
dengan berbagai alasan.
3. Fakta atau petunjuk itu harus masuk akal.19
Batas
minimal
atau
persangkaan,
bertujuan
untuk
membatasi kewenangan hakim secara yuridis atau pengabulan
conservatoir beslag. Persangkaan yang harus diwujudkan dan
diketemukan hakim ditinjau dari segi yuridis adalah persangkaan
yang benar-benar didukung oleh fakta atau petunjuk-petunjuk agar
alasan pengabulan conservatoir beslag tidak didasarkan pada
penilaian subjektif. Hakim membebankan kepada penggugat untuk
mendapatkan fakta dan petunjuk-petunjuk,. Penggugat wajib
mengajukan
fakta
dan
petunjuk-petunjuk
tentang
adanya
persangkaan itu.
Penggugat atau pemohon conservatoir beslag atau sita
jaminan yang tidak mampu mengajukan fakta atau petunjukpetunjuk tentang adanya kehendak dan maksud tergugat untuk
19
Ibid, hlm. 36.
67
menggelapkan harta terperkara atau harta kekayaannya, berarti
belum memenuhi alasan. Hakim harus tegas untuk menolak
permohonan sita yang belum memenuhi syarat alasan yang sah.
Para tergugat secara tidak sah dan melawan hukum telah
menyewakan tanah sengketa dan bangunan sengketa kepada pihakpihak lain yang mengakibatkan kerugian baik materiil maupun
immateriil kepada penggugat, cukup alasan untuk diajukan
permohonan conservatoir beslag. Penggugat meminta objek
sengketa yang berada di tangan tergugat tersebut untuk diserahkan
kepada penggugat. Penggugat yang terpenting dapat menunjukkan
fakta-fakta tentang status hak kepemilikannya atas tanah dan
bangunan yang disengketakan tersebut sehingga cukup alasan
untuk mengabulkannya.
2. Dengan
maksud
menjauhkan
barang-barang
itu
dari
kepentingan penggugat
Posita/fundamentum petendi huruf e dapat dijelaskan
bahwa perbuatan para Tergugat merupakan perbuatan melawan
hukum yaitu tetap menguasai dan memanfaatkan tanah sengketa
dan bangunan sengketa serta tidak mau menyerahkan tanah
sengketa dan bangunan sengketa tersebut kepada Penggugat
dengan berbagai alasan. Pertimbangan hukum dalam hal ini telah
ditetapkan sebagai fakta hukum yang merupakan bagian dari
68
perbuatan melawan hukum yang telah terbukti dilakukan oleh para
Tergugat.
3. Sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap
Berdasarkan hasil penelitian pada pertimbangan pokok
perkara, penetapan sita jaminan atau conservatoir beslag terhadap
tanah dan bangunan sengketa tersebut sudah benar. Penggugat
dalam mengajukan permohonan conservatoir beslag memiliki
alasan yaitu adanya kekhawatiran dan adanya dugaan cukup
beralasan menurut hukum bahwa tergugat secara tidak sah dan
melawan hukum telah menyewakan tanah sengketa dan bangunan
sengketa kepada pihak-pihak lain. Penggugat mengalami kerugian
baik materiil maupun immateriil. Permohonan conservatoir beslag
ini telah mempunyai alasan yang cukup untuk menjamin
pelaksanaan putusan setelah hakim mempertimbangkannya dalam
acara pembuktian bahwa penggugat adalah pemilik yang sah dari
tanah dan bangunan sengketa tersebut.
Pengumuman berita acara sita termasuk salah satu syarat
formal yang akan mendukung keputusan dan kekuatan mengikat
sita jaminan yang telah dilaksanakan. Syarat ini jika tidak
dipenuhi, yuridis formil sita jaminan belum sah, sehingga tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada pihak tergugat.
Pengumuman berita acara penyitaan yang diatur dalam Pasal 198
HIR dan Pasal 213 RBg, bertujuan untuk memberitahukan kepada
69
khalayak ramai tentang telah diletakkannya penyitaan pada barang
harta kekayaan tergugat, agar masyarakat mengetahui tentang
status barang yang bersangkutan sedang berada dalam keadaan
tersita.20 Pengumuman berita acara yang dianggap undang-undang
memenuhi syarat formil, harus menurut cara-cara yang ditentukan
undang-undang yaitu harus dicatat dalam buku kamus pendaftaran
dan juru sita harus memerintahkan kepala desa memperhatikan
sita. Obyek tanah yang disita jikalau belum bersertifikat,
pendaftaran berita acaranya dicantumkan dalam buku letter C di
kantor Kepala Desa.
Syarat formil pengumuman berita acara sita yaitu melalui
instansi kantor pendaftaran dan kepala desa, masih diperlukan
syarat formil pernyataan sah dan berharga oleh hakim majelis yang
memerintahkan penyitaan. Syarat formil yang dimaksud diatur
dalam Pasal 226 ayat 7 HIR atau Pasal 261 ayat 6 RBg. Syarat
formil ini lazim disebut pernyataan berharga atau van waarde
verklaard, yang bertujuan untuk mensahkan dan menyatakan
berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang dilakukan oleh
juru sita. Pengumuman atau pernyataan sah dan berharga sita
jaminan, dilakukan hakim ketua majelis di persidangan yang
dihadiri oleh kedua belah pihak yang berperkara. Hakim ketua
majelis mengumumnkan di persidangan tentang sah dan berharga
20
M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 81.
70
sita jaminan yang dilaksanakan juru sita terhadap harta terperkara
atau harta kekayaan tergugat, sebagaimana yang tertera dalam
berita acara sita jaminan dengan menyebut tanggal, bulan dan
tahun, serta nomor berita acara yang dimaksud. Pengumuman
pernyataan sah dan berharga, dilakukan hakim ketua majelis pada
sidang berikutnya jika pengabulan dan perintah serta pelaksanaan
penyitaan dilakukan pada saat proses pemeriksaan pokok perkara
sedang
berlangsung.
Pengabulan
permohonan
penyitaan
seandainya baru dikabulkan dan diperintahkan pada pemeriksaan
persidangan yang keenam, maka pengumuman pernyataan sah dan
berharga harus dilakukan hakim ketua majelis pada sidang
berikutnya (sidang yang ketujuh).21 Pengumuman di persidangan
saja
belum
sempurna
memenuhi
persyaratan.
Persyaratan
pengumuman di persidangan supaya benar-benar sah dan berharga,
diperlukan persyaratan lanjutan sebagai syarat formil. Persyaratan
lanjutan tersebut berupa penegasan dalam amar putusan. Sita
jaminan yang telah diumumkan sah dan berharga di persidangan,
dinyatakan lagi secara tegas dalam amar putusan pokok perkara
yang rumusan bukunya berbunyi : menyatakan sah dan berharga
sita jaminan (conservatoir beslag).22
Berdasarkan hasil penelitian pada pertimbangan hukum,
hakim ketua majelis menyatakan sah dan berharga sita jaminan
21
22
Ibid, hlm. 83.
Ibid, hlm. 84.
71
dengan menyebutkan tanggal, bulan, tahun, serta nomor berita
acara yaitu tanggal 13 Desember 2006. Amar putusan data 6
berdasarkan hasil penelitian, menyatakan sah dan berharga
terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) telah dinyatakan secara
tegas oleh hakim ketua majelis dalam amar putusan, sehingga
pernyataan sah dan berharga sita jaminan di persidangan sudah
sempurna memenuhi persyaratan formil.
Perkara
nomor
:
268/Pdt.G/2006/PN.Dps
setelah
persyaratan formil sah dan berharganya sita jaminan (conservatoir
beslag) terpenuhi, maka sesuai dengan hasil penelitian pada
petitum/tuntutan penggugat huruf i dan amar putusan data 6, sita
jaminan (conservatoir beslag) terhadap tanah dan bangunan vila
sengketa yang merupakan objek sita jaminan dapat dilaksanakan
dengan sendirinya. Tergugat harus memenuhi tuntutan dari para
penggugat yaitu menyerahkan tanah dan bangunan vila tersebut
tanpa syarat apa pun kepada para penggugat, yang terbukti sebagai
pemilik yang sah dari tanah dan bangunan vila sengketa tersebut.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap putusan
Pengadilan Negeri Denpasar nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps dapat
disimpulkan bahwa para Tergugat ada upaya menggelapkan obyek
sengketa yakni dengan cara menyewakan pada pihak lain tanpa seizin
Penggugat, dan secara fisik para Tergugat juga tidak mau menyerahkan
vila tersebut pada Penggugat. Penggugat tidak dapat menguasai dan
memanfaatkan bangunan vila tersebut, yang mengakibatkan Penggugat
mengalami kerugian. Tindakan Tergugat inilah yang dijadikan hakim
sebagai dasar dalam mengabulkan Sita Jaminan (conservatoir beslag).
Pertimbangan hukum hakim ini sesuai dengan ketentuan Pasal 227 HIR
yang menyatakan bahwa alasan-alasan yang dibenarkan oleh undangundang dalam mengajukan permohonan conservatoir beslag yaitu ada
persangkaan yang beralasan, tergugat akan menggelapkan barangbarangnya,
dengan
maksud
menjauhkan
barang-barang
itu
dari
kepentingan penggugat, sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap.
Semua unsur-unsur alasan ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisah
antara yang satu dengan yang lain.
B. Saran
Kewenangan yang mutlak yang dimiliki oleh hakim dalam
pengabulan Sita Jaminan (conservatoir beslag) hendaknya dilakukan
73
dengan penuh kehati-hatian berdasarkan pendekatan penerapan penilaian
alasan yang tepat sebagai unsur alasan pengabulan Sita Jaminan
(conservatoir beslag), agar kekeliruan dalam pengabulan Sita Jaminan
(conservatoir beslag) dapat dihindari.
74
DAFTAR PUSTAKA
Literatur :
Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika. Jakarta. 2005
_______, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag.
Bandung, Pustaka. 1990
Iswanto, H. Pengantar Ilmu Hukum. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
2003
Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum. Yogyakarta. Liberty. 2003
_______, Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta. Liberty. 2006
Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung. Alumni.
1990
Rambe, Ropaun. Hukum Acara Perdata Lengkap. Jakarta. Sinar Grafika. 2002
Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri. Jakarta.
Ghalia Indonesia. 1998
Subekti, R. Hukum Acara Perdata. Bandung. Penerbit Bina Cipta. 1989
Sutantio, Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata Dalam
Teori dan Praktek. CV Mandar Maju. Bandung. 2002
Perundang-undangan :
Burgerlijk Wetboek (BW)/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Het Herzeine Inlandsch Reglement (HIR)
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman
Rechtsreglement Buitengewesten (RBg)
Kepustakaan lain :
Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps
Download