TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG (Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps) SKRIPSI Oleh : YUANITA NURINA E1E002012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG (Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh : YUANITA NURINA E1E002012 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 ii SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG (Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps) Oleh : YUANITA NURINA E1E002012 Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal : Pembimbing I Pembimbing II Drs. A. Sidik Maryono, S.H.,M.S. NIP. 19580905 198601 1 001 Mei 2012 H. Mukhsinun, S.H.,M.H. NIP. 19590212 198702 1 001 Penguji/Penilai Rahadi Wasi,S.H.,M.H. NIP. 19800812 200501 1 002 Mengetahui, Dekan Hj. Rochani Urip Salami, S.H., M.S. NIP. 19520603 198003 2 001 iii SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP CONSERVATOIR BESLAG (Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps) Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan semua sumber data serta informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh. Purwokerto, Mei 2012 Yuanita Nurina NIM E1E002012 iv MOTTO : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri” (QS. AR-RA’D : 11) “To be or not to be! ...that is the question” (William Shakespeare, Hamlet) “Cogito ergo sum (Aku berpikir maka aku ada)” (Rene Descartes) “Akan selalu ada suatu keadaan, kenangan, dan orang-orang tertentu yang pernah singgah dalam hati kita dan meninggalkan jejak langkah di hati kita dan kita pun tidak akan pernah sama lagi seperti kita sebelumnya (hati manusia menjadi sesuatu yang berharga untuk dikenang)” (Mahatma Gandhi) “Kekuatan mimpi dan cita-cita serta doa adalah segalanya bagi setiap usaha yang dilakukan manusia. Selalu memberikan yang terbaik kepada kehidupan dengan apa yang terbaik yang kita miliki setiap hari, dan selalu punya impian dan cita-cita di dalam hidup kita sebagai salah satu cerminan rasa syukur kita kepada yang Mahakuasa” (Donny Dhirgantoro, 5cm) “Berjuanglah, karena dengan itu kamu akan menghapus batas-batas ketidakmungkinan” (Penulis) v PERSEMBAHAN Persembahanku Teruntuk: Terima kasih yang tidak terhingga serta rasa syukur, terucapkan kepada Allah SWT, Sang Mahahati, Sang Maha segalanya, Mahapengasih dan penyayang yang telah memberikan cinta tidak terhingga, nikmat yang tidak pernah berujung; terima kasih atas berjuta kesempatan untuk selalu menengok ke atas, melihat ke langit demi mensyukuri segala nikmat dan cobaan yang penuh dengan pelajaran yang sangat berharga; terima kasih atas segala pejaman dan ketertundukan dalam doa yang telah membuat diriku bangga dan bahagia hadir sebagai makhluk-Mu di dunia ini. Terima kasih dan sembah sujud kepada baginda Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangan dan amanah yang tidak pernah padam sampai akhir zaman. Terima kasih kepada keluarga tercinta Papa Wisnu Wibowo dan Mama Yulita Arum Hidayati (telapak kaki surgaku), jikalau ada balasan untuk setiap perbuatan baik yang kulakukan saat ini, semuanya untuk Papa dan Mama. Terimakasih Pap... Mom... yang senantiasa mencurahkan kasih sayang, memberikan bimbingan dan pendidikan, serta menjadi tauladan bagiku, sehingga menghantarkanku menjadi sarjana. Terima kasih kepada (Alm) Bapak Abdoerachman Hadimartono, (Alm) Mbah Putri RA. Pudjiati Wahyuningsih, (Alm) Mbah Kakung Istanto Wiryosaputro, (Alm) Bude Purwanti Wahyu Hendrajati. Tiada yang dapat kuberikan sebagai balasan atas semua kenangan manis dan pembelajaran yang terjaga di hati dan ingatan, kecuali permohonan do’a dan ampunan kepada-Mu, Ya Allah. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk : Ayahanda Ir. Agus Unggul dan Ibunda Ir. Anna Pudianti, Msc., terimakasih untuk semua semangat dan motivasi yang membawaku kepada titik ini. Jangan lelah mendampingiku Pak.. Bu.. Bersama bapak dan ibu aku dapat melihat sisi lain duniaku, dimana aku bisa tertawa, dan bisa melewatinya tanpa merasa sendiri. Mama Siti terimakasih kebersamaan kita, kita sering menangis bersama terharu mengingat perjalanan hidup kita ya Mam, Mam penyemangat dan tauladanku; Bunda Asih perhatianmu dan pesan-pesanmu insyaAllah terus kujaga dan kulaksanakan.. Bunda tidak pernah sendiri.. We Love Youu ; Eyang Tin terimakasih cintamu tetap vi ada bersamaku sampai hari ini, Eyang sehat selalu ya.. Yang kurindu kebersamaan kita menjelang tidur, banyak petuah darimu Eyang.. Soraya Amanda Wirasatari, S.Si., Mba Aya ku yang cantik, yang manis, Mba Aya ku Tersayang.. Semoga Mbah Uti dan Bude Heni turut berbahagia di sana. Tak akan pernah kulepas genggamanku, kita jalani semuanya bersama My Lovely Sister Soraya. Mba Wiwi, De’ Norma, Kakak Fani dan De’Sekar terimakasih kalian baiiik sekali, sedikit banyak kalian telah memberikan inspirasi, membuatku terus mempunyai semangat untuk tidak pernah berhenti belajar. Aang Sudarto, S.Sos., terimakasih Ang atas segala kasih sayang dan perhatian serta “pengertian” yang amat berharga dan sangat berarti. Mei Milu Asih, S.H., terimakasih Mei semua kebersamaan kita, Tante Nita sayang Rafa (Mei Junior). Terimakasih untuk Ibu Eni, Mba Adila, Mama Farchanah, adik-adik tercinta : Dinar dan Atta atas segala perhatian, doa dan semangat yang kalian transferkan untukku. Teman-teman terbaik di kos Srikandi yang terus memberi semangat buat mamake secara “nggak keruan dan nggak jelas”: Ratna Zulfa Syahrina, S.P., (ijuul itu temen curhat, temen begadang, temen sok tahu, dan temen yang mau direpotin, padahal dia sendiri juga repot), Desta Kistiani dan Mas Abi (Des ilmu agama yang kau bagi secara tidak sengaja di setiap percakapan kita sayang dan juga udah mau direpotin dalam banyak hal makasih ya, untuk Mbah Utinya Desta.. terimakasih untuk semua restu, semakin lengkap semangatku Mbah; Mas Abi makasih ya ngebolehin istrimu menemaniku di saat galau..), Diyana Fariz (Sayangku satu ini, terimakasih doadoanya dari Solo, walaupun jarak memisahkan, kamu selalu dekat di sms.. hehe), Anisa Sofiyati, S.H., (sayang opiiiee ku di Tegal.. cerewetmuu, ketawamuu, caramuu berkawan denganku, membuatku berarti), Dede Gembul “yang gak mau dipanggil gembul” (terimakasih ya sayang the sims-nya.. menemaniku di kala gundah gulana), Qurotul Aini di Cirebon (Mba Ayi..makasih ya sempet diajarin ngaji..mamake sayang mba ayiii), Khusnul dan Cahya (terimakasih kebersamaan dan candaannya yang membuat ku semakin merasa hidup, selamat ya atas kelahiran Maiza yang cantik), Tri dan Ria makasih kebersamaan kita yang tinggal seupil di kosan hehe.., Riska makasih udah dikenalin sama soto sutri.. selamat ya kumpul lagi di Semarang.., buat mimi vii micel (persianya ijuul) makasih ya mata jelalatanmu yang indah dan tingkahmu yg aneh-aneh di kosan yg jauh dari kata bersih hehe.. Kepada teman-teman “Kasat Mata”, yang selama ini telah menjadi pendengar yang baik, teman yang sabar, enak diajak ngobrol, teman diskusi yang baik : Pak Syarif (Kebumen), Mas Salam (Banyumas), Mas Syukur (Temanggung), Mas Edi dan teman-teman teater (Jakarta). Mas Syaikhu UKI FH UNSOED terimakasih tausiyah-tausiyahnya, dan diskusi kita yang singkat. Terima kasih juga kepada semua teman dan pihak-pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil. viii KATA PENGANTAR Puji syukur dan terima kasih yang tidak terhingga, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Sang Mahahati, Sang Maha segalanya, Mahapengasih dan penyayang yang telah memberikan cinta tidak terhingga. Terima kasih atas berjuta kesempatan untuk selalu menengok ke atas, melihat ke langit demi mensyukuri segala nikmat dan cobaan yang penuh dengan pelajaran yang sangat berharga sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Syukur Alhamdulillah sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini, dalam rangka untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Selesainya penulisan hukum ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Bapak Drs. Antonius Sidik M., S.H.,M.S. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing, memberikan petunjuk, saran dan motivasi dalam proses penulisan skripsi ini. 3. Bapak H. Mukhsinun, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan membimbing, memberikan petunjuk, saran dan motivasi dalam proses penulisan skripsi ini. ix 4. Bapak Rahadi Wasi Bintoro.,S.H.,M.H. selaku Dosen Penguji skripsi yang telah memberikan masukan serta saran terhadap skripsi ini. 5. Kepada Ayahanda Wisnu Wibowo dan Ibunda Yulita Arum Hidayati yang saya cintai dan saya hormati yang senantiasa mendo’akan dan memberikan semangat, kasih sayang, bimbingan, pengorbanan lahir maupun batin, serta membiayai saya dari kecil hingga sekarang dalam proses pendidikan. 6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan selama masa perkuliahan. 7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan dorongan baik moril maupun materiil kepada penulis. Penulis menyadari atas keterbatasan kemampuan dalam menyusun skripsi ini, sehingga hasilnya masih jauh dari sempurna. Namun dengan segala keterbatasannya semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Semoga Allah SWT memberikan balasan atas segala budi baik yang telah diberikan kepada penulis kelak di kemudian hari. Purwokerto, Mei 2012 Penulis x ABSTRAK Penelitian ini mengambil judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Conservatoir Beslag (Suatu Studi Terhadap Putusan Nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)”. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam mengkualifisir permohonan sita jaminan, sehingga menyatakan sah dan berharga dalam Putusan Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum secara normatif, dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data sekunder berupa Putusan Perkara Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps., undang-undang dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data yang diperoleh disajikan secara sistematis dan terperinci, dan analisis data dilakukan secara normatif. Hasil yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Tergugat ada upaya menggelapkan obyek sengketa yakni dengan cara menyewakan pada pihak lain tanpa seizin Penggugat, dan secara fisik para Tergugat juga tidak mau menyerahkan vila tersebut pada Penggugat. Penggugat tidak dapat menguasai dan memanfaatkan bangunan vila tersebut, yang mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian. Tindakan Tergugat inilah yang dijadikan hakim sebagai dasar dalam mengabulkan Sita Jaminan (conservatoir beslag). Kata kunci : Tinjauan Yuridis, Conservatoir Beslag xi ABSTRACT This research has a title "The Juridical Examination of Conservatoir Beslag (Study Toward The Decision Number : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps)". This research aimed to know law consideration of judge at district court of Denpasar in disqualify the guarantee confiscation application, so it explained valid and worth in Decision Number 268/Pdt.G/2006/PN.Dps. This research used law approachment normatively method, with specification was descriptive research. The data source in this research was secondary data which it’s the Decision Form of District Court Of Denpasar Number 268/Pdt.G/2006/PN.Dps., laws and literature books which related to the problem in this research. Data presented in systematically and detail, and data analysis has done normatively. The result of the research was Defendant had an effort to obscure the object by renting to other people without Plaintiff’s permit, and Defendant didn’t want to give the villa to Plaintiff physically. Plaintiff couldn’t keep and exploit the villa, which made disadvantage of Plaintiff. This Defendant Action which made by judge as basic in granting the guarantee confiscation (conservatoir beslag). Key words : The Juridical Examination, Conservatoir Beslag xii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ..................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iii SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iv MOTTO ............................................................................................................. v PERSEMBAHAN ............................................................................................. vi KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix ABSTRAK ....................................................................................................... xi ABSTRACT ..................................................................................................... xii DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .............................................................................. 9 C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9 D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 9 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum Acara Perdata ................................................... 10 2. Sumber Hukum Acara Perdata ........................................................ 12 3. Asas-asas Hukum Acara Perdata ..................................................... 14 4. Pengertian Perkara, Sengketa dan Beracara ..................................... 19 B. Gugatan 1. Pengertian Gugatan ......................................................................... 21 2. Bentuk Gugatan ............................................................................... 24 3. Tata Cara Pengajuan Gugatan ......................................................... 25 xiii C. Penyitaan 1. Pengertian Sita atau Penyitaan ........................................................ 26 2. Macam-macam Sita ......................................................................... 27 D. Conservatoir Beslag 1. Pengertian Conservatoir Beslag ...................................................... 33 2. Tata Cara Permohonan Conservatoir Beslag ................................. 36 3. Alasan Conservatoir Beslag ............................................................ 38 4. Tujuan Conservatoir Beslag ............................................................ 39 E. Putusan Hakim 1. Pengertian Putusan ............................................................................ 40 2. Isi Putusan ......................................................................................... 41 3. Jenis-jenis Putusan ............................................................................ 41 4. Kekuatan Putusan ............................................................................. 44 BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan .............................................................................. 46 B. Spesifikasi Penelitian ............................................................................ 46 C. Sumber Data .......................................................................................... 47 D. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 47 E. Metode Penyajian Data ......................................................................... 48 F. Metode Analisis Data ............................................................................ 48 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ..................................................................................... 49 B. Pembahasan ........................................................................................... 62 BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................... 72 B. Saran ...................................................................................................... 73 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 74 xiv 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah cita-cita luhur bangsa Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu ingin mewujudkan suatu masyarakat yang adil, aman, tentram, damai, bahagia dan sejahtera. Dalam kenyataannya untuk mencapai tujuan tersebut tidak selalu berjalan sesuai yang diharapkan. Negara Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum, dengan tujuan agar kepentingan rakyat atau hak asasi manusia dapat terjamin atau terjaga terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari pihak-pihak yang bersengketa. Manusia dalam berinteraksi akan mengadakan hubungan-hubungan dengan orang lain, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang beraneka ragam yang tidak mungkin diperoleh tanpa bantuan orang lain, jadi pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa berinteraksi dengan orang lain. Aristoteles seorang ahli pikir bangsa Yunani Kuno (384-322 sebelum Masehi) dalam ajarannya mengatakan, bahwa manusia adalah Zoon Politicon, maksudnya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul dan berkumpul dengan sesama manusia. Manusia adalah makhluk yang suka 2 bermasyarakat, oleh karena sifatnya yang suka bergaul satu sama lain, maka manusia disebut makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat.1 Hubungan-hubungan yang terjadi, diantaranya ada yang disebut hubungan hukum sehingga memunculkan hak dan kewajiban pada masingmasing pihak. Perselisihan antara para pihak dalam hubungan hukum dimungkinkan terjadi, sehingga salah satu pihak tersebut ada yang merasa dirugikan haknya. Konflik atau bentrokan antara sesama tidak mustahil terjadi karena mengingat banyaknya kepentingan yang mungkin saling bertentangan. Konflik kepentingan itu terjadi apabila dalam melaksanakan kepentingannya seseorang merugikan pihak lain, dalam kehidupan bermasyarakat konflik itu tidak dapat dihindarkan.2 Seseorang apabila tidak dapat menyelesaikan permasalahannya secara damai, maka dapat meminta bantuan penyelesaiannya melalui pengadilan yang caranya diatur dalam hukum acara perdata. Hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim, jadi hukum acara perdata dapat dikatakan peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Konkritnya dapat dikatakan, bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntuan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan dari pada putusannya. 1 H.Iswanto, Pengantar Ilmu Hukum, Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, 2003, hlm.6. 2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Liberty, 2003, hlm.3. 3 Tuntutan hak adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah “eigenrichting” (main hakim sendiri). Tindakan menghakimi sendiri merupakan tindakan untuk melaksanakan hak menurut kehendaknya sendiri yang bersifat sewenang-wenang, tanpa persetujuan dari pihak lain yang berkepentingan, sehingga akan menimbulkan kerugian. Tindakan menghakimi sendiri ini tidak dibenarkan dalam hal kita hendak memperjuangkan atau melaksanakan hak kita.3 Orang yang mengajukan tuntutan hak memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum, maka mengajukan tuntutan hak ke pengadilan. Seseorang dalam mengajukan tuntutan haknya ke pengadilan sudah selayaknya apabila disyaratkan adanya kepentingan. Seseorang yang tidak menderita kerugian mengajukan tuntutan hak, tidak mempunyai kepentingan, wajar apabila tuntutannya tidak diterima oleh pengadilan. Syarat utama untuk dapat diterimanya tuntutan hak oleh pengadilan yaitu harus mempunyai kepentingan hukum yang cukup, guna diperiksa: point d’interet, point d’action, ini tidak berarti bahwa tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya pasti akan dikabulkan oleh pengadilan. Pengabulan tuntutan masih tergantung pada pembuktian, apabila tuntutan hak itu terbukti didasarkan atas suatu hak, baru pengadilan akan mengabulkan. Tuntutan hak yang di dalam Pasal 118 ayat (1) HIR (Pasal 42 ayat (1) Rbg) disebut sebagai tuntutan perdata 3 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta, Liberty, 2006, hlm.2. 4 (burgerlijke vordering) tidak lain adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan lazimnya disebut gugatan. Seseorang yang mengajukan gugatan kepada pengadilan negeri, bukan saja mengharapkan agar memperoleh putusan yang menguntungkan baginya, tetapi juga mengharapkan putusan tersebut akhirnya dapat dilaksanakan dan gugatan yang telah dikabulkan tersebut tidak illusionir (hampa). Undang-undang menyediakan suatu upaya agar gugatan dari penggugat tersebut tidak illusionir (hampa) di kemudian hari, apabila gugatannya nanti dikabulkan, yaitu dengan sita jaminan seperti yang diatur dalam Pasal 226 ayat (1) HIR (Het Herzeine Inlandsch Reglement) / Pasal 260 ayat (1) Rbg (Recht Reglement Buitengewesten) yang menyatakan: Orang yang empunya barang yang tidak tetap, dapat meminta dengan surat atau dengan lesan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang di dalam daerah hukumnya tempat tinggal orang yang memegang barang itu, supaya barang itu disita. Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan, ini berarti bahwa barangbarang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual. Jaminan memiliki dua macam, yaitu : 1. Sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri (pemohon), terbagi menjadi dua yaitu : a. Sita revindicatoir (sita jaminan terhadap barang bergerak milik penggugat). b. Sita marital. 5 2. Sita jaminan terhadap barang milik debitur disebut sita conservatoir. Pasal 227 ayat (1) HIR (Pasal 261 ayat (1) Rbg) menyatakan: Jika ada persangkaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berutang, selagi belum dijatuhkan keputusan atasnya atau selagi putusan yang mengalahkannya belum dapat dijalankan, mencari akal akan menggelapkan atau membawa barangnya baik yang tidak tetap maupun yang tetap dengan maksud akan menjauhkan barang itu dari penagih utang, maka atas surat permintaan orang yang berkepentingan Ketua Pengadilan Negeri dapat memberi perintah supaya disita barang itu untuk menjaga hak orang yang memasukkan permintaan itu, dan kepada peminta harus diberitahukan akan menghadap persidangan pengadilan negeri yang pertama sesudah itu untuk memajukan dan menguatkan gugatannya.4 Sita jaminan mengandung arti bahwa untuk menjamin pelaksanaan suatu putusan di kemudian hari, barang-barang milik tergugat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak selama proses perkara berlangsung terlebih dahulu disita. Barang-barang yang sudah disita tidak dapat dialihkan, diperjualbelikan atau dipindahtangankan kepada orang lain, hal ini adalah menyangkut sita conservatoir (conservatoir beslag).5 Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan, ini berarti bahwa barang-barang itu disimpan (diconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (Pasal 197 ayat (9), 199 HIR, 212, 214 Rbg). Debitur atau tergugat kehilangan wewenangnya untuk menguasai barangnya setelah adanya penyitaan, sehingga dengan 4 Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Sinar Grafika, 2002, hlm.270. Ny. Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, CV Mandar Maju, Bandung, 2002, hlm.99 5 6 demikian tindakan-tindakan debitur atau tergugat untuk mengasingkan atau mengalihkan barang-barang yang disita adalah tidak sah dan merupakan perbuatan pidana (Pasal 231, 232 KUHP). Pengajuan permohonan sita jaminan memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan, sita revindicatoir tidak memerlukan suatu dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan (Pasal 227 ayat (1) HIR, 261 ayat (1) Rbg). Sita conservatoir, mengajukan sita jaminan ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitur yang disita guna memenuhi tuntutan penggugat. Sita conservatoir harus memiliki dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Sita jaminan tidak dilakukan apabila penggugat tidak mempunyai bukti kuat bahwa ada kekhawatiran bahwa tergugat akan menggelapkan atau melarikan barangbarangnya.6 Syarat adanya dugaan tergugat akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya tidak hanya sekedar dicantumkan begitu saja, tetapi merupakan suatu usaha untuk mencegah kecerobohan dalam 6 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.93. 7 mengadakan penyitaan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan yang sia-sia saja yang tidak mengenai sasaran (vexatoir). Tujuan dari conservatoir beslag adalah untuk menjamin penggugat agar gugatan tidak illusoir (hampa) pada saat putusan memperoleh kekuatan hukum yang tetap dan dapat dieksekusi karena harta kekayaan tergugat ataupun barang tidak bergerak milik penggugat yang berada di dalam kekuasaan tergugat untuk memenuhi pelaksanaan isi putusan sudah tersedia. Conservatoir beslag hanya dapat dilaksanakan sebelum perkara memperoleh kekuatan hukum yang tetap, hanya boleh diajukan dan diperintahkan pengadilan, selama perkara masih dalam proses pemeriksaan. Penggugat dapat mengajukan conservatoir beslag mulai saat gugatan diajukan ke pengadilan. Pokok conservatoir beslag masih terbuka untuk dilakukan sebelum perkara memperoleh putusan yang berkekuatan hukum tetap, sejak tanggal putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, dengan sendirinya menurut hukum “tertutup” kesempatan melaksanakan conservatoir beslag. Pengadilan Negeri Denpasar telah menjatuhkan putusan atas perkara nomor 268/PDT.G/2006/PN.DPS. pada tanggal 26 Februari 2007 putusan tersebut dijatuhkan atas gugatan yang dilayangkan kepada Pengadilan Negeri Denpasar atas alas gugat yaitu sengketa tanah seluas 8 (delapan) are dan bangunan/vila diatas tanah sengketa yang terletak di Seminyak Kuta Kabupaten Badung, Bali. 8 Penggugat yaitu Mark Patrik Bacon yang dalam hal ini menyerahkan kuasa kepada I Wayan Purwita, SH. Dan Haposan Sihombing, SH. Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 11 Oktober 2005, mengajukan gugatan kepada pihak tergugat secara tertulis ke Pengadilan Negeri Denpasar. Dasar gugatan mengenai keabsahan sewa menyewa atas tanah sengketa dimana penggugat telah merasa melunasi dan keabsahan kepemilikan bangunan vila sengketa, namun tergugat merasa penggugat baru membayar setengah dari sewa tanah sengketa dan vila yang dibangun oleh penggugat dianggap belum sah menjadi milik penggugat sehingga tergugat berani menyewakan vila sengketa tersebut kepada pihak ketiga selama dua tahun. Conservatoir beslag yang dimohonkan oleh penggugat dikabulkan oleh Pengadilan Negeri Denpasar dan dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2006 terhadap tanah dan bangunan objek sengketa sebagaimana Berita Acara Sita Jaminan (CB) nomor 268/BA.PDT.G/2006/PN.DPS yang menyatakan bahwa conservatoir beslag tersebut sah dan berharga. Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk diteliti putusan pengadilan nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps mengenai sita jaminan dengan judul Tinjauan Yuridis Terhadap Conservatoir Beslag (Suatu Studi Terhadap Putusan 268/Pdt.G/2006/PN.Dps). Nomor Terhadap Putusan Nomor 9 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : Bagaimana pertimbangan hukum Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam mengkualifisir permohonan sita jaminan, sehingga menyatakan sah dan berharga dalam putusan nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps ? C. Tujuan Penelitian Mengetahui pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar yang mengabulkan sita jaminan dalam Putusan No. 268/Pdt.G/2006/PN.Dps. D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum acara perdata. 2. Kegunaan Terapan atau Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan menambah pengetahuan masyarakat Indonesia pada umumnya dan mahasiswa pada khususnya terkait dengan conservatoir beslag dalam perkara gugatan hak milik. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hukum Acara Perdata 1. Pengertian Hukum Acara Perdata Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan untuk dilaksanakan atau ditaati. Hukum harus dilaksanakan. Siapakah yang melaksanakan hukum? Dapatlah dikatakan, bahwa setiap orang melaksanakan hukum. Setiap hari kita melaksanakan hokum, bahkan seringkali tanpa kita sadari kita melaksanakan hukum. Pelaksanaan hukum bukan monopoli dari pada orang-orang tertentu saja, setiap orang wajib menaati atau mematuhi peraturan hukum yang telah ditetapkan. Timbulnya suatu masalah dalam suatu hubungan hukum sangat mungkin karena pihak yang satu tidak mau memenuhi kewajibannya pada pihak lain, sehingga pihak yang lain tersebut menjadi dirugikan haknya akibat perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak. Pelaksanaan dari pada hukum materiil, khusunya hukum materiil perdata, dapatlah berlangsung secara diam-diam di antara para pihak yang bersangkutan tanpa melalui pejabat atau instansi resmi, akan tetapi sering terjadi bahwa hukum materiil perdata itu dilanggar sehingga ada pihak yang dirugikan dan terjadilah gangguan keseimbangan kepentingan di dalam masyarakat. Hukum materiil perdata yang telah dilanggar itu haruslah dipertahankan atau ditegakkan. Pelaksanaan hukum materiil perdata terutama dalam 11 hal ada pelanggaran atau untuk mempertahankan berlangsungnya hukum materiil perdata dalam hal ada tuntutan hak diperlukan rangkaian peraturan-peraturan hukum lain di samping hukum materiil perdata itu sendiri. Peraturan hukum inilah yang disebut hukum formil atau hukum acara perdata. Hukum Acara Perdata hanya diperuntukkan menjamin ditaatinya hukum materiil perdata. Ketentuan hukum acara perdata pada umumnya tidak membebani hak dan kewajiban seperti yang dijumpai dalam hukum materiil perdata, tetapi melaksanakan dan mempertahankan atau menegakkan kaidah hukum materiil perdata yang ada, atau melindungi hak perseorangan, intinya adalah mengatur bagaimana orang yang berkepentingan karena haknya dilanggar oleh orang lain dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Menurut Wirjono Prodjodikoro yang disadur dalam buku Abdulkadir Muhammad, hukum acara perdata itu sebagai rangkaian peraturan–peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.7 Hukum acara perdata dapat disimpulkan sebagai peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara menjamin ditaatinya hukum perdata materiil dengan perantara hakim, dengan kata lain hukum acara perdata adalah peraturan hukum yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata materiil. Tuntutan yang diajukan oleh salah satu pihak adalah tidak lain tindakan yang bertujuan 7 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Bandung, Alumni, 1990, hlm.17. 12 memperoleh perlindungan hukum yang diperoleh melalui pengadilan untuk mencegah tindakan main hakim sendiri atau “eigenrichting”.8 2. Sumber Hukum Acara Perdata Berdasarkan Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951, maka hukum acara perdata pada Pengadilan Negeri dilakukan dengan memperhatikan ketentuan Undang-Undang Darurat. Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 yang dimaksud di sini adalah Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbarui (Staatblaad. 1848 Nomor 16, Staatblaad 1941 Nomor 44) untuk daerah Jawa dan Madura, dan Rechtsreglement Bultengewesten (Rbg, atau Reglemen daerah seberang, Staatblaad, 1927 Nomor 227) untuk luar Jawa dan Madura. Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering (Rv atau Reglemen) hukum acara perdata untuk golongan Eropa : Staatblaad, 1847 nomor 52, 1849 nomor 63) merupakan sumber juga dari pada hukum acara perdata. Reglement op de Rechterlijke Organisatie in het beleid der Justitie in Indonesie (RO atau Reglemen tentang Organisasi Kehakiman) : Staatblaad, 1847 nomor 23) dan BW buku ke IV sebagai sumber juga dari pada hukum acara perdata dan selebihnya terdapat tersebar dalam BW, WvK dan Peraturan Kepailitan. Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 ini menggantikan 8 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hlm.2. 13 Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang telah mengalami perubahan dengan Undang-Undang nomor 35 tahun 1999 dan perubahan kembali dengan Undang-Undang nomor 48 tahun 2009. Bagi Pengadilan Tinggi hukum acara perdata dalam hal banding diatur dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 1947. Undang-Undang nomor 20 tahun 1947 ini untuk daerah Jawa dan Madura, sedang untuk daerah luar Jawa dan Madura diatur dalam Rbg (Pasal 199-205). Peraturan perundang-undangan yang mengatur hukum acara perdata lainnya ialah Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan PP nomor 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang nomor 1 tahun 1974 yang mengatur antara lain tentang acara pemberian izin perkawinan, pencegahan perkawinan, perceraian, pembatalan perkawinan dan sebagainya. Undang-Undang nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang juga memberlakukan HIR. Yurisprudensi merupakan sumber pula dari pada hukum acara perdata. Yurisprudensi di sini diartikan putusan-putusan pengadilan. Menurut S.J Fockema Andreae dalam Rechtsgeleerd Handwoordenboek, yurisprudensi dapat berarti juga peradilan pada umumnya dan ajaran hukum yang diciptakan dan dipertahankan oleh peradilan, dapat disebutkan antara lain putusan M.A. tanggal 14 April 1971 nomor 99 K/Sip/1971, yang menyeragamkan hukum acara dalam perceraian bagi mereka yang tunduk BW, dengan tidak membedakan 14 antara permohonan untuk mendapatkan izin guna mengajukan gugatan perceraian itu sendiri, yang berarti bahwa hakim harus mengusahakan perdamaian di dalam persidangan. Sumber hukum acara perdata yang lain ialah Perjanjian Internasional (Traktat). Dapat disebutkan disini “Perjanjian Kerjasama di bidang peradilan antara Republik Indonesia dengan Kerajaan Thailand” (Kep.Pres. nomor 6 tahun 1978), antara lain ada kesepakatan mengadakan kerja sama dalam menyampaikan dokumen-dokumen pengadilan dan memperoleh bukti-bukti dalam hal perkara-perkara hukum perdata dan dagang. Warga negara kedua belah pihak akan mendapat keleluasaan berperkara dan menghadap ke pengadilan di wilayah pihak yang lainnya dengan syarat-syarat yang sama seperti warga negara pihak itu. Doktrin antara ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum acara perdata juga, sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata. Tetapi doktrin itu sendiri bukanlah hukum. 3. Asas – asas Hukum Acara Perdata Hukum acara perdata memiliki beberapa asas, yaitu : 1) Hakim Bersifat Menunggu Asas ini menjelaskan bahwa pelaksanaan hukum acara perdata merupakan kehendak atau inisiatif diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan, hakim sendiri bersikap menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya (Pasal 118 HIR, 142 Rbg), hanya 15 saja yang melaksanakan proses adalah negara. Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih tidak ada hukum yang mengatur atau kurang jelas, melainkan hakim wajib untuk memeriksa dan mengadilinya (Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman). Larangan untuk menolak dan memeriksa perkara disebabkan karena hakim tidak tahu hukumnya (lus curia novit). Hakim dalam memeriksa perkara apabila tidak menemukan hukum tertulis, maka hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009), pasal ini memiliki dasar yaitu terhadap Pasal 4 ayat (1) UndangUndang Nomor 48 tahun 2009, yang menentukan bahwa hakim harus menggali menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang, sedangkan Pasal 20 AB menentukan bahwa hakim harus mengadili menurut undang-undang, sehingga Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 lebih luas dari pada Pasal 20 AB. 2) Hakim Bersifat Pasif Inisiatif untuk beracara perdata ada pada pihak-pihak yang berkepentingan dan tidak pernah dilakukan oleh hakim. Hakim hanya membantu mencari keadilan dan berusaha mengatasi hambatan dan rintangan untuk mencapai peradilan yang sederhana, 16 cepat, dan biaya ringan. Hakim wajib mengadili seluruh gugatan atau tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atau sesuatu yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari pada yang di tuntut (Pasal 178 HIR, Pasal 189 RBg). Hakim mengejar kebenaran yang hanya dijatuhkan di depan sidang pengadilan tanpa disertai keyakinan hakim. Para pihak yang berperkara bebas untuk mengajukan atau untuk tidak mengajukan veract, banding dan kasasi terhadap putusan pengadilan. 3) Sidang Pengadilan Terbuka Untuk Umum Sidang pengadilan pada hukum acara perdata pada hakekatnya adalah terbuka untuk umum, kecuali undang-undang menentukan lain. Hal ini berarti bahwa setiap orang berhak untuk hadir, mendengarkan dan menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara perdata di pengadilan. Tujuan dari asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan tidak memihak, adil dan benar sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku, yaitu meletakkan peradilan di bawah pengawasan umum. Hakim memang dapat menyimpang dari asas ini pada perkara kesusilaan (Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum). Pasal 13 ayat (3) undang-undang Nomor 48 tahun 2009 disebutkan juga bahwa putusan yang dibacakan dalam 17 sidang yang tidak terbuka untuk umum adalah tidak sah karena tidak mempunyai kekuatan hukum dan putusan tersebut batal demi hukum. 4) Mendengar Kedua Belah Pihak Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Pihak-pihak yang berperkara dalam hukum acara perdata harus sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus di beri kesempatan untuk memberi pendapatnya, asas ini di kenal dengan asas “audi et aluram partem” yang berarti bahwa hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai keterangan yang benar, bila pihak lawan tidak di dengar atau di beri kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya, pengajuan alat bukti juga harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak. 5) Putusan Harus Disertai Alasan-alasan Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus disertai dengan alasan-alasan atau pertanggungjawaban argumentasi hakim yang terhadap dimaksudkan putusannya sebagai terhadap masyarakat, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif, karena adanya alasan-alasan itulah maka putusan mempunyai wibawa dan bukan karena hakim tertentu yang menjatuhkannya. Putusan yang dijatuhkan apabila kurang lengkap atau kurang cukup 18 pertimbangan hukumnya, maka hal tersebut dapat menjadi alasan untuk mengajukan upaya hukum yang lain. 6) Beracara Dalam Perdata Dikenakan Biaya Biaya-biaya yang dikenakan dalam beracara perdata meliputi biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan dan pemberitahuan serta biaya materai. Pihak yang benar-benar tidak mampu untuk membayar biaya perkara maka dapat mengajukan permohonan beracara secara cuma-cuma dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi (Pasal 237 HIR, 237 RBg). Permohonan perkara secara pro deo akan ditolak oleh pengadilan apabila penggugat ternyata bukan orang yang tidak mampu. 7) Tidak Ada Keharusan Mewakilkan HIR maupun Rbg tidak mengharuskan yang berperkara untuk mewakilkan pengurusan perkara mereka kepada ahli hukum, sehingga pemeriksaan di persidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak yang berkepentingan. Para pihak apabila dalam kenyataannya menghendaki untuk mewakilkan maka boleh diwakilkan pada kuasanya. Pasal 123 ayat (1) HIR menyatakan bahwa apabila dikehendaki, para pihak dapat didampingi atau menunjuk seorang kuasa khusus untuk itu, kecuali apabila pemberi kuasa hadir. 19 4. Pengertian Perkara, Sengketa dan Beracara Perbedaan yang mendasar antara pengertian perkara dan pengertian sengketa. Pengertian perkara adalah lebih luas dari pada pengertian sengketa, sengketa merupakan bagian dari perkara, sedangkan perkara adalah belum tentu sengketa. Pengertian perkara tersimpul dua keadaan yaitu : 1. Adanya perselisihan. Adanya perselisihan artinya ada sesuatu yang menjadi pokok perselisihan, dengan kata lain ada yang disengketakan. Perselisihan atau persengketaan itu tidak dapat diselesaikan oleh pihak sendiri, melainkan memerlukan penyelesaian melalui hakim sebagai instansi yang berwenang dan tidak memihak. Tugas hakim adalah menyelesaikan sengketa dengan adil, yaitu mengadili pihak-pihak yang bersengketa tersebut dalam sidang pengadilan dan kemudian memberikan keputusannya. Tugas hakim tersebut termasuk “Jurisdictio Contentiosa”, yaitu kewenangan mengadili dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan suatu keputusan keadilan dalam suatu sengketa. Hakim dalam menjalankan tugas berdasarkan Jurisdictio Contentiosa harus bersifat bebas, artinya tidak berada di bawah pengaruh atau tekanan dari pihak manapun juga (Frij Justitie, Independent Justice). 20 2. Tidak adanya perselisihan. Tidak ada perselisihan mempunyai arti bahwa tidak ada yang diselisihkan atau tidak ada yang disengketakan, karena yang menjadi objek disini adalah adanya permohonan yang dimintakan oleh pemohon kepada hakim mengenai suatu status dari sesuatu hal. Tugas hakim yang demikian ini termasuk “Jurisdictio Foluntaria”, yaitu suatu kewenangan memeriksa perkara yang tidak bersifat mengadili, melainkan bersifat administratif saja. Hakim dalam hal ini bertugas sebagai petugas administrasi negara untuk melakukan suatu hal. Istilah beracara dalam hukum acara perdata dapat dipakai dalam arti luas dan arti sempit. 1. Arti luas Beracara meliputi segala tindakan hukum yang dilakukan baik di dalam, maupun di luar sidang pengadilan, guna menyelesaikan suatu perkara menurut ketentuan hukum acara perdata. Tindakan hukum tersebut meliputi tindakan persiapan, tindakan beracara sesungguhnya di dalam sidang pengadilan, dan tindakan pelaksanaan keputusan hakim. 2. Arti sempit Beracara adalah meliputi tindakan beracara sesungguhnya di dalam sidang pengadilan yaitu sejak sidang pertama sampai dengan sidang terakhir hakim menjatuhkan putusannya. 21 Tindakan beracara seseungguhnya adalah tindakan mengenai jalannya sidang pengadilan atau pemeriksaan, dari sidang pertama sampai dijatuhkannya putusan hakim. Tindakan pelaksanaan keputusan hakim yaitu tindakan menjalankan keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tindakan pelaksanaan ini apabila diperlukan, dapat memintakan bantuan dari alat negara untuk pengamatannya. B. Gugatan 1. Pengertian Gugatan Tindakan mempertahankan hak menurut hukum itu disebut gugatan, yakni suatu upaya atau tindakan untuk menuntut hak, atau memaksa pihak lain untuk melaksanakan tugas atau kewajibannya, guna memulihkan kerugian yang diderita oleh penggugat melalui putusan pengadilan. Surat gugatan adalah salah satu dari permohonan yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang. Isinya memuat tanggal surat gugatan, nama dan alamat penggugat dan tergugat atau identitas, posita gugatan, petitum gugatan atau hal–hal yang dimintakan oleh penggugat untuk dikabulkan pengadilan, dimaterai secukupnya dan ditanda tangani. Orang yang buta huruf, maka gugatannya akan dibuat atau disuruh buatkan oleh Ketua Pengadilan Negeri sesuai ketentuan Pasal 388 HIR (Herzeine Inlandsch Reglement). 22 Gugatan dalam kehidupan sehari-hari sering juga disebut tuntutan atau dakwaan. Gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang, mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan, serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut. Pihak yang mengajukan gugatan atau tuntutan hak, disebut penggugat atau para penggugat, yakni orang atau badan hukum yang memerlukan atau berkepentingan akan perlindungan hukum dan oleh karenanya ia mengajukan gugatan. Syarat mutlak untuk dapat mengajukan gugatan, adalah adanya kepentingan langsung melekat dari si penggugat, artinya tidak setiap orang yang mempunyai kepentingan dapat mengajukan gugatan, apabila kepentingan itu tidak langsung dan melekat pada dirinya. Orang yang tidak mempunyai kepentingan langsung atau melekat harus mendapat kuasa terlebih dahulu dari orang atau badan hukum yang berkepentingan langsung untuk dapat mengajukan gugatan. Mencegah agar tidak setiap orang asal saja mengajukan gugatan atau tuntutan hak ke pengadilan, yang akan menyulitkan pengadilan untuk memeriksanya, maka hanya kepentingan yang cukup dan layak serta mempunyai dasar hukum sajalah yang dapat diterima sebagai dasar gugatan. Kepentingan yang cukup, berarti bahwa karena peristiwa hukum itu telah timbul kerugian bagi penggugat, apabila 23 dibiarkan akan menimbulkan kerugian lebih besar bagi penggugat, sehingga oleh karenanya perlu diputuskan keadaan itu agar tidak menimbulkan kerugian lebih lanjut. Lawan dari penggugat adalah tergugat. Tergugat dalam bahasa asing disebut gedagde atau dependent yaitu orang atau badan hukum yang terhadapnya diajukan gugatan atau tuntutan hak. Tergugat dapat terdiri dari seorang atau beberapa orang atau satu badan hukum atau beberapa badan hukum atau gabungan orang perorangan dengan badan hukum, maka dalam penyusunan gugatan terhadap tergugat harus penuh kehati-hatian karena bisa jadi tergugatnya tidak tepat. Penggugat atau tergugat dalam praktek peradilan dapat diwakili oleh kuasa. Undang-undang tidak mewajibkan untuk memakai kuasa, juga tidak melarangnya, akan tetapi mengatur tentang pemberian kuasa tersebut. Kuasa berarti wewenang, jadi pemberian kuasa berarti pemberian atau pelimpahan wewenang dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa, untuk mewakili kepentingannya. Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasanya atau wewenangnya kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan. Pemberian dan penerimaaan surat kuasa itu dapat dilakukan dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, dalam bentuk sepucuk surat ataupun lisan. Pemberian surat kuasa dapat dilakukan secara khusus atau secara umum. Surat kuasa khusus berarti hanya menyakngkut satu 24 kepentingan saja, sedangkan surat kuasa umum meliputi segala kepentingan si pemberi kuasa. 2. Bentuk Gugatan Bentuk gugatan dalam HIR diatur ada 2 (dua) bentuk yaitu secara lisan dan tertulis. Gugatan yang secara lisan sesuai ketentuan Pasal 120 HIR, berbunyi : “Bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya”. Syarat formil dalam mengajukan gugatan lisan, yang dimaksud adalah bahwa penggugat tidak dapat membaca dan menulis atau dengan kata lain buta aksara. Cara pengajuan gugatan secara lisan diajukan dengan lisan, kepada Ketua Pengadilan Negeri dan menjelaskan atau menerangkan isi dan maksud gugatan, pengajuan atau pemasukan gugatan secara lisan diajukan sendiri oleh penggugat dan tidak boleh diwakilkan oleh kuasa yang ditunjukknya. Ketua Pengadilan Negeri wajib memberikan pelayanan dalam hal mencatat atau menyuruh catat gugatan yang disampaikan penggugat dan merumuskan sebaik mungkin gugatan itu dalam bentuk tertulis sesuai yang diterangkan penggugat. Gugatan yang diajukan secara tertulis terdapat dalam ketentuan Pasal 118 ayat 1 HIR, yang berbunyi : “Gugatan perdata harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya menurut Pasal 123 kepada Ketua Pengadilan Negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat diamnya, tempat tinggal sebelumnya”. 25 3. Tata Cara Pengajuan Gugatan Hukum acara perdata yang termuat dalam HIR (Herzeine Inlandsch Reglement) dan RBg (Rechtsreglement Buitengewesten) serta peraturan perundang–undangan lainnya tidak menyebutkan tentang syarat–syarat yang harus dipenuhi surat gugatan ini. Putusan Mahkamah Agung tanggal 15 Maret 1972 No. 574 K/SIP/1972 dinyatakan, karena dalam HIR dan RBg tidak ada ketentuan mengenai syarat–syarat tentang isi surat gugatan, maka orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan tersebut, asal cukup memberi gambaran tentang “kejadian material” yang menjadi dasar tuntutan. Selanjutnya dalam putusan Mahkamah Agung tanggal 21 November 1970 No. 492 K/SIP/1970 dinyatakan bahwa gugatan yang tidak sempurna karena tidak menyebutkan dengan jelas apa yang disebut, harus dinyatakan tidak diterima. Pasal 119 HIR (Herzeine Inlandsch Reglement) / 143 Rbg (Rechtsreglement Buitengewesten), ditentukan bahwa Ketua Pengadilan Negeri berwenang untuk memberi nasehat dan bantuan kepada pihak penggugat atau kuasanya dalam membuat dan mengajukan gugatan yang tidak sempurna, yang akan dinyatakan tidak dapat diterima. Tiga hal yang harus diperhatikan dan terdapat dalam surat gugatan apabila penggugat mengajukan surat gugatan kepada Ketua Pengadilan Negeri yaitu : 26 Memberikan kuitansi kepada penggugat. Kemudian surat gugatan itu didaftarkan dalam buku register, diberi nomor perkara. Surat gugatan yang telah didaftarkan itu lalu diteruskan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk ditetapkan pemeriksaan. C. Penyitaan 1. Pengertian Sita atau Penyitaan Penggugat dikabulkan. sangat Penggugat berkepentingan berkepentingan pula bahwa bahwa gugatannya sekiranya gugatannya dikabulkan atau dimenangkan, terjamin haknya atau dapat dijamin bahwa putusannya dapat dilaksanakan. Tergugat selama sidang berjalan kemungkinan mengalihkan harta kekayaannya kepada orang lain, sehingga apabila kemudian gugatan penggugat dikabulkan oleh pengadilan, putusan pengadilan tersebut tidak dapat dilaksanakan, disebabkan tergugat tidak mempunyai harta kekayaan lagi. Undangundang menyediakan upaya demi kepentingan penggugat agar terjamin haknya apabila gugatannya dikabulkan nanti, yaitu dengan penyitaan (arrest; beslag).9 Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda), dan istilah Indonesia beslah tetapi istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang terkandung di dalamnya ialah : 9 Ibid, hlm.89. 27 a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke dalam keadaan penjagaan (to take into custody the property of a defendant), b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official) berdasarkan perintah pengadilan atau hakim, c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut, berupa barang yang disengketakan, tetapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat, dengan jalan menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut, d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita, berlangsung selama proses pemeriksaan, sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan tersebut.10 Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita untuk kepentingan kreditur (penggugat) dibekukan, ini berarti bahwa barang-barang itu disimpan (disconserveer) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijual (Pasal 197 ayat (9), 199 HIR, 212, 214 Rbg), maka dari itu penyitaan ini disebut juga sita jaminan.11 2. Macam – macam Sita Sita jaminan atau penyitaan terdiri dari : 10 11 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 282. Sudikno Mertokusumo, op. cit.,hlm. 83. 28 1) Sita Jaminan Terhadap Barang Miliknya Sendiri Penyitaan ini dilakukan terhadap barang milik kreditur (penggugat) yang dikuasai oleh orang lain. Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin suatu tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon atau kreditur dan berakhir dengan penyerahan barang yang disita. Sita jaminan terhadap miliknya sendiri ini ada dua macam : a) Sita Revindicatoir (Pasal 226 HIR, 260 RBg) Pemilik barang bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain dapat minta, baik secara lisan maupun tertulis kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang yang memegang barang tersebut tinggal, agar barang tersebut disita. Penyitaan ini disebut sita revindicatoir. Pemilik barang bergerak yang barangnya dikuasai oleh orang lain yang dapat mengajukan sita revindicatoir (Pasal 1977 ayat (2), 1751 BW). Orang yang mempunyai hak reklame, yaitu hak daripada penjual barang bergerak untuk minta kembali barangnya apabila harga tidak dibayar, dapat mengajukan permohonan sita revindicatoir (Pasal 1145 BW, 232 WvK). Tuntutan revindicatoir ini dapat dilakukan langsung terhadap orang yang menguasai barang sengketa 29 tanpa minta pembatalan dahulu tentang jual beli dari barang yang dilakukan, oleh orang tersebut dengan pihak lain.12 Objek yang dapat disita secara revindicatoir adalah barang bergerak milik pemohon. Barang tetap tidak dapat disita secara revindicatoir, oleh karena kemungkinan akan dialihkan atau diasingkannya barang tetap tersebut pada umumnya tidak ada atau kecil, disebabkan karena pada umumnya peralihan atau pengasingan barang tetap itu tidak semudah peralihan barang bergerak. Permohonan sita revindicatoir itu pada hakekatnya sudah menilai pokok sengketa, maka permohonan sita revindicatoir itu diajukan kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan dan ia pulalah yang memberi perintah penyitaan dengan surat penetapan. Pengajuan permohonan sita revindicatoir tidak diperlukan adanya dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan (Pasal 227 ayat (1) HIR, 261 ayat (1) Rbg). Dugaan akan digelapkannya barang bergerak tersebut tidak diperlukan, maka wajar kiranya kalau pihak yang berutang tidak perlu didengar. Barang bergerak yang disita harus 12 Ibid, hlm. 91. 30 dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpannya, atau dapat juga barang tersebut disimpan di tempat lain yang patut. Akibat hukum daripada sita revindicatoir ini ialah bahwa pemohon atau penyita barang tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya yang terkena sita dilarang untuk mengasingkannya. Isi dictum putusan apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka sita revindicatoir itu dinyatakan sah dan berharga dan diperintahkan agar barang yang bersangkutan itu diserahkan kepada penggugat, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita revindicatoir yang telah dijalankan itu dinyatakan dicabut. b) Sita Marital (Pasal 190 BW, 823 Rv) Sita marital bukanlah untuk menjamin suatu tagihan uang atau penyerahan barang, melainkan menjamin agar barang yang disita tidak dijual. Fungsi sita marital adalah untuk melindungi hak pemohon selama pemeriksaan sengketa perceraian di pengadilan berlangsung antara pemohon dan lawannya, dengan menyimpan atau membekukan barang-barang yang disita, agar jangan sampai jatuh di tangan pihak ketiga. Sifatnya hanyalah menyimpan, maka sita maritaal ini tidak perlu dinyatakan 31 sah dan berharga apabila dikabulkan. Pernyataan sah dan berharga itu diperlukan untuk memperoleh titel eksekutorial yang mengubah sita jaminan menjadi sita eksekutorial, sehingga putusan dapat dilaksanakan dengan penyerahan atau penjualan barang yang disita. Sita maritaal tidak berakhir dengan penyerahan atau penjualan barang yang disita. Sita maritaal ini dapat dimohonkan kepada Pengadilan Negeri oleh seorang istri, yang tunduk pada BW, selama sengketa perceraiannya diperiksa di pengadilan, terhadap barang-barang yang merupakan kesatuan harta kekayaan, untuk mencegah agar pihak lawannya tidak mengasingkan barang-barang tersebut (Pasal 190 BW, 823 Rv), sehingga yang dapat mengajukan sita maritaal adalah si istri. BW berpendapat bahwa seorang istri dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum. sita marital ini disediakan bagi istri untuk melindungi istri terhadap kekuasaan maritaal suaminya. Seorang istri, sekarang ini di Nederland, dimana cakap melakukan perbuatan hukum, maka sita marital diajukan oleh pihak penggugat dalam sengketa perceraian, jadi bukan hanya oleh istri. Penulis di Nederland, maka dari itu lebih condong menggunakan istilah sita matrimonial daripada sita marital. 32 Objek yang dapat disita secara marital ialah baik barang bergerak dari kesatuan harta kekayaan atau milik istri maupun barang tetap dari kesatuan harta kekayaan (Pasal 823 Rv). HIR tidak mengenal sita marital ini, tetapi seperti yang dapat di lihat di atas, sita maritaal ini diatur dalam Rv. 2) Sita Jaminan Terhadap Barang Milik Debitur (Sita Conservatoir) Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitur (tergugat), dengan diletakannya penyitaan pada barang tersebut berarti barang itu dibekukan dan tidak dapat dialihkan atau dijual. Sita conservatoir ini banyak pula yang tidak sampai berakhir dengan penjualan barang yang disita, karena debitur memenuhi prestasinya sebelum putusan dilaksanakan, sehingga sifat sita jaminan itu lebih merupakan tekanan.13 Yang dapat disita secara conservatoir adalah : a) Barang Bergerak Milik Debitur b) Barang Tetap Milik Debitur 13 Ibid., hlm.93. 33 c) Barang Bergerak Milik Debitur (yang ada di tangan orang lain) D. Conservatoir Beslag 1. Pengertian Conservatoir Beslag 1) Pembakuannya Dalam Bahasa Hukum a) Bisa berupa istilah sita pengukuhan Ketepatan istilah ini dapat dibenarkan sepanjang perkara sengketa hak milik, misalnya dalam persengketaan hak milik atau tanah. persengketaan hak milik atas tanah tujuannya yang hendak dicapai ialah permintaan kepada pengadilan agar penggugat dinyatakan sebagai pemilik tanah yang dikuasai tergugat, masih dianggap tepat conservatoir beslag dalam kasus ini dialihbahasakan dengan perkataan sita pengukuhan. Sebab tujuan gugatan dalam hal ini, diarahkan kepada permintaan kepada pengadilan, agar penggugat dinyatakan dan dikukuhkan sebagai pemilik yang sah. b) Yang paling tepat, ialah istilah sita jaminan Istilah sita jaminan adalah alih bahasa yang paling tepat. Istilah ini secara harfiah maupun dari segi yuridis, lebih mendekati makna conservatoir beslag. Sita yang diletakkan baik terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta kekayaan tergugat, bertujuan untuk memberikan jaminan kepada 34 penggugat, harta yang disengketakan atau harta milik tergugat, tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberi jaminan kepada pihak penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoir atau tidak hampa pada saat putusan dieksekusi (dilaksanakan).14 2) Pengertian Conservatoir Beslag Dari Segi Yuridis Berbicara mengenai pengertian conservatoir beslag atau sita jaminan ditinjau dari segi yuridis, dimaksudkan mencoba memahami makna sita jaminan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Perundang-undangan ketentuan sita jaminan diatur dalam Pasal 227 jo Pasal 197 HIR, atau Pasal 261 jo Pasal 206 Rbg. Ketentuan Pasal 227 HIR atau Pasal 261 Rbg, mencoba diambil makna yang terkandung dalam lembaga sita jaminan seperti yang akan diuraikan dibawah ini : a) Sita sebagai tindakan hukum eksepsional Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Sita jaminan adakalanya telah diletakkan atas harta sengketa atau harta tergugat, sebelum pengadilan memeriksa pokok perkara. Sering juga sita itu dilakukan pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan, sebelum hakim menjatuhkan putusan. Tegasnya, sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah berdasar putusan, tergugat sudah dijatuhi 14 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Bandung, Pustaka, 1990, hlm. 3. 35 hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan tergugat. Itu sebabnya, tindakan penyitaan merupakan tindakan hukum yang eksepsional. Pengabulan sita jaminan (conservatoir beslag), merupakan penerapannya mesti tindakan dilakukan hukum pengecualian, pengadilan dengan yang segala pertimbangan yang hati-hati sekali, tidak boleh diterapkan secara serampangan tanpa alasan yang kuat dan tidak didukung oleh fakta yang mendasar. b) Sita sebagai tindakan perampasan Hakekatnya sita jaminan merupakan perintah perampasan atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat. Perintah perampasan itu, dikeluarkan pengadilan dalam surat penetapan berdasar permohonan tergugat. Perampasan atas harta tergugat tersebut adakalanya : i. Bersifat permanen Sita jaminan bisa bersifat permanen, apabila sita jaminan kelak dilanjutkan dengan perintah penyerahan kepada penggugat berdasar putusan yang telah berkekuatan hukum yang tetap, atau sita jaminan dilanjutkan kelak dengan penjualan lelang melunasi pembayaran hutang tergugat kepada penggugat. 36 ii. Bersifat Temporer Sita jaminan yang diletakkan atas harta sengketa atau harta kekayaan tergugat, dapat dikatakan bersifat temporer, apabila hakim memerintahkan pengangkatan sita. Perintah pengangkatan sita jaminan yang seperti itu terjadi berdasar surat penetapan pada saat proses persidangan mulai berlangsung, dan bisa juga dilakukan hakim sekaligus pada saat menjatuhkan putusan, apabila gugatan penggugat ditolak. 2. Tata Cara Permohonan Conservatoir Beslag 1) Cara Dan Bentuk Permohonan Sita Jaminan a) Permohonan Diajukan Dalam Surat Gugatan Bentuk tata cara pengajuan permohonan conservatoir beslag yang seperti inilah yang sering atau lazim dijumpai. Penggugat mengajukan permohonan conservatoir beslag secara tertulis dalam surat gugatan, sekaligus bersamaan dengan pengajuan gugatan pokok. Pengajuan permohonan conservatoir beslag dalam bentuk ini, tidak dipisahkan dengan dalil gugat atau gugatan pokok. Keduanya bersatu dalam surat gugatan sekaligus. Permohonan conservatoir beslag apabila disatukan bersamaan dengan gugatan, perumusan permohonan conservatoir beslag dalam surat gugatan, biasanya mengikuti pedoman sistematis sebagai berikut : 37 i. Dirumuskan setelah uraian perumusan posita atau dalil gugat ii. Permintaan pernyataan sah dan berharganya biasanya diajukan pada petitum kedua. b) Permohonan Diajukan Secara Terpisah Dari Pokok Perkara Bentuk pengajuan permohonan sita yang kedua, permohonan conservatoir beslag dilakukan penggugat dalam bentuk permohonan tersendiri, terpisah dari gugatan pokok perkara. Bahkan mungkin dan boleh pengajuan permohonan conservatoir beslag tersendiri secara lisan, tetapi bentuk permohonan sita secara lisan jarang terjadi dalam praktek. Kelangkaan praktek bukan berarti melenyapkan hak penggugat untuk mengajukan permohonan sita secara lisan. 2) Tenggang Waktu Penyitaan Pengajuan permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) menurut ketentuan undang-undang, dapat dilakukan : a) Selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum berkekuatan hukum tetap b) Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang Pengadilan negeri sampai putusan dijatuhkan c) Atau selama putusan belum dapat dieksekusi 38 d) Atau selama putusan belum dilaksanakan (dieksekusi), masih terbuka hak dan kesempatan penggugat mengajukan permohonan conservatoir beslag. 3) Instansi Yang Berwenang Memeriahkan Conservatoir Beslag a) Pendapat pertama, mutlak menjadi kewenangan Pengadilan Negeri b) Pendapat kedua, Pengadilan tinggi berwenang memerintahkan conservatoir beslag 4) Apabila conservatoir beslag dibutuhkan di tingkat banding, permohonannya tetap diajukan ke Pengadilan Negeri bukan ke Pengadilan Tinggi.15 3. Alasan Conservatoir Beslag Masyarakat sering tidak cermat mempedomani alasan conservatoir beslag yang ditentukan undang–undang. Penggugat mengajukan permohonan sita, permohonan itu langsung dikabulkan, tanpa menguji pengabulan tersebut dengan alasan yang dibenarkan hokum, itu sebabnya sering terjadi peletakkan conservatoir beslag yang kurang tepat, dan ditinjau dari segi hukum tidak dapat dipertanggungjawabkan. Alasan conservatoir beslag yang dimaksud adalah sebagai berikut : - Ada persangkaan yang beralasan; - Tergugat akan menggelapkan barang–barangnya; 15 Ibid, hal. 33. 39 - Dengan maksud menjauhkan barang–barang itu dari kepentingan penggugat; - Sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap. 4. Tujuan Conservatoir Beslag 1) Agar gugatan tidak illusoir Tujuan utama penyitaan, agar barang harta kekayaan tergugat: a) Tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau penghibahan, dan sebagainya. b) Tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga. c) Merupakan upaya hukum bagi penggugat untuk menjamin dan melindungi kepentingannya atas keutuhan dan keberadaan harta kekayaannya tergugat sampai putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. d) Upaya itu bermaksud untuk menghindari tindakan itikad buruk (bad faith) tergugat dengan berusaha melepaskan diri memenuhi tanggung jawab perdata (civil liability) yang mesti dipikulnya atas PMH atau wanprestasi yang dilakukannya. e) Dengan adanya penyitaan melalui perintah pengadilan, secara hukum harta kekayaannya tergugat berada dan ditempatkan dibawah penjagaan dan pengawasan pengadilan, sampai ada perintah pengangkatan atau pencabutan sita. 40 f) Apabila penyitaan telah diumumkan melalui pendaftaran pada buku register kantor yang berwenang untuk itu sesuai dengan Pasal 198 HIR dan Pasal 213 RBg. 2) Objek Eksekusi Sudah Pasti Permohonan sita saat dilakukan, penggugat harus menjelaskan dan menunjukkan identitas barang yang hendak disita. Menjelaskan letak, jenis, ukuran, dan batas–batasnya. Permohonan sita tersebut dalam pengadilan melalui juru sita memeriksa dan meneliti kebenaran identitas barang pada saat penyitaan dilakukan. Bertitik tolak dari permohonan dan pelaksanaan sita, sejak semula sudah diketahui dan pasti objek barang yang disita, apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap hal ini langsung memberi kepastian atas objek eksekusi. E. Putusan Hakim 1. Pengertian Putusan Hakim setelah mengetahui duduk perkara yang sebenarnya, maka pemeriksaan terhadap perkara dinyatakan selesai, kemudian dijatuhkan putusan. Putusan pengadilan merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh pihak–pihak yang berperkara untuk menyelesaikan perkara mereka dengan sebaik–baiknya. Pihak–pihak yang berperkara dengan putusan pengadilan tersebut, mengharapkan adanya kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. 41 Tujuan suatu proses di muka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap, artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat diubah lagi. Hubungan antara kedua pihak yang berperkara dengan adanya putusan ini, ditetapkan untuk selama–lamanya dengan maksud supaya apabila tidak ditaati secara sukarela maka dipaksakan dengan bantuan alat–alat negara.16 2. Isi Putusan Putusan pengadilan dilihat dari segi wujudnya, dalam perkara perdata terdiri dari empat bagian yaitu : 1) Kepala Putusan 2) Identitas para pihak 3) Pertimbangan 4) Amar 3. Jenis – jenis Putusan Putusan pengadilan menurut hukum acara perdata dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu : 1) Putusan Sela (antara) Beberapa macam putusan sela, yaitu : a) Putusan praeparatoir, adalah putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir. 16 R. Subekti, Hukum Acara Perdata, Bandung, Penerbit Bina Cipta, 1989, hal. 124. 42 b) Putusan interlocutoir, adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, karena putusan ini menyangkut masalah pembuktian maka putusan interlocutoir dapat mempengaruhi putusan akhir. c) Putusan incidentiil, adalah putusan yang berhubungan dengan insiden, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. d) Putusan provisionil, adalah putusan yang menjawab tuntutan provisi atas permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak atau kedua pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. 2) Putusan Akhir Putusan akhir menurut sifat amarnya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: a) Putusan Condemnatoir, adalah putusan yang bersifat menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. b) Putusan Constitutif, adalah putusan yang bersifat meniadakan atau menciptakan hubungan suatu keadaan perkawinan, hukum, pengangkatan misalnya wali, pemutusan pemberian pengampunan, pemutusan perjanjian dan sebagainya. c) Putusan Declaratoir, adalah putusan yang isinya bersifat menerangkan atau menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum. Putusan akhir dalam suatu perkara dapat berupa : 43 a). Niet onvankelijk verklaart, yakni putusan pengadilan yang menyatakan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima. b). Tidak berwenang mengadili Suatu gugatan yang diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang, baik menyangkut kompetensi absolut maupun kompetensi relatif, akan diputus oleh pengadilan tersebut dengan menyatakan dirinya tidak mengadili gugatan itu. Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima. c). Gugatan dikabulkan Gugatan yang dapat dibuktikan kebenarannya di pengadilan akan dikabulkan seluruhnya atau sebagian. d). Gugatan ditolak Setiap gugatan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya di pengadilan, maka gugatan tersebut akan ditolak, penolakan dari pengadilan tersebut dapat untuk seluruhnya atau hanya sebagian. 3) Beberapa jenis putusan yang lain : a) Putusan verstek Suatu putusan yang dijatuhkan apabila tergugat setelah dipanggil secara sah tidak hadir di persidangan atau tidak menyuruh diwakili oleh kuasanya dan tidak ada pemberitahuannya kepada pengadilan, bahwa ia tidak dapat 44 menghadiri persidangan, karena suatu alasan yang dibenarkan oleh undang–undang. b) Putusan perdamaian Selama persidangan berlangsung, kedua belah pihak yang berperkara dapat berdamai, baik atas anjuran hakim ataupun atas kehendak para pihak. c) Putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (uitverbaar bij vooraad). 4. Kekuatan Putusan Putusan pengadilan dalam perkara perdata mempunyai tiga macam kekuatan yaitu kekuatan mengikat, kekuatan pembuktian dan kekuatan eksekutorial. 1) Kekuatan Mengikat Putusan pengadilan dimaksudkan untuk menyelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Putusan pengadilan atau akta otentik yang menetapkan hak itu diperlukan untuk dapat merealisir atau melaksanakan suatu hak secara paksa. 2) Kekuatan Pembuktian Putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat digunakan sebagai alat bukti oleh pihak yang berperkara, sepanjang mengenai perkara yang telah ditetapkan itu, karena putusan pengadilan merupakan pembentukan hukum in konkreto. 45 Kekuatan bukti yang sempurna tersebut berlaku bagi para pihak maupun pihak ketiga. 3) Kekuatan Eksekutorial Putusan hakim mempunyai kekuatan eksekutorial, maksudnya mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan secara paksa terhadap pihak yang tidak melaksanakan putusan tersebut secara suka rela. 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan Metode penelitian ini menggunakan metode pendekatan hukum secara yuridis normatif yaitu pendekatan dengan konsep legis positivistis di mana konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat negara yang berwenang, selain itu konsep ini juga melihat hukum sebagai sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan nyata di mana hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan masyarakat itu sendiri.17 Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 268/Pdt.G/2006/PN.DPS merupakan hukum yang akan dianalisis dengan norma-norma dan teori-teori hukum, terlepas dari faktor sosial. B. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu dengan menggambarkan secara jelas obyek yang menjadi permasalahan. Obyek penelitian ini adalah Putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 268/Pdt.G/2006/PN.DPS 17 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1998, hlm.11-14. 47 C. Sumber Data Sumber data dari penelitian ini adalah data sekunder yang berupa peraturan perundang–undangan, dokumen resmi, dan buku–buku literatur yang berhubungan dengan obyek penelitian. Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke dalam 2 (dua) bagian yaitu : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan–bahan hukum yang bersifat mengikat, terdiri dari : 1) . Putusan No. 268/Pdt.G/2006/PN.DPS. 2) . Herzeine Inlandsch Reglement (HIR) 3) . Rechtsreglement Buitengewesten (RBg) 4) .Undang–Undang No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 5) .Kitab Undang–Undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wetboek (BW) b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan–bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, meliputi hasil–hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, buku–buku literatur, karya ilmiah dari para sarjana, artikel ilmiah baik dari koran ataupun internet dan dokumen resmi yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang diteliti. D. Metode Pengumpulan Data a. Data Primer diperoleh dengan cara studi pustaka terhadap Putusan Nomor 268/PDT.G/2006/PN.DPS. 48 b. Data Sekunder diperoleh dengan melakukan inventarisir terhadap putusan pengadilan, peraturan perundang-undangan, asas hukum, yurisprudensi, buku-buku literatur, karya ilmiah sarjana dan dokumendokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti, untuk selanjutnya dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh. E. Metode Penyajian Data Bahan yang diperoleh akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk uraian yang disusun secara sistematis, yang didahului dengan latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan diteruskan dengan analisa data dan hasil pembahasan serta diakhiri dengan simpulan. F. Metode Analisa Data Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan metode normatif kualitatif yaitu dengan menjabarkan data yang telah diperoleh berdasarkan norma – norma hukum atau kaidah yang relevan dengan pokok permasalahan. 49 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data sebagai acuan pokok yaitu Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps dalam perkara antara MARK PATRIK BACON sebagai Penggugat melawan SARI SORAYA GATTENIO dan ELLI GATTENIO sebagai Para Tergugat. 1. Duduk Perkara Penggugat yang berkewarganegaraan Inggris telah menyewa sebidang (secutak) tanah dari Tergugat I, yaitu sebidang tanah seluas 8 (delapan) are dengan surat Pajak Bumi dan Nomor SPPT (Nop) 51.03.010.005.004.0068.0 Letak objek pajak SB Seminyak RT/RW Seminyak Kuta Kabupaten Badung. Dengan batas–batas sebagai berikut : Utara : Gang Timur : Villa milik Pak Patrik Selatan : Jln. Drupadai II Gang Mertasari Barat : Tanah Kosong 50 Sewa menyewa atas tanah sengketa tersebut antara Penggugat dengan Tergugat I tertuang dalam Perjanjian Sewa Menyewa tertanggal 16 Agustus 2003, sewa menyewa ini berlaku untuk jangka waktu 25 (dua puluh lima) tahun, terhitung mulai tanggal 16 Agustus 2003 sampai tanggal 16 Agustus 2028. Penggugat menyetujui pembangunan bangunan/vila di atas Tanah Sengketa dilakukan oleh Tergugat II. Pembangunan bangunan/vila tersebut disepakati secara lisan oleh Penggugat dan para Tergugat dengan harga berkisar antara Rp 400.000.000,- sampai Rp 450.000.000,- tergantung finishing dan tentang harga ini kemudian dikonfirmasikan kembali oleh Tergugat II melalui email tanggal 23 November 2003. Bulan Juli 2004 bangunan/vila tersebut telah selesai dan Penggugat telah melakukan „pemelaspasan‟ atas bangunan/vila tersebut menurut agama Hindu, untuk „pemelaspasan‟ ini Penggugat telah mengeluarkan uang sejumlah Rp 2.000.000,-. Penggugat juga telah melengkapi bangunan tersebut dengan sebuah televisi dan „pool table‟ seharga Rp 6.000.000,-. Bangunan/vila tersebut dengan segala perlengkapannya adalah sah milik Penggugat. Bangunan/vila yang berdiri di atas tanah sengketa tersebut beserta segala yang melekat pada bangunan/vila tersebut disebut Bangunan Sengketa. Bangunan sengketa setelah selesai dan telah pula dipelaspas, para Tergugat tetap menguasai dan memanfaatkan tanah sengketa dan 51 bangunan sengketa serta tidak mau menyerahkan tanah sengketa dan bangunan sengketa tersebut kepada Penggugat dengan berbagai alasan walaupun telah berkali–kali diminta oleh Penggugat. Para Tergugat tanpa persetujuan Penggugat telah menyewakan tanah sengketa dan bangunan sengketa kepada penyewa pihak ketiga baik secara harian maupun secara. Vila yang diberi nama “Villa Lily” oleh para Tergugat sedang disewakan kepada orang berkebangsaan Perancis bernama Bruno, untuk kurun waktu selama 2 tahun. Para Tergugat disini terlihat jelas menguasai tanah sengketa dan bangunan sengketa tanpa hak dan melawan hukum menyewakan bangunan sengketa kepada pihak lain (penyewa). Tindakan para Tergugat ini telah menyebabkan Penggugat menderita kerugian yang sangat besar, karena Penggugat tidak dapat memanfaatkan tanah sengketa dan bangunan sengketa untuk dipakai sendiri sebagaimana tujuan Penggugat menyewa tanah sengketa dan mendirikan bangunan sengketa tersebut. Penggugat mendapatkan Surat Perjanjian antara Tergugat I dengan Pemilik Tanah Asli (Ni Nengah Rawa dan I Nyoman Sunia), di mana perjanjian ini dibuat pada tanggal dan hari yang sama (16 Agustus 2003) namun dengan jumlah uang sewa yang sangat berbeda yaitu hanya sebesar Rp 280.000.000,- untuk 14 hari atau hanya sebesar Rp 160.000.000,- untuk 8 hari. Penggugat melihat kenyataan ini menambah ketidakpercayaannya atas kejujuran para Tergugat, sebab nyata-nyata para Tergugat telah melakukan mark-up sekitar 275 52 persen atas harga sewa tanah, padahal sebelumnya para Tergugat telah meyakinkan Penggugat bahkan bersumpah bahwa harga sewa tanah tidak di mark-up, sehingga Penggugat rela dikenakan tambahan komisi sebesar 5 persen sebagai jasa penghubung dengan pemilik tanah. Penggugat merasa ditipu dengan adanya kejadian ini, dan untuk itu Penggugat melaporkan para Tergugat ke Poltabes Denpasar karena melakukan PENIPUAN dan PENGGELAPAN, dan dari pengalaman ini Penggugat sama sekali tidak mempercayai laporan keuangan yang dibuat secara sepihak oleh para Tergugat, walaupun disertai dengan bukti-bukti pengeluaran berupa kuitansi-kuitansi. Tanah sengketa dan bangunan sengketa sudah sepatutnya diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag), untuk menghindari tindakan-tindakan para Tergugat lebih jauh atas tanah sengketa dan bangunan sengketa, serta untuk menghindari kerugian Penggugat yang lebih besar lagi. Kerugian Penggugat dapat diminimalisasi, sudah sepatutnya putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi. 2. Petitum Gugatan a. Mengabulkan Gugatan Penggugat seluruhnya; b. Menyatakan sewa menyewa atas Tanah Sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I adalah sah; c. Menyatakan bangunan/vila sengketa adalah sah milik Penggugat; 53 d. Menyatakan para Tergugat menguasai Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa secara tidak sah dan melawan hukum; e. Menyatakan Tergugat secara tidak sah dan melawan hukum dan menyewakan Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa kepada pihak–pihak lain, yang mengakibatkan kerugian baik materiil maupun immateriil kepada Penggugat sebesar Rp 2.625.000.000,-; f. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak daripadanya, menyerahkan Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa kepada Penggugat; g. Menghukum para Tergugat membayar ganti kerugian kepada Penggugat sebesar Rp 2.625.000.000,-; h. Menghukum para Tergugat membayar uang paksa sejumlah Rp 1.000.000,- per hari atas keterlambatan para Tergugat menyerahkan Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa terhitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap sampai dengan para Tergugat membayar uang ganti kerugian dan menyerahkan Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa kepada penggugat; i. Menyatakan sita jaminan (conservatoir beslag) atas Tanah Sengketa dan Bangunan Sengketa adalah sah dan berharga; j. Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu (uitvoerbaar bij voorraad) meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi; 54 k. Menghukum para Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini; 3. Jawaban Tergugat Tergugat menolak semua dalil–dalil gugatan dari Penggugat, setelah mencermati posita Penggugat. Dalil Penggugat huruf a dan b yang mengatakan kalau Penggugat telah membayar lunas uang sewa tanah adalah omong kosong alias bohong besar, karena Penggugat belum melunasi uang sewa yang kedua. Penggugat di sini telah melakukan wanprestasi yaitu tidak membayar uang sewa yang kedua, sehingga perjanjian sewa menyewa antara Penggugat dan Tergugat I terhadap tanah seluas 8 are yang di atasnya berdiri sebuah vila sudah selayaknya batal demi hukum dan Tergugat mohon kepada ketua majelis hakim untuk membatalkan perjanjian sewa menyewa antara Penggugat dan Tergugat I tersebut. Para Tergugat dapat membuktikan kalau Penggugat belum membayar uang sewa kedua sebesar Rp 220.000.000,- kepada Tergugat yaitu berdasarkan bukti email dari Penggugat yang mengatakan tidak bisa memenuhi pembayaran uang sewa kedua kepada Tergugat I. Bukti kedua yaitu pada tanggal 20 Agustus 2004 salah satu dari kuasa hukum Tergugat pernah membuat surat somasi yang ditujukan kepada Penggugat untuk membayar sisa uang sewa kedua, namun tidak juga terbayar sampai sekarang. 55 Dalil gugatan Penggugat huruf c dan d yang menyatakan kalau pembangunan vila adalah atas tawaran dari Tergugat II adalah sama sekali tidak benar. Penggugat tahu kalau Tergugat II banyak membangun vila dan juga melihat hasil pembangunan yang pernah dibuat oleh Tergugat II sehingga Penggugat tertarik untuk menggunakan jasa Tergugat II untuk membangun vila yang diinginkan oleh Penggugat, Penggugat yang menunjuk langsung Tergugat II untuk membangun vila. Dalil Penggugat huruf f yang menyatakan Penggugat tidak bisa menguasai dan memanfaatkan Tanah Sengketa karena tetap dikuasai oleh para Tergugat dan tidak mau menyerahkan kepada Tergugat dengan berbagai alasan adalah suatu hal yang sangat wajar dan lumrah karena Penggugat belum membayar sewa tanah yang kedua (wanprestasi). Gugatan Penggugat yang pada pokoknya mempermasalahkan tentang sewa tanah, namun dalam petitumnya meminta tanah tersebut disita karena tanah tersebut bukanlah milik Penggugat maupun para Tergugat, hal ini sangat tidak wajar, kecuali kalau permintaan Penggugat adalah untuk mengosongkan tanah yang disewa. Permohonan ini amat berlebihan dan sepantasnya untuk ditolak. 4. Alat Bukti 1. Surat a. Pihak Penggugat 56 - Surat Perjanjian antara Tergugat I dengan Pemilik Tanah Asli (Ni Nengah Rawa dan I Nyoman Sunia); - Laporan keuangan yang dibuat secara sepihak oleh para Tergugat; - Bukti-bukti pengeluaran berupa kuitansi-kuitansi; b. Pihak Tergugat Kuitansi-kuitansi pengeluaran pengerjaan/pemborongan bangunan vila; 2. Saksi a. Pihak Penggugat - Ni Nengah Rawa dan I Nyoman Sunia sebagai Pemilik Tanah Asli; - Bruno, warga negara Perancis, penyewa vila untuk kurun waktu selama 2 tahun; b. Pihak Tergugat - Komang Sudiartini : Bahwa benar saksi kenal dengan Penggugat dan para Tergugat tetapi tidak ada hubungan keluarga; ... dst. - Saksi Suyitno : Bahwa benar saksi kenal dengan Penggugat dan para Tergugat; ... dst. 57 5. Pertimbangan Hukum Hakim Dalil pokok Penggugat adalah tentang perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan oleh para Tergugat. Penggugat melihat di sini, para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Bangunan vila milik Penggugat yang tanahnya disewa dari Tergugat I, sedangkan penggarapan bangunan/vilanya dilakukan oleh Tergugat II yang tidak lain adalah suami Tergugat I. Penggarapan bangunan/vilanya telah selesai pada bulan Juli 2004, akan tetapi secara fisik para Tergugat tidak mau menyerahkan vila tersebut pada Penggugat. Para Tergugat tetap menguasai vila tersebut dan bahkan menyewakannya pada pihak lain tanpa seizin Penggugat, sehingga Penggugat tidak bisa menguasai dan memanfaatkan bangunan vila tersebut dan akibat perbuatan tersebut Penggugat mengalami kerugian. Para Tergugat dalam jawabannya pada pokoknya membantah telah melakukan perbuatan melawan hukum. Para Tergugat tidak mau menyerahkan dan tetap menguasai bangunan vila tersebut, menurut mereka sangat wajar karena Penggugat belum membayar sewa tanah yang kedua (wanprestasi) dan juga belum melaksanakan pembayaran uang pembangunan yang telah dikeluarkan oleh para Tergugat I dan Tergugat II. Penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya tersebut telah mengajukan bukti-bukti surat yaitu bukti P-1 sampai dengan P-9. Para Tergugat untuk menguatkan dalil jawabannya juga telah mengajukan 58 bukti-bukti surat yaitu bukti (T1–T2) No. 1 sampai dengan (T1–T2) No. 11 dan juga saksi-saksi sebagaimana telah diuraikan dalam duduknya perkara tersebut di atas. Dalil gugatan Penggugat diakui dan secara tegas tidak dibantah atau tidak ditanggapi oleh para Tergugat. Fakta-fakta hukum tersebut di atas setelah dicermati maka hubungan hukum yang terjadi antara Penggugat dengan para Tergugat adalah hubungan hukum sewa menyewa tanah dan hubungan pengerjaan/pemborongan bangunan yang dibangun di atas tanah sewa tersebut di mana tergugat I yang menyewakan tanah pada Penggugat sedangkan bangunan/vila di atas tanah tersebut dikerjakan oleh Tergugat II yang tidak lain adalah suami Tergugat I. Hubungan hukum antara Penggugat dengan Tergugat I yang memiliki perjanjian secara tertulis hanya hubungan hukum sewa tanah dan perjanjian tidak dibantah oleh para Tergugat sehingga telah ditetapkan sebagai fakta. Hubungan hukum pengerjaan bangunan atau pemborongan bangunan di atas tanah tersebut antara Penggugat dengan Tergugat II (suami Tergugat I) tidak ada perjanjian secara tertulis, telah diakui sebagaimana telah ditetapkan sebagai fakta hukum tersebut di atas adalah kesepakatan secara lisan. Bukti-bukti yang pengerjaan/pemborongan ada bangunan sehubungan tersebut kesepakatan adalah berupa pembicaraan melalui email antara Penggugat dengan Tergugat. Pelaksanaan hubungan bisnis dalam pengerjaan bangunan/vila tersebut 59 dan dalam melaksanakan kewajiban serta mengklaim hak-haknya, sesuai dengan Pasal 1338 KUHPerdata, kesepakatan tersebutlah yang dipakai untuk menjadi landasan oleh pihak Penggugat dan Tergugat II (para Tergugat). Pertimbangan-pertimbangan tersebut telah terbukti fakta hukum bahwa dalam hubungan hukum/hubungan bisnis antara Penggugat dan Tergugat, pihak Penggugat telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan baik dalam perjanjian tertulis tentang sewa tanah maupun dalam perjanjian lisan tentang pengerjaan bangunan/vila tersebut yaitu dengan melakukan pembayaran sejumlah yang mereka telah perjanjikan. Para Tergugat setelah melaksanakan kewajiban menyelesaikan bangunan/vila tersebut juga harus memenuhi kewajiban hukum berikutnya, yaitu setelah bangunan selesai dan setelah dilakukan pemelaspasan secara agama Hindu oleh Penggugat yang merupakan bentuk penyerahan secara simbolis, maka haruslah disertai penyerahan secara fisik atas tanah dan bangunan/vila tersebut dan para Tergugat kepada Penggugat. Faktanya sampai sekarang tanah dan berikut bangunan/vila yang ada di atasnya masih dikuasai oleh para Tergugat dan secara fisik belum pernah diserahkan pada Penggugat dan bahkan para Tergugat tidak membantah bahwa tanpa seijin Penggugat vila tersebut telah disewakan kepada pihak lain, sehingga berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut telah terbukti para Tergugat melakukan perbuatan melawan 60 hukum sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat dalam gugatannya. Dalil Penggugat dalam Petitum Gugatan huruf b, c, d dan f dengan demikian dapat dikabulkan, mengenai Petitum Gugatan huruf e dan g akan dipertimbangkan sebagai berikut, para Tergugat tidak membantah bahwa mereka telah menyewakan bangunan/vila milik Penggugat pada orang lain (pihak ketiga) tanpa seizin Penggugat sehingga tentang hal tersebut telah ditetapkan sebagai fakta hukum dan fakta hukum tersebut merupakan bagian dari perbuatan melawan hukum yang telah terbukti dilakukan oleh para Tergugat sebagaimana telah dipertimbangkan tersebut di atas, sehingga tentang pernyataan mengenai perbuatan melawan hukum tersebut sudah cukup sekaligus dinyatakan sebagaimana yang telah dikabulkan dalam Petitum huruf d sehingga Petitum Gugatan huruf e adalah berlebihan. Uang paksa sebagaimana yang dimohonkan Penggugat dalam Petitum huruf h, sepanjang dapat dilakukan eksekusi riil terhadap suatu putusan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka tuntutan mengenai dwangsom tidak relevan untuk dikabulkan. Petitum huruf h dinyatakan tidak dapat diterima. Petitum huruf i tentang Sita Jaminan (Conservatoir Beslag), sesuai dengan Penetapan No. 268/Pdt.G/2006/PN.Dps tertanggal 13 November 2006, terhadap tanah dan bangunan objek sengketa telah diletakkan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) dan sesuai dengan Berita Acara Pelaksanaan Sita Jaminan, sita tersebut telah 61 dilaksanakan pada tanggal 13 Desember 2006. Sita jaminan tersebut harus dinyatakan sah dan berharga, setelah gugatan Penggugat dikabulkan, sehingga Petitum Gugatan huruf i dapat dikabulkan. Petitum huruf j tentang putusan yang dapat dijalankan terlebih dahulu (Uitvoerbaar bij Voorraad), menurut majelis tidak terpenuhi adanya syarat-syarat sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 191 Ayat (1) Rbg, oleh karena itu petitum huruf j tersebut dinyatakan tidak dapat diterima. 6. Amar Putusan 1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian; 2. Menyatakan sewa menyewa atas tanah sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I adalah sah; 3. Menyatakan bangunan villa sengketa adalah sah milik Penggugat; 4. Menyatakan perbuatan para Tergugat menguasai tanah dan bangunan sengketa serta menyewakan bangunan sengketa tersebut kepada pihak lain adalah merupakan perbuatan melawan hukum; 5. Menghukum para Tergugat atau siapa saja yang mendapat hak daripadanya, menyerahkan tanah dan bangunan sengketa kepada Penggugat dalam keadaan lasia; 6. Menyatakan sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah dan bangunan sengketa adalah sah dan berharga; 7. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara sebesar Rp 1.229.000,-; 62 8. Menyatakan gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya tidak dapat diterima; B. Pembahasan Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam mengkualifisir permohonan sita jaminan (conservatoir beslag) dan menyatakan sah dan berharga pada putusan nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps Conservatoir beslag atau sita jaminan ditinjau dari segi yuridis, dimaksudkan mencoba memahami makna sita jaminan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Sita jaminan merupakan tindakan hukum yang diambil pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. Sita jaminan adakalanya telah diletakkan atas harta sengketa atau harta tergugat, sebelum pengadilan memeriksa pokok perkara. Sita jaminan sering juga dilakukan pada saat proses pemeriksaan perkara sedang berjalan, sebelum hakim menjatuhkan putusan. Tegasnya, sebelum pengadilan menyatakan pihak tergugat bersalah berdasar putusan, tergugat sudah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atau harta kekayaan tergugat, itulah sebabnya tindakan penyitaan merupakan tindakan hukum yang eksepsional. Pengabulan sita jaminan (conservatoir beslag), merupakan tindakan hukum pengecualian, yang penerapannya seharusnya dilakukan pengadilan dengan segala pertimbangan yang hatihati sekali. Pengabulan sita jaminan (conservatoir beslag) tidak boleh 63 diterapkan secara tidak bijaksana tanpa alasan yang kuat, yang tidak didukung oleh fakta yang mendasar. Pengajuan conservatoir beslag pada praktek peradilan yang sesuai dengan ketentuan undang-undang memiliki dua cara, yaitu : 1. Permohonan diajukan dalam surat gugatan. Bentuk tata cara pengajuan permohonan conservatoir beslag yang seperti ini yang sering dijumpai dalam praktek. Penggugat mengajukan permohonan conservatoir beslag secara tertulis dalam surat gugatan, sekaligus mengajukan dengan pengajuan gugatan pokok kepada Ketua Pengadilan Negeri. Dalam bentuk ini keduanya bersatu antara gugatan pokok dengan permohonan conservatoir beslag dan tidak terpisah. 2. Permohonan conservatoir beslag diajukan secara terpisah dari surat gugatan. Bentuk pengajuan permohonan conservatoir beslag yang kedua ini, diajukan penggugat dalam permohonan tersendiri, terpisah dari gugatan dan dilakukan setelah pemeriksaan perkara berjalan maka dalam permohonan harus diajukan kepada Ketua Majelis Hakim Pemeriksa Perkara. Pengajuan conservatoir beslag menurut ketentuan undang-undang, waktu pengajuannya dapat dilakukan : 1. Selama putusan belum dijatuhkan atau selama putusan belum berkekuatan hukum tetap. 64 2. Sejak mulai berlangsung pemeriksaan perkara di sidang pengadilan negeri sampai putusan dijatuhkan. 3. Atau selama putusan belum dieksekusi. Berdasarkan hasil penelitian pada posita/fundamentum petendi huruf h dan pada petitum/tuntutan penggugat huruf i. Permohonan conservatoir beslag apabila dikaitkan dengan ketentuan yang mengatur tentang cara dan tenggang waktu pengajuan conservatoir beslag sudah benar. Permohonan conservatoir beslag diajukan dalam surat gugatan sebelum putusan dijatuhkan. Pengajuan permohonan conservatoir beslag oleh pihak yang berkepentingan harus bedasarkan alasan-alasan yang dibenarkan oleh undang-undang, yaitu alasan-alasan menurut pasal 227 HIR, antara lain : 1. Ada persangkaan yang beralasan. 2. Tergugat akan menggelapkan barang-barangnya. 3. Dengan maksud menjauhkan barang-barang kepentingan penggugat. 4. Sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap. itu dari Semua unsur-unsur alasan itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisah antara yang satu dengan yang lain. 1. Ada persangkaan yang beralasan dan Tergugat akan menggelapkan barang-barangnya. Hakim yang berhak dan berwenang menentukan penilaian persangkaan, bukan Penggugat. Penggugat berhak mengajukan fakta-fakta tentang adanya dugaan atau persangkaan berupa 65 petunjuk-petunjuk penggelapan yang hendak dilakukan Tergugat atas harta terperkara atau harta kekayaannya, penilaiannya tergantung pada pendapat dan pertimbangan hukum. Hakim jangan mudah terpengaruh atas fakta dan petunjuk yang dikemukakan Penggugat, sebelum menemukan fakta dan petunjuk yang kuat. Sikap dan pendekatan penerapan penilaian persangkaan yang tepat sebagai unsur alasan pengabulan sita jaminan, sedapat mungkin lebih mengarah kepada pendekatan penilaian yang bersifat materil. Sikap dan pendekatan yang mengarah kepada penilaian materiillah yang wajar mensejajari pembenaran sifat eksepsional sita jaminan.18 Menurut Yahya Harahap ada tiga batasan minimal yang dianggap bernilai untuk mensahkan alasan persangkaan, apabila ketiga batasan tersebut dihubungkan dengan perkara nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps maka dapat ditemukan fakta-fakta sebagai berikut : 1. Ada fakta yang mendukung persangkaan. Dari posita/fundamentum petendi huruf e bahwa para Tergugat tanpa persetujuan Penggugat telah menyewakan tanah sengketa dan bangunan sengketa kepada penyewa pihak ketiga baik secara harian maupun bulanan. Vila yang diberi nama 18 M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag, Bandung, Pustaka, 1990, hlm. 35-36. 66 “Villa Lily” dalam kurun waktu 2 tahun telah disewakan kepada orang berkebangsaan Perancis bernama Bruno. 2. Ada petunjuk yang membenarkan persangkaan. Dari posita/fundamentum petendi huruf e bahwa para Tergugat tetap menguasai, memanfaatkan tanah sengketa dan bangunan sengketa serta tidak mau menyerahkan tanah sengketa dan bangunan sengketa tersebut kepada Penggugat dengan berbagai alasan. 3. Fakta atau petunjuk itu harus masuk akal.19 Batas minimal atau persangkaan, bertujuan untuk membatasi kewenangan hakim secara yuridis atau pengabulan conservatoir beslag. Persangkaan yang harus diwujudkan dan diketemukan hakim ditinjau dari segi yuridis adalah persangkaan yang benar-benar didukung oleh fakta atau petunjuk-petunjuk agar alasan pengabulan conservatoir beslag tidak didasarkan pada penilaian subjektif. Hakim membebankan kepada penggugat untuk mendapatkan fakta dan petunjuk-petunjuk,. Penggugat wajib mengajukan fakta dan petunjuk-petunjuk tentang adanya persangkaan itu. Penggugat atau pemohon conservatoir beslag atau sita jaminan yang tidak mampu mengajukan fakta atau petunjukpetunjuk tentang adanya kehendak dan maksud tergugat untuk 19 Ibid, hlm. 36. 67 menggelapkan harta terperkara atau harta kekayaannya, berarti belum memenuhi alasan. Hakim harus tegas untuk menolak permohonan sita yang belum memenuhi syarat alasan yang sah. Para tergugat secara tidak sah dan melawan hukum telah menyewakan tanah sengketa dan bangunan sengketa kepada pihakpihak lain yang mengakibatkan kerugian baik materiil maupun immateriil kepada penggugat, cukup alasan untuk diajukan permohonan conservatoir beslag. Penggugat meminta objek sengketa yang berada di tangan tergugat tersebut untuk diserahkan kepada penggugat. Penggugat yang terpenting dapat menunjukkan fakta-fakta tentang status hak kepemilikannya atas tanah dan bangunan yang disengketakan tersebut sehingga cukup alasan untuk mengabulkannya. 2. Dengan maksud menjauhkan barang-barang itu dari kepentingan penggugat Posita/fundamentum petendi huruf e dapat dijelaskan bahwa perbuatan para Tergugat merupakan perbuatan melawan hukum yaitu tetap menguasai dan memanfaatkan tanah sengketa dan bangunan sengketa serta tidak mau menyerahkan tanah sengketa dan bangunan sengketa tersebut kepada Penggugat dengan berbagai alasan. Pertimbangan hukum dalam hal ini telah ditetapkan sebagai fakta hukum yang merupakan bagian dari 68 perbuatan melawan hukum yang telah terbukti dilakukan oleh para Tergugat. 3. Sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap Berdasarkan hasil penelitian pada pertimbangan pokok perkara, penetapan sita jaminan atau conservatoir beslag terhadap tanah dan bangunan sengketa tersebut sudah benar. Penggugat dalam mengajukan permohonan conservatoir beslag memiliki alasan yaitu adanya kekhawatiran dan adanya dugaan cukup beralasan menurut hukum bahwa tergugat secara tidak sah dan melawan hukum telah menyewakan tanah sengketa dan bangunan sengketa kepada pihak-pihak lain. Penggugat mengalami kerugian baik materiil maupun immateriil. Permohonan conservatoir beslag ini telah mempunyai alasan yang cukup untuk menjamin pelaksanaan putusan setelah hakim mempertimbangkannya dalam acara pembuktian bahwa penggugat adalah pemilik yang sah dari tanah dan bangunan sengketa tersebut. Pengumuman berita acara sita termasuk salah satu syarat formal yang akan mendukung keputusan dan kekuatan mengikat sita jaminan yang telah dilaksanakan. Syarat ini jika tidak dipenuhi, yuridis formil sita jaminan belum sah, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada pihak tergugat. Pengumuman berita acara penyitaan yang diatur dalam Pasal 198 HIR dan Pasal 213 RBg, bertujuan untuk memberitahukan kepada 69 khalayak ramai tentang telah diletakkannya penyitaan pada barang harta kekayaan tergugat, agar masyarakat mengetahui tentang status barang yang bersangkutan sedang berada dalam keadaan tersita.20 Pengumuman berita acara yang dianggap undang-undang memenuhi syarat formil, harus menurut cara-cara yang ditentukan undang-undang yaitu harus dicatat dalam buku kamus pendaftaran dan juru sita harus memerintahkan kepala desa memperhatikan sita. Obyek tanah yang disita jikalau belum bersertifikat, pendaftaran berita acaranya dicantumkan dalam buku letter C di kantor Kepala Desa. Syarat formil pengumuman berita acara sita yaitu melalui instansi kantor pendaftaran dan kepala desa, masih diperlukan syarat formil pernyataan sah dan berharga oleh hakim majelis yang memerintahkan penyitaan. Syarat formil yang dimaksud diatur dalam Pasal 226 ayat 7 HIR atau Pasal 261 ayat 6 RBg. Syarat formil ini lazim disebut pernyataan berharga atau van waarde verklaard, yang bertujuan untuk mensahkan dan menyatakan berharga sita jaminan (conservatoir beslag) yang dilakukan oleh juru sita. Pengumuman atau pernyataan sah dan berharga sita jaminan, dilakukan hakim ketua majelis di persidangan yang dihadiri oleh kedua belah pihak yang berperkara. Hakim ketua majelis mengumumnkan di persidangan tentang sah dan berharga 20 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 81. 70 sita jaminan yang dilaksanakan juru sita terhadap harta terperkara atau harta kekayaan tergugat, sebagaimana yang tertera dalam berita acara sita jaminan dengan menyebut tanggal, bulan dan tahun, serta nomor berita acara yang dimaksud. Pengumuman pernyataan sah dan berharga, dilakukan hakim ketua majelis pada sidang berikutnya jika pengabulan dan perintah serta pelaksanaan penyitaan dilakukan pada saat proses pemeriksaan pokok perkara sedang berlangsung. Pengabulan permohonan penyitaan seandainya baru dikabulkan dan diperintahkan pada pemeriksaan persidangan yang keenam, maka pengumuman pernyataan sah dan berharga harus dilakukan hakim ketua majelis pada sidang berikutnya (sidang yang ketujuh).21 Pengumuman di persidangan saja belum sempurna memenuhi persyaratan. Persyaratan pengumuman di persidangan supaya benar-benar sah dan berharga, diperlukan persyaratan lanjutan sebagai syarat formil. Persyaratan lanjutan tersebut berupa penegasan dalam amar putusan. Sita jaminan yang telah diumumkan sah dan berharga di persidangan, dinyatakan lagi secara tegas dalam amar putusan pokok perkara yang rumusan bukunya berbunyi : menyatakan sah dan berharga sita jaminan (conservatoir beslag).22 Berdasarkan hasil penelitian pada pertimbangan hukum, hakim ketua majelis menyatakan sah dan berharga sita jaminan 21 22 Ibid, hlm. 83. Ibid, hlm. 84. 71 dengan menyebutkan tanggal, bulan, tahun, serta nomor berita acara yaitu tanggal 13 Desember 2006. Amar putusan data 6 berdasarkan hasil penelitian, menyatakan sah dan berharga terhadap sita jaminan (conservatoir beslag) telah dinyatakan secara tegas oleh hakim ketua majelis dalam amar putusan, sehingga pernyataan sah dan berharga sita jaminan di persidangan sudah sempurna memenuhi persyaratan formil. Perkara nomor : 268/Pdt.G/2006/PN.Dps setelah persyaratan formil sah dan berharganya sita jaminan (conservatoir beslag) terpenuhi, maka sesuai dengan hasil penelitian pada petitum/tuntutan penggugat huruf i dan amar putusan data 6, sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap tanah dan bangunan vila sengketa yang merupakan objek sita jaminan dapat dilaksanakan dengan sendirinya. Tergugat harus memenuhi tuntutan dari para penggugat yaitu menyerahkan tanah dan bangunan vila tersebut tanpa syarat apa pun kepada para penggugat, yang terbukti sebagai pemilik yang sah dari tanah dan bangunan vila sengketa tersebut. 72 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap putusan Pengadilan Negeri Denpasar nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps dapat disimpulkan bahwa para Tergugat ada upaya menggelapkan obyek sengketa yakni dengan cara menyewakan pada pihak lain tanpa seizin Penggugat, dan secara fisik para Tergugat juga tidak mau menyerahkan vila tersebut pada Penggugat. Penggugat tidak dapat menguasai dan memanfaatkan bangunan vila tersebut, yang mengakibatkan Penggugat mengalami kerugian. Tindakan Tergugat inilah yang dijadikan hakim sebagai dasar dalam mengabulkan Sita Jaminan (conservatoir beslag). Pertimbangan hukum hakim ini sesuai dengan ketentuan Pasal 227 HIR yang menyatakan bahwa alasan-alasan yang dibenarkan oleh undangundang dalam mengajukan permohonan conservatoir beslag yaitu ada persangkaan yang beralasan, tergugat akan menggelapkan barangbarangnya, dengan maksud menjauhkan barang-barang itu dari kepentingan penggugat, sebelum putusan berkekuatan hukum yang tetap. Semua unsur-unsur alasan ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisah antara yang satu dengan yang lain. B. Saran Kewenangan yang mutlak yang dimiliki oleh hakim dalam pengabulan Sita Jaminan (conservatoir beslag) hendaknya dilakukan 73 dengan penuh kehati-hatian berdasarkan pendekatan penerapan penilaian alasan yang tepat sebagai unsur alasan pengabulan Sita Jaminan (conservatoir beslag), agar kekeliruan dalam pengabulan Sita Jaminan (conservatoir beslag) dapat dihindari. 74 DAFTAR PUSTAKA Literatur : Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata. Sinar Grafika. Jakarta. 2005 _______, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan Conservatoir Beslag. Bandung, Pustaka. 1990 Iswanto, H. Pengantar Ilmu Hukum. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. 2003 Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum. Yogyakarta. Liberty. 2003 _______, Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta. Liberty. 2006 Muhammad, Abdulkadir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung. Alumni. 1990 Rambe, Ropaun. Hukum Acara Perdata Lengkap. Jakarta. Sinar Grafika. 2002 Soemitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri. Jakarta. Ghalia Indonesia. 1998 Subekti, R. Hukum Acara Perdata. Bandung. Penerbit Bina Cipta. 1989 Sutantio, Retnowulan, Iskandar Oeripkartawinata. Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek. CV Mandar Maju. Bandung. 2002 Perundang-undangan : Burgerlijk Wetboek (BW)/Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Het Herzeine Inlandsch Reglement (HIR) Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Rechtsreglement Buitengewesten (RBg) Kepustakaan lain : Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 268/Pdt.G/2006/PN.Dps