ISSN 1907 - 3305 An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015

advertisement
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
SOCIAL ADJUSTMENT ON STREET CHILDREN
Winnie Putri Pratiwi
Sigit Nugroho
Fakultas Psikologi
Universitas Islam Riau
Jl. Kaharudin Nasution No, 113 Perhentian Marpoyan Pekanbaru
ABSTRACT
The phenomenon of street children has increased, included in the city
of Pekanbaru. Street children should be able to adjust themselves in social
environment to get satisfaction of the need, but away from social deviation. The
aims of this study was to describe street children’s ability to socialize with
effective the social environment and healthy so as to obtain satisfaction in
getting their needs. The approach used in this study was a phenomenological
qualitative study using interviews (in- depth interview) and observation
(participant) as data collection technique. The finding of this study indicated
that the street children who become informant, through many stages was able
to make adjustment in social environment around them. It could be seen from
the acceptance of school environment, growing confidence in him and informant
was able to establish a relationship and work together although sometimes
happen misunderstanding between them. Satisfaction of self and job made the
informant felt good with what they faced. Social adjustment of street children
influenced by acceptance of social environment of family, friends at work,
friends at school, community itself and themselves related to the status of street
children and jobs.
Keywords : Social adjustment, street children, late childhood.
Latar Belakang Masalah
Saat ini dan tahun-tahun mendatang diperkirakan anak jalanan masih menjadi
permasalahan dan fenomena sosial krusial terutama untuk daerah atau wilayah perkotaan.
Berdasarkan data BPS tahun 2009, tercatat sebanyak 7,4 juta anak berasal dari Rumah
Tangga Sangat Miskin, termasuk diantaranya 1,2 juta anak balita terlantar; 3,2 juta anak
terlantar; 230.000 anak jalanan, 5.952 anak yang berhadapan dengan hukum dan ribuan
anak-anak yang sampai saat ini hak-hak dasarnya masih belum terpenuhi…..”. Di Kota
Pekanbaru dari 597.971 jiwa jumlah penduduk sampai akhir tahun 2001, ternyata terdapat
3108 anak terlantar. Jumlah anak terlantar ini akan menjadi salah satu akar permasalahan
yang dihadapi oleh banyak kota besar, termasuk Pekanbaru, yaitu munculnya fenomena anak
68
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
jalanan. Anak-anak jalanan dapat ditemui di tempat-tempat keramaian di Pekanbaru, yaitu
tempat-tempat dimana mereka melakukan aktivitasnya. Anak terlantar di Pekanbaru
tersebar di delapan kecamatan, dan prosentase terbesar terdapat di Kecamatan Tampan
(39,70%), menyusul Rumbai dan Pekanbaru Kota, masing-masing 15,41% dan 12,16%
(Asriwandari, 2003). Dari data Dinsos Kota Pekanbaru (Dinas Sosial, 2010) anak jalanan Kota
Pekanbaru pada Desember 2009, tercatat 222 anak yang berada di jalanan, dan pada bulan
april 2010, tercatat 250 anak, dari berbagai kelurahan dan kecamatan yang ada di Pekanbaru.
Fenomena anak jalanan sebetulnya sudah berkembang lama, tetapi pada saat ini
semakin menjadi perhatian dunia, seiring dengan meningkatnya jumlah anak jalanan di
berbagai sudut kota besar. Di Indonesia saja saat ini diperkirakan terdapat 50.000 anak lebih,
yang menghabiskan waktu produktifnya di jalan. Akibat terjadi masalah kemiskinan dinegara
kita, jumlah keluarga miskin di Indonesia semakin bertambah. Strategi bertahan hidup
sangatlah penting bagi keluarga miskin, hal ini menyebabkan orangtua memanfaatkan anak
mereka untuk mengerjakan pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian tertentu seperti
menjadi pemulung, pengamen, pengemis, penjual koran dan sebagainya. Ada alasan anak
turun ke jalanan diantara lain, menopang kehidupan ekonomi keluarga, mencari kompensasi
dari kurangnya perhatian keluarga dan sekedar mencari uang tambahan.
Anak jalanan adalah anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
melakukan kegiatan hidup sehari-hari baik untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalan
atau tempat umum lainnya (Huraerah, 2006). Anak jalanan hidup dalam lingkungan yang
tidak kondusif karena anak jalanan rentan terhadap berbagai bentuk perlakuan keras seperti
penindasan. Keberadaan mereka di jalanan yang ramai dengan hiruk-pikuk aktivitas kota dan
pengguna jalan tentu sangat membahayakan mereka sendiri. Ditambah lagi dengan
rentannya kejahatan-kejahatan di jalanan yang setiap kali mengancam anak-anak yang
belakangan ini terjadi. Ancaman kekerasan terkadang dialami dan terpaksa dirasakan anak
jalanan. Sudah banyak terjadi, anak jalanan yang tertangkap petugas, mereka dibotaki,
dipukul, dan kalau perlu ditahan di kantor polisi. Jika di jalanan, anak-anak itu dapat lari dari
ancaman tindak kekerasan oleh orangtua, tetapi di jalanan mereka harus menerima nasib
begitu saja saat dipukuli oleh orang-orang dewasa disekitarnya karena sering kali anak-anak
merupakan titik rawan keluarga untuk menerima perlakuan sewenang-wenang dan salah.
Adapun aktivitas-aktivitas anak-anak di jalan diantaranya sebagai pengamen jalanan,
penyemir sepatu, pengemis dan lain-lain. Mereka pun tak kenal rasa takut atau lelah di jalan
meskipun nyawa mereka menjadi taruhan. Jika dilihat sudut positifnya, mereka bisa mandiri
bahkan menjadi tulang punggung bagi keluarganya, akan tetapi masa kanak-kanak yang
semestinya bermain dan memperoleh pendidikan, dikorbankan untuk mencari uang. Adanya
aktivitas seperti ini akan berpengaruh terhadap penyesuaian sosial pada diri anak jalanan,
yang setiap harinya mereka akan menemukan situasi yang berbeda. Namun tidak sedikit pula
anak-anak yang melakukan perbuatan menyimpang, yaitu kenakalan hingga mengarah pada
bentuk tindakan kriminal seperti: minuman keras, perkelahian, pengerusakan, pencurian
bahkan bisa sampai pada melakukan tindakan pembunuhan. Anak-anak jalanan yang
memiliki perasaan tidak mampu, ketidakamanan, penyesuaian sosial yang buruk yang
69
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
membuat mereka tidak bahagia dan berhasil dalam kehidupan. Hal inilah yang membuat
anak jalanan memiliki kecenderungan untuk diabaikan oleh masyarakat yang membuat
mereka berpotensi untuk melakukan penyimpangan sosial. Dari hasil penelitian selfacceptance of street children (Kusuma, 2013), penerimaan diri disertai dengan keamanan
pribadi dan penerimaan orang lain, yang mungkin rendah pada anak-anak jalanan. Ketika
peneriman diri anak positif, anak-anak jalanan akan mengembangkan sifat-sifat seperti
kepercayaan diri, harga diri, dan kemampuan untuk melihat diri mereka secara realitas.
Ketika penerimaan diri negatif, anak-anak jalanan ini cenderung memiliki perasaan
ketidakmampuan dan rendah diri.
Munro (dalam Pandu & Ike, 2012) membeberkan fakta yang didapatkan dari data
laporan UNICEF. Berdasarkan laporan tersebut diketahui bahwa dari 100 juta anak yang
hidup di negara berkembang dan harus bekerja di jalanan, maka 75% dari jumlah anak
tersebut kembali ke rumahnya setiap malam hari, namun 25% sisanya tidak dapat kembali ke
rumahnya dengan berbagai alasan, dan mereka hidup, tidur serta bekerja di jalan. Anak-anak
jalanan tersebut tinggal di suatu tempat yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk
mengalami berbagai berbagai macam hal, diantaranya adalah problem seksual, seperti
menjadi korban pelecehan seksual, mengalami eksploitasi secara seksual, dan mengomsumsi
narkotika, hingga kondisi yang buruk dalam hal kesehatan, nutrisi, serta kebersihan.
Beberapa anak jalanan yang mengomsumsi narkoba dikarenakan pengaruh teman, ingin
melupakan masalah, terjerumus, dan ingin merasa lebih berani. Pengaruh teman sebaya
lebih dominan pada gaya hidup anak jalanan.
Dari hasil wawancara kepada dua orang anak jalanan yang menjual koran di Jalan
Diponegoro pada tanggal 6 desember 2013 sekitar pukul 16.25 WIB, bahwa mereka yang
masih berumur 11 dan 8 tahun berjualan koran sepulang sekolah, hanya untuk mendapatkan
uang sebagai tambahan untuk membeli buku. Anak-anak ini berkeliaran di jalanan tanpa rasa
takut, mereka yang masih memiliki orangtua, tetapi telah bekerja walaupun sebenarnya
masih dalam tanggungan orangtua. Anak jalanan ini sering mengalami perkelahian akibat
merebut pembeli untuk membeli koran-koran yang mereka bawa. Tanpa pantauan orangtua
mereka bekerja sendiri, walau begitu mereka tetap berani berjualan hingga malam.
terkadang mereka susah untuk menyesuaikan diri ketika berpindah tempat, karena bertemu
dengan rekan-rekan yang sesama penjual koran dan umurnya lebih tua, mereka sering diusir
dan mereka pun akan mencari tempat yang lain akibat mengambil lahan penjual yang
lainnya.
Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses
penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan sekitar. Menurut
Gerungan (2010) penyesuaian diri merupakan penyesuaian diri yang “pasif”, dimana kegiatan
kita ditentukan oleh lingkungan, dan ada artinya yang “aktif”, dimana kita mempengaruhi
lingkungan. Setiap perubahan dalam lingkungan kehidupan orang dalam arti yang luas itu
menyebabkan ia harus menyesuaikan dirinya dengan lingkungan tersebut, baik dalam arti
pasif maupun dalam arti yang aktif.
70
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Menurut seorang sarjana psikologi, Woodworth (Gerungan, 2010), pada dasarnya
terdapat empat jenis hubungan antara individu dengan lingkungannya. Individu dapat
bertentangan dengan lingkungannya, individu dapat menggunakan lingkungannya, individu
dapat berpartisipasi (ikut serta) dengan lingkungannya, dan individu dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan. Menyesuaikan diri itupun dapat diartikan dalam arti yang luas dan dapat
berarti mengubah diri sesuai dengan keadaan (keinginan) diri.
Gerungan (2010) mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
sosial adalah sebagai berikut: (1) peran keluarga yang meliputi status sosial ekonomi,
kebutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua dan status anak, (2) peranan sekolah
meliputi struktural dan organisasi sekolah, peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar
(KBM), (3) peranan lingkungan kerja misalnya lingkungan pekerjaan industri atau pertanian di
daerah, (4) peranan media massa, besarnya pengaruh alat komunikasi seperti perpustakaan,
televisi, film, radio dan sebagainya.
Penyesuaian sosial anak jalanan dalam penelitian ini diartikan sebagai kemampuan
anak jalanan untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain dan situasi-situasi
tertentu yang ada di lingkungan sosialnya secara efektif dan sehat sehingga anak jalanan ini
memperoleh kepuasan dalam upaya memenuhi kebutuhannya namun jauh dari
penyimpangan sosial yang dapat dirasakan oleh dirinya dan orang lain atau lingkungannya.
serta melakukan interaksi sosial, dengan gambaran keadaan yang seperti itu anak jalanan
mampu melakukan penyesuaian diri baik dengan diri sendiri maupun lingkungan sosial
dengan baik serta dapat di terima dan dipandang positif oleh masyarakat. Berdasarkan
realita-realita tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema
“Penyesuaian sosial pada anak jalanan”.
Fokus Penelitian
Dengan melihat latar belakang diatas, maka penulis memfokuskan penelitian ini
mengenai :
1. Bagaimana kemampuan anak jalanan untuk bersosialisasi dengan orang lain dalam
situasi-situasi tertentu yang ada dilingkungan sosialnya secara efektif dan sehat ?
2. Bagaimana anak jalanan dapat memperoleh kepuasan dalam upaya memenuhi
kebutuhannya yang dapat dirasakan oleh dirinya dan orang lain atau lingkungannya ?
3. Upaya apa yang dilakukan anak jalanan dalam mengatasi permasalaan yang dihadapinya
ketika berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran kemampuan anak jalanan ini
bersosialisasi dengan lingkungan sosialnya secara efektif dan sehat sehingga anak jalanan
tersebut dapat memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
71
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, dapat diambil beberapa manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi positif pada
pengembangan ilmu psikologi dalam bidang psikologi sosial, perkembangan dan
masalah-masalah yang ada pada lingkungan masyarakat, termasuk mengenai anak
jalanan dan memberikan pemahaman pada pembaca tentang bagaimana penyesuaian
sosial yang dilakukan anak jalanan, sehingga mereka mampu bertahan dengan
perubahan kondisi masyarakat dan segala fenomena yang terjadi.
2.
Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan wawasan bagi masyarakat
tentang anak jalanan, dan cara mereka bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat
luas. Serta menjadi acuan kita sebagai pemahaman dan gambaran perkembangan mulai
dari penyesuaian sosial hingga permasalahan yang dihadapi oleh anak jalanan.
KAJIAN PUSTAKA
Penyesuaian Sosial Anak jalanan
Penyesuaian sosial menurut Nurdin (2009) merupakan suatu proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan sosial dalam hubungan manusia. Melalui proses tersebut manusia
memperoleh pemuasan akan kebutuhan-kebutuhannya. Saat individu berinteraksi dengan
lingkungan sosialnya, individu tersebut harus memperhatikan tuntutan dan harapan sosial
yang ada terhadap perilakunya. Menurut Harlock (dalam Setianingsih, Uyun, Zahrotul &
Yuwono 2006) jika individu tidak mampu melakukan penyesuaian sosial, maka akan
menimbulkan permasalahan yang semakin kompleks. Keseluruhan proses hidup dan
kehidupan individu akan selalu diwarnai oleh hubungan dengan orang lain, baik dalam
lingkup keluarga, sekolah, maupun masyarakat luas, dan sebagai mahluk sosial, individu
selalu membutuhkan pergaulan dalam hidupnya dengan orang lain, pengakuan dan
penerimaan terhadap dirinya dari orang lain.
Penyesuaian sosial sebagai salah satu aspek dari penyesuaian diri individu yang
menuju kepada kesesuaian antara kebutuhan dirinya dengan keadaan lingkungan tempat ia
berada dan berinteraksi secara efektif dan efisien. Penyesuaian sosial akan terasa menjadi
penting, manakala individu dihadapkan pada kesenjangan-kesenjangan yang timbul dalam
hubungan sosial dengan orang lain. Berapa pun kesenjangan-kesenjangan itu dirasakan
sebagai hal yang menghambat, akan tetapi sebagai makhluk sosial, kebutuhan individu akan
pergaulan, penerimaan, dan pengakuan orang lain atas dirinya tidak dapat dielakkan dalam
situasi tersebut.
Percaya diri pada anak jalanan dapat berpengaruh terhadap penyesuaian mereka
terhadap lingkungan, sehingga anak jalanan dapat menerima dirinya sebagai anak jalanan
72
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
dan mudah untuk menerima apapun yang mereka hadapi ketika berada di jalan. Adanya
pandangan masyarakat yang menganggap anak jalanan sebagai sampah masyarakat dan
sebagai pengganggu di jalanan, mengakibatkan rendahnya harga diri anak jalanan, sehingga
mereka cenderung memandang negatif terhadap dirinya, hal ini berpengaruh terhadap
penyesuaian diri terhadap masyarakat. Dari hasil penelitian mengenai harga diri anak jalanan
(Nasution, Marina & Nashori, 2007) kebanyakan anak jalanan menilai dirinya secara negatif
karena pandangan masyarakat yang menganggap anak jalanan sebagai gembel dan tidak
berguna.
Walau begitu anak jalanan tidak pernah menyesal mereka telah menjadi anak
jalanan, karena tidak ada pilihan lain untuk mereka mencari sesuap nasi dan membantu
orangtuanya. Fawzie & Sandy (2012) mengatakan anak jalanan telah memiliki tanggung
jawab yang tinggi terhadap keluarga. Makna keluarga bagi mereka adalah sekelompok orang
di mana dia harus ikut ambil bagian dalam menjaga keberlangsungan hidup mereka. Selain
mereka memiliki tanggung jawab terhadap keluarga, anak jalanan juga sudah memiliki
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, misalnya membayar uang sekolah dengan biaya
yang didapatkan dari hasil keringat mereka.
Ketidakmampuan menyesuaiakan diri terhadap lingkungan sosial terlihat dari
ketidakpuasan terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial serta memiliki sikap-sikap menolak
realitas dan lingkungan sosial. Anak yang mengalami perasaan seperti ini akan merasa
terasing dari lingkungannya, akibat mereka tidak mengalami kebahagiaan dalam berinteraksi
dengan teman-teman sebaya dan keluarganya. Sullivan (dalam Oktaria, 2008) menjelaskan
bahwa jika individu diterima orang lain, disenangi karena keadaannya, maka individu akan
bersikap menghormati dan menerima dirinya sendiri. Sebaliknya jika orang lain selalu
meremehkan, menyalahkan dan menolak, maka individu tidak akan menerima dirinya
sendiri. Dengan begitu penerimaan dari lingkungan, percaya diri, dan interaksi sosial yang
baik dapat memudahkan anak jalanan untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan ligkungan
sosial dimana tempat mereka tinggal, bermain dan berkeja untuk mencari nafkah
melanjutkan hidup, serta untuk bertahan berada di lingkungan yang keras yaitu dijalanan.
Anak Jalanan
Anasiru (2011) Anak jalanan merupakan bagian dai komunitas kota, mereka menyatu
dengan kehidupan jalanan kota, dimana jalanan menjadi lapangan hidup, tempat
memperoleh pengalaman hidup dan sarana untuk mencari penyelesaian masalah ekonomi
dan sosial. Mereka mencari kebutuhan hidupnya di tempat-tempat umum sebagai pengemis,
penjual koran, dan mencari barang-barang bekas untuk dijual sebagai mata pencarian
menreka dalam menghidupi diri mereka dan keluarganya. Mereka mengabaikan hak-haknya
untuk memperoleh pendidikan dan pembinaan mental, padahal mereka adalah anak-anak
bangsa yang telah dijamin oleh negara sebagai aset bangsa dan sumber daya manusia masa
depan. Akan tetapi, karena mereka aset keluarga mau tidak mau harus ikut bekerja pada
sektor informal demi untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.
73
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Di berbagai sudut kota, sering terjadi, anak jalanan harus bertahan hidup dengan
cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum,
sekedar untuk menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya.
Hal ini dibuktikan karena kebanyakan dalam usia yang relatif dini, mereka sudah harus
berhadapan dengan lingkungan kota yang tidak kondusif dan bahkan sangat tidak
bersahabat. Jika dilihat anak jalanan adalah anak yang dalam keseharian hidupnya penuh
dengan permasalahan, baik dengan keluarga, orang di sekitar mereka, maupun dengan
aparat pemerintah terutama dengan para pamong yang berusaha menertibkan mereka.
Mereka merelakan sebagian besar waktunya untuk bekerja di jalanan agar memperoleh
penghasilan sebagai bekal hidup mereka (Rizzana, Soeaidy & Hadi 2013).
Anak jalanan, umumnya berasal dari keluarga yang pekerjaannya berat dan
ekonominya lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar belakang kehidupan
jalanan dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga
memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Perspektif Teoritis
Perspektif menurut Adler ini mendasari bahwa manusia dimotivasikan oleh dorongandorongan sosial, sehingga dengan minat sosial menyebabkan individu menempatkan
kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Individu yang dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosialnya, mereka mampu menjalin hubungan dengan masyarakat untuk
mencapai keberhasilan dalam mengejar superioritas. Mereka yang gagal dalam penyesuaian
sosialnya, dikarenakan minat sosial yang kurang. Mereka lebih cenderung melakukan
kegiatan atau pekerjaan untuk kepentingannya sendiri. Anak-anak jalanan yang memiliki
perasaan tidak mampu, ketidakamanan, penyesuaian sosial yang buruk yang membuat
mereka tidak bahagia dan tidak berhasil dalam kehidupan. Anak jalanan ini kurang diterima
oleh masyarakat dan cenderung melakukan penyimpangan sosial.
Menurut Adler, minat sosial yang tidak berkembang menjadi faktor yang
melatarbelakangi semua jenis ketidakmampuan menyesuaikan diri. Disamping minat sosial
yang buruk, penderita neurotik cenderung membuat tujuan yang terlalu tinggi, memakai
gaya hidup yang kaku, dan hidup dalam dunianya sendiri. Ada tiga faktor yang membuat
orang mengalami ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri, antara lain: cacat fisik yang
buruk, gaya hidup manja, dan gaya hidup terabaikan (Alwisol, 2006).
Pada gaya hidup anak terabaikan, mereka yang diperlakukan salah dan disiksa
mengembangkan minat sosial yang kecil, cenderung menciptakan gaya hidup manja. Mereka
hanya mempunyai sedikit rasa percaya diri dan mengharapkan masyarakat bersikap dingin
karena dia biasa diperlakukan dengan dingin. Anak-anak dengan gaya hidup terabaikan ini,
cenderung menutup diri, hal ini justru membuat anak susah dalam berkomunikasi dengan
orang lain atau lingkungannya. Anak-anak yang seperti ini juga cenderung untuk melindungi
dirinya.
74
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Adler (Alwisol, 2006) percaya bahwa manusia menciptakan pola perilaku untuk
melindungi perasaan berlebihan akan harga diri mereka terhadap rasa malu dimuka umum.
Ada tiga kecenderungan pelindungan yang umum yang dipakai, yakni: sesalan (excuses),
agresi, dan menarik diri (withdrawal). Bagi orang neurotik juga orang normal, biasa memakai
sesalan; ”ya, tetapi” dan “sesungguhnya kalau”. Sesalan ini digunakan untuk mengurangi
bahaya harga diri yang jatuh karena melakukan hal yang berbeda dengan orang lain dan
menipu orang lain untuk percaya bahwa mereka ssesungguhnya lebih superior dari
kenyataan yang ada sekarang. Perlindungan dengan memakai agresi untuk pengamanan
kompleks superior yang berlebihan, melindungi harga diri yang rentan. Sebagian orang juga
menggunakan cara menarik diri dari kesulitan, semua ini dimaksudkan untuk pengamanan
agar harga diri tidak mengalami inflasi.
Dari teori psikososial Adler mengenai kecenderungan pengamanan, agresi merupakan
salah satu cara yang dilakukan anak jalanan untuk melindungi diri dari beberapa kejahatan
yang dihadapi mereka ketika berada di jalan. Pekerjaan di jalan bagi mereka bukanlah hal
yang mudah, anak-anak jalanan ini sering kali mengalami kekerasan dari pihak-pihak yang
menindas mereka, seperti pengompasan dan anak-anak ini juga nekat bunuh diri akibat
depresi akan kehidupan yang dialaminya. Bagi anak jalanan yang lemah, mereka lebih
memilih untuk menarik diri, dan cenderung tidak melawan ketika mendapatkan kekerasan
dari orang lain.
METODE PENELITIAN
Tipe Analisis
Menurut Moleong (2007) penelitian kualitatif adalah penelitian ilmiah yang bertujuan
untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan dan sebagainya dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.
Pada penelitian kualitatif lebih menekankan pada analisis proses penyimpulan serta
analisis terhadap dinamika antara fenomena yang diamati dengan menggunakan logika
ilmiah. Penelitian kualitatif sendiri tidak menggunakan model matematik maupun statistik
dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian
dengan menggunakan argumentasi dan penjelasan. Penelitian kualitatif juga terbagi dalam
lima tipe pokok, yaitu: biografi, fenomenologi, grounded theory, etnografi, dan studi kasus.
Menurut Herdiansyah (2010) penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi
lebih ditunjukan untuk mendapatkan kejelasan dari fenomena dalam situasi natural yang
dialami oleh individu setiap harinya daripada melakukan reduksi dari suatu fenomena
dengan mencari keterkaitan atau hubungan sebab akibat dari variabel. Penelitian
fenomenologi berusaha untuk mencari arti secara psikologis dari suatu pengalaman individu
terhadap suatu fenomena melalui penelitian yang mendalam dalam konteks kehidupan
sehari-hari subjek yang diteliti.
75
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Unit Analisis
Penyesuaian sosial merupakan suatu proses penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial dalam hubungan manusia. Melalui proses tersebut manusia memperoleh pemuasan
akan kebutuhan-kebutuhannya. Keseluruhan proses hidup dan kehidupan individu akan
selalu diwarnai oleh hubungan dengan orang lain, baik dalam lingkup keluarga, sekolah,
maupun masyarakat luas, dan sebagai mahluk sosial, individu selalu membutuhkan
pergaulan dalam hidupnya dengan orang lain, pengakuan dan penerimaan terhadap dirinya
dari orang lain (Nurdin, 2009).
Informan Penelitian
Pengambilan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik
Purposive sampling. Purposive sampling adalah salah satu strategi menemukan informan
yang paling umum dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang
menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dalam penelitian tertentu
(Bungin, 2009).
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data dengan
observasi serta wawancara semi terstruktur (in-depth interview) agar mendapatkan informasi
dan data yang akurat.
1. Observasi
Observasi yang digunakan yaitu, observasi partisipatif, pengumpulan data melalui
observasi terhadap objek pengamatan dengan langsung, peneliti dapat berkomunikasi
secara akrab dan leluasa dengan peneliti (Bungin, 2010). Dalam observasi ini, peneliti
terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan
sebagai sumber data penelitian. Metode observasi yang digunakan yaitu, Anecdotal
Record. Anecdotal Record merupakan salah satu metode dalam observasi yang hanya
membawa kertas kosong untuk mencatat perilaku yang khas.
2. Wawancara
Stainback (dalam Sugiyono, 2008) mengemukakan bahwa dengan wawancara, maka
peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipasi dalam
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa
ditemukan melalui observasi. Penulis menggunakan teknik wawancara semiterstruktur
(in-depth interview) dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur.
Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan, yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar foto, dan sebagainya (Moleong, 2007).
Dalam Poerwandari (2005) menjelaskan koding dan analisis. Langkah pertama sebelum
76
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
analisis dilakukan adalah membutuhkan kode-kode pada materi yang diperoleh. Koding
dimaksudkan untuk dapat mengorganisasi dan mensistematisasi data secara lengkap dan
mendetail sehingga data dapat memunculkan gambaran tentang topik yang dipelajari.
Dengan demikian pada gilirannya peneliti akan dapat menemukan makna dari data
yang dikumpulkannya. Semua peneliti kualitatif menganggap tahap koding sebagai tahap
yang penting, meskipun peneliti yang satu dan yang lain memberikan usulan prosedur yang
tidak sepenuhnya sama. Secara praktis dan efektif, langkah awal koding dapat dilakukan
melalui:
a) Peneliti menyusun transripsi verbatim (kata demi kata) atau catatan lapangannya
sedemikian rupa sehingga ada kolom kosong yang cukup besar disebelah kiri dan kanan
transkrip. Hal ini akan memudahkannya membubuh kode-kode atau catatan-catatan
tertentu diatas transkrip tersebut.
b) Peneliti secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-baris transkrip dan
atau catatan lapangan tersebut. Sebagian peneliti mengusulkan pemberian nomor
secara urut dari satu baris kebaris lain, sementara peneliti lain mengusulkan penomoran
baru untuk tiap paragraf baru.
c) Peneliti memberikan nama untuk masing-masing berkas dengan kode tertentu. Kode
yang dipilih haruslah kode yang mudah diingat dan dianggap paling tepat mewakili
berkas tersebut. Jangan lupa untuk memberikan tanggal pada setiap berkas.
Pengujian Kredibilitas Data
Kredibilitas pada penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud
mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola
interaksi yang kompleks. Deskripsi yang mendalam yang menjelaskan kemajemukan
(kompleksitas) aspek–aspek yang terkait dan interaksi dari berbagai aspek menjadi salah satu
ukuran kredibilitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005). Hal penting pada kredibilitas
penelitian kualitatif adalah Triangulasi. Triangulasi terdiri dari empat macam, yaitu:
1. Triangulasi Data, yaitu peneliti melakukan penelitian dengan cara menggunakan
beberapa sumber data yang berbeda.
2. Triangulasi Investigator, yaitu pengumpulan data sejenis yang dilakukan oleh beberapa
peneliti dalam rangka validasi.
3. Triangulasi Metode, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda.
4. Triangulasi Teori, yaitu melakukan penelitian tentang topik yang sama dan data dianalisis
menggunakan beberapa perspektif teoritis yang berbeda.
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik triangulasi sumber data. Triangulasi
sumber data dilakukan dengan cara mengecek kembali data yang telah diperoleh melalui
beberapa sumber lain yaitu pada ibu informan, sedangkan metode yang dilakukan penulis
dengan menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam (in- depth interview).
77
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Data
Hasil wawancara dengan informan tentang penyesuaian sosial pada anak jalanan,
informan dapat menyesuaikan diri pada lingkungan sosialnya terlihat dari informan yang
mampu menjalin komunikasi dan hubungan dengan orang-orang di lingkungannya saat
bekerja maupun saat informan di sekolah. Kesediaan informan menerima dirinya sebagai
anak jalanan yang bekerja menyemir sepatu dan penjual koran. Walau awalnya informan
pernah merasa malu bekerja dijalanan dan jadi bahan ejekan ketika disekolah, tetapi tidak
membuat informan patah semangat untuk membantu orangtuanya. Ketika ejekan temantemannya membuat emosi, informan tidak lantas langsung berbuat kasar kepada temantemannya, namun saat informan tidak bisa menahan emosinya barulah sikap pembelaannya
diperlihatkan informan, tatkala informan melakukan perlawanan dengan berkelahi.
Selama lebih kurang 6 tahun informan mengikuti ibunya bekerja di jalan setiap hari,
membuat dirinya sudah terbiasa dan percaya diri dengan lingkungannya, kini informan tidak
merasa malu lagi. walau informan pernah merasakan putus asa atas pekerjaannya. Hubungan
informan dengan keluarga termasuk ayah, ibu dan adik-adiknya baik. Informan lebih merasa
dekat dengan ayahnya walau begitu dengan ibu juga, tetapi bagi informan ayahnya lebih baik
dan ibunya pemarah dan informan merasa ibunya kurang perhatian lagi terhadap dirinya.
Tidak hanya lingkungan fisik saja yang harus diperhatikan, namun lingkungan psikologis juga
harus dijaga. Hubungan dengan keluarga yang baik, sekolah yang memadai dan lingkungan
masyarakat yang sehat juga dapat membuat psikologis anak jalanan menjadi sehat.
Dalam hubungan interpesonal informan, informan dapat bekerja sama dengan
teman-teman ketika belajar maupun bekerja, walau informan pernah berseteru dengan
temannya akibat merebut pembeli tapi hal itu biasa bagi informan, dan menginginkan
teman-teman yang dapat menerima dirinya apa adanya. Informan punya rasa tanggung
jawab sebagai anak untuk membantu orangtuanya, dan bersekolah untuk membahagiakan
orang tuanya kelak. Dalam berteman informan merasa baik walau informan merupakan
orang yang jahil namun informan tidak pernah membeda-bedakan teman. Informan juga
merasa tidak dijauhi oleh temannya dan masih berhubungan baik, walau lingkungan
terkadang memojokkannya karena status pekerjaan sebagai anaka jalanan.
Rasa sosial yang tinggi terdapat pada diri informan tercermin dari perhatiannya
terhadap lingkungan, punya empati ketika melihat temannya berkelahi atau menolong saat
orang-orang disekitarnya membutuhkan bantuan informan. informan juga aktif mengikuti
acara-acara yang diadakan oleh pemerintah atau pun kantor koran tempat ibunya bekerja,
baginya ketika mengikuti acara tersebut, untuk hiburan kita dan mengenal dengan loper
koran yang lain. Penerimaan lingkungan kerjanya membuat dirinya merasa senang bekerja,
baginya mencari uang sendiri untuk membantu orangtua itu tidak masalah, selagi
pekerjaannya halal.
Namun bekerja di jalanan setiap harinya menjadi tantangan sendiri bagi informan,
mulai dari lokasi yang sering berpindah-pindah hingga sikap masyarakat terhadap dirinya.
78
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Bagi informan kesan dan suka duka yang didapat ketika ia bekerja banyak, mulai dari diusir
oleh satpam hingga dianggap remeh oleh pengguna jalan. Semua rasa sulit itu bagi informan
dibawa senang. Namun selama informan bekerja, ia tidak pernah merasa dijahatin oleh
sesama anak jalanan. Baginya ketika penghasilan kita berbeda-beda sesama penyemir sepatu
atau loper koran, tidak ada rasa cemburu, karena itu merupakan rezeki masing-masing.
Informan mampu menerima dirinya sebagai anak jalanan yang orangtua dan dirinya
menghabiskan pekerjaannya di jalan sebagai penjual koran dan penyemir sepatu. Informan
merasa puas karena dapat menabung dari hasil kerjanya sendiri dan bisa membantu
orangtuanya. Walaupun informan bekerja, ia tetap disiplin terhadap waktu, pagi informan
sekolah setelah pulang sekolah ia melanjutkan bekerja menyemir sepatu hingga sore, dan
malamlah waktunya untuk mengerjakan tugas, dan beristirahat kembali. Semangat yang
tinggi dalam diri informan membuatnya tidak ingin putus sekolah, baginya sekolah agar kelak
esok ia dapat menjadi bangaan orangtua juga membahagiakan orangtuanya. Dorongan
informan bekerja pun datang dari dalam dirinya, sehingga orangtuanya hanya mendukung
apa yang ingin dilakukan informan, selain itu informan juga mendapatkan dukungan dari
nenek dan kakaknya.
Pembahasan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kemampuan anak jalanan
bersosialisasi dengan lingkungan sosialnya secara efektif dan sehat sehingga anak jalanan
tersebut dapat memperoleh kepuasan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Seorang
individu didalam kehidupannya akan dihadapi pada dua realitas yakni diri dan lingkungan
sekitarnya yang berlangsung secara berkelanjutan didalam kehidupan yang disebut dengan
penyesuaian sosial.
Penyesuaian sosial sebagai kemampuan individu untuk beraksi secara efektif dan
bermanfaat terhadap realitas sosial, situasi, dan hubungan sehingga tuntutan atau
kebutuhan dalam kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan
memuaskan. Dengan demikian jika individu ingin mengembangkan kemampuan dalam
penyesuaian sosial dilingkungan masyarakat, maka ia harus menghargai hak orang lain,
mampu menciptakan suatu relasi yang sehat dengan orang lain, mengembangkan
persahabatan, berperan aktif dalam kegiatan sosial, menghargai nilai-nilai dari hukum-hukum
sosial budaya yang ada dilingkungan masyarakat (Maslihah, 2011).
Menurut Papalia, Old dan Feldman (2009) Masa remaja awal sekitar usia 10 atau 11
sampai 14 tahun, peralihan dari masa kanak-kanak, memberikan kesempatan untuk tumbuh,
tidak hanya Dalam dimensi fisik tetapi juga dalam kompetensi kognitif dan sosial, otonomi,
harga diri, dan keintiman. Remaja menghabiskan waktu yang makin banyak dengan teman
sebaya, tetapi hubungan dengan orangtua terus berpengaruh. Salah satu tugas
perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian
sosialnya. Pada masa ini juga status remaja tidaklah jelas dan menimbulkan keraguan akan
peran yang dilakukan. Dalam masa tersebut banyak perubahan yang terjadi diantaranya
adalah perubahan fisik, perubahan sosial, dan perubahan emosi.
79
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Penyesuaian sosial dilingkungan masyarakat maupun di lingkungan sekolah dan
keluarga sangat diperlukan oleh setiap orang, terutama dalam usia remaja. Kemampuan
dalam melakukan penyesuaian sosial dilingkungan masyarakat akan menciptakan hubungan
yang harmonis. Apabila remaja tidak mampu akan mengakibatkan ketidakpuasan pada diri
sendiri akibat merasa dikucilkan dan mempunyai sikap-sikap menolak diri. Akibatnya remaja
tidak mengalami saat-saat yang mengembirakan seperti yang dinikmati oleh teman-teman
sebayanya (Maslihah, 2011). Pada masa ini seluruh aspek kehidupan berkembang pesat,
mulai dari lingkungan orangtua, teman bermain, sampai kelompok sosial yang berpengaruh
pada sifat, sikap, minat dan penyesuaian diri (Papalia, Old dan Feldman, 2009).
Hasil penelitian yang diperoleh peneliti dilapangan Informan merasa memiliki
tanggung jawab untuk bekerja agar dapat membantu keluarga terutama ibunya. Penyesuaian
yang dialaminya dari awal bekerja ketika sebelum sekolah hingga informan memasuki dunia
sekolah, yang awalnya tidak percaya diri dan adanya perasaan malu ketika bertemu teman
saat bekerja. Setiap harinya informan berada dijalanan untuk bekerja membuat ia tidak
merasa takut dengan lingkungan dijalanan, informan membangun hubungan yang baik
dengan orang-orang yang berada dilingkungan tempat ia bekerja, mulai dari anak-anak
hingga orang dewasa. Informan juga mampu bekerja sama ketika bekerja dengan anak-anak
jalanan yang lain. Walau terkadang adanya perkelahian dalam merebut pembeli.
Penyesuaian anak jalanan juga dipengaruhi oleh penerimaan lingkungan sosialnya
baik keluarga, teman ditempat kerja, teman disekolah dan masyarakat sekitar, serta
penerimaan terhadap dirinya sendiri baik menyangkut statusnya sebagai anak jalanan.
Informan merasa lingkungannya menerima dirinya, sekolah maupun dilingkungan teman
bermainnya dirumah. Informan tidak merasa dijauhi oleh teman-temannya, namun walau
begitu informan pernah mendapatkan ejekan dari temannya, dan tidak membuatnya merasa
minder. Informan juga mampu menerima diri sebagai anak jalanan yang bekerja setiap hari
sebagai penyemir sepatu dan memiliki orangtua yang menjadi loper koran.
Adler mengatakan individu yang menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya,
mereka mampu menjalin hubungan masyarakat untuk mencapai keberhasilan dalam
mengejar superioritasnya. Orang-orang yang sehat psikologisnya adalah mereka yang
termotivasi oleh minat sosial dan keberhasilan (Alwisol, 2006). Seseorang yang dapat
menerima dirinya akan merasa cukup aman untuk menaruh minat pada orang lain dan
menunjukan empati, sehingga ia akan merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri.
Berdasarkan hasil data dilapangan Informan juga anak yang perhatian terhadap
lingkungannya dan informan merasa puas dengan apa yang dijalaninya sebagai anak jalanan,
bekerja membuatnya senang, bisa menghasilkan uang sendiri tanpa meminta lagi kepada
orangtuanya.
Menurut adler (dalam Jess & Gregory, 2010) anak-anak yang secara psikologis merasa
aman, berjuang meraih superioritas yang didefiisikan sebagai keberhasilan dan minat sosial.
Manusia dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial, sehingga dengan minat sosial
menyebabkan individu menempatkan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi.
Individu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya, mereka mampu
80
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
menjalin hubungan dengan masyarakat untuk mencapai keberhasilan dalam mengejar
superioritas. Mereka yang gagal dalam penyesuaian sosialnya, dikarenakan minat sosial yang
kurang. Mereka lebih cenderung melakukan kegiatan atau pekerjaan untuk kepentingannya
sendiri. Dari hasil dilapangan Interaksi sosial yang tercipta antara informan dengan
lingkungannya terlihat dari pengakuan informan yang senang berteman dengan siapa saja,
tidak ada membeda-bedakan dalam beteman, baginya semua sama maupun yang berbeda
agama. Dan informan juga sangat akrab dengan sesama penjual yang ada di lingkungan
kerjanya yang muda maupun orang dewasa. Kepedulian informan terhadap lingkungannya
terlihat ketika informan melerai ketika temannya ada yang berkelahi saat merebut pembeli.
Informan sebagai anak yang senang menolong dan ramah membuat lingkungan
menerimanya dengan sangat baik, sehingga membuat informan merasa senang ketika
bekerja. Walau terkadang informan juga pernah mengalami kekerasan dari lingkungannya.
Menurut Adler, minat sosial yang tidak berkembang menjadi faktor yang
melatarbelakangi semua jenis ketidakmampuan menyesuaikan diri. Disamping minat sosial
yang buruk, penderita neurotik cenderung membuat tujuan yang terlalu tinggi, memakai
gaya hidup yang kaku, dan hidup dalam dunianya sendiri. Ada tiga faktor yang membuat
orang mengalami ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri, antara lain: cacat fisik yang
buruk, gaya hidup manja, dan gaya hidup terabaikan (Alwisol, 2006). Informan mmiliki minat
sosial yang baik, dari caranya berinteraksi dengan teman-teman sebaya maupun orang
dewasa dilingkungannya membuat dirinya dapat diterima oleh lingkungan dan penerimaan
diri informan sebagai anak jalanan mengakibatkan informan memiliki rasa percaya diri dan
dapat menyesuaikan dirinya dilingkungan sosial. Gaya hidup yang dijalani informan masih
dalam gaya yang normal, informan jauh dari sikap manja karna ia mampu bekerja sendiri
untuk membantu kedua orangtuanya. Informan juga masih merasakan kasih sayang dan
perhatian dari orangtua. Oleh karna itu informan memiliki semangat yang tinggi untuk dapat
bekerja selain membantu orangtua, ia ingin dapat menggapai apa yang diinginkannya.
Hasil Data Temuan Terbaru
Berdasarkan dari hasil wawancara ditemukan data temuan terbaru yaitu Motivasi
informan membantu keluarga dan harapan dalam mencapai keinginannya membahagiakan
orangtua. Widia (2014) mengatakan motivasi sebagai kekuatan seseorang dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri
(motivasi instrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
Analisa motivasi teori sosial-kognitif menekankan pada pengaruh pemikiran
motivasional orang-orang terhadap diri mereka sendiri. Kemampuan untuk melakukan tugas
yang relevan dengan situasi, pengaruh mereka dalam rangka memilih tujuan, dalam upaya
dan kegigihan terhadap pencapaian tujuan (Pervin, 2010). Ketika seseorang termotivasi
mencapai sesuatu yang diinginkan, akan ada harapan yang sejalan dengan motivasi tersebut.
Salah satu faktor harapan terbesar informan bekerja adalah untuk menaikan orangtua haji.
81
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Sehingga teori harapan mengatakan bahwa individu akan termotivasi untuk
mengeluarkan tingkat usaha yang tinggi ketika mereka yakin bahwa usaha tersebut akan
menghasilkan penilaian kerja yang baik (Putri, Pujangkoro dan Ishak 2013). Jadi jika
seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar,
yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu.
Sebaliknya jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu kecil, motivasinya untuk
berupayah akan menjadi rendah.
Dari hasil wawancara informan mengatakan harapannya selama ini ia bekerja agar
bisa menabungkan uang dari hasil kerjanya untuk menaikkan haji orangtua dan keinginan
informan juga agar dapat menamatkan sekolah hingga ia mendapat gelar S3 suatu saat nanti.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Informan mampu bersosialisasi dengan orang lain dan situasi-situasi tertentu mulai
dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat luas tempat informan bekerja. Secara
efektif dan sehat informan menjalin hubungan yang akrab dengan temannya di sekolah,
informan juga sering diejek karena pekerjaannya, tidak ada teman-teman yang menjauhi
dirinya dan sesekali informan pun pernah mengalami perkelahian dengan temannya. Di
lingkungan sekolah, informan menghabiskan waktu untuk bermain dan belajar bersama
teman-teman. Informan anak yang jahil Di lingkungan informan bekerja tidak hanya dengan
orang-orang yang menyemir sepatu yang mengenalnya tetapi seluruh orang-orang yang ada
disekitar tempatnya bekerja sudah menjadi teman baginya. Kemampuan informan menjalin
kerja sama dengan teman-temannya dalam bekerja membuat informan merasa diterima di
lingkungannya. Rasa tanggung jawab informan akan membantu orangtuanya, membuat
informan mampu mengambil keputusan.
Informan juga mampu menerima diri sebagai anak jalanan yang bekerja setiap hari
sebagai penyemir sepatu dan memiliki orangtua yang menjadi loper koran. Informan juga
anak yang perhatian terhadap lingkungannya dan informan merasa puas dengan apa yang
dijalaninya sebagai anak jalanan, bekerja membuatnya senang, bisa menghasilkan uang
sendiri tanpa meminta lagi kepada orangtuanya. Aktif dalam kegiatan sosial dan memiliki
perhatian yang tinggi terhadap teman-temannya, membuat informan merasa memiliki
banyak teman dari pada musuh.
Semangat yang tinggi dalam diri informan membuatnya tidak ingin putus sekolah,
baginya sekolah agar kelak ia dapat menjadi kebanggaan orangtua juga membahagiakan
orangtuanya. Pekerjaan di jalan bagi informan bukanlah hal yang mudah, selain mendapat
kekerasan dari orang dewasa juga penilaian rendah oleh pengguna jalan raya.
82
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
Saran
1.
2.
3.
4.
83
Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif yang tidak dapat digeneralisasikan pada
populasi melainkan digunakan untuk mengangkat suatu fenomena yang terjadi pada
subjek yang menjadi informan dalam penelitian ini. Pada penulis selanjutnya, penulis
dapat melengkapi data dengan metode kuantitatif, sehingga generalisasi dapat dilakukan
berdasarkan data statistik yang diperoleh. Penelitian selanjutnya juga diharapkan
mendalami lagi membahas penyesuaian sosial di lingkungan sekolah dan lingkungan
tempat tinggal pada anak jalanan, serta menggunakan informan yang lebih banyak lagi.
Saran untuk Informan Penelitian
Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi
para informan, sehingga dapat lebih baik lagi menjalin hubungan dengan lingkungannya,
dan mampu bekerja sama dengan orang-orang di sekitarnya. Tidak ada rasa malu dan
tidak putus asa untuk tetap bersekolah dan bekerja sebagai anak jalanan. Serta agar
dapat terbuka dengan orangtua, dan orang lain. Selain itu keberanian membela diri
apabila berhadapan dengan orang-orang yang menindasnya.
Saran untuk Orangtua Informan
Bagi orangtua diharapkan dapat terus mendukung dan meningkatkan penyesuaian sosial
anak karena dukungan dan penerimaan keluarga yang lebih berpengaruh terhadap anak.
Serta menjadi pendengar yang baik bagi informan, karena pada masa perkembangannya
dimana anak akan lebih percaya kepada teman sebaya dibandingkan orangtua, akibat
orangtua yang tidak bisa mendengarkan anak dengan baik.
Saran untuk Masyarakat
Bagi masyarakat diharapkan tidak mengucilkan dan mengganggap rendah terhadap
mereka dan membedakan anak jalanan dengan anak-anak lainnya, agar mereka
terhindar dari diri introvert, serta dapat menerima dirinya sebagai anak jalanan dan bisa
diterima di lingkungan tempat tinggalnya atau pun tempat mereka bekerja.
ISSN 1907 - 3305
An – Nafs, Vol. 09, No.02,Th 2015
===================================================================
DAFTAR PUSTAKA
Alwisol. (2006). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Anasiru, R. (2011). Implementasi model-model kenijakan penanggulangan anak jalanan di
kota makasar. Jurnal Sosiokonsepsia, 16, 175-186.
Asriwandari, H. (2003). Profil dan aspirasi anak di kota pekanbaru. Jurnal Industri Dan
Perkotaan, VIII, 13,640-655.
Bungin, B. (2009). Metodologi penelitian kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Dinas Sosial (2010). Data anak jalanan kota pekanbaru tahun 2010. Pekanbaru: Kabid.
Pelayanan dan Pemberdayaan Sosial.
Fawzie, Z.C., Sandy, K. (2012). Faktor lingkungan yang membentuk konsep diri pada anak
jalanan. Jurnal STIKES, 5, 21-37.
Gerungan. (2010). Psikologi sosial. Bandung: Refika Aditama.
Herdiansyah, H. (2010). Metodologi penelitian kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.
Huraerah, A. (2006). Kekerasan terhadap anak. Bandung: Nuansa.
Jess, F., & Gregory, F. (2010). Teori kepribadian (theories of personality). Edisi 7. Jakarta:
Salemba Humanika.
Maslihah, S. (2011). Studi tentang hubungan dukungan sosial, penyesuaian sosial
dilingkungan sekolah dan prestasi akademik siswa SMPIT ASSYFA boarding school
subang jawa barat. Jurnal Psikologi Undip,10, 103-114.
Moleong. (2007). Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasution, D.N., Marina & Nashori, F. (2007). Harga diri anak jalanan. Jurnal Ilmiah Berkala
Psikologi, 9, 62-82.
Nurdin. (2009). Pengaruh kecerdasan emosional terhadap penyesuaian sosial siswa di
sekolah. Jurnal Administrasi Pendidikan, IX, 86-107.
Oktaria, Y. (2008). Konsep diri anak jalanan usia remaja. Jurnal Psikologi, 1, 146-151.
Pandu, P.S & Ike, H. (2012). Dampak psikososial pada anak jalanan korban pelecehan seksual
yang tinggal di liponsos anak surabaya, Jurnal Psikologi Kepribadian & Sosial,01, 6873.
Papalia, D.E., Old, S.W., & Feldman, R.D. (2009). Human development (psikologi
perkembangan) .Edisi10 buku 1. Jakarta : Kencana.
Pervin, L.A., cervone, D., & John, O.P. (2010). Psikologi kepribadian : teori dan penelitian. Edisi
kesembilan. Cetakan pertama. Jakarta : Kencana.
Poerwandari, K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk perilaku manusia. Jakarta: LPSP3.
Fakultas Psikologi UI.
Sugiyono. (2008). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Widia, L. (2014). Hubungan pengetahuan motivasi dan status kepegawaian bidan dengan
penerapan partograf di kabupaten sragen. Jurnal Delima Harapan, 2, 45-50.
84
Download