BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan adanya kondisi ekonomi global maka persaingan antar perusahaan semakin ketat terjadi. Sudah diketahui secara umum bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan maka perusahaan harus melakukan inovasi atau perbaikan secara berkala dari waktu ke waktu. Hal ini mendorong para manajer perusahaan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan baik produksi, pemasaran, dan strategi perusahaan. Salah satu strategi perusahaan yang perlu diperhatikan oleh manajer adalah pada keuangan perusahaan tersebut. Industri pertambangan dan energi di Indonesia saat ini masih menjadi andalan utama perekonomian Indonesia. Pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia mencapai 7% dalam 10 tahun terakhir dipengaruhi oleh pembangunan prasarana dan industri yang giat dilakukan. Potensi pertambangan dan energi cukup besar untuk dikembangkan terutama di daerah-daerah Indonesia Timur yang saat ini masih belum tereksplorasi.Terdapat perubahan-perubahan kepemilikan saham sektor pertambangan di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah yang mewajibkan asing menjual saham di perusahaan pertambangan di Indonesia kepada investor lokal, sehingga total porsi kepemilikan saham asing maksimal 49%.Wajib divestasi saham milik asing ini merupakan Peraturan Pemerintah (PP) No 24 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Beleid yang terbit akhir Februari 2012 itu merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 23Tahun 2010. Pada peraturan pemerintahan yang lalu, asing hanya wajib menjual saham ke investor lokal sebesar 20% selama lima tahun. Artinya, asing masih berhak memiliki saham perusahaan pertambangan di Indonesia maksimal 80%. Dengan diberlakukannya aturan pemerintah yang baru, asing hanya berhak atas 49% saham perusahaan tambang di Indonesia. Selebihnya harus dijual secara bertahap setelah lima tahun berproduksi atau harus tuntas pada tahun ke-10 1 2 sejak awal berproduksi.Aturan ini mengikat bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang lama maupun baru.(Susyanto, nasional.kontan.co.id – 3/10/14). Hal ini tidak disetujui oleh Wakil Ketua Indonesia Mining Association (IMA) karena dengan adanya pelepasan saham pada tahun kesepuluh berproduksi investor belum mendapatkan kembali modal yang telah disetorkan. Hal ini dikarenakan biaya investasi eksplorasi mineral dan batubara di sektor hulu cukup besar. Selain itu, perusahaan asing juga akan kesulitan mencari karena dibatasinya aset hingga 49%. (Tony Wenas, industri.kontan.co.id – 3/10/2014). PT Resource Alam Indonesia Tbk menambah kepemilikan tambang batubara miliknya. Emiten berkode saham KKGI ini telah merampungkan akuisisi lima perusahaan tambang setingkat izin usaha pertambangan (IUP) batubara dengan nilai total US$ 11,8 juta.Perusahaan pertama yang diakuisisi adalah Loa Hour, pemilik area konsesi tambang batubara seluas 5.000 ha di Murung Raya, Kalimantan Selatan. Resource Alam mengakuisisi 60% kepemilikan Loa Hour dengan nilai transaksi US$ 3,9 juta. Kedua, Resource Alam engakuisisi 75% saham Chaido Mega Mineral senilai US$ 1,67 juta. Ketiga, Resource Alam mengakusisi 75% saham tiga perusahaan yaitu Kaltim Mineral, Jaya Mineral dan Tambang Mulia. Setelah penambahan kepemilikan sahamnnya harga KKGI naik 0,60% menjadi Rp 4.200 per saham (Eric Tirtana, investasi.kontan.co.id – 3/10/14). Berbeda halnya yang terjadi dengan PT Harum Energy Tbk (HRUM). Di awal 2013 HRUM menambah kepemilikan sahamnya dengan membeli 50,5% saham perusahaan tambang batubara di Kalimantan Timur, yaitu PT Karya Usaha Pertiwi (KUP). Selain itu, HRUM juga menambah kepemilikan saham di produsen batubara Australia, Cockatoo Coal Limited (Cockatoo). HRUM melalui anak usaha Harum Energy Australia Pty Limited memutuskan menyerap saham baru Cockatoo, sehingga kepemilikannya menjadi 12%. HRUM telah menguasai 4,1% saham Cockatoo. Meskipun HRUM melakukan pembelian kepemilikan pada saham perusahaan lain, kinerja HRUM menurun. Tim Riset Trimegah Securities memprediksi kinerja keuangan HRUM di tahun 2013 dimana Trimegah 3 memperkirakan pendapatan HRUM turun 15,7% menjadi US$ 879 juta. Laba bersih HRUM merosot 62,8% menjadi US$ 49 juta dan harga saham HRUM turun 3,08% ke Rp 3.150 (investasi.kontan.co.id – 3/10/14). Selanjutnya mengenai kelanjutan rencana pembelian kembali saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) di Bumi Plc yang dilakukan oleh PT. Bakrie & Brothers Tbk (BNBR). Kepemilikan saham BNBR pada Bumi Plc melalui dua perusahaan asosiasi yakni Borneo Bumi Energi & Metal Pte Ltd (BBEM) dan Bumi Borneo Resources Pte Ltd (BBR). Sampai dengan saat ini tidak ada perubahan kepemilikan saham BNBR pada kedua entitas tersebut sehingga [BNBR 50 0 (+0,0%)] masih memiliki investasi 21,85% kepemilikan di BBEM dan 22,75% saham di BBR. BBRM dan BBR masing-masing memiliki 22,5% dan 25,1% saham di Bumi Plc.(R.A Sri Dharmayanti, ipotnews.com – 3/10/14). Tabel 1.1 Kepemilikan Manajerial Perusahaan Pertambangan Sebelum dan Setelah PP No. 24 Tahun 2012 Nama Perusahaan PT Adaro Energy Tbk PT Aneka Tambang (Persero) Tbk PT Indika Energy Tbk Pemegang Saham Garibaldi Thohir Edwin Soeryadjaya Theodore Permadi Rachmat Sandiaga Salahuddin Uno Ir. Subianto Chia Ah Hoo Ir. Tato Miraza, S.E., M.M Ir. Hendra Santika, M.M Ir. Made Surata, M. Si Ir. Tedy Badrujaman, M.M Ir. Pandri Prabono Moelyo Eddy Junaedy Danu Agus Lasmono Wiwoho Basuki Tjokronegoro Indracahya Basuki Wishnu Wardhana M. Arsjad Rasjid P.M Azis Armand Richard Bruce Ness Joseph Pangalila Sebelum PP No. 24 Tahun 2012 6,15% 4,25% 2,21% Setelah PP No. 24 Tahun 2012 6,21% 3,29% 2,26% 1,98% 2,00% 1,30% 0,01% 0,003% 1,36% 0,03% 0,008% - 0,002% 0,002% 0,0004% 4,44% 4,44% 1,57% 0,19% 0,10% 1,57% 0,20% 0,10% 0,03% 0,02% 0,02% 0,02% 0,02% - 0,03% 0,02% 0,02% 0,02% 0,01% 0,003% 4 PT Indo Tambangraya Megah Tbk PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk Somyot Ruchirawat Ir. Lukmanul Hakim, MM Rudjianto Boentoro Sean Trehane Pellow A.H Bramantya Putra Djoko Saputro Hendi Kusnadi Milawarma 0,009% 0,0008% 0,01% 0,01% 0,0004% 0,003% 0,0004% 0,0002% 0,0003% 0,0001% 0,0006% 0,003% Sumber : Data Diolah Berdasarkan data sumber diatas terlihat bahwa terjadi perubahan kepemilikan manajerial perusahaan pertambangan di Indonesia. Dimana terjadi peningkatan mayoritas dari kepemilikan manajerial perusahaan-perusahaan pertambangan mengalami kenaikan dalam jumlah persentase. Beberapa dewan direksi atau manajer perusahaan yang semula tidak memiliki kepemilikan manajerial, setelah dilaksanakannya PP No. 24 Tahun 2012 mengalami perubahan yaitu menjadi memiliki kepemilikan manajerial. Perubahan peningkatan kepemilikan manajerial ini mengisyaratkan bahwa dengan adanya kepemilikan saham oleh dewan direksi/manajemen, maka dapat mendorong manajemen tersebut untuk lebih meningkatkan nilai perusahaannya. Hal ini sesuai dengan tujuan utama perusahaan dimana tujuan utama perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008). Riyanto (1997) meninjau pendanaan perusahaan berasal dari luar perusahaan (external financing) dan internal financing. External financing adalah bentuk pemenuhan kebutuhan dana diambil dari sumber yang berasal dari luar perusahaan, sedangkan internal financing adalah sumber dana yang berasal dari keuntungan laba ditahan dan penyusutan. Dari keputusan pendanaan yang diambil perusahaan maka akan menghasilkan struktur kepemilikan dan struktur modal perusahaan. Struktur kepemilikan merupakan gabungan antara pihak-pihak yang memiliki saham perusahaan yaitu, kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial, dan kepemilikan publik. Kepentingan pemegang saham publik 5 seringkali tidak mendapatkan perhatian. Hal ini terjadi karena pemegang saham publik dianggap tidak terlalu memberikan kontribusi besar terhadap perusahaan. Pemegang saham mayoritas dianggap sebagai pemberi jasa terbesar pada perusahaan sehingga pada saat RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), pemegang saham publik sebagai pihak minoritas tidak pernah mendominasi hasil voting dan tidak terlalu berkontribusi terhadap hasil keputusan RUPS. Perbedaan kepentingan antara pihak-pihak yang memiliki kepentingan perusahaan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan masalah (agency problem). Terjadinya konfllik kepentingan antara pemilik dan agen karena kemungkinan agent bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya agensi (Jensen dan Meckling, 1976). Shleifer dan Robert (1997) juga menunjukkan pentingnya konsentrasi kepemilikan sebagai mekanisme untuk mengurangi biaya agensi, dan sejalan dengan hukum yang melindungi investor, diidentifikasikan sebagai salah satu penentu penting dalam sistem tata kelola perusahaan.Fakta empiris mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan telah banyak dilakukan dan masih menunjukkan perbedaan. Penelitian yang dilakukan oleh Crutchley, et al (1999) mengenai struktur kepemilikan dengan membangun sebuah model yang menunjukkan keputusan yang saling terkait antara leverage, dividend, insider ownership, dan institutional ownership ditentukan secara simultan dalam kerangka agency cost. Penelitian ini membuktikan adanya keterkaitan insider ownership dan institutional ownership dan agency cost secara simultan meskipun tidak menyeluruh.Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Mohammad (2006) menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan dari dalam (insider ownership/kepemilikan manajerial), Penelitian yang dilakukan oleh Purba (2004) juga menemukan bahwa besarnya proporsi saham publik memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan yang berimbas pada nilai perusahaan. 6 Berdasarkan data dan fenomena yang ditunjukan diatas penulis tertarik untuk menganalisis pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan biaya agensi terhadap nilai perusahaan sektor pertambangan yang listing di Bursa Efek Indonesia. Maka judul yang diambil untuk penelitian ini adalah :“PENGARUH TERHADAP KEPEMILIKAN NILAI SAHAM PERUSAHAAN DAN BIAYA AGENSI PERTAMBANGAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2009 – 2013” 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka masalah yang akan diidentifikasikan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran kepemilikan institusional pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 ? 2. Bagaimana gambaran kepemilikan manajerial pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 ? 3. Bagaimana gambaran kepemilikan publik pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 ? 4. Bagaimana gambaran biaya agensi pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 ? 5. Bagaimana gambaran nilai perusahaan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 ? 6. Bagaimana pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kepemilikan publik, dan biaya agensi terhadap nilai perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 baik secara simultan maupun parsial ? 1.3 Maksud &Tujuan Penelitian Maksud penelitian adalah untuk menerapkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama mengenyam bangku perkuliahan dan mengimplementasikannya langsung untuk mengetahui, mempelajari, dan membandingkan teori dan praktek 7 dalam bentuk penyusunan skripsi sebagai syarat mengikuti ujian sarjana di Fakultas Bisnis dan Manajemen Universitas Widyatama. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran kepemilikan institusional pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013. 2. Untuk mengetahui gambaran kepemilikan manajerial pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013. 3. Untuk mengetahui gambaran kepemilikan publik pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013. 4. Untuk mengetahui gambaran biaya agensi pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013. 5. Untuk mengetahui gambaran nilai perusahaan pada perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013. 6. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kepemilikan publik, dan biaya agensi terhadap nilai perusahaan pertambangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2013 baik secara parsial maupun simultan. 1.4 Kegunaan Penelitian Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi seluruh pihak diantaranya adalah : 1. Bagi Penulis Penelitian ini dapat melatih kemampuan menganalisa peneliti dan meningkatkan khasanah ilmu peneliti mengenai kondisi riil di lapangan yang terkait dengan disiplin Ilmu Manajemen. 2. Bagi Perusahaan Memberikan informasi mengenai kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kepemilikan publik dan biaya agensi yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan. 8 3. Bagi Universitas Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan disiplin Ilmu Manajemen. 4. Bagi Para Peneliti Selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi penelitian dalam membantu para peneliti lain yang bermaksud melakukan penelitian selanjutnya. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, kepemilikan publik dan biaya agensi (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Tarjo (2008) menjelaskan kepemilikan institusional sebagai berikut : “Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. “ Menurut Shleifer dan Robert (1997) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan. Adapun kepemilikan institusional dilihat dari saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, dana pensiun, atau perusahaan lain (Tarjo, 2008). Kepemilikan institusional diukur sesuai persentase kepemilikan saham oleh institusi perusahaan (Haruman, 2008). Kepemilikan institusional dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % = ℎ ℎ ℎ ℎ 100% Menurut Wahidahwati (2002) penjelasan mengenai kepemilikan manajerial sebagai berikut : 9 “Kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris).” Shleifer dan Robert (1997) mengatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang akan meningkat juga. Kemudian, dengan adanya kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan manajemen dan pemegang saham lainnya sehingga permasalahan antara agent dan principal akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976). Pengambilan data kepemilikan manajerial menggunakan variabel dummy, dimana bernilai 1 jika terdapat kepemilikanoleh manajerial dalam perusahaan dan bernilai 0 jika tidak terdapat kepemilikan manajerial dalam perusahaan (Wongso, 2012). Menurut Soegoto (2010:95) menjelaskan mengenai kepemilikan publik sebagai berikut : “Kepemilikan publik merupakan kepemilikan oleh suatu unit atau badan pemerintah atas suatu organisasi.” Purba (2004) mengatakan bahwa besarnya proporsi saham publik memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan yang berimbas pada nilai perusahaan. Kepemilikan publik diukur dari jumlah prosentase saham yang dimiliki oleh publik, maka kepemilikan publik dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : % = ℎ ℎ ℎ ℎ 100% Selanjutnya Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa terjadinya konflik kepentingan antara principal dan agent karena kemungkinan agent bertindak tidak sesuai dengan kepentingan principal, sehingga memicu biaya agensi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan biaya agensi sebagai berikut : 10 “Biaya agensi adalah biaya yang berkaitan dengan pemantauan tindakan manajemen guna menjamin agar tindakan tersebut konsisten dengan kesepakatan kontrak diantara manajer, pemegang saham, dan kreditor.” Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen menyebabkan timbulnya biaya agensi (Jensen dan Meckling, 1976). Adapun ukuran biaya agensi adalah dengan menggunakan rasio discretionary expense terhadap penjualan bersih, yang merupakan proksi biaya agensi (Lin, 2006) dalam Fachrudin (2011). Biaya agensi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : = ℎ Dimana : Discretionary Expense = Beban yang dikeluarkan berdasarkan kebijaksanaan seorang manajer Perhitungan Discretionary Expense : Discretionary expense = Beban bunga+gaji+upah Menurut Van Horne dalam Diyah dan Erman (2009) menjelaskan nilai perusahaan sebagai berikut : “Value is represented by the market price of the company’s common stock which in turn, is a function of firm’s investment, financing and dividend decision.” Artinya bahwa nilai perusahaan dilihat dari harga saham perusahaan yang mana, merupakan fungsi dari keputusan investasi, pendanaan, dan kebijakan dividen perusahaan. Sedangkan Fuad, et al (2000:23) menjelaskan nilai perusahaan sebagai berikut : “Nilai perusahaan merupakan harga jual perusahaan yang dianggap layak oleh calon investor sehingga ia mau membayarnya, jika suatu perusahaan akan dijual.” Selanjutnya, Maurice dan Christopher (2002) dalam Rustendi dan Farid (2008) menjelaskan mengenai nilai perusahaan sebagai berikut : 11 “Value of the firm is the price for which the firm can be sold, which equals the present value of future profits.” Artinya bahwa nilai perusahaan merupakan harga perusahaan tersebut ketika perusahaan dijual, yang sama dengan nilai sekarang dari keuntungan yang akan diperoleh di masa yang akan datang. Adapun cara mengukur nilai perusahaan yaitu menggunakan Tobin’s Q. Rasio Tobin’s Q dinilai memberikan informasi paling baik, karena Tobin’s Q memasukan semua unsur hutang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukan namun seluruh asset perusahaan. Semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik (Sukamulja, 2004). Variabel perhitungan ini telah digunakan oleh Suranta dan Pratana (2003) serta Nurlela dan Islahuddin (2008). Tobin’s Q dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : = { { + } + } Dimana : Q = Nilai Perusahaan EMV = Nilai Pasar Ekuitas (Closing Price x Outstanding Shares) EBV = Nilai Buku dari Total Ekuitas (Total Assets – Total Liabilities) D 1.5.1 = Nilai Buku dari Total Hutang Hubungan Kepemilikan Institusional dengan Nilai Perusahaan Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. 12 Menurut Sujoko dan Ugy (2007), bahwa kepemilikan institusional berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Begitu pula menurut Xu dan Wang, et al serta Bjuggren, et al dalam Tarjo (2008), mengatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara positif terhadap nilai perusahaan dan kinerja perusahaan. 1.5.2 Hubungan Kepemilikan Manajerial dengan Nilai Perusahaan Menurut Wahidahwati (2002), menyatakan bahwa kepemilikan manajerial merupakan pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (Direktur dan Komisaris). Pihak manajemen yang berlaku sebagai pemegang saham akan berusaha meningkatkan nilai perusahaan, karena dengan meningkatnya nilai perusahaan maka nilai kekayaannya sebagai pemegang saham akan meningkat pula. Penelitian Supriyanto dan Titik (2004) menunjukkan kepemilikan manajerial berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan. Ovtcharova (2003) juga menunjukkan dukungan tentang tingkat hasil jangka panjang dengan presentase kepemilikan saham oleh institusi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Sujoko dan Ugy (2007) dimana kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap nilai perusahaan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rustendi (2008). Meskipun demikian, Shleifer dan Robert (1997) mengatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah maka ada kecenderungan akan terjadinya perilaku opportunistic manajer yang akan meningkat juga. Sehingga apabila manajemen memiliki kepemilikan saham yang tinggi maka akan membantu untuk meningkatkan nilai perusahaan. 1.5.3 Hubungan Kepemilikan Publik dengan Nilai Perusahaan Menurut Soegoto (2010:95) kepemilikan publik adalah kepemilikan oleh suatu unit atau badan pemerintah atas suatu organisasi. Kepemilikan publik berarti menjual saham perusahaan ke para investor dan membiarkan saham tersebut diperdagangkan di pasar saham. Setiap perusahaan yang go public secara periodik harus membuat laporan kepada Bursa Efek Indonesia, bisa saja per kuartal atau 13 tahunan. Semua perusahaan go public harus transparan dan sangat mudah diketahui oleh para pemiliknya dari segi data dan manajemennya serta memiliki banyak tanggung jawab karena banyak pihak yang berkepentingan (Reinhart,1999) dalam (Sirajudin, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Gang, Weiguo dan Jason (2003) menyebutkan bahwa semakin tinggi kepemilikan publik, semakin tinggi tingkat dividen saham. Pasar percaya bahwa emiten yang mempunyai prospek baik yang mampu menghasilkan laba di masa depan saja yang dapat membayar dividen. Oleh karena pasar percaya bahwa pembayar dividen adalah perusahaan yang berprospek, maka mereka mereaksinya dengan prositif (Hartono, 2005:162). Hal ini berarti bahwa dengan meningkatnya dividen saham maka nilai perusahaan sebagai pembayar dividen pun akan meningkat. Purba (2004) juga menemukan bahwa besarnya proporsi saham publik memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan. Ketika kinerja perusahaan meningkat maka akan berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang akan semakin meningkat juga (Pertiwi dan Ferry, 2012). 1.5.4 Hubungan Biaya Agensi dengan Nilai Perusahaan Di dalam perusahaan terdapat beberapa fungsi, antara lain fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan sangat rentan dengan agency conflict (konflik kepentingan). Agency conflict inilah yang dapat menimbulkan biaya agensi, yaitu pemberian insentif layak kepada manajer serta biaya pengawasan untuk mencegah hazard. Penelitian yang dilakukan oleh Putri dan Mohammad (2006) menyebutkan bahwa salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan dari dalam (insider ownership/kepemilikan manajerial), sedangkan menurut Wahyudi dan Hartini (2006) mengatakan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional maka akan mengurangi biaya agensi. Berdasarkan hal tersebut diharapkan bahwa dengan berkurangnya biaya agensi maka nilai perusahaan akan meningkat. Sedangkan 14 penelitian yang dilakukan oleh Fadah (2010) menyatakan bahwa biaya agensi (Agency Cost) tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Adapun kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini adalah sebagai berikut : Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran Nilai Perusahaan Perusahaan Manajemen Keuangan Keputusan Pendanaan Keputusan Investasi Kebijakan Dividen Struktur Modal Struktur Kepemilikan Biaya Agensi Kepemilikan Institusional Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Publik 15 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka diperoleh paradigma kerangka pemikiran yang digambarkan sebagai berikut : Gambar 1.2 Paradigma Kerangka Pemikiran Kepemilikan Institusional (KINST) X1 Kepemilikan Manajerial (KMAN) X2 Nilai Perusahaan (NPER) Y Kepemilikan Publik (KPUB) X3 Biaya Agensi (AGEN) X4 Keterangan : : Uji t hitung (pengujian parsial) : Uji F hitung (pengujian simultan) 1.5.5 Hipotesis Hipotesis merupakan dugaan sementara, yaitu suatu pernyataan yang kedudukannya belum sekuat proposisi atau dalil. Zulganef (2008:46) mengatakan bahwa : “Hipotesis adalah kesimpulan atau jawaban terhadap masalah penelitian yang dibuat berdasarkan kerangka pemikiran sementara dari suatu permasalahan yang harus dibuktikan kebenarannya didalam kenyataan”. 16 Berdasarkan bagan paradigma sebelumnya maka penulis menetapkan suatu dugaan atau hipotesis, yaitu : H1 : Kepemilikan Institusional berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. H2 : Kepemilikan Manajerial berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. H3 : Kepemilikan Publik berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. H4 : Biaya Agensi berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. H5 : Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Publik dan Biaya Agensi berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan secara simultan. 1.6 Metode Penelitian Jenis metode penelitian pada penelitian ini adalah explanatory survey yang menggunakan metode penelitian deskriptif dan verifikatif. Metode deskriptif adalah studi yang menentukan fakta dengan interpretasi yang tepat dimana termasuk didalamnya studi untuk melukiskan secara akurat sifat-sifat dari beberapa fenomena kelompok dan individu, serta studi untuk menentukan frekuensi terjadinya suatu keadaan untuk meminimalisasikan bias dan memaksimumkan reabilitas (Nazir, 2005:89). Sedangkan metode verifikatif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antara variabel melalui suatu pengujian hipotesis melalui suatu perhitungan statistik sehingga didapat hasil pembuktian yang menunjukkan hipotesis ditolak atau diterima (Rasyad, 2003:6). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yaitu data yang dikumpulkan pada suatu waktu tertentu yang bisa menggambarkan keadaan atau kegiatan pada waktu tersebut. Data ini diperoleh dari bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian yaitu laporan keuangan dan informasi lainnya seperti jurnal dan penelitian sebelumnya. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis jalur, analisis kolerasi, koefisien determinasi dan pengujian hipotesis. Kemudian metode analisis yang digunakan adalah metode analisis statistik secara parsial yaitu uji 17 hipotesis dengan cara uji statistik t dari masing-masing variabel. Sedangkan secara bersamaan (simultan) yaitu uji hipotesis dengan cara uji statistik F yang bertujuan untuk mengetahui apakah pengaruh variabel X1, X2, X3 dan X4 secara simultan terhadap variabel Y. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Sampel pada penelitian ini adalah perusahaan sektor pertambangan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Dimana data diperoleh dari Pojok Bursa Universitas Widyatama yang berlokasi di Jl. Cikutra no. 204A Bandung 40125, serta dari internet melalui situs www.idx.co.id dan ICMD (Indonesian Capital Market Directory) dengan mengambil data sekunder berupa laporan keuangan perusahaan. Kemudian, waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2014 hingga penelitian ini selesai dilaksanakan.