bab vi representasi sosial pemuda tani

advertisement
55
BAB VI
REPRESENTASI SOSIAL PEMUDA TANI
Representasi sosial pemuda tani dilihat melalui dua dimensi yakni (1)
dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja dan (2) dimensi lahan.
Dimensi pola pekerjaan dan pandangan terhadap kerja terbagi menjadi tiga yaitu
representasi sosial pertanian, representasi sosial pekerjaan tani, dan representasi
sosial petani. Untuk dimensi lahan, terbagi menjadi dua yaitu representasi lahan
dan representasi lahan kering.
6.1
Dimensi Pola Pekerjaan dan Pandangan Terhadap Kerja
6.1.1 Representasi Sosial Pertanian
Berdasarkan hasil asosiasi kata maka diperoleh kategori kata yang lebih
umum. Berikut enam kategori kata yang diperoleh dari hasil asosiasi kata
pertanian.
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Asosiasi Kata Pertanian Berdasarkan Kategori
Kata Desa Pasawahan, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis,
tahun 2009
Kategori Kata
Jumlah (%)
Aktivitas Pertanian
157 (78,5)
Teknologi Pertanian
8 (4,0)
Komoditas Pertanian
6 (3,0)
Sumberdaya Alam Pertanian
22 (11,0)
Afeksi
4 (2,0)
Hambatan Pertanian
3 (1,5)
200 (100)
Total
Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa sebagian besar kata (78,5 persen)
merepresentasikan pertanian pada kategori aktivitas pertanian. Pemuda tani
memaknai pertanian sebagai aktivitas kerja yang berkaitan dengan tenaga fisik
seperti bercocoktanam, pembibitan, penanaman, panen, mengolah lahan,
pembukaan lahan, mencangkul, menggarpu, pemupukan, penyiangan gulma,
56
penyemprotan pestisida, perawatan lahan, penyiraman, penjualan, pemasaran
hasil, dengan menggunakan sarana produksi pertanian seperti cangkul, pupuk,
yang biasa dilakukan di sawah, kebun ataupun ladang. Seperti halnya hasil
penelitian Amelia (2005) yang menyatakan bahwa pemuda lebih mempersepsikan
pertanian sebagai proses produksi komoditas pertanian yang mencakup seluruh
kegiatan yang berhubungan langsung dalam proses pengelolaan, dan pemanfaatan
sumberdaya alam pertanian.
Pemuda tani tidak banyak yang memaknai pertanian sebagai teknologi,
komoditas pertanian, afeksi, sumberdaya alam, dan hambatan pertanian.
Teknologi pertanian yang disebutkan merupakan teknologi yang umum seperti
irigasi dan sengkedan yang tergolong sederhana. Secara konteks lingkungan
pertanian, Desa Pasawahan untuk pertanian sawah belum menggunakan teknologi
seperti irigasi, namun telah menggunakan sistem sengkedan yakni tanah miring
yang dibuat seperti berundak-undak (tangga) agar mencegah terjadinya longsor.
Hal ini dilakukan agar tidak terjadi longsor dan juga untuk mengalirkan air ke
lahan lainnya. Komoditas pertanian yang dikemukakan hanya terbatas pada
komoditas palawija. Pemuda lebih merepresentasikan pertanian secara umum.
Oleh karena itu, masih sedikit afeksi yang muncul seperti sumber kehidupan dan
terhormat. Begitu pula dengan hambatan pertanian, pemuda cenderung tidak
memaknai hal tersebut.
6.1.2 Representasi Sosial Pekerjaan Tani
Pemuda tani merepresentasikan pekerjaan tani ke dalam tiga kategori kata
yang diperoleh dari hasil asosiasi kata. Berikut ketiga kategori kata yang muncul.
57
Jumlah dan Persentase Asosiasi Kata Pekerjaan Tani Berdasarkan
Kategori Kata Desa Pasawahan, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten
Ciamis, tahun 2009
Kategori Kata
Jumlah (%)
Aktivitas Pertanian
192 (96,0)
Afeksi
6 (3,0)
Sarana Produksi Pertanian
2 (1,0)
200 (100)
Total
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa hampir seluruh kata (96 persen)
Tabel 13.
merepresentasikan pekerjaan tani dalam kategori kata aktivitas pertanian.
Pemuda tani memaknai pekerjaan tani yang sebagai aktivitas pertanian yang
berkaitan dengan kekuatan fisik seperti bercocoktanam, pembibitan, penanaman,
panen, mengolah lahan, pembukaan lahan, mencangkul, menggarpu, pemupukan,
penyiangan gulma, penyemprotan pestisida, perawatan lahan, penyiraman,
penjualan, pemasaran hasil, penyadap karet, buruh tani, tengkulak, dan sayuran.
Pemuda tani lebih melihat aktivitas pertanian yang dilakukan di sarana kerja
pertanian seperti sawah, kebun, dan huma.
Dalam pekerjaan tani, mulai muncul afeksi terhadap pekerjaan ini. Afeksi
tersebut terbagi dua yakni afeksi positif dan afeksi negatif. Pada afeksi positif,
muncul kata baik dan untung, namun kata ini masih sedikit yang
mengeluarkannya. Pada afeksi negatif, kata yang menggambarkan beban kerja
dari pekerjaan pertanian yakni lelah, kotor, berat, dan beresiko. Hal ini
mengartikan bahwa pemuda memaknai pekerjaan tani sebagai aktivitas pertanian
yang terkait dengan mengolah sarana pertanian dengan menggunakan tenaga fisik
yang kotor, melelahkan, berat dan beresiko. Seperti halnya hasil penelitian
Tarigan (2004) yang mengemukakan bahwa di Desa Jembarmanah pemuda
merepresentasikan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang kotor, perlu kerja
58
keras, dan melelahkan. Sedangkan untuk sarana produksi tani sangat sedikit yang
mengeluarkannya yakni hanya kata pupuk.
Aspek Afektif Representasi Sosial Pekerjaan Tani
Representasi sosial pekerjaan pertanian juga dilihat dari aspek afektif. Hal
ini menggambarkan kecenderungan pemuda dalam merepresentasikan pekerjaan
tani. Berikut ini tabel yang menunjukkan jumlah dan persentase aspek afektif
terhadap pekerjaan tani, pemuda tani Desa Pasawahan.
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Aspek Afektif terhadap Pekerjaan Tani, Desa
Pasawahan, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, tahun 2009
1
Pandangan terhadap
Pekerjaan Pertanian
Baik - Buruk
2
Untung - Rugi
3
Aman - Beresiko
4
Ringan - Melelahkan
5
Mencukupi - Tidak
6
Bersih - Kotor
7
Santai - Terikat Waktu
8
Modern - Tradisional
9
Terhormat - Memalukan
No.
Sangat
Positif
34
(85,0)
15
(37,5)
18
(45,0)
6
(15,0)
20
(50,0)
2
(5,0)
8
(20,0)
6
(15,0)
8
(20,0)
Positif
Netral
Negatif
0
(0,0)
11
(27,5)
5
(12,5)
5
(12,5)
6
(15,0)
3
(7,5)
9
(22,5)
4
(10,0)
5
(12,5)
1
(2,5)
11
(27,5)
8
(20,0)
9
(22,5)
9
(22,5)
8
(20,0)
8
(20,0)
19
(47,5)
21
(52,5)
2
(5,0)
2
(5,0)
5
(12,5)
2
(5,0)
1
(2,5)
5
(12,5)
4
(10,0)
7
(17,5)
5
(12,5)
Sangat
Negatif
3
(7,5)
1
(2,5)
4
(10,0)
18
(45,0)
4
(10,0)
22
(55,0)
11
(27,5)
4
(10,0)
1
(2,5)
Berdasarkan Tabel 14, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pemuda di
Desa Pasawahan memiliki representasi terhadap pekerjaan pertanian yang
cenderung positif. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan positif yang lebih
dipilih oleh responden. Representasi pemuda tani terhadap pekerjaan pertanian
cenderung positif terhadap kata ‘baik’ (85 persen) dan kata ‘mencukupi’ (50
59
persen). Lalu pekerjaan tani juga direpresentasikan sebagai pekerjaan yang aman,
untung, terhormat dan santai. Untuk tiga pernyataan lainnya memiliki representasi
yang cenderung negatif yakni ‘kotor’ (55 persen), ‘melelahkan’ (45 persen), dan
pekerjaan pertanian direpresentasikan sebagai pekerjaan yang masih tradisional.
Pemuda melihat pekerjaan pertanian secara positif dari segi moral, ekonomi
pandangan pribadi, dan sosial. Dari segi moral, pemuda memiliki representasi
bahwa pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang ‘baik’. Pemuda menganggap
bahwa pekerjaan pertanian merupakan pekerjaan yang mulia.
Berikut kutipan pernyataan dari salah satu responden yang mengatakan
pekerjaan yang ‘baik’:
“Pekerjaan tani tuh mulia teh, soalnya dari pertanian kita kan
menghasilkan padi berarti dari pekerjaan ini dapat ngidupin orang
banyak teh, udah gitu halal lagi hasilnya” (AA, 19 tahun).
Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa pemuda menganggap
pekerjaan pertanian adalah pekerjaan yang mulia karena secara tidak langsung
dapat menghidupi orang banyak. Secara moral, pekerjaan pertanian dianggap
lebih halal dibandingkan pekerjaan lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Muksin (2007) yang menyatakan bahwa pekerjaan pertanian lebih halal atau
bersih dan jauh dari kecurangan.
Pemuda merepresentasikan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang
menguntungkan dan mencukupi kebutuhan, dari segi ekonomi. Menurut pemuda,
pekerjaan pertanian dapat menguntungkan apabila mempunyai lahan yang luas
dan dimanfaatkan dengan maksimal.
60
Berikut kutipan pernyataan pemuda yang menyatakan pekerjaan pertanian
‘menguntungkan’:
“Kalo kerja di pertanian mah bisa untung bisa juga ga untung,
untung kalo kita punya lahan yang luas dan digarap, kalo ga
digarap mah sama aja boong ga dapet untung apa-apa teh”
(PY, 17 tahun).
Pemuda juga merepresentasikan bahwa pekerjaan pertanian adalah
pekerjaan yang mencukupi kebutuhan. Pertanian hanya sebagai pekerjaan
subsisten, untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga saja.
Berikut kutipan yang menyatakan bahwa pertanian ‘mencukupi kebutuhan’:
“Dengan bertani cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga
aja, terkadang kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ”
(HD, 21 tahun).
Pemuda juga merepresentasikan secara sosial yakni pekerjaan pertanian
sebagai pekerjaan yang terhormat. Terhormat yang dimaksud yaitu pekerjaan
pertanian tidak memalukan dan lebih membanggakan.
Berikut kutipan yang menyatakan pekerjaan pertanian merupakan pekerjaan
yang ‘terhormat’:
“Bekerja dipertanian menyenangkan dan lebih bangga kepada diri
sendiri, petani dapat menghidupi orang banyak, dan lebih
terhormat” (RW, 20 tahun).
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pekerjaan pertanian merupakan
pekerjaan yang terhormat. Hal ini menunjukkan pemuda masih memiliki
representasi yang positif terhadap pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang
terhormat.
61
Berdasarkan pandangan pribadi pemuda merepresentasikan pekerjaan
pertanian sebagai pekerjaan yang aman dan santai. Pemuda menganggap
pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang aman karena bisa menghasilkan
produksi yang relatif stabil terhadap gejolak politik atau kondisi perekonomian
negara, dan nyaman karena berada diantara komunitas asalnya yang dinilai
tenang, ramah, penuh rasa kekeluargaan. Namun, pekerjaan pertanian ini
terkadang dibayangi oleh suatu risiko yakni gagal panen akibat bencana alam
ataupun gangguan hama. Santai disini berarti pekerjaan pertanian tidak terikat
waktu dan bersifat fleksibel.
Berikut kutipan pernyataan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang
‘aman’:
“Pekerjaan pertanian tuh aman karena produksinya stabil,
resikonya kecil, paling-paling resikonya cuma satu, ya gagal panen
teh ” (AO, 25 tahun).
Kutipan di atas menunjukan bahwa pertanian merupakan pekerjaan yang
aman karena memiliki resiko yang kecil. Hal ini menunjukan bahwa pekerjaan
pertanian tetap menjadi pilihan bagi masyarakat Desa Pasawahan.
Berikut kutipan yang menyatakan pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan
yang ‘santai’:
“Kalo kerja tani mah santai ga pake jadwal-jadwal kayak kerja
kantoran, kalo emang harus ke sawah ya udah berangkat, ga
ditentuin kapan harus ke lahan” (AO, 25 tahun).
Berdasarkan kutipan tersebut di atas, terlihat bahwa memang pekerjaan
pertanian tidak terlalu mengikat dalam hal waktu. Waktu petani untuk bekerja di
62
lahannya masing-masing bersifat fleksibel tergantung kebutuhan dan aktivitas
yang dilakukan.
Representasi pemuda terhadap pekerjaan pertanian yang negatif yakni dari
segi pandangan pribadi dan segi teknologi. Dari segi pandangan pribadi ini,
pemuda lebih melihat pada beban kerja dari pekerjaan pertanian yaitu melelahkan
dan juga kotor.
Berikut kutipan pernyataan yang menyatakan pekerjaan pertanian sebagai
pekerjaan yang ‘melelahkan dan kotor’:
“Kerja tani itu melelahkan juga harus kotor-kotoran”
(MY, 17 tahun).
Kutipan di atas menunjukan bahwa pekerjaan pertanian itu melelahkan dan
kotor bagi pemuda. Pemuda lebih melihat pekerjaan pertanian menurut pandangan
pribadi mereka sebagai sesuatu yang membebankan dan kotor.
Berdasarkan segi teknologi, pemuda merepresentasikan bahwa pekerjaan
pertanian masih jarang menggunakan teknologi, karena sistem pertanian yang
mereka gunakan masih tradisional. Kondisi lahan yang miring dan berundakundak menyulitkan mereka untuk memakai teknologi seperti alat pembajak,
sehingga pekerjaan lebih sulit dan melelahkan dengan cara yang tradisional.
Berikut kutipan yang menyatakan pekerjaan pertanian masih ‘tradisional’:
“Untuk ngebajak sawah mah susah kalo pake traktor soalnya kan
tanah disini miring dan berundak-undak, paling kita masih pake
kebo kalo ngebajak sawah” (PY, 17 tahun).
Secara keseluruhan, pemuda merepresentasikan cenderung positif terhadap
pekerjaan pertanian. Pemuda melihat pekerjaan pertanian sebagai pekerjaan yang
baik, mencukupi kebutuhan, memiliki keuntungan ekonomi, aman, terhormat,
63
ataupun tidak terikat waktu. Namun, pemuda juga melihat pada beban kerja dari
pekerjaan pertanian yakni melelahkan dan kotor. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Tjakrawati (1988) dan Marbun (2008) yang menyatakan bahwa
pekerjaan tani dianggap baik, tidak terikat waktu, dan santai. Namun, segi buruk
dari pekerjaan pertanian yaitu kepanasan, kotor berlumpur, dan berat.
6.1.3 Representasi Sosial Petani
Pemuda tani merepresentasikan petani ke dalam tiga kategori kata yang
diperoleh dari hasil asosiasi kata. Berikut ketiga kategori kata yang muncul.
Jumlah dan Persentase Asosiasi Kata Petani Berdasarkan Kategori
Kata Desa Pasawahan, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis,
tahun 2009
Kategori Kata
Jumlah (%)
Afeksi Positif
88 (44,0)
Afeksi Negatif
50 (25,0)
Aktivitas Pertanian
62 (31,0)
200 (100)
Total
Berdasarkan Tabel 15, sebagian besar kata (44 persen) yang muncul
Tabel 15.
merepresentasikan kata petani pada kategori afeksi positif. Afeksi positif ini
terbagi menjadi dua yakni sifat/karakter petani dan kekuatan fisik petani. Dalam
sifat/karakter petani muncul kata-kata positif yakni rajin, mandiri, pantang
menyerah, sabar, mengerti alam, lapang dada, tekun, terhormat, kaya, pekerja
keras, tak kenal lelah, dan pahlawan. Untuk kekuatan fisik, kata-kata yang muncul
yaitu kuat, tahan panas, tahan hujan, tahan ‘banting’. Pemuda tani memaknai
petani sebagai profesi yang harus memiliki kesabaran, perlu ketekunan, tak
mengenal lelah dan sifat petani lainnya, serta memerlukan kekuatan fisik seperti
tahan panas/hujan dan tahan ‘banting’.
Pemuda tani juga memaknai petani sebagai afeksi negatif yang terbagi
menjadi dua yaitu fisik petani dan kondisi petani. Dari segi fisik petani kata-kata
64
yang muncul yaitu dekil, kotor, hitam, dan baju lusuh, sedangkan dari kondisi
petani muncul kata-kata tertindas, terintimidasi, terkucilkan, putus asa, lelah,
cuek, terhina, miskin,dan beresiko. Secara fisik petani terlihat dekil, kotor, hitam,
dan baju lusuh. Hal ini disebabkan kondisi pekerjaan mereka yang bekerja
dibawah terik sinar matahari, kepanasan, kehujanan, kotor-kotoran di lumpur atau
tanah. Dari segi kondisi petani, terlihat bahwa petani sebagai obyek atau korban
dari kejamnya masyarakat yang memandang petani sebelah mata sehingga petani
merasa bahwa mereka terintimidasi, terhina, terkucilkan dan sebagainya. Terlihat
bahwa terkadang petani merasa tidak nyaman akan profesinya sebagai petani.
Pemuda tani juga memaknai petani sebagai profesi yang melakukan
aktivitas pertanian dengan menggunakan kekuatan fisik seperti bercocok tanam,
pembibitan, penanaman, panen, mengolah lahan, menyemai, pemupukan,
penyiangan gulma, penyemprotan pestisida, perawatan lahan, penyiraman, sawah,
pembukaan lahan, mencangkul, menggarpu, dan membajak lahan. Dalam aktivitas
pertanian ini juga muncul status dari petani yakni pemilik dan penggarap, dan alat
kerja dari petani seperti cangkul, parang serta caping. Hal ini merepresentasikan
bahwa petani adalah salah satu profesi yang melakukan aktivitas pertanian di
lahan dengan menggunakan alat pertanian, yang memiliki status sebagai pemilik
atau sebagai penggarap, yang memiliki sifat/karakteristik yang baik secara
normatif.
6.2
Dimensi Lahan
6.2.1 Representasi Sosial Lahan
Pemuda tani merepresentasikan lahan menjadi lima kategori umum. Berikut
lima kategori kata yang diperoleh dari hasil asosiasi kata lahan.
65
Jumlah dan Persentase Asosiasi Kata Lahan Berdasarkan Kategori
Kata Desa Pasawahan, Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis,
tahun 2009
Kategori Kata
Jumlah (%)
Sarana Kerja Pertanian
77 (38,5)
Kondisi Lahan
56 (28,0)
Afeksi
39 (19,5)
Komoditas Pertanian
23 (11,5)
Sarana Produksi Pertanian
5 (2,5)
200 (100)
Total
Berdasarkan Tabel 16, diketahui bahwa sebagian besar kata (38,5 persen)
Tabel 16.
yang muncul untuk merepresentasikan kata lahan termasuk pada kategori sarana
kerja pertanian. Pemuda tani memaknai lahan sebagai sarana kerja pertanian yakni
sawah, kebun, huma, hutan, dan ladang. Hal ini menggambarkan konteks
pertanian lahan kering yang lahan pertaniannya berupa sawah, kebun huma, hutan,
dan ladang. Selain itu, pemuda juga merepresentasikan kondisi dari lahan
pertanian. Kondisi lahan ini terbagi menjadi tiga yakni kondisi lahan yang baik,
kondisi lahan yang buruk, dan usaha perbaikan lahan. Dari ketiganya, kata pada
kondisi lahan yang buruk lebih banyak muncul yaitu kata kering, basah, becek,
gersang, tandus, lembab, dan lahan miring, sedangkan kondisi lahan yang baik
hanya dua kata yang muncul yaitu subur dan luas. Sedikit pemuda tani yang
merepresentasikan afeksi (sumber kehidupan, rebut, garap, dan perjuangkan),
komoditas pertanian (padi, palawija, dan tanaman jangka panjang) dan sarana
produksi pertanian (pupuk dan benih).
Idhamsyah et al. (2009) menyebutkan bahwa konteks lingkungan berperan
dalam membentuk representasi sosial. Secara keseluruhan, pemuda tani
merepresentasikan kata lahan sebagai sarana kerja bagi petani. Namun, kondisinya
kurang memuaskan walaupun dianggap sebagai sumber kehidupan. Kondisi lahan
yang cenderung buruk ini terkait dengan konteks lokasi di Desa Pasawahan yang
66
tergolong lahan kering. Oleh sebab itu, pemuda tani cenderung kecewa dengan
kondisi lahan yang mereka tempati saat ini. Untuk meyelesaikan masalah dari
kondisi lahan maka perlu dilakukan usaha-usaha untuk memperbaiki kondisi lahan
sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih maksimal. Representasi sosial yang
terbentuk secara tidak langsung dipengaruhi oleh konteks lingkungan pemuda
tani.
Aspek Afektif Representasi Sosial Lahan
Representasi sosial pekerjaan lahan pertanian juga dilihat dari aspek afektif.
Hal ini menggambarkan kecenderungan pemuda dalam merepresentasikan lahan
pertanian. Berikut ini tabel yang menunjukkan jumlah dan persentase aspek
afektif terhadap lahan pertanian, pemuda tani Desa Pasawahan.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Representasi Pemuda tani terhadap Lahan
Pertanian
No.
1
2
3
4
5
Pandangan terhadap
Lahan Pertanian
Ekonomis - Tidak
Ekonomis
Menjamin Hari Tua Tidak Menjamin
Terhormat - Tidak
Terhormat
Murah- Mahal
Berharga - Tidak
Berharga
Sangat
Positif
21
(52,5)
22
(55,0)
13
(32,5)
2
(5,0)
33
(82,5)
Positif
Netral
Negatif
5
(12,5)
8
(20,0)
4
(10,0)
0
(0,0)
3
(7,5)
10
(25,0)
4
(10,0)
21
(52,5)
8
(20,0)
3
(7,5)
3
(7,5)
6
(15,0)
1
(2,5)
10
(25,0)
1
(2,5)
Sangat
Negatif
1
(2,5)
0
(0,0)
1
(2,5)
20
(50,0)
0
(0,0)
Berdasarkan Tabel 17, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pemuda di
Desa Pasawahan memiliki representasi terhadap lahan pertanian yang cenderung
positif. Hal ini terlihat dari pernyataan-pernyataan positif yang lebih dipilih oleh
responden. Dari lima pernyataan yang dikemukakan, pemuda memilih empat
pernyataan positif yakni lahan pertanian itu bersifat ekonomis, dapat menjamin
67
dihari tua, terhormat, dan berharga. Akan tetapi, dari representasi positif tersebut
terdapat representasi negatif yakni lahan pertanian mahal.
Pemuda melihat lahan pertanian dari dua segi yakni segi ekonomi dan segi
sosial. Dari segi ekonomi, pemuda merepresentasikan lahan sebagai sesuatu yang
bersifat ekonomis, menjamin hari tua, dan berharga. Sedangkan secara sosial,
lahan pertanian itu bisa membuat orang menjadi lebih terhormat.
Berikut kutipan responden yang menyatakan lahan pertanian ‘ekonomis’:
“Kalo punya lahan mah enak teh bisa dapet untung, apalagi kalo
lahannya luas tinggal nunggu hasil aja, tapi kalo didiemin tanah
mah ga berarti apa-apa karena ga ada hasil yang bisa diambil”(AO,
25 tahun).
Kutipan di atas menunjukan bahwa lahan bersifat ekonomis. Hal ini
disebabkan dengan mempunyai lahan petani dapat memperoleh keuntungan.
Namun, lahan harus tetap diolah dan jangan diberakan (didiamkan) karena lahan
yang tidak diolah tidak dapat menghasilkan apapun kecuali tanah tersebut dijual.
Lahan pertanian juga direpresentasikan sebagai sesuatu yang dapat
menjamin dihari tua. Pemuda menganggap jika telah memiliki lahan pertanian
akan lebih tenang karena tanah merupakan investasi jangka panjang dan tidak
habis pakai. Lahan pun bisa diwariskan secara turun temurun sehingga keturunan
kelak juga bisa terjamin kehidupannya.
Berikut kutipan yang menyatakan lahan pertanian ‘menjamin dihari tua’:
“kalo udah punya lahan mah bisa tenang dah, ampe tua juga dah
gak usah bingung mo nyari kerjaan apa, lahan juga bisa disewain,
pokoknya terjamin deh ” (AA, 21 tahun).
68
Lahan pertanian selain direpresentasikan sebagai sesuatu yang bersifat
ekonomis, dan menjamin dihari tua, juga direpresentasikan sesuatu yang berharga.
Lahan dianggap berharga karena lahan merupakan harta yang paling berharga
bagi petani. Tanpa lahan mereka akan kesulitan untuk bertani dan mencukupi
kebutuhan keluarga.
Berikut kutipan yang menyatakan bahwa lahan pertanian ‘berharga’:
“Lahan teh berharga banget buat orang-orang di sini yang
kerjaannya sebagai petani, kalo ga ada lahan ga tau deh kaya
gimana kita bisa bertahan hidup” (YY, 21 tahun).
Seperti halnya di atas, lahan pertanian merupakan sesuatu yang berharga.
Oleh sebab itu, nilai dari lahan semakin lama semakin mahal. Hal ini juga
dirasakan oleh pemuda bahwa harga lahan yang mahal.
Berikut kutipan yang menyatakan bahwa lahan pertanian ‘mahal’:
“Lahan pertanian mah mahal apalagi yang tempatnya di pinggir
jalan pasti lebih mahal tah” (PY, 17 tahun).
Terlihat dari kutipan di atas bahwa lahan pertanian yang ada memiliki harga
yang mahal. Apalagi jika lokasinya strategis di pinggir jalan. Tentunya lahan
tersebut lebih mahal dibandingkan yang lokasinya jauh dari jalan.
Dari segi sosial, nilai sosial lahan pertanian telah mengalami pergeseran.
Terlihat bahwa pemuda lebih bersifat netral dan cenderung positif pada kata
terhormat. Lahan tidak lagi menentukan terhormat atau tidaknya posisi seseorang
di desa tersebut.
Berikut kutipan yang mendukung pernyataan bahwa lahan tidak
menentukan status kehormatan seseorang:
69
“terhormat atau ga nya orang, sekarang mah ga dilihat dari lahan
yang dimiliki teh, tapi dilihat dari posisi di masyarakat misalnya
sebagai kepala dusun pasti lebih dihormati oleh warga” (AA, 21
tahun).
Berdasarkan kutipan di atas terlihat bahwa nilai sosial lahan sudah
mengalami pergeseran pada pemuda. Berbeda dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Tjakrawati (1988), Amelia (2005), dan Marbun (2008), yang
menyatakan bahwa lahan memiliki nilai sosial dan ekonomi. Nilai sosial lahan
dapat menunjuk status sosial seseorang. Semakin luas lahan yang dimiliki
seseorang maka semakin tinggi status orang tersebut di masyarakat.
Secara keseluruhan pemuda memiliki representasi yang cenderung postif
terhadap lahan pertanian. Lahan pertanian sebagai sesuatu yang bernilai
ekonomis, menjamin dihari tua, berharga, namun memiliki harga yang mahal,
sehingga tidak semua orang mampu membeli lahan. Selain itu, nilai sosial lahan
juga telah mengalami perubahan, kepemilikan lahan cenderung tidak menentukan
status terhormat atau tidaknya seseorang. Hal ini memperlihatkan bahwa pemuda
lebih merepresentasikan lahan pertanian dari nilai ekonomi dibandingkan nilai
sosial dari lahan itu sendiri.
6.2.2 Representasi Sosial Lahan Kering
Representasi sosial terhadap lahan kering diperoleh tiga kategori umum
yang direpresentasikan oleh pemuda tani. Berikut tiga kategori kata yang
diperoleh dari hasil asosiasi kata lahan kering.
Jumlah dan Persentase Asosiasi Kata Lahan Kering Berdasarkan
Kategori Kata
Kategori Kata
Jumlah (%)
Afeksi Negatif
102 (51.0)
Afeksi Positif
7 (3.0)
Tabel 18.
70
Kategori Kata
Jumlah (%)
Usaha Perbaikan Lahan
41 (20,5)
Sarana Kerja Pertanian
23 (11,5)
Komoditas Pertanian
15 (7,5)
Penggunaan Lahan (Selain Pertanian)
12 (6,0)
200 (100)
Total
Berdasarkan Tabel 18, terlihat bahwa sebagian besar kata (51 persen)
termasuk dalam kategori kata afeksi negatif. Pemuda tani memaknai lahan kering
sebagai afeksi negatif dari kondisi lahan kering yang terdiri dari kondisi lahan
yang buruk (tandus, longsor, sulit ditanami, tidak subur, curam, retak-retak,
lembab, gersang, gundul, keras, kurang air, jelek, lahan miring, berbatu, dan
menyedihkan) dan masalah pertanian (gagal panen dan paceklik). Terlihat bahwa
ketika mendengar kata lahan kering, pemuda tani merepresentasikan kondisi
buruk dari lahan kering seperti tandus, longsor, sulit ditanami, tidak subur, curam,
retak-retak, lembab, gersang, gundul, keras, kurang air, jelek, lahan miring,
berbatu, dan tentunya menyedihkan. Dari kondisi lahan yang buruk tentu akan
muncul masalah pertanian seperti paceklik dan gagal panen akibat kondisi yang
kurang mendukung. Berdasarkan kondisi lahan yang buruk, tentu pemuda tani
juga merepresentasikan suatu usaha untuk perbaikan lahan seperti digemburkan,
diolah, diairi, reboisasi, dipupuk, dan ditanami kembali. Namun, hanya 3 persen
kata yang termasuk afeksi positif yaitu subur, gembur, dan luas.
Pemuda tani juga memaknai lahan kering sebagai sarana kerja pertanian
yaitu ladang, huma, dan pekarangan. Tidak banyak yang merepresentasikan
komoditas pertanian yang muncul sesuai dengan tanaman yang bisa ditanam di
lahan kering seperti tanaman jangka panjang, palawija, dan kacang-kacangan.
Pemuda tani juga tidak banyak yang merepresentasikan lahan sebagai penggunaan
lahan selain untuk pertanian (perumahan dan bangunan). Lahan juga memiliki
71
peranan lain selain sebagai sarana kerja, akan tetapi lahan kering juga berfungsi
sebagai lahan untuk pemukiman. Seperti halnya representasi sosial lahan, dalam
merepresentasikan lahan pemuda dipengaruhi oleh konteks lingkungan pertanian
di Desa Pasawahan yakni pertanian lahan kering.
Ikhtisar
Representasi sosial pertanian dan pekerjaan tani pada pemuda tani di Desa
Pasawahan dapat dikatakan sama. Secara umum pemuda merepresentasikan
pertanian dan pekerjaan tani sebagai aktivitas pertanian yang berkaitan dengan
tenaga fisik yang dilakukan di lahan pertanian. Berbeda dengan pertanian dan
pekerjaan tani, pemuda tani merepresentasikan petani sebagai afeksi positif dari
profesi petani. Untuk lahan, pemuda tani merepresentasikannya sebagai sarana
kerja pertanian dengan kondisi lahan yang kurang memuaskan. Sedangkan lahan
kering, pemuda tani secara umum merepresentasikan afeksi negatif dari lahan
kering. Secara umum, representasi sosial pemuda tani terhadap pertanian,
pekerjaan tani, petani, lahan, serta lahan kering secara tidak langsung dipengaruhi
oleh konteks lingkungan pertanian di desa tersebut.
Download