bab 2 landasan teori

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia telah didefinisikan oleh banyak ahli.
Menurut Dessler (2011:4), manajemen sumber daya manusia adalah kebijakan dan
praktek di dalam menggerakan sumber daya manusia atau aspek-aspek terkait posisi
manajemen di dalam sumber daya manusia yang mencakup kegiatan perekrutan,
penyaringan, pelatihan, pemberian penghargaan dan penilaian.
Lalu, menurut Mondy (2010:4-5), manajemen sumber daya manusia adalah
utilisasi dari individu-individu untuk mencapai tujuan organisasi. Maka dari itu,
manajer-manajer di setiap tingkat harus memperhatikan manajemen sumber daya
manusia. Pada dasarnya, semua manajer menyelesaikan segala sesuatunya dengan
mendelegasikan tugas kepada karyawannya; hal ini memerlukan manajemen sumber
daya manusia yang efektif.
Selanjutnya, Hasibuan (2007:6) berpendapat bahwa “manajemen sumber daya
manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja
agar efektif dan efisien untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan dan
masyarakat”.
Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen sumber
daya manusia adalah aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan agar sumber daya
manusia dalam organisasi dapat didayagunakan secara efektif dan efisien guna
mencapai berbagai tujuan perusahaan.
2.1.1. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Ada lima area fungsional menurut Mondy (2010:5-8) yang terasosiasi dengan
keefektifan sumber daya manusia yakni:
1.
Staffing
Staffing adalah proses di dalam sebuah organisasi yang memastikan organisasi
tersebut memiliki ketepatan jumlah karyawan dengan keahlian yang tepat, untuk
mencapai tujuan organisasi.
11
12
2.
Human Resource Development
Human Resource Development adalah fungsi manajemen sumber daya manusia
yang utama mencakup tidak hanya pelatihan dan pengembangan tetapi
perencanaan karir dan kegiatan pengembangan, pengembangan organisasi, dan
manajemen kinerja dan penilaian.
3.
Compensation
Kompensasi mengacu pada total dari semua penghargaan yang diberikan kepada
karyawan atas jasa pelayanannya. Penghargaan yang diberikan berupa salah satu
atau kombinasi dari:
• Direct Financial Compensation
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan perusahaan dalam bentuk upah,
gaji, komis dan bonus.
• Indirect Financial Compensation
Kompensasi yang diberikan kepada karyawan perusahaan dalam bentuk
tunjangan rekreasi, sakit, tunjangan hari libur, jaminan kesehatan.
4.
Safety and Healthy
Safety mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari kecelakaan kerja.
Healthy mencakup kegiatan yang melindungi karyawan dari penyakit fisik dan
emosional. Aspek ini penting karena karyawan yang bekerja di dalam
lingkungan yang aman dan menikmati hidup yang sehat dapat menjadi lebih
produktif dan memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.
5.
Employee and Labor Relations
Hubungan antara karyawan dan pekerja-pekerja lain ini dahulu dianggap sebagai
jalan hidup banyak karyawan. Kebanyakan perusahaan akan lebih menginginkan
sebuah lingkungan yang mempunyai hubungan kuat.
13
2.1.2. Tanggung Jawab dan Peran Departemen Sumber Daya Manusia
Tanggung jawab dan peran departemen sumber daya manusia menurut Noe,
Hollenbeck, Gerhart, Wright (2008:6-7), yakni:
1. Employment and Recruiting
Employment and recruiting meliputi kegiatan interview, perekrutan, pengujian,
pengkoordinasian karyawan sementara.
2. Training and Development
Training and development meliputi kegiatan orientasi, pelatihan kinerja keahlian
manajemen, peningkatan produktivitas.
3. Compensation
Compensation meliuti kegiatan administrasi upah dan gaji, deskripsi pekerjaan,
kompensasi eksekutif, pembayaran insentif, evaluasi pekerjaan.
4. Benefits
Benefits meliputi kegiatan asuransi, administrasi wisata, perencanaan pensiun,
pembagian profit, perencanaan saham.
5. Employee Service
Employee service meliputi kegiatan program-program bantuan karyawan,
pelayanan relokasi pelayanan penggantian.
6. Employee and Community Relations
Employee and community relations meliputi kegiatan survei perilaku, relasi
karyawan, publikias pemenuhan undang-undang karyawan, disiplin kerja.
7. Personnel Records Health and Safety
Personnel records health and safety meliputi kegiatan sistem informasi, riwayat
inspeksi keamanan, pengujian obat-obatan, pemeriksa kesehatan.
8. Strategic Planning
Strategic planning meliputi kegiatan sumber daya manusia internasional,
peramalan, penggabungan dan akuisisi.
14
2.2. Job Satisfaction
2.2.1. Pengertian Job Satisfaction
Robbins dan Judge (2011:105) memberikan definisi kepuasan kerja sebagai
perasaan positif tentang pekerjaan sebagai hasil evaluasi dari karakteristiknya.
Pekerjaan memerlukan interaksi dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan
dan kebijakan organisasional, memenuhi standar kinerja, hidup dengan kondisi kerja
kurang ideal, dan semacamnya.
Kepuasan kerja atau job satisfaction didefinisikan oleh Kreitner dan Kinicki
(2010:170) sebagai “the degree of positive affective orientation toward a job” atau
tingkat afektif positif seorang individu terhadap pekerjaannya.
Lalu menurut Gilmer dan Deci (1977) dalam Kitchel et al (2012), “job satisfaction is
described as an individual’s feelings about his or her job and is dependent on
individual attitudes and levels of motivation toward performing tasks associated with
a job” atau kepuasan kerja digambarkan sebagai perasaan individu tentang
pekerjaannya dan tergantung pada sikap individu dan tingkat motivasi terhadap
pelaksanaan tugas-tugas yang berhubungan dengan pekerjaan.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan kepuasan kerja atau job
satisfaction merupakan tingkat perasaan senang seseorang sebagai penilaian positif
terhadap pekerjaannya dan lingkungan tempat pekerjaannya.
2.2.2. Unsur yang Menyebabkan Kepuasan Kerja
Kreitner dan Kinicki (2010:171) memberikan wawasan tentang cara yang dapat
dipakai untuk meningkatkan kepuasan kerja pekerja. Menurut keduanya, unsur yang
menjadi penyebab kepuasan kerja adalah: need fulfillment, discrepancies, value
attainment, equity, dispositional/genetic components.
a. Need fulfillment, pemenuhan kebutuhan. Model ini mengusulkan bahwa kepuasan
ditentukan oleh tingkatan terhadap mana karakteristik pekerjaan memungkin
individual memenuhi kebutuhannya.
b. Discrepancies, ketidaksesuaian. Model ini mengusulkan bahwa kepuasan adalah
sebagai hasil dari Met expections, yang mencerminkan perbedaan antara apa yang
diharapkan untuk diterima individu dari pekerjaan, seperti bayaran yang baik dan
peluang promosi, dengan yang sebernarnya.
15
c. Value attainment, pencapaian nilai. Gagasan yang menjadi landasan value
attainment, adalah bahwa kepuasan merupakan hasil dari persepsi bahwa
pekerjaan memungkinkan untuk pemenuhan nilai kerja penting individual
d. Equity, keadilan. Dalam model ini, kepuasan adalah merupakan fungsi dari
seberapa jujur pekerja diperlukan di pekerjaan. Kepuasan merupakan hasil dari
persepsi sesorang bahwa hasil kerja relatif terhadap masukan lebih menyenangkan
dibandingkan dengan hasil atau masukan signifikan lain.
e. Dispositional/Genetic components, komponen watak dan genetik. Model ini
didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi
sifat personal dan faktor genetik. Karenanya dapat terjadi beberapa rekan kerja
tampak puas dengan berbagai variasi situasi kerja, sedangkan lainnya kelihatan
selalu tidak puas.
2.2.3. Dimensi Job Satisfaction
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Zhang dan Feng (2011), job
satisfaction dibentuk dari lima dimensi berikut:
1. Job-itself satisfaction
Pekerjaan yang dapat dikatakan memberikan kepuasan kerja adalah pekerjaan
yang menarik dan menantang, pekerjaan yang bervariasi, serta pekerjaan yang
dapat mengembangkan kemampuan pegawai.
2. Work environment satisfaction
Lingkungan kerja yang menyenangkan dan rekan kerja yang baik dapat
meningkatkan kepuasan kerja pegawai. Tempat kerja yang bersih dan teratur serta
suhu ruangan juga turut menentukan puas atau tidaknya pegawai ketika bekerja.
3. Job rewards satisfaction
Upah dan gaji merupakan hal yang signifikan, namun merupakan faktor yang
kompleks dan multidimensi dalam kepuasan kerja. Gaji di sini meliputi sesuai
atau tidaknya jumlah gaji dengan ekspektasi pegawai, dan kesesuaian gaji dengan
hasil dari pekerjaan pegawai, dan kesesuaian gaji dengan kebutuhan pribadi.
4. Organizational management satisfaction
Perusahaan yang memiliki manajemen organisasi yang baik dapat menunjang
kepuasan pegawai. Birokrasi pelaporan kerja yang jelas, sistem promosi jabatan
dan jalur untuk jenjang karir yang jelas, dan sikap kepemimpinan atasan yang
baik merupakan indikasi baiknya manajemen organisasi perusahaan.
16
5. Medical practicing environment satisfaction
Dalam bekerja, pegawai kadang dihadapi risiko tertimpa kecelakaan. Maka dari
itu, perusahaan diharuskan untuk mendesain program mengenai kesehatan dan
keselamatan kerja pegawai. Selain itu, fasilitas-fasilitas keselamatan juga
diperlukan untuk mengantisipasi kecelakaan yang bisa terjadi. Hal ini dapat
membuat puas pegawai dalam bekerja di perusahaan.
2.3. Occupational Burnout
2.3.1. Pengertian Occupational Burnout
Occupational burnout didefinisikan oleh Abushaikha dan Hazboun (2009)
sebagai “a syndrome of physical and emotional exhaustion, involving the
development of negative self-concept, negative job attitudes and loss of concern for
clients” atau sebuah simbol dari kelelahan fisik dan emosional, melibatkan
pengembangan konsep diri yang negatif, sikap kerja yang negatif, dan hilangnya
perhatian kepada pelanggan.
Lalu menurut Leiter dan Maslach (1997) dalam Ray et al (2013), Occupational
burnout merupakan sindrom psikologis yang melibatkan respon berkepanjangan
terhadap stresor interpersonal yang kronis pada pekerjaan. Keadaan ini membuat
suasana di dalam pekerjaan menjadi dingin, tidak menyenangkan, dedikasi dan
komitmen menjadi berkurang, performa, prestasi pekerja menjadi tidak maksimal.
Hal ini juga membuat pekerja menjaga jarak, tidak mau terlibat dengan
lingkungannya. Burnout juga dikontribusii oleh ketidaksesuaian antara usaha dengan
apa yang didapat dari pekerjaan.
Selanjutnya menurut Ahola (2007:15), occupational burnout mengacu pada
konsekuensi negatif dari stres kerja kronis. Occupational burnout terbentuk terutama
dari kombinasi tuntutan tinggi dan sumber daya yang rendah di tempat kerja.
Berdasarkan definisi para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa occupational
burnout adalah kelelahan kerja seorang individu yang berkaitan dengan pekerjaan
yang dilakukan.
17
2.3.2. Dimensi Occupational Burnout
Maslach Burnout Inventory–General Survey (MBI-GS) merupakan tetapan
yang paling sering digunakan untuk mengukur burnout (Schaufeli, Maslach, Leiter,
& Jackson dalam Ray et al, 2013). MBI-GS menafsirkan burnout sebagai konstruksi
tiga dimensi yang meliputi:
1. Exhaustion
Ditandai dengan kelelahan yang berkepanjangan secara mental, fisik, dan
emosional. Ketika pekerja merasakan kelelahan (exhaustion), mereka cenderung
berperilaku overextended secara emosional dan fisikal. Mereka tidak mampu
menyelesaikan masalah mereka. Tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang
cukup, kurang energi dalam melakukan aktivitas.
2. Depersonalization (cynicsim)
Ditandai dengan sikap sinis, cenderung menarik diri dari lingkungan kerja. Ketika
pekerja merasakan cynicism (sinis), mereka cenderung bersikap dingin, menjaga
jarak dengan lingkungan kerjanya, dan cenderung tidak ingin terlibat dengan
permasalahan yang berhubungan dengan pekerjaan yang terjadi. Cynism juga
merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa. Perilaku negatif seperti ini
dapat memberikan dampak yang serius pada efektivitas kerja.
3. Personal accomplishment (efficacy)
Efficacy adalah tingkat kepercayaan atau keyakinan individu pada kemampuannya
untuk berhasil melakukan tugas tertentu. Dalam mengukur hal ini, dapat ditandai
dengan adanya perasaan tidak berdaya yaitu merasa semua tugas yang diberikan
berat. Ketika pekerja merasa tidak efektif dalam menyelesaikan pekerjaannya,
mereka cenderung akan merasa tidak percaya diri. Setiap pekerjaan terasa sulit
dan tidak bisa dikerjakan. Pekerja menjadi tidak percaya dengan dirinya sendiri
dan dia merasa orang lain tidak percaya dengannya.
18
2.4. Turnover Intention
2.4.1. Pengertian Turnover Intention
Menurut Cohen dan Golan (2007), “Turnover defined as the voluntary
separation of an individual from an organization.“ Turnover didefinisikan sebagai
pemisahan sukarela seorang individu dari organisasi. Sedangkan intention menurut
Ajzen (2006) merupakan suatu indikasi dari kesiapan seseorang untuk menunjukkan
perilaku, dan hal ini merupakan anteseden dari perilaku. Dari dua definisi tersebut
maka tebentuklah turnover intention.
Menurut Marescaux, Winne, dan Sels (2013), turnover intention didefinisikan
sebagai kemauan secara sadar dan terencana untuk meninggalkan organisasi. Hal ini
sejalan dengan Bailey (2014) yang mendefinisikan turnover intention sebagai niat
karyawan untuk secara sukarela berganti pekerjaan atau organisasi.
Adapun Mathis dan Jackson (2006) mengemukakan definisi turnover sebagai
suatu proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan posisi pekerjaan
tersebut harus digantikan oleh orang lain. Lalu menurut pendapat lain yang
dikemukakan oleh Cascio (1987) dalam Novliadi (2007), turnover didefinisikan
sebagai berhentinya hubungan kerja secara permanen antara perusahaan dengan
karyawannya sebagai suatu proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan
posisi pekerjaan tersebut harus digantikan oleh orang lain.
Dari definisi-definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan turnover
intention adalah intensi seseorang untuk melakukan pemisahan aktual (turnover) dari
satu organisasi.
2.4.2. Karakterisik Turnover Intention
Menurut Harnoto (2002:2), turnover intention ditandai oleh berbagai hal yang
menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai malas
kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian untuk
menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk menyelesaikan
semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari biasanya. Indikasiindikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk memprediksikan turnover
intention karyawan dalam sebuah perusahaan.
19
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, biasanya ditandai
dengan absensi yang semakin meningkat. Tingkat tanggung jawab karyawan
dalam fase ini sangat kurang dibandingkan dengan sebelumnya.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, akan lebih malas
bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di tempat lainnya yang
dipandang
lebih
mampu
memenuhi
semua
keinginan
karyawan
yang
bersangkutan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering
dilakukan karyawan yang akan melakukan turnover. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun berbagai
bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berkeinginan untuk melakukan pindah kerja, lebih sering
melakukan protes terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi
protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau aturan yang
tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
5. Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya
Biasanya hal ini berlaku untuk karyawan yang memiliki karakteristik positif.
Karyawan ini mempunyai tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang
dibebankan, dan jika perilaku positif karyawan ini meningkat jauh dan berbeda
dari biasanya justru menunjukkan karyawan ini akan melakukan turnover.
2.4.3. Dimensi Turnover Intention
Dimensi turnover intention menurut Mobley (1979) dalam Mahdi et al (2012)
meliputi:
1. Thinking of quitting
Adalah pemikiran seorang karyawan untuk keluar dari sebuah perusahaan dan
adanya pemikiran bahwa ia berkemungkinan tidak bertahan dengan perusahaan.
2. Intent to search
Adalah sikap seorang karyawan untuk mencari alternatif perusahaan lain, dan
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan lain.
20
3. Intent to quit
Adalah sikap seorang karyawan yang menunjukkan indikasi keluar seperti
meminimalisir usaha dalam bekerja, dan membatalkan pekerjaan penting.
2.5.
Model Penelitian
Job Satisfaction
(X)
Turnover
Intention
(Z)
-Job-itself satisfaction
-Work environment satisfaction
-Thinking of quitting
-Job rewards satisfaction
T-3
-Intent to search
-Organizational management
-Intent to quit
satisfaction
-Medical practicing environment
satisfaction
T-4
-
Occupational
Burnout
(Y)
T-1
T-2
-Exhaustion
-Depersonalization
-Personal accomplishment
Gambar 2.1 Ilustrasi Model Penelitian
Sumber: pengolahan data, 2014
2.6. Rancangan Uji Hipotesis
Pengertian hipotesis menurut Kuncoro (2003:48) adalah sebagai berikut:
“Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi.”
Adapun hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini disusun sesuai
tujuan yang sudah ditentukan sebelumnya, yaitu:
Hipotesis untuk tujuan pertama:
Ho = job satisfaction tidak berkontribusi terhadap occupational burnout pada CV.
Noto Presindo.
21
Ha = job satisfaction berkontribusi terhadap occupational burnout pada CV. Noto
Presindo.
Hipotesis untuk tujuan kedua
Ho = occupational burnout tidak berkontribusi terhadap turnover intention pada CV.
Noto Presindo.
Ha = occupational burnout berkontribusi terhadap turnover intention pada CV. Noto
Presindo.
Hipotesis untuk tujuan ketiga
Ho = job satisfaction tidak berkontribusi terhadap turnover intention pada CV. Noto
Presindo.
Ha = job satisfaction berkontribusi terhadap turnover intention pada CV. Noto
Presindo.
Hipotesis untuk tujuan keempat
Ho = occupational burnout tidak memediasi kontribusi job satisfaction terhadap
turnover intention pada CV. Noto Presindo.
Ha = occupational burnout tidak memediasi kontribusi job satisfaction terhadap
turnover intention pada CV. Noto Presindo.
22
Download