gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan

advertisement
GAMBARAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL
TENTANG PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK DI
KELURAHAN GILINGAN SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan
Oleh :
Exvan Jatmiko
NIM. ST14 024
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
ii
KATA PENGANTAR
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
dengan Judul “Gambaran Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang
Pendidikan Seks Pada Anak Di Kelurahan Gilingan Surakarta”.
Dalam penyusunan Skipsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan
dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta.
2. Ns. Atiek Murhayati, M.kep, selaku Ketua Program Studi S-1
Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Happy Indry Hapsari, M.Kep, selaku pembimbing I yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya
skripsi ini.
4. Anis Nurhayati, SST., M.Kes, selaku pembimbing II yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya
skripsi ini
5. Responden Penelitian yang sudah bersedia membantu dan meluangkan
waktunya.
6. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan
semangat baik moral, material dan spiritual untuk menyelesaikan
pendidikan.
7. Teman-teman mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes
Kusuma Husada Surakarta, khususnya kelompok 6 dan berbagai pihak
iv
yang
tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan
dukungan moril, materiil dan spiritual.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat
untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan, Amin.
Surakarta, 8 Maret 2016
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................
ii
SURAT PERNYATAAN .........................................................................
iii
KATA PENGANTAR ..............................................................................
iv
DAFTAR ISI ............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ....................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ...............................................................
1
1.2
Rumusam Masalah .........................................................
5
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................
6
1.4
Manfaat Penelitian ..........................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengetahuan ..................................................................
8
2.1
Pendidikan Seks .............................................................
15
2.2
Keaslian Penelitian .........................................................
31
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Jenis dan Rancangan Penelitian .......................................
32
3.2
Populasi dan Sampel........................................................
32
3.3
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................
33
3.4
Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .....
34
3.5
Alat Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data .............
35
3.6
Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ......................
39
3.7
Etika Penelitian ...............................................................
41
BAB 1V HASIL PENELITIAN
4.1
Karakteristik Responden ..................................................
43
BAB V PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Responden ..................................................
46
5.2
Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks ............
49
vi
BAB VI PENUTUP
6.1
Simpulan ........................................................................
52
6.2
Saran ...............................................................................
52
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Tabel
Halaman
2.1
Keaslian Penelitian
31
3.1
Variabel Definisi dan Skala Penelitian
34
4.1
Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden
43
4.2
Distribusi Frekuensi Usia Responden
44
4.3
Distribusi Pengalaman Responden
44
4.4
Gambaran pengetauan
45
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran
Keterangan
Lampiran 1
F.01 Usulan topik penelitian
Lampiran 2
F.02 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 3
F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan
Lampiran 4
F.05 Lembar Oponent
Lampiran 5
F.06 Lembar Audience
Lampiran 6
F.07 Lembar Pengajuan Ijin Penelitian
Lampiran 7
Balasan Ijin Penelitian
Lampiran 8
Tabel SPSS
Lampiran 9
Lembar Konsultasi
ix
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Exvan Jatmiko
Gambaran Pengetahuan Pekerja Seks Komersial
Tentang Pendidikan Seks Pada Anak
di Kelurahan Gilingan Surakarta
Abstrak
Pendidikan seks merupakan usaha pemberian informasi kepada anak tentang
kondisi fisiknya sebagai perempuan atau laki-laki, dan konsekuensi psikologis yang
berkaitan dengan kondisi tersebut. Secara umum, pendidikan seks terdiri atas penjelasan
tentang organ reproduksi, kehamilan, tingkah laku seksual, alat kontrasepsi, kesuburan
dan menopause, serta penyakit kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di
Kelurahan Gilingan Surakarta.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini
adalah pekerja seks komersial yang mempunyai anak sebanyak 35 orang dan data
diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Analisa yang digunakan menggunakan analisa
Univariat.
Hasil analisis menunjukan dari 35 responden rata-rata berpendidikan Sekolah
Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 15 orang (42,9 %). Usia rata-rata responden
adalah rentan usia dari 25-30 tahun yaitu sebanyak 22 orang (62,9%). rata-rata responden
belum pernah terpapar tentang pendidikan seks pada anak yaitu 25 orang atau sebesar
71,4%. Sedangkan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan pekerja seks komersial
tentang pendidikan seks pada anak adalah responden telah cukup mengetahui tentang
pendidikan seks pada anak yaitu sebanyak 26 orang (62,8%).
Kata kunci : Pengetahuan, Pekerja Seks Komersial, Pendidikan Seks
x
NURSING GRADUATE STUDY PROGRAM
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Exvan Jatmiko
A Description of Prostitute’s Knowledge on Sexual Education among Children in
Kelurahan Gilingan of Surakarta
Abstract
Sexual education is the attempt of providing information to children about their
physical condition as female or male, and psychological consequence related to such the
condition. Generally, sexual education consists of explanation concerning reproductive
organ, pregnancy, sexual behavior, contraceptive, fertility, menopause, and sexual
disease. This research aimed to find out a description of prostitute’s knowledge on
sexual education among children in Kelurahan (administrative village) of Surakarta.
This study was a descriptive quantitative research. The sample of research
consisted of 35 prostitutes with children and the data was collected using questionnaire.
Data analysis was carried out using Univariat analysis.
The result of analysis showed that out of 35 respondents, on average, 15
(42.9%) had Senior High School (SMA) education. On average, 22 respondents (62.95%),
were 25-30 years old, and 25 (71.4%) had not be exposed to sexual education among
children. Meanwhile the result of research on a description of prostitute’s knowledge on
sexual education among children was that the respondents had known sufficiently about
sexual education among children with 26 (62.8%) respondents.
Keywords: Knowledge, Prostitute, Sexual Education
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan seks merupakan usaha pemberian informasi kepada anak
tentang kondisi fisiknya sebagai perempuan atau laki-laki, dan konsekuensi
psikologis yang berkaitan dengan kondisi tesebut. Secara umum, pendidikan
seks terdiri atas penjelasan tentang organ reproduksi, kehamilan, tingkah laku
seksual, alat kontrasepsi, kesuburan dan menopause, serta penyakit kelamin
(Skripsiadi, 2005). Pelecehan seksual pada anak adalah suatu bentuk
penyiksaan anak dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua
menggunakan anak untuk merangsang seksual (Medline plus, 2008). Bentuk
dari pelecehan seksual pada anak antara lain: meminta atau menekan seorang
anak untuk melakukan aktivitas seksual, menampilkan pornografi pada anak,
melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat
kelamin anak-anak (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan
medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks
non-seksual seperti pemeriksaan medis) (Medline plus, 2008).
WHO, (2014) menyatakan bahwa rata-rata terjadi 4-6% kasus
pelecehan seksual pada anak ditiap bulannya, dan kasus terbesar di dunia
untuk pelecehan pada anak terjadi di Afrika Selatan.
1
2
Komisi Nasional perlindungan anak melaporkan bahwa pada tahun 2012,
terdapat sebanyak 62% atau 1.526 kasus tindakan kekerasaan seksual pada
anak. Kasus ini mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai
10% sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Pada tahun 2013,
selama bulan Januari hingga awal Februari 2013 di wilayah Jabodetabek
angka kejahatan seksual terhadap anak sebanyak 42 kasus yang terjadi
(BKKBN, 2013).
Masih tingginya kasus pelecehan seksual pada anak yang bahkan
dilakukan oleh orang-orang terdekat anak termasuk keluarga menunjukan
betapa pentingnya pendidikan seks sejak usia sekolah. Penelitian yang
dilakukan Lai (2005) dalam mengetahui presepsi orang tua terhadap
pelaksanaan program pendidikan seks pada anak Lai melakukan penelitian
pada Taman kanak-kanak di Hongkong, mendapati bahwa orang tua memiliki
pemahaman yang tidak adekuat terhadap pendidikan seks yang dilakukan
pihak taman kanak-kanak. Hal ini disebabkan masih tabunya anggapan orang
tua mengenai pendidikan seks untuk anak usia sekolah.
Dalam bahasa Indonesia seks memiliki arti jenis kelamin namun
setelah mengalami pergeseran makna, kata seks sering dianggap sebagai kata
hubungan intim. Ini adalah salah satu faktor yang dapat mengakibatkan
pendidikan seks menjadi sesuatu yang tabu. Banyak orang menganggap
bahwa pendidikan seks adalah cara-cara berhubungan intim, tapi dalam
keasliannya pendidikan seks adalah pendidikan tentang kesehatan serta
3
fungsional alat kelamin manusia. Seks merupakan bagian dari pendidikan
yang harus ditanamkan sejak dini pada anak (Yusuf, 2009).
Skripsi Adi (2005), menyatakan terdapat dua hal yang membuat
masyarakat merasa tabu dalam membicarakan hal tersebut, diantaranya:
faktor budaya yang melarang pembicaraan mengenai seks didepan umum,
karena dianggap sebagai sesuatu yang porno dan sifatnya sangat pribadi dan
pengertian seks yang ada dimasyarakat masih sangat sempit, pembicaraan
tentang seks seolah-olah hanya diartikan kearah hubungan seksual.
Kenyataannya pembicaraan soal seks pada anak usia sekolah sangatlah
penting, karena pada usia tersebut anak sudah mulai untuk melakukan
eksploitasi seks.
Tidak ada batasan yang jelas kapan pendidikan seks dapat diberikan
pada anak, namun dengan munculnya prilaku-prilaku tersebut dapat menjadi
suatu
indikasi
untuk
orang
tua
dalam
menginterprestasikan
rasa
keingintahuan yang ditujukan anak sebagai pertanda bahwa anak siap untuk
diberikan pedidikan seks (Potter dan Perry, 2005).
Pada saat anak memasuki usia sekolah, umur 6-7 tahun, anak mulai
menunjukan kesadaran terhadap perbedaan fisik laki-laki dan perempuan,
usia 8 tahun anak mulai menyinggung masalah seks, 9 tahun mulai berbicara
tentang seks dengan teman sebayanya dan menggunakan istilah seksual
dalam mengucapkan kata-kata kotor atau membuat puisi dan mulai belaar
tentang organ seks mereka senidri, dan pada usia 10 tahun anak akan belajar
dari temannya tentang menstruasi dan hubungan seks (Wuryani, 2008).
4
Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Kurniawati, Rahmat,
&Lusmilasari (2005) membuktian bahwa secara umum persepsi dan sikap ibu
dalam menerapkan pendidikan seks pada usia dini kurang baik. Hal ini dilihat
dari pandangan atau pendapat ibu terhadap perasaan mendukung atau
memihak yang berkaitan dengan perkembangan seksual anak dan peran ibu
dalam menerapkan pendidikan pada seks pada anak. Adapun kesimpulan dari
penelitian ini didapati bahwa terdapat hubungan antara persepsi ibu tentang
pendidikan seks pada anak usia dini dengan sikap ibu dalam menerapkan
pendidikan seks pada anak sesuai dengan perkembangan anak. Namun
penelitian lain yang dilakukan oleh Kusumawati (2009) pada salah satu TK di
daerah Mojokerto membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks dini dengan
perkembangan priaku seks pada anak usia 6 tahun. Oleh karena itu, peran
orang tua atau ibu dalam memberikan pendidikan seks pada anak menjadi
salah satu faktor yang akan mempengaruhi perkembangan dan kehidupan
anak kelak.
Pada anak usia sekolah menurut Lubis (2012) antralain: faktor sosial
ekonomi, sosial budaya dan riwayat pendidikan seks. Semakin rendah
penghasilan keluarga maka orang tua akan semakin lama berada diluar rumah
sehingga dalam mengajarkan pendidikan seks pada anak semakin buruk.
Faktor budaya yang masih beranggapan bahwa pendidikan seks merupakan
hal tabu akan mempengaruhi orang tua dalam memberikan pendidikan seks
pada anak, riwayat pendidikan orang tua dakam mendapatkan informasi
5
mengenai seks sebelumnya juga akan mempengaruhi orang tua dalam
memberikan pendidikan seks.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari diketahui bahwa terdapat banyak
tempat kost yang ditinggali oleh para PSK (Pekerja Seks Komersil) yang
menetap bertahun-tahun diwilayah tersebut. Hubungan para PSK dengan para
lelaki tersebut pada akhirnya membuahkan anak.
Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan diatas, membuat peneliti
tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan PSK tentang
pendidikan seks pada anak yang dapat dilihat baik dari segi persepsi atau
pengetahuan, perasaan, respon, perilaku, tindakan ataupun faktor-faktor lain
yang terkait di wilayah tempat kost yang didiami pada PSK di lingkungan
Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pengetahuan PSK tentang
pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari
Kota Surakarta?
\
6
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan
pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan
Gilingan Surakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Orang tua
Memberikan informasi tentang pentingnya pendidikan seks
pada anak kepada orang tua sebagai pendidik awal bagi anak
1.4.2 Institusi pendidikan atau SD
Sebagai
informasi
dan
bahan
pertimbangan
untuk
menambahkan pendidikan seks pada anak sebagai materi yang akan
diberikan untuk orang tua dan anak
1.4.3 Perawat
Melalui penelitian ini, perawat dapat menilai tentang
perlunya perawat dalam menjalankan perannya sebagai edukator
dan konselor yakni perawat dapat memberikan informasi mengenai
seksualitas dan berkolaborasi dengan guru untuk mrnjadi pembibing
yang baik kepada anak maupun orang tua dalam menghadapi
masalah mengenai perkembangan seks pada anak.
7
1.4.4 Peneliti Selanjutnya
Sebagai sumber referensi dan bacaan untuk peneliti
selanjutnya dalam kaitanya dengan gambaran pengetahuan ibu
tentang pendidikan seks pada anak
1.4.5 Peneliti
Bertambahnya informasi dan pengalaman bagi peneliti di bidang
pendidikan seks pada anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengetahuan
2.1.1 Definisi Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata,
hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2007). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006).
pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan
dengan suatu hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over
behaviour). Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung
dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang
akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan
objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif
terhadap objek tertentu.
Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip
oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat
dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan
bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang
8
9
melalui pengenalan sumber informasi, ide yang diperoleh
sebelumnya
baik
secara
formal
maupun
informal.
Menurut
Notoatmodjo (2007).
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam
diri seseorang terjadi proses yang berurutan), yakni :
1) Awareness (kesadaran). Dimana orang tersebut menyadari dalam
arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).
2) Interest (merasa tertarik). Terhadap stimulus atau objek tersebut.
Disini sikap subjek sudah mulai timbul.
3) Evaluation (menimbang-menimbang). Terhadap baik dan tidaknya
stimulus tersebut bagi dirinya.
4) Trial. Sikap dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.
5) Adaption. Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus Apabila
penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng
(longlasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh
10
pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu :
a.
Tahu (know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat
kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau
rangsangan yang telah di terima dengan cara menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya.
b.
Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dpat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.
c.
Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum,
rumus, metode, prinsip dan sebagainya.
d.
Analisis (Analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk
menjabarkan suatu materi kedalam komponen – komponen, tetapi
masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada
kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan
menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e.
Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu
11
bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi
yang baru.
f.
Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian didasarkan
pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah
ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang
materi yang akan di ukur dari objek penelitian
2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :
a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan
berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses
belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang
tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi
maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi,
baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang
didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya
dengan
pendidikan
dimana
diharapkan
seseorang
dengan
pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang
berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah
12
pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di
pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada
pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu
obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif.
Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap
seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif
dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif
terhadap obyek tersebut .
b. Mass media / informasi Informasi yang diperoleh baik dari
pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh
jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan
perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media
massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya
pengetahuan terhadap hal tersebut.
13
c. Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan
orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik
atau
buruk.
Dengan
demikian
seseorang
akan
bertambah
pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi
seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang
diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi
ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu,
baik
lingkungan
fisik,
biologis,
maupun
sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan
ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini
terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang
akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
e. Pengalaman Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik
dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain.
Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh
kebenaran suatu pengetahuan.
f. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula
daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada
usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia
14
tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya.
Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan (Notoatmodjo,
2007). Dua sikap tradisional Mengenai jalannya perkembangan
hidup :
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang
di jumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga
menambah pengetahuannya.
2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang
sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun
mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan
dengan
bertambahnya
usia,
khusunya
pada
beberapa
kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan
pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ
seseorang
akan
menurun
cukup
cepat
sejalan
dengan
bertambahnya usia.
2.1.4 Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari
subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin
di ketahui atau di ukur dapat di sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan
diatas (Riwidikdo, 2010) :
15
1. Baik, bila nilai responden (x) > mean +1 SD
2. Cukup, bila nilai responden mean –1 SD ≤ x ≤ mean + 1SD
3. Kurang, bila nilai responden (x) < mean -1 SD
2.2
Pendidikan seks
2.2.1 Pengertian Pendidikan Seks
Pendidikan seks merupakan usaha pemberian informasi kepada
anak tentang kondisi fisiknya sebagai perempuan dan laki-laki, dan
konsekuensi psikologisnya yang berkaitan dengan kondisi tersebut.
Secara umum, pendidikan seks terdiri atas penjelasan tentang organ
reproduksi, kehamilan, tingkah laku seksual, alat kontrasepsi,
kesuburan dan menopause, serta penyakit kelamin (Skripsiadi, 2005).
Pendapat lain tentang pendidikan seks Menurut profesor gawshi
adalah untuk memberi pengetahuan yang benar kepada anak yang
menyikapinya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap
seksual di masa depan kehidupanya dan pemberian pengetahuan ini
menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang benar
terhadap masalah seksual dan reproduksi (Lubis, 2012).
Sekolah atau pengalaman pendidikan memperluas dunia anak dan
merupakan transisi dari kehidupan yang secara relatif bebas bermain
ke kehidupan dengan bermain, belajar, dan berkerja yang terstruktur.
Sekolah dan rumah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
membutuhkan penyesuaian dengan orang tua dan anak, anak harus
belajar menghadapi peraturan dan harapan yang dituntut oleh sekolah
16
dan teman sebaya. Orang tua harus membiarkan anak-anak membuat
keputusan menerima tanggung jawab dan belajar dari pengalaman
kehidupan (Poter, 2007).
Pendidikan seks yang dapat diberikan pada anak usia sekolah yakni :
a. Memperlakukan anak sesuai dengan kodratnya.
b. Pengenalan dasar anatomi badan
c. Kenalkan norma seks pada anak
d. Kenalkan atau tunjukan bagian tubuh mana yang boleh terlihat
atau tidak bagi anak laki-laki dan perempuan.
e. Ajarkan pada anak untuk membersihkan alat vitalnya.
2.2.2 Faktor faktor yang mempengaruhi pendidikan seks
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dari pendidikan seks
antara lain pengetahuan, sikap, peran orangtua, peran guru, dan akses
informasi (Kurniawan, 2008):
1) Pengetahuan.
a)
Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.
Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni
indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba
(Notoatmodjo, 2010).
17
2) Sikap
a)
Pengertian sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap
itu tidak dapat langsung dilihat, tetap hanya ditafsirkan
dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap
stimulus tertentu.
Kondisi kehidupan sehari-hari adalah merupakan
reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial,
sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan atau prilaku. Sikap masih
merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka
atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi
bahwa
sikap
merupakan
(Notoatmodjo, 2010).
reaksi
terhadap
objek
18
b) Tingkatan sikap
Menurut Notoatmodjo (2010) sikap mempunyai 4
tingkatan dari yang terrendah hingga yang tertinggi yaitu :
1.
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
Misalnya sikap orangterhadap gizi dapat dilihat dari
kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah.
2.
Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
3.
Menghargai
Mengajak
orang
lain
untuk
mengerjakan
atau
mendiskusikan dengan orang lain terhadap sesuatu
masalah.
4.
Bertanggung jawab (responsible)
Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung
jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala
sesuatu yang telah dipilihnya.
19
c)
Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap
menurut Azwar (2010) :
1. Pengalam pribadi
Apa yang telah dan sedang dialami sesorang akan ikut
membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap
stimulus sosial.
2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap
yang konformasi atau searah dengan oarng lain yang
dianggap penting.
3. Pengaruh kebudayan
Sesorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan,
dengan demikian kebudayaan yang diikuti mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang
tersebut.
4. Media massa
Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti
yang dapat mengarahkan opini sesorang, sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu.
5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Kedua lembaga ini meletakan dasar pengertian dan
konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga
20
ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh
dalam pembentukan sikap.
6. Pengaruh faktor emosional
Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari
oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran
frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan
ego.
7. Pendidikan
Kurangnya
pengetahuan
sesorang
akan
mudah
terpengaruh dalam bersikap.
8. Faktor sosial dan ekonomi
Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup
yang berbeda-beda.
9. Kesiapan fisik (status kesehatan)
Pada umunya fisik yang kuat terdapat jiwa yang sehat.
10. Kesiapan psikologi / jiwa
Interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi
diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi
hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola prilaku
masing-masing individu sebagai anggota masyarakat.
Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antar
psikologi disekelilingnya.
21
3) Peran orang tua
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi
anak. Keluarga berfungsi sebagai transmitter budaya atau
mediator sosial bagi anak (Yusuf, 2008). Menurut UU No.2
tahun 1989 Bab IV pasal 10 Ayat 4 (Yusuf, 2008) pendidikan
keluarga merupakan bagian dari jalur luar sekolah yang
dislegarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama,
nilai budaya, nilai moral, dan leterampilan. Semakin besar peran
orang tua terhadap pemberian pendidikan seks pada anak
semakin baik pula untuk pengetahuan anak tehtang seks.
4) Peran guru
Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi
anak
yang
bersekolah,
lingkungan
yang
setiap
hari
dimasukinnya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya,
karena belum tentu anak-anak juga mendapat pelajaran tentang
seks dari orang tuanya. Bila para guru menghadapi anak terlalu
kritis, ingin bertanya segala macam hingga kewalahan, tek perlu
ragu mengatakan kita belum tahu, dan anak akan berusaha
mencari lebih lanjut, disamping mengajarkan pendidikan seks,
sekolah juga harus memberikan dengan pendidikan moral.
Misalnya, setelah mengetahui berbagai fungsi tubuhnya,
terutama fungsi reproduksi, ajarkan agar anak tidak suka
menggumbar
bagian-bagian
tertentu
tubuhnya.
Misalnya,
22
ajarkan anak untuk berganti pakaian dikamar mandi atau
dikamar tidurnya. Jadi, tidak boleh berlari-lari sambil telanjang.
5) Akses informasi
Tidak ada pengetahuan yang cukup dari orang tua tentang
pendidikan seks akan membuat anak cenderung mencari tahu
melalui VCD, buku, foto, majalah, internet, dan sumber-suber
lain yang belim tentu cocok untuk anak pada usianya. Seringkali
sumber informasi yang didapat memberikan informasi yang
salah dan menjerumuskan. Buku, majalah, film, dan internet
yang mereka akses cenderung bermuatan pornografi, bukan
tentang pendidikan seks. Adanya akses informasi yang benar
diharapkan dari orang tua ataupun anak mampu memperoleh
pendidikan seks yang benar, karena media berpotensi besar
dalam mengubah pengetahuan dan sikap dalam pendidikan seks.
2.2.3 Pendidikan Seks Pada Anak
Pendidikan seks adalah bahan yang harus disampaikan kepada
seseorang atau sekelompok orang dalam usaha membimbing dan
mengarahkan perkembangan seksual anak agar ia terbebas dari
manipulasi di bidang seks dan dapat bertanggung jawab terhadap
seksualitasnya (Sarlito, 2008).
23
Materi pendidikan seks yang diberikan kepada anak meliputi :
a. Etika seksual baik ditinjau dari segi agama maupun sosial.
Etika seksual adalah nilai atau norma-norma etis yang perlu
diindahkan dalam perilaku seksual manusia. contohkan untuk anak
laki-laki ketika buang air harus duduk, pada anak perempuan
sarankan sedari dini untuk memakai pakaian yang tertutup dan
tidak menerawang, serta mulai diajarkan untuk meminta ijin ketika
ingin melakukan suatu hal dan ketika meninggalkan rumah (ElQudsy, 2012).
b. Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi alat kelamin serta
proses reproduksi pada manusia.
Orang tua disarankan untuk mengenalkan anatomi tubuh,
termasuk genetalia. Katakan “ini mata, ini kaki, ini penis, ini
vagina dan ini namanya alat kelamin”. Terangkan bahwa anak lakilaki dan perempuan diciptakan tuhan berbeda dan masing dengan
keunikan tersendiri, serta setelah anak sudah mampu membadakan
dan dapat menggali hubungan sebab akibat. Pada fase ini, orang tua
sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi
misalnya, tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan
membentuk bayi (Andika, 2009).
24
c. Penanaman kesadaran peran sosial anak laki-laki dan perempuan.
Seks menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan,
sehingga orang tua dituntut untuk menanamkan jiwa maskulinitas
pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan serta
mengarahkan
anak
sesuai
kodratnya
misal anak
laki-laki
disarankan untuk meniru ayahnya dan perempuan disuruh untuk
menirukan ibunya libatkan anak perempuan ketika ibu sedang
bersolek, berikan pakain yang sesuai dengan jenis kelamin agar
anak secara tidak langsung sadar akan kodratnya baik sebagai lakilaki atau pun perempuan (Andika, 2009).
d. Perkembangan manusia proses reproduksi dan kontrasepsi.
Seiring berjalanya waktu organ atau sistem reproduksi anak
akan semakin matang dan orang tua wajib untuk memberikan
pengetahuan kepada buah hatinya, kenalkan tanda-tanda akhil baliq
pada anak misal haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada
anak laki-laki, jelaskan secara sederhana agar tidak menimbulkan
ketakutan pada anak, jelaskan apabila seseorang yang telah akhil
baliq maka fungsi organ reproduksinya sudah matang, maka jika
sel telur dan sperma bertemu akan membentuk bayi (Andika,
2009).
25
e. Perilaku seksual yang sehat dan yang menyimpang.
Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan seksual pada manusia
dapat disamakan dengan kebutuhan manusia akan makan, manusia
akan meninggal jika tidak makan, begitu juga kebutuhan manusia
akan seksual.
Penyimpangan
seksual adalah aktivitas seksual
yang
ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual
dengan cara yang tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan
oleh orang tersebut adalah menggunakan objek seks yang tidak
wajar atau tujuan seks yag tidak wajar. Penyebab kelainan ini
bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu
kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik (Andika,
2009).
2.2.3.1
1.
Macam macam penyimpangan seksual
Homoseksual
Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa
disorientasi pasangan seksualnya disebut gay apabila
penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan.
Banyak faktor yang mempengaruhi homoseksual ini terjadi
antara lain :
a.
Faktor hereditas berupa ketidak imbangan hormonhormon seks.
26
b.
Pengaruh lingkungan hidup yang tidak baik atau
tidak
menguntungkan
bagi
perkembangan
kematangan seksual normal.
c.
Seseorang yang selalu mencari kepuasan relasi
homoseksual,
karena
dia
pernah
menghayati
pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada
masa lalunya.
d.
Traumatis anak laki-laki terhadap ibunya sehingga
timbul kebencian atau antipati terhadap ibunya dan
semua wanita. Lalu muncul dorongan homoseksual.
2.
Sadomasokisme atau masokisme seksual
Sedisme seksual termasuk kelainan seksual yang
mana kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan
hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau
menyiksa pasangannya.
3.
Ekshibisionisme
Penderita
kelainan
ini
memperoleh
kepuasan
seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka
kepada orang lain yang sesuai kehendeaknya. Bila korban
terkejut,
jijik,
dan
menjerit
ketakutan
ia
terrangsang. Kondisi ini sering diderita oleh peria.
semakin
27
4.
Hiperseks atau hypersexuality
Penyimpangan seksual ini ditandai dengan tingginya
keinginan untuk melakukan hubungan seksual dan sulit
mengontrol keinginan seksual tersebut.
5.
Voyeurisme
Istilah voyeurisme sering disebut juga scoptophilia
berasal dari bahasa Perancis yang mempunyai arti
mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh
kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang
lain
yang
berhubungan
sedang
telanjang,
seksual.
Setelah
mandi,
atau
melakukan
bahkan
kegiatan
mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih
lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip
atau melihat tidak lebih.
6.
Fetishisme
Fatishi berarti sesuatu yang dipuja, jadi pada penderita
fetishisme,
aktivitas
seksualnya
disalurkan
melaluli
bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam,
kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat
atau dorongan seksual. Fetishisme merupakan bentuk
regresi seksual, karena objek cintanya ada berkaitan dengan
benda-benda yang disayangi pada masa kanak-kanaknya.
28
Dan dengan manipulasi benda-benda tersebut dia akan
mendapatkan kepuasan seks.
7.
Pedophillia / pedophil / pedofilia / pedofil
Adalah orang dewasa yang suka melakukan hubungan
seks atau kontak fisik yang merangsang dengan anak di
bawah umur. Biasanya pedofil memilih anak perempuan
yang berumur antara 8 tahun sampai dengan 10 tahun,
sedangkan untuk anak laki-laki berumur antara 10-12 tahun.
8.
Incest
Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga
sendiri non suami istri seperti ayah.
9.
Necrophilia/Necrofil
Adalah suka melakukan hubungan seks dengan orang
yang sudah menjadi mayat atau orang mati.kejadian yang
amat jarang terjadi ini diakibatkan karena pengalaman masa
kecil yang pahit.
10. Zoophilia
Zoofilia adalah hubyngan seks dengan hewan. Hewan
tersebut disetubuhi atau dilatih untuk merangsang secara
seksual orang yang bersangkutan.
11. Sodomi
Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks
melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama sejeni
29
(homo) maupun pasangan perempuan. Dengan cara begitu
ia
akan
menjadi
lebih
terangsang
dan
menjadi
sangatbergairah.
12. Frotteurisme/Frotteuris
Yaitu suatu bentuk kelainan sexual dimana seseorang
laki-laki
mendapatkan
kepuasan
seks
dengan
jalan
menggesek-gesek atau menggosok-gosok alat kelaminnya
ke tubuh perempuan di tempat publik atau tempat umum
seperti di kereta, pesawat, bis, dan lain sebagainya.
13. Gerontopilia
Adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana
sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual
kepada orang yang sudah lanjut ( nenek-nenek atau kakekkakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis
gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual
sepereti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme,
pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, froutterisme,
dan lain sebagainya.
2.2.4 Tujuan pendidikan seks
Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan pendidikan seks
kepada anak sebagai berikut:
a. Penanaman dan pengukuhan ahlak sejak dini kepada anak dalam
menghadapi masalah seksual agar tidak mudah terjerumus pada
30
pergaulan bebas. Diharapkan mereka mampu membentengi diri
dalam menghadapi perubahan-perubahan dorongan seksual secara
mandiri.
b. Membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab
terhadap masa depan seksual anaknya
c. Sebagai upaya preventif dalam kerangka moralitas agama untuk
menghindarkan anak dari pergaulan bebas dan penyimpangan
seksual.
d. Membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual.
e. Membekali anak dengan informasi yang benar dan beranggung
jawab tentang seks agar mereka terhindar informasi dari sumber
yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
f. Memahami sejak dini tentang perbedaan mendasar antara anatomi
pria dan wanita serta pera masing-masing gender dalam reproduksi
manusia
g. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan
seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi
yang dapat menganggu kesehatan fisik dan mentalnya (El-Qudsy,
2012).
31
2.3 Keaslian penelitian
Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
NAMA PENELITI
Yuk ching lai
Sumaryani
Arum Tri Kusumawati
Dina
Lubis
Putri
Utami
JUDUL
PENELITIAN
An exploratory study
of parents’
perceptions of
teaching sex
educations in
hongkong
Pengalaman ibu dalam
memberikan
pendidikan seks pada
anak usia 3-6 tahun di
paud Menur rw 0
kelurahan Cipinang
Jakarta Timur
METODE
hubungan
tingkat
pengetahuan orang tua
tentang
pendidikan
seks dini dengan
perkembangan prilaku
seks pada anak usia 6
tahun di sd cipto
rahayu kec, gedeg,
kab. Mojokerto
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
ibu
dalam
mengajarkan
pendidikan
seksual
pada anak usia 1-5
tahun di play group
B&B semarang
kuantitatif
analitik
dengan menggunakan
non
probability
sampling
tipe
purposive
Qualitative study
Penelitian non
eksperimen, analitik
dengan pendekatan
cros sectional
kuantitatif
analitik
rancangan
sectional
deskriptif
dengan
cros
HASIL
PENELITIAN
Orang tua memiliki
pemahaan yang tidak
adekuat tentang
pendidikan seks
rata-rata atau sebagian
besar responden
belum terpapar
tentang pendidikan
seks sebelumnya dan
hanya mendapatkan
informasi mengenai
pendidikan seks pada
anak dari majalah,
televisi, dan surat
kabar
ada hubungan yang
bermakna
antara
tingkat pengetahuan
orang tua tentang
pendidikan seks usia
dini
dengan
perkembangan prilaku
pada
anak
usia
sekolah
rata-rata umur ibu
balita diplay group
B&B
Semarang
adalah
30
tahun
adapun umur minimun
23
tahun
dan
maksimum 3 tahun
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif
kuantitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif,
karena penelitian ini disajikan dengan angka-angka. Penelitian kuantitatif
adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut mengunakan angka, mulai
dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan
hasilnya (Arikunto 2006).
3.2. Populasi dan Sample
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006).
Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua khususnya ibu yang bekerja
sebagai pekerja seks komersial yang bermukim di rumah kost di lingkungan
Kelurahan Gilingan . Populasi dalam penelitian ini berjumlah 35 responden.
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang
akan diambil (Notoatmodjo, 2008). Teknik dalam pengambilan sampel ini
adalah total sampel yaitu jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah
populasi yang ada (Sugiyono, 2007). Alasan mengunakan teknik ini karena
jumlah populasi kurang dari 100 orang. Pernyataan ini sama dengan
Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi
32
33
dijadikan sampel penelitian semuanya. Sampel dalam penelitian ini adalah
pekerja seks komersial yang bermukim di Kelurahan Gilingan Surakarta
sebanyak 35 orang.
3.2.1 Kriteria inklusi
1. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang bermukim
di rumah kost di lingkungan Kelurahan Gilingan.
2. Bersedia dijadikan responden dalam penelitian.
3.2.2 Kriteria eksklusi
1. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang
mempunyai anak dengan gangguan jiwa.
2. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang
mempunyai anak dengan keterbelakangan mental.
3. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang tidak
bersedia dijadikan responden dalam penelitian.
4. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang sedang
dalam kondisi sakit
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1. Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Gilingan Surakarta.
Alasan dilakukanya penelitian ini dikarenakan belum pernah
dilakukan penelitian yang serupa mengenai gambaran pengetahuan
34
ibu tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan
Surakarta..
3.3.2. Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari sampai Bulan
Februari 2016.
3.4 Variable, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
3.4.1 Variabel
Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja
yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh
informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Secara
teoritis dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang
mempunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau satu
obyek dengan obyek yang lain (Sugiyono, 2010).
Tabel 3.1 Variable penelitian, Definisi, Skala pengukuran
Variabel
Definisi operasional
Alat ukur
Indikator penilaian
skala
data
bila
nilai Ordinal
pengetahuan pemahaman
yang Kuesioner a. Baik,
responden (x) >
pendidikan
didapatkan
oleh
55,09
seks
responden
dari
b. Cukup, bila nilai
pengalaman nyata dan
responden 55,09 ≤ x
informasi yang didapat
≤ 32,95
dari orang lain tentang
c. Kurang, bila nilai
pendidikan seks pada
responden (x) <
32,95
anak
35
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1 Alat Penelitian
Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis
yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang hal-hal yang responden ketahui. Kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup dimana sudah
disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Arikunto,
2010).
Peneliti menggunakan kuesioner gambaran pengetahuan seks
yang dimodifikasi dari Rasyid Mohamad (2010). Untuk mengukur
derajat pengetahuan seseorang apakah baik, cukup atau kurang dengan
alat ukur tingkat pengetahuan yang dikemukakan oleh Riwidikdo
(2010) :
1. Baik, bila nilai responden (x) > mean +1 SD
2. Cukup, bila nilai responden mean – 1 SD ≤ x ≥ mean + 1 SD
3. Kurang, bila nilai responden (x) < mean -1 SD
3.5.1.1 Uji Validitas
Uji validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya
(sunyoto, 2012). Pengujian validitas dilakukan di Kelurahan
36
Gilingan Surakarta dengan jumlah responden 35 orang dan di uji
menggunakan korelasi product moment dengan bantuan program
computer SPSS.
Dengan rumus :
Keterangan :
r = koefisien korelasi product moment
x = pertanyaan nomer tertentu
y = skor total
n = jumlah responden
Kriteria uji validitas adalah apabila nilai r hitung setelah
dibandingkan dengan nilai r tabel (0,334) sama atau lebih besar pada
taraf signifikasi, peneliti menggunakan taraf signifikansi 5%, maka
butir soal tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai r hitung
lebih kecil dari nilai r table maka butir pertanyaan tersebut
dinyatakan tidak valid atau gugur. Item yang tidak valid dapat
diganti, di perbaiki atau diabaikan.
Berdasarkan perhitungan uji validitas yang dilakukan peneliti
maka diketahui butir soal yang tidak valid antara lain butir soal
37
nomor 5, 8, 13, 14, 15, 16 dan dalam kuesioner ini pertanyaan
tersebut di abaikan.
3.5.1.2 Uji reliabilitas
Reabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat
dipercaya (Sunyoto, 2012). Maka tehnik uji yang digunakan adalah
uji “Cronbach’s alpha “
Rumus Alpha :
Keterangan :
r11
= Koefisien reliabilitas
k
= Banyanknya butir pertanyaan
ab2
= Jumlah varian butir
a 2t
= Varian total
Untuk mengetahui nilai reliabilitas dari data kuesioner masing-
masing butir digunakan program komputer untuk mengolah data
dalam kuesioner. Jika koefisien reliabilitas lebih besar dari koefisien
pembanding (0,60) maka dapat dikatakan kelompok variabel yang
mendukung, sebuah faktor relatif konsisten bila pengukuran dapat
diulang dua kali atau lebih. Setelah peneliti melakukan uji reliabilitas
bagi kuesioner gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks pada
38
anak didapatkan hasil nilai koefisien reliabilitas (0,743) lebih dari
nilai koefisien pembanding (0,600). Maka kuesioner ini dinyatakan
reliabel.
3.5.2 Cara pengambilan data
3.5.2.1 Pengumpulan
Pengumpulan yaitu dengan menyebar kuesioner secara
langsung ke responden dan divalidasi dengan observasi, kemudian
setelah diisi diserahkan kepada peneliti.
3.5.2.2 Prosedur pengumpulan data
Pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner yang
dilakukan sendiri oleh responden dengan langkah sebagai berikut:
a. Setelah mendapat ijin dari STIKes Kusuma Husada peneliti
melakukan konfirmasi kepada penanggung jawab para
pekerja seks komersial di Kelurahan Gilingan Surakarta.
b. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti menjelaskan tentang
tujuan penelitian dan pengisian kuesioner.
c. Setelah memahami tujaun penelitian, responden yang setuju
diminta menandatangani surat pernyataan ketersediaan
menjadi responden.
d. Responden dibagikan kuesioner dan diminta mempelajari
terlebih dahulu sebelum mengisi
39
e. Kusioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan
diperiksa kelengkapannya oleh peneliti kemudian dilakukan
analisa.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Pengolahan Data
Ada 3 kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan data menurut
siswanto (2012).
1.
Penyuntingan (editing)
Kegiatan dilakukan dengan maksud untuk memeriksa
semua jawaban responden yang telah kembali, karena kadang
terjadi kecacatan dalam kuesioner misalnya : responden sengaja
salah menjawab. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak
didapatkan kecacatan dalam penjawaban kusioner.
2.
Pengkodean (Coding)
Pengkodean ini di lakukan untuk menyederhanakan jawaban
responden, juga untuk memudahkan mengolah data melalui
sofware pengolahan data statistik. Dalam penelitian ini yang
dilakukan coding adalah :
a. Pendidikan, kode 1 : 1 SD, kode 2 : 2 SMP, Kode 3 : 3
SMA, kode 4 : 4 DIII
40
b. Umur, kode 1 : 1 20-25 tahun, kode 2 : 2 25-30 tahun, kode
3 : 3 30-35, kode 4 : 4 35-40 tahun.
c. Pernah terpapar pendidikan seks sebelumnya, kode 1 : 1
iya, kode 2 : 2 tidak.
d. Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks, kode 1 : 1
kurang, 2 : 2 cukup, 3 : 3 baik.
3.
Tabulasi (Tabulating)
Tabulasi dilakukan dengan menyusun dan menghiting data hasil
pengkodean, kemudian dibuat tabel agar mudah terbaca.
4.
Entri data
Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah
dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga
dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat A, 2009).
5.
Melakukan teknik analisis
Yaitu menggunakan ilmu stastistik terapan yang disesuaikan
dengan tujuan yang hendak dianalisis (Hidayat A, 2009).
3.6.2 Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan setelah data seluruh responden
atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah
41
mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden,
mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden,
menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan
untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk
menguji hipotesis yang telah dilakukan (Sugiyono, 2010).
Analisa Univariat
Analisa univariat adalah analisa tiap variabel yang dinyatakan
dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam
bentuk tabel atau grafik. Analisa univariat ini digunakan untuk
memperjelas
bagaimana
distribusi dan
presentase
serta untuk
mengetahui proporsi masing – masing variabel independen dan
dependen. Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan
pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak.
3.7
Etika Penelitian
Etika penelitian adalah sesuatu sistem nilai norma yang harus di patuhi
oleh peneliti saat melakukan aktifitas penelitian yang melibatkan responden,
meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari adanya eksploitasi
keuntungan dari penelitian tersebut, dan resiko yang didapatkan (Poilt &
Hungler, 2005).
Peneliti
meyakini
bahwa
informan
harus
dilindungi
dengan
memperhatikan aspek-aspek: self determination, privacy, anonimity,
informed consent, da`n protections for discomfort (Polit & Hungler, 2005)
42
1. Self determination
Partisipan diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia
atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela. Peneliti
memberikan penjelasan kepada calon partisipan mengenai tujuan dan
manfaat penelitian yang dilakukan. Peneliti juga menjelaskan bahwa
partisipan yang mengikuti penelitian tidak dipungut biaya apapun,
seluruh biaya sudah ditanggung peneliti.
2. Informed consent
Peneliti menegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan
penelitian yaitu untuk menganalisa kualitias hidup dilihat dari dimensi
fisik, dimensi psikologis, dimensi hubungan sosial dan dimensi
lingkungan. setelah partisipan mengerti, peneliti memberikan lembar
informed consent kepada partisipan.
3. Privacy
Selama dan seluruh penelitian, privacy partisipan dijaga secara
benar, semua patisipan diberlakukan sama, peneliti akan menjaga
kerahasiaan partisipan dari informasi yang di berikan dan hanya
digunakan untuk kegiatan penelitian saja tidak akan dipublikasikan tanpa
izin dari partisipan
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan pekerja
seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan
Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016, data yang
diperoleh dalam peneltian ini adalah data primer, yaitu data yang didapatkan
dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden. Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut:
4.1 Karakteristik responden
4.1.1 Pendidikan
Tabel 4.1Distribusi frekuensi pendidikan responden
Pendidikan
Frekuensi
Persentase (%)
SD
2
5,7
SMP
13
37,1
SMA
15
42,9
D III
5
14,3
Total
35
100
Table 4.1 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SMA yaitu sebesar 42,9 %.
43
44
4.1.2 Umur
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur responden
Umur
Frekuensi
Persen (%)
20-25
2
5,7
25-30
22
62,9
30-35
10
28,6
35-40
1
2,8
Total
35
100
Table 4.2 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden
berumur 25-30 tahun yaitu sebesar 62,9 %
4.1.3 Terpapar pendidikan seks sebelumnya
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi terpaparnya pendidikan seks sebelumnya
pada responden
Terpapar pendidikan seks
Frekuensi
Persen (%)
Ya
10
28,6
Tidak
25
71,4
Total
35
100
Tabel 4.3 memberi gambaran bahwa sebagian besar dari responden
belum terpapar tentang pendidikan seks sebelumnya yaitu 71,4
45
4.1.4 Gambaran pengetahuan
Tabel 4.4 Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks pada anak.
Gambaran pengetahuan
frekuensi
persen %)
Kurang
10
28,6
Cukup
22
62,8
Baik
3
8,6
Total
35
100
Tabel 4.4 memberi gambaran bahwa sebagian responden telah cukup
mengetahui tentang pendidikan seks pada anak yaitu sebesar 62,8%
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik responden
5.1.1 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Tingkat pendidikan pekerja seks komersial di Kelurahan Gilingan
Surakarta dijelaskan yang paling besar atau rata-rata berpendidikan
Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 15 orang (42,9 %),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) menepati urutan kedua sebanyak 13
orang (37,!%), selebihnya memiliki pendidikan dari Diploma tiga (DIII)
dan Sekolah Dasar (SD) . Hal tersebut disebabkan karena kesadaran
akan pentingnya menempuh pendidikan yang lebih tinggi belum
sepenuhnya disadari oleh para responden.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan tingkat
pengetahuan orang tua khususnya ibu tentang pendidikan seks dini
dengan perkembangan prilaku seks pada anak usia 3-6 tahun di Tk
Cipto rahyu Kec. Mojokerto yang dilakukan oleh Arum tri (2009).
Dengan hasil 13 atau 32,5% responden dengan pendidikan tinggi
mengatakan mengetahui tentang pendidikan seks pada anak usia dini,
sedangkan 17 atau 42,5% dari reponden berpendidikan sedang dan 10
46
47
atau 25% dari responden berpendidikan rendah mengatakan tidak
mengetahui tentang pendidikan seks pada anak usia dini
Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan seseorang merupakan
salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka lebih luas pula wawasan dan informasi yang di dapat.
Selain itu juga konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar
yang berarti perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih
matang pada diri individu, keluarga dan masyarakat. Pendidikan
menjadi hal yang sangat penting dalam mendapatkan pengetahuan, ibu
yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mudah
menerima informasi. Sebaliknya ibu dengan pendidikan rendah akan
mendapat kesulitan dalam menerima informasi yang ada sehingga
kurang memahami tentang pendidikan seks pada anak.
5.1.2 Karakteristik responden berdasarkan usia
Hasil penelitian diketahui bahwa paling banyak atau usia rata-rata
responden adalah rentan usia dari 25-30 tahun yaitu sebanyak 22 orang
atau sebesar 62,9%, sedangkan rentan usia 30-35 menempati tempat
kedua setelah klasifikasi usia terbanyak. Menurut Mubarak (2011),
semakin dewasa usia seseorang, maka tingkat berfikirnya akan semakin
matang, semakin matang seseorang, maka semakin banyak pula
pengalaman dan informasi tentang pengetahuan seks pada anak.
48
Penelitian ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Desti Putri
(2014). Dengan judul Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang
pendidikan seks pada anak usia 1-5 tahun di play group B&B Semarang
sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks. Dengan hasil umur
rata-rata ibu balita diplay group B&B semarang adalah 30 tahun adapun
umur minimun 23 tahun dan maksimun 39 tahun.
5.1.3 karakteristik responden berdasarkan belum atau pernah terpapar tentang
pendidikan seks sebelumnya
Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar atau rata-rata
responden belum pernah terpapar tentang pendidikan seks pada anak
yaitu 25 orang atau sebesar 71,4%. Sedangkan untuk responden yang
sudah pernah terpapar menempati urutan kedua yaitu sebesar 10 orang
atau 28,6%
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sumaryani (2013). Dengan judul Pengalaman ibu dalam memberikan
pendidikan seks pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Paud Menur
rw 09 Kelurahan Cipinang Jakarta Timur. Dengan hasil rata-rata atau
sebagian besar responden belum terpapar tentang pendidikan seks pada
anak sebelumnya dan hanya mendapatkan informasi mengenai
pendidikan seks pada anak dari majalah, televisi, dan surat kabar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Swansbrug (2010) yang mengatakan bahwa pengalaman juga
49
mempengaruhi pengetahuan seseorang, walau pun seseorang dapat
mempelajari suatu hal dengan menghafal, pengalaman sebelumnya
dapat dijadikan suatu pembelajaran yang bermanfaat. Prilaku individu
yang berbeda-beda pun salah salah satunya dipengaruhi oleh
pengalaman (Sunaryo, 2007).
5.2 Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks pada anak
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan responden
tentang pendidikan seks adalah cukup mengetahui. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Desti Putri (2014). Dengan judul
gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pendidikan seks pada anak usia 15 tahun di play group B&B Semarang sebelum dan sesudah diberikan
pendidikan seks. Dengan hasil dari 30 responden rata-rata sebagain besar
respon cukup mengetahui tentang pendidikan seks pada anak yaitu sebanyak
19 responden atau sebesar 63,3%.
Dilihat dari kuesioner yang rata-rata responden sudah memahami
tentang pendidikan seksualitas yang harus diberikan sejak dini, responden
juga sudah paham jika memberikan pendidikan seks harus dengan cara yang
sederhana dan yang mudah dimengerti, responden juga sudah mengerti jika
responden wajib mengenalkan organ seks kepada anaknya, responden juga
sudah paham bahwa perlu menjelaskan tentang perbedaan jenis kelamin pada
anak, responden juga paham bahwa perlu mengenalkan norma-norma atau
aturan menurut jenis kelamin kepada anaknya, responden juga paham perlu
50
menjelaskan tentang bagian-bagian tubuh mana yang boleh terlihat dan
disentuh oleh orang lain pada anaknya, tetapi kebanyakan dari responden
belum begitu tahu tentang fakta-fakta dasar kehamilan ibu dan proses
menstruasi yang dinyatakan dalam kuesioner nomor 6 dan 8, dari 35
responden hanya 12 orang dan 5 orang responden yang menjawab dengan
benar, serta responden juga belum begitu paham dengan dampak dari
pelecehan seksual yang terjadi pada anak terbukti dari kuesioner nomor 19
dari 35 reponden hanya 8 responden yang menjawab dengan benar.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancainra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba (Notoajmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang (overt behaviour). Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi
besarnya pengetahuan seseorang diantaranya adalah pendidikan, pekerjaan
dan usia. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi
pengetahuan seseorang tersebut, peneliti berharap dengan adanya penelitian
ini responden sadar akan betapa pentingnya pendidikan sehingga responden
mau mencari lebih banyak informasi guna untuk menambah pengetahuan.
Pendidikan seks dalam keluarga merupakan salah satu alternatif dalam
membekali anak-anak dengan informasi-informasi tentang seks, tentang
kesehatan, dan masalah-masalah reproduksi secara benar. Kemampuan,
keterampilan, dan kemauan orang tua dalam memberikan pendidikan seks
51
akan menentukan perasaan anak pada masa yang akan mendatang
(Djiwandono, 2007). Banyak masalah yang terjadi akibat kurangnya
pendidikan seks pada anak, contohnya perilaku seks yang menyimpang,
kekerasan seks dan kehidupan seks bebas yang telah merebak ke kalangan
kehidupan remaja dan anak. Data dari Komisi perlindungan anak pada tahun
2010. Seratus tujuh puluh satu kasus pengaduan yang masuk, sebanyak
67,8% terkait dengan kasus kekerasan. Kasus kekerasan tersebut paling yang
paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7%
atau 53 kasus. Adapun beberapa hal yang dapat mempengaruhi pendidikan
seks adalah masih tabunya pendidikan seks pada anak dimasyarakat serta adat
istiadat
yang
masih
menganggap
perbincangan
seksual
merupakan
perbincangan yang porno sehingga tidak layak untuk dibicarakan secara
umum, peneliti berharap dengan adanya penelitian ini responden maupun
masyarakat sadar bahwa pendidikan seks pada anak amatlah penting dan
sangat diperlukan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran pengetahuan pekerja seks
komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Surakarta,
maka dapat diambil kesimpulan berikut :
6.1 Simpulan
1. Gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks
pada anak adalah cukup mengetahui yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar
62,9%.
2. Karakteristik responden dalam penelitian ini bermacam-macam dengan
rata-rata berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 15
orang (42,%) dan berusia rata-rata 25-30 tahun yaitu sebanyak 22 orang
(62,9) serta rata-rata belum pernah terpapar tentang pengetahuan
pendidikan seks sebelumnya, yaitu sebanyak 25 orang (71,4%).
6.2 Saran
Berdasarkan simpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan beberapa
saran, yaitu sebagai berikut :
1. Bagi orang tua
Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan
pendidikan seks pada anak serta meningkatkan pemahaman mengenai
perkembangan seksual pada anak.
52
53
2. Bagi instansi pendidikan anak usia dini
Dapat memasukan pendidikan seks sebagai salah satu program
pendidikan baik untuk anak maupun pada orang tua
3. Bagi perawat komunitas
Dapat menjalankan perannya sebagai edukator dan konselor baik bagi
orang tua maupun anak terkait pendidikan seks dan perkembangan
seksual pada anak dalam meningkatkan pentingnya pendidikan seks
untuk anak
4. Bagi peneliti selanjutnya
Perlu diadakanya penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai
gambaran pengetahuan pekerja seksual komersial tentang pendidikan
seks pada anak dalam waktu yang lebih lama dan karakteristik responden
yang lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rhineka Cipta.
BKKBN. 2013. Selama januari Terjadi 42 kasus pelecehan pada anak.
http://dkijakarta.bkkbn.go.id/list/berita/DispFrom.aspx?ID=689&ContentTypeId
=0x0100A28EFCBF520B364387716414DEECEB1E. Diakses pada tanggal 29
juni 2015 pukul 20.30 WIB.
Jhonson, Kerri L., Tassinary, Louis G., & Laurey, Leah E.(2010). Sex
Categorization Among Preschool Children: Increasing Utilization Of
Sexually Dimorphic cues . Child Development, Volume 81, Number 5, Pages
1346-1355.
Kliegman, Robert M. (2011). Nelson Textbook Of Pediatrick 19th Edition. United
States of America: Saunders.
Kurniawati, Tenti; Rahmat, Ibrahim & Lusmilasari, Lely. (2005). Hubungan
antara persepsi ibu tentang pendidikan seks pada anak usia 0-5 tahun
dengan sikap ibu dalam menerapkan pemdidikan seks di suronatan dan
serangan notoprajan Yogyakarta. Jurnal kebidanan dan keperawatan.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah, Yogyakarta.
Kusumawati, Arum Tri. (2009). Hubungan tingkat pengetahuan orang tua
tentang pendidikan seks dini dengan perkembangan perilaku seks pada anak
3-6 tahun di TK Cipto Rahayu Kec. Gedeg, Kab. Mojokerto. Jurnal
keperawatan Bina Sehat. Sekolah tinggi Ilmu kesehatan Bina Sehat. Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.
LAI, Ching Yuk. (2005). An Exploratory Study Of Parents’ Perceptions Of
Teaching Sex Education In Hong Kong Preschool. The Hong Kong Istitute
Of Education.
LN. Syamsul Yusuf. (2009). Psikolpogi Perkembangan Anak dan Remaja,
ROSDA : Bandung.
Lubis, Dian Putri Utami. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam
mengajarkan pendidikan seksual pada anak usia 4-6 tahun di TK Dharma
Bakti IV Tamantirto, Bantul, Yogyakarta. Samodra ilmu: jurnal kesehatan.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta.
52
53
Medline plus. (2008). Child Sexual Abuse, di buat 02 April 2008. U.S National
Library of Medicine. Diakses 29 juni 2015 Jam 20.30 WIB.
Ministri of Women and Child Development (2007). Study on Child Abuse: India
2007. Published by The Government of India. Diakses 29njuni 2015 Jam
20.30
Merdeka. com. peristiwa kasus kekerasan seksual anak banyak terjadi di
Sukoharjo. Diakses 9 Juli 2015 jamm 21.00.
Nursalam. (2011)., konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu
keperawatan pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan.
Salemba Medika, Jakarta.
Notoatmodjo, s. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Renika Cipta :
Jakarta.
Notoatmodjo, s. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Renika Cipta :
Jakarta.
Polit df & Back, CT 2006, esential of nursing resarech methods, apparasia, and
utilizaton, 6th edition, lippincott williams & wilkins, Philadelphia.
Potter, Patricia A. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
Dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC.
Saryono, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Nuha Medika.
Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfa Beta
Society.
Skripsiadi, Erwin J. (2005). Pendidikan Dasar Seks Untuk Anak Sebagai Panduan
Diskusi Dalam Keluarga. Yogyakarta: Curiosita.
Walker, Joy L. A. (2010). Qualitative Study Of Parents’ Experience Of
Provoding Sex Education For Their Childern: The Implication For Health
Eduation. SAGE Publication Health Education Journal 2010; 60; 132.
Waryuni, S, E. 2008. Pendidikan Sex Untuk Keluarga, PT. Index, Jakarta.
Download