GAMBARAN PENGETAHUAN PEKERJA SEKS KOMERSIAL TENTANG PENDIDIKAN SEKS PADA ANAK DI KELURAHAN GILINGAN SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan Oleh : Exvan Jatmiko NIM. ST14 024 PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 i ii KATA PENGANTAR iii KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan Judul “Gambaran Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Pendidikan Seks Pada Anak Di Kelurahan Gilingan Surakarta”. Dalam penyusunan Skipsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat : 1. Ns. Wahyu Rima Agustin M.Kep, selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Atiek Murhayati, M.kep, selaku Ketua Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Happy Indry Hapsari, M.Kep, selaku pembimbing I yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya skripsi ini. 4. Anis Nurhayati, SST., M.Kes, selaku pembimbing II yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan - masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta menfasilitasi demi sempurnanya skripsi ini 5. Responden Penelitian yang sudah bersedia membantu dan meluangkan waktunya. 6. Kedua orang tua saya, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat baik moral, material dan spiritual untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Teman-teman mahasiswa Program Studi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, khususnya kelompok 6 dan berbagai pihak iv yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberikan dukungan moril, materiil dan spiritual. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan, Amin. Surakarta, 8 Maret 2016 Penulis v DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................ i LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................... ii SURAT PERNYATAAN ......................................................................... iii KATA PENGANTAR .............................................................................. iv DAFTAR ISI ............................................................................................ vi DAFTAR TABEL .................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ ix BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................... 1 1.2 Rumusam Masalah ......................................................... 5 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................ 6 1.4 Manfaat Penelitian .......................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan .................................................................. 8 2.1 Pendidikan Seks ............................................................. 15 2.2 Keaslian Penelitian ......................................................... 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ....................................... 32 3.2 Populasi dan Sampel........................................................ 32 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................... 33 3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala Pengukuran ..... 34 3.5 Alat Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Data ............. 35 3.6 Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data ...................... 39 3.7 Etika Penelitian ............................................................... 41 BAB 1V HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik Responden .................................................. 43 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden .................................................. 46 5.2 Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks ............ 49 vi BAB VI PENUTUP 6.1 Simpulan ........................................................................ 52 6.2 Saran ............................................................................... 52 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Nomor Tabel Judul Tabel Halaman 2.1 Keaslian Penelitian 31 3.1 Variabel Definisi dan Skala Penelitian 34 4.1 Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden 43 4.2 Distribusi Frekuensi Usia Responden 44 4.3 Distribusi Pengalaman Responden 44 4.4 Gambaran pengetauan 45 viii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Lampiran Keterangan Lampiran 1 F.01 Usulan topik penelitian Lampiran 2 F.02 Pernyataan Pengajuan Judul Skripsi Lampiran 3 F.04 Pengajuan Ijin Studi Pendahuluan Lampiran 4 F.05 Lembar Oponent Lampiran 5 F.06 Lembar Audience Lampiran 6 F.07 Lembar Pengajuan Ijin Penelitian Lampiran 7 Balasan Ijin Penelitian Lampiran 8 Tabel SPSS Lampiran 9 Lembar Konsultasi ix PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Exvan Jatmiko Gambaran Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Pendidikan Seks Pada Anak di Kelurahan Gilingan Surakarta Abstrak Pendidikan seks merupakan usaha pemberian informasi kepada anak tentang kondisi fisiknya sebagai perempuan atau laki-laki, dan konsekuensi psikologis yang berkaitan dengan kondisi tersebut. Secara umum, pendidikan seks terdiri atas penjelasan tentang organ reproduksi, kehamilan, tingkah laku seksual, alat kontrasepsi, kesuburan dan menopause, serta penyakit kelamin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Sampel penelitian ini adalah pekerja seks komersial yang mempunyai anak sebanyak 35 orang dan data diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Analisa yang digunakan menggunakan analisa Univariat. Hasil analisis menunjukan dari 35 responden rata-rata berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 15 orang (42,9 %). Usia rata-rata responden adalah rentan usia dari 25-30 tahun yaitu sebanyak 22 orang (62,9%). rata-rata responden belum pernah terpapar tentang pendidikan seks pada anak yaitu 25 orang atau sebesar 71,4%. Sedangkan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak adalah responden telah cukup mengetahui tentang pendidikan seks pada anak yaitu sebanyak 26 orang (62,8%). Kata kunci : Pengetahuan, Pekerja Seks Komersial, Pendidikan Seks x NURSING GRADUATE STUDY PROGRAM STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016 Exvan Jatmiko A Description of Prostitute’s Knowledge on Sexual Education among Children in Kelurahan Gilingan of Surakarta Abstract Sexual education is the attempt of providing information to children about their physical condition as female or male, and psychological consequence related to such the condition. Generally, sexual education consists of explanation concerning reproductive organ, pregnancy, sexual behavior, contraceptive, fertility, menopause, and sexual disease. This research aimed to find out a description of prostitute’s knowledge on sexual education among children in Kelurahan (administrative village) of Surakarta. This study was a descriptive quantitative research. The sample of research consisted of 35 prostitutes with children and the data was collected using questionnaire. Data analysis was carried out using Univariat analysis. The result of analysis showed that out of 35 respondents, on average, 15 (42.9%) had Senior High School (SMA) education. On average, 22 respondents (62.95%), were 25-30 years old, and 25 (71.4%) had not be exposed to sexual education among children. Meanwhile the result of research on a description of prostitute’s knowledge on sexual education among children was that the respondents had known sufficiently about sexual education among children with 26 (62.8%) respondents. Keywords: Knowledge, Prostitute, Sexual Education xi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan seks merupakan usaha pemberian informasi kepada anak tentang kondisi fisiknya sebagai perempuan atau laki-laki, dan konsekuensi psikologis yang berkaitan dengan kondisi tesebut. Secara umum, pendidikan seks terdiri atas penjelasan tentang organ reproduksi, kehamilan, tingkah laku seksual, alat kontrasepsi, kesuburan dan menopause, serta penyakit kelamin (Skripsiadi, 2005). Pelecehan seksual pada anak adalah suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa atau remaja yang lebih tua menggunakan anak untuk merangsang seksual (Medline plus, 2008). Bentuk dari pelecehan seksual pada anak antara lain: meminta atau menekan seorang anak untuk melakukan aktivitas seksual, menampilkan pornografi pada anak, melakukan hubungan seksual terhadap anak-anak, kontak fisik dengan alat kelamin anak-anak (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis), melihat alat kelamin anak tanpa kontak fisik (kecuali dalam konteks non-seksual seperti pemeriksaan medis) (Medline plus, 2008). WHO, (2014) menyatakan bahwa rata-rata terjadi 4-6% kasus pelecehan seksual pada anak ditiap bulannya, dan kasus terbesar di dunia untuk pelecehan pada anak terjadi di Afrika Selatan. 1 2 Komisi Nasional perlindungan anak melaporkan bahwa pada tahun 2012, terdapat sebanyak 62% atau 1.526 kasus tindakan kekerasaan seksual pada anak. Kasus ini mengalami peningkatan yang signifikan hingga mencapai 10% sepanjang tahun 2012 dibandingkan tahun 2011. Pada tahun 2013, selama bulan Januari hingga awal Februari 2013 di wilayah Jabodetabek angka kejahatan seksual terhadap anak sebanyak 42 kasus yang terjadi (BKKBN, 2013). Masih tingginya kasus pelecehan seksual pada anak yang bahkan dilakukan oleh orang-orang terdekat anak termasuk keluarga menunjukan betapa pentingnya pendidikan seks sejak usia sekolah. Penelitian yang dilakukan Lai (2005) dalam mengetahui presepsi orang tua terhadap pelaksanaan program pendidikan seks pada anak Lai melakukan penelitian pada Taman kanak-kanak di Hongkong, mendapati bahwa orang tua memiliki pemahaman yang tidak adekuat terhadap pendidikan seks yang dilakukan pihak taman kanak-kanak. Hal ini disebabkan masih tabunya anggapan orang tua mengenai pendidikan seks untuk anak usia sekolah. Dalam bahasa Indonesia seks memiliki arti jenis kelamin namun setelah mengalami pergeseran makna, kata seks sering dianggap sebagai kata hubungan intim. Ini adalah salah satu faktor yang dapat mengakibatkan pendidikan seks menjadi sesuatu yang tabu. Banyak orang menganggap bahwa pendidikan seks adalah cara-cara berhubungan intim, tapi dalam keasliannya pendidikan seks adalah pendidikan tentang kesehatan serta 3 fungsional alat kelamin manusia. Seks merupakan bagian dari pendidikan yang harus ditanamkan sejak dini pada anak (Yusuf, 2009). Skripsi Adi (2005), menyatakan terdapat dua hal yang membuat masyarakat merasa tabu dalam membicarakan hal tersebut, diantaranya: faktor budaya yang melarang pembicaraan mengenai seks didepan umum, karena dianggap sebagai sesuatu yang porno dan sifatnya sangat pribadi dan pengertian seks yang ada dimasyarakat masih sangat sempit, pembicaraan tentang seks seolah-olah hanya diartikan kearah hubungan seksual. Kenyataannya pembicaraan soal seks pada anak usia sekolah sangatlah penting, karena pada usia tersebut anak sudah mulai untuk melakukan eksploitasi seks. Tidak ada batasan yang jelas kapan pendidikan seks dapat diberikan pada anak, namun dengan munculnya prilaku-prilaku tersebut dapat menjadi suatu indikasi untuk orang tua dalam menginterprestasikan rasa keingintahuan yang ditujukan anak sebagai pertanda bahwa anak siap untuk diberikan pedidikan seks (Potter dan Perry, 2005). Pada saat anak memasuki usia sekolah, umur 6-7 tahun, anak mulai menunjukan kesadaran terhadap perbedaan fisik laki-laki dan perempuan, usia 8 tahun anak mulai menyinggung masalah seks, 9 tahun mulai berbicara tentang seks dengan teman sebayanya dan menggunakan istilah seksual dalam mengucapkan kata-kata kotor atau membuat puisi dan mulai belaar tentang organ seks mereka senidri, dan pada usia 10 tahun anak akan belajar dari temannya tentang menstruasi dan hubungan seks (Wuryani, 2008). 4 Penelitian yang dilakukan di Yogyakarta oleh Kurniawati, Rahmat, &Lusmilasari (2005) membuktian bahwa secara umum persepsi dan sikap ibu dalam menerapkan pendidikan seks pada usia dini kurang baik. Hal ini dilihat dari pandangan atau pendapat ibu terhadap perasaan mendukung atau memihak yang berkaitan dengan perkembangan seksual anak dan peran ibu dalam menerapkan pendidikan pada seks pada anak. Adapun kesimpulan dari penelitian ini didapati bahwa terdapat hubungan antara persepsi ibu tentang pendidikan seks pada anak usia dini dengan sikap ibu dalam menerapkan pendidikan seks pada anak sesuai dengan perkembangan anak. Namun penelitian lain yang dilakukan oleh Kusumawati (2009) pada salah satu TK di daerah Mojokerto membuktikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks dini dengan perkembangan priaku seks pada anak usia 6 tahun. Oleh karena itu, peran orang tua atau ibu dalam memberikan pendidikan seks pada anak menjadi salah satu faktor yang akan mempengaruhi perkembangan dan kehidupan anak kelak. Pada anak usia sekolah menurut Lubis (2012) antralain: faktor sosial ekonomi, sosial budaya dan riwayat pendidikan seks. Semakin rendah penghasilan keluarga maka orang tua akan semakin lama berada diluar rumah sehingga dalam mengajarkan pendidikan seks pada anak semakin buruk. Faktor budaya yang masih beranggapan bahwa pendidikan seks merupakan hal tabu akan mempengaruhi orang tua dalam memberikan pendidikan seks pada anak, riwayat pendidikan orang tua dakam mendapatkan informasi 5 mengenai seks sebelumnya juga akan mempengaruhi orang tua dalam memberikan pendidikan seks. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari diketahui bahwa terdapat banyak tempat kost yang ditinggali oleh para PSK (Pekerja Seks Komersil) yang menetap bertahun-tahun diwilayah tersebut. Hubungan para PSK dengan para lelaki tersebut pada akhirnya membuahkan anak. Berdasarkan fenomena yang telah dijelaskan diatas, membuat peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana gambaran pengetahuan PSK tentang pendidikan seks pada anak yang dapat dilihat baik dari segi persepsi atau pengetahuan, perasaan, respon, perilaku, tindakan ataupun faktor-faktor lain yang terkait di wilayah tempat kost yang didiami pada PSK di lingkungan Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana gambaran pengetahuan PSK tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Kecamatan Banjarsari Kota Surakarta? \ 6 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Surakarta. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Orang tua Memberikan informasi tentang pentingnya pendidikan seks pada anak kepada orang tua sebagai pendidik awal bagi anak 1.4.2 Institusi pendidikan atau SD Sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk menambahkan pendidikan seks pada anak sebagai materi yang akan diberikan untuk orang tua dan anak 1.4.3 Perawat Melalui penelitian ini, perawat dapat menilai tentang perlunya perawat dalam menjalankan perannya sebagai edukator dan konselor yakni perawat dapat memberikan informasi mengenai seksualitas dan berkolaborasi dengan guru untuk mrnjadi pembibing yang baik kepada anak maupun orang tua dalam menghadapi masalah mengenai perkembangan seks pada anak. 7 1.4.4 Peneliti Selanjutnya Sebagai sumber referensi dan bacaan untuk peneliti selanjutnya dalam kaitanya dengan gambaran pengetahuan ibu tentang pendidikan seks pada anak 1.4.5 Peneliti Bertambahnya informasi dan pengalaman bagi peneliti di bidang pendidikan seks pada anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2007). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2006). pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan suatu hal. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini yang akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap makin positif terhadap objek tertentu. Menurut teori WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui oleh seseorang 8 9 melalui pengenalan sumber informasi, ide yang diperoleh sebelumnya baik secara formal maupun informal. Menurut Notoatmodjo (2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan), yakni : 1) Awareness (kesadaran). Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). 2) Interest (merasa tertarik). Terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. 3) Evaluation (menimbang-menimbang). Terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. 4) Trial. Sikap dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. 5) Adaption. Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (longlasting). Sebaliknya, apabila perilaku itu tidak didasari oleh 10 pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. 2.1.2 Tingkat Pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2007) ada 6 tingkatan pengetahuan, yaitu : a. Tahu (know) Tahu dapat diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk juga mengingat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima dengan cara menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, dan sebagainya. b. Memahami (Comprehention) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dpat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi sebenarnya. Aplikasi dapat diartikan sebagai penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya. d. Analisis (Analysis) Analisis merupakan suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut yang masih ada kaitannya antara satu dengan yang lain dapat ditunjukan dengan menggambarkan, membedakan, mengelompokkan, dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian didalam suatu 11 bentuk keseluruhan yang baru dengan dapat menyusun formulasi yang baru. f. Evaluasi (Evaluation) Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi penelitian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau kriteria yang sudah ada. Pengetahuan diukur dengan wawancara atau angket tentang materi yang akan di ukur dari objek penelitian 2.1.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan Notoatmodjo (2007), berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu : a. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah 12 pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan negatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut . b. Mass media / informasi Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut. 13 c. Sosial budaya dan ekonomi Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang. d. Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu. e. Pengalaman Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman baik dari pengalaman pribadi maupun dari pengalaman orang lain. Pengalaman ini merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran suatu pengetahuan. f. Usia Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun) seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai pada usia dewasa. Sedangkan pada usia tua (> 60 tahun) adalah usia 14 tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil dari prestasinya. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan sehingga menambah pengetahuan (Notoatmodjo, 2007). Dua sikap tradisional Mengenai jalannya perkembangan hidup : 1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang di jumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. 2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khusunya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan bertambahnya usia. 2.1.4 Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin di ketahui atau di ukur dapat di sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Riwidikdo, 2010) : 15 1. Baik, bila nilai responden (x) > mean +1 SD 2. Cukup, bila nilai responden mean –1 SD ≤ x ≤ mean + 1SD 3. Kurang, bila nilai responden (x) < mean -1 SD 2.2 Pendidikan seks 2.2.1 Pengertian Pendidikan Seks Pendidikan seks merupakan usaha pemberian informasi kepada anak tentang kondisi fisiknya sebagai perempuan dan laki-laki, dan konsekuensi psikologisnya yang berkaitan dengan kondisi tersebut. Secara umum, pendidikan seks terdiri atas penjelasan tentang organ reproduksi, kehamilan, tingkah laku seksual, alat kontrasepsi, kesuburan dan menopause, serta penyakit kelamin (Skripsiadi, 2005). Pendapat lain tentang pendidikan seks Menurut profesor gawshi adalah untuk memberi pengetahuan yang benar kepada anak yang menyikapinya untuk beradaptasi secara baik dengan sikap-sikap seksual di masa depan kehidupanya dan pemberian pengetahuan ini menyebabkan anak memperoleh kecenderungan logis yang benar terhadap masalah seksual dan reproduksi (Lubis, 2012). Sekolah atau pengalaman pendidikan memperluas dunia anak dan merupakan transisi dari kehidupan yang secara relatif bebas bermain ke kehidupan dengan bermain, belajar, dan berkerja yang terstruktur. Sekolah dan rumah mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan membutuhkan penyesuaian dengan orang tua dan anak, anak harus belajar menghadapi peraturan dan harapan yang dituntut oleh sekolah 16 dan teman sebaya. Orang tua harus membiarkan anak-anak membuat keputusan menerima tanggung jawab dan belajar dari pengalaman kehidupan (Poter, 2007). Pendidikan seks yang dapat diberikan pada anak usia sekolah yakni : a. Memperlakukan anak sesuai dengan kodratnya. b. Pengenalan dasar anatomi badan c. Kenalkan norma seks pada anak d. Kenalkan atau tunjukan bagian tubuh mana yang boleh terlihat atau tidak bagi anak laki-laki dan perempuan. e. Ajarkan pada anak untuk membersihkan alat vitalnya. 2.2.2 Faktor faktor yang mempengaruhi pendidikan seks Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dari pendidikan seks antara lain pengetahuan, sikap, peran orangtua, peran guru, dan akses informasi (Kurniawan, 2008): 1) Pengetahuan. a) Pengertian pengetahuan Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indera pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2010). 17 2) Sikap a) Pengertian sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetap hanya ditafsirkan dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Kondisi kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial, sikap juga merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan pelaksanaan motif tertentu sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau prilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan (Notoatmodjo, 2010). reaksi terhadap objek 18 b) Tingkatan sikap Menurut Notoatmodjo (2010) sikap mempunyai 4 tingkatan dari yang terrendah hingga yang tertinggi yaitu : 1. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap orangterhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian itu terhadap ceramah-ceramah. 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap sesuatu masalah. 4. Bertanggung jawab (responsible) Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan siap menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya. 19 c) Faktor faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar (2010) : 1. Pengalam pribadi Apa yang telah dan sedang dialami sesorang akan ikut membantu dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. 2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting Pada umumnya individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformasi atau searah dengan oarng lain yang dianggap penting. 3. Pengaruh kebudayan Sesorang hidup dan dibesarkan dari suatu kebudayaan, dengan demikian kebudayaan yang diikuti mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap orang tersebut. 4. Media massa Media massa membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini sesorang, sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. 5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Kedua lembaga ini meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam individu sehingga kedua lembaga 20 ini merupakan suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap. 6. Pengaruh faktor emosional Suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. 7. Pendidikan Kurangnya pengetahuan sesorang akan mudah terpengaruh dalam bersikap. 8. Faktor sosial dan ekonomi Keadaan sosial ekonomi akan menimbulkan gaya hidup yang berbeda-beda. 9. Kesiapan fisik (status kesehatan) Pada umunya fisik yang kuat terdapat jiwa yang sehat. 10. Kesiapan psikologi / jiwa Interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang mempengaruhi pola prilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antar psikologi disekelilingnya. 21 3) Peran orang tua Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama bagi anak. Keluarga berfungsi sebagai transmitter budaya atau mediator sosial bagi anak (Yusuf, 2008). Menurut UU No.2 tahun 1989 Bab IV pasal 10 Ayat 4 (Yusuf, 2008) pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur luar sekolah yang dislegarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral, dan leterampilan. Semakin besar peran orang tua terhadap pemberian pendidikan seks pada anak semakin baik pula untuk pengetahuan anak tehtang seks. 4) Peran guru Sekolah adalah lingkungan pendidikan sekunder. Bagi anak yang bersekolah, lingkungan yang setiap hari dimasukinnya selain lingkungan rumah adalah sekolahnya, karena belum tentu anak-anak juga mendapat pelajaran tentang seks dari orang tuanya. Bila para guru menghadapi anak terlalu kritis, ingin bertanya segala macam hingga kewalahan, tek perlu ragu mengatakan kita belum tahu, dan anak akan berusaha mencari lebih lanjut, disamping mengajarkan pendidikan seks, sekolah juga harus memberikan dengan pendidikan moral. Misalnya, setelah mengetahui berbagai fungsi tubuhnya, terutama fungsi reproduksi, ajarkan agar anak tidak suka menggumbar bagian-bagian tertentu tubuhnya. Misalnya, 22 ajarkan anak untuk berganti pakaian dikamar mandi atau dikamar tidurnya. Jadi, tidak boleh berlari-lari sambil telanjang. 5) Akses informasi Tidak ada pengetahuan yang cukup dari orang tua tentang pendidikan seks akan membuat anak cenderung mencari tahu melalui VCD, buku, foto, majalah, internet, dan sumber-suber lain yang belim tentu cocok untuk anak pada usianya. Seringkali sumber informasi yang didapat memberikan informasi yang salah dan menjerumuskan. Buku, majalah, film, dan internet yang mereka akses cenderung bermuatan pornografi, bukan tentang pendidikan seks. Adanya akses informasi yang benar diharapkan dari orang tua ataupun anak mampu memperoleh pendidikan seks yang benar, karena media berpotensi besar dalam mengubah pengetahuan dan sikap dalam pendidikan seks. 2.2.3 Pendidikan Seks Pada Anak Pendidikan seks adalah bahan yang harus disampaikan kepada seseorang atau sekelompok orang dalam usaha membimbing dan mengarahkan perkembangan seksual anak agar ia terbebas dari manipulasi di bidang seks dan dapat bertanggung jawab terhadap seksualitasnya (Sarlito, 2008). 23 Materi pendidikan seks yang diberikan kepada anak meliputi : a. Etika seksual baik ditinjau dari segi agama maupun sosial. Etika seksual adalah nilai atau norma-norma etis yang perlu diindahkan dalam perilaku seksual manusia. contohkan untuk anak laki-laki ketika buang air harus duduk, pada anak perempuan sarankan sedari dini untuk memakai pakaian yang tertutup dan tidak menerawang, serta mulai diajarkan untuk meminta ijin ketika ingin melakukan suatu hal dan ketika meninggalkan rumah (ElQudsy, 2012). b. Pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi alat kelamin serta proses reproduksi pada manusia. Orang tua disarankan untuk mengenalkan anatomi tubuh, termasuk genetalia. Katakan “ini mata, ini kaki, ini penis, ini vagina dan ini namanya alat kelamin”. Terangkan bahwa anak lakilaki dan perempuan diciptakan tuhan berbeda dan masing dengan keunikan tersendiri, serta setelah anak sudah mampu membadakan dan dapat menggali hubungan sebab akibat. Pada fase ini, orang tua sudah bisa menerangkan secara sederhana proses reproduksi misalnya, tentang sel telur dan sperma yang jika bertemu akan membentuk bayi (Andika, 2009). 24 c. Penanaman kesadaran peran sosial anak laki-laki dan perempuan. Seks menjadi pembeda antara laki-laki dan perempuan, sehingga orang tua dituntut untuk menanamkan jiwa maskulinitas pada anak laki-laki dan jiwa feminitas pada anak perempuan serta mengarahkan anak sesuai kodratnya misal anak laki-laki disarankan untuk meniru ayahnya dan perempuan disuruh untuk menirukan ibunya libatkan anak perempuan ketika ibu sedang bersolek, berikan pakain yang sesuai dengan jenis kelamin agar anak secara tidak langsung sadar akan kodratnya baik sebagai lakilaki atau pun perempuan (Andika, 2009). d. Perkembangan manusia proses reproduksi dan kontrasepsi. Seiring berjalanya waktu organ atau sistem reproduksi anak akan semakin matang dan orang tua wajib untuk memberikan pengetahuan kepada buah hatinya, kenalkan tanda-tanda akhil baliq pada anak misal haid pada anak perempuan dan mimpi basah pada anak laki-laki, jelaskan secara sederhana agar tidak menimbulkan ketakutan pada anak, jelaskan apabila seseorang yang telah akhil baliq maka fungsi organ reproduksinya sudah matang, maka jika sel telur dan sperma bertemu akan membentuk bayi (Andika, 2009). 25 e. Perilaku seksual yang sehat dan yang menyimpang. Tidak dipungkiri bahwa kebutuhan seksual pada manusia dapat disamakan dengan kebutuhan manusia akan makan, manusia akan meninggal jika tidak makan, begitu juga kebutuhan manusia akan seksual. Penyimpangan seksual adalah aktivitas seksual yang ditempuh seseorang untuk mendapatkan kenikmatan seksual dengan cara yang tidak sewajarnya. Biasanya, cara yang digunakan oleh orang tersebut adalah menggunakan objek seks yang tidak wajar atau tujuan seks yag tidak wajar. Penyebab kelainan ini bersifat psikologis atau kejiwaan, seperti pengalaman sewaktu kecil, dari lingkungan pergaulan, dan faktor genetik (Andika, 2009). 2.2.3.1 1. Macam macam penyimpangan seksual Homoseksual Homoseksual merupakan kelainan seksual berupa disorientasi pasangan seksualnya disebut gay apabila penderitanya laki-laki dan lesbi untuk penderita perempuan. Banyak faktor yang mempengaruhi homoseksual ini terjadi antara lain : a. Faktor hereditas berupa ketidak imbangan hormonhormon seks. 26 b. Pengaruh lingkungan hidup yang tidak baik atau tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual normal. c. Seseorang yang selalu mencari kepuasan relasi homoseksual, karena dia pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa lalunya. d. Traumatis anak laki-laki terhadap ibunya sehingga timbul kebencian atau antipati terhadap ibunya dan semua wanita. Lalu muncul dorongan homoseksual. 2. Sadomasokisme atau masokisme seksual Sedisme seksual termasuk kelainan seksual yang mana kepuasan seksual diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. 3. Ekshibisionisme Penderita kelainan ini memperoleh kepuasan seksualnya dengan memperlihatkan alat kelamin mereka kepada orang lain yang sesuai kehendeaknya. Bila korban terkejut, jijik, dan menjerit ketakutan ia terrangsang. Kondisi ini sering diderita oleh peria. semakin 27 4. Hiperseks atau hypersexuality Penyimpangan seksual ini ditandai dengan tingginya keinginan untuk melakukan hubungan seksual dan sulit mengontrol keinginan seksual tersebut. 5. Voyeurisme Istilah voyeurisme sering disebut juga scoptophilia berasal dari bahasa Perancis yang mempunyai arti mengintip. Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain yang berhubungan sedang telanjang, seksual. Setelah mandi, atau melakukan bahkan kegiatan mengintipnya, penderita tidak melakukan tindakan lebih lanjut terhadap korban yang diintip. Dia hanya mengintip atau melihat tidak lebih. 6. Fetishisme Fatishi berarti sesuatu yang dipuja, jadi pada penderita fetishisme, aktivitas seksualnya disalurkan melaluli bermasturbasi dengan BH (breast holder), celana dalam, kaos kaki, atau benda lain yang dapat meningkatkan hasrat atau dorongan seksual. Fetishisme merupakan bentuk regresi seksual, karena objek cintanya ada berkaitan dengan benda-benda yang disayangi pada masa kanak-kanaknya. 28 Dan dengan manipulasi benda-benda tersebut dia akan mendapatkan kepuasan seks. 7. Pedophillia / pedophil / pedofilia / pedofil Adalah orang dewasa yang suka melakukan hubungan seks atau kontak fisik yang merangsang dengan anak di bawah umur. Biasanya pedofil memilih anak perempuan yang berumur antara 8 tahun sampai dengan 10 tahun, sedangkan untuk anak laki-laki berumur antara 10-12 tahun. 8. Incest Adalah hubungan seks dengan sesama anggota keluarga sendiri non suami istri seperti ayah. 9. Necrophilia/Necrofil Adalah suka melakukan hubungan seks dengan orang yang sudah menjadi mayat atau orang mati.kejadian yang amat jarang terjadi ini diakibatkan karena pengalaman masa kecil yang pahit. 10. Zoophilia Zoofilia adalah hubyngan seks dengan hewan. Hewan tersebut disetubuhi atau dilatih untuk merangsang secara seksual orang yang bersangkutan. 11. Sodomi Sodomi adalah pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik pasangan sesama sejeni 29 (homo) maupun pasangan perempuan. Dengan cara begitu ia akan menjadi lebih terangsang dan menjadi sangatbergairah. 12. Frotteurisme/Frotteuris Yaitu suatu bentuk kelainan sexual dimana seseorang laki-laki mendapatkan kepuasan seks dengan jalan menggesek-gesek atau menggosok-gosok alat kelaminnya ke tubuh perempuan di tempat publik atau tempat umum seperti di kereta, pesawat, bis, dan lain sebagainya. 13. Gerontopilia Adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada orang yang sudah lanjut ( nenek-nenek atau kakekkakek). Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan seksual sepereti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual, fetisisme, froutterisme, dan lain sebagainya. 2.2.4 Tujuan pendidikan seks Tujuan yang ingin dicapai dalam memberikan pendidikan seks kepada anak sebagai berikut: a. Penanaman dan pengukuhan ahlak sejak dini kepada anak dalam menghadapi masalah seksual agar tidak mudah terjerumus pada 30 pergaulan bebas. Diharapkan mereka mampu membentengi diri dalam menghadapi perubahan-perubahan dorongan seksual secara mandiri. b. Membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab terhadap masa depan seksual anaknya c. Sebagai upaya preventif dalam kerangka moralitas agama untuk menghindarkan anak dari pergaulan bebas dan penyimpangan seksual. d. Membentuk sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual. e. Membekali anak dengan informasi yang benar dan beranggung jawab tentang seks agar mereka terhindar informasi dari sumber yang tidak dapat dipertanggung jawabkan. f. Memahami sejak dini tentang perbedaan mendasar antara anatomi pria dan wanita serta pera masing-masing gender dalam reproduksi manusia g. Memberikan pengetahuan tentang kesalahan dan penyimpangan seksual agar individu dapat menjaga diri dan melawan eksploitasi yang dapat menganggu kesehatan fisik dan mentalnya (El-Qudsy, 2012). 31 2.3 Keaslian penelitian Tabel 2.1 Keaslian Penelitian NAMA PENELITI Yuk ching lai Sumaryani Arum Tri Kusumawati Dina Lubis Putri Utami JUDUL PENELITIAN An exploratory study of parents’ perceptions of teaching sex educations in hongkong Pengalaman ibu dalam memberikan pendidikan seks pada anak usia 3-6 tahun di paud Menur rw 0 kelurahan Cipinang Jakarta Timur METODE hubungan tingkat pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks dini dengan perkembangan prilaku seks pada anak usia 6 tahun di sd cipto rahayu kec, gedeg, kab. Mojokerto faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengajarkan pendidikan seksual pada anak usia 1-5 tahun di play group B&B semarang kuantitatif analitik dengan menggunakan non probability sampling tipe purposive Qualitative study Penelitian non eksperimen, analitik dengan pendekatan cros sectional kuantitatif analitik rancangan sectional deskriptif dengan cros HASIL PENELITIAN Orang tua memiliki pemahaan yang tidak adekuat tentang pendidikan seks rata-rata atau sebagian besar responden belum terpapar tentang pendidikan seks sebelumnya dan hanya mendapatkan informasi mengenai pendidikan seks pada anak dari majalah, televisi, dan surat kabar ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks usia dini dengan perkembangan prilaku pada anak usia sekolah rata-rata umur ibu balita diplay group B&B Semarang adalah 30 tahun adapun umur minimun 23 tahun dan maksimum 3 tahun BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian Pada penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif kuantitatif. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif, karena penelitian ini disajikan dengan angka-angka. Penelitian kuantitatif adalah pendekatan penelitian yang banyak dituntut mengunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya (Arikunto 2006). 3.2. Populasi dan Sample Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah orang tua khususnya ibu yang bekerja sebagai pekerja seks komersial yang bermukim di rumah kost di lingkungan Kelurahan Gilingan . Populasi dalam penelitian ini berjumlah 35 responden. Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil (Notoatmodjo, 2008). Teknik dalam pengambilan sampel ini adalah total sampel yaitu jumlah sampel yang diambil sama dengan jumlah populasi yang ada (Sugiyono, 2007). Alasan mengunakan teknik ini karena jumlah populasi kurang dari 100 orang. Pernyataan ini sama dengan Sugiyono (2007) jumlah populasi yang kurang dari 100 seluruh populasi 32 33 dijadikan sampel penelitian semuanya. Sampel dalam penelitian ini adalah pekerja seks komersial yang bermukim di Kelurahan Gilingan Surakarta sebanyak 35 orang. 3.2.1 Kriteria inklusi 1. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang bermukim di rumah kost di lingkungan Kelurahan Gilingan. 2. Bersedia dijadikan responden dalam penelitian. 3.2.2 Kriteria eksklusi 1. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang mempunyai anak dengan gangguan jiwa. 2. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang mempunyai anak dengan keterbelakangan mental. 3. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang tidak bersedia dijadikan responden dalam penelitian. 4. Ibu yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial yang sedang dalam kondisi sakit 3.3. Tempat dan Waktu Penelitian 3.3.1. Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Gilingan Surakarta. Alasan dilakukanya penelitian ini dikarenakan belum pernah dilakukan penelitian yang serupa mengenai gambaran pengetahuan 34 ibu tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Surakarta.. 3.3.2. Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari sampai Bulan Februari 2016. 3.4 Variable, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran 3.4.1 Variabel Variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulan. Secara teoritis dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek, yang mempunyai variasi antara satu orang dengan orang yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain (Sugiyono, 2010). Tabel 3.1 Variable penelitian, Definisi, Skala pengukuran Variabel Definisi operasional Alat ukur Indikator penilaian skala data bila nilai Ordinal pengetahuan pemahaman yang Kuesioner a. Baik, responden (x) > pendidikan didapatkan oleh 55,09 seks responden dari b. Cukup, bila nilai pengalaman nyata dan responden 55,09 ≤ x informasi yang didapat ≤ 32,95 dari orang lain tentang c. Kurang, bila nilai pendidikan seks pada responden (x) < 32,95 anak 35 3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian Alat penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang hal-hal yang responden ketahui. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup dimana sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Arikunto, 2010). Peneliti menggunakan kuesioner gambaran pengetahuan seks yang dimodifikasi dari Rasyid Mohamad (2010). Untuk mengukur derajat pengetahuan seseorang apakah baik, cukup atau kurang dengan alat ukur tingkat pengetahuan yang dikemukakan oleh Riwidikdo (2010) : 1. Baik, bila nilai responden (x) > mean +1 SD 2. Cukup, bila nilai responden mean – 1 SD ≤ x ≥ mean + 1 SD 3. Kurang, bila nilai responden (x) < mean -1 SD 3.5.1.1 Uji Validitas Uji validitas mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (sunyoto, 2012). Pengujian validitas dilakukan di Kelurahan 36 Gilingan Surakarta dengan jumlah responden 35 orang dan di uji menggunakan korelasi product moment dengan bantuan program computer SPSS. Dengan rumus : Keterangan : r = koefisien korelasi product moment x = pertanyaan nomer tertentu y = skor total n = jumlah responden Kriteria uji validitas adalah apabila nilai r hitung setelah dibandingkan dengan nilai r tabel (0,334) sama atau lebih besar pada taraf signifikasi, peneliti menggunakan taraf signifikansi 5%, maka butir soal tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya jika nilai r hitung lebih kecil dari nilai r table maka butir pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid atau gugur. Item yang tidak valid dapat diganti, di perbaiki atau diabaikan. Berdasarkan perhitungan uji validitas yang dilakukan peneliti maka diketahui butir soal yang tidak valid antara lain butir soal 37 nomor 5, 8, 13, 14, 15, 16 dan dalam kuesioner ini pertanyaan tersebut di abaikan. 3.5.1.2 Uji reliabilitas Reabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Sunyoto, 2012). Maka tehnik uji yang digunakan adalah uji “Cronbach’s alpha “ Rumus Alpha : Keterangan : r11 = Koefisien reliabilitas k = Banyanknya butir pertanyaan ab2 = Jumlah varian butir a 2t = Varian total Untuk mengetahui nilai reliabilitas dari data kuesioner masing- masing butir digunakan program komputer untuk mengolah data dalam kuesioner. Jika koefisien reliabilitas lebih besar dari koefisien pembanding (0,60) maka dapat dikatakan kelompok variabel yang mendukung, sebuah faktor relatif konsisten bila pengukuran dapat diulang dua kali atau lebih. Setelah peneliti melakukan uji reliabilitas bagi kuesioner gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks pada 38 anak didapatkan hasil nilai koefisien reliabilitas (0,743) lebih dari nilai koefisien pembanding (0,600). Maka kuesioner ini dinyatakan reliabel. 3.5.2 Cara pengambilan data 3.5.2.1 Pengumpulan Pengumpulan yaitu dengan menyebar kuesioner secara langsung ke responden dan divalidasi dengan observasi, kemudian setelah diisi diserahkan kepada peneliti. 3.5.2.2 Prosedur pengumpulan data Pengumpulan data dengan cara pengisian kuesioner yang dilakukan sendiri oleh responden dengan langkah sebagai berikut: a. Setelah mendapat ijin dari STIKes Kusuma Husada peneliti melakukan konfirmasi kepada penanggung jawab para pekerja seks komersial di Kelurahan Gilingan Surakarta. b. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti menjelaskan tentang tujuan penelitian dan pengisian kuesioner. c. Setelah memahami tujaun penelitian, responden yang setuju diminta menandatangani surat pernyataan ketersediaan menjadi responden. d. Responden dibagikan kuesioner dan diminta mempelajari terlebih dahulu sebelum mengisi 39 e. Kusioner yang telah diisi kemudian dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya oleh peneliti kemudian dilakukan analisa. 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Pengolahan Data Ada 3 kegiatan yang dilakukan dalam pengolahan data menurut siswanto (2012). 1. Penyuntingan (editing) Kegiatan dilakukan dengan maksud untuk memeriksa semua jawaban responden yang telah kembali, karena kadang terjadi kecacatan dalam kuesioner misalnya : responden sengaja salah menjawab. Pada penelitian yang dilakukan oleh peneliti tidak didapatkan kecacatan dalam penjawaban kusioner. 2. Pengkodean (Coding) Pengkodean ini di lakukan untuk menyederhanakan jawaban responden, juga untuk memudahkan mengolah data melalui sofware pengolahan data statistik. Dalam penelitian ini yang dilakukan coding adalah : a. Pendidikan, kode 1 : 1 SD, kode 2 : 2 SMP, Kode 3 : 3 SMA, kode 4 : 4 DIII 40 b. Umur, kode 1 : 1 20-25 tahun, kode 2 : 2 25-30 tahun, kode 3 : 3 30-35, kode 4 : 4 35-40 tahun. c. Pernah terpapar pendidikan seks sebelumnya, kode 1 : 1 iya, kode 2 : 2 tidak. d. Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks, kode 1 : 1 kurang, 2 : 2 cukup, 3 : 3 baik. 3. Tabulasi (Tabulating) Tabulasi dilakukan dengan menyusun dan menghiting data hasil pengkodean, kemudian dibuat tabel agar mudah terbaca. 4. Entri data Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi (Hidayat A, 2009). 5. Melakukan teknik analisis Yaitu menggunakan ilmu stastistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak dianalisis (Hidayat A, 2009). 3.6.2 Analisis Data Analisis data merupakan kegiatan setelah data seluruh responden atau sumber data lain terkumpul. Kegiatan dalam analisis data adalah 41 mengelompokan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah dilakukan (Sugiyono, 2010). Analisa Univariat Analisa univariat adalah analisa tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Analisa univariat ini digunakan untuk memperjelas bagaimana distribusi dan presentase serta untuk mengetahui proporsi masing – masing variabel independen dan dependen. Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak. 3.7 Etika Penelitian Etika penelitian adalah sesuatu sistem nilai norma yang harus di patuhi oleh peneliti saat melakukan aktifitas penelitian yang melibatkan responden, meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari adanya eksploitasi keuntungan dari penelitian tersebut, dan resiko yang didapatkan (Poilt & Hungler, 2005). Peneliti meyakini bahwa informan harus dilindungi dengan memperhatikan aspek-aspek: self determination, privacy, anonimity, informed consent, da`n protections for discomfort (Polit & Hungler, 2005) 42 1. Self determination Partisipan diberikan kebebasan untuk menentukan apakah bersedia atau tidak untuk mengikuti kegiatan penelitian secara sukarela. Peneliti memberikan penjelasan kepada calon partisipan mengenai tujuan dan manfaat penelitian yang dilakukan. Peneliti juga menjelaskan bahwa partisipan yang mengikuti penelitian tidak dipungut biaya apapun, seluruh biaya sudah ditanggung peneliti. 2. Informed consent Peneliti menegaskan kembali mengenai maksud dan tujuan penelitian yaitu untuk menganalisa kualitias hidup dilihat dari dimensi fisik, dimensi psikologis, dimensi hubungan sosial dan dimensi lingkungan. setelah partisipan mengerti, peneliti memberikan lembar informed consent kepada partisipan. 3. Privacy Selama dan seluruh penelitian, privacy partisipan dijaga secara benar, semua patisipan diberlakukan sama, peneliti akan menjaga kerahasiaan partisipan dari informasi yang di berikan dan hanya digunakan untuk kegiatan penelitian saja tidak akan dipublikasikan tanpa izin dari partisipan BAB IV HASIL PENELITIAN Bab ini menguraikan hasil penelitian tentang gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Surakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2016, data yang diperoleh dalam peneltian ini adalah data primer, yaitu data yang didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang diberikan kepada responden. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai berikut: 4.1 Karakteristik responden 4.1.1 Pendidikan Tabel 4.1Distribusi frekuensi pendidikan responden Pendidikan Frekuensi Persentase (%) SD 2 5,7 SMP 13 37,1 SMA 15 42,9 D III 5 14,3 Total 35 100 Table 4.1 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden berpendidikan SMA yaitu sebesar 42,9 %. 43 44 4.1.2 Umur Tabel 4.2 Distribusi frekuensi umur responden Umur Frekuensi Persen (%) 20-25 2 5,7 25-30 22 62,9 30-35 10 28,6 35-40 1 2,8 Total 35 100 Table 4.2 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden berumur 25-30 tahun yaitu sebesar 62,9 % 4.1.3 Terpapar pendidikan seks sebelumnya Tabel 4.3 Distribusi frekuensi terpaparnya pendidikan seks sebelumnya pada responden Terpapar pendidikan seks Frekuensi Persen (%) Ya 10 28,6 Tidak 25 71,4 Total 35 100 Tabel 4.3 memberi gambaran bahwa sebagian besar dari responden belum terpapar tentang pendidikan seks sebelumnya yaitu 71,4 45 4.1.4 Gambaran pengetahuan Tabel 4.4 Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks pada anak. Gambaran pengetahuan frekuensi persen %) Kurang 10 28,6 Cukup 22 62,8 Baik 3 8,6 Total 35 100 Tabel 4.4 memberi gambaran bahwa sebagian responden telah cukup mengetahui tentang pendidikan seks pada anak yaitu sebesar 62,8% BAB V PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik responden 5.1.1 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan Tingkat pendidikan pekerja seks komersial di Kelurahan Gilingan Surakarta dijelaskan yang paling besar atau rata-rata berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 15 orang (42,9 %), Sekolah Menengah Pertama (SMP) menepati urutan kedua sebanyak 13 orang (37,!%), selebihnya memiliki pendidikan dari Diploma tiga (DIII) dan Sekolah Dasar (SD) . Hal tersebut disebabkan karena kesadaran akan pentingnya menempuh pendidikan yang lebih tinggi belum sepenuhnya disadari oleh para responden. Penelitian ini sejalan dengan penelitian tentang hubungan tingkat pengetahuan orang tua khususnya ibu tentang pendidikan seks dini dengan perkembangan prilaku seks pada anak usia 3-6 tahun di Tk Cipto rahyu Kec. Mojokerto yang dilakukan oleh Arum tri (2009). Dengan hasil 13 atau 32,5% responden dengan pendidikan tinggi mengatakan mengetahui tentang pendidikan seks pada anak usia dini, sedangkan 17 atau 42,5% dari reponden berpendidikan sedang dan 10 46 47 atau 25% dari responden berpendidikan rendah mengatakan tidak mengetahui tentang pendidikan seks pada anak usia dini Menurut Notoatmodjo (2010), pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang maka lebih luas pula wawasan dan informasi yang di dapat. Selain itu juga konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga dan masyarakat. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting dalam mendapatkan pengetahuan, ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mudah menerima informasi. Sebaliknya ibu dengan pendidikan rendah akan mendapat kesulitan dalam menerima informasi yang ada sehingga kurang memahami tentang pendidikan seks pada anak. 5.1.2 Karakteristik responden berdasarkan usia Hasil penelitian diketahui bahwa paling banyak atau usia rata-rata responden adalah rentan usia dari 25-30 tahun yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar 62,9%, sedangkan rentan usia 30-35 menempati tempat kedua setelah klasifikasi usia terbanyak. Menurut Mubarak (2011), semakin dewasa usia seseorang, maka tingkat berfikirnya akan semakin matang, semakin matang seseorang, maka semakin banyak pula pengalaman dan informasi tentang pengetahuan seks pada anak. 48 Penelitian ini sejalan dengan penelitian dilakukan oleh Desti Putri (2014). Dengan judul Gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pendidikan seks pada anak usia 1-5 tahun di play group B&B Semarang sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks. Dengan hasil umur rata-rata ibu balita diplay group B&B semarang adalah 30 tahun adapun umur minimun 23 tahun dan maksimun 39 tahun. 5.1.3 karakteristik responden berdasarkan belum atau pernah terpapar tentang pendidikan seks sebelumnya Hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar atau rata-rata responden belum pernah terpapar tentang pendidikan seks pada anak yaitu 25 orang atau sebesar 71,4%. Sedangkan untuk responden yang sudah pernah terpapar menempati urutan kedua yaitu sebesar 10 orang atau 28,6% Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumaryani (2013). Dengan judul Pengalaman ibu dalam memberikan pendidikan seks pada anak usia prasekolah (3-6 tahun) di Paud Menur rw 09 Kelurahan Cipinang Jakarta Timur. Dengan hasil rata-rata atau sebagian besar responden belum terpapar tentang pendidikan seks pada anak sebelumnya dan hanya mendapatkan informasi mengenai pendidikan seks pada anak dari majalah, televisi, dan surat kabar. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Swansbrug (2010) yang mengatakan bahwa pengalaman juga 49 mempengaruhi pengetahuan seseorang, walau pun seseorang dapat mempelajari suatu hal dengan menghafal, pengalaman sebelumnya dapat dijadikan suatu pembelajaran yang bermanfaat. Prilaku individu yang berbeda-beda pun salah salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman (Sunaryo, 2007). 5.2 Gambaran pengetahuan tentang pendidikan seks pada anak Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengetahuan responden tentang pendidikan seks adalah cukup mengetahui. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Desti Putri (2014). Dengan judul gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang pendidikan seks pada anak usia 15 tahun di play group B&B Semarang sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks. Dengan hasil dari 30 responden rata-rata sebagain besar respon cukup mengetahui tentang pendidikan seks pada anak yaitu sebanyak 19 responden atau sebesar 63,3%. Dilihat dari kuesioner yang rata-rata responden sudah memahami tentang pendidikan seksualitas yang harus diberikan sejak dini, responden juga sudah paham jika memberikan pendidikan seks harus dengan cara yang sederhana dan yang mudah dimengerti, responden juga sudah mengerti jika responden wajib mengenalkan organ seks kepada anaknya, responden juga sudah paham bahwa perlu menjelaskan tentang perbedaan jenis kelamin pada anak, responden juga paham bahwa perlu mengenalkan norma-norma atau aturan menurut jenis kelamin kepada anaknya, responden juga paham perlu 50 menjelaskan tentang bagian-bagian tubuh mana yang boleh terlihat dan disentuh oleh orang lain pada anaknya, tetapi kebanyakan dari responden belum begitu tahu tentang fakta-fakta dasar kehamilan ibu dan proses menstruasi yang dinyatakan dalam kuesioner nomor 6 dan 8, dari 35 responden hanya 12 orang dan 5 orang responden yang menjawab dengan benar, serta responden juga belum begitu paham dengan dampak dari pelecehan seksual yang terjadi pada anak terbukti dari kuesioner nomor 19 dari 35 reponden hanya 8 responden yang menjawab dengan benar. Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancainra manusia, yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoajmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pengetahuan seseorang diantaranya adalah pendidikan, pekerjaan dan usia. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan semakin tinggi pengetahuan seseorang tersebut, peneliti berharap dengan adanya penelitian ini responden sadar akan betapa pentingnya pendidikan sehingga responden mau mencari lebih banyak informasi guna untuk menambah pengetahuan. Pendidikan seks dalam keluarga merupakan salah satu alternatif dalam membekali anak-anak dengan informasi-informasi tentang seks, tentang kesehatan, dan masalah-masalah reproduksi secara benar. Kemampuan, keterampilan, dan kemauan orang tua dalam memberikan pendidikan seks 51 akan menentukan perasaan anak pada masa yang akan mendatang (Djiwandono, 2007). Banyak masalah yang terjadi akibat kurangnya pendidikan seks pada anak, contohnya perilaku seks yang menyimpang, kekerasan seks dan kehidupan seks bebas yang telah merebak ke kalangan kehidupan remaja dan anak. Data dari Komisi perlindungan anak pada tahun 2010. Seratus tujuh puluh satu kasus pengaduan yang masuk, sebanyak 67,8% terkait dengan kasus kekerasan. Kasus kekerasan tersebut paling yang paling banyak terjadi adalah kasus kekerasan seksual yaitu sebesar 45,7% atau 53 kasus. Adapun beberapa hal yang dapat mempengaruhi pendidikan seks adalah masih tabunya pendidikan seks pada anak dimasyarakat serta adat istiadat yang masih menganggap perbincangan seksual merupakan perbincangan yang porno sehingga tidak layak untuk dibicarakan secara umum, peneliti berharap dengan adanya penelitian ini responden maupun masyarakat sadar bahwa pendidikan seks pada anak amatlah penting dan sangat diperlukan. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian dan pembahasan tentang gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak di Kelurahan Gilingan Surakarta, maka dapat diambil kesimpulan berikut : 6.1 Simpulan 1. Gambaran pengetahuan pekerja seks komersial tentang pendidikan seks pada anak adalah cukup mengetahui yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar 62,9%. 2. Karakteristik responden dalam penelitian ini bermacam-macam dengan rata-rata berpendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebanyak 15 orang (42,%) dan berusia rata-rata 25-30 tahun yaitu sebanyak 22 orang (62,9) serta rata-rata belum pernah terpapar tentang pengetahuan pendidikan seks sebelumnya, yaitu sebanyak 25 orang (71,4%). 6.2 Saran Berdasarkan simpulan diatas, maka peneliti dapat memberikan beberapa saran, yaitu sebagai berikut : 1. Bagi orang tua Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberikan pendidikan seks pada anak serta meningkatkan pemahaman mengenai perkembangan seksual pada anak. 52 53 2. Bagi instansi pendidikan anak usia dini Dapat memasukan pendidikan seks sebagai salah satu program pendidikan baik untuk anak maupun pada orang tua 3. Bagi perawat komunitas Dapat menjalankan perannya sebagai edukator dan konselor baik bagi orang tua maupun anak terkait pendidikan seks dan perkembangan seksual pada anak dalam meningkatkan pentingnya pendidikan seks untuk anak 4. Bagi peneliti selanjutnya Perlu diadakanya penelitian yang lebih mendalam lagi mengenai gambaran pengetahuan pekerja seksual komersial tentang pendidikan seks pada anak dalam waktu yang lebih lama dan karakteristik responden yang lebih beragam. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rhineka Cipta. BKKBN. 2013. Selama januari Terjadi 42 kasus pelecehan pada anak. http://dkijakarta.bkkbn.go.id/list/berita/DispFrom.aspx?ID=689&ContentTypeId =0x0100A28EFCBF520B364387716414DEECEB1E. Diakses pada tanggal 29 juni 2015 pukul 20.30 WIB. Jhonson, Kerri L., Tassinary, Louis G., & Laurey, Leah E.(2010). Sex Categorization Among Preschool Children: Increasing Utilization Of Sexually Dimorphic cues . Child Development, Volume 81, Number 5, Pages 1346-1355. Kliegman, Robert M. (2011). Nelson Textbook Of Pediatrick 19th Edition. United States of America: Saunders. Kurniawati, Tenti; Rahmat, Ibrahim & Lusmilasari, Lely. (2005). Hubungan antara persepsi ibu tentang pendidikan seks pada anak usia 0-5 tahun dengan sikap ibu dalam menerapkan pemdidikan seks di suronatan dan serangan notoprajan Yogyakarta. Jurnal kebidanan dan keperawatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah, Yogyakarta. Kusumawati, Arum Tri. (2009). Hubungan tingkat pengetahuan orang tua tentang pendidikan seks dini dengan perkembangan perilaku seks pada anak 3-6 tahun di TK Cipto Rahayu Kec. Gedeg, Kab. Mojokerto. Jurnal keperawatan Bina Sehat. Sekolah tinggi Ilmu kesehatan Bina Sehat. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. LAI, Ching Yuk. (2005). An Exploratory Study Of Parents’ Perceptions Of Teaching Sex Education In Hong Kong Preschool. The Hong Kong Istitute Of Education. LN. Syamsul Yusuf. (2009). Psikolpogi Perkembangan Anak dan Remaja, ROSDA : Bandung. Lubis, Dian Putri Utami. (2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam mengajarkan pendidikan seksual pada anak usia 4-6 tahun di TK Dharma Bakti IV Tamantirto, Bantul, Yogyakarta. Samodra ilmu: jurnal kesehatan. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yogyakarta. 52 53 Medline plus. (2008). Child Sexual Abuse, di buat 02 April 2008. U.S National Library of Medicine. Diakses 29 juni 2015 Jam 20.30 WIB. Ministri of Women and Child Development (2007). Study on Child Abuse: India 2007. Published by The Government of India. Diakses 29njuni 2015 Jam 20.30 Merdeka. com. peristiwa kasus kekerasan seksual anak banyak terjadi di Sukoharjo. Diakses 9 Juli 2015 jamm 21.00. Nursalam. (2011)., konsep dan penerapan metodelogi penelitian ilmu keperawatan pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Salemba Medika, Jakarta. Notoatmodjo, s. (2007). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Renika Cipta : Jakarta. Notoatmodjo, s. (2010). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, PT. Renika Cipta : Jakarta. Polit df & Back, CT 2006, esential of nursing resarech methods, apparasia, and utilizaton, 6th edition, lippincott williams & wilkins, Philadelphia. Potter, Patricia A. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, Dan Praktik, Edisi 4. Jakarta: EGC. Saryono, A. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Nuha Medika. Sugiyono. (2013). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfa Beta Society. Skripsiadi, Erwin J. (2005). Pendidikan Dasar Seks Untuk Anak Sebagai Panduan Diskusi Dalam Keluarga. Yogyakarta: Curiosita. Walker, Joy L. A. (2010). Qualitative Study Of Parents’ Experience Of Provoding Sex Education For Their Childern: The Implication For Health Eduation. SAGE Publication Health Education Journal 2010; 60; 132. Waryuni, S, E. 2008. Pendidikan Sex Untuk Keluarga, PT. Index, Jakarta.